NOTULENSI FGD RAPOTIVI PARAMADINA, 19 DESEMBER 2014
PESERTA
: TERLAMPIR DI FORM REGISTRASI
WAKTU
: 14.00 / 19 DESEMBER 2014
TEMPAT
: RUANG GRADANA, UNIVERSITAS PARAMADINA.
14.09 Pembukaan oleh Roy & Vivin. Semua isu yang kita geluti ada di media. Tapi kia tidak terlibat di dalam pengelolaan media tersebut. Forum ini bertujuan untuk membahas apa saja permasalahan tv dari pandangan publik/berbagai komunitas. Apakah yang paling mengganggu dari televisi? Bulan (ParMagz)
: permasalahan publik punya pandangannya sendiri, “kesukaan saya” dan
ada masalah di nilai-nilai pendidikan dari televisi. Tayangan yang juga kita konsumsi, untuk anakanak misalnya, tidak berimbang. Dian
: saya memikirkan implikasi dari efek tayangan buruk dan tidak bermanfaat.
Misalnya orang akan beralih ke YouTube atau tv kabel seolah-olah kita tidak punya pilihan selain mematikan tayangan buruk. Belum lagi efek langsung seperti contohnya tayangan smackdown. Tayangan tv begitu buruk ingat. Boim
: dari perspektif politik, tidak masalah bahwa media berkubu (seperti pada
pemilu). Tapi media politik tidak ngomong langsung, jadi publik akan bingung dan cenderung melihat abu-abu. Ini penting untuk pencerdasan dan penyaringan isi berita oleh publik/masyarakat. Dari segi konten, media-media di Indonesia tidak jelas apa. Harapannya ada regulasi yang mengatur konten (semacam jam pengaturan untuk 24 jam). Cross check berita politik juga bermasalah (agenda setting menjadi agenda building). : di tv, juga tidak ada literasi media, baik dari merekanya (tv) atau pemerintah. Tapi iklan pun membosankan. Yang perlu diliterasi media adalah anak-anak hingga generasi muda. TV sekarang menjadi industri, rating menjadi patokan. Jadi walau ada teguran, tapi jika masyarakat suka tidak bisa segampang itu mengikutinya.
Boim
: di tv yang menjelma menjadi indusri, kadang tayangan mengikuti pasar.
Tidak bisa memaksa masyarakat. SuaraKita
: isu-isu LGBT dan olok-olokan ke masyarakat seperti kami itu jelas
mengganggu. Bukan hanya televisi, tapi pelaku medianya (artisnya). Harusnya ada etika di televisi, ada etika dalam menghibur. Pelecehan malah jadi bahan tertawaan. Rancha
: Televisi itu sendiri tidak bisa samakan dengan media lain seperti majalah
lain atau koran. Karena televisilah yang mendatangi rumah kita. Kita akan selalu terpapar televisi. Media televisi adalah frekuensi publik, jadi walaupun ia berkubu harusnya itu tetap salah. Kecuali itu di media cetak. Kita berhak intervensi atas segala tayangan publik. Kita juga harus tahu bagaimana cetak biru penyiaran; Eropa (publik) atau Amerika (pasar)? Isu minoritas pasti akan tercover kalau orientasi televisi pada rating, tapi publik. Apalagi metode rating Nielsen itu tidak representatif (hanya 10 kota besar di Indonesia). 14.39 Roy memberikan arah mengenai garis besar masalah di televisi (MEDIA, MASYARAKAT, DAN DEMOKRASI) 1. Konten 2. Infrastruktur egulasi dan regulator 3. Infrastruktur bisnis (rating, Nielsen) 4. Publik belum melek (literasi media rendah, orangtua yang tidak tanggap) Problemnya bagaimana nilai-nilai kapitalistik mengintervensi media yang harusnya menjadi masalah dan menghambat demokrasi. Argumen media untuk publik: Media memiliki keistimewaan untuk menyiarkan berbagai isu, oleh karena itu, mereka harus membayar kepada publik atas keistimewaannya. Tapi sekarang? Konten yang tidak berkualitas dan cenderung merugikan. Praktik jurnalisme yang buruk. Hak publik untuk informasi yang berguna terampas. Regulator? KPI lemah. UU Penyiaran melemahkan KPI. Ada dualisme antara KPI dan KEMINFO. Rancha : UU Penyiaran setahu saya “KPI bersama pemerintah memegang izin siaran” akhirnya makin melemahkan dari permen-permen yang ada. Apalagi isi “izin siaran diberikan KEMINFO dari rekomendasi KPI”
Infrastruktur bisnis? Hanya ada satu lembaga yang memonopoli rating ini. Metodologi mereka bermasalah. Atmosfer kerja di media juga tidak sehat (pelarangan serikat reporter/jurnalis) Permasalahan media dari publik yang belum melek? Media punya mitos sejak era kemerdekaan (TV digunakan oleh Soekarno untuk menyebar semangat nasionalisme) – media selalu benar. Publik tidak sadar akan haknya (KPI, frekuensi, konten, pendampingan anak). Relasi warga negara dan pemerintah juga tidak berjalan karena media menjadikan penonton hanya sebatas konsumen 14.53 Pengenalan Rapotivi (Roy) Platform pengaduan yang lebih baik dari KPI. Platform KPI tidak menjamin akan ditindak. Ada jaminan dari rapotivi yang ingin diberikan oleh kami. Rapotivi juga ingin mengganggung privat (rating tandingan) dan membuat materi literasi. Tujuan politis dari Rapotivi ini menyadarkan publik bahwa ada masalah di UU dan KPI sendiri. Mangap
: 40% anak muda pasti nonton tv. Kendalanya ada di basis internet. Coba
dimaksimalkan lagi untuk promo. Boim
: ini kan mengajak nonton tv, tapi bagaimana mengajak orang nonton tv ketika
sudah jadi rahasia umum bahwa tayangan kita jelek? Jadi, akan lebih baik jika diprioritaskan siapa audiens dari aplikasi ini. Lebih efektif: Ibu rumah tangga. (UMN)
: tidak masalah kelas menengah ke atas, tapi harus ada persepsi yang sama di antara
dua kelas ini. Ada apps dan website. Untuk ke depannya akan ada fitur SMS dan telfon. Roy
: bias kelas harus dihindarkan.Ada apps dan website. Untuk ke depannya akan ada
fitur SMS dan telfon. Desma
: dari Change.org, ada trend (di 2014) tanggapan masyarakat yang memprotes
tayangan tv. Contohnya seperti YKS. : materi literasinya kenapa komik? Yang menarik lainnya seperti infografis. Apa di aplikasinya juga ada platform saran? Davei
: Ada permainan uang berkaitan dengan rating dan lembaga sensor. Harusnya ada
materi lebih detil tentang konten-konten yang dibutuhkan masyarakat di dalam aplikasinya. 15.41 Vivin memulai presentasi Rapotivi
Rapotivi adalah instrumen kampanye dari Remotivi (sebuah perkumpulan yang peduli pada isu TV dan mengadvokasikannya). Program ini disponsori oleh Cipta Media Seluler. Rapotivi adalah upaya eksperimental dalam mencari solusi atas tayangan televisi yang buruk. Karena dasar pembuatan Rapotivi adalah keluhan publik atas tayangan tv buruk. Harapannya (tujuan): aplikasi ini publik akan lebih kritis terhadap tayangan tv. Aplikasi ini pun bagian dari literasimedia. Publik akan lebih melek tidak hanya televisi dengan tayangan buruk, tapi lama kelamaan akan menuntut regulator. Publik Rapotivi KPI Rapotivi publik (mekanismenya siklis dan pengguna akan terus mendapat update). Apa tindak lanjut kepada KPI? Verifikikasi dan advokasi. KPI tidak punya alasan untuk tidak bekerja atau menindaklanjuti. Jadi publik tidak ditinggalkan begitu saja. 15.49 Vivin menjelaskan teknis aplikasi (fitur dan kampanye Rapotivi) Boim
: review acara? Agar masyarakat tahu mengenai acaranya
Vivin
: dari awal ini untuk pencerdasan publik, jadi review acara tidak menjadi patokan.
Rancha
: dari saya ada dua poin mengenai Rapotivi ini Ide pernyataan akan untuk siapa aplikasi ini penting (target market). Ini apps
untuk android. Ini bukan masalah ekonomi, tapi adalah orang yang punya pilihan (alternatif dari tayangan tv buruk). Khawatirnya aplikasi ini jadi tidak tepat sasaran. Teknis ada masalah di mekanisme pengenalan P3SPS. Opsi-opsi yang terlalu banyak akan mengganggu simplisitas pada smartphone. Bagi saya ini masih bisa disederhanakan, takutnya orang ribet dan jadi malas menggunakan aplikasi. Pamflet
: bagaimana kalau konten acaranya main aman? Seperti acara joget dan tersanjung
yang kategorinya tidak tercover oleh P3SPS maupun orang tidak tahu mengenai P3SPS (opsinya dibikin cair dan tidak kaku). Vivin
: kalau melihat trend kelas menengah sudah mulai ada concern soal isu tayangan
televisi yang buruk melalui platform mudah, yang disukai kelas menengah ke atas melalui clictivism. Contohnya saja di Change.org. Memang pengguna android sepertinya minim interaksi dengan televisi. Tapi pasti ada. Belum lagi, TV tidak akan mungkin berhenti di satu tayangan buruk ke tayangan buruk lainnya. Banyak yang sudah protes soal tayangan tv. Platform dari aplikasi ini sebenarnya mendorong untuk reaksi tersebut.
Awalnya memang ingin dibuat sederhana. Tapi pengalaman sebelumnya dengan form KPI, laporan menjadi (seringnya) suka asal-asalan). Belum lagi yang dilaporkan jika opsinya terlalu cair, ini menjadi masalah selera dan benar orang akan ribet; tapi kami mengambil risiko itu untuk mengayomi kepentingan publik. Soal televisi main aman; membuat orang yang tidak tahu regulasinya dibuat tahu. Sebenarnya di P3SPS banyak celah untuk menjatuhkan masalah tayangan tv buruk. Boim
: dari diskusi sebelumnya, pada intinya memang mengajak orang untuk nonton tv.
Untuk mendorongnya lebih banyak pengguna olah gamifikasi poin ditambah dengan review. Fitur reminder bisa diganti dengan fitur review/games (untuk tambah poin). Hal ini dirasa cukup signifikan untuk mendorong orang menonton televisi. Jadi dibuatlah lebih pop Rancha
: P3SPS itu balik ke kita sebagai penonton. Jadi tidak masalah kalau ada orang bilang
“acara ini tidak mendidik”, toh bagi publik itu tetap mendidik. Boim
: Hal-hal berbau pop dan simple penting untuk menarik publik kembali menonton
televisi dengan mindset peduli tayangan sehat. Untuk di awal, memang ribet bagi Rapotivi, tapi di akhir akan menjadi lebih mudah ketika publik sudah lebih tercerdaskan. Vivin
: terimakasih kepada Boim, Firman, dan Rancha. Apa ada masukan soal kampanye?
Boim
: ini mungkin pisau bermata dua. Tapi saya ambil contoh buzzer-buzzer politik saat
Jokowi kemarin (sudah ada Melanie Subono di pihak ini). Vivin
: harapannya dari komunitas ini melakukan literasi media dengan caranya sendiri.
Jadi harapannya isu ini booming melalui komunitas-komunitasnya (gerakan, perspektif, dll). Roy
: harapannya, teman-teman dapat bergerak menyebarkan isu mengenai media
menggunakan fokus dari komunitas-komunitasnya sendiri. Vivin
: bagaimana isu di teman-teman SEMAR UI?
Rancha
: isu kami tidak hanya buruh, tapi fokus kami adalah class struggle. Jadi kritik
lanjutannya adalah mengenai kapital. SuaraKita
: kami masih pencerdasan publik, screening film mengenai LGBT. (bagaimana
advokasi FTV Tobatnya Seorang Waria?) Kami dapat dorongan dari luar untuk menuntut acara tersebut. Kami sempat bertemu KPI. Tapi tidak tahu respon KPI sendiri gimana. Tita
: selama ini di Protes Publik tidak terlalu banyak yang mengangkat isu/berkeluh
kesah mengenai kooptasi frekuensi. Isu yang populer berputar di public policy (BBM, TDL). Kami
mewakili teman2 di range usia kami yang tidak lagi sering menonton televisi. Kami punya dua platform (@protespublik dan protespublik.com). setiap bulan kami berdikusi (Kopi Sore) mengenai isu-isu policy yang populer. Roy
: sebenarnya platform Rapotivi mirip dengan Protes Publik. Mungkin ke depannya
bisa bekerjasama, seperti inisiasi isu di kegiatan Kopi Sore. : bagaimana sosialisasi P3SPS dari KPI. Roy
: banyak yang tidak tahu P3SPS, bahkan pekerja televisi pun tidak tahu. Jadi
sosialisasinya tidak maksimal. : apakah ada mekanisme denda? Roy
: ada, tapi dilemahkan oleh APTSI hanya pada iklan rokok. : saran dari kami, P3SPS harus disosialisasikan lebih lagi. Dibuat dengan video (3-4
menit), jadi akan goes viral. Roy
: bagaimana metode kampanye Protes Publik?
Tita
: kita sebulan full kultwit soal 6 tol dalam kota. Rajin bikin tulisan di web dan
infografis. Offline dengan gerakan kartupos tolak tol ini dikirim ke Ahok. Vivin
: jadi bisa juga akun protes publik dan rapotivi salin bekerjasama?
Ayu
: Ruang Rupa adalah organisasi seni rupa kontemporer berbasis di Jakarta (tahun
2000). Fokusnya mendorong ide atau gagasan seni rupa perkotaan kepada publik. Di RuRu sedang ada program mengenai media sejak 2013. Kami membuat workshop untuk mengkritik media. Kami memberi namanya Suara Rakyat. Partisipannya memang yang bergerak di kesenian seperti ilustrasi, video, dll, untuk merespon/mengkritik media. Vivin
: Bagaimana dengan persma sendiri?
Parmagz
: kami masih memakain medium viral dan isunya cukup nasional atau sekitar kampus
sih. Didaktika
: isu dan tema masih dibebaskan terhadap penulisnya. Tapi kami concern ke
pendidikan karena UNJ juga banyak keluarannya menjadi guru (IKIP). Fokus kami di penulisan. Kami juga menghasilkan majalah digital. Untuk menjaring para penulis ini, tema yang dibebaskan dan kami mengajak langsung. Kalau dari tema televisi (media), itu concern di dalam didaktika selaku pelaku media.
Ultimagz
: fokus kami penerbitan (cetak dan online majalah). Dari konten, kami masih
berfokus di isu-isu kampus. Kami juga mengadakan diskusi Jumat tentang isu yang hangat di Indonesia. Perkubi
: sejauh ini kami dari perkubi mengkhususkan diri ke media sosial sehubungan
dengan flow informasi yang lebih kencang di media sosial. Fokusnya di kampus dan global (isu/konten). Untuk tahun ini penerbitan buletin dan website. Juga ada kajian dan merekerut mahasiswa ke dalam persma. Untuk masalah media dan televisi, kami menyorot bagaimana tayangan televisi membingkai pendidikan dan sekolah. Vivin
: mungkin saat ini belum ada metode yang sesuai untuk bekerjasama. Untuk itu,
smenetara kami menawarkan Key Person dan melibatkan teman-teman Key Person untuk kampanye offline (grandlaunching, dll). Pamflet
: appsnya kapan ya? soalnya kami ada roadshow di tujuh kota, jadi kalau ada tanggal
pasti, tidak masalah kami sounding di acara ini. Vivin
: bagaimana kalau mekanisme join untuk promo? Apa kami harus mengirim materi
dan orang? (itu nanti bisa dipikirkan lagi, berkontak saja). 17.21 Vivin menutup FGD