PENDIDIKAN MORAL AGAMA DALAM KONSEPSI; Studi Fenomenologi Perilaku Remaja* Oleh : H. SOIM S.Pd.I** Dosen STKIP PGRI Tulungagung
A. ASUMSI PENDIDIKAN MORAL AGAMA Untuk memudahkan pemahaman kita tentang pengertian pendidikan moral agama, kiranya terlebih dahulu perlu diketahui tentang pengertian pendidikan dan moral itu sendiri. Para ahli banyak sekali yang mendefenisikan pengertian pendidikan diantaranya adalah: Imam Barnadib, pendidikan ialah usaha untuk membantu seseorang yang umumnya belum dewasa untuk mencapai kedewasaan.1 Menurut Amir Daien Indrakusuma Pendidikan adalah suatu usaha sadar yang teratur dan sistematis, yang dilakukan oleh mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabiat yang baik sesuai dengan cita-cita pendidikan.2 Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara yang dikutip oleh Wasty Soemanto dan Hendyat Soetopo dalam mendefinisikan
pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak untuk memajukan kehidupan anak didik selaras dengan dunianya.3 Dari beberapa pendapat ahli tersebut di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa pendidikan itu adalah suatu usaha sadar yang dilakukan untuk membantu anak didik agar memiliki kepribadian yang baik dalam mencapai kedewasaan. Adapun pengertian moral juga banyak ahli yang mendifinisikannya, antara lain: menurut Zakariah Darajad moral adalah “realisasi dari kepribadian (mental) pada umumnya, bukanlah hasil pekerjaan pikiran semata”.4 Menurut Mohammad Rifai, akhlak ialah “sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya, artinya
3
1
Imam Barnadib, Beberapa Hal Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Studing, 1982), hal. 17. 2
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), hal. 27.
Wasty Soemanto, Hendyat Soetopo, Dasar dan Teori Pendidikan Dunia: Tantangan Bagi Para Pemimpin Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hal. 11. 4
Zakiyah Daradjad, Membina Nilainilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971).hal 58.
Soim, Pendidikan Moral Agama Dalam Konsepsi 2011 Desember 17
sesuatu perbuatan atau tindak tanduk manusia yang tidak dibuatbuat, dan perbuatan yang dapat dilihat ialah gambaran dari sifatsifatnya yang tertanam dalam jiwa, jahat atau baiknya”.5 Dan Menurut Wila Huky sebagaimana dikutip oleh Bambang Daroeso, “Moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup dan agama tertentu”.6 Dari pendapat-pendapat di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa moral adalah suatu perbuatan atau tingkah laku manusia yang merupakan perwujudan dari kepribadiannya, apakah baik atau buruk berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku di masyarakat. Jadi pengertian pendidikan moral agama adalah suatu usaha sadar yang bertujuan untuk membentuk kepribadian anak didik agar berperilaku yang baik berdasarkan agama yang dianutnya. Pemahaman ini didukung oleh Mochtar Buchori yang memberikan pengertian tentang pendidikan moral, “Bimbingan untuk
mengembangkan hati nurani… pendidikan moral tidak hanya menyentuh otak, tetapi terutama menyentuh perasaan, menyentuh hati”.7 Kecerdasan otak memang diperlukan untuk memahami tentang ketentuan baik dan buruk, tetapi otak saja tidaklah cukup. Sebab, berawal dari hati nuranilah sebelum suatu perbuatan itu dilakukan. Jadi bimbingan mengembangkan hati nurani dilakukan agar anak didik mampu menguasai dan mengontrol perasaan dan hatinya dari perbuatan-perbuatan yang buruk. Dasar-dasar dan Tujuan Pendidikan Moral Agama 1. Dasar Pendidikan Moral Agama Dasar pendidikan moral agama tidak lepas dari dasar pendidikan nasional yang telah diatur dalam Undang-undang yaitu dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 BAB II pasal 2, dinyatakan bahwa “pendidikan nasional berdasarkan Pancasila
5
Mohammad Rifai, Membina Pribadi Muslim, (Semarang: CV. Wicaksana, 1993), hal.574 6
Bambang Daroeso, Dasar dan Konsep Pendidikan Pancasila, (Semarang: Aneka Ilmu, 1989), hal. 22.
7
Mochtar Buchori, Budi Pekerti: Anak Tiri ? Mimbar Pembangunan Agama, No. 165/th. XIV/Juni 2000, hal. 8.
Soim, Pendidikan Moral Agama Dalam Konsepsi 2011 Desember 18
dan Undang-undang Dasar 1945”.8 Pancasila sebagai suatu pandangan hidup bangsa Indonesia secara tidak langsung telah mewajibkan tiap-tiap warga negaranya untuk memelihara dan memegang teguh nilai-nilai moral bangsa Indonesia yang luhur. Hal ini dapat dilihat dari sila pertama dan kedua Pancasila tentang Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sila pertama mengandung pengertian bahwa warga negara Indonesia harus beragama. Jadi nilai moral yang terkandung didalamnya adalah nilai-nilai moral yang telah ditentukan oleh Tuhan yang diwujudkan dalam ajaran agama sedangkan nilai moral yang terkandung dalam sila kedua adalah nilai moral yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sifat dan hakekat manusia itu sendiri. Adapun dasar pendidikan moral dalam ajaran agama adalah al-Qur'an dan Hadits. Apa yang baik menurut al-Qur'an dan Hadits itulah yang baik untuk dijadikan
pedoman. Selanjutnya penulis kutipkan ayat-ayat al-Qur'an dan Hadits yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan moral. Seperti alQur’an Surat An-Nahl ayat 125 yang artinya: “Ajaklah manusia itu ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik…”, dan surat AlA’raf ayat 199, “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. Kedua ayat al-Qur'an tersebut menjelaskan tentang perintah untuk mendidik umat manusia ke jalan yang benar dan mengajak manusia untuk melakukan perbuatan yang baik. Adapun dasar yang bersumber dari hadits Rosulullah saw diantaranya: “Orang-orang yang paling baik di antara kamu ialah yang lebih baik budi pekertinya”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim). Dan “Bertaqwalah kepada Allah dimana saja engkauberada, iringilah kesalahan itu dengan perbuatan baik, nanti kesalahan itu akan dihapus-Nya dan berbudilah kepada manusia dengan budi yang baik”.
8
Madya Ekosusila dan R.B. Kashadi, Dasar-dasar Pendidikan, (Semarang: Effhar Publishing, 1993), hal. 125.
Soim, Pendidikan Moral Agama Dalam Konsepsi 2011 Desember 19
(diriwayatkan oleh Tabrani dari Abu Dzar).9 Kedua hadits tersebut, kiranya dapat dijadikan dasar tentang penyelenggaraan pendidikan moral sebab pada hadits pertama dijelaskan bahwa seseorang itu dapat dinilai dengan melihat budi pekertinya sedangkan hadits yang kedua menjelaskan tentang bagaimana menghadapi suatu kejahatan (kesalahan) itu harus dengan perbuatan yang baik dan dalam pergaulan dengan seama juga harus dengan perbuatan (akhlak) yang baik. 2. Tujuan Pendidikan Moral Agama Tujuan pendidikan moral agama tidak bisa lepas dari tujuan pendidikan nasional, seperti yang dicantumkan dalam keteapan MPR No. II/MPR/1983 tentang GarisGaris Besar Haluan Negara disebutkan bahwa: Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggungjawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.10 Tujuan dari pendidikan moral dapat juga diartikan agar setiap orang memiliki kepribadian, berbudi pekerti dan berperilaku yang baik yang sesuai dengan ajaran agama dan pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Pelaksanaan Pendidikan Moral Agama di Lingkungan Pendidikan Untuk mewujudkan tujuan pendidikan moral agama, yaitu agar setiap orang memiliki budi pekerti (akhlak) dan tingkah laku yang baik (tabiat) berdasarkan ajaran agama, maka pendidikan moral agama harus dilaksanakan di segala lingkungan pendidikan yang dikenal dengan Tripusat Pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. 1. Pendidikan Moral Agama di Lingkungan Keluarga Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah 10
9
Ibid, hal. 7.
Ketetapan MPR RI No: II/MPR/1983 Tentang GBHN 1988-1993, (Surabaya: Apollo, 1988), hal. 61.
Soim, Pendidikan Moral Agama Dalam Konsepsi 2011 Desember 20
anak pertama kali mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Peran keluarga di sini sangatlah penting, terutama orang tua dalam membina kepribadian anak. Oleh karena itu hendaknya orang tua tahu cara mendidik yang baik, mengingat pendidikan nilai-nilai moral yang diterima anak sebagian besar berasal dari keluarga. Nilai-nilai moral yang paling baik adalah yang terdapat dalam ajaran agama sehingga pendidikan moral tidak bisa lepas dari agama. Orang tua dalam menanamkan ajaran nilai-nilai moral ini kepada anak sebaiknya diberikan sedini mungkin dengan membiasakan anak untuk mentaati peraturanperaturan dan memberi mereka tauladan yang baik. Dengan demikian anak akan mendapatkan pengalaman langsung yang dapat mereka rasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui cara pembiasaan ini anak akan melaksanakan nilai-nilai moral tanpa ada paksaan dari luar tetapi timbul karena kesadaran dalam dirinya sendiri. 2. Pendidikan Moral Agama dalam Lingkungan Sekolah
Pendidikan moral agama yang ada di sekolah merupakan lanjutan dari pendidikan moral yang diperoleh seorang anak dari lingkungan keluarga. Sekolah selain sarana untuk mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan juga merupakan sarana untuk perngembangan mental dan moral anak. Ajaran tentang nilai-nilai moral agama di sekolah terdapat dalam mata pelajaran agama, mata pelajaran aqidah akhlak dan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang sekarang dikenal dengan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Selain itu ajaran tentang nilainilai moral bisa diambil dari mata pelajaran yang lainnya seperti mata pelajaran Bahasa Indonesia, Sejarah dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan pendidikan moral di sekolah ini Zakiyah Darajad berpendapat: Hendaknya segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran (baik guru, pegawai, buku, peraturan dan alat-alat) dapat membawa anak didik kepada pembinaan mental yang sehat, moral yang tinggi dan
Soim, Pendidikan Moral Agama Dalam Konsepsi 2011 Desember 21
pengembangan bakat. Sehingga anak itu dapat lega dan tenang dalam pertumbuhannya dan jiwanya tidak goncang. Kegoncangan jiwa dapat menyebabkan terpengaruh oleh tingkah laku yang kurang baik.11 3. Pendidikan Moral Agama di Lingkungan Masyarakat Lingkungan masyarakat merupakan sarana pembinaan moral disamping lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Sebab lingkungan masyarakat sangat mempengaruhi perkembangan perilaku anak. Ada dua pengaruh yang dapat mempengaruhi perilaku anak yaitu pengaruh yang bersifat positif dan negatif. Pengaruh yang positif bisa kita jumpai pada organisasi kemasyarakatan atau perkumpulan-perkumpulan. Sedangkan pengaruh yang negatif bisa dari media massa, buku-buku, tempat-tempat hiburan dan sebagainya. Lingkungan masyarakat sebaiknya dapat menciptakan suasana yang aman dan tenteram sehingga anggota masyarakat terjauh dari rasa
11
was-was dan gelisah yang menyebakan kegoncangan batin dalam diri anggota masyarakat. Akibat dari kegoncangan batin tersebut, terutama para remaja akan mencari suasana lain di luar lingkungan masyarakatnya yang dianggap lebih aman dan menyenangkan. Hal seperti ini sangat rentan akan pengaruh yang negatif. Dalam upaya melaksanakan pendidikan moral di masyarakat perlu adanya kerjasama yang baik antar seluruh anggota masyarakat baik pemerintah maupun tokoh masyarakat untuk berperan aktif dalam memberikan pembinaan dengan mengaktifkan kegiatankegiatan yang bersifat positif, seperti: kegiatan keagamaan/kegiatan sosial. Selain itu hendaknya masyarakat juga menyediakan sarana-sarana ataupun fasilitas umum yang dapat digunakan untuk menyalurkan bakat anak seperti sarana olahraga, kesenian, dan sebagainya. Sehingga waktu luang anak tidak berlalu begitu saja atau digunakan untuk melakukan hal-hal yang kurang baik sifatnya.
Zakiyah Darajad, Op. Cit., hal. 21.
Soim, Pendidikan Moral Agama Dalam Konsepsi 2011 Desember 22
B. MORALITAS REMAJA 1. Pengertian Remaja Secara etimologi pengertian remaja sudah dijelaskan di muka, namun perlu diperjelas lagi mengenai pengertian remaja. Remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, pada masa ini seorang anak mulai mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya secara cepat baik fisik maupun psikisnya.perubahan yang paling mencolok dalam dirinya adalah pertumbuhan fisik yang cepat dan emosi yang belum stabil, namun remaja juga punya keinginan yang kuat untuk memperluas pergaulannya dan mencoba sesuatu yang baru, seperti yang diungkapkan oleh Sumadi Suryabrata bahwa “masa remaja adalah masa untuk menemukan dirinya sendiri, meneliti sikap hidup yang lama dan mencoba-coba yang baru untuk menjadi pribadi yang dewasa”.12 Masa remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu masa remaja awal dan masa remaja akhir, namun belum ada kesepakatan yang jelas diantara para ahli mengenai batasan usia 12
129.
seorang remaja. Berikut ini adalah sebagian dari pendapat ahli mengenai usia remaja, diantaranya: Elizabeth B. Hurlock mengatakan bahwa awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 tahun atau 17 tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 tahun atau 17 tahun sampai 18 tahun yaitu usia matang secara hukum.13 Menurut Abin Syamsudin Makmun, rentangan masa remaja itu berlangsung dari sekitar 11-13 tahun sampai 1820 tahun menurut kalender kelahiran seseorang.14 Sedangkan menurut Zakiyah Darajad memberikan asumsi bahwa masa remaja dimulai pada puber pertama atau mulainya perubahan jasmani dari anak menjadi dewasa kirakira umur akhir 12 atau permulaan 13 tahun … pada umur 21 tahun diperkirakan telah terjadi kematangan dari segala segi.15
13
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1999), hal. 206. 14
Abin Syamsudin Makmun, Psikologi Kependidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), hal. 130. 15
Sumadi Surayabrata, Op.Cit, hal.
Zakiyah Daradjad, Op. Cit., hal.
23.
