8/21/2012
Sudaryatno Sudirham
Kuliah Terbuka ppsx beranimasi tersedia di
Pilihan Topik Matematika
www.ee-cafe.org
Buku–e tersedia di www.buku-e.lipi.go.id dan www.ee-cafe.org
2
1
• Turunan Fungsi Polinom • Turunan Perkalian Fungsi, Pangkat dari Fungsi, Fungsi Rasional, Fungsi Implisit • Turunan Fungsi Trigonometri, Trigonometri Inversi, Logaritmik, Eksponensial • Integral • Integral Tak-Tentu Fungsi-Fungsi • Persamaan Diferensial Orde-1 • Persamaan Diferensial Orde-2 • Matriks • Bilangan dan Peubah Kompleks • Permutasi dan Kombinasi • Aritmatika Interval
• • • • • • • •
Fungsi dan Grafik Fungsi Linier Gabungan Fungsi Linier Mononom dan Polinom Bangun Geometris Fungsi Trigonometri Gabungan Fungsi Sinus Fungsi Log Natural, Eksponensial, Hiperbolik • Koordinat Polar
3
4
1
8/21/2012
(Pembahasan Tentang Fungsi dan Grafik dibatasi pada fungsi dengan peubah bebas tunggal yang berupa bilangan nyata)
Fungsi dan Grafik
Fungsi Apabila suatu besaran y memiliki nilai yang tergantung dari nilai besaran lain x maka dikatakan bahwa y merupakan fungsi x
6
5
Domain Contoh:
Domain ialah rentang nilai (interval nilai) di mana peubah-bebas x bervariasi.
panjang sebatang batang logam (= y) Ada tiga macam rentang nilai yaitu:
merupakan fungsi temperatur (= x) Secara umum pernyataan bahwa y merupakan fungsi x dituliskan
rentang terbuka
y = f (x) y disebut peubah tak bebas
x disebut peubah bebas
nilainya tergantung x
bisa bernilai sembarang
a<x
rentang setengah terbuka a≤x
Walaupun nilai x bisa berubah secara bebas, namun nilai x tetap harus ditentukan sebatas mana ia boleh bervariasi Dalam pelajaran ini kita hanya akan melihat x yang berupa bilangan nyata. Selain bilangan nyata kita mengenal bilangan kompleks yang dibahas dalam pelajaran mengenai bilangan kompleks.
rentang tertutup a≤x≤b
7
a
b
a dan b tidak termasuk dalam rentang
a
b
a masuk dalam rentang, tetapi b tidak
a
b
a dan b masuk dalam rentang
8
2
8/21/2012
Kurva dari Suatu Fungsi
Sistem koordinat x-y atau koordinat sudut-siku (koordinat Cartesian, dikemukakan oleh des Cartes)
Kita lihat fungsi: y = 0,5 x
Bidang dibatasi oleh dua sumbu, yaitu sumbu mendatar yang kita sebut sumbu-x dan sumbu tegak yang kita sebut sumbu-y. Bidang terbagi dalam 4 kuadran yaitu Kuadran I, II, III, dan IV
sumbu-y y 3
Q[-2,2]
-4 -3
Posisi titik pada bidang dinyatakan dalam koordinat [x, y] sumbu-x
2 II
III
-2
R[-3,-3]
1
P[2,1] 2
IV
3
x
-1
0
1
2
3
4
dst.
y
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
dst.
2,5
y
I
1
0 -2 -1 0 -1
Setiap nilai x akan menentukan satu nilai y
2
4
x
∆y Kurva y =∆x 0,5 x
R
1,5
Q
1
∆y
Titik P, Q, R, terletak pada kurva
∆x
0,5
P
S[3,-2]
0 -0,5 0
1
2
3
4
x
Kemiringan kurva:
-1
-3
(kita baca: “delta x per delta y”)
-4
9
Kekontinyuan
10
Contoh:
Suatu fungsi yang kontinyu dalam suatu rentang nilai x tertentu, akan membentuk kurva yang tidak terputus dalam rentang tersebut.
y = u(x)
y
Terdefinisikan di x = 0
1 0
Suatu fungsi y = f(x) yang terdefinisi di sekitar x = c dikatakan kontinyu di x = c jika dipenuhi dua syarat:
0
yaitu y|x=0 = 1
x
(y untuk x = 0 adalah 1)
(1) fungsi tersebut memiliki nilai yang terdefinisi sebesar f(c) di x = c;
y1
(2) nilai f(x) akan menuju f(c) jika x menuju c; pernyataan ini kita tuliskan sebagai lim f ( x) = f (c) x →c
-10
-5
0 0
y = 1/x Tak terdefinisikan di x = 0
5
10
x
(y untuk x = 0 tidak dapat ditentukan nilainya)
yang kita baca: limit f(x) untuk x menuju c sama dengan f(c). y = 1/x -1
11
12
3
8/21/2012
Contoh:
Simetri 1. Jika fungsi tidak berubah apabila x kita ganti dengan −x maka kurva fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-y;
6
2. Jika fungsi tidak berubah apabila x dan y dipertukarkan, kurva fungsi tersebut simetris terhadap garis-bagi kuadran I dan III.
y = 0,3x2 tidak berubah bila x diganti −x (simetris terhadap sumbu-y)
y
3
3. Jika fungsi tidak berubah apabila y diganti dengan −y, kurva fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-x.
y = 0,05x3 tidak berubah jika x dan y diganti dengan −x dan −y (simetris terhadap titik [0,0]) x 6
0 -6
-3
0
4. Jika fungsi tidak berubah jika x dan y diganti dengan −x dan −y, kurva fungsi tersebut simetris terhadap titik-asal [0,0].
3
-3
y2 + x2 = 9 tidak berubah jika: x diganti −x x dan y diganti dengan −x dan −y x dan y dipertukarkan y diganti dengan −y
-6
13
Pernyataan Fungsi Bentuk Implisit
14
Fungsi Bernilai Tunggal Fungsi bernilai tunggal adalah fungsi yang hanya memiliki satu nilai peubah-tak-bebas untuk setiap nilai peubah-bebas
y = f (x) disebut bentuk eksplisit.
Pernyataan fungsi
dapat diubah ke bentuk eksplisit
x + y =1 xy = 1
y = 1− x2
y2 = x
y= x
x 2 + xy + y 2 = 8
y 2 + xy + ( x 2 − 8) = 0
2
Pernyataan bentuk implisit
2
Contoh:
y = 1/ x
Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, setiap nilai peubah-bebas x akan memberikan satu atau lebih nilai peubah-tak-bebas y
8
y
y
-1
x 2 − 4( x 2 − 8)
−x y= ± 2
y = 0,5 x
4
0
0
1
2
3
4
2
y= x =
y
0
2
-4
4
-2
0 0
0
1
1
-1,6
y = log 10 x
0,8
x 0
2
4
x
y=− x
0
x
2
-0,8
y
x 2
y
x 0
y=+ x
x2
4 2
4
-2
0
0
2
0
0,8
x
8 y
-4
1,6
1
2
3
4
-0,8
-4 -8
15
16
4
8/21/2012
Fungsi Bernilai Banyak
Fungsi Dengan Banyak Peubah Bebas
Fungsi bernilai banyak adalah fungsi yang memiliki lebih dari satu nilai peubah-tak-bebas untuk setiap nilai peubah-bebas
Secara umum kita menuliskan fungsi dengan banyak peubah-bebas: w = f ( x, y, z, u, v)
Contoh: 10 2
Fungsi dengan banyak peubah bebas juga mungkin bernilai banyak, misalnya
y
y
5
y=± x
1
x
0 0
1
2
0
3
-1
-5
-2
-10
ρ2 = x 2 + y 2 + z 2
x
0 1
y 2 = 1/ x
2
3
Fungsi ini akan bernilai tunggal jika dinyatakan sebagai
y = ± 1/ x
ρ = + x2 + y2 + z 2
17
Sistem Koordinat Polar
18
Contoh:
r = 2(1 − cos θ)
Selain sistem koordinat sudut-siku di mana posisi titik dinyatakan dalam skala sumbu-x dan sumbu-y, kita mengenal pula sistem koordinat polar.
3
Dalam sistem koordinat polar, posisi titik dinyatakan oleh jarak titik ke titik-asal [0,0] yang diberi simbol r, dan sudut yang terbentuk antara r dengan sumbu-x yang diberi simbol θ
P[r,θ] r
1 θ
Hubungan antara koordinat sudut siku dan koordinat polar adalah sebagai berikut y
rcosθ r
P rsinθ
θ x
y
2
0 -5
-3
-1
y = r sin θ
-1
x = r cos θ
-2
r = x2 + y 2
-3
1 x
−1
θ = tan ( y / x)
Bentuk ini disebut cardioid 19
20
5
8/21/2012
Contoh:
rθ = 2 y
y=2
Fungsi tetapan bernilai tetap untuk rentang nilai x dari −∞ sampai +∞.
P[r,θ]
1,5
y=k
r
1
θ
0,5
Contoh:
0
-1
Fungsi Tetapan
2
0 -0,5
1
2
y=4
y5
3
x
0
-5
-1
0
x
5
-4
y = −3.5
21
Pergeseran Kurva dan Persamaan Garis Lurus
Persamaan Garis Lurus yang melalui [0,0]
y = mx
y 2
22
garis lurus melalui [0,0]
y
10
1
kemiringan garis lurus
0
1
2
3
4
x
-1
∆y kemiringan = m = , ∆x
" delta y" dibaca : " delta x"
y = 2x
4
titik potong dengan sumbu-y
-1
0 -2
0
1
2
3
x
4
y
8
y = 2x
6
y = 0,5x
2 0 -1
-2 -4 -6
Secara umum, persamaan garis lurus yang tergeser sebesar b ke arah sumbu-y positif adalah
m>0
y=x
4
0
1
2
y = -1,5 x
3
4
x
( y − b) = mx m<0 23
menunjukkan pergeseran sebesar b ke arah sumbu-y positif
y =2(x–1) 0
-2 -4
-4
Contoh:
y = 2x
6
2 0
2
-1
8
4
6
∆x
0
y
y − 2 = 2x
8
∆y
pergeseran ke arah sumbu-x
pergeseran ke arah sumbu-y
1
2
3
x
4
titik potong dengan sumbu-x
y = m( x − a )
y = mx + b
menunjukkan pergeseran sebesar a ke arah sumbu-x positif
y = mx + a′
Bentuk umum persamaan garis lurus 24
6
8/21/2012
Contoh:
Persamaan Garis Lurus yang melalui dua titik Q
8
y
y8 memotong sumbu y di 4
6
P
4
[x1,y1]
memotong sumbu x di 2
0
2
-1
0
1
2
x
-2
0 0
1
2
3
-2
x
dapat dilihat sebagai garis melalui (0,0) yaitu y = -2x yang tergeser kearah sumbu-y atau tergeser kearah sumbu-x
∆y y2 − y1 0 − 4 = = = −2 ∆x x2 − x1 2 − 0
y − 4 = −2 x
Persamaan garis:
P dan Q Garis ini harus digeser hingga melalui P dan Q
3
Contoh: m=
[3,8]
8
y
6 4
y 2 − y1 8 − 4 = =2 x2 − x1 3 − 1
persamaan garis: y − b = 2 x atau y = 2( x − a )
[1,4]
0 0
-1
1
8 = 2(3 − a )
4−b = 2
2
y = −2 x + 4
y = −2( x − 2)
atau
Persamaan garis lurus
melalui [0,0] yang sejajar y2 − y1 x dengan garis yang melalui x1 − x1
-4
4
-4
m=
y 2 − y1 x2 − x1
y = mx =
2
4
-1
m=
[x2,y2]
6
2
3
x
-2
b=2
a = −1
y − 2 = 2x
y = 2( x + 1)
4
-4
y = 2x + 2
25
Contoh-Contoh Fungsi Linier dalam Peristiwa Nyata
Perpotongan Garis Lurus Dua garis: y1 = a1 x + b1 dan
y2 = a2 x + b2
Koordinat titik potong P harus memenuhi: b −b ⇒ xP = 2 1 a1 − a2 ⇒ yP = a1xP + b1
Contoh:
a1 x + b1 = a 2 x + b2
y
atau
y2
20
P
10 0 -5
0 -10 -20 -30
y1 = 2 x + 3
y1
30
5
10
v(t ) = v0 + at
yP = a2 xP + b2 dan
y2 = 4 x − 8
Koordinat titik potong P harus memenuhi persamaan y1 maupun y2.
y = 2 x + 3 = 2 × 5,5 + 3 = 14
Beda tegangan antara anoda dan katoda dalam tabung katoda adalah V
Kuat medan listrik: E =
y1 = y 2 → 2 x + 3 = 4 x − 8 → x = 5,5
x
Suatu benda dengan massa m yang mendapat gaya F akan memperoleh percepatan a F = ma
Contoh:
Contoh:
-10
26
eV l F Percepatan pada elektron: a = e me
yP Titik potong: P[(5,5), 14]
]
katoda l
V l
Gaya pada elektron: Fe = eE =
xP
anoda
gaya fungsi linier dari V percepatan fungsi linier dari Fe
Apakah percepatan elektron fungsi linier dari V ? 27
28
7
8/21/2012
Contoh:
Peristiwa difusi: materi menembus materi lain
Contoh: Suatu pegas, jika ditarik kemudian dilepaskan akan kembali pada posisi semula apabila tarikan yang dilakukan masih dalam batas elastisitas pegas. Gaya tarikan merupakan fungsi linier dari panjang tarikan. F = kx
materi masuk di xa
panjang tarikan konstanta pegas
gaya
Cx
Contoh:
xa
Dalam sebatang konduktor sepanjang l, akan mengalir arus listrik sebesar i jika antara ujung-ujung konduktor diberi perbedaan tegangan sebesar V. Arus merupakan fungsi linier dari tegangan. V 1 G dan R i = GV = G= adalah tetapan R R konduktansi
j=
R=ρ
kerapatan arus Luas penampang konduktor
l A
gradien konsentrasi
x
Fluksi materi yang berdifusi ke arah x
panjang konduktor
Inilah Hukum Fick Pertama yang secara formal menyatakan bahwa fluksi dari materi yang berdifusi sebanding dengan gradien konsentrasi.
resistivitas 29
30
u ( x) = 1 untuk x ≥ 0
y = ku( x − a )
Pergeseran sebesar a ke arah sumbu-x positif
= 0 untuk x < 0
y
2
y = u (x)
1
Fungsi ini memiliki nilai yang terdefinisi di x = 0 muncul pada x = 0
0 1
0
x
5
Contoh: y
y = ku (x)
y
y = 3,5u ( x − 1)
5
0 0
amplitudo Contoh:
koefisien difusi
Fungsi anak tangga tergeser
Fungsi anak tangga satuan y = u (x)
dC dx
Fluksi materi yang berdifusi merupakan fungsi linier dari gradien konsentrasi
Fungsi Anak Tangga
Secara umum
∆x
J x = −D
resistansi
i V = A RA
Peristiwa difusi mencapai keadaan mantap,jika konsentrasi materi Ca di xa dan Cx di x bernilai konstan
materi keluar di x
Ca
y = 3,5u ( x )
5
0 -4
0
x
1
x
5
-4
5
y = −2,5u ( x) 31
32
8
8/21/2012
y = axu(x)
Fungsi Ramp
Fungsi ini baru muncul pada x = 0 karena ada faktor u(x) yang didefinisikan muncul pada x = 0 (fungsi anak tangga)
kemiringan
Fungsi ramp satuan : y = xu(x) Fungsi ramp tergeser:
Pulsa
Pulsa merupakan fungsi yang muncul pada suatu nilai x1 tertentu dan menghilang pada x2 > x1
persamaan : y = au ( x − x1 ) − au ( x − x2 )
lebar pulsa : x2 − x1
kemiringan a = 1
Contoh:
y = a( x − g )u ( x − g )
lebar pulsa
y1=2u(x-1)
2
Contoh:
6
y
1
y2 = 2xu(x)
5 4 3
-1
0
1
2
3 x
-1 -2
y3 = 1,5(x-2)u(x-2)
2
y1 + y2 = 2 u(x-1) – 2 u(x-2)
= 2{u ( x − 1) − u ( x − 2)}
0
y1 = xu(x)
4
y2 = −2u(x−2)
perioda y
1 1
0
3
2
x
Deretan Pulsa:
Pergeseran searah sumbu-x
0 -1
4
x
33
34
Perkalian Ramp dan Pulsa
y = mxu ( x) × A{u ( x − x1) − u ( x − x2 )}
y = mAx{u ( x − x1 ) − u ( x − x2 )}
maka y juga akan bernilai dalam selang lebar pulsa saja
y
y3 = y1 y2 = mx{u(x)-u(x-b)}
10
y
pulsa hanya mempunyai nilai dalam selang lebarnya
ramp
Contoh:
8 6
y1 = mxu(x)
4
y2 = {u(x)-u(x-b)}
2
Contoh: y
0
y3 = y1 y2
10
-1
6
1
2
b
3
4
x
5
y1=2xu(x)
4
y2=1,5{u(x-1)-u(x-3)}
2 -1
0
8
0 0
1
2
3
4
x
5
35
36
9
8/21/2012
Gabungan Fungsi Ramp y = axu ( x ) + b( x − x1 )u ( x − x1 ) + c ( x − x 2 )u ( x − x2 ) + .......
Contoh: y
Contoh:
y3= 2xu(x)−2(x−2)u(x−2)
12
y y1= 2xu(x)
8
0 0
1
2
3
4
x
5
-4
10 5
Kemiringan yang berlawanan membuat y3 bernilai konstan mulai dari x tertentu
4
y3= 2xu(x)−4(x−2)u(x−2)
15
0 -5
y2= −2(x−2)u(x−2)
0
1
2
3
4
x
5
y1=2xu(x) y2 lebih cepat menurun dari y1 maka y3 menurun mulai dari x tertentu y2= −4(x−2)u(x−2)
-10
-8
37
38
4. Mononom dan Polinom Contoh:
Mononom adalah pernyataan tunggal yang berbentuk kxn
Pulsa ini membuat y3 hanya bernilai dalam selang 1≤ x ≤ 3
y = kx 2
Mononom Pangkat Dua: y
Contoh:
y3= {2xu(x)−4(x-2)u(x-2)}{u(x-1)-u(x-3)}
15
y
10
y1= 2xu(x)
5
0 -10
y = 5x2
y = 3x2
9 8 7
0 -5
10
Karena x2 ≥ 0,maka jika k > 0 → y > 0 jika k < 0 → y < 0
1
2
3
4
x
6
5
y2= −4(x-2)u(x-2)
5
-5
y = x2
4
-1
0 -1 0 -20
-60
1
-80
y -100 0
1
2
y memiliki nilai minimum 39
-2
2 0 -2
-3
1
2
3
4x 5
-40
3
-3
-4
x
y = −2x 2 y = −10x 2
3
y memiliki nilai maksimum 40
10
8/21/2012
Mononom Pangkat Genap pada umumnya
Pergeseran kurva mononom pangkat dua
Contoh:
y
y3 = 10(x−2)2 + 30 100
y1 = 2x2
y
2
Pergeseran ke arah sumbu-y positif
y1 =
y2 = y3 = 2x6
50
0 -5
-3
-1
1
x
3
5
Kurva : y = 6 x 2 dan y = 3 x 4
0
-1.5
y2 =
Jika kurva-kurva ini memiliki nilai k yang sama maka mereka berpotongan di titik P[1,k]
1
2x4
10x2
Pada mononom berpangkat genap, makin besar pangkat makin melandai kurva di sekitar titik puncak
3
-1
0
-0.5
0.5
6 x 2 = 3x 4 → x 21.5 =2
1
x
( )4 = 12
→ x = 2 dan y = 3 2
10(x−2)2 Pergeseran ke arah sumbu-x positif
Koordinat titik potong antara kurva
8
y
y = 6x2
6 4
y = 3x4
Kurva : y = x 6 dan y = 3x 4
2
y = x6
x 6 = 3x 4 → x 2 = 3
0 -1.5
41
-1
-0.5
0
0.5
1
x
1.5
→ x = 3 dan y =
Kurva mononom pangkat genap simetris terhadap sumbu-y
Mononom Pangkat Tiga
Mononom Pangkat Ganjil
3 2
y = 2x
2x5
y= y = 2x3
1 0 -1.5
-1
-0.5
-1 0 -2 -3
0.5
1
1.5
x
Makin tinggi pangkat mononom, makin landai kurva di sekitar titik [0,0] yaitu titik yang merupakan titik belok
y = −3x 3
y
y = 10(x−2)3 + 100 500 600
400
y = 2x 3
300
200 0 1
2
3
4
-300 -400 -500
Mononom pangkat tiga Simetris terhadap [0,0]
43
y = 10x3
400
100
-200
Kurva mononom pangkat ganjil simetris terhadap titik [0,0]
y
200
0 -5 -4 -3 -2 -100 -1 0
Jika kurva-kurva ini memiliki nilai k yang sama maka mereka berpotongan di titik P[1,k]
42
Pergeseran ke arah sumbu-y positif
Pangkat ganjil terendah: linier y
( 3 )6 = 81
x
5
-5
-3
-1
1
3
x
5
-200 -400 -600
y = 10(x−2)3 Pergeseran mononom pangkat tiga ke arah sumbu-x positif 44
11
8/21/2012
Polinom
y
y 150
Polinom Pangkat Dua
sumbu simetri −15/4
y = ax 2 + bx + c y1=2x2
y1=2x2
y2=15x
x
0
-10
x = −15/2 -150
0
x
y = 2 x 2 + 15 x + 13
0 10
-10
0
x
memotong sumbu-x di: x = −
y2=15x
15 4
10
-150
y = 2 x 2 + 15 x + 13
2 Sumbu simetri dari y = 2 x + 15 x
10
-150
Kurva masing-masing komponen (mononom) dari polinom:
x
0
-150 0
10
y4 = 2x2+15x
−15/2
y4 = 2x2+15x
y3=13 0 -10
0 -10
150
y5 = 2x2+15x+13
sumbu simetri
y4 = 2x2+15x
y
y 150
150
Penambahan komponen y3 = 13 memberikan:
Penjumlahan mononom pertama dan ke-dua: y = 2 x 2 + 15 x
Koordinat titik puncak:
Perpotongan dengan sumbu-x
− 15 − 15 y = 2 + 15 + 13 = −15,125 4 4
x = −15 / 4 = 3,75 2
15 0 = 2 x 2 + 15x ⇒ x = − 2 45
46
Polinom Pangkat Tiga: mononom pangkat tiga + polinom pangkat dua
Polinom Pangkat Dua secara umum y = ax2 +bx +c
y = ax3 + bx 2 + cx + d
2
x1
y=
x2 0 0
b − 4ac − 4a
x
ax2
y3 = 4 x 3 + 19 x 2 − 80 x − 200
y 2 = 19 x 2 − 80 x − 200 y
b y = a x 2 + x + c a
y
y
2000
b b2 = a x + +c − 2 a 4a
2000
y2
2
b b 2 − 4ac = a x + − 2a 4a
0 -10
0
x
10
0 -10
0
x
10
2
Sumbu simetri:
x=−
b 2a
Pergeseran ke arah kiri sumbu-x
y1 =
y1
4x3 -2000
Pergeseran ke arah negatif sumbu-y
47
Mononom pangkat tiga (y1) Dan Polinom pangkat dua (y2)
-2000
Penjumlahan: y3 = y1 + y2 y3 memotong sumbu-x di 3 titik Hal ini tidak selalu terjadi Tergantung dari nilai koefisien y1 48
12
8/21/2012
y = ax3 + bx 2 + cx + d 2000
y = ax3 + bx 2 + cx + d
2000
y2
y2 = bx 2 + cx + d
2000
y2
2000
y2
y3 = y1 + y2 -10
10
-10
y3 = y1+y2
y1 -2000
y1 = ax 3 Kasus: a kurang positif Penurunan kurva y1 di daerah x negatif tidak terlalu tajam Kurva terlihat hanya memotong sumbu-x di 2 titik Titik potong ke-3 jauh di sumbu-x negatif
y3 = y1 + y2
15 0
y1
-10
0
15
0
-10 0
15
-2000
y1
y1 = ax 3
y1 = ax = −kx 3
-2000
Kasus: a terlalu positif Penurunan y1 di daerah negatif sangat tajam Tak ada titik potong dengan sumbu di daerah x negatif Hanya ada satu titik potong di x positif
-2000
3
y3 = y1 + y2
a<0 Kurva y3 berpotongan dengan sumbu-x di tiga tiga tempat. Akan tetapi perpotongan yang ke-tiga berada jauh di daerah x positif
Jika a terlalu negatif kurva berpotongan dengan sumbu-x di satu tempat
49
50
Nilai Peubah Dalam melihat bentuk-bentuk geometris hanya nilai-nyata dari y dan x yang kita perhatikan
Simetri • •
• •
jika fungsi tidak berubah apabila x kita ganti dengan −x maka kurva fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-y; jika fungsi tidak berubah apabila x dan y dipertukarkan, kurva funsi tersebut simetris terhadap garis-bagi kuadran I dan III. jika fungsi tidak berubah apabila y diganti dengan −y, kurva funsi tersebut simetris terhadap sumbu-x. jika fungsi tidak berubah jika x dan y diganti dengan −x dan −y, kurva fungsi tersebut simetris terhadap titik-asal [0,0].
Kita menganggap bahwa bilangan negatif tidak memiliki akar, karena kita belum membahas bilangan kompleks Contoh:
y 2 + x2 = 1 y = ± 1 − x2
Apabila |x| > 1, maka (1 - x2) < 0 Dalam hal demikian ini kita membatasi x hanya pada rentang
−1 ≤ x ≤ 1 Karena kurva ini simetris terhadap garis y = x, maka ia memiliki nilai juga terbatas pada rentang
−1 ≤ y ≤ 1 51
52
13
8/21/2012
Asimptot
Titik Potong Dengan Sumbu Koordinat Koordinat titik potong dengan sumbu-x dapat diperoleh dengan memberi nilai y = 0, sedangkan koordinat titik potong dengan sumbu-y diperoleh dengan memberi nilai x = 0. Apabila dengan cara demikian tidak diperoleh nilai y ataupun x maka kurva tidak memotong sumbu-x maupun sumbu-y
Suatu garis yang didekati oleh kurva namun tidak mungkin menyentuhnya, disebut asimptot Contoh:
y2 + x2 = 1
4
x 2 + 10 x( x − 1)
y=±
y 2 ( x 2 − x) = x 2 + 10
Contoh:
y
tidak boleh < 0 agar x(x−1) > 0
Titik potong dengan sumbu-x adalah P[1,0] dan Q[−1,0]. Titik potong dengan sumbu-y adalah R[0,1] dan S[0,−1]
haruslah x < 0 atau x > 1 0 -4
0
4
x Tidak ada bagian kurva yang berada antara x = 0 dan x = 1. Garis vertikal x = 0 dan x = 1 adalah asimptot dari kurva
xy = 1 Kurva fungsi ini tidak memotong sumbu-x maupun sumbu-y
-4
53
54
Parabola
Jarak Antara Dua Titik
y = kx 2
Bentuk kurva y
y=kx2
Jika P[xp,yp) dan Q[xq,yq], maka
P[x,y]
PQ = ( x p − xq ) 2 + ( y p − yq )2 Contoh: [3,8]
PQ = (PR − p) 2 + x 2
PQ = (3 − 1) 2 + (8 − 4) 2 = 20
6 4
x
R[x,−p]
8
y
= ( y − p) 2 + x 2
[1,4]
=
2
P terletak pada kurva Q terletak di sumbu-y y = −p garis sejajar sumbu-x R terletak pada garis y ada suatu nilai k sedemikian rupa sehingga PQ = PR
Q[0,p] [0,0]
disebut parabola
Q disebut titik fokus parabola Garis y disebut direktrik Titik puncak parabola berada di tengah
PR = ( y + p)
antara titik fokus dan direktriknya
y 2 − 2 py + p 2 + x 2
0 0
-1 -2
1
2
3
x
y 2 − 2 py + p 2 + x 2 = y + p
4
y=
x2 4p
y=
1 2 x 4p
-4
55
k=
1 4p
p=
1 4k
56
14
8/21/2012
Contoh:
Lingkaran Parabola
Lingkaran merupakan tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama terhadap satu titik tertentu yang disebut titik pusat lingkaran
y = 0,5 x 2
dapat kita tuliskan
y=
Jika titik pusat lingkaran adalah [0,0] dan jari-jari lingkaran adalah r
1 2 1 x = x2 2 4 × 0,5
Direktrik:
r = x2 + y2
y = − p = −0,5
Titik fokus:
x2 + y 2 = r 2
persamaan lingkaran berjari-jari r berpusat di [0.0]
Q[0,(0,5)] Pergeseran titikpusat lingkaran sejauh a kearah sumbu-x dan sejauh b ke arah sumbu-y
( x − a ) 2 + ( y − b) 2 = r 2 Persamaan umum lingkaran berjari-jari r berpusat di (a,b)
57
58
Elips
Elips adalah tempat kedudukan titik yang jumlah jarak terhadap dua titik tertentu adalah konstan Dua titik tertentu tersebut merupakan dua titik fokus dari elips
Contoh: y
y
( x − 0,5) 2 + ( y − 0,5) 2 = r 2
1
X[x,y]
XQ = ( x − c )2 + y 2
XP = ( x + c) 2 + y 2
0,5
P[-c, 0]
Q[c, 0]
r -1
1
[0,0]
XP + XQ = 2a
x
0,5
(kita misalkan )
⇒ ( x + c ) 2 + y 2 + ( x − c) 2 + y 2 = 2 a
r=1
x
( x + c ) 2 + y 2 = 2a − ( x − c ) 2 + y 2
( x + c ) 2 + y 2 = 4 a 2 − 4 a ( x − c) 2 + y 2 + ( x − c) 2 + y 2 -1
sederhanakan
x + y =1 2
2
kwadratkan
a−
a 2 − 2cx +
c2 a2
x 2 = x 2 − 2cx + c 2 + y 2
di segitiga PXQ : XP + XQ = 2a > 2c → a 2 > c 2 59
kwadratkan
c x = ( x − c) 2 + y 2 a
x2 a2
+
y2 a2 − c2
=1
x2 a2
+
y2 b2
=1
b2 = a2 − c2 60
15
8/21/2012
x2 a
2
+
y2 b2
=1
Hiperbola
[0,b] y
[−a,0]
Hiperbola merupakan tempat kedudukan titik-titik yang selisih jaraknya antara dua titik tertentu adalah konstan
X[x,y]
[a,0]
y
XP = ( x + c) 2 + y 2
sumbu pendek = 2b P[-c, 0]
X(x,y)
XQ = ( x − c) 2 + y 2
x
Q[c, 0]
P[-c,0]
Q[c,0]
x
[0,−b] XP − XQ =
sumbu panjang = 2a
Elips tergeser ( x − p) a2
2
+
( y − q) b2
2
1
2a = 2 → a = 1
=1 q = 0,25
( x − 0,5) 2
0
-1
0
-1
x
1
2
12
( x + c ) 2 + y 2 = 2a + ( x − c ) 2 + y 2
( x + c ) 2 + y 2 − ( x − c ) 2 + y 2 = 2a
2b = 1 → b = 0,5
y
(c / a ) x − a = ( x − c ) 2 + y 2 +
( y − 0,25) 2 0,52
kwadratkan
=1
x2
kwadratkan dan sederhanakan
y2
− =1 a2 c2 − a2 Dalam segitiga PXQ, selisih (XP−XQ) < PQ
p = 0,5
x2 a
→ 2c < 2a → c2 − a2 = b2
2
−
y2 b2
=1
persamaan hiperbola
61
62
Kurva Berderajat Dua x2 a2
−
y2 b2
=1
b2 = c 2 − a2
Parabola, lingkaran, elips, dan hiperbola adalah bentuk-bentuk khusus kurva berderajat dua, atau kurva pangkat dua Bentuk umum persamaan berderajat dua adalah
+∞
y
X(x,y)
-c
c
Ax 2 + Bxy + Cy 2 + Dx + Ey + F = 0
x
Persamaan parabola: Lingkaran:
−∞
B = C = D = F = 0; A = 1; E = −4 p
B = D = E = 0;
A = 1; C = 1;
F = −1
[-a,0] [a,0] Bentuk Ax2 dan Cy2 adalah bentuk-bentuk berderajat dua yang telah sering kita temui pada persamaan kurva yang telah kita bahas. Namun bentuk Bxy yang juga merupakan bentuk berderajat dua, belum kita temui dan akan kita lihat berikut ini
Kurva tidak memotong sumbu-y Tidak ada bagian kurva yang terletak antara x = −a dan x = a
63
64
16
8/21/2012
Perputaran Sumbu Koordinat Untuk menjelaskan fungsi trigonometri, kita gambarkan lingkaran-satuan, r = 1
Hiperbola dengan titik fokus tidak pada sumbu-x y
X[x,y]
Fungsi Cosecan csc θ =
( x + a ) 2 + ( y + a) 2 − ( x − a ) 2 + ( y − a) 2 = 2a Q[a,a]
y
( x + a) 2 + ( y + a ) 2 = 2a + ( x − a ) 2 + ( y − a ) 2
x
P[-a,-a]
1 = sin 2 θ + cos 2 θ 1
Fungsi sinus
x + y − a = ( x − a)2 + ( y − a)2
P
sin θ =
r=1
2 xy = a 2 y
Mempetukarkan x dengan y tidak mengubah persamaan ini. Kurva persamaan ini simetris terhadap garis y = x, Kurva hiperbola ini memiliki sumbu simetri yang terputar 45o berlawanan dengan arah perputaran jarum jam, dibandingkan dengan sumbu simetri hiperbola sebelumnya, yaitu sumbu-x.
1 1 = sin θ PQ
5
PQ sin θ = OQ cos θ P′Q − PQ tan(−θ) = = = − tan θ OQ OQ
tan θ =
θ
O [0,0]
-1
Fungsi Tangent
PQ = PQ r
1 x
Q
-θ
Fungsi Cotangent
Fungsi Cosinus -5
0
0
x
P’ -1
OQ cos θ = = OQ r
Fungsi Secan sec θ =
-5
1 1 = cos θ OQ
65
Relasi-Relasi
OQ cos θ = PQ sin θ OQ OQ cot(− θ) = = = − cot θ P′Q − PQ cot θ =
66
Relasi-Relasi cosα
y
y
sinα cosβ
cosα
sinα sinα sinβ
1
sinα cosβ sinα sinα sinβ
1
β α -1
[0,0]
β α
cosα sinβ
β 1x
-1
[0,0]
cosα cosβ
sin(α + β) = sin α cos β + cos α sin β cosα sinβ
β 1x
cos(α + β) = cos α cos β − sin α sin β
cosα cosβ
-1
-1
Karena sin( −β) = − sin β cos(−β) = cos β
67
sin(α − β) = sin α cos β − cos α sin β cos(α − β) = cos α cos β + sin α sin β
68
17
8/21/2012
Contoh:
Contoh:
b). cos( 2α) = cos(α + α) = cos α cos α − sin α sin α = cos 2 α − sin 2 α
c).
sin(α + β) = sin α cos β + cos α sin β sin(α − β) = sin α cos β − cos α sin β
d).
a). sin(2α) = sin(α + α) = sin α cos α + cos α sin α = 2 sin α cos α
sin(α + β) + sin(α − β) = 2 sin α cos β
sin α cos β =
cos(2α) = cos 2 α − sin 2 α
1 = cos 2 α + sin 2 α
sin(α + β) + sin(α − β) 2
cos(α + β) = cos α cos β − sin α sin β
e).
cos(α − β) = cos α cos β + sin α sin β
cos(2α) + 1 = 2 cos2 α
cos(α + β) + cos(α − β) = 2 cos α cos β
cos(2α) = 2 cos 2 α − 1
f).
cos(2α) − 1 = −2 sin 2 α
cos α cos β =
cos(α + β) + cos(α − β) 2
sin α sin β =
cos(α − β) − cos(α + β) 2 70
cos(α − β) = cos α cos β + sin α sin β cos(α + β) = cos α cos β − sin α sin β
cos(2α) = 1 − 2 sin 2 α
cos(α − β) − cos(α + β) = 2 sin α sin β 69
Fungsi Trigonometri Normal Fungsi Tangent
Kurva Fungsi Trigonometri Dalam Koordinat x-y Fungsi Sinus
Fungsi Cosinus 3
y = sin( x)
y
y = cos(x) y
perioda
1
−2π
−π
0 0
π
2π
x
−π
2
perioda
1
1
0
0 0 -1
0
π
2π
-3π/4 -π/2 -π/4
x
π/4
-2
-1
-1
tan θ =
-3
sin θ
y = sin( x) = cos( x − π / 2)
Contoh:
cos θ
π/2
3π/4
sin θ 1 = cos θ cot θ
Rentang: -π/4 < tanθ < π/4 π/4 < tanθ < 3π/4 dst. Lebar rentang: π/2
asimptot
pergeseran fungsi cosinus sejauh π/2 ke arah sumbu-x positif
sin 56o = cos(56o − 90o ) = cos 34o 71
72
18
8/21/2012
Fungsi Cotangent 3
Fungsi Secan 1 cos( x )
2
sin θ
y = sec( x) =
1
asimptot
cos θ
0 -1,5π
3
cot θ =
1 -3π/4 -π/2
-π/4
-0,5π
0
π
0,5π
Rentang: -π/2 < tanθ < π/2 π/2 < tanθ < 3π/2 dst. Lebar rentang: π
1,5π
-1
2
0 0 -1
-π
π/4
π/2
-2
cos θ 1 = sin θ tan θ
-3
asimptot
Rentang: 0 < tanθ < π/2 -π/2 < tanθ < 0 dst. Lebar rentang: π/2
3π/4
-2
Fungsi Cosecan 1 y = csc( x ) = sin( x )
3 2
-3
1 0 -1,5π
-π
-0,5π
0
π
0,5π
Rentang: 0 < tanθ < π -π< tanθ < 0 dst. Lebar rentang: π
1,5π
-1 -2 -3
73
74
Fungsi Trigonometri Inversi Cosinus Inversi Sinus Inversi
y = arcsin x atau
Sudut y yang sinusnya = x
= sin −1 x
sin y = x
y = cos −1 x
x = cos y
y
y y
2π
y 0,5π π
0
0
1
−π −2π
x
-1
-0,5
0
0,5
1
y = sin −1 x
-0,5π
cos y = 1 − x 2
Kurva nilai utama
1
tan y =
-1
0
0
1
x
x y = cos −1 x
0,25π 0
−π
-1
-0,5
0
0,5
x
1
sin y = 1 − x 2
Kurva nilai utama
x
0 < cos-1x < π
1− x2
Kurva lengkap
1− x2
y
0,5π
1− x2
-0,25π
-π/2 < sin-1x <π/2 Kurva lengkap
x
1π
0,75π
x
y
0,25π 0
-1
π
1
tan y =
1 − x2 x
-1 < x < 1
-1 < x < 1 75
76
19
8/21/2012
y = tan −1 x
Tangent Inversi
x = tan y
Cotangent inversi y = cot −1 x
x = cot y
dengan nilai utama 1,5π y
π
y
0,5π
0,25π 0 -10
-5
3 x
2
0
5
x
10
y = tan
-0,5π
sin y =
-π
Kurva nilai utama −
Kurva lengkap
cos y =
π π < tan −1 x < 2 2
1+ x2
y
1
y 1
-0,25π
-1,5π
1π
x
y
0,5π 0 -3 -2 -1 0 1 -0,5π
0 < cot −1 x < π
1+ x2
0,5π
x
−1
x x
0 -10
1+ x2 1 1+ x
-5
0
5
x
y = tan −1 x 1 sin y = 1+ x2 x cos y = 1+ x2
10
Kurva nilai utama 0 < cot −1 x < π
2
77
Secan Inversi
y = sec −1 x = cos −1
1 x
78
Cosecan Inversi y = csc −1 x = sin −1 1
x = sec y
x dengan nilai utama
dengan nilai utama 0 ≤ sec −1 x ≤ π
π
y
x y
0,5π
x
-4
−1
-3
-2
x
-1
0
1
-0,25π
0 -4
-3
-2
-1
0
1
2
Kurva nilai utama 0 < sec −1 x < π
3
x4
1+ x2 x 1 cos y = x
sin y =
1
y
0
1 y = sec
π π ≤ csc −1 x ≤ 2 2
0,25π
1+ x2
0,75π
0,25π
−
0,5π y
x = csc y
-0,5π
2
3 x 4
1+ x2
y = csc −1 x 1 sin y = x
Kurva nilai utama −
π π ≤ csc −1 x ≤ 2 2
cos y = tan y =
tan y = 1 + x 2 79
1+ x2 x 1 1+ x2 80
20
8/21/2012
Fungsi sinus adalah fungsi periodik yaitu fungsi yang memenuhi hubungan
f (t − T0 ) = f (t )
Banyak peristiwa terjadi secara siklis sinusoidal yang merupakan fungsi waktu, seperti misalnya gelombang cahaya, gelombang radio pembawa, gelombang tegangan listrik sistem tenaga, dsb
perioda
Hubungan antara frekuensi siklus dan perioda adalah: Oleh karena itu kita akan melihat fungsi sinus dengan menggunakan waktu, t, sebagai peubah bebas
f0 =
Tiga besaran karakteristik fungsi sinus
y
y = A sin( x + θ)
0
sudut fasa -A
amplitudo
y
A
= A sin( 2πf 0t + θ)
frekuensi siklus Selain frekuensi siklus, f0, kita mengenal juga frekuensi sudut, ω0, dengan hubungan
1 T0 A
T0 0
t
T0
0 0
Ts
t
-A
Karena fungsi sinus adalah fungsi periodik maka gabungan fungsi sinus juga merupakan fungsi periodik walaupun tidak berbentuk sinus.
ω0 = 2πf 0 81
Contoh:
Bentuk kurva gabungan fungsi sinus ditentukan juga oleh jumlah komponen sinus yang terlibat
Bentuk kurva gabungan fungsi sinus ditentukan oleh besaran karakteristik fungsi sinus penyusunnya y
4 y
4
0
0
-5
t
15 -4
82
-5
y = 3 cos 2f0t
Komponen-komponen sinus yang terlibat dalam pembentukan gelombang gabungan disebut harmonisa 15
-4
t
Komponen sinus dengan f0 disebut komponen fundamental
y = 1 + 3 cos 2f0t
Di atas komponen fundamental adalah 4
y
Harmonisa ke-2 dengan frekuensi 2f0 Harmonisa ke-3 dengan frekuensi 3f0 Harmonisa ke-4 dengan frekuensi 4f0 dst.
1 0 -5
t 15
-4
-5
15
Gabungan fungsi sinus juga mungkin mengandung fungsi tetapan yang disebut komponen searah
-4
y = 1 + 3 cos 2 πf 0 t − 2 cos(2π(2 f 0 )t )
y = 1 + 3 cos 2πf 0 t − 2 cos(2π(2 f 0 )t + π / 4)
Perbedaan amplitudo, frekuensi, dan sudut fasa menentukan bentuk gelombang gabungan 83
84
21
8/21/2012
Spektrum
Contoh:
Jika gabungan fungsi sinus membentuk gelombang periodik yang tidak berbentuk sinus (non-sinus) maka bentuk gelombang non-sinus dapat diuraikan menjadi komponen-komponen sinus
Gabungan fungsi sinus yang membentuk gelombang persegi
Komponen-komponen sinus itu membentuk suatu spektrum. Ada dua spektrum yaitu Spektrum Amplitudo dan Spektrum Sudut-fasa sinus dasar (fundamental).
harmonisa-3 dan
harmonisa-5 dan
sinus dasar + harmonisa-3.
sinus dasar + harmonisa-3 + harmonisa-5.
Makin tinggi frekuensi harmonisa, makin rendah amplitudonya. Frekuensi tertinggi, fmaks, adalah frekuensi harmonisa yang amplitudonya sudah dapat diabaikan. Frekuensi terendah, fmin, adalah frekuensi komponen fundamental yaitu 1, atau 0 jika spektrum mengandung komponen searah
harmonisa-7 dan
Lebar Pita
hasil penjumlahan sampai pada harmonisa ke-21.
sinus dasar + harmonisa-3 + harmonisa-5 + harmonisa-7.
Lebar pita frekuensi suatu spektrum adalah selang frekuensi yang merupakan selisih fmaks dan fmin 86
85
Contoh:
Deret Fourier
Suatu persamaan gelombang:
Penguraian suatu sinyal periodik menjadi suatu spektrum sinyal tidak lain adalah pernyataan fungsi periodik kedalam deret Fourier
Frekuensi
0
f0
2 f0
4 f0
Amplitudo
10
30
15
7,5
Sudut fasa
−
0
−π/2
π
40
2π
30
π/2
Sudut Fasa
Amplitudo
y = 10 + 30 cos(2πf 0t ) + 15 cos(2π2 f 0t − π / 2) + 7,5 cos(2π4 f 0t + π)
20 10 0 0
1
2 3 Frekuensi [×f0]
4
Spektrum Amplitudo
5
f (t ) = a 0 +
∑[an cos(2πnf 0t ) + bn sin(2πnf 0t )]
fungsi periodik Koefisien Fourier Contoh: a0 = A / π
y
0 0 −π/2
1
2
3
4
2A/ π n genap; a n = 0 n ganjil 1− n2 b1 = A / 2 ; bn = 0 n ≠ 1 an =
5 t
−2π
T0
Frekuensi [×f0]
Spektrum Sudut-fasa
87
88
22
8/21/2012
Contoh:
y
a0 = 2 A / π
A
Bilangan Natural
4A/ π n genap; an = 0 n ganjil 1− n2 bn = 0 untuk semua n an =
t
T0
Logaritma natural adalah logaritma dengan menggunakan basis bilangan e Bilangan e ini, seperti halnya bilangan π, adalah bilangan-nyata dengan desimal tak terbatas. Sampai dengan 10 angka di belakang koma, nilainya adalah
Contoh: y A
e = 2,7182818284
a n = 0 untuk semua n
ln e = 1
bn = −
t
T0
a0 = A / 2 A untuk semua n nπ
ln e a = a ln e = a
89
90
Fungsi Logaritma Natural Definisi ln x
Sifat-Sifat
6
y
5
luas bidang antara fungsi 1/t dan sumbu-x
4
ln x yang dibatasi oleh t = 1 dan t = x
1/t
3
ln x =
2 1 0 0
Kurva y = ln x y
1
2
x
4
∫1 t
ln
x = ln x − ln a; a
ln x n = n ln x ln e = 1
dt
ln e x = x
t
ln x bernilai negatif untuk x < 1
2
y = ln x
1,5
ln e = 1
3
x1
ln ax = ln a + ln x
1 0,5 0 -0,5
0
1
2
e
3
x
4
-1 -1,5
e = 2,7182818284…..
