Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-3: Medan
Laporan Lapangan KOTA MEDAN TIM KAJIAN PERAN PEMDA DALAM PENGUATAN KAPASITAS APARAT MENDUKUNG PROGRAM P2KP/PNPM PP1: Bagaimanan koordinasi antara berbagai badan pemerintah, Komite Belajar Perkotaan (KBP) dapat diperkuat dan diselaraskan di tingkat lokal dan kota? Mekanisme apa yang dapat menjadi lebih efektif untuk pengkoordinasian dan pengkomunikasian di antara berbagai pihak yang terlibat di berbagai tingkatan. A. Kelurahan Tanjung Mulia Hilir: • BKM/Relawan: 1) Pada awal kegiatan PNPM (2007), tidak ada koordinasi antara faskel dan BKM dengan lurah dan kepala lingkungan. 2) KBP belum berjalan, bahkan belum pernah dengar. 3) Sering terjadi pergantian fasilitator 4) Informasi yang diperoleh sering berubah-ubah • Lurah/aparat: 1) KBP tidak berfungsi (Mandul) 2) Korkot diganti sampai 7 kali sehingga mengakibatkan banyak program yang informasinya simpang siur. B. Kelurahan Lau Cih: • BKM/relawan: 1) Koordinasi berjalan dengan PJOK dan Faskel • Lurah/aparat: 1) Koordinasi berjalan dengan baik antara faskel dan BKM 2) Koordinasi dengan pemko berjalan setiap 2 bulan sekali 3) SKPD tidak berjalan terkesan takut melaksanakan tugasnya. C. Kota Medan: • BPM: 1) Terlibat dalam koordinasi SKPD untuk melihat apakah ada usulan program yang tumpang tindih antar SKPD. 2) Sudah tepat Bappeda sebagai koordinator, karena yang mengetahui seluruh anggaran Bappeda. 3) Koordinasi Pusat dengan kota masih sangat kurang, padahal kota yang memiliki wilayah tempat program dilaksanakan. • Bappeda: 1) Sering mengalami keragu-raguan tentang kebijakan dari pusat yang tidak dapat dibuktikan secara ’tertulis’ oleh Satker Provinsi, upaya yang dilakukan mengutus staf ke Jakarta untuk memperoleh kepastian 2) Informasi dari pusat sering berubah-ubah dan justru disampaikan hanya ke konsultan, tidak langsung ke pemerintah kota 3) Kebijaksanaan yang berubah-ubah (perubahan alokasi dana pendamping pada ’belanja langsung’ menjadi ’belanja tidak langsung’) berdampak pada keterlambatan. Untuk memberikan jaminan bahwa APBD dapat dicairkan,
Page - 1
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-3: Medan
•
sudah membawa surat komitmen yang ditandatangani walikota & DPRD ke pusat, namun tidak ada balasan secara tertulis 4) Perubahan komposisi dana BLM (Pusat : Kota) semula 50% : 50% (yang telah dialokasikan Rp. 20 milyar) menjadi 80% : 20% (menjadi Rp. 5 milyar) dapat berakibat Bappeda dianggap tidak dapat memanfaatkan anggaran 5) Integrasi program di tingkat kota dilakukan melalui ’Forum Gabungan’ dengan mengundang SKPD (untuk memaparkan program) dan Kecamatan (termasuk dari PJM Kelurahan). Selama ini memang belum menjadi dokumentasi, baru akan didokumentasikan tahun ini melalui penyusunan PJM Pronangkis Kota Medan 6) Saat ini sudah ada program nangkis di setiap SKPD, namun belum terkoordinasi. Supaya dapat dikoordinasi dengan baik, belajar dari pengalaman P3KT, perlu dibentuk PMU dan PIU nangkis (pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dsb). 7) Sudah ada SK TKPKD, namun BPM belum menjalankan fungsinya, jadi masih dilaksanakan oleh Bappeda. Dinas Perkim (Satker dan PPK Kota Medan): 1) Koordinasi dengan pelaku PNPM baru terbatas dengan Satker PBL Provinsi dan Korkot. Dengan SKPD lain koordinasi belum berjalan lancar karena kantor jauh dan belum ada pertemuan rutin. 2) Informasi hanya dari laporan Korkot, yang seharusnya bulanan, namun sejak Januari ’09 sampai hari ini baru terima 2 laporan 3) Sulit koordinasi program dinas (yang sudah jelas terinci) dengan program masyarakat yang ’belum jelas’
D. Konsultan • Tim faskel: 1) Peran aparat kelurahan masih terbatas membantu teknis pelaksanaan kegiatan BKM, belum secara substansial. Namun setelah mendapatkan pelatihan (baru saja) sudah mulai menyadari perannya sebagai mitra BKM 2) Forum BKM kecamatan dan kota sudah terbentuk tapi belum berjalan seperti yang diharapkan. Forum hanya bergerak untuk kepentingan ’tertentu’ dan terbentuk karena ada persoalan 3) Masyarakat di wilayah Medan Selatan sangat pasif, sehingga harus ’digebug dari belakang’ untuk menggerakkannya 4) Masyarakat di Medan Utara terlalu banyak ’orasi’, sehingga faskel kalah bicara. • Korkot Medan: 1) KMW kurang aktif, sehingga TKPP Provinsi kurang berfungsi sebagai pengendali pelaksanaan PNPM. 2) KBP telah terbentuk, namun dapat diistilahkan ‘Mandul’. Anggota belum melibatkan pihak-pihak non pemerintah. 3) Konsep KBP yang seharusnya keluar dari sistem birokrasi belum difahami secara benar, sehingga masih ada yang mempermasalahkan eselon dalam hubungan KBP & TKPKD. 4) KBP akan digerakkan dengan melibatkan para pihak di luar aparat pemerintah, yaitu akademisi yang dekat dengan walikota agar dapat mempengaruhi walikota dalam arti positif.
Page - 2
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-3: Medan
•
•
Tim Korkot Medan: 1) Forum BKM mulai terbentuk diawali ‘kepentingan’ dari pihak tertentu (anggota BKM yang menjadi caleg). Selanjutnya masih berfungsi hanya sebagai forum untuk membahas jika terjadi permasalahan, belum untuk mengembangkan BKM. 2) Lurah mau melakukan koordinasi dengan BKM sebagai mitra setelah memperoleh pelatihan Lurah -> Sebaiknya pelaksanaan PNPM di tingkat masyarakat bersamaan dengan pemahaman di tingkat aparat pemerintah KMW 4 diwakili oleh Ibu Santi, karena yang paling lama bertugas di KMW, yang lain masih baru: 1) Sering terjadi, KMP pada hari Jum’at meminta data dan harus dikirimkan hari Senin, sulit dipenuhi karena masukan data dari faskel terlambat (alasan sibuk). Masih ada korkot yang ‘mendua dengan pekerjaan lain’ 2) Sering telah mengirim data ke KMP (dengan tanda terima), namun minta dikirim lagi, sehingga cukup menyita waktu dan tenaga 3) Korkot dan FK sering berganti-ganti karena berbagai sebab: diterima menjadi PNS, pindah ke program lain (PPK), sehingga perlu waktu untuk menyesuaikan dengan wilayah dampingan 4) Seharusnya koordinasi dilakukan bersama antara Bappeda, TKPP dan KMW. Tapi pada kenyataannya semua diserahkan kepada KMW 5) Ketika menyampaikan laporan kepada Bappeda Provinsi, sering ‘dimarahi’ diminta untuk meminta KMW 5 juga menyerahkan laporan, dan dikatakan ‘kaliah datang hanya kalau ada masalah’ 6) Koordinasi dengan pemerintah kota Medan dalam masalah anggaran terhambat terutama disebabkan ‘belum jelas PJS walikota’ yang sedang menjalani proses pengadilan 7) Selama ini yang berperan dalam PNPM hanya Bapak Regen (Bappeda). Ke depan TKPP sudah melibatkan beberapa unsur, mudah-mudahan dapat koordinasi dengan lebih banyak SKPD 8) ‘Gengsi’ aparat sering mengganggu pencapaian substansi.
E. Satker PBL Provinsi: 1) Korkot Kota Medan sebelum Solahuddin kurang menjalin komunikasi dengan pemerintah kota, sehingga kurang mendukung pelaksanaan PNPM/P2KP 2) KBP belum jalan, sehingga masih dialami kesulitan koordinasi antar SKPD 3) Tidak dialami hambatan dalam melakukan koordinasi dengan pemerintah di wilayah Sumatera Utara 4) Kesulitan justru dialami ketika koordinasi dengan pemerintah pusat: - Surat menyurat sering terlambat, bahkan sering akhirnya tidak menerima surat pusat yang diketahui justru dari KMW - Tidak jelas pembagian wewenang untuk mengawasi KMW/Korkot/Faskel
Page - 3
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-3: Medan
PP2: Sejauh mana pemahaman kebijakan pro-miskin dan perencanaan pemberdayaan antara pengelola manajemen program dan pemerintah tingkat kota di satu sisi dan diantara tingkat kota dan tingkat pusat di sisi lainnya. A. Kelurahan Tanjung Mulia Hilir: • BKM/Relawan: 1) Tidak paham mengenai program pro miskin kota dan program perencanaan pemberdayaan. 2) Kegiatan ini dipahami oleh anggota BKM hanya sebatas pada proyek. • Lurah/aparat: 1) Program pro miskin baru dan perencanaan pemberdayaan masyarakat baru tahu pada saat program P2KP ini saja. 2) Selama ini lurah merupakan bagian dari perpanjangan tangan pemko dalam pembangunan. B. Kelurahan Lau Cih: • BKM/relawan: 1) Tidak paham mengenai masalah pro miskin dan pemberdayaan 2) Kegiatan ini merupakan suatu proyek partisipasi masyarakat. • Lurah/aparat: 1) Program PNPM sebagai proses perubahan masyarakat Kelurahan Lau Cih, diawal kegiatan masyarakat sangat sulit untuk mengeluarkan pendapatnya, tetapi setelah proses berjalan sekarang mereka sudah dapat berbicara. 2) Dengan kegiatan ini sedikit mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat. C. Kota Medan: • Bappeda: 1) Sudah melihat hasil pemberdayaan masyarakat, dalam musrenbang sudah ’menerima’ perencanaan masyarakat. Namun hasil belum optimal, selama ini baru memperhatikan keluaran belum melihat ’hasil’ 2) DPRD (komisi B) selalu mendukung anggaran untuk pronangkis • Dinas Perkim: 1) Berdasarkan pengamatan lapangan, kegiatan yang dilaksanakan dengan peran serta masyarakat lebih efisien dan kualitas lebih baik, dengan biaya rata-rata 60% dari anggaran dinas. Diharapkan ke depan untuk proyek yang kecil-kecil dapat diserahkan kepada masyarakat/BKM 2) Kemampuan masyarakat untuk menyusun PJM masih rendah, belum memikirkan keberlanjutan kegiatan 3) Pemahaman masyarakat tentang kerelawanan masih tanggung, jika diluruskan selalu menjawab: ’Kami kan relawan, tidak digaji, masih lumayan mau menjadi koordinator BKM’ D. Konsultan: • Korkot: Pada awal pelaksanaan P2KP pemerintah kota Medan kurang ’menganggap’ bantuan pusat yang dianggap kecil. Hingga peluang PAKET senilai Rp. 7,5 milyar tidak menarik untuk ditindaklanjuti, ’Hanya Rp. 7,5 milyar untuk apa? Ketika saat ini dana APBN ditambah dana pendamping APBD (yang menjadi tanggung jawab pemerintah kota) untuk PNPM senilai
Page - 4
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-3: Medan
•
•
Rp. 43 milyar baru menjadi perhatian. Untuk menggerakkan pemerintah kota Medan diperlukan pancingan dana yang cukup berarti untuk kota Medan. Pemerintah kota Medan sudah mulai memperhatikan kegiatan pronangkis dengan mengalokasikan dana untuk (1) penyusunan PJM Pronangkis Kota Medan, (2) pengadaan kendaraan untuk operasional PNPM, (3) evaluasi program-program nangkis di kota Medan Membiayai 30 BKM (dari total 125 BKM yang sudah terbentuk di kota Medan) melakukan studi banding ke kota Pekalongan, Kab. Magelang, dan Kab. Sleman, sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja BKM.
PP3: Apakah kebutuhan peningkatan kapasitas dari aparat pemerintah di kelurahan dan badan-badan penting pemerintah maupun manajemen program di level kota atau kabupaten. A. Kelurahan Tanjung Mulia Hilir: • BKM: 1) Cara untuk merombak kebiasaan masyarakat yang ’hanya menerima’ 2) Pelatihan untuk manajemen keuangan dan pelaporan kegiatan. 3) Pelatihan mengenai peningkatan kinerja BKM • Lurah/aparat: 1) Peningkatan kapasitas untuk aparat sangat kurang sekali 2) Peningkatan yang diperlukan antara lain : a. Pemahaman mengenai good governance b. Pemahaman mengenai program P2KP B. Kelurahan Lau Cih: • BKM: 1) Masih jauh kemampuan untuk mewujudkan menjadi masyarakat ’madani’, untuk membuat masyarakat mandiri saja masih ’megap-megap’ 2) Perlu pembekalan bagi UP-UP agar dapat menularkan ke KSM, terutama sebagai persiapan pengelolaan dana bergulir 3) Penyiapan untuk melakukan Channeling. • Lurah/aparat: 1) Pemerintah terlalu menitikberatkan kepada fasilitator atau Korkot dalam melakukan pembinaan, diharapkan SKPD ikut terlibat dimasyarakat dari awal dan memahami permasalahan. 2) Peningkatan proses channeling 3) Pemerintah Kota diharapkan sering melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada masyarakat (jangan bosan) C. Kota Medan: • Bappeda: Perlu peningkatan kapasitas 1) Tentang pengertian pemberdayaan masyarakat 2) Komitmen (pada umumnya tidak mau ikut pelatihan PNPM karena tidak ada honor) • Dinas Pertanian: 1) PJM disosialisasikan secara intensif • Dinas Perkim: 1) Pelatihan untuk PJOK dan Kelurahan, Satker dan PPK Kota
Page - 5
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-3: Medan
D. Konsultan: • Tim Faskel: 1) Perlu pelatihan yang lebih kuat tentang ’Citra diri Faskel’ sebagai bekal untuk menghadapi masyarakat yang sulit 2) Dicari metode pelatihan yang menarik, agar tidak membosankan. • Korkot: 1) Design pelatihan yang disusun saat ini ’kurang menarik’ sehingga membosankan (dengan cara-cara yang sama, pemandu itu-itu saja) • Tim korkot: 1) Penguatan pemahaman dan peran aparat pemerintah 2) Konsep PNPM 3) Pelatih dari pemandu Pemda, karena aparat ’hanya taat’ kepada atasan. 4) Aturan yang mengikat bahwa PJM Pronangkis menjadi masukan dalam penyusunan PJM kelurahan/kecamatan/kota. • KMW: 1) Pelatihan yang terlaksana saat ini hanya bersifat ’ceremonial’, yang hadir staf bukan pengambil keputuswan dan berganti-ganti 2) Pelatihan seharusnya tidak hanya dilakukan oleh KMW, tetapi pemerintah yang menyusun kebutuhan dan menyelenggarakan agar aparat patuh mengikuti pelatihan. E. Satker PBL Provinsi: • Kurang mengetahui isi modul yang telah disampaikan dalam pelatihan untuk aparat yang dilakukan oleh KMW, karena tidak pernah dilibatkan secara resmi • Menyarankan bahwa pelatihan untuk aparat sebaiknya untuk hal-hal yang bersifat praktis, seperti apa itu PNPM, bagaimana melaksanakan siklus, dsb. (yang disampaikan saat ini tentang ’good governance’ tidak mudah dimengerti). Pemandu sebaiknya jangan hanya staf-staf lokal (KMW), sehingga kurang diminati para peserta. PP4: Sejauh mana hambatan struktural, lembaga dan kebijakan mempengaruhi mobilisasi dan kontinuitas dukungan pemerintah pada pemberdayaan masyarakat. A. Kelurahan Tanjung Mulia Hilir: • BKM 1) Pencairan BLM II yang sangat terlambat (hampir satu tahun, Agustus ’08 sd Juni ’09) mengakibatkan BKM ’mati suri’ karena tidak ada kegiatan yang dapat dilakukan. 2) Karena terlalu lama, untuk pencairan selanjutnya yang rencananya akan dilaksanakan Juni ’09 BAPPUK harus diperbarui, karena yang lalu tertanggal tahun 2008 3) BLM II berasal dari dana pendamping APBD, harus melampirkan proposal sehingga memerlukan waktu lama untuk menyusun proposal 4) Lurah mulai memperhatikan dan menempatkan BKM sebagai mitra setelah mengikuti pelatihan tentang PNPM.
Page - 6
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-3: Medan
• Lurah 1) Informasi yang datang terlambat dari tingkat pusat dan kota 2) Kondisi politik kota Medan yang mempengaruhi pelaksanaan program sampai dengan tingkat masyarakat. B. Kelurahan Lau Cih: • Pencairan BLM II yang sangat terlambat (hampir satu tahun, Agustus ’08 sd Juni ’09) mengakibatkan BKM ’mati suri’ karena tidak ada kegiatan yang dapat dilakukan. • Dalam musrenbang kecamatan, BKM yang mewakili warga kelurahan hanya ditanya-tanya, usulan ditampung, tapi tidak pernah realisasi C. Kota Medan: • Bappeda: 1) ’Recruitment’ korkot dan FK belum berjalan dengan baik. Hanya karena ’kedekatan’ hanya bisa baca tulis diangkat jadi FK 2) Pemerintah kota belum melakukan pengawasan pelaksanaan PNPM, karena dalam pedoman ’belum jelas wewenang’. Padahal dana BLM juga mencakup dana daerah 3) Menyadari bahwa BOP BKM tidak cukup, bermaksud untuk menambah BOP agar dapat berperan lebih baik, namun dalam pedoman tidak diperbolehkan 4) Pemahaman SKPD tentang PNPM belum optimal, karena meskipun telah dilakukan beberapa kali upaya peningkatan kapasitas yang hadir bergantiganti. • BPM: 1) Kebijakan pinjaman tanpa agunan belum tepat dilaksanakan saat ini, masyarakat masih terbiasa sejak ’orba’ meminjam uang namun tidak mau mengembalikan 2) Dalam pelaksanaan program pusat, harus ada penjelasan yang rinci, jangan daerah hanya tahu kulit-kulitnya saja. • Dinas Perkim: 1) Satker dan PPK Kota Medan baru menerima SK pengangkatan (tertanggal 15 Desember 2008) pada tanggal 18 Desember ’08, dan harus memfasilitasi pencairan BLM dengan waktu yang sangat terbatas (KPPN tutup tanggal 25 Desember). Hanya dibekali pedoman, tanpa ada penjelasan awal, ’harus’ menandatangani pencairan, tanpa memeriksa PJM 2) Setelah proses pencairan baru sempat memeriksa kembali usulan-usulan masyarakat, ternyata terdapat beberapa yang ’tidak masuk akal’ namun sudah terlanjur dicairkan 3) Dalam SK Satker dan PPK tidak dilampirkan rincian tugas, sehingga hanya mengacu pada pedoman setelah terantuk-antuk mengalami masalah 4) Perubahan kebijakan pusat (proporsi dana pendamping APBD) membuat kebingungan dan berakibat pada keterlambatan proses pencairan 5) Perkim harus mengawasi kegiatan yang bukan teknis (sosial dan ekonomi), jadi belum optimal melakukannya
Page - 7
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-3: Medan
6)
7)
PJOK tidak menyampaikan laporan ke Satker kota yang diangkat dengan SK Menteri PU (hanya lapor ke Bappeda) karena SK penunjukan dari walikota Faskel infrastruktur ada beberapa yang diisi bukan oleh sarjana teknik sipil, sehingga kualitas pendampingan kepada masyarakat kurang baik.
