ANALISIS KESESUAIAN DAN OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN KERING BEaBASIS AGROFORESTRI Studi Kasus: Lahan Kering Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Bandung Utara
SAHARIN SEHE
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFOBMAS1 Dengan ini saya menyaaakan, bahwa tesis Analisis Kesesuaian dan Optimalisasi Fenggunaan Lahan Kering Berbasis Agroforestri. Studi Kasus:
Lahan Kering Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Bandung Utara adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal ahu dikutip dari k q a yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicmtumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, April 2007
Saharin Sehe PO5203009 1
ABSTRACT SAHARIN SEHE. An analysis of Suitability and Optimalisation of Dry Land Utilization Based on Agroforestry. Case Study: Sloping Dry Land on Upland area of Cikapundung Sub Watershed, North Bandung. Under Supervision of SANTm R.P. SITORUS and NURHENI WIJAYANTO. Sloping dry land is a marginal land, inappropriate utilization with its land suitability causes land degradation. This research was conducted using survey method. Purposes of this research were to analyze suitability of land utilization comparing its land suitability of slope 1 5 -30 % namely the first land unit (SLH1) to 30-45 % namely the second land unit (SLH-2), to analyze farm of several Land Utilization Types (LUT), to predict erosion and to compose optimal LUT. Results of this research showed that 8 prominent LUT,s i.e. LUT (cabbage). (chili), (orange), (avocado), (jackfruit), (orange + chili + cabbage), (mocado cabbage) and (avocado + jackfruit - orange + chili + cabbage) in SLH-1 belongs to marginally suitable (S3) with limiting factors were slope, rainfall, pH, base saturation and erosion. The eight light LUT,s in SLH-2 were considerent not suitable (N) with limiting factors are slope and erosion. Result of farming analysis of all LUT show that all LUT are feasible to carry on (BC-ratio = 1,38 - 3,41). The farmer income in SLH-1 ranged from Rp 3.478.500,- to Rp. 47.632.500,- / ha / year and in SLH-2 ranged from Rp.2.905.900,- to Rp 37.539.300,- / ha / year. The highest erosion were in LUT (cabbage), in SLH-1 = 107,7 ton / ha / year and in SLH-2 = 254,5 ton / ha / year. The lowest erosion were in LUT (avocado + jackfruit - orange + chili + cabbage), in SLH-I = 43,9 ton /ha / year and in SLH-2 = 95,5 ton / ha / year. Optimum LUT based on the second scenario were LUT (avocado - cabbage) with income Rp. 71.826.156,- / ha / year. (in SLH-1 comprises cabbage = 0,43 ha and avocado 0,57 ha, in SLH-2 comprises avocado 0,83 ha and cabbage 0,17 ha). Optimum solasion could reduce erosion in SLH-1 from average 71,8 ton 1 ha 1 year become 43,9 ton 1 ha / year and in SLH-2 from 156.9 ton / ha / year become 95,5 top / ha / year.
B Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalarn bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya.
Judul Tesis
: Analisis Kesesuaian dan Optimalisasi Penggunaan Lahan
&ring Berbasis Agroforestri. Studi Kasus: Lahan Kering Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Bandung Utara Nama M d ~ s i s w a: Sakmin Sehe Nomor Pokok : P.052030091 : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Stidi
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Santun R.P Sitorus Ketua
AWZota
Ketua Program Studi Pengelolaan Smberdaya Alam Dan Lingkungan
r
Dr. Ir. Surjono H Sutjahjo
Tanggal Ujian: 14 Maret 2007
Tanggal Lulus:
1 8 APR 2007
Euya kecilliu' d~penembahkanbuat ayahanda (aLmarhum),ibunda (dmarhumab), bapak clan ibu mertua serta ismtn dan and-anak tercinh.
PRAKATA Puji dm syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atss segala rahrnat
dan karunia Nya sehingga karya ilrniah (tesis) ini berhasil di selesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni hingga Desember 2005 adalah Pengelolaan lahan kering dengan judul Analisis Kesesuaian dan Optimalisasi Penggunaan Lahan Kering Berbasis Agroforestri. Kasus: Lahan Kering Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Bandung Utara Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P Sitorus sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, M.S. sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberi bimbingan serta arahan mulai dari penyusunan usulan penelitian sampai pada penulisan tesis serta Bapak Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, M.S.sebagai penguji luar komisi yang telah ikut memberikan masukan untuk perbaikan tesis. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses penyelesaian studi, khususnya kepada: o Bapak Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. selaku Ketua progam Studi Pengelolaan Sumberdaya Alarn dan Lingkungan yang selalu memberikan arahan dan motivasi untik segera menyelesaikan pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. o Pemerintah Daerah Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara yang telah memberikan izin dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti pendidikan S2 di IPB Bogor o. Kepala Wilayah Kecamatan Lembang yang telah memberikan izin kepada penulis melakukan penelitian di wilayahnya. o Kepala Desa Suntenjaya, Wangunharja dan Cikidang dan PPL WKPP Cibodas Kecarnatan Lembang, yang telah memfasilitasi pertemuan antara peneliti dengan petani yang berusahatani di lahan berlereng. o Saudaraku Asep (Cikidang) yang selalu mendampingi dan membantu penulis melaksanakan survei di daerah penelitian. o Masyarakat Desa Suntenjaya, Wangunharja dan Cikidang yang telah ikut membantu memberikan informasi usahatani dengan menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan penulis berkaitan dengan tujuan penelitian.
DAFTAR IS1 Halarnan DAFTAR TABEL ..................................................................................xiv DAFTAR GAMBAR .............................................................................xvi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvii Latar Belakang .......................................................................... 1 6 ................................................... Kerangka Pemikiran . . Teoritis 6 ..................................................................... Manfaat Penelltran 10
1.1 1. 1.3 1.4
T u j u Penelitian .......................................................................
I1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sw-nberdaya Lahan ................................................................... 2.2 Penggunaan Lahan dan Perubahannya..................................... 2.3 Lahm Kering / Tegalan ............................................................ 2.4 Konsep Pembangunm Berkelanjutan....................................... 2.5 Agroforestri .............................................................................. 2.5.1 M d m f Agrsforestd ...................................................... 2.5.2 Beberstpa Contoh Rekonstruksi Apforestrl di Indonesia .................................................................... 2.6 Daerah Aliran Sungai (DAS).................................................... 2.7 Kesesuaian Lahm ..................................................................... 2.8 Sosial Ekonomi Masyarakat di Pedesaan ................................. 2.8.1 Kemiskinan dan Kebutuhan Hidup Layak ..................... 2.8.2 Potensi Tenaga Kerja Keluarga Tani ............................. 2.8.3 Biaya clan Pendapatan Usahatani ................................... 2.9 Erosi.......................................................................................... 2.10 Persepsi dan Preferensi ............................................................. 2.1 1 Optimasi ................................................................................... . .
-
I11 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Lee& dm L w Hulu Sub DAS Cikqmdutlg .......................... 35
Iklim dan Tanah ........................................................................ Topografi .................................................................................. Penggunaan Lahan .................................................................... Jenis T m m a n clan Tipe Penggunan Lahan (LUT) Kering Berlereng ............................................................................. 3.6 Kependudukan ........................................................................
3.2 3.3 3.4 3.5
36 38 38
42 45
IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat d..m Waktu Penelitian.................................................. 4.2 Alat dan Bahan......................................................................... 4.3 hletode Pengurnpulan Data ..................................................... 4.3.1 Pemilihan Lokasi Penelitian......................................... 4.3.2 Teknik Pengambilan Sampel....................................... -
-
47 47 48 48 50
4.3.3 Jenis. Tujuan. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ............................................................................... 4.3.3.1 Data untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan Secara Fisik ................................................................ 4 .3. 3.2 Data Analisis Usahatani .................................. 4.3.3.3 Data untuk Memprediksi Erosi (ET) dan Erosi yang Dapat Ditolerir ............................. 4.3.3.4 Data yang Diperlukan untuk Analisis Preferensi P e m i ............................................ 4.3.3.5 Data unhk Kepentingan Optimasi ................ 4.3.4 Pelaksanaan Pengumpulan Data .................................. 4.4 Analisis Data ............................................................................ 4.4.1 Andisis Kesesuaian Lahan Secara Fisik ...................... 4.4.2 Analisis Usahatani........................................................ 4.4.3 Pendugaan Erosi ........................................................... 4.4.4 Analisis Preferensi Komoditi Terbaik Menggunakan AHP .............................................................................. 4.4.5 Prosedur Analisis Optimasi Penggunaan Lahan Dengan Program Linier Tujuan Ganda ........................ V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan Kering (Tegalan) A k m di hiilii di Dua Kelas Lereng ........................................ 5.1 .1 Tipe Penggunaan Lahan (LUT) Utama ........................ 5.1.2 Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Kesesuaian Lahannya ..................................................................... 5.2 Analisis Usahatani .................................................................... 5.3 Pendugaan Erosi Beberapa LUT Utarna Eksisting.................. 5.3.1 Pendugaan Faktor Erosivitas Hujan (R) ........................ 5.3.2 Faktor Erodibilitas Tanah (K) ....................................... 5.3.3 Faktor Lereng (LS) ........................................................ 5.3.4 Faktor Pengelolaan Lahan dan Tanaman (C) ................ 5.3.5 Faktor Tindakan Konservasi (P) ................................... 5.3.6 Erosi dan Tingkat Bahaya Erosi Beberapa LUT Utama ............................................................................ 5.4 Menyusun LUT Optimal Berbasis Agroforestri ...................... 5.4.1 Komoditi Prioritas ......................................................... 5.4.2 Potensi Tenaga Kerja Keluarga dan Kebutuhan Hidup Layak ............................................................................. 5.4.3 Produksi I Produktifitas Beberapa Komoditi Utama ..... 5.4.4 Kebutuhan Tenaga Kerja Untuk Pengembangan Beberapa Komoditi Utama ............................................ 5.4.5 Kebutuhan Sarana Produksi Pengembangan Beberapa Komoditi Utama ............................................ 5.4.6 Analisis Optimasi Penggunaan Lahan Kering ..............
I PENDAHULUAN
Wilayah Indonesia luasnya sekitar 190.944.000 hektar dan terdapat lahan kering dengan kemiringan lebih dari 15 % di empat pulau utama (Sumatera, Kalirnantan, Sulawesi dan Irian Jaya) seluas 88,3 juta hektar (Sitorus, 1989). Sementara menurut Adimiharja (2002) dalam Darsiharjo (2004) terdapat sekitar 98 juta hektar lahan yang berpotensi untuk tanaman pangan, dari luasan tersebut 57 juta hektar untuk pertanian lahan kering dengan kemiringan lebih dari 16 %. Luas lahan pertanian (lahan kering) di Indonesia tahun 1986 sekitar 11,27 juta hektar dan pada tahun 1999 luasnya menjadi 12,23 juta hektar atau rata-rata bertambah 68.571,43 hektar / tahun. Bila laju perkembangan sistem pertanian lahan kering enam tahun terakhir sama dengan perkembangan tahun sebelumnya, maka saat ini (tahun 2006) pertanian lahan kering telah mencapai 12,64 juta hektar atau masih tersisa lahan kering berlereng > 16 % seluas lebih dari 44,36 juta hektar. Sebaliknya fakta lain menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 5 (lima) tahun saja telah terjadi alih fungsi lahan pertanian produktif s e l w 735.000 hektar ke non pertanian, seperti : pusat-pusat perkantoran, perdagangan, rekreasi, industri perurnahan, sarana dan prasarana urnurn. 50 % dari luasan tersebut atau 367.000 hektar merupakan lahan sawah beririgasi (BPS, 1997 dan 2002) Alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian terutama di Pulau Jawa menyebabkan makin menyempitnya lahan yang digarap petani. Selain lahan yang sempit, umumnya petani memiliki pengetahuan yang minim terutama karena tingkat pendidikan yang rendah sehinga tidak dapat mengelola lahannya secara baik dan pada akhirnya hasil yang diperolehpun rendah. Di lain pihak tuntutan kebutuhan hidup makin meningkat sehingga tidak ada pilihan bagi petani atau anggota keluarganya kecuali memanfaatkan lahan di sekitar dan di kawasan hutan, bahkan saat ini di berbagai tempat telah mencapai lereng yang curam, pada ha1 kawasan yang lerengnya curam sampai sangat curam hamsnya digunakan sebagai kawasan lindung d m kawasan resapan air (kawasan konservasi).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam atau landscape mencakup pengertian lingkungan fisik, termasuk iklim, topografi, hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang secara potensial berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Sumberdaya lahan (land resources) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari: iklim, vegetasi, relief, tanah, air serta benda benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruh terhadap penggunaan lahan (Sitorus, 2004). Sumberdaya lahan terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut: 1. iklim, 2. air, 3. tanah, 4.vegetasi, 5.formasi geologi, 6.organisme (bewan), 7.bentuk lahan clan topografi dan 8. manusia serta 9. produk budaya manusia. Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia, karena sumberdaya lahan diperlukan dalarn setiap kegiatan manusia Oleh karena itu, sumberdaya lahan h a m dikelola secara baik, benar dan berkelanjutan. 2.2 Penggunaan Lahan dan Perubahannya Penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan merupakan istilah-istilah yang sering disarnaartikan padahal kedua istilah tersebut memiliki pengertian berbeda. Lillesand dan Kiefer (1987) dalam Mahmudi (2002) menjelaskan, bahwa penggunaan lahan erat hubungannya dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutupan lahan lebih merupakan penvujudan fisik obyekobyek yang menutup lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia pada obyekobyek tersebut. Selanjutnya Vink (1975), FA0 (1983) dalam Mahmudi (2002) memberi pengertian bahwa penggunaan lahan adalah campur tangan (intewensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Sitorus (2004) mengelompokkan penggunaan lahan ke dalam 2 (dm) kelompok besar yaitu : (1). Penggunaan lahan untuk pertanian. (2). Penggunaan lahan untuk non pertanian. Penggunaan lahan dipengaruhi oleh :
(a).
Faktor fisik clan hiologi, mencakup kesesuaian sifat fisik dan biologi, seperti
keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuhan dan kependudukan. (b). Faktor pertimbangan ekonomi dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar dan transportasi. (c). Faktsr institusi yang dicirikan oleh h&um pertanahan, keadaan politik dm secara administrasi dapat dilaksanakan.
FA0 (1983) dalam Mahrnudi (2002) membedakan penggunaan lahan atas dua kelompok yaitu: (1). Penggunaan Lahan mum (major kinds ofland use) (2). Penggunaan lahan lebih detil dinamakan land utilization types (LUT) Penggunaan lahan untuk kehutanan, persawahan, pertanian tadah hujan, rekreasi dan sebagainya merupakan contoh-contoh penggunaan lahan umum dan evaluasi lahan untuk tujuan tersebut dilakukan secara kditatif (kemampuan lahan) sedangkan tipe penggunaan lahan merupakan penggunaan lahan yang lebih spesifik dan mengandung aspek fisik, ekonomi dan sosial. Evaluasi lahan untuk tipe penggunaan lahan (LUT) dilakukan secara kuantitatif mencakup tanaman dan pengelolaan suatu lahan seperti input konservasi dan manejemen . Sitorus (2004) menjelaskan bahwa menurut sistem dan model penggunaan atau tipe penggunaan lahan (LUT) dibedakan atas d m macam yaitu:l. Multiple (ganda) dan 2. Compound (majemuk). Penggunaan lahan yang tergolong multiple terdiri dari lebih satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan secara serentak pada satu area yang sama pada sebidang lahan dirnana masing-masing komoditas (jenis penggunaan) yang diusahakan memerlukan input, persyaratan dan produksi yang berbeda. Sebagai contoh: kakao atau kopi ditanam dengan kelapa pada areal yang sama, sedangkan LUT Compound (majemuk) merupakan penggunaan lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan pada areal yang berbeda dari sebidang lahan yang untuk tujuan evaluasi diperlakukan sebagai satu unit tunggal. Perbedaan jenis bisa terjadi pada sekuen atau urutan waktu, ditanam secara rotasi atau secara serentak (bersamaan), tetapi pada areal yang berbeda pada sebidang lahan yang dikelola dalam unit organisasi yang sama, misalnya mixedfarming.
Pola tanam dalam suatu LUT dapat berupa sistem tanaman tunggal, sistem tanaman ganda, atau sistem tanaman campuran. Sistem tanaman ganda dapat berupa tumpang sari beberapa komoditas, tumpang gilir atau tumpangsari dan turnpang gilir. Setiap jenis penggunaan lahan mempunyai nilai teknis yang mencerminkan fungsi lingkungan dan fungsi ekonomi disamping fungsi sosial. Umumnya tujuan ekonomi lebih diutamakan dari tujuan ekologi. Penggunaan lahan dengan sistem agroforestri diharapkan dapat memberikan solusi tercapainya tujuan ekonomi dan ekologi yaitu dengan merumuskan komposisi komponen penyusun agroforestri yang mampu menekan erosi hingga mencapai tingkat minimal dan pendapat pada level maksimal atau menyusun LUT berbasis agroforestri yang optimal. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke sisi penggunaan lainnya diikuti dengan berkurangnya
tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya (perubahan fungsi suatu lahan pada k m waktu yang berbeda), (Wahyanto et al, 2001 dalam Rosnila, 2004). Perubahan penggunaan lahan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor alami dan faktor manusia. Faktor alami yaitu: 1. tanah, 2. air, 3. iklim 4. land form (erosi dan kemiringan lereng). Faktor manusia, dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi dan pengaruh dari l u x seperti kebijakan nasional dan internasional. Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang makin meningkat jumlahnya dan kebutuhan akan mutu kehidupan yang lebih baik, maka perubahan penggunaan lahan tidak dapat dihindari terutama perubahan lahan pertanian ke non pertanian dan lahan hutan dirubah menjadi lahan pertanian. Hal ini dilakukan petani karena lahan pertanian produktif telah berubah h g s i n y a menjadi kawasan pemukiman, tempat rekreasi, pusat pertokoan, perkantoran, jalan dan sebagainya 2.3 Lahan Kering I Tegalan Lahan kering 1 tegalan adalah sebidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian dengan memanfaatkan air secara terbatas dan biasanya bergantung pada air hujan (Rukmana, 1995). Selanjutnya Hidayat et al. (2000) mendefinisikan,
hahwa lahan kering adalah h a m p a n lahan yang tidak tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Ciri-ciri lahan kering (Rukmana, 1995) (a). Peka terhadap erosi terutama bila keadaan tanahnya miring atau tidak tertutupi tumbuh-tumbuhan (b). Tingkat kesuburan tanahnya rendah (unsur hara, bahan organik, reaksi tanah, dan kapasitas tukar kation). (c). Sifat fisik tanahnya kurang baik, (struktur padat lapisan tanah atas dan lapisan tanah bawah memiliki kelembaban, rendah sirkulasi udara agak terlambat dan kemampuan menyimpan air rendah). Lahan kering dibedakan berdasarkan curah hujan yaitu (Rukmana, 1995) : (a). Lahan kering beriklim basah, terdapat pada wilayah yang mempunyai curah hujannya lebih besar dari 200 mm/ bulan selama 6-7 bulan dan bulan kering curah hujan kurang dari 100 rnm/bulan selama 3-4 bulan atau curah hujan minimal lebih dari 2000 mm/tahun. (b). Lahan kering beriklim kering terdapat di daerah yang memiliki bulan kering selama 7-9 bulan dan bulan basah 3-4 bulan. Lahan kering di wilayah beriklim basah umumnya terdiri atas tanah masam, miskin unsur hara, peka terhadap erosi, lereng curam dan pola tanam yang diterapkan kurang baik hal ini menyebabkan menurunnya produktifitas pertanian sehingga pendapatan petani menjadi rendah dan akhirnya petani tidak punya modal yang cukup untuk mengelola usahataninya dengan semestinya. Lebih jauh di jelaskan oleh Nugroho (1999), bahwa kerusakan fimgsi tanah sebagai media turnbuh akibat erosi, miskin unsur hara dan terbatasnya kandungan bahan organik merupakan faktor-faktor yang berkaitan dengan permasalahan biofisik, sedangkan kondisi petani yang termasuk marjinal / pendapatan dan pendidikan rendah, keterampilan teknik budidaya pertanian terbatas, belurn diterapkan teknik konservasi tanah dengan baik merupakan faktor sosial ekonomi yang menonjol.
2.4 Koneeg Pembangunan Berkelanjutan Istilah pembangunan berkelanjutan pertarnakali diperkenalkan oleh WCED dalam Our Common Future yang didefinisikan sebagai berikut :
" Sustainable development is defined as development that meets the need of the present without compromising that ability of the future generation to meet their own needs ". Artinya, pembangunan berkelanjuatan adalah pembangunan yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan manusia atau penduduk saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan kebutuhan dan aspirasi di masa mendatang. (Santoso. 2001; Sitorus, 2004). Selanjutnya dijelaskan oleh Sitorus (2004), dari batasan definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa pembangunan berkelanjutan mengandung 3 pengertian yaitu: (1). Dapat memenuhi kebutuhan penduduk saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan penduduk di masa mendatang. (2). Tidak melampaui daya dukung lingkungan (ekosistem). (3). Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia melalui upaya menyelaraskan manusia dan pembangunan dengan sumberdaya alam. Daya dukung ekosistem yang lestari merupakan prasyarat dari tercapainya kualitas hidup generasi sekarang dan yang akan datang. Selanjutnya menurut Santoso (2001) ada 5 (lima) prinsip utama dari pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yaitu : (1). Keadilan antar generasi (intergenerational equity). Prinsip ini bertolak dari gagasan, bahwa sumberdaya dam (SDA) yang ada di bumi ini sebagai titipan untuk digunakan generasi yang akan datang, setiap generasi merupakan penjaga untuk kernanfaatan generasi berikutnya dan juga sebagai penerima manfaat dari generasi sebelumnya. Prinsip ini menuntut tanggung jawab dalam pemeliharaan peninggalan (warisan) dari generasi sebelumnya dan tidak memberikan beban eksternalitas kepada generasi berikutnya. (2). Keadilan dalam satu generasi (intragenerational equity). Prinsip ini didasarkan atas ketidakberhasilan untuk memenuhi kebutuhan dasar lingkungan dan sosial serta adanya kesenjangan antara individu dan kelompok-kelompok. Biasanya beban dari masalah lingkungan dipikul oleh ekonomi lemah, kerniskinan dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, perlindungan lingkungan akan berdampak pada sektor tertentu sebaliknya sektor
lain
memperoleh
keuntungan,
banyak
praktek
pembangunan yang menimbulkan kerusakan sumberdaya alam yang dipergunakan untuk hajat hidup orang banyak dan lain-lain. (3). Prinsip pencegahan dini (Precautionary principle) untuk merespon pada
kebijakan lingkungan konvensional dimana upaya pencegahan atau penanggulangan baru dapat dilakukan bila resiko benar-benar telah diketahui dan dapat dibuktikan. Kebijakan lingkungan konvensional sering kali terlambat mencegah dan menanggulangi resiko yang terjadi. (4). Perlindungan keanekaragaman hayati atau Conservation of biological
diversity. Prinsip ini didasarkan bahwa sumberdaya ekologis dengan keanekaragaman hayatinya menyediakan makanan, air bersih, zat pewarna, obat-obatan, produk industri, sebagai tempat dan sumber inspirasi, rekreasi, menjaga kesuburan dan kelestarian tanah. Perlindungan keanekaragaman hayati menyangkut persoalan moral, etika dan hidup matinya manusia.
(5). Internalisasi biaya lingkungan dan mekanisme insentif (Internalisation of environment cost and insentive mechanism). Prinsip ini berangkat dari suatu keadaan dimana penggunaan sumberdaya alam merupakan kecenderungan atau reaksi dari dorongan pasar, sementara masyarakat yang menjadi korban dari kerusakan lingkungan akibat pengguna SDA dianggap sebagai komponen eksternal (tidak masuk dalam hitungan) sehingga tidak punya akses dalam memaksa kelompok-kelompok yang menimbulkan kerusakan untuk membayar kerugian tersebut. Sejalan dengan pengertian dan prinsip pembangunan berkelanjutan tersebut maka upaya pengelolaan sumberdaya lahan kering berlereng yang bijak adalah dengan menerapkan rekomendasi konservasi teknik vegetatif optimal dengan sistem agroforestri. Sebuah rekomendasi yang dihasilkan melalui studi mendalam tidak hanya memfokuskan pada aspek konservasi sumberdaya lahan melainkan juga mempertirnbangkan dengan cermat aspek ekonomi dan sosial petani selaku pengguna lahan. Diharapkan dengan penerapan usahatani konservasi teknik vegetatif yang sesuai dengan kesesuaian lahannya dan keinginan petani serta secara ekonomi menguntungkan maka usahatani tersebut akan dikembangkan secara berkelanjutan karena telah memberikan manfaat ekonomi sosial dan lingkungan dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan memenuhi
Sistem agrnforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara turnpangsari dengan satu afau lebih tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentudc lorong. Baerah yang berlereng &pat menggunakan teknologi SALT (Sloping Agricultural Land Technology). Sistem SALT diselenggarakan dalam satu proyek di Mindanao Baptist Rural Life Centre Davao Del Sur Philipina (Dephut, 1992). Sistem pertanian yang memadukan pepohonan dengan tanaman semusim juga ditemui di daerah berpenduduk padat dengan kendala keterbatasan surnberdaya lahan yang dapat diolah untuk pertanian. Teknik / cara bercocok tanam dan pengaturan let& tanaman terutarna di daerah berlereng
sangat berperan dalam konservasi tanah dan air serta produksi dan hasil pertanian. Sistem agroforestri kompleks adalah: Suatu sistem pertanian menetap yang terdiri dari banyak jenis pepohonan (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan. Menurut Hairiah, et al. (2004) agroforestri pada dasarnya mempunyai tiga komponen dasar yaitu komponen kehutanan, pertanian dan peternakan, setiap komponen berdiri sendiri-sendiri sebagai bentuk penggunaan lahan. Umurnnya ditujukan pada produksi 1 (satu) komoditi khas. Penggabungan tiga komponen tersebut menghasilkan beberapa kemungkinan bentuk kombinasi diantaranya :
(1). Agrisilvikultur yaitu penggunaan lahan dengan pertimbangan mas& untuk memproduksi sekaligus hasil hasil pertanian dan kehutanan.
(2). Sylvopastoral system yaitu sistem pengelolaan lahan hutan untuk dapatkan hasil kayu dan memelihara temak.
(3). Agrosylvo-pastoral system yaitu suatu sistem pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan dan sekaligus untuk memelihara hewan ternak. (4). Mulripurpose Forest yaitu sistem pengelolaan dan penanaman berbagai jenis kayu yang tidak hanya untuk hasil kayunya akan tetapi juga daundaunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan manusia ataupun pakan ternak.
2.5.1 Manfaat Agroforestri
Sebagaimana pemanfaatan lahan lainnya, agroforestri dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun menurut Wijayanto, et al. (2004) bahwa petani agroforestri senantiasa menghadapi hambatan dan tantangan dalam menjalankan sistem usahataninya, baik yang berasal dari dalam maupun dari l w sistem. Hambatan dari dalam misalnya terkait dengan sistem produksi seperti kesuburan tanah, ketersediaan tenaga kerja dan modal. Hambatan dari l w misalnya fluktuasi harga produk (harga yang rendah). Tantangan dan hambatan tersebut mengancam keberlanjutan sistem agroforestri. Oleh karena itu perlu ada inovasi teknologi yang bisa mengatasi berbagai harnbatan yang dihadapi oleh petani agroforestri, supaya agroforestri bisa menjadi salah satu prioritas pilihan petani. Selanjutnya ditambahkan bahwa agroforestri memiliki keunikan dibanding dengan sistem pertanian monokultur, dan keunikan itu hams dimunculkan dalam model yang membedakan antara model agroforestri dengan model sistem lain. Berdasarkan ciri spesifik yang dimiliki sistem agroforestri maka model-model dalam sistem agroforestri yang dikembangkan juga memiliki ciri tertentu pula, antara lain yang menekankan pada : pertumbuhan (menghubungkan faktor ketersediaan air hujan dengan pertumbuhan tanaman), tanah (model simulasi proses yang tedadi dalam tanah) 3. ekonomi (model dari nilai ekonomi dari sistem agroforestri, urnurnnya didasarkan pada biaya dan analisis manfaat dan yang terakhir penggabungan yaitu model yang menggabungkan biofisik dan aspek ekonomi dari sistem agroforestri. Agroforestri utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya p e n m a n produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak ada pencemaran lingkungan. Diharapkan keberadaan agroforestri dapat memecahkan masalah-masalah sebagai berikut: (1). Menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan. a. Meningkatkan persediaan pangan baik secara tahunan atau tiap musirn
b. Perbaikan mutu nutrisi, pemasaran dan proses-proses dalam agroindustri.
c. Diversifikasi produk dan pengurangan resiko gaga1 panen. d. Keterjaminan bahan pangan secara berkesinambungan.
(2). Memperbaiki penyediaan energi lokal khususnya produk untuk kayu bakar Suplai yang lebih baik untuk memasak dan pemanasan rurnah di daerah pegunungan atau daerah berhawa dingin.
(3). Meningkatkan, memperbaiki secara
kualitatif dan diversifikasi produk
bahan mentah kehutanan maupun pertanian. a. Pemanfaatan berbagai jenis pohon dan perdu, khususnya produk-produk yang dapat menggantikan ketergantungan dari luar seperti : zat pewarna, serat, obat-obatan dan zat perekat atau mungkin dapat dijual untuk memperoleh pendapatan tunai. b. Diversifikasi produk. (4). Memperbaiki kualitas hidup daerah pedesaan, khususnya daerah dengan persyaratan hidup yang sulit, dimana masyarakat miskin banyak dijumpai. a. Mengusahakan peningkatan pendapatan clan ketersediaan pekerjaan yang menarik. b. Memelihara nilai-nilai budaya.
(5). Memelihara dan bila mungkin memperbaiki kemampuan produksi serta jasa lingkungan setempat. a. Mencegah terjadi erosi tanah dan degradasi lingkungan. b. Perlindungan keanekaragaman hayati. c. Perbaikan tanah melalui h g s i "pompa" pohon dan perdu, mulsa dan perdu d. Shelterbelt, pohon pelindung (shade trees), windbrake, pagar hidup (life fence). e. Pengelolaan sumber air secara lebih baik. Hal-hal sebagaimana disebutkan sebelumnya dapat tercapai dengan cara mengoptimalkan interaksi positif antara berbagai komponen penyusun agroforestri (pohon, produksi tanaman pertanian, ternak atau hewan) atau interaksi komponenkomponen itu dengan lingkungan. Selain itu ada beberapa keunggulan sistem pertanaman agroforestri dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan lainnya :
(1). Produktifitas (Productivity) Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk total sistem campuran dalam agroforestri jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur, disebabkan bukan saja keluaran (out put) sebidang lahan yang beragam akan tetapi juga dapat merata sepanjang tahun. Adanya tanaman campuran memberi keuntungan, karena kegagalan satu komponen 1 jenis tanaman dapat ditutupi oleh keberhasilan komponen / jenis tanaman lainnya. (2). Diversitas (Diversity). Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih pada sistem agroforestri menghasilkan diversitas yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian dari segi ekonomi dapat mengurangi resiko kerugian akiba? fluktuasi harga pasar, dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi pada budidaya monukultur.
(3). Kemandirian (Self-Regulation). Diversifikasi yang tinggi dalam sistem agroforestri
diharapkan dapat marnpu memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat dan petani kecil dan melepaskannya dari ketergantungan terhadap produk-produk dari luar. Kemandirian sistem produksi akan berfungsi lebih baik karena tidak memerlukan banyak input dari luar (pupuk dan pestisida) dibandingkan dengan sistem monokultur
(4). Stabilitas (stability). Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas dan kesinambungan pendapatan. 2.5.2 Beberapa Contoh Rekonstruksi Agroforestri di Indonesia.
Banyak praktek pengelolaan sumberdaya alam oleh penduduk di berbagai daerah sebenarnya untuk pengelolaan hutan alam menjadi cikal bakal agroforestri sebagai contoh (De Foresta, et al. 2000) :
(1). Orang kubu di Sumatera merawat areal di tengah hutan kemudian diperkaya dengan tanaman yang bermanfaat berupa pohon buah durian, mangga, tanaman pengikat hewan buruan dan pucuk liana, sementara tumbuhan pengganggu dibabat. Manipulasi yang bersifat melindungi sumberdaya alam tersebut biasanya dilakukan mengiringi praktek perladangan gilir balik.
Akan tetapi pada saat membuka lad-,
tanaman yang dianggap bermanfaat
dibiarkan, pohon pohon tertentu ditanam bersama tanaman pangan di ladang dan setelah ldang d i t i d k a n , pertumbuhan terus berlangsung dan ladang menjadi padat dengdn buah-buahan (agoforestri buah-buahan). (2). Kebun-kebun pekahngan di Pulau Jawa. Usaha-usaha rekonstruksi hutan dapat ditemukan di sekitar pemukiman penduduk di pulau Jawa disebut kebun pekarangan. Kebun kebun pekarangan (homegarden) mamadukan berbagai sumberdaya tanaman dari hutan yang paling bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari, seperti buah-buahan, tanaman obat, sayur-sayuran
dan umbi-umbian. Kehadiran kebun pekarangan dan campur tangan manusia secara terus-menerus membuat kebun itu menjadi sistem yang benar-benar buatan (artijicial), meskipun masih tetap bisa ditemukan sifat khas vegetasi hutan. Kekayaan jenisnya sangat menakjubkan, pada lahan seluas 400 m2 terdapat lebih dari 50 jenis, sementara kurang lebih 300 jenis tanaman dapat ditemukan di lingkungan desa di sekitar Bogor, Jawa Barat. (3). Rekonstruksi kebun damar menjadi agroforestri damar di Pesisir h i ,
Lampung sebagai berikut: a. Tahun pertama pembukaan dan pembakaran vegetasi petak lahan (bisa hutan rimba, belukar atau alang-alang) dan penanaman padi pertarna, sayuran dan buah-buahan seperti pisang dan pepaya. b. Tahun ke 2, penanaman padi kedua dan tanam kopi di antara padi. c. Tahun ke 3 sampai ke 7 atau ke 8, penanaman padi tidak dilakukan lagi. Bibit damar diambil dari petak pembibitan lalu ditanam di sela-sela tanaman kopi yang produksi pertamanya mencapai 600 kg / ha, ladang juga ditanami tanaman pohon buah-buahan penghasil kayu dan lain-lain. Produksi kopi menurun setelah 3 atau 4 tahun kemudian hingga mencapai 100 kglha. Setelah itu kebun-kebun ditinggalkan. d. Tahun ke-8 sampai tahun ke 25 pohon berkembang di antara kopi yang mulai rusak, vegetasi sekunder mulai tumbuh, petani mulai menyiangi secara berkala, buah buahan (nangka, durian, duku, dan lain-lain), kayu bakar, kayu perkakas dan kayu bangunan mulai dipanen seperlunya.
e. Tahun ke- 20 ke atas penyadapan getah pohon damar. Kebun damar
dikembangkan terus menerus melalui penanaman kembali rumpang dan penganekaragaman alami.
2.6 Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah aliran sungai (DAS) dalam beberapa literam mengunakan istilah yang berbeda dalam arti yang sama, diantaranya menggunakan istilah : watershed, river basin, catchment atau drainage basin. Istilah watershed karena hubungannya dengan batas aliran, sedangkan istilah river basin, catchment atau drainage basin digunakan karena hubungannya dengan aliran (Wijayaratna, 2000)
Manan (1977) berpendapat, bahwa daerah aliran sungai adalah sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi, menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya, ke sungai utama yang bermuara ke danau atau lautan. Daerah aliran sungai (DAS) dapat terdiri dari beberapa sub DAS dan Sub DAS dibagi menajadi Sub-sub DAS atau daerah tangapan air (DTA). Sejalan pengertian tersebut Salim (1981) merinci ada empat kriteria yang harus dimiliki oleh sebuah DAS yaitu : ada wilayah daratan, terjadi penampungan dan penyimpanan air hujan, terdapat pengaliran air hujan melalui anak-anak sungai dan sungai sungai utama yang dipisahkan oleh wilayah lain oleh pemisah topografis. Berdasarkan karakteristik, morfologi dan aliran sungainya, DAS dapat dibagi atas dua bagian yaitu bagian hulu dan bagian hilir. Daerah hulu sungai aim upland catchment mempunyai ciri-ciri : berlereng curam, batasnya jelas, tanahnya tipis, curah hujannya tinggi dan evapotranspirasi rendah. Daerahnya bergradien tajam, alirannya cepat hingga sangat cepat. Sering terjadi hujan lebat sehingga tanah selalu lembab, serta air lebih cepat masuk ke dalam jaringan sungai dan di beberapa tempat jarang ditemukan dataran banjir, sedangkan hilir sungai (lowland catchment) dicirikan oleh banjir pada saat hujan lebat (Knop, 1979 dalam Darsiharjo 2004). Daerah hulu sungai awalnya merupakan daerah yang terpelihara dengan hutan d m tumbuh-tumbuhan lebat dan rindang, berfbngsi sebagai daerah resapan dan surnber air, bahan makanan dan obat-obatan untuk kehidupan rnahluk hidup.
Dalam perkembangannya akibat pertambahan penduduk dan kebutuhan hidup yang semakin meningkat maka hutan di daerah ini menjadi sasaran perambahan, lahannya dimanfaatkan untuk pengembangan berbagai komoditi tanpa adanya tindakan konservasi tanah yang memadai akibatnya terjadi kerusakan bahkan di beberapa tempat di daerah hulu sungai sudah mengalami kerusakan yang parah, lahm menjadi gundul clan kritis. Di Indonesia kerusakan tanah dan air terus meningkat terutama di daerah hulu sungai yang dijadikan pertanian (Nugroho, 1999). Hal ini akibat masih rendahnya peran serta masyarakat untuk memelihara dan mencegah terjadinya kerusakan tanah. Rendahnya peran serta masyarakat karena rendahnya pendapatan yang diperoleh dari hasil usahatani. Rendahnya pendapatan yang diterima petani lebih disebabkan produktifitas lahan yang rendah disamping luas kepemilikan lahan yang sempit. Petani-petani seperti ini memiliki modal relatif rendah, pada hal untuk menggarap lahan yang produktifitas rendah diperlukan agroinput yang tinggi termasuk biaya untuk konservasi tanah d m air. Kondisi usahatani lahan kering yang demikian menyebabkan tejadinya proses saling memiskinkan antara petani dan lahan garapannya. Hal itu talc boleh dibiarkan terus-menerus terjadi, oleh karenanya diperlukan intervensi pemerintah dan atau lembaga-lembaga non pemerintah guna mengatasi masalah yang dihadapi petani lahan kering berlereng. Hal ini sesuai pendapat Sinukaban (2002), bahwa petani rniskin tidak dapat memecahkan masalahnya sendiri. 2.7 Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu (Sitorus, 1998). Tingkat kecocokan sebidang lahan atau kelas kesesuaian lahan dapat berbeda tergantung pada tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan, baik kesesuaian lahan sekarang (curent suitability) maupun kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan sekarang menunjukkan kesesuaian lahan yang ditentukan berdasarkan kondisi saat ini tanpa ada perbaikan berarti, sedangkan kesesuaian lahan potensial menunjukkan kesesuaian penggunaan lahan setelah perbaikan utama yang diperlukan.
Untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan suatu areal lahan diperlukan evaluasi kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu. Evaluasi kesesuaian lahan untuk penggunaan suatu komoditi pada dasarnya merupakan penilaian untuk menemukan sifat-sifat positif dalam hubungannya dengan keberhasilan produk yang dipertirnbangkan. Ada dua tahap untuk memilih lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu. Tahap pertama adalah untuk memilih persyaratan tumbuh tanaman (land use
requirement
=
LUR) yang akan diusahakan atau menilai sifat-sifat tanah yang
pengaruhnya bersifat positif terhadap tanaman. Tahap kedua, mengidentifikasi dan membatasi lahan yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan tetapi tanpa sifat lain yang tidak diinginkan. Tujuan utama evaluasi lahan adalah untuk mengetahui potensi atau nilai dari suatu areal untuk penggunaan tertentu. Evaluasi tidak terbatas hanya pada penilaian karakteristik lingkungan tetapi dapat juga mencakup analisis-analisis ekonomi, konsekwensi sosial dan dampak lingkungannya ( Sitorus, 1998 ). Sifat-sifat tanah dan lokasinya atau karakteristik tanah ( l a d characteristic) adalah sifat-sifat tanah yang dapat diukur atau diestimasi, misalnya panjang lereng, tekstur, bahan organik, kedalaman tanah dan sebagainya. Proses akhir dari evaluasi lahan adalah tahapan dimana persyaratan yang dibutuhkan suatu penggunaan lahan (land use requirement = LUR) dibandingkan
(matching) dengan kualitas lahan (land quality = LQ) atau land characteristic dari tiap tipe penggunaan lahan (LUT) dalam satuan lahan homogen (SLH). Proses membandingkan antara kualitas lahan dan persyaratan turnbuh tanaman dalam suatu evaluasi lahan diharapkan dapat menjawab (FAO, 1976) : (1). Bagaimana lahan eksisting dikelola petani. Apa yang akan terjadi bila
pengelolaan seperti itu terus dilakukan.
(2). Perbaikan apa yang mungkin dilakukan. (3). Apa bentuk penggunaan lain yang sesuai.
(4). Bentuk penggunaan lain yang bagaimana yang dapat menghasilkan produk yang berkelanjutan dan menguntungkan.
(5). Efek negatif apa yang mungkin muncul secara fisik, ekonomi atau sosial
terhadap masing masing penggunaan lahan tersebut. (6). Masukan apa yang diperlukan untuk dapatkan produksi yang diinginkan dan
untuk menekan akibat-akibat yang tidak menguntungkan. (7). Apa keuntungan dari tiap penggunaan lahan tersebut.
(8). Bila penggunaan lahan dirubah maka perubahan lingkungan fisik apa yang diperlukan dan bagaimana hal tersebut dapat dilaksanakan. Dalarn penelitian ini selain menganalisis kesesuaian lahan secara fisik, akan dianalisis kesesuaian lahan secara ekonomi. Kesesuaian lahan secara ekonomi akan memberikan gambaran yang lebih realistis tentang keputusan pilihan penggunaan lahan aktual..
2.8 Sosial Ekonomi Masyarakat di Pedesaan Sekitar 83 persen rumah tangga di Indonesia tinggal di pedesaan dan kondisinya memerlukan bmtuan dan pemikiran guna memecahkan masalah yang dihadapinya (Sajogyo, 1982). Selanjutnya dijelaskan, bahwa masalah umum yang dihadapi oleh rumah tangga di pedesaan adalah rendahnya pendapatan, sulitnya mencari pekerjaan, sempitnya penguasaan lahan dm rendahnya pendidikan. Rendahnya pendidikan dan sulitnya mencari pekerjaan lain menghanrskan anggota rumah tangga petani tetap menggantungkan diri pada sektor pertanian walaupun hanya dengan memanfaatkan lahan yang marjinal baik secara kualitas maupun kuantitas. Balkan di beberapa daerah sebagian petani yang karena lahannya yang sangat sempit sehingga usahatani tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarga hams rela menjadi buruh tani. Pemanfaatan lahan yang marjinal oleh petani yang memiliki modal yang rendah (akibat pendapatan rendah) akan sulit meningkatkan pendapatannya, untuk itu perlu dicari solusinya. Solusi yang terbaik adalah memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki secara optimal seperti tenaga kerja keluarga (laki-laki, perempuan dan anak-anak), modal tunai dan lahan serta tanaman potensial yang tersedia. 2.8.1 Kemiskinan dan Kebutuhan Hidug Layak
Kemiskinan dapat bersifat mutlak atau nisbi. Kemiskinan mutlak yaitu orang miskin tidak dapat mencukupi kebutuhan fisiknya seperti pangan, pakaian dan
2.8.2 Potensi Tenaga Kerja Keluarga Tani
Menurut, Young (1955) dalam Hernanto (1989), potensi tenaga kerja di sektor partanian tradisional dalam kelwga tani yang digunakan sebagai tenaga kerja dapat dihitung dengan cara membandingkan tenaga kerja pria sebagai ukuran baku dan jenis tenaga kerja lain dikonversikan atau disetarakan dengan pria yaitu pria bekerja 1 hari atau pria = 1 hari kerja (HK) pria, 1 wanita dewasa 0,7 hari kerja pria, hewan ternak 2 hari kerja pria, anak 0,5 hari kerja pria. Potensi tenaga kerja menurut Rukasah (1974) dalam Wernanto (1989) hams dilipatgandakan atau dikalikan pencurahannya dalam satu tahun. Seorang tenaga kerja pria akan bekerja 300 hari kerja 1 tahun, tenaga kerja wanita dewasa 226 hari kerja 1 tahun dan anak anak 140 hari kerja 1 tahun. Potensi tenaga kerja yang cukup besar tersebut bila dikelola dengan baik dapat memberikan input tenaga kerja dalam proses produksi dan dalam kegiatan kegiatan lain yang menghasilkan pendapatan. Selain tenaga kerja petani di daerah Hulu Sub DAS Cikapundung memiliki lahan walaupun luasan yang sangat terbatas serta modal usahatani yang terbatas namun bila digunakan secara optimal clan penerapannya menggunakan prinsip ekonomi clan pertimbangan keberlanjutan usaha, akan dapat memberikan nilai tarnbah tersendiri. 2.8.3 Biaya dan Pendapatan Usahatani
Setiap petani dalam kegiatan usahataninya akan selalu memperhitungkan biaya dan pendapatan. Dengan cara demikian petani akan menemukan berbagai macam upaya untuk memecahkan masalah dan mengetahui kekurangan pada faktor mana saja yang perlu ditingkatka. agar usahatani yang dilaksanakan dapat mencapai hasil yang diharapkan (Mosher, 1975). Untuk menghitung biaya dan pendapatan usahatani dapat dibedakan dari tiga cara, yaitu (Hadisaputro, 1986) : (1). Dengan memperhitungkan keadaan keuangan usahatani petani pada suatu waktu tertentu.
(2). Dengan memperhitungkan besarnya biaya dan pendapatan usahatani selama 1 (satu) tahun.
(3). Dengan mempertimbangkan hubungan antara biaya dan pendapatan dalam usahatani selama setahun. Pendapatan merupakan pedoman untuk menilai keberhasilan usahatani. Bagi petani, pendapatan merupakan hasil kombinasi tenaga, modal dan jasa di bidang tatalaksana. Pendapatan merupakan selisih dari pendapatan kotor dengan selunrh biaya yang dikeluarkan. Pendapatan kotor adalah hasil kali produksi dengan harga perkesatuan (Hadisaputro, 1986) sedangkan menurut Suproyo (1979), pendapatan petani dapat dihitung dengan mengurangi nilai penerimaan hasil yang dikonsumsi sendiri dengan seluruh pengeluaran. Dalam kegiatan usahatani, yang dimaksudkan biaya produksi adalah scmua pengorbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan sejurnlah produksi tertentu. Biaya produksi dibedakan atas dua, yaitu (Mubyarto, 1986) : (1). Biaya tetap yaitu dana yang dikeluarkan baik besar maupun kecilnya ti& berpengaruh terhadap produksi yang dihasilkan, terdiri atas : sewa lahan, pajak tanah, bunga modal pinjaman dan penyusutan alat-alat tahan lama.
(2). Biaya tidak tetap, besar kecilnya mempengaruhi besarnya produksi yang dihasilkan yang terdiri atas : biaya sarana produksi dan upah tenaga kerja. Sedangkan menurut Suproyo (1979), yang termasuk biaya produksi adalah:
(a). Pengeluaran untuk sarana produksi yang terdiri atas: benih, pupuk dan obatobatan. (b). Pengeluaran upah tenaga kerja. (c). Pengeluaran untuk pajak tanah, iuran pengairan dan lain-lain.
2.9 Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ketempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari satu tempat terkikis dan terangkut lalu diendapkan di tempat lain. Pengangkutan dan pernindahan bagian-bagian tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu air dan angin (Arsyad, 2000). Erosi timbul sebagai hasil aksi dispersi dan tenaga pengangkutan oleh air hujan yang mengalir di permukaan dan atau di dalam tanah. Jadi erosi dapat terjadi minimal dengan satu tahapan yakni dispersi oleh butir hujan sebagai energi
kinetik pada permukaan tanah yang dapat menyebabkan terurainya agregat tanah. Menurut Rahim (2000), tahapan erosi tanah meliputi : (1). Benturan butir butir hujan dengan tanah. (2). Percikan tanah oleh butiran hujan ke semua arah. (3). Penghancuran bongkah tanah oleh butiran hujan. (4). Pemadatan tanah (soil compaction). (5). Penggenangan air di permukaan tanah. (6). Pelimpasan air akibat adanya penggenangan dan kemiringan lahan. (7). Pengangkutan partikel partikel yang terpercik dan atau massa tanah yang terdispesi oleh air permukaan Selanjutnya ditarnbahkan bahwa pada dasarnya erosi tanah dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : (1). Energi (Hujan, air limpasan, angin), kemiringan dan panjang lereng. (2). Ketahanan (erodibilitas) tanah ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah. (3). Proteksi (penutup tanah baik oleh vegetasi atau lainnya serta ada tidaknya tindakan konservasi). Lebih jauh dijelaskan oleh Sumaryono dan Pratiwi (1996), bahwa proses erosi permukaan dapat terjadi pada saat terlepasnya partikel tanah dari lapisan permukaan tanah sebagai akibat dari energi yang ditimbulkan oleh jatuhnya air hujan di permukaan tanah. Bila lapisan atas permukaan tanah jenuh air atau bila derajat kejenuhannya telah mencapai tingkat maksimum maka air hujan tidak lagi dapat meresap ke d a l m tanah dan pada akhirnya air hujan berubah menjadi aliran permukaan. Aliran air permukaan dengan gaya berat marnpu mengangkat butirbutir tanah yang terlepas dari permukaan. Karena ketahanan permukaan tanah terhadap gaya seret tidak merata pada seluruh permukaan tanah maka pada bagian yang lemah butir tanah yang terangkut lebih banyak dari pada bagian yang kuat. Pada bagian yang lemah ini bila aliran permukaan tidak berlangsung terusmenerus maka hanya akan terjadi erosi alur (riil erosion), jika aliran permukaan berlangsung tem-menerus, maka alur yang terbentuk makin dalam dan makin lebar kemudian berkembang menjadi erosi parit (gully erosion) dan akhirnya menjadi sungai.
Banyak bukti telah ditunjukkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya bahwa sistem usahatani intensif di lahan berlereng tanpa adanya upaya konservasi yang memadai dapat meningkatkan laju erosi dan aliran perrnukaan. Meningkatnya erosi akan menyebabkan: (a). Menurunnya kesuburan tanah. Tanah yang subur umumnya berada di lapisan atas, dengan hilangnya lapisan atas oleh erosi maka produksi akan menurun selanjutnya akan mengurangi pendapatan petani. (b). Erosi yang terjadi pada lahan kering di hulu DAS atau Sub DAS akan memberikan efek yang menyebar jauh ke hilir. Tanah tererosi terbawah oleh aliran air dan akan mengendap dalam sungai, waduk dan saluran pengairan. Akibatnya sungai, waduk dan saluran pengairan menjadi dangkal hingga berkurangnya kemampuan sungai dan saluran pengairan untuk mengalirkan air. Selain itu waduk menjadi berkurang kapasitas tampungnya sehingga dapat meluap dan terjadi peningkatan banjir pada waktu musim penghujan, umur pakai waduk juga akan berkurang. Erosi menyebabkan sungai dan waduk berlumpur dan biota air akan mati, berkurangnya nilai estetik sehingga menurunnya potensi wisata. Lumpur yang terbawah oleh air sungai ke laut I pantai dapat mematikan terumbu karang, kematian terumbu karang
akan mengurangi produksi ikan serta akan menurunkan potensi wisata pantai Dalam survei tanah seringkali perlu ditetapkan tingkat kerusakan oleh erosi dengan menggunakan metode pengukuran erosi yang dikembangkan oleh Arsyad (2000) dan dipetakan tingkat kerusakamya. Untuk tanah yang mempunyai horizon yang jelas maka perubahan akibat erosi mudah diketahui yaitu tingkat erosi atau kelas erosi ditentukan berdasarkan tebalnya horizon A atau tebalnya lapisan atas yang hilang yaitu dengan membandingkan dengan tebalnya horizon pada lahan lain disekitarnya yang masih asli dan memiliki kemiringan yang sama. Untuk menduga besar erosi terutama di lahan olah dapat menggunakan rumus pendugaan erosi Universal Soil Loss Equation (USLE) oleh Wischrneier dan Smith (1978). Selain memprediksi erosi yang terjadi diperlukan pula penentuan erosi yang masih dapat dibiarkan yaitu dengan mempedomani penetapan nilai ET yang untuk tanah-tanah di Indonesia (Arsyad, 2000; Sitorus, 2003) seperti ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pedoman penetapan nilai ET untuk tanah-tanah di Indonesia No
Sifat tanah dan Substratum
1
Tanah sangat dangkal di atas batuan Tanah sangat dangkal di atas bahan telah melapuk (tidak terkonsolidasi) Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk Tanah dengan kedalaman sedang diatas bahan telah melapuk Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang kedap air di atas substrata yang telah melapuk Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat di atas substrata yang telah melapuk Tanah yang dalam dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas sedang di atas substrata telah melapuk Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang permeabel di atas substrata telah melapuk
2 3 4
5 6 7 8
Nilai ET (mm/tahun 0,o 0,4 03
1,2 1,4 1,6 2,o
2,5
Keterangan: mm x Berat Volume x 10 = Ton I hafth. Berat volume tanah berkisar 0,8-1,6gr/cc. Umumnya tanah-tanah berkadar liat tinggi berat vulume tanah 1,O sampai 1,2grlcc
Dengan diketahuinyajurnlah tanah yang tererosi dan erosi yang masih dapat dibiarkan maka pada tahap akhir dapat ditentukan tingkat bahaya erosi dengan menggunakan rumus sebagai berikut : A (ton /ha/th)
TSL (tonha Ith) 2.10 Persepsi dan Preferensi. Menurut R a b a t (1989) dalam Abdussamad (1993) persepsi adalah pengalaman seseorang tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan cara mengumpulkan informasi dan menafsirkan pesan tersebut. Seseorang yang menganggap sistem usahatani campuran menguntungkan, mudah
untuk dicoba / diterapkan dm sesuai dengan nilai-nilai budaya masyarakat maka ada kecenderungan orang tersebut mengembangkan sikap yang positif terhadap sistem tersebut. Sebaliknya, jika seseorang yang menganggap sistem agroforestri kurang menguntungkan, rumit, sulit diterapkan, hasil yang diperoleh cukup lama, tidak sesuai dengan nil&-nilai lokal maka ada kecenderungan untuk mernbentuk sikap yang negatif dan pada gilirannya akan tenvujud dalam tindakan yang berupa tidak menerapkan sistem agroforestri. Sikap seseorang terhadap inovasi sangat ditentukan oleh:
(a). Keuntungan relatif, jika inovasi tersebut memberikan keuntungan dibandingkan dengan yang lain. (b). Kompleksitas, jika inovasi tersebut tidak rumit dan mudah dipelajari.
(c). Triabilitas, Jika inovasi tersebut dapat dicoba dalam skala kecil. (d). Obsewabilitas, jika inovasi tersebut mudah diamati dan dibuktikan. 2.1 1 Optimasi
Optimasi secara urnurn berarti mendapatkan yang terbaik dalam keadaan tertentu. Menurut Taha (1982) dalam Wiradinata (1987) optimasi biasanya dipakai untuk mendapatkan maksimasi atau minirnasi dari fungsi tujuan. Dalam praktek tidak mudah untuk memasukan semua tujuan yang mungkin bertentangan dalam satu kriterium. Hal tersebut disebabkan karena mungkin diperoleh h g s i matematis yang sangat kompleks sehingga tidak dapat diperoleh pemecahannya dalam waktu yang singkat atau tujuannya yang sangat abstrak sehingga tidak mudah dikuantifikasikan. Seseorang pengambil keputusan diperhadapkan kepada suatu persoalan yang mengandung beberapa tujuan yang ada di dalamnya, maka program linier tidak dapat membantunya untuk memberikan pertimbangan yang rasional karena program linear hanya terbatas pada analisis tujuan tunggal (single objective function) (Keeney dan Raiffa, 1976 dalam Widaningsih, 1991). Selain itu jarang sekali kita memiliki atau dapat mengumpulkan data / informasi yang lengkap karena keterbatasan waktu dan dana, program linear tak dapat menjawab persoalan yang informasinya kurang lengkap. Program linear hanya bergerak dalam analisis masalah-masalah yang tujuannya unidimensional, sementara program tujuan ganda (multiple goal / objective programming) dapat bergerak dalam memecahkan masalah-masalah baik tujuannya unidemensional maupun multidimensional. (Nasendi dan Anwar 1985). Selanjutnya dijelaskan pula, bahwa pengalokasian sumberdaya alam yang menyangkut banyak tujuan baik dari segi ekonomi, produksi maupun untuk tujuan kelestarian lingkungan diperlukan alat analisis yang tepat untuk mengoptimalkan fungsi tujuan. Alat analisis yang tepat untuk itu adalah program tujuan ganda. Progaram ini menggunakan pendekatan matematis khususnya yang berkenaan
dengan masalah-masalah pengambilan keputusan yang mempunyai tujuan ganda dan berlainan, bertentangan dan tidak dapat diperbandingkan. Program tujuan ganda memiliki keunggulan seperti: (a). Dapat menjawab persoalan yang informasinya h a n g lengkap (b). Dapat bergerak dalam masalah-masalah yang memiliki tujuan tunggal atau unidimensional, ganda dan lebih dari dua (multidimensional). (c). Dapat memakai unit fisik seperti : kg, ton, m3, pohon d m lain-lain sehingga hasilnya mendekati kenyataan. (d). Berusaha meminimumkan deviasi dari berbagai tujuan atau sasaran yang ditetapkan yaitu meminimumkan jarak batas yang dapat dicapai oleh h g s i tujuan sebagaimana yang dikehendaki oleh h g s i kendala yang mengikat fungsi tujuan tersebut sebagai syaratnya. Disamping memiliki keunggulan, program tujuan ganda (PTG) merniliki kelemahan yaitu : (a). Tidak mempunyai uji lanjutan atau uji tingkat kepercayaan, sehingga hail yang diperoleh sudah dianggap benar. (b). Diperlukan ketelitian yang tinggi dalam perhitungan koefisien teknis, sebab jika terjadi kesalahan dalam perhitungan tersebut tidak bisa diketahui dari hasil yang diperoleh.
I11 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Letak dan Luas Hulu Sub DAS Cikapundung
Hulu Sub DAS Cikapundung berada di wilayah Bandung Utara, terletak pada ketinggian 800-2000 meter di atas permukaan laut. Daerah ini mengalirkan air ke sungai Citarum. Secara adrninistrasi pemerintahan, daerah Hulu Sub DAS Cikapundung meliputi Kota Bandung bagian Utara (Cidadap dan Coblong) dan Kabupaten Bandung (Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan). Secara astronomis daerah Hulu Sub DAS Cikapundung terletak antara 107'45' 8,42"
-
107' 36'
22,21" Bujur Timur dan antara 6' 52' 12" - 6' 56' 46,45" Lintang Selatan, berada antara lereng gunung Tangkuban Perahu sebelah Tenggara dan gunung Bukit Tunggul sebelah Barat daya (Jantop, 1984 dalam Darsiharjo, 2004). Daerah ini luasnya mencapai 9.401 hektar, rinciannya berdasarkan adrninistrasi pemerintahan ditarnpilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Luas Hulu Sub DAS Cikapundung berdasarkan administrasi pemerintah. No 1
I
Kabupatenl Kota 2
Kabupaten
Kecamatan
Luas Ha
3
Lembang
Jumlah Cirnenyan Jumlah Cilengkang Jun Jumlah I I1 Kota Bandung J~mlahI1 Total ( I + I1 )
Desa
Coblong Cidadap
4
Jayagiri Cikole Cikidang Wangunharja Suntenjaya Cibodas Langensari Mekanvangi Pangeiwmgi Cibogo Kaw Ambon ~etkban~ Ciburial Cimenyan Cipanjalu Dago Ciumbuleut
5
% Kec 6
% Kab 7
% DAS 8
598
8,04
6,61
6,36
65 7.438 208 135 343 1.269 9.048 24 329 353 9.401
0,87 100,OO 60,64 39,36 100,00
0,72 82,20 2,30 1,49 3,78 14,Ol 100,OO 6,80 93,20 100,OO
-
-
1,a 3,65 13,50 96,25 0,25 3,50 3,75 100,OO
Sumber: Diolah dari data sekunder (peta administrasi wilayah Hulu Sub DAS Cikapundung)
Tabel 2 menunjukkan bahwa daerah hulu sungai Cikapundung yang terluas berada di Kabupaten Bandung yaitu 9.048
hektar atau 96,25 % dari luas
seluruhnya, di Kota Bandung luasnya hanya sekitar 353 ha atau 3,75 % dari luas
(pasir) vulkan, solurn tanahnya cukup dalam, tekstur sedang (debu sampai lempung berpasir halus), struktur tanah granuler halus, konsistensi lunak (dalam keadaan kering), umumnya benvarna coklat tua (5YR 4/6), pH 5,1, permeabilitas sedang dan kandungan bahan organik 4,65 %. 3.3 Topografi. Daerah hulu sungai Cikapundung terletak pada ketinggian sekitar 800-2.000 meter di atas permukaan laut tergolong daerah dataran tinggi. Topografi Hulu Sub DAS Cikapundung sangat variatif dari datar sampai berbukit, curam bahkan sangat curam yang ditandai dengan kontur yang rapat. Kondisi topografi Hulu Sub DAS Cikapundung ditampilkan pada Gambar 2. 7BBOOO
795000
ml000
SUB DAS CIKAPUNWNG BANWNG UTARA
Gambar 2 Penyebaran kelas lereng daerah Hulu Sub DAS Cikapundung Dari Gambar 2 nampak jelas bahwa daerah hulu sungai Cikapundung di dominasi lahan kering berlereng 15- 45 %. 3.4 Penggunan Lahan Berdasarkan peta rupa bumi digital Indonesia lembar 1209-314 Lembang dan lembar 1.209-313 Cimahi skala 1 : 25.000 edisi 1 tahun 2001 serta peta penggunaan lahan kecamatan Lembang dan sekitarnya skala 1 : 25.000 Bapedda
Kabupaten Bandung tahun 2001 diketahui penggunaan lahan di Hulu Sub DAS Cikapundung sebagaimana ditarnpilkan pada Gambar 3. .-
-
7890(10
7
m
--
.-
maDW
78500
I
v@'=--
--. PETA PENGGUNMN W A N HULU SUB DAS CMAPUNWG BANWNG UTARA
i
LEGENDA
.- ....-
Batas Dew
Penggunaan Lahan Perkebunan
Gambar 3 Peta penggunaan lahan daerah Hulu Sub DAS Cikapundung Dari Gambar 3 nampak bahwa di Bagian Utara dan Selatan Hulu Sub DAS Cikapundung terbentang kawasan hutan dari arah Barat ke Timur Laut. Di bagian Utara nampak hutan cukup luas dibmdingkan Bagian Selatan Hal ini di duga karena akses ke Bagian Selatan Hulu Sub DAS Cikapundung dari Kota Bandung relatif dekat dan pada saat itu b e h adanya regulasi konservasi yang ketat sehingga eksploitasi dan konversi kawasan hutan ke penggunaan lain di Bagian selatan dapat dilakukan dengan mudah dan hanya menyisakan lahan hutan yang berlereng sangat curam. Luas penggunaan lahan di Hulu Sub DAS Cikapundung berdasarkan lereng tertera pada Tabel 5. Tabel 5 Luas penggunaan lahan daerah hulu sungai Cikapundung berdasarkan kelerengan Kemiringan Lereng (%) 0-15 15 -30 30 -45 > 45 Jumlah
Penggunaan lahan (hektar) Hutan 0 1239,47 1277,37 1619,31 4136,15
Tegalan 906,22 1235,14 994,88 274,69 3410,93
Perkebunan 0 473,13 325,99 0 799,12
Pemukiman 563,21 175,O 0 0 738,21
Sawah
253,49 0 0 0 253,49
Rumput 63,09 0 0 0 63,09
Sumber: Diolah dari peta penggunaan lahan dan peta lereng Hulu Sub DAS Cikapundung
Total
1786,O1 3 122,74 2598,23 1894,OO 9401,OO
Dari Tabel 5 diketahui luas penggunaan lahan di daerah Hulu Sub DAS Cikapundung adalah sebagai berikut: penggunaan lahan untuk kawasan hutan seluas 4.136,15 hektar, penggunaan untuk tegalan seluas 3.410,93 hektar, luas lahan perkebunan kina 799,12 hektar, penggunaan untuk pemukiman, padang rumput dan sawah luasnya berturut-turut sekitar 738,21 hektar, 63,09 hektar dan
253,49 hektar. Lahan hutan di lokasi penelitian terdiri atas hutan alam dan hutan pinus tersebar pada lereng > 15 %, luasnya 4.136,15 hektar. Di lahan hutan dam terdapat berbagai jenis pepohonan yang tumbuh secara alami dan dikelola dengan cara membiarkan. Perum Perhutani mengembangkan tanaman pinus membentuk hutan pinus yang permukaan tanahnya tertutup serasah, rumput dan semak yang ketinggiannya 1-2 meter sehingga permukaan tanah terlindung dari tetesan hujan dan sinar matahari. Petani dapat memanfaatkan lahan hutan pinus yang dikelola Perum Perhutani secara terbatas misalnya: 1. hanya diperbolehkan menggarap lahan di antara tanaman pinus tua (tidak produktif), bekas tanaman pinus atau di lahan peremajaan pinus. 2. membantu mengawasi tanaman pinus muda, bila tanaman pinus muda telah berumur 5 tahun tidak diperbolekan lagi beraktifitas di lahan tersebut. 3. hanya diperbolehkan menanam rumput gajah dan mengikuti petunjuk teknik konservasi. Lahan perkebunan tersebar pada lereng >15-45 %, di desa Cipanjalu dan sedikit di desa Suntenjaya. Tanaman kina ditanam dengan jarak tanam sekitar 2 meter sehingga tidak ada ruang tanam yang memadai untuk tanaman semusim. Penggunaan lahan kering untuk pemukiman dalam ha1 ini rumah tinggal, hotel, vila, dan atau sarana 1 prasarana m u m lainnya. Umumnya terdapat pada daerah relatif datar, bahkan saat ini, pemukiman di Hulu Sub DAS Cikapundung telah mencapai lahan berlereng 15-30 % seluas 175 hektar. Kondisi ini mengisyaratkan adanya ancaman yang besar terhadap lahan tegalan berlereng 5
15 % termasuk lahan sawah dan padang rumput serta tidak menutup kemunglunan lahan tegalan berlereng 15-30 % dan lahan hutan akan menjadi ancaman berikutnya, karena saat itu masyarakat "lapar lahan" sehingga terpaksa harus memanfaatkan lahan yang ada disekitarnya walaupun itu lahan hutan yang berlereng curam. Ancaman terhadap lahan hutan semakin terbuka peluangnya bila
lahan tegalan berlereng > 15 produktifitasnya makin merosot akibat erosi. Salah satunya upaya yang perlu dilakukan adalah mempertahankan atau jika munglun meningkatkan produktifitas lahan dan meminimalisir erosi dengan memanfaatkan sumberdaya alarn dan surnberdaya petani secara optimal agar dapat meminimalisir erosi yang terjadi serta pendapatan yang diperoleh maksimal, paling tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Tegalan merupakan lahan kering yang ditanami berbagai jenis tanaman pertanian terutama tanarnan pangan seperti padi, palawija sayuran d m buahbuahan yang dusahakan tidak membutuhkan air yang banyak. Kebutuhan air hanya bersumber dari air hujan atau bila sangat diperlukan dialiri dari sungai. Luas tegalan di daerah hulu sungai Cikapundung sekitar 3.410,93 hektar dan tersebar di hampir semua kelas lereng. Luas dan penyebaran tegalan berdasarkan kelas lereng tertera pada Tabel 6. Tabel 6 Luas dan penyebaran tegalan menurut kelas lereng di Hulu Sub DAS Cikapundung. Kabu~aten 1Kota
Kecamm.
Besa
1.hmbang
Jayagiri Cikole Cikidang Wangunharja Suntenjaya Cibodas Lmgensarai
Kelerengan Lahan Tegalan (YO) I Luas (ha) < 15
Kabupaten Bandung
0 97,72
8,86 20,28
Jumlah 100 251,28
1.018,34 844,74 0 0 17,63 21,14 21.14 17.63 25,47 2334 1.064.95 885.70 170,19 109,18 0 0 170,19 1W,18 1 235,14 994,88
261,60 0 0 0 5,02 266.62 8,07 0 8,07 274,159
2.989,49 0 38,76 38,76 53,83 3.082.08 328,86 0 328,86 3 410,93
> 45
DeSa
598 966
Pagerwangi Cibogo Kayuambon Lembane u Jumlah 1 2.Cimenyan
Jumlah I I1 Kota Badung Jumlah I1 Total I + I1
30-45 35,64 48,34
15-30 55,50 84,93
Luas
Ciburial Cimenyan
Jumlah 2 3.Clengkrang
ei~anjdu
4 C~dadap 5 Coblong
Ciumbuleuit Dago
1
864,81 0 0 0 0 864.81 41,41 0 41,41 90622
7.436 206 135 343 1.269 9.048 329 24 353 9 401
Sumber : Diolah dari peta Administrasi, peta lereng dan peta pengggunaan lahan tegalan daerah huiu sungai Cikapundung.
Dari Tabel 6 nampak penggunaan lahan untuk tegalan di daerah Hulu Sub DAS Cikapundung telah mencapai lereng > 45 % yaitu sekitar 274,69 hektar dan tersebar di hampir semua desa di Hulu Sub DAS Cikapundung. Pada hal, lahan
dengan kondisi lereng seperti itu harusnya dihutankan. Untuk menghutankan kembali lahan tersebut diperlukan intervensi pemerintah yang arif dan bijaksana karena terkait aspek kepemilikan lahan dan sosial ekonomi petani.
3.5 Jenis Tanaman dan Tipe Penggunaan Lahan (LUT) Kering Berlereng Usahatani lahan kering (tegalan) di Hulu Sub DAS Cikapundung luasnya 3.410,93 hektar. Berbagai jenis tanaman dibudidayakan di lahan kering tersebut yang dikelompokkan atas hortikultura semusim, palawija, hortikultura tahunan, tanaman perkebunan dan pepohonan penghasil kayu lainnya. Jenis tanaman yang dijumpai di lokasi penelitian tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Jenis tanaman yang dibudidayakan petani di lokasi penelitian No 1 2 3 4
5 6
7 8
9 10
I1 12 13 14
Jenis tanaman Blumkol (Brassica oleracea var. Britrytis L Brukoli (B. o subvar Symosa Lamm) Kubis (Brassica oleracea Cabe (Capsicum annuum) Buncis (Phareolus vulgaris) Wortel (Daucus carota) Petsai (Brassicapurpureum SCHUM) Ceisin (Brgsica melicwrn L) Tomat (Solanum licopersicum esc MILL) Bawang (Allium oscolonicum) Terong (Solanum melongena LINN) Kacang panjang (Yigna sinensis ENDL) Kentang (Solanurn tuberosum L) Jagung (Zea mays L)
No 15 16
17 18 19 20
21 22 23 24 25 26
27
Jenis Tanaman Taias (Colocasia esculenta SCHOTT) Singkong (Manihot utilisima L) Rumput gajah (PennisetumpurpureunrSC HUM) Mangga (Mangifera indica L) Rambutan (Nephelium lappaceurn LINN) Pisang (Musa acuminata COLLA) Jeruk (Citrus sp.) Alpokat (Persea americanaj Nangka (Artocarpus integra MERR) Suren (Toona sureni) Cengkeh (Eugenia aromatics L) Kopi (Coffea arabica) Bambu (BambusaSp)
Sumkr; Dio!& dari dab primer
Hortikultura semusim dibudidayakan petani di semua kelas lereng di daerah Hulu Sub DAS Cikapundung antara lain: blumkol, cabe rawit, saledri, brukoli, kol, bawang daun, labu, terong, kacang panjang, tomat, cabe besar, cabe kriting, salada, buncis. Tanaman palawija yang dapat turnbuh dan berkernbang cukup baik seperti : ketela pohon, kentang, jagung, ubi jalar, talas. Hortikultura tahunan yang dijumpai di lokasi penelitian seperti : alpokat, nangka, jeruk, pisang, mangga, rambutan dan tanaman perkebunan dan kehutanan seperti cengkeh, kopi, bambu dan suren. Secara hamparan nampak berbentuk agroforestri sederhana, tidak terdapat sistem agroforestri kompleks di lokasi penelitian. Umumnya lahan tegalan telah dibuat teras sederhana (teras tidak sempurnal agak miring ke arah lereng, tanpa tanaman penguat teras, bedengan dibuat tidak searah garis kontur melainkan searah lereng. Di atas bedengan ditanam tanaman
Rp 3.500,- / karung (20-30 kg). Pupuk kandang diberikan satu kali saat persiapan lahan (bagi yang menggunakan mulsa plastik) untuk 2 sampai 3 kali musim tanam secara berurutan namun jurnlahnya 2 kali lebih banyak dari yang biasa diberikan pada lahan usaha tanpa rnulsa plastik. Tiang penyangga digunakan untuk menyangga tomat, cabe dan buncis, tiang penyangga dapat digunakan untuk 2 x MT. Harga tiang penyangga Rp. 50,sampai Rp. 100,- per potong. Bagi petani yang cukup modal, bedengan diberi mulsa plastik untuk budidaya blurnkol, brukoli, cabe, tomat, saledri dan kubis (kol). Penggunaan mulsa plastik tujuanya untuk menekan gulma, kepadatan tanah
dan mengatur kelembaban tanah serta mengwangi resiko hilangnya unsur hara akibat aliran permukaan dan pencucian serta dapat menghemat tenaga kerja. Tanaman sayuran dapat ditanam sekitar 1.000 - 2.000 pohon / 500 meter mulsa plastik, tergantung jenis tanaman, jarak tanam dan kondisi lereng. Penggunaan mulsa plastik oleh petani pada lahan garapannya yang terletak di atas lereng lahan garapan petani lain, menyebabkan banjir dan rusaknya teras di lahan petani yang berada di bagian bawahnya. Harga komoditi sayuran sangat fluktuatif, misalnya tomat dihargai ditingkat petani Rp 400,- hingga Rp 4.000,- / kg, cabe rawit Rp 600,- hingga Rp. 12.000,- / kg, blumkol Rp 1.000,- hingga Rp 4.000,- 1 kg, buncis Rp 1.500,- hingga Rp 3.000,- / kg, cabe kriting / cabe besar Rp 2.000,- hingga Rp 15.000,- / kg. Harga yang diterima petani tergantung kondisi iklim, produksi dan kebutuhan. Harga tertinggi biasanya terjadi pada saat kondisi iklirn yang ekstrim seperti: curah hujan di Jawa Barat dengan intensitas yang tinggi dan berlangsung lebih dari 2 bulan berturut-turut dapat pula disebabkan oleh kemarau yang berkepanjangan hingga menyebabkan kekeringan. Kondisi iklim yang ekstrim tersebut berpengaruh pada produksi. Produksi rendah dan kebutuhan tetap harga menjadi tinggi. Selain itu harga yang diterima dapat meningkat pada saat-saat kebutuhan sayuran meningkat seperti saat bulan puasa, lebaran, natalan dan tahun baru. Harga produk tanaman hortikultura tahunan (buah-buahan) relatif stabil bahkan cenderung meningkat. Buah alpokat dihargai pembeli Rp 2.000,- hingga
Rp 2.500,- / kg, buah nangka dapat dijual Rp 1.000,- - Rp 1.500 / kg, atau sekitar
Rp 5.000,-
- Rp 7.500,- dan jeruk dihargai pembeli Rp 1.500 ,--Rp 2.500,- / kg.
Secara umum tingkat pengelolaan tanaman semusim masih tergolong sedang sementara untuk tanaman hortikultura tahunan dan pepohonan lainnya dikelola dengan tingkat pengelolaan rendah kecuali jeruk umumnya tingkat kelola sedang. 3.6 Kependudukan
Faktor yang sangat penting dalam unsur kependudukan adalah jurnlah dan kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk suatu wilayah didekati dari 2 (dua) cara yaitu kepadatan geografis atau population density (orang per krn2) dan kepadatan agraris atau man land ratio (orang per ha). Kepadatan geografis menggambarkan jumlah penduduk untuk setiap satuan luas wilayah sementara kepadatan agraris menggambarkan beban lahan pertanian untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia yang menghuninya. Perkiraan jumlah dan kepadatan penduduk beberapa desa berdasarkan angka pertumbuhan penduduk beberapa desa di daerah Hulu Sub DAS Cikapundung tertera pada Tabel 8, dengan asumsi pertumbuhan penduduk tiap desa tahun 2002 hingga 2005 adalah konstan (tetap). Tabel 8. Perkiraan jurnlah dan kepadatan penduduk beberapa desa berdasarkan angka pertumbuhan penduduk di daerah hulu sungai Cikapundung Desa 1 kelurahan Jayagiri - Cikole Cikidang Wangunharja S-Witeiijaya Cibodas Langensari Mehangi Pagmangi Cibogo Kayuambon Lembang
Luas (km2) 6,Q8
Th F,Penduduk 2005 2002* 9.896 10.814
Kepadatan geografis (jiwaikm2) 1.808
Kepadatan agraris (jiwaha) 18
Pertumbuhan penduduk * 0,03
Sumber: * Darsiharjo (2004) diolah
Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa desa yang terpadat penduduknya adalah Desa Lembang yaitu 3.701 jiwa / krn2 atau 37 jiwa / ha dengan tingkat pertumbuhan penduduk negatif (- 0,00351) sebaliknya tingkat pertumbuhan penduduk di Cikole relatif lebih tinggi dibandingkan tingkat pertumbuhan penduduk di 11 desa lainnya (tingkat pertumbuhan penduduk di Desa Jayagiri
0,04). Diperkirakan tahun 2005 jumlah penduduk di Desa Jayagiri sebanyak 8.323 jiwa atau meningkat sebesar 924 jiwa dari 7.399 jiwa pada tahun 2002, dengan tingkat kepadatan 860 jiwa / km2 atau 9 jiwa / ha. Desa yang memiliki kepadatan penduduk terendah adalah Desa Suntejaya yaitu 412 jiwa I km2 atau 4 jiwa I ha. Perkiraan jumlah penduduk tahun 2005 berdasarkan angka pertumbuhan penduduk berbeda dengan yang didapat dari profil desa. Jumlah penduduk dan petani dari 3 desa contoh serta jumlah petani yang berusahatani di lahan berlereng yang didapat dari hasil wawancara pada survei pendahuluan tertera pada Tabel 9. Tabel 9 Jurnlah penduduk dan Petani yang berusahatani pada 3 desa contoh. -
Suntenjaya
Penduduk * KK Orang 6.783 1.728
cikidang Jumlah
6.592 19.491
Desa
-
1.874 5.419
-
1 Petani * (KK) 867 975 2.642
Petani di iahan beriereng * * (KK) 15-30 % 30-45 % Jumlah 234 219 453 227 753
275 693
502 1.436
* ) Profil desa Suntenjaya, Wangunharja dan Cikidang tahun 2003 **) Data primer tahun 2005 Dari Tabel 8 dan Tabel 4 nampak bahwa angka pertumbuhan penduduk Cikidang sebesar 0,012, tahun 2003 seharusnya jumlah penduduk 5.204 jiwa, ternyata pada tahun yang sama penduduk Desa Cikidang menjadi 6.592 jiwa. Hal
ini berarti dalam waktu satu tahun saja telah terjadi penambahan penduduk sebesar 1.324 jiwa, padahal jumlah sesuai angka pertumbuhan, seharusnya hanya bertambah 63 jiwa. Sementara Desa Wangunharja dan Desa Suntenjaya berdasarkan angka pertumbuhan harusnya pada tahun 2003 jumlah penduduk Desa Wangunharja sebanyak 6.042 jiwa dan Desa Suntenjaya sebanyak 6.711 jiwa. Namun sesuai profil desa, pada tahun 2003 jumlah penduduk Desa Wangunharja sebanyak 6.1 16 jiwa dan Desa Suntenjaya sebanyak 6.783 jiwa, ha1 ini berarti telah terjadi penambahan penduduk di luar angka pertumbuhan yaitu untuk Desa Suntenjaya sebanyak 72 jiwa, Desa Wangunharja sebanyak 74 jiwa dan Desa Cikidang sebanyak 1.261 jiwa. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk sangat tidak merata tergantung kondisi ketersediaan sumberdaya dam dan kesempatan kerja, oleh karenanya angka pertumbuhan penduduk harusnya direvisi setiap tahun.
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lahan kering (tegalan) berlereng daerah Hulu Sub DAS Cikapundung di kisaran lereng > 15-45 %. Lokasi penelitian meliputi wilayah Kecamatan Cidadab Kota Bandung Bagian Utara dan wilayah Kabupaten Bandung bagian Utara mencakup Kecamatan Lembang, Cilengkrang dan Cimenyan. Gambar 4 menunjukkan lokasi penelitian.
Gambar 4 Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Desember 2005 4.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: (a). Seperangkat peralatan survei tanah dan pengambilan contoh tanah, meliputi pedoman observasi, GPS (Global Positiorzing System), altimeter, rol meter, abney level, skop, kantong plastik dan kamera. (b). Peta-peta antara lain: peta lokasi penelitian, peta digital rupa bumi, peta jenis tanah, peta topografi, peta penggunaan lahan dan peta administrasi wilayah Hulu Sub DAS Cikapundung (c). Seperangkat komputer dilengkapi berbagai software untuk keperluan analisis antara lain: overlny peta, preferensi patani dan analisis optimasi. (d). Blangko wawancara.
4.3 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data menggunakan metode survei untuk memperoleh faktafakta dan gejala-gejala yang terjadi di daerah penelitian meliputi: keteranganketerangan faktual menyangkut praktek usahatani aktual, kondisi biofisik d m sosial ekonomi petani. 4.3.1 Pemilihan Lokasi Penelitian Tujuari utama atau sasaran dalam studi ini adalah urrtuk menemukan suatu tipe penggunaan lahan (LUT) kering optimal berbasis agroforestri didasarkan pada pertimbangan kondisi sosial budaya, ekonomi dan lingkungan. Pertimbmgm sosial budaya diarahkan untuk menemukan suatu tipe penggunaan lahan yang dapat memarrfaatkan potensi sumberdaya petani d m Iahan garapmya secara optimal. Pertimbangan lingkungan diarahkan untuk menemukan tipe penggunaan lahan yang dapat meminimalkan degradasi lahan akibat erosi yang ditimbulkannya dan sesuai dengan kesesuaian lahannya. Terkait dengan itu maka pemilihan lokasi penelitian disesuaikan dengan kondisi ymg diperlukan. Lokasi yang menjadi obyek penelitian adalah Satuan Lahan Homogen (SLH) yang dibangun dari overlay peta lereng, peta administrasi wilayah d m peta penggunaan lahan untuk tegalan yang terdiri atas 2 (dua) SLH. Luas dan penyebaran lokasi penelitian berdaszrkan, administrasi pmerintahan dan penggunaan lahan tertera pada Tabel 10 Berdasarkm Tabel 10 SLH-1 mmpakan kelompok lahan yang memiliki keseragaman lereng pada kisaran >15-30 % dan digunakan untuk tegalan. SLH-2 adalah kelompok lahan yang memiliki keseragaman lereng pada kisaran >30-45 % dan digunakan untuk tegalan. Setiap Satuan lahan homogen diidentifikasi dan didata tipe penggurraan lahannya serta karakteristik biofisik lahan dan sosial ekonomi. Pertimbangan pemilihan lokasi yang berlereng >15-45 % adalah: (1). Lahan berlereng >15-45 % memiliki luas sekitar 65,38 % dari total luas lahan di Hulu Sub DAS Cikapundung, bila lahan ini digunakan untuk kegiatan usahatani tmpa tindakm konservasi yang memadai maka dapai menimbulkan erosi serta mengancam keberadaan DAS Cikapundung.
Tabel 10. Luas dan penyebaran tegalan berlereng di lokasi penelitian Kabu~aten Kota
Kecamatan.
Desa
(>15-30)
Lembang 1 .Kabupaten
Bandung
Jayagiri - Cikole Cikidang Wangunharja Suntenjaya Cibodas Langensarai Mekarwangi Pagerwangi
(>30-45)
Luas Desa
55,50
35,64
91,14
598
0 21.14 21.14 25,47 1.0@,95 170,19 0 170,19 1.235,14
0 17.63 17.63 23,34 885,70 109,18 0 109,18 994,88
0 38.76
208 135 343 1.269 9.048 329 24 353 9.401
Cibogo Kayuarnbon Lembang Cirnenyan
Ciburial Cimenvan
Jumlah Cilengkrang Cipanjalu Jumlah 1 2 . Kota Bandung Jumlah 2 Total
SLH / Lereng (%) / LUAS (ha) SLH-1 SLH-2 Jumkah
Cidadap Coblong
Ciumbuleuit Dago
38.76
48,8 1 1 .950,65 279,38 0 279,38 2.230,02
Sumber : Diolah dari peta lereng 15-45 dan pet. administrasi pemerintah.
(2). Penggunaan lahan pada lereng I 15 % yang luasnya sekitar 906 hektar (26,56 %) dapat dipertahmksm sebagai sentra produksi tanaman semusim terutama sayur-sayuran, karena dari sudut pandang pertanian lahan kering berlereng 515 % merniliki faktor penghambat relatif ringsm dibandingkan dengan lahan berlereng >15 %.
(3). Daerah Bandung Utara merupakan salah satu tujuan wisata baik lokal maupun manca negara sehingga diduga perkembangan pembangunan nonpertanian akan berkembang dengan ssmgat pesat dan urnumnya memerlukan lahan dengan kelerengan 5 15 %. Kondisi ini memberikan peluang terancamnya lahan pertanian berlereng f 15 %. (4). Lahan dengan kemiringan > 45 % hams dihutankan, mengingat resiko terjadinya erosi d m longsor sangat besar bila Man itu digunakan mtuk budidaya tanaman semusim.
4.3.2 Teknik Pengambilan Sampel
Pemilihan kecamatan dan desa sampel. Pemilihan kecamatan dan desa sampel dilakukan secara purposive sampling dengan ketentuan kecamatan sampel memiliki SLH-1 dan SLH-2 terluas d m Desa sampel memiliki SLH-1 dan SLH-2 dengan luas masing-masing > 30 % dari luas SLH-1 dan SLH-2 kecamatan sampel, jika lebih dari satu desa, maka harus yang berdekatan. Berdasarkan Tabel 10 lahan kering kategori SLH-1 dan SLH-2 di Hdu Sub DAS Cikapundung luasnya berkisar 2230,02 hektar. Lahan kering berlereng yang terluas terdapat di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung yaitu 1.863,08 hektar (83,55 %). Lokasi contoh adalah Desa Suntenjaya, Desa Wangunharja dan Desa Cikidang yang luasnya berkisar 699,32 hektar (31,36 %) yang terdiri dari SLH-1 seluas 396,67 hektar (32,12 %) dan SLH-2 seluas 302,65 hektar (30,42 %) Pemilihan petmi sampel dan lokasi pengamatan. Pemilihan petmi sebagai responden menggunakan kelompok rumah tangga petani dan dilakukan dalam dua tahap sebagai berikut: Tahap pertama pemilihan responden awal. Pada tahap ini diawali dengan kegiatan koordinasi d m sosialisasi yang difasilitasi Kepala Desa, Staf Desa dan PPL WKPP Cibodas yang wilayah kerjanya meliputi ketiga desa contoh. Kegiatan ini untuk memastikan jumlah petani yang berusahatani di SLH-1 dan SLH-2. Hasil kegiatan koordinasi dan sosialisasi diketahui jumlah petani yang berusahatani di SLH-1 dan SLH-2 pada 3 desa contoh sebanyak 1436 kepala keluarga yang penyebarannya di masing-masing desa contoh relatif sama (Tabel 8). Selanjutnya petani yang berusahatani di SLH-1 dan SLH-2 dipilih secara acak sebanyak 10 %. Ukuran sampel sebanyak 10 % merupakan jumlah yang representatif untuk sampel penelitian deskriptif. Para pakar yang menganut pendapat seperti itu adalah Singarimbun d m Effendi (1989). Dengan demikian jumlah responden awal sebanyak 144 responden. Petmi sebagai responden awal di masing-masing SLH di masing-masing desa sebanyak 24 responden atau tiap desa 48 responden. Pemilihan responden awal urrhrk mengetahui luas dan kepemilikan lahan, jumlah anggota rumah tangga, tenaga kerja keluarga, umur
dan pendidikan serta tipe penggunaan lahan (Land Utilization Tipes
- LUT).
Untuk kepentingan analisis, responden dikelompokkan berdasarkan LUT. Tahap kedua pemilihan 48 responden berdasarkan tipe penggunaan lahan (LUT) utama (relatif dominan) dari 144 responden awal. LUT minimal tidak berubah dalam 1 tahun terakhir dan terdiri dari LUT monokultur tanaman semusirn, tanaman tahunan dan campuran tanaman semusim dan tanaman tahunan. Pada tahap ini dipilih secara sengaja (purposive sampling) 8 (delapan) LUT utama di masing-masing SLH. Masing-masing LUT utama di masingmasing SLH dipilih 3 (tiga) responden yang memiliki kesamaan salah satu dari 8 LUT utama (setiap LUT di masing-masing SLH dipilih 3 responden) sehingga masing-masing SLH 24 responden. Ke 48 reaponden terpilih diwancarai secara mendalam untuk menggali informasi teknik penerapan usahatani, keadaan sosial ekonominya dan lahan garapannya digunakan sebagai lokasi pengamatan dan pengambilan sampel tanah untuk analisis sifat fisik dan kimia.
Gambar 5
menunjukkan lokasi pengamatan dan pengambilan contoh tanah.
Gambar 5 Lokasi (desa) pengambilan sampel Menurut Kroelinger (2001), ukuran minimal 30 sampel dapat mewakili populasi guna menarik kesimpulan sebuah penelitian sosial. Singarimbun dan Effendi (1989) memberi gambaran bahwa dengan derajat keseragaman populasi (degree of homogenety) yang tercermin pada tingkat pengelompokkan responden
berdasarkan jenis usaha, maka ukuran sampel minimal yang diperlukan untuk analisis tabel silang adalah 20 sampel..
4.3.3. Jenis, Tujuan, Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari responden, observasi lapangan dan analisis contoh tanah di laboratoriurn. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari berbagai sumber seperti instansi pemerintah setempat, swasta terkait serta hasil-hasil penelitian. Data primer mancakup data penerapan teknik budidaya tanaman, sosial ekonomi dan data biofisik lahan. Data sekunder terutarna data tentang kondisi urnurn seperti iklim dan penduduk. Teknik pengwnpulan data dan analisis data sesuai tujuannya akan diuraikan berikut hi.
4.3.3.1. Data Untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan secara Fisik Data karakterstik 1 kualitas lahan digunakan untuk evaluasi kesesuaian lahan berdasarkan Atlas Format Procedures (CSRfFAO, 1983). Metode pengwnpulan data dan analisis data ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11. Karakteristik lahan, teknik pengumpulan dan metode analisis Karakteristik lahan Temperatur (t PC) 1.Temperatur rerata Ketersediaan air (w) 1.Curah hujan (rnm) 2.Kelembaban Media perakaran (r) 1.Drainase
3.Kedalaman efektif Retensi hara (f) 1. KTK liat (cmol) 2. pH H20 3. Kejenuhan basa 4. C- organik Ketersediaan hara (n) 1. N- tot 2. P205tersedia 3. K20 tersedia Bahaya erosi (e) 1. Lereng ( %) 2. Bahaya erosi
Teknik pengumpulan
Metode analisis
Diperoleh dari stasiun p a k a r hujan ~ a l i t s Lembang a dan BMG Bandung
Rekapitulasi Rekapitulasi
Diperoleh dari stasiun penakar hujan Balitsa Lembang dan BMG Bandung 1 Amati lapang berdasarkan kecepatan meresap air ke dalam tanah yg menunjukan lamanya tanah menyerap air. 2 48 sampel tanah sec komposit sedalam 0-20 cm (tanm semusim) dan 0-40 cm (tanm tahunan) 3 Diukur berdasarkan kedalaman tanah pada 48 lahan petani contoh 48 sampel secara komposit kedalaman
0-20 cm untuk tanaman semusim dan 0-40 cm untuk tanaman tahunan 48 sampel secara komposit kedalaman 0-20 cm untuk tanaman semusim dan 0-40 muntuk tanaman tahunan Diukur berdasarkan kemiringan lereng pada masing-masing lahan garapan
metode pipet
1. E k s t r w O A c p H 7 2. Gelas Elektroda 3.EkstrakNH40AcpH7 4. Walkley and Black 1. Kjeldahl 2. Bray I 3. Ekstrak W O AcpH 7,O
Abney level rumus USLE
Analisis mengguna.kan kriteria kesesuaian lahan untuk komoditi pertarrim yang dikembangkan oleh Djaenuddin, et al. (2003) seperti terdapat pada Lampiran
10, data karakteristik fisik dan kimia tatlah yang terkumpul disajikan pada
Lampiran 9.
4.3.3.2 Data Arralisis Usahatani Analisis usahatani meliputi biaya usahatani dan penerimaan usahatani. Biaya usahatani terdiri atas biaya tetap meliputi sewa lahan, beli alat pertanian dan suku bunga, sementara biaya tidak tetap meliputi pembelian sarana produksi dan biaya tenaga kerja dalam pengembangan komoditi tertentu. Mengingat umumnya petani yang berusahatani di lahan kering berlereng adalah penggarap sekaligus pemilik lahan yang sudah menggeluti usahatankya lebih dari 10 tahun dengan modal sendiri, maka dalam analisis ini biaya tetap tidak diperhitungkan. Penerimaan usahatani merupakan nilai tunai yang diterima petani dari hasil penjualan produk usahatani. Sehingga diperlukan data produk komoditi tertentu dan harga jual masing-masing produk. Dari analisis usahatani diketahui pendapatan petani lahan kering di Hulu Sub DAS Cikapundung. Umumnya petani pedesaan berkeinginan hasil usahataninya dapat mernenuhi kebutuhan hidup minimum yaitu dapat memenuhi kebutuhan akan makanan, papan, dan pendidikan anak serta kesehatan keluarganya. Petani berkeinginan agar lahm garaparmya dapat memberikan pendapatan yang maksimum dengan modal yang minimum (BC rasio clan NPV yang tinggi).
4.3.3.3. Data untuk Memprediksi Erosi (E) dan Erosi yang Dapat Ditolerir Urrtuk dapat memprediksi erosi diperlukan data untuk menghitung erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), faktor kelerengan (LS) dan teknik pengelolaan tanaman (C) serta teknik konservasi tanah (P). (1). Erosivitas hujan (R). Untuk m e n d a n erosivitas h j a n diperlukan data curah hujan bulanan,
diperoleh dari stasiun meteorologi setempat atau penakar hujan terdekat. (2). Faktor erodibilitas tanah (K) Data untuk menghitung faktor erodibilitas tanah meliputi : a. Persentase pasir halus (p), debu (d), liat (1) d m bahan organik (a) diperoleh dengan cara analisis contoh tanah di laboratorium.
b. Struktur tanah (b) dan permeabilitas tmah (c). Kedua data tersebut didapat dari pengamatan lapangan dan atau kajian pustaka, hasilnya dicocokkan dengan daftar nilai kode struktur tmah dan permeabilitas tanah (Lampiran 2 & Lampiran 3) (c) Indeks tekstur tmah (M). Nilai M didapat dengan menggunakan rumus M= ( p + d) (100-1) Dimana M = Indeks tekstur tanah p = persentase pasir halus d = persentase debu 1= lempung / liat
(3). Faktor kemiringan lereng (S) dan panjang lereng (P). Data kemiringan lereng dan panjang lereng diukur langsung di lapang. Unhrk menghitung faktor kelerengan digunakan rumus yang di kembangkan Departemen Kehutanan (2001). (4)
Faktor tanaman dan falctor pengelolaan / konservasi tanah diperoleh melalui pengamatan lapang dan wawancara dengan petani kemudian dicocokkan dengan daftar nilai pengelolaan tanah (P) dan daftar nilai faktor tanman (faktor C) menurut Arsyad (2000) seperti terdapat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
(5) Data untuk memprediksi erosi yang dapat ditoleransikan meliputi data erosi yang dapat ditoleransikan (Etol) dan berat volume tanah (data sekunder), kedalaman tanah (data primer 1 diamati di lapangan)
4.3.3.4 Data yang Diperlukan untuk Analisis Preferensi Petani. Untuk menentukan komoditi terbaik sesuai dengan yang diinginkan petani dalam rangka menyusun komponen agroforestri dapat dipilih dari jenis komoditi
level I (atas) yaitu tanaman berkayu dan berakar dalam seperti suren, pinus, nangka, alpokat, mangga, cengkeh, dan lain lain. Jenis komoditi level I1 yaitu pisang kopi, kakao, jeruk, dan sebagainya. Data tersebut diperoleh melalui wawancara dengan petani selaku &or yang berkepentirigan langsung. Sementara komoditi level I11 tidak dianalisis karena umumnya petani di lokasi penelitian didominasi petani sayurm (komoditi sayurm seperti blumkol, cabe, tomat dan kol).
Yang menjadi kriteria ddam analisis preferensi komoditi terbaik yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Aspek ekonomi terdiri atas sub kriteria tersedia pasar, modal tersedia dan harga jual pro*
usahatani. Aspek sosial terdiri atas
sub kriteria mudah dikerjakan, dapat menyerap tenaga kerja yang tersedia, mudah mendapatkan benih / bibit. Aspek lingkungan terdiri atas sub kriteria erosi, sesuai dengan kesesuaian lahannya dan kebutuhan pupuk. Dari beberapa jenis tanaman yang dianalisis diharapkan &an mendapatkan 2-5 jenis tanaman yang dapat dijadikan komponen penyusun agroforestri yang sesuai keinginan responden.
Untuk itu dianalisis dengan menggunakan AHP. 4.3.3.5 Data untuk kepentingan optimasi. Untuk mendapatkan suatu bentuk penggunam lahan yang optimal diperlukan data guna menjalankan model sebagai berikut : (a). Data koefisien fimgsi tujuan, mencakup rerata output per hektar per tahun dan rerata harga jualnya produk, rerata kebutuhan agro input per hektar dan harga beli masing-masing satuan komponen agro input dan total lahm yang tersedia. (b). Data koefisien fungsi kendala mmcakup : rerata kehtuhan tenaga kerja bulanan (HOK / hektar) untuk masing-masing pola usahatani atau tipe penggunaan Man, rerata kebutuhm agroinput per hektar per tahun, rerata harga masing-masing agroinput dan rerata tingkat erosi (ton I hektar I tahun) untuk masing-masing pola usahatani serta total luas areal lahan yang tersedia. (c). Data-data konstanta kendda mencakup: total has lahan tersedia, total tenaga kerja tersedia setiap bulan dalam setahun, total modal yang dapat disediakan petani dalam setahun dan tirrgkat erosi yang dapat ditolermsikan.
4.3.4 Pelaksanaan Pengumpulan Data Pelaksanaan pengurnpulan data melalui dua tahap sebagai berikut: (1). Persiapan. Pada tahap ini dikumpulkan data sekunder untuk mengetahui kondisi umum d a d penelitian guna menyusun langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian. Data-data yang dikumpulkan adalah peta penggunaan lahan, peta actrninistrasi wilayah, peta
lereng, peta jenis tanah dan data iklim. dan lain lain. Data-data tersebut diperoleh dari instansi terkait dan studi kepustakm. Survei lapangan. Pelaksanaan survei lapangan dilakukan untuk : a. Memastikan lokasi penelitian adalah lahan kering berlereng yang terdiri atas SLH-1 dan SLH-2, pengecekan menggunakan GPS, kompas dan peta SLH hasil overlay. b. Mempaoleh informasi kondisi usahatani dan sosial ekonomi petani, dilakukan secara bertahap: Tahap pertarna, identifikasi petani dan LUT nya di SLH- 1 dan di SLH-2 melalui koordinasi dan sosidisasi kemudian dilanjutkan dengan penyebaran 144 kuesioner secara acak tiap SLH sebanyak 72 responden. Tahap kedua pemilihan 48 responden secara sengaja dari 144 responden tahap pertarna untuk memperoleh data detil terrtang praktek pengelolaan lahan, sosial ekonomi d m preferensi melalui wawancara secara mendalam dan pengamatan di lapangan. c. Mengumpulkan data karakteristik sifat fisik dan kirnia tanah dan kondisi lahan. Pada tahap ini ada tiga kegiatan yang dilakukan yaitu : (i). Kegiatan untuk mengumpulkan beberapa sifat l a . yang dapat diamati / diukur secara langsung di lapangan seperti panjang lereng dan kemiringan lereng, persentase batuan di pmukaan, penutupan lahan, tindakan konservasi dan kedalaman tanah. (ii). Pengamatan ubinan. Kegiatan ini dalam rangka memprediksi d m mencocokkan data produksi, pendapatan LUT hasil wawancara. (iii). Kegiatan pengambilan contoh tanah untuk analisis sifat fisik dan kimia seperti: tekstur, bahan organik, KTK, pH, dan lain-lain. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara komposit pada kedalama 20 cm untuk tanaman semusim dan 40 cm untuk tanman tahunan, diambil di 5 (lirna) tempat yang berbeda pada setiap LUT terpilih. 4.4 Analisis Data Untuk menganalisis data dilakukan dengan berbagai metode sesuai jenis data dan tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut :
4.4.1 Analisis Kesesnaian Lahan secara Fisik Untuk mengetahui kesesuaian lahan suatu tipe penggunaan lahan (LU'I') dilakukan matching antara kualitas lahan atau karakteristik lahan (Lampiran 10) dengan persyaratan penggunaan lahan (LUR) pada setiap LUT untuk masing masing komoditi penyusun LUT yang bersangkutan Untuk itu digunakan kriteria / persyaratan kesesuaian lahan oleh Balitbang Pertanian Departemen Pertanian
(Djaenuddin, et al. 2003) seperti pada Lmpiran 11 . Kelas kesesuaian lahan dengan faktor penghambat yang muncul selanjutnya diinventarisir dalam tabel untuk setiap LUT pada setiap SLH. Kelas kesesuaian secara fisik urrtuk suatu tipe penggunaan lahan memiliki satu di antam empat kelas sebagaimana terdapat pada Tabel 12. Tabel 12 Pembagian kelas kesesuaian lahan secara fisik No Kode Nama kelas Sangat sesuai 1 S1 Agak sesuai 2 S2 3 S3 Sesuai marjinaI 4 N Tidak Sesuai Sumber: Djaenuddin et aL. (1997)
Arti Tanpa 1 sedikit pembatas untuk digunakan Pembatas sedang untuk digunakan Pembatas berat untuk digunakan Pembatas sangat berat untuk digunakan
Kelas kesesuaian lahan usahatani monokultur ditentukan hanya oleh satu jenis tanaman penyusunnya, sedangkan LUT tanaman ganda (Multiple Cropping) baik yang intercropping maupun sequential cropping (tumpang gilir) kelas kesesuaian LUT ditentukan oleh kelas kesesuaian lahan terendah dari masing masing jenis tanaman penyusunnya. Sub kelas kesesuaian lahan LUT disusun dari gabungan faktor pembatas berbeda pada tingkat kelas yang sama dari tmaman genyusun LUT, seperti pada turnpangsari antara jagung (kelas S2n), kacang tanah (kelas kesesuaiannya S3r) dan padi gogo (kelas S3n), maka kelas kesesuaian lahan LUT nya (kombinasinya) adalah S3rn. Penilaian kesesuaian lahan LUT aktual untuk mengetahui kategori Sesuai (S 1, S2, S3) atau Tidak Sesuai (N). Sebaiknyajenis komoditi yang sesuai menjadi
dasar pertimbangan uIltuk menyusun komponen agroforestri. Bila penerapan LUT telah sesuai secara fisik namun masih memiliki faktor pembatas tertentu, maka perlu dijejaki kemungkinan ada potensi untuk dinaikkan kelas kesesuaian lahannya. Bila telah terjadi perbaikan kualitas lahan aktual menjadi potensial pada syarat kondisi tertentu maka kelas kesesuaian lahan akan berubah 1 tingkat, 2
tingkat bahkan 3 tingkat lebih tinggi. Pedoman untuk ha1 itu terdapat pa& Lampiran 14.
4.4.2 Anatisis usahatani Menurut Soekartawi (1995), ada tiga variabel yang menjadi komponen dalam analisis usahatani yaitu penerimaan, triaya dan pendapatm usahatani. Analisis yang digunakan adalah analisis anggaran arus uang tunai (cash flow
analjrsis). Data yang dibutuhkan adalah total penerimaan dan total biaya usahatani. (I). Struktur penerimaan usahatani
Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian antara produk usahatani dengan harga jual produk yang bersangkutan. Pernyataan ini dapat dituliskan dalam persarnaan berikut.
.
TRij = Yij Pj . . . . . . . . . . . . . . . . .
(4.1)
=
Total penerimaan dari pengusahaan komoditi j pada lahan ke i
Yij
=
Produk yang diperoleh dari pengusahaan komoditi jpada lahan i
Pj
=
Harga produk setiap komoditi j
Dimana TRij
(2). Struktur biaya usahatani. Biaya usahatani dikelompokkan atas biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Untuk menghitung biaya tidak tetap maupun biaya tetap digunakan persamaan sebagai berikut. I
Dimana : FCijk
=
I
lr
Biaya tidak tetap input produksi ke k dalam pengusahaan tanaman ke j pada kualitas lahan ke i
Xijk
=
Kebutuhan input produksi ke k dalam pengusahaan I&an komoditi ke j pada kualitas lahan ke i
Cjk
= Ratam harga satuan input produksi ke k di lokasi penelitian
dalam
pengusahaan komoditi ke j
Total biaya (TC) usahatani diperoleh dengan menjumlahkan fixed cost d m
variable cost.
(3) Pendapatan usahatmi. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan seluruh biaya yang dikelmkan dalam pengusahaan lahan kering. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut. Pdij
=
TRijk - TCijk
......................
(4.3)
Dimana : Pdij = Pendapatan dari pengusahaan komoditi j pada lahan ke i TRij
=
Total penerimaan dari pengusahaan komoditi j pa& M a n ke i
TCij
=
Total biaya pengusahaan komoditi j pada lahan ke i
4.4.3 Pendugaan Erosi Untuk menduga besarnya erosi yang terjadi di masing-masing LUT pada setiap SLH digunakan model USLE (Universal Soil Loss Equation) sebagai berikut :
A =RxKxLSxCxP
................
Dimana : A
=
Jumlah berat tanah yang tererosi ( tonlha/tahun)
R
=
Faktor erosivitas hujan
K
=
Faktor erodibilitas tanah
(4.4)
L S = Faktor kelerengan C
=
Faktor tanaman
P
=
Faktor tindakan konservasi tanah
(a). Prediksi erosivitas hujan. Erosivitas hujan (R) diperoleh dari penjurnlahan energi hujan selama setahtm dengan intensitas hujan maksimurn 30 menit (Wischrneier dan Smith, 1978).
Indeks erosivitas hujan bulanan diperoleh dengan meggunakan rumus yang dikembangkan oleh Bolls, (1978) sebagai berikut:
Dimana: Rn
=
Indeks erosifitas hujan bulanan
CH
=
Curah hujan (cm)
HH = Jumlah hari hujan rara-rata bulanan CH , = Hari hujan maksimum selama 24 jam rerata bulanan (cm)
(b). Faktor erodibilitas tanah. Pendugam faktor erodibilitas tanah menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith, (1978).
Dimana: K
=
Faktor erodibilitas tanah
M
=
Indeks tekstur tanah (Lampiran 2) )
a
=
Kandungan bahan organik (Lampiran 2)
b
=
Kelas struktur tanah (Lampiran 4)
c
=
Kelas permeabilitas tanah (Lampiran 5)
Urrtuk : M = (% pasir halus + debu) (100-% liat)
... . . ..
(4.8)
(c). Faktor kelerengan (LS). Untuk menduga faktor kelerengan digunakan rumus yang dikembangkan oleh Departemen Kehutanan, (2001) sebagai berikut:
Dimana : L = Panjang lereng (m) S = Kemiringan lereng (%)
(d). Faktor pengelolaan tanaman (C) dan faktor teknik konservasi tanah (P) berpedoman pada nilai faktor C dan P yang ditetapkan oleh Arsyad (2000) sebagaimana terdapat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Erosi yang masih dapat ditoleransikan diprediksi dengan menggunakan pedoman penetapan nilai ET untuk tanah di Indonesia (Tabel 1)
4.4.4 Analisis Preferensi Komoditi Terbaik Menggunakan AHP Analytical hierarchy process (AHP) adalah sebuah sistem yang pertama kali dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari School of Business pada tahun 1970-an (Marimin, 2004). AHP memiliki kemampuan menangkap persepsi orang terhadap masalah tertentu meldui suatu prosedrn yang menghasilkm pilihan yang didasarkan preferensi dari beberapa alternatif yang tersedia. AHP bertujuan membuat suatu model permasalahan yang tidak terstruktur, biasanya diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang terukur atau masalah yang
mernbutuhkan judgement maupun penilaian dari setiap stakeholder pada situasi yang kompleks dan ketidakpastian (uncertainty). Pilihan keputusan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah untuk menetapkan prioritas komoditi penyusun agroforestri dari beberapa komoditi
penting yang terdapat dilokasi penelitian, sesuai dengan kondisi biofisik namun sebaiknya yang disukai petani. Penerapan usahatani dengan komoditi pilihan petani diharapkan dapat terjminnya keberlanjutan usahatani. Menurut Saaty (1983), model analisis hirarki proses untuk menentukan komoditi terbaik, bekerja mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut : (a). Rumusan identifikasi masalah dilanjutkan dengan langka pemecahan untuk memilih &ernatif yang dihadapi. (b). Menyusun sistem hirarki keputusan terdiri dari tujuan, kriteria dan alternatif.
AHP menggunakan skala angka Saaty (1-9) seperti pada Tabel 13. Sistem hirarki yang digunakan untuk analisis komoditi terbaik berdasarkan kriteria yang ditetapkan seperti ditunjukm pada Gambar 6. Dari Gambar 6 nampak pada tingkat ke 3 adalah komoditi alternatif yang dipertimbangkan berdasarkm kriteria yang ditetapkan. Tabel 13 Penilaian berdasarkan skala angka Saaty,1983 Intensitas Definisi
Keterangan
Sama penting
Dua kegiatan memberi hasil sama pada tujuan Perbedaan penting yang lemah Pengalaman menyebabkan yang satu antara yang satu dengan yang lain sedikit lebih penting dari yang lain Sifat lebih penting kuatnya Penilaian yang 1 lebih dari yang lain Menunjukan sifat sangat penting Yang 1 sangat disukai dari yang lain Ekstrim Yang 1 lebih disukai dari pd yg lain Nilai tengah di antara dua peni- Diperlukan kesepakatan (kompromi) laian jika aktifitas i dibandingkan dengan j mendapat nilai bukan nol, Asumsi yang masuk aka1 maka jika j dibandingkan dengan i mempunyai nilai kebalikan. Rmi yang timbul dari skala Jika konsistensi perlu dipaksakan dengan mendapatkan sebanyak nilai angka untuk melengkapi matriks
1
3 5
7 9 2,4,6,8 Resip rokal Rasional
Tingkat 1 Fokus Tingkat 2 Kriteria Tingkat 3 Alternatif
Komoditi terbaik
A1
B1
B2
B3
.......
Bn
Gambar 6 Sistem hirarki penentuan komoditi terbaik
(c). Melakukan perbandingan berpasangan. Menghitung bobot kriteria dan komoditi alternatif untuk tiap-tiap kriteria. Tiap kriteria (Ai) dibandingkan nilai derajat kepentingan (ai) satu dengan yang lainnya dalarn sebuah matrik pembanding berpasangan (MBP) seperti pada Tabel 14. Tabel 14 Model dasar matrik pembanding berpasangan ...... Fokus A1 A2 ...... A1 1 a12 ...... A2 a21 1 an1 P1
An Total kolom
An2 P2
An aln a2n
......
1
.....
Pn
Perhitungan selanjutnya adalah membagi nilai pada masing-masing elemen dengan jumlah nilai elemen-elemen pada kolom yang sarna. Nilai pembobot kriteria (wi) merupakan rerata riilai baris seperti diilustrasikan pada Tabel 15. Semakin besar nilai (wi) semakin penting kriteria dan atau komoditi &ernatif untuk di~adikankomoditi terbaik. Tabel 15 Matrik perhitungan bobot kriteria Fokus A1 A2
A1 1/P1 a21P1
A2 .. a12 /P2 .... 1 /P2 ....
An
aln/Pn a2n/Pn
Total baris (Qi) Q1 Q2
Pembobot (wi=Qi/n) W1 W2
Perhitungan sebagaimana terdapat pada Tabel 14 dan 15 dapat digunakan untuk
menghitung
bobot
komoditi
alternatif
(wij)
berdasarkan
kesesuaiannya dengan kriteria tertentu. Jumlah matrik perhitungan sama dengan jumlah kriteria (n) dengan ukuran matrik i x j dimana i adalah jumlah kriteria :1, 2,
.... n dan j
adalah jumlah kornoditi alternatif :1, 2,
.......m. Perkalian antar bobot kriteria ke-i (wi) dengan bobot komoditi ke-j untuk kriteria ke-i (wij) merupakan nilai elemen pada matrik akhir untuk i x j (kolom x baris), dengan kolom kriteria dan baris komoditi alternatif. Jumlah
menentukan komoditi terbaik (prioritas). Matrik akhir berukuran
nilai baris yang paling tinggi menunjukan jenis komoditi pada baris tersebut merupakan komoditi terbaik (prioritas).
(d). M e n e W a n komoditi terbaik (prioritas) berdasarkan nilai pembobot akhir komoditi alternatif (wjP). Rurnus rmtuk menghitung nilai pembobot akhir addah sebagai berikut :
Dimana
wi : Nilai pembobot kriteria ke-i wij : Nilai pembobot jenis komoditi ke-j berdasarkan kriteria ke-i. i
: 1,2...... n
n
:
Jumlah kriteria yang dipertimbangkan
Elemen matrik prioritas akhir merupakan perkalian antara elemen matrik pembobot kriteria (matrik wi) dengan elemen matrik pembobot komoditi alternatif untuk semua kriteria (wij). Mengukur Rasio Konsistensi d m Indeks sensivitas Konsistensi hasil perhitungan bobot (wi dan wij) diukur dengan menghitung rasio konsistensi. Nilai konsistensi mencirikan tingkat konsistensi pengukuran. Nilai konsistensi terbaik 5 0,l. Jika rasio konsistensi lebih dari 10 % maka penilaian yang telatr dibuat perlu direvisi. Elemen matrik model
dasar MBP tertera pada Tabel 16. Tabel 16 Matrik perhitungan rasio konsistensi (CR) A2 A12 w2 1 w2
Fokus A1 A1 1w i A2 a21wi
......
......
An
m1wi
......
an2 w2
...... ......
An aln wn a2n wn
......
...... ......
......
Total baris (Si) S1 S2
awn
..... Sn
Rumus yang ctigunakan untuk mencari CR dan CI adalah sebagai berikut:
Dimana
h max = Akar ciri maksimum.
n
=
Ukuran matriks
RI = Rondom consistency Indeh
CI = Indeks sensitivitas CR = Rasio konsistensi
Nilai RI (random consistency index) tergantung dari jumlah n. Menurut Saaty (1983) nilai RI seperti yang ditarnpilkan pada Tabel 17. Tabel 17 Nilai random consistency index n
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
RI
0,00
0,OO
0,58
0,90
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
Program expert choice 2000 digunakan untuk menghasilkan pertimbangan dtematif giIihan komoditi tahunan terbaik sebagai komponen penyusun agroforestri di daerah penelitian. 4.4.5
Prosedur Analisis Optimasi Penggunaan Lahan dengan Program Linier Tujuan Ganda.
Optimalisasi penggunaan lahan kering di daerah hulu sungai Cikapundung dilakukan dengan memaksimumkan pendapatan petani di SLH-1 dan SLH-2 dengan kendala keterbatasan luas lahan, tenaga kerja, modal usaha tersedia, kebutuhan hidup minimal dan erosi tanah yang masih dapat ditoleransikan. Fungsi tujuan : Fungsi tujuannya adalah menentukan tipe penggunaan lahan yang dapat memaksimumkan pendapatan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : K I J 1 Max R a = ~ ~ ~ - - ( ~ i j ~ j - C C j k ~ i j k........... Z4ij (4.10) I=I
J=I
Li
k=~
Fungsi fungsi kendala : (1). Luas areal yang diusahakan tidak dapat melebihi luas baku areal lahan yang
tersedia. Secam matematis ditulis sebagai berikut :
Luas areal untuk SLH-1 seluas 1.235 hekar dan luas baku SLH-2 sekitar 995 hektar. Jika rata-rata petani pada SLH-1 memiliki lahan seluas 0,62 hektar dan petani pada SLH-2 memiliki lahan dengan luasan 0,50 hektar maka jumlah petani yang menggarap lahan pada SLH-1 1.992 kk dan petani yang menggarap lahan pada SLH-2 seluas 1390 kk. (2) Penggunaan tenaga kerja kelwga untuk masing masing tahapan kegiatan dalam berusahatani tidak dapat melebihi potensi tenaga kerja yang tersedia
dalam kelwga tani pada setiap periode (diagregasi ke dalam periode bulanan) atau dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
Tenaga kerja yang tersedia dalarn keluarga didasarkan atas jumlah tenaga kerja yang ikut membantu dalam kegiatan usahatani, diperoleh dari hasil wawancara terstruktur. J d a h anggota rumah tangga yang ikut bekerja sebanyak 3 orang terdiri dari 1 (satu) orang laki-laki dewasa dalam hal ini bapak, 1 orang tenaga kerja wanita dewasa yaitu ibu dan satu orang tenaga kerja anak-anak. Laki-laki dewasa bekerja 300 hari dalam satu tahun (Rukasah, 1974 dalam Hernanto,l989), wanita dewasa bekerja 0.7 x lakilaki dewasa atau 210 hari dan anak dapat bekerja 0,5 x laki laki dewasa (Yang, 1955 dalam Hernanto 1989). Karena anak dianggap masih hams sekolah maka hanya dapat mencurahkan separu dari potensi tenaga yang dirnilikinya untuk membantu dalam kegiatan usaha tani yaitu 0,25 kdi lakilaki dewasa atau 75 hari orang kerja setahun. Dalarn satu keluarga yang hmya memiliki 3 orang tenaga kerja yaitu ayah, ibu dan satu an& maka potensi tenaga kerja yang tersedia dalam kelwga tersebut sebesar 585 HOK (ha? orang Kerja), bila petani yang menggarap lahan di SLH-1 sebanyak 1.992 kk dan petani yang menggarap lahan di SLH-2 sebanyak 1.990 kk maka potensi tenaga kerja di SLH-1 adalah 1.165.320 HOK per talnm atau 97.1 10 HOK / bulan dan potensi tenaga kerja di SLH-2 sebanyak 1.164.150 HOK per tahun. (3)
Pengeluaran-pengeluaran dalam kegiatan usahatani tidak boleh melebihi modal yang dapat disediakan oleh keluarga tani. Kenyataan di lapangan menunjukkan kegiatan usahatani telah menjadi kegiatan rutin petani, maka dapat dikatakan pengelman-pengeluaran
untuk kegiatan usahatani
merupakan modal yang dapat disediakan petani. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
(4). Tipe penggunaan lahan harus dapat memenuhi kebutuhan hidup minimal yaitu dapat memenuhi kecukupan pangan, pendidikan dan kesehatan dimana untuk kepentingan keseragaman dalam analisis disetarakan dengan produksi blumkol untuk kebutuhan hidup minimal. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
Kebutuhan hidup minimal penduduk di pedesaan Indonesia oleh Sayogjo (1979) ditetapkan sebesar Rp. 9.600.000 / kk / tahun bagi keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga 4 (empat) orang dan harga beras di lokasi Rp 3.000 / kg. Kebutuhan hidup minimum petani-petani pengguna lahan pada SLH-1 Rp 19.123.200.000,- / tahun atau setara dengan 12.748.800 kg blumkol d m kebutuhan hidup minimum petani-petani pengguna SLH-2 sekitar Rp 19.104.000.000,- / tahun atau setara dengan 12.736.000 kg blumkol / tahun. Harga blumkol saat penelitian Rp 1.500 / kg. Pola pemanfaatan lahan harus mampu menekan erosi sampai mencapai batas erosi yang masih dapat dibiarkan. Kendala ini secara maternatis dapat dituliskan sebagai berikut :
Perkiraan rataan erosi (ton / ha / tahun) untuk masing-masing komoditi ymg diusahakan pada lahan SLH-1 dan SLH-2 dihitung berdasarkan prediksi erosi (persamaan 4.4). Kendala Non Negatifitas: Dimana: R
=
Aj 2 0
.............
(4.16)
Rataan pendapatan (Rp / ha / tahun)
L = Luas baku lahan tersedia untuk kategori kualitas ke-1 (ha) AiJ = Luas M u lahan dengan kategori halitas ke-1 ,diusahdcan
dengan komoditas tanaman j (ha); j = 1 blumkol, j 2 2 XIJk = Rafaan kebutuhan input produksi ke-k d a t a pengusahaan komoditas tanaman j dalam kategori SLH ke -i untuk k = 1 (tenaga kerja ) satuannya HOKhdtahun untuk k = 2 (bibit) satuannya pohon /ha / tahun
untuk k = 3 (pupuk kandang) satuannya kanmg h a 1tahun untuk k = 4,5,6,7(pupuk N,P,K,NPK) satuannya kg /ha /th untuk k = 8 , 9 (hngisida/insektisida) satuannya 1 iter (kg)/ha/th untuk k = 10 (tiang penyangga cabe) satuannya potong / ha /th
Rataan kebutuhan tenaga kerja untuk kegiatan usahatani komoditas tanaman j dengan kategori kualitas lahan ke-i pada bulan t (HOK / ha) Rataan harga input produksi ke-k di lokasi usahatani dalam perigusahaan komoditas tarraman j. untuk k
=
1 ( tenaga kerja) satuannya Rp / HOK
untuk k
=
2 (bibit) satuannya Rp / pohon / anakan
untuk k
=
3 (pupuk kandang) satuananya Rp / karung
untuk k = 4, 5, 6, 7 (pupuk Urea, SP-36, KC1, NPK) satuannya Rp 1 kg
y.. lJ
=
untuk k
=
8,9 (insektisida, fungisida), Rp / liter (kg)
untuk k
=
10 (tiang penyangga) satuannya Rp / potong
Rerata produktifitas output tanaman j pada lahan dengan kategori SLH ke-i (kg / ha / tahun). Rataan harga sat-
output komoditas tanaman j di lokasi
penelitian (Rp / kg). Rataan tenaga kerja tersedia pada bulan t ( HOK)
Rataan modal usahatani yang dapat disediakan petani (Rp 1tahun). Rataan perkiraan terjadinya erosi pada lahan dengan kategori kualibs i jika diusahakan komoditas tanaman j (ton / ha / th). Perkiraan erosi yang dapat dibiarkm pada lahan dengan kategori kualitas ke i (ton 1 ha / tahun). Kebutthan hidup minimal setara produksi Mumkol di daerah penelitian (kg / tahun). Faktor konversi blumkol ke kebutuhan hidup minimal.
Tujuan, data yang dibutuhkan dan metode pengumpulan data serta teknis analisis data dapat dilihat pada Tabel 18. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan langkah-langkah yang secara skematis diperlihatkan pada Gambar 7. Tabel 18 Tujuan, data yang dibutuhkan, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data No I
Tujuan Evaluasi Kesesuaian lahan
Data yang dibutuhkan 1Temperatur 2. Curah Hujan 3.Kelembaban udara 4.Drainase 5 Kedalaman efektif 6.Tekstur 7. KTK Liat 8. pH H20 9.Kejenuhan Basa 10. C- Organik I 1.Bahaya erosi 12.Lereng (%) 13 Land use aktual
Teknik pengumpulan data 1,2 & 3. dari Penakar hujan terdekat 4&5 amati /ukur di lapang Data 6 s.d 10 analisis laboratorium dan hasil penelitian sebelumnya 11.Hail analisis prediksi Eros dan Etol 12 &13. Ukur dan amati di lapang, peta penggunaart lahan
11
a Analisis Usahatani
1.Biaya Usahatani 2 Penerimaan Usahatani 3 Penerimaan lain di luar UT
Wawancara, studi pustaka dan Pengamatan pada lahan usahatani
111
Prediksi Erosi a Erosi yang terjadi A-.R*K*L *S *C*P
1 Erosifitas ( R ) 2 Erodibilitas ( K ) 3 Kelerengan ( LS) 4 Faktor C 5.Faktor P
b. Pendugaan Etol & BE B E =E / Etol
1. Tekstur 2. Berat vol. tanah 3.Keadalamaan tanah
1. CH dari penakar hujan 2. Tekstur & BO dr hasil analisis lab., struktur & permeabilitas tanah diamati di lapangan 3 , 4 & 5 amati di lapang 1 & 2. Analisis lab. dan amati di lapangan 3. Arnati lapang, pustaka
Optimasi Penggunaa lahan berbasis agroforestri
1. Komoditi utama
IV
level 1 dan 2 2. Koefisien fungsi tujuan: -Pendapatan layak -E >Etol. 3. Koefisien fungsi kendala: - tenaga keja,modal, luas lahan dan erosi
I.Wa~anmcr%studi Pusta ka. pilih 2-5 komoditi tahunan terbaik (petani) sebagai ~ e n ~ u s ~u on f o r e s t r i 2 & 3. Wawancara. Pengamatan lapang. studi pustaka hail I , I1 dan 111.
Teknik analisis
data Tabulasi data iklim drainase dan solum. Sifat fisik, kimia tanah (Tabel 4) Bandingkan LQ masingmasing LUT dengan LUR
Analisis biaya & Pendapatan Uii kelavakan Layak: B/C >I NPV =Positif
6,119x(CH) x(HH)C H 033 ~ ~ ~ K = Wischmeier & Smith 1978; LS = Dephut, 2001; C&P= Pedoman (Arsyad,2000) Etol =Pedoman nilai T tanah-tanah di Indonesia (Arsyad, 2000)
0.47
a. Tabulasi dan Analisis menggunakan AHP b. Menggunakan Program Tuiuan Ganda (soft GAMS IDE)
ware
I
Peta Topografi /Kelas Lereng
Data Sekunder: Pedomm ET, LUR, Data Iklirn, Kebutuhan Hidup Layak dan Jenis Tanah
m Overlay
Peta Penggunaan Lahan
Overlay Peta adm. wil. Hulu Sub DAS Cikapundung
Pengaman Lapang
i
...............................................,I
,
Homogen sementara (SLHs)
Satuan Lahan Homogen
Karakteristik Biofisik LUT actual Dalam SLH
(7
H7
Identifikasi dan Pengumpulan data Sosekbud LUT Aktual Dalam SLH
Sosek Analisis laboratorium
I
I
LUR I Evaluasi Lahan
-
I
I Kebut hidup,
Kualitas Lahan I Land Quality (LQ) Tiap LUT
Usahatani
Analisis Preferensi
C
I
Kesesuaian lahan fisik LUT aktual
1
1
1-1
LUT Koaseptual Penggunaan Lahan
I
I
Program Tujuan Ganda
Penggunaan Lahan Optimal 1Alokasi Lahan Optimal
Gambar 7 Urutan kegiatan analisis kesesuaian dan optirnalisasi penggunaan lahan kering berbasis agroforestri
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Evaluasi Kesesuaiaan Penggunaan Lahan kering (tegalan) Aktual di dua Kelas Lereng.
Evaluasi kesesuaian lahan secara fisik akan memberi gambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu dengan membandingkan kualitas lahan atau Land Qualities (LQ) yang diteliti dengan persyaratan tumbuh setiap tanaman atau Land Use Requirement (LUR). Menurut FA0 (1976), evaluasi tingkat detil ditujukan untuk penilaian tipe penggunaan lahan atau Land Utilization Types (LUT) yang didefinisikan sebagai pengunaan lahan yang lebih spesifik dan mengandung komponen fisik, ekonomi dan sosial. 5.1.1 Tipe Penggunaan Lahan (LUT) Utama
Tipe penggunaan lahan (LUT) dimaksudkan addah sistem pengelolaan lahan dan tanaman yang lebih spesifk terkait antara lain: jenis tanaman dan sistem pertanaman yang diterapkan (teknik budidaya), pamanfaatan lahan, teknik konservasi lahan dan sosial ekonomi. Tipe penggunaan lahan di SLH-1 dan SLH2 ditunjukkan pada Lampiran 6. Berdasarkan Lampiran 6 diketahui bahwa di SLH-1 terdapat sekitar 28 LUT dan di SLH-2 sekitar 27 LUT. Dilihat dari komponen penyusun LUT, nampak 25 LUT di SLH-1 sama dengan LUT di SLH-2. Kondisi ini menunjukkan bahwa sangat beragarnnya LUT di daerah penelitian clan penyebarannya LUT relatif merata di kedua SLH. Di SLH-1 terdapat sekitar 33,3 % LUT monokultur tanaman semusim dan 56,9 % LUT agroforestri sederhana. Sementara di SLH-2 terdapat sekitar 27,8 % LUT monokultur tanaman semusim dan 62,s % LUT agroforestri sederhana. LUT monokultur tanaman tahunan dan LUT campuran tanaman semusim masingmasing sekitar 6,9 % dan 2,6 % baik di SLH-1 maupun di SLH-2. Kondisi ini menunjukkan, bahwa tipe penggunaan lahan kering berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung didominasi LUT agroforestri sederhana. Penetapan LUT utama didasarkan pada kecenderungan penerapan LUT aktual lebih dari 1 tahun dan keberadaannya relatif dominan. H d ilri dimaksudkan untuk menghindari bias terhadap kondisi biofisik lahan dan sebagai pewakil yang relatif representatif. Di lokasi penelitian hanya terdapat LUT monokultur pisang
dan LUT monokultur jeruk, tidak terdapat LUT monokultur tanaman tahunan lain.
Untuk mendapat gambaran tentang kondisi biofisik dan sosial ekonomi penerapan LUT tanaman tahunan digunakan LUT yang populasi tanaman tahunan > 10 pohon / hektar dan let& tanaman tahunan terkonsentrasi pada salah satu bagian lahan garapan serta keberadaan LUT tersebut relatif dominan. Dalam hal ini yang
mem9p# ~ ~ T Y ~ R a@* @ Q LuT pnangk a dan LUT alpokat.
(LUT) Utaffla Hqsil penelitian Ctetapkan 8 (clelapw) tipe pePggun;qul di SbH-1 cJandi S F - 2 ya/w: CUT bllrm)cd, MJT c a b , LUT jeruk, WT nw@a CVT alpokay, JJJT (dpokat-bl&ol), FLJT (ie* + cabe + blumkol) d m LUT (alpohat + p y @ a - jeru)t + cabe + blumkol). Hasil pengamatan dan pengukmm di lapangan menunjukkan penget~laan l&m dw tanaman di masing-masing LUT utama baik di SLH-1 maupun di SLV2 umumnya tergolong sedang dan penerapan teknik konservasi tanah khususnya teras tergolong sedang kecuali LUT alpokat dan LUT nangka tergolong buruk. Pemanfaatan lahan di SLH-1 rata-rata 88 % dari potensi lahan garapan tersedia
dan di SLH-2 rata-rata petani memanfaatkan lahan garapannya sekitar 85 %. Tingkat pemanfaatan lahan dapat dikelompokkan atas kategori berikut: (1). Pemanfaatan lahan 90,Ol- 100 % dari lahan tersedia dikategori optimal.
(2). P e d a a t a n lahan 80,Ol-90 % dari lahan tersedia adalah belum optimal. (3). Pemanfaatan lahan 70,Ol-80 % dari lahan tersedia dikategori kurang optimal (4). Pemanfaatan lahan 6 1,O1-70 % dari lahan tersedia tergolong tidak optimal.
(5). Pemanfaatan lahan 5 60 % dari lahan tersedia tergolong sangat tidak optimal Berdasarkan asumsi tersebut maka kondisi aktual pernanfaatan lahan LUT utarna di SLH-1 dan SLH-2 umurnnya dikategorikan belum optimal. LUT utarna dan kondisi pengelolaan serta tingkat pemanfaatan lahan di SLH-1 dan di SLH-2 tertera pada Tabel 19, Lampiran 7 dan Larnpiran 8. Dari Tabel 19, yang dimaksudkan dengan: LUT compound alpokat
-
blumkol atau LUT (alpokat - blumkol) adalah tipe penggunaan lahan dimana pada lahan garapan petani terdapat tanaman alpokat yang terpisah dengan tanaman blurnkol. LUT rnuZtipe jeruk + cabe + blumkol atau LUT (jeruk + cabe + blumkol) addah tipe penggunaan lahan dimma ~ a d alahan garapan petani
terdapat t a n a a n jeruk dan lahan antara tanaman jeruk ditanam cabe clan blurnkol secara turnpangsari. LUT multiple alpokat + nangka -jeruk
+ cabe + blumkol atau
LUT (alpokat + nangka - jeruk + cabe + blumkol) adalah tipe penggunaan lahan dimana pada lahan garapan petani terdapat tanaman alpokat dan nangka ditanam bersama dan terpisah dengan turnpangsari tanaman jeruk
+ cabe dan blumkol. Di
daerah penelitian populasi tanaman alpokat dan atau nangka untuk LUT compound atau LUT multiple berkisar 5-9 pohon / hektar.
Tabel 19 Tipe penggunaan lahan utama dan kondisi pengelolaanya SLH I Tipe penggunaan lahan (LUT) Kode LUT Contoh SLH-1 Monokultur Cabe CAgl,WAg2,WAg3 Monokultur Blumkol CAhl,WAh2, SAh3 Monokutur Jeruk WAfl, SAQ, SAt3 Monokultur Alpokat CAel, WAe2, SAe3 Monokutur Nangka CAdl ,SAd2, SAd3 Compound Alpokat, Blumkol CAcl ,CAc2, SAc3 Multiple Jeruk+Cabe + Blumkol CAbl, SAb2, SAb3 Multi~leAl~okat+ Bangka J& + Cabe ;~lumkol CAal ,WAa2,WAa3 Kondisi pengelolaan lahan di SLH-1 SLH-2 Monokultur Cabe CBgl,SBg2, WBg3 Monokultur Blumkol CBhl, CBh2, SBh3 Monokutur Jeruk CBfl, WBQ, WBD Monokultur Alpokat CBel ,WBe2,WBe3 Monokutur Nangka SBdl,SBd2, WBd3 Compound Alpokat, Blumkol CBcl, WBc2, SBc3 Multiple Jeruk+Cabe + Blumkol CBbl, SBb2, SBb3 Multiple Alpokat + Bangka Jemk + Cabe +Blumkol SBal, CBa2, WBa3 Kondisi pengelolaan lahan di SLH-2
Tingkat pengelolaan
Kondisi term
Rerata Pemanfaatan Lahan % YO Kategori
Sedang Sedang Sedang sedang sedang Sedang Sedang
Sedang Sedang Sedang Buruk Buruk Sedang sedang
92 100 82 77 82 86 97
Optimal Optimal Belum optimal Kurang optimal Belum optimal Belum optimal Optimal
Sedang Sedang
Sedang Sedang
90 88
Belum optimal. Belum optimal
Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Sedang
sedang Sedang S-g Buruk Buruk Sedang Sedang
91 100 70 71 69 84 %
Optimal Optimal Belum optimal Kurang optimal Belum optimal. Belum optimal. Optimal
Sedang Sedang
Sedang Sedang
97 85
Belum optimal. Belum optimal
Sumber : wawancara dan pengamatan lapang.
Hasil penelitian Tabel 19 dm Lampiran 10 diketahui bahwa penerapan LUT tanaman tahunan di SLH-1 memanfaatkan lahan garapan berkisar 70-89 %, menyisakan ruang antar tanaman berkisar 11-30 %, antara lain dijumpai pada LUT CAdl (nangka), LUT WAe3 (alpokat), LUT Waf3 (jeruk). LUT nangka dan LUT jeruk rata-rata memanfaatkan lahan pada kisaran 80,Ol-90 % dinilai belum optimal. LUT alpokat rata-rata memanfaatkan lahan 76,7 % tergolong kurang optimal. Petani yang menerapkan LUT compound dalam ha1 ini LUT (alpokat blumkol) memanfaatkan lahan garapannya sekitar 80-93 % atau rata rata 86 % (LUT CAcl, LUT CAc2 dan LUT SAc3) dinilai , LUT (jeruk
+ cabe + blumkol)
yang dipraktekkan petani memanfaatkan lahan sekitar 90-100 % (rata-rata sekitar 97 %), penerapan LUT cabe memanfaatkan lahan sebesar 77-100 %, rata-rata 92 % dan penerapan LUT blumkol memanfaatkan lahan 100 %. LUT yang relatif
majemuk (LUT: CAal, WAa2 dan WAa3) yang diterapkan petani di lahan berlereng 15-30 % (SLH-1) rata-rata memanfaatkan lahannya 90 % dengan kisaran 80-100 5%. Hasil penelitian diketahui bahwa pemanfaatan lahan di SLH-2 dengan LUT tanaman hortikultura tahunan memanfaatkan lahan sekitar 55-80 % dari potensi lahan garapan yang tersedia dan menyisakan ruang antar tanaman 20-45 %. LUT jeruk memanfaatkan lahan 60-75 % atau rata-rata 70 %, dikategorikan tidak optimal, LUT alpokat memanfaatkan lahan berkisar 63-80 % atau rata-rata 71 % tergolong kurang optimal dan LUT nangka memanfaatkan lahan 55-80 % atau rata-rata 69 % dikategorikan tidak optimal. Penerapan LUT (alpokat-blumkol) di SLH-2 memanfaatkan lahan garapannya sekitar 83-86 % atau rata-rata 84 %, tergolong belum optimal (LUT : CBcl, WBc2 dan SBc3). Sementara LUT (jeruk
+ cabe + blumkol) yang diterapkan petani memanfaatkan lahan garapannya sekitar 89-100 % (rata-rata sekitar 96 %), dinilai optimal. Penerapan LUT cabe memanfaatkan lahan 83-100 %, rata-rata 91 %, dikategorikan optimal dan LUT blumkol yang diterapkan petani memanfaatkan lahan 100 %. LUT multiple (LUT: SBal, CBa2 dan WBa3), yang dipraktekkan petani di SLH-2 memanfaatkan lahannya yang tersedia rata-rata 97 % dengan kisaran 92-100 %. 5.1.2 Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Kesesnaian Lahannya Berdasarkan pengamatan di lapangan dan analisis contoh tanah didapat LQ dari LUT utarna di SLH-1 dan LQ dari LUT utama di SLH-2 (Lampiran 9) dan setelah dibandingkan dengan LUR (Lampiran 10) diperoleh hasil seperti tertera pada Tabel 20, Lampiran 1l,12 dan 13. Tabel 20 Kelas kesesuaian penggunaan lahan aktual SLH-ldan SLH-2 Sistem pertanaman / jenis tanaman Alpokat, nangka, jeruk, cabe, blumkol Jemk, blumkol, cabe Alpokat, blumkol Nangka Alpokat Jemk Cabe Blumkol Kelas kesesuaian penggunaan lahan
LUT Aa Ab Ac Ad Ae
Af Ag Ah SLH-1
SLH- 1 kelas kesesuaian S3 eh, nr24 wa, S3 eh, ~ 2 wa, 4 S3 eh, n r wa, ~ 53 eh, n$ S3 eh, m2 S3 eh12m4 S3 e h 1 2 q 4 w a l S3 eh12mz4wal S3eh12nruwal
LUT Ba Bb Bc Bd Be Bf Bg Bh SLH-2
SLH-2 Kelas kesesuaian N eh, N eh, N ehl N eh, N eh, N eh, N eh, N eh12 N ehlz
Keterangan: S3 = Sesuai marjinal. eh, = Faktor penghambat lereng. eh2= Faktor penghamabat erosi. nb = faktor penghambat basa-basa nr, = Faktor penghambat pH. wa, = Curah hujan.
Faktor kondisi kapasitas basa (KB) terkait juga dengan kesuburan tanah. Menurut Hakim et al. (1986) tanah yang memiliki kejenuhan basa (KB) > 80 % tergolong sangat subur, KB berkisar 50 - 80 % tergolong kesuburan sedang dan KB < 50 % tergolong tidak subur. Hasil penelitian kapasitas basa tanah di daerah hulu Sub DAS Cikapundung berkisar 6,06 hingga 52,17, hanya 3 1 % yang KB nya > 50 % sehingga secara umum daerah penelitian tergolong tidak subur, oleh karenanya usahatani di daerah ini akan gagal tanpa adanya tindakan pemupukan terutama usahatani tanaman semusim. Sebagai contoh LUT (alpokat + nangka jeruk
+ cabe + blumkol) tergolong sesuai marjinal (S3) faktor penghambatnya
adalah lereng dan curah hujan, khususnya pada LUT WAa2 kejenuhan basanya sangat rendah yaitu 9,92 %. Pada kondisi kejenuhan basa tersebut menjadi penghambat tanaman jeruk, cabe dan blumkol. Solusinya dengan pemupukan secara berimbang. Dengan demikian faktor penghambat seperti kondisi lereng, erosi, pH dan kejenuhan basa (KB) dapat diminirnalisir dengan menerapkan agroteknik yang dipersyaratkan. Bila dilakukan sesuai teknis maka kelas S3 (sesuai marjinal) minimal dapat berubah menjadi S2 (agak sesuai) dan kelas N (tidak sesuai) berpotensi menjadi minimal S3 (sesuai marjinal). Kelas kesesuaian lahan aktual, rekomendasi agroteknik dan kelas kesesuaian lahan potensial ditampilkan pada Tabel 2 1 dan Lampiran 15 dan Lampiran 16. Tabel 21 Kelas kesesuaian lahan aktual, rekomendasi agroteknik dan kelas kesesuaian potensial dari tipe penggunaan lahan (LUT) utarna LUT Aa Ab Ac Ad Ae Af Ag Ah SLH-1
SLH-1 Rekomendasi agroteknis A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C A+B+C A+B+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D
Kelas potensial S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2
LuT Ba Bb Bc Bd Be Bf Bg Bh SLH-2
SLH-2 Rekomendasi agroteknik A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C A+B+C A+B+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D
Kelas potensid S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3
Keterangan A = Buat teras, tanam sejajar garis kontur B = Tanam tanamman sela itanaman penutup tanah C = Pengapuran D = Pemupukan secara berimbang
Hasil analisis kesesuaian beberapa jenis tanaman yang terdapat di daerah penelitian dengan kesesuaian lahannya di masing-masing SLH dan faktor-faktor pembatasnya serta rekomendasi agroteknik terdapat pada Lampiran 15 dan 16. Hasil penelitian untuk SLH-1 (Lampiran 15) dapat diuraikan sebagai berikut:
(1). Tanarnan alpokat. Secara umum tergolong kelas S3, faktor penghambat utama lereng dan kejenuhan basa 1 KB (S3ehl nr2). Disarankan buat teras sesuai teknis, tanam sejajar garis kontur dan tanam tanaman sela 1 tanarnan penutup tanah serta pemupukan berimbang. Sekitar 58 % lahan (LUT) di SLH-1 akan menghambat pertumbuhan alpokat karena tingkat kesuburan tergolong marjinal, Pada LUT CAgl dan WAg3 perlu diberi kapur karena kondisi pH di kedua LUT tergolong marjinal bagi alpokat. (2). Tanaman nangka. Secara urnurn memiliki kelas S3, faktor penghambat utama lereng dan kapasitas basa 1 KB (S3ehl 1x2). Disarankan buat teras sesuai teknis, tanam sejajar garis kontur dan tanam tanaman sela 1 tanaman penutup tanah serta pemupukan berimbang. pH yang rendah di CAgl dan WAg3 tidak menjadi penghambat bagi nangka. (3). Tanaman jeruk di SLH-1 sesuai marjinal (S3), faktor penghambat utama lereng dan pH tanah (S3ehlnr4). Sekitar 62,5 % lahan (LUT) di SLH-1 yang karena kondisi pH nya rendah akan menghambat pertumbuhan tanarnan jeruk. Disarankan buat teras sesuai teknis, tanam sejajar garis kontur dan tanam tanaman sela / tanaman penutup tanah serta pengapuran. (4). Tanaman Blumkol. Umurnnya tergolong kelas S3, faktor penghambat utama
adalah lereng, erosi, pH dan curah hujan (S3eh,11r~~wa~). Disarankan buat teras sesuai teknis, tanam sejajar garis kontur dan tanam tanaman sela / tanaman penutup tanah (budidaya lorong) serta pengapuran. Sebaiknya blumkol ditanam di daerah ini pada bulan Juni-September. (5). Tanaman cabe di SLH-1 tergolong sesuai marjinal (S3), faktor penghambat sama dengan blumkol (S3ehlnr4wal), sehingga berlaku saran yang sama dengan tanaman blumkol kecuali musim tanamnya. Bila di SLH-1 menjadi pilihan pengembangan tanaman cabe maka sebaiknya cabe ditanam pada bulan April dan panen pada bulan Juni hingga September. (6). Tanaman tomat di SLH-1 tergolong S3, memiliki faktor penghambat yang sama dengan cabe atau blumkol, selain itu karena kondisi kejenuhan basa, di beberapa LUT bagi cabe dan blumkol tidak bermasalah namun untuk tomat menjadi faktor penghambat (S3ehlnr24wal). Dari 24 LUT yang diteliti terdapat 11 LUT yang memiliki KB yang menjadi penghambat tanaman
tomat. Disarankan buat teras sesuai teknis, tanam sejajar garis kontur dan tanam tanaman sela 1 tanaman penutup tanah (budidaya lorong) serta pengapuran, pemupukan berimbang dan pengapuran. Pola tanam sebaiknya pada bulan Mei hingga September. (7). Tanaman mangga. Di SLH-1 tanaman mangga tergolong kelas S3 dengan faktor penghambat utama adalah lereng, pH dan KB (S3ehlw4). 15 dari 24 LUT yang diteliti memiliki KB bermasalah bagi tanaman mangga dan 11 dari 24 LUT merniliki pH bermasalah. Disarankan pemupukan berimbang, pengapuran tanam tanaman penutup tanah. Disarankan buat teras sesuai teknis, tanam sejajar garis kontur dan tanam tanaman sela 1 tanaman penutup tanah serta pemupukan berimbang.
(8). Tanaman kopi. Umumnya tergolong kelas S3, faktor penghambatnya adalah lereng, KB dan kelembaban (S3ehlmwa2). Faktor lereng dapat diatasi dengan memperbaiki teras kualitas sedang menjadi teras kualitas baik, tanam sejajar garis kontur dan tanam tanaman penutup tanah guna menghambat aliran permukaan, berkurangnya percepatan aliran permukaan maka erosi yang terjadi semakin kecil. Rendahnya KB dapat diatasi dengan pemupukan berimbang, sementara untuk meminimalisir darnpak dari kelembaban udara yang tinggi dilakukan pemangkasan teratur.
(9). Tanaman cengkeh. Umumnya tergolong kelas S3 dengan faktor pembatasnya lereng (S3ehl). Pada LUT (CAbl) yang akan menjadi penghambat adalah pH selain lereng sementara LUT WAfi dan SAf2 akan dihambat oleh rendahnya bahan organik. Disarankan perbaiki kualitas teras, tanam sejajar garis kontur, tanam sejajar garis kontur dan tanam tanaman sela 1 tanaman penutup tanah dan beri pupuk kandang serta pengapuran. (10) Tanaman buncis dinilai sesuai marjinal (S3), faktor penghambat adalah, pH
dan KB (S3ehlm4). Disarankan buat teras sesuai teknis, tanam sejajar garis kontur dan tanam tanaman sela I tanaman penutup tanah (budidaya lorong) dan pemupukan berimbang serta pengapuran.
(1 1) Rumput gajah. Rumput gajah yang dikembangkan di SLH-1 tergolong sesuai marjinal (S3) dengan faktor pembatasnya lereng, pH, kejenuhan basa dan curah hujan (S3ehlw4wal). Disarankan buat teras sesuai teknis, tanam
sejajar garis kontur dan tanam tanaman sela 1 tanarnan penutup tanah (budidaya lorong) serta pengapuran, pemupukan berimbang dan pengapuran. Berdasarkan analisis kesesuaian penggunaan lahan (LUT) aktual di SLH-2 dengan kesesuaian lahannya diperoleh hasil sebagaimana terdapat pada Lampiran 11 Lampiran 13 dan rekomendasi agroteknik terdapat pada Lampiran 16. Hasil penelitian kesesuaian lahan beberapa komoditi yang dikembangkan petani di SLH-2 menunjukkan bahwa tanaman alpokat, nangka, jeruk, cabe, blumkol, mangga, kopi, cengkeh, buncis dan rumput gajah tidak sesuai (N) dengan kesesuaian lahannya. Faktor pengharnbatnya adalah lereng dan erosi. Disarankan (Lampiran 16), perbaiki teras kualitas sedang menjadi teras kualitas baik, tanam sejajar garis kontur dan tanam tanaman sela 1 penutup tanah diikuti pengapuran dan pemupukan. Kualitas teras yang baik d m tanaman tahunan mendorninasi penggunaan lahan diselingi tanaman semusim serta pola tanam yang sejajar garis kontur dapat menghambat aliran permukaan. Berkurangnya percepatan aliran permukaan maka erosi semakin kecil dari erosi aktual. 5.2 Analisis Usahatani Petani di daerah ini memasarkan hasil pertaniannya melalui pedagang desa (pedagang pengumpul) dengan harga yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul tersebut. Pendekatan analisis usahatani untuk menilai kelayakan usahatani dari berbagai tipe penggunaan lahan (LUT) yaitu menilai perbandingan penerirnaan (cost in) dan biaya usahatani (cost out). Cost in merupakan semua (total) penerimaan dari berbagai produk dalam suatu LUT. Biaya usahatani (cost out) yang diperhitungkan adalah biaya tidak tetap (variable cost) meliputi biaya tenaga kerja dan sarana produksi. Biaya tenaga kerja yang diperhitungkan adalah biaya tenaga kerja keluarga dan biaya tenaga kerja di luar keluarga yang diupah. Biaya tetap tidak diperhitungkan antara lain sewa lahan dan alat pertanian kecil dengan asumsi pelani di daerslh ini umunmya adalah penggarap sekaligus pemilik iahan dan peralatan pertanian kecil selalu tetap tersedia. ~b'iaIisisfirmisid i~lenggmzikananalisis anggaran anis wing tunai (cashjhhi analysis). Analisis finansial dari penerapan LUT utarna selama satu periode tertci~tu (WIIUI proyeii) se-
s-&u bunga pinjaman ymg bsrlriiiu saat itu.
Umumnya kegiatan usahatani para petani di daerah penelitian menggunakan modal sendiri. Atas dasar itu, ditetapkan suku bunga 0 %. Komponen tanaman tahunan yang terdapat di masing-masing LUT utama berkisar 10-13 tahun sehingga ditetapkan umur proyek (masa pengusahaan lahan) 10 tahun untuk LUT yang terdapat komponen tanaman tahunan, yaitu LUT monokultur tanaman tahunan, LUT compound dan LUT multiple. Indikator kelayakan usahatani dari aspek ekonomi diukur dari nilai B/C rasio dan NPV yang didapat dari hasil analisis tersebut. Usahatani dikatakan layak bila B/C rasio >1 dan atau NPV positif. Hasil analisis usahatani dari beberapa LUT utama terdapat pada Tabel 22 dan Lampiran 17. Tabel 22 Analisis usahatani beberapa tipe penggunaan lahan utama SLH
LUT
-
- -
SLH-l
Al+Na - Je + Ca + Bl Jeruk+cabe+blumkol Alpokat-blumkol Nangka Alpokat Jeruk Cabe Blumkol
Jumlah Rats-rats Al+Na - Je + Ca + B1 Jeruk+cabe+blumkol Alpokat-blumkol SLH-2
Nangka Alpokat Jeruk Cabe Blumkol
Jumlah Rata-rata
Penerimaan (Rp.000)
Biaya (Rp.000)
Bendapatan kotor (Rp.000,-)
Ratio
BIC
NPV (0 %)
45.9262 46.3 16,9 53.549,2 7.400,O 7,633.3 12.449,O 49.450,3 73.145,O 295.920,2 36.990,O 43.707,5 42.523,8 51.064,1 6.850,O 7.133,3 11.727,O 39.750,O 6 1.500,O 264.255,7 33.032,O
13.479,8 16.265,6 19.537,5 3.097,9 4,154.5 3.985,7 17.274,7 25.512,5 103.308,l 12.913,5 14.182,8 16.265,6 19.410,9 3.141,7 4.227,4 3.940,7 17.153,8 23.960,7 102.283,7 12.785,5
32.446,8 30.051,3 34.0 11,7 4.302,l 3.478.9 8.513,7 30.201,O 47.632.5 190.637,5 23.829,7 29.524,7 27.299,O 3 1.653,2 3.708,4 2.905,9 7.786,3 22.596,2 37.539,3 163.012,6 20.376,6
3,4 1 3,03 2,74 2,07 1.38 2,90 2,64 2,87 21,04 2,87 2,95 2,78 2,63 1,88 1,28 2,73 2,32 2,57 19,12 2,39
32.446,8 30.051,3 34.0 11,7 4.302,l 3.478.9 8.513,7 30.201,O 47.632,5 190.637,5 23.829,7 29.524,7 27.299,7 3 1.653,2 3.708,4 2.905,9 7.786,3 22.596,2 37.539,3 163.012,6 20.376,6
Sumber: Data primer (diolah). Keterangan: A1 = alpokat. Na = Nangka. Je = Jeruk Ca = Cabe. B1= Blumkol
Hasil penelitian menunjukkan, t i p penggunaan lahan (LUT) utama baik di SLH-1 maupun SLH-2 adalah layak. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rerata B/C rasio > 1 (BIG rasio berkisar 1.28 hingga 3,41) dan NPV rata-rata bernilai positif NPV berkisar Rp 2.905.900,- hingga Rp 47.632.500,- 1 hektar / tahun. LUT yang memberikan pendapatan tertinggi di SLH-1 adalah LUT blumkol (tiga kali tanam dalam setahun) yaitu Rp 47.632.500,- / ha / th. Tipe penggunaan lahan utarna yang
memberikan pendapatan terendah adalah LUT alpokat terdapat di SLH-2 yaitu rata-rata Rp 2.905.900,- / hektar / tahun (selama 10 tahun). Pendapatan yang diperoleh dari penerapan LUT (alpokat + nangka - jeruk + cabe
+ blumkol) di SLH-1 sebesar Rp 32.446.300,-
korbanan biaya sebesar Rp 13.479.300,- (B/C rasio
=
1 hektar Itahun dengan
3,41) dan penerapan LUT
yang sama di SLH-2 diperoleh pendapatan sebesar Rp 29.524.700,- / hektar 1 tahun dengan biaya produksi rata-rata Rp 14.182.800,- (B/C rasio
=
2,95). B/C
rasio dari LUT tersebut adalah yang tertinggi dari 7 (tujuh) LUT utama lainnya di masing-masing SLH di daerah penelitian. Hal ini menunnjukan bahwa penerapan LUT yang komponen penyusunnya relatif lebih beragam biaya produksinya lebih efisiensi. LUT (jeruk
+
cabe + blumkol) di SLH-1 rata-rata menghasilkan
pendapatan petani sebesar Rp 30.051.300,- / ha / tahun dengan biaya yang hams dikeluarkan sebesar Rp 16.265.600,- / ha / th. Sementara penerapan LUT tersebut di SLH-2 memberikan keuntungan Rp 27.299.000,- / hektar / tahun. Di SLH-1 pengusahaan blumkol dapat memberikan keuntungan bagi petani sebesar Rp 47.632.500,- / hektar 1 tahun dengan biaya sebesar Rp 25.5 12.500,-. Sementara di SLH-2 penerapan LUT blumkol dalam periode dan luas yang sama dapat memberikan keuntungan bagi petani sebesar Rp 37.539.300,- dengan korbanan biaya Rp 23.960.700,-. Usahatani monokultur blumkol adalah tipe penggunaan lahan yang memberikan pendapatan tertinggi diantara 7 (tujuh) tipe penggunaan lahan utama lainnya di daerah penelitian. Itulah sebabnya petani yang bermodal cukup lebih suka menanarnkan modalnya untuk usahatani blumkol. Pengembangan cabe di SLH-1 (dua tahun 3 kali tanam) dapat memberikan keuntungan Rp 30.201.000,- 1 ha 1 tahun dengan modal sebesar Rp 17.274.700,- / hektar 1 tahun dan di SLH-2 dengan modal Rp 17.153.800,- dapat memberikan keuntungan sebesar Rp 22.596.200,- / hektar / tahun Rata-rata pendapatan usahatani nangka, alpokat dan jeruk di SLH-I berturutturut Rp 4.302.100,- dan Rp 3.478.900,- serta Rp 8.3 13.700,- per hektar per tahun sementara di SLH-2 rata-rata pendapatan bersih yang diperoleh dari pengusahaan komoditi yang sama berturut-turut Rp 3.708.400,-, Rp 2.905.900,- dan Rp 7.786.300,- per hektar per tahun. Dari Tabel 30 nampak bahwa rata-rata
pendapatan petani per hektar per tahun dari usahatani di SLH-1 lebih tinggi bila dibandingkan rata-rata pendapatan usahatani di SLH-2. Perbedaan ini umumnya disebabkan oleh 3 (tiga) ha1 berikut:
1. Perbedaan tingkat kesulitan. Usahatani di SLH-2 lebih sulit dibandingkan usahatani di SLH-1, sehingga usahatani di SLH-2 tenaga keja yang lebih dari usahatani di SLH-1 (biaya tenaga kerja SLH-2 > biaya tenaga kerja SLH-1) 2. Perbedaan produktifitas lahan. Jenis tanaman (semusim) dan pola tanam yang sama, populasi tanaman di SLH-2 < populasi tanaman di SLH-1 akibatnya produktifitas SLH-2 < produktifias di SLH-1 (penerimaan dari usahatani di SLH-2 < penerimaan usahatani di SLH-1).
3. Perbedaan agroinput. Erosi di SLH-2 > erosi di SLH-1 akibatnya lapisan tanah subur (hara tanaman) di SLH-2 < hara tanaman di SLH-1. Untuk dapat mengimbanginya maka penerapan agoroinput di SLH-2 diperbesar (biaya agroinput di SLH-2 > biaya agroinput di SLH-1)
5.3 Pendugaan Erosi beberapa LUT Utama Eksisting Untuk menilai erosi yang terjadi pada lahan kering berlereng di hulu Sub DAS Cikapundung yaitu dengan menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation). Metode USLE banyak dikembangkan dan digunakan karena sifatnya yang sederhana. Namun demikian, ketepatan hasil pendugaan sangat ditentukan oleh ketepatan pengukuran dan penelitian faktor-faktor pendugaan. Pada dasarnya USLE menghendaki topografi, vegetasi dan jenis tanaman yang relatif homogen (Nueralam,1990 dalam Darsiharjo, 2004). Faktor-faktor dalam penilaian pendugaan erosi tanah menurut USLE adalah: erosivitas hujan, erodibilitas tanah, faktor lereng (panjang lereng dan kemiringan lereng), faktor tanaman dan vegetasi serta faktor tindakan konservasi tanah. 5.3.1. Pendugaan Faktor Erosivitas Hujan (R) Penilaian faktor erosivitas hujan dengan menggunakan rumus Bolls (1978). Berdasarkan data curah hujan tahun 1995-2004 rata-rata curah hujan di daerah hulu Sub DAS Cikapundung sebesar 1841,8 mm 1tahun, hari hujan 142,5 hari dan curah hujan maksimurn 424,3 mm dengan demikian erosivitas hujan (R) adalah 1255,05. Rincian indeks erosivitas hujan bulanan terdapat pada Lampiran 18.
5.3.2 Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Un?uk menduga faktor erodibilitas tanah (K) menggunakan nunus yang dikemukakan oleh Arsyad (2000). Data yang dibutuhkan diperoleh dari hail pengamatan lapangan dan analisis laboratoriurn serta kajian pustaka yaitu: struktur tanah, permeabilitas, tekstur tanah (fraksi pasir, debu dan liat) dan persentase bahan organik sebagaimana terdapat pada Lampiran 2, 3 dan 9. Hasil pendugaan erodibilitas tanah (K) tertera pada Tabel 23 dan Larnpiran 19. Tabel 23 Pendugaan faktor erodibiltas tanah (K) SLH-1 dan SLH-2 Kode LUT SLH-1 Aa Ab
Tipe Penggunaan Lahan Aktual
Al, Na, Je, Ca, B1 Jeruk, cabe, blumkol
Ac
Alpokat, blurnkol Nangka (Na) Alpokat (Al) Jeruk (Je) Cabe (Ca) Ai ~lumkol(BI) Rata-rata faktor erodibilitas tanah di SLH-1
Ad Ae Af Ag --
p
d
1
M
a
b
c
K
19 19 21 20 24 22 21 25 21
23 24 24 23 28 24 26 28 25
50 50 48 51 44 46 41 45 47
2122 2158 2297 2133 2914 2491 3155 2619 2486
4,63 5,OO 4,20 3,89 3,27 2,78 3,lO 3,03 3,74
2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3
0,12 0,12 0,15 0,14 0,2 1 0,19 0,24 0,19 0,17
20 21 19 19 21 22 21 22 21
22 20 23 23 23 25 24 24 23
50 51 50 48 50 47 48 46 49
2087 1979 2087 2196 2199 2476 2362 2508 2237
5,17 3,50 3,20 3.88 2,89 3,16 1,78 1,77 3,17
2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3
0,ll 0,13 0.14 0,15 0,16 0,18 0,19 0,2 1 0,16
3
SLH-2
Ba Al, Na, Je, Ca, B1 Bb Jeruk, cabe, blurnkol Bc Alpokat, blumkol Bd Nangka (Na) Be Alpokat (Al) Bf Jeruk (Je) BE Cabe (Ca) l3i ~lumkol(BI) Rata-rata faktor erodibilitas tanah di SLH-2
SLH-1 memiliki kepekaan tanah terhadap erosi berkisar dari 0.10 hingga 0,27 atau rata-rata 0,17. Erodibilitas terendah ditemukan pada LUT WAa2 dan SAb2 (LUT multiple), sementara erodibilitas tertinggi ditemukan pada LUT WAh2 (LUT blurnkol). Erodibilitas pada LUT multiple rata-rata memiliki
kepekaan terhadap erosi tanah terendah yaitu 0,12 dan lahan pada LUT compound erodibilitasnya 0,15 sementara pada LUT cabe rata-rata memiliki erodibilitas 0,24. Perbedaan ini diduga karena terdapat perbedaan fraksi liat dan bahan organik tanah yang mencolok antara LUT agroforestri sederhana dengan LUT monokultur blurnkol. Fraksi liat yang tinggi dan diimbangi krsedianya bahan organik yang tinggi pula (unsur-unsur lain relatif sarna) akan menjadikan fraksifraksi tanah yang bersangkutan teragregasi membentuk struktur yang mantap dan tahan terhadap erosi.
SLH-2 memiliki kepekaan tanah terhadap erosi beragam dari 0.08 hingga
0,26 rata-rata 0,16. Erodibilitas terendah ditemukan pada LUT SBal (K=0,08) dan SBbl (LUT multiple) nilai K nya 0,10 sementara erodibilitas tertinggi ditemukan pada LUT CBgl (LUT Cabe) yaitu 0,26. Erodibilitas pada LUT multiple rata-rata memiliki kepekaan terhadap erosi tanah terendah yaitu 0,12 dan lahan pada LUT compound faktor erodibilitasnya 0,14 sementara pada LUT blumkol rata-rata memiliki erodibilitas 0,21. LUT cabe secara rata-rata nilai K nya 0,19. Secara keseluruhan erodibilitas tanah kedua SLH relatif sama.
5.33 Faktor Lereng (LS) Pendugaan faktor lereng (LS) menggunakan model yang dikembangkan oleh Departemen Kehutanan (2001). Hasil penelitian pendugaan faktor kelerengan tertera pa& Tabel 24 dan Lampiran 20. Tabel 24 Pendugaan faktor kelerengan beberapa LUT utama di daerah peneltian SLH- 1
~
Kode Pmutupanlahanl LUT Jenis tanaman Aa Al, Na, Je, Ca, BI Ab J&. cabe.. blumkol Ac Alpokat, bl'umkol ~d Nan& Wa) Ae Alpokat (Al) Af Jeruk (Je) Ag cabe.(Ca) Ah Blumkol (BI) Rerata~. faktor LS di .SLH-1. ..-----~...~.~...~ .......~ . -
SLH-2 LS
19 19 22 20 21 17 21 19 19,9
63 69 60 61 66 66 65 65 64,2
5,34 5.67 6143 s,78 5,61 622 6,26 5,63 5,87
Penutupan lahanl Jenis tanaman Ba Al, Na, Je, Ca, B1 Bb Jeruk. cabe. Mumkd Bc ~lpokat,blumkol ~d (Na) Be Alpokat (Al) Bf Jeruk (Je) Bg Cabe (Ca) Bh Blumkol (BI) Rerata W o r LS di SLH-2
LS 35 39 35 39 36 37 38 36 36,s
66 63 62 60 68 59 62 57 61,9
12,88 14.72 11199 14,27 13,43 12,16 13,79 12,16 13,13
Sumber: Data primer (diolah)
Berdasarkan Tabel 24 dan Lampiran 20 diketahui bahwa penerapan LUT utama di SLH-1 pada kisaran lereng 16-25 %, rata-rata 19,9 %. Berdasarkan ratarata kemiringan lereng sekitar 20 % tersebut kemudian dipilih formula pendugaan LS yang dikembangkan oleh Departemen Kehutanan (2001) yaitu: Persamaan tersebut mensyaratkan kemiringan lereng di atas 20 %, bila kemiringan lereng < 20 % perhitungan LS menggunakan persamaan: Dimana L= panjang lereng (meter), S= kemiringan lereng (%). Sementara m
= 0,5
bila lereng > 5 %,
m
= 0,4 bila lereng 33-4,5 %,
m
= 0,3 bila lereng
m
= 0,2
1-3 % dan
bila lereng < 1 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor LS di SLH-I dm di SLH-2 beragam. Faktor LS di SLH-1 berkisar 3,45 hingga 8,46 dengan rata-rata faktor LS sekitar 5,87. Penerapan LUT utama di SLH-2, panjang lereng rata-rata sekitar 62 meter dan kemiringan lereng rata-rata sekitar 37 %, nilai faktor LS rata-rata 13,13. Makin besar LS maka erosi yang terjadi makin besar. Bila dibandingkan dengan faktor LS dari penerapan LUT utama di SLH-1 nilainya lebih dari 2 kali lipat. Nilai faktor LS yang berbeda antara SLH-1 dan SLH-2 dapat diduga bahwa erosi yang terjadi di dua SLH tersebut perbedaannya sangat mencolok.
53.4 Faktor Pengelolaan Lahan dan Tanaman (C) Faktor pengelolaan lahan dan tanaman ditentukan berdasarkan pengamatan di lahan garapan dan wawancara dengan petani contoh. Data hasil pengamatan dicocokkan dengan daftar nilai faktor pengelolaan lahan dan tanaman (C) dari berbagai tanaman dan pengelolaannya (penggunaan lahan) pada lampiran 5 dan ternyata ada dua nilai yang relatif lebih sesuai yaitu 0,35 untuk LUT bervegetasi pohon yang ditanam secara berurutan dan sisa tanaman (serasah) dibiarkan membusuk. Nilai 0,40 diberikan kepada LUT bentuk perladangan. Hasil penelitian nilai C secara rinci tedapat pada Lampiran 21.
5.3.5 Faktor Tindakan Konservasi (P) Untuk menentukan faktor tindakan konservasi tanah digunakan daftar indeks faktor konservasi tanah (P) terdapat pada Lampiran 4 yang disusun oleh Arsyad (2000). Data hasil pengamatan dm wawancara dengan petani contoh ternyata ratarata LUT baik di SLH-1 maupun di SLH-2 telah dibuat teras bangku dengan
konstruksi sedang dan dengan kondisi tersbut setelah dicocokkan dengan d a h nilai indeks konservasi tanah, tenyata seluruh LUT bernilai 0,15. Nilai P secara rinci ditampilkan pada Lampiran 2 1. Erosi yang terjadi dari beberapa LUT utama di SLH-1 dan SLH-2 diduga berdasarkan nilai fakor yang mempengaruhi erosi yaitu: erosivitas, erodibilitas, kelerengan, pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah. Nilai-nilai tersebut telah dijelaskan sebelumnya. dan dengan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) yaitu: A = R * K * LS * C * P
didapat hasil erosi aktual LUT utama seperti tertera pada Tabel 25 dan Lampiran
Tabel 25 Erosi aktual penerapan LUT utama pada SLH-1 dan SLH-2 Kode LUT SLH-1 Aa Ab Ac Ad Ae
Penggunaan Lahan (LUT) Al, Na, Je, Ca, B1
Jeruk, cabe, blumkoi Alpokat, blumkol Nanska @a) Alpokat (Al) Af Jeruk (Je) Ag Cabe (Ca) Ah Blumkol (RI) Rata-rata LUT SLH-1
R
K
LS
Nilai C
Nilai P
Erosi
1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255
0,12 0,12 0,15 0,14 0,21 Q,19 0,19 0,24 0,17
5,34 5,67 6,43 5,78 5,61 6,22 6,26 6,20 5,94
0,35 0,40 0,40 0,35 0,35 Q,48 0,40 0,40 0,38
0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 Q,15 0,15 0,15 0,15
43,9 52,O 70,l 51,7 73,O 86,4 89,9 I07,7 71,8
1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255
0,11 0,13 414 0,15 0,16 0,18 0,19 0,21 0,16
12,88 14.72 11,99 14,27 13,43 13,42 12,16 16,14 13,34
0,35 0,40 0,40 0,35 0,35 0,40 0.40 0,40 0,38
0,15 0.15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
95,s 146,7 131,O 135,3 1440 180,2 171.7 254,s 156,9
SLH-2 Ba Al, Na, Je, Ca, B1 Bb Je& cabe, blumkol Bc Alpokat, blumkol Bd Nangka (Na) Be Alpokat (Al) Bf Jeruk (Je) Bg Cabe (Ca) Bh Blumkol (Bi) Rata-rata LUT SLH-2
5.5.6 Erosi dan Tingkat Bahaya Erosi Beberapa LUT Utama Berdasarkan hasil pengamatan profil, tanah di daerah penelitian memiliki solum tanah yang dalam (>100 cm) dan lapisan bawah permeabilitas sedang serta bemda di atas substrata yang telah melapuk, berdasarkan Tabel 1 nilai ET
=
2.
Hasil analisis tekstur tanah di laboratorium menunjukkan bahwa umurnnya tanah di daerah ini memiliki kandungan liat yang tinggi. Menurut Arsyad (2000), tanah yang berkadar liat tinggi mempunyai berat vulume tanah berkisar dari 1 hingga 1,2. Analisis ini menggunakan berat volume tanah 1,O karena tanah-tanah daerah
ini terbentuk dari bahan induk abu pasir dan tuf mlkan yang relatif ringan. Berdasar itu, maka nilai erosi yang dapat ditoleransikan adalah 20 ton I ha I tahun. Dengan mengetahui erosi yang terjadi dan erosi yang masih dapat ditoleransikan maka indeks bahaya erosi (IB) d m tingkat bahaya erosi (BE) dapat ditentukan. Indeks bahaya erosi (IB) merupakan hasil bagi antara erosi yang terjadi dengan erosi yang masih dapat dibiarkan d m tingkat bahaya erosi (BE) ditentukan berdasarkan kategori sebagai berikut: IB = < I, maka bahaya erosi (BE) tergolong ringan IB = 1- < 4 ,maka bahaya erosi (BE) tergolong sedang
IB = 4-1 0 ,maka bahaya erosi tergolong berat / tinggi dan
IB = > 10, maka bahaya erosi tergolong sangat berat / sangat tinggi Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata erosi yang terjadi pada LUT utama di SLH-1 berkisar 43,9 hingga 107,7 ton / ha / th atau rata-rata 71,8 ton / ha 1 th dengan indeks bahaya erosi (IB) rata-rata berkisar 2,2 hingga 5,4 atau IB rata-
rata 3,6. Tingkat bahaya erosi di SLH-1 masih tergolong sedang. Sementara di
SLH-2 erosi yang terjadi rata-rata berkisar 953 hingga 254,5 ton / ha 1 th atau rata-rata 156,9 ton 1 ha 1 th. dan indeks bahaya erosi rata-rata berkisar 4,s hingga 12,7 atau IB rata-rata 7,9. Tingkat bahaya erosi di SLH-2 tergolong berat / tinggi. Rata-rata erosi dan tingkat bahaya erosi (BE) LUT utama daerah hulu Sub DAS Cikapundung tertera pada Tabel 26 Lampiran 23 dan Lampiran 24. Tabel 26 Rata-rata erosi dan tingkat bahaya erosi LUT utama Sistem pertanaman 1 jenis tanaman nangka,Jeruk cabe' blumkol Jeruk, cabe, blurnkol Alpokat, blumkol Nangka Alpokat Jeruk Cabe Blumkol Rata-rata
Erosi
SLH-1 Etol
1B
Erosi
SLH-2 Etol
IB
Tingkat Bahaya Erosi SLH-1 SLH-2
43,9
20
2,2
95,s
20
4,8
sedang
berat Itinggi
52,O 70,l 51,7 73,O 86,4 89,9 107,7 71.8
20 20 20 20 20 20 20 20
2.6 3.5 2.6 3,7 4,3 4,s 5,4 3,6
146.7 131,O 135,3 140,O 180,2 171,7 254,5 156,9
20 20 20 20 20 20 20 20
7,3 6,6 6,8 7,O 9,O 8,6 12,7 7,9
sedang sedang sedang sedang tinggi tinggi tinggi sedang
berat Itinggi berat Itinggi berat Itinggi berat /tinggi berat Itinggi beratttinggi sangatberat berat Itinggi
Berdasarkan Tabel 26 dan Lampiran 23 diketahui bahwa erosi aktual di SLH-1 berkisar antara 3 1,l sarnpai 120,7 ton / ha 1 th, Erosi tertinggi terdapat pada LUT SAh3 (blumkol) tergolong tingkat bahaya erosi berat yang ditandai indeks bahaya erosi mencapai 5,4. Erosi terendah terdapat pada LUT WAa2 (LUT multiple), erosi yang terjadi pada LUT ini terrnasuk kategori sedang ditandai
indeks bahaya erosinya (IB) = 1,3 Tingginya erosi pada LUT SAh3 diduga karena sebagian besar sisa tanaman dipindahkan ke luar dari lahan garapan dan kandungan Ca relatif rendah (2,232 me / 100 gram), sementara kandungan Na relatif tinggi (0,60 me / 100 gram).
Walaupun kandungan bahan organik tanah LUT SAh3 tergolong tinggi (2,723 %) namun erosi yang terjadi tergolong berat Itinggi. Hal yang berbeda dapat dilihat pada LUT WAa2 dimana erosi yang terjadi tergolong sedang (3 1,l ton / ha / th),
kandungan bahan organik tanah berlebihan (5,57 %) d m kadar Na tanah relatif rendah (0,16 me /I00 gram). Sehingga walaupun kandungan Ca pada LUT WAa2 lebih rendah dari LUT SAh3 narnun LUT ini mampu mengatasi erosi hingga mendekati erosi yang dapat ditoleransikan. Erosi yang ditimbulkan berbagai tipe penggunaan lahan (LUT) di SLH-1 berturut-turut dari yang tertinggi hingga terendah adalah sebagai berikut : (1) LUT blumkol. Dikelola dengan tingkat pengelolaan sedang, teras agak miring ke arah lereng, bedengan searah lereng, saat panen bagian terbesar dari tanaman diangkut ke luar lahan. Rerata erosi LUT blumkol adalah 107,7 ton / ha / th. Tingkat bahaya erosinya tergolong berat / tinggi. (2) Sistem pertanaman monokultur cabe (LUT cabe) tingkat pengelolaan sedang, tanaman di atas bedengan yang tidak sejajar kontur, di atas term kualitas sedang. LUT cabe menghilangkan tanah di SLH-1 (lereng 15-30 %) rata-rata 89,9 ton / ha Itahun dengan tingkat bahaya erosi tergolong sedang (IB = 3,7). (3) LUT jeruk, tanam di atas teras sederhana mengikuti kontur dengan populasi sekitar 400-420 pohon per hektar. Umumnya satu teras terdapat satu deretan jeruk, tidak terdapat tanaman penutup tanah, nampak bersih tanpa serasah, secara umwn belum dapat mengatasi erosi dengan baik, rata-rata erosi 86,4 ton / ha / tahun dengan IB = 3,6. Pada LUT SAf2 erosi mencapai 112,2 ton / ha / tahun dengan indeks bahaya erosinya 4,8 tergolong sedang. (4) Pada LUT alpokat terdapat 85-1 10 pohon / hektar, jarak tanam 7-12 meter, dikelola secara komersial dengan tingkat pengelolaan sedang. Hasil analisis menunjukkan LUT ini belum mampu mengatasi degradasi lahan, karena erosi yang terjadi pada LUT ini rata-rata 73 ton / hektar /tahun. Erosi tertinggi pada LUT WA e2 yaitu sebesar 84,l ton / hektar / tahun (sedang) dan erosi terendah pada CA e l yaitu 54,l ton / ha / tahun, masih tergolong sedang. (5) LUT (alpokat, blumkol). Alpokat terpisah dari blumkol namun masih pada satu unit pengelolaan (LUT). Jumlah tegakan alpokat 5-9 pohon / hektar, ratarata 6 pohon. Jarak tanarn 6-12 meter, terdapat pada bagian bawah lereng lahan garapan / diperbatasan tebing yang curam, tingkat pengelolaan rendah, tidak diberi pupuk namun serasah dibiarkan dan dibersihkan pada saat akan dipanen. Blumkol ditanam di bedengan di atas teras sederhana, diberi pupuk
buatan dan pupuk kandang serta pengendalian hama penyakit. Hasil prediksi erosi aktual pada LUT ini rata-rata sekitar 70,l ton / ha / tahun. Tergolong tingkat bahaya erosi sedang dengan indeks bahaya erosinya 3 (tiga). (6) LUT (jeruk+cabe+blumkol), sistem tumpangsari dan budidaya lorong atau bentuk pemanfaatan Iahan tajuk bertingkat (agoforestri sederhana), di atas guludan dan teras sederhana, tingkat pengelolaan sedang, pemupukan hanya dilakukan pada tanaman blumkol dan cabe. Erosi pada LUT ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan LUT-LUT yang diuraikan sebelumnya yaitu rerata 52 ton 1 ha / th, (sedang), erosi terendah pada LUT CAb2 sebesar 41 ton / ha 1 th, erosi tertinggi pada LUT CA b2 yaitu 62,2 ton / ha / th, tergolong sedang karena IB = 2,6. (7) LUT nangka, terdapat 80-1 15 pohon nangka / hektar, jarak tanam 7- 12 meter. Dikelola secara komersial dengan tingkat pengelolaan sedang. Hasil analisis erosi yang terjadi menunjukkan, bahwa LUT ini ternyata masih belurn mampu mengatasi degradasi lahan, karena rerata erosi pada LUT ini 5 1,7 ton / ha Ith. Erosi tertinggi dalam sistem pertanaman nangka terjadi pada LUT SAd3 yaitu sebesar 68,7 ton 1 ha / th dan erosi terendah terjadi pada CA d l yaitu 33,9 ton 1 ha 1th, tergolong tingkat erosi sedang. (8) LUT (alpokat + nangka
- jeruk + cabe + blumkol) yaitu sistem campuran,
tumpangsari dan budidaya lorong (agroforestri jeruk sederhana), hampir sama dengan LUT (jeruk+cabe+blumkol),bedanya di bagian lain dari lahan garapan petani terdapat tumpangsari alpokat dan nangka masing-masimg 5-8 pohon. Besar erosi pada LUT ini tergolong sedang, rerata 43,9 ton /ha Ith, erosi terendah dihasilkan pada LUT WA a2 (31,l ton / ha / th dan erosi tertinggi dalam sistem pertanaman ini terjadi pada LUT CA a1 (50,3 ton / ha / th). Dari Tabel 26 dan Lampiran 24 nampak erosi aktual di SLH-2 berkisar 59,l320,2 ton / ha / th, rata-rata 156,9 ton / ha / th. Tingkat bahaya erosi SLH-2 tergolong sedang sampai sangat berat, rerata tergolong berat (rerata IB
=
7,s).
Erosi tertinggi terdapat pada LUT CBhl (blumkol) tergolong tingkat erosi sangat berat (IB = 12,7) dan erosi kategori sedang (IB = 2,5) terdapat pada LUT SBal. (agroforesti sederhana). Tingginya erosi pada LUT CBhl diduga karena sebagian besar sisa tanaman dipindahkan keluar dari lahan garapan sehingga bahan organik
tanah menjadi berkurang. Bahan organik tanah selain menyedialcan unsur hara
bagi tanaman berfungsi sebagai perekat yang dapat mengagregasi butir-butir tanah menjadi struktur mantap dan mampu menahan terpaan air hujan yang jatuh maupun yang mengalir dipermukaan tanah (Thompson dan Troeh 1979). Selanjutnya Wantasen (1980) bahan organik merupakan gudang unsur hara bagi tanaman. Ia merupakan pemantap agregat yang tidak ada taranya, mengatur aerasi, cenderung meningkatkan jumlah air yang dapat ditahan dan jumlah air yang tersedia untuk tanaman. Pada LUT SBal kandungan bahan organiknya cukup tinggi (7,12 %), kadar liat juga tinggi (50 %). Kondisi ini menciptakan nilai erodibilitas yang rendah (0,08). Erosi yang ditimbulkan berbagai tipe penggunaan lahan (LUT) utarna di SLH-2 berturut-turut dari yang tertinggi hingga yang terendah adalah: (1). Sistem pertanaman monokultur blurnkol (LUT blumkol). Dikelola dengan tingkat pengelolaan sedang. Teras agak miring ke arah lereng, bedengan searah lereng, saat panen bagian terbesar dari tanaman diangkut ke luar lahan. Rerata erosi LUT blumkol (CBhl, CBh2 dan SBh3) adalah 254,5 ton / ha / tahun. tingkat bahaya erosinya tergolong sangat berat / sangat tinggi.
(2). LUT jeruk, tanam di atas teras sederhana mengikuti kontur dengan populasi sekitar 380-400 pohon per hektar. Umumnya satu teras terdapat satu deretan jeruk, tidak terdapat tanaman penutup tanah, nampak bersih tanpa serasah, secara umum tidak dapat mengatasi erosi, rata-rata erosi 180,2 ton 1 ha 1 tahun dengan IB
=
9.0. Pada LUT WBQ erosi mencapai 21 1,3 ton / ha /
tahun termasuk kategori sangat berat (IB = 10,6), memiliki erodibilitas yang
tinggi yaitu 0,23. Walaupun kandungan bahan organik sebanyak 2,95 % belum mampu mengaregasi butir-butir tanah menjadi mantap apalagi kondisi lereng yang curam dan lahan tidak tertutup serasah 1 tanaman penutup tanah. (3). Tipe penggunaan lahan monokultur cabe (LUT cabe) dengan tingkat
pengelolaan sedang. Tanaman di atas bedengan tidak sejajar kontur, term kualitas sedang. LUT cabe menghilangkan tanah di SLH-2 rata-rata 171,7 ton / ha / th dengan tingkat bahaya erosi tergolong berat (IB
=
8.6).
Penyebab utarna adalah lereng yang curam, pola tanam dan pengelolaan lahan yang belum tepat, diperburuk dengan kondisi bahan organik yang
tergolong sedang (rata-rata 1,78 YO)yang diduga belum mampu membantu mengagregasi butir-butir tanah menjadi lebih mantap sementara kandungan Na rata-rata 0,73 me / 100 gram diduga telah menggunakan peranannya menjadikan butir-butir tanah di LUT ini mudah terdispersi. (4). LUT (jenrk+cabe+bIumkol), sistem turnpangsari dan budidaya lorong atau bentuk agoforestri sederhana, di atas bedengan dan term sederhana, tingkat kelola sedang, pemupukan hanya dilakukan pada tanaman blurnkol dan cabe. Erosi pada LUT ini relatif lebih kecil dari LUT-LUT sebelurnnya yaitu rerata 146,7 ton / ha / th, tergolong berat (IB
=
7,3). Erosi terendah pada
LUT SB bl (104,8 ton / ha / tahun), erosi tertinggi pada LUT SBb3 yaitu 177,6 ton / ha / tahun, tergolong berat (IB = 8,9), diduga karena kandungan Na yang besar (l,l3 me / 100 gram). (5). Pada LUT alpokat terdapat 85-105 pohon alpokat / hektar. Dikelola secara komersial dengan tingkat pengelolaan sedang. Hasil analisis menunjukan LUT ini belum mampu mengatasi degradasi lahan, karena erosi yang terjadi di LUT ini rata-rata 140 ton 1 ha / th. Erosi tertinggi pada LUT SBel sebesar 182,9 ton 1 ha 1 th, tergolong erosi kategori berat, IB
=
9,l diduga karena
faktor kelerengan dan bahan organik. Nilai LS LUT ini 12,62 bahan organik 1,85 % dan erosi terendah pada LUT W e 2 yaitu 104,7 ton / ha 1 th, masih termasuk berat IB = 5,2. Bahan organik tergolong tinggi (3,14 %). (6). LUT nangka, terdapat 80-115 pohon 1 hektar, jarak tanam 7-12 meter. Dikelola secara komersial dengan tingkat pengelolaan sedang. Hasil analisis menunjukan, bahwa tipe ini masih belum mampu mengatasi degradasi lahan, karena rata-rata erosi pada LUT nangka 135,3 ton 1 hektar / tahun. Erosi tertinggi terdapat pada LUT WBd3 yaitu 206,6 ton / hektar / tahun tergolong sangat berat, IB = 10,3, diduga karena bahan organik yang tergolong sedang (bahan organik = 1,86 %) selain itu, LUT ini lerengnya yang relatif curam dengan nilai LS nya 12,54. Erosi terendah terjadi pada SBdl yaitu 90,3 ton / ha 1 th, (IB = 4,5), tergolong tingkat erosi berat. Namun demikian masih lebih rendah dari erosi yang terjadi di LUT utarna lainnya. Hal ini diduga karena bahan organik tanah di LUT tersebut tergolong berlebihan (5,31 %)
dan dapat memperkecil nilai K (Nilai K di LUT SBdl sekitar 0,lO) sehingga
dapat mengimbangi pengaruh negatif dari lereng yang curam terhadap erosi. (7). LUT (alpokat, blumkol). Alpokat (5-6 pohon 1 ha) terpisah dari blumkol namun masih pada LUT yang diamati, terdapat pada bagian bawah lereng LUT, tingkat pengelolaan sedang, diberi pupuk kandang, serasah dibiarkan dan dibersihkan pada saat akan dipanen. Blumkol ditanam di bedengan di atas teras sederhana. Bedengan tidak searah kontur, diberi pupuk buatan dan pupuk kandang serta pengendalian hama penyakit. Rata-rata erosi aktual tipe ini tergolong berat (IB 6,6). Faktor kelerengan dan teknik konservasi tanah sebagai pemicu utama. Erosi tertinggi 173,4 ton / ha / th (IB = 8,7) dan erosi terendah 953 ton / ha / th (IB = 4,8). (8). LUT (alpokat+nangka, jeruk+cabe+blumkol) yaitu LUT (agroforestri jeruk sederhana). LUT ini hampir sama dengan LUT (ieruk+cabe+blumkol), bedanya di bagian lain terdapat tumpangsari alpokat dan nangka sebanyak masing-masimg 6-9 pohon. LUT ini menghilangkan tanah tergolong berat, rerata 95,5 ton / ha 1 th. Faktor kelerengan sebagai penyebab. Sementara faktor Ca dan bahan organik tanah diduga telah menggunakan peranannya sebagai agregator tanpa hambatan yang berarti dari Na. Rerata kandungan Ca, Na dan bahan organik tanah di LUT ini berturut-turut 4,29 me / 100 gram, 0,26 me 1 100 gram dan 5,13 %. Notohadiprawiro (1999) menjelaskan bahwa kation divalen Ca dan Mg dapat terjerap lebih dekat pada zara-zara tanah karena selaput hidratasi ~ a +Ion . ~ a dengan + daya pengimbang kecil dan selapu hidratasi tebal bahkan cenderung mendispersikan zara-zara tanah. 5.4 Menyusun LUT Optimal Berbasis Agroforestri
Penyusunan LUT optimal berbasis agroforestri, komponen (komoditi) penyusunnya sebaiknya dari keinginan petani dan atau komponen (tanaman) yang tedapat pada LUT utama. Untuk sub tujuan tersebut maka analisis preferensinya menggunakan AHP. Untuk tujuan optimalisasi penggunaan lahan kering berbasis agroforestri dilakukan dengan memaksimumkan pendapatan petani di SLH-1 dan SLH-2 dengan kendala keterbatasan luas lahan, tenaga kerja, modal usaha yang tersedia dan kebutuhan hidup minimal.
5.4.1 Komoditi Prioritas
Penentuan komoditi prioritas menggunakan AHP (Analytical Hierarchy Process). Komoditi pilihan dikhususkan pada tanaman tahunan sebagai komponen agroforestri dengan pertimbangan, komponen ini tidak dapat diubah dalam waktu yang cukup lama (10-30 tahun) sementara tanaman semusim dapat berubah setiap tahun bahkan setiap musim tanam, tergantung iklim dan harga di pasaran atau faktor lain seperti ketersediaan modal, tenaga kerja (jumlah dan kesehatan), ketersediaan benih / bibit clan pupuk serta pestisida di pasaran. Komoditi t a h w yang dianalisis yaitu komoditi yang ditanam secara komersial di daerah tersebut dalam ha1 ini jeruk, cengkeh, alpokat, kopi dan nangka. Hasil survei menetapkan enam kriteria penilaian pemilihan komoditi prioritas: kebutuhan modal (Kl) kesesuaian lahan (K2), kemudahan memelihara
(K3), peluang pasar (K4), ketersediaan bibit / benih (K5)dan kebutuhan tenaga kerja (K6). Penelitian menggunakan 48 petani sebagai responden tunggal mengingat petani lebih mengetahui kondisi lahan dan sosial ekonominya dan memahami tanaman apa yang mesti ditanam di lahan garapannya. Petanilah yang memutuskan, merencanakan dan menggunakan lahan garapannya. Hasil analisis penilaian perbandingan tingkat kepentingan satu parameter dengan parameter lainnya disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Tingkat kepentingan parameter untuk pemilihan komoditi terbaik Proritas 1
2 3
4 5 6
Kriteria /Parameter Peluang pasar Kesesuaian lahan Ketersediaan bibit / benih Kebutuhan modal Kebutuhan tenaga kerja Kemudahan memelihara tanaman
Kode K4 K2 K5 K1
K6 K3
Pembobotan (wi) 0,379 0,249 0,160 0,102 0,066 0,044
Berdasarkan Tabel 27 dalam ha1 memilih komoditi terbaik ternyata petani menetapkan peluang pasar menjadi prioritas pertama. Hal ini dapat dimaMurni karena setiap petani menginginkan agar hasil usahataninya dapat laku di pasaran,
mudah menjualnya dengan harga jual yang memadai. Hal ini sejalan dengan pendapat Tjondronegoro (1983), bahwa setiap tindakan manusia selalu dilandasi oleh motivasi yang sifatnya ekonomi dan sosial. Untuk mernilih komoditi
prioritas, motivasi ekonomi lebih penting dari motivasi sosial. Kriteria peluang pasar memberikan kontribusi yang cukup signifikan dibandingkan dengan 5 kriteria lainnya yaitu sekitar 37 %. Dalam ha1 memilih komoditi terbaik ternyata petani menetapkan peluang pasar menjadi prioritas pertama. Hal ini dapat dimakIumi karena setiap petani menginginkan agar hasil usahataninya dapat laku di pasaran, mudah menjualnya dengan harga jual yang memadai. Hal ini sejalan dengan pendapat Tjondronegoro (1983), bahwa setiap tindakan manusia selalu dilandasi oleh motivasi yang sifatnya ekonomi dan sosial. Untuk mernilih komoditi prioritas, motivasi ekonomi lebih penting dari motivasi sosial. Kriteria peluang pasar memberikan kontribusi yang cukup signifikan dibandingkan dengan 5 kriteria lainnya yaitu sekitar 37 %. Kesesuaian lahan ditempatkan pada prioritas kedua karena menyangkut iklim, lereng dan kesuburan tanah. Usahatani lahan kering umurnnya tergantung pada curah hujan dan kondisi lahannya seperti lereng dan kesuburan tanah, walaupun demikian dapat diatasi dengan teknologi kecuali iklim. Prioritas ke tiga diberikan pada ketersediaan benih atau bibit. Hal ini dapat dimaklumi mengingat ketiadaan benih tidak dapat dimanipulasi walaupun tersedia dana untuk membeli. Kebutuhan modal berada pada prioritas ke empat yang berarti modal belurn menjadi masalah bagi petani asalkan pemasaran produk jelas dan menguntungkan. Demikian pula kriteria kebutuhan tenaga kerja. Bagi petani kebutuhan tenaga kerja pengembangan komoditi buah-buahan saat ini belum menjadi masalah, Petani telah mengetahui untuk mengelola tanaman buah tidak memerlukan banyak tenaga kerja. Tenaga kerja terbanyak pada saat tanam dan panen. Memelihara tanaman tidak menjadi masalah bagi petani karena sudah menjadi profesi mereka. Berdasarkan hasil analisis ternyata penilaian tingkat kepentingan parameter yang ditetapkan memiliki nilai rasio konsistensi (CR) 2,90 %. Menurut Saaty (1983), jika nilai CR < 10 % maka penilaian terhadap parameter oleh responden terdapat kekonsistenan dan memenuhi syarat. Sesuai kriteria / parameter yang dipertimbangkan dihasilkan komoditi prioritas seperti pada Tabel 28. Hasil analisis menunjukan bahwa dalam memilih komoditi terbaik untuk kriteria kebutuhan modal responden menentukan nangka sebagai prioritas pertarna
menyusul alpokat, jeruk, kopi dan cengkeh berturut-turut sebagai prioritas ke 2, ke 3, ke 4 clan ke 5.
Tabel 28 Tingkat prioritas komoditi sesuai kriteria Prioritas Ke 1 2 3 4 5
Kriteri ( % CR) K1(4,80) K2(4,81) K3(5,60) K4(1,80) Nangka Alpokat Nangka Cengkeh ~ l ~ i k a t ~ & ~ k a ~lpokat KO$ Jeruk Cengkeh Jeruk Jeruk Alpokat KO$ Kopi Kopi Cengkeh Jeruk Cengkeh Nangka
K5(6,30) Alpokat ~&gka Jenik Kopi Cengkeh
K6(3,05) Alpokat ~angka Jeruk Kopi Cengkeh
Keterangan: K1 = kebutuhan modal, K2 = kesesuaian lahan, K3 = kemudahan memelihara, K4 = peluang pasar, K5 = Ketersediaan bibit K6 = Kebutuhan tenaga kerja
Hal ini dapat dimaklumi karena dalam prakteknya petani menanam nangka tanpa ada tindakan pemiliharaan intensif walaupun demikian pada kenyataan di lapangan tanaman nangka dapat tumbuh dengan baik dan cukup banyak hasilnya, rata-rata 60-70 buah per pohon. Sementara tanaman cengkeh menurut petani sangat banyak membutuhkan modal terutama untuk pemeliharaan dan panen. Di lapangan tanaman cengkeh selalu dipupuk, setiap tahun 1-2 kali pemupukan. Dengan demikian dapat difahami jika responden menetapkan tanaman cengkeh sebagai prioritas terakhir dari kriteria kebutuhan modal. Bedasarkan kriteria peluang pasar justru tanaman cengkeh menjadi prioritas pertama. Hal ini disebabkan komoditi ini selain dibutuhkan di dalam negeri juga merupakan komoditi ekspor dengan harga yang cukup menjanjikan sementara tanaman nangka dari kriteria peluang pasar menempati prioritas terakhir. Penilaian tersebut kontradiksi dengan kondisi di lapangan khususnya terhadap tanaman cengkeh dan nangka dengan kriteria peluang pasar. Di lapangan tanaman cengkeh tidak banyak dijumpai. Hasil survei pendahuluan terhadap 72 sarnpel di SLH-1 dan 72 sampel di SLH-2 yang dilakukan secara acak ternyata di SLH-1 hanya ada 3 LUT yang memiliki komponen cengkeh (2 LUT terdapat di Desa Suntenjaya dan 1 LUT terdapat di Desa Wangunharja) dan di SLH-2 hanya ada 4 LUT yang memiliki komponen cengkeh yaitu 2 LUT terdapat di Desa Suntenjaya dan 2 LUT terdapat di Desa Cikidang. Sementara di SLH-1 ada 12 LUT yang terdapat komponen nangka clan di SLH-2 ada 13 LUT yang terdapat komponen nangka, setiap desa ada LUT yang terdapat komponen nangka (Lampiran 6).
Narnun demikian secara keseluruhan hasil analisis pemilihan komoditi tahunan
terbaik jatuh pada komoditi alpokat sebagai prioritas pertama diikuti dengan 4 (empat) komoditi tahunan lainnya. Hasil analisis tlngkat akhir pemilihan komoditi tahunan terbaik tertera pada Tabel 29. Tabel 29 Tingkat akhir penentuan komoditi prioritas Komoditi alternatif
Jeruk Cengkeh Alpokat Kopi Nangka
K1(0,110) 0,012 0,003 0,020 0,006 0,038
K2(0,249) 0,009 0,039 0,124 0,026 0,039
biteria (Niiai pembobot) K3 (0,044) K4 (0,379) 0,004 0,040 0,00 1 0,134 0,004 0,026 0,003 0,050 0,014 0,009
K5(0,160) 0,016 0,004 0,046 0,011 0,036
K6(0,066) 0,007 0,002 0,014 0,003 0,010
Pemhbot (1kolom)
0,162 0,183 0,234 0,099 0,146
Prioritas
3 2 1 5 4
K1= kebutuhan modal, K2 = kesesuaian lahan, K3 = kemudahan mernelihara, K4= peluang paw, K5 = Ketersediaan bibit K6 = Kebutuhan tenaga kerja
Berdasarkan Tabel 29 ternyata dalam hal memilih komoditi tahunan terbaik sebagai komponen agroforestri dengan kriteria sosial, ekonomi dan lingkungan serta sub kriteria kebutuhan modal (Kl), kesesuaian lahan (K2), kemudahan merawat tanaman
$3, peluang
pasar (K4), ketersediaan bibit (K5) dan
kebutuhan tenaga kerja (K6), komoditi alpokat terpilih sebagai prioritas pertarna menyusul cengkeh, jeruk, nangka dan kopi sebagai prioritas ke 2, ke 3, ke 4 dan ke 5. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa kondisi ril di lapangan LUT yang memiliki komponen cengkeh tidak representatif, sehingga ditetapkan 3 (tiga) komoditi tahunan terbaik pilihan petani sebagai komponen penyusun agroforestri yaitu alpokat, jeruk dan nangka. Tanaman alpokat dan nangka mewakili komponen agroforestri level atas atau level I (tertinggi), tanaman jeruk mewakili komponen agroforestri level menengah (level 11). Lokasi peneltian merupakan sentra produsi sayuran dan jenis tanaman sayuran yang umumnya ditanarn dengan sistem turnpangsari dan keberadaannya relatif dominan adalah cabe clan blumkol, sehingga kedua komoditi ini ditetapkan mewakili komoditi sayuran sebagai komponen agroforestri level bawah. 5.4.2 Potensi Tenaga Kerja Keluarga dan Kebutuhan Hidup Layak
Hasil penelitian menunjukkan, sekitas 48,6 % petani yang berusahatani di SLH-1 dan 45,8 % petani di SLH-2 memiliki anggota keluarga pada kisaran 5-6 orang, secara rata-rata petani yang berusahatani di SLH-1 maupun di SLH-2 memiliki anggota keluarga sekitar 4 orang. Dengan demikian paling tidak 1 (satu)
kk tani hams bekerja untuk menghidupi 4 (empat) orang anggota rumah tangganya. Sebaran jumlah anggota rumah tangga tani tertera pada Tabel 30. Tabel 30 Sebaran jumlah anggota rumah tangga tani J ~ m l a hAnggota Keluarga (orang) 1-2
Jumlah (n) 7
Jumlah
72
SLH-I YO 9.7
100
SLH-2 Rerata 1,7
Jumlah (n) 5
4,4
72
%
6,9
100
Rerata 1,6
4,3
Sumber. Data primer (diolah)
Anggota keluarga sebanyak 4 (empat) orang I kk merupakan sumber tenaga kerja potensial dan apabila dikelola secara baik dapat meringankan beban kepala keluarga. Hasil penelitian menunjukkan, sekitar 62,5 % petani yang berusahatani di SLH-1 dan 56,9 % petani di SLH-2 memiliki tenaga kerja keluarga pada kisaran 3-4 orang, secara rata-rata petani yang berusahatani di SLH-1 maupun di SLH-2 memiliki tenaga kerja keluarga sekitar 3 orang. Tenaga kerja dimaksud tediri dari 1 (satu) orang tenaga kerja laki-laki dewasa (umumnya bapak), satu orang tenaga tenaga kerja wanita dewasa (ibu) dan hanya satu anak yang ikut membantu bekerja di bidang pertanian. Sebaran jumlah tenaga kerja rumah tangga tani di SLH-1 dan SLH-2 tertera pada Tabel 3 1. Tabel 3 1 Tenaga kerja rumah tangga tani Tenaga Kerja keluarga 1 -2 3- 4 5 -6 Jumlah
Jumlah (n) 18 45 9 72
SLH- 1 Prosentase 25 62,5 12,5 100
Rerata
1,s 3,4 5,3 3,3
Jumlah (n) 24 41 9 72
SLH-2 Prosentase
Rata-rata
(%
33,3 56,9 12,5 100
1,s 3,3 591 3 ,2
Sumber : wawancara dengan petani
Menurut Young (1955) dalam Hernanto (1989) 1 pria dewasa bekerja 1 (satu) hari, 1 orang tenaga kerja wanita dewasa bekerja 0,7 hari dan anak-anak berpotensi bekerja 0,5 hari (1 hari kerja 7 jam). Jika diasumsikan anak-anak hanya dapat bekerja separuh waktunya (potensinya) karena hams sekolah maka potensi tenaga kerja keluarga 3 orang 1 kk setara dengan 1,95 HOK tenaga kerja laki-laki dewasa. Menurut Rukasah (1974) dalam Hernanto (1989), seorang tenaga kerja laki-laki dewasa berpotensi mencurahkan tenaga kerja setahun 300
HOK (hari orang kerja). Dengan demikian maka potensi tenaga kerja dalam satu kelwga yang berusahatani pada lahan kering berlereng di hulu Sub DAS Cikapundung sebesar 585 HOK / tahun atau 4095 jam dalam setahun. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa luas lahan SLH-1 1.235,14 hektar dan rata-rata petani yang menggarap lahan di SLH-1 seluas 0,62 hektar maka diperkirakan jumlah petani yang berusahatani di SLH- 1 sebanyak 1.992 kk dengan dernikian potensi tenaga kerja di SLH-1 adalah 1.992 x 585 HOK
=
1.165.282 HOK. Sementara luas lahan di SLH-2 adalah 994,88 hektar dm ratarata petani di SLH-2 menggarap lahan 0,50 hektar, maka diperkirakan jumlah p&ni yang berusahatani di SLH-2 1.990 kk, sehingga potensi tenaga kerja keluarga petani yang berusahatani di SLH-2 adalah 1.164.150 HOK. Potensi tenaga kerja keluarga yang cukup basar tersebut bila dimanfaatkan secara optimal maka dipastikan kedepan terjadi perubahan kearah perbaikan status ekonomi rumah tangga tani paling tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup layak. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani yang terdiri dari 4 oarng anggota rumah tangga maka pendapatan yang layak menurut Sajogyo dan Sajogyo (1977) adalah dapat memenuhi nilai Arnbang Kecukupan Pangan (AKP). Nilai Arnbang Kecukupan Pangan untuk tingkat rumah tangga di pedesaan berkisar antara 240 - 320 kg berm per orang. Penelitian menggunakan Nilai Ambang Kecukupan Pangan 320 kg / orang 1 tahun. Harga beras di lokasi penelitian Rp 3.000,- 1 kg. Dengan demikian kebutuhan hidup layak keluarga tani adalah 320 x 4 x 2,5 x Rp 3.000,- = Rp 9.600.000,- /kk Ith. Angka 2,5 adalah faktor pengali untuk kebutuhan kesehatan, pendidikan d m rekreasi. Jika jurnlah petani yang berusahatani di SLH-1
sebanyak 1.992 kk maka
penerapan
LUT
hams
menghasilkan pendapatan Rp 19.123.200.000,- / tahun dan jika jurnlah petani yang berusahatan di SLH-2 sebanyak 1.990 kk yang hams dipenuhi kebutuhan hidupnya maka penerapan tipe penggunaan
lahan (LUT) di SLH-2
hams
menghasilkan pendapatan minimal Rp 19.104.000.000,- / tahun atau total Rp 38.227.200.000,- 1tahun.
5.43 Produksi / ProdukM~tasBeberapa Komoditi Utama
Produktifitas komoditi utama dikonversikan dari rata-rata produksi per tanaman / per pohon (panen terakhir) sesuai populasi tanaman yang ada dan atau ditanam dalarn setahun Lampiran 24 dan Lampiran 25. Untuk keseragamannya serta kemudahan dalam analisis maka luas LUT aktual yang beragam dikonversikan dalam satu hektar. Hasil penelitian diketahui tanaman alpokat berumur > 10 - 13 tahun di SLH1 dan SLH-2 hulu Sub DAS Cikapundung dapat berproduksi 290 hingga 3 10 kg / pohon / tahun atau 600 hingga 900 buah / pohon. Rata-rata produksi alpokat di SLH-1 adalah 30.833 kg / hektar / tahun sementara rata-rata produksi tanarnan tersebut di SLH-2 yaitu 29.333 kg / hektad tahun. Produktifitas tanaman alpokat yang cukup tinggi tersebut menjadikan kawasan ini (Lembang) sebagai salah satu sentra produksi alpokat di Jawa Barat selain Cikakajang (Sunarjono, 2003). Selanjutnya dijelaskan tanaman buah ini termasuk tanaman tropis, bila kondisi
baik dapat berbuah 2-3 kali setahun. Pada dataran tinggi dengan suhu 5-15' C alpokat lebih produktif karena putik dan tepungsari dapat matang dalam waktu yang bersarnaan. Nangka merupakan tanaman hutan tropis, dapat berbuah 5-7 tahun, urnur produktif 30 tahun. Keberadaan buah tidak mengenal musim, pertumbuhan cepat, regenerasi relatif mudah, dapat ditanam bersamaan tanarnan lain, tergolong tanaman serba guna. Tanaman nangka dapat dijadikan pilihan untuk penghijauan (Widyastuti, 1995). Rata-rata produktifitas nangka di SLH-1 sebesar 16.600 kg I ha / th sementara di SLH-2 tanarnan nangka dapat berproduksi 15.667 kg / ha / th. Jeruk (Citrus Sp) berbunga sepanjang tahun umumnya setelah mengalami musim kering 3-4 bulan, buah matang 4-6 bulan. Jeruk manis (Citrus sinensis) banyak vitamin C dan j e r k purut (Citrus histrix), digunakan untuk bumbu masak, bahan kosmetik, daun jeruk purut dapat dijual. Hasil penelitian menunjukan bahwa tanaman jeruk di lokasi penelitian dapat berproduksi sekitar 13.756-15.400 kg / hektar I tahun. Rata-rata produktifitas jeruk di SLH-1 sebesar 15.016 kg / ha / tahun sedangkan di SLH-2 tanaman jeruk dapat berproduksi 14.232 kg /ha / tahun.
Di daerah ini banyak terdapat tanaman blumkol dan cabe. Tanaman blumkol dapat berproduksi 55-60 hari setelah tanam dengan produksi antara 0,5-1,3 kglpohon. Jangka waktu panen dan besarnya produksi tergantung varietas. Varietas Tropical Early misalnya dapat dipanen 55-60 hari setelah tanam dan produksinya berkisar 0,7- 1,O kg /pohon (Rukrnana, 200 1). Di lokasi penelitian blumkol rata-rata menghasilkan 0,60-0,81 kg / pohon. Rata-rata produktifitas komoditi utama di lokasi penelitian ditampilkan pada Tabel 32. Tabel 32 Rata-rata produktifitas dan harga jual produk beberapa komoditi utama di daerah penelitian Komoditi / produktifitas (kg / ha / th) serta harga komoditi (Rp / kg)
SLH SLH-1
SLH-2 Harga komoditi
Alpokat 30.833 16.660 2.000,-
Nangka 16.667 15.667 1.OOO,-
Jeruk 15.016 14.232 2.000,-
Cabe
19.780 15.900 2.500,-
blumkol 55.163 48.000 1.500,-
Data primer (diolah dari Lampiran 15 dan 16) Sumber: Keterangan: Umur tanaman alpokat dan nangka berkisar 10-13 tahun serat jeruk berkisar 8-1 1 tahun
Harga produk pertanian khususnya komoditi utama merupakan harga ratarata yang diterima petani dari penjualan hasil produksi terakhir. 5.4.4 Kebutuhan Tenaga Kerja untuk Pengembangan Beberapa Komoditi Utama. Tenaga kerja yang diperlukan untuk pengembangan beberapa komoditi utama di lokasi penelitian dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan seperti: Persiapan benih / pembibitan, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasea panen. Rata-rata kebutuhan tenaga kerja dan biaya per HOK untuk pengembangan beberapa komoditi utama tertera pada Tabel 33, Lampiran 25 dan Lampiran 26. Tabel 33 Rerata kebutuhan tenaga kerja (HOK) dan biaya per HOK untuk pengembangan komoditi utama di SLH-1 dan SLH-2. Komoditi Itenaga kerja yang dibutuhkan (HOK h a /th dan biaya tenaga kerja (Rp MOK)
SLH SLH-1 SLH-2 Biaya / HOK
Alpokat
Nangka
Jeruk
Cabe
blumkol
33.7 3315 25.000,-
41.8 4118 25.000,-
63 61,8 25.000,-
490 SO3 25.000,-
763 781 25.000,-
Sumber : Data primer (diolah).
Dari Tabel 33 nampak tenaga kerja untuk pengembangan blumkol tergolong tinggi (763 HOK / hektar / tahun atau 254 HOK / hektar / musim tanam) bila dibandingkan dengan kebutuhan tenaga kerja untuk pengusahaan, alpokat, nangka dan jeruk. Sebagian besar curahan tenaga kerja untuk usahatani hortikultura
tahunan pada kegiatan panen dan pasca panen. Sementara rata-rata setiap keluarga tani di kawasan ini memiliki tenaga potensial sebanyak 585 HOK, bila petani mengusahakan salah satu dari tiga komoditi tersebut maka masih tersisa tenaga kerja potensial dalam keluarga tani 551,5 HOK hingga 551,s HOK. Sisa potensi tenaga kej a tersebut dapat digunakan untuk melakukan kegiatan lain yang dapat memberikan nilai tambah, seperti memanfaatkan ruang antara tanaman alpokat, nangka atau jeruk untuk pengembangan tanaman lain yang merniliki nilai jual yang memadai dan dapat mengatasi laju erosi, misalnya rumput pakan ternak atau dan tanaman lain yang memberikan keuntungan. Tingginya kebutuhan tenaga kerja untuk pengembangan blumkol disebabkan tanaman blumkol dapat dipanen 3 x setahun dengan siMus produksi 56 - 60 hari setelah tanam atau 86-90 hari sejak benih disemai tergantung varietas. Varietas Tropical Early dapat dipanen 56 hari setelah tanam (Rukmana, 1994). Hampir semua kegiatan budidaya blumkol membutuhkan tenaga kerja, mulai dari perlakuan benih sampai pasca panen untuk setiap musim tanam (MT 1, MT 2 dan MT 3) menjadi bagian dari biaya yang hams dikeluarkan. Petani dapat beli benih siap tanam karena hampir disetiap desa terdapat penakar benih sayuran. Dalam usaha pengembangan cabe, petani lebih senang lakukan pembibitan cabe sendiri karena dapat dilakukan tanpa menggunakan bubung (koker), benih cabe dapat diambil dari hasil panen ke 3 (tiga). Satu musim tanam dapat dipanen 8-16 kali dengan interval 4-5 hari 1 kali panen. Kebutuhan tenaga kerja untuk pengembangan cabe satu kali musirn tanam di SLH-1 sekitar 337 HOK I hektar 1 tahun dan 392 HOK / hektar I tahun di SLH-2. Tanaman cabe dapat ditanam 3 kali dalam 2 tahun. Biaya terbanyak dikeluarkan untuk kegiatan panen. Umumnya petani di daerah ini panen cabe sebanyak 8-15 kali untuk 1 musim tanam dengan selang waktu 4-7 hari sekali tergantung harga pasar, bila harga pasar kurang menguntungkan, buah dipanen dalam keadaan benar-benar tua. Menurut Setiadi, (2004) cabe dapat dipanen sebanyak 20 kali, setelah panen ke 6 jurnlahnya mulai menurun dan panen ke 20 mencapai titik minimum.
Kondisi aktual kebutuhan tenaga kerja dalarn kegiatan usahatani cabe di daerah ini relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan yang dipraktekkan oleh petani Jawa Timur. Menurut Setiadi (2004), petani di Menanggal Jawa Timur menanam cabe merah seluas 7.000 m2 menggunakan tenaga kerja sebanyak 208 HOK untuk mencangkuI dan menggaruk, pemetikan dan lain-lain. SeIain itu dipekerjakan 2 orang tenaga kerja tetap selama musim panen (5 bulan). Nilai tunai yang diterima kedua orang tersebut sama dengan membayar upah tenaga kerja sebanyak 300 HOK untuk 1 kali musim tanam dengan luas tanam hanya 7.000 m2. Perbedaan kebutuhan tenaga kerja untuk kegiatan usahatani di SLH-1 dan SLH-2 disebabkan perbedaan kondisi medan, semakin miring lokasi semakin tinggi tingkat kesulitan dalam melaksanakan kegiatan penanaman, pemeliharaan maupun panen. Semakin tinggi tingkat kesulitan semakin menyita waktu sehingga kebutuhan tenaga kerja pun makin meningkat dengan konsekuensi biaya tenaga kerja semakin meningkat pula.
5.4.5 Kebutuhan Sarana Produksi Pengembangan Komoditi Utama Sebagaimana telah dikemukakan sebelurnnya bahwa ketersediaan sarana produksi seperti pupuk dan pestisda merupakan keharusan dalam melaksanakan usahatani. Rata-rata kebutuhan sarana produksi pengembangan komoditi utama di SLH-1 dan di SLH-2 ditampilkan pada Tabel 34, Lampiran 24 dan Lampiran 25. Tabel 34 Rerata Kebutuhan Sarana Produksi dan Biaya Per Satuan Pengembangan Komoditi Utama di SLH-1 dan SLH-2. SLH / LUT SLH- 1 Cabe Blumkol Jeruk Alpokat Nangka
Sarana Produksi (kg/ ltr / karung / potong Ianakan) / ha clan harga (Rp) per satauan Pupuk Insek- Fungi- Tiang Bibit Harga Urea SP-36 NPK kandg tisida sida bibit 450 300 525 75 600 7,5 15 17.250 37.950 15 1.050 720 900 0 1.200 18 27 0 75.900 35 0 0 0 98 130 1,s 1 0 424 2.000 359,2 193,7 152,s 0 86,2 13 1,8 0 110 2.500 0 0 0 98 50 1 1,5 0 110 2.500
SLH-2 Cabe Blurnkol Jemk Alpokat Nangka Harprodi
417,5 900 0 400,2 0 1.400
267,5 660 0 660 0 2.400
450 835 0 149,9 0 3.500
75 0 103 0 99,2 4.500
630 1200 126,7 90 51,3 3.500
6,33 15 11 27 1,5 1 0,8 1,8 1,53 1 80.000 60.000
15.000 0
0 0 0 50
33.000 66.000 402 110 110
15 35 2.000 2.500 2.500
Dari Tabel 34 nampak bahwa sarana produksi yang paling banyak digunakan untuk pengembangan blumkol adalah pupuk kandang (1 karung pupuk
kandang beratnya sekitar 25-30 kg) kemudian urea, KC1 dan SP-36. Harga pupuk di lokasi penelitian berturut-turut urea, KCl, SP-36 dan pupuk kandang adalah Rp 1.400,- / kg, Rp 2.400,- / kg, Rp3.500,-/ kg 3.500,- / karung. Sehingga pengembangan blumkol 3 (tiga) tanam dalam satu tahun di SLH-1 membutuhkan anggatan sebesar Rp 10.548.000,- /ha / tahun atau sekitar 64,85 % dari kebutuhan anggaran sarana produksi. Penggunaan pupuk oleh petani untuk pengembangan tanaman tahunan jumlahnya jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan penggunaan untuk tanaman blumkol. Hal ini dapat dimaklumi karena selain tanaman blumkol sangat responsif terhadap pemupukan, lahan garapan berada pada kawasan berlereng dan curah hujannya tinggi, tingkat erosi sedang sampai sangat berat, tanaman blumkol berakar pendek, sehingga unsur hara yang diberikan dalam bentuk pupuk sebagian akan larut dalam air hujan dan berpindah ke lereng bagian bawah atau tercuci ke lapisan bawah dan tidak dapat diserap oleh
akar tanaman. 5.4.6 Analisis Optimasi Penggunaan Lahan Kering Optimalisasi penggunaan lahan dilakukan dengan memaksimumkan rataan
land rent dan meminimumkan erosi aktual di lokasi penelitian pada dua kelas kemiringan lereng dengan kendala luas lahan, tenaga kerja, modal usahatani yang tersedia dm kebutuhan hidup minimal di pedesaan.
Land rent secara sederhana dapat didefinisikan sebagai surplus ekonomi yaitu merupakan nilai kelebihan produksi total di atas biaya total (pendapatan). Surplus ekonomi dari sumberdaya lahan dapat dilihat dari surplus ekonomi karena kesuburan lahan dan surplus ekonomi karena lokasi ekonomi (Sitorus, 2004). Penelitian dititik beratkan pada land rent karena kesuburan tanah, yang diperluas menjadi kualitas lahan. Kualitas lahan dengan faktor lereng dan erosi yang berbeda akan berdarnpak pada kesuburan tanah / lahan yang berbeda dan pada gilirannya produktifitaspun berbeda untuk suatu tipe penggunaan lahan yang sama dengan luasan yang sama. Analisis optimasi menggunakan s o f ~ a r eGAMS IDE. Data yang diperlukan untuk analisis optimasi adalah data yang dianalis sebelurnnya.yang terdiri atas:
1. Luas lahan tersedia untuk SLH-1 dan SLH-2 telah diperoleh dari hasil overlay pada pejelasan sebelumnya yaitu SLH-1 seluas 1235,14 hektar dan SLH-2 seluas 994,88 hektar. 2. Erosi. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa erosi yang terjadi dari berbagai penerapan LUT utama di SLH-1 rata-rata berkisar 43,9 hingga 107,7 ton / hektar / tahun. Erosi terendah dihasilkan oleh LUT multiple (LUT alpokat + nangka - j e d
+ cabe + blurnkol) atau LUT agroforestri sederhana
d m penerapan LUT di SLH-2 menghasilkan erosi rata-rata berkisar 9 5 3 hingga 254,5 ton / ha 1 tahun. Erosi terendah dihasilkan oleh LUT yang sama dengan LUT di SLH-1. Minimal erosi yang dicapai dalam rekonstruksi LUT adalah erosi terendah yang dihasilkan oleh penerapan LUT aktual. 3. Modal kerja yang dapat disediakan untuk berusahatani di SLH-1 dan SLH-2. Hasil analisis usahatani (Tabel 22) diperoleh bahwa petani yang berusahatani di SLH-1 rata-rata memerlukan modal sebesar Rp 12.913.500,- / hektar / tahun sementara luas lahan di SLH-1 adalah 1.235,14 sehingga untuk berusahatani di SLH-1 modal yang disediakan sekitar Rp 15.950.000.000,- / tahun dan petani yang berusahatani di SLH-2 rata-rata menggunakan modal Rp 12.785.500,- / hektar / tahun. Lahan di SLH-2 luasnya 994,88 sehingga modal yang tersedia di SLH-2 sekitar Rp 12.720.000.000,- / tahun. 4. Tenaga kerja tersedia. Tenaga kerja tersedia di lokasi penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal. Rata-rata potensi tenaga kerja keluarga petani yang berusahatani di lahan kering berlereng adalah 19.4122,5 HOK I bulan. 6. Produktifitas dan harga produk pertanian khususnya komoditi utama / pilihan
petani (Tabel 32, Larnpiran 25 - 26) 7. Kebutuhan tenaga kerja pengembangan komoditi utama (Tabel 33, Larnpiran
25 - 26) 8. Kebutuhan sarana produksi dan harga produk masing-masing komoditi (Tabel 34, Lampiran 25 - 26). Penetapan nilai optimal dari penggunaan lahan di daerah hulu Sub DAS Cikapundung dapat dilakukan dengan berbagai skenario. Analisis dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) skenario sebagai berikut:
Skenario 1. Berdasarkan input data pada Lampiran 27, dimana faktor faktor
pembatas dalam kegiatan usahatani (penggunaan lahan) dimasukkan sebagai kendala. Hasil optimasi ditampilkan pada Tabel 35 sampai Tabel 39 dan Lampiran 28. Tabel 35 Luas penggunaan lahan hasil optirnasi skenario 1 Komoditas
SLH
SLH-1
SLH-2
Blumkol Cabe Jeruk Alpokat Nangka Blumkol Cabe Jemk Alpokat Nangka
Luas lahan tersedia (ha)
Luas lahan terpakai pada tingkat optimal (ha)
Nilai marjinal
441.38
994,88
0 23,69 0 0 635,58 0
-2 1.560
-49.210 -46.550 -40.250
Berdasarkan Tabel 35 dan Lampiran 28 hasil optimasi luas lahan skenario 1 diketahui bahwa pendapatan optimum dapat tercapai di daerah hulu Sub DAS Cikapundung sebesar Rp 57.5 15.658,- Pendapatan optimum ini tercapai bila pada lahan kering berlereng 15-30 % atau SLH-1 ditanam tanaman blumkol seluas 441,38 hektar dan alpokat seluas 91,60 hektar, sementara lahan kering berlereng 30-45 % SLH-2 dapat ditanam 23,69 hektar tanaman blumkol dan 635,58 hektar tanaman alpokat atau lahan di SLH-1 seluas 1 (satu) hektar dapat ditanami tanaman blumkol seluas 0,83 hektar dan alpokat seluas 0,17 hektar tanpa tanaman cabe, jeruk dan nangka, sebaliknya lahan di SLH-2 dapat ditanami tanaman alpokat seluas 0,96 hektar dan blumkol seluas 0,04 hektar tanpa tanaman cabe, jeruk dan nangka. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan lahan di SLH-1 seluas 1235,14 hektar pada tingkat optimal sesuai skenario 1 yang terpakai 532,97 hektar dan di SLH-2 seluas 994,88 hektar hanya terpakai seluas 654,89 hektar. Dengan demikian lahan di SLH-1 yang masih dapat dioptimalkan penggunaannya seluas 702,17 hektar dm lahan di SLH-2 yang masih dapat dioptimalkan penggunaannya seluas 335,61 hektar. Dari Tabel 35 diketahui pula nilai marjinal negatif pada tanaman cabe, jeruk dan nangka baik di SLH-1 maupun di SLH-2, menunjukkan bahwa akan terjadi p e n m a n pendapatan pada setiap penambahan 1 hektar komoditi bersangkutan
sebesar nilai marjinalnya. Sebagai garnbaran, bila dipaksakan menanarn cabe pada SLH-1 seluas satu hektar maka pendapatan akan berkurang sebesar Rp 58.350,- / hektar / tahun dan bila cabe ditanarn di SLH-2 seluas satu hektar maka pendapatan akan berkurang sebesar Rp 49.210,- / hektar / tahun. Hal yang sama berlaku untuk komoditi lain, nilai kekurangan yang berbeda sesuai nilai marjinal negatifnya. Hasil analisis kepekaan penggunaan tenaga keja bulanan pada tingkat optimal (Tabel 36). Tabel 36 Sebaran penggunaan tenaga kerja bulanan hasil optimasi skenario 1 Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September
Tenaga kerja terpakai pada tingkat optimal (HOK)
Tenaga kerja tersedia di daerah penelitian (HOK)
39.136,398
19.4122,5
Nilai marjinal 0
Oktober
Nopember Desember
Dari Tabel 36 menunjukkan bahwa kendala ketersediaan tenaga keja dari bulan Januari sarnpai Desember bukan merupakan kendala yang mengikat karena penggunaan tenaga kerja bulanan pada tingkat optimal masih di bawah batas tenaga kerja yang tersedia dan tidak akan merubah nilai optimal. Hasil analisis optimasi penggunaan modal usahatani (Tabel 37) menunjukkan bahwa petani tidak memerlukan tambahan modal dari luar untuk membiayai usahatani karena modal yang tersedia baik untuk kegiatan usahatani di SLH-1 maupun SLH-2 masih bisa membiayai usahatani skenario 1. Tabel 37 Penggunaan modal usahatani hasil optimasi skenario 1 Modal terpakai pada tingkat optimal (RP 1 thn)
SLH
SLH-1 SLH-2
15.950.000.000,2.891.900.000,-
Modal tersedia (Rp 1 h ) *
15.950.000.000.12.720.000.000~-
Nilai marjinal EPS 0
Nilai tersebut telah dibulatkan. Tabel 37 nampak bahwa di SLH-2 masih tersisa modal hampir Rp. 10 milyar yang dapat digunakan untuk membiayai kegiatan diversifikasi usahatani, baik secara vertikal maupun horizontal yang dapat digunakan untuk membiayai
kegiatan diversifikasi usahatani, baik secara vertikal maupun horizontal. Hasil analisis kepekaan, kendala ketersediaan modal untuk SLH-2 bukan merupakan kendala yang mengikat karena perubahan penggunaan modal selama masih berada di bawah batas modal tersedia tidak akan merubah nilai optimal sedangkan untuk SLH-2 bila terjadi perubahan ketersediaan modal maka akan merubah nilai optimal. Penggunaan lahan kering berlereng hams dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum keluarga tani di pedesaan, khususnya petani pada lahan kering berlereng di hulu Sub DAS Cikapundung. Kebutuhan hidup keluarga tani hasil optimasi skenario 1 ditampilkan pada Tabel 38. Tabel 38 Kebutuhan hidup minimal hasil optimasi skenario 1 Kebutuhan hidup minimum keluarga tani setara blumkol (Rp / thn) 38.230:ooO-OOR:
_
-
-
Kebutuhan hidup hasil optimasi 38.250.000.00&-
Nilai marjinal 0
-
Harga blumkol saat penelitian Rp 1500 / kg
Berdasarkan Tabel 38 diketahui bahwa penggunaan lahan secara optimal sesuai skenario 1 dapat memenuhi kebutuhan hidup minimal. Hasil analisis kendala kepekaan, kendala kebutuhan hidup minimal, nampak sangat peka terhadap perubahan, dimana bila kebutuhan hidup yang dicapai berada di bawah kebutuhan hidup minimal atau kebutuhan hidup minimal meningkat antara lain karena tambahan anggota keluaraga tani maka akan merubah nilai optimal. Nilai erosi terendah dari penggunaan lahan berlereng di hulu Sub DAS Cikapundung secara rata-rata dihasilkan oleh sistem penggunaan lahan dengan pola campuran tanaman alpokat, nangka, jeruk cabe clan blumkol (sistem agroforestri sederhana) yaitu untuk SLH-1 sebesar 43,9 ton / hektar / tahun dan SLH-2 sebesar 953 ton / hektar / tahun. Hasil optimasi erosi tanah skenario 1 ditampilkan pada Tabel 39. Tabel 39 Erosi tanah hasil optimasi skenario 1 SLH
SLH- 1
SLH-2
Erosi terendah dari penggunaan lahan (ton / ha / thn) 43,9 953
Erosi yang terjadi pada tingkat optimal 43,9 953
Nilai marjinal
727.570 395.860
Berdasarkan Tabel 39 erosi hasil optimasi pada lahan SLH-1 maupun SLH-2 sama dengan erosi terendah yang dihasilkan rata-rata LUT aktual. dengan nilai marjinal positif. Hal ini berarti jika erosi aktual diperbolehkan lebih besar dari erosi terendah pada masing-masing SLH, maka akan meningkatkan penditpatan optimum. Bila erosi aktual diperbolehkan lebih besar 1 ton / ha / tahun dari erosi terendah maka akan meningkatkan pendapatan penggunaan lahan di SLH-1 dengan skenario 1 sebesar Rp 727.570,- sementara bila di SLH-2 diperbolehkan erosi aktual lebih besar 1 ton / ha / tahun maka akan meningkatkan pendapatan
dari penggunaan lahan skenario 1 sebesar Rp 395.860,- pertahun. Hasil analisis kepekaan menunjukkan bahwa lahan SLH-1 maupun SLH-2 kendda erosi sangat peka terhadap perubahan, dimstna erosi yang terjadi melebihi batas erosi terendah dari penggunaan lahan aktual maka akan merubah nilai optimal. Skenario 2. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa penggunaan tenaga
kerja bulanan dari bulan januari sampai desember bukan merupakan kendala yang mengikat karena masih di bawah batas tenaga kerja yang tersedia dan tidak akan merubah nilai optimal bila hanya menambah faktor tenaga kerja sesuai skenario 1. Umumnya kegiatan usahatani hortikultura tahunan menggunakan tenaga kerja relatif sedikit sementara lorong tanaman hortikultura tahunan masih berpotensi untuk pengembangan usahatani bentuk diversifikasi atau budidaya lorong dengan menanam nunput sebagai pakan ternak atau tanaman lain yang bernilai ekonomi dan sesuai kondisi iklim dan tanah. Selain itu berdasarkan hasil analisis skenario 1 masih tersisa lahan potensial yang cukup besar yang dapat digunakan untuk perluasan usahatani. Dengan memanfaatkan potensi potensi tersebut diharapkan menekan erosi yang terjadi. Oleh karena itu pada skenario 2 ditetapkan kebijakan penambahan tenaga kerja pada kegiatan usahatani tanaman hortikultura tahunan baik untuk diversifikasi maupun pascapanennya. Diharapkan kebijakan ini dapat menekan erosi sesuai erosi terendah dari penggunaan lahan di hulu Sub DAS Cikapundung. Oleh karena itu faktor erosi dan tenaga kerja merupakan faktor kendala yang diubah dalam skenario 2. Skenario 2 (dua) sesuai data input yang terdapat pada Lampiran 25 dengan menambah 2 faktor kebijakan yaitu: 1. penggunaan tenaga kerja pada usahatani
hortikikultura tahunan untuk diversifikasi dan pascapanen. 2. rekomendasi agroteknologi menghasilkan perkiraan erosi aktual terendah. Hasil optimasi (Lampiran 30) menunjukkan pendapatan optimum usahatani di lokasi penelitian mencapai Rp 71.826.156,-. Nilai tersebut dapat dicapai bila pada lahan kering berlereng 15-30 % (SLH-1) ditanam blumkol seluas 343,63 ha
dan alpokat seluas 459,40 ha atau lahan berlereng 30-45 % (SLH-2) ditanam tanaman
blumkol 141,39 ha dan tanaman alpokat seluas 655,87 ha. Luas
penggunaan lahan hasil optimasi skenario 2 tertera pada Tabel 40. Tabel 40 Luas penggunaan lahan hasil optimasi skenario 2 Komoditas
SLH SLH-1
Blumkol Cabe Jeru
Luas lahan tersedia (ha) 1235,14
Alpokat
Cabe Jer~
Alpokat Nangka
994,88
Luas lahan terpakai pada tingkat optimal (ha) 343,63 0 0 459,40
Nilai marjinal
0 0 655,42 0
-52820 -43380 -35150
Berdasarkan Tabel 40 lahan di SLH-1 seluas 1 hektar dapat ditanami tanaman blumkol seluas 0,43 hektar dan alpokat seluas 0,57 hektar tanpa tanaman cabe, jeruk dan nagka, sebaliknya lahan di SLH-2 dapat ditanarni tanaman blumkol seluas 0,17 hektar dan alpokat seluas 0,83 hektar tanpa tanaman cabe, jeruk clan nangka. Hasil analisis optimasi menunjukkan bahwa lahan pada SLH-1 seluas 1235,14 hektar hanya terpakai 803,02 hektar dan di SLH-2 seluas 994,88 hektar hanya terpakai seluas 791,44 hektar. Dengan dernikian lahan di SLH-1 yang masih dapat dioptimalkan penggunaannya seluas 432,12 hektar dan lahan di SLH2 yang masih dapat dioptimalkan penggunaannya seluas 203,44 hektar.
Dari Tabel 40 diketahui pula nilai marjinal negatif pada tanarnan cabe, jeruk
dan nangka baik di SLH-1 maupun SLH-2. Seperti halnya skenario 1, komoditas yang bernilai marjinal negatif menunjukkan bahwa akan terjadi p e n m a n pendapatan pada setiap penambahan 1 hektar komoditi bersangkutan sebesar nilai marjinalnya. Sebagai gambaran, bila dipaksakan menanam nangka pada SLH-1
seluas 1 hektar maka pendapatan akan berkurang sebesar Rp 22.000,- per tahun dan bila nangka ditanam di SLH-2 seluas satu hektar maka pendapatan akan berkurang sebesar Rp 35.150,- per tahun. Hal yang sama berlaku untuk komoditi lain dengan nilai kekurangan yang berbeda sesuai nilai m @ i d negatifnya. Hasil analisis kepekaan penggunaan tenaga kerja bulanan pada tingkat optimal terdapat pada Tabel 4 1. Tabel 41 Sebaran penggunaan tenaga kerja bulanan hasil optimasi skenario 2 Bulan
Jrzntmi Pebruari
Tenaga kerja terpakai pada tingkat optimal (HOK) 53068,500
Tenaga kerja tersedia di daerah penelitian (HOK) 194122.5
Nilai marjinal
0
Maret April Mei Juni Juli Agustus
September Oktober Nopember Desember
Dari Tabel 41 menunjukkan bahwa kendala ketersediaan tenaga kerja dari bulan Januari sampai Desember bukan merupakan kendala yang mengikat karena penggunaan tenaga kerja bulanan pada tingkat optimal masih di bawah batas tenaga kerja yang tersedia dan tidak akan merubah nilai optimal. Hasil analisis optimasi penggunaan modal usahatani (Tabel 42) nampak bahwa petani tidak memerlukan tarnbahan modal dari luar untuk membiayai usahatani karena modal yang tersedia baik untuk kegiatan usahatani di SLH-1 maupun SLH-2 masih bisa membiayai usahatani skenario 2. Dari Tabel 42 nampak bahwa penggunaan lahan sesuai skenario 2 dengan menggunakan modal yang tersedia sebesar Rp 15.950.000.000,- di SLH-2 tidak terpakai habis. Hasil analisis kepekaan, kendala ketersediaan modal untuk SLH-2 bukan merupakan kendala yang mengikat karena perubahan penggunaan modal selama masih berada di bawah batas modal tersedia tidak akan merubah nilai optimal sedangkan untuk SLH-1 bila terjadi perubahan ketersediaan modal maka akan merubah nilai optimal
Tabel 42 Penggunaan modal usahatani hasil optimasi skenario 2 SLH SLH- 1 SLH-2
Modal terpakai pada tingkat optimal (Rp / thn) 15 950 000 000,10 250 000 000,-
Modal tersedia (Rp / thn)* 15 950000000,12 720 000 000,-
Nilai marjinal EPS 0
Nilai tersebut telah dibulatkan.
Penggunaan lahan kering berlereng harus dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum kelwga tani di pedesaan, khususnya petani pada lahan kering berlereng di hulu Sub DAS Cikapundung. Kebutuhan hidup kelwga tani hasil optimasi skenario 2 ditampilkan pada Tabel 43. Tabel 43 Kebutuhan hidup minimal hasil optimasi skenario 2 Kebutuhan hidup minimum keluarga tani setara blumkol (Rp / thn) 38.230.000.000
Kebutuhan hidup hasil optimasi 38.230.000.000
Nilai marjinal 0
Harga blumkol saat penelitian Rp 1500 / kg
Berdasarkan Tabel 43 diketahui bahwa penggunaan lahan secara optimal sesuai skenario 2 dapat memenuhi kebutuhan hidup minimal. Hasil analisis kepekaan, kendala kebutuhan hidup minimal, sangat peka terhadap perubahan, bila kebutuhan hidup yang dicapai berada di bawah kebutuhan hidup minimal atau kebutuhan hidup minimal meningkat maka akan merubah nilai optimal. Pemanfaatan lahan hams mampu menekan erosi tanah hingga batas yang dapat ditoleransikan atau minimal dapat mengatasi erosi sampai pada tingkat terendah dari erosi yang terjadi pada penggunaan lahan (LUT) aktual. Nilai erosi terendah dari sistem penggunaan lahan dengan komoditi utama yaitu nangka (Cadl), alpokat CAel, jeruk (SaQ), cabe (WAg2) dan blumkol (WAh2) untuk SLH-1 sementara di SLH-2 dihasilkan oleh tipe penggunaan lahan (LUT) SBdl, LUT WBe2, LUT CBfl, LUT SBg2 dan LUT SBh3. Dari 8 tipe penggunaan lahan yang diteliti LUT yang menghasilkan rata-rata erosi terendah adalah LUT agroforestri sederhana dalam ha1 ini LUT (alpokat
+ nangka - jeruk + cabe +
blumkol) yaitu untuk SLH-1 sebesar 43,9 ton / hektar / tahun dan di SLH-2 sebesar 9 5 3 ton 1 hektar 1 tahun. Hasil optimasi erosi skenario 2 ditampilkan pada Tabel 44.
Tabel 44 Erosi tanah hasil optimasi skenario 2 SLH SLH-1
Erosi terendah dari tipe penggunaan lahan utama (ton /ha/ thn) 43.9
Erosi yang terjadi pada tingkat optimal 433
Nilai marjinal 720090
Berdasarkan Tabel 44 erosi aktual hasil optirnasi pada lahan SLH-1 maupun SLH-2 sama dengan erosi terendah dari tipe penggunaan lahan utama dengan nilai marjinal positif. Hal ini berarti jika erosi aktual diperbolehkan lebih besar dari erosi terendah pada masing-masing SLH, maka akan meningkatkan pendapatan optimum menunrt skenario 2, apabila erosi aktual diperbolehkan lebih besar 1 ton / ha 1 tahun dari erosi terendah maka ha1 ini akan meningkatkan pendapatan
penggunaan lahan di SLH-1 sebesar Rp 720.090,- clan di SLH-2 sebesar Rp
48 1.570,- per tahun. Hasil analisis kepekaan menunjukkan bahwa pada lahan SLH-1 maupun SLH-2 kendala erosi sangat peka terhadap perubahan, dimana perubahan erosi aktual melebihi batas erosi terendah dari penerapan LUT di masing-masing SLH akan merubah nilai optimal.
VI KESIMPULAN DAN SARAN
1
Tipe penggunaan lahan (LUT) utama di SLH-1 yaitu LUT: (cabe), (blumkol), (nangka), (jeruk), (alpokat - blumkol), (jeruk + cabe + bl~mkol)dan LUT (alpokat + nangka - jeruk + cabe + blumkol) tergolong sesuai marjinal (S3) dengan faktor penghambat lereng, kejenuhan basa, pH dan curah hujan. Penggunaan lahan eksisting di SLH-2 dengan LUT yang sama menurut kelas kesesuaian lahan, seluruhnya tergolong tidak sesuai (N), faktor penghambat adalah lereng dan erosi.
2. Tipe penggunaan lahan (LUT) utarna di SLH-1 dan SLH-2 yang memberikan keuntungan tertinggi adalah LUT blumkol yaitu di SLH-1 Rp. 47.632.500 / ha I th dan di SLH-2 sebesar Rp 37.539.300,-I ha / th. Modal yang diperlukan untuk menanarn blumkol di SLH-1 sebesar Rp 25.5 12.500,- / ha / th dan di SLH-2 sebesar Rp 23.960.700,- / hektar / tahun, lebih dari 50 % dari modal tersebut untuk pengadaan pupuk dan pestisida.
3. Hail prediksi erosi yang terjadi di SLH-1 sebesar 71,8 ton / ha / th dengan tingkat bahaya erosi tergolong sedang. Sementara erosi yang terjadi di SLH-2 sebesar 156,9 ton/ ha 1 th dengan tingkat bahaya erosi tergolong berat. Erosi terendah terjadi pada LUT multiple (Agroforestri sederhana) yatu camputan alpokat + nangka + jeruk + cabe dan blumkol yaitu sebesw rata-rata 43,9 ton / ha / th untuk SLH-1 dan SLH-2 95,5 ton1 ha/ th, erosi tertinggi dihasilkan oleh sistem pertanaman monokultur blumkol. 4. Dari 5 (lima) komoditi tanaman tahunan sebagai alternatif, petani merrilih ~omoditialpokat sebagai prioritas pertama penyusun agroforestri diikuti cengkeh, jeruk, nangka dan kopi sebagai prioritas ke 2, 3, 4 dan 5 dengan kriteria Iingkungan, sosiaI dan ekonomi sub kriteria kesesuaian lahan, kemudahan memelihara tanaman, kebutuhan tenaga kerja, dan ketersediaan bibit / benih, kebutuhan modal dan kesesuaian lahan serta peluang pasar. Nilai bobot tertinggi diberikan pada kriteria ekonomi sub kriteria peluang pasar. 5. Tipe penggunaan Lahan yang optimal adalah LUT (alpokat - blumkol). Kombinasi tanaman solusi optimal pada SLH-1 adalah dengm menanam
DAFTAR
PUSTAKA
Abdussamad. 1993. Hubungan karakteristik Petani, kerjasama dengan persepsi dan tingkat partisipasi mereka dalam sistim usahatani di Kalimantan Selatan. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Anonim. 1992. Agroforestry. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan RI. Jakarta. Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air IPB Press. Bogor. Badan Biro Pusat Statistk. 1997. Statistik Indonesia. Jakarta . 2002. Statistik Indonesia. Jakarta
Bolls, P.L. 1978. The Iso-Erodent Map of Java and Madura . SRI Bogoi Darsiharjo. 2004. Model Pemanfaatan Lahan Berkelanjutan di Hulu Sungai (Studi Kasus Daerah Hulu Sungai Cikapundung Bandung Utara). Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Darusman, D. 1993. Pengelolaan Sumberdaya Hutan dalam Konteks Pembangunan yang Berkelanjutan. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Integritas Ekologi dan Ekonomi dalam Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Institut Teknologi Randung. Bandung 7-8 Juni 1993 Darusman, D., dan D. Suharjito. 1998. Kehutanan Masyarakat P3KM. Bogor Danvis, H., dan A.R. Nurmanaf. 2001. Pengentasan Kemiskinan, Upaya Yang Telah Dilakukan dan Rencana Waktu Mendatang. Forum panel Agro.Ekon. 19 ( 1): 55-67. De Foresta, H., and G. Michon. 1997. The Agroforest Alternative to Imperata Grasslands; When Smallho!lder Agricultur and Forestry Reach Sustainability. Agoforestry Systems 36: 105-120. De Foresta, H., G. Michon, W.A. Djatmiko. 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan: Agroforest Khas Indonesia, Bagiaiil 1 Agroforestri Indonesia: beda sistem beda pendekatan. Sebuah Sumbangan Masyarakat Bagi Pembangunan Berkelanjutan. International Center For Research In agroforestry. Bogor, Indonesia Departemen Kehutanan. 200 1. Rehabilitasi Lahan dan Perhutani Sosial. Statistik Kehutanan Indonesia. Htpp/www.dephut.go.id. .
Djaenuddin, D., H. Marwan, H. Subagyo, dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi lahan untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. FAO. 1976. A. Framework For Land Evaluation. F A 0 Soil Bull No. 32. Rome Hadisaputro. 1986. Biaya dan Pendapatan dalam Usahatani. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Hairiah, K., M.A. Sarjono, S. Sabarnudin. 2004. Pengantar Agroforestri. Ilmu Pengetahuan Kehutanan.. Bahan ajaran 1 Word Agroforestry Centre, Southeast Asia Regional Office. Bogor Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A. Diha, G.B Hong, dan H.H. Balley. 1986. Dasar-Dasar Ilri~uTanah. Penerbit Unila. Lampung Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Hermanto, R. 2006. Membangun Indonesia dari Daerah, Implementasi Desentralisasi di Jawa Barat, Kasus Pemerintah Kota dan Propinsi Jawa Barat. Center for Strategic and International Studies. Hidayat, A., Hikmatullah, D. Santoso. 2000. Potensi dan Pengslolaan Lahan Kering Dataran Rendah. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya.Cisama, 9 - 13 Februari. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian . Bogor Hal. 192 - 199. Huxley. P. 1999. Tropical Agroforestry. Blackwel Sience Ltd UK 371 hal. Kroelinger, M. 200 1 Sampling and Inferential Statistics. Paper. Lahjie, A. M. 2004. Teknik Agroforestri. Universitas Mulawarman. Samarinda. Mahrnudi, B. 2002. Optimalisasi Penggunaan Lahan dan Penetapan Daya Dukung Lingkungan di Daerah Tangkapan Air (DTA) Cilarnpuyang Sub DAS Cimanuk hulu Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat. Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Manan, S. 1977. Pengaruh Hutan dan Management Daerah Aliran Sungai. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk, PT. Gramedia Widiasrana Indonesia. Jakarta. Mosher, A.T. 1975. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Terjemahan Y asaguna. Jakarta.
Mubyarto. 1986. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Nair, PKR. 1993. An Introduction to Agroforestry. Kluwer Academic Publisher The Netherlands. Nasendi, B.D., dan A. Anwar. 1985. Program Linear d m Variasinya. Gramedia. Jakarta. Notohadiprawiro, T. 1999. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pemdidikm Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Nugroho, S.P. 1999. Sistem Pendekatan Konsrvasi Tanah dan Air untuk Optimalisasi pemanfaatan Lahan Kritis. Jurnal Air, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi Bencana 4 (1): 1-7.. Rahim. S.E. 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta Bumi Aksara Rosnila. 2004. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Keberadaan Situ ( Studi Kasus Kota Depok ). Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Rossiter. 1994. Land Evaluation With Emphasis on Computer Aplications. Department Of Soil, Crop and Admospheric Science College of Agriculture & Life Science. Cornell University Rukmana, R. 1994. Budidaya Kubis Bunga dan Broccoli. Kanisius, Jakarta .1995. Teknik Pengelolaan h h a n Berbukit dan Kritis. Kanisius Jakarta. Saaty T.L. 1983. Decisicn Making for Leaders. The Analytical Hirarchy Process for Decision in Complex World. RWS Publication University of Pittsburgh. Sajogyo, dan P. Sajogyo. 1977 Sosiologi pedesaan Jilid 2. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Sajogyo. 1982. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Hidup Minimum. Gramedia Jakarta. Salim, E. 198 1. Pengarahan Menteri Negara Pengawasan dan pengembangan Lingkungan Hidup dalam Proceedings Lokakarya Pengelolaan Terpadu DAS di Indonesia. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. P. 9-20 Santoso, M.A. 2001. Good Governance dan Hukum Lingkungan. Indonesian Centre For Environtmental Law. Setiadi. 2004. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya
Singarimbun, M., dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES Jakarta. Sinukaban, N. 2002. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan sebagai Basis Ketahanan Pangan Nasional. Makalah disampaikan pada seminar ilmiah Nasional Aplikasi Teknologi Pertanian dalam Pengelolaan sumberdaya Lahan Berkelanjutan. HMIT Faperta IPB. Bogor. 28 September 2002. 10 hal. Sitorus, S.R.P. 1989. Survei Tanah dan Penggunaan Lahan. Laboratcrium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan Jurusan Tanah Fskultas Pertanian IPB. Bogor. .1998. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito Bandung .2003. Pengelolaan Sumberdaya Lahan. Program Studi Pen4elolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. .2004. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan Edisi ke tiga.Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan, Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB Bogor Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia. Jakarta Sumarwcto. 1994. Ekologi, Lingkungan Hidup clan Pembangunm. Jambatan, Jakarta. Sumaryono, A., dan J.A. Pratiwi. 1996. ~engaruhPenanaman Rumput Terhadap Laju Erosi pada Lahan Bekas Endapan Bahan Vulkanik di Daerah GN. Merapi Di dalam Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembardayaan Petani dan Pelestarian Sumberdaya Alam. Prosiding Kongres ke !I dan Seminar Nasional MKT. Yogyakarta 27-28 Oktober 1993. Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia. Bogor. p 165-174 Sunarjono, H.H. 2003. Prospek Berkebun Buah. Fenebar Swadaya, Jakarta Suproyo. 1979. Ciri-Ciri, Pengertian Petani Kecil. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sutanto, R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah, Konsep dan Kenyataan. Penerbit Kanesius Yogyakarta. Thompson, L.M., and F.R Troeh. 1979. Soil and Soil Fertility Mc. Grow Hill. Publishing Company New York.
Tjondronegoro, S.M.P. 1983. Ekologi Manusia Beberapa Sendi Utama. Kumpulan Bahan Kuliah Latihan Analisis Dampak Lingkungan. KLH-PUSDI-PSLIPB. Bogor. Toha, H.A. 1996. Riset Operasi Jilid 1. Wirajaya, D. Penerjemah : Lyndon Saputra, Editor Binarupa Aksara . Terjemahan dari: Operation Research. Wantasen, D. 1980. Kimia Tanah. Jurusan Tanah Fak. Pertanian Unsrat. Manado Widaningsih. 1991. Peranan Sistim Pertanaman Agroforestry Dalam Penggunaan Lahan Kering Pertanian yang Berlereng Curam di DAS Cimanuk Jawa Barat. (Studi Kasus Daerah Darmaraja - Wado Kabupaten Surnedang) Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Widyastuti, Y.E. 1995. Nangka dan Cempedak. Ragam Jenis dan Pembudidayaan. Penebar Swadaya. Widiyanto. 2004. Pengelolaan dan Wijayanto, N., D. Suprayogo, dan Pengembangan Agroforestri, Pengantar Agroforestri. Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Word Agroforestry Center (ICRAF) Bogor Wijayaratna, C.M. 2000. Integrated Watershed Management - A Leaming Process. Soil Conservation and Watershed Management in Asia and The Pacific. Asian Productivity Organization, Tokyo. pp 36-66. Wiradinata, S. 1987. Model Simulasi Penggunaan Lanan Pertanian secara Optimal Ditinjau dari Segi Agrohutani di Daerah Aliran Sungai Citandui Jawa Barat, Studi Kasus Cijolang. Disertasi Doktor, Fakultas Pascasarjana Institut Peranian Bogor. Bogor. Wischrneier, W.H., and Smith, D.D. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses. US. Dept. Agric. Handbook No. 537. Young, A. 1997. Agroforestry For Soil Management. CAB International and ICRAF
Lampiran 1 Kondisi cuarah hujan daerah Hulu Sub DAS Cikapundung a. Curah hujan rata rata bulanan tahun 1995-2004 Th
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
.tun
Jul
Ag
Sep
Okt
Nop
Des
04
28,O 235,2
109,8 170,4
164,s 208,3
307,O 198,3
178,O 111,7
56,5 57,7
0,O 56,7
0,O 29,O
121,5 51,9
36,4 209,2
175,3 291,8
297,4 2113
rerata Sumber : 1. Badan Meteorologi dan Geofisika Bandung (1995-2002) 2. Stasihn Klimatologi Matgahayu I1 Atas Balitsa Lembang Taliun 2003-2004
Jlh
1.478;4 18.812,3
b. Curah hujan maksimurn rerata bulanan dari tahun 1995-2004 Thn
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Jan
40,O 45,O 58,8 48,O 39,O 46,s 43,O 50,5 47.5
Peb
26,5 52,5 24,5 46,O 17,5 32,5 38,O 28,5 31,O
Mar 48,5 55,s 30,O 54,O 46,O 62,3 26,O 37,5 50,O
Apr
Mei
.tun
Jul
23,8
3 1,2
49,5
21,8
Ags
0,O
Sep
Okt
Nop
Des
Rerata
21,s
40,O
33,O
22.0
29.8
Lampiran 1 (lanjutan) c. Jurnlah hmi hujan rata rata 1 bulan dari tahun 1995 - 2004 Thn 1995
Jan 21
2004 rerata
2 18,3
Peb .14
5 16,8
Mar 20
Apr 13
Mei 9
Jun 13
Jul 9
Ags 0
Se p 6
Okt 11
Nop 17
Des 14
5
10 16,4
10 10,9
3 7,1
0
0 3,5
3 3,6
2 12,l
9 16
13 14,3
17,6
6,5
Rata-rata 147
62 143,4
Lampiran 2 Kelas Struktur Tanah Struktur tanah (ukuran diameter) Granuler sangat halus (< lmm) Granular halus (1 - 2 mm) Granular sedang sampai kasar ( 2 - 10 rnrn) Bentuk blok, blocky, plat, masif Sumber : Arsyad ( 2000)
Kelas
4
Lampiran 3 Kelas Perrneabilitasi Profil Tanah Permeabilitas Sangat lambat Larnbat Lambat sampai sedang Sedang Sedang sampai cepat Cepat Sumber :Arsyad ( 2000)
Kecepatan (crnlj am)
> 25,4
Kelas
1
Lampiran 4 Nilai faktor pengelolaan tanah (P) - -
- - ---- -
.
.
Jenis teknik konservasi tanah Teras bangku - Konstruksi baik - Konstruksi sedang * - Konstruksi kurang baik - Teras tradisional 2 Strip tanaman nunput bahia - Keadaan baik - Keadaan tidak baik Pengolaha tanah dan penanaman menurut garis kontur 3 - Kemiringan 0 - 8 % - Kerniringan 9 - 20 % - Kemiringan > 20 % 4 Penggman mulsa : - cerami 6ton/ha/tahun) (jerami 3ioWtahun) (jerami 1ton/ha/tahun) 5 Penanaman tanaman penutup tanah rendah pada tanarnan perkebunan Kerapatan tinggi - Kerapatan sedang 6 Tanpa tindakan konservasi Sumber : Arsyad ( 2000) No 1
-
Nilai faktor P 0,04 0,15 0,35 0,40 0,04 0.40 0,50 0,75 0,90 0,30 0,50
0,80 0,lO 0,50 1,00
Lampiran 5 Nilai faktor tenaman (C) No
Macam penggunaan (1)(2) 1 Tanah terbuka I tanpa tanaman 2 Sawah 3 Tegalan tidak dispesifikasi 4 Ubikayu 5 Jagung 6 Kedelai 7 Kentang 8 Kacangtanah 9 Padi 10 Tebu 11 Pisang 12 Akar wangi (sereh wangi) 13 Rumput bede (tahun pertama) 14 Rumput bede (tahun kedua) 15 Kopi dengan penutup tanah buruk 16 Talas 17 Kebun carnpuran - Kerapatan tinggi - Kerapatan sedang - Kerapatan rendah 18 Perladangan * 19 Hutan alam - Serasah banyak - Serasah kurang 20 Hutan produksi - tebang habis - tebang pilih 2 1 Semak belukarlpadang rumput 22 Ubikayu + kedelai 23 Ubikayu + kacang tanah 24 Padi - sorghum 25 Padi - kedelai 26 Kacang tanah + gude 27 Kacang tanah + kacang tunggak 28 Kacang tanah + mulsa jeramih 4 tonha 29 Padi + mulsa jeramih 4 tonlha 30 Kaang tanah + mulsa jagung 4tonlha 3 1 Kacang tanah + mulsa crotalaria 3 tonha 32 Kacang tanah + mulsa kacang tunggak 33 Kacang tanah + mulsa jeramih 2 tonha 34 Padi + mulsa crotalmaria 3 tonha 35 Pola tanam turnpang gilir + mulsa jeramih 36 Pola tanam b e m t a n + mulsa sisa tanaman ** 37 Alang-alang murni subur -
Nilai Faktor C (3) 1,000
Lampiran 6 Keragaan LUT, jenis tanaman dan sistem pertanaman aktual NO. L U T
Sistirn
Pertanaman
Jenis Tanaman 1 Tipe Penggunaan Lahan (LUT)
Blurnkol (BI) Monukultur Seladri (Se) Monukultur Tornat (To) Monuhltur Cabe (Ca) Monukultur Boncis (Bo) Monukultur Kentang (Ke) Monukultur Kubis (Ku) Monukultur Pisang (pi) Monokultur Bambu (Ba), Bo Campuran / agroforestri Ba, Pi, Ja, Rg Campuran lagroforestri Na (I 1-14 pohon) Monukultur Alpokat (12-14 phn) Monukultur (agroforestri) Je + Pi, B1 Campuran / agroforestri I,Pi+BI+Ca Campuran lagroforestri Suren (Su), BI, La Campuran / agroforestri AI+Na - Je+(Ca+BI) Campuran lagroforestr~ Na + Su, Ba, Bo Campuran / agroforestri Na +A1 + KO To Campuran lagroforestri Campuran / agroforestri Je+(Ca+BI) Campuran / agroforestri Ba-Ko-Ca-Te (A1 + KO) Ca Campuran /agroforestri Na (12-15 pohon) Monokultur I Agroforestri A1 pokat - Blurnkol Compound lagroforestri Jeruk (Je) Monukultur (Ma + Ra) - (Si + Ja) Campuran /agroforestri Campuran (Ca + B1) - Rg Campuran semusim Ce + B1 - La c v m d 1agroforestri Su-Pe-Ta Campuran (rnajemuk) Bd- Kp camburan (mzjemuk) Cai - ~d
SLH-I DESA l ~ e t a n i(n) 2 n S. W. C
%
SLH-2 DESA I petani Zn S. W. C
(%)
-
-
30 Jumlah
'
0. 0 . 0 25 24 23
0 72
0
lo0
1. 1. 0 26 23 23
2 72
2,78 100
Sumber : Wawancara dengan petani dan pengamatan di lapanggan Keterangan : Mg=Mangga, Ra=Rambutan, Si=Singkong CeaCengkeh, Pe=Petsai, Cai=Cesin, Bd=Bawang daun, Kp = Kacang panjang, Ta=Talas, Pi=pisang, Rg Rumput gajah, La=Labu Kode Desa: S= Suntenjaya W= Wangunharja C= Cikidang Tanda + (tambah) adalah Tumpangsari, Budidaya lomng Tanda " " ( kurang) adalah jenis ditanam terpisah pada [ahan yang sama (Hasil wawancara dan pcngamatan di lahan garapan pctani)
-
Larnpiran 7 Tipe penggunaan lahan (LUT) utama dan kondisi penggunaan lahan SLH-1 SLH I Desa I LUT Contoh
Cikidang CA cl CA bl CA a1
LUT / jenis tanaman Alpokat , blumkol Jeruk + (cabe + biumkol) Alpokat+nangka,jeruk+ (cabetblumkol) Alpokat ,blumkol Cabe Nan& Alpokat Blumkol
Tlngkat pengelolaan
Kondisi term
Sedang Sedang
Sedang Sedang
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sdang
Tanam
Pemanfaatan
0,75 0,80
0.60 0,80
80 100
Sedang Sedang Sedang Buruk Sedang Sedang Sedang
0,50 0,70 0,45 0,55 0,70 0,40 0,6 1
0,40 0,65 0,45 0.45 0.50 0,40 0,53
80 93 100 82 71 100
Sedang Sedsng
Buruk Sedang
0,45 0,75
435 0,75
78 100
Sedang
Sedang
0,90
0,80
89
Lahan ter-
sedia (ha)
(ha)
lahan (%)
CA c2 CA gl CAdl CA el CA hl Rata-rata Wangunharja WA e2 Alpokat b A i32 Cabe Alpoka~+ nangka -jeruk WA a2 + (cab#blumkol) Alpokat + nangka -jeruk WA a 3 + (cab#blumkol) WA h2 Blumkol WA e3 Alpokat WA fl Jeruk WA g3 Cabe Rata-rata Suntenjaya SA £2 Jeruk SA b2 Jeruk + (cabe + blumkol) SA d2 Nan* SA c3 Alpokat , blurnkol SA b3 Jeruk +- (cabe + blurnkol) SA h3 Blumkol SA f3 Jeruk
Sedang Sedang Sedang Sedang ~edang Sedang
Sedang Sedang Buruk Sedang sedang Sedang
0,40 0,35 0,70 0,50 0,65 0,59
0,40 0,35 0,50 0,35 0,50 0,50
100 100 71 70 77 85
Sedang Sedang Sedmg Sedang Sedang sedang Sedang
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
0,70 0,70 0,75 0,35 1,OO 0,65 0,45
0,60 0,70 0,60 0,30 0,w 0,65 0,40
86 100 80 86 90 100 89
Total SLH-1 Reta-rata SLH
Sedang Sedang
Sedang Sedang
14,75 0,617
1290 0,537
87 87
87
Lampiran 8 Tipe penggunaan lahan (LUT) utama dan kondisi penggunaan lahan SLH-2 SLH 1 Desa 1 LUT Contoh
LUT I Jenis tanaman
Tingkat pengelolaan
Kondisi teras
Lahan tersedia (ha)
Tertanam 1
Sedang
Sedang
0,60
0,50
83
w a g Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Sedang Sedang Sedang Buruk Sedang Sedang Sedang Sedang
0.70 0,50 0,40 0,40 0,30 0,45 0,60 449
0,70 0,50 0,30 0,25 030 0,45 0,50 O N
100 100 75 63 100 100 83 90
Sedang Sedang
Sedang Bumk
0,65 0.50
0,45 0,40
69 80
Sedang Sedang S h g sedang Sedang Sedang
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Bumk Sedang
0,60 0,35 0.50 0,40 0,50 0,70 0,53
0,55 0,30 0,45 0,30 0,30 0,50 0,41
92 86 90 75 60 71 77
Sedang Sedang Sedang
Sedang Sedang Bumk
0,55 0.90 0,50
0,30 0,80 0.40
55 89 80
Pemanfaatan lahan (YO)
SLH-2 / Cikidang Aipokat ,blumkol Alpokat + nangka - jemk+ (cabet-blumkol) Jemk + (cabe + blumkol) Jemk Alpokat Blumkol Blumkol Cabe
CB cl CB a2 CB b2 CB fl CB e l CB h l CB h2 CB gl Ratn-rata
Wangunharja WB e2 WB e3 WB a3
Alpokat Npokat Alpokat + nangka -jeruk + (cabe + blumkol) Alpokat ,blurnkol Cabe Jeruk Jeruk Nan*
WB c2 WB g3 WBf2 WBD
WB d3 Ratn.rata
sedan^.
Suntenjaya SB d l SB bl SB d2 SE a1
Nangka Jemk + (cabe + blurnkol) Nangka Aipokat + nangka -jeruk + (cabetblumkol) Alpokat ,blumkol Blumkol Cabe Jemk + (cabe + blumkol)
0.40 100 Sedang 0.40 0,25 83 Sedang 0,30 030 100 Sedang 0,30 0,45 100 Sedang 0,45 0,50 100 Sedang 0.50 0.43 88 Sedang 4 4 9 10,15 84 Sedang 12,02 0,467 85 Sedang 0,503 Ket : Tanda ( + ) = turnpangsari atau budidaya lorong diversifikasi atau campuran Tanda ( ) = Tanaman 1 sistem pertanaman sebelah kiri dan kanannya terpisah pada LUT yang sama SB c3 SB h3 SB g2 SB b3 Rernta petani Total SLH-2 Rata-rata SLH-2
-
~eda& sedang sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Lampiran 9 Karakteristik fisik dan kimia tanah pada lahan kering berlereng di hulu Sub DAS Cikapundung SLHI
Desa
No. Sampel
Bentuk Usahatani
CiKi dang
2 CA c l CA b 1 CA a1 CA c2 CA g l CA d l CA el CA h l
Panjang lereng
Batuan mnukaan
(%I
(m)
(%I
Sifat Fisik Lahan / Tanah Kedarnan Permea Berat Drai Tanah bilitas Vol. nase (cm) tanah
3 Alpokat, blumkol J e e c a b e , bhmkol Alpokat, nangka, jeruk, cabe,blumkol Alpokat, blumkol Cabe Nangka Alpokat Blumkol
4 20 22 20 21 22 22 20 25
5 70 68 65 57 60 57 65 60
6 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5
7 > 90 > 90 > 90 > 90 > 90 > 90 > 90 > 90
Alpokat Cabe Alpokat, nangka, jeruk, cabe,blumkol Alpokat, nangka, jeruk, cabe,blumkol Blumkol Alpokat Jeruk Cabe Suntenjays
SA f2 SA b2 SA d2 SA c3 SA b3 SA h3 SA f3 S.1 d3
Tekstur D
L
%
%
21 19 19 21 23 19 24 23
12 27 26 29 23 27 25 32 30
13 45 48 47 50 42 47 40 40
P YO
I
I
1 SLH-I
LeReng
Jeruk Jeruk, cabe blumkol Nangka Alpokat, blumkol Jeruk, Cabe, blumkol Blumkol Jetuk Nangka
20 22 23 20 21 20 20 20
70 65 55 52 75 60 65 70
<5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5
> 90 > 90 > 90 > 90 > 90 > 90 > 90 >90
8 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
9 1 1 1 1 1 1 1 1
10 Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Sedang Sedang Sedang Dedang Sedang Sedang Sedang Sedang
I
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
19 20 20 18 31 28 25 21
25 23 19 21 26 26 29 29
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
1 1 I 1
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
19 20 18 20 19 21 21 23
24 21 22 21 25 29 20 23
1 1 1 1 1 1 1
I 1 1 1
11
48 55 57 50 48 45 50 49
r-L
14 -3
Larnpiran 9 (lanjutan) untuk SLH-3. PH
C - organik
H2 0 14 4.86
N - Total
Yo
%
4.82
16 0.47
1S
Sifat kimia tanah P ppm
Ca 17 3.5
K me / 100 gr
Mg 18 0,93
19 0,80
Na 20 0,82
21 0,44
KTK Cmol 22 30,14
KB Yo 23 9,92
Larnpiran 9 (lanjutan) -
Desa 1 SLH-2
CiKi-
dang
Wangun Harja
No. Sam pel 2 CB c l CB a2 CB b2 CB fl CB e 1 CB h il CB h 2 CB gl
Alpokat, blumkol Alpokat, nangka, jeruk, cabe, blumkol Jeruk. cabe. blurnkol
WB e 2 WB e 3 WB a3 WB c2 WB g3
Alpokat Alpokat Alpokat, nangka, jentk, cabe, blumkol Alpokat, blumkol Cabe
3
Jeruk Alpokat Blumkol Blumkol Cabe
Leaeng (%)
Panjang iereng
4 34 33 36 35 32 45 39 32
5 62 60 70 52 78 62 60 60
60 65 70 58 60 56 68 55 60 58 65 68 65 55 50 60
WBf3 WB d3
Nangka
35 40 40 32 40 36 41 37
SB d l SB b l SB d2 SB a1 SB c3 SB h3 SB g2 SB b3
Nangka Jemk ,cabe, blukol Nangka Alpokat, nang'ka, jeruk, cabe blukol Alpokat, blumkol Blumkol Cabe Jeruk, cabe, blumkol
38 42 42 32 38 45 35 40
m a Sunten jays
Bentuk Usahatani
Jeruk Jeruk
--
Batuan Permu kaan 6 <5 <5 <5
<5 <5 <5 <5 <5
.'
Sifat Fisik Lahan / Tanah Kedalam- Permea Berat DraiAn tanah bilitas Vol. nase (cm) tanah 7 8 9 10 > 90 Sedang 1 Baik > 90 Sedang 1 Baik > 90 Sedang 1 Baik 1 Baik ~edang > 90 1 Baik Sedang > 90 1 Baik Sedang > 90 Sedang 1 Baik > 90 1 Baik Sedang > 90
P YO 11 19 23 20 21 24 25 23 21
<5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5
>90 > 90 > 90 > 90 > 90 > 90 > 90 > 90
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
1 1 1 1 1 1 1 1
Baik Balk Baik Baik Baik Baik Baik Baik
19 20 20 17 18 23 22 19
<5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5
>90 > 90 > 90 > 90 > 90 > 90 > 90 > 90
Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
1 1 1 1
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
19 22 19 18 20 19 23 20
1
1 1 1
Tekstur D YO 12 24 20 21 21 25 24 27 30
L YO 13 43 49 51 53 45 42 43 39
Lampiran 9 (lanjutan) untuk SLH-2 PH
H2 0 14 4,48
C - organik YO 15 4,44
-
N Tot %
16 0,42
P ppm 17 14,lO
Sifat Kimia tanah Mg
Ca
K
KB
KTK
Na
me / 100gr 18 1,03
19 0,72
20 0,56
YO
21 0,22
22 3 1,46
23 8,OO
Lampiran 10 Kriteria kelas kesesuaian lahan beberapa jenis tanaman penting di lokasi penelitian Sifat tanah Alpokat 1 2 Temperatur Rerata ( o C ) S1 18-26 S2 26 - 30; 15-18 S3 > 30; 1 0 - 15
Nangka 3 22-28 28 - 34; 18-22 34 - 40; 15- 18
Ketersediaan air. 1 Curah Hujan (mm) S1 1.200 -2.000 1.200-2000
<750
Jeruk 4
Blumkol 5
Cabe 6
Tomat 7
119- 33 33 - 36; 16 - 19 36 - 29; 13 - 16
13-24 24 - 30; 1 0 - 13 30 - 35; 5-10
21 - 2 7 27 - 28; 16 - 21 28 - 30; 14 - 16
18-26 26 - 30 16- 18 30 - 35 13 - 16
12-24 24 - 27 10- 12 27 - 30 8 - 12
20 - 28 18 - 20 28 - 30 16- 18 30 - 38
22-28 28-34 18-22 34- r0 15-19
16-22 15-16 22-24 14-15 24-26
1.200 -3.000
350 - 800
600 -1.200
400-700
350 -600
1700-2000
1250-1750
1200-1800
1500-2500
>5000
<750
400
>4000,000
42 - 75 36 - 42 75 - 90 30 - 36 >90 <30
<65 65 - 75
>42 36-42
75 - 85
30-36
< 85
<30
40-70 30-40 70-80 20-30 80-90 <20.>90
Baikagk Terhmba Agk,cpat Sedang Terhmbt
Baik, agak Terhambat Agak cepat sangat Terhambat
Sangat terhambt Ccpat
S=:qt
Baik, Sedang Agak k r hambat Terhmbat, Agk cepat Sangat terhambat, Cepat
S2
1 - 4 bln
2,5 - 4 bln 4 - 5 bln
S3
5 - 16 bulan
5 - 6 bulan
N > 6 bulan Ketersediaan oksigen (drainage) S1 Baik, Sedang
S2 S3 N
Agak terhambat Terhambat, Agak cepat Sangat terhambat, Cepat
> 6 bulan
Baik, Sedang Agak terhambat Terhambat Agak cepat Sangat terhambat, Cepat
8
400
. 2.Kelembaban % / Lama Bulan Kering S1
Boncis
Baik; Sedang Agak terhambat Terhambat, Agak cepat Sangat terham bat;Cepat
24 - 80 80-90 20 - 24 > 90 < 24
65 - 90 60 - 65; 90 - 95 50 - 60; > 95 < 50 Baik, Agak terhambat Agak cepat Sedang Terharnbat
Baik, Terhambat Agak cepat Sedang Terhambat
Sangat ter hambat, Ccpat
Sangat terHambat, Ccpat
Baik, Sedang Agak terhambat Terhambat Agak ccpat Sangat terhambat, Ccpat
R.Gajah 0
terhambat Ccpat
Mangga 10
Kopi 11
Cengkeh 12 25-28 28-32 20-25 32-35
170 >70
Baik
Baik, sedang
Sedang
Agak tefham bat Terhambat, Agk Cepat Sangat terhambat,Cepat
Agk Cepat Terhambat. Sangat cepat
d
W
0
Lampiran 10 Clanjutan) 1 2 3 Media Perakaran 1. Tekstur S1 Halus, Agak kasar Agak halus, Sdng, Agak Sedang halus,Halus S2 S3 Sanga halus sangat Agak kasar halus N kasar kasar 2. Bahan Kasar S1 < 15 < IS S2 15 - 35 15 - 35 S3 35 - 55 35 55 N > 55 > 55 3. Kedalaman Tanah
-
4
5
6
7
8
9
10
11
Agdk kasar sdng, agak halus,Halus
Halus, Agak halus, Sedang
Halus Agak halus, Sedang
Halus, Agak halus, Sedang
Halus, Agak halus, Sedang
Halus, Agak halus, Sedg, Agak kasar
Halus, Agak halus, Sedang
Halus, Agak halus, Sedang
Halus, Agk Halus, Sedang
sangat halus kasar
agak kasar
agak kasar
kasar
kasar
Agk kasw, Sangt halus Kasar
Agak kasar, Sangat halus Kasar
Kasar, Sangat halus Kasar
Agak kasar Kasar
Agak kasar Ksr,Sgt ksr
Agak kasar Kasar
15 15-35 35 - 55 155
< 15 15-35 35-55 > 55
< 15 15-35 35 - 55 > 55
55
55
55
55
60
55
12
-
Retensi Hara 1. KTK Liat S1 > 16
<16
.: 16
< 16
< 16
> 16
c16
< 16
< 1.6
< 16
>35
:20
> 20
> 20
>35
>50
>50
>35
>50
>50
> 1,2 0,8 - 1,2 < 0,8
> 20 < 20
> 20
> 20 < 20
> 1.2 0.8 - 1,2 < 0.8
> 1,2 0,8 - 1,2 < 0,8
> 0,4 0.4
> 1,2 0.8 -- 1,2 < 0,8
> 1,2 0,8 - 1,2 < 0.8
B0.8 5 0,8
S3 dan N Sl
S1
S2 S3 N
2. Kejenuhan Basa >3 5
3. C Organik > 1,2 0,8 - 1,2 < 0,8
< 20
w
W
> 8,O
> 60
> 8,0
>88
>8,0
<8
8 - 12 12- 15 >I5
< f5 15-20 20 - 25 > 25
< 15 15-20 20 - 25 > 25
< 15 15-25 25-35 >35
<5 5-8 8-12 >12
<8
<8
<8
<8
<8
<8
<8
<8
> 30
> 30
>30
> 30
> 30
> 30
> 30
>30, >50
Sgt rend& Rendah Sedang Bent Sagat berat
Sgat rendah Rendah, Sedang Bemt Sgat berat
Sgt Rendah Rendah, Sedang Berat Sgat Berat
Sgt Rendah Rmdah, Sedang Berat Sgt Berat
Sgt Rendah Rendah, Sedang Berat Sgt Berat
Sgt Rendah Rendah, Sedang Berat Sgt Berat
Sgt Rendah Rendah, Sedang Berat Sgt Berat
Sgt Rendah Rendah, Sedang Berat Sgt Berat
<5 5-15 15-40 > 40
<5 5-15 15-40 > 40
<5 5-15 15-40 > 40
( 5
>40
<5 5-15 15-40 > 40
<5 5-15 15-40 > 40
<5
5-15 15 -40
5-15 15-40 > 40
<5 5-15 15-40 > 40
<5 5-15 15-40 > 40
<5 5- 15 15-25 >25
<5 5-15 15-25
<5 5-15 15-25 >25
<5 5-15 15 -25 >25
<5 5-15 85-25 >25
<5 5-15 15-25 >25
<5 5-15 15-25 >25
<5 5-15 15-25 >25
<5 5-15 15-25 >25
> 7,5 Sodisitas, Alkalinitas / ESP ( % ) St < 10 < 15 S2 10- 15 15-20 S3 15-20 20 - 25 N > 20 > 25 Bahaya Erosi 1. Lereng S1 <8 <8
N
S1 S2 S3 N
> 30 > 30 2. Bahaya Erosi Sangat rendah Sgt rendah Rendah, Rendah, Sedang Sedang Berat Berat Sgat berat Sangat b m t
Persiapan lahan: 1. Batuan dipermukaan S1 <5 <5 S2 5-15 5- 15 S3 15-40 15-40 N > 40 > 40 2. Singkapan Batuan <5 S1 <5 5- 15 S2 5 - 15 15-25 S3 15-25 >25 N >25
>25
>7,5
>8,0 < 15 9 5-20 20-25 >25
20 -4
>30 Sangat Rendah Rendah, Sedang Barat Sangat B m t
+ W
N
Lampiran 11 Kelas k e s e s u a h lahan LUT aktual di SLH-1 dan SLH-2 hulu Sub DAS Cikapundung. ZONAI LUT 1 A CA a l
WAa2
WA a3
CAbl SA b2 SA b3
c2
SAc3
Jenis Tanaman 2
to 3
ch 4
lem 5
dra 6
tek 7
Alpokat Nangka Jeruk Cabe Blumkol Alpokat Nangka Jeruk Cabe Blumkol Alpokat Nangka Jeruk Cabe Blumkol Jeruk Blumkol Cabe Jeruk Cabe Blumkol Jeruk Cabe Blumkol Alpokat Blumkol Alpokat Blumkol Alpokat Blumkol
S1 S1 Sl S1 S1 S1 S1 SI S1 S1 S1 SI S1 S1 S1 Sl Sl S1 SI SI S1 S1 SI S1 St S1 S1 SI S1 St
S1 SI SI S3 S3 S1 SI SI S3 S3 SI S1 Sl S3 S3 S1 S3 S3 SI S3 S3 SI S3 S3 Sl S3 SI S3 S1 S3
S2
S1 S1 SI SI S1 S1 SI St SI SI S1 S1 SI SI St S1 S1 S1 SI SI SI S1 S1 S1 SI S1 S1 S1 S1 Sl
S1 SI Sl SI S1 S1 S1 SI Sl S1 SI SI Sl SI S1 S1 S1 SI S1 SI S1 S1 S1 St S1 S1 S1 Sl S1 S1
-
St
-
SI S2
SI -
SI S2
S1 -
S1 S2
-
S1 S1
-
S1 S1
-
S1 S2 SI S2 S1 S2 S1
Kelas kesesuaian penggunaan lahan alctual bka sol &tk cor bas pht alk 8 9 YO 11 12 13 14 Sl St Sl Sl S1 S1 SI SI SI S1 SI S1 S1 S1 S1 S1 SI S1 S1 S1 SI SI SI St SI S1 Sl SI SI SI
Sl Sl SI SI SI S1 Sl SI SI SI S1 S1 SI S1 Sl S1 SI S1 S1 SI SI S1 Sl S1 S1 Sl Sl S1 SI SI
31 31 'S1 51 51 31 51 31 31 31 51 31 SI 31 31 31 S1 51 51 31 31 31 31 51 SI 31 31 S1 31 SI
Sl S1 S2 S2 S2 SI S1 S2 S2 S2 S1 S1 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 SI S2 S1 S2 St S2
S2 S2 S2 S3 S3 S3 S3 S2 S3 S3 S2 S2 S1 S2 S2 S2 S3 S3 S2 S3 S3 S2 SI S3 S3 S3 S3 S3 S2 S3
,
S1 S1 S2 SI S2 S2 S2 S3 S5 S3 S1 S1 S1 S2 S5 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S1 S1 S2 S2 S3 SI S3 SI S3
S1 SI Sl SI SI S1 S1 SI SI SI S1 SI SI S1 S1 SI S1 S1 S1 SI SI S1 Sl S1 S1 SI S1 S1 S1 SI
ero 16
bat 17
sicb
18
Kelas Kesuaian ;etiap jenis tanaman in LUT 19
'S3 S2 'S3 S2 S3 S2 S3 S2 5 3 S2 S3 S2 33 S2 S3 S2 S3 S2 5 3 S2 S3 S2 S3 S2 S3 S2 S3 S2 S3 S2 S3 S2 S3 S2 S3 S2 S3 52 S3 S2 S3 S2 S3 S2 5 3 S2 5 3 S2 S3 S2 5 3 S2 33 52 3 3 S2 93 S2 5 3 S2
Sl SI S1 S1 S1 S1 SI S1 S1 SI Sl SI SI S1 S1 SI SI S1 SI S1 SI S1 SI St S1 S1 SI Sf S1 SI
S1 SI S1 Sl SI S1 SI SI SI S1 SI S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 SI Sl SI S1 S1 S1 SI S1 SI SI S1 Sl
S3ehl S3ehl S3eht S3 ehl nr2wal S3ehlnr2wal S3ehlnr2 S3ehlnr2 S3ehlnr4 S3ehlnrZ4wal S3ehlnrZ4wal S3eh, S3ehl S3ehl S3ehlwal 53 ehl nr4wal S3ehlnr4 S3 eh, nrZ4wal S3ehInr2,wal S3 ehlnr4 S3ehlnrZ4wal S3ehlnrz4wal S3ehl S3ehl wal S3 eh, nr2wa S3ehl nr2 S3eh,nrz4wal S3ehlnr2 b3 eh, q4 wal S2ehl S3ehlnrz4wa1
iler 15
Kelas kesesuaian lahan 1 alm LUT lKls s e l u ~ h 20
S3 ehlnr,wal - .
S3 ehlnr2,wal
S3 ehlnr4wal
S3 ehlnrz,wal S3 ehlnr2,wal S3 ehlnr2wal S3 ehlnr2,wal S3 ehlnr2,wal S3 ehlnrzqwal
w W
Lampiran 11 (lanjutan) 1 B SBbl CBb2 SB b3 CBcl
WBc2 SBc3 SBdl SBd2 WBd3 CBel WBe2 WBe3 CBfl WB f2 WBf3 CBgl SBg2 WBg3 CB hl CB h2 SRh3
2 Jeruk Blurnkol cabe Jeruk Blumkol Cabe Jeruk Cabe
3 to S1 S1 S1 SI S1 S1 S1 S1
4 ch S1 S3 S3 S1 S3 S3 S1 S3
Alpokat Blumkol Alpokat Blumko Alpokat Bl~mlcol Nan&a~ Nangka Nangkal Alpokat Alpokat Alpokat Jeruk Jeruk Jeruk Cabe Cabe Cabe Blumkol Blumkol Blumko
S1 S1 S1 SI Sl Sf S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 SI S1
S1 S3 Sl S3 S1 S3 S1 S1 S1 S1 Sl S1 SI S1 SI S3 S3 S3 S3 S3
tanaman
-
S3
5
Irn SI SI
-
S1 SI
S1 S2 S1 S2 S1 S2 S1
-
S2 S2 S2 S1 S1 S1
-
S1 S1 SI
6 dra S1 S1 S1 S1 S1 S1 SI S1
7 tek S1 S1 SI S1 S1 S1 S1 S1
8 bka S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
9 sol 51 SI S1 SI S1 S1 S1 S1
10 ktk S1 S1 S1 S1 S1 Sl S1 SI
11 co S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2
12 bas S2 S3 S3 S1 S2 S2 S1 S1
13 ph S1 SI S1 SI 52 S3 S1 S2
14 alk S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
15 ler N N N N N N N N
16 ero S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3
17 bat S1 S1 S1 S1 S] S1 S1 S1
18 skb S1 SI S] SI S] S1 S1 S1
19 20 KelasTanarnan Neh, S3eh2 NehlS3eh2nr2wal Neb, S3 eh2nr2wal Neh, S3 eh2 NehlS3eh2wal NehlS3ehinr4wal Neb, S3 eh, ~ e h ~3 ; ehiwa,
S1 S1 S1 S1 $1 S1 SI S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 SI
S1 S1
S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 SI S1 S1 SI SI S1 S1 S1 S1
S1 S1 Sl S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 SI S1 S1 S1 SI S1 S1 S1 S1 S1 S1
S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 SI S1 S1 SI S1 S1 S1 S1 S1 S1 S2
S2 S2 S1 S2 S1 S2 S] SI S1 SI SI S1 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2
S3 S3 S3 S3 S2., S3 S3 S3 S2 S3 SI S3 S2 S2 S2 S2 S3 S2 S3 S3 S2
S3 S3 S1 S3 S2 S3 S2 S1 S1 S2 S1 S2 S2 S3 S2 S3 S3 S2 S3 S3 S3
S1 S1 S1 S] S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
N
N
S3 S3 S3 S3 S3 S3 ~2 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3
N
N
N N
N S3
S1 S] S1 S] S1 S] ~1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 SI S1 S1 S1 S1 S1 SI
S1 S] SI S] S1 S1 ~1 S1 SI S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Si S1 S1
NehlS3eh2nr24 Neh,S3eh2nr24wal Nehl S3 eh2nt2 Neh,S3eh2nr24wal N eh, S3 eh2 NehlS3eh2nr24wal Neb, s3nr2 Neh, S3 eh2nr2 Neh, S3 eh2 NehlS3eh2nr2 Neh, S3 eh2 NehlS3ehznr2 Neh, S3 eh2 Neh, S3eh2nr4 Neh, S3 eh2 Neh,S3eh2nr4wal Neh,S3eh2nr24wal N eh, S3 eh2wal N eh,2S3eh120r24wal Neh,,S3ehI2nr2,wa, NchIS3eh2nr2wal
S1
S1 S1 S1 S1 S1
S1
S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
N N
N N N
N N N N N N N N PI N N
Kelas LUT N eh, N eh,
N eh, N eh, N eh
N eh,
N eh, W eh,
N ehl N eh, N eh, N eh, N eh, N ehl N eh, N eh, N eh, N eh, N eh, N eh, N ehl
+ W
Lampiran 12 Kesesuaian lahan untuk beberapa komoditi penting di SLH-1 hulu Sub DAS Cikapundung LUT
Alpokat C A a l 5 3 ehl WAa2 WAa3 CA b l SA b2 SA b3 CA c l CA c2 SA c3 CA d l SA d2 SA d3 CAe 1 WAe2 wAe3 WA fl SA f2 SA f3 CAgl WAga WAg3 CAh 1 WAh2 SA h3 SLH- I
Nangka S3 ehl
Jeruk S3 ehl
Blumkol S3 eh, nr4 wa,
Cabe S3 eh, wa,
Tomat S3 eh, wa,
Boncis S3ehlnr2wal
R.gajah Mangga S3ehlnrzwa2 S3ehl
Ketetangan : Diolah dari Lampiran 2 dan 3. S3 = sesuai majinal dengan faktor pembatas utarna adalah wal= curah hujan, waz = Kelemhaban dan walz= Curall hujan dan kelembaban ehl= kemiringan lereng, eh = bahaya erosi dan eh 12 = Pemhatas lereng dan bahaya erosi. nr2 = bnsa nr3 = bnhnn organik, nr4 ptl tanah, nr 2 4 = bas8 dan pH ,nr,4 = C-organik dan pH, nrz3~ = pH, llasa dan Bahan organik
-
Kopi S3 ehl nr2 w%
Cengkeh 53 ehl nr2 S3 eh, nr2 S3 eh, N 2 S3 eh, nr2 S3 ehlnrZ4 S3 eh, nr2 S3 eh, nr2 S3 ehl N 2 S3 eh, nr2 S3 eh,nr2. S3 eh, N 2 S3 eh, nr2 S3 ehl nr2 S3ehl * S3 ehI2nr2 S3eh12mz 53 ehl ntz S3 eh, * S3 ehlznr2 S3 ehl nrz S3ehl * S3 eh12nrz S3 eh, nr2 S3eh12nr2 S3 e J ~ , ~ n r ~
Larnpiran 13 Kelas kesesuaian lahan untuk beberapa komoditi penting di SLH-2 hulu Sub DAS Cikapundung LUT SB a1
Alpokat Nehl ~ehi Neh Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Neh Neh Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Neh Neh, Nehl Neh12 Nehl
Nangka Neh,
.
Jenlk Nehl
Blumkol Neh, ~eh, Nehl Nehl Neh~ Nehl Nehl Nehr Neh, Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Neh1 Nell, Nehl Nehl Ndl2 Nehl
Cabe Neh, Nehl Nehl Neh Nehl Neh Nehl Nehl Neh Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Neh, Neh, Neh, Neh, Nehl Neb 12 Neh,
Tomat Nehl Neh Neh, Neh, Nehl Neh, Neh, Neh, Nehl Neh, Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Neh, Nehl Nehl Nehl Neh12 Neh,
Keterangan : Diolah dari Lampiran 2 dan Lampiran 3 N eh = Tidak sesvlai dengan faktor penghambatnya lereng. N eh12= Tidak sesuai dengan faktor penghambatnya lereng dan erosi
,
Boncis Neh, Neh Neh Neh Nehl Nehl Nehl Neh Neh Neh Nehl Nebl Nehl Neh, Nehl Neh Nehl Nehl Neh Neh Nehl Neh12 Neh
R.gajah Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Neh, Neht Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Nehl Neh, Neht Neb12 Neb,
Mangga Neh, Neh Nehl Nehl Neh, Nehl Nehl Nehl Neh, Nehl Neh, Nehl Nehl Nehl Neh, Nehl Nehl Neh, Nehl Nehl Nehl Nehlz Nehr
Kopi Neh, Nehl Neh Neh Neh, Nehl Neh Neh, Neh, Neh, Nehl Neh, Neh, Nehl Neh Neh, Neh, Neh Neh Neh, Neh, NehI2 Nehl
Cengkeh Nehl
Lampiran 14 Jenis Usaha Perbaikan Kualitas (Karakteristik) Lahan Aktual Menjadi Potensial Menurut Asurnsi Tingkat Pengelolaannya Kualitas 1 Karakteristik lahan
Jenis Usaha Perbaikan
Asumsi tingkat
pengelolaan
R
s
T
-
Rejim Radiasi: matahari Panjng pnyinaran mthr Rejim Suhu S. rerata tahunan S. rerata bln terdingin S. rerata terpanas Rejim klmbaban udara Kelembaban nisbi Ketersediaan air Bulan kering Curah hujan Media perakaran Drainase Tekstur Kedalaman efektif
Tidak dapat dilakukan perbaikan Tidak dapat dilakukan perbaikan Tidak dapat dilakukan perbaikan Tidak dapat dilakukan perbaiakn Tidak dapat dilakukan perbaikan Sistem irigasi / pengairan Sistem Irigasi / pengairan
Perbaikan sistem drainaselpembuatan ssluran drainase Tidak dapat dilakukan perbaikaq Umumnya tidak dpt dilakukan, kecuali pd padas lunak dan tipis dgn membongkar saat mengolah tanah Gambut: kematangan Atur sistem drainase untuk mempercepat proses pematangan gambut - kedalaman Dengan teknik pemadatan gambut dan teknik penanaman serta pemilihari varitas Pengapuran atau penambahan bahan organik Retensi hara - KTK - pH Pengapuran atau penambahan bahan organik - C-Org Penambahan bahan organik Tersedia ham N-total Pemupukan Pemupukan pzos Pemupukan K20 Bahtiya Banjir : periode Pembuatan tanggul penahan7banjir frekwensi Pembuatan saluran drainase, percepat pembuangan air Kegaraman - Salinitas Reklamasi Toksisitas-kejenuhan A1 Pengapuran -1apisan pirit pengaturan sistem tata air tanah,Tinggi permukaan air tanah harus di atas lapiasan bahan sulfidik Kemu&ahafipengolahan Atur kelebaban tanah utk permudah pengolahan tnh Terrain Pot mekanisassi Tidak dapat dilakukan perbaikan Bahaya Erosi Usaha pengurangan laju erosi, buat teras, tanam sejajar kontur, penanaman tanaman penutup tanah
-
+ + +
+
-H
++ ++ -H
+ +
ft
+
tt
t t
+
Surnber Djainuddin at al, 1994 ( d i i i f i k a s i ) Ket :R = Tingkat kelola rendah. (dapat dilakukan oleh petani dengan biaya yang relatif refidah) S = Tingkat kelola sedang (dapat dilakukan petani meliengatt, inodd menengah & t&~k sedang T = Tingkat kelols! tinggi (dengan modal relatif besar, umumnya oleh penerintah, swasta besarlsedang = Tidak dapat dilakukan perbaikan. + = Pcrbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kcnaikan kelas satu tingkat. = Kenaikan kelas dua tingkat lebih tinggi ( S3 menjadi Sl). ti-+ Kenaikan kelas tiga tingkat lebih tinggi ( N menjadi Sl).
*
Lampiran 15 Kelas kesesuaian penggunaan lahan dan rekomendasi agoteknik untuk usahatani beberapa komoditi utama di SLH-1 Kode
LUT 1
CAal WA a2 WAa3 CAb1 SA b2 SA b3 CAc 1 CAc2 SAc3 CAdl SA d2 SAd3 CAel WAe2 WAe3 WA fl SA f2 SA f3 CAgl WA g2 WAg3 CAhl WA h2 SA h3 SLH-1
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual, Usaha perbaikan * dan Kelas Kesesuaian Potensial Beberapa Jenis Tanaman Penting di Lokasi Penelitian Alpokat Nangka Jeruk Usaha perbaikan Kelas Potensi Kelas aktual Usaha perbaikan Kelas Pot Kelas aktual Usaha perbaikan Kelas Pot Kelas aktual 2 3 8 9 10 4 6 7 5 S3 eh, S2 S3 ehl A+B 52 A+B S2 S3 eh, A+B S3 eh, nr4 A+B+D S3 ehl nr2 S3 A+B+C S2 S3 eh, nr2 A+B+C 52 S3 ehl A+B+C S2 S3 eh, A+B S3 ehl A+B+C S2 S2 S3ehlm2 S3ehlnr2 A+B+C S2 S3 ehl nr4 A+B+D A+B+C S2 52 S3 ehlm2 S3 ehl nr2 A +B +C S2 S3 eh, m4 A+B+D A+B+C S2 S2 S3 ehl A+B S3 ehl A+B+C S2 S3 ehl A+B S2 52 S3 eh, nr2 A +R +C S2 S3 eh, nr4 A+B+D S3 eh, nr2 A+B+C S2 52 S3 eh1m2 S2 S3 ehl nr4 A+B+D A+B+C S2 S3ehlnr2 A+B+C 52 A+B+C S3 ehl S3ehl A+B+C S2 S3 ehl A+B+C S2 52 S3 ehl nr4 A+B+ D S2 S3 ehl ~2 S3eh1q A+B+C S2 A+B+C S2 S3 eh, nr2 S2 S3 eh, nr4 A+B+D A+B+C S2 S3ehlnr2 A+B+C 52 S2 S3 ehl A+B A+B+C S2 S3 ehl A+'B+C S3 eh, 52 S3 eh, nr4 A+-3+D S3 ehl nr2 S2 A+B+C S2 S3 ehl nr2 A +B +C 52 S3 ehl A+B+C S2 S3 eh, A +B S3 ehl A+B 52 S2 A+B+D S2 S3 ehl nr4 A+B S2 S3 ehl A+B+C S2 S3 eh, A +B +D S3 eh12nr4 S3 eh12m2 A + B+ C S2 S3 eh12nr2 A+B+C 52 S2 S3 ehl A+B+C S2 S3 ehl A +B 52 S3 ehl A+B+C S2 A+B S2 S3 ehl S3 ehl A+B+C S2 S3 eh, A+B+C S2 S3 ehlz ~2 S2 S3 eh 12 nr4 A +B +D 52 A + B+ C S2 S3 eh12nr2 A + B+ C S2 S3 ehl m4 A+B+D 52 S3 ehl m24 A+ B+ C+ D S2 S3 ehl nr2 A+ B+ C S2 S3 eh12 A+B S2 A+B S3 eh12 S3 eh12 A +B S2 S3ehlznr4 A+B+D S2 52 S3 ehlz~2 A+B+C S2 S3 eh12m2 A + B+ C S2 S3 ehl m4 A+B+D S2 A + B+ C S3 ehl nr2 S3 ehl ~2 A + B+ C S2 A+B+D S2 S3 eh12nr4 A+B+C+ S2 S3 eh12nr2 S3 eh12nr2., A+B+C+D S2 ehil nr4 A + B + D S3 S2 S3eh12nr A+B+C S3 ehlzn2, S2 S2 A+B+C+D
nr2 = basa Keterangan : S3 = sesuai marjinal dengan faktor pembatas utama adalah nr4= pH nr 24 = basa dan pH wal= curah hujan, waz = Kelembaban dan wall= Curah hujan dan kelembaban ehl= kemiringan lereng, eh 2 = bahaya erosi dan eh 12 = Pembatas lereng dan bahaya erosi.
Lampiran 15 (lanjutan) Kode KUT 1
CAal WA a2 WA a3 CAb 1 SA b2 SA b3 CAc 1 CAc2 SA c3 CAdl SA d2 SA d3 CAe 1 WA e 2 WA e3 WA fl SA f 2 SA f3 CAgl WA g2 WA g3
Klas a h a 1 11
53 ehl S3 ehl nrz S3 ehl S3 ehl nrz4 S3 ehl nr24 S3 ehl S3 eh, nrz4 S3 ehl nrz S3 ehl S3 ehl nr24 S3 ehl nr24 S3 ehl S3 eh, nrz4 S3 e h ~ n r ~ S3 eh, nrz S3 ehlz nrz S3 ehl S3 ehl S3 eh~znrz4 S3 eh, nrz4 S3 ehlz S3 ehlznrz4 S3 ehl nrz4
Mangga Usaha perbaikan 12
Klas Pot 13
A+B S2 A+ B+ C S2 A+B S2 A+ B+ C+ D S2 A+ B+ C+ D S2 A+B S2 A+ B+ C+ D S2 A+ B+ C S2 A+B+C S2 A+ B+ C+ D S2 A+ B+ C+ D S2 A+B S2 A+ B+ C+ D S2 A+ B+ C+ D S2 A+ B+ C+ D S2 A+ B+ C S2 A+B+C S2 A+B+C S2 A+ B+ C+ D S2 A+ B+ C+ D S2 A+B S2 CAh1 A+ B+C+ D S2 WA h2 A+ B+ C+ D S2 SA h3 S3eh12nrz4 A+ B+C+ D S2 SLH-1 S3 ehlznrz4 A+ B+C+ D S2 Keterangan : A = Buat teras sesuai teknis tanam sejajar garis kontur B = Tanam tanaman sela 1 tanarnan genutup tanah C = Pemupukan berimbang D = Pengapuran
Kopi Usaha perbaikan
Klas aktual 14
Klas Pot
15
S3 ehl nr2 wa2 S3 ehl nr2wa2 S3 eh, nr2wa2 S3 ehl nr2 wa2 S3ehlmwa2 S3 ehl nr2wa2 S3ehlnr2wa2 S3 ehl nr2 wa2 S3 ehl nr2 wa2 S3ehlnr2wa2 S3 e h l w wa2 S3 ehl nr2wa2 S3 ehl m2 wa2 S3 ehl wa2 S3 ehl rn wa2 S3 eh12nr2 wa2 S3ehlnr2waz S3 ehlwa2 1 S3 eh12nr2 wa2 S3 ehl nr2 wa2 S3 eh12waz * S3 eh12nr2 wa2 S3 ehl nr2wa2 S3 eh12nr2 wa2 S3 eh12nr2wa2
.
.,
A+B+C A +B+C A+B A +B +C A+B+C A +B A+B+C A+B +C A +B +C A+B+C A+ B+ C A +B A + B+ C A+B A+B +C A+B +C A+B+C A+B+C A+B +C A +B +C A+B A +B +C A +B +C A+B +C A+B+C
16
S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 52 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2
S2
Kls aktual 17
S3 eh, nr2 S3 ehl nr2 S3 ehl nr2 S3ehlnr2 S3eh1m, S3 eh, nr2 S3 ehlnr2 S3 ehl nr2 S3 eh, nr2 S3 ehl w . S3 eh, nr2 S3 ehl nr2 S3 ehl nr2 S3ehl * S3 eh, IIQ S3 eh12nr2 S3ehlw2 S3 ehl * S3eh12nr2 S3 eh, nr2 S3ehl * S3eh12nr2 S3 ehlnr2 S3 eh12nr2 S3 eh ,2 nr2
Cengkeh Usaha perbaikan 18
A+B +C A +B+C A + B+C A+B+C A+B+C+D A +B A +B +C A+B+C A +B+C A + B +fC+D A+ B+ C+ D A +B A + B+ C+ D A+B A + B +iC A + B +mC A+B+C A +B A+B+C A +B +C A+B A+B+C A+B +C A +B +C A +B +C
Kls Pot 19
52 S2 52 52 S2 52 52 52 S2 52 52 5.2 52 S2 S2 52 52 52 52 S2 S2 52 52 52
S2
Lampiran 15 (lanjutan) Kode LUT 1 CAal WA a2 WA a3 CAb1 SA b2 SA b3 CAcl CAc2 SA c3 CAdl SA d2 SA d3 CA e l WA e2 WA e3 WA fl SA EL SA D CAz1 WA g2 WA f43 CAh 1 WA h2
Klas aktual
20 S3ehlnr4wal
Blumkol Usaha perbaikan
Kls Pot
21 A+B +D
S2
22
Klas aktual
Cabe Usaha perbaikan
23 S3 ehr wa,
Tomat Kls Pot
24 A+B
25 S2
Kls aktual
Usaha perbaikan
26 S3 ehl wa, S3 ehl ~ 2 wal 4 S3 ehl wa, S3 ehl nrz4wa, S3 ehl nr234wa, S3 ehl wa, S3 ehl nrz4wa, S3 ehl nrz4wa, S3 eh, nr4 wa, S3 ehl nr2, wa, S3 eh, nrz4wa, S3 ehl wa, S3 ehl nrz, wal S3 eh, nr4 wa, S3 ehl nr4wa, S3 eh12nr, wa, S3 ehl nr4 wa, S3 eh, nr3 wa, S3 ehlz nrz4wa, S3 ehl nr24 wa, S3 eh12 wal S3 ehlznrz4wal S3 ehl nrz4wal
Kls Pot
28
27' A+B
S2
Lampira~15 (lanjutan)
Kode
Roncis
LUT
Kelas ,aktual Usaha perbaikan Kelas Potensial 1 29 30 31 CA a1 S3 ehl rn wal A+B 52 WA a2 S3 ehl nr24 wa, A+ B+ C +D 82 WA a3 S3 ehl nr 2 wa, A+B 52 CAbl S3 ehl wal A+ B+ C+ D 52 SA b2 S3 eh, nr 24 wal A+ B+ C+ D 52 SA b3 S3 eh, n~ wal A+B 52 CAcl S3 eh, nr 24 wal A + B t C+ D 52 CAc2 S3 ehl nr24 wal A+ B+ C +D 52 SA c3 S3 eh, 1 ~ 2 wal 4 A+B+D 52 CAdl S 3 e h , ~ ~ ~ w a ~ A+ B+ C+ D 52 SA d2 S3 ehl nr wa, A+ B+ C-+D 52 SA d3 S3 ehl wal A +B 52 CA el S3 ehl nt4wa, A+ B+ C+ D 52 WAe.2 S3 ehl nr24 wal A t B+ D 52 WA e3 S3 eh12I I wal ~ ~ ~ A+R+ID 52 WA fl S3 ehl nrx wal A+ B+ C 52 SAfZ S3 ehl wal A+B+D 82 SAD S3 ehlz ~ 2 wal 4 A+B+E 52 CAgl S3 ehl rnwal A+ B+ Ci. D 52 WA g2 S3 ehlzwal A+ B+ C+ D 52 WA g3 S3 eh12~2~ wal A +B 52 CAhl S3 ehl 1 ~ 2 wal 4 A+ B e t D 52 WA h2 S3 ehlz ~ ~ wal 2 4 A+ B+ C+ D 52 SA h3 S3 ehlz1 ~ 2 4wal A+ B+€+ D 52 SLH-I A+ B+C+ D S2 Keterangan : A = Buat terns sesuai teknis dan tanam sejajar garis kontur B = Tanam tanaman sela 1tanaman C = Pemupukan berimbang D = Pcngapuran
tkah
Kelas akfual 32 S3 ehl n~ wa2 S3 ehl nrx wa2 S3 eh, nrz waz S3 eh, nr2., wa2 S3 ehl nrz4wa2 S3 eh, q w a 2 S3 ehl nrZ4wa2 S3 ehl nrZ4wa2 S3 ehl nr2 wa2 S3 eh, N24 wa2 S3 ehl w4wa2 S3 eh, nr24 wa2 S3 ehl nr,wa2 S3 ehl nrx wa2 S3 eh12nrz4 wa2 S3 ehl nrz4wa2 S3 ehl waz S3 e h l 2 ~ wa2 4 S3 ehl nr24 wa2 S3 eh12wa2 S3 ehl nr4wa2 S3 ehl 1 ~ 2 4wa2 S3 eh12q 4 wa2 S3 ehI2~2.4w a , ~
Rumput.gajah Usaha perbailcan 33 A+B+D A+ B+ C +D A+B+D A+ B+ C+ D A+ B+ C+ D A + B +Dl A+ R+ C+ D A+ B+ C +D A+B+D A+ B+ C+ D A+ B+ C+ D A+B A+ B+ C+ D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B A+B+C+D A+ B+ C+ D A+ B+ C+ D A + B +Dl A+ B+C+ D A+ B+ C+ D A+ B+C+ D A+ R+C+ D
Kelas Potensial 34 52 52 S2 52 82 52 52 62 S2 92 S2 S2 S2
S2 52 52 52 52 S2 S2 52 52 52 52 S2
Lampiran 16 Kelas kesesuaian penggunaan lahan dan rekomendasi agoteknik untuk usahatani beberapa kornoditi utama di SLH-2 Kode LUt
Kls Akt
Alpokat Usaha perbaikan
1 SB a1 < CB a2 < WB a3 SB b l CB b2 SB b3 CB c l WB c2 SB c3 SB d l < SB d2 WB d3 CB e l WB e2 WB e3 CB fl WB f2 WB fl CB g l SB g2 WB g3 CBhl* CB h2 SBh3* SLH-2
2 Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Nehlz Neh, Nehlz Neh12
3 A+ B A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+ B A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+-B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+ B+C+D
Kls.Polt
4
Kls Akt
Nangka Usaha perbaikani
Kls.Pob
Kls Akt
Jeruk Usaha perbaikan
Kl Pot
5 6 7 8 10 S33 Neh, A+B 13 Neh, A+ B 13 S3 Neh, A+ B S3 Neh, A+ B S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Neh, A+B +C S3 S3 Neh, A+B:+C+D S3 Neh, A+B+C S3 S3 Nehl A+B+C+D S3 Neh, A+B+C S3 S3 Nehl A+R +C + D S3 Neh, A+B +C S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Nehl A+B+C S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Neh, A+B+C S3 S3 Neh, A+B +C+D S3 Nehl A+B +C S3 S3 Neh, A+B S3 Nehl A+ B S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Neh, A+B+C+D S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Neh, A+B+C+D S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Neh, A+B+C+D S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Neh, A+B+C+D S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Nehj A+B+C+D S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Neh, A+B+C+D S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Neh, A+B+C+D S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Neh, A+B+C+D S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Nehl A+B+C+D S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Neh, A+B+C+D S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Nehi A+B+C+D S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Neh12 A + B + C + D S3 S3 Neh12 A + B + C + D S3 Neh, A+B+C+D S3 S3 Neh, A+B+C+D S3 Neh12 A + B + C + D S3 S3 Neh12 A + B + C + D S3 Neh12 A + B + C + D S3 S3 S3 S3 Keteratigan : S3 = sesuai marjinal dengan faktor pembatas utama adalah nr2 = basa nr, = bahan organik, wal= curah hujan, wa2 = Kelembabm dm walz= Curah hujan dan kelembaban nr4= pH nr 24 = bas9 Ann pH ehl= kemiringan lereng, eh z = bahaya erosi dan eh ,2 = Permbatas lereng dan bahaya erosi.
K1 Akt 11 Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Nehl Neh, Neh, Nehl Neh12 Neh, Neh12 Neh12
Mangga Usaha perbaikan 12 A+B A+B+D A+B+C+D A+B+C+D
A+B +C A+B +C A-t+C+D A+B +C+D A+B+C
A+ B + I> A+B+C+D A+B+C A+B+C+D A 4 3 +C A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A+B+C+D A*+B+C + D A*+B+C + D
Kls.Po t 13 S3 5.3 5.3 S3 S3 53 53 53 S3 S3 53 S3 S3 53 53 53 53 53 53 53 S3 53 S3 S3 S3
Lampiran 16 (lanjutan) Kode LUt
Kls Akt
Neh, Neh, Nehl Neh, Nehl Neh, Neh, Neh, Neh Neh Neh, Neh, Neh, Neh Neh, Nehl Neh, Nehl Nehl Nehl Neh12 Neh,
Kopi Usaha~perbaikan Kls.Pot
Kls Akt
Neh Nehl Nehl Nehl Neh, Neh Nehl Neh, Neh Nehl Nehl Neh, Nehl Nehl Neh, Neb, Nehl Neb, Neh Nehl Neh Neh19
Cengkeh Usaha perbaikan
Kls.Pmt
Kls Akt
Neh, Neh, Neh, Neh Nehl Nehl Neh Neh Neh, Neh, Neh, Neh, Nehl Neh, Neh Nehl Nehl Neh, Neh, Neh Neb I 2 Nehl
Blumkol Usaha perbailcan
Kls.Pot
Kls Akt
Neh Nehl Nhl Neh Neh, Nehl Neh, Neh, Nhl Neh Ni:hl Neill Neih 1 Nehl Neb, Ndhl Neb, Ndh, Neh Neh, Nhl2 Neh
Cabe Usaha perbaikan
Kls.Po
Lampiran 16 (lanjutan) Kode LUt 1
Kls Akt 2
~eh; Nehl Neh, Neh, Nehl Nehl Nehl Neh, Neh, Neh, Neh, Neh, Nehl Neh, Nehl Neh, Nehl Neh, Nehl Nehl Neh12 Neh, Neh12 Neh12
Tomat Usaha~perbaikan 3
ICls.l'ot
Kls Akt
4
5
~eh; Nehl Nehl Neh, Nehl Neh Neh, Neb, Nehl Neh, Neh, Neh, Neh, Nehl Nehl Neh, Nehl Nehl Nehl Neh, Neh, Neh~z Neh, Neh~z
Boncis Usaha perbaikan 6
Kls.Pot 7
Kls Akt 11
Nehl Neh, Neh, Nehl Neh, Neh, Neh, Nehl Neh, Neh Neh Nehl Neh Neh Nehl Nehl Nehl Neh, Nehl Nehl Neh12 Nehl Neh12 Neh12
Rumput Gajah Usaha perbaikan 12
Kls.Pot 13
Lampiran 17 Analisis Usahatani SLH- 1 dm SLH-2 SLH 1 LUT CA a1 WA a2 WA a3
rerata CA bl SA b2 SA b3 rerata CA c l SA c3 -
alpokat
Biaya Laba Usahatani kotor
B1 C
NPV 0%
490,O 448,O 405,O 447,7 0,0 0,0 0,O 0,O 0,o
6.800,O 6.864,O 6.435,O 6.699,7 8.330,O 8.521,6 8.400,O 8.4117,2 0,o
20.722,5 22.228,5 21.910,5 2 1.620,5 2 1.639,O 20.597,O 21.815,O 21.350,3 0,o
16.365,l 17.581,O 16.236,7 16.727,6 16.276,7 16.353,8 17.017,5 16.5493 52.761,5
44.863,4 47..436,5 45..478,6 45.926,2 46.245,7 45.472,4 48.5117,5 46.3,16,9 53.345,3
13.421,6 13.393,l 13.624,8 13.479,8 16.014,8 16.325,5 16.456,5 16.265,6 19.632,4
31.4418 34.043,4 31.853,8 32.446,3 30.230,9 29.146,9 32.061,O 30.051,3 33.712,9
3,34 3,54 3,34 3,41 2,89 3,24 2,95 3,03 2,72
31.441,s 34.043,4 3 1.853,8 32.446,3 30.230,9 29.146,9 32.061,O 30.05 1,3 33.712,9
4928 537,O OjO 40 40
0,o 0,o 7.350,O 7.400,O 7.450,O 7.400,O 0,o
0,o 0,o 0,o 0,o 0,o 0,o 0,o
08 0,o 0,o 0,o 0,o 0,o 0,o
54.108,O 53.O 12,2 0,o 08 0,o 0,o 0,')
54.600;8 53.549,2 7.3.50,O 7.400,O 7.450,O 7.400,O 7.360,O
18.97613 19.537,5 3.048,s 3.162,8 3.082,5 3.097,9 4.072,8
35.624; 1 34.0;11,7 4.'301,6 4.237,3 4.367,5 4.302,l 3.287,2
2;88 2,74 2,08 2,04 2,09 2,07 1,38
35.624,l 34.01 1,7 4.301,6 4.237,3 4.367,5 4.302,l 3.287,2
0,o 0,O
0,o 12.3lI2,O 12.558,O 12.628,O 12.499,3
0,O 0,o 0,o 0,o 0,o
0,o 0,o 0,o 0,o 0,o
7.633,3 12.312,O 12.558,O 12.628,O 12.499,3
4.1 54,5 3.976,4 3.990,8 3.989,8 3.985,7
3.478,9 8.335,7 8.567,2 8.638,2 8.5 13,7
1,38 2,88 2,90 2,92 2,90
3.478,9 8.335,7 8.567,2 8.638,2 8.513,7
7.36010
rerata
7.6353
rerata
Total Pknerimaan
blumkol
485,8 3 15:O 49 1,4 4347 40 40 40 40 5831;s
rerata CA d l SA d2 SA d3 rerata CA el
WA fl SA fL SA f3
Nilai Ekonomi Kompomen LUT nangka jeruk cabe
a,()
0 (40 $0 40
0,O
0,O 0,O
.,
SLE11 LUT
CA g1 WA l32 WA g3 rerata CA hl WAh2 SA h3 rerata rerata SLH-1 SB a1 CB a2 WB a3 rerata SB bl
alpokat
Nilai Ekonomi Kompomen LUT nangka jeruk cabe
blumkol
Total Ptnerimaan
Biaya Laba Usahatani kotor
B1 C
NPV 0 yo
08) 40 40 40 40 40 Q,O 40 1.075,l 47q6 337,O 477,4 429',7 40
0,o 0,o 0.0 C,O 0,o 090 (40 0,o 981,O 448,O 4373 363,O 416,2 0,O
08 0,o 0,o 0,o 0,O 0,o 0,o 0,o 3.452,O 6.572,O 6.690,O 6.6115,O 6.595,7 7.504,O
49.163,O 50.025,O 49.163,O 49.450,3 0,O 0,o 0,o 0,o 11.552,6 20.437,O 20.120,O 20.014,O 20.190,3 20.437,O
0,o 0,o 0,o 0,o 82.800.0 83.835;0 82.800,O 83.145,O 21.179,3 16.023,O 16.173,O 16.031,O 16.075,7 16.023,O
49.163,O 50.025,O 49.163,O 49.450,3 72.800.0 73.835;0 72.800,O 73.145,O 36.990,O 43.954,6 43.667,5 43.500,4 43.7'07,5 43.964.0
17.312,8 17.389,3 17.121,9 17.274,7 25.439.6 25.362;2 25.735,7 25.512,5 12.913,5 14.231,5 14.315,4 14.001,s 14.182,8 16.0143
31.850,2 32.635,7 26.117,O 30.201,O 47.360.4 48.472;~ 47.064,3 47.632,5 23.829,7 29.723,l 29.352,l 29.498,9 29.524,7 27.9'49.2
2,84 2,88 2,20 2,64 2.86 2191 2,83 2,87 2,63 3,09 2,90 2185 295 2.75
3 1.850,2 32.635,7 26.1 17,O 30.201,O 37.360.4 48.472:~ 47.064,3 47.632,5 23.829,7 29.723,l 29.352.1 29.498;9 29.524,7 27.949.2
40
7.4112,O 7.548,O 0,o
17.928,O 19.471,8 0,o
14.353,O 15.504,O 49.7 10,2
39.693,O 42.523,8 50.155,2
16.456,s 16.265,6 19.346,l
26.357,9 27.299,O 30.809,l
2,67 2,78 2,59
26.357;9 27.299,O 30.809,l
0,o 0,o 090 0,o 08 08
0,o 0,o 0,O 0,o 0,Q 0,o
50.902,7 50.612,7 O,O 0,o O,O 0,o
51.400,5 51.064,l 6.750,O 7.000,O 6.800,O 6.850,O
18.996,% 19.410,9 3138,8 3.099,O 3.187,3 3.141,7
32.403,7 31.653,2 3.631,3 3.901,O 3.6~12,s 3.708,4
2,71 2,63 1,84 1,96 1,85 1,88
32.403,7 3 1.653,2 3.61 1,3 3.901,O 3.612,8 3.708,4
WB b3 rerata CB c l
445,2
0,0 0,O 0,o
SB c3 rerata SB d l SB d2 WB d3 rerata
426,2 433;5 (40 40 40 ay0
0,o 0,o 6.750,O 7.000,O 6.800,O 6.~50~0
%o
C
P 4
Lampiran 17 Analisis Usahatami (Lanjutan) SLH 1 LUT CB e l WB e2 WB e3 rerata CBfl WB f 2 WBf3 rera ta CB g l SB wg3 rerata CB hl SB h3 rerata Rerata SLH-2
alpokat 7.080,O 6.9640 7.36010 7.133j3
%o (kc) oyo 0,o oy0
40 0,o 0,o 0,o 08 40 1.OOoC, 1
Nilai Ekonomi Kompomen LUT nangka jeruk cabe
0 0,o 08 0,o 0,O 0,O 0,O 0,O 0,o 0,o 0,o 0,o
oyo
oyo 0,o 903,3
0,o 08 0,o 0,o 11.692,O 11.'753,0 11.736,O 11.727,O 08 0,O 08 08 0,o 08 0,o 3.233,8
08 0,o 08 08 0,o
0,o 0,o 0,o 0,o 0,o
oyo 0,o 9.926,5 --
"
Biaya Laba U'sahatani kotor
B1 C
NPV 0%
0,o 0,o 0.0 O;O 0,o 62.100,O
7.080,O 6.960,O 7.360,O 7.133,3 11.692,O 11.753,O 11.736,O 11.727,O 39.750,O 40.500.0 39.000;0 39.750,O 62.100,O
4.190,2 4.307,4 4.184,7 4.227,4 3.968,4 3.967,9 3.885,9 3.940,7 17.325,4 17.132.3 17.003;8 17.153,8 24.003,4
2.889,8 2.652.6 3.175;3 2.905,9 7.723,6 7.785,l 7.850,l 7.786,3 22.424,6 23.367.7 2 1.99612 22.596,2 38.096,6
1,28 1,22 1,33 1,28 2,68 2,68 2,82 2,73 2,29 2,36 2,29 2,32 2,59
2.889,8 2.652,6 3.175,3 2.905,9 7.723,6 7.785,l 7.850,l 7.786,3 22.424,6 23.367,7 2 1.996,2 22.596,2 38.096,6
61.200;0 61.500,O 17.961,5
61.200;0 61.500,O 33.032,O
23.880;2 23.960,7 12.785,5
37.3 19;8 37.539,3 20.376,6
2,56 2,57 2,39
37.3 19,8 37.539,3 20.376,6
oyo oyo
0 0,o 0,o 39.750,O 40.500.0 39.000;0 39.750,O 0,o
Total Penerimaan
blumkol
149 Lampiran 18 Pendugaan faktor erosivitas hujan (R) Bulan Januarai Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jurnlah
Curah hujan Cm 23,52 17,04 20,83 19,83 11,17 5,77 5,67 2,90 5,19 20,92 29,18 21,15 184,18
Hari Hujan (hari) 18,3 16,8 17,6 16,4 10,9 7, 1 63 3,1 3,6 11,9 16,O 14,3 142,5
Curah Hujan Erosifitas Maksimurn hujan bulanan 24 Jam (cm) EI3o 156,39 4.4 1 3.42 96,37 139,85 4.56 131,07 4.23 69,26 3.28 30,39 2.14 32,76 2.37 16,55 1.57 47,25 3.43 167,OO 4.45 224,06 4.72 144,08 3.87 42,43 1.255,02 (R)
Lampiran 19 Pendugaan faktor erodibiltas tanah (K) SLH-1 dan SLH-2 Penggunaan Lahan (LUT) Aktual 2
No.
LUT 1 CA cl CA bl CAal CA c2 CAgl CAdl CAel CA hl Rata rata WAe2 WA g2 WAa2 WAa3 WA h2 WAe3 WA f l WAg3 Rata rata SAQ SA b2 SA d2 SA c3 SA b3 SA h3 SAD SAd3
Alpokat, blumkol Jeruk, cabe, blumkol
Alpoka~nan&ajeru~cabe,blumkol
1 Alpokat, blumkol Cabe Nangka Alpokat Blumkol Alpokat
cabe Alpkafnangka, jeruk,cabe,blurnkol Alpokat,nangka,jeruk,cak,blunlkol Blumkol Alpokat Jeruk Cabe Jeruk Jeruk, cabe, blurriiol
Nangka Alpokat, blumkol J&-, cabe, blimkol Blumkol Jeruk Nangka
RX-S Rerata SLH-1 CB c l Alpokat, blumkol CB a2 Alpokat,nangka.jemk,cabe blumkol CB b2 Jeruk, cabe, blumkol CB f l Jeruk CB e l Alpokat Blumkol CB hl CB h2 Blumkol Cabe CB gl Rata-rata
.
K
p
d
1
M
a
b
c
3
4
5
6
7
8
9
10
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3
0,16 0,12 0,14 0,l; 0,18 0,13 0.24 0,23 0.17 0,15 0,16 0,10 0,13 027 025 026 024 020 0,17 0,IO 0,11 0,15 0,15 021 0.14 0.17 0,15 0,17 0.15 0.12 0,15 0,15 052 024 024 026 0,19
27 45 2640 21 4.82 2340 26 48 5,81 19 29 47 19 2544 5,16 4,84 50 21 - 23 2200 42 23 27 434 2900 47 25 2332 19 4.86 40 24 32 3360 3.68 30 3180 40 23 352 27 45 21 2687 4,63 25 2250 19 3,64 50 23 20 2,54 2107 51 19 20 1989 5.57 49 21 18 1833 53 3,15 26 31 3534 38 3,19 28 42 26 2,50 3132 41 25 3186 29 2.37 21 43 2,Ol 2850 29 23 2610 25 46 3,12 19 24 48 2236 2,66 20 21 1845 55 523 57 22 3,67 18 1720 20 50 21 2,93 2050 48 3.95 19 2288 25 21 29 2750 45 2,78 21 20 2050 50 332 23 49 23 2346 3.14 3 0 2 3 - 5 0 ~ ~ 2 1 6 1 3.46 21 2486 25 47 3,74 2451 24 43 19 4.44 20 2193 23 49 4,99 21 51 20 2009 2.60 21 53 21 1974 2,50 25 45 24 2695 1,85 24 42 2842 1,94 25 27 43 23 2850 1.76 21 1.94 3111 30 39 2316 23 48 21 2,75 -
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2
2
3
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
2 2 2 2 2 2 2
-
1 WB e2 WB e3 WB a3 WB c2 WB g3
WBfL WB £3 WB d3 Rata-rata SB dl SB bl SB d2 SB a1 SB c3 SB h3 SBg2 SB b3
2 Alpokat Alpokat Alpokat, nangka, cabe, blumkol Alpokat, blumkol Cabc Jeruk Jeruk Nangka Nangka Jeruk cabe,blumkol rvangka Alpokat,nangkajerukcabe, blumkol Alpokat, blumkol Blumkol Cabe Jeruk Cabe blumkol
Rim-dta
Rata-ram SLH-2
3
4
5
6
7
8
9
10
19 20 20 17 18 23 22 19 20 19 22 19 18 20 19 23 20 20 21
22 22 21 23 20 29 24 30 24 19 18 19 24 21 20 22 21 23 23
53 53 52 55 57 42 47 40 50 50 52 54 50 51 53 48 51 50 49
1927 1974 1968 le00 1634 3016 2438 2940 2212 1900 1920 1748 2100 2009 1833 2340 2009 2157 2237
3,14 3,67 3,39 3,32 0,91 2,95 4,02 1,86 2,91 534 $83 4,44 7,12 1,85 1,60 2,49 2,08 334 3,17
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
1
3 5
1
0,13 0,13 0,13 0,12 0,14 0,23 0,16 0,25 0,16 0,lO 0,09 0,lO 0,08 0,16 0,15 0,18 0,16 0,16 0,16
1
Lampiran 20 Pendugaan faktor kelerengan (LS) LUT utarna SLH-2
SLH- 1 Kode LUT
CA cl CA bl CA a1 CAc2 CAgl CA d2 CAel CA h 1 Rerata WAe2 WA@ WAa2
WAa3 WAh2 WAe3 WA fl WAg3 ReIata SA £2 SA b2
SAO SAc3
SAb3 SAM SAi3 SAd3 Rerats
Penutupan lahanl Jenis tanaman Alpokat, Blumkol Jeruk, Cabe, Blumkol Al, Na, Je, Ca, BI Alpokat, Blumkol Cabe(Ca) Nangka ( Na ) Alpokat(A1) Blumkol ( BI ) Alpokat Cabe Al,Na, Je, Ca, B1 Al,Na, Je,Ca,BI Blumkol Alpokat Jeruk Cabe
Jenrk Jmk, Cabe. Blumkol ~angka Alpdrat, Blumkol Jemk, Cabe. Blumkol Blumkol JefuE Nangka
R w t a SLH- 1
LS 17 22 19 25 25 16 19 23 20,8 25 20 18 20 16 18 20 18 19.4 16 19 25
r
70 68 65 57 60 57 65 60 62,8 72 65 58 65 62 61 63 70 643 70 65 55
25
52
16 25 16 20 20,3 20.2
75 6C
65 70 64 63,8
1
4,88 638 5,45 7,40 7,63 3,96 3,45 6,79 5.81 8,51 5,86 4,72 5.86 4,17 4,87 5,73 5f 9 5,63 4,48 5.45 734
No unit Sampel CB cl CB a2 CB b2 CB fl CB el CB hl CB h2 "CB gl Reata WBe2 We3 WBa3 WBc2 WBg3 WBQ WB f3 WBd3 Rerata SB dl SB bl SB d2
Penutupan lahanl Jenis tanaman Alpokat, blumkol Al,Na, Je, Ca, BI Jeruk,Cabe,Blumkol Jeruk ( J e ) Alpokat ( Al ) Blumkol ( B l ) Blumkol ( l l ) Cabe ( C a ) Alpokat Alpokat Al,Na, Je, Ca, B1 Alpoka Blumkol Cabe Jeruk Jeruk Nangka ( N a ) Nangka Jen\lSCabc,Blumkol Nangka Al, Na, Je. Ca,BI Alpokat, Slumkal Blumkol C&be Jen\lScabe,Blumkol
7-00
SB a1
4,67 7,63 8.46 6,13 638 5.94
SB c3 SBh3 SB g2 SB b3 Rerata Rerata SLH-2
LS 34 33 36 35 32 45 39 32 35.8 35 40 40 32 40 36 41 37 37,6 38 42 42
62 60 70 52 78 62 60 60 63 60 65 70 58 60 56 68 55 62 60 58 65
32
68
38 45 35 40 39 37.5
65 55 50 60 60 62
11.00 11.26 13.95 11,62 1262 17,72 14.22 1478 129 123 15,46 16,16 10.57 14,74 12.20 16,44 12,54 13.79 13.71 15,46 16,SS IlfZ ,439 16,49 14% 14.74 14,19 13.63
!
Lampiran 2 1 Pendugaan nilai faktor tanaman ( C ), teknik konservasi tanah dan pengelolaan tanaman P (CP) SLH-1 dan SLH-2 No.
Penggunmn Man
Kondisi / Pengeloaan
LUT
(LUT) Aktual
tanaman
Nilai C
Tegalan / ladang
0,40
Pohon, tegalan / ladang Pohon tidak bersemak, tegalanl ladang Pohon, tegalan / ladang Tegalan, monukulhlr Pohon tidak bersemak Pohon tidak bersemak Tegalan Aadang Pohon tidak b e r s ~ a k Tegalan, monukultur Pohon tidak bersemak tegalanl ladang Pohon tidak bersemak, tegalanl ladang Tegalan, monukultur Pohon tidak bersemak Pohon tidak bersemak kerapatan sedarg Tegalan, monukultur Pohon tidak bersemak, kera~m-g Pohon, tegalan Aadang Pohon tidak berseak Pohon, tegan I ladang Pohon, tcgalan I ladang Tegalan, monukultur Pohon tidak bersemak, kerapatan sedmg ; Pohon tidak beisemak
Zona A CA cl
Alpokat, blumkol
-
WA h2 MIA e3 WA f l
Jeruk cabe + blumkol Alpokat ,nangka jeruk, cabe ,blumkol Alpokat ,blumkol Cabe Nangka Alpokat Blumkol Alpokat cabe Alpkat ,nangka, jeruk, cabe blumkol Alpokat, nangka,jeruk, cabe- blumkol Blumkol Alpokat Jeruk
WAg3 SAQ
Cabe Jeruk
SA b2 SAd2 SA c3 SA b3 SA h3 SA f3
Jeruk, cabe + blumkol Nangka Alpokat, blumkol Jcruk, cabc, btimkol Blumkol Jeruk
SA d3 Zona B CB c l CB a2
Nangka
CA bl CA a1 CA c2 CAgl CA d l CA el CA hl WAe2 WA g2 WA a2 WA a3
.
WB c2 WB g3 WBfL
Alpokat Blumkol Biumkol Cabe Alpekat AIpokat Alpokat,nangka, jeruk, &, blumkol Alpokat, blumkol Cabe Jeruk
WBf3
Jemk
WBd3
Nangka Nangka
Pohon, tegalanl ladang Pohon tidak bersetnak, tegdan I ladang Pohon, tegalan 1 ladang Pohon tidak bersemak, m a t a nW g Pohon tidak bersemak Tegalan, molwkultur Tegalan, monukultur Tegalan, monikultur Pehen tidak kaemak, Pohon tidak bmemak Pohon tiaak bersemak, tegalan !l a h g Pohm, iegalan / ladsng Tegalan monukultur Pohon tidak bersemak, k-hg Pohon tidak bersemak, kere~w-g Pohon tidak bersemak Pohon tidak bersemak
Jen&cabe,blumkol Nangka A l p o w nangka,jeruk cabe, blumkol Alpkiit, b l a o l Blumkol Cabe Jeruk Cabe blumkol
Pohon, tegalana / ladang Pohon tidakbmemak Pohon tidak bersemak, tegalan / ladang Pohoii ttgatad / -1 Tegalan, monukultur Tegalan, monukulhu Pohon, tegalan / l d m g
CB b2 CB f l CB el CB hl CB h2 CB gl e2
WB Q WB a3
SB d l SB bl SB d2 SB a1 SB c3 SB h3 SB g2 SB b3
Alpokat, blumkol Alpokat, nangka, jeruk cabe blumkd Jen& csbc,blurnkol Jeruk
Ketemgan :TBKS = Tern Bmgku kuditas sederhana
Teknik Konservasi
Nilai
tanah
P(CP)
0,40
Teras bangku konstruksl sedang (TBKS), Guludan TBKS, guludan
0,15 415
025 0,40 0,40 025 0,35 0,40 0,35 0,40
TBKS, guludan TBKS, guludan TBKS, guludan TBK agak buruk TBKS TBKS, guludan TBK agak buruk TBKS, guludan
0,15 0,15 0,15 0.15 0,15 0,lS 0,15 0,15
0.35
TBKS, guludan
0,15
0,35 0.40 0,35
TBKS, guludan TBKS, guludan TBKS
0,15 0,15 0,15
0,40 0,40
TBKS, guludan TBKS, guludan
0,15 0,15
0,40 0,440 0,35 0,40 0,40 0,40
TBKS, TBKS, guludan TBKS.guludan TBKS, guludan TBKS, guludan TBKS
0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,lS
0,40 0,35
TBKS TBK agak buru
0,15 0,15
0.40
TBKS, guludan
0,35 0,40
TBKS, guludan TBKS, guludan
0,40 035 0,40 0,40 040 Q,35 025
TBKS, guludan TBKS, guludan TBKS, guludaa TBKS, guludan TBKS,guludan TBKS TBKagak bwuk
0,lS 0.15 0,15 0,15 0.15 0,15 0.15 0,15 0,15
0,35 440 0,40
TBKS, guludan TEKS, guludan TBKS, guludan
0.15 0.15 0,15
0,40
TBKS
0.15
0.40 035 025
O,I5 0,15
0,40 025
TBKS TBKagak buruk Tern bangku konsbuksi *gWKS) TIIKS, guludan TBKS
0.15 0,IS 0,15
025 0,40 0.40 0,40 0,40
TBKS,guludan TBKS, guiudati TBKS, gu!udan TBKS, guludan TBKS, guludm
0,15 0.15 0.15 0,15 0,15
0.15
152
Lampiran 22 Penilaian erosi yang terjadi (aktual) pada SLH-1 dan SLH-2 Sampel
K
LS
Nilan C
Nllai P
Erosi
1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255
4 0,16 0,12 0,14 0,13 0,18 0,13 024 023 0,17 0,15 0.16 0,lO 0,13 027 025 026 0,24 0,20 0,17 0,lO 0,ll 0,15 0,15 021 0,14 0,17 0.15 0,17
5 4,88 6,88 5.45 7,40 7,63 3,96 3,45 6,79 5,81 8,51 5,86 4,72 5,86 4,17 4,87 5,73 529 5,63 4,48 545 7.24 7,OO 4,67 7,63 8,46 6,13 6,38 5,94
6 0,40 0,35 0,40 0,40 0,35 0,35 0,40 038 0,35 0,40 0,35 0,35 0,40 035 0,40 0,40 038 0,40 0,40 0,35 0,40 0,40 0,40 0,40 0,,35 0,39 0,38
7 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0.15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0.15 0,15 0,15
8 58,8 622 503 72,4 103,4 33,9 54,6 117,6 692 84.1 70.6 31,l 502 843 802 1122 95,6 76,l 57,3 41,O 52.5 79.1 52,7 120,I 89,7 68,7 70.2 71,8
1255 1255 ; 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 1255 I255
0,15 0,12 0,15 0,15 022 024 024 026 0,16 0,13 413 0,13 0,12 0,14 023 0,16 025 0.10 0.09 0,lO 0,08 0,16 0,15 0,18 0,16 0,16 0,16
11,OO 1126 13,95 11,62 12,62 17,72 143 10,78 13,34 123 15,46 16,16 10,57 14,74 12.20 16,44 12,54 13,71 I5,46 16,55 11,22 14,39 16,49 10,96 14,74 13.91 13,63
0,40 03 5 0,440 0,40 035 0,40 0.40 0 9 0,38 035 025 035 0,40 0,40 0.40 0,40 G,35 0,35 0,40 0,35 035 0,440 C,40 0,40 0,40 028 038
0,15 0,15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0,15 0-15 0.15 0,15 0,15 0.15 0,15 0,15 0,:5 0.15 0,15 0,15 0.15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
1242 89,O 157,6 1312 182,9 3202 257,O 211,l 153 104,7 132,4 138.4 953 155,4 2113 198,l 206,6 90.3 104,8 109,O 59,l 173,4 1862 148,6 177,6 160,7 1569
R
Penggunaan Lahan (LUT)
Zona A 2 1 CA cl Alpokat, blumkol Jeruk, cabe, blumkol CA bl Alpokat ,nangka jeruk, cabe, blumkol CA a1 Alpokat ,blumkol CA c2 CAgl Cabe Nangka CAdl Alpokat CA el CA hl Blumkol Rata rata WAe2 Alpokat WA g2 cabe Alpokat ,nangka, jeruk,cabe,blumkol WA a2 WA a3 Alpokat, nangka, jeruk, cabe-blumkol WA h2 Blumkol WAe3 Alpokat WAfl Jeruk Cabe WA g3 Rata rata SAf2 Jeruk SA b2 Jeruk, cabe + blumkol Nangka SAd2 SA c3 Alpokat, blumkol SA b3 Jeruk, cabe, bllmkol Blumkol SA h3 SAD Jeruk SAd3 Nangka Rata rata R& Zona A Zona B CB cl Alpokat, blumkot CB a2 Alpokat, nangka, jeruk cabe blumkol CB b2 Jetuk, cabe, blumkol CBfl Jeruk Alpokat CB el CB hl Blumkol Blumlrol CBh2 CBgl Cabe Rata rat WBe2 AIpokat WB e3 Alpokat WB a3 Alpokat, nangk&jeruk,cabe,blumkol WB c2 Alpokat, blumkol Cabe WBg3 WBf2 Jmk Jemk WBD WBd3 Nangka Nangka SB dl Jeruk$abe,blumkol SB bl SB d2 Nangka SB a1 Alpokat,,nangka, jeruk cabe,blumkol SB c3 Alpokat, blumkol SB h3 Blurnkol SB g2 Cabe SB b3 Jeruk Cabe blumkol Rata rata Rerata Zona B
3
1
1
Larnpira 23. Erosi dan tingkat bahaya erosi dari beberapa LUT utarna di SLH-1 Hulu Sub DAS Cikapundung Kode
No
Unit
Jenis tanaman /Sistem Pertanaman
3 1 2 1 CA a1 alpokat, nangkajeruk, cabe, blumkol 2 WAa2 Alpokat, nangkajeruk, cabe, blumkol jeruk, cabe,blumkol 3 WAa3 Alpokat,nangka, Rata -rata CAdl Nangka 1
-
Rata -rata 1 CAb 1 Jeruk, cabe, blumkol 2 SAb2 Jeruk, cabe, blumkol 3 SAb3 Jeruk, cabe, blumkol Rata -rata 1 CAcl Alpokat, blumkol CAc2 Alpokat, blumkol 2 SAc3 Alpokat, blumkol 3 Rata -rata 1 CA el Alpokat 2 WAe2 Alpokat 3 WAe3 Alpokat Rata -rata 1 WAf 1 Jeruk 2 SAf2 Jeruk 3 SAf3 Jeruk Rata -mta 1 CAgl Cabe 2 WAg2 Cabe 3 WAg3 Cabe Rata -ma 1 CAhl Blumkol 2 WAh2 Blumkol 3 SA h3 Blumkol Rata -rats Rata - rata SLH-1
Erosi
Erosi
Tingkat
Aktua
~ o l . IBE
Bahaya Erosi
5 4 20 50,3 20 3 1,l 20 50,2 43,9 20 33,9 20 20 52,5 20 68,7 51,7 20 62,2 20 41,O 20 52.7 20 52 20 58,8 20 72,4 20 79,l 20 70,l 20 54,6 20 84,l 20 80,2 20 73 20 112,2 20 20 57,3 20 89,7 86,4 20 103,4 20 70,6 20 95,6 20 89,9 20 117,6 20 84,8 20 120,7 20 97,7 20 70,6 20
6 2,5 1,6 2,5 2,2 1,7 2,6 3.4 2,6 3,1 2,l 2,6 2,6 2,9 3,6 4,O 3,5 2,7 4,2 4,O 3,7 5,6 2,9 4,5 4,3 5,2 3,5 4,s 4,5 5,9 4,2 6,O 4,9 3,s
7 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang sedang Sedang sedang Sedang Sedang Set-hg Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Berat Berat Sedang Beratltinggi Sedang Berat Berat Beratltinggi Sedang Beratltinggi Berat Beratltinggi Sedang Beratltinggi Berat Sedang
Larnpiran 24 Erosi dan tingkat bahaya erosi dari beberapa LUT utarna di SLH-2 ~ u l Sub u DAS Cikapundung Ulangan 1
1
LUT
1 SB a1 2 CB a2 3 WBa3 Rata - rata 1 SBbl 2 CBb2 3 SBb3 Rata - rata 1 CB.cl
2 SB.& 3 WBg3 Rats rata 1 CB.hl 1 2 CB.h2 3 SB.h3 Rata-ntta Rata - rata SLH-2
-
Sistem pextanaman 2
B-
L
2
alpokat, nangka, jeruk, cabe, blumkol al~okat. cabe, blumkol . nanpka, - - ieruk, alpokat, nangka, jeruk cabe, blumkol Jeruk, cabe, blumkol Jeruk, cabe, blumkol Jeruk, cabe, blumkol AIDOWBlumkol
Cabe Cabe Blumkol Blumkol Blumkol
Erosi A 7
Etol C
d
IBE f;
"
59,l 89,O 138,4 95,5 104,s 157,6 177,6 146,7 124,2
20 20 20 20 20 20 20 20 20
3 4,5 6,9 4,s 5,2 7,9 8,9 7,3 6,2
148,6 155,1 171,7 320,2 257,O 186,3 254-5 156,9
20 20 20 20 20 20 20 20
7,4 7.8
Tingkat BE 7
Sedang Berat ttinggi Bedtinggi
Berat Itinggi Bedtinggi Berdtinggi BeraVtinggi
Berat Itinggi Beratltinggi
l3erat/tinggi Beragtinggi 8,6 Bedtinggi 16,O Sangat berat 12,9 sangat berat 9,3 BelWtinggi 12,7 Sangat berat 7,s Beravtinggi
1 ,
Lampiran 25 Kcbutuhan sarana produksi dan pnoduksi komoditi utama di SLH-1 Kode L~~
Pupuk Urea
SP
KC1
NPK
PK
kg
hz
kg
kg
h
Pestisida Fu Itr kg
Kebutuan %bit
Ins
N aker
Tiang
Ca
B1
Je
A1
Wa
ptg
phn
phn
phn 13
phn 14
I
2
3
4
5-
6
7
8
9
10
11
phn 12
CAgl WAg2 WAg3
450 450 450
300 300 300
550 500 525
75 75 75
600 600 600
7,s 7,s 7,s
15 15 15
17.250 17.200 17.300
37.950 37.125 38.775
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
rerata
450
300
525
75
600
7,5
15
17.250
37.950
0
0
0
0
CAhl WAh2 SAh3
1.050 1.100 1.000
715 730 715
900 900 900
0 0 0
1200 1200 1200
18 18 18
27 27 27
0 0 0
0 0 0
75.900 75.800 76.000
0 0 0
0 0 0
0 0 0
rerata
75.900
1.050
720
900
0
1200
12
27
0
0
CA dl SA d2 SA d3 rerata CAel WAe2 WAe3
0 0 0 0 361 362 355
0 0 0 0 195 190 196
0 0 0 0 155 150 153
100
95 100 98 0 0 0
50 50 50 50 25.5 87 86
1 1,5 1 1,s 1 1,5 11,s 1,8 1.8 1,8 1,8 1,s 1,s
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
rerata
3592
193,7
152,8
0
86.2
1,8
1,s
0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
95 100 100 98
130 130 130 130
1,8
1 1 1 1
0 0 0 0
WA f l SA £2 SA f3 rerata
Sumber: Wawancara I Data primer (diolah)
1,8
1,8 1,s
0
0
0
0 0 0 ., 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 110 110 110
110 112 108 110 0 0 0
0
0
0
110
0
0 0 0 0
0 0 0 0
418 429 424 424
0 0 0 0
0 0 0 0
HOK 15 500 480 490 490 750 775 765 763 42 43 40,5 41,8 34 34 33 33,7 63 64 63 63
Populasi tanaman pohon / h a /th
Produksi (kg / pohon
Na Ca BL Na Al Je 24 25 17 18 19 20 21 22 23 16 0 0 0 0.57 0 0 0 0 34.500 0 0 0 0 . 5 7 0 0 0 0 33 750 0 0 0 0 , 5 8 0 0 0 0 35.250 0 3 7 0 0 0 0 0 0 0 34.500 0 68.990 0 0 0 0 ,81 0 0 0 0 68.540 0 0 0 0 ,80 0 0 0 0 69.330 0 0 0 0 ,79 0 0 0 0 68.953 0 0 0 0 .80 0 0 0 0 0 0 100 0 0 165 0 0 0 0 0 0102 0 0 160 0 0 0 0 0 0 I04 0 0 165 0 0 0 0 0 0 102 0 0 163 0 0 0 0 0100 0 0 0 0 3 0 5 0 0 0 0 100 0 0 0 0 307 0 0 0 0 101 0 0 0 0 310 0 0 0 0 0 100 0 0 0 0 3079 0 0 38 0 3 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 39 0390 0 0 0 3 8 5 0 0 0 0 0 0 40 0 0 3 8 5 0 0 0 0 0 0 39 0
Ca
BI
Je
Al
Lampiran 26 Kebutuhan sarana produksi dan produksi komoditi utarna di SLH-2
Kode
LUT
1
Urea
SP
kg
kg 2
3
412,5 420 420
267.5 267.5 267.5
417,5 950 800 950
267.5 650 680 650
900
660
0 0
BIBIT
Pestisida
Pupuk KC1
NPK
Pukan
Ins
kg
kg
krg
ltr
Fu
Tian'
~a
BI
kg 8 15 15 15
ptg
phn
phn
9 15.000 15.000 15.000
10 32.900 33.050 33.050
15.000 0 0 0 0 0
33.000 0 0 0 0 0
0
0 0 0 0
6.33 11
0
630 1.200 1.200 1.200 1.200 52
12 11 1
15 27 27 27 27 1
0 400,5 400 400
0 0 0 660 665 655
0 0 0 148 151 150,6
52 50 5.133 90 90 90
1.8 1.8 1.53 0.8 0.8 0.8
1 1 1 1.8 1.8 1.8
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
WBfZ WBD
400,2 0 0 0
660 0 0 0
149,9 0 0 0
90 130 I20 130
0.8 1.8 1.8 1.0
1.8 1 1 1
0 0 0 0
rerata
0
0
0
99 99 99.2 0 0 0 0 110 100 100 103
126,7
1.5
1
0
raata
WBe2 WBe3 "mta CB fl
BO
HOK
13 0 0 0
75 0 0 0 0 99.5
SBh3 ferata SB dl SB d2 WBd3
phh 14
phn
450 840 825 840 835 0
WB@ rerata CBhl
Naker
12 0 0 0
630 640 620
CBgl sBgZ
7 7 6 6
Na
phn
5 75 75 75
6
A1
11 0 0 0
4 450 450 450
Produksi (kg1 pohon)
Populasi tanaman / ha /h
Je
Ca
B1
Je 18 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Na
Al
BL 22
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 300 290 290
0 0 0 0
0 0
0293.3 0 0 0 0 0 0
0 39 38 39
0
0
500 510 500
31.340 31.400 31.400
0 0 0
0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 110
503 780 782 780 781 42
31.380 0 0 0 0 0
0 64.400 65.690 64.500 64.863 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 110 111 110
110 110 I10 0 0 0
41,5 42 41,s 34 33 333
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0404 0 400 0 402
110 0 0 0
0 0 0 0
335 62 613
0 0100 0377 0 0362 0 0365 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0
62
0 0 0 0
0
0
0
0
61,8
0
0368
0
0
66.000 66.000 0
0
402
0 0,51 0 , 5 0 0 0,51 0 0.51 0 0 0 0 0 0 0 100 0
0 0 100 0 0 0 1 0 0 0 0 0 100 0 0100 0 0 0100 0 0 0100 0 0
0
Je
A1
25
0 0 0
0 0 0 0 0 0
Na
24
17
0 0 0
20
21
16
64.000 68.000
19
Ca
15
0 ,73 ,74 ,75 ,74 0
23 0 0 0
0 0 0 0 0 155
0 155 0160 0 157 0 0 0 0 0 0 0
0
38,7
Lampiran 27 Data input optimasi scenario 1 General Algebraic Modeling Sysrern Compilation * Problem optimasi usahatani agroforestri * Mengoptimalkan pengunaan lahan berlereng 15-30 % dan 30-45 % dengan cara memaksimumkan rataan landrent. * Faktor kendala luas lahan, tenaga kerja, modal usahatani, kebutuhan hidup minimal dan erosi tanah yang dapat ditoleransikan * Model : Sharin Sehe SETS i lahan zona j komoditi k input produksi t bulan
/ 1,2 / / BLUMKOL, CABE, JERUK, ALPOKAT, NANGKA / / NAKER, BIBIT, PUKA, UREA, SP36, KCL, NPK, FUNDA, INSEK. TIANG / / JAN, FEB, MAR, APR, MEI, JUN, JUL, AGT, SEP, OKT, NOP, DES I;
PARAMETERS L (i) luas baku areal lahan dengan kategori lahan zona i dalam hektar / 1 1235.14 2 994.88 1 P (j) rataan harga satuan output komoditi j di lokasi dalam rupiah per kilogram / BLUMKOL 1500 CABE 2500 JERUK 2000 ALPOKAT 2000 NANGKA 1000 / EE (i) erosi yang ditoleransikan lahan zona i dalam ton per hektar per tahurl / 1 43.9 2 95.5 / M (i) modal kerja yag dapat disediakan petani zona i dalam rupiah per tahun / 1 15949128143.40 2 12715497607.68 / W(t) rataan tenaga kerja tersedia untuk kegiatan usahatani di zona i bulan t dalam hari orang kerja / JAN 194122.5 FEB 194122.5 MAR 194122.5 APR 194122.5 ME1 194122.5 JUN 194122.5 JUL 194122.5 AGT 194122.5 SEP 194122.5 OKT 194122.5 NOP 194122.5 DES 194122.5 /; TABLE Y(i, j) rataan produktivitas output komoditi j pada lahan zona i dalam kilogram per tahaun BLUMKOL CABE JERUK ALPOKAT NANGKA 30833 16667 19780 15016 1 55163 2 48000 15900 14232 29333 15667 ; TABLE e (i, j) perkiraan rataan erosi aktual pada lahan zona i komoditij dalam ton per hektar per tahun BLUMKOL CABE JERUK ALPOKAT NANGKA 73 51.7 1 107.7 89.9 86.4 135.3 ; 180.2 140 2 254.5 171.7
Lampiran 27 (laqjutan) TABLE c (j, k) rataan harga satuan input produksi k di lokasi usahatani NAKER BIBIT PUKA UREA SP36 KCL NPK FUNDA MSEK TIANG 65000 80000 0 35 3500 1400 2400 3500 0 BLUMKOL 25000 3500 1400 2400 3500 4500 65000 80000 50 25000 15 CABE 0 0 4500 65000 80000 0 2000 3500 0 ERUK 25000 65000 80000 0 1400 2400 3500 0 2500 3500 ALPOKAT 25000 0 0 4500 65000 80000 0 : NANGKA 25000 2500 3500 0 TABLE X(i, j, k) rataan kebutuhan input produksi k komoditas j pada lahan zona i NAKER BBJT PUKA UREA SP36 KCL NPK FUNDA MSEK TIANG 27 18 0 75900 1200 1050 720 1. BLUMKOL 763 900 0 300 15 7.5 17250 450 525 75 490 37950 600 1. CABE 63 424 130 1 1.8 0 1. ERUK 0 0 0 98 1.8 1.8 0 110 86.2 359.2 193.7 152.8 0 1. ALPOKAT 33.7 1.5 1 0 50 0 0 110 0 98 1 .NANGKA 41.8 27 18 0 66000 1200 900 2 .BLUMKOL 781 660 835 0 417.5 267.5 450 75 503 33000 630 15 7.5 15000 2. CABE 126.7 0 0 1.5 0 61.8 402 0 103 1 2 .JERUK 110 90 400.2 196.7 149.9 0 1.8 1.8 0 2 ALPOKAT 33.5 0 51.3 0 99.2 1 2.NANGKA 41.8 110 0 1.8 0 ; TABLE tX(ij,t) rataan kebutuhan naker komoditi j lahan zona i bulan t dalam hari orang kerja JAN FEB MAR APR ME1 JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES 1.BLUMKOL 80 70 35 70 80 70 34 70 80 70 34 70 1. CABE 38 50 78 48 45 57 35 35 18 0 36 50 1. ERUK 0 4 0 4 0 4 0 4 0 7 3 0 10 1. ALPOKAT 2.7 16 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 1.NANGKA 4 0 4 0 4 0 0 4 10 10 5.8 0 2. BLUMKOL 84 71 36 70 83 71 36 70 83 71 36 70 2. CABE 40 50 80 50 45 58 37 37 20 0 36 50 2. JERUK 0 4 0 4 0 '4 0 4 0 5.830 10 2. ALPOKAT 2.5 16 3 0 3 0 3 0 3 0 3 0 2.NANGKA 4 0 4 0 4 0 0 4 10 10 5.8 0 ; SCALAR F kebutuhan hidup penduduk di pedesaan setara blumkol dalam kg / thn / 38227200000 / ; VARIABLES A(iJ) luas baku areal lahan zona i komaditi j dalam hektar R rataan land rent dalam rupiah per hektar per tahun ; POSITIVE VARIABLE A ;
.
EQUATIONS LANDRENT LUASLAHAN (i) NAKER(tj MODAL (i) KEBUTHIDUP EROSI (i)
L-m.m* LUASLAHAN (i).. NAKER (t).. MODAL (i).. ICEBUTHIDUP.. EROSI (i)..
define objective function define constrain function ' define constrain function define constrain function define constrain function define constrain fhction ;
-
R =E= SW((1j),(l/L(i))*fl(i,j)*P(j) SUM(&), 4,k)*X(i, j, k)))*A(i, j)) ; SUM(i, A(i, j)) =L= L(i) ; SUM((&j), t X (i, j, t)*A(i, j)) =L= W(t) ; SUM((j, k), c(j,k)*X(i, j, k)*A(i, j)) =L= M(i) ; S L . ( i , 1500*Y(i, nBLUMKOL")*A(i, "BLUMKOL")) =G= F ; (I& (i))*SUM(j, e(i, j)*A(i, j)) =L= EE(i) ;
OFTION LP=MINOSS; MODEL AGROFORESTRI IALY ; SOLVE AGROFORESTRJ USING LP MAXIMIZING R ; DISPLAY k L , A.M ;
Larnpiran 28 Hasil optimasi penggunaan lahan berbasis Agroforestri skenario 1 GAMS Rev 140 Intel /MS Window 12/03/00 05:42:29 Page 2 General Algebraic Modeling System Equation Listing SOLVE AGROFOESTEU Using LP From line 103
---- LANDRENT LANDRENT..
=E= define objective function
- 38270.9652347102*A (1,BLUMKOL) - 23 129.564259922*A(i,CABE)
- 55705.703200386*A(2,ALPOKAT)- 13581587729 1733*A(2,NANGU4)+R=E= 0 ; (LHS )- O
---- LUASLAHAN =L= define constrain hnction + A(l ,NANGKA) =L= 1235.14 ;(LHS = 0)
+ A(2,NANGKA) =L= 994.88 ;(LHS = 0)
--
NAKER =L= define constrain function
NAXER(JAN)..
80*A(l,BLUMKOL) + 38*A(l,CABE) + 2.7*A(l,ALPOKAT) + 4*A (1,NANG
+
84*A(2,BLUMKOL) + 40fA(2,CABE) + 2.5*A(2,ALPOKAT) + 4*A(2,NANGKA) =L= 194122.5 ; (LHS = 0)
+ 7 1*A(2,BLUMKOL) + 50*A(2,CBE) + 4*A(2,JERL1() + 16*A (2,ALPOKAT) =L= 134122.5 ; (LHS = 0)
+ 36*A(2,BLUMKOL) + 80*A(2,CABE) + 3*A(2,ALPOKAT) + 4*A(2,NANGKA) =L= 194122.5 ;(LHS = 0) REMAINING 9 ENTRIES SKIPPED
---MODAL =L= MODAL (I)..
define constrain function
35474500*A(l,BLUMKOL) + 20881750*A(l,CABE) + 3528000*A(l,JERUK)
+ 3 182760*A(l,ALPOKAT) + 21 13500*A(I,NANGKA) =L= 15949128143.4 ;(LHS = 0)
Lampiran 28 ( lanjutan ) MODAL (2)..
34996500*A(2,BLUMKOL) + 20739000*A(2,CABE) + 3440950*A(2,JERUK)
(LHS = 0)
---- KEBUTHIDUP =G= define constrain function KEBUTHIDUP.. 82744500*A(l,BLUMKOL) + 72000000*A(2,BLUMKOL) =G= 38227200000 ; (LHS = 0, MFES = 38227200000 ***)
---- EROSI
=L= define constrain function
EROSI(l)..
0.087 196593098758*A(l,BLUMKOL) + 0.07278527 13052771*A(l,CABE)
+ 0.06995 15844357725*A(l,JERUK) + 0.0591026 118496689*A(l,ALPOKAT)
+ 0.04 18576031866833*A(l,NANGKA) =L= 43.9 ;(LHS = 0) EROSI(2)..
0.255809745899003*A(2,BLUMKOL) + 0.172583628 176262*A(2,CABE)
+ 0.18 1127372145384*A(2,JERUK)+ 0.140720488903 184*A(2,ALPOKAT)
+ 0.13599630i061435*A(2,NANGKA) =L= 95.5 ;(LHS = 0)
11f23100 0 2 5 1:02 Page 3 GAMS Rev 140 Intel /MS Window General Algebraic Modeling System Column Listing SOLVE USAHATANI Using LP From line 103
---- A
luas baku areal lahan zona i komoditi j dalam hektar
A(1 ,BLUMKOL) (.LO, .L, .UP = 0, 0, +rNF) LANDRENT LUASLAHAN (1) 80 NAKER (JAN) 70 NAKER (FEW 35 NAKER (MAR) 70 NAKER (APR) 80 NAKER (MEI) 70 NAKER 34 NAKER (m) 70 NAKER (AGT) 80 NAKER (SEP) 70 NAKER @KT) 34 NAKER mop) 70 NAKER (DES) 3.5474500E+7 MODAL (1) 8.2744500E+7 KEBUTHIDUP 0.08% EROSI (1) -3 8270.9652 1
(m
Lampiran 28 (lanjutan) (.LO, .L, .UP=O, 0, +rNF) LANDRENT LUASLAHAN (1) NAKER (JAN) NAKER (FEW NAKER (MAR) NAKER (APR) NAKER (ME11 NAKER (JuN) NAKER (JuL) NAKER (AGT) NAKER (SEP) NAKER (NOP) NAKER (DES) MODAL (1) EROSI (1) (.LO, .L, .UP = 0,O, +INF) LANDRENT LUASLAHAN (1) NAKER (FEW NAKER (APR) NAKER (m) NAKER (Am NAER (OKT) NAKER (Nap) NAKER (DES) MODAL (1) EROSI (1) REMAINING 7 ENTRIES SKIPPED
---
R rataan land rent dalam rupiah per hektar per tahun
R 1
(.LO, .L, .UP = -w,0, + w ) LANDRENT
12/03/0005:42:29 Page 4 GAMS Rev 140 Intel /MS Window Genersl Aigebraic Modeling System Model Statistics SOLVE USAHATANI Using LP From line 103 MODEL STATISTICS BLOCKS OF EQUATIONS BLOCKS OF VARIABLES NON ZERO ELEMENTS
6 2 131
SINGLE EQUATIONS SINGLE VARIABLES
20 11
GENERATION TIME
=
0.078 SECONDS 4.0 Mb WIN215-140 Nov 11,2004
EXECUTION TIME
=
0.078 SECONDS 4.0 Mb WIN2 15-140 Nov 1 1,2004
Lampiran 28 (lanjutan) 12/03/00 05:42:29 Page 4 GAMS Rev 140 Intel /MS Window General Algebraic Modeling System Solution Report SOLVE AGROFORESTRI Using LP From line 103 SOLVE
SUMMARY
MODEL USAHATANI OBJECTIVE R TYPE LP DIRECTION MAXIMIZE SOLVER MINOS5 FROM LINE 103
**** SOLVER STATUS **** MODEL STATUS **** OBJECTIVE VALUE
1 NORMAL COMPLETION 1 OPTIMAL 575 15658.0337
RESOURCE USAGE, LIMIT ITERATION COUNT, LIMIT MINOS5
0.000 4
1000.000 10000
Nov 11,2004 WIN.MS.NA 2 1.5 1 12.052.041 .VIS GAMSIMINOS 5.4
B. A. Murtagh, University of New South Wales and P. E. Gill, W. Murray, M. A. Saunders and M. H. Wright Systems Optimization Laboratory, Stanford University.
-
Work space allocated
0.04 Mb
LOWER
---- EQU LANDRENT
LEVEL
UPPER MARGINAL
.
.
1.000
LANDRENT define objective h c t i o n
--- EQU LUASLAHAN define constrain h c t i o n LOWER
LEVEL
---- EQU NAKER
JAN FEB MAR APR ME1 JUN
JUL,
UPPER
MARGINAL
define constrain function
LOWER
LEVEL
UPPER
-INF INF -INF =INF -1NF -INF -1NF
39136.398 442 13.246 18482.575 32554.698 39457.977 32578.389 18041.199
1.9412E+5 1.94 12E+5 1.9412E+5 1.9412E+5 1.94 12E+5 1.9412E+5 1.9412E+5
MARGINAL
Lampiran 28 (lanjutan) LOWER AGT SEP OKT NOP DES
-MI: -INF -INF -INF -INF
LEVEL
UPPER
32554..698 39457.977 32578.389 18041.199 32554.698
1.9412E+5 1.9412E+5 1.9412E+5 1.9412E+5 1.9412E+5
MARGINAL
---- EQU MODAL define constrain function LOWER
LEVEL
MARGINAL
UPPER
LOWER
--
LEVEL
EQU KEBUTHIDUP 3.823E+10
UPPER
MARGINAL
3.823E+10 +INF
KEBUTHIDUP defmt: constrain function
---- EQU EROSI LOWER
---
define constrain function
LEVEL
UPPER MARGINAL
VAR A luas baku areal lahan zona i kornoditi j'dalam hektar LOWER
LEVEL
UPPER MARGINAL
-INF
5.7516E+7
I .BLUMKOL 1.CABE 1.JERUK IALPOKAT I .NANGKA 2.BLUMKOL 2.CABE 2.JERUK 2.ALPOKAT 2.NANGKA
---
VAR R
+INF
.
R rataan land rent &lam rupiah per hektar per tahun
**** REPORT SUMMARY :
0 0 0
NONOPT INFEASIBLE UNBOUNDED
EPS
11/23/00 02:s 1:02 Page 6 GAMS Rev 140 Intel /MSWindow General Algebraic Modeling System Execution
-
105 VARIABLE A.L luas baku areal lahan zona i komoditi j dalam hektar
BLUMKOL
---
ALPOKAT
105 VARIABLE A.M luas baku areal lahan zona i komoditi j dalarn hektar
CAGE
EXECUTION TIME
JERUK
=
NANGKA
0.000 SECONDS 2.9 Mb WIN2 15-140 NOVI 1.2004
USER: GAMS Development Corporation, Washinglon, DC 087120 1/0000CA-ANY Free Demo, 202-342-0180, [email protected], www.gams.com DC9999
**** FILE SUMMARY Input Output
C:\Documents and Settings\user\My Documents\GAMSZl .S\Untitled-2.p~ C:\Documents and Settings\user\My Documents\OAMS21.S\Untitled-2.lst
.Lampiran 29 Data input optimasi scenario 2 General Algebraic Modeling Sysrem Compilation * Problem optimasi usahatani agroforestri * Mengoptimalkan pengunaan lahan berlereng 15-30 % dan 30-45 % dengan cara memaksimurnkan rataan landrent. * Faktor kendala luas lahan, tenaga kerja, modal usahatani, kebutuhan hidup minimal dan erosi tanah yang dapat ditolermsikan * Model : Saharin Sehe SETS i lahan zona j komoditi k input produksi t bulan
1 1,2 1 / BLUMKOL, CABE, JERUK, ALPOKAT, NANGKA I / NAKER, BIBIT, PUKA, UREA, SP36, KCL, NPK, FUNDA, MSEK., TIANG 1 / JAN, FEB, MAR, APR, MEI, JUN, JUL, AGT, SEP,OKT, NOP, I;
PARAMETERS L (i) luas baku areal lahan dengan kategori lahan zona i dalam hektar 1 1 1235.14 2 994.88 /
P (j)rataan hwga satuan output komoditi j di lokasi dalam rupiah per kilogram / BLUMKOL 1500 CABE 2500 JERUK 2000 ALPOKAT 2000 NANGKA 1000 1 EE (i) erosi yang ditoleransikan lahan zona i dalam ton per hektar per tahun / 1 43.9 2 95.5 / M (i) modal kerja yag dapat disediakan petani zona i dalam rupiah per tahun 1 1 15949128143.40 2 12715497607.68 / W(t) rataan tenaga kerja tersedia untuk kegiatan usahatani di zona i bulan t dalam hari orang kej a I JAN 194122.5 FEB 194122.5 MAR 194122.5 APR 194122.5 ME1 194122.5 JUN 194 122.5 JUL 194122.5 AGT 194122.5 SEP 194122.5 OKT 194122.5 NOP 194122.5 DES 194122.5 1 ; TABLE Y(i, j) rataan produktivitas output komoditij pada lahan zona i daim kilogram per tahaun BLUMKOL CAE3E JERUK ALPOKAT NANGKA 1 55163 19780 15016 30833 16667 2 48000 15900 14232 29333 15667 ; TABLE e (i, j) perkiraan rataan erosi aktual pada lahan zona i komoditi j &lam ton per hektar per tahun BLUMKOL CABE JERUK ALPOKAT NANGKA 70.6 57.3 1 84.8 54.6 33.9 148.6 2 186.3 131.2 104.7 90.3 ;
Larnpiran 29 (lanjutan) TABLE c (j, k) rataan harga satuan input produksi k di lokasi usahatani NAKER BIBIT PUKA UREA SP36 KCL NPK FUNDA INSEK TIANG 65000 80000 0 3500 1400 2400 3500 0 BLUMKOL 25000 35 1400 2400 3500 4500 65000 80000 50 3500 25000 15 CABE 0 0 4500 65000 80000 0 2000 3500 0 JERUK 25000 65000 80000 0 3500 1400 2400 3500 0 ALPOKAT 25000 2500 0 0 4500 65000 80000 0 ; 2500 3500 0 NANGKA 25000 TABLE X(i, j, k) rataan kebutuhan input produksi k komoditas j pada lahan zona i NAKER BIBIT PUKA UREA SP36 KCL NPK FUNDA INSEK TIANG 27 18 0 900 0 1. BLUMKOL 763 75900 1200 1050 720 15 7.5 17250 300 525 75 37950 600 450 1. CABE 490 0 0 98 1 1.8 0 263 424 130 0 1. JERUK 1.8 1.8 0 86.2 359.2 193.7 152.8 0 1. ALPOKAT 233.7 110 1.5 1 0 0 0 98 1.NANGKA 241.8 110 50 0 27 18 0 835 0 2 .BLUMKOL 781 66000 1200 900 660 15 7.5 15000 417.5 267.5 450 75 2. CABE 503 33000 630 0 0 103 1 1.5 0 261.8 402 126.7 0 2 .JERUK 0 1.8 1.8 90 400.2 196.7 149.9 0 2 ALPOKAT 233.5 110 0 99.2 1 0 0 51.3 2. NANGKA 241.8 110 1.8 0 ; TABLE tX(ij,t) rataan kebutuhan naker komoditij lahan zona i bulan t dalam hari orang kerja JAN FEB MAR APR ME1 JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES 1.BLUMKOL 80 70 35 70 80 70 34 70 80 70 34 70 1. CABE 38 50 78 48 45 57 35 35 18 0 36 50 1. J~RU-K 30 14 30 14 30 14 30 14 20 17 35 15 1.ALPOKAT 12.7 26 28 10 23 10 28 10 23 20 23 20 1.NANGKA 24 25 14 25 14 30 15 29 10 20 10.8 25 2. BLUMKOL 84 71 36 70 83 71 36 70 83 71 36 70 2. CABE 40 50 80 50 45 58 37 37 20 0 36 50 2.JERUK 30 14 30 14 30 i4 30 14 20 15.8 35 15 2. ALPOKAT 12.5 26 28 10 23 10 28 10 23 20 23 20 2.NANGKA 24 25 14 25 14 30 15 29 10 20 10.2 25 ; SCALAR F kebutuhan hidup minimal penduduk di pedesaan lokasi penelitian dalam rupiah per tahun 1 38227200000 1 ;
VARIABLES A(ij) luas baku areal lahan zona i komoditi j dalam hektar R rataan land rent dalam rupiah per hektar per tahun ; POSITIVE VARIABLE A ; EQUATIONS LAWRENT LUASLAHAN (i) NAKER (t) MODAL (i) KEBUTHIDUP EROSI (i)
LMEW.. LUASLAHAN (i).. NAKER (t).. MODAL (i).. KEBUTHIDUP.. EROSI (i)..
define objective function
define constrain function ' define constrain function define constrain function define constrain h c t i o n define constrain function ;
R =E= SUM@ j),(l/L(i))*(-Y(i, j)*Pti) - SUM((k), c(j, k)*X(i, j, k)))*A(i, j)) ; SUMO, A(i, j)) =L= L(i) ; SUM((i, j), t X (i, j, t)*A(i, j)) =L= W(t) ; SUM((j, k), c(j, k)*X(i, j, k)*A(i, j)) =L= M(i) ; SUM(i, 1500*Y(i, "BLUMKOL")*A(i, "BLUMKOL")) =G= F ; ( I n (i))*SUMCj, e(i, j)*A(i, j)) =L= EE(i) ;
OPTION LP=MINOSS; MODEL AGROFORESTRI /ALU ; SOLVE AGROFORESTRI USING LP MAXIMIZING R ; DISPLAY A.L, A.M ;
Larnpiran 29 (ILanjuta) 11/22/00 03:33:39 Page 1 GAMS Rev 140 Intel /MS Window General Algebraic Modeling System Compilation SETS i lahanzona / 1 , 2 / j komoditi / BLUMKOL, CABE, JERUK, ALPOKAT, NANGKA I k input produksi I NAKER, BIBIT, PUKA, UREA, SP36, KCL, NPK, FUNDA, INSEK, TIANG / t bulan /JAN, FEB, MAR, APR, MEI, JUN, JUL, AGT, SEP, OKT, NOP, DES /,
PARAMETERS L (i) luas baku areal lahan dengan kategori lahan zona i dalam hektar / 1. 1235.14 2.994.88 1 P 0 ) rataan harga satuan output komoditi j di lokasi dalarn pia ah per kilogram / BLUMKOL 1500 CABE 2500 JERUK 2000 ALPO-UT 2000 NANGKA 1000 / EE (i) erosi yang ditoleransikan lahan zona i dalam ton per hektar per tahun / 1 43.9 2 95.5 / M (i) modal kerja yag dapat disediakan petani zona i dalam rupiah per ta / 1 15949128143.40 2 12715497607.68 1 W (t) rataan tenaga kerja tersedia untuk kegiatan usahatani di zona i bulan t dalam HOK I JAN 194122.5 FEB 194122.5 MAR 194122.5 APR 194122.5 ME1 194122.5 JUN 194122.5 JUL 194122.5 AGT 194122.5 SEP 194122.5 OKT 194122.5 NOP 194122.5 DES 194122.5 I ;
TABLE Y(i, j) r a m produktivitas o u t p ~ tkomoditi j pada lahan mna i atilam kilogram per bhun BLUMKOL CABE JERUK ALPOKAT NANGKA 1 55163 30833 16667 19780 15016 29333 15667 ; 15900 14232 2 48000 TABLE e (i, j) perkiraan rataan erosi aktual pada lahan zona i untuk komoditi j dalam ton Ihaftahun BLUMKOL CABE JERUK ALPOKAT NANGKA 54.6 33.9 1 84.8 70.6 57.3 131.2 104.7 90.3 ; 2 186.3 148.6 TABLE c(j,k) rataan harga satuan input produksi k di lokasi usahatani NAKER BIBIT PUKA UREA SP36 KCL NPK FUNDA INSEK TIANG 65000 80000 0 3500 1400 2400 3500 0 BLUMKOL 25000 35 3500 1400 2400 3500 45dO 65000 80000 50 CABE 25000 15 0 4500 65000 80000 0 0 0 JERUK 25000 2000 3500 65000 80000 0 ALPOKAT 25000 2500 3500 1400 2400 3500 0 0 0 0 4500 65000 80000 0; NANGKA 25000 2500 3500
Lampiran 29 (lanjutan) TABLE X (i, j, k) rataan kebutuhan input produksi k komoditas j pada lahan zona i NAKER BIBIT PUKA UREA SP36 KCL NPK FUNDA INSEK 27 18 720 900 0 1. BLUMKOL 763 75900 1200 1050 7.5 300 525 75 15 I . CABE 490 37950 600 450 0 0 98 1 1.8 130 0 1. JERUK 263 424 193.7 152.8 0 1.8 1.8 86.2 359.2 1. ALPOKAT 233.7 110 0 0 0 98 1.5 1 50 1.NANGKA 241.8 110 2. BLUMKOL 781 660 835 0 27 18 66000 1200 900 7.5 2. CABE 503 33000 630 417.5 267.5 450 75 15 0 0 103 1 1.5 126.7 0 2. JERUK 261.8 402 90 400.2 196.7 149.9 0 2. ALPOKAT 233.5 110 1.8 1.8 0 0 99.2 1 51.3 0 2.NANGKA 241.8 110 1.8 TABLE t X (i, j ,t) rataan kebutuhan naker komoditij lahan zona i bulan t dalam HOK JAN FEB MAR APR ME1 JUN JUL AGT SEP OKT NOP 80 70 34 70 35 70 1.BLUMKOL 80 70 80 70 34 45 57 35 35 78 48 38 50 36 1. CABE 18 0 30 14 30 14 I . ERUK 30 30 14 20 17 35 14 23 20 1.ALPOKAT 12.7 26 28 10 23 10 28 10 23 15 29 14 30 25 1.NANGKA 24 25 14 10 20 10.8 83 71 36 70 2.BLUMKOL 84 71 36 70 83 71 36 2. CABE 40 50 50 45 58 37 37 20 0 34 80 30 14 30 14 2. JERUK 30 14 30 14 20 15.8 35 10 23 10 28 10 2. ALPOKAT 12.5 26 28 23 20 23 25 14 30 15 29 2.NANGKA 24 25 14 iO 20 10.8
TIANG 0 17250 0 0 0 0 15000 0 0 0 ; DES 70 50 15 20 25 70 50 15 20 25 :
SCALAR F kebutuhan hidup minimal penduduk di pedesaan lokasi penelitian dalam rupiah per tahun /38227200000/; VARIABLES A (i,j) luas baku areal lahan zona i komoditi j dalarn hektar rataan land rent dalam rupiah per hektar per tahun ; R POSITIVE VARIABLE A ; EQUATIONS LANDRENT LUASLAHAN (i) NAKER (t) MODAL (i) FABUTHIDUP EROSI (i)
LANDRENT.. LUASLAHAN (i).. N-R (t).. MODAL (i).. KEBUTHIDUP.. EROSI (i)..
define objective function define constrain function define wnstra-hfunction define constrain function define constrain function define constrain function ;
-
R =E= SUM((i, j),(l/L(i ))*(Y(i, j)*P(ij SUM(Q, c (i, ic)*X(i, j, k)))*A(i, j)) ; SUM (i, A(i, j)) =L= L(i) ; S m ((i, ), t X (i, j, t)*A(i, j)) =L= W(t) ; SUM (6,k), c(j, k)*X(i, j, k)*A(i, j)) =L= M(i) ; SUM (i, 1500*Y(i,"BLUMKOLW)*A(i,"BLUMKOL")) =G= F ; ( I n (i))*SUM(j, e (i, j)*A (i, j)) =L= EE(i) ;
OPTION LPMINOS5;
MODEL AGROFOKESTRI /ALL/ ; SOLVE AGROFORESTRI USING LP MAXIMIZING R ; DISPLAY A.L, A. M ; COMPILATION TIME = 0.000 SECONDS 3.2 Mb WIN215-140 Nov 11,2004
Lampiran 30 Hasil optimasi penggunaan lahan berbasis Agroforestri skenario 2 11/22/00 03:33:39 Page 2 GAMS Rev 140 Intel N S Window General Algebraic Modeling System Equation Listing SOLVE USAHATANI Using LP From line 103
---
LANDRENT =E= define objective function
LANDRENT.. - 38270.9652347 102*A(1,BLUMKOL) - 23 129.564259922*A(1,CABE)
- 17410.172 1262367*A(l,JERUK)- 43301.3585504477*A(l ,ALPOUT)
---
LUASLAHAN =L= defme constrain function
LUAS LAHAN (I).. A (1 ,BLUMKOL) + A (1 ,CABE) + A (I ,JERUK) + A (I ,ALPOUT)
+ A(1,NANGKA) =L= 1235.14 ; (LHS
=
0)
LUASLAHAN (2).. A (2,BLUMKOL) + A (2,CABE) + A (2,JERUK) + A (2,ALPOKAT) + A(2, NANGKA) =L= 994.88 ; (LHS = 0)
-NAKER
=L= define constrain function
NAKER (JAN).. 80*A(1, BLUMKOL) + 38*A (1, CABE) + 30*A(l ,JERUK) + 12.7*A(l,ALPOKAT)
+ 24*A(I ,NANGKA) + 84*A(Z,BLUMKOL) + 40*A(2,CABE) + 30*A(2,JERUK) + 12.5*A(2,ALPOKAT) + 24*A(2,NANGKA) =L= 194122.5 ;(LHS= 0) NAKER (FEB)..
70*A(1,BLUMKOL) + 50*A(I,CABE) + 14*A(l,JERUK) + 26*A(I,ALPOKAT)
+ 25*A(l,NANGKA) + 71*A(2,BLUMKC)L) + 50*A(2,CABE) + 14*A(2,JERUK)
+ 26*A(Z,ALPOKAT) + 25*A(Z,NANGKA) =L= 194122.5 ;(LHS= 0) NAKER (Urn).. 35*A (1, BLUMKOL) + 78*A(l,CABE) + 30*A (1,JERUK) + 28*A(I,ALPOKAT)
+ 14*A(1,NANGKA) + 36*A(2,BLUMKOL) + 80*A(2,CABE) + 30*A(2,JERUK)
+ 28*A(2,AL,POKAT) + 14*A(2,NANGKA) =L= 194122.5 ;(LHS = 0) REMAINING 9 ENTRIES SKIPPED =-=MODAL =L= define wmimin function MODAL (I).. 35474500*A(l,BLUh4?SOL) + 20881750*A(I,CABE) + 8528000*A(l,JERUK)
Larnpiran 30 (lanjutan)
+ 8 182760*A(l,ALPOKAT) + 71 13500*A(l,NANGKA) =L= 15949128143.4 ;(LHS = 0) MODAL (2).. 34996500*A(2,BLUMKOL) + 20739000*A(2,CABE) -t; 8440950*A(2,JERUK)
---- KEBUT HIDUP =G= define constrain function KEBUTHIDUP.. 82744500'1; (1, BLUMKOL) + 72000000*A (2, BLUMKOL) =G= 38227200000 ; (LHS = 0, INFES = 38227200000 ***)
---- EROSI
=L= define constrain function 0.068656 1847239989*A(l,BLUMKOL) + 0.057 1595122820085*A(I,CABE)
EROSI (I)..
+ 0.02744628 13932024*A(1,NANGKA) =L= 43.9 ;(LHS = 0) 0.187258764876166*A(2,BLUMKOL)+ O.l49364747507237*A(2,CABE)
EROSI ( 2 )..
+ 0.090764715342553S*A(2,NANG~)=L= 95.5 ;(LHS = 0) 12/03/00 0:49:40 Page 3 GAMS Rev 140 Intel /MS Window General Algebraic Modeling System Column Listing SOLVE USAHATANI Using LP From line 103
---- A
luas baku areal lahan zona i komoditi j dalam hektar
A(l ,BLUMKOL) -38270.9652 1 80 70 35 70 80 70 34 70 80 70 34 70 3.5474500E+7 8.2744500E+7 0.0687
(.LO, .L,.UP = 0, 0, + INF) LANDRENT LUASLAtIAN (1) NAKER (JAN) NAKER (FEB) NAKER (MAR) NAKER (NR) NAKER (MEI) NAKER (m) NAKER (WL) NAKER (AGT) NAKER (SEP) NAKER (OKT) NAKER (NOPI NAKER @Es) MODAL (1) KEBUTHIDUP EROSI (1)
Lampiran 30 (lanjutan) A(1 ,CABE) -23 129.5643 1 38 50 78 48 45 57 35 35 18 36 50 2.088 1750E+7 0.0572 A (1 JERUK) -17410.1721 1 30 14 30 14 30 14 30 14 20 17 35 15 8528300 0.0464
(.LO, .L, .UP = 0,O, +JNF) LANDRENT LUAS LAHAN (1) NAKER (JAN) NAKER (FEW NAKER (MAR) NAKER (APR) NAKER NAKER (m) NAKER (mL) NAKER (AGT) NAKER (SEP) NAKER (NOPI NAKER (DES) MODAL (1) EROSI (1)
(.LO, .L, .UP = 0, 0, + INF) LANDRENT LUAS LAHAN (1) NAKER (JAN) NAKER (MAR) NAKER NAKER NAKER (ME11 NAKER (JuN) NAKER (m) N m R (AGT) NAKER (SEP) NAKER (OKT) NAKER flop) NAKER (DES) MODAL (1) EROSI (1)
I
REMAINING 7 ENTRIES SKIPPED
--
R ratam land rent dalam rupiah per hektar per tahun
R 1
(.LO, .L, .UP = =w, 0, +rNF) LANDRENT
11/22/00 03:33:39 Page 4 GAMS Rev 140 Intel /MSWindow General Algebraic Modeling System Model Statistics SOLVE USAHATANI Using LP From line 103
BLOCKS OF EQUATIONS 6 SINGLE EQUATIONS BLOCKS OF V A W L E S 2 SINGLE VARIABLES 161 NON ZERO ELEMENTS
20 11
Lampiran 30 (lanjutan) GENERATION TIME
=
0.063 SECONDS 4.0 Mb WIN2 15-140 NOV11,2004
EXECUTION TIME
=
0.063 SECONDS 4.0 Mb WIN2 15-140 Nov 11,2004
GAMS Rev 140 Intel M S Window 12/03/00 04:49:40 Page 5 General Algebraic Modeling System Solution Report SOLVE USAHATANI Using LP From line 103 SUMMARY
SOLVE
MODEL USAHATANI LP TYPE SOLVER MlhTOS5
** ** SOLVER STATUS **** MODEL STATUS * * * * OBJECTIVE VALUE
OBJECTIVE R DIRECTION MAXIMIZE FROM LINE 103 1 1
RESOURCE USAGE, LIMlT ITERATION COUNT, LIMIT
NORMAL COMPLETION OPTIMAL 7 1826156.0005 0.000 4
1000.000 10000
B. A. Murtagh, University of New South Wales and P. E. Gill, W. Murray, M. A. Saunders and M.I$. Wright Systems @ t h b t i o n Laboratory, Stanford University. Work space allocated
-
0.04 Mb
-
EXIT OPTIMAL SOLUTION FOUND LOWER
LEVEL
UPPER MARGINAL
-EQU LANDRENT .
1.OOO
LANDRENT define objectivz function
-EQU LUAS LAHAN define constrain function
--
EQU NAKER define constrain function LOWER
JAN FEB MAR
-1NF =INF -1NF
LEVEL
UPPER
53068.500 62956.987 48418.719
1.9412E+5 1.9412E+5 1.9412E+5
MARGINAL
. . .
Lampiran 30 (lanjutan) LOWER
UPPER
LEVEL
MARGINAL
APR ME1 JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES
---- EQU
MODAL define constrain function
LOWER
LEVEL
UPPER
LOWER
---- EQU KEBUTHIDUP 3.823E+10
MARGINAL
LEVEL
UPPER MARGINAL
3.823E+10
+INF
EPS
KEBUTHIDUP define constrain function
---- EQU EROSI LOWER
define constrain function
LEVEL
UPPER
MARGINAL
VAR A luas baku areal lahan zona i komoditi j dalain hektar
; ; -
LOWER I. BLUMKDL 1. CABE 1. JERUK I. ALPOKAT
LEVEL
UPPER
343.627
+ INF + INF
459.397
1. NANGKA
2. CABE 2. JERUK 2. ALPOKAT 2. NANGKA
665.417 LOWER
---- VAR R
+ INF +INF +
136.027
2. BLUMKGL
-1NF
LEVEL
INF
+ INF +INF +rNF + INF + INF
UPPER MARGINAL
7.1826E-+7 +INF
.
R rataan land rent dalam rupiah per hektar per tahun
**** REPORT SUMMARY :
0 0 0
MARGINAL
NONOPT MFEASIBLE UNBOUNDED
Larnpiran 30 (lanjutan) GAMS Rev 140 Intel /MS Window 11/22/00 03:33:39 Page 6 General Algebraic Modeling System Execution
----
105 VARIABLE A.L luas baku areal lahan zona i komoditi j dalarn hektar BLUMKOL
----
ALPOKAT
105 VAFJABLE A.M luas baku areal lahan zona i komoditi j dalam hektar CABE
JERUK
EXECUTION TIME
=
NANGKA
0.000 SECONDS 2.9 Mb WIN2 15-140 Nov 11,2004
USER: GAMS Development Corporation, Washington, DC G871201/0000CA-ANY Free Demo, 202-342-0180, [email protected], www.gams.com DC9999
**** FILE SUMMARY Input C:\Documents and Settings\user\My ~ o c u m e ; l f s \1.5\~ntitled-2.gms ~~~~2 Output C:\Documents and Settings\user\My Documents\GAMS21.5\Untitled-2.lst
Lampiran 30 (lanjutan) GAMS Rev 140 Intel /MS Window 11/22/00 03:33:39 Page 6 General Algebraic Modeling System Execution
----
105 VARIABLE A.L luas baku areal Iahan zona i komoditi j dalarn hektar BLUMKOL
ALPOKAT
---- 105 VAPJABLE A.M luas baku areal lahan zona i komoditi j dalam hektar CABE
JERUK
EXECUTION TIME
=
NANGKA
0.000 SECONDS 2.9 Mb WIN2 15-140 Nov 11,2004
USER: GAMS Development Corporation, Washington, DC G871201/0000CA-ANY Free Demo, 202-342-0 180, [email protected], www.gams.com DC9999
*** * FILE SUMMARY Input C:\Documents and Settings\userUly ~ o c u m e ; l f s \1.5\~ntitled-2.~ms ~~~~2 Outpct C:\Documents and Settings\user\My Documents\GAMS21.5\Untitled-2.lst