Berbagi Pengalaman, Maju Bersama Dokumentasi Best Practices Kota-Kota - APEKSI
Best Practice :
Penerapan Anggaran Kinerja Kota Samarinda
Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD) Jl. Tebet Barat Dalam III A no 02 Jakarta 12810, Indonesia Phone: +62-21-83794469 Fax: +62-21-83791270 E-mail:
[email protected]
Dokumentasi Best Practices Kota-Kota - APEKSI Clearinghouse YIPD - 1
Penerapan Anggaran Kinerja Kota Samarinda
Kota Samarinda
Gambaran Singkat Kota Samarinda
Kota Samarinda sebagai Ibukota Kalimantan Timur selain menjalankan fungsinya sebagai ibukota Provinsi juga sebagai pusat pendidikan, perdagangan, jasa dan industri.
Letak geografis : 0° 21’ 18“ - 1° 09’ 16“ LS dan 116° 15’ - 117° 24’ 16“ BT Luas wilayah : 718 km² Batas Wilayah : Utara – Kec. Muara Badak, Kab. Kutai Kartanegara Timur – Kec. Anggana dan Kec. Sanga-Sanga, Kab. Kutai Kartanegara Selatan – Kec. Loa Janan, Kab. Kutai Kartanegara Barat – Kec. Tenggarong Seberang, Kab. Kutai Kartanegara Jumlah Penduduk: 515.328 (Mei 2002) Jumlah kecamatan: 6
Wilayah Kota Samarinda dibelah oleh Suangai Mahakam, sungai terbesar di Kalimantan. Sungai Mahakam merupakan sarana transportasi penting bagi Kota Samarinda dan sekitarnya. Perahuperahu besar dan kecil lalu lalang di sungai ini, mengangkut hasil tambang, kayu log, dan penumpang.
Jumlah kelurahan : 42
Penduduk Kota Samarinda Dan Luas Wilayah (Mei 2002) No.
Kecamatan
Luas (km²)
Penduduk Jumlah
Kepadatan
1.
Samarinda Ilir
104,88
107.530
1025,3
2.
Samarinda Ulu
58,26
96.504
1656,4
3.
Samarinda Seberang
40,48
72.988
1803,1
4.
Palaran
151,04
35.791
237,0
5.
Samarinda Utara
294,31
121.475
412,7
6.
Sungai Kujang
69,03
81.040
1174,0
718
515.328
717,7
Jumlah
Latar Belakang Penerapan prinsip good governance menuntut adanya manajemen keuangan pemerintah. Reformasi manajemen keuangan pemerintah (daerah) tersebut diperlukan untuk menghasilkan suatu manajemen keuangan pemerintah (daerah) yang transparan, akuntabel, yang mendukung peningkatan peran serta
Dokumentasi Best Practices Kota-Kota - APEKSI Clearinghouse YIPD/CLGI - 2
masyarakat dan supremasi hokum di bidang keuangan negara dan meningkatkan kinerja pemerintah (daerah). Penerapan otonomi daerah di Indonesia sejak tahun 2000 juga sejalan dengan semangat good governance, yang ditandai dengan ditetapkannya peraturan khusus di bidang pengelolaan keuangan negara, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105/2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan PP Nomor 11/2001 tentang Informasi Keuangan Daerah dan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 29/2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan daerah serta Tatacara Penyususnan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD. PP Nomor 108/2000 mengatur mengenai Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk penilaian kinerja berdasarkan tolok ukur rencana strategis (renstra) Reformasi di bbidang keuangan Negara terus dilakukan. Terakhir, lahir peraturan perundangan yang lebih tinggi, yakni Undang-undang (UU) nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara yang berfungsi sebagai motor penggerak (driving force) diterapkannya anggaran berbasis kinerja. Hakikatnya, UU Keuangan Negara secara substansial mengatur sis yuridis-politis keuangan Negara. Pada prinsipnya UU ini mengatur hubungan hokum antara lembaga legislative dan eksekutif dalam pengelolaan keuangan Negara, terutama dalam penyusunan dan penetapan APBN maupun APBD. Lahirnya UU keuangan Negara yang diterapkan selama ini masih didasarkan pada ketentuan perundangan yang disusun pada masa pemerintahan Hindia Belanda, antara lain Indische Comptabiliteitswet (ICW) yang kemudian diundangkan sebagai Undang-undang Perbendaharaan Indonesia.
1. Situasi Sebelum Inisiatif • Pendekatanan anggaran masih didasarkan pada objek pengeluaran (line item), artinya pengeluaran pemerintah daerah semata-mata hanya didasarkan pada ketersediaan dana (budget base) untuk item-item yang telah ditentukan. • Tolok ukur keberhasilan pelaksanaan anggaran adalah penyerapan anggaran, bukan pada kinerja. • Sering terjadi overlapping anggaran atau duplikasi pekerjaan sehingga terjadi alokasi pembiayaan ganda yang sebenarnya untuk satu kegiatan. Hal ini disebabkan penyusunan anggaran tanpa disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dari unit pengguna anggaran (dinas/instansi) • Keterlibatan masyarakat dalam penyusunan anggaran rendah (tidak setinggi sekarang setelah diterapkan anggaran kinerja) 2. Inisiatif • Menerapkan anggaran kinerja, sebagai implementasi dari UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (pasal 26), serta pasal 8 PP Nomor 105/2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungajwaban Keuangan Daerah yang berbunyi : “APBD disusun dengan pendekatan kinerja”. Artinya yang menajdi indicator keberhasilan pelaksanaan anggaran adalah hasil (output) dan manfaat (outcome). Output dan outcome tersebut merupakan tolok ukur dan perwujudan keberhasilan visi, misi, dan tugas pokok dari unit pengguna anggaran.
Dokumentasi Best Practices Kota-Kota - APEKSI Clearinghouse YIPD/CLGI - 3
•
Penerapan anggaran kinerja dilakukan secar amenyeluruh di semua unit pengguna anggaran (dinas/instansi). Sebab Pemerintah Kota Samarinda berpendapat bahwa tidak mungkin menerapkan anggaran kinerja hanya pada sejumlah dinas/instansi tertentu saja. Anggaran kinerja sebaiknya dilakukan pada seluruh unit pengguna anggaran.
3. Strategi Yang Diterapkan Beberapa langkah yang dilakukan Pemerintah Kota dan DPRD Kota Samarinda untuk menerapkan anggaran kinerja adalah 1) melakukan sosialisasi, 2) pembagian peran dan capacity building, 3) melibatkan masyarakat dalam proses penganggaran (langkah 1 – 9, lihat uraian di bawah). a. Penyebaran Informasi (Sosialisasi) Hambatan utama yang dihadapi Pemerintah Kota Samarinda untuk menerapkan anggaran kinerja adalah belum adanya pemehaman yang sama antara eksekutif dan legislative tentang anggaran kinerja. Padahal penerapan anggaran berbasis kinerja memerlukan komitmen yang kuat antara eksekutif dan legislative. Agar berhasil dengan baik, anggaran berbasis kinerja harus diterapkan pada seluruh dinas/instansi. Oleh karena itu, hal utama yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Samarinda adalah sosialisasi. Sosialisasi melibatkan panitia anggaran yang terdiri dari Pemeritah Kota dan DPRD Kota. • Sosiaslisasi yang dimaksud adalah penyebaran informasi kepada lembaga dan dinas terkait di Kota Samarinda, yang menerangkan bahwa Kota Samarinda akan menerapkan anggaran kinerja, apa yang dimaksud dengan anggaran kinerja, apa implikasinya, dan bagaimana proses penganggarannya. Proses penganggarannya terdiri dari: - Keterlibatan masyarakat - Keterpaduan dengan dokumen prioritas dan kebijakan, seperti properda, renstrada, repetada, renstra dinas/lakip, laporan pertanggungajwaban, tupoksi, perkiraan pendapatan, standar pelayanan minimum (SPM), standar analisa belanja, standar biaya, aerah dalam angka - Perkiraan pendapatan - Usulan anggaran dinas - Review walikota - RAPBD walikota - Evaluasi anggaran oleh DPRD - Dengar pendapat dengan masyarakat - Pengesahan anggaran - Penyesuaian untuk keadaan darurat - Adminsitrasi anggaran • Penyebaran informasi (sosialisasi) dilakukan kepada dinas/instansi, masyarakat/warga kota, melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan, turba (turun ke bawah), dan melalui media masa (televisi, radio, dan surat kabar). Biaya untuk penyebaran informasi RAPBD tahun 2004 di Kota Samarinda mencapai Rp 300 Juta (turba, surat kabar lokal, radio, dan televisi) b. Pembagian Peran dan Peningkatan Kapasitas (Capacity Building) Kejelasan peran dan peningkatan kapasitas masing-masing pihak yang terlibat dalam penyusunan anggaran harus dilakukan untuk menjamin
Dokumentasi Best Practices Kota-Kota - APEKSI Clearinghouse YIPD/CLGI - 4
terjadinya proses penyusunan anggaran kinerja yang baik. Pihak-pihak yang terlibat pada proses penganggaran adalah: masyarakat, DPRD, walikota, dan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD). Tugas masing-masing pihak adalah: 1) masyarakat berperan untuk terlibat dalam langkah 1 – 9 proses penyusunan anggaran, menyampaikan harapan dan pendapat dalam penentuan kebijakan 2) DPRD berperan dalam menetapkan kebijakan anggaran, mengesahkan anggaran (menetapkan kebijakan, menentukan arah, menetapkan prioritas pelayanan), serta memantau dan mengevaluasi anggaran 3) Walikota berperan dalam penyusunan anggaran (menyiapkan instruksi anggaran berupa formulir dan kertas kerja, dan menyiapkan kalender anggaran). Setelah penyusunan anggaran disetujui, walikota berperan melaksanakan, memantau dan melaporkan. 4) BPKD berperan melakukan koordinasi, bimbingan (instruksi anggaran, format dan lembar kerja), serta melakukan pengawasan. • • •
Pembentukan tim teknis penyusunan anggaran kinerja yang beranggotakan unsure legislative dan eksekutif Pendampingan oleh local coordinator (LC) dari BIGG – ICMA untuk memberi bimbingan kepada dinas/instansi dalam penyusunan anggaran (klinik anggaran) Pelatihan dan bimbingan penyusunan Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) bagi dinas/instansi/lembaga di lingkungan Pemerintah Kota Samarinda
c.
Perubahan Format APBD Sesuai amanat ayat 1 pasal 15 PP 105 tahun 2000, format APBD mengikuti format anggaran defisit dimana struktur APBD terdiri dari pendapatan, belanja dan pembiayaan. Jadi komponen anggaran yang baru adalah pembiayaan. Timbulnya komponen pembiayaan merupakan konsekuensi logis dari digunakannya format anggaran defisit, dimana surplus atau defisit yang terjadi akan masuk dalam komponen pembiayaan. Hal ini berbeda dengan format anggaran sebelumnya, yaitu format anggaran berimbang dan dinamis yang tidak mengungkapkan adanya defisit yang harus ditutup dari berbagai sumber pembaiyaan.
d.
Sistem Yang Terkomputerisasi Sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada, sistem akuntansi dikembangkan dengan sistem komputerisasi. Untuk mewujudkannya, Pemerintah Kota Samarinda melengkapi kantornya dengan seperangkat komputer (hardware) dam software yang mereka perlukan. Pemerintah Kota Samarinda menginvestasikan Rp 250 Juta untuk pembelian software. Dengan software tersebut, unit-unit pengguna anggaran dapat mengakses akuntansi secara online.
4. Hasil Yang Dicapai • Penghematan anggaran. Selama tahun anggaran 2003, terjadi penghematan sebesar Rp 13 Miliar yang berasal dari pencegahan anggaran yang overlapping. Pada tahun sebelumnya, tahun 2002 terjadi penghematan anggaran Rp 600 Juta. • Anggaran kinerja mencegah anggaran fiktif • Dengan penerapan anggaran kinerja, maka kinerja masing-masing dinas/instansi dapat diukur
Dokumentasi Best Practices Kota-Kota - APEKSI Clearinghouse YIPD/CLGI - 5
• •
Mudah mengetahui dinas/instansi mana yang mempunyai beban kerja rendah, sehingga memudahkan untuk penataan kelembagaan, apakah suatu dinas/instansi tertentu perlu dikembangkan atau digabung. Masyarakat memiliki akses untuk menyampaikan harapan, mengusulkan, dan mengontrol rancangan APBD
5. Pelajaran Yang Dapat Diambil • Penerapan anggaran kinerja dalam APBD memerlukan dukungan kuat dari eksekutif dan legislative. Jika komitmen antara kedua lembaga tersebut belum terbangun, maka penerapannya belum dapat dimulai. Tak kalah pentingnya, proses penganggaran harus melibatkan masyarakat. • Anggaran kinerja dapat dipakai sebagai bahan Laporan PertanggungJawaban (LPJ) kepala daerah. Sehingga penilaian yang dilakukan oleh legislative terhadap kepala daerah sudah terukur dan obyektif. • Penerapan anggaran kinerja mencegah terjadinya overlapping atau duplikasi kegiatan, sehingga menghemat anggaran. Anggaran kinerja juga mencegah anggaran fiktif • Dengan dilaksanakannya Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) yang memenuhi tuntutan akuntabilitas keuangan yang merupakan salah satu prinsip good governance akan tercipta peningkatan kepercayaan stakeholder, seperti pihak legislative, dunia usaha, masyarakat, peningkatan kepercayaan dunia internasional, investor dan lembaga-lembaga donor. Peningkatan kepercayaan dan pemberian informasi yang handal kepada berbagai pihak akan sangat bermanfaat dalam usaha-usaha peningkatan kinerja pemerintah daerah. 6. Keberlanjutan Penerapan anggaran kinerja merupakan tuntutan yang mau tidak mau harus dipenuhi oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah sebagai eksekutif merupakan pihak yang paling bertanggungjawab dalam peningkatan kinerja dan pelaksanaan prinsip-prinsip good governance. Oleh karena itu, penerapan anggaran kinerja merupakan syarat mutlak menuju pemerintahan yang bersih dan akuntabel (menganut prinsip-prinsip good governance). 7. Kemampuan Untuk Ditransfer Penerapan anggaran berbasis kinerja bersifat transferable (dapat ditransfer). Bahkan peraturan perundang-undangan yang ada mengamanatkan penerapan anggaran kinerja di tiap pemerintah daerah. Walaupun demikian, dengan berbagai alasan tertentu belum semua pemerintah daerah menerapkan anggaran kinerja. Kendala utama adalah belum terintegrasinya pengembangan sistem manajemen keuangan pemerintah yang mencakup sub-sistem perencanaan, penganggaran, perbendaharaan, akuntansi, sistem informasi dan audit. Pedoman-pedoman yang dikeluarkan masih bersifat parsial dan sering tidak bersesuaian sehingga harus dilakukan penyesuaian atau konversi dari suatu sub-sistem ke sub-sistem yang lain. Kendala kedua adalah sumber daya manusia (SDM). Mengingat perkembangan akuntansi pemerintah di Indonesia tidak secepat perkembangan akuntansi komersial, sampai saat ini masih sedikit sekali SDM yang menguasai akuntansi pemerintah. Kendala ketiga adalah masih kurangnya kepedulian para manajer di lingkungan pemerintah daerah untuk mendasarkan keputusannya pada informasi keuangan. Saat ini dorongan untuk mengembangkan akuntansi pemerintah adalah lebih pada pemenuhan tuntutan peraturan perundang-undangan, bukan karena kebutuhan akan informasi keuangan untuk dasar pengambilan keputusan dan
Dokumentasi Best Practices Kota-Kota - APEKSI Clearinghouse YIPD/CLGI - 6
peningkatan kinerja. Kendala keempat berkaitan dengan dana untuk mengembangkan sistem akuntansi pemerintah. Masih terdapat banyak daerah yang tidak memiliki dana untuk memberikan pelayanan minimum bagi masyarakatnya sehingga sulit untuk menyediakan dana bagi pengembangan sistem akuntansi pemerintah. Perbedaan APBD Tradisional dengan APBD Berbasis Kinerja APBD Tradisional - Berbasis input, hanya menekankan pada belanja gaji, barang, perjalanan dsb. Yang sulit dihubungkan dengan tujuan unit tersebut - Formatnya dikelompokan atas dasar pendapatan dan belanja sehingga dari APBD sulit dibaca dan dipahami apakah suatu unit boros atau tidak - Pos belanja dibagi dalam belanja rutin dan belanja pembangunan sehingga biaya keseluruhan suatu unit tidak terlihat - Kriteria belanja rutin dan belanja pembangunan tidak jelas, sehingga mudah dimanipulasi - Belanja dikelompokan dan sub sektor
pembangunan menurut sektor
APBD Baru -
Berbasis tujuan (output) dari masing-masing dinas dengan sasaran dan standar pelayanan yang diharapkan
-
Format belanja dikelompokan atas dasar pendapatan dan belanja yang dialokasikan ke unit kerja tersebut
-
Pos belanja dibagi atas dasar aktivasi dan jenis biaya dari setiap kegiatan masing-masing dinas dan sumber dananya
-
Belanja rutin merupakan belanja yang selalu berulang setiap tahun (re-current) termasuk belanja operasional dan pemeliharaan, dan belanja untuk belanja barang modal
Alamat Kontak PEMERINTAH KOTA SAMARINDA Drs. H. Ahmad Amins, MM – Walikota Drs. M. Amin Ismail, SH, M.Hum, Kabag. Perkotaan Alamat : Jl. Kesuma Bangsa No. 82 Samarinda Kalimantan Timur Telepon : 62 – 541– 743 033 ext. 219, 251 HP : 0812 550 8708 APEKSI Ngayadi Sumono Alamat : Wisma Dharma Niaga Lt. 3 Jalan Abdul Muis No. 6-10, Jakarta Pusat 10160 Telepon : 62 – 21 – 344 8201 Fax : 62 – 21 – 344 8183 email :
[email protected]
Dokumentasi Best Practices Kota-Kota - APEKSI Clearinghouse YIPD/CLGI - 7