METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Bagian IPT Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan Februari 2008 sampai Agustus 2008. Materi Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan salami probiotik adalah daging dan lemak sapi yang telah dibekukan. Daging yang digunakan berasal dari Rumah Potong Hewan (RPH) Bogor. Bahan lain yang digunakan adalah selongsong sosis fibrosa berdiameter 45 mm, garam nitrit (NPS), sukrosa, lada putih, pala, bawang putih dan susu bubuk skim. Kultur yang digunakan adalah tiga strain kultur bakteri asam laktat yang diisolasi dari daging, yaitu kultur 1A5, 2B2, dan 2B4. Kultur 1A5 merupakan Lactobacillus spp., sedangkan kultur 2B2 dan 2B4 merupakan Lactobacillus fermentum (Arief et al., 2006). Bahan yang digunakan untuk pengasapan sosis fermentasi adalah serbuk gergaji kayu dan tempurung kelapa. Media yang digunakan untuk uji kualitas mikrobiologi pada penelitian ini adalah de Man Ragosa Sharp Agar (MRSA), Bacteriological Agar (BA), Buffer Pepton Water (BPW), Vogel Johnson Agar (VJA), Eosyn methylen Blue Agar (EMBA), Plate Count Agar (PCA) dan Kalium tellurit. Peralatan yang digunakan saat pemilihan kultur bakteri asam laktat yang terbaik adalah tabung reaksi, spektro-fotometer, cawan petri, botol Schott Duran, labu Erlenmeyer, loyang dan alat gelas yang lainnya. Peralatan yang digunakan pada tahap pembuatan sosis fermentasi adalah hand stuffer, food cutter, alat pengasap, kompor, baskom, timbangan, panci, dan pisau. Alat yang digunakan untuk analisa mikrobiologi antara lain mikroskop, alumunium foil, water bath, sentrifuge, labu Erlenmeyer, autoclave, blender, termometer, inkubator, bunsen, cawan Petri, hockey stick, tabung reaksi, pipet dan peralatan gelas yang lain. Rancangan Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan kombinasi kultur starter yang berbeda dengan tiga kali ulangan, dan data diambil secara duplo, sehingga terdapat enam data untuk masing-masing peubah
yang diukur. Perlakuan yang diberikan yaitu kombinasi kultur starter bakteri asam laktat 1A5 dan 2B4 (Kombinasi I), dan kombinasi kultur starter bakteri asam laktat 1A5 dan 2B2 (Kombinasi II). Model matematika rancangan acak lengkap (RAL) yang digunakan mengacu pada Steel dan Torrie (1995) : Yij = μ + τi + εij Keterangan : Yij
= hasil pengamatan pada perlakuan ke i dan ulangan ke j
µ
= nilai rataan umum
τi
= pengaruh jenis kombinasi bakteri starter kultur kering
εij
= galat percobaan Data yang diperoleh dari penelitian ini kemudian dianalisa menggunakan uji
nyata t-student untuk mengetahui perbedaan antara penggunaan kombinasi kultur 1A5 dan 2B4 dengan kombinasi kultur 1A5 dan 2B2. Prosedur Penelitian ini dilakuakan melalui dua tahap yaitu persiapan penelitian dan penelitian utama. Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur yang akan dijadikan sebagai starter dalam pembuatan salami pada susu skim. Penelitian utama adalah pembuatan salami dan pengujian kualitas mikrobiologinya. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan starter kultur bakteri asam laktat terpilih (tiga strain terbaik) yang mempunyai potensi probiotik terbaik berdasarkan hasil penelitian tahap sebelumnya. Tiga strain terbaik yang didapat dari penelitian sebelumnya adalah bakteri asam laktat Lactobacillus spp. 1A5, dan L. fermentum 2B4 dan 2B2. Ketiga bakteri asam laktat tersebut terpilih sebagai kandidat probiotik karena dapat bertahan pada pH 2, 2,5; 3,2 dan 7,2 serta kondisi garam empedu 0,5% dan 0,3% (Wijayanto, 2009, belum dipublikasikan). Proses pembiakan starter dapat dilihat pada Gambar 1.
17
Kultur starter kandidat probiotik Penyegaran pada media deMan Ragosa Sharp Broth (MRSB)
2% kultur diinokulasikan ke dalam larutan skim steril 10% Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam Kultur induk 2% kultur induk diinokulasikan ke dalam media susu skim steril 10% Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam Kultur antara 2% kultur antara diinokulasikan ke dalam media susu skim steril 10%
Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam Kultur kerja Ditumbuhkan pada media MRSA
Dihitung populasinya
Populasi ≥ 108 CFU/ml
Populasi < 108 CFU/m
Kultur starter sosis fermentasi Gambar 1. Pembiakan Kultur Starter (Arief, 2000) Kultur Lactobacillus spp. 1A5 yang digunakan dalam penelitian ini diisolasi dari daging sapi yang diperoleh dari pasar Anyar 1 dengan masa simpan 12 jam postmortem. Kultur L. fermentum 2B2 dan 2B4 diisolasi dari daging sapi yang didapat dari pasar Cibereum dengan masa simpan 34 jam postmortem (Hidayati,
18
2006). Proses pembiakan kultur dimulai dengan melakukan penyegaran terhadap starter kultur
yang terpilih pada media de Man Rogosa Sharp Broth (MRS-B)
dengan suhu inkubasi 37oC selama 24 jam. Kultur disegarkan kembali pada media susu skim 10% dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam, hasil penyegaran tersebut dinamakan kultur antara. Kultur antara kemudian disegarkan kembali dengan metode yang sama sehingga menghasilkan kultur kerja. Kultur kerja yang dipakai pada pembuatan salami adalah sebanyak 2% dari adonan yang digunakan. Penelitian Utama Penelitian utama meliputi pembuatan salami dan pengujian kualitas mikrobiologi daging, adonan serta produk akhir salami. Kultur starter yang digunakan merupakan kombinasi dari dua kultur yang berbeda atau biasa dikenal dengan istilah mixed culture, diharapkan kombinasi tersebut dapat menghasilkan kualitas sosis fermentasi probiotik yang baik. Perlakuan kombinasi kultur starter yang digunakan adalah sebagai berikut : Perlakuan I: salami dengan kultur starter kombinasi 1A5 dan 2B4. Perlakuan II: salami dengan kultur starter kombinasi 1A5 dan 2B2. Kultur Lactobacillus spp. 1A5 dipakai pada kedua perlakuan. Hal tersebut karena kultur Lactobacillus spp. 1A5 merupakan kultur yang terbaik ketahanannya terhadap pH rendah dan garam empedu dibandingkan kedua kultur yang digunakan. Proses pembuatan salami pada penelitian ini menggunakan daging sapi bagian topside sebanyak 80% sebagai bahan baku dan lemak yang dicampurkan sebanyak 20%. Daging yang digunakan dibagi menjadi dua bagian, yaitu seperempat bagian digiling dan tiga perempat bagian diiris kecil-kecil. Daging dan lemak kemudian dibekukan. Daging dan lemak yang telah dibekukan dicampur dan digiling ke dalam bowl cutter dengan penambahan bumbu berturut-turut bumbu, gula pasir 1,25 %, starter kultur dan garam NPS sebanyak 2% dari total adonan. Formulasi adonan yang digunakan dalam pembuatan salami dapat dilihat pada Tabel 4. Kultur starter yang ditambahkan pada pembuatan salami harus mempunyai jumlah populasi minimal 108 CFU/g dan penambahannya sebanyak 2%. Temperatur proses penggilingan harus dijaga dan tidak melebihi 20oC. Adonan dengan kehalusan sebesar menir (butiran beras) kemudian dimasukkan ke dalam selongsong (casing) yang mempunyai diameter 45 mm.
19
Tabel 4. Formulasi Adonan Salami yang Digunakan Bahan
Jumlah Yang Digunakan (g)
Persentase
Daging Sapi
720
80
Lemak Sapi
180
20
Bahan Utama
Bahan Tambahan ................………………………... Gula pasir
( % dari jumlah total daging + lemak sapi )
11,25
1,25
Starter Kultur
18
2
NPS
18
2
11,25
1,25
Ketumbar
4,5
0,5
Lada Halus
4,5
0,5
Jahe Halus
4,5
0,5
Pala Halus
2,25
0,25
Bawang Putih
Sumber : Arief, 2000
Proses conditioning dilakukan pada suhu kamar selama 24 jam, yang dilanjutkan dengan pengasapan dingin selama 3 hari. Proses pengasapan dilakukan pada suhu kamar ±30oC selama 3 jam/hari, yang kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi dan pematangan sosis pada suhu ruang. Proses fermentasi dibiarkan berlangsung hingga waktu 3 hari, setelah 3 hari proses fermentasi berlangsung maka akan diperolah salami probiotik. Setelah salami probiotik terbentuk, untuk mengetahui kualitasnya secara mikrobiologi maka dilakukan analisa mikrobiologinya. Tahapan proses pembuatan sosis fermentasi dapat dilihat pada Gambar 2.
20
Daging
Lemak
Diiris-iris ¾ bagian
Digiling ¼ bagian
Dibekukan
Digiling dalam bowl cutter
Ditambah bumbu, gula, kultur starter 2 %, dan NPS
Dimasukkan ke dalam selongsong sosis berdiameter 45 mm
Conditioning (suhu kamar, 24 jam)
Proses fermentasi (suhu kamar, 3 hari) yang diselingi dengan proses pengasapan selama 3 jam perhari pada suhu kamar
Salami
Gambar 2. Proses Pembuatan Salami (Arief, 2000) Peubah Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah kualitas mikrobiologi yang dilakukan pada awal dan akhir pembuatan salami probiotik. Kualitas mikrobiologi yang diamati adalah analisis bakteri asam laktat, Total Plate Count (TPC), E. coli dan Staphylococcus aureus. Total Bakteri Asam Laktat. Prosedur analisa total bakteri asam laktat dilakukan dengan metode tuang sesuai petunjuk APHA (1992). Media tumbuh yang digunakan adalah deMan Ragosa Sharp Agar (MRSA). Sampel salami sebanyak 5 g diencerkan ke dalam 45 ml Buffer
21
Pepton Water (BPW) menjadi pengenceran pertama (P-1), hasil pengenceran tersebut lalu dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml BPW hingga didapatkan pengenceran P-10. Pemupukan kemudian dilakukan pada tiga pengenceran terakhir. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam dan dihitung populasinya. Koloni yang berwarna putih atau kekuningan merupakan koloni bakteri asam laktat dari kultur bakteri yang ditambahkan. Analisis Kuantitatif Total Bakteri/Total Plate Count (TPC). Angka lempeng total bakteri diketahui dengan melakukan pemupukkan berdasarkan prosedur APHA (1992). Sampel salami sebanyak 5 g dihaluskan bersama 45 ml BPW sebagai pengenceran pertama (P-1). Pengeceran selanjutnya didapatkan dengan memindahkan 1 ml P-1 ke dalam 9 ml pengencer selanjutnya menggunakan pipet sampai dengan pengenceran ke-15 (P-15), kemudian dari pengenceran tersebut dilakukan pemupukan pada lima pengenceran terakhir (P-11 sampai P-15). Pemupukan dilakukan dengan cara tiap pengenceran dipipet sebanyak 1 ml ke dalam cawan petri. Sekitar 12-15 ml Plate Count Agar (PCA) ditambahkan ke tiga cawan. Sampel dan agar dihomogenkan dan dibiarkan memadat kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 48±2 jam. Analisis Kuantitatif Staphylococcus aureus. Penghitungan jumlah Staphylococcus aureus juga dilakukan berdasarkan metode APHA (1992), yaitu dengan melakukan pencampuran 5 g sampel salami ke dalam 45 ml BPW kemudian dihaluskan sebagai pengenceran pertama P-1. Pengenceran selanjutnya dilakukan dengan memindahkan 1 ml P-1 ke dalam 9 ml pengencer selanjutnya menggunakan pipet sampai dengan pengenceran ke-6 (P-6). Pemupukan dilakukan pada P-2 sampai dengan P-6 dengan media tumbuh Vogel Johnson Agar (VJA) yang ditambah dengan kalium tellurit 1%. Koloni Staphylococcus aureus berwarna hitam. Analisis Kuantitatif Escherichia coli. Penghitungan jumlah Escherichia coli juga dilakuakn dengan mencampuran 5 g sampel salami ke dalam 45 ml BPW kemudian dihaluskan sebagai pengencern pertama P-1. Pengenceran selanjutnya dilakukan dengan memindahkan 1 ml P-1 ke dalam 9 ml pengencer selanjutnya menggunakan pipet sampai dengan pengenceran
22
ke-3 (P-3). Sampel yang telah diencerkan kemudian dipupukkan ke dalam cawan yang berisi media Eosyn Methylene Blue Agar (EMBA) beku. Sampel disebarkan dengan alat hockey stick yang steril hingga merata. Inkubasi dilakukan selama 48 jam pada suhu 37oC, koloni E. coli yang tumbuh akan berwarna biru keunguan.
23