ANALCSIS PELAKSA1\AAN OESF.NTRALlSASr FISKAL TERHAOAP PEMERATAAN KEMAMJ>UAN KEIJANGAN DAN KINER.IA PEMBANGlJNA~ DAERAH
(Studi Kasus Kabupatcn/Kota Di Provinsi Banten)
OUDI HERMA WAN
SEKOLAH l'ASCASARJANA TNSTTTUT PERTANIAN BOGOR BOG OR
2007
PERNYATAAN MENGENAI TESLS DAN
SUM BER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pcmerataan Kemampuan Keuangan dan Kincrja Pemhangunan Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota di Provinsi Banten) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam benruk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumbcr infonnasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pusaka di bagian akhir tesis ini.
Begor, Februari 2007
Oudi Hermawan
ABSTRAK
DUD! HERMA WAN. Analisis Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pernerataan Kemampuan Keuangan dan Kinerja Pembangunan Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota di Provinsi Banten). Dibimbing oleh SETL\ HADI dan NOER AZAM ACHSANI. Salah satu tujuan pelaksanaan desentralisasi fiskal yang merupakan amanaJ Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 sebagaimana tclah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah (mengoreksi horizontal imbalance), sehi ngga setiap daerah di lndonesia memiliki kemampuan keuangan yang relatif sama dalam membangun daerahnya. Koreksi horizontal imbalance tersebut dilakukan melalui pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU). Dengan mekanisme DAU, daerah yang miskin akan mendapat proporsi DAU yang Icbih tmggi dari daerah yang kaya. Dalam penelitian ini dianalisis dampak pelaksanaan desentralisasi fiskal terhadap pemerataan kemampuan keuangan dan kinerja pembangunan daerah kabupaten/kota di Provinsi Baaten. Pemerataan kemampuan keuangan aatardaerah dianalisis dengan lndeks Williamson, sedangkan kinerja pembangunan daerah untuk bagian (l) perckonomian dianalisis dcngan LQ, SSA, Entropy; (2) keuangan dianalisis dengan derajat deseotralisasi dan kemaadirian daerah; (3) kesejahteraan peaduduk dianalisis dengan Indeks Williamson, Jaju pengangguran, Gini Rasio, dan lndeks Pcmbangunan Manusia; (4) pengaruh desentralisasi fiskal terhadap perkembaogan perekonomian dan distribusi pendapatan dianalisis dengan ekonometrika- metude Panel Data. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengalokasian DAU belum sepenuhnya menunjukkan pcranan DAU sebagai mediasi pemerataan kemampuan keuangan antardaerah, Adapun peranan DAU di wilayah Banten selama tahun 2001-2005 adalah (a) meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah tercermin pada nilai ladeks Williamson dari 0,45 pada tahun 2000 (pra desentralisasi fiskal) menjadi berkisar 0,23--0,33 pada tahun 2001-2005 (masa desentralisasi fiskal), (b) berdasarkan hasil estimasi panel data, DAU belum mampu mendukung perkembangan perekonomian daerah dan mcmperburuk distribusi pendapatan. Daerah Banten secara umwn terbagi menjadi dua bagian, yaitu (1) Banten Utara terdiri atas Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, (2) Banten Selatan terdiri atas Kabupaten Lebak dan Kabupatcn Pandeglang, RasiJ analisis mempedihatkan bahwa kinerja pembangunan daerah Banten Utara lebih baik dari Banten Selatan. Agar pengalokasian DAU dapat sepenuhnya menunjukkan peranan DAU sebagai mediasi pemcrataan kemampuan keuangan antardacrah (equalization grants), maka penerapan formula DAU pada tahun 2008 yang berdasarkan hanya pada celah fiskal sesuai dengan amanat !JlJ 33!1004 disarankan agar dilakukan secara konsisten, Selain itu, agar peiatsanaan pembaagunan daerah di Provinsi Banten lebih merata sebaiknya pemerintah Provinsi Banten dapat rnernberikan perhatian yang utama untuk pembangunan daerah Banton Sclatan, karena pertumbuhannya relatif tertinggal dari daerah Banicn Utara.
ANALISIS PELAKSAl~AAN DESENTRALlSASI FlSKAL TERHADAP PEJ\.IBRATAAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAN KlNERJA PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus Kabupatcn/Kota Di Provinsi Banten)
DUDI IIERMA WAN
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magistcr Sains pada
Program Studi llmu Perencanaan Wilayab
SEKOLAH PASCA SAR.CANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOG OR
2007
Judul Narna
NlM
: Analisis Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pemerataan Kemampuan Keuangan dan Kinerja Pembangunan Dae rah (Studi Kasus Kabupaten/Kota di Provinsi Ban ten) : Dudi Hermawan : A253050034
Disetuj ui Komisi Pembimbing
.._
~Dr. Jr. Sctia Hadi. M.Si Ketua
Dr. Ir. Noer Azam Achsani. MS Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pcrcncar
8--Wfrayah
Dekan Sekolah Pascasariana
,,h~\1\ ·~; ~" l- Prof.£?~: Jr. ~ar
Notodiputro, MS
/ Tanggal Ujian: 30 Januari 2007
Tanggal Lulus :
2 6 f EB 7.007
Menjadi laki-laki adalah masalah kelahiran, tetapi menjadi pria sejati adalah masalah pilihan (Edwin Louis Cole)
Pria sejati adalah pria yang dari mulut istrinya keluar kata-kata .... suamik,u aftu semafdn menantaimu, al(u aman 6eracfa di sampinqmu; dan dari rnulut anak-anaknya keluar kata-kata ..... ayafik,u tufafaft ilfofak_,u, aR!l 6ersyul{,ur memifiRj. ayafi sepertimu
PRAKATA Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas bcrkat dan rahmat-Nya sehingga penulisan tesis ini berhasil dselesaikan, Tcsis dengan judul Analisis Pelaksanaan Dcscntralisasi Fiskal Terhadap Pemerataan Kemampuan Kcuangan dan Kinerja Pernbangunan Daerah (Studi Kasus Kabupaten.'Kota di Provins: Banten), bertujuan untuk mengcvaluasi pelaksanaan desentralisasi fiskal dan implikasinya terhadap kinerja pembangunan daerah kabupaten/kota di Provinsi Bantcn, Dalam kesempatan ini pcnulis menyampaikan ucapan terirna kasih dan pcnghargaan yang tulus kepada: I. Rika Arlina, Rinaldo Dikaputra dan Geristo Dikaputra yang scnantiasa memberikan kckuatan, penghiburan dan merupakan belahan jiwa bagi kchidupan penulis; 2. Bapak Dr. fr. Setia Hadi, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Noer Azarn Achsani, MS yang dengan penuh perhatian dalam mernbimbing dan mernberikan pcnccrahan kepada penulis; 3. Bapak Dr. lr. Hermanto Siregar, M.Ec sclaku pengujt luar komisi yang telah banyak memberikan rnasukkan kepada penulis; 4. l3apak Ur. Jr. Ernan Rustiadi, M.Ab'T beserta segcnap staf pcngajar dan manajemen Program Studi llmu Percncanaan Wilayah !PB;
5. Pimpinan dan staf l'u~bindiklatrcn HAPPF.NAS atas beasiswa yang telah dibcrikan kcpada penulis;
6. l'impinan dan staf Sadan Pengkajian Ekonomi, Keuangan dan Kerjasama lnternasioual, Departemen Keuangan yang tclah mernberikun kcscmpatan kepada penulis untuk. belajar di lnstitut Penanian Boger; 7. Rekan-rekan Program Studi Perencanaan Wilayah Sekolah Pasca Sarjana lnstitut Pertanian Boger tahun 2005: 8. Sernua pihak yang telah berperan dalam penulisan tesis ini. Penulis berharap tesis ini dapat mcmbcrikan intormasi yang bermanfaat bagi Pernerintah Pusat, Pernerintah Oaerah di wilayah Provinsi Banten serta kalangan akademisi yang berminat dalarn kajian keuangan negara/dacrah dan dcsentralisasi fiskal di Indonesia.
Begor, Februari 2007 Dudi Hermawan
RIWAYATIUDUP Penulis dilahirkan di Begor pada tanggal & Okrober 1965 dari Bapak yang bernama Bustari dan lbu Herlina. Pcnulis adalah puira keenarn dari dari tujuh bcrsaudara. Tahun 1990 penulis lulus dari FakuJtas Ekonomi Univcrsitas Padjadjaran Bandung, pada tahun yang sama pcnulis bckcrja di PT Borsumi] Wehry Indonesia Jakarta sampai dcngan tahun 1993. Selanjutnya, mulai tahun 1993 sampai dengan saat ini pcnulis bekerja di Departemen Keuangan Jakarta. Selain itu, pada malam hari pcnulis menjadi dosen di Akademi Manajcmen Kesatuan Boger, dan STIE Kesatuan Boger sejak tahun 2002. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan kuliah di Program Magister Manajemen Universitas Jenderal Soedinnan Purwokeno dan lulus pada tahun 2006. Pada rahun 2005 penulis rnenerima beasiswa dari Pusar Pcmbinann, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbmdiklatren) Bappenas untuk melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi lhnu Pcrcncanaan Wilayah (PWL.) lnstitut Pertanian Bogor dan lulus pada ralum 2007 Penulis mcnikah dengan Rika Arlina dan telall dika.rw1iai 2 orang anak laki-laki yang bernama Rinaldo Dlkaputra lahir 11 September 1996 dan Geristo Dikapuira lahir 14 Mei 2004.
Latar Belakang Perumusan Masalah Kerangka ··········-···············-·············•·•··············· T. P Pemikiran r. tuuan
ene man
6
.. ·················
0
.
Manfaat Penelitian Batasan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Desentral isasi Fiskal Transfer Pusat Vertical Equalization Transfer Horizontal Equalization Transfer Correcting Spatial Externalities . . Pri Redirectmg non'.ties Jenis-Jenis Transfer Pusat Unconditional Transfer Conditional Trans fer Sumber-sumber Penerimaan Daerah
METODOLOGI PENEUTIAN
I
. . . . .
. .. . . . . . .
8
8 9 10 10 11
12 l3 15 16 16 17
20 26 32
Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Evaluasi Formula DAU
. . .. . .
lndeks Williamson (W[) Location Quotient (LQ)
. .
33
Indeks Entropy Shift-Share Analysis (SSA)
. .
Gini Rasio
.
36
. .
38
..
41
Indeks Pernbangunan Manusia(J:PM)) Model Ekonometrika-Metode Panel Data Matriks Masalah, Tujuan, dan Kcrangka Analisis Penelitian,
Sumber Daya Alam.................................................................................. Kcpcndudukan
45 46
Produk Domestik Regional Bruto ..
49
Anggaran Pendapatan dan Belanja Dacrah..............................................
51
HASIL DAN PEMBAHASAN ~............... Analisis Formula DAU............................................................................ Formula DAU Tahun 2001 Formula DAU Tahun 2002................................................................ Formula DAU Tahun 2003-2005 Analisis Pemerataan Kcmampuan Keuangan Antardaerah di Provinsi Bantcn.................................................................................... Analisis Kinerja Pembangnnan Daerah Kinerja Pcrckonomian Daerah Kincrja Keuangan Daerah.................................................................. Keienagakerjaan Anal is is Kcsejahteraan Pendudu.k Pendapatan 'Per Kapita 0 iui Rasio .. .. . . . lndeks Pembangunan Manusia Analisis Pengaruh Dcsenrralisasi Fiskal Terhadap Pcrekonomian dan Disrribusi Pendapatan: Estimasi dengan Model Panel Data............. Pengaruh desentralisasi fiskal tcrhadap perkembaugan perekonomian Pengaruh desernralisasi fiskal terhadap distribusi
55 55 57 64
67 70
77 77 88 92 94 94 96
99 105 I 07 I Io
pendapatan
lmplikasi Strateg! Pembangunan Provinsi Banten
113
H...........................
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .. . .. Saran
..
.. .
............•
117 I 17 119
DAFT AR PUSTAKA..................................................................................
120
LA..MPLR.AN ..
122
.
•.. .
..
.
DAFTAR TAUEL
Halaman I, Proporsi bagi basil sumbcr daya alarn sebelum dan seielah lJU 25/1999 .. 13 2. Jumlah DAU dan Dana Penyeirnbang tahun 2001-2005............................ 19 3. Jumlah Dana Alokasi Khusus tahun 2003-2005 22 4. Sumber-sumber pcncrimaan daerah sebelum desentralisasi fiskal 27 5. Sumber-surnber penerimaan daerah sctclah dcscntralisasi fiskaJ 30 6. Bentuk Panel Data . 40 7. Matriks rnasalah, Lujuan Jan rnetode analisis ,......... 41 8. Dernografi Provinsi Banten tahun 200 I dan 2005 47 9. Penduduk bcrurnur 15 tahua ke atas menunn kegiatan scrninggu di Provinsi Banten lahun 2002 clan 2005 48 10. PDRB atas harga konstan 2000 menurut lapangan usaha di Provinsi Banten tahun 2001-2005 50 11. Realisasi APBD wilayah Provinsi Banton tahun 2001-2005 54 12. Perbandingan perhitungan DAU tahun 2001-2005 6& 13. DAU kabnparervkota di Provinsi Banton tahun 2001-2005 71 14. Pcndapatan APOD dan DAU per kapita di wilayah Provinsi Bunten tahun 2000 dan tahun 2001-2005 74 15. lndcks Williamson atas Kapasitas Fiskal di wilayah Provinsi Banrcn tahun 2001-2005 75 16. Proporsi rata-rata lapangan usaha di wilayah Provinsi Banton tahun 2001-2005 79 17. Pertumbuhan rata-ratu PDRB atas harga konstan 2000 di wilayah Provinsi Banten tahun 2001-2005 . . 82 18. LQ kabupaten/kota di Provinsi Bunten tahun 2001-2005 83 19. SSA kabupatcn/kota di Provinsi Banton tahun 2001-2005 85 20. Sektor-sektor yang memilik: kcunggulan kompetitif di Wilayah Provinsi Banton tahun 2001-2005 87 21. Proporsi pos pendapatan terhadap total pcndapatan APBD di wilayah Provinsi Banten tahun 200 I dan 2005 90 22. Proporsi PAD clan PDS tcrhadap belanja daerah di wilayah Provinsi Banten tahun 200 I clan 2005 91 23. Tingkat pengangguran di Wilayah Provinsi Banten tahuo 2002-2005 93 24. Pendapatan per kapita di Wilaynh Provinsi Bantcn tahun 2001-2005 ..... 95 25. Jndeks Williamson PDRl3 per kapita di wilayah Provinsi Hanten tahuu200J-2005 % 26. Gini rasio dan kemiskinan relati f di Wilayah Provinsi Banten tahun 2001-2005 98 27. Indcks Pcrnbangunan Manusia di Wilayah Provinsi Hanten rah U/1 ?.002-2004 .. .. .. . .. . . 99 28. Ringkasan output basil estimasi perkembangan perekonomian per daerah denganj)x effect-crosssection specific coefficient-cross section weighling !07 29. Ringkasan output hasil estimasi distribusi pendapatan per daerah denganftx cffeci-crosssection specific coefficient-cross section weighting
110
DAFTAR GAMBAR llalaman I. Diagram alir latar belakang penelitian..
2. 3. 4. 5.
.
.
. . . . .
Diagram alir kerangka pemikiran penelitian Koreksi spillovers melalui transfer Efek uncondtuonal grants terhadap pcmbiayaan .daerah Efek open-endedmatchinggrants terhadap pembiayaan daerah 6. Efek closed-ended matching grants terhadap pembiayaan daerah " 7. Efck non-matching grams terhadap pembiayaan daerah .......................••. R. Diagram alir kerangka analisis penelitian . 9. Peta administrasi Provinsi Banten .........................................................• l 0. Prosedur penyusunan formula DAU ........................................................••. ll. Proses penetapan variabel dan formula DAU tahun 2001 . 12. Proses penetapan bobot DAU tahun 2001 . 13. Proses penetapan variabel dan formula DAU tahun 2002 . 14. Perkembangan DAU di Wilayah Provinsi Banten tahun 2001-2005 . 15. Perkernbangan lndeks Williamson di Wilayah Provinsi Banten tahun 200 !-2005 .. 16. Empat lapangan usaha tertinggi di Wilayab Provinsi l:lanten tahun 2001-2005 . I 7. Lokasi lapangan usaha yang paling dominan di Wilayah Provinsi Banien . . .. . .. . . . . .. . .. . .. . .. . . . .. . .. 18. Pertwnbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2001-2005 .. J 9. Perkembangan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2001-2005 . .. . .. . .. . .. ... .. .•............. 20. Proporsi pos pendapatan terhadap total pendapatan APBD di wilayah Provinsi Banten tahun 200 I dan 2005 21. Proporsi pos pendapatan terhadap total belanja di wilayah Provinsi Banten tahun 2001 dan 2005 22. Rasio rata-rata belanja pegawai terhadap total belanja di wilayah Provinsi Hanten tahun 2001-2005............................................ 23. Tingkat pengangguran di wilayah Provinsi Banren tahun 2002-2005 24. Pendapatan per kapita di wilayah Provinsi Banten tahun 200 l- 2005 25. Perkembangan Gini Rasio di wilayah Provinsi Banten tahun 2001-2005.. 26. Angka harapan hidup di wilayah Provinsi Banton tahun 2004................... 27. Angka melek huruf di wilayah Provinsi Banten tahun 2004...................... 28. Rata-rata lama sekolah di wilayah Provinsi Banten tahun 2004 29. Daya bcli masyarakat di wilayah Provinsi Banten tahun 2004 30. Peringkat IPM di wilayah Provinsi Banton tahun 2002-2004 31. Perkernbangan !PM di wilayah Provinsi Banton tahun 2002-2004............
DAFT AR lA~ti'lRAN I. Hasil perhitungan Indeks Williamson-Pendapatan
2. Has1I pcrhitungan Indeks Williamson-DAU 3. Hasil pcrhitungan Indeks Williamson-PDRB 4. Hasil perhirungan Panel Data: Pengaruh DAU, Bagi Hasil, P J\D terhadap perkembangan perekonomian 5. Hasil perhitungan Panel Data: Pcngaruh DAU, Bagi Basil, PAD terhadap distribusi pendapatan masyarakat 6. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lebak atas dasar harga konstan tahun 2000 mcnurut lapangan usaha tahun 2001-2005 7, Produk Domestik Regional Brute Kabupaten Pandeglang atas dasar harga konstan tahun 2000 mcnurut lapangan usaha tahun 2001-2005 8. Produk Domestik Regional Bruto Kabupatcn Serang atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha tahun 2001-2005 9. Produk Domestik Regional Brute Kabupaten Tangerang atas dasar harga konstan tahun 2000 mcnurut lapangan usaha tahun 2001-2005 l 0. Produk Domestik Regional Rruto Kota Cilegon atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha tahun 2001-2005 11. Produk Domestik Regional Brute Kota Tangerang alas dasar harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha tahun 2001-2005 12. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanju Daerah kabupaten/kota se-Provinsi Banten tahun 2001 13. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Helan1a Daerah kabupaten/kota sc-Provinsi Banten tahun 2002 14. Rcalisasi Anggaran Pcndapatan dan Belanja Dacmh kabupaten/kota se-Provinsi Banten tahun 2003 15. Rcalisasi Anggaran Pendapatan dan Bclanja Dacrah kebupaten/kota se-Provinsi Banten tahun 2004 16. Realisasi Anggaran Pcndapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota sc-Provinsi Ban ten tahun 2005 .. ..
Ualaman 122 . 123 124 125 126 ......
127 128
......
129
......
130
......
131
......
132 133 134 135 136 137
DAFTAR ISTILAH I. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana kcuangan tahunan Pcmcrintaban Dacrah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Dacrah dan Dewan Pcrwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APJ31'') adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan ncgara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 3. Bclanja dacrah adalah semua kcwajiban Daerah yang diakui sebagai pcngurang nilai kckayaan bcrsih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, 4. Ce lab fiskal dihitung berdasarkan set isih amara kcbumhan fiskal Daerah dan kapasitas liskal Daerah. S. Daerah adalab daerah otonom, yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai baras-batas wilayab bcrwcnang mengarur dan meugurus urusan pemcrinrahan dan kepenringan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistcm Negara Kesatuan Republik l ndonesia. 6. Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumbcr dari pcndapatan i\PBN yru1g dialokasikan kcpada Daerah tertentu dengan tujuan u.ntuk membantu rncndanai kegiatan khusus yang merupakan urusau Daerah clan sesuai dengan prioritas nasional, 7. Da11a Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemeratnan kcmampuan kcuangnn antar-Dacrah untuk rnendanai kebutuhan Dacrah dalam rangka pelaksanaan Dcsenualisasi. 8. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bcrsumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kcbutuhan Daerah dalarn rangka pelaksanaan Desentralisasi. 9. Dana Pcrimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Oacrah dalarn rangka pelaksanaan Desentralisasi.
10. Desenrralisasi adalah peuyerahan weweoang pemerintahan olch Pcmcrintah kcpada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistcm Negara Kcsatuan Rcpublik Indonesia.
I I. Pcmcrintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wahkota, dan pcrangkat Dacrah sebagai unsur pcuyclcnggara Pcmcrintahan Daerah. 12. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah. 13. Penerimaan Dacrah Scndiri (PDS) adalah penjumlahan dari PAD dan Dana Bagi Has ii. 14. Perimbangan keuangan antara Pcmerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan cfisicn dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan mcmpcrtimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonscntrasi dan Tugas Pcmbantuan,
'
PEl\OABULUAN
Latar Belakang
Krisis ekonorni yang mclanda Indonesia sejak penengahan tahun 1997 ielah membawa darnpak negatif yang cul...'Up dalam pada harnpir seluruh sektor dan pelaku ekonorni. Krisis yang berrnula dari melernahnya nilai kurs Rupiah tersebut ielah berkernbang rnenjadi krisis multidimensi, seoagai akibat dari adanya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pcmerintah dan tidak stabilnya situasi sosial politik dan kcamanan, baik pada tingkat regional maupun pada tingkat nasional. Krisis ckonomi tersebut kcmudian memicu gerakan massa pada Mei 1998 clan kemudian mampu menggulingkan
rezim Orde Baru yang pada dasamya merupakan puncak penolakan rakyat atas pelaksanaan sistem pemerintahan yang sentralistik.
Hadi (200 I) mcngemukakan bahwa kebijakan pcmbangunan yang sentralistik dan menekankan kepada pcncapaian peturnbuhan ekonomi scna penciptaan kondisi politik dan keamanan yang sangat terkendali secara spasial ternyata telah menambah tingkat
ketimpangan antar wilayah. Kcbijakan pcmerintah yang sentralistik tersebut didukung oleh undang-undang yang mengatur tentang hubungan pemerintahan dan keuangan antara
pernerintah pusat dan pemcrintah daerah. Sejak periode kcmerdekaan sampai dengan masa orde baru telah diterbitkan
6 Undang-undang
yang mengatur
hubungan
pemerinrahan antara pusat dan daerah, yaitu (I) Undang-Undang Nomor I Tahun 1945,
(2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, (3) Undang-Undang Nomor I Tahon 1957, (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965. (5) Uodang-Undang Nomor 6 Tahun 1969, dan (6) Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974. Sedangkan undang-undang yang
rnengatur hubungan keuangan baru diterbitkan I undang-undang, yaitu Undang-Undang Nornor 32 Tahun 1956. Di dalam undang-undaug itu tcrkandung otonorni
daerah, tetapi dalam
pelaksanaannya berbeda dalarn hat pcmbagian bobot kekuasaan antara pcmcrintah pusat dan pcmcrintah dacrah, Bahkan materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 rnengakibatkan semakin besamya pcranan pcrncrintah pusat, karcna pusat rnenguasai dan mengontroJ bampir semua surnbcr-sumber
penerimaan
dacrah tcrmasuk somber
pcnerimaan yang berasal dari potensi somber daya alam daerah, seperti pertambangan
2 minyak bumi dan gas alam, kchuranan, perkebunan dau perikanan. Akibalnya rimbul masalah ketimpangan vertikal ( venlkal imbokmcey antara pusat dan daerah penghasil
sumber daya alam, Selain itu karena belurn terukurnya mekanisme pengalokasian transfer kepada daerah menyebabkan timbulnya ketimpangan horizontal (horizontal imbalance) antara satu daerah dengan daerah lain, tcrutama antara daerah-daerah yang berada di
Kawasan Baral Indonesia dengan Kawasan Timur Indonesia Permasalahan ketimpangan di atas dinilai sebagai pangkal dari timbulnya krisis mnltidimensi dan isu disintegrasi bangsa, Dalam upaya rneredam masalab kctimpangan tersebut, pada tahun 1999 pemerintah menerbitkan dua undang-undang yang mengatur
tentang otonomi daerah.
Lahirnya dua paket produk undaog-undang yang mcngatur
mengenai pelaksanaan otonomi daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Talmo 1999 teutang Pemerintahan Daerah dan Undaog-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemeriatahan Pusat dan Daerah yang berlaku efektif mulai l Januari 200 l dipandang sebagai proses awal bangkitnya semangat dcseatralisasi pada sistem pemerintahan di Indonesia. Dengan adanya kedua undang-undang tersebut, terdapat empat hal yang mengalami perubahan cukup fundamental, yairu (I) konsep
desentralisasi lebih mengemuka dibandingkan dengan konsep dekonsentrasi, (2) masalah pertanggungjawaban
pelaksanaan
pcmerintahan daerah
lcbih bersifat horizontal
dibandingkan vertikal, (3) pengaturan yang lebih jclas mengenai hubungan keuangan antara pusat dau daerah, dan ( 4) kewenangan pengelolaan keuangan cliberikan secara
utuh kepada daerah. Substansi Undang-Undang Nomor 22 Talmo 1999 adalah mcngatur mengcnai desentralisasi
kewenangan, yairu penyerahan arusan pemerintahan dari pemerintahan
pusat kepada pemerintahan daerah dalam saru paket P3D (Pembiayaan, Personil, Pcralatan dan Dokumen), artinya urusan pcmcrintahao yang diserahkan kcpada dacrah akan disertai dengan pengalihan P3D tersebut, lni berarti pusat barns memberikan ridak saja penyerahan kenangan, tetapi juga somber day-a manusia (pegawai pusat) dan peralatan (bangunan kantor dao isioya) dan dokumeatasi pendukung. Di pihak lain, daerah juga wajib menerirna tanggung jawab unruk memelihara semua yang diserahkan
kcpada daeraa termasuk mendukung pembayaran gaji dan perencanaan karier pegawai pusat yang diserahkan kepadz daerah. Sebagai konsekucnsi logis dari pcnycrahan
3
kcwenangan ini, maka kantor pusat yang ada di daerah (Kanwil dan Kandep) sebagian besar discrahkan kepada daerah rermasuk pegawai dan assctnya. Materi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 rnengatur mengenai dcsentralisasi fiskal, yaitu pcnyerahan sumber keuangan dari pemerintah pusat kepada pernerintah daerah disertai dengan hak pengelolaannyn. Dcscntralisasi fiskal pada dasarnya bertujuan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah, sehingga pcngaturan materi UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 merupakan satu kcsatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, transfer dana kepada daerah berbenruk Dana Perimbangan yang terdiri atas (a) Bagian Daerah dari penerimuan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan flak Atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dan sumbcr alam (Dana 1:3agi Hasrl), (b) Dana Alnkasi Khusus (OAK), dan (c) Dana Alokasi Umum (DAU). Dana Bagi Hnsil dan DAU merupakan bantuan yang bersifat blok (block gram), artinya penggunaan dari kedua sumber dana itu ditentukan sendiri oleh daerah berdasarkan prioritas daerah dan tidak ada intervensi dari pemerintah pusat, Scmcntara kewenangan pernerintahan daerah untuk memungut pendapatan asli daerah (PAD) yang bersumber darr b1dang pajak dan
rctribusi telah diatur di dalam undang-uudang tersendin, yaitu Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang rncrupakau revisi dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997.
Berdasarkan amauat Ilndang-Undang
Nomor 25 Tahun
1999, kcbijakan
descutralisasi fiskal bcrtujuan untuk rnembcrdayakan dan meningkatkan kcmampuan perckonomian daerah, mcnciptakan sistem pembiayaau daerah yang adil, proporsioual, rasional,
transparan,
parusipatif, bertanggung
jawab serta rnemperkccil pcrbcdaan
pembangunan antardacrah yang maju dengau daerah yang belum berkembang, Deugau demikian rnelalui pelaksanaan desentralisasi liskal diharapkan akan tcrjadi pcmerataan kemampuan keuangan antar daerah. Dengan bekal kemampuan keuangan yang rclatif sama tersebut diharapkan sctiap daerah dapat membangun dacrahnya dengan tingkat perkembangan yang relatif sama puJa.
4 Secant ringkas latar belakang penelitian dapat diliha: pada Gambar l. Kebijakan Pernbangunan Sentrnlistik (Rezim Orde Rant)
•
+
... Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah
Kris is Ekonom i
Ancaman Disintcgrasi
Kemiskinan
I
I
+ Tunrutan Reformasi Sistern Pemerintahan dan Fiskal (Tahun 1997)
! Lahimya Kebijakan Otonomi Daerah UU 22/1999 dan UU 25/1999
-·' '
'
''
·-·
Descntralisasi Fiskal vu 25/1999
!
! Dana Periiubangan I. Dana Oagi H'asil 2.DAU 3.DAK
Pendapatan Asli Dacrah (PAD)
I
! I. Pemerataan Kemampuan Keuangan Antardaerah
2. Pemerataan Kinerja Pembangunan Daerah I
(
?
Kabupaten/Kota
Di Provinsi Banten Gambar l Diagram alir latar belakang penelinan
Sistem Pernda: I. Provi1isi 2.Kab. /Ko1a
Otonomi Daerah dititikberotknn pada Ka bfK.ota (UU 22/ 1999)
5 Perumusan Masalab
Pelaksanaan otonomi dacrah yang diikuti oleh desentralisasi fiskal, yaitu dengan
diberikannya diskresi kepada daerah dalam rnengclola sumbcr-surnbcr pcncrimaan daerah bertujuan untuk mengurangi kerimpangan kemampuan keuangan antara pemerintah pusat dengan perneriruah daerah (mengoreksi vertikal
imbalance) serta ketimpangan
kemampuan keuangan antar dacrah (mengoreksi horizontal imbalance). Koreksi vertikal imbalance dilakukan melalui pengalokasian Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam,
dan koreksi horizontal imbalance dilakukan melalui pengalokasian DAU. Artinya bagi daerah-daerah yang mcmiliki potensi pajak sepcrti OKI Jakarta, dan daerab-daerab yang
memiliki potcnsi sumber daya alarn seperti Kalimantan Timur.
dan Riau alma
memperoleh penerimaan dari Bagi Hasil Pajak dan Sumbcr Daya Alam, sehingga
proporsi perolehan dari DAU akan relatif kecil. Sebaliknya bagi daerah-daerah yang tidak memiliki poteusi pajak dan potensi SDA akan mendapatkan proporsi DAU yang relatif lebih bcsar daripada daerah yang merniliki potensi pajak dau potcnsi SDA.
Provinsi Banton merupakan provinsi hasiJ pemekaran dari Provinsi Jawa Barat clan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Provinsi Banren
rerdiri atas (I} Kabupaten Serang, (2) Kabupaten Pandcglang, (3) Kabupaten Lebak, (4) Kabupaten Tangerang, (5} Kota Tangerang, dan (6) Kora Cilegon. Masing-masing
kabuparcn/kota memiliki sumber daya, dau aktivitas ekonomi yang berbeda-beda sehingga mendapatkan DAU, DAK, Dana Bagi Hasil yang berbeda-beda pula, Olen karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai pelaksanaan desentralisasi fiskal terhadap pemcrataan
kcmampuan
keuangan,
dan
kinerja
pcmbangunan
daerah
antar
kabupaterrkota di Provinsi Banten. Berdasarkan latar bclakang seperti diuraikan di atas pelaksanaan desentralisasi fiskal menghadapi
beberapa persoalan penting yang antara lain dalam penelitian ini
di nun uskan sebagai berikut:
I.
Apakah formula yang dipergunakan dalam mengalokasikan DAU kepada dacrah telah mcnccnninkan
fungsi
DAU
antardaerah (equalizing grant) ?
sebagai
alat pemerataan kemampuan keuangan
6
2. Seberapa jauh dampak pelaksanaan desentralisasi fiskal melalui pengalok:asian DAU akan merungkatkan pemerataan kemampuan keuangan kabupaten/kota di Provinsi Bunten? 3. Bagaimana kinerja pembangunan k:abupatenlkota di Provinsi Banten setclah desentralisasi fiskal dilaksanakan? Kerangk2 Pemikiran
Salah satu tujuan pclaksanaan kebijakan descntralisasi fiskal adalah unruk meratakan kemampuan keuangan amardaerah sehmgga scnap daerah di Indonesia mcmiliki kemampuan yang relatif sama dalam mernbangun dan memberikan pclayanan kepada rnasyarakat. Pemerataan kemampuan keuangan antar dacrah dilakukan dengan cam mengurangi ketirnpangan kemampuan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerinrah dacrah (mcngorcksi veniko; imbalance} serta mengurangl ketirnpangan
kernampuan keuangan antar daerah (mengorcksi honzonta! imbalance). Koreksi venikal imbalance dilakukan melalui pengalokasian Bagi llasil Pajak dan Sumber Daya Alam,
dan koreksi horisontal unbalance dilakukan melalui pengalokasian DAU. Pada kondisi yang sama, daerah yang mcmiliki potensi Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam yang tinggi akan mendapat proporsi DAU yang lebih kecil dari daerah yang tidak memiliki potensi pajak dan potcnsi SDA. Selanjutnya guna mendukung berialannya fungsi suaru daerah otouom, melalui kebijakan dcsentralisasi fiskal
seriap dacrah dibcrikan
keleluasaan untuk mengelcla sumber-surnber penerimaannya sesuai dengan prioritas dacrah. Untuk mengetahui pemerataan kemampuan keuangan daerah kabupaten/kota di
Provinsi Banten adalah dengan mengaoalisispcnerimaan DAU per kapita dan pendapatan APBD perkapita Selanjutnya nntnk mengetahui kinerja pembangunan daerah dilakukan dcngan mcnganalisis perkembangan pcrckonomiandan tingkat kcscjahtcraan penduduk
di setiap kabupatea/kota di Provinsi Banten. Secara ringkas kerangka penclitian dapat clilihal pada Gambar 2.
7
Desentralisasi Pemcrintab Pus at
Pemerintah
I .Kewenangan (UU 2211999) 2.Fiskal (UU 25/1999)
Kab/Kota Di Provinsi
Ban ten
. Eksisting Kemampuan Keuangan Antar Kab/Kota di Provinsi Banten I
Metodc Analisis
Pernerataan Kemampuan Keuangan Anter Kab/KotaDi Provinsi Banten
Kinerja Pembangunan Daerah Kab/Kota Di Provinsi Bantco
Pencapaian Sasaran .Desentralisasi Fiskal I. Pemerataan Perturubehan Perekonomian 2. Pernerataan Kesejabteraao Masyarakat
Gambar 2
Diagram alir kerangka pemikiran penelitian
8
Tujuao Penelitian Beidasarkan im
latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian
adalah untuk:
I. Evaluasi atas fonnula yang dipergunakan dalam pengalokasian DAU. 2. Analisis pelaksanaen descntralisasi fiskal terhadap pcmcrataan kemampuan keuangan
antar Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. 3. Aualisis kincrja pcmbangunan daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. Maofaat Peuelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: J.
Memberikan rnasukan kepada pemerintah pusat dan pcrncrintah dacrah aras pelaksanaan kebijakan deseotralisasi fiskal di wilayah Provinsl Banten,
2. Mcmberikan konrribosi kepada para peneliri dan ak:ademisi sebaga! bahan bacaan pada kajian yang bcrkaitan dengan keuangan negara/deerah.
9
Batasan Penelitian Agar penelitian ini berfokus kepada tujuan penelirian yang heudak dicapai, maka
ditetapkan batasan-batasan penelirian scbagai berikut: I. Analisrs dilakukan pada pclaksanaan desentralisasi fiskal tahun 2001 sampai 2005. 2. Pada saat penelitian ini dilakukan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 telah direvisi menjacli Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Berdasarkan Ketentuan Pcralihan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, pelaksanaan pcrubahan aturan
Bagi Hasil Pajak Sumber Daya Alam bertaku efekrif mulai tahun 2009 (Pasal 106) dan pcrubahan mengenai aturan Dana Alokasi Umum berlaku cfektif mulai tahun 2008 (Pasal I 07}. Dcngan dernikian bahasan kcbijakan desentralisasi Iiskal pada penelitian ini hanya mengacu kcpada aturan Undang-Undang Nomor ?.5 Tahun 1999 dan aruran-aturan pelaksanaannya. 3. Obyck
peuelitiau adalah seluruh kabupaten dao kota di Provinsi Banten yang
dibentuk bcrdasarkan Undanll·llndang Nomor 23 Tahun 2000, yaitu Kabupatcn Lebak, Kabupaten Pandcglang, Kabupaten Scrang, K.abupateu Tangcrang, Koll! Cilegon, dan Kota Tangerang. 4.
Dcngan pertimbangan pcningkatan kesejahtcraao penduduk merupakan sasarau utama dar] fungsi pernerintahan, maka pemerataan kcmampuan keuangan dicenninkan dan meratanya DAU per kapita dan Pendapstan APBD per kapita, sementara pcmcrataan
kinerja
pembangunan
daerah
dicenninkau
perekcnomian dacrah dan kesejahteraan peodudu k,
daii
uicratanya
TrN.JAUAN PUSTAKA
Desentralisasi Fiskal Dalam sistem pemerintahan yang sentralistik berbagai kebijakan ditentukan secara nasional oleh pusat. A.nggaran belanja pemerintah daerab sangat bergantung pada
alokasi yang dibenkan
oleh pemerintah pusat iermasuk dalam pemanfaaraanya,
Keleluasaan dan kewenangan daerah dalam melaksanakan aktivitas pemerintahan dan pembangunan sangat tcrbatas. Sccara umum alasan yang rnendukung sentralisasi adalah pemerintah pusat dapat mengalokasikan anggaran yang ada untuk menghasilkan barang dan jasa yang dapat dimanfaatkan secara nasional (Hamid 2006). Berbeda dengan sistem
sentralistik, pada sistem desentralisasi peran pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan pengelolaan anggaran sangat besar. Desentralisasi fiskal adalah
penyerahan kewenangan clan tanggung jawab Iiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan desentralisasi fiskal akan diwujudkan dalam penyerahan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mclakukan pcrnbelanjaan, memungut pajak
(taxingpower), dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari pemerintah pusat. Desentralisasi
dalam
kaitannya
dengan
tingkat kem:mdirian pengambilan
keputusan oleh daerah dapat dikelompokkan inenjadi uga bentuk. Pertama, dekonsentrasi
ideconcentratkm} yaitu pelimpahan wewenang dari pernerintah pusat kepada pejabar yang berada dalam hirarki dengan pemerintah pusat di daerah. Kedua, devolusi (devolution)
yaitu pelimpahan
pemerintahan
dari pernerinrah pusat kepada tingkat pernerintahan daerah dan pihak
pemerintah
wewenang
dalam
bidang
daerah mendapat diskresi yang tidak dikontrol
keuangan
atau rugas
oleh pusat. Apabila
pernerintah daerah belum sepenuhnya mampu melaksanakan tugasnya, pemerintah pusat akan memberikan supervisi sccara tidak langsung atas pelaksanaan tugas tersebut. Ketiga, pcndclcgasian (delegation or institutional pluralism) yaitu pelimpahan wewenang untuk tugas tcrteutu kepada organisasi yang berada di luar struktur birokrasi rcguler yang dikontrol secara tidak langsung oleh pemerinrah pusat Pendclcgasiau wcwenang ini biasanya diatur dengan ketentuan perundang-undangan. Pihak yang mcnenma wcwcnang mernpunyai diskresi dalam penyelenggaraan pcndelcgasian rcrsebut walaupun wewcnaog terakhir tetap pada pihak pemberi wewcnang (Sidik el al. 2002).
11 Bcbcrapa argumen yang mendukuug desentralisasi adalah (I) pemerintah daerah sangat menghayati keburuhan masyarakatnya, (2) keputusan pemerintah dacrah sangar
responsif tc1 hadap kebutuhan masyarakat sehingga mcndorong pemerintah daerah untuk melakukan efisiensi dalam penggunaan dana yang berasal dari masyarakat, (3) persaingao antardaerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya akan mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan inovasinya. Suatu analogi argumen lainnya yang dikenal sebagai 711c Tiebout Model yang rerkenal dengan ungkapan Love it or leave ii. Tiebout mcnekankan bahwa tingkat dan kornbinasi pembiayaan barang publik bcrtaraf lokal dan pajak yang dibayar oleh masyai akat rnerupakan kepentingan politisi masyarakat lokal dcngan pemerintah daerah.
Masyarakat akan memilih
untuk ringgal di lingkungan yang anggaran daerahnya
mcmcnuhi preferensi yang paling tingg! antara pelayanan publik dari pemerintah daerah dengan pajak yang dibayar olch masyarakat. Ketika masyarakat tidak senang pada kebijakan pemerintah dnerah dalam pembcbanan pajak untuk pcmbiayaan barang publik bersifat lokal maka hanya ada dua pilihan bagi rnasyarakat, yaitu meninggalkan wilayah tcrsebut atau tetap tinggal di wilayah tcrsebut dengan berusaha mengubah kebjjakan pemerinrah daerah mclalui DPRD (BPPK, Depkeu 2004). Transfer Pusat
Dalarn konteks deseutralisasi fiskal, transfer dana dari pemenntah pusat kepada pemerintah daerah merupakan ha! yang tidak dapat dihindari. Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari pernerintah pusat kcpada pemcrintah daerah. Sejalan dcugan desenrralisasi
tersebnt aspek pernbiayaannya juga ikut terdesentralisasi. lmplikasinya
daerah dituntut untuk dapat mernbiayai scndiri dana pernbangunannya, tctapi banyak daerab di bcrbagai negara bclu.m mampu membiayai seluruh pcngcluaran daerah. lmplikasi dari kondisi tersebut transfer dana dari pernerintah pusat (intergovermemal tram/er)merupakan sumber pcnerimaan yang amat dominan bagi pcmerintah dacrah di
banyak negara, terutama negara berkembang seperti Indonesia. Pada dasamya transfer pemcrintah pusat kepada pcmerintah daerah dapat dibcdakan atas bagi hasil pendapatan (revenue sharing) clan bantuan (grants). Adapun tujuan dari transfer ini adalah pemerataan verukal (venical equalization), pemerataan
melakukan eksperimen dengan ide-ide barn, stabilisasi dan kewajiban untuk menjaga tcrcapainya stander pelayanan minimum (SPM) di setiap daerah. Vertical Equalization. Transfer Di banyak negara, pemerintah pusat menguasai sebagian besar surnber-sumber
penerimaan (pajak) utarna negara yang bersangkutan. Pemerintah daerah hanya menguasai scbagian kecil surnber penerimaan negara atau hanya berwenang untuk memungut pajak-pajak yang basis pajaknya bersifat lokal dan mobilitas yang rendah dengan karakteristik besaran penerimaannya relatif kurang signifikan. Kondisi ini akhirnya rnenimbulkan ketimpangan vertikal antara pemerintab pusat dengan pernerintah daerah. Dengan demikian tujuan dari vertical equalization transfer ini adalah nntuk mengoreksi kesenjangan pcndapatao yang diperoleh setiap tiogkat pemerintahan, Penerapaa
vertical equalization
transfer
di Indonesia
berlaku sejak
dikeluarkannya Undang-Undang Nornor 25 Tahun 1999. Latar belakang d.iberlakukannya formula vertical equalization ini didasari oleh kebijakan selama Orde Bani dengan kekuasaan pcmerintah pusat yang begitu dominan dalam menguasai sumber-sumber penerirnaan negara. Daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam, seperti Aceh clan
Papua terpaksa barns uicujadi daerah miskin karena hasil dari sumber daya alam rnereka diangkut ke Pusat. Kondisi ini berubah dcngan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun J 999, yaitu daerah penghasil mendapat bagian dengan jumlah pcrsentasc tertenru, selain itu kabuparen/kota serta proviusi yang lctaknya satu adruiuistrasi dengan
kabupaten/kota penghasil (letaknya dalam administrasi provinsi yang sama) juga mendapat bagian. Besamya persentase penerimaan dari bagi basil pajak dan sumbcr daya aJam untuk dacrah pcnghasil, kabupaten/kota dan provinsi sebelum clan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun J 999 dapat dilihat pada Tabel I.
J3
Tabel I Proporsi bagi hasil sumber daya alarn sebelum dan setelah UtJ 25/1999 (Dalaru %) No.
Jen is Penerimaan
Setelah OU 25il 999
Sebelum UU 25/ 1999
Pusat
Dati I
D3ti 11
Pus at
Prov.
Kab/Kota Kab/Kota penghasil
lainnya
I.
PBB
10
16,2
64,B
J6,2
64,8(+)
+
2
BPHTB
20
16
64
16
64(+)
+
3
IHPH
55
30
15
20
16
64
4
PSDH
55
JO
J5
20
16
5
Land Rent
20
16
64
20
16
.64
6
Royalti
20
16
64
20
16
32
7
Perikanan
JOO
20
8
Minyak
JOO
85
3
6
6
9
Gas Alam
100
70
6
12
12
10
Reboisasi
JOO
60
IJ
PPh
100
80
,,
-'"'
32 32
80
40
s
12
dan
kemampuan
Sumber : Departemen Keuangan 2004
Keterangan : ( +) alokasi dari 20% bagian Pusar HorizontalEqualization Transfer Keseimbangan
antara
kehutuhan
pendapatao
uotuk
menghasilkan pendapaian juga memiliki dirncnsi horizontal, artinya dcngan tarif pajak yang sama seharusnya juga menghasilkan peuerimaan yang sama di antara daerah. Simanjuntak (2002) rnengemukakan bahwa kemampuan daerah untuk meoghasilkan pendapatan sangat bervariasi, tergantung kondisi dacrah bcrsangkutan mcmiliki kekayaan sumber daya alam arau tidak, ataupun daerah dengan iatensitas kegiatan ekonomi yang tinggi atau rendah. Kondisi ini berimplikasi kepada bcsarnya basis pajak atau kapasitas fiskal di dacrah-dacrah bcrsangkutan. Di sisi lain daerah-daerah
juga memiliki
kebutuhan
belanja yang sangat
bervariasi. Terdapat daerah-daerab dengan penduduk miskin, penduduk lanjut usia, anakanak serta remaja ya11g tinggi proporsinya. AdapuJa daerah-daerah yang berbcntuk kcpulauan Iuas dcngan sarana transportasi dan infrastruktur Iainnya masih bclum
14 memadai. Sementara di lain pihak ada daerah-daerah dengan jumlah penduduk yang tidak tcrlalu besar, namun rnemiliki infrastruktur yang lcngkap. Jni mcnccrminkan tinggi reudahnya kebutuban fiskal (fiscal need) dari suatu daerah Membandingkan kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal tcrsebut di atas maka dapai dihitung kesenjangan atau cclah fiskal (fiskat gap) dari masing-masmg daerah yang seyogyanya ditutup oleh transfer dari pcmcrintah pusat. Dengan kata lain tujuan horizontal equalization transferadalah untuk menutup celah fiskal yang dimiliki setiap daerah,
Penerapan horizontal equalization transfer di Indonesia setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 adalah dengan Dana Alokasi Umum (DAU).
Secara faktual peran DAU dapat dijadikan counter atas pembagian dana bagian dacrah yang didasarkan atas daerah pengbasil (by origin) yang cenderung menimbulkan ketimpangan antardacrah, karena daerah yang mempunyai poteasi pajak dan SDA hanya
terbatas pada daerah-daerah 1e11ent11. Sebagai honzontal equalization DAU dirancang dengan sebuah formula yang digunakan unruk meoghituug porensi kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal daerah. Sehiugga melalui suatu fonnula dapat dihitung celab fiskal yang akan drtutup dcngan transfer DAU dari pcmcrintah
pusat, Adapun formula yang
dipergunakan unmk perhitungan DAU tahun 2001 adalah scbagai bcrikut: I.
DAU akan dialokasikan kepada daerah dengan menggunakan bobot dacrah. Bobot daerah harus dirumuskan dengan menggunakan suatu formula yang didasarkan atas pertimbangan kcbutuhan dan potcnsi pcncrimaan.
2. Besarnya DAU setelah formula paling tidak sama dengan besamya bantuan Subsidi Daerah Otonom (SOO) dan Inpres tahun 2000. Oleh karenanya dalam alokasi DAU 2001 tcrdapat faktor pcnyeimbang dan lumpsum, Faktor
penyeimbang (Dana
Penycimbaug) adalah suaru mekanisme untuk mencegah penurunan kapasitas daerah dalarn membiayai kewajiban daerah. Faktor peoyeimbang juga diarahkao untuk nrcngatasi pcrmasalahan
pcndanaan
akibat
tcrjadinya
transfer
pegawai dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang tentunya membawa konsekuensi pada gaji dan biaya-biaya terkait lainnya. Faktor lumpsum intinya adalah sutu mekanisme untuk mcmbagi habis total DAU yang sudah dianggarkan dalam APBN, yaitu 25 perscn dari peuerimaan bersih domestik
15
3. Formula DAU terdiri dari dua variabel, yaitu potcnsi penerimaan dan kebutuban fiskal. Variabel-variabel yang digunakan untuk mcncntukan potcnsi pencrimaan adalah (a) PDRB sekror sumber daya alam (primer), (b) PDRB sektor industri dan
jasa lainnya (nonprimer), dan (c) bcsarnya angkatan kerja (SOM). Variabel-vanabcl yang digunakan untuk menenrukan kebutuhan daerah adalah (a)jwnlah penduduk, (b) luas wilayah, (c) indcks harga bangunan, (d)jumlah penduduk miskin.
Correcting Spatial Externalities Beberapa jcnis pclayanan publik di satu wilayah mcmitiki cfek ckstcmalitas kc wilayah lain artioya pcmanfaatannya tidak bisa dibatasi hanya untuk masyarakat tertentu, misalnya perguruan tinggi, pemadam kebakaran, jalan raya penghubung antardaerah, rumah sakit daerah. Apabila tanpa ada balas jasa pcndaparan yang menguntungkan, umumnya daerah kurang tcrrank untuk berinvestasi di bidang pclayanan publik rerscbut. Olch karena itu pernerintah pusar pertu mernberikan transfer ataupun menyerahkan sumbcr kcuangan ~gar pelayanan publik dcmikian dapat dipenuhi daerah,
MC
DA 0 QB Qr Gambar 3 Koreksi spillovers melalui transfer
Q
Sumber: BPPK, Departemen Keuangan Berdasarkan Garnbar 3 di atas jika permiutaan dari penduduk setempat yang
diperhitungkan, maka jumlah pcrrnintaan barang publik relatif kecil sebesar DA dan
16
harganya (biayanya) relatif murah rnenyediakan
sebesar PA sehingga pernerintah daerah mampu
barang publik terscbut. Tctapi untuk permintaan atas barang publik
(misalkan rumah sakit) yang permintaannya merupakan agregai dari beberapa daerah, yaitu sebesar DB dengan biaya sebesar Pa. maka total perrnintaan menjadi DT dcngan biaya Pi. Koodisi ini menyebabkan daerah yang bersangkutan akan sulit untuk dapal menyediakan rumah sakn tersebut karena biayanya terlalu mahal. Agar pelayanan rumah sakit tetap tersedia maka pemerintah pusat memberikan transfer scbesar selisih antara P1 dan Pa. Dengan adanya transfer ini maka daerah yang bersangkutan dapal menyediakan
rumah sakit tersebut karena biayanya berada dalam jangkauan anggaran daerah. Redirecting Priorities Setiap level pemerintahan memiliki prioritas masing-masing di dalam penyediaan pelayanan publik kepada masyarakainya dan prioritas tersebut dapat berbeda, misalnya pemerintab pusat berkeinginan untuk mengutamakan pembangunan di sektor pendidikan secara murah dan terjangkau. [nj terkait dengan pcmcnuhan harapan para konstitucn pcmilih ketika pemilihan umum berlangsung, namun kcinginan terscbut tidak sinkron dcngan pola kebijakan pemerintah daerah yang mcnginginkan pembangunan di sektor kesehatan yang mendapat prioritas karena perrimbangan kondisi masyarakat seternpat. Agar keinginan pemerintah pusat d:m pemerintah dacrab dapal bcrjalan secara paralel, seyogyanya pemerintah pusat memberikan transfer kepada pemcrintah dacrah, Transfer pemerintah pusar kepada pemermtah daerah akan membantu mengarahkan kembali prioritas daerah dan pusat dengan keinginan yang diharapkan oleh masing-masing level pemerintahan.
