MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS DAN SIKAP POSITIF SISWA TERHADAP MATEMATIKA MELALUI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL SISWA KELAS VII MTs SURYA BUANA MALANG Oleh Anas Malik Program studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Lumajang
E-mail:
[email protected] ABSTRACT: Learning is a process of communication, necessary for effective implementation tools and the use of certain methods are more varied. Ideally in learning mathematics, teachers should use a specific method for the process of learning and logical thinking skills and positive attitudes towards mathematics students more optimal. Based on interviews and observations of teachers of mathematics in MTs Surya Buana Malang. The process of learning that teachers had only to transfer knowledge through books by noted and explained. Learning that teachers do not yet sought student-centered. Observing these problems, research on improving the ability to think logically and students' positive attitude towards mathematics through Realistic Mathematics Education (RME) is important to do. The experiment was conducted from October to December 2008 in MTs VIIB class Surya Buana Malang. This type of research is action research Classes (PTK) carried out in 2 cycles with a design based on the model of Kemmis and Taggart, including: the planning, implementation measures, observation / evaluation and reflection. This research aims to improve the ability of logical thinking and positive student attitudes toward mathematics through a Realistic Mathematics Education (RME) on Social Arithmetic materials. To know the process is carried out observations on the syntax of learning by teachers and students, while students logical thinking ability of mathematics known through students' cognitive abilities during the learning process takes place. In addition, to find out students' positive attitudes and perceptions towards the learning process through the Realistic Mathematics Education (RME) used scale test attitudes and perceptions questionnaire. Keywords: Logical Thinking, Positive Attitude, Realistic Mathematics Education (RME), Social Arithmetic. Pendahuluan Tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, dan efektif (Puskur, 2002). Di samping itu, siswa diharapkan dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika
76
Meningkatkan Kemampuan Berpikir.... 77 dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika. Hal senada juga diungkapkan Soedjadi (2004) bahwa pendidikan matematika memiliki dua tujuan besar yang meliputi: (1) tujuan yang bersifat formal yang memberi tekanan pada penataan nalar anak serta pembentukan pribadi anak, dan (2) tujuan yang bersifat material yang memberi tekanan pada penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika. Dari tujuan di atas terlihat bahwa matematika sangat penting untuk menumbuhkan penataan nalar atau kemampuan berpikir logis serta sikap positif siswa yang berguna dalam mempelajari ilmu pengetahuan maupun dalam penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum, Marpaung (2000) menuliskan bahwa salah satu masalah dalam pendidikan matematika adalah mengetahui bagaimana siswa mempelajari dan dapat menguasai konsep-konsep, aturan-aturan, prosedur, atau proses yang rumit dalam matematika. Dengan demikian, tidak cukup bahwa guru hanya dituntut untuk memahami materi matematika, tetapi harus juga memahami bagaimana siswa memahami materi matematika tersebut, termasuk memahami kemampuan berpikir logis siswa. Penelitian Blazely (Depdiknas, 2003) melaporkan bahwa pembelajaran di sekolah cenderung sangat teoretik dan tidak terkait dengan lingkungan anak berbeda. Akibatnya peserta didik tidak mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah guna memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, selama ini guru cenderung mengajarkan matematika secara simbolis/abstrak yang bertentangan dengan perkembangan kognitif siswa dan kurang memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar. Perhatian guru lebih terpusat kepada hasil belajar, sehingga kurang memperhatikan proses belajar siswa. Untuk mengejar target kurikulum, guru tidak memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Akibatnya guru yang aktif dalam pembalajaran, sedangkan siswa menjadi pendengar dan penerima informasi (pengetahuan) dari guru secara pasif. Sedangkan sebagai akibat pembelajaran yang terpusat kepada guru adalah siswa menjadi pasif, guru lebih mendominasi kegiatan pembelajaran, kemampuan dan minat siswa terhadap matematika tidak tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga mempengaruhi sikap siswa terhadap matematika yang pada akhirnya penguasaan siswa terhadap matematika menjadi rendah (Yurniwati, 1998: 56). Tentu saja, dalam hal ini, pengajaran matematika di berbagai jenjang pendidikan formal perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Para siswa sekolah menengah, termasuk MTs dituntut untuk menguasai pelajaran matematika yang ditandai dengan prestasi belajar . Menurut Hart (1984) terdapat korelasi yang signifikan antara sikap dan prestasi belajar matematika. Kurang dari 20% sikap dapat dianggap berasal prestasi belajar matematika. Sedang hasil penelitian Theresia (1987) terhadap siswa-siswa sekolah dasar negeri dikecamatan Krembangan Kota Madya Surabaya menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara sikap terhadap pelajaran matematika dengan prestasi belajar matematika. Sikap terhadap pelajaran matematika menjelaskan 6,25% prestasi belajar. Selain itu belajar matematika perlu banyak mengerjakan soal secara mandiri, kemampuan untuk menemukan rumus yang tepat dalam menyelesaikan soal dengan cara penyelesaian yang logis. Bagi mereka yang mempelajari matematika lebih lanjut, diperlukan kemampuan untuk menemukan rumus-rumus, teorema, sifat atau hukum, mengerti dan menemukan konsep-konsep baru. Di samping sebagai mata pelajaran dasar dan sarana berpikir ilmiah, matematika juga diperlukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis dan sikap positif.
78
JP3 Vol 1 N0 1, Maret 2011
Aritmetika sosial merupakan salah satu mata pelajaran matematika yang memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat biasa menerapkan dalam perdagangan dan perbankan. Namun kenyataan yang terjadi walaupun pokok bahasan tersebut sudah akrab dalam kehidupan siswa tetapi masih banyak siswa yang kurang memahami pokok bahasan tersebut. Sebagai contoh siswa sering sekali tidak bisa menentukan harga pembelian suatu barang jika harga penjualan dan presentase keuntungan diketahui. Pokok bahasan Aritmetika sosial dipilih karena dua alasan. Pertama berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa guru matematika di MTs Surya Buana Malang diperoleh informasi bahwa pokok bahasan Aritmetika sosial masih merupakan pokok bahasan yang sulit bagi siswa, terutama untuk pokok bahasan menentukan persentase bruto, netto, tara, pajak, bunga tunggal. Kelima pokok bahasan ini sering dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari. sehingga siswa cenderung bersikap negatif terhadap matematika khususnya aritmatika sosial, dengan demikian diperlukan kemampuan berpikir logis matematika dan sikap positif siswa terhadap matematika ditingkatkan. Mencermati berbagai permasalahan di atas, peneliti berupaya merancang pembelajaran yang dapat meningkatkan berpikir logis dan sikap positif siswa terhadap matematika. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan pembelajaran matematika realistik. Penerapan pembelajaran matematika realistik diharapkan dapat meningkatkan proses pembelajaran serta kemampuan berpikir logis dan sikap positif siswa terhadap matematika pada materi aritmatika sosial. Oleh karena itu, perubahan proses strategi pembelajaran matematika yang menyenangkan menjadi suatu prioritas. Pendekatan dan strategi pembelajaran matematika hendaklah diawali dari konkrit ke abstrak, dari sederhana ke kompleks, dan dari mudah ke sulit, dengan menggunakan berbagai sumber belajar. Hendaknya para siswa aktif dengan berbagai cara untuk mengkontruksi atau membangun sendiri pengetahuannya, Suatu rumus, konsep atau prinsip dalam matematika seyogyanya ditemukan sendiri oleh siswa di bawah bimbingan guru (guided re-invention) ), sehingga membuat mereka terbiasa melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu (Depdiknas, 2003: 4). Dengan demikian siswa mampu berpikir logis dan mau bersikap positif terhadap matematika. Untuk dapat mengantarkan siswa pada kegiatan berpikir logis siswa dibiasakan untuk selalu tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi dan memberikan ide-ide yang terstruktur secara logis dan nyata, siswa mampu memodifikasi dengan cepat memahami fakta dan definisi secara logis, siswa dapat mengetahui hubungan sebab dan akibat fakta sebelumnya. Oleh karena itu, penerapan pembelajaran matematika yang mengaitkan dengan pengalaman kehidupan nyata siswa sangat cocok untuk diterapkan. Hal ini sejalan dengan Hudoyo (2001:121 ) bahwa interaksi antara siswa dengan materi pelajaran dapat berlangsung bila materi itu sesuai dengan perkembangan intelektual siswa dan cocok dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa sehingga materi tersebut bermakna. Siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika ditunjukkan oleh perasaan tertarik terhadap matematika, kesediaan untuk mempelajari matematika, dan kesadaran terhadap kegunaan matematika. Perasaan tertarik pada matematika dapat menumbuhkan minat untuk mempelajari matematika. Kesediaan untuk mempelajari matematika merupakan sikap positif siswa terhadap matematika khususnya materi aritmatika sosial. Adanya perhatian yang besar terhadap matematika akan menimbulkan dorongan untuk mempelajari matematika lebih mendalam sehingga akan mudah menerima pelajaran matematika yang diberikan oleh guru. Hal ini akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Dengan demikian, untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis dan sikap positif terhadap matematika perlu diperhatikan agar penyampaian matematika dapat menyenangkan, mudah dipahami, tidak menakutkan, dan dapat di tunjukkan bahwa matematika banyak
Meningkatkan Kemampuan Berpikir.... 79 kegunaannya. Oleh karena itu, pembelajaran matematika realistik dipilih karena berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (kontekstual). Pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah Realistic Mathematics Education (RME). Pendekatan ini pertama kali dikembangkan di Belanda sekitar 30 tahun yang lalu. Pendekatan ini didasarkan pada konsep Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika merupakan aktivitas manusia (human activities). Ide utama RME selanjutnya pada penelitian ini RME diistilahkan dengan Pembelajara Matematika Reaistik adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan atau tanpa bimbingan orang dewasa (Gravemeijer 1994:4). Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan "realistik", yakni yang berkaitan dengan realitas atau situasi yang dapat dibayangkan siswa. Pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah-masalah kontekstual (contextual problems) sebagai titik awal dalam belajar matematika. Siswa diminta mengorganisasikan dan mengidentifikasikan aspek-aspek matematika yang terdapat pada masalah tersebut. Kepada para siswa juga diberikan kebebasan penuh untuk mendeskripsikan, menyederhanakan, menginterpretasikan dan menyelesaikan masalah kontekstual tersebut menurut cara mereka sendiri baik secara individu maupun kelompok, berdasarkan pengalaman atau pengetahuan awal yang telah mereka miliki. Kemudian dengan atau tanpa bantuan guru, para siswa diharapkan dapat menggunakan masalah kontekstual tersebut sebagai sumber munculnya konsep atau pengertian-pengertian matematika yang meningkat abstrak (Soedjadi, 2001: 3). Dengan pembelajaran matematika realistik, diharapkan aktivitas pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi terpusat pada siswa, bahkan terpusat pada pemecahan masalah kontekstual. Guru berfungsi sebagai pembimbing dalam menyeleksi dan mengarahkan berbagai konstribusi siswa melalui pemecahan masalah kontekstual yang diberikan di awal pembelajaan. Melalui pembelajaran matematika realistik, akan lebih mengakrabkan matematika dengan lingkungan siswa, melalui pengaitan konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika dengan pengalaman siswa sehari-hari, dapat menyebabkan siswa tidak mudah lupa terhadap konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika yang ia pelajari. Bahkan ia juga akan lebih mudah mengaplikasikan konsep atau prinsip matematika tersebut, untuk menyelesaikan soal maupun untuk menyelesaikan permasalahan hidup sehari-hari. Sedangkan Pembelajaran matematika realistik bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual, siswa aktif, guru berperan sebagai fasilitator, siswa bebas mengeluarkan idenya, siswa sharing ide-idenya, artinya mereka bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain. Guru membantu mereka membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang ide mana yang lebih baik buat mereka. Sebagai konsekuensinya pembelajaran matematika realistik dapat digunakan digunakan di kelas. Ruseffendi (2001) berpendapat bahwa untuk membudayakan berpikir logis serta bersikap kritis dan kreatif maka proses pembelajaran dapat dilakukan dengan pendekatan matematika realistik. Selanjutnya dikatakan, jika guru rajin memperhatikan lingkungan dan mengaitkan pembelajaran matematika dengan lingkungan, maka besar kemungkinan berpikir logis siswa itu akan tumbuh. Dengan demikian siswa menjadi subjek belajar yang aktif mengkonstruk atau membangun sendiri pemahaman konsep sehingga timbul suatu sikap yang positif terhadap materi matematika yang dipelajari siswa. Menurut Turmudi (2004), pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik sekurang-kurangnya telah mengubah minat siswa menjadi lebih positif dalam belajar matematika. Hal ini berarti bahwa pendekatan matematika realistik dapat mengakibatkan
80
JP3 Vol 1 N0 1, Maret 2011
adanya perubahan pandangan siswa terhadap matematika dari matematika yang menakutkan dan membosankan ke matematika yang menyenangkan sehingga keinginan untuk mempelajari matematika semakin besar. Oleh karena itu peneliti memilih pembelajaran matematika realistik untuk membantu siswa mengkonstruksi pengetahuannya tentang materi tersebut, sehingga melalui pembelajaran ini diharapkan dapat membantu untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis dan sikap positif siswa terhadap matematika dan mengarahkan siswa untuk memahami dan menguasai konsep aritmatika sosial dengan baik. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan data kualitatif yang datanya bersifat deskriptif. Peneliti bertindak sebagai instrumen utama dalam penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan kegiatan merencanakan, melaksanakan, menampilkan dan menganalisis, menarik simpulan, dan membuat laporan. Peneliti berusaha mendiskripsikan kemampuan berfikir logis dan sikap positif terhadap matematika melalui pembelajaran matematika realistik pada aritmatika sosial. Desain yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model Kemmis dan Taggart (dalam Depdiknas, 1999) yang berlangsung dalam 2 siklus. Alur kegiatan setiap siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu: rencana tindakan (plan), pelaksanaan tindakan (action), observasi atau evaluasi (observation/ evaluation), dan refleksi (reflection). Hasil Penelitian Penelitian ini difokuskan pada jawaban siswa tentang cara berpikir logis berdasarkan kelompok tinggi, sedang dan rendah, menganalisa hasil tes awal dan tes akhir, menganalisa respon siswa terhadap pembelajaran, dan tes skala sikap siswa terhadap pelajaran matematika. Pembelajaran yang dilakukan terdiri dari 2 siklus diadakan refleksi yang bertujuan untuk memperbaiki siklus selanjutnya berdasarkan temuan pada siklus sebelumnya. Hasil pada siklus pertama masih jauh dari yang diharapkan, karena siswa belum terbiasa dengan pendekatan ini, tetapi setelah siklus kedua pada umumnya sudah mulai ada perubahan pada diri siswa. Siswa sudah mulai termotivasi untuk menemukan jawaban permasalahan dan mau berdiskusi dengan siswa lainnya dan kemampuan berpikir logisnya dan sikap positif sudah mulai meningkat. Pembelajaran pendidikan matematika realistik pada materi Aritmatika Sosial dapat membantu siswa untuk meningkatkan dan membangun kerjasama di antara anggotanya yang memiliki kemampuan beragam. Usaha tersebut dapat meningkatkan keaktifan dalam belajar, serta dapat menciptakan suasana diskusi yang efektif. Selain itu, berdasarkan hasil observasi dan evaluasi siklus II, maka dapat dinyatakan bahwa kegiatan proses pembelajaran dengan pedidikan matematika realistik dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar. Peningkatan proses pembelajaran tersebut berdampak pada peningkatan kemampuan berpikir logis siswa sikap siswa dalam bekerjasama, sehingga berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Sebelum memasuki tahap pelaksanaan tindakan, hasil sharing peneliti dengan guru kolaborasi sepakat untuk terlebih dulu menetapkan kelompok diskusi antara 4-5 orang siswa yang anggotanya heterogen dalam hal kemampuan, jenis kelamin, kota asal dan suku. Pembagian kelompok tersebut didasarkan pada kemampuan awal siswa dari hasil nilai test awal. Berdasarkan hasil tes awal itu pula digunakan sebagai pedoman untuk menentukan fokus subjek penelitian dari kelompok diskusi. Daftar nama dan nilai test awal kelompok fokus subjek penelitian disajikan pada Tabel 1. berikut.
Meningkatkan Kemampuan Berpikir.... 81 Tabel 1. Daftar Nama dan Nilai Test Awal Subjek Penelitian Kel. I II IV II V III VI III
Nilai Test Awal 85 87 65 75 67 40 40 50
Kelompok Siswa Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah
Sumber: Nilai Test Awal Klas VII MTsN surya Buana Malang Keterangan: • Kelompok siswa berkemampuan rendah : 3 siswa • Kelompok siswa berkemampuan sedang : 3 siswa • Kelompok siswa berkemampuan tinggi : 2 siswa Perbandingan tentang peningkatan proses pembelajaran menggunakan pembelajaran matematika realistik pada siklus I dan siklus II dapat dilihat pada Tabel 2. berikut. Tabel 2. Perbandingan Proses Pembelajaran Siklus I dan Siklus II. Siklus
I Persentase Rata-rata II Persentase Rata-rata Peningkatan
Aktifitas Guru dan Siswa AG 62,5 (83%) 62,5 (83,3%) 62,5 (83,3%) 62,5 (83,3%) 0%
AS 58,25 (83%) 58,25 (83%) 65 (92,9%) 65 (92,9%) 9,6%
Kemampuan Bepikir Logis PD PR 21 (84%) 22,25 (89%) 21,6 (86,5%) 23 (94%) 24 (96%) 23,5 (95%) 7,5%
Data nilai akhir kemampuan kognitif siswa yang diperoleh selama proses pembelajaran siklus I dan II subjek penelitian dapat dilihat perbandingannya pada Tabel 3. berikut. No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tabel 3. Data Nilai Akhir (NA) Subjek Penelitian Siklus I dan Siklus II Kelompok Inisial Nilai Peningkatan Siswa Siklus I Siklus II I DK 95 100 5 II ZL 90 95 5 IV DD 85 95 10 II RH 80 95 15 V SD 85 95 10 III MN 65 75 10 VI SA 65 70 5 III YZ 75 90 15 Rata-rata 80,00 89,38 9,38
Perbandingan tentang skala sikap siswa terhadap pelajaran matematika pada tes awal dan tes akhir dapat dilihat pada Tabel 4. berikut.
82
JP3 Vol 1 N0 1, Maret 2011
Tabel 4. Perbandingan Tes Skala Sikap Siswa Terhadap Pelajaran Matematika Tes Awal dan Tes Akhir. Sikap Tes awal Tes Akhir Peningkatan
Sangat positif 7% 40% 33%
Positif 73% 60% -13%
Negatif 20% 0% -20%
Sangat Nagatif 0% 0% 0%
Berdasarkan format observasi yang telah diisi oleh observer pada setiap pertemuan diperoleh informasi bahwa siswa antusias selama mengikuti pembelajaran, yaitu siswa mau mengerjakan soal yang diberikan. Kemudian terungkap informasi bahwa terjadi interaksi antar siswa yaitu siswa mau berdiskusi dengan temannya atau bekerja secara berkelompok, terjadi interaksi antara siswa dengan guru, dan siswa yang mau menjelaskan strategi penyelesaian soal yang diberikan di depan teman-temannya. a. Siswa berdiskusi dengan temannya untuk menyelesaikan persoalan yang diberikan. b. Aktifitas siswa bekerja dan belajar sudah berjalan cukup efektif, dimana siswa telah dapat berdiskusi dan berkolaborasi dalam melakukan pembelajaran dengan menggunakan lembar kerja siswa (LKS). c. Perhatian siswa tidak terfokus pada guru, siswa sudah berani mengemukakan pendapat dan menyalahkan pendapat temannya yang tidak sesuai dengan pendapatnya. Suasana terlihat aktif dan siswa antusias menyelesaikan tugas-tugas yang ada di lembar kerja siswa (LKS). d. Siswa lebih berani mengajukan pernyataan dan menjawab pertanyaan guru e. Siswa berani untuk menjelaskan jawabannya di depan kelas. Pada dua pertemuan teakhir siswa berani menjelaskan jawabannya dan mulai berani adu agumentasi dengan temannya Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Penerapan pembelajaran dengan pendekatan realistik dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis dan sikap positif siswa terhadap matematika pada materi aritmatika sosial kelas VII MTs Surya Buana Malang. Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran, guru melaksanakan tes awal untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir logis siswa mengenai materi prasyarat yaitu materi Aritmatika Sosial tentang transaksi penjualan dan pembelian. Hasil nilai rata-rata yang baik terhadap materi prasyarat akan berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran Aritmatika Sosial tentang bruto, netto, tara, pajak, dan bunga tunggal. Selanjutnya, guru melaksanakan tes awal skala sikap siswa terhadap pelajaran matematika untuk mengetahui sikap siswa terhadap matematika sebelum di laksanakannya pembelajaran matematika realistik. Pada tahap inti yang dilaksanakan pada siklus I dan siklus II, siswa menunjukkan rasa percaya diri, mereka tampak akrab dan bekerja dengan teman sekelompoknya. Guru berusaha agar siswa dapat membentuk sendiri pengetahuan mereka melalui belajar kelompok. Guru juga kadang-kadang duduk semeja dengan siswa dalam memberikan bimbingan dalam kelompok. Dalam hal ini guru bertindak bukan sebagai pemberi ilmu, tetapi siswa sendirilah yang menemukan ilmu itu melalui bimbingan guru. Penggunaan LKS yang dimanfaatkan siswa pada tahap menyelesaikan masalah, membangun kemampuan berpikir logis siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya pada materi Aritmatika Sosial tentang bruto, netto, tara, pajak, dan bunga tunggal, dan memudahkan siswa untuk mengkomunikasi pemahamannya dalam
Meningkatkan Kemampuan Berpikir.... 83 diskusi dan presentasi kelompok. Dengan media LKS siswa lebih termotivasi untuk berpikir logis, meningkatkan partisipasi dan kerjasama antar siswa yang tergabung dalam kelompok. Pada diskusi kelompok, siswa saling bertanya kepada teman kelompoknya dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Apabila kelompok tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah yang muncul dari anggota kelompok, maka barulah siswa bertanya kepada guru. Pada pengerjaan LKS siklus I, banyak pertanyaan yang mengarah masalah teknis penulisan dan konsep. Dengan aktif bertanya, siswa dapat menggali informasi dalam menyelesaikan masalah. Sementara itu, presentasi yang dilakukan siswa terhadap hasil diskusinya di siklus I sudah cukup baik, dan mengalami peningkatan di siklus II. Hal ini tidak terlepas dari upaya guru menyiapkan format presentasi sebelumnya di papan tulis, sehingga siswa tidak kesulitan dalam memaparkan data hasil diskusinya. Pelaksanaan presentasi dan diskusi merupakan usaha guru menciptakan kondisi pembelajaran berpusat pada siswa. Pada penelitian ini, aktivitas siswa terlihat dalam pembelajaran yang telah dilaksanakan. Mulai dari tahap awal sampai tahap akhir pembelajaran, siswa mengajukan banyak pertanyaan. Aktivitas bertanya siswa yang paling menonjol terjadi pada saat diskusi kelompok dan presentasi hasil kelompok. Sedangkan kegiatan yang dilaksanakan pada tahap akhir adalah (a) guru bersama siswa membuat rangkuman, (b) guru memberi penekanan tentang konsep yang dipelajari, dan (c) guru memberi tes akhir tindakan. Pembelajaran matematika realistik melalui proses diskusi dan presentasi kelompok dalam diskusi kelas, kemampuan berpikir logis siswa setelah mengikuti pembelajaran tersebut meningkat. Hal ini dapat di tunjukkan melalui hasil observasi aktifitas siswa dan tes skala sikap siswa setelah mengikuti pembelajaran pada kategori sangat baik dan peneliti dalam pembelajaran pada kategori baik. Hasil angket menunjukkan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika realistik meningkat dengan kategori sangat positif. Sedangkan sikap siswa terhadap pelajaran matematika setelah dilakukan pembelajaran matematika realistik meningkat dengan kategori sangat positif. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh dalam penelitian ini, diajukan beberapa saran untuk dipertimbangkan. 1. Bagi guru yang berminat untuk menerapkan model pembelajaran dengan pendekatan realistik terhadap materi aritmatika sosial, sebaiknya menggunakan tiga tahapan pembelajaran yaitu, tahap awal, tahap inti, dan tahap akhir. 2. Untuk menanamkan konsep Aritmatika sosial di kelas VII MTs, sebaiknya guru memulai dengan masalah-masalah realistik dan melakukan aktivitas yang dipahami siswa. 3. Guru perlu menyiapkan sarana dan prasarana yang dikenali siswa, karena akan mempermudah siswa dalam memahami masalah. 4. Apabila akan melaksanakan pembelajaran secara kelompok, guru sebaiknya menempatkan siswa berdasarkan tingkat kemampuan yang heterogen. 5. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan kajian mendalam tentang penerapan model pembelajaran dengan pendekatan realistik pada materi lain dalam matematika.
84
JP3 Vol 1 N0 1, Maret 2011
DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), Jakarta: Depdiknas, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Mata Pelajaran Matematika SMP dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta. Depdiknas. Gravemeijer, K. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freudental Institute. Hart, Kathleen. 1984. Ratio and Proportion dalam Children’s Understanding of Mathematics: 11-16. 88-101. London: John Murray. Hudoyo, H, 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajarn Matematika. JICA Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang. Marpaung, Yansen. 2000. Trend Penelitian Matematika Abad 21. Makalah disajikan pada Lokakarya Penulisan Ilmiah di Prodi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA UNY Yogyakarta pada Tanggal 25 September 2000. Ruseffendi, E. T. 2001. Evaluasi Pembudayaan Berpikir Logis Serta Bersikap Kritis dan Kreatif Melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Makalah disampaikan Pada Lokakarya di Yogyakarta. Yogyakarta. Soedjadi, R. 2001. “Pemanfaatan Realitas dan Lingkungan dalam Pembelajaran Matematika.” Makalah disampaikan pada seminar Nasional di FMIPA UNESA tanggal 24 Pebruari 2001. Soedjadi, R. 2004. PMRI dan KBK dalam Era Otonomi Pendidikan. Buletin PMRI. Edisi III, Jan 2004. Bandung: KPPMT ITB Bandung. Turmudi. 2004. Pengembangan Materi Ajar Matematika Realistik di Sekolah Dasar. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pembelajaran Matematika Realistik Bagi Guru SD di Kota Bandung tgl. 7,13, dan 14 Agustus 2004 UPI Bandung. tidak diterbitkan Theresia, Maria, H. 1987. Hubungan Antara Sikap Dan Kebiasaan Belajar Matematika Dengan Prestasi Belajar Matematika Di Sekolah Dasar, Tesis Tidak di Publikasikan, Pasca Sarjana IKIP Malang. Yurniwati. 1998. Peningkatan Penguasaan Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Cacah dengan Menggunakan Praktek Pendidikan Sesuai Perkembangan. Jurnal Penelitian Pendidikan Dasar No. II : 65-77.