Rupinah, Peningkatan Prestasi Belajar Matematika...
91
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN MELALUI MODEL PIRAMIDA DI KELAS I SDN I WATUAGUNG KECAMATAN WATULIMO TRENGGALEK SEMESTER II TAHUN 2012/2013
Oleh: Rupinah SDN I Watuagung, Watulimo, Trenggalek
Abstrak: Tujuan penelitian tindakan ini dimaksudkan untuk mengetahui: (1) Model hitung piramida yang dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menghitung penjumlahan dan pengurangan; (2) Sikap siswa setelah diterapkan model hitung piramida dalam pelajaran penjumlahan dan pengurangan; (3) Ketercapaian ketuntasan belajar siswa setelah diterapkan model piramida dalam menyelesaikan soal penjumlahan dan pengurangan. Penelitian ini dilaksanakan di SDN I Watuagung Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek. Penelitian dilaksanakan pada bulan Pebruari sampai Maret 2013. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas I yang berjumlah 9 siswa. Berdasarkan seluruh uraian dan pengkajian dalam penelitian ini secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat hasil yang signifikan penggunaan Model Piramida Penjumlahan pada siswa kelas I SDN I Watuagung Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek. Sedangkan secara khusus dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Model Piramida dapat meningkatkan ketrampilan menghitung bilangan penjumlahan pada siswa kelas I SDN I Watuagung Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek. (2) Respon siswa sangat positif terhadap pembelaajran yang diberikan oleh guru terbukti dari dengan perolehan skor angket siklus I sebesar 1,58% dan siklus ke II sebesar 1,88%. Artinya siswa lebih mudah melaksanakan pembelajaran dengan metode yang doterapkan oleh guru. (3) Ketuntasan belajar siswa terus meningkat dari setiap siklusnya yaitu dari nilai rata-rata pada siswa sebelum siklus : 67,78 dengan ketuntasan 55,56% siklus I : 75,00 dengan ketuntasan 66,67% dan siklus II : 86,67 dengan ketuntasan 88,89%. Hal ini menandakan keberhasilan dalam meningkatkan prestasi belajar. Kata Kunci: Prestasi Belajar, Model Piramida, Matematika
Dalam Horby (2000), pendidikan merupakan (a) proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnnya dalam masyarakat dimana dia hidup, (b) proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh dan mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum. Belajar matematika harus banyak latihan dan tanya jawab, karena belajar dengan mengerjakan latihan itu lebih mudah diingat dan diresap, jika dibandingkan dengan
belajar yang hanya mendengarkan atau membaca. Perlu adanya pengembangan metode pembelajaran yang diharapkan dapat menumbuhkan motivasi peserta didik untuk berpikir aktif, sehingga kreativitas siswa akan meningkat. Kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru dan kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Pehkonen menggunakan definisi Bergstorn (ahli neurophysiologi) yang menyebutkan bahwa kreativitas merupakan kinerja (performance) seorang individu yang menghasilkan sesuatu yang baru dan tidak terduga. Dengan adanya 91
92
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 4, NO. 3, DESEMBER 2015
kreativitas siswa diharapkan siswa dapat memahami materi bangun datar. Menurut kamus psykologi kata pemahaman berasal dari kata “insight” yang mempunyai arti wawasan, pengertian pengetahuan yang mendalam jadi arti dari insight adalah suatu pemahaman atau penilaian yang beralasan mengenai reaksi–reaksi pengetahuan atau kecerdasan. (Winkel, 1983) Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang harus dipelajari oleh para siswa. Tujuan pembelajaran berhitung sebagaimana termuat dalam kurikulum matematika bahwa pembelajaran berhitung ditujukan pada pengembangan kemampuan berfikir logis, praktis dan efisiensi, karena tujuan ini sesuai dengan kebutuhan di era global. Untuk itu siswa pada tingkat Sekolah Dasar diharapkan mampu atau menguasai dua kemampuan dasar menghitung secara pasti yaitu penjumlahan dan pengurangan, sehingga dengan ditunjang kemampuan dan pengusaan penjumlahan dan pengurangan ini bisa menjawab tantangan yang dihadapi di kelas yang lebih tinggi. Di kelas atas siswa dituntut harus mampu menguasai operasi hitung hingga bernilai jutaan bahkan lebih dari itu. (Hudojo, 1990) Namun hasil pembelajaran berhitung pada umumnya, masih sangat jauh dari harapan khususnya pada kemampuan penjumlahan dan pengurangan. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor penghambat, diantarannya: (a) Guru belum menyajikan pembelajaran berhitung secara integratif; (b) Pembelajaran dilakukan oleh guru kurang variatif, menyebabkan siswa kurang termotivasi; (c) Kurang adanya kebiasaan siswa untuk menggunakan teknik penjumlahan/pengurangan jika sedang bermain; (d) Kurangnya partisipasi orang tua pada saat anak belajar
dirumah; (e) Sebagian besar/kebanyakan guru telah berasumsi bahwa yang penting adalah kelas I dapat menghitung dengan benar; (f) Buku pelajaran yang dipakai, baik paket maupun penunjang nampak kurang dapat mengembangkan ketrampilan menghitung. Untuk dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam penjumlahan dan pengurangan maka peneliti menerapkan model hitung piramida dalam pembelajaran matematika. Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode belajar hitung piramida antara lain: (a) Membuat rencana pembelajaran sesuai dengan tema yang diajarkan; (b) Membuat media pembelajaran (model piramida); (c) Membuat aturan pengisian kotak jawaban; (d) Pelaksanaan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada siswa Kelas I SDN I Watuagung Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek Tahun Pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 9 siswa. Proses pengumpulan data pada penelitian ini diawali dengan proses eksperimen dan diakhiri test untuk mengumpulkan data tentang prestasi belajar siswa. Analisa data statistik yang digunakan untuk menganalisis data berwujud angka (data kuantitatif). HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Refleksi Awal Refleksi awal penelitian ini diambil dari hasil kajian analisis evaluasi ulangan harian belajar siswa yang hanya mencapai ketuntasan sebesar 66,67%. Kajian lain diperoleh dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti melalui instrument monitoring aktivitas belajar di kelas, yang menunjukkan
Rupinah, Peningkatan Prestasi Belajar Matematika...
aktivitas belajar yang tidak aktif dan kondusif. Guru masih menggunakan metode konvensional yang bersifat traksional, yaitu hanya memindahkan ilmu kepada siswa tanpa melibatkan siswa dalam menemukan dan mengkonstruksi pengetahuannya. Guru belum mampu menciptakan metode pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan bagi siswa. Untuk itu diperlukan metode pembelajaran lain yang mampu menyelesaikan permasalahan pembelajaran di Kelas I SDN I Watuagung.
93
permainan Peran observer disini adalah sebagai pemegang kunci jawaban yang menentukan bahwa jawaban seorang siswa itu benar atau salah. Jika seseorang pemain menjawab benar maka ia berhak untuk mengerjakan soal berikutnya atau mengulang jika dan menjawab salah. Observer mempunyai kesempatan untuk bermain menggantikan peran temannya yang sudah mengerjakan dengan benar pada pertemuan berikutnya. Permainan ini berlangsung dalam dua babak secara bergantian sehingga para pemain mempuyai kesempatan untuk menjadi penanya dan penjawab. Masing-masing penanya pada siklus I ini membawa daftar pertanyaan sedangkan penjawabnya memegang daftar jawaban. Dan pemegang kunci jawaban adalah guru.
Perencanaan Langkah-langkah yang ditempuh pada tahap ini antara lain: (a) Membuat rencana pembelajaran sesuai dengan tema yang berlaku pada saat ini; (b) Membuat media pembelajaran (model Piramida); (c) Membuat aturan pengisian kotak jawaban; (d) Menyusun format observasi; (e) Menyusun format penilaian; (f) Menyusun jadwal penelitian.
Pengamatan Pada setiap pertemuan, kolaborator penelitian mengisikan laporan rekaman, catatan record yang mencatat setiap kegiatan yang dilakukan secara menyeluruh mengenai keaktifan, keberanian, kemandirian serta keberhasilan di dalam melakukan permainan pada siklus I didapat hasil seperti berikut : untuk aktivitas guru mendapatkan penilaian sebesar 57,50% sedangkan untuk aktivitas siswa pada siklus I mendapatkan penilaian sebesar 57,50%. Selain proses record, peneliti dibantu kolaborator, yang juga membuat catatan lapangan, Pada siklus I ini, dari catatan lapangan selama 2 pertemuan ditemukan kelemahan-kelemahan sebagai berikut, banyak kelompok yang menyebabkan kelas menjadi gaduh dan permainan sulit untuk di kontrol, sebagian besar siswa masih bingung, pemahaman terhadap penjumlahan kurang, siswa mulai terjebak oleh permainan itu sendiri, pemahaman terhadap penjumlahan kurang,
Pelaksanaan Pada menit-menit awal, tahap pemaparan peneliti melakukan tanya jawab dengan siswa, mengecek pemahaman siswa tentang sub tema yang akan diajarkan pada saat itu sedang mereka pelajari di rumah dan dilanjutkan memperkenalkan kata tanya dan fungsinya yang nantinya akan dipakai dalam bertanya jawab pada permainan piramida. Kemudian peneliti memberikan pertanyaan dengan penjumlahan yang telah diberikan untuk mengecek apakah siswa sudah memahami penggunaan penjumlahan yang telah mereka pelajari dan begitu juga jawabanya. Selanjutnya pada tahap praktik peneliti membentuk kelompok yang terdiri dari 1 orang siswa per kelompok ditambah dengan 1 orang observer sebagai pemantau
93
94
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 4, NO. 3, DESEMBER 2015
sehingga akan dapat terjadi mis komunikasi, peran observer kurang bisa maksimal, muncul rasa bosan karena kurang bervariasinya pertanyaan, permainan mulai berjalan efektif dan lancar. Untuk megetahui keterandalan metode ini peneliti memberikan tes evaluasi pada akhir siklus I. Dari data penilaian siklus I di atas dapat diketahui rata-rata siswa mengalami peningkatan di sklus I dengan perolehan ratarata sebesar 75,00 dengan ketuntasan belajar 66,67% sedangkan untuk nilai rata-rata sebelum siklus hanya sebesar 67,78 dengan ketuntasan 55,56%. Untuk memaksimalkan hasil penelitian maka perlu dilanjutkan pada pemebelajaran siklus berikutnya. Refleksi Dari hasil refleksi yang diperoleh di lapangan selama siklus I adalah sebagai berikut. Pada awal pelaksanaan siklus, siswa sangat antusias melakukan permainan piramida. Mereka tanpa terasa telah belajar dengan melakukan permainan. Suasana kelas hidup, tetapi kelas sangat gaduh pemain tidak bisa mendengar pertanyaan yang diberikan oleh pasangannya. Peneliti dan kolaborator sangat kesulitan mengontrol permainan yang terdiri dari kelompok sehingga dikhawatirkan akan mengganggu kelas lainnya, apalagi sebagian besar siswa lebih banyak menggunakan jari dalam melakukan hitungan. Untuk itu peneliti mencoba memindahkan lokasi permainan ke tempat yang lebih luas lagi yakni halaman sekolah, sehingga siswa dapat melakukan permainan dengan lebih efektif, tidak menganggu satu sama lain. Peneliti juga memberi contoh menggunakan piramida dalam permaianan serta menyarankan siswa untuk memulai menggunakan piramida dalam melakukan
permainan selanjutnya. Aturan pennainan juga perlu dijelaskan lagi agar permainan selanjutnya dapat berjalan dengan tertib dan lancar. Pada pertemuan kedua dalam siklus I permainan sudah dilakukan di tempat yang luas sehingga efektivitas tanya jawab antar siswa semakin baik, tetapi ketika siswa sudah bermain 2 kali mereka cenderung hanya melakukan permainan saja tanpa menggunakan tanya jawab yang seharusnya mereka lakukan sehingga permainan menjadi melenceng dari tujuan, untuk itu peneliti menambah dengan pertanyaan yang berbeda untuk menghindari kejenuhan untuk membantu siswa dalam menjawab pertanyaan agar tidak terjadi mis komunikasi pada pertemuan selanjutnya, siswa perlu diberikan pemahaman terhadap penjumlahannya. Rasa bosan yang muncul karena pertanyaan yang kurang bervariasi perlu diatasi dengan memberikan pertanyaan yang berbeda pada pergantian soal. Ketika mereka menghitung mereka sudah mengatakan: “satu, dua, tiga dan seterusnya”, dan pada waktu giliran temannya ia sudah mulai mengatakan sekarang giliranmu” dan saat temannya berfikir untuk menjawab, dia mengatakan “hitung” ketika temannya menemukan kebingungan mereka mengatakan “mengulang”, ketika temannya bisa menjawab mereka mengatakan “silakan koreksi lagi” atau mereka mengatakan “ayo teruskan” jika temannya bisa menjawab pertanyaan. Pada umumnya ada rasa senang pada siswa dengan belajar melalui model piramida penjumlahan, tetapi sebagian ada siswa yang merasa bosan khususnya mereka yang sudah pandai. Mereka dengan cepat bertanya dan menjawab sehingga permainan itu
Rupinah, Peningkatan Prestasi Belajar Matematika...
menjadikannya istimewa.
bukan
suatu
hal
yang
95
benar atau salah. Jika seseorang pemain menjawab benar maka ia berhak untuk mengerjakan soal berikutnya atau mengulang jika dan menjawab salah. Observer mempunyai kesempatan untuk bermain menggantikan peran temannya yang sudah mengerjakan dengan benar pada pertemuan berikutnya. Permainan ini berlangsung dalam dua babak secara bergantian sehingga para pemain mempuyai kesempatan untuk menjadi penanya dan penjawab. Masing-masing penanya pada siklus II ini membawa daftar pertanyaan sedangkan penjawabnya memegang daftar jawaban. Dan pemegang kunci jawaban adalah guru.
Siklus II Perencanaan Siklus II terdiri dari 2 pertemuan dan tiap pertemuan berlangsung selama 2 jam (60 menit). Sedangkan menginjak pada siklus II ini peneliti menggunakan pendekatan komunikatif dengan dikte melalui cerdas cermat. Langkah-langkah yang ditempuh pada perencanaan siklus II adalah: (a) Membuat rencana pembelajaran yang terintegrasi; (b) Memberikan aturan waktu; (c) Menyiapkan media pembelajaran; (d) Melatih siswa berfikir cepat; (e) Menyusun jadwal penelitian.
Pengamatan Dalam perjalanannya pelaksanaan siklus II ini tidak mendapat hambatan yang berarti. Dari hasil pengamatan sudah tidak ditemukan siswa yang mengalami kesulitan dalam menyusun menyebarkan bilangan penjumlah. Siswa mampu menemukan angka yang tepat untuk melengkapi pasangan pengurangan mereka. Secara umum siswa dapat melakukan pengurangan dengan lancar dan gembira. Untuk aktivitas guru mendapatkan penilaian sebesar 71,25% Sedangkan untuk aktivitas siswa pada siklus II mendapatkan penilaian sebesar 70,00%. Dari hasil penilaian pada siklus ke II diatas dapata diketahui nilai rata-rata pada siklus ke II sebesar 86,67 dengan ketuntasan belajar 88,89% hasil ini lebih baik dibandingkan dengan nilai pada siklus ke I yaitu sebesar 75,00 dengan ketuntasan 66,67.
Pelaksanaan Pelajaran tanya jawab diberikan pada 30 menit dibagian awal dan 15 menit selanjutnya siswa diberikan latihan mengerjakan soal. Pada menit-menit awal, tahap pemaparan peneliti melakukan tanya jawab dengan siswa, mengecek pemahaman siswa tentang sub tema yang akan diajarkan pada saat itu telah mereka pelajari di rumah dan dilanjutkan memperkenalkan kata tanya dan fungsinya yang nantinya akan dipakai dalam bertanya jawab pada permainan piramida. Kemudian peneliti memberikan pertanyaan dengan pengurangan yang telah diberikan untuk mengecek apakah siswa sudah memahami penggunaan pengurangan yang telah mereka pelajari dan begitu juga jawabanya. Selanjutnya pada tahap praktik peneliti membentuk kelompok yang terdiri dari 1 orang siswa per kelompok ditambah dengan 1 orang observer sebagai pemantau permainan Peran observer disini adalah sebagai pemegang kunci jawaban yang menentukan bahwa jawaban seorang siswa itu
Refleksi Refleksi dari hasil pengamatan yang dilakukan pada siklus II ini pada umumnya pembelajaran melalui model piramida pengurangan sudah berjalan lancar. Hal ini
95
96
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 4, NO. 3, DESEMBER 2015
tampak dari tingkat prosesntase ketuntasan belajar siswa yang mencapai 88,89%. Dengan tercapainya ketuntasan belajar ini maka penelitian ini berakhir pada siklus II. Interpretasi Data Dari hasil data di atas motivasi belajar siswa (hasil tes belajar) dengan menggunakan metode diskusi menunjukkan motivasi belajar yang meningkat dari setiap siklusnya dapat diketahui bahwa nilai rata-
86.6788.89
90.00 80.00
75.00 67.78
66.67
70.00
60.00
rata pada siswa sebelum siklus: 67,78 dengan ketuntasan 55,56% siklus I: 75,00 dengan ketuntasan 66,67% dan siklus II: 86,67 dengan ketuntasan 88,89%. Hal ini menandakan keberhasilan dalam meningkatkan prestasi belajar siswa maka penelitian ini merupakan penelitian yang berhasil. Untuk dapat lebih jelasnya dalam peningkatan prestasi belajar ini peneliti sajikan dalam bentuk Gambar 1 sebagai berikut.
55.56
50.00
NILAI RATA-RATA
40.00
%KETUNTASAN
30.00 20.00 10.00 0.00 SEB. SIKLUS
SIKLUS I
SIKLUS II
Gambar 1 Peningkatan Hasil Belajar Siswa Setiap Siklus Aktivitas kegiatan belajar siswa juga mengalami peningkatan. Dapat dilihat pada aktivitas belajar yang meningkat setiap siklusnya. Dari siklus I 57,50% dan pada siklus II mencapai 70,00%. Sedangkan aktivitas kegiatan guru dalam juga mengalami peningkatan. Dari siklus I 57,50% dan pada siklus II mencapai 71,25%. Berikut penulis sajikan dalam diagram grafik perbandingan aktivitas guru dengan aktivitas siswa setiap siklusnya. Untuk hasil angket yang diberikan oleh peneliti siswa memberikan respon yang
sangat positif pada siklus I dengan perolehan skor sebesar 1,58% dan siklus ke II sebesar 1,88%. Artinya siswa lebih mudah melaksanakan pembelajaran dengan metode yang diterapkan oleh guru. PENUTUP Kesimpulan Model Piramida dapat meningkatkan ketrampilan menghitung bilangan penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I SDN I Watuagung Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek. Respon siswa sangat
Rupinah, Peningkatan Prestasi Belajar Matematika...
positif terhadap pembelajaran yang diberikan oleh guru terbukti dari dengan perolehan skor angket pada siklus I sebesar 1,58% dan meningkat pada siklus ke II sebesar 1,88%. Artinya siswa lebih mudah melaksanakan pembelajaran dengan metode yang doterapkan oleh guru. Ketuntasan belajar siswa terus meningkat dari setiap siklusnya yaitu dari nilai rata-rata pada siswa sebelum siklus: 67,78 dengan ketuntasan 55,56% siklus I: 75,00 dengan ketuntasan 66,67% dan siklus II: 86,67 dengan ketuntasan 88,89%. Hal ini menandakan keberhasilan dalam meningkatkan prestasi belajar siswa
maka penelitian ini merupakan penelitian yang berhasil. Saran Salah satu upaya peningkatan kualitas pendidikan yaitu mengubah paradigma pendidikan di SD dari pembelajaran yang berpusat pada guru (Teaching Centered) ke pembelajaran pada siswa (Student Centered). Menuntut agar guru lebih kreatif dalam mengembangkan pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa dapat berkreasi melalui kegiatan-kegiatan nyata yang menyenangkan dan mampu mengembangkan potensi siswa secara optimal.
71.25 70.00
80.00 70.00
97
57.50 57.50
60.00 50.00
AKTIVITAS GURU
40.00
AKTIVITAS SISWA
30.00 20.00 10.00 0.00 SIKLUS I
SIKLUS II
Gambar 2 Perbandingan Aktivitas Guru dan Siswa Setiap Siklus DAFTAR RUJUKAN Hadi, Sutrisno. 1984. Metodologi Research: Untuk Penulisan Paper, Skripsi, Thesis dan Disertasi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Hudojo, Herman. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang. Winkel W.S 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia
Horby, A.S. 2000. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Oxford, New York: Oxford University Press.
Winkel. 1989. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia
97
98
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 4, NO. 3, DESEMBER 2015