3
berada pada jarak sejauh tiga atau empat kali simpangan baku dari nilai tengahnya (Aunuddin 1989). Pendekatan pencilan dapat dilakukan dengan melihat plot peluang normal. Apabila terdapat loncatan vertikal mendekati akhir plot, ataupun jika plot mengalami pembelokan maka kemungkinan terdapat titik yang memerlukan perhatian lebih lanjut (Sen & Srivastava 1990).
Metode Tahapan-tahapan yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan asumsi analisis ragam yaitu asumsi keaditifan model, kehomogenan ragam, dan kenormalan galat dari percobaan. 2. Penanganan bagi data yang tidak memenuhi asumsi analisis ragam.
METODOLOGI
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil penelitian dari Kelompok Peneliti Pengelolaan Sumber Daya Genetik di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen). Terdapat 8 percobaan rancangan acak kelompok yang akan diperiksa asumsi analisis ragam yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Pemeriksaan asumsi analisis ragam Hasil pemeriksaan asumsi analisis ragam pada beberapa data percobaan dapat diketahui ada 1 percobaan yang tidak memenuhi asumsi keaditifan model. Data yang tidak memenuhi asumsi keaditifan model adalah data hasil percobaan kacang bogor (Lampiran 1). Pada asumsi kehomogenan ragam terdapat 1 percobaan yang tidak memenuhi asumsi yaitu data hasil percobaan kacang bogor (Lampiran 2). Selain itu juga terdapat 3 percobaan yang tidak memenuhi asumsi kenormalan galat yaitu data hasil percobaan kacang bogor, kacang kedelai, dan padi di Sukamandi (Lampiran 3). Asumsi kebebasan galat tidak dilakukan pemeriksaan asumsi karena sudah dilakukan pengacakan di lapangan.
Tabel 1 Percobaan dengan rancangan acak kelompok Percobaan 1. Kacang bogor 2. Kacang koro pedang 3. Kacang tunggak 4. Kacang kedelai 5. Padi di Serang 6. Padi di Sukamandi 7. Kacang kedelai di Taman Bogo 8. Kacang kedelai di Plumbon
Jumlah perlakuan dan kelompok 9 varietas, 3 kelompok
Berat 100 biji (gr/100 biji)
6 varietas, 3 kelompok
Berat 100 biji (gr/100 biji)
10 varietas, 3 kelompok 50 varietas, 3 kelompok 25 varietas, 3 kelompok 23 varietas, 3 kelompok
Berat biji (kg/ha) Berat biji (gr/5tanaman) Berat kering (gr/5rumpun) Berat gabah (kg/ha)
14 galur, 4 kelompok
Berat biji (kg/ha)
14 galur, 4 kelompok
Berat biji (kg/ha)
Respon
1. Asumsi keaditifan model Data yang tidak memenuhi asumsi keaditifan model adalah data hasil percobaan kacang bogor dengan respon yang diamati adalah berat 100 biji (gram/100biji). Plot galat terhadap dugaan tidak membentuk pola (Gambar 1), tetapi pada plot tersebut terdapat nilai yang memencil dari nilai lainnya.
Gambar 1 Plot galat dengan dugaan data hasil percobaan kacang bogor.
4
Berdasarkan uji Tukey untuk asumsi keaditifan model tidak dapat dipenuhi pada taraf α = 5%, dengan nilai Fhitung = 15.487 > Ftabel = 4.543 yang berarti keaditifan model ditolak. Hasil analisis ragam dengan menambahkan sumber keragaman ketakaditifan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Analisis ragam dengan keragaman ketakaditifan
sumber
SK
DB
JK
KT
Fhitung
Var
8
2469.4
308.7
2.408
Kel
2
648.5
324.2
Ketakaditifan
1
1984.9
1984.9
Galat
15
1922.4
128.2
Total 26 F(0.05,1,15) = 4.543
15.487
7025.2 F(0.05,8,15) = 2.641
Apabila model tidak aditif, dalam kasus model bersifat multiplikatif, maka untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan transformasi logaritma. Setelah dilakukan transformasi logaritma ternyata asumsi keaditifan model masih belum bisa terpenuhi. Hasil uji Tukey menyimpulkan keaditifan model juga ditolak yang dapat dilihat pada Tabel 3, dengan nilai Fhitung = 98.79 > Ftabel = 4.543. Tabel 3 Analisis ragam dengan sumber keragaman ketakaditifan hasil transformasi log SK
DB
JK
KT
Fhitung
Var
8
1.4031
0.1754
7.63
Kel
2
0.3785
0.1892
Ketakaditifan 1
2.2721
2.2721
Galat
15
0.3444
0.0230
Total
26
4.3981
98.79
Jika dibandingkan antara data sebelum dan sesudah transformasi dari hasil uji Tukey dapat dilihat bahwa kecenderungan untuk menolak keaditifan semakin besar dari data sebelum transformasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai Fhitung ketakaditifan yang semakin besar setelah dilakukan transformasi. Hasil analisis ragam sebelum dan sesudah transformasi dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Nilai-p sesudah transformasi semakin besar yang mengindikasikan bahwa kecenderungan untuk menyatakan jenis perlakuan akan memiliki pengaruh yang sama terhadap respon yang diamati semakin besar.
Tabel 4 Analisis ragam data hasil percobaan kacang bogor SK
DB JK
KT
Fhitung
Nilai-p
Var
8
2469.4
308.7
1.26
0.327
Kel
2
648.5
324.2
Galat 16
3907.3
244.2
Total 26
7025.2
Tabel 5 Analisis ragam data hasil percobaan kacang bogor hasil transformasi log SK
DB
JK
KT
Fhitung
Nilai-p
Var
8
1.4031
0.1754
1.07
0.428
Kel
2
0.3785
0.1892
Galat
16
2.6165
0.1635
Total
26
4.3981
Tidak terpenuhinya asumsi keaditifan model tersebut bukan disebabkan ketakaditifan, melainkan karena adanya pencilan. Oleh karena itu hasil dari transformasi logaritma tetap tidak dapat memperbaiki asumsi tersebut. Pengamatan yang merupakan pencilan adalah pengamatan pada perlakuan 3, kelompok 2 dan kelompok 3 yang mempunyai nilai galat jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai galat pengamatan yang lain. Apabila perlakuan 3 dihilangkan untuk setiap kelompok maka asumsi keaditifan model dapat terpenuhi dengan baik. Hasil uji Tukey untuk asumsi keaditifan model dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai Fhitung = 0.013 < Ftabel = 4.667 yang berarti keaditifan model diterima. Tabel 6 Analisis ragam dengan sumber keragaman ketakaditifan tanpa pencilan SK
DB
JK
KT
Fhitung
Var
7
707.40
101.06
1.898
Kel
2
143.62
71.81
Ketakaditifan 1
0.72
0.72
Galat
692.32
53.26
13
Total 23 F(0.05,1,13) = 4.667
0.013
1544.06 F(0.05,7,13) = 2.832
2. Asumsi kehomogenan ragam Data yang tidak memenuhi asumsi kehomogenan ragam adalah data hasil percobaan kacang bogor yang juga merupakan data yang tidak terpenuhi asumsi keaditifan model. Hasil uji Bartlett untuk kehomogenan ragam dapat diketahui bahwa
5
kehomogenan ragam tidak terpenuhi dengan χ2hitung = 23.68 > χ2α = 0.01 = 20.09 tetapi χ2hitung < χ2α = 0.001 = 26.12 (Lampiran 2). Berdasarkan pendapat Anderson & McLean (1974), jika hasil pengujian diterima pada taraf α antara 0.001-0.01 maka terlebih dahulu dicoba untuk menemukan bentuk sebaran data. Jika ada alasan yang praktis untuk mentransformasi maka lakukan transformasi data tersebut. Plot galat eij dengan rataan perlakuan i. membentuk suatu pita di sekitar garis nol jika tidak terdapat pencilan pada perlakuan 3 (Gambar 2). Maka penyebab tidak terpenuhinya asumsi kehomogenan ragam adalah pengamatan yang sama dengan asumsi keaditifan model yang juga tidak terpenuhi.
3. Asumsi kenormalan galat a. Data hasil percobaan kacang bogor Selain tidak terpenuhi asumsi keaditifan model dan kehomogenan ragam, ternyata asumsi kenormalan galat juga tidak dapat terpenuhi. Gambar 4 menunjukkan plot peluang normal dan boxplot yang terdapat pencilan sehingga membuat plot peluang normal tidak membentuk garis yang cenderung lurus.
Gambar 4 Plot peluang normal dan boxplot data hasil percobaan kacang bogor.
Gambar 2 Plot galat dengan rataan perlakuan pada data hasil percobaan kacang bogor.
Jika perlakuan 3 dihilangkan maka asumsi kehomogenan ragam dapat terpenuhi. Berdasarkan uji Bartlett didapatkan nilai χ2hitung = 5.75 < χ2α = 0.01 = 18.48 yang berarti kehomogenan ragam diterima (Lampiran 4). Plot galat eij dengan rataan perlakuan i. setelah perlakuan 3 dihilangkan dapat dilihat pada Gambar 3. Dari plot tersebut dapat dilihat bahwa galat berada di sekitar garis nol dengan lebar pita sama yang mengindikasikan ragam homogen.
Gambar 3 Plot galat dengan rataan perlakuan tanpa perlakuan 3.
Uji kenormalan dengan melihat plot peluang normal atau dengan menggunakan uji formal, memberikan kesimpulan yang sama. Berdasarkan uji formal Shapiro-Wilk ditunjukkan dengan nilai-p < α yang berarti kenormalan galat ditolak (Lampiran 3). Penyebab dari tidak terpenuhi asumsi kenormalan galat juga merupakan pengamatan pada perlakuan yang sama yang membuat keaditifan model dan kehomogenan ragam juga tidak terpenuhi, yaitu pada perlakuan 3. Hasil dari uji Shapiro-Wilk setelah perlakuan 3 dihilangkan didapatkan nilai-p sebesar > 0.1 dengan nilai-p > α = 0.05 yang berarti kenormalan galat diterima (Lampiran 5). Plot peluang normal membentuk garis yang cenderung lurus setelah perlakuan 3 dihilangkan dan boxplot tidak menunjukkan terdapat pencilan (Gambar 5).
Gambar 5 Plot peluang normal dan boxplot data hasil percobaan kacang bogor tanpa perlakuan 3.
6
b. Data hasil percobaan kacang kedelai Data hasil percobaan kacang kedelai merupakan salah satu data yang tidak memenuhi asumsi kenormalan galat berdasarkan uji Shapiro-Wilk dengan nilai-p = 0.034 < α = 0.05 (Lampiran 3). Respon yang diamati adalah berat biji (gram/5tanaman). Namun secara visual dapat dilihat pada plot peluang normal terlihat sudah membentuk garis yang cenderung lurus meskipun masih terdapat beberapa nilai yang agak menjauhi garis kenormalan (Gambar 6).
Gambar 6 Plot peluang normal dan boxplot data hasil percobaan kacang kedelai.
Hasil analisis ragam tanpa memperhatikan pemenuhan asumsi kenormalan galat dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 8 Hasil L(p) dengan beberapa nilai p data hasil percobaan kacang kedelai p
L(p)
-2
-273.41413
-1.5
-228.87063
-1
-194.96509
-0.5
-172.05956
-0.25
-164.40624
0
-158.97884
0.25
-155.52208
0.5
-153.79224
1
-154.68519
1.5
-160.32357
2
-169.82323
Pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa nilai p yang membuat L(p) mencapai nilai kritis adalah diantara nilai p = 0.5 dan p = 1. Jika dibuat dalam bentuk grafik antara p dengan L(p) dapat disajikan seperti yang terlihat pada Gambar 7.
Tabel 7 Analisis ragam data hasil percobaan kacang kedelai SK
DB
JK
KT
Fhitung
Nilai-p
Var
49
879.34
17.95
1.49
0.048
Kel
2
37.34
18.67
Galat 98
1179.81
12.04
Total 149
2096.49
Jika dilakukan transformasi Box-Cox, maka terlebih dahulu dipilih beberapa nilai p untuk mencari nilai L(p). Hasil L(p) yang mencapai nilai kritis yang digunakan sebagai bentuk transformasi. Tabel 8 menunjukkan hasil L(p) dengan beberapa nilai p.
Gambar 7 Plot antara L(p) dengan p data hasil percobaan kacang kedelai.
Misalnya kita pilih p = 0.5 atau transformasi Y = (x0.5 - 1)/(0.5). Hasil plot peluang normal dan boxplot dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Plot peluang normal dan boxplot data hasil percobaan kacang kedelai untuk p = 0.5.
7
Terlihat bahwa plot kenormalan masih belum membentuk garis yang cenderung lurus. Terdapat beberapa pencilan sehingga transformasi dengan p = 0.5 tidak dapat memperbaiki asumsi kenormalan galat. Berdasarkan uji Shapiro-Wilk didapatkan nilai-p = 0.015 < α = 0.05 (Lampiran 6). Jika dibandingkan antara data sebelum dan sesudah transformasi maka data sebelum transformasi menunjukkan kenormalan galat yang lebih baik dari sesudah transformasi. Hal ini disebabkan adanya beberapa pencilan yaitu pada perlakuan 17, 28, 42 kelompok 2 dan perlakuan 18, 41, 42 kelompok 3. Analisis ragam hasil transformasi dapat dilihat pada Tabel 9.
beberapa nilai yang membuat plot tidak membentuk garis yang cenderung lurus yang disebabkan oleh pencilan (Gambar 10).
Gambar 10
Plot peluang normal dan boxplot data hasil percobaan padi di Sukamandi.
Hasil analisis ragam tanpa pemenuhan asumsi kenormalan galat dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 9 Analisis ragam data hasil percobaan kacang kedelai hasil transformasi p = 0.5
Tabel 10 Analisis ragam data hasil percobaan padi di Sukamandi
SK
DB JK
KT
Nilai-p
SK
DB JK
KT
Var
49
61.9247
1.2638 1.49
0.049
Var
22
35943662
1633803 0.55
Kel
2
2.2685
1.1342
Kel
2
1855034
927517
83.3988
0.8510
Galat 44
131099506 2979534
Total 149 147.5920
Total 68
168898203
Jika perlakuan yang merupakan pencilan dihilangkan untuk setiap kelompok maka asumsi kenormalan galat dapat terpenuhi. Hal ini berdasarkan uji Shapiro-Wilk dengan nilai-p sebesar > 0.1, nilai-p > α = 0.05 yang berarti kenormalan galat diterima (Lampiran 7). Plot peluang normal cenderung membentuk garis lurus dan boxplot tidak menunjukkan terdapat pencilan (Gambar 9).
Karena data tidak memenuhi asumsi kenormalan galat maka dilakukan transformasi Box-Cox. Dilakukan pemilihan beberapa nilai p untuk mencari nilai L(p). Hasil L(p) yang mencapai nilai kritis yang digunakan sebagai bentuk transformasi. Tabel 11 menunjukkan hasil L(p) dengan beberapa nilai p.
Galat 98
Fhitung
Fhitung Nilai-p 0.935
Tabel 11 Hasil L(p) dengan beberapa nilai p data hasil percobaan padi di Sukamandi
Gambar 9 Plot peluang normal dan boxplot data hasil percobaan kacang kedelai tanpa pencilan.
c. Data hasil percobaan padi di Sukamandi Asumsi kenormalan galat pada data hasil percobaan padi di Sukamandi tidak dapat terpenuhi. Respon yang diamati adalah berat gabah padi (kg/ha). Berdasarkan uji ShapiroWilk didapatkan nilai-p sebesar < 0.01 dengan nilai-p < α = 0.05 yang berarti kenormalan galat ditolak. Hal ini dapat dilihat juga dengan plot peluang normal. Terdapat
p
L(p)
-2
-696.773
-1.5
-636.371
-1
-586.117
-0.5
-547.146
-0.25
-532.586
0
-521.173
0.25
-512.528
0.5
-506.193
1
-498.779
1.5
-496.356
2
-497.44
8
Dari tabel tersebut dapat diketahui nilai p yang membuat L(p) mencapai nilai kritis adalah antara p = 1.5 dan p = 2. Grafik antara L(p) dengan p dapat dilihat pada Gambar 11.
didapatkan nilai Whitung sebesar 0.964 (Lampiran 10), Sehingga bentuk transformasi yang sesuai adalah pada p = 1.5 meskipun asumsi kenormalan galat masih belum bisa terpenuhi. Analisis ragam hasil transformasi p = 1.5 dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Analisis ragam data hasil percobaan padi di Sukamandi hasil transformasi p = 1.5
Gambar 11
Plot antara L(p) dengan p data hasil percobaan padi di Sukamandi.
SK
DB JK
Var
22
1.88E+11 8.56E+9
Misalkan dipilih p = 1.5 dengan bentuk transformasi Y = (x1.5 - 1)/(1.5) didapatkan plot peluang normal yang sedikit memperbaiki garis kenormalan meskipun masih terdapat pencilan (Gambar 12). Berdasarkan uji Shapiro-Wilk, asumsi kenormalan galat tidak dapat terpenuhi dengan nilai-p sebesar < 0.01, nilai-p < α = 0.05 yang berarti kenormalan galat ditolak (Lampiran 9).
Kel
2
1.16E+10 5.82E+9
Gambar 12
Plot peluang normal dan boxplot data hasil percobaan padi di Sukamandi untuk p = 1.5.
KT
Galat 44
6.30E+11 1.43E+10
Total 68
8.30E+11
Fhitung Nilai-p 0.60
0.903
Tidak terpenuhi asumsi kenormalan galat meskipun sudah dilakukan transformasi disebabkan terdapat pencilan yaitu pada perlakuan 18 kelompok 1 dan perlakuan 15, 18 kelompok 2. Jika perlakuan tersebut dihilangkan untuk setiap kelompok maka asumsi kenormalan galat dapat terpenuhi dengan baik. Berdasarkan uji Shapiro-Wilk didapatkan nilai-p sebesar > 0.1 dengan nilaip > α = 0.05 yang berarti kenormalan galat diterima (Lampiran 11). Plot peluang normal juga cenderung membentuk garis lurus dan boxplot tidak menunjukkan terdapat pencilan (Gambar 14).
Jika dipilih nilai p = 2 didapatkan plot peluang normal dan boxplot seperti yang terlihat pada Gambar 13.
Gambar 14
Gambar 13
Plot peluang normal dan boxplot data hasil percobaan padi di Sukamandi untuk p = 2.
Berdasarkan nilai Whitung sebelum dan sesudah transformasi dapat dilihat bahwa transformasi dengan p = 1.5 sudah memperbaiki asumsi kenormalan galat meskipun tidak terlalu berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat dengan nilai Whitung sebelum transformasi sebesar 0.965 (Lampiran 8) dan Whitung sesudah transformasi sebesar 0.968 (Lampiran 9). Sedangkan untuk p = 2
Plot peluang normal dan boxplot data hasil percobaan padi di Sukamandi tanpa pencilan.
Pendugaan parameter pada seluruh data percobaan tersebut dilakukan dengan metode kuadrat terkecil (MKT) yang menghasilkan penduga tak bias selama asumsi-asumsinya dipenuhi. Sedangkan dari data percobaan tersebut, tidak terpenuhi asumsi analisis ragam disebabkan karena adanya pencilan. Pencilan ini menyebabkan penduga parameter menjadi berbias jika menggunakan pendugaan dengan MKT. Transformasi data yang dilakukan tidak mampu memperbaiki pemenuhan asumsi analisis ragam. Asumsi analisis ragam menjadi terpenuhi dengan tidak
9
mengikutsertakan pencilan. Tetapi hal ini tidak disarankan karena dengan menghilangkan pencilan maka akan menghilangkan informasi yang seharusnya didapatkan dari pencilan tersebut. Sehingga diperlukan metode lain yang dapat mengatasi pencilan yaitu analisis ragam kekar. Pendekatan analisis ragam kekar terhadap data hasil percobaan kacang bogor Menurut Draper & Smith (1966), masalah analisis ragam dapat ditangani melalui pendekatan metode regresi. Salah satu alternatif terhadap pendugaan kuadrat terkecil yang bersifat kekar adalah pendugaan dengan kriteria meminimumkan ∑|yi – ŷi|p, dengan 0 < p < 2. Jika p = 2 maka pendugaan ini adalah kuadrat terkecil, jika p = 1 maka penduga ini adalah penduga simpangan mutlak terkecil (least absolute deviation). Penetapan bobot (wi) untuk penduga simpangan mutlak terkecil dapat didefinisikan sebagai berikut (Aunuddin1989): – wi – –
dengan S = median |yi – ŷi|. Prosedur untuk mendapatkan pendugaan parameter yaitu iterasi yang disebut dengan IRLS (Iterative Reweight Least Square). Tahapan dalam IRLS (Staudte & Sheather 1990) sebagai berikut: 1. Pemilihan penduga awal β(0) dengan MKT. 2. Hitung galat e(j) = Y-XB(j) pada setiap dugaan ke-j kemudian hitung penimbang/bobot yang akan digunakan untuk pendugaan selanjutnya. 3. Gunakan bobot yang diperoleh pada tahap 2 untuk mendapatkan β(j+1) lakukan langkah di atas hingga menghasilkan dugaan koefisien yang konvergen. β(j) = [XtW(j-1) X]-1 XtW(j-1)Y (j-1) W = diag (wi(j-1)) Pada analisis ragam kekar, data yang mempunyai galat yang lebih besar akan mempunyai bobot yang lebih kecil. Sedangkan apabila dengan MKT, bobot akan bernilai sama. Sehingga analisis ragam kekar adalah analisis yang tidak mudah terpengaruhi oleh adanya pencilan.
Penerapan analisis ragam kekar hanya dilakukan terhadap data hasil percobaan kacang bogor. Hasil analisis ragam kekar dengan 5 kali iterasi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Analisis ragam kekar data hasil percobaan kacang bogor dengan 5 kali iterasi SK
DB
JK
KT
Fhitung
Nilai-p
Var
8
512.04
62.91
2.04
0.107
Kel
2
94.17
47.09
Galat
16
492.71
30.80
Total
26
1098.92
Jika dibandingkan antara hasil analisis ragam kekar 5 kali iterasi dengan analisis ragam MKT (Tabel 14), terjadi penurunan jumlah kuadrat galat (JKgalat) pada analisis ragam kekar dengan jumlah kuadrat perlakuan (JKperlakuan) yang lebih besar dari JKgalat sehingga nilai Fhitung menjadi lebih besar yang disertai dengan nilai-p yang lebih kecil. Hal ini menyebabkan kesensitifan pengujian dengan menggunakan analisis ragam kekar menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan analisis ragam MKT. Tabel 14 Analisis ragam data hasil percobaan kacang bogor (MKT) SK
DB
JK
KT
Fhitung
Nilai-p
Var
8
2469.4
308.7
1.26
0.327
Kel
2
648.5
324.2
Galat
16
3907.3
244.2
Total
26
7025.2
KESIMPULAN Pada pemeriksaan asumsi analisis ragam, tidak semua percobaan dapat memenuhi asumsi keaditifan model, kehomogenan ragam, dan kenormalan galat secara bersamasama. Transformasi data yang dilakukan tidak dapat memenuhi asumsi analisis ragam dikarenakan terdapat pencilan. Pengabaian pencilan membuat asumsi analisis ragam menjadi terpenuhi tetapi akan menghilangkan informasi yang seharusnya didapatkan dari pencilan tersebut. Analisis ragam kekar adalah metode yang tepat digunakan untuk meningkatkan kesensitifan pengujian tanpa menghilangkan pencilan.