.lenis-Jenis Transfer Pasat Pada dasaruya jenis-jenis transfer dzpat dikclompokkan menjadi dua kategori, yaitu {l) transfer tanpa syarat (uncondmonolgram. generalpurpose grant. block gram), (2) transfer dengan syarat (conduionalgram, r.nlP.g.?rinlgmnJ. specific piopnse grant)
(BPPK,Depkeu 2004).
17 Transfer Tanpa Syarat (Unconditional Transfer)
Pada umumuya transfer jcnis ini ditujukan untuk menjamin adanya pemcrataan dalam kcmampuan fiskal antardaerah sehingga setiap daerah dapat melaksanakau urusan
rumah tangganya sendiri pada tingkat yang layak. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi ketimpangan fiskal yang bersifat horisontal. Ciri ntama dari transfer ini adalah pemerintah daerah rnerniliki diskresi penuh dala.m memanfaatkan dana transfer
sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan atau prioritas daerah .. Transfer tanpa syarat biasanya dibagikan berdasarkan suatu formula tcrtcntu.
Penjclasan efck dart transfer tanpa syarat terhadap pcmbiayan dacrah dapat dilihat pada Gambar 4, Dengan menggunakan asumsi terdapat dua jenis barang publik, yaitu barang publik B yang akan dibautu deugan transfer yang digambarkan
dengan garis
horisontal dan barang pub! ik A yang tidak dibantu dengan transfer yang digambarkan dengan garis vertikal. Garis AB adalah garis anggaran (budget line) daerah setempat yang memperlihatkan kombinasi konsumsi barang A dan barang B. Kurva lC1 dan lC2 adalah indifference curve yaitu kurva yang menuujukkan berbagai kombinasi konsumsi barang Adan barang B yang rnembcrikan kepuasan yang sarua bagi dacrah. Pada kondisi sebelum ada transfer posisi permiutaan barang A adalah OC dan barang B adalah OD sehingga titik kcscimbangan awal adalah E, dimana posisi E ini merupakan posisi tertinggi pada anggaran yang tersedia. Karena tidak ada batasan pada cara pembelanjaan fasilitas publik manapuu rnaka yang bertambah akibat adanya transfer adalah jumlah anggaran. Hal ini digambarkan dengan adanya pergeseran ~shijiing) garis anggaran yang sejajar dari AB menjadi FG. Jumlah barang yang dapat dipenuhi menjadi
lcbih ban yak yairu menjadi OK untuk barang B dan menjadi OH untuk barang A. Dengan deuukiau tiugkat kepuasan masyarakal pun menjadi lebih besar yaitu dari IC1 ruenjadi
JC2 dan titik keseimbangan baru menjadi E1. Kondisi inilah yang menyebabkan pcnerima (pemerintah daerah) lebih memilih transfer tanpa syarat dibandingkaa transfer lainnya,
karena dapat meningkat.kan kesejahteraan daerah.
18
Barang A F
E1
c
~lC2 !CJ
0
D
K
B
G
Barang B
Gambar 4 Efek unconduional grants terhadap pernbiayaan daerah Samber : BPPK, Departemen Keuangan
DAU merupakan benruk yang masuk dalam kategori transfer tanpa syarat, [)Al I adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pcmcrataan
kemampuan keuangan antardaerah untuk mernbiayar keburuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan dcsenrralisasi. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 ketentuan mengenai aruran alokasi DAU adalah sebagai bcrikut:
I. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25 persen dari Penerimaan Dalam Negeri yang ditctapkan dalam APBN. 2. DAU untuk daerah provinsi dan untuk kabupaten.kora ditetapkan masing-rnasing l 0 persen dan 90 persen dari total DAU nasional. 3. Dalam ha! terjadi perubahan kcwenangan di antara provinsi dan kabupatcn/kota, persentase DAU untuk provinsi dan kabupaten/kota disesuaikan dengan perubahan tersebut. 4. DAU untuk provinsi tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah DAU untuk
seluruh provinsi yang ditetapkan
dalam APBN dcngan porsi provinsi yang
bcrsangkutan. 5. Porsi provinsi merupakan proporsi bobot provinsi yang bersangkutan terhadap jurnlah bobot semua prcvinsi di scluruh Indonesia.
19
6. DAU untuk suatu kabupaten/kota tenenru ditctapakan berdasarkan perkalian jumlah DAU untuk seluruh kabupaten/kota yang ditetapkan dalam APBN dengan porsi kabupaten/korayang bcrsangkutan,
7. Parsi kabupaten/kota merupakan proporsi bobot kabupaten/kota yang bersangkutan terhadap jumlah bobot semua kabupatenlkota di seluruh Indonesia. 8. Bobot daerah ditetapkan berdasarkan kebutuban wilayab otonomi daerab dan potensi
ekonomi daerah. 9. Penghitungan DAU berdasarkan rumus di atas dilakukan oleh Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Jumlah DAU dan Dana Penyeimbang (DP) yang telah dialokasikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sejak tahun 2001 sampai dengan 2005 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabet 2 Jumlah DAU daa dana penyeimbang(DP) tahun 2001-2005 ( dalam Rp Miliar) Tallun
DAU
DP
2001
60.5J 6,70 Kcppres rR l /2000
3.092,3 KMK 382 & 451.12001
63.609,00
30 Provinsi 330 Kab/Kota
2002
69.114,10 Keppres 13 lt'200 J
2.054,7i KMK 685i200 I
71.168,87
30 Provinsi 348 Kab/Kota
2003
76.979,00 Kcpprcs 112003
2.262,40 KMK23/2003
79.241,40
30 Provins! 3 70 Kab!Kota
2004
82.130,94 Keppres l 0912003
1.008,43 KMK 57812003
83.139,37
32 Provinsi
88.765,60 Keppres 3/2004
S.467 ),9
94.232,89
KMK 62612004
2005
Sumbcr : Dcpartemen Keuangao diolah
DAU
1-
DP
Jumlah Daerah
410 Kab/Kota 32 Provinsi 4 34 Kab/Kota
20 Transfer Dengan Syarai (Conditional Transfer} Transfer ini biasanya digunakan untuk kepcrluan yang dianggap penting oleh pemerintah pusat uamun kurang dianggap pennng olch pcmcrintah dacrah. Transfer ini dikelornpokkan kc dalam dua jenis, yaitu transfer pengimbang (matching grants) dan transfer bukan pengirnbang (ncmnatching wants). Matching grants adalah transfer yang diberikan olch pemerimah pusat kepada pemerintah dacrah untuk mcnutup sebagian aiau selurnh kckurangan pembiayaan alas jenis urusan tertentu. Di sini pemerintah daerah telah meugalokasikan
sejumlah
dana pendapatan daerahnya untuk pcnyelcnggaraan
urusan tcrscbut, hanya dana tersehut belurn cukup untuk mcnjamin penyelcnggaraan urusan tersebut dengan baik, Transfer dari pernerintah pusat dalam hal ini berfungsi untuk rncmbantu mcngatasi kckurangan dana tcrsebut. Matching grants dapat dibedakan
menjadi dua jcnis, yairu transfer pcngirnbang tidak tcrbatas (open-ended matching J'l'onts) dan transfer pengimbang ierbatas (closed-ended matchmg grants). Open-ended
matchinggrants adalah transfer yang dirujukan untuk memuup seluruh kekurangan dana. Misalnya scbuah proyek pembangunan universitas mcmbutuhkan dana Rp!OO miliar, dacrah hanya mampu mcnyediakan dana scbcsar 10 person dari total kcbutuhan dana atau Rpl 0 miliar, maka kekurangan sebesar Rp90 mi liar ditanggung sepeuuhnya olch pemcrintah pusat,
Pcnjclasan cfck dari Open-ended matching grants dapat dilihat pada Gambar 5. Sama dengan kasus sebelumnya, diasumsikan terdapat dua jenis barang publik, yaitu barang publik B yang akan dibanru dengan transfer dan barang publik A yang iidak dibantu dengan transfer. Garis AD adalah garis anggaran (hudget line) daerah seternpat yang mernperlihatkan kombinasi konsumsi barang A dan barang B. Kurva IC1 dan IC2 adalah indifference curve, yaitu kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi konsumsi barang Adan barang B yang mcmberikan kepuasan yang sama bagi daerah. Pada kondisi sebelum ada transfer posisi permintaan harang A adalah OC dan barang B adalah OD sehingga titik keseimbangan awa.1 adalah E, dimana posisi E ini uicrupakan
po~isi
tertinggi
pada anggaran yang tcrsedia. Pemerintah
pusar clan
pemerintah daerah bemiat mcuingkatkan kuautitas barang B sedangkan barang A tetap. Untuk tujuan ini pemcrintah pusat dan pemerintah daerah sepakat mcrnberikan kontribusi deugan kouiposisi pc111c1 intah pusat 90 persen dan pernerintah daerah 10 person. Deugau
21
demikian kurva garis anggaran akan mengalami pcrgeseran dari AB menjadi AM, yaitu
hanya rnenggeser kuanntas barang B dari OU mcnjadi OP sehingga tmgkat kepuasan barang B meningkat dan barang A tetap. Hal itu sebagaimana digambarkan pergeseran IC1 rnenjadi TC2 dan titik keseimbangan baru mcnjadi E1.
Barang A
------ -----------,
•
Et
----
TC1
IC1 D
0
B P
M
Barang B
Gambar 5 Efek open-ended matchinggrants terhadap pcmbiayaan daerah Sumber : BPPK, DepartemenKeuangan
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan jenis transfer yang masuk dalam kategori open-ended matching grants. DAK adalah dana yang bcrasal dari APBN yang dialokasikan
kepada daerah unrnk membantu membiayai kebutuhan khusus, yaitu
kebutuhan yang tidal: dapat diperkirakan dengao menggunakan rumus DAU, dan/atau
kcbutuhan yang mcrupakan komitmcn atau prioritas nasional. Dacrah yang mcndapatkan DAK diwajibkan untuk menyediakan dana pcndamping dari APDD sesuai dengan kemampuan daerah yang bersangkutan. Adapun jumlab DAK yang telah dialokasikan pcmcrintah pusat kcpada pcmcriotah dacrah mulai 1ahun 2003 sampai dcogan 2005 dapat
d.ilihat pada Tabet 3.
22 Tabcl 3 Jumlah Dana Alokasi Khusus Tahun 2003-2005 Rp Miliar
Bidang
2003
2004
2005
Pendidikan
625,0
652.6
l.221,0
Kesehatan
375,0
456,18
620,0
l.181,0
l.196,5
1.533,0
88,0
228,0
148,0
305,47
322,0
Infrastruktur Prasarana Perneriutahan Kelautan dan Perikanan
Pertanian
170,0 Total
2.269,0
2.838,5
4.014,0
Sumber : Departemen Keuangan diolah Transfer pengimbang terbatas (closed-ended macthing grants} merupakan transfer yang terdapat batasan jumlah dana rnaksimurn yang dapat digunakan. Transfer ini sangat disukai uleh pemberi bantuan (pemerintah pusat) karena walaupun dana yang diberikan sesuai dengan besar proyek namun setelah besarnya biaya proyek melampaui jumlah
tertentu pemberi
bautuan
dapat
mcncukupkan
bantuannya.
Misalnya
proyek
pembangunan universuas membutuhkan dana sekitar Rpl 00 miliar dan pemerintah daerah hanya mampu rnenyediakan dana sebesar Rp IO miliar sehingga pemerintah pusar
.menanggung Rp'JO miliar. Tetapi dalam perjalanan, estimasi biaya ternyata meningkat menjadi RpllO miliar atau mengalami kekurangan RplO miliar lagi, Mengmgat pemcrintah pusat tidak lagi mengucurkan dana maka proyek tersebut harus disesuaikan dengan jumlah anggaran semula yaitu Rp I 00 miliar.
Penjelasan efek dari closed-ended matching grants dapat dilihat pada Gambar 6. Sama dengan kasus sebelumnya, diasumsikan terdapat dua jcnis barang publik, yaitu barang publik B yang akan dibantu dengan transfer dan barang publik A yang tidak
dibantu dengan transfer. Garis AB adalab garis anggaran lbudgec line) daerah setempar yang memperlihatkan kombinasi konsumsi barang A dan barang B. Kurva IC1 dan IC2 adalah indifference curve yaitu kurva yang mcnunjokkan bcrbagai kombinasi konsumsi
barang A dan barang B yang memberikan kepuasan yang sama bagi dacrah.
23 Pada kondisi scbelum ada transfer posisi pcrmintaan barang A adalah OC dan
barang 13 adalah OD sehingga titik keseimbangan awat adalab E, dimana posisi E ini mernpakan posisi tertinggi pada anggaran yang tcrscdia. Dalam rencana awal, pemerintah pusat dan pemerintah daerah berniar mcningkatkan kuantitas barang B sedangkan barang A tetap. Untuk tujuan ini pemerintah pusai dan pernerintah daerah sepakat ruemberikan kontribusinya masing-masing pemerintah pusat 90 persen dan pemerintah daerah 10 persen Dengan demikian kurva garis anggaran akan mengalami pergeseran dari AB menjadi /\M, yaitu hanya menggcscr kuantitas barang B dari OD rnenjadi OP sehingga tingkar kepuasan barang B mcningkat dan barang A tetap. Hal itu sebagaimana digambarkan pergeseran !Ci menjadi fC2 dan titik keseimbangan baru menjadi E1. Namun dalam perkembangannya terjadi kenaikan bahan baku seltingga budget sebarusnya dinaikkan rnenjadi Rpl JO miliar. Karena pemerintah pusat tidak mau mengucurkau tambahan dana dengan sendirinya proyek tersebut harus disesuaikau dengan anggaran semula (RplOO miliar). lmplikasinya garis anggaran tidak bergeser dari
AB menjadi AM tetapi menjadi AT yang bcraru jumlah barang B yang dapat dihasilkan akan lebih sedikit dari pcrkiraan scmula,
24 Barang A
c
.
0
D
lC2
B
P
T
M
BarangB
Garnbar 6 Efek closed-ended matching grants terhadap pembiayaan daerah Surnber : BPPK, Deparremen Keuangan
Sementara itu, transfer bukan pengimbang (nnn-matchmg grants) adalah transfer
yang diberikan oleh pemerimah pusar kepada pemcrintah daerah untuk meuambah dana penye lenggaraan suatu jenis urusan tertentu tan pa meropertimbangkan bahwa pernerintah daerah sendiri akan ruengalokasikan dananya dengan jumlah besar atau kecil, Jcnis transfer ini oleh pemerintah pusat unluk menjadi sarana mengintemalisasikan lirnpahan
manfaat (eksternalitas) terutama kepada daerah yang menghasilkan limpahan manfaat tersebut. Jadi rneskipun pemerintah daerah yang bersangkutan telah mengalokasikan pendapatan daerahnya untuk pembiayaan pcnyelenggaraan urusan itu, namun karena pelaksanaannya
menghasilkan limpahan manfaat besar kepada daerah-daerah Jain,
transfer diberikan oleh pemerintah pusat untuk mendorong pemerintah daerah agar tctap bersernangat dan mau mengalokasikan pendapatan daerahnya untuk pelaksanaan fungsi tersebut. Penjelasan efek dari non-matching grants terhadap pombiayan dacrah dapat dilihat pada Gambar 7. Dcngan rnenggunakan asumsi terdapat dua jenis harang publik,
yaitu barang publik B ya11g akan dibantu dengan transfer yang digambarkan dengan garis horisontal
dan barang publik A yang tidak dibantu dengan transfer yang digambarkan
dengan garis vertikal. Garis AB adalah garis anggaran (budget iine) daerah setempat yang
25 memperlihatkan kombinast konsumsi barang Adan barang I3. Kurva IC1 dan IC2 adalah (indifferencecurve) yaitu kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi konsurnsi barang
Adan barang B yang memberikan kepuasan yang sama bagi daerah. Pada kondisi sebelum ada transfer posisi permintaan barang A adalah OC dan barang B adalab OD sehingga titik keseimbangan awal adalah E, dimana posisi E ini rnerupakan posisi tertinggi pada anggarao yang tersedia. Dengan adanya transfer dari pemerintab pusat kcpada pemerintab daerah untuk kepeluan khusus tanpa diperlukannya dana pendamping, maka budget line dari barang publik B menga]ami pcrgeseran namun tidak mengubah batas maksimum fasilitas publik A BarangA F
!Cz JC1 D
0
K
B
G
Barang B
Gambar 7 Efek non-macthing grants terhadap pewbiayaan daerah Sumber : BPPK, Departemen Keuangan
26 Sumber-sumber Penerimasn Daerah
Sebclum dcsentralisasi fiskal dilaksanakan, sumber-sumber penerimaan dacrah tcrdiri atas Pendapatan Asli Daerab (PAD) dan empat jenis transfer, yaitu (I) Subsidi Daerah Otonom (SDO), (2) Bantuan lnpres, (3} Pinjaman Daerah, dan ( 4) Daftar Isian Proyck (DIP). SDO bertujuan untuk mendukung anggaran rutin daerah, hampir 95 persen dari total SDO digunakan untuk membiayai gaji pegawai pemerintah (PNS) di daerah.
Scbagian kecil lainnya digunakan untuk subsidi bagi peogeluarau rutin di bidaug pendidikan dasar (SBPP-SDN), ganjaran bagi pegawai pedesaan (TPAPD), subsidi untuk penyclenggaraan rumab sakit di dacrah (SBBO-RSUD), dan subsidi untuk pcmbiayaan pelatihan pegawai pemerimah daerah. SDO dikategorikan sebaga! transfer pusat yang bcrsifat khusus (specific grant) karena daerah tidak memiliki kewenangan dalam menetapkan penggunaan SDO, dau kegunaan dari transfer ini sudab ditetapkan pemerintah, yaitu membiayai belanja pegawai di daerah, Sifat SDO sebagai alokasi yang bersifat khusus makin nyata lagi meogingat struktur gaji dan alokasi jumlah pegawai
yang ditempatkan di daerab ditennikaa sepeouhoya oleh pusat. Dalam rangka memperjelas anggaran yang dikclola pusat dan daerah, pada tahun anggaran J 99912000 istilah SDO direklasifikasi meojadi Dana Rutin Daerab (DRD). Bantuan Jnpres bertujuan untuk memberikan baoruan pembangunan daerah dan diberikan alas Iostruksi Prcsidcn. Program Bantuan lopres diberikan setiap tahun kepada daerah tingkat I, daerah tingkat
U.
dan desa yang jumlahnya didasarkan atas kriteria
tertentu. Narnun rnengingat kriteria yang dijadikan dasar pengalokasian Bantuan Inpres bclurn transparan, maka Bantuan lnpres tersebut mcnjadi ajang negosiasi antara pu...at dan
daerah. Bagi daerah yang memiliki akses dcogan pusat kekuasaan akan mendapat dana yang lebih besar dibandingkan
dengan daerah yang jauh dengan pusat kekuasaan
[Pardede 20-04). Pada tabuu auggaran 1999!2000 istilah Bantuan Inpres direklasifikasi
menjadi Dana Pembangunan lJaerah (UJ'D). Sclain kedua jenis transfer di atas, daerah diperbolehkan melakukan pinjaman terutama untuk membiayai proyek-proyek yang cost recovery. Somber pinjarnan dacrah dapat bcrasal dari dalam negeri maupun luar ncgcri. Sumber penerirnaan )"dng terakhir adalah Daftar lsian Proyck (DIP). DIP merupakan proyek sekroral pemerintah pusar (departemen atau nondepartemcu)yang dilaksanakan di daerah.
SDO dan Bantuan
Inpres
dikategorikan sebagai bantuan antar tingkat
27 pcmerintahan (intergovemmemalgrants}, sedangkan DIP diklasifikasikan sebagai inktnd
allocation karena walaupun dananya mengalir ke daerab tetapi tidak tcrmasuk ke dalam anggaran daerah (lihat Tabel 4). Tabel 4 Sumber-sumber peneriruaau daerah sebehnn desentralisasi fiskal No.
Kelompok Penerimaan
Dasar Hukum
Pendapatan Asti Daerah
uu 1&'1997
I.
Pajak Daerah
Rincian Penerimaan Pajak Daerah Tk ll a Hotel dan Restoran (10%) b.Hjburan (35%) c. Rddame (25%) d.Pene angan Jalan (I 0%0
e.Peng11111bilanBahan Golongan
c (20%)
f Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (20%).
2. Pajak Daerah Tk I
a.Kendarean Bermotcr (>%) b.Bea Balik Nama
Keodaraan Bermotor (I O'/o) c. Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (5%) 2. Retribusi Daerah
l.JasaUmwn
a. Pelayanan Kesehatan b. Pelayanan Persampahan c. Pelayanan KTP 2. Jasa Ilsaha a. Pcaycwaan Asel Daaah
b.Penyediaan Tempat Pcnginapan
c. Usaha Bengkel Kendaraan d. T empat Pencucian Mobil e. Penjualan Bibit 3. Perizinan Tcrtentu a. lzin Mendinlum Bangenan
b, Izin Pcruntukan J.
BlJMD
Pcnggunaan Tanab Peoenmaan Dari BUMD: a. Perolehan Laba llsaha
b.Penjualan Aset 13UMD c.Deviden 4.
Lain-Iain PAD
d.Penjualan Sahem PAD Lainnya
a. Penjualan Asct Daerah b.Jasa Giro
28 Lanjutan Tabel 4
II
I.
Subsidi Daerah Otonorn (SDO). mulai Tahun Anggaran 1999/2000
UU 5/1974
UU 32/l 956
Sekitar 95 persen dari SDO untu.k belanja pegawai, sebagian kecil
Instruksi Presiden
lainnya umuk:
digunskan tstilah Dana
a, Subsidi bagi pengeluaran nrtin di bidang pcndidikan (SBPP.SDN) b. Ganjaran bagi pegawai pedesaan (TPAPD) c. Subsidi untuk penyelenggaraan rumah sakit di dacrah (SBBO-
Rutin Dacrah (DRD)
RSUD) pembrayaan pelatihan pegawai pemerintuh
d, Subsidi
2.
Bantuan lnpres, rnulai Tahun Anggaran l 999/ 2000 digunakan istilah
untuk
Bantuan lnpres mcmbcrikan
bertujuan untuk
bantuan pcmbangunan
daerah. baik yang bcrsifat umum maupun khusus yang diberikan atas lnstruksi Presiden, o. lnpres Doti I b. lnpres Datt 11
paser • turan Pembangunan Daerah (lpeda) • Peroonkan dan swasta • Rekerung Pembangunan Daerah (RPD) b. P injaman Luar Ncgeri
IV
Dana Sektoral Pusat (DJP), UU APBN Dana ini diklasifikasikan sebagai in-kind allocation karena walaupun
dananya
rnengalir ke daerah namun tidak rerrnasuk ke dalarn
APO!) Sumber : Departernen Keuangan 2004
Daftar lsian Proyek (l>fP) a. Dana Dckonscntrasi b Dana Tugas PcmbanLuart
29 Selanjutnya pada masa desentralisasi
fiskal dilaksaoakaa, sumbcr-sumber
pcnerimaan dacrah terdiri atas (I) Pendapatan Asli Daerah (PAD), (2) Dana Perimbangan, (3) Pinjaman Daerah, (4) Da11a Derurat, dan (5) Daftar fsian Proyek (DIP). Dalarn Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, Dana Perimbangan yang terdiri atas (a) Hagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Dangunan, dan penerimaan dari sumber aJam (Dana Bagi Hasil), (b) Dana Alokasi Khusus (DAK), dan (c) Dana Alokasi Umum (DAU). Sumber dana yang berasal dari PJ\D, Dana Bagi Hasil., dan DAU merupakan sumber dana yang bcrsifat block grant
aninya penggunaan ketiga jenis dana tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan daerah berdasarkan prioritas daerah. Pengaturan kewenangan pengenaan pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur dalam (Indang-Undang Nomor L8 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retnbusi Dacrah. Dalam perkembangaonya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dianggap kurang memberikan peluang kepada daerah untuk mengadakan pungutan baru, walaupun dalam UU tersebut sebenarnya memberikan kewenangan kepada daerah tctapi
harus ditctapkan dengan Peraturan Pemerintah schingga sulit untuk dilakukaa, Selain itu pengaturan agar peraturan daerah (Perda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah harus rnendapat pengesahan dari Pusat juga telah mengurangi otonomi daerah seiring dengan dikeluarkannya UU Nomor 22/1999 dan UU Nomor 25/1999. maka UU nomor 18/1997 diubah menjadi UU Nomor 34 Tahun 2000 (Dcpartcmen Kcuangan 2004). Dalam UU Nomor 34 Tabun 2000 dan PP pendukungnya, yaitu PP Nomor 65 Tahun 2001 rentang Pajak Daerab dan PP Nomor 66 Tahun 2001 tenrang Retribusi Daerah menjclaskan pcrbedaan antara jcnis pajak yang dipungut oleh provinsi dan oleh
kabupaten/kota. Jenis pajak provinsi bersifat limitatif yang berarti provinsi tidak dapat memungut pajak lain selain yang telah ditetapkan, dan tarif pajak. provinsi ditetapkan secara seragam di selurub Indonesia. Jenis pajak kabupaten/kota tidak limitatif aninya
kabuparen/kora diberi peluang uniuk menggali potensi sumber-sumber keuangan selain tujuh jenis pajak tersebur dengan rnemperhatikan kriteria yang ditetapkan dalam UU
Nomor 34 Tahun 2000. Selain itu, Perda pajak provinsi maupun Perda kabupaten/kota tidak pc1 lu lagi peugesahan pcmerintah pusat.
30
Tabel 5 Sumber-sumoer penerimaan daerah setelah desenrralisasi fiskal No.
Kelompok Penenrr.aan
Dasar Hukmn
Rincian Penerimaan
Pendapatan Asli Daerah 1. Pajak Daerah
uu 18/1991
I . Pajak Daerah Kab!Kota: a. Hotel (I O"lo)
Jo. UU 34.12000
b. Restoran (I 0%)
c.Hiburan (35%) dReklame (25%)
e.Peoerangan Jalan (10%0 f. Peagambilan Balian Golongan C (20%) g, Parkir (20%) 2. Pajak Daerah Provinsi: a. Keodaraan Beonotor dan Kcndaraan di Atas Air (5%)
b.Bea Batik Nama Kcndaraao Bennotor dan Kendaraan di Atas Air ( l 004) c.Baban Bakar Kendaraan Bermotor ( 5%) d, Pengambilan dan Pemanfaatan Aic Bawah T auah dan Air Permukaan (20%). 2. Retribusi Oaerah
l.Jasa Umum a.Pelayanan Kesehatan b.Pelayanan Persampahan c.Pelsyanan KTP 2. Jasa Usaha a.Penyewaan Aset Deerah
bPeoyediaan Tempat Penginapan c.Usaha Bengkel Kendaraan
d Tempat Pencucian Mobil c.Penjualan Bibit 3
l'eriz:inan Tertentu a.lzin Mendirikan Bangunan b.lzin Peruntukan Penggunaan Tanah
5
BUMD
Peoerimaan Dari BUMD: a. Pcrolehan Laba Usaha
6. Lain-lainPAD
b.
l'eojualan Aset 13UMD
c,
Deviden
d,
Pcnjualan Saham
PAD Lainnya a. Pcnjualan Asel Daerah
b. JasaGiro
31 Lanjutan Tabel 5
II
Dana Perimbangan
UU25/!999
L Bagi Hasil
Bagran daerab dart: a PBB
90%
b.BPHTB c. Kehutanan
80"/o 80%
d. Perikanan e. Pertambangan Umum t. M.inyak bumi g, Gas Alam
80% &0% I5%
h,
30%
Dari Bagian Pusat • PBB Bagian Kab/Kota I 0% • BPHTB Bagian Kab/Kota 20%
2. Dana Alokasi Umum
Alokasi untuk Daerah minimal 25% dari Penerimaan Dalam Ncgeri a. Kab/Kota 90"/o b.Provinsi
3. Dana Alokasr Khusus
Alokasi untuk Daerah melihat
kondisi APBK a Kebutuhan Khusus b. Dana Reboisasi In
Pinjaman Dacrah
UU 25/1999
40"!.
a. Sumber Pinjaman Dalam Negeri
• Pemerintah Pusat • Lembaga Keuangan Bank • Lembaga Keuangan Bukan Bank
• Masyarahl b
Surnber Pinjaman Luar Negeri
melalui PemerintahPusat • Bilateral IV
Dana Darurat
uu 25/1999
• Multilateral Dana yang disalurkan dari APBN untuk penanggulangan bencana
nasional
v
Dana Sektoral Pusat ())IP), UU APBN Dana ini diklasifikasikan scbagai in-kind altocotion karena walaupun dananya rnengalir ke daerah namun
tidak termasuk ke dalam APBD
Sumber : Dcpartemen Keuangan 2004
Daftar Isian Proyek (DIP) a.Dana Dekoasentrasi b.Dana Tugas Pembsntuan
METODOLOGI
PENELITIA'.'I
Lokasi dan Walin Penelitian Penelitian
mengambil lokasi di seluruh kabupaten dan kola yang bcrada di
Proviusi Banten, yairu Kabepaten Lebak, Kabuparen Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupatco Tangerang, Kata Cilegoo, dan Kota Taogerang. Provinsi Banten merupakan provinsi yang dibentuk bcrsamaan dengan berlakunya kebijakan desentralisasi fiskal, sehingga awal kebijakan di biclang keuangao yang ditetapkan oleh pemerintah daerah telab berpijak kepada ketentuan Undang-Undang 2511999. Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2006 sampai dengao September 2006. Metode PeagumpulanData
Metode pengumpulan data dilaknkan dengan mengumpulkan data sekunder yang bersum her dari Departemen Keuangan, Badan Pusat Statistik (BPS), Pemerinrah Daerah Provinsi Bantcn dan instansi-instansi lain yang terkait. Jenis data yang digunakan berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PUIIB). Anggaran Pendaparan dan Belanja
Daerah (APBD), Indeks Pembangunan Manusia (!PM), kependudukan,
ketenagakerjaan, pendapatan penduduk, data luas wilayah, dan peta administrasi. Secara umum data-data yang disajikan bcrupa data time series tahunan dengan rentang waktu dari tahun 200 I sampai deogan tahun 2005, kecuali data IPM banya tahun 2002 dan tahun 2004. Uuit pengukuran dalam peaelitian ini adalah selurub kabupaten/kota di Provinsi Banten. Metode Analisis Met ode analisis yang diguaakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Evaluasi Formula DAU Secara global formula DAU diatur dalam Uadang-UndangNorn or 25 Tahun I 999
dan dalam Peraruran Pemerintah (PP) Nnmor I 04 tahun 2000 yang kemudian dinbah menjadi PP Nomor 84 Tahun 2001. Penjabaran secara rinci mengenai variabel-varinbel yang akan digunakan pada formula DAU dirumuskan oleh Sekretariar Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Dacrah selanjutnya dibahas dan setujui oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dan DPR Rl. Dalam analisis evaluasi formula
33 DAU akan dilakukan kajian secara deskriptif mengenai kebijakan yang mcnjadi dasar pcrumusan fonnula serta variabel-variabel dipergunakan dalam pcnghitungan DAU tahun 2001 sampai 2005. Indeks Williamson (WI)
Indeks Williamson merupakan formulasi yang dipergnnakan untuk menghitung ketimpangan (disparitas) sumbcr-sumbcr pcncrimaan APDD amardaerah dalam suatu wilayah. Nilai WT antara 0 sarnpai dcngan I, bila nilai WI sama dengan 0 maka di wilayah tersebur tidak terdapat ketimpangan penerimaan antardacrah, atau dcngan kata Iain pemerataan pendapatan aruardaerah di wilayah tersebut sangat baik, Sebalilmya bila nilai WI sama dengan I maka di wilayah yang bersangkutan terdapat ketimpangan penerimaan antardaerah yang sangat ti11ggi, atau pemerataan pcndapatan antardaerah di wilayah tersebut sangal buruk. Penulis mengelompokkan rentang nilai lndeks Williamson yang dipergunakan dalam pcnclitian ini adalab sebagai berikut: I .Distribusi penerimaan antar daerah menso .vungat balk jika nilai WI antar 0 - 0,25 2.Dis11iuu~i penerimaan antar dacrab merota moderat jika nitai W1antar0,26-0,50 3.Distribusi penerimaan antar dacrah umpang jika nilai WJ antara U,5 I - 0, 75 4. Distribusi penerirnaan antar dacrah .ta11ga1timpong jika nilai WI antara 0,76 - 1,0
Fon:nulasi lndeks Williamson adalah sebagai ben1mt:
nlyi - Ji]2 Ji
WI~,}:-_i-
x-
y
p
Keterangan: IJ.1- lndeks Williamson
yi - Pendapatan Daerah Perkapita pada Kabupaten/Kota kc idi Provinsi Bantcn
34 y = Penerimaan Daerah Perkapita pada kumulatif Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
fi = Jumlah penduduk pada Kabupareu/Kota di l'rovinsi Banten p = Jumlah penduduk pada kumulatif'Kabupaten/Kota di Provinsi Banren Location Quotient (LQ) Secara umum, metode analisis
ini digunakan umuk mcnunjukkan lokasi
pemusatan/basis suatu aktivitas. Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk mernbandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas terteruu dcngan pangsa Iota! aktivitas tcrscbut dalaru total aktivitas wilayah (Rustiadi & Pauuju 2005). Secara lcbih opcrasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase darl total aktivitas pada sub wilayah ke-r terhadap persentase akiivitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah (I) kondisi gcografis rclatif seragam, (2) polapola aktivitas bersifat seragam, dau (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Pcrsamaan dari LQ ini adalah :
LQ~ = X/Xi. X/X .. Keterangan: X,J
dcrajat aktivuas (PDRB) ke-j di kabupaten/kota ke-i
XL
total aktivitas (PDRB) di kabupaten/kota ke-r
X.J
total aktivitas (PDRB) ke~/ di semua kabuparen/kota
X.
derajat aktivitas (PDRB) total kabupaten/kota
Jika nilai LQ;i < I, maka kabupaten/kota kc-i terscbut mernpunyai pangsa rclatif lebih kecil dibandingkan dcngan aktivitas yang secara umum ditemukau diseluruh wilayab dan scbaliknya jika LQj > J, maka kabupaten/kcta kc-i tersebut mempunyai paugsa relatif lebih besar dihandingkan dengan aktivitas yang secara umunt ditemukan drseluruh wilayah,
35
lndeks Entropy
Metode ini digunakan untuk mengukur tingkat perkembangan saatu wilayah, misalnya aktivitas suatu sektor. Dengan demikian, dapat diketahui sekror/aktivitas apa yang berkembang pada suatu wilayah. Prinsip pengertian indeks entropy ini adalah
semakin beragam aktivitas atau semakm luas jangkauan spasial, maka semalcin tinggi entropy wilayah. Artinya wilayah tersebut semakin berkembang. Persarnaan umum entropy ini adalah sebagai berikur: S=
' ' -IIP. LogPif r-1 J"'l
l'ij adalah proporsi kegiaran i (misal sektor, komoditas) di wilayah}. Analisis ini digunakan unluk mengetahui perkembangan sektor-sektorperekonomian kabupatcn/kota kc-i di Provinsi Banton. Jika S scmakin tinggi maka tingkat perkembangan semakin meningkat, dimana nilai S akan selaJn ~ 0.
Shift-Share Analysis (SSA) Shift-share analysis merupakan salah satu teknik analisis untuk memahami pergeseran struktnr aktivitas di suatu lokasi tenentu dibandingkan deogan cakupan wilayah yang lcbih luas dalam dua titik waktu, Pemahaman struktur akuvitas dari basil analisis
shift-share juga menjelaskan
kemampuan
berkornpetisi icompetitiveness)
aktivitas tertenru di suaru wilayah secara clinamis atau perobahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas (Saefulhakim 2004). HasiJ analisis shift-share menjelaskan kinerja (performancey suatu aktifitas di suatu sub wilayah dan membandingkannya dengan
kinerjanya di dalam wilayab total. Gambaran kinerja ini dapat dijelaskan dari 3 kompooen hasil analisis, yaitu : L Komponen Laju Pertumbuhan Total (Komponcn share). Komponen ini menyatakan perturnbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menuojukkau dinamika total wilayah. 2. Komponen Pergeseran Proporsional (Komponen proportional shift). Kompoocn mi meayatakan pcrtumbuhan total aktifitas tenentu secara relatif, dibandingkan dengan
36 secara umum dalam total wilayah yang menuojukkan din.amika
pertumbuhan
sektor/aktifitas total dalam wilayalL
3. Komponen Pergeseran Diferensial (Komponen differential sluft). Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competuiveness} suatu aktifitas tertentu
dibandingkan dengan pertumbuhan total selctor/aktifitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan
dinamtka
(keunggulan/ketakunggulan) suatu
sektor/aktifitasterteotu di sub wilayah tertentu terhadap aktifitas tersebut di sub wilayah lain. Persamaan d.ari Shift Shore Analysis (SSA) adalah sebagai berikut
SSA =(X . .:n_1
l x. ,.,
)·(~~·x.,i_
X.49), x,
b
c
a
(X.,,,
~<·i' ~I
Keterangan : a = komponen agregrat pertumbuhan wilayah b = komponen pergeseran sektoral c = komponeo pergeseran difercnsial X .. = nilai total sektor-sektor ekooomi (PDRB) dalam total kab/kota X.1 = nilai total sektor-sektor ekooomi (PDRB) tertentu dalam total kab/kora Xq = nilai sektor-sektor ekonomi (PDRB) tertentu dalarn unit kab/kota tertentu titik tahun akhir (tahun 2005) = titik tahun awal (tahun 2001)
~I) = l(o)
Cini Rasie Gini Rasio merupakan salah satu teknik analisis untuk memahami tingkat pemcrataan distribusi pendapatan masyarakat di suatu wilayah. Gini Rasio ini disusun dengan bantuan kurva [Arentz yang disusun dalam suatu skala absis dan ordinat yang sama.
Absis
menggambarkan
persentase
atau
persentil
menggarnbarkan persentase atau persenliJ pendapatan.
iui dihitung dari luasan wilayah yang dibentuk oleh suatu fungsi yang rnenggambarkan tingkat pendapatan masyarakat clan garis diagonal 45 derajat
37 Gambarau grafis dari penghitungan Gini Rasio (f odaro, 2000) adalah sebagai berikut:
10
)
y (%)
}-X
(kumulatif pendapatan)
(0) 0
JOO (A) x (% knmulatif penduduk)
Dari gambar tersebut yang disebutdeagaa Gini Rasio adalah rasio anrara luas daerah yang diarsir atau integral dari f{x) dengan luassegitiga OAR
Gini Rasio dihitung dengan rum us
G=l-
• LP.(;, - ;,_,)
~·
dimana: G = Gini Rasio p; = proporsi populasi kategori ke-r I), = proporsi kumulatif pendapatan sampai deogan kategori pendapatan ke-. p,
=k/k
11
= banyaknya kategori pendapatan
k, k
= banyaknya populasi untuk kategori pendapatan ke-r = total populasi
Nilai Gini Rasio (G) antara 0 sampai deogan 1, bila nilai G sarna dengan 0 maka distribusi pendapatan penduduk di wilayah tersebut tidak terdapat ketimpangan atau dcogan kata lain distribusi pendapatan penduduk di wilayah tersebut rnerata sangat baik. Scbaliknya bila nilai G sama dengan l maka distribusi pendapatan pendndnk di wilayah tcrscbut sangat timpang. Rentang nilai yang dipergunakan dalam Gini Rasio adalah:
I. Distribusi pendapatan penduduk meratasangat baik jika nilai G antar 0 - 0,25 2. Distribusi pendapatan penduduk meratamoderat jika nilai G antar 0,26 -0,50 3. Distribusi peudapatan penduduk timpong jika nilai G antara 0,51- 0,75
4.
Distribusi peudapatan peududuk sangat timpang jika nilai G anrara 0)6- 1,0
38
Indeks Pembangunan Manusia (JPM)
fPM merupakan indikator yang bertujuan untuk mengukur tingka1 kesejahteraan masyarakat suaru negara atau wilayah. IPM merupakan produk UNDP (United Nations Development Program) yang dipublikasikan sejak tahun 1990. Anglea !PM berkisar antara 0 - 100. Angka IPM suaru dacrah memperlihatkan jarak yang hams ditempuh (shorrfalf)untuk mencapai nilai maksimum, yaitu I 00. Angka ini diperbandingkan antar daerah. Dengan demikian, tantangan bagi sernua daerah adalah untuk mcnemukao cara mengurangi uilai shonfo)! iuereka. UNDP meugelompokkun IPM dengan karegori scbagai berikut (Todaro, 2000): Kategori tinggi !PM menengah atas IPM menengah bawab IPMbawah
: !PM lebih dari 80 : IPM antara 66,00 - 79,99 : IPM anrara50,00 - 65 ,99 : IPM kurang dari 50,00
Dalam mcnghitung IPM dipergunakan 3 indikator, yairu: I. Indikator Keschatan: perwujudannya adaleh umur panJang dan sehat, dengan
iodikator angka harapan hidup saat Jahir. 2. lndikator Pendidikan: perwujudannya adalah tingkat pengetahuan, dcngan indikator:
(a) angka melek huruforangdewasa(bobot2/3), dan (b) rata-rata lama sekolah (bobot 113). 3. Indikator Daya Bcli: pcrwujudannya adalah "kehidupan yang layak", diukur deugan
indikator pengeluaran per kapita riil yang telah disesuaikan dengan paritas daya beli. Mctodc Pcnghitungan !PM
Keterangan: IPM : lndcks Pembangunan Manusia (Human Development lnde:r.) X 1 : Harapan Hi dup X2 : Pendidikan
X3 : Daya Beli
39
Metode Penghitangan Indeks Xij
Indeks X;j
-rx, - X.....m) I (XHD<.,
X;_,,,;,,)
xij : indikator ke-i dari daerah ke-j Xi-.run: nilai minimum dari X; X;...,,w,: nilai maksimum dari X, Nilai Maksimum dan Minimum dari Setiap Komponen !PM Kornponen !PM
Satuan
Nilai
Angka Harapan Hidup
Tahun
Angka Melek Uuruf
Rata-rata Lama Sekolah Daya Reli
Keterangan
Maksimal 85
Ntlai Minimal 25
'Yo
100
0
Standar UNDP
Tahun
15
0
Standar UNDP
I PPP
Rp pada
1737.720
Standar UNOP
Modifikasi
360.000
Kasus Jndonesia
Model Ekonometrika : Estimasi dengan Metode Panel Data Untuk mcmpelajari
pcngaruh desentralisasi fiskal terhadap
perkcrnbangan
perckouonnan, dau distribusi pendapatan masyarakat kabupaten/kota di Proviosi Bantcu selama tahun 2001-2005 dipergunakan model ekonometrika dengan estimasi melalui metode Panel Data. Estimasi ini dilakukao dengan cara menyusun data dalam bentuk
pooled, yaitu data yang mengkombinasikan daa time series dao data cross section. Mengingat pelaksanaan desentralisasi fiskal yang diteliti haoya 5 tahun (2001-2005) dan jumlah objck penelitian 6 daerah, maka untuk mengnrangi kekurangan derajat bebas, model panel data ini sangat sesuai dengan pcnclitiao ini. Persamaan regresi untuk panel data (Raltagi, 1995)· Yi1 =
flo. P1XiLI + fi2Xi1.2 +
+ l\.Xitk + l11
J
X;1.1=1,untuki=1,2,3 Ndan r = 1,2,3 T = urut cross section = unit waktu I = variabel respon pada unit crass section ke-i dao waktu ke-t = variabel bebas ke-k pada unit cross sectionke-i dan waktu ke-r I
= intersep
- variabel galat pada unit cross section ke-i dan waktu kc-I
40
Secara urnum bentuk panel data dapat dijclaskan scpcrti pada Tabcl 6 berikut. Tabel 6 Bentuk Panel Data
Kab./Kota
Tabun
y
XI
Xp
2001 2002 2005
h
2001 2002 2005
16
2001
2002 2005 Samber: Manurung, disesuaikan
Adapun model pengaruh desennalisasi fiskal rerhadap perkcmbangan perekonomian dan
distribusi pcndapatan diruliskao scbagai bcrikut: Pengaruh desentralisasi fiskal terhadap perkembangan perekonomian
41 Matriks masalah, tujuan, dan ker.utgla analisis penelitian Berdasarkan perumusan masalah, tujuao dan kerangka analisis penelitian, maka disusun matriks sebagai berikut.
Tabel 7 Matriks masalah, tejuan dan metode analisis Om yllllJl dibutuhl;m
r._;...
No Apakah fom1ul3 DAU yang dipctgun.abn sclamo tahun 200l·200S icloh scjalon daigan
Md1l-.b:lc-1l1W1 tcriuida? tQnnui. DAU 1ahun 2001-2005
kc•oaaan d.acflh. don kcsejllhicrau pcndudul B.vtltO oc:lcW. dcscr.whwi fiskal
~(l.Q), in
St11R·~-
PORB,APBD, Pa1dapatan
·~•rs(SSI\),
Pcndudllk.
GW!Usic.
Jumbh
!PM.Model
Pcndud11I:
Ekooomct:tl:a
(1'111<1 Dob)
Pc.mda, DPS, Dcp. Kcuongllll
42
Metode Analisis
!
! Analisis Pemeraraan Analisis K.inerja Pembangunan Daerah
Kernampuan Keuangan
Antar Daerah
• Bvaluasi Deskriprif Formula DAU
'
lndeks
Aktivrtas
Williamson
Pcrckonomian
I
+ LLQ
1.
2. Entropy 3. SSJ\ 4. Panel Data
+
Keuangan Daerah
Pcnduduk
I
Derajat desentralisasi Iiskal
2. Dcrajat Kemandirian
Kesimpulau dan Rekomendasi Mengenai Pelaksanaan Descntralisasi Fiskal di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Gambar 8 Diagram alir kerangka analisis penelitian
Kesejahteraan
~
l . Pengangguran 2. Gilli Rasio 3.JPM
4. Panel Data
l(AJJ AN U~UJM WIT.,A V AH PI:N£LITIAN Kondisi Geografis Provinsi Banten dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000
Tentaug Pembcntukan Provinsi Banton. Wilayah Provinsi Banteu berasal dari scbagiau wilayah Provinsi Jawa Barat yang terdiri atas Kabupatcn Lebak, Kabupaten Pandeglang,
Kabupaten Serang, Kabupatcn Tangerang, Kora Cilegon, dan Kota Tangerang.
Posisi
geografis Provinsi Hanten berada antara 5"7'50" -7" I' I I "Lintang Selatan dan I 05°1' I I" 106°'12" Bujur Timur dengan luas wilayab 9.069,25km2.
Posisi tersebur sangat srratcgis
sebagai penghubuug jalur perdagangan Sumatera - Jawa. 13atas-batas wilayah Provinsi Hanten adalah sebagai bcnkut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
b. Sebelah Timur dengan Provinsi Daerah Khusus tbukota Jakarta dan Provinsi Jawa
Barat c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindin d. Sebelah Baral dengan Selat Sunda Sedangkan ekosistcm wilayah Ba11lc11 terdiri alas:
a. Lingkungan Pantai Utara merupakan ekosisiem sawah inga.~ teknrs den setengah tcknis, kawasan pcmukiman dan induslri. b. Kawasan Banten Bagian Tcngah berupa irigasi terbatas dan kebun campur, sebagian bcrupa pemukiman pedesaan. Ketersediaan air cukup dengan kuantitas yang stabil. c. Kawasau Bautcu sekitar Guuung Halim-Kendeng hingga Maliugping, Lcuwi-darnar,
Bayah berupa pegunungan yang rclatif suht untuk diakses namun mcnyimpan potensi sumber daya a lam. d. Banten Bagian Baral (Saketi, DAS Cidano dan lereng kompleks Gunung Karang Ascupan dan Pnlnsari sarnpai DAS Ciliman - Pandeglang dan Serang bagian Barat) kaya akan potensi air, merupakan kawasanpcrtanian yang masih perlu ditingkatkan. e. Ujung Kulon sebagai Tainan Nasional Konservasi Badak Jawa.
f. DAS Cibaliung - Malingping merupakan cckungan yang kaya air tctapi bel11111 dimanfaatkan sccara efektif dan produktif, Sckelilingnya berupa bukit-bukit
44 bergclornbang dengan rona lingkungan kebun carnpur dan talun, hutan rakyat yang tidak terlalu produktif
Iklim wilayah Da111e11 sangat dipengaruhi Angin Monson (Monson Trade) dan
Gelombaug La Nina atau El Nino. Saal musim penghujan (November - Maret) cuaca didomioasi oleh angin Barat (dari Sumatcra Hindia scbclah selatan J'ndia) yang bergabung dengan angin dari Asia yang melewati Laut Cina Selatan. Pada
11111.Sim
kemarau (Juni -
Agustus), cuaca didominasi oleh angin Timur yang nienyebabkan wilayah Hanten mengalami kekeringan yang tinggi tcrutama di wilayah bagian Selatan, t.erlebih lagi bila bcrlangsung El Nino. Ternpcratur di dacrab pantai daa perbukitan berkisar antara 22
45 derajai celcius clan 32 derajat celcius, sedangkan suhu pcgunungan dengan kennggian anrara 400 - 1.350 m dpt mencapai an tar-A I & derajat celcius - 29 derajat celcius. Topografi
Wilayah Provinsi Banton bcrada pada ketinggian 0 - 1.000 m dpl. Dataran rendah dengan keringgiau 0 - 50 rn dpl terbentang di sepanjang pesisir utara Laut Jawa, sebagian wilayah Serang, sebagian besar wilayah Kabupaten dan Kora Tangcrang, sebagian pcsisir Sclatan Kabupaten Pandcglaug, hingga Kabupaten Lebak, Kemiringan lercng di daerah tcrsebut 0-15%. Topografi perbukitan bcrgelombang sedang dengan kemiringan lercng 15-25% mcncakup wilayah Kabupatcn Serang, Kola Cilcgon, Kabupatcn Tangcrang, dan Kola Tangcrang scrta bagian utara Kabupatcn Pandeglang. Sedangkan ropograf terjal dengan kemiringan >25% terdapat di Kabupaien Lebak dan scbagian kccil Kabuparcn Pandeglang Bagian Selatan, Sumber Daya Alam Potcnsi suruber daya hutan di Provinsi Banten relatif besar. Luas hutan di Provinsi
Bantcu adalah 20,37 persen dari luas wilayah, Wilayah y311g memiliki luas huran yang besar adalah Kabupaten Pandeglang dan Kabuparen Lebak, f1U1a11 di Kabupaten Pandeglang rncncapai 36, 17 persen luas wilayahnya arau sebesar 95 l.'16,28 Ha Sedangkan luas hutan di Kabupaten Lcbak scbcsar M.539,17 Ha atau 20,19 dari luas wilayalmya. Ifutan di Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang tidaklah terlalu besar. Di Kabupatcn Serang luas hutan mcncapai 10.102,8 Ha atau sebesar 5,83 persen dari luas wilayahnya. Sedangkan di Kabupaten Tangerang luas hutan rnencapai 1.102,75 Ha atau sebesar 0.98 persen dari luas wilayahnya, Guna melindungi somber daya hutan dan kekayaan kcanckaragaman hayatinya,
dua Tam an Nasional telah ditetapkan di wilayah Banten, yaitu Tarnan Nasional Gunung Halimun dan Taman Nasional Ujung Kulon di Kabupaten Pandeglang. Ditetapkan pula cagar alarn di Pulau Dua, Rawa Dano dan Tukung Gede serta Taman Wisata llutan Pulau Sangiang dan Tarnau Wisata Alam Carita di Kabupaten Serang.
46
Sementara, potensi sumber daya tambang dan galian logam di Provinsi Banten tersebar di l .ebak, Pandcglang clan sekitamya seperti bahan galian industri lerdapat di Bayah dengan Cadangan Fosfat Alam, di Cipanas dengan cadangan Felspar, di Bojoog. Leuwidarnar, Cilayang dengan cadangan Bentonit, di Genung Karang dengan cadangan Marmer. Wilayah yang kaya akan bahan galian logam terdapal di Cibareno dan Cihara deugan jenis baban galian logam terdiri dari emas, perak, tembaga, timbal dan seng, Di Cikotok clan di sekirar Lebak cadangan cmas dan peraknya. Sclain cmas dan pcrak terdapat juga cadangan biji besi tcrdapat di Cipunn. Kcpendudukan Jumlah penduduk kabupaten clan kota di Provinsi Banten berdasarkan data dari BPS pada tahun 200 I tercatat sebanyak 7.472.600 jiwa sementara tahun 2005 sebanyak 9.128.780 jiwa. Dcngan luas 9.069,25 Km2 maka kcpadatan rata-rata peududuk pada tahun 2001 adalah 818.580 jiwa/Km2 clan pada tahun 2005 mcnjadi 1.006,56 jiwa/Km?, atau rneningkat dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 5,3 persen.
Narnun
dernikian, kepadatan penduduk pada tiap kabupacen/kota tidak sama, dari 6 daerah cerdapat 4 daerah yang memiliki kepadatan di atas rata-rata, yaitu Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Cilcgon, dan Kabupaten Scrang, scdangkan 2 dacrah lainnya yairu Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang kepadatan penduduknya di bawah rata-rata. Daerah yang memiliki tingkat kcpadatan pcnduduk paling tinggi adalah Kota Tangerang (6.866 jiwa.1Km2 pada tahun 200 I clan 8.928 jiwa/Km2 pada tahun 2005) sedangkan Kabupaten Lebak merupakan daerah dengan tingkat kcpadatan terendah (295
jiwa/Km' pada tahuu 2001 dan 372 jiwa/Km2 pada tahuu 2005). Tingginya kepadatan penduduk Kota Tangerang dapal dimaldumi karcna Kota Tangerang rnerupakan dacrah pcnyangga ibukota negara yang bcrbatasan langsung deogan OKI Jakarta. Banyak
masyarakat yang melakukan aktivitas ekonorni di Jakarta sedangkan tempat tinggal berada di Kot a Tangerang,
47
Tabel 8 Demograf Provinsi Banten tahun 200 I clan 2005 Penduduk (Ribu jiwa) Pertumbuhan Penduduk
No
Daerah Kab. Lcbak 2
3 4 5 6
Kab. Pandeglang Kab. Serang Kab. Tangerang Kota Cilegon Kola Tan8erang Total Sumbcr: BPS, Dep.
Kepadatan (Jiwa/Km')
200]
2005
(%)
2001
2005
899,08
1.134,07
26.14
295
372
990,15 1.611,61 2538,09 280,04 1.153,61
1.101,88 1.836,13 3-227,09 329,71 1.499,91
11,28 13,93 27,15 17,74
360 945 2.063 1.595
401
30,02
6.866
2.623 1.878 8.928
7.472,6 9.128,78 Keuangan
22,16
818
l.006
l.077
Sernentara itu, berdasarkan data dari BPS tabun 2002 dan tahun 2005 sebagaimana
terlihat pada Tabel 8 menunjukkan bahwa dari penduduk kabupaten dan kota di Provinsi Banten yang berusia 15 tahun ke atas menurut kegiatan serninggu berjumlah 5.731.064
jiwa (tahua 2002) dan meningkat mcnjadi 6.139.367 jiwa (tahun 2005). Dari sejumlah 5.731.064 jiwa pada tahun 2002, yang tennasuk dalarn kelompok angkatan kerja
berjumlab 3.747.252 jiwa dan bukan angkatan kerja berjumlah 1.98.3.812 jiwa. Dari kelompok angkatan kerja tersebut terdiri atas 3.217 .192 jiwa arau 86 persen merupakan kelompok bekerja dan sebanyak 530 060 jiwa atau 14 persen adalah kelompok
pengangguran. Pada kelompok bukan angkatan kerja profesi yang paling tinggi jumlahnya adalah mengurus rumab tangga, yaitu berjwulab 1.250.564 jiwa atau sebesar 63 persen, kemudian diikuti oleh kelompok pelajar/mahasiswa sebesar 24 persen dan sisanya sebesar 13 perseu kelompok Iaiunya (peududuk yang cacar mental atau sebab-
scbab lain sehingga tidak produktif). Sedangkan dari sejumlah 6.139.367 jiwa pada tahun 2005, yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja bcrjumlah 3.864.831 jiwa dan bukan augkatao kerja berjumlah 2.274.536 jiwa. Dari kelompok angkatan kerja tersebut terdiri atas 3.314.836 jiwa atau 86 persen merupakan kelornpok bckerja clan sebanyak 549.995 jiwa atau 14 persen adalah
kclompok pcngangguran. Sama scpcrti data tahuu 2002, di tahun 2005 profesi yang paling tinggi jumlahnya pada kelompok bukan angkatan kcrja adalah mengurus nnnah
4g
rangga, yaitu berjumlah 1.384.263 jiwa atau sebesar 61 persen, kemudian diikuti oleh kelompok pelajar/mahasiswa sebesar 26 persen dan sisanya sebesar 13 persen kelornpok lainnya. Tabel 9
Penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut kegiatan seminggu di Provinsi Banten tahun 2002 dan 2005 Tahun 2002 Keg;..,,. An~lli•n Kctja
Dacrah
Ptllgllng
lleL•~·
Knb
&lwl Angl(mo
s11nn
IWi•
Toul
M~urus
J;imlab
Sclolah
RT
Laiont•
Jimlah
P•ndegi.ong
417.012
66.38S
483.397
30 117
120930
H.19S
198.242
681.639
Kab. Lcb3k
408,013
71.3~1
479.371
24.224
141.300
JOJOS
19S.829
67S.200
I 144.094
I 72.6SI
1.316 7S2
1n.111
462.89:;
76.627
713.331
2.030.(183
S98.819
IOS.264
704.083
90.507
238,658
6,,174
395.939
I. Hl0.022
541.940
86 233
6J.4.173
121.9••
23S.JO)
2U(M
391.051
l.02~.230
IOIJ 14
23.162
129.476
2Ul3
51.'71
9.10)
S9.414
211.390
11.17 192
S'.10 060
1747l~'
'76440
1S6.M~
I 98HI?
~ 711 OM
Kob.
Ta1igeoa:.g Kab. Sc111ni Kot>
T•• , .....,
Koca C1I
an
Toul
uso.sr.i
Ta.1111200S Kqiawi R•l:en Anel.:uJin KCS)1
An&l.0
Docrah
Pcngong
Kob P.,.,cg)••& Kob. Lcbak Ko~
Tanser:ll'ls Kab. Scw111 Koti Tangcrnng
Kol3 Clle en Total
Sumber : BPS
Bdef.i! 394.361
"'""" 60.$72
4100M
Tol31
McnglUllS
Jmnlab
Scl:o!Jb
RT
Laiuiv1
J1111W.
4SS.734
3S.516
IS?.122
0.011
230.719
68MSS
1IS 129
4% 1l9J
17 011
147410
31304
l16.74S
712.638
1.240.973
173J34
1.414.307
247J&l
500~2
81.313
S36.127
2.250.4)4
S?8.784
LYJ.211
n1.m
99.897
262.81?
79.424
....2.140
1.180.13S
S54.IS7
63.017
617.f74
ISO JBS
26?.'.lOll
40.42S
400.121
I. 077.'I'))
115.294
27.732
14).02~
2'1.895
S2.177
(1.,617
331036
S49.99S
J.S64.S3l
600.179
l.38U63
290.()94
u 1184
23 J.7!0
7 174 S36
6 139 367
49 Dacrab yang paling tinggi jumlah angkatan kerja maupun bukan angkatau kerja baik pada tahun 2002 maupun tabuo 2005 adalab Kabupaten Tangerang, dan yang paling rendah adalah Kota Cilegon Pada tahun 2002 total penduduk Kabupaten Tangerang yang berusia di atas 15 tahun berjumlah 35 persen atau sckitar 2.030.083 jiwa Meningkar menjadi 2.250.434 jiwa atau 37 persen pada tahun 2005. Sedangkan untuk Kota Cilegon pada tahun 2002 total penduduk yang berusia di atas 15 tahun berjumlah 218.890 jiwa atau 3,82 persen, meningkat mcnjadi 231. 710 jiwa atau 3,78 persen pada tahun 2005. Produk Domestik Regional l.Jruto Salah saru indikator yang digunak.an untuk melihat pedcembangan aktivitas perekonomian suatu wilayab adalab Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB mcrupakan total nilai kotor dari semua barang dan jasa yang diproduksi oleb selurub. rakyat di suatu wilayah dalam periodc saru tahun. PDRB merupakan ukuran produktifitas suatu wilayab yang paling diterima secara luas sebagai stander ukuran pem bangunan dalam skala wilayah dan negara, Oleh karenanya, walaupun
memiliki berbagai
kelemahan PDRB dinilai sebagai tolok ukur pembangunan yang paling operasional dalam
skalancgara di dunia. Perkembangan PDRB kabupatenlkota di Provinsi Bantcn dalam kurun waktu 5 tahun
(2001-2005)
atas
harga konstan scrta kontribusi
perekonomian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
masing-masiug
sektor
50
Tahel io PDRB atas harga konstan tahun 2000 menurut lapaugan usaha di Provinsi
Banten tahun 200 l dan 2005 Lseangan Usaha
1. Pertanian 2. Pertambangan don Penggalian 3. lnduslri Pengolahan 4. Us trik, Gas. Ait Bernih 5. Banguna.i 6. Perdagangan. Hotel, Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keu. Persewaan, Jasa Perusahaan 9.Jasajasa PDRB
LAPANGAN USAHA 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. (ndoslri Pengolahan 4. listrik. Gas. Aif 8ersih 5. Bangunan 6. Perdagangan. Hotel, Rest-Oran 7. Pengaog1(utan dan Komunikasi 8. Keu, Persewsan, Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa PDRB
Sumber : BPS
Kab. Lebak 2001 2005 1.159.058 1.291.646
Kab. Pandeglang 2001 2005 1.095.295 1.267.674
Kab.Serang 2001 2005 1.020.174 1.144.136
30.802 262.422
40.868 316.631
3.167 337.573
3 765 392.506
4.124 3.457.997
4.717 3.949.139
8,757 110.955
12.299 127.911
19.S« 112.078
24.862 146.884
277.803 426.321
327.434 529.746
657.005
753.459
628.020
800.103
710.200
882.280
150.114
185.885
146.746
183.388
205.416
257.768
110.698 358.451 2.848.262
154.291 406.225 3.289.215
106.190 330.219 2.779.131
132.456 408.430 3.38(1.088
188.335 491.313 6.781.750
293.572 584.582 7.973.371
Kab. Tangerang 2001 2005 1.290.026 1.527.190
Kofa Cilegon 2001 2005 245.575 259.338
Kata Tangerang 2001 2005 37.097 41.867
10.841 7.404.205
12.859 8.990.704
6.507 4.558.649
8.050 6.052.019
0 9.729.862
801.755 235M5
1.001.925 306.272
723.564 35,515
933.279 40.815
242.504 290.035
285.224 349.313
1.565.393
2.027.500
799.898
4.359.211
5.466179
652.735
1.178.599
649.084
782.553
1.724.935
2.458.273
288.522 521.699 12.970.641
422.546 7111.865 16.186.460
95.675 93.719 7.208.187
251.553 123.689 9.530.457
26.053 350.967 16.762.663
609.843 430.93.6 21.011.284
1.079.160
0 11.369.648
5)
Dari Tabcl 10 tcrlihat bahwa di wilayab Bantcn tidaklbelum terdapar aktivitas sektor minyak bumi dan gas alam (Migas). Secara umum aktifitas masyarakat Bantcn yang paling dominan adalah sektor industri dan pcrtanian. Daerah yang paling tinggi aktivitas perekonomiannya adalah Kota Tangerang kemudian diikuti oleh Kabupatcn Tangerang
dan Kabupaten Serang, Sebaliknya Kabupaten Lebak dan Kabupaten
Pandeglang adalah daerah yang paling kecil aktivitasperekonomiannya. Pada tahun 200 I Iota! PURB konstan Kota Tangerang adalah Rp16,763 tnliun dan meningkat mcnjadi Rp21,0I Ltriliun pada tahun 2005. PDRB Kabupaien Lebak pada rahun 2001 sebesar Rp2,848 lriliun dan meningkat menjadi Rp3,2R9 triliun pada tahun 2005. PDRB untuk Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang sekitar 39 persen didominasi oleh sektor Pcnanian, sedangkan untuk Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kola Cilegon dan Kora Tangerang lcbih dari 50 persen didominnsi olch sektor Iudustri,
Khusus untuk Kota Tangerang ridak terdapal aktiviras sektor
pertambangan dan penggalian, hal ini terlihat dari PDRB dari sektor tersebut sclama pcriode 2001 sampai dengan 2005 cidak memiliki nilai sama sekali. Di Koia Tangerang dan Kola Cilegon selam sektor lndustri. aktivitas sektor Perdagangan, Hotel dan Rcstoran merupakan sektor kcdua tcrbesar dalam mcnyumbangkan nilai PDRB. Untuk Kora Tangerang sharing sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sekitar 25 persen, sedangkan untuk Kora Cilegon sekitar 11 pcrsen. Anggaran Pendapatan dan Bclanja Daerah (APBO) APBD pada d.asarnya memuat rancangan keuangau yang diperuleh dan dipergunakan oleh pemerintah daerab dalam rangka melaksanakan kewenangannya untuk pcnyelcuggaraan urusan pemcriutahan dan pelayaaan umum kcpada masyarakat sclama I tahun anggaran (I Januari sarnpai dengan 31 Descmber).APBD dinyatakan dalam saruan
mata uang dan ditetapkan dengan pcraturan daerah. Pada hakikatnya APBD merupakan salah satu alat 11nl11k
meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, oleh
karena itu APBD harus rnencerminkan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan
potcnsi dan keanekaragaman daerah. APBD merupakan suaru sarana unruk mengevaluasi pencapaian kinerja dan akentebilitas pemerintah dalam meningkatkan kcscjahtcraan
masyarakat, dengau deunkian J\PBD harus mampu memberikan infonnasi secara jelas
52 mengeuai tujuan, sasaran, basil dan manfaat yang dipcroleh masyarakat dari suatu kegiaran yang dianggarkan. Sclain iru, setiap dana yang diperoleh dan penggunaannya
hams dapat dipertanggungjawabkan. Struktur APBD berdasarkan sistern tradisional terdiri atas Pen er imaan dan Pengeluaran. Penerimaan dirincr men1adi l)Pos Sisa Lebih Anggarao Talmo Lalu, 2)Pos PAD, 3)Pos Dana Pcrimbangan, dan 4)Pos Lain-lain Penerimaan. Pengeluarnn dirinci menjadi I) Bclanja Rutin dan 2) Belanja Pcmbangunan. Tetapi sebagaimana amanat Peraturan
Pemerintah
Nomor
105
Tahun
2000
terrtang
Pcngelolaan
dan
Pcrtanggungjawaban Keuangan Dacrah Ayat I Pasal 15, fonuat APBD lier ubah menjadi anggaran berbasisi kinerja dengan struktur tcrdm atas Pcndapatan. Belanja, dan Pembiayaan. Pendapatan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu pendapatan asli daerah
(PAD), dana perimbangan, dan kelompok lain-lain pendapaian yang sah. PAD adalah pungutan y.mg dipungut oleh daerah berdasarlcan peraruran dacrah, jenis-jenis PAD antara lain pajak daerah, rctribusi dacrah, laba OUMD, dan lain-lain PAD. Kclornpok pendaparan dari dana perimbangan terdiri atas bagi has1I paJak dan bukan pajak, dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAI<). Dana perimbangan merupakan dana yimg bersurnber dari pusat (APBN) yang dialoksikan kepada seluruh daerah. Belanja adalah scmua pengeiuaran kas daerah dalam periode tahun anggaran yang
mcnjadi bcban dacrah. Dari sifamya belanja dibagi mcnjadi dua jenis, yaitu: I. Belanja langsung : belanja yang besar kecilnya dipengaruhi secara langsung oleh adanya kegiatan. Semakin bcsar volu.me kegiatan maka semakin besar jwnlab bclanja, 2. Belanja tidak langsung : belanja yang besar keciJnya tidak dipengaruhi secara
langsung oleh adanya kegiatan, Pos belanja dibagi mcnjadi beberapa kclompok belaeja, yaitu Belanja administrasi umu.m (BAU) : belanja tidak langsing dan tidak mcnambah aset tetap. Belanja operasi dan pemeliharaan
(ROP) ; bclanja langsung berbentuk kegiatan tetapi tidak menambah
asct tetap. Belanja modal : belanja langsnog dan mcoambah asct, misalaya bclanja untuk membeli kendaraan, membangun gedu.ng. Belaoja bagi hasil clan bantuan kcuangan : belanja yang bersifar transfer langsnng lanpa indikaror kinerja. Misalnya alokasi bagi hasil pajak kendaraan bcrmotor dari provinsi kcpada kabupaten/kota. Belanja ridak
53 rersangka : belanja yang dialokasikan unruk mendanai kebutuhan daerah yang mendesak
unruk dilaksanakan tetapi belum tersedia anggarannya. Pembiayaan merupakan suatu transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara pendapatan dan belanja. Jika pendapatan lebih kecil dari
belanja akan terjadi defisit, maka defisit tersebut ditutup melalui pos pembiayaau. Sebaliknya jika tcrjad.i surplus. maka surplus tersebut akan clirnanfaatkan olcb pos pembiayaan. Oleh karena itu, besarnya jumlah pos pembiayaan sama dengan jumlah
surplus/defisit anggaran. Struktur APBD dengan sistem tradisional digunakan oleh kabupateu/kota di Provinsi Bantcn sampai dcngan tahun anggaran 2002, dan mulai anggaran tahun 2003
meaggunakan anggaran berbasis kinerja. Pada periode tahun anggaran 200! dan 2005 realisasi pendapatan dalam APBD kabupafen/kota di Provinsi Banten dapat dilihar pada Tabel 11. Dalam periode tersebut K.abupaten Taogerang mcmiliki nilai APDD nominal yang tertinggi dari seluruh APBD Banten, scdangk.an Kola Cilcgon memiliki APDD nominal yang terendah, Pada tahun 200 I realisasi pendapatan Kabupaten Tangerang
sebesar Rp544,536 miliar atau 29,39 persen
rcalisasi
pendapatan
Kola Cilegon
pada tahun
Rpl37,363 miliar (7,41 person) dan mcniugkar mcnjadi Rp26!,813
200 I sebesar
miliar (8,37 persen)
pada tahun 2005. Sernenrara nntuk anggaran belanja pada tahun 2001 total helanja Kabupaten Tangerang scbesar Rp477,839 miliar (28,81 person) dan mcningkat menjadi Rp904.466 miliar (29,38 persen) pada tahun 2005. Total belanja Kota Cilegon pada tahun
2001 sebesar RplOS.453 miliar (6,36 perseu) dan meningkat me1~adi Rp266.891 miliar atau 8,67 persen pada tahun 2005.
54
Tabet l l Realisasi APED wilayah Provinsi Banton tahun 2001-2005 Total Pendapatan (dalam juta rupiah)
No. Daerah 1 2 3
4 5 6
Kab. Lebak Kab. Pandeg!ang Kab. Serang Kab. Tangerang Kola Cilegon Kota Tangerang TOTAL
2001 230.496
2002 257.603
255.013
274.180
337.381
402.685
544.536
715818
137.364
281.006
347.842
470.762
1.852..632
2.402.056
2003
2004
2005
335.065
337.205
362.981
363.338
359.205
370.373
503.817
529.597
520.777
827.121
987.623
1.019.349
257.516
258.642
261.813
522.843 2.809.700
573.522 3.045.793
591.150 3.126.444
Total &lanja(dalamju1arupiah)
No. Daerah 2
3 4 5
6
Kab. Lebak Kab. Pandeglang Kab. Serang Kab. Tangerang Kola Cilegon Kola Tan)ierang TOTAL
200l 212.169
2002
2003
2004
2005
237.702
328.075
334.736
368270
254233
264.845
354.228
358.977
372.910
315.864
362.794
504.107
530.240
550.061
477.840
614.026
852557
939.651
904.466
105.454
201.991
230.623
238.986
266.891
292.789
408.314
542.254 2.811.845
559.341
615.134 3.077.732
1.658.347
2.089.672
Sumber: Dep. Keuangan, Pemda diolab
2.961.931
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari 13adan Pusat Statistik (BPS), Departcmcn Kcuaugan, Pemerintah Daerah dan instansi terkait lainnya dilakukan analisis
untuk bisa mcnjuwab saiu per satu tujuan penelitian yang ingin dicapai.
Berikut ini
adalah uraian reoritis dan pembahasan ltasil analisis yang berkait.an dengan tujuan penclitian.
Analisis Formula UAIJ Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 mcnghapuskan dua jenis transfer utama
dari pemerintah pusat kc pcmcrinrah daerah yang selama ini dilakukan, yaitu Subsidi Daerah Oionom (SOO) arau Dana Rutin Daerah (DRD) dan transfer berbentuk lnsrruksi Presideu (Inprcs) atau Dana PembaJ1g1111a11 Daerah (DP.D). Kcdua transfer ini diganti dengan Dana Alokasi Urnum (UAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Jumlah OAIJ
ditetapkan sckurang-kurangnyn 25 pcrscn dari pcncrimaan dalam negeri neno yang diletapkan dalam APRN. Selanjurnya 10 perscn dari dana rersebut dialokasikan kepada provinsi clan sisanya 90 person diberikan kepada kabupaicn/kora Bcsarnya DAU yang
diterirna olch masing-rnasing daerah duetapkan Jcugw1 Kqmtusan/Pcratunm Presiden. Sclanjut11ya Menteri Keuangan mcnyalurkan DAii rersebut kepada masing-rnasing
daerah setiap bulan scbcsar 1/12 dari plafon .DAlJ yang diierima masing-rnasing daerah. Tujuan pengalokasian DAU selain dalam kerangka otonomi pemerintahau di tingkat daemh juga dalam kcrangka pemerataan kemampuan keuangan antardaerah. Mcskipun kcrap dinyatakan bahwa Indonesia adalah negcri yang kaya dcngan sumber daya alam (SDA) tetapi distribusi SlJA itu sendin di antara provinsi, kabupaten dan kola di Indonesia tidak merata. Olch karcna itu sumber perimbangan
daua kcuangan pusat-
daerah yang berasal dari SDA juga akan menimbulkan keridakmerataan
antardaerah.
Dalam konteks ini,
pemerataan
DAU dimaksudkan unruk dapat
mcmperbaiki
perimbangan keuangan yang ditirnbulkan olch bagi hasil SD/\ terscbur, Uudang-Uudang Nouun 25 Tahun 1999 rneugatur babwa DAU dialokasikan kepada daerah dcngan rucnggunakan bobot daerah. Besamya bobol dacrah dirumuskan dengan menggunakan suatu formula yang didasarkan alas celah fiskal, yaitu selisih antara
56 kebutuhan dan potensi fiskal daerah. Kebutuhau fiskal dacrah diccrminkan oleh variabel
jumlah penduduk, luas wilayah, kcadaan geografi dan tingkat pcndapatan masyarakat dengan memperhaukan penduduk miskin. Sementara potensi fiskal dicerminkan olch variabel potensi industri, SDA, SDM, dan PDRB (lihat Gambar di bawah).
KAPASITASF•SKAL • Potensi lndo3tri
>
• PntAn~I ROA • Potensl SOM
.llAIUA9f~ Xl X2 X3 X4 dst
• PDRB
...... 0 •~ .,,
AMANAT
uu 25/1999
I FORMUUi I OAU
~ l\~~U [UHAN.f~
~
• • • •
"'
~
!:
Jumloh PondUduk luos Wlloyeh K°'daan G
>
Y1 1'2 1'3 Y4 dsl
Gambar 10 Prosedur penyusuuan formula DAU Sumber : Dcpartcmcn Keuangan
Meskipun formula dan pengalokasian DAU kepada daerah telah diatur dalam Uudang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 secertl dapat dilihat pada Gambar di atas, rctapi dalam pelaksanaannya fonnula dan alokasi DAU belurn sepenuhnya dilakukan secara obyektif, adil dan transparan. Formula dan alokasi DAU masih dominan dipengamhi oleh faktor nonekonomi, yakni poliucal
aq111s1111e11t yang
datang dari Panitia Anggaran DPR
RI dan dari pemcrintah daerah yang memiliki potensi fiskal yang tinggi. Oleh sebab itu
pada bagian iui akan dilakukan analisis formula DAU yang digunakan sclama tahun anggaran 2001-2005.
57 Formula DAU Tabuo 2001
Dalam proses penyusunan formula OAU 2001 yang disepakari antara pcmerintah dengan Panitia Anggaran DPR Rf mcngacu pada prinsip-prinsip scbagai bcrikut (Sidik d al. 2002):
1. Nonna Hukum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Salah satu kaidah utama yang diamanalkan Undang-Undang Nomor 25 Tabun 1999 adalah bahwa DAU akan dialokasikan kcpada daerab dengan menggunakan bobot dacrah. Bobot daerah harus dirumuskao dengan menggunakan fomula yang didasarkan atas pertimbangan kebutuhan dan potcnsi pcncrimaan dacrah. 2. Besarnya DAU minimal sama dengan besamya ORD dan DPD Pada tahun anggaran 2000 dan sebelumnya, seluruh pembiayaan untuk mcmbcrikan pelayanan dasar kepada masyarakat dibcnkan secara langsung dan diarahkan oleh pemerintah pusat dalam bentuk Dana Rurin Daerah (ORD) atau istilnh sebelumnya Subsidi Daerah Otonom (SDO), dan Dana Pembangunan Daerah (DPD) atau isrilah sebelumnya In pres. Oleh karena proses eronomi dimulai pada tahun 200 I maka sebagian bcsar pcgawai pusat (pegawai Kanwil dan Kandcp) akan mcojadi pcgawai daerah. Untuk itu bantuan ORD sepenuhnya akan didaerahkan pula dalam bentuk DAU. Oleh karena itu OAU minimal harus sama dengan ORD dan DPD yang ditenma daerah tahun sebelumnya 3. Formula didasarkan atas variabel yang datanya terscdia dan akura1 Formula DAU harus memiliki variabel yang datanya terdapat di setiap daerab dan instansi yang kredibilitas sepeni Badan Pusat Statistik (BPS).
Berdasarkan prinsip-prinsip di aras, maka formula DAU 200 l dapat dituliskan sebagai
berikul: DAU= Faktor Pcnycirnbang (FP) + Faktor Lumpsum (FL)+ FaktorFonnula (FF) Faktor pcnycimbang adalah suaru mekanisme untuk mencegah penunman kapasitas fiskal daerah, pernerintah menjamin secara eksplisit bahwa seuap daerah tidak
akan menerima DAU lehih rendah dari total ORD dan DPD Mengingat tahun anggaran 2000 hanya berumur 9 bulan, maka dasar penghitungan yang dipakai adalah 413 kali
58 besarnya anggaran tahun 2000. Di samping fungsi di atas faktor penyeimbang juga diharapkan dapat mengatasi masalah pendanaan yang rnuncul akibat terjadinya transfer pegawai pusai ke daerah yang membawa koosekucnsi pada belanja pegawai daerah. Transfer pegawai terjadi akibat dilikuidasinya beberapa Kanwil dan Kandep menjadi dinas daerah. Guna mengatasi beban tersebut pemerintah memperkirakan bahwa kenaikan 30% DRD dan I 0% Iupres akan cukup rnemadai. Dasar penetapan angka tersebut adalah kenaikan ORD clan DPD tahun 1999/2000 clan 2000. Dcngan clcmikian besamya faktor pcuycimbang adalah: FP-1,3
ORD+ 1,1 DPD
Faktor Lumpsurn pada intinya adalah suatu rnckanisme unruk membagi habis total DAU yang sudah dianggarkan dalam APBN. Dalam prakriknya rerjacli selisih hitung
antara total DAU yang dianggarkan dcugan total faktor penyeimbaug dan faktor formula. Mengingat selisih tersebut hanya Rp36 I juta, maim jumlah tersebut dibagi rata untuk kabupatervkota yang saat itu berjumlah 337, schingga sctiap kabupaten/kota menerirna sckitar Rpl, I juta, Variabel yang dipergunakan dalam Fakror formula yang mcnccrminkan potensi penerimaan adalah sebagai berikut:
1. PDRB sektor SDA (primer) Sektor-sektor yang tcnnasuk dalarn SDA ini adalah sektor yang diatur dafam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 untuk dibagihasilkan ke daerah, yaitu Kehutanan, Perikanan, Pcrtambangan, Minyak dan Gas. Vanabel ini dipcrgunakan untuk memperlihatkan pcrbcdaan potensi daerah kaya dengan miskiu SDA. lndcks SDA Daerah = (PDRB sektor SDA Daerah I PDRB Dacrahl (PIJJ3 sektor SDA Nasional/J>DB Nasional)
2. PDRB sektor industri dan jasa lainnya(nonprimcr) Variabel ini dipelukan untuk menunjuk:kan potcnsi pcncrimaan suatu dacrah dari sumber-sumber yaug bcrasal bukan dari bagi basil SDA. seperti PAD maupun bagi
3. Besarnya angkatan kerja Vanabel ini untuk menunjukkan perbedaan potensi SOM yang dimiliki daerah. Daerah yang rnemiliki SDM yang besar secara relatif akan memiliki poteosi
penerimaan yang lebih baik, misalnya dari bagi basil PPll perorangan. lndeks SDM Daerah
=
(Angka!an Keria Dacrah f Populasi Daerahl (Angkatan Kerja Indoncaia/Populasi Indonesia)
Variabel yang dipergunakan Kebutuhan Daerah adalah sebagai berikut: I. Jurnlah Penduduk
Besamya penduduk suaru daerah mencerrninkan kebutuban pelayanan yang diperl ukan.
Indeks Penduduk ,
J:'op!J=la=si~Da~e~rah
~
Rata rata Populasi Dacrah sccara nasional
2. Luas Wilayah
Daerah dengan peududuk yang ridak padar tetapi dengan memiliki cakupan wilayah yang luas mernbutuhkan pemhiayaan yang hesar, Indeks Luas Daerah •
__,Lt=•as"-"'D...,ae.,.rah,,.,_
~
Rata-rata Luas Daerah sec= nasional
3. lndek Harga Bangunan Iodeks barga bangunan merupakan pencerminan dari kondisi geografis suatu daerah.
Bia ya kousuuksi akan lebih mahal pada daerah pegunungan maupun daerah terpencil dibandingkan dengan daerah dataran atau perkotaan.
60
lndeks Harga Daerah
=
lnrlek< Konsrn1ksi Daernh Rata-rata btdeks Konstruksi Daerah
4. Jwnlah Penduduk Miskin Target pelayanan adalah untuk meningkatkan taraf hidup rnasyarakat, makin banyak penduduk yang hidup di bawah garis kcmiskinan makin besar kebutuhan pcmbiayaan suatu daerah.
lndeks Kemiskinan • _ Jumlah Pcnduduk Miskin Dacrah Ratn·rab Jumlah Penduduk Miskin nosionnl Proses Pcnetapan variabel dnn Fonnula DAU tahun 2001 dapat digambarkan scbagai berikut:
r
• • • •
~-
Y'P''?R WMl'TA$flSW
tsN'MITl§.El§.!S& rccensl lrdu.tn Pc:consl SOA Poten$1 ~0~1 PORS
>
PO~ NO"lpri-
.
Mll""'*'K°'1:1
:g AMANAT UU2S/19"
il
>
::.
tl.E.BtJ!YHllN_fJS~ • Juml:JhPendudUk
· tcee 1Nil3)'3t'o
~
· K•adaan Ceog1a5 • PendudukM19k n
f
.L~-'N
Jumah PenduOik tuas w'~llll lndeb H..-ga Bangunan Juniah PenduOik Miskin
Gambar I l Proses penetapan vanabel dan fo:mula DAU tahuo 2001 Sumber : Departernen Kcuangan
FORMtJlA OMJ 7001
61 Selanjutnya, untuk menentukan bobot DAil suaru daerah dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut: I. Mclakukan perkiraan Kebutuhan Fiskaldeogan mcngguoakan variabel-variabel: Kebutuhan Fiska, = Pengetuam.n Daerah Rata-rata x
lndcls Pdl;k + lndoks luas + lndds Harga + lndd;s Misl
Pcngeluaran daerah rata-rata adalah total nasional belanja claerah ditambah dengan pengeluaran DJK yang akan didaerahkan untuk tahun 2001 dibagi dengan jumlab daerah (provinsi atau kabupaten/kota)
Pengeluaran Daerah Rata-rata - Tora! Belama Dae.rah Nasional + Dan• DJK vang rudaerahl:an
Jumlab Daerah
2. Melakukan perkiraan Kapasitas Fiskal dengan menggunakan variabel-variabel: Kapasitas Fiskal Peoerimaan Daerah Rata-rata x lndeks lndusrri + lndeks SDA + lndeks SDM
Penerimaan daerah rata-rara adalah total PAD ditambah dengan Bagi Hasil Pajak dibagi denganjumJah daerah (provinsi atau kabupatenlkota).
Penerimaan Daerah Rata-rata ~ PAD+ Bagi Hasil Pajak Jumlah Daerah
3. Menetapkan
kebutuhan DAU daerah dengan
cara menghirung selisih antara
kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal.
Kebutuhao DAU= Kebutuhan Fiskal- Kapasitas Fiskal 4. Menetapkan Bobot DAU Daerah dengan eara mcmbandingkan kebutuhan DAU daerah yang bersangkutau tcrhadap total kebutuhan DAU.
62 4. Menetapkan Bobot DAU Daerah dengan cara membandingkan kebutuhan DAU daerah yang bersangkutan terhadap total kebutuhan DAU.
Kebutuhan Sobol DAU Daerah =
DAC
Daerah
Total Kebutuhan
DAU
5. Setelah bobot DAU setiap daerah diketahui, maka dapat dihitung besarnya alokasi DAU unluk sctiap suatu kahupaten/kota atau suatu provinsi. Besarnya alokasi DAU ke suatu kabupaten/kota dihitung
dengan
mengalikan
bobot kabupalen/kota
bersangkutan dengan besarnya total dana DAU yang tersedia untuk kabupaten/kota. Total dana DAU untuk kabupateu/kota secara nasional adalah 90% dikalikan DAU Nasional, sedangkan total dana untuk provinsi adalah 10% dikalikan DAU provinsi, Bcsar DAU Nasional adalab 25% dari penerimaan dalaro negeri netto APBN.
Alokasi DAU suatu kabupatea/kota = 90% x DAU Nasional x bobot DAU Alokasi DAU suatu provinsi
=
l 0% x DAU Nasional x bobot DAU
OAU Nasional= 25% x Penerimaan Dalam Negeri Netto APRN
63 Langkah-langkah
penetapau bobot DA() daerah secara ringkas dapat dilihat pada gambar
Gambar 12 Proses penetapan alokasi DAU tahun 2001 Samber : Departemen Keuangan diolah
Dengan ditetapkannya kebijakan yang mengharnskan alokasi DAU yang diterima daerah minimal sama dengan penerimaan daerah tahun sebelumnya (holding harmless),
konsekuensinya harus ada penyesuaian terhadap proporsi faktor penyeimbang dan faktor formula. Akibat dari kebijakan tersebut, sekitar 80% alokasi DAU ditentukan oleh faktor pcnyeimbang dan 20% oleh faktor formula. Hal ini berimplikasi langsung terhadap distribusi DAU menjadi tidak proporsional. Faktor pemerataan yang dicerminkan mclalui faktor formula, proporsinya justru jauh Iebih kecil dibandingkan dengan faktor penyeimbang (faktor politis). Bcrarti tujuan dari kebijakan
alokasi DAU, yaitu
64 meningkatkan pemeraraan kernampuan keuangan antardaerah, secara ucnum belum sepenuhnya dilakukan pada tahun 200 I. Formula DAU Tahon 2002
DAU tahun 200 I dengan model perhitungan seperti yang telah diuraikan di alas dialokasikan kepada daerah melalui Keppres Nomor 181
Tahun 2000. Pemerintah
menyadari bahwa formula UAU 2001 masih tcrdapat bebcrapa kelemahan, guna menindaklanjutinya
pcmerintah bckcrjasama dcngan 4 univcrsitas, yaitu Universitas
Indonesia, Universitas Gajah Mada, Univcrsltas Andalas, dan Universitas Hasanuddin melakukan srudi mcngcnai formula DAU 2002. Hasil kajian 4 universitas tersebut menjadi bahan rckomendasi Pemerintah dau Dewan Pcrtimbangan Otonomi Daerah
(DPOD) kepada DPR RI. Rckomendasi formula DAU 2002 hasil kajian keempat universitas tersebut untuk
variabcl Kapasitas Fiskal adalah: I. Pendapatan Asli Daerah
Meugiugat pajak dan retribusi daerah sangat 1~1 kait dcugan kegiatan sektor jasa, maka variabel ini rnerupakan penjumlahan nilai tambah hruro dari scktor yang berkaitan dcngan jasa : scktor listrik, gas, air minum, scktor perdagangan, hotel dun restoran, sektor pcrhubungan dan kornunikasi, sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya, serta sektor jasa-jasa lainnya. PAD (perkiraan) .. ~o +Pi PDRl3 Sektor Jasa 2. PBS dan BPHTB
Meskipun kcdua jcnis pajak rm mcrupakan pajak pusat tetapi karena pernbagiannya lebih dari 90% kernbali ke daerah, maka kedua jenis pajak ini dimasukkan sebagai kapasiras fiskal daerah.
1. Pajak Penghasilan {PPh) Orang Pribadi PPh Orang pribadi dibagihasilkan kepada daerah sebesar 20%. Suatu daerah yang memiliki jumlah SDM yang besar akan merniliki potensi penerirnaan yang lebih baik.
4. Bagi Hasil SDA Mengingat pcrtimbangan adanya ketidakpastian jumlah bagi hasil SDA yang akan diterirna daerah serta untuk uicmberikau insentif dacrah sebagai biaya perbaikan
65 lingkungau dan biaya sosial sebagai darnpak eksploitasi SDA, maka bagi hasil SDA yang diperhitungkan dalam formula DAU hanya sebesar 75%. Sementara rekomendasi untuk variabcl Kcbutuhan Fiskal 2002 secara keseluruhan relatif sama dengan Kebutuhan Fiskal 2001, yaitu (1) Jumlah pendudu.k, (2) Luas Wilayah, (3) !ndeks Harga Banguaan (4) Pendudu.k Miskin. Variabel kebutuhan fiskal
dikelompokkan dalam varia:bel kependudukan dan variabel kewilayohan dengan masingmasing bobot yang sama sebcsar 50%, dcngan rincian: •
Indeks Kependudu.kan diberi bobot 0,4
•
Indeks Kemiskinan diberi bobot 0,1
• Indeks Luas Wilayah diberi bobot 0,4 • Indeks Harga Bangunan dibcri bobot 0, 1 Untu.k menghindari kemungkinan
terjadinya kekurangan kemarnpuan daerah
dalam pembiayaan beban pcngeluaran ya1Jg rnenjadi tanggungjawabnya, aloksi DAU 2002 di samping menggunakan formula yang didasarkan cclah fiskal, juga memperhitungkan Alokasi Minimal yang didasarkan alas besarnya kebutuban belanja pegawai daerah dan lumpsum. Proporsi gaji PNS merupakan transfer dari sejumlah proporsi DAU yang dialokasikan secara proporsional dari kebutuhan gaji pegawai masing-masing daerah kebutuhan gaji daerab secara nasional. Lumpsum merupakan sejumlah proporsi DAU yang dibagikan secara merata kepada seluruh dacrah Dengan demikian formula DAU 2002 hasil kajian 4 univcrsitas dan disetujui oleh Pernerintah, DPOD, dan DPR adalah sebagai berikut: DAU;= AM,+ (BD;x DAU.)
Bobot DAU daerah bersangkutan dihitnng sebagai porsi celah fiskal daerah bersangkutan terhadap total cclah fiskal yang ada:
BO;= Celah Fis.kal {rota! Ce!ah Fikal
66 Penjelasan variabel adalah sebagai berikur: DAU, = DAU yang akan dialokasikan kc provinsi atau kabupaten/kora i DAUn
DAU yang akan dialokasikan kc seluruh provinsi atau kabupaten/kota setelah dikurangi Atokasi Minimal
BD1
= Bobot Daerah provinsi atau kabupaten/kota
Robot DAU dibentuk dari perhitungan celah fiskal yang didasarkan atas selisih antara kebutuhan fiskal daerah dan kapasuas fiskal daerah, Celah Fiskal i ~ Kebutuhan Fiskal , - Kapasitas Fiskal
1
Variabel Kebutuhan Fiskal (Kbf"] dan Kapasitas Fiskal (KpF) diccrminkan oleh: Kebutuhan Fiskal; -TPR (0,4 IP;+ 0,1 IW; + 0,1 TKR; + 0,4 lH.B ;) Penjel asan variabel adalah sebagai berikut; TPR
Total Pcngeluaran Rara-rata dalam APBD;
IP
lndeks Jumlah Pcnduduk;
fW
lndeks Luas Wilayah;
lK.R
lndeks Kemiskinan Relati f (poverty gap);
IHB
lndeks Harga Bangunan; Kapasitas Fiskal , •PAD i + PBR s+ BPHTR
1
+ PPh 1 + SDA,
Penjclasan variabel adalah sebagai berikut:
PAD
Pendapatan Asli Daerah Estimasi
PBB
Pajak Bumi dan Bangunan
BPHTH
Bea Perolehan Hak atas Tanah daa Bangunan
PPh
Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan Pnsal 21
SDA
Sum ber Daya Alam
67 Proses Peuetapan variabcl clan Formula DAU tahun 2002 dapat digambarkan scbagai
berikut:
r)
YHUABQ r.JtP161JAS R9CAt. PORB~atl.#M
~A.t;!TA.C:/L~IQJ
• POl•Mi h:11tlttt • PdMttt SOA
· Pol_,. $OM
.
• PCIU!
..... -w..Ptse. 8"KT8 p""Ol'W'\9,,.,..
:g ~
I.::.:. I !'illllTLHAN '~~
~
• Ju ..... ~dl.d.* • l..un Yttly.11 • ~¥10.001'11
r.
t
·~ t·"'·..:...
~ • .A>rl..
_k
. i..--,.... • tnt.Wc:a t-W08 . lndlb ~'*'
l:Um?l
Bfno.... n
CTamhar l i Proses penetapan variabel dan fonnula DAU tahun 2002 Sumber . Depanemen Keuangas
Bcsru nya komposis! antara Alokasi Mammal dan formula Celah Fiskal adalah . •
Untuk Provinsi : 50% Alokasi Minimal (30% berdasarkan kebutuhan gaji, 20% Lumpsum) dan 50% Celah Fiskal,
•
Untuk Kabupaten/Kota : 60% Alokasi Minimal (50% berdasarkan kebumhan l)llji, 10% Lumpsum) clan 40% Cclah Fiskal.
Formula DAU Tahun 2003-2005 Pada dasarnya variabel Kebutuhan Fiskal, variabel K.apasitas Fiskal dan variabel Alokasi Minimal yang dipergunakan untuk formula DAU tahun anggaran 2003 sampai 2005 tidak mengalami perbedaan dari formula DAU 2002. Perubahan terjadi hanya pada besarnya komposisi antar Alokasi Minimal dan Celah FiskaL Pada fonuula DAU 2003 2005 komposisi AJokasi Minimal semakin berkurang dan komposisi Celah Fiskal semakin bertambah, Perbandiugan komposisi antara Alokasi Minimal dan Celah Fiskal yang dipergunakan dalam perhitungan DAU sclama tahun anggaran 2001-2005 dapat dilihar pada Tabel berikut.
68
69 Beberapa evaluasi aras pelaksanaan mekanisme DAU selama tahun anggaran 2001-2005 dapat diberikan sebagai berikut:
I. Pengalokasian lJAU belum sepenuhaya menunjukkan peranan DAU sebagai mediasi pemerataan kemampuan keuangan antardaerah (equalization grant~). tcrutama untuk menetralisir dampak yang ditimbulkan oleh jenis transfer yang lain sepern bagi basil SDA dan hagi hasil pajak pendapatan perseorangan. Hal ini terlihat dari komposisi peranan Alokasi Minimal (faktor politis] clalam formula DAU yang relatif masih
tinggi, tahun anggaran 2001 komposisi Alokasi Minimal sebesar 80% dan tahun anggaran 2005 menjadi 35% (provinsi) dan 45% (kabuparen/kota). Kornposisi ini
tentu akan menguntungkan daerah-daerah yang memiliki kapasitas fiskal yang tinggi. Seharusnya daerah tersebut mendapatkan DAU yang kecil atau tidak mendapatkan sama sekali, tetapi dengan komposisi tersebut mereka mendapatkan minimal sebesar
Alokasi Minimal ditambah Lum psum. 2. Alokasi Minimal dalam formula DAli 2002-2005 rnerupakan komposisi formula
DAU yang diperhitungkan untuk membiayai gaji pegawai negeri sipil. Pertimbangan pemerintah dan DPR RJ tetap mcmpertahankao Alokasi Minimal kar.ena gaji pegawai negeri wajib dibayar oleh negara dan ketersediaau sumber dananya hams dijamin
oleh negara pula. M.asalah belanja pegawai dinilai sangat krusial sebab bila terjadi sesuatu efeknya dapat mempengaruhi kondisi politis negara.
3. Dalam upaya mengoptimalkan kemampnan
keuangan
peranan DAU sebagai mediasi pemerataan
antardaerah
(equalization gr.ant.~). pemerintah
telah
menerbil.kan Undang-Unclang Nornor 33 Tahun 2004 yang merevisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. Berdasarkan amanat Pasal 32 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, daerah yang mcmiliki nilai celah fiskal negatif (kebutuhan fiskal < kapasitas fiskal) dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar (minimal), yaitu gaji PNS yang harus dibayar daerah, maka daerah tersebut tidak rnenerima DAU. Selanjutnya dalam Pasal 108 diatur bahwa ketentuan tersebur akan bcrlaku efcktif mulai tahun anggaran 2008.
70
Analisis Pemerataan Kcmampuao
Keuangan Antardaerab di Provinsi Banteo
Dalam upaya mencapai tujuan peuierataan kcmampuan keuangan antardacrah, pemerintah bcrsama DPR RI senantiasa rnengevaluasi kebijakan-kebijakan yang dipakai sebagai acuan formula DAU, yaitu agar formula DAU yang dipergunakan menghasilkan suatu indeks koefisien variasi penerimaan per kapita yang sekecil mnngkin. Secara teknis indcks koefisien variasi penerimaan per kapita dapat dihitung dcngan Williamson Index (Sitlik ct al. 2002). Guna mendukung sasaran pemcrintah tersebut, pada bagian ini akan dianalisis mengcnai peranan DAU sebagai transfer pemerataan kemarnpuan kcuangan antardaerah di seluruh kabuparen/kota di Provinsi Bamen selama tahun 2001-2005. Berdasarkan hasil pembahasan anrara pemeriatah dengan DPR RI, jumlah alokasi DAU nasional yang dianggarkan dalam APBN, DAU untuk seluruh provinsi, DAU ontuk seluruh kabupareekcta, dan DAU yang ditcrima kabupatenJkota di Proviasi l.lanten selama tahun 2001-2005 adalah sebagarmana terlihat pada Tabel 13. Pada tabun anggaran 200 I, tahun pertama diber lakukannya mekanisme DAU, jumlah DAU yang dialokasikan dan r'V'BN scbcsar Rp60,516 triliun dcngan rincian 10 persen 11nt11k provinsi yang berjumlnh 30 provinsi, yairu scbesar
Rp6,0516
triliun dan 90 persen unruk
kabupatcn/kora yang berjumlah JJO kabuparewkota. sebesar Kp54,465 lrihun. Sedaugkau
pada tahun anggaran 2005 jumlah DAU yang dialokasikan dari APBN meningkat menjadi sebesar Rp88,765 triliun dengan rinciau untuk provinsi (32 pruvinsi) sebesar Rp8,8765 triliun dan untuk kabupaten/kota (434 kabnpMen/kota) sebesar Rp7Q.889 triliun. Dari data di atas terlihat bahwa semenjak diberlakukannya mekanisme DAU jumlah daerah pruvinsi dan terutama kabupatcn/kota cenderung torus meningkat.
71
Tabel 13 DAU Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2001-2005 No.
A
Dana Alokasi Umwn (Rp Miliar)
Wilayah
Nasional
2001
2002
2003
2004
2005
60.516,70 (Kepprcs 181/2000)
69.114,10 (Kcppres 13 lf2001)
76.979,00 (Kcpprcs lf2003)
82.130,60 [Kepprcs I 09/2003)
88.765,60 (Perpres
8.876,56
312004)
B
Total Provinsi (10%)
6.051,67 (30 Prov)
6.911,41 (30Prov)
7.697,90 (30Prov)
8,213,06 (32 Prov)
(32 Prov)
c
T<.>tal Kab/Kota (90%)
54.465,03 (330 K/K)
62.202,69 (348 K/K)
69281,I (370 K/K)
73917,54 (410 K/K)
79.889,04 (434 K/K)
Wilayah Banton Total Kab. Lcbak 2
Kab. Pandeglang
3
Kab. Serang
4
5 6
l.l23l75
1.250,53
1.491,15
J.593,48
1.729,80
198,31
205,52
247)-7
264,40
288,40
125,23
235,52
268;,>o
284,43
300,72
244,31
260,52
327,76
346,94
372,52
259,48
306,60
367,01
401,15
448,77
49,89
84,26
94,1 I
95,54
105,29
146,53
158,11
186,10
201,02
214,10
Kab.
Tangcrang Kota Cilegon Kora Tangerang
Sumber : Departemen Keuangan Prov= jumlah provmsi
K/K = jumJah kabupaten/kota
72
Alokasi DAU untuk kabupaten/kota di Provinsi Banton pada tahun anggaran 200 I sebcsar Rpl,123 triliun dan mcningkat mcnjadi Rpl,729 triliun pada tahun 2005. Secara
Kabupatcn Tangerang
nominal
memperoleh
DAU yang
terbesar dari seluruh
kabupatcn/kota di Provinsi Banten, sedangkan Kota Cilegon memperoleh DAU yang rcrkccil. Pada tahun 200 I Kabupatcu Tangcrang mcncr ima DAU sebesar Rp259,485 miliar dan meningkat mcnjadi Rp448,770 miliar pada rahun 2005. Kota Cilcgon menerima DAU sebesar Rp49,891 miliar dan meningkat menjadi Rpl05,298 miliar pada tahun 2005. ,)Cl(i
4$0
400
xso ;\t'M)
~
ii
2.50 200
.,o 100
"' 0
Kith l.l'lhttk
'K111h
K"h ~ ....
n.. "'".. T1111·1e•m.na
K
.PM
Kot.a Tan .. er'ClntJ
I IS) 200 I • 2002 0 2003 Cl 201)4 • 2VO.S
I
Gambar 14 Perkembangan DAU d1 wilayah Provinsi Banten t.ahun 2001-2005
Unruk menilai tingkat pemerataan kemampuan keuangan (liskal) autardaerah dilihat dari angka lndeks Williamson
Semakin
kecil angka lndeks Williamson
(mcudckati 1101) scmakin mcrata kemampuan keuangan antardaerah dan semakin besar angka Jodeks Williamson (rnendekati satu) semakin tidak merara . .Mengingat DAU bukan merupakan
satu-satunya
sumber
pembiayaan
dacrah,
maka analisis kemampuan
kcuangan akan dihitung dari besamya pendapatan APBD dan dari DAU yang diterirna
masing-masing daerah per .kapita. Pendapatan Al'BD adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari PAD, Dana Perimbangau, dan Penerimaan lain-lain. PAD terdin alas Pajak Dacrah, Retribusi Daerah, Laba BUMD, dan lain-lain PAD. Dana Perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil, DAU, dan OAK Sedaugkan Penerimaan lain-lain terdiri
73 atas penerimaan
dari pusat di luar dana perimbangan,
penenmaan
dan provmsi,
penerimaan dari kabuparec/kota lainnya. Kota Cilcgon merupakan daerah dengan jumlah pendapatan AP.BD per kapita yang tcrtinggi selama tahun 2001-2005
Pada tahun 2001 pendapatan AP.BD per kapita
Kota Cilegou sebcsar Rp436.490 dan mcningkat menjadi Rp738.240 per peoduduk pada tahun 2005. Dengan data ini Kora Cilegon merupakan daerah yang paling potensial untuk rnemberikan pelayanan kepada masyamkatnya dibandingkan kelima daerah lainnya.
Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang rucrupakan daerah yang memiliki pcndapatan APBD per kapita terkecil, Tahun 2001 pendapatan APBD per kapita Kabupaten Tangerang sebcsar RpJ 85.61 I, Kabupaten Serang Rp204.604 dan pada tahun 2005 meningkat menjadi Rp261.235 (Kabupaten Tangerang), Rp274.668 (Kabupaten Serang). Kecilnya pendapatan APBD per kapita Kabupaten Serang anrara fain karena tclah bcrpisahnya wilayah kota Cilegon menjadi daerah
010110111
dan memiliki APDD
sendiri, sebingga pendaparan Kabupaten Serang dari PAD menjadi jauh berkurang. ApabiJa dilihat dari DAU per kapita, Kabupaten Lebak merupakan daerah yang mernperoleh DAU per kapita terbesar pada tahun 2001, yaitu sebesar Rp220.57 J per
penduduk, semenrara Kabuparen Tangerang adalah daerah yang menerima DAU per kapita terkecil, yaitu sebesar Rp I 02.235 untuk seriap penduduk. Pada tahun 2005 Kora Cilegon menerima DAU per kapita tertinggi (Rp3l9.376), dan yang terendah Kabupaten
Tangerang (Rp139.063).
Adapun pendapatan per kapita dan DA1l per kapita
kabupaten/kota di Provinsi Banten selama tahun 2001-2005 dapat dilihat pada label berikut.
74 Tabel 14 Pendapatan APBD dan DAU per kapita di wilayah Provinsi Banten tabun 2000 dan tahun 2001-2005 NO
DAERAH
20C1
2000 y
y
2004
DAU
y
2005
DAJ
y
DAU
y
DAU
y
DAU
233017
313S67
254-341
322,199
26t.373
:l20,,9CM
27292!1
Kal>.. let:ak
1<3b. P•M..gl;11f'l9
23'7.7~
2$7.508 218.E30 200.434
84 2'6
2CAW4
151.093
23M21
1l9f74 267.203 188.aSO 27~.sn
193.312
274668
202.tw
h"9'""'9
~S<1
1~.611
1CJl.235
213"5:2
11041111
763847
123018
2!;0419
1:0841
'<61Z.JS
139063
:11ogon
"°'"
21s m
•:!6 •:90
173
eee.m
284 887
73:2.947
'°'·*
111.1:19
290.701
r.ie.240
319.376
"°"'
16"m
2'7.444
121019 :!18613 1:oss.
303859
131.3-19 301 '34
136619
32IS.16e
,.1-7•8
Kab.
SolO'V
4
5
6
Kiili,
Tongt111n9
'°'
Sumber : Pemda dan Departemen Keuangan diolah Y = Pendapaun APBO/kapim
Selanjumya dari data pendaparan APBD perkapita, DAU per kapita dan jumlah pcnduduk
tahun 2000-2005 diperoleh hasil perhitungan lnrleks Williamson untuk
variabel pcndapatan perkapita dan DAU per kapita (tcknis pcrhitungan dapat dilihat pada
Lampiran),
75 Tabel 15
Indeks Williamson aras Kapasitas Fiskal di wilayah Provinsi Ban ten tahun 200 l • 2005
Tahun
lndeks Williamson Pcndapatan APBD (Y)
DAU
2000 (pra d.f)
0.45
2001
0,23
0,31
2002
0,33
0,32
2003
0.29
0,32
2004
0,29
0,Jl
200.5
0,28
0,'.10
Sumbcl' : Pernda dan Depai temen Keuangan diolah
Berdasarkan data-data lndeks Williamson tersebut dapat diperoleh penjelasan scbagai berikut : 1. lndcks Williamson untuk variabel Pendapatan APBD Nilai Jndeks Williamson untuk variabel Pcndapatan per kapita dalam APBD (PAD+ Bagi Hasil + DAU + OAK + Lain-lain Penerimaan) setelah bcrlakunya deserurahsasi fiskal menjadi lebih keel! dibandingkan sebelum desentralisasi fiskal. Pada tahun 2000 (pra desentralisasi fiskal) uilai ludeks Williamson sebesar 0,45 dan selama tahun 2001 - 2005 (desentralisasi fiskal) tnrun menjacli sebesar 0,23 - 0,33. Artinya setelah berlakunya desentralisasi
fiskal pernerataan kemampunn keuangan antar
daerah di Provinsi Banten scmakio membaik.
2. Indeks Williamson untuk variabel DAU Nilai Indeks Williamson untuk variabel DAU selarna tahun 2001- 2005 rclarif stabil bcrkisar 0,30 - 0,32. Dengan demikian DAU yang dialokasikan oleh pcmerimah pusat kepada kabupatcn/kota d1 Provinsi Uanten telah terdistribusi sccara merata moderat, Artinya DAU per kapita yang dialokasikan kepada daerah di Provinsi
76 Bantcn belum merata sempuma, masih tcrdapat ketimpangan dengan ukuran scdang. Dari Tabcl 14 terlihar bahwa kerimpaugan terjadi karena Kofa Cilegon mendapat DAU per kapita dua kali lebih besar dari Kabupaten Tangcra.ng dan Kota Tangerang, 3. Celah.Fiskal Dari augka Indeks Williamson di atas dapat disimpulkan bahwa celah fiskal per kapita (kebutuhan fiskal - kapasitas fiskal) antardaerah di Provinsi Banten relatif sama, Dari garnbaran umum wilayah Banton diketahui bahwa wilayah Baoten tidak
merniliki kegiatan penambangan Minyak Bumi dan Gas Alam, sehingga tidak ada daerah yang mcnerima pcndapatan dari pos ini. Umumnya penerimaan dari sektor Migas relatif tinggi (seperti daerah Riau dan Kalimaruan Timur), sehingga apabila dalam suatu provinsi hanya terdapat sam atau dua daerah yang rnemiliki penambangan Migas sedang aktifitas sektor ekonomi lainnya relatif sama, maka dapat dipastikan kerunpangan celah fiskal di provinsi itu akan tinggi. Secara grafis perkembangan
lndeks Williamson
Kabuparen/Kota
di Provinsi
Banten 2001-2005 dapat dilihat padaGambar 15.
o.s 0,45
O.• 0.3S
0.3 0,25
0,2 ~.15 0.J r1.o;
0.225392607
0.333l.25.l75
0.293131866
Q..187568(>7.l
0,Zl(J717i69
' --DAU Gambar t5
Perkembanga.n Indeks Williamson di wilayah Provinsi Banten tahun 2000·2005
77 Analisis Kincrja Pembsngunan Daerah Pcngcnian pcmbangunan daerah di masa lalu adalah kemampuan ckonorni daerah
untuk menaikkan dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi antara 5 sampai 7 persen atau lebih per tahun. Namun demikian, pengertian pembangunan mcngalami perubahan karena pengalaman ernpiris menunjukkan bahwa pembangunan yang berorieniasikan
pada pertumbuhan ekonomi saja tidak bisa memecahkan permasalahan pembangunan secara mendasar. Hal ini tampak pada taraf dan kualitas hidup sebagian besar masyarakat tidak meagalami perbaikan kendatipun target perrumbuhan ekonorai per tahun telah tercapai, Oleh karena itu, Todaro (2000) menyatakan
bahwa pcmbangunan
daerah
merupakan suatu proses multidimensi yang mencakup berbagai perubahan rnendasar atas struktur
sosial, sikap masyarakai, kelembagaan
perturnbuhan
ekonomi,
membaiknya
distribusi
dan juga
terjadinya
pcndapatao,
kemiskinan. Mengiugat tujuan lain dari pelaksanaan
serta
desentralisasi
percepatan pengentasan
fiskal adalah
pemeraraan pembangunan antardaerah, maka pada bagian ini akan dilakukan analisis rnengenai pembangunan
daerah. Variabel-variabel
pembangunaa
daerah yang akan
dianalisis adalah variabcl yang terkait dengan indikator ekonomi clan indikator sosial, Variabcl indikator ekonomi terdiri atas PDRB dan APBD. sedangkan variabel sosial tcrdiri atas variabcl kcpcndudukan, ketenagakerjaan, dan kcscjahtcraan masyarakat.
Analisis Kinerja Perekonomian Daersh Indikator dasar dalam menghitung pembangunan daerah yang telah banyak digunakan para ekonom adalah dengan rnenganalisis kinerja perekonomian daerah yang bcrsangkutan. Suatu daerah yang berkembang pasti akan diikuti dengan perkernbangan aktifitas produksi baraug
dan jasa yang dilakukan
oleh penduduknya,
Aktifitas
perekonomian suatu dacrah dalam satu tahun dicatat dalam suatu rekening yang disebut Produk Domestik Regional Brute (PDRB). Dikatakan bruto karena pencatatannya belum mernperhitungan
unsur
dcprcsiasi
dari alat-alat
produksi
(barang
modal)
yang
dipergunakan untuk menghasilkan barang atau jasa. PDRB dieatat berdasarkan harga pasar (harga nominal),
rerapi dalam upaya menghindari bias nilai PDRD dari unsur
inflasi, maka dalam menghitung pcrtumbuhan ekonorni suatu daerah digunakan PDRB
78 yang dihitung bcrdasarkan harga konstan (saal ini BPS menggunakan tahun 2000 scbagai tahun dasar).
Secara umum strukturperckonomian Banten selama tahun 2001-2005 didominasi oleh 3 lapangan usaha, yaitu (1) iudustri (Jebih dari 50 persen), (2) Perdagangan, llotel,
Restoran (sekitar 18 persen), dan (3) pertanian (sekitar 9 persen). Lebih dari 77 persen perekonomian Banten berasal dari kontribusi ketiga sektor itu, sisaaya sebesar 23 persen berasal dari aktifitas 6 sekror lainnya. Apabila dikelompokkan menurut letak geografinya,
wilayah Banten terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Banten Utara dan Baotcn Sclatan. Banten Utara terdiri atas Kota Cilegoo, Kora Tangerang, Kabuparen Seraog dan Kabupaten T angerang, sedangkan Banten Selatan terdiri atas Kabupaten Pandeglang dan Kabupatcn Lcbak.
!A':'C
.. ~
~~
--. ............ ""
-".._
.....
Gambar 16 Empat lapangan usaha terunggr di wilayah Provinsi Banten tahun 2001-2005
Sumber : BPS
79
Struktur pcrekonomian di Daerah Banton Sclatan lebih dominan berasal dari sektor primer. Potensi kcsuburan tanah perranian, kekayaan tambang, dan keindahan wisata alam pantai menjadi tulang punggung perekonornian Lebak dan Pandeglang. Lebih dari 75 perscn pcrekonomian kedua daerah itu berasal dari sektor pertanian (38
persen), sektor perdagangan, hotel dan rcstoran (23 persen), dan jasa-jasa terutama pariwista ( 12 persen). Sementara struktur perekonomian Banten Utara didominasi sektor
industri (sckitar 60 persen) kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran (sekitar I I person).
Tabet 16 Proporsi rata-rata lapangan usaha di wilayah Provinsi Banren tahun 2001-2005 Banten Selatan LAPANGAN USAHA
Lebal< %
Pertanlan Penamb.,,QM, P~alian
lndus1n llsttlk. Gas, Air 8angunan Peldag, Ho1e1, resbran Pt:flij\tUijkl.tan, Komuukasi
Sumber · 13PS diolah Potensi sektor pertanian yang rncrupakan kegiatan utama bagi sebagian besar
pcnduduk Banten terbagi dalam dua kawasan, yaitu pcrtan.ian lahan basah (padi sawah) dan lahan kering (padi ladang, palawija, sayuran, dan buab-buahan). Berdasarkan Renstra Banten 2002-2006, diketahui bahwa komod.itas unggulan untuk Provinsi Banten adalah padi sawah, padi ladang, dan ubi jalar. Komoditas ini diprod.uksi di hampir seluruh wilayah Banten. Sedangkan komoditas sayuran unggulan adalah kacang panjang clan ketimun dengan sentra produksi di Kabupalcn Serang dan Kabupaten Lebak, Kornodiras
buah-buahan yai1g menjadi unggulan adala!J pisaug, duiian, dau ruangga dengan senua produksi di Kabupateo Serang dan Lcbak. Scmcntara potensi industri di Propiusi Banten mencakup industri mesin, elektronik, tekstil, baja dan lainnya. Khusus untuk indnstri kccil, Bantcn memiliki potensi industri pangan, barang dari logam, kayu, genteng/baru
80 bata, gula aren, euiping, kerupuk, bordir, dan aneka indusiri kerajinan rumah tangga
lainnya
Garnbar 17 Lokasi lapangan usaba yang paling dominan di wilayah Provinsi Banten
Dilihat dari laju pertumbuhan ckonomi, semua daerah di Banten senantiasa mengalami pertumbuhan. Secara rata-rara angka pertumbuhan ekonomi di wilayah Banten sarna dengan laju pcrtumbuhan nasional yang tingginya sekitar 4o/o-5%. adalah indikator
bahwa prospck pcrekonomian
lni
di wilayah Banten masih dapat
berkembang dengan baik . Apabila diamati pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahua pada setiap daerah, nampak pertumbuhan ekooomi daerah Banten bagian Utara (kccuali
Serang) lebih baik dari Banten Selatan. Kota Cilegon adalah daerah yang paling tinggi penumbuhan
ekonominya (7,23%), disusul Kota Tangerang (5.81 %), Kabupaten
Tangerang (5,69%), Pandeglang (4,91%), Serang (4,13%) dan terak.bir Lebak (3,66%).
81
% 8 7.l)
1
6
(l
1..W
Gambar 18 Pcnumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bunten rahun 2001-2005 Sumbtlr: BPS diolah
Sektor yang paling tinggi pertumbuhannya di Kota Cilegon dan Kota Tangerang
adalah sektor Keuangan, sedangkan sekror Pertanian dan sektor Pertambangan dan Penggalian merupakan sektor yang paling rendah pertumbubannya. lni dapat dimengerti karcna kedua daerah itu merupakan daerah perkoraan di wilayah Banton. Saleh saru ciri daerah pcrkotaan adalah rendahnya aktifitas pertanian dan ringginya aktifitas kcuangan clan jasa. Meskipun
empat daerah lain mempakan
sektor
dacrah rural, yaitn
Kabopaten Lebak, Pandeglang, Serang, dan Kabupatcn Tangcrsng ictapi pcrtumbuban scktor Pertanian di daerah itu bukan merupakan sektor dengan perturnbuhan tertinggi, bahkan
yang terendah (berkisar
antara
2% - 4%). Dapat disimpulkan bahwa
pcrkcmbangan aktifitas sektor Pertanian di keempat daerah iru sudah mencapai titik
jenuh, Dengan demikian perlu ada kebijakan dari pemerintah daerah yang dapat mcningkatkan
prodnktifitas
para petani,
antara Jain melalui
kegiatan penyuluhan
pertanian yang dapat meningkatkan pengetabuan para petani untuk bercocok tanam lebih efektif, banruan kredit lunak, peraturan yang lebih keiat rnengenai konversi lahan
pertanian.
82
Tabel 17
Pertumbuhan rata-rata PDRB alas harga konstan 2000 di wilayah .Provinsi
Banren tahun 2001-2005 LAPANGAll USAHA
Lcbak
!%1
l'aodeglong ('!')
~rang
l"l
Tange~
t")
Kato C~egoo (%)
Ko2 Targe1ang (%)
1. Penanlan
2,74
3,72
2.91
4,31
1,37
2. Pertambargan can Perigge:ttiitn
7,33
4,56
3,41
4.36
5,46
3, lndustri Pengolahan
4,81
J.6'
3.38
4,97
7,3'
3 97
4. Li"'1il<. Gos, "'' ll
e.es
S,80
... 19
5,73
6,57
4,14
S. Q3nguna11
:!,62
7,00
5,58
8,79
3,$4
4.76
6, f'e.:laga1>1:an, 11o1.i. Rc.m>ron
3.48
8,44
S,57
M8
7 77
5,82
7. PcngMgkut&n dan Kotnundu1.sl
~ • .C9
::i,73
~.&I
8,43
• 70
9,2e
8,0G
S.68
n.7~
10,01
27,34
115,93
;pa
5,4G
4,44
8.34
7,18
527
_3,66
4 !II
4 13
~69
7.23
5,81
3.07
8. Kcu,Pcrsewaan,Ja&3 Peruoollaan 9. Ja.a.1a ...
Pertumbuhan ekonoml Sumbcr : BPS drolah
Metoda lain yang dapat dipergunakan untuk rnengetahui perkembangan dacrah
adalah deugan menganalisis sektor yang menjadi unggulan suaru daerah. Dengan Jiketahui sektor unggulan, sebaiknya pemerintah dacrah mengembangkan sektor tersebut melalui kebijakan daerah scpcrti dukungan dana AJ'BD atau kemudahan perizinan
kepada investor. Sektor yang menjadi unggulan suatu daerah dapat dihitung dengan
Locotlon Q1101ien1 (LQ). Apabila LQ > I berarti sektor tersebut dapal dikategorikan scbagai sektor unggulan. I lasil perh.itungan nilai LQ dcngan data dasar PDRB Atas Harga Konstan 2000 Tahun2001-2005 tampak pada Tabel 18.
83
Tabel 18 LQ kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 200J-Z005
Lebalt
lAPANGA'l
Pandeglang
SeJang
Tangerang
Kola C~ogon
Kola Tangerar.g
USAH.~
2001
2005
2001
2006
2001
2005
2001
2005
2001
2005
2001
201)5
1. Pert.ania.n
4,14
4.:JS
4,01
4,18
1,Sl
1.59
1,01
1.0G
0,35
0,30
0,02
0,02
2.Pertair.bangan dan Penggalian
9,63
10,85
1,01
0.98
0.54
0,5"!
0,14
0,69
0.80
0,7<
o.oo
J.00
0,18
0,19
0,23
0,23
0,93
0,56
1,09
1,10
1,21
1,:z:;
1,11
1,07
4. List:ik,Gas, Alr6e1sih
0,07
0,00
0,17
0,18
0,97
O,S7
1,47
1,47
2.~
Z.'Sl
0.34
0,32
Bangunan
1,59
1,59
1,64
1,78
2.56
z.n
0,74
0.77
0,20
0,18
0,/1
0,66
6.Pe!Cagargan, Hotel, Restoran
1,31
1.28
1,28
1.33
0,59
O,E2
J.68
0,70
0,63
oss
1,47
1,45
i.Pengangl
0,70
0,69
0.10
066
0,40
0.39
v.87
0.89
1,19
1 oc
1.36
1,42
~.3S
1,54
2,31
130
1,63
1,21
1,34
0,85
(),80
()87
0,10
0,96
2,39
2,84
2.73
2.7!!
1,67
1.68
0.9'.Z
1,02
O,;!Q
0,30
0.48
0,<7
3. lnduoti
5.
6. Keu, Persewaan•
.. asa Pe-usahaan 9.Jasajasa
Sumber : BPS diolab Dari tabel di atas dapat diperoleh penjelasan mengenai sektor-sektor yang memiliki keunggulan komparatif di masing-masing daerah sebagai berikut: I. Kabupaten LeOOk dan Kabupaten Pandeglang memiliki enam scktor yang sama, yaitu (I) Penanian, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Bangunan, (4) Perdagangan, Hotel, Restoran, (5) Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan, (6) Jasa-jasa. Dari enam sektor unggulan itu yang menjadi sektor unggulan utama Kabupaten Lebak adalah adalah sektor Pertanian, dan sektor
Penambangan dan Penggalian, sedangkan Kabupaten Pandeglang adalah sektor Pertanian kareaa LQ dari sektor ini sangat
tinggi,
2. Kabupaten Serang : Memiliki empar sekror, yaitu (I) Pcrtanian, (2) Bangunan, (3) Keuangan, Persewaan,Jasa Perusahaan, ( 4) Jasa-jasa Dari empat sektor unggulan itu yang nilai LQ tertinggi (LQ 2, 72) adalah sektor Bangunan
84
3. Kabupaten Tangerang : Memiliki em pat sektor, yaitu (I) Pertanian, (2) Industri Pcngolahan, (3) Listrik, Gas, Air Bersih (4) Jasa-jasa. Dari empat sektor unggulan itu yang nilai I .Q tertinggi (LQ 2,72) adalab sektor Listrik, Gas, Air Bersih. 4. Kota Cilcgon : Memiliki dua sektor, yaitu (l) lndustri Pengolahan, (2) Listrik, Gas, Air Bersih. Sebagai daerah pcrkotaan akrifitas masyarakatnya cenderung bekerja di sektor manufaktur dan energi sehingga kedua sektor ini menjadi andalan perekonomian Kora Cilegon.
5. Kora Tangerang : Memiliki tiga sektor, yaitu (I) Industri Pcngolahan, (2) Pcrdagangan, Hotel, Restoran, (3) Pengangkutan dan Komunikasi.
Bandara
internasional Soekamo-Hatta terletak di Kota Tangcrang maka konlribusi langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan akrifiras perekonomian di Kora Tangerang cukup nyara, tertihat dari nilai PDRB Kota Tangerang yang tertinggi di
wilayah Bantcn. Selaniutnya, untuk rnclihat perkembangan perckonomian kabupaten/kota di Provinsi Banten digunakan analisis dengan mcnggunal:an indcks entropy. perhirungan
memperlihatkan
llasil
bahwa Kota Tangeraag dan Kabupaiea Tangerang
mcrupakan daerah yang paliug beragam kegiatan sektor usahanya (indeks entropy 0,700,80). Artinya sebagian besar sektor usaha di dua daerah itu dapal berkembang dengan baik. Sedangkan Kahupaten I .ebak dan Kabupaten Pandeglang adalab daerab yang kurang baik perkembangan perekonomiaanya (indeks entropy 0,25--0.26). 0.90 1
Gambar 19 Perkcmbangan ekooomi kabupatenlkota di Provinsi Banten tahun 200 I· 2005
Sumber : .BPS diolah
85
Teknik analisis lain untuk mcnilai pengembangan daerah adalah dengan Shift Share Analysis (SSA). Berbeda deogan LQ yang menganalisis aktifitas perckonomian pada satu titik tahun tenenru, dalam SSA dianalisis aktifitas pcrckcnomian pada dua titik tahun. Selain iru, basil analisis SSA lebih komprehensif karena dapat meojelaskan kinerja aktifitas perekonornian suaru daerah terhadap kioerja wilayah secara keseluruhan. Tabel berikut merupakan basil SSA kabupateolkota di Provinsi Banten tahun 2001-2005. Tabell9
SSA kabupatenlkota di Provinsi Banteu tahun 2001-2005
LAP ANCAN USA.'iA
snare
1 Perti\ni::tn
Pro_x>-s. Stlift
CHe<ertlial Shift l.ebal<
Pan cegl3tlg
~
Tangorang
Kot> Ci!egon
TanQ!rarg
Kot>
.0,()1
0.24
-0,10
-0,03
0.02
-0,<12
0,04
-0,09
0,24
0,02
uos
.001
-0,12
.O,C8
-0,03
iJ,24
-0.04
O,(IO
-06'
-0.00
0,01
0.12
.0,04
0,24
0,(IO
0.16
0,01
-0,07
0.(IO
0,()4
-0,07
~. 6angunan
0,24
coo
.J.09
0.07
o.oo
o.os
-0.09
-0,04
6. Peroagangan, Hotel. Restoran
0.24
0,02
").12
0.02
-0.(11
0,03
0.09
..C.01
0,24
0,11
-'l.12
-0,10
-0.10
0.03
-0,15
0,o7
0,24
1,04
-0.~9
-1,03
-0,72
-0.82
0,35
19,46
0.24
o.oo
-0,11
-0.01
-0,06
0.13
0.07
-0,02
.? PP..rt~mOOngan dan Pengg~lian
3. Jnooobi Pengolahan 4. L1stii1<. GaS-i
Air Bersih
7. PengangJrutan oan Komun11
Jasa Perusattaan 9.Jasa-jasa
Sumber : BPS diolah Dari hasil analisis SSA sebagaimaua pada tabel di alas dapat diperuleh peujelasan sebagai berikut:
1. Laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Banten selama tahun 20012005 adalah sebesar 24 persen atau rata-rata 4,8 perseo per tabuo ..
