PUTUSAN Nomor 00/Pdt.G/2013/PTA.Btn
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Banten yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat banding, dalam persidangan majelis telah menjatuhkan putusan sebagai berikut, dalam perkara cerai talak antara pihak-pihak: PEMBANDING, umur 59 tahun, Agama Islam, pekerjaan Pensiunan swasta, tempat tinggal di KOTA TANGERANG; yang memberikan kuasa kepada SOFYAN TROY LATUCONSINA, S.H., YASMIN YASINTA, S.H., Advokat pada Law Office “S TROY LATUCONSINA & ASSOCIATES”, beralamat di Jalan Pahlawan Seribu, Ruko Golden Boulevard Blok Q No. 8, BSD City, Serpong, Tangerang Selatan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal
28 Mei 2013, semula sebagai Pemohon, sekarang sebagai
Pembanding, selanjutnya disebut sebagai PEMBANDING; melawan TERBANDING, umur 49 tahun, agama Islam, pekerjaan PNS, tempat tinggal di KOTA TANGERANG, yang memberikan kuasa kepada ALFIANTI, S.H. dari KANTOR ADVOKAT DAN KONSULTAN HUKUM ALFIANTI, S.H., & REKAN yang beralamat di Jalan JAMBU BLOK C.III NO 40 KUNCIRAN MAS PERMAI PINANG – TANGERANG TELP (021) 732 8076 HP 08138118 2336 Email:
[email protected], Berdasarkan surat kuasa khusus No. 14/AN/PDT.AG/VI/2013, tanggal 24 Juni 2013, semula sebagai Termohon, sekarang sebagai Terbanding, untuk selanjutnya disebut sebagai TERBANDING; Pengadilan Tinggi Agama tersebut; Telah membaca putusan dan berkas perkara yang bersangkutan; Telah memeriksa dan mempelajari surat-surat yang berkaitan;
TENTANG DUDUK PERKARANYA Mengutip segala uraian sebagaimana termuat dalam Putusan Pengadilan Agama Tangerang Nomor 0000/Pdt.G/2012/PA.Tng, tanggal 27 Mei 2013 Masehi bertepatan dengan tanggal 17 Jumadil Akhir 1434 Hijriyah, yang amarnya berbunyi sebagai berikut: MENGADILI DALAM KONVENSI 1. Mengabulkan permohonan Pemohon Konvensi; 2. Memberi izin kepada Pemohon Konvensi (PEMBANDING) untuk menjatuhkan talak satu raj'i terhadap Termohon Konvensi (TERBANDING) di hadapan sidang Pengadilan Agama Tangerang setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap; 3.
Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Tangerang untuk menyampaikan salinan Penetapan kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Grogol Petamburan, Kota Jakarta Barat, untuk dicatat dalam sebuah buku daftar yang diperuntukkan untuk kepentingan tersebut;
DALAM REKONVENSI. 1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi sebagian. 2. Menghukum Tergugat Rekonvensi/Pemohon Konvensi kepada Penggugat Rekonvensi/ Termohon Konvensi untuk memberikan nafkah Iddah sebesar Rp 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah). 3.
Menghukum Tergugat Rekonvensi/Pemohon Konvensi untuk memberikan mut’ah yang patut dan adil kepada Penggugat Rekonvensi/Termohon Konvensi sebesar Rp 75.000.000 (tujuh puluh lima juta rupiah).
4.
Menghukum Tergugat Rekonvensi/Pemohon Konvensi untuk membayar nafkah yang dilalaikan kepada Penggugat Rekonvensi/Termohon Konvensi sebesar Rp 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah), terhitung sejak Nopember 2012 sampai putusan yang berkekuatan hukum tetap.