D. Konsultan: • Tim Faskel: 1) Kebijakan sering berubah-ubah dan tidak ada bukti hitam di atas putih 2) Terlalu sering rotasi, sehingga waktu pendampingan berkurang untuk menyesuaikan diri dengan wilayah baru (lelah secara batin) 3) Komposisi faskel 5-9 tidak cukup untuk memenuhi schedule dalam siklus, karena wilayah dampingan di Medan sangat luas (rata-rata 1 kelurahan terdiri atas 20 lingkungan), sedangkan ketersediaan waktu masyarakat terbatas 4) Disadari selama ini kegiatan sosialisasi kurang, karena faskel harus mengejar target-target waktu penyelesaian siklus 5) Pelatihan untuk aparat selalu terlambat setelah faskel diterjunkan ke masyarakat (Faskel pasukan berani mati menghadapi aparat dan masyarakat), ’Siapa kalian?’ 6) Aparat ’kurang menghargai’ jika dilatih oleh Tim Faskel (’Seharusnya yang melatih kami Bappeda’) 7) Pada tahun 2006 diadakan lokakarya (dalam rangka sosialisasi) di tingkat kota/kabupaten yang diikuti PJOK, PPK, dan Lurah. Tapi pada tahun 2007 dan 2008 tidak ada lagi 8) Recruitmen Faskel tidak jelas, ada yang baru lulus (karena surat sakti) dapat langsung menjadi SF. • Tim Korkot: 1) Tidak sinkron penugasan konsultan untuk ’menyiapkan masyarakat ’di satu sisi dan penyiapan aparat pemerintah di sisi lain 2) Kebijakan rotasi petugas (Korkot dan FK) terlalu sering, sehingga ’mengganggu’ tugas pendampingan 3) Kebijakan pusat yang macam-macam (Menko Kesra, Dep. PU, Depdagri) dan berubah-ubah membuat aparat Pemerintah Kota Medan ragu-ragu untuk mendukung PNPM 4) Penetapan PAGU BLM tidak sesuai dengan kondisi lapangan membuat masyarakat ribut, bahkan ada yang menolak PNPM 5) Format-format yang harus dikerjakan oleh masyarakat terlalu ’sulit’ bagi yang awam 6) Pergantian TA KMW, memerlukan waktu orientasi, sehingga kurang dapat membatu memecahkan masalah yang dihadapi tim korkot 7) ’Gengsi’ dari aparat pemerintah, tidak mau hadir dalam acara jika petugas dari pusat yang hadir bukan pejabat penting. Lebih sering hadirkan pemerintah pusat untuk dialog dengan pemerintah lokal 8) Aparat pemerintah secara birokratis ’cenderung’ hanya tunduk kepada atasan, sehingga ketika pelatihan disampaikan oleh konsultan kurang ’respect’
Page - 8
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-3: Medan
E. Satker PBL Provinsi 1) Kebijakan pemerintah pusat sering tidak konsisten, sehingga membingungkan 2) Keputusan untuk memperpanjang kontrak FK dan korkot pada akhir tahun anggaran, namun pada bulan Januari tahun berikutnya KAK berubah menyangkut quota FK, komposisi FK, dsb. 3) Penetapan komposisi FK dan quota Korkot tidak sesuai dengan kondisi wilayah (sering memakai standar di P. Jawa). 4) Ketika diusulkan 2 calon korkot advance untuk Padang Sidempuan sesuai dengan kriteria yang diminta (salah satu syaratnya adalah minimum pernah menjadi korkot selama 2 tahun). Namun setelah ada rekomendasi dari Satker Pusat salah satu calon yang diusulkan tidak bersedia ditugaskan di Padang Sidempuan, dan TL KMW 5 mengirim orang lain yang baru sebulan menjadi korkot) tanpa sepengetahuan Satker Provinsi, dan tidak ditolak oleh pusat. 5) Hingga saat ini operasional untuk pelaksanaan P2KP Advance belum jelas. Padahal di tingkat Provinsi harus dibentuk Tim Penilai untuk menetapkan kelurahan yang ’layak’ melaksanakan ND. PP5: Bagaimana dukungan pemerintah di tingkat kota bagi proses pemberdayaan masyarakat dapat diarus-utamakan agar menjadi lebih berkesinambungan. A. Kelurahan Tanjung Mulia Hilir: • BKM 1) Masih memerlukan bimbingan, baik pemahaman maupun teknis pelaksanaan pemberdayaan. Jangan hanya datang cari-cari kesalahan. 2) Memerlukan pembinaan yang terus menerus dengan pelaksanaan program P2KP ini secara berkelanjutan • Lurah / aparat 1) Program P2KP ini diharapkan dapat berjalan terus walaupun dengan menggunakan dana APBD B. Kelurahan Lau Cih: • BKM: 1) Dukungan pemerintah selama ini belum terasa. • Lurah/aparat: 1) Mengharapkan program ini dapat berjalan terus, karena manfaatnya sangat besar untuk perkembangan masyarakat. C. Kota Medan: • Bappeda: 1) Keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat tergantung pada ’pimpinan daerah’ 2) Jika saya akan lanjutkan, karena terbukti pelaksanaan pembangunan oleh masyarakat ’lebih efisien’ dan kualitas lebih baik. Disayangkan kalau BKM yang telah dibentuk dengan susah payah tidak dimanfaatkan oleh daerah (APBD)
Page - 9
Kajian Peran Pemda Laporan lapangan-3: Medan
PU sebagai departemen teknis kurang memperhatikan masalah sosiologi masyarakat 3) Upaya yang telah dilakukan agar proses pemberdayaan masyarakat berlanjut: meminta masyarakat untuk terus mengawal program-program yang telah diusulkan. • Dinas Perkim 1) Mempersiapkan anggaran program PNPM untuk keberlanjutan 2) Mengembangkan sistem yang lebih baik dengan memberikan biaya operasional kepada BKM apakah dengan dana APBD. • Dinas Pertamanan 1) Program-nya telah melakukan program pembinaan kepada kelompok petani, termasuk Kelompok KSM yang ada dalam BKM dan polanya disesuaikan kondisi masyarakatnya (membentuk sentra) 2) Petugas lapangan melakukan pembinaan kepada kelompok tersebut secara intensif sehingga mereka mampu menjadi petani penyedia bibit. 3) Fasilitator dari dinas pertanian melakukan TOT 2)
D. Konsultan: • Tim Faskel: Yang diketahui bahwa untuk tahun 2009 ini pemerintah kota mulai menata pelaksanaan PNPM Perkotaan, dengan mempersiapkan anggaran. • Tim Korkot: Belum ada asmandat Kota Medan, pendataan masih tergantung asmandat korkot • KMW: Keberlanjutan tergantung dari komitmen Pimpinan daerah (Bupati/Walikota, seperti di Kota Tebing Tinggi dan Kab. Simalungun dengan pernyataan: Ini program milik kita, bukan milik pusat) E. Satker PBL Provinsi: • Kesinambungan program pemberdayaan belum nampak • Upaya yang harus segera dilakukan menggerakkan KBP yang melibatkan unsur non pemerintahan (terutama akademisi) yang dekat dengan kepala daerah, agar dapat mempengaruhi kebijakan.
Page - 10