Salinan
P
U
T
U
S
A
N
NOMOR: 26/Pdt.G/2011/PTA.Bdg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada tingkat banding telah menjatuhkan putusan dalam perkara antara pihak-pihak sebagai berikut: Pembanding, umur 40 tahun, agama Islam, pekerjaan Guru, tempat tinggal di, Kota Bogor, dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 05 Juli 2010 diwakili oleh kuasa hukumnya: DIDIN FACHRUDIN D, S.H., dan DIDI ROSADI, SH. Para Advokat berkantor di Adhi Graha Building, 16 th. Floor, Jalan Jend. Gatot Subroto Kav. 56. Jakarta,
semula Termohon sekarang
Pembanding; MELAWAN; Terbanding, umur 49 tahun, agama Islam, pekerjaan PNS, tempat tinggal di, Kota Bogor, semula Pemohon sekarang Terbanding; Pengadilan Tinggi Agama tersebut; Telah membaca berkas perkara dan semua surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut; TENTANG DUDUK PERKARANYA Memperhatikan dan menerima keadaan-keadaan mengenai duduk perkaranya sebagaimana tercantum dalam Putusan Pengadilan Agama Bogor Nomor 343/Pdt.G/2010/PA.Bgr tanggal 10 Nopember 2010 Masehi bertepatan dengan tanggal 03 Dzulhijjah 1431 Hijriyah yang amarnya sebagai berikut: DALAM KONPENSI 1. Mengabulkan permohonan Pemohon; 2. Memberi izin kepada Pemohon (Pemohon asli) untuk menjatuhkan talak satu Raj’i terhadap Termohon (Termohon asli) di depan sidang Pengadilan Agama Bogor; DALAM REKONPENSI - Menolak/tidak menerima gugatan Penggugat Rekonpensi untuk seluruhnya;
Hal 1 dari 7 hal Put.No. 26/Pdt.G/2011/PTA.Bdg.
DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI - Menghukum Pemohon/Tergugat Rekonpensi untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 416.000,- (empat ratus enam belas ribu rupiah); Membaca Akta Permohonan Banding Nomor 343/Pdt.G/2010/ PA.Bgr. tanggal 23 Nopember 2010 yang isinya menerangkan bahwa Pembanding mengajukan permohonan banding terhadap Putusan Pengadilan Agama Bogor Nomor 343/Pdt.G/2010/ PA.Bgr. tanggal 10 Nopember 2010 dan permohonan banding tersebut telah diberitahukan kepada Terbanding tanggal 29 Nopember 2010; Menimbang,
bahwa
berdasarkan
Surat
Keterangan
Nomor
343/Pdt.G/2010/ PA.Bgr. tanggal 04 Januari 2011 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Agama Bogor bahwa Pembanding tidak menyerahkan Memori Banding dan Terbanding pun tidak menyerahkan Kontra Memori Banding; Menimbang,
bahwa
berdasarkan
Surat
Keterangan
Nomor:
343/Pdt.G/2010/ PA.Bgr. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Agama Bogor, Pembanding telah memeriksa berkas perkara banding (inzage) sedangkan Terbanding tidak memeriksa berkas perkara banding (inzage) meskipun kepadanya telah diberitahukan untuk melakukan inzage; TENTANG HUKUMNYA Menimbang,
bahwa
permohonan
banding
yang
diajukan
oleh
Pembanding masih dalam tenggang waktu dan menurut tata cara serta memenuhi
syarat-syarat
yang
ditentukan
undang-undang.
Karena
itu
permohonan banding tersebut secara formal dapat diterima; DALAM KONVENSI Menimbang, bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Bandung setelah membaca, meneliti, dan mempelajari berkas permohonan banding yang terdiri
dari:
Salinan
resmi
Putusan
Pengadilan
Agama
Bogor
Nomor
343/Pdt.G/2010/PA.Bgr., tanggal 10 Nopember 2010, berita acara persidangan, surat-surat bukti, dan surat-surat lain yang berhubungan dengan perkara ini, Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama yang pada pokoknya memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak terhadap Termohon adalah sudah tepat dan benar. Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim Tingkat Banding dapat menyetujui dasar-dasar pertimbangan tersebut dan mengambil alih serta Hal 2 dari 7 hal Put.No. 26/Pdt.G/2011/PTA.Bdg.
