IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH DI KOTA SERANG (Studi Kasus Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh : ROYHAN FATHAN NIM. 6661110118
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG, JULI 2015
LEMBAR PERSETUJUAN
Nama
: Royhan Fathan
Nim
: 6661110118
Judul skripsi : IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH KOTA SERANG (Studi Kasus Retribusi Izin Medirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang).
Serang, 7 September 2015 Skripsi Ini Telah Disetujui Untuk Diujikan Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Listyaningsih, S.Sos., M.Si NIP. 197603292003122001
Ipah Ema Jumiati, S.Ip., M.Si NIP. 197501312005012004
Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Dr. Agus Sjafari, M.Si NIP. 197108242005011002
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI NAMA NIM JUDUL SKRIPSI
: ROYHAN FATHAN : 6661110118 :IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH DI KOTA SERANG (STUDI KASUS RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DI KOTA SERANG).
Skripsi ini telah diuji di hadapan Dewan Penguji Sidang Skripsi di Serang, Tanggal 27 Agustus 2015 dan dinyatakan LULUS. Serang, 7 September 2015
Ketua Penguji: ……………………………
Rahmawati, M.Si NIP. 197905252005012001 Anggota:
…………………………….
Abdul Hamid, Ph.D NIP. 198104102006041023 Anggota:
……………………………
Ipah Ema Jumiati, M.Si NIP. 1975013120050122004 Mengetahui, Dekan Fisip Untirta
Dr. Agus Sjafari, M.Si NIP. 197108242005011002
Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Rahmawati, M.Si NIP. 197905252005012001
ABSTRAK
Royhan Fathan. 6661110118. Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah (Studi Kasus Retribusi Izin Mendirikan Bangunan) di Kota Serang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dosen Pembimbing I: Listyaningsih, S.Sos., M.Si. Dosen Pembimbing II: Ipah Ema Jumiati, S.Ip., M.Si. Latar belakang penelitian ini adalah belum optimalnya penerimaan retribusi daerah dari sektor perizinan, khususnya Izin Mendirikan Bangunan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Serang nomor 13 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah khususnya retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang. Teori implementasi yang digunakan adalah Metter dan Horn dalam Agustino (2008) dengan metode deskriptif, pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model Miles dan Huberman. Hasil penelitian implementasi Perda Kota Serang nomor 13 tahun 2011 tentang retribusi daerah khususnya IMB secara umum sudah baik karena sudah adanya inisiatif pemerintahan setempat yang mengarah pada upaya peningkatan realisasi penerimaan retribusi IMB peningkatan pelayanan Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang, serta dengan mengesahkan Peraturan Walikota (Perwal) pelimpahan IMB rumah tinggal kepada pihak kecamatan di masing-masing wilayah Kota Serang. Meskipun, penerimaan retribusi IMB belum sepenuhnya optimal karena kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai, serta rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengurus IMB. Saran yang dapat diberikan yaitu mengoptimalkan SDM khususnya tenaga teknis lapangan dari segi kualitas dan kuantitas, memberdayakan pihak kecamatan dalam menyelenggarakan IMB rumah tinggal, sosialisasi yang lebih merata kepada masyarakat, serta pemberian sanksi yang tegas pada bangunan yang tidak memiliki izin. Kata Kunci: Implementasi, Perda, Retribusi, IMB
ii
ABSTRACT
Royhan Fathan. 6661110118. Implementation Regional Regulation No. 13 Year 2011 in Serang City Retribution (Case Study Permits Building) in Serang city. Departement of Public Administration. Faculty of Social and Political Sciences. The 1st advisor: Listyaningsih, S. Sos., M.Si. 2nd advisor: Ipah Ema Jumiati, S.Ip., M.Si.
The background of this research is not optimal reception retribution from the licensing sector, particularly the Building Permit. The purpose of this study to determine the implementation of the Regional Regulation (Perda) Serang city number 13 of 2011 on regional levies particularly levy Building Permit (IMB) in Serang city. Implementation’s theory used is Metter and Horn in Agustino (2008) with a descriptive method, qualitative approach. Data collection techniques are interviews, observation and documentation. Analysis of data using models Miles and Huberman. Implementation of research results Serang city government regulation number 13 of 2011 on levies particularly IMB is generally good because it is the local government initiatives directed to the realization of retribution IMB service improvement Integrated Service Agency and Investment (BPTPM) Serang city, as well as with Regulations authorize the Mayor (Perwal) permit the transfer of residence to the districts in each region of Serang. Although, retribution IMB has not been fully optimized for the conditions of Human Resources is not adequate, and low public awareness in the care of IMB. Advice can be given that optimize human resources, especially technical personnel field in terms of quality and quantity, to empower the district in holding the residence permit, a more equitable dissemination to the public, as well as the provision of strict sanctions in buildings that do not have permission.
Keywords: Implementation, regulation, Levy, IMB
iii
iv
“Kerja Keras, Jujur, dan Disiplin”
Skripsi ini saya persembahkan untuk Papa & Mama tercinta yang tak pernah lelah untuk memberikan waktu, tenaga, uang dan doa yang tak pernah terputus, serta adik yang telah memberikan dukungan dan doa, tak lupa untuk semua yang saya sayangi.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillahirabbilalamin, Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada penulis, hingga skripsi ini terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa peneliti ucapkan terima kasih yang tak terhingga bagi kedua orang tua yang telah mengorbankan waktu, tenaga serta doa yang tak pernah terputus sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan
Skripsi
yang
berjudul
IMPLEMENTASI
PERATURAN
DAERAH KOTA SERANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG IZIN RETRIBUSI DAERAH KOTA SERANG (Studi Kasus Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang) ini dengan baik, dan tepat pada waktunya. Penyusunan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam skripsi ini penulis berusaha menyampaikan beberapa hal tentang deskripsi permasalahan yang menjadi latar belakang dalam penelitian, landasan teori yang diacu, metode penelitian dan pembahasan hasil penelitian, serta kesimpulan akhir dari penelitian.
viii
ix
Peneliti menyadari bahwa penyusunan ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, peneliti ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Yth. Bapak Prof. H. Soleh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2. Yth. Bapak DR. Agus Sjafari, M.Si., Dekan FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 3. Yth. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos,. M.Si., Pembantu Dekan I FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 4. Yth. Ibu Mia Dwiana W, M.Ikom., Pembantu Dekan II FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 5. Yth. Bapak Gandung Ismanto, S.Sos., M.M., Pembantu Dekan III FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 6. Yth. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Untirta 7. Yth. Ibu Ipah Ema Jumiati, S.Ip., M.Si., Sekertaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Untirta, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II Skripsi 8. Yth. Bapak Juliannes Cadith, S.Sos., M.Si., Dosen Pembimbing Akademik 9. Yth. Ibu Listyaningsih, S.Sos., M.Si., Dosen Pembimbing I Skripsi 10. Yth. Bapak dan Ibu Dosen Prodi Administrasi Negara Pengajar, terima kasih atas segala ilmu dan pengetahuan yang telah disampaikan.
x
11. Yth. Mama, Papa dan Adek Faris yang senantiasa memberikan motivasi, doa dan semangatnya serta pengorbanannya dalam mengantarkan peneliti sampai menjadi seorang sarjana. 12. Sahabat (Suhendar, Andani, Mursi, Ressa), dan FoSMaI 2014 yang selalu memberikan dukungan dan motivasi. Terima kasih atas segala masukan dan kritikannya, semoga kita bisa menjadi orang yang sukses. 13. Seluruh teman-teman Mahasiswa Adm. Negara angakatan tahun 2011. 14. Semua pihak yang telah membantu peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis sudah berusaha menyusun skripsi dengan sebaik-baiknya. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun, agar kelak penulis bisa menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, peneliti hanya bisa berharap semoga skripsi ini bermanfaat. Aamiin..
Serang, Juli 2015 Penulis
Royhan Fathan
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................
i
ABSTRAK .............................................................................................
ii
ABSTRACT ............................................................................................
iii
LEMBAR ORISINALITAS ..................................................................
iv
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .........................................................
vi
KATA PENGANTAR ............................................................................
vii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................
1
1.2 Identifikasi & Batasan Masalah ...................................................... 16 1.3 Batasan Masalah ............................................................................. 17 1.4 Rumusan Masalah ........................................................................... 17 1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................ 17 1.6 Manfaat Penelitian .......................................................................... 17 1.7 Sistematika Penulisan ..................................................................... 18
ix
BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Deskripsi Teori ...........................................................................
21
2.1.1
Kebijakan Publik ..............................................................
22
2.2.1
Implementasi Kebijakan Publik .......................................
30
2.3.1
Pelayanan Publik ..............................................................
41
2.4.1
Pendapatan Asli Daerah (PAD) ........................................
43
2.5.1
Retribusi Daerah ...............................................................
44
2.2 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 53 2.3 Kerangka Berpikir ........................................................................... 55 2.4 Asumsi Dasar .................................................................................. 57 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian .................................................. 59 3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian ..................................................... 59 3.3 Lokasi Penelitian .............................................................................. 60 3.4 Variabel Penelitian ........................................................................... 62 3.5 Instrumen Penelitian ......................................................................... 65 3.6 Informan Penelitian .......................................................................... 69 3.7 Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 70 3.8 Teknik Pengolahan dan Analisis Data .............................................. 71 3.9 Jadwal Penelitian ............................................................................... 76 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ................................................................ 77 4.1.1 Deskripsi Wilayah Kota Serang .............................................. 77
x
4.1.2 BPTPM Kota Serang .............................................................. 81 4.1.3 Izin Mendirikan Bangun ........................................................ 84 4.2 Deskripsi Data ................................................................................. 96 4.2.1 Informan Penelitian ..............................................................
97
4.2.2 Deskripsi Data Penelitian .....................................................
98
4.2.3 Hasil Temuan Lapangan ....................................................... 100 4.2.4 Pembahasan .........................................................................
141
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 156 5.2 Saran ...............................................................................................
158
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
x
LAMPIRAN ...........................................................................................
xii
xi
DAFTAR TABEL Halaman 1.1 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Serang ....................... 6 1.2 Realisasi PAD Retribusi Daerah Kota Serang .......................... 8 1.3 Realisasi Retribusi IMB Tahun 2010-2013 .............................. 10 1.4 Alasan Masyarakat Tidak Memiliki IMB Di Kecamatan Curug dan Walantaka Kota Serang ........................................... 14 3.1 Pedoman Wawancara ............................................................... 67 3.2 Informan Penelitian .................................................................
69
3.3 Jadwal Penelitian ...................................................................... 76 4.1 Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kota Serang ................. 79 4.2 Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kota Serang ................... 80 4.3 Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Serang ............................. 80 4.4 Koefisien Lantai Bangunan untuk IMB ..................................
94
4.5 Prosentase Guna Bangunan untuk IMB ..................................
95
4.6 Kodefikasi Informan Berdasarkan Kelompok ......................... 97 4.7 Kodefikasi Informan Kelompok Pemerintah ..........................
97
4.8 Produktivitas Total Kota Serang .............................................
102
4.9 Tingkat Pendidikan Kota Serang ............................................
139
4.10 Rekapitulasi Temuan Lapangan ...........................................
150
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Tiga Elemen Sistem Kebijakan ..........................................
27
2.2 Proses Kebijakan Publik Menurut Easton ...........................
28
2.3 Implementasi Kebijakan Publik Model Meter dan Horn ............................................................................. 41 2.4 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian ....................................
56
3.1 Komponen Dalam Analisis Data ..........................................
72
4.1 Grafik Target dan Realisasi retribusi IMB Kota Serang Tahun 2010-2014 .........................................
103
4.2 Perkembangan PDRB Kota Serang Tahun 2009-2013 ...........
137
xiii
DAFTAR LAMPIRAN 1.
Surat Izin Penelitian
2.
Catatan Lapangan
3.
Pedoman Wawancara
4.
Kategorisasi Data
5.
Member Check
6.
Foto-Foto
7.
Perda Kota Serang Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Izin Mendirikan Bangunan
8.
Perda Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah.
9.
Lembar Catatan Bimbingan Skripsi.
10.
Riwayat Hidup
xiv
BAB I PENDAHULAN
1.1 Latar Belakang Masalah Desentralisasi dan otonomi daerah secara normatif, mengandung semangat mendekatkan negara pada masyarakat. Secara umum terdapat berbagai alasan mengapa desentralisasi merupakan suatu pilihan dalam sistem pemerintahan negara-negara di dunia. Diantaranya, ada anggapan bahwa desentralisasi
pemerintahan
mencerminkan
pengelolaan
aspek-aspek
pemerintahan dan kehidupan sehari-hari secara lebih demokratis. Melalui desentralisasi pemerintahan, rakyat daerah diberi kesempatan yang lebih besar untuk berperan aktif dan ikut serta dalam membangun demi kemajuan daerahnya, karena mereka memang dianggap lebih mengetahui apa yang mereka inginkan dengan keadaaan daerahnya sendiri. Penyelenggaraan
otonomi
daerah
dilaksanakan
dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara teoritis desentralisasi dan otonomi daerah dapat mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, antara lain melalui pemotongan jalur birokrasi pelayanan, sehingga masyarakat dapat lebih mudah mengakses pelayanan pemerintah, terutama pelayanan pemerintah daerah. Mayoritas dari warga negara hanya peduli pada pelayanan administrasi yang lebih baik, lebih
1
2
cepat, lebih sederhana prosedurnya, lebih terbuka, dan dengan biaya yang murah. Desentralisasi yang oleh banyak orang diyakini sebagai sistem pemerintahan yang lebih baik dari pada sentralisasi, terutama dalam pelayanan publik dilihat dari segi manajemen pemerintah desentralisasi dapat meningkatkan efektifitas, efisiensi dan akuntabilitas publik. Sedangkan dilihat dari segi percepatan pembangunan, desentralisasi dapat meningkatkan persaingan (perlombaan) antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya, dan ini mendorong pemerintah lokal untuk melakukan inovasi guna meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada warganya. Perbaikan pelayanan tersebut akan makin baik apabila didukung oleh sistem pemerintahan yang demokratis, terbuka, akuntabel dan memberi ruang partisipasi yang luas bagi masyarakat. Dengan sistem seperti itu maka tujuan akhir
dari
desentralisasi
dan
otonomi
daerah
berupa
peningkatan
kesejahteraan serta kemandirian masyarakat akan dapat tercapai. Sehingga kualitas layanan aparatur pemerintah kepada masyarakat menjadi salah satu indikator keberhasilan otonomi daerah. Untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggaraan dalam pelayanan publik, maka pemerintah menetapkan Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang bertujuan, Pertama terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik. Kedua, terwujudnya sistem
3
penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik. Ketiga, terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Keempat, terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Di samping bertujuan menyelenggarakan pelayanan agar lebih baik dan lebih dekat dengan masyarakat lokal, adanya desentralisasi juga bertujuan agar pemerintah lebih leluasa membangun daerahnya, memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu pemerintah daerah dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengelola sumber-sumber daya yang dimilikinya guna dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya sebagai sumber pendapatan dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat. Gejala kontemporer inilah yang secara akademis dikenal sebagai paradigma New Public Service (NPS) sebagaimana diintroduksi oleh Denhart dan Denhart (2007:45-63), yang ditandai dengan dua karakteristiknya, yaitu penguatan peran publik dalam penyelenggaraan pemerintahan di satu sisi, serta orientasi kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada kepentingan publik di sisi lainnya. Dengan paradigma ini, maka warga negara ditempatkan sebagai focus of interest dalam pemerintahan dan pembangunan, dengan cara “serving citizen, not customer; seeking the public interest; value citizenship over accountability isn’t simple; serving rather than steering; dan value
4
people not just productivity.” Singkatnya dalam era paradigma NPS ini, keberhasilan pemerintah (baik pusat maupun daerah) akan ditentukan oleh dua
determinan
memberdayakan
penting, dan
yaitu:
seberapa
meningkatkan
besar
pasrtisipasi
pemerintah masyarakat
dapat dalam
pembangunan, serta seberapa besar pemerintah mampu mengorientasikan dan mendayagunakan seluruh sumber daya yang dimiliknya untuk kepentingan masyarakatnya. Salah
satu
faktor
yang
sangat
menentukan
kesuksesan
penyelenggaraan otonomi daerah adalah faktor keuangan, sekaligus sebagai tulang punggung bagi terselenggaranya kegiatan pembangunan pemerintah Daerah. Kemandirian suatu daerah dapat dilihat dari kinerja daerah dalam mengelola keuangannya. Suatu daerah mampu berotonomi dilihat dari kemampuan keuangan daerah. Artinya, harus mempunyai kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri
yang cukup memadai untuk membiayai
penyelenggaraan
daerahnya.
pemerintahan
Ketergantungan
terhadap
pemerintah pusat harus seminimal mungkin sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Menurut Undang-undang No.33 Tahun 2004, keuangan daerah adalah kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
5
Pemerintah Daerah sertaantara Provinsi dan Kabupaten/Kotamadya yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintahan daerah. Dalam rangka menyelenggarakan otonomi daerah, kewenangan keuangan yang melekat pada setiap kewenangan pemerintahan menjadi kewenangan daerah. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 menyebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah, yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
berasal dari : (1) Pajak Daerah; (2) Retribusi Daerah; (3) Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan, (4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Oleh sebab itu, PAD merupakan faktor penting dalam otonomi daerah. Dengan menggali berbagai potensi pada suatu daerah diharapkan daerah dapat memanfaatkan potensi yang ada untuk meningkatkan pembangunan daerahnya. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri, maka daerah memerlukan aparatur sendiri yang terpisah dari aparatur pemerintah pusat. Oleh karena itu, disamping fungsi utama pemerintah daerah sebagai penyedia layanan kepada masyarakat, adanya otonomi daerah otomatis menuntut pemerintah daerah dalam hal menggali berbagai potensi daerah yang ada. Sebagai daerah otonom yang baru terbentuk tanggal 10 Agustus 2007 berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007, Kota Serang dihadapkan pada tantangan dan permasalahan yang cukup kompleks dalam
6
meningkatkan kemandirian daerahnya agar sejajar dengan daerah otonom lainnya. Salah satu tantangan besarnya adalah upaya meningkatkan peran serta masyarakat dalam peningkatan Pendapatan Daerah, khususnya Pendapatan Asli Daerah. Berdasarkan
observasi
awal
yang
telah
dilakukan,
peneliti
menemukan beberapa masalah terutama yang berkaitan dengan realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Serang. Pertama,
minimnya
realisasi
pendapatan
daerah
dari
sektor
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang. Untuk membuktikan apakah Pendapatan Asli Daerah Kota Serang yang ada mampu memberikan kontribusi optimal terhadap realisasi pendapatan daerah Kota Serang berikut dipaparkan struktur pendapatan daerah Kota Serang, sebagaimana tertera dalam Tabel 1.1 berikut ini: Tabel 1.1 Realisasi Pendapatan Daerah Kota Serang Tahun 2010-2013 No 1 1.1 1.1.1 1.1.2 1.1.3 1.1.4 1.2 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.3 1.3.1 1.3.2 1.3.3 1.3.4 1.3.5
Pendapatan
2010
PENDAPATAN 516.137.346.543 Pendapatan Asli Daerah 25.098.799.362 Pajak Daerah 11.929.940.301 Retribusi Daerah 10.006.785.982 Hasil Pengelolaan Keuangan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang Sah 3.162.073.079 Dana Perimbangan 403.362.709.524 Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil 4.263.597.524 Bukan Pajak Dana Alokasi Umum 315.997.942.000 Dana Alokasi Khusus 45.728.800.000 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 87.675.837.657 Dana Hibah Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan 30.033.732.457 Pemerintah Daerah Lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 46.642.105.200 Bantuan Keuangan Dari Provinsi Atau 11.000.000 Pemerintah Daerah Lainnya
2011
2012
2013
702.985.618.416 41.890.334.759 28.955.917.249 7.009.704.396 -
770.774.326.376 58.667.905.964 41.118.136.757 7.666.801.292 -
869.332.566.869 65.376.087.452 45.129.744.818 10.539.095.627 -
5.924.713.114 450.999.173.034 38.076.673.034
9.882.967.915 538.328.650.296 26.316.212.296
9.707.246.980 600.180.687.989 50.856.000.989
365.683.500.000 47.239.000.000 210.096.110.623 40.995.274.083
442.554.608.000 49.457.830.000 173.747.770.116 55.115.950.116
513.769.007.000 35.555.680.000 203.775.791.455 69.672.622.455
145.795.836.540 23.305.000.000
68.626.820.000 50.005.000.000
120.614.169.000 13.489.000.000
Sumber : DPKD Kota Serang 2013, dalam Kajian Potensi Retribusi Kota Serang (2014)
7
Berdasarkan Tabel 1.1 tersebut diketahui bahwa permasalahan nyata yang tengah dihadapi oleh Pemerintah Kota Serang adalah minimnya Pendapatan Daerah yang berasal Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang. Pada tahun 2013 jumlah keseluruhan Pendapatan Daerah Kota Sebesar Rp. 869.332.566.869,00 struktur pendapatan tersebut didominasi oleh dana perimbangan lebih dari Rp.600 milyar (69,04%)
dan lain-lain
pendapatan yang sah mencapai lebih dari Rp. 203 milyar atau sekitar 23,44% dari total Pendapatan dari Kota Serang, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang hanya sekitar Rp. 65 Milyar atau hanya 7,52% saja. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang yang relatif kecil disebabkan oleh minimnya pendapatan dari sektor retribusi, fenomena ini tidak hanya menjadi indikasi rendahnya kemandirian keuangan daerah pada satu sisi, namun juga rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta rendahnya kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola potensi ekonomi wilayahnya. Dilatarbelakangi oleh kondisi inilah maka diperlukan kajian obyektif dan mendalam dalam rangka menganalisis kendala yang dialami oleh Pemerintah Kota Serang menggali potensi pendapatan daerah, khususnya yang berasal dari retribusi daerah. Retribusi perlu mendapatkan perhatian serius karena potensinya masih dapat terus digali. Sementara meski pajak daerah memiliki kontribusi yang lebih besar dari retribusi, namun sumbersumbernya telah sangat jelas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
8
Nomor 28 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sehingga tantangan dalam bidang pajak daerah lebih banyak menyangkut peningkatan efektivitasnya pada masing-masing sumber pajak daerah tersebut. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi Daerah, Kota Serang memiliki 3 (tiga) jenis retribusi daerah yaitu: (1) retribusi umum; (2) retribusi jasa usaha; serta (3) retribusi perizinan tertentu. Terkait potensi retribusi daerah Kota Serang, di tahun 2012 Badan Pelayan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang menargetkan Retribusi daerah sebesar Rp. 2.050.000.000 dan terealisasi sebesar Rp.2.040.881.550 atau sekitar 99,565 dari target yang telah direncanakan. Adapun estimasi Pendapatan Asli Daerah (Retribusi Daerah) yang sesuai dengan DPA Tahun Anggaran 2012 dan realisasi pencapaian target Tahun Anggaran 2012 dijelaskan dalam Tabel 1.2 sebagai berikut: Tabel 1.2 Realisasi PAD Retribusi Daerah Kota Serang Tahun Anggaran 2012 Kode URAIAN Rekening 4.1.2.02 Retribusi Jasa Usaha 4.1.2.02.01
Retribusi Pemakaian
ESTIMASI
REALISASI
%
5.000.000
5.104.000
102,08
5.000.000
5.104.000
Kekayaan Daerah (IPTN)
4.1.2.03
Retribusi Perijinan Tertentu
2.045.000.000
2.035.777.550
99,55
4.1.2.03.01
Retribusi Ijin Mendirikan
1.800.000.000
1.684.776.600
93,60
245.000.000
351.000.950
143,27
Bangungan (IMB) 4.1.2.03.01
Retribusi Ijin Gangguan / Keramaian (HO)
TOTAL 2.050.000.000 2.040.881.550 99,56 Sumber: Laporan Pertanggungjawaban BPTPM Kota Serang TA. 2012
9
Ketiga sumber retribusi dalam tabel 1.2, yaitu : (1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah yang terkait mengenai Izin Penggunaan Tanah Negara (IPTN); (2) retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), yang mencakup IMB untuk bangunan rumah tinggal, bangunan jasa/perdagangan, industri, maupun balik nama kepemilikan IMB; serta (3) retribusi izin gangguan (Hinder Ordinantie/HO) dan ketiga sumber retribusi tersebut merupakan bagian dari perizinan yang dilayani oleh Badan Pelayanan dan Penanaman Modal (BPTPM). Berdasarkan keterangan tabel 1.2 diatas, dari ketiga jenis retribusi diketahui bahwa realisasi dari retribusi pemakaian kekayaan daerah (IPTN) dan retribusi ijin gangguan (HO) telah melampaui estimasi Pemerintah Kota Serang, hal ini disebabkan karena jumlah pendaftar untuk kedua jenis retribusi tersebut selalu meningkat setiap tahunnya. Namun, meski retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam hal ini mendominasi realisisasi PAD retribusi
daerah
Kota
Serang,
akan
tetapi
realisasi
sebesar
Rp.
1.684.776.600,00 belum mampu mencapai estimasi yang ditargetkan pemerintah Kota Serang yaitu sebesar Rp. 1.800.000.000,00. Untuk itu dalam penelitian ini akan memusatkan perhatian pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor retribusi daerah, khususnya retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Selanjutnya untuk mengetahui realisasi penerimaan retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Kota Serang, dalam Tabel 1.3 berikut ini, digambarkan perbandingan antara estimasi yang ditetapkan pemerintah Kota
10
Serang dengan realisasi retribusi IMB yang diterima oleh pemerintah Kota Serang dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013.
Tabel 1.3 Realisasi PAD Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Kota Serang Tahun Anggaran 2010 - 2013 RETRIBUSI
Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
TAHUN PENDAFTAR
ESTIMASI
REALISASI
%
2010
300
Rp 1.000.000.000 Rp1.328.070.300 132,8
2011
256
Rp 1.400.000.000 Rp1.250.356.750
89,3
2012
431
Rp 1.800.000.000 Rp1.684.676.600
93,6
2013
393
Rp 2.200.000.000 Rp1.897.961.000
86,2
Sumber: Rekap Perizinan BPTPM Kota Serang 2010 s.d. 2013.
Sebagaimana dijelaskan pada tabel 1.3 di atas, meskipun dalam 3 (tiga) tahun terakhir realisasi IMB tidak mencapai estimasi yang ditetapkan oleh pemerintah Kota Serang, namun peningkatan realisasi retribusi IMB dari tahun 2010-2013 menunjukkan bahwa Kota Serang memiliki potensi cukup besar dari sektor retribusi IMB yang memungkinkan untuk meningkatkan pendapatan daerah dari sumber PAD serta dapat meningkatkan indeks kemandirian fiskal daerah. Sehingga masalah kedua yang dapat diketahui yaitu, belum maksimalnya realisasi retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang dirasa perlu mendapatkan perhatian serius, karena disamping potensi yang masih sangat besar untuk menyokong PAD dari sektor retribusi, juga
11
penting untuk meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam kegiatan pembanguanan Kota Serang. Ketiga,
rendahnya
kesadaran
masyarakat
Kota
Serang akan
pentingnya memiliki IMB, hal ini dapat dibuktikan dengan observasi awal yang telah dilakukan dengan cara wawancara yang melibatkan beberapa masyarakat pemilik usaha atau rumah tinggal yang tersebar di beberapa Kecamatan di Kota Serang. Seperti halnya keterangan yang diungkapkan oleh salah seorang warga pemilik rumah yang tinggal di Kelurahan Cipocok Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang, menyatakan bahwa rumah yang ditempatinya saat ini merupakan rumah peninggalan orangtuanya, sehingga beliau tidak merasa berkewajiban untuk mengurus IMB karena bangunan yang saat ini ditempatinya sudah ada, sebelum adanya peraturan daerah yang mewajibkan setiap orang harus memiliki IMB pada bangunan yang ditempatinya. Hal senada juga disampaikan oleh salah seorang ibu pemilik rumah sekaligus pemilik warung makan yang tinggal wilayah Kecamatan Taktakan Kota Serang, yang menjelaskan bahwa beliau tidak mengetahui adanya kewajiban mengurus IMB, disamping itu beliau juga tidak paham cara mengurusnya, selain itu beliau merasa keberatan jika benar-benar diharuskan mengurusnya karena penghasilan yang relatif kecil dari usahanya. Selain itu, menurut salah satu pemilik rumah yang tinggal di Kelurahan Margaluyu Kecamatan Kasemen Kota Serang, beliau mengatakan bahwa rumah/bangunan yang saat ini ditempati, diperoleh atas kegiatan jual
12
beli dengan seseorang yang sebelumnya pernah tinggal di rumah/bangunan tersebut. Saat kegiatan jual beli, penjual tidak menyertakan IMB atas bangunan tersebut sehingga bangunan yang saat ini ditempati, tidak disertakan IMB. Fenomena serupa juga ditemui di Kecamatan Curug dan Walantaka Kota Serang, hal ini diketahui berdasarkan pada hasil kajian yang dilakukan oleh Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) yang berjudul kajian potensi retribusi IMB, HO, dan IPTN di Kecamatan Curug dan Walantaka Kota Serang Tahun 2014, diketahui bahwa dari 345 masyarakat yang dijadikan sampel penelitian yang masing-masing tersebar di Kecamatan Curug dan Walantaka Kota Serang, hampir keseluruhan masyarakat tersbut mengatakan bahwa rumah tinggalnya, baik yang hanya digunakan sebagai rumah tinggal, maupun tempat usaha belum memiliki IMB sejak awal pembangunannya. Hanya sekitar 3-4 orang atau 1% saja yang telah memiliki IMB. Keempat, dengan wawancara yang telah dilakukan dengan melibatkan beberapa masyarakat di beberapa Kecamatan yang ada di Kota Serang, serta dengan melihat kondisi yang menunjukan bahwa hanya 1% masyarakat di 2 (dua) Kecamatan, yaitu Kecamatan Curug dan Walantaka yang memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), secara langsung Ini mengindikasi bahwa masih banyak bangunan di Kota Serang pada umunya yang belum memiliki Surat Ijin Mendirikan Bangunan (SIMB).
13
Kelima, belum tegasnya sanksi yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Serang dalam menangani rumah tinggal atau tempat usaha tanpa memiliki IMB yang dalam hal ini mengacu pada Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Izin Mendirikan Bangunan Pasal 6 ayat 2 disebutkan bahwa tata cara pemberian sanksi yaitu; Pertama, teguran secara tertulis dari dinas berturut-turut sebanyak 3 (tiga) kali dengan selang waktu 1 (satu) Minggu. Kedua Apabila teguran sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak diindahkan, maka Walikota dapat melakukan penyegelan (pengosongan) atau pembongkaran terhadap bangunan yang melanggar ketentuan tersebut. Sanksi tersebut dirasa belum berjalan sebagaimana mestinya, sehingga menumbuhkan persepsi negatif yang membawa masyarakat pada sikap ketidakpatuhan terhadap kewajiban termasuk kewajiban dalam mengurus IMB. Hal ini sejalan dengan pengakuan salah satu tokoh masyarakat sekaligus pemilik rumah yang tinggal di Kelurahan Terondol Kecamatan Serang mengaku pernah mendapatkan surat edaran perihal kewajiban mengurus IMB terutama bagi pemilik rumah/bangunan yang belum menyertakan IMB pada rumah/bangunan yang ditempatinya, akan tetapi menurutnya belum adanya tindak lanjut dari pihak kelurahan maupun kecamatan membuat sebagian masyarakat tidak mengindahkan perihal surat edaran tersebut. Keenam, kurangnya sosialisi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Serang tentang manfaat pembuatan IMB. Hal ini terlihat dapat terlihat pada wawancara dengan masyarakat yang tersebar di beberapa Kecamatan bahwa
14
mayoritas tidak mengetahui adanya kewajiban mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan tata cara mengurus IMB. Disamping itu, dalam tabel yang dipaparkan berikut ini akan menjelaskan bahwa di dua Kecamatan yang ada dalam wilayah Kota Serang, yaitu Kecamatan Curug dan Walantaka tentang alasan masyarakat tidak memiliki IMB.
Tabel 1.4 Alasan Masyarakat Tidak Memiliki IMB Di Kecamatan Curug dan Walantaka Kota Serang ALASAN BELUM MEMILIKI IMB
Total Sampel
Persentase
Tidak Ada Sosialisasi = 293 Orang Tidak Perlu memiliki IMB = 24 Orang 345 Orang Tidak Wajib memiliki IMB = 21 Orang Tidak Paham Prosedur = 4 orang Sulit = 3 Orang Sumber : Kajian Potensi Retribusi Kota Serang 2014
85% 7% 6% 1% 1%
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa dari 345 responden yang tersebar di Kecamatan Curug dan Walantaka, terdapat sebanyak 293 Orang atau sekitar 85% dari keseluruhan responden yang mengatakan bahwa belum adanya sosialisasi dari Pemerintah Kota Serang menjadi alasan utama masyarakat berpandangan tidak perlu memiliki IMB. Menurut keterangan Bapak Evan selaku Kepala Sub Bidang Pelayanan dan Perizinan Usaha di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang menjelaskan bahwa BPTPM pernah melakukan sosialisasi ditahun 2012 dan 2013 terkait IMB di masing-masing kecamatan, selain itu tahun 2013 dan 2014 BPTPM juga sudah mencoba menyebarkan
15
surat edaran di seluruh kecamatan khususnya pada bangunan rumah atau ruko yang belum disertakan IMB, beliau mengaku kendala yang saat ini dihadapi saat ini adalah semenjak adanya pemekaran dan Kota Serang telah resmi menjadi daerah otonom sendiri, penyelenggaraan perizinan khususnya IMB sepenuhnya menjadi otoritas BPTPM Kota Serang. Berbeda pada saat masih menjadi kabupaten, masing-masing kecamatan juga memiliki otoritas untuk menerbitkan IMB bagi masing-masing warganya. Hanya saja saat ini kecamatan tidak memiliki otoritas tersebut dan sepenuhnya ditanggung oleh BPTPM Kota Serang. Menurutnya, hal ini bisa jadi salah satu faktor yang memicu belum optimalnya realisasi penerimaan IMB di Kota Serang yang bisa jadi salah satunya disebabkan bahwa masyarakat yang memiliki tempat tinggal yang jauh dari BPTPM menjadi enggan untuk mengurus IMB. Ketujuh, adalah masalah yang berkaitan dengan Sumber Daya Manusia (SDM) di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang, khususnya tenaga lapangan yang khusus menangangi IMB, berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Efan selaku Kepala Sub Bagian Pelayanan dan Perizinan Usaha BPTPM tersebut, diketahui bahwa khusus bagian IMB, hanya ada 1 (satu) orang tenaga lapangan yang bertugas mensurvei sekaligus melakukan pengawasan untuk rumah/ruko yang belum memiliki IMB, hal ini tentu tidak sebanding dengan jumlah masyarakat yang terdapat di 6 (enam) Kecamatan yang ada di Kota Serang. Berangkat dari permasalahan yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk
mendalami
penyebab
yang
menghambat
pengoptimalisasian
16
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Kota Serang dari sisi pemerintah. Disisi yang lain, dibutuhkan kajian untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi masyarakat dalam mengurus IMB. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti mengambil judul implementasi kebijakan publik sebagai focus penelitian, adapun kebijakan publik yang diimplementasikan pada penelitian ini adalah Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi daerah, melalui studi kasus retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan
pemaparan
latar
belakang
masalah,
peneliti
mengidentifikasi beberapa masalah yang perlu dikaji dalam penelitian, diantaranya: 1. Minimnya Pendapatan Daerah yang berasal Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang menunjukan tingkat kemandirian Kota Serang sebagai daerah otonom masih rendah. 2. Minimnya realisasi retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Kota Serang. 3. Kesadaran masyarakat Kota Serang terhadap penyelenggaraan dan kewajiban mengurus IMB, khususnya pemilik rumah tinggal dan tempat usaha, masih rendah.
17
4. Banyak bangunan (khususnya rumah tinggal dan tempat usaha) yang berdiri dibeberapa Kecamatan Kota Serang umumnya, tidak dilengkapi dengan Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB). 5. Sanksi bagi orang pribadi atau badan yang bangunannya tidak memiliki IMB belum optimal. 6. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Serang tentang manfaat pembuatan IMB. 7. Minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang khusus menangani IMB di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang. 1.3
Batasan Masalah Untuk memudahkan peneliti dalam proses kajian penelitian, maka dalam hal ini peneliti membatasi masalah penelitian yaitu; Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi daerah, khususnya retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang.
1.4
Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan dari latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah, maka yang menjadi rumusan masalah adalah: “Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi daerah khususnya retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang?”
18
1.5
Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Retribusi Daerah Khususnya tentang Ijin Mendirikan Bangunan, Bangunan Non-Industri di Kota Serang.
1.6
Manfaat Penelitian Adapaun manfaat yang diambil dari adanya penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis Untuk mengembangkan teori yang diperoleh selama masa perkuliahan, materi-materi yang berhubungan dengan pelayanan publik khususnya teori yang berkaitan dengan implementasi kebijakan publik dan pelayanan publik. 2. Secara praktis a. Bagi Peneliti Melalui penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan khususnya pengetahuan yang berkaitan tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) b. Bagi Instansi Dengan penelitian ini, diharapkan mampu memberikan masukan terhadap instansi penyelenggara perizinan khususnya Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang sebagai referensi dan acuan dalam proses penyelenggaraan perizinan. 3. Bagi Peneliti Lain
19
Semoga bisa dijadikan sebagai referensi sekaligus bahan pembelajaran untuk penelitian berikutnya.
1.7 Sistematika Penulisan Adapun sistematika yang digunakan dalam penulisan Laporan Penelitian ini antara lain: BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Pembatasan Masalah , Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan Laporan. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang beberapa teorti yang digunakan sebagai orientasi dari landasan teori, serta kerangka berpikir guna menunjang dalam kajian penelitian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang prosedur dan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian. BAB VI HASIL PENELITIAN
20
Bab ini berisi paparan data-data sebagai hasil dari penelitian, baik hasil wawancara dengan beberapa informan maupun observasi lengkap dengan analisisnya. BAB V PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan atas hasil kajian panelitian, sekaligus paparan saran yang bisa disampaikan. DAFTAR PUSTAKA Bagian ini memuat daftar referensi sebagai acuan yang digunakan dalam skripsi. LAMPIRAN-LAMPIRAN Bagian ini berisi lampiran hasil dokumentasi lapangan wawancara, surat ijin penelitian, dan data-data penunjang lainnya yang berkaitan dengan penelitian skripsi.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Deskripsi Teori Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 merupakan salah satu regulasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Serang secara umum berjujuan untuk mengatur, membina, mengendalikan, sekaligus untuk mengawasi penyelenggaran sistem retibusi secara komprehensif di Kota Serang, termasuk didalamnya juga mengatur penyelenggaraan retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), sehingga dengan adanya peraturan daerah ini diharapkan mampu memperbaiki penyelenggaraan sistem retribusi dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang khususnya dari sektor retribusi daerah. Namun, dalam realisasi pencapaian tujuan tersebut seperti yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya ternyata masih menemui beberapa hambatan, sehingga dalam implementasinya, Peraturan Daerah Kota Serang Nomor
13
Tahun
2011
dirasa
belum
optimal
khususnya
dalam
penyelenggaraan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang. Dalam mengkaji implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 yang menjelaskan penyelenggaraan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang, secara normatif peneliti akan mengacu kepada tuntutan akademik dengan berbagai teori yang digunakan sebagai acuan dalam prosesnya. Beberapa teori yang digunakan sebagai acuan penelitian guna mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah dipaparkan pada bab
21
22
sebelumnya. Landasan teori tersebut diantaranya adalah teori tentang Kebijakan Publik, Pendapatan Asli Daerah (PAD), pajak daerah, dan retribusi daeah, serta implementasi kebijakan publik. 2.1.1 Kebijakan Publik Kebijakan adalah sebuah istrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government, (hanya menyangkut aparatur negara), melainkan pula governance yang menyentuh berbagai kelembagaan, baik swasta, dunia usaha, maupun masyarakat (civil society). Federick sebagaimana dikutip oleh Agustino (2008 : 7) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan
seseorang,
kelompok
atau
pemerintah
dalam
suatu
lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitankesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah. Anderson sebagaimana dikutip oleh Islamy (2009 : 17) mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern” (Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan
23
tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu). Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan pada hakikatnya adalah tindakantindakan yang dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang didalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan publik antara lain: Umum, Masyarakat, dan Negara. Jadi publik disini diartikan sebagai khalayak banyak yang berada di suatu wilayah (Negara), yang mempunyai haak dan kewajiban. Sehingga secara eksplisit dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk kepentingan publik. Banyak sekali definisi mengenai kebijakan publik. Sebagian besar ahli memberi pengertian kebijakan publik dalam kaitannya dengan keputusan atau ketetapan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap akan membawa dampak baik bagi kehidupan warganya. Bahkan, dalam pengertian yang lebih luas, kebijakan sering diartikan sebagai „apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan‟. Seperti menurut Dye, dalam Parson, Public Policy, (2005:11), kebijakan publik adalah studi tentang „apa yang dilakukan
24
oleh pemerintah, mengapa pemerintah mengambil tindakan tersebut, dan apa akibat dari tidakan tersebut‟. Eyestone sebagaimana dikutip oleh Agustino (2008 : 6) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak pihak beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami, karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal. Dye
sebagaimana
dikutip
oleh
Islamy
(2009
:
19)
mendefinisikan kebijakan publik sebagai “is whatever government choose to do or not to do” (apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan). Definisi ini menekankan bahwa kebijakan publik adalah mengenai perwujudan “tindakan” dan bukan merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat publik semata. Di samping itu pilihan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai pengaruh (dampak yang sama dengan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu). Easton sebagaimana dikutip oleh Agustino (2008: 19) memberikan definisi kebijakan publik sebagai “ the authorative allocation of values for the whole society”. Definisi ini menegaskan bahwa hanya pemilik otoritas dalam sistem politik (pemerintah) yang secara syah dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
25
diwujudkan dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai. Hal ini disebabkan karena pemerintah termasuk ke dalam “authorities in a political system” yaitu para penguasa dalam sistem politik yang terlibat dalam urusan sistem politik sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab dalam suatu masalah tertentu dimana pada suatu titik mereka diminta untuk mengambil keputusan di kemudian hari kelak diterima serta mengikat sebagian besar anggota masyarakat selama waktu tertentu. Anderson sebagaimana disunting Winarno (2008 : 20-21) memberikan definisi tentang kebijakan publik sebagai kebijakankebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan tersebut adalah: 1) kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3) kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan; 4) kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
26
Sejalan dengan dafinisi
kebijakan publik yang disampan
Anderson, menurut Woll dalam Tangkilisan (2003:2) menyatakan bahwa Kebijakan Publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Ini artinya, Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi daerah, khususnya dalam menyelenggarakan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dianggap sebagai salah satu bagian dari kebijakan publik yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Serang dalam rangka memecahkan masalah di masyarakat, khususnya di sektor perizinan dalam pembangunan. Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian “tindakan” (nyata/ bukan suatu kehendak) yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan untuk melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuanketentuan atau peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang mengikat dan memaksa dengan tujuan agar dapat dipatuhi oleh seluruh elemen yang tercakup dalam sebuah kebijakan. Disamping itu, kebijakan dapat pula dipandang sebagai sistem. Bila kebijakan dipandang sebagai sebuah sistem, maka kebijakan
27
memiliki elemen-elemen pembentuknya. Menurut Dye dalam Dunn (2000: 110) terdapat tiga elemen kebijakan yang membentuk sistem kebijakan. Dye menggambarkan ketiga elemen kebijakan tersebut sebagai kebijakan publik/public policy, pelaku kebijakan/policy stakeholders, dan lingkungan kebijakan/policy environment.
Pelaku
Lingkungan
Kebijakan
Gambar 2.1 Tiga Elemen Sistem Kebijakan Sumber: Dye dalam Dunn (2000:110) Ketiga elemen dalam gambar 2.1 diatas, saling memiliki andil dan saling mempengaruhi. Sebagai contoh, pelaku kebijakan dapat mempunyai andil dalam kebijakan, namun mereka juga dapat pula dipengaruhi oleh keputusan pemerintah. Lingkungan kebijakan juga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik itu sendiri. Dunn (2000: 111) menyatakan, “Oleh karena itu, sistem kebijakan berisi proses yang dialektis, yang berarti bahwa dimensi obyektif dan subyektif dari pembuat kebijakan tidak tepisahkan di dalam prakteknya”. Dilihat dari proses kebijakan, Nugroho menyebutkan bahwa teori proses kebijakan paling klasik dikemukakan oleh David Easton.
28
Easton dalam Nugroho (2008: 383) menjelaskan bahwa proses kebijakan dapat dianalogikan dengan sistem biologi. Pada dasarnya sistem biologi merupakan proses interaksi antara mahluk hidup dan lingkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang relatif stabil. Dalam terminologi ini Easton menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik. Kebijakan publik dengan model sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem (politik). Seperti dipelajari dalam ilmu politik, sistem politik terdiri dari input, throughput, dan output, seperti digambaran dalam gambar 2.2 sebagai berikut. ENVIRONMENT
ENVIRONMENT FEEDBACK
I N P U T
DEMANDS
SUPPORT
A POLITICAL SYSTEM
DECISIONS
OR POLICIES
O U T P U T
Gambar 2.2 Proses Kebijakan Publik Menurut Easton Sumber: Easton dalam Nugroho (2008: 383) Model proses kebijakan publik dari Easton mengasumsikan proses kebijakan publik dalam sistem politik dengan mengandalkan input yang berupa tuntutan (demand) dan dukungan (support), dengan melalui proses sistem politik (a political system) sehingga dapat menghasilkan output yaitu berupa keputusan (decisions) atau kebijakan (polices).
29
Dalam penelitian ini, kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Perda) Kota Serang dalam rangka mengatur sistem retribusi dan perizinan, khususnya dalam penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di wilayah administratifnya. Kebijakan tersebut adalah Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi daerah Kota Serang. Adapun yang menjadi ketentuan umum dalam Perda tersebut adalah: 1) Daerah adalah Daerah Kota Serang; 2) Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah; 3) Walikota adalah Walikota Serang; 4) Dinas adalah Dinas Pekerjaan Umum Kota Serang;
5) Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman modal yang selanjutnya disingkat BPTPM adalah bagian perangkat daerah berbentuk badan merupakan gabungan dari unsur-unsur perangkat daerah yang mempunyai kewenangan dibidang pelayanan perijinan dan penanaman modal; 6) Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Izin Mendirikan
Bangunan
(IMB)
sesuai
dengan
peraturan
Perundang-undangan; 7) Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atauDaerah dengan nama dan dalam
30
bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan,firma, kongsi, koperasi,
yayasan
atau
organisasi
sejenis,
lembaga,
danapensiun, bentuk usaha tetap atau badan usaha lainnya; 8) Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah izin yangdiberikan oleh Pemerintah Daerah kepada perorangan atau badan untuk membangun; 9) Mendirikan bangunan adalah setiap kegiatan membangun, merubah, mengganti seluruhnya atau sebagian, memperluas bangunan; 10) Bangunan adalah suatu perwujudan fisik arsitektur yang digunakan sebagai wadah kegiatan manusia; 11) Retribusi izin mendirikan bangunan yang selanjutnya disebut retribusi adalah pembayaran atas pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh Pemerintah Daerah kepada perorangan atau badan termasuk juga merubah bangunan; 12) Kas Daerah adalah Kas Pemerintah Kota Serang.
2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik Sebaik apapun kebijakan publik yang telah dibuat hanya akan menjadi sia-sia jika tidak ada upaya untuk mengimplementasikannya, karena tidak akan membawa dampak atau tujuan yang diinginkan. Nugroho (2008: 501) menyatakan Rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60% sisanya, 20% sisanya adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi. Implementasi kebijakan adalah hal yang
31
paling berat, karena di sini masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan. Selain itu, ancaman utama, adalah konsistensi implementasi. Maka dari itu implementasi kebijakan merupakan salah satu tahapan krusial dalam proses kebijakan publik. Penggunaan istilah implementasi pertama kali digunakan oleh Lawswell
(1956).
Sebagai
ilmuwan
yang
pertama
sekali
mengembangkan studi tentang kebijakan publik, Laswell menggagas suatu pendekatan yang disebut sebagai pendekatan proses (policy process
approach).
Menurutnya,
agar
ilmuwan
memperoleh
pemahaman yang baik tentang apa sesungguhnya kebijakan publik, maka kebijakan publik harus diurai menjadi beberapa bagian sebagai tahapan-tahapan,
yaitu:
agenda-setting,
formulasi,
legitimasi,
implementasi, evaluasi, reformulasi dan terminasi. Dari siklus tersebut terlihat secara jelas bahwa implementasi hanyalah bagian atau salah satu tahap dari proses besar bagaimana suatu kebijakan publik dirumuskan (Purwanto, 2012:17). Istilah implementasi oleh Laswell digunakan hanya untuk menunjukkan bahwa implementasi merupakan salah satu tahapan dalam proses besar kebijakan publik, Laswell belum memberi penekanan secara khusus tentang arti pentingnya implementasi. Tetapi dalam perkembangannya, istilah implementasi kemudian menjadi suatu konsep yang mulai dikenal dalam disipilin ilmu politik, ilmu
32
administrasi publik dan lebih khusus lagi dalam ilmu kebijakan publik yang mulai dikembangkan. Dalam perkembangan studi implementasi kebijakan publik selanjutnya Jeffrey Pressman dan Aaron Wildavsky (1973) muncul sebagai dua ilmuwan pertama yang secara eksplisit menggunakan konsep implemetasi untuk menjelaskan fenomena kegagalan suatu kebijakan dalam mencapai sasarannya. Hal inilah yang menjadikan kedua ahli ini layak diberikan kredit besar sebagai pioneer dalam pengembangan studi implementasi kebijakan publik. Menurut mereka, imlementasi dimaknai dengan beberapa kata kunci sebagai berikut: untuk menjalankan kebijakan (to carry out), untuk memenuhi janji-janji sebagaimana dinyatakan dalam dokumen kebijakan (to fulfill), untuk menghasilkan output sebagaimana dinyatakan dalam tujuan kebijakan (to produce), untuk menyelesaikan misi yang harus diwujudkan dalam tujuan kebijakan (to complete) (Purwanto, 2012:17-20). Setelah dirintis oleh dua sarjana ini, konsep implementasi kemudian mulai dikenal luas dan mulai didalami oleh para ilmuwan kebijakan publik. Mazmanian dan Sabatier (Nugroho, 2008:119) mengemukakan bahwa implementtasi adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Mazmanian dan Sabatier mengemukakan: “implementation is the carrying out of basic policy decision, usually incorporated in a statute but which can also take the form of important executivesoders or court decision. Ideally that decision identifies the problem (s) to beaddressed, stipulates the objective (s) to be pursued, and, in a variety of ways, “structures” the implementation process.”
33
Berdasarkan pengertian tersebut implementasi dapat diartikan sebagai pelaksanaan keputusan dasar yang biasanya dituangkan dalam bentuk
undang-undang,
keputusan
badan
keputusan
peradilan.
pemerintah/eksekutif
Biasanya
keputusan
ataupun tersebut
mengidentifikasi masalah yang dihadapi, tuntutan dalam berbagai bentuk yang ingin dicapai serta struktur dari proses implementasi. Selanjutnya, Ripley dan Franklin sebagaimana dikutip Winarno (2007:145) berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit) atau suatu jenis luaran yang nyata (tangible output). Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Implementasi mencakup tindakan-tindakan (tanpa tindakantindakan) oleh berbagai aktor, khususnya para birokrat, yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan. Meter dan Horn sebagaimana dikutip Agustino (2008:139) yang mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan dalam kebijakan. Berdasarkan
pendapat
beberapa
ahli
tersebut
diperoleh
pemahaman bahwa implementasi adalah proses mewujudkan kebijakan
34
publik dari kebijakan yang bersifat abstrak (tertuang dalam suatu ketentuan atau peraturan perundangan) ke dalam bentuk yang lebih konkrit yaitu berupa tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan sehingga memperoleh hasil atau dampak yang diharapkan. Implementasi kebijakan publik pada dasaranya bukanlah proses yang sederhana, akan tetapi merupakan proses yang cukup rumit dan sulit. Bardach seorang ahli studi kebijakan sebagaimana dikutip Agustino (2008: 138) menggambarkan kesulitan dalam proses implementasi kebijakan dengan pendapatnya sebagai berikut: “…adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya, dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk dan cara yang memuaskan semuaorang termasuk mereka anggap klien”. Model pendekatan implementasi kebijakan yang dirumuskan Meter dan Horn disebut dengan A Model of the Policy Implementation dalam Wibawa (1994:19). Proses implementasi merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu pengejewantahan kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandalkan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik, pelaksana dan kinerja kebijakan publik dalam Agustino (2008:141). Model ini juga
35
menjelaskan bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang saling berkaitan, variabel-variabel tersebut yaitu: 1. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan 2. Sumber daya 3. Karakteristik organisasi pelaksanaan 4. Sikap para pelaksana 5. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan 6. Lingkukangan sosial, ekonomi dan politik. Secara rinci variabel-variabel implementasi kebijakan publik model Meter dan Horn dijelaskan sebagai berikut: 1.
Standar
dan
sasaran
kebijakan/ukuran
dan
tujuan
kebijakan Menurut Agustino (2008:142) kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis), maka akan sulit direalisasikan. Meter dan Horn dalam Wibawa (1994:19) mengemukakan untuk mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan stastandar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut.
36
Menurut Wibawa (1994:19) pemahaman tentang maksud umum dari suatru standar dan tujuan kebijakan adalah penting. Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal ketika para pelaksana tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan tersebut. Standar dan tujuan kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para pelaksana (implementor). Arah disposisi para pelaksana terhadap standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal yang krusial, implementor mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak atau tidak mengerti apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan. Oleh karena itu, hal penting yang harus ditekankan oleh pelaksana kebijakan adalah pencapaian tujuan yang harus dipahami dan dilaksanakan khususnya bagi pelaksana kebijakan. 2. Sumber daya Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan
sumber
daya
yang
terpenting
dalam
menentukan
keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi kebijakan.
perhitungan
penting dalam
keberhasilan
implementasi
37
Meter dan Horn dalam Wibawa (1994:19) menegaskan bahwa sumber daya kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya dengan komunikasi. Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia dalam rangka untuk memperlancar administrasi implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri atas dana atau insentif lain yang dapat memperlancar pelaksanaan (implementasi) suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif lain dalam implementasi kebijakan, adalah merupakan sumbangan besar terhadap gagalnya implementasi kebijakan. Selain itu, jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada harus disesuaikan dengan luas cakupan sebuah kebijakan, hal ini akan berpengarus secara langsung terhadap efektivitas sebuah kebijakan, karena apabila jumlah personil (SDM) yang terbatas tidak akan mampu mengatasi/melayanan jumlah kelompok sasaran yang sangat besar dalam cakupan wilayah yang sangat luas. 3. Karakteristik organisasi pelaksana Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan disiplin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana
38
yang demokratis dan persuasif. Selain itu, cakupan atau luas wilayah menjadi pertimbangan dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.
4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan. Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan baik dan efektif menurut Meter dan Horn dalam Wibawa (1994:19) apa yang menjadi
standar
tujuan
harus
dipahami
oleh
para
individu
(implementor) yang bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam rangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam dari berbagai sumber informasi. Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar dan tujuan kebijakan sulit untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para pelaksana kebijakan dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya dan tahu apa yang harus dilakukan.dalam suatu organisasi publik, pemerintah daerah misalnya, komunikasi merupakan suatu proses yang sulit dan komplek. Proses pentransferan berita ke bawah didalam organisasi atau dari suatu organisasi ke organisasi lain, dan
39
komunikasi lain sering mengalami gangguan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Jika sumber komunikasi berbeda memberikan interpretasi yang tidak sama (inconsistent) terhadap suatu standar dan tujuan, atau sumber informasi sama memberikan interpretasi yang penuh dengan pertentangan (conflicting), maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan menemukan kejadian yang lebih sulit untuk melaksanakan suatu kebijakan secara insentif. Dengan demikian, prospek implementasi kebijakan yang efektif, sangat ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan konsisten. Disamping itu, koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implentasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam kebijakan, maka kesalahan akan semakin kecil. 5. Disposisi atau sikap para pelaksana Menurut pendapat Meter dan Horn dalam agustino (2008) menyatakan bahwa sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karen kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifata top down yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tidak
40
mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalah yang harus diselesaikan. Sikap mereka itu dipengaruhi oleh pandangannya terhadap suatu kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-kepentingan organisasinya dan kepentingan-kepentingan pribadinya. Implementasi kebijakan diawali penyaringan lebih dahulu melalui persepsi dari pelaksana dalam batas mana kebijakan itu dilaksanakan. Terhadap tiga macam elemen respon yang dapat mempengaruhi
kemampuan
dan
kemauannya
untuk
dapat
melaksanakan suatu kebijakan, antara lain terdiri dari pertama, pengetahuan (cognition), pemahaman (understanding) dan pendalaman (comprehension) terhadap kebijakan, kedua, arah respon mereka apakah menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrality, and rejection), dan ketiga, intensitas terhadap kebijakan. Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan
kebijakan
adalah
penting,
kerena
bagaimnapun
juga
implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal ketika para pelaksana tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah disposisi para pelaksana terhadap standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal krusial. Implementor mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakanan mereka menolak apa yanag menjadi tujuan suatu kebijakan 6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
41
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan yang kondusif. Secara skematis, model implementasi kebijakan publik model Meter dan Horn dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini:
Aktivitas implementasi dan komunikasi Standar dan tujuan Karakteristik pelaksana
Kebijakan publik Sumber daya
disposisi
Kinerja kebijakan publik
Kondisi sosial ekonomi dan politik
Gambar 2.3 Implementasi Kebijakan Publik Model Van Meter dan Van Horn Sumber : Van Meter dan Wan Horn dalam Agustino (2008:144)
2.1.3 Pelayanan Publik Menurut KEP. MEN .PAN No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, definisi pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggaraan
pelayanan
publik
sebagai
upaya
pemenuhan
42
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut pasal 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefiniskan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Berdasarkan pemaparan yang dikemukakan di atas, maka pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima layanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dilakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi danatau penerima pelayanan. Menurut Pasal 21 UndangUndang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyatakan komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi: (1) Dasar
43
hukum, (2) Persyaratan, (3) Sistem, mekanisme, dan prosedur (4) Jangka waktu peneyelesaian, (5) Biaya/tarif, (6) Produk pelayanan, (7) Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, (8) Kompetensi pelaksana, (9) Pengawasan internal, (10) Penanganan pengaduan, saran,dan masukan, (11) Jumlah pelaksanan, (12) Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan, (13) Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan resiko keragu-raguan, dan (14) Evaluasi kinerja pelaksana. 2.1.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari tiga hal yaitu: 1). Pendapatan Asli Daerah (PAD), yakni pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peratuan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, meliputi: 1. Pajak daerah; 2. Retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan badan layanan umum (BLU) daerah; 3. Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga; dan 4. Lain-lain PAD yang sah.
44
2). Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendananai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 3). Lain-lain pendapatan daerah yang sah, yaitu pembiayaan yang bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, Dana cadangan daerah, dan Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. 2.1.5 Retribusi Daerah 2.1.5.1 Retribusi Daerah Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak daerah merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah yang diharapkan menjadi
salah
satu
sumber
pembiayaan
penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengertian retribusi daerah,
yang
selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau
45
pemotong retribusi tertentu. Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan penggunaan jasa (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Daerah yang berkenaan; 2. Hasil Penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah; 3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya; 4. Retribusi terutang apabila jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dinikmasti oleh orang atau badan; 5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis yang diseslenggarakan oleh pemerintah daerah. Menurut Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Departemen Keuangan-RI (2004:60), Kontribusi retribusi terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah Pemerintah kabupaten pemerintah kota yang relatif tetap perlu mendapat perhatian serius bagi daerah. Karena secara teoritis terutama
46
untuk kabupaten/kota retribusi seharusnya mempunyai peranan/ kontribusi yang lebih besar terhadap Pendapatan Asli Daerah. 2.1.5.2 Objek Retribusi Daerah Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Pasal 108 ayat 1 menentukan bahwa objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial-ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Jasa tertentu tersebut dikelompokkan kedalam tiga golongan, yaitu jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu. Hal ini membuat objek tetribusi terdiri daeri tiga kelompok jasa sebagaimana jasa sebagaimana disebut dibawah ini, 1. Jasa Umum Adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaataan umum serta dapat dinikmati oleh pribadi atau badan. Jasa umum antara lain meliputi : pelayanan kesehatan dan pelayanan persampahan. Jasa yang tidak termasuk jasa umum adalah jasa urusan umum pemerintahan. 2. Jasa Usaha Jasa usaha adalah jasa yang disediakan pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya
47
dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jasa usaha antara lain meliputi: penyewaan aset yang dimiliki/dikuasai oleh pemerintah daerah, penyediaan tempat penginapan. 3. Perizinan Tertentu Adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rengaka pemberian izin kepada orang ribadi atau badan yang dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, sarana prasarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 2.1.5.3 Jenis Retribusi Perizinan Tertentu Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi Daerah Pasal 141, adalah sebagai berikut. 1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 142 ayat 1, 2 dan 3 dijelaskan bahwa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalah pemberian izin untuk mendirikan satu bangunan. Termasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya, agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap memperhatikan koefisien Dasar
48
Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. 2. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol 3. Retribusi Izin Gangguan 4. Retribusi Izin Trayek 5. Retribusi Izin Usaha Perikanan Dalam penelitian ini, Jenis retribusi perizinan tertentu yang pilih sebagai fokus penelitian adalah retribusi izin mendirikan bangunan (IMB) di Kota Serang, hal ini berangkat dari masalah yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya. 2.1.5.4 Izin Mendirikan Bangunan
Pada dasarnya mendirikan bangunan adalah sebuah perbuatan yang berbahaya, hal ini karena bangunan merupakan tempat sentral bagi manusia beraktifitas, baik ketika dirumah maupun dikantor. Kriteria bahaya tersebut muncul ketika bangunan tersebut memiliki syarat tertentu agar tidak rubuh dan mencelakai orang didalam atau disekitarnya. Bangunan didirikan dengan syarat pertimbangan dan perhitungan yang matang mengenai bentuk struktur dan kekuatan struktur serta kekuatan
49
bahan yang digunakan. dengan demikian bangunan tersebut akan kuat dan tidak rusak/roboh mencelakai orang didalamnya. Bangunan yang didirikan tanpa adanya perhitungan mengenai kekuatan struktur dan bahan maka akan mudah roboh dan menimbulkan bahaya bagi orang banyak. Dalam rangka melindungi keselamatan masyarakat banyak dari bahaya roboh/ rusaknya bangunan maka kegiatan pembangunan harus diawasi, boleh dibangun tetapi dengan syarat tertentu. Diantara syarat itu salah satunya adalah harus kuat dari segi skruktur konstruksi dan bahan yang digunakan, apabila tidak dipenuhi maka kegiatan mendirikan bangunan itu termasuk kategori membahayakan keselamatan masyarakat sehingga ijin Mendirikan Bangunan tidak diberikan. Pengawasan
Pemerintah
daerah
terhadap
kegiatan
membangun bangunan dilaksanakan melalui pemberian ijin Mendirikan
Bangunan
yang
dimohonkan
oleh
anggota
masyarakat yang memberikan gambaran bangunan yang akan didirikan lengkap dengan gambar dan perhitungan struktur konstruksi. Kemudian setelah diteliti dan dipertimbangkan dengan cermat, apabila memenuhi syarat maka ijin tersebut dikeluarkan dan pemohon diwajibkan membayar retribusi guna pemasukan keuangan daerah.
50
Untuk itu, Pemerintah Kota Serang membuat suatu kebijakan untuk mengatur tentang pendirian dan syarat-syarat bangunan yang memenuhi kriteria yang meliputi tata bangunan, lingkungan, dan persyaratan keandalan bangunan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi daerah yang mencakup didalamnya petunjuk pelaksanaan retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dengan ditetapkan Peraturan Daerah ini, diharapkan akan memberikan landasan hukum, sekaligus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya di bidang perizinan bangunan, pengawasan dan ketertiban terhadap bangunan yang berada di Kota Serang. Dengan IMB, maka masyarakat kota Serang dapat memiliki bangunan yang statusnya tercatat di pemerintahan kota Serang
dan
memiliki
kekuatan
hukum
sehingga
akan
menghindarkan pemiliknya dari sebutan bangunan liar yang rawan akan pembongkaran paksa oleh pemerintah karena dinilai melanggar aturan. 2.1.6
Alasan Penerapan Retribusi Alasan penerapan retribusi sebagai sumber pendapatan daerah sangat berbeda dengan alasan yang diterapkan terhadap pajak daerah. Jika pengenaan terhadap pajak daerah bersifat memaksa maka retribusi daerah mempunyai pilihan-pilihan untuk tidak diterapkan pada semua orang. Untuk itu ada beberapa alasan
51
teoritis yang akan dibahas untuk membedakan retribusi dengan pajak daerah. 1). Adanya barang publik (public good)dan barang privat (Private good). Salah satu alasan diterapkan retribusi adalah karena adanya barang publik dan barang privat untuk memenuhi kebutuhan. Barang publik atau publik goodsadalah barang yang bila dikonsumsi oleh seseorang/individu tidak akan mengurangi kesempatan bagi individu lainnya untuk mengonsumsinya. Sebaliknya, barang privat adalah barang yang bila dikonsumsi seseorang/individu akan mengurangi kesempatan orang lain untuk menikmatinya. 2). Untuk efisiensi ekonomi (economic efficiency) Retribusi terhadap pemakaian barang atau jasa terhadap private goods perlu diterapkan untuk melakukan rasionalitas permintaan (rationing demand) dari konsumen. Biasanya barang privat secara ekonomi merupakan barang langka dan karena itu penerapan tarif (harga) terhadap barang-barang privat akan dapat membatasi permintaan yang berlebihan dan tidak perlu atas barang tersebut. Tanpa adanya harga maka suatu barang tidak akan mencapai titik keseimbangan harga. 3). Prinsip benefit
52
Prinsip benefit menyatakan bahwa mereka yang membayar untuk memproduksi barang maupun jasa seharusnya adalah mereka yang menikmati manfaat barang atau jasa tersebut. Sebaliknya, mereka yang tidak menikmati manfaatnya seharusnya dibebaskan dari biaya atas barang atau jasa yang bersangkutan. 4). Lebih Mudah dikelola Yang dimaksud dengan mudah dikelola dalam hal ini adalah karena pada retribusi dapat diterapkan asas pembatasan (excludability).
2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian yang relevan dan telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah sebagai berikut: Pertama, penelitian dalam bentuk skripsi yang dilakukan oleh Nina Arfiani, mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa tahun 2011 yang berjudul Evaluasi Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Dinas Tata Ruang, Bangunan dan Perumahan Kabupaten Serang. Adapun masalah yang ditemukan dalam penelitian ini adalah: (1) kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memiliki IMB dibuktikan dengan jumlah pemohon di tahun 2011 tercatat hanya 201 pemohon, sedangkan pertumbuhan bangunan di Kabupaten Serang
53
sangat pesat; (2) pelayanan pembuatan IMB masih dirasakan lambat; (3) kurangnya Sumber Daya Manusia yang memadai di Dinas Tata Ruang, Bangunan dan Perumahan Kabupaten Serang; (4) kurangnya saranan dan prasarana yang memadai yang mendukung penyelenggaraan IMB; (5) kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Tata Ruang, Bangunan dan Perumahan Kabupaten Serang tentang manfaat pembuatan IMB; (6) biaya yang didapat dari retribusi IMB masih belum bisa meningkatkan PAD Kabupaten Serang. Penelitian ini menggunakan teori William Dun dengan mencakup berbagai aspek, yaitu: efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsifitas dan ketepatan untuk mengevaluasi Perda Nomor 20 Tahun 2001 tentang IMB di Dinas Tata Ruang, Bangunan dan Perumahan Kabupaten Serang dengn menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Sebagai hasil dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dari ke 6 indikator (efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsifitas dan ketepatan) untuk mengevaluasi Perda Nomor 20 Tahun 2001 di Dinas Tata Ruang,
Bangunan dan Perumahan
secara umum dapat dikatakan telah memenuhi harapan. Kedua, penelitian dalam bentuk skripsi yang dilakukan oleh Tedi Hermawan, mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Tahun 2012 yang berjudul Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kecamatan Kragilan. Adapun masalah yang ditemui dalam penelitian ini adalah: (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Serang khususnya dari sektor retribusi IMB, belum optimal;
54
(2) kesadaran masyarakat Kabupaten Serang terhadap penyelenggaraan dan kewajiban IMB khususnya pemilik rumah tinggal, masih rendah; (3) banyak bangunan (khususnya rumah tinggal) yang berdiri di wilayah Kecamatan Kragilan khususnya dan Kabupaten Serang umumnya, tidak dilengkapi dengan Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB); (4) sanksi bagi orang pribadi atau badan yang bangunannya belum memiliki IMB belum optimal; (5) pola pembangunan di Kecamatan Kragilan masih tidak teratur; (6) seksi Ekonomi Bangunan di Kecamatan Kragilan belum melaksanakan fungsi pengawasan dan dalam pembangunan. Penelitian tersebut menggunakan teori Nurcholis dengan mencakup beberapa indikator dalam evaluasi kebijakan publik yaitu: Input (sumber daya manusia, sarana dan prasarana), Proses (kejelasan, kemudahan, transparansi, kepastian), Output (hasil pelayanan, mutu pelayanan), Outcome (ada tidaknya perubahan pada tujuan dibuatnya Perda). Sebagai hasil penelitian tersebut yakni, untuk meningkatkan hasil Perda No. 20 Tahun 2001 pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Serang melalui pihak terkait perlu menambah input kebijakan. Mulai dari menambah jumlah pegawai, menambah sarana dan prasarana penunjang, menambah peralatan peralatan yang berbasis teknologi, sampai pada optimalisasi sosialisasi melalui berbagai media agar pelaksanaan Perda tersebut bisa lebih maksimal. Selain itu, Pemerintah melalui pihak terkait harus tegas dalam melaksanakan mekanisme sanksi bagi masyarakat yang melanggar aturan yang telah dibuat, dengan tetap memperhatikan aspek komunikasi persuasif agar masyarakat dapat mematuhi aturan tanpa
55
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Disamping itu, dari sisi Pemerintah perlu adanya perbaikan kinerja birokrasi internal birokrat dan implementor kebijakan untuk meningkatkan kepercayaan dan kesadaran masyarakat terhadap aturan yang dibuat oleh legislatif dan eksekutif pemerintah daerah setempat.
2.3 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian ini, bermula dari beberapa permasalahan yang ditemui terkait implementasi Perda Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah khususnya retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang. Dari beberapa permasalahan terkait implementasi kebijakan/Perda tentang IMB di Kota Serang tersebut, kemudian digunakan teori implementasi kebijakan publik model Meter dan Horn dengan memperhatikan beberapa indikator yakni: ukuran/tujuan kebijakan, sumber
56
daya, karakteristik agen pelaksan, sikap para pelaksana, komunikasi antar pelaksana kebijakan serta lingkungan sosial, ekonomi dan politik masyarakat. Dengan terpenuhinya beberapa indikator dalam teori implementasi kebijakan publik model Meter dan Horn tersebut, maka diharapkan tujuan/output kebijakan yaitu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota khususnya dari sektor retribusi IMB dapat terwujud. Selain itu, dampak/outcome dari Perda tentang IMB yakni terciptanya pembangunan yang serasi dan berwawasan lingkungan bagi masyarakat di Kota Serang dapat terwujud. Untuk memperjelas alur berpikir pemikiran peneliti dalam penelitian ini, dalam gambar 2.4 berikut, akan dipaparkan paradigma atau model penelitian dalam bagan berikut:
57
Perda Kota Serang No. 13 Tahun 2011 Tentang Retrribusi Daerah Khususnya Ijin Mendirikan Bangunan
Masalah-masalah yang diidentifikasi berdasarkan observasi awal:
1. Minimnya Pendapatan Daerah yang 2.
3.
4.
5.
6.
7.
berasal Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang. Minimnya realisasi retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Kota Serang. Kesadaran masyarakat Kota Serang terhadap penyelenggaraan dan kewajiban IMB, khususnya pemilik tumah tinggal dan tempat usaha, masih rendah. Banyak bangunan (khususnya rumah tinggal dan tempat usaha) yang berdiri dibeberapa Kecatan Kota Serang umunya, tidak dilengkapi Surat Ijin Mendirikan (SIMB). Sanksi bagi orang atau pribadi atau badan yang bangunannya tidak memiliki IMB belum optimal. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Serang tentang manfaat pembuatan IMB. Minimnya SDM khususnya yang menangani IMB di BPTPM Kota Serang.
Implementasi Kebijakan Publik menurut Van Meter dan Van Horn dalal Agustino (2008) dengan indikator: 1. Ukuran & Tujuan Kebijakan 2. Sumberdaya 3. Karakteristik Agen Pelaksana 4. Sikap para pelaksana 5. Komunikasi antar pelaksana 6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Output Penelitian : Meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang dari sektor retribusi daerah.
Outcome Penelitian: Terciptanya pembangunan yang serasi dan berwawasan lingkungan bagi masyarakat Kota Serang.
Gambar 2.4 Kerangka Berpikir Penelitian
2.4 Asumsi Dasar
58
Berdasarkan alur kerangka berpikir di atas, dapat dilihat bahwa Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah studi kasus Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang dapat dikatakan optimal apabila memenuhi 6 (enam) indikator melalui model implementasi kebijakan Meter dan Horn. Indikator tersebut adalah : Tujuan kebijakan, Sumberdaya, Karakteristik agen pelaksana, Sikap para pelaksana, Komunikasi antar organisasi terkait dan aktivitas pelaksana, serta Lingkungan sosial, ekonomi dan politik.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian Untuk menemukan bagaimana hasil penelitian tentang implementasi Peraturan Darah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 yang memuat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dengan berbagai indikator didalamnya serta unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan butir-butir rumusan masalah, tujuan serta manfaat penulisan, maka digunakanlah metode penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian exploratif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian exploratif adalah metode penelitian yang digunakan untuk penelitian yang digunakan untuk meneliti sesuatu (yang menarik perhatian) yang belum diketahui, belum dipahami, belum dikenali, dengan baik. Pendekatan ini berupaya menemukan informasi umum mengenai sesuatu masalah yang belum dipahami sepenuhnya oleh seorang peneliti (Moleong, 2005:5). 3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian Dalam
penelitian
ini
yang
akan
diamati
adalah
fenomena
pembangunan non-idustri dan implikasinya (dampak), di Kota Serang (Place), para petugas yang berwenang mengelola IMB (Actor), dengan kegiatan-kegiatan (Activity) yang dilakukan oleh petugas pelaksana dan
59
60
masyarakat dalam realisasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun Tahun 2013 yang mengatur tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dengan digunakan metode kualitatif, maka data yang didapat lebih lengkap, kredibel, dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai. Dengan metode ini permasalahan yang telah dirumuskan akan terjawab dari hasil observasi dan wawancara secara langsung dengan stakeholder (pihak yang terlibat) di lokasi penelitian dalam pelaksanaan Peraturan Daerah tersebut. Metode penelitian kualitatif lebih mudah menyesuaikan dengan kondisi lapangan, lebih peka terhadap perubahan pola/nilai dan bahkan data yang ada di lapangan (Moleong, 2005:5). Kemudian untuk mempertajam gambaran terhadap fenomena yang diteliti, maka interpretasi langsung dari fenomena/kejadian memperoleh prioritas yang tinggi dalam penelitian kualitatif dari pada interpretasi terhadap pengukuran data. Teori dalam penelitian kualitatif tidak semata-mata dimaksudkan untuk dibuktikan (verification), namun dapat saja untuk dikembangkan berdasarkan data yang dikumpulkan
(falsification).
Dengan
demikian
penelitian
kualitatif
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2005: 2). 3.3 Lokasi Penelitian 3.3.1 Kota Serang Kota Serang adalah Ibukota Provinsi Banten, yang terletak di bangian Utara Provinsi Banten, berbatasan langsung dengan Kabupaten
61
Serang di batas bagian Barat, Timur, dan Selatannya, serta terkoneksi langsung dengan Laut Jawa di Bagian Utaranya. Dengan posisi yang strategis ini maka Kota Serang menjadi salah satu titik pertumbuhan terpenting di Provinsi Banten mengingat wilayahnya yang dilalui jalan tol Jakarta-Merak dengn dua pintu keluar dibagian Timur dan Barat Kota Serang, serta berbatasan langsung dengan padatnya lalu lintas Laut Jawa yang di masa depan akan dapat dimanfaatkan bagi kepentingan daerah. Alasan kenapa Kota Serang yang dipilih menjadi locus (tempat) penelitian adalah; Pertama, Kota Serang sebagai Ibukota Provinsi Banten, dengan posisinya yang strategis maka Kota Serang menjadi salah satu titik pertumbuhan terpenting di Provinsi Banten mengingat wilayahnya yang dilewati Jalan Tol Merak-Jakarta dengan dua pintu keluar dibagian timur dan barat. Disamping itu, jumlah bangunan yang berdiri beberapa kecamatan di Kota Serang meningkat cukup pesat dan jumlahnya semakin banyak, sehingga menarik untuk dikaji. Kedua, dari hasil observasi awal diketahui bahwa di Kota Serang, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perizinan tertentu, khususnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) masih belum optimal mengingat jumlah bangunan yang makin pesat, akan tetapi masih belum mampu meningkatkan PAD Kota Serang.
62
3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Definisi Konsep Meter dan Horn, merumuskan proses implementasi sebagai tindakantindakan yang dilakukan baik oleh invidu-individu (pejabat) atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Proses Implementasi kebijakan publik tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya memenuhi kewajibannya, salah satunya adalah kewajiban mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan yang sudah atau akan ditempatinya bagi masyarakat Kota Serang. Dalam penelitian ini, model impelementasi yang dijadikan acuan adalah berdasarkan model implementasi Meter dan Horn yang secara komprehensif dianggap mampu menjabarkan permasalahan, khususnya permasalahan terkait implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi daerah khususnya dalam penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). 3.4.2 Definisi Operasional Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam penelitian model pendekatan implementasi kebijakan yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah model yang
dirumuskan Meter dan Horn. Model ini
mengandalkan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari
63
keputusan politik, pelaksana dan kinerja kebijakan publik. Model ini juga menjelaskan bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang saling berkaitan, variabel-variabel tersebut yaitu: 1. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan. Dalam penelitian ini, impelementasi kebijakan tentang Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang perlu memperhatikan beberapa varibel diantaranya sasaran kebijakan dan tujuan kebijakan. Untuk itu peneliti perlu mengetahui sejauh mana sasaran kebijakan dan tujuan kebijakan khususnya tentang Ijin Mendirikan Bangunan di Kota Serang dan faktor apa saja yang mendukung sehingga sasaran dan tujuan kebijakan dapat berjalan dengan efektif. Adapun aspek yang digunakan untuk mengetahui sejauhmana sasaran dan tujuan kebijakan tentang IMB di Kota Serang meliputi: (1) Kepentingan kelompok sasaran/target group. (2) Manfaat yang diterima sasaran/target group. (3) Perubahan yang diinginkan dari kebijakan tentang IMB. 2. Sumber daya. Sumber daya yang dikaji dalam penelitian ini adalah sumber daya yang dapat mendukung keberhasilan kebijakan tentang Izin Mendiriakan Bangunan di Kota Serang, diantaranya: (1) Sumber Daya Manusia (SDM) pelaksana kebijakan, (2) Sumber daya finansial (dana), (3) Sarana dan prasarana penunjang,
64
(4) Sumber daya waktu yang dibutuhkan. 3. Karakteristik organisasi pelaksanaan. Untuk menilai bagaimana karakteristis organisasi pelaksana dalam melaksanakan kebijakan tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang, maka perlu diketahui beberapa aspek meliputi: (1) Kesesuaian antara karakteristik organisasi pelaksana dengan harapan publik (masyarakat Kota Serang), (2) Kesesuaian antara luas cakupan wilayah Kota Serang dengan jumlah pelaksana kebijakan. 4. Sikap para pelaksana. Sikap para pelaksana merupakan salah satu aspek yang menentukan dalam keberhasilan implementasi kebijakan, untuk itu dalam mengukur implentasi kebijakan tentang Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang, hal yang diamati adalah: (1) Kesesuaian cara pandang antara pelaksana kebijakan dengan pembuat kebijakan, (2) Kesesuaian sikap para pelaksana dengan harapan publik. 5. Komunikasi
antar
organisasi
terkait
dan
kegiatan-kegiatan
pelaksanaan. Untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi antar organisasi dalam melaksanakan kebijakan tentang izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang, maka dalam penelitian ini memperhatikan: (1) Proses koordinasi dengan pihak terkait.
65
(2) Responsivitas koordinasi antar masing-masing organisasi terkait. 6. Lingkukangan sosial, ekonomi dan politik. Dalam proses impelementasi kebijakan publik, termasuk kebijakan tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang, perlu juga memperhatikan aspek lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi di masyarakat setempat, untuk itu dalam penelitian ini juga mengkaji bagaimana kondisi eksternal yang terjadi di masyarakat Kota Serang, dan mengkaji bagaimana kondisi tersebut agar ikut serta mendorong keberhasilan kebijakan yang telah ditetapkan dengan menggunakan beberapa aspek, yaitu: (1) Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran (2) Keadaan latar belakang mayoritas kelompok sasaran (3) Karakteristik institusi dari rezim/pemerintahan yang sedang berkuasa bagi kelompok sasaran. 3.5 Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini instrumen yang utama adalah peneliti sendiri, menurut Moleong dalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif ( 2005 : 168), kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif dalam penelitian kualitatif adalah sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, dan pelapor hasil penelitiannya. Selain itu, menurut Nasution dalam Moleong (2005 : 170) menyebutkan bahwa peneliti sebagai instrumen penelitian harus mempunyai kritertia sebagai berikut:
66
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkunan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian. 2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus. 3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia. 4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat difahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita. 5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperloeh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pematan untuk mengetest hipotesis yang timbul seketika. 6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan. 7. Dengan manusia sebagai instrumen penelitian, respon yang aneh yang menyimpang justru diberi perhatian, bahkan bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahamn mengenai aspek yang diteliti. 3.5.1 Pedoman Wawancara
67
Dalam penelitian ini, pedoman wawancara dibuat dan disusun dengan mengacu pada teori Meter dan Horn, dengan 6 (enam) indikator dengan beberapa sub indikator yang menjadi barometer dengan melibatkan beberapa informan dari beberapa pihak yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan
yang
berkaitan
tentang penyelenggaraan
Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB) dalam rangka bermaksud mengkaji bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang. Adapun penjelasan secara rinci mengenai indikator dan sub indikator serta informan yang dilibatkan dalam penelitian ini, dapat diuraikan dalam Tabel 3.1 berikut ini. Tabel 3.1 Pedoman Wawancara Indikator/Sub Indikator
1.Sasaran dan Tujuan Kebijakan: (1) Kepentingan kelompok sasaran/target group. (2) Manfaat yang diterima sasaran/target group. (3) Perubahan yang diinginkan dari kebijakan tentang IMB.
2. Sumber Daya (1) Sumber Daya Manusia (SDM) pelaksana kebijakan, (2) Sumber daya finansial (dana), (3) Sarana dan prasarana penunjang, (4) Sumber daya waktu yang dibutuhkan.
Informan
Peran & Fungsi Informan
(1) Kasubid Pelayanan dan Perizinan Usaha (2) Anggota komisi I DPRD Kota Serang
(1) Penyelenggara kegiatan pelayanan dan pendaftaran perizinan usaha (termasuk IMB) (2) Regulator kebijakan IMB
(1) Kasubag Umum dan Kepegawaian BPTPM Kota Serang. (2) Kasi Ekbang di masing-masing Kecamatan Kota Serang.
(1) Pelaksana pengawasan dan evaluasi kegiatan urusan umum dan pengelola administrasi kepegawaian (2) Penyelenggara IMB di masing-masing kecamatan
68
3. Karakteristik Organisasi Pelaksana (1) Kesesuaian antara karakteristik organisasi pelaksana dengan harapan publik (masyarakat Kota Serang), (2) Kesesuaian antara luas cakupan wilayah Kota Serang dengan jumlah pelaksana kebijakan.
4. Sikap Para Pelaksana (1) Kesesuaian cara pandang antara pelaksana kebijakan dengan pembuat kebijakan, (2) Kesesuaian sikap para pelaksana dengan harapan publik.
5. Komunikasi Antar Organisasi Terkait kegiatan-kegiatan pelaksana (1) Proses Koordinasi dengan organisasi terkait. (2) Responsivitas koordinasi antar masing-masing organisasi terkait.
6. Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Politik (1) Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran (2) Keadaan latar belakang mayoritas kelompok sasaran (3) Karakteristik institusi dari rezim/pemerintahan yang sedang berkuasa bagi kelompok sasaran.
(1) Kasubag Program dan Evaluasi BPTPM Kota Serang (2) Pemohon IMB (3) Masyarakat Kota Serang
(1) Pelaksana penyusunan program kerja dan anggaran serta dokumen pelaksanaan anggaran (2) Pihak penerima pelayanan (3) Pihak yang dilibatkan dalam peraturan daerah tentang IMB
(1) Anggota Komisi I DPRD Kota Serang (2) Kasubid Pelayanan dan Perizinan Usaha (3) Pemohon IMB (4) Masyaratakat Kota Serang
(1) Regulator kebijakan IMB (2) Penyelenggara kegiatan pelayanan dan pendaftaran perizinan usaha (termasuk IMB) (3) Pihak penerima pelayan (4) Pihak yang dilibatkan dalam peraturan daerah tentang IMB
(1) Kasubid Pelayanan dan Prizininan Usaha BPTPM Kota Serang. (2) Kasi Ekbang di masing-masing Kecamatan Kota Serang. (3) Kasubid Pendapatan DPKD Kota Serang
(1) Penyelenggara kegiatan pelayanan informasi dan pengaduan. (2) Pihak penyelenggara IMB di masing-masing kecamatan (3) Pengelola PAD Kota Serang
(1) Kasi Ekbang di masing-masing Kecamatan Kota Serang. (2) Masyarakat Kota Serang. (3) Kasubid Pelayanan dan perizinan usaha
(Sumber: Peneliti, 2015) 3.6 Informan Penelitian
(1) Pihak penyelenggara IMB di Masing-masing kecamatan (2) Pihak yang dilibatkan dalam peraturan tentang IMB (3) Penyelenggara kegiatan pelayanan dan pendaftaran perizinan usaha (termasuk IMB)
69
Sesuai dengan focus penelitian melalui teknik penentuan informan secara Purposive (berdasarkan kebutuhan data dan penguasaan masalah), maka yang dijadikan informan / sumber data dalam penelitian ini adalah Kasubag Umum dan Kepegawaian BPTPM Kota Serang, Kasubag Program, Evaluasi dan Pelaporan BPTPM Kota Serang, Kasubid Pelayanan Informasi dan Pengaduan, Kabid Humas Satpol PP Kota Serang, staf pelaksana teknis bidang perizinan BPTPM Kota Serang, Penduduk setempat yang memiliki bangunan Non-Industri di lokus penelitian, Pemohon IMB, dan lain-lain. Tabel 3.2 Informan Penelitian No.
Informan
Keterangan
Kode
1
Kasubid Informasi dan Pengaduan Kota
Key Informan
P.1
Key Informan
P.2
Key Informan
P.3
Key Informan
P.4
Serang. 2
Kasubid Pelayanan dan Pendaftaran Perizinan Usaha BPTPM
3
Kasi Perimbangan, Retrtibusi dan Lainlain DPKD Kota Serang
4
Kasi Ekonomi Pembangunan (Ekbang) di masing-masing Kecamatan.
5
Anggota Komisi I DPRD Kota Serang
Key Informan
P.5
6
Kabid Humas Satpol PP Kota Serang
Key Informan
P.6
7
Pemohon IMB
Key Informan
P.7
8
Masyarakat Kota Serang pemilik rumah
Key Informan
P.8
tinggal di 6 (enam) Kecamatan
3.7 Teknik Pengumpulan Data
70
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan data yang diperlukan sebanyak-banyaknya baik dari primer (data yang didapatkan langsung dari informan melalui hasil wawancara melalui wawancara maupun observasi lapangan), data sekunder (data yang didapatkan melalui studi kepustakaan, dan studi dokumentasi), sebagai berikut: 1. Peneliti menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur, wawancara yang dilakukan yaitu wawancara secara mendalam dengan informan yang menguasai dan memahami data yang akan dicari oleh peneliti. Wawancara mendalam yang dimaksudkan agar peneliti mendapatkan informasi yang diperlukan. Metode wawancara menggunakan panduan wawancara yang berisi butir-butir pertanyaan untuk diajukan kepada informan, hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan wawancara, penggalian data dan informasi, dan selanjutknya tergantung improvisasi di lapangan. 2.
Studi Lapangan Langsung, merupakan pengumpulan data yang dibutuhkan dengan cara turun langsung ke lokasi penelitian yang salah satunya dengan cara melakukan observasi. Sebagaimana yang diungkapkan Marshall dalam Sugiyono (2011:64) yang menyatakan bahwa “Through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut. Observasi
71
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif, Observasi terus terang, dan Observasi tak berstruktur. 3. Studi Dokumentasi, adalah studi yang digunakan unutk mencari data memperoleh data sekunder berupa data hasil dokumentasi di lapangan. 3.8 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Dalam penelitian kualitatif, kegiatan analisis data dimulai sejak peneliti melakukan kegiatan pra-lapangan sampai dengan selesainya penelitian. Analisis data dilakukan secara terus-menerus tanpa henti sampai data tersebut bersifat jenuh. Menurut Bogdan & Biklen analisis data kualitatif dalam Moleong Metodologi Penelitian Kualitatif (2005:248) adalah: “upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan merumuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.” Data yang terkumpul harus diolah sedemikian rupa sehingga menjadi informasi yang dapat digunakan dalam menjawab perumusan masalah yang diteliti. Aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Model interaktif dalam analisis data kualitatif dipakai untuk menganalisis data selama dilapangan. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lainnya sehingga dapat dengan mudah dipahami dan temuannya dapat
72
diinformasikan kepada yang lain. Analisis data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif dimana data yang diperoleh akan dianalisis dan dikembangkan menjadi sebuah hipotesis atau asumsi dasar. Kemudian datadata lain terus dikumpulkan dan ditarik kesimpulan. Kesimpulan tersebut akan dapat memberikan suatu hasil akhir apakah asumsi dasar penelitian yang telah dibuat sesuai dengan data yang ada atau tidak. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif mengikuti konsep yang dipaparkan oleh Miles dan Hubberman dalam Analisis Data Kualitatif (2009 : !5-20). Menurut mereka bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan conclusion; drawing/verification. Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data Model Miles dan Huberman
Data Colection
Data reduction
Data Display
Conclusion/ Drawing/Verifving
Sumber : Sugiyono (2011:338)
73
Dari gambar 3.1 dapat dilihat bahwa pada prosesnya peneliti akan melakukan kegiatan berulang-ulang secara terus-menerus. Ketiga hal utama tersebut merupakan sesuatu yang saling berkaitan pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data. Ketiga kegiatan diatas yakni: 1.
Data Colection (Pengumpulan Data)
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan data yang diperlukan sebanyak-banyaknya baik dari primer (data yang didapatkan langsung dari informan melalui hasil wawancara melalui wawancara maupun observasi lapangan), data sekunder (data yang didapatkan melalui studi kepustakaan, dan studi dokumentasi). 2. Data Reduction (Reduksi Data) Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan yang muncul dilapangan. Reduksi data berlangsung selama proses pengumpulan data masih berlangsung. Menurut Sugiyono (259:2011), data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan makin banyak, kompleks, dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
74
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari bila diperlukan. Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu, kalau peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan segala sesuatu yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data.
3.
Data Display (Penyajian Data)
Langkah penting selanjutnya dalam kegiatan analisis data kualitatif adalah penyajian data. Secara sederhana penyajian data dapat diartikan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tidakan. Dalam sebuah penelitian kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Namun pada penelitian ini, penyajian data yang dilakukan adalah bentuk teks narasi, hal ini seperti yang dikatakan oleh Miles dan Hubberman, “the most frequent from display data from qualitative reseach data in the past has been narrative text” (yang paling sering digunakan untuk penyajian data kualitatif pada masa yang lalu adalah bentuk teks naratif) (Sugiyono, 2011: 260). 4.
Verifikasi / Penarikan Kesimpulan (Verification)
75
Langkah ketiga dalam tahapan analisis interaktif menurut Miles & Hubberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti dari hubungan-hubungan, mencari keteraturan, pola-pola dan menarik kesimpulan. Asumsi dasar dan kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan terus berubah selama proses pengumpulan data masih terus berlangsung. Akan tetapi, apabila kesimpulan tersebut didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten yang peneliti temukan di lapangan, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan merupakan kesimpulan yang kredibel. 3.8.1
Uji Keabsahan Data Uji keabsahan data merupakan derajat ketetapan antara data yang
terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Untuk menguji keabsahan data, penelitian ini melakukan dua strategi diantaranya adalah: 1. Member Check Adalah proses pengecekkan data yang diperoleh peneliti kepada informan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang disampaikan oleh informan dan tidak ada kesalahan dalam penangkapan/penerimaan pesan/ informasi. Untuk bukti telah dilakukannya member checking maka informan di minta pengesahan (tanda tangan) yang terlampir. 2. Triangulasi
76
Menurut Sugiono (2011:267), Triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber yang telah ada, terdapat beberapa macam triangulasi diantaranya: (1) Triangulasi Sumber Adalah proses mengecek data dengan melakukan wawancara pada sumber yang berbeda tetapi dengan pertanyaan yang sama. (2) Triangulasi Teknik Adalah proses mengecek data kepada sumber yang sama tetapi dengan teknik yang berbeda yaitu dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu: teknik obesrvasi, wawancaran dan dokumentasi. (3) Triangulasi Waktu Triangulasi waktu adalah proses mengecek data yang diperoleh pada waktu yang berbeda. Dalam penelitian ini menggunakan beberapa triangulasi yaitu triangulasi sumber dan teknik.
3.9 Jadwal Penelitian Tabel 3.4 Rencana Kegiatan Penelitian
77
2014 No
Kegiatan
Nov
2015 Des
Jan
Feb Maret Minggu Ke -
April
Mei
Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13 14 15
Observasi awal Mengurus Perizinan Penyusunan Bab I Penyusunan Bab II Penyusunan Bab III Penyusunan Proposal Seminar Proposal Revisi Proposal Wawancara dan Observasi Reduksi Data Pengolahan dan analisis data Display, dan Conclusion data Penyusunan Bab IV & V Sidang Skripsi Revisi Laporan
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1
Deskripsi Objek Penelitian Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian
yang meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum Kota Serang, gambaran umum penyelenggaraan perizinan oleh Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang, serta penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang sebagai salah satu penyokong Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang dari sektor retribusi. Hal tersebut akan dipaparkan sebagai berikut: 4.1 1 Deskripsi Wilayah Kota Serang Kota Serang merupakan daerah otonom yang terbentuk tanggal 10 Agustus 2007 berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang di Provinsi Banten. Kota Serang sebagai bagian dari wilayah Provinsi Banten yang ketujuh memiliki luas wilayah ± 26.671 Hektar meliputi 6 Kecamatan yaitu: Kecamatan Serang, Kecamatan Cipocok Jaya, Kecamatan Kasemen, Kecamatan Taktakan, Kecamatan Walantaka, dan Kecamatan Curug. Pemekaran daerah otonom tersebut, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Serang, dilakukan dengan tujuan meningkatkan pelayanan dalam bidang pemerintahan, pembangunan, kemasyaratakan serta dapat memberikan kemanfaatan
77
78
dalam
pemanfaatan
potensi
daerah
dalam
rangka
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Secara geografis Kota Serang terletak antara 5°99’ - 6°22’ Lintang Selatan dan 106°07’ - 106°25’ Bujur Timur. Abaliba diukur dengan menggunakan koordinat Sistem Universal Transfer Mercator (UTM) Zone 48E, Wilayah Kota Serang terletak pada kordinat 618.000 m sampai dengan 638.600 dari Barat ke Timur dan 9.337.725 m sampai dengan 9.312.475 m dari Utara ke Selatan. Jarak terpanjang dari Barat ke Timur adalah sekitar 20 km. Dengan bentang alam sebagaimna tersebut diatas, Kota Serang memiliki luas wilayah mencapai 266,74 km² atau sekitar 3,08% dari luas wilayah Provinsi Banten. Batas wilayah Kota Serang adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara Kota Serang berbatasan dengan laut jawa. b. Sebelah Timur Kota Serang berbatasan dengan Kabupaten Serang. c. Sebelah Selatan Kota Serang berbatasan dengan Kabupaten Serang. d. Sebelah barat Kota Serang berbatasan dengan Kabupaten Serang. Secara administratif Kota Serang terbagi dalam 6 kecamatan dan 66 kelurahan. Kecamatan Kasemen merupakan kecamatan dengan wilayah terluas yaitu skitar 63,36 km² atau sekitar 23,75% dari luas wilayah Kota Serang. Sementara kecamatan dengan luas paling sempit adalah Kecamatan Serang yang hanya sekitas 9,7% dari luas wilayah Kota Serang, atau sekitar 25,88 km². Tabel berikut ini memberikan gambaran
79
tentang rincian jumlah desa/kelurahan dan luas wilayah serta persentase luas wilayah masing-masing kecamatan dimaksud diatas.
No
Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Serang Tahun 2014 Kecamatan Jml Kelurahan Luas (km²)
%
1
Curug
10
49,60
16,69
2
Walantaka
14
48,48
18,18
3
Cipocok Jaya
8
31,54
11,82
4
Serang
12
25,88
9,70
5
Taktakan
12
47,68
17,95
6
Kasemen
10
63,36
23,75
66
266,74
100
Jumlah
Sumber : BPS Kota Serang, 2014
Dalam konteks demografi, jumlah penduduk Kota Serang mengalami laju pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu mencapai sebesar 7,23% per tahun. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Serang yaitu 8,03%. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan berkembangnya Kota Serang sebagai kawasan pemukiman bagi kaum urban commuter yang bekerja di DKI Jakarta dan sekitarnya. Akibatnya, dengan luas wilayah yang hanya seluas 266,74 km²
80
maka kepadatan penduduk di Kota Serang terbilang cukup tinggi, yang rata-rata mencapai 2.210 jima per km² pada tahun 2014.
Tabel 4.2 Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kota Serang Tahun 2010 - 2013 Jumlah Penduduk (Jiwa) Kecamatan 2010 2011 2012 2013
No.
LPP (%)
1
Serang
176.406
190.963
212.848
222.149
8,03
2
Kasemen
72.175
75.913
81.494
86.597
6,26
3
Walantaka
62.643
67.470
72.626
75.930
6,63
4
Curug
40.191
42.482
44.837
46.462
4,96
5
Cipocok Jaya
63.462
68.364
74.991
79.195
7,67
6
Taktakan
63.606
68.345
75.766
79.248
7,63
478.483
513.537
562.562
589.581
7,23
TOTAL
Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, 2014
No.
Tabel 4.3 Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Serang Tahun 2010 2013 Tingkat Kepadatan Penduduk (jiwa/km²) Kecamatan 2010 2011 2012 2013
1
Serang
6.816
7.379
8.224
8.584
2
Kasemen
1.139
1.198
1.286
1.367
3
Walantaka
1.292
1.392
1.498
1.566
81
4
Curug
810
856
904
937
5
Cipocok Jaya
2.212
2.168
2.378
2.511
6
Taktakan
1.328
1.427
1.582
1.655
1.794
1.925
2.109
2.210
TOTAL
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, 2014 Berdasarkan Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 diketahui bahwa Kecamatan Serang merupakan tujuan utama penduduk untuk tinggal dan berusaha (37,68%) dengan kepadatan mencapai 8.584 jiwa per km² meski luas wilayah Kecamatan Serang hanya sekitar 9,7% dari luas wilayah Kota Serang. Sementara Kecamatan Curug dan Kasemen merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk paling rendah, yaitu masing-masing sekitar 937 dan 1.367 jiwa per km² meski kedua kecamatan ini merupakan kecamatan dengan wilayah paling luas di Kota Serang 4.1.2
BPTPM KOTA SERANG Dalam rangka memenuhi amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah, Pemerintah Kota Serang pada tanggal 14 November 2008 telah meresmikan Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) melalui Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Struktur Organisasi Perangkat Daerah Kota Serang. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya di bidang perizinan serta mendorong pertumbuhan
82
ekonomi dan untuk menarik para investor dalam menanamkan modalnya di Kota Serang, maka ditetapkan Keputusan Walikota Serang nomor 502/Kep.47-Org./2010
tentang
Pelimpahan
Sebagian
Kewenangan
Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Kepada Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal di Kota Serang. Terdapat 27 (dua puluh tujuh) jenis perizinan yang dilimpahkan ke BPTPM Kota Serang, terdiri dari 17 pelayanan perizinan usaha dan 10 pelayanan perizinan non usaha. Kedudukan BPTPM Kota Serang sendiri adalah merupakan unsur pendukung tugas Walikota, dipimpin oleh seorang kepala, berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kota Serang nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemebentukan dan Susunan Organisasi BPTPM Kota Serang dan Peraturan Walikota Serang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok dan Fungsi BPTPM Kota Serang. Diantaranya yaitu mempunyai tugas pokok melaksanakan koordinasi dan menyelenggarakan pelayanan administrasi di bidang perizinan, penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidanag penanaman modal, serta pengelolaan semua perizinan dan non perizinan secara terpadu, termasuk di antaranya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang. Adapun fungsi BPTPM Kota Serang adalah sebagai berikut: 1. Penyusunan perencanaan perizinan dan penanaman modal, 2. Perumusan kebijakan teknis perencanaan perizinan dan penanaman modal,
83
3. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan perizinan dan penanaman modal, 4. Pembinaan, pengendalian dan fasilitasi pelaksanaan kegiatan bidang perencanaan perizinan dan penanaman modal, 5. Pelaksanaan kegiatan penatausahaan BPTPM, 6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. BPTPM Kota Serang sebagai bagian Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kota Serang dimaksudkan sebagai upaya Pemerintah Daerah dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif, dengan memberikan penekanan pelayanan pada aspek : 1) Kesederhanaan pelayanan, 2) Kejelasan, keamanan, 3) Transparan, 4) Effisien, ekonomis, 5) Ketepatan waktu pelayanan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 12 Tahun 2008, Badan Pelayanan Terpadu adalah bagian perangkat daerah berbentuk badan merupakan gabungan dari unsur-unsur perangkat daerah yang mempunyai kewenangan di bidang pelayanan perizinan, sedangkan Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indoensia.
84
Struktur organisasi Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang adalah terdiri dari : 1.
Kepala Badan
2.
Sekretariat, membawahkan : 1) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian, 2) Sub Bagian Keuangan, 3) Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan.
3.
Bidang Non Perizinan, membawahkan : 1) Sub Bidang Pelayanan dan Pendaftaran Perizinan Non Usaha, 2) Sub Bidang Pengolahan dan Penerbitan Perizinan Non Usaha, 3) Tim Teknis.
4.
Bidang Perizinan, membawahkan : 1) Sub Bidang Pelayanan dan Pendaftaran Perizinan Usaha, 2) Sub Bidang Pengolahan dan Penerbitan Perizinan Usaha, 3) Tim Teknis.
5.
Bidang Data dan Sistem Informasi, membawahkan : 1) Sub Bidang Pengembangan Sistem Teknologi Informasi, 2) Sub Bidang Pelayanan Informasi dan Pengaduan, 3) Tim Teknis.
6.
Bidang Penanaman Modal, membawahkan : 1) Sub Bidang Promosi dan Pemasaran, 2) Sub Bidang Bina Potensi dan Kerjasama Investasi.
7.
Kelompok Jabatan Fungsional.
85
4.1.3
Izin Mendirikan Bangunan
1) Defiinisi Izin Mendirikan Bangunan adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Kota kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan yang dimaksud agar desain, pelaksanaan pembangunan dan bangunan sesuai dengan recana Tata Ruang yang berlaku, sesuai dengan Garis Sempadan Bangunan (GSB), sesuai Garis Sempadan Sungai (GSS), sesuai Koefisien Dasar Bangunan (KDB), sesuai Koefisien Luas Bangunan (KLB), sesuai dengan syarat-syarat keselamatan yang ditetapkan bagi yang menempati bangunan tersebut. 2) Maksud dan Tujuan IMB Pemberian IMB dimaksudkan untuk : (1).
Pembinaan IMB dimaksudkan agar lembaga yang berwenang dapat membina
orang atau badan yang ingin membangun agar dapat membangun dengan benar dan menghasilkan bangunan yang sesuai dengan ketentuanketentuan yang berlaku. (2).
Pengaturan Pengaturan bertujuan agar menghasilkan sesuatu yang teratur.
Pembangunan perlu memperhatikan peraturan-peraturan yang berlaku. Jarak antar jalan ke bangunan, luas ruang terbuka, dan lain-lain perlu diatur. Tanpa pengaturan, bangunan akan semakin tidak teratur dan tidak memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku.
86
(3).
Pengendalian Pembangunan perlu dikendalikan tanpa pengendalian, bangunan-
bangunan bisa muncul dimana-mana dengan mengakibatkan dampak negatif pada lingkungan tanpa memperhatikan peraturan yang berlaku. Lahan yang dimaksudkan menjadi taman terbuka hijau bisa diubah menjadi rumah tanpa adanya pengendalian. Selain itu, laju pembangunan perlu diperhatikan. Pembangunan yang begitu pesat juga bisa membawa dampak negatif bagi lingkungan. Pengawasan atas kegiatan mendirikan bangunan oleh orang pribadi atau badan. (4)
Pengawasan IMB juga dimaksudkan agar segala kegiatan pembangunan sudah
disetujui oleh lembaga yang berwenang dan mematuhi semua peraturan yang berlaku. Sehingga rencana pembangunan perlu disetujui terlebih dahulu sebelum bisa diwujudkan. Tujuan Pemberian IMB adalah untuk: 1.
Melindungi kepentingan umum Dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 5 Tahun 2009
tentang IMB disebutkan bahwa tujuan adanya IMB adalah untuk mengatasi perkembangan pembangunan di Kota Serang terutama dalam pembangunan pemukiman, perumahan, industri, jasa perdangangan, perkantoran, pusat perbelanjaan, pusat keramaian umum dan pariwisata, serta untuk menciptakan pembangunan yang serasi dan berwawasan lingkungan. Sehingga adanya IMB dapat melindungi kepentingan umum
87
dengan cara mencegah kegiatan pembangunan yang berpotensi merusak lingkungan. Contohnya: Kantor tidak bisa begitu saja dibangun di atas lahan hijau atau tidak boleh ada rumah yang dibangun di pinggir sungai. Semua itu dapat berpotensi membawa dampak negatif pada kelestarian lingkungan. 2.
Memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut retribusi sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 tahun 2011
menyebutkan bahwa retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyaratakat. IMB sebagai salah satu pemasukan yang cukup besar dari sektor retribusi, khususnya di bidang perizinan, memiliki peran penting dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Serang. 3) Dasar Hukum Pemberian IMB Adapun landasan yuridis dalam pelaksanaan IMB di Kota Serang, adalah sebagai berikut: 1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; 2) Undang-Undang Nomor 2008 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang di Provinsi Banten;
88
4) Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Badal Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang; 5) Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah; 6) Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Izin Mendirikan Bangunan; 7) Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 14 Tahun 2009 tentang Garis Sempadan. 8) Keputusan Walikota Serang Nomor 503/Kep.241-Huk/2014 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Kepada Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang 9) Peraturan Walikota Serang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Kepada Camat. 4) Persyaratan IMB 1. Bangunan Rumah Tinggal; 1) Mengisi formulir permohonan IMB; 2) Surat pernyataan permohonan tentang kesanggupan mematuhi persyaratan teknis bangunan sesuai dengan peraturan yang berlaku; 3) Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP); 4) Foto copy bukti kepemilikan tanah atau perolehan tanah;
89
5) Foto copy tanda pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); 6) Gambar Bangunan Denah, Tampak, Potongan 2 (Dua) exsemplar (sesuai standar IMB); 7) Perhitungan kontruksi bangunan bagi bangunan yang bertingkat beton, bangunan kontruksi baja yang disahkan oleh dinas yang berwenang; 8) Surat kuasa apabila pemohon bukan dilakukan pemilik sendiri; 9) Membayar retribusi Izin Mednirikan Bangunan (IMB); 10) Persyaratan lain yang diperlukan. 2. Bangunan Jasa/perdagangan: 1) Mengisi formulir permohonan IMB; 2) Surat pernyataan permohonan tentang kesanggupan mematuhi persyaratan teknis bangunan sesuai dengan peraturan yang berlaku; 3) Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP); 4) Foto copy bukti kepemilikan tanah atau perolehan tanah; 5) Foto copy tanda pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); 6) Gambar Bangunan Denah, Tampak, Potongan 2 (Dua) exsemplar (sesuai standar IMB); 7) Perhitungan kontruksi bangunan bagi bangunan yang bertingkat beton, bangunan kontruksi baja yang disahkan oleh dinas yang berwenang; 8) Surat kuasa apabila pemohon bukan dilakukan pemilik sendiri;
90
9) Foto copy Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) 10) Membayar retribusi Izin Mednirikan Bangunan (IMB); 11) Persyaratan lain yang diperlukan. 3. Industri 1) Mengisi formulir permohonan IMB; 2) Surat pernyataan permohonan tentang kesanggupan mematuhi persyaratan teknis bangunan sesuai dengan peraturan yang berlaku; 3) Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP); 4) Surat kuasa apabila pemohon bukan dilakukan oleh pemilik sendiri; 5) Foto copy tanda pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir; 6) Foto copy sertifikat hak atas tanah atau bukti perolehan tanah; 7) Foto copy surat Izin Lokasi untuk luas tanah lebih dari 10.000M² atau Foto copy surat Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) untuk luas tanah di bawah 10.000 M²; 8) Site plan yang disahkan; 9) Gambar bangunan denah, tampak, potongan 2 (dua) exsemplar (sesuai standar IMB); 10) Perhitungan kontruksi bangunan untuk bangunan bertingkat dan bangunan tidak bertingkat yang menggunakan kontruksi beton baja, kayu, atau bangunan yang terkena penelitian khusus
91
11) Foto copy akta perusahaan atau anggaran dasar untuk koperasi; 12) Foto copy Amdal bagi yang wajib Amdal; 13) Peil banjir; 14) Membayar retribusi IMBl; 15) Persyaratan lain yang diperlukan. 5) Balik Nama IMB 1) Mengisi formulir permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB); 2) Surat pernyataan permohonan tentang kesanggupan mematuhi persyaratn teknis bangunan sesuai dengan peraturan yang berlaku; 3) Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Lunas PBB tahun terakhir; 4) Foto copy bukti kepemilikan tanah atau perolehan tanah; 5) Melampirkan Surat Izin Mendirikan Bangunan; 6) Surat kuasa apabila pemohon bukan dilakukan pemilik sendiri; 7) Membayar retribusi IMB; 8) Persyaratan lain yang diperlukan. 6) Perbaikan dan Perubahan IMB (apabila bangunan berubah bentuk) 1) Mengisi formulir permohonan IMB; 2) Gambar bangunan denah, tampak, potongan 2 exmp sesuai standar IMB;
92
3) Perthiyungan konstruksi bangunan untuk bangunan bertingkat dan bangunan tidak bertingkat yang menggunakan betorn baja, kayu atau bangunan yang terkena penelitian khusus. 7) Penggantian IMB yang Hilang 1) Surat permohonan 2) Surat keterangan kehilangan dari kepolisian 3) Fotocopy SK IMB (apabila ada) 8) Prosedur IMB (Sesuai SOP Perizinan BPTPM) 1. Pemohon datang dan meminta informasi tentang pelayanan IMB; 2. Petugas loket memberikan informasi kepada pemohon terkait dengan pelayanan yang dibutuhkan dan menyerahkan formulir permohonan IMB kepada pemohon; 3. Pemohon mengisi formulir dan melengkapipersyaratan dan kemudian menyerahkannya kepada petugas loket pendaftaran; 4. Petugas loket pendaftaran menerima dan memeriksa berkas. Jika berkas lengkap diserahkan kepada pengolahan dan penerbitan. Jika berkas tidak lengkap maka dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi; 5. Membuat perencanaan dan penjadwalan pemeriksaan teknis; 6. Tim Teknis melakukan pemeriksaan lapangan; 7. Jika berkas sesuai dengan kondisi lapangan maka surat izin bisa mulai dicetak. Namun jika tidak sesuai maka sekretariat membuat surat penangguhan atau penolakan;
93
8. Surat Izin yang sudah dicetak kemudian ditandatangani Kepala Badan; 9. Sekretariat membuat surat penomoran arsip; 10. Pemohon menerima Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD); 11. Pemohon membayar retribusi IMB berdasarkan SKRD yang diterima dan menerima Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD); 12. Pemohon menerima Suran Izin Medirikan Bangunan; 13. Paling lambat 12 hari kerja setelah pembayaran Retribusi IMB menerima SK IMB untuk rumah tinggal, Ruko, dan Jasa lainnya. 14. Khusus untuk Industri: 1) SK IMB diterbitkan setelah perusahaan menyampaikan laporan bangunan selesai ke Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang bidang perizinan tertentu untuk diterbitkan SK IMB; 2) Petugas memeriksa ke lapangan untuk meng-audit pelaksanaan bangunan menyesuaikan dengan SKRD yang ditetapkan. 9) Biaya IMB 1) Biaya retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dihitung dengan BRI = LB X SHDB Per M² X KLB X PGB sebagai berikut :
Keterangan :
rumus
94
BRI = Biaya retribusi izin LB = Luas Bangunan SHDB = Standar Harga Dasar Bangunan KLB = Koefisien Lantai Bangunan PGB = Prosentase Guna Bangunan M (paling besar 2%).
2) Biaya Izin Mendirikan Bangunan 1. Biaya retribusi; 2. Biaya Papan Nama Proyek untuk bangunan baru Rp. 100.000 (Seratur Ribu Rupiah); 3. Biaya Plat Nomor Registrasi Rp. 50.000 (Lima Puluh Ribu Rupiah). 3) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Koefisien lantai bangunan adalah prosentasi penentuan biaya retribusi berdasarkan jumlah lantai bangunan, adapun presentase koefisien lantai bangunan untuk menentukan besaran tarif retribusi IMB di Kotra Serang akan dipaparkan pada Tabel 4.4 sebagai berikut: Tabel 4.4 Koefisien Lantai Bangunan untuk IMB di Kota Serang NO
TINGKAT BANGUNAN
KOEFISIEN
1
Lantai basement
1,20
2
Lantai Dasar
1,00
3
Lantai II
1,09
95
4
Lantai III
1,12
5
Lantai IV
1,135
6
Lantai V
1,162
7
Lantai VI
1,197
8
Lantai VII
1,236
9
Lantai VIII
1,265
10
Setiap
kenaikan
1
Koefisien
Lantai ditambah 0,030 Sumber: Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang Bidang Perizinan, 2015. 4) Prosentase Guna Bangunan (PGB) Prosentase guna bangunan adalah prosentase penentuan biaya retribusi IMB berdasarkan penggunaan dan fungsi dari bangunan tersebut, adapun prosentase guna bangunan retribusi IMB di Kota Serang akan dipaparkan dalam tabel 4.5 berikut:
NO
Tabel 4.5 Prosentase Guna Bangunan (PGB) untuk IMB di Kota Serang GUNA BANGUNAN PROSENTASE
1
Bangunan perdagangan dan jasa
2,00 %
2
Bangunan perindustrian
2,00 %
3
Bangunan perumahan
1,00 %
4
Bangunan rumah tinggal
1,00 %
5
Bangunan pemerintah
1,00 %
6
Bangunan umum
2,00 %
7
Bangunan pendidikan
1,00 %
8
Bangunan sosial
0,50 %
9
Bangunan sarana olah raga
1,00 %
10
Bangunan campuran
1,50 %
96
11
Bangunan-bangunan
2,00 %
12
Bangunan khusus
0,50 %
13
Bangunan rekreasi
2,00 %
14
Bangunan lain-lain
1,00 %
Sumber: Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang Bidang Perizinan, 2015.
5) Ketentuan khusus 1. Perbaikan dan perubahan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dikenakan tarif sebesar 25% dari nilai biaya retribusi bangunan baru; 2. Penggantian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang hilang dikenakan tarif sebesar 10% dari nilai biaya retribusi bangunan baru; 3. Perpanjangan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dikenakan tarif sebesar 15% dari nilai biaya retribusi bangunan baru; 4. Balik nama Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dikenakan tarif 10% dari nilai retribusi bangunan baru paling sedikit Rp. 50.000,6) Bangunan yang tidak terkena Retribusi: 1. Sarana Peribadatan; 2. Gedung Pemerintah; 3. Fasilitas Negara (gedung sekolah negeri, universitas negeri, rumah sakit, dsb) 4. Rumah Sangat Sederhana (RSS).
97
4.2
Deskripsi Data 4.2.1
Infroman Penelitian Untuk memudahkan proses reduksi data, penelitian melakukan
kodefikasi identitas informan untuk membedakan temuan-temuan di lapangan. Meskipun demikian, tidak semua informan mau disenutkan identitasnya, dengan alasan menjaga privasi informan, oleh karenanya terdapat beberapa informan yang identitasnya dirahasiakan. Dalam penelitian ini, informan yang dijadikan sebagai sumber terbagi menjadi dua kelompok, yaitu informan kelompok Pemerintah dan kelompok Masyarakat, yang dipaparkan dalam Tabel 4.6 berikut: Tabel 4.6 Kodefikasi Informan Berdasarkan Kelompok No
Lokus Informan
1
Pemerintah/Dinas/Kecamatan/Kelurahan/Pelaksana Kebijakan
2
Masyarakat/Publik/Objek Kebijakan
Adapun yang menjadi narasumber/informan penelitian dari kelompok pemerintah, dipaparkan dalam tabel 4.7 sebagai berikut: Tabel 4.7 Kodefikasi Informan Kelompok Pemerintah No
Kode
Nama/Umur
Jabatan/Status Sosial
1
P.1
Neneng T. Kurnia (41)
Kasubid Informasi dan Pengaduan BPTPM Kota Serang
2
P.2
Evan Rivana (34)
Kasubid Pelayanan dan Pendaftaran Usaha BPTPM Kota Serang
98
3
P.3
Aminudin (42)
Kasubid Pendapatan DPKD Kota Serang
4
P.4
Jaenudin (46)
Kepala
Seksi
Pembangunan
di
Ekonomi Kecamatan
Kasemen 5
P.5
Ade Suryaningsih (53)
Kepala
Seksi
Ekonomi
Pembangunan di Kecamatan Serang 6
P.6
Nurhayani (51)
Kepala
Seksi
Pembangunan
di
Ekonomi Kecamatan
Cipocok Jaya 7
P.7
Siti Rahayu (44)
Kepala
Seksi
Ekonomi
Pembangunan Kecamatan Curug 8
P.8
Ratu Milawati (30)
Kepala
Seksi
Ekonomi
Pembangunan Kecamatan Walantaka 9
P.9
H. Mustofa (47)
Sekertaris
Camat
Kecamatan
Taktakan Kota Serang 10
P.11
Raden Kuncahyo (54)
Kasubid
Penegakan
Peraturan
Daerah Satpol PP Kota Serang
4.2.2 Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang telah didapatkan dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti selama proses penelitian berlangsung. Dalam penelitian ini, mengenai implementasi retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang. Penyelenggaraan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang berdasarkan pada Keputusan Walikota Serang Nomor 502/Kep.47Or./2010 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Kepada Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
99
Modal di Kota Serang. terdapat 27 (dua puluh tujuh) jenis perizinan yang dilimpahkan ke BPTPM Kota Serang, terdiri dari 17 (tujuh belas) pelayanan perizinan usaha termasuk didalamnya adalah IMB dan pelayanan perizinan non usaha. BPTPM Kota Serang adalah perwujudan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pinta khususnya di Kota Serang, dengan harapan memiliki keunggulan diantaranya cepat, mudah, transparan, bebas dari biaya tidak resmi, ada kepastian hukum, pelayanan yang profesional serta beberapa jenis perizinan tidak dipungut biaya. Dalam rangka menunjang penyelenggaraan pelayanan perizinan di Kota Serang, sejak bulan desember 2014 Walikota Serang mengesahkan Peraturan Walikota Serang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Kepada Camat. Kewenangan yang dilimpahkan kepada Camat meliputi bidang perizinan dan non perizinan, termasuk
didalamnya
kewenangan
untuk
menerima,
memproses,
memverifikasi, dan menandatangani beberapa jenis perizinan termasuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di masing-masing Kecamatan. IMB yang dapat dikeluarkan oleh pihak kelurahan memiliki kategori, yaitu hanya untuk kategori rumah tinggal diluar perumahan di jalan arteri primer dengan tanah paling luas 250 m² dan bangunan paling luas 150 m². Dengan kata lain, untuk bangunan yang tidak termasuk dalam kategori tersebut hanya dapat dibuat ke Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang Bidang Perizinan Tertentu.
100
Peneliti menggunakan teori implementasi menurut Van Metter dan Van
Horn.
Teori
tersebut
memberikan
gambaran
atas
strategi
implementasi (dalam Agustino, 2008:142), yaitu: 1. Ukuran dan tujuan kebijakan; 2. Sumber daya; 3. Karakteristik agen pelaksana; 4. Sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana; 5. Komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana; dan 6. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.
Mengingat banwa jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, maka data yang diperoleh berbentuk kata dan kalimat dari hasil wawancara, observasi, serta data atau hasil dokumentasi lainnya. Dalam penelitian ini kata-kata dan tindakan orang yang di wawancara merupakan sumber utama dalam penelitian. Sumber data ini kemudian oleh peneliti dicatat dengan menggunakan catatan tertulis. Berdasarkan teknik analisa data kualitatif, data-data tersebut dianalisa selama penelitian berlangsung. Data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi lapangan, dan kajian pustaka kemudian dilakukan ke bentuk tertulis. 4.2.3
Hasil Temuan Lapangan Hasil Temuan Lapangan ini merupakan suatu data dan fakta yang
peneliti dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan yaitu menggunakan teori implementasi menurut
101
Metter dan Horn (Agustino, 2006 : 141-144). Dalam teori Metter dan Horn, proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu implementasi kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang telah disinggung diatas menjadi rujukan dalam pemaparan hasil penelitian yang didapat melalui wawancara dan observasi yang telah dilakukan terkait implementasi peraturan daerah Kota Serang tentang retribusi daerah khususnya mengenai retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah sebagai berikut.
1)
Ukuran dan Tujuan Kebijakan Kinerja
implementasi
kebijakan
dapat
diukur
tingkat
keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio kultur yang berada di level pelaksana kebijakan dan pengawas kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil. Peraturan Daerah Kota Serang nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah adalah suatu produk kebijakan yang dikeluarkan oleh
102
Pemerintah Kota Serang dalam rangka mendorong penyelenggaraan retribusi daerah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Dalam peraturan daerah tersebut juga mengatur penyelenggaraan perizinan salah satunya yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Pemberian
izin
tersebut
dimaksudkan
untuk
pembinaan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang serta penggunaan sumber daya alam, barang, sarana, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan khususnya di Kota Serang. Disamping itu, IMB merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang potensial untuk dikembangkan di masa depan. Hal ini cukup beralasan, mengingat perekonomian Kota Serang yang terus bertumbuh dalam empat tahun terakhir. Pertumbuhan ini dipicu oleh pertumbuhan dari sektor perdagangan, hotel dan restoran serta jasa-jasa serta bangunan/konstruksi yang tumbuh signifikan sebagai penyumbang terbesar PDRB Kota Serang. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini: Tabel 4.8 Produktivitas Total Kota Serang
103
Tahun 2010-2013 Sektor PDRB Pertanian Pertambangan Indsutri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bangunan/ Konstruksi Perdagangan,Hot el & Retoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, sewa & Jasa Perusahaan Jasa-jasa
2010 (Juta Rp) 5.657.123,50 412.063,90 996,09
% 100 8,19 0,02
2011 (Juta Rp) 6.341.712,84 464.375,19 1.045,45
% 100 7,66 0,02
2012 (Juta Rp) 7.085.629,84 486.244,45 1.108,33
% 100 7,74 0,02
2013 (Juta Rp) 7.864.186,07 541.323,59 1.174,35
% 100 7,74 0,01
243.040,51
4,30
264.225,96
4,10
292.853,50
4,13
332.924,51
4,23
82.660,48
1,47
90.033,47
1,38
101.497,55
1,43
116.559,59
1,48
1.253.805,17 22,16
1.415.942,61 22,44
1.545.041,15 21,80
1.660.346,27 21,11
1.307.043,68 23,14
1.446.118,34 22,79
1.592.193,83 22,47
1.838.571,69 23,38
359.233,26
6,35
583.372,38 10,26 1.362.296,01 24,13
405.332,96
6,47
648.129,93 10,03 1.574.639,92 25,10
451.595,54
6,37
718.147,93 10,13 1.841.868,57 25,99
510.227,45
6,49
808.670,16 10,28 1.987.110,45 25,27
(Sumber: Diolah dari data Bappeda Kota Serang, 2010-2013) Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa sektor bangunan/konstruksi merupakan sektor unggulan yang memberikan kontribusi ketiga terbesar setelah jasa-jasa (25,27%), perdagangan, hotel dan restoran (23,38%), dan bangunan/konstruksi (21,11%). Berkembang pesatnya bisnis properti dan perumahan di seluruh wilayah kecamatan di Kota Serang merupakan indikasi nyata dari pesatnya sektor konstruksi bangunan tersebut.
104
Dengan demikian, penyelenggaraan IMB yang sebagaimana diatur dalam Perda Kota Serang Nomor 13 tahun 2011 tentang retribusi daerah merupakan suatu jalan dalam memaksimalkan realisasi IMB sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang yang sangat potensial
untuk
dikembangkan
pembangunan/konstruksi
yang
mengingat
signifikan.
perkembangan
Selanjutnya
sektor
berikut
ini
digambarkan perbandingan antara terget dan capaian realisasi retribusi IMB dengan rencana capainnya selama periode tahun 2010-2014 seperti
Grafik 4.1 Target dan Relisasi Retribusi IMB Kota Serang Tahun 2010-2014 1.89 1.8
Rp2,000,000,000 1.32 Rp1,500,000,000
1.68
1.9
1.9
1.58
1.4 1.25
1.0 Rp1,000,000,000 Rp500,000,000 RpTarget IMB
2010 2011 2012 2013 2014 Rp1,000,0 Rp1,400,0 Rp1,800,0 Rp1,900,0 Rp1,915,0
Realisasi IMB Rp1,328,0 Rp1,250,3 Rp1,684,6 Rp1,897,9 Rp1,584,1
dalam grafik 4.1 berikut ini: (Sumber: Diolah dari data DPKD Kota Serang, 2015) Berdasarkan
keterangan
grafik
tersebut,
diketahui
bahwa
perkembangan capaian realisasi retribusi IMB di Kota Serang cenderung
105
fluktuatif di 2 (dua) tahun terakhir. Hal tersebut seperti yang dijelaskan oleh Kepala Seksi Perimbangan, Retribusi, Dan Lain-lain DPKD Kota Serang bahwa: “Untuk realisasi retribusi IMB di tahun 2013 terjadi peningkatan yang cukup signifikan sebesar 200 juta lebih, akan tetapi setelah target dinaikkan di tahun 2014, justru terjadi penurunan. Akan tetapi jika dibanding retribusi perizinan yang lain, IMB memiliki capaian sangat bagus, meskipun tahun kemarin tidak mencapai target.” (Wawancara dengan Bapak Aminudin, 05 maret 2015, Pukul: 13.30 WIB di Kantor DPKD Kota Serang). Dengan demikian, sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Serang khususnya dari sektor retribui, hasil capaian perizinan IMB oleh BPTPM dari segi penerimaan sudah terbilang cukup baik, meskipun di beberapa tahun hasil capaian IMB tidak sampai 100% dari target yang telah ditentukan. Akan tetapi penerimaan IMB setiap tahunnya menunjukan perkembangan yang positik Sementara itu, jika ditinjau dari ukuran suatu kebijakan, peraturan daerah Kota Serang tentang IMB sudah cukup ideal dan sudah menjadi suatu keharusan untuk diterapkan di seluruh daerah Kabupaten/Kota untuk menjaga kelestarian lingkungan dan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah dari sektor retribusi. Seperti yang dipaparkan oleh Kepala Sub Bidang Perizinan dan Pendaftaran Perizinan Usaha Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang bahwa: Kebijakan IMB sendiri merupakan keharusan yang ada di sebuah daerah/masyarakat. Untuk kebijakan juga sudah ada aturannya perdanya adalah nomor 13 tahun 2011 itupun sudah diatur didalamnya tentang bagaimana penentuan besaran biaya retribusi IMB. Artinya, penerbitan IMB sendiripun tidak membebani bagi masyarakat karena dari segi biaya tidak terlalu besar untuk
106
masyarakat. (Wawancara dengan Bapak Evan Rivana, 10 April 2015, Pukul 14.02 WIB, di Kantor BPTPM Kota Serang). Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Bidang Penegakan Peraturan Peraturan Daerah Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang, bahwa: “Menurut saya pribadi kebijakan IMB itu sangat cocok diterapkan di Kota Serang, saya rasa tidak hanya Kota Serang akan tetapi di semua tempat sangat cocok, dan sudah seharusnya mereka itu mengikuti aturan-aturan yang telah diberlakukan di wilayah Kota Serang misalnya sebelum membangun tolonglah izin dulu peruntukannya untuk apa sebelum membangun, tapi entah SDM nya atau dengan perilaku masyarakat yang bandel menunggu ada uang dan sebagainya sehingga mayoritas membangun dulu baru melengkapi izin, ini yang membuat kita bingung harus diapakan, kalau eksekusi kami juga tidak ingin mengambil resiko khawatir masyarakat menuntut ganti rugi. Kalau masalah aturan yang memang sangat cocok saya rasa untuk seluruh kabupaten kota sudah seharusnya seperti itu.” (Wawancara dengan Bapak H. Raden Kuncahyo, 08 Maret 2015, Pukul 13.23 WIB, di Kantor Satpol PP Kota Serang). Dari hasil wawancara diketahui bahwa Peraturan Daerah tentang IMB sangat cocok dan sudah seharusnya diterapkan di Kota Serang. Terlepas dari ukuran kebijakan, inti dari tujuan dari adanya kebijakan IMB di Kota Serang sendiri belum terlaksana dengan maksimal. Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai dari segi kapasitas maupun kapasitas serta perilaku masyarakat yang tidak patuh menjadi alasan utama yang dihadapi pemerintah Kota Serang dalam menjalankan Perda tersebut. Mekanisme penyelenggaraan perizinan termasuk IMB secara satu atap oleh Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang ternyata menemui hambatan, diantara hambatan-hambatan tersebut adalah seperti yang dipaparkan oleh Kepala Sub Bidang Perizinan
107
dan Pendaftaran Perizinan Usaha Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang bahwa: “Untuk daerah-daerah yang letaknya jauh dari BPTPM seperti Kecamatan kasemen, Curug mayoritas tidak mengurus IMB karena jauh sehingga malas untuk mengurusnya, hal ini juga alasan mengapa realisasi IMB belum optimal. (Wawancara dengan Bapak Evan Rivana, 29 Januari 2015, Pukul 14.20 WIB di Kantor BPTPM Kota Serang). Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa alasan masyarakat tidak mengurus IMB diantaranya adalah jarak rumah tinggal dengan BPTPM terbilang jauh, khususnya untuk masyarakat yang berada di beberapa kecamatan, seperti Kecamatan Kasemen, dan Kecamatan Curug. Kemudian dalam proses triangulasi sumber, peneliti melanjutkan wawancara Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Kasemen Kota Serang yang menjelaskan bahwa: “Untuk di Kecamatan Kasemen kesadaran masyarakat terhadap IMB memang masih kurang, selama ini IMB dibuat dikala ada kepentingan, seperti mengajukan pinjaman ke Bank itu harus ada IMB baru membuat IMB. selama ini IMB hanya untuk sekala besar seperti ruko/gedung, sedangkan untuk skala kecil itu belum tegas sikap yang yang dilakukan pemerintah. Selain itu, dalam tiga tahun ini permasalahannya adalah belum adanya perwal tentang pelimpahan wewenang IMB ke Kecamatan. Bahwa kecamatan itukan mengatur kota segala urusan semuanya ada, seharusnya ada pelimpahan kewenangan, sehingga masyarakat kan yang disebut pelayanan prima itu kan bagaimana kita sebagai pemerintah melayani masyarakat dengan cepat dan murah, dalam artian transport menuju ke tempat pelayanan tidak terlalu besar. Waktu di kabupaten kan 100 meter kebawah itu bisa lewat kecamatan, sehingga mereka enak gitu untuk rumah tinggal tidak perlu jauh-jauh mengurusnya.” (Wawancara dengan Bapak Jaenudin, 06 Februari 2015, Pukul 15.38 di Kantor Kecamatan Kasemen Kota Serang).
108
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa dalam implementasi kebijakan IMB secara satu atap oleh BPTPM Kota Serang masih terkendala khususnya penerapan kepada rumah tinggal. Pihak Kecamatan beranggapan untuk IMB rumah tinggal dalam skala kecil masih belum dapat terealisasi secara maksimal, hal itu disebabkan karena masyarakat yang merasa keberatan untuk mengurusnya ke BPTPM karena terkendala jarak yang jauh. Untuk itu diperlukan sebuah produk kebijakan yang memberikan kewenangan kepada pihak Kecamatan yang notabene lebih dekat dengan masyarakat agar dapat menerbitkan perizinan termasuk IMB khususnya untuk bangunan rumah tinggal dalam skala kecil untuk meningkatkan realisasi IMB khususnya bagi rumah tinggal. Menyikapi fenomena tersebut, maka Walikota Serang di akhir tahun 2014 mengesahkan Peraturan Walikota Serang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Kepada Camat. Peraturan Walikota (Perwal) tersebut berisi pelimpahan sebagian kewenangan kepada Camat dalam bidang perizinan dan non perizinan dengan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, pegawai dan dokumen/arsip yang sesuai. Kewenangan yang diberikan kepada Camat dalam bidang perizinan adalah meliputi: 1) Kewenangan untuk menerima, memproses, memverifikasi dan menandatangani beberapa jenis perizinan 2) Kewenangan untuk menerima, memproses, memverifikasi dan memberikan rekomendasi perizinan. (Sumber: Peraturan Walikota Serang Nomor 42 Tahun 2014 Pasal 5 ayat 1)
109
Selanjutnya, kewenangan sebagaimana dimaksud salah satunya adalah Kewenangan menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kategori rumah tinggal diluar perumahan di jalan arteri primer, dengan tanah paling luas 250 M² dan bangunan paling luas 150 M². Peraturan Walikota tersebut telah disahkan pada bulan Desember 2015, dan baru efektif diterapkan pada bulan Maret 2015, seperti yang telah diterangkan oleh Kepala Sub Bidang Perizinan dan Pendaftaran Perizinan Usaha Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang bahwa: “Untuk perwal terkait pelimpahan kewenangan walikota tentang penyelenggaraan perizinan kepada pihak kecamatan sebenarnya sudah disahkan pada bulan desember 2014, akan tetapi mulai efektif di jalankan di masing-masing Kecamatan pada bulan maret 2015.” (Wawancara dengan Bapak Evan Rivana, 10 April 2015, Pukul 14.02 WIB, di Kantor BPTPM Kota Serang). Berdasarkan hasil wawancara tersebut mengkonfirmasi bahwa dengan adanya Perwal tersebut, pihak Kecamatan memiliki kewenangan menerbitkan IMB khusus untuk rumah tinggal diluar perumahan di jalan arteri primer/jalan lingkungan dengan luas bangunan kurang dari 150 M² dan luas lahan kurang dari 250 M². Sehingga untuk masyarakat yang mendirikan bangunan skala kecil sudah bisa mengurus IMB di Kecamatan yang letaknya lebih dekat dengan masyarakat. Perwal yang efektif dilajankan di masing-masing kecamatan pada bulan Maret 2015 tersebut belum banyak diketahui oleh masyarakat, akibatnya masih banyak masyarakat yang masih mengurus IMB ke BPTPM Kota Serang meskipun bangunan yang hendak dibangun dalam skala kecil, yang sudah dapat
110
diurus oleh pihak Kecamatan, hal ini sebagaimana diterangkan oleh Kepala Seksi Ekonomi Pembanagunan Kecamatan Serang, bahwa: “Untuk di Kecamatan Serang menurut kita kebijakan tentang IMB ini belum mencapai hasil yang diinginkan , karena kan perwal ini juga kan baru. Yang sering terjadi juga bagi masyarakat yang mengurus IMB untuk rumah tinggal mereka masih mengurus ke BPTPM, misalkan seseorang yang luas bangunan hanya 88 M² terlanjur mengurus ke BPTPM, tapi karena mereka belum tahu, kita kasih arahan untuk menghargainya, walaupun pelimpahan sudah ke Kecamatan, ibu juga tidak akan merebut rezeki orang, jadi paling ibu kasih arahan sebetulnya untuk IMB rumah tinggal yang luasnya tidak lebih dari 150 M² bisa pak camat mengeluarkan IMB. Intinya kita dari pihak kecamatan mengikuti apabila ada masyarakat yang mengajukan IMB ke Kecamatan kita akan proses sampai pak camat mengeluarkan ijin, tapi apabila masyarakat sudah terlanjur mengajukan berkas ke BPTPM kita juga tidak mempermasalahkan. Memang kita juga kan belum pernah sosialisasi jadi siapa yang datang ingin dilayani kita arahkan. Rencananya sih pengen tapi kita sosialisasi juga kan harus ada dana.” (Wawancara dengan Ibu Ade Suryaningsih, 09 Maret 2015, Pukul 13.20 WIB di Kantor Kecamatan Serang). Hal senada juga disampaikan oleh Sekertasi Camat Kecamatan Taktakan Kota Serang yang menerangkan bahwa: “Perwal ini kan produk hukum yang baru, artinya masyarakat juga belum banyak yang mengetahui adanya perwal tersebut. Artinya, untuk mendukung kesuksekan penyelenggaran IMB di masing-masing kecamatan ya kita harus sosialisasikan secara bersama mengundang seluruh pihak khususnya pihak kecamatan, kelurahan sampai RT/RW dan ke masyarakat tentang isi dari perwal tersebut. Sehingga begitu kita turun ke masyarakat tidak ada gontok-gontokan dan sebagainya”. (Wawancara dengan Bapak Mustofa, 14 April 2015, Pukul 13.00 WIB di Kantor Kecamatan Taktakan) Berdasarkan hasil wawancara tersebut terlihat bahwa Kebijakan IMB serta Perwal tentang pembuatan IMB yang telah bisa diurus di masing-masing Kecamatan belum banyak dikenal oleh masyarakat Kota Serang, khususnya bagi pemiliki rumah tinggal. Di samping karena masih
111
barunya Perwal itu sendiri, juga karena hambatan dalam sosialisasi karena minimnya anggaran. Dengan demikian, sosialisasi menjadi hal penting agar kebijakan tentang IMB di Kota Serang seperti untuk rumah tinggal dapat mencapai hasil yang diinginkan di masing-masing Kecamatan. Dari uraian pada tujuan dan ukuran kebijakan ini, untuk pelaksanaan IMB di Kota Serang pada prinsipnya adalah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang khususnya dari sektor retribusi, berdasarkan hasil capaian penerimaan IMB di Kota Serang telah menunjukan perkembangan yang fluktuatif, kendatipun demikian hasil capaian penerimaan IMB terbilang cukup bagus. Dari segi ukuran, kebijakan/perda retribusi daerah khususnya untuk IMB memang sudah seharusnya ada masing-masing wilayah kabupaten/kota, seperti halnya di Kota Serang yang pertumbuhan pembangunan pemukiman sangat pesat, hal tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan pembangunan pemukiman agar tidak membawa dampak negatif bagi lingkungan, serta menjadi sumber PAD khususnya yang berasalah dari sektor retribusi. 2)
Sumber Daya Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang
112
telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia, sumber-sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Karena, mau tidak mau, ketika sumber daya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak tersedia, maka memang menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan sumber daya waktu. Saat sumber daya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebagian ketidakberhasilan implementasi kebijakan. Karena itu sumber daya yang diminta dan dimaksud oleh Metter dan Horn adalah ketiga bentuk sumber daya tersebut. Maka bila dilihat dari sumber daya yang dimaksud tersebut, dalam pelaksanaan Kebijakan IMB di Kota Serang, ketiga bentuk sumber daya tersebut memang berpengaruh.Jika dilihat dari Sumber Daya Manusia maka dalam proses pelaksanaan kebijakan IMB yang diselenggarakan oleh beberapa pihak, yakni: BPTPM Kota Serang sebagai penyelenggara utama kebijakan tersebut, dibantu oleh pihak Kecamatan dalam menerbitkan IMB khususnya untuk rumah tinggal dan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai penegak peraturan daerah/kebijakan tentang IMB, jika dilihat dari
113
jumlahnya masih belum memadai. Hal ini diterangkan oleh Kepala Sub Bidang Perizinan dan Pendaftaran Perizinan Usaha Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang bahwa: “Masalah utama kita adalah jumlah Sumber Daya Manusia (SDM). Karena disini kita untuk tenaga lapangan khusus IMB sendiri Cuma ada 1, itu untuk kegiatan survei dan lain sebagainya, sedangkan yang harus dilayani kita 6 kecamatan, kita udah pernah mengajukan ke Badan Kepegawaian Daerah, dalam rangka mendukung optimalisasi penerimaan IMB.” (Wawancara dengan Bapak Evan Rivana, 10 April 2015, Pukul 14.02 WIB, di Kantor BPTPM Kota Serang). Hal tersebut ditanggapi oleh Kepala Seksi Perimbangan Retribusi dan Lain-lain DPKD Kota Serang, bahwa: “Dari sisi aparaturnya, lebih ke peningkatan SDM baik dari kualitas juga kuantitasnya, misalkan di kita ada 6 kecamatan minimal punya 6 koordinator perizinan di BPTPM, sukur-sukur kalau masing-masing kecamatan punya 2 atau 3 orang koordinator perizinan, agar antisipasi permasalahan itu mudah. Misalkan seseorang yang ingin mengurus perizinan dari kecamatan ini diarahkan ke si ini. Jadi ada pembagian wilayah kerja jadi tidak seluruh kecamatan di titikberatkan ke satu orang koordinator.” (Wawancara dengan Bapak Aminudin, 05 maret 2015, Pukul: 13.30 WIB di Kantor DPKD Kota Serang). Kendala serupa juga dialami oleh beberapa Kecamatan yang terkendala dari Sumber Daya Manusia baik dari segi kualitas dan kapasitas. Seperti yang diterangkan oleh Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Serang menuturkan: “Untuk bagian survei kelapangan dalam mengurus IMB di kecamatan serang hanya ada dua orang, itupun statusnya masih magang, untuk sarana prasarana seperti kendaraan operasional tidak ada masalah karena kan kita jarak survei tidak begitu jauh, kalau ada motor dinas atau motor pribadi paling itu yang dipakai untuk survei. Tidak jadi kendala.” (Wawancara dengan Ibu Ade Suryaningsih, 09 Maret 2015 2015 Pukul 13.32 WIB, di Kantor Kecamatan Serang).
114
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Curug yang mengatakan bahwa: “Untuk saat ini kita terkendala SDM, kalau nanti Perwal itu mulai berjalan paling petugas survei kel lapangan saya sendiri sama yang mengukur luas bangunan untuk menentukan besaran retribusinya. Untuk masalah operasionaln seperti kendaraan itu tidak jadi masalah karena disini kendaraan dinas juga banyak.” (Wawancara dengan Ibu Siti Rahayu, 14 April 2015, Pukul 14.10 WIB, di Kantor Kecamatan Curug Kota Serang). Berdasarkan wawancara di atas, terlihat bahwa dari ketiga sumber daya yang dipaparkan sebelumnya, Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kendala utama yang dialami oleh BPTPM dalam melaksanakan kebijakan IMB, yaitu hanya ada 1 orang tenaga lapangan. Oleh karena luas cakupan wilayah Kota Serang yang terdiri dari 6 Kecamatan tidak sebanding dengan jumlah personil teknis dilapangan sehingga dalam pelaksanaannya. Kendala serupa dialami oleh pihak Kecamatan yang terbentur dengan jumlah SDM yang masih minim. Menanggapi hal tersebut, Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Cipocok memberikan pendapatnya terkait masalah SDM untuk masing-masing Kecamatan, beliau mengatakan bahwa: “Untuk Sumber Daya khususnya SDM, seharusnya tiap-tiap Kecamatan harus memiliki minimal 1 sarjana teknik sipil, untuk mengukur bangunan, menggambar bangunan dan menghitung besaran retribusi. Untuk sementara ini, kita masih meminta bantuan BPTPM untuk melakukannya. Atau setidaknya ada penyuluhan dari BPTPM agar jangan sampai retribusi untuk pemerintah Kota Serang salah hitung. Biasanya kan ada pemeriksaan juga dari BPK khawatir ada kekurangan.” (Wawancara dengan Ibu Nurhayani, 13 April 2015, Pukul 13.00 WIB di Kantor Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang).
115
Dari hasil keterangan tersebut, dalam pemenuhan kebutuhan SDM selain dari jumlah personil (kuantitas) juga perlu memperhatikan kapasitasnya, khususnya dalam kegiatan yang terkait teknis pembangunan yang meliputi kegiatan pengukuran bangunan, menggambar bangunan dan menghitung besaran retribusi IMB. Hal ini bertujuan agar menekan kesalahan dalam perhitungan yang dapat berpotensi menimbulkan kesalahan persepsi antara pihak Kecamatan dalam menjalankan kebijakan dengan pihak yang memverifikasi hasil perhitungan retribusi ataupun pihak yang menerima hasil retribusi seperti Dinas Pengelola Keuangan Daerah, Badan Pengawas Keuangan dan sebagainya. Dinas Pengelola Keuangan Daerah (DPKD) Kota Serang sebagai pihak penerima setoran retribusi daerah, khususnya IMB yang berasal dari BPTPM dan masing-masing wilayah kecamatan juga masih membutuhkan tambahan jumlah SDM khususnya di bagian perbendaharaan, hal ini seperti yang dijelaskan oleh Kepala Seksi Perimbangan, Retribusi, Dan Lain-lain DPKD Kota Serang bahwa: “Ya memang kita akui, keterbatasan SDM memang bukan hanya BPTPM, SKPD secara keseluruhan termasuk DPKD kalau dilihat ideal masih belum belum ideal, sudah beberapa kali memang kita tidak dapat jatah SDM. Ya kita berjalan dengan seadanya saja, makannya banyak anak magang, honorer dan segala macam ya memang karena kita butuh tenaganya, tapi sulit untuk menjadi PNS sulit. Kalau bagian kasda disitu ada bagian bendahara penerimaan DPKD sebagai yang menerima setoran retribusi, kalau saya lihat disitu masih kekurangan SDM, bendahara kan seharusnya ada dua atau tiga, kita hanya ada satu orang bendahara penerimaan, kita sih inginnya ada bendahara penerimaan pembantu jadi biar seluruhnya tidak dititikberatkan ke satu orang.” (Wawancara dengan Bapak Aminudin, 05 maret 2015, Pukul: 13.30 WIB di Kantor DPKD Kota Serang).
116
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa dalam menerima setoran retribusi daerah khususnya retribusi IMB, DPKD melalui bagian Kas Daerah (Kasda) masih membutuhkan bendahara pembatu sehingga untuk retribusi sendiri tidak hanya dititikberatkan pada satu orang bendahara. Sehingga perlu adanya pembagian tugas dalam mengelola hasil setoran dari beberapa retribusi di Kota Serang. Kendala terkait SDM juga dialami oleh pihak Satuan Polisi Pamong Praja dalam tupoksinya menegakkan kebijakan/Peraturan Daerah Kota Serang tentang IMB. Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Penegakkan Peraturan Daerah Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang yang menjelaskan bahwa: “Kami juga sangat trerkendala sekali terkait sumber daya khsususnya yang berkaitan dengan sarana prasarana serta SDM kami pun sangat kekurangan, secara personil karena kita dibagibagi ini kan ada yang ditugaskan di alun-alun, kantor KSB, bertuigas di kantor sat pol pp, ada yang bertugas di rumah pejabat dan beberapa tempat yang memang harus dijaga. Jadi kami dari segi personil sangat kekurangan. Dari segi kapasitas anggota masih dalam keadaan nol besar, dalam artian mereka masih magang, otomatis kalau masih magang berpengaruh pada kapasitasnya. Kami yang pegawai negerinya paling hanya ada 26 orang dan yang magang ada 84 orang, akan tetapi dari sarana dan prasarana kami cukup memadai.” (Wawancara dengan Bapak H. Raden Kuncahyo, 08 Maret 2015, Pukul 13.23 WIB, di Kantor Satpol PP Kota Serang). Berdasarkan pada hasil wawancara dengan Kepala Bidang Penegakkan Peraturan Daerah Satpol Pamong Praja Kota Serang diketahui bahwa dari segi jumlah personil dan kapasitas SDM di Satpol PP masih
117
belum memadai akan tetapi dari sumber daya sarana dan prasarana cukup memadai. Sehingga dari uraian diatas diketahui bahwa sumber daya manusia dalam implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 khususnya tentang IMB masih belum memadai, akan tetapi terlepas dari itu, sarana dan prasarana yang dimiliki masing-masing pelaksana perda sudah cukup memadai. Kendatipun demikian, terkait sumber daya waktu Pemerintah Kota Serang sendiri belum menetapkan target waktu Peraturan Daerah Kota Serang tentang IMB ini dapat direalisasikan secara merata bagi seluruh masyarakat di Kota Serang. Perataan Kebijakan Peraturan Daerah Kota Serang tentang IMB memang belum merata dipatuhi oleh masyarakat Kota Serang, oleh sebab itu Pemerintah Kota Serang belum memasang target waktu perataan kebijakan IMB tersebut. Fenomena ini ditanggapi oleh Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Kasemen Kota Serang yang mengatakan bahwa: “Masyarakat Kota Serang khususnya yang dikampung-kampung seperti Kasemen ini kan beranggapan “ini tanah saya, rumah juga punya saya, sebelah rumah saya saja tidak ber-IMB, sebelah rumah saya dulu dong”. Anggapan ini yang akan menyulitkan Kami pihak Kecamatan atau Pemerintah Kota Serang dalam melakukan perataan agar semua masyarakat punya IMB. Sehingga solusi pertama yang dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan pemutihan, dengan biaya yang murah 100 atau 200 ribuan lah, pasti masyarakat tidak keberatan. Jika semua masyarakat sudah memiliki apabila ada bangunan yang tidak ber-IMB kita dapat dengan mudah (pemerintah berani) mengambil tindakan tegas karena mayoritas masyarakat sudah punya IMB, kalau tidak seperti itu sampai kapanpun perataan kebijakan IMB tidak akan bisa terwujud. Di kecamatan kasemen sendiri jika bicara jumlah
118
bangunan khususnya rumah tinggal saja terdapat 25568 ribu kk, katakanlah 20 ribu bangunan x 100rb sudah 2 milyar untuk satu kecamatan kasemen saja. Ini yang tidak terpikirkan oleh pemerintah, kalau di bahasa BPTPM sendiri ada yang disebut prona yaitu biaya murah untuk kepemilikan tanah, bikin sertifikat tanah dengan biaya yang sangat murah dengan biaya 300 rb bisa bikin sertifikat tanah, lalu kenapa tidak untuk bangunan karena aturan atau Perdanya sendiri mewajibkan masyarakat memiliki IMB.”(Wawancara dengan Bapak Jaenudin, 06 Februari 2015, Pukul 15.38 di Kantor Kecamatan Kasemen Kota Serang). Dari pemaparan tersebut, diketahui bahwa dari sumber daya waktu perda Kota Serang tentang IMB tidak akan terwujud secara merata di Kota Serang khususnya di daerah yang mayoritas penduduknya adalah perdesaan atau masyarakat yang sudah terlanjur memiliki IMB tanpa adanya ketegasan dari pemerintah Kota Sendiri. Pemerintah belum dapat sepenuhnya menerapkan sanksi karena mayoritas masyarakat belum memiliki IMB. Sehingga untuk sementara Perda Kota Serang tentang IMB secara eksplisit Pemerintah belum memasang target waktu kapan IMB akan merata dimiliki oleh seluruh masyarakat Kota Serang. 3)
Karakteristik Agen Pelaksana Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan
organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Misalnya, implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tindaklaku manusia secara radikal, maka agen pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik
119
keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia, maka dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama. Dilihat dari pengertian di atas bahwa untuk mewujudkan suatu kabupaten/kota yang memiliki masyarakat yang sepenuhnya patuh terhadap aturan-aturan atau kebijakan/kebijakan yang diberlakukan oleh Pemerintah kabupaten/kota. Hal demikian juga dialami oleh Pemerintah Kota Serang dalam melaksanakan kebijakan/peraturan daerah tentang IMB. Kepatuhan masyarakat timbul dari kesadaran masing-masing masyarakat akan pentingnya manfaat dari sebuah kebijakan/peraturan, hal ini terjadi salah satunya karena dipengaruhi oleh latar belakang masingmasing individu masyarakat serta kondisi lingkungan dari sebuah masyarakat. Disamping itu, ketegasan dari pelaksana kebijakan juga turut mempengaruhi kepatuhan masyarakat dalam mentaati sebuah kebijakan atau peraturan daerah. Dalam pelaksanaannya, Perda Kota Serang tentang IMB belum sepenuhnya dipatuhi oleh masyarakat Kota Serang hal ini disebabkan dari kesadaran
masyarakat
yang
masih
minim
dalam
menjalankan
kewajibannya mengurus IMB, selain itu karakteristik agen pelaksana yang kurang tegas dalam melaksanakan Perda agar dipatuhi oleh masyarakat Kota Serang. Sebagaimana di jelaskan oleh Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Kasemen Kota Serang bahwa:
120
“Menurut saya, memang kesadaran masyarakat Kota Serang sendiri ini memang masih kurang, kalau Pemerintah melakukan sosialisasi tentang sebuah kebijakan/program. Hanya masalahnya masyarakat berpikir kebijakan katanlah kebijakan tentang IMB ini sendiri belum dianggap penting. Ketika ada kepentingan seperti mau minjam uang di Bank itu baru mereka urus. Terkait sanksi yang benar-benar tegas menyikapi bangunan yang tidak memiliki IMB setahu saya di Kota Serang ini belum ada dilakukan oleh Pemerintah Kota Serang sanksi yang keras seperti penyegelan atau perubuhan bangunan. Hanya untuk sekarang setahu saya pemerintah hanya memberikan surat himbauan untuk membuat IMB, itu untuk bangunan yang dipinggir jalan, kalau didalamdalam mah tidak surat-surat teguran atau himbauan itu. Contoh yang terjadi kalau di Cipare itu ada bangunan liar di depan PDAM berbentuk kios-kios, hanya ditegur saja tidak diteruskan, tidak dihancurkan. Harusnya dihancurkan, diberlakukan sanksi yang tegas di foto dan ditunjukkan, ini loh bangunan liar yang dihancurkan oleh pemerintah. Sehingga masyarakat patuh.” (Wawancara dengan Bapak Jaenudin, 06 Februari 2015, Pukul 15.38 di Kantor Kecamatan Kasemen Kota Serang). Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Bidang Penegakkan Peraturan Daerah Satuan Polisi Pamong Praja mengenai perilaku masyarakat sendiri yang pada umumnya belum menganggap penting, dan mengurus perizinan satelah adanya teguran. Hal tersebut seperti yang dipaparkan oleh beliau bahwa: “Kami sebagai penegak Peraturan Daerah kami kawal kami antisipasi segala kemungkinan seperti yang tertuang di dalam perda tersebut. Banyak kendala yang kami hadapi terutama dari perilaku masyarakat, seolah mindset yang timbul di masyarakat apabila kita datang kepada mereka kami dinilai sebagai pihak yang menakutkan padahal tujuan kita datang adalah untuk melakukan pembinaan kepada mereka, mendorong kepada mereka untuk melengkapi dokumen-dokumen yang wajib mereka lengkapi, dan yang sering kita temui adalah pemilik sebuah bangunan/toko tidak ada sedang berada didalam toko itu hanya ada penjaga/pegawainya saja dan pemiliknya tidak ada. Paling bikin surat kepada yang bertanggung-jawab terhadap bangunan tersebut. Sebetulnya pembangunan-pembangunan ini mungkin sudah menjadi karakteristik dari masyarakat serang mayoritas membangun dulu baru mengurus izin apabila sudah ada teguran,
121
ini sudah menjadi hal umum di masyarakat serang pada umumnya.” (Wawancara dengan Bapak Mustofa, 08 Maret 2015, Pukul 14.10 di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang) Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa dalam kendala yang dihadapi pihak Satpol PP dalam rangka menegakkan Peraturan Daerah disebabkan oleh asumsi yang berkembang di masyarakat bahwa pihak Satpol PP adalah pihak yang menakutkan sehingga sikap kooperatif tidak timbul sebagaimana yang diharapkan oleh Pemerintah Kota Serang, padahal dalam pelaksanaannya Satpol PP sebagai penegak Perda adalah melakukan pembinaan kepada masyarakat agar masyarakat Kota Serang khususnya dapat memenuhi kewajibannya kepada pemerintah dalam rangka memajukan kesejahteraan masyarakat. Pihak kecamatan yang juga sebagai pelaksana kebijakan dalam hal penertiban sendiri belum dapat terlalu tegas menyikapi bangunan yang tidak memiliki IMB, hal ini diterang oleh Kepala Seksi Kecamatan Walantaka Kota Serang, bahwa: “Untuk bangunan yang tidak berizin di Kecamatan Walantaka biasanya kita selalu melakukan penertiban, khususnya bangunan yang asal nemplok di pinggir jalan yang peruntukannya untuk tempat usaha dan sebagainya dengan memberikan surat peringatan dulu itu biasanya keweangannya oleh kasi terantib. Tapi selama ini, kami belum pernah terlalu tegas, karena pertimbangan toleransi masih memegang erat kekeluargaan jadi penertiban hanya berbentuk teguran baik secara lisan baik tulisan, belum sampai pada penyegelan.” (Wawancara dengan Ibu Ratu Milawati, 14 April 2015, pukul 11.00 WIB di Kantor Kecamatan Walantaka Kota Serang) Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Seksi ekonomi Pembangunan Kecamatan Serang, bahwa:
122
“Biasanya untuk bangunan yang tidak memiliki izin, kita dari pihak kecamatan ikut mendukung untuk mengawasinya. Sebelum mengeluarkan surat peringatan tersebut kita lihat wilayah keberadaan bangunan tersebut kalau sudah masuk daerah kami, kami akan himbau untuk mengurus IMB, akan tetapi untuk saat ini penertiban sendiri kami baru sebatas memberikan surat peringatan. Kami hanya khawatir untuk usaha kontrakan/koskosan ada penyalahgunaan peruntukan, seperti adanya kelompok radikal atau beberapa oknum yang meresahkan bagi masyarakat, untuk itu kami hanyha mengeluarkan IMB untuk rumah tinggal dan tidak untuk usaha kontrakan/kos-kosan dan sebagainya.” (Wawancara dengan Ibu Ade Suryaningsih, 09 Maret 2015, pukul 13.30 WIB di Kantor Kecamatan Serang Kota Serang) Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa dalam pelaksanaan sanksi yang tertuang dalam Perda tentang IMB di Kota Serang sudah dijalankan oleh masing-masing agen pelaksana sebagaimana mestinya. Hanya saja untuk tindakan penyegelan ataupun eksekusi terhadap bangunan yang belum memiliki IMB masih belum dapat diterapkan secara tegas oleh Pemerintah Kota Serang, hal tersebut karena masih adanya toleransi dan untuk menjaga hubungan kekerabatan antara masyarakat dengan pihak pemerintah. 4)
Sikap/Kecenderungan (Disposition) Para Pelaksana Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat
banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan ”dari atas” (Top Down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak
123
pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan. Sikap penerimaan terhadap Perda Kota Serang tentang IMB ditunjukan oleh beberapa instansi yang memang ditunjuk sebagai pelaksana Perda tersebut, intansi yang dimaksud meliputi: Pertama, Badan Pelayanan
Terpadu
dan
Penanaman
Modal
(BPTPM)
sebagai
penyelenggara perizinan, termasuk diantaranya Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Kedua, Pihak Kecamatan, yang keseluruhannya terdapat 6 (enam) Kecamatan di Kota Serang sebagai penyelenggara perizinan khususnya IMB untuk rumah tinggal. Ketiga, Dinas Pengelola Keuangan Daerah (DPKD) Kota Serang sebagai penerima dan pengelola retribusi daerah. Keempat, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebagai penegak Perda IMB di Kota Serang. Selanjutnya, mengenai sikap masing-masing instansi sebagai pelaksana Perda akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Sikap Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang sebagai pelaksana Perda tentang IMB. Seperti yang sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya, sesuai dengan Keputusan Walikota Serang Nomor 502/Kep.47-Org./2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Kepada BPTPM Kota Serang, maka sejak keputusan tersebut ditetapkan oleh Walikota Serang penyelenggaraan perizinan termasuk IMB mulai dilaksanakan oleh BPTPM Kota Serang.
124
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi khususnya tentang IMB Kota Serang sendiri disambut baik oleh pihak BPTPM Kota Serang, hal ini seperti yang sudah dijelaskan oleh Kepala Bidang Perizinan dan Pendaftaran Usaha BPTPM Kota Serang bahwa: “Kebijakan IMB sendiri merupakan keharusan yang ada di sebuah daerah/masyarakat. Untuk kebijakan juga sudah ada aturannya perdanya adalah nomor 13 tahun 2011 itupun sudah diatur. Kami selaku pihak penyelenggara retribusi daerah khususnya perizinan selalu melakukan kegiatan sesuai yang tertera pada Perda tersebut. Dalam satu kasus seperti bangunan atau perumahan yang luasnya lebih dari 5000 meter itu BPTPM mengumpulkan tim teknis untuk melakukan rapat, tim teknis sendiri terdiri dari BLHD, Kecamatan (tempat perumahan itu didirikan), BAPPEDA, dinas tata kota, satpol pp itu semua yang berkaitan dengan perizinan kita undang. Selebihnya sesuai Perda kami melaksanakan pelayanan ke masyarakat yang mengururus perizinan, lalu kelapangan, survei, mengamati, kondisi bangunan, jika tidak memiliki IMB kita tidak langsung ke satpol pp akan tetapi sesuai perda nomor 5 tahun 2009 kita berikan surat teguran sebanyak 3 kali berturut-turut. Akan tetapi jika sudah diberikan peringatan sebanyak 3 kali tersebut tidak diindahkan barulah kita melayangkan surat ke satpol pp. Kalau untuk penyegelan kita masih melihat latar belakang masyarakat sendiri, terkecuali untuk bangunan atau usaha yang membawa dampak buruk bagi lingkungan itu kita berani melayangkan surat ke satpol pp untuk mengeksekusi/menyegel bangunan tersebut.” (Wawancara dengan Bapak Evan Rivana, 10 April 2015, Pukul 14.02 WIB, di Kantor BPTPM Kota Serang). Berdasarkan wawancara tersebut, tersebut terlihat bahwa penguatan komitmen dalam upaya mencapai tujuan Perda IMB di Kota Serang yaitu untuk mengawasi pembangunan yang meliputi: pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang,
125
penggunaan sumber daya alam, barang, sarana, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan khususnya di Kota Serang, Serta dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor retribusi IMB ditunjukkan oleh BPTPM dan beberapa SKPD yang memang terkait dalam Perda tersebut. ` Kemudian untuk mengetahui respon masyarakat sebagai pemohon IMB terkait pelayanan perizinan yang diselenggarakan oleh BPTPM Kota Serang, peneliti juga mewawancarai beberapa pemohon IMB. Seperti pernyataan oleh seorang pemohon yang mengatakan bahwa: Secara umum dari segi pelayanan sudah cukup memuaskan, seperti prosedur yang jelas, informasi mengenai persyaratan mudah dipenuhi, dan perilaku pegawai selalu ada di jam kerja. Hanya saja saya rasa ruang tunggu kurang kondusif dan nyaman karena kecil dan pintunya selalu tertutup. (Wawancara dengan Bapak Tanu Widjayanto, 16 Juni 2015, Pukul 10.30 WIB, di Kantor BPTPM Kota Serang). Hal Senada juga disampaikan oleh pemohon IMB yang lain, yang mengatakan bahwa: Saya juga sudah membandingkan hasil pelayanan yang saya terima dengan alur pelayanan yang tertera di Kantor BPTPM, saya rasa hasil pelayanan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, disamping itu, biaya pelayanannya juga relatif masih wajar karena pertimbangan luas bangunan juga, jadi menurut saya sesuai. Hanya saja yang harus di rombak adalah sarana prasarana seperti ruang pelayanan serta ruang tunggu yang menurut saya masih belum kondusif. (Wawancara dengan Ibu Kameliana, 16 Juni, Pukul 14.00 WIB, di Kediaman Ibu Kameliana). Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil pelayanan yang diberikan oleh BPTPM Kota Serang dalam menyelenggarakan IMB sudah baik, hanya saja dalam hal sarana prasarana
126
seperti ruang pelayanan masih belum memadai. Kemudian untuk mendapatkan kesimpulan yang utuh, wawancara dilanjutkan dan menyasar pada pihak BPTPM, yakni Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian yang menanggapi bahwa:
Untuk sarana ruang pelayanan kita (BPTPM), memang masih sangat minim dan kurang memadai, sebenarnya kita mempunyai keinginan untuk merombak gedung BPTPM mulai memperluas ruang pelayanan sampai perombakan ruangan sekretariat. Hanya saja Gedung BPTPM ini adalah merupakan pemberian dari Dinas Pendudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Serang, sehingga disini kita sifatnya hanya menumpang. Kemudian untuk anggaran perombakan gedung sendiri itu adalah kewenangan Disdukcapil, kita tidak memiliki kewenangan untuk merombak gedung. Sebenarnya Kota Serang ini memiliki aset pendapatan dari sektor perizinan yang cukup besar, untuk itu demi kenyamanan masyarakat dalam mengurus perizinan sebenarnya kami pernah coba melayangkan surat ke Walikota perihal pengajuan perombakan ruangan pelayanan agar lebih besar, akan tetapi sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya. (Wawancara dengan Bapak Muhammad Ngalim, 17 Juni 2015, Pukul 11.00 WIB di Kantor BPTPM Kota Serang).
Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa gedung BPTPM merupakan pemberian dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DISDUKCAPIL), sehingga pihak sekretariat BPTPM tidak memiliki kewenangan tersendiri dalam mengelola/merombak ruang pelayanan dikarenakan anggaran untuk mengelola gedung sepenuhnya adalah kewenangan DISDUKCAPIL Kota Serang.
2) Sikap Pihak Kecamatan dalam melaksanakan perizinan IMB untuk rumah tinggal.
127
Sesuai dengan Peraturan Walitota Nomor 42 Tahun 2014 pihak Kecamatan
diberikan
kewenangan
oleh
Walikota
Serang
dalam
menyelenggarakan IMB di masing-masing wilayah kecamatan dengan ketentuan bangunan yang akan dibangun tidak lebih dari 150 M² dan luas lahan tidak lebih dari 250 M², hal ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat Kota Serang dalam mengurus IMB karena asumsinya kantor kecamatan berada lebih dekat dengan masyarakat. Sesuai dengan keterangan yang disampaikan oleh Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Serang, bahwa: “Pelimpahan tersebut merupakan kewenangan pak walikota, saat ini pelimpahan untuk IMB di Kecamatan dipertuntukkan bagi bangunan yang luasnya tidak lebih dari 150 M² dan lahan yang tidak lebih dari 250 M² bisa dilakukan oleh pihak kecamatan. Dan yang dilimpahkan hanya IMB untuk rumah tinggal saja untuk usaha seperti kontrakan, ruko, dan lain sebagainya tetap dilakukan oleh BPTPM. Pelimpahan wewenang tersebut sebenarnya sudah ada di perwal yang disahkan di akhir tahun 2014, akan tetapi bulan Maret tahun 2015 baru diimplementasikan.” (Wawancara dengan Ibu Ade Suryaningsih, 09 Maret 2015 Pukul 14.32 WIB di Kantor Kecamatan Serang) Dalam implementasinya, perizinan seperti IMB belum sepenuhnya dilaksanakan secara maksimal di masing-masing wilayah kecamatan, hal itu disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah belum terpenuhinya persyaratan yang diajukan oleh pemohon IMB, seperti yang diterangkan oleh Kepala Seksi ekonomi Pembangunan kecamatan Curug yang menjelaskan: “Ada 2 pemohon itu belum bisa kita penuhi karena persyaratannya belum lengkap. Untuk curug terus terang saja belum seperti kecamatan lain dalam artian tingkat kesadaran masyarakat untuk mengurus IMB masih rendah, sebenarnya ada saja masyarakat
128
yang ingin membuat IMB hanya karena karakteristik masyarakat Curug ini kan kampung yang mayoritas belum punya AJB/sertifikat rumah, kan persyaratan minimal untuk memohon IMB harus memiliki persyaratan tersebut. Kalau untuk kemauan mah, sebenarnya masyarakat mau hanya kendala di persyaratan tersebut. Mereka bertanya, kira-kira untuk IMB berapa bu biayanya? Kita jelaskan dengan luas bangunan segini kira-kira biayanya segini, setelah oke bikin IMB, pas melihat lagi persyaratannya, terbentur. Kalau dari penertiban sendiri dari bagian Terantib sudah ada semacam himbauan-himbauan, kita sih keinginannya pihak BPTPM datang kesini mengadakan sosialisasi dengan pihak kecamatan, kelurahan nanti kita juga mengundang tokoh-tokoh masyarakat dan RT/RW di kecamatan curug karena mereka yang lebih dekat dengan masyarakat. Kalau masyarakat sih pasti mau dalam mengurus IMB.” (Wawancara dengan Ibu Siti Rahayu, 14 April 2015, Pukul 14.12 WIB di Kantor Kecamatan Curug). Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat yang tinggal di perkampungan belum mengetahui prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi sebelum mengurus IMB, disamping itu masyarakat juga belum mengetahui teknis perhitungan besaran retribusi yang dikenakan apabila berencana membangun sebuah rumah tinggal. Terkait persyaratan untuk IMB rumah tinggal sendiri relatif mudah, hal ini seperti yang dterangkan oleh Kepala Seksi Kecamatan Serang, bahwa: “Terkait masalah prosedur penyelenggaraan IMB di kecamatan ini terbilang mudah, karena persyaratannya hanya sertifikat lahan, KTP, dan PBB P2 dan rekomendasi dari kelurahan karena kelurahan yang memiliki wilayah. Kami pihak Kecamatan memang berniat melayani dan menolong dengan berusaha membuat prosedur IMB itu mudah dipenuhi oleh masyarakat.” (Wawancara dengan Ibu Ade Suryaningsih, 09 Maret 2015 Pukul 14.22 WIB di Kantor Kecamatan Serang). Bila dilihat dari hasil keterangan tersebut diketahui bahwa kemudahan persyaratan memang dijadikan prioritas utama bagi masing-
129
masing kecamatan yang bertujuan agar masyarakat yang cenderung masih awam mendapat kemudahan dalam mengurus IMB, agar penyelenggaraan IMB di masing-masing wilayah kecamatan, maka hal utama yang sebenarnya dibutuhkan oleh pihak kecamatan adalah sosialisasi yang dilakukan BPTPM kepada masing-masing kecamatan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Cipocok, bahwa: “Ada 3 orang kemarin yang ingin membuat IMB ke kita (Kecamatan Cipocok) tapi kita tolak, karena dari pak Camat juga karena belum ada sosialisasi dari BPTPM, jadi masyarakat yang mengajukan IMB kita arahkan untuk ke BPTPM. Menurut keterangan pihak BPTPM, belum sosialisasikan karena kita (BPTPM) baru dapat perwalnya juga dari pihak kecamatan. Harusnya pihak BPTPM itu berkoordinasi dengan bagian kepala bagian hukum yang menyusun perwal tersebut, setelahnya barulah mengadakan sosialisasi ke masing-masing kecamatan. Jadi kalau ada aba-aba dari BPTPM baru kita laksanakan perizinan IMB sesuai perwal. Dari tingkat kesadaran masyarakat untuk Kecamatan Cipocok sudah sukup baik dalam mengurus IMB. Untuk tahun 2015 dari bulan januari sampai dengan bulan maret sudah ada 18 yang mengajukan surat rekomendasi IMB untuk ke BPTPM. Mungkin karena mereka butuh, seperti ruko-ruko yang di pinggir jalan khawatir terkena penggusuran dan untuk mengajukan pinjaman ke bank.” (Wawancara dengan Ibu Nurhayani, 13 April 2015, Pukul 13.00 WIB di Kantor Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang).
Hal Serupa juga disampaikan oleh Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Walantaka, bahwa: “Kita sih inginnya pihak BPTPM mengadakan sosialisasi dengan pihak kecamatan, kelurahan terus nanti kita juga nanti mengajak RT/RW di karena yang paling dekat dengan masyarakat. Karena terus terang semenjak Perwal itu kita dapat, belum ada masyarakat yang mengurus IMB kesini, mungkin perwal ini juga kan masih baru jadi belum banyak yang mengetahui.”
130
(Wawancara dengan Ibu Ratu Milawati, 14 April 2015, pukul 11.00 WIB di Kantor Kecamatan Walantaka Kota Serang) Hal ini tanggapi dan dibenarkan oleh Sekertaris Kecamatan Taktakan yang menjelaskan bahwa: “Dari pihak Kecamatan sudah menyiapkan SDM dan kendaraan operasional untuk menjalankan perizinan termasuk IMB, hanya saja Kecamatan Takatakan sama seperti yang lain, menunggu konfirmasi atau sosialiasai dari BPTPM agar kita dapat menjalankan kewenangan tersebut. Karena masyarakat kan tahunya hanya BPTPM.” (Wawancara dengan Bapak Mustofa, 14 April 2015 pukul 13.00 WIB di Kantor Kecamatan Taktakan Kota Serang). Berdasarkan hasil wawancara tersebut, bahwa dalam menjalankan perizinan termasuk IMB sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Walikota Serang Noinor 42 Tahun 2014, beberapa kecamatan masih belum ragu untuk mulai menyelenggarakan perizinan khususnya IMB, selain karena menunggu konfirmasi dari BPTPM Kota Serang sebagai induk penyelenggara perizinan pihak kecamatan juga menilai perlu adanya sosialisasi ke masyarakat tentang Perwal tersebut karena mayoritas masyarakat, khususnya pemilik rumah tinggal masih belum mengetahui bahwa dalam mengurus perizinan seperti IMB sudah bisa melalui kecamatan di masing-masing wilayah Kota Serang. Untuk itu perlu adanya semacam pertemuan antara BPTPM dengan pihak kecamatan dalam rangka sosialisasi tentang keberadaan Perwal khususnya serta Perda Kota Serang Nomor 13 tahun 2011 sebagai pedoman dalam menyelenggarakan perizinan, khususnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi masing-masing kecamatan.
131
3) Sikap Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Perda tentang IMB di Kota Serang. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Serang dibentuk berdasarkan peraturan Daerah Kota Serang Nomor 10 Tahun 2008 tentang pembentukan dan susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kota Serang. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang menjadi unit kerja dilingkungan Pemerintah Kota Serang. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang memiliki Tugas Pokok yaitu membantu walikota dalam mewujudkan visi dan misi Kota Serang yang terjabarkan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah dibidang penegakan perundang-undangan daerah, ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, sumber daya aparatur, dan perlindungan masyarakat. yang dipimpin oleh seorang kepala Satuan. Dalam rangka penegakkan Peraturan Daerah di Kota Serang khususnya Perda tentang IMB, pihak Satuan Polisi Pamong Praja secara intensif melakukan pembinaan, pengawasan dan penyuluhan, seperti yang dijelaskan oleh Kepala Bidang Pengakkan Perda Satpol PP Kota Serang, bahwa: “Sikap kami sebagai penegak Perda IMB di kota Serang adalah kami secara intensif mengadakan langkah pengawasan, meminta masukan dari masyarakat, jadi misalnya masyarakat boleh saja melaporkan bahwa didaerah A ada bangunan yang melanggar aturan nah kami akan meninjau masukan dari masyarakat, terkadang kami temukan dilapangan peruntukannya untuk untuk ruko tapi kenyataannya lain dilapangan, seperti di kelapa 2 itu izinnya adalah untuk ruko tapi kenyataanya sekarang dibuatkan itu adalah untuk sorum dan pencucian mobil dan itu kan sudah menyimpang. Kami buat telaahan staf setelahnya kami tujukan kepada walikota kami tembuskan kepada BPTPM, akan tetapi belum ada jawaban apa-apa. Nah ini yang membuat kami ragu
132
untuk melakukan penindakan. Jika kita feedback ke belakang itu kasus yang terbaru itu ada aduan dari masyarakat dia tidak memiliki IMB, dia juga tidak memilki izin industri nah itu yang pernah kami lakukan penindakan berupa penyegelan di Kasemen itu industri bricket yang menggunakan bahan bakunya dari limbah kayu yang diolah lagi kemudian ada aduan dari masyarakat dan langsung kami segel kami buat police line nya kami gembok ya itu saja jika sudah ada perintah dari walikota baru kami lakukan penindakan.” (Wawancara dengan Bapak H. Raden Kuncahyo, 08 Maret 2015, Pukul 13.23 WIB, di Kantor Satpol PP Kota Serang). Berdasarkan hasil wawancara tersebut, bahwa Satpol PP dalam mengekkan Perda IMB juga memperhatikan masukan-masukan yang disampaikan oleh masyarakat, tindak lanjut dari laporan tersebut adalah berupa tinjauan langsung oleh Satpol PP untuk menemukan penyimpangan terhadap penggunaan bangunan/usaha. Sikap Satpol PP sendiri masih sangat dipengaruhi oleh perintah yang dikeluarkan oleh Walikota Serang menyikapi penyalahgunaan bangunan atau tempat usaha sebagaimana mestinya. Dalam menyikapi bangunan yang tidak ber-IMB sendiri pihak Satpol PP masih mempertimbangkan dampak negatif yang akan timbul, karena pada umumnya mayoritas masyarakat Kota Serang masih belum memiliki IMB. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masing-masing pihak yang terkait dalam perda IMB seluruhnya menerima kebijakan tersebut, hanya saja dalam pelaksanaan IMB di masing-masing wilayah Kecamatan masih belum terlaksana secara optimal, hal ini terakit hal-hal teknis yang memerlukan penguatan kelembagaan yang dalam hal ini adalah pihak kecamatan dalam mendukung pelaksanaan kebijakan IMB khususnya bagi rumah tinggal.
133
5)
Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi
kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihakpihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaliknya. Dalam rangka implementasi Perda Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi daerah khususnya mengenai IMB, Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) sebagai penyelenggara perizinan di Kota Serang sebagaimana diatur dalam Perda Kota Serang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi BPTPM Kota Serang dan Peraturan Walikota Serang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok dan Fungsi BPTPM Kota Serang mempunyai tugas pokok melaksanakan koordinasi dan menyelenggrakan pelayanan administrasi di bidang perizinan, mengelola semua perizinan dan non perizinan secara terpadu. Komitmen
BPTPM
dalam
menjalankan
koordinasi
tersebut
diaplikasikan dengan beberarapa kegiatan yang melibatkan pihak terkait dalam rangka mengendalikan pembangunan pemukiman, perumahan, industri, jasa perdangangan, perkantoran, pusat perbelanjaan, pusat keramaian umum dan pariwisata, serta untuk menciptakan pembangunan yang serasi dan berwawasan lingkungan. Seperti yang diampaikan oleh
134
Kepala Bidang Perizinan dan Pendaftaran Usaha BPTPM Kota Serang, bahwa: “Biasanya bangunan-bangunan atau perumahan yang luasnya lebih dari 5000 meter itu BPTPM mengumpulkan tim teknis untuk melakukan rapat, tim teknis sendiri terdiri dari BLHD, kecamatan (tempat perumahan itu didirikan), BAPPEDA, dinas tata kota, satpol pp itu semua yang berkaitan dengan perizinan kita undang. Karena untuk bangunan/perumahan yang akan di bangun yang luasnya dibawah 1 hektar itu selain harus ada IMB juga harus ada IPPT (Izin Penggunaan Peruntukan Tanah) dulu, kalau sudah diatas 1 hektar itu izin lokasi, itu juga dirapatin dulu dengan tim teknis.” (Wawancara dengan Bapak Evan Rivana, 10 April 2015, Pukul 14.02 WIB, di Kantor BPTPM Kota Serang). Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa koordinasi
dalam
menjalankan
perizinan
(seperti
pembangunan
pemukiman skala besar) dilakukan dengan melibatkan beberapa pihak (tim teknis) dengan mempertimbangkan implikasi yang akan ditimbulkan dari pembangunan pemukiman, khususnya di Kota Serang. Hal tersebut dibenarkan oleh SKPD lain yang menjadi salah satu agen pelaksana. Kepala Bidang Penegakkan Peraturan Daerah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Serang, bahwa: “Pada dasarnya dalam kegiatan pembangunan terutama perumahan ini BPTPM selalu menyertakan kami (satpol pp) untuk terlibat dalam sebuah tim yang bterdiri dari PU, tata ruang, dari BLH, satpol pp, kelurahan, kecamatan, termasuk kemarin pak kabid yang rapat disana diberikan site plannya, itu sudah dirapatkan baik dari penggunaan lahan, peruntukan tanah, nah jadi untuk masalah IMB sudah di kompulir oleh BPTPM sebagai induk untuk mengeluarkan IMB.” Selama ini koordinasi dari BPTPM berjalan baik, dan selain itu kami melakukan pengawasan terhadap sebuah bangunan lalu kami tanyakan ke BPTPM terhadap status bangunan tersebut (perizinan dan sebagainya) lalu apabila ada rekomendasi dari BPTPM jika benar bangunan tersebut tidak memiliki perizinan kami
135
akan langsung menegur kepada pemilik bangunan tersebut untuk segara mengurus perizinan. Kecuali jika perintahnya langsung di eksekusi maka kita akan langsung eksekusi”. (Wawancara dengan Bapak H. Raden Kuncahyo, 08 Maret 2015, Pukul 13.23 WIB, di Kantor Satpol PP Kota Serang). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa BPTPM sebagai leading sector Perda IMB Kota Serang secara konsisten mengadakan rapat koordinasi
untuk
mengendalikan
pembangunan
pemukikan
serta
menyelenggarakan tugas pokok yaitu berkoordinasi dengan masingmasing stakeholder yang terkait. Koordinasi dengan stakeholder lainnya yang dalam hal ini adalah pihak Dinas Pengelola Keuangan Daerah (DPKD) Kota Serang sebagai pihak penerima retribusi yang berasalah dari BPTPM, terbilang cukup baik. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Kepala Seksi Perimbangan, Retribusi, Dan Lain-lain DPKD Kota Serang, bahwa: “Kalau bentuk koordinasi antara DPKD dengan BPTPM dalam penyetoran hasil retribusi IMB itu langsung ke bagian Kasda (kas daerah). Memang BPTPM memang rutin per tri wulan BPTPM menyetorkan dan menyampaikan laporannya kepada kami kepada kami. Setoran hasil retribusi IMB dan HO harus seluruhnya disetorkan kepada DPKD bagian kasda, nah sebagai timbal baliknya mereka mendapat insentif sebesar 5% dari seluruh realisasi retribusi tersebut pencairannya nanti pertriwulan. Yang menentukan estimasi atau target adalah tim anggaran yang membahas dengan mempertimbangkan capaian retribusi di tahuntahun sebelumnya, baru setelahnya dibahas dengan dewan beberapa kali pembahasan sampai akhirnya nanti disahkan targetnya sekian untuk retribusi ini oleh dewan dan dituangkan ke APBD, jadi tidak sepihak DPKD, tidak sepihak BPTPM juga tidak sepihak dewan. Tapi terkadang dewan sulit juga ya, mereka mempertimbangkan retribusi itu berdasarkan potensi jadi terget yang ditentukan juga besar. Tapi untuk IMB realisasinya bagus, untuk target setiap tahunnya terpenuhi meskipun tidak mencapai 100% tapi mencapai 90 sekian persen tapi secara umum untuk
136
IMB bagus”. (Wawancara dengan Bapak Aminudin, 05 maret 2015, Pukul: 13.30 WIB di Kantor DPKD Kota Serang). Lain halnya dengan Satpol PP dan DPKD yang memiliki koordinasi yang cukup baik dengan leading sector kebijakan IMB Kota Serang, pihak kecamatan di masing-masing wilayah Kota Serang justru menilai BPTPM belum optimal dalam berkoordinasi dengan pihak kecamatan dalam mensuskseskan Perda IMB di Kota Serang. Hal ini berkaitan dengan Peraturan Walikota Serang Nomor 42 Tahun 2014 tentang kewenangan camat dalam menjalankan perizinan (termasuk IMB), pihak kecamatan di masing-masing wilayah kota serang berharap pihak BPTPM mengkoordinir dan mensosialisasikan ke masingmasing kecamatan mengenai ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Perwal tersebut. Seperti yang disampaikan oleh Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Cipocok Kota Serang, bahwa: “Untuk di Kecamatan Cipocok Jaya ini masih banyak lingkungan/kampung, kita juga belum sosialisasi tentang Peraturan Walikota ini juga ke masyarakat, memang sebagian masyarakat juga sudah mengetahui. Dari BPTPM nya juga belum ada sosialisasi ke kecamatan, kemarin juga saya ke BPTPM untuk berkoordinasi tentang bagaimana pembayaran retribusi IMB, yang kedua apakah IMB itu yang bangunannya kecil tapi lahannya besar bisa dilakukan di kecamatan, kalau di peraturan walikota kan untuk bangunan 150 M2 dan lahannya 250 M2. Untuk pihak kecamatan tidak pernah keberatan kalau harus jemput bola meminta kejelasan terkait perwal tersebut, tetapi terus terang dari pihak BPTPM belum ada orang yang pas memberikan informasi secara jelas terkait pewal, jadi kita masih ragu untuk menjalankan perwal tersebut. Kalau kemarin dari pihak BPTPM secepatnya kami akan mengundang dari pihak kecamatan terkait sosialisasi perwal tersebut. Kriteria apa saja yang menjadi hak bagi kecamatan untuk dikeluarkan izinnya. Saya sih khawatir dari pihak
137
BPTPM tidak menerima karena bangunannya kecil dan pihak Kecamatan karena belum aba-aba dari BPTPM juga tidak menerima karena belum berani menjalankan perwal, akhirnya masyarakat yang dirugikan.” (Wawancara dengan Ibu Nurhayani, 13 April 2015, Pukul 13.00 WIB di Kantor Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang). Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Kasemen Kota Serang, bahwa: “Belum ada koordinasi dari BPTPM ke kecamatan tentang Perwal tersbut, kalaupun nanti ada seharusnya setelah kekecamatan juga ada sosialisasi ke masyarakat memanggil RT/RW atau tokoh masyarakat, mungkin mereka terhambat biaya. kalau dari kita tidak mungkin menyediakan sosialisasi tersebut. Sebenarnya dari segi pengetahuan masyarakat sebagian besar tahu tentang kewajiban mengurus IMB hanya mereka tidak paham apa manfaat dari mengurus IMB.” (Wawancara dengan Bapak Jaenudin, 15 April 2015, Pukul 15.00 di Kantor Kecamatan Kasemen Kota Serang). Berdasarkan hasil wawancara tersebut, pihak kecamatan di masingmasing wilayah Kota Serang membutuhkan adanya sosialisasi Peraturan Walikota (Perwal) tentang pelimpahan sebagaian kewenangan diantaranya kewenangan untuk menyelenggarakan perizinan khususnya IMB oleh BPTPM, karena pada prinsipnya masyarakat hanya mengetahui bahwa yang berwenang untuk mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) hanya bisa dilakukan oleh BPTPM Kota Serang. Untuk itu, dalam rangka meningkatkan realisasi IMB khususnya untuk rumah tinggal perlu adanya sosialisasi/konfirmasi yang menginformasikan bahwa IMB untuk rumah tinggal sudah dapat diterbitkan oleh pihak kecamatan di masing-masing wilayah Kota Serang.
138
6)
Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja
implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Metter dan Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal. Secara makro, perekonomian Kota Serang terus bertumbuh dalam lima tahun terakhir, dan pertumbuhan ini akan terus berlanjut mengingat kecenderungan perekonomian Kota Serang yang diperkirakan akan makin bekrmbang dengan makin meningkatnya sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor jasa. Perkembangan perekonomian Kota Serang secara eksplisit dapat tercermin dari nilai total PDRB Kota Serang yang meningkat dalam lima tahun terakhir, seperti yang dijelaskan dalam grafik 4.2 berikut ini.
139
Grafik 4.2 Perkembangan PDRB Kota Serang Tahun 2009-2013 (Dalam Jutaan Rupiah) 8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 2009
2010
2011
2012
2013
Sumber: Diolah dari data Bappeda Kota Serang, 2014 Meningkatnya PDRB atas dasar harga berlaku dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengindikasi iklim perekonomian Kota Serang yang kian kondusif, yang berimplikasi pada PDRB yang tumbuh rata-rata sebesar 12,76% selama kurun waktu lima tahun tersebut. Seperti yang dikemukakan sebelumnya pertumbuhan PDRB didominasi oleh sektor bangunan /konstruksi yang memberikan kontribusi ke tiga setelah sektor jasa-jasa (25,27%), perdagangan, hotel dan restoran (23,38%), dan bangunan/konstruksi (21,11). Secara langsung hal tersbut mengindikasi bahwa perkembangan pembangunan/konstruksi di Kota Serang sangat berpengaruh pada pertumbuhan produktivitas Kota Serang dengan kiat pesatnya bisnis properti dan perumahan di seluruh wilayah kecamatan di Kota Serang yang secara langsusng membawa peningkatan jumlah realisasi pemohon IMB yang bertambah, sehingga sektor IMB menjadi
140
perizinan dengan realisasi paling besar diantara ke tiga jenis perizinan yang dikelola oleh BPTPM Kota Serang. Sementara bila ditinjau dari kondisi sosial masyarakat Kota Serang, khususnya dari tingkat pendidikannya, penduduk Kota Serang sebagian besar tamat sekolah dasar (34,80%), diikuti oleh penduduk yang belum/tidak
bersekolah
(22,57%)
serta
penduduk
berpendidikan
SMA/sederajat (21,81%). Gambaran tersebut dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini.
Tabel 4.9 Kondisi Sosial Penduduk Kota Serang Menurut Tingkat Pendidikan yang ditamatkan Tahun 2013 PENDIDIKAN
JUMLAH
%
Tdk/Blm Sekolah
19,31
Belum Tamat SD
113.884 19.247
Tamat SD
205.191
34,8
SLTP
84.800
14,38
SLTA
128.584
21,81
D-I/II
3.449
0,58
DIII
7.963
1,35
DIV/S1
24.298
4,12
S2
2.090
0,35
S3
115
0,02
3,26
141
Total
589.581
100,0
Sumber; Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, 2014 Kondisi sosial Kota Serang menurut pendidikan, biasanya baik langsung maupun tidak langsung akan berimplikasi pada pola pikir masyarakat, terkait dengan pengaruhnya pada pelaksanaan kebijakan IMB di Kota Serang diterangkan oleh Kepala Bidang Penegakkan Peraturan Peraturan Daerah Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang bahwa: “Kenyataannya setelah kami pantau, ya IMB itu hanya untuk orang-orang yang punya finansial yang lebih tinggi saja barangkali yang mengurus perizinan tersebut, seperti yang kita ketahui mayoritas masyarakat pemilik rumah tinggal khususnya di pedesaan itu kan pengetahuan tentang mengurus IMB itu masih minim, ini mungkin dipengaruhi oleh faktor sosial masyarakat, oleh karenanya yang mengurus IMB biasanya seperti seseorang yang mempunya ruko atau usaha yang skala besar, untuk masyarakat biasa mayoritas membangun dulu gampanglah izin belakangan.” (Wawancara dengan Bapak H. Raden Kuncahyo, 08 Maret 2015, Pukul 13.23 WIB, di Kantor Satpol PP Kota Serang). Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor sosial masyarakat secara langsusng maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat seperti halnya dalam kesadarannya menbngurus IMB khususnya untuk rumah tinggal, mayoritas masyarakat lebih memilih untuk terlebih dahulu membangun bangunan daripada untuk mengurus perizinannya. Selain itu, seperti yang telah dikemukakan pada hasil wawancara sebelumnya bahwa mayoritas masyarakat mengurus perizinan begitu ada keperluan, keperluan tersebut seperti mengajukan pinjaman ke bank dan sebagainya. Pola pikir yang terbangun tentu akan menyulitkan pemerintah dalam membangun kesadaran masyarakat
142
terhadap kewajibannya mengurus IMB di masing-masing wilayah Kota Serang. 4.2.4 Pembahasan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi daerah merupakan produk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Kota Serang dalam melegitimasi penyelenggaraan pemungutan retribusi, termasuk salah satunya adalah retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dalam pembahasan ini peneliti akan membahas tentang fokus penelitian, dimana berdasarkan model pendekatan Top Down yang dirumuskan oleh Meter dan Horn disebut dengan A model of The Policy Implementation. Ada enam variabel, menurut Meter dan Horn, yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut (Agustino, 2006:141-144), yaitu: mengenai ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya; karakteristik agen pelaksana, sikap/kecendrungan para pelaksana, komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, dan yang terakhir yaitu lingkungan ekonomi, sosial, dan politik. Berikut ini peneliti akan membahas lebih lanjut terkait analisis hasil penelitian. Pertama, ukuran dan tujuan kebijakan. Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, untuk itu melalui Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah, Pemerintah Kota Serang berupaya untuk meningkatkan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang khususnya dari sektor
143
retribusi daerah termasuk yang paling potensial adalah retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dalam penyelenggaraan retribusi IMB, sesuai dengan Keputusan Walikota Serang Nomor 502/Kep.47-Org./2010 maka Badan Pelayanan Terpadu
dan
Penanaman
Modal
diberikan
kewenangan
dalam
menyelenggarakan pelayanan perizinan secara satu pintu oleh pemerintah Kota Serang. Terhitung sejak Agustus 2011, hanya 3 (tiga) perizinan yang dikenakan retribusi daerah, hal ini disebabkan telah diberlakukannya Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah di Kota Serang sebagaimana amanat dari Undang-Undang RI No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, sesuai dengan Peraturan Daerah tersebut, bahwa perizinan yang dikelola oleh BPTPM Kota Serang hanya ada 3 (tiga) perizinan yang dikenakan retribusi, diantaranya: Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Gangguan (HO), Izin Pemakaian Tanah Milik Negara dan Utilitas Sarana Prasarana Kekayaan Daerah. Dari ke tiga jenis retribusi tersebut seperti yang dijalaskan dalam bab sebelumnya, secara umum realisasi dari ketiga jenis perizinan tersebut telah mencapai estimasi yang ditetapkan oleh pemerintah Kota Serang, kecuali Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Akan tetapi secara umum, realisasi IMB yang dikelola oleh BPTPM Kota Serang terbilang cukup baik sehingga apa yang sebenarnya menjadi tujuan dari Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah khususnya retribusi IMB jika dilihat dari jumlah realisasi atau pemasukan untuk kas daerah Kota Serang sudah terpenuhi. Hal tersebut dibuktikan dengan data yang telah
144
dipaparkan sebelumnya, bahwa di tahun 2012 & 2013 terjadi peningkatan hasil capaian IMB dengan presentase 93,6 % di tahun 2013 dan 99,8% di tahun 2014 dari target yang telah ditentukan oleh pemerintah Kota Serang. Meskipun di tahun 2015 tejadi penurunan dengan hasil capaian sebesar 82,7% dari target yang telah ditentukan, akan tetapi meskipun realisasi perizinan IMB cukup fluktuatif, secara umum hasil capaian tersebut telah sesuai dengan harapan pemerintah Kota Serang. Akan tetapi, disisi lain jika ditinjau dari kepemilikan IMB bagi masyarakat khususnya pemiliki rumah tinggal, mayoritas masyarakat belum sepenuhnya memiliki IMB, hal ini selain karena kesadaran masyarakat yang minim terhadap kewajibannya mengurus IMB juga dipengaruhi oleh jumlah Sumber Daya Manusia atau personil bagi masing-masing SKPD khususnya BPTPM sebagai leading sector penyelenggara perizinan di Kota Serang. Untuk itu, seiring perkembangan pembangunan yang sangat pesat khususnya pembangunan rumah tinggal maka, selain BPTPM pemerintah Kota Serang akhirnya berinisiatif mengesahkan Peraturan Walikota Serang Nomor 42 Tahun 2014 yang secara langsung mengizinkan pihak kecamatan di masingmasing wilayah Kota Serang dalam menyelenggarakan perizinan, seperti IMB dengan ketentuan bangunan yang dimaksud adalah rumah tinggal yang luasnya tidak lebih dari 150 M² dengan luas lahan 250 M². Implikasi yang diharapkan dari disahkannya Perwal ini adalah peningkatan retribusi IMB khususnya bagi pemilik rumah tinggal di masing-masing wilayah kecamatan dengan menghadirkan pelayanan yang lebih dekat
serta meningkatkan kesadaran
145
masyarakat akan pentingnya mengurus IMB yang ditekankan kepada masyarakat pemilik rumah tinggal di Kota Serang. Kedua, sumber daya yang terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya finansial, dan sumber daya waktu. Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) bagi masing-masing stakeholder kebijakan IMB di Kota Serang secara umum masih belum memadai dari segi kuantitas maupun kualitas di beberapa SKPD yang berkaitan dengan kegiatan perizinan khususnya IMB, karena di BPTPM sebagai leading sektor pelaksana IMB hanya memiliki 1 (satu) orang tenaga lapangan, dan masing-masing kecamatan sebagai pelaksana Perwal rata-rata masih membutuhkan minimal satu orang lulusan sarjana teknis sipil untuk menghitung besaran retribusi yang dikenakan untuk meminimalkan kesalahan yang mungkin terjadi dalam perhitungan besaran retribusi. Serta pihak DPKD sebagai penerima setoran retribusi masih membutuhkan tenaga tambahan sebagai pembantu bendahara, karena selama ini seluruh jenis retribusi dan lain-lain dititikberatkan pada satu orang bendahara. Sehingga secara umum dapat diketahui bahwa kondisi SDM dalam melaksanakan kebijakan IMB masih belum optimal. Terkait Sumber Daya Finansial, merujuk pada laporan keuangan BPTPM bahwa anggaran untuk kegiatannya dalam menjalankan perizinan di Kota Serang sebesar Rp. 1.156.479.692,00. Anggaran tersebut berasal dari APBD Kota Serang. Berdasarkan hasil wawancara pada dimensi ini sumber daya finansial memang mencukupi meskipun masih dirasa terbatas terutama untuk kegiatan sosialisasi kepada masyarakat tentang kewajibannya mengurus
146
perizinan diantaranya Izin Mendirikan Bangunan. Sementara itu, terkait sumber daya waktu, jika dilihat dari kebijakan Pemerintah Kota Serang Selatan sendiri, tidak ada target waktu yang jelas mengenai Kebijakan IMB agar merata untuk seluruh masyrakat Kota Serang. Karena, memang pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk mengurus IMB di Kota Serang masih sangat rendah. Ketiga, karekteristik agen pelaksana. Dalam pelaksanaan kebijakan IMB, Pemerintah Kota Serang belum memberlakukan sanksi secara tegas seperti yang tertuang dalam Perda Kota Serang Nomor 5 Tahun 2009 tentang IMB bahwa untuk bangunan yang belum memiliki IMB akan dikenakan sanksi berupa surat teguran sebanyak 3 (tiga) kali, dan apabila sanksi tersebut tidak diindahkan maka akan diberlakukan sanksi lanjutan berupa penyegelan atau pengsosongan sampai peniadaan bangunan yang tidak memiliki IMB. Belum tegasnya sanksi yang diterapkan oleh pemerintah disebabkan karena mayoritas masyarakat yang masih didominasi masyarakat pedesaan hampir sebagian besar masih belum memiliki IMB, sehingga Pemerintah Kota Serang sulit dalam memberikan sanksi terutama bagi pemilik rumah tinggal karena masyarajat berasusmsu bahwa masyarakat disekitar rumah tinggalnya pun masih belum memiliki IMB. Selain itu, jumlah personil khususnya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) yang dalam hal ini bertindak sebagai penegak perda masih mengeluhkan kendala jumlah aparatur yang masih minim serta perilaku masyarakat yang tidak kooperatif pada satpol PP sehingga dalam
147
pembinaan dan penegakkan perda khususnya menyikapi bangunan yang belum memiliki IMB masih belum optimal. Selama
ini
memang
Pemerintah
Kota
Serang
belum
dapat
memberlakukan sanksi secara tegas kepada bangunan khususnya rumah tinggal dengan beberapa alasan yang telah dikemukakan. Akan tetapi, untuk bangunan/usaha yang membawa dampak negatif bagi lingkungan pemerintah Kota Serang mengambil tindakan tegas dengan melakukan penyegelan bangunan/tempat usaha tersebut seperti yang dipaparkan dalam hasil wawancara dengan pihak Satpol PP Kota Serang. Dengan demikian, karakteristik agen pelaksana kebijakan IMB di Kota Serang sebenarnya dipengaruhi oleh kondisi internal masing-masing agen pelaksana, juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat Kota Serang yang diharapkan kooperatif atau mau bekerja sama dengan pemerintah Kota Serang dalam rangka mengendalikan pembangunan pemukiman serta untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang dalam membiayai kegiatan pembangunan Kota Serang. Keempat, Sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana. Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Maka dalam penelitian ini, sikap yang ditampilkan adalah sikap penerimaan dari berbagai pihak yang terkait dengan Kebijakan IMB baik dari SKPD maupun stakeholder lain yang meskipun dalam pelaksanaan Kebijakan IMB di Kota Serang. Sikap penerimaan oleh BPTPM sebagai leading sektor
148
yang berwenang dalam menyelenggarakan perizinan khususnya IMB ditunjukan dengan secara aktif memberikan pelayanan dan secara aktif menyetorkan hasil retribusi IMB kepada pihak DPKD sebagai pengelola kas daerah Kota Serang. Selain itu, BPTPM secara aktif melakukan pengawasan pembangunan pemukiman serta penindakan pada bangunan yang membawa dampak negatif bagi lingkungan dengan memberikan surat teguran pada bangunan/tempat usaha yang belum melengkapi perizinan. Selain BPTPM sebagai leading sector kebijakan IMB di Kota Serang, sikap penerimaan juga ditunjukkan oleh Satuap Polisi Pamong Praja Kota Serang sebagai pihak yang menegakkan peraturan daerah. Sikap tersebut dilakukan dengan cara pemberian pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang beberapa kewajiban yang harus dipenuhi masyarakat yang notabene kewajiban tersebut adalah membawa manfaat bagi masyarakat seperti kewaijiban mengurus IMB bagi pemilik rumah tinggal/ruko. Selain itu, pihak Satpol PP juga sudah melakukan penyegelan atas dasar surat perintah Walikota Serang dalam menindaklanjuti bangunan/tempat usaha yang belum memiliki perizinan dan membawa dampak negatif bagi lingkungan. Lain hal dengan BPTPM dan Satpol PP Kota Serang, pihak Kecamatan di masing-masing wilayah Kota Serang belum sepenuhnya bersikap menerima kewenangan dalam menyelenggarakan perizinan khususnya IMB di masingmasing kecamatan sebagaimana yang diatur dalam Perwal Kota Serang Nomor 42 Tahun 2014 tentang pelimpahan kewenangan sebagian kewenangan Walikota Serang kepada kecamatan. Kewenangan tersebut adalah meliputi
149
kewenangan dalam menyelenggarakan IMB untuk rumah tinggal yang luasnya 150 M² dan lahan 250 M² dengan harapan dapat meningkatkan realisasi penerimaan IMB di masing-masing wilayah kecamatan Kota Serang. Sikap tidak/belum menerima atau menjalankan perizinan IMB karena belum adanya konfirmasi dan sosialisasi dari pihak BPTPM Kota Serang, karena mayoritas masyarakat beranggapan bahwa IMB rumah tinggal/ruko hanya dapat diurus di BPTPM Kota Serang. Disamping itu, belum adanya kesiapan tenaga lapangan dalam menjalankan perizinan, sehingga masingmasing kecamatan perlu disediakan minimal satu orang orang tenaga lapangan dengan kualifikasi yang menyesuaikan dengan tugasnya dalam menghitung besaran retribusi IMB agar tidak terjadi kesalahan baik secara teknis maupun non teknis. Akan tetapi disamping itu untuk kondisi sarana dan prasarana masing-masing kecamatan sudah menyiapkan kendaraan operasional dalam menunjang penyelenggaraan perizinan dimasing-masing wilayah kecamatan Kota Serang. Kelima, yaitu komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana. Koordinasi juga sangat dibutuhkan agar Kebijakan Pengembangan KLA dapat berjalan, ini semua agar tidak ada tumpang tindih tugas dari masing-masing stakeholder sehingga tugas pokok dan fungsi dari tiap pihak yang terkait harus sudah memahami. Untuk mencapai koordinasi yang baik, pihak BPTPM sebagai leading sector berupaya melakukan rapat koordinasi dengan beberapa stakeholder membahas tentang perencanaan pembangunan pemukiman atau perumahan dengan luas kurang dari atau diatas 1 hektar dengan
150
mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan bagi lingkungan disekitarnya. Selain itu, koordinasi dengan pihak DPKD sebagai penerima setoran cukup baik, terbukti bahwa untuk retribusi IMB dan HO, BPTPM rutin menyetorkan per tri/tiga bulan dengan timbal baliknya yaitu berupa intensif sebesar 5% dari total retribusi apabila retribusi mencapai target. Selain dengan pihak DPKD Kota Serang, BPTPM juga selalu berkoordinasi dengan pihak Satpol PP dalam mengawasi kegiatan pembangunan yang belum memiliki izin terlebih terhadap bangunan atau tempat usaha yang menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Selain bentuk Koordinasi dengan beberapa stakeholder yang telah disebutkan, pihak BPTPM juga sudah melakukan sosialisasi di tahun 2012 dan 2013 tentang kewajiban masyarakat mengurus IMB dan perizinan lainnya kepada masing-masing kecamatan dengan disebarkannya surat edaran kepada masing-masing kepala seksi ekonomi pembangunan di masing-masing kecamatan.
Hanya
saja,
terkait
perwal
memang
BPTPM
belum
mensosialisasikan/konfirmasi kepada masing-masing kecamatan, sehingga pihak kecamatan ragu dan belum siap untuk menjalankan Perwal terkait kewenangannya dalam menjalankan perizinan termasuk IMB. Keenam, yaitu lingkungan ekonomi, sosial, dan politik. Jika dilihat dari dari lingkungan ekonomi dalam implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi daerah khususnya retribusi IMB secara umum sudah kondusif. Akan tetapi jika dilihat dari kondisi sosial
151
masyarakat yang merujuk pada tingkat pendidikan memang terbilang masih relatif rendah sehingga Pemerintah Kota Serang masih begitu sulit dalam memberikan pemahaman tentang kewajiban memiliki IMB yang mayoritas masyarakat
lebih
memilih
untuk
membangun
bangunan
dan
mengenyampingkan kewajibannya dalam mengurus IMB. Di lain sisi, pemerintah Kota Serang juga belum dapat sepenuhnya memberlakukan sanksi yang tertuang dalam kebijakan IMB karena selain kesadaran masyarakat yang masih rendah, juga dipengaruhi oleh keterbatasan personil dalam mengawasi, dan menertibkan bangunan atau usaha yang belum memiliki perizinan khususnya IMB. Sehingga untuk memaksimalkan realisasi penerimaan IMB di Kota Serang, dibutuhkan dukungan para partisipan kebijakan seperti elit politik, stakeholder yang terlibat dan sikap kooperatif masyarakat untuk mendukung kesuksesan dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang khususnya yang berasal dari retribusi IMB. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi daerah, khususnya retribusi IMB Kota Serang secara umum sudah berjalan dengan baik. Hal ini terbuksi dengan penerimaan retribusi IMB yang cukup optimal, meskipun dalam beberapa tahun terakhir penerimaan IMB belum sepenuhnya memenuhi estimasi yang ditargetkan pemerintah Kota Serang karena ada beberapa hal yang harus lebih diperhatikan untuk diperbaiki. Tabel 4.10 Rekapitulasi Temuan Lapangan
152
No. 1.
2.
3..
3.
3.
Dimensi 1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan Temuan Lapangan Kejelasan Kebijakan IMB sendiri ukuran merupakan keharusan yang ada Kebijakan IMB di sebuah daerah/masyarakat. Untuk kebijakan juga sudah ada Kota Serang. di Kota Serang, aturannya sudah tertuang dalam Perda nomor 13 tahun 2011 yang mengatur besaran biaya retribusi IMB. Kejelasan Pemerintah Kota Serang melalui Tujuan Perda Perda Nomor 13 tahun 2011 Kota Serang berupaya meningkatkan Nomor 13 penerimaan retribusi daerah sebagai salah satu sumber Tahun 2011 pendapatan asli daerah guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Hasil Capaian Jika dibanding retribusi perizinan yang lain, IMB Retribusi IMB memiliki capaian cukup bagus, meskipun beberapa tahun belakangan tidak mencapai target. Tahun 2014 jumlah penerimaan realisasi IMB sebesar Rp. 1,58 Milyar, sehingga belum mampu memenuhi estimasi yang ditetapkan sebesar Rp. 1,9 Milyar. Faktor-faktor - Untuk daerah-daerah yang yang letaknya jauh dari BPTPM mempengaruhi seperti Kecamatan Kasemen, hasil realisasi Curug mayoritas tidak mengurus penerimaan IMB karena jauh, sehingga enggan untuk mengurusnya. IMB - Kesadaran Masyarakat masih kurang dalam mengurus IMB. Ukuran dan - Adanya komitmen dan keberhasilan kesungguhan bagi pelaksana kebijakan Kebijakan IMB - Adanya komitmen pemimpin daerah dalam pembangunan
Hasil Baik Kategori Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Baik
153
daerah. - Adanya kesediaan masyarakat untuk mengurus IMB Dimensi 2 Sumber Daya No. 1.
2.
Temuan Lapangan BPTPM hanya memiliki 1 orang tenaga survei lapangan untuk IMB, tidak sesuai dengan tingkat perkembangunan pembangunan pemukiman dan tempat usaha di 6 kecamatan yang semakin pesat. Kondisi sumber Beberapa Kepala Seksi Ekonomi daya manusia pembangunan (Kasi Ekbang) di masing-masing beberapa kecamatan, belum memiliki tenaga lapangan. kecamatan Sehingga untuk kegiatan survei harus dilakukan oleh Kasi Ekbang itu sendiri. Kurangnya tenaga lapangan karena Badan Kepegawaian Daerah (BKD) belum menindaklanjuti permohonan yang diajukan oleh pihak kecamatan. Kondisi sumber daya manusia BPTPM sebagai leading sector kebijakan IMB
3.
Kondisi sumber daya finansial
3.
Kondisi sumber daya waktu
Sumber daya finansial memang mencukupi, meskipun masih dirasa terbatas, terutama untuk kegiatan sosialisasi. Secara jelas atau eksplisit, kebijakan IMB di Kota Serang belum ada target waktunya dalam RPJMD.
Dimensi 3 Karakteristik Agen Pelaksana No. 1.
Ketegasan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP)
Temuan Lapangan Satpol PP hanya memberikan teguran secara lisan dan tulisan (berupa surat himbauan). Akan tetapi belum sampai pada tindak
Hasil Kurang Baik Kategori Kurang Baik
Kurang baik
Kurang baik
kurang baik
Hasil Kurang baik Kategori Kurang baik
154
2.
2.
No. 1.
2.
dalam mengakkan Perda
lanjut berupa penyegelan/ pengosongan bangunan yang tidak ber-IMB.
Ketegasan pihak kecamatan dalam menyikapi bangunan tidak ber-IMB Agen pelaksana yang dilibatkan
Pihak kecamatan hanya memberikan teguran secara lisan kepada masyarakat yang terlanjur membangun agar mengurus IMB. akan tetapi belum sampai pada penyegelan. Luas wilayah Kota Serang yang terdiri dari 6 kecamatan, serta dengan jumlah bangunan yang tumbuh pesat tidak sebanding dengan jumlah personil Satpol PP sebanyak 94 personil. Sehingga untuk penertiban bangunan tidak ber-IMB belum maksimal.
Dimensi 4 Sikap/Kecenderungan (Disposition) Temuan Lapangan Sikap BPTPM - Menurut beberapa informan dalam sebagai pemohon IMB, memberikan palayanan yang diberikan oleh BPTPM sudah memuaskan. pelayanan Dengan beberapa pertimbangan, yaitu: alur pelayanan sederhana dan mudah dipahami, petugas ramah, biaya pelayanan terjangkau. Hanya saja sarana ruang pelayanan masih dirasa terlalu kecil untuk sebuah kantor perizinan. - Gedung BPTPM merupakan salah satu aset yang dilimpahkan oleh Disdukcapil Kota Serang. Untuk anggaran perombakan gedung (ruang pelayanan) sepenuhnya masih diatur oleh Disdukcapil. Sikap kecamatan
-
Saat ini pelimpahan IMB di Kecamatan dipertuntukkan bagi
Kurang baik
Kurang Baik
Hasil Baik Kategori Baik
Baik
155
dalam menjalankan pelimpahan wewenang perizinan IMB Rumah tinggal
-
-
3.
Sikap Satuan Polisi Pamong Praja sebagai penegak Perda
bangunan yang luasnya tidak lebih dari 150 M² dan lahan yang tidak lebih dari 250 M². Terkait masalah prosedur penyelenggaraan IMB di kecamatan ini terbilang mudah, karena persyaratannya hanya sertifikat lahan, KTP, PBB Perdesaan dan Perkotaan serta rekomendasi dari kelurahan karena kelurahan yang memiliki wilayah. Dari pihak Kecamatan sudah menyiapkan SDM dan kendaraan operasional untuk menjalankan perizinan termasuk IMB.
- Sikap Satpol PP sebagai penegak Perda IMB di kota Serang menjalankan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku, yaitu: secara intensif mengadakan langkah pengawasan, meminta masukan dari masyarakat, serta melakukan pembinaan berupa memberikan himbauan kepada masyarakat.
Dimensi 5 Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana No. 1.
Temuan Lapangan Koordinasi - Untuk bangunan-bangunan atau BPTPM dengan perumahan yang luasnya lebih SKPD lainnya dari 5000 meter, BPTPM mengumpulkan tim teknis untuk dan stakeholder melakukan rapat. Tim teknis sendiri terdiri dari BLHD, kecamatan (tempat perumahan itu didirikan), BAPPEDA, dinas tata kota, satpol pp itu semua yang berkaitan dengan perizinan - Bentuk koordinasi antara DPKD dengan BPTPM dalam
Baik
Hasil Cukup baik Kategori Baik
156
-
2.
No. 1.
2.
Koordinasi antara BPTPM dengan pihak kecamatan terkait pelimpahan perizinan IMB rumah tinggal
-
-
penyetoran hasil retribusi IMB langsung ke bagian Kasda (kas daerah). BPTPM rutin menyetorkan dan menyampaikan laporannya per tiga bulan. Pertengahan tahun 2015 BPTPM menyiapkan anggaran untuk memberikan sosialisasi perihal penyelenggaraan IMB di kecamaran. Belum adanya koordinasi ataupun pembinaan dari BPTPM ke pihak kecamatan Beberapa kecamatan di masingmasing wilayah belum bisa memberikan pelayanan IMB, karena belum adanya koordinasi BPTPM
Dimensi 6 Lingkungan Ekonomi, Sosial, Dan Politik Temuan Lapangan Kondisi - Secara makro, perekonomian ekonomi Kota Serang terus bertumbuh lingkungan dalam lima tahun terakhir. dalam - Meningkatnya PDRB atas dasar implementasi harga berlaku dalam kurun waktu lima tahun terakhir Kebijakan IMB mengindikasi iklim perekonomian Kota Serang yang semakin kondusif. Kondisi sosial lingkungan dalam implementasi Kebijakan IMB
- Kondisi sosial masyarakat cukup kondusif, dibuktikan dengan tingkat pendidikan masyarakat yang mayoritas lulus SMA sehingga memudahkan Pemerintah Kota Serang dalam menjalankan kebijakan IMB. - Meskipun sebagian besar masyarakat sudah mengetahui adanya kewajiban mengurus IMB, akan tetapi beberapa diantara mereka enggan mengurusnya..
Kurang Baik
Hasil Baik Kategori Baik
Cukup Baik
157
3.
. Dukungan - Dukungan dalam hal kelompokpenganggaran, khususnya dalam kelompok memperbanyak sosialisasi di kepentingan dan kecamatan-kecamatan. Dukungan elit politik dalam elite politik. menyediakan media sosialisasi (berupa plang wajib IMB). (Sumber: Peneliti, 2015)
Baik
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan, maka penyimpulan akhir tentang implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi daerah, khususnya retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Serang secara umum sudah berjalan dengan baik, dilihat dari tujuan kebijakan tersebut dengan jumlah realisasi penerimaan retribusi IMB telah sesuai dengan harapan pemerintah. Kendati demikian, dalam implementasi perizinan IMB di Kota Serang di beberapa aspek masih menemui hambatan. Hal tersebut didasarkan pada hasil temuan lapangan dengan berpedoman pada model implementasi Meter dan Horn dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, ukuran dan tujuan kebijakan. Tujuan yang diharapkan Pemerintah Kota Serang dengan adanya Perda ini belum sepenuhnya dapat tercapai maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah realisasi penerimaan retribusi IMB di beberapa tahun terakhir belum mencapai estimasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Serang. Kedua, Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam hal ini BPTPM sebagai leading sector dan beberapa SKPD lain yang berkaitan dengan kebijakan perizinan di Kota Serang masih terkendala dengan sumber daya, khususnya Sumber Daya Manusia (SDM) baik dari segi kuantitas dan kualitas. Dalam menjalankan perizinan IMB,
156
157
BPTPM sendiri hanya memiliki 1 (satu) orang tenaga teknis yang bertugas untuk melakukan pendataan, pengawasan, dan penentuan besaran retribusi di 6 (enam) kecamatan di Kota Serang. Ketiga, jika ditinjau dari karekteristik agen pelaksana. Ketegasan pemerintah Kota Serang dalam melakukan penindakan pada bangunan liar yang tidak memiliki izin masih sangat rendah. Keempat, sikap pelaksana kebijakan. Sikap pihak kecamatan belum sepenuhnya menerima pelimpahan perizinan IMB untuk rumah tinggal seperti yang tertuang dalam Perwal Nomor 42 Tahun 2014, sehingga beberapa masyarakat yang mengajukan/mengurus IMB di tolak/di arahkan ke BPTPM karena pihak kecamatan masih menunggu konfirmasi dan pembinaan khususnya terkait masalah teknis perizinan dari BPTPM sebagai leading sector perizinan di Kota Serang. Kelima, komunikasi antar organisasi. Koordinasi yang diselenggarakan oleh BPTPM Kota Serang bagi masingmasing kecamatan koordinasi mengenai Perwal pelimpahan perizinan IMB dinilai masih kurang, sehingga bagi beberapa Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan di masing-masing kecamatan masih terkendala hal-hal teknis dalam menyelenggarakan perizinan IMB rumah tinggal. Keenam, meskipun secara umum lingkungan ekonomi, sosial dan politik mendukung adanya Perda retribusi khususnya retribusi IMB, namun di sisi lain kesadaran masyarakat mengenai kewajibannya mengurus IMB perlu ditingkatkan dengan cara memperbanyak sosialisasi dalam rangka mengatur dan mengendalikan pembangunan pemukiman serta meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Serang.
158
5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang peneliti ajukan berupa rekomendasi yaitu sebagai berikut. 1. Meingkatkan peran serta pihak kecamatan di masing-masing wilayah Kota Serang dalam menyelenggarakan perizinan IMB rumah tinggal dalam rangka meningkatkan realisasi penerimaan IMB. 2. Menambah sumber daya aparatur (SDM) khusunya tenaga lapangan bagi BPTPM Kota Serang sebagai leading sector kebijakan IMB, baik dari segi kualitas dan kuantitas, dengan harapan masing-masing wilayah memiliki minimal 1 (satu) orang tenaga lapangan yang bertanggung jawab terhadap masyarakat yang mengurus IMB di tiap-tiap kecamatan. Di sisi lain, bagi pihak kecamatan di masing-masing wilayah Kota Serang juga perlu memiliki minimal 2 (dua) orang tenaga lapangan dalam rangka menjalankan IMB untuk rumah tinggal. 3. Agar Pemerintah Kota Serang dapat dengan tegas memberlakukan sanksi bagi bangunan yang tidak ber-IMB, diperlukan langkah pemutihan bangunan, artinya setiap bangunan yang sudah terlanjur dibangun dikenakan biaya yang murah agar masing-masing bangunan memiliki IMB. Dengan pemberian tenggang waktu kepada masyarakat selama beberapa minggu untuk mengurus pemutihan tersebut. Dengan konsekuensi apabila ada masyarakat
159
yang tidak mengurus pemutihan tersebut sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, konsekuensinya adalah dikenakan biaya yang sama dengan besaran retribusi IMB. Asumsinya, jika seluruh bangunan telah ber-IMB pemerintah Kota Serang akan dengan mudah memberlakukan sanksi apabila ada bangunan yang tidak ber-IMB. 4. Pemerintah Kota Serang perlu melakukan pembinaan kepada tiaptiap kecamatan dalam melaksanaan Peraturan Walikota Nomor 42 Tahun 2014 yang berisi penyelenggaran perizinan IMB untuk rumah tinggal. 5. Meningkatkan pemahaman masyarakatat tentang manfaaat IMB bagi peningkatan kesejahteraan masyarat dengan keterlibatan berbagai stake holder, BPTPM, pihak kecamatan, kelurahan dan tokoh-tokoh masyarakat. 6. Menambah media sosialisasi selain plang himbauan wajib IMB, salah satunya dengan cara memberikan penyuluhan secara intensif ke kelurahan minimal 2 (dua) kali dalam setahun.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku : Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Cv. Alfabeta. Dunn, Wiliiam N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada Uiversity Press. Dwijowijoto, Riant Nugroho. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT. Alex Media Komputindo. Subarsono, AG. 2006. Analisis Kebijakan Publik : Konsep Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Parson, Wayne. 2005. Public Policy Pengantar teori dan praktik analisis kebijakan. Jakarta: Prenada Media. Dye, Thoman R. 1992. Undertanding Public Policy. Prentice Hall, New Jersey. Mardiasmo. 2006. Perpajakan. Jakarta: Graha Media. Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Prektek Pemerintahan & Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Grasindo. Miles, Mathew B, Huberman Michael A. 2009. Qualitative Data Analisis a Souercebook of New Mathods. Jakarta: Universitas Indonesia (UI) Press (penerjemah: Tjejep Rohendi Rohidi). Moleong Lexy, J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Sugiyono.2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Wibawa, Samoedra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
xi
Dokumen-Dokumen: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang di Provinsi Banten. Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang. Keputusan Walikota Serang Nomor: 503/Kep.241-Huk/2014 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Kepada BPTPM Kota Serang. Peraturan Walikota Serang Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Kepada Camat Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah. Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 14 Tahun 2009 Tentang Garis Sempadan Sumber Lain : Profil Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang Pedoman Izin Mendirikan Bangunan (IMB) BPTPM Kota Serang Suryani, Ade Irma. 2008. Tesis dengan judul: Implementasi Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Dalam Perspektif Azas-Azas Umum Pemerintahan Yang Baik di Kabupaten Sukamara. Universitas Diponegoro Hermawan, Tedi. 2012. Skripsi dengan judul: Evaluasi Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kecamtan Kragilan. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
xii
BPTPM Kota Serang. 2014. Kajian dengan judul : Kajian Potensi Retribusi IMB, HO, dan IPTN di Kecamatan Curug dan Walantaka Kota Serang.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1`
Surat Izin Penelitian dari Fakultas
Lampiran 2
Catatan Lapangan
Lampiran 3
Pedoman Wawancara
Lampiran 4
Ketegorisasi Data
Lampiran 5
Member Chek
Lampiran 6
Foto-Foto
Lampiran 7
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kota Serang
Lampiran 8
Keputusan Walikota Serang Nomor: 503/Kep.241-Huk/2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Kepada BPTPM
Lampiran 9
Peraturan Walikota Serang Nomor 42 Tahun 2014 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Kepada Camat
Lampiran 10 Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Lampiran 11 Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah (copy) Lampiran 12 Lembar Bimbinan Skripsi Lampiran 13 Riwayat Hidup
xiii
RIWAYAT HIDUP Nama
: Royhan Fathan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 01 Mei 1993 Agama
: Islam
Alamat
: Lingkungan Ketileng Rt.03/05 Kelurahan Teritih Kecamatan Walantaka Kota Serang.
Email
:
[email protected]
Nomor Telpon
: 087774407197
Pendidikan Formal
:
1996-2002
: SD Negeri Cibubur Jakarta Pusat
2003-2006
: SMP Negeri 1 Ciruas
2007-2010
: SMA Negeri 3 Kota Serang
2011-2015
: Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Gambar 1 : Plang Wajib IMB
Gambar 2 : Wawancara dengan Sekertaris Satpol PP Kota Serang
GAMBAR 3 : Wawancara dengan Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Serang
Gambar 4 : Ruang Tunggu BPTPM
Gambar 5 : Wawancara dengan Kepala Sub Bagian Perizinan & Pendaftaran Usaha BPTPM
Gambar 6 : Wawancara dengan Kepala Bidang Penegakkan Perda Satpol PP Kota Serang
CATATAN LAPANGAN
NO
TANGGAL
1
29 Januari 2015
2
29 Januari 2015
3
08 Maret 2015
WAKTU
TEMPAT
14.20
Kantor BPTPM Kota Serang
15.00
Kantor BPTPM Kota Serang
13.23
Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang
HASIL - Surat Keputusan Walikota Serang 503/Kep.241-Huk/2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Kepada BPTPM Kota Serang - Perda Kota Serang Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB). - Perda Kota Serang Nomor 14 Tahun 2009 Tentang Garis Sempadan. - Standar Operasional Prosedur (SOP) Perizinan Izin Mendirikan Bangunan oleh BPTPM Kota Serang. - Wawancara - Perda Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah - Perda Kota Serang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pembentukan BPTPM Kota Serang. - Profil BPTPM Kota Serang - Rekap Perizinan Tahun 2009-2013 - Laporan Bulanan Kegiatan Pelayanan BPTPM Kota Serang - Komposisi Aparatur Penegakkan Perda Satpol PP Kota Serang - Standar Operasional Prosedur (SOP) bidang pengakkan Perda - Contoh Segel yang diterapkan untuk bangunan yang melanggar Perda Kota
INFORMAN
Kepala Sub Bidang Perizinan dan Pendaftaran Usaha BPTPM Kota Serang
Sub Bidang Informasi dan Pengaduan BPTPM Kota Serang
Kepala Bidang Penegakkan Perda Satpol PP Kota Serang
4
05 Maret 2015
13.30
5
06 Februari 2015
15.38
6
09 Maret 2015
7
13 April 2015
13.00
8
14 April 2015
11.00
13.20
Serang - Wawancara - Peraturan Walikota Serang Nomor 32 Tahun 2013 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas DPKD Kota Serang - Laporan Retribusi Pelayanan oleh Kantor DPKD Kota BPTPM per Triwulan Serang - Rancangan Peraturan Walikota Serang tentang Tata Cara Pemungutan, Penetapan dan Penagihan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). - Wawancara Kantor Kecamatan Kasemen Kota Serang Kantor Kecamatan Serang Kota Serang Kantor Kecamatan Cipocok jaya Kota Serang Kantor Kecamatan Walantaka Kota Serang -
Wawancara Peraturan Walikota Serang Nomor 42 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan sebagian perizinan (termasuk IMB) oleh Kecamatan Wawancara Peraturan Walikota Serang Nomor 42 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan sebagian perizinan (termasuk IMB) oleh Kecamatan Wawancara Peraturan Walikota Serang Nomor 42 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan sebagian perizinan (termasuk IMB) oleh Kecamatan Wawancara
Kepala Seksi Perimbangan Retribusi dan Lain-lain DPKD Kota Serang
Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kota Serang Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Serang Kota Serang
Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Cipocok Jaya Kota Serang
Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Walantaka Kota Serang
9
10
14 April 2015
14 April 2015
13.00
14.10
Kantor Kecamatan Taktakan Kota Serang Kantor Kecamatan Curug Kota Serang
Wawancara
Peraturan Walikota Serang Nomor 42 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan sebagian perizinan (termasuk IMB) oleh Kecamatan - Wawancara
Sekertaris Camat Taktakan Kota Serang
Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Curug Kota Serang
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KATEGORI PIHAK BPTPM KOTA SERANG 1. Kasubag Umum dan Kepegawaian (P.1) 2. Kasubag Program Evaluasi dan Pelaporan (P.2) 3. Kasubid Pelayanan Informasi dan Perizinan Usaha (P.3) Identitas informan 1. Nama 2. Usia 3. Jenis Kelamin 4. Pendidikan 5. Nomor Hp/email 1. a.
: : : : :
i. j.
Ukuran dan Tujuan Kebijakan Bagaimana proses kebijakan tentang IMB ini mulai diterapkan di Kota Serang? Kendala apa sajakah yang dihadapi pemerintah Kota Serang dalam penerapan kebijakan tentang IMB? Apakah tujuan yang diinginkan oleh pemerintah Kota Serang, terkait dengan adanya kebijakan/regulasi tentang IMB? Bagaimana tanggapan Anda terhadap kebijakan IMB? Bagaimana mekanisme dari awal hingga terbitnya IMB? Apakah kebijakan tentang IMB telah mencapai hasil yang diinginkan? Apakah tujuan kebijakan tentang IMB sudah dapat terealisasi dengan baik kepada masyarakat? Ketegori masyarakat yang bagaimana yang dikenakan kewajiban dalam mengurus IMB? Jenis bangunan yang bagaimana yang diharuskan memiliki IMB? Apakah masjid, sekolah dan sarana umum juga dikenakan IMB?
k.
Berapa biaya papan nama proyek utk bangunan baru?
l.
Biaya plat nomor registrasi berapa?
b. c. d. e. f. g. h.
m. Bagaimana ketentuan-ketentuan khusus? n.
Bangunan apa saja yang tidak dikenakan IMB?
2. a. b. c. d. e. f.
3. a. b.
c.
Sumber Daya Bagaimana Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di BPTPM Kota Serang sebagai pelaksana kebijakan tentang IMB? Bagaimana kemampuan Sumber Daya Manusia yang dimiliki BPTPM Kota Serang dalam menyelenggarakan IMB? Bagaimana kondisi sarana yang ada di BPTPM Kota Serang sebagai pihak penyelenggara kebijakan tentang IMB? Bagaimana prasarana yang tersedia di BPTPM Kota Serang? Bagaimana Kondisi Pagu Anggaran BPTPM Kota Serang dalam melaksanakan kebijakan tentang IMB? Apakah Anggaran yang tersedia mampu secara optimal mendukung proses penyelenggaraan IMB di BPTPM Kota Serang? Karakteristik Agen Pelaksana Organisasi mana sajakah yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan tentang IMB di Kota Serang? Apakah organisasi formal/informal yang terlibat dalam pengimplementasian kebijakan tentang IMB telah memiliki karakteristik yang sesuai dengan kinerja implementasi kebijakan terhadap publik Apakah cakupan wilayah yang diimplementasikan kebijakannya sudah sebanding dengan jumlah pelaksana yang dilibatkan?
4. Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana a. Bagaimana sikap/tingkah laku para pelaksana dalam mempengaruhi masyarakat agar dapat ikut berpartisipasi dalam proses implementasi kebijakan tentang IMB? b. Apakah kebijakan yang dilaksanakan para pelaksana sudah sesuai dengan permasalahan yang ada di dalam masyarakat? c. Bagaimana sikap yang diambil oleh pelaksana kebijakan menyikapi masyarakat yang tidak patuh terhadap penyelenggaraan perda tentang IMB di Kota Serang? 5. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana a. Apakah dalam penyampaian informasi antarorganisasi dalam proses implementasi kebijakan ini sudah terkordinasi dengan baik? b. Bagaimana kendala yang dihadapi oleh BPTPM Kota Serang sebagai pelaksana kebijakan tentang IMB dalam berkordinasi dengan organisasi terkait? (Contohnya: Pihak Kecamatan/kelurahan) c. Bagaimana cara yang ampuh agar tidak terjadi kesalahan dalam penyampaian informasi diantara pihak-pihak yang terlibat? 6.
Kondisi ekonomi, sosial, dan politik
a. b. c.
Bagaimana kondisi eksternal yang terjadi dalam pengimplementasian kebijakan tentang IMB? Bagaimana kondisi lingkungan eksternal tersebut sudah ikut mendorong keberhasilan kebijakan yang telah ditetapkan? Apakah kondisi ekonomi, sosial dan iklim politik berpengaruh pada perilaku masyarakat dalam mematuhi Perda tentang IMB di Kota Serang?
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KATEGORI PIHAK DI MASING-MASING KECAMATAN KOTA SERANG 1. Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan Kecamatan (P.4) Identitas informan 1. Nama 2. Usia 3. Jenis Kelamin 4. Pendidikan 5. Nomor Hp/email 1. a. b. c. d.
e. f.
2. a. b. c. d. 3. a. b.
c.
: : : : :
Ukuran dan Tujuan Kebijakan Bagaimana kebijakan tentang IMB ini diterapkan di Kecamatan X? Bagaimana pendapat Anda tentang kebijakan IMB di Kota Serang? Kendala apa sajakah yang terdapat di Kecamatan X dalam penerapan kebijakan tentang IMB? Apakah tujuan yang diinginkan oleh pemerintah Kota Serang, terkait dengan adanya kebijakan/regulasi tentang IMB sudah diketahui oleh sebagian besar masyarakat di Kecamatan X? Apakah kebijakan tentang IMB telah mencapai hasil yang diinginkan di Kecamatan X? Apakah tujuan kebijakan tentang IMB sudah dapat terealisasi dengan baik kepada masyarakat Kecamatan X? Sumber Daya Bagaimana Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada Kantor Kecamatan X sebagai pendukung kebijakan tentang IMB? Bagaimana kemampuan Sumber Daya Manusia yang dimiliki Kantor Kecamatan X dalam mendukung kebijakan IMB? Bagaimana kondisi sarana yang ada di Kecamatan X? Bagaimana prasarana yang tersedia di Kecamatan X? Karakteristik Agen Pelaksana Organisasi mana sajakah yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan tentang IMB di Kota Serang? Apakah organisasi formal/informal yang terlibat dalam pengimplementasian kebijakan tentang IMB telah memiliki karakteristik yang sesuai dengan kinerja implementasi kebijakan terhadap publik Apakah cakupan wilayah yang diimplementasikan kebijakannya sudah sebanding dengan jumlah pelaksana yang dilibatkan?
4. Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana a. Bagaimana sikap/tingkah laku para pelaksana dalam mempengaruhi masyarakat agar dapat ikut berpartisipasi dalam proses implementasi kebijakan tentang IMB? b. Apakah kebijakan yang dilaksanakan para pelaksana sudah sesuai dengan permasalahan yang ada di dalam masyarakat? c. Bagaimana sikap yang diambil oleh pelaksana kebijakan menyikapi masyarakat yang tidak patuh terhadap penyelenggaraan perda tentang IMB di Kota Serang? 5. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana a. Apakah dalam penyampaian informasi antarorganisasi dalam proses implementasi kebijakan ini sudah terkordinasi dengan baik? b. Bagaimana kendala yang dihadapi oleh pihak Kecamatan X sebagai organisasi pendukung kebijakan tentang IMB dalam berkordinasi dengan organisasi terkait? (pihak BPTPM? c. Bagaimana cara yang ampuh agar tidak terjadi kesalahan dalam penyampaian informasi diantara pihak-pihak yang terlibat? 6. a. b. c. d.
Kondisi ekonomi, sosial, dan politik Bagaimana kondisi umum (ekonomi, sosial) masyarakat Kecamatan X? Bagaimana dukungan masyarakat di Kecamatan X tentang kebijakan tentang IMB? Apakah kondisi lingkungan masyarakat sudah ikut mendorong keberhasilan kebijakan yang telah ditetapkan? Apakah kondisi ekonomi, sosial dan iklim politik kecamatan X berpengaruh pada perilaku masyarakat dalam mematuhi Perda tentang IMB?
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KATEGORI ANGGOTA KOMISI I DPRD KOTA SERANG 1.
Anggota Komisi I DPRD Kota Serang (P.5)
Identitas informan 1. Nama 2. Usia 3. Jenis Kelamin 4. Pendidikan 5. Nomor Hp/email 1. a.
b. c. d.
2. a. b.
: : : : :
Ukuran dan Tujuan Kebijakan Apakah tujuan yang diinginkan oleh pemerintah Kota Serang, terkait dengan adanya kebijakan/regulasi tentang IMB sudah diketahui oleh sebagian besar masyarakat Kota Serang? Apakah kebijakan tentang IMB telah mencapai hasil yang diinginkan? Apakah tujuan kebijakan tentang IMB sudah dapat terealisasi dengan baik kepada masyarakat? Bagaimanakah peran regulator atau pembuat kebijakan tentang IMB dalam mendukung keberhasilan kebijakan tentang IMB? Karakteristik Agen Pelaksana Organisasi mana sajakah yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan tentang IMB di Kota Serang? Apakah cakupan wilayah yang diimplementasikan kebijakannya sudah sebanding dengan jumlah pelaksana yang dilibatkan?
3. Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana a. Sejauh ini, bagaimana sikap/tingkah laku para pelaksana dalam mempengaruhi masyarakat agar dapat ikut berpartisipasi dalam proses implementasi kebijakan tentang IMB? b. Apakah kebijakan yang dilaksanakan para pelaksana sudah sesuai dengan permasalahan yang ada di dalam masyarakat? c. Bagaimana sikap yang diambil oleh pembuat kebijakan/regulator kebijakan menyikapi masyarakat yang tidak patuh terhadap penyelenggaraan perda tentang IMB di Kota Serang? 4. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana
a.
Apakah dalam penyampaian informasi antarorganisasi dalam proses implementasi kebijakan ini sudah terkordinasi dengan baik? b. Bagaimana kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Serang dalam mengimplementasikan kebijakan tentang IMB dalam berkordinasi dengan organisasi terkait? (pihak BPTPM? c. Bagaimana cara yang ampuh agar tidak terjadi kesalahan dalam penyampaian informasi diantara pihak-pihak yang terlibat 5. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik a. Bagaimana kondisi eksternal yang terjadi dalam pengimplementasian kebijakan tentang IMB? b. Bagaimana kondisi lingkungan eksternal tersebut sudah ikut mendorong keberhasilan kebijakan yang telah ditetapkan? c. Bagaimana proses politik berpengaruh pada proses implementasi Perda tentang IMB di Kota Serang?
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KATEGORI DPKD KOTA SERANG Kasubid Pendapatan DPKD Kota Serang (P.6) Identitas informan Nama Usia Jenis Kelamin Pendidikan Nomor HP
: : : : :
Apakah kebijakan tentang IMB telah mencapai hasil yang diinginkan? Apakah tujuan kebijakan tentang IMB sudah dapat terealisasi dengan baik kepada masyarakat? Bagaimana SOP dalam penerimaan retribusi IMB yang diserahkan BPTPM? Bagaimana persyaratan pelayanan agar BPTPM/Kecamatan dapat menyetor hasil retribusi IMB? Dasar Hukum dalam mengelola keuangan daerah di Kota Serang? (Perwal/SK?) Bagaimana bentuk koordinasi DPKD dengan pihal yang terkait retribusi seperti BPTPM? Siapa saja yang terlibat dalam koordinasi penerimaan retribusi IMB? Bagaimana penentuan estimasi dalam IMB? Bagaimana aturan tentang besaran retribusi yang harus diterima DPKD, apakah ada prosentase khusus atau 100% diserahkan ke DPKD? Bagaimana kondisi SDM yang menangani PAD sektor retribusi? Adakah peningkatan penerimaan semenjak diberlakukannya perwal? Bagaimana sosialisasi yang sudah dilakukan oleh DPKD dalam upaya peningkatan kesadaran masyarakat dalam kewajiban mengurus IMB? Bagaimana saran agar penerimaan PAD sektor retribusi dapat meningkat?
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KATEGORI SATPOL PP KOTA SERANG SATPOL PP Identitas informan Nama Usia Jenis Kelamin Pendidikan Nomor Hp/email
: : : : :
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan & karakteristik agen pelaksana a. Apakah tujuan yang diinginkan oleh pemerintah Kota Serang, terkait dengan adanya kebijakan/regulasi tentang IMB sudah diketahui oleh sebagian besar masyarakat Kota Serang? b. Bagaimana menurut anda dengan karakteristik masyarakat kota serang? c. Apakah kebijakan ini kedepan bisa diterapkan secara maksimal? d. Apakah kebijakan tentang IMB telah mencapai hasil yang diinginkan? e. Apakah tujuan kebijakan tentang IMB sudah dapat terealisasi dengan baik kepada masyarakat? f. Bagaimanakah peran Satpol PP dalam mendukung kebijakan tentang IMB? g. Apa saja kendala yang dihadapi dalam penertiban bangunan tanpa IMB? h. Apakah pernah ada teguran dari satpol pp mengenai bangunan yang tidak ber IMB? i. Bagaimana solusi anda kepada pemerintah kota serang agar kebijakan IMB dapat terlaksana dengan maksimal? 2. Sumber Daya a. Bagaimana keadaan Sumber Daya Manusia di Satpol PP dalam menangani bangunan liar? b. Apakah jumlah personilnya cukup? c. Bagaimana sarana dan prasarana yang ada di satpol PP? 3. Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana a. Sejauh ini, bagaimana sikap/tingkah laku para pelaksana dalam mempengaruhi masyarakat agar dapat ikut berpartisipasi dalam proses implementasi kebijakan tentang IMB? b. Apakah kebijakan yang dilaksanakan para pelaksana sudah sesuai dengan permasalahan yang ada di dalam masyarakat?
c. Bagaimana sikap yang diambil oleh pembuat kebijakan/regulator kebijakan menyikapi masyarakat yang tidak patuh terhadap penyelenggaraan perda tentang IMB di Kota Serang? 4. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana a. Apakah dalam penyampaian informasi antarorganisasi dalam proses implementasi kebijakan ini sudah terkordinasi dengan baik? b. Bagaimana kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Serang dalam mengimplementasikan kebijakan tentang IMB dalam berkordinasi dengan organisasi terkait? (pihak BPTPM? c. Bagaimana cara yang ampuh agar tidak terjadi kesalahan dalam penyampaian informasi diantara pihak-pihak yang terlibat? 5. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik a. Bagaimana kondisi eksternal yang terjadi dalam pengimplementasian kebijakan tentang IMB? b. Bagaimana kondisi lingkungan eksternal tersebut sudah ikut mendorong keberhasilan kebijakan yang telah ditetapkan?
‘
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KATEGORI PEMOHON IMB 1. Pemohon IMB (P.7) Identitas informan 1. Nama 2. Usia 3. Jenis Kelamin 4. Pendidikan 5. Jenis Bangunan 6. Nomor Hp/email
: : : : : :
Karakteristik Agen Pelaksana a. Bagaimana kemudahan akses menuju BPTPM anda dalam proses? b. Bagaimana kondisi kantor (ruang tunggu) BPTPM Kota Serang? c. Bagaimana kejelasan biaya pembuatan IMB? d. Bagaimana kejelasan waktu pelayanan pembuatan IMB? e. Bagaimana prosedur yang anda jalani dalam pembuatan IMB di BPTPM Kota Serang? f. Kendala/kesulitan apa sajakah yang anda temui pada saat proses pembuatan IMB di BPTPM Kota Serang? g. Apakah pelayanan pembuatan IMB sudah sesuai dengan harapan anda? h. Bagaimana kenyamanan dalam proses pembuatan di BPTPM Kota Serang? Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana a. Bagaimana sikap/tingkah laku para pelaksana dalam mempengaruhi masyarakat agar dapat ikut berpartisipasi dalam proses implementasi kebijakan tentang IMB? b. Apakah dalam pembuatan IMB, petugas melayani anda dengan segera? c. Bagaimana keramahan petugas dalam melayani anda dalam pembuatan IMB? d. Apakah petugas menjelaskan prosedur dalam pembuatan IMB? e. Bagaimana kemudahan proses pembuatan IMB? f. Bagaimana kecepatan dalam proses pembuatan IMB? g. Apakah petugas memberi rincian biaya pelayanan secara transparan? h. Apakah besarnya biaya retribusi memberatkan bagi anda?
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KATEGORI MASYARAKAT KOTA SERANG 1. Masyarakat di Beberapa Kecamatan (P.8) Identitas informan 1. Nama 2. Usia 3. Jenis Kelamin 4. Pendidikan 5. Jenis Bangunan 6. Nomor Hp/email a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
: : : : : :
Apakah anda memiliki bangunan permanen? Sudah berapa lama anda tinggal dan menetap di lingkungan ini? Apakah rumah yang anda tempati saat ini memiliki IMB? Apakah anda mengetahui bahwa setiap bangunan wajib memiliki IMB? Setujukah anda bahwa setiap bangunan wajib memiliki IMB? Apakah mengetahui manfaat dalam pembuatan IMB? Adakah sosialisasi yang pernah dilakukan oleh pihak kelurahan/kecamatan maupun pihak BPTPM Kota Serang tentang kewajiban memiliki IMB? Apakah anda membayar retribusi karena kesadaran sendiri? Atau faktor lain, jelaskan! Apakah anda selalu mengurus dan membayarretribusi IMB setiap melakukan perubahan bentuk/penambahan bangunan? Apakah anda merasa bahwa bangunan yang anda miliki pantas mendapatkan pengecualian/keringanan retribusi IMB? Pernahkah ada sanksi oleh Pemerintah Kota Serang terhadap bangunan yang tidak memiliki IMB? Bagaimana pendapat anda mengenai kebijakan tentang IMB di Kota Serang?
KATEGORISASI DATA No 1.
Kategori Awal mula Kebijakan IMB
2.
Tujuan Kebijakan IMB
3.
Sistem atau mekanisme pengumpulan data penyelenggaraan IMB
4.
Ukuran keberhasilan
5.
Kondisi sumber daya manusia
6.
Kondisi sumber daya finansial
7
Kondisi sumber daya waktu
8.
Hambatan umum dalam
Rincian Isi Kategori a. Awal Kebijakan pengendalian pembangunan pemukiman di Kota Serang b. Awal Kebijakan Perizinan IMB diselenggarakan di Kota Serang c. Dasar Hukum Penyelenggaraan Perizinan IMB oleh BPTPM Kota Serang d. Pelimpahan sebagian perizinan IMB kategori rumah tinggal kepada masing-masing Kecamatan a. Tujuan Kebijakan IMB menurut Kepala Sub Bidang Perizinan dan Pendaftaran Usaha b. Tujuan Kebijakan IMB menurut Kepala Bidang Penegakkan Peraturan Daerah SATPOL PP Kota Serang c. Tujuan Kebijakan IMB menurut Kepala Seksi Perimbangan retribusi dan Lain-lain DPKD Kota Serang. d. Tujuan Kebijakan IMB menurut Kepala Seksi Ekonomi Pembangunan di Kecamatan masing-masing wilayah Kota Serang. a. Meminta laporan capaian pelayanan retribusi perizinan oleh BPTPM ke DPKD kota Serang b. Meminta perkembangan pelayanan perizinan IMB di masing-masing wilayah kecamatan a. Komitmen semua lapisan pelaksana pemerintahan b. Penguatan kelembagaan BPTPM sebagai leading sector kebijakan dan pihak Kecamatan c. Komitmen pemimpin daerah, mobilisasi sumber daya, dan dukungan implementor d. Pengawasan pembangunan pemukiman dan tempat usaha e. Kepatuhan masyarakat dalam mematuhi kebijakan IMB a. Belum mencukupi, terutama untuk tenaga teknis lapangan yang memiliki tanggung jawab sangat kompleks (mulai dari pengukuran bangunan, sampai penetuan besaran retribusi) dari pihak BPTPM b. Mencukupi, tapi perlu penguatan dari pihak masingmasing Kecamatan. a. Anggaran secara umum mencukupi b. Setiap tahun selalu mengalami kenaikan anggaran c. Terbatasnya anggaran untuk sosialisasi a. Kebijakan/Perda IMB sifatnya berkelanjutan b. Tidak ada target waktu c. Target waktu hanya ada dalam penjabaran program/kegiatan a. Masyarakat pada umumnya mengurus IMB hanya
implementasi Kebijakan IMB
9.
Agen pelaksana kebijakan yang dilibatkan
10.
Penguatan kelembagaan
jika ada kepentingan b. Luas cakupan wilayah Kota Serang belum sebanding dengan jumlah tenaga teknis lapangan (yang bertugas mengawasi, mengukur dan menetukan besaran retribusi IMB) c. Kurang aktifnya peran agen pelaksana di tingkat RT/RW, kelurahan, ataupun kecamatan d. Belum ada koordinasi dari BPTPM kepada Kecamatan sebagai pelaksana Perwal Perizinan IMB rumah tinggal. e. Masyarakat mengurus IMB hanya jika ada keperluan (seperti mengajukan pinjaman ke Bank) f. Kesulitan yang dialami oleh SatpolPP dalam memberikan pembinaan kepada masyarakat terkait kewajiban IMB g. Belum tegasnya sanksi yang diberikan oleh karena masyoritas masih belum memiliki IMB h. Mayoritas masyarakat belum memahami pentingnya mengurus IMB, sehingga kebijakan mengenai IMB ini belum sepenuhnya dianggap penting i. Lemahnya peran kecamatan dan keluarahan dalam sosialisasi, kurangnya inisiatif SKPD. j. Peruntukan bangunan yang tidak sesuai dengan Surat IMB Belum adanya kepastian Perwal membuat beberapa pihak Kecamatan akhirnya tidak mau ambil resiko dan tidak melayani pihak yang ingin membuat IMB k. Tidak adanya Akta Jual Beli (AJB) atau sertifikat rumah menyulitkan pihak kecamatan dalam memberikan pelayanan l. Pihak kecamatan masih harus ‘jemput bola’ ke BPTPM menanyakan hal-hal teknis terkait penyelenggaraan IMB rumah tinggal m. Belum adanya setoran retribusi dari pihak Kecamatan ke DPKD Kota Serang n. Pihak DPKD belum mengetahui IMB rumah tinggal sudah bisa melalui Kecamatan. a. Instansi pemerintahan,Khususnya BPTPM, DPKD, Satpol PP, camat, pemilik bangunan dan masyarakat. b. Cakupan luas wilayah kebijakan: 6 kecamatan a. Dibentuknya Peraturan-Peraturan Daerah yang berorientasi terhadap peningkatan realisasi PAD sektor retribusi daerah b. Bentuk pengawasan dan penertiban pembangunan perumahan dilakukan melalui koordinasi dengan beberapa Stakeholder (BPTPM, BLHD, SatpolPP, Kecamatan, dengan mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan
c.
d.
11.
Sikap pelaksana dalam pelayanan pembuatan IMB
a. b.
c.
d.
e. f. 12.
Respon atau tanggapan dari agen pelaksana
a. b.
c.
d. 13.
Koordinasi BPTPM dengan SKPD lainnya dan stakeholder
a.
b. c. d. 14.
Kondisi ekonomi lingkungan
a. b.
15.
Kondisi sosial lingkungan
a. b.
Disahkannya Peraturan Walikota yang berkaitan dengan penyelenggaraan perizinan IMB juga sebagai penguatan peran pihak Kecamatan dalam meningkatkan kesadaran dalam mengurus IMB Telah dibuatnya Rancangan Perda terkait tatacara pemungutan, penetapan dan penagihan Retribusi IMB oleh BPTPM Pentingnya kepemilikan IMB Belum adanya kepastian Perwal membuat beberapa pihak Kecamatan akhirnya tidak mau ambil resiko dan tidak melayani pihak yang ingin membuat IMB Tidak adanya Akta Jual Beli (AJB) atau sertifikat rumah menyulitkan pihak kecamatan dalam memberikan pelayanan Pihak kecamatan masih harus ‘jemput bola’ ke BPTPM menanyakan hal-hal teknis terkait penyelenggaraan IMB rumah tinggal Belum adanya setoran retribusi dari pihak Kecamatan ke DPKD Kota Serang Pihak DPKD belum mengetahui IMB rumah tinggal sudah bisa melalui Kecamatan. Leading sector senang dan sangat mendukung Kebijakan IMB diharapkan benar-benar dapat mengatasi perkembangan pembangunan agar lebih teratur serta dapat meningkatkan realisasi PAD Kota Serang dari sektor retribusi. Urgensitas penertiban pembangunan sangat tinggi mengingat perkembangan pembangunan pemukiman di Kota Serang cukup pesat Tanggapan positif dari Kecamatan di masing-masing wilayah Pertemuan rutin setiap ada proyek pembangunan perumahan (pemukiman) dengan penggunaan lahan diatas 1. Penyetoran hasil retribusi perizinan ke DPKD per tiga bulan Koordinasi rutin setiap ada kegiatan usaha yang belum memiliki izin dengan pihak Satpol PP Belum ada koordinasi perihal Perwal terkait penyelenggaraan perizinan oleh Kecamatan Pertumbuhan ekonomi masyarakat meningkat tiap tahunnya Kemiskinan di perkotaan membuat kebijakan IMB diasumsikan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki financial lebih tinggi. Tingkat pendidikan masyarakat relatif baik Persepsi masyarakat mayoritas mengurus IMB ketika ada kepentingan
16.
Dukungan elit politik
17.
Opini publik
c. Sikap masyarakat belum sepenuhnya kooperatif terhadap kebijakan IMB d. Masyarakat belum sepenuhnya menerima pembinaan yang dilakukan oleh satpol PP Kota Serang dalam hal IMB e. Masyarakat belum mengetahui manfaat pembuatan IMB sehingga belum menganggap penting kebijakan IMB. a. Dukungan dalam hal penganggaran oleh pihak legislatif b. Dukungan elit politik dalam pengesahan Perwal untuk memudahkan masyarakat dalam mengurus IMB rumah tinggal oleh pihak kecamatan agar lebih mudah dan dekat. a. Beberapa masyarakat menekankan harus adanya dukungan penuh oleh pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha b. Harus ada penyuluhan tentang Kebijakan IMB di masing-masing Kecamatan c. Masyarakat merespon positif, tapi banyak yang belum paham tentang IMB d. Perlu adanya pemutihan dengan biaya murah agar kebijakan IMB dipatuhi oleh masyarakat termasuk bagi masyarakat yang terlanjur membangun
MEMBER CHECK Hari/Tanggal Infroman Jabatan Tempat
: 29 Januari 2015 & 10 April 2015 : Bapak Evam Rivana (34) : Kasubid Pelayanan dan Pendaftaran Perizinan Usaha : Kantor BPTPM Kota Serang
HASIL WAWANCARA Indikator: 1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan Kebijakan
IMB
sendiri
merupakan
keharusan
yang
ada
di
sebuah
daerah/masyarakat. Untuk kebijakan juga sudah ada aturannya perdanya adalah nomor 13 tahun 2011 itupun sudah diatur. Artinya, penerbita IMB sendiripun tidak membebani bagi masyarakat karena dari segi biaya tidak terlalu besar untuk masyarakat.
2. Sumber Daya Kendala Utama Kita, SDM. Karena disini kita untuk tenaga lapangan khusus IMB sendiri cuma ada 1, untuk survei dan lain sebagainya, sedangkan yang harus dilayani kita 6 kecamatan. Kita udah pernah mengajukan ke Badan Kepegawaian Daerah, dalam rangka mendukung optimalisasi penerimaan IMB. kita juga pernah mencoba menyebar surat edaran ke semua kecamatan terkaitan kewajiban mengurus IMB bagi seluruh masyarakat di 6 kecamatan tersebut. Terkait sosialisasi kita melakukannya di tahun 2012 & 2013, dulu zaman kabupaten IMB pernah bisa dikeluarkan oleh kecamatan tapi setelah dimekarkan IMB hanya bisa dikeluarkan oleh BPTPM.
3. Karakteristik Organisasi Untuk perwal terkait pelimpahan kewenangan walikota tentang penyelenggaraan perizinan kepada pihak kecamatan sebenarnya sudah disahkan pada bulan desember 2014, akan tetapi mulai efektif di jalankan pada bulan maret 2015. Selama ini untuk proses koordinasi dengan pihak DPKD tidak ada kendala, artinya kita menyetorkan langsung ke DPKD setiap hari jika ada masyarakat yang
membayar retribusi IMB, hari itu juga langsung kita setorkan ke DPKD seluruhnya. Untuk jenis bangunan yang mendapat pengecualian kewajiban IMB adalah sarana ibadah, gedung pemerintah, dan fasilitas negeri seperti sekolah negeri, dan universitas negeri tidak dikenakan biaya retribusi IMB. Untuk Papan nama proyek 100 ribu. Biaya plat nomor 50 ribu.
4.
Sikap Pelaksana Kebijakan
Kelapangan, survei, mengamati, kondisi bangunan, jika tidak memiliki perizinan kita tidak ke satpol pp akan tetapi sesuai perda nomor 5 tahun 2009 kita berikan surat teguran sebanyak 3 kali berturut-turut. Akan tetapi jika sudah diberikan peringatan sebanyak 3 kali tersebut tidak diindahkan barulah kita melayangkan surat ke satpol pp. Kalau untuk penyegelan kita masih melihat latar belakang masyarakat sendiri, terkecuali untuk bangunan atau usaha yang membawa dampak buruk bangi lingkungan itu kita berani melayangkan surat ke satpol pp untuk mengeksekusi/ mentegel bangunan tersebut.
5. Komunikasi antar Organisasi Biasanya bangunan-bangunan atau perumahan yang luasnya lebih dari 5000 meter itu BPTPM mengumpulkan tim teknis untuk melakukan rapat, tim teknis sendiri terdiri dari BLHD, Kecamatan (tempat perumahan itu didirikan), BAPPEDA, dinas tata kota, satpol pp itu semua yang berkaitan dengan perizinan kita undang. Karena untuk bangunan/perumahan yang akan di bangun yang luasnya dibawah 1 hektar itu harus ada IPPT (Izin Penggunaan Peruntukan Tanah) dulu, kalau sudah diatas 1 hektar itu izin lokasi itu dirapatin dulu dengan tim teknis. 6. Kondisi Sosial Ekonomi Politik saat ini sedang ada pembahasan peraturan walikota (perwal) terkait pelimpahan kewenangan ke kecamatan agar kecamatan juga diberikan kecamatan dapat berwenang mengeluarkan IMB, karena mungkin untuk daerah-daerah yang letaknya jauh dari BPTPM seperti Kecamatan kasemen tidak mengurus IMB karena jauh sehingga malas untuk mengurusnya, hal ini juga alasan mengapa realisasi IMB belum optimal.
Informan Penelitian
(
)
MEMBER CHECK Hari/Tanggal
: 06 Februari 2015 & 12 Mei 2015
Infroman Jabatan Tempat
: Bapak Jaenudin (46) : Kasi Ekonomi Pembanguanan Kecamatan Kasemen : Kantor Kecamatan Kasemen
HASIL WAWANCARA Indikator: 1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan Kalau dari sini ke BPTPM kan besar transportnya. Kalau di kecamatan kan karena dekat dengan masyarakat kan cepat bisa 1-2 hari juga beres, waktu di kabupaten kan 100 meter kebawah itu bisa lewat kecamatan, sehingga mereka enak gitu untuk rumah tinggal, dengan semua pelayanan kesana semua makin parah dan makin mahal. Untuk di Kecamatan Kasemen kesadaran masyarakat terhadap IMB, selama ini IMB dibuat dikala ada kepentingan. Seperti mengajukan pinjaman ke Bank itu harus ada IMB baru membuat IMB. Selama ini IMB hanya untuk sekala besar seperti ruko/gedung untuk skala kecil itu belum tegas sikap yang yang dilakukan pemerintah. Harusnya instansi yang berkecimpung dalam PAD Kota Serang seperti DPKD, BPTPM, dsb, dari pada mereka harus menunggu orang yang ingin bikin izin yang bisa dihitung dengan jari jumlahnya lebih baik dilakukan biaya pemutihan 100rb aja setiap orang pasti orang mau semuanya, pasti!!, yang penting ada suratnya dulu. Bayangkan ada berapa rumah di kota serang 100rb x 1000 rumah paling sedikit sudah 100 juta. Di kecamatan kasemen sendiri jika bicara jumlah bangunan khususnya rumah tinggal saja terdapat 25568 ribu kk, katakanlah 20 ribu bangunan x 100rb sudah 2 milyar untuk satu kecamatan kasemen saja. Ini yang tidak terpikirkan oleh pemerintah, kalau di bahasa BPTPM sendiri ada yang disebut prona yaitu biaya murah untuk kepemilikan tanah, bikin sertifikat tanah dengan biaya yang sangat murah dengan biaya 300 rb bisa bikin sertifikat tanah.
2.
Sumber Daya
Kalau kita tenaga SDM udah siap, dalam hal tenis pengukuran penggambaran
sudah siap, sebenarnya untuk hitung-hitungan besaran retribusi itu mah gampang Cuma untuk dalam penggambaran bangunan memang perlu adanya tenaga ahli itu, kalau kita sih mengantisipasinya dengan cara memberi pelatihan aplikasi Autocat kepada anggota kecamatan untuk membuat sketsa gambar,
3. Karakteristik Organisasi di kota serang sendiri belum ada sanksi yang tegas/keras seperti perobohan bangunan dan sebagainya, Cuma selama ini peringatan memang ada hanya untuk bangunan yang dipinggir jalan, setau saya kalau bangunan yang letaknya didalam/dikampung belum pernah ada diberikan surat teguran klo di kota serang bangunan yang letaknya mayoritas tidak ada IMB, kecuali perumahan. Harusnya BPTPM ini bisa menggali potensi daerah, dengan cara diperbanyak sosialisasi tentang kewajiban masyarakat terhadap pemerintah seperti perizinan termasuk Izin Mendirikan Bangunan itu harus disosialisasikan benar-benar kepada masyarakat sehingga masyarakat juga kalau diberikan kewajiban dan ada sanksinya harus ada langkah-langkah yang tepat dan tegas, sebagai contoh diberikan gambar kepada masyarakat didaerah ini loh yang bangunannya kita hancurkan, contoh dicipare ada kios2 liar didekat pemakaman hanya ditegur tapi tidak dihancurkan, seharusnya dihancurkan, permasalahannya kenapa bisa terjadi seperti itu adalah hampir semua bangunan belum memiliki IMB, sehingga pemerintah tidak bisa menghancurkan bangunan sedang bangunan yang lain jg tidak memiliki IMB, jika semua bangunan yang tidak memiliki IMB itu semuanya dihancurkan tidak akan mungkin.
4.
Sikap Pelaksana Kebijakan
Untuk dimasyarakat tidak ada sosialisasi semacam itu, seharusnya setelah kekecamatan ada sosialisasi ke masyarakat memanggil masyarakat, mungkin mereka terhambat biaya, klo dari kita tidak mungkin menyediakan sosialisasi tersebut. Sebenarnya dari segi pengetahuan masyarakat sebagian besar tau tentang kewajiban mengurus IMB hanya mereka tidak paham apa manfaat dari mengurus IMB.
5. Komunikasi antar Organisasi BPTPM ini harus mengadakan pembinaan kepada pihak kecamatan, kami forum camat sudah membuat surat ke BPTPM mengenai hal tersebut kebetulan saya konfirmasi kesana katanya tahun ini memang ada, jadi bagaimana proses perizinan itu caranya bagaimana ya mereka yang tahu. 6. Kondisi Sosial Ekonomi Politik Sebenarnya untuk kasemen sendiri kan termasuk daerah yang sangat miskin di Kota Serang, kenapa miskin karena disini banyak lahan pertanian akan tetapi bukan masyarakat kita yang punya lahan tersebut, mereka hanya sebagai buruh tani saja. Ada juga tambak, tambak banyak disini hanya masyarakat kasemen Cuma sebagai buruh pemilik tambah mayoritas dimiliki oleh orang kota. Lahan banjirpun masih besar potensinya di Kasemen
Informan Penelitian
(
)
MEMBER CHECK Hari/Tanggal
: 05 Maret 2015
Infroman Jabatan Tempat
: Bapak Aminudin (42) : Kasi Perimbangan Retribusi dan Lain-lain DPKD : Kantor DPKD Kota Serang
HASIL WAWANCARA Indikator: 1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan Kalau untuk kasus rumah tinggal di Kota Serang yang mayoritas belum punya IMB sendiri itu disebabkan karena kesadaran masyarakatnya sendiri, selain kesadaran masyarakat ya memang dari kitanya juga dari SDM nya. Kalau memang kesadaran masyarakat kurang seharusnya dari BPTPM nya menyisir bangunan atau rumah mana saja yang belum memiliki IMB, tapi memang terkadang sulit kalau harus mendatangi rumah satu persatu. Jadi kemampuan SKPD mungkin sebatas untuk bangunan yang baru, begitu ada bangunan baru langsung datangi dan tanyakan sudah punya IMB belum? Kalau belum stop kalau ada lanjut untuk bangunan atau rumah yang terlanjur dibangun itu memang sulit jika harus didata satu persatu karena tenaga kita terbatas. 2.
Sumber Daya
Ya memang kita akui, keterbatasan SDM memang bukan hanya BPTPM, SKPD secara keseluruhan termasuk DPKD kalau dilihat ideal masih belum belum ideal, sudah beberapa kali memang kita tidak dapat jatah SDM. Ya kita berjalan dengan seadanya saja, makannya banyak anak magang, honorer dan segala macam ya memang karena kita butuh tenaganya, tapi sulit untuk menjadi PNS sulit. Kalau bagian kasda disitu ada bagian bendahara penerimaan DPKD sebagai yang menerima setoran retribusi, kalau saya lihat disitu masih kekurangan SDM, bendahara kan seharusnya ada dua atau tiga, kita hanya ada satu orang bendahara penerimaan, kita sih inginnya ada bendahara penerimaan pembantu jadi biar seluruhnya tidak dititikberatkan ke satu orang. Dari sisi aparaturnya, lebih ke peningkatan SDM baik dari kualitas juga kuantitasnya, misalkan di kita ada 6 kecamatan minimal punya 6 koordinator perizinan di BPTPM, sukur-sukur kalau masing-masing kecamatan punya 2 atau 3
orang koordinator perizinan, agar antisipasi permasalahan itu mudah. Misalkan seseorang yang ingin mengurus perizinan dari kecamatan ini diarahkan ke si ini. Jadi ada pembagian wilayah kerja jadi tidak seluruh kecamatan di titikberatkan ke satu orang koordinator 3. Karakteristik Organisasi Yang menentukan estimasi atau target adalah tim anggaran yang membahas dengan mempertimbangkan capaian retribusi di tahun-tahun sebelumnya, baru setelahnya dibahas dengan dewan beberapa kali pembahasan sampai akhirnya nanti disahkan targetnya sekian untuk retribusi ini oleh dewan dan dituangkan ke APBD, jadi tidak sepihak DPKD, tidak sepihak BPTPM juga tidak sepihak dewan. Tapi terkadang dewan sulit juga ya, mereka mempertimbangkan retribusi itu berdasarkan potensi jadi terget yang ditentukan juga besar. Tapi untuk IMB realisasinya bagus, untuk target setiap tahunnya terpenuhi meskipun tidak mencapai 100% tapi mencapai 90 sekian persen tapi secara umum untuk IMB bagus. 4. Komunikasi antar Organisasi Kalau bentuk koordinasi antara DPKD dengan BPTPM dalam penyetoran hasil retribusi IMB itu langsung ke bagian Kasda (kas daerah). Saya sendiri belum tahu untuk IMB sudah bisa lewat kecamatan, tapi sejauh ini belum ada setoran retribusi dari pihak kecamatan kepada kami. Yang selama ini ada setorannya memang BPTPM memang rutin per tri wulan BPTPM menyetorkan dan menyampaikan laporannya kepada kami kepada kami. Setoran hasil retribusi IMB dan HO harus seluruhnya disetorkan kepada DPKD bagian kasda, nah sebagai timbal baliknya mereka mendapat insentif sebesar 5% dari seluruh realisasi retribusi tersebut pencairannya nanti pertriwulan. Informan Penelitian
(
)
MEMBER CHECK Hari/Tanggal Infroman Jabatan
: 06 Februari 2015 & 12 Mei 2015 : Bapak Raden Kuncahyo (54) : Kabid Penegakkan Perda Satpol PP
Tempat
: Kantor Satpol PP Kota Serang
HASIL WAWANCARA Indikator: 1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan Menurut saya pribadi kebijakan IMB di Kota Serang itu sangat cocok diterapkan di Kota Serang saya rasa tidak hanya Kota Serang akan tetapai di semua tempat sangat cocok, dan sudah seharusnya mereka itu mengikuti aturanaturan yang telah diberlakukan di wilayah Kota Serang misalnya sebelum membangun tolonglah izin dulu peruntukannya nuntuk apa sebelum membangun, tapi entah SDM nya atau dengan perilaku masyarakat yang bandel menunggu ada uang dan sebagainya sehingga mayoritas membangun dulu baru melengkapi izin, ini yang mmebuat kita bingung harus diapakan, kalau eksekusi kami juga tidak ingin mengambil resiko khawatir masyarakat menuntut ganti rugi. Kalau masalah aturan yang memang sangat cocok saya rasa untuk seluruh kabupaten kota sudah seharusnya seperti itu. Tapi kenyataanya setelah kami pantau ya itu hanya untuk orang-orang yang punya finansial yang lebih tinggi saja barangkali yang mengurus perizinan tersebut, seperti seseorang yang mempunya ruko atau usaha yang skala besar untuk masyarakat biasa mayoritas memabangun dulu gampanglah izin mah belakangan, dan terkadang kami temukan dilapangan peruntukannya untuk untuk ruko tapi kenyataannya lain dilapangan, seperti di kelapa 2 itu izinnya adalah untuk ruko tapi kenyataanya sekarang dibuatkan itu adalah untuk sorum dan pencucian mobil dan itu kan sudah menyimpang. Kami buat telaahan staf setelahnya kami tujukan kepada walikota kami tembuskan kepada BPTPM, akan tetapi belum ada jawaban apa-apa. Nah ini yang membuat kami ragu untuk melakukan penindakan. Jika kita feedback ke belakang itu kasus yang terbaru itu ada aduan dari masyarakat dia tidak memiliki IMB, dia juga tidak memilki izin industri nah itu yang pernah kami lakukan penindakan berupa penyegelan di Kasemen itu industri bricket yang menggunakan bahan bakunya dari limbah kayu yang diolah lagi kemudian ada aduan dari masyarakat dan langsung kami
segel kami buat police line nya kami gembok ya itu saja jika sudah ada perintah dari walikota baru kami lakukan penindakan.
2.
Sumber Daya
Kami juga sangat trerkendala sekali terkait sumber daya khsususnya yang berkaitan dengan sarana prasarana serta SDM kami pun sangat kekurangan, secara personil karena kita dibagi-bagi ini kan ada yang ditugaskan di alunalun, kantor KSB, bertuigas di kantor sat pol pp, ada yang bertugas di rumah pejabat dan beberapa tempat yang memang harus dijaga. Jadi kami dari segi personil sangat kekurangan. Dari segi kapasitas anggota masih dalam keadaan nol besar, dalam artian mereka masih magang, otomatis kalau masih magang berpengaruh pada kapasitasnya. Kami yang pegawai negerinya paling hanya ada 26 orang dan yang magang ada 84 orang.
3. Karakteristik Organisasi Kami sebagai penegak Peraturan Daerah kami kawal kami antisipasi segala kemungkinan seperti yang tertuang di dalam perda tersebut, kami memang sebagai eksekutor, koordinasi kami dengan penerbit izin IMB itu dengan BPTPM karena yang mengeluarkan izin tersebut adalah BPTPM itupun atas kuasa walikota yang dilimpahkan ke BPTPM. Betul apa yang dituang dalam perda apabila sebuah bangunan tidak memiliki IMB berarti kan analisanmya dia tidak membayar retribusi daerah. Kami satpol pp sesuai dengan tugas dan fungsinya itu atas perintah dan permintaan dari BPTPM. Misalnya, bangunan A tidak memiliki IMB. Beliau mengirimkan surat ke satpol pp dan ditembuskan ke walikota, kamudian kami membuat semacam verifikasi, bahwa betul bangunan A tidak memiliki IMB, kemudian telaahan staf kami kan nanti akan dijawab walikota, misalkan laksanakan, jadi kami pun atas dasar perintah dari walikota ada salam bentuk surat perintah atau SP untuk melaksanakan eksekusi tadi sesuai dengan tupoksi kami, satu kuncinya memang dari BPTPM dari yang mengeluarkan izin kami kan memantau, mengawasi, kemudian mengeksekusi, sebetulnya
pembangunan-pembangunan
ini
mungkin
sudah
menjadi
karakteristik dari masyarakat serang mayoritas membangun dulu baru mengurus
izin apabila sudah ada teguran, ini sudah menjadi hal umum di masyarakat serang pada umumnya, nah sekarang bagaimana posisi kami satpol pp ini untuk mengakan perda ini.
4.
Sikap Pelaksana Kebijakan
1 mengadakan langskah pengawasan, 2 meminta masukan dari masyarakat, jadi misalnya masyarakat boleh saja melaporkan bahwa didaerah A ada bangunan yang melanggar aturan nah kami akan meninjau masukan dari masyarakat, yang pada dasarnya bangunan terutama perumahan ini BPTPM selalu menyertakan kami untuk terlibat dalam sebuah tim yang bterdiri dari PU, tata ruang, dari BLH, satpol pp, kelurahan, kecamatan, termasuk kemarin pak kabid BPTPM yang rapat disana diberikan site plannya itu sudah dirapatkan baik dari penggunaan lahan, peruntukan tanah nah jadi untuk masalah IMB sudah di kompulir oleh BPTPM sebagai induk untuk mengeluarkan IMB.
5. Komunikasi antar Organisasi Selama ini selalu ada koordinasi dari BPTPM berjalan baik, dan selain itu kami melakukan pengawasan terhadap sebuah bangunan lalu kami tanyakan ke BPTPM terhadap status bangunan tersebut (perizinan dan sebagainya) lalu apabila ada rekomendasi dari BPTPM jika benar bangunan tersebut tidak memiliki perizinan kami akan langsung menegur kepada pemilik bangunan tersebut untuk segara mengurus perizinan. Kecuali jika perintahnya langsung di eksekusi maka kita akan langsung eksekusi. Untuk koordinasi dengan pihak kelurahan/kecamatan, kami juga tidak melangkahi karena di kecamatan dan kelurahan ada yang berwenang untuk melakukan pembinaan dan pengawan terhadap bangunan-bangunan yang berkembang di wilayahnya, salah datu pengawasan yang kami lakukan adalah salah satunya meminta data ke pihak kelurahan atau kecamatan perihal bangunan-bangunan yang dinilai belum memiliki perizinan, baru stelah pihak kecamatan merasa tidak mampu mengatasi bangunan tersebut karena membandel, kami pihak satpol pp yang selanjutnya bertugas mengeksekusi bangunan tersebut.
6. Kondisi Sosial Ekonomi Politik Banyak kendala yang kami hadapi terutama dari perilaku masyarakat, seolah mindset yang timbul di masyarakat apabila kita datang kepada mereka kami dinilai sebagai pihak yang menakutkan padahal tujuan kita datang adalah untuk melakukan pembinaan kepada mereka, mendorong kepada mereka untuk melengkapi dokumen-dokumen yang wajib mereka lengkapi, dan yang sering kita temui adalah pemilik sebuah bangunan/toko tidak ada sedang berada didalam toko itu hanya ada penjaga/pegawainya saja dan pemiliknya tidak ada. Paling bikin surat kepada yang bertanggungjawab terhadap bangunan tersebut. Solusinya adalah seluruh lapisan masyarakat seperti RT/RW, kyai dan masyarakat harus mendukung kepada program pemerintah ini. Pembinaan di sekitas masyarkat RT/RW itu harus mendukung, biasanya masyarakat dengan pendekatan sosial bisa dari keagamaannya, dari situ masyarakat bisa dikumpulkan agar mendukung perda tentang IMB tersebut atau progwam pemerintah yang tujuannya otomatis untuk kesejahteraan mereka juga, jangan samapai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dengan melanggar peraturan otomatis larinya ke eksekusi tadi.
Informan Penelitian
(
)
MEMBER CHECK Hari/Tanggal Infroman Jabatan Tempat
: 09 Maret 2015 : Ibu Ade Suryaningsih (53) : Kase Ekonomi Pembangunan Kecamatan Serang : Kantor Kecamatan Serang
HASIL WAWANCARA Indikator: 1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan Untuk di Kecamatan Serang menurut kita kebijakan tentang IMB ini belum mencapai hasil yang diinginkan , karena kan perwal ini juga kan baru. Yang sering terjadi juga bagi masyarakat yang mengurus IMB untuk rumah tinggal mereka masih mengurus ke BPTPM, misalkan seseorang yang luas bangunan hanya 88 M² terlanjur mengurus ke BPTPM, tapi karena mereka belum tahu, kita kasih arahan untuk menghargai, walaupun pelimpahan sudah ke Kecamatan, ibu juga tidak akan merebut rezeki orang, jadi paling ibu kasih arahan sebetulnya untuk IMB rumah tinggal yang luasnya tidak lebih dari 150 M² bisa pak camat mengeluarkan IMB.
2.
Sumber Daya
Untuk bagian teknis kelapangan dalam mengurus IMB di kecamatan serang hanya ada dua orang, itupun statusnya masih magang, untuk sarana prasarana seperti kendaraan operasional tidak ada masalah karena kan kita jarak survei tidak begitu jauh, kalau ada motor dinas atau motor pribadi paling itu yang dipakai untuk survei. Tidak jadi kendala. Tapi memang jika dibandingkan dengan luas cakupan wilayah Kecamatan Serang ini memang belum sebanding dengan jumlah pelaksana teknis yang ada.kadang-kadang juga kalau orang pedesaan itu kan memang agak sulit jika disuruh mengurus IMB, berbeda dengan orang perkotaan karena mereka memngurus dikala ada kepentingan. Biasanya untuk bangunan liar, kita dari pihak kecamatan ikut mendukung untuk mengawasi bangunan liar. Sebelum mengeluarkan surat peringatan tersebut kita lihat wilayah keberadaan bangunan liar tersebut kalau sudah masuk daerah pasar RAU itu kewenangan pemerintah kota/BPTPM kecamatan serang juga ikut mendukung, surat peringatan dikeluarkan oleh walikota.
3. Karakteristik Organisasi Intinya kita dari pihak kecamatan mengikuti apabila ada masyarakat yang mengajukan IMB ke Kecamatan kita akan proses sampai pak camat mengeluarkan ijin, tapi apabila masyarakat sudah terlanjur mengajukan berkas ke BPTPM kita juga tidak mempermasalahkan. Memang kita juga kan belum pernah sosialisasi jadi siapa yang datang ingin dilayani kita arahkan. Rencananya sih pengen tapi kita sosialisasi juga kan harus ada dana. Sosialisasi dari pihak pemerintah yaitu mengundang pihak-pihak yang berkaitan dengan perizinan seperti BPTPM, dinas tata kota, BLH, kecamatan dan lain sebagainya untuk bersaama-sama menyelenggarakan perizinan agar lebih maksimal.
4.
Sikap Pelaksana Kebijakan
Terkait masalah prosedur penyelenggaraan di kecamatan ini terbilang mudah, karena persyaratannya hanya sertifikat lahan, KTP, dan PBB P2 dan rekomendasi dari kelurahan karena kelurahan yang memiliki wilayah. Jadi untuk rumah tinggal masyarakat mengajukan dulu berkasnya ke kelurahan, setelah mendapat rekomendasi baru ke kecamatan dan setelahnya baru pak camat dapat menerbitkan IMB. dan untuk usaha/toko kami mengeluarkan rekomendasi untuk kemudian mereka ajukan ke BPTPM. Dilihat dari tingkat kepatuhan masyarakat dalam mengurus IMB di Kecamatan Serang tidak seluruhnya sadar untuk memenuhi kewajibannya mematuhi kewajiban IMB, tapi dibandingkan dulu, sekarang sudah banyak masyarakat yang membuat IMB di Kecamatan Serang, mungkin mereka membuat ini memang menjadi kebutuhan, kebutuhannya begini, seseorang meminjam modal di Bank harus menyertakan IMB sebagai sebuah persyaratan untuk mengajukan pinjaman tersebut, modal tersebut biasanya untuk membuat usaha kecil-kecilan dan UMKM dan sebagainya. Untuk biaya terkait pembuatan plang, papan IMB kita tidak membebani masyarakat karena kita belum pegang perdanya kita pihak kecamatan tidak menentukan besarannya. Tapi selama ini kita memang ada presentase untuk pembuatan plang/papan IMB sekian, untuk disetorkan ke DPKD sekian, dan
untuk pihak kecamatan sekian, dan mayoritas masyarakat tidak merasa keberatan dengan besaran biaya, karena kita pihak kecamatan juga kan sifatnya ingin membantu dengan biaya yang ringan bagi masyarakat.
5. Komunikasi antar Organisasi Kalau bentuk koordinasi pihak kecamatan dengan pihak BPTPM paling jika ada informasi yang kurang dimengerti oleh kami dalam menjalankan perizinan, kami dari pihak kecamatan yang datang ke BPTPM. Kalau koordinasi dengan DPKD, kita sih biasanya di rekap dulu. Karena di Kecamatan yang mengurus IMB itu tidak banyak biasanya kita sebulan sekali baru ke DPKD untuk menyetorkan retribusi IMB. karena kan kita juga perlu operasional ke sana, jadi biasanya kita rekap jadi sekalian setor. Biar di bendel di arsipkan khawatir nanti ada pemeriksaan arsip tersebut kita sudah siap. Pasti pihak DPKD mengerti yang penting dari Kecamatan ada pemasukan.
6. Kondisi Sosial Ekonomi Politik Untuk di Kecamatan Serang menurut kita kebijakan tentang IMB ini belum mencapai hasil yang diinginkan , karena kan perwal ini juga kan baru. Yang sering terjadi juga bagi masyarakat yang mengurus IMB untuk rumah tinggal mereka masih mengurus ke BPTPM, misalkan seseorang yang luas bangunan hanya 88 M² terlanjur mengurus ke BPTPM, tapi karena mereka belum tahu, kita kasih arahan untuk menghargai, walaupun pelimpahan sudah ke Kecamatan, ibu juga tidak akan merebut rezeki orang, jadi paling ibu kasih arahan sebetulnya untuk IMB rumah tinggal yang luasnya tidak lebih dari 150 M² bisa pak camat mengeluarkan IMB. kami hanya khawatir untuk usaha kontrakan/kos-kosan ada penyalahgunaan peruntukan, seperti adanya kelompok radikal atau beberapa oknum yang meresahkan bagi masyarakat, untuk itu kami hanyha mengeluarkan IMB untuk rumah tinggal dan tidak untuk usaha kontrakan/kos-kosan dan sebagainya.
Informan Penelitian
(
)
MEMBER CHECK Hari/Tanggal Infroman Jabatan Tempat
: 13 April 2015 : Ibu Nurhayani (51) : Kasi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Cipocok : Kantor Kecamatan Serang
HASIL WAWANCARA Indikator: 1.
Sumber Daya
Untuk Sumber Daya khususnya SDM, seharusnya tiap-tiap Kecamatan harus memiliki minimal 1 sarjana teknik sipil, untuk mengukur bangunan, menggambar bangunan dan menghitung besaran retribusi. Untuk sementara ini, kita masih meminta bantuan BPTPM untuk melakukannya. Atau setidaknya ada penyuluhan dari BPTPM agar jangan sampai retribusi untuk pemerintah Kota Serang salah hitung. Biasanya kan ada pemeriksaan juga dari BPK khawatir ada kekurangan.
2. Karakteristik Organisasi Untuk pihak kecamatan tidak pernah keberatan kalau harus jemput bola meminta kejelasan terkait perwal
tersebut, tetapi terus terang dari pihak
BPTPM belum ada orang yang pas memberikan informasi secara jelas terkait pewal, jadi kita masih ragu untuk menjalankan perwal tersebut. Kalau kemarin dari pihak BPTPM secepatnya kami akan mengundang dari pihak kecamatan terkait sosialisasi perwal tersebut. Kriteria apa saja yang menjadi hak bagi kecamatan untuk dikeluarkan izinnya. Saya sih khawatir dari pihak BPTPM tidak menerima karena bangunannya kecil dan pihak Kecamatan karena belum aba-aba dari BPTPM juga tidak menerima karena belum berani menjalankan perwal, akhirnya masyarakat yang dirugikan.
3.
Sikap Pelaksana Kebijakan
Ada 3 orang kemarin yang ingin membuat IMB ke kita (kecamatan cipocok) tapi kita tolak, karena dari pak Camat juga karena belum ada sosialisasi dari BPTPM, jadi masyarakat yang mengajukan IMB kita arahkan untuk ke BPTPM.
4. Komunikasi antar Organisasi Menurut keterangan pihak BPTPM, kita belum sosialisasikan karena kita baru
dapat perwalnya juga dari pihak kecamatan. Harusnya pihak BPTPM itu berkoordinasi dengan bagian kepala bagian hukum yang menyusun perwal tersebut, setelahnya barulah mengadakan sosialisasi ke masing-masing kecamatan. Jadi kalau ada aba-aba dari BPTPM baru kita laksanakan perizinan IMB sesuai perwal. Dari tingkat kesadaran masyarakat untuk Kecamatan Cipocok sudah sukup baik dalam mengurus IMB. Untuk tahun 2015 dari bulan januari sampai dengan bulan maret sudah ada 18 yang mengajukan surat rekomendasi IMB untuk ke BPTPM. Mungkin karena mereka butuh, seperti ruko-ruko yang di pinggir jalan kahawatir terkena penggusuran dan untuk mengajukan pinjaman ke bank.
5. Kondisi Sosial Ekonomi Politik Untuk di Kecamatan Cipocok Jaya ini masih banyak lingkungan/kampung, kita juga belum sosialisasi tentang Peraturan Walikota ini juga ke masyarakat, memang masyarakat juga sudah mengetahui. Dari BPTPMnya juga belum ada sosialisasi ke kecamatan, kemarin juga saya ke BPTPM untuk berkoordinasi tentang bagaimana pembayaran retribusi IMB, yang kedua apakah IMB itu yang bangunannya kecil tapi lahannya besar bisa dilakukan di Kecamatan, kalau di peraturan walikota kan untuk bangunan 150 M2 dan lahannya 250 M2. Informan Penelitian
(
)
MEMBER CHECK Hari/Tanggal
: 14 April 2015
Infroman Jabatan Tempat
: Ibu Ratu Milawati (30) : Kasi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Walantaka : Kantor Kecamatan Walantaka
HASIL WAWANCARA Untuk Kecamatan Walantaka dilihat dari tingkat kesadarannya masih kurang, karena mayoritas karakteristik masyarakat walantaka adalah masih kampung. Sebenarnya sebagian masyarakat walantaka mengetahui adanya kewajiban IMB dan manfaat mengurus IMB, hanya tingkat kesadaran yang masih sangat rendah. Untuk bangunan liar di Kecamatan Walantaka biasanya kita selalu melakukan penertiban, khususnya bangunan yang asal nemplok di pinggir jalan yang peruntukannya untuk tempat usaha bensin dan sebagainya dengan memberikan surat peringatan dulu itu biasanya keweangannya oleh kasi terantib. Tapi selama ini, kami belum pernah terlalu tegas, karena pertimbangan toleransi masih memegang erat kekeluargaan jadi penertiban hanya berbentuk teguran baik secara lisan baik tulisan, belum sampai pada penyegelan.
Informan Penelitian
(
)
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal Infroman Jabatan Tempat
: 14 April 2015 : Bapak Mustofa (47) : Sekertaris Camat Kecamatan Taktakan : Kantor Kecamatan Taktakan
HASIL WAWANCARA Kesadaran masyarakat untuk mengurus IMB di Kecamatan Taktakan masih rendah. Dari pihak kecamatan sudah menyiapkan SDM dan kendaraan operasional untuk menjalankan perizinan termasuk IMB, hanya saja Kecamatan Takatakan sama seperti yang lain, menunggu konfirmasi atau sosialiasai dari BPTPM agar kita dapat menjalankan kewenangan tersebut. Karena masyarakat kan tahunya hanya BPTPM. Perwal ini kan produk hukum yang baru, artinya masyarakat juga belum banyak yang mengetahui adanya perwal tersebut. Artinya, untuk mendukung kesuksekan penyelenggaran IMB di masing-masing kecamatan ya kita harus sosialisasikan secara bersama mengundang seluruh pihak khususnya pihak kecamatan, kelurahan sampai RT/RW dan ke masyarakat tentang isi dari perwal tersebut. Sehingga begitu kita turun ke masyarakat tidak ada gontok-gontokan dan sebagainya. Informan Penelitian
(
)
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal Infroman Jabatan Tempat
: 14 April 2015 : Ibu Siti Rahayu (44) : Kasi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Curug : Kantor Kecamatan Curug
HASIL WAWANCARA Ada 2 pemohon itu belum bisa kita penuhi karena persyaratannya belum lengkap, itupun bukan rumah tinggal, kan kalau untuk ruko harus di BPTPM. Untuk curug terus terang saja belum seperti kecamatan lain dalam artian tingkat kesadaran masyarakat untuk mengurus IMB masih rendah, sebenarnya ada saja masyarakat yang ingin membuat IMB hanya karena karakteristik masyarakat Curug ini kan kampung yang mayoritas belum punya AJB/sertifikat rumah, kan persyaratan minimal untuk memohon IMB harus memiliki persyaratan tersebut. Kalau untuk kemauan mah, sebenarnya masyarakat mau hanya kendala di persyaratan tersebut. Mereka bertanya, kira-kira untuk IMB berapa bu biayanya? Kita jelaskan dengan luas bangunan segini kira-kira biayanya segini, setelah oke bikin IMB, pas melihat lagi persyaratannya, terbentur.Kalau dari penertiban sendiri dari bagian Terantib sudah ada semacam himbauan-himbauan, kita sih keinginannya pihak BPTPM datang kesini mengadakan sosialisasi dengan pihak kecamatan, kelurahan nanti kita juga mengundang tokoh-tokoh masyarakat dan RT/RW di kecamatan curug karena mereka yang lebih dekat dengan masyarakat. Kalau masyarakat sih pasti mau dalam mengurus IMB.
Informan Penelitian
(
)