PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND BULAN : JANUARI 2015
A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama bulan Januari 2015, neraca perdagangan Thailand dengan Dunia defisit sebesar US$ 0,46 miliar, atau turun sebesar 82,03% dibanding defisit bulan Januari 2014, sebesar US$ 2,56 miliar. Total perdagangan Thailand bulan Januari 2015 tercatat US$ 34,95 miliar, turun sebesar 8,72% dibanding bulan Januari 2014. Total perdagangan tersebut terdiri dari ekspor sebesar US$ 17,25 miliar, turun 3,46% dibanding Januari 2014, dan impor sebesar US$ 17,71 miliar, juga turun 13,33% dibanding bulan Januari 2014. Peningkatan impor didukung impor produk-produk elektronik dan juga impor kendaraan udara serta suku-cadang & aksesoris kendaraan yang cukup signifikan pada bulan ini. 2. Sepuluh negara tujuan ekspor utama Thailand yang merupakan 60,28% dari total ekspor Thailand bulan Januari 2015 ke Dunia adalah : Amerika Serikat, RR China, Jepang, Hongkong, Malaysia, Singapura, Australia, Indonesia, Vietnam, dan Pilipina. Ekspor ke kawasan Uni Eropa (27 Negara) mencapai US$ 1,8 miliar, atau 10,44% dari total ekspor Thailand pada bulan Januari 2015, dan mencatat penurunan sebesar 5,66% dibandingkan bulan Januari 2014. Sementara, ekspor ke kawasan ASEAN (9 Negara) bulan Januari 2015 sebesar US$ 4,47 miliar atau 25,93% dari total ekspor Thailand dan turun sebesar 0,7% dibanding bulan Januari 2014. Indonesia merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke-8 bagi Thailand dan pangsa pasarnya 3,84% pada bulan ini. 3. Adapun produk ekspor Utama Thailand pada bulan Januari 2015 antara lain adalah : Elektronik & produk2nya sebesar US$ 2.164,66 juta atau 12,57% dari total ekspor Thailand; Otomotif & suku-cadangnya sebesar US$ 1.860,00 juta atau 10,77% ; Kimia & Produk2nya sebesar US$ 1.254,72 juta atau 7,27%; Batu Berharga dan Perhiasan sebesar US$ 971,74 juta atau 5,63%; Produk Olahan Minyak sebesar US$ 656,19 juta atau 3,8%; Karet & Produk2nya sebesar US$ 550,58 juta atau 3,19% ; Mesin dan komponen2nya sebesar US$ 517,96 juta atau 3,00%, dan juga Besi dan Baja serta produk2nya sebesar US$ 440,14 juta atau 2,55% dari total ekspor Thailand ke Dunia pada bulan Januari 2015 ini.
4. Sepuluh negara asal impor Thailand pada bulan Januari 2015 antara lain RR China, Jepang, Amerika Serikat, Malaysia, Uni Emirat Arab, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Indonesia dan Saudi Arabia. Impor dari sepuluh negara asal terbesar mencatat 69,37% dari total impor Thailand pada bulan Januari 2015. 5. Produk impor utama Thailand dengan nilai terbesar bulan Januari 2015 antara lain adalah :
Electronic
Integrated
Circuits
&
Microassemblies
(HS
8542)
sebesar
US$ 899,13 juta, naik 12,67% dibanding bulan yang sama tahun 2014;
Electrical Apparatus For Line Telephony Or Line Telegraphy (HS 8517) sebesar US$ 546,70 juta (+17,48%);
Other aircraft (for example, helicopters, aeroplanes); spacecraft (HS 8802) sebesar US$ 541,88 juta (+305,31%);
Parts & Acces Of The Motor Vehicles Of Headings No. 87.01 to 87.05 (HS 8708) sebesar US$ 443,29 juta (-13,49%); dan
Automatic Data Processing Machines and Units Thereof (HS 8471) sebesar US$ 331,45 juta (+11,46%).
B. Perkembangan perdagangan bilateral Indonesia dengan Thailand 1. Total
perdagangan
Indonesia
dengan
Thailand bulan Januari
2015 tercatat
US$ 1.182,94 juta, turun 11,36% dibanding bulan Januari 2014, yang nilainya mencapai US$ 1.334,55 juta. Total perdagangan tersebut, terdiri dari ekspor Indonesia ke Thailand sebesar US$ 520,67 juta, turun 11,53 % dibanding bulan Januari 2014 yang mencapai US$ 588,49 juta,
dan impor Indonesia dari Thailand sebesar
US$ 662,28 juta, turun 11,23% dibanding bulan Januari 2014, yang tercatat sebesar US$ 746,06 juta. Neraca
perdagangan Indonesia dengan Thailand defisit bagi
Indonesia sebesar US$ 141,61 juta, turun sebesar 10,12% dibanding bulan Januari 2014, yang tercatat sebesar US$ 157,57 juta. 2. Selama bulan Januari 2015, Indonesia menjadi negara ke-9 terbesar asal impor Thailand dengan pangsa sebesar 2,94%, menunjukkan peningkatan dari pangsa impor : 2,88% (Januari 2014). 3. Komposisi impor utama Thailand dari Indonesia pada bulan Januari 2015 antara lain:
Barang mentah dan setengah jadi, dengan total nilai impor US$ 159,46 juta, turun 6,38% dibanding bulan Januari 2014, pangsanya terhadap total impor Thailand dari Indonesia adalah sebesar 30,63%;
Fuel Lubricans, dengan total nilai impor US$ 148,96 juta, dengan pangsa sebesar 28,61%, dan turun 14,58%;
Barang modal, sebesar US$ 93,65 juta, dengan pangsa 17,99%, dan naik 9,86%;
Kendaran dan Alat Transportasi, sebesar US$ 62,86 juta, dengan pangsa 12,07%, dan turun sebesar 42,97% dibanding bulan Januari 2014;
Barang konsumsi, sebesar US$ 55,72 juta, dengan pangsa 10,7%, dan naik 15,36%.
Sedangkan, ekspor Thailand ke Indonesia berdasarkan kelompok dapat dibagi sebagai berikut :
Produk manufaktur, dengan total nilai ekspor US$ 581,47 juta, turun 9,92% dibanding bulan Januari 2014, pangsanya terhadap total ekspor Thailand ke Indonesia sebesar 87,80%;
Produk pertanian, sebesar US$ 35,99 juta, dengan pangsa sebesar 5,43%, namun meningkat sebesar 68,61%;
Produk agro-industri, sebesar US$ 31,66 juta, dengan pangsa sebesar 4,78%, dan turun sebesar 51,24%;
Produk pertambangan dan bahan bakar, sebesar US$ 13,16 juta, dengan pangsa sebesar 1,99%, dan turun 7,94% .
C. Informasi lainnya 1. Mobil ramah lingkungan (Eco-cars) ditargetkan dapat mendorong produksi Prediksi Siam Comercial Bank, produksi mobil di Thailand diperkirakan mencapai 3,8 juta unit per tahun pada tahun 2019, dari 2,8 juta unit saat ini, didorong oleh output dari 10 proyek eco-car tahap kedua. Sembilan dari 10 proyek telah mendapatkan persetujuan hak istimewa oleh BoI sejak tahun 2014, dan produsen mobil sisanya akan disetujui karena memiliki banyak teknologi otomotif yang memungkinkan untuk menjalankan bisnis di Thailand. Pengumuman BoI pada 31 Maret 2014 mencatat ada 10 pembuat mobil yang memasukkan aplikasi skema eco-car tahap kedua, dengan investasi 139 miliar baht
untuk memproduksi 1,58 juta eco-car. Investasi tersebut, 100 miliar baht lebih tinggi dari investasi tahap pertama yang dimulai tahun 2007. Nissan, Honda, Mitsubishi, Suzuki dan Toyota, pembuat eco-car tahap pertama, telah mengalokasikan 86,8 miliar baht untuk memproduksi 753,000 eco-car pada tahap kedua. Sementara, kelima pendatang baru menginvestasikan 52 miliar baht untuk membuat 828,000 kendaraan. Mereka adalah Mazda, Ford, General Motors, SAIC Motor-CP dan Volkswagen. Aplikasi Volkswagen masih tertunda pertimbangan BoI. Pembuat mobil yang telah disetujui, diwajibkan menggelar eco-car baru mereka pada tahun 2019. Prospek yang kurang cerah untuk industri otomotif di Thailand, menyebabkan produsen mobil menunda sementara proyek eco-mobil mereka. Produksi mobil Thailand diproyeksikan hanya 1,9 juta unit pada tahun 2014, dimana penjualan domestik anjlok 36% menjadi 850.000 unit. Sementara, ekspor naik hanya 0,89% menjadi 1,13 juta unit. Siam Commercial Bank meramalkan prospek industri pada tahun 2015, untuk pasar domestik dan ekspor tetap tidak berubah, karena ekonomi global masih belum pulih. 2. Bea anti-dumping untuk impor Baja tetap dikenakan Pemerintah Thailand mempertahankan bea anti-dumping yang dikenakan pada impor baja, sebagai langkah untuk melindungi produsen dalam negeri akibat membanjirnya impor baja murah. Menteri Perdagangan Chatchai Sarikulya mengatakan sdalam pertemuan dengan 24 perwakilan dari produsen, importir, pengguna dan lembaga negara bahwa beberapa pembuat baja Thailand tetap merugi karena tingginya biaya produksi dan persaingan yang tidak adil dari impor baja murah. Saat ini, penggunaan kapasitas produksi dalam negeri hanya 30% dimana tidak layak untuk investasi. Namun, Menteri perdagangan mengatakan bahwa Thailand masih harus mengimpor baja berkualitas tinggi tertentu yang tidak bisa dihasilakan Thailand. Thailand menggunakan 18 juta ton baja per tahun, terutama untuk mobil, listrik dan konstruksi, namun produen dalam negeri hanya mampu menghasilkan 8-10 juta ton. Namun, pemerintah didesak untuk mendukung promosi produksi baja atau peleburan hulu di Thailand. Klub industri baja, Federasi Industri Thailand (FTI), mendesak Kementerian Perdagangan untuk mengadakan pertemuan dengan semua pembuat baja dalam membahas dan menganalisa seluruh biaya produksi serta memberikan langkah-
langkah kebijakan seperti harga yang dianjurkan pemerintah untuk produk baja dari hulu ke hilir. FTI meminta pihak berwenang untuk melanjutkan langkah-langkah anti-dumping yang sesuai.
Dibawah kebijakan anti-dumping impor baja Thailand, baja impor,
terutama Hot and rolled steel, baja struktural dan stainless cold-rolled steel, dikenakan bea sebesar 7-27%.
Sumber : Laporan Atdag Bangkok, Thailand, Januari 2015