-2 91
92
23
8/21/2012
y = e − ax
Kurva Fungsi Eksponensial
Fungsi Eksponensial Antilogaritma
y
Antilogaritma adalah inversi dari logaritma
1
x = ln y
Makin negatif eksponen fungsi ini, makin cepat ia menurun mendekati sumbu-x
e− x
0,8
e−2x
0,6 0,4
Fungsi Eksponensial
y=e
0,2
x
0
Fungsi eksponensial yang sering kita jumpai adalah fungsi eksponensial dengan eksponen negatif
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
x4
Penurunan kurva fungsi eksponensial ini sudah mencapai sekitar 36% dari nilai awalnya (yaitu nilai pada x = 0), pada saat x = 1/a
y = e − ax u ( x ) ; x ≥ 0 Faktor u(x) membuat fungsi ini muncul pada x = 0
Pada saat x = 5/a, kurva sudah sangat menurun mendekati sumbu-x, nilai fungsi sudah di bawah 1% dari nilai awalnya
Namun demikian faktor ini biasa tidak lagi dituliskan dengan pengertian bahwa fungsi eksponensial tetap muncul pada t = 0
Oleh karena itu fungsi eksponensial biasa dianggap sudah bernilai nol pada x = 5/a
93
Persamaan umum fungsi eksponensial dengan amplitudo A dengan waktu sebagai peubah bebas adalah
94
Gabungan Fungsi Eksponensial
y = Ae − at u (t ) = Ae −t / τu (t ) yang dituliskan dengan singkat
y1 = Ae − t / τ1 y 2 = Ae − t / τ2 y = A e − t / τ1 − e − t / τ 2
A
y = Ae − at = Ae −t / τ
(
τ = 1/a disebut konstanta waktu
)
makin kecil τ, makin cepat fungsi eksponensial menurun Pada saat t = 5τ, nilai fungsi sudah di bawah 1% dari A fungsi eksponensial dianggap sudah bernilai nol pada t = 5τ
95
0
1
2
3
4
t/τ
5
96
24
8/21/2012
Kurva-Kurva Fungsi Hiperbolik Definisi Kombinasi tertentu dari fungsi eksponensial membentuk fungsi hiperbolik, seperti
y
3
cosinus hiperbolik (cosh) dan sinus hiperbolik (sinh) cosh x =
2
e x + e−x e x − e− x ; sinh x = 2 2
tanh x =
sech x =
1
1 y1 = e x 2
−x
sinh x e − e = ; cosh x e x + e − x
coth x =
1 2 = ; cosh x e x + e − x
csch x =
-1
-1
0
x
1
ex − e−x 2
2
y2 = −
-2
−x
cosh x e + e = sinh x e x − e − x x
y = sinh x =
0
-2
Fungsi hiperbolik yang lain x
4
1 −x e 2
-3 -4
1 2 = sinh x e x − e − x
97
cosh x =
e x + e−x 2
4 y
98
4
y
y = cosh x
3
3
2 1
1 y1 = e x 2
y = sinh x
0 -2
-1
-1
0
1
x
2
2
1
y = sech x =
-2 0 -3
-2
-4
-1
0
1
x
1 cosh x
2
-1
99
100
25
8/21/2012
y = csch x =
1 sinh x 4
4
y = coth x =
y
y
3
3
y = sinh x
2
cosh x sinh x
2 1
y = tanh x =
1 0
0 -2
-1
-1
0
1
x
-2
-1
0
1
x
sinh x cosh x
2
-1
2
-2
y = coth x
-2
-3
-3 -4
-4
y = csch x 101
102
Identitas Jika untuk sin x dan cos x kita kenal hubungan:
cos2 x + sin 2 x = 1
Relasi Koordinat Polar dan Koordinat Sudut-siku
untuk sinh x dan cosh x terdapat hubungan cosh 2 x − sinh 2 x =
e 2 x + 2 + e −2 x e 2 x − 2 + e −2 x 4 − = =1 4 4 4
y •
yP
P(xP ,yP)
Beberapa Identitas:
θ
cosh 2 v − sinh 2 v = 1
[0,0]
P[r,θ]
yP = r sin θ
xP = r cos θ
r
xP
x
1 − tanh 2 v = sech 2v coth 2 v − 1 = csch 2v cosh v + sinh v = e v cosh v − sinh v = e −v 103
104
26
8/21/2012
Persamaan Kurva Dalam Koordinat Polar Persamaan lingkaran berjari-jari c berpusat di O[0,0] dalam koordinat sudut-siku adalah
Persamaan lingkaran berjari-jari c berpusat di O[a,0] dalam koordinat sudut-siku adalah
x2 + y 2 = c2
( x − a) 2 + y 2 = c 2 y
y
r
r θ
θ [0,0]
x
x
[0,0]
a
Dalam koordinat polar persamaan ini menjadi
Dalam koordinat polar perswamaan ini menjadi
(r cos θ) 2 + (r sin θ) 2 = c 2
(r cos θ − a) 2 + ( r sin θ) 2 = c 2
105
106
Contoh:
r = 2(1 − cos θ)
Persamaan lingkaran berjari-jari c berpusat di O[a,b] dalam koordinat sudut-siku adalah ( x − a ) 2 + ( y − b) 2 = c 2
3
y
P[r,θ]
y
2 r 1 θ
r b
0 θ
-5
[0,0]
x a
-3
-1
-1
1 x
-2 -3
Dalam koordinat polar perswamaan ini menjadi (r cos θ − a) 2 + (r sin θ − b) 2 = c 2
Bentuk ini disebut cardioid 107
108
27
8/21/2012
Contoh:
Contoh: rθ = 2
r 2 = 16 cos θ 3
y
y
2
-3
-1
y=2 P[r,θ]
P[r,θ] r
1 -5
2 1,5
0
r
1 θ
1
θ
0,5 3
x 5
0 0 -0,5 θ = π θ = 3π -1 -1
-1 -2
1
2
x
3
θ = 4π θ = 2π
-3
109
110
Persamaan Garis Lurus y
y
l 2 : r sin θ = b
l1 P[r,θ]
l2
P[r,θ] b
r
θ
θ O
r
a
O
x
x
l1 : r cos θ = a
111
112
28
8/21/2012
y P[r,θ]
y l3 : r cos(β − θ) = a
P[r,θ] l3
r
l4 : r cos(θ − β) = a l4
r
A
a
a
θ
θ β
β
α
O
O
x
x
113
Parabola, Elips, Hiperbola
Lemniskat dan Oval Cassini Kurva-kurva ini adalah kurva pada kondisi khusus, yang merupakan tempat kedudukan titik-titik yang hasil kali jaraknya terhadap dua titik tertentu bernilai konstan
Eksentrisitas
PF r = Eksentrisitas: es = PD k + r cos θ
y D
P[r,θ]
titik fokus
r θ A
F
B
x
r=
direktriks
Elips:
θ = π/2 P[r,θ]
Dengan pengertian eksentrisitas ini kita dapat membahas sekaligus parabola, elips, dan hiperbola.
r
es < 1
Hiperbola: es > 1
r=
r=
F1[a,π]
(PF2 )2 = (r sin θ)2 + (a − r cos θ)2
= r + a + 2ar cos θ 2
= r 2 + a 2 − 2ar cos θ
2
Misalkan PF1 × PF2 = b
k 1 − cos θ
2× k 1 − 2 cos θ
θ=0 F2[a,0]
(PF1 )2 = (r sin θ)2 + (a + r cos θ)2
es k 1 − es cos θ
0,5 × k k = 1 − 0,5 cos θ 2 − cos θ
r=
θ
θ=π
r = es (k + r cos θ) = es k + es r cos θ
k
Parabola: es = 1
114
(
)(
2
b 4 = r 2 + a 2 + 2ar cos θ × r 2 + a 2 − 2ar cos θ (misal es = 0,5)
Buat b dan a berrelasi b = ka
(misal es = 2)
)
4 4 2 2 = r 4 + a 4 + 2a 2 r 2 (1 − 2 cos 2 θ) = r + a − 2a r cos 2θ
k 4 a 4 = r 4 + a 4 − 2 a 2 r 2 cos 2θ
0 = r 4 − 2a 2 r 2 cos 2θ + a 4 (1 − k 4 )
r 2 = a 2 cos 2θ ± a 2 cos 2 2θ − (1 − k 4 ) 115
116
29
8/21/2012
r 2 = a 2 cos 2θ ± a 2 cos 2 2θ − (1 − k 4 )
Lemniskat
Kondisi khusus: k = 1
Oval Cassini
r 2 = a 2 cos 2θ ± a 2 cos 2 2θ − (1 − k 4 )
Kondisi khusus: k < 1, misalkan k = 0,8
Kondisi khusus: k > 1, misal k = 1,1
r = 2a cos 2θ 2
2
θ = π/2 Kurva dengan
θ = π/2 1
a=1
θ = π/2
1 0,5
0,6
-1,5
0,5
0,2
θ=π -1
0 -0,5 0 -0,2
1,5
θ=0 0,5
1
θ=π
θ=π θ=0
0
-1
0
-1
0
1
1
2
-0,5
1,5 -2
θ=0
0
-2
-1
2
-1,5
-0,5 -0,6 -1 117
118
Pengertian-Pengertian
y
Kita telah melihat bahwa kemiringan garis lurus adalah
2
Diferensiasi
∆y
1
∆x
0 0
1
2
3
4
x
m=
∆y ( y2 − y1 ) = ∆x ( x2 − x1 )
-1
Bagaimanakah dengan garis lengkung?
119
120
30
8/21/2012
Garis Lengkung y = f(x) P2
y
y
Garis lurus dengan kemiringan ∆y/∆x memotong garis lengkung di dua titik
∆y
(x2,y2)
P1
(x1,y1)
∆x
Jarak kedua titik potong semakin kecil jika ∆x di perkecil menjadi ∆x*
x
x y = f(x)
y
∆y*
P1
Pada suatu garis lengkung y = f ( x ), kita dapat memperoleh turunannya di berbagai titik pada garis lengkung tersebut
Pada kondisi ∆x mendekati nol, kita peroleh
P2∗
lim
∆x → 0
∆x*
∆y f ( x + ∆x ) − f ( x ) = lim = f ′( x ) ∆x ∆x → 0 ∆x
f ′(x) di titik (x1,y1) adalah turunan y di titik (x1,y1),
x
Ini merupakan fungsi turunan dari
f ′(x) di titik (x2,y2) adalah turunan y di titik (x2,y2)
f (x) di titik P Ekivalen dengan kemiringan garis singgung di titik P 121
Jika pada suatu titik x1 di mana lim
∆x→ 0
∆y ∆x
122
Mononom benar ada Contoh:
maka dikatakan bahwa fungsi f(x) “dapat didiferensiasi di titik tersebut”
y0 = f ( x ) = k y0′ = lim
∆x → 0
Jika dalam suatu domain suatu fungsi f(x) dapat di-diferensiasi di semua x dalam dalam domain tersebut kita katakan bahwa fungsi f(x) dapat di-diferensiasi dalam domain.
Contoh:
dy d ∆y = ( y ) = lim dx dx ∆x → 0 ∆x
f ( x + ∆x ) − f ( x ) 0 = =0 ∆x ∆x
y1 = f1 ( x) = 2 x
f1′( x) = lim
∆x → 0
y 10 8
kita baca “turunan fungsi y terhadap x” Penurunan ini dapat dilakukan jika y memang merupakan fungsi x. Jika tidak, tentulah penurunan itu tidak dapat dilakukan.
2( x + ∆x) − 2 x 2∆x = =2 ∆x ∆x
Fungsi ramp
y1 = 2 x
6
f1′( x) = 2
4 2
Fungsi tetapan
0 0 123
1
2
3
x4
5 124
31
8/21/2012
Contoh:
Secara umum, turunan fungsi mononom
y2 = f 2 ( x) = 2 x 2
y = f ( x ) = mx n
2( x + ∆x) 2 − 2 x 2 2( x 2 + 2 x∆x + ∆x 2 ) − 2 x 2 f 2′ ( x ) = lim = lim ∆x → 0 ∆x ∆x → 0 ∆x = lim ( 2 × 2 x + 2∆x ) = 4 x ∆x → 0
n Jika n = 1 maka kurva fungsi y = mx berbentuk garis lurus *)
Turunan fungsi mononom pangkat 2 berbentuk mononom pangkat 1 (kurva garis lurus)
Contoh:
y3 = f 3 ( x ) = 2 x f 3′ ( x) = lim
∆x →0
dan turunannya berupa nilai konstan, y′ = f ′( x) = k Jika n > 1, maka turunan fungsi y = mx n akan merupakan fungsi x, y′ = f ′(x )
3
2( x + ∆x) − 2 x ∆x 3
adalah y′ = ( m × n) x ( n −1)
3
Fungsi turunan ini dapat diturunkan lagi dan kita mendapatkan fungsi turunan berikutnya, yang mungkin masih dapat diturunkan lagi
2( x 3 + 3x 2 ∆x + 3x∆x 3 + ∆x 3 ) − 2 x 3 ∆x → 0 ∆x
= lim
y′′ = f ′′(x)
= lim 2 × 3x 2 + 2 × 3x∆x 2 + 2∆x 2 = 6 x 2 ∆x →0
turunan dari
y ′ = f ′(x)
y ′′′ = f ′′′(x) turunan dari
y ′′ = f ′′(x) *) Untuk n berupa bilangan tak bulat akan dibahas kemudian
Turunan fungsi mononom pangkat 3 berbentuk mononom pangkat 2 (kurva parabola) 125
y ′ = f ′( x ) =
y ′′ = f ′′( x) =
y ′′′ = f ′′′( x ) =
dy dx
disebut turunan pertama,
d2y dx 2 d3y dx 3
126
Kurva fungsi mononom y = f ( x ) = mx n yang memiliki beberapa turunan akan berpotongan dengan kurva fungsi-fungsi turunannya.
turunan kedua, Contoh: turunan ke-tiga, dst.
Fungsi y = x 4 dan turunan-turunannya y′ = 4x3 y′′ = 12x 2 y′′′ = 24 x
200
Contoh: y 4 = f 4 ( x ) = 2 x
3
y ′′ = 12 x 2 y ′ = 4x 3
y = x4 100
y4′ = 2(3) x (3−1) = 6 x 2 ;
y ′′′ = 24 x
y ′′ = 12x 2
y′4′ = 6(2) x ( 2−1) = 12 x; y4′′′ = 12
y ′′′′ = 24
0 -3
y ′ = 4x 3
127
-2
-1
y′′′′ = 24
0
1
2
3
4
-100
128
32
8/21/2012
Polinom Contoh:
f 2 ( x) = 4 x − 8
y 2 = f 2 ( x ) = 4( x − 2)
y1 = f1 ( x) = 4 x + 2 f1′( x ) = lim
∆x → x
f 2′ ( x ) = 4
{4( x + ∆x) + 2} − {4 x + 2} = 4 ∆x
f 2 ( x) = 4( x − 2)
10 y
Contoh:
f 2′ ( x) = 4
5 10 y
0
f1(x) = 4x + 2
8
-1
f1' ( x) = 4
6 4 2 0 -1
-0,5
-2
0
0,5
1
1,5 x
2
-4
0 -5
Turunan fungsi ini sama dengan turunan f(x)=4x karena turunan dari tetapan 2 adalah 0.
1
2
3
x
4
-10 -15
Secara Umum: Jika F(x) = f(x) + K maka Fʹ(x) = f′ (x)
129
Contoh:
130
Fungsi Yang Merupakan Perkalian Dua Fungsi
y3 = f 3 ( x ) = 4 x 2 + 2 x − 5
{4( x + ∆x)
}{
}
+ 2( x + ∆x) − 5 − 4 x 2 + 2 x − 5 ∆x = 4 × 2x + 2 = 8x + 2
y3′ = lim
2
∆x →0
Contoh:
Jika
maka ( y + ∆y ) = (v + ∆v )( w + ∆w) = (vw + v∆w + w∆v + ∆w∆v )
y4 = f 4 ( x) = 5 x3 + 4 x 2 + 2 x − 5 y 4′ = lim
{5( x + ∆x)
∆x →0
3
}{
}
+ 4( x + ∆x ) 2 + 2( x + ∆x) − 5 − 5 x 3 + 4 x 2 + 2 x − 5 ∆x
∆y ( y + ∆y ) − y ( wv + v∆w + w∆v + ∆w∆v) − vw = = ∆x ∆x ∆x ∆w ∆v ∆v∆w =v +w + ∆x ∆x ∆x
= 5 × 3 x + 4 × 2 x + 2 = 15 x + 8 x + 2 2
y = vw
2
Secara Umum: Turunan fungsi polinom, yang merupakan jumlah beberapa mononom, adalah jumlah turunan masing-masing mononom dengan syarat setiap mononom yang membentuk polinom itu memang memiliki turunan.
dy d (vw) dw dv = =v +w dx dx dx dx
131
132
33
8/21/2012
Contoh:
Fungsi Yang Merupakan Pangkat dari suatu Fungsi
4 Turunan y = 6x 5 adalah y ′ = 30x
Jika dipandang sebagai perkalian dua fungsi
d (2 x 3 × 3 x 2 ) y′ = = 2 x 3 × 6 x + 3 x 2 × 6 x 2 = 12 x 4 + 18 x 4 = 30 x 4 dx
Jika y = uvw d (uvw) d (uv)( w) dw d (uv) dw du dv = = (uv) +w = (uv) + wu + v dx dx dx dx dx dx dx dw dv du = (uv) + (uw) + (vw) dx dx dx
Contoh:
y = 6x 5 Jika dipandang sebagai perkalian tiga fungsi
dy d (uvw) = = (2 x 2 × 3x 2 )(1) + (2 x 2 × x )(6 x) dx dx
Contoh:
y1 = v 6 = v 3 × v 2 × v
dy1 dv dv 2 dv 3 = (v 3 v 2 ) + (v 3 v ) + ( v 2 v) dx dx dx dx dv dv 2 5 dv 4 dv 3 2 dv =v + v v +v +v v +v dx dx dx dx dx dv 5 dv 5 dv 5 dv 4 dv =v + 2v +v + v v +v dx dx dx dx dx 5 dv = 6v dx dv 6 dv 6 dv dv Contoh ini menunjukkan bahwa = = 6v 5 dx dv dx dx
dv n dv = nv n −1 dx dx
Secara Umum:
+ (3x 2 × x )(4 x) = 6 x 4 + 12 x 4 + 12 x 4 = 30 x 4
133
134
Fungsi Rasional Contoh:
y = ( x 2 + 1) 3 ( x 3 − 1) 2
Fungsi rasional merupakan rasio dari dua fungsi
Kita gabungkan relasi turunan untuk perkalian dua fungsi dan pangkat suatu fungsi dy d ( x − 1) d ( x + 1) = ( x 2 + 1) 3 + ( x 3 − 1) 2 dx dx dx 3
2
2
y=
3
3
2
3
2
atau
y = vw −1
3
dy d v d (vw −1 ) dw−1 dv = =v + w −1 = dx dx w dx dx dx − v dv 1 dv −2 dv −1 dv = −vw +w = + dx dx w 2 dx w dx
= ( x + 1) 2( x − 1)(3x ) + ( x − 1) 3( x + 1) 2 x 2
v w
2
2
= 6 x 2 ( x 2 + 1) 3 ( x 3 − 1) + 6 x ( x 3 − 1) 2 ( x 2 + 1) 2 = 6 x( x 3 − 1)( x 2 + 1) 2 ( 2 x 3 + x − 1)
=
dw 1 dv w −v dx w 2 dx
Jadi:
135
dw dv −v w d v dx dx = 2 dx w w
136
34
8/21/2012
Contoh:
y=
dy = dx =
Contoh:
x3 x 3 (2 x) − ( x 2 − 3)(3x 2 )
Bilangan tidak bulat n =
x6 2 x 4 − (3 x 4 − 9 x 2 ) x6
=
x4
qy q −1
x2 dy x 2 × 0 − 1× 2x 2 = 2x + = 2x − dx 4 x3
y=
x2 +1
Jika y ≠ 0, kita dapatkan
(
y q −1 = v p / q
=
2 x3 − 2 x − 2x 3 − 2 x ( x 2 − 1) 2
=
)
q −1
dy dv = pv p −1 dx dx dy d (v p / q ) pv p −1 dv = = dx dx qy q −1 dx
(v adalah fungsi yang bisa diturunkan)
= v p −( p / q ) sehingga dy d (v p / q ) pv p −1 dv p ( p −1) − p + ( p / q ) dv = = = v dx dx dx qv p −( p / q) dx q
; dengan x 2 ≠ 1 (agar penyebut tidak nol)
x −1 dy ( x 2 − 1) 2 x − ( x 2 + 1)2 x = dx ( x 2 − 1) 2 2
p dengan p dan q adalah bilangan bulat dan q ≠ 0 q
yq = v p
y = vn = v p / q
− x2 + 9
1
y = x2 +
Contoh:
Fungsi Berpangkat Tidak Bulat
x2 − 3
=
p ( p / q ) −1 dv v q dx
Formulasi ini mirip dengan keadaan jika n bulat, hanya perlu persyaratan bahwa v ≠ 0 untuk p/q < 1.
− 4x ( x 2 − 1) 2 137
Fungsi Parametrik dan Kaidah Rantai
138
Fungsi Implisit
Apabila kita mempunyai persamaan x = f (t )
dan
y = f (t )
Sebagian fungsi implisit dapat diubah ke dalam bentuk explisit namun sebagian yang lain tidak.
maka relasi antara x dan y dapat dinyatakan dalam t. Persamaan demikian disebut persamaan parametrik, dan t disebut parameter. Jika kita eliminasi t dari kedua persamaan di atas, kita dapatkan persamaan yang berbentuk y = F (x)
Untuk fungsi yang dapat diubah dalam bentuk eksplisit, turunan fungsi dapat dicari dengan cara seperti yang sudah kita pelajari di atas. Untuk mencari turunan fungsi yang tak dapat diubah ke dalam bentuk eksplisit perlu cara khusus, yang disebut diferensiasi implisit. Dalam cara ini kita menganggap bahwa fungsi y dapat didiferensiasi terhadap x.
Kaidah rantai Jika y = F (x) dapat diturunkan terhadap x dan x = f (t ) dapat diturunkan terhadap t,
maka y = F ( f (t ) ) = g (t ) dapat diturunkan terhadap t menjadi
dy dy dx = dt dx dt 139
140
35
8/21/2012
Contoh:
x 2 + xy + y 2 = 8
Contoh:
x 4 + 4 xy 3 − 3 y 4 = 4
Fungsi implisit ini juga merupakan sebuah persamaan. Kita lakukan diferensiasi pada kedua ruas, dan kita akan memperoleh
Fungsi implisit ini merupakan sebuah persamaan. Jika kita melakukan operasi matematis di ruas kiri, maka operasi yang sama harus dilakukan pula di ruas kanan agar kesamaan tetap terjaga. Kita lakukan diferensiasi (cari turunan) di kedua ruas, dan kita akan peroleh
dy 3 d (4 x ) d (3 y 4 ) + y3 − =0 dx dx dx dy dy 4 x 3 + 4 x (3 y 2 ) + 4 y 3 − 12 y 3 =0 dx dx 4x 3 + 4x
dy dx dy +y + 2y =0 dx dx dx dy ( x + 2 y) = −2 x − y dx 2x + x
Untuk ( xy 2 − y 3 ) ≠ 0 kita dapat memperoleh turunan dy − ( x3 + y 3 ) = dx 3( xy 2 − y 3 )
Jika ( x + 2 y ) ≠ 0 kita peroleh turunan dy 2x + y =− dx x + 2y
141
142
Turunan Fungsi Trigonometri Jika
Jika
y = sin x maka
y = cos x maka
dy d cos x cos( x + ∆x ) − cos x = = dx dx ∆x cos x cos ∆x − sin x sin ∆x − cos x = ∆x
dy d sin x sin( x + ∆x ) − sin x = = dx dx ∆x sin x cos ∆x + cos x sin ∆x − sin x = ∆x
Untuk nilai yang kecil, Δx menuju nol, cos∆x = 1 dan sin∆x = ∆x. Oleh karena itu
Untuk nilai yang kecil, Δx menuju nol, cos∆x = 1 dan sin∆x = ∆x. Oleh karena itu
d cos x = − sin x dx
d sin x = cos x dx
143
144
36
8/21/2012
Contoh: Turunan fungsi trigonometri yang lain tidak terlalu sulit untuk dicari.
Hubungan antara tegangan kapasitor vC dan arus kapasitor iC adalah
d tan x d sin x cos 2 x − sin x( − sin x ) 1 = = = sec 2 x = dx dx cos x cos 2 x cos 2 x
iC = C
dvC dt
Tegangan pada suatu kapasitor dengan kapasitansi C = 2×10-6 farad merupakan fungsi sinus vC = 200sin400t volt. Arus yang mengalir pada kapasitor ini adalah
d cot x d cos x − sin x − cos x (cos x ) −1 = = = − csc 2 x = dx dx sin x sin 2 x sin 2 x 2
iC = C
d sec x d 1 0 − (− sin x) sin x = = = sec x tan x = dx dx cos x cos 2 x cos 2 x
dvC d = 2 × 10 6 × (200 sin 400t ) = 0,160 cos 400t ampere dt dt vC vC iC
d csc x d 1 0 − (cos x ) − cos x = = = − csc x cot x = dx dx sin x sin 2 x sin 2 x
iC
200 100 0 0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05 t [detik]
-100 -200
145
Contoh:
146
Turunan Fungsi Trigonometri Inversi Arus pada suatu inductor L = 2,5 henry merupakan fungsi sinus iL = −0,2cos400t ampere.
y = sin −1 x
Hubungan antara tegangan induktor vL dan arus induktor iL adalah di vL = L L dt di d v L = L L = 2,5 × (− 0,2 cos 400t ) = 2,5 × 0,2 × sin 400t × 400 = 200 sin 400t dt dt
x = sin y
dx = cos ydy
1
x
y
dy 1 = dx cos y
dy 1 = dx 1 − x2
1 − x2
vL iL vL iL
200
y = cos −1 x
100 0 -100
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
t[detik]
x = cos y 1 y
-200
1 − x2
dx = − sin ydy dy −1 = dx sin y
dy −1 = dx 1 − x2
x
147
148
37
8/21/2012
y = tan −1 x
x = tan y
1+ x2 y
x
dx =
1
y = sec −1 x
dy
2
x = sec y =
cos y
dy = cos 2 y dx
x
dy 1 = dx 1 + x 2
1
1 cos y
x2 − 1
y 1
y = cot −1 x
x = cot y
1+ x2 y
dx =
−1 sin 2 y
dy
dy = − sin 2 y dx
1
y = csc −1 x
dy −1 = dx 1 + x 2
x = csc y =
x
x
y
x2 − 1
1
dx =
0 − (− sin x )
1 sin y
dx =
d (sin v) d (sin v) dv dv = = cos v dx dv dx dx
sin 2 y
dy sin 2 y 1 = =− × dx − cos y x2 =
dy x
x2 − 1
−1 x x2 − 1
1 d (sin −1 w) dw = dx 1 − w2 dx 1 d (cos −1 w) dw =− 2 dx dx 1− w
d (cos v ) d (cos v ) dv dv = = − sin v dx dv dx dx
1 dw d (tan −1 w) = dx 1 + w2 dx
d (tan v ) d sin v cos x + sin x dv dv = = sec 2 v = dx dx cos v dx dx cos 2 x 2
0 − (cos x )
150
Jika w = f(x), maka
Jika v = f(x), maka
dy
dy cos 2 y 1 x = = × 2 2 dx sin y x x −1 1 = x x2 − 1
149
Fungsi Trigonometri dari Suatu Fungsi
cos 2 y
2
d (cot −1 w) 1 dw =− dx 1 + w 2 dx
d (cot v) d cos v dv = = − csc 2 v dx dx sin v dx
dw d (sec −1 w) 1 = dx w w2 − 1 dx
d (sec v) d 1 0 + sin v dv dv = = sec v tan v = dx dx cos v dx cos 2 v dx
dw d (csc −1 w) 1 =− dx w w2 − 1 dx
d (csc v ) d 1 dv = = − csc v cot v dx dx sin v dx 151
152
38
8/21/2012
Turunan Fungsi Logaritmik
Turunan Fungsi Eksponensial
Fungsi logaritmik f ( x) = ln x didefinisikan melalui suatu integral
y
f ( x) = ln x =
6 5
1/t
4
ln x =
3
x1
∫1 t
x1
∫1 t
luas bidang yang dibatasi oleh kurva (1/t) dan sumbu-t, dalam selang antara t = 1 dan t = x
dt
2 1 0 0
1
2
1/x
x
3
( x > 0)
dt
4
x +∆x
ln(x+∆x)−lnx
penurunan secara implisit di kedua sisi d ln y 1 dy = =1 dx y dx dy = y = ex dx Jadi turunan dari ex adalah ex itu sendiri
atau
.
t
y′ = e x
1/(x+∆x) x + ∆x 1
d ln x ln( x + ∆x) − ln( x) 1 = = ∆x ∆x x dx
d ln x 1 = dx x
∫
ln y = x ln e = x
y = ex
Tentang integral akan dipelajari lebih lanjut
t
dt
y′′′ = e x
dst.
de v de v dv dv = = ev dx dv dx dx
Jika v = v ( x)
Luas bidang ini lebih kecil dari luas persegi panjang (Δx × 1/x). Namun jika Δx makin kecil, luas bidang tersebut akan makin mendekati (Δx × 1/x); dan jika Δx mendekati nol luas tersebut sama dengan (Δx × 1/x). 153
y′′ = e x
−1
−1 dy d tan −1 x e tan x = e tan x = dx dx 1 + x2
−1 y = e tan x
154
Penjelasan secara grafis
Diferensial dx dan dy y
Turunan fungsi y(x) terhadap x dinyatakan dengan formulasi
dy
P
dy ∆y = lim = f ′( x ) dx ∆x →0 ∆x
Ini adalah fungsi (peubah tak bebas)
dx
θ x dy = tan θ dx
Sekarang kita akan melihat dx dan dy yang didefinisikan sedemikian rupa sehingga rasio dy/dx , jika dx≠ 0, sama dengan turunan fungsi y terhadap x. Hal ini mudah dilakukan jika x adalah peubah bebas dan y merupakan fungsi dari x: y = F ( x )
Jika dx berubah, maka dy dy berubah sedemikian rupa sehingga dy/dx sama dengan kemiringan garis singgung pada kurva
y
dy = F ' ( x) dx
P
Ini adalah peubah bebas
θ
dx x
dy = (tan θ) dx
adalah laju perubahan y terhadap perubahan x.
adalah besar perubahan nilai y sepanjang garis singgung di titik P pada kurva, jika nilai x berubah sebesar dx
Diferensial dx dianggap bernilai positif jika ia “mengarah ke kanan” dan negatif jika “mengarah ke kiri”. Diferensial dy dianggap bernilai positif jika ia “mengarah ke atas” dan negatif jika “mengarah ke bawah”.
dx dan dy didefinisikan sebagai berikut: 1). dx, yang disebut sebagai diferensial x, adalah bilangan nyata dan merupakan peubah bebas lain selain x;
y
y
y
2). dy, yang disebut sebagai diferensial y, adalah fungsi dari x dan dx yang dinyatakan dengan dy = F ' ( x)dx
P P
dy
dx
dy θ
θ x 155
dy
dx
dx
x
P θ x 156
39
8/21/2012
Dengan pengertian diferensial seperti di atas, kita kumpulkan formula turunan fungsi dan formula diferensial fungsi dalam tabel berikut. Dalam tabel ini v adalah fungsi x. Turunan Fungsi
dc = 0; c = konstan
dcv dv =c dx dx
dcv = cdv
d (v + w) dv dw = + dx dx dx
d (v + w) = dv + dw
v d w dv − v dw w = dx dx dx w2 dv n dv = nv n −1 dx dx
dcx n = cnx n −1 dx
1).Mencari turunannya lebih dulu (kolom kiri tabel), kemudian dikalikan dengan dx.
Diferensial
dc = 0; c = konstan dx
dvw dw dv =v +w dx dx dx
Ada dua cara untuk mencari diferensial suatu fungsi.
2). Menggunakan langsung formula diferensial (kolom kanan tabel) Contoh:
y = x 3 − 3x 2 + 5 x − 6 y ′ = 3x 2 − 6 x + 5
sehingga dy = (3 x 2 − 6 x + 5)dx
d (vw) = vdw + wdv
v wdv − vdw d = w w2
Kita dapat pula mencari langsung dengan menggunakan formula dalam tabel di atas
dy = d ( x 3 ) + d ( −3x 2 ) + d (5 x) + d (−6) = 3x 2 dx − 6 xdx + 5dx
dv n = nv n −1dv
= (3 x 2 − 6 x + 5)dx
d (cx n ) = cnx n−1dx 157
158
Bahasan akan mencakup
Integral dan Persamaan Diferensial
1. Integral Tak Tentu 2. Integral Tentu 3. Persamaan Diferensial
159
160
40
8/21/2012
1. Integral Tak Tentu Tinjau persamaan diferensial Pengertian-Pengertian
dy = f (x ) dx
Suatu fungsi y = F(x) dikatakan merupakan solusi dari persamaan diferensial jika dalam rentang tertentu ia dapat diturunkan dan dapat memenuhi
Misalkan dari suatu fungsi f(x) yang diketahui, kita diminta untuk mencari suatu fungsi y sedemikian rupa sehingga dalam rentang nilai x tertentu, misalnya a< x < b, dipenuhi persamaan
dF ( x ) = f ( x) dx
dy = f (x) dx
Karena d [F ( x) + K ] = dF ( x) + dK = dF ( x ) + 0 maka dx dx dx dx
Persamaan yang menyatakan turunan fungsi sebagai fungsi x seperti ini disebut persamaan diferensial.
fungsi y = F ( x ) + K juga merupakan solusi
Contoh persamaan diferensial dy = 2 x 2 + 5x + 6 dx d2y dx 2
+ 6 xy
dy + 3x 2 y 2 = 0 dx 161
dF ( x) = f ( x) dx
162
Contoh:
Cari solusi persamaan diferensial dy = 5x 4 dx
dapat dituliskan
dF ( x) = f ( x )dx
ubah ke dalam bentuk diferensial
dy = 5 x 4 dx
Integrasi ruas kiri dan ruas kanan memberikan secara umum
∫
Kita tahu bahwa d ( x 5 ) = 5 x 4 dx f ( x)dx = F ( x) + K
oleh karena itu
Jadi integral dari diferensial suatu fungsi adalah fungsi itu sendiri ditambah suatu nilai tetapan. Integral semacam ini disebut integral tak tentu di mana masih ada nilai tetapan K yang harus dicari
∫
∫
y = 5 x 4 dx = d ( x 5 ) = x 5 + K
163
164
41
8/21/2012
Contoh:
Carilah solusi persamaan
Dalam proses integrasi seperti di atas terasa adanya keharusan untuk memiliki kemampuan menduga jawaban. Beberapa hal tersebut di bawah ini dapat memperingan upaya pendugaan tersebut.
dy = x2 y dx dy = x 2 y dx
y
(
−1 / 2
kelompokkan peubah sehingga ruas kiri dan kanan mengandung peubah berbeda
dy = x dx 2
)
∫ dy = y + K
1 d x 3 = x 2 dx 3
d 2 y1 / 2 = y −1 / 2 dy
(
1. Integral dari suatu diferensial dy adalah y ditambah konstanta K.
2. Suatu konstanta yang berada di dalam tanda integral dapat dikeluarkan
)
1 d 2 y1 / 2 = d x3 3 Jika kedua ruas diintegrasi 2 y1 / 2 + K1 = 2 y1 / 2 =
∫ ady = a ∫ dy 3. Jika bilangan n ≠ −1, maka integral dari yndy diperoleh dengan menambah pangkat n dengan 1 menjadi (n + 1) dan membaginya dengan (n + 1).
1 3 x + K2 3
1 3 1 x + K 2 − K1 = x 3 + K 3 3
y n +1
∫ y dy = n + 1 + K , n
jika n ≠ −1
165
Dalam pemanfaatan integral tak tentu, nilai K diperoleh dengan menerapkan apa yang disebut sebagai syarat awal atau kondisi awal.
Penggunaan Integral Tak Tentu Dalam integral tak tentu, terdapat suatu nilai K yang merupakan bilangan nyata sembarang.
Contoh:
Ini berarti bahwa integral tak tentu memberikan hasil yang tidak tunggal melainkan banyak hasil yang tergantung dari berapa nilai yang dimiliki oleh K. yi = y = 10x2 100
-3
-1
10x2 +Ki
100
y
1
3
x
5
kurva y = 10 x 2 adalah kurva bernilai tunggal
-5
-3
kurva
v = at = 3t
kecepatan percepatan waktu
s ;0 tentukanlah =3 posisi
Posisi benda pada waktu t = 0 adalah benda pada t = 4. Kecepatan adalah laju perubahan jarak,
v=
Percepatan adalah laju perubahan kecepatan,
K3 K2 K1
-1
∫
Kecepatan sebuah benda bergerak dinyatakan sebagai
y
50
50
-5
166
1
3
x
ds dt a=
ds = vdt
∫
s =. atdt = 3
5
3
10 x dx = 10 x 2 + K 3
t2 + K = 1,5t 2 + K 2
Kondisi awal: pada t = 0, s0 = 3
adalah kurva bernilai banyak
3 = 0 + K
sehingga pada t = 4 posisi benda adalah 167
dv dt
K = 3
s = 1,5 t 2 + 3
s4 = 27 168
42
8/21/2012
Luas Sebagai Suatu Integral
Kasus fungsi sembarang dengan syarat kontinyu dalam rentang p ≤ x ≤ q
Kita akan mencari luas bidang yang dibatasi oleh suatu kurva y = f (x) sumbu-x, garis vertikal x = p, dan x = q. Contoh:
∆Apx
Apx
y
y
f(x+∆x )
f(x)
y = f(x)
y = f(x) =2
2 0 p
0 p
x
x+∆x
∆Apx = 2 ∆x atau lim
∆Apx
∆x → 0
∆x
=
dApx dx
∆Apx ∆x
∫
x
q
∆Apx = f(x)∆x
atau ∆Apx = f(x+∆x)∆x
∆Apx = f ( x)∆x ≤ f ( x0 )∆x ≤ f ( x + ∆x)∆x
∫
x0 adalah suatu nilai x yang terletak antara x dan x+∆x
Kondisi awal (kondisi batas) adalah Apx = 0 untuk x = p
0 = 2 p + K atau K = −2 p
Jika ∆x → 0:
lim
∆x →0
A pq = 2q − 2 p = 2(q − p)
A px = 2 x − 2 p
x+∆x
∆Apx bisa memiliki dua nilai tergantung dari pilihan
= 2 = f ( x)
Apx = dApx = 2dx = 2 x + K
= f ( x) = 2
x
Apx ∆Apx
x
q
∆A px ∆x
=
dA px dx
∫
A px = dA px =
= f ( x)
∫ f ( x)dx = F ( x) + K
A pq = F (q ) − F ( p ) = F ( x )] qp
169
170
2. Integral Tentu y
y
y = f(x)
y = f(x) 0 p
Bidang dibagi dalam segmen-segmen
0 p x2
xk
xk+1
xn q
x2
xk
x
0 p x2
y
xk
xk+1
xn q
Luas tiap segmen dihitung sebagai f(xk)×∆xk
x
xn q
x
0 p
x2
xk
xk+1
xn q x
Luas tiap segmen dihitung sebagai f(xk+∆x)×∆xk
Jika x0k adalah nilai x di antara xk dan xk+1 maka
f ( xk )∆xk ≤ f ( x0k ) ∆xk ≤ f ( xk + ∆x) ∆xk
Ada dua pendekatan dalam menghitung luas segmen y = f(x)
xk+1
Luas tiap segmen dihitung sebagai f(xk)×∆xk
Luas bidang dihitung sebagai jumlah luas segmen
y
y
y = f(x)
Integral tentu merupakan integral yang batas-batas integrasinya jelas. Konsep dasar integral tentu adalah luas bidang yang dipandang sebagai suatu limit.
y = f(x)
0 p x2
n
n
n
k =1
k =1
k =1
∑ f ( xk )∆xk ≤ ∑ f ( x0k )∆xk ≤ ∑ f ( xk + ∆x)∆xk xk
xk+1
Jika ∆xk → 0 ketiga jumlah ini mendekati suatu nilai limit yang sama
xn q x
Luas tiap segmen dihitung sebagai f(xk+∆x)×∆xk
Nilai limit itu merupakan integral tentu 171
172
43
8/21/2012
Luas Bidang y
y = f(x)
0 p x2
Definisi
xk
Apx adalah luas bidang yang dibatasi oleh y=f(x) dan sumbu-x dari p sampai x, yang merupakan jumlah luas bagian yang berada di atas sumbu-x dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x.
xn q x
xk+1
Apq = Apq =
Luas antaray = x 3 − 12 x dan sumbu-x dari x = −3 sampai x = +3.
Contoh:
Luas bidang menjadi q
∫p f ( x)dx
∫p f ( x)dx = F ( x)] q
q p
y = x 3 − 12 x
Aa =
20 10
= F ( q ) − F ( p)
-4
0 -1 0 -10
-3 -2
0
∫−3 ( x
3
− 12 x)dx =
x4 − 6x2 4
0 −3
= −0 − (20,25 − 54) = 33,75 x 1
2
3
4
Ab =
-20
3
∫0 ( x
3
− 12 x)dx =
x4 − 6x2 4
3
0
= 20,25 − 54 − (0) = −33,75
Apq = Aa − Ab = 33,75 − (−33,755) = 67,5 173
Luas Bidang Di Antara Dua Kurva
Contoh di atas menunjukkan bahwa dengan definisi mengenai Apx, formulasi A=
q
∫p
174
y1 = f1 ( x ) berada di atas y2 = f 2 ( x )
f ( x )dx = F (q ) − F ( p ) )
y
tetap berlaku untuk kurva yang memiliki bagian baik di atas maupun di bawah sumbu-x
p
y1
x
0 y2
y
x+∆x
Rentang p ≤ x ≤ q dibagi dalam n segmen q
x
∆Apx
y = f(x) A2
p
A3
A1
Apq =
Asegmen = ∆A px = { f1 ( x ) − f 2 ( x )}∆x
x = q − ∆x
n
A4 q
jumlah semua segmen:
∑ Asegmen = ∑ { f1( x) − f 2 ( x)}∆x x= p
1
x
Dengan membuat n menuju tak hingga sehingga ∆x menuju nol kita A pq = lim sampai pada suatu limit
q
∫p f ( x)dx = F (q) − F ( p))
n →∞
q
∑ Asegmen = ∫p { f1 ( x) − f 2 ( x)}dx 1
Apq = − A1 + A2 − A3 + A4 175
176
44
8/21/2012
Jika y1 = 4 dan y 2 = −2
Contoh:
A pq =
+3
∫−2 ({4 − (−2)}dx = 6 x]
+3 −2
berpakah luas bidang yang dibatasi oleh y1 dan y2.
= 18 − (−12) = 30 y
-2
y2 di atas y1
y1 2
-2
-1
0
x
0
1
2
y1 = y2 → −x 2 + 2 = −x atau − x 2 + x + 2 = 0
0
y2
1
2
x
x1 = p =
2
Apq =
y1 di atas y2
2
x 3 ) dx = 4 x − 3 -2 − 8 16 − 16 32 8 − = 8 − − − 8 − = 3 3 3 3 3 A pq =
2
∫−2 (4 − x
−1+ 12 + 8 −1− 12 + 8 = −1; x2 = q = =2 −2 −2
-4
y1 = y 2 → x 2 = 4 ⇒ x1 = p = −2, x2 = q = 2
y
-1 -2
Terlebih dulu kita cari batas-batas integrasi yaitu nilai x pada perpotongan antara y1 dan y2. 4
y1
0
berapakah luas bidang yang dibatasi oleh y1 dan y2.
y2
Batas integrasi adalah nilai x pada perpotongan kedua kurva
4 2
2 Jika y1 = x dan y 2 = 4
Contoh:
2 Jika y1 = − x + 2 dan y2 = − x
Contoh:
berapakah luas bidang antara y1 dan y2 dari x1 = p = −2 sampai x2 = q = +3.
2
∫−1(−x
2
x3 x 2 + 2 + x)dx = − + + 2 x 3 2 −1
8 −1 1 = − + 2 + 4 − − + − 2 = 4,5 3 3 2
2
177
178
Penerapan Integral Contoh:
Sebuah piranti menyerap daya 100 W pada tegangan konstan 200V. Berapakah energi yang diserap oleh piranti ini selama 8 jam ?
Contoh:
Daya adalah laju perubahan energi. Jika daya diberi simbol p dan energi diberi simbol w, maka
p=
dw dt
yang memberikan w =
Arus i adalah laju perubahan transfer muatan, q. i=
∫ pdt
Perhatikan bahwa peubah bebas di sini adalah waktu, t. Kalau batas bawah dari waktu kita buat 0, maka batas atasnya adalah 8, dengan satuan jam. Dengan demikian maka energi yang diserap selama 8 jam adalah w=
8
8
Arus yang melalui suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai i(t) = 0,05 t ampere. Berapakah jumlah muatan yang dipindahkan melalui piranti ini antara t = 0 sampai t = 5 detik ?
∫
dq sehingga q = idt dt
Jumlah muatan yang dipindahkan dalam 5 detik adalah 5
∫0
q = idt =
5
∫0 0,05tdt =
0,05 2 t 2
5
= 0
1,25 = 0,625 coulomb 2
∫0 pdt = ∫0100dt = 100t 0 = 800 Watt.hour [Wh] 8
= 0,8 kilo Watt hour [kWh]
179
180
45
8/21/2012
Volume Sebagai Suatu Integral Berikut ini kita akan melihat penggunaan integral untuk menghitung volume.
Rotasi Bidang Segitiga Pada Sumbu-x P
y
Balok
Jika A(x) adalah luas irisan di sebelah kiri dan A(x+∆x) adalah luas irisan di sebelah kanan maka volume irisan ∆V adalah
Q
O
A(x) adalah luas lingkaran dengan jari-jari r(x); sedangkan r(x) memiliki persamaan garis OP.
x
∆x
A( x) ∆x ≤ ∆V ≤ A( x + ∆x)∆x q
V=
Volume balok V adalah
∆x
∑ A( x )∆x
m : kemiringan garis OP h : jarak O-Q.
p
V=
luas rata-rata irisan antara A(x) dan A(x+∆x).
Apabila ∆x cukup tipis dan kita mengambil A(x) sebagai pengganti maka kita memperoleh pendekatan dari nilai V, yaitu: V ≈
h
h
Vkerucut =
q
∑ A( x)∆x q
V = lim
∆x → o
2
h
2 2
πm 2 h3 π(PQ/OQ) 2 h3 h = = πr 2 3 3 3
Jika garis OP memotong sumbu-y maka diperoleh kerucut terpotong
p
Jika ∆x menuju nol dan A(x) kontinyu antara p dan q maka :
∫0 A( x)dx = ∫0 π[r ( x)] dx = ∫0 πm x dx
q
∑ A( x)∆x = ∫p A( x)dx p
181
182
3. Persamaan Diferensial Orde-1 Rotasi Bidang Sembarang
Pengertian
f(x)
y 0 a
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan di mana terdapat satu atau lebih turunan fungsi.
A( x) = π(r ( x) ) = π( f ( x ) ) 2
b
x
∆x
V=
b
2
Persamaan diferensial diklasifikasikan sebagai berikut:
∫a π( f ( x)) dx
1. Menurut jenis atau tipe: ada persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Jenis yang kedua tidak termasuk pembahasan di sini, karena kita hanya meninjau fungsi dengan satu peubah bebas.
2
Rotasi Gabungan Fungsi Linier f3(x) f2(x)
y f1(x) 0 a
b ∆x
x
2. Menurut orde: orde persamaan diferensial adalah orde tertinggi turunan fungsi yang ada dalam persamaan.
Fungsi f(x) kontinyu bagian demi bagian. Pada gambar di samping ini terdapat tiga rentang x dimana fungsi linier kontinyu. Kita dapat menghitung volume total sebagai jumlah volume dari tiga bagian.
3. Menurut derajat: derajat suatu persamaan diferensial adalah pangkat tertinggi dari turunan fungsi orde tertinggi. 2
Contoh:
5
d3y 2 + d y + y = ex dx3 dx 2 x2 + 1
adalah persamaan diferensial biasa, orde tiga, derajat dua. 183
184
46
8/21/2012
Persamaan Diferensial Orde-1 Dengan Peubah Yang Dapat Dipisahkan
Solusi Suatu fungsi y = f(x) dikatakan merupakan solusi dari suatu persamaan diferensial jika persamaan tersebut tetap terpenuhi dengan digantikannya y dan turunannya dalam persamaan tersebut oleh f(x) dan turunannya.
Contoh:
Jika pemisahan peubah ini bisa dilakukan maka persamaan diferensial dapat kita tuliskan dalam bentuk
dy + y=0 dt
y = ke − x adalah solusi dari persamaan
karena turunan y = ke − x adalah
Pemisahan Peubah
f ( y) dy + g ( x) dx = 0
dy = − ke − x dt
dan jika ini kita masukkan dalam persamaan akan kita peroleh − ke
−x
+ ke
−x
Suku-suku terbentuk dari peubah yang berbeda
=0
Apabila kita lakukan integrasi, kita akan mendapatkan solusi umum dengan satu tetapan sembarang K, yaitu
Persamaan terpenuhi.
∫ f ( y)dy + ∫ g ( x)dx) = K
Pada umumnya suatu persamaan orde n akan memiliki solusi yang mengandung n tetapan sembarang. 185
Contoh:
dy = ex− y dx
Contoh: x
Persamaan ini dapat kita tuliskan
dy e = dx e y
ydy =
dx x
atau
Integrasi kedua ruas:
e y dy − e x dx = 0
ydy −
dx =0 x dx
∫ ydy − ∫ x
=K
y2 − ln x = K 2 atau
∫ e dy − ∫ e dx = K y
dy 1 = dx xy
Pemisahan peubah akan memberikan bentuk
yang kemudian dapat kita tuliskan sebagai persamaan dengan peubah terpisah
Integrasi kedua ruas memberikan:
186
x
sehingga e y − e x = K atau e y = e x + K
y = ln x 2 + K ′
187
188
47
8/21/2012
Contoh:
Persamaan Diferensial Homogen Orde Satu Suatu persamaan disebut homogen jika ia dapat dituliskan dalam bentuk dy y = F dx x Ini dapat dijadikan sebagai peubah bebas baru y yang akan memberikan v= x y = vx dan dv dy dv v+x = F (v ) =v+ x dx dx dx dv x = F (v ) − v Pemisahan peubah: dx dv dx = F (v ) − v x dx dv + =0 atau: x v − F (v )
( x 2 + y 2 ) dx + 2 xydy = 0
2 Usahakan menjadi homogen x 2 (1 + y )dx + 2 xydy = 0 2 x y2 y (1 + )dx = −2 dy x x2 dy 1 + ( y / x) 2 =− = F ( y / x) dx 2( y / x ) 2 dy 1+ v Peubah baru v = y/x =− = F ( v) dx 2v
y = vx dy dv =v+x dx dx
v+x x
Peubah terpisah
2vdv 1 + 3v 2
dv 1 + v2 =− dx 2v dv 1 + v2 1 + 3v 2 = −v − =− dx 2v 2v =−
dx 2vdv dx + =0 atau x 1 + 3v 2 x
189
Kita harus mencari solusi persamaan ini untuk mendapatkan v sebagai fungsi x.
