PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI – DESEMBER 2014
A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Desember 2014, neraca perdagangan Thailand dengan Dunia defisit sebesar US$ 0,38 miliar, atau turun sebesar 98,26% dibanding defisit pada periode yang sama tahun 2013, sebesar US$ 21,90 miliar. Total perdagangan Thailand periode ini tercatat US$ 455,53 miliar, turun sebesar 4,88% dibanding periode yang sama tahun 2013. Total perdagangan tersebut terdiri dari ekspor sebesar US$ 227,57 miliar, turun 0,41% dibanding periode yang sama tahun 2013, dan impor sebesar US$ 227,95 miliar, juga turun 8,97% dibanding periode yang sama tahun 2013. Peningkatan impor didukung impor produk elektronik dan juga impor emas dan perhiasan serta suku-cadang & aksesoris kendaraan yang cukup signifikan pada periode ini. 2. Sepuluh negara tujuan ekspor utama Thailand yang merupakan 61,16% dari total ekspor Thailand periode Januari-Desember 2014 ke Dunia adalah : RR China, Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, Hongkong, Singapura, Indonesia, Australia, Vietnam, dan Pilipina. Ekspor ke kawasan Uni Eropa (27 Negara) mencapai US$ 23,34 miliar, atau 10,26% dari total ekspor Thailand pada periode JanuariDesember 2014, dan mencatat pertumbuhan sebesar 4,22% dibandingkan periode yang sama tahun 2013. Sementara, ekspor ke kawasan ASEAN (9 Negara) pada periode Januari-Desember 2014 sebesar US$ 59,43 miliar atau 26,11% dari total ekspor Thailand dan naik sebesar 0,2% dibanding periode yang sama tahun 2013. Indonesia merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke-7 bagi Thailand dan pangsa pasarnya 4,18% pada periode ini. 3. Adapun produk ekspor Utama Thailand pada periode Januari-Desember 2014 antara lain adalah : Elektronik & produk2nya sebesar US$ 25,81 miliar atau 11,35% dari total ekspor Thailand; Otomotif & suku-cadangnya sebesar US$ 24,55 miliar atau 10,79% ; Kimia & Produk2nya sebesar US$ 18,30 miliar atau 8,04%; Karet & Produk2nya sebesar US$ 14,02 miliar atau 6,17%; Produk Olahan Minyak sebesar US$ 11,31 miliar atau 4,97%; Batu Berharga dan Perhiasan sebesar US$ 10,08 miliar
atau 4,43% , dan juga Mesin dan komponen2nya sebesar US$ 7,20 miliar atau 3,17% dari total ekspor Thailand ke Dunia pada periode Januari-Desember 2014 ini. 4. Sepuluh negara asal impor Thailand pada periode Januari-Desember 2014 antara lain RR China, Jepang, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Malaysia, Korea Selatan, Saudi Arabia, Singapura, Taiwan dan Indonesia. Impor dari sepuluh negara asal terbesar mencatat 67,26% dari total impor Thailand pada periode Januari-Desember 2014. 5. Produk impor utama Thailand dengan nilai terbesar periode Januari-Desember 2014 antara lain adalah :
Electronic
Integrated
Circuits
&
Microassemblies
(HS
8542)
sebesar
US$ 9.680,80 juta, naik 5,16% dibanding periode yang sama tahun 2013;
Gold (incl Gold Plated With Platinum) Unwr (HS 7108) sebesar US$ 6.612,47 juta (-55,53%);
Electrical Apparatus For Line Telephony Or Line Telegraphy (HS 8517) sebesar US$ 5.454,33 juta (+13,78%);
Parts & Acces Of The Motor Vehicles Of Headings No. 87.01 to 87.05 (HS 8708) sebesar US$ 5.314,06 juta (-32,54%); dan
Automatic Data Processing Machines and Units Thereof (HS 8471) sebesar US$ 3.560,70 juta (-8,42%).
