NATAPRAJA Jurnal Kajian Ilmu Administrasi Negara Volume 4 Nomor 2 Tahun 2016
Halaman 163-180
RELASI GENDER DALAM MENGHADAPI BENCANA DI KABUPATEN MALAKA, NUSA TENGGARA TIMUR Theny I. B. Kurniati Pah 1
ABSTRACT Communities in the District of Malaka periodically are hit by floods and droughts caused by climate change. Lack of food makes people have to adjust for the sake of survival. Roles, social relationships, responsibilities and division of labor between men and women also can change when trying to meet the needs of such food as a result of climate change. Matriaki culture is embraced by the people of Malacca and geographical environment often affected influential in the division of labor between men and women every day. Harvard Gender Analysis techniques used in this study to look at the impact of climate change and gender relations are formed in three patterns of food production (production, distribution and consumption) that occurs in the three affected areas in the district of Malaka. Keywords: Disaster, Culture Matriarchy, Gender Analysis Technique Harvard.
ABSTRAK Masyarakat di Kabupaten Malaka secara periodik diterjang bencana banjir dan kekeringan akibat perubahan iklim. Keterbatasan pangan membuat masyarakat harus menyesuaikan diri demi keberlangsungan hidup mereka. Peran, relasi sosial, tanggung jawab dan pembagian kerja antara laki–laki dan perempuan juga dapat berubah ketika berusaha untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut sebagai akibat perubahan iklim. Budaya matriaki yang dianut oleh masyarakat Malaka dan lingkungan geografis yang sering terkena bencana berpengaruh dalam pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan setiap hari. Teknik Analisis Gender Harvard digunakan dalam penelitian ini untuk melihat dampak perubahan iklim serta relasi gender yang terbentuk dalam tiga pola produksi pangan (produksi, distribusi dan konsumsi) yang terjadi pada tiga daerah bencana di Kabupaten Malaka Kata kunci: Bencana, Budaya Matriaki, Teknik Analisis Gender Harvard
1
Pascasarjana Manajemen dan Kebijakan Publik, Universitas Gadjah Mada. email:
[email protected] 163
NATAPRAJA Vol. 4 No. 2, Desember 2016
PENDAHULUAN Bencana menjadi suatu hal yang
iklim memiliki dampak yang sangat besar
mengkhawatirkan bagi setiap manusia.
pada
Bencana sebagai akibat dari perubahan
transportasi dan kesehatan. Curah hujan
iklim yang terjadi diberbagai belahan
yang tak menentu mempengaruhi produksi
dunia sangat diwaspadai oleh setiap
pertanian (World Bank,2001;FAO, 2008
manusia. Namun, bencana merupakan hal
dalam Murendo, 2011). Perubahan iklim
yang sulit untuk diprediksi kapan dan
seperti kekeringan dan banjir memiliki
bagaimana akan terjadi. Sehingga bagi
pengaruh terhadap ketersediaan pangan di
masyarakat yang sering terkena bencana
negara berkembang (FAO,2008 dalam
tentu saja memiliki caranya sendiri dalam
Murendo,2011). Ketika perubahan iklim
menghadapi bencana tersebut.
terjadi maka ketersediaan pangan menipis
Perubahan
iklim
berdampak buruk
akan
Alston (2010) lebih lanjut mengatakan bahwa ada perbedaan dampak yang dirasakan laki – laki dan perempuan serta
2009). Hal ini pada kenyataanya juga
perbedaan
harus dialami oleh masyarakat Kabupaten
menjadi
pengalaman
laki
–
laki
dan
iklim terjadi, beban kerja perempuan
banjir dan kekeringan akibat perubahan kekeringan
respon
perempuan terhadap bencana. Perubahan
Malaka yang harus beradaptasi dengan
dan
air,energi,
relasi sosial (Alston,2010;Madaha,2012).
bagi ekosistem dan
dengan perubahan iklim (Fatkurrohman :
Banjir
pertanian,
dan hal ini sangat bersinggungan dengan
semakin
manusia jika tidak dapat beradaptasi
iklim.
sektor
bertambah (Singh et al, 2013).
selalu yang
Isu gender menjadi sangat penting
memprihatinkan pada Kabupaten Malaka
untuk mengkaji dampak dari bencana
di Pulau Timor, tepatnya di Provinsi NTT.
yang telah terjadi. Pengaruh yang harus
Malaka menjadi salah satu dari daerah
direspon dan diadaptasi oleh laki – laki
yang sering menjadi langganan banjir
dan perempuan secara berbeda adalah
maupun kekeringan.
mengenai ketersediaan dan ketahanan pangan. Untuk mengantisipasi kerawanan
Bencana, Isu Gender dan Dampak
pangan
Terhadap Pangan
akibat
bencana
yang
terus
menerus terjadi, maka berbagai strategi
Case (2006 dalam Murendo et al,
seperti
2011) mengemukakan bahwa perubahan
penyesuaian
pola
produksi,
distribusi, dan konsumsi (Madaha,2012;
164
Theni I. B Kurnia Pah – Relasi Gender dalam Menghadapi Bencana . . .
Edward et al, 2011; Murendo et al, 2011;
sebagai
Singh et al, 2013) pangan ditempuh oleh
penelitian khususnya yang berprespektif
masyarakat. Laki – laki dan perempuan
gender, tetapi bagaimana laki – laki dan
dituntut untuk ikut menyesuaikan diri
perempuan diamati secara bersama – sama
dalam perubahan iklim karena orang yang
dalam beradaptasi pada dampak dari
telah
bencana khususnya perubahan iklim.
lama
terkena
mengembangkan
bencana
mekanisme
akan
Penelitian
Malaka yang menganut budaya Matriakhi
Kabupaten
menjadikan isu gender penting untuk penanggulangan
di daerah rawan bencana secara naluri
dilakukan
Malaka
penelitian
ini
kecamatan
dari
Propinsi
Lebih hanya 12
di Nusa
khusus
lagi
mencakup
kecamatan
3
yang
terdapat pada kabupaten Malaka. Dari ke
telah memiliki cara untuk merespon
3
kejadian bencana. Hal ini karena kejadian
kecamatan
ini,
dipilih
3
desa
berdasarkan daerah paling besar terkena
bencana yang beruntun dan periodik masyarakat
ini
Tenggara Timur.
akan
bencana. Apalagi masyarakat yang tinggal
mengharuskan
kebanyakan
METODE
dengan kondisi masyarakat di Kabupaten
dalam
seperti
bertahan
hidup (Mahada, 2012). Didukung lagi
dikaji
fokus
dampak banjir maupun kekeringan, yaitu
mampu
Desa Umatoos (daerah bencana banjir),
merespon dan beradaptasi terhadap daerah
Desa Kakaniuk (daerah longsor), Desa
yang rawan bencana(Partini,dkk 2014).
Alas Kota Biru (daerah kekeringan).
Alston (2010) mengatakan bahwa
Alasan pemilihan lokasi penelitian ini
ketika perubahan iklim terjadi maka
karena banjir dan kekeringan menjadi
ketersediaan
dan
bencana yang terjadi secara berkala dan
bersinggungan dengan relasi sosial yaitu
kedua bencana ini terjadi dalam rentang
antara laki – laki dan perempuan. Melihat
waktu yang tidak begitu jauh berbeda.
masalah yang telah digambarkan tersebut
Selain itu, budaya matriaki yang dipegang
maka
pertanyaan
pada suku asli Kabupaten Malaka ini juga
penelitian mengenai Bagaimana Relasi
membuat peneliti ingin mengetahui lebih
Gender Dalam Menghadapi
dalam
pangan
timbulah
menurun
suatu
Dampak
bagaimana
budaya
Perubahan Iklim Pada Sektor Pangan Di
tersebut
Kabupaten Malaka Nusa Tenggara Timur.
penanggulangan bencana yang terjadi.
Bukan
hanya
perempuan
saja
yang
165
berpengaruh
matriaki dalam
NATAPRAJA Vol. 4 No. 2, Desember 2016
Sumber
data
digunakan
yang masih sangat muda ini merupakan
langsung dari informan melalui proses
daerah pemekaran dari Kabupaten Belu.
wawancara mendalam langsung antara
Secara administratif, Kabupaten Malaka
peneliti dengan informan. Teknik yang
memiliki 12 Kecamatan, 127 desa dengan
digunakan
dan
luas wilayah 1.160,63 Km2. Kabupaten
menganalisis data dalam penelitian ini
Malaka beriklim tropis, dengan musim
adalah
teknik
hujan yang sangat pendek (Desember –
Alasan
Maret) dan musim kemarau yang panjang
pemilihan model analisis ini daripada
(April – Nopember). Sedangkan keadaan
beberapa teknik analisis gender yang
topografi Kabupaten Malaka bervariasi
lainnya karena model ini tepat digunakan
antara ketinggian 0 sampai dengan ±1500
untuk mengetahui dengan baik apa yang
m
dikerjakan laki – laki dan perempuan.
ketinggian (0-150 m.dpl) didominasi oleh
Teknik analisis ini dapat mempermudah
wilayah Kecamatan Kobalima, Malaka
dalam mengidentifikasi kegiatan spesifik
Tengah, Malaka Barat dan Wewiku.
gender dalam pengelolaan pangan, demi
Sebagian Wilayah Kecamatan Malaka
mengetahui
Barat, Kecamatan Weliman dan sebagian
dalam
dengan
Analisis
yang
mengolah
menggunakan
Gender
Harvard.
bagaimana
relasi
gender
diatas
permukaan
Malaka
Variasi
dalam menghadapi dampak perubahan
wilayah
iklim yang yang dijabarkan melalui tiga
merupakan wilayah DAS Benenai yang
elemen pokok yaitu profil aktivitas, profil
menerima banjir bandang setiap tahun.
akses dan profil kontrol.
Kecamatan
laut.
Tengah
Sungai Benenai mempunyai panjang
Pembahasan mengenai pangan yang
± 120.75 km, berhulu di Kabupaten Timor
diangkat dalam peneitian ini difokuskan
Tengah Utara dan Timor Tengah Selatan
pada jagung karena jagung merupakan
dan bermuara di laut Timor Kabupaten
makanan pokok dari sebagian besar warga
Belu. Daerah
Nusa Tenggara Timur.
Benanai ini sering terjadi banjir. Namun
aliran sungai
(DAS)
demikian masyarakat di DAS Benanai tersebut berupaya untuk memanfaatkan
HASIL DAN PEMBAHASAN
potensi
Kabupaten Malaka Secara Umum
yang
dimilikinya. Salah
satu
potensi yang dimiliki di daerah aliran
Malaka merupakan kabupaten yang
sungai (DAS) termasuk DAS Benanai
terbentuk pada tahun 2013. Kabupaten
adalah lahan endapan dan resapan air
166
Theni I. B Kurnia Pah – Relasi Gender dalam Menghadapi Bencana . . .
tanah.
Kedua
potensi
tersebut
Keuntungan
yang
dirasakan
dimanfaatkan untuk ditanami dan bahan
Kabupaten Malaka karena dilalui oleh
pangan bagi masyarakat. Oleh karena itu,
aliran sungai Benenai adalah kesuburan
masyarakat di DAS Benanai berkreasi
tanah yang dapat memenuhi kebutuhan
dan menghasilkan sistem pertanian yang
pangan warganya. Tetapi, ada sisi yang
unik.
Sistem
pertanian
yang
buruk juga yang terjadi ketika terjadi
wilayah
DAS
hujan yang lebat di daerah hulu (kaki
tersebut adalah sistem usahatani jagung
Gunung Mutis) maka yang terjadi di
AHUKLEAN.
Kabupaten Malaka adalah banjir bandang
dikembangkan
Sistem
pada
Usaha
tani
Ahuklean merupakan
yang dapat menelan banyak korban jiwa,
Jagung
suatu
merusak pertanian dan perumahan serta
upaya
hilangnya ternak.
pemanfaatan lahan endapan dan resapan air sungai pada musim kemarau (bulan
Sosio-Kultural Kabupaten Malaka
Juli –Oktober) dengan menanam jagung yang ditugal
secara
dalam
Kabupaten
tanpa
Malaka
memiliki
keunikan tersendiri mengenai keadaan
mendapat pengairan tambahan baik hujan
sosio-kulturalnya.
maupun irigasi.
antara adat yang seharusnya dijalankan
Pada
masyarakat menanam
sistem jagung
ini,
dengan
dengan
membuat lubang tanam yang dalam antara 25
–
30 cm.
Sistem
yang
perbedaan
dilakukan
dalam
kehidupan sehari-hari. Pengaruh kemajuan
ini
teknologi, ilmu pengetahuan, lingkungan
musim
membuat cara pandang masyarakat dan
dan
gaya hidup menjadi berubah sedikit demi
berkembang tanpa mendapat pengairan
sedikit. Sama halnya pengaruh lingkungan
tambahan dan hanya tergantung pada
seperti bencana yang sering menerpa juga
resapan
menjadi
hanya dilaksanakan kemarau.
Jagung
air
usahatani
apa
Terjadi
pada tumbuh
dari sungai.
Usahatani
salah
satu
terjadi
jagung AHUKLEAN ini dikembangkan
perbedaan
pada musim tanam ke tiga dari pola
masyarakat yang dahulu dan masyarakat
tanam
yang sekarang.
suatu
setahun. Pola budaya
dilakukan
pertanian
setiap
tahun
ini merupakan yang
selalu
kehidupan
faktor
sosio-kultural
Sebelum berpisah dengan kabupaten
secara rutin.
Belu
(Seran dkk, 2011).
dan
menjadi
kabupaten
yang
memiliki daerah otonomi sendiri, Malaka
167
NATAPRAJA Vol. 4 No. 2, Desember 2016
sering
disebut
sebagai
daerah
Belu
budaya
patriaki
yaitu
perempuan
Selatan. Pada umumnya, adat istiadat
mengikuti laki – laki tetapi sebaliknya,
yang berlangsung atau dijalankan oleh
tetapi laki – laki akan meninggalkan
kedua wilayah ini relatif sama. Tetapi
keluarganya dan tinggal di rumah sang
secara spesifik yang membedakan kedua
perempuan. Untuk hal penting lain seperti
wilayah ini adalah budaya patrilineal yang
kepemilikan marga tidak begitu menjadi
dijalankan sebagian besar penduduk di
persoalan bagi adat istiadat di Malaka.
wilayah
Berbeda
Belu
matrilineal
Utara
dan
yang dijalankan
budaya di
Belu
dengan
yang
terjadi
pada
umumnya diseluruh wilayah Propinsi
Selatan (Malaka).
Nusa Tenggara Timur, marga menjadi hal terpenting dalam sebuah pernikahan. Hal
Secara sederhana masyarakat Belu
ini dimaksudkan agar dapat menjadi
dan Malaka memaknai budaya yang
penanda berasal dari keturunan dan suku
mereka anut masing – masing. Patrilineal
mana pemakai marga tersebut.
yang dianut di Belu Utara menekankan patrineal karena pada upacara pernikahan
Terkait dengan bencana yang sering
laki – laki harus menyiapkan belis sebagai
terjadi di wilayah Malaka, pengaruh adat
mahar untuk sang perempuan yang ingin
istiadat sangat kuat. Apabila bencana
dinikahinya. Berbeda dengan yang terjadi
banjir terus terjadi maka tua – tua adat
di Malaka, untuk melangsungkan sebuah
akan melakukan ritual adat. Mereka
penikahan maka belis mahar ditiadakan.
percaya bahwa alam sedang marah kepada
Hanya
mereka sehingga perlu dilakukan ritual –
sirih
pinang
yang
menjadi
pengganti belis pada pernikahan yang
ritual
dilangsungkan di Malaka.
bencana. Demikian pula ketika tidak
mengatasi
berkumpul dan melakukan ritual adat agar
dalam adat istiadat. Hal ini dapat dilihat
dapat mengundang banjir. dalam ritual
dari kepemilikan akan harta benda yang
adat
diwariskan kepada perempuan dan bukan
akan
disediakan
sirih
pinang,
penyembelihan ayam, babi, sapi maupun
kepada laki – laki. Apabila dilangsungkan
kerbau.
pernikahan maka tidak seperti biasanya di yang
untuk
terjadi maka tua – tua adat juga akan
memiliki posisi dan prestise yang tinggi
wilayah
khusus
terjadi banjir, kekeringan berkepanjangan
Bagi orang Malaka, perempuan
kebanyakan
adat
menganut
168
Theni I. B Kurnia Pah – Relasi Gender dalam Menghadapi Bencana . . .
Masyarakat secara turun temurun
kelangsungan hidup mereka. Kebutuhan
percaya bahwa banjir merupakan rejeki
pangan akan terpenuhi dengan baik untuk
bagi mereka. Apabila tidak terjadi banjir
bertahan hidup.
berarti ada keanehan tersendiri bagi
Sebagian besar masyarakat sangat
mereka sehingga mereka akan kembali ke adat
untuk
mengatasi
hal
menjunjung
tersebut.
juga
yang
mengemukakan
subur.
Ia
bahwa
lumrah di daerah ini. Namun, budaya matriaki yang dijalankan oleh masyarakat
juga
saat ini tidak seperti yang dibayangkan
masyarakat
yaitu kebalikan dari budaya patriaki.
Malaka memandang banjir dengan dua
Dimana dalam segala segi kehidupan baik
sisi yang berbeda, yaitu sisi positif dan sisi negatif.
Sisi
negatif
yaitu
adat maupun kehidupan sehari–hari status
dapat
perempuan akan lebih tinggi daripada
menghancurkan rumah warga, hilangnya
laki-laki.
ternak, mata pencaharian, ada korban jiwa,
penyakit
dan
lain
saja,
hari, laki–laki tetap berperan sebagai pengambil keputusan, kepala keluarga,
sedangkan
pencari nafkah dan lain sebagainya. Jadi
kabupaten malaka memiliki 3 kali musim
dalam
tanam selama setahun.
Walaupun
yang diyakini masyarakat yang akan
laki–laki
istiadat
sosial yang lebih tinggi daripada laki–laki,
selalu mendapatkan pengalaman yang terjadi
adat
menempatkan perempuan memiliki status
terjadi bagi kehidupan mereka. Mereka
bencana
sehari–hari
terjadi pada budaya patriakhi.
kerusakan pada desa tersebut ada hal baik
setelah
keadaan
melakukan peran yang sama seperti yang
Walaupun bencana mengakibatkan
baik
yang
maupun kematian. Dalam keadaan sehari–
Bahkan kabupaten lain hanya memiliki 2 tanam
matriakhi
event tertentu saja seperti penikahan
yang perlu dilihat yaitu tanah yang subur.
musim
Budaya
dijalankan hanya sebatas pada waktu atau
sebagainya.
Namun, dibalik itu semua ada hal positif
kali
di
tinggi daripada laki menjadi hal yang
menjelaskan
bahwa Malaka memiliki keadaan lahan pertanian
istiadat
menempatkan status perempuan lebih
mengetahui dengan baik keadaan dari Malaka,
adat
kabupaten Malaka. Budaya matriaki yang
Penjabat Bupati Malaka yang sangat
penduduk
tinggi
pada kenyataannya dalam melaksanakan
selama
bertahun–tahun kejadian ini. Tanah yang subur seolah-olah menjadi jaminan akan
169
kegiatan
sehari–hari
menjadi
yang
utama
laki–laki atau
tetap
superior
NATAPRAJA Vol. 4 No. 2, Desember 2016
daripada perempuan. Hal ini terjadi
dan
selama bertahun- tahun lamanya dan
biasanya dijalankan oleh seorang laki –
diterima juga oleh perempuan
yang
laki pada umumnya, dapat saja dilakukan
seharusnya mendapatkan tempat yang
oleh seorang perempuan. Demikian pula
istimewa secara sosial.
sebaliknya,
Perempuan
dan
laki–laki
laki-laki,
peran
bahkan
menjalankan
melakukan aktivitasnya sehari-hari. Hal
sosial
sosial
yang
seorang
peran
ada
yang
dapat
sosialnya
secara
Perempuan
lebih
ganda.
ini lah yang membedakan Malaka dari lainya.
Peran
perempuan dapat dijalankan oleh seorang
akan
terlihat berbeda secara adat, dengan saat
kabupaten
perempuan.
Masyarakat
Profil
Aktivitas:
mengganggap mereka menganut budaya
banyak melakuan aktivitas daripada
matriakhi tetapi yang mereka lakukan
laki – laki terkait dengan Pangan pada
hanya sebatas dalam ritual–ritual adat
daerah bencana seperti Malaka
tertentu, dan akan kembali seperti yang
Daya adaptasi dengan alam bagi
terjadi pada budaya patriakhi pada saat
daerah yang sering terkena bencana,
melakukan
mempengaruhi relasi gender seperti cara
aktivitas
sosial
dalam
kehidupan sehari–hari.
kerja dan pembagian kerja antara laki–laki dan perempuan terkait dengan pangan.
ANALISIS
GENDER
TERHADAP
Pada daerah yang sering diterpa banjir
HARVARD
RELASI
seperti desa Umatoos, penanaman bibit
GENDER
dan panen merupakan pekerjaan dari laki–
DALAM MENGHADAPI DAMPAK BENCANA
DI
laki. Hal ini didukung oleh kondisi tanah
KABUPATEN
subur dari daerah tersebut namun agak
MALAKA
kering khususnya pada musim tanam
Masyarakat pada Kabupaten Malaka
ketiga.
Sehingga
apabila
dilakukan
umumnya telah memiliki daya adaptasi
penanam pangan maka proses penggalian
yang
menghadapi
tanahnya harus lebih dalam dari biasanya.
bencana,baik banjir maupun kekeringan.
Dan laki–laki yang dianggap pantas
Namun
setelah
melakukan pekerjaan tersebut.
adaptasi
yang
baik
dalam
terjadi dilakukan
bencana
ini,
masyarakat
Di desa Kakaniuk, bencana seperti
Malaka umumnya dapat mengakibatkan
longsong tidak begitu berpengaruh dalam
tertukarnya peran sosial antara laki – laki
produksi pangan yang ada. Bagi mereka
170
Theni I. B Kurnia Pah – Relasi Gender dalam Menghadapi Bencana . . .
adanya bencana maupun tidak, persediaan
Perempuan
lebih
terlibat
kepala keluarga dianggap sebagai orang
pengaturan pola konsumsi. Dalam kedua
yang
tahap
jawab
memenuhi
pola
banyak
pangan terus dilakukan. Laki–laki sebagai
bertanggung
pada
akan
inilah
distribusi
aktivitas
dan
perempuan
kebutuhan keluarga termasuk pangan.
meningkat. Bahkan aktivitas perempuan
Proses
memerlukan
lebih banyak daripada laki–laki karena
tenaga ekstra yang biasanya dilakukan
pada ketiga strategi pengelolaan pangan
oleh laki–laki. Sedangkan perempuan
laki–laki hanya memiliki aktivitas yang
akan melakukan pekerjaan yang lebih
padat pada tahap produksi pangan saja.
ringan tetapi ikut terlibat dalam produksi
Hal ini disebabkan karena perempuanlah
pangan.
yang bagian mengatur, memperhitungkan
produksi
pangan
dengan baik ketercukupan bahan makanan
Desa lain yang terkena bencana di
agar dapat mengantisipasi bencana yang
kabupaten Malaka adalah desa Kota Biru.
dapat terjadi tiba–tiba.
Desa ini sering dilanda kelaparan karena bencana kekeringan yang melandanya. Tanah
yang
gersang
menggambarkan pangan.
didaerah
sulitnya
Produksi
ini
keterlibatan laki–laki hanya pada pola
produksi
produksi
saja,
namun
dapat
bahwa
bergantung pada curah hujan setiap
peranan
penting
tahunya. Letak desa yang jauh dari kebun
pangan.
Perempuan
sebagai tempat produksi pangan membuat
keterlibatan
laki–laki yang dianggap memiliki sosok
pengelolaan pangan seperti distribusi dan
yang
dapat
konsumsi tetapi hal itu tidak berarti apa–
menjangkaunya. Perempuan di desa ini
apa jika terjadinya kegagalan pada pola
tidak begitu banyak mengurusi masalah
produksi. Ketersediaan pangan bergantung
produksi pangan yang ada. Mereka lebih
pada proses produksi yang dilakukan oleh
menyerahkan segala tugas dan pekerjaan
laki–laki.
produksi pangan kepada laki–laki. Mereka
melakukan
dapat saja pergi ke kebun tetapi tidak
konsumsinya
sesering yang diakukan laki–laki karena
produksi pangan yang dilakukan oleh
masalah jarak tempuh yang sangat jauh.
laki–laki.
saja
yang
hanya
pangan
terlihat
kuat
pangan
Walaupun jumlah partisipasi atau
171
laki–laki
memegang
dalam
pengelolaan
memiliki
jumlah
banyak
dalam
yang
Perempuan
akan
sulit
tugas
distribusi
dan
apabila
gagalnya
tugas
NATAPRAJA Vol. 4 No. 2, Desember 2016
Profil Akses dan Kontrol: Perempuan
disamping pekerjaan rumahnya seperti
Lebih
memasak, mengasuh anak, mencuci dan
Banyak
Mengakses
Dan
lain
Mengontrol Ketersediaan Pangan
sebagainya.
Perempuan
dapat
melakukannya tanpa harus menempuh Profil akses dan kontrol dalam
jarak yang jauh.
penelitian ini, menjelaskan bagaimana
Dengan akses dan kontrol yang
laki–laki dan perempuan dapat mengakses dan
mengontrol
dalam
strategi
bencana.
ketersediaan adaptasinya
Dalam
lebih banyak daripada laki–laki, maka
pangan
menjadikan
terhadap
penelitian
perempuan
lebih
banyak
menghabiskan waktunya untuk mengelola
ini
dan
menunjukkan bahwa akses dan kontrol dari laki–laki paling dominan hanya pada pola produksi. Pada pola distribusi dan
mempersiapkan
pangan
demi
mengantisipasi
bencana.
Perempuan
mengutamakan
kesehatan
keluarganya
dan mengabaikan dirinya sendiri (Alston,
konsumsi lebih dominan diakses dan
2010). Dengan demikian perempuan harus
dikontrol oleh perempuan.
memiliki kemampuan membagi waktu
Pada kenyataan yang terjadi, laki-
dengan baik karena disamping mengurus
laki hanya terlibat pada proses produksi
pekerjaan rumah tangganya, perempuan
dan perempuan pada dua proses setelah itu
harus memikirkan pengelolaan pangan
disebabkan karena penyesuaian mereka
karena sering dilanda bencana. Kendala
akan kondisi alam. Misalnya pada daerah
yang dialami perempuan pada umumnya
seperti desa Kota Biru, laki–laki lebih
adalah pembagian waktu dan ini juga
dapat mengakses dan mengontrol produksi
menempatkan perempuan pada posisi
pangan bukan karena perempuan tidak
berbeban ganda.
dapat
melakukannya
namun
karena
kondisi geografis dari desa Kota Biru yang letak kebun atau ladangnya berjarak
Faktor – Faktor yang Berpengaruh:
jauh dari rumah. Pada proses selanjutnya
Lingkungan
yaitu
Mempengaruhi Relasi Gender.
distribusi dan konsumsi lebih
dan
Budaya
banyak dilakukan oleh perempuan. Akses
Untuk lebih jelas melihat peran
pada dua pola pengelolaan pangan ini
perempuan dan laki–laki khususnya pada
terbuka lebar kepada perempuan karena
daerah
perempuan
dapat
melakukannya
172
yang
sering
tekena
dampak
Theni I. B Kurnia Pah – Relasi Gender dalam Menghadapi Bencana . . .
bencana maka disajikan juga faktor yang
terkena dampak dari lingkungan yang
berpengaruh yaitu lingkungan dan budaya.
selalu
yang subur namun sering terkena bencana
antara laki–laki dan perempuan. Seperti dijelaskan
juga mempengaruhi pola pembentukan
sebelumnya,
peran antara laki–laki dan perempuan.
keadaan geografis Malaka membuat laki– laki
dan
perempuan
Pemenuhan
lingkungan tempat manusia tinggal. Lahan
menyebabkan terjadinya pembagian peran
telah
bencana.
kebutuhan pangan juga bergantung pada
Lingkungan, merupakan faktor yang
yang
terkena
melakukan
Sama halnya dengan lingkungan,
penyesuaian untuk pengelolaan pangan.
budaya juga memiliki pengaruh bagi relasi
Lingkungan
gender di kabupaten Malaka khususnya
mempengaruhi
strategi
pengelolaan pangan dari laki–laki dan
dalam
perempuan di Malaka. Pembagian kerja
matriaki yang berlangsung di Malaka
yang terjadi di Kabupaten
hanya berlaku pada saat acara–acara adat
menyesuaikan
dengan
kondisi
Malaka yang
saja.
173
pengelolaan
Untuk
pangan.
kehidupan
Budaya
sehari–hari
NATAPRAJA Vol. 4 No. 2, Desember 2016
perempuan tetap mengerjakan hal–hal
didukung oleh lingkungan yaitu lokasi
yang umumnya dijumpai di daerah–daerah
kebun yang jauh, kondisi tanah pada saat
berbudaya patriaki. Akan tetapi dalam
menanam hanya bisa dilakukan oleh laki–
kehidupan sehari–hari relasi gender yang
laki dan anggapan bahwa produksi pangan
terjadi menempatkan perempuan paling
merupakan kerja kasar sehingga pantas
banyak memegang dominasi atas laki–laki
dilakukan oleh laki–laki.
khususnya dalam pengelolaan pangan.
Manfaat Praktis dan Strategis Relasi
Dilihat dari profil aktifitas, akses setra kontrol
yang
menunjukan terlibat
dipaparkan
bahwa
dalam
Gender
diatas
laki–laki
hanya
Relasi
gender
yang
satu
strategi
Kabupaten
Malaka
khususnya
salah
terjadi
di
dalam
pengelolaan pangan demi mengantisipasi
mengahadapi dampak terhadap perubahan
dampak
iklim
bencana
alam.
Kesempatan
mempunyai
beberapa
manfaat.
dalam
Manfaat tersebut dapat dikategorikan
pengelolaan pangan adalah pada saat
menjadi manfaat praktis dan manfaat
produksi pangan. Pola selanjutnya yaitu
strategis.
terbesar
laki–laki
terlibat
Manfaat
distribusi dan konsumsi hanya sebatas
praktis
dapat
berupa
membantu perempuan saja. Keterbatasan
pemenuhan kebutuhan pangan sehari hari.
laki-laki untuk terlibat dalam pegelolaan
Untuk pemenuhan konsumsi sehari–hari
pangan ini membuat laki–laki seolah
maka
berada
perempuan.
produksi, distribusi dan konsumsi. Namun
Walaupun demikian, laki–laki memiliki
dari ketiga pola strategi pengelolaan
peran
dalam
yang
memproduksi
dominasi
sangat
bergantung
pada
pola
cukup
penting,
yaitu
pangan yang berlangsung di Kabupaten
pangan.
Dimana
dapat
Malaka,
dapat
dilihat
bahwa
pola
dilihat bahwa pola distribusi dan pola
produksilah yang paling memiliki peran
konsumsi sangat bergantung pada pola
yang sangat penting. Pola ditribusi dan
produksi, dan pola produksi tersebut
konsumsi tidak dapat berjalan dengan baik
dilakukan oleh laki – laki.
dan pemenuhan akan kebutuhan pangan sehari–hari
Budaya yang memiliki pandangan bahwa
perempuan
hanya
terganggu
apabila
gagalnya proses produksi pangan. Pola
menenun
produksi yang di yang terjadi di kabupaten
dirumah seolah menempatkan perempuan pada posisi
akan
Malaka banyak dilakukan oleh laki–laki.
yang istimewa. Apalagi
174
Theni I. B Kurnia Pah – Relasi Gender dalam Menghadapi Bencana . . .
Sehingga dapat dilihat bahwa laki–laki
pangan demi mengantisipasi bencana yang
memiliki peran yang penting daripada
mengancam
perempuan dalam pemenuhan kebutuhan
adanya
pangan
kesempatan
sehari–hari
mendapatkan
atau
manfaat
pengelolaan
pangan.
penyesuaian
akan
dalam
daerah
tersebut.
Dengan
ini
membuat
anggapan laki–laki
untuk
menjadi
sangat
berpartisipasi
dalam
praktis
dari
terbatas
Akibat
dari
pengelolaan pangan demi mengantisipasi
lingkungan,
bencana. Laki–laki hanya dibutuhkan
menempatkan laki–laki yang memiliki
sebagai
pekerja
dalam
peran
pangan
saja.
Setelah
penting
ketersediaan
dalam
pangan
pemenuhan agar
dapat
dikendalikan
oleh
memproduksi itu
maka
perempuan.
Untuk
mengantisipasi datangnya bencana akibat
jangka waktu yang panjang, laki–laki akan
perubahan iklim.
terus
Adapun
manfaat
strategis
atau
berada
dibawah
kontrol
dari
perempuan. Budaya juga menempatkan
merupakan manfaat jangka panjang yang
laki–laki
mengubah posisi sub-ordinat, yang dapat
produksi saja. Karena budaya setempat
diperoleh dengan melihat relasi gender
memiliki pemahaman bahwa perempuan
dalam menghadapi dampak perubahan
memang hanya berada di rumah dengan
iklim
Dari
tugas menenun, sedangkan laki–laki pergi
pembahasan dan analisis yang telah
ke kebun. Hal ini didukung dengan
dipaparkan diatas, dapat dilihat bahwa
kondisi lingkungan sehingga posisi laki–
perempuan yang memiliki partisipasi,
laki menjadi lebih memprihatinkan.
di
Kabupaten
Malaka.
kontrol dan akses yang lebih besar daripada
laki–laki
dalam
pada
posisi
sebagai
faktor
Untuk mengubah posisi laki–laki
pemenuhan
yang tersubordinasi dari perempuan dalam
pangan. Dalam ketiga pola produksi,
pegelolaan
distribusi, dan konsumsi perempuan yang
diperbaiki relasi antara laki–laki dan
paling dominan berperan daripada laki–
perempuan yang telah berlangsung lama.
laki sehingga menempatkan laki–laki pada
Pembagian kerja antara laki–laki dan
posisi yang tersub-ordinatkan. Pemenuhan
perempuan seharusnya dapat seimbang.
ketersediaan pangan banyak dikelola oleh
Walaupun
perempuan daripada laki–laki. Perempuan
lingkungan, perempuan juga harus terlibat
dianggap
dalam proses produksi. Demikian pula
sosok
yang
dapat
memerhitungkan dengan baik ketersedian
halnya
175
pangan
ini
terkendala
dengan
maka
budaya
laki–laki.
turut
perlu
dan
serta
NATAPRAJA Vol. 4 No. 2, Desember 2016
mempelajari bagaimana mengatur akan
berbeban
penyimpanan dan pemilihan konsumsi
dijabarkan sebagai berikut :
pangan agar tidak hanya didominasi oleh
1.
perempuan.
Hal
tersebut
dapat
Berdasarkan analisis gender Harvard, perempuanlah yang paling banyak
Hal ini juga dapat dilihat bahwa ada relevansi
ganda.
fenomena
bencana
mengakses dan mengontrol hal–hal
dengan relasi gender yang terjadi. Daerah
yang berhubungan dengan kebutuhan
yang terkena dampak bencana seperti
praksis gender. Namun hal ini juga
kabupaten Malaka dapat menimbulkan
yang menjadikan perempuan berada
keidakadilan gender seperti terjadinya sub
dalam posisi yang rentan karena
-ordinasi yang dirasakan oleh laki-laki dan
beban
beban
memikirkan
ganda
dampak
melakukan aktivitas, serta lebih dapat
yang
dialami
oleh
perempuan.
yang
dipikulnya dan
untuk mengatur
ketersediaan pangan dalam keluarga agar tetap harus dapat terpenuhi dikala bencana terjadi. Dengan daya
SIMPULAN
adaptasi yang dilakukan membuat
Berdasarkan hasil analisis yang
perempuan
dilakukan pada penelitian ini, maka dapat ditarik
kesimpulan
sesuai
aktivitas
dengan
rentan.
pada pendahuluan mengenai relasi gender
terjadinya
Timur,
yaitu
ketidakadilan
gender
yang
pengelolaan
pangan,
pengelolaan
faktor pangan
saja.
Laki–laki
kondisi
merasakan
hari). Akses dan kontrol yang hanya sebatas
laki–laki
produksi
pada
praktis gender (kebutuhan sehari-
pada
menempatkan
tersub-ordinasi karena laki–laki hanya sebagai
dia
pangan demi memenuhi kebutuhan
dirasakan oleh laki–laki dan perempuan. Pada
sehingga
hanya terlibat dalam proses produksi
iklim pada sektor pangan di Kabupaten Tengara
kegiatan
atau
ketidakadilan gender karena laki–laki
dalam menghadapi dampak perubahan
Nusa
banyak
memposisikan
pertanyaan penelitian yang dipaparkan
Malaka
melakukan
pola laki–
produksi laki
lebih
didominasi oleh perempuan.
dalam
Sedangkan
dominasi yang dilakukan oleh perempuan
DAFTAR PUSTAKA
dalam pengelolaan pangan juga membuat
Adger, W.N, Hug,S., Brown,K.,Conway,D., dan Hume
176
Theni I. B Kurnia Pah – Relasi Gender dalam Menghadapi Bencana . . .
M. 2003. Adaptation to Climate Change In Developing World. Progress In Development Studies, 3 (3), 179-195.
Surakarta : Sebelas University Press.
Maret
Derbile, Emmanuel Kanchebe., 2012. Reducing vulnerability of rain-fed agriculture to drought through indigenous knowledge systems in north-eastern Ghana.
Alston, Margaret. 2010. Gender and Climate Change In Australia. Bauhardt, Christine. 2013. Rethinking gender And Nature From A Material(Ist) Perspektive : Feminist Economics, Queer Ecologies And Resource Politics
Drolet and Sampson, 2014. Addressing climate change from a social development approach: Small cities and rural communities’ adaptation and response to climate change in British Columbia, Canada.
Bell, P. A., Greene, T. C., Fisher, Jeffrey D., Baun, Andrew. 2001. Environmental Pshycology (Fifth Edition), Fort worth, Hancourt College.
Dunn, Karen S., 2015. Toward a MiddleRange Theory of Adaptation to Chronic Pain.
Berry et al., 2011. Climate Change and Farmers’ Mental Health: Risks and Responses
Edwadrs et al. 2011. Climate Change Adaptation At The Intersection Of Food And Health.
Chikulo, BC. 2014. Gender, Climate Change and Energy in South Afrika : A Review.
FAO.
da Costa. Aplonia Diana Sherly, 2013 Resilience for the Flood Event Based On Comunity Perception ( a case study : in west Malaka Subdistrict of Belu Regency, East Nusa Tenggara Province). Tesis : Universitas Gadja Mada.
2011. Adapt : Framework Programme on climate Change Adaptation, Rome. FAO Crate &Nuttal. 2009. Antropologi and Climate Change, California, Left Coast Press, Inc.
Fatimah, Dati. 2008. Gender Mainstreaming Dalam Pengurangan Risiko Bencana. Diakses melalui www.academia.edu pada 22 Februari 2015.
Darwin, Muhadjir, M. 2005. Negara dan Perempuan. Reorientasi Kebijakan Publik. Yogyakarta : Grha Guru
Fatkurrohman. 2009. Pemanasan Global dan Lubang Ozon : Bencana Masa Depan. Yogyakarta : Media Wacana
Demartoto,Argyo. 2009. Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender ‘Menyoal TKW Indonesia Yang Akan Dikirim ke Luar Negeri.
Handayani, Trisakti., Sugiarti. 2008. Konsep Dan Teknik Penelitian Gender. Malang:UMM Press.
177
NATAPRAJA Vol. 4 No. 2, Desember 2016
Harefa, Torotodo. 2014. Dampak Banjir Sungai Terhadap Kesehatan Mayarakat di Kabupaten Nias Utara. Universitas Gadjah Mada : Tesis.
Larson, et al., 2011. Gendered Perspectives About Water Risks and Policy Strategies: A Tripartite Conceptual Approach. Madaha, Rasel Mpuya,. 2010. Disparate coping strategies for gendered effects of drought A call for reexamination of gender roles and harmful traditions in Central Tanzania.
Hayati, et.al., 2010. Coping with Drought: The Case of Poor Farmers of South Iran. Hidayati., Deni, 2011. Adaptasi dan Mitigasi Masyarakat Pesisir Dalam Menghadapi Perubahan Iklim Dan Deradasi Sumberdaya Laut, Jakarta : Leuser Cita Pustaka.
Matthews, R.B., M.J. Kropff, T. Horie, and D. Bachelet. 1997. Simulating the Impactof Climate Changes on Rice Production in Asia and Evaluating Options for Adoption. Agric.Syst. 54:399-425.
IPCC.2007. Climate Changes 2007. Impacts, Adaptation and Vulnerability Contribution of Working Group II to the Fourth Assesment Report of the Intergovermental Panel on Climate Changes (IPCC). M.L Parry, OF Canziani. J. P. Palutikof, P.J van der Linden and C.E Hanson (Eds) Cambridge University Press. Cambridge. 200 pp.
Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender. Bandung : Mizan. Mosse, Julia Cleves. 1993. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Murendo, et al., 2011. Drought impacts and related risk management by smallholder farmers in developing countries: Evidence from Awash River Basin, Ethiopia.
Jabeen, Huraera,. 2014. Adapting the built environment: the role of gender in shaping vulnerability and resilience to climate extremes in Dhaka. Kusmiati, Christiana Yuni. 2005. Menuju Perbaikan Manajemen Penanggulangan Bencana Di Indonesia. Diakses di www.academia.edu pada September 2014.
Murniati, Ktut. 2014. Adaptasi Perubahan Iklim Dan Keterkaitannya Dengan Produktivitas Dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Padi Di Kabupaten Tanggamu. Universitas Gadja Mada : Tesis.
Kusumasari, Bevaola, 2014, Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal. Yogyakarta : Gava Media.
NAS : 2007. Global Warming to Cause More Severe Tornadoes, Storms, Fox News, August 31,2007.
178
Theni I. B Kurnia Pah – Relasi Gender dalam Menghadapi Bencana . . .
Perguruan Tinggi” dalam rangka Program Revitalisasi PSW/G yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Gender (PPG) LPPM Undip pada tanggal 31 Agustus – 1 September 2010 di Semarang diakses pada : admfisipundip.ac.id tanggal 20 Februari 2015
Nasrullah. 2012. Perubahan Iklim dan Trend Data Iklim. Badan informasi Perubahan Iklim BMKG. http://www.google.com Nugroho, Riant. 2008. Gender dan Administrasi Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Numberi, 2009. Perubahan Iklim Implikasinya Terhadap Kehidupan di Laut, Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil. Jakarta: Citrakreasi Indonesia.
Sari.,
Nurhaeni, Ismi Dwi Astuti. 2010. Kebijakan Pro Gender. Surakarata : UNS Press.
Mayang Rahmi Novita.,2013 Strategi Adaptasi Penduduk Di Wilayah Kekeringan. Tesis : Universitas Gadjah Mada
Seran, Yohanes Leki., Medo Kote, dan Joko Triastono. 2011. Produktivitas Jagung Dan Pendapatan PetaniPada Sistem Usahatani Jagung Ahuklean Di Daerah AliranSungai Benanai, Kawasan Besikama, NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT. Diakses pada Desember 2015.
Peng, S., J. Huang, J.E. Sheelhy, et al. 2004. Rice Yields Decline With Higher Night Temperature from Global Warming. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 2004; 101: 9971-9975. Pitcock, B.A and N.R. Jones. 2009. Adaptation to What and Why / in L. E Shipper & I. Burton (Eds). Adaptation in Climate Changes (PP.35-62). London.Earthscan.
Singh, Ram., S.M. Feroze, Lala I.P. Ray. 2013. Effects of Drought on Livelihoods and Gender Roles: A Case Study of Meghalaya.
Puspitawati, Herien. 2013, Konsep, Teori Dan Analisis Gender. Diakses di www.google.com pada 15 April 2015.
Speranza, C.I. 2010. Resilent Adaptaion to Climate Change in Afrika Agriculture. Bonn : German Developmen Institute.
Rabiul, et al., 2014. The Changing Role of women in Resilience, Recovery and Economic Development at the Intersection of Recurrent Disaster: A Case Study from Sirajgang, Bangladesh.
Surmaini, E., Rakman, dan R. Boer. 2008. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produksi Padi : Studi Kasus Pada Daerah Dengan Tiga ketinggian Berbeda. Prosiding Seminar Nasional dan Dialog Sumberdaya Lahan Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Rostyaningsih ,2010, Dipresentasikan dalam acara “Pelatihan Analysis Gender di
179
NATAPRAJA Vol. 4 No. 2, Desember 2016
Sumberdaya Bogor.
Lahan
Pertanian,
Susuri, Ahmad. 2010. Pemikiran Ekofeminisme dalam prespektif etika lingkungan : relevansinya bagi pelestarian lingkungan hidup Indonesia. UGM : tesis. Swain, Mrutyunjay dan Mamata Swain,. 2010. Drought Vulnerability, Coping Capacity and Residual Risk: Evidence from Bolangir District in Odisha, India. Tong, Rosemarie Putnam. 2010. Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra Yogaswara Herry. 2008. Adaptasi dan mitigasi Masyarakat Pesisir Dalam Menghadapi Perubahan Iklim dan Degradasi Sumberdaya Laut : Perubahan Iklim dan Masyarakat Pesisir Kawasan Teluk Bone. Pusat Penelitian OceanografiLIPI. Leuser Cipta Pusaka. Jakarta Selatan.
180