PERANCANGAN LANSKAP KOMPLEKS METROPOLITAN JAKARTA MELALUI KEGIATAN MAGANG DI PT SHEILS FLYNN ASIA
RIZKI ARIESETYA MARMULYAN GANY
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan
ini,
saya
menyatakan
bahwa
skripsi
yang
berjudul
“PERANCANGAN LANSKAP KOMPLEKS METROPOLITAN JAKARTA MELALUI KEGIATAN MAGANG DI PT SHEILS FLYNN ASIA”, adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka skripsi ini.
Bogor, April 2012
Rizki Ariesetya Mamulyan Gany A44070035
Perancangan Lanskap Kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta Melalui Kegiatan Magang di PT Sheils Flynn Asia (Landscape Design of Metropolitan Complex Jakarta through Intership Program at PT Sheils Flynn Asia) Rizki Ariesetya M. G.1, Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr2 1 Mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB 2 Staf Pengajar Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB Abstract Indonesia has many big cities, like Jakarta, Bandung, Surabaya, and others. Urban growth will also lead to the increasing demand of the property sector, such as offices, housing, roads, trade centers, and others. PT Jakarta Land is a developer who has some office complexes, one of Metropolitan Complex Jakarta is located in Jakarta Golden Triangle (Sudirman-Gatot Subroto-Rasuna Said). PT Sheils Flynn Asia as a landscape architecture consultant is trusted to redesign the complex landscape (project A125), and designing exterior landscape of World Trade Center 2 that is being built (project A126). PT Sheils Flynn Asia apply the shared space concept for A125 project. There are several issues in the complex that needs to be handled. Some of these issues are the need to simplify the hierarchy of the routes and develop shared space area, improve the quaility of pedestrian track, develop a user-friendly social space, and eco-friendly design with indigenous and low maintenance vegetation. Specifically for A126 project, PT Jakarta Land as the owner wanted to get a Building and Construction Authority (BCA) Green Mark Certificate for that building. There are several criteria to get the certificate, where the landscape designed by PT Sheils Flynn Asia to be one aspect of assessment. In addition to get some knowledge of landscape design in business area, through internship also earned technology system applied in a profesional landscape architecture company. Keywords: Landscape design of business area, property business, Metropolitan Complex, shared space, Building and Construction Authority Green Mark
RINGKASAN
RIZKI ARIESETYA MARMULYAN GANY. Perancangan Lanskap Kompleks Metropolitan Jakarta Melalui Kegiatan Magang di PT Sheils Flynn Asia. Dibimbing oleh BAMBANG SULISTYANTARA. Kegiatan magang dilakukan di PT Sheils Flynn Asia, perusahaan konsultan arsitektur lanskap yang bertempat di Bogor. Kegiatan magang dilakukan dari Bulan Maret hingga Juni 2011. PT Sheils Flynn Asia merupakan cabang Asia dari Sheils Flynn Landscape Architects LTD yang berpusat di London, UK. Sebagai salah satu konsultan arsitektur lanskap berstandar internasional, PT Sheils Flynn Asia telah memiliki organisasi, sistem kerja, dan sistem teknologi yang baik. Semua itu didukung dengan staf yang terdiri dari beberapa bagian, yaitu direktur desain, direktur proyek, administrasi dan keuangan, tim desain, dan tim pendukung. Tim desain terbagi menjadi arsitek lanskap senior, arsitek lanskap junior, planting specialist, dan spesialis 3D. Sementara itu tim pendukung terdiri dari technician, konsultan teknologi dan informasi, dan office boy. Sistem dan pembagian kerja pada PT Sheils Flynn Asia mengacu pada struktur organisasi tersebut. Alur komunikasi tidak hanya terjadi dalam intern PT Sheils Flynn Asia, tetapi juga dengan Sheils Flynn UK. Berbagai kebijakan dan keputusan yang diambil berdasarkan hasil diskusi dari direktur Asia dan direktur UK. Selain itu juga beberapa proyek Sheils Flynn UK didistribusikan ke PT Sheils Flynn Asia, sehingga komunikasi yang baik antar kedua perusahaan ini tetap terjaga. Perusahaan ini juga memiliki sistem teknologi dan informasi yang baik. Dengan menggunakan konsultan ahli di bidangnya, PT Sheils Flynn Asia menerapkan berbagai standar teknologi tersendiri dalam pengerjaan proyeknya. Penerapan teknologi tersebut mendukung dan mempermudah pekerjaan staf dalam menangani suatu proyek. Proyek yang dibahas pada karya tulis ini ialah proyek perancangan lanskap kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta (A125) dan perancangan lanskap area luar bangunan World Trade Center 2 (A126) yang juga terletak dalam kompleks yang sama. Kedua proyek tersebut terletak di pusat kawasan bisnis Jakarta, yaitu segitiga emas Sudirman – Gatot Subroto – Rasuna Said. Kompleks bisnis dan perkantoran ini dikembangkan oleh PT Jakarta Land yang menjadi klien bagi PT Sheils Flynn Asia dalam kedua proyek tersebut. Dalam proyek perancangan lanskap Kompleks Metropolitan, PT Sheils Flynn Asia menerapkan konsep shared space sebagai ide dasar desain. Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Hans Monderman, seorang pakar transportasi asal Jerman. Dalam konsep tersebut, berbagai perangkat lalu-lintas dihilangkan. Sebagai gantinya, persepsi dan pandangan user dalam tapak dikontrol dengan dengan berbagai elemen lanskap, seperti bollard, ramp, tangga, pohon, planter, perbedaan material, dan lain-lain. Selain itu terdapat beberapa permasalahan yang ditemui di tapak yang menjadi dasar perumusan tujuan yang ingin dicapai pada proses desain. Beberapa
rumusan tujuan tersebut, diantaranya menciptakan area penerimaan yang userfriendly dengan pola sirkulasi sederhana, penyederhanaan hirarki rute sirkulasi, pengurangan ruang kendaraan untuk dikonversi menjadi area shared space, menciptakan komposisi hard dan soft material yang membentuk karakter ruang, penerapan desain yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, dan mengkoordinasikan visi desain terpadu untuk pengembangan seluruh tapak. Sementara itu dalam perancangan lanskap area luar bangunan World Trade Center 2, PT Sheils Flynn Asia dihadapkan pada keinginan klien untuk mendapatkan sertifikat BCA Green Mark untuk bangunan tersebut. Sertifikat BCA Green Mark merupakan sertifikat yang diberikan kepada bangunan yang memenuhi kriteria sebagai bangunan yang ramah lingkungan. Sertifikat tersebut dikeluarkan oleh Building and Construction Authority, badan otoritas lingkungan asal Singapura. Dalam mendapatkan sertifikat BCA Green Mark terdapat beberapa kriteria dan syarat yang harus dipenuhi oleh bangunan tersebut. Kriteria-kriteria tersebut terdiri dari berbagai aspek disiplin ilmu, seperti arsitektural, konstruksi, manajamen air, listrik, dan lain-lain, termasuk juga lanskap. Terdapat dua kategori di bidang lanskap dalam kriteria penilaian sertifikasi BCA Green Mark ini. Oleh karena itu, PT Sheils Flynn Asia sebagai salah satu tim dalam proyek tersebut yang bergerak dalam desain lanskapnya memiliki andil dalam pencapaian sertifikat tersebut. Kata kunci: Kompleks Metropolitan, lanskap kawasan bisnis, shared space, Building and Construction Authority Green Mark
® Hak Cipta Milik Rizki Ariesetya Marmulyan Gany, IPB, dan PT Sheils Flynn Asia, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan penulis, IPB, dan PT Sheils Flynn Asia.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin penulis, IPB, dan PT Sheils Flynn Asia.
PERANCANGAN LANSKAP KOMPLEKS METROPOLITAN JAKARTA MELALUI KEGIATAN MAGANG DI PT SHEILS FLYNN ASIA
RIZKI ARIESETYA MARMULYAN GANY
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Perancangan Lanskap Kompleks Metropolitan Jakarta Melalui Kegiatan Magang di PT Sheils Flynn Asia
Nama
: Rizki Ariesetya Marmulyan Gany
NRP
: A44070035
Program Studi
: Arsitektur Lanskap
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr. NIP. 196010221986011001
Diketahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. NIP. 194809121974122001
Tanggal Disetujui :
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul Perancangan Lanskap Kompleks Metropolitan Jakarta Melalui Kegiatan Magang di PT Sheils Flynn Asia ini dapat diselesaikan. Skripsi ini dibuat sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana pertanian dari Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Bambang Sulistyantara MAgr sebagai dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini 2. Ibu Vera Dian Damayanti SP MLA dan Ibu Dewi Rezalini Anwar SP MADes sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Wahyu Qamara Mugnisjah MAgr sebagai dosen pembimbing akademik penulis selama menjalani studi di Departemen Arsitektur Lanskap 4. Keluarga tercinta, kedua orang tua, adik serta seluruh saudara yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis. 5. Seluruh staf PT Sheils Flynn Asia, Pak Iman Prastoto Septadarma, Mas Rahman Andra Wijaya, Mas Dedy Guswandi, Yasmina Azriani, Yttria Ariwahyoedi, Mas Ferdy Kusnadi, Afina Raditya, Hersanti Eko Ratnaningrum, Astri Widoretno, Rezky Krisrachmansyah, Andhika Galih, Mas Deden, Mba Ira Puspa Kencana, Yasmin Indira, Pak Nur, dan Pak Khoer. Terimakasih telah memberikan banyak ilmu, pengetahuan, dan wawasan baru dalam bidang arsitektur lanskap. 6. Direktur Sheils Flynn Landscape Architect LTD, Eoghan Sheils, Stephen Flynn, dan Kate Collins. Senang dapat mengenal dan bertemu dengan anda, terimakasih atas segala komentar, kritik, dan masukan
yang telah diberikan sebagai sarana peningkatan kemampuan dan wawasan dalam bidang arsitektur lanskap. 7. Pratiwi Cipta Ningrum, yang telah memberikan semangat, dorongan, dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Rekan-rekan Wisma Klenger, Arief Yusup, Fahmi, Huda, Agus, Febi, Edwina, Guntur, Wondo, Doly, Dade, dan Dimas yang telah menjadi saudara selama 4 tahun ini, semoga persaudaraan kita tetap terjaga. 9. Rekan-rekan arsitektur lanskap angkatan 44 lainnya, Gita Pertiwi, Julius, Andika, Irfan, Iman, Kharisma, Sadiatul, Tenri Angke, Aldy, Listya, Fika, Syarifah, Caroline Role, Mutiah, Adityo, Anisa, Wenes, Waode, Latifa, Mita, Prinsa, Tia, Lely, Rara, Bulan, Febri, Pirka, Prita, Dyah, Cintya, Ade, Mia, Fyna, Mayang, Leni, Maulina, Yulita, Dewi, Rini, Ilmy, Tania, Yani, Astra, Mega, Mila, dan Lina. 10. Rekan-rekan arsitektur lanskap angkatan 42, 43, 45, dan 46 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih telah mengingatkan dan menyadarkan penulis. Ucapan yang terakhir penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini baik secara langung maupun tidak langsung yang tidak disebutkan namanya oleh penulis, itu semua karena kekhilafan penulis sebagai manusia biasa. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat dan sebagai bahan pembelajaran ke depannya.
Bogor, April 2012
Rizki Ariesetya Marmulyan Gany A44070035
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 16 April 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari ayahanda Marthanius dan ibunda Mulyani. Pendidikan awal penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) Kemuning, Kota Bogor. kemudian penulis melanjutkan pendidikan di jenjang sekolah dasar di SD Bina Insani Kota Bogor yang diselesaikan pada tahun 2001. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMP Negeri 4 Kota Bogor pada tahun 2004 dan pendidikan menengah atasnya di SMA Negeri 5 Kota Bogor pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur PMDK pada Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian. Selama menjalankan studinya penulis juga aktif di berbagai organisasi dan kepanitiaan yang ada di lingkungan kampus. Penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (Himaskap) periode 2008 – 2009 dan 2009 – 2010 dalam Divisi Fund Rissing. Berbagai kegiatan kepanitiaan pernah diikuti penulis, seperti Futsal Nasional 2008, Workshop Nasional Arsitektur Lanskap 2010, dan lain-lain. Penulis bersama rekan-rekannya juga pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa 2009 dengan membuat Action Figure berbahan baku kertas bekas. Penulis memiliki ketertarikan dalam desain dan aplikasi komputer dalam ranah arsitektur lanskap. Oleh karena itu penulis pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Konstruksi Bangunan Lanskap pada tahun 2011 dan Komputer Grafik untuk Arsitektur Lanskap pada tahun yang sama. Dalam mengembangkan bakat dan keterampilannya, penulis melakukan kegiatan magang untuk proses pembuatan skripsi di PT Sheils Flynn Asia, perusahaan konsultan arsitektur lanskap. Di tempat itu penulis mendapat banyak pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan baru di bidang desain dan aplikasi komputer. Penulis juga mendapat kesempatan untuk bekerja sebagai staf di perusahaan yang sama setelah menjalani kegiatan magangnya dengan tetap menyusun skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ...................................................................................1
1.2
Tujuan ................................................................................................3
1.3
Manfaat ..............................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Lanskap ..............................................................................................4
2.2
Lanskap Kota .....................................................................................4
2.3
Ruang Terbuka ...................................................................................5
2.4
Roof Garden .......................................................................................5
2.4
Perencanaan dan Perancangan ...........................................................7
2.5
Konsultan Lanskap .............................................................................9
BAB 3 METODOLOGI 3.1
Lokasi dan Waktu Magang ..............................................................11
3.2
Metode Magang ...............................................................................13
3.3
Batasan Magang ...............................................................................14
BAB 4 KONDISI UMUM PT SHEILS FLYN ASIA 4.1
Profil Perusahaan .............................................................................15
4.2
Manajemen Studio ...........................................................................20 4.2.1 Fasilitas studio .......................................................................20 4.2.2 Sistem penyimpanan data ......................................................22 4.2.3 Sistem penamaan file ............................................................25
4.3
Manajemen Proyek ..........................................................................27 4.3.1 Sistem kerja dan penanganan proyek ....................................27 4.2.2 Tahapan proses perancangan .................................................28
BAB 5 PERANCANGAN LANSKAP KOMPLEKS METROPOLITAN JAKARTA 5.1
Kondisi Umum Tapak ......................................................................30
5.2
PT Jakarta Land ...............................................................................34
5.3
Building and Construstion Authority Green Mark ..........................35
5.4
Proses Perancangan ..........................................................................42 5.4.1 Tahap persiapan (inception) .................................................42 5.4.2 Tahap riset dan analisa (research and analysis) ..................43 5.4.2.1 Kompleks Metropolitan (proyek A125) ...................44 5.4.2.2 World Trade Center 2 (proyek A126) ......................57 5.4.3 Tahap desain konsep (concept design) .................................60 5.4.3.1 Zona penerimaan ......................................................63 5.4.3.2 Zona rute 1 ...............................................................68 5.4.3.3 Zona rute 2 ...............................................................74 5.4.3.4 Zona rekreasi ............................................................77 5.4.4 Tahap pengembangan desain (design development) ............78 5.4.4.1 Zona penerimaan ......................................................80 5.4.4.2 Zona rute 1 ...............................................................86 5.4.4.3 Zona rute 2 ...............................................................97 5.4.4.4 Zona lapangan parkir .............................................109 5.4.4.5 Zona World Trade Center 2 (proyek A126) ...........119
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1
Simpulan ........................................................................................142
6.2
Saran ..............................................................................................143
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................144
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Jadwal Kegiatan Magang ..........................................................................12 2. Jenis, Bentuk, dan Sumber Data ...............................................................14 3. Fasilitas Hardware PT Sheils Flynn Asia .................................................20 4. Fasilitas Software PT Sheils Flynn Asia ...................................................21 5. Kriteria Penilaian Building and Construction Authority Green Mark ......38 6. Alokasi Poin Green Plot Ratio (GnPR) ....................................................41 7. Data Ruang Parkir tiap Tahap .................................................................110 8. Standar Desain Area Parkir .....................................................................111 9. Data Desain Vegetasi Kompleks Metropolitan .......................................118 10. Data Desain Vegetasi Area World Trade Center 2 .................................138 11. Perhitungan Green Plot Ratio (GnPR) ....................................................140
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Peta Lokasi Magang ..................................................................................11 2. Struktur Organisasi Perusahaan PT Sheils Flynn Asia (Periode 2012) ....18 3. Downham Market Town Center ................................................................19 4. Ipswich Shared Space ................................................................................19 5. Milton Creek, Seattingboard .....................................................................19 6. BSD City Park ...........................................................................................19 7. Peta Lokasi Kompleks Metropolitan Jakarta ............................................30 8. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta .......................................32 9. Kondisi Tapak Kompleks Metropolitan Jakarta (Welcome Area) ............33 10. Kondisi Tapak Kompleks Metropolitan Jakarta Wisma Metropolitan 1 ...............................................................................33 11. Kondisi Tapak Kompleks Metropolitan Jakarta Wisma Metropolitan 2 ...............................................................................34 12. Kondisi Tapak Kompleks Metropolitan Jakarta - Lapangan Parkir ..........34 13. Peta Dasar Kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta ..............................45 14. Ketidaksesuaian Peta Dasar dan Kondisi di Lapang .................................46 15. Ketidakteraturan Pola Sirkulasi dan Parkir Kendaraan .............................48 16. Gerbang Tengah (Pintu Masuk Kompleks Metropolitan Jakarta) ............48 17. Gerbang Samping (Pintu Keluar Kompleks Metropolitan Jakarta) ..........49 18. Kepadatan Area Penerimaan (Entrance) ...................................................49 19. Rendahnya Kualitas Area Sosial ...............................................................50 20. Kualitas Jalur Pejalan Kaki yang Kurang Memadai .................................51 21. Degradasi Vegetasi Kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta ................52 22. Pintu Masuk (Entrance) Pejalan Kaki .......................................................53 23. Pintu Masuk ke dalam Gedung .................................................................54 24. Area Sosial di dalam Tapak ......................................................................54 25. Area Sosial di luar Tapak ..........................................................................55 26. Sirkulasi Pejalan Kaki ...............................................................................55 27. Area Kendaraan .........................................................................................56
xv
28. Sirkulasi Kendaraan dan Area Konflik .....................................................56 29. Kondisi Level Struktur Area World Trade Center 2 .................................59 30. Rencana Jalur Sirkulasi Pemadam Kebakaran ..........................................59 31. Rencana Bangunan Pelayanan Kelistrikan ................................................60 32. Preliminary Master Plan Kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta .......64 33. Site Plan Kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta Tahap Desain Konsep ...............................................................................65 34. Site Plan Zona Penerimaan Tahap Desain Konsep ...................................66 35. Detail Site Plan Zona Penerimaan Tahap Desain Konsep ........................67 36. Ilustrasi Konsep 3 Dimensi Zona Penerimaan: Area Kafetaria Wisma Metropolitan 1 ......................................................69 37. Ilustrasi Konsep 3 Dimensi Zona Penerimaan: Area Kafetaria Wisma Metropolitan 2 ......................................................70 38. Site Plan Zona Rute 1 Tahap Desain Konsep ...........................................71 39. Detail Site Plan Zona Rute 1 Tahap Desain Konsep ................................72 40. Ilustrasi Konsep 3 Dimensi Zona Rute 1: Link Timur dan Lapangan Parkir Utara ....................................................73 41. Site Plan Zona Rute 2 Tahap Desain Konsep ...........................................74 42. Detail Site Plan Zona Rute 2 Tahap Desain Konsep ................................75 43. Ilustrasi Konsep 3 Dimensi Zona Rute 2: Link Selatan dan Lapangan Parkir Selatan ...............................................76 44. Site Plan Zona Rekreasi Tahap Desain Konsep ........................................77 45. Site Plan Kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta Tahap Pengembangan Desain ...................................................................79 46. Site Plan Zona Penerimaan Tahap Pengembangan Desain .......................81 47. Detail Site Plan Zona Penerimaan Tahap Pengembangan Desain ............82 48. Ilustrasi 3 Dimensi Crossover WM 2 – WTC 1 ........................................83 49. Ilustrasi 3 Dimensi Crossover WM 1 – WM 2 .........................................83 50. Hard Material Zona Penerimaan ..............................................................84 51. Soft Material Zona Penerimaan .................................................................86 52. Ilustrasi 3 Dimensi Vegetasi Zona Penerimaan ........................................86 53. Site Plan Zona Rute 1 Tahap Pengembangan Desain ...............................87
xvi
54. Detail Site Plan Zona Rute 1 Tahap Pengembangan Desain ....................88 55. Ilustrasi 3 Dimensi Link Utara ..................................................................89 56. Aplikasi Floor Hardener ...........................................................................90 57. Ilustrasi 3 Dimensi Path Island .................................................................91 58. Ilustrasi 3 Dimensi Teras Kafe Wisma Metropolitan 1 .............................92 59. Titik Pandang Seseorang ketika Duduk ....................................................93 60. Area Pandang Seseorang ketika Duduk ....................................................93 61. Ilustrasi 3 Dimensi Gerbang Masuk Area Lapangan Parkir Utara ............95 62. Cyrtostachis renda (Palem Merah) ...........................................................95 63. Soft Material Zona Rute 1 .........................................................................96 64. Site Plan Zona Rute 2 Tahap Pengembangan Desain ...............................97 65. Detail Site Plan Zona Rute 2 Tahap Pengembangan Desain ....................98 66. Ilustrasi 3 Dimensi Pintu Masuk Selatan Pejalan Kaki .............................99 67. Ilustrasi 3 Dimensi Pintu Masuk Selatan Kendaraan ................................99 68. Ilustrasi 3 Dimensi Reserved Parking Selatan ........................................101 69. Ilustrasi 3 Dimensi Struktur Area Masuk World Trade Center 2 ...........102 70. Rasio Jarak dan Tinggi Bangunan Kurang dari 1 Memberi Kesan Tertutup dan Tidak Nyaman ...................................................................103 71. Ilustrasi 3 Dimensi Covered Walkway Mengurangi Kesan Tertutup dan Tidak Nyaman dari Bangunan Tinggi di Sekelilingnya ...................103 72. Ilustrasi 3 Dimensi Area Teras Kafe Wisma Metropolitan 2 ..................104 73. Ilustrasi 3 Dimensi Ramp dan Tangga Area Teras Kafe Wisma Metropolitan 2 .............................................................................104 74. Perbandingan Jarak Horizontal Tangga dan Ramp .................................105 75. Ilustrasi 3 Dimensi Gerbang Masuk Area Reserved Parking Selatan .....106 76. Ilustrasi 3 Dimensi Drop Off Selatan ......................................................108 77. Soft Material Zona Rute 2 .......................................................................108 78. Ilustrasi 3 Dimensi Zona Rute 2 ..............................................................109 79. Site Plan Zona Lapangan Parkir Utara dan Selatan Tahap Pengembangan Desain .................................................................111 80. Detail Site Plan Area Lapangan Parkir Utara Tahap Pengembangan Desain .................................................................112
xvii
81. Detail Site Plan Area Lapangan Parkir Selatan Tahap Pengembangan Desain .................................................................113 82. Standar Desain Area Parkir .....................................................................114 83. Dimensi Desain Area Parkir Kompleks Metropolitan ............................114 84. Dimensi Desain Area Parkir Berdasarkan Standar .................................115 85. Ilustrasi 3 Dimensi Area Parkir Utara .....................................................116 86. Ilustrasi 3 Dimensi Area Parkir Selatan ..................................................116 87. Ilustrasi 3 Dimensi Gerbang Masuk Area Parkir Selatan .......................117 88. Soft Material Zona Lapangan Parkir .......................................................117 89. Site Plan Zona World Trade Center 2 .....................................................120 90. Hard Material Area Drop Off WTC 2 ....................................................122 91. Soft Material Area Drop Off WTC 2 ......................................................122 92. Ilustrasi 3 Dimensi Area Drop Off World Trade Center 2 ......................123 93. Potongan E Area Drop Off World Trade Center 2 ..................................124 94. Potongan F Area Drop Off World Trade Center 2 ..................................125 95. Penempatan Planter dan Bench pada Struktur Kolom ............................127 96. Penempatan Elemen Pohon Roof Garden ...............................................127 97. Hard Material Area Podium ...................................................................128 98. Soft Material Area Podium Barat WTC 2 ...............................................128 99. Ilustrasi 3 Dimensi Area Podium Barat 1 ................................................129 100. Ilustrasi 3 Dimensi Area Podium Barat 2 .............................................130 101. Potongan A Area Podium Barat ............................................................131 102. Potongan B Area Podium Barat ............................................................132 103. Ilustrasi 3 Dimensi Area Podium Selatan .............................................134 104. Ilustrasi 3 Dimensi Area Podium Timur ...............................................135 105. Soft Material Area Podium Selatan dan Timur WTC 2 ........................136
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beberapa kota
besar, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, dan lain-lain. Selain itu Indonesia juga memiliki banyak kota yang sedang mengalami perkembangan dan pembangunan, seperti Bogor, Tanggerang, Bekasi, Surakarta, dan lain-lain. Perkembangan kota-kota tersebut terlihat dari semakin meningkatnya pembangunan kota sebagai akibat pertumbuhan aktivitas masyarakatnya. Pembangunan tersebut berupa pembangunan pemukiman, perkantoran, area komersial, dan lain-lain. Suatu kota menjadi tempat masyarakat menyandarkan kehidupannya, sehingga pemenuhan kebutuhan masyarakat harus dapat dipenuhi oleh suatu kota. Kebutuhan masyarakat tersebut, antara lain kebutuhan tempat tinggal, sumber penghasilan, pusat perdagangan, pendidikan, area sosialisasi dan interaksi, ruang terbuka, dan lain-lain. Pertumbuhan manusia di perkotaan yang semakin cepat senantiasa diiringi oleh tuntutan sarana dan prasarana kota, fasilitas, dan pelayanan kehidupan dan kegiatannya (Hakim dan Utomo, 2002). Salah satu pembangunan yang semakin pesat terjadi adalah pembangunan kawasan bisnis atau perkantoran. Pembangunan tersebut menjadi hal yang penting karena merupakan tempat sumber penghasilan bagi warga kota. Semakin tingginya pembangunan kawasan bisnis menunjukkan semakin pesatnya pertumbuhan aktivitas masyarakat di kota tersebut. Jakarta sebagai ibu kota, memiliki pusat-pusat kawasan bisnis yang memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat, seperti kawasan segitiga emas Sudirman – Gatot Subroto – Rasuna Said, kawasan Kemayoran, Menteng, dan lain-lain. Salah satu kawasan bisnis yang terdapat di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta adalah kawasan bisnis Kompleks Metropolitan Jakarta. Kompleks Metropolitan berada di Jalan Jenderal Sudirman yang merupakan salah satu jalan protokol di Jakarta dan menjadi kawasan bisnis yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan termasuk ke dalam kawasan segitiga emas Jakarta (Sudirman – Gatot Subroto – Rasuna Said). Kawasan Kompleks
2
Metropolitan terdiri dari 3 gedung perkantoran, yaitu Wisma Metropolitan 1, Wisma Metropolitan 2, dan World Trade Center 1 (WTC 1). Saat ini PT Jakarta Land sebagai pengembang sedang membangun gedung baru, yaitu World Trade Center 2 (WTC 2) yang juga berada di dalam kawasan kompleks yang sama. Sebagai kawasan bisnis terpadu yang terdiri dari beberapa gedung, penataan lanskap Kompleks Metropolitan haruslah baik untuk menunjang kelangsungan aktivitas seluruh user di kawasan tersebut. Selain itu, dalam pembangunan gedung World Trade Center 2, PT Jakarta Land sebagai pengembang menginginkan adanya sertifikat Building and Construction (BCA) Green Mark untuk bangunan tersebut. BCA Green Mark merupakan sertifikat yang diberikan kepada bangunan yang telah memenuhi kriteria untuk dikatakan sebagai bangunan yang ramah lingkungan. Salah satu kriteria dalam penilaian BCA Green Mark adalah penilaian sistem irigasi dan lanskap serta greenery provision atau tingkat penghijauan tapak. Kedua hal tersebut terkait erat dalam aspek desain lanskap dari area bangunan, sehingga diperlukan suatu ide perancangan yang dapat mengakomidir keinginan pengembang tersebut. Saat ini telah terdapat beberapa sertifikasi bangunan ramah lingkungan, seperti Gren Building Council, Leadership in Energy and Enviromental Design (LEED), BCA Green Mark, dan lain-lain. Pemilihan sertifikasi BCA Green Mark yang dikeluarkan oleh otoritas lingkungan Singapura, didasarkan pada kesamaan geografis Indonesia dan Singapura serta kedekatan tim proyek dimana Aedas Pte Ltd sebagai perancang utama bangunan WTC 2 juga berasal dari Singapura. PT Sheils Flynn Asia yang merupakan salah satu konsultan arsitektur lanskap berskala internasional menjadi salah satu perusahaan yang terlibat dalam penataan ulang lanskap kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta (proyek A125) dan pembuatan desain lanskap area World Trade Center 2 (proyek A126). Selain merancang ulang penataan lanskap kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta, PT Sheils Flynn Asia juga dihadapkan pada perancangan lanskap area World Trade Center 2 yang diproyeksikan untuk mendapatkan sertifikat BCA Green Mark, sehingga desain yang diajukan harus dapat memenuhi berbagai kriteria dalam penilaian BCA Green Mark tersebut.
3
PT Sheils Flynn Asia memiliki kredibilitas dan profesionalisme yang baik dalam penanganan berbagai proyek lanskap. Oleh karena itu melalui kegiatan magang yang dilakukan di PT Sheis Flynn Asia dalam kedua proyek tersebut diharapkan dapat digali pengetahuan dan pengalaman tentang perancangan lanskap suatu kawasan bisnis/perkantoran, serta keterampilan dalam membuat desain yang ramah lingkungan pada kawasan perkantoran tersebut.
1.2
Tujuan Secara umum kegiatan magang ini diharapkan dapat meningkatkan
wawasan, pengetahuan, serta keterampilan mahasiswa dalam proses perancangan suatu lanskap pada kawasan bisnis atau perkantoran. Secara khusus kegiatan ini bertujuan untuk: 1. Mempelajari sistem dan proses bekerja PT Sheils Flynn Asia 2. Mempelajari proses perancangan lanskap kawasan perkantoran dan lanskap bangunan yang ramah lingkungan sesuai kriteria BCA Green Mark 3. Mempelajari desain PT Sheils Flynn Asia pada tapak Kompleks Metropolitan Jakarta 4. Melatih jiwa profesionalisme mahasiswa sebagai calon arsitek lanskap
1.3
Manfaat Dengan kegiatan magang ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut: 1. Meningkatkan
profesionalisme
mahasiswa
dalam
menghadapi
lapangan pekerjaan di bidang arsitektur lanskap 2. Sebagai bahan pembelajaran dalam perancangan lanskap kawasan perkantoran dan lanskap bangunan yang ramah lingkungan sesuai kriteria BCA Green Mark 3. Pengaplikasian dan penerapan ilmu yang telah dipelajari dalam kegiatan magang.
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Lanskap Menurut Simonds (2006), lanskap adalah bentang alam yang memiliki
karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia. Lanskap terdiri dari lanskap alami dan lanskap buatan. Lanskap alami terdiri dari bukit, pasir, padang rumput, gunung, danau, laut, bukit, jurang, hutan, sungai, kolam, rawa,lembah dan padang pasir. Lanskap buatan merupakan lanskap alami yang telah mengalami modifikasi yang dilakukan oleh manusia. Menurut Christansen (2005), lanskap merupakan bentukan lahan suatu kawasan yang berupa sekelompok ekosistem pada suatu area dengan batas-batas lahan yang dapat dikenali.
2.2
Lanskap Kota Kota umumnya dipahami sebagai suatu pusat kawasan yang relatif besar
atau penting (Newman dan Jennings, 2008). Menurut Irwan (2005), kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas. Dalam suatu kota terdapat beragam kegiatan ekonomi, politik sosial, dan budaya. Selain itu menurut Christansen (2005), urban merupakan suatu kawasan perkotaaan yang pada umumnya terdiri dari bangunan dan komponen-komponennya. Menurut Simonds (2006), kota merupakan suatu kawasan yang besar dan padat yang merupakan tempat manusia beraktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Suatu kota memiliki pembagian diagram ruang dengan fungsinya masing-masing, sehingga terciptanya pemanfaatan kota yang baik. Simonds (2006) menjelaskan tentang pembagian diagram ruang kawasan kota yang terdiri dari pusat kota (Center City), bagian dalam kota (Inner City), bagian luar kota (Outer City), dan area pinggiran kota (Suburbs). Bagian pusat kota (Center City) merupakan area pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, perindustrian, komunikasi, kebudayaan, serta fasilitasfasilitas umum lainnya. Bagian dalam kota (Inner City) merupakan bagian dalam suatu kota yang berperan dalam penyedia jasa berupa tenaga kerja serta fasilitas
5
umum lainnya sebagai penunjang kehidupan suatu kota, terdapat pula penyediaan jasa perumahan (housing). Bagian luar kota (Outer City) merupakan kawasan yang menyediakan ruang yang cukup luas sebagai pusat aktivitas kota yang tersusun rapat dengan berbagai tipe bersama dengan lingkungan kediaman yang saling berhubungan dan terintegrasi dengan tempat perbelanjaan dan tempat pelayanan. Area pinggiran kota (Suburbs) merupakan kawasan yang masih berada dalam suatu kota yang letaknya berada di pinggiran atau batas tepi suatu kota. Pada area ini biasanya dimanfaatkan sebagai kawasan hijau, lahan tanaman produksi pertanian, hutan, dan preservasi.
2.3
Ruang Terbuka Menurut Christansen (2005), ruang merupakan suatu area tertentu baik di
dalam maupun di luar ruangan yang dibatasi oleh pembatas yang tegas, seperti dinding, pagar, semak, bangunan, pepohonan, dan pembatas lainnya. Ruang terbuka terbagi menjadi ruang terbuka hijau dan yang tidak. Ruang terbuka hijau kota merupakan suatu komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitarnya, berbentuk jalur, menyebar, ataupun bergerombol yang menimbulkan lingkungan yang sehat, suasana nyaman, sejuk, dan estetis (Irwan, 2005). Dalam suatu kota, ruang terbuka merupakan suatu tapak atau area yang tidak tertutupi oleh bangunan, jalan, area parkir, dan lainnya baik bentukan yang memiliki konstruksi maupun bersifat alami. Lebih jauh Christansen menjelaskan aplikasi dari suatu ruang terbuka kota dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya taman, area rekreasi, plaza, kawasan bernuansa alami, dan lain-lain.
2.4
Roof Garden Dalam kurun waktu 50 tahun ke belakang, perkembangan pembangunan
taman atap (roof garden) semakin meningkat di berbagai belahan dunia, baik sebagai ruang privat maupun ruang publik (Osmundson, 1999). Lebih jauh Osmundson mengatakan bahwa taman atap telah terdapat pada masa prasejarah,
6
yaitu adanya The ziggurats of ancient di Mesopotamia, hingga The hanging garden di Babylonia yang terdapat pada tahun 600 – 290 SM. Menurut Osmundson (1999) terdapat beberapa manfaat dan keuntungan dengan adanya roof garden pada suatu bangunan, diantaranya: 1. Keuntungan ekonomi Dengan adanya roof garden pada suatu bangunan akan memberikan keuntungan secara ekonomi bagi bangunan atau gedung tersebut. Sebagai contoh, roof garden pada suatu hotel akan meningkatkan kualitas kenyamanan hotel tersebut yang berimplikasi pada meningkatnya jumlah orang yang menginap di hotel tersebut. Demikian juga halnya pada bangunan perkantoran, retail, dan lain-lain yang akan menarik orang untuk menyewa tempat di bangunan tersebut, termasuk juga menarik minat pengunjung ke bangunan tersebut. 2. Keuntungan sosial Keberadaan roof garden sebagai ruang terbuka yang terletak di atas suatu bangunan tentunya memberikan kesan yang berbeda dengan ruang terbuka di dasar bangunan. Roof garden memberikan kesan yang lebih tenang, jauh dari kebisingan jalan, keramaian, dan memberikan pemandangan ke dasar lingkungan di sekelilingnya. Hal ini memberikan ruang bersosialisasi yang lebih nyaman bagi masyarakat dan pengunjung. 3. Keuntungan lingkungan Masalah lingkungan di perkotaan yang saat ini terjadi karena semakin tingginya penutupan lahan perkotaan oleh perkerasan dapat direduksi oleh adanya roof garden. Suhu kota yang lebih panas disebabkan oleh penutupan lahan kota oleh material perkerasan seperti paving, aspal, beton, dan lain-lain. Hal ini merefleksikan panas matahari ke area di atasnya. Dengan penutupan atap bangunan oleh vegetasi maka dapat mereduksi perefleksian panas matahari tersebut. Roof garden juga bermanfaat dalam penyimpanan air, air hujan yang turun dapat diserap oleh vegetasi dan media tanam sehingga aliran permukaan yang biasa terjadi di atap bangunan menjadi berkurang dan meminimilisasi terbuangnya air secara percuma.
7
2.4
Perencanaan dan Perancangan Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1990), merencana adalah kegiatan
memecahkan masalah dan proses pengambilan keputusan. Dengan kata lain perencanaan ialah proses pemikiran suatu ide ke arah bentuk nyata. Dalam dunia arsitektur lanskap, perencanaan berarti tindakan menata dan menyatukan berbagai penggunaan lahan berdasarkan pengetahuan teknis lahan dan kualitas estetiknya untuk mendukung fungsi yang akan dikembangkan pada lahan itu. Perancangan merupakan tahapan lanjut dari perencanaan. Menurut Laurie (1984), perancangan menekankan pada seleksi komponen-komponen rancangan, bahan-bahan, tanaman, dan kombinasinya sebagai pemecahan masalah yang ada dalam rencana tapak. Dalam
perancangan
suatu
lanskap
terdapat
prinsip-prinsip
yang
mendasarinya, yaitu: 1. Unity (kesatuan), merupakan kesatuan seluruh elemen lanskap. Dapat diciptakan dengan pengulangan (repetition), penggunaan grid, dan tema. 2. Balance (keseimbangan), berupa keseimbangan dalam skala, proporsi, bentuk, dan posisi. Keseimbangan tercipta melalui pengaturan secara simetri, asimetri, maupun radial. 3. Emphasis (penekanan), menghadirkan dominasi maupun suatu kontras pada suatu lanskap. Emphasis dapat diciptakan melalui pengarahan, pengaturan letak, kontras terhadap elemen, dan variasi ukuran maupun jumlah. Menurut Booth (1983), proses perancangan terdiri dari: 1. Project acceptance, terjadi kesepakatan mengenai proposal kerjasama proyek antara arsitek lanskap dengan klien. 2. Studi dan analisis, pengumpulan data yang terkait tapak proyek yang meliputi: a. Persiapan peta dasar b. Inventarisasi dan analisis c. Wawancara dengan klien d. Pengembangan program
8
3. Desain a. Diagram fungsi ideal, permulaan dari pembuatan grafis suatu desain untuk mengidentifikasi hubungan yang paling tepat antara fungsi usulan pertama dengan rung desain/perancangan. b. Diagram hubungan tapak, mengadopsi hubungan yang telah terbentuk dari diagram fungsi untuk mengetahui kondisi tapak tersebut. c. Peta konsep, pengembangan langsung dari diagram hubungan tapak
dengan
adanya
pembagian
ke
dalam
beberapa
penggunaan yang spesifik pada area tersebut. d. Studi bentuk perancangan e. Preliminary design,
semua elemen desain dimasukkan dan
dipelajari kesatuan antara berbagai elemen tersebut f. Master plan, perbaikan atau penghalusan dari desain awal g. Schematic design, sampai pada desain detail yang dalam h. Design Development, konsentrasi terhadap detail penampilan dan kesatuan material. 4. Gambar kerja, media komunikasi dalam pembangunan semua elemen dalam proyek, meliputi: a. Layout plan b. Grading plan c. Planting plan d. Construction detail 5. Pelaksanaan (Implementation), tahap pembangunan proyek oleh kontraktor dengan pemantauan oleh arsitek lanskap 6. Post construction evaluation, observasi dan analisis proyek untuk mengetahui perkembangannya. 7. Maintenance, pengelolaan atau pemeliharaan lanskap yang telah selesai dibangun.
9
2.5
Konsultan Lanskap Menurut Sekretaris Daerah DKI Jakarta dalam Suwita (2004), jasa
konsultan ialah layanan jasa keahlian profesional dalam berbagai bidang guna mencapai sasaran tertentu yang disusun secara sistematis berdasarkan kerangka acuan kerja yang ditetapkan pengguna jasa. Penggolongan penyedia jasa konsultasi sebagai berikut: 1. Usaha kecil, untuk pengadaan sampai dengan nilai Rp 200.000.000,00 2. Perusahaan
menengah,
untuk
pengadaan
dengan
nilai
Rp
200.000.000,00 s.d. Rp 1.000.000.000,00 3. Perusahaan besar, untuk pengadaan dengan nilai: a. Di atas Rp 1.000.000.000,00 b. Di atas Rp 2.000.000.000,00 wajib bekerjasama dengan usaha/koperasi kecil atau perusahaan/koperasi menengah di wilayah propinsi atau kabupaten/kota setempat. 4. Perusahaan asing, untuk pengadaan dengan nilai di atas Rp 2.000.000.000,00 dan wajib bekerjasama dengan perusahaan nasional dalam bentuk kemitraan, subkontrak, dan lain-lain. 5. Penyedia jasa yang melaksanakan jasa konsultasi sampai dengan nilai Rp 1.000.000.000,00 diusahakan diprioritaskan untuk usaha/koperasi kecil atau perusahaan/koperasi menengah setempat. Menurut Gold (1980), konsultan merupakan perusahaan swasta yang bekerja untuk klien dalam suatu tim dari berbagai disiplin ilmu pada suatu proyek lanskap, kredibilitas suatu konsultan diperoleh berdasarkan referensi klien sebelumnya. Konsultan lanskap berperan sebagai profesional yang memiliki kompetensi atau kemampuan teknik dalam bidang desain pada suatu proyek lanskap. Ruang lingkup Konsultan Arsitektur Lanskap yang terutama yaitu: 1. Riset dan analisis proyek 2. Rekomendasi perencanaan tapak 3. Analisa dan rekomendasi tentang hal-hal yang langsung atau tidak langsung berhubungan dengan disiplin ilmu arsitektur lanskap 4. Perencanaan tapak dan rekomendasi penyusunan program
10
5. Analisa proyeksi pertumbuhan dan perubahan serta pertimbangan dan efek-efeknya 6. Persyaratan filosofi perancangan proyek 7. Survey peraturan 8. Analisa biaya pembangunan arsitektur lanskap, studi perawatan 9. Ketersediaan dan regionalitas kawasan lahan (http://smartlandscape.blogspot.com, 4 Juni 2010)
11
BAB 3 METODOLOGI
3.1
Lokasi dan Waktu Magang Kegiatan magang perancangan lanskap kawasan Kompleks Metropolitan
Jakarta ini dilakukan di PT Sheils Flynn Asia yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 13 Bogor (Gambar 1). Waktu pelaksanaan magang berlangsung selama 4 bulan, yaitu dari Bulan Maret hingga Bulan Juni 2011 (Tabel 1).
Peta Indonesia
Peta Kota Bogor
Utara
Lokasi Magang (PT Sheils Flynn Asia) Keterangan: Tanpa Skala Gambar 1 Peta Lokasi Magang
12
Tabel 1 Jadwal Kegiatan Magang Maret
April
Mei
Juni
Jenis Kegiatan 1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
Kegiatan Inti Persiapan Survey lapang Pengumpulan data Riset dan analisis Konsep Pengembangan desain Pembuatan gambar kerja Kegiatan Penunjang Pengenalan lembaga kerja Pengenalan administrasi dan proses kerja
12
13
3.2
Metode Magang Metode magang yang digunakan dalam kegiatan magang ini ialah dengan
mempelajari dan berpartisipasi aktif dalam proses perancangan lanskap kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta dalam lingkup kegiatan pengumpulan data dan kegiatan studio di PT Sheils Flynn Asia, melalui penelusuran pustaka serta wawancara dengan pihak PT Sheils Flynn Asia. Dalam pelaksanaannya kegiatan dilakukan berdasarkan jadwal kegiatan yang telah dibuat PT Sheils Flynn Asia. Secara lebih rinci, metode magang untuk kegiatan perancangan di PT Sheils Flynn Asia dilakukan dengan cara: 1. Partisipasi aktif dalam kegiatan yang berlangsung di dalam perusahaan, terutama pada kegiatan perancangan di studio 2. Melakukan kunjungan lapang pada tapak Kompleks Metropolitan Jakarta 3. Melakukan studi pustaka terkait desain yang diterapkan dalam proses perancangan lanskap Kompleks Metropolitan Jakarta 4. Mempelajari karya-karya desain dari PT Sheils Flynn Asia 5. Mengenal kelembagaan PT Sheils Flynn Asia 6. Pengenalan adminitrasi dan proses kerja di PT Sheils Flynn Asia. Metode yang digunakan PT Sheils Flynn Asia dalam kegiatan perancangan antara lain: 1. Tahap persiapan (inception), meliputi pembuatan proposal yang berisikan perumusan tujuan, program, dan informasi lain yang mendukung 2. Tahap riset dan analisa (research and analysis), berupa pengumpulan data-data lapang, kondisi fisik, sosial, serta potensi dan kendala tapak (Tabel 2) 3. Tahap desain konsep (concept design), merupakan tahapan pembuatan masterplan dan ilustrasi area-area utama 4. Tahap pengembangan desain (design development), dilakukan pembuatan siteplan beserta penyempurnaannya, potongan dan gambar ilustrasi berbagai area
14
5. Tahap pembuatan gambar kerja (production documentation), berupa pembuatan gambar-gambar detail konstruksi, penggunaan material, serta rencana penanaman.
Tabel 2 Jenis, Bentuk, dan Sumber Data Jenis Data
Bentuk Data
Sumber
Kelembagaan Legalitas perusahaan
Deskriptif
PT Sheils Flynn Asia
Bagan/Diagram
PT Sheils Flynn Asia
Sistem kerja
Deskriptif
PT Sheils Flynn Asia
Jadwal kerja
Deskriptif
PT Sheils Flynn Asia
Bahan dan Alat
Deskriptif
PT Sheils Flynn Asia
Metode kerja
Deskriptif
PT Sheils Flynn Asia
Tenaga kerja
Deskriptif
PT Sheils Flynn Asia
Deskriptif
PT Sheils Flynn Asia
Orientasi, letak, dan luas
Spasial
PT Sheils Flynn Asia
Tata Guna Lahan
Spasial
Pemerintah Daerah
Hidrologi
Spasial
PT Sheils Flynn Asia
Vegetasi
Spasial
PT Sheils Flynn Asia
Topografi
Spasial
PT Sheils Flynn Asia
View
Spasial
PT Sheils Flynn Asia
Struktur Organisasi
Proyek Owner
3.3
Batasan Magang Batasan pada kegiatan magang ini adalah pada ruang lingkup struktur
manajemen kelembagaan dan sistem kerja perusahaan konsultan lanskap PT Sheils Flynn Asia. Serta pada tahapan proses pekerjaan dalam lingkup pengumpulan data dan kegiatan desain dalam studio sampai dengan tahap pengembangan desain yang dilakukan oleh PT Sheils Flynn Asia.
15
BAB 4 KONDISI UMUM PT SHEILS FLYNN ASIA
4.1
Profil Perusahaan PT Sheils Flynn Asia merupakan suatu badan usaha yang bergerak dalam
bidang konsultasi desain. Proyek-proyek PT Sheils Flynn Asia meliputi pekerjaan kebijakan dan konservasi, studi kelayakan, skema restorasi lanskap, serta desain dan implementasinya. PT Sheils Flynn Asia merupakan cabang dari konsultan lanskap asal Inggris, Sheils Flynn Landscape Architects LTD. Sheils Flynn Landscape Architects LTD yang bertempat di London, UK tidak hanya menangani proyek-proyek yang berada di UK saja, tetapi juga proyek-proyek yang berada di kawasan Asia. Oleh karena itu Sheils Flynn Landscape Architectcs mendirikan kantor cabang yang bertempat di Asia, yaitu Indonesia. PT Sheils Flynn Asia berdiri sejak tahun 2001, saat ini beralamat di Kebun Raya Bogor, Jl. Ir. H. Juanda No. 13 Kota Bogor. Perusahaan ini dipimpin oleh dua orang direktur, yaitu Iman Prastoto Septadarma dan Rahman Andra Wijaya. Dalam setiap pengambilan keputusan serta kebijakan PT Sheils Flynn Asia harus berdasarkan perundingan dan persetujuan dengan direktur utama Sheils Flynn Landscape Architects LTD, yaitu Eoghan Sheils, Stephen Flynn, dan Kate Collins. Selain menangani proyek di kawasan Asia, PT Sheils Flynn Asia juga mendapatkan distribusi proyek yang berasal dari UK, sehingga komunikasi dan hubungan antara Sheils Flynn UK dan Asia menjadi hal yang sangat penting dalam keberlanjutan proyek dan perusahaan. Berikut profil singkat PT Sheils Flynn Asia: Kantor Pusat
: Sheils Flynn Landscape Architects LTD.
Alamat
: London Studio 9 Leinster Avenue London, United Kingdom SW14 7JW
16
Telp. : +44 (0)208 8765024 Fax. : +44 (0)208 8766627 Email :
[email protected] Web : http://www.sheilsflynn.com Norfolk Studio Bank House High Street Docking Norfolk PE 31 8 PN England Telp. : +44 1485 518304 Fax. : +44 1485 518303 Email :
[email protected] Web : http://www.sheilsflynn.com Direktur Utama
: Eoghan Sheils BA (Hons) Dip LA Kate Collins MA MLA MLAUD Stephen Flynn BLArch (Hons)
Kantor Asia
: PT Sheils Flynn Asia
Alamat
: Kebun Raya Bogor Jl. Ir. H. Juanda No. 13 Bogor 16122 Jawa Barat – Indonesia Telp. : +62 251 310945 Fax. : +62 251 306016 Email :
[email protected] Web : http://www.sheilsflynnasia.com
Direktur Desain
: Iman Prastoto Septadarma
Direktur Proyek
: Rahman Andra Wijaya
Selain kedua direktur tersebut, PT Sheils Flynn Asia memiliki struktur organisasi dan formasi yang lengkap dalam mendukung setiap pekerjaannya, seperti staf administrasi, marketing, dan keuangan, tim desain, tim pendukung, dan office boy. Staf administrasi, marketing, dan keuangan bertugas dalam hal yang berhubungan dengan pengaturan jadwal meeting, kesekretariatan, dan pengaturan keuangan. Tim desain terdiri dari arsitek lanskap senior, arsitek lanskap junior, dan planting specialist, sebelumnya terdapat pula spesialisasi grafis dan 3
17
dimensi, akan tetapi saat ini belum terdapat staf yang mengisi posisi tersebut. Tim desain bertanggung jawab dalam pengerjaan desain suatu proyek. Tim pendukung terdiri dari bagian technician dan konsultan Teknologi dan Informasi (IT). Technician bertugas membantu pekerjaan tim desain dalam pembutan berbagai gambar. Konsultan IT bertanggung jawab terhadap kinerja dan jalannya fasilitas studio, pengelolaan sistem server, software, dan hardware yang terdapat di PT Sheils Flynn Asia. Secara umum, struktur organisasi perusahaan PT Sheils Flynn Asia telah cukup lengkap dalam menunjang pengerjaan proyek-proyek lanskap. Akan tetapi jumlah tenaga pendukung, yaitu technician yang bertugas dalam membantu pekerjaan tim desain kurang memadai. Dengan hanya terdapatnya satu staf technician, maka menyebabkan berkurangnya efektifitas pekerjaan tim desain, karena tidak semua anggota tim mendapatkan bantuan dari technician. Selain itu penggabungan tugas administrasi, marketing, dan keuangan kepada satu orang staf dapat menurunkan kinerja staf tersebut. Konsentrasi pekerjaan dapat terpecah dan menyebabkan efektifitas pekerjaan pun menurun. Oleh karena itu perlu adanya pemisahan tugas antara bagian administrasi dan marketing dengan bagian keuangan. Struktur organisasi PT Sheils Flynn Asia lebih jelasnya pada Gambar 2. PT Sheils Flynn Asia tidak hanya menangani proyek yang berada di Indonesia, tetapi juga di beberapa tempat di luar negeri. Beberapa contoh karya PT Sheils Flynn Asia yang terdapat di Indonesia antara lain, Vajra Villas Bali, Garuda Wisnu Kencana Bali, Kebun Raya Balikpapan, Lonsum Botanical Garden Sei Merah Medan, Sculpture Park Bandung, Sekolah Alam Cikeas, Resort Villa dan Spa Pradha Bali, Tiger Conservation Centre Taman Safari Indonesia, dan lain-lain. Beberapa karya PT Sheils Flynn Asia yang berlokasi di luar negeri antara lain, Riverside Regeneration di King’s Lynn, Market Town Centre Regeneration di Downham, Orchad Plain di Norwich, Landscape Assesment di Durham, Urban Design Scheme for Horncastle di Linclnshire, dan lain-lain. Contoh karya PT Sheils Flynn Asia dapat dilihat pada Gambar 3 – 6.
18
Direktur UK: 1. Eoghan Sheils 2. Kate Collins 3. Stephen Flynn
Administrasi UK: 4. Nina Flynn
Direktur Asia: Direktur Desain: 5. Iman Prastoto S. Direktur Proyek: 6. Rahman Andra W.
Administrasi Asia: 7. Yasmin Indira Sari
Tim Desain: Arsitek Lanskap Senior: 8. Dedy Guswandi Arsitek Lanskap Junior: 9. Yasmina Azriani 10. Yttria Ariwahjoedi 11. Roria Simongkir 12. Hersanti Eko Ratnaningrum 13. Astri Widoretno Planting Specialist: 14. Ira Puspa Kencana
Tim Pendukung: Technician: 15. Deden Rhamdani Konsultan IT: 16. Nurraechman
Mahasiswa Magang: 17. Rizki Ariesetya (IPB) 18. Shida Jalil (UPM)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Gambar 2 Struktur Organisasi Perusahaan PT Sheils Flynn Asia (Periode 2012)
19
Gambar 3 Downham Market Town Center (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
Gambar 4 Ipswich Shared Space (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
Gambar 5 Milton Creek, Seattingboard (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
Gambar 6 BSD City Park (Sumber: PT Sheils Flynn Asia) Beberapa penghargaan juga pernah diraih oleh PT Sheils Flynn Asia atas karya desain yang telah dibuat, antara lain: 1. Civic Trust Awards 1999 untuk desain Wainfleet Market Place 2. Civic Trust Awards 2000 untuk desain Urban Design Scheme for Horncastle, Lincolnshire 3. Runner-up dalam International Design Competition for Garden of Hope, Love Peace and Harmony pada tahun 2000 4. Civic Trust Awards 2001 untuk desain Louth Bus Station UK
20
4.2
Manajemen Studio
4.2.1
Fasilitas studio PT Sheils Flynn Asia memiliki fasilitas studio yang lengkap dalam
mengakomodir pekerjaan setiap stafnya. Terdapat 2 buah komputer server yang merupakan penyedia fasilitas bagi komputer-komputer lainnya, baik jaringan internet, data, maupun file-file lain. Fasilitas hardware yang dimiliki PT Sheils Flynn Asia terdapat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3 Fasilitas Hardware PT Sheils Flynn Asia Fasilitas
Jumlah
Keterangan
PC Server
2
Penyedia data dan koneksi
PC
11
Perangkat kerja staf
Laptop
2
Perangkat kerja mobile
Printer
2
Pencetakan gambar ukuran kurang dari A3
Plotter
1
Pencetakan gambar ukuran lebih dari A2
Scanner
1
Pendigitalan data hardcopy (sketsa, buku, dan lain-lain)
Kamera Digital
1
Pengambilan gambar kondisi tapak
LCD Projector
1
Presentasi
Headset Microphone
11
Komunikasi Sheils Flynn UK - Asia
Semua data proyek disimpan dalam hardisk server yang berkapasitas total 3 TB (terabyte). Dengan demikian semua komputer staf dapat mengaksesnya tanpa memerlukan media penyimpanan data eksternal, seperti flashdisk. Selain itu akses terhadap server juga dapat dilakukan secara nirkabel melalui wi-fi dengan username dan password tertentu, sehingga staf yang menggunakan laptop untuk keperluan pekerjaan tertentu dapat tetap mengaksesnya. Terdapat pula 2 buah printer ukuran maksimal A3 dan plotter untuk keperluan mencetak gambar ukuran A2 s.d A0. Scanner digunakan untuk memudahkan proses pengiriman revisi tertulis,
scanning sketsa, serta untuk
kebutuhan administrasi lainnya. Untuk keperluan survey lapang, PT Sheils Flynn Asia memiliki kamera digital untuk merekam gambar kondisi tapak. LCD
21
Projector digunakan untuk keperluan rapat dan presentasi dalam kantor. Sementara itu untuk memudahkan komunikasi dengan Sheils Flynn UK, terdapat headset microphone yang digunakan dalam komunikasi via Skype. Selain fasilitas hardware seperti yang disebutkan di atas, terdapat pula bebagai fasilitas perangkat lunak (software) yang berlisensi. Software yang tersedia cukup lengkap untuk mendukung proses desain yang dikerjakan PT Sheils Flynn Asia. Program AutoCad merupakan aplikasi dasar yang harus terinstall pada tiap komputer staf. AutoCad sangat membantu dalam pembuatan berbagai gambar terutama untuk gambar detail, hal ini dikarenakan tingginya tingkat akurasi dan detail yang dimilikinya. Software lainnya yang tedapat di PT Sheils Flynn Asia diantaranya pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 Fasilitas Software PT Sheils Flynn Asia Fasilitas
Keterangan
AutoCad LT 2006
Pembuatan berbagai gambar kerja
AutoCad Civil 3D 2007
Perhitungan grading
Adobe Photoshop CS2
Pembuatan grafis dan gambar ilustrasi
Google SketchUp
Pembuatan model 3 dimensi
3D Studio Max
Pembuatan model 3 dimensi
Adobe Acrobat
Keperluan dokumen dan publikasi
Adobe InDesign
Pembuatan layout presentasi, proposal, dan administrasi lainnya
Microsoft Office
Pembuatan dokumen
Microsoft Outlook
Transfer data via e-mail
Google Earth
Pemetaan dan identifikasi tapak
Skype
Komunikasi internal dan eksternal (UK-Asia)
Untuk keperluan grafis terdapat program Adobe Photoshop, Google SketchUp, dan 3D Studio Max yang digunakan untuk membuat berbagai gambar illustrasi. Google Earh juga digunakan untuk mendukung gambar illustrasi, selain itu digunakan pula untuk pemetaan tapak dan identifikasi kondisi tapak.
22
File presentasi dibuat dengan menggunakan program Microsoft Power Point atau Adobe InDesign. Selain itu Adobe InDesign juga digunakan untuk keperluan layouting presentasi, handbook, proposal, dan lain-lain. Untuk memudahkan komunikasi antara Sheils Flynn Asia dengan Sheils Flynn UK, disediakan program Skype untuk komunikasi tertulis maupun audio atau audiovisual. Pengirimin berbagai file dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Outlook. Semua fasilitas studio baik hardware maupun software dikelola oleh seorang konsultan IT. Ia bertugas mengatur dan menjaga agar kinerja semua hardware dan software berjalan baik. Apabila terdapat gangguan atau kerusakan, maka staf dapat meminta bantuan konsultan IT untuk memperbaiki gangguan maupun kerusakan tersebut.
4.2.2
Sistem penyimpanan data Sistem penyimpanan data di PT Sheils Flynn Asia telah teroganisir dengan
baik. Semua data perusahaan disimpan dalam hardisk server yang berkapasitas besar, sehingga semua komputer staf dapat mengaksesnya. Selain itu terdapat pula pengklasifikasian lokasi penyimpanan data yang harus dipahami oleh seluruh staf. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan dalam pengaksesan data yang dibutuhkan oleh setiap staf. Sistem penyimpanan data di PT Sheils Flynn Asia terdiri dari: 1.
Financial Folder ini menyimpan berbagai data yang berkaitan dengan administrasi keuangan PT Sheils Flynn Asia. Folder ini dibatasi hanya dapat dibuka oleh finance administrator, hal ini bertujuan untuk menjaga keamanan data-data yang ada.
2.
Library Folder library menyimpan data-data berbagai gambar material softscape, hardscape, standar konstruksi, dan lain-lain yang berformat dwg, psd, jpg, dan skp baik berupa gambar 2 dimensi maupun 3 dimensi. Hal ini sangat membantu bagi staf untuk kembali menggunakan elemen gambar yang pernah digunakan sebelumnya
23
untuk produk gambar proyek yang sedang dikerjakan. Dalam menjaga keamanan folder Library ini diberikan proteksi oleh konsultan IT, sehingga seluruh staf tidak dapat mengubah isi folder tersebut setiap saat. 3.
Marketing Folder ini menyimpan data-data pemasaran PT Sheils Flynn Asia.
4.
Personal Folder ini menyimpan data-data pribadi setiap staf, seperti data diri, file email, foto, musik, dan lain-lain.
5.
Project Folder ini merupakan salah satu folder yang sangat penting, didalamnya terdapat data-data proyek yang sedang dikerjakan dan proyek-proyek yang berpotensi untuk dikerjakan. Folder project terbagi menjadi 2 subfolder, yaitu Current Project dan Potential Project, di dalamnya berisi semua file kerja yang berkaitan dengan masing-masing proyek tersebut. Untuk setiap folder proyek, terdapat standar folder yang biasa terdapat di dalamnya, diantaranya: a. Contract & Proposal Berisi data kontrak dengan klien dan serta proposal yang diajukan. b. Client Berisi data hasil komunikasi PT Sheils Flynn Asia dengan klien baik secara langsung maupun melalui internet, yang di kelompokkan berdasarkan tanggal komunikasi. c. SFL Berisi data hasil komunikasi Sheils Flynn Asia dengan Sheils Flynn UK terkait dengan proyek yang sedang dikerjakan tersebut, dikelompokkan berdasarkan tanggal komunikasi. d. Background Info Berisi data hasil survey tapak dan data-data lain yang berkaitan dengan kondisi awal tapak.
24
e. Architect Berisi data-data yang berasal dari konsultan arsitektur yang penting kaitannya dengan proses pengerjaan desain tapak proyek tersebut. f. Drawings Di dalamnya terdapat semua file-file kerja proses perancangan tapak
dengan
berbagai
format,
yang
dikelompokkan
berdasarkan jenis format file tersebut. Diantaranya folder PSD (berisi data berformat psd), JPEG (berisi data berformat jpeg/jpg), PDF (berisi data berformat pdf), 3D (berisi file kerja pembuatan gambar 3 dimensi), dan Xrefs (berisi data berformat dwg/AutoCad). g. Photography Berisi data-data foto hasil kunjngan tapak, baik yang dilakukan oleh Sheils Flynn Asia maupun oleh Sheils Flynn UK. 6. Photography Folder ini menyimpan data-data foto PT Sheils Flynn Asia, seperti foto kunjungan tapak, foto seluruh staf, dan foto-foto kegiatan lainnya yang diadakan oleh PT Sheils Flynn Asia. 7. References Folder ini menyimpan arsip material-material, seperti hard material maupun soft material yang pernah digunakan dalam setiap proyek. 8. Sage Folder sage menyimpan berbagai program yang berkaitan dengan program pengolahan data keuangan. 9. Archive Folder ini sebagai backup data proyek-proyek yang telah dikerjakan oleh PT Sheils Flynn Asia. 10. Data Folder ini berisi data administrasi yang dilakukan oleh staf administrasi.
25
11. Administration Folder ini berisi data-data administrasi PT Sheils Flynn Asia, seperti data website, serta data-data kerja proyek yang dikirim maupun diterima melalui internet.
4.2.3
Sistem penamaan file PT Sheils Flynn Asia menerapkan tata cara penamaan setiap file kerja
sebuah proyek. Hal ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi setiap staf terhadap suatu file serta untuk kemudahan dalam mengakses data. Dengan adanya sistem penamaan tersebut maka file kerja proyek yang berjumlah cukup banyak menjadi lebih terstruktur rapi dan dipahami oleh seluruh staf. Setiap proyek yang diterima oleh PT Sheils Flynn Asia diberi kode sesuai urutan diperolehnya proyek tersebut atau disebut juga nomor proyek (Project No). Contohnya 288-Kerrison Road, 288 menandakan proyek tersebut merupakan proyek Sheils Flynn UK yang ke-288 bernama proyek Kerrison Road. Sedangkan untuk proyek lokal, diberi kode huruf A yang berarti Asia sebelum kode urutan proyek, contohnya A125-Wisma Metropolitan. A menandakan proyek tersebut merupakan proyek lokal asia, 125 menandakan urutan proyek yang ditangani PT Sheils Flynn Asia, dan Wisma Metropolitan menandakan nama proyek yang dikerjakan. Selain sistem penamaan folder proyek, PT Sheils Flynn Asia juga menerapkan sistem penamaan file kerja yang berformat dwg/Auto Cad dan pemberian nomor gambar untuk setiap gambar yang dihasilkan pada tiap fasenya. Seperti penamaan file kerja rencana tapak (siteplan) proyek Kerrison Road yang diberi nama 288-SP, juga untuk file kerja rencana tapak (siteplan) proyek Wiswa Metropolitan yang diberi nama A125-SP. Sistem penamaan file kerja lainnya diantaranya: 1. (Project No)-B Merupakan informasi denah bangunan (building) yang terdapat di tapak, data building ini diperoleh dari konsultan arsitektur atau klien.
26
2. (Project No)-S Berisi data-data hasil survey pada tapak dan sekelilingnya. Pada proyek luar negeri, data survey diperoleh dari surveyor di luar negeri yang dikirim ke PT Sheils Flynn Asia melalui jaringan internet. 3. (Project No)-OS Berisi gambar denah area di sekitar tapak. File OS diperoleh dari peta yang dimiliki pemerintah setempat. 4. (Project No)-MOS Modifikasi hasil penggabungan antara data hasil survey dengan data yang diperoleh dari peta yang dimiliki pemerintah (S dengan OS). 5. (Project No)-MOTHERS Modifikasi ketidaklengkapan gambar survey (S) setelah dilakukan survey atau pengamatan kembali. 6. (Project No)-ARB File yang berisi peta data-data tentang penyebaran vegetasi yang terdapat pada tapak. File ARB ini diperoleh dari arborist di lapangan. 7. (Project No)-SP File SP merupakan file gambar kerja desain tapak yang berupa rencana tapak (siteplan). 8. (Project No)-TX File tekstur (texture) ini berisikan pemberian warna atau tekstur yang berbeda pada setiap elemen hasil rancangan (siteplan), seperti pemberian tekstur aspal, rumput, vegetasi, dan lain-lain. 9. (Project No)-(Stage)-No (Scale) File ini dipergunakan untuk memproduksi gambar kerja yang dihasilkan kepada pihak lain. Stage menunjukkan fase yang sedang dikerjakan, diantaranya: a. RA
: Fase riset dan analisis (Research and Analysis)
b. CD
: Fase desain konsep (Concept Design)
c. DD
: Fase pengembangan desain (Design Development)
d. PD
: Fase pembuatan gambar kerja (Production Documentation)
27
4.3
Manajemen Proyek
4.3.1
Sistem kerja dan penanganan proyek PT Sheils Flynn Asia memiliki sistem kerja dan penanganan proyek yang
telah terstuktur dengan baik. Proyek-proyek yang dikerjakan oleh PT Sheils Flynn Asia diperoleh diantaranya dari distribusi proyek Sheils Flynn UK, pengajuan proposal, tender, dan penunjukkan langsung dari klien. Apabila telah terdapat persetujuan dan kata sepakat mengenai teknis, lingkup pekerjaan, biaya, dan hal lainnya yang disebutkan dalam proposal, maka dilakukanlah pertemuan untuk penandatanganan kontrak atau nota kesepahaman. Setelah itu PT Sheils Flynn Asia akan melakukan rapat internal untuk membahas pekerjaan proyek tersebut dan menentukan project leader (pl) serta team work yang bertanggung jawab dalam pengerjaan proyek tersebut atau disebut pula tim desain. Penentuan project leader dan team work didasarkan pada skala proyek dan intensitas pekerjaan yang sedang dikerjakan oleh staf yang bersangkutan. Project leader bertugas dalam mengkoordinasikan pengerjaan proyek dalam suatu tim, mendistribusikan tugas kepada seluruh anggota tim, mengontrol perkembangan (progress) pekerjaan tiap harinya dan mendiskusikannya dengan direktur PT Sheils Flynn Asia dan Sheils Flynn UK. Semua itu dilakukan agar pengerjaan proyek tersebut dapat berjalan efektif, sesuai, dan tepat waktu. Sebagai acuan pengerjaan suatu proyek, setiap project leader membuat drawing list proyek. Drawing list tersebut menjadi panduan tim dalam mengerjakan tugasnya masing-masing. Dalam drawing list tersebut dipaparkan tentang gambar apa saja yang harus diproduksi berikut keterangan format gambarnya serta deadline setiap gambar. Dengan begitu setiap anggota tim dapat bekerja secara lebih efektif untuk ketercapaian target masing-masing pekerjaan. Lama waktu pengerjaan suatu proyek berbeda-beda sesuai dengan skala pekerjaan, tingkat kesulitan, serta kesepakatan dengan klien dan pihak lain yang terlibat. Setiap akhir fase atau tahap pekerjaan dilakukan pertemuan seluruh pihak yang terlibat dengan klien. Dalam pengerjaan setiap proyek, PT Sheils Flynn Asia biasa bekerja sama dengan tim lain, seperti arsitek, kontraktor, engineers, arborist, desainer interior, seniman atau artist, dan lain-lain.
28
Dalam pertemuan (meeting) pada tiap akhir tahapan dilakukan presentasi kemajuan pekerjaan masing-masing pihak yang terlibat untuk mendapatkan persetujuan dan masukan dari klien dan pihak lainnya. Dengan manajemen studio dan manajemen proyek yang telah tersusun dengan baik, maka proyek yang diterima pun dapat lebih efektif dikerjakan. Standarisasi teknologi informasi terkait penamaan dan penyimpanan file dapat lebih memudahkan pekerjaan staf. Selain itu komunikasi yang intensif antara tim desain dengan Direktur Asia dan UK dapat memberikan banyak masukan, saran, dan kritikan yang meningkatkan kualitas desain dan grafis yang dihasilkan. Pola komunikasi tersebut selain memberikan pengaruh yang baik dapat pula menghambat kinerja perusahaan. Hal tersebut dikarenakan pengambilan keputusan harus berdasarkan persetujuan Direktur UK maka dapat memperlambat kinerja jalannya proyek. Komunikasi antara Asia dan UK pun dapat terhambat dikarenakan masalah perbedaan jarak dan waktu antara kedua tempat. Oleh karena itu, PT Sheils Flynn Asia harus lebih dapat meningkatkan inisiatif dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan desain dan grafis, sehingga efektifitas kerja perusahaan dapat lebih meningkat.
4.3.2
Tahapan proses perancangan PT Sheils Flynn Asia telah memiliki standar tersendiri dalam tahapan
proses perancangan setiap proyek. Dimulai dari penyusunan proposal hingga implementasi. Tahapan proses tersebut, diantaranya: 1. Tahap Persiapan (Inception) Tahap ini merupakan tahapan awal dalam pengerjaan suatu proyek. Sebelum diterimanya proyek, PT Sheils Flynn Asia membuat suatu proposal yang ditujukan kepada klien/calon klien. Proposal tersebut berisikan deskripsi perusahaan, tujuan, proyek terkait yang pernah ditangani PT Sheils Flynn Asia, penawaran konsep yang akan digunakan serta informasi biaya jasa konsultasi desain yang haruis dikeluarkan klien/calon klien.
29
2. Tahap Riset dan Analisa (Research and Analysis) Setelah terjadi kesepakatan dan persetujuan kontrak, maka selanjutnya dilakukan riset dan analisis terhadap tapak. Pada tahap ini meliputi proses inventarisasi tapak, mengunjungi tapak untuk mengetahui kondisi tapak saat ini. Untuk proyek UK proses inventarisasi dilakukan oleh Sheils Flynn UK yang kemudian data-datanya dikirim ke PT Sheils Flynn Asia. Selanjutnya data hasil inventarisasi dianalisis untuk melihat potensi dan kendala pada tapak. 3. Tahap Desain Konsep (Concept Design) Pada tahap ini dilakukan penentuan konsep desain yang akan diaplikasikan pada tapak berdasarkan hasil riset dan analisis sebelumnya. Konsep tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk masterplan beserta gambargambar ilustrasi konsep pendukungnya. 4. Tahap Pengembangan Desain (Design Development) Konsep desain yang telah disetujui oleh klien kemudian dilanjutkan untuk dibuat pengembangan desainnya. Masterplan yang telah dibuat pada fase sebelumnya dikembangkan lebih detail ke arah pemilihan materialnya serta pembuatan Planning Aplication pada zona tapak yang meliputi gambar ilustrasi, tampak, potongan, detail yang mendukung konsep tersebut. 5. Tahap pembuatan gambar kerja (Production Documentation) Pada tahap ini dibuat gambar kerja detail yang meliputi detail zonasi, detail hardscape, detail softscape, detail konstruksi, dan informasiinformasi lainnya. 6. Pelaksanaan (Implementation) Setelah seluruh desain disetujui oleh klien dan disepakati oleh pihak-pihak lain
yang
terlibat,
maka
dilanjutkan
tahapan
pelaksanaan
atau
pembangunan tapak sesuai dengan rancangan yang ada oleh kontraktor yang telah ditunjuk oleh klien.
30
BAB 5 PERANCANGAN LANSKAP KOMPLEKS METROPOLITAN JAKARTA
5.1
Kondisi Umum Tapak Kompleks Metropolitan Jakarta merupakan suatu kawasan bisnis atau
perkantoran terpadu yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta (Gambar 7). Kawasan Sudirman merupakan suatu kawasan yang diperuntukkan bagi pusat kegiatan bisnis di Jakarta. Letaknya yang strategis yang berada di jantung kawasan pusat bisnis Jakarta memberikan nilai lebih tersendiri bagi kawasan Sudirman dan Kompleks Metropolitan.
Peta DKI Jakarta
Kawasan Segitiga Emas
Utara Kawasan Kompleks Metropolitan Keterangan: Tanpa Skala Gambar 7 Peta Lokasi Kompleks Metropolitan Jakarta
31
Kawasan Sudirman merupakan bagian dari kawasan segitiga emas Jakarta. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta, kawasan segitiga emas Sudirman – Gatot Subroto – Rasuna Said termasuk ke dalam kawasan perkantoran, perdagangan, dan jasa (Gambar 8). Sebagaimana yang diungkapkan oleh Simonds (2006) dalam suatu kota terdapat center city, inner city, outer city, dan suburbs. Kawasan Sudirman termasuk ke dalam center city atau pusat kota yang menjadi pusat aktifitas kegiatan bisnis, perdagangan, jasa, dan lain-lain. Hal ini disebabkan oleh lokasi dari kawasan Sudirman yang strategis, berada di tengah-tengah wilayah DKI Jakarta. Secara administratif, Kompleks Metropolitan Jakarta terletak di Jalan Sudirman Kavling 29 – 31, Kelurahan Karet Semanggi, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta. Secara geografis, Kompleks Metropolitan Jakarta terletak pada koordinat 6° 12’ 49,4” - 6° 12’ 58,3” LS dan 106° 49’ 6,7” - 106° 49’ 19,2”. Batas geografis Kompleks Metropolitan, diantaranya: Utara : Jalan Penjernihan 1, Jalan Jenderal Sudirman, Tower Mayapada Bank Century, Hotel Le Meridien Jakarta Barat : Jalan Prof. Dr. Satrio, Sampoerna Strategic Square (Century Health Center) Selatan : Jalan Bek Murad, Jalan Karet Gususran, pemukiman Timur : Jalan Karet Belakang, pemukiman. Kompleks Metropolitan merupakan kawasan bisnis terpadu yang dikembangkan oleh PT Jakarta Land. Luas area mencapai 8 hektar terdiri dari 3 bangunan utama sebagai pusat perkantoran, perdagangan, dan jasa. Tiga bangunan tersebut, yaitu Wisma Metropolitan 1, Wisma Metropolitan 2, dan World Trade Center 1. Saat ini PT Jakarta Land sedang membangun satu gedung tambahan dengan peruntukan yang sama di area Kompleks Metropolitan, yaitu World Trade Center 2.
32
Gambar 8 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta (Sumber: Pemprov DKI Jakarta)
33
Kawasan Kompleks Metropolitan memiliki fasilitas yang lengkap sebagai sarana penunjang kegiatan user di dalamnya, diantaranya area parkir yang mampu menampung sekitar 2000 mobil termasuk parkir bawah tanah. Terdapat pula berbagai restoran, rest area, lapangan tenis, area perdagangan, mushola, dan lainlain. PT Jakarta Land pun saat ini sedang dalam proses membangun masjid di dalam kawasan Kompleks Metropolitan. Kompleks Metropolitan menjadi kantor dari beberapa bank terkemuka di dunia, perusahaan-perusahaan profesional, dan lebih dari 100 perusahaan bisnis lokal di Indonesia. Perusahaan tersebut mempercayai kawasan Kompleks Metropolitan sebagai tempat bisnisnya dikarenakan profesionalitas PT Jakarta Land dalam memberikan pelayanan kepada penyewa, selain itu juga dikarenakan lokasi yang sangat strategis sebagai pusat bisnis, perdagangan, dan jasa. Akan tetapi kondisi lanskap yang ada saat ini di kawasan Kompleks Metropolitan semakin menurun kualitasnya, baik secara fungsi maupun estetika. Sirkulasi kendaraan tidak teratur dan tidak terdapat sistem sirkulasi yang baik. Selain itu tidak adanya sirkulasi yang jelas bagi pejalan kaki, sehingga terjadi ketidakteraturan ruang di dalamnya. Berikut beberapa gambar kondisi tapak Kompleks Metropolitan Jakarta.
