BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
4.1
Data umum perusahaan
4.1.1
Sejarah perusahaan PT Sempana Jaya Agung yang beralamat di Jl. Tole Iskandardinata no.9 Sukamaju-Sukmajaya Depok, mulai berdiri pada tahun 1982 dan mulai produksi secara komersial pada tahun 1984. PT Sempana Jaya Agung bergerak di bidang High Pressure Die Casting (HPDC) dan Zinc Alloy. Produk-produk yang diproduksi PT Sempana Jaya Agung sebagian besar merupakan komponen dari kendaraan mermotor roda dua. Saat ini, PT Sempana Jaya Agung menyuplai ke beberapa perusahaan antara lain : PT Toa Galva Industries, PT Astra Honda Motor, PT HiLex Indonesia, PT Kawasaki Motor Indonesia, PT AST Indonesia, dan lain-lain.
4.1.2 Visi dan misi Perusahaan Visi perusahaan adalah sebagai berikut : Kami Perusahaan Manufactur yang bergerak di bidang Die Casting memiliki visi memberi kontribusi kepada Bangsa dan Negara dalam bidang Die Casting.
62
Misi perusahaan adalah sebagai berikut : Menjadi Perusahaan Produksi Casting yang produknya di terima di semua Industri Automotif dengan peduli Lingkungan, menciptakan Lapangan kerja, memberikan Kesejahteraan Kaaryawan 4.1.3
Jam Kerja Karyawan Pada PT Sempana Jaya Agung jam kerja karyawan kantor terdapat hanya satu shift saja, namun untuk karyawan pabrik (produksi) tersedia dua shift dengan ketentuan tergantung dari jumlah order dan target pengiriman, karena PT Pancaprima Ekabrothers adalah perusahaan yang produksinya job order dari customer. Adapun rincian jam kerja adalah sebagai berikut : a.
SHIFT 1 •
Hari senin – kamis : 07.00 - 16.00 WIB Istirahat : 12.00 - 13.00 WIB
•
Hari jumat : 07.00 - 16.30 WIB Istirahat : 11.30 - 13.00 WIB
b.
SHIFT 2 •
Hari senin – kamis : 16.00 - 01.00 WIB Istirahat : 20.00 - 21.00 WIB
•
Hari jumat : 16.30 - 01.30 WIB Istirahat : 20.00 - 21.00 WIB
63
4.2.
Alumunium Die Casting
4.2.1 Aliran Proses Produksi Pada umumnya suatu perusahaan injcetion casting, memiliki aliran proses kerja yang secara garis besar hampir sama. Berikut akan diuraikan secara singkat dari tahapan proses produksi injcetion casting di PT Sempana Jaya Agung.
Gambar 4.1 Diagram alur proses produksi Sumber : PT Sempana Jaya Agung
64
Berikut adalah secara garis besar penjelaskan dari gambar 4.1 diagram alur proses produksi pada PT Pancaprima Ekabrothers : 1.
Penerimaan barang Setiap bahan baku yang dikirim oleh supplier diterima oleh bagian gudang dan diperiksa kelengkapan dokumennya, seperti surat jalan atau invoice.
2.
Incoming inspection Pada tahap ini fungsi Incoming inspection adalah untuk mengontrol dan memeriksa kondisi bahan baku/meterial yang datang dari supplier sebelum disimpan di warehouse/gudang. Ada dua jenis bahan baku/material yaitu :
3.
•
Alumunium jenis ADC 12
•
Besi
Warehouse/Gudang Warehouse/gudang adalah tempat penampungan bahan baku yang akan digunakan untuk proses produksi. Warehouse/gudang dipimpin oleh seorang supervisor yang secara garis besar membawahi beberapa grup, seperti : •
Grup Penerimaan.
Pada grup ini, akan dilakukan penerimaan material, bukan hanya dari luar pabrik (supplier), tetapi juga dari dalam pabrik (sisa material setelah
65
proses produksi). Untuk material yang berasal dari luar pabrik (supplier), akan dilakukan pemeriksaan antara material yang diterima dengan surat jalan yang kemudian material tersebut akan dialokasikan dan tercatat secara administrasi. Untuk material yang berasal dari dalam pabrik (material sisa proses produksi) akan dilakukan pemeriksaan material terhadap dokumen pengembalian untuk kemudian dialokasikan terpisah dan tercatat secara administrasi. •
Grup Pengeluaran.
Pada grup ini, akan dilakukan pengeluaran material, baik untuk internal (produksi) ataupun eksternal sesuai dengan dokumen permintaan yang telah dibuat. •
Grup Administrasi.
Pada proses ini, akan dilakukan pencatatan secara administrasi untuk material yang ada maupun stock dan grup ini bertanggung jawab dalam memastikan bahwa pendataan yang ada harus terupdate dan actual. 4.
Melting Melting adalah proses peleburan material yang berupa ingot dan material scrap pada dapur peleburan (molten furnace) untuk menghasilkan cairan alumunium (molten) dengan suhu 750º - 850º. Sebelum material diproses di dapur peleburan harus dipastikan bahwa kondisi material tersebut dalam keadaan kering dan bersih.
66
5.
Casting Casting adalah proses pengecoran cairan alumunium ke dalam cetakan (dies) dengan sistem injeksi pada tekenan tinggi. Pada proses ini cairan Alumunium tersebut diperiksa kembali komposisi materialnya apakah sesuai dengan spesifikasi material ADC 12.
6.
Trimming Trimming adalah proses pemisahan part dengan gate. Pada proses ini dilakukan pemeriksaan secara visual pada part tersebut.
7.
Finishing Finishing adalah proses akhir yang betujuan untuk menghilangkan sisasisa material (scrap) yang masih menempel di part tersebut.
8.
Final inspection dan Packing Proses pemeriksaan akhir pada part yang betujuan memastikan bahwa kondisi part tersebut sudah benar-benar baik secara visual dan dimensi. Dan selanjutnya dilakukan proses packaging sebelum dikirim ke customer
9.
Storage finish good Penyimpanan terakhir sebelum dilakukan pengiriman. Pada gudang ini dilakukan proses administrasi dan kelengkapan dokumen untuk pengiriman.
67
4.2.2
Alumunium Die Casting Brake Shoe Injection die casting adalah proses pengecoran logam dengan cara memasukkan logam cair kedalam die (cetakan logam) dengan menggunakan tekanan. Material yang dapat digunakan seperti aluminium, magnesium dan tembaga. Cara kerjanya diawali dengan peleburan cairan logam menggunakan tungku terpisah, kemudian cairan alumunium tersebut disalurkan dan dituang kedalam mesin die casting melalui tabung injeksi (shot sleeve). setelah cairan logam tersebut berada pada tabung injeksi, ditekan dengan plunyer tenaga hidrolik kedalam rongga cetakan (die cavity), tekanan injeksi ini dijaga selama proses solidifikasi. Setelah coran membeku, die dibuka dan produk akan keluar secara otomatis melalui mekanisme ejektor. Housing
Pin Ejector Cavity
Dies Fix
Dies Move
Gambar 4.2 Alumunium die casting Sumber : PT Sempana Jaya Agung
Jenis proses casting yang ada pada PT. Sempana Jaya Agung adalah High Pressure Die Casting (HPDC) yaitu suatu proses casting dimana
68
dilakukan injeksi logam cair dengan tekanan yang tinggi. Keuntungan dari HPDC adalah antara lain (Bustanul, 2006, p8) : a.
Ketepatan dimensinya sangat tinggi sehingga dapat mengurangi proses lebih lanjut (finishing).
b.
Cocok untuk part yang tipis dan rumit
c.
Dapat berproduksi secara masal sehingga menghemat biaya produksi.
Salah satu produk yang dihasilkan PT Sempana Jaya Agung adalah brake shoe yang merupakan komponen dari sistem pengereman kendaraan bermotor roda dua.
Metal Slipper
Gambar 4.3 Gambar produk Brake Shoe Sumber : PT Sempana Jaya Agung
4.2.3
Penanganan Maintenance Pada Alumunium Die Casting Brake Shoe Pemeliharaan dan perbaikan Alumunium Die Casting Brake Shoe pada PT Sempana Jaya Agung menjadi tanggung jawab bagian maintenance dies. Bagian maintenance ini bekerja sama dengan bagian produksi dan departemen
69
quality
&
Engineering
dalam
hal
mengkoordinasikan
pelaksanaan
pemeliharaan. Adapun jenis perawatan yang dilakukan pada mesin boiler weishi adalah secara garis besar terbagi dua yaitu : 1.
Preventive maintenance Perawatan preventive dibagi menjadi dua, yaitu : a.
Perawatan harian (daily maintenance) Kegiatan
yang
dilakukan
adalah
melakukan
pembersihan,
pemeriksaan, menghidupkan/mematikan mesin dan lain sebagainya. b.
Perawatan periodik (periodic maintenance) Pada periode ini untuk memperpanjang umur ekonomis mesin, dilakukan kegiatan pembongkaran (overhaul) guna membersihkan bagian dalam dari mesin.
2.
Corrective maintenance Perawatan ini dilakukan bila mesin mengalami kerusakan (breakdown) saat digunakan dalam proses produksi dan harus segera diadakan perbaikan/repair. Kerusakan-kerusakan ini sangat sering terjadi dalam proses produksi.
70
4.3
Perhitungan
Keefektifan
Alumunium
Die
casting
Brake
shoe
Menggunakan Metode Total Production Ratio (TPR) Dibawah ini disajikan data jam kerja tersedia yang diperlukan untuk perhitungan keefektifan penggunaan alumunium die casting brake shoe : Tabel 4.1 Jam kerja tersedia periode bulan Januari 2011 s/d bulan Juni 2011
Bulan
Hari Kerja
Jam Kerja/Hari
(a) 21 18 22 20 21 20
(b) 16 16 16 16 16 16
Januari Pebruari Maret April Mei Juni
Total Jam Kerja/Hari (Working Time) Jam Detik (c = a x b) (c x 3600) 336 1209600 288 1036800 352 1267200 320 1152000 336 1209600 320 1152000
Sumber : PT Sempana Jaya Agung
4.3.1 Perhitungan Total Production Ratio (TPR) Alumunium Die casting Brake shoe line 1 Untuk mengaplikasikan perhitungan yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan Total Production Ratio (TPR), sebagai perbandingan dibawah ini disajikan perhitungan keefektifan penggunaan alumunium die casting brake shoe line 1 dengan menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan metode Total Production Ratio (TPR).
71
1.
Perhitungan menggunakan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Untuk mengetahui perhitungan mengenai nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) alumunium die casting brake shoe line 1, langkahlangkah perhitungannya adalah sebagai berikut : a.
Availability ratio Contoh perhitungan availability ratio bulan Januari 2011
•
Menghitung working time = 21 hari/bulan x 16 jam/hari x 3.600 detik/jam = 1.209.600 detik/bulan
•
Menghitung loading time Untuk periode bulan Januari 2011 tidak ada schedule maintenance atau downtime yang direncanakan, maka loading time dianggap sama dengan working time yaitu sebesar 1.209.600 detik/bulan.
•
Menghitung waktu set up - Memanaskan dies = 15 menit/shift - Memasukan cairan alumunium 4 kali pershift = 20 menit/shift = 35 menit/shift x 2 shift/hari x 21 hari/bulan x 60 detik/menit = 88.200 detik/bulan
72
•
Menghitung waktu adjustment Setiap 1 bulan sekali dies diturunkan dari mesin injection untuk diperiksa dan diperbaiki bila diperlukan selama 30 menit. Diasumsikan kegiatan ini termasuk waktu adjustment. = 30 menit/bulan x 60 detik/menit = 1.800 detik/bulan
•
Menghitung waktu kerusakan/breakdown mesin Waktu kerusakan alumunium die casting brake shoe line 1, bulan Januari 2011 adalah sebesar 840 menit. = 840 menit/bulan x 60 detik/menit = 50.400 detik/bulan
•
Menghitung waktu operasi/operation time = Loading time – ( set up + adjustment + breakdown) = 1.209.600 – (88.200 + 1.800 + 50.400) = 1.069.200 detik/bulan
•
Menghitung nilai availability ratio Availability rate
x 100%
= 1.069.200 1209.600 = 88,38%
100 %
73
Tabel 4.2 Perhitungan availability rate alumunium die casting brake shoe line 1 periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011 Operation AdjusBreak Loading Availability Downtime Set up time ment down time rate (%) (dtk/bln) (dtk/bln) Bulan (dtk/bln) (dtk/bln) (dtk/bln) (dtk/bln) (a)
(b)
(c)
(d)
(e=b+c+d)
(f=a-e)
(f/a)x100%
Januari
1.209.600
88.200
1.800
50.400
140.400
1.069.200
88,4
Pebruari
1.036.800
75.600
1.800
45.600
123.000
913.800
88,1
Maret
1.267.200
92.400
1.800
52.200
146.400
1.120.800
88,4
April
1.152.000
84.000
1.800
47.400
133.200
1.018.800
88,4
Mei 1.209.600 88.200 1.800 Juni 1.152.000 84.000 1.800 Sumber : Data perusahaan setelah diolah
49.200
139.200
1.070.400
88,5
48.000
133.800
1.018.200
88,4
b.
Performance Efficiency Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut: •
Operating speed rate Die casting ini pada bulan Januari 2011 memproduksi part brake shoe dengan actual cyle time sebesar 69 detik/unit dan 65 detik, maka perhitungannya adalah sebagai berikut : 100% / /
100%
= 94,2 % •
Menghitung net operating rate Pada bulan Januari 2011 Die casting memproduksi part brake shoe dengan total produksi sebesar 14.389 unit/bulan, maka perhitungannya adalah sebagai berikut :
74
100% .
/ .
.
/ /
= 92,86% •
Menghitung nilai performance efficiency
Performance efficiency = Net operating rate x Operating speed rate 100% 100% 14.389 / 1.069.200
65 /
/
100%
87,48% Untuk lebih jelasnya perhitungan performance efficiency die casting brake shoe line 1, dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini: Tabel 4.3 Perhitungan performance efficiency alumunium die casting brake shoe line 1 periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011 Bulan
Total produksi (unit/bln)
Ideal cycle time (dtk/unit)
Operation time (dtk/bln)
Net operation time (dtk/bln)
Performance efficiency (%)
(a)
(b)
(c)
(d = a x b)
(d/c) x100%
Januari
14.389
65
1.069.200
935.285
87,48
Februari
12.058
65
913.800
783.770
85,77
Maret
14.643
65
1.120.800
951.795
84,92
April
13.743
65
1.018.800
893.295
87,68
Mei
14.187
65
1.070.400
922.155
86,15
Juni 13.064 65 1.018.200 Sumber : Data perusahaan setelah diolah
849.160
83,40
75
c.
Menghitung nilai rate of quality Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut : •
Menghitung rate of quality 100%
14.352
65
14.389
65
100%
99,74% Untuk lebih jelasnya perhitungan rate of quality alumunium die casting brake shoe line 1 dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini : Tabel 4.4 Perhitungan rate of quality alumunium die casting brake shoe line 1 periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011 Valuable Total Ideal Net Rate of Total operation Defect quality cycle operation quality produksi (unit/bln) production time time time Bulan (unit/bln) (%) (unit/bln) (dtk/unit) (dtk/bln) (dtk/bln) (a)
(b)
(c = a - b)
(d)
(e = a x d)
(f = c x d)
(f/e)x100%
Januari
14.389
37
14.352
65
935.285
932.880
99,74
Februari
12.058
43
12.015
65
783.770
780.975
99,64
Maret
14.643
69
14.574
65
951.795
947.310
99,53
April
13.743
67
13.676
65
893.295
888.940
99,51
14.152 14.187 35 Juni 13.029 13.064 35 Sumber : Data perusahaan setelah diolah
65
922.155
919.880
99,75
65
849.160
846.885
99,73
Mei
76
d.
Menghitung nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) alumunium die casting brake shoe line 1 Setelah nilai-nilai dari availability, performance, dan rate of quality diketahui, selanjutnya adalah menghitung nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE). Perhitungan nilai OEE dari dies casting alumunium brake shoe line 1 periode bulan Januari 2011 adalah sebagai berikut : OEE = Availability rate x Performance efficiency x Rate of quality = 88,4 x 87,48 x 99,74 = 77,12 % Tabel 4.5 Perhitungan overall equipment effectiveness alumunium die casting brake shoe line 1 periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011
Bulan
Availability Performance rate efficiency (%) (%)
Rate of quality (%)
OEE (%)
(a)
(b)
(c)
Januari Februari
88,4 88,1
87,5 85,8
99,7 99,6
(d=axbxc) 77,12 75,33
Maret
88,4 88,4 88,5 88,4
84,9 87,7 86,2 83,4
99,5 99,5 99,8 99,7
74,76 77,16 76,05 73,51
April Mei Juni
Sumber : Data perusahaan setelah diolah
2.
Perhitungan menggunakan Total Production Ratio (TPR) Sebagai perbandingan dibawah ini akan diuraikan perhitungan keefektifan penggunaan peralatan dengan menggunakan metode Total
77
Production Ratio (TPR). Perhitungan nilai Total Production Ratio (TPR) memerlukan data-data seperti total jam kerja mesin, total produksi yang tidak cacat (good)/total quality production, dan ideal cycle time. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut :
100%
14.352 / 1.209.600
65 /
/
100%
= 77,12 %
Dari perhitungan TPR diatas didapatkan keefektifan penggunaan alumunium die casting brake shoe sebesar 77,12 %, hasilnya sama seperti perhitungan OEE, ini dikarenakan pada periode ini tidak ada schedule maintenance ataupun downtime yang direncanakan sehingga total jam kerja efektif/working time dianggap sama dengan loading time. Hasil selengkapnya nilai TPR alumunium die casting brake shoe line 1 untuk bulan lainnya disajikan pada tabel 4.6 di bawah ini :
78
Tabel 4.6 Perhitungan total production ratio alumunium die casting brake shoe line 1 periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Rata-Rata
Total quality production (unit/bln)
Ideal cycle time (dtk/unit)
Working time (dtk/bln)
TPR (%)
(a)
(b)
(c)
(a x b)/c
14.352 12.015 14.574 13.676 14.152 13.029 13633
65 65 65 65 65 65 65
1.209.600 1.036.800 1.267.200 1.152.000 1.209.600 1.152.000 1171200
77,12 75,33 74,76 77,16 76,05 73,51 75,66
Sumber : Data perusahaan setelah diolah
4.3.2 Perhitungan Total Production Ratio (TPR) Alumunium Die casting Brake shoe line 2 Contoh perhitungan TPR periode bulan Pebruari 2011 alumunium die casting brake shoe line 2 adalah sebagai berikut : 100% 11.451 / 1.036.800
65 /
/
100%
= 71,79 %
Hasil selengkapnya nilai TPR alumunium die casting brake shoe line 2 untuk bulan lainnya disajikan pada tabel 4.7 di bawah ini :
79
Tabel 4.7 Perhitungan total production ratio alumunium die casting brake shoe line 2 periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011
Total quality production (unit/bln) (a)
Bulan
Januari Pebruari Maret April Mei Juni
Ideal cycle time (dtk/unit)
Working time (dtk/bln)
TPR (%)
(b)
(c)
(a x b)/c
65 65 65 65 65 65 65
1.209.600 1.036.800 1.267.200 1.152.000 1.209.600 1.152.000 1.171.200
77,15 71,79 78,01 76,65 77,49 74,83 75,99
14.357 11.451 15.208 13.585 14.420 13.263 13.714
Rata-Rata
Sumber : Data perusahaan setelah diolah
4.3.3 Perhitungan Total Production Ratio (TPR) Alumunium Die casting Brake shoe line 3 Contoh perhitungan TPR periode bulan Maret 2011 alumunium die casting brake shoe line 3 adalah sebagai berikut : 100% .
/ .
.
/ /
100%
= 77,35 %
Hasil selengkapnya nilai TPR alumunium die casting brake shoe line 3 untuk bulan lainnya disajikan pada tabel 4.8 di bawah ini :
80
Tabel 4.8 Perhitungan total production ratio alumunium die casting brake shoe line 3 periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Rata-Rata
Total quality production (unit/bln) (a) 13.888 11.176 15.079 13.288 14.213 12.372 13.336
Ideal cycle time (dtk/unit)
Working time (dtk/bln)
TPR (%)
(b)
(c)
(a x b)/c
65 65 65 65 65 65 65
1.209.600 1.036.800 1.267.200 1.152.000 1.209.600 1.152.000 1.171.200
74,63 70,07 77,35 74,98 76,38 69,81 73,87
Sumber : Data perusahaan setelah diolah
4.4
Perhitungan Mean Time Between Failure (MTBF) Alumunium Die casting Brake shoe Data-data yang dibutuhkan untuk perhitungan nilai MTBF adalah data waktu operasi mesin/operation time dan data frekuensi kerusakan/breakdown setiap bulannya. Tabel 4.9 Data operation time dan frekuensi breakdown alumunium die casting brake shoe line 1 periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011
Bulan
Operation Time (detik/bulan)
Frekuensi Breakdown
Januari Februari Maret April Mei Juni Total
1.069.200 913.800 1.120.800 1.018.800 1.070.400 1.018.200 6.211.200
6 9 7 6 5 7 40
Sumber : Data perusahaan setelah diolah
81
Contoh perhitungan nilai MTBF alumunium die casting brake shoe line 1 periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011 adalah sebagai berikut : 6.211.200 40 155.280
43
Hasil selengkapnya di bawah ini disajikan rekapitulasi nilai MTBF alumunium die casting brake shoe periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011: Tabel 4.10 Rekapitulasi nilai MTBF alumunium die casting brake shoe periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011
Die Brake shoe Line 1 Line 2 Line 3
Total Operation Time (detik/bulan) (a)
Total Frekuensi Kerusakan (b)
6.211.200 6.216.300 6.221.700 Rata-rata
40 42 40
MTBF (detik/bulan)
MTBF (jam)
(c = a/b) 155.280 148.007 155.543
43 41 43 42,5
Sumber : Data perusahaan setelah diolah
4.5
Perhitungan Mean Time To Repair (MTTR) Alumunium Die casting Brake shoe Data yang dibutuhkan untuk perhitungan nilai MTTR adalah data waktu kerusakan/breakdown mesin dan data frekuensi kerusakan/breakdown setiap bulannya.
82
Tabel 4.11 Data waktu breakdown dan frekuensi breakdown alumunium die casting brake shoe line 1 periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011
Bulan
Waktu Breakdown (detik/bulan)
Januari Februari Maret April Mei Juni Total
Frekuensi Breakdown
50.400 45.600 52.200 47.400 49.200 48.000 292800
6 9 7 6 5 7 40
Sumber : Data perusahaan setelah diolah
Berikut adalah contoh perhitungan MTTR alumunium die casting brake shoe periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011: 292.800 40 7.320
122
Hasil selengkapnya, di bawah ini disajikan rekapitulasi nilai MTTR alumunium die casting brake shoe periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011: Tabel 4.12 Rekapitulasi nilai MTTR alumunium die casting brake shoe periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011
Die Brake shoe
Total Waktu Breakdown (detik)
Total Frekuensi Kerusakan
MTTR (detik/bulan)
(a)
(b)
(c)
Line 1 Line 2 Line 3
292.800 287.700 282.300
40 42 40
7.320 6.850 7.058
Rata-rata Sumber : Data perusahaan setelah diolah
MTTR (menit) 122 114 118 118
83
4.6
Analisa Total Productif Maintenance (TPM) Setelah sebelumnya dilakukan pengumpulan dan pengolahan data, maka dari
hasil pengumpulan dan pengolahan data tersebut akan dianalisa sebagai upaya perbaikan die casting brake shoe. Agar proses analisa yang dilakukan tidak melebar dari tujuan penulisan yang hendak dicapai, maka pada sub bab ini analisa yang dilakukan berdasarkan pada tujuan dan sasaran penerapan TPM. Analisa dilakukan terhadap nilai TPR yang didapat dari masing-masing alumunium die casting brake shoe. Nilai TPR digunakan karena dalam pengukurannya lebih sederhana dan efektif, sehingga bisa dilaksanakan oleh perusahaan secara berkesinambungan.
4.6.1
Total Effectiveness
4.6.1.1 Analisa Nilai Total Production Ratio (TPR) Analisa perhitungan nilai Total Production Ratio (TPR) yang dimaksud adalah analisa yang berhubungan dengan pengukuran keefektifan penggunaan peralatan die casting brake shoe. Berikut ini disajikan analisa alumunium die casting brake shoe di setiap linenya : 1. Analisa perhitungan Total Production Ratio (TPR) alumunium die casting brake shoe line 1 Dari hasil perhitungan nilai TPR yang telah dilakukan, berikut ini adalah gambar grafiknya :
84
Grafik 4.1 Grafik nilai TPR alumunium die casting brake shoe line 1 periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011
Nilai TPR Die Casting Brake Shoe line 1 periode Januari s/d Juni 2011 77.16
77.12
RATA‐ RATA
76.05
Persen (%)
75.33
75,66
74.76
73.51
Januari Februari
Maret
April
Mei
Juni
Sumber : Data perusahaan setelah diolah
Dari gambar grafik diatas, dapat dianalisa hal-hal sebagai berikut : •
Rata-rata nilai TPR Alumunium die casting brake shoe ini sebesar 75,66% masih kurang 9,34% dari kondisi ideal yang diinginkan oleh perusahaan yaitu sebesar 85%.
•
Nilai TPR tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 77,16% setelah itu pada bulan selanjutnya mengalami penurunan dan pada bulan Juni mencapai nilai TPR terendah sebesar 73,51%.
•
Grafik nilai TPR pada mesin ini cenderung mengalami penurunan, ini menunjukkan adanya peningkatan waktu kerusakan/breakdown die casting selama periode tesebut.
85
1. Analisa A perhitungan Totaal Productioon Ratio (TP PR) alumuniuum die castiing brake b shoe liine 2 Dari D hasil peerhitungan nilai n TPR yaang telah dilaakukan, beriikut ini adallah gambar g grafiiknya : Graffik 4.2 Grafik nilai n TPR alum munium die cassting brake shooe line 2 periodde bulan Januarri s/d bulan Juuni 2011
N Nilai TPR Die D Casting Brake B Shoe line 2 periodde Januari s/dd Juni 2011 78.01 77.15
7 76.65
7.49 77
75,99 9
Persen (%)
83 74.8 RATA‐ RATA
71.79
Jaanuari Pebbruari
Marret
Aprill
Mei
Juni
Sumber : Daata perusahaan setelah diolah
Dari D gambar grafik diatas, dapat diannalisa hal-haal sebagai berikut : •
Rata-rataa nilai TPR pada p die cassting ini sebeesar 75,99% % masih kuraang 9,01% dari d kondisi ideal yangg diinginkann oleh peruusahaan yaitu sebesar 85%. 8
•
Nilai TPR R tertinggi terjadi t pada bulan Mareet sebesar 788,01%, setellah itu pada bulan-bulaan selanjutnya mengalaami penurunnan dan paada bulan Peebruari nilaai TPR meencapai titikk yang tereendah sebessar 71,79%.
86
•
Grafik nilai TPR pada die casting ini cenderung mengalami peningkatan,
ini
menunjukkan
adanya
penurunan
waktu
kerusakan/breakdown mesin selama periode tersebut. 2. Analisa perhitungan Total Production Ratio (TPR) alumunium die casting brake shoe line 3 Dari hasil perhitungan nilai TPR yang telah dilakukan, berikut ini adalah gambar grafiknya : Grafik 4.3 Grafik nilai TPR alumunium die casting brake shoe line 3 periode bulan Januari s/d bulan Juni 2011
Nilai TPR Die Casting Brake Shoe line 3 periode Januari 2011 s/d Juni 2011 77.35
RATA‐RATA
76.38
TPR
74.98
74.63
Persen (%)
73,87
70.07
Januari
Pebruari
69.81
Maret
April
Mei
Juni
Sumber : Data perusahaan setelah diolah
Dari gambar grafik diatas, dapat dianalisa hal-hal sebagai berikut : •
Rata-rata nilai TPR die casting ini sebesar 73,87% masih kurang 11,13% dari kondisi ideal yang diinginkan oleh perusahaan yaitu sebesar 85%.
•
Bulan Juni nilai TPR mencapai titik terendah sebesar 69,82%, sedangkan nilai TPR tertinggi sebesar 77,35% pada bulan Maret.
87
•
Grafik nilai TPR pada mesin ini cenderung mengalami penurunan, ini menunjukkan adanya peningkatan waktu kerusakan/breakdown die casting selama periode tersebut. Berikut ini adalah grafik hasil rekapitulasi nilai TPR Alumunium Die
Casting Brake Shoe periode Januari 2011 s/d Juni 2011 : Grafik 4.4 Grafik rekapitulasi nilai TPR Die Casting Brake Shoe periode Januari 2011 s/d Juni 2011
Rekapitulasi Nilai TPR Die Casting Brake Shoe periode Januari 2011 s/d Juni 2011
75.66
75.99 75,17
TPR Rata-…
Persen (%)
73.87
Line 1
Line 2
Line 3
Sumber : Data perusahaan setelah diolah
Dari grafik rekapitulasi nilai TPR Alumunium Die Casting Brake Shoe di atas dapat dianalisa hal-hal sebagai berikut: •
Secara rata-rata nilai TPR Alumunium Die Casting Brake Shoe hanya mencapai 75,17% masih kurang 9,83% dari kondisi ideal yang diinginkan oleh perusahaan yaitu sebesar 85 %.
88
•
Alumunium Die Casting Brake Shoe line 2 memiliki nilai TPR rata-rata tertinggi yaitu sebesar 75,99% ini menunjukkan bahwa pada Die Casting Brake Shoe ini memiliki waktu kerusakan/breakdown mesin paling rendah bila dibandingkan dengan yang lainnya.
•
Sedangkan Alumunium Die Casting Brake Shoe line 3 memiliki nilai TPR terendah yaitu sebesar 73,87% hal ini menunjukkan Die Casting Brake Shoe ini memiliki waktu kerusakan/breakdown mesin yang paling tinggi diantara dengan yang lainnya. Dari hasil perhitungan dan analisa nilai TPR yang telah dilakukan,
secara keseluruhan rata-rata nilai TPR tidak ada yang mencapai kondisi ideal yang diinginkan perusahaan. Untuk memudahkan pengukuran dalam hal pencapaian tingkat efektifitas penggunaaan die casting tersebut, maka untuk kondisi sebenarnya di lantai produksi perusahaan harus mempunyai target produksi yang dihasilkan oleh setiap Die Casting Brake Shoe dan menjadi acuan oleh operatornya. Misalnya pada Die Casting Brake Shoe line 1 selama periode bulan Januari 2011 s/d bulan Juni 2011 dengan kondisi aktual sebagai berikut: •
Rata-rata menghasilkan produk sebesar 13.633 unit/bulan.
•
Ideal cycle time untuk produk yang dihasilkan sebesar 65 detik/unit.
•
Jam kerja efektif/working time yang tersedia selama periode tersebut ratarata sebesar 1.171.200 detik/bulan.
89
•
Rata-rata nilai TPR yang dicapai sebesar 75,66 %. Untuk mencapai nilai TPR ≥ 85 %, maka minimal target
produksi yang harus dipenuhi oleh Die Casting Brake Shoe line 1 adalah sebagai berikut :
65
85%
1.171.200 0,85
1.171.200 65
15315 unit/bulan Berikut ini adalah hasil perhitungan selengkapnya untuk target produksi yang idealnya dicapai Alumunium Die Casting Brake Shoe : Tabel 4.13 Target produksi ideal Alumunium Die Casting Brake Shoe Total quality Total quality Net Total quality production production production Die Brake (unit/bulan) (unit/bulan) (unit/bulan) shoe Line 1
actual 13.633
ideal 15.315
ideal-actual 1.682
Line 2
13.714
15.315
1.601
15.315 15.315
1.979 1.754
Line 3 13.336 Rata-rata 13.561 Sumber : Data perusahaan setelah diolah
Jadi secara keseluruhan untuk mencapai tingkat kefektifan penggunaan Die Casting Brake Shoe pada kondisi yang diinginkan ≥ 85 %, target produksi yang harus dicapai dengan kualitas produk yang baik/good rata-rata sebesar 15.315 unit/bulan aktualnya hanya sebesar 13.561 unit/bulan masih kurang 1.754 unit lagi.
90
4.6.1.2 Analisa Enam Jenis Kerugian (Six Big Losses) Analisa enam jenis kerugian (six big losses) dilakukan untuk mengetahui
dan
mengidentifikasi
kerugian-kerugian
apa
saja
yang
menyebabkan nilai TPR tidak mencapai kondisi ideal. Mengacu pada enam jenis kerugian berikut ini adalah identifikasi kegiatan-kegiatan pada proses die casting : 1. Kehilangan waktu (dowm time) •
Kegagalan (breakdown) Meliputi kerusakan die casting yang sering terjadi, gangguan tidak terduga
•
Set up and adjustment Meliputi waktu pemanasan die casting pada pagi hari sehingga mesin siap digunakan, pengisian cairan Alumunium.
2. Kehilangan kecepatan (speed losses) •
Idle dan minor stoppages operasi Meliputi waktu menganggur operator menunggu material yang datang dari
proses
sebelumnya
yaitu
kegiatan
melting,
kegiatan
mengantarkan hasil proses trimming ke stock WIP dan sebagainya.
91
•
Reduced speed/Pengurangan kecepatan. Meliputi perbedaan antara ideal cycle time yang direncanakan dengan actual cycle time kerja operator.
3. Cacat (defect) •
Produk cacat, cacat atau rusak yang memerlukan perbaikan
•
Penurunan yield selama start-up, karena ada penyetelan-penyetelan sampai kondisi stabil misalnya adanya pengaturan tekanan injeksi.
Berikut ini adalah persentase enam jenis kerugian utama yang menyebabkan nilai TPR tidak mencapai kondisi ideal selama periode bulan Januari 2011 s/d bulan Juni 2011 : Tabel 4.14 Persentase enam kerugian utama Die Casting Brake Shoe
Enam Kerugian Utama a.Kehilangan kecepatan/speed losses - Idling, minor stoppages operasi dan pengurangan kecepatan b. Kehilangan waktu/downtime - Set up mesin - Kerusakan mesin - Adjusment mesin c. Produk cacat Total Sumber : Data perusahaan setelah diolah
Waktu (detik)
Persentase (%)
Kumulatif (%)
142.858
50,82
50,82
85.400 47.950 1.800 3.098 281.106
30,38 17,06 0,64 1,1 100
81,2 98,26 98,90 100
92
Berikut ini adalah diagram pareto dari enam kerugian utama tersebut : Grafik 4.5 Diagram pareto enam kerugian utama Die Casting Brake Shoe
Diagram Pareto Enam Kerugian Utama 98.26
98.90
100.00
81.20
Persen (%)
50.82 Waktu 50.82
30.38
Speed losses
Set up
17.06
0.64
Kerusakan Adjusment mesin
1.10
Kumulatif
Cacat
Sumber : Data perusahaan setelah diolah
Dari diagram pareto diatas dapat di analisa hal-hal sebagai berikut : •
Kehilangan kecepatan/speed losses adalah faktor dominan yang menyebabkan rendahnya nilai TPR yaitu sebesar 50,82% kemudian yang kedua waktu set up mesin sebesar 30,38% dan yang ketiga kerusakan mesin sebesar 17,06%.
•
Waktu menunggu, pemberhentian-pemberhentian kecil dan adanya change over, aktivitas kegiatan-kegiatan ini tidak dapat dihindarkan. Akibat kegiatan tersebut waktu mesin beroperasi banyak menganggur dan kurang maksimal dioperasikan untuk produksi serta mengurangi waktu produktif operator untuk bekerja. Adanya perbedaan ideal cycle time dengan actual cycle time kerja operator berpengaruh pada jumlah output yang dihasilkan, ini disebabkan faktor dari operator sendiri. Karena pada proses triming,
93
cycle time tergantung dari proses kerja atau aktivitas yang dilakukan oleh operator bukan oleh mesin. Walaupun sudah ada bagian-bagian apa saja yang harus dipatahkan tetapi pada prakteknya faktor manusia seperti konsistensi, skill dan pengalaman operator sangat menentukan. Untuk itu dengan adanya nilai TPR seperti yang telah dijelaskan diatas perusahaan bisa mengetahui target produksi yang idealnya harus dicapai oleh operator, sehingga jenis kerugian ini bisa dikurangi dan dihilangkan. •
Waktu set up disini menyangkut waktu yang diperlukan die casting mempunyai suhu yang ideal untuk dapat melakukan proses injeksi sehingga layak digunakan. Biasanya mesin dinyalakan mulai jam 07.00 pagi oleh operator. Pihak maintenance masuk kerja setengah jam lebih awal, untuk itu sebaiknya pihak perusahaan menyerahkan tugas menyalakan mesin diserahkan ke pihak maintenance, sehingga ketika jam kerja dimulai mesin sudah siap digunakan untuk produksi.
•
Kerusakan die casting yang sering kali terjadi sangat mengganggu kelancaran proses produksi. Karena pada saat tindakan perbaikan yang dilakukan oleh pihak maintenance, die casting harus diturunkan terlebih dahulu sehingga mengurangi waktu kerja die casting.
94
4.7
Total Maintenance System
4.7.1
Maintenance Prevention
4.7.1 Analisa Komponen Die Casting Secara Umum Analisa kerusakan secara umum dilakukan pada komponen-komponen Die Casting Brake Shoe yang sering bermasalah. Tujuannya adalah untuk mengetahui sebab dan akibat dari permasalahan yang terjadi, agar dapat diambil tindakan perawatan dan perbaikan (preventive maintenance dan corrective maintenance) yang harus dilakukan secara cepat dan tepat. Sehingga terjadinya kerusakan/breakdown mesin dapat dihilangkan atau berkurang. Dibawah ini disajikan analisa kerusakan/breakdown Die Casting Brake Shoe dengan menggunakan diagram pareto :
Tabel 4.15 Data kerusakan Die Casting Brake Shoe periode bulan Januari 2011 s/d Juni 2011
Jenis Kerusakan Metal Sliper Ketarik
Frekuensi Kerusakan 66
Persentase (%) 40,89
Kumulatif (%) 40,89
Metal Sliper Miring
31
19,21
60,1
Ex Ejector Pin Over Insert Ø8 ketarik Scrap Tebal Die Crack Dudukan Kanvas Miring / Cekung Total
22 15 12 11 4 162
13,78 9,25 7,38 6,85 2,64 100
73,88 83,13 90,51 97,36 100
Sumber : Data perusahaan setelah diolah
95
Berikut ini adalah diagram pareto dari persentase kerusakan/breakdown yang terjadi Die Casting Brake Shoe : Grafik 4.6 Diagram pareto kerusakan Die Casting Brake Shoe periode bulan Januari 2011 s/d Juni 2011
Diagram Pareto Frekuensi Jenis Kerusakan Die Casting Brake Shoe Periode Januari s/d Juni 2011 73.88
83.13
90.51
97.36
100
60.1 Frekuensi Kerusakan
40.89
19.21
13.78
9.25
7.38
6.85
2.64
Metal Sliper Ketarik
Metal Sliper Miring
Ex Ejector Pin Over
Insert Ø8 ketarik
Scrap Tebal
Die Crack
Dudukan Kanvas Miring
Persen (%)
40.89
Kumulatif
Sumber : Data perusahaan setelah diolah
Dari diagram pareto diatas, yang dapat dianalisa adalah sebagai berikut : •
Jenis kerusakan yang paling dominan untuk seluruh Die Casting Brake Shoe adalah metal sliper ketarik sebesar 40,89%, kemudian kedua metal sliper miring sebesar 19,21% dan yang ketiga ex ejector pin over sebesar 13,78% sedangkan masalah kerusakan lainnya pada Die Casting Brake Shoe ini persentasenya kecil, walaupun persentasenya kecil bukannya diabaikan tetapi harus tetap dicari solusi pencegahannya.
•
Dengan demikian prioritas penanganan yang harus dilakukan adalah mengurangi atau menghilangkan frekuensi kerusakan yang memiliki persentase paling tinggi yaitu metal sliper ketarik, metal sliper miring dan ex ejector pin over.
96
Berikut ini adalah analisa komponen secara umum untuk setiap jenis kerusakan pada alumunium die casting brake shoe : 1. Metal sliper ketarik Penyebabnya adalah rumah dari metal sliper tersebut cacat atau tidak standar sehingga pada posisi metal tersebut pada produk tidak standar. Tindakan perbaikannya adalah dengan cara memperbaiki rumah metal sliper tersebut atau menggantinya dengan yang baru. 2. Metal sliper miring Penyebabnya adalah adanya sisa material yang tersisa pada rumah metal sliper. Kondisi tersebut dapat menyebabkan metal yang diletakkan pada rumah metal sliper miring sehingga pada saat dilakukan injeksi posisi metal pada produk brake shoe miring. Tindakan perbaikannya adalah dengan membuang sisa material yang tertinggal di rumah metal sliper. Sedangkan untuk tindakan pencegahan adalah dengan cara memperbaiki cara penyemprotan sebelum proses injeksi agar tidak ada lagi material yang tersisa. 3. Ex ejector pin over Penyebabnya adalah pin ejector pada dies sudah aus dan berkurang dimensinya. Hal ini menyebabkan dimensi pada produk over. Tindakan perbaikannya adalah dengan cara mengganti pin ejector yang telah aus. Untuk pencegahannya perlu adanya periodical check untuk memeriksa dimensi dari pin ejector tersebut.
97
4 4.7.2
Main ntainability Improvemen I nt
4 4.7.2.1 Anallisa Mean Tiime Betweenn Failure (M MTBF) Berik kut ini adalaah grafik nilaai MTBF Diee Casting Brrake Shoe : Graffik 4.7 Grafik nilai n MTBF Diie Casting Brakke Shoe periodde bulan Januarri 2011 s/d bulaan Juni 2011
Nilai MTBF Die Casting Braake Shoe periiode Januarii 2011 s/d Juuni 2011
433
43
MTBF
42,5
Rata-rata
Jam
41 Line 1
L 2 Line
Line 3
S Sumber : Data perusahaan seetelah diolah
Dari grafik diataas dapat diannalisa hal-hall sebagai berrikut : •
Secara S umum m Die Castinng Brake Shhoe mempunnyai waktu kerusakan k rattarata setiap 42,5 4 jam anntar kerusakaan atau setaara dengan 2,7 hari kerrja (dengan jam kerja efektiff 16 jam/hari).
•
Die D Castingg Brake Shooe line 2 mempunyai m n nilai MTBF F yang paliing rendah sebessar 41 jam antar kerusaakan dengann frekuensi kerusakan die d casting c palinng tinggi sebbesar 42 kalli kerusakann. Ini berarti menunjukkkan rata-rata die casting ini mengalami kerusakan setiap 42 jaam atau setaara dengan d 2,7 hari h kerja.
98
•
Die Casting Brake Shoe line 1 dan 3 mempunyai nilai MTBF paling tinggi sebesar 43 jam setiap antar kerusakan dengan frekuensi kerusakan mesin paling rendah sebesar 40 kali kerusakan. Ini berarti menunjukkan mesin tersebut rata-rata mengalami kerusakan setiap 43 jam atau setara dengan 2,75 hari kerja.
•
Analisa MTBF ini digunakan untuk memperkirakan kecenderungan kapan Dies akan mengalami kerusakan, sehingga bisa dilakukan kegiatan preventive maintenance misalnya penggantian komponen, servis ringan dan sebagainya, serta memprioritaskan perbaikan pada mesin yang memiliki nilai MTBF yang paling rendah dalam hal ini Die Casting Brake Shoe 2, yang tujuannya agar frekuensi kerusakan dapat berkurang.
4.7.2.2 Analisa Mean Time To Repair (MTTR) Rata-rata lamanya downtime akibat kerusakan mesin yang terjadi, sangat dipengaruhi oleh waktu tunggu kedatangan maintenance dan waktu perbaikan yang dilakukan. Waktu tunggu kedatangan maintenance sulit untuk mengukurnya, jadi diasumsikan downtime mesin yang terjadi adalah lamanya waktu perbaikan mesin yang dilakukan oleh pihak maintenance. Berikut ini adalah grafik hasil rekapitulasi perhitungan nilai MTTR Die Casting Brake Shoe periode bulan Januari 2011 s/d bulan Juni 2011 :
99
Gambar 4.8 Grafik nilai MTTR Die Casting Brake Shoe periode bulan Januari 2011 s/d bulan Juni 2011
Nilai MTTR Die Casting Brake Shoe periode Januari 2011 s/d Juni 2011 122 118
MTTR 118
Menit
114
Line 1
Line 2
Rata-rata
Line 3
Sumber : Data perusahaan setelah diolah
Dari grafik diatas dapat dianalisa hal-hal sebagai berikut : •
Secara umum Die Casting Brake Shoe memiliki waktu rata-rata perbaikan yaitu sebesar 118 menit setiap terjadinya kerusakan.
•
Die Casting Brake Shoe line 2 memiliki nilai MTTR paling rendah sebesar 114 menit setiap kerusakan dengan frekuensi kerusakan mesin paling tinggi sebesar 42 kali kerusakan. Artinya adalah setiap kerusakan yang terjadi pada mesin ini, rata-rata waktu perbaikan/repair yang dilakukan oleh bagian maintenance sebesar 114 menit setiap kerusakan.
•
Die Casting Brake Shoe line 1 memiliki nilai MTTR paling tinggi sebesar 122 menit setiap kerusakan dengan frekuensi kerusakan mesin paling rendah sebesar 40 kali kerusakan. Artinya adalah rata-rata kemampuan bagian maintenance dalam tindakan perbaikan/repair yang dilakukan pada mesin tersebut yaitu sebesar 122 menit setiap kerusakan.
•
Semakin lamanya rata-rata waktu perbaikan tersebut menunjukkan bahwa mesin mengalami kerusakan yang cukup berat. Peristiwa ini dapat terjadi
100
karena kurangnya antisipasi perawatan yang lebih intensif baik dari pihak maintenance maupun dari operator. Tindakan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengidentifikasi jenis kerusakan yang terjadi serta dengan melakukan perubahan kebijakan perawatan preventif. •
Secara keseluruhan nilai MTTR menunjukkan kecenderungan meningkat, ini berarti pihak maintenance belum bisa mengatasi dengan baik setiap jenis kerusakan yang terjadi, frekuensi kerusakan yang rendah dan waktu perbaikan yang tinggi, seharusnya menjadi perhatian bagi pihak maintenance
•
Untuk mengatasi hal tersebut perbaikan dalam metode kerja, penguasaan terhadap proses kerja mesin dan pengalaman pihak maintenance menjadi hal sangat penting untuk mempersingkat waktu MTTR.
4.7.2.3 Analisa Aktivitas Perawatan Analisa aktivitas perawatan tidak bisa dipisahkan dengan Mean Time To Repair (MTTR) dan maintenance support, karena tinggi atau rendahnya nilai MTTR tergantung dari aktivitas kegiatan perbaikan yang dilakukan pada saat terjadi kerusakan/breakdown mesin dan elemen-elemen pendukungnya. Dari analisa MTTR yang telah dibahas, diketahui nilai MTTR secara keseluruhan Die Casting Brake Shoe yaitu sebesar 118 menit tiap terjadi kerusakan. Untuk mempermudah proses analisa aktivitas perawatan yang
101
dilakukan pada saat terjadinya kerusakan/breakdown mesin, berikut ini akan dilakukan pembagian elemen waktu dari aktivitas kerja perawatan yang dilakukan : 1. Waktu pemberitahuan dan kedatangan 2. Waktu diagnostik 3. Waktu penyediaan part/komponen 4. Waktu pembongkaran dan perbaikan/repair 5. Waktu penyetelan dan percobaan Dengan membagi waktu perawatan perbaikan mesin rusak menjadi 5 bagian, maka akan memudahkan dalam efisiensi waktu yang digunakan. Tujuan dari analisa ini adalah untuk mengurangi total waktu perbaikan mesin/MTTR yang dilakukan. Dari 5 elemen diatas akan dianalisa dengan menggunakan kondisi yang ada pada sistem nyata. 1. Waktu pemberitahuan dan kedatangan Bagian maintenance yang bertanggung menangani seluruh perawatan die casting, ruangannya terletak berada diluar lantai produksi tepatnya dibelakang pabrik. Komunikasi yang dilakukan bila terjadi kerusakan mesin adalah langsung dengan menggunakan telepon. Meskipun dapat merespon dengan baik, tetapi karena letaknya diluar lantai produksi memerlukan waktu kurang lebih 3 menit untuk menempuhnya. Terkadang pihak maintenance yang hanya 2 personil seringkali tidak berada ditempatnya. Untuk mengantisipasinya setiap personil maintenance yang
102
sedang bertugas dilengkapi dengan alat komunikasi genggam (handphone) untuk memberitahukan jika terjadi kerusakan. 2. Waktu diagnostik Untuk pencarian penyebab kerusakan, pihak maintenance langsung melihat kondisi die casting dengan memeriksa gejala atau akibat yang ditimbulkan berdasarkan laporan operator. Pihak perusahaan juga melengkapi bagian maintenance dengan peralatan yang mencukupi dan sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. 3. Waktu penyediaan komponen/part Jika persediaan part/komponen diruangan maintenance habis, maka waktu perbaikan akan lebih lama lagi. Sehingga seharusnya pihak maintenance sudah mengantisipasi komponen-komponen apa saja yang sering mengalami penggantian dan mengambil komponen tersebut digudang apabila memang persediaannya telah habis. Pihak maintenance juga telah memiliki bagian yang mengurusi persediaan komponen, yaitu bagian administrasi mekanik. Analisa disini tidak dilakukan karena menyangkut masalah persediaan, tetapi dengan adanya bagian yang secara khusus menangani komponen mesin untuk penggantian secara tidak langsung telah mengefektifkan kerja perawatan. 4. Waktu pembongkaran dan perbaikan/repair Waktu pembongkaran dan perbaikan tergantung pada skill tenaga maintenance, semakin berpengalaman semakin baik kualitas kerjanya. Di
103
PT Sempana Jaya Agung total personil departemen maintenance hanya berjumlah 3 orang dan itupun karyawan angkatan pertama. Sampai saat ini belum ada karyawan baru atau dari departemen lainnya yang diperbantukan sehingga apabila karyawan tersebut cuti kerja atau mengalami sakit tidak ada karyawan penggantinya. Seharusnya pihak perusahaan
mengantisipasi
untuk
mencari
regenerasi
mengingat
terbatasnya personil yang dimiliki, jangan menunggu sampai karyawan senior tersebut pensiun. Dengan adanya karyawan yang diperbantukan untuk membantu tugas pihak maintenance, setidaknya karyawan tersebut dapat belajar dengan cara melihat dan praktek langsung dilapangan bersama-sama dengan karyawan senior yang mempunyai pengalaman dan kemampuan yang lebih tinggi. 5. Waktu penyetelan dan percobaan Dalam penyetelan dan percobaan die casting setelah dilakukan tindakan perbaikan, pihak maintenance memeriksa kondisi mesin tersebut apakah kerusakan yang terjadi telah dapat diatasi atau tidak. Apabila kondisi mesin sudah cukup baik maka pengoperasian die casting dapat dilanjutkan, tetapi apabila hasil dari perbaikan kondisi die casting belum cukup baik maka dilakukan perbaikan ulang. Ketepatan dalam melakukan perbaikan sangat diperlukan sehingga hasil perbaikan bisa optimal tanpa melakukan perbaikan kembali sehingga waktu perbaikan lebih efektif. Jadi untuk meningkatkan availability performance dari die casting harus
104
dimungkinkan untuk meningkatkan MTBF mesin dengan melakukan pemeliharaan yang optimal dan menurunkan waktu perbaikan/MTTR serta waktu dari elemen-elemen pendukungnya.
4.7.2.4 Analisa Sistem Pendokumentasian Data Historis Die Casting Sistem dokumentasi pada bagian maintenance tentang kegiatan pemeliharaan dan riwayat die casting kurang baik. Data kegiatan pemeliharaan dan pemeriksaan sehari-harinya dicatat dalam buku tulis yang diisi setiap akhir waktu kerja (ketika hendak pulang) dan setiap akhir bulan koordinator maintenance menyalinnya ke dalam dokumen/form yang telah disediakan oleh pihak perusahaan. Data-data rekaman/record tentang kegiatan pemeliharaan dan kerusakan mesin tersebut hanya dijadikan formalitas saja oleh bagian maintenance untuk sekedar bukti rutinitas pekerjaan dan guna keperluan audit internal ISO perusahaan. Banyak kegiatan pemeliharaan yang diisi berdasarkan asumsi personel maintenance sendiri, sehingga banyak data yang tidak diisi, dan kurang lengkap sehingga tidak menggambarkan kondisi die casting sebenarnya. Oleh karena itu diperlukan kedisiplinan dalam segala hal terutama dalam pencatatan dokumen yang berhubungan dengan die casting, sebab hal ini sangat penting untuk menganalisa dan merencanakan kegiatan-kegiatan
pemeliharaan,
pemeliharaan terencana.
misalnya
rekayasa
pencegahan
dan
105
4.8
Total Participation All of Employee
4.8.1
Analisa Terhadap Manajemen Pelaksanaan Autonomous Maintenance (AM) Aktivitas yang diprioritaskan untuk kegiatan autonomous maintenance adalah aktivitas dasar dari perawatan yang ditujukan untuk mencegah peralatan atau die casting dari kondisi yang memburuk. Aktivitas utama pada mesin boiler adalah membersihkan dan pemolesan die casting. Untuk mengatur kualitas dari hasil aktivitas dasar tersebut maka diperlukan satu aktivitas lagi yaitu pengecekan/inspection. Penyesuaian aktivitas dan objek yang berdasarkan skill operator termasuk salah satu usaha agar seluruh aktivitas yang diinstruksikan untuk kegiatan autonomous maintenance dapat terlaksana dengan baik dan benar. Karena dengan seimbangnya antara pengetahuan dan ketrampilan akan membuat efisien dan efektifnya kerja yang dilakukan operator, sehingga semua instruksi yang telah diprogramkan akan dapat dilaksanakan tanpa adanya keluhan maupun kesalahpahaman dalam pelaksanaannya.
penyebab
kelemahan
atau
kegagalan
pelaksanaan
autonomous maintenance adalah sebagai berikut : 1. Analisa operator Keadaan yang terjadi dilapangan adalah kurangnya kerjasama dari departemen produksi baik itu supervisor maupun operator. Bagian produksi hanya memikirkan target produksi harus tercapai. Operator masih menganggap kegiatan perawatan dan pemeliharaan die casting
106
adalah tanggung jawab pihak maintenance bukan tanggung jawabnya. Apabila dilihat dari jumlah die casting yang ada di lantai produksi dengan jumlah personil maintenance yang sangat terbatas, tidaklah bijaksana menjadi tanggung jawab pihak maintenance sepenuhnya dalam hal perawatan dan perbaikan. Sehingga pelaksanaan autonomous maintenance ini sangat tepat untuk dilaksanakan. Dengan tidak adanya keikutsertaan operator dalam hal menjaga, merawat dan memelihara mesin, maka pelaksanaan TPM yang mencerminkan keikutsertaan karyawan tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dalam analisa ini kurangnya motivasi, pengetahuan dan disiplin dari
para operator untuk melakukan perawatan dalam pelaksanaan
autonomous
maintenance
adalah
penyebabnya.
Keadaan
tersebut
menunjukkan kurangnya pihak manajemen atas dalam melakukan sosialisasi dan pemahaman tentang penerapan TPM kepada operator, sehingga operator kurang dapat merasakan apa peran mereka di dalam pelaksanaan TPM (khususnya AM). Pengenalan TPM pada operator hanya sebatas pelaksanaan AM saja sehingga operator tidak mempunyai pandangan yang luas mengenai kontribusi AM terhadap keberhasilan pelaksanaan TPM. 2. Analisa terhadap mesin Struktur dari die casting yang tidak besar dan sederhana sebenarnya mempermudah operator untuk melakukan kegiatan perawatan
107
dasar seperti pembersihan dan pemeriksaan yang dapat dijangkau di semua bagian die casting (terkecuali dibagian dalam die casting karena harus dilakukan pembongkaran). Kerusakan yang sering terjadi juga dikarenakan faktor dari komponen die casting itu sendiri yang tidak bagus atau tidak awet.
4.9
Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan TPM Faktor-faktor penghambat pelaksanaan TPM ini merupakan titik tolak untuk perbaikan sistem TPM. Dari hasil analisa-analisa yang telah dilakukan sebelumnya dan berdasarkan pada kondisi yang ada pada bagian produksi dan bagian maintenance, maka dapat diketahui bahwa ada beberapa faktor penghambat dalam pelaksanaan TPM yaitu sebagai berikut : 1. Faktor sumber daya manusia Hambatan yang terjadi pada faktor ini adalah sebagai berikut : a. Kurangnya pengetahuan pihak maintenance dan operator tentang pelaksanaan TPM yang diterapkan oleh perusahaan. b. Bagian maintenance sendiri masih sulit untuk menerima hal-hal yang sifatnya baru, karena mereka terbiasa bekerja dengan kebiasaaan mereka sehingga dengan adanya TPM membuat beban kerja jadi bertambah dan membuat repot. c. Bagian maintenance dirasakan masih kurang, sehingga pihak perawatan merasa kerepotan bila dalam waktu yang bersamaan ada beberapa die
108
casting yang mengalami kerusakan, yang berarti membutuhkan perawatan untuk menganalisa dan memecahkan permasalahan terjadi. d. Pengetahuan operator mengenai peralatan produksi masih kurang. Operator hanya memahami cara mengoperasikannya saja tanpa tahu kondisi maupun karakterisitik dari peralatan tersebut. e. Manajemen level menengah (produksi) masih meragukan manfaat TPM, sehingga sulit untuk diajak berpartisipasi dalam pelaksanaan dilapangan. Hal ini disebabkan karena mereka kurang mengenal konsep TPM dan sudah merasa bahwa sistem yang ada sekarang ini sudah bagus dan optimal. 2. Faktor metode kerja Hambatan yang terjadi pada faktor ini adalah sebagai berikut : a. Pelaksanaan preventive maintenance yang kurang berjalan dengan baik, karena tindakan perawatan dan perbaikan yang dilakukan pada saat terjadinya kerusakan saja. b. Kurangnya pemahaman metode kerja karena tidak adanya revisi standar kerja yang didokumentasikan untuk menjadi standar kerja yang baru, sehingga personil maintenance maupun operator (AM) melakukan prosedur kerja menurut implementasinya masing-masing.
109
3. Faktor peralatan atau mesin Hambatan yang terjadi pada faktor ini adalah sebagai berikut : a. Banyak
komponen-komponen
yang
mengalami
kerusakan
juga
dikarenakan faktor dari bahan yang digunakannya memang kurang bagus/awet. b. Struktur dan desain dari die casting yang kurang melindungi bagianbagian dari die casting itu sendiri. 4. Faktor informasi data dan administrasi Hambatan yang terjadi pada faktor ini adalah sebagai berikut : a. Pendokumentasian tentang laporan kerusakan die casting atau daily report maintenance masih dilakukan masih secara manual dan kurang baik, tidak diisi setiap harinya dan kurang lengkap. b. Pendokumentasian yang dilakukan sifatnya hanya formalitas, hanya untuk kelengkapan dokumen untuk sertifikasi audit ISO. c. Tidak adanya sistem komputer untuk pendokumentasiannya, sehingga sangat sulit untuk pencarian data yang dibutuhkan dan guna penelusuran mengukur keefektifan peralatan. d. Tidak adanya suatu gambaran output mengenai kondisi peralatan sebagai akibat dari pelaksanaan perawatan yang dilakukan oleh pihak maintenance maupun operator. e. Informasi data yang diberikan oleh operator sering terlambat apabila terjadi kerusakan die casting. Operator sering tidak melaporkan bila ada
110
gejala-gejala tidak normal pada mesin, apabila kerusakan sudah berat baru dilaporkan. 5. Faktor moral dan motivasi Hambatan yang terjadi pada faktor ini adalah sebagai berikut : a. Operator beranggapan bahwa hanya pemakai die casting untuk mencapai target produksi, sedangkan pihak maintenance menganggap perawatan mesin adalah wewenangnya. b. Kurangnya
motivasi
kerjasama
pihak
operator
dengan
pihak
maintenance hal ini dikarenakan operator kurang dapat merasakan hasil kerja sama tersebut. c. Perlunya penyesuaian kondisi dalam menerima suatu kebijakan baru dari pihak atasan 6. Faktor teknologi Hambatan yang terjadi pada faktor ini adalah sebagai berikut : a. Tidak adanya teknologi komputer yang disediakan oleh pihak manajemen untuk pihak maintenance. Dengan adanya sistem komputer, maka akan sangat mendukung pelaksanaan TPM yang sedang berjalan agar lebih terpadu dan terarah.