Persamaan Diferensial Linier Orde Satu
dx 2vdv + =0 x 1 + 3v 2
Dalam persamaan diferensial linier, semua suku berderajat satu atau nol
Suku ke-dua ini berbentuk 1/x dan kita tahu bahwa 1 d (ln x) = x dx Kita coba hitung
d ln(1 + 3v 2 ) d ln(1 + 3v 2 ) d (1 + 3v 2 ) 1 = = (6v ) dv dv d (1 + 3v 2 ) 1 + 3v 2
)
(
dy + Py = Q dx
P dan Q merupakan fungsi x atau tetapan
Persamaan diferensial yang akan ditinjau dituliskan secara umum sebagai dy a + by = f (t ) dt Dalam aplikasi pada analisis rangkaian listrik, f(t) tidak terlalu bervariasi. Mungkin ia bernilai 0, atau mempunyai bentuk sinyal utama yang hanya ada tiga, yaitu anak tangga, eksponensial, dan sinus. Kemungkinan lain adalah bahwa ia merupakan bentuk komposit yang merupakan gabungan dari bentuk utama.
x 3 (1 + 3v 2 ) = K ′
(
Oleh karena itu persamaan diferensial orde satu yang juga linier dapat kita tuliskan dalam bentuk:
Pembahasan akan dibatasi pada situasi dimana P adalah suatu tetapan. Hal ini kita lakukan karena pembahasan akan langsung dikaitkan dengan pemanfaatan praktis dalam analisis rangkaian listrik.
Hasil hitungan ini dapat digunakan untuk mengubah bentuk persamaan menjadi dx 1 d ln(1 + 3v 2 ) + dv = 0 x 3 dv 1 1 2 Integrasi ke-dua ruas: ln x + ln(1 + 3v ) = K = ln K ′ 3 3 3 ln x + ln(1 + 3v 2 ) = K = ln K ′
x 3 1 + 3( y / x) 2 = K ′
190
)
x x2 + 3y2 = K ′ 191
192
48
8/21/2012
Persamaan diferensial linier orde satu seperti ini biasa kita temui pada peristiwa transien (atau peristiwa peralihan) dalam rangkaian listrik. Cara yang akan kita gunakan untuk mencari solusi adalah cara pendugaan
Hal ini dapat difahami karena jika f1(t) memenuhi persamaan yang diberikan dan fungsi f2(t) memenuhi persamaan homogen, maka y = (f1+f2) akan juga memenuhi persamaan yang diberikan, sebab
Peubah y adalah keluaran rangkaian (atau biasa disebut tanggapan rangkaian) yang dapat berupa tegangan ataupun arus sedangkan nilai a dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian.
a
Fungsi f(t) adalah masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan ataupun arus dan disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak.
Jadi y = (f1+f2) adalah solusi dari persamaan yang diberikan, dan kita sebut solusi total. Dengan kata lain solusi total adalah jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen.
Persamaan diferensial linier mempunyai solusi total yang merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi khusus adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan yang diberikan, sedangkan solusi homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan homogen a
d ( f1 + f 2 ) dy + by = a + b ( f1 + f 2 ) dt dt df1 df df =a + bf1 + a 2 + bf 2 = a 1 + bf1 + 0 dt dt dt
dy + by = 0 dt 193
Solusi Homogen
Jika solusi khusus adalah yp , maka dy a + by = 0 dt
Persamaan homogen
a
dy a b + dt = 0 ya a
b − t+K
ya = e a
dt
+ by p = f (t )
Jika f (t ) = 0 → y p = 0 Jika f (t ) = A = konstan, → y p = konstan = K
Integrasi kedua ruas memberikan b ln y a + t = K a
dy p
Bentuk f(t) ini menentukan bagaimana bentuk yp.
Jika ya adalah solusinya maka
sehingga
194
Jika f (t ) = Ae αt = eksponensial, → y p = eksponensial = Ke αt
b ln y a = − t + K a
Jika f (t ) = A sin ωt , atau f (t ) = A cos ωt → y p = K c cos ωt + K s sin ωt
Dugaan bentuk-bentuk solusi yp yang tergantung dari f(t) ini dapat diperoleh karena hanya dengan bentuk-bentuk seperti itulah persamaan diferensial dapat dipenuhi
= K a e −(b / a )t
Inilah solusi homogen
This image cannot currently be display ed.
Jika dugaan solusi total adalah Masih harus ditentukan melalui kondisi awal. 195
196
49
8/21/2012
Contoh:
Contoh:
Dari suatu analisis rangkaian diperoleh persamaan
Suatu analisis rangkaian memberikan persamaan dv + v = 12 dt Dengan kondisi awal v(0+) = 0 V , carilah tanggapan lengkap. 10 − 3
dv + 1000v = 0 dt
Carilah solusi total jika kondisi awal adalah v = 12 V.
Solusi homogen: 10 −3 dva + v a = 0 dt
Persamaan ini merupakan persamaan homogen, f(t) = 0. Solusi khusus bernilai nol.
va = K a e −1000t
dv + 1000dt = 0 v
ln v = −1000t + K
Solusi total:
v p = 12
Solusi khusus:
v = e −1000t + K = K a e −1000t
Penerapan kondisi awal:
dv a + 10 3 dt = 0 va
Solusi total (dugaan):
12 = K a
karena f(t) = 12
vtotal = 12 + K a e −1000t
Penerapan kondisi awal:
v = 12e −1000t V
Solusi total:
0 = 12 + K a
K a = −12
vtotal = 12 − 12e −1000t V
197
Contoh:
Pada kondisi awal v = 0 V, suatu analisis transien dv menghasilkan persamaan + 5 v = 100 cos 10 t dt Carilah solusi total.
Solusi homogen:
dv a + 5va = 0 dt
dv a + 5dt = 0 va ln va + 5t = K
198
Mengenai Persamaan Diferensial Orde-2 Silahkan Lihat di Buku
Analisis Rangkaian Listrik Jilid-2
v a = K a e −5 t
Solusi khusus: v p = Ac cos 10t + As sin 10t −10 Ac sin 10t + 10 As cos 10t + 5 Ac cos 10t + 5 As sin 10t = 100 cos 10t 10 As cos 10t + 5 Ac cos 10t = 100 cos 10t
10 As + 5 Ac = 100
Transformasi Laplace dan Transformasi Fourier
−10 Ac + 5 As = 0
−10 Ac sin 10t + 5 As sin 10t = 0
As = 8
Ac = 4
Solusi total (dugaan): v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + K a e −5t K a = −4
Penerapan kondisi awal: 0 = 4 + K a Solusi total :
v = 4 cos 10t + 8 sin 10t − 4e
Di buku yang sama dapat dibaca juga
−5 t 199
200
50
8/21/2012
Matrik adalah susunan teratur bilangan-bilangan dalam baris dan kolom yang membentuk suatu susunan persegi panjang yang kita perlakukan sebagai suatu kesatuan.
Matriks Dan Sistem Persamaan Linier
Contoh:
Notasi:
baris
2 0 3 1 2 4 3 2 1
Bilangan ini bisa berupa bilangan nyata atau kompleks. Kita akan melihat matriks berisi bilangan nyata.
kolom Nama matriks: huruf besar cetak tebal,
Contoh:
2 0 3 A = 1 2 4 3 2 1
2 4 1 B= 3 0 2 202
201
Nama Khusus
Elemen Matriks Isi suatu matriks disebut elemen matriks
Matriks dengan b = k disebut matriks bujur sangkar. Matriks dengan k = 1 disebut matriks kolom atau vektor kolom.
Contoh:
2 4 1 B= 3 0 2
Matriks dengan b = 1 disebut matriks baris atau vektor baris.
2, 4, 1 dan 3, 0, 2 adalah elemen-emenen matriks yang membentuk baris
Matriks dengan b ≠ k disebut matrik segi panjang Notasi nama vektor: huruf kecil cetak tebal
2, 3 dan 4, 0, dan 1, 2 adalah elemen-elemen matriks yang membentuk kolom
Contoh:
Ukuran Matriks
2 0 3 b = k = 3 A = 1 2 4 matriks bujur 3 2 1 sangkar 3×3
Secara umum suatu matrik terdiri dari b baris dan k kolom, sehingga suatu matrik akan terdiri dari b×k elemen-elemen Ukuran matriks dinyatakan sebagai b×k Contoh:
2 4 1 B= 3 0 2
2 p= 4
adalah matriks berukuran 2×3 203
k=1 vektor kolom
2 4 1 B= 3 0 2
q = [3 2 4]
b = 2, k = 3 matriks segi panjang 2×3
b=1 vektor baris 204
51
8/21/2012
Matriks Segitiga Diagonal Utama
Ada dua macam matriks segitiga yaitu matriks segitiga bawah dan matriks segitiga atas
Secara umum, matriks A dapat kita tuliskan sebagai
a11 a12 a a22 A = 21 L L am1 am2
Matriks segitiga bawah adalah matriks yang elemen-elemen di atas diagonal utamanya bernilai nol.
L a1n L a2n = [abk ] L L L amn
Matriks segitiga atas adalah matriks yang elemen-elemen di bawah diagonal utamanya bernilai nol. Contoh: Matriks segitiga bawah :
elemen-elemen a11 …amn disebut diagonal utama
2 0 0 T1 = − 1 1 0 3 4 3
Matriks segitiga atas :
2 − 2 1 T2 = 0 1 3 0 0 3
205
Matriks Diagonal
Matriks Satuan
Matriks diagonal adalah matriks yang elemen-elemen di atas maupun di bawah diagonal utamanya bernilai nol. Contoh:
206
Jika semua elemen pada diagonal utama adalah 1, sedang elemen yang lain adalah 0, matriks itu disebut matriks satuan.
2 0 0 D = 0 1 0 0 0 0
Contoh:
1 0 0 A = 0 1 0 = I 0 0 1
Matriks Nol Matriks nol, 0, yang berukuran m×n adalah matriks yang berukuran m×n dengan semua elemennya bernilai nol.
207
208
52
8/21/2012
Matriks dapat dipandang sebagai tersusun dari anak-anak matriks yang berupa vektor-vektor
Anak matriks atau sub-matriks 2 4 1 B= 3 0 2
Contoh:
Contoh:
2 0 3 a1 A = 1 2 4 dapat kita pandang sebagai matriks A = a 2 3 2 1 a3
Matriks B memiliki:
0 2]
[2
- Tiga anak matriks 2× 1, yaitu:
2 3
- Enam anak matriks 1× 1 yaitu:
[2] , [4] , [1] , [3] , [0] , [2];
- Enam anak matriks 1× 2 yaitu:
- Tiga anak matriks 2×2 yaitu:
4 1]
[3
- Dua anak matriks 1× 3 , yaitu:
4 0
1 2
dengan anak-anak matriks berupa vektor baris
a1 = [2 0 3]
a 2 = [1 2 4]
a3 = [3 2 1]
Contoh yang lain:
[2 4] [2 1] [4 1] [3 0] [3 2] [0 2] 2 4 2 1 4 1 3 0 3 2 0 2 209
2 0 3 A = 1 2 4 dapat kita pandang sebagai matriks A = [a1 a 2 a3 ] 3 2 1 dengan anak-anak matriks yang berupa vektor kolom 2 3 0 a 2 = 2 a1 = 1 a3 = 4 2 3 1
210
Matriks Negatif Kesamaan Matriks
Negatif dari matriks berukuran m×n adalah matriks berukuran m×n yang diperoleh dengan mengalikan seluruh elemennya dengan faktor (−1). .
Dua matriks A dan B dikatakan sama jika dan hanya jika berukuran sama dan elemen-elemen pada posisi yang sama juga sama. Contoh:
Contoh:
A=B
2 4 A= 3 0
2 4 Jika A = 3 0 2 4 3 0
maka haruslah B =
− 2 − 4 −A = − 3 0
.
211
212
53
8/21/2012
Penjumlahan
Pengurangan Matriks
Penjumlahan dua matriks hanya didefinisikan untuk matriks yang berukuran sama
Pengurangan matriks dapat dipandang sebagai penjumlahan dengan matriks negatif
Jumlah dari dua matriks A dan B yang masing-masing berukuran m×n adalah sebuah matriks C berukuran m×n yang elemenelemennya merupakan jumlah dari elemen-elemen matriks A dan B yang posisinya sama Contoh: Jika
2 4 A = 3 0 1 3 B= 2 2
Contoh:
1 3 B= 2 2
2 4 A = 3 0
2 4 −1 − 3 1 1 A−B = + = 3 0 − 2 − 2 1 − 2
3 7 maka A + B = 5 2
A − A = A + (− A ) = 0
Sifat-sifat penjumlahan matriks:
A+0 = A
A+B = B+A
(A + B) + C = A + (B + C) 213
Perkalian Matriks dengan Bilangan Skalar
Perkalian Matriks Perkalian antara dua matriks A dan B yaitu C = AB hanya terdefinisikan jika banyak kolom matriks A sama dengan banyak baris matriks B. Dalam perkalian matriks, urutan hatus diperhatikan. Perkalian matriks tidak komutatif.
a11 a12 a 21 a 22 B= L L a p1 a m 2
aA = Aa
2 2 1 2 2 1 4 4 2 2 × 1 3 2 = 1 3 2 × 2 = 2 6 4 3 2 3 3 2 3 6 4 6
Jadi jika matriks A berukuran m×n dan B berukuran p×q L a1n L a 2 n L L L a mn
Hasil kali suatu bilangan skalar a dengan matriks berukuran m×n adalah matriks berukuran m×n yang seluruh elemennya bernilai a kali. Contoh:
AB ≠ BA
a11 a12 a 21 a 22 A= L L am1 a m2
214
L a1q L a 2q L L L a pq
Perkalian matriks dengan bilangan skalar ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut a (A + B ) = aA + aB
maka perkalian AB hanya dapat dilakukan jika n = p. Hasil kali matriks AB berupa matriks berukuran m×q dengan nilai elemen pada baris ke b kolom ke k merupakan hasil kali internal (dot product) vektor baris ke b dari matriks A dan vektor kolom ke k dari matriks B 215
(a + b )A = aA + bA a[bA] = (ab )A
216
54
8/21/2012
Perkalian Internal Vektor (dot product)
Perkalian Matriks Dengan Vektor
Perkalian internal antara dua vektor a dan b yaitu c = ab hanya terdefinisikan jika banyak kolom vektor a sama dengan banyak baris vektor b.
Contoh:
2 1 3 4
Misalkan A =
Dalam perkalian internal vektor, urutan perkalian harus diperhatikan. Contoh:
vektor baris: a = [2
3]
4 3
vektor kolom: b =
2. kolom
4 4 × 2 4 × 3 8 12 d = b • a = [2 3] = = 3 3 × 2 3 × 3 6 9 Perkalian matriks tidak komutatif.
2 baris
dapat dikalikan
a a • b 2 × 2 + 1× 3 7 C = Ab = 1 b = 1 = = a 2 a 2 • b 3 × 2 + 4 × 3 18
perkalian internal dapat dilakukan
Jika urutan dibalik, b : 1 kolom, a : 1 baris, perkalian juga dapat dilakukan tetapi memberikan hasil yang berbeda
2 b= 3
2 kolom
2 baris
4 c = a • b = [2 3] = [2 × 4 + 3 × 3] = [17] 3
dan
Jika urutan perkalian dibalik, perkalian tidak dapat dilakukan karena b terdiri dari satu kolom sedangkan A terdiri dari dua baris.
217
218
Perkalian dua matriks persegi panjang
Perkalian Dua Matriks Bujur Sangkar
Contoh: Contoh:
2 1 A= 3 4
dan
4 2 B= 5 3
kolom = 2
2 4 3 A= 1 3 2
baris = 2
dapat dikalikan
kolom = 3
a Matriks A kita pandang sebagai A = 1 a 2
Matriks B kita pandang sebagai B = [b1
dan
1 2 B = 4 3 2 3
baris = 3
dapat dikalikan
1 2 2 4 3 C = AB = 4 3 1 3 2 2 3 2 × 1 + 4 × 4 + 3 × 2 2 × 2 + 4 × 3 + 3 × 3 = 1× 1 + 3 × 4 + 2 × 2 1 × 2 + 3 × 3 + 2 × 3
b2 ]
a a • b a1 • b 2 C = AB = 1 [b1 b 2 ] = 1 1 a 2 a 2 • b1 a 2 • b 2 2 × 4 + 1 × 5 2 × 2 + 1 × 3 13 7 = = 3 × 4 + 4 × 5 3 × 2 + 4 × 3 32 18
25 25 = 17 17 219
220
55
8/21/2012
Sifat-sifat perkalian matriks
Pernyataan matriks dengan anak matriks pada contoh di atas adalah
a A = 1 a 2
B = [b1 b 2 ]
a. Asosiatif dan distributif terhadap penjumlahan
(aA )B = a(AB ) = A(aB ) A(BC) = (AB )C (A + B )C = AC + BC C(A + B ) = CA + CB
a a • b a1 • b 2 sehingga C = AB = 1 [b1 b 2 ] = 1 1 a 2 a 2 • b1 a 2 • b 2 ,
Dalam operasi perkalian matriks:
b. Tidak komutatif. Jika perkalian AB maupun BA terdefinisikan, maka pada umumnya AB ≠ BA
matriks yang pertama kita susun dari anak matriks yang berupa vektor baris .
c. Hukum pembatalan tidak selalu berlaku.
matriks yang kedua kita susun dari anak matriks yang berupa vektor kolom
Jika AB = 0 tidak selalu berakibat A = 0 atau B = 0.
Jadi perkalian matriks adalah perkalian dari baris ke kolom
221
222
Putaran Vektor Baris Dan Vektor Kolom Putaran matriks atau transposisi dari matriks A berukuran m×n adalah suatu matriks AT yang berukuran n×m dengan kolomkolom matriks A sebagai baris-barisnya yang berarti pula bahwa baris-baris matriks A menjadi kolom-kolom matriks AT
a11 a12 a 21 a22 Jika A = L L am1 am2 a11 a21 a 12 a22 maka A = L L a1n a2n T
Putaran vektor baris akan menjadi vektor kolom. Sebaliknya putaran vektor kolom akan menjadi vektor baris.
L a1n L a2n = [abk ] L L L amn
Contoh:
2 a = [2 4 3] ⇒ aT = 4 3 5 b = 4 ⇒ bT = [5 4 3] 3
L am1 L am 2 = a pq L L L amn
[ ] 223
224
56
8/21/2012
Putaran Jumlah Dua Vektor Baris
Putaran Hasil Kali Vektor Baris Dan Vektor Kolom
Putaran jumlah dua vektor baris sama dengan jumlah putaran masing-masing vektor
Putaran hasil kali vektor baris dengan vektor kolom atau vektor kolom dengan vektor baris, sama dengan hasil kali putaran masing-masing dengan urutan dibalik
Contoh: Jika
a = [2 4 3]
maka a + b = [3 7
dan
Contoh:
b = [1 3 2]
5]
3
2
1
5
3
2
1 b = 3 2 maka ab = [2 × 1 + 4 × 3 + 3 × 2]
Jika a = [2
dan
2 abT = [2 × 1 + 4 × 3 + 3 × 2] = [1 3 2] 4 = bTa T 3
(a + b )T = 7 = 4 + 3 = aT + b T Secara umum :
4 3]
(a + b )T = aT + bT 225
Contoh:
226
Putaran Matriks Persegi Panjang
2 a = 4 3
Jika
dan
Contoh:
b = [1 3 2]
Jika
2 × 1 2 × 3 2 × 2
2 4 3 A= 1 3 2
maka
maka ab = 4 × 1 4 × 3 4 × 2
3 × 1 3 × 3 3 × 2
(ab )
T
Secara umum :
a1 Jika matriks A dinyatakan sebagai susunan dari A = L vektor baris
2 × 1 4 × 1 3 × 1 1 = 2 × 3 4 × 3 3 × 3 = 3 [2 4 3] = bTa T 2 × 2 4 × 2 3 × 2 2
2 1 AT = 4 3 3 2
maka
a m
Jika matriks A dinyatakan dengan vektor kolom
(ab )T = b Ta T 227
A = [a1 a 2 L a m ]
[
A T = a1T L aTm
]
a1 a m
maka A T = L
228
57
8/21/2012
Putaran Hasil Kali Matriks
Putaran Jumlah Matriks
Putaran hasilkali dua matriks sama dengan hasil kali putaran masing-masing dengan urutan yang dibalik. Hal ini telah kita lihat pada putaran hasil kali vektor baris dan vektor kolom.
Putaran jumlah dua matriks sama dengan jumlah putaran masingmasing matriks. Hal ini telah kita lihat pada putaran jumlah vektor baris.
Jika A = [a1 L maka
(A + B )T = A T + BT am ] dan B = [b1 L
(AB )T = B T A T a1 Jika A = L a m
bm ]
A + B = [a1 + b1 L a m + b m ]
maka Dengan demikian (a1 + b1 )T a1T + b1T a1T b1T T T L = L = L + L = A + B (a + b )T aT + b T aT b T m m m m m m
dan
B = [b1 L b n ]
a1 • b1 L a1 • b n AB = L L L am • b n L a m • b n
Dengan demikian maka
(A + B )T =
a1 • b1 L a1 • b n b1 AB T = L L L = L [a1 L a m ] = B T A T a m • b n L a m • b n b n 229
230
Matriks Simetris Suatu sistem persamaan linier (atau himpunan persaman linier simultan) adalah satu set persamaan dari sejumlah unsur yang tak diketahui.
Berkaitan dengan putaran matriks, kita mengenal kesimetrisan pada matriks nyata.
Bentuk umum:
Matriks simetris adalah matriks yang putarannya sama dengan matriksnya sendiri. Jadi matriks A dikatakan simetris apabila
a11x1 + L + a1n xn = b1 a21x1 + L + a2n xn = b2 . . . . . . . . . . . am1x1 + L + amn xn = bm
AT = A
Jika BT = −B
Sistem ini mengandung m persamaan dengan n unsur yang tak diketahui yaitu x1 ….xn.
dikatakan bahwa matriks B adalah simetris miring.
Bilangan a11 …..amn disebut koefisien dari sistem itu, yang biasanya merupakan bilangan-bilangan yang diketahui.
Karena dalam setiap putaran matriks nilai elemen-elemen diagonal utama tidak berubah, maka matriks simetris miring dapat terjadi jika elemen diagonal utamanya bernilai nol.
Bilangan-bilangan b1 ….bm juga merupakan bilangan-bilangan yang diketahui, bisa bernilai tidak nol maupun bernilai nol Jika seluruh b bernilai nol maka sistem persamaan tersebut disebut sistem persamaan homogen 231
232
58
8/21/2012
Dari sistem persamaan linier diharapkan adanya solusi yaitu satu set nilai dari x1 …xn yang memenuhi sistem persamaan tersebut.
Operasi Baris
a11x1 + L + a1n xn = b1 a21x1 + L + a2n xn = b2
Jika sistem ini homogen, ia mengandung solusi trivial (solusi tak penting) yaitu x1 = 0, …., xn = 0.
. . . . . . . . . . . am1x1 + L + amn xn = bm
Pertanyaan-pertanyaan yang timbul tentang solusi dari sistem persamaan ini adalah:
Pada sistem ini kita dapat melakukan operasi-operasi yang disebut operasi baris sebagai berikut:
a). Benar adakah solusi dari sistem ini ?
a). Ruas kiri dan ruas kanan dari setiap persamaan dapat dikalikan dengan faktor bukan nol yang sama, tanpa mempengaruhi himpunan sistem persamaan tersebut.
b). Bagaimanakah cara untuk memperoleh solusi? c). Kalau sistem ini mempunyai lebih dari satu solusi, bagaimanakah himpunan solusi tersebut?
b). Ruas kiri dari setiap persamaan dapat dijumlahkan ke ruas kiri persamaan yang lain asal ruas kanannya juga dijumlahkan. Operasi ini tidak mengganggu keseluruhan sistem persamaan tersebut.
d). Dalam keadaan bagaimanakah sistem ini tepat mempunyai satu solusi?
c). Mempertukarkan tempat (urutan) persamaan tidaklah mengganggu himpunan sistem persamaan.
233
Dari cara penulisan tersebut di atas, kita dapat membangun suatu matriks baru yang kita sebut matriks gandengan, yaitu dengan menggandengkan matriks A dengan b menjadi
Penulisan Persamaan Linier Dalam Bentuk Matriks Sistem persamaan linier dapat dituliskan dalam bentuk matriks dengan memanfaatkan pengertian perkalian matriks. Bentuk itu adalah
a11 a12 a 21 a22 L L am1 am 2 atau secara singkat dengan
a11 a12 a a22 A = 21 L L am1 am 2
234
a11 a12 ~ a21 a22 A= L L am1 am2
L a1n x1 b1 L a2n x2 b2 = L L L L L amn xn bm
L a1n L a2n L L L amn
| b1 | b2 | L | bm
Matriks gandengan ini menyatakan sistem persamaan linier secara lengkap. Operasi-operasi baris pada sistem persamaan linier kita terjemahkan ke dalam matriks gandengan menjadi sebagai berikut
Ax = b
a). Setiap elemen dari baris yang sama dapat dikalikan dengan faktor bukan nol yang sama.
L a1n x1 b1 x b L a2n 2 ; x = ; b = 2 L L L L L amn x n bm
b). Satu baris boleh dijumlahkan ke baris yang lain. c). Tempat baris (urutan baris) dapat dipertukarkan. 235
236
59
8/21/2012
Eliminasi Gauss
Setiap operasi baris akan menghasilkan matriks gandengan baru.
Eliminasi Gauss merupakan langkah-langkah sistematis untuk memecahkan sistem persamaan linier. Karena matriks gandengan merupakan pernyataan lengkap dari suatu sistem persamaan linier, maka eliminasi Gauss cukup dilakukan pada matriks gandengan ini.
Matriks gandengan baru ini disebut sebagai setara baris dengan matriks gandengan yang lama. Operasi baris dapat kita lakukan lagi pada matriks gandengan baru dan menghasilkan matriks gandengan yang lebih baru lagi dan yang terakhir inipun setara baris dengan matriks gandengan yang lama.
Contoh: Suatu sistem persamaan linier:
x A − xB = 8 − x A + 4 x B − 2 xC = 0
Dengan singkat kita katakan bahwa operasi baris menghasilkan matriks gandengan yang setara baris dengan matriks gandengan asalnya. Hal ini berarti bahwa matriks gandengan baru menyatakan sistem persamaan linier yang sama dengan matriks gandengan asalnya.
x A − 3x B + 5 xC − 2 x D = 8 − x A + 4 x B − 3xC + 2 x D = 0 Kita tuliskan persamaan ini dalam bentuk matriks:
0 x A 8 1 −1 0 − 1 4 − 2 0 x 0 B = 1 − 3 5 − 2 xC 8 − 1 4 − 3 2 x D 0
237
Matriks gandengnya adalah:
0 1 −1 0 − 1 4 − 2 0 1 −3 5 −2 − 1 4 − 3 2
| | | |
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 − 2 5 − 2 0 3 − 3 2
8 0 8 0
Langkah-1: Langkah pertama pada eliminasi Gauss pada matriks gandengan adalah mempertahankan baris ke-1 (disebut mengambil baris ke-1 sebagai pivot) dan membuat suku pertama baris-baris berikutnya menjadi bernilai nol.
| | | |
8 8 0 8
| | | |
8 8 0 8
Langkah-2: Langkah kedua adalah mengambil baris ke-2 dari matriks gandeng yang baru saja kita peroleh sebagai pivot, dan membuat suku kedua baris-baris berikutnya menjadi nol. Ini kita lakukan dengan mengalikan baris ke-2 dengan 2/3 kemudian menambahkannya ke baris ke-3, dan mengurangkan baris ke-2 dari baris ke-4. Hasil operasi ini adalah
Pada matriks yang diberikan ini, langkah pertama ini dilaksanakan dengan menambahkan baris ke-1 ke baris ke-2, mengurangkan baris ke-1 dari baris ke-3 dan menambahkan baris ke-1 ke baris ke-4. Hasil operasi ini adalah
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 − 2 5 − 2 0 3 − 3 2
238
0 0 1 − 1 0 3 − 2 0 0 0 5 − 4 / 3 − 2 −1 2 0 0
pivot (+ baris1) ( − baris 1) (+ baris 1) 239
8 8 | 16 / 3 | 0 | |
(pivot) ( +2/3 baris 2) (-baris 2) 240
60
8/21/2012
0 0 1 − 1 0 3 − 2 0 0 0 5 − 4 / 3 − 2 −1 2 0 0
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 0 − 1 2
8 | 8 | 16 / 3 | 0 |
Langkah-3: Langkah ketiga adalah mengambil baris ke-3 sebagai pivot dan membuat suku ke-3 dari baris ke-4 menjadi nol. Ini dapat kita lakukan dengan mengalikan baris ke-4 dengan 11 kemudian menambahkan kepadanya baris ke-3. Hasilnya adalah:
Kalikan baris ke 3 dengan 3 agar diperoleh bilangan bulat
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 0 − 1 2
| 8 | 8 | 16 | 0
8 8 | 16 | 0
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 16 0 0
| |
| 8 | 8 | 16 pivot | 16 × 11 + baris 3
241
Hasil terakhir langkah ketiga adalah:
0 1 − 1 0 − 0 3 2 0 0 0 11 − 6 0 16 0 0
Sistem-sistem Tertentu Dan Tidak Tertentu
8 | 8 | 16 | 16 |
Sistem tertentu adalah sistem yang memberikan tepat satu solusi. Sistem tertentu terjadi jika unsur yang tak diketahui sama banyak dengan persamaannya, dan persamaan-persamaan ini tidak saling bergantungan.
Matriks gandeng terakhir ini menyatakan bentuk matriks:
Jika unsur yang tak diketahui lebih banyak dari persamaannya, maka sistem itu menjadi kurang tertentu. Sistem yang kurang tertentu memberikan tidak hanya satu solusi akan tetapi banyak solusi.
0 xA 8 1 − 1 0 0 3 − 2 0 x 8 B = 0 0 11 − 6 xC 16 0 16 x D 16 0 0
Jika persamaan lebih banyak dari unsur yang tak diketahui, sistem menjadi tertentu berlebihan. Sistem yang kurang tertentu selalu mempunyai solusi (dan banyak) sedangkan sistem tertentu dan tertentu berlebihan bisa memberikan solusi bisa juga tidak memberikan solusi.
Matriks terakhir ini menyatakan sistem persamaan linier:
x A − xB = 8
3x B − 2 xC = 8 11xC − 6 xD = 16 16 xD = 16
242
yang dengan substitusi mundur akan memberikan:
xD = 1 ; xC = 2 ; xB = 4 ; x A = 12 243
244
61
8/21/2012
Contoh Sistem Persamaan Yang Memberikan Banyak Solusi
Matriks gandengan ini menyatakan sistem persamaan :
x A − xB = 8
Contoh:
x A − xB = 8
− x A + 4 xB − 2 xC = 0
3 xB − 2 xC = 8
− 3 xB + 2 xC = −8
0=0 Dari persamaan ke-2 kita mendapatkan x B = (8 + 2 xC ) / 3
Matriks gandeng:
1 −1 0 | 8 − 1 4 − 2 | 0 0 − 3 2 | − 8
yang kemudian memberikan x A = 8 + (8 + 2 xC ) / 3 Karena xC tetap sembarang maka kita mendapatkan banyak solusi. Kita hanya akan memperoleh nilai xA dan xB jika kita menentukan nilai xC lebih dulu
Eliminasi Gauss:
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 − 3 2 | − 8
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 0 0 | 0 245
Contoh Sistem Yang Tidak Memberikan Solusi Contoh:
Sistem persamaan dari matriks gandeng terakhir ini adalah
x A − xB = 8
x A − xB = 8
− x A + 4 xB − 2 xC = 0
3 xB − 2 xC = 8
− 3 xB + 2 xC = −10
0 = −2
Matriks gandeng dan eliminasi Gauss memberikan
1 −1 0 | 8 − 1 4 − 2 | 0 0 − 3 2 | − 10
246
Kita lihat di sini bahwa penerapan eliminasi Gauss pada akhirnya menghasilkan suatu kontradiksi yang dapat kita lihat pada baris terakhir.
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 − 3 2 | − 10
Hal Ini menunjukkan bahwa sistem persamaan yang sedang kita tinjau tidak memberikan solusi.
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 0 0 | − 2
247
248
62
8/21/2012
Bentuk Eselon
dan sistem yang telah tereduksi pada langkah akhir eliminasi Gauss akan berbentuk
Bentuk matriks pada langkah terakhir eliminasi Gauss, disebut bentuk eselon. Dari contoh di atas, bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya adalah 1 − 1 0 1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 0 3 − 2 | 8 dan 0 0 0 0 0 0 | − 2
Secara umum bentuk eselon matriks gandengan adalah
a11x1 + a12 x2 + LLLL + a1n xn = b1 c22 x2 + LLLL + a2n xn = b2′ M krr xr + L + krn xn = br′ 0 = br′ +1 M ′ 0 = bm
dengan a11 ≠ 0, a22 ≠ 0 , krr ≠ 0 , dan r ≤ n Perhatikan bentuk ini:
a11 a12 L L L a1n | b1 0 c b2′ 22 L L L c2n | M | k rr L k rn | br′ 0 | br′ +1 M | 0 | bm
′ sama dengan nol atau tidak ada, maka a). Jika r = ndan br′ +1 , K , bm sistem persamaan ini akan memberikan tepat satu solusi. ′ sama dengan nol atau tidak ada, maka b). Jika r < ndan br′ +1,K, bm sistem persamaan ini akan memberikan banyak solusi.
249
′tidak sama dengan nol c). Jika r = nataupun r < ndan br′ +1,K, bm atau mempunyai nilai, maka sistem persamaan ini tidak memberikan solusi.
250
Bebas Linier Dan Tak-bebas Linier Vektor-vektor ′ Jadi suatu sistem persamaan akan memberikan solusi jika br′ +1,K, bm
Misalkan a1 , a2 , L a m adalah vektor-vektor baris dari suatu matriks A =[abk].
sama dengan nol atau tidak ada. Pada suatu sistem persamaan yang memberikan solusi, ketunggalan solusi terjadi jika r = n .
Kita tinjau suatu persamaan vektor
c1a1 + c2a 2 + L + cma m = 0
Jika r < n persamaan akan memberikan banyak solusi.
Apabila persamaan vektor ini terpenuhi hanya jika semua koefisien (c1 … cm) bernilai nol, maka vektor-vektor baris tersebut adalah bebas linier.
Nilai r yang dimiliki oleh matriks gandengan ditentukan oleh banyaknya vektor baris yang bebas linier dalam matriks gandeng. Pengertian tentang kebebasan linier vektor-vektor kita bahas berikut ini.
Jika persamaan vektor tersebut dapat dipenuhi dengan koefisien yang tidak semuanya bernilai nol (artinya setidak-tidaknya ada satu koefisien yang tidak bernilai nol) maka vektor-vektor itu tidak bebas linier.
251
252
63
8/21/2012
Contoh:
Dua vektor baris a1 = [2 3 1 2]
dan a 2 = [4 2 6 2]
Vektor a1 dan a2 adalah bebas linier karena
Jika satu himpunan vektor terdiri dari vektor-vektor yang bebas linier, maka tak satupun dari vektor-vektor itu dapat dinyatakan dalam kombinasi linier dari vektor yang lain. Hal ini dapat dimengerti karena dalam persamaan tersebut di atas semua koefisien bernilai nol untuk dapat dipenuhi.
c1a1 + c2a 2 = c1[2 3 1 2] + c2 [4 2 6 2] = 0
hanya akan terjadi jika
c1 = c2 = 0
Ambil vektor ketiga a3 = [4 6 2 4]
Jika vektor-vektor tidak bebas linier maka nilai koefisien pada persamaan tersebut di atas (atau setidak-tidaknya sebagian tidak bernilai nol) maka satu vektor dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vektor yang lain.
Vektor a3 dan a1 tidak bebas linier karena kita dapat menyatakan a3 sebagai a3 = 2a1 = 2[2 3 1 2] = [4 6 2 4]
Vektor a1 misalnya, dapat dinyatakan sebagai
Vektor a1, a2 dan a3 juga tidak bebas linier karena kita dapat menyatakan a3 sebagai
c c a1 = − 2 a 2 − L − m a m = 0 c1 c1
a3 = 2a1 + 0a 2 = 2 [2 3 1 2] + 0 [4 2 6 2] = [4 6 2 4]
karena koefisien-koefisien ini tidak seluruhnya bernilai nol
Akan tetapi jika kita hanya melihat a3 dan a2 saja, mereka adalah bebas linier. 253
Rank Matriks
254
Contoh:
Dengan pengertian tentang vektor yang bebas linier, didefinisikan rank matriks.
Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari sistem persamaan yang memberikan solusi tunggal dalam contoh, adalah
Banyaknya vektor baris yang bebas linier dalam suatu matriks A = [abk] disebut rank matriks A disingkat rank A.
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 16 0 0
Jika matrik B = 0 maka rank B adalah nol.
Bagaimana menentukan rank suatu matriks? Operasi baris pada suatu matriks menghasilkan matriks yang setara baris dengan matriks asalnya. Hal ini berarti pula bahwa rank matriks baru sama dengan rank matriks asalnya.
dan
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 16 0 0
8 8 | 16 | 16
| |
Dalam kasus ini rank matriks koefisien sama dengan rank matriks gandengan, yaitu 4. Selain dari pada itu rank matriks sama dengan banyaknya unsur yang tak diketahui yaitu 4
Dengan perkataan lain operasi baris tidak mengubah rank matriks. Jadi rank suatu matriks dapat diperoleh melalui operasi baris, yaitu sama dengan rank matriks yang dihasilkan pada langkah terakhir eliminasi Gauss. Bentuk eselon matriks yang diperoleh pada langkah terakhir eliminasi Gauss, mengandung vektor-vektor baris yang bebas linier karena vektor yang tak bebas linier telah tereliminasi. 255
256
64
8/21/2012
Contoh:
Contoh:
Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari sistem persamaan yang memberikan banyak solusi, adalah 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0
dan
Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari sistem persamaan yang tidak memberikan solusi, adalah
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 | 0 0 0
1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0
Dalam kasus ini rank matriks koefisien sama dengan rank matriks gandengan, yaitu 2. Akan tetapi rank matriks ini lebih kecil dari banyaknya unsur yang tak diketahui.
dan
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 0 0 | − 2
Dalam kasus ini rank matriks koefisien tidak sama dengan rank matriks gandengan. Rank matriks koefisien adalah 2 sedangkan rank matriks gandengannya adalah 3. Ketidak samaan rank dari kedua matriks ini menunjukkan tidak adanya solusi.
257
258
Sistem Persamaan Homogen
Apa yang kita amati dalam contoh-contoh di atas ternyata berlaku umum.
Sistem persamaan disebut homogen apabila nilai b di ruas kanan dari persamaan sistem bernilai nol. Jika tidak demikian maka sistem itu disebut tak homogen. Sistem persamaan homogen berbentuk
a). agar suatu sistem persamaan memberikan solusi maka rank matriks koefisien harus sama dengan rank matriks gandengannya;
a11x1 + a12 x2 + L + a1n xn = 0 a21x1 + a22 x2 + L + a2 n xn = 0
b). agar sistem persamaan memberikan solusi tunggal maka rank matriks koefisien harus sama dengan banyaknya unsur yang tak diketahui;
. . . . . . . . . . . am1x1 + am 2 x2 + L + amn xn = 0
c). jika rank matriks koefisien lebih kecil dari banyaknya unsur yang tak diketahui maka akan diperoleh banyak solusi.
Bentuk matriks gandengan sistem ini adalah a11 a12 ~ a21 a22 A= L L am1 am 2 259
L a1n L a2n L L L amn
| 0 | 0 | L | 0 260
65
8/21/2012
Sistem Persamaan Homogen Yang Hanya Memberikan Solusi Trivial Eliminasi Gauss pada sistem demikian ini akan menghasilkan ′ a12 ′ L a1′ n a11 0 a′ L a′ ~ 22 2n A′ = L L L L ′ 0 0 amn 0
x A − xB = 0
Contoh:
| 0 | 0 | L | 0
− x A + 4 x B − 2 xC = 0 x A − 3x B + 5 xC − 2 x D = 0 − x A + 4 x B − 3 xC + 2 xD = 0
Matriks gandengan sistem ini dan hasil eliminasi Gauss-nya adalah 0 1 −1 0 − 1 4 − 2 0 1 −3 5 −2 − 1 4 − 3 2
Jika rank matriks gandengan terakhir ini sama dengan banyaknya unsur yang tak diketahui, r = n, sistem persamaan akhirnya akan berbentuk ′ x1 + a12 ′ x2 + L + a1′n xn = 0 a11 ′ x2 + L + a2′ n xn = 0 a22
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 16 0 0
| 0 | 0 | 0 | 0
| 0 | 0 | 0 | 0
Rank matrik koefisien adalah 4; banyaknya unsur yang tak diketahui juga 4. Sistem persamaan liniernya menjadi
M ′ xn = 0 amn
x A − xB = 0
Dari sini terlihat bahwaxn = 0 dan substitusi mundur akhirnya memberikan semua x bernilai nol. Ini merupakan solusi trivial dan solusi trivial ini diakibatkan oleh kenyataan bahwa r = n. Solusi tak trivial hanya akan diperoleh jikar < n .
3 xB − 2 xC = 0
yang akhirnya memberikan xD = xC = xB = x A = 0
11xC − 6 xD = 0
Inilah solusi trivial yang dihasilkan jika terjadir keadaan =n
16 x D = 0 261
Sistem Persamaan Yang Memberikan Solusi Tak Trivial Contoh:
Jika kita mengambil nilai x D = 1 maka akan diperoleh 6 12 12 xC = ; xB = ; xA = 11 33 33
x A − xB = 0 − x A + 4 x B − 2 xC = 0 x A − 3 x B + 5 xC − 2 x D = 0
Solusi ini membentuk vektor solusi
− x A + 4 x B − 13 xC + 6 x D = 0
12 / 33 12 / 33 x1 = 6 / 11 1
Matriks gandengan dan hasil eliminasinya adalah 0 1 −1 0 − 1 4 − 2 0 1 −3 5 −2 − 1 4 − 13 6
| 0 | 0 eliminasi Gauss: | 0 | 0
Sistem persamaan menjadi
262
0 1 −1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 0 0 0
| 0 | 0 | 0 | 0
.
yang jika matriks koefisiennya digandaawalkan akan menghasilkan vektor nol b = 0
x A − xB = 0
0 12/33 0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 12/33 0 = Ax1 = 0 0 11 − 6 6/11 0 0 0 1 0 0 0
3xB − 2 xC = 0 11xC − 6 xD = 0 0=0 263
264
66
8/21/2012
Jika kita menetapkan nilai xD yang lain, misalnya xD = 33 akan diperoleh vektor solusi yang lain, yaitu
Vektor solusi yang lain lagi dapat kita peroleh dengan menjumlahkan vektor-vektor solusi, misalnya x1 dan x2.
12 12 x 2 = = 33x1 18 33
12 / 33 12 12 / 33 12 + = x + 33x = 34x x 3 = x1 + x 2 = 1 1 1 6 / 11 18 1 33
Penggandaawalan matriks koefisiennya juga akan menghasilkan vektor nol Vektor solusi x2 ini merupakan perkalian solusi sebelumnya dengan bilangan skalar (dalam hal ini 33), yang sesungguhnya bisa bernilai sembarang. Secara umum vektor solusi berbentuk
Jelas bahwa x3 juga merupakan solusi karena jika digandaawalkan akan memberikan hasil vektor nol. Jadi secara umum vektor solusi dapat juga diperoleh dengan menjumlahkan vektor solusi yang kita nyatakan sebagai
xc = cx1
x j = ∑ xc
dengan c adalah skalar sembarang
265
266
Sistem Persamaan Dengan Vektor Solusi Berdimensi 2 Contoh di atas memperlihatkan bahwa solusi dari sistem persamaan homogen membentuk vektor-vektor yang seluruhnya dapat diperoleh melalui perkalian salah satu vektor solusi dengan skalar serta penjumlahan vektor-vektor solusi. Kita katakan bahwa solusi dari sistem persamaan homogen membentuk suatu ruang vektor.
Contoh:
x A − xB = 0 − x A + 4 xB − 5 xC + 2 xD = 0 x A − 4 xB + 5 xC − 2 xD = 0 − x A + 7 xB − 10 xC + 4 xD = 0
Dalam sistem persamaan homogen yang sedang kita tinjau ini, ruang vektor yang terbentuk adalah ber-dimensi satu. Perhatikan bahwa setiap vektor solusi merupakan hasilkali skalar dengan vektor x1 .
Matriks gandengan dan hasil eliminasi Gauss adalah 0 0 1 −1 − 1 4 − 5 2 1 −4 5 −2 − 1 7 − 10 4
Jika kita perhatikan lebih lanjut ruang vektor yang terbentuk oleh vektor solusi akan berdimensi (n − r), yaitu selisih antara banyaknya unsur yang tak diketahui dengan rank matriks koefisien. Dalam kasus yang sedang kita tinjau ini, banyaknya unsur yang tak diketahui adalah 3 sedangkan rank matriks koefisien adalah 2.
| 0 | 0 | 0 | 0
1 − 1 0 0 3 − 5 0 0 0 0 0 0
0 | 0 2 | 0 0 | 0 0 | 0
Rank matriks ini adalah 2 sedangkan banyaknya unsur tak diketahui 4. Sistem persamaan menjadi x A − xB = 0 3xB − 5xC + 2 xD = 0 267
0=0 0=0
268
67
8/21/2012
Jika kita memberi nilai xC = 1 dan xD = 0
Jika Ax1 = 0, maka perkalian dengan skalar k akan memberikan
kita akan mendapatkan xB = 5 / 3 ; x A = 5/3 5 / 3 5/3 x1 = 1 0
Ak1x1 = 0
dan
adalah salah satu vektor solusi
Ak1x1 + Ak2 x1 = A(k1 + k2 )x1 = Ac1x1 = 0
Dengan kata lain, jika x1 adalah vektor solusi, maka
Ganda-awal matriks koefisien dengan vektor ini akan memberikan vektor b = 0 1. − 1 0 0 3 − 5 Ax1 = 0 0 0 0 0 0
Ak 2x1 = 0
,
0 5 / 3 5 / 3 − 5 / 3 0 2 5 / 3 0 + 5 − 5 + 0 0 = = 0 0 1 0 0 0 0 0
k1x1 , k2 x1 , ( k1x1 + k2 x1 ) adalah juga vektor-vektor solusi dan sebagaimana kita tahu vektorvektor ini kita peroleh dengan memberi nilaixC = 1 dan xD = 0 .
269
270
Jika xC = 0 dan x D = 1 akan kita peroleh xB = −2 / 3 Dari dua contoh terakhir ini terbukti teorema yang menyatakan bahwa solusi sistem persamaan linier homogen dengan n unsur tak diketahui dan rank matriks koefisien r akan membentuk ruang vektor berdimensi (n − r).
dan x A = −2 / 3 yang membentuk vektor solusi − 2 / 3 − 2 / 3 x2 = 0 1
Dengan skalar l sembarang kita akan memperoleh vektor-vektor solusi yang lain seperti
l1x 2 , l2 x 2 , (l1x 2 + l2 x 2 ) Secara keseluruhan maka vektor-vektor solusi kita adalah
x = kx1 + lx 2 Inilah vektor-vektor solusi yang membentuk ruang vektor berdimensi 2. 271
272
68
8/21/2012
Kebalikan Matriks Dan Metoda Eliminasi Gauss-Jordan Tidak semua matriks bujur sangkar memiliki kebalikan; jika A memiliki kebalikan maka A disebut matriks tak singular dan jika tak memiliki kebalikan disebut matriks singular.
Pengertin tentang kebalikan matriks (inversi matriks) erat kaitannya dengan pemecahan sistem persamaan linier. Namun demikian pengertian ini khusus ditujukan untuk matriks bujur sangkar n × n.
Jika A adalah matriks tak singular maka hanya ada satu kebalikan A; dengan kata lain kebalikan matriks adalah unik atau bersifat tunggal.
Kebalikan matriks A (inversi matriks A) didefinisikan sebagai matriks yang jika digandaawalkan ke matriks A akan menghasilkan matriks identitas. Kebalikan matriks A dituliskan sebagai A−1 sehingga definisi ini memberikan relasi
Hal ini mudah dimengerti sebab jika A mempunyai dua kebalikan, misalnya P dan Q, maka AP = I =PA dan juga AQ = I =QA, dan hal ini hanya mungkin terjadi jika P = Q.
A −1A = I = AA −1 Jika A berukuran n × n maka A−1 juga berukuran n × n dan demikian pula matriks identitasnya.
P = IP = ( AQ)P = QAP = Q( AP) = QI = Q
273
Dari pembahasan sebelumnya kita mengetahui bahwa jika matriks koefisien A adalah matriks bujur sangkar n × n, maka solusi tunggal akan kita peroleh jika rank A sama dengan n. Hal ini berarti bahwa vektor x pada persamaan di atas dapat kita peroleh jika rank A−1 sama dengan n. Dengan perkataan lain
Berbekal pengertian kebalikan matriks, kita akan meninjau persamaan matriks dari suatu sistem persamaan linier tak homogen, yaitu Ax = b
Jika kita menggandaawalkan kebalikan matriks A ke ruas kiri dan kanan persamaan ini, akan kita peroleh
A −1 Ax = A −1 b
→
274
matriks A yang berukuran n × n tak singular jika rank A = n
Ix = x = A −1 b
dan akan singular jika rank A < n. Mencari kebalikan matriks A dapat kita lakukan dengan cara eliminasi Gauss-Jordan. Metoda ini didasari oleh persamaan Ax = b.
Persamaan ini menunjukkan bahwa kita dapat memperoleh vektor solusi x dari sistem persamaan linier jika kebalikan matriks koefisien A ada, atau jika matriks A tak singular.
Jika X adalah kebalikan matriks A maka AX = I
Jadi persoalan kita sekarang adalah bagaimana mengetahui apakah matriks A singular atau tak singular dan bagaimana mencari kebalikan matriks A jika ia tak singular.
275
276
69
8/21/2012
Untuk mencari X kita bentuk matriks gandengan
Contoh:
~ A = [A I ]
2 2 1 A = 3 − 2 2 − 2 4 1
~ Jika kita lakukan eliminasi Gauss pada A
matriks gandengan ini berubah menjadi
[U
H]
Kita bentuk matriks gandengan [A I ]
dengan U berbentuk matriks segitiga atas.
1
2 2 | 1 0 0 − 2 2 | 0 1 0 − 2 4 1 | 0 0 1
[A I] = 3
Eliminasi Gauss-Jordan selanjutnya beroperasi pada
[U
H]
yaitu dengan mengeliminasi unsur-unsur segitiga atas pada U sehingga U berbentuk matriks identitas I.
Kita lakukan eliminasi Gauss pada matriks gandengan ini
2 | 1 0 0 pivot 1 2 0 − 8 − 4 | − 3 1 0 − 3 × baris 1 5 | 2 0 1 + 2 × baris 1 0 8
Langkah akhir ini akan menghasilkan
[I
Kita akan mencari kebalikan dari matriks
X] 277
2 | 1 0 0 1 2 0 − 8 − 4 | − 3 1 0 pivot 0 0 1 | − 1 1 1 + baris 2
278
Hasil terakhir ini memberikan kebalikan matriks A, yaitu
10 / 8 − 6 / 8 − 1 A −1 = 7 / 8 − 5 / 8 − 1 / 2 − 1 1 1
Kemudian kita lakukan eliminasi Gauss-Jordan 0 0 1 2 2 | 1 0 1 1 / 2 | 3 / 8 − 1 / 8 0 × ( −1 / 8) 0 0 1 | − 1 1 1
Dengan demikian untuk suatu sistem persamaan linier tak homogen yang persamaan matriksnya 2 2 x1 8 1 3 − 2 2 x = 0 2 − 2 4 1 x3 0
−2 − 2 − 2 × baris 3 1 2 0 | 3 0 1 0 | 7 / 8 − 5 / 8 − 1 / 2 − 0.5 × baris3 0 0 1 | − 1 1 1
vektor solusinya adalah
1 0 0 | 10 / 8 − 6 / 8 − 1 − 2 × baris 2 0 1 0 | 7 / 8 − 5 / 8 − 1 / 2 0 0 1 | − 1 1 1
2 2 x1 1 x = 3 − 2 2 2 x3 − 2 4 1 279
−1
8 10 / 8 − 6 / 8 − 1 8 10 0 = 7 / 8 − 5 / 8 − 1 / 2 0 = 7 1 1 0 − 8 0 − 1 280
70
8/21/2012
Kebalikan Matriks Diagonal
Kebalikan Dari Perkalian Matriks
Kebalikan matriks diagonal dapat dengan mudah kita peroleh. 0 a11 0 0 L 0 0 0 ann
−1
Kebalikan dari perkalian dua matriks adalah perkalian dari kebalikan masing-masing matriks dengan urutan dibalik.
0 1 / a11 0 = 0 L 0 0 1 / ann 0
(AB)−1 = B −1A −1 Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut I = (AB )(AB )−1
Kebalikan Dari Kebalikan Matriks
(A )
−1 −1
(
)
A −1I = A −1 (AB )(AB )−1 = A −1A B(AB )−1 = IB(AB )−1 A −1 = B(AB )−1
Kebalikan dari kebalikan matriks adalah matriks itu sendiri.
B −1A −1 = B −1B(AB )−1 = I (AB )−1 = (AB )−1
=A
281
282
283
Definisi Dalam buku Erwin Kreyszig kita baca definisi bilangan bilangan kompleks sebagai berikut
BILANGAN KOMPLEKS
Bilangan kompleks z ialah suatu pasangan terurut (x,y) dari bilangan nyata x, y, yang kita tuliskan
z = ( x, y ) bagian nyata (real part) dari z kita tuliskan Re z = x
bagian khayal (imaginary part) dari z
Im z = y
Kita akan mencoba memahami definisi ini secara grafis, mulai dari pengertian tentang bilangan nyata.
284
71
8/21/2012
Tinjaulah suatu fungsi
Bilangan Nyata
y= x
3.5
Kita mengenal bilangan nyata bulat seperti 1, 2, 3 dan seterusnya; bilangan nyata pecahan ¼, ½, ¾ dan seterusnya, serta bilangan nyata yang hanya dapat di angankan seperti π. Walaupun hanya dapat diangankan, bilangan ini tetap nyata, nilainya adalah 3,14……., dengan angka desimal yang tak diketahui ujungnya.
y
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Secara grafis, bilangan nyata dapat digambarkan posisinya di suatu sumbu yang disebut sumbu nyata, |
|
|
|
|
|
|
|
-2
-1
0
1
2
3
4
5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
x tidak ada nilai y yang nyata untuk x negatif
m
namun untuk x yang negatif dapat didefinisikan suatu bilangan imajiner (khayal)
−1 = j
285
Jika bilangan nyata 1 menjadi satuan dari bilangan nyata, misalnya
286
Pernyataan Bilangan Kompleks
5 = 5×1 10 = 10 × 1 dan seterusnya
Satu bilangan kompleks z merupakan jumlah dari komponen nyata dan komponen imajiner dan dituliskan
maka bilangan imajiner j = √−1 menjadi satuan dari bilangan imajiner, misalnya
z = a + jb
imajiner 2 = j2 imajiner 3 = j3
bilangan kompleks
bagian imajiner bagian nyata
imajiner 9 = j 9 dan seterusnya
287
288
72
8/21/2012
Bilangan kompleks dapat digambarkan di bidang kompleks yang dibatasi oleh sumbu nyata (diberi tanda Re) dan sumbu imajiner (diberi tanda Im) yang saling tegaklurus satu sama lain
Diagram Argand Im disebut modulus modulus z = ρ = a + b 2
ρ
•
b = ρ sin θ
θ
setiap titik di bidang kompleks menunjukkan posisi bilangan-kompleks (x,,y) dengan x adalah komponen nyata dan y adalah komponen imajiner-nya
z = ρ(cos θ + j sin θ)
z = a + jb
jb 2
disebut argumen
a
b arg z = θ = tan −1 a
a = ρ cos θ
z = a 2 + b 2 (cos θ + j sin θ)
Re
289
290
CONTOH Suatu bilangan kompleks dinyatakan sebagai
CONTOH
z1 = 3 + j 4
Suatu bilangan kompleks dinyatakan sebagai
(
Sudut dengan sumbu nyata adalah
z 2 = 10 cos 20 o + j sin 20 o
θ1 = tan −1 (4 / 3) ≈ 53,1o
)
Pernyataan ini dapat kita tuliskan Pernyataan z1 dapat kita tuliskan
(
z1 = 3 2 + 4 2 cos 53,1o + j sin 53,1o
(
= 5 cos 53,1o + j sin 53,1o
)
(
z 2 = 10 cos 20 o + j sin 20 o
)
)
≈ 10(0,94 + j 0,34) = 9,4 + j3,4)
291
292
73
8/21/2012
Kesamaan Bilangan Kompleks Modulus ρ =
a2 + b2
Negatif dari Bilangan Kompleks Nilai negatif dari suatu bilangan kompleks adalah nilai negative dari kedua komponennya
merupakan nilai mutlak
Jika
Dua atau lebih bilangan kompleks bisa saja memiliki nilai ρ yang sama akan tetapi dengan sudut θ yang berbeda; atau sebaliknya mempunyai nilai θ sama akan tetapi memiliki ρ yang berbeda.
z = a + jb maka − z = −a − jb Im
• z = a + jb
jb
Dua bilangan kompleks dikatakan sama besar jika mereka mempunyai baik ρ maupun θ yang sama besar.
ρ θ + 180o
θ
Re
a
Dengan kata lain, mereka memiliki bagian nyata dan bagian imajiner yang sama besar..
ρ − z = − a• − jb
293
294
Konjugat Bilangan Kompleks
CONTOH
Konjugat dari suatu bilangan kompleks z adalah bilangan kompleks z* yang memiliki komponen nyata sama dengan z tetapi komponen imajinernya adalah negatif dari komponen imajiner z.
Jika z1 = 4 + j 6 maka z 2 = − z1 = −4 − j 6 Sudut dengan sumbu nyata
Jika z = a + jb maka
θ1 = tan −1 (6 / 4) = 56,3 o θ 2 = 56,3 o + 180 o = 236,3 o
Im
jb
z1 dapat dinyatakan sebagai
(
z1 = 4 2 + 6 2 cos 56,3 o + j sin 56,3 o
( = 7,2(cos(56,3
= 7,2 cos 56,3 + j sin 56,3 o
− z1
o
z ∗ = a − jb
o
)
)
+ 180 o ) + j sin(56,3 o + 180 o )
= 7,2(− 0,55 − j 0,83) = −3,96 − j 6
ρ
• z = a + jb
θ −θ a
)
− jb
295
Re
• z ∗ = a − jb
296
74
8/21/2012
CONTOH:
CONTOH:
Jika z = 5 + j 6 maka z ∗ = 5 − j 6
z ∗ = −5 + j 6 •
Im
• z = 5 + j6
Sudut dengan sumbu nyata
θ = tan ∗
−1
(6 / 5) = 50,2
θ = −50,2
(
Re
z = −5 − j 6 • • z* = 5 − j 6
(
= 7,8 cos 50,2 + j sin 50,2
maka z ∗ = −5 + j 6
Re
o
z = 52 + 6 2 cos 50,2 o + j sin 50,2 o
(
Jika z = −5 − j 6
o
z dapat dinyatakan sebagai
o
Im
o
)
z ∗ = 7,8 cos 50,2 o − j sin 50,2 o
)
Im
• z ∗ = 5 + j6
)
Jika z = 5 − j 6
maka z ∗
= 5 + j6 Re
• z = 5 − j6 297
298
CONTOH:
1. Operasi-Operasi Aljabar
Diketahui s1 = 2 + j3 dan
Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Kompleks
s2 = 3 + j 4
s1 + s2 = (2 + j 3) + (3 + j 4) = 5 + j7
Hasil penjumlahan dua bilangan kompleks merupakan bilangan kompleks yang komponen nyatanya merupakan jumlah komponen nyata dan komponen imajinernya juga merupakan jumlah komponen imajiner.
s1 − s2 = (2 + j 3) − (3 + j 4)
z1 + z2 = (a1 + jb1 ) + (a2 + jb2 )
= −1 − j1
= (a1 + a2 ) + j (b1 + b2 ) Hasil selisih dua bilangan kompleks adalah bilangan kompleks yang komponen nyatanya merupakan selisih komponen nyata dan komponen imajinernya juga merupakan selisih komponen imajiner.
z1 − z2 = (a1 + jb1 ) − (a2 + jb2 ) = (a1 − a2 ) + j (b1 − b2 ) 299
300
75
8/21/2012
CONTOH:
Perkalian Bilangan Kompleks
z1 = 2 + j3 dan
Perkalian dua bilangan kompleks dilaksanakan seperti halnya kita melakukan perkalian jumlah dua bilangan, yaitu dengan malakukan perkalian komponen per komponen
( z1 )( z 2 ) = ( 2 + j 3)(3 + j 4) = 6 + j8 + j 9 − 12
( z1 )( z 2 ) = (a1 + jb1 )(a 2 + jb 2 )
= −6 + j17
= a1 a 2 + jb1a 2 + jb1 a 2 − b1b 2 = a1 a 2 + 2 jb1 a 2 − b1b2
Jika z 2 = z1∗
z 2 = 3 + j4
z 2 = z1∗ = 2 − j 3
CONTOH: z1 = 2 + j 3 dan
( z1 )( z1∗ ) = ( 2 + j 3)(2 − j 3)
z1 × z1∗ = (a + jb)(a − jb) = a 2 − jba + jba + b 2
= 4 − j6 + j6 + 9
= a +b
= 4 + 9 = 13
2
2
Perhatikan: z1 × z1∗ = z1 = a + jb 2
=
(a
2
2
+ b2
z1 z1∗ = z1 = 2
) = a +b 2
2
( 2 + 3 ) = 4 + 9 = 13 2
2
2
2 301
302
Pernyataan Bilangan Kompleks Bentuk Polar
Pembagian Bilangan Kompleks Hasil bagi suatu pembagian tidak akan berubah jika pembagian itu dikalikan dengan 1
Fungsi Eksponensial Kompleks Jika x adalah bilangan nyata maka fungsi ekponensial
z1 a + jb1 a2 − jb2 = 1 × z2 a2 + jb2 a2 − jb2 =
(a1a2 + b1b2 ) + j (b1a2 − b2a1) a22 + b22
y = ex
merupakan fungsi ekponensial nyata; y memiliki nilai nyata
a2 − jb2 =1 a2 − jb2
Jika z adalah bilangan kompleks z = σ + jθ fungsi eksponensial kompleks didefinisikan
CONTOH:
z1 = 2 + j3 dan
z2 = 3 + j4
e z = e( σ+ jθ) = e σ (cos θ + j sin θ) ; dengan e σ adalah fungsi eksponensial riil
z1 2 + j 3 3 − j 4 (6 + 12) + j (−8 + 9) 18 1 = × = = +j z 2 3 + j4 3 − j 4 25 25 32 + 4 2
Melalui identitas Euler e
jθ
= cos θ + j sin θ
fungsi exponensial kompleks dapat kita tuliskan
e z = e σ e jθ 303
304
76
8/21/2012
Bentuk Polar
CONTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks z = 3+ j4
Representasi bilangan kompleks dalam bentuk polar adalah
z = ρe jθ
Argumen
Im
• z = ρe
ρ θ
jθ
arg z = ∠z = θ
∠z = θ = tan −1
Representasi polar
Re
Im
| z | = ρ = 32 + 42 = 5
Modulus
• z = 5e j 0,93 5
4 = 0,93 rad 3
0,93 rad
Re
z = 5e j0,93
CONTOH: Misalkan z = −2 + j 0 Modulus | z | = ρ = 4 + 0 = 2
CONTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks z = 10 e j0,5
Argumen θ = tan −1 (0 / − 2) = ± π tidak bernilai tunggal
Modulus bilangan kompleks ini adalah |z| = 10 dan argumennya ∠z = 0,5 rad Im
Bentuk sudut sikunya adalah: z = 10 (cos 0,5 + j sin 0,5) = 10 (0,88 + j 0,48) = 8,8 + j 4,8
10 0,5 rad
• z = 5e j 0,5
Di sini kita harus memilih θ = π rad karena komponen imajiner 0 sedangkan komponen nyata −2
Re
Im
z = 2 e jπ • −2
305
.
306
Manfaat Bentuk Polar
CONTOH: Misalkan z = 0 − j 2 Modulus | z | = ρ =
Re
Perkalian dan Pembagian Bilangan Kompleks Representasi polar dari bilangan kompleks mempermudah operasi perkalian dan pembagian.
0+4 = 2
Argumen θ = tan −1 (− 2 / 0 ) = − π / 2
( z1 )( z2 ) = ρ1e jθ1 ρ 2 e jθ 2 = ρ1ρ 2 e j ( θ1 +θ 2 )
komponen imajiner: −2 komponen nyata: 0 Representasi polar adalah
z1 ρ1e jθ1 ρ1 j ( θ1 − θ2 ) = = e z 2 ρ 2e jθ2 ρ 2
CONTOH:
Im
Misalkan z1 = 10 e j0,5 dan z2 = 5 e j0,4
z = 2e − j π / 2
Re
z1 z 2 = 10e j 0,5 × 5e j 0,4 = 50e j 0,9
z1 10e j 0,5 = = 2e j 0,1 z2 5e j 0, 4
− jπ / 2 − j 2 • z = 2e
307
308
77
8/21/2012
Konjugat Kompleks
CONTOH:
argumen konjugat berlawanan dengan argumen bilangan kompleks asalnya Im
Misalkan z1 = 10e
• z = ρe j θ θ −θ
j 0,5
z 2 = 5e j 0, 4
dan
z1 z1∗ = 10e j 0,5 × 10e − j 0,5 = 100 z 2 z 2∗ = 25
Re
• z ∗ = ρ e − jθ
[z1 z 2 ]∗ = [10e j 0,5 × 5e j 0,4 ]
∗
= 10e
Relasi-relasi antara suatu bilangan kompleks dengan konjugat bilangan kompleks lainnya adalah sebagai berikut
− j 0,5
× 5e
∗ 10e j 0,5 z1 = j 0, 4 5e z2
( z )( z*) =| z |2 atau |z| = s s *
[z1 z 2 ]* = (z1* )(z*2 ) * z1 z1* = * z2 z2
=
− j 0, 4
∗
[
= 50e j 0,9 = 50e
[
] = 50 e ∗
− j 0,9
− j 0,9
]
j 0,1 ∗ = 50e − j 0,1 = 2e
10e − j 0,5 5e − j 0,4
= 2e − j 0,1
309
310
1. Permutasi Permutasi adalah banyaknya pengelompokan sejumlah tertentu komponen yang diambil dari sejumlah komponen yang tersedia; dalam setiap kelompok urutan komponen diperhatikan Misalkan tersedia 2 huruf yaitu A dan B dan kita diminta untuk membuat kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 2 huruf
Permutasi dan Kombinasi
dan
BA
AB
Kelompok yang yang bisa kita bentuk adalah diperoleh 2 kelompok
Ada dua kemungkinan huruf yang bisa menempati posisi pertama yaitu A atau B Jika A sudah menempati posisi pertama, maka hanya satu kemungkinan yang bisa menempati posisi kedua yaitu B Jika B sudah menempati posisi pertama, maka hanya satu kemungkinan yang bisa menempati posisi kedua yaitu A 31 1
312
78
8/21/2012
Misalkan tersedia 3 huruf yaitu A, B, dan C Kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 3 huruf adalah:
CA CB B A
BA BC C A
AB AC C B
Dari 4 huruf yaitu A, B, C dan D kita dapat membuat kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 4 huruf Kemungkinan penempatan posisi pertama : 4 Kemungkinan penempatan posisi kedua : 3 Kemungkinan penempatan posisi ketiga : 2 Kemungkinan penempatan posisi keempat : 1
diperoleh 6 kelompok
Jika salah satu komponen sudah menempati posisi pertama tinggal 2 kemungkinan komponen yang dapat menempati posisi kedua
jumlah kelompok yang mungkin dibentuk Jika salah satu komponen sudah menempati posisi pertama dan salah satu dari 2 yang tersisa sudah menempati posisi kedua 3 × 2 ×1 = 6 maka hanya tinggal 1 kemungkinan komponen yang dapat menempati posisi terakhir yaitu posisi ketiga Jadi jumlah kelompok yang bisa diperoleh adalah Jumlah kemungkinan komponen yang menempati posisi pertama Jumlah kemungkinan komponen yang menempati posisi kedua
Jumlah kemungkinan komponen yang menempati posisi ketiga
ABCD ABDC ACBD ACDB ADCB ADBC
BACD BADC BCAD BCDA BDAC BDCA
CDAB CDBA CABD CADB CBAD CBDA
DABC DACB DBCA DBAC DCAB DCBA
ada 24 kelompok
313
Secara umum jumlah kelompok yang dapat kita bangun dari n komponen yang setiap kelompok terdiri dari n komponen adalah
314
Contoh: Permutasi dua-dua dari empat komponen adalah
n
n
n
n
4 P2
× ( − 1) × ( − 2) × ......... × 1 = !
= 4 × 3 = 12
Di sini kita hanya mengalikan kemungkinan penempatan pada posisi pertama dan ketiga saja yaitu 4 dan 3. Tidak ada komponen yang menempati posisi berikutnya.
Kita katakan bahwa permutasi dari n komponen adalah n! dan kita tuliskan n Pn
4×3×2×1=24 kelompok yaitu:
= n! Penghitungan 4P2 dalam contoh di atas dapat kita tuliskan
Kita baca : n fakultet
Namun dari n komponen tidak hanya dapat dikelompokkan dengan setiap kelompok terdiri dari n komponen, tetapi juga dapat dikelompokkan dalam kelompok yang masingmasing kelompok terdiri dari k komponen dimana k < n
4 P2
=
4 × 3 × 2 ×1 = 12 2 ×1
Kita sebut permutasi k dari n komponen dan kita tuliskan n Pk 315
316
79
8/21/2012
2. Kombinasi Secara Umum: n Pk
=
Kombinasi merupakan pengelompokan sejumlah komponen yang mungkin dilakukan tanpa mempedulikan urutannya
n! (n − k )!
Jika dari tiga huruf A, B, dan C, dapat 6 hasil permutasi yaitu
Contoh: 6 P2 =
ABC, ACB, BCA, BAC, CAB, dan CBA
6! 6 × 5 × 4 × 3 × 2 ×1 = = 6 × 5 = 30 (6 − 2)! 4 × 3 × 2 ×1
namun hanya ada satu kombinasi dari tiga huruf tersebut yaitu ABC karena dalam kombinasi urutan posisi ketiga huruf itu tidak diperhatikan
Contoh: 6 P4
ABC = ACB = BCA = BAC = CAB = CBA
=
6! 6 × 5 × 4 × 3 × 2 ×1 = = 6 × 5 × 4 × 3 = 360 (6 − 4)! 2 ×1
317
318
Contoh:
Oleh karena itu kombinasi k dari sejumlah n komponen haruslah sama dengan jumlah permutasi nPk dibagi dengan permutasi k
Berapakah kombinasi dua-dua dari empat huruf A, B, C, dan D Jawab: 4 C2
Kombinasi k dari sejumlah n komponen dituliskan sebagai nCk n Ck
=
n Pk
k!
=
=
4 P2
2!
=
4! 4 × 3 × 2 ×1 = =6 ( 4 − 2)!×2! 2 ×1× 2 ×1
yaitu: AB AC
n! ( n − k )!× k !
Jadi
AD BC BD CD 319
320
80
8/21/2012
Contoh Aplikasi Jika N adalah jumlah keseluruhan elektron yang harus terdistribusi dalam tingkat-tingkat energi yang ada dan kita misalkan bahwa distribusi yang terbentuk adalah
Distribusi Maxwell-Boltzman
di E1 terdapat n1 elektron
Energi elektron dalam padatan terdistribusi pada tingkat-tingkat energi yang diskrit; kita sebut
E1
E2
E3
di E2 terdapat n2 elektron di E3 terdapat n3 elektron
dst.
dst. Setiap tingkat energi dapat ditempati oleh elektron mana saja dan setiap elektron memiliki probabilitas yang sama untuk menempati suatu tingkat energi
maka jumlah cara penempatan elektron di E1 merupakan permutasi n1 dari N yaitu
N! ( N − n1 )!
P1 = n1 PN =
321
Setelah n1 menempati E1 maka urutan penempatan elektron di E1 ini sudah tidak berarti lagi karena kita tidak dapat membedakan antara satu elektron dengan elektron yang lain
Jumlah cara penempatan elektron di E2 merupakan permutasi n2 dari (N−n1) karena sejumlah n1 sudah menempati E1
P2 = n2 P( N −n1 ) =
322
Jadi jumlah cara penempatan elektron di E1 adalah kombinasi n1 dari N yaitu
( N − n1 )! ( N − n1 − n2 )!
C1 =
n1 PN
n1!
=
N! ( N − n1 )!n1!
Demikian pula penempatan elektron di E2, E3, dst. Jumlah cara penempatan elektron di E3 merupakan permutasi n3 dari (N−n1−n2) karena sejumlah (n1+n2) sudah menempati E1 dan E2
P3 = n3 P( N −n1 −n2 ) =
( N − n1 − n2 )! ( N − n1 − n2 − n3 )!
C2 =
dst.
C3 =
323
n2
P( N −n1 )
( N-n1 )!n2 !
=
( N − n1 )! ( N − n1 − n2 )!n2!
n3 P( N − n1 − n2 )
( N − n1 − n3 − n3 )! n3!
=
( N − n1 − n2 )! ( N − n1 − n2 − n3 )!n3!
dst.
324
81
8/21/2012
Namun setiap tingkat energi juga memiliki probabilitas untuk ditempati, yang disebut intrinksic probability Misalkan intrinksic probability tingkat E1 adalah g1, E2 adalah g2, dst. maka probabilitas tingkat-tingkat energi
F1 = g1n1 C1
E1 ditempati n1 elektron E2 ditempati n2 elektron
Upaya selanjutnya adalah mencari bentuk distribusi yang paling mungkin terjadi
adalah
Namun hal ini tidak kita bahas di sini, karena contoh ini hanya ingin menunjukkan aplikasi dari pengertian permutasi dan kombinasi
F2 = g 2 n2 C2
E3 ditempati n3 elektron
F3 = g 3n3 C3
dst.
dst.
Pembaca dapat melihat proses perhitungan lanjutan ini di buku-e “Mengenal Sifat Material”
Dengan demikian maka probabilitas untuk terjadinya distribusi elektron seperti di atas adalah:
F = F1 F2 F3 .... = g1n1 g 2 n2 g 3 n3 ....C1C2C3 ...... =
g1n1 g 2n2 g 3n3 ..... n1! n2 ! n3!.....
Inilah probabilitas distribusi dalam statistik Maxwell-Boltzmann
325
326
Distribusi Fermi-Dirac Sebagai informasi, probabilitas F ini mengantarkan kita pada formulasi distribusi Maxwell-Boltzmann ni =
Jumlah elektron pada tingkat energi Ei
Energi elektron dalam terdistribusi pada tingkat-tingkat energi yang diskrit, misalnya kita sebut
N g i e − Ei / k BT Z temperatur
E1
konstanta Boltzmann
E2
E3
dst.
Setiap tingkat energi mengandung sejumlah tertentu status kuantum
tingkat energi ke-i
dan tidak lebih dari dua elektron berada pada status yang sama.
probabilitas intrinksik tingkat energi ke-i fungsi partisi Z=
Oleh karena itu jumlah status di tiap tingkat energi menjadi probabilitas intrinksik tingkat energi yang bersangkutan
∑ g i e −β E
i
i
Yang berarti menunjukkan jumlah elektron yang mungkin berada di suatu tingkat energi 327
328
82
8/21/2012
Maka banyaknya cara penempatan elektron di tingkat E1, E2, E3 dst. merupakan kombinasi C1, C2, C3 dst Jika N adalah jumlah keseluruhan elektron yang harus terdistribusi dalam tingkat-tingkat energi yang ada, yaitu
C1 =
di E1 terdapat n1 elektron
N! ( N − n1 )!n1!
C2 =
( N − n1 )! ( N − n1 − n2 )! dst. C3 = ( N − n1 − n2 )!n2! ( N − n1 − n2 − n3 )!n3!
Dengan probabilitas intrinksik g1, g2, g3 maka jumlah cara untuk menempatkan elektron di tingkat E1, E2, E3 dst. menjadi
di E2 terdapat n2 elektron di E3 terdapat n3 elektron
F1 =
dst.
g1! n1!( g1 − n1 )!
F2 =
g 2! ( g 2 − n2 )!n2!
F3 =
g 3! dst. ( g 3 − n3 )!n3!
Sehingga probabilitas untuk terjadinya distribusi elektron adalah:
F = F1 F2 F3 ...Fi = ∏ i
329
gi! ni !( gi − ni )!
Inilah probabilitas distribusi dalam statistik Fermi-Dirac namun kita tidak membicarakan lebih lanjut karena proses selanjutnya tidak menyangkut 330 permutasi dan kombinasi
Sebagai informasi, probabilitas F ini mengantarkan kita pada formulasi distribusi Fermi Dirac Upaya selanjutnya adalah mencari bentuk distribusi yang paling mungkin terjadi
ni =
Namun hal ini tidak kita bahas di sini, karena contoh ini hanya ingin menunjukkan aplikasi dari pengertian permutasi dan kombinasi
gi
e ( Ei − EF ) / k BT + 1
Jika kita perhatikan persamaan ini untuk T → 0 lim e ( Ei − EF ) / k BT = 0 untuk ( Ei − E F ) < 0
T →0
= ∞ untuk ( Ei − E F ) > 0
Pembaca dapat melihat proses perhitungang lanjutan ini di buku-e “Mengenal Sifat Material”, Bab-9 yang dapat diunduh di situs ini juga
Jadi jika T = 0 maka ni = gi yang berarti semua tingkat energi sampai EF terisi penuh dan tidak terdapat elektron di atas EF EF inilah yang disebut tingkat energi Fermi.
331
332
83
8/21/2012
Pengantar Dalam praktik rekayasa dijumpai operasi matematika yang melibatkan bilangan-bilangan dalam interval. Dalam keadaan demikian kita dihadapkan pada operasi-operasi interval.
Aritmatika Interval
Cakupan Bahasan Pengertian-Pengertian Interval Operasi-Operasi Aritmatika Interval Sifat-Sifat Aritmatika Interval
334
333
1. Pengertian-Pengertian Interval Bilangan nyata yang biasa kita kita operasikan adalah bernilai tunggal, baik bilangan bulat maupun pecahan
Suatu kumpulan dinyatakan dengan tanda kurung { }. Secara umum, suatu kumpulan kita nyatakan sebagai
Dalam analisis interval, bilangan yang kita operasikan memiliki nilai yang berada dalam suatu interval tertutup *)
S = {x : p ( x)}
Dengan demikian bilangan yang kita hadapi sesungguhnya merupakan kumpulan bilangan
menunjukkan kumpulan yang kita tinjau menunjukkan sembarang elemen dari S
Contoh: Bilangan dalam interval 90 dan 110 adalah kumpulan bilangan yang bernilai antara 90 dan 110 termasuk 90 dan 110 itu sendiri (interval tertutup).
*)
menunjukkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menentukan apakah x benar merupakan elemen dari S atau tidak
Lihat pula “Fungsi dan Grafik” 335
336
84
8/21/2012
Secara umum, kumpulan bilangan nyata X dalam interval antara a dan b dengan a < b dan a maupun b terletak antara −∞ dan + ∞ kita tuliskan
Contoh S = {x : x ∈ R, 90 ≤ x ≤ 110}
X = {x : x ∈ R, a ≤ x ≤ b, a, b ∈ R, − ∞ < a < b < +∞} Penulisan ini tentu agak merepotkan dalam melakukan operasioperasi interval
p( x) = x ∈ R, 90 ≥ x ≤ 110
Kita memerlukan cara penulisan yang lebih sederhana agar mudah melakukan operasi interval.
R adalah kumpulan dari semua bilangan nyata
Dalam operasi interval, sesungguhnya kita akan berhubungan hanya dengan batas-batas interval. Oleh karena itu kita akan menggunakan cara penulisan bilangan interval yang lebih sederhana, dengan hanya menyatakan batasbatas intervalnya.
337
Suatu interval X yang memiliki batas bawah (nilai minimum) x dan batas atas (nilai maksimum) x kita tuliskan
Degenerasi Suatu interval mengalami degenerasi jika
X = [ x, x ]
x=x
kita gunakan tanda kurung [ ] untuk mengakomodasi batas-batas interval. Dalam penjelasan selanjutnya kita akan menggambarkan interval pada garis sumbu nyata sebagai berikut ( 0
x
338
x
dan disebut degenerate interval; interval yang tidak mengalami degenerasi disebut nondegenerate.
Dengan pengertian ini maka suatu bilangan nyata bernilai tunggal dapat dikatakan merupakan keadaan khusus dari suatu interval. Atau sebaliknya suatu interval merupakan pernyataan umum (generalisasi) suatu bilangan nyata.
)
interval X batas bawah batas atas
339
340
85
8/21/2012
Titik Tengah Lebar Interval
Titik tengah atau mid point suatu interval X adalah
Lebar suatu interval X adalah bilangan nyata
m( X ) = ( x + x ) / 2
w( X ) = x − x
Contoh:
X = {4, 10} → titik tengah m( X ) = (4 + 10) / 2 = 7
Contoh:
X = [6, 15]
w( X ) = 15 − 6 = 9 (
0
Radius
) x
x
Setengah dari lebar interval disebut sebagai radius interval
w( X ) / 2
w(X)
Contoh:
X = {4, 10} → radius interval X adalah w(X)/2 = (10−4)/2 = 3. 341
342
Kesamaan Nilai Absolut
Dua interval dikatakan sama jika dan hanya jika mempunyai batasbatas yang sama.
Nilai absolut suatu interval X didefinisikan sebagai maksimum dari absolut batas-batasnya
Jika X = [ x, x ] dan Y = [ y, y ] maka X = Y
X = max{ x , x }
jika dan hanya jika x = y dan x = y
Contoh Urutan
X = {−8, 4}
Interval X dikatakan lebih kecil dari Y jika dan hanya jika batas maksimum X lebih kecil dari batas minimum Y, x < y
X = max{ − 8 , 4 } = 8
Contoh
X = {6, 10} dan Y = {13, 18} → X < Y. 0
( x X
) x
( y
Y
) y
Dalam contoh ini juga w(X) < w(Y) 343
344
86
8/21/2012
Jarak Jarak antara dua interval didefinisikan sebagai maksimum dari selisih batas-batas keduanya
Simetri Suatu interval X disebut simetris jika − x = x
ρ( X , Y ) = max{| x − y | , | x − y |}
Contoh: X = {−5, 5}
Contoh
(
)
x
ρ( X , Y ) = max{| 2 − 8 |, | 6 − 18 |} = 12
0
( x
Interval simetris mengandung elemen bernilai 0. Di sini
y−x
Tetapi tidak berarti mempunyai lebar 0.
| x − y |>| x − y |
y−x
) x
( y
x
0 X
X = {2,6}, Y = {8,18}
Ia bukan degenerate interval.
) y Y
X
345
346
Gabungan
Irisan
Gabungan antara interval X dan Y adalah
Karena interval dapat dipandang sebagai kumpulan maka kita mengenal irisan interval.
X ∪ Y = [min{x, y}, maks{x ,y}]
Irisan antara interval X dan interval Y adalah
Contoh: X = {2, 9} dan Y = {6, 18} X ( 0
x
X
X ∩Y = [6, 9]
(
Y
( y
) x
X ∪Y = [2, 18]
Contoh: X = [2, 9], Y = [6, 18]
X ∩ Y = [max{x, y}, min{x , y}]
0 ) y
x
( y
Y ) x
) y
X ∪Y
Jika irisan dari X dan Y tidak kosong maka gabungan keduanya juga merupakan sebuah interval.
X ∩Y
Akan tetapi jika irisan antara keduanya kosong maka gabungan dua interval itu tidak merupakan sebuah interval karena sesungguhnya gabungan itu akan terdiri dari dua interval yang berbeda.
Irisan dua interval juga merupakan sebuah interval Irisan X dan Y kosong atau = Ø jika X < Y atau Y < X. 347
348
87
8/21/2012
Inklusi
2. Operasi-Operasi Aritmatika Interval X berada di dalam interval Y jika dan hanya jika
X ≤ Y dan w( X ) ≤ w(Y )
Kita dapat membedakan interval dalam tiga katagori, yaitu:
atau X ⊆ Y jika dan hanya jika y ≤ x dan x ≤ y
Interval yang seluruh elemennya bernilai positif, yang kita sebut interval positif.
Contoh: a). X = {5, 12} dan Y = {4, 16} → X ⊆ Y Y ( (x y
0
) x
Interval yang seluruh elemennya bernilai negatif, yang kita sebut interval negatif.
) y
Interval yang mengandung elemen bernilai negatif maupun positif termasuk nol.
X Degenerasi interval positif membentuk bilangan positif, degenerasi interval negatif membentuk bilangan negatif, sedangkan degenerasi interval yang mengandung nol bisa membentuk bilangan negatif, atau positif, atau nol.
b). X ={−5, 2} dan Y = {−7, 7} ( y
(
x
0
) x
) y
X Y
349
350
Penjumlahan
Jika X = [ x, x ] dan Y = [ y, y ] , maka
Misalkan X dan Y adalah dua interval. Jumlah dari X dan Y didefinisikan sebagai
X + Y = [ x + y, x + y ]
X + Y = {x + y : x ∈ X , y ∈ Y }
Jumlah interval juga merupakan interval.
Elemen dari jumlah interval adalah jumlah elemen masing-masing interval
Y
X (
Oleh karena itu maka batas bawah dari hasil penjumlahan adalah jumlah dari batas bawah, dan batas atas dari hasil penjumlahan adalah jumlah dari batas atas
0
x
) x
( y
) y
(
x+ y
Dengan demikian maka penjumlahan dua interval hanya melibatkan batas-batas interval saja.
X ∪Y tidak merupakan sebuah interval karena X < Y.
X + Y = [ x + y, x + y ]
X dan Y adalah dua interval yang terpisah. 351
)
X+Y
x+y
Penjumlahan berbeda dengan penggabungan. Penggabungan dua interval tidak selalu menghasilkan suatu interval. 352
88
8/21/2012
Negatif Suatu Interval. Negatif dari suatu interval didefinisikan sebagai
Contoh: X = {2, 6} dan Y = {9, 14}
− X = {− x, x ∈ X }
→ X + Y = [2+9, 6+14]=[11, 20]
yang dapat kita tuliskan Penjumlahan dua interval selalu dapat dilakukan.
− X = −[ x, x ] = [− x , − x]
Jika kedua interval yang dijumlahkan itu degenerate maka kita mendapatkan penjumlahan yang biasa kita lakukan dengan bilangan biasa. Perbedaan penjumlahan dan gabungan
( −x
X ∪Y = [2, 6]
Contoh: X = [2, 4], Y = [3, 6]
0
0
) x
x
−X
X + Y = [5, 10]
X
(
)
−x
X
Batas atas −X adalah − x
Y
Batas bawah −X adalah x
) z
( ( ) ( ) x y x z y X +Y
X ∪Y
353
Pengurangan
Contoh: a). X = [2, 6] → −X = [−6, −2] ( −x
) −x
( 0
−X
Dengan pengertian negatif interval tersebut di atas maka pengurangan interval X oleh interval Y menjadi penjumlahan interval X dengan negatif interval Y
) x
x
X − Y = [ x, x ] − [ y , y ] = [ x − y , x − y ]
X
b). X = [−2, 6] → −X = [−6, 2] ( −x
(
x
) 0 −x
−X
X
354
Contoh: X = [2, 6] dan Y = [7, 12]
→ X − Y = [2, 6] − [7, 12] = [2− 12, 6 − 7] = [−10, −1]
) x
X ( ( −y x− y
) −y
)
( 0
X−Y
x
Y )( x y
) y
x−y
Dalam contoh ini X < Y dan hasil pengurangan X − Y merupakan interval negatif. 355
356
89
8/21/2012
Perkalian Interval Pada interval X selalu dipenuhi relasi x ≤ x maka dengan memperhatikan posisi x kita akan mengetahui posisi x
Perkalian dua interval X dan Y didefinisikan sebagai
X ⋅ Y = {xy : x ∈ X , y ∈ Y }
jika x ≥ 0 maka x ≥ 0
yang dapat dituliskan
jika x ≤ 0 maka
X ⋅ Y = [min{x y, x y , x y, x y}, maks {x y, x y , x y, x y}
x ≥ 0 atau x ≤ 0
Demikian juga pada interval Y
Dalam formulasi ini diperlukan empat kali perkalian batas masing-masing interval untuk menentukan batas bawah maupaun batas atas dari interval hasil kali.
jika y ≥ 0 maka y ≥ 0 jika y ≤ 0 maka
Namun pekerjaan akan sedikit sedikit menjadi ringan jika kita memperhatikan posisi elemen masing-masing interval pada sumbu bilangan nyata
y ≥ 0 atau y ≤ 0
357
358
Sembilan situasi yang mungkin terjadi adalah:
X
Karena ada tiga katagori interval, maka ada sembilan kemungkinan perkalian interval, yaitu:
1).
( 0 x
) x
( y
) x
( y
X
interval positif kali interval positif interval mengandung nol kali interval positif dan sebaliknya
2).
( x 0
3).
( x
4).
( x
Y
Y
x ≥ 0 dan y ≥ 0
) y
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
) y
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
) y
Z = X ⋅Y = [ xy, x y]
) y
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
x < 0 < x dan y ≥ 0
interval negatif kali interval positif dan sebaliknya interval negatif kali interval mengandung nol dan sebaliknya
X
interval negatif kali interval negatif
) ( x 0 y
perkalian dua interval yang keduanya mengandung nol
359
X ) x
( y 0
Y
Y
x ≤ 0 dan y ≥ 0
x ≤ 0 dan y < 0 < y
360
90
8/21/2012
X
Y
( x
5).
) x
( y
Y ) ( y 0 x
(
) ( 0 y x
y
( y
Y
x ≥ 0 dan y ≥ 0
) y
Z = X ⋅Y = [ x y, x y]
Y = [4, 6]
x ≥ 0 dan y < 0 < y
) x
Perkalian dua interval positif akan menghasilkan interval positif. Batas atas interval hasilkali adalah hasilkali kedua batas atas sedang batas bawahnya adalah hasil kali kedua batas bawah.
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ] x < 0 < x dan y < 0 < y
X ) x
) 0 y
( x
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{ x y , x y , x y, x y}, maks {x y , x y , x y, x y}
x < 0 < x dan y ≤ 0
) x
) ( y x 0
Nilai terkecil yang bisa dicapai
Z = X ⋅ Y = [ x y, xy ]
X
( y
( y
) x
X ⋅Y = [ 4, 18]
Y 9).
( 0 x
X = [1, 3]
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
X
Y 8).
1).
x ≥ 0 dan y ≤ 0
) x
Y 7).
X
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
X
( y
6).
Contoh dan Penjelasan
x ≤ 0 dan y ≤ 0
) y 0
Z = X ⋅Y = [ min{ x y , x y}, maks{ x y , x y}]
Jika kedua interval degenerate, maka kita mempunyai perkalian bilangan biasa: perkalian dua bilangan positif yang memberikan hasil bilangan positif.
361 362
Contoh dan Penjelasan
Contoh dan Penjelasan
X 2).
( x 0
) x
( y
X = [−1, + 2]
Y
) y
X
x < 0 < x dan y ≥ 0
3).
Z = X ⋅Y = [x y , x y]
( x
) ( x 0 y
X = [−3, − 1]
Y = [4, 8]
Y
) y
x ≤ 0 dan y ≥ 0 Z = X ⋅Y = [ xy, x y]
Y = [1, 4]
X ⋅Y = [−12, − 1]
X ⋅Y = [ −8, + 16] Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{ x y , x y , x y, x y}, maks {x y , x y , x y, x y}
Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{ x y , x y , x y, x y}, maks {x y , x y , x y, x y}
Karena salah satu interval adalah interval negatif dan yang lain interval positif, maka batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas atas interval positif.
Salah satu interval mengandung nol dan memiliki batas bawah negatif. Oleh karena itu batas bawah interval hasilkali adalah batas bawah interval yang mengandung nol dan batas atas interval yang lain (yang positif).
Batas atasnya adalah kasilkali batas atas interval negatif dan batas bawah interval positif
Batas atas interval hasilkali adalah hasil kali dari kedua batas atas karena kedua batas atas tersebut positif. 363
364
91
8/21/2012
Contoh dan Penjelasan 4).
X ( x
) x
( y 0
X = [−4, − 2]
Y
) y
Contoh dan Penjelasan X ( ) ( 5). x y x
x ≤ 0 dan y < 0 < y Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
Y = [−1, 3]
X = [−7, − 5]
X ⋅Y = [−12, + 4]
Y
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{ x y , x y , x y, x y}, maks {x y , x y , x y, x y} Salah satu interval adalah interval negatif sedangkan interval yang lain mengandung nol. Batas bawah interval hasilkali adalah hasil kali batas bawah interval negatif dan batas atas (positif) interval yang mengandung nol.
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
Y = [−4, − 1] X ⋅Y = [5, 28]
Nilai terkecil yang bisa dicapai
x ≤ 0 dan y ≤ 0
) y 0
Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{ x y , x y , x y, x y}, maks {x y , x y , x y, x y}
Kedua interval adalah interval negatif. Batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali kedua batas atas. Batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali kedua batas bawah.
Batas atasnya adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas bawah (yang bernilai negatif) dari interval yang mengandung nol. 365
Contoh dan Penjelasan
Y 6).
( y
Contoh dan Penjelasan
X ) ( y 0 x
X = [1, 4]
366
) x
Y
x ≥ 0 dan y ≤ 0
7).
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
Nilai terkecil yang bisa dicapai
y
X ) ( 0 y x
X = [2, 5]
Y = [−3, − 1] X ⋅Y = [−12, − 1]
(
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{ x y , x y , x y, x y}, maks {x y , x y , x y, x y}
) x
x ≥ 0 dan y < 0 < y Z = X ⋅ Y = [ x y, xy ]
Y = [−3, 1] X ⋅Y = [−15, 5] Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{ x y , x y , x y, x y}, maks {x y , x y , x y, x y}
Karena salah satu interval adalah interval negatif dan yang lain interval positif, maka batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas atas interval positif.
Salah satu interval mengandung nol dan memiliki batas bawah negatif. Oleh karena itu batas bawah interval hasilkali adalah batas bawah interval yang mengandung nol dan batas atas interval yang lain (yang positif).
Batas atasnya adalah kasilkali batas atas interval negatif dan batas bawah interval positif
Batas atas interval hasilkali adalah hasil kali dari kedua batas atas karena kedua batas atas tersebut positif. 367
368
92
8/21/2012
Contoh dan Penjelasan
Contoh dan Penjelasan
Y 8).
( y
X ) ( y x 0
X = [−1, 3]
Y
x < 0 < x dan y ≤ 0
) x
9).
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
Y = [−5, − 2] X ⋅Y = [−15, 5]
Nilai terkecil yang bisa dicapai
( y
X = [−2, 5] Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{ x y , x y , x y , x y }, maks { x y , x y , x y , x y }
x < 0 < x dan y < 0 < y
X ) x
) 0 y
( x
Z = X ⋅Y = [ min{ x y , x y}, maks{ x y , x y}]
Y = [−4, 1]
X ⋅Y = [min{−2,−20}, maks{5, 8}] = [−20, 8] Kedua interval mengandung nol. Pada formulasi umum
X ⋅ Y = [min{x y, x y , x y, x y}, maks {x y, x y , x y, x y} Salah satu interval adalah interval negatif sedangkan interval yang lain mengandung nol. Batas bawah interval hasilkali adalah hasil kali batas bawah interval negatif dan batas atas (positif) interval yang mengandung nol.
Akan bernilai negatif sehingga tak mungkin menjadi batas maksimum
Akan bernilai positif sehingga tak mungkin menjadi batas minimum
Batas atasnya adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas bawah (yang bernilai negatif) dari interval yang mengandung nol. 369
Kebalikan Interval
370
Pembagian Interval
Apabila X adalah satu interval yang tidak mengandung 0, kebalikan dari X didefinisikan sebagai
Pembagian interval X oleh interval Y adalah perkalian antara X dengan kebalikan Y.
1 = {1 / x : x ∈ X } X
X 1 = X ⋅ = [ x, x ] ⋅ [1 / x , 1 / x ] Y Y
Dengan memperhatikan batas atas dan batas bawahnya, maka
1 = [1 / x , 1 / x ] X
Contoh:
X = [4, 10], Y = [2, 10]
→ X/Y = [4, 10] [0.1, 0.5] = [0.4, 5]
Contoh: X = [2, 10] → 1/X = [0.1, 0.5]
Jika ditinjau keadaan umum dimana interval X mengandung 0, kebalikan dari X akan terdiri dari dua interval terpisah satu sama lain. Keadaan demikian ini belum akan kita lihat.
371
372
93
8/21/2012
3. Sifat-Sifat Aritmatika Interval
Operasi penjumlahan dan perkalian interval telah didefinisikan sebagai
Jika interval-interval mengalami degenerasi, maka operasioperasi aritmatika interval berubah menjadi aritmatika bilangan biasa yang sudah kita kenal.
X + Y = {x + y : x ∈ X , y ∈ Y } X ⋅ Y = {xy : x ∈ X , y ∈ Y }
Kita boleh mengharap bahwa sifat-sifat aritmatika bilangan biasa yang kita kenal, muncul juga dalam aritmatika interval. Ternyata memang demikian.
Penjumlahan bersifat asosiatif dan perkalian bersifat komutatif.
X + (Y + Z ) = ( X + Y ) + Z ;
Akan tetapi muncul juga perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok.
X (YZ ) = ( XY )Z ;
X +Y = Y + X XY = YX
373
374
Nol dan Satu adalah interval yang mengalami degenerasi: [0, 0] dan [1, 1]
Sifat distributif dalam aritmatika interval adalah:
yang dituliskan sebagai 0 dan 1
X (Y + Z) = XY + XZ
Jadi X + 0 = 0 + X
Sifat distributif ini tetap berlaku dalam kasus-kasus khusus berikut:
dan 1·X = X·1
1) Jika Y dan Z adalah interval simetris; 2) Jika YZ > 0
Perbedaan menyolok dengan aritmatika biasa adalah bahwa dalam aritmatika interval: X−X≠0
dan
X/X≠1
Namun sifat distributif tidak senantiasa berlaku:
jika w(X) > 0
[0, 1] (1-1) = 0 tetapi
X − X = [ x − x , x − x] = w( X )[−1, 1]
[0, 1] − [0, 1] = [−1, 1]
X / X = [ x / x , x / x ] jika X > 0 X / X = [ x / x, x / x ] jika X < 0
375
376
94
8/21/2012
Kuliah Terbuka
Pilihan Topik Matematika Sudaryatno Sudirham
377
95