Dokumentasi Best Practices Kota-Kota - APEKSI
Best Practice :
Pengelolaan Sampah Organik Kota Tangerang
Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD) Jl. Tebet Barat Dalam III A no 02 Jakarta 12810, Indonesia Phone: +62-21-83794469 Fax: +62-21-83791270 E-mail:
[email protected]
Dokumentasi Best Practices Kota-Kota - APEKSI Clearinghouse YIPD - 1
Pengelolaan Sampah Organik Kota Tangerang
Kota Tangerang
Gambaran singkat Kota Tangerang
Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, Kota Tangerang memiliki pertumbuhan yang pesat. Karena posisinya itu, Kota Tangerang menjadi daerah limpahan berbagai kegiatan di Ibu Kota Negara. Di sisi lain, Kota Tangerang dapat menjadi daerah kolektor pengembangan wilayah Kabupaten Tangerang sebagai daerah yang memiliki sumber daya alam yang produktif
Letak geografis : 6° 6’ - 6° LS dan 106° 36’ - 106° 42’ BT Luas wilayah
: 164,31 km²
Batas Wilayah
:
Utara – Kabupaten Tangerang Timur – DKI Jakarta Selatan – Kabupaten Tangerang Barat – Kabupaten Tangerang Jumlah Penduduk: 1.416.842 (2002) Jumlah kecamatan: 13
Pesatnya pertumbuhan Kota Tangerang dipercepat pula dengan keberadaan bandara Internasional Soekarno-Hatta yang sebagian arealnya termasuk ke dalam wilayah administrasi Kota Tangerang. Keberadaan bandara internasional membuka peluang bagi pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa di Kota Tangerang. Penduduk Kota Tangerang Menurut Jenis Kelamin pada Tahun 1998 – 2002 Tahun
Laki-laki
Perempuan
Total
1998
594.103
629.819
1.223.922
1999
631.843
635.704
1.267.547
2000
653.566
658.180
1.311.746
2001
674.731
679.495
1.354.226
2002
707.007
709.835
1.416.842
Latar Belakang Volume sampah Kota Tangerang saat ini mencapai 3.138 m 3 per hari, terdiri dari 2.763 m3 sampah domestik dan 375 m3 sampah nondomestik. Produksi sampah ini memiliki kecenderungan terus meningkat, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan aktivitas masyarakat. Menghadapi kenyataan tersebut, Pemerintah Kota Tangerang dihadapkan pada kendala keterbatasan lahan tempat pembuangan akhir (TPA). Kota Tangerang hanya memiliki satu TPA, yaitu TPA Rawa Kucing seluas 8 hektar. Oleh karena itu, salah satu upaya Pemerintah Kota Tangerang dalam mengatasi masalah sampah adalah berinisiatif untuk memperpanjang usia pakai TPA Rawa Kucing. 1. Situasi Sebelum Inisiatif
Dokumentasi Best Practices Kota-Kota - APEKSI Clearinghouse YIPD - 2
Sampah organik yang dibuang ke TPA Rawa Kucing tak diolah menjadi kompas, sehingga turut mempersingkat usia pakai TPA Rawa Kucing. Pemerintah Kota Tangerang belum memiliki peralatan untuk mempercepat proses pembuatan kompos. Proses pembuatan kompos secara alami membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 3-6 bulan.
2. Inisiatif Salah satu alternatif penanggulangan sampah yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang adalah mengolah sampah organik menjadi pupuk (kompos dan pupuk cair) agar tidak menumpuk di TPA Rawa Kucing. Tujuan utamanya adalah untuk memperpanjang usia pakai TPA. Untuk mendukung tujuan tersebut, Pemerintah Kota Tangerang bekerja sama dengan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM (bernama Koperi) mengembangkan peralatan dan metode yang mampu mempercepat proses pembuatan kompos. 3. Strategi Yang Diterapkan Pengembangan Teknologi Upaya pengolahan sampah di Kota Tangerang merupakan suatu proses pembelajaran yang mulai dirintis tahun 1999 di TPA Rawa Kucing. Pada saat itu Pemerintah Kota Tangerang bekerja sama dengan salah satu LSM melakukan upaya rekayasa peralatan dan metode pengolahan sampah organik. Kegiatan pengembangan teknologi menghasilkan alat dan metode pengolahan sampah organik yang inovatif. Sampah organik dihaluskan dengan menggunakan mesin pengolah sampah yang dapat mencacah sampah menjadi faksi-faksi dengan ukuran tertentu sesuai keinginan (sekitar 5-10 mm). Sampah yang sudah dicacah halus ini kemudian difermentasi dengan cara mencampurnya dengan dedak, bioaktifator sejenis mikro organisme, dan gula merah. Dengan memanfaatkan teknologi bio-inokulasi ini maka proses ferementasi dapat berlangsung lebih cepat (hanya 7-14 hari) dibandingkan dengan proses pengomposan secara alami, sehinga produktivitas relatif lebih tinggi. Kapasitas producksi awal mencapai 10 m3/hari.
Optimalisasi Peralatan dan Diversifikasi Produk Kapasitas produksi yang hanya 10 m3/hari masih sangat kecil bila dibandingkan dengan produksi sampah di Kota Tangerang, sehingga upaya pengembangan peralatan pengolahan sampah diarahkan pada penambahan kapasitas produksi. Mulai pertengahan tahun 2002, Pemerintah Kota Tangerang berupaya menambah kapasitas produksi dengan mengembangkan bangunan dan peralatan pengolahan sampah organik di TPA Rawa Kucing. Bangunan dan peralatan yang berhasil dikembangkan ini mulai dioperasikan pada awal tahun 2003. Secara garis besar, proses pengembangan teknologi dan metode pengolahan sampah organik di Kota Tangerang adalah sebagai berikut: - Tahap 1: Mengoptimalkan penggunaan mesin-mesin yang sudah ada di TPA Rawa Kucing sehingga kapasitas pengolahannya dapat ditingkatkan secara bertahap dari 10 m 3/hari menjadi 30 m3/hari, sejak Juli 2002. Termasuk dalam tahap ini adalah rehabilitasi mesin-mesin yang sudah ada untuk mendukung peningkatan kapasitas produksi. - Tahap 2: Peningkatan kapasitas pengolahan secara bertahap sampai mencapai 150 m3/hari. Mulai dilakukan awal tahun 2003, pelaksanaan tahap ini didukung oleh pengadaan mesin
Dokumentasi Best Practices Kota-Kota - APEKSI Clearinghouse YIPD - 3
-
pengolah sampah dengan kapasitas besar dan pembangunan hanggar/bangunan pengolahan sampah di TPA Rawa Kucing yang dilaksanakan melalui Anggaran Belanja Tambahan (ABT) Tahun 2002. Tahap 3: Diversifikasi produk pengolahan sampah organik (seperti pembuatan pupuk cair), sejalan dengan pengembangan kapasitas produksi kompos.
Pemilahan Sampah Saat ini sampah yang diolah menjadi sampah organik baru ditujukan pada sampah pasar. Sampah beberapa pasar seperti Pasar Cikokol, Ciledug, dan Pasar Tanah Tinggi dipilah di lokasi pasar masing-masing oleh petugas kebersihan pasar dan para pedagang. Sampah-sampah pasar ini kemudian diangkut ke TPA Rawa Kucing dengan 4-6 truk per harinya.
Pemasaran OZER-RK adalah merek dagang dari produk-produk hasil olahan Unit Pengolahan Sampah Organik (UPSO) TPA Rawa Kucing yang diproduksi oleh Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Tangerang. Semua hasil produk secara rutin diuji coba secara klinis pada Laboratorium Uji Tanah Institut Pertanian Bogor (IPB). OZER-RK dipasarkan oleh UPSO-TPA Rawa Kucing ke para toko-tokopertanian di sekitar Jabodetabek hingga ke luar Jawa. Pada tahun 2002, UPSO-TPA menerima pesanan dari daerah pertanian di Sumatera Utara.
4. Hasil Yang Dicapai Melalui proses pengomposan, sampah organik dapat direduksi sampai dengan 90 dari volume awalnya sehingga dapat menghemat penggunaan lahan TPA. Proses pengolahan sampah organik menjadi kompos dan pupuk cair memberi nilai ekonomi pada sampah organik tersebut. Harga jual sekarung kompos seberat 20 kg bernilai sekitar Rp 10.000, sedangkan harga jual pupuk cair mencapai Rp 25,000 per liter. Namun, sayangnya UPSO-TPA Rawa Kucing masih menghadapi masalah pemasaran produk-produk sampah organik tersebut. Melalui pengembangan yang terus-menerus, kini kapasitas mesin pengolah sampah mencapai 100-150 m3/hari. Membuka kesempatan kerja bagi masyarakat di sekitar TPA. Saat ini, UPSOTPA Rawa Kucing mempekerjakan 18 orang. Kedelapan belas orang tersebut direktrut dari masyarakat sekitar TPA. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas anggaran daerah, karena dengan memperpanjang usia pakai TPA maka pengadaan TPA baru setidaktidaknya dapat ditunda. 5. Pelajaran Yang Dapat Diambil Usia pakai TPA dapat diperpanjang melalui kegiatan pengolahan sampah organik menjadi produk yang bernilai ekonomi, seperti pupuk kompos dan pupuk cair. Sebab melalui proses pengomposan, sampah organik dapat direduksi sampai dengan 90% dari volume awalnya. Sampah yang selama ini menjadi permasalahan bagi kota-kota di Indonesia memiliki potensi ekonomi yang dapa tdimanfaatkan menjadi salah satu pendapatan bagi epemerintah daerah. Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan pengembangan dan pemanfaatan teknologi yang tepat guna, serta melibatkan stakeholder kota lainnya.
Dokumentasi Best Practices Kota-Kota - APEKSI Clearinghouse YIPD - 4
6. Keberlanjutan Seiring dengan pengembangan kapasitas produksi kompos dan peningkatan kemampuan pemasaran untuk menjual hasil produksi (kompos), maka Pemerintah Kota Tangerang telah mengeluarkan investasi yang cukup bear, yaitu Rp 1 miliar yang digunakan untuk pengadaan bangunan dan alat pengolah sampah organik. Diharapkan kegiatan pengolahan sampah organik ini nantinya dapat menghasilkan pendapatan daerah dan dapat membiayai dirinya sendiri (self financing) yang akan menjamin keberlanjutan program. Keberlanjutan program pengolahan sampah organik di Kota Tangerang terbentur pada beberapa kendala, antara lain: Aspek Kelembagaan Bentuk kelembagaan yang cocok bagi UPSO-TPA Rawa Kucing masih perlu dirumuskan kembali, apakah akan berdiri secara independen atau tetap bergabung dalam dinas teknis. Sebab, hal tersebut sangat terkait dengan masalah wewenang, tanggung jawab, mekanisme pembiayaan dan sumber pendanaan. Sampai saat ini, unit pengelolaan sampah organik TPA Rawa Kucing masih merupakan salah satu komponen dari Sub Dinas Kebersihan yang berada dalam kewenangan Dinas Pekerjaan Umum. Unit ini dipimpin oleh seorang kepala unit yang dibantu oleh beberapa pelaksana bagian. Aspek Pembiayaan Sampai saat ini, investasi dan biaya operasional pengolahan sampah masih bersumber dari kegiatan rutin Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah (APBD). Pengembangan kapasitas produksi kompos sangat tergantung dari ketersediaan dana APBD, sementara hasil penjualan kompos belum dapat diharapkan menjadi sumber pembiayaan kegiatan pengembangan, pemeliharaan dan perawatan. Aspek Pemasaran Dengan kapasitas produksi yang ada, penyerapan hasil produksi yang dilakukan baru sebagas pada pemenuhan kebutuhan sendiri (uji coba) dan kebutuhan instansi terkait di lingkungan Pemerintah Kota Tangerang. Pengembangan kemampuan pemasaran harus terus dilakukan agar nantinya kompos dapat menjadi sumber pendapatan bagi Pemerintah Kota Tangerang. 7. Kemampuan Untuk Ditransfer Hampir setiap kota menghadapi masalah penganggulangan sampah. Oleh karena itu, inisiatif Kota Tangerang untuk memperpanjang usia TPA Rawa Kucing sangat mungkin untuk diterapkan pada kota-kota yang juga mengalami masalah serupa. Tahun 2003 lalu, Apeksi menyelenggarakan pelatihan best practice bagi pemerintah kota yang salah satu agendanya berkunjung ke TPA Rawa Kucing.
Dokumentasi Best Practices Kota-Kota - APEKSI Clearinghouse YIPD - 5
DIAGRAM ALIR PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK MENJADI KOMPOS
DIAGRAM ALIR PENGOLAHAN LEACHATE ORGANIK MENJADI PUPUK CAIR
Bak Fermentasi SAMPAH ↓ Pencacahan dengan Mesin Pengolah Sampah ↓ Proses Fermentasi (7-14 hari)
↓ Bak Pengumpul Leachate
↓ Pengendapan ↓ Aerasi
↓ Proses Pengeringan (1-14 hari)
↓ Proses lanjutan sampai menjadi pupuk cair siap pakai
↓ KOMPOS
Alamat Kontak PEMERINTAH KOTA DENPASAR Ir. Engkan Lengkana, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Widi Hastuti, Kasi Pembinaan dan Pendataan Dinas Pekerjaan Umum Alamat : Jl. K.S. Tubun No. 96 Tangerang Telepon : 62 – 21 – 553 4067 Fax : 62 – 21 – 5577 1508 APEKSI Ngayadi Sumono Alamat : Wisma Dharma Niaga Lt. 3 Jalan Abdul Muis No. 6-10, Jakarta Pusat 10160 Telepon : 62 – 21 – 344 8201 Fax : 62 – 21 – 344 8183 email :
[email protected]
Dokumentasi Best Practices Kota-Kota - APEKSI Clearinghouse YIPD - 6