Soim, Pendidikan Moral Agama Dalam Konsepsi 2011 Desember 23
Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang anak dikatakan telah remaja bila ia telah berusia antara 13 sampai 21 tahun. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Remaja Seorang remaja dalam berperilaku dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam diri remaja dan faktor dari luar diri remaja. Pertama: faktor internal, yaitu faktor-faktor yang muncul akibat dari kondisi-kondisi dalam diri remaja, baik yang bersifat fisiologis maupun psikis. Faktor-faktor yang mucul dalam diri remaja yang bersifat fisiologis misalnya, kondisi kesehatan fisik, bentuk tubuh, atau panca indera yang kurang sempurna. Keadaan demikian ini bisa mempengaruhi pola perilaku remaja. Mungkin remaja akan ber perilaku pasif (minder, rendah diri) dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, bisa juga remaja melakukan penyimpangan perilaku untuk melampiaskan kegelisahannya atau mungkin sebaliknya remaja akan berperilaku yang baik dan lebih bersemangat melakukan hal-hal yang positif untuk
menunjukkan kelebihankelebihan yang ia miliki daripada kekurangannya. Sedangkan faktor-faktor yang bersifat psikis antara lain bakat, minat, motivasi, intelegensi dan kemampuan kognitifnya. Jika semua itu mendapat dukungan yang positif maka akan menumbuhkan perilaku yang baik, namun jika sebaliknya maka akan menumbuhkan perilaku yang kurang baik pada diri remaja. Secara psikologis jika ada kondisi dalam diri remaja kurang baik sifatnya maka besar kemungkinan perilaku remaja akan mengarah pada perilaku yang kurang baik. Kedua; faktor dari luar diri remaja, yaitu faktor-faktor yang muncul selain dari dalam diri remaja itu sendiri, yaitu faktor miliu atau lingkungan. Faktor lingkungan itu berupa lingkungan sosial dan juga lingkungan alam, lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan perilaku remaja. Jika remaja dibesarkan di lingkungan yang agamis dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral maka remaja akan tumbuh menjadi manusia yang berbudi pekerti dan berperilaku yang baik, namun jika
Soim, Pendidikan Moral Agama Dalam Konsepsi 2011 Desember 24
sebaliknya jika remaja dibesarkan di lingkungan yang kurang baik maka remaja akan tumbuh menjadi manusia yang tak berbudi pekerti dan berperilaku tidak baik. Sedangkan yang menyangkut lingkungan alam berupa keadaan cuaca/suhu udara, wilayah dan keadaan-keadaan alam lainnya. Keadaan semacam ini juga bisa mempengaruhi perilaku remaja karena setiap daerah/wilayah, masyarakatnya memiliki watak dan kebiasaan-kebiasaan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi alam wilayahnya. 3. Perilaku Remaja Membicarakan persoalan moral berarti kita moral berarti kita berbicara tentang baik buruknya suatu perbuatan atau tingkah laku seseorang menurut norma-norma yang berlku di masyarakat. Moral atau dalam agama Islam disebut dengan akhlak, merupakan cermin diri dari kepribadian seseorang yang keluar dari hati nuraninya. Bila kita kaitkan antara moral dan remaja cukup menarik untuk dibicarakan. Sebab, remaja berada dalam masa transisi yaitu masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. “Pada masa ini
mulai tumbuh dorongan untuk “mencari pedoman hidup”, mencari sesuatu yang dapat dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi dan dipujapuja. Pada masa inilah remaja mengalami kegoncangan 16 batin”. Pada masa pencarian ini remaja sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik masalah pribadi (fisik-psikhis) maupun masalah sosial, sebagaimana dijelaskan oleh Y. Bambang Mulyono sebagai berikut: …remaja sering menimbulkan masalah bagi dirinya dan pada masyarakat sekitarnya, sebab pribadinya belum terbentuk secara matang. Atau berada dalam masa pertentangan, masa puber-“strum and drang” dengan ciri-ciri sering dan mulai timbul sikap untuk menentang dan melawan terutama dengan orang-orang yang dekat…17 Sikap remaja yang mulai menentang dan melawan ini 16
Sumadi Suryabrata, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998), hal. 132. 17 Y. Bambang Mulyono, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hal. 16.
Soim, Pendidikan Moral Agama Dalam Konsepsi 2011 Desember 25
timbul akibat dorongan dalam diri remaja untuk mencoba halhal baru dan pengalaman hidup baru sehingga mereka mulai meninggalkan peraturanperatuan dari orang-orang sekitarnya yang dianggap mengekang kebebasannya. Tak jarang di antara mereka yang melakukan tindakan yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Sudah kita ketahui bagaimana kondisi remaja terutama dalam berperilaku. Dan untuk menanggulangi perilaku remaja yang mengarah pada perilaku negatif maka diperlukan adanya perhatian dan bimbingan dari orang tua, guru dan lingkungan sekitarnya. Salah satu bimbingan itu adalah dengan membekali mereka dengan pendidikan moral sedini mungkin karena dalam pendidikan moral ini hendaknya menjadikan masyarakat sebagai orang yang berkelakuan baik, memiliki sifat-sifat yang baik, berbudi pekerti, baik terhadap dirinya sendiri, orang lain maupun terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Yang dimaksud dengan perilaku remaja adalah tanggapan/reaksi remaja
terhadap rangsangan/lingkungan di sekitarnya. Remaja dalam berperilaku di kehidupannya memiliki ciri-ciri development yang khusus dibanding orang dewasa dan manula. Remaja memiliki ciri psikologis, sosial dan budayanya yang tersendiri yang meliputi ketidakstabilan emosi, mulai berkembangnya kemampuan intelektualnya, mulai berfungsinya organorgan seksual, mulai tergugahnya rasa sosial untuk bergabung dengan kelompok sosial lain, dan sebagainya. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, sangat mempengaruhi sikap dan perilakunya terutama dalam hal beragama. Dalam perkembangan beragama remaja masih mengalami pasang surut, kadang-kadang dalam menjalankan ajaran agamanya mereka melakukannya dengan semangat dan tekun namun kadang ia juga enggan atau malah meninggalkan-nya dan melakukan sesuatu yang dilarang agama. Akibat dari masa pertumbuhannya yang cepat dan masa pencarian identitas diri itulah remaja cenderung melakukan tindakan-tindakan
Soim, Pendidikan Moral Agama Dalam Konsepsi 2011 Desember 26
yang negatif (nakal), pada masa ini orang tua sagat penting dalam memberikan bimbingan, pengawasan dan perhatiannya dalam pembentukan mental dan sikap remaja. Sebab apabila hal ini dibiarkan, maka akan menimbulkan perilaku yang kurang baik pada diri remaja dan juga dapat menimbulkan masalah yang bisa merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Oleh karena itu remaja harus diberi pegangan hidup yang kuat yaitu agama sehingga tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang tidak baik sifatnya.
C. PROYEKSI PENDIDIKAN MORAL AGAMA PADA PERILAKU REMAJA Sudah kita ketahui bagaimana kondisi remaja seperti yang dinyatakan oleh banyak ahli, bahwa masa remaja adalah masa dimana kondisi kejiwaanya belum stabil sehingga sering terjadi kegoncangan dalam batinnya. Pada masa seperti ini remaja perlu pembinaan dan pendidikan moral agama yang baik. Sehingga dalam pembentukan sikap dan perilaku tidak mudah terpengaruh oleh halhal yang merugikan dirinya maupun orang lain. Pembinaan moral kepada remaja tidak bisa lepas dari agama, sebab ajaran tentang nilai-nilai moral yang baik, tidak berubahubah dan absolut adalah yang berasal dari agama, karena ajaran agamalah yang bisa mengendalikan perbuatan dan tingkah laku manusia dari perbuatan-perbuatan yang amoral dan agamalah yang bisa memberi ketenangan jiwa pada pemeluknya terutama remaja yang sedang mengalami kegoncangan jiwa, sebagaimana yang dijelaskan oleh Zakiyah Daradjat sebagai berikut: Nilai yang tetap dan tidak berubah adalah nilai-nilai agama, karena nilai agama itu absolut dan berlaku sepanjang zaman, tidak
Soim, Pendidikan Moral Agama Dalam Konsepsi 2011 Desember 27
dipengaruhi oleh waktu, tempat dan keadaan…. Orang yang kuat keyakinan beragamanyalah yang mampu mempertahankan nilainilai agama yang absolut itu dalam kehidupannya sehari-hari dan tidak akan terpengaruh oleh arus kemerosotan moral yang terjadi dalam masyarakat serta dapat mempertahankan ketenangan 18 jiwanya. Dengan demikian secara teoritis pengaruh pendidikan moral agama itu terhadap perilaku remaja cukup positif. Dalam arti pendidikan moral akan memberi kontribusi yang besar bagi pembentukan perilaku remaja yang baik (bermoral).
18
Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Yogyakarta: Bulan Bintang, 1993), hal 127
Soim, Pendidikan Moral Agama Dalam Konsepsi 2011 Desember 28