5. Menetapkan:
5. 1 Penggugat Rekonvensi/Termohon Konvensi (TERBANDING) sebagai pengasuh, perawat, pemelihara, terhadap anak pertama yang bernama ANAK I, Umur 23 tahun, hingga dewasa mandiri. 5.2 Tergugat Rekonvensi/Pemohon Konvensi (PEMBANDING), sebagai pengasuh, perawat, pemelihara, anak kedua yang bernama ANAK II, Umur 15 tahun hingga dewasa mandiri, dan serta tanpa mengurangi hak orang tua masing-masing untuk memberikan kasih sayang, dan membawa untuk mengisi waktu libur ketempattempat hiburan sepanjang sepengetahuan masing-masing pihak berdasarkan peruntukkannya dapat dikabulkan. 6. Memerintahkan Tergugat Rekonvensi/Pemohon Konvensi untuk memberikan biaya pendidikan dan nafkah anak pertama yang bernama ANAK I kepada Penggugat Rekonvensi/Termohon Konvensi sebesar Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah) setiap bulannya hingga anak dewasa dan mandiri. 7. Menetapkan sebidang tanah yang di atasnya berdiri sebuah bangunan permanen yang dikenal terletak di KOTA TANGERANG sebagai harta bersama; 8. Menetapkan harta bersama tersebut dibagikan masing-masing yaitu untuk Tergugat Rekonvensi/Pemohon Konvensi mendapat 1/2 atau 50 % dan untuk Penggugat Rekonvensi/Termohon Konvensi mendapat 1/2 atau 50 % dari harta bersama tersebut dan selanjutnya memerintahkan Pemohon dan Termohon untuk menyerahkan bagiannya masing-masing tersebut yaitu Tergugat Rekonvensi/Pemohon Konvensi kepada anak kedua yang bernama ANAK II dan Penggugat Rekonvensi/Termohon Konvensi kepada anak pertama yang bernama ANAK I untuk dimiliki.
DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.191.000,(seratus sembilan puluh satu ribu rupiah). Membaca Akta Pernyataan Permohonan Banding yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Agama Tangerang Nomor 0000/Pdt.G/2012/PA.Tng tanggal 07 Juni 2013, yang menyatakan bahwa pada tanggal 7 Juni 2013 Pemohon mengajukan upaya hukum banding atas putusan Pengadilan Agama Tangerang tersebut, permohonan banding mana
telah diberitahukan kepada pihak lawannya (Terbanding) pada hari Rabu, tanggal 12 Juni 2013 secara sempurna; Bahwa Pembanding telah mengajukan
memori banding yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Agama Tangerang pada tanggal 20 Agustus
2013, memori
banding tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawannya pada hari itu juga, Selasa, tanggal 20 Agustus 2013; Bahwa Terbanding telah mengajukan kontra memori banding yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Agama Tangerang pada tanggal 26 Agustus
2013, kontra
memori banding tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawannya (Pembanding) pada hari Selasa, tanggal 17 September 2013; Bahwa para pihak yang berperkara telah diberi kesempatan untuk memeriksa dan mempelajari berkas perkara (inzage) sebelum dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama Banten, kepada Pembanding pada hari Selasa, tanggal 16 Juli 2013 dan kepada Terbanding pada hari Selasa tanggal 25 Juni 2013, akan tetapi sampai batas waktu yang ditetapkan baik Pembanding maupun Terbanding tidak melakukan inzage atas berkas perkara tersebut sebagaimana Surat Keterangan Panitera Pengadilan Agama Tangerang masing-masing tertanggal 31 Juli 2013 dan 10 Juli 2013; TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa oleh karena permohonan banding yang diajukan Pembanding tersebut diajukan dalam tenggang waktu banding dan dengan cara-cara sebagaimana ditentukan menurut peraturan perundang-undangan, lagi pula permohonan banding a quo telah diberitahukan