PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis Pembibitan Pembibitan merupakan langkah awal dari proses budidaya tanaman teh yang menentukan kualitas tanaman teh yang siap untuk dipindahkan ke areal tanaman belum menghasilkan (TBM). Luas areal pembibitan di Unit Perkebunan Tanjungsari sebesar 5 500 m2 dan klon yang digunakan untuk perbanyakan adalah Gambung 7. Pembibitan dilakukan di rumah naungan yang terbuat dari bambu, atapnya disebut rigen (anyaman bambu), ditambah dengan tiang-tiang bambu sebagai penopang dengan tinggi 2 m. Rumah naungan di pembibitan berukuran 150 m x 35 m dan di dalamnya terdapat bedengan-bedengan. Bedengan-bedengan di pembibitan memiliki ukuran panjang yang bervariasi dan tergantung kebutuhan yang diinginkan, di Unit Perkebunan Tanjungsari bedengan berukuran (20 x 1) m dan (10 x 1) m. Jarak antar bedengan yaitu 60 cm dengan tinggi sungkupan yaitu 70 cm (bergantung pada ukuran polybag).
Gambar 2. Penyungkupan Bedengan (a) dan Kondisi Rumah Pembibitan (b) Media dasar yang digunakan untuk pembibitan yaitu tanah yang terdiri dari top soil dan sub soil. Pengayakan dilakukan terlebih dahulu, kemudian dilakukan penambahan pupuk dasar. Untuk tanah yang berperan sebagai top soil, pupuk dasar yang digunakan terdiri dari Rock Phospat (1.2 kg/m3), KCl (0.5 kg/m3), dan Kiserit (250 g/m3), sedangkan untuk
tanah yang berperan
sebagai sub soil dilakukan pemberian Dithane M-45 (bahan aktif : mankozeb)
27 sebanyak 250 g/m3, tawas (1 kg/m3) dan Basamid (bahan aktif : dazomet) sebanyak 150 g/m3. Pemberian tawas tergantung pH tanah dan bertujuan untuk menetralkan pH, sedangkan Basamid sebagai fumigasi (pengasapan untuk mematikan atau mematikan kuman). Setelah pemberian pupuk, tanah didiamkan selama 1 bulan. Top soil dimasukkan ke dalam polybag hingga mencapai 2/3 bagian bawah polybag, sedangkan sub soil menempati 1/3 bagian atas polybag. Ukuran polybag yang digunakan bervariasi dan tergantung dari kebutuhan, dari yang ukuran sedang hingga besar seperti 25 cm x 12 cm dan 25 cm x 18 cm. Bahan stek ditanam dengan daun menghadap ke arah datangnya sinar matahari dan yang berada di barisan pinggir, posisi daunnya diusahakan agar tidak menyentuh sungkup plastik. Penyungkupan dalam pembibitan dilakukan dengan menggunakan plastik, dan bambu sebagai penopang plastik. Penyungkupan dilakukan selama 3.5 bulan yang bertujuan untuk merangsang pertumbuhan stek tanaman teh. Selama proses penyungkupan, plastik hanya boleh dibuka saat melakukan penyiraman dan pengendalian penyakit. Penyiraman boleh dilakukan jika tanah dalam kondisi kering. Seleksi bibit dilakukan saat bibit telah berusia 7-8 bulan dengan memisahkan bibit berdasarkan grade atau tingkatan, yaitu grade A, B, C dan bibit yang mati. Adapun kriteria-kriteria untuk masing-masing grade yaitu untuk grade A yaitu jumlah daun yang tumbuh minimal enam daun, untuk grade B jumlah daun kurang dari enam, dan untuk grade C jumlah daun hanya 1-2. Setelah dilakukan seleksi, pemindahan bibit ke lapang dilakukan. Kriteria bibit siap tanam yaitu umur bibit minimal 1 tahun, tinggi minimal 25 cm, diamater batang 2-3 cm atau sebesar diameter pensil, jumlah daun minimal 5 (daun yang sehat), serta bibit kuat dan kekar. Kegiatan yang dilakukan penulis saat pembibitan yaitu pengisian polybag dan pengendalian gulma secara manual. Prestasi kerja yang diperoleh penulis saat melakukan pemidahan bibit yaitu 150 buah polybag/HK, sedangkan prestasi kerja karyawan adalah 500 buah polybag/ HK. Standar yang berlaku untuk pemindahan bibit adalah 600 buah polybag/HK. Pada saat pengendalian gulma secara manual, prestasi kerja yang diperoleh penulis adalah 100 buah polybag /HK, sedangkan
28 prestasi kerja karyawan adalah 660 buah polybag/ HK. Standar yang berlaku untuk pengendalian gulma secara manual adalah 660 buah polybag/HK.
Penyulaman Penyulaman merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan pada areal TBM 1, tujuannya adalah untuk mengganti tanaman teh yang mati agar mampu tumbuh kembali dan menjadi tanaman menghasilkan. Penyulaman dilakukan sesegera mungkin jika terdapat bibit yang mati setelah penanaman bibit di lapang. Jumlah bibit yang digunakan saat penyulaman tergantung pada kondisi awal tanaman dan luas areal yang disulam. Rata-rata jumlah populasi tanaman teh di Unit Perkebunan Tanjungsari adalah 10 000 per ha. Pada areal TBM I, jumlah maksimal bibit yang disulam sebesar 15% dari jumlah bibit keseluruhan pada saat awal tanam, untuk TBM II yaitu 10% dari jumlah bibit keseluruhan pada saat awal tanam dan 5% dari jumlah bibit keseluruhan pada saat awal tanam untuk TBM III. Pengangkutan bibit ke areal TBM dilakukan dengan menggunakan truk. Prestasi kerja yang mampu dicapai saat melakukan penyulaman yaitu 0.85 ha/HK yang lebih besar dari prestasi kerja karyawan yaitu 0.19 ha/HK. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah tenaga kerja, waktu (jam kerja) untuk penulis lebih sedikit dari karyawan, sehingga nilai prestasi kerja penulis lebih besar dari prestasi kerja karyawan. Standar kerja karyawan untuk penyulaman adalah 0.37 ha/HK. Pemupukan Pemupukan merupakan salah satu kegiatan dalam pemeliharaan tanaman dengan memberikan unsur-unsur hara sesuai dengan kebutuhan tanaman dan dalam jumlah yang cukup. Pemupukan berperan penting dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman agar tumbuh secara optimal. Kegiatan pemupukan harus dilakukan secara tepat, yaitu tepat dosis, tepat jenis, tepat waktu, dan tepat cara. Pemupukan di Unit Perkebunan Tanjungsari dilakukan dengan dua cara yaitu pemupukan melalui tanah dan pemupukan melalui daun. Pemupukan melalui tanah dilakukan dua kali dalam satu tahun yaitu pada bulan Februari-April (semester I) dan Oktober-November (semester II). Jenis
29 pupuk yang digunakan adalah urea (46% N), Sp-36 (36% P2O5), KCl (60% K2O), kieserit (27% MgO) dan penggunaan Sp-36 dapat digantikan oleh Rock Phospat (32%). Belerang juga termasuk dalam salah satu jenis pupuk yang digunakan, Tetapi aplikasi belerang hanya satu kali dalam satu tahun yaitu pada semester I. Fungsi dari belerang adalah untuk mengantisipasi serangan jamur akar. Aplikasi pemupukan dilakukan dengan memperhatikan komposisi masing-masing unsur hara. Komposisi masing-masing unsur hara berbeda-beda tergantung pada masing-masing areal, untuk TBM dan TM perbandingan komposisi N : P : K : Mg
yaitu 6 : 1 : 2 : 0.5, sedangkan untuk kebun
perbanyakan tanaman induk yaitu 3 : 1 : 1 : 0.5. Rekomendasi dosis pupuk yang digunakan untuk TBM dan TM di Unit Perkebunan Tanjungsari berbeda-beda. Hal ini dikarenakan karena target dari pencapaian produktivitas kering per tahun yang berbeda serta tergantung dari penetapan kadar N% yang ditetapkan oleh perusahaan. Pada Unit Perkebunan Tanjungsari kadar N% yang ditetapkan untuk tahun 2011 adalah 6%, tetapi saat ini kebutuhan pupuk ditentukan berdasarkan hasil analisa tanah dan daun. Kebutuhan pupuk tunggal tahap I pada tahun 2011 di Unit Perkebunan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Blok
Luas (ha)
Kebutuhan Pupuk Tunggal Tahap I Tahun 2011 di Unit Perkebunan Tanjungsari Urea
SP-36
KCl
Kieserit
Belerang
Jumlah
........................................................kg............................................ Kutilang 25.29 6 900 3 149 1 692 2 818 632 15 191 Murai Gelatik Jumlah
26.84 39.52 91.65
7 488 11 026 25 414
3 489 5 137 11 775
1 851 2 726 6 269
3 140 4 623 10 581
671 988 2 291
16 639 24 500 56 330
Sumber : Kantor Kebun Unit Perkebunan Tanjungsari
Pemupukan lewat tanah dilakukan dengan cara membuat lubang pupuk yang berjarak 20 cm dari perdu dengan kedalaman 10 cm, lalu pupuk dibenamkan ke dalam lubang pupuk tersebut. Kegiatan pemupukan dilakukan secara berpasangan yaitu untuk laki-laki bertugas dalam pembutan lubang dan untuk perempuan bertugas menebarkan pupuk serta menutupnya dengan tanah, serta
30 adanya tenaga panggul pupuk untuk memudahkan dalam distribusi pupuk. Kegiatan pemupukan melalui tanah di Unit Perkebunan Tanjungsari dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kegiatan Pemupukan Melalui Tanah Pemupukan melalui daun di Unit Perkebunan Tanjungsari dilakukan dengan menggunakan pupuk daun yaitu ZnSO4, dan PPC (pupuk pelengkap cair) yang terdiri atas Starmeck, Green Asri (GA). Aplikasi pupuk daun dengan menggunakan ZnSO4 dilakukan satu bulan sekali dengan dosis yang digunakan yaitu 1 kg/ha, untuk 1.5 patok (600 m2) pupuk yang digunakan sebanyak 60 g dengan cara melakukan penyemprotan dengan menggunakan Mistblower dengan kapasitas alat untuk 1x aplikasi sebanyak 12 l. Volume air yang digunakan sebanyak 200 l/ha. Pupuk ini berwarna kekuningan, berbentuk padat/kristal dan berfungsi sebagai nutrisi tambahan untuk tanaman teh. Pemberian pupuk pelengkap cair (PPC) dilakukan enam kali dalam satu tahun, dengan dosis 2.5 l/ha untuk Starmex, 0.5 l/ha untuk Green Asri dengan volume air 200 l/ha. Penyemprotan pupuk daun dilakukan pada areal yang telah kegiatan pemetikan (sehari setelah pemetikan) dan waktu penyemprotan dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 07.00-10.00. Hal ini terkait dengan suhu dan pembukaan stomata, karena pada waktu tersebut, stomata dalam kondisi terbuka sehingga memudahkan dan mengoptimalkan pupuk masuk ke dalam jaringan tanaman. Pada tahun-tahun sebelumnya aplikasi pupuk daun dilaksanakan secara terpisah dengan pengendalian hama dan penyakit tanaman secara kimia (fungisida dan insektisida). Tetapi, pada tahun ini aplikasi pemupukan melalui daun dan pengendalian hama penyakit secara kimia dilakukan secara bersamaan
31 (pencampuran) atas rekomendasi dari Tim Konsultan IKB (Indikator Kinerja Blok) dari PPTK Gambung, Bandung.
Gambar 4. Kegiatan Pemupukan Melalui Daun Prestasi kerja yang diperoleh penulis pada saat pemupukan lewat tanah pada TBM dan TM yaitu 0.01 ha/HK, sedangkan prestasi kerja karyawan sebesar 0.22 ha/HK dan standar kerja yang berlaku yaitu 0.44 ha/HK. Prestasi kerja yang diperoleh penulis pada saat pemupukan lewat daun (bersamaan dengan pengendalian hama penyakit) yang dilakukan adalah 0.014 ha/HK. Prestasi kerja karyawan sebesar 0.84 ha/HK dan standar kerja yang berlaku yaitu 1.67 ha/HK. Pengendalian Hama dan Penyakit Hama utama yang menyerang tanaman teh pada Unit Perkebunan Tanjungsari yaitu Empoasca sp., ulat penggulung pucuk (Cydia leucastome), ulat penggulung daun (Homona coffearia), dan ulat api (Setora nitens). Hama Empoasca sp. menjadi hama yang paling utama untuk dibasmi, karena dampak dari serangan Empoasca sp. dapat mengakibatkan penurunan kualitas pucuk. Gejala serangan Empoasca sp. terlihat dari tulang daun yang berwarna coklat dan daun yang terlihat lebih keriput dan terjadi kematian pada pinggiran daun. Hama Empoasca sp. menyerang tanaman teh pada pagi hari dan pengendaliannya dilakukan dengan melakukan penyemprotan insektisida yaitu Crowen (bahan aktif : Cipermethrin), Metindo (bahan aktif : Metomil) dan Amida (bahan aktif : Imidakloprid). Penggunaan insektisida tergantung dari tingkat keparahan dari serangan dari hama tersebut, jika tingkat serangan parah maka insektisida yang digunakan adalah insektida sistemik yaitu Amida (bahan aktif : Imidakloprid) 0.1 l/ha. Tetapi, jika tingkat serangan sedang (tidak terlalu parah)
32 maka insektisida yang digunakan adalah insektisida kontak yaitu Metindo (bahan aktif : Cipermethrin) sebanyak 0.5 kg/ha atau Crowen (bahan aktif : Metomil) sebanyak 0.3 l/ha.
Gambar 5. Serangan Hama Empoasca sp. pada Daun Teh Serangan ulat penggulung pucuk (Cydia leucastome) dan ulat penggulung daun (Homona coffearia) pada dasarnya memiliki jenis serangan yang sama yaitu dengan cara menggulung, tetapi memiliki perbedaan pada bagian yang diserang. Serangan ulat penggulung pucuk (Cydia leucastome) menyebabkan pertumbuhan pucuk terhambat dan mengalami kegagalan untuk berkembang. Gejala awal serangan hama ini yaitu pucuk yang tumbuh akan menggulung dan akhirnya juga akan menempel pada daun penyerta yang terletak di bawahnya. Serangan ulat penggulung daun (Homona coffearia) menyebabkan daun menjadi tergulung, kemudian menjadi kering.
Gambar 6. Serangan Ulat Penggulung Pucuk (a) dan Ulat Penggulung Daun (b) Pengendalian jenis serangan hama ini dilakukan dengan cara mekanis dan sistemik. Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan cara memetik pucuk dan daun yang terserang hingga bersih, sedangkan pengendalian secara sistemik dilakukan dengan aplikasi insektisida berbahan aktif Metomil yaitu Lanet (0.5 kg/ha) dan Metindo (0.5 kg/ha).
33 Penyakit yang sering menyerang tanaman teh yaitu cacar daun teh yang disebabkan oleh jamur Exobasidium vexans M. atau disebut dengan penyakit Blister blight. Penyakit ini menyerang daun yang masih muda yang menyebabkan daun akan mengalami kerusakan. Pada awalnya, serangan ini membentuk sebuah bintik-bintik kecil yang hanya dapat dilihat jika adanya cahaya matahari, kemudian berkembang menjadi bercak yang berwarna coklat yang ukurannya lebih besar seperti terbakar dan akan membentuk sebuah lubang.
Gambar 7. Penyakit Cacar Daun pada Tanaman Teh Pada stadium akhir serangan cacar daun, batang dan daun akan rontok sehingga akan menyebabkan penurunan produksi pucuk daun terutama jika tingkat serangannya tinggi. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit cacar daun teh antara lain sinar matahari, kelembaban udara, angin, dan ketinggian tempat. Jika kondisi kelembaban udara tinggi, maka tanaman akan semakin mudah terserang penyakit cacar daun. Sinar matahari dengan intensitas yang tinggi akan mengurangi kelembaban udara sehingga dapat mengurangi tingkat serangan penyakit cacar daun. Letak ketinggian juga mempengaruhi, semakin tinggi letak kebun maka tingkat serangan penyakit cacar daun teh akan semakin berat. Jenis fungisida yang biasanya digunakan untuk membasmi penyakit cacar daun ada dua jenis yaitu fungisida kontak dan sistemik. Penggunaan jenis fungisida tergantung tingkat serangan penyakit yang menyerang tanaman, jika tingkat serangan penyakit cacar daun telah mencapai >50% maka fungisida yang digunakan adalah jenis fungisida sistemik yaitu Mansil (bahan aktif : mankozeb dan metalaksil) atau Conasol (bahan aktif : heksaconazol). Aplikasi fungisida
34 sistemik ini lebih tepat dilakukan pada saat intensitas CH yang tinggi. Tetapi, jika tingkat serangan <50%, maka fungisida yang digunakan adalah fungisida kontak yaitu Probox (bahan aktif : tembaga oksiklorida), Kocide (bahan aktif : tembaga hidroksida) atau Nordox (bahan aktif : tembaga oksida). Dosis jenis fungisida yang digunakan berbeda-beda, untuk Mensil dosisnya sebanyak 150 g/ha dan untuk 1x aplikasi Mistblower (12 l) dosisnya sebanyak 9 g, sedangkan untuk Probox dosisnya sebanyak 100 g/ha dan untuk 1x aplikasi Mistblower (12 l) dosisnya sebanyak 6 g. Volume air yang digunakan sebanyak 200 l/ha. Selain Mistblower, penggunaan Power sprayer dengan menggunakan bak tampung serta selang juga dilakukan untuk menunjang kegiatan. Kapasitas dari bak tampung yaitu 1 000 l air, dengan panjang selang maksimal 200 m. Pengendalian hama penyakit secara kimia dilakukan sesuai dengan gilir petik yang berlaku di setiap blok. Hal ini terkait dengan penyebaran penyakit cacar daun yang terjadi melalui jamur (spora) yang diterbangkan oleh angin, serangga atau manusia, dan jamur tersebut akan berkembang > 9 hari pada tanaman. Aplikasi dilakukan setelah pemetikan dan waktu penyemprotan dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 07.00-10.00. Hal ini juga terkait dengan keefektifan dalam memberantas hama dan penyakit, seperti hama Empoasca sp., yang jumlahnya banyak dan akan menyerang pada pagi hari. Pada tahun-tahun sebelumnya aplikasi pupuk daun dilaksanakan secara terpisah dengan pengendalian hama dan penyakit tanaman secara kimia (fungisida dan insektisida). Akan tetapi, pada tahun ini, aplikasi pemupukan melalui daun dan pengendalian hama penyakit secara kimia dilakukan secara bersamaan (pencampuran) atas rekomendasi dari Tim Konsultan IKB (Indikator Kinerja Blok) Gambung dalam Program Recovery. Prestasi kerja yang diperoleh penulis pada saat pemupukan lewat daun bersamaan pengendalian hama penyakit adalah 0.014 ha/HK. Prestasi kerja karyawan sebesar 0.84 ha/HK dan standar kerja yang berlaku yaitu 1.67 ha/HK. Pengendalian Gulma Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi
35 sehingga diperlukan adanya pengendalian akan gulma tersebut. Jenis gulma yang terdapat di Unit Perkebunan Tanjungsari antara lain kentangan (Boreria alata), Setaria plicata, Centotheca lappacea, Sida rhombifolia, babadotan (Ageratum conyzoidez), Clidemia hirta, Eleusine indica, Mimosa pudica, Gleichenia linearis, Cyclosorus aridus, Nephrolepsis bisserata, Paspalum conjugatum, sedangkan jenis gulma yang dominan di areal tanaman belum menghasilkan (TBM) yaitu Boreria alata, Setaria plicata, Centotheca lappacea, Widelia blifora, Ageratum conyzoidez, Eleusine indica, dan Emilia sonchifolia. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dan kimiawi (chemical weeding). Tetapi, terdapat perbedaan dalam pengendalian gulma antara TBM dan TM yaitu atas dasar pertimbangan kondisi tanaman di lapangan terutama pada tanaman belum menghasilkan (TBM). Pengendalian gulma di TBM I hanya dilakukan secara manual, hal ini disebabkan oleh belum tahannya tanaman akan bahan kimia. Strip weeding merupakan salah satu jenis pengendalian yang dilaksanakan pada TBM 1, yaitu membersihkan gulma di sekitar barisan tanaman dengan menggunakan parang dan selanjutnya gulma diletakan di antara barisan tanaman untuk mencegah erosi. Kegiatan pengendalian gulma dilaksanakan sebelum menjelang kegiatan pemupukan, yaitu Februari-Maret (semester I) dan September-Oktober (semester II). Pengendalian gulma pada TBM II, TBM III dan TM dilakukan melalui dua cara yaitu secara manual dan kimiawi dengan perbandingan untuk manual sebanyak empat kali dan kimia sebanyak dua kali dalam satu tahun. Pengendalian secara manual dilakukan sebelum pengendalian secara kimia, yaitu dengan babad bokor dan babad bersih. Babad bokor merupakan pengendalian gulma dengan cara membersihkan gulma yang ada di bawah sekeliling perdu, sedangkan babad bersih yaitu dengan membersihkan seluruh gulma sampai bersih pada areal TM. Pengendalian gulma secara kimiawi (chemical weeding) yaitu dengan menggunakan herbisida baik kontak maupun sistemik. Penggunaan jenis herbisida tergantung dari jenis gulma, serta anggaran yang telah ditetapkan. Herbisida kontak digunakan untuk jenis gulma berdaun lebar dengan bahan aktif paraquat diklorida, seperti Noxon (2 l/ha) dan Paracol (3-4 l/ha). Penggunaan herbisida kontak dilakukan pada tanaman tahun pangkas II, III, dan IV. Herbisida sistemik
36 hanya digunakan pada tanaman tahun pangkas I yang berbahan aktif glifosat, seperti Rambo (2 l/ha). Penggunaan herbisida ini hanya dilakukan terhadap tanaman tahun pangkas I karena tidak terlalu berbahaya. Tetapi, jika menggunakan herbisida kontak, maka akan beresiko terkena tanaman karena tanaman masih rentan akan bahaya yang ditimbulkan dari herbisida kontak.
Gambar 8. Pengendalian Gulma secara Kimia pada Area TM Alat yang digunakan untuk melakukan penyemprotan herbisida adalah knapsack sprayer dengan kapasitas 15 l. Penyemprotan dilakukan pada pukul 07.00-11.00 dan kegiatan penyemprotan ini sangat tergantung pada kondisi cuaca dan keadaan fisik tenaga kerja. Penyemprotan harus dilakukan secara benar dan hati-hati yaitu menyemprotkan di bawah bidang petik dengan ketinggian gagang knapsack sprayer setinggi gulma atau dengan sekitar 30 cm dari permukaan tanah untuk menghindari kontak antara herbisida dengan tanaman teh. Prestasi kerja yang dicapai penulis saat melakukan babad bersih yaitu 0.0036 ha/HK, sedangkan prestasi kerja karyawan adalah 0.08 ha/HK dengan standar kerja yang berlaku yaitu 0.16 ha/HK. Prestasi kerja yang dicapai penulis saat melakukan babad bokor yaitu 0.07 ha/HK, sedangkan prestasi kerja karyawan adalah 0.08 ha/HK dengan standar kerja yang berlaku yaitu 0.16 ha/HK. Prestasi kerja yang berhasil dilakukan oleh penulis pada saat melakukan chemical weeding yaitu 0.24 ha/HK. Prestasi kerja karyawan sebesar 0.75 ha/HK dengan standar kerja yaitu 1.67 ha/HK. Gacok Gacok merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan pada tanaman belum menghasilkan I (TBM I), yang bertujuan untuk menggemburkan tanah di
37 sepanjang larikan tanaman, memperlancar aerasi tanah, memperluas bidang perakaran, dan untuk mengendalikan gulma yang ada di sekitar tanaman. Gacok dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut dengan gacok atau garpu kecil. Prestasi kerja yang mampu dicapai oleh penulis dalam melaksanakan kegiatan gacok yaitu 0.01 ha/HK. Prestasi kerja karyawan yaitu 0.04 ha/HK dengan standar kerja sebesar 0.08 ha/HK.
Gambar 9. Kegiatan Gacok pada Areal TBM I Pemeliharaan Saluran Air Kegiatan pemeliharaan saluran air merupakan salah satu tindakan pembersihan gulma yang berada di sepanjang saluran air, yaitu sepanjang sungai atau kali kecil yang disebut dengan kalen atau saluran air di sepanjang pinggir jalan kebun. Beberapa tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk membersihkan gulma dan untuk memperlancar aliran sungai, karena gulma serta tanaman-tanaman yang sudah rimbun akan mencapai sungai sehingga menggangu aliran sungai kecil. Beberapa jenis gulma yang ada di sepanjang aliran sungai yaitu Ageratum conyzoides, Asystasia gangetica, Cyperus iria, Chromolaena odorata, Clidemia hirta, Melastoma malabathricum, Mikania micanthra, dan Setaria plicata. Prestasi kerja yang mampu dicapai penulis saat pemeliharaan saluran air yaitu 10 m2, sedangkan prestasi karyawan sebesar 30 m2. Standar kerja karyawan sebesar 60 m2. Adanya perbedaan prestasi kerja antara karyawan dengan standar kerja yang ada, karena adanya perbedaan jam kerja, untuk Unit Perkebunan Tanjungsari jam kerja untuk karyawan di kebun adalah 4 jam kerja sehingga nilai prestasi kerjanya lebih kecil dibandingkan dengan standar 7 jam kerja.
38
Gambar 10. Kegiatan Pemeliharaan Saluran Air Pemangkasan Pemangkasan adalah salah satu kegiatan pemeliharaan tanaman teh dalam usaha peremajaan agar tanaman mampu berproduksi secara optimal kembali. Pemangkasan dilakukan jika tanaman telah mengalami penurunan produksi pucuk, kondisi tanaman yang sudah tua dan tidak sehat. Kegiatan pemangkasan dilakukan empat tahun sekali dan jenis pangkasan yang diterapkan pada Unit Perkebunan Tanjungsari adalah pangkasan ajir atau jambul. Pangkasan ajir atau jambul yaitu jenis pangkasan dengan menyisakan satu atau dua ranting dan di dalam ranting tersebut terdapat 100 - 200 lembar daun teh dalam kondisi yang sehat dan segar. Ajir atau ranting yang tersisa dimaksudkan sebagai tempat cadangan makanan yang berfungsi dalam proses asimilasi. Syarat ajir dalam pangkasan ini yaitu cabang terletak di bagian pinggir dan ukuran cabang minimal 2 cm. Jenis pangkasan ini lebih cocok diterapkan jika curah hujan rendah, kondisi tanaman dalam keadaan kurang sehat dan pertumbuhan tunas barunya yang cenderung lambat. Tinggi pangkasan yang diterapkan di Unit Perkebunan Tanjungsari yaitu 45-55 cm dan kenaikan rata-rata 5 cm setiap tahunnya dari luka pangkas lama. Toleransi naik atau turun 5 cm harus dengan catatan bahwa tinggi pangkas tidak boleh kurang dari 45 cm dari permukaan tanah. Hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan tunas yang baru akan lambat. Pelaksanaan pemangkasan pada Unit Perkebunan Tanjungsari dilakukan dalam dua semester yaitu pada Februari-April (semester I) dan Oktober-November (semester II).
39
Gambar 11. Kegiatan Pemangkasan Pemangkasan yang dilakukan di Unit Perkebunan Tanjungsari yaitu memotong cabang atau ranting yang ada dengan cara memutar agar luka pangkasan menghadap ke arah dalam perdu. Bentuk pangkasan yang baik adalah luka dengan kemiringan 45o, menyerupai jempol serta permukaan luka pangkas licin. Hal ini dimaksudkan agar tunas baru dapat tumbuh dengan baik. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan ketika melakukan pemangkasan antara lain ketajaman alat yang digunakan, kerataan dengan permukaan tanah, ketinggian pangkas, luka dan arah pangkas. Ketajaman alat mutlak harus dilaksanakan karena akan menentukan kualitas hasil pangkasan. Alat yang digunakan untuk pemangkasan yaitu menggunakan sabit pangkas. Sabit pangkas harus tajam agar mampu memotong cabang dalam satu kali tebasan sehingga cabang tidak mengalami keretakan ataupun pecah. Jika cabang pecah maka akan menyebabkan kebusukan sehingga tunas baru tidak dapat tumbuh dengan baik. Dalam melakukan pemangkasan, bidang pangkas harus sejajar dengan permukaan tanah (mengikuti kontur). Tujuannya agar angin dapat bergerak secara leluasa sehingga kelembaban di sekitar perdu dapat berkurang. Hal tersebut dapat menekan serangan hama dan penyakit yang sering menyerang perdu teh terutama cacar daun teh. Prestasi kerja karyawan dalam pemangkasan yaitu 0.04 ha/HK dan standar kerja sebesar 0.16 ha/HK. Adanya perbedaan prestasi kerja antara karyawan dengan standar kerja yang ada, karena adanya perbedaan jam kerja, untuk Unit Perkebunan Tanjungsari
40 jam kerja untuk karyawan di kebun adalah 4 jam kerja sehingga nilai prestasi kerjanya lebih kecil dibandingkan dengan standar 7 jam kerja. Ketika penulis menjadi karyawan harian lepas (KHL) di Unit Perkebunan Tanjungsari sedang tidak dilaksanakan pemangkasan, sehingga prestasi kerja penulis untuk pemangkasan tidak ada.
Gambar 12. Kondisi Tanaman setelah Pemangkasan Pemetikan Pemetikan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam menunjang produksi dari suatu perkebunan teh. Definisi pemetikan adalah kegiatan mengambil pucuk daun teh yang telah memenuhi syarat untuk dipetik (pucuk manjing) serta membentuk suatu kondisi tanaman agar dapat berproduksi secara berkelanjutan (continue) dengan menyisakan media (pucuk) pada bidang petik. Beberapa petunjuk dalam pelaksanaaan teknis pemetikan yaitu bidang petik harus rata atau sejajar dengan kemiringan lahan, memetik pucuk yang telah manjing (pas untuk dipetik), pucuk burung yang ada di permukaan bidang petik harus bersih (terpetik semua), dan jalannya pemetik harus mengikuti garis kontur (barisan tanaman).
Jenis Pemetikan. Jenis pemetikan yang dilaksanakan di Unit Perkebunan Tanjungsari terdiri atas pemetikan jendangan, pemetikan produksi, dan pemetikan gendesan. Pemetikan jendangan merupakan pemetikan yang dilakukan setelah dilakukan pemangkasan. Tujuan dari pemetikan jendangan adalah untuk membentuk bidang petik yang lebar dan rata, dengan ketebalan lapisan daun pemeliharaan yang cukup agar tanaman memiliki potensi hasil produksi yang
41 tinggi. Pemetikan jendangan dilakukan setelah tanaman berumur 2.5-3 bulan setelah mengalami pemangkasan dan 60% areal telah siap untuk dijendang dengan ketinggian tunas-tunas (pucuk) baru yang telah mencapai 15-20 cm. Pemetikan jendangan di Unit Perkebunan Tanjungsari dilakukan dengan frekuensi sebanyak empat kali, kemudian dilanjutkan pada pemetikan produksi. Tenaga yang melakukan pemetikan jendangan merupakan tenaga ahli dan memiliki keterampilan yang lebih dari tenaga pemetik biasanya. Prestasi kerja untuk karyawan dalam melakukan pemetikan jendangan adalah 30 kg dan untuk standarnya tergantung dari kondisi pucuk di lapang. Prestasi kerja penulis tidak ada, karena saat penulis menjadi karyawan harian lepas (KHL), pemetikan gendesan sedang tidak dilaksanakan. Pemetikan produksi merupakan pemetikan lanjutan setelah pemetikan jendangan, yang dilakukan secara terus-menerus sesuai dengan gilir petik yang telah ditentukan sampai menjelang pemetikan gendesan. Pemetikan produksi dilakukan dengan memetik pucuk yang manjing, yaitu pucuk yang telah pas untuk dipetik dan memenuhi syarat untuk diolah. Tujuan dari pemetikan produksi adalah untuk mencapai produksi yang sebanyak-banyaknya, produktivitas yang optimal, serta berkelanjutan dengan memperhatikan kesehatan tanaman. Pelaksanaan pemetikan produksi di Unit Perkebunan Tanjungsari telah menggunakan gunting petik sejak tahun 1995.
Gambar 13. Pemetikan dengan Menggunakan Gunting Petik Kegiatan pemetikan produksi ditentukan oleh dua hal penting yaitu potensi pucuk yang tersedia di atas bidang petik dan pucuk yang akan dipetik. Potensi pucuk yang tersedia di atas bidang petik dipengaruhi oleh beberapa faktor,
42 yaitu kesehatan tanaman, gilir petik, umur pangkas, pucuk tanggung/cadangan yang ditinggal pada pemetikan sebelumnya, cuaca, serta klon tanaman. Pucuk yang akan dipetik berkaitan dengan jenis petikan berdasarkan rumus petiknya. Jenis petikan pada pemetikan produksi ada tiga, yaitu petikan halus, petikan medium serta petikan kasar dan yang menjadi standar di Unit Perkebunan Tanjungsari adalah petikan medium. Pucuk dengan standar petikan medium yaitu p+3m, p+3, b+1m, b+2m, dan b+3m (50-70%), untuk pucuk halus yaitu p+1, p+2m, p+2 (10%) dan untuk pucuk kasar yaitu, p+4, p+5, b+(1-4)t, lembaran (20%). Penulis melaksanakan kegiatan pemetikan produksi sebagai karyawan harian lepas (KHL) dengan rata-rata prestasi kerja 5-10 kg, sedangkan prestasi kerja karyawan tergantung dari kondisi pucuk di lapang. Standar kerja yang berlaku adalah 60 kg untuk pemetikan dengan gunting. Pemetikan produksi juga dipengaruhi oleh tinggi bidang petik dan tebal daun pemeliharaan, karena kedua hal tersebut juga menentukan ketersediaan pucuk yang ada dalam suatu perdu tanaman teh. Hasil pengamatan tinggi bidang petik dan tebal daun pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata Tinggi Bidang Petik dan Tebal Daun Pemeliharaan Tanaman Teh di Unit Perkebunan Tanjungsari Berdasarkan Tahun Pangkas Rata-rata Tebal Daun Pemeliharaan Tahun Pangkas keTahun Pangkas keI II III IV I II III IV ...................................................cm.................................................. 91.32 84.42 96.32 88.30 28.13 27.97 27.03 29.37 78.10 94.85 90.07 97.10 30.72 26.18 33.13 25.22 83.70 83.98 93.42 91.72 34.53 24.55 37.88 28.17 Rata-rata Tinggi Bidang Petik
Blok
Kutilang Murai Gelatik UP Tanjungsari
84.37
87.75
93.27
92.37
31.13
26.23
32.68
27.59
Sumber : Hasil Pengamatan
Pemetikan gendesan (rampasan) adalah pemetikan yang dilakukan sebelum melakukan tindakan pemangkasan, yaitu dengan memetik semua pucuk
43 yang memenuhi syarat olah tanpa memperhatikan rumus petik dan jumlah daun yang ditinggalkan. Pada tahun ini, pemetikan gendesan di Unit Perkebunan Tanjungsari dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan pemangkasan, yaitu dalam satu areal yang ingin dipangkas, para pemetik melakukan kegiatan pemetikan yang kemudian diikuti oleh tenaga pemangkas di posisi belakang tenaga pemetik. Hal tersebut merupakan rekomendasi dari Tim Konsultan Gambung dalam Program Recovery. Standar dan prestasi kerja karyawan pada saat pemetikan gendesan adalah tergantung dari kondisi pucuk di lapang. Prestasi kerja penulis tidak ada, karena saat penulis menjadi karyawan harian lepas (KHL), kegiatan pemetikan gendesan sedang tidak dilaksanakan.
Gilir Petik/Siklus Petik/Daur Petik. Gilir petik adalah jangka waktu antara satu pemetikan dengan pemetikan berikutnya yang dinyatakan dalam hari pada areal kebun yang sama. Berdasarkan pengamatan langsung yang telah dilakukan, gilir petik di Unit Perkebunan Tanjungsari pada setiap blok berbedabeda. Perbandingan data gilir petik antara pengamatan langsung dan standar yang telah ditentukan pada masing-masing blok di Unit Perkebunan Tanjungsari dari Maret hingga Mei 2011 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Perbandingan Gilir Petik antara Pengamatan dengan Standar pada Masing-masing Blok di Unit Perkebunan Tanjungsari pada Maret-Mei 2011 Blok
Ketinggian Tempat
Kutilang Murai Gelatik
............m dpl............ 800-1 040 780-800 700-780
Gilir Petik Pengamatan Standar .....................hari...................... 8-17 10-12 10-16 9-11 10-17 8-10
Sumber : Hasil Pengamatan
Gilir petik sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan pucuk. Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam kecepatan pertumbuhan pucuk adalah umur pangkas, iklim, ketinggian tempat, serta kesehatan tanaman. Hasil pengamatan persentasi potensi pucuk pada Unit Perkebunan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 8.
44 Tabel 8. Persentase Potensi Pucuk Perdu Tanaman Teh di Unit Perkebunan Tanjungsari dengan Diameter Bidang Petik 75 cm
Blok Kutilang
Murai
Gelatik
Tahun Pangkas keI II III IV I II III IV I II III IV
Potensi Tumbuh Pucuk Pucuk Burung Pucuk Peko Σ Pucuk (%) (%) 47.39 52.61 76 50.34 49.66 68 52.46 47.54 86 58.40 41.60 63 49.54 50.47 82 54.50 45.50 84 50.48 49.52 71 71.28 28.72 82 39.13 60.88 75 41.11 58.89 66 49.04 50.93 72 65.17 36.86 65
Sumber: Hasil Pengamatan
Standar gilir petik yang ditetapkan pada Unit Perkebunan Tanjungsari yaitu 9-11 hari, Tetapi pada kenyataannya standar gilir petik setiap blok berbedabeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah nomor kebun dan luasan areal tiap nomor kebun yang dimiliki setiap nomor kebun berbeda-beda, serta adanya Program Recovery yang sedang dijalankan di Unit Perkebunan Tanjungsari sehingga gilir petiknya ikut berpengaruh, seperti adanya skipping off dan penggabaran beberapa nomor kebun.
Hanca Petik. Hanca petik adalah luas areal yang harus selesai dipetik dalam satu hari. Hanca petik dari tiap blok berbeda-beda karena ditentukan berdasarkan luas areal dan gilir petik. Hanca petik memiliki hubungan yang negatif dengan gilir petik, semakin besar hanca petik maka gilir petik semakin pendek. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil nilai hanca petik maka gilir petik semakin panjang. Saat ini, gilir petik dan hanca petik di Unit Perkebunan Tanjungsari ditentukan oleh masing-masing Kepala Blok. Hal ini disebabkan atas rekomendasi dari Tim Indikator Kinerja Blok (IKB) Gambung dalam pelaksanaan Program Recovery yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pucuk
45 teh baik basah maupun kering. Hasil pengamatan hanca petik yang dibandingkan dengan gilir petik pada masing-masing blok di Unit Perkebunan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hanca Petik per Pemetik pada Masing-masing Blok di Unit Perkebunan Tanjungsari pada Bulan Maret-Mei 2011 Blok Kutilang Murai Gelatik
Gilir petik (hari)
Hanca petik (ha/HK)
8-17 10-16 10-17
0.134 0.066 0.073
Sumber : Hasil Pengamatan
Kapasitas Petik. Kapasitas petik adalah banyaknya pucuk yang mampu dipetik oleh tenaga pemetik dalam satu hari kerja. Kapasitas petik yang dihasilkan oleh seorang pemetik berbeda-beda, tergantung dari keadaan pucuk di lapang, keadaan cuaca, keterampilan pemetik, populasi tanaman di blok yang akan dipetik, topografi kebun, serta umur tahun pangkas. Standar kapasitas petik (basic yield) di Unit Perkebunan Tanjungsari yaitu 60 kg dengan menggunakan gunting petik, dan 45 kg secara manual. Rata-rata kapasitas petik pada Unit Perkebunan Tanjungsari pada Bulan Februari hingga Mei 2011 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kapasitas Petik di Unit Perkebunan Tanjungsari pada Bulan Januari - Mei 2011 Blok
Kutilang Murai Gelatik Rata-rata
Kapasitas Petik Rata-rata Februari Maret April Mei ............................................(kg/pemetik)...................................... 30.68 28.51 35.25 43.45 34.47 26.80 24.14 10.10 46.72 26.94 34.68 29.28 44.41 48.31 39.17 30.72 27.31 29.92 46.16 33.53
Sumber : Laporan Produksi Unit Perkebunan Tanjungsari 2011
Kapasitas pemetik masing-masing dapat digolongkan berdasarkan usia, lama kerja, dan pendidikan pemetik. Analisis dilakukan terhadap 10 orang tenaga pemetik untuk masing-masing penggolongan. Hasil analisis menunjukkan baik
46 usia, pengalaman kerja (lama kerja), dan pendidikan tidak berpengaruh terhadap kapasitas petik dan ketiga hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 11, 12,dan 13.
Tabel 11. Kapasitas Petik Berdasarkan Usia Usia (tahun) 20-40 41-55
n (orang) 10 10
Rata-rata Kapasitas Petik (kg/HK) 23.32a 25.62a
Sumber : Hasil Pengamatan Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student dengan taraf 5%
Tabel 12. Kapasitas Petik Berdasarkan Lama Kerja Lama Kerja (tahun)
n (orang)
≤ 20 > 20
10 10
Rata-rata Kapasitas Petik (kg/HK) 22.46a 26.32a
Sumber : Hasil Pengamatan Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student dengan taraf 5%
Tabel 13. Kapasitas Petik Berdasarkan Pendidikan Lama Kerja (tahun)
n (orang)
Tidak Tamat SD Lulus SD
10 10
Rata-rata Kapasitas Petik (kg/HK) 23.98a 22.4a
Sumber : Hasil Pengamatan Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata berdasarkan uji t-student dengan taraf 5%
Tenaga Pemetik. Tenaga pemetik berperan penting untuk mencapai hasil petikan yang maksimal. Suatu pengaturan tenaga pemetik harus dilakukan agar kegiatan pemetikan dapat berjalan dengan lancar, seperti pengaturan akan jumlah tenaga yang dibutuhkan, keterampilan pemetik dalam melakukan pemetikan serta umur pangkas. Kebutuhan tenaga pemetik dapat dicari dengan mengetahui terlebih dahulu rata-rata target produksi pucuk basah/ha/tahun, kapasitas petik/HK/tahun, jumlah hari kerja efektif selama satu tahun (HKE), serta persentase absensi pemetik dalam setahun (A). Perbandingan jumlah tenaga pemetik berdasarkan pengamatan langsung di lapang dan perhitungan rasio pemetik di Unit Perkebunan Tanjungsari
47 dapat dilihat pada Tabel 14 dan untuk perhitungan terhadap kebutuhan jumlah tenaga pemetik berdasarkan rasio tenaga kerja yaitu :
Rasio = Target produksi pucuk basah/ha/tahun x (100 + A)% Kapasitas petik/HK/tahun x HKE satu tahun = (Target produktivitas kering/ha/tahun x konstanta ) x (100 + A)% rendemen Kapasitas petik/HK/tahun x HKE satu tahun = (2 635 kg x 100/21.5) x (100 + 8)% 40 kg x 293 hari = 1.13 orang/ha Kebutuhan tenaga pemetik UP Tanjungsari = 1.13 orang/ha x 165.10 ha = 186 orang.
Tabel 14. Perbandingan Jumlah Tenaga Kerja antara Pengamatan dengan Perhitungan Berdasarkan Rasio
Blok Kutilang Murai Gelatik Jumlah Total
Jumlah Tenaga Petik di Jumlah Tenaga Pemetik Lapang Berdasarkan Rasio ..........................orang............................ 50 65 60 60 60 61 170 186
Sumber : Hasil Pengamatan dan Perhitungan Rumus Rasio Tenaga Pemetik
Sistem Pengupahan. Pemberian upah kepada tenaga pemetik di Unit Perkebunan Tanjungsari didasarkan pada hasil pucuk basah yang didapat oleh tenaga pemetik dalam satu hari dan dipengaruhi oleh analisis pucuk. Pada Unit Perkebunan Tanjungsari, harga yang ditetapkan per kg pucuk basah adalah sebesar Rp. 235,-. Selain itu, pemetik akan mendapatkan premi/bonus, jika hasil pucuk basah yang dipetik masuk standar analisis pucuk yang memenuhi syarat oleh minimal 50%, sehingga harga pucuk basah per kg menjadi Rp. 265,-.
48 Sistem Pemetikan. Sistem pemetikan yang ditetapkan di Unit Perkebunan Tanjungsari adalah sistem hanca petik. Sistem hanca petik dilakukan dengan cara yaitu setiap tenaga kerja terbagi ke dalam areal petik masing-masing, sehingga pemetik melakukan pemetikan secara berpencar. Rata-rata areal petik bagi satu orang pemetik masing-masing seluas 800-1 000 m2 (2-2.5 patok). Tetapi, luasan areal petik bisa berubah tergantung dari total luasan nomor kebun yang akan dipetik dan jumlah tenaga pemetik yang hadir. Jika salah satu pemetik tidak hadir, maka areal petiknya akan dipetik secara keroyokan atau biasa disebut dengan keroyokan. Beberapa
kelebihan
dari
sistem
hanca
petik
ini
adalah
dapat
mempermudah mandor petik melakukan pengawasan pemetikan, lebih mudah mengetahui hal-hal yang terjadi di suatu areal petik, dan jika terjadi kesalahan pemetikan mandor dapat langsung menegur pemetik dan memberitahu cara pemetikan yang benar. Selain itu, dengan penerapan sistem ini, tenaga pemetik menjadi lebih mempunyai rasa untuk meningkatkan motivasi dalam bertanggung jawab terhadap areal tempat pemetikannya.
Sarana pemetikan. Dalam pelaksanaan pemetikan maka perlu ditunjang dengan sarana-sarana pemetikan agar kegiatan dapat berjalan dengan lancar dan benar. Beberapa sarana pemetikan yang digunakan oleh tenaga pemetik yaitu sramben (celemek plastik), gunting petik, keranjang, waring asok, caping, sepatu boot, sarung tangan, serta waring angkut. Kapasitas keranjang yaitu sebesar 8-10 kg. Gunting petik digunakan oleh pemetik pada saat melakukan kegiatan pemetikan dengan gunting. Jenis waring yang digunakan dalam pemetikan ada dua yaitu waring asok dan waring angkut. Perbedaan antara waring asok dengan waring angkut adalah sebagai berikut, dari segi bentuk dan ukuran, waring asok berbentuk lembaran persegi dan ukurannya lebih kecil dari waring angkut, sedangkan waring angkut berbentuk kantong dengan ukuran yang besar. Dari segi cara penggunaannya, waring asok digunakan dengan cara meletakkan pucuk yang telah dipetik diatas waring lembaran, kemudian diikat agar pucuk tidak berserakan, sedangkan waring
49 angkut penggunaannya dengan cara memasukkan pucuk yang telah dipetik ke dalam waring yang berbentuk kantong, lalu waring diikat. Dari segi kepemilikan, waring asok merupakan milik tenaga pemetik sendiri, sedangkan waring angkut disediakan oleh pihak perusahaan. Kapasitas pucuk yang efektif dan mampu ditempatkan ke dalam waring asok sama dengan waring angkut, yaitu 25-30 kg. Tetapi, ketika di lapang, kapasitas waring dapat melebihi dari kapasitas efektif tergantung dari kondisi pucuk di lapang.
Pelaksanaan pemetikan. Pemetikan di Unit Perkebunan Tanjungsari dilaksanakan pada pukul 05.30-10.00. Tetapi, waktu pelaksanaan tersebut dapat berubah-berubah tergantung dari kondisi pucuk di lapangan. Jika pucuk manjing di lapang melimpah, maka waktu pemetikan akan semakin lama. Begitu juga sebaliknya, jika pucuk manjing di lapang sedikit, maka waktu pemetikan hanya memakan waktu sebentar. Teknis dalam pemetikan dilakukan dengan tiga pedoman dasar yaitu memetik pucuk yang manjing, membersihkan pucuk burung sampai bersih di atas bidang petik, dan menyisakan pucuk cadangan untuk pemetikan
selanjutnya.
Setelah
melakukan
pemetikan,
maka
dilakukan
penimbangan hasil pucuk. Pada Unit Perkebunan Tanjungsari penimbanngan dilaksanakan hanya satu kali yaitu pada saat pemetikan telah selesai dan dilakukan di kebun saat truk pengangkut pucuk datang. Penimbangan kedua dilakukan pada siang hari di pabrik Unit Perkebunan Tambi, hal ini terjadi karena tidak adanya pabrik di Unit Perkebunan Tanjungsari. Setiap kegiatan pemetikan, pucuk yang telah memenuhi syarat dan semua pucuk burung yang berada di atas bidang petik harus dipetik, sedangkan pucuk tanggung/cadangan ditinggal untuk pemetikan selanjutnya dan ceker ayam harus dibuang. Ceker ayam adalah bentuk pertumbuhan dua tunas/lebih dari satu ketiak daun sehingga bentuk tunas yang tumbuh tidak normal. Daun-daun tanaman lain termasuk daun tanaman pelindung dan tanaman pengganggu (gulma) di atas bidang petik juga harus dibuang agar tidak mempengaruhi pertumbuhan dan kemurnian pucuk. Hal ini terkait dengan suatu ketetapan yang telah diterapkan oleh PT Tambi dalam upaya pengadaan teh jadi yang berkualitas dan bermutu tinggi yaitu ketetapan HACCP (Hazard Analisys Critical Control Point).
50 Pemetikan dengan menggunakan alat khusus juga dilakukan yaitu dengan menggunakan alat khusus berbentuk salib (caplak) pada saat melakukan pemetikan jendangan. Alat tersebut digunakan guna membentuk bidang petik pertama setelah dilaksanakannya pemangkasan.
Gambar 14. Pucuk yang tidak normal “Ceker Ayam” Analisis petik. Analisis petik adalah suatu kegiatan pemisahan pucuk daun teh berdasarkan rumus petik dan dinyatakan dalam persen. Definisi lain dari analisis petik adalah uraian tentang hasil petikan dari suatu blok kebun yang menunjukkan perbandingan antara berbagai rumus petik dan dinyatakan dalam persen. Analisis petik memiliki beberapa kegunaan antara lain untuk menilai kondisi kebun, pelaksanaan pemetikan, dan keterampilan pemetik. Penilaian akan kondisi kebun dapat dilihat dari sehat atau tidaknya kebun dengan indikator yaitu hama penyakit, sedangkan pelaksanaan pemetikan dilihat dari tepat atau tidaknya pelaksanaan daur petik. Keterampilan pemetik dinilai dari kemampuan dalam melakukan pemetikan telah sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan atau belum. Analisis petik hanya sesekali dilakukan oleh para mandor petik di Unit Perkebunan, bahkan dapat dikatakan jarang, sehingga penulis melakukan analisis petik secara individual yaitu dengan cara mengambil pucuk masing-masing satu genggam dari semua pemetik di salah satu kemandoran, campur secara merata, dan dari sampel tersebut diambil sebanyak 200 gram lalu dipisahkan berdasarkan rumus petiknya (petikan halus : p+1, p+2, b+1; petikan medium : p+3, b+2, b+3; petikan kasar : p+4 atau lebih, b+4 atau lebih; pucuk rusak : lembaran), kemudian
51 ditimbang guna mengetahui persentase masing-masing jenis pucuk. Kegiatan analisis petik dilakukan pada tanaman yang mewakili umur tanaman tahun pangkas I, II, III dan IV pada masing-masing blok, yaitu Blok Kutilang, Murai, dan Gelatik. Hasil rata-rata analisis petikan di Unit Perkebunan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil Analisis Petik pada Beberapa Blok di Unit Perkebunan Tanjungsari Blok
Komposisi pucuk Pucuk Halus
Pucuk Medium
Pucuk Kasar
Pucuk Rusak
....................................................%............................................... Kutilang
6.00
45.56
31.83
16.62
Murai
8.24
46.31
27.52
17.94
Gelatik
6.86
45.37
31.50
16.27
Rata-rata
7.03
45.75
30.28
16.94
Sumber : Hasil Pengamatan
Analisis Pucuk. Analisis pucuk adalah proses pemisahan pucuk hasil petikan berdasarkan kriteria pucuk yang memenuhi syarat olah (MS) dan tidak memenuhi syarat olah (TMS). Tujuan dari analisis pucuk adalah untuk menentukan hasil teh jadi di pabrik, memperkirakan mutu teh jadi, menentukan hasil premi pemetik dan menentukan harga pucuk. Standar analisis pucuk dalam pengolahan teh hitam di Unit Perkebunan Tanjungsari adalah minimal 55% pucuk yang memenuhi syarat olah (MS ≥ 55%). Apabila hasil analisis pucuk lebih dari 50%, pemetik akan mendapatkan premi. Kriteria pucuk yang memenuhi syarat olah yaitu pucuk muda dengan ciriciri antara lain ukuran daun penyerta masih setengah lebih kecil dari daun lainnya dan bagian tangkainya jika dipatahkan akan berbunyi “teklik”. Kriteria pucuk yang tidak memenuhi syarat olah yaitu pucuk yang tua, pucuk yang mengalami kerusakan serta daun lembaran. Pucuk yang dianggap mengalami kerusakan apabila pucuk tersebut sobek, terkena hama dan penyakit, dan merupakan pucuk hasil dua kali guntingan sehingga biasanya hanya berbentuk tangkai dengan bagian atas dan bawah terdapat luka hasil guntingan.
52 Analisis pucuk tidak dilakukan di Unit Perkebunan Tanjungsari karena tidak adanya pabrik untuk pengolahan teh jadi, sehingga penulis melakukan sendiri dengan cara mengambil masing-masing satu genggam dari semua pemetik, campur secara merata, dan dari sampel tersebut diambil sebanyak 200 gram. Selanjutnya dilakukan pemisahan pucuk yang memenuhi syarat olah (MS) yaitu p+1, p+2m, p+2, p+3m, p+3, b+1m, b+2m, dan b+3m dan tidak memenuhi syarat olah (TMS) yaitu p+4, b+4m, b+1t, b+2t, b+3t, b+4t, lembaran, dan tangkai tua, lalu timbang guna mengetahui persentase masing-masing jenis pucuk. Angka persentase (%) jenis pucuk diperoleh dengan membandingkan berat masingmasing kelompok pucuk yang bersangkutan dengan bobot total sampel. Kegiatan analisis pucuk dilakukan pada tanaman yang mewakili umur tanaman tahun pangkas I, II, III dan IV pada masing-masing blok, yaitu Blok Kutilang, Murai, dan Gelatik. Hasil dari analisis pucuk selama pengamatan dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Hasil Analisis Pucuk Berdasarkan Tahun Pangkas pada Beberapa Blok di Unit Perkebunan Tanjungsari Blok
TP
Kutilang
I II III IV Murai I II III IV Gelatik I II III IV Rata-rata UP Tanjungsari Sumber : Hasil Pengamatan
Rata- Rata Analisis Pucuk MS TMS ........................%....................... 50.51 49.49 37.20 62.80 51.35 48.65 41.46 58.54 39.08 60.92 40.31 53.69 50.86 49.14 42.23 57.77 49.34 50.66 54.90 45.10 44.83 55.17 43.77 56.23 45.49 54.01
53
Aspek Manajerial Manajemen merupakan sebuah proses yang meliputi serangkaian tindakan yaitu merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan serta mengawasi dan bertujuan untuk menentukan dan mencapai tujuan dan target yang telah ditetapkan melalui pemantauan Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Modal (Capital) dan lainnya. Pelaksanaan kegiatan manajerial dilakukan selama tiga bulan yaitu pada saat menjadi Pendamping Mandor (satu bulan) dan Pendamping Kepala Blok (dua bulan). Pendamping Mandor Mandor Petik. Mandor petik adalah pembimbing yang langsung mengawasi kegiatan pemetikan di kebun dan langsung berhubungan dengan tenaga pemetik. Beberapa kegiatan yang dilakukan penulis saat menjadi pendamping mandor petik yaitu ikutserta dalam perencanaan pelaksanan pemetikan, mengorganisasikan, mengawasi dan mengarahkan kegiatan pemetikan, melakukan pencatatan saat penimbangan pucuk di kebun, melakukan pencatatan ke bagian administrasi kebun. Mandor petik berkoordinasi dengan Kepala Blok dalam melaksanakan tugasnya, sehingga kewenangan mandor petik dalam megambil keputusan akan semua hal yang berkaitan dengan pemetikan harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu oleh Kepala Blok. Mandor petik juga berkewajiban untuk memberikan penilaian terhadap prestasi kerja terhadap seluruh bawahannya dalam pelaksanaan kegiatan pemetikan.
Mandor Pemeliharaan. Mandor pemeliharaan adalah pembimbing yang bertugas mengawasi pelaksanaan kegiatan pemeliharan kebun dan melaporkan hasil kegiatan kepada Kepala Blok dan administrasi kebun. Beberapa kegiatan yang dilakukan penulis saat menjadi pendamping mandor pemeliharaan yaitu ikutserta
dalam
perencanaan
pelaksanan
kegiatan
pemeliharaan,
mengorganisasikan, mengawasi dan mengarahkan kegiatan pemeliharaan, melakukan pencatatan terhadap bahan dan alat yang digunakan, melakukan pencatatan ke bagian administrasi kebun.
54 Mandor pemeliharaan berkoordinasi dengan Kepala Blok dalam melaksanakan tugasnya dan mempunyai wewenang dalam mengambil keputusan mengenai semua hal yang berkaitan dengan kelancaran kegiatan pemeliharaan yang dilakukan oleh regunya. Mandor pemeliharaan berfungsi untuk mengatur, mengkoordinasikan dan mengawasi seluruh kegiatan pemeliharaan kebun termasuk dalam pengelolaan tenaga kerja, lahan, dan kegiatan pemeliharaan lainnya dalam rangka untuk mendukung usaha perusahaan mencapai tujuan perusahaan secara efisien dan efektif. Mandor
pemeliharaan
bertanggung
jawab
atas
seluruh
kegiatan
pemeliharaan yang mencakup pengendalian gulma, pemupukan, pemangkasan, lumutan, porokan, cacak sisa pangkas, pembuatan lubang tadah, pemeliharaan tanaman pelindung (tetap maupun sementara), pemeliharaan saluran air, pemeliharaan batas kebun, dan lainnya. Selama menjadi pendamping mandor pemeliharaan, kegiatan yang diawasi penulis adalah pemupukan, pemangkasan, gacok, lumutan, porokan, pengendalian gulma baik manual maupun kimia, dan pemeliharaan saluran air.
Mandor Proteksi. Mandor proteksi tanaman bertugas mengawasi kegiatan dalam hal proteksi tanaman dan melaporkan hasil kegiatan kepada Kepala Blok dan administrasi kebun. Beberapa kegiatan yang dilakukan penulis saat menjadi pendamping mandor proteksi yaitu ikutserta dalam perencanaan pelaksanan kegiatan proteksi, mengorganisasikan, mengawasi dan mengarahkan kegiatan proteksi tanaman, melakukan pencatatan terhadap alat dan bahan yang digunakan, melakukan pencatatan ke bagian administrasi kebun. Mandor proteksi tanaman berkoordinasi dengan Kepala Blok dalam melaksanakan tugasnya dan mempunyai wewenang dalam mengambil keputusan mengenai semua hal yang berkaitan dengan kelancaran kegiatan proteksi tanaman yang dilakukan oleh regunya. Mandor proteksi tanaman bertanggung jawab atas kegiatan yang dilakukan yaitu penyemprotan dalam pengendalian hama dan penyakit (PHP).
55 Pendamping Kepala Blok Kepala Blok. Kepala Blok adalah pimpinan yang bertanggung jawab kepada Kepala Subbagian Kebun (Kasubag Kebun) dan membawahi langsung mandor pembibitan, mandor petik, mandor pemeliharaan, mandor proteksi tanaman, serta tim monitoring. Kepala blok bertugas dalam merencanakan, mengatur, mengkoordinasikan, dan mengawasi kegiatan pemeliharaan, pemetikan, dan pengelolaan satu blok kebun. Beberapa pengelolaan kebun yang dilaksanakan pada satu blok antara lain pengelolaan lahan, tanaman, tenaga kerja, dan kegiatan kebun lainnya dalam upaya mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Kepala Blok mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan mengenai semua hal yang berkaitan dengan kelancaran pengelolaan suatu blok dan dalam pelaksanaannya harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Kepala Subbagian Kebun (Kasubag Kebun). Beberapa tugas dari seorang Kepala Blok yaitu memimpin, mengatur, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi pekerjaan mandor petik, mandor pemeliharaan, efektivitas kerja (penggunaan waktu kerja, cara kerja, target kerja), kelengkapan administrasi kerja serta membantu Kepala Subbagian Kebun (Kasubag Kebun) dalam membuat perencanaan anggaran pengelolaan kebun.