METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di tiga tempat berbeda. Pembuatan TDTLA pedaging dilaksanakan di Laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan IPB. Pembuatan snack ekstrusi berlangsung di South East Asia Food and Agriculture Study Center (SEAFAST Center). Analisis kimia dan daya cerna protein dan mineral dilakukan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Fakultas Ekologi Manusia IPB. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret hingga Juni 2009. Materi Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah daging-tulang leher ayam pedaging, grits jagung varietas Pioneer 21 (P21) dan garam. Daging-tulang leher ayam pedaging ini diperoleh dari rumah pemotongan ayam di daerah Kebon Pedes, Bogor. Grits jagung yang digunakan diperoleh dari Laboratorium SEAFAST Center IPB. Kadar protein dapat diketahui dengan menggunakan bahan berupa selenium, H2SO4, K2SO4, NaOH, penolftalen (PP), asam borat 3%, HCl 0,01 N dan aquades. Daya cerna protein dapat diukur dengan menggunakan bahan HCl 0,1 N, NaOH 0,5 N, enzim pankreatin, larutan buffer fosfat yang mengandung natrium azida 0,005 M. Kadar lemak diukur dengan menggunakan bahan heksan. Pengukuran kadar kalsium menggunakan bahan HCl pekat, aquades, larutan filtrat, bubuk amoniak pekat, asam sulfat 4 N, air suling, larutan KMnO4, HCl 0,1 N, indikator merah metil, asam asetat, aluminium oksalat jenuh. Pengukuran kadar fosfor menggunakan bahan berupa HCl pekat, aquades, larutan filtrat, NH4NO3, HNO3 pekat, air suling, amonium molibdate 3%, asam aminosulfonat, aquadest KNO3, NaOH 0,2 N dan HCl 0,1 N. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung daging-tulang leher ayam pedaging adalah pisau, panci tekan, blender, food processor, kompor gas, baskom, panci, loyang plastik, loyang dan capit aluminium, penggaris, spatula, dan saringan (60 mesh). Alat yang digunakan dalam pembuatan snack ekstrusi adalah alat penyeragam grits dan extruder. Alat-alat yang digunakan untuk analisis komposisi kimia dalam penelitian ini adalah cawan porselin, oven, desikator, labu Kjeldhal, Erlenmeyer, soxhlet, pemanas listrik, labu ukur, alat penyuling, buret, spatula, tabung
reaksi, kantung plastik pengemas jenis polypropylen berukuran panjang 20,5 cm dan lebar 11,5 cm shaker water bath, kertas saring Whatman 41, timbangan analitik, mesin penggiling, tanur listrik, pipet, gelas piala, wadah segi empat, kantung dialisa. Rancangan Perlakuan Perlakuan yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu penambahan TDTLA Pedaging terhadap grits jagung dengan taraf yang berbeda. Perlakuan tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh TDTLA Pedaging terhadap kandungan gizi dan daya cerna protein serta mineral snack ekstrusi yang dihasilkan. Penambahan TDTLA Pedaging dilakukan pada taraf 0, 10, 20, dan 30% dari bobot total bahan baku berupa grits jagung. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model rancangan acak lengkap. Model analisis data menurut Steel dan Torrie (1995), sebagai berikut: Yij = μ + αi + εij Keterangan: Yij
= respon percobaan karena pengaruh perlakuan penambahan tepung dagingtulang leher ayam pedaging pada taraf ke-i, ulangan ke-j.
μ
= rataan umum dari peubah yang diamati.
αi
= taraf ke-i perlakuan penambahan tepung daging-tulang leher ayam pedaging ke
εij
= pengaruh kesalahan percobaan karena pengaruh perlakuan ke-i ulangan ke-j i = 0; 5; 10; 15;20
;
j = 1, 2, dan 3
Analisis Data Data hasil diolah dengan dilakukan pengujian asumsi dasar análisis keragaman. Data yang memenuhi keempat uji asumsi dasar yaitu uji kehomogenan, uji kenormalan, uji kebebasan galat dan uji keaditifan selanjutnya diolah dengan análisis keragaman dan diuji lanjut dengan uji Tukey. Jika salah satu asumsi tidak terpenuhi maka data akan diolah dengan menggunakan metode análisis non parametrik Kruskal-Wallis (Walpole, 1992).
Prosedur Penelitian ini terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan TDTLA Pedaging dan penggilingan grits jagung yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak. Tahap kedua yaitu pembuatan snack ekstrusi di SEAFAST Center IPB dan dilanjutkan dengan analisis kimia di Laboratorium Gizi Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian Tahap Pertama Pembuatan TDTLA Pedaging dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu tahap pengumpulan, pembersihan, pelunakan, pengeringan, penggilingan kering dan pengayakan. Bagan pembuatan TDTLA Pedaging dapat dilihat pada Gambar 4. Potongan leher ayam pedaging
Dibersihkan dari saluran pencernaan, saluran pernafasan, kulit dan lemak Ditimbang dan dicuci Direbus di dalam panci tekan pada suhu 121oC selama 30 menit dengan tekanan 1 atm Diangkat dan ditiriskan Dicacah dengan menggunakan food processor Dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60oC selama 18 jam Dihancurkan dengan diskmill Diayak dengan ayakan ukuran 60 mesh TDTLA Pedaging Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan TDTLA Pedaging (Modifikasi Hardianto, 2002)
Penelitian Tahap Kedua Pembuatan Snack Ekstrusi menggunakan grits jagung yang diperoleh dari Laboratorium SEAFAST Center IPB memiliki ukuran yang tidak seragam. Grits jagung diseragamkan pada ukuran 20 mesh dengan menggunakan alat penyeragam grits. Penyeragaman grits jagung ini bertujuan agar snack dapat mengembang dengan ukuran pengembangan yang sama. Tujuan lain dari penyeragaman grits jagung ini adalah agar aliran ulir extruder tidak terhambat oleh grits jagung yang berukuran lebih besar. Pembuatan snack dimulai setelah TDTLA pedaging diperoleh. Formulasi pembuatan snack dengan bahan grits jagung dan penambahan TDTLA Pedaging dapat dilihat pada Tabel 5. Bahan-bahan dicampur sesuai formula kemudian diaduk sampai tercampur rata. Pencampuran bahan-bahan ini dilakukan di luar extruder . Tabel 5. Formulasi Snack Ekstrusi dari Grits Jagung dengan Penambahan TDTLA Pedaging Bahan yang digunakan
F1
F2
F3
F4
g
%
g
%
g
%
g
%
Grits Jagung
1970
98,5
1970
86,97
1970
82,29
1970
76,03
TDTLA
0
0
197
8,97
394
16,4
591
22,81
Garam
30
1,5
30
1,36
30
1,25
30
1,16
Total
2000
100
2197
100
2394
100
2591
100
Pedaging
Extruder mula-mula dikondisikan pada suhu dan kecepatan putaran pisau tertentu sebelum digunakan. Pengaturan kecepatan pisau pemotong dalam extruder diatur pada 500 rpm. Extruder memiliki enam buah pisau pemotong dengan formasi segienam yang akan berputar sesuai dengan kecepatannya. Peningkatan kecepatan pisau dapat mengakibatkan ukuran snack ekstrusi menjadi semakin pendek. Suhu outlet extruder diatur pada suhu 60oC yang akan dicapai selama 20-30 menit setelah extruder dipanaskan. Diagram alir pembuatan snack ekstrusi dapat dilihat pada Gambar 5.
Bahan sesuai formulasi
Dilakukan pengadukan dengan tangan Extruder dipanaskan 180o-200oC Bahan dimasukkan ke feed hooper Snack ekstrusi Gambar 5. Bagan Pembuatan Snack Ekstrusi Extruder dapat menghasilkan banyak snack ekstrusi dalam waktu yang singkat. Snack ekstrusi akan keluar dari extruder melalui bagian bawah. Snack ekstrusi yang telah keluar kemudian didinginkan selama 15 menit. Pendinginan ini dilakukan agar snack ekstrusi yang dikemas tidak cepat menjadi lunak karena uap air yang masih tinggi akibat proses ekstrusi. Snack kemudian dikemas dalam kantung plastik dan ditutup rapat dengan menggunakan sealer. Peubah Snack yang diperoleh dari extruder kemudian diambil sebagai contoh untuk dianalisa. Peubah yang dianalisis yaitu kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar protein, kadar kalsium dan fosfor serta daya cerna protein untuk semua perlakuan. Khusus untuk daya cerna mineral kalsium dan fosfor hanya dilakukan terhadap TDTLA Pedaging dan snack ekstrusi dengan konsentrasi penambahan TDTLA Pedaging sebanyak 30% dari bahan baku grits jagung. Kadar Air (AOAC, 1995). Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven selama 15 menit atau sampai didapat berat konstan, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel lima gram ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 8 jam pada suhu 105oC. Cawan kemudian ditimbang dalam desikator dan ditimbang kembali setelah suhunya turun. Kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar air =
Keterangan : B
B1 − B2 x100% B
= Berat sampel (gram)
B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan B2 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan Kadar Lemak (AOAC, 1995). Kadar lemak snack diukur dengan menggunakan
metode ekstraksi Soxhlet. Sampel snack sebanyak 0,5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan diletakkan pada alat ekstraksi yang dipasang diatas kondensor serta abu labu lemak di bawahnya. Pelarut hexana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam lemak. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dengan dalam oven selama 5 jam pada suhu 105oC. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung dengan menggunakan dua cara, yaitu pertama perhitungan kadar lemak berdasarkan berat basah dan kedua berdasarkan berat kering. •
Kadar lemak berdasarkan perhitungan berat basah Kadar lemak =
Berat Lemak ×100% Berat Sampel
Keterangan : Berat lemak = (berat labu + lemak) – berat labu •
Kadar lemak berdasarkan perhitungan berat kering % lemak =
% lemak (b / b) ×100% (100% − % air (b / b))
Kadar Protein (AOAC, 1995). Sebanyak 0,1 gram sampel kering, ditempatkan dalam labu Kjeldahl 30 ml dan ditambahkan 2,5 gram H2SO4 dan tablet Kjeldahl. Sampel dididihkan selama 1 jam - 1,5 jam sampai cairan menjadi jernih dan kemudian didinginkan. Isi labu dituangkan ke dalam alat destilasi, labu dibilas 5-6 kali dengan aquadest (20 ml). Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml yang berisi larutan H3BO3 dan tiga tetes indikator (cairan merah metil dan metilen blue) yang ada di bawah kondensor.
Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur H3BO3 dan indikator dalam Erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1N sampai terjadi perubahan warna merah. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat dihitung dengan dua cara yaitu berdasarkan berat basah dan berdasarkan berat kering. •
Kadar protein berdasarkan berat basah (b/b) %N=
•
(ml HCl − ml Blanko) × N HCl ×14.007 x100% Berat Sampel
Kadar protein berdasarkan berat kering (b/k) % Protein =
% protein (b / b) ×100% (100% − % air (b / b))
Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995). Sebanyak satu gram sampel dilarutkan dengan
100 ml H2SO4 1,25%, dipanaskan hingga mendidih lalu dilanjutkan dengan destruksi selama 30 menit. Sampel kemudian disaring menggunakan kertas Whatman dan dengan menggunakan bantuan corong Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan 20-30 ml air mendidih dan dengan 25 ml air sebanyak 3 kali. Residu didestruksi kembali dengan 100 ml NaOH 1,25% selama 30 menit. Sampel hasil destruksi disaring kembali seperti di atas dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H2SO4 1,25% mendidih, 2,5 ml air sebanyak 3 kali, dan 25 ml alkohol. Residu beserta kertas saring dipindahkan ke cawan porselin dan dikeringkan dalam oven 130oC selama 2 jam. Cawan yang berisi residu yang telah dingin ditimbang (A gram), lalu dimasukkan ke dalam tanur 600oC selama 30 menit, didinginkan dan ditimbang kembali (B gram). Keterangan berat serat kasar = w-w0 w
= berat residu sebelum dibakar dalam tanur A – (berat kertas saring + cawan) Keterangan : A = berat residu + kertas saring + cawan
w
0
= berat residu setelah dibakar dalam tanur B – (berat cawan) Keterangan : B = berat residu + cawan Kadar Serat Kasar =
Berat Serat Kasar (g ) ×100% Berat Sampel (g )
Kadar Abu (AOAC, 1995). Cawan kosong dipanaskan dalam oven kemudian
didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Sampel ditimbang kurang lebih tiga gram dan diletakkan di dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama pada suhu sekitar 450oC dan tahap kedua dilakukan pada suhu 550oC, pengabuan dilakukan sekitar 2-3 jam. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, setelah dingin kemudian cawan ditimbang. Kadar abu dapat dihitung dengan dua cara yaitu pertama berdasarkan berat basah dan kedua berdasarkan berat kering. •
Kadar abu berdasarkan berat basah (b/b) Kadar abu =
•
Berat Abu (g ) ×100% Berat Sampel (g )
Kadar abu berdasarkan berat kering (b/k) % Abu =
% abu (b / b) ×100% (100% − % air (b / b))
Kadar Kalsium (AOAC, 1995). Satu gram sampel yang telah dihaluskan ditimbang
kemudian dimasukkan ke dalam tabung destruksi. Sebanyak 10 ml larutan campuran HClO4 : HNO3 : H2SO4 = 5: 2 : 1 ditambahkan, kemudian didestruksi sampai larutan jernih atau selama dua jam. Larutan destruksi yang telah dingin dipindahkan ke dalam labu takar 50 ml dan ditambahkan aquadest sampei tera, dilanjutkan dengan penyaringan menggunakan kertas Whatman 41. Sebanyak 2 ml larutan dipipet lalu ditambahkan larutan lanthanum 5% sebanyak 1 ml. Larutan dianalisa dengan alat spektrofotometri dengan cara sebagai berikut : (1) alat spektrofotometri dinyalakan dan diatur sesuai dengan instruksi manual dalam alat tersebut, (2) larutan standar kalsium (1000 ppm) dan blanko diukur, (3) diukur larutan sampel (selama penetapan sampel, diperiksa secara periodik apakah nilai standar tetap konstan) dibuat kurva standar (sumbu y sebagai absorbansi dan sumbu x sebagai konsentrasi (dalam ppm).
Perhitungan dilakukan dengan rumus sebagai berikut: Kandungan logam (Ca/g) =
Keterangan :
V W
V As x Slope W
= Volume pelarut (ml) = Bobot contoh (g)
As
= Absorbansi contoh
Slope
= Mililiter alikuot yang digunakan untuk penetapan kalsium
Kadar Fosfor (AOAC, 1995). Satu gram sampel yang telah dihaluskan ditimbang
kemudian dimasukkan ke dalam tabung destruksi. Sebanyak 10 ml larutan campuran HClO4 : HNO3 : H2SO4 = 5: 2 : 1 ditambahkan, kemudian didestruksi sampai larutan jernih atau selama dua jam. Larutan destruksi yang telah dingin dipindahkan ke dalam labu takar 50 ml dan ditambahkan aquadest sampei tera, dilanjutkan dengan penyaringan menggunakan kertas Whatman 41. Larutan diambil sebanyak 2 ml da ditambahkan 2 ml HNO3 dan 1 ml larutan molibdate vanadat. Larutan dipindahkan ke dalam Nortex lalu dipanaskan. Larutan dianalisa dengan alat spektrofotometri dengan cara sebagai berikut : (1) alat spektrofotometri dinyalakan dan diatur sesuai dengan instruksi manual dalam alat tersebut, (2) larutan standar fosfor (25 ppm) dan blanko diukur, (3) diukur larutan sampel (selama penetapan sampel, diperiksa secara periodik apakah nilai standar tetap konstan) dibuat kurva standar (sumbu y sebagai absorbansi dan sumbu x sebagai konsentrasi (dalam ppm). Perhitungan dilakukan dengan rumus sebagai berikut: Kandungan logam (P/g) = Keterangan :
V
As V x Slope W
= Volume pelarut (ml)
W
= Bobot contoh (g)
As
= Absorbansi contoh
Slope = Mililiter alikuot yang digunakan untuk penetapan fosfor
Daya Cerna Protein secara In Vitro (Sanders et. al. (1973) yang disitir oleh Muchtadi (1993)). Sampel sejumlah kira-kira setara 0,2 gram protein dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml. Sebanyak 25 ml HCl 0,1 N ditambahkan ke dalam Erlenmeyer tersebut. Pepsin sebanyak 0,1 gram dan suspensi pepsin sebanyak 1 ml (1 gram pepsin dilarutkan ke dalam HCl 0,1 N sebanyak 10 ml) kemudian ditambahkan 1 ml natrium azida 0,05 N. Inkubasi dilakukan selama 3 jam pada suhu 37oC dalam waterbath bergoyang. Pengaturan pH sampai 7,0 dilakukan dengan cara menambahkan NaOH 4 N. Penambahan 0,1 gram pankreatin atau 1 ml suspensi pankreatin (1 gram pankreatin dilarutkan ke dalam 10 ml akuades) dilakukan setelahnya. Larutan campuran tersebut diinkubasi kembali selama 24 jam pada suhu 37oC dalam waterbath bergoyang. Penyaringan kemudian dilakukan dengan menggunakan kertas saring sampai semua residu tertinggal ke dalam kertas saring. Residu selanjutnya dianalisis kandungan proteinnya dengan menggunakan metode Kjeldahl. Daya Cerna Protein =
protein total - protein tidak tercerna ×100% protein awal
Keterangan : Protein tidak tercerna (x) : x = ((kadar protein residu/100) × berat kertas saring + residu) × 1000 Kadar Protein Residu (y) : y = (((volume titrasi – ((Berat kertas saring kosong/kertas blanko) × volume titrasi blanko)) × 0,014 × N HCl × 6,25) × 100)/ berat kertas saring + residu
Daya Cerna Kalsium dan Fosfor secara In Vitro (Roig, Alegria, Barbera, Farre & Lagarda, 1998). Sampel setara 2 gram protein dimasukkan ke dalam gelas piala. Aquadest bebas ion ditambahkan ke dalamnya sampai 100 gram atau bila terlalu kental, ditambahkan air sampai didapat kekentalan yang bisa diaduk. Pengaturan pH dilakukan menjadi 2,0 dengan menambahkan HCl 4 N. Gelas piala beserta sampel kemudian ditimbang. Sampel ditimbang dua kali masing-masing ± 20 gram, diberi label T1 untuk analisis biovailability (daya cerna) dan T2 untuk menghitung total asam tertitrasi. Kedua sampel ditambahkan suspensi pepsin masing-masing sebanyak 1 ml dan dilakukan inkubasi selama 120 menit dalam suhu 37oC lalu dimasukkan ke
dalam freezer. Sampel T2 dicairkan dalam shaker dengan suhu 37oC dan ditambahkan 5 ml pankreatin bile dan indikator penolftalen. Titrasi dilakukan dengan KOH sampai warna berubah menjadi warna merah jambu dan dilakukan penghitungan kebutuhan NaHCO3. Kantung dialisa yang akan digunakan dipotong ± 15 cm dan direndam dalam air bebas ion lalu diikat salah satu ujungnya. Kantung kemudian diisi dengan 20 ml NaHCO3 hasil perhitungan. Ujung kantung diikat salah satunya usahakan jangan sampai ada gelembung, kemudian direndam dengan sisa larutan NaHCO3 dalam gelas piala 200 ml. Sampel T1 dicairkan di dalam shaker 37oC kemudian dimasukkan ke dalam kantung dialisis dan diinkubasi selama 30 menit dalam suhu 37oC. Sampel tersebut kemudian ditambahkan 5 ml pankreatin bile dan diinkubasi kembali selama 120 menit pada suhu 37oC. Kemudian kantung dialisis diangkat dan dibuka ikatannya, sampel lalu dituangkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml bebas ion. Bagian dalam kantung dicuci dengan air bebas ion. Hasil dialisat ditimbang dan dicatat. Hasil dialisat lalu ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 10 ml dan HNO3 pekat sebanyak 10 ml dan didiamkan selama satu malam. H2O bebas ion selanjutnya ditambahkan ke dalam hasil dialisat dan lakukan pemanasan sampai jernih. Langkah berikutnya adalah pengenceran di dalam labu 50 ml dan penyaringan dengan kertas Whatman 42. Absorban yang terlihat kemudian dibaca dengan metode AAS. Hasil yang terbaca menunjukkan angka yang diserap oleh sampel. Angka-angka tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rumus y = a + bx dimana hasil persamaan ini akan menghasilkan konsentrasi dari sampel. Metode ini didasarkan pada prinsip kualitatif dan prinsip kuantitatif. Prinsip kualitatif yaitu banyaknya elektron yang tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi, dimana keadaan elektron tersebut tidak stabil dan akan turun ke tingkat dasar sambil memancarkan energi berupa sinar atau cahaya dengan panjang gelombang yang khas untuk unsur–unsur tertentu. Prinsip kuantitatif didasarkan pada pengukuran intensitas cahaya yang dipancarkan oleh atom–atom tereksitasi. Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.