ESTIMASI NILAI DAN DAMPAK EKONOMI KAWASAN BUDIDAYA TAMBAK POLIKULTUR DENGAN KETERKAITAN MANGROVE (STUDI KASUS DESA LANGENSARI, KECAMATAN BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG)
RIZKI PRABANUGRAHA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 1
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Kawasan Budidaya Tambak Polikultur dengan Keterkaitan Mangrove (Studi Kasus Desa Langensari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2013
Rizki Prabanugraha H44070109
2
RINGKASAN RIZKI PRABANUGRAHA. Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Kawasan Budidaya Tambak Polikultur dengan Keterkaitan Mangrove (Studi Kasus Desa Langensari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang). Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan BENNY OSTA NABABAN. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan alam dan keanekaragaman sumberdaya alamnya, baik sumberdaya yang dapat pulih (perikanan, hutan mangrove, dan terumbu karang) maupun sumberdaya yang tidak dapat pulih (minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan tambang lainnya) (Dahuri et al, 1996). Salah satu wilayah pesisir yang memiliki potensi perikanan adalah pesisir utara Jawa Barat. Daerah ini menjadikan wilayah ini memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang beragam. Ikan merupakan kekayaan sumberdaya pesisir yang memiliki manfaat dalam kehidupan manusia, terutama dari kemampuannya mensuplai kandungan protein yang cukup tinggi. Secara khusus sektor perikanan juga turut berkontribusi meningkatkan pendapatan daerah serta penyedia lapangan kerja, oleh karena itu perikanan merupakan salah satu aktivitas yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa (Fauzi, 2006). Salah satu wilayah pesisir utara Jawa Barat yang memiliki potensi perikanan adalah Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang. Aktivitas perekonomian sektor perikanan tambak di Kecamatan Blanakan didominasi oleh kegiatan budidaya bandeng dan udang windu yang juga merupakan komoditas utama yang salah satunya terdapat di Desa Langensari. Desa Langensari memiliki luas areal tambak kurang lebih 80 ha yang status kepemilikannya tanah milik, dalam penerapan budidaya bandeng terdapat beberapa areal tambak yang ditanami mangrove. Dalam hal ini ada suatu keterkaitan antara mangrove dengan produktivitas areal tambak tersebut, yang akan mempengaruhi pendapatan petani tambak secara langsung. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani tambak polikultur di Desa Langensari; (2) Mengestimasi nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya polikultur di Desa Langensari; (3) Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan budidaya polikultur bagi masyarakat di Desa Langensari; (4) Menganalisis perbandingan pendapatan petani tambak polikultur uang terdapat mangrove dengan yang tidak terdapat mangrove di Desa Langensari. Pengambilan data dilakukan pada bulan September 2012. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani tambak yang diduga menggunakan model fungsi Cobb-Douglas adalah, hasil panen ikan bandeng dan hasil panen udang windu. Nilai rent diperoleh dengan mengasumsikan semua tambak yang berstatus tanah milik petani tambak di Desa Langensari yang berjumlah 71 hektar berproduksi dan melakukan tiga kali panen dalam satu tahun, maka total nilai panen ikan bandeng dan udang windu di Desa Langensari dalam satu tahun adalah Rp 1.066.847.630,00. Dampak ekonomi langsung yang diterima oleh pemilik usaha sebesar 80,30%, dampak ekonomi tidak langsung yang diterima oleh tenaga kerja lokal adalah 1,74% dan dampak ekonomi lanjutan yang merupakan pengeluaran yang dilakukan oleh tenaga kerja lokal sebesar 77,42%. Nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0,34. Ratio Income Multiplier Tipe I sebesar
3
1,02 dan Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1,25. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat ini usaha budidaya tambak polikultur sudah memberikan dampak ekonomi walaupun masih dirasa cukup kecil. Besarnya rata-rata total pendapatan petani tambak polikultur yang terdapat mangrove sebesar Rp 15.693.753,00/ha/tahun, sedangkan rata-rata total pendapatan petani tambak polikultur yang tidak terdapat mangrove sebesar Rp 10.701.683,00/ha/tahun, sehingga selisih pendapatan (surplus pendapatan) sebesar Rp 4.992.070,00/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani tambak polikultur yang terdapat mangrove lebih untung Rp 4.992.070,00/ha/tahun dibandingkan dengan petani tambak yang tidak terdapat mangrove. Kata kunci :Model Cobb-Douglas, Multiplier Effect, Rent, Surplus Produsen, Tambak Polikultur.
4
ESTIMASI NILAI DAN DAMPAK EKONOMI KAWASAN BUDIDAYA TAMBAK POLIKULTUR DENGAN KETERKAITAN MANGROVE (STUDI KASUS DESA LANGENSARI, KECAMATAN BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG)
RIZKI PRABANUGRAHA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
5
Judul Skripsi
Nama NIM
: Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Kawasan Budidaya Tambak Polikultur dengan Keterkaitan Mangrove (Studi Kasus Desa Langensari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang) : Rizki Prabanugraha : H44070109
Disetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP: 19620421 198603 1 003
Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si
Diketahui Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP : 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus :
6
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan izin dan ridho-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini tentunya tidak akan dapat diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bantuan moril maupun materil. Penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan kepada: 1.
Ayahanda Dr. Ir. Nyoto Santoso, MS; Ibunda Drh. Ria Puryanti Yahya, Kakak Hamam Kusumagani, Tante Nana Anggraini Yahya, Om Jimmy Syahrasyid Masfala yang selalu memberikan kasih sayang, doa, semangat, dan dukungan yang tiada hentinya.
2.
Ir. Ujang Sehabuddin selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, perhatian kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.
3.
Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc, dan Benny Osta Nababan, S.Pi. M.Siselaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan dan perhatian kepada penulis selama menjadi mahasiswa di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan sampai penulis berhasil menyusun skripsi.
4.
Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Kastana Sapanli, SPi, M.Si selaku dosen penguji utama dan selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
5.
Pak Samsudin, dan Kang Duda di Desa Langensari, Kecamatan Blanakan yang telah membantu penulis dalam pengambilan data.
6.
Dinas Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Subang yang telah memberikan data pendukung terkait penelitian ini.
7.
Senior ESL 43 (Radithe, Diaz, Sanjay, Sasa), teman - teman penulis Anna, Linda teman-teman ESL (Agung Lukmana, Ai, Asad, Ayu Fitriana, Dea Amanda, Firdaus, Dewi Asrini Fazaria, Indri, Shinta, Anggi, Andini, Nanda, Kiki, Sausan, Sandy, Wawan, Erwan, Yogi, Ade, Ichsan, Didon, Imam, Andri dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu), teman-teman satu bimbingan skripsi (Ellen, Erna, Ferry, Livia, Udin, Vicky, Vina).
7
8.
Seluruh dosen dan staf departemen yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL.
9.
Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor, April2013
Penulis
8
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Kawasan Budidaya Tambak Polikultur dengan Keterkaitan Mangrove (Studi Kasus Desa Langensari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang)”.Hasil penelitian ini dapat memberi informasi tentang nilai dan dampak ekonomi budidaya tambak polikultur dengan keterkaitan mangrove di Kabupaten Subang. Skripsi ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk kalangan akademik sebagai sumber referensi. Berbagai kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini disebabkan karena keterbatasan penulis. Penulis mengucapkan terimakasih atas kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontibusi positif bagi semua pihak.
Bogor,April2013
Penulis
9
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ..........................................................................................
i
DAFTAR TABEL ..................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
vi
I.
PENDAHULUAN .....................................................................
1
1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang .................................................................. Perumusan Masalah .......................................................... Tujuan Penelitian .............................................................. Manfaat Penelitian ............................................................
1 5 6 7
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................
8
II.
2.1 2.2 2.3
Pesisir ................................................................................ Fungsi Ekosistem Mangrove ............................................. Hubungan Mangrove dengan Produksi Tambak Polikultur ........................................................................... 2.4 Tambak.............................................................................. 2.5 Sistem Budidaya Tambak ................................................. 2.6 Silvofishery ........................................................................ 2.7 Bandeng ............................................................................ 2.8 Udang Windu .................................................................... 2.9 Produktivitas ..................................................................... 2.10 Analisis Produktivitas ....................................................... 2.11 Fungsi Produksi................................................................. 2.12 Penelitian Terdahulu .........................................................
10 11 12 14 16 18 19 20 22 24
III.
KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................
26
IV.
METODE PENELITIAN ...........................................................
29
4.1 4.2 4.3 4.4
29 29 30 30
Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... Jenis dan Sumber Data ...................................................... Metode Pengambilan Contoh ............................................ Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................. 4.4.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Tambak Polikultur .................. 4.4.2 Fungsi Produksi Cobb-Douglas ............................ 4.4.3 Uji Kriteria Ekonometrika..................................... 4.4.4 Estimasi Nilai Ekonomi Budidaya Ikan Bandeng. 4.4.5 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Terhadap Masyarakat Lokal ..........
8 10
31 31 35 37 38
i
4.4.6
Analisis Perbandingan Pendapatan Petani Tambak Ikan Bandeng yang Terdapat Mangrove dengan yang Tidak Terdapat Mangrove .............. Batasan Penelitian .............................................................
39 40
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN.......................
42
5.1 5.2 5.3
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................. Kondisi Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian....................... Gambaran Usaha Budidaya...............................................
42 43 43
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................
46
4.5 V.
VI.
6.1
Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal di Desa Langensari ....... 6.1.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak ...... 6.1.1.1 Usia ........................................................ 6.1.1.2 Tingkat Pendidikan ................................ 6.1.1.3 Status Pekerjaan Petani Tambak ............ 6.1.1.4 Lama Usaha Petani Tambak................... 6.1.1.5 Karakteristik Usaha Budidaya................ 6.1.2 Karakteristik Unit Usaha Terkait .......................... 6.1.3 Karakteristik Tenaga Kerja Lokal ......................... 6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Tambak.............................................................................. 6.2.1 Uji Kriteria Ekonometrika..................................... 6.3 Estimasi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Tambak Polikultur ....... 6.3.1 Analisis Nilai Produksi ......................................... 6.3.1.1 Biaya Faktor Produksi ............................ 6.3.1.2 Analisis Nilai Panen ............................... 6.3.2 Analisis Nilai Rent ................................................ 6.4 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Tambak Polikultur terhadap Masyarakat Lokal .............................. 6.4.1 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Tambak Polikultur................................................. 6.4.1.1 Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact) .................................................. 6.4.1.2 Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Impact) ................................... 6.4.1.3 Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Impact) .................................................. 6.4.2 Nilai Multiplier Effect dari Pengeluaran Petani Tambak.................................................................. 6.5 Analisis Perbandingan Pendapatan Petani Tambak Terdapat Mangrove dengan yang Tidak Terdapat Mangrove ..........................................................................
46 46 46 47 48 49 50 53 56 58 65 67 67 67 70 72 74 74 75 78 79 80 83
ii
VII.
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................
87
7.1 Kesimpulan ....................................................................... 7.2 Saran ................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
87 88 90
LAMPIRAN ...........................................................................................
93
iii
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Halaman Matriks Metode Analisis Data ................................................. Uji Autokorelasi ....................................................................... Sebaran Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Langensari ................................................................................ Pendapatan Bersih Unit Usaha Terkait di Kawasan Budidaya Tambak Polikultur per Bulan ................................................... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Tambak Polikultur ................................................................... Rataan Penggunaan Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Tambak Polikultur ................................................................... Rataan Komposisi Biaya Faktor Produksi per Hektar Tambak di Desa Langensari dalam Satu Tahun..................................... Nilai Rataan Panen per Hektar Tambak di Desa Langensari ... Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Polikultur dalam Satu Tahun per Hektar .. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Polikultur Secara Keseluruhan dalam Satu Tahun ............................................................................... Proporsi Struktur Pengeluaran Petani Tambak per Hektar ...... Total Pengeluaran Petani Tambak per Musim Panen Tambak Polikultur.................................................................................. Proporsi Pendapatan dan Biaya Produksi Terhadap Penerimaan Total Unit Usaha Terkait di Lokasi Budidaya Tambak Polikultur ................................................................... Proporsi Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal di Lokasi Budidaya Tambak Polikultur ................................................... Nilai MultiplierEffect dari Arus Uang yang Terjadi di Lokasi Budidaya Tambak Polikultur ................................................... Rataan Komponen Perbandingan Pendapatan Petani Tambak Terdapat Mangrove dengan yang Tidak Terdapat Mangrove .. Harga Jual Ikan Bandeng dan Udang Windu Berdasarkan Ukuran......................................................................................
31 37 43 55 60 68 69 71 73 73 76 77 78 80 81 85 86
iv
DAFTAR GAMBAR Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Halaman Perkembangan Jumlah Produksi Perikanan (Ton) di Kabupaten Subang Tahun 2006-2010 ...................................... Tipe atau Model Tambak Pada Sistem Silvofishery ................ Ikan Bandeng ........................................................................... Udang Windu ........................................................................... Hubungan Antara Produk Total, Produk Rata-Rata dan Produk Marjinal ....................................................................... Kerangka Pemikiran Penelitian................................................ Kondisi Tambak Silvofishery di Desa Langensari ................... Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Usia ......... Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Pendidikan................................................................................ Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Lama Usaha Budidaya Tambak Polikultur ................................................... Sebaran Jumlah Kepemilikan Tambak Desa Langensari......... Sebaran Tingkat Usia Pemilik Unit Usaha Terkait .................. Sebaran Lama Bekerja Tenaga Kerja Lokal ............................
3 16 16 18 22 28 45 47 47 49 50 54 57
v
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Halaman Peta Lokasi Penelitian Desa Langensari .................................. Hasil Analisis Regresi Cobb-Douglas ..................................... Biaya Investasi Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Udang Windu) Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Langensari ......................................................... Biaya Tetap Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Udang Windu) Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Langensari ......................................................... Biaya Variabel Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Udang Windu) Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Langensari ......................................................... Hasil Panen Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Udang Windu) Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Langensari ......................................................... Nilai Rent ................................................................................. PerhitunganRent Budidaya Tambak Polikultur dalam satu tahun (Responden no.1 dengan 2 hektar tambak) .................... Data Perhitungan Nilai Dampak Ekonomi .............................. Gambar Lokasi Penelitian ........................................................
94 95 97 99 101 103 105 107 108 109
vi
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas
laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia mencapai 95.181 km (World Resources Institute, 1998) dengan luas wilayah laut 5,4 juta km², mendominasi total luas teritorial Indonesia sebesar 7,1 juta km². Potensi tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang dikaruniai sumberdaya kelautan yang besar termasuk kekayaan keanekaragaman hayati dan non hayati kelautan terbesar (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per. 06/Men/2010). Berdasarkan UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982, Indonesia diberi hak kewenangan memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,7 juta km² yang menyangkut eksplorasi, eksploitasi, dan pengelolaan sumberdaya hayati dan non-hayati, penelitian dan yuridiksi mendirikan instalasi atau pulau buatan. Batas terluar dari ZEE ini adalah 200 mil dari garis pantai pada surut terendah (base line). Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan alam dan keanekaragaman sumberdaya alamnya, baik sumberdaya yang dapat pulih (perikanan, hutan mangrove, dan terumbu karang) maupun sumberdaya yang tidak dapat pulih (minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan tambang lainnya) (Dahuri et al, 1996). Wilayah pesisir Indonesia memiliki potensi ekonomi yang strategis. Potensi ekonomi ini terlihat dari berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya seperti untuk usaha budidaya dan penangkapan ikan, pertanian, perindustrian, pemukiman, pelabuhan, pariwisata, dan pertambangan. Hal ini menggambarkan
1
bahwa peranan sumberdaya tersebut sangat besar dalam menunjang perekonomian nasional. Salah satu wilayah pesisir yang memiliki potensi perikanan adalah Pesisir Utara Jawa Barat. Pesisir Utara Jawa Barat memiliki karakteristik laut tenang, arealnya sebagian besar berlumpur serta banyak sungai besar yang bermuara di daerah ini menjadikan wilayah ini memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang beragam. Panjang garis pantai utara wilayah Jawa Barat adalah kurang lebih 365,059 km yang membentang dari Kabupaten Bekasi sampai Kabupaten Cirebon. Ikan merupakan salah satu komoditas dalam kehidupan manusia, terutama dari kemampuannya mensuplai kandungan protein yang cukup tinggi. Di beberapa negara berkembang seperti Indonesia, Filipina, dan Malaysia, produksi perikanan merupakan sumber penghasilan bagi negara berupa devisa ekspor. Secara khusus sektor perikanan juga turut berkontribusi meningkatkan pendapatan daerah serta penyedia
lapangan
kerja,
karena
turunan
proses
pengolahannya
yang
membutuhkan sumberdaya manusia lebih banyak, oleh karena itu perikanan merupakan
salah
satu
aktivitas
yang
memberikan
kontribusi
terhadap
kesejahteraan suatu bangsa (Fauzi, 2006). Perikanan Jawa Barat saat ini sangat bertumpu pada produksi perikanan di wilayah pesisir bagian utara. Berdasarkan profil daerah Jawa Barat, tercatat bahwa produksi perikanan Jawa Barat di wilayah pesisir bagian utara mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perikanan laut pesisir Jawa Barat khususnya Kabupaten Subang merupakan daerah dengan tingkat kontribusi produksi perikanan terbesar ketiga setelah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon.
2
Jumlah produksi p peerikanan Kabupaten K Subang paada tahun 2010 men ncapai 51.476,17 ton. Totaal produksii ini menu unjukkan addanya peniingkatan ju umlah produksi dibandingka d an dengan produksi p tah hun 2009 (dapat dilihat di Gambar 1) . Produuksi Perikanann (ton) 51.467,17
60,000 0.00 60.000,0 00 50,000 0.00 50.000,0 00
36..581,90
37..110,40
37.356,10
41.961,11
40,000 0.00 40.000,0 00 30,000 0.00 30.000,0 00 20,0000.00 20.000,000 10,0000.00 10.000,000 0
Sumber
1
2
3
4
5
Tahun
: Subaang Dalam Angka A (2010)
Gambar 1. Perkembanggan Jumlah h Produksii Perikanan n (Ton) di KabupatenSubang Tahun T 20066-2010 Haasil perikannan laut maasih merup pakan produuksi terbesar dibandin ngkan yang lainnnya (35,44% %). Disisi lain l juga diilihat jumlaah rumah taangga perik kanan, maka yanng terbanyakk adalah mereka m yang g berusaha/ttempat usahhanya di kolam. Dari 8.8449 rumah tangga t periikanan, seb banyak 3.868 diantaraanya (43,71 %) merupakann petani di kolam air tawar. t Dilih hat dari jum mlah kelomppok tani meenurut usaha kellompok tanni ikan tam mbak dan nelayan n hannya terdapaat di Kecam matan Pusakaneggara, Pamannukan, Legoonkulon, daan Blanakann. Keecamatan Blanakan B m memiliki po otensi perikkanan tambbak yang cukup c potensial, dilihat darii kondisi geografisnya yang berbattasan langsuung dengan n Laut Jawa padaa bagian utara. u Kemuudian terdap pat 568,25 hektar areeal tambak yang status kepemilikannya adalah tannah milik. 3
Kecamatan Blanakan memiliki sembilan desa, yaitu Desa Blanakan, Desa Jayamukti, Desa Rawameneng, Desa Rawamekar, Desa Cilamaya Girang, Desa Cilamaya Hilir, Desa Muara, Desa Langensari, dan Desa Tanjung Tiga. Aktivitas perekonomian sektor perikanan tambak di Kecamatan Blanakan didominasi oleh kegiatan budidaya bandeng dan udang windu. Desa Langensari salah satunya terdapat aktivitas budidaya ikan bandeng dan udang windu ini telah menjadi mata pencaharian sebagian besar masyarakat. Sebagai sektor yang dijadikan sebagai mata pencaharian oleh masyarakat, maka peluang penyerapan tenaga kerja untuk mempermudah proses produksi menjadi sangat besar, sekitar 850 orang yang bekerja sebagai buruh di bidang perikanan tambak. Aktivitas budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan udang windu) dapat menimbulkan transaksi ekonomi, salah satunya dapat dilihat dari pengeluaran yang dikeluarkan petani tambak selama melakukan aktivitas budidaya. Transaksi tersebut dapat memberikan dampak yang baik secara langsung, tidak langsung, maupun lanjutan terhadap masyarakat sekitar yang memiliki usaha di daerah pertambakan tersebut. Transaksi tersebut juga dapat memberikan dampak pengganda bagi sektor perekonimian yang lain. Besarnya tingkat aktivitas ekonomi di sektor budidaya polikultur akan meningkatkan pengaruh aktivitas budidaya tersebut terhadap perekonomian lokal. Desa Langensari memiliki luas areal tambak kurang lebih 80 ha yang status kepemilikannya tanah milik, dalam penerapan budidaya bandeng terdapat beberapa areal tambak yang ditanami mangrove. Dalam hal ini ada suatu keterkaitan antara mangrove dengan produktivitas areal tambak tersebut, yang mana akan mempengaruhi pendapatan petani tambak secara langsung. Oleh
4
karena itu rencana pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir perlu dilakukan. 1.2
Perumusan Masalah Wilayah Kecamatan Blanakan terletak di Pesisir Utara Laut Jawa,
pemanfaatan wilayah pesisir utara ditujukan untuk aktivitas perikanan tangkap dan budidaya. Hal ini membuat sebagian besar masyarakatnya melakukan aktivitas ekonomi di sektor perikanan. Perikanan disini salah satunya adalah perikanan budidaya tambakpolikultur. Pemanfaatan wilayah pesisir Kecamatan Blanakan sebagai kawasan perikanan budidaya tambakpolikultur dilakukan di keseluruhan desa, salah satunya Desa Langensari. Hal ini dikarenakan wilayah Desa Langensari memiliki potensi yang cocok untuk dijadikan lahan usaha tambak. Desa Langensari memiliki kurang lebih 80 ha areal tambak yang status kepemilikannya adalah tanah milik, dimana beberapa areal tambak tersebut ditanami mangrove yang memiliki pengaruh terhadap produktivitas areal tambak tersebut. Kemudian usaha budidaya tambak polikultur ternyata belum diiringi dengan peningkatan pembangunan prasarana dan sarana serta teknologi budidaya yang mendukung. Nilai pemanfaatan sumberdaya pesisir memiliki keterkaitan dengan nilai produktivitas budidaya tambak polikultur. Oleh sebab itu semakin optimal pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya tambak polikultur, maka akan semakin besar nilai kontribusinya terhadap usaha tersebut, serta semakin tinggi dampak ekonomi yang ditimbulkan. Aktivitas budidaya tambakpolikultur di Desa Langensari secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak terhadap masyarakat sekitar, salah
5
satunya adalah dampak ekonomi. Pengeluaran petani tambak dapat menimbulkan transaksi ekonomi bagi sektor-sektor penyedia barang dan jasa. Adanya transaksi tersebut menimbulkan dampak pengganda bagi sektor ekonomi lainnya. Dampak pengganda tersebut berupa terbukanya peluang usaha untuk sektor-sektor lainnya. Adanya aktivitas budidaya ikan bandeng dapat membuka peluang untuk usaha penyedia barang dan jasa yang mendukung budidaya ikan bandeng. Berdasarkan uraian masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pendapatan petani tambak polikultur di Desa Langensari? 2. Bagaimana nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya polikultur di Desa Langensari? 3. Bagaimana dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan budidaya polikultur di Desa Langensari? 4. Bagaimana perbandingan pendapatan petani tambak polikultur yang terdapat mangrove dengan yang tidak terdapat mangrove di Desa Langensari? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut: 1. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani tambak polikultur di Desa Langensari. 2. Mengestimasi nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya polikultur di Desa Langensari.
6
3. Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan budidaya polikultur bagi masyarakat di Desa Langensari. 4. Menganalisis perbandingan pendapatan petani tambak polikultur yang terdapat mangrove dengan yang tidak terdapat mangrove di Desa Langensari. 1.4
Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas diaharapkan dapat memberikan
manfaat yang berguna bagi: 1. Pemda Kabupaten Subang dan stakeholder terkait lainnya yang berperan dalam pengelolaan dan pengembangan sektor perikanan khususnya perikanan budidaya dalam pembuatan kebijakan atau program yang menunjang kegiatan budidaya tambak polikultur. 2. Pelaku usaha budidaya polikultur untuk memperoleh informasi dan gambaran mengenai prospek usaha yang mereka jalani, sehingga peningkatan hasil produktivitas tambak ikan bandeng dapat lebih mudah dilakukan. 3. Akademisi, sebagai informasi dan rujukan dalam pengembangan disiplin ilmu dan penelitian selanjutnya.
7
II. 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Pesisir Menurut Dahuri et al. (1996), hingga saat ini belum ada definisi wilayah
pesisir yang baku. Namun demikian, berdasarkan beberapa literatur terdapat kesepakatan bahwa wilayah pesisir adalah suatu daerah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas lurus terhadap garis pantai, dan batas sejajar terhadap garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus pantai (cross shore). Sementara menurut LIPI (2007), menyatakan daerah pesisir adalah jalur tanah darat atau kering yang berdampingan dengan laut, dimana lingkungan dan tata guna lahan mempengaruhi secara langsung lingkungan ruang bagian laut, dan sebaliknya. Daerah pesisir adalah jalur yang membatasi daratan dengan laut atau danau dengan lebar yang bervariasi. Secara fungsi, merupakan peralihan yang luas antara tanah dan air dimana produksi, konsumsi, dan proses pertukaran terjadi pada tingkat intensitas yang tinggi. Secara geografis, batas darat wilayah pesisir sulit dipastikan. Umumnya air wilayah pantai didefinisikan sampai dengan ujung paparan benua (continental shelf) atau kedalaman kira-kira 200 m. Menurut UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan PulauPulau Kecil diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah
8
daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut. 3. Perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuary, teluk, perairan dangkal, rawa payau dan laguna. Undang-Undang No.27 Tahun 2007 menyatakan ruang lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, kearah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan kearah laut sejauh 12 mil diukur dari garis pantai. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, salah satunya dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sedangkan berdasarkan ketentuan pasal 3 UU No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, wilayah perairan Indonesia mencakup: 1. Laut teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia. 2. Perairan kepulauan, adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman jarak dari pantai.
9
3. Perairan pedalaman adalah semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indoensia, termasuk didalamnya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat pada suatu garis penutup. 2.2
Fungsi Ekosistem Mangrove Menurut
Suryaperdana (2011), mangrove biasanya berada di daerah
muara sungai atau estuaria sehingga merupakan daerah tujuan akhir dari partikelpartikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya erosi. Mangrove mempunyai fungsi fisik, biologis, dan ekonomis, yaitu: •
Fungsi fisik: menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar.
•
Fungsi biologis: sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik, seperti burung, ular, kera, kelelawar dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah.
•
Fungsi ekonomis: sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan, serta bahan tekstil, makanan dan obat-obatan.
2.3
Hubungan Mangrove dengan Produksi Tambak Polikultur Ekosistem pantai terutama mangrove mensuplai nutrien atau bahan
organik dalam jumlah relatif banyak. Bahan organik dari pohon-pohon mangrove berupa serasah-serasah daun yang terdekomposisi menjadi bahan anorganik. Nutrien inilah yang menjadi nutrisi bagi organisme autotrof. Organisme autotrof mensuplai bahan organik bagi organisme konsumen seperti ikan bandeng dan udang windu. Fungsi ekologis mangrove sebagai nursery ground, feeding ground
10
dan spawning ground menunjukkan peran ekosistem ini yang sangat penting bagi kehidupan di laut (Suryaperdana, 2011). Menurut Mc Connaughey and Zottol (1983) dalam Taqwa (2010), guguran daun, biji, batang dan bagian lainnya dari mangrove sering disebut serasah. Mangrove mempunyai peran penting bagi ekologi yang didasarkan atas produktivitas primernya dan produksi bahan organik berupa serasah, dimana bahan organik ini merupakan dasar rantai makanan. 2.4
Tambak Menurut Martosudamo dan Ranoemihardjo (1992), tambak merupakan
kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng, udang dan hewan lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang, sehingga pengelolaan air di dalam tambak dilakukan dengan memanfaatkan pasang surut air laut. Menurut Pudjianto dan Ranomiharjo (1984) dalam Agustina (2006) berdasarkan letak tambak dan kesempatan mendapatkan air laut, tambak dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1. Tambak Lanyah adalah tambak yang terletak di tepi pantai, sehingga berisi air laut dan memiliki salinitas 300 00dibandingkan dengan daerah tambak yang lain, air pada tambak lanyah cenderung lebih tinggi salinitasnya. Penguapan yang berlangsung terus menerus di dalam petakan tambak menyebabkan semakin meningkatnya salinitas. Pada saat-saat tertentu salinitas air tambak dapat mencapai 600 00, terutama pada saat musim kemarau dan saat pergantian air sulit dilakukan.
11
2. Tambak Biasa adalah kelompok tambak biasa yang airnya merupakan campuran air tawar dari sungai dan air asin dari air laut dan terdapat pada daerah yang lebih dalam dari tepi laut. Daerah tergolong tambak biasa mempunyai keadaan air payau. Kadang-kadang bila tambak biasa sulit mendapatkan air laut yaitu pada saat pasang rendah, maka tambak tersebut dengan terpaksa harus menerima air hujan untuk memenuhi kebutuhan air. 3. Tambak Darat adalah daerah pertambakan yang terletak paling jauh dari pantai, air pada tambak ini tergantung pada curahan air hujan dan air sungai. Apabila curah hujan berkurang maka sebagian tambak itu akan kering sama sekali, sehingga di beberapa tempat pengisian dan pergantian air dari sungai dilakukan dengan pompa. 2.5
Sistem Budidaya Tambak Menurut Mujiman dan Suyanto (2003) dalam Agustina (2006) terdapat 3
sistem budidaya, yaitu: 1. Sistem Budidaya Tradisional atau Ekstensif Petakan tambak pada sistem budidaya tradisional memiliki bentuk dan ukuran yang tidak teratur, luas lahannya antara 3 ha sampai 10 ha per petak. Setiap petakan mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam, di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal) dengan kedalaman 30-50 cm. Pada tambak tradisional ini tidak diberi pupuk sehingga produktivitas semata-mata tergantung dari makanan alami yang tersebar di seluruh tambak yang kelebatannya tergantung dari kesuburan alamiah, pemberantasan hama juga
12
tidak dilakukan, akibatnya produktivitas semakin rendah. Padat tebar bandeng rata-rata 500-2000 nener/ha pada tambak yang siap tebar. 2. Sistem Budidaya Semi-Intensif Petakan tambak pada sistem budidaya semi-intensif memiliki bentuk yang lebih teratur dengan maksud agar lebih mudah dalam pengelolaan airnya. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1 ha sampai 3 ha per petakan. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran air (outlet) yang terpusat untuk pergantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan. Pakan masih dari pakan alami yang didorong pertumbuhannya dengan pemupukan. Pada tambak semi-intensif pengelolaan air cukup baik, ketika air pasang naik, sebagian air tambak diganti dengan air baru sehingga kualitas air cukup terjaga dan kehidupan ikan sehat. Bahkan menggunakan pompa untuk dapat mengganti air pasang surut bila diperkirakan perlu. Pemberantasan hama dilakukan pada waktu mempersiapkan tambak sebelum penebaran benur, serangan hama juga dicegah dengan memasang sistem saringan pada pintupintu air. 3. Sistem Budidaya Intensif Sistem budidaya intensif dilakukan dengan teknik canggih dan memerlukan masukkan (input) biaya yang besar. Petakan umumnya kecil-kecil 0.2 ha sampai 0.5 ha per petakan, dengan tujuan agar lebih mudah dalam pengelolaan air dan pengawasannya. Ciri khas dari budidaya intensif adalah padat penebaran nener yang sangat tinggi. Makanan sepenuhnya tergantung dari makanan yang diberikan dengan komposisi yang ideal bagi pertumbuhan.
13
Pergantian air dilakukan sangat sering dan biasanya dengan menggunakan pompa, agar air tetap bersih tidak menjadi kotor oleh sisa-sisa makanan dan kotoran (eksresi) bandeng yang padat. Produksi per satuan luas petak dapat mencapai 1000 kg/ha/tahun. 2.6
Silvofishery Silfovishery sebagai alternatif pemanfaatan hutan mangrove lestari. Hutan
mangrove merupakan kawasan yang berfungsi sebagai jembatan antara lautan dan daratan. Hutan mangrove sangat penting sebagai tempat untuk berlindung, mencari makan, dan berkembang biak bagi berbagai jenis ikan. Adapun sistem yang dapat diaplikasikan adalah sistem empang parit dan empang inti. Sistem empang parit adalah sistem mina hutan dimana hutan bakau berada di tengah dan kolam berada di tepi mengelilingi hutan, sebaliknya sistem empang inti adalah sistem mina hutan dengan kolam di tengan dan hutan mengelilingi kolam. Perbandingan luasan empang dengan vegetasi hutan mangrove sebesar 80% : 20% (Dephutbun 1999 dalam Tim Karya Mandiri, 2010). Dengan pengembangan mina hutan secara lebih tertata, diharapkan dapat meningkatkan produksi per satuan luas dan hasil panen. Harapan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa hutan di sekitar kolam yang lebih baik akan meningkatkan kesuburan kolam dengan banyaknya detritus. Lebih lanjut, daun mangrove yang jatuh diduga mengandung alelopaty yang dapat mengurangi keberadaap penyakit dalam tambak (Tim Karya Mandiri, 2010). Menurut Dewi (1995)silfovisheryatau tambak tumpangsari merupakan suatu bentuk “agroforestry” yang pertama kali diperkenalkan di Birma, dimana bentuk tersebut dirancang agar pemerintah dapat membangun hutan buatan
14
dengan biaya murah. Pada dasarnya prinsip tambak tumpangsari adalah perlindungan tanaman hutan mangrove dengan memberikan hasil lain dari segi perikanan. Selanjutnya, Soewardi (1993) dalam Peogambe (2007) juga mengemukakan bahwa silvofishery merupakan kombinasi antara tambak dengan vegetasi mangrove sebagai suatu pola agroforestry yang digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan hutang mangrove. Para petani tambak/penggarap dapt memelihara ikan dan udang di kawasan mangrove untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Menurut Sofiawan (2000) dalam Puspita et al (2005), terdapat beberapa tipe tambak pada sistem silvofishery, diantaranya adalah (1) tipe empang parit tradisional, (2) tipe komplangan, (3) tipe empang terbuka, (4) tipe kao-kao, dan (5) tipe tasik rejo. Kegiatan rehabilitasi dengan pola tersebut tentunya tergantung dari kondisi alam yang akan dikonversi, sebab tiap pola memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bentuk tipe atau model tambak pada sistem silvofishery dapat dilihat pada Gambar 2.
15
(1)
(2)
(4)
(33)
(5)
Keterangaan: A = Saluran S air B = Tanggul/pem T matang tam mbak C = Pintu P air D = Empang E E = Parit P pemeliiharaan ikann X = Pelataran P m melati Sumber : Puspita P et al a (2005) G Gambar 2. Tipe T atau Model M Tam mbak Pada Sistem S Silvvofishery 2.7
Baandeng Ikaan bandengg merupakann salah sattu jenis ikann budidayaa air payau yang
potensial dikembangk d kan. Jenis ikan i ini mam mpu mentoolerir salinittas perairan yang luas (0-1558 ppt) sehhingga digoolongkan seebagai ikann euryhalinee. Ikan ban ndeng mampu beradaptasi b terhadap perubahan lingkungaan seperti suhu, pH H dan kekeruhann air, serta taahan terhaddap serangan n penyakit (Ghufron ( daan Kardi, 19 997)
Gam mbar 3. Ikan Bandengg 16
Penyebaran ikan bandeng sangat luas dari daerah Samudra Hindia sampai ke Pantai Barat Amerika. Di Indonesia penyebarannya meliputi daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Pulau Bali. Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana dengan tingkat produktivitas yang relatif rendah. Menurut Saanin (1968) dalam Larastiti (2011), ikan bandeng memiliki klasifikasi sebagai berikut: Phylum : Chordata Subphylum: Vertebrata Kelas
: Pisces
Subkelas : Teleostei Ordo
: Malacopterygii
Family : Chanidae Genus : Chanos Spesies : Chanos chanos (Forsk) Sebagai komoditas ekspor, ikan bandeng dikenal dengan Milkfish dan memiliki karakteristik tubuh langsing berbentuk seperti peluru dengan sirip ekor bercabang sebagai petunjuk bahwa ikan bandeng memiliki kesanggupan berenang dengan cepat. Tubuh ikan bandeng berwarna putik keperak-perakan dan dagingnya berwarna putih susu. Ikan bandeng yang hidup di alam memiliki panjang tubuh mencapai 1 m. Namun, ikan bandeng yang dibudidayakan di tambak hanya dapat mencapai ukuran tubuh maksimal 0,5 m. Ikan bandeng memiliki sifat yang sangat unik karena tahan terhadap perubahan kadar garam dalam air yang besar atau memiliki sifat euralin. Meskipun ikan bandeng memiliki mulut yang tidak bergerigi, bandeng menyukai
17
makanan ganggang biru atau yang dikenal dengan nama klekap yang tumbuh di dasar perairan. Selama masa perkembangan, ikan bandeng menyukai hidup di air payau atau daerah muara sungai. Ketika mencapai usia dewasa, ikan bandeng akan kembali ke laut untuk berkembang biak (Murtidjo, 2002). 2.8
Udang Windu Udang merupakan organisme yang aktif mencari makan pada malam hari
(nocturnal), menggali ke dalam substrat dasar di siang hari dan muncul pada malam hari untuk mencari makanan sebagai pengumpan bentik.Jenis makanannya sangat bervariasi tergantung pada tingkatan umur udang, pada saat benih, makanan utamanya adalah plankton (fitoplankton dan zooplankton).Apabila keadaan lingkungan tambak cukup baik, udang jarang sekali menampakkan diri pada siang hari.Ketika udang tampak aktif bergerak di waktu siang hari, hal tersebut merupakan tanda bahwa ada kondisi yang tidak sesuai di dalam tambak.
Gambar 4. Udang Windu Secara morfologi udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan disebut kepala yang sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada yang menyatu, yang disebut kepala dada (Chepalothorax). Bagian perut terdapat ekor di belakangnya. Semua bagian badan beserta anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala dada terdiri dari 13 ruas, dan perut terdiri dari 6 ruas. Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton yang terbuat dari Chitin). Bagian kepala-dada tertutup oleh sebuah
18
kelopak yang dinamakan kelopak kepala atau cangkang kepala (carapace). Di bagian depan kelopak kepala memanjang dan meruncing, yang pinggirnya bergigi-gigi yang sering dinamakan cucuk kepala (rostrum) (Suryaperdana, 2011). Udang windu ( pancet, bago, menjangan, pedet, pelaspelas, sito, liling,atau lotong), Penaeus monodon (Fabricius), yang memiliki badan berwarna hijau kebiru-biruan dan berloreng-loreng besar, sampai di luar negeri dikenal sebagai Tiger Prawn (Gambar 4). Jenis inilah yang sebagai hasil tangkapan di laut merajai pasaran ekspor kita, karena dinilai tinggi. Panjang badan udang windu
jika
dibiarkan hidup bebas di alam dapat mencapai 30 cm. tetapi dalam tambak, hanya dapat mencapai lebih kurang 20 cm saja. Udang windu sudah dipelihara dalam tambak, karena tahan menghadapi salinitas yang rendah (3‰) maupun yang tinggi (5‰). Dalam tambak yang dikelola dengan cermat sebagaimana yang dilakukan untuk pemeliharaan ikan bandeng, udang windu ini dalam waktu 6 bulan dapat mencapai bobot 120gr/ekor, mulai dari benur udang 2 cm (Soeseno, 1983). 2.9
Produktivitas Suatu kegiatan yang mengolah atau mengubah bentuk kondisi suatu
barang menjadi bentuk yang lainnya, dikatakan sebagai kegiatan produksi. Barang-barang yang digunakan untuk memproduksi bentuk barang yang lainnya, disebut sebagai input produksi sementara barang-barang yang dihasilkan dari proses produksi disebut output produksi. Sehingga dalam kata lain produksi merupakan kegiatan mengubah input produksi menjadi output produksi. Hubungan antara input dan output dalam proses produksi menurut Soekarwati
19
(1994) disebut sebagai faktor relationship yang dapat dituliskan dalam notasi sederhana seperti dibawah ini: ƒ
,
,
,…
Dimana Y dapat dikatakan sebagai output produksi yang nilainya dipengaruhi oleh X, sementara X merupakan input produksi yang nilainya mempengaruhi nilai output yang dihasilkan pada proses produksi. Kegiatan produksi bertujuan untuk meningkatkan atau mengubah nilai barang sebagai pemenuhan kebutuhan manusia. Produksi dapat digambarkan sebagai upaya untuk memaksimalkan keuntungan dengan kendala ketersediaan teknologi, sumberdaya yang dimiliki dan harga input variabel. 2.10
Analisis Produktivitas Perubahan lingkungan akan mengarah kepada perubahan produktivitas dan
biaya produksi, sehingga menyebabkan perubahan harga dan tingkat output yang dapat dilihat dan dinilai dari perubahan-perubahan tersebut, kualitas lingkungan dilihat sebagai faktor produksi. Nilai surplus yang didapat dari penggunaan metode ini merupakan nilai manfaat langsung yang diturunkan dari pemanfaatan output yang didapat dari alam. Menurut Barton (1994) dalam Wijaya (2006) produktivitas tergantung pada pemanfaatan hasil langsung yang didapat dari lingkungan dengan asumsi agen ekonomi yang terpengaruh tidak mengkompensasi untuk merubah produktivitas dan kegiatan, dampak lingkungan serta perubahan output tidak mempengaruhi harga pasar. Nilai manfaat langsung juga dapat diinterpretasikan sebagai perkiraan dari fungsi nilai pemanfaatan tidak langsung. Berikut beberapa
20
metode yang terkait dengan perhitungan nilai yang beragam dalam tingkat estimasi suplai atau fungsi produksi dari sistem alami output: 1. Model Present Value per Hektar Lahan (Pendekatan Pendapatan) Perhitungan terhadap manfaat dari produksi biologi didapat dari perhitungan terhadap habitatnya. Dengan memisahkan nilai produksi lahan per hektar dapat mendukung dalam menghitung manfaat biologi produksi per hektar dari habitatnya. Pendekatan ini mengabaikan biaya dari buruh dan sumberdaya manusia lainnya sebagai faktor produksi. Perhitungan produktivitas ekonomi tersebut menjadi dasar dalam menghitung manfaat ekosistem alami dari input populasinya. 2. Pendekatan Rent Rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya faktor produksi yang digunakan dalam suatu pemanfaatan sumberdaya dengan nilai total dari hasil panen usaha tersebut. Rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau faktor pendapatan, guna memperoleh nilai ekonomi dari suatu pemanfaatan sumberdaya. 3. Pendekatan Produktivitas Marjinal Pendekatan ini digunakan untuk menghitung perubahan kecil dalam produktivitas akibat perubahan yang terjadi pada habitatnya. Teknik ini dapat menghasilkan determinasi dari fungsi produksi bioekonomi yang didapat dari determinasi produktivitas marjinal. Data-data yang signifikan dibutuhkan dalam
menghitung
produktivitas
yang
bervariasi.
Dalam
perubahan
produktivitas lahan yang lebih sempit lagi pendekatan produktivitas marjinal tidak menghitung perubahan kesejahteraan.
21
2.11
Fungsi Produksi Hubungan fisik antara input dan output sering disebut fungsi produksi.
Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi “Hukum Kenaikan Hasil Yang Semakin Berkurang” (The Law of Diminishing Return). Hukum ini menyatakan bahwa jika faktor produksi terus menerus ditambahkan pada faktor produksi tetap, maka tambahan jumlah produksi per satuan akan semakin berkurang. Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan hasil kurva produksi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber : Nicholson (1995) Gambar 5.
Hubungan Antara Produk Total, Produk Rata-Rata dan Produk Marjinal
Hubungan antara produk marjinal, produk rata-rata dan produk total memperlihatkan bahwa total produksi memiliki bataas optimum, hal yang mempengaruhi produk marjinal dan produk rata-rata juga berpengaruh terhadap biaya yang digunakan dan penerimaan petani dengan kombinasi penggunaan input. Dalam menggambarkan fungsi teknis dapat dilihat pada tiga daerah 22
produksi yang ditulis sebagai Daerah I, Daerah II, dan Daerah III berdasarkan elastisitas produksi faktor-faktor produksi. 1. Daerah Produksi I Pada daerah ini elastisitas produksi lebih dari 1 (Ep>1) terletak antara titik asal 0 dan X2 artinya penambahan faktor produksi sebesar 1% akan menyebabkan penambahan output selalu lebih besar dari 1. Pada daerah ini belum dihasilkan produksi yang optimal yang akan memberikan keuntungan maksimum karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian input produksi lebih banyak sehingga Daerah Produksi I disebut daerah irrasional apabila produksi dihentikan. 2. Daerah Produksi II Pada daerah ini elastisitas produksi bernilai antara 0 dan 1 (0<Ep<1) terletak antara titik X1 dan X3. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar 1% akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi 1% dan paling rendah 0%. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang semakin meningkat berkurang (decreasing return). Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum sehingga Daerah Produksi II disebut daerah rasional. 3. Daerah Produksi III Pada daerah ini nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep<0) artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar 1% akan menyebabkan penurunan julah produksi yang dihasilkan. Daerahini mencerminkan pemakaian faktorfaktor produksi yang sudah tidak efisien sehingga Daerah Produksi III disebut juga daerah irrasional.
23
2.12
Penelitian Terdahulu Meita (2009) melakukan penelitian “Analisis Dampak Ekonomi Wisata
Bahari Terhadap Pendapatan Masyarakat Lokal Studi Kasus Pantai Bandulu Kabupaten Serang Provinsi Banten”. Hasil analisis menunjukkan dampak ekonomi langsung yang berupa pendapatan pemilik unit usaha yaitu sebesar 46%. Sedangkan dampak tidak langsung yang berupa pendapatan tenaga kerja masih sangat rendah yaitu sebesar 2%. Nilai Keynesian Income Multiplier adalah 1,46, Ratio Income Multiplier Tipe 1 adalah 1,38 dan Ratio Income Multiplier Tipe 2 adalah 1,63. Rifqa
(2010)
melakukan
penelitian
“Analisis
Dampak
Ekonomi
Keberadaan Kawasan Wisata Pantai Sawarna Terhadap Pendapatan Masyarakat Lokal”. Hasil analisis menunjukkan nilai Keynesian Income Multiplier yang di dapat adalah 0,39. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe I yang dihasilkan adalah 1,27 sedangkan Ratio Income Multiplier Tipe II untuk penelitian ini adalah sebesar 1,52. Ria Larastiti (2011) melakukan penelitian “Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon”. Berdasarkan analisis data menunjukkan unit usaha yang berkembang di Desa Ambulu memberikan pendapatan bersih per-bulan sebesar Rp. 2.008.116 untuk usaha penjualan benih bandeng, Rp. 2.587.500 untuk penjualan pakan, pupuk dan obatobatan, Rp. 660.000 untuk usaha pembuatan bubu, Rp. 244.450 untuk penyewaan alat panen, serta Rp. 965.000 untuk usaha bakul/ tengkulak.
24
Hasil analisis regresi Cobb-Douglas menunjukkan bahwa usaha tambak ikan bandeng di Desa Ambulu masih di dalam kondisi belum optimal dengan variabel yang mempengaruhi produksi ikan bandeng adalah benih penebaran, penggunaan pupuk dan penggunaan pakan tambahan. Sedangkan Nilai Rent dari total pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu adalah sebesar Rp. 2.810.262.630 dalam satu tahun. Dampak ekonomi dari kawasan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu dapat dilihat dari nilai Keynesian Income Multiplier adalah 0,60, Ratio Income Multipier Tipe I sebesar 1,14 dan Ratio Income Multiplier Tipe II adalah 1,59. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat ini kawasan budidaya ikan bandeng telah memberikan dampak ekonomi terhadap perekonomian lokal.
25
III. KERANGKA PEMIKIRAN Pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan dewasa ini masih tetap dihadapkan kepada suatu sistem yang kompleks. Salah satu pertanyaan mendasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya tersebut sehingga menghasilkan manfaat ekonomi yang tinggi bagi penggunanya, namun kelestariannya tetap terjaga (Fauzi, 2006). Sektor perikanan merupakan sektor andalan mengingat sumberdaya perikanan Indonesia yang besar. Dengan sumberdaya yang besar seharusnya perikanan mampu memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini dilatar belakangi adanya potensi lahan tambak yang cukup luas dimiliki Desa Langensari. Potensi ini menjadikan usaha budidaya polikultur (ikan bandeng dan udang windu) sebagai salah satu mata pencaharian utama bagi masyarakat desa. Besarnya potensi ini, ternyata belum diiringi oleh pengelolaan sumberdaya pesisir serta pembangunan fasilitas yang mendukung aktivitas usaha budidaya tambak polikultur. Hal ini cukup penting karena keberlanjutan sektor budidaya tambak polikultur tidak lepas dari peran sumberdaya dan lingkungan pesisir sebagai sarana penunjang utama di Desa Langensari. Peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya. Hal ini akan mempengaruhi aktivitas unit usaha yang memenuhi kebutuhan petani tambak, sehingga akan memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal. Selama proses budidaya berlangsung petani akan mengeluarkan biaya untuk memenuhi kebutuhan tambak. Biaya tersebut akan memberikan dampak langsung, tidak langsung maupun lanjutan
26
terhadap perekonomian daerah setempat. Biaya-biaya tersebut kemudian akan dianalisis menggunakan analisis multiplier. Nilai pemanfaatan serta kontribusi sumberdaya pesisir untuk aktivitas perikanan budidaya menjadi penting untuk diketahui nilainya sebagai acuan pengelolaan sumberdaya pesisir yang optimal. Besarnya nilai pemanfaatan sumberdaya pesisir, serta hubungannya dengan produktivitas usaha budidaya yang secara langsung akan berpengaruh kepada pendapatan petani tambak yang diperoleh. Oleh sebab itu informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani tambak polikultur penting untuk diketahui. Pemanfaatan sumberdaya pesisir tidak lepas dari kondisi lingkungan yang mempengaruhi wilayah tersebut. Lingkungan yang baik tentunya akan mempengaruhi hasil produksi tambak. Berapa besar pengaruh lingkungan ini terhadap budidaya tambak ini perlu diketahui, agar masyarakat dapat memanfaatkan sumberdaya untuk jangka panjang, dan tetap melestarikan lingkungan agar tetap terjaga. Aktivitas budidaya tambak polikultur diperkirakan telah menjadi salah satu sektor yang mempengaruhi perekonomian Desa Langensari, terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja dan perkembangan unit usaha terkait dengan tambak. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai besarnya nilai manfaat ekonomi pemafaatan sumberdaya pesisir bagi kawasan budidaya tambak polikultur, serta dampak ekonomi yang ditimbulkan bagi aktivitas budidaya tersebut. Pada akhirnya besar nilai tersebut dapat dijadikan rekomendasi pengelolaan kawasan pesisir Desa Langensari yang lebih baik di masa yang akan datang. Secara rinci kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 6.
27
Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir di Desa Langensari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang
Budidaya Tambak Polikultur
Nilai ekonomi budidaya tambak polikultur
Dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani tambak
Perbandingan pendapatan petani tambak yang terdapat mangrove dengan yang tidak terdapat mangrove
Rent
Dampak Langsung
Dampak tidak langsung
Analisis dampak ekonomi
Dampak lanjutan
Analisis Regresi Berganda
Analisis Multiplier
Surplus Produsen
Rekomendasi Kebijakan
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian
28
IV. 4.1
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini terletak pada wilayah Desa Langensari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang Jawa Barat yang terletak di wilayah utara Jawa Barat berdekatan dengan Laut Jawa (peta lokasi terdapat pada Lampiran 1). Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) yang memiliki kriteria tertentu yaitu terdapat kawasan budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan udang windu) yang terdapat mangrove dan yang tidak terdapat mangrove dengan status kepemilikan tanah adalah tanah milik dan ketersediaan data yang mendukung penelitian ini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012.
4.2
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data cross section, yaitu data aktivitas yang terkait dengan budidaya tambakpolikultur yang terjadi dalam waktu satu tahun berjalan. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder yang digunakan meliputi keadaan umum lokasi usaha tambak, kondisi alam daerah penelitian serta produksi dan konsumsi produk perikanan. Keseluruhan data sekunder diperoleh dari studi pustaka dengan cara pengumpulan data dari berbagai instansi pemerintahan di lokasi penelitian dan instansi-instansi terkait yang terkait dengan budidaya ikan bandeng, buku, internet, dan pustaka lain yang mendukung. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara terhadap petani budidaya polikultur, pemilik unit usaha, serta tenaga kerja lokal yang beroperasi di Desa Langensari. Data primer yang dibutuhkan dari wawancara antara lain:
29
1. Karakteristik petani budidaya ikan bandeng dan udang windu yang meliputi umur, tingkat pendidikan, status usaha, lama usaha dan teknologi budidaya. 2. Biaya operasional dan investasi petani budidaya polikultur dalam waktu satu tahun. 3. Struktur biaya pemilik unit usaha dan tenaga kerja lokal. 4.3
Metode Pengambilan Contoh Pengambilan contoh pada penelitian ini dilakukan untuk mencari informasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Pengambilan contoh untuk petani budidaya polikultur dilakukan dengan melakukan dengan metode sensus yaitu melakukan wawancara seluruh petani tambak budidaya polikultur yang status kepemilikan tanah adalah tanah milik. Metode pengambilan contoh untuk unit usaha dan tenaga kerja lokal dilakukan dengan teknik purposive sampling dan judgement sampling, dimana responden dipilih dan disesuaikan dengan kriteria tertentu, yaitu berdasarkan keterwakilan dari jenis usaha budidaya tambak polikultur yang banyak di jalani oleh masyarakat Desa Langensari.
4.4
Metode Pengolahan dan Analisis Data Dalam penelitian ini proses pengolahan data dilakukan secara manual dan menggunakan bantuan komputer dengan program Microsoft Excel 2007 dan Minitab 15.Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data yang dilakukan dapat dilihat dalam Tabel 1.
30
Tabel 1. Matriks Metode Analisis Data Metode Analisis Data 1 Mengkaji faktor-faktor yang Data primer (wawancara Analisis mempengaruhi pendapatan menggunakan kuesioner) regresi petani tambak polikultur 2 Mengestimasi nilai ekonomi Data sekunder dan data Rent pemanfaatan sumberdaya primer (wawancara pesisir untuk kegiatan budidaya menggunakan kuesioner) tambak polikultur 3 Menganalisis dampak ekonomi Data primer (wawancara Analisis yang ditimbulkan oleh kegiatan menggunakan kuesioner Multiplier budidaya tambak polikultur bagi masyarakat 4 Menganalisis perbandingan Data sekunder dan data Surplus pendapatan petani tambak primer (wawancara Produsen polikultur yang terdapat menggunakan kuesioner). mangrove dengan yang tidak terdapat mangrove Sumber : Penulis (2012)
No.
4.4.1
Tujuan Penelitian
Sumber Data
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Tambak Polikultur Analisis yang biasa dilakukan terkait dengan produksi bertujuan untuk
mengetahui bagaimana sumberdaya yang terbatas seperti tanah, tenaga kerja dan modal dapat dikelola dengan baik agar produksi maksimum dapat dicapai. Hubungan antara input yang digunakan dan output yang dihasilkan dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi, sehingga dapat dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi (Soekartawi, 1994). 4.4.2
Fungsi Produksi Cobb-Douglas Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk mengetahui hubungan
antara input dan output serta mengetahui skala usaha budidaya polikultur yang aktual terjadi saat penelitian berlangsung. Pada model ini koefisien pangkatnya
31
menunjukkan besarnya elastisitas produksi masing-masing input dan besarnya tersebut menunjukkan tingkat besaran kondisi skala usaha (Return to Scale). Kondisi Return to Scale (RTS) merupakan respon dari perubahan output jika terjadi perubahan dari penggunaan input secara proporsional. Menurut Soekartawi (1994) skala usaha perlu diketahui untuk mengetahui apakah kegiatan usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant, atau decreasingreturn to scale. Jika elastisitas produksi dari fungsi Cobb-Douglas dilambangkan dengan ∑ b , maka kondisi usaha budidaya ikan bandeng dapat dibedakan menjadi: 1. Increasing Return to Scale, bila ∑ b >1. Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan output produksi yang proporsional lebih besar. 2. Constant Return to Scale, bila ∑ b =1. Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan output produksi yang diperoleh. 3. Decreasing Return to Scale, bila ∑ b <1. Artinya proporsi penambahan input produksi melebihi proporsi penambahan output produksi. Fungsi dengan menggunakan variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Menurut Soekartawi (1994), kaidah-kaidah pada regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas, persamaan matematik fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut: Y
aX X
…X ε
(4.1)
Dimana: Y
= Variabel yang dijelaskan
32
X …,X
= Variabel yang menjelaskan
b1 …, bn
= Koefisien regresi yang akan diduga
a
= intercept = Galat atau error Dari persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan
cara melogaritmakan persamaan tersebut. Variabel yang digunakan untuk menduga fungsi pendapatan petani tambak polikultur adalah pendapatan petani tambak polikultur (Y), luas tambak ( panen udang windu ( obat (
), hasil panen ikan bandeng (
), jumlah tenaga kerja (
), tambak terdapat mangrove (
, lama usaha (
), hasil
, penggunaan
), penggunaan pupuk (
). Dengan
fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan linier berganda sebagai berikut: Ln Y = Ln a + b LnX + b LnX + b LnX + b LnX + b LnX + b D + b D + b D + ε(4.2)
Dimana: Y
= Pendapatan petani tambak (Rp/ha/musim)
a
= Intercept
b …,b
= Koefisien regresi yang akan diduga
X
= Luas tambak (ha)
X
= Hasil panen ikan bandeng (Kg/ha/musim)
X
= Hasil panen udang windu (Kg/ha/musim)
X
= Jumlah tenaga kerja (orang)
X
= Lama usaha (tahun)
D
= Dummy penggunaan obat (1= ya, 0= tidak)
D
= Dummy tambak terdapat mangrove (1= ya, 0= tidak)
33
D
= Dummy penggunaan pupuk (1= ya, 0= tidak)
ε
= Galat atau error Hipotesis sementara untuk analisis regresi linier berganda adalah sebagai
berikut : 1. Nilai koefisien untuk luas tambak adalah positif. Artinya, semakin luas ukuran tambak dapat meningkatkan jumlah tebar benih ikan, sehingga pendapatan petani akan meningkat karena jumlah panen yang meningkat. 2. Nilai koefisien untuk hasil panen ikan bandeng adalah positif. Artinya, semakin besarpanen ikan bandeng yang didapat, secara langsung akan meningkatkan pendapatan petani tambak. 3. Nilai koefisien hasil panen udang windu adalah positif. Artinya, semakin besarpanen ikan bandeng yang didapat, secara langsung akan meningkatkan pendapatan petani tambak. 4. Nilai koefisien jumlah tenaga kerja adalah negatif. Artinya, semakin banyak tenaga kerja yang digunakan makan akan mengurangi pendapatan petani tambak. Hal ini disebabkan petani tambak harus mengeluarkan biaya untuk membayar jasa mereka. 5. Nilai koefisien lama usaha adalah positif. Artinya, semakin lama pengalaman yang dimiliki petani tambak dalam melaksanakan budidaya akan meningkatkan pendapatan. Hal ini disebabkan petani tambak yang memiliki pengalaman lebih lama akan mengetahui bagaimana cara menjalankan usaha budidaya tambak yang baik sehingga dapat menghasilkan output produksi lebih baik. 6. Nilai koefisien untuk dummy penggunaan obat adalah positif. Artinya, diantara petani yang menggunakan obat dan petani yang tidak menggunakan obat, petani yang menggunakan obat memiliki pendapatan yang lebih besar.
34
7. Nilai koefisien untuk dummy tambak terdapat mangrove adalah positif. Artinya, diantara petani tambak yang terdapat mangrove dengan petani tambak yang tidak terdapat mangrove, petani tambak yang terdapat mangrove memiliki pendapatan yang lebih besar. 8. Nilai koefisien untuk dummy penggunaan pupuk adalah positif. Artinya, diantara
petani yang menggunakan pupuk dan petani yang tidak menggunakan pupuk, petani yang menggunakan obat memiliki pendapatan yang lebih besar.
4.4.3
Uji Kriteria Ekonometrika Pengujian dengan menggunakan kriteria ekonometrika dilakukan untuk
mengetahui apabila terjadi pelanggaran asumsi yang digunakan dalam metode OLS. Kriteria ekonometrika antara lain adalah multikolinearitas, normalitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. a.
Uji Multikolinieritas (Multicolinearity) Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah
multikolinearitas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel-variabel bebas. Multikolinearitas terjadi akibat adanya korelasi yang tinggi di antara peubah bebasnya. Masalah multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF dengan persamaan: VIF
I I R
(4.3)
R² adalah koefisien determinasi dari regresi variabel bebas ke-j dengan variabel bebas lainnya. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan adanya masalah kolinearitas pada peubah tersebut. Multikolinearitas dapat menyebabkan adanya pelanggaran terhadap asumsi OLS adalah exact multicolinearity (multikolinearitas sempurna). Jika dalam suatu model terdapat multikolinearitas
35
yang sempurna maka akan diperoleh nilai R² yang tinggi tetapi tidak ada koefisien variabel bebas yang signifikan. b.
Normalitas Salah satu cara mengecek normalitas adalah dengan probabilitas normal.
Melalui probability plot of RESI 1 ini masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan distribusi normal. Normalitas terpenuhi apabila titik-titik data terkumpul disekitar garis lurus, selanjutnya dilakukan analisis dengan Kolmogorov Smirnov (KS). c.
Uji Heteroskedastisitas Uji
heteroskedastisitas
adalah
untuk
melihat
apakah
terdapat
ketidaksamaan varians dan residual satu ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari residual pengamatan satu ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan melihat plot antara residu dengan prediksinya. Jika bentuk tebaran plot tersebut menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. d.
Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi yang berupa
korelasi diantara faktor pengguna. Ada beberapa prosedur atau cara untuk mengetahui adanya autokorelasi pada suatu model regresi. Uji Durbin-Watson (Uji D-W) merupakan salah satu cara mendeteksi apakah tidak ada autokorelasi yang paling sering digunakan. Uji ini dapat digunakan untuk sembarang sampel, baik besar ataupun kecil, tetapi D-W hanya berhasil baik apabila autokorelasinya berbentuk autokorelasi linier orde pertama, artinya faktor pengganggu
36
e berpengaruh kepada faktor pengganggu e
. Untuk melihat ada tidaknya
autokorelasi, dapat digunakan ketentuan sebagai berikut (Firdaus, 2004) : Tabel 2. Uji Autokorelasi D-W Kurang dari 1,10 1,10 dan 1,54 1,55 dan 2,46 2,46 dan 2,90 Lebih dari 2,91 Sumber : Firdaus (2004) 4.4.4
Kesimpulan Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelasi
Estimasi Nilai Ekonomi Budidaya TambakPolikultur Penelitian ini menggunakan pendekatanrent untuk menghitung nilai
ekonomi dari kegiatan budidaya polikultur. Rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya dari faktor produksi yang digunakan dalam suatu pemanfaatan sumberdaya dengan nilai total hasil panen usaha tersebut. Rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau faktor pendapatan guna memperoleh nilai ekonomi total dari suatu pemanfaatan sumberdaya (Adrianto et al, 2004). Berikut persamaan fungsi rent: R
B
C L
(4.4)
Dimana: B
= manfaat dari produksi budidaya polikultur pada suatu kawasan (Rp)
C
= biaya produksi budidaya polikultur (Rp)
L
= luasan kawasan sumberdaya (ha) Perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini hanya untuk melihat nilai
rent selama satu tahun. Dalam hal ini tidak dilakukan perhitungan terhadap nilai daya dukung optimal lingkungan terhadap jumlah tambak dan nilai rent.
37
4.4.5
Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Tambak Polikultur Terhadap Masyarakat Lokal Dampak ekonomi ini akan dapat diukur dengan menggunakan efek
pengganda (multiplier) dari arus uang yang terjadi. Dalam mengukur dampak ekonomi kegiatan budidaya polikultur terhadap masyarakat lokal terdapat dua tipe pengganda, yaitu (META 2001 dalam Amanda, 2009): 1. Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan berapa besar pengeluaran petani tambak yang berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal. 2. Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran petani tambak yang berdampak terhadap perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung (indirect) dan dampak lanjutan (induced). Secara matematis dapat dirumuskan: Keynesian Income Multiplier
=
Ratio Income Multiplier, Tipe I
=
Ratio Income Multiplier, Tipe II
=
D N U E D N D D N U D
(4.5) (4.6) (4.7)
Dimana: E
= Tambahan pengeluaran pembudidaya (Rupiah)
D
= Pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E (Rupiah)
N
= Pendapatan lokal yang diperoleh secara tidak langsung dari E (Rupiah)
U
= Pendapatan lokal yang diperoleh secara induced dari E (Rupiah) Selanjutnya hasil analisis multiplier ini dapat digunakan sebagai acuan
atau rekomendasi untuk kebijakan pengelolaan dan pengembangan budidaya
38
polikultur di Desa Langensari. Perhitungan nilai multiplier dilakukan dengan bantuan program aplikasi komputer Microsoft Excel 2007. 4.4.6
Analisis Perbandingan Pendapatan Petani Tambak Polikultur yang Terdapat Mangrove dengan yang Tidak Terdapat Mangrove Analisis perbandingan tambak polikultur yang terdapat mangrove dengan
tambak polikultur yang tidak terdapat mangrove melalui pendekatan perbedaan pendapatan melalui data hasil panen ikan bandeng dan udang windu. Surplus produsen adalah pembayaran yang paling minimum yang bisa diterima oleh produsen dikurangi dengan biaya untuk memproduksi barang x. Surplus produsen diukur dari sisi manfaat dan kehilangan dari sisi produsen atau pelaku ekonomi (Parluhutan, 2007). Pada penelitian ini dihitung pendapatan petani dari hasil produksi ikan bandeng dan udang windu setiap kali panen setelah dikurangi biaya produksi setiap kali panen dengan cara yang sama dihitung pada wilayah budidaya polikultur yang terdapat mangrove dengan yang tidak terdapat mangrove. Selisih pendapatan petani tambak yang terdapat mangrove dengan yang tidak terdapat mangrove disebut surplus produsen. Maka, penghitungan surplus produsen dengan cara menghitung: SP
A
xB
A
xB
A
xB
A
xB
(4.8)
Keterangan: SP
= Surplus Produsen (Rp/ha/tahun)
A
= Rata-rata produksi ikan bandeng terdapat mangrove (kg/ha/tahun)
A
= Rata-rata produksi ikan bandeng tidak terdapat mangrove (kg/ha/tahun)
A
= Rata-rata produksi udang windu terdapat mangrove (kg/ha/tahun)
A
= Rata-rata produksi udang windu tidak terdapat mangrove (kg/ha/tahun) 39
4.5
B
= Rata-rata harga jual ikan bandeng terdapat mangrove (Rp/kg)
B
= Rata-rata harga jual ikan bandeng tidak terdapat mangrove (Rp/kg)
B
= Rata-rata harga jual udang windu terdapat mangrove (Rp/kg)
B
= Rata-rata harga jual udang windu tidak terdapat mangrove (Rp/kg)
C
= Rata-rata biaya produksi tambak terdapat mangrove (Rp/ha/tahun)
C
= Biaya produksi tambak tidak terdapat mangrove per panen (Rp/ha/tahun) Batasan Penelitian
1. Lokasi penelitian terdapat di Desa Langensari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang. 2. Siklus produksi adalah waktu yang dibutuhkan dalam satu kali masa penebaran sampai masa panen. Satu siklus produksi dalam usaha budidaya tambak polikultur ini adalah 3-4 bulan. 3. Faktor pendapatan petani tambak adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi pendapatan petani tambak. Faktor pendapatan petani tambak yang diduga dapat mempengaruhi adalah luas tambak (hektar), hasil panen ikan bandeng (kg/ha/musim), hasil panen udnag windu (kg/ha/musim), tenaga kerja (orang), lama usaha (tahun), penggunaan obat, ketersediaan mangrove, penggunaan pupuk. 4. Faktor lingkungan yang dijadikan perbandingan budidaya tambak polikultur di Desa Langensari hanya ketersediaan mangrove. 5. Hasil panen (produksi) adalah berat total output yang dihasilkan dalam 1 musim (Kg).
40
6. Petani tambak adalah orang yang bekerja sebagai pembudidaya tambak polikultur di Desa Langensari dan status kepemilikan tanah tambak adalah tanah milik. 7. Tambak Polikultur adalah tambak yang memiliki dua komoditas dalam satu tambak (dalam penelitian ini ikan bandeng dan udang windu). 8. Nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir dinilai dari harga pasar usaha perikanan budidaya tambak polikultur yang berlaku saat penelitian berlangsung. 9. Rent adalah selisih antara harga total produksi dengan biaya total faktor produksi, dinyatakan dalam rupiah. 10. Nilai rent yang diestimasi dalam penelitian ini adalah nilai pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya tambak polikultur di Desa Langensari selama satu tahun. 11. Unit usaha dan tenaga kerja lokal yang menjadi responden adalah masyarakat lokal di Desa Langensari yang bergerak di sektor budidaya tambak polikultur. 12. Analisis dampak ekonomi dilihat dalam skala kecil, yaitu dampak terhadap masyarakat lokal Desa Langensari. 13. Analisis dampak ekonomi dilihat dari sisi arus uang yang terjadi di sekitar lokasi budidaya tambak polikultur di Desa Langensari.
41
V. 5.1
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Secara administratif Desa Langensari merupakan salah satu desa yang
terletak di Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang dan merupakan salah satu desa pesisir di Pantai Utara Jawa Barat. Jarak pusat pemerintahan desa dengan beberapa pusat pemerintahan lainnya yaitu: Ibukota Kecamatan
: 3 Km
Ibukota Kabupaten
: 62 Km
Ibukota Provinsi Jawa Barat : 150 Km Secara administratif Desa Langensari berbatasan dengan beberapa wilayah. Berikut adalah batas-batas Desa Langensari: Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Barat
: Desa Ciasem hilir, Kecamatan Ciasem
Sebelah Selatan
: Desa Muara, Kecamatan Blanakan
Sebelah Timur
: Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan
Desa Langensari memiliki ketinggian 300 mdl dengan suhu rata-rata sekitar 290C – 320C. Iklim di pesisir Desa Langensari tidak dapat dilepaskan dari system iklim Indonesia. Iklim di Wilayah Indonesia dipengaruhi oleh angin muson yang mengakibatkan dua musim yaitu musim barat dan timur. Musim barat terjadi pada bulan Desember sampai dengan bulan Februari sedangkan angin musim timur mencapai puncaknya pada bulan Juni sampai Agustus. Informasi mengenai waktu angin musim menjadi penting karena mempengaruhi terjadinya gelombang laut. Tinggi rendahnya gelombang laut akan menjadi perhatian tersendiri bagi petani tambak karena terkait dengan keadaan
42
tambak mereka. Petani tambak di Desa Langensari terkadang mengalami kerugian karena lahan tambak mereka terkena banjir rob, yang disebabkan oleh tingginya gelombang laut yang terjadi. 5.2
Kondisi Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian Desa Langensari memiliki luas wilayah 772,71 hektar terdiri dari lahan
pemukiman 100 hektar, lahan persawahan 451,51 hektar, lahan kuburan 1,2 hektar, dan luas area tambak 220 hektar. Desa Langensari memiliki jumlah penduduk sebanyak 3.358 jiwa yang terdiri dari 1.644 orang laki-laki dan 1.714 orang perempuan. Tabel sebaran mata pencaharian pokok masyarakat Desa Langensari secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sebaran Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Langensari No. Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan 1 Petani 113 15 2 Buruh Tani 686 77 3 Buruh migran 8 92 4 Pegawai Negeri Sipil 3 2 5 Pengrajin industri rumah tangga 1 6 Pedagang keliling 27 15 7 Peternak 15 7 8 Nelayan 3 9 Montir 4 10 Dukun Kampung Terlatih 2 11 Jasa Pengobatan Alternatif 3 Sumber: Potensi Desa Langensari, (2011) 5.3
Gambaran Usaha Budidaya Berdasarkan letak tambak dan kesempatan mendapatkan air laut, tambak
polikultur di Desa Langensari termasuk kedalam kategori tambak biasa. Tambak biasa adalah kelompok tambak yang airnya merupakan campuran air tawar dan air asin dari laut. Daerah yang tergolong tambak biasa mempunyai keadaan air payau. Wilayah tambak Desa Langensari sebagian besar menggunakan sistem tambak tumpangsari, sistem ini telah dimulai sejak tahun 1986 melalui sistem 43
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Sistem tambak tumpangsari sebagian besar dilakukan dengan pola empang parit, seharusnya sistem tambak tumpangsari terdiri atas 80% hutan mangrove dan 20% empang atau tambak, serta melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya. Pada wilayah Desa Langensari, sistem tambak tumpangsari masingmasing berlangsung secara baik pada zona tengah dan belakang hutan, yang berbatasan dengan wilayah daratan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa, tingkat kesadaran masyarakat pengelola tambak terhadap pentingnya fungsi ekosistem mangrove bagi produktivitas tambak, merupakan salah satu penyebab terjaganya sistem tambak tumpangsari, sehingga menjamin keutuhan komunitas mangrove. Sistem budidaya silvofishery di lokasi penelitian lebih dominan dibandingkan dengan non-silvofishery.Silvofishery adalah kombinasi antara tambak dengan vegetasi mangrove sebagai suatu pola agroforestry yang digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan hutan mangrove. Banyaknya manfaat yang dirasakan petani dengan adanya pohon mangrove di areal tambak sehingga para petani tambak melakukan penanaman mangrove di sekitar areal tambak mereka. Jenis mangrove yang ditanam sebagian besar adalah jenis api-api (Avicennia marina). Mangrove jenis ini memiliki manfaat yang bernilai bagi tambak, sebab daun mangrove api-api yang berguguran bermanfaat sebagai pupuk hijau untuk menyuburkan tambak. Gambaran kondisi tambak silvofishery di Desa Langensari dapat dilihat pada Gambar 7.
44
Gambar 7. Kondisi Tambak Silvofishery di Desa Langensari Kegiatan budidaya yang paling dominan dilakukan adalah usaha budidaya tambaksilvofishery pola empang parit. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penelitian ini terdapat dua jenis komoditas yang menjadi output budidaya tambak yaitu ikan bandeng (Chanos chanos) dan udang windu (Panaeus monodon) atau dapat juga dikatakan budidaya tambak polikultur sebab terdapat dua komoditas dalam satu areal tambak. Lama produksi dari budidaya tambak polikultur ini berkisar antara 3-4 bulan agar mendapatkan hasil yang siap untuk dijual dipasaran. Selain dua komoditas tersebut petani tambak pada umumnya membudidayakan mujaer pada areal tambak tersebut, namun tidak semua petani membudidayakan mujaer, sehingga hanya ikan bandeng dan udang windu saja yang
dijadikan
komoditas
produksi
dalam
penelitian
ini.
Petambak
menggantungkan pemenuhan pakan ikan dan udang pada alam. Hal ini dikarenakan sistem yang dipakai adalah sistem budidaya tradisional atau ekstensif, oleh karena itu keberadaan mangrove menjadi penting.
45
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1
Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal di Desa Langensari
6.1.1
Karekteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak Karakteristik sosial ekonomi menjadi salah satu faktor pertimbangan
dalam menentukan model, dan arah pengembangan tata ruang. Keterlibatan masyarakat dalam sebuah proses pengembangan wilayah diharapkan dapat memberikan berbagai masukan yang penting, oleh sebab itu karakteristik sosial ekonomi responden menjadi penting untuk diketahui. Karakteristik sosial ekonomi petani tambak di Desa Langensari diperoleh berdasarkan contoh yang dilakukan terhadap 22 petani tambak polikultur. Karakteristik tersebut dapat dilihat berdasarkan kriteria tertentu, seperti dijelaskan dibawah ini. 6.1.1.1 Usia Berdasarkan hasil kuesioner dari 22 responden, tingkat usia responden cukup bervariasi dengan sebaran usia antara 29-33 tahun (4,55%), 34-38 tahun (18,18%), 39-43 tahun (18,18%), 44-48 tahun (27,27%), 49-53 tahun (13,64%), 54-58 tahun (4,55%), 59-63 tahun (9,09%) dan 64-68 tahun (4,55%). Sebaran usia sebagian besar berada pada kelompok umur 44-48 tahun, hal ini dikarenakan mayoritas petani tambak menjadikan budidaya polikultur ini sebagai mata pencaharian utama, sehingga banyak dari mereka yang melakukan kegiatan ini pada usia produktif mereka, dan beberapa petani tambak yang lain masih terus melakukan kegiatan ini meski sudah cukup umur. Perbandingan presentase dapat dilihat pada Gambar 8.
46
Persen (%) 27,27
30,00 30.00 25,00 25.00 18,18
20,00 20.00
18,18 13,64
15,00 15.00 10,00 10.00 5,00 5.00
9,09 4,55
4,55
4,55
0,00 0.00 29‐33 tahun 34‐38 tahun 39‐43 tahun 44‐48 tahun 49‐53 tahun 54‐58 tahun 59‐63 tahun 64‐68 tahun
Sumber : Data Primer, Diolah (2012) Gambar 8. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Usia 6.1.1.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden berdasarkan jenjang formal yang dijalani oleh petani tambak cukup bervariasi. Dalam penelitin ini, peneliti membagi tingkat pendidikan formal menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok SD, SMP, dan SMA. Perbandingan tingkat pendidikan responden disajikan pada Gambar 9. Persen (%) 50,00 50.00 45,00 45.00 40,00 40.00 35,00 35.00 30,00 30.00 25,00 25.00 20,00 20.00 15,00 15.00 10,00 10.00 5,00 5.00 0,00 0.00
45,45
27,27
SD
27,27
SMP
SMA
Sumber : Data Primer, Diolah (2012) Gambar 9. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Pendidikan Berdasarkan Gambar diatas diketahui bahwa 45,45% petani telah menjalani pendidikan formal sampai SMP, selanjutnya 27,27% petani menjalani
47
pendidikan formal sampai tingkat SD dan SMA. Berdasarkan komposisi di atas, menunjukkan bahwa petani tambak memiliki latar belakang pendidikan yang cukup baik. Sebagian besar dari petani tambak sudah berumur cukup tua, dengan keterbatasan yang mereka miliki, sehingga banyak dari mereka merasakan sekolah sampai tingkat SD, SMP, dan SMA baik itu sampai selesai atau harus putus sekolah ditengan ajaran. 6.1.1.3 Status Pekerjaan Petani Tambak Status usaha responden adalah petani tambak menjadi kegiatan budidaya polikultur ini sebagai mata pencaharian mereka, artinya kegiatan usaha budidaya polikultur ini menjadi pencaharian utama mereka. Status pekerjaan petani tambak memperlihatkan besarnya waktu atau perhatian mereka terhadap budidaya polikultur (ikan bandeng dan udang windu). Jika petani tambak menjadikan budidaya polikultur sebagai pekerjaan utama, maka seluruh waktu dicurahkan untuk melakukan budidaya, sedangkan yang menjadikan usaha budidaya ini sebagai pekerjaan sampingan, maka waktu yang diberikan pun akan terbagi. Fokus atau tidak dalam menjalankan usaha budidaya polikultur berpengaruh pada proses budidaya, sehingga berimplikasi terhadap hasil produksi ikan bandeng dan udang windu serta pendapatan yang diterima oleh petani tambak. Pemerintah Desa Langensari menyatakan bahwa, sebagian besar dari warganya menjalani usaha budidaya polikultur dan bertani. Budidaya polikultur dan bertani merupakan tradisi yang telah lama berlaku secara turun temurun, sehingga sebagian besar dari petani selalu melanjutkan tersebut sebagai mata pencaharian utama, seperti yang dilakukan orang tua mereka terdahulu.
48
6.1.1.4 Lama Usaha Petani Tambak Salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya polikultur ini adalah pengalaman atau lamanya usaha. Pengalaman yang lebih akan membantu petani tambak melakukan budidaya polikultur ini dengan lebih baik. Dari hasil analisis kuesioner yang diperoleh 36,36% petani tambak telah menjalani usaha budidaya polikultur dengan lama usaha berkisar antara 20-24 tahun. Sebanyak 18,18% petani tambak telah menjalani budidaya polikultur selama 5-9 tahun, 9,09% petani telah menjalankan usaha budidaya ini antara 10-14 tahun, 25-29 tahun, 30-34 tahun, dan 40-44 tahun. Sebanyak 4,55% petani tambak telah menjalani budidaya polikultur selama 15-19 tahun dan 35-39 tahun. Usaha budidaya polikultur ini sebagian besar petani telah memliki pengalaman dalam hal melakukan usaha tambak polikultur ini. Sebaran karakteristik berdasarkan lama usaha budidaya yang telah dijalankan disajikan pada Gambar 10. Persen (%) 40.00 40,00 35.00 35,00 30,00 30.00 25,00 25.00 20,00 20.00 15,00 15.00 10,00 10.00 5,00 5.00 0,00 0.00
36,36
18,18 9,09
9,09 4,55
9,09
9,09 4,55
5‐9 tahun10‐14 tahun 15‐19 tahun 20‐24 tahun 25‐29 tahun 30‐34 tahun 35‐39 tahun 40‐44 tahun
Sumber : Data Primer, Diolah (2012) Gambar 10. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Lama Usaha Budidaya Tambak Polikultur
49
6.1.1.5 Karakteristik Usaha Budidaya a.
Jumlah Kepemilikan Tambak Berdasarkan informasi yang didapat, jumlah tambak yang status
kepemilikannya adalah tanah milik yang dimiliki Desa Langensari saat ini adalah sekitar 71 petak tambak dengan rata-rata luas petak tambaknya adalah satu hektar. Jumlah petak tambak yang dimiliki petani sebagian besar berasal dari warisan keluarga maupun dibeli, namun jumlah kepemilikan relative tetap. Berdasarkan data yang brhasil didapat dari responden, kepemilikan petak tambak berkisar antara 2-10 petak tambak. Sebaran jumlah kepemilikan tambak dapat dilihat pada Gambar 11. Persen (%) 100.00 100,00 90.00 90,00 80,00 80.00 70,00 70.00 60,00 60.00 50,00 50.00 40,00 40.00 30,00 30.00 20,00 20.00 10,00 10.00 0,00 ‐
90,91
9,09
2‐6 petak tambak
7‐11 petak tambak
Sumber : Data Primer, Diolah (2012) Gambar 11. Sebaran Jumlah Kepemilikan Tambak Desa Langensari b.
Status Kepemilikan Tambak Dari sebaran responden penelitian didapatkan data status kepemilikan
tambak, 22 responden merupakan pemilik sekaligus penggarap tambak. Sistem budidaya ikan bandeng yang masih tradisional, memungkinkan bagi petani untuk menggarap lahan tambaknya sendiri, tanpa perlu tenaga kerja khusus untuk proses
50
perawatan tambak. Kepemilikan lahan ini berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan untuk lahan tambak dalam jangka panjang. Petani yang memiliki lahan sendiri akan lebih baik dalam melakukan kegiatan budidaya dan memperoleh pendapatan yang lebih besar karena tidak mengeluarkan biaya untuk lahan. c.
Teknologi Budidaya Dari hasil wawancara kepada 22 petani tambak, semua responden
mengatakan sistem tambak yang digunakan adalah sistem tambak tradisional. Namun berdasarkan literatur dengan tetap memperhatikan kondisi daerah penelitian, sistem budidaya yang digunakan di Desa Langensari adalah perpaduan sistem budidaya tradisional sistem budidaya semi intensif dimana dari sisi padat penebaran tambak di Desa Langensari memiliki padat penebaran sekitar 2000 nener/hektar yang dikategorikan budidaya tradisional, sedangkan sistem semi intensif memiliki cirri bentuk tambak yang lebih teratur dengan maksud agar lebih mudah dalam pengelolaan airnya. Bentuk petakan umumnya segi empat persegi panjang dengan luas 1ha sampai 3 ha per petakan. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran air (outlet) yang terpusat untuk penggantian air, kemudian pakan masih dari pakan alami (klekap) yang pertumbuhannya didorong dengan pemupukan. Dilihat dari dasar pengklasifikasian jenis sistem budidaya yaitu berdasarkan padat penebaran benih ikan bandeng, penggunaan tambak dan bentuk tambak maka sistem budidaya polikultur yang digunakan di Desa Langensari adalah sistem budidaya tambak tradisional. Penggunaan pupuk pada beberapa
51
tambak dan bentuk tambak yang termasuk pada ciri sistem semi intensif adalah salah satu usaha petani agar usaha budidaya polikultur menjadi lebih baik. d.
Proses Budidaya Tambak akan berfungsi optimal jika syarat lingkungan biologi telah
terpenuhi. Salah satu cara agar tambak dapat memenuhi syarat lingkungan biologi adalah dengan pengelolaan tambak. Pengelolaan tambak meliputi pengelolaan lahan dan pemberia unsur tambahan serta pengaturan pengairan. Penolahan tanah dilakukan setelah proses panen selesai. Pengolahan tanah bertujuan untuk menghilangkan lumpur, bahan organik yang merugikan serta menutup lubanglubang yang bias menjadi jalan masuk hewan pengganggu (kepiting, kadal), untuk itu yang dilakukan adalah pengeringan tambak dan pembalikan lahan. Pemupukan dilakukan setelah proses pengeringan tambak selesai. Pupuk yang digunakan oleh petani tambak di Desa Langensari adalah pupuk urea dengan dosis 100kg/ha, dari hasil wawancara responden tujuan pemupukan adalah untuk menjaga suhu air agar tidak terlalu panas. Selain penggunaan pupuk untuk mempercepat pertumbuhan petani tambak menggunakan obat perangsang makan (raja bandeng dan linek) dengan dosis yang berbeda sekitar 10kg/ha untuk raja bandeng dan 4kg/ha untuk linek, namun penggunaan obat initergantung dari petani tambak itu sendiri, sehingga tidak ada ketetapan khusus untuk menggunakannya. Penanaman pohon mangrove dilakukan oleh sebagian besar petani tambak. Hasil dari wawancara responden menyatakan bahwa fungsi mangrove yang dirasakan oleh petani yaitu dapat meningkatkan produksi hasil panen dan mengurangi biaya produksi, sebab daun mangrove yang berguguran tersebut akan
52
menjadi pupuk alami bagi tambak dan secara langsung menjadi makanan untuk ikan bandeng dan udang windu. Banyaknya penebaran benih ikan bandeng dan udang windu sangat disesuaikan dengan modal yang dimiliki oleh petani tambak yang ingin diinvestasikan dalam kegiatan budidaya ini. Penebaran benih dilakukan setelah proses pengolahan tanah selesai dilakukan. Jumlah bibit yang ditebar oleh petani tambak Desa Langensari sebanyak 2000 ekor/ha bibit bandeng dan 20000 ekor/ha bibit udang windu. Proses pemanenan untuk ikan bandeng dan udang windu dilakukan tiga kali dalam satu tahun, dengan rata-rata hasil panen 193kg/ha/musim untuk ikan bandeng dan 88kg/ha/musim untuk udang windu. Proses pemanenan biasanya dilakukan saat pagi hari. Proses pemanenan untuk usaha budidaya polikultur membutuhkan tenaga bantuan yang cukup banyak, rata-rata petani tambak membutuhkan tenaga bantuan sekitar 9-10 orang. Tenaga kerja untuk membantu proses pemanenan disediakan oleh tempat penyewaan alat panen dengan upah yang beragam tergantung hasil panen yang didapat, biasanya upah untuk satu kelompok tenaga sewa panen sebesar 10% dari keuntungan hasil panen. Hasil panen yang didapat dibawa ke koperasi untuk dijual melalui sistem lelang, para tengkulak berkumpul di koperasi untuk mengikuti pelelangan ikan tersebut. 6.1.2
Karakteristik Unit Usaha Terkait Kegiatan budidaya polikultur membutuhkan peran seta masyarakat untuk
beberapa proses pelaksanaannya, sehingga kegiatan ini memiliki pengaruh yang penting bagi perekonomian masyarakat setempat. Hal ini dapat mendorong
53
masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan budidaya dan mengharapkan manfaat dari adanya usaha budidaya polikultur. Unit usaha terkait yang dijadikan responden dalam penelitian ini sebanyak 4 unit usaha. Unit usaha yang dijadikan responden adalah unit usaha yang menjalankan usahanya di Desa Langensari dan pemilik usaha adalah penduduk asli Desa Langensari. Unit usaha yang terdapat di Desa Langensari hanya terdapat 4 unit usaha yang berbeda, sebagian besar pemilik unit usaha menjalankan usahanya pada masa usia produktif mereka. Menurut Havighurst dan Archerman et all dalam Mugnisyah (2008) tingkat usia dibedakan atas tiga kategori, yaitu usia dewasa awal (18 – 30 tahun), dewasa pertengahan (31 – 50 tahun), serta dewasa tua (>50 tahun). Berdasarkan hasil kuesioner dari 4 responden, sebagian besar pemilik unit usaha berada pada kelompok dewasa pertengahan antara 31 – 50 tahun sebesar 75% dan sebesar 25% berusia diatas 50 tahun. Sebaran tingkat usia pemilik unit usaha disajikan pada Gambar 12. Persen (%) 80 70 60 50 40 30 20 10 0
75
25
31‐50 tahun
>50 tahun
Sumber : Data Primer, Diolah (2012) Gambar 12.Sebaran Tingkat Usia Pemilik Unit Usaha Terkait Jenis usaha yang terdapat di Desa Langensari diantaranya, sebanyak 1 unit usaha penjualan benih ikan bandeng, 1 unit usaha penjual benih udang windu, 1
54
unit usaha penjual pupuk dan obat, dan 1 unit usaha penyewaan alat panen dan penyedia tenaga kerja panen. Modal awal yang diperlukan masing-masing unit usaha sangat berbeda. Usaha penjualan benih ikan bandeng membutuhkan modal mencapai Rp 6.040.000,00 /bulan, sedangkan untuk usaha penjualan benih udang windu membutuhkan modal mencapai Rp 12.040.000,00 /bulan, modal untuk penjualan bibit ikan bandeng dan udang windu tergantung dari jumlah pesanan dari petani tambak, semakin banyak bibit yang dipesan maka semakin besar modal yang dikeluarkan. Usaha penjual pupuk dan obat untuk tambak polikultur membutuhkan modal sekitar Rp 34.515.000,00. Usaha penyewaan alat panen dan tenaga kerja panen membutuhkan modal sekitar Rp 6.200.000,00. Penerimaan bersih (total penerimaan dikurangi total pengeluaran) yang berhasil diperoleh dari hasil usaha yang telah dijalani pemilik usaha penjualan bibit bandeng sebesar Rp 1.960.000,00, usaha penjualan bibit udang windu sebesar Rp 1.960.000,00, penjualan pupuk dan obat sebesar Rp 6.125.000,00 dan penyewaan alat panen dan tenaga kerja panen sebesar Rp 300.000,00. Penerimaan bersih dan total biaya tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Pendapatan Bersih Unit Usaha Terkait di Kawasan Budidaya Polikultur per Bulan Total Pendapatan Total Total Biaya per Bulan No. Jenis Usaha Penerimaan Usaha (Rp) (Penerimaan - Total per Bulan (Rp) Biaya Usaha) (Rp) Penjual bibit 1 bandeng 8.000.000 6.040.000 1.960.000 Penjual bibit 2 udang windu 14.000.000 12.040.000 1.960.000 Penjual pupuk dan 3 obat 40.640.000 34.515.000 6.125.000 Penyewaan alat 4 panen dan tenaga 6.500.000 6.200.000 300.000 kerja panen Sumber : Data Primer, Diolah (2012) 55
Penjabaran dari Tabel 4 diatas menunjukkan keberadaan unit usaha di kawasan budidaya polikultur di Desa Langensari telah mampu memberikan dampak bagi para pemilik usaha tersebut berupa pendapatan, karena unit usaha tersebut menyediakan kebutuhan produksi yang dibutuhkan oleh petani tambak budidaya polikultur. 6.1.3
Karakteristik Tenaga Kerja Lokal Keberlanjutan usaha budidaya polikultur tidak terlepas dari peran serta
masyarakat lokal dalam setiap proses pelaksanaannya, mulai dari tahap rehab pematang pasca panen, hingga distribusi hasil panen. Hal ini dikarenakan usaha budidaya polikultur membutuhkan keterlibatan masyarakat desa sebagai tenaga kerja lokal. Selain itu hal ini merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat desa dalam sektor ekonomi. Tenaga kerja lokal yang terlibat di sektor usaha budidaya ikan bandeng, seluruhnya merupakan penduduk asli setempat. Sebanyak 27,27% responden menyatakan telah bekerja di sektor usaha budida polikultur antara 17-21 tahun, 22,73% responden telah bekerja di sektor budidaya polikultur selama 7-11 tahun dan 22-26 tahun, 13,64% responden telah bekerja di sektor budidaya polikultur selama 2-6 tahun, 9,09% responden telah bekerja di sektor budidaya polikultur selama 12-16 tahun dan 4,55% responden telah bekerja di sektor budidaya polikultur selama 27-31 tahun. Sebaran lama kerja dari tenaga kerja lokal disajikan dalam Gambar 13.
56
Persen (%) 30.00 30,00
27,27 22,73
25.00 25,00
22,73
20.00 20,00 15.00 15,00
13,64 9,09
10,00 10.00
4,55
5,00 5.00 0,00 ‐ 2‐6 tahun
7‐11 tahun 12‐16 tahun 17‐21 tahun 22‐26 tahun 27‐31 tahun
Sumber : Data Primer, Diolah (2012) Gambar 13. Sebaran Lama Bekerja Tenaga Kerja Lokal Seluruh tenaga kerja lokal yang menjadi responden menyatakan bahwa mereka merasakan adanya manfaat dengan adanya usaha budidaya polikultur berupa penambahan pendapatan. Meskipun sebagian besar pekerja mereka ini bukanlah mata pencaharian utama, namun pekerjaan di sektor budidaya ikan bandeng sudah menjadi keseharian mereka, dan usaha budidaya tambak polikultur ini tidak dapat dipisahkan dari peran tenaga kerja lokal. Tenaga kerja lokal di sektor budidaya polikultur ini diantaranya terdiri dari penjaga kolam, pengangkut hasil panen dan pengoperasi alat panen. Pendapatan perbulan untuk penjaga kolam rata-rata mencapai Rp 1.160.000/bulan, sedangkan untuk pekerja pengangkut hasil panen dan pengoperasi alat panen rata-rata mencapai Rp 750.000/bulan. Seluruh tenaga kerja memiliki hari kerja yang berbeda, untuk penjaga kolam mereka harus bekerja setiap hari, sedangkan pengangkut hasil panen dan pengoperasi alat panen bekerja selama dua sampai tiga hari dalam seminggu dan tergantung dari jumlah tambak yang dipanen,
57
namun rata-rata jam kerja mereka tidak lebih dari enam jam sehari, kecuali pada saat musim panen. 6.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Tambak Model fungsi yang digunakan dalam menduka faktor-faktor yang
mempengaruhi pendapatan petani tambak polikultur adalah model fungsi CobbDouglas. Pendapatan petani tambak ini diduga dipengaruhi oleh beberapa variabel dengan taraf nyata 5% meliputi luas tambak ( hasil panen udang windu ( penggunaan obat (
), hasil panen ikan bandeng (
), jumlah tenaga kerja (
), tambak terdapat mangrove (
),
, lama usaha (
,
), penggunaan pupuk (
)
serta diolah dengan menggunakan perangkat lunak Minitab 15. Berdasarkan hasil analisis regresi variabel bebas dan jumlah pendapatan petani tambak polikultur, dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut: Ln Y = 10,55 + 0,0789 LnX + 0,305 LnX + 0,816 LnX - 0,0242 LnX + 0,0308 LnX - 0,0704 D + 0,0785 D + 0,0124 D + Keterangan: Y
= Pendapatan petani tambak polikultur (Rp/ha/musim)
a
= Intercept
b …,b
= Koefisien regresi yang akan diduga
X
= Luas tambak (ha)
X
= Hasil panen ikan bandeng (Kg/ha/musim)
X
= Hasil panen udang windu (Kg/ha/musim)
X
= Jumlah tenaga kerja (orang)
X
= Lama usaha (tahun)
D
= Dummy penggunaan obat (1= ya, 0= tidak)
58
D
= Dummy tambak terdapat mangrove (1= ya, 0= tidak)
D
= Dummy penggunaan pupuk (1= ya, 0= tidak)
ε
= Galat atau error Berdasarkan hasil uji statistik dapat dinyatakan bahwa model yang
dihasilkan telah memenuhi kriteria. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi R-Sq adjusted sebesar 89,9%. Hal ini menunjukkan bahwa variabelvariabel luas tambak, hasil panen ikan bandeng, hasil panen udang windu, jumlah tenaga kerja, lama usaha, penggunaan obat, terdapat mangrove dan penggunaan pupuk dapat menjelaskan sebesar 89,9% variasi produksi ikan bandeng dan sisanya sebanyak 10,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam model. Uji F dilakukan untuk menguji model secara keseluruhan, sehingga dapat diketahui pengaruh seluruh variabel bebas terhadap pendapatan petani tambak. Nilai F
sebesar 24,47 dengan P-value 0,000 lebih kecil dari
taraf nyata (α = 5%) menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani tambak. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani tambak terlihat pada Tabel 5 Secara rinci hasil regresi pengaruh variabel tak bebas terhadap pendapatan petani tambak dari aktivitas budidaya polikultur dengan menggunakan Minitab 15 disajikan dalam Lampiran 2.Hasil pengolahan data dengan menggunakan softwareMinitab 15 terdapat gambar-gambar berupa grafik yang terdapat di Lampiran 2. Gambar tersebut berfungsi untuk melihat apakah model fungsi yang digunakan memenuhi kriteria uji normalitas dan uji heteroskedastisitas yang akan dijelaskan pada sub-bab selanjutnya yang berjudul uji kriteria ekonometrika.
59
Tabel 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Tambak Polikultur Variabel
Koefisien regresi
Konstanta 10.5541 Luas Tambak 0,07892 Hasil Panen Ikan Bandeng 0,3054 Hasil Panen Udang Windu 0,81632 Tenaga Kerja -0,02416 Lama Usaha 0,03076 Obat -0,07045 Mangrove 0,07853 Pupuk 0,01239 R-Sq 93,8% R-Sq (adj) 89,9% ** α(0,05) Analysis of Variance Source DF Regression 8 Residual Error 13 Total 21 Durbin Watson 1,87286 Sumber : Hasil Output Minitab 15 (2012)
Standar error
Nilai t hitung
Peluang
0,5872 0,04801 0,1009 0,08658 0,07813 0,03261 0,06067 0,06314 0,4221
17,97 1,64 3,03 9,43 -0,31 0,94 -1,16 1,24 0,29
0,000 0,124 0,010** 0,000** 0,762 0,363 0,266 0,236 0,774
SS 1,13482 0,07535 1,21017
MS 0,14185 0,00580
F 24,47
VIF 2,083 1,404 1,871 1,656 1,852 2,771 1,782 1,188
P 0,000
Model fungsi Cobb-Douglas digunakan untuk mencari model produksi terbaik dari usaha budidaya polikultur dan untuk menjelaskan pengaruh faktor pendapatan petani tambak terhadap produksi budidaya polikultur. Dalam model fungsi Cobb-Douglas nilai koefisien regresi merupakan nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut, penjumlahan dari nilai-nilai koefisien dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Dari model faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani tambak yang diduga, menunjukkan bahwa jumlah-jumlah nilai koefisien regresi adalah 1,288. Jumlah elastisitas produksi lebih besar dari satu menunjukkan bahwa skala usaha budidaya tambak polikultur pada skala kenaikan hasil meningkat (increasing return to scale). Fungsi pengaruh pendapatan petani tambak pada penelitian ini termasuk kedalam daerah produksi satu karena mempunyai elastisitas lebih dari satu sehingga berada di daerahirrasional. Daerah produksi ini mencerminkan hasil panen ikan bandeng dan udang windu belum optimal sehingga keuntungan 60
maksimal belum tercapai. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi pendapatan petani tambak sebagai berikut: a. Luas Tambak Rata-rata luas tambak di Desa Langensari untuk setiap unitnya adalah satu hektar. Dalam penelitian ini luas tambak berpengaruh positif terhadap pendapatan petani tambak. Meskipun memiliki pengaruh positif, secara statistik luas tambak tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani tambak pada taraf nyata 5% karena memiliki nilai P sebesar 0,124. b. Hasil Panen Ikan Bandeng Hasil panen ikan bandeng merupakan jumlah bobot ikan bandeng yang dipanen setiap hektarnya. Jumlah bobot ikan bandeng setiap petani berbeda tergantung ukuran ikan pada saat dipanen. Rata-rata jumlah bobot ikan bandeng yang diterima petani saat panen sebesar 193 kg/hektar/musim. Dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil regresi, hasil panen ikan bandeng berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani tambak dengan nilai P sebesar 0,010 artinya hasil panen ikan bandeng signifikan pada taraf nyata α = 5%. Hal ini dikarenakan semakin besar hasil panen ikan bandeng yang didapat dapat meningkatkan pendapatan petani tambak. Berdasarkan hasil analisis Cobb-Douglas, faktor hasil panen ikan bandeng memiliki koefisien sebesar 0,305 artinya setiap peningkatan 1% hasil panen ikan bandeng diduga rata-rata akan meningkatkan pendapatan petani tambak sebesar 0,305% dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus). c. Hasil Panen Udang Windu Hasil panen udang windu merupakan jumlah bobot udang windu yang dipanen setiap hektarnya. Jumlah bobot udang windu setiap petani berbeda
61
tergantung ukuran udang windu pada saat dipanen. Rata-rata jumlah bobot udang windu yang diterima petani saat panen sebesar 88 kg/hektar/musim. Dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil regresi, hasil panen udang windu berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani tambak dengan nilai P sebesar 0,000 artinya hasil panen udang windu signifikan pada taraf nyata α = 5%. Hal ini dikarenakan semakin besar hasil panen udang windu yang didapat dapat meningkatkan pendapatan petani tambak. Berdasarkan hasil analisis CobbDouglas, faktor hasil panen udang windu memiliki koefisien sebesar 0,816 artinya setiap peningkatan 1% hasil panen udang windu diduga rata-rata akan meningkatkan pendapatan petani tambak sebesar 0,816% dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus). d. Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja memiliki hubungan negatif terhadap pendapatan petani tambak. Dalam penelitian ini hasil regresi menunjukkan penggunaan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata pada α = 5% karena memiliki P sebesar 0,762. Hal ini disebabkan penggunaan tenaga kerja untuk usaha budidaya polikultur akan menambah biaya yang dikeluarkan oleh petani tambak. Dilihat dari sistem budidaya yang dilakukan petani adalah sistem budidaya tradisional dimana petani tambak tidak memberikan pakan tambahan untuk tambak, sehingga pemilik tambak dapat melakukan kegiatan usaha budidaya sendiri. Penggunaan tenaga kerja akan menambah biaya yang harus dikeluarkan oleh petani tambak, sehingga penggunaan tenaga kerja tidak memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan petani tambak.
62
e. Lama Usaha Lama usaha memiliki hubungan positif terhadap pendapatan petani tambak. Dalam penelitian ini hasil regresi menunjukkan lama usaha tidak berpengaruh nyata pada α = 5% karena memiliki P sebesar 0,363. Hal ini diduga lama usaha dalam budidaya tambak polikultur tidak terlalu berpengaruh. Pendapatan petani tambak tidak terlalu dipengaruhi oleh seberapa lama petani tersebut melakukan usaha budidaya tambak polikultur, tetapi lebih dipengaruhi oleh hasil panen dari tambak tersebut, untuk pengelolaan tambak para petani yang baru memulai usahanya sudah bisa melakukan dengan baik sebab adanya bimbingan dan informasi yang didapat dari kelompok tani, oleh karena itu lama usaha tidak memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan petani tambak. f. Obat Penggunaan obat tidak dilakukan oleh semua petani tambak. Obat yang digunakan petani tambak di Desa Langensari adalah obat perangsang makan. Dalam penelitian ini obat merupakan Dummy 1, penggunaan obat memiliki hubungan negatif terhadap pendapatan petani tambak. Hasil regresi menunjukkan penggunaan obat tidak berpengaruh nyata pada α = 5%, karena memiliki nilai P sebesar 0,266, artinya secara statistik variabel obat tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani tambak. Hal ini diduga penggunaan obat yang dilakukan untuk meningkatkan nafsu makan ikan bandeng dan udang windu tidak terlalu berpengaruh dan menambah biaya yang dikeluarkan oleh petani tambak. Penggunaan obat perangsang makan bertujuan agar ikan bandeng dan udang windu menjadi cepat besar karena meningkatnya nafsu makan. Sistem tambak yang digunakan petani tambak adalah sistem tradisional dimana tidak diberikan
63
pakan tambahan dan mengandalkan pakan alami (klekap), ketersediaan pakan alami tersebut tidak dapat ditentukan oleh petani tambak, sehingga keterbatasan pakan ini yang menyebabkan obat perangsang makan tidak mimiliki pengaruh pada cepat atau tidaknya pertumbuhan ikan bandeng dan udang windu. Penggunaan obat juga dapat meningkatkan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani tambak sehingga mengurangi pendapatan yang diterima oleh petani tambak, oleh karena penggunaan obat tidak memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan petani tambak dan memiliki hubungan negatif. g. Mangrove Penanaman mangrove tidak dilakukan oleh semua petani tambak. Mangrove memiliki peran yang cukup penting pada usaha budidaya tambak, jenis pohon mangrove yang ditanam sebagian besar jenis mangrove api-api. Peran mangrove dalam budidaya tambak ini sebagai salah satu tempat berlindung bagi benih udang dan ikan bandeng, kemudian daun pohon mangrove yang berguguran memiliki nilai sebagai pupuk hijau (pupuk alami) untuk menyuburkan tambak. Mangrove memiliki hubungan positif terhadap pendapatan petani tambak. Dalam penelitian ini mangrove merupakan Dummy 2, hasil regresi memperlihatkan bahwa mangrove tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani tambak dengan nilai P sebesar 0,236, artinya mangrove tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata α = 5%. Ketersediaan mangrove memiliki koefisien regresi sebesar 0,07853 yang menunjukkan bahwa petani tambak yang terdapat mangrove akan dapat meningkatkan pendapatan petani tambak sebesar 0,07853% lebih besar dibandingkan dengan yang tidak terdapat mangrove.
64
h. Pupuk Penggunaan pupuk tidak dilakukan oleh semua petani tambak. Penggunaan pupuk memiliki hubungan positif terhadap pendapatan petani tambak. Dalam penelitian ini hasil regresi menunjukkan penggunaan pupuk tidak berpengaruh nyata pada α = 5% karena memiliki P sebesar 0,774. Pupuk yang digunakan oleh petani tambak adalah pupuk urea, berdasarkan hasil wawancara fungsi pupuk urea untuk menjaga suhu air tambak agar tidak panas yang akhirnya dapat menyebabkan bibit ikan bandeng dan udang windu mati akibat stress. Namun pada kenyataannya penggunaan pupuk urea tidak berpengaruh pada hasil output budidaya tambak polikultur, oleh karena itu penggunaan pupuk tidak memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan petani tambak. 6.2.1
Uji Kriteria Ekonometrika
a. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas untuk memastikan tidak adanya hubungan linear antara variabel bebas. Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat nilai dari VIF. Apabila nilai VIF ini lebih dari 10 berarti pada model terdapat multikolinearitas. Nillai VIF yang terdapat pada Tabel 5 untuk analisis faktorfaktor yang mempengaruhi pendapatan petani tambak polikultur berkisar antara 1,188 sampai 2,771 yang berarti bahwa pendugaan model yang digunakan tidak menunjukkan terjadinya multikolinearitas. b. Uji Normalitas Uji normalitas untuk model fungsi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatn petani tambak berdasarkan Lampiran 2 terdapat informasi mengenai rata-rata, standar deviasi dan jumlah pengamatan dengan nilai masing-masing
65
-8,55881E-15, 0,05990, dan 22. Hasil statistik Kolmogorov-Smirnov (KS adalah 0,089 dengan p-value melebihi 15%. Terlihat bahwa nilai KS-hitung lebih kecil dari KS-Tabel (0,2528). Kesimpulan hasil uji kenormalan residual adalah model Cobb-Douglas yang dibuat telah mengikuti distribusi normal. Jadi, asumsi kenormalan residual telah dipenuhi sehingga model regresi yang dibuat bias digunakan. c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas untuk memastikan varian tiap unsur gangguan adalah konstan, tidak tergantung pada nilai yang dipilih dalam varian yang menjelaskan. Pendeteksian dapat dilakukan dengan metode grafik, yaitu melihat penyebaran nilai residual yang tidak membentuk suatu pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi homoskedastisitas dapat dipenuhi. Gambar pada Lampiran 2 memperlihatkan bahwa plot antara residual dengan fitted value menunjukan tidak adanya pola yang sistematis. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas dalam persamaan regresi yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pengamatan pada peubah respon mengandung informasi yang sama penting. Konsekuensinya, semua pengamatan di dalam metode kuadrat terkecil mendapatkan bobot yang sama besar. d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi untuk memastikan tidak ada gangguan pada fungsi regresi linier, yaitu jika antar sisaan tidak bebas atau E (εi, εj) ≠ o untuk i ≠ j. pendeteksian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan statistikDurbinWatson. Tabel 5 menunjukkan nilai D-W 1,87286. Berdasarkan metode
66
pendeteksian autokorelasi oleh Firdaus (2004), nilai D-W hasil statistik model regresi tidak mengalami pelanggaran asumsi autokorelasi. 6.3
Estimasi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Tambak Polikultur
6.3.1
Analisis Nilai Produksi
6.3.1.1 Biaya Faktor Produksi Biaya faktor produksi merupakan komponen biaya dari pemakaian barang dan jasa untuk usaha budidaya polikultur yang harus dikeluarkan petani tambak selama kegiatan budidaya berlangsung. Biaya faktor produksi ini terbagi menjadi biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel. Biaya investasi atau modal usaha adalah biaya awal yang harus dikeluarkan pada awal menjalankan suatu usaha atau biaya pemakaian sarana tau peralatan yang dapat digunakan dalam jangka waktu cukup lama. Biaya modal usaha dalam kegiatan budidaya polikultur di lokasi penelitian adalah pembelian lahan serta peralatan budidaya yang dibutuhkan selama proses budidaya berlangsung. Sumber permodalan dalam usaha budidaya polikultur di lokasi penelitian pada umumnya berasal dari pribadi yang diinvestasikan untuk kegiatan ini. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya polikultur ini antara lain bubu yang dapat digunakan 1 tahun, berfungsi sebagai perangkap yang dipasang di pintu air untuk mendapatkan ikan atau udang (kecuali ikan bandeng dan udang windu) yang terbawa oleh air laut, hasil tangkapan itu biasanya digunakan untuk konsumsi pribadi atau dijual. Pompa air digunakan sebagai alat untuk mengisi air tambak setelah panen, dapat digunakan selama 4 tahun. Pintu air dan laha, pintu air berfungsi sebagai pintu keluar masuknya air
67
tambak,sedangkan laha adalah bambu yang disusun sedemikian rupa di sekeliling pintu air yang digunakan untuk mencegah ikan bandeng dan udang windu dewasa agar tidak keluar dari tambak dapat digunakan selama 5 tahun. Waring digunakan sebagai alat pencegah ikan-ikan bandeng kecil dan udang windu kecil keluar dari tambak, dapat digunakan selama 3 tahun. Paralon digunakan sebagai saluran air, alat ini memiliki fungsi yang sama seperti pintu air, dapat digunakan selama 8 tahun. Lokasi tambak di Desa Langensari berada cukup jauh dari pemukiman, oleh sebab itu diperlukan rumah jaga sebagai tempat beristirahat ketika petani tambak sedang beraktivitas di lokasi tambak. Selain penggunaan peralatan, investai usaha budidaya tambak juga membutuhkan lahan tambak yang biasanya sudah didapatkan secara turuntemurun. Harga rata-rata lahan tambak di Desa Langensari sekitar Rp 70.000.000,00 per hektar tambak. Penggunaan peralatan budidaya ikan bandeng secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6 dan rincian pengeluaran biaya investasi petani tambak untuk usaha budidaya polikultur secara jelas dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel6. Rataan Penggunaan Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Tambak Polikultur Harga Satuan Umur Teknis Biaya Penyusutan No. Jenis (Rp) (tahun) (Rp/tahun) 1 Bubu 384.091 1 130.000 2 Pompa air 454.545 4 113.636 3 Pintu air dan laha 2.100.000 5 133.636 4 Waring 168.363 3 56.212 5 Paralon 81.818 8 1.705 6 Rumah Jaga 690.909 5 138.182 Sumber : Data Primer, Diolah (2012) Biaya tetap merupakan biaya yang tidak terkait langsung dengan junlah produksi satu masa panen, sedangkan besarnya biaya variabel tergantung dengan
68
jumlah produksi. Rataan komposisi biaya faktor produksi per unit tambak di Desa Langensari dalam satu tahun dijelaskan pada Tabel 7dan rincian pengeluaran biaya tetap petani tambak secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel7. Rataan Komposisi Biaya Faktor Produksi per Hektar Tambak di Desa Langensari dalam Satu Tahun No Komponen Jumlah Presentase (%) 1 Biaya Tetap Pajak tambak 270.000 2,38 Rehabilitasi tanah tambak 1.000.000 8,83 Biaya Penyusutan 573.371 5,06 Sewa Alat Panen 900.000 7,94 Sewa Pekerja Panen 2.578.003 22,76 Total Biaya Tetap 5.321.374 46,97 2 Biaya Variabel Pembelian Benih Bandeng 1.500.000 13,24 Pembelian Benih Udang Windu 1.500.000 13,24 Pembelian Obat 117.000 1,03 Pembelian Pupuk 545.455 4,81 Upah Tenaga Kerja Harian 2.345.455 20,70 Total Biaya Variabel 6.007.909 53,03 Total Biaya Produksi 11.329.283 100 Sumber : Data Primer, Diolah (2012) Pada Tabel 7diperlihatkan jumlah biaya tetap per hektar tambak yang dikeluarkan oleh petani setiap tahun rata-rata sebesar Rp5.321.374,00 atau 46,97% dari total biaya produksi, dengan asumsi seluruh tambak yang berstatus tanah milik petani tambak Desa Langensari berproduksi, maka total biaya tetap yang dikeluarkan dalam satu tahun adalah Rp. 377.817.551,00. Upah sewa pekerja panen memiliki proporsi terbesar dari pengeluaran biaya tetap, yaitu Rp 2.578.003,00 atau 22,76% dari total biaya produksi. Biaya Variabel sangat mempengaruhi jumlah produksi dari usaha budidaya polikultur (ikan bandeng dan udang windu). Biaya variabel terdiri atas biaya pembelian benih ikan bandeng, pembelian benih udang windu, pembelian obat, pembelian pupuk, dan upah tenaga kerja harian. Upah tenaga kerja harian
69
memiliki harian memiliki proporsi terbesar dari pengeluaran biaya variabel, yaitu sebesar Rp 2.345.455,00 atau 20,70% dari total biaya produksi Biaya pembelian benih ikan bandeng dan udang windu juga memiliki proporsi pengeluaran yang cukup besar, yaitu masing-masing sebesar Rp 1.500.000 atau sebesar 13,24% dari total biaya produksi dengan harga beli bibit bandeng (nener) Rp 250,00 dan Rp 25,00 untuk harga beli bibit udang windu dengan jumlah bibit yang dibeli sebanyak 2.000 ekor bibit ikan bandeng dan 20.000 ekor bibit udang windu. Jumlah biaya variabel per hektar tambak yang dikeluarkan oleh petani setiap tahun rata-rata sebesar Rp 6.007.909,00 atau 53,03% dari total biaya produksi, dengan asumsi seluruh tambak yang berstatus tanah milik petani tambak di Desa Langensari berproduksi, maka total biaya variabel yang dikeluarkan dalam satu tahun adalah Rp 426.561.545,00. Pembelian obat dan pupuk untuk usaha tambak polikultur masing-masing petani sangat berbeda, hal ini tergantung pada kondisi tanah dan kesuburan lahan tambak mereka serta modal yang dimiliki petani tambak, namun tidak semua petani tambak menggunakan obat dan pupuk pada areal tambaknya. Secara rinci pengeluaran petani tambak untuk input variabel yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 5. 6.3.1.2 Analisis Nilai Panen Dalam kegiatan budidaya polikultur ini ikan bandeng dan udang windu dengan masa tumbuh 3 sampai 4 bulan untuk sampai pada ukuran siap dijual. Oleh karena itu dalam usaha budidaya polikultur,petani tambak hanya mengalami 3 kali musim panen. Hasil produksi kegiatan budidaya tambak polikultur umumnya tidak selalu sama dari satu musim dengan musim berikutnya. Hal ini
70
sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain yaitu kondisi lahan, air, cuaca, bibit bandeng, dan bibit udang windu. Nilai rata-rata panen per hektar tambak dalam satu tahun didapat dengan mengalikan jumlah produksi (kg) per unit tambak dalam satu tahun dengan harga jual produk (Rp). Pada saat panen, segala kebutuhan serta biaya pemanenan ditanggung pihak koperasi, dan harga jual dari hasil produksi sudah ditetapkan berdasarkan hasil pelelangan di koperasi tersebut. Rataan panen budidaya polikultur dalam satu tahun disajikan pada Tabel 8dan hasil panen untuk responden petani tambak, lebih lengkap dapat dilihat di Lampiran 6. Tabel8. Nilai Rataan Panen per Hektar Tambak di Desa Langensari Nilai Total Panen Penerimaan Panen/hektar Nilai Panen Usaha tambak (Kg) (Rp/Kg) Per musim Per tahun Ikan Bandeng 193 14.182 2.737.126 8.211.378 Udang Windu 88 68.727 6.047.976 18.143.928 Sumber : Data Primer, Diolah (2012) Tabel diatas merupakan nilai rataan panen dari 22 responden petani tambak di Desa Langensari. Harga ikan bandeng dan udang windu di tingkat petani tambak berfluktuatif berdasarkan hasil lelang di koperasi. Hasil pemantauan saat pelelangan di koperasi, rata-rata harga ikan bandeng dan udang windu yang berlaku di tingkat petani saat penelitian berlangsung adalah Rp 14.182/kg, sedangkan udang windu sebesar Rp 68.727/kg. Hasil panen ikan bandeng untuk tahun ini berkisar antara 150-300 kg dengan nilai rata-rata 193 kg per hektar tambak berukuran antara 4-7 ekor ikan bandeng per kg, sedangkan panen udang windu untuk tahun ini berkisar antara 55-150 kg dengan nilai ratarata sebesar 88 kg per hektar tambak berukuran antara 30-34 ekor udang windu per kg, dengan demikian apabila seluruh tambak yang berstatus tanah milik petani tambak di Desa Langensari yang berjumlah 71 hektar berproduksi dan melakukan 71
tiga kali panen dalam satu tahun, maka total nilai panen ikan bandeng dan udang windu di Desa Langensari dalam satu tahun adalah Rp 1.871.226.726,00. 6.3.2
Analisis Nilai Rent Penelitian ini menggunakan pendekatan rent untuk menghitung total nilai
ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan perikanan. Kegiatan perikanan yang dijalankan oleh masyarakat Desa Langensari adalah kegiatan budidaya polikultur. Rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya dan faktor produksi budidaya polikultur yang digunakan dalam suatu pemanfaatan sumberdaya pesisir dengan nilai total hasil panen usaha budidaya tersebut. Rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau pesisir serta faktor pendapatan guna memperoleh total nilai ekonomi dari suatu pemanfaatan sumberdaya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Koperasi Mina Langgeng Jaya yang terdapat di Desa Langensari, jumlah total tambak yang berada di pesisir Desa Langensari sebanyak 220 hektar, namun dalam penelitian ini responden yang dipilih adalah petani tambak Desa Langensari yang memiliki status tanah kepemilikan tambak adalah tanah milik, sehingga total tambak sebanyak 71 hektar. Budidaya tambak di Desa Langensari mengalami tiga kali masa panen, sehingga nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya persisir untuk kegiatan budidaya tambak polikultur selama satu tahun per hektar sebesar Rp 15.026.023,00/ha. Nilai ekonomi dan pemanfaatan sumberdaya pesisir Desa Langensari untuk kegiatan budidaya tambak polikultur dalam satu tahun per hektar dapat dilihat pada Tabel 9.
72
Tabel9. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Polikultur dalam satu tahun per hektar. No. Komponen Nilai (Rp) 1 Hasil Panen 26.355.306,00 (Produksi ikan bandeng dan Udang Windu) 2 Biaya Produksi a. Biaya Tetap 5.321.374,00 b. Biaya Variabel 6.007.909,00 3 Rent 15.026.023,00 Sumber : Data Primer, Diolah (2012) Secara keseluruhan jika semua tambak berproduksi dan mengalami tiga kali masa panen, maka nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan
budidaya
tambak
Rp1.066.847.630,00.Secara
polikultur
keseluruhan
selama
nilai
satu
ekonomi
tahun dari
sebesar
pemanfaatan
sumberdaya pesisir Desa Langensari untuk kegiatan budidaya polikultur dapat dilihat pada Tabel10. Perhitungan nilai rent untuk semua responden petani tambak dapat dilihat pada Lampiran 7. Contoh perhitungan rent secara lebih jelas disajikan pada Lampiran 8. Tabel10. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Polikultur Secara Keseluruhan dalam satu tahun. No. Komponen Nilai (Rp) Hasil Panen 1 1.871.226.726,00 (Produksi ikan bandeng dan Udang Windu) 2 Biaya Produksi c. Biaya Tetap 377.817.551,00 d. Biaya Variabel 426.561.545,00 3 Rent 1.066.847.630,00 Sumber : Data Primer, Diolah (2012) Hasil penelitian memperlihatkan pengaruh produktifitas atau hasil produksi ikan bandeng dengan besarnya nilai rent. Kegiatan budidaya tambak polikultur ini layak untuk dikembangkan karena telah memberikan keuntungan kepada petani tambak berupa pendapatan. Nilai rent yang dihasilkan mencerminkan nilai kontribusi sumberdaya pesisir terhadap kegiatan budidaya
73
polikultur. Nilai ini penting untuk diketahui, melihat usaha budidaya tambak polikultur memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap kondisi sumberdaya pesisir. Sehingga nilai rent ini dapat dijadikan bahan pertimbangan penentuan rekomendasi pengelolaan sumberdaya pesisir yang optimal. Dalam rangka menghasilkan nilai pemanfaatan sumberdaya yang lebih optimal diperlukan peningkatan dalam penggunaan input produksi serta diperlukan adanya adopsi teknologi untuk kegiatan budidaya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara peningkatan pengetahuan petani mengenai teknis produksi budidaya polikultur, seperti konstruksi tambak, pemilihan benih dan pemberian pakan tambahan. Pada bagian ini, peran serta pemerintah daerah khususnya unit sektor budidaya tambak diperlukan. 6.4
Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Tambak Polikultur terhadap Masyarakat Lokal
6.4.1
Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Tambak Polikultur Kegiatan budidaya ikan bandeng akan menimbulkan dampak terhadap
masyarakat sekitar lokasi tambak. Salah satu dampak yang paling terasa adalah adanya dampak ekonomi. yang muncul bersifat positif dan negatif. Dampak positif yang terjadi dapat bersifat langsung (direct), yaitu munculnya lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar, baik berprofesi sebagai pekerja rehab tanah tambak, dan tenaga kerja panen, serta profesi lain yang sesuai dengan modal dan kemampuan masyarakat setempat yang bisa dimanfaatkan oleh petani tambak untuk mendapatkan barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan tambak seperti: pupuk, obat, benih ikan bandeng dan benih udang windu yang berada di sekitar lokasi tambak. Hal yang demikian akan membuka kesempatan bagi masyarakat lokal untuk meningkatkan taraf perekonomian keluarga.
74
Selain dampak positif langsung yang muncul, ada dampak lain yang akan timbul seperti dampak tidak langsung (indirect impact). Dampak tidak langsung berupa aktivitas ekonomi lokal dari suatu pembelanjaan unit usaha penerima dampak langsung dan dampak lanjutan (induced impact) dapat diartikan sebagai aktivitas ekonomi lokal lanjutan dari tambahan pendapatan tenaga kerja. Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya polikultur pada dasarnya dilihat dari keseluruhan pengeluaran petani tambak untuk pembelian obat, pupuk, benih ikan bandeng, benih udang windu serta pengeluaran lainnya. 6.4.1.1 Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact) Berdasarkan sebaran responden petani tambak di kawasan budidaya polikultur Desa Langensari menurut struktur pengeluaran satu tahun terakhir, biaya sewa pekerja panen memiliki proporsi terbesar dari struktur pengeluaran petani tambak. Hal ini disebabkan karena pekerja yang digunakan saat panen mencapai 10 orang, kemudian sistem pembayaran pekerja yang tidak tetap karena menggunakan sistem bagi hasil. Upah tenaga kerja panen bergantung dari hasil panen setiap hektar tambak, sehingga upah tenaga kerja panen akan semakin besar apabila hasil panen meningkat dan begitu pula sebaliknya, sistem pembayaran tenaga kerja panen ini sudah disepakati oleh seluruh petani tambak dan tenaga kerja panen. Upah tenaga kerja harian juga memiliki proporsi yang cukup besar. Hal ini disebabkan pekerjaan ini memakan banyak tenaga karena pekerja harian harus mengawasi tambak termasuk memberikan obat, pupuk, dan mengambil bubu saat pagi hari dan memasangnya kembali saat sore hari. Hal ini berpengaruh terhadap biaya atau upah yang harus dikeluarkan oleh pemilik tambak. Hasil analisis secara rinci disajikan dalam Tabel 11dibawah ini.
75
Tabel11. Proporsi Struktur Pengeluaran Petani Tambak per Hektar Rata-rata biaya per Proporsi (%) No. Biaya hektar/tahun (Rp) 1 Biaya sewa pekerja panen 2.578.003 23,97 2 Upah tenaga kerja harian 2.345.455 21,81 3 Pembelian bibit bandeng 1.500.000 13,95 4 Pembelian bibit Udang 1.500.000 13,95 Windu 5 Biaya rehabilitasi tanah 1.000.000 9,30 tambak 6 Biaya sewa alat panen 900.000 8,37 7 Pembelian pupuk 545.455 5,07 8 Pajak 270.000 2,51 9 Pembelian obat 117.000 1,09 Total 100 Sumber : Data primer, Diolah (2012) Berdasarkan Tabel11 dapat dilihat, proporsi sewa pekerja panen yang dikeluarkan oleh petani tambak memiliki proporsi paling besar, yaitu (23,97%). Hal ini menunjukkan bahwa panen ikan bandeng dan udang windu memiliki pengaruh terhadap pengeluaran petani tambak pada saat melakukan kegiatan budidaya polikultur, karena setiap tambak yang dipanen harus menggunakan jasa pekerja panen yang memakan biaya yang besar dibandingkan dengan biaya lainnya. Besarnya biaya panen yang dikeluarkan petani tambak akan berbeda-beda sesuai dengan jumlah tambak yang mereka miliki. Proporsi pengeluaran petani tambak terkait dengan unit usaha dan fasilitas yang tersedia di lokasi budidaya polikultur. Rata-rata pengeluaran petani tambak untuk setiap hektar tambaknya adalah sebesar Rp 3.585.304,00. Hal ini dipengaruhi faktor-faktor seperti benih bandeng dan udang windu yang disebar, penggunaan obat dan pupuk serta beberapa pengeluaran lainnya. Tabel 12 menunjukkan jumlah total pengeluaran petani tambak dalam satu kali musim panen tambak polikultur di Desa Langensari sebesar Rp 254.556.585,00. Besarnya pengeluaran petani tambak per musim didasarkan pada jumlah tambak yang 76
mengalami panen dalam satu kali musim, yaitu 71 hektar tambak jika diasumsikan semua unit tambak berproduksi. Besarnya arus uang tersebut akan menunjukkan seberapa besar dampak ekonomi yang ditimbulkan dari pengeluaran petani untuk keperluan tambak. Tabel12. Total Pengeluaran Petani Tambak per Musim Panen Tambak Polikultur No. Keterangan Jumlah 1 Proporsi pengeluaran pembudidaya di Desa 100 Langensari (%) 2 Proporsi biaya di luar lokasi budidaya ikan (%) 0 3 Rata-rata pengeluaran pembudidaya (Rp/ha) 3.585.304 4 Jumlah tambak per musim panen (unit) 71 5 Total pengeluaran pembudidaya (Rp) 254.556.585 Sumber : Data Primer, Diolah (2012) Keberadaan lokasi tambak polikultur ini membuka peluang bagi masyarakat sekitar untuk membuka usaha yang berkaitan dengan kebutuhan petani tambak selama proses budidaya berlangsung. Unit usaha yang berkembang di Desa Langensari saat ini masih sedikit dan bersifat homogen. Sehingga perputaran arus uang yang terjadi antara petani tambak dan masyarakat lokal masih kecil, salah satunya dipengaruhi oleh faktor aksesibilitas menuju daerah yang cukup jauh dari pusat kota. Penerimaan yang diterima oleh pemilik unit usaha merupakan pengeluaran petani tambak yang kemudian digunakan kembali oleh pemilik unit usaha untuk menjalankan aktivitas usaha mereka. Pemilik unit usaha membutuhkan bahan baku untuk menjalankan usaha mereka yang diperoleh dari Desa Langensari sendiri atau dari luar Desa Langensari. Komponen biaya yang utama dari pengeluaran unit usaha adalah biaya pembelian input dan bahan baku. Rincian proporsi pendapatan yang diterima pemilik usaha dan biaya-biaya yang dikeluarkan terhadap penerimaan total unit usaha dapat dilihat pada Tabel 13. 77
Tabel13. Proporsi Pendapatan dan Biaya Produksi Terhadap Penerimaan Total Unit Usaha Terkait di Lokasi Budidaya Tambak Polikultur Rata-rata Biaya Proporsi (%) No. Komponen (Rp) 1 Pendapatan Pemilik 17.285.000 50,47 2 Kebutuhan Pangan 2.262.500 6,61 Harian 3 Pembelian Input/Bahan 12.847.500 37,52 Baku 4 Upah Tenaga Kerja 1.500.000 4,38 5 Perizinan Usaha 175.000 0,51 6 Transportasi 81.250 0,24 7 Biaya Pemeliharaan Alat 95.000 0,28 Total 100 Sumber : Data Primer, Diolah 2012 Berdasarkan Tabel 13diatas terlihat bahwa proporsi terbesar berupa pendapatan pemilik usaha, yaitu sebesar 50,47%. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan budidaya polikultur telah memberikan dampak ekonomi langsung terhadapt perekonomian Desa Langensari khususnya pemilik unit usaha. Adapun yang dimaksud dengan dampak ekonomi langsung adalah pendapatan yang diterima unit usaha dari pengeluaran petani tambak. 6.4.1.2 Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Impact) Manfaat dari keberadaan budidaya tambak polikultur di Desa Langensari sudah sejak lama dirasakan oleh masyarakat sekitar lokasi, hal ini salah satunya dikarenakan lokasi tambak ini membuka peluang kepada masyarakat lokal untuk membuka usaha di sekitar lokasi budidaya tambak polikultur. Saat ini jumlah unit usaha di bidang perikanan di Desa Langensari masih terbilang sangat sedikit dan sebagian besar dari mereka mengelola sendiri usaha tersebut, tetapi beberapa dari pemilik usaha juga memiliki tenaga kerja yang sebagian besar berasal dari keluarga dan penduduk Desa Langensari.
78
Peluang kerja terbesar yang tercipta dari aktivitas budidaya tambak polikultur ini adalah saat musim panen tiba, tetapi tetap memberikan dampak kepada tenaga kerja lokal di hari-hari biasa. Sebagian besar tenaga kerja bekerja empat sampai enam hari selama seminggu dengan rata-rata jam kerja adalah setengah hari. Saat musim panen tiba, jam kerja dan hari kerja untuk tenaga kerja lokal meningkat, hal ini tentu tidak akan banyak memberatkan untuk tenaga kerja itu sendiri karena seluruh tenaga kerja merupakan penduduk asli Desa Langensari. Dampak ekonomi tidak langsung dapat dihitung dari proporsi pengeluaran unit usaha yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja. Proporsi upah tenaga kerja tersebut cukup rendah, yaitu sebesar 4,38% (Tabel 13). Hal ini dikarenakan tenaga kerja lokal tersebut tidak memiliki jam kerja yang tetap, sehingga pendapatan yang diperoleh pun disesuaikan dengan jam kerja mereka. 6.4.1.3 Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Impact) Kegiatan budidaya tambak polikultur ini tidak hanya memberikan dampak langsung dan tidak langsung saja, tetapi kegiatan budidaya ini juga mampu memberikan dampak lanjutan. Dampak lanjutan dapat diartikan sebagai suatu pengeluaran yang dilakukan oleh tenaga kerja lokal di Desa Langensari. Dampak lanjutan juga merupakan pengeluaran sehari-hari tenaga kerja lokal tersebut. Sebagian besar tenaga kerja lokal menggunakan penerimaan mereka untuk memenuhi kebutuhan konsumsi mereka, yaitu sebesar 77,42% dari total pengeluarannya. Proporsi selanjutnya yaitu pengeluaran untuk biaya kebutuhan sehari-hari (kebutuhan rumah tangga selain konsumsi) sebesar 13,88%. Proporsi pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari cukup besar karena seluruh responden tenaga kerja lokal selalu membeli barang lain selain konsumsi sehari-hari seperti
79
membeli rokok, keperluan sekolah anak, dan keperluan rumah tangga lainnya. Proporsi rata-rata pengeluaran tenaga kerja lokal dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel14. Proporsi Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal di Lokasi Budidaya Tambak Polikultur Rata-rata Pengeluaran Proporsi (%) No. Karakteristik Tenaga Kerja (Rp) 1 Konsumsi 550.000 77,42 2 Kebutuhan sehari-hari 98.636 13,88 3 Listrik 39.091 5,50 4 Transportasi 22.727 3,20 Total 100 Sumber : Data Primer, Diolah 2012 6.4.2
Nilai Multiplier Effect dari Pengeluaran Petani Tambak Menurut Miller and Blair (1985), Rustiadi et al. (2004) dalam Adifa
(2007), Teori multiplier effect (dampak pengganda) adalah pengukuran suatu respon atau merupakan dampak dari stimulus ekonomi. Pengganda juga didefinisikan sebagai koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit terhadap total semua sektor di suatu daerah. Stimulus ekonomi yang dimaksud dapat berupa output, pendapatan dan atau kesempatan kerja, dimana masing-masing pengganda tersebut dikategori atas dua tipe yaitu Tipe I dan Tipe II. Dalam penelitian ini kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan budidaya tambak polikultur yang dapat memacu meningkatnya perekonomian Desa Langensari. Nilai multiplier effect juga digunakan dalam pengukuran dampak ekonomi dari pengeluaran petani tambak yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya tambak polikultur, yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan dan sering digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan. Dalam mengukur dampak ekonomi suatu kegiatan budidaya tambak polikultur terdapat tipe pengganda, yaitu (META, 2001 dalam Amanda, 2009): (1) 80
Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan berapa besar pengeluara petani tambak yang berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal; (2) Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran petani tambak yang berdampak terhadap perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung (indirect) dan dampak lanjutan (induced). Hasil perhitungan multiplier effect penelitian kali ini dijelaskan pada Tabel 15dibawah ini dan lebih rinci disajikan pada Lampiran 9. Tabel15. Nilai Multiplier Effect dari Arus Uang yang Terjadi di Lokasi Budidaya Tambak Polikultur No. Kriteria Nilai 1 Keynesian Income Multiplier 0,34 2 Ratio Income Multiplier Tipe I 1,02 3 Ratio Income Multiplier Tipe II 1,25 Sumber : Data Primer, Diolah 2012 Budidaya tambak polikultur merupakan salah satu cara pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan ekonomi. Berdasarkan nilai yang disajikan dalam Tabel 15 didapatkan nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0,34 yang artinya setiap peningkatan pengeluaran petani tambak sebesar 1 rupiah, akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat lokal sebesar 0,34 rupiah. Keynesian Income Multiplier merupakan dampak ekonomi langsung yang diterima oleh unit usaha dari pengeluaran petani tambak berupa profit. Selanjutnya dampak ekonomi tidak langsung yang dirasakan oleh tenaga kerja lokal di sekitar lokasi tambak, yaitu berupa upah yang didapatkan. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe I sebesar 1,02, yang artinya apabila terjadi peningkatan sebesar satu rupiah terhadap penerimaan pemilik unit usaha, maka akan
81
berdampak terhadap peningkatan pendapatan tenaga kerja lokal sebesar 1,02 rupiah. Nilai yang diperoleh dari Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1,25 yang merupakan besaran nilai pengganda dari dampak lanjutan. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe II memiliki arti apabila terjadi peningkatan sebesar satu rupiah terhadap pendapatan pemilik usaha, maka akan mengakibatkan peningkatan sebesar 1,25 rupiah pada dampak langsung, tidak langsung, dan lanjutan yang masing-masing berupa pendapatan pemilik usaha, tenaga kerja, serta pengeluaran konsumsi yang akan berputar pada masyarakat lokal. Berdasarkan hasil dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan usaha budidaya tambak polikultur memberikan dampak ekonomi terhadap pendapatan masyarakat lokal serta telah menimbulkan sumber-sumber pendapatan baru yang bervariasi khususnya bagi petani tambak dan masyarakat lokal yang mencoba menangkap kegiatan tersebut menjadi peluang usaha. Dengan adanya usaha budidaya tambak polikultur, mata pencaharian masyarakat lokal tidak lagi terbatas pada petani sawah, atau buruh. Akibatnya di daerah sekitar tambak muncul pusat ekonomi atau unit usaha yang menyebabkan meningkatnya perekonomian lokal. Aktivitas budidaya tambak polikultur yang melibatkan banyak tenaga kerja serta investasi dari petani tambak itu sendiri, secara positif merangsang, menumbuhkan, dan menciptakan lapangan kerja serta lapangan berusaha melalui kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan selama proses budidaya berlangsung dari proses pra-produksi hingga pasca panen.
82
Dari hasil analisis data, keberadaan usaha tambak polikultur telah memberikan dampak nyata secara ekonomi pada masyarakat lokal baik secara langsung (direct), tidak langsung (indirect), dan lanjutan (induced), meskipun memiliki nilai multiplier yang relative rendah karena nilai yang dihasilkan lebih kecil dari satu. Nilai multiplier yang lebih kecil dari saru menunjukkan bahwa dampak ekonomi yang terjadi belum optimal. Hal ini juga didukung oleh hasil regresi Cobb-Douglas yang berada pada daerah produksi satu, yang juga menunjukkan bahwa usaha budidaya tambak polikultur dalam penelitian ini belum mencapai kondisi optimal. Kondisi ini mungkin terjadi karena pemakaian input tambak yang belum optimal, prasarana dan sarana yang belum memadai serta kondisi alam yang kadang tidak mendukung. Nilai multiplier ini masih dapat ditingkatkan seiring dengan peningkatan aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya tambak polikultur didukung dengan penggunaan input produksi yang lebih optimal serta perbaikan prasarana dan sarana desa yang akan memicu timbulnya unit usaha dan tenaga kerja lokal yang lebih banyak. Hal ini dapat meningkatkan proporsi pengeluaran petani tambak di sekotar lokasi tambak yang dapat mempengaruhi perekonomian masyarakat lokal baik secara langsung maupun tidak langsung yang pada akhirnya akan turu meningkatkan daya beli masyarakat lokal. 6.5
Analisis Perbandingan Pendapatan Petani Tambak Mangrove dengan yang Tidak Terdapat Mangrove
Terdapat
Hasil wawancara responden manfaat dari hutan mangrove yang dirasakan yaitu hasil dekomposisi alami daun mangrove yang berguguran digunakan sebagai pupuk alami dan menambah pakan alami pada kawasan tambak, selain itu juga pohon mangrove berfungsi sebagai tempat berlindungnya ikan bandeng dan udang
83
windu dari serangan hama. Sebagian besar responden terdapat mangrove pada wilayah tambaknya. Petani tambak yang terdapat mangrove merasakan adanya perbedaan hasil panen dengan adanya hutan mangrove yang secara langsung berdampak pada pendapatan mereka. Seberapa besarnya perbandingan pendapatan petani tambak yang terdapat mangrove dengan yang tidak terdapat mangrove dihitung dengan mengukur perbedaan surplus produsen antara petani tambak yang terdapat mangrove, dengan petani tambak yang tidak terdapat mangrove. Fauzi (2004) mendefinisikan surplus produsen sebagai pembayaran yang paling minimum yang bisa diterima oleh produsen dikurangi dengan biaya untuk memproduksi komoditas. Surplus produsen dapat juga dianggap sebagai surplus yang bias diperoleh oleh pemilik sumberdaya atau asset yang produkstif pada saat pendapatan dari sumberdaya melebihi biaya pemanfaatannya. Dalam kasus perikanan, surplus produsen merupakan surplus yang diterima oleh pelaku usaha atas esktraksi sumberdaya ikan. Perbandingan pendapatan antara petani tambak yang terdapat mangrove dengan yang tidak terdapat mangrove di Desa Langensari dihitung berdasarkan selisih dari rata-rata pendapatan bersih per hektar (total pendapatan dikurangi total biaya produksi) petani tambak terdapat mangrove dengan yang tidak terdapat mangrove.Tabel 16 menunjukkan rataan komponen-komponen yang digunakan untuk menghitung perbandingan:
84
Tabel 16. Rataan Komponen Perbandingan Pendapatan Petani Tambak Terdapat Mangrove dengan yang Tidak Terdapat Mangrove Kriteria
Produksi ikan bandeng (kg/ha/tahun)
Harga ikan bandeng (Rp)
Terdapat 587 14.526 Mangrove Tidak Terdapat 520 12.000 Mangrove Sumber: Data Primer, Diolah 2012
Harga udang windu (Rp)
Biaya produksi (Rp)
Pendapatan (Rp)
275
69.053
11.822.584
15.693.753
190
66.667
8.205.047
10.701.683
Produksi udang windu (kg/ha/tahun)
Dari data diatas dapat dirumuskan sebagai berikut: SP = {((587x14.526) + (275x69.053)) – 11.822.584} – {((520x12000) + (190x66.667)) – 8.205.047} SP = 15.693.753 – 10.701.683 = Rp 4.992.070,00 Hasil penghitungan diatas surplus produsen untuk tambak yang terdapat mangrove sebesar Rp 15.693.753/ha/tahun sedangkan surplus produsen untuk tambak yang tidak terdapat mangrove lebih kecil, yaitu sebesar Rp 10.701.683/ha/tahun, sehingga selisih antara surplus produsen tambak terdapat mangrove dengan yang tidak terdapat mangrove sebesar Rp 4.992.070/ha/tahun atau dapat diartikan pendapatan petani tambak yang terdapat mangrove lebih besar Rp 4.992.070/ha/tahun dibandingkan dengan petani tambak yang tidak terdapat mangrove. Besarnya pendapatan yang diperoleh petani tambak yang terdapat mangrove dikarenakan rata-rata jumlah hasil panen yang lebih banyak dan ukuran komoditas saat panen rata-rata lebih besar sehingga harga jual ikan bandeng dan udang windu yang lebih besar. Tabel 17 berikut menunjukkan harga jual ikan bandeng dan udang windu berdasarkan ukuran komoditas:
85
Tabel 17. Harga Jual Ikan Bandeng dan Udang Windu Berdasarkan Ukuran Komoditas Harga Ikan Bandeng (ukuran 2-5 ekor/Kg) Rp 20.000,00 Ikan Bandeng (ukuran 6-8 ekor/Kg) Rp 12.000,00 Udang Windu (ukuran 30 ekor/Kg) Rp 70.000,00 Udang Windu (ukuran 31 ekor/Kg) Rp 68.000,00 Udang Windu (ukuran 32 ekor/Kg) Rp 66.000,00 Sumber: Data Primer, Diolah 2012 Dalam kegiatan budidaya tambak polikultur yang terdapat di wilayah Desa Langensari jumlah tebar bibit yang diterapkan oleh responden (petani tambak) adalah sama/tidak ada perbedaan yaitu 2.000 bibit ikan bandeng dan 20.000 bibit udang windu per hektar.
86
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dari permasalahan dalam penelitian
yang telah dijelaskan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat dirumuskan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani tambak yang diduga menggunakan model fungsi Cobb-Douglas adalah hasil panen ikan bandeng dan hasil panen udang windu. 2. Nilai rent diperoleh dengan mengasumsikan semua tambak yang berstatus tanah milik petani tambak di Desa Langensari yang berjumlah 71 hektar berproduksi dan melakukan tiga kali panen dalam satu tahun, maka total nilai panen ikan bandeng dan udang windu di Desa Langensari dalam satu tahun adalahRp 1.066.847.630,00, sedangkan untuk total nilai panen ikan bandeng dan udang windu tiap 1 hektar di Desa Langensari dalam satu tahun adalah Rp 15.026.023,00. 3. Dampak ekonomi langsung yang diterima oleh pemilik usaha sebesar 80,30%, dampak ekonomi tidak langsung yang diterima oleh tenaga kerja lokal adalah 1,74% dan dampak ekonomi lanjutan yang merupakan pengeluaran yang dilakukan oleh tenaga kerja lokal sebesar 77,42%. Nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0,34. Ratio Income Multiplier Tipe I sebesar 1,02 dan Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1,25. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat ini usaha budidaya tambak polikultur sudah memberikan dampak ekonomi walaupun masih dirasa cukup kecil.
87
4.
Besarnya rata-rata total pendapatan petani tambak polikultur yang terdapat mangrove sebesar Rp 15.693.753/ha/tahun, sedangkan rata-rata total pendapatan petani tambak polikultur yang tidak terdapat mangrove sebesar Rp 10.701.683/ha/tahun, sehingga selisih pendapatan (surplus pendapatan) sebesar Rp 4.992.070/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani tambak polikultur yang terdapat mangrove lebih untung Rp 4.992.070/ha/tahun dibandingkan dengan petani tambak yang tidak terdapat mangrove.
7.2
Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah dijelaskan
sebelumnya, saran yang dapat disampaikan dalam rangka pengembangan kawasan budidaya
tambak
polikultur
di
Desa
Langensari
guna
meningkatkan
perekonomian masyarakat lokal adalah: 1. Pemerintah daerah perlu melakukan perbaikan prasarana dan sarana transportasi untuk mempermudah aksesibilitas masuk desa, agar kegiatan jual beli hasil produk dan imput produksi tambak terutama ketersediaan benih dapat berjalan dengan lancar. 2. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang khususnya bidang budidaya diharapkan
melakukan
pendampingan,
dan
memfasilitasi
kelompok
pembudidaya ikan dalam pelaksanaan program intensifikasi dengan pengerapan teknologi budidaya agar peningkatan produktivitas dapat tercapai. 3. Dinas Kehutanan dan Dinas Kelautan dan Perikanan diharapkan melakukan penyuluhan akan pentingnya hutan mangrove dan manfaat hutan mangrove bagi proses budidaya tambak agar kelestarian pohon mangrove terjaga yang pada akhirnya akan berdampak pula pada lingkungan sekitar dengan adanya
88
mangrove tersebut, kemudian mengawasi,menjaga dan melestarikan mangrove di wilayah pesisir. 4. Pengembangan lembaga ekonomi formal yang dapat membantu permodalan dan pemasaran produk hasil panen sehingga dapat meningkatkan pengelolaan usaha lebih efisien dan menguntungkan bagi para petani tambak yang dampaknya dapat dirasakan oleh masyarakat lokal. 5. Perlu dikaji lebih lanjut tentang penggunaan input produksi secara optimal agar pengembangan usaha budidaya tambak polikultur dapat memberikan keuntungan maksimal. 6. Perlu dikaji lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terkait dengan usaha budidaya tambak polikultur, tidak hanya dari segi input biaya produksi dan ekosistem mangrove. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang keterkaitan kondisi lingkungan dan biofisik terhadap budidaya tambak.
89
DAFTAR PUSTAKA
Adifa,
Y. 2007. Analisis Kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah Pembangunan di Kabupaten Alor. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Adrianto L, Mujio, Y. Wahyudin. 2004. Modul Pengenalan Konsep dan Metodologi Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Laut. PKSPL-IPB. Bogor Agustina, L. 2006. Analisis Kelayakan Finanasial Usaha Budidaya Tambak Udang Windu (Penaeus monodon) di Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Amanda, M. 2009. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari Terhadap Pendapatan MAsyarakat Lokal Studi Kasus Pantai Bandulu Kabupaten Serang Provinsi Banten. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. BPS [Badan Pusat Statistika] Kabupaten Subang. 2010. “Kabupaten Subang Dalam Angka”. Kerjasama BPS Kabupaten Subang dengan Bappeda Kabupaten Subang. Subang. Dahuri R, M. Boer, S. Hariyadi, A. Umbari, I.W. Nurjaya. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Dewi, RH. 1995. Pengaruh Kerapatan Tegakan Mangrove Terhadap Aspek Ekologis Tambak Tumpangsari (Silvofishery) (Studi Kasus di RPH Cibuaya, Karawang). Program Pascasarjana. Intitut Pertanian Bogor. Bogor. Fauzi, A. 2004. Analisis Ekonomi Sumber Daya Kawasan Konservasi Laut Marine Protected Area (MPA) Melalui Pendekatan Valuasi Ekonomi dan Bioekonomi. Working Paper Institute of Resources and Environmental Economic Studies (IREES). Bogor. Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan : Teori dan Aplikasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara. Jakarta. Ghufron M, Kardi H. 1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng di Tambak Sistem Polikultur. Semarang: Dahara Prize.
90
Larastiti, R. 2011. Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2007. Sumberdaya Air di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. LIPI Press. Jakarta. Martosudamo, B, B. Ranoemihardjo. 1992. Rekayasa Tambak. PT Penebar Swadaya. Jakarta Meita, A. 2009. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari Terhadap Pendapatan Masyarakat Lokal Studi Kasus Pantai Bandulu Kabupaten Serang Provinsi Banten. Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mugnisyah, S. 2008. Modul Kuliah Pendidikan Orang Dewasa. Sains KPM IPB. Bogor. Murtidjo, B.A. 2002. Budidaya dan Pembenihan Bandeng. KANISIUS. Yogyakarta. Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Nicholson, W. 1995. Teori Mikroekonomi: Prinsip Dasar dan Perluasan. Binarupa Aksara. Jakarta. Parluhutan, D. 2007. Analisis Dampak Penambangan Pasir Laut Terhadap Perikanan Rajungan di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pemerintah Kabupaten Subang. 2011. Pendataan Profil Desa/Kelurahan Langensari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat.Subang. Pemerintah Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per. 06/MEN/2010 tentang Rencana Strategis Kementrian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2014. Menteri Kelautan dan Perikanan R.I. Jakarta. Peogambe, M.O. 2007. Analisis Finansial Pengusahaan Tambak Tumpang Sari Sistem Empang Parit di Kawasan Hutan Mangrove (Kasus di Desa Jayamukti, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat). Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Puspita L, E. Ratnawati, I.N.N. Suryadiputra, A.A Meutia. 2005. Lahan Basah Buatan di Indonesia. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor. xxiii + 261 p. Rifqa. 2010. Dampak Ekonomi Wisata Bahari terhadap Pendapatan Masyarakat Lokal di Pantai Sawarna Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor. Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 91
Soeseno, S. 1983. Budidaya Ikan dan Udang dalam Tambak. PT Gramedia. Jakarta. Suryaperdana, Y. 2011. Keterkaitan Lingkungan Mangrove Terhadap Produksi Udang dan Ikan Bandeng di Kawasan Silvofishery Blanakan Subang, Jawa Barat. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelaiutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Taqwa, A. 2010. Analisis produktivitas primer fitoplankton dan struktur komunitas fauna makrobenthos berdasarkan kerapatan mangrove di kawasan konservasi mangrove dan Bekantan kota Tarakan, Kalimantan Timur [tesis]. Departemen Magister Manajemen Sumberdaya Pantai. Program Pascasarjana. Universitas Dipenogoro. Semarang. Tim Karya Mandiri. 2010. Pedoman Budidaya Ikan Bandeng. CV.NUANSA AULIA. Bandung. Wijaya, D.D. 2006. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Susu Kental Manis Pada PT. Indomilk. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
92
LAMPIRAN
93
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Desa Langensari
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitan
94
Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Cobb-Douglas Hasil Analisis Regresi Cobb-Douglas untuk Fungsi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Tambak Regression Analysis: Ln Y versus Ln X1. Ln X2. Ln X3. Ln X4. Ln X5. D6. D7. D8 Y X X X X X D D D
= Pendapatan petani tambak polikultur (Rp/ha/musim) = Luas tambak (ha) = Hasil panen ikan bandeng (ekor/ha/musim) = Hasil panen udang windu (Kg/ha/musim) = Jumlah tenaga kerja (orang) = Lama usaha (tahun) = Dummy penggunaan obat (1= ya. 0= tidak) = Dummy tambak terdapat mangrove (1= ya. 0= tidak) = Dummy penggunaan pupuk (1= ya. 0= tidak)
The regression equation is Ln Y = Ln 10,6 + 0,0789 Ln X1 + 0,305 Ln X2 + 0,816 Ln X3 – 0,0242 Ln X4 + 0,0308 Ln X5 – 0,0704 D6 + 0,0785 D7 + 0,0124 D8
Predictor Constant Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 D6 D7 D8
Coef 10,5541 0,07892 0,3054 0,81632 -0,02416 0,03076 -0,07045 0,07853 0,01239
S = 0,0761344
SE Coef 0,5872 0,04801 0,1009 0,08658 0,07813 0,03261 0,06067 0,06314 0,04221
R-Sq = 93,8%
PRESS = 0,232360
T 17,97 1,64 3,03 9,43 -0,31 0,94 -1,16 1,24 0,29
P 0,000 0,124 0,010 0,000 0,762 0,363 0,266 0,236 0,774
VIF 2,083 1,404 1,871 1,656 1,852 2,771 1,782 1,188
R-Sq(adj) = 89,9%
R-Sq(pred) = 80,80%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source Ln X1 Ln X2 Ln X3 Ln X4 Ln X5 D6 D7 D8
DF 1 1 1 1 1 1 1 1
DF 8 13 21
SS 1,13482 0,07535 1,21017
MS 0,14185 0,00580
F 24,47
P 0,000
Seq SS 0,06359 0,17064 0,87867 0,00010 0,00809 0,00476 0,00847 0,00050
95
Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Cobb-Douglas (lanjutan 1) Unusual Observations Obs 6
Ln X1 1,79
Ln Y 15,7026
Fit 15,8341
SE Fit 0,0494
Residual -0,1315
St Resid -2,27R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistik = 1,87286
Residual Plots for Ln Y Normal Probability Plot
Versus Fits
99 0.10 Residual
Percent
90 50 10
0.05 0.00 -0.05 -0.10
1
-0.1
0.0 Residual
0.1
15.50
15.75
Histogram
16.50
Versus Order
6.0
0.10
4.5
Residual
Frequency
16.00 16.25 Fitted Value
3.0 1.5
0.05 0.00 -0.05 -0.10
0.0
-0.12
-0.06
0.00 Residual
0.06
0.12
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 Observation Order
22
Probability Plot of RESI1 Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
-8.55881E-15 0.05990 22 0.089 >0.150
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0.15
-0.10
-0.05
0.00 RESI1
0.05
0.10
0.15
96
Lampiran 3. Biaya Investasi Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Udang Windu) Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Langensari
Jumlah
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
Nilai lahan/ hektar (Rp)
8.000.000
-
-
-
70.000.000
82.410.000
-
-
-
-
70.000.000
71.530.000
-
-
6
300.000
1.800.000
70.000.000
77.430.000
1.000.000
1.000.000
-
-
-
70.000.000
76.070.000
-
-
-
-
-
70.000.000
77.400.000
1
700.000
700.000
-
-
-
70.000.000
75.560.000
140.000
-
-
-
-
-
-
70.000.000
72.500.000
7.000
140.000
1
500.000
500.000
-
-
-
70.000.000
72.430.000
-
-
-
1
500.000
500.000
-
-
-
70.000.000
72.290.000
2.800.000
100
7.000
700.000
1
1.000.000
1.000.000
-
-
-
70.000.000
77.520.000
700.000
1.400.000
30
7.000
210.000
-
-
-
-
-
-
70.000.000
71.870.000
700.000
2.100.000
30
7.000
210.000
-
-
-
-
-
-
70.000.000
72.570.000
2
700.000
1.400.000
-
-
-
1
1.000.000
1.000.000
-
-
-
70.000.000
72.660.000
-
3
700.000
2.100.000
20
7.000
140.000
-
-
-
-
-
-
70.000.000
72.500.000
-
-
2
700.000
1.400.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
70.000.000
71.660.000
-
-
-
2
700.000
1.400.000
30
7.000
210.000
1
1.000.000
1.000.000
-
-
-
70.000.000
73.000.000
390.000
-
-
-
2
700.000
1.400.000
50
7.000
350.000
-
-
-
-
-
-
70.000.000
72.140.000
130.000
520.000
-
-
-
2
700.000
1.400.000
20
7.000
140.000
1
1.500.000
1.500.000
-
-
-
70.000.000
73.560.000
130.000
260.000
1
2.500.000
2.500.000
3
700.000
2.100.000
15
7.000
105.000
-
-
-
-
-
-
70.000.000
74.965.000
Bubu
Luas Lahan (ha)
Jumlah
1
2
2
Responden
Pompa air
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
2
130.000
2
1
3
7
4
6
5
Pintu air dan laha
Jumlah
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
260.000
1
1.000.000
130.000
130.000
-
12
130.000
1.560.000
4
130.000
520.000
10
2
130.000
6
6
4
7
3
8
Waring (m)
Rumah Jaga
Jumlah
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
1.000.000
4
700.000
2.800.000
50
7.000
-
-
2
700.000
1.400.000
-
-
1
4.000.000
4.000.000
-
-
-
10
7.000
70.000
-
-
-
-
6
700.000
4.200.000
50
7.000
350.000
1
260.000
-
-
-
10
700.000
7.000.000
20
7.000
140.000
-
130.000
520.000
-
-
-
6
700.000
4.200.000
20
7.000
140.000
2
130.000
260.000
-
-
-
3
700.000
2.100.000
20
7.000
2
3
130.000
390.000
-
-
-
2
700.000
1.400.000
20
9
2
3
130.000
390.000
-
-
-
2
700.000
1.400.000
10
4
4
130.000
520.000
1
2.500.000
2.500.000
4
700.000
11
2
2
130.000
260.000
-
-
-
2
12
3
2
130.000
260.000
-
-
-
3
13
2
2
130.000
260.000
-
-
-
14
3
2
130.000
260.000
-
-
15
2
2
130.000
260.000
-
16
2
3
130.000
390.000
17
2
3
130.000
18
2
4
19
3
2
Paralon (m)
Jumlah
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
350.000
1
8.000.000
-
-
-
Investasi/ hektar (Rp)
97 97
Lampiran 3. Biaya Investasi Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Udang Windu) Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Langensari (lanjutan 1)
Bubu
Luas Lahan (ha)
Jumlah
20
2
21 22
Responden
Pompa air
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
2
130.000
260.000
-
-
-
2
2
3
130.000
390.000
-
-
-
2
1
130.000
130.000
-
-
-
Jumlah
Harga (Rp)
Pintu air dan laha Nilai (Rp)
Harga (Rp)
Rumah Jaga Nilai Rp)
Nilai (Rp)
Nilai (Rp)
Investasi/ hektar (Rp)
700.000
1.400.000
15
7.000
105.000
-
-
-
-
-
-
70.000.000
71.765.000
2
700.000
1.400.000
20
7.000
140.000
-
-
-
-
-
-
70.000.000
71.930.000
2
700.000
1.400.000
10
7.000
70.000
-
-
-
-
-
-
70.000.000
71.600.000
Jumlah
Harga (Rp)
Nilai lahan/ hektar (Rp)
Jumlah
Jumlah
Harga (Rp)
Paralon (m)
Nilai (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Waring (m)
98 98
Lampiran 4. Biaya Tetap Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Udang Windu) Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Langensari
1
Luas Lahan (ha) 2
2.236.667
Total Biaya Tetap hektar/tahun (Rp) 8.193.417
2
2
270.000
1.000.000
900.000
2.090.580
270.000
4.530.580
3
7
270.000
1.000.000
900.000
3.364.800
1.190.833
6.725.633
4
6
270.000
1.000.000
900.000
2.842.080
586.667
5.598.747
5
10
270.000
1.000.000
900.000
2.629.320
316.667
5.115.987
6
6
270.000
1.000.000
900.000
1.925.100
456.667
4.551.767
7
3
270.000
1.000.000
900.000
2.752.500
316.667
5.239.167
8
2
270.000
1.000.000
900.000
2.693.400
416.667
5.280.067
9
2
270.000
1.000.000
900.000
2.693.400
370.000
5.233.400
10
4
270.000
1.000.000
900.000
4.242.750
1.328.333
7.741.083
11
2
270.000
1.000.000
900.000
2.351.400
340.000
4.861.400
12
3
270.000
1.000.000
900.000
2.188.920
340.000
4.698.920
13
2
270.000
1.000.000
900.000
2.044.125
470.000
4.684.125
14
3
270.000
1.000.000
900.000
1.854.180
316.667
4.340.847
15
2
270.000
1.000.000
900.000
1.618.170
270.000
4.058.170
16
2
270.000
1.000.000
900.000
2.131.950
540.000
4.841.950
17
2
270.000
1.000.000
900.000
1.919.580
386.667
4.476.247
Responden
Pajak tambak/tahun (Rp) 270.000
Biaya rehab tambak hektar/tahun (Rp) 1.000.000
Sewa alat panen hektar/tahun (Rp) 900.000
Sewa pekerja panen hektar/tahun (Rp) 3.786.750
Total Penyusutan (Rp)
99 99
Lampiran 4. Biaya Tetap Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Udang Windu) Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Langensari (Lanjutan 1)
18
Luas Lahan (ha) 2
19
3
270.000
1.000.000
900.000
20
2
270.000
1.000.000
21
2
270.000
22
2
270.000
Responden
Pajak tambak hektar/tahun (Rp) 270.000
Biaya rehab tambak hektar/tahun (Rp) 1.000.000
Sewa alat panen hektar/tahun (Rp) 900.000
Sewa pekerja panen hektar/tahun (Rp) 3.208.500
616.667
Total Biaya Tetap hektar/tahun (Rp) 5.995.167
2.752.500
930.000
5.852.500
900.000
2.747.520
305.000
5.222.520
1.000.000
900.000
2.634.300
316.667
5.120.967
1.000.000
900.000
2.244.240
293.333
4.707.573
Total Penyusutan (Rp)
100
100
Lampiran 5. Biaya Variabel Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Udang Windu) Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Langensari
Responden
Luas lahan (ha)
1
Benih Bandeng
Benih Udang Windu
Obat
Pupuk
Upah Tenaga Kerja Harian Bulan Tahun (Rp) (Rp) 1.500.000 18.000.000
Biaya Variabel hektar/tahun Rp) 21.660.000
2
1 hektar (Rp) 500.000
Tahun/hektar (Rp) 1.500.000
1 hektar (Rp) 500.000
Tahun/hektar (Rp) 1.500.000
1 hektar (Rp) 220.000
Tahun/hektar (Rp) 660.000
1 hektar (Rp) -
Tahun/hektar (Rp) -
2
2
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
44.000
132.000
-
-
-
-
3.132.000
3
7
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
-
-
-
-
1.000.000
12.000.000
15.000.000
4
6
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
44.000
132.000
800.000
2.400.000
1.000.000
12.000.000
17.532.000
5
10
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
-
-
-
-
-
-
3.000.000
6
6
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
-
-
-
-
800.000
9.600.000
12.600.000
7
3
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
44.000
132.000
-
-
-
-
3.132.000
8
2
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
44.000
132.000
800.000
2.400.000
-
-
5.532.000
9
2
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
44.000
132.000
-
-
-
-
3.132.000
10
4
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
44.000
132.000
800.000
2.400.000
-
-
5.532.000
11
2
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
22.000
66.000
-
-
-
-
3.066.000
12
3
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
44.000
132.000
-
-
-
-
3.132.000
13
2
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
44.000
1.320.000
-
-
-
-
4.320.000
14
3
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
-
-
800.000
2.400.000
-
-
5.400.000
15
2
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
-
-
-
-
-
-
3.000.000
16
2
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
44.000
132.000
800.000
2.400.000
-
-
5.532.000
17
2
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
44.000
132.000
-
-
-
-
3.132.000
101 101
Lampiran 5. Biaya Variabel Usaha Budidaya Polikultur (Ikan Bandeng dan Udang Windu) Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Langensari (lanjutan 1)
Responden
Luas lahan (ha)
18
Benih Bandeng
Benih Udang Windu
Obat
Pupuk
Upah Tenaga Kerja Harian Bulan Tahun (Rp) (Rp) -
Biaya Variabel hektar/tahun (Rp) 3.132.000
2
1 hektar (Rp) 500.000
Tahun/hektar (Rp) 1.500.000
1 hektar (Rp) 500.000
Tahun/hektar (Rp) 1.500.000
1 hektar (Rp) 44.000
Tahun/hektar (Rp) 132.000
1 hektar (Rp) -
Tahun/hektar (Rp) -
19
3
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
44.000
132.000
-
-
-
-
3.132.000
20
2
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
-
-
-
-
-
-
3.000.000
21
2
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
44.000
132.000
-
-
-
-
3.132.000
22
2
500.000
1.500.000
500.000
1.500.000
44.000
132.000
-
-
-
-
3.132.000
102 102
Lampiran 6. Hasil Panen Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Udang Windu) Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Langensari
Panen Bandeng Bobot Harga (Kg/ha/musim) (Rp/Kg) 200 12.000
Panen Udang Windu Bobot Harga Panen/ (Kg/ha/musim) (Rp/Kg) tahun 150 70.000 3
Responden
Luas Lahan (ha)
Hasil panen ikan bandeng/hektar/tahun (Rp)
Hasil panen udang windu/hektar/tahun (Rp)
Total Panen/hektar/musim (Rp)
Total Panen/hektar/tahun (Rp)
1
2
7.200.000
31.500.000
12.900.000
38.700.000
2
2
200
12.000
3
70
68.000
3
7.200.000
14.280.000
7.160.000
21.480.000
3
7
300
20.000
3
80
70.000
3
18.000.000
16.800.000
11.600.000
34.800.000
4
6
200
20.000
3
80
72.000
3
12.000.000
17.280.000
9.760.000
29.280.000
5
10
200
20.000
3
70
72.000
3
12.000.000
15.120.000
9.040.000
27.120.000
6
6
200
12.000
3
60
70.000
3
7.200.000
12.600.000
6.600.000
19.800.000
7
3
200
12.000
3
100
70.000
3
7.200.000
21.000.000
9.400.000
28.200.000
8 9
2
200
12.000
3
100
68.000
3
7.200.000
20.400.000
9.200.000
27.600.000
2
200
12.000
3
100
68.000
3
7.200.000
20.400.000
9.200.000
27.600.000
10
4
200
20.000
3
150
70.000
3
12.000.000
31.500.000
14.500.000
43.500.000
11
2
100
12.000
3
100
68.000
3
3.600.000
20.400.000
8.000.000
24.000.000
12
3
170
12.000
3
80
68.000
3
6.120.000
16.320.000
7.480.000
22.440.000
13
2
170
12.000
3
75
66.000
3
6.120.000
14.850.000
6.990.000
20.970.000
14
3
200
12.000
3
60
66.000
3
7.200.000
11.880.000
6.360.000
19.080.000
15
2
150
12.000
3
55
68.000
3
5.400.000
11.220.000
5.540.000
16.620.000
Panen/ tahun 3
103 103
Lampiran 6. Hasil Panen Usaha Budidaya Polikultur (Ikan Bandeng dan Udang Windu) Berdasarkan Responden Petani Tambak Desa Langensari (Lanjutan 1) Panen Bandeng Bobot Harga (Kg/ha/musim) (Rp/Kg) 200 12.000
Panen Udang Windu Bobot Harga Panen/ (Kg/ha/musim) (Rp/Kg) tahun 70 70.000 3
Responden
Luas Lahan (ha)
Hasil panen ikan bandeng/hektar/tahun (Rp)
Hasil panen udang windu/hektar/tahun (Rp)
Total Panen/hektar/musim (Rp)
Total Panen/hektar/tahun (Rp)
16
2
7.200.000
14.700.000
7.300.000
21.900.000
17
2
150
12.000
3
70
68.000
3
5.400.000
14.280.000
6.560.000
19.680.000
18
2
200
20.000
3
100
70.000
3
12.000.000
21.000.000
11.000.000
33.000.000
19
3
200
12.000
3
100
70.000
3
7.200.000
21.000.000
9.400.000
28.200.000
20
2
200
20.000
21
2
200
12.000
3
80
68.000
3
12.000.000
16.320.000
9.440.000
28.320.000
3
100
66.000
3
7.200.000
19.800.000
9.000.000
27.000.000
22
2
200
12.000
3
80
66.000
3
7.200.000
15.840.000
7.680.000
23.040.000
Panen/ tahun 3
104 104
Lampiran 7. NilaiRent
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Luas Lahan (ha) 2 2 7 6 10 6 3 2 2 4 2 3 2 3 2
Hasil panen hektar/tahun (Rp) 38.700.000 21.480.000 34.800.000 29.280.000 27.120.000 19.800.000 28.200.000 27.600.000 27.600.000 43.500.000 24.000.000 22.440.000 20.970.000 19.080.000 16.620.000
Biaya tetap hektar/tahun (Rp) 8.193.417 4.530.580 6.725.633 5.598.747 5.115.987 4.551.767 5.239.167 5.280.067 5.233.400 7.741.083 4.861.400 4.698.920 4.684.125 4.340.847 4.058.170
Biaya variabel hektar/tahun (Rp) 21.660.000 3.132.000 15.000.000 17.532.000 3.000.000 12.600.000 3.132.000 5.532.000 3.132.000 5.532.000 3.066.000 3.132.000 3.132.000 5.400.000 3.000.000
Rent/hektar (Rp) 8.846.583 13.817.420 13.074.367 6.149.253 19.004.013 2.648.233 19.828.833 16.787.933 19.234.600 30.226.917 16.072.600 14.609.080 13.153.875 9.339.153 9.561.830
Total Rent (Rp) 17.693.167 27.634.840 91.520.567 36.895.520 190.040.133 15.889.400 59.486.500 33.575.867 38.469.200 120.907.667 32.145.200 43.827.240 26.307.750 28.017.460 19.123.660
105 105
Lampiran 7. Nilai Rent (lanjutan 1)
Responden 16 17 18 19 20 21 22
Luas Lahan (ha) 2 2 2 3 2 2 2
Hasil panen hektar/tahun (Rp) 21.900.000 19.680.000 33.000.000 28.200.000 28.320.000 27.000.000 23.040.000
Biaya tetap hektar/tahun (Rp) 4.841.950 4.476.247 5.995.167 5.852.500 5.222.520 5.120.967 4.707.573
Biaya variabel hektar/tahun (Rp) 5.532.000 3.132.000 3.132.000 3.132.000 3.000.000 3.132.000 3.132.000
Rent/hektar (Rp) 11.526.050 12.071.753 23.872.833 19.215.500 20.097.480 18.747.033 15.200.427
Total Rent (Rp) 23.052.100 24.143.507 47.745.667 57.646.500 40.194.960 37.494.067 30.400.853
106 106
Lampiran 8. Perhitungan Rent Budidaya Tambak Polikultur dalam satu tahun (Responden no.1 dengan 2 hektar tambak) Biaya Tetap 1. Biaya Perawatan Tambak 2. Biaya Sewa Alat Panen 3. Biaya Sewa Pekerja Panen 4. Biaya Total Penyusutan 5. Pajak Totak Biaya Tetap
Rp. 2.000.000.00 Rp. 900.000,00 Rp. 7.573.500,00 Rp. 2.236.667,00 Rp. 540.000,00 Rp. 13.250.167,00
Biaya Variabel 1. Benih Ikan Bandeng (2000ekor x Rp 250 x 3musim x 2 hektar) 2. Benih Udang Windu (20000ekor x Rp 25 x 3musim x 2 hektar) 3. Obat 4. Pupuk 5. Upah Tenaga Kerja Total Biaya Variabel
Rp. 3.000.000,00 Rp. 1.320.000,00 Rp. Rp. 18.000.000,00 Rp. 25.320.000,00
Total Biaya Produksi
Rp. 38.570.167,00
Rp.3.000.000,00
Hasil Panen Bandeng (Rp 12.000/kg x 200 kg x 3 x 2) Udang Windu (Rp 70.000/kg x 150 kg x 3 x 2) Total Pendapatan
Rp. 14.400.000,00 Rp. 63.000.000,00 Rp. 77.400.000,00
Rent (Total Pendapatan-Total Biaya Produksi)
Rp. 38.829.833,00
107
Lampiran 9. Data Perhitungan Nilai Dampak Ekonomi Dampak Langsung Jumlah Unit Usaha 1
Jenis Unit Usaha Penjual Bibit Bandeng Penjual Bibit Udang Windu
8.000.000
Penerimaan Total Unit Usaha (Rp) 8.000.000
14.000.000
14.000.000
40.640.000
40.640.000
6.500.000
6.500.000
Penerimaan/bulan (Rp)
1
Penjual Obat dan Pupuk 1 Penyewaan Alat Panen dan 1 Tenaga Kerja Panen Total Per Bulan
69.140.000
Dampak Tidak Langsung Jenis Unit Usaha Penjual Bibit Bandeng Penjual Bibit Udang Windu
Jumlah TK/unit -
TK total
-
Penjual Obat dan Pupuk Penyewaan Alat Panen dan 8 Tenaga Kerja Panen Total Per Bulan
Pendapatan Per Bulan (Rp)
-
-
-
-
-
-
8
1.500.000 1.500.000
Dampak Lanjutan Jenis Pekerjaan Penjaga Kolam Tenaga Kerja Panen
TK total (orang) 5
Pengeluaran/bulan (Rp)
17 Total Per Bulan
Nilai Multiplier
Total pengeluaran (Rp)
972.000
4.860.000
633.529
10.770.000 15.630.000
Jumlah
Keynesian Income multiplier
0,34
Ratio Income Multiplie Tipe I
1,02
Ratio Income Multiplie Tipe II
1,25
108
Lampiran 10. Gambar Lokasi Penelitian Gambar I. Bentuk Tambak di Lokasi Penelitian
Gambar II. Bentuk Tambak di Lokasi Penelitian
Gambar III. Kegiatan Pelelangan Ikan di Koperasi Mina Langgeng Jaya
109
RIWAYAT HIDUP Rizki Prabanugraha lahir pada tanggal 1Februari 1990 di Bogor. Penulis adalah putrakedua dari dua bersaudara, dari pasangan Dr. Ir. Nyoto Santoso, MS dan Drh. Ria Puryanti Yahya. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2001 di SDN Polisi 4 Bogor, kemudian melanjutkan ke SMP 4 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun2007 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 9 Bogor. Penulis pada tahun 2007 diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima sebagai
mahasiswa
di
Departemen
Ekonomi
Sumberdaya
dan
Lingkungan,Fakultas Ekonomi dan Manajemen.Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan yaitu sebagai Staf Public Relation REESA 2008/2009.
110