kepada pihak Terbanding dengan sempurna, maka permohonan banding tersebut secara formal dapat diterima; DALAM KONVENSI: Menimbang, bahwa setelah majelis hakim tingkat banding mempelajari dan meneliti berkas perkara, dan setelah menelaah putusan atas perkara a quo, majelis hakim tingkat banding berpendapat, bahwa hal-hal yang telah dipertimbangkan dan dinyatakan sebagai pendapat majelis hakim tingkat pertama dalam putusannya, sebagian dapat disetujui dan diambil alih sebagai pendapat majelis hakim tingkat banding, sedang sebagian lainnya tidak dapat disetujui, selanjutnya pertimbangan-pertimbangan hukum dan amar putusannya akan diperbaiki sebagaimana akan diuraikan berikut di bawah ini;
Menimbang, bahwa pertimbangan hukum majelis hakim tingkat pertama mengenai status Termohon sebagai Pegawai Negeri Sipil yang tercantum pada halaman 74 bertentangan dengan pertimbangan hukum yang tercantum pada halaman 100, karena yang menjadi Pegawai Negeri Sipil itu adalah Termohon, maka Termohonlah yang harus memperoleh surat keterangan untuk melakukan perceraian dari pejabat yang berwenang (atasannya), akan tetapi dalam Berita Acara Persidangan perkara a quo majelis hakim tingkat banding tidak menemukan catatan bahwa Pemohon ataupun Termohon menyerahkan surat keterangan dimaksud, dan ternyata dalam berkas perkara a quo surat keterangan dimaksud tidak dijumpai, oleh karenanya menjadi tanggungjawab Termohon sendiri apabila pihak yang berwenang mempermasalahkan tentang hal itu; Menimbang, bahwa pada bagian pertimbangan hukum dalam putusan hakim tingkat pertama sebagian besar isinya masih terdapat pengulangan-pengulangan kalimat dari bagian duduk perkaranya, seharusnya hakim cukup memberikan pertimbangan hukum saja yang dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan dan hukum-hukum lainnya yang berlaku dan hidup di tengah-tengah masyarakat, namun demikian hal itu tidaklah menyebabkan batal ataupun cacatnya putusan a quo; Menimbang, bahwa pertimbangan hakim tingkat pertama tentang dalil-dalil yang dijadikan alasan untuk bercerai, yakni terjadinya perselisihan dan pertengkaran diantara suami-istri tersebut telah terbukti, baik berdasarkan pengakuan Termohon sendiri yang dikuatkan dengan keterangan para saksi, maupun berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, majelis hakim tingkat banding dalam hal ini memperbaiki pertimbangan hukum hakim tingkat pertama secara ringkas, bahwa alasan tersebut menurut majelis sesuai dengan ketentuan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam dan majelis berpendapat, bahwa keadaan rumah tangga Pemohon dengan Termohon telah pecah dan menyebabkan terjadinya perpisahan tempat tinggal (Pemohon yang pergi meninggalkan tempat kediaman bersamanya), dengan demikian majelis berkesimpulan, bahwa diantara Pemohon dengan Termohon tersebut tidak ada harapan untuk dapat hidup rukun lagi dalam rumah tangganya, oleh karenanya tujuan perkawinan seperti yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam dalam rumah tangga Pemohon dengan Termohon tersebut tidak dapat terwujud; Menimbang, bahwa mengenai penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus antara Pemohon/Pembanding dengan Termohon/Terbanding tersebut,