menjadikannya sebagai pendapatnya sendiri, sehingga putusan dalam konvensi dari Majelis Hakim Tingkat Pertama tersebut dapat dipertahankan. DALAM REKONVENSI Menimbang, bahwa mengenai gugat rekonvensi, Majelis Hakim Tingkat Banding mempertimbangkan sebagaimana di bawah ini. Menimbang, bahwa mengenai mut’ah, pertimbangan Pengadilan Tingkat Pertama pada pokoknya menyatakan bahwa berdasarkan Pasal 158 dan 159 Kompilasi Hukum Islam, mut’ah itu wajib apabila perceraian itu atas kehendak suami, sedang istri telah dicampuri (ba’da duhul) tetapi belum ditetapkan maharnya. Apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, maka mut’ah itu menjadi
sunnah.
Dan
Pemohon/Tergugat
oleh
karena
selama
Rekonvensi dengan
masa
perkawinan
Termohon/Penggugat
antara
Rekonvensi
belum pernah melakukan hubungan suami istri (qabla duhul), maka gugatan mutah tersebut harus dinyatakan tidak diterima. Menimbang bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding tidak sependapat dengan pertimbangan dan putusan Pengadilan Tingkat Pertama tersebut, sebab Pasal
229
Kompilasi
Hukum
Islam
menyatakan
bahwa
hakim
dalam
menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta sebagaimana diuraikan pada halaman 19 putusan a quo, dapat disimpulkan bahwa Pemohon/Tergugat Rekonvensi dan Termohon/Penggugat Rekonvensi tidak pernah berhubungan suami istri (qabla duhul) bukan karena Termohon/Penggugat Rekonvensi tidak taslim, tetapi karena anak-anak Pemohon/Tergugat Rekonvensi belum bisa menerima kehadiran Termohon/Penggugat Rekonvensi sebagai ibunya dan karena Pemohon/Tergugat Rekonvensi sendiri yang tidak mau melakukannya, sekalipun
Termohon/Penggugat
Rekonvensi
telah
tinggal
di
rumah
Pemohon/Tergugat Rekonvensi selama dua bulan. Bahkan pada 9 Februari 2010,
Pemohon/Tergugat
Rekonvensi
menyuruh
Termohon/Penggugat
Rekonvensi untuk pulang ke rumah orang tuanya. Dan ketika pada awal Maret 2010 Termohon/Penggugat Rekonvensi datang ke rumah Pemohon/Tergugat Rekonvensi,
ia
justru
disuruh
pulang
dan
karena
tidak
mau
maka
Pemohon/Tergugat Rekonvensi menjatuhkan talaknya. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut di atas Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa dalam kasus ini lebih tepat diterapkan ketentuan hukum sebagaimana tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 241 yang Hal 3 dari 7 hal Put.No. 26/Pdt.G/2011/PTA.Bdg.
artinya: “Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut’ah menurut yang ma’ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orngorang yang bertaqwa.” Menimbang, bahwa dalam kasus ini Majelis Hakim sependapat dengan Imam Hasan al-Basri sebagaimana dikutip oleh Al-Shabuni dalam Tafsir Ayat Ahkam Juz 1 halaman 317 yang menyatakan pada pokoknya bahwa berdasarkan keumuman surat al-Baqarah ayat 241 yang berbunyi:
Artinya “Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut`ah menurut yang makruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa”., maka hukum mut’ah itu wajib. Sekalipun pendapat ini tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 149, 158 dan 159 Kompilasi Hukum Islam maupun pendapat jumhur ulama, namun dengan
mempertimbangkan
sikap
dan
tindakan
yang
dilakukan
Pemohon/Tergugat Rekonvensi terhadap Termohon/Penggugat rekonvensi, maupun sebaliknya, maka penerapan pendapat tersebut dalam kasus ini dirasakan lebih memenuhi rasa keadilan. Dan oleh karena itu, maka Pemohon/Tergugat Rekonvensi diwajibkan untuk membayar mut’ah yang ma’ruf kepada Termohon/Penggugat Rekonvensi, yang jumlahnya sebagaimana ditentukan dalam amar putusan. Menimbang, bahwa mengenai gugatan nafkah sebesar Rp. 3.000.000,perbulan sejak 9 Februari 2010 sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, pertimbangan Pengadilan Tingkat Pertama pada pokoknya adalah bahwa Pemohon/Tergugat Rekonvensi telah memberikan uang Rp. 10.000.000,kepada
Termohon/Penggugat
Pemohon/Tergugat
Rekonvensi.
Rekonvensi
Dan
biasanya
waktu
memberi
masih
serumah,
nafkah
kepada
Termohon/Penggugat Rekonvensi sebesar Rp. 500.000,- perbulan. Karena itu pada tanggal 9 Februari 2010 Pemohon/Tergugat Rekonvensi telah memberi nafkah kepada Termohon/Penggugat Rekonvensi untuk masa dua puluh bulan ke depan. Karena itu Termohon/ Penggugat Rekonvensi harus dinyatakan tidak dapat membuktikan dalil gugatannya dan gugatan tersebut harus ditolak. Menimbang,
bahwa
menurut
Majelis
Hakim
Tingkat
Banding
pertimbangan tersebut tidak tepat, sebab: Pertama, nafkah sebesar Rp. 500.000,- setiap bulan saat ini sudah tidak layak dan tidak sesuai dengan kemampuan dan kedudukan Pemohon/Tergugat Rekonvensi maupun kebutuhan Termohon/Penggugat Rekonvensi. Sebab nafkah itu tidak semata-mata untuk makan saja, tetapi juga meliputi tempat Hal 4 dari 7 hal Put.No. 26/Pdt.G/2011/PTA.Bdg.
tinggal, pakaian, alat-alat kebersihan dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Menurut Majelis Hakim Tingkat Banding, nafkah tersebut harus diberikan secara ma’ruf, sesuai kemampuan Pemohon/Tergugat Rekonvensi sebagaimana tercantum dalam bukti P.2 dan sesuai pula dengan kebutuhan Termohon/Penggugat Rekonvensi, yang jumlahnya akan ditentukan dalam amar putusan. Kedua, pertimbangan bahwa karena Pemohon/Tergugat Rekonvensi telah memberikan uang sebesar Rp. 10.000.000,- sebagai nafkah ke depan selama 20 bulan dijadikan dasar untuk menolak gugatan Termohon/Penggugat Rekonvensi juga tidak tepat, sebab kapan putusan dalam perkara a quo memperoleh kekuatan hukum tetap, apakah kurang dari 20 bulan atau lebih, tentu tidak bisa dikira-kira begitu saja. Menurut Majelis Hakim Tingkat Banding, besarnya kewajiban nafkah tersebut harus dihitung secara riil jumlah bulan sejak 9 Februari 2010 sampai putusan perkara a quo mempunyai kekuatan hukum tetap, dikali kewajiban nafkah setiap bulan, dikurang Rp. 10.000.000,- yang telah diberikan pada tanggal 9 Februari 2010 tersebut di atas. Ketiga, apabila melihat alasan Pemohon/Tergugat Rekonvensi tidak bersedia memberikan nafkah karena pada awal Maret 2010 ia telah menjatuhkan talak kepada Termohon/Penggugat Rekonvensi, sehingga sejak itu ia merasa tidak wajib untuk memberikan nafkah kepada Termohon/Penggugat Rekonvensi. Alasan ini tidak dapat dibenarkan sebab menurut Majelis Hakim Tingkat Banding, talak yang dijatuhkan oleh Pemohon/Tergugat Rekonvensi tersebut tidak dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak mempunyai akibat hukum bagi suami-istri yang bersangkutan. Menimbang, bahwa mengenai nafkah iddah Majelis Hakim Tingkat Banding sependapat dan membenarkan pertimbangan dan putusan Pengadilan Tingkat Pertama yang tidak menerima gugatan nafkah iddah tersebut. Menimbang, bahwa mengenai tuntutan 1/3 (sepertiga) gaji yang diajukan oleh Termohon/Penggugat Rekonvensi, menurut Majelis Hakim Tingkat Banding, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 bukan merupakan hukum acara yang berlaku di lingkungan Pengadilan Agama, tetapi merupakan peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil, sehingga pelaksanaannya menjadi kewajiban dan tanggung jawab dari instansi yang
bersangkutan.
Dengan
demikian
tuntutan
Termohon/Penggugat
Rekonvensi tersebut harus dinyatakan tidak diterima. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka putusan dalam rekonvensi Pengadilan Agama Bogor Nomor 343/Pdt.G/2010/PA.Bgr. tanggal 10 November 2010 Masehi, bertepatan dengan Hal 5 dari 7 hal Put.No. 26/Pdt.G/2011/PTA.Bdg.
tanggal 03 Dzulhijah 1431 Hijriyah harus dibatalkan dan Pengadilan Tinggi Agama Bandung akan mengadili sendiri sebagaimana dalam amar putusan. Menimbang, bahwa perkara ini termasuk bidang perkawinan, sesuai Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka biaya perkara pada tingkat pertama dibebankan kepada Pemohon, sedangkan biaya perkara pada tingkat banding dibebankan kepada Pembanding; Mengingat,
pasal-pasal
perundang-undangan
yang
berlaku
dan
ketentuan hukum lainnya yang berhubungan dengan perkara tersebut ; M E N G A D I L I -
Menyatakan permohonan banding Pembanding dapat diterima ;
DALAM KONVENSI -
Menguatkan
putusan
Pengadilan
Agama
Bogor
Nomor
343/Pdt.G/2010/PA.Bgr tanggal 10 November 2010 Masehi bertepatan dengan tanggal 03 Dzulhijah 1431 Hijriyah. DALAM REKONVENSI -
Membatalkan
putusan
Pengadilan
Agama
Bogor
Nomor
343/Pdt.G/2010/PA.Bgr tanggal 10 November 2010 Masehi bertepatan dengan tanggal 03 Dzulhijah 1431 Hijriyah. MENGADILI SENDIRI 1.
Mengabulkan gugatan Termohon/Penggugat Rekonvensi untuk sebagian.
2.
Menghukum Pemohon/Tergugat Rekonvensi untuk membayar mut’ah kepada
Termohon/Penggugat
Rekonvensi
sebesar
Rp.
10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah). 3.
Menghukum Pemohon/Tergugat Rekonvensi untuk membayar nafkah yang tidak diberikan mulai tanggal
9 Februari 2010 sampai putusan dalam
perkara ini memperoleh kekuatan hukum yang tetap sebesar Rp. 1.000.000,(satu juta rupiah) setiap bulan, dikurangi Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) yang telah diterima. 4.
Menyatakan gugat rekonvensi mengenai nafkah iddah dan pembagian gaji tidak dapat diterima.
5.
Menolak gugatan selain dan selebihnya.
DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI 1. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara pada tingkat pertama sebesar Rp. 316.000,- (tiga ratus enam belas ribu rupiah); Hal 6 dari 7 hal Put.No. 26/Pdt.G/2011/PTA.Bdg.
2. Membebankan kepada Pembanding untuk membayar biaya perkara pada tingkat banding sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah); Demikian putusan ini dijatuhkan di Bandung pada hari Rabu tanggal 16 Maret 2011 Masehi bertepatan dengan tanggal11 Rabiul Tsani 1432 Hijriyah dalam sidang Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Bandung, oleh Kami Drs. H. HASAN BISRI, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Majelis, Drs. H. MUHTADIN, S.H., dan Drs. H. NIKMAT HADI, S.H., masing-masing sebagai Hakim Anggota, dan pada hari itu juga diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis, dengan didampingi para Hakim Anggota dan dibantu oleh Drs. DEDENG sebagai Panitera Pengganti, dengan tidak dihadiri oleh pihak-pihak yang berperkara; KETUA MAJELIS, ttd
Drs. H. HASAN BISRI, SH, M.Hum. HAKIM ANGGOTA, Ttd.
HAKIM ANGGOTA, Ttd. ttd
ttd
Drs. H. MUHTADIN, S.H.
Drs. H. NIKMAT HADI., SH. PANITERA PENGGANTI, tt T ttd t d. Drs. D E D E N G
Perincian biaya perkara: 1. Meterai
Rp
6.000,-
2. Redaksi
Rp.
5.000,-
3. ATK, Pemberkasan dll
Rp 139.000,-
Jumlah
Rp. 150.000,Untuk salinan yang sama bunyinya oleh : PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG, PANITERA ttd
H. TRI HARYONO, SH. Hal 7 dari 7 hal Put.No. 26/Pdt.G/2011/PTA.Bdg.