86 2. Sektor Pertanian, dan sektor lndustri Pengolahan mempunyai laju pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan total di wilayah Banten. Laju pertumbuhan sektor Pcrtanian 10 persen lebih rendah dibandingkan dcngan laju pertumbuhan total di wilayab Banten sementara sektor Industri Pengolahan lebib rendah 4 persen. Sektor-sektor (J) Pertarnbangan dan Penggalian, (2) Perdagangan,
Hotel, Restoran, (3) Pengangkutan dan Kotuunikasi, (4) Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan rnempunyai laju perrumbuhan yang lehih besar dihandingkan dengan laju pertumbuhan total di wilayah Banten. Dalam hal ini, laju pertumbuhan sektor
Pertambangan dan Penggalian 2 persen lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan total dan seterusnya, Sektor-sektor Gas, Listrik, dan Air Bersih, (2) Bangunan, (3) Jasa-jasa mempunyai laju perrurnbuhan yang sama dengan laju perturnbuhan total. J. Laju pertumbuhan sektor-sektor (!) Pertanian, (2) Bangunan (3) Perdagangan, Hotel, Restoran, (4) Pengangkutan dan Komunikasi, (5) Keuangan, Persewaan, Jasa (6) Jasa-jasa di Kabupaten Lebak mempunyai tingkat kompetitif lebih rendah dibandingkan dengan sektor-sektor Jain. Oleh karena itu pengembangan sektor tersebur kurang menguntungkan. Dalam hal ini tingkat pertumbuhan tenaga kerja sektor Pertanian 3 persen lebih rendah dibandingkan tingkat pertwnbuban scktor Pertanian secara umurn di wilayah Banten. Sebaliknya sektor Pertambangan dan Pcoggalian, dan sektor Listnk, Gas, Air Bersih mempunyai keunggulan kompetitif yang relatif lebib besar. Dalam hal ini tingkat pertumbuhan tenaga kcrja sektor
Pertambangan
dan Penggalian
6 persen lcbih
tinggi
dibandingkan
tingkat
perturnbuhan sektor Pertambangan dan Penggalian secara umum di wilayah Banten
dan seterusnya.
87
Dari basil analisis SSA diperoleh infonnasi sektor-sektor yang memiliki keunggulan kompctitif (Differential Shift > 0) sehingga sektor-sektor tersebut dapat mcningkaikan laju pertumbuhan ekonomi daerah. adalah sebagai berikut: Tabet 20 Sektor-sektor yang memiliki keunggulan kompetitif di wilayah Provinsi Ban ten tahun 2001-2005 Daerah
1.APA.'lCAN USAHA Let:ak
v
1 Pertanen
2. Pertambengon d3n Pcrw.alian
Pan:Seglang
larger.wig Kola Ci~
Kola Tangetang
v
v
3. lrduscri Pengotahan 4, Loscrlc, Gos, Aor Bersh
Se""'Q
v v
v
v
5. Sangunan
v
v
6. P1rdagangan~ l'otel. RC<010111n
v
v
7. Pengang.lM dan Komuril
Sumber : BPS diolah
v
v
8. Keu. Pe~an. Jasa Perusah11ai 9. J•sa-j...
v
y
v v
'I
v
88 Analisis Kinerja Keuangan Daersh Analisis kinerja keuangan daerah (APBD) pada prinsipnya adalah pengukuran
terhadap ()) derajat desentralisasi fiskal antara pcmerintah pusat dan daerah, (2) dcraiar kemandirian suatu daerah. Musgrave ( 1984), menyatakan dalam mengukur derajat dcscntralisasi
fiskal antara pemerintah pusat dan dacrah digunakan (I} rasie PAD
terhadap total pendapatan daerah, (2) rasio Penerimaan Daerah Sendiri (PDS, yaitu PAD + bagi basil pajak clan bukan pajak} terhadap total pendapatan daerah, dan (3) rasio anrara surnbangan pemerintah pusar terhadap total pendapatan dacrah. Nilai rasio variabel (I) dan (2) yang tinggi, dan rasio variabel (3) yang rendah mcnccnninkan kecilnya tingkat kcbergantungan daerah tcrhadap transfer pusat dan seballknya. Sement;1ra
derajat kemandirian suatu daerah dilakukan dengan melakukan
pcnghitungan terhadap: (I) rasio antara PAD teihadap total l.i1.:hutjll, (2) rasio aorara PAD tcrhadap belan1a pegawai, (3) rasio antara l>DS terhadap total belanja, serta (4) rasio antara POS terhadep belanja pegawai (Halim, 2001). Jika nilai rasio kcempat variabel
tersebut reodah bcrarti tingkat keinandirian daerah tinggi, dan sebaliknya Sclarn kcdua indikator itu, akan dinnalisis pula rasio belanja pegawai terhadap total belanjn, rnsio ini
menggambarkan ringkat efisiensi kincrja pcmerintah daerah. Suatu daerah yang efisien diccrminkan dari rendahnya nilai rasio tersebut. PDS yang terdiri dari PAD ditambah Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil SDA termasuk variabcl kemandirian daerah, karena Bagi Hasil merupakan pungutan yang ditarik oleh Pusat kcmudian dibagikan kembali kepada daerah berdasarkan potensi daerah
masing-masing (by origin). Pos Bagi Hasil terdin alas PBB, PPh Orang Pribadi, SPHTB dan Bagi Hasil SDA. PDS termasuk dalam kelornpok block grants karena penggunaan dana PDS sepenuhnya rnenjadi kewenangan daerah, Semakin tinggi konrribusi PAD atau
PDS terhadap terhadap total belanja mcounjuk.kan k.incrja kcuangao dacrab yang positif. Dalam hal ini, kinerja keuangan positif cliartikan sebagai kernandirian keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi daerah pada daerah tersebut. Adapun rasio-rasio indikator derajat desentralisasi fiskal anrara perneriutah pusat dan daerah, serta indikator derajat kemandirian suatu daernh di wilayah Ban1en selama
rahun 20()1-2005 adalah sebagai berikur:
89 I. Rasio PAD terhadap Total Pcndapatan Pada tahun 2001 secara rata-rata proporsi PAD terhadap total pendapatan APH!J sebesar 13 persen clan meningkat meojadi IS persen pada tahun 2005. Dari angka ini dapat diketahui bah wa penman PAD di wilayah Banten dalarn membiayai pembangunan daerah masib relatif kecil, dengan kata lain kontribusi pemerintah melalui transfer DAU masih tinggi. Kabupatcn Lcbak dan Kabupaten Pandeglang
merupakan daerah dcngan derajat desentralisasi fiskal tertinggi (proporsi PAD hanya sebesar 3 - 6 persen), sedangkan Kora Cilegon merupakan daerah yang terendab (proporsi PAD sebesar 28- 33 persen). 2. Rasio PIJS ternadap Total Peadapatan Kontribusi rata-rata PDS terhadap total pendapatan APBD pada tahun 200 l sebesar 3 I persen clan tahun 2005 meojadi 32 persen. Berhubung di wiJayah Banten relatif tidak terdapat bagi hasil dan sektor Migas, maka sumber PDS selain dari PAD berasal dari PBB, PPh orang pribadi, dan BPHTB. Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang merupakan daerah dengan derajat desentralisasi fiskal tertinggi (kontribusi PDS sekitar 8 • I I persen), sedangkan Kola Cilegon merupakan daerah terendah (kontribusi PDS sebesar 51 - 55 pcrsen),
,.....,.. ••
Gambar 20 Proporsi pos pendapatan terhadap total pendapatan APBD di wilayah Provinsi Danten tahun 200 I dan 2005 Sumber : Pernda dan Departemen Keuangan dtolah
3. Rasio DAU terhadap Total Peodapatan Rata-rata
sumber
penerimaan
APBD
kabu patenJkota
di Provinsi
Banten
mengandalkan transfer dari Pusat dalam bentuk DAU. Pada tahun 2001 pencrimaan
APBD mereka sebesar 61 perscu bcrasal dari DAU, rahun 2005 rurun mcnjadi 56 persen. Kabupaten Pandeglang rum Kabupaten Lebak merupakan daerah yang sangat
90 bergantung
kepada DAU, lcbih dari 80 persen sumbcr pcndapatan
APBU kcdua
daerah itu bcrasal dari DAU. Sedangkan kontribusi DAU yang paling rcndah terdapat di Kota Cilegon dan Kota Tangerang, Di kedua daerah itu kontribusi DAU berkisar 36 - 42 person. Tabet 21 Proporsi pos pendapatan terhadap total pcndapatan llPBD di wilayah Provinsi Banten tahun 2001 dan 2005 No
Dae rah
PADffP
2001
2005
0,03 1
Kab. Lebak
Kab. 2 Pandeglang
Total Daerah
2001
0,03
0,05 0,13
0,14 0,28 0,18 0,13
2005
0, 11 0,06
0,14 J Kab, Serang Kab. 4 Tangerang Kot a 5 Cilegon Kot a 6 Tan!lerang
PDS!fP
0,17 0,33 0,17 0,15
DAU!TP 2001 0,86
0,10 0,08
0,08
0,25
0,55 0,43 0,31
0,01
0,88
0,85
0,72
0,40 0,51 0,47 0,32
2001
0,79
0,25 0,39
2005
Penerimaan Lainnya!TP
0,02
0.36 0,42 0,61
o.cs 0,02
0,00 0,72
0,48
2005
0,44 0,40 0,36 0 56
0,03 0,06 0,04 0,11 0,05
0, 15 0,07 0,17 0,10
Sumber: Dep. Keuangan dan Pemda diolah PA D=Pcndapatan Asli Daerah PDSsPenerimaan Daerah Sendiri DAUmDana Atokasi Umum TP..TotalPendapatan
4. Rasio PAD terhadap Bclanja Daerah Total anggaran bclanja daerah yang dibiayai dari PAD sclama tahun 2001-2005 rotarata sebesar 14-15 perscn, scmentara unruk belanja pegawai scbcsar 30 pcrsen. Dari angka tcrscbut dapat diartikan bahwa tingkat kemandirian daerah di wilayah Banten secara rata-rata masih rendah.
91
J•AJ)
"""
1<4'!.-.
"""'
, ,-------i ,..,, Garnbar 21
Proporsi pos pcndapatan terhadap total belanja di wilayah Provinsi Banten tahun 200 I clan 2005
Sumber: Departemen Keuangan diolah 5. Rasia PDS terhadap Belanja Daerah Proporsi jumlah PDS tcrhadap total belanja daerah selama tahun 2001-2005 relatif
tidak mengalami perubahan, yaitu sebesar 33 - 34 person, sedangkan untuk bclanja pegawai mengalami pen unman dari 72 persen pada tahun 200 I menjadi 66 person pada rahun 2005. Ada tiga daerah di Provinsi Banten, yairu Kabupateu Lebak, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Serang yang tingkat kemandiriannya sangat rendah karcna dari total pencrimaan daerah sendiri digunakan untuk membayar belanja pegawai pun masih bclum mencukupi (Proporsi PDS terhadap Belanja Pegawai berkisar 11 - 41 persen), Tabel 22
Proporsi PAD clan PDS terhadap belanja daerah di wi layah Provinsi Banton tahun 200 I dan 2005
Proporsi PAD
No
Daerah
TB
BP
2001
TB BP 2005
Proporsi PDS BP TB TB 2001
BP
20-05
Kah. Lebak
0,03
0,06
0,06
0,11
0,12
0,19
0,10
2 Kab. Pandeglang
0,03
0,06
0,05
0,07
0,08
0,15
0,08 0,ll
3 Kab. Serang
0,15
0,25
0,12
0,21
0,27
0,47
0,23
0,4 l
4 Kab. Tangerang 5 Kota Cilcgon
O,J6 0,37
0,37 J,06
0,19 0,32
0,46 0,68
0,44
I.OJ 2,06
0.45 0.50
l,12 1,08
6 Kota Tangerang Total Daerah
0,21 0,14
0,56 0.30
0,17 0,15
0)9 0,30
0, ~l 0,34
l ,36
0,45 1,04 0,33 0,66
Sumber : Dep, Keuangan dan Pernda diolah
TB : Total Belanja
Bl' : Flelanja Pegawai
0,72
0,72
0,]7
92
6. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Dari hasil analisis rasio belanja pegawai terhadap total belanja menunjukkan bahwa sekitar 50 persen dari total belanja babis digunakan untnk bclanja pegawai. Data ini menggambarkan bahwa tingkat efisiensi lcinerja pemcrintah daerah di wilayah Banton
masih kurang optimal. Salah satu faktor yang menyebabkan tiogginya belanja pegawai karena adanya pelimpahan aparat pusar yang berasal dari kantor wilayah (Kanwil) dan kantor departemen (Kandep) kepada daerab pada awal pelaksanaan otonomi daerah. 0,60
l
0,50 0.40
0.44
0
~
0,47
0.:50
0.30 0,20 0.10
0,00 2001
2002
2003
2004
200.5
Gambar 22 Rasio rata-rata belanja pcgawai rerhadap total belanja di wilayah
Provinsi Banten tahun 2001-2005
Analisis Keteaagakerjaan Situasi ketenagakerjaan di wilayah Banten selama tahun 2002-2005 relatif tidak mcngalami perubahan yang signifikan, juntlab pengangguran bertahan pada angka di alas 14 persen. Namun demikian tahun 2005 mulai menunjukkan arah yang lebih baik, paling
tidak jika dibandingkan dengan keadaan pada tahun 2004. Angka rata-rata pengangguran terbuka pada tahun 2005 mencapai I 4,23 persen. Angka ini masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2002 (14,IS persen) tetapi lebih rendah dibandingkan angka tahun 2004 (14,31 persen), Di sisi lain, pada tahun 2005 jumlah penduduk yang bekerja bertambah 25.013 orang mcojadi 3.314.836 orang dibanding 2004 (3.289.823 orang) atau bertambah 97 .644 orang dibanding 2002 (3.217.192 orang). Seperti dapat dilihat pada
93
penduduk usia kerja (15 tahun ke alas) pada 2005 sebcsar 6.139.367
Tabet 9, jumlah
orang, bcrtambah sebesar 408.303 orang dibandingkan dengaa keadaan 2002. Scmcnlara
itu, jumlah angkatan kerja pada 2005 mencapai 3.864.831 orang, dan bila dibandingkan dengan jurnlah angkatan kcrja pada 2002 scbcsar 3. 74 7 .252 orang, berarti ada penambahan sebesar I 17.579 orang, 14.~.S
lex,
14.30
i
14,2~
1.i.20 14, 1
s
1'1,>0 14,0$
-!--2002
2003
2004
201)$
Gambar 23 Tingket pengangguran di wilayah Provinsi Bantcn tahun 2002-2005 Tingka; pcngangguran 1c11inggi berada di Kora Cilegon (rata-rata 18,38 persen) dan yang terendah bcrada di Kora Tangerang (rsta-rata 12,95 persen), Secara keseluruhan, rata-rata tiJ1gkal penganggura« tc1 l!uka Lli wilayah Bunten sebesar 14,22 persen, masih lehih ringgi dibandiogkan dengan tingkat penganggurau terbuka nasional yang scbesar l 0 • 11 perseu.
Tabel 23 Tingkat pengangguran di wilayah Proviusi Bunten tahun 2002-2005 Rat11· Daerah
94 Analisis Kesejahteraan Penduduk Pada akhimya sctiap daerah yang mclaksanakan pembangunan akan menuju pada peningkatan kesejahteraan masyarakat luas atau pemerataan kesejahteraan. Perturnbuhan ekonorni yang tinggi menjadi lebih berarri jika diikuli pemerataan atas hasil-hasil pembangunan . .Berbagai kebijaksanaau ekonomi untuk menumbuhkan produksi akan lebih berarti jika dirasakan manfaamya oleb masyarakat tua s. Oleh karena itu orientasi pemerataan seharusnya menjadi muara dari seluruh kegiatan perckonomiao suatu daerah
dan negara (Triyanto 1990). Umuk mengetahui tingkat kesejahteraan pcnduduk yang relah dicapai masingmasing
daerah
akan
diguoakan
analisis Pendapatan
per kapita,
!PM (lndeks
Pembangunan Manusia), dan lndeks Gini. Sem.entara untuk mchhat pernerataan kesejahteraan penduduk antardaerah akan digunakan uji Indeks Williamson berdasarkan data pendapatan per kapita Analisis Peodapatan Per Kapita Analisis indikator kesejahteraan penduduk yang paling sederhana adalah dengan
cara rueughitung pendapatan per kapita, meski aoatisis ini dini!ai banyak kelemahan tetapi secara internasional masih tetap diguoakan oleb para peneliti. Angka pendapatan per kapita sekaligus dapar menggambarkan produktivitas per kapita suaru daerah, karena angka ini menunjukkan kemampuan yang oyata dari suatu daerah dalam menghasilkan output dan kcnikmatan yang diperoleh setiap penduduk, 35.()00.000 30.000.000
25.000.000 20.000.000 15.000.000
10.()00.000 S.000.000 2001
2002
2003
200-<
200.5
~b. Lcbejc
• Kab Paodeglang
D Kab. Ser.ing
~ Tang:erJ:ng
•Kot.a Cilcgon
13 Kota ·ran.scrang
Gambar 24 Pendapatan per kapita di ...,layah Provinsi Banten tahun 2001-2005 Sumber: BPS diolah
9S Dari Garnbar 23 mcnunjukkan pendapatan per kapita di wilayah Banteu sangat beragam perbedaan itu sangat nyata antara dacrah kola dengan dacrah kabupatcn. Secara rara-rata sclama tahun 2001-2005 pendapatan per kapita Kola Cilegon Rp26.781.628, Kora Tangerang Rpl3.782.56J,
Kabupatcn Tangcrang Rp4.897.634, Kabupaten Serang
Rp4.265.134. Kabupaten Pandeglang Rp2.905.001, dan Kabupaten Lebak Rp2.932.4 J 8. Tiu bcrarti sccara nominal pendapatan per kapita di Kota Cilegon sembilan kali lebih tinggi dari pendapatan per kapita di Kabupatcn Lcbak dan Kahuparen Pandcglang, sementara pendapatan per kapita Kota Tangerang harnpir lima kali lcbih tinggi dari kedua dacrah ilu. Tabel 24 Peudapaian per kapita di wilayah Provinsi Banten tahun 2001-2005 No
Daerah Kab, Lebak
2 3 4
2001
2002
3.167.988
2.866.292
2.697.800
2003
2004
2005
2.918.363
2.809.076
2.900.374
2 932.418
2.888.S73
2 932,995
2.950.768
3.054.870
2.905.001
4.208.0SI
4302.•m
4.216.091
4.256.048
4.342.480
4.265.134
S.110 437
4.886 497
4 747 592
4 727 R14
5.0Vi.811
4.897 634
25.067.758
26.102.606
26.791.958
27.039.797
28,906.012
2b,78t.628
l•.530.61 s
13.538.378
13.40] .4()3
13.433.996
14.008.354
13.782.561
6.562.52?
6.448.510
,_ 6Al6.S07
6.721.258
6.SIS.841
Ra1a-Rnta
Kab. Pandeglang
Kab. Scron~ Kab. Tana~r:rnJi
s
Kota Cileaon
6
Kot.a Ta.oserani; Tow.lOacrah
6.430.400 ---
__
Sumbcr : BPS diolab Untuk melihat tingkat pcmcrataau kcscjahtcraan pcnduduk di wilayah Bantcn
digunakan lndeks Williamson. Hasil uji lndcks Williamson menghasilkan nilai yang stabil pada angka O,R. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan pcnduduk antar kabupaten/kota di Provinsi Banten selama lima tahun berturut-turut
(tahun 2001-2005) sangat timpang. Ketimpangan kesejahteraan antar daerah terscbut
selain discbabkan oleh kondisi alam juga discbabkan dampak industrialisasi yang mcningkatkan
kcscnjangan antara dacrah
industri yang tcrlctak di Banton Utara
96 (Kabupaten Tangerang, Scrang, Kota Cilegon, dan Tangerang) deugan daerah yang terlerak di Banten Selatan (Kabupaten Lebak dan Pandeglang).
Tabel 25 Indeks Williamson PDRB Per Kapita di wilayah Provinsi Banten tahun 2001-2005 Tahun
Indeks Williamson
2001
0,81
2002
0,81
2003
0,82
2004
0,83
2005
0,84
Analisis Gini Rasic Ontuk mengukur tingkat pemerataaa
pendapatan
penduduk suatu daerah
umumnya digunakan Gini Rasio. Angka Gini Rasio berkisar antara 0 sampai dengau I, angka 0 berarti pemcrataan pendaparan sangar scmpurna dan angka l berarti ketirnpangan sangat sempurna. Berdasarkan data pcndapatan pcr kapita sebulan dari Suseoas (Survey Sosial Ekooomi Nasional) BPS, maka angka Gini Rasio kabuparea/kota Provinsi Banten
L'.:•=1=00=:~'.::::::'"0~2l'---"--:~o-1_1_....:::=:=o.=2s==:::=:=o=.3=S==::::=:o=.=s1==:::=:=0=.2=~== Grun bar 25 Pcrkcmbangan Cini Rasio di wilayah Provinsi Banton lahun 2001 -2005 Sumber : BPS diolah Dari hasil perhitungan di atas dapat dipcrolcl1 penjclasan sebagai berikut : I. Rata-rara Gini Rasio kabupatcn/kota secara keseluruhan selama tahun 2001-2005 berkisar antara 0, 19 sampai 0,31. Bcrarti distribusi pcndapatan pcnduduk Bamcn selarna tahun 2001-2005 merata sangat baik. 2. Apabila dilihat distribusi pemerataan pendapatan penduduk rata-rata per daerah (Iihar Tabel 26) maka Kabuparcn Lebak mcrupakan dacrah yang paling baik distnbusmya
(0,19) den Kabupaten Tangerang daerah yang paling umpang distribusinya (0,31 ). 3. Jika dilihat data tahunan, maka pada tahun 2002 Kabupaten Pandeglang adalab daerah
yang paling baik distribusi pendapatan peoduduknya dengan Gini Rasio
sebesar 0,14, scdangkan pada tahun 2005 Kota Cilcgon mcrupakun daerah yang paling t111ggi kcrimpangannya dcugan (iini Rasio sebesar 0,.5 I.
Pola distribusi pendapatan tnasyarakat yang didasarkan pada hasil penghituugau
Gini Rasio di atas hamlah menggambarkan tingkat pemerataan pendapatan secara global. Sejauh mana atau berapa bagian yang diterima oleh kelompok berpeudaparan terendah/miskin
behun
nampak
jelas,
Sehubungan
dengan
itu,
ukuran
yang
dikernbangkan oleh Bank DU11ia memberikan garubaran lebih jclas mengenai masalah ketidakadilau melalui indikator yang disebut kerniskinan relarif (relative inequality).
98 Kemiskinau relatif diartikan sebagai ketimpangan dalam distribusi pendapatan yang diterima oleh berbagai golongan masyarakat. Adapun kriteria kcmiskinan relatif adalah (I) distribusi pendapatan sangat timpang jika 40 persen penduduk bcrpendapatan termiskin mcnerima
kurang
pendapatan
moderat jtka 40 rer.>en penduduk
timpang
dari 12 perseu dari total pendapatan,
(2) distribusi
berpendapatan
tenniskin
mencrima antara 12 sampai 17 persen dari total pcndapatan, (3) distribusi pcndapatan mcrata jika 40 pcrscn penduduk bcrpendapatan terrniskin mcnerima lebih dari 17 pcrsen
dari total pendapatan. Tabet di bawah ini adalah hasil perhitungan kemiskinan relatif kabupateu/kota di Banten sclama tahun 2001- 2005. Tabel 26 Gini Rasio dan kcmiskinan relatif di wilayah Provinsi Banten tahun 2001-2005 2001
21Xl2
40'!.
20().1
200~
40%
GR
.~..
rnta·
mi skin
......
CR
n1i~kin
GR
4()'/, miskin
0.18
30,6(. O,IS
29.06
0.18
27,!6
0,19
25,23
023
28,IS
0,19
27,89
0.20
ll..51
0,14
71.,76
0,11
2~.ss
0,22
26,52
022
27,91
0,2V
Scrong
25,77
0,23
24,84
0.24
:!S,95
0.25
23.86
0,27
ll.47
(128
24.7&
025
Tanserott!)
20.45
Koto Cikaon
O,JJ
22.43
023
19,4~
0,3'
23,JS
0,26
13,79 0,35
20.91
0.31
27,L'
1>,?7
24,86
0.22
27,13
o.n
24,.14
0.25
12.45
0..51
23.22
028
Ttt5.1'1CrttuH
24,88
0125
30,39
0,16
26,•0 0,22
2~.u
0,27
20,SJ
!Jd9
iJ,40
0.24
R.ftu. ..ra.ta
25,13
0124
27,62
0,19
25,80
25,C:
0,24
21,17
0,Jl
25,06
02~
Docroh
n1is:lcin
GR
l.eb.ik
28.2~
Pandcll•r11:
4(1% u1i.sldr1
2003
K.ot>
40%
0,24
40%
CR
miskin
GR
tAl.a
Sumber: RPS
Dari hasil perhitungan di alas dapat diperoleh penjelasau scbagai bcrikut: l. Rata-rata distribusi pcndapatan berdasarkan versi Bank Dunia (jumlah pendapatan 40% penduduk tcrmiskin) secara keseluruhan selama tahun 2001-2005 berkisar antara 21,11% sampai 27,62%. Karena angka tersebut di alas 17%, maka distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bantcn termasuk dalam kategori merata sangat baik. 2. Apabila
dilihat
distnbusi
pemerutaan
pendapatan
rata-rata per dacrah, maka
Kabupateu Lebak rnerupakan daerah yang paling baik distribusinya (28, 15%) dau Kabupaten Tangerang daerah yang paling tiJnpang distribusinya (20,91 %).
99 3. Jika dilihat data tahunan, rnaka daerah yang paling baik distribusi pendapatannya
adalah Kabupaten Pandeglang dcngan porsi yang diterima oleh 40'/o penduduk tcrmiskin sebcsar 32,51% dari total pendapatan. Scdangkan yang daeiah yang paling timpang drstribusi pendapatannya ada!ah Kota Cilegoa dengan porsi yang diterima oleh 40% penduduk terrniskin sebesar 12,45% dari total pendapatan, Analisis lndeks Pembangunan Manusia IT'M atau lluman Development Index merupakan metoda penghitungan kesejahtcraan penduduk yang dikembangkan oleh United Nations for Development (UNDP) scjak tahun 1990. IPM merupakan upaya terbaru dan paling komprehensif dalam mcnganalisls
kualitas SOM suatu daerah (Todaro. 2000). Ada 3 indikator yang
dipergunakan UNDP dalam menghitung IPM, yaitu (I) indikator harapan hidup, (2)
indikator pendidikan, dan (3) indikator daya beli. Potrer !PM di Banton tahun 2002-2004 adalah scbagai berikut. Tabel 27 lndeks Pcmbangunan Manusia di wilayah Provinsi Banten tahun 2002-2004 Rac>
Mgka Harapan HidlJp