hakim tingkat banding berpendapat bahwa sesuai dengan yurisprudensi MARI No. 534K/Pdt/1996, tanggal 18 Juni 1996 hal tersebut tidak harus dilihat siapa yang bersalah, dari mana atau dari siapa yang menyebabkannya, melainkan yang harus dilihat adalah apakah perkawinan itu masih dapat dipertahankan atau tidak; Menimbang, bahwa berdasarkan Berita Acara Sidang (BAS) dalam berkas perkara a quo, majelis hakim tingkat banding menilai bahwa antara Pemohon/Pembanding dengan Termohon/Terbanding sulit untuk dapat dipersatukan lagi, meskipun pada prinsipnya Termohon/Terbanding tidak menginginkan terjadinya perceraian, akan tetapi karena kenyataannya mereka telah berpisah tempat tinggal, sehingga majelis hakim tingkat banding berkesimpulan, bahwa ikatan perkawinan Pemohon/Pembanding dengan Termohon/Terbanding tersebut telah rapuh dan tidak dapat dipertahankan lagi; Menimbang, bahwa pencantuman ayat-ayat Al-Qur’an Surat An Nisa Ayat 35, Surat Al-Baqarah Ayat 227 dan Surat Al-Baqarah Ayat 241 dalam putusan hakim tingkat pertama tidak dicantumkan teks ayat aslinya, hanya dicantumkan artinya saja, padahal dalam pertimbangannya majelis hakim tingkat pertama mencantumkan kalimat “ Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat . . . . Ayat . . . . yang berbunyi . . .”, oleh karenanya pertimbangan tersebut perlu diperbaiki dengan mencantumkan teks ayat aslinya;
Surat An-Nisa Ayat 35
Surat Al-Baqoroh Ayat 227
Surat Al-Baqoroh ayat 241
Menimbang, bahwa pertimbangan hakim tingkat pertama dalam hal mengabulkan permohonan Pemohon, majelis hakim tingkat banding perlu menambahkan pertimbangan
bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dan ternyata fakta-fakta tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan hukum, maka dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 70 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Pasal 131 Ayat (2) Kompilasi Hukum Islam permohonan Pemohon untuk mengikrarkan talak terhadap Termohon dapat dikabulkan; Menimbang,
bahwa
pertimbangan
majelis
hakim
tingkat
pertama
yang
mempertimbangkan tentang petitum “ Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Tangerang untuk mengirimkan salinan Putusan ke PPN . . dan seterusnya”, sehubungan dengan ketentuan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, majelis hakim tingkat banding berpendapat, bahwa putusan a quo bukan merupakan putusan perceraian, melainkan putusan tentang memberikan izin untuk melakukan perceraian (dengan ikrar talak), sedangkan putusan yang harus dikirimkan ke PPN adalah putusan perceraian untuk didaftarkan dalam sebuah daftar yang disediakan untuk itu, oleh karenanya putusan a quo tidak perlu dikirimkan ke PPN, akan tetapi yang menjadi kewajiban Panitera adalah mengirimkan penetapan tentang putusan perkawinan dengan ikrar talak (ketentuan Pasal 71 Ayat (2) dan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama). Dengan demikian, permohonan Pemohon mengenai petitum hal tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima; DALAM REKONVENSI: Menimbang, bahwa tuntutan rekonvensi Penggugat rekonvensi secara berurutan apabila terjadi perceraian adalah sebagai berikut: 1.
Nafkah selama iddah (tiga bulan) sebesar Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah);
2.
Mut’ah sebesar Rp 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah);
3.
Nafkah madhiyah (terutang) sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah);
4.
Pemeliharaan dan pendidikan anak (hadhonah) atas dua orang anak, masing-masing bernama ANAK I dan ANAK II di bawah Penggugat rekonvensi;
5.
Tergugat rekonvensi agar segera mengembalikan anak yang bernama ANAK II kepada Penggugat rekonvensi;
6.
Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak (hadhanah) sebesar Rp 200.000.000,(dua ratus juta rupiah), sampai anak mandiri;
7.
Rumah beserta isinya yang terletak di KOTA TANGERANG diberikan kepada Penggugat rekonvensi;
Menimbang, bahwa hakim tingkat pertama telah memutuskan atas tuntutan rekonvensi tentang nafkah selama iddah sebesar Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) dan tentang mut’ah sebesar Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) meskipun Tergugat
rekonvensi (Pembanding)
menyatakan
bahwa
ia
hanya
menyanggupi
memberikan nafkah iddah sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) perbulan (selama tiga bulan sebesar Rp 3.000.000,) dan memberikan mut’ah sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah). Setelah mejelis hakim tingkat banding mempelajari pertimbangan hakim tingkat pertama dalam putusannya mengenai nafkah iddah dan mut’ah tersebut, dan setelah mempelajari alasan-alasan keberatan Pembanding dalam memori bandingnya, serta jawaban Terbanding dalam kontra memori bandingnnya, maka majelis hakim tingkat banding berpendapat dengan berdasarkan pada ketentuan Pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 149 huruf a dan b, dan Pasal 152 Kompilasi Hukum Islam apabila terjadi cerai talak dipandang cukup pantas dan cukup adil Pembanding/ Tergugat rekonvensi dihukum untuk membayar nafkah selama iddah dan mut’ah kepada Penggugat rekonvensi/Terbanding masing-masing sebesar sebagaimana tercantum dalam amar putusan di bawah ini; Menimbang, bahwa mengenai tuntutan rekonvensi tentang nafkah madhiyah (terutang) sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) setiap bulan sejak bulan November 2012 sampai dengan putusan a quo berkekuatan hukum tetap, majelis hakim tingkat pertama telah memutuskan separoh dari tuntutannya, yakni sebesar Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) terhitung mulai bulan November 2012, tanpa menyebutkan kata “setiap bulan”, meskipun Tergugat rekonvensi menyatakan menolak untuk memenuhinya karena Tergugat rekonvensi tidak pernah melalaikan kewajiban memberikan nafkah kepada istri dan anak-anak. Setelah majelis hakim tingkat banding mempelajari pertimbangan hukum hakim tingkat pertama dalam putusannnya mengenai nafkah madhiyah tersebut dan Berita Acara Sidang yang berkaitan, maka majelis hakim tingkat banding berpendapat, bahwa yang dituntut Penggugat rekonvensi tersebut adalah uang nafkah anak, uang kuliah, terhutang (madhiyah) yang harus dibayar Tergugat rekonvensi tiap bulannya sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan seterusnya, posita yang terurai dalam rekonvensi Penggugat rekonvensi tersebut tidak mendukung terhadap petitum (hal yang diminta), oleh karenanya rekonvensi tersebut obscuur libel (kabur), dengan demikian rekonvensi Penggugat rekonvensi tentang hal nafkah terutang (madhiyah) harus dinyatakan tidak dapat diterima;
Menimbang, bahwa atas rekonvensi Penggugat rekonvensi/Terbanding mengenai hak hadhanah atas dua orang anak, masing-masing bernama ANAK I (laki-laki), lahir 25 Maret 1990 dan ANAK II (perempuan), lahir 19 Pebruari 1997, majelis hakim tingkat pertama telah menjatuhkan putusan berdasarkan pilihan sendiri masing-masing anak tersebut, yakni anak pertama yang bernama
ANAK I (laki-laki) di bawah hadhanah
Penggugat rekonvensi/Terbanding, sedang anak kedua yang bernama
ANAK II
(perempuan) di bawah hadhanah Tergugat rekonvensi/ Pembanding. Hakim tingkat pertama telah salah menerapkan hukum, dimana anak pertama yang bernama ANAK I (laki-laki) telah lewat usia dewasa (lebih dari 21 tahun), ia telah mampu bertindak hukum sendiri, karenanya untuk anak pertama yang bernama
ANAK I tersebut tidak perlu
ditetapkan siapa pemegang hak hadhanahnya. Sementara anak kedua yang bernama ANAK II (perempuan), umur 16 tahun tidak memilih Penggugat rekonvensi/Terbanding sebagai pemegang hak hadhanah atas dirinya (karena ia memilih Tergugat rekonvensi/ Pembanding/ ayahnya), oleh karenanya gugatan rekonvensi Penggugat rekonvensi tersebut harus dinyatakan ditolak; Menimbang, bahwa tuntutan rekonvensi Penggugat rekonvensi/ Terbanding mengenai Tergugat rekonvensi/Pembanding segera mengembalikan anak perempuan, yang bernama ANAK II kepada Penggugat rekonvensi, majelis hakim tingkat pertama telah mempertimbangkan, bahwa “ tuntutan rekonvensi tersebut tidak terbukti, karena si anak telah memilih Tergugat rekonvensi/Pembanding selaku pemegang hak hadhanah atas dirinya, karenanya cukup menunjuk kepada fakta yang terjadi di persidangan”, menurut hakim tingkat banding perlu menambahkan pertimbangan tersebut dengan pertimbangan hukum bahwa oleh karena itu, maka tuntutan rekonvensi Penggugat rekonvensi tersebut harus dinyatakan ditolak; Menimbang bahwa atas tuntutan rekonvensi mengenai biaya hadlanah sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai anak-anak mandiri, Majelis Hakim tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dengan amar “Tergugat Rekonvensi diperintahkan memberikan biaya pendidikan dan nafkah seorang anak, yang bernama ANAK I sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) setiap bulan kepada Penggugat rekonvensi hingga anak dewasa dan mandiri”, dengan pertimbangan bahwa kebutuhan seorang anak setiap bulan tidak selalu sama, oleh karenanya harus disesuaikan dengan kebutuhan nafkah dan biaya pendidikannya setiap bulan yang menurut hakim tingkat pertama rata-rata berkisar sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) setiap bulan, menurut Majelis Hakim tingkat banding putusan tersebut salah dan tidak dapat dipertahankan, karena anak pertama yang bernama
ANAK I telah berusia dewasa (23 tahun), ia telah mampu bertindak hukum sendiri, dalam masalah gugatan nafkah dan biaya pendidikan untuk anak yang bernama ANAK I yang diajukan oleh Penggugat Rekonvensi adalah menyalahi Legal Standing kecuali apabila disertai dengan surat kuasa (insidentil), oleh karenanya gugatan rekonvensi Penggugat Rekonvensi tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima; Menimbang, bahwa tuntutan rekonvensi mengenai rumah beserta isinya yang terletak di KOTA TANGERANG, diberikan kepada Penggugat Rekonvensi, Majelis Hakim tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dengan amar secara ringkas, bahwa sebidang tanah yang di atasnya berdiri sebuah bangunan permanen yang terletak di alamat tersebut di atas adalah sebagai harta bersama, kemudian harta bersama itu dibagi dua, masing-masing mendapat setengah atau 50 % (lima puluh persen) dan selanjutnya diperintahkan kepada masing-masing Penggugat dan Tergugat tersebut untuk menyerahkan bagiannya masing-masing kepada anak-anak mereka, yakni Tergugat Rekonvensi menyerahkan bagiannya kepada anak perempuannya, yang bernama ANAK II, sedang Penggugat Rekonvensi menyerahkan bagiannya kepada anak laki-lakinya yang bernama ANAK I, Majelis Hakim tingkat banding berpendapat bahwa putusan tersebut masih terlalu dini (prematur) karena Penggugat Rekonvensi dengan Tergugat Rekonvensi belum bercerai, sedang pembagian harta bersama dilaksanakan setelah terjadinya perceraian (ketentuan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam). Sementara amar yang memerintahkan menyerahkan bagian masing-masing tersebut kepada kedua orang anak Penggugat dan Tergugat tersebut tidaklah menjadi assesor dengan perkara a quo, melainkan masalah penyerahan harta bersama kepada pihak lain, yang dalam hal ini diserahkan kepada anakanak hendaknya harus terpisah dalam perkara tersendiri, oleh karenanya gugatan rekonvensi Penggugat Rekonvensi tentang hal tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, baik dalam konvensi maupun dalam rekonvensi, maka majelis hakim tingkat banding berpendapat,
bahwa
putusan
Pengadilan
Agama
Tangerang
Nomor
0000/Pdt.G/2012/PA.Tng, tanggal 27 Mei 2013 Masehi bertepatan dengan tanggal 17 Jumadil Akhir 1434 Hijriyah tersebut tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan; DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI Menimbang, bahwa oleh karena perkara ini termasuk bidang perkawinan, maka berdasarkan ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan
Undang-Undang Perubahannya seluruh biaya perkara ini baik di tingkat pertama maupun di tingkat banding harus dibebankan kepada pihak Pemohon / Pembanding ; Mengingat, segala ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dalil-dalil syar’i yang berkaitan ; MENGADILI -
Menerima permohonan banding Pembanding tersebut ;
-
Membatalkan Putusan Pengadilan Agama Tangerang Nomor 0000/Pdt.G/2012/PA. Tng tanggal 27 Mei 2013 M. bertepatan dengan tanggal 17 Jumadil Akhir 1434 H. DAN DENGAN MENGADILI SENDIRI : Dalam Konvensi : 1. Mengabulkan permohonan Pemohon tersebut sebagian; 2. Memberi izin kepada Pemohon untuk mengucapkan ikrar talak terhadap Termohon di hadapan sidang Pengadilan Agama Tangerang setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap; 3. Tidak menerima permohonan Pemohon Konvensi yang lain dan atau selebihnya; Dalam Rekonvensi : 1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian; 2. Menghukum Tergugat untuk membayar sejumlah uang kepada Penggugat sebagai akibat perceraian (talak), berupa: - Nafkah selama iddah (3 Bulan) sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah); - Mut’ah sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah); 3. Menolak dan menyatakan tidak menerima atas gugatan Penggugat yang lain dan atau selebihnya; Dalam Konvensi dan Rekonvensi : Membebankan kepada Pemohon dalam Konvensi / Tergugat dalam Rekonvensi / Pembanding untuk membayar seluruh biaya perkara ini, baik di tingkat pertama maupun di tingkat banding, untuk ditingkat pertama sebesar Rp 191.000,- (seratus sembilan puluh satu ribu rupiah) dan di tingkat banding sebesar Rp 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah); Demikian putusan ini dijatuhkan dalam Sidang Permusyawaratan Majelis Hakim
Tingkat Banding Pengadilan Tinggi Agama Banten pada hari Kamis tanggal 5 Desember 2013 Masehi bertepatan dengan tanggal Imamuddin, S.H.
2 Shafar 1435 Hijriyah, dengan Drs. H.
sebagai Hakim Ketua Majelis, DR. H. Ahmad Fathoni, S.H.,
M.Hum. dan Drs.H. Endang Muchlish, S.H., M.H.
masing-masing sebagai Hakim
Anggota yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama Banten untuk memeriksa dan mengadili perkara ini dalam tingkat banding dengan Penetapan Nomor 63/Pdt.G/2013/ PTA.Btn, tanggal 07 Oktober 2013. Putusan mana diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua tersebut pada hari itu juga, dengan dihadiri oleh Hakimhakim Anggota tersebut, dan dibantu oleh Achmad Sofwan, S.H. sebagai Panitera Pengganti, dengan tidak dihadiri oleh kedua belah pihak yang berperkara.
Hakim Ketua, ttd Drs. H. IMAMUDDIN, S.H.
Hakim Anggota,
Hakim Anggota
ttd
ttd
DR.H.AHMAD FATHONI,S.H.,M.Hum. Drs.H.ENDANG MUCHLISH,S.H.,M.H.
Panitera Pengganti, ttd ACHMAD SOFWAN, S.H. Perincian Biaya: 1. Biaya Proses
Rp 139.000,-
2. Biaya Redaksi
Rp
5.000,-
3. Biaya Materai
Rp
6.000,-
Jumlah
Rp 150.000,-