PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI – JULI 2014
A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Juli 2014, neraca perdagangan Thailand dengan Dunia defisit sebesar US$ 0,87 miliar, atau turun sebesar 95,47% dibanding defisit pada periode yang sama tahun 2013, sebesar US$ 19,21 miliar. Total perdagangan Thailand periode ini tercatat US$ 264,07 miliar, turun sebesar 6,86% dibanding periode yang sama tahun 2013. Total perdagangan tersebut terdiri dari ekspor sebesar US$ 131,60 miliar, turun 0,42% dibanding periode yang sama tahun 2013, dan impor sebesar US$ 132,47 miliar, juga turun 12,49% dibanding periode yang sama tahun 2013. Peningkatan impor didukung impor produk elektronik dan juga impor emas dan perhiasan serta suku-cadang & aksesoris kendaraan yang cukup signifikan pada periode ini. 2. Sepuluh negara tujuan ekspor utama Thailand yang merupakan 60,41% dari total ekspor Thailand periode Januari-Juli 2014 ke Dunia adalah : RR China, Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, Hongkong, Indonesia, Singapura, Australia, Vietnam, dan India. Ekspor ke kawasan Uni Eropa (27 Negara) mencapai US$ 13,74 miliar, atau 10,44% dari total ekspor Thailand pada periode Januari-Juli 2014, dan mencatat pertumbuhan sebesar 7,37% dibandingkan periode yang sama tahun 2013. Sementara, ekspor ke kawasan ASEAN (9 Negara) pada periode Januari-Juli 2014 sebesar US$ 33,77 miliar atau 25,66% dari total ekspor Thailand dan turun sebesar 2,91% dibanding periode yang sama tahun 2013. Indonesia merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke-6 bagi Thailand dan pangsa pasarnya 4,35% pada periode ini. 3. Adapun produk ekspor Utama Thailand pada periode Januari-Juli 2014 antara lain adalah : Elektronik & produk2nya sebesar US$ 14,40 miliar atau 10,94% dari total ekspor Thailand; Otomotif & suku-cadangnya sebesar US$ 14,31 miliar atau 10,88% ; Kimia & Produk2nya sebesar US$ 10,78 miliar atau 8,20%; Karet & Produk2nya sebesar US$ 8,45 miliar atau 6,42%; Produk Olahan Minyak sebesar US$ 6,20 miliar atau 4,71%; Batu Berharga dan Perhiasan sebesar US$ 6,16 miliar atau 4,68% , dan juga Mesin dan komponen2nya sebesar US$ 4,24 miliar atau 3,22% dari total ekspor Thailand ke Dunia pada periode Januari-Juli 2014 ini. 4. Sepuluh negara asal impor Thailand pada periode Januari-Juli 2014 antara lain Jepang, RR China, Jepang, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Malaysia, Korea Selatan, Saudi
Arabia, Singapura, Indonesia dan Taiwan. Impor dari sepuluh negara asal terbesar mencatat 66,84% dari total impor Thailand pada periode Januari-Juli 2014. 5. Produk impor utama Thailand dengan nilai terbesar periode Januari-Juli 2014 antara lain adalah :
Electronic
Integrated
Circuits
&
Microassemblies
(HS
8542)
sebesar
US$ 5.401,73 juta, turun 0,51% dibanding periode yang sama tahun 2013;
Gold (incl Gold Plated With Platinum) Unwr (HS 7108) sebesar US$ 3.157,97 juta (-70,92%);
Parts & Acces Of The Motor Vehicles Of Headings No. 87.01 to 87.05 (HS 8708) sebesar US$ 3.117,02 juta (-38,66%);
Electrical Apparatus For Line Telephony Or Line Telegraphy (HS 8517) sebesar US$ 2.931,94 juta (+13,05%); dan
Automatic Data Processing Machines and Units Thereof (HS 8471) sebesar US$ 2.003,52 juta (-16,48%).
B. Perkembangan perdagangan bilateral Indonesia dengan Thailand 1. Total perdagangan
Indonesia dengan Thailand periode Januari-Juli 2014 tercatat
US$ 10.135,23 juta, turun 16,49% dibanding periode yang sama tahun 2013, yang nilainya mencapai US$ 12.136,72 juta. Total perdagangan tersebut, terdiri dari ekspor Indonesia ke Thailand sebesar US$ 4.414,42 juta, turun 14,11 % dibanding periode yang sama tahun 2013 yang mencapai US$ 5.139,38 juta, dan impor Indonesia dari Thailand sebesar US$ 5.720,80 juta, turun 18,24% dibanding periode yang sama tahun 2013, yang tercatat sebesar US$ 6.997,33 juta. Neraca perdagangan Indonesia dengan Thailand defisit bagi Indonesia sebesar US$ 1.306,38 juta, turun sebesar 29,69% dibanding periode yang sama tahun 2013, yang tercatat sebesar US$ 1.857,95 juta. 2. Selama periode Januari-Juli 2014, Indonesia menjadi negara ke-9 terbesar asal impor Thailand dengan pangsa sebesar 3,33%, menunjukkan penurunan dari pangsa impor : 3,40% (Jan-Jul 2013). 3. Komposisi impor utama Thailand dari Indonesia pada periode Januari-Juli 2014 antara lain:
Fuel Lubricans, dengan total nilai impor US$ 1,5 miliar, turun 10,15% dibanding periode yang sama tahun 2013, pangsanya terhadap total impor Thailand dari Indonesia adalah sebesar 34,03%;
Barang mentah dan setengah jadi, dengan total nilai impor US$ 1,29 miliar, dengan pangsa sebesar 29,19%, dan turun 11,67%;
Barang modal, sebesar US$ 697,52 juta, dengan pangsa 15,8%, dan turun 19,46%;
Kendaran dan Alat Transportasi, sebesar US$ 534,2 jutar, dengan pangsa 12,1%, dan turun sebesar 21,97% dibanding periode yang sama tahun 2013;
Barang konsumsi, sebesar US$ 391,89 juta, dengan pangsa 8,88%, dan turun 14,43%.
Sedangkan, ekspor Thailand ke Indonesia berdasarkan kelompok dapat dibagi sebagai berikut :
Produk manufaktur, dengan total nilai ekspor US$ 4,8 miliar, turun 17,84% dibanding periode yang sama tahun 2013, pangsanya terhadap total ekspor Thailand ke Indonesia sebesar 83,92%;
Produk agro-industri, sebesar US$ 565,23 juta, dengan pangsa sebesar 9,88%, juga mengalami penurunan sebesar 20,76%;
Produk pertanian, sebesar US$ 207,26 juta, dengan pangsa sebesar 3,62%, dan naik sebesar 1,95%;
Produk pertambangan dan bahan bakar, sebesar US$ 147,54 juta, dengan pangsa sebesar 2,58%, dan turun 37,88% .
C. Informasi lainnya 1. Kinerja Ekonomi Thailand kuartal kedua tahun 2014 Perekonomian Thailand pada kuartal kedua tahun 2014 tumbuh sebesar 0,4% (y o y), membaik dari kontraksi 0,5% pada kuartal sebelumnya. Ekspansi pengeluaran, didukung oleh pengeluaran pemerintah, pengeluaran konsumsi swasta, dan ekspor. Tetapi investasi swasta mencatat kontraksi. Di sisi produksi, sektor pertanian diperluas. Sedangkan, sektor manufaktur dan konstruksi mengalami kontraksi pada tingkat lebih lambat. Setelah penyesuaian musiman, ekonomi Thailand diperluas dari kuartal pertama sebesar 0,9% (Q o Q SA). Pada semester pertama 2014, perekonomian Thailand mencatat kontraksi 0,1% . Inflasi Thailand bulan Juli 2014, naik 2,16% (y o y), didorong inflasi pada kategori makanan & minuman non-alkohol (+4,2%). Inflasi rata-rata selama Januari-Juli 2014, naik 2,23% (y o y).
Pada tahun 2014 ekonomi Thailand diperkirakan tumbuh 1,5-2,0%. Sektor ekspor diperkirakan tumbuh sebesar 2,0% dan konsumsi swasta akan tumbuh sebesar 0,8%. Sementara, total investasi diperkirakan menurun sebesar 2,0% . Inflasi diperkirakan berada di kisaran 1,9-2,4%. Sementara, transaksi berjalan akan mencatat surplus 2,6% dari PDB. 2. Eksportir Thailand bersiap menghadapi berakhirnya Hak GSP. Perusahaan Thailand di berbagai industri berjuang menyesuaikan model bisnisnya dan rencana investasi menghadapi berakhirnya hak istimewa Generalised System of Preferences (GSP) dari Uni Eropa tahun 2015. Sementara instansi terkait lainnya, menyelenggarakan seminar dan proyek yang mendidik perusahaan agar mandiri, serta menjaga kontak dengan UE untuk mencari program pendukung lainnya bagi eksportir Thailand setelah berakhirnya GSP. Langkah-langkah ini mencakup relokasi pabrik ke negara-negara yang masih menikmati hak istimewa atau yang memiliki perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan Uni Eropa, menurunkan biaya produksi, dan mengeksplorasi beberapa bahan baku dari negara lain. Industri yang pindah ke negara-negara lain terutama pakaian, barang-barang konsumen, produk pertanian dan makanan olahan. 15 perusahaan pakaian terbesar di Thailand telah memperluas ke negara-negara lain untuk terus memperoleh manfaat dari GSP dan menekan biaya produksi. Negara-negara yang ditargetkan untuk investasi Thailand adalah Least Developed Countries (LDCs), termasuk Kamboja, Laos, Myanmar dan Bangladesh. Vietnam juga ditargetkan karena negosiasi FTA dengan Uni Eropa, sementara UE telah menghentikan pembicaraan FTA dengan Thailand sejak berkuasanya militer. GSP merupakan alasan utama perusahaan Thailand memindahkan pabrik ke luar negeri, dan biaya tenaga kerja yang lebih rendah di negara-negara tersebut. Namun, upah rendah bukan menjadi insentif teratas dalam berinvestasi di luar negeri karena negara-negara lain juga meningkatkan pendapatan pekerja. Uni Eropa merupakan pasar ekspor terbesar keempat untuk Thailand, setelah ASEAN, China dan Amerika Serikat. Setelah berakhirnya GSP, ekspor pakaian dari Thailand ke Uni Eropa dikenakan tarif tambahan sebesar 2,4% tahun 2015. Sedangkan, ekspor makanan Thailand, menurut produsen makanan Thailand hanya sedikit kebutuhan untuk memperluas luar negeri karena konsumen asing memiliki keyakinan tinggi dalam standar makanan Thailand, dari segi kualitas dan sanitasi. Tapi untuk mengimbangi beberapa kerugian dari
pembatalan GSP, produsen makanan akan mengimpor beberapa bahan baku dari negara-negara tetangga, sekaligus menjaga produksi akhir di Thailand. Studi TMB Bank menemukan beberapa produk Thailand menjadi kurang kompetitif setelah akhir GSP karena sangat bergantung pada pasar Uni Eropa, termasuk peralatan listrik dan barang elektronik, pakaian, ornamen, daging ayam olahan, udang beku, dan mesin industri dan bagian2nya. 3. Thailand bertujuan menjadi Hub untuk Produk Organik Thailand direncanakan menjadi pusat untuk produk dan layanan organik di ASEAN pada tahun 2020. Untuk itu, diusulkan kepada Dewan Nasional untuk Ketentraman dan Ketertiban, untuk menyediakan fasilitas perpanjangan pajak yang mendukung ekspansi industri organik. Ada lima strategi untuk mendukung pertumbuhan industri organik mulai sekarang sampai 2020, diantaranya: a.
Hak istimewa pajak bagi pedagang dan petani organik;
b.
Pertimbangan dana untuk mendukung petani organik;
c.
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran konsumen akan produk organik;
d.
Memberikan informasi yang jelas tentang perdagangan produk organik baik di dalam maupun di luar negeri; dan
e.
Mencari pasar baru dan peluang distribusi untuk produk dan layanan organik Thailand.
Produksi organik harus mendapat hak istimewa, sehingga petani dan pedagang mau pindah ke bisnis organik. Saat ini budidaya organik dan perdagangan menghadapi biaya tinggi. Selanjutnya, pedagang harus proaktif meningkatkan kesadaran konsumen terhadap makanan organik dan barang lainnya. Namun, konsumen dunia saat ini lebih sadar manfaat makanan, produk dan jasa yang bebas kimia, sehingga masa depan industri organik semakin cerah. Makanan organik hanya bagian industri ini. Selain itu, ada produk non-makanan, dan layanan seperti hotel, spa dan restoran. Menurut kementerian, ekspor produk organik sekitar 3 miliar baht per tahun, dimana pertumbuhan ekspor tahunan di sektor ini, ditargetkan minimal 10% .
Sumber : Laporan Atdag Bangkok, Thailand, Juli 2014