B. Perkembangan perdagangan bilateral Indonesia dengan Thailand 1. Total perdagangan Indonesia dengan Thailand periode Januari-Desember 2014 tercatat US$ 16,79 miliar, turun 11,47% dibanding periode yang sama tahun 2013, yang nilainya mencapai US$ 18,96 miliar. Total perdagangan tersebut, terdiri dari ekspor Indonesia ke Thailand sebesar US$ 7,28 miliar, turun 10,05 % dibanding periode yang sama tahun 2013 yang mencapai US$ 8,09 miliar, dan impor Indonesia dari Thailand sebesar US$ 9,51 miliar, turun 12,53% dibanding periode yang sama tahun 2013, yang tercatat sebesar US$ 10,87 miliar. Neraca perdagangan Indonesia dengan Thailand defisit bagi Indonesia sebesar US$ 2,23 miliar, turun sebesar 19,75% dibanding periode yang sama tahun 2013, yang tercatat sebesar US$ 2,78 miliar. 2. Selama periode Januari-Desember 2014, Indonesia menjadi negara ke-10 terbesar asal impor Thailand dengan pangsa sebesar 3,19%, menunjukkan penurunan dari pangsa impor : 3,23% (Jan-Des 2013).
3. Komposisi impor utama Thailand dari Indonesia pada periode Januari-Desember 2014 antara lain:
Fuel Lubricans, dengan total nilai impor US$ 2,48 miliar, turun 10,82% dibanding periode yang sama tahun 2013, pangsanya terhadap total impor Thailand dari Indonesia adalah sebesar 34,14%;
Barang mentah dan setengah jadi, dengan total nilai impor US$ 2,17 miliar, dengan pangsa sebesar 29,75%, dan turun 3,09%;
Barang modal, sebesar US$ 1,09 miliar, dengan pangsa 14,95%, dan turun 14,02%;
Kendaran dan Alat Transportasi, sebesar US$ 853,11 jutar, dengan pangsa 11,72%, dan turun sebesar 19,62% dibanding periode yang sama tahun 2013;
Barang konsumsi, sebesar US$ 687,0 juta, dengan pangsa 9,44%, dan turun 7,65%.
Sedangkan, ekspor Thailand ke Indonesia berdasarkan kelompok dapat dibagi sebagai berikut :
Produk manufaktur, dengan total nilai ekspor US$ 8,0 miliar, turun 14,27% dibanding periode yang sama tahun 2013, pangsanya terhadap total ekspor Thailand ke Indonesia sebesar 84,16%;
Produk agro-industri, sebesar US$ 771,29 juta, dengan pangsa sebesar 8,11%, juga mengalami penurunan sebesar 10,07%;
Produk pertanian, sebesar US$ 491,79 juta, dengan pangsa sebesar 5,17%, dan naik sebesar 45,58%;
Produk pertambangan dan bahan bakar, sebesar US$ 243,47 juta, dengan pangsa sebesar 2,56%, dan turun 28,55% .
C. Informasi lainnya 1. Bank of Thailand memangkas perkiraan pertumbuhan untuk 2014 dan 2015 Bank of Thailand telah memangkas pertumbuhan ekonomi Thailand untuk 2014 menjadi 0,8% dari pertumbuhan 1% sebelumnya yang diperkirakan oleh pemerintah dan memproyeksikan PDB untuk tahun 2015 kemungkinan menjadi 4%, bukan 4,8% .
Penyesuaian ke bawah untuk PDB tahun 2014 dan perkiraan pertumbuhan tahun 2015, disebabkan melambatnya pemulihan ekonomi serta pertumbuhan ekspor yang lebih rendah, akibat ekspansi ekonomi yang lebih rendah terutama di Eropa dan Jepang. Ekonomi Thailand diperkirakan akan pulih, namun lebih lambat dari perkiraan sebelumnya. Dampak dari lemahnya permintaan domestik maupun ekspor. Di sisi domestik, konsumsi diperkirakan secara bertahap pulih didukung peningkatan pendapatan non-pertanian dan pekerjaan, serta harga minyak yang lebih rendah. Namun, konsumsi barang tahan lama, terutama pembelian mobil, masih terhambat oleh utang rumah tangga yang tinggi, dan pendapatan petani yang rendah. Selain itu, pengeluaran pemerintah, terutama pada proyek-proyek investasi, kemungkinan lebih rendah daripada yang diantisipasi sebelumnya. Konsumsi maupun pengeluaran sektor swasta tumbuh pada tingkat yang lebih rendah, karena rendahnya pendapatan dari sektor pertanian serta adanya peningkatan utang rumah tangga. Inflasi pada 2015, diperkirakan menjadi 1,2% dibandingkan inflasi 1,6% tahun 2014. Sedangkan, ekspor tahun 2015 diperkirakan tumbuh hanya 1,0%, bukan 4% seperti proyeksi sebelumnya. Inflasi menurun jauh terutama karena penurunan harga minyak dunia secara substansial dan tetap rendah selama periode perkiraan dimana pasokan non-OPEC meningkat, terutama produksi minyak AS, Sementara, produksi OPEC stabil dalam mempertahankan pangsa pasar. Sedangkan, permintaan minyak dunia melemah akibat pemulihan ekonomi global yang lambat. 2. Thailand memangkas kuota impor baja dari Jepang Thailand memangkas kuota impor baja dibawah Perjanjian Kemitraan Ekonomi Jepang-Thailand atau JTEPA, menjadi 530,000 ton tahun 2015. Udom Wongwiwatchai, Direktur Jenderal Kantor Ekonomi Industri, mengatakan bahwa keputusan itu dicapai dalam pertemuan mengenai impor besi dan baja Thailand, yang diselenggarakan Kementerian Perdagangan. Impor Thailand untuk lembaran baja dari Jepang dikurangi menjadi 530.000 ton pada tahun 2015, turun lebih dari 10 juta ton dari tahun 2011. Keputusan ini, diikuti perkiraan penurunan konsumsi besi dan baja sektor industri di Thailand. Industri otomotif Thailand hanya memproduksi 2 juta mobil tahun 2014, lebih rendah dari target 2,7 juta unit. Sedangkan, tahun 2015 diperkirakan hanya menghasilkan 2,2 juta mobil.
Kuota impor akan direvisi lagi pada Juni 2015, untuk mensinkronkan kuota dengan permintaan sebenarnya. Untuk tahun 2015, permintaan besi dan baja Thailand diproyeksikan mencapai 17,41 juta ton. Sekitar 6 juta ton besi dan baja, akan diproduksi di dalam negeri. Sementara, sisanya akan diimpor. 3. Produk baja RI bebas dari pengenaan safeguard di Thailand Pemerintah Thailand membebaskan produk baja Indonesia dari pengenaan kebijakan bea safeguard, setelah Indonesia berhasil mempertahankan sanggahannya. Penetapan untuk mengecualikan Indonesia dari pengenaan safeguard measures ini, menjadi kesempatan yang baik bagi eksportir produsen agar memanfaatkan pangsa pasar ekspornya di Thailand juga dalam rangka mendukung pencapaian target peningkatan ekspor 300% sekaligus meningkatkan kinerja ekspor Indonesia. Dalam dokumen Definitive Safeguard Measure Against Increased Imports of Non Alloy Hot Rolled Steel Flat Products in Coils and Not in Coils B.E. 2557 (2014), Department of Foreign Trade (DFT) Thailand menerapkan bea safeguard atas impor produk tersebut dalam bentuk tarif ad valorem sebesar 21,92% pada tahun pertama, 21,52% pada tahun kedua, serta 21,13% pada tahun ketiga. Namun, DFT Thailand juga menyatakan definitive safeguard measure tidak diterapkan pada produk ekspor negara berkembang, selama ekspor produk itu tidak melebihi 3%. Indonesia dinilai telah memenuhi persyaratan sebagai salah satu negara berkembang yang pangsa impornya kurang dari 3%, sehingga dikecualikan dari pengenaan safeguard measure. Keberhasilan ini, merupakan pencapaian kerja sama antara pemerintah, asosiasi, dan produsen baja selama tahun 2014 dengan aktif menyampaikan tanggapannya kepada DFT Thailand, agar Indonesia dikecualikan dari penyelidikan ini. Penyelidikan safeguard untuk non alloy hot rolled steel flat products in coils and not in coils, dimulai sejak 29 Januari 2014. Pada 24 November 2014, DFT Thailand secara resmi menyampaikan hasil disclosure of essential facts yang menyimpulkan bahwa adanya serious injury pada industri domestik Thailand, akibat adanya kenaikan impor baja non alloy hot rolled steel flat products in coils and not in coils.
Sumber : Laporan Atdag Bangkok, Thailand, Desember 2014