Modul ke:
Fakultas
PSIKOLOGI
Program Studi
PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id
KODE ETIK PSIKOLOGI Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog
BAB I. PEDOMAN UMUM
Pasal 1. Pengertian Kode Etik Psikologi: seperangkat nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan sebagai Psikolog dan Ilmuwan Psikologi di Indonesia Psikologi: Ilmu yang berfokus pada perilaku dan proses mental yang melatarbelakangi, serta penerapan dalam kehidupan manusia.
Psikolog: lulusan pendidikan profesi yang berkaitan dengan praktik psikologi dengan latar belakang pendidikan Sarjana Psikologi lulusan program pendidikan S1 sistem kurikulum lama atau yang mengikuti pendidikan psikologi strata 2 (S2) Pendidikan Magister Psikologi (Profesi Psikolog) . Ilmuwan Psikologi : ahli dalam bidang ilmu psikologi dengan latar belakang pendidikan S1 dan/atau S2 dan/atau s3 dalam bidang psikologi.
Layanan Psikologi: segala aktivitas pemberian jasa dan praktik psikologi dalam rangka menolong individu dan/atau kelompok yang dimaksudkan untuk pencegahan, pengembangan, dan penyelesaian masalah-masalah psikologis. Æ Termasuk di dalamnya: praktik konseling dan psikoterapi, penelitian, pengajaran, supervisi dalam pelatihan, layanan masyarakat, pengembangan kebijakan, intervensi sosial dan klinis, pengembangan instrumen asesmen psikologi, penyelenggaraan asesmen, konseling karir dan pendidikan, konsultasi organisasi, aktivitas-aktivitas dalam bidang forensik, perancangan dan evaluasi program, adn administrasi.
Pasal 2. Prinsip Umum Prinsip A: Penghormatan pada Harkat Martabat Manusia Psikolog dan Ilmuwan Psikologi harus: 1. Menekankan pada hak asasi manusia dalam melaksanakan layanan psikolgi 2. Menghormati martabat setiap orang serta hak-hak individu akan keleluasaan pribadi, kerahasiaan, dan pilihan pribadi seseorang 3. Menyadari bahwa diperlukan kehati-hatian untuk melindungi hak dan kesejahteraan individu/komunitas yang karena keterbatasan yang ada dapat mempengaruhi otonomi dalam pengambilan keputusan
4. Menghormati dan menyadari dan mempertimbangkan faktor saat bekerja dengan orang yang memiliki perbedaan budaya , individu, dan peran, termasuk usia, gender, identitas gender, ras, suku bangsa, budaya, asal kebangsaan, orientasi seksual, ketidakmampuan, bahasa, dan status sosioekonomi. 5. Berusaha menghilangkan pengaruh bias faktor-faktor perbedaan dan menghindari keterlibatan baik disadari maupun tidak dalam aktivitas2 yang disadari
Prinsip B: Integritas dan Sikap Ilmiah Psikolog dan Ilmuwan psikologi harus: 1. Mendasarkan pada dasar dan etika ilmiah terutama pada pengetahuan yang sudah diyakini kebenarannya oleh komunitas psikologi. 2. Senantiasa menjaga ketepatan, kejujuran, adn kebenaran dalam keilmuan, pengajaran, praktik, pengamalan psikologi. 3. Tidak menncuri, terlibat pemalsuan, tipuan, atau distorsi fakta yang direncanakan dengan sengaja
4. Berupaya menepati janji tetapi dapat mengambil keputusan tidak mengungkap fakta secara utuh atau lengkap HANYA dalam situasi dimana tidak diungkapkannya fakta secara etis dapat dipertanggungjawabkan untuk meminimalkan dampak buruk bagi pengguna layanan psikologi. 5. Berkewajiban mempertimbangkan kebutuhan, konsekuensi, dan bertanggung jawab untuk memperbaiki ketidakpercayaan/akibat buruk dari layanan yang diberikan
Prinsip C: Profesional Psikolog dan Ilmuwan Psikologi harus: 1. Memiliki kompetensi dalam melaksanakan segala bentuk layanan psikologi, dan menekankan pada tanggung jawab, kejujuran, batasan kompetensi, obyektif dan integritas. 2. Membangun hubungan yang didasarkan pada adanya saling percaya, menyadari tanggung jawab profesional dan ilmiah terhadap pengguna layanan 3. Menjunjung kode etik, peran, dan kewajiban profesional, bertannggung jawab, mengelola konflik
4. berkonsultasi, kerjasama, dan/atau merujuk pada rekan sejawat, profesional, dan/atau instituri lain untuk memberikan layanan terbaik 5. Memperhatikan dan mempertimbangkan kepatuhan etis dan profesional dan kolega dan/atau profesional lain 6. Dalam situasi khusus bersedia memberikan waktu profesionalnya tanpa atau dengan sedikit kompensasi
Prinsip D: Keadilan Psikolog dan Ilmuwan Psikologi harus: 1. Memahami bahwa kejujuran dan ketidakberpihakan adalah hak setiap orang. 2. Menggunakan penilaian yang bertanggung jawab, waspada terhadap bias yang muncul, mempertimbangkan batasan kompetensi dan keahlian
Prinsip E: Manfaat Psikolog dan Ilmuwan Psikologi harus: 1. Berusaha maksimal memberikan mafaat , perlindungan hak, dan meminimalkan resiko dampak buruk pengguna layanan 2. Menghindari konflik serta meminimalkan dampak buruk 3. Waspada terhadap faktor-faktor pribadi, keuangan, sosial, dll yang mengarah pada penyalahgunaan pengaruh mereka
Bab II. Mengatasi Isu etika
Pasal 3. Majelis Psikologi Indonesia Majelis Psikologi Indonesia: 1. Adalah penyelenggara organisasi yang memberikan pertimbangan etis pada Psikolog maupun Ilmuwan Psikologi, individu maupun organisasi 2. Melakukan penyelesaian masalah pelanggaran kode etikpsikologi oleh psikolog dan/atau ilmuwan psikologi 3. Melindungi psikolog dan/atau ilmuwan psikologi yang melakukan layanan psikologi sesuai kode etik psikologi 4. Bersama HIMPSI mengadakan rapat untuk membahas dan merumuskan serta mensahkan kode etik psikologi yang belum diatur
Pasal 4. Penyalahgunaan di Bidang Psikologi 1. Setiap pelanggaran wewenang bidang keahlian psikologi dan kode etik psikologi dapat dikenakan sanksi sesuai AD/ART Himpsi 2. Apabila psikolog dan/atau ilmuwan psikologi menemukan pealnggaran terhadap kerja mereka, mereka wajib memperbaiki atau mengurangi kesalahan yang terjadi 3. Pelanggaran kode etik psikologi: segala tindakan psikolog dan/atau ilmuwan psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan dalam kode etik psi Indonesia
Pelanggaran termasuk: a. Ringan. Tindakan yang dilakukan psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang tidak dalam kondisi sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan b. Sedang. Tindakan yang dilakukan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi karena kelalaiannya dalam melaksanakan proses maupun penanganan yang tidak sesuai standar prosedur c. Berat. Tindakan yang dilakukan psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi secara sengaja memanipulasi tujuan, proses, maupun hasil 4. Penjelasan tentang jenis pelanggaran dan sanksi diatur tersendiri
Pasal 5. Penyelesaian Isu Etika 1. Apabila tanggung jawab etika psikologi bertentangan dengan aturan hukum, maka Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menunjukkan komitmennya terhadap kode etik dan berusaha menyelesaikan konflik sesuai kode etik psikologi. Æ apabila konflik tidak selesai, psikolog dan/atau ilmuwan psikologi patuh terhadap hukum
2. Apabila tuntutan organisasi (dimana psikolog dan/atau ilmuwan psikologi berafiliasi) bertentangan dengan kode etik, mereka wajib berkomitmen terhadap kode etik, menyampaikan konfliknya, dan berusaha menyelesaikan 3. Pelanggaran terhadap etika dapat dilakukan oleh siapapun. Pelaporan dibuat secara tertulis dan disertai bukti Æ ditujukan pada HIMPSI dan diteruskan pada Majelis Psikologi Indonesia
4. Kerjasama antara pengurus HIMPSI dan Majelis Psikologi Indonesia menjadi bahan pertimbangan dalam penyelesaian kasus pelanggaran kode etik 5. Apabila terjadi pelanggaran, pengurus pusat bersama pengurus wilayah memberi masukan kepada Majelis Psikologi dengan prosedur: mengadakan pertemuan, meminta klarifikasi kepada pelanggar, menentukan jenis pelanggaran.
6. Majelis Psikologi akan melakukan klarifikasi pada anggota yang dipandang melakukan pelanggaran Æ jika data terkumpul maka ditentukan keputusan 7. Jika anggota yang diputuskan melakukan pelanggaran tidak puas dengan keputusan, pengurus pusat dan wilayah bekerjasama dengan Majelis Psikologi berdiskusi mengenai hal tersebut
Pasal 6. Diskriminasi yang Tidak Adil terhadap Keluhan • Himpsi dan Majelis Psikologi tidak menolak siapapun yang mengajukan keluhan karena terkena pelanggaran etika. Keluhan harus didasarkan pada fakta-fakta yang jelas dan masuk akal.
Terima Kasih Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog