IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH MENGENAI RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DI BANTEN LAMA
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Di susun Oleh : Adhar Fahri Siregar NIM 6661081069
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2014
Bismillahirrohmannirrohim Kupanjatkan doa syukur kepada ALLAH SWT
AWAL PENGETAHUAN ADALAH PENEMUAN DARI SUATU YANG TIDAK KITA MENGERTI
Skripsi dan kelulusanku ini kupersembahkan untuk : Kedua orang tuaku tercinta H. Parluhutan Siregar dan Hj. Siti Madaniah S.Pd Kakakku Pertama Adlin Fathar Siregar SE, MBA Kakakku Kedua Adnan Fauzi Siregar SH
ABSTRAK
Adhar Fahri Siregar, Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama, Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang 2014. Pembimbing I : Rina Yulianti, S.IP, M.Si Pembimbing II : Anis Fuad, S.Sos, M.Si Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Retribusi Tempat Khusus Parkir Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir merupakan kebijakan pemerintah kota Serang yang mengatur keadaan sistem perparkiran dan memiliki bentuk prosedur yang berhubungan langsung dengan Kepala UPT (Unit Pelaksana Teknis) Parkir. Hal ini diperlukan upaya-upaya terobosan diantaranya melalui upaya perbaikan dan peningkatan pelayanan pengunjung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar tingkat Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama. Dengan rumusan masalahnya seberapa besar tingkat Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuantitatif Deskriptif. Pengumpulan data secara accidental Sampling pada data primer yang terdiri dari 100 responden. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 s.d September 2014, menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden. Analisis data dilakukan adalah analisi deskriptif, uji t, dan uji hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama sudah sangat baik. Hasil perhitungan menyatakan bahwa angka thitung < t-tabel = (-2,044 < 1,980) dan didukung hasil yang dicapai hanya 73 %. Hal ini di sebabkan Banyaknya sistem cara pemungutan retribusi masih acak-acakan, Lemahnya ketegasan dari peraturan dasar hukum, adanya petugas parkir yang bukan berasal dari kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang khusunya UPT (Unit Pelaksana Teknis) Parkir serta adanya penyimpangan dana parkir. Disarankan dalam penelitian ini agar komitmen, sosialisasi, tindakan yang tegas, dan peran serta masyarakat dalam meningkatkan pelaksanaan Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama.
ABSTRACT
Adhar Fahri Siregar, Implementation of Serang City Regulation No. 13 Year 2011 on the Levies About Parking Levy of Special Place in Banten Lama, the State Administration of Science Program, Social and Political Sciences of Faculty, Sultan Ageng Tirtayasa of University, Serang 2014. Supervisor 1 : Rina Yulianti, S.IP, M.Si Supervisor II : Anis Fuad, S.Sos, M.Si Keywords : Policy Implementation, Parking Levy of Special Place Serang City Regulation No. 13 Year 2011 on the Levies About Parking Levy of Special Place in Banten Lama is a government policy of Serang City that manages the condition of the system of parking and has a procedure that relate directly by to the head of UPT (Technical Implementation Unit) Parking. It is needed the efforts by improving and progressing the servise to the visitors. The objective of this study is to know how big is the Implementation of Serang City Regulation No. 13 Year 2011 on the Levies About Parking Levy of Special Place in Banten Lama, the statement of problem is how big is the Implementation of Serang City Regulation No. 13 Year 2011 on the Levies About Parking Levy of Special Place in Banten Lama. The method used for this study is quantitative descriptive. The collection of data is by Accidental Sampling through primer data consisted of 100 respondents. The study was conducted in September 2013 up to September 2014, using questionnaires completed by respondents. Data analysis are descriptive analyst, t-test, and hypothesis test. The study results show that the Implementation of Serang City Regulation No. 13 Year 2011 on the Levies About Parking Levy Special Place has is very good. The results of calculations of the t-statistics < t-table = ( -2,044 < 1,980 ) and supported by the results achieved only 73 %. This is due to the number of ways system of fee collection which still in disarray,Weak firmness of the basic rules of law, the existence of parking attendant who doesn’t come from Department of Transportation ,Communication and Information (Dishubkominfo) Serang City especially UPT (Technical Implementation Unit) Parking and the existence of Deviation parking fund. It It is suggested in this study that a commitment, socialization, a resolute step, and community participation to improve the Implementation of Serang City Regulation No. 13 Year 2011 on the Levies About Parking Levy Special Place in Banten Lama.
KATA PENGANTAR
Assallamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur selalu kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayahnya yang telah di berikan kepada kita semua. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, Beserta keluarga dan para sahabat. Dan atas berkat rahmat, karunia, dan ridhonya pula peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Hasil Skripsi ini di ajukan untuk menghadapi sidang skripsi pada semester akhir ini dengan judul “Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah Mengenai Tempat Khusus Parkir di Banten Lama” Sebagaimana judul penelitian ini dimaksudkan agar saya ingin mengetahui tentang perkembangan situasi kendaraan, terutama masalah Parkir, hasil skripsi ini tentunya tak lepas dari bantuan banyak pihak yang selalu mendukung peneliti secara moriil dan materiil, maka dengan ketulusan hati, peneliti ingin mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak sebagai berikut : 1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd. sebagai Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2. Dr. Agus Sjafari, M.Si. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si. sebagai Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. i
4. Mia Dwiana, M.Kom. sebagai Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 5. Gandung Ismanto, S.Sos, MM. sebagai Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 6. Rina Yulianti, S.IP, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Serta Dosen Pembimbing Skripsi I yang senantiasa memberikan motivasi dan arahan kepada peneliti selama masih aktif di kampus. 7. Anis Fuad, S.Sos, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Serta Pembimbing Skripsi II dan Anggota Penguji 2 Sidang Skripsi yang telah memberikan dukungan kepada saya dalam melaksanakan penelitian. 8. Titi Stiawati, S.Sos, M.Si. selaku sebagai Ketua Penguji Sidang Skripsi yang telah memberikan saran kepada saya selama melaksanakan skripsi. 9. Riny Handayani, S.Si, M.Si. selaku sebagai Anggota Penguji 1 Sidang Skripsi yang telah memberikan saran kepada saya selama melaksanakan skripsi. 10. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Administrasi Negara yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan. 11. Ahmad Sardjito, SH, selaku Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang yang telah memberikan surat tanda tangan untuk mencari data yang ada di kantor tersebut. 12. Ahmad Yani, SE, selaku Kepala Unit Pelaksana Parkir (UPT) Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang yang telah memberikan izin dan bantuan kepada peneliti untuk mencari data sesuai dengan yang peneliti butuhkan.
ii
13. Umar Hamdan, S.Pd, MM, selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang yang telah memberikan izin dan bantuan kepada peneliti untuk mencari data sesuai dengan yang peneliti butuhkan. 14. Abdullah, S.Sos, selaku Bendahara Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang yang telah banyak memberikan data dan informasi yang peneliti butuhkan. 15. Seluruh Pegawai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang yang mengizinkan penulis meminta waktu dan tenaganya dalam membantu peneliti mencapai tujuan penelitian. 16. Ayahanda dan ibunda tercinta yang senantiasa memberikan doa dan dukungan serta kasih sayang selama hidupku ini. Terima kasih atas semua yang telah kalian berikan pada peneliti dari sejak lahir hingga saat ini. 17. Kakakku Pertama Adlin Fathar Siregar SE, MBA dan Kakakku Kedua Adnan Fauzi Siregar, SH, tercinta yang senantiasa memberikan doa dan dukungan serta kasih sayang selama hidupku ini. 18. Teman-teman sahabatku di satu organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) UNTIRTA yaitu Anindita Kusuma Ardi dan kawan-kawan yang selalu memberikan dukungan kepada saya. 19. Teman-teman sahabatku Mohammad Akbar Azmi, SH, Adi Fajar Nugraha, Ismatullah, S.Sos, Berli Rinaldi, Ikram Wahdi Putra, S.Sos, Yogi Muhammad Akbar, Hilman Sutedja, Sayuda Anggoro, dan Ressa Ahmad Perdana yang senantiasa memberikan dukungan moril kepada saya selama saya masih melaksanakan skripsi. iii
20. Teman-teman sahabatku angkatan 2008 yaitu Musyarofah, Agung Hidayat, Dhimas Ananda, S.Sos, Putri Puspita, dan Yuddi Rinanto, S.Sos yang senantiasa memberikan dukungan moril kepada saya selama saya masih melaksanakan skripsi. 21. Teman-teman satu organisasi Gerakan Mahasiswa Anti Korupsi (GERASI) yang senantiasa menemani dalam kesepian. 22. Teman-teman satu organisasi Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (MPM UNTIRTA) yang senantiasa menemani dalam kesepian. 23. Teman-teman Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) Kelompok 26. 24. Seluruh teman-teman peneliti yang senantiasa memberikan semangat dalam penyelesaian Skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Tidak lupa juga peneliti memohon maaf atas semua kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam Skripsi ini. Penulis memohon kritik dan saran yang dapat membawa Skripsi ini bisa menjadi lebih baik. Peneliti berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya dan bagi perkembangan keilmuwan khususnya tentang Parkir. Wassallamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Serang, September 2014
Penulis iv
v
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL PERNYATAAN ORINISALITAS LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN MOTTO HIDUP ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR .........................................................................................
i
DAFTAR ISI........................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
xiv
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah............................................................
1
1.2. Identifikasi Masalah .................................................................
14
v
BAB II
BAB III
1.3. Pembatasan Masalah ................................................................
15
1.4. Rumusan Masalah ....................................................................
15
1.5. Tujuan Penelitian .....................................................................
16
1.6. Kegunaan Penelitian ................................................................
16
1.7. Sistematika Penulisan ..............................................................
17
DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Deskripsi Teori..........................................................................
19
2.1.1. Pengertian Kebijakan .........................................................
19
2.1.2. Pengertian Publik ...............................................................
21
2.1.3. Pengertian Kebijakan Publik..............................................
24
2.1.4. Implementasi Kebijakan Publik .........................................
29
2.1.5. Model-Model Kebijakan Publik ........................................
33
2.1.6. Implementasi Kebijakan Publik Model Edward ................
41
2.1.7. Implementasi Kebijakan Publik Model Grindle ................
49
2.1.8. Pengertian Retribusi ...........................................................
53
2.1.9. Pengertian Retribusi Tempat Khusus Parkir ......................
55
2.2. Kerangka Berpikir ...................................................................
58
2.3. Hipotesis Penelitian ........ .......................................................
60
METODOLOGI PENELITIAN 3.1.
Metode Penelitian .................................................................
61
3.2.
Instrumen Penelitian .............................................................
61
3.3.
Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ...............................
65
vi
BAB IV
3.3.1. Uji Validitas Instrumen ...............................................
65
3.3.2. Uji Reliabilitas Instrumen ...........................................
66
3.4. Populasi dan Sampel ................................................................
67
3.4.1. Pengertian Populasi .......................................................
67
3.4.2. Pengertian Sampel ........................................................
68
3.5. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data .............................
68
3.6. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................
70
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian.....................................................
71
4.1.1. Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama ................................
71
4.1.2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Parkir...................
71
4.1.3. Nama, Obyek dan Subyek Retribusi .........................
72
4.1.4. Dasar Pengenaan dan Tarif .......................................
73
4.1.5. Tata Cara Pemungutan Retribusi ..............................
75
4.1.6. Tata Cara Pembayaran Retribusi...............................
75
4.1.7. Tata Cara Penagihan dan Sanksi Administrasi .........
76
4.1.8. Pengurangan,
Keringanan
dan
Pembebasan
Retribusi ....................................................................
76
4.1.9. Penyidikan.................................................................
77
vii
4.1.10. Gambaran umum Tentang Seksi Unit Pelaksana Teknis Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang ...........................................
79
4.1.11. Visi dan Misi Seksi Unit Pelaksana Teknis Parkir ...
81
4.1.12. Susunan Organisasi ..................................................
82
4.2. Uji Persyaratan Analisis ...............................................................
84
4.2.1. Uji Validitas Instrumen .............................................
84
4.2.2. Uji Reliabilitas Instrumen .........................................
87
4.3. Deskripsi Data ..............................................................................
88
4.3.1. Deskripsi Responden.................................................
88
4.3.2. Tanggapan Responden atas Kuesioner......................
91
4.4. Pengujian Hipotesis......................................................................
111
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ..................................................................................
115
5.2. Saran ...........................................................................................
116
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Karcis Parkir Tidak Resmi .............................................................
9
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir ...........................................................................
59
Gambar 4.1. Bagan Struktur Organisasi Unit Pelaksana Teknis Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Serang ..................................
ix
83
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Jumlah Banyaknya Masuk Kendaraan Khusus Parkir di Banten Lama .....................................................................................................................
7
Tabel 1.2. Jumlah Pemakaian Karcis Tarif Khusus Parkir di Banten Lama tahun 2011-2013 ...................................................................................................
10
Tabel 1.3. Jumlah Penerimaan dan Penyetoran Khusus Parkir di Banten Lama tahun 2011-2013 .........................................................................................
12
Tabel 3.1. Skor Dalam Penelitian Parkir..............................................................
62
Tabel 3.2. Instrumen Penelitian Parkir ................................................................
63
Tabel 3.3. Waktu Pelaksanaan Penelitian Parkir Banten Lama ...........................
70
Tabel 4.1. Daftar Tarif Retribusi Tempat Khusus Parkir ....................................
74
Tabel 4.2. Hasil Analisis Item Instrumen ...........................................................
86
Tabel 4.3. Sebaran Responden Berdasarkan Umur .............................................
89
Tabel 4.4. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...............................
90
Tabel 4.5. Sebaran Responden Berdasarkan Pendidikan ....................................
90
Tabel 4.6. Sebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan .......................................
91
x
Tabel 4.7. Tanggapan Responden Mengenai Sosialisasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama ...............................................
92
Tabel 4.8. Tanggapan Responden Mengenai Pertemuan untuk Sosialisasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama ...................
94
Tabel 4.9. Tanggapan Responden Mengenai Kejelasan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama ...............................................
95
Tabel 4.10. Tanggapan Responden Mengenai Kemudahan Masyarakat dalam memahami Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama .........................................................................................................
96
Tabel 4.11.Tanggapan Responden Mengenai tata cara pemungutan retribusi di Banten Lama Kota Serang ini sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama .................. Tabel4.12.Tanggapan
Responden
Mengenai
konsistensi
97
dalam
implementasi/pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama .....................................................................................................
xi
99
Tabel 4.13. Tanggapan Responden Mengenai Kinerja Petugas Parkir dalam melaksanakan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama .........................................................................................................
100
Tabel 4.14. Tanggapan Responden Mengenai pelayanan Petugas Parkir sesuai dengan yang diharapkan oleh para pengguna tempat parkir di Banten Lama .....................................................................................................................
101
Tabel 4.15. Tanggapan Responden Mengenai kemampuan Petugas Parkir dalam menginformasikan kembali kepada masyarakat mengenai Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama ...............................
102
Tabel 4.16. Tanggapan Responden Mengenai tanggung jawab Petugas Parkir dalam menjaga kendaraan yang parkir di Banten Lama Kota Serang .......
104
Tabel 4.17. Tanggapan Responden Mengenai fasilitas yang diberikan Petugas Parkir terhadap kendaraan yang parkir di Banten Lama Kota Serang ..................................................................................................................
105
Tabel 4.18. Tanggapan Responden Mengenai perlunya diadakan fasilitas pendukung lain dalam perparkiran di tempat parkir Banten Lama Kota Serang ................................................................................................................... Tabel 4.19. Tanggapan Responden Mengenai dedikasi Petugas Parkir pada kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Serang mengenai
xii
106
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama ...................
107
Tabel 4.20. Tanggapan Responden Mengenai pemberian uang lebih dari para pengguna jasa parkir di luar uang retribusi parkir ........................................
108
Tabel 4.21. Tanggapan Responden Mengenai para petugas parkir di Banten Lama merupakan petugas parkir resmi dari UPT Parkir Dinas Perhubungan,Komunikasi, dan Informatika Kota Serang ....................................
109
Tabel 4.22. Tanggapan Responden Mengenai pengelolaan tempat parkir di Banten Lama sudah tertata dengan baik ...............................................................
xiii
110
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner ........................................................................................ Lampiran 2. Data Hasil Kuesioner ....................................................................... Lampiran3. Surat izin dari Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang kepada peneliti untuk mencari data .............................. Lampiran 4. Surat izin dari kampus ke instansi untuk mencari data .................. Lampiran 5. Data Jumlah Juru Parkir di Banten Lama ........................................ Lampiran 6. Peta Banten Lama ............................................................................ Lampiran 7. Catatan Bimbingan Peneliti ............................................................ Lampiran 8. Daftar nama anggota Unit Pelaksana Teknis Parkir ...................... Lampiran9. Data Tugas, Pokok dan Fungsi Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang............................................................ Lampiran 10. Data Jumlah Pemakaian Karcis Parkir dan Penyetoran Parkir di Banten Lama ..................................................................................................... Lampiran 11. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 angka 26 .....................................................................................
xiv
Lampiran 12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah.............................................................................. Lampiran 13. Daftar Riwayat Hidup.....................................................................
xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman
dan
dasar
rencana
dalam
pelaksanaan
suatu
pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak untuk dilaksanakan dan diterapkan oleh pihak yang berwenang dan berlaku untuk semua orang dengan tujuan untuk kepentingan bersama. Di satu sisi kebijakan mempunyai dimensi instrumental dalam menghasilkan keputusan, program dan hasil lainnya dengan nilai-nilai yang diyakini dalam kebijakan yang merupakan jalur komunikasi normanorma etika dan moral, proses membangun jalinan kepercayaan dan solidaritas antar aktor. Kebijakan publik merupakan sebuah rangkaian yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari pada aktor tersebut. Ini merupakan sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Kebijakan publik juga selalu berhubungan
dengan
keputusan-keputusan
pemerintah
yang
sangat
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui instrumen-instrumen
1
2
kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah berupa hukum, pelayanan, pajak dan anggaran-anggaran. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kepentingan seluruh masyarakat dan juga untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat. Munculnya otonomi daerah menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang desentralisasi, yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mewujudkan daerah otonom yang luas dan bertanggung jawab, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai kondisi dan potensi wilayahnya. Pemberian otonomi kepada daerah pada dasarnya bertujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintah
daerah,
terutama
dalam
pelaksanakan
pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kesatuan politik dan kesatuan bangsa. Masalah yang sering muncul dalam melaksanakan otonomi daerah adalah prospek kemampuan pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan fungsinya sebagai penyelenggara pembangunan, penyelenggara pemerintah serta melayani masyarakat setempat sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat yang harus dilayani. Oleh karena itu penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah senantiasa terus meningkat sehingga biaya yang dibutuhkan juga akan bertambah. Peningkatan penerimaan daerah harus senantiasa diupayakan secara periodik oleh setiap daerah otonom melalui penataan administrasi pendapatan daerah yang efisien dan efektif sesuai di butuhkan juga akan bertambah. Peningkatan penerimaan daerah harus
3
senantiasa diupayakan secara periodik oleh setiap daerah otonom melalui penataan administrasi pendapatan daerah yang efisien dan efektif sesuai dengan pola yang telah ditetapkan dalam berbagai peraturan perundangundangan dan petunjuk pelaksanaan. Dalam
rangka
memenuhi
pembiayaan
pembangunan
dan
penyelenggaraan pemerintah di daerah dapat diperoleh dari penerimaan daerah sendiri atau dapat pula dari luar daerah. Sumber-sumber pendapatan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah adalah dengan meningkatkan pendapatan dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah & pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Salah satu dari retribusi daerah ini adalah Perda tentang retribusi daerah mengenai retribusi tempat khusus parkir. Upaya-upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah ini tidak terlepas dari mekanisme sistem pemerintahan daerah yaitu kerjasama antar Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah dengan cara pendekatan terpadu dan tidak menghilangkan identitas, tugas serta fungsi masing-masing. Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir merupakan kebijakan pemerintah Kota Serang yang mengatur keadaan sistem perparkiran dan memiliki bentuk prosedur yang berhubungan langsung dengan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir.
4
Retribusi Daerah merupakan jenis retribusi jasa usaha yang merupakan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu, sedangkan Retribusi Parkir merupakan sebagai bentuk pelayanan dalam penyediaan lahan parkir yang dapat disediakan oleh petugas parkirnya. Peranan pemerintahan daerah dalam menggali dan mengembangkan sistem potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah tentu mampu menjadikan sebuah kewajiban bagi setiap orang. Sayangnya pemungutan retribusi di Banten Lama terkadang tidak sesuai dengan peraturan berlaku, hal ini dapat dilihat dari semrawutnya sistem yang ada saat ini, sehingga terjadi kurang maksimalnya
pelaksanaan
peraturan
daerah
yang
menjadi
legalitas
pelaksanaan retribusi parkir di Banten Lama. Seiring dengan pelaksanaan Otonomi Daerah yang dititip beratkan pada Daerah Kabupaten dan Kota, maka Pemerintah Kota Serang berupaya mengembangkan mekanisme pembiayaan dengan menggali berbagai bentuk pembiayaan yang potensial untuk menunjang pembangunan Daerah sekaligus untuk peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat termasuk penyediaan sarana dan prasarana perparkiran khususnya di tempat wisata bersejarah Banten Lama. Banten lama merupakan salah satu objek wisata di Kota Serang yang terdapat beberapa tempat peninggalan bersejarah seperti Masjid Agung dan Istana Surosowan, kedua tempat peninggalan bersejarah ini berada di dua Kelurahan yaitu Kasunyatan dan Banten, Kecamatan Kasemen, Kota Serang. Tempat objek wisata ini biasanya sangat ramai dikunjungi para wisatawan
5
baik wisatawan lokal, domestik maupun mancanegera yang ingin mengetahui sejarah Banten. Dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Banten Lama, maka secara otomatis tempat parkir sangat dibutuhkan, hal ini perlu adanya pengelolaan tempat parkir tersebut secara maksimal agar para pengunjung bisa menitipkan kendaraan mereka dengan aman. Kehadiran tempat wisata bersejarah Banten Lama selain diharapkan dapat menambah pengetahuan pengunjung terutama tentang sejarah Banten, juga
diharapkan
dapat
membiayai
dirinya
sekaligus
mendatangkan
keuntungan bagi Pemerintah Kota dalam bentuk pemasukan Pendapatan Asli Daerah. Sejalan dengan perkembangan Kota Serang yang semakin pesat, tempat wisata bersejarah Banten Lama juga dituntut untuk dapat mengubah image masyarakat tentang Banten Lama yang terkesan semrawut terutama dalam sistem perparkiran menjadi tempat parkir yang nyaman, aman, rapi dan bersih. Untuk mencapai hal tersebut, maka pengelola perparkiran di tempat wisata bersejarah Banten Lama berusaha untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada setiap pengunjung yang memanfaatkan tempat parkir di tempat wisata bersejarah ini, karena pola tata guna parkir menjadi satusatunya paling banyak disoroti oleh masyarakat, terutama lahan parkir menjadi faktor utama. Semakin mendekati pusat kota, maka harga lahan parkir akan naik jika ada persetujuan dari pemerintah. Dengan demikian harga fasilitas parkir dapat lebih tinggi dipusat kota dibandingkan dengan pinggiran kota.
6
Sehingga hal ini banyak dimanfaatkan oleh banyak pihak yang tidak seharusnya memungut retribusi parkir tersebut, mereka mengatasnamakan petugas parkir di daerah itu, padahal mereka adalah petugas parkir illegal yang bukan berasal dari kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang khususnya UPT Parkir. Kendaraan bermotor untuk parkir merupakan kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu termasuk kendaraan gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaian dengan kendaraan bermotor. Seiring dengan banyaknya masyarakat menggunakan kendaraan bisa mempengaruhi tingkat perekonomian menjadi lebih kuat. Tidak hanya itu, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang. Kendaraan memang sangat penting bagi seseorang yang melakukan perjalanan ke mana saja. Terutama masalah parkir tersebut. Parkir memang menjadi alat butuh kendaraan yang keadaan tidak bergerak beberapa saat dan di tinggalkan pengemudinya. Pengelolaan kendaraan parkir merupakan bagian dari pelayanan umum dan dalam kerangka ini parkir dapat mengembangkan fungsi harapan untuk mampu menyediakan sarana dan prasarana parkir serta menetapkan panduan-panduan tentang parkir tersebut. Berikut ini adalah ada beberapa data jumlah banyaknya masuk kendaraan khusus parkir masuk ke kawasan Banten Lama dari Tahun 20112013 :
7
Tabel 1.1. Jumlah Banyaknya Masuk Kendaraan Khusus Parkir di Banten Lama TAHUN BULAN
2011
2012
2013
JANUARI
70
77
88
FEBRUARI
64
82
80
MARET
83
78
75
APRIL
73
64
83
MEI
75
52
79
JUNI
52
62
60
JULI
94
73
71
AGUSTUS
98
104
112
SEPTEMBER
72
81
79
OKTOBER
61
69
78
NOVEMBER
87
76
85
DESEMBER
78
96
90
JUMLAH
907
914
980
(Sumber: Data Diolah, Samsat Kota Serang, Peneliti Tahun 2014). Dari tabel 1.1. di atas menunjukkan bahwa jumlah banyaknya masuk kendaraan khusus parkir masuk ke Banten Lama yang terdaftar di Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang pada tahun 2011 sebanyak 907 unit. Sedangkan pada tahun 2012 sebanyak 914 unit, dan pada tahun 2013 sebanyak 980 unit.
8
Berdasarkan observasi awal, Peneliti menemukan beberapa masalah yang terjadi di lapangan yaitu retribusi tempat khusus parkir di Banten Lama ketika peneliti melakukan observasi terdapat beberapa masalah antara lain : Kurang maksimalnya peraturan daerah yang menjadi legalitas pelaksanaan retribusi parkir di Banten Lama. Masalah itu memang sangat mempengaruhi terhadap lemahnya ketegasan dari peraturan dasar hukum, karena setiap pelaksana peraturan daerah yang dibuat oleh Walikota dan di sahkan oleh DPRD Kota Serang. Seperti tidak sesuainya harga tarif retribusi parkir berdasarkan peraturan daerah bagi sepeda motor seharusnya Rp 1000 untuk parkir resmi, tetapi untuk parkir tidak resmi bisa mencapai Rp 3000. Itulah yang menjadi permasalahan bagi pelaksanaan retribusi tempat khusus parkir di Banten Lama. Adanya petugas parkir yang bukan berasal dari kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang termasuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir memang banyak yang di kuasai oleh para jawara atau preman di sekitar Banten Lama, itulah yang menjadi akibat lemahnya ketegasan dari aparatur. Secara keseluruhan ada 45 orang juru parkir dari Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Serang, dan petugas parkir tidak resmi mencapai 6 orang, masalahnya di sekitar kawasan Banten Lama sampai saat ini belum ada petugas aparatur yang mengawal tempat khusus parkir di Banten Lama, kadang-kadang aparatur ada dan juga tidak. Jadi, kita tidak bisa memastikan kapan aparatur mulai menjaga tempat parkir di Banten Lama. Tempat objek wisata parkir mulainya setiap hari minggu dari jam 07.00-15.30 WIB, sedangkan setiap
9
hari kamis malam jumat mulai dari jam 19.00-22.00 WIB. Jadi tidak mungkin tempat objek wisata selalu ramai setiap hari. (Berdasarkan Wawancara dengan koordinator petugas juru parkir resmi di Banten Lama Tanggal 27 Oktober 2013 jam 13.00 WIB, nama dirahasiakan). Sistem pemungutan retribusi parkir masih berantakan, seperti cara pemungutan retribusi hanyalah menggunakan secarik kertas yang bertuliskan Rp 1000 untuk sepeda motor, sedangkan Rp 2000 untuk mobil, dan Rp 5000 untuk Bus dan Truk. walaupun mereka telah diberi karcis resmi dari pemerintah daerah, tetapi masih ada saja karcis parkir tidak mendapat izin dari pemerintah daerah, termasuk petugas parkir tidak resmi selalu membuat kertas karcis tarif parkir. Seperti dibawah ini : Gambar 1.1. Karcis Parkir Tidak Resmi
Gambar ini menunjukan karcis parkir ini tidak mendapat persetujuan dari Unit Pelaksana Teknis Parkir Dishubkominfo Kota Serang. Hal ini dapat terjadi karena beberapa petugas parkir tidak resmi belum mendapat sosialisasi dari pihak ketua pengelolaan parkir di Banten Lama, termasuk didaerah Kampung Keballen tersebut. Terkadang juga banyak permasalahan yang
10
terjadi pada karcis parkir, terutama masalah pemakaian karcis parkir di Banten Lama ini. Berikut ini adalah ada beberapa data rekapan jumlah pemakaian Karcis Tarif Parkir Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama Tahun 2011-2013 : Tabel 1.2. Jumlah Pemakaian Karcis Tarif Khusus Parkir Tahun 2011-2013
TAHUN
Jumlah Pemakaian Karcis Tarif Khusus di Banten Lama Parkir Tahun 2011-2013 Rp 1000
Rp 2000
Rp 5000
2011
3810
3554
3912
2012
3370
4215
3450
2013
4100
4158
3750
(Sumber: Data Diolah, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang, Seksi Unit Pelaksana Teknis Parkir, Tahun 2014). Dari tabel 1.2. diatas terlihat bahwa dari tahun 2011 hingga 2013 menunjukan bahwa jumlah pemakaian karcis tarif parkir mengalami defisit seimbang. Terutama di Tahun 2012 untuk Rp 1000 dan untuk Rp 5000. Ini merupakan hasil pemakaian karcis tarif parkir sangat menurun dalam pemungutan retribusi tempat khusus parkir. Tahun 2011 untuk Rp 1000 jumlah buah karcis parkir adalah 3810, untuk Rp 2000 jumlah buah karcis parkir 3554, dan untuk Rp 5000 jumlah buah karcis parkir 3912. Tahun 2012 untuk Rp 1000 jumlah buah karcis parkir adalah 3370, untuk Rp 2000 jumlah buah karcis parkir 4215, dan untuk Rp 5000 jumlah buah karcis parkir 3450. Tahun 2013 untuk Rp 1000 jumlah buah karcis
11
parkir adalah 4100, untuk Rp 2000 jumlah buah karcis parkir 4158, dan untuk Rp 5000 jumlah buah karcis parkir 3750. Jumlah keseluruhan pemakaian dan pengeluaran karcis parkir untuk Tahun 2011 mencapai 11.264 buah, sedangkan Tahun 2012 mencapai 11.035 buah, dan Tahun 2013 mencapai 12.008. Jadi, seluruh data yang terkumpul jumlah pemakaian karcis parkir di Banten Lama dari tahun ke tahun sangat beda. Karena banyaknya arus kendaraan bermotor yang masuk ke kawasan tempat objek wisata sangat ramai dan semakin banyaknya pengunjung dan juga semakin banyaknya kendaraan tersebut. Adanya penyimpangan dana parkir selalu menjadi perhatian bagi para wisatawan maupun petugas parkirnya, karena tempat objek wisata tersebut ramainya cuma setiap hari kamis malam jumat dan hari minggu saja. Sedangkan tarif khusus retribusi parkir masing-masing dari mereka menyetorkan hasil dari parkir tersebut kepada koordinator dan setiap jumlah hasil penyetoran parkir mencapai Rp 44.000.000 per tahun dalam setiap minggunya. Sampai saat ini, di Banten Lama masih ada saja yang sering terjadi pungutan liar (Pungli), tempatnya di kelurahan Banten. Banyak seseorang petugas parkir yang nekat meminta uang demi mencari nafkah, jadi, di sana banyak sekali orang-orang yang tidak bertanggung jawab, setiap ada banyak wisatawan saja selalu nekat meminta uang ketika kendaraan keluar dari tempat parkirnya. Bagi petugas parkir resmi harusnya memberikan perhatian kepada para wisatawan yang ingin berziarah. Masalahnya banyak
12
sekali setiap kendaraan tempat parkir berhenti banyak yang di tempati parkir tidak resmi, seperti mulai dari Istana Surosowan sampai Masjid Agung. Setiap tahun anggaran penyetoran retribusi parkir di Banten Lama dari tahun ke tahun mungkin bisa terjadi perbedaan, karena jumlah pemasukan keuangan dalam retribusi masih rendah dari waktu sebelumnya. Berikut ini adalah data jumlah penerimaan dan penyetoran tarif khusus parkir di Banten Lama dari tahun 2011-2013 : Tabel 1.3. Jumlah Penerimaan dan Penyetoran Tarif Khusus Parkir di Banten Lama Tahun 2011-2013
TAHUN
Jumlah Penerimaan dan Penyetoran Tarif Khusus Parkir di Banten Lama Tahun 2011-2013 @ 1.000
@ 2.000
@ 5.000
2011
Rp 11.671.000
Rp 11.550.000
Rp 12.657.000
2012
Rp 10.710.000
Rp 13.415.000
Rp 19.155.000
2013
Rp 17.760.000
Rp 14.735.000
Rp 19.975.000
(Sumber : Data diolah, Dishubkominfo Kota Serang, Peneliti tahun 2014). Dari tabel 1.3. diatas terlihat bahwa dari tahun 2011 hingga 2013 menunjukan bahwa jumlah penerimaan dan penyetoran tarif parkir mengalami peningkatan dalam pemungutan retribusi tempat khusus parkir, terutama di tahun 2012 untuk @1000 yang mengalami penurunan harga tarif parkirnya.
13
Tahun 2011 untuk @1000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 11.671.000, sedangkan untuk @2000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 11.550.000, dan untuk @5000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 12.657.000. Tahun 2012 untuk @1000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 10.710.000, sedangkan untuk @2000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 13.415.000, dan untuk @5000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 19.155.000. Tahun 2013 untuk @1000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 17.760.000, sedangkan untuk @2000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 14.735.000, dan untuk @5000 jumlah penyetoran parkir adalah Rp 19.975.000. Jumlah keseluruhan penerimaan dan penyetoran tarif parkir untuk Tahun 2011 mencapai Rp 35.878.000, sedangkan Tahun 2012 mencapai Rp 43.280.000, dan Tahun 2013 mencapai Rp 52.470.000. Jadi, seluruh data yang terkumpul jumlah penerimaan dan penyetoran di Banten Lama tentu sangat beda. Karena setiap jumlah pendapatan asli daerah (PAD) yang berhubungan dengan retribusi parkir di Banten Lama ini jauh masih harapan, ternyata masih banyak hasil penyetoran parkir di pungut sama petugas parkir illegal, Oleh karena itu, Suatu permasalahan dalam penyetoran