VOLUME X, JUNI 2015
Majalah Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia
Kota Serang Gerbang Investasi
Dari Rakernas APEKSI
n a n a y a L l a o y n e M h a r e a D i d h i s r e Air B
D A F T A R
I S I
WAWANCARA SUBEKTI
5
“Terjadi Ketidakadilan Layanan Air Bersih”
Menyoal Layanan Air Bersih di Daerah Kemampuan daerah dalam memberikan layanan air bersih kembali disorot setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
10
16
JEJAK
Meskipun sama-sama menyandang status perusahaan daerah, kinerja perusahaan daerah air minum (PDAM) di seluruh Indonesia sangat beragam.
Kota Serang, Gerbang Investasi Sebagai kota otonom, Serang terbilang kota termuda di Provinsi Banten.
Dari Rakernas APEKSI di Ambon
PROFIL
Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) sukses menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XI di Kota Ambon, Maluku, 6-10 Mei 2015. Ditelurkan sejumlah rekomendasi untuk percepatan pembangunan kota.
24
Belum lama ini Mahmakah Konstitusi (MK) membatalkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA).
Yang Sehat yang Sakit
LAPORAN KHUSUS 21
12
19
Membangun Identitas Kota Pertama, saya ingin menyampaikan mengenai karakter kota. Saya membayangkan bahwa setiap kota di seluruh Indonesia memiliki identitas dan karakter.
X
Antara Inovasi, Diskresi, dan Jeratan Korupsi
X
Inovasi yang Layak Ditiru
X
Wali Kota Padang Jadi Ketua Komwil I
X
Gebyar Rakorwil IV di Malang
X
Semangat Berbagi Rakorwil III di Bandung
34 36 39 40 42
Mimpi Wali Kota Termuda Tergolong sebagai salah satu wali kota termuda di Indonesia, Muhammad Irwansyah punya mimpi membawa Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dikenal dunia dan menjadi tujuan investasi asing.
Volume X JUNI 2015
3
D A R I
R E D A K S I
Mengawal Hasil Rakernas
VOLUME X, JUNI 2015
Majalah Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia
Kota Serang Gerbang Investasi
Dari Rakernas APEKSI
n Menyoal Layanarah Air Bersih di Dae Foto Cover : Foto Preisiden Joko Widodo membuka Rakernas I
4
Volume X JUNI 2015
Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) baru saja menyelenggaran salah satu agenda penting, yaitu Rapat Kerja Nasional (Rakernas). Rakernas XI diselenggarakan di Kota Ambon, Maluku, 6-10 Mei 2015. Acara yang mengusung tema “Optimalisasi Kemaritiman Nasional dalam Rangka Mendorong Pembangunan Infrastruktur Kota dan Kota Pantai” ini dibuka oleh Presiden Joko Widodo. Banyak keputusan strategis dan rekomendasi yang ditelurkan dalam forum Rakernas tersebut. Semua bermuara pada dan sebagai ikhtiar untuk mendorong percepatan kemajuan kota melalui pembangunan infrastruktur, baik di kota maupun kota-kota sebagai agenda mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Di atas kertas, keputusan dan rekomendasi yang dihasil forum Rakernas yang diikuti oleh wali kota seluruh Indonesia tersebut sangat bagus. Namun, jiwa tidak ada pengawalan untuk mengusahakan untuk mewujudkannya, maka sebagus apa pun keputusan-keputusan dan rekomendasi-rekomendasi Rakernas tersebut tak akan banyak artinya. Tak akan banyak membawa perubahan ke arah perbaikan seperti yang kita inginkan bersama. Untuk itulah, dalam edisi ini, Majalah Kota Kita melaporkan jalannya Rakernas XI secara lengkap di Rubrik Laporan Khusus. Dengan harapan, seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) memiliki referensi yang cukup terhadap hasil-hasil Raker bersama-sama ikut mengusahakan agar terwujud demi kemajuan kota-kota di Indonesia. Sebab, ke depan, masa depan Indonesia akan tergantung pada seberapa maju pembangunan perkotaannya. Dalam Rubrik Laporan Utama, kami menyoroti kesiapan dan kemampuan pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah (pemda), dalam penyediaan pelayanan air bersih kepada masyarakat. Kesiapan dan kemampuan pemda tersebut kembali disorot setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang dinilai melahirkan praktik liberalisasi dan swastanisasi atas sumber atas sumber daya air. Pascakeputusan MK tersebut, pemerintah daerah, melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) harus hadir sebagai pemain utama dalam penyediaan pelayanan air bersih. Itu memang menjadi tanggung jawab pemerintah. Laporan Utama ini bermaksud mendorong agar pemerintah daerah lebih siap dan sigap dalam melaksanakan kewajibannya di bidang penyediaan pelayanan air bersih kepada masyarakat. Laporan-laporan lain, adalah hasil Seminar dan Sosialisasi Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dengan tema “Tindakan Hukum bagi Aparat Sipil Negara di Instansi Daerah”. Seminar diselenggarakan oleh Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) di Jakarta, 21 Mei 2015. Ada juga laporan tentang dinamika kota-kota di seluruh Indonesia. Dan masih banyak lagi. Selamat membaca.
ISTIMEWA
Menyoal Layanan Air Bersih di Daerah
Kemampuan daerah dalam memberikan layanan air bersih kembali disorot setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Diperlukan regulasi dan pembenahan yang komprehensif guna meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan air bersih. Volume X JUNI JUNI 2015
5
L A P O R A N
D
U T A M A
I balik gemerlap belantara Jakarta yang megah, ternyata banyak warganya yang tidak memiliki akses terhadap layanan air bersih dengan baik. Bahkan, Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama atau yang akrab disapa Ahok, mengakui, saat ini ada 47 persen orang yang tidak bisa mendapatkan air bersih. “Jakarta ini layanan air bersihnya hanya 53 persen,” kata Ahok memberikan sambutan dalam pembukaan seminar Indonesia International Water Week di JCC, Senayan, Jakarta, akhir Mei 2015. Bahkan, hampir di semua bangunan rumah susun (rusun) yang ada di Jakarta, layanan air bersihnya bermasalah. Ironis. Jika di Jakarta saja, yang nota bene ibu kota negara, layanan air bersihnya buruk, bagaimana dengan daerah lain, lebih-lebih daerah yang terpencil atau terisolasi, yang jauh dari jangkauan pembangunan infrastruktur. Tapi itulah faktanya. Di tingkat Asia Tenggara saja, layanan air bersih
Indonesia terbilang paling buruk, kalah dari Malaysia, Filipina, Vietnam, Myanmar, bahkan Timor Leste sekalipun. Padahal, sebagai negara kepulauan yang demikian luas, Indonesia termasuk salah satu negara dengan sumber daya air terbesar. Indonesia disebut memiliki 6 persen dari total sumber daya air tawar di bumi yang tersimpan dalam bentuk air danau, sungai, waduk, dan curah hujan yang tinggi. Bahkan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat M Basuki Hadimuljono, menyebutkan, Indonesia menempati urutan kelima di dunia dalam potensi cadangan air. Namun, dari jumlah tersebut hanya 25 persen yang sudah dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, seperti irigasi, air baku, dan industri. Saat ini, potensi sumber daya air di Indonesia kurang lebih 3.900 miliar meter kubik setiap tahunnya. Hanya, karena pengelolaan buruk maka sumber daya air tersebut tidak optimal untuk dimanfaatkan sebagai layanan air bersih. Menurut Direktur Eksekutif Per-
satuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) Subekti, saat ini, tingkat aksesibilitas masyarakat Indonesia terhadap air bersih baru mencapai 70 persen dari total penduduk. Artinya, ada 30 persen penduduk Indonesia yang mengkonsumsi air tidak aman atau tidak sehat. Dari 70 persen penduduk yang memiliki aksesibilitas air bersih tersebut, baru 25 persen yang terlayani melalui jaringan perpipaan. Selebihnya, 45 persen, mengkonsumsi air bersih nonperpipaan. “Berdasarkan data tersebut, cakupan layanan air bersih Indonesia memang masih kalah jauh dengan negara-negara tetangga,” ujarnya. Nah, ketika masih banyak rakyat Indonesia yang kesulitan memperoleh layanan air bersih, ada kecenderungan praktik liberalisasi dan swastanisasi terhadap sumber daya air. Di beberapa daerah, misalnya, banyak masyarakat tidak bisa mengakses sumber daya air bersih lantaran telah dikuasai kelompok-kelompok tertentu atau perusahaan swasta. Kecenderungan tersebut menguat sejak diberlakukannya UU
Seminar Indonesia International Water Week di JCC, Senayan, Jakarta, akhir Mei 2015 6
Volume X JUNI 2015
Ruang pemanfaatan teknologi informasi PDAM Kota Malang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Akhirnya, medio Februari 2015, MK membacakan putusannya yang membatalkan keseluruhan isi UU tersebut. MK menilai, jantung UU tersebut menimbulkan praktik liberalisasi dan swastanisasi terhadap sumber daya air.
Kemampuan Daerah MK juga menetapkan, karena menyangkut hajat hidup orang banyak, sumber daya air harus tetap dikuasai negara, dan negara berkewajiban memberikan layanan air bersih kepada masyarakat. Pascaputusan tersebut, komitmen dan kemampuan pemerintah dalam penyediaan layanan air bersih pun kembali disorot. Karena urusan tersebut telah diotonomikan, maka yang disoal berikutnya adalah bagaimana komitmen dan kemampuan pemerintah daerah dalam penyediaan layanan air bersih ini. Umumnya, di daerah urusan penyediaan layanan air bersih ini ditugaskan kepada Perusahaan Daearah Air Minum (PDAM). Saat ini, berdasarkan data Perpamsi, terdapat 425
entitas penyelenggara pelayanan air perpipaan di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 385 merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang 383 di antaranya adalah PDAM, 21 perusahaan beroperasi di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan 18 merupakan perusahaan swasta. Kapasitas produksi perusahaan penyelenggara pelayanan air perpipaan tersebut mencapai 172.585 liter per detik, sedangkan kapasitas terpasang sebesar 124.195 liter per detik dengan tingkat kehilangan/kebocoran (nonreveneu water/NRW) rata-rata 32,8 persen. Namun, volume penjualannya pada 2013 sebanyak 3,2 miliar liter, kalah jual dibandingkan dengan penjualan air minum dalam kemasan (AMDK) yang mencapai 20,3 miliar liter dan 23,9 miliar liter pada 2014. PDAM, sebagai perpanjangan tangan pemerintah daerah dalam penyediaan layanan air bersih, kinerjanya masih kurang menggembirakan. Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 2012 terhadap 333 PDAM, diperoleh kesimpulan hanya 164 PDAM
(hampir 50 persen) yang masuk dalam kategori sehat, sedangkan sisanya, yaitu sebanyak 169 PDAM masuk dalam kategori sakit dan kurang sehat. Kondisi itu, menurut Subekti, tak berbeda jauh dengan saat ini. Artinya, dari 383 PDAM yang ada, hanya setengahnya yang sehat, sisanya ada yang masih kurang sehat dan sakit. Perinciannya, 182 PDAM tergolong sehat, 103 kurang sehat, dan 73 sakit. Indikatornya meliputi kinerja keuangan, cakupan layanan, manajemen operasional, dan sumber daya manusia. Yang kinerja keuangannya bagus, misalnya tidak merugi terusmenerus atau bahkan bisa mencetak laba, biasanya cakupan layanan dan manajemen operasionalnya juga bagus dan karena itu tergolong sehat. Namun, meskipun merugi, namun cakupan layanannya, masih bisa masuk kategori sehat. Dengan kinerja yang seperti itu, di mana hanya separo dari total PDAM yang sehat, maka kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi kewajibannya di bidang penyediaan layanan air bersih memang patut dipertanyakan. Diakui Subekti, kemampuan PDAM memang sangat terbatas, sehingga cakupan layanannya melalui perpipaan baru bisa mencapai 25 persen dari 70 persen penduduk yang memiliki akses terhadap air bersih. Cakupan layanan 25 persen tersebut setara dengan 10 juta sambungan atau 60 juta penduduk. “Jauh lebih banyak yang belum dilayani melalui perpipaan,” tandas Subekti. Di berbagai daerah, menurut Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Djoko Mursito, cakupan layanan air bersih memang berbeda-beda. Ada yang sudah hampir mencapai 100 persen, ada yang di kisaran 50 persen, dan banyak yang masih di bawah 50 persen. Ada beberapa sebab kenapa kinerja PDAM tak kunjung membaik signifikan. Pertama, menurut Djoko Mursito, keterbatasan air baku. Saat
Volume X JUNI 2015
7
L A P O R A N
U T A M A
ini, umumnya air baku yang dimanfaatkan PDAM adalah air permukaan, seperti air kali atau waduk dengan pertimbangan ongkos produksinya paling murah. Di banyak daerah, sumber air baku ini jadi masalah utama. Selain volumenya kecil, keberadaannya biasanya lintas daerah, seperti aliran sungai yang melintasi beberapa daerah atau provinsi. Kedua, keterbasan anggaran. Menurutnya, anggaran yang dimiliki pemerintah pusat dan daerah memang sangat kecil dibandingkan dengan biaya yang dibutuhkan Direktur UtamaPDAM Surabaya Ashari Mardiono
“Kalau anggaran yang disiapkan untuk pembangunan infrastrukturnya tak memadai, jangan harap akan ada perbaikan layanan air bersih,” Djoko Mursito
banyak kepala daerah yang masih kurang peduli pada layanan air bersih. “Padahal, itu merupakan urusan wajib pemda,” tandas Djoko Mursito.
Perbaikan Komprehensif Djoko Mursito
untuk membangun infrastruktur pengolahan dan pelayanan air bersih. Ketiga, imbuh Djoko Mursito, masalah tarif. Selama ini, tarif air perpipaan dari PDAM memang jauh di bawah
8
Volume X JUNI 2015
ongkos produksinya. Akibatnya, lebih banyak yang merugi. Sebab keempat, menurutnya, kepedulian atau komitmen kepala daerah yang rendah. Selama ini, menurut pengamatannya,
SUBEKTI membenarkan penjelasan Djoko Mursito tersebut. Krisis air baku, misalnya, memang cukup mengkhawatirkan. Daerah-daerah seperti Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara sudah mengalami krisis air baku. “Kalau tidak ada perbaikan menyeluruh, ini bahaya,” ujarnya. Begitu juga dengan masalah anggaran. “Kalau
Direktur Utama PDAM Kota Bekasi Hendi Irawan
anggaran yang disiapkan untuk pembangunan infrastrukturnya tak memadai, jangan harap akan ada perbaikan layanan air bersih,” tandasnya. Begitu juga dengan masalah tarif. Di mata Subekti, penetapan tarif air PDAM memang tidak rasional, sebab jauh di bawah ongkos produksinya. “Kalau perusahaan terus merugi, bagaimana bisa berkembang, bagaimana bisa melayani masyarakat yang belum terlayani perpipaan,” ujarnya. Pembatalan UU Sumber Daya Air oleh MK, menurut Subekti, harus dijadikan momentum untuk memperbaiki tata kelola sumber daya air dan pelayanan air bersih secara menyeluruh, komprehensif, dan terintegrasi. Sebab, berdasarkan keputusan MK tersebut, yang harus menjadi pemain utama dalam pengelolaan sumber daya air dan pelayanan air bersih adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan BUMD, dalam hal ini PDAM. Karena itu, menurutnya, dari sisi regulasi, misalnya, harus ada aturan yang tegas dan padu mengenai pemanfaatan sumber air baku, terutama yang lintas daerah. Sekarang masih banyak aturan yang tumpang tindih. Selain itu, harus disiapkan aturan yang bisa mendorong atau memfasilitasi kerja sama antardaerah dalam pengelolaan sumber daya air dan layanan air bersih. Misalnya, sumber air baku yang
lintas daerah bisa dikelola bersama, atau sejumlah PDAM di daerah yang berdekatan bisa membentuk holding untuk melayani masyarakat di daerah yang bersinggungan. Menurutnya, tidak harus tiap kabupaten/kota memiliki PDAM sendiri. Djoko Mursito mengakui, sejak MK membatalkan UU Sumber Daya Air, pemerintah langsung menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai turunan baru dari UU Nomor 11 Tahun 1974 yang diberlakukan kembali. “Kita sudah siapkan peraturan perundang-undangannya agar pengelolaan sumber air dan pelayanan air bersih tidak mandek, dan bahkan bisa berjalan lebih baik lagi,” ujarnya. Direktur Utama PDAM Kota Surabaya yang juga Sekretaris Jenderal Perpamsi Ashari Mardiono juga mengakui selama ini banyak regulasi yang masih tumpang tindih. Karena itu, ia berharap pemerintah bisa segera melakukan perbaikan sehingga ada regulasi bagus dan padu. “Kalau aturannya bagus, kita bisa maju dan berkembang, kok, wong potensinya masih sangat besar,” ujar Ashari Mardiono. Direktur Utama PDAM Kota Bekasi Hendi Irawan mengaku juga sedang menunggu-nunggu regulasi baru yang sedang disiapkan pemerintah pusat. Saat ini, lanjutnya, rencana pengembangan usaha PDAM Kota Bekasi yang
melibatkan swasta dalam posisi status quo. “Begitu aturan barunya sudah jelas seperti apa, kami langsung jalan,” ujarnya. Saat ini, di Kota Bekasi cakupan layanan air bersih perpipaan baru mencapai 23 persen. Dalam bussines plan yang disiapkan dengan melibatkan pihak swasta, cakupan layanan akan ditingkatkan mencapai 47 persen pada 2019. Dana yang dibutuhkan untuk itu sebesar Rp 900 miliar. “Persiapan sudah matang, hanya karena ada putusan MK tersebut realisasinya ditangguhkan. Tapi, begitu regulasi baru keluar, kami langsung jalan. Sebab, kebutuhan layanan air di Kota Bekasi terus meningkat,” Hendi Irawan menjelaskan. Wali Kota Tomohon Jimmey E Eman mengaku sangat concern untuk meningkatkan layanan air bersih di kotanya. Namun, saat ini ia juga masih menunggu kejelasan regulasi dari pusat, baik berupa peraturan pemerintah (PP) turunan dari UU tentang Pengairan maupun UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. “Sumber daya air di sini memang belum bisa dikelola secara optimal. Masih banyak kendala. Ya, soal kejelasan kewenangan yang diberikat oleh pusat maupun keterbatasan anggarannya,” ujar Wali Kota Jimmey. Saat ini, pemerintah punya target, akses terhadap air bersih pada 2019 mencapai 100 persen, baik melalui perpipaan maupun nonpipa. Khusus untuk yang perpipaan, target peningkatannya ditingkatkan dari 25 persen menjadi 59,7 persen. Artinya, ada 27 juta pelanggan yang harus dilayani. Untuk itu, dengan asumsi investasi untuk per pelanggan Rp 10 juta seperti selama ini, menurut Subekti, dibutuhkan investasi sedikitnya mencapai Rp 270 triliun. “Ya mudah-mudahan target itu tercapai, apa pun kondisinya saat ini. Semua stakeholder, termasuk masyarakat, harus mendukung. Sebab, ini, kan, amanat konstitusi dan untuk kepentingan bersama,” ujarnya.
