iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ”Variabilitas Suhu Permukaan Laut dan Interelasinya dengan Muson, Dipole Mode (DM) dan El Nino Southern Oscillation (ENSO) di Perairan Asia Tenggara dan Sekitarnya” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam bentuk teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2012
Andri Purwandani NRP. C551070121
iv
v
ABSTRACT ANDRI PURWANDANI. Variability of Sea Surface Temperature and its Interelationships with The Monsoon, Dipole Mode (DM) and El Nino Southern Oscillation (ENSO) in the Southeast Asia and its Surrounding Waters. Under the supervision of MULIA PURBA and I WAYAN NURJAYA. Variability of air-sea interaction in the Southeast Asia and its surrounding waters has an important role for regulating the Asian and Australian climate dynamics and the dynamics of ocean-atmosphere in the Indian and Pacific Oceans. The results of the first five largest variance of Empirical Orthogonal Function (EOF) analysis of monthly mean sea surface temperature between 19792007 from data assimilation of Geophysical Fluid Dynamics Laboratory (GFDL) in the Southeast Asia waters are able to identify occurrence of the Monsoon activity, the period of Dipole Mode (DM) in Indian Ocean and types of El Nino Southern Oscillation (ENSO) in the Pacific Ocean. The heat dynamics of the sea and atmosphere in the Indonesia waters are probably the triggers of DM and ENSO after performing spectral density function of EOF expansion coefficients, wavelet transform and composite analysis based on one times of standard deviation above positive and below negative of expansion coefficient using Earth System Research Laboratory-National Oceanic Atmospheric Administration (ESRL-NOAA) dataset, including wind data, air temperature, air pressure, outgoing long wave radiation (OLR), rainfall, precipitation, evaporation, sensible heat, latent heat and humidity. Schematics of the dynamical processes of oceanatmosphere interaction were constructed based on composite analysis results by discovering unique pattern which are called as phase of Asymmetric Monsoon of Southeast Asia waters (AMSA), Heat Storing/releasing of Southeast Asia waters (SRSA), Dipole Mode of Southeast Asia waters (DMSA), Tripole Mode of Southeast Asia waters (TMSA) and the Mixed Mode of Southeast Asia waters (MMSA) to examine more insightful of the relationships between heat dynamics in the Southeast Asia and the origin processes of Monsoon, DM and ENSO. The rest difference of heat accumulation of AMSA phase in the Southeast Asia are therefore led to a shift of Monsoon and triggering a biennial cycle of the Tropical Biennial Oscillation (TBO) associated with decadal cycle in the SRSA phase is the beginning of DM and ENSO activity. After couple times of biennial cycle, the remaining difference of heat accumulation in the Southeast Asia is getting bigger and needed a new heat balance that generates a trigger of DM period and some types of ENSO. At the DMSA phase was formed DM transition period and conventional ENSO pattern, the TMSA phase as DM transition period and Central Pacific ENSO spread type (CP El Nino/La Nina spread type) and the MMSA phase which coincided peak of DM and Central Pacific ENSO centralized type (CP El Nino/La Nina centralized type). Keywords: Monsoon, Dipole Mode, El Nino Southern Oscillation, sea surface temperature, data assimilation, Geophysical Fluid Dynamics Laboratory, heat, Southeast Asia Waters.
vi
vii
RINGKASAN ANDRI PURWANDANI. Variabilitas Suhu Permukaan Laut dan Interelasinya dengan Muson, Dipole Mode (DM) dan El Nino Southern Oscillation (ENSO) di Perairan Asia Tenggara dan Sekitarnya. Dibimbing oleh MULIA PURBA dan I WAYAN NURJAYA. Penelitian mengenai dampak Muson, Dipole Mode (DM) atau El Nino Southern Oscillation (ENSO) terhadap variabilitas laut-atmosfer suatu perairan di Indonesia telah banyak dilakukan. Akan tetapi, pada umumnya penelitian ini hanya melibatkan salah satu fenomena diatas. Sementara itu, pada suatu perairan memiliki kemungkinan untuk menerima kombinasi pengaruh hasil interaksi dari fenomena tersebut dengan respon perairan yang berbeda-beda. Kesalahan penafsiran dan interpretasi hasil analisis data akan terjadi, sehingga dapat mengakibatkan kesalahan yang fatal dalam mengambil kesimpulan hasil penelitiannya dan rekomendasi yang diusulkannya. Interaksi antar fenomena Muson, DM dan ENSO dengan keunikan wilayah Asia Tenggara dan sekitarnya perlu dikaji secara bersamaan sehingga hasil pada penelitian ini diharapkan secara komprehensif dapat mengurai peranan dari masing-masing fenomena, bagaimana prosesnya bekerja, interaksi yang terjadi satu sama lain dan bagaimana respon perairan di Asia Tenggara dan sekitarnya terhadap pengaruh dari hasil interaksi ketiga fenomena tersebut. Analisis dengan menggunakan pendekatan metode empirical orthogonal function (EOF) diterapkan pada penelitian ini untuk mendekomposisi sinyal data deret waktu bulanan anomali suhu permukaan laut (SPL) secara spasial dan temporal antara tahun 1979-2007 dari data asimilasi Geophysical Fluid Dynamics Laboratory (GFDL). Data asimilasi GFDL divalidasi terlebih dahulu dengan mengggunakan data observasi sarana pengamatan laut-atmosfer dari ARGO float dan buoy TRITON. Lima keragaman terbesar pertama dari total keragaman sebanyak 50 Mode hasil perhitungan analisis EOF digunakan untuk menginterpretasikan dekomposisi spasial dan temporal dari sinyal siklus deret waktu data SPL. Koefisien ekspansi EOF dari hasil dekomposisi temporal ditapis pada frekuensi rendah sebesar 1/2 siklus per tahun dengan metode Lanchoz filter untuk menghilangkan gangguan fenomena siklus dengan frekuensi rendah dari Monsoon Intraseasonal Oscillation (MISO) dan Madden-Julian Oscillation (MJO). Kekuatan dan kapan dominan terjadinya pengaruh siklus tahunan Muson dan siklus antar tahunan DM dan ENSO pada data deret waktu koefisien ekspansi EOF dideteksi keberadaannya dengan menggunakan metode densitas spektral melalui Fast Fourier Transform (FFT) dan continuous wavelet transform (CWT), sedangkan interaksi antara ketiga fenomena tersebut diidentifikasikan dengan metode analisis cross wavelet transform (XWT) antara koefisien ekspansi EOF dengan Monsoon Index (MSI), Dipole Mode Index dan Southern Oscillation Index (SOI) yang mewakili ketiga fenomena tersebut. Proses dinamika interaksi antara Muson, DM dan ENSO serta pengaruhnya terhadap perairan Asia Tenggara dan sekitarnya dianalisis lebih mendalam lagi dengan menggunakan data angin, suhu udara, tekanan udara, outgoing long wave radiation (OLR), curah hujan, presipitasi, evaporasi, fluks bahang secara konduksi, fluks bahang melalui
viii
evaporasi dan kelembapan udara yang berasal dari Earth System Research Laboratory – National Oceanic Atmospheric Administration (ESRL-NOAA). Analisis yang digunakan adalah dengan pendekatan metode komposit dari ratarata anomali parameter pada saat nilai simpangan baku koefisien ekspansi EOF satu kali diatas nilai simpangan baku positifnya yang disebut fase positif dan fase negatif pada saat satu kali dibawah nilai simpangan baku negatifnya. Keragaman terbesar pertama sebesar 44.1% dari total keragaman untuk selanjutnya disebut Mode ke-1 EOF, ditemukan pengaruh dominan dari siklus tahunan Muson dengan periode sebesar 12.2 bulanan dengan osilasi spasial anomali SPL yang terjadi antara BBU dan BBS, seiring dengan pergerakan semu matahari. Pada Mode ke-1 EOF ditemukan pola asimetris keseimbangan bahang arah meridional yang berada tidak tepat di sekitar ekuatorial dimana sesuai dengan pergerakan semu matahari, keseimbangan bahang seharusnya terjadi tepat di sekitar ekuatorial. Oleh karena itu, pada Mode ke-1 EOF dengan fenomena yang mengiringinya diberi nama Asimetris Muson perairan Asia Tenggara (AMAT). Pada Mode ke-2 EOF dengan keragaman sebesar 22.7%, terdapat pola osilasi spasial anomali SPL terpusat di BBU antara perairan barat dan timur Asia Tenggara dimana nilai anomali nol berada di perairan sebelah timur laut Asia Tenggara. Oleh karena itu, pada fase positif Mode ke-2 EOF, terdapat anomali positif SPL hampir di seluruh perairan Asia Tenggara dan pada fase negatif terdapat anomali negatif SPL. Keseimbangan bahang di laut dan atmosfer menjadi terganggu karena terdapat proses pelepasan dan penyimpanan bahang dalam jumlah yang besar, hasil dari akumulasi sisa selisih bahang pada fase AMAT. Oleh karena itu, pada Mode ke-2 EOF ini diberi nama Penyimpanan/Pelepasan Bahang perairan Asia Tenggara (PBAT) dengan fenomena yang mengiringinya masih didominasi oleh Muson dan munculnya siklus dekadal dengan periode 10.7 tahunan dan siklus dua tahunan TBO dengan periode 18.2 bulanan disertai dengan pergeseran awal kedatangan Muson selama 3.1 bulan. Siklus dua tahunan TBO terjadi karena hasil interaksi antara Muson dengan siklus dekadal yang diduga berasal dari gangguan sinyal frekuensi tinggi PDO di perairan sebelah utara Samudera Pasifik. Siklus dekadal ini berasosiasi dengan Muson dan diduga sebagai phase locking pemicu TBO diiringi dengan pergeseran Muson. Oleh karena itu, siklus 18.2 bulanan TBO tidak benar-benar tepat sebagai siklus dua tahunan karena terbentuk dari dua kali siklus 12.2 bulanan Muson dengan pergeseran awal kedatannya selama 3.1 bulan setelah berinteraksi dengan siklus dekadal. Fase PBAT berperan penting dalam proses dinamika bahang di perairan Asia Tenggara karena berfungsi sebagai fase penyimpanan dan pelepasan bahang di laut dan atmosfer dari akumulasi sisa selisih bahang pada fase AMAT. Setelah dua kali terjadi siklus TBO, pada Mode ke-3 EOF dengan keragaman sebesar 12.5% ditemukan siklus antar tahunan dengan periode 42.6 bulanan kedua terkuat setelah siklus Muson. Akumulsi sisa selisih bahang di perairan Asia Tenggara dari dua kali siklus TBO diikuti oleh terbentuknya pola osilasi spasial anomali SPL seperti membagi dua perairan Asia Tenggara antara perairan sebelah timur ekuatorial Samudera Hindia dan sebelah barat ekuatorial Samudera Pasifik. Pola osilasi ini kemudian diberi nama fase Dipole Mode perairan Asia Tenggara (DMAT) yang diiringi dengan terjadinya periode transisi DM dengan beda fase
ix
sebesar 2.7 bulan dari puncak Dipole Mode Index (DMI) dan terbentuknya periode El Nino/La Nina konvensional dengan beda fase 2.7 bulan dari puncak Southern Oscillation Index (SOI). Pada Mode ke-4 EOF dengan keragaman sebesar 4.4%, ditemukan siklus antar tahunan pertama terkuat dengan periode sebesar 63.9 bulanan menggeser dominasi Muson diiringi dengan terbentuknya pola osilasi tiga kutub di perairan Asia Tenggara. Pola osilasi ini terbentuk setelah tiga kali siklus TBO mengakumulasikan sisa selisih bahang dimana jika di perairan dalam Indonesia terjadi peningkatan anomali SPL maka di perairan sebelah timur ekuatorial Samudera Hindia dan sebelah barat ekuatorial Samudera Pasifik akan terjadi penurunan anomali SPL, begitu pula sebaliknya. Pola osilasi tiga kutub ini diberi nama Tripole Mode perairan Asia Tenggara (TMAT) dengan diikuti terjadinya periode transisi DM dengan beda fase sebesar 3.9 bulan dari puncak DMI dan El Nino/La Nina Tengah Pasifik tipe tersebar (El Nino/La Nina TP tipe tersebar) dengan beda fase 3.9 bulan dari puncak SOI. Fase terakhir dari Mode ke-5 EOF dengan keragaman sebesar 2.8% diberi nama Mode Campuran perairan Asia Tenggara (MCAT) karena ditemukan pola osilasi spasial anomali SPL yang tidak beraturan dimana anomali positif dan negatif berada di perairan sebelah timur Samudera Pasifik maupun di sebelah barat Samudera Hindia. Siklus antar tahunan masih mendominasi dengan periode 42.6 bulanan dimana pada fase ini diduga terjadi setelah terbentuknya dua kali siklus TBO untuk mengakumulasikan sisa selisih bahangnya. Pada fase MCAT diiringi dengan terjadinya puncak DM pada fase yang bersamaan dengan puncak DMI dan terjadinya El Nino/La Nina Tengah Pasifik tipe terpusat (El Nino/La Nina TP tipe terpusat) pada fase yang bersamaan pula dengan puncak SOI. Kata kunci:
Muson, Dipole Mode, El Nino Southern Oscillation, suhu permukaan laut, data asimilasi, Geophysical Fluid Dinamics Laboratory, bahang, perairan Asia Tenggara.
x
xi
© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
xii
xiii
VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN INTERELASINYA DENGAN MUSON, DIPOLE MODE (DM) DAN EL NINO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) DI PERAIRAN ASIA TENGGARA DAN SEKITARNYA
ANDRI PURWANDANI
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
xiv
Penguji di luar Komisi:
Dr. Ir. Agus S. Atmadipoera, DESS Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan - IPB
xv
Judul Tesis
: Variabilitas Suhu Permukaan Laut dan Interelasinya dengan Muson, Dipole Mode (DM) dan El Nino Southern Oscillation (ENSO) di Perairan Asia Tenggara dan Sekitarnya.
Nama
: Andri Purwandani
NRP
: C551070121
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Mulia Purba, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Neviaty P. Zamany, M.Sc.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. A.gr
Tanggal Ujian: 25 Januari 2012
Tanggal Lulus: