PENGATURAN
ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN ADMINISTRASI TRANSISI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DITIMOR TIMUR
MENGENAI
PEMBENTUKANSUATU KOMITE BERSAMA PERBATASAN
l
PENGATURAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN ADMINISTRASI TRANSISI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DI TIMOR TIMUR MENGEN AI PEMBENTUKANSUATU KOMITE BERSAMA PERBATASAN
Pemerintah Republik Indonesia (GORI) dan Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Timur (UNTAET), untuk selanjutnya disebut sebagai ''Para Pihak,,; Berkeinginan untuk mengimplementasikan Komunike Bersama antara Pemerintah Republik Indonesia dan Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Timur yang telah ditanda-tangani di Dill pada tanggal 29 Februari 2000, khususnya butir 7 (tujuh); Menyatakan bahwa perbatasan antara Indonesia and Timor Timur merujuk pada instrumen
hukum tentang perbatasan yang ada, yaitu Konvensi antara Belanda dan Portugal untuk Penyelesaian Perbatasan Timor tertanggal l Oktober 1904, Putusan Arbitrasi PCA mengenai Subjek atas batas-batas dari suatu Bagian dari kepemilikannya terhadap pulau Timor tahun 1914, dan instrumen-instrumen hukum relevan lainnya; Telah menyetujui pengaturan-pengaturan sebagai berikut:
L
Komite Bersama Perbatasan : 1.
Para Pihak bersama ini menyetujui untuk membentuk suatu Komite Bersama Perbatasan guna mempertimbangkan dan mengupayakan penyelesaian yang disetujui bersama bagi hal-hal atau masalah-masalah praktis menyangkut lintas perbatasan;
2.
Komite Bersama Perbatasan tersebut akan terdiri dari para pejabat yang ditunjuk oleh Pemerintah Republi.k Indonesia dan Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Timur ;
3.
Komite Bersama Perbatasan akan, sebagaimana mestinya, memberikan arahan dan membuat rekomendasi mengenai semua permasalahan, prosedur dan pengaturan pengaturan yang berkaitan dengan implementasi dari Komunike Bersama untuk mengembangkan kerjasama perbatasan;
4.
Pemerintah Republik Indonesia akan membentuk Komite Nasional Perbatasan dan Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Timur akan membentuk suatu Komite Perbatasan atau mekanisme lain yang berhubungan dengan masalah-masalah perbatasan. Bagan organisasi dari Komite Bersama Perbatasan dan
l
I kaitannya dengan masing-masing Komite Perbatasan sebagaimana dijelaskan pada Lampiran-1 dari Pengaturan ini; 5.
Untuk membantu Komite Bersama Perbatasan, para Sekretaris dari kedua mekanisme perbatasan tersebut di atas akan melakukan pertemuan secara teratur dalam rangka mempersiapkan masalah-masalah teknis dan administrasi untuk pertemuan-pertemuan Komite Bersama Perbatasan.
II. Pejabat Perantara Perbatasan I.
Para Pihak bersama ini menyetujui untuk membentuk suatu Perantara Perbatasan guna membantu Komite Bersama Perbatasan;
2.
Perantara Perbatasan beranggotakan para pejabat dari Para Pihak;
3.
4.
a.
Pertemuan-pertemuan Perantara Perbatasan akan mengambil tempat dan berlangsung sesuai permintaan dari masing-masing Pihak atau atas persetujuan bersama;
b.
Pertemuan-pertemuan Perantara Perbatasan akan menyampaikan suatu laporan bersama kepada Komite Bersama Perbatasan untuk dirnintakan pertimbangan dan arahan;
Tujuan utama dari pertemuan-pertemuan Perantara Perbatasan adalah sebagai berikut: a.
Saling bertukar informasi mengenai semua perkernbangan di Wilayah Perbatasan yang penting bagi kedua belah pihak;
b.
Memformulasikan, menyusun atau mengubah prosedur-prosedur bagi kepraktisan operasional dari Pengaturan ini, khususnya pada tingkatan lokal dan kabupaten, sesuai dengan petunjuk dan prosedur dari Komite Bersama Perbatasan ; dan
c.
Memastikan bahwa Pemerintah Republik Indonesia dan Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Timur, melalui Komite Bersama Perbatasan, menerima informasi mengenai perkembangan terakhir berkaitan dengan masalah perbatasan yang ditujukan bagi semua permasalahan yang membutuhkan konsultasi sebagaimana tercantum dalam Pengaturan ini.
Perantara Perbatasan juga akan mempertimbangkan hal-hal menyangkut masyarakat di wilayah perbatasan yang berkaitan dengan keadaan setempat, teknis atau perkembangan yang muncul sesuai dengan kebutuhan.
l
I ID. Manajemen Perbatasan l.
Komite Bersama Perbatasan, sebagaimana diatur dan apabila diperlukan, akan membentuk Sub-sub Komite Teknis. Sub-sub Komite dimaksud akan beranggotakan para pakar dari masing-masing Pemerintah Republik Indonesia dan Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Timur. Fungsi mereka adalah untuk memfasilitasi pengimplementasian dari Pengaturan ini secara teknis murni dan untuk menyusun peraturan-peraturan yang akan disetujui oleh Komite Bersama Perbatasan. Sub-sub Komite tersebut dapat bertemu, apabila dipandang perlu, sebelum pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh Komite Bersama Perbatasan;
2.
Sub-sub Komite Teknis mengenai beberapa bidang akan dibentuk, di antaranya: Demarkasi dan Peraturan Perbatasan; Manajemen Perbatasan; Manajemen Sumber Daya Alam Lintas Batas; Masalah-masalah Kesehatan dan Kesehatan Hewan Lintas Batas, Pergerakan Orang dan Barang di Lintas Batas; Masalah-masalah Lingkungan Lintas Batas; Kerjasama di bidang Gawat Darurat Lintas Batas; Kerjasama Polisi Lintas Batas; Keamanan Perbatasan; Para Pelintas Perbatasan; dan hewan-hewan.
3.
Tujuan dari Sub-sub Komite tersebut sebagaimana diuraikan pada Lampiran-2 dari Pengaturan ini.
IV. Penyelesaian Sengketa
Sengketa antara Para Pihak menyangkut interpretasi atau aplikasi dari Pengaturan ini akan, sejauh dimungkinkan, diselesaikan melalui konsultasi atau negosiasi.
V. Konsultasi dan Perubahan 1.
Salah satu pihak dapat mengajukan permintaan agar diadakan konsultasi mengenai berbagai hal menyangkut Pengaturan ini. Pihak lain akan menanggapi dan mempertimbangkan usulannya secara simpatik dan akan memberikan kesempatan yang baik bagi konsultasi dimaksud.
2.
Pengaturan ini dapat diubah setiap waktu, apabila dipandang perlu, berdasarkan kesepakatan bersama.
VI. Pemberlakuan, Jangka Waktu dan Pengakbira111 Pengaturan ini akan mulai berlaku saat penanda-tanganan oleh para pejabat yang ditunjuk masing-masing oleh Pemerintah Republik lndonesia dan Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Timur. Pengaturan ini akan berlaku hingga berakhimya mandat Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Timur dengan pilihan dapat diperpanjang berdasarkan kesepakatan bersama antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Timor Timur merdeka.
l
SEBAGAI BUKTI., para penanda-tangan, yang telah diberi wewenang untuk itu oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Administrasi Transisi Perserik:atan Bangsa-Bangsa di Timor Timur, telah menanda-tangani Pengaturan ini. DIBUAT DALAM RANGKAP DUA di Jmk~pada ~~t j,.~ bulan Scrl1.m'7t..r tahun dua ribu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggeris. Apabila terjadi perselisihan dalam menginterpretasikan Pengaturan ini, maka naskah dalam bahasa Inggeris yang berlaku.
Cf1t1tFr..
UNTUK PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
UNTUK ADMINISTRASI TRANSISI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DI TTh10R TIMUR
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO MENTER! LUAR NEGERI A.I.
SERGIO VIEIRA DE MELLO ADMINISTRATOR
Lampiran-1
BAGAN ORGANISASI KOMITE BERSAMA PERBATASAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA- UNTAET UNTAET
GORI
KOMITE PERBATASAN NASIONAL
KOMITE PERBATASAN
KBP
SEKR. KOMITE GORI
SEKR. KOMITE
UNTAET
!<..----------'
I PERTEMUAN I
-
SUB-SUB KOMITE
-~
PERTEMUAN ..------1
SUB-SUB
KO:MITE
PERANTARA - - PERANTARA _ ..__....PERBATASANi---....i_ PERTEMUAN PERBATASAN
-------
Lampiran-2 Manajemen Perbatasan: Sub-sub Komite Teknis
1.
Demarkasi dan Peraturan Perbatasan:
Untuk mengadakan diskusi yang diarahkan pada pembuatan rekomendasi-rekomendasi tentang demarkasi dari perbatasan internasional antara Indonesia dan Timor Timur yang didasarkan kepada Perjanjian antara Portugal dan Belanda Tahun 1904, Putusan Arbitrasi Tahun 1914, dan instrumen-instrumen hukum relevan lainnya. Sub-Komite teknis akan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya, sekaligus dengan rekomendasi-rekomendasinya, kepada Komite Bersama Perbatasan. Demarkasi Perbatasan yang final akan terlebih dahulu disetujui oleh Republik Indonesia dan Timor Timur merdeka sesuai dengan prosedural konstitusinya masing-masing. Sebagai tambahan, Sub-Komite akan membuat rekomendasi-rekomendasi tentang penyesuaian demarkasi sebagaimana yang terjadi karena perubahan alam atau keadaan-keadaan lainnya. 2.
Manajemen Perbatasan:
Untuk menyusun peraturan-peraturan pembentukan rejim manajemen perbatasan yang akan memperbolehkan penduduk yang bertempat tinggal dalam jarak tertentu dari perbatasan memperoleh kartu/dokumen tanda untuk melewati perbatasan melalui jalurjalur tradisional dan melakukan perdagangan tradisional bagi keperluannya sendiri dan anggota keluarganya. 3.
Manajemen Sumber Daya Alam Lintas Perbatasan:
Untuk menyusun peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur, apabila diperlukan, yang mengatur aliran dan penggunaan air yang mengalir melintasi perbatasan internasional termasuk hewan-hewan laut serta binatang-binatang liar lainnya yang melintasi perbatasan. 4.
Masalah-masalah Kesehatan dan Kesehatan Hewan Lintas Perbatasan:
Untuk menyusun peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur, apabila diperlukan, memfasilitasi kerjasama dalam membasmi sumber penyakit manusia dan hewan yang melintasi perbatasan internasional.
l
5.
Lintas Perbatasan Orang dan Barang:
Untuk menyusun peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur memfasilitasi pergerakan orang clan barang di sepanjang perbatasan. 6.
Masalab Lingkungan di Perbatasan:
Untuk menyusun peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur, apabila diperlukan, memfasilitasi kerjasama dalam hal melindungi polusi di wilayah perbatasan dan bahaya pencemaran lingkungan lainnya, menjaga dari kegiatan penebangan hutan secara ilegal atau perdagangannya, dan menjaga dari kegiatan penangkapan dan perdagangan hewan-hewan liar, termasuk berbagaijenis tumbuhan dan hewan. 7.
Kerjasama di bidaog Gawat Darurat Lintas Perbatasan:
Untuk menyusun peraturan-peraturan clan prosedur-proseclur, apabila diperlukan, memfasilitasi kerjasama di bidang penanganan pengobatan, kebakaran, dan hal-hal gawat darurat lainnya. 8.
Kerjasama Polisi Lintas Perbatasan:
Untuk menyusun peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur, apabila diperlukan, memfasilitasi kerjasama masalah-masalah kepolisian di sepanjang perbatasan. 9.
Keamanan Perbatasan:
Untuk menyusun peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur. apabila diperlukan, memfasilitasi kerjasama: a.
Untuk melindungi penggunaan dalam masing-masing wilayahnya atau di sekitar perbatasannya sebagai tempat perlindungan, transit, markas atau rute-rute dari semua bentuk kekerasan atau kegiatan yang ilegal yang ditujukan terhadap salah satu pihak. Dalam hubungan ini, Pemerintah Republik Indonesia dan Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Timur akan tetap memberlakukan prosedur-prosedur pemberitahuan clan pengawasan; dan
b.
Saling memberikan informasi dan sesuai dengan kelaziman berkonsultasi mengenai keadaan wilayah dekat dengan perbatasan yang dilihat dari sudut pandang keamanan sangat sensitif.
l
10. Para Pelintas Perbatasan:
Untuk menyusun peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur memfasilitasi transit secara baik melalui titik-titik lintas perbatasan yang disetujui bersama, dan metnfasilitasi kerjasama di perbatasan antara petugas pelayanan imigrasi dan bea cukai dari masing-masing pihak. 11. Hewan-hewan:
Untuk menyusun peraturan-peraturan tentang hewan-hewan dan binatang peljharaan lainnya di sepanjang perbatasan intemasional dan memfasilitasi pengembalian binatangbinatang yang berkeliaran masuk ke dalam wilayah negara lainnya.
*********
ARRANGEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
AND THE UNITED NATIONS TRANSITIONAL ADMINISTRATION IN EAST TIMOR ON THE ESTABLISHMENT OF A JOINT BORDER COMMITTEE
l ARRANGEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE UNITED NATIONS TRANSITIONAL ADMINISTRATION IN EAST TIMOR ON THE ESTABLISHMENT OF A JOINT BORDER COMMITTEE
The Government of the Republic of Indonesia (GORI) and the United Nations Transitional Administration in East Timor (UNTAET), hereinafter referred to as the "Parties"; Desiring to implement the Joint Communique between the Government of the Republic of Indonesia and the United Nations Transitional Administration in East Timor signed in Dili on 29 February 2000, in particular point 7 (seven); Reaffirming that the boundary between Indonesia and East Timor is governed by the existing
border legal instruments, i.e. the Convention between the Netherlands and Portugal for the Settlement of the Timor Boundary of I October 1904, the PCA Arbitral Award concerning the Subject of the boundary of a Part of their possession in the island ofTimor of 1914, and other relevant legal instruments; Have reached the.following arrangements:
L
Joint Border Committee 1.
The Parties hereby agree to establish a Joint Border Committee to consider and seek mutually agreeable solutions to all practical issues or problems of a cross border nature;
2.
The Joint Border Committee will comprise officials appointed by UNT AET and the GORI;
3. The Joint Border Committee will, as appropriate, advise and make recommendations on all matters, procedures and arrangements relating to the implementation of the Joint Communique to develop border cooperation;
4.
UNT AET will establish a Border Committee or other mechanism dealing with border issues and the GORI will establish its National Border Committee. The organizational chart of the Joint Border Committee with its linkage to each Border Committee appears as Annex- I to this Arrangement;
5.
To assist the Joint Border Committee, the Secretaries of the two border mechanisms mentioned above will make regular contacts in preparing technical and administrative matters for the meetings of the Joint Border Committee.
Il. Border Liaison 1.
The Parties hereby agree to establish a Border Liaison to assist the Joint Border Committee;
2.
The Border Liaison will consist of officials from the Parties;
3.
4.
a.
Border Liaison meetings will take place as and when requested by either Party or by mutual agreement;
b.
Border Liaison meetings will submit a joint report to the Joint Border Committee for consideration and direction;
The main purpose of the Border Liaison meetings will be as follows: a.
To exchange information on all developments in the Border Area which are of mutual interest;
b.
To formulate, establish or amend procedures for the practical operations ofthis Arrangement, particularly at local and district levels, consistent with the guidelines and procedures of the Joint Border Committee; and
c.
To ensure that UNTAET and the GORI, through the Joint Border Committee, are kept informed of developments of significance relating to the border regime and that their attention is drawn to any matters which may require consultation in accordance with this Arrangement.
The Border Liaison will also consider local, technical or development matters affecting communities in the border area as and when the need arises.
l DI. Border Management I.
The Joint Border Committee will establish Technical Sub-Committees, as and when considered necessary. These Sub-Committees will consist of experts of both UNT AET and the GORI. Their functions will be to facilitate the implementation of this Arrangement on purely technical matters and to devise regulations to be approved by the Joint Border Committee. These Sub-Committees may meet, if necessary, prior to the meetings of the Joint Border Committee;
2.
Technical Sub-Committees will be established in the following areas, among others: Border Demarcation and Regulation; Soft Border Management; Cross-border Natural Resource Management; Cross-border Health and Veterinary Issues; Crossborder Movement of People and Goods; Cross-border Environmental Issues; Cooperation on Cross-border Emergencies; Cross-border Police Cooperation; Border Security; Border Crossings; and Livestock.
3.
The purposes of these Sub-committees are laid out in Annex-2 ofthis Arrangement.
IV. Dispute Settlement Disputes between the Parties concerning the interpretation or application of this Arrangement will, to the extent possible, be settled through consultations or negotiation.
V. Consultation and Amendment 1.
Each party may request that consultations be held on any matters concerning this Arrangement. The other party will accord sympathetic consideration to the proposal and will afford adequate opportunity for such consultations.
2.
This Arrangement may be amended at any time, if deemed necessary, by mutual consent.
VI. Entry Into Force, Duration and Termination This Arrangement will enter into force on the date of signatures by the duly designated officials of UNT AET and the GORI. It will remain in force until the end of the UNT ABT mandate with the option of being extended by mutual agreement between the GORI and the Government of an independent East Timor.
IN WITNESS WHEREOF, the undersigned, duly authorized thereto respectively by the United Nations Transitional Administration in East Timor and the Government of the Republic of Indonesia, have signed this Arrangement.
DONE IN DUPLICATE at 'i1~~r on the .L4 ~ cSt.~ft~ two thousand in bahasa Indonesia and English. Should any dispute arise in the interpretation of this Arrangement, the English version will prevail.
FOR THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
FOR THE UNITED NATIONS TRANSITIONAL ADMINISTRATION IN EAST TIMOR
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO MINISTER FOR FOREIGN AFFAIRS A.I.
SERGIO VIEIRA DE MELLO ADMINISTRATOR
l Annex-1
ORGANIZATIONAL CHART OF THE JOINT BORDER COMMITTEE THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA - UNTAET UNTAET
GORI
NATIONAL
BORDER
BORDER
COMMITTEE
COMMITTEE
JBC
. t--~~~~~
SECR. SECR • __......-i GORI UNTAET :~~======== COM:MITTEE COMMITTEE
•
I MEETING I
_
SUB COMMITTEES
-
BORDER LIAISON
MEETING
MEETING
SUB COMMITTEES
BORDER LWSON
i---
l Annex-2
Border Management Technical Sub-Committees
1.
Border Demarcation and Regulation: To initiate discussion leading to recommendations on the demarcation of the international border between Indonesia and East Timor on the Basis of the I 904 Treaty between Portugal and the Netherlands, the 1914 Arbitral Decision, and other relevant legal instruments. The technical Sub-Committee will submit a report on its work, along with its recommendations, to the Joint Border Committee. The final border demarcation will be subject to the aproval of both the Republic of Indonesia and independent East Timor in accordance with their respective constitutional procedures. In addition, the Sub-Committee will make recommendations on the adjustment of the demarcation as required by changes in natural features or other circumstances.
2.
Soft Border Management: To devise regulations establishing a soft border regime that will enable persons whose pennanent residence is within specified distance of the border to obtain a pass to cross the border through traditional points and to engage in traditional commerce for themselves and family members.
3.
Cross-border Natural Resource Management: To devise regulations and procedures, as necessary, regulating the flow and use of water that crosses the international border as well as of aquatic and other wildlife resources that traverse the border.
4.
Cross-border Health and Veterinary Issues: To devise regulations and procedures, as necessary, facilitating cooperation in combating human and animal diseases that may cross the international border.
5.
Cross-border Movement of People and Goods: To devise regulations and procedures facilitating the movement of people and goods across the border.
6.
Cross-border Environmental Issues:
To devise regulations and procedures, as necessary, facilitating cooperation in preventing cross-border pollution and other cross-border environmental hazards, to guard against illegal logging or trade therein, and to guard against the illegal poaching and trade of wildlife, including both flora and fauna.
7.
Cooperation on Cross-border Emergencies:
To devise regulations and procedures, as necessary, facilitating cooperation in handling medical, fire, and other emergencies.
8.
Cross-border Police Cooperation:
To devise regulations and procedures, as necessary, facilitating cooperation on police matters across the border. 9.
Border Security:
To devise regulations and procedures, necessary, facilitating cooperation : a.
To prevent the use of their respective territories in or in the vicinity of the border area as sanctuary, staging areas, bases or routes for any kind of hostile or illegal activities against the other party. To this end, the GORI and UNTAET will maintain its own procedures of notification and control; and
b.
To keep each other informed and where appropriate consult on areas close to the border that are sensitive from a security perspective.
10. Border Crossings:
To devise regulations and procedures facilitating smooth transit through mutually agreed border crossing points, and facilitating cooperation and the border between the immigration and customs services of the two sides. 11. Livestock:
To devise regulations and procedures managing livestock and other farm animals along the international border and facilitating the return of animals which may have wandered into the territory of the other country.
*********