Gambar 9 Kondisi Tapak Kompleks Metropolitan Jakarta - Welcome Area
Gambar 10 Kondisi Tapak Kompleks Metropolitan Jakarta-Wisma Metropolitan 1
34
Gambar 11 Kondisi Tapak Kompleks Metropolitan Jakarta-Wisma Metropolitan 2
Gambar 12 Kondisi Tapak Kompleks Metropolitan Jakarta - Lapangan Parkir PT Sheils Flynn Asia sebagai salah satu perusahaan konsultan lanskap mendapat kepercayaan untuk mengatasi permasalahan lanskap yang ada di kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta (kode proyek A125). Selain itu PT Sheils Flynn Asia juga melakukan perancangan lanskap area bangunan World Trade Center 2 yang sedang dalam proses pembangunan (kode proyek A126). Khusus dalam perancangan lanskap area World Trade Center 2 (proyek A126), PT Jakarta Land sebagai klien dan pengembang mengajukan area World Trade Center 2 untuk mendapatkan sertifikat Building and Construction Authority (BCA) Green Mark, yaitu sertifikat khusus bagi bangunan yang ramah lingkungan. Dengan demikian dalam perancangan lanskapnya, PT Sheils Flynn Asia harus memperhatikan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi agar tercapai kriteria lanskap yang ramah lingkungan.
5.2
PT Jakarta Land PT Jakarta Land merupakan perusahaan patungan antara PT Central Cipta
Murdaya dengan Hongkong Land Pte Ltd yang merupakan perusahaan properti asal Hongkong. PT Jakarta Land didirikan pada tahun 1973, perusahaan ini bergerak di bidang pengembangan properti di kawasan Central Bussines District (CBD) Jakarta.
35
Perusahaan ini telah memiliki reputasi yang baik sebagai pengembang properti kawasan bisnis. Kompleks Metropolitan merupakan salah satu karya dari PT Jakarta Land. Selain itu saat ini PT Jakarta Land akan membangun kawasan bisnis lainnya yang bertempat di Kemayoran, salah satu kawasan Central Bussines District (CBD) lain di Jakarta.
5.3
Building and Construction Authority Green Mark Building And Construction Authority Green Mark yang biasa disebut BCA
Green Mark, merupakan sertifikat yang diberikan kepada bangunan yang memiliki nilai ramah lingkungan. Sertifikat ini dikeluarkan oleh otoritas lingkungan yang berlokasi di Singapura, yaitu Building and Construction Authority (BCA) pada tahun 2005. BCA Green Mark ialah sistem penilaian tingkat keramahlingkungan suatu area bangunan untuk mengevaluasi dampak dan kinerja bangunan tersebut bagi lingkungan. Pada awalnya, penilaian ini dibuat di Singapura untuk mengarahkan pembangunan Singapura ke arah pembangunan yang ramah lingkungan, termasuk di dalamnya keberlanjutan lingkungan serta peningkatan kesadaran lingkungan para pengembang properti. Sertifikat BCA Green Mark tidak hanya diberikan pada bangunanbangunan di Singapura saja, akan tetapi juga berbagai bangunan yang terdapat di seluruh dunia setelah melalui serangkaian prosedur yang ketat. Dengan adanya sistem penilaian ini, selain memberikan pengaruh yang baik terhadap lingkungan juga memberikan dampak positif bagi pengembang yang memperoleh sertifikat BCA Green Mark untuk bisnis propertinya. Beberapa manfaat dari sistem penilaian BCA Green Mark diantaranya: 1. Memfasilitasi pengurangan biaya dalam penggunaan air, energi, dan lain-lain 2. Mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan 3. Meningkatkan kualitas lingkungan, baik indoor maupun outdoor untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan produktivitas kerja 4. Memberikan arahan untuk perbaikan yang berkelanjutan 5. Meningkatkan nilai strategis dan ekonomis bangunan
36
Untuk mendapatkan sertifikat BCA Green Mark, pengembang properti harus melalui berbagai tahapan serta pemenuhan kriteria dan standar yang ditetapkan Building and Construction Authority. Langkah yang pertama dilakukan pengembang adalah pendaftaran dan pengajuan kepada Building and Construction Authority untuk melakukan serangkaian penilaian terhadap bangunan yang diajukan pengembang tersebut. Sertifikat BCA Green Mark dapat diberikan kepada bangunan yang telah selesai dibangun (existing building) maupun bangunan yang sedang akan dibangun (new building). Untuk bangunan yang telah selesai dibangun, pengembang dituntut untuk dapat memenuhi pengelolaan area yang berkelanjutan, mengurangi dampak buruk yang dihasilkan dari bangunan terhadap lingkungan, dan memperhatikan kesehatan user selama bangunan tersebut berdiri. Sedangkan untuk bangunan yang sedang akan dibangun, pengembang dan tim desain dituntut untuk membuat suatu desain dan konstruksi yang ramah lingkungan, sistem bangunan yang berkelanjutan dengan mampu menerapkan penghematan energi, penghematan air, lingkungan yang sehat, serta penerapan area hijau yang lebih luas. Dalam hal ini PT Jakarta Land sebagai pengembang kawasan Kompleks Metropolitan, khususnya untuk area pembangunan gedung World Trade Center 2 membuat pengajuan permohonan sertifikat BCA Green Mark kepada BCA untuk ketegori bangunan baru, yaitu World Trade Center 2. Setelah melalui seleksi administrasi, maka BCA memberikan kriteria penilaian dan syarat-syarat tertentu dalam sertifikasi bangunan World Trade Center 2 yang harus dipenuhi oleh PT Jakarta Land. Setelah melakukan pertemuan dengan pihak BCA, PT Jakarta Land kemudian melakukan pertemuan dengan tim yang teribat dalam pembangunan proyek World Trade Center 2 untuk membahas kriteria dan syarat penilaian tersebut. Pihak yang telibat dalam proyek pembanguan World Trade Center 2, diantaranya: 1. Aedas Pte Ltd Konsultan arsitektur asal Singapura yang merancang bangunan World Trade Center 2.
37
2. PT Balfour Beatty Sakti Indonesia Perusahaan kontraktor hasil patungan antara PT Central Cipta Murdaya dan Balfour Beatty Limited asal Inggris. Perusahaan ini bertindak sebagai kontraktor utama yang membangun gedung World Trade Center 2 hasil rancangan Aedas Pte Ltd. 3. Meinhardt Meinhardt
merupakan
perusahaan
konsultan
perencanaan
dan
manajemen struktur berskala internasional. 4. WT Partnership Perusahaan konsultan manajemen proyek dan penasehat ahli dalam industri konstruksi dan properti. Perusahaan ini bertindak sebagai quantity surveyor (QS). 5. PT Skemanusa Consultana Teknik Perusahaan konsultan yang bergerak di bidang mekanik (mechanical), listrik/elektrik (electrical), dan saluran air (plumbing). Perusahaan ini bertindak sebagai mechanical, electrical, and plumbing engineer (MEP Engineer). 6. PT Sheils Flynn Asia Perusahaan konsultan arsitektur lanskap berskala internasional yang bertindak sebagai perancang lanskap ruang luar bangunan World Trade Center 2. BCA sendiri mengkategorikan bangunan yang akan disertifikasi ke dalam beberapa kategori, diantaranya bangunan sekolah/pendidikan, residensial, dan non residensial untuk bangunan yang telah dibangun (existing building), dan kategori bangunan sekolah / pendidikan, residensial, dan non residensial untuk bangunan yang sedang akan dibangun (new building). BCA menetapkan standar penilaian yang berbeda untuk masing-masing kategori bangunan tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Bangunan World Trade Center 2 sendiri termasuk ke dalam kategori bangunan non residensial baru (non residential new building). BCA sebagai otoritas yang mengeluarkan sertifikasi BCA Green Mark memberikan 5 kriteria penilaian utama, diantaranya:
38
1. Efisiensi energi 2. Efisiensi air 3. Proteksi lingkungan 4. Kualitas lingkungan ruang dalam (indoor) 5. Fitur ramah lingkungan lainnya Masing-masing kriteria penilaian tersebut diturunkan menjadi beberapa sub tersendiri. Kriteria tersebut memiliki skala penilaian yang berbeda-beda. Kontribusi dari PT Sheils Flynn Asia sebagai perancang lanskap area luar (outdoor) terdapat pada sub kategori sistem pengairan dan lanskap yang terdapat pada kategori efisiensi air dan sub kategori green provision yang terdapat pada kategori proteksi lingkungan. Untuk lebih jelasnya kategori penilaian BCA Green Mark dijelaskan pada Tabel 5. Tabel 5 Kriteria Penilaian Building and Construction Authority Green Mark (Sumber: Building and Construction Authority) Kategori
Alokasi Poin
Persyaratan Energi 1. Efisiensi Energi 1.1 Performa suhu bangunan
12
1.2 Sistem pendingin ruangan
30
1.3 Parameter suhu bangunan
35
1.4 Sirkulasi udara alami dan mekanis
20
1.5 Pencahayaan alami
6
1.6 Pencahayaan buatan
12
1.7 Sirkulasi udara lapangan parkir
4
1.8 Sirkulasi udara area publik
5
1.9 Lift dan eskalator
2
1.10 Praktek efisiensi energi
12
1.11 Pembaharuan energi
20
Subtotal Poin
116
39
Persyaratan Lainnya 2. Efisiensi Air 2.1 Perlengkapan efisiensi air
10
2.2 Pendeteksi penggunaan dan pembuangan air
2
2.3 Sistem irigasi/pengairan dan lanskap
3
2.4 Penggunaan air untuk pendingin bangunan
2
3. Proteksi Lingkungan 3.1 Konstruksi berkelanjutan
10
3.2 Produk berkelanjutan
8
3.2 Greenery provision/penghijauan
8
3.3 Praktek manajemen lingkungan
7
3.4 Aksesibilitas transportasi publik
4
3.5 Pendingin
2
3.7 Manajemen air
3
4. Kualitas lingkungan ruang dalam (outdoor) 4.1 Tingkat kenyamanan suhu
1
4.2 Tingkat kebisingan
1
4.3 Polusi udara ruang dalam
2
4.4 Manajemen kualitas udara ruang dalam
2
5. Fitur ramah lingkungan lain 5.1 Inovasi dan fitur ramah lingkungan
7
Subtotal Poin
74
Total Maksimum poin
190
Penilaian sertifikasi BCA Green Mark terbagi ke dalam 2 kriteria utama, yaitu kriteria persyaratan energi dan persyaratan lainnya. Dalam persyaratan energi terdapat 1 kategori, yaitu efisiensi energi yang kemudian diturunkan kembali menjadi beberapa sub kategori. Persyaratan energi memberikan kontribusi penilaian yang cukup besar dengan poin minimal yang harus tercapai, yaitu 30 poin dari 116 poin maksimal yang tersedia.
40
Persyaratan lainnya terdiri dari 4 kategori, yaitu efisiensi air, proteksi lingkungan, kualitas lingkungan ruang dalam (indoor), dan fitur ramah lingkungan lainnya. Dari keempat kategori tersebut minimal poin yang harus diperoleh untuk suatu bangunan mendapatkan sertifikat BCA Green Mark, yaitu sebesar 20 poin dari 74 poin maksimal yang tersedia. Peran dari konsultan lanskap PT Sheils Flynn Asia sebagai perancang lanskap area luar bangunan terdapat pada sub kategori sistem irigasi dan lanskap pada kategori efisiensi air dan greenery provision pada kategori proteksi lingkungan (warna hijau pada Tabel 5). Dengan demikian sebagai perancang lanskap, PT Sheils Flynn Asia berkontribusi 11 poin dari 2 sub kategori tersebut terhadap 20 poin minimal yang harus diperoleh untuk mendapat sertifikat BCA Green Mark. Penilaian dari sistem irigasi dan lanskap ialah ketersediaan suatu sistem yang baik yang mampu memanfaatkan air hujan (recycled water) atau ketersediaan air lainnya dan penggunaan tanaman dengan kebutuhan air yang minim untuk mengurangi konsumsi terhadap air. Penilaian dari sistem irigasi dan lanskap, diantaranya: 1. Tidak menggunakan air konsumsi dalam kebutuhan pengairan lanskap (1 poin) 2. Penggunaan sistem efisiensi irigasi otomatis dengan sensor hujan (1 poin) 3. Penggunaan tanaman yang toleran terhadap kekeringan yang membutuhkan sedikit pengairan (1 poin) Sedangkan dalam kategori greenery provision, BCA menilai tingkat penghijauan tapak dengan menggunakan sistem Green Plot Ratio (GnPR), restorasi tanaman, serta penggunaan pupuk. Penilaian dari kategori ini, diantaranya: 1. Penggunaan bahan kompos dari daur ulang limbah hortikultura sebagai pupuk (1 poin) 2. Restorasi atau pemulihan pohon yang ada pada tapak dan mempertahankan atau merelokasi pohon eksisting pada tapak (1 poin)
41
3. Green Plot Ratio (GnPR) yang menghitung tingkat penutupan tapak oleh tanaman yang ditentukan oleh Leaf Area Index (LAI), dengan membagi kategori tanaman ke dalam 4 bagian, yaitu rumput, semak, palem, dan pohon. Rumus perhitungan Green Plot Ratio (GnPR) sebagai berikut: Green Area Total = Σ QTY x CA x Radius2 x GAI GnPR = Green Area Total / Luas Tapak Keterangan: QTY
: Kuantitas / jumlah tanaman
CA
: Canopy Area Rumput
:-
Semak
:-
Palem
: 3,14
Pohon
: 3,14
Radius
: Jari-jari tajuk (khusus palem dan pohon)
GAI
: Green Area Index
GnPR
Rumput
:1
Semak
:3
Palem
:4
Pohon
:6
: Green Plot Ratio
Alokasi poin GnPR terdapat pada Tabel 6. Tabel 6 Alokasi Poin Green Plot Ratio (GnPR) (Sumber: Building and Construction Authority) GnPR
Alokasi Poin
0,5 - < 1,0
1
1,0 - < 1,5
2
1,5 - < 3,0
3
3,0 - < 3,5
4
3,5 - < 4,0
5
≥ 4,0
6
42
5.4
Proses Perancangan
5.4.1
Tahap persiapan (inception) Tahap persiapan merupakan tahapan paling awal dalam pengerjaan suatu
proyek. Pada tahapan ini PT Sheils Flynn Asia menyiapkan proposal yang diajukan kepada klien. Isi dari proposal tersebut meliputi deskripsi perusahaan, proses dan waktu kegiatan perancangan tiap tahapnya, ide serta konsep dasar yang akan diterapkan, dan biaya jasa desain yang dikeluarkan oleh klien. Proyek yang dikerjakan oleh PT Sheils Flynn Asia diperoleh berdasarkan 3 cara, yaitu distribusi dari Sheilsflynn UK, tender, dan penunjukan langsung. Proyek Kompleks Metropolitan Jakarta sendiri terbagi menjadi 2 proyek, yaitu proyek perancangan lanskap area Kompleks Metropolitan, diluar dari area pembangunan World Trade Center 2 (kode proyek A125) dan proyek perancangan lanskap area pembangunan World Trade Center 2 (kode proyek A126). Proyek A125 lebih dahulu diterima dan dikerjakan oleh PT Sheils Flynn Asia, proyek ini diperoleh melalui proses tender. Saat dalam proses pengerjaan desain proyek A125, PT Jakarta Land sebagai klien dan pemilik owner Kompleks Metropolitan menunjuk PT Sheils Flynn Asia sebagai konsultan perancang lanskap area World Trade Center 2. Walaupun proyek yang diterima merupakan penunjukan langsung dari klien, PT Sheils Flynn Asia tetap mengajukan proposal kepada pihak PT Jakarta Land untuk mengajukan nominal biaya jasa desain yang harus dikeluarkan klien. Menurut Booth (1983), tahap awal dalam pengerjaan proyek lanskap, yaitu project acceptance (penerimaan proyek). Dalam tahap ini terjadi pertemuan antara klien dan arsitek lanskap dalam membahas lingkup pekerjaan yang akan dikerjakan oleh arsitek lanskap tersebut. Selanjutnya arsitek lanskap menyusun proposal yang berisikan secara detail lingkup pekerjaan yang dilakukan, produk yang dihasilkan , serta biaya jasa yang harus klien keluarkan. Setelah terjadi persetujuan antara kedua belah pihak, maka kedua belah pihak tersebut menandatangani proposal yang telah disusun. Dengan demikian maka baik pihak klien maupun arsitek lanskap telah memahami lingkup kerja, kewajiban, dan hak masing-masing yang tertuang di dalam proposal tersebut.
43
Berdasarkan penjelasan tersebut, tahap persiapan yang dilakukan oleh PT Sheils Flynn Asia merupakan tahapan penerimaan proyek (project acceptance) yang dikemukakan oleh Booth. Dalam proposal yang disusun oleh PT Shels Flynn Asia, tertuang lingkup kerja yang harus dilakukan oleh PT Sheils Flynn Asia sebagai konsultan arsitektur lanskap. Hal tersebut berlaku untuk kedua proyek yang dikerjakan, yaitu proyek A125 dan A126. Secara detail proposal tersebut menjelaskan mengenai tiap tahapan yang dilalui dalam proses pengerjaan desain beserta pemaparan produk yang dihasilkan tiap tahap dan batas waktu pengerjaanya (deadline). Selain itu dijelaskan pula persentase biaya yang harus klien keluarkan pada tiap tahapnya, juga dengan batas waktu pembayarannya. Dalam antisipasi permasalahan hukum dan lainnya, proposal dan surat kontrak pun memuat tentang penalti atau sanksi yang harus dikeluarkan apabila salah satu dan atau kedua belah pihak kedapatan melanggar isi dari proposal dan surat kontrak tersebut.
5.4.2
Tahap riset dan analisis (research and analysis) Setelah terjadi kesepakatan dan penandatanganan kontrak dan proposal
antara PT Sheils Flynn Asia dan PT Jakarta Land, maka tahapan selanjutnya yaitu tahap riset dan analisis. Pada tahap ini PT Sheils Flynn Asia melakukan analisis terhadap tapak Kompleks Metropolitan Jakarta. Hasil dari analisis tersebut kemudian menjadi acuan dan dasar pada proses yang akan dilakukan pada tahapan selanjutnya. Hal pertama yang dilakukan oleh PT Sheils Flynn Asia adalah menyiapkan peta dasar. Gambar tersebut sangat penting penting tidak hanya dalam proses analisis tetapi juga pada tahapan-tahapan selanjutnya. Hal ini dikemukakan oleh Booth (1983), bahwa yang pertama harus dilakukan dalam tahap riset dan analisis adalah penyiapan peta dasar tapak. Kemudian dari peta dasar tersebut arsitek lanskap dapat memahami kondisi dan keadaan tapak untuk kemudian dilakukan analisis terhadap tapak tersebut.
44
5.4.2.1 Kompleks Metropolitan (proyek A125) Peta dasar kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta diperoleh PT Sheils Flynn Asia dari PT Jakarta Land dan Aedas Pte. Ltd (Gambar 13). Peta dasar saja tidak cukup untuk menjadi bahan acuan analisis oleh karena itu, PT Sheils Flynn Asia, yaitu project leader dan staf yang terlibat pada proyek ini melakukan kunjungan lapang (site visit) untuk memahami tapak secara langsung. Dalam proses site visit tersebut, tim membawa peta dasar yang telah disiapkan untuk memahami orientasi dan posisi lapang terhadap peta dasar. Selain itu juga dilakukan ground check untuk memastikan keakuratan peta dasar yang diterima. Dalam pengecekan tersebut terdapat beberapa perbedaan antara peta dasar yang ada dengan kondisi sebenarnya di lapang. Hal
tersebut
dikarenakan
adanya
perubahan
yang
terjadi
sejak
pembangunan awal kawasan Kompleks Metropolitan hingga sekarang. Perubahan tersebut belum diperbaharui pada gambar peta dasar yang diterima oleh PT Sheils Flynn Asia dari PT Jakarta Land. Ketidaksesuaian gambar dan kondisi lapang diantaranya, perbedaan bentuk dan posisi kolam di area entrance, posisi pohon, serta perbedaan bentuk island (Gambar 14). Ketidaksesuaian peta dasar yang digunakan akan mempengaruhi ketidakakuratan pembuatan gambar detail pada tahap pembuatan gambar kerja nantinya. Hal ini juga akan berpengaruh pada perhitungan material yang digunakan oleh kontraktor pelaksana saat tahap pembuatan (implementation). Oleh karena itu, PT Sheils Flynn Asia selalu melakukan kunjungan lapang (site visit) untuk mendapatkan data yang seakurat mungkin. Dalam kegiatan kunjungan lapang itu pula dilakukan pengamatan terhadap tapak meliputi kualitas, estetika, fungsi, dan kenyamanan tiap area. Selain itu dilakukan
pengamatan
terhadap
kebiasaan
dan
perilaku
user
juga
pendokumentasian kondisi tapak untuk merekam kondisi di lapang sebagai bahan diskusi di dalam studio.
45
Gambar 13 Peta Dasar Kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta (Sumber: PT Jakarta Land dan PT Sheils Flynn Asia)
46
Gambar 14 Ketidaksesuaian Peta Dasar dan Kondisi di Lapang (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
47
Dari hasil pengamatan dan penilaian terhadap tapak, diperoleh beberapa permasalahan lanskap di kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta. Permasalahan tersebut kemudian dianalisis untuk dicari solusi penyelesaiannya. Beberapa permasalahan yang terdapat di kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta antara lain: 1. Ketidakteraturan pola sirkulasi dan parkir kendaraan 2. Kepadatan area penerimaan (entrance) 3. Rendahnya kualitas area sosial (social space) 4. Ketidakteraturan pola dan jalur pejalan kaki (pedestrian way) 5. Degradasi vegetasi. Sebagai kawasan bisnis yang berada di jantung Kota Jakarta, kawasan Kompleks Metropolitan menjadi kawasan bisnis yang padat dan ramai. Setiap harinya lebih dari 1000 kendaraan yang masuk dan keluar kawasan ini. Akan tetapi kualitas lanskap kawasan Kompleks Metropolitan tidak mendukung dengan baik situasi tersebut. Penataan jalur sirkulasi serta pola sirkulasi yang tidak terarah menyebabkan terjadinya kesemrawutan kendaraan. Selain itu pola parkir di kawasan ini juga tidak tertata dengan baik. Beberapa kendaraan terlihat parkir berdempetan dan beberapa hampir menghalangi badan jalan. Beberapa kendaraan pun terpaksa diparkirkan di sembarang tempat (Gambar 15). Hal tersebut dikarenakan ruang parkir yang tidak memenuhi standar dan kesemrawutan pola sirkulasi yang menyebabkan user enggan untuk berputar mencari tempat parkir lain yang kosong. Selain permasalahan sirkulasi dan parkir kendaraan, permasalahan lainnya ialah padatnya area penerimaan (entrance) Kompleks Metropolitan. Sebenarnya penataan area penerimaan pada gerbang telah cukup baik, terdapat pemisahan antara kendaraan masuk dan keluar, sehingga konflik kendaraan dapat lebih diminimalisir (Gambar 16 dan 17). Akan tetapi area penerimaan kawasan Kompleks Metropolitan tersebut sekaligus menjadi area penerimaan bagi gedung Wisma Metropolitan 1 dan 2, sehingga intensitas kendaraan dan pejalan kaki di area ini cukup padat, terutama pada waktu-waktu tertentu, seperti pagi hari (jam masuk kantor), siang hari (jam istirahat kantor), dan sore hari (jam pulang kantor) (Gambar 18).
48
Gambar 15 Ketidakteraturan Pola Sirkulasi dan Parkir Kendaraan
Gambar 16 Gerbang Tengah (Pintu Masuk Kompleks Metropolitan Jakarta)
49
Gambar 17 Gerbang Samping (Pintu Keluar Kompleks Metropolitan Jakarta)
Gambar 18 Kepadatan Area Penerimaan (Entrance) Sebagai kawasan bisnis dan perkantoran, Kompleks Metropolitan Jakarta memiliki beberapa area sosial untuk mengakomodir kebutuhan user di dalamnya. Area tersebut diantaranya kafetaria dan restoran, mushola, dan rest area. Bahkan PT Jakarta Land berencana untuk membangun masjid baru di dalam kawasan Kompleks Metropolitan ini. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada user terhadap kebutuhan area sosial dengan kualitas yang baik. Saat tim PT Sheils Flynn Asia melakukan kunjungan lapang ke tapak Kompleks Metropolitan Jakarta, terdapat area sosial dengan kualitas yang kurang baik. Saat ini terdapat kafe dan restoran yang berada di samping bangunan Wisma Metropolitan 1 dan 2 (Gambar 19). Kafe dan restoran tersebut menyediakan area makan di luar ruangan (teras kafe) dengan menggunakan jalur pejalan kaki sebagai tempat makan sebagian pengunjungnya. Pengunjung yang makan di luar ruangan tersebut disediakan meja berkanopi. Pada siang hari yang merupakan saat istirahat dan makan siang, panas matahari cukup terik, sehingga membuat kenyamanan pengunjung tersebut
50
berkurang. Situasi yang sama juga akan terjadi apabila cuaca sedang turun hujan, kanopi meja tersebut tidak cukup menutupi user di bawahnya dari tampias air hujan. Dengan demikian perlu adanya penataan ulang area sosial tersebut. Untuk mengakomodir para sopir yang menunggu majikannya beraktifitas, PT Jakarta Land menyediakan beberapa rest area di berbagai spot lapangan parkir. Sama halnya dengan kondisi kafe dan restoran, kondisi rest area pun tidak lebih baik (Gambar 19). Sebagai kawasan bisnis dan perkantoran yang bergengsi, kawasan Kompleks Metropolitan harus dapat memberikan pelayanan yang lebih baik lagi dalam hal tersebut. Oleh karena itu PT Sheils Flynn Asia melihat kondisi tersebut sebagai sesuatu yang harus dibenahi dalam penataan lanskap kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta ini.
Gambar 19 Rendahnya Kualitas Area Sosial Sirkulasi pejalan kaki menjadi fokus utama dalam analisis dan desain yang dilakukan PT Sheils Flynn Asia. Hal ini dikarenakan tingginya intensitas pejalan kaki. Sebagian besar sirkulasi user dari dan ke berbagai gedung yang terdapat di kawasan Kompleks Metropolitan merupakan sirkulasi pejalan kaki. Aktifitas perpindahan user tersebut dikarenakan berjalan kaki jauh lebih efektif dibandingkan menggunakan kendaraan di dalam kawasan Kompleks Metropolitan tersebut. Tidak hanya di dalam kawasan Kompleks Metropolitan, sirkulasi pejalan kaki juga menjadi hal yang penting hingga ke luar area kawasan ini. Terutama akses pintu pejalan kaki di sebelah timur kawasan. Hal tersebut dikarenakan di bagian timur kawasan Kompleks Metropolitan merupakan pusat pertokoan yang
51
menjual berbagai makanan. Para karyawan dari kawasan Kompleks Metropolitan sering menuju area ini terutama saat jam istirahat makan siang. Di bagian timur kawasan Kompleks Metropolitan tersebut pula terdapat pemukiman yang menjadi tempat tinggal para karyawan, baik kos maupun kontrak. Maka selain saat jam istirahat makan siang, akses pejalan kaki dari dan menuju area ini memiliki intensitas yang tinggi pada pagi dan sore hari. Tingginya kebutuhan user terhadap akses sirkulasi pejalan kaki tersebut tidak diimbangi oleh keberadaan jalur pejalan kaki yang nyaman dan aman. Jalur pejalan kaki yang saat ini ada belum sepenuhnya memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya, seperti lebar yang tidak memenuhi standar, jalur penyeberangan yang seadanya, dan jalur pejalan kaki yang berada di badan jalan kendaraan. Bahkan di beberapa spot jalur pejalan kaki tidak tersedia, sehingga pejalan kaki menggunakan badan jalan kendaraan (Gambar 20).
Gambar 20 Kualitas Jalur Pejalan Kaki yang Kurang Memadai Permasalahan lainnya yang menjadi perhatian tim PT Sheils Flynn Asia ialah terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang disebabkan degradasi vegetasi yang terdapat di kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta. Beberapa
52
pohon yang terdapat di lapangan parkir terlihat mengalami degradasi atau penurunan kualitas, sehingga pohon-pohon tersebut yang awalnya difungsikan sebagai pohon peneduh, justru membuat area tersebut menjadi terlihat kering dan gersang (Gambar 21). Salah satu hal yang menyebabkan terjadinya degradasi pohon tersebut antara lain pemangkasan atau penebangan cabang dan batang pohon yang tidak tepat, kesalahan pengelolaan (maintenance), dan stres yang dialami pohon-pohon tersebut.
Gambar 21 Degradasi Vegetasi Kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta Pada dasarnya proses riset dan analisis yang dilakukan oleh PT Sheils Flynn Asia merupakan suatu tahapan yang sama dengan tahapan riset dan analisis yang dikemukakan oleh Booth (1983), dimana proses analisis ialah sebuah proses pemahaman terhadap tapak yang dilakukan oleh arsitek lanskap. Lebih jauh Booth mengemukakan bahwa proses tersebut berupa evaluasi terhadap masalah dan potensi yang ada di dalam tapak. Dengan kata lain memperhatikan poin yang baik dan buruk di tapak, permasalahan serta suatu hal yang harus dirubah pada tapak tersebut.
53
Hasil dari proses analisis tersebut kemudian dituangkan oleh tim ke dalam bentuk grafik secara spasial (Gambar 22 – 28). Poin yang dituangkan tersebut merupakan hasil dari pengamatan dan pemahaman terhadap tapak yang dilakukan baik saat kunjungan lapang maupun saat diskusi di dalam studio. Pembuatan hasil analisis secara spasial ini sangat dibutuhkan untuk memetakan spot atau area yang dinilai terdapat permasalahan di dalamnya.
Gambar 22 Pintu Masuk (Entrance) Pejalan Kaki (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
54
Gambar 23 Pintu Masuk ke dalam Gedung (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
Gambar 24 Area Sosial di dalam Tapak (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
55
Gambar 25 Area Sosial di luar Tapak (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
Gambar 26 Sirkulasi Pejalan Kaki (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
56
Gambar 27 Area Kendaraan (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
Gambar 28 Sirkulasi Kendaraan dan Area Konflik (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
57
Menurut Reid (1996), grafis yang dihasilkan pada tiap tahapan proses perancangan berfungsi untuk mencatat, mengeluarkan, dan menyampaikan ide-ide atau informasi. Hal tersebut juga sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hakim dan Sediadi (2006), bahwa hasil pemahaman orang terhadap pesan secara grafis jauh lebih baik daripada penyampaian pesan secara lisan atau tertulis. Lebih jauh lagi Hakim dan Sediadi mengemukakan bahwa pesan yang dapat ditangkap melalui komunikasi tertulis paling banyak hanya 15 %, sedangkan melalui komunikasi grafis pesan yang ditangkap akan mencapai 70 %. Apabila komunikasi grafis tersebut dipadukan dengan komunikasi lisan, pesan yang dapat ditangkap akan mencapai 85 %. Oleh karena itu, untuk memperjelas penyampaian pesan kepada klien, seorang arsitek lanskap memerlukan penyajian hasil riset dan analisisnya dalam grafis atau spasial. Hal tersebut yang selalu dilakukan oleh PT Sheils Flynn Asia dalam setiap tahapan proses desainnya. Selain itu dalam proyek ini juga PT Sheils Flynn Asia melakukan presentasi di depan klien dan tim desain yang berasal dari berbagai disiplin ilmu lainnya. Hal tersebut bertujuan untuk terciptanya komunikasi aktif di antara semua pihak yang terlibat. Selain untuk mendapatkan masukan, hal penting lainnya ialah agar pesan yang ingin disampaikan oleh tim PT Sheils Flynn Asia dapat lebih banyak ditangkap oleh klien dan pihak lain yang terlibat. Dalam grafis presentasinya pun alur grafis sangat diperhatikan, seperti gambar di atas. Grafis analisis yang ditampilkan berurutan sesuai dengan alur pemikiran tim desain PT Sheils Flynn Asia. Dengan demikian pesan dan ide yang mendasari proses desain ke depannya akan lebih mudah dimengerti oleh klien dan pihak lain yang terlibat.
5.4.2.2 World Trade Center 2 (proyek A126) Sementara itu untuk proyek perancangan lanskap area gedung World Trade Center 2 (A126), PT Sheils Flynn Asia banyak melakukan komunikasi dengan pihak yang terlibat dalam proyek tersebut. Hal ini dikarenakan pembangunan gedung yang belum selesai, sehingga koordinasi dengan pihak
58
terkait untuk mengetahui informasi layout area World Trade Center 2 sangat diperlukan. PT Sheils Flynn Asia berkoordinasi dengan Aedas Pte Ltd sebagai arsitek bangunan World Trade Center 2 untuk mendapatkan data terkait detail bangunan serta area luar ruangnya. Dalam proyek ini PT Sheils Flynn Asia merancang area luar bangunan World Trade Center 2 yang berada di atas basement bangunan tersebut. Dengan kata lain perancangan lanskap tersebut termasuk ke dalam perancangan roof garden (taman atap). Dalam proyek ini PT Sheils Flynn Asia lebih banyak menganalisis berbagai hal yang menjadi pembatas (constraint) dalam proses desain yang akan dilakukan. Berdasarkan hasil koordinasi dengan Meinhardt selaku konsultan struktur dan PT Balfour Beatty Sakti Indonesia sebagai kontraktor proyek ini, tebal media penanaman yang diizinkan untuk lanskap area bangunan World trade Center 2, yaitu 300 mm untuk semak dan 1000 mm untuk pohon yang dihitung dari level slab. Dalam pembuatan struktur hard material lanskap, penempatan struktur harus memperhatikan posisi kolom basement di bawahnya. Hal itu bertujuan agar beban struktur hard material tersebut tertumpu pada kolom yang secara struktur lebih kuat. Selain itu untuk mengantisipasi terjadinya bahaya kebakaran, perlu adanya rencana jalur pemadam kebakaran (fire engine) ke bagian dalam taman. Koordinasi pun dilakukan dengan PT Skemanusa Consultana Teknik selaku konsultan mekanik, elektrik, dan pengairan. PT Skemanusa Consultana Teknik merencanakan adanya bangunan baru di selatan gedung World Trade Center 2. Bangunan tersebut merupakan area penempatan service yang berhubungan dengan kelistrikan. Analisis pada proyek A126 ini dituangkan dalam grafis pada Gambar 29 – 31. Secara umum, proses riset dan analisis yang dilakukan oleh tim PT sheils Flynn Asia merupakan proses analisis cepat (quick analysis). Dengan proses tersebut, tim secara cepat memahami kendala dan potensi pada tapak yang kemudian dituangkan dalam bentuk grafis. Untuk proyek Kompleks Metropolitan ini, proses tersebut efektif dilakukan karena skala proyek yang masih termasuk skala menengah (meso) dan termasuk pada proyek redesign dengan layout yang
59
sudah ada. Selain itu keterbatasan waktu yang diberikan klien menjadikan proses quick analysis ini menjadi metode analisis yang efektif.
Gambar 29 Level Struktur Area World Trade Center 2 (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
Gambar 30 Rencana Jalur Sirkulasi Pemadam Kebakaran (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
60
Gambar 31 Rencana Bangunan Pelayanan Kelistrikan (Sumber: PT Sheils Flynn Asia) 5.4.3 Tahap desain konsep (concept design) Berdasarkan hasil yang didapat dari proses riset dan analisis, selanjutnya PT Sheils Flynn Asia melakukan penentuan ide dan konsep yang akan digunakan. Tahap desain konsep ini merupakan tahap awal dimana proses desain mulai berlangsung. Untuk menentukan konsep dan ide dasar yang akan diterapkan di tapak, PT Sheils Flynn Asia terlebih dahulu melakukan berbagai diskusi untuk menguatkan pemilihan konsep dan ide tersebut. Proses diskusi dilakukan dalam internal PT Sheils Flynn Asia yang melibatkan anggota tim yang terlibat dalam proyek Kompleks Metropolitan ini, baik proyek A125 maupun A126. Selain itu PT Sheils Flynn Asia juga melakukan komunikasi dan diskusi terkait masalah konsep dengan pihak Sheils Flynn UK. Berbagai data yang terkait dengan tapak, seperti dokumentasi kunjungan lapang, peta dasar, serta grafis analisis dikirimkan oleh PT Sheils Flynn Asia ke Sheils Flynn UK. Hal tersebut bertujuan agar pihak Sheils Flynn UK dapat memahami karakter tapak dalam proyek tersebut.
61
Dalam penentuan konsep terlebih dahulu dirumuskan berbagai tujuan yang ingin dicapai sebagai solusi dari berbagai permasalahan yang ditemui pada tahapan riset dan analisis sebelumnya. Tujuan tersebut, diantaranya: 1. Menciptakan suasana lingkungan area penerimaan yang user-friendly, dengan pola sirkulasi yang sederhana 2. Menyederhanakan hirarki rute sirkulasi, mengurangi ruang jalur kendaraan untuk dikonversi menjadi area shared space dimana pejalan kaki, mobil, motor, dan sepeda berada pada ruang yang sama 3. Menciptakan komposisi hard material dan soft material terpadu untuk membentuk karakter ruang dan mengarahkan user ke suatu rute atau area 4. Menerapkan desain yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan penggunaan vegetasi asli yang low maintenance 5. Mengkoordinasikan visi desain yang terpadu untuk pengembangan seluruh tapak, menciptakan lanskap yang mampu memberikan kontribusi dan bernilai terhadap tapak. Secara keseluruhan konsep yang digunakan dalam proyek penataan lanskap kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta ini adalah Shared Space. Shared space merupakan konsep baru dalam penataan ruang di area perkotaan. Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Hans Monderman, pakar transportasi asal Jerman (wikipedia). Hans Monderman menyatakan bahwa perilaku individu dalam berlalu-lintas lebih dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dalam ruang publik daripada perangkat kontrol konvensional (sign) dan peraturan lau-lintas. Methorst et. al. (2007) mengungkapkan bahwa konsep shared space merupakan suatu solusi penyelesaian permasalahan transportasi di kawasan perkotaan. Di dalam konsep ini para pengguna jalan, yaitu pengendara mobil, motor, sepeda, dan pejalan kaki berada dalam satu ruang yang tidak dipisahkan. Pembatas jalan antara jalur kendaraan dan pejalan kaki yang biasanya dipisahkan dengan menggunakan kerb dihilangkan. Level ketinggian antara jalur keduanya pun disamakan. Selain itu berbagai furnitur lalu-lintas, seperti sign, lampu merah, dan lainnya pun ditiadakan di dalam konsep ini.
62
Menurut Heinz (2009), peran dan fungsi dari berbagai furnitur lalu-lintas tersebut digantikan oleh penggunaan pohon, bangku, bolard, planter dan dinding rendah (low walls). Penggunaan elemen lanskap tersebut digunakan untuk menciptakan suasana ruang yang menyerupai plaza atau square. Penggunaan material permukaan pun menggunakan material pavement, seperti granit, andesit, batu palimanan, konblok, dan lain-lain. Pendapat Heinz tersebut menguatkan pernyataan Hans Monderman tentang perilaku individu dalam berkendara. Karena dengan konsep shared space tersebut akan menciptakan persepsi bagi para pengendara bahwa area tersebut merupakan plaza atau square dimana pejalan kaki dapat berjalan disetiap bagian area tersebut. Hal itu akan membuat para pengendara lebih berhati-hati dalam mengendarai kendaraannya. Dengan demikian para pejalan kaki justru akan merasa lebih nyaman dan aman dalam berjalan kaki. Lebih jauh lagi Heinz mengungkapkan bahwa konsep shared space ini akan ideal diterapkan pada suatu area dengan intensitas kendaraan kurang dari 1200 kendaraan tiap jamnya. Kemudian menurut Methorst et. al. (2007), konsep ini cocok diterapkan pada area dengan kecepatan kendaraan berkisar 30 km/jam. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan konsep shared space pada Kompleks Metropolitan dapat dilakukan. Kawasan Kompleks Metropolitan memiliki kapasitas parkir mobil sebanyak 2000 kendaraan, data ini menunjukkan bahwa intensitas kendaraan di kawasan Kompleks Metropolitan kurang dari 1200 kendaraan tiap jam yang menjadi syarat ideal penerapan konsep ini. Dalam kawasan Kompleks Metropolitan terdapat lebih dari 100 perusahaan yang berkantor di kawasan ini dan lebih dari 2000 karyawan yang melakukan aktivitas di dalamnya. Hal tersebut berdampak pada tingginya intensitas pejalan kaki terutama pada waktu tertentu. Dengan demikian kendaraan di dalam kawasan ini akan berada pada kecepatan yang lambat. Hal tersebut mendukung pula penerapan konsep shared space pada kawasan Kompleks Metropolitan. Setelah konsep ditentukan maka dilakukan pembuatan sketsa rencana awal (preliminary master plan) dari hasil diskusi konsep yang dilakukan sebelumnya
63
(Gambar 32). Berdasarkan proses perancangan menurut Booth (1983), tahap selanjutnya setelah tahapan riset dan analisis ialah tahapan desain. Di dalamnya terdapat pembuatan gambar preliminary master plan, yaitu penggambaran rencana desain terhadap tapak dimana berbagai elemen lanskap telah dimasukkan di dalamnya. Penggambarannya bersifat grafik semi komplet, yaitu belum bersifat mendetail mengenai posisi, material, ukuran, dan dimensi elemen dalam tapak. Menurut Reid (1996), gambar konsep memiliki karakter yang bebas dan lepas dan bersifat abstrak, dengan tidak menunjukkan bentuk, tekstur, dan wujud secara pasti. Oleh karena itu perlu dilakukan proses rasionalisasi terhadap gambar konsep, yaitu gambar preliminary master plan yang telah dihasilkan. Dari gambar sketsa preliminary master plan tersebut selanjutnya dirasionalisasikan ke dalam bentuk gambar CAD (Computer Aided Drafting). Hal ini dilakukan agar gambar konsep yang ada dapat digambarkan secara lebih akurat terkait ukuran, dimensi, wujud, bentuk, tekstur, dan materialnya. Proses perasionalisasian gambar sketsa preliminary master plan ke dalam bentuk gambar yang lebih detail akan menghasilkan site plan/rencana tapak (Gambar 33). Perbedaan antara preliminary master plan dengan site plan terletak pada penyajian grafiknya (Booth, 1983). Pada master plan penggambaran desain lebih detail dengan proporsi yang sesuai. Dalam pembuatan konsep, PT Sheils Flynn Asia membagi kawasan Kompleks Metropolitan ke dalam 4 zona, yaitu penerimaan (entrance), rute 1 (link timur dan lapangan parkir utara), rute 2 (link selatan dan lapangan parkir selatan), dan zona rekreasi. 5.4.3.1 Zona penerimaan Pada zona penerimaan, jalur pejalan kaki di antara bangunan Wisma Metropolitan 1 dan 2 diperlebar dan menjadikannya sebagai area shared space. Jalur pejalan kaki yang sebelumnya berupa trotoar yang dipisahkan dari badan jalan dengan menggunakan kerb dihilangkan. Jalur pejalan kaki dan jalur kendaraan disatukan dalam satu area dan berada pada level ketinggian yang sama (Gambar 34 dan 35).
64
Gambar 32 Preliminary Master Plan Kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
65
Gambar 33 Site Plan Kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta Tahap Desain Konsep (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
66
Gambar 34 Site Plan Zona Area Penerimaan Tahap Desain Konsep (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) Teras kafe dan restoran yang berada di bagian selatan masing-masing bangunan tersebut berada pada area shared space dengan diberikan penambahan kanopi untuk meningkatkan kualitas fungsi kafetaria tersebut sebagai area sosial. Jajaran pohon palem di sepanjang area kafe dan restoran merupakan elemen pembatas yang bersifat tidak masif antara area tersebut dengan area yang dilalui kendaraan, pohon palem ini menjadi pengganti fungsi dan peran dari kerb. Water Feature dan jajaran pohon palem raja (Roystonea regia) di sepanjang sisi water feature merupakan elemen eksisting yang dipertahankan. Jajaran pohon palem tersebut berfungsi sebagai struktur pengarah sirkulasi di dalam area shared space. Menurut Lestari dan Kencana (2008), pohon palem (Roystonea regia) memiliki fungsi dan peran sebagai tanaman pengarah jalan dan pencipta suasana taman bergaya formal.
Gambar 35 Detail Site Plan Zona Area Penerimaan Tahap Desain Konsep (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
67
68
Kesan formal di area penerimaan (entrance) tercermin dari keseimbangan (balanced) komposisi dan proporsi desain antara area Wisma Metropolitan 1 dan Wisma Metropolitan 2 dengan sumbu axis yang berada di antara water feature. Kesan formal tersebut dipertahankan dalam desain yang dibuat oleh tim PT Sheils Flynn Asia. Kendaraan tidak dapat memasuki area plaza World Trade Center 1. Hal tersebut merupakan batasan yang diberikan klien dalam desain, dikarenakan masalah keamanan. Oleh karena itu PT Sheils Flynn Asia mendesain drop off di sebelah utara plaza bangunan World Trade Center 1 untuk memberikan akses masuk ke area bangunan tersebut bagi user yang menggunakan mobil. Ilustrasi desain pada zona penerimaan ini dapat dilihat pada Gambar 36 dan 37. 5.4.3.2 Zona rute 1 Pada zona rute 1 yang meliputi link timur dan lapangan parkir utara, terdapat jalur sirkulasi kendaraan yang tidak terlalu diperlukan. Jalur tersebut memiliki fungsi yang sama dengan jalur di sebelahnya (sisi utaranya). Hal ini merupakan peluang untuk menciptakan ruang publik baru bagi user (Gambar 38 dan 39). Area jalur kendaraan tersebut dialihfungsikan menjadi lawn area dan jalur pejalan kaki. Di sepanjang jalur pejalan kaki yang dimulai dari sisi timur kompleks hingga bagian depan World Trade Center 1 diberikan kanopi untuk mendukung aktifitas di bawahnya. Dengan penambahan lawn area dan jalur pejalan kaki ini memberikan ruang dan kesempatan yang lebih besar bagi user untuk melakukan aktifitas sosial, seperti berkumpul dan berelaksasi disela-sela pekerjaannya. Penambahan elemen kanopi yang dinamis dan sculptural pada jalur pejalan kaki selain bertujuan untuk memberikan rasa nyaman bagi user juga bertujuan untuk mengintegrasikan bangunan-bangunan tinggi di sekitarnya dengan permukaan perkerasan (paving). Hal tersebut dimaksudkan untuk memecahkan dominasi bangunan tinggi, sehingga pejalan kaki tidak merasakan kesan kecil ketika berjalan dengan adanya kanopi tersebut.
Gambar 36 Ilustrasi Konsep 3 Dimensi Zona Penerimaan: Area Kafetaria Wisma Metropolitan 1 (Sumber: PT Sheils Flynn Asia) 69
Gambar 37 Ilustrasi Konsep 3 Dimensi Zona Penerimaan: Area Kafetaria Wisma Metropolitan 2 (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
70
71
Vegetasi di sepanjang jalur pedestrian didesain dengan memberikan kesan struktur visual dalam ruang publik dan terintegrasi dengan bangunan WTC 2 yang sedang dibangun. Pada tahap desain konsep ini, pohon-pohon yang akan digunakan diarahkan pada pohon yang memiliki corak/warna (feature tree) untuk memberikan kesan visual pada user. Pohon palem didesain berjajar mengikuti jalur kanopi sebagai pengarah user selama berada di link timur tersebut. Sementara itu di area lapangan parkir ditempatkan pohon peneduh (shade tree). Ilustrasi desain pada zona rute 1 dapat dilihat pada Gambar 40.
Gambar 38 Site Plan Zona Rute 1 Tahap Desain Konsep (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
Gambar 39 Detail Site Plan Zona Rute 1 Tahap Desain Konsep (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) 72
Gambar 40 Ilustrasi Konsep 3 Dimensi Zona Rute 1: Link Timur dan Lapangan Parkir Utara (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
73
74
5.4.3.3 Zona rute 2 Zona rute 2 berada di sisi barat-selatan kawasan Kompleks Metropolitan. Sama halnya dengan zona rute 1, pada zona ini juga terdapat jalur kendaraan yang tidak terlalu diperlukan. Hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk memperbesar area ruang publik (Gambar 41 dan 42). Jalur pejalan kaki dibuat dari pintu masuk selatan menuju ke area drop off selatan bangunan WTC 1. Lawn area ditata di sepanjang jalur pejalan kaki tersebut, sama halnya dengan zona rute 1 pemilihan pohon di area ini diarahkan pada pemilihan pohon yang bercorak dan memiliki warna (feature tree) untuk memberikan kesan visual kepada user yang melalui jalur ini. Pada area lapangan parkir juga ditempatkan pohon-pohon peneduh (shade tree). Ilustrasi desain pada zona rute 2 dapat dilihat pada Gambar 43.
Gambar 41 Site Plan Zona Rute 2 Tahap Desain Konsep (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
Gambar 42 Detail Site Plan Zona Rute 2 Tahap Desain Konsep (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
75
Gambar 43 Ilustrasi Konsep 3 Dimensi Zona Rute 2: Link Selatan dan Lapangan Parkir Selatan (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
76
77
5.4.3.4 Zona rekreasi Zona ini berada di sepanjang sisi luar WTC 2 di sepanjang sisi selatan – timur kawasan Kompleks Metropolitan. Pada zona ini dibuat jalur pejalan kaki yang dapat digunakan sebagai jalur jogging (jogging track). Jalur ini melintasi hamparan rumput yang ditanami tanaman penutup tanah (ground cover) dan pohon-pohon yang bercorak dan berwarna (feature tree) (Gambar 44). Zona rekreasi ini diarahkan menjadi jalur favorit yang digunakan user dalam melakukan aktifitas rekreasionalnya, seperti jogging, beristirahat, berelaksasi, dan lain-lain. Jalur ini juga menjadi jalur masuk pejalan kaki ke dalam kawasan Kompleks Metropolitan dari pintu masuk pejalan kaki sebelah utara, timur, dan selatan.
Gambar 44 Site Plan Zona Rekreasi Tahap Desain Konsep (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) Khusus untuk penataan lanskap area bangunan World Trade Center 2 (proyek A126), tahapan desain konsep tidak dilakukan secara mendetail. Proses konsep dilakukan bersamaan dengan tahapan pengembangan desain (design development). Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu yang tersedia dalam proyek tersebut karena proses pembangunan yang dilakukan oleh kontraktor, yaitu PT Balfour Beatty Sakti Indonesia terus berlangsung, sehingga produk desain lanskap
78
area bangunan WTC 2 pun harus segera diselesaikan untuk kemudian dibangun oleh kontraktor. Atas dasar pertimbangan keterbatasan waktu tersebut, maka tahapan proses desain dilakukan dengan penggabungan proses desain konsep ke dalam tahapan pengembangan desain (design development) untuk proyek penataan lanskap area bangunan World Trade Center 2 (proyek A126).
5.4.4 Tahap pengembangan desain (design development) Pada tahap ini ide dan konsep yang telah diperoleh pada tahap desain konsep lebih diolah dan diperdalam. Menurut Booth (1983), tahapan pengembangan desain merupakan tahapan akhir dari proses desain, dimana arsitek lanskap sudah mulai memperhatikan desain secara detail, yaitu detail dimensi, material, tekstur, pola, dan lain-lain. Senada dengan yang diungkapkan Hakim dan Utomo (2002), tahap pengembangan desain merupakan tahap keputusan atau final dari pemecahan masalah desain yang menjadi dasar bagi rancangan detail selanjutnya. Menurut Reid (1996), pada tahap pengembangan desain, ide-ide yang spesifik mulai diformulasikan, sehingga kemungkinan pengurangan, penambahan, perubahan serta perbaikan ide-ide yang telah muncul pada tahap konsep desain dapat terjadi. Meskipun demikian ide dan konsep dasar tetap mengacu pada tahapan sebelumnya. Hal yang diungkapkan oleh Reid tersebut juga terjadi dalam penanganan proyek penataan lanskap kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta ini. Dalam proses desainnya terjadi beberapa perubahan desain dari tahapan konsep desain sebelumnya. Perubahan tersebut terjadi dalam proses diskusi tim PT Sheils Flynn Asia untuk meningkatkan kualitas desain yang dihasilkan. Selain itu input/masukan dari klien juga menjadi dasar beberapa perubahan desain yang terjadi. Site plan keseluruhan kawasan Kompleks Metropolitan pada tahapan pengembangan desain dapat dilihat pada Gambar 45.
79
Gambar 45 Site Plan Kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta Tahap Pengembangan Desain (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
80
Dalam tahapan ini tim PT Sheils Flynn Asia membagi kawasan Kompleks Metropolitan menjadi empat bagian, area lapangan parkir utara dan selatan dipisahkan menjadi satu zona tersendiri. Hal tersebut dikarenakan adanya perubahan desain yang cukup signifikan pada area tersebut antara tahap konsep dan tahap pengembangan. Zona rekreasi ditiadakan dalam proyek penataan lanskap kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta ini (proyek A125). Zona rekreasi tersebut masuk ke dalam bagian tapak proyek penataan lanskap area bangunan World Trade Center 2 (proyek A126) sejak penandatangan kontrak proyek A126 dilakukan. Proses desain proyek A126 tersebut dimulai dari tahap pengembangan desain bersamaan dengan tahap pengembangan desain proyek A125. Zona desain penataan lanskap kawasan Kompleks Metropolitan (proyek A125), dibagi menjadi zona penerimaan (entrance), zona rute 1 (link utara dan area kafetaria Wisma Metropolitan 1), zona rute 2 (link selatan dan area kafetaria Wisma Metropolitan 2), dan zona lapangan parkir utara dan selatan. Area lanskap bangunan World Trade Center 2 menjadi zona tersendiri yang termasuk ke dalam bagian dari proyek A126. 5.4.4.1 Zona penerimaan Pada zona penerimaan terjadi beberapa perubahan desain dari tahapan desain konsep sebelumnya. Lebar area jalan khusus kendaraan di bagian depan bangunan Wisma Metropolitan 1 dan 2 dikurangi dari 6 meter menjadi 5 meter. Hal ini dilakukan untuk membuat ruang baru di bagian depan bangunan Wisma Metropolitan 1 dan 2 yang ditujukan untuk area teras kafe. Site plan zona penerimaan dapat dilihat pada Gambar 46 dan 47. Jalan di sepanjang bagian depan bangunan Wisma Metropolitan 1 dan 2 dibuat perbedaan level yang mengacu kepada level eksisting tapak. Pada tahap desain konsep, area ini direncanakan untuk dibuat datar dengan melakukan cut and fill pada level eksisting tapak. Akan tetapi setelah melakukan berbagai diskusi, area ini diputuskan untuk tetap dibuat perbedaan level yang mengacu pada level eksisting. Hal itu dikarenakan akan terjadinya berbagai masalah dan kesulitan dalam proses konstruksi nantinya.
81
Gambar 46 Site Plan Zona Penerimaan Tahap Pengembangan Desain (Sumber: PT Sheils Flynn Asia) Separator jalan eksisting yang berada di depan plaza World Trade Center 1 dipertahankan, sebelumnya pada tahap desain konsep separator tersebut dihilangkan. Hal ini dilakukan untuk menertibkan jalur kendaraan, karena di area tersebut dibuat jalur crossing untuk pedestrian. Dengan demikian sirkulasi kendaraan di area tersebut menjadi lebih terarah untuk memberikan keamanan kepada pejalan kaki yang melakukan crossing (Gambar 48). Hardscape Pada tahap ini material dari setiap elemen telah ditentukan, termasuk hardscape maupun softscape. Untuk area penerimaan yang didominasi area shared space ini, material surfacing atau permukaan yang dipilih, yaitu material perkerasan berbahan andesit berwarna abu towo (grey andesite). Pemilihan material ini disamakan dengan material eksisting, hal tersebut dilakukan untuk menekan biaya yang dikeluarkan dalam proses konstruksi perkerasan.
Gambar 47 Detail Site Plan Zona Penerimaan Tahap Pengembangan Desain (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
82
83
Gambar 48 Ilustrasi 3 Dimensi Crossover WM 2 – WTC 1 (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) Sementara itu material yang digunakan untuk area crossing, yaitu area yang menghubungkan bangunan Wisma Metropolitan 1 dan 2 dan jalur pedestrian yang menuju plaza World Trade Center 2 adalah white basalto yang berbahan dasar granit (Gambar 49). Menurut Ingels (2004), material granit maupun andesit merupakan material perkerasan yang cocok untuk aktifitas kendaraan maupun pejalan kaki. Material ini memiliki struktur yang kasar, kuat, tahan lama, dan berbutir kasar serta cocok digunakan sebagai lapisan dinding, perkerasan, kerb, dan lain-lain (Harris dan Dines, 1998). Contoh hard material yang digunakan terdapat pada Gambar 50.
Gambar 49 Ilustrasi 3 Dimensi Crossover WM 1 – WM 2 (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
84
(a)
(b)
Gambar 50 Hard Material Zona Penerimaan (a) Andesit Abu Towo (b) White Basalto Akan tetapi material granit memiliki harga yang jauh lebih tinggi daripada andesit, dikarenakan lebih tingginya tingkat kekuatan dan tekstur yang dimiliki granit. Oleh karena itu tim PT Sheils Flynn Asia memilih menjadikan material granit, yaitu white basalto untuk penggunaan pada perkerasan jalur crossing dan jalur pejalan kaki, sedangkan untuk area shared space termasuk di dalamnya area parkir VIP digunakan material andesit. Faktor biaya tersebut harus diperhatikan dalam proses pengembangan desain, seperti yang diungkapkan oleh Walker (1996), pertimbangan faktor biaya menjadi suatu batasan dalam penggunaan bahan material. Perbedaan penggunaan material tersebut bertujuan untuk memberikan kesan yang berbeda antara area shared space dan jalur crossing pejalan kaki. Dengan demikian pengguna kendaraan dapat menyadari adanya jalur crossing dan membuatnya menjadi lebih berhati-hati ketika melewati area tersebut. Akan tetapi terdapat pemilihan material yang mengurangi nilai kesatuan (unity) dari desain yang diterapkan, yaitu material aspal yang digunakan pada jalur keluar kendaraan di bagian depan bangunan Wisma Metropolitan 1 dan 2. Menurut Hakim dan Utomo (2002), nilai kesatuan suatu desain dapat diciptakan salah satunya dengan memperkecil perbedaan sesama unsur dalam komposisi desain. Oleh karena itu perbedaan material aspal di area ini mengurangi nilai kesatuan yang ingin dibentuk pada zona penerimaan. Menurut Ingels (2004),
85
repetisi atau pengulangan merupakan kunci dari nilai kesatuan, seperti pengulangan elemen, warna, maupun tekstur. Jalur keluar kendaraan tersebut termasuk pula ke dalam zona penerimaan dan memiliki peran yang sama dengan jalur masuk kendaraan, sehingga penerapan yang dilakukan seharusnya pun sama, yaitu dengan menggunakan material andesit. Dengan kata lain melakukan pengulangan pemilihan material pada zona penerimaan tersebut. Softscape Penataan vegetasi di zona penerimaan sangat memperhatikan prinsip keseimbangan yang menjadikan area ini berkesan formal. Vegetasi di zona penerimaan pada tahapan pengembangan desain mengalami sedikit perubahan dari tahap desain konsep. Lawn area yang berada di sisi area parkir VIP sebelah barat jalur crossing WM 1 – WM 2 diulang dengan menggunakan prinsip repetisi untuk sisi sebelah timur jalur crossing tersebut. Dengan demikian Ravenala madagascariensis (pisang kipas) dapat berada di kedua sisi lawn area tersebut. Khaya senegalensis ditempatkan di sudut bangunan Wisma Metropolitan 1 dan 2. Pohon ini termasuk pohon tinggi dengan tinggi mencapai 10 meter. Pohon tersebut difungsikan menjadi pohon entrance primer, dengan struktur yang tinggi keberadaan pohon Khaya seegalensis ini berfungsi untuk memecah dominasi bangunan tinggi di dekatnya (Wisma Metropolitan 1 dan 2). Di setiap gerbang masuk kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta akan disambut oleh keberadaan pohon ini. Di sepanjang jalan masuk dari gerbang utama menuju area plaza World Trade Center 1 ditempatkan jajaran pohon palem Roystonea regia (palem raja) yang mengacu pada posisi pohon palem raja eksisting. Palem raja ini berfungsi pula sebagai pohon entrance yang mengarahkan user. Sementara itu lawn area yang berada di sepanjang sisi area parkir VIP ditempatkan Ravenala madagascariensis (pisang kipas). Dengan tajuknya yang berbentuk kipas (tajuk V), pohon ini juga berfungsi sebagai pohon entrance yang menyambut user di zona penerimaan ini. Contoh soft material yang digunakan pada zona penerimaan terdapat pada Gambar 51, ilustrasi desain vegetasi zona penerimaan dapat dilihat pada Gambar 52.
86
(a)
(b)
(c)
Gambar 51 Soft Material Zona Penerimaan (a) Khaya senegalensis (b) Ravenala madagascariensis (c) Roystonea regia
Gambar 52 Ilustrasi 3 Dimensi Vegetasi Zona Penerimaan (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) 5.4.4.2 Zona rute 1 Zona rute 1 pada tahap pengembangan desain mencakup area link utara dimulai dari pintu masuk timur pejalan kaki hingga area kafetaria Wisma Metropolitan 1. Sementara itu link timur yang sebelumnya merupakan bagian dari rute 1, masuk dalam bagian dari proyek A126, yaitu area bangunan World Trade Center 2. Site plan zona rute 1 dapat dilihat pada Gambar 53 dan 54. Pada kondisi eksisting, pintu masuk pejalan kaki di area lapangan parkir utara ini berada di bagian tengah sisi timur tapak. Pada tahap pengembangan desain, pintu masuk pejalan kaki tersebut digeser lebih ke utara. Hal ini dilakukan
87
untuk mengurangi tingkat kepadatan di area luar tapak Kompleks Metropolitan. Seperti yang telah dijelaskan pada tahap riset dan analisis, pintu ini merupakan salah satu pintu yang penting karena menjadi akses keluar masuknya karyawan ketika istirahat untuk mencari makanan di luar tapak.
Gambar 53 Site Plan Zona Rute 1 Tahap Pengembangan Desain (Sumber: PT Sheils Flynn Asia) Seperti yang tertuang pada analisis Gambar 25 sebelumnya, pintu masuk pejalan kaki berada di bagian tengah pusat jajanan di luar tapak. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kepadatan pejalan kaki yang berasal dan menuju arah utara dan selatan pusat jajanan. Selain itu pintu masuk eksisting juga berada di seberang persimpangan jalan. Kondisi tersebut semakin meningkatkan kepadatan di area ini, baik untuk pejalan kaki maupun kendaraan. Pemindahan pintu masuk pejalan kaki juga bertujuan untuk membuat link baru yang menghubungkan pintu masuk dengan area Wisma Metropolitan 1 dan drop off utara World Trade Center 1, yaitu link utara (Gambar 55). Dengan demikian pemindahan pintu masuk yang dilakukan tim PT Sheils Flynn Asia telah memperhatikan kondisi dan keadaan di lapang untuk meningkatkan kualitas desainnya.
Gambar 54 Detail Site Plan Zona Rute 1 Tahap Pengembangan Desain (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
88
89
Gambar 55 Ilustrasi 3 Dimensi Link Utara (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) Menurut Simonds (2006), karakteristik pergerakan pejalan kaki salah satunya ialah cenderung lebih memilih jarak terpendek dari suatu titik ke titik lainnya. Hal yang diungkapkan oleh Simonds tersebut sesuai dengan penerapan pembuatan link utara dengan memindahkan pintu masuk pejalan kaki lebih ke utara. Dengan demikian terbentuk jalur yang menghubungkan area luar dengan area Wisma Metropolitan 1 dan drop off utara World Trade Center 1 dengan jarak yang lebih pendek. Hardscape Material perkerasan pada link utara ini, yaitu floor hardener yang digunakan sebagai jalur pejalan kaki. Sementara untuk ramp dan crossover digunakan material yang sama dengan zona penerimaan, yaitu andesit abu towo dan white basalto. Material tersebut digunakan untuk seluruh elemen ramp dan crossover. Hal tersebut dimaksudkan untuk menciptakan kesatuan (unity) desain. Floor hardener merupakan suatu bahan yang digunakan untuk melapisi, meratakan, dan menghaluskan permukaan beton untuk paving (Harris dan Dines, 1998). Penggunaan material floor hardener pada area link, baik utara maupun selatan bertujuan untuk membedakan area ini dengan area utama (area kafetaria, drop off, plaza, dan shared space) bagi pejalan kaki. Sehingga kesan ekslusifitas akan dirasakan saat berada di area utama tersebut dengan penggunaan material
90
andesit dan granit (white basalto). Contoh material floor hardener pada zona rute 1 terdapat pada Gambar 56.
Gambar 56 Aplikasi Floor Hardener Jalur pejalan kaki di sepanjang link utara ini berada pada ketinggian 15 cm di atas permukaan jalan aspal dengan dibatasi oleh kerb di sisi luarnya. Menurut Harris dan Dinnes (1998), ketinggian ideal jalur pejalan kaki antara 125 s.d. 175 mm di atas permukaan jalan. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi pejalan kaki, karena kendaraan yang berjalan akan dibatasi oleh ketinggian kerb tersebut. Pada zona rute 1 terdapat pula area gerbang masuk lapangan parkir utara, yaitu yang berada di sebelah timur teras kafe Wisma Metropolitan 1 dan sebelah utara drop off plaza World Trade Center 1. Pada area gerbang masuk lapangan parkir utara ini dibuat path island, yang menghubungkan link utara dengan area drop off utara plaza World Trade Center 1 (Gambar 57). Menurut Christansen (2005), island dalam pengertian lanskap dan transportasi ialah suatu area yang dikelilingi perkerasan dan biasanya dibatasi oleh kerb, yang berfungsi untuk memandu pengguna jalan, pembatas, dan sebagai estetika lingkungan. Dalam hal ini path island yang dibuat bermanfaat untuk mengarahkan pejalan kaki yang akan menyeberang dari link utara menuju drop off utara World Trade Center 1. Selain itu juga berfungsi untuk mengatur dan mengendalikan kendaraan yang melintas di area tersebut, sehingga memberikan rasa aman bagi pejalan kaki yang menyebrang.
91
Gambar 57 Ilustrasi 3 Dimensi Path Island (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) Jalur penyebrangan (crossover) pejalan kaki tersebut berada pada ketinggian 15 cm di atas permukaan jalan aspal. Dengan ramp di sisi kanan dan kirinya yang menghubungkannya dengan jalan aspal tersebut. Ramp tersebut berfungsi untuk menandakan adanya jalur penyebrangan (crossover) kepada pengendara kendaraan. Dalam konsep shared space, ramp merupakan suatu elemen yang penting. Dengan adanya ramp tersebut kecepatan kendaraan akan menurun ketika akan melintasi jalur crossover tersebut. Dengan demikian konsep ini juga telah memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Di ujung barat zona rute 1 terdapat area teras kafe Wisma Metropolitan 1. Teras kafe tersebut merupakan area eksisting yang diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya sebagai ruang sosial di kawasan perkantoran. Area ini merupakan ruang yang digunakan user sebagai tempat berkumpul dan berinteraksi sambil istirahat makan dan minum di teras luar ruangan. Akan tetapi, seperti yang telah dijelaskan pada tahap riset dan analisis sebelumnya, area ini memiliki kualitas ruang sosial yang rendah. Sehingga memberikan rasa kurang nyaman bagi user yang memanfaatkan area ini. Tidak jauh berbeda dengan tahap desain konsep sebelumnya, elemen kanopi ditempatkan di area ini untuk mendukung aktifitas di bawahnya. Sehingga user akan merasa lebih nyaman ketika makan, istirahat, maupun berkumpul di area ini. Jajaran pohon palem ditempatkan di sisi jalan teras kafe, hal tersebut
92
selain untuk membatasi area kafe dengan jalan, juga berfungsi untuk meningkatkan nilai visual dan estetika (Gambar 58).
Gambar 58 Ilustrasi 3 Dimensi Teras Kafe Wisma Metropolitan 1 (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) Seperti yang telah dijelaskan pada tahap desain konsep, dalam konsep shared space, peran dari kerb sebagai pemisah antara jalur kendaraan dan pejalan kaki digantikan oleh berbagai elemen lanskap sebagai batas imajiner, seperti pohon, bolard, bangku, planter, dinding rendah (low walls), dan lain-lain (Heinz, 2009). Dengan tidak masifnya pemisah jalur tersebut, seperti kerb, maka pengendara kendaraan akan lebih berhati-hati dalam berkendara saat berada di area dengan intensitas pejalan kaki yang cukup tinggi. Pohon palem dan planter yang ditempatkan di area teras kafe tersebut merupakan batas imajiner yang bersifat tidak masif antara jalur kendaraan dan pejalan kaki sebagai pengganti peran kerb. Akan tetapi desain dari planter tersebut dengan tinggi 110 cm dan luas permukaan 140 cm x 140 cm justru membuat pemisahan jalur tersebut menjadi masif. Hal tersebut dapat melemahkan konsep shared space yang digunakan. Dimensi dan ukuran planter tersebut dapat mengganggu pandangan dari user yang sedang duduk di area teras kafe. Titik pandang seseorang ketika sedang duduk berada pada ketinggian 120 cm di atas permukaan lantai (Harris dan Dines, 1998) (Gambar 59). Akan tetapi berdasarkan ilustrasi Booth (1983), pandangan
93
user yang sedang duduk terbuka paling tidak hingga ketinggian sekitar 60 cm atau hampir setara dengan tempat duduk tersebut (Gambar 60).
Gambar 59 Titik Pandang Seseorang Ketika Duduk (Sumber: Harris dan Dines, 1998)
Gambar 60 Area Pandang Seseorang Ketika Duduk (Sumber: Booth, 1983) Dengan ukuran tinggi 110 cm seperti pada ilustrasi 3 dimensi Gambar 58 di atas, pandangan mata ke arah jalan memang tidak terhalang, akan tetapi tinggi tersebut akan mengganggu pandangan arah bawah user. Selain itu juga kondisi tersebut akan membuat user merasa kurang nyaman karena akan merasa terhimpit oleh dinding kafe di satu sisi dan planter di sisi lainnya. Dengan pengurangan tinggi planter menjadi sekitar 60 cm akan lebih membuka pandangan user yang duduk di area teras kafe tersebut. Sehingga membuat user merasa lebih nyaman dalam beraktifitas dan memanfaatkan ruang teras kafe tersebut, baik berinteraksi, berkumpul, maupun istirahat makan siang, dan lain-lain.
94
Softscape Penataan vegetasi pada zona rute 1 ini didominasi desain vegetasi pengarah. Pada link utara, ditempatkan Gardenia carinata yang berada di area lapangan parkir utara. Gardenia carinata memiliki bentuk tajuk bulat, menurut Ingels (2004), tipe tajuk tersebut dapat digunakan sebagai tanaman tepi jalan atau pengarah. Selain itu juga dapat difungsikan sebagai pohon area parkir untuk lapangan parkir di sebelah utara pohon. Gardenia carinata ini dipilih karena difungsikan sebagai pohon pengarah pejalan kaki. Dengan demikian tidak hanya aspek pengarah tetapi juga aspek estetika, yaitu pertimbangan warna dan corak juga harus diperhatikan. Pohon ini memiliki bunga berwarna kuning, sehingga dapat juga berfungsi sebagai feature tree yang akan memberikan kesan visual kepada pejalan kaki. Di area path island yang merupakan gerbang masuk lapangan parkir utara, ditempatkan pohon Alstonia scholaris yang menjadi pohon entrance menuju area lapangan parkir. Selain itu ditempatkan pula pohon kamboja kuning (Plumeria rubra) di area path island dan kamboja merah di area drop off utara World Trade Center 1. Berdasarkan pengelompokan bentuk tajuk menurut Booth (1983), pohon Alstonia scholaris dapat dikategorikan ke dalam bentuk tajuk kolumar dan Plumeria rubra termasuk ke dalam bentuk tajuk unik (picturesque). Lebih jauh Booth menerangkan bahwa pohon bertajuk kolumnar akan memiliki efek yang baik jika ditempatkan dalam jarak yang tidak terlalu rapat dan jumlah yang sangat sedikit pada lokasi tertentu. Dalam keseluruhan desain vegetasi Kompleks Metropolitan Jakarta, pohon Alstonia scholaris digunakan sebagai pohon entrance sekunder, dimana Khaya senegalensis yang menjadi pohon entrance primer. Sebagai pohon entrance sekunder, Alstonia scholaris ditempatkan di titik masuk area tertentu, seperti gerbang masuk ke area lapangan parkir utara pada zona rute 1 ini dengan jumlah yang terbatas untuk mendapatkan efek yang baik dari pohon ini. Di bawah pohon Alstonia scholaris ditempatkan pohon palem Carpentaria acuminata. Palem ini berperan pula sebagai pohon entrance sekunder yang menyambut user di area gerbang masuk lapangan parkir (Gambar 61). Akan tetapi
95
kehadiran palem ini justru akan saling mengganggu pertumbuhan kedua tanaman, baik Alstonia scholaris maupun Carpentaria acuminata sendiri. Pertumbuhan cabang dan ranting Alstonia scholaris akan terhambat oleh tinggi palem tersebut, sebaliknya pertumbuhan palem Carpentaria acuminata akan terhambat karena terhalangnya sinar matahari oleh batang dan tajuk Alstonia scholaris yang memiliki tinggi lebih dari 10 meter.
Gambar 61 Ilustrasi 3 Dimensi Gerbang Masuk Area Lapangan Parkir Utara (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) Pemilihan palem sebagai tanaman yang mendampingi Alstonia scholaris sebagai pohon entrance sekunder yang menyambut user di gerbang masuk lapangan parkir sudah tepat. Akan tetapi palem yang digunakan sebaiknya adalah palem dengan ketinggian yang lebih rendah sekitar 6 meter, seperti palem merah (Cyrtostachis renda). Selain ketinggian yang rendah, Cyrtostachis renda juga dapat memberi aksen dan nilai visual dengan corak warna merah dan hijau muda yang dimiliknya (Gambar 62).
Gambar 62 Cyrtostachis renda (Palem Merah)
96
Bentuk tajuk unik (picturesque) pada Plumeria rubra dapat digunakan sebagai pohon aksen yang ditempatkan pada lokasi yang menarik. Sama halnya dengan Alstonia scholaris, Plumeria rubra pun akan memberikan efek yang baik jika ditanam dalam jumlah yang sedikit, sehingga dapat menjadi aksen pada area tersebut. Pada area path island, Plumeria rubra kuning menjadi pengarah dan pemberi nilai visual dan estetika kepada user, terutama pejalan kaki yang melintasi area path island. Sementara itu Plumeria rubra merah yang berada di tiap ujung area drop off utara World Trade Center 1 diarahkan sebagai frame yang membingkai area drop off tersebut dari arah utara. Contoh soft material yang digunakan pada zona rute 1 terdapat pada Gambar 63.
(a)
(b)
(d) Gambar 63 Soft Material Zona Rute 1 (a) Alstonia scholaris (b) Carpentaria acuminata (c) Gardenia carinata (d) Plumeria rubra
(c)
97
5.4.4.3 Zona rute 2 Pada tahap pengembangan desain, zona rute 2 mencakup area link selatan, reserved parking selatan, drop off selatan World Trade Center 1, dan area kafetaria Wisma Metropolitan 2. Area link selatan tersebut menghubungkan pintu masuk selatan dengan area drop off selatan World Trade Center 1 dan teras kafe Wisma Metropolitan 2 (Gambar 64 dan 65).
Gambar 64 Site Plan Zona Rute 2 Tahap Pengembangan Desain (Sumber: PT Sheils Flynn Asia) Link selatan tersebut mengakomodir akses user untuk masuk dan keluar kawasan Kompleks Metropolitan dari Jalan Bek Murad. Berbeda halnya dengan link utara, selain diperuntukkan bagi pejalan kaki, link selatan juga dapat diakses oleh pengguna kendaraan. Hal tersebut untuk mengakomodir user yang membawa kendaraan melalui Jalan Prof. Dr. Satrio di sebelah barat Kompleks Metropolitan. Pada tahapan desain konsep sebelumnya, jalur masuk pejalan kaki berada di sebelah timur jalur masuk kendaraan. Jalur pejalan kaki tersebut menghubungkan sisi selatan tapak dengan area teras kafe Wisma Metropolitan 2 dan drop off selatan World Trade Center 1. Pada tahap pengembangan desain, jalur masuk tersebut dipindahkan ke sebelah barat jalur masuk kendaraan tersebut (Gambar 66).
Gambar 65 Detail Site Plan Zona Rute 2 Tahap Pengembangan Desain (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
98
99
Gambar 66 Ilustrasi 3 Dimensi Pintu Masuk Selatan Pejalan Kaki (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) Pada kondisi eksisting, terdapat area lapangan tenis di sebelah barat jalur masuk kendaraan. Pemindahan jalur masuk pejalan kaki tersebut berdampak pada pengurangan area lapangan tenis dari dua lapangan menjadi satu lapangan tenis. Selain itu dilakukan pula pelebaran jalur masuk kendaraan. Sebelumnya hanya terdapat 2 jalur, pada tahap pengembangan desain dibuat menjadi 3 jalur dengan jalur paling timur menjadi akses keluar kendaraan dari kawasan Kompleks Metropolitan (Gambar 67).
Gambar 67 Ilustrasi 3 Dimensi Pintu Masuk Selatan Kendaraan (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) Pengurangan area lapangan tenis yang dilakukan didasarkan pada rendahnya intensitas penggunaan lapangan tenis tersebut. Maka PT Sheils Flynn
100
Asia mengajukan pembuatan jalur masuk baru dengan mengurangi satu area lapangan tenis. Pembuatan jalur masuk tersebut dianggap lebih memiliki nilai fungsional yang lebih tinggi dibandingkan dengan mempertahankan satu area lapangan tenis di selatan tapak tersebut. Sesuai dengan yang diungkapkan Hakim dan Utomo (2002), salah satu yang menjadi faktor kenyamanan dalam pergerakan horizontal pada manusia adalah perubahan arah yang lebih mudah. Dalam tahap sebelumnya, link selatan ini menggunakan pola sirkulasi dengan adanya patahan arah sebesar 50° setelah crossover (lihat kembali Gambar 41 dan 42). Perubahan arah tersebut dapat mengakibatkan penumpukan user terutama saat waktu sibuk, seperti di waktu istirahat. Hal yang sama diungkapkan oleh Simonds (2006), untuk menciptakan pergerakan yang yang relatif cepat, pola sirkulasi lebih baik menggunakan bentuk yang efisien dan langsung mengarahkan user ke tujuan. Pembuatan link selatan pada tahap ini dimaksudkan untuk membuat jalur yang lebih efisien dan menghindari terjadinya penumpukan user dengan meminimalisir perubahan arah yang drastis. Pada zona rute 2 ini terdapat pula area lapangan parkir pesanan (reserved parking) yang terletak di arah timur dan utara jalur masuk kendaraan. Pada kondisi eksisting, area ini memang merupakan area lapangan parkir. Akan tetapi penataannya tidak baik dan memiliki sirkulasi yang membingungkan, sehingga kurang memberikan aksesibilitas yang baik bagi user (lihat kembali Gambar 13). Sejak tahap desain konsep, pola sirkulasi pada area lapangan parkir ini mulai diperbaiki. Hal yang paling diperhatikan adalah pola parkir yang berada di sebelah timur jalur masuk kendaraan. Pada kondisi eksisting, pola sirkulasi memanjang dari barat – timur, tanpa adanya pintu masuk yang jelas ke dalam area tersebut. Sementara itu pada tahap desain, pola tersebut dirubah dengan bentuk memanjang dari utara – selatan, dengan satu pintu masuk lapangan parkir yang berada di utara (Gambar 68). Menurut Harris dan Dines (1998), pola sirkulasi dengan pola memanjang tersebut termasuk ke dalam bentuk linier. Dengan pola sirkulasi berbentuk linier, maka alur sirkulasi akan lebih jelas dan terarah. Sebetulnya kondisi eksisting saat
101
ini sudah menggunakan bentuk linier, akan tetapi tidak jelasnya jalur masuk dan keluar area lapangan parkir membuat pola sirkulasi menjadi tidak terarah. Hal tersebut akan menyulitkan pengendara kendaraan dalam mencari ruang parkir yang kosong.
Gambar 68 Ilustrasi 3 Dimensi Reserved Parking Selatan (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) Penempatan pintu masuk pada utara bagian lapangan parkir membuat alur sirkulasi menjadi terkonsentrasi di area tersebut. Dengan demikian pengendara yang akan parkir di area ini akan masuk dan keluar lapangan parkir melalui pintu yang sama. Di dalam area parkir pun, pengendara tidak akan kesulitan dalam mencari ruang parkir karena sirkulasi akan membentuk putaran yang mengelilingi area lapangan parkir tersebut. Hardscape Sama halnya dengan link utara, penggunaan material perkerasan pada link selatan pun menggunakan material floor hardener. Demikian pula dengan area drop off dan teras kafe Wisma Metropolitan 2 digunakan material andesit sebagai material perkerasan. Hal yang membedakan antara kedua link ini adalah penggunaan elemen kanopi pada link selatan. Pada tahapan ini PT Jakarta Land memutuskan untuk menyerahkan desain dan struktur kanopi di seluruh area kawasan Kompleks Metropolitan kepada Aedas Pte Ltd sebagai konsultan arsitektur. Hal itu dilakukan untuk menciptakan kesatuan (unity) dan keharmonisan dalam desain struktur yang ada di area
102
Kompleks Metropolitan. Akan tetapi penempatan dan pola sirkulasi berkanopi (covered walkway) tetap menjadi bagian dari tugas PT Sheils Flynn Asia. Aedas Pte Ltd sebagai konsultan arsitektur yang merancang bangunan World Trade Center 2 juga membuat berbagai elemen struktur yang menunjang bangunan World Trade Center 2 tersebut, seperti struktur area masuk kawasan World Trade Center 2 (Gambar 69). Oleh karena itu untuk mempertahankan dan menyelaraskan konsep yang telah dibuat, maka kanopi di area Kompleks Metropolitan diserahkan pula kepada Aedas Pte Ltd.
Gambar 69 Ilustrasi 3 Dimensi Struktur Area Masuk World Trade Center 2 (Sumber: Aedas Pte Ltd) Jalur pejalan kaki pada link selatan ini dilengkapi dengan kanopi dimulai dari pintu masuk pejalan kaki hingga area drop off World Trade Center 1. Penggunaan elemen kanopi pada link selatan ini dimaksudkan untuk memecahkan dominasi bangunan tinggi yang berada pada zona rute 2, yaitu bangunan World Trade Center 1 dan Bangunan Pusat Energi (Energy House). Hal tersebut yang mendasari tidak digunakannya elemen kanopi pada link utara. Menurut Booth (1983), bangunan tinggi yang berada di sekeliling manusia dengan rasio perbandingan jarak dan tinggi kurang dari 1 akan menyebabkan kesan tertutup dan tidak nyaman (Gambar 70). Oleh karena itu perlu adanya elemen yang mengurangi dominasi bangunan tinggi tersebut untuk mengurangi kesan tertutup. Selain itu, elemen kanopi juga dapat memberikan nilai visual dan
103
estetika selain juga dapat menciptakan iklim mikro yang nyaman bagi user yang berjalan di bawahnya (Gambar 71). Area teras kafe Wisma Metropolitan 2 pada umumnya sama dengan teras kafe Wisma Metropolitan 1 pada zona rute 1 yang telah dibahas sebelumnya (Gambar 72). Perbedaan terletak pada pengaplikasian dalam menghubungkan perbedaan level ketinggian permukaan (ground level). Zona rute 2 dan juga lapangan parkir selatan memiliki level ketinggian permukaan yang lebih rendah dari zona entrance dengan selisih sekitar 1 meter. Dengan demikian diperlukan penerapan yang berbeda dalam hal desain pada area ini.
Gambar 70 Rasio Jarak dan Tinggi Bangunan Kurang dari 1 Memberi Kesan Tertutup dan Tidak Nyaman (Sumber: Booth, 1983)
Gambar 71 Ilustrasi 3 Dimensi Covered Walkway Mengurangi Kesan Tertutup dan Tidak Nyaman dari Bangunan Tinggi di Sekelilingnya (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) Menurut Booth (1983), terdapat dua cara dalam menghubungkan dua permukaan perkerasan yang memiliki perbedaan level ketinggian, yaitu ramp dan tangga. Dalam hal ini perbedaan level ketinggian tersebut digunakan pula oleh
104
kendaraan, sehingga untuk mengatasi hal tersebut dibuat ramp dengan rasio 1:12 yang menghubungkan link selatan dan lapangan parkir selatan dengan area entrance (Gambar 73).
Gambar 72 Ilustrasi 3 Dimensi Area Teras Kafe Wisma Metropolitan 2 (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
Gambar 73 Ilustrasi 3 Dimensi Ramp dan Tangga Area Teras Kafe Wisma Metropolitan 2 (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) Sementara itu di dalam area teras kafe dibuat tangga untuk menghubungkan
perbedaan
level
ketinggian
tersebut.
Tangga
tersebut
menghubungkan ramp dan area entrance dengan area teras kafe yang memiliki level ketinggian lebih rendah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penggunaan tangga dalam mengatasi perbedaan level ketinggian lebih efisien
105
karena memiliki jarak horizontal yang lebih pendek. Dengan demikian untuk menghubungkan perbedaan level permukaan yang digunakan hanya untuk pejalan kaki, penggunaan tangga akan lebih ideal. Menurut Harris dan Dines (1998), ramp berada pada posisi ideal bila memiliki rasio kemiringan 1:12 atau 8,33 %. Pada kemiringan tersebut, pejalan kaki tidak akan merasa kelelahan dan kendaraan pun tidak mengalami kesulitan dalam menanjaki ramp tersebut. Lebih jauh lagi Booth menjelaskan bahwa ramp membutuhkan jarak horizontal yang lebih panjang untuk mengakomodir perubahan level ketinggian tersebut (Gambar 74).
Gambar 74 Perbandingan Jarak Horizontal Tangga dan Ramp (Sumber: Booth, 1983) Softscape Sementara itu dalam penataan vegetasi pada zona rute 2 mengalami perubahan yang cukup signifikan dari tahap desain konsep sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan terjadinya perubahan layout link selatan, sehingga vegetasi pada zona ini yang merupakan vegetasi pengarah link tersebut ikut mengalami perubahan. Pada area entrance, seperti halnya entrance pada zona lainnya, pada zona rute 2 pun ditempatkan pohon Khaya senegalensis sebagai pohon entrance primer. Dengan penempatan pohon Khaya senegalensis pada semua area entrance, maka tercipta kesatuan dan keharmonisan desain dari pengulangan elemen pohon tersebut (lihat kembali Gambar 67).
106
Demikian pula halnya dengan pintu masuk area lapangan parkir, pada area ini ditempatkan pohon Alstonia scholaris yang menjadi pohon entrance sekunder (Gambar 75). Akan tetapi terdapat hal yang dapat mengurangi nilai kesatuan yang akan dicapai pada desain ini, yaitu tidak terdapatnya pohon palem yang mendampingi Alstonia scholaris sebagai pohon entrance sekunder. Pada pintu masuk area lapangan parkir utara dan selatan, terdapat kedua pohon tersebut yang digunakan sebagai pohon entrance sekunder dari arah Wisma Metropolitan 1 dan 2. Akan tetapi penerapan desain tersebut tidak dilakukan pada area ini.
Gambar 75 Ilustrasi 3 Dimensi Gerbang Masuk Area Reserved Parking Selatan (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) Salah satu hal yang mendasari tidak diterapkannya desain vegetasi tersebut pada area reserved parking selatan ini adalah keterbatasan area tanam. Pada area ini island yang tersedia sebagai area entrance tidak sebesar pada zona lainnya, sehingga vegetasi yang dipilih hanya pohon Alstonia scholaris saja. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, pemilihan
palem yang
mendampingi Alstonia scholaris sebaiknya adalah palem dengan ukuran yang lebih kecil, seperti Cyrtostachis renda (palem merah). Dengan demikian, maka dapat diterapkan pada island dengan area tanam yang lebih sempit. Hal tersebut dikarenakan jarak penanaman antara Alstonia scholaris dengan Cyrtostachis renda dapat lebih dekat dibandingkan dengan Carpentaria acuminata. Sementara itu pada area parkir diusulkan pohon Brahea edulis yang berfungsi sebagai pengarah parkir. Pemilihan pohon area parkir pada zona rute 2
107
ini dibedakan dengan lapangan parkir utara dan selatan yang berupa pohon bertajuk bulat. Hal tersebut dikarenakan area parkir ini merupakan area parkir pesanan (reserved parking), sehingga memiliki tingkat eksklusifitas yang lebih tinggi. Oleh karena itu vegatasi pada area ini juga dipilih pada vegetasi yang memiliki daya tarik lebih tinggi secara gengsi, visual, dan estetika. Vegetasi di sepanjang link selatan diusulkan pada tanaman yang berfungsi sebagai pengarah, yaitu palem Areca catechu. Menurut Lestari dan Kencana (2008), palem Areca catechu merupakan tanaman yang berfungsi sebagai vegetasi pengarah karena bentuk batangnya yang lurus dan tidak bercabang. Palem ini berada di sepanjang sisi kiri dan kanan link selatan yang berkanopi. Berbeda halnya dengan vegetasi pengarah di link utara yang berupa pohon bertajuk bulat, pada link selatan vegetasi pengarah berupa palem. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya struktur kanopi pada link utara, sehingga digunakan pohon pengarah yang sekaligus dapat menjadi penaung. Sedangkan pada link selatan ini, sudah terdapat struktur kanopi yang berfungsi sebagai penaung bagi pejalan kaki, sehingga diusulkan pohon palem yang berperan sebagai pengarah. Selain itu palem Areca catechu ini juga memiliki tinggi mencapai 25 meter, sehingga dapat pula menjadi pemecah dominasi bangunan tinggi di sekitarnya. Beberapa pohon yang memiliki corak dan warna juga ditempatkan di area link selatan ini, seperti Plumeria rubra kuning dan Gardenia carinata. Pohon tersebut berfungsi sebagai feature tree yang memberi nilai visual dan estetika. Pada area drop off selatan, penataan vegetasi merupakan pengulangan dari vegetasi drop off utara, dengan menggunakan pohon Plumeria rubra merah. Pengulangan vegetasi tersebut bertujuan untuk menciptakan keseimbangan (balance) dalam desain. Menurut Ingels (2004), keseimbangan dengan melakukan pencerminan merupakan contoh keseimbangan yang simetris. Desain dengan pola yang simetris tersebut akan menciptakan kesan formal. Dengan demikian kesan formal yang kuat pada zona entrance utama dapat diteruskan ke area drop off World Trade Center 1 (Gambar 76). Contoh soft material yang digunakan pada zona rute 2 dapat dilihat pada Gambar 77. Ilustrasi penataan vegetasi pada zona rute 2 secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 78.
108
Gambar 76 Ilustrasi 3 Dimensi Drop off Selatan (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
(b)
(a)
(d)
(c)
(e) Gambar 77 Soft Material Zona Rute 2 (a) Alstonia scholaris (b) Gardenia carinata (c) Areca catechu (d) Brahea edulis (e) Plumeria rubra
109
Gambar 78 Ilustrasi 3 Dimensi Vegetasi Zona Rute 2 (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG) 5.4.4.4 Zona lapangan parkir Zona yang terakhir pada penataan lanskap kawasan Kompleks Metropolitan, yaitu zona lapangan parkir. Zona ini terdiri dari area lapangan parkir utara dan selatan. Kedua area lapangan parkir tersebut merupakan area eksisting kawasan Kompleks Metropolitan yang diperbaiki dan ditata ulang oleh PT Sheils Flynn Asia. Pada tahap desain konsep sebelumnya, kedua area lapangan parkir ini mengalami perubahan layout yang cukup signifikan dari kondisi eksisting. Seperti yang terdapat pada Gambar 33 sebelumnya, layout parkir ditata ulang, sehingga memiliki sudut yang sama pada setiap island. Sedangkan pada kondisi eksisting (lihat kembali Gambar 13) layout parkir tidak memiliki sudut yang sama, sehingga terdapat ketidakteraturan pola atau ritme island. Pada awalnya, tim desain PT Sheils Flynn Asia melakukan perubahan layout pada area lapangan parkir untuk membentuk suatu irama yang baik pada island lapangan parkir tersebut. Selain itu juga perubahan layout akan memberikan ruang parkir yang lebih banyak daripada kondisi eksisting sebelumnya. Dengan demikian perubahan itu tidak hanya memberikan dampak yang baik secara desain tetapi juga memberikan keuntungan secara ekonomi. Pada kondisi eksisting saat ini ruang parkir di area lapangan parkir utara mencapai 420 ruang dan 440 ruang pada area lapangan parkir selatan, sehingga
110
total ruang parkir eksisting mencapai 860 ruang parkir. Dengan layout parkir yang diubah pada tahap desain konsep, ruang parkir di area lapangan parkir utara dapat mencapai 446 ruang dan 454 ruang pada area lapangan parkir selatan. Dengan demikian total ruang parkir dengan layout tersebut mencapai 900 ruang parkir (Tabel 7). Tabel 7 Data Ruang Parkir tiap Tahap Eksisting
Desain Konsep
Penerimaan
42
42
Pengembangan Desain 42
Rute 2
125
115
115
Parkir Utara
420
446
420
Parkir Selatan
440
454
430
Total
1027
1057
1007
Zona
Berdasarkan masukan dari klien pada saat presentasi tahap desain konsep, perubahan layout pada area tersebut akan dapat menghabiskan biaya yang cukup besar. Meskipun perubahan tersebut dapat memberikan ruang parkir yang lebih banyak, tapi biaya yang harus dikeluarkan untuk merombaknya pun tidak sedikit. Selain itu, klien berpendapat bahwa penambahan ruang parkir dinilai tidak begitu penting dan mendesak. Hal tersebut dikarenakan pada area bangunan World Trade Center 2 sedang dibangun ruang parkir baru yang dirancang oleh Aedas Pte Ltd. Pertimbangan dan masukan tersebut diaplikasikan oleh PT Sheils Flynn Asia pada desain area parkir di tahap pengembangan. Pada tahap pengembangan desain, layout area parkir mengacu berdasarkan layout eksisting. Dengan demikian desain yang telah dibuat pada tahap desain konsep mengalami perubahan, akan tetapi tetap sesuai dengan konsep yang telah diterapkan sebelumnya (Gambar 79 - 81). Menurut Harris dan Dines (1998), terdapat beberapa standar acuan dalam desain area parkir. Hal tersebut didasarkan pada beberapa variabel, seperti sudut parkir, koridor jalan, dan lebar raung parkir. Standar desain area parkir menurut Harris dan Dines dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 82.
111
Gambar 79 Site Plan Zona Lapangan Parkir Utara dan Selatan Tahap Pengembangan Desain (Sumber: PT Sheils Flynn Asia) Tabel 8 Standar Desain Area Parkir (Sumber: Harris dan Dines, 1998) Sudut (x) 90o
60
o
45o
30o
0o
Lebar (a)
Panjang (b)
2,440 2,590 2,740 2,440 2,590 2,740 2,440 2,590 2,740 2,440 2,590 2,740 2,440 2,590 2,740
5,485 5,485 5,485 5,970 5,485 5,180 5,610 5,690 5,815 4,850 5,000 5,130 6,700 6,700 7,010
Lebar Koridor (c) 8,530 – 9,750 7,620 – 8,840 7,010 – 8,230 5,790 5,485 5,180 3,660 3,350 3,350 3,350 3,040 2,740 3,350 3,505 3,660
Lebar (d) 2,820 2,995 3,175 3,450 3,660 3,885 4,875 5,180 5,485 -
Gambar 80 Detail Site Plan Area Lapangan Parkir Utara Tahap Pengembangan Desain (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
112
Gambar 81 Detail Site Plan Area Lapangan Parkir Selatan Tahap Pengembangan Desain (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
113
114
Gambar 82 Standar Desain Area Parkir (Sumber: Harris dan Dines, 1998) Berdasarkan acuan tersebut, lapangan parkir utara dan selatan pada kawasan Kompleks Metropolitan ini termasuk ke dalam area parkir dengan sudut parkir 90o. Dengan demikian, bila lebar ruang parkir yang digunakan adalah 2,440 meter, maka panjang ruang parkir sebesar 5,485 meter dan lebar koridor jalan berkisar antara 8,530 – 9,750 meter. Akan tetapi desain yang diterapkan oleh PT Sheils Flynn Asia dalam penataan area parkir tersebut tidak memenuhi standar yang diungkapkan oleh Harris dan Dines tersebut (Gambar 83)
Gambar 83 Dimensi Desain Area Parkir Kompleks Metropolitan (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
115
Tidak terpenuhinya standar desain area parkir tersebut dikarenakan keterbatasan area yang tersedia. Selain itu juga batasan yang diberikan klien dalam penataan area parkir, yaitu dengan mempertahankan layout eksisting membuat desain yang diterapkan tidak dapat mengikuti seutuhnya standar yang ada. Lebar ruang parkir telah mengacu pada standar menjadi 2,5 meter, akan tetapi panjang ruang hanya tersedia 4,5 meter. Hal tersebut dilakukan untuk memaksimalkan koridor jalan yang merupakan jalur dua arah. Dalam hal ini untuk tercapainya standar desain area parkir, diperlukan berbagai variasi desain yang terdapat pada standar acuan. Kendala yang ada dalam desain, yaitu sempitnya ruang antar island yang menyebabkan keterbatasan lebar koridor. Berdasarkan standar tersebut, semakin kecil sudut parkir berpengaruh pada semakin kecilnya pula lebar koridor. Dengan demikian pemilihan sudut yang digunakan oleh tim PT Sheils Flynn Asia tidak tepat, karena akan membutuhkan lebar koridor yang besar. Pencapaian standar dapat dilakukan dengan menggunakan sudut parkir yang lebih kecil, yaitu 60o (Gambar 84). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah panjang ruang, yang juga berpengaruh pada lebar koridor. Penggunaan panjang ruang 5,18 meter akan membutuhkan lebar koridor yang paling kecil untuk sudut 60o, yaitu 5,18 meter.
Gambar 84 Dimensi Desain Area Parkir Berdasarkan Standar
116
Dengan demikian, jalur pada koridor dibuat satu arah. Hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah masuk dan keluarnya kendaraan ke ruang parkir. Karena dengan sudut kurang dari 90o, kendaraan hanya dapat masuk dan keluar ruang parkir dari satu arah, berbeda halnya dengan penggunaan sudut 90o seperti yang dibuat oleh tim PT Sheils Flynn Asia. Sementara itu vegetasi yang digunakan pada area parkir merupakan vegetasi penaung. Pada area parkir utara, diusulkan pohon Mimusoph elengi (tanjung) dan Pithecellobium dulce (asam londo) pada area parkir selatan (Gambar 85 dan 86). Perbedaan vegetasi pada kedua area parkir tersebut dilakukan untuk membuat perbedaan orientasi dan ciri vegetasi tiap area.
Gambar 85 Ilustrasi 3 Dimensi Area Parkir Utara (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
Gambar 86 Ilustrasi 3 Dimensi Area Parkir Selatan (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
117
Sama halnya dengan vegetasi pada gerbang masuk area parkir utara yang telah dijelaskan pada zona rute 1, pada area parkir selatan pun terdapat gerbang masuk yang berada di ujung teras kafe Wisma Metropolitan 2. Pada gerbang masuk ini terdapat bundaran dengan sculpture di bagian tengahnya. Sculpture tersebut menjadi foreground bagi vegetasi entrance sekunder di belakangnya (Gambar 87). Pembuatan area sculpture tersebut justru menurunkan nilai kesatuan dan keharmonisan desain. Hal tersebut dikarenakan tidak terdapatnya sculpture pada gerbang masuk area parkir utara, sehingga tercipta kesan perbedaan kelas antara kedua area parkir tersebut. Dengan demikian sebaiknya penggunaan sculpture pun dilakukan pada salah satu island di gerbang masuk area parkir utara. Contoh soft material pada zona lapangan parkir terdapat pada Gambar 88.
Gambar 87 Ilustrasi 3 Dimensi Gerbang Masuk Area Parkir Selatan (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
(a)
(b)
Gambar 88 Soft Material Zona Lapangan Parkir (a) Mimusoph elengi (Parkir Utara) (b) Pithecellobium dulce (Parkir Selatan)
118
Secara umum desain yang diterapkan PT Sheils Flynn Asia telah menjawab beberapa masalah dan tujuan yang akan dicapai pada tahap analisis dan konsep, diantaranya pembentukan ruang yang user friendly, penyederhanaan rute dan sirkulasi, area shared space, dan pembentukan karakter ruang dengan penggunaan perbedaan material. Pemilihan material telah memperhatikan prinsip-prinsip desain, seperti unity dan balance meskipun terdapat beberapa pemilihan material yang mengurangi nilai-nilai prinsip tersebut. Akan tetapi dalam pemilihan vegetasi, sebagian besar bukan merupakan vegetasi asli/lokal yang tidak sesuai dengan tujuan yang dirumuskan pada tahap konsep. Untuk mencapai tujuan konsep yang ramah lingkungan, seharusnya penggunaan vegetasi sebagian besar merupakan vegetasi asli/lokal yang low maintenance. Data vegetasi terdapat pada Tabel 9. Tabel 9 Data Desain Vegetasi Kompleks Metropolitan (Sumber: Lestari dan Kencana, 2008; Limin, 2008; Reine dan Trono, 2002) Nama Tanaman
Intensitas Pemeliharaan
Fungsi
Asal
Sedang
Entrance primer Axis
Amerika Tengah
Sedang
Entrance
Madagaskar
Khaya senegalensis
Rendah
Roystonea regia Ravenala madagascariensis Gardenia carinata
Sedang
Plumeria rubra
Sedang
Alstonia scholaris
Rendah
Carpentaria acuminata
Sedang
Areca catechu Brahea edulis Mimusoph elengi Phitecellobium dulce
Sedang Sedang Rendah Sedang
Pengarah, feature tree Pengarah, aksen Entrance sekunder Entrance sekunder Pengarah Parkir Parkir Parkir
Indonesia
China Amerika Tengah India, China Australia Asia Tenggara Mexico India Amerika Tengah
Pada proyek A125 ini PT Sheils Flynn Asia telah berhasil membentuk beberapa ruang terbuka hijau baru untuk meningkatkan area hijau kawasan Kompleks Metropolitan. Pada kondisi eksisting, area hijau pada batas tapak proyek ini sekitar 6.242 m2 atau 9% dari luas tapak. Sementara itu hasil desain pada tahap pengembangan desain menunjukkan pertambahan ruang terbuka hijau
119
sekitar 2.476 m2 menjadi 8.718 m2 atau sebesar 15% dari luas tapak proyek A125 yang mencapai 8.719 m2. Dengan demikian desain yang dibuat oleh PT Sheils Flynn Asia pada proyek ini telah meningkatkan ketersedian area hijau kawasan sebesar 6%. 5.4.4.5 Zona World Trade Center 2 (proyek A126) Zona ini merupakan proyek terpisah dari proyek penataan lanskap kawasan Kompleks Metropolitan, akan tetapi tetap merupakan bagian dari kawasan kompleks tersebut. Pada proyek ini PT Sheils Flynn Asia bertugas mendesain lanskap area luar bangunan World Trade Center (WTC) 2. Selain itu, PT Jakarta Land sebagai klien juga mengajukan bangunan World Trade Center 2 ini untuk memperoleh sertifikat BCA (Building and Construction Authority) Green Mark. Oleh karena itu, lanskap area luar bangunan World Trade Center 2 menjadi suatu perhatian khusus dalam pencapaian sertifikat tersebut (lihat kembali Tabel 5). Lanskap area luar bangunan WTC 2 berada pada atap basemant, sehingga lanskapnya termasuk ke dalam kategori roof garden (taman atap). Secara umum desain yang diterapkan oleh tim PT Sheils Flynn Asia pada proyek ini ialah untuk mengakomodir kebutuhan user pada ruang terbuka di area perkantoran. Selain itu juga dengan memperhatikan pemilihan vegetasi untuk tercapainya sertifikat BCA Green Mark. Site Plan zona World Trade Center dapat dilihat pada Gambar 89. Secara umum, lanskap pada zona ini didesain dengan menyesuaikan karakter bangunan WTC 2 yang dirancang oleh Aedas Pte Ltd. Karakter formal sangat terasa pada area ini dengan perwujudan elemen garis dan bentuk-bentuk geometris, seperti partere dan planter. Secara keseluruhan, area World Trade Center 2 memiliki karakter yang berbeda dengan bangunan lain di Kompleks Metropolitan. Hal tersebut dikarenakan sebagai bangunan baru maka WTC 2 memiliki gaya yang moderen, elegan, dan mewah, selain itu terdapatnya sertifikasi BCA Green Mark pada bangunan ini juga menjadi salah satu faktor yang membedakannya dengan bangunan lain. Oleh karena itu PT Sheils Flynn Asia sebagai perancang lanskap perlu menyesuaikan lanskap luar bangunan dengan bangunan WTC 2 itu sendiri.
120
Gambar 89 Site Plan Zona World Trade Center 2 (Sumber: PT Sheils Flynn Asia)
121
Area Drop off Pada area entrance yang terletak di sebelah barat tapak, terdapat ramp yang menghubungkan jalan lingkar WTC 1 dengan drop off WTC 2. Di depan area drop off terdapat island dengan water feature dan artwork atau sculpture di atasnya. Island tersebut berfungsi sebagai pengatur sirkulasi kendaraan yang melalui area drop off. Di utara tapak terdapat jalur menuju parkir basemant dan jalur keluar ke arah lapangan parkir utara. Material yang digunakan pada permukaan area drop off ialah granit abu (impala africa) dengan berbagai tipe, diantaranya slabs, setts, dan cobbles. Material ini dipilih untuk menyesuaikan karakter bangunan WTC 2 yang berkarakter mewah dan elegan. Oleh karena itu material granit yang berkesan mewah, elegan, dan kuat digunakan pada hampir keseluruhan area luar bangunan World Trade Center 2 ini. Vegetasi yang digunakan pada area drop off merupakan ground cover atau tanaman penutup tanah dan semak. Hal tersebut dimaksudkan untuk membuka pandangan user pada area ini. Dengan demikian pandangan user ke arah bangunan WTC 2 tidak terhalang oleh pohon. Di bagian utara didesain partere Ilex crenata dan Serissa foetida dengan pola yang kaku untuk menciptakan kesan formal. Pada atap dinding pembatas diusulkan tanaman rambat Bauhinia cockiana untuk memberikan struktur visual pada dinding.. Sementara itu di bagian luar tapak ditempatkan beberapa pohon sebagai penghubung area lanskap WTC 2 dengan permukaan tanah di sekelilingnya yang berada pada ketinggian 3 meter di bawah area lanskap WTC 2 ini. Selain itu pohon-pohon tersebut juga berfungsi sebagai screen area luar tapak. Pohon tersebut, diantaranya Podocarpus nerifolius dan Palem Sabal palmetto. Contoh hard dan soft material pada area drop off terdapat pada Gambar 90 dan 91. Ilustrasi desain pada area drop off World Trade Center 2 dapat dilihat pada Gambar 92 - 94.
122
(a)
(b)
(c)
Gambar 90 Hard Material Area Drop Off WTC 2 (a) Granite Slabs (b) Granite Long Setts (c) Granite Cobbles
(b)
(a)
(d)
(c)
(e)
Gambar 91 Soft Material Area Drop Off WTC 2 (a) Podocarpus nerifolius (b) Sabal palmento (c) Syzygium oleana (d) Ilex crenata (e) Serissa foetida
Gambar 92 Ilustrasi 3 Dimensi Area Drop Off World Trade Center 2 (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
123
124
Gambar 93 Potongan E Area Drop Off World Trade Center 2 (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
125
Gambar 94 Potongan F Area Drop Off World Trade Center 2 (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
126
Area podium barat Sementara itu desain di bagian podium lebih difungsikan pada kegiatan relaksasi. Dalam desainnya, PT Sheils Flynn Asia menyediakan tempat yang nyaman bagi user untuk beristirahat, bersantai, dan beralaksasi pada area lanskap tersebut. Terdapat beberapa elemen yang mendukung kegiatan user untuk memanfaatkan lanskap podium ini, seperti bench, pohon peneduh, planter, tanaman climber, dan lain-lain. Tempat duduk pada area podium didesain dengan bentukan organik menyerupai ombak yang juga berfungsi sebagai planter. Hal tersebut dilakukan untuk memecah kesan monoton dari partere Buxus carissa pada area podium dengan tetap memperhatikan komposisi keseimbangan desain bench tersebut. Pohon Diospyros buxifolia ditanam berjajar di sepanjang podium. Pohon tersebut ditanam di tempat duduk/bench yang berbentuk ombak. Dengan demikian akan tercipta kesan teduh dan nyaman bagi user yang berada di area lanskap podium ini. Selain ditanam pada tempat duduk, pohon tersebut juga ditempatkan pada planter berbentuk kotak dengan tinggi 0,65 meter. Dengan tinggi ini, pandangan user yang duduk maupun berdiri tidak akan terganggu seperti yang telah dijelaskan pada desain planter di zona rute 1. Bench dan planter tersebut diposisikan berada pada kolom struktur bangunan, yaitu basemant yang berada di bawahnya. Hal tersebut dilakukan untuk memfokuskan beban bench dan planter pada kolom yang secara struktur lebih kuat. Dengan demikian lanskap yang termasuk ke dalam kategori roof garden ini tidak membahayakan struktur bangunan. Selain itu tebal dari media tanam di kedua elemen tersebut hanya 1 meter, hal tersebut didasarkan pada perhitungan konsultan struktur yang mengizinkan media tanam pohon maksimal 1 meter dan semak 0,3 meter (Gambar 95). Osmundson (1999) juga menyatakan bahwa penempatan pohon pada lanskap roof garden harus memperhatikan distribusi berat yang dihasilkan, berat tersebut sebaiknya terdistribusikan pada kolom (Gambar 96). Lebih jauh lagi Osmundson menyatakan bahwa tebal media tanam pada roof garden sekitar 76,2 cm atau lebih untuk pohon dan 15 – 61 cm untuk semak. Dengan demikian
127
penerapan desain yang dilakukan oleh PT Sheils Flynn Asia telah sesuai dengan referensi tersebut.
Gambar 95 Penempatan Planter dan Bench pada Struktur Kolom (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
Gambar 96 Penempatan Elemen Pohon Roof Garden (Sumber: Osmundson, 1999) Di sisi bangunan World Trade Center 2, dibuat plaza yang mengelilingi bangunan tersebut. Selain sebagai akses user untuk menuju taman, plaza tersebut juga berfungsi sebagai koridor untuk jalur kendaraan pemadam kebakaran untuk mengantisipasi situasi berbahaya seperti yang telah dijelaskan pada bagian analisis sebelumnya.
128
Material yang digunakan pada plaza ialah granit slabs dengan perrbedaan warna. Warna yang digunakan ialah abu (nero impala) dan putih (star white) yang disusun secara acak (Gambar 97). Hal tersebut dilakukan untuk menciptakan variasi pola yang berpengaruh pada nilai visual dan estetika, sehingga dapat memecah suasana monoton. Contoh soft material pada area podium barat terdapat pada Gambar 98. Ilustrasi desain pada area podium barat dapat dilihat pada Gambar 99 – 102.
(a)
(b)
Gambar 97 Hard Material Area Podium (a) Granit nero impala (b) Granit star white
(a)
(b)
Gambar 98 Soft Material Area Podium Barat WTC 2 (a) Diospyros buxifolia (b) Buxus carissa
Gambar 99 Ilustrasi 3 Dimensi Area Podium Barat 1 (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
129
Gambar 100 Ilustrasi 3 Dimensi Area Podium Barat 2 (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
130
131
Gambar 101 Potongan A Area Podium Barat (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
132
Gambar 102 Potongan B Area Podium Barat (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
133
Area podium selatan dan timur Pada bagian podium selatan terdapat bangunan pelayanan kelistrikan yang diusulkan oleh PT Skemanusa Consultana Teknik sebagai MEP Engineer proyek A126. Masifnya bangunan tersebut disiasati oleh tim PT Sheils Flynn Asia dengan menempatkan tanaman rambat di atas bangunan tersebut, yaitu Bauhinia cockiana. Hal tersebut dilakukan untuk mereduksi kesan masif yang ditimbulkan dan memberi struktur visual pada bangunan tersebut. Di bagian area entrance selatan ditempatkan Alstonia scholaris dan Terminalia mantaly. Pemilihan kedua pohon tersebut pada area entrance tidak tepat. Area entrance ini merupakan area entrance ke dalam kawasan kompleks. Dengan demikian pemilihan pohon yang sesuai seharusnya adalah Khaya senegalensis yang merupakan pohon entrance primer. Sedangkan Alstonia scholaris merupakan pohon entrance sekunder. Selain itu di luar area podium selatan tersebut juga diusulkan beberapa pohon sebagai pembatas dan screen pandangan, yaitu Calistemon viminalis, Eucalyptus deglupta, dan palem Sabal palmetto. Ilustrasi desain podium selatan dapat dilihat pada Gambar 103. Di area podium timur terdapat beberapa saluran pembuangan udara yang berada di lantai. Di antara saluran pembuangan tersebut ditanam groundcover, yaitu Osmoxylon lineare untuk mencegah user melewati area tersebut. Sama halnya dengan area luar podium selatan, di bagian luar podium timur diusulkan pula beberapa pohon sebagai pembatas dan screen, yaitu Salix babylonica, Eucalyptus deglupta, dan palem Sabal palmetto.Ilustrasi desain area podium timur dapat dilihat pada Gambar 104. Contoh soft material pada area podium selatan dan timur terdapat pada Gambar 105.
Gambar 103 Ilustrasi 3 Dimensi Area Podium Selatan (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
134
Gambar 104 Ilustrasi 3 Dimensi Area Podium Timur (Sumber: PT Sheils Flynn Asia, Digambar oleh: Rizki Ariesetya MG)
135
136
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
Gambar 105 Soft Material Area Podium Selatan dan Timur WTC 2 (a) Alstonia scholaris (b) Terminalia mantaly (c) Eucalyptus deglupta (d) Salix babylonica (e) Calistemon viminalis (f) Sabal palmetto (g) Osmoxylon lineare (h) Bauhinia cockiana
137
Perhitungan BCA Green Mark Berdasarkan desain yang telah diusulkan tersebut, kemudian PT Sheils Flynn Asia melakukan perhitungan awal untuk melihat perkiraan perolehan poin sertifikat BCA Green Mark dari segi lanskap. Seperti yang telah dijelaskan pada subbab Building and Construction Authority Green Mark sebelumnya, terdapat dua kategori penilaian dalam bidang lanskap, yaitu sistem irigasi dan penghijauan. Dalam kategori sistem irigasi terdapat tiga penilaian, yaitu tidak menggunakan air konsumsi dalam irigasi, penggunaan sistem irigasi otomatis, dan penggunaan tanaman toleran panas dengan sedikit pengairan dengan masingmasing alokasi 1 poin. Sementara itu dalam kategori penghijauan/green provision juga terdapat tiga penilaian, yaitu penggunaan pupuk kompos, restorasi /mempertahankan pohon pada tapak dengan masing-masing alokasi 1 poin dan green plot ratio dengan alokasi maksimum 6 poin (lihat kembali Tabel 6). Untuk kategori sistem irigasi, perolehan poin dari lanskap area bangunan luar WTC 2 hanya didapat 1 poin, yaitu dari penilaian penggunaan tanaman toleran panas dengan sedikit pengairan. Sementara itu poin untuk penilaian pertama dan kedua tidak dapat diaplikasikan pada tapak. Penggunaan air konsumsi dalam irigasi tanaman tetap harus dilakukan dalam proses maintenance nantinya walaupun dalam intensitas yang rendah karena pemilihan tanaman rata-rata merupakan tanaman yang membutuhkan tidak banyak air. Dengan demikian penilaian tidak menggunakan air konsumsi dalam irigasi tidak dapat tercapai. Demikian pula halnya dalam penilaian kedua, penggunaan sistem irigasi otomatis tidak dapat dilakukan dalam proses maintenance. Selain membutuhkan biaya yang cukup besar pada proses awal, keterbatasan sumberdaya manusia dalam konstruksi dan operasional juga menjadi hambatan dalam implementasi penilaian kedua ini. Sementara itu dalam penilaian penggunaan vegetasi yang toleran panas dan membutuhkan sedikit pengairan dapat terpenuhi. Secara umum, pemilihan vegetasi pada desain lanskap area bangunan luar WTC 2 ini sebagian besar telah mencapai syarat tersebut (Tabel 10). Sebagian besar tanaman merupakan tanaman yang toleran terhadap panas dan memiliki kebutuhan air yang tidak intensif.
138
Dengan demikian hanya satu dari tiga poin maksimal yang dapat diperoleh pada kategori pengairan dan lanskap. Tabel 10 Data Desain Vegetasi Area World Trade Center 2 (Sumber: Lestari dan Kencana, 2008; Limin, 2008; Reine dan Trono, 2002) Penyinaran
Kebutuhan Air
Diospyros buxifolia
Cahaya penuh
Sedang
Eucalyptus deglupta
Cahaya penuh
Tinggi
Terminalia mantaly
Cahaya penuh
Tinggi
Indonesia Papua Nugini, Sulawesi Indonesia
Cahaya penuh
Tinggi
India, China
Calistemon viminalis
Cahaya penuh
Sedang
Podocarpus nerifolius
Semi naungan
Sedang
Salix babylonica
Semi naungan
Sedang
Australia Papua Nugini, Kalimantan China
Ptychospermae macarthurii
Cahaya penuh
Sedang
Australia
Rhapis excelsa
Cahaya penuh
Sedang
China
Cahaya penuh
Tinggi
Amerika Utara
Axonopus compressus
Cahaya penuh
Tinggi
Amerika Selatan
Bauhinia cockiana
Cahaya penuh
Tinggi
Asia Tenggara
Buxus carissa
Semi naungan
Sedang
Philipina
Dietes bicolor
Cahaya penuh
Sedang
Afrika Selatan
Duranta repens
Cahaya penuh
Sedang
Amerika Selatan
Ilex crenata
Cahaya penuh
Tinggi
Amerika Utara
Osmoxylon lieare
Cahaya penuh
Tinggi
Asia Tenggara
Rhoeo discolor
Cahaya penuh
Sedang
India
Serissa foetida
Cahaya penuh
Sedang
Syzyghium oleana
Cahaya penuh
Sedang
China, Jepang Philipina, Kalimantan
Nama Tanaman
Asal
Pohon Kecil
Pohon Sedang Alstonia scholaris Pohon Besar
Palem Kecil
Palem Besar Sabal palmetto Semak dan Groundcover
139
Sementara itu dalam kategori grenery provision, poin yang dapat diperoleh sebanyak 5 poin. Dalam proses awal penanaman dan kegiatan maintanence tanaman nantinya akan digunakan pupuk kompos sesuai dengan ketentuan BCA. Hal tersebut selain memperkecil biaya maintanance juga berdampak baik pada lingkungan dengan meminimalisir penggunaan bahan-bahan kimia terhadap lingkungan. Beberapa pohon eksisting pada tapak di luar kebutuhan struktur bangunan dipertahankan dalam desain ini. Hal tersebut memberikan satu poin tambahan dari penilaian kedua pada kategori greneery provision ini. Untuk kategori ketiga, yaitu perhitungan green plot ratio, lanskap area luar bangunan WTC 2 memperoleh 3 poin dari 6 poin maksimal (Tabel 11). Keseluruhan vegetasi yang diusulkan pada desain lanskap area luar bangunan WTC 2 didata jumlah dan penutupan lahannya. Untuk rumput, semak, dan groundcover dihitung dari luas area tanam, dengan nilai green area index 1 untuk rumput dan 3 untuk semak dan groundcover. Sementara itu palem dan pohon dikategorikan menjadi beberapa bagian sesuai dengan radius tajuknya. Palem memiliki nilai green area index sebesar 4 dan 6 untuk pohon. Nilai green area diperoleh dari jumlah hasil perkalian masing-masing luas penutupan tajuk/lahan dengan jumlah tanaman dan green area index. Nilai green area yang diperoleh sebesar 44.988 m2. Setelah itu dihitung nilai perbandingan area hijau dengan luas tapak (green plot ratio). Nilai ini diperoleh dari pembagian hasil green area dengan luas tapak, dan diperoleh hasil perbandingan 2,6. Berdasarkan nilai green plot ratio yang diperoleh, maka poin yang didapat dari penilaian green plot ratio pada kategori greenery provision sebesar 3 poin (lihat kembai Tabel 6). Dengan demikian poin yang berhasil dikumpulkan pada kategori greenery provision ini sebesar 5 poin dari 8 poin maksimal. Maka total poin yang berhasil dikumpulkan dari bidang lanskap sebesar 6 poin dari 11 poin maksimal.
140
Tabel 11 Perhitungan Green Plot Ratio (GnPR) Jumlah (A)
Canopy Area (B)
Radius (C)
Green Area Index (D)
Green Area (AxBxC2xD) (m2)
Rumput (m2)
1484
NA
NA
1
1484
Semak (m2)
3246
NA
NA
3
9738
Palem Kecil
50
3,14
0,5
4
157
Palem Besar
61
3,14
2,5
4
4788,5
Pohon Kecil
31
3,14
3,5
6
7154,5
Pohon Sedang
1
3,14
5
6
471
Pohon Besar
20
3,14
7,5
6
21195
Total Green Area
44988
Green Plot Ratio (GnPR)
2,6
Poin GnPR (1,5 - < 3) (lihat Tabel 6)
3 Poin
Luas Tapak (m2)
17382
140
141
Hal tersebut menunjukkan kontribusi PT Sheils Flynn Asia dalam perolehan poin untuk mencapai sertifikat BCA Green Mark sebesar 55%. Berdasarkan kriteria penilaian BCA Green Mark pada Tabel 5, kedua kategori bidang lanskap tersebut termasuk ke dalam persyaratan lainnya. Persyaratan tersebut memiliki nilai minimal yang harus dikumpulkan untuk mendapatkan sertifikat BCA Green Mark sebesar 20 poin dari 74 poin maksimal. Dengan demikian untuk mencapai syarat minimal tersebut, maka tersisa 14 poin yang harus dikumpulkan oleh tim lain yang tergabung dalam proyek pembangunan World Trade Center 2 ini, seperti arsitek, kontraktor, MEP Engineer, dan lain-lain. Dalam hal ini maka PT Sheils Flynn Asia sebagai konsultan perancang lanskap area luar ruang WTC 2 telah berkontribusi sebesar 30% dari poin minimal yang harus dikumpulkan. Dilihat dari kontribusi tersebut maka desain yang dibuat PT Sheils Flynn Asia dalam proyek ini telah cukup baik, walaupun poin maksimal di bidang lanskap tidak dapat dicapai tetapi secara keseluruhan desain ini telah memberikan kontribusi yang cukup, yaitu sebesar 30% dari poin keseluruhan. Sementara itu, pada proyek A126 ini PT Sheils Flynn Asia telah berhasil membentuk ruang terbuka hijau sekitar 4.730 m2. Area hijau tersebut memiliki persentase 29% dari luas area World Trade Center 2 yang mencapai 16.250 m2. Dengan demikian, secara keseluruhan PT Sheils Flynn Asia telah membentuk 13.450 m2 area hijau pada kawasan Kompleks Metropolitan. Hal tersebut memberikan peningkatan ketersediaan area hijau kawasan dari 8% menjadi 17% dari luas kompleks yang mencapai 80.000 m2 (8 ha).
142
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1
Simpulan Kegiatan magang di PT Sheils Flynn Asia ini telah memberikan berbagai
pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman baru dalam proses desain dan sistem kerja perusahaan konsultan lanskap. Perusahaan ini telah memiliki standar tersendiri dalam sistem teknologi dan sistem kerjanya, seperti sistem penyimpanan data dan penamaan file serta alur pekerjaan proyek. Hal tersebut menjadi pengetahuan baru dalam menghadapi dunia pekerjaan arsitektur lanskap. Melalui kegiatan magang ini mahasiswa telah mempelajari proses yang berlangsung di PT Sheils Flynn Asia. Ketelitian dan kematangan desain dapat dicapai melalui diskusi dan kritikan tim bahkan direktur. Dengan demikian kematangan desain telah diuji di dalam perusahaan sebelum diajukan ke klien. Beberapa ide dan konsep perancangan telah dipelajari, seperti penerapan konsep shared space, desain sirkulasi, area parkir, pemilihan soft dan hard material, dan lain-lain. Hal lain yang menjadi pengetahuan baru ialah proses desain lanskap bangunan ramah lingkungan sesuai kriteria BCA Green Mark. PT Sheils Flynn Asia sebagai konsultan lanskap telah berkontribusi pada perolehan poin BCA Green Mark sebesar 30% dari 20 poin minimal yang harus dicapai. Secara umum penerapan konsep shared space pada kawasan Kompleks Metropolitan Jakarta telah sesuai dengan syarat ideal diterapkannya konsep tersebut. Intensitas dan kecepatan kendaraan yang rendah disertai dengan tingginya intensitas pejalan kaki dalam kawasan menjadi faktor pendukung penerapan konsep shared space. Bebagai tujuan desain yang ingin dicapai oleh PT sheils Flynn Asia telah dipelajari dan dibahas dalam penulisan. Pembentukan karakter ruang dapat diciptakan dengan perbedaan material yang digunakan. Perbedaan material tersebut juga dapat digunakan dalam peningkatan keamanan sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki, seperti perbedaan material pada jalur kendaraan, ramp, dan crossover.Akan tetapi dalam mewujudkan tujuan desain yang ramah lingkungan, PT sheils Flynn Asia kurang memperhatikan pemilihan tanaman lokal dalam
143
proyek Kompleks Metropolitan (proyek A125). Secara keseluruhan, desain PT Sheils Flynn Asia telah mampu meningkatkan ketersediaan area hijau kompleks dari 8% menjadi 17% dari luas keseluruhan kompleks yang mencapai 8 ha. Hal lain yang didapat dari kegiatan magang ini ialah peningkatan jiwa profesionalisme dan pengenalan dunia kerja. Dengan demikian kegiatan magang ini memberikan banyak input kepada mahasiswa terkait peningkatan skill dalam desain dan pengaplikasian berbagai software yang digunakan dalam dunia kerja arsitektur lanskap. Dalam hal ini, mahasiswa magang mendapat kesempatan untuk membuat berbagai gambar ilustrasi, seperti siteplan, detail spot, dan 3 dimensi dengan menggunakan berbagai aplikasi komputer, seperti AutoCAD, SketchUp, Photoshop, dan lain-lain.
6.2
Saran Secara umum, tenaga kerja yang terdapat pada PT Sheils Flynn Asia telah
cukup lengkap, hanya saja terdapat kekurangan tenaga technician yang membantu kinerja arsitek lanskap. Selain itu penggabungan tugas keuangan, administrasi, dan marketing kepada satu orang karyawan dapat menyebabkan ketidakfokusan karyawan tersebut. Pemisahan staf antara administrasi dan marketing dengan staf keuangan perlu dilakukan. Sistem pengambilan keputusan berdasarkan diskusi antara Direktur Asia dan UK dapat meningkatkan kualitas hasil desain dan grafis. Akan tetapi hal tersebut dapat menyebabkan waktu pengerjaan proyek semakin lama. Dalam situasi tertentu sebaiknya PT Sheils Flynn Asia dapat mengambil inisiatif keputusan terkait proyek yang ditangani untuk meningkatkan efektifitas kerja yang dihasilkan. Dalam hal pemilihan vegetasi pada desain, sebaiknya PT Sheils Flynn Asia lebih memperhatikan kembali penggunaan tanaman lokal. Dengan visi dan tujuan desain yang ramah lingkungan, maka pemilihan vegetasi lokal perlu diperhatikan untuk menciptakan komposisi vegetasi yang low-maintenance. Untuk meningkatkan pencapaian poin BCA Green Mark, beberapa aspek penilaian yang tidak diterapkan pada tapak perlu didiskusikan lebih lanjut dengan klien untuk mendorong teraplikasikannya penilaian tersebut.
144
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2010.
PT
Sheils
Flynn
Asia
[Terhubung
berkala]:
http//:www.sheilsflynnasia.com. Diakses pada 26 Desember 2010. Anonim.
2010.
Ruang
Lingkup
Konsultan
[Terhubung
berkala]:
http//:www.smartlandscape.blogspot.com. Diakses pada 4 Juni 2010. Booth, N. K. 1983. Basic Elements of Landscape Architecture Design. Illinois: Waveland Press Inc. Christensen, A. J. 2005. Dictionary of Landscape Architecture and Construction. New York: McGraw Hill-Hill Companies, Inc. Gold, S. M. 1980. Recreation Planning and Design. New York: McGraw-Hill Book Company. Hakim, R. dan E Sediadi. 2006. Komunikasi Grafis Arsitektur dan Lansekap. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hakim, R. dan H. Utomo. 2002. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap: Prinsip-Unsur dan Aplikasi Disain. Jakarta: PT Bumi Aksara. Harris, C. W. dan Nicholas T. Dines. 1998. Time-Saver Standards for Landscape Architecture: Design and Construction Data. New York: McGraw Hill Publishing Company. Heinz, H. 2009. Shared Space or Saved Space. Kasinostrabe, 29 September 2009. Ingels, J. E. 2004. Landscaping: Principles and Practices. New York: Delmar Learning. Irwan, Z. D. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: PT Bumi Aksara. Laurie, M. 1984. An Introduction to Landscape Architecture. Di dalam: Aris K. Onggodiputro
editor.
Pengantar
Bandung: PT Intermatra Bandung.
Kepada
Arsitektur
Pertamanan.
145
Lestari, G. dan Ira P. Kencana. 2008. Galeri Tanaman Hias Lanskap. Jakarta: Penebar Swadaya. Limin, E. 2008. 500 Tanaman Hias Populer. Jakarta: Prima Info Sarana. Methorst, Rob., J. Gerlach, D. Boenke, dan J. Leven 2007. Shared Space: Space or Dangerous. Shared Space at Walk21 Conference. Toronto, 1-3 Oktober 2007. Newman, P. dan I. Jennings. 2008. Cities as Sustainable Ecosystems. Washington: Island Press. Nurisjah, S. dan Q. Pramukanto. 1990. Perencanaan Lanskap Program Studi Arsitektur Pertamanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor: IPB Press. Osmundson, T. 1999. Roof Gardens: History, Design, and Construction. New York: W. W. Norton & Company, Inc. Reine, V. dan Trono Jr. 2002. Plants Resources of South-East Asia No. 5 (1) Timber Trees: Major Commercial Timbers. Bogor: Prosea Foundation. Simonds, J. O. dan Barry W. Starke. 2006. Landscape Architecture fourth edition: A manual of Environment Planning and Design. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Walker, T. D. 1996. Site Design and Construction Detailing. New York: Van Nost Rand Reinhold.