Volume X JUNI 2015
9
L A P O R A N
U T A M A
Yang Sehat,
yang Sakit Meskipun sama-sama menyandang status perusahaan daerah, kinerja perusahaan daerah air minum (PDAM) di seluruh Indonesia sangat beragam. Ada yang berkinerja sangat baik dengan cakupan layanan mendekati 100 persen. Tapi, banyak pula yang kedodoran, terusmenerus rugi, air tak mengucur, dan sering diprotes pelanggannya.
P
DAM Banjarmasin, milik Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin, Kalimantan Selatan, adalah salah satu PDAM terbaik. Selama beberapa tahun, peringkat kinerja PDAM ini menempati urutan pertama. Selain cakupan layanannya sudah mendekati angka 100 persen, dari sisi keuangan perusahaan ini sangat sehat, dan sudah mampu meraup keuntungan cukup signifikan. Hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terakhir pun menunjukkan kinerja PDAM Banjarmasin semakin baik.
10
Volume X JUNI 2015
Seperti diungkapkan Direktur Utama PDAM Banjarmasin Kota Banjarmasin, Muslih, kepada wartawan belum lama ini di Banjarmasin, sejumlah indikator memang menunjukkan kinerja yang semakin baik. Sumber pendapatan PDAM Banjarmasin ada tiga, yaitu pendapatan air, nonair, dan lain-lain. Dari pendapatan air, per 31 Desember 2013, perusahaan ini memperoleh Rp193,6 miliar. Angka ini lebih besar dibandingkan 31 Desember 2012 sebesar Rp169 miliar.
Sedangkan, pendapatan nonair tercatat Rp 33,7miliar, atau lebih besar dari tahun sebelumnya yang tercatat Rp 31,4miliar. Selain itu, masih ada pendapatan lain-lain sebesar Rp 5,6 miliar, atau naik signifikan dari tahun sebelumnya Rp 1,9 miliar. Total, jumlah pendapatannya mencapai Rp 233,02 miliar. Naik dari tahun sebelumnya sebesar Rp 202,4 miliar. Indikator lain, yaitu cakupan layanan, juga terus membaik. Saat ini, cakupan layanan PDAM Banjarmasin sudah mencapai 99,15 persen, yang merupakan cakupan layanan tertinggi dibandingkan dengan cakupan layanan PDAM seluruh Indonesia. Tahun sebelumnya, cakupannya masih 97,71 persen dengan tingkat kehilangan air 29,38 persen. Di PDAM ini, rasio kar yawan per seribu pelanggan 2,34 persen dengan jumlah sambungan pelanggan mencapai 147,034 sambungan. Adapun, total asetnya mencapai Rp 564,5 miliar, naik dari periode sebelumnya Rp 453,6 miliar. Prestasi kinerja PDAM Banjarmasin tersebut tak bisa dilepaskan dari dukungan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) dan inovasi yang dilakukan. Untuk meningkatkan dan memeratakan cakupan layanan, misalnya, PDAM Banjarmasin sudah mulai memanfaatkan teknologi Instalasi Pengolahan Air (IPA) air laut menjadi air bersih. Meskipun, skalanya masih kecil, yaitu kapasitas 0,5 liter per detik, terobosan itu diperlukan guna melayani kebutuhan air bersih masyarakat yang terisolasi atau tinggal di daerah-daerah terpencil. Di Indonesia, baru ada dua daerah yang menggunakan teknologi tersebut. Satunya di Pulau Madura, Jawa Timur. Pengolahan air laut ini ditempatkan di di Pulau Bromo, Kelurahan Mantuil, Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin, untuk memenuhi kebutuhan air bersih sekitar 400 jiwa warga di kawasan tersebut. Sebelumnya, warga setempat memanfaatkan air sungai untuk keperluan air minum. Hanya, biaya pengolahan air laut men-
ISTIMEWA
Truk Tangki PDAM Kota Jambi untuk melayani kebutuhan air bersih nonperpipaan. jadi air tawar ini relatif cukup mahal atau sekitar Rp 7.500 per meter kubik, padahal harga jual air bersih PDAM Banjarmasin Kota Banjarmasin hanya Rp 3.000. Karena itu, pengoperasian IPA tersebut masih disubsidi. Dengan kinerja yang terus membaik, PDAM Banjarmasin juga mulai memperluas layanannya hingga ke luar Kota Banjarmasin, daerah tetangga seperti Kabupaten Barito Kuala. Perluasan dilakukan melalui kerja sama dengan PDAM Kabupaten Barito Kuala melalui penyambungan jaringan pipa. Hal itu dilakukan PDAM Banjarmasin karena produksi airnya berlebih. Saat ini sudah mencapai 2.000 liter per detik. Untuk pasokan air bersih wilayah Banjarmasin dan sekitarnya, masih ada cadangan 400 liter per detik. PDAM di Kota Malang, Jawa Timur, termasuk yang memiliki kinerja bagus, bahkan terbaik untuk kategori kota besar. Prestasi itu juga tak lepas dari sokongan stakeholder, terutama dari Wali Kota Malang Muhammad Anton. Ia bangga PDAM Kota Malang memiliki kinerja bagus. “Kami bangga dengan kinerja dan prestasi PDAM, namun PDAM tidak boleh terlena, dan harus terus meningkatkan kinerjanya, terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,” ujarnya. Selama ini PDAM Kota Malang mengalami perkembangan pesat. Pada
2014, jumlah pelanggan PDAM Kota Malang mencapai 137.000 pelanggan. Ditargetkan, pada 2015 ini jumlahnya bisa bertambah sebanyak 15.000 pelanggan. Dengan jumlah pelanggan itu, berarti cakupan layanan PDAM Kota Malang dengan sistem perpipaan mencapai 76 persen dari total penduduk. Guna meningkatkan kualitas layanannya, PDAM Kota Malang mulai mengembangkan sistem IT dan SIG. Dengan teknologi ini, perusahaan bisa lebih efisien dengan menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Sebab, teknologi ini juga menjamin keakuratan data. Sebelum ini, PDAM Kota Malang sudah mengembangkan sistem efisiensi energi. Sistem ini mampu menghemat pengeluran untuk listrik sebesar Rp 4,2 miliar dari tahun 20062009 dan menerapkan NRW (nonrevenue water) yang mampu menurunkan tingkat kehilangan air dari semula 41 persen pada tahun 2010 menjadi 26 persen di tahun 2013. Saat ini, tingkat kebocorannya sudah terbilang cukup rendah, 19,5 persen, sudah di bawah standar nasional yang 20 persen, atau di bawah rata-rata tingkat kebocoran PDAM di seluruh Indonesia yang masih 37 persen. Targetnya, PDAM akan terus menurunkan angka kebocoran hingga 16 persen. Untuk itu, pemerintah pusat memberikan bantuan dana dari pusat sebesar Rp 60 miliar.
Di Kota Malang, PDAM juga telah mewujudkan Zona Air Minum Prima (ZAMP) yang kualitas airnya adalah air siap minum. ZAMP saat ini telah diterapkan pada 60 persen area pelayanan PDAM Kota Malang. Jika di Kota Banjarmasin dan Kota Malang cakupan dan kualitas layanan air bersihnya sangat bagus, tidak demikian dengan Kota Jambi. Di sana, sering warga tidak bisa memenuhi kebutuhan air bersihnya lantaran air dari PDAM tidak mengucur. Pada awal Juni 2015, misalnya, terlihat banyak warga Aurduri terpaksa mengambil air di bak penampungan milik PDAM dengan jerigen. Wali Kota Jambi Sy Fasha mengakui bahwa pelayanan PDAM Tirta Mayang milik Pemkot Kota Jambi memang buruk. Ia juga menginginkan kinerja PDAM diperbaiki agar kebutuhan warga akan air bersih terlayani dengan baik. Hanya, menurutnya, perbaikan dimaksud memerlukan dana yang tidak kecil. “Perbaikan PDAM butuh dana Rp 200 miliar lebih. Kami baru punya dana sedikit. Paling tidak, kami sudah ada keinginan untuk mengatasi kebocoran ini dan meningkatkan pelayanan untuk perbaikan PDAM,” kata Fasha. Ia juga mengakui bahwa masalah air bersih adalah persoalan serius. Sebab, kebutuhan masyarakat terhadap air bersih adalah mutlak untuk kebutuhan sehari-hari. “Karena masalah air bersih ini adalah masalah hajat hidup, kebutuhan mendasar. Pemerintah tak bisa diam, dan ini tanggung jawab pemerintah,” ujarnya. Soal besarnya biaya untuk perbaikan kinerja yang berbanding terbalik dengan pendapatan yang dihasilkan, dia mengaku tak mempersoalkannya. “Jadi, kami tak hitung dulu PAD-nya berapa dan segala macam, tapi kami penuhi dulu bahwa ini kebutuhan mendasar masyarakat,” tegasnya. Sekali lagi, dukungan dan komitmen kepala daerah memang akan menentukan baik buruknya tingkat layanan air bersih kepada warganya.
Volume X JUNI 2015
11
W A W A N C A R A
Wawancara Direktur Eksekutif Perpamsi Subekti
“Terjadi Ketidakadilan Layanan Air Bersih” Belum lama ini Mahmakah Konstitusi (MK) membatalkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA). Salah satu pertimbangannya adalah, bahwa SDA harus tetap dalam penguasaan negara dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi masyarakat. Selain itu, penyediaan air bersih atau air minum menjadi tanggung jawab negara yang dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam konteks otonomi, maka tanggung jawab tersebut ada di pundak pemerintah daerah (pemda). 12
Volume X JUNI 2015
P
ERTANYAANNYA adalah, sudah mampukan pemda mengemban amanat tersebut? Untuk mengetahui hal tersebut, Majalah Kota Kita melakukan wawancara khusus dengan Direktur Eksekutif Persatuan Perusahaan Air Minum Indonesia (Perpamsi) Subekti. Lelaki kelahiran Pacitan, Jawa Timur, 15 September 1968, ini adalah doktor manajemen bisnis dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Sebelum dipercaya menjadi Direktur Eksekutif Perpamsi, Subekti pernah menjabat sebagai Direktur Umum dan Keuangan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Tengerang, Jawa Barat, sejak 2005. Dengan pengalamannya itu dan jabatannya sekarang, Subekti tahu persis kondisi layanan air bersih di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Berikut petikan wawancaranya: Sejauh mana kemampuan PDAM mendukung pemerintah daerah dalam penyediaan layanan air bersih atau air minum? Pertama saya sajikan sisi kinerja dulu. Di seluruh Indonesia saat ini ada 383 PDAM dengan jumlah pelanggan lebih dari 10 juta keluarga. Artinya apa? Kalau dalam satu keluarga ada 6 orang, misalnya, berarti penduduk Indonesia yang bisa dilayani PDAM baru 60 juta. Jika dibagi dengan 240 atau 250 juta total penduduk, kira-kira seluruh PDAM baru melayani 25 persennya. Sementara itu, total jumlah penduduk yang punya akses terhadap air bersih sekitar 70 persen. Artinya, ada 45 persen penduduk yang memiliki akses terhadap air bersih tapi tidak melalui perpipaan. Sisanya, yang 30 persen mengkonsumsi air yang tidak sehat. Berarti masih rendah ya tingkat pelayanan melalui perpipaan? Berdasarkan kondisi itulah, maka pemerintah menargetkan, pada 2019 akses terhadap pelayanan air bersih
harus mencapai 100 persen. Jadi, saat ini, ada 30 persen masyarakat belum aman mengkonsumsi air minum. Nah, target pemerintah, pada 2019 harus aman 100 persen. Kalau, misalnya, diekuivalenkan 25 persen itu 10 juta, maka nanti pada 2019 akan ada 37 juta pelanggan. Artinya, ada delta 27 juta tambahan pelanggan yang merupakan target pemerintah. Mampukan kita mencapai target itu? Ini adalah cita-cita luhur yang harus di-support. Karena, dalam pelayanan air bersih ini kita jauh ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Ini tugas berat. Apa sebenarnya kendala utama atau tantangan terberat dalam upaya meningkatkan layanan air bersih di Indonesia? Memang banyak tantangan. Pertama, masalah air baku. Air baku itu banyak dari sungai. Sebenarnya bisa dari air laut, tapi rata-rata air baku masih dari sungai karena yang paling murah. Problemnya, tugas pelayanan air bersih ini kan sudah didesentralisasi ke kabupaten/kota. Masalahnya, ada tidak sungai mandiri di kabupaten/kota. Faktanya, hanya ada 15 sungai yang mandiri di kabupaten/ kota. Artinya, semua sungai pasti lintas daerah, baik lintas kota/kabupaten maupun provinsi. Contohnya, Sungai Ciliwung, mulai dari Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, hingga DKI Jakarta. Kondisi seperti ini harus diintervensi dengan kebijakan pemerintah yang bagus. Kalau tidak, akan terjadi rebutan sumber air baku. Contoh kecil, Sungai Kalimalang yang dialirkan dari Waduk Jatiluhur. Itu sekarang saja sudah jadi rebutan antara DKI Jakarta, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Kerawang. Kalau tidak diatur dengan baik, dari sisi volume pasti tidak mencukupi. Kalau volumenya berlimpah mungkin tidak masalah. Tapi, karena volumenya terbatas, jadi masalah. Karena, sumber
baku itu tidak hanya untuk air minum, tapi juga untuk pertanian, irigasi, dan sebagainya. Sehingga, volume untuk air minum memang terbatas. Jakarta baru 60 persen layanan air minumnya. Bekasi dan sebagainya sekitar 20 persen. Pertumbuhan kebutuhannya sangat banyak, sedang air bakunya terbatas. Sudah terbatas, lintas daerah lagi. Karena itu, harus dibuat regulasi terkait dengan air baku harus terintegrasi. Kira-kira seperti apa gambaran regulasi yang terintegrasi itu? Contohnya, harus ada kebijakan regionalisasi. Jadi, seperti ada clustercluster. Misalnya, tidak perlu setiap kota/kabupaten membuat PDAM sendiri. Harus ada regionalisasi, bentuknya bisa holding atau lainnya. Tren ke depan harus begitu. Satu PDAM bisa dimiliki bersama oleh beberapa daerah. Bank Jabar Banten saja bisa, kenapa PDAM Jabar Banten tidak bisa. Karena, yang terjadi saat ini ada beberapa daerah yang tidak memiliki sumber air. Contoh kecil, Kota Serang tidak punya sumber air. Sumber airnya ada di Kabupaten Serang. Kemudian, Kota Cilegon juga tidak punya sumber air. Sumber airnya ada di Kabupaten Serang. Di sana ada PDAM-PDAM sendiri-sendiri. Kenapa tidak jadi satu saja yang dimiliki bersama. Itulah tantangan ke depan. Kalau tidak, akan sangat berat untuk bisa memenuhi kebutuhan air bersih. Kuncinya harus ada sinergi antardaerah. Selain masalah sumber air baku, apalagi? Tantangan kedua, terkait dengan pendanaan. Ini khususnya terkait dengan infrastruktur. Harus ada terobosan yang bagus. Saya kasih contoh, APBD itu rata-rata untuk anggaran rutin sudah 44 persen. Itu untuk gaji pegawai dan sebagainya. Kemudian, urusan yang wajib di dalam UU, seperti pendidikan sudah 20 persen. Berarti sudah terambil ada 64 persen. Untuk kesehatan kira-kira 10 persen.
Volume X JUNI 2015
13
W A W A N C A R A
Jadi sudah 74 persen. Artinya, tersisa 26 persen untuk macam-macam, untuk belanja modal, ya infrastruktur dan sebagainya. Jadi, kondisinya, anggaran untuk infrastruktur memang relatif kecil. Untuk itu, terkait dengan pendanaan, pemerintah harus punya inovasi untuk mencari cara bagaimana mendanai pembangunan infrastruktur air bersih. Berapa besar dana investasi yang dibutuhkan untuk mencapai target tadi? Kalau kita hitung, untuk satu pelanggan saja, investasinya rata-rata Rp 10 juta. Kalau target pelanggan baru 27 juta, ya dikalikan saja, hasilnya Rp 270 triliun. Sebagai gambaran, kemarin ada investasi Air di Kota Tangerang, untuk melayani 50 ribu pelanggan butuh investasi Rp 500 miliar. Selama ini pendanaan PDAM dari mana? Sumber pendanaan mixed. Pertama dana internal PDAM, kedua penyertaan modal dari APBD walaupun jumlahnya relatif kecil, dan yang ketiga dana dari APBN. Prosesnya, setelah itu dihibahkan ke pemerintah daerah, kemudian ditambahkan sebagai penyertaan modal. Ada juga yang kerja sama dengan swasta. Yang swasta itu biasanya untuk percepatan akses. Kalau melibatkan swasta, formulanya seperti apa? Begini, selama ini ada persepsi yang kurang pas terkait dengan swastanisasi sumber daya air atau air minum. Yang betul bahasanya adalah public private partnership (PPP). Sebab, ini, kan, pekerjaan publik, pekerjaannya pemerintah. Tapi, karena pemerintah punya keterbatasan, salah satunya adalah masalah dana tadi, maka pemerintah mengundang private untuk berpartisipasi dalam bentuk partnership. Jadi, namanya PPP. Jika diindonesiakan, masih belum ada istilah baku. Ada yang menyebut kemitraan,
14
Volume X JUNI 2015
Subekti
Kalau dilihat dari harganya, produksi PDAM per liter cuma Rp 4 atau Rp 4 ribu per kubik. Produk AMDK di masyarakat sudah Rp 2 ribu per liter. kerja sama, dan sebagainya. Ini berbeda dengan privatisasi. Kalau privatisasi, definisinya, kan, ownership. Kalau perusahaan pemerintah ujungnya pasti pelayanan, maka swasta ujungnya laba. Nah, PPP berada di tengah. Kenapa? Pertama, labanya dibatasi; kalau privatisasi laba tak dibatasi. Kedua, jangka waktu (kerja sama) dibatasi, misalnya, 20 tahun diserahkan lagi ke pemerintah. Ketiga, tarif dikendalikan pemerintah. Karena itu, istilah yang pas sebenarnya ya ini, PPP, bukan privatisasi atau swastanisasi, karena karakteristiknya berbeda. Contoh sudah ada? Ya termasuk di Jakarta, itu sebenarnya ya PPP. Palyja itu formu-
lanya PPP. Jangka waktunya dibatasi, kira-kira 2022 nanti dikembalikan ke DKI. Tarifnya masih dikendalikan pemerintah. Labanya, ada kontrak IRR segala dibatasi. Memang harus diakui dalam kontrak kadang ada bolongbolongnya, tapi itu masalah lain. Formulanya sudah benar. Yang terjadi mungkin kesalahan atau kelemahan di kontraknya, tapi formula dan konsepnya sudah benar, dan itu sudah terjadi di mana-mana. Ini bukan hal yang aneh, karena juga berlaku di sektor-sektor lain. Di sejumlah negara, malah ada yang privatisasi dalam arti sebenarnya. Misalnya di Inggris, dulunya dikelola BUMN/BUMD, kemudian diprivatisasi dan kemudian murni dikelola swasta. Bahkan, asetnya pun sudah milik swasta. Jadi, air sudah menjadi komoditas. Tetapi, di sana ada regulator yang mengawasi kinerja swasta itu. Sebab, tetap merupakan bagian pelayanan publik, jadi swasta tak bisa semena-mena. Model apa pun, pasti ada plus minusnya. Hanya, ke depan, model seperti ini memang harus didefinisikan dengan baik sehingga ekses-ekses negatifnya bisa dieliminasi. Bagaimana dengan pengusahaan untuk air minum dalam
kemasan (AMDK)? Praktiknya seperti apa? Sebenarnya saya tidak punya kompetensi mengomentari itu, karena Perpamsi bergerak di air minum perpinaan. Tapi, memang, faktanya, mereka itu swasta murni. Namanya swasta pasti ujungnya laba. Kalau dilihat dari harganya, produksi PDAM per liter cuma Rp 4 atau Rp 4 ribu per kubik. Produk AMDK di masyarakat sudah Rp 2 ribu per liter. Harga di pabriknya mungkin sekitar Rp 700-an. Jadi, ini soal biaya distribusi. Produksi AMDK itu, dari sisi volume, kecil sekali, hanya 0,26 persen dari dari total volume produksi PDAM. Tapi nilai penjualannya sangat besar. Yang jadi sorotan selama ini, kan, masalah bagaima penguasaan sumber air bakunya? Oh ya, itulah yang memang dimasalahkan. Ada pertanyaan, kenapa negara tidak hadir? Karena hak pengusahaan berubah menjadi hak penguasaan. Kepengusahaan ini yang akan diatur oleh pemerintah, sehingga swasta itu, siapa pun, baik AMDK maupun perpipaan, hanya diberi hak pengusahaan, bukan penguasaan terhadap sumber air. Penguasaan harus tetap di pemerintah sebagai representasi negara. Karena itu, sesungguhnya, kalau pemerintah punya uang, tidak perlu swasta. Sebenarnya, swasta ini diundang untuk menutup gap pendanaan tadi. Bagaimana dengan teknologi dan SDM? Dari sisi teknologi, orang-orang kita sebenarnya jago semua. Mulai dari yang konvensional sampai RO. Dari sisi teknologi ini kita bisa implementasikan semuanya, termasuk mengolah air laut. Yang jadi masalah hanya karena mahalnya saja. Misalnya, kalau kita ngolah air sungai bisa Rp 2 ribu per kubik, kalau mengolah air laut bisa Rp 20 ribu per kubik. Kalau Rp 20 ribu, jualnya ke masyarakat berapa. Jadi, dari ujung ke ujung ada teknologi
tengahnya. Ada recycle, ada membran, dan sebagainya. Itulah pilihan-pilihan yang ada. Kenapa kita masih memilih konvensional, mengolah air sungai atau permukaan, karena itulah yang paling murah untuk saat ini. Yang pengolahannya dengan membran, RO, dan sebagainya itu masih mahal. Jadi, dari sisi teknologi, bisa. Tapi mahal, itu saja masalahnya. Bagaimana dengan SDM? SDM kita harus siap, dan pemerintah sudah merumuskan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk air minum. Jadi, nanti orang yang bekerja di air minum harus memiliki kompetensi yang dibutuhkan, dan ada sertifikatnya. Itu tugas Perpamsi. Saat ini, PDAM seluruh Indonesia mempekerjakan 52 ribu karyawan. Ke depan, semua harus disertifikasi. Itu tantangan kita. Faktor apa kira-kira yang kinerja PDAM, sehingga ada sehat dan banyak yang tak sehat? Kebanyakan masalah dukungan stakeholder, dalam hal ini kepala daerah. Selain itu masalah ketersediaan air baku. Contohnya di wilayah Jabodetabek, atau Jawa pada umumnya. Problem air baku ini luar biasa. Semarang, misalnya, mau punya duit Rp 1 triliun, tapi kalau air bakunya susah, mau bagaimana. Di sepanjang Pantura semua punya problem air baku. Problem air baku ini meliputi Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, juga Kalimantan. Di daerah tertentu, mungkin ada air bakunya, tapi dengan kualitas rendah. Kalimantan airnya payau. Pekanbaru airnya coklat. Sebab, di sana air dari lahan gambut yang susah diolah. Program apa saja yang dilakukan Perpamsi untuk memperkuat PDAM? Kinerja PDAM memang belum menggembirakan dalam konteks kinerja. Yang sehat baru 51 persen. Kenapa banyak yang tak sehat? Atau rugi?
Begini gambarannya, untuk mengolah perlu biaya, dan biaya terbesar adalah listrik. Listrik sudah naik berapa kali? Lalu, bahan kimia, tiap tahun naik. Kemudian, biaya operasional naik juga. Semua komponen biaya tiap tahun naik. Tarif naik tidak? Ada PDAM yang 10 tahun baru menaikkan tarif. Nah, kalau tidak diimbangi kenaikan tarif, bagaimana? Jadi kita harus mengubah mindset untuk kenaikan tarif. Kalau banyak kalangan, termasuk anggota DPRD atau LSM, menolak kenaikan tarif dengan mengatasnamakan masyarakat, masyarakat yang mana? Wong PDAM baru melayani 25 persen dari jumlah penduduk. Yang 75 persen belum dilayani perpipaan. Kalau tarif tidak dinaikkan, untuk melayani yang 25 persen saja sudah kewalahan. Kalau untuk menutup biaya-biaya operasional saja sudah kewalahan, bagaimana bisa terus berkembang untuk melayani masyarakat yang lain. Jadi, kalau PDAM tak sehat, itu bukan soal mismanajemen atau inefisiensi. Faktanya begitu. Gambaran umumnya adalah, karena kenaikan biaya tidak diimbangi kenaikan tarif, sudah pasti rugi. Untuk itu kami selalu imbau kepala daerah memperhatikan masalah ini, terutama soal tarif. Biasanya, jika ada kenaikan tarif, dibilang membebani masyarakat. Bagaimana Anda melihatnya? Sekarang, yang terjadi adalah ketidakadilan. Masyarakat yang kaya, apalagi di Jakarta seperti di Pondok Indah dan sebagainya, sekubik itu, atau 1000 liter, mereka hanya membayar Rp 10 ribu. Sementara yang miskin, satu jirigen itu, 20 liter, mereka harus membayar Rp 2 ribu. Satu kubik sama dengan 50 jirigen. Jadi, orang miskin harus bayar Rp 100 ribu untuk per kubik, sedangkan yang kaya hanya bayar Rp 10 ribu. Ini, kan, ketidakadilan namanya. Dan ini harus kita layani semua. Nah, kalau PDAM tidak di-support jadi sehat, boro-boro bisa melayani pelanggan baru.
Volume X JUNI 2015
15
W A W A N C A R A
Kota Serang, Gerbang Investasi Sebagai kota otonom, Serang terbilang kota termuda di Provinsi Banten. Punya sejarah masa lalu yang gemilang, Serang kini mencoba bangkit menjadi kota mondial dengan pijakan tradisi yang kokoh. 16
Volume X JUNI 2015
B
EGITU dibentuk berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2007, Kota Serang yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Serang ini secara resmi ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Banten. Sebagai ibu kota provinsi, Kota Serang terus berbenah dengan berbagai program pembangunan agar sejajar dengan kota-kota besar lainnya.
Meskipun usianya sebagai ibu kota provinsi belum genap sepuluh tahun, sesungguhnya Kota Serang memiliki sejarah yang panjang sebagai salah satu pusat perkembangan di wilayah Banten. Semula, Serang adalah ibu kota Kabupaten Serang yang hari lahirnya ditetapkan pada Oktober 1926. Saat itu bertepatan dengan pemindahan pusat pemerintahan Kerajaan Banten dari Banten Girang ke Kota Serang. Kota pesisir ini juga dikenal
sebagai Banten Lama. Adapun, jika dirunut lebih jauh ke belakang, Kabupaten Serang sendiri berdiri pada 1918 ketika wilayah Nusantara ini masih dikuasai oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Saat itu, Belanda berhasil mengambil alih kekuasaan Kerajaan Banten dari Sultan Muhammad Rafiudin, dan kemudian membagi wilayah kerajaan menjadi tiga kabupaten, yakni Serang, Lebak, dan Caringin. Yang tercatat sebagai bupati atau regent pertama Kabupaten Serang adalah Pangeran Aria Adi Antika. Saat itu, Banten dikenal sebagai salah satu kerajaan Islam sempalan dari Kerajaan Demak dengan Maulana Hasanudin sebagai raja pertama. Di bawah pemerintahan Maulana Hasanudin, pelabuhan Banten menjadi bandar besar, tempat persinggahan utama perdagangan antarpulau dan antarnegara. Pesatnya pertumbuhan perdagangan di Banten, juga ditandai dengan adanya tiga pasar di sekitar kota. Pendek kata, di masa kerajaan, perekonomian ekonomi Banten sangat maju dan rakyatnya makmur. Sepanjang akhir abad ke-16, Serang pun menjadi kota kosmopolitan. Namun, mulai abad ke-18 perekonomian Banten terus merosot mengiringi keterpurukan perekonomian dan jatuhnya pemerintah Hindia Belanda. Kejayaan Kerajaan Banten pun tinggal puingpuing, dan hanya dikenal sebagai bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat. Ketika akhirnya Banten memisahkan diri dari Jawa Barat dan menjadi provinsi sendiri pada 2000, Kota Serang pun, yang ketika itu masih menjadi ibu kota Kabupaten Serang, langsung menjadi magnet. De facto, ia langsung menjadi pusat dinamika politik, pemerintahan, ekonomi, dan sosial budaya. Karena itulah, sejak dini sudah muncul keinginan untuk meningkatkan status Kota Serang menjadi daerah otonom. Namun, baru setelah 7 tahun Provinsi Banten terbentuk, Kota Serang secara definitif ditetapkan sebagai daerah otonom. Sebagai daerah hasil pemekaran,
“Bagi kepala daerah, pengembangan CitraLand Puri Serang akan mengurangi angka pengangguran di Kota Serang. Karena, selain tenaga kerja konstruksi dan industri pendukung lainnya banyak terserap, kegiatan bisnis di sekitarnya juga akan tumbuh dengan cepat,” Haerul Jaman Wali Kota Serang Haerul Jaman Kota Serang mengambil enam kecamatan dari daerah induknya, yaitu Kecamatan Serang, Kasemen, Walantaka, Curug, Cipocokjaya, dan Taktakan, Luas wilayahnya 266,77 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 523.384 jiwa. Semula, untuk menjalankan roda pemerintahan sebelum diselenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada), Asisten Daerah (Asda) I Pemerintah Provinsi Banten Asmudji HW ditunjuk sebagai Penjabat Wali Kota Serang. Asmudji dilantik oleh Menteri Dalam Negeri pada 2 November 2007. Setahun kemudian, pada 5 Desember 2008 dilaksanakan pilkada untuk menentukan kepala daerah definitif. Dalam pilkada pertama itu, yang terpilih sebagai wali kota dan wakil wali kota adalah H Bunyamin dan Tubagus Haerul Jaman. Pasangan ini mengusung visi terwujudnya landasan Kota Serang yang global dan berwawasan lingkungan dengan misi di antaranya menyiapkan proses perencanaan tata
ruang, menyiapkan tata pemerintahan yang baik dan benar, meningkatkan sarana dan prasarana publik yang memadai dan berkualitas, meningkatkan iklim usaha yang kondusif bagi pelaku ekonomi di berbagai sector, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan yang terjangkau dan berkualitas. Pada pilkada berikutnya, giliran Haerul Jaman yang terpilih sebagai wali kota.
Gerbang Investasi DI bawah kepemimpinan Haerul Jaman, Kota Serang terus menggeliat dalam pembangunan untuk mencapai kemajuan. Salah satu terobosan yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Serang adalah perbaikan pelayanan prima di bidang investasi melalui pembentukan Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM). Tugas badan yang memiliki motto “sepat, mudah, dan transparan” ini adalah mempercepat arus masuk investasi ke
Volume X JUNI 2015
17
ISTIMEWA
J E J A K
Kota Serang. Hasilnya, pada 2014 nilai investasi yang masuk mencapai Rp 2,78 triliun, dan tahun 2015 ditargetkan ada investasi baru sekitar Rp 3,18 triliun. Memalui BPTPM, Pemkot Serang memang melakukan terobosan di bidang manajemen yang lebih ramah dan terbuka agar tidak tertinggal dari kota-kota lain. Salah satunya adalah pencanangan layanan satu pintu (Serang One Stop Service- SOSS). Dengan itu, Pemkot Serang akan menjadikan Kota Serang sebagai gerbang investasi di Provinsi Banten. Bersamaan itu, masyarakat juga disiapkan untuk menyambut derasnya arus investasi dengan cara menumbuhkan semangat kewirausahaan atau enterpreneurship di tengah masyarakat. Salah satu investor kakap yang berhasil digaet masuk Kota Serang adalah Ciputra Group melalui PT Cipu-
18
Volume X JUNI 2015
Dengan itu, Pemkot Serang akan menjadikan Kota Serang sebagai gerbang investasi di Provinsi Banten. tra Mitra Cipta yang mengembangkan CitraLand Puri Serang, sebuah kawasan mixed use. Menurut Haerul Jaman, masuknya investor properti sekelas Ciputra Group di Kota Serang akan berdampak positif terhadap penyediaan perumahan dan penataan kota. Tidak hanya itu, kota baru yang dikembangkan oleh Ciputra Group ini juga akan menjadi gerbong sekaligus magnet bagi pertumbuhan ekonomi subsektor lain. “Bagi kepala daerah, pengem-
bangan CitraLand Puri Serang akan mengurangi angka pengangguran di Kota Serang. Karena, selain tenaga kerja konstruksi dan industri pendukung lainnya banyak terserap, kegiatan bisnis di sekitarnya juga akan tumbuh dengan cepat,” kata Haerul dalam keterangan tertulis saat prosesi Ground Breaking CitraLand Puri Serang, awal Mei 2015. Dia menambahkan, sebagai ibu kota provinsi, potensi investasi properti di Kota Serang masih sangat menjanjikan. “Apalagi, Pemkot Serang sedang melaksanakan percepatan pembangunan di segala bidang. Dengan demikian, kami berharap pembangunan Kota Serang dapat berkembang dengan cepat,” kata dia. Dengan menjadikan dirinya gerbang investasi, Kota Serang sedang menatap masa depannya yang lebih baik lagi.
Mimpi
Wali Kota
Termuda Tergolong sebagai salah satu wali kota termuda di Indonesia, Muhammad Irwansyah punya mimpi membawa Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dikenal dunia dan menjadi tujuan investasi asing.
U
SIANYA masih sangat muda. Pada 1 Juni 2015 lalu, Muhammad Irwansyah genap berusia 32 tahun. Namun, lelaki kelahiran Bangka ini sudah dilantik sebagai Wali Kota Pangkalpinang pada 14 November 2013. Artinya, baru 30 tahun. Itulah yang menjadikannya sebagai salah satu wali kota termuda di Indonesia. Meskipun terbilang muda, Irwansyah sudah mengantungi banyak pengalaman dan mengukir prestasi. Di bidang keorganisasian, misalnya, ia menjadi Ketua Ormas Gerakan Anti Madat (Geram) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sejak 2012, Dewan Penyantun Dana Persatuan Sepakbola Pangkalpinang, dan Pengurus Pusat Persatuan Artis & Melayu Indonesia (PAMMI) Tahun 2012 – 2017. Ia juga dikenal sebagai pengusaha dengan
Wali Kota Pangkalpinang Muhammad Irwansyah saat menerima gelar adat dari Wali Kota Ambon.
Volume X JUNI 2015
19
ISTIMEWA
P R O F I L
Selain itu, mewujudkan tata ruang wilayah dan infrastruktur yang berkelanjutan dengan menyiapkan prasarana dan sarana perkotaan yang baik.
memimpin PT Palembang Airport Service. Suami dari Dessy Ayu Trisna yang dikarunia tiga putra anak ini juga dikenal sebagai politisi. Irwansyah, misalnya, tercatat sebagai Bendahara DPD PDI Perjuangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 2010-2015. Sebelumnya, Irwansyah dipercaya menjadi Wakil Ketua Bidang Pemuda, Pelajar, Mahasiswa dan Olahraga DPD PDI Perjuangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Melalui jalur PDI Perjuangan inilah Irwansyah akhirnya mengikuti pemilihan kepala daerah dan memenanginya. Ia resmi menjadi Wali Kota Pangkalpinang per 14 November 2015. Sebagai Walikota yang terbilang sangat muda, Irwansyah telah melakukan banyak terobosan. Paling tidak, ia telah memperoleh banyak penghargaan untuk apa yang dilakukannya. Pada 2013, misalnya, ia mendapatkan
20
Volume X JUNI 2015
gelar adat Kesultanan Palembang Darussalam Dato’ Pangeran Darjah Pangeran Mahkota Palembang (DPMP) yang diberikan oleh Sultan Mahmud Badarudin III Prabu Diradja di Palembang. Pada 2014, Irwansyah memperoleh PIN Kehormatan Purna Praja STPDN di Jatinangor, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tahun berikutnya, ia diberi gelar adat “Datuk Dipati Maharaja Negeri” dari Lembaga Adat Melayu Bangka Belitung. Lalu, pada 2015, sederet penghargaan juga diterimanya, mulai dari “Journalist Award 2015” untuk kategori Tokoh Masyarakat dan Tokoh Pejabat Publik dari Panitia Hari Pers Nasional ke-37 Bangka Belitung, gelar adat “Upu Hini Amboina” dari Kota Ambon, penghargaan Kepala Daerah Muda dan Visioner dari Harian Pagi Rakyat Pos, dan UPI Award Tahun 2015 dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Puncaknya,
ia memperoleh penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial dari Kementerian Sosial RI pada 14 April 2015. Salah satu mimpi Irwansyah adalah menjadikan Pangkalpinang sebagai kota investasi di Provinsi Babel. Namun, tak sembarang investasi. Yang diinginkan adalah kota investasi yang berwawasan lingkungan. Dengan demikian, kota yang dipimpinnya akan maju dan bisa disejajarkan dengan kota-kota besar lainnya. Untuk mewujudkan mimpinya tersebut, Irwansyah menempuhnya melalui tiga misi pembangunan, yakni mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan sumber daya manusia untuk peningkatan kemandirian dan daya saing daerah. Selain itu, mewujudkan tata ruang wilayah dan infrastruktur yang berkelanjutan dengan menyiapkan prasarana dan sarana perkotaan yang baik. Terakhir, meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik melalui tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Salah satu program prioritas Irwansyah adalah peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan vokasional dan akademis komunitas, meningkatkan pelayanan kesehatan, penguatan perencanaan pembangunan daerah dan tata ruang, peningkatan pembangunan infrastruktur publik dan pengembangan perekonomian koperasi dan UMKM berbasis pariwisata. Ia yakin, melalui program-program prioritas tersebut, mimpi menjadikan Kota Pangkalpinang sebagai kota investasi dan berwawasan lingkungan bisa lekas terwujud. Tak hanya itu, Irwansyah juga bermimpi bisa menjadi Pangkalpinang sebagai kota yang mendunia, dikenal dunia internasional, sehingga menarik investasi asing masuk. Untuk itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Pangkalpinang sedang menjalin kerja sama dengan konsultan untuk membangun ikon dan karakter kota. Dengan ikon dan karakter yang kuat, ia yakin Kota Pangkalpinang akan lekas mendunia.
Dari Rakernas APEKSI di Ambon
Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) sukses menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XI di Kota Ambon, Maluku, 6-10 Mei 2015. Ditelurkan sejumlah rekomendasi untuk percepatan pembangunan kota.
P
Presiden Joko Widodo membuka Rakernas XI APEKSI di Ambon, 6-10 Mei 2015
ADA 6 Mei 2015 Kota Ambon berdandan apik, siap menyambut para tamunya. Para tamu yang ditunggu itu adalah wali kota seluruh Indonesia beserta jajaran pejabat pemerintah kota (pemkot). Kurang lebih ada 5000 pejabat dan rombongan pemkot dari seluruh Indonesia yang datang ke Ambon. Bahkan, untuk itu Garuda Indonesia harus menambah volume penerbangan dari beberapa kota menuju Ambon. Kota Ambon bersolek karena menjadi tuan rumah Rakernas XI APEKSI yang berlangsung 6-10 Mei 2015. Dan, ribuan tamu tersebut datang ke
Ambon untuk mengikuti dan menghadiri Rakernas dan Indonesia City Expo 2015, suatu ajang pamer produkproduk unggulan dari seluruh kota anggota APEKSI. Apalagi, Rakernas dibuka oleh Presiden Joko Widodo. Pemkot Ambon tak menyia-nyiakan momen emas. Sebagai tuan rumah, Pemkot Ambon memanfaatkan kesempatan ini sebagai ajang peluncuran “Ambon Mengente”, program tahun berkunjung ke Kota Ambon. Sesuai dengan visi dan misi pemerintahan Joko Widodo, Rakernas APEKSI kali ini mengusung tema “Optimalisasi Kemaritiman Nasional Dalam Rangka Mendorong Pembangu-
Volume X JUNI 2015
21
K H U S U S
nan Infrastruktur Kota dan Kota Pantai”. Sepanjang pelaksanaan Rakernas merupakan hari-hari tersibuk di Kota Ambon. Rangkaian kegiatan diawali dengan Welcome Dinner yang diadakan di Natsepa Resort & Conference pada Selasa, 5 Mei 2015. Sebagai tuan rumah, Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy menyambut hangat dan menjamu seluruh peserta Rakernas. Sebanyak 97 dari 98 wali kota hadir dalam acara ini, kecuali Wali Kota Pasuruan karena berhalangan. Seluruh peserta Rakernas meriung di taman belakang hotel menikmati jamuan makan malam. Wali Kota Ambon memberi sambutan selamat datang. “Ambon ini kota yang unik,” katanya di awal sambutan. Unik, karena kota ini dikitari pantai dan teluk, juga gunung-gunung yang indah. “Tidak semua daerah di Indonesia memiliki keunikan seperti ini. Dan yang paling menarik, dari sekian banyak daerah yang ada di Indonesia, hanya Ambon satu-satunya yang disebut ‘manise’,” ujar Richard yang disambut tepuk tangan dari seluruh hadirin. Richard menegaskan Ambon akan menjadi tuan rumah yang baik.
Dibuka Presiden KEESOKAN harinya, Rabu 6 Mei 2015, digelar diskusi panel yang bertema “Optimalisasi Kemaritiman Nasional Dalam Rangka Mendorong Pembangunan Infrastruktur Kota dan Kota Pantai”. Acara ini diawali dengan sambutan dari Ketua Dewan Pengurus APEKSI Vikcy Lumentut yang menjelaskan agenda-agenda Rakernas. Setelah itu dilanjutkan dengan diskusi panel dengan nara sumber pengusaha nasional Sandiaga Uno yang membawakan materi “Peran Sektor Swasta dalam Menunjang Infrastruktur Kemaritiman”. Nara sumber lainnya dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian Perhubungan masing-masing dengan topik “Strategi Pembangunan Insfra-
22
Volume X JUNI 2015
ISTIMEWA
L A P O R A N
Pawai Budaya di Arena Rakernas APEKSI di Kota Ambon. struktur Kelautan” dan “Peningkatan Konektivitas Laut dan Industri Maritim”. Usai jeda makan siang dilanjutkan sidang pleno dengan agenda pengesahan jadwal dan tata tertib sidang, pemilihan ketua dan sekretaris sidang pleno, dan serah terima pimpinan sidang pleno. Usai sidang pleno dilakukan Pawai Budaya yang dipusatkan di Lapangan Merdeka Ambon. Seluruh wali kota dan istri berpakaian adat. Acara ini menampilkan karya-karya seni dan budaya dari masing-masing kota. Di acara Pawai Budaya ini, masing-masing wali kota menyerahkan pohon khas daerah kepada Wali Kota Ambon sebagai tuan rumah untuk ditanam keesokan harinya. Selanjutnya, Rabu malam dilakukan peresmian pembukaan Indonesia City Expo 2015 dan pawai budaya. Acara yang diikuti oleh seluruh kota anggota APEKSI ini digelar di Lapangan Merdeka Ambon ini buka Gubernur Provinsi Maluku Said Assagaff. Pada Kamis, 7 Mei 2015, agenda sangat padat dan merupakan puncak Rakernas. Seusai makan pagi, seluruh peserta menuju halaman Lamtanal IX Ambon guna mengikuti penanaman pohoh khas dari berbagai kota di Indonesia. Usai penanaman pohon, seluruh peserta menuju Hotel Natsepa guna mengikuti mengikuti agenda puncak, yaitu pembukaan Rakernas oleh Pre-
siden Joko Widodo di Ballroom The Natsepa Resort & Conference Center, Ambon. Hadir di Rakernas, Presiden Joko Widodo didamping sejumlah menteri, yaitu Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Menteri PU-Pera Mochamad Basuki Hadimuljono. Ikut mendampingi Presiden Gubernur Maluku Said Assagaff. Dalam sambutannya, Ketua APEKSI Vicky Lumentut, menjelaskan, tema Rakernas sebagai wujud keikutsertaan anggota APEKSI dari 98 kota di Indonesia dalam mewujudkan program nasional atau nawa cita yang dicanangkan Pemerintahan Joko Widodo Jokowi dan Jusuf Kalla. Dalam kesempatan tersebut, sebagai Ketua APEKSI, Vicky Lumentut juga menjelaskan berbagai permasalahan pembangunan kota di Indonesia, terutama berkaitan dengan infrastruktur dan krisis energi. Apa yang dikemukakan Vicky Lumentut langsung memperoleh respons positif dari Presiden Joko Widodo. Ketika memberikan arahan kepada peserta Rakernas, Presiden langsung menjanjikan suntikan dana sekitar Rp 100 miliar kepada masing-masing kota. Dalam arahannya, Presiden yang mantan Wali Kota Solo ini memahami keterbatasan anggaran yang dialami oleh seluruh kota di Indonesia. “Sebab, hampir seluruh anggaran dihabiskan untuk belanja rutin, membayar aparatur. Se-
Foto bersama para wali kota di pembukaan Rakernas APEKSI di Kota Ambon. cara nasional, yang untuk pembangunan hanya 18 persen,” ujar Presiden. Karena itulah, Presiden menjanjikan akan menggelontorkan dana sekitar Rp 100 miliar khusus untuk pembangunan infrastruktur, mulai dari pembangunan jalan, pasar, atau sekolahan. Dana tersebut akan dikucurkan mulai tahun depan. Selain itu, Presiden juga berpesan agar arah pembangunan kota disesuaikan dengan karakteristik masing-masing, apakah akan menjadi kota maritim, kota hijau, kota warisan budaya, atau kota agropolitan. “Wali kota jangan terjebak urusan rutin. Pembangunan kota harus diarahkan untuk memunculkan jati diri kota, karakter kota,” tandas Presiden. Usai memberikan arahan, Presiden secara resmi membuka Rakernas dengan memukul tifa. Usai pembukaan oleh Presiden, agenda Rakernas berikutnya adalah paparan laporan kegiatan dan masukan program 2016 dari seluruh Komisariat Wilayah (Komwil), mulai
dari Komwil I, Komwil II, Komwil III, Komwil IV, Komwil V, dan Komwil VI. Udai jeda siang, agenda dilanjutkan dengan sidang-sidang kelompok. Kelompok A membahas program kerja 2016 dan Kelompok B membahasa rekomendasi Rakernas. Setelah itu dilanjutkan dengan sidang pleno dengan agenda penetapan tuan rumah Munas APEKSI, laporan hasil pembahasan Kelompok dan Kelompok B, dan finalisasi program kerja dan rekomendasi. Dengan begitu, seluruh agenda Rakernas pungkas, dan selanjutnya ditutup oleh Ketua Dewan Pengurus APEKSI Vicky Lumentut. Saat menutup Rakernas, Vicky Lumentut memberikan apresiasi kepada warga dan Pemerintah Kota Ambon yang telah menjadi tuan dan nyonya rumah yang baik. Dia mengaku sempat meragukan kesiapan Ambon menjadi tuan rumah. “Awalnya kami meragukan kesiapan Kota Ambon sebagai tuan rumah karena sempat dilanda konflik. Dan, ternyata sebaliknya, karamahan warga
menunjukan kepada Tanah Air Indonesia bahkan dunia, bahwa kondisi dan situasi keamanan serta kerukunan antar umat beragama di Ibu Kota Propinsi Maluku ini sudah benarbenar pulih,” ujarnya. Selanjutnya, Vicky Lumentut menegaskan, rekomendasi yang dihasilkan dalam Rakernas ini akan memberikan terbosan bagi pembangunan kota-kota di seluruh Indonesia. Untuk itu, Lumentut mengucapkan terima kasih atas dukungan Presiden, Gubernur Maluku, dan kerja keras Wali Kota Ambon dalam menyukseskan kagiatan akbar tersebut. Selain menghasilkan rekomendasi, Rakernas juga menetapkan Kota Jambi sebagai tuan Rakernas XII APEKSI pada 2016. Wali Kota Jambi Syarief Fasha juga telah menyatakan kesiapannya untuk menjadi tuan rumah. “Kota Jambi siap menjadi tuan rumah yang baik demi suksesnya Rakernas APEKSI 2016,” ungkap Syarief Fasha. Sampai jumpa di Jambi.
Volume X JUNI 2015
23
L A P O R A N
K H U S U S
ISTIMEWA
Membangun Identitas Kota (Disarikan dari Pidato Presiden Joko Widodo dalam Pembukaan Raker APEKSI di Ambon).
Naik sepeda Ontel di Kota Solo
Pertama, saya ingin menyampaikan mengenai karakter kota. Saya membayangkan bahwa setiap kota di seluruh Indonesia memiliki identitas dan karakter. Tidak sama, karena memang kota-kota ini berbeda-beda. Mestinya setiap kota fokus. Ada, misalnya, yang fokus sebagai kota maritim atau kota hijau, atau kota agropolitan. Atau, mau konsentrasi di mycity, atau di smartcity, atau juga di heritage city.
24
Volume X JUNI 2015
S
AAT itu, waktu menjadi Wali Kota, Solo adalah kota satu-satunya yang menjadi anggota the World Heritage City di dunia. Dan, kita saat itu memang ingin karakter warisan kota pusaka itu yang muncul. Setelah masuk menjadi anggota, saya daftarkan, kemudian tiga tahun setelah itu saya menarik Konferensi itu di Kota Solo. Ada kurang lebih 39 kota, kota pusaka di seluruh dunia, yang hadir. Dan, ini membangun sebuah brand kota, karena Solo punya Keraton Kasunanan dan Mangkunegara, dan juga bangunan-bangunan lama. Kekuatan itulah yang saat itu ingin saya munculkan. Kekuatan itu didukung oleh
ISTIMEWA
Kota Sawahlunto
warisan-warisan pusaka yang lain, sehingga saat itu saya juga menyelenggarakan Solo Internasional Ethnic Music. Bukan, misalnya, kita membuat festival rock seluruh dunia karena saya senang rock. Kemudian, saya juga membuat Solo International Performing Arts, karena tari di Solo juga mempunyai kekuatan. Musiknya, ethnic music, kemudian juga tari. Itulah yang akan menjadi sebuah identitas dan jati diri kota, sehingga kota itu akan muncul citranya. Brand-nya akan muncul. Semua kota bisa melakukan itu. Misalnya, ada kekuatan ethnic musicnya, dibuat saja. Undang saja ethnicethnic music seluruh dunia, tidak mahal. Waktu saya menyelenggarakan Solo International Ethnic Music, pemerintah kota hanya menyiapkan Rp 300 juta, yang lain dari sponsor. Yang Solo Internasional Performing Arts juga sama, kurang lebih Rp 300 juta, yang lain sponsor. Undang dari kota-kota lain di seluruh dunia, dan tentu saja juga kota-kota di Indonesia. Ini akan memunculkan (identitas dan karakter kota).
Waktu datang ke Kota Sawahlunto, saya lihat kekuatannya di situ adalah heritage tapi tambang. Jadi kota pusaka tambang. Ini sangat khas sekali. Kalau kita ke sana, kekhasan itu betul-betul muncul sebagai sebuah citra. Inilah saya kira ciri-ciri identitas, jati diri, dan karakter sebuah kota, yang harus dimunculkan di kota-kota kita. Seperti di Ambon, dengan teluk yang sangat indah, seperti yang kita lihat sekarang ini. Kita harus mempunyai keberanian untuk menata teluk yang ada. Pantainya, kanan kiri teluknya, harus berani menata. Jangan sampai kedahuluan, misalnya, oleh pedagang kaki lima, oleh rumahrumah. Karena, saya lihat, saya pergi di beberapa kota, pantainya kedahuluan oleh pedagang kaki lima. Inilah pentingnya bekerja detail. Menurut saya, itula pekerjaan sebenarnya dari seorang wali kota. Jangan terjebak pada rutinitas administrasi, nggak kerja kita. Strategi kota, strategi kebijakan kota, itu harus muncul dari setiap wali kota.
Yang kedua, yang ingin saya sampaikan, tadi Pak Ketua APEKSI menyampaikan mengenai masalah jalan, mulai tahun depan pemerintah pusat akan memberikan kurang lebih Rp 100 miliar kepada kota-kota. Kenapa kita berikan? Karena, saya melihat postur anggaran di kota/kabupaten kita ini betul-betul sangat berat. Setelah kita hitung secara nasional, anggaran pembangunan hanya 18 persen, semuanya kemakan oleh anggaran rutin, anggaran aparatur. Sebab itu, ini adalah injeksi dari pemerintah pusat. Memang harus berani kita mengalihkan seperti itu. Ya kalau kota dapat Rp 100 miliar kan gede banget, bisa dipakai untuk pembangunan. Dulu saya membangun pasar, paling-paling habis Rp 4-6 miliar. Kita memang ingin fokus pada infrastruktur, seperti pelabuhan, juga sekolah, karena kita ingin fokus ke depan sekolah kejuruan, politeknik, vokasional. Itu akan kita berikan perhatian sehingga juga bisa diusulkan di dalam perencanaan dari pemerintah kota. Dari itu kita harapkan akan kelihatan perubahan wajah kota.
Volume X JUNI 2015
25
L A P O R A N
K H U S U S
Standar dan pengunjung Indonesia City Expo 2015 , di Ambon.
Manado
Juara Indonesia City Expo 2015
S
TAND Kota Manado menyabet gelar juara dalam ajang Indonesia City Expo 2015 yang digelar sebagai rangkaian kegiatan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XI Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) di Ambon, Maluku, 6-10 Mei 2015. Diharapkan, prestasi ini jadi penyemangat membangun Manado sebagai smart city lebih baik lagi. Pesan itu disampaikan Wali Kota Manado Vicky Lumentut di sela pe-
26
Volume X JUNI 2015
nyerahan piala pemenang pameran. Selain stand Kota Manado yang terlipih sebagai juara I, stand Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang dinobatkan sebagai juara II dan stand Pemkot Pekanbaru juara III. Prestasi ini diraih karena selama pameran stand Pemkot Manado tak hanya menjadi idola para pengujung untuk kategori A Kota Besar di Indonesia, melainkan banyaknya jumlah pengunjung yang datang ke stand Pemkot Manado dan membeli berbagai produk
daerah yang ditampilkan. Praktis, stand Pemkot Manado memang yang paling banyak menyedot perhatian pengunjung Indonesia City Expo 2015. Tentu saja, prestasi tersebut membuat Vicky Lumentut sangat bergembira. Ia pun mengucapkan banyak terima kasih kepada pegawai atau PNS di setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang mendukung penuh penampilan Pemkot Manado di Pameran City Expo 2015 Kota Ambon itu. “Dengan stand pameran Kota Manado yang menjadi Champion City Expo 2015, saya berterima kasih atas dukungan penuh sejumlah pegawai di SKPD yang telah mengisi dan bertugas menjaga maupun memperkenalkan Kota Model Ekowisata Manado ke para pengunjung. Mari kita ingatkan, meraih lebih mudah dari pada mempertahankan prestasi atau gelar juara yang telah diraih ini. Semoga kita jangan berpuas diri, mari terus menjadikan Kota Manado yang lebih baik lagi menuju Kota Cerdas yang andal. Banyak selamat dan terima kasih,” kata Lumentut.
Walikota Denpasar, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra menerima cinderamata dari Pemerintah Selandia Baru, yang diwakili Duta Besarnya di Indonesia Trevor Metheson.
Selandia Baru Ajak Kerja Sama Pemkot Denpasar MELIHAT potensi industri pariwisata Bali yang begitu besar, Pemerintah Selandia Baru mengajak Pemerintah Kota Denpasar melakukan kerja sama di bidang pendidikan dan pariwisata. Ajakan tersebut disampaikan Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia Trevor Matheson saat mengadakan pertemuan dengan Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, 19 Mei 2015. “Kota Denpasar memiliki kesamaan dalam hal struktur daerah. Kami ingin menawarkan kerja sama di bidang pendidikan dan pariwisata,” kata Trevor Matheson. Menurutnya, sedikitnya tiap tahun ada 1000 warga Selandia Baru yang berwisata ke Bali. “Dengan demikian, kami berharap hubungan persahabatan dengan Pemerintah Kota Denpasar segera berlanjut dan
berjalan lancar,” imbuhnya. Tawaran serupa, Trevor Matheson, pernah disampaikan ke kota lain, seperti Solo, Jakarta, dan Yogyakarta. Seperti diketahui, Selandia Baru yang merupakan negara kepulauan di barat daya Samudera Pasifik, kira-kira 1.500 kilometer di tenggara Australia dan sekitar 1.000 kilometer di selatan negara kepulauan Pasifik. Wali Kota Rai Mantra menyambut baik tawaran kerja sama tersebut. “Saya berharap, dari kunjungan ini dapat berlanjut serta meningkatkan kerja sama dan jalinan persahabatan. Terlebih, Denpasar merupakan daerah pariwisata dan sudah banyak kerja sama dengan negara-negara sahabat. Kunjungan ini merupakan kehormatan,” kata Rai Mantra. Humas Pemkot Denpasar
Volume X JUNI 2015
27
B E R I T A
K O T A
Palopo Gelar Bimtek Pengadaan Barang/ Jasa
Balikpapan Kota Paling Dicintai di Dunia MENGEJUTKAN. Ternyata Balikpapan tergolong sebagai kota yang paling dicintai di dunia atau The Most Lovable Sustainable City for 2015. Predikat tersebut diberikan oleh WWF dalam rangka kampanye “We Love Cities”. Penghargaan ini merupakan bagian dari program WWF’s Earth Hour City Challenge 2015. Penghargaan diberikan oleh Co-Chairman WWF Jean Paul Paddack, di Seoul, Korea Selatan, 9 April 2015, dan diterima langsung oleh Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi. Dalam kesempatan tersebut turut serta Puteri Duta Wisata Manuntung Balikpapan 2015 Maya Elvira. Penganugerahan Kota Balikpapan sebagai The World’s Most Loveable City 2015 bisa dijadikan momentum untuk meningkatkan tingkat kunjungan ke Balikpapan. “Dunia mengakui bahwa Balikpapan merupakan kota yang sangat loveable. Bagi saya, ini merupakan peluang bagi kita untuk menarik lebih banyak wisatawan,” ujar Maya Elvira seperti dikutip dari Beritasatu.com. Dengan penghargaan tersebut, Balikpapan mengalahkan 44 kota di seluruh dunia yang bersaing dalam ajang tersebut. Di dalam negeri, Balikpapan bersaing dengan Semarang dan Jakarta. Ada empat aspek tematik yang menjadi tujuan “We Love Cities”, yakni di bidang energi, limbah, transportasi, dan green building. Ketika melakukan voting, masyarakat diajukan beberapa pertanyaan seputar program lingkungan dari pemerintah kota. Humas Pemkot Balikpapan
28
Volume X JUNI 2015
GUNA meningkatkan kualitas pengadaan barang dan jasa, Pemerintah Kota (Pemkot) Palopo menggelar bimbingan teknis (bimtek) dan ujian sertifikasi pengadaan barang dan jasa. Kegiatan yang dilaksanakan pada 20 Mei 2015 di Kota Palopo tersebut merupakan hasil kerja sama Pemkot dengan Lembaga Pemberdayaan Rakyat Nusantara (L-Peran) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Bimtek tersebut diikuti 38 peserta, yang tidak semuanya berasal dari Kota Palopo. Tercatat, 25 orang peserta PNS dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkot Palopo, 5 orang PNS utusan dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palopo, 2 peserta PNS dari Kota Makassar, 3 peserta PNS dari Kabupaten Luwu Utara, PNS Kabupaten Toli-Toli, Provinsi Sulawesi Tengah, sebanyak 2 orang, dan 1 orang PNS dari Kabupaten Luwu. Bimtek dilaksanakan selama 4 hari, dari tanggal 20 sampai dengan 23 Mei 2015 di Hotel Agrowisata Latuppa.Pembukaan bimtek dihadiri sejumlah pejabat teras Kota Palopo, Perwakilan L-Peran Alex Zulkifli, dan instruktur dari LKPP Alvian Amri. Mewakili Wali Kota Palopo, Sekertaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota palopo Hermawan Irfan Abbas, dalam sambutannya, mengatakan, sampai saat ini jumlah aparat Pemkot Palopo yang memiliki sertifikat keahlian pengelolaan barang dan jasa masih sangat terbatas. Jumlah tersebut, jika dibandingkan dengan beban kerja yang terkait dengan pengelolaan barang dan jasa, dirasakan sudah tidak lagi seimbang, apalagi dengan diterapkannya pola pengadaan barang dan jasa yang berbasis pada perkembangan teknologi informasi. “Hal tersebut mengisyaratkan bahwa betapa mendesaknya kebutuhan akan sumber daya manusia (SDM) yang andal dan berkompeten di bidang pengelolaan barang dan jasa,” ujarnya. Kegiatan seperti ini, lanjutnya, dapat mencetak SDM pengelola barang dan jasa yang berintegritas, mampu menjaga moral dan kedisiplinan, memahami regulasi, dan mampu menguasai perkembangan teknologi informasi yang terkait dengan pengelolaan barang dan jasa. “Pada akhirnya, akan dapat membawa kita pada pengelolaan barang dan jasa yang jauh lebih baik, terlaksana secara efektif, efisien, adil, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan,” tandasnya. Pada Kesempatan itu juga diingatkan kepada seluruh kepala SKPD di lingkup Pemkot Palopo yang mempunyai paket proyek pengadaan barang dan jasa untuk selalu melakukan koordinasi secara intens dengan pihak terkait dengan pelaksanaan pelelangan barang dan jasa. Tujuannya, agar pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dapat berjalan
dengan baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Kepala Bidang Diklat BKD Kota Palopo Iwan Mursalim, selaku Ketua Panitia dalam laporannya, menyampaikan, pelaksanaan bimtek dan ujian sertifikasi pengadaan barang dan jasa memang dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas aparat di bidang tersebut. Dengan kegiatan seperti ini, diharapkan aparat di lingkup Pemkot Palopo mampu melakukan tahapan-tahapan kegiatan pengadaan barang dan jasa secara benar. “Sasaran dari kegiatan ini adalah terwujudnya aparat yang memiliki kompetensi dalam pengelolaan barang dan jasa dengan memiliki sertifikat tenaga ahli dalam pengelolaan barang dan jasa,” ujarnya. Humas Pemkot Palopo
Pekanbaru Revitalisasi Pasar 50
Sertifikasi Guru Ngaji Kota Tangerang
PEMERINTAH Kota (Pemkot) Pekanbaru akan segera merevitalisasi Pasar 50 setelah memperoleh persetujuan dari Kementerian Perdagangan. Revitalisasi Pasar 50 milik Pemkot Pekanbaru tersebut menggunakan dana bantuan program 1.000 pasar dari Kementerian Perdagangan, dan direncanakan akan segera dimulai tahun ini. “Revitalisasi Pasar 50 ini sudah disetujui Kementerian Perdagangan,” ujar Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkot Pekanbaru, Azwan, di Pekanbaru, akhir Mei 2015. Bantuan revitalisasi ini merupakan yang pertama kali dari Kementerian Perdagangan. Sehingga, Pasar 50 di Kecamatan Lima Puluh akan menjadi penerima bantuan pertama dari pusat. Azwan menjelaskan, tahun ini pasar tersebut akan direvitalisasi oleh pemerintah pusat menjadi pasar rakyat yang bersih, sehat, dan murah. Pasar 50 sengaja dipilih sebagai penerima dana bantuan yang pertama karena ini satu-satunya pasar milik pemerintah yang terletak di tengah kota. Saat ini, Pasar 50 kondisinya memang sudah tidak layak lagi. Selain tua dan rawan kebakaran, juga kumuh dan tidak sehat. Hal ini juga telah membuat pedagang di pasar ini mengeluhkan penurunan omzet karena pengunjung sudah berkurang berbelanja. “Padahal, kalau pasar ini sehat dan bersih, berpotensi memberikan dampak ekonomi bagi masyarakatnya,” terangnya. Selain Pasar 50, tahun depan Kota Pekanbaru juga akan mendapat bantuan pembangunan dan revitalisasi bagi pasar lainnya dari Kementerian Perdagangan. Pasar yang direvitalisasi tahun depan adalah Pasar Rumbai Lama. Selanjutnya untuk tahun berikutnya hingga lima tahun program 1.000 pasar berjalan, Pemkot Pekanbaru akan mengusulkan pembangunan pasar berada di wilayah kecamatan. humas Pemkot Pekanbaru
UNTUK memberikan layanan pendidikan yang baik kepada warganya, Pemerintah Kota Tengerang terus melakukan pembinaan terhadap para guru, salah satunya melalui sertifikasi guru ngaji. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas pengajaran sehingga lahir sumber daya manusia (SDM) yang tak hanya cerdas, namun berakhlak mulia. Hal tersebut disampaikan Wakil Walikota Tangerang H Sachrudin saat membuka Kegiatan Sertifikasi Guru Ngaji Tahun Anggaran 2015 yang diselenggarakan Bagian Kesra dan Kemasyarakatan Setda Kota Tangerang, di Tangerang, awal Juni 2015. Sertifikasi guru ngaji ini diikuti sebanyak 70 orang dan akan dilaksanakan dalam enam angkatan. Dijelaskan Sachrudin, guru ngaji sebagai salah satu elemen penting dalam pembangunan karakter dan mental SDM, khususnya bagi generasi penerus yang ada di Kota Tangerang, harus semakin berkualitas dan mampu seiring sejalan dengan perkembangan yang ada dan terus meningkatkan ilmu serta wawasan pengetahuan. “Ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan harus terus ditingkatkan, karena zaman apa pun, apalagi ilmu agama, selalu menjadi panduan dalam hidup,” terangnya. Karena itu, Pemkot Tangerang sangat mendukung serta peduli dengan keberadaan para guru ngaji. Bentuk kepedulian tersebut berupa pemberian stimulan kepada guru ngaji serta sertifikasi untuk para guru ngaji. Dengan sertifikasi guru ngaji, diharapkan kualitas dan profesionalisme para guru ngaji akan semakin meningkat dan selalu menjadi bagian dari langkah pembangunan manusia di Kota Tangerang. “Kalau guru ngajinya semakin berkualitas, insya Allah anak didiknya bisa menjadi caloncalon pemimpin masa depan yang dapat menjadikan kota ini semakin maju dan sejahtera,” tegas Sachrudin. Humas Pemkot Tangerang
Volume X JUNI 2015
29
B E R I T A
K O T A
Pertama di Kaltim, Workshop Posyandu Terintegrasi
Binjai Gelar Jambore Kader PKK UNTUK menyukseskan pelaksanaan 10 Program Pokok PKK, Pemerintah Kota (Pemkot) Binjai menggelar Jambore Kader PKK. Kegiatan yang berlangsung di pendopo Umar Baki Pemkot Binjai, 3 Juni 2015, ini diikuti ratusan kader PKK se-Kota Binjai. Jambore dibuka Asisten Pemerintahan H Amran mewakili Wali Kota Binjai. Dalam jambore yang berlangsung sehari ini diadakan berbagai perlombaan, antara lain lomba penyuluhan, lomba kreativitas lagu PKK, dan lomba cerdas cermat. Ikut meramaikan jambore ini Ketua Tim Penggerak TP PKK Kota Binjai Lisa Andriani Idaham, Ketua GOPTKI Nani Susilawati Timbas Tarigan, Ketua Dharma Wanita Persatuan Nova Elyuzar, para pimpinan SKPD Kota Binjai, dan seluruh camat dan lurah se-Kota Binjai. Mewakili Wali Kota, Asisten Pemerintahan Pemkot Binjai, Amran, mengatakan, kualitas kader PKK harus terus ditingkatkan agar program PKK bisa semakin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. “Melalui jambore, diharapkan bisa memberikan hasil nyata untuk pelaksanaan 10 Program Pokok PKK,” kata Amran. Dalam kesempatan tersebut, Amran juga mengulang kembali pesan Presiden Joko Widodo pada acara pencanangan Bulan Bakti Gotong Royong tingkat nasional di Manado beberapa waktu lalu, yaitu gotong royong harus ditingkatkan dan jangan sepelekan PKK. Sementara itu, Ketua TP PKK Kota Binjai Lisa Andriani Idaham mengharapkan kegiatan jambore ini mampu meningkatkan semangat dan kinerja para kader untuk melaksanakan program PKK, sekaligus untuk menjalin kebersamaan dan mempererat silaturahim. Lisa juga menyampaikan terima kasih kepada para kader PKK yang telah menjalankan perannya membantu pemerintah memberdayakan dan mensejahterakan keluarga. Kepada para ketua TP PKK kecamatan dan kelurahan, secara khusus Lisa mengingatkan agar tetap eksis dan berkomitmen membina PKK. Humas Pemkot Binjai
30
Volume X JUNI 2015
UNTUK pertama kalinya di Provinsi Kalimantan, Dinas Kesehatan Kota Balikpapan (DKK) menyelenggarakan Workshop Pengembangan dan Pembinaan Posyandu Terintegrasi se-Kota Balikpapan. Acara yang diikuti oleh ratusan kader Posyandu se-Kota Balikpapan dan utusan dari sejumlah SKPD di Kota Balikpapan digelar di Aula Kantor Walikota Balikpapan, medio Mei 2015. Dalam acara tersebut, Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Balikpapan Drg Suheriyono, mengatakan, posyandu merupakan salah satu bentuk upaya pemberdayaan masyarakat yang dikelola oleh dan untuk masyarakat. Posyandu juga merupakan garda terdepan bagi pelayanan sosial dasar di masyarakat yang mempunyai pengaruh tinggi dan kedekatan yang erat dengan masyarakat jika dibandingkan dengan lembaga lainnya. Ditambahkan, posyandu memiliki peran sangat penting dalam usaha peningkatan derajat kualitas kesehatan baik bagi bayi, balita, ibu melahirkan, lansia, serta kesejahteraan seluruh anggota keluarga. “Karena itu, pengelolaan posyandu saat ini harus terintegrasi, lintas sektoral, tidak hanya menjadi tugas Dinas Kesehatan, tetapi dapat pula melibatkan SKPD lain seperti sosial, pendidikan, pemberdayaan masyarakat, PKK, Himpaudi, dan sebagainya. Inilah yang dimaknai sebagai posyandu yang terintegrasi,” terang Suheriyono. Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Kota Balikpapan Arita Rizal Effendi dalam sambutannya juga menggarisbawahi tentang peran penting posyandu dalam pembinaan generasi penerus. “Posyandu mempunyai peran penting dalam menciptakan generasi penerus yang sehat dan cerdas, karena posyandu mempunyai basis program pembinaan anak usia dini yang bertujuan untuk peningkatan kualitas anak usia dini,” ujar Arita. Dia menambahkan, meskipun pada awalnya hanya bergerak pada pembinaan kesehatan bayi dan balita, tetapi saat ini kegiatan posyandu menjadi lebih luas, dengan pembinaan kesehatan lansia dan seluruh anggota keluarga. “Keluarga yang sehat dan bahagia akan menciptakan lingkungan yang sehat dan bahagia, begitu seterusnya. Jadi, negara yang sehat dan bahagia tercipta dari keluarga yang sehat dan bahagia,” pungkas Arita. Workshop yang digelar oleh DKK Balikpapan ini menghadirkan nara sumber Wiiliam P Siagian dari Dirjen Bina Pemerintahan Desa kementerian Dalam Negeri, Bayu Aji dari Dirjen Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, dan dari Dinas Kesehatan provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan data strata posyandu dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, sampai dengan tahun 2013, di Kota Balikpapan terdapat 283 Posyandu Pratama, 659 Posyandu Madya, 270 Posyandu Purnama, dan 155 Posyandu Mandiri. Humas Pemkot Balikpapan
Kontes Ternak Sapi Gairahkan Ekonomi
Perpustakaan Kota Malang Launching Braille Corner UNTUK meningkatkan peran pelayanan pendidikan kepada masyarakat, Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang melaunching Braille Corner atau Pojok Braille bagi penyandang tuna netra. Peluncuran Braille Corner dilakukan di Kota Malang, akhir Mei 2015. Braille Corner atau Pojok Braille di perpustakaan umum ini sangat membantu dan memudahkan para penyandang tuna netra untuk bisa mengakses informasi secara maksimal. Sebab, selain buku-buku bacaan dengan huruf braille, ruangan ini juga dilengkapi dengan komputer braille, perangkat digital braille, dan juga talking book player (buku bicara). Asisten Administrasi Umum Sekretaris Daerah Kota Malang, Yudhi K Ismawardi, mengatakan, Kota Malang sebagai kota pendidikan akan terus berusaha memenuhi fasilitas, termasuk untuk para penyandang tuna netra. Pojok Braille ini diharapkan bisa semakin memenuhi kebutuhan semua masyarakat untuk bisa mengakses ilmu pengetahuan. “Kami bangga memiliki Pojok Braille ini. Sebab, di Jawa Timur, ini masih satu-satunya. Semoga ke depan bisa semakin banyak membawa manfaat,” tegas Yudhi. Kepala Kantor Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang, Endang Soejatikah, mengatakan, saat ini anggota Perpustakaan Umum Kota Malang terus berkembang pesat. Dengan ditambahnya ruang Pojok Braille, diharapkan jumlah anggota perpustakaan bisa semakin banyak sehingga semakin bermanfaat. Saat ini, anggota Perpustakaan Umum Kota Malang sudah mencapai angka 70.753 orang. Dalam sehari, jumlah kunjungan berkisar 500-700 orang. Khusus untuk Sabtu dan Minggu bisa di atas 1.000 orang. Humas Pemkot Malang
KETERBATASAN lahan tak menyurutkan langkah Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang untuk menggairahkan perekonomian warga dari sektor pertanian dan peternakan. Salah satu cara ditempuh dengan penyelenggaraan kontes ternak sapi yang sudah berlangsung dua tahun. Untuk tahun ini, kontes ternak sapi diselenggarakan di kluster Kelompok Oetnana di Kelurahan Fatukoa, 26 Mei 2015. Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan Kehutanan (PPPK) Kota Kupang, Eduard Jhon Pelt, dalam acara kontes ternak tersebut, menyampaikan, kontes ternak merupakan salah satu metode penyuluhan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peternak dalam mengembangkan usahanya. “Kontes ini juga merupakan ajang kompetisi mencari bibitbibit ternak yang berkualitas, baik mutu genetik maupun produktivitasnya,” ujarnya. Melalui kontes ternak sapi ini, lanjutnya, diharapkan bisa menggairahkan peternak untuk berlomba menunjukkan prestasi usaha peternakannya, sekaligus mendapatkan informasi teknis dan manajemen usaha dari sesama peternak dan petugas teknis. Di samping itu, juga bisa berkesempatan membangun kemitraan dan transaksi dengan pelaku usaha ternak serta akses dengan sumbersumber modal usaha, seperti lembaga keuangan dan perguruan tinggi yang hadir. Pada tahun ini ada 16 ekor sapi yang turut serta di empat kategori yang dilombakan, antara lain sapi bibit bali jantan, kategori sapi bibit bali betina, sapi bibit bali induk, dan kategori sapi penggemukan bali. Ternak sapi yang menjadi juara kontes tingkat Kota Kupang akan difasilitasi untuk ikut dalam kontes ternak sapi tingkat provinsi. Pada 2014, ternak sapi dari Kota Kupang berhasil meraih juara I kategori sapi bali betina induk dan juara II kategori sapi bali jantan bibit. Sekretaris Daerah Kota Kupang, Bernadus Benu, saat menutup kontes memberikan apresiasi kepada para pelaku usaha ternak yang sudah mau membentuk kelompok ternak yang bisa berkompetisi. Ia juga berterima kasih kepada Dinas Peternakan dan Fakultas Kedokteran Hewan serta Fakultas Peternakan Undana yang telah turut memberikan pendampingan. Humas Pemkot Kupang
Volume X JUNI 2015
31
B E R I T A
K O T A
Buku Sejarah Sabang Diluncurkan SABANG Heritage Society (SHS), sebuah lembaga tempat bernaung para pemerhati warisan sejarah Kota Sabang, meluncurkan (launching) buku sejarah Sabang dengan judul Sabang dalam Lintasan Sejarah di De Sagoe Kuphie, awal April 2015. Buku setebal 150 halaman itu ditulis Albina A Arahman, Trisnani Munilawati, (Alm) Poniman Saleh, dan Mayor dr Hisnindaryah (mantan RSAL Sabang). Peluncuran buku sejarah dengan 11 pokok bahasan itu dihadiri Sekretaris Daerah Kota Sabang Sofyan Adam SH yang juga sebagai sebagai pembicara pembanding dan Tgk H Ramli Yus selaku Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Sabang. Peluncuran buku diawali dengan kata sambutan dari Direktur SHS Zulhelmi Bakrie dan dilanjutkan dengan prolog pengantar dari penulis utama, Albina Arahman, yang juga mantan Direktur SHS dan kini menjadi anggota DPRK setempat. Prolog atau kata pengantar ini berisikan beberapa penyataan dari Albina tentang latar belakang penulisan buku ini yang didasari oleh keprihatinan karena belum adanya satu pun buku yang pernah ditulis yang membahas khusus sejarah Kota Sabang. Padahal, kota ini memiliki kegemilangan sejarah yang luar biasa pada masanya, di antaranya Sabang pernah menjadi pelabuhan internasional yang sangat maju yang dilengkapi berbagai fasilitas, seperti fasilitas Rumah Sakit Jiwa Sabang yang mampu menampung lebih dari 1500 pasien sehingga menjadi RSJ yang terbesar pada masanya. Selain itu, Kota Sabang juga pernah memiliki radio zend station, yang merupakan stasiun radio telegraf pertama untuk kawasan Hindia Belanda. Sayang, jejak bangunannya hingga kini terbengkalai dalam bentuk puing-puing yang belum maksimal dilestarikan. Kota Sabang juga memiliki keunggulan fasilitas pelabuhan di masa Kolonial Belanda.
32
Volume X JUNI 2015
Sebagai narator pembanding, Sofyan Adam mengapresiasi para penulis yang telah bersusah payah menulis buku ini di tengah keterbatasan informasi tentang sejarah Kota Sabang. “Berdasarkan pengalaman pribadi, saya merasa kesulitan mendokumentasikan data sejarah Sabang yang hari ini sering dijumpai di berbagai literatur. Ini karena belum ada yang menulis buku yang mudah dibaca oleh generasi masa kini,” katanya. Ketua MAA Tgk H Ramli Yus, selain mengapresiasi juga memberikan masukan dan data sebagai bahan penyempurnaan penulisan sejarah Kota Sabang. Sebab, memang masih banyak data historis tentang Sabang yang belum tergali. Di antaranya, tentang sejarah perjalanan haji di Kota Sabang yang ditandai dengan adanya karantina haji Pulau Rubiah, serta sejarah perjuangan rakyat Sabang pada masa Jepang yang dalam buku ini belum dibahas tuntas. Acara tersebut, diakhiri pemberian bingkisan dan cinderamata kepada Ny Ipah, istri alm Poniman Sareh, sejarahrawan Kota Sabang yang dalam hal ini juga ikut menyumbang tulisan hasil riset dan pengamatannya. Humas Pemkot Sabang
Sosialisasi dan Pelatihan Keamanan Pangan Kota Kediri UNTUK menjaga keamanan pangan di masyarakat, Pemerintah Kota (Pemkot) Kediri menggelar kegiatan Sosialisasi dan Pelatihan Keamanan Pangan di Ruang Joyoboyo Balai Kota Kediri, 4 Juni 2015. Dengan kegiatan ini, agar pangan yang dikonsumsi masyarakat terhindar dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang bisa mengganggu, merugikan, serta membahayakan kesehatan. Sosialisasi dan Pelatihan Keamanan Pangan ini diikuti 120 orang yang terdiri dari pedagang jajanan di sekitar sekolah, pengelola kantin sekolah, dan kader PKK. Kegiatan ini dihadiri Ketua Tim Penggerak PKK Kota Kediri Fery Silviana. Ada tiga orang nara sumber yang hadir, yakni Evi Alvianti dari Unair Surabaya, Teti Estiarsih dari Universitas Brawijaya Malang, dan Ir Santoso dari Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur. Mewakili Wali Kota, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemkot Kediri, Kasenan, mengatakan, akibat mengkonsumsi pangan yang tidak aman, secara umum bisa keracunan akut dan kronis. Keracunan akut menunjukkan respon cepat beberapa saat setelah konsumsi yang dapat ditandai dengan pingsan, pusing, penurunan tekanan darah, mual muntah, gatal-gatal, demam, dan lain sebagainya. Namun, ada keracunan kronis yang tidak menunjukkan gejala seketika, tetapi dalam jangka panjang dapat menyebabkan kanker dan penyakit jantung, bahkan bisa menimbulkan kematian. Karena itu, dia melanjutkan, dengan sosialisasi
dan pelatihan, peserta diharapkan bisa pula ikut serta meningkatkan kualitas mutu dan keamanan pangan masyarakat karena telah memahami dan mengerti terhadap makanan yang baik untuk dikonsumsi. Ketua Pelaksana Sosialisasi dan Pelatihan Keamanan Pangan Kepala Kantor Ketahanan Pangan Kota Kediri Sabila Rasjad, menyampaikan, masalah keamanan pangan (good safety) masih merupakan masalah utama di bidang pangan dan gizi di Indonesia. Keamanan serta kebersihan makanan menjadi faktor yang tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari efek samping yang ditimbulkan dari beragam makanan, terjadi kontaminasi, penyalahgunaan bahan makanan, dan keracunan makanan. Karena itulah, dia menegaskan, peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat, baik konsumen maupun produsen, tentang keamanan pangan, perlu memperoleh perhatian semua pihak. Humas Pemkot Kediri
mengembangkan potensi daerah, terutama dalam membangun kegiatan ekonomi yang bisa memberikan manfaat lebih kepada daerah. “Pembangunan Techno Park Cimahi membutuhkan keterlibatan aktif dari pemerintah daerah, akademisi, dunia usaha, dan mahasiswa. Tentunya, semua harus terlibat aktif dan bekerja sama agar daerahnya memiliki daya saing,” kata Unggul. Deputi Kepala BPPT Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi Tatang A Taufik, yang mendampingi Unggul, menambakan, Cimahi Techno Park akan fokus pada pengembangan industri kreatif, pangan, kerajinan, tekstil batik, dan animasi. “Kota Cimahi sudah membangun berbagai inkubator bisnis dalam empat klaster, seperti animasi, pengembangan pangan lokal beras dan singkong, produk tekstil batik, dan kerajinan. Bersama BPPT, semua klaster itu terus dikembangkan agar bisa meningkatkan perekonomian daerah untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Tatang. Wali Kota Cimahi Atty Suharti mengungkapkan, penandatanganan kerja sama pembangunan Cimahi Techno Park ini merupakan sebuah penghargaan dan kepercayaan BPPT kepada Kota Cimahi yang menjadi salah satu kota dibangunnya Techno Park. “Kerja sama ini sangat diperlukan oleh Kota Cimahi untuk mendukung program percepatan pembangunan nasional, sesuai dengan arahan Presiden RI Joko Widodo dalam Nawa Cita-nya,” kata Atty. Ia berharap pembangunan Cimahi Techno Park bisa dilaksanakan pada pertengahan 2016. “Karena itu, saat ini kami sedang berupaya membangun sarana dan prasarananya agar Cimahi Techno Park bisa secepatnya dimanfaatkan masyarakat,” imbuhnya. Humas Pemkot Cimahi
BPPT Bantu Bangun Cimahi Techno Park UNTUK merealisasi pembangunan Cimahi Techno Park, Pemerintah Kota (Pemkot) Cimahi menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Perjanjian Kerja Sama antara Pemkot Cimahi dengan BPPT ditandatangani di Kota Cimahi, Jawa Barat, awal Mei 2015. BPPT memang ditugasi oleh pemerintah pusat untuk menyukseskan program membangun 100 Taman Sains dan Teknologi atau Science Techno Park (STP) di Indonesia. Dan, salah satu yang dibina BPPT dalam pembangunannya adalah Cimahi Techo Park. Di sela acara penandatanganan kerja sama tersebut, Kepala BPPT Unggul Priyanto, mengatakan, tujuan dibangunnya Cimahi Techno Park adalah untuk
Volume X JUNI 2015
33
A G E N D A
Seminar sosialisasi UU 232014 tentang Pemda bertema Tindakan Hukum bagi Aparat Sipil Negara di Instansi Daerah di Jakarta, 21 Mei 2015 yang diselenggarakan APEKSI.
Antara Inovasi, Diskresi, dan Jeratan Korupsi Banyak kepala daerah atau pejabat di daerah tidak berani membuat inovasi atau mengambil kebijakan terobosan karena khawatir akan terjerat kasus korupsi. Diperlukan sinergi dan kesepahaman antara pemerintah dan aparat penagak hukum agar program pembangunan tetap berjalan efektif namun terhindar dari praktik korupsi. 34
Volume X JUNI 2015
H
AL tersebut mengemuka dalam Seminar dan Sosialisasi Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dengan tema “Tindakan Hukum bagi Aparat Sipil Negara di Instansi Daerah”. Seminar diselenggarakan oleh Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) di Jakarta, 21 Mei 2015. Seminar diikuti sejumlah wali kota dan pejabat pemerintah kota (pemkot) dari seluruh Indonesia. Hadir sebagai pembicara adalah Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Adnan Pandu Praja, Inspektur Khusus pada Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri Sastri Yunizarti Bakry, Inspektur Utama Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) Mahendro Sumardjo, dan Komisioner Komite Aparatur Sipil Negara (KSAN) Made Suwandi. Seminar juga dirangkai dengan launching buku Best Practice X yang diterbitkan APEKSI. Direktur Eksekutif APEKSI Sarimun Hadisaputra dalam sambutan pembukaan seminar, menjelaskan, di dalam UU pemda yang baru, yaitu UU Nomor 23 Tahun 2014, banyak aturan baru untuk mendorong percepatan dan kemandirian pelaksanaan pembangunan di daerah. Seperti, ketentuan tentang inovasi, diskresi, dan kerja sama antardaerah, serta bagaimana pelaksanaan penegakan hukum di daerah yang memperkuat fungsi lembagalembaga pengawasan internal. “Sayangnya, peraturan pemerintah (PP) dari UU itu belum ada, sehingga belum bisa diimplementasikan sepenuhnya. Kalau PP belum ada, UU tersebut belum bisa dijalankan,” ujar Sarimun. Karena itu, ia berharap pemerintah pusat selekas mungkin
menerbitkan sejumlah PP terkait sebagai pedoman teknis pelaksanaan UU tersebut. “Jangan kelamaan,” tandasnya. Selain itu, Sarimun juga menyoroti kewenangan diskresi dan inovasi yang diberikan oleh UU tersebut kepada kepala daerah. Menurut Sarimun, dalam kondisi-kondisi tertentu kepala daerah diberi wewenang membuat diskresi, suatu kebijakan terobosan yang belum diatur atau keluar dari peraturan perundang-undangan yang ada. Namun, imbuh Sarimun, karena banyak kasus di mana kepala daerah dipidanakan karena kebijakan yang dibuat, maka banyak kepala daerah yang tidak mau ambil risiko. Lebih baik diam daripada menanggung risiko mauk bui. Begitu juga dengan masalah inovasi atau kerja sama antardaerah. “Inginnya berinovasi untuk memajukan daerah, tapi karena takut dipenjara, ya lebih baik tak ada inovasi,” tandasnya. Karena itu, Sarimun forum tersebut dapat merumuskan jalan keluarnya. “Agar pembangunan berjalan efektif,” imbuhnya. Inspektur Khusus pada Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri Sastri Yunizarti Bakry, mengakui, UU pemda yang baru ini memang lebih bagus dan lebih lengkap dibandingkan yang sebelumnya. Hanya, karena belum ada PP, maka belum bisa diimplementasikan secara penuh. Menurutnya, pemerintah pusat sudah menyusun Rancangan PP dimaksud, namun memang belum selesai. “Kita masih punya waktu sampai akhir Desember 2015 ini,” ujar Sastri Yunizarti. Dia yakin, jika PP sudah diterbitkan, UU ini akan lebih mendorong penguatan peran pemda dalam memajukan daerah. Inspektur Utama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Mahendro Sumardjo, menambahkan, ada beberapa hal di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 yang perlu memperoleh perhatian khusus. Satu di antaranya adalah agar pemda membuat persiapan lebih matang lagi berkaitan dengan penerapan sistem akuntansi pemerintah berbasis akrual.
Ini diperlukan agar pengelolaan keuangan daerah dapat lebih mudah dipertanggungjawagkan. “Selain itu, peningkatan kinerja kelembagaan juga penting lebih diperhatikan. Antara-satuan kerja perangkat daerah (SKPD) harus lebih sinergis, tak boleh lagi ada ego sentoral agar penggunaan anggaran lebih efektif dan efisien,” ujarnya. Komisioner Komite Aparatur Sipil Negara (KSAN) Made Suwandi, yang dulu menjadi Ketua Tim Penyusun UU UU Nomor 23 Tahun 2014 dari pemerintah, mengaku tidak terkejut dengan kondisi kinerja pemda seperti selama ini. Sebab, meneurutnya, politik anggaran di Indonesia memang terbalikbalik. “Mestinya, money follow function. Di kita itu tidak terjadi,” ujarnya. Ia memberikan gambaran, hampir semua fungsi, kewenangan, dan urusan pemerintah pusat telah diserahkan ke daerah. Namun, pengalihan itu tidak diimbangi dengan anggarannya. Sehingga, pemda banyak pekerjaan tapi anggarannya sedikit. Sementara, lembaga-lembaga pemerintahan di pusat pekerjaannya sedikit tapi uangnya banyak. “Sudah begitu, ongkos tukang, yaitu gaji pegawai, lebih besar dibandingkan dengan anggaran pelayanan publiknya. Jadi, money follow function tidak jalan. Ya, beginilah jadinya,” jelas Suwandi. Kemudian, lanjutnya, begitu kepala daerah mencoba melakukan inovasi, atau mengambil diskresi, ia akan berhadapan dengan ancaman pidana. “Jadi serba repot. Apa, sih, susahnya aparat penegak hukum dan pejabat pemerintah duduh bersama, untuk mencari solusinya,” tuturnya. Bagi Komisioner KPK Adnan Pandu Praja, tidak haram bagi kepala daerah untuk mengambil diskresi atau membuat inovasi dalam memajukan daerah. Hanya, ia mengingatkan ada rambu-rambu yang harus ditaati. “Jika rambu-rambu itu dipatuhi, pasti akan aman dari jeratan pidana korupsi,” jelas Pandu. Rambu pertama adalah akuntael.
Artinya, sepanjang pelaksanaan diskresi atau inovasi itu dilakukan dengan berdasarkan atau comply pada aturan yang ada, teliti dan cermat, hati-hati (prudent), dan menghitung potensi risikonya, pasti akan terhindar dari sangkaan korupsi. Rambu berikutnya adalah transparan dan mengikutkan partisipasi publk. Artinya, sepanjang pelaksanaan atau implementasinya transparan, terbuka, fair, dan melibakan partisipasi publik, bisa dipastikan akan aman dari jeratan korupsi. Bagaimana caranya agar tidak menerabas rambu-rambu tersebut? Pandu menyarankan, jika kepala daerah akan mengambil diskresi atau membuat inovasi, ada baiknya berkonsultasi dengan KPK, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Persoalan sebenarnya, menurut Pandu, cukup sederhana. Sebab, kecuali dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT), hampir kasus korupsi yang ditangani KPK sebenarnya sudah menjadi rahasia umum. Artinya, masyarakat sudah tahu bahwa telah terjadi tindak korupsi, dan tinggal nunggu waktu pengusutannya. “Dalam menindak kasus-kasus korupsi, KPK hanya tinggal memastikan ada tidaknya aliran uangnya, follow the money. “Kalau dipastikan tidak ada aliran uangnya, ya pasti itu bukan korupsi,” tandas Pandu. Terakhir, Pandu menyarankan agar fungsi pengawasan internal, yaitu lembaga-lembaga inspektorat, diperkuat. Jika lembaga-lembaga pengawasan internal telah berfungsi dengan baik, Pandu memastikan pejabat pemda akan terhindar dari jeratan pidana. Jika fungsi inspektorat kurang optimal, misalnya, maka bisa dilakukan pengawasan atau penanganan melalui BPKP. “Jika di tingkat inspektorat dan BPKP sudah clear, saya yakin akan aman. Sebab, hampir semua kasus yang ditangani KPK, karena memang di tingkat inspektorat dan BPKP tidak beres,” tandas Pandu.
Volume X JUNI 2015
35
A G E N D A
Peluncuran buku Best Practice Kota-Kota Jilid ke-10, yang APEKSI di Jakarta, 21 Mei 2015.
Inovasi yang B Layak Ditiru Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) kembali meluncurkan buku Best Practice Kota-Kota 2015. Banyak inovasi untuk memajukan kota yang layak ditiru.
36
Volume X JUNI 2015
ERSAMAAN dengan Seminar dan Sosialisasi UndangUndang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dengan tema “Tindakan Hukum bagi Aparat Sipil Negara di Instansi Daerah” yang diselenggarakan di Jakarta, 21 Mei 2015, APEKSI meluncurkan buku Best Practice Kota-Kota Jilid ke-10. Buku setelan 73 halaman ini disusun oleh tim penulis dari APEKSI, yaitu Sri Indah Wibi Nastiti, Tri Utari, Heffy Octaviani, Imam Yulianto, Devy Munir, dan A Nur Fitri Balasong. Seperti pada edisi-edisi sebelumnya, buku diberi kata sambutan oleh Ketua Dewan Pengurus APEKSI GS Vicky Lumentut ini mengupas secara mendetail berbagai inovasi di sejumlah kota di Indonesia. Ada 6 kota yang inovasinya termuat dalam buku ini, yaitu Kota Pekalongan di Jawa Tengah,
Kota Metro di Lampung, Kota Tarakan di Kalimantan Timur, Kota Surakarta di Jawa Tengah, Kota Surabaya di Jawa Timur, dan Kota Kendari di Sulawesi Tenggara. Inisiatif inovasi yang dikembangkan Pemerintah Kota Pekalongan adalah pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berbasis open source dengan menerapkan filosofi yang disebut Manajemen Barokah. Program yang dirintis sejak 2008 ini bertujuan mewujudkan legalitasd dan efisiensi dalam pemanfaatan TIK, mewujudkan kemudahan dan keberlanjutan operasi dan pengembangan TIK dalam jangka panjang, mendorong kemandirian pengembangan TIK dalam pembangunan, mewujudkan manajemen barokah dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan mendorong apparatus pemerintah adapif dan inovatif terhadap dinamika lingkungan strategis. Program ini tuntas pada 2013, di mana salah satunya Pemkot Pekalongan system informasi keuangan berbasis akrual. Secara keseluruhan, inovasi ini telah berhasil mencapai tujuannya. Dengan inovasi ini, misalnya, Pemkot Pekalongan berhasil melakukan efisiensi sayang sangat besar di bidang penggunaan aplikasi perkantoran mencapai ratusan miliar rupiah. Lebih dari itu, keberhasilan inovasi tersebut mampu menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi dan menurunkan tingkat kemiskinan di Kota Pekalongan. Atas keberhasilan tersebut, Pemkot Pekalongan meraih beberapa penghargaan, di antaranya memperoleh Innovative Regional Award dari Kemenristek-BPPT pada 2011 dan E-Government-TIK dari Kemenkominfo pada 2011. Inovasi yang bernas juga dilakukan Pemkot Metro. Inovasi yang dilakukan sebenarnya terbilang sederhana, yaitu program bedah Anggaran Pendapatan dan Belanda Daerah (APBD). Latar belakangnya, meskipun pemkot setempat telah mengikutsertakan partisipasi masyarakat melalui
musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang), namun ada kecenderungan tingkat partisipasi publik menurun dalam kebiatan pembangunan. Karena itu maka dicoba terobosan baru berupa program bedah APBD. Inovasi ini dirintis sejak 2006. Dalam bedah APBD, fokus yang isu yang dipaparkan adalah struktur APBD tahun berjalan, tema dan prioritas pembangunan, dana data informasi pembangunan. Tahap berikutnya, masyarakat dilibatkan dalam implementasi dan realisasi APBD yang sudah dibedah tersebut melalui program pemberdayaan masyarakat. Melalui program ini, masyarakat dapat melakukan control dan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan di daerah masing-masing. Hasil inovasi cukup signifikan. Salah satunya mendorong peningkatan pelayanan publik dalam bentuk informasi pembangunan dan transparansi APBD. Dengan demikian, pelaksanaan pembangunan di Kota Metro semakin berkualitas, efektif, efisien, dan tepat sasaran. Di Kota Tarakan, untuk mengatasi permasalah sampah, pemkot setempat menggulirkan program Tabungan
Lingkungan (Taling). Melalui program Taling ini, siswa di sekolah dilibatkan dalam pengumpulan sampah kemudian ditukarkan uang dalam jumlah tertentu. Ini sebenarnya adopsi dari program eco saver Kota Marikiba di Filipina. Program Taling mulai disosialisasikan pada 2011 dan setahun kemudian resmi dicanangkan. Jenis barang bekas yang dapat ditukarkan di sekolah-sekolah adalah barang-barang bekas yang bias didaur ulang, seperti kertas, karton/kardus, buku cetak, majalah, Koran, kaleng minuman dan makanan, botol plastic, botol kaca utuh, dan plastik bening. Setiap siswa akan menerima buku tabungan Taling dari Pemkot Tarakan. Sampah-sampah di sekolah tersebut akan diambil oleh pada hari yang telah disepakati bersama. Inovasi melalui program Taling ini ternyata mampu mengubah cara pandang dan perilaku masyarakat terhadap sampah lingkungan. Sampah tidak lagi dipandang sebagai barang menjijikkan dan tak berguna, melainkan dapat menghasilkan uang. Lebih dari itu, program ini mampu menurunkan volume sampah nonorganik sebesar 4 ribu ton pada 2012 dan terus meningkat menjadi 16 ribu ton pada 2013. Dan, untuk sampah organik langsung diolah menjadi kompas. Atas kesuksesan program ini, Pemkot Tarakan memperoleh sejumlah penghargaan, di antara Sekolah Adiwiyata, Taman Kota Terbaik ke-3, dan penghargaan best practice untuk program Taling dari Partnership Democratic Local for Governance in Southeast Asia (DELGOSEA) pada Agustus 2012 di Bangkok, Thailand. Sementara itu, inovasi dari Kota Surakarta adalah program Kota Layak Anak (KLA). Tujuan inovasi ini adalah menyiap generasi masa depan berkualitas melalui KLA. Sejak 2003, Pemkot Surakarta telah merintisnya melalui gerakan jam wajib belajar bagi anakanak. Untuk itu, pada 2006-2007, Pemkot Surakat menyusun perenca-
Volume X JUNI 2015
37
A G E N D A
Peserta seminar dan peluncuran buku Best Practice Kota-Kota Jilid ke-10, Jakarta, 21 Mei 2015. naan model pengembangan KLA. Selanjutnya, mulai 2008, model tersebut mulai dilaksanakan dan dikembangkan ke tingkat Kecamatan Layak Anak dan Kelurahan Layak Anak. Dengan begitu, ditargetkan pada 2015 Surakarta telah menyandang sebagai KLA. Atas prestasinya tersebut, Kota Surakarta telah memperoleh sejumlah penghargaan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Pada 2009, Kota Suratakarta dinobatkan sebagai Pelaksana Terbaik KLA, pada 2011 memperoleh penghargaan kategori Madya, dan pada 2012 meraih penghargaan kategori Nindya. Berdasarkan kenyataan bahwa pengelolaan keuangan kurang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel, maka Pemkot Surabaya mencanangkan program program Government Resources Management Syatem (GRMS) atau Sistem Manajemen Sumber Daya Pemerintahan. Inovasi ini dirintis mu-
38
Volume X JUNI 2015
lai 2004. System ini menggantikan tata cara manual sebelumnya, dan hasilnya menjadikan kinerja pemerintahan lebih efektif dan efisien. Dengan GRMS, pengelolaan keuangan daerah menjadi terintegrasi mulai hulu sampai hilir, dan dapat diakses melalui jaringan Internet. Sukses inovasi ini menjadikan kinerja Pemkot Surabaya lebih terukur dan terstandar, terjadi efisiensi anggaram, proses lelang menjadi lebih transparan dan akuntabel, penganggaran lebih tepat sasaran, dan sebagainya. Terakhir, inovasi Kota Kendari berkaitan dengan pengolahan sampah menjadi energy alternative berupa gas metan. Inovasi ini didasari kondisi bahwa pada umumnya warga kota tersebut kurang peduli pada masalah sampah dan kebersihan lingkungan. Terobisan ini terinspirasi kesuksesan pengolahan sampah di Brasil dan yang pernah dilakukan di Kota Malang. Langkah-lanhkah yang ditempuh
Pemkot Kendari meliputi pemetaan kondisi persampahan, pengembangan teknologi pengolahan samnpah menjadi gas metan, dan merancang pemanfaatan gas metan untuk masyarakat. Inovasi tersebut terbilang sukses. Misalnya, di Kota Kendari kini terbangun beberapa lokasi mandiri energi melalui pemanfaatan limbah menjadi energi alternatif dalam bentuk teknologi biogas. Inovasi ini juga mampu mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar minyak. Selain itu, lingkungan kota menjadi semakin bersih dan sehat, dan tempat pembuangan sampah pun berubah menjadi taman rekreasi. Itulah sejumlah inovasi yang berhasil dilakukan beberapa kota di Indonesia yang termuat dalam buku Best Practice Kota-Kota Jilid X ini. Diharapkan, kota-kota lain dapat meniru atau mengadopsi inovasi-inovasi tersebut sehingga penerbitan buku ini banyak manfaatnya.
Wali Kota Padang Jadi Ketua Komwil I
Wali Kota Padang Mahyedi Ansharullah (jongkok, ketiga dari kiri), terpilih sebagai Ketua Komwil I APEKSI periode 2015-2018.
WALI Kota Padang, di Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, terpilih sebagai Ketua Komisariat Wilayah (Komwil) I Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) periode 2015-2018. Mahyeldi dipilih secara aklamasi oleh peserta Musyawarah Komwil (Muskomwil) I APEKSI yang berlangsung di Kota Padang, 24 April 2015. Muskomwil juga memilih Wali Kota Pekanbaru sebagai Wakil Ketua I dan Wali Kota Banda Aceh sebagai Wakil Ketua II. Selain memilih pengurus Komwil, Muskomwil juga menelurkan sejumlah rekomendasi untuk dibawa ke forum Rapat Kerja Nasional (Rakernas) APEKSI di Kota Ambon, Maluku, 6-10 Mei 2015. Di antara rekomendasi tersebut adalah peningkatan kerja sama antardaerah dalam penanganan bencana dan pascabencana, pengembangan kawasan, pengelolaan sampah,
penataan pasar tradisional, serta pengentasan masyarakat miskin. Selain itu, juga direkomendasikan kepada pemerintah pusat untuk melaksanakan Undang-Undang (UU) Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan memperhatikan kondisi aparatur di daerah serta mendorong pemerintah pusat untuk mempercepat pengeluaran aturan tentang remunerasi aparatur di daerah. Setelah terpilih sebagai ketua, Mahyeldi Ansharullah akan mendorong kota-kota di wilayah Komwil I untuk bersinergi dalam mengembangkan potensi daerah masing-masing demi percepatan pengembangan ekonomi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Kita yakin, bila semua potensi disinergikan akan menjadi sebuah kekuatan besar untuk pembangunan,” ujarnya.
Anggota Komwil terdiri dari 23 kota, yakni Banda Aceh, Sabang, Lhokseumawe, Langsa, Subulussalam, Payakumbuh, Padang, Padang Panjang, Sawahlunto, Solok, Pariaman, Bukit Tinggi, Medan, Pematang Siantar, Padang Sidimpuan, Tanjung Balai, Tebing Tinggi, Binjai, Sibolga, Gunung Sitoli, Pekan Baru, Dumai, dan Tanjung Balai. Muskomwil ini juga dihadiri Direktur Eksekutif APEKSI Sarimun Hadisaputra dan Direktur Jenderal Pemerintahan Umum (PUM) Kementerian Dalam Negeri Agung Mulyana. Dalam sambutannya, Sarimun menyampaikan, Komwil I APEKSI ini merupakan wilayah strategis yang akan menunjang potensi besar Sumatera dalam kemajuan ke depan. “Kita berharap rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan akan menjadi suatu kebijakan strategis yang mendorong kemajuan di kawasan Sumatera, khususnya di komwil I,” ujarnya. Saat memberi sambutan dalam pembukaan Muskomwil, Agung Mulyana mengingatkan kepada pemerintah kota (pemkot) untuk bersiap menghadapi keleluasaan perdagangan, lalu lintas barang, dan investasi seiring bergulirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada Desember 2015. Sebab, dipastikan persaingan regional negara-negara Asia Tenggara akan semakin ketat, sehingga keunggulan mutu akan wajib dinomorsatukan. “MEA adalah keniscayaan, dan sudah pasti dilaksanakan. Pada 2016 akan terjadi mobilitas investasi, produkproduk, dan tenaga profesional yang tinggi dan leluasa,” katanya. Nantinya, produk-produk dari negara ASEAN lainnya akan mudah masuk ke Indonesia, begitu juga tenaga profesional dan para pebisnis. “Hal ini tentunya akan menuntut daya saing yang tinggi. Tak ada yang dapat menghambat kecuali tak lulus uji. Untuk tenaga dokter, misalnya, jika tidak memiliki bukti uji keprofesionalan maka akan tak akan bisa masuk di suatu negara,” ujarnya.
Volume X JUNI 2015
39
I N F O
A P E K S I
Pembukaan Rapat Koordinasi (Rakor) ke-11 Komwil IV APEKSI di Malang, 26-28 April 2015.
Gebyar Rakorwil IV di Malang PELAKSANAAN Rapat Koordinasi (Rakor) ke-11 Komisariat Wilayah (Komwil) IV Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) di Kota Malang, Jawa Timur, 26-28 April 2015, berlangsung meriah. Dalam rangka menyambut peserta Rakor Komwil IV, Pemerintah Kota (Pemkot) Malang menggelar pawai budaya. Pawai budaya diikuti 34 peserta, 13 di antaranya dari perwakilan masingmasing kota anggota Komwil IV APEKSI. Pawai budaya diawali dengan pelepasan tiga belas balon yang di-
40
Volume X JUNI 2015
lakukan perwakilan peserta yang juga melambangkan jumlah anggota. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Malang selaku tuan rumah menampilkan kesenian daerah Tari Malang Gemilang. Tarian yang melambangkan wujud rasa cinta terhadap Kota Malang ini dimainkan oleh 13 remaja perempuan. Selain itu, Rakor Komwil ini dimeriahkan dengan pameran karya-karya atau produk unggulan dari kota-kota peserta. Anggota Komwil IV adalah Kota Madiun, Malang, Batu, Surabaya, Blitar, Kediri, Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo,
Denpasar, Kupang, Bima, dan Mataram. Puncak acara yang mengusung tema “Sinergitas Pembangunan Kota Melalui Corporate Social Responbility (CSR) dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing Daerah” ini membahas program kerja Komwil IV untuk tahun 2015. Rapat berlangsung di Hotel Atria, Kota Malang. Rapat yang dipimpin Wali Kota Madiun Bambang Irianto ini melahirkan 14 rekomendasi eksternal, enam rekomendasi internal, dan tujuh program kerja. Berikut adalah rekomendasi yang dihasilkan Rakor Komwil IV APEKSI:
Berikut 14 Rekomendasi Eksternal Apeksi: 1. Peninjauan kembali substansi penyerahan urusan bidang pendidikan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pengelo-
laan pendidikan menengah. 2. Peninjauan kembali Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 6 Tahun 2015 tentang pelaksanaan rapat atau pertemuan di luar kantor terkait kriteria pilihan sarana dan prasarana yang diatur. 3. Peninjauan kembali Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113 / PMK 05/2012 tentang perjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap. 4. Peninjauan kembali kebijakan moratorium pengadaan calon pegawai negeri sipil (CPNS). 5. Peninjauan kembali peraturan mengenai Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yaitu PMK Nomor 84/PMK 07/2008 dan PMK Nomor 20/ PMK 07/2009 sangat membatasi daerah untuk pemanfaatan dana cukai. 6. Perlu adanya koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi oleh dan antarkementerian atau lembaga sebelum mengeluarkan peraturan perundang-undangan. 7. Pengintegrasian penyusunan LKPJ, LPPD, dan LAKIP ke dalam satu format laporan. 8. Penyusunan grand design dan roadmap pengembangan terintegrasi kerjasama dalam semua
sektor khususnya UMKM dan ketenagakerjaan dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). 9. Percepatan pembangunan infrastruktur khususnya Indonesia bagian timur disesuaikan dengan kebutuhan lokalitas secara proporsional. 10. Perlu keseimbangan alokasi anggaran pusat dan daerah serta memformulasikan kembali struktur penganggaran daerah dalam bentuk DAU dan DAK. 11. Tidak boleh ada kriminalisasi kebijakan, perlunya perlindungan hukum bagi aparatur sipil negara (ASN) melalui sinkronisasi peraturan perundang-undangan Tipikor dan Undang Undang ASN. 12. Mendorong realisasi janji Presiden terkait alokasi dana anggaran Rp 50 miliar tiap kota untuk peningkatan kualitas infrastruktur perkotaan. 13. Mempertegas pembiayaan keamanan dalam penyelenggaraan pemilukada serentak 2015. 14. Perlu peninjauan kembali UndangUndang 32 mengenai standarisasi jumlah organisasi kemasyarakatan yang dibutuhkan suatu pemerintah daerah. Enam Rekomendasi Internal APEKSI: 1. Pembentukan badan kerjasama
2.
3. 4. 5.
6.
yang dikelola secara independen dengan pendanaan dari iuran masing-masing anggota agar dapat dijalin kerjasama yang lebih erat antarkota yang menjadi Anggota Komwil IV APEKSI. Pengembangan potensi daerah dalam segala bidang sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tawar pemerintah daerah termasuk penguatan jaringan kerja yang saling menguntungkan antarpemerintah daerah. Upaya peningkatan promosi atau investasi daerah. Pembentukan sekretariat tetap Komisariat Wilayah IV. Mendorong seluruh pemerintah kota tetap mengikuti kegiatan APEKSI. Perlu adanya support dana dari APEKSI Pusat.
Tujuh Program Kerja APEKSI: 1. Program Kerja Bidang Konsolidasi Organisasi dan Program Kerja 2. Program Kerja Bidang Kerjasama 3. Program Kerja Bidang Peningkatan Kapasitas Pemerintah Kota. 4. Program Kerja Bidang Advokasi dan Regulasi 5. Program Kerja Bidang Informasi dan Komunikasi 6. Program Kerja Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Hidup 7. Program Kerja Bidang Hubungan Antarlembaga.
Volume X JUNI 2015
41
I N F O
A P E K S I
Peserta Rapat Kerja (Raker) Komwil III, yang berlangsung di Bandung 23-25 April 2015.
Semangat Berbagi Rakorwil III di Bandung KOMISARIAT Wilayah (Komwil) III Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), 23-25 April 2015, menggelar Rapat Kerja (Raker) di Hotel Panghegar, Jalan Merdeka, Bandung. Raker juga dihadiri Wakil Wali Kota Bandung Oded M Danial. Hadir juga Manajer Kerjasama Antar-Daerah APEKSI, Soekarno, yang mewakili Direktur Eksekutif APEKSI. Selaku tuan rumah sekaligus Ketua Komwil III, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dalam pembukaan Raker ini, menegaskan, saatnya seluruh kota anggota Komwil III membangun semangat yang sama untuk berkola-
42
Volume X JUNI 2015
borasi, berbagi, dan bersinergi. “Kita di sini bukan untuk kompetisi, tapi berkolaborasi untuk berbagi. Semoga APEKSI ini memiliki semangat yang sama,” ujarnya. Dia menjelaskan, jika kota-kota di seluruh Indonesia anggota APEKSI ini kompak, Indonesia hebat akan lebih cepat datang. “Inilah esensi malam ini, kalau kita kompak, Indonesia hebat itu bisa datang lebih cepat,” tandasnya. Kepada para wali kota anggota Komwil III, Ridwan Kamil juga berpesan agar membangun dan meninggalkan warisan sistem yang inovatif untuk pimpinan kota pada periode
berikutnya. Dengan warisan berupa sistem yang inovatif, imbuh Ridwan Kamil, wali kota berikutnya tinggal mengisi sistem tersebut. “Bagaimana membangun sistem yang inovatif, itu yang nanti harus dirumuskan,” katanya. Lebih jauh, ia mengharapkan agar Komwil III bisa menjadi keluarga besar yang kompak dan bisa menjadi lokomotif perubahan di wilayahnya. Ia juga berharap agar pada 2015 ini sudah terbangun semangat yang sama dengan konsep Smart City di lingkungan APEKSI. “Kami ingin semangat ini dengan Smart City. Sehingga, tidak usah banyak meeting dengan cara konvesional. Jadi, para wali kota bisa punya waktu berpikir untuk lebih satu langkah ke depan, dan sisanya bisa dikerjakan oleh sistem,” imbuhnya. Rakerwil III APEKSI 2015 ini akan diselenggarakan selama tiga hari yakni pada tanggal 23, 24 dan 25 April 2015.
VOLUME
VII, OKTO BER
2014 Majalah
Majalah Asosiasi VOLUME V, MARET
Pemerintah Kota
Asosias
i Pemerin tah
Kota Sel uruh
Indone
sia
Seluruh Indonesia
2014
I 2014
VI, JUN VOLUME
a Seluruh
erintah Kot
siasi Pem
Majalah Aso
AEC
VOLUME VIII, DESEM
Indonesia
ASEAN Economic Community
Volume V
MARET 2014
Majalah Asosiassii
Menata PerkotaaWajah Depan n Masa
Bila Daerah ana Gagap Benc jaan Menjadi Metaforsis Kera Kota Entrepreneur
BER 2014
Pemerintah Kota Seluruh
Indonesia
VOLU
ME IX
ET 20
15
Maja
lah As
JEJAK
Ambonk u, Ambon Ki ta $ Volum e VII
OKTOBER 2014
1
Babak Baru Otonomi
1
Cimahi, Kota Tentara nan Kreatif
i Pem
erintah
Kota
Selur
uh Ind
ones
ia
Singgkawang, Bangkitny kit a Kota Masa Lalu
Me Birorkerformasi Daerahasi di
Harga Pemasangan Iklan di KOTAKITA ukuran
osias
Hasil P Para Wertemuan ali Kota Presiddengan en Jok owi
.27$.,7
erah KesiapoanngDsoang MEA Meny
Keterangan
, MAR
Pilihan paket 1 kali
2 kali
3 kali
4 kali
Cover IV (back cover)
1 hal
22,5 jt
35 jt
47 jt
63 jt
Cover II (inside front cover )
1 hal
15 jt
25 jt
31,5 jt
42 jt
Cover II (inside front cover )
½ hal
8 jt
14 jt
16,8 jt
22,4 jt
Cover III (Inside back cover)
1 hal
12,5 jt
22,5 jt
26 jt
35 jt
Cover III (Inside back cover)
½ hal
8 jt
14 jt
16,8 jt
22,4 jt
Di tengah majalah
1 hal
7,5 jt
12,5 jt 15,75 jt
21 jt
Di tengah majalah
½ hal
4 jt
6,5 jt
8,4 jt
Pembayaran melalui rekening Bank Mandiri Cabang Graha Irama Kuningan Jakarta, No.124-000-4350147 atas nama Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI).
11,2 jt
Dulu Ja Kini Beyagiri, kasi
Bagi Pemerintah Daerah, SKPD, Dinas, Badan, Lembaga yang berada di pemerintah daerah atau Perusahaan yang berminat memasang iklan atau sponsor di Majalah kota Kita, harap mengisi formulir pemasangan iklan dan mengirimkan formulir tersebut ke bagian iklan Majalah Kota Kita. Bagian iklan menerima materi iklan jadi sesuai dengan ukuran yang di pesan. Untuk informasi pemasangan iklan harap menghubungi: Imam Yulianto: 0812 9859 529 Alamat Redaksi dan Iklan: Rasuna Office Park III WO. 06-09, Komplek Rasuna Epicentrum Jl. Taman Rasuna Selatan, Kuningan, DKI Jakarta, 12960, Indonesia T +62-21 8370 4703 F +62-21 8370 4733 http://www.apeksi.or.id Volume X JUNI 2015
43
Seluruh jajaran Dewan Pengurus dan Direktorat Eksekutif Asosiasi Pemerintah Seluruh Indonesia (APEKSI) Mengucapakan
1 Syawal 1436 H
Mohon Maaf Lahir Bathin