Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-2: Gorontalo
SITE REPORT KOTA GORONTALO TIM KAJIAN PERAN PEMDA DALAM PENGUATAN KAPASITAS APARAT MENDUKUNG PROGRAM P2KP/PNPM PP1: Bagaimanan koordinasi antara berbagai badan pemerintah, Komite Belajar Perkotaan (KBP) dapat diperkuat dan diselaraskan di tingkat lokal dan kota? Mekanisme apa yang dapat menjadi lebih efektif untuk pengkoordinasian dan pengkomunikasian di antara berbagai pihak yang terlibat di berbagai tingkatan. Kelurahan Biawu: • Tidak ada hambatan untuk melakukan koordinasi dengan BKM, setiap pertemuan selalu dihadiri Lurah (Lurah sudah terlibat P2KP sejak tahun 2006 ketika menjadi Lurah Limba U II) dan LPM • Ketika walikota ‘hendak’ mengalihkan anggaran pronangkis 2009 untuk kegiatan ‘Mahyani’ (perbaikan RTLH), Lurah dan BKM diundang di tingkat kelurahan diberi penjelasan tentang hal ini • Lurah memberikan fasilitas kepada BKM: Membantu undang masyarakat untuk sosialisasi, menyediakan ruang untuk sekretariat BKM, memberikan fasilitas kelurahan untuk bekerja • Beberapa dinas/badan pemerintah kota sering melakukan supervisi terkait dengan kegiatan yang dilakukan di kelurahan Biawu • Setelah melakukan koordinasi dengan Camat, sering disaran untuk menghubungi dinas terkait untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi • BKM menyampaikan laporan ke Lurah yang selanjutnya digunakan untuk membuat laporan kegiatan pronangkis di kelurahan, termasuk BOS, PKH, dsb. • KBK belum terbentuk. BKM bahkan belum pernah mendengar KBK. Kelurahan Botu: • Tidak mengalami masalah dalam koordinasi dengan BKM, kecamatan (belum pernah memperoleh pelatihan tentang PNPM, mengetahui PNPM setelah membaca pedoman dan mengikuti kegiatan BKM bersama faskel) • Program usulan kelurahan sering ‘kalah’ dengan program SKPD • Sekretariat BKM bersama dengan LPM di kantor Lurah, jadi tidak ada masalah koordinasi • KBK juga belum terbentuk. KBP baru merencanakan akan melakukan sosialisasi pembentukan KBK.
•
Kota Gorontalo: Semula penanggungjawab pelaksanaan P2KP (sejak tahun 2005) adalah Bappeda. Pada tahun 2008 dipindahkan ke BPMP, karena ada persyaratan sharing dana dari pusat. Sesuai (mengacu) panduan TKPKD, koordinator nangkis adalah BPM. Semula di kota Gorontalo hanya ada KPM, sehingga sulit (tidak dapat) mengkoordinir kepala
Page - 1
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-2: Gorontalo
• • • • •
•
•
• •
•
•
dinas (karena eselon lebih tinggi). Namun sekarang sudah menjadi BPM&P, jadi sudah tidak alami kesulitan koordinasi Sekarang BPM&P sudah terfokus menangani pronangkis sesuai tupoksinya (PP41). Ketika Bappeda menjadi ‘leading sector’ pronangkis, KPM sebagai sekretaris, sehingga sudah mengenal PNPM/P2KP. LPM dan BKM berada di bawah koordinasi BPMP. Dulu koordinator TKPKD adalah Bappeda. Sekarang koordinator TKPKD adalah BPMP, dan Bappeda sebagai ketua Pokja Perencanaan SKPD yang terlibat dalam TKPKD adalah: Dinsos, Perindag, Pendidikan, Bappeda, BPMP. TKPKD belum berfungsi dengan baik, para Pokja (khususnya Pokja Perencanaan) lebih banyak melakukan konsultasi kepada konsultan (Korkot). Para kepala Dinas tidak aktif, karena koordinator tidak aktif melakukan koordinasi. Pernah terjadi ada kegiatan yang diusulkan untuk memperoleh program PAKET, setelah diperiksa ternyata proyek telah selesai dilaksanakan dengan dana APBD. Untuk mengatasi agar tidak lagi terjadi tumpang tindih program, telah dibuat SE bersama tentang musrenbang kelurahan – kecamatan – kota melalui format pembagian mata anggaran, karena ditingkat masyarakat yang terlibat BKM dan LPM adalah orang-orang yang sama. Walikota ‘sangat komit’ dengan langsung fasilitasi ke tingkat masyarakat, dan temuan-temuan di masyarakat langsung disampaikan ke Bappeda. Seharusnya tidak semua masalah di tingkat kelurahan langsung ditangani Bappeda (sebaiknya ke lurah dulu, kalau tidak dapat diatasi diangkat ke tingkat kecamatan, baru diangkat ke tingkat kota jika kecamatan tidak dapat mengatasi masalah). Untuk mengatasi masalah yang terjadi di kelurahan, Bappeda selalu melakukan koordinasi dengan KMW/Korkot terlebih dahulu, baru turun ke lapangan jika memang diperlukan. LPM kurang harmonis dengan BKM. Hingga tahun 2008 LPM mendapat dana Rp. 50 juta per kelurahan, namun tidak dapat melaksanakan dan mempertanggungjawabkan dengan baik. Mulai tahun 2009 tidak disediakan lagi alokasi dana untuk LPM. Dalam pelaksanaan PAKET yang dimulai tahun 2007, semua kelurahan/BKM memperoleh dana PAKET. Namun setelah dilakukan evaluasi oleh P2KP Pusat bersama Bank Dunia, persyaratan untuk mendapatkan PAKET diperketat, sehingga hanya BKM ’BERDAYA’ yang berhak memperoleh PAKET. Setelah dilakukan evaluasi bersama dengan tim korkot, pada tahun 2008 hanya 12 (dari total 46) BKM yang dapat melaksanakan PAKET. Hingga saat ini pelaksanaan PAKET 2008 belum selesai, akibat keterlambatan berantai sejak pelaksanaan PAKET tahun 2007. Untuk kelancaran pelaksanaan program, satker provinsi sering koordinasi dengan satker pusat melalui ’telepon’. Saat ini satker prov. Sedang koordinasi masalah DPUPB yang akan dicairkan untuk menyesuaikan dengan DIPA.
Page - 2
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-2: Gorontalo
•
Masalah yang dihadapi terkait dengan pelaksanaan teknis adalah karena dana APBD yang dimanfaatkan untuk kegiatan PAKET dikenakan pajak daerah, sedangkan dari APBN (karena berasal dari pinjaman luar negeri) tidak boleh dikenakan pajak. Akibatnya penyusunan proposal harus diperbaiki berulang-ulang untuk menyesuaikan dengan aturan pajak daerah.
Koordinasi melalui KBP: • KBP telah terbentuk dan telah melakukan kegiatan antara lain coaching KBP. Peserta KBP terdiri dari unsur-unsur Kelompok Peduli, SKPD, Perguruan Tinggi, Kecamatan, Forum BKM, dan BKM • Aktivitas KBP di fasilitasi Dinas BPM-P dengan menyediakan tempat pertemuan di kantor BPM-P • KBP melakukan kajian-kajian, diskusi tematik, untuk selanjutnya perumusannya diserahkan kepada Pemerintah Kota. • Hadirnya wakil dinas dalam TKPKD memberi dan mendapat masukan dari Forum KBP untuk sinkronisasi program antar dinas. • KBP membentuk tim binaan tingkat kecamatan. Tim ini akan memfasilitasi pembentukan KBK di kelurahan-kelurahan yang akan diawali dengan sosialisasi ke BKM. Namun saat ini belum dapat dilaksanakan, karena keterbatasan (tidak ada) BOP untuk kegiatan KBP. Dibutuhkan dukungan biaya operasional untuk lebih mensosialisasikan dan meningkatkan kegiatan KBP ke tingkat kecamatan dan kelurahan (hingga saat ini bahkan yang telah dianggap sebagai aktivis KBK, sama sekali belum pernah mendengar apalagi mengetahui apa itu KBK). • BKM membuat tabloid sebagai sarana tukar informasi dan menangkap dana dari pihak-pihak yang akan mempromosikan perusahaan dan produknya dalam iklan di tabloid. Koordinasi SKPD • Dengan adanya pengalihan fungsi dan TJ Satker PNPM dari Bappeda kepada BPM-P, maka BPMP mulai melakukan konsolidasi tugas PNPM. Sambil menunggu turunnya SK Satker BPMP telah mulai menghimpun data dari SKPD. Koordinasi dengan Konsultan • Kantor KMW yang membawahi Kota Gorontalo berada di Kota Menado. Konsultasi dan komunikasi dengan Satker agak terbatas. Konsultasi dan komunikasi lebih banyak dilakukan bersama dengan Korkot 1, Ibu Agustine Abdullah. Kunjungan KMW ke Gorontalo hanya sesuai kebutuhan (anggaran yang ada dalam kontrak KMW). Setidaknya 3 bulan sekali. Dukungan Fasilitasi Pemda • Dukungan dana dari Pemda diberikan pada tahun 2004. Awal masuknya P2KP. Dana sebesar Rp 1.000.000 kepada setiap BKM untuk membantu biaya administrasi Surat Akte Notaris pembentukan BKM dan dana operasional.
Page - 3
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-2: Gorontalo
Koordinasi Pengawasan: •
• •
Sebagai Kepala Daerah, walikota merasa perlu mengkoordinasikan pengawasan pelaksanaan program pemberdayaan pada SKPD untuk memastikan agar hasil program tidak sia-sia digunakan oleh masyarakat. Pada tingkat lapangan, Tim Teknis melakukan koordinasi dengan Korkot dan PJOK. Terutama untuk kualitas program fisik. Pada tataran Kelurahan dan BKM, Walikota menuntut agar kedua lembaga ini harus menjalankan tugasnya secara tanggung jawab.
Koordinasi Penanganan Masalah; • Penanganan pada tingkat masyarakat diupayakan diselesaikan melalui forum musyawarah dengan mengundang Lurah. Bila pada tingkat kelurahan tidak selesai maka akan dibicarakan pada tingkat kecamatan. Bila tidak juga dapat terselesaikan maka akan dibahas pada tingkat kota.. • Faskel dan Korkot memfasilitasi dalam bentuk binaan dan arahan. Bila tidak juga terselesaikan maka dapat dibawa maju kepada jalur hukum. Satker PBL Provinsi: • BPMP kota Gorontalo semula Kantor Pemberdayaan Masyarakat, dibentuk setelah ada aturan dari Depdagri tentang OTK (Organisasi Tata Kerja). • Di kota Gorontalo, kegiatan PNPM ditangani oleh BPMP, sedangkan Bappeda masih menangani pelaksanaan PAKET P2KP. • Sering melakukan rapat koordinasi bersama Bappeda/BPM kota/kabupaten di wilayah Gorontalo. Tiap bulan melakukan rapat bersama TKPK Provinsi membahas semua pronangkis (P2KP, PPIP, Sanimas, PPK, Pamsimas kota/kabupaten) bersama dinas-dinas di Provinsi Gorontalo. Perhatian pemerintah provinsi Gorontalo dalam bentuk kehadiran wakil gubernur dalam pembukaan acara-acara koordinasi. • Dana sharing yang semula telah dianggarkan pada tahun 2008, karena ada permasalahan banjir semua dana difokuskan untuk penanggulangan banjir. Namun untuk memenuhi MoU dengan pemerintah pusat untuk menyediakan dana pendamping, baru diluncurkan pada tahun 2009, sehingga untuk tahun 2009 diperlukan 2 dana pendamping (2008 dan 2009) •
Kebijakan walikota untuk tahun 2009, dana pendamping hanya akan diberikan untuk pembangunan RTLH melalui program ‘Mahyani’, sehingga tidak sesuai dengan kegiatan yang telah direncanakan bersama antara masyarakat dan SKPD (melalui program PAKET P2KP). Untuk mengatasi masalah ini pihak pemerintah kota Gorontalo telah konsultasi ke Satker PNPM Pusat (Bp. Bobby) serta menulis surat resmi apakah dibenarkan jika dana PAKET hanya digunakan
Page - 4
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-2: Gorontalo
untuk Mahyani sesuai kebijakan walikota. Jawaban secara lisan dari satker pusat ‘Bisa asal sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat’. Namun hingga saat ini para pelaksana PAKET belum berani melangkah, karena menunggu jawaban resmi dari pusat. Khawatir jika melaksanakan tanpa dasar dokumen resmi, karena dapat menjadi temuan BPKP. PP2: Sejauh mana pemahaman kebijakan pro-miskin dan perencanaan pemberdayaan antara pengelola manajemen program dan pemerintah tingkat kota di satu sisi dan diantara tingkat kota dan tingkat pusat di sisi lainnya. Kelurahan Biawu: • Walikota telah memerintahkan untuk melakukan pendataan RTLH (terdapat 126 di kelurahan Biawu), yang akan dibantu dengan dana APBD dengan program ’Mahyani’. Sampai dengan tahun 2013 (akhir masa jabatan walikota) sudah tidak ada lagi RTLH. • Dalam PJM Pronangkis kelurahan, untuk tahun 2009 telah diprioritaskan untuk pembangunan 6 RTLH dan perbaikan jalan. Dengan kebijakan walikota semua anggaran 2009 diperuntukkan hanya untuk ’Mahyani’, BKM telah diundang oleh walikota, ’Menyetujui’ tapi tetap konsultasi dengan korkot, apakah hal ini dibenarkan? • Mulai tahun 2009 walikota menghentikan dana LPM yang semula direncanakan untuk membangun gapura dsb (yang tidak terkait dengan nangkis) Kelurahan Botu: • Dalam upaya penanggulangan kemiskinan, pemerintah kota memfasilitasi melalui pelatihan dan bantuan alat untuk pembuatan kue bagi masyarakat miskin, hingga dapat menjual hasilnya. • Wilayah Botu merupakan daerah banjir, karena saluran tersumbat walikota sudah melakukan pembongkaran saluran untuk mengatasi banjir. Berdasarkan hasil rapat koordinasi di kantor walikota, walikota akan sosialisasikan ’mengalihkan dana pendamping PNPM dari APBD untuk penanggulangan banjir dan ’Mahyani’ Kota Gorontalo: • Pemahaman secara umum sudah diwujudkan dalam program dinasdinas yang mulai memasukkan program pemberdayaan dalam program dinas • Mengalokasikan dana APBD sebagai pendamping PNPM dan PAKET P2KP (Rp. 2 milyar pada tahun 2007). • Secara teknis, terkait pola-pola pemberdayaan belum terlihat. Pelatihan untuk aparat sangat kurang. Lebih banyak menerima informasi melalui sosialisasi dan arahan dalam pertemuan dari pusat, propinsi dan pertemuan koordinasi dengan konsultan. • Dilain pihak keterlibatan dalam proses-proses ditingkat masyarakat hanya sebatas pertemuan. Pendampingan teknis sebagai contoh
Page - 5
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-2: Gorontalo
•
kegiatan Pemetaan Swadaya tidak ikut didampingi. Padahal kegiatan ini dapat menjadi sarana untuk menambah pengetahuan proses penyusunan proposal pembangunan yang melibatkan masyarakat. Penggunaan dana bantuan pemerintah di masyarakat yang tidak tepat oleh LPM (misalnya untuk pembuatan Gapura) membuat Pemerintah Kota memutuskan untuk menghentikan bantuan dana bagi LPM yang besarnya Rp 50 Juta.
PP3: Apakah kebutuhan peningkatan kapasitas dari aparat pemerintah di kelurahan dan badan-badan penting pemerintah maupun manajemen program di level kota atau kabupaten. Kelurahan Biawu: • Lurah berusia 48 tahun, tamatan SMA yang merintis kerja sebagai PNS pada tahun 1981 sebagai Kasi Pemerintahan di kelurahan Limba U II hingga tahun 1998. Sejak tahun 2005 menjadi Lurah Limba U II, dan pada tahun 2008 dipindah menjadi Lurah Biawu. • Belum pernah mengikuti pelatihan PNPM, berharap memperoleh pelatihan tentang PNPM yang mencakup tridaya, serta tentang pemberdayaan masyarakat Kelurahan Botu: • Lurah Botu adalah seorang Wanita (ibu Yusni) Sudah 7 Tahun menjadi lurah Botu. Sebagai Penanggung Jawab PNPM Kelurahan, Lurah Botu memiliki pengetahuan program secara umum saja. Meskipun sudah menerima Buku Pedoman, namun belum sepenuhnya membaca dan memahami. • Pelatihan yang diterima lurah adalah dari faskel pada awal program. Namun karena kesibukannya, tidak mengikuti secara penuh. • Sekretaris Lurah adalah lulusan STPDN yang baru beberapa bulan di mutasi ke Kelurahan Botu. Selama ini belum pernah menerima pelatihan atau sosialisasi PNPM. • Aparat kelurahan menginginkan adanya penjelasan-penjelasan program baik dari konsultan maupun dari Pemerintah Kota. Kota Gorontalo: • Pelaksana PNPM /Satker memahami PNPM hanya dari sosialisasi dan pembelajaran dari konsultan, • Pelaksana pada tingkat propinsi banyak menerima pembekalan PNPM dari berbagai pihak, baik dari pelatihan di Jakarta, pertemuan tingkat regional dan kunjungan tim dari Jakarta. • Pada tingkat kota sangat minim menerima pelatihan-pelatihan. Satker memperdalam PNPM melalui kegiatan-kegiatan konsultasi dengan Korkot, melalui Mass Media, atau mengikuti kegiatan di Propinsi, melalui pembekalan dari Cipta Karya. Satker PBL Provinsi:
Page - 6
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-2: Gorontalo
•
PP4:
Sebagai bekal melaksanakan tugas, setiap tahun diadakan lokalatih bagi satker provinsi selama 2 hari di pusat. Untuk penugasan pertama kali, pembekalan dilakukan selama 1 minggu.
Sejauh mana hambatan struktural, lembaga dan kebijakan mempengaruhi mobilisasi dan kontinuitas dukungan pemerintah pada pemberdayaan masyarakat. Kelurahan Biawu: •
•
Kualitas laporan PJOK sangat tergantung dari laporan yang diterima dari BKM. Umumnya seadanya sesuai kondisi lapangan antara lain memuat Penyelesaian Pekerjaan dan penyelesaian masalah. Seringkali keterlambatan laporan PJOK karena laporan dari BKM juga terlambat. Kesibukan Satker PNPM yang juga memiliki tugas-tugas non PNPM menjadi salah satu faktor belum memberi perhatian pada fasilitasi chanelling BKM pada pihak ke tiga/swasta/BUMN/dll.
Kelurahan Botu: • Pendampingan oleh Faskel belum maksimal. Dalam tim 33 yang terdiri dari 5 orang (1 Senior Fas, 2 Fas Tek, 1 Fas CD dan 1 Fas Ek) membina 7 Kelurahan, hanya 2 faskel yang telah memperoleh pelatihan dasar. Sisanya adalah faskel baru yang bergabung dalam tim Faskel ditengah proses. Kelemahan dalam memfasilitasi pertemuan menyebabkan tim hanya mengandalkan Fas yang sudah senior. • Keterlambatan laporan BKM menyebabkan PJOK lebih mengandalkan laporan dari Faskel untuk dilaporkan kepada Kecamatan dan bappeda. • Lurah lebih mengandalkan Faskel untuk pemecahan masalah dan membawa permasalahan ke tingkat kota. Kota Gorontalo: • Terjadi komunikasi yang panjang/lama untuk ditindak lanjuti. Sebagai contoh pencairan dana Fixed Cost untuk pelatihan masyarakat. Pihak konsultant mempertanyakan pencairan dana sejak bulan April, namun jawaban baru disampaikan pada bulan oktober. Dilain pihak, kegiatan pelatihan masyarakat telah direncanakan dalam schedule yang disusun dalam satu tahun. Untuk tidak terjadi kemandegan kegiatan di masyarakat seringkali pihak konsultan dan BKM menalangi dahulu • Mekanisme komunikasi dalam menyampaikan instruksi/perintah selalu melalui SMS, telepon. Tidak ada yang ditindaklanjuti dengan jawaban melalui surat resmi. Satker PBL Provinsi
Page - 7
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-2: Gorontalo
•
•
•
Jika Dalam melaksanakan koordinasi dialami kesulitan, karena Satker masih eselon 4, sedangkan para kepala dinas di tingkat kota sudah eselon 2. Koordinasi tetap dilakukan melalui prosedur birokrasi: Satker –> Kasubdin CK Perov -> Kep. Dinas PU -> Gubernur -> Walikota -> Bappeda/BPM. Namun untuk mensiasati keadaan ini, dilakukan upaya memberikan copy surat (yang masih harus melalui jalur panjang) kepada instansi yang akan melakukan koordinasi. Hambatan birokratis lain yang dialami adalah masalah keputusan dari pemerintah pusat yang sering terlalu lama (untuk memutuskan draft kontrak kerja Korkot & Faskel baru 1 bulan diterima), padahal kebutuhan di lapangan mendesak (Korkot dan Faskel harus bekerja). Jalan yang ditempuh hanya melalui koordinasi secara lisan. Selain PNPM dan PAKET P2KP, dari PU juga ada Program Keluarga Harapan di 4 kelurahan di kota Gorontalo. Dinas sosial yang melaksanakan program sejenis PNPM Generasi, merasa ‘HERAN’ mengapa PU memfasilitasi manula miskin, dsb.
PP5: Bagaimana dukungan pemerintah ditingkat kota bagi proses pemberdayaan masyarakat dapat diarus utamakan agar menjadi lebih berkesinambungan. Kelurahan Biawu: • Walikota menyediakan fasilitas HT/Handy talky kepada setiap Lurah dan Camat untuk berkomunikasi langsung dan memantau langsung perkembangan kelurahan. Aparat stand by 24 jam untuk setiap saat menerima ’Sidak” walikota Kelurahan Botu: • Kelurahan Botu menjadi istimewa karena kantor Gubernur berada di wilayah Kelurahan Botu. Perkembangan kelurahan jadi pesat karena infrastruktur diperbaiki untuk mempermudah akses ke Kantor Gubernur. Masyarakat Botu mendapat prioritas untuk dipekerjakan sebagai karyawan Kantor Gubernur. Kota Gorontalo: • Dibawah Kepemimpinan Walikota sekarang (2008-2013) Kepala Dinas dalam SKPD memberi perhatian lebih terhadap program-program Pemberdayaan di dinasnya dan di koordinasikan dalam setiap forum pertemuan hari senin. • Kegiatan ’bulan bakti Gotong Royong” setiap bulan Maret dipergunakan untuk lebih mengaktifkan SKPD dalam pembinaan Kelurahan. Walikota menginstruksikan SKPD untuk memantau, membina secara teknis terhadap kelurahan yang mengalami masalah Satker PBL Provinsi: • Jika pendampingan dari konsultan berhenti belum terfikirkan akan keberlanjutan masyarakat dapat mandiri melakukan pronangkis
Page - 8
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-2: Gorontalo
• •
Pengetahuan aparat pemda masih terbatas, belum dapat memfasilitasi masyarakat (jumlah aparat yang telah memahami juga masih terbatas. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah kota (dengan dana APBD) dapat mengangkat pendamping masyarakat, namun hal ini tergantung kesediaan DPRD untuk menyetujui anggaran dana
KEJADIAN/HAMBATAN TAK TERDUGA • Tidak terjadi hambatan yang berarti. • FGD PJOK terjadi hujan sangat lebat, masalah suara dapat diatasi dengan menggunakan menggunakan speaker. • KOMENTAR LAIN: • -
Page - 9