MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Juni 2012, di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Research, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan analisis serat makanan dilaksanakan di Balai Besar Industri Agro. Materi Bahan yang digunakan untuk pembuatan nata de madoe adalah madu hutan afkir, madu segar, whey, air kelapa, starter A. xylinum diperoleh dari pabrik nata de coco Ciampea, amonium sulfat,
akuades, H2SO4, NaOH, HCl, MRSA, NaCl
NaHSO3, Zn(CH3COO)).2H2O dan K4Fe(CN)6.3H2O Peralatan yang digunakan dibagi atas dua bagian, yaitu: peralatan dalam proses pengolahan (loyang plastik segi empat, kain saring, aluminium foil, plastik wrap, gelas ukur, laminar air flow, stirrer, mikropipet, timbangan,
hotplate,
pengaduk, termometer dan panci) dan peralatan untuk pengujian analisis (pH meter, hand refractometer, gelas ukur, jangka sorong, penetrometer, chromameter, tabung reaksi, cawan porselin, cawan aluminium, labu Kjedhal, labu Erlemeyer, vortex dan spektrofotometer ). Peralatan untuk uji organoleptik adalah form uji hedonik, gelas dan sendok. Prosedur Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat kimia dari madu afkir, memeriksa kemurnian dan viabilitas starter A. xylinum konsentrasi gula yang tepat
dan menentukan
dengan cara pengenceran sebagai media untuk
pembuatan nata de madoe. Hasil terbaik dari penelitian pendahuluan ini akan digunakan dalam penelitian lanjutan. Sifat kimia madu hutan afkir yaitu kadar gula, nilai pH, kadar air, abu dan hidroksimetilfurfural.
17
Sifat Kimia Madu Hutan Afkir Kadar gula madu afkir (Badan standardisasi nasional, 2006). Kadar gula madu afkir diukur dengan menggunakan hand refractometer. Air diteteskan satu tetes di atas prisma refraktometer untuk menentukan titik nol atau digunakan sebagai koreksi. Madu hutan afkir diteteskan di permukaan prisma hand refraktrometer. Jangan sampai terbentuk gelembung. Prisma ditutup kemudian hasilnya dilihat di hand refractrometer. Nilai pH (Badan standardisasi nasional, 1992). Sampel madu hutan afkir sebanyak 10 ml disiapkan dalam wadah. pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan 7. Elektroda dibilas dengan akuades dan dilap dengan tisu, selanjutnya dicelupkan ke dalam sampel madu hutan afkir. Nilai pH ditentukan setelah pH meter menunjukkan angka yang stabil. Kadar air (Association of official analytical chemist, 1999). Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung di dalam satu satuan nata de madoe yang dinyatakan dalam persen. Analisis kadar air pada prinsipnya menguapkan air yang terkandung dalam bahan dengan cara pengeringan oven pada suhu 105 °C sampai diperoleh berat yang tetap. Prosedur kerja analisis kadar air sebagai berikut: cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu 105 °C selama satu jam. Cawan didinginkan di desikator dan ditimbang. Nata de madoe dihancurkan dan diambil sampel lima gram dan ditempatkan pada cawan. Cawan yang berisi sampel nata dimasukkan ke oven bersuhu 105
O
C selama tiga jam. Cawan didinginkan di
desikator lalu ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus : Kadar air =
x 100%
Keterangan : a = berat sampel (g) b = berat sampel kering + cawan (g) c = berat cawan kosong (g)
18
Kadar Abu (Association of official analytical chemist, 1999). Kadar abu merupakan jumlah residu anorganik yang terkandung dalam satu satuan berat nata. Kadar abu nata de madoe diperoleh dengan cara sebagai berikut: cawan porselen dibakar dalam tanur kemudian didinginkan dalam deksikator dan ditimbang. Nata dihaluskan kemudian ditimbang tiga gram dan diletakkan dalam cawan porselen tersebut. Cawan dibakar di kasa pembakar Bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 550 oC. Pengabuan dilakukan sampai berat cawan konstan selama ± 12 jam. Cawan didinginkan di desikator selama 30 menit lalu ditimbang. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus: Kadar abu =
x 100%
Keterangan : W
= bobot contoh sebelum diabukan (g)
W1
= bobot contoh + cawan sesudah diabukan (g)
W2
= bobot cawan (g) Kadar Hidroksimetilfurfural (Badan standardisasi nasional, 2004). Kadar
Hidroksimetil-furfural (HMF) diukur dengan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 284 nm dan 336 nm. Tahap pertama, larutan Carez I (15 g ferosianida K4Fe(CN)6.3H2O dilarutkan dengan akuades dan diencerkan sampai 100 ml) dan laruran Carez II (30g seng asetat Zn(CH3COO)).2H2O dilarutkan dengan akuades dan diencerkan sampai 100 ml) dipersiapkan. Sebanyak lima gram sampel madu ditimbang dalam labu ukur 50 ml, kemudian ditambahkan akuades sampai larutan dalam labu ukur mencapai kurang lebih 25 ml. Sebanyak 0,5 ml Larutan Carez I ditambahkan ke dalam labu ukur kemudian diaduk. Tahap selanjutnya larutan Carez II ditambahkan ke dalam labu ukur kemudian diaduk kembali. Volume campuran ditepatkan hingga tanda tera dengan akuades, kemudian disaring dengan kertas saring abu. Filtrat hasil penyaringan dipipet lima ml ke dalam dua tabung reaksi berukuran 18 x 150 ml. Tabung pertama ditambahkan lima ml akuades, sedangkan tabung kedua (pembanding) ditambahkan lima ml NaHSO3 0,2%. Campuran diaduk rata dengan menggunakan vortex. Tahap berikutnya sampel diukur absorbannya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 284 nm dan 336 nm dengan sel satu cm. Apabila absorbansi lebih tinggi dari 0,6 larutan sampel 19
diencerkan dengan akuades dan larutan standar NaHSO3 0,1%. Perhitungan kadar HMF dirumuskan sebagai berikut : Kadar HMF = (A284 –A336) x 14,97 x 5 / berat sampel Keterangan : A284 = absorbansi pada 284 nm A336 = absorbansi pada 336 nm 14,97 = faktor koreksi Kemurnian dan Viabilitas Agustrianingsih, 2007)
Starter
Acetobacter
xylinum
(modifikasi
Pemeriksaan kemurnian dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopis dengan bantuan pewarnaan Gram untuk pengamatan morfologi starter yang digunakan. Pemeriksaan kemurnian starter bertujuan untuk menghindari kontaminasi yang berasal dari lingkungan. Pemeriksaan kemurnian starter A. xylinum, terlebih dahulu ditumbuhkan pada media de-Man Rogosa Sharp Agar (MRSA) kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24-48 jam (Gambar 3).
Object glass terlebih dahulu
difiksasi di atas Bunsen, kemudian isolat A. xylinum diambil dari media MRSA dengan menggunakan ose steril diletakkan pada Object glass lalu dihomogenkan dengan akuades satu tetes, selanjutnya difiksasi di atas api atau di udara sampai kering. Zat warna pertama yang diberikan adalalah Gentiant violet yang ditambah dengan zat warna Lugol masing-masing selama satu menit lalu dicuci dengan air mengalir. Setelah itu diberikan Aseton alkohol selama 20 detik dan segera dicuci dengan air mengalir. Zat warna terakhir yakni Safranin yang diberikan selama satu menit, kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di udara. Selanjutnya di amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000 kali dan menggunakan minyak emersi.
Gambar 3. Acetobacter xylinum yang Digores pada Media MRSA
20
Pemeriksaan viabilitas starter dilakukan dengan cara menghitung jumlah populasi starter kerja yang akan digunakan dalam penelitian dengan metode spread plate. Pengenceran tujuh kali dilakukan untuk setiap satu ml sampel starter A. xylinum. Perhitungan cawan dimulai dari pengenceran ke tiga sampai pengenceran ke tujuh. Satu ml dari setiap pengenceran dipipet dan dituangkan ke cawan petri yang telah disterilkan secara duplo. Lima belas ml MRSA dituangkan ke cawan petri, dihomogenkan dengan gerakan angka delapan dan dibiarkan selama 15 menit sampai media mengeras. Cawan petri kemudian dibalikkan dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24-48 jam. Populasi starter harus memenuhi syarat minimal jumlah bakteri dalam pembuatan produk fermentasi, yaitu 1,0 x 108 cfu/ml (Makinen dan Bigret, 1998). Pengenceran Madu Afkir (Chemistry, 2011) Pengenceran dilakukan untuk memperoleh kadar gula terbaik yang mendukung pertumbuhan Acetobacter xylinum. Perhitungan pengenceran kadar gula total 15%, 20% dan 25% diperoleh dengan rumus: V1 x M1 = V2 x M2 Keterangan : V1 = volume madu afkir (ml) M1 = kadar gula yang diketahui (72%) V2 = volume pengencer (100ml) M2 = kadar gula (15%, 20%, 25%) Pembuatan nata de madoe dilakukan sesuai Gambar 4. Proses pembuatan nata de madoe pada penelitian pendahuluan ini diawali dengan penyaringan madu hutan afkir. Madu diencerkan dengan akuades hingga kadar gula sebesar 15%, 20% dan 25% kemudian diautoclave pada suhu 115 °C selama tiga menit. Madu yang telah disterilkan dituang ke wadah fermentasi yang juga telah disterilkan dan didinginkan pada suhu berkisar 28-32 °C. Starter A. xylinum diinokulasi sebanyak 10% dan ditambahkan amonium sulfat 0,5%. Larutan madu hutan afkir difermentasi selama 14 hari kemudian nata de madoe dipanen dan dihitung persentase rendemennya dengan cara berikut: Rendemen =
x 100%
21
Gambar 4. Proses Pembuatan Nata de Madoe pada Penelitian Pendahuluan Hasil nata terbaik diperoleh dari nilai rendemen tertingi. Hasil rendemen nata yang terbaik dari ketiga pengenceran digunakan sebagai bahan untuk penelitian lanjutan. Penelitian Utama Pembuatan nata de madoe menggunakan pengenceran yang terbaik dari penelitian pendahuluan. Proses pembuatan nata de madoe pada penelitian utama hampir sama dengan penelitian pendahuluan. Namun media fermentasi yang digunakan berbeda, yaitu: madu hutan afkir, madu hutan afkir ditambah whey, madu hutan afkir ditambah air kelapa, madu hutan afkir ditambah whey dan air kelapa dan madu segar sebagai kontrol. Ratio perbandingan media fermentasi diperoleh dari hasil try and error sebelum penelitian lanjutan ini, yakni: madu hutan afkir ditambah whey (2:1) v/v , madu afkir ditambah air kelapa (2:1) v/v dan madu hutan afkir ditambah whey dan air kelapa (3:1,5:1) v/v. Bagan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
22
Gambar 5. Bagan Penelitian Nata yang dipanen kemudian dicuci dengan air tiga kali kemudian di rebus selama 30 menit dan didiamkan satu malam kemudian dicuci kembali dan direbus selama 15 menit tanpa menggunakan penutup agar aroma asam dari nata terlepas ke udara bebas. Nata de madoe yang dihasilkan diuji sifat fisik, sifat kimia dan tingkat kesukaannya.
Nata de madoe yang diuji tingkat kesukaanya terlebih dahulu
direndam pada larutan madu berkadar gula 15% dan 20% sehingga nata yang diuji tidak terasa hambar. Rancangan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap
(RAL) dengan tiga kali pengulangan. Perlakuan yang diberikan adalah media fermentasi yang berbeda yaitu madu hutan afkir, madu hutan afkir ditambah whey, madu hutan afkir ditambah air kelapa dan madu hutan afkir ditambah whey dan air kelapa terhadap rendemen nata de madoe. Media fermentasi madu segar dijadikan sebagai kontrol.
23
Model matematikanya menurut Steel dan Torrie (1995) adalah sebagai berikut: Yij = µ + αi + εij Keterangan : Yij µ αi εij i j
= Nilai Pengamatan rendemen nata de madoe dengan media fermentasi ke-i pada ulangan ke-j = Nilai rataan dari rendemen nata de madoe = Pengaruh media fermentasi pada taraf ke-i = Pengaruh galat percobaan dengan media fermentasi pada taraf ke-i dan ulangan ke-j. = 1, 2, 3, 4 = 1, 2, 3 Data sifat fisik dianalisis dengan analisis keragaman dan perlakuan yang
berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Tukey untuk melihat perbedaan di antara perlakuan. Analisis nonparametrik dilakukan terhadap hasil uji sensori dengan menggunakan adalah Kruskal Wallis (Steel dan Torrie, 1995). H
=
H’
=
Pembagi
=1
∑
∑
Keterangan : ni = jumlah pengamatan n = total data Ri = jumlah rangking dalam perlakuan ke-i T = jumlah pengamatan seri dalam ulangan H = statistik Kruskal-Wallis H’ = H terkoreksi Apabila hasil analisis Kruskal Wallis berpengaruh nyata dilakukan uji perbandingan (Multiple Comparison) untuk melihat perbedaan di antara perlakuan, yaitu dengan rumus (Steel dan Torrie, 1995) : Ri – Rj > < Z
/2p
Keterangan : Ri = Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i Rj = Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j k = jumlah perlakuan N = jumlah total data yang dibandingkan 24
Peubah yang Diamati Peubah yang diamati meliputi : (a) karakteristik fisik yaitu rendemen, ketebalan, kekenyalan dan warna, (b) karakteristik kimia meliputi kadar air, kadar abu, serat kasar, protein kasar, lemak kasar, dan serat pangan, (c) tingkat kesukaan. Karakteristik Fisik Rendemen (Association of official analytical chemist, 1999). Rendemen nata adalah berat nata yang dihasilkan dari tiap satuan volume media fermentasi yang digunakan, dinyatakan dalam persen. Rendemen nata ditentukan dengan metode gravimetri dan dinyatakan dalam berat per volume (w/v). Rendemen nata dihitung dengan rumus: Rendemen =
x 100%
Ketebalan ( Modifikasi dari Yoneda, 2003). Ketebalan adalah rataan tebal nata yang diperoleh dari hasil perubahan glukosa menjadi selulosa oleh A. xylinum. Ketebalan nata diukur pada lima tempat yang berbeda yaitu pada masing-masing ujung segiempat dan bagian tengahnya.dengan menggunakan jangka sorong digital ditusukkan pada permukaan hingga mencapai dasar nata. Angka yang ditunjukkan oleh jangka sorong menunjukkan tebal nata. Ketebalan dihitung dengan rumus sebagai beikut : Ketebalan = Keterangan : t (1-5) = tebal Kekenyalan ( Modifikasi dari Yoneda, 2003). Kekenyalan adalah daya tahan nata untuk pecah akibat gaya tekan. Kekenyalan nata diukur dengan menggunakan Penetrometer (Gambar 6). Sampel dipotong kotak dengan ukuran 8x8 cm. Pengukuran kekenyalan dilakukan dengan menusukkan jarum penetrometer ke nata.
Gambar 6. Penetrometer 25
Kekenyalan nata diperoleh dari rata-rata penusukan pada lima tempat yang berbeda.
Angka yang ditunjukkan oleh jarum Penetrometer menunjukkan
kekenyalan nata. Satuan pengukuran dinyatakan dalam mm/detik dari berat yang diberikan. Kekenyalan dihitung dengan rumus sebagai beikut : Kekenyalan = Keterangan : k (1-5) = kekenyalan nata Warna (Hutching, 1999). Warna adalah
kesan yang diperoleh mata dari
cahaya yang dipantulkan oleh nata. Analisis warna dilakukan dengan menggunakan sistem notasi warna Hunter dengan alat Chromameter Minolta CR-310 (Gambar 7). Chromameter dikalibrasi terlebih dahulu mengunakan pelat standar warna putih (L=97,15; a=5,35; b=3,37) kemudian dilanjutkan dengan pengukuran warna sampel. Sistem warna yang digunakan adalah sistem L, a, b.
Gambar 7. Chromameter Minolta CR-310 Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, kemudian ditekan tombol start maka akan diperoleh nilai L, a dan b dari sampel. Hasil pengukuran dikonversi ke dalam sistem Hunter dengan notasi L menyatakan parameter kecerahan dari hitam (0) sampai putih (100). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah, nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau.
Notasi b menyatakan warna kromatik
campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 dampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna biru. Berdasarkan nilai a dan b dapat dihitung derajat Hue dengan rumus sebagai berikut : °Hue = tan -1 Selanjutnya warna produk ditetapkan berdasarkan °Hue yang diperoleh, seperti yang disajikan pada Tabel 6.
26
Karakteristik Kimia Karakteristik kimia meliputi kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar protein, kadar lemak dan kadar serat pangan. Karakteristik kimia dilakukan secara komposit di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan serta Balai Besar Industri Agro dan dianalisis secara deskriptif. Prinsip kerja kadar air dan kadar abu sama halnya dengan metode kadar air dan kadar abu pada penelitian pendahuluan. Kadar Serat Kasar (Association of official analytical chemist, 1999). Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah diperlakukan dengan asam dan alkali mendidih, dan terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan pentosan (Apriyantono et al., 1989). Kadar serat kasar diperoleh dengan cara sebagai berikut : sampel ditimbang sebanyak 3-5 gram dimasukkan ke labu Erlenmyer 500 ml kemudian ditambahkan H2SO4 25 % sebanyak 50 ml dan didihkan selama 30 menit. Campuran tersebut ditambahkan 50 ml larutan NaOH 3,25% kemudian didihkan 30 menit. Campuran disaring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Endapan pada kertas saring dicuci dengan H2SO4 1,25%, air panas dan etanol 96%, selanjutnya ditimbang dan dikeringkan pada suhu 105 oC. Endapan dan kertas saring yang telah kering didinginkan dalam desikator selama 30 menit, selanjutnya ditimbang. Kadar serat kasar dapat dihitung dengan rumus : Kadar serat kasar =
x 100%
Keterangan : W = Bobot sampel (g) W1 = Bobot endapan pada kertas saring (g) W2 = Bobot abu (g) Kadar Protein (Association of official analytical chemist, 1999). Protein merupakan molekul polipeptida berukuran besar yang disusun oleh lebih dari 100 buah asam amino yang berikatan satu sama lain secara kovalen dan dalam urutan yang khas yang disebut ikatan peptida. Penetapan protein pada prinsipnya didasarkan oksidasi bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia. Kadar protein diperoleh dengan cara sebagai berikut : Sampel nata de madoe dihaluskan dan diambil sampel lima gram. Sampel dimasukkan ke labu Kjehdal dan ditambahkan 1,9±0,1 gram K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2,0 ± 0,1 H2SO4 dan batu didih. Sampel 27
didihkan
sampai
cairan
berwarna
jernih.
Kemudian
didinginkan
dengan
menambahkan sejumlah air secara perlahan-lahan. Sampel pada labu dipindahkan ke alat destilasi. Labu dicuci lima sampai enam kali dengan 1-2 ml air kemudian air cucian tersebut dipindahkan ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml asam sorbat ditambahkan dengan tetes indikator (campuran 2 bagian metilen merah 0,2% dalam alkohol dan 1 bagiam metilen biru 0,2%
dalam alkohol) lalu diletakan di bawah kondensor. Larutan
NaOH-Na2S2O3 ditambahkan 8-10 ml, kemudian destilasi sampai destilat terapung kira-kira 15 ml dalam Erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air dan air pencucian ditampung dalam Erlenmeyer yang sama.
Isi tabung Erlenmeyer
diencerkan sampai kira-kira 50 ml kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu setelah itu dilakukan penetapan blanko. Kadar protein dihitung dengan rumus : %N=
x 100%
% Protein = % N x FK Keterangan : %N
= kadar nitorgen
FK
= faktor koreksi = 6,25 Kadar Lemak (Association of official analytical chemist, 1999). Kadar lemak
adalah kandungan lemak yang terdapat pada satu satuan nata de madoe dengan cara mengekstrak lemak dengan pelarut dietil eter. Kadar lemak diperoleh dengan cara sebagai berikut: labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet dikeringkan terlebih dahulu dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Lima gram sampel ditimbang dalam selonsong lemak, kemudian ditutup dengan kertas bebas lemak secukupnya. Selongsong yang berisi sampel tersebut diletakkan ke alat ekstraksi Soxhlet, kemudian alat kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut dietil eter dituang ke labu lemak secukupnya, selanjutnya direfluks selama enam jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan pelarutnya ditampung. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven
28
pada suhu 105 °C sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, kemudian labu beserta lemak tersebut ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan rumus : Kadar lemak (%) =
x 100%
Keterangan : W
= berat sampel (g)
W1
= berat labu lemak sesudah ekstrasi (g)
W2
= berat lemak sebelum ekstraksi (g) Kadar Serat Makanan (Association of official analytical chemist, 2005). Serat
makanan adalah serat yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia dan mampu mempengaruhi satu atau lebih fungsi tubuh sehingga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan (Diplock et al., 1999). Pengujian kadar serat makanan dilakukan dengan cara sebagai berikut : sampel kering diekstrak lemaknya dengan pelarut petroleum eter pada suhu kamar selama 15 menit. Satu gram sampel bebas lemak (w) dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, selanjutnya ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer natrium fosfat dan dibuat suspense. Termamyl sebanyak 0,1 ml ditambahkan lalu labu ditutup dengan alufo dan diinkubasi pada suhu 100 ºC selama 15 menit, diangkat dan didinginkan. Sebanyak 20 ml akuades ditambahkan dan pH diatur menjadi 1,5 dengan menambahkan HCl 4M, lalu ditambahkan lagi 100 mg pepsin, labu kembali ditutup, diinkubasi pada suhu 40 ºC dan diagitasi selama 60 menit. Sebanyak
20 ml akuades ditambahkan hingga pH HCl menjadi 4,5, lalu
disaring dengan crucible kering berporositas 2 yang telah ditimbang bobotnya yang mengandung celite kering (bobot diketahui), lalu dicuci dua kali dengan akuades. Residu (Insoluble Dietary Fiber / IDF). Sampel dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton, lalu dikeringkan pada suhu 105 ºC sampai berat tetap dan ditimbang setelah didinginkan di dalam desikator (D1). Sampel kemudian diabukan dalam tanur bersuhu 500 ºC selama minimal lima jam dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (I1). Filtrat (Soluble Dietary Fiber / SDF).
Volume filtrat diatur dengan
akuades sampai dengan 100 ml, ditambahkan dengan 400 ml etanol 95% hangat (60ºC), diendapkan 1 jam, kemudian disaring dengan crucible kering (porositas 2) yang mengandung 0,5 gram celite kering dan dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78%,
29
2x10 ml aseton, lalu dikeringkan pada suhu 105 ºC hingga berat konstan, didinginkan dalam deksikator dan ditimbang (D2). Sampel diabukan dalam tanur 500 ºC selama minimal lima jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (I2). Serat Makanan (Totan Dietary Fiber / TDF) dan Blanko.
Serat
makanan total (TDF) ditentukan dengan menjumlahkan nilai SDF dan IDF. Nilai blanko (B) untuk IDF dan SDF diperoleh dengan cara yang sama namun tanpa menggunakan sampel. Nilai IDF (% b/b)
=
x 100%
Nilai SDF (% b/b)
=
Nilai TDF (% b/b)
= Nilai IDF + SDF
x 100%
Penilaian Sensori (Soekarto, 1990) Penilaian sensori terhadap nata de madoe dilakukan dengan menggunakan uji hedonik. Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu uji penerimaan. Uji hedonik dilakukan pada nata de madoe yang memiliki rendemen, ketebalan, kekompakan selulosa yang terbaik dari lima media fermentasi. Nata de madoe terlebih dahulu dicuci dan direbus dua kali. Perebusan pertama selama 30 menit kemudian air rebusan diganti dengan air baru dan didiamkan selama satu malam. Nata kemudian dipotong-potong dengan bentuk kubus dan dilanjutkan kembali perebusan kedua selama 15 menit. Sebelum disajikan ke panelis nata direndam terlebih dahulu dalam larutan madu selama satu hari dengan kadar gula 15% dan 20%. Uji hedonik dilakukan terhadap warna, kekenyalan, aroma, rasa dan kesan secara keseluruhan nata de madoe dengan skala kesukaan 1 sampai 7, yaitu : (1) sangat tidak suka, (2) agak tidak suka, (3) tidak suka, (4) agak suka (5)suka, (6) sangat suka dan (7) amat sangat suka. Panelis yang digunakan sebanyak 44 orang.
30