Modul ke:
11
Kematian
Fakultas
PSIKOLOGI Program Studi
Psikologi
Shely Cathrin, M.Phil
Pokok Bahasan • Abstract • Kematian merupakan salah satu soal paling penting dari eksistensialitas manusia, dimana manusia mampu menyadarinya dan berusaha memahami dan menangkapnya walaupun sama sekali belum dialami. • Kompetensi Mahasiswa dapat memahami dasar, pengertian dan hakikat serta dapat memaknai dan merefleksikan kematian manusia
Kematian Manusia
Fakta kematian • Menurut tangkapan sekilas fakta kematian bisa saja dipahami sebagai hancurnya badan, selesainya raga, namun menyisakan keabadian pada jiwa, dengan demikian hanya satu aspek saja atau satu bagian saja dari keseluruhan manusia yang mengalami kematian, sedang jiwa lolos dari kehancuran, kematian dan jiwa biasa dipahami terlepas dari badan atau dengan istilah halus, meninggal dunia, ya ‘aku’ manusia meninggalkan dunia material (badani). Akan tetapi dalam pembahasan filsafat manusia sebelumnya terutama tentang kesatuan jiwa-badan telah kita dapatkan fakta induk bahwa ‘aku’ manusia adalah jiwa-yang-membadan sekaligus badan-yang-menjiwa, dimana jiwa dan badan sejajar dan tidak dapat dipisahkan. Secara otomatis artinya jika jiwa manusia meninggal, seluruh manusia jiwa-badan juga meninggal, dan jika manusia itu tetap, maka seluruh manusia, jiwa-badan-nya juga tetap. Bagaimana pertentangan ini dapat diatasi?
Kesadaran akan kematian • Kiranya tak perlu diperdebatkan bahwa manusia pada umumnya menghadapi kematiannya sendiri dengan keterlibatan yang penuh dengan menerima datangnya atau segera meraihnya, baik secara emosional maupun psikis, daripada sewaktu mereka menghadapi kematian orang lain. Bahkan beberapa orang benar-benar tidak dapat membayangkan atau memahami kematian orang lain. Tambahan lagi arti ‘kematian’ itu sendiri tidak sama kalau dialami sendiri sebagai kemungkinan yang tak terhindarkan baginya, dan kematian yang disaksikannya menimpa orang lain.
Arti kematian • Ada tiga kemungkinan pandangan filsafat mengenai kematian, terutama dalam jaman modern dan sesudahnya ketika humanisme dimulai dan pemikiran eksistensial mengemuka di alam filsafati, yang pantas kita perhatikan. Pertanyaanpertanyaan mengenai arti kematian biasanya mempunyai hubungan langsung dengan arti kehidupan. Baiklah kita tuliskan berikut ini ketiga tokoh pemikir eksistensial dalam pemikirannya tentang kematian yang memberikan makna dan arti tentang kematian.
Martin Heidegger • Martin Heidegger bahwa manusia ‘ada’ menuju kematian. • Menurut Heidegger, manusia pada hakikatnya mempunyai ketentuan yang menunjukkan keterbatasannya dalam hal waktu, yaitu kenyataan bahwa ‘aku’ manusia yang disebutnya sebagai Da-sein (ada-disana) dilemparkan, tanpa pilihannya sendiri, ke dalam kematian, dan kenyataan bahwa ia selalu dibayangi oleh kemungkinan akan ‘ketidakadaan’-nya. Katanya, ‘segera setelah kelahirannya, manusia sudah cukup tua untuk mati’.
Jean Paul Satre • Jean Paul Sartre; kematian bersifat absurd • Seperti gurunya Heidegger, Sartre memandang kematian sebagai bagian integral dari kehidupan manusia. Tetapi berbeda dari Heidegger, Sartre melihat kehidupan tidak bertolak dari kematian, tetapi justeru dia memandang kematian bertolak dari kehidupan. Dia dengan keras menolak pandangan Heidegger yang mengatakan bahwa hidup merupakan persiapan menuju kematian. Baginya kematian tidak dapat begitu saja dianggap sebagai penyempurnaan kehidupan manusia.
Karl Jaspers • Karl Jaspers; kematian sebagai pemenuhan lompatan kepada iman • Menurut Jaspers, manusia terus-menerus terlibat di dalam pelbagai krisis yang membawanya kepada ‘situasi perbatasan’ di dalam pengalaman yang menakutkan – dari kenyataan perjuangan, penderitaan yang tak dapat dihindari. Manusia selalu diancam oleh pengalaman akan nasib yang tak dapat diubah, terutama di dalam kematian dari orang tercinta atau di dalam kesadaran akan kematiannya sendiri. Dimana-mana manusia diancam oleh kemacetan, habisnya harapan, keputusan yang mencekam dll. Menurut Jaspers, satu-satunya jalan keluar yang terbuka untuk soal ini hanyalah bila manusia menerima keadaan ini dan mengakui dengan sepenuh hati – bahkan menyetujui kematian yang terjadi padanya.
Terima Kasih Shely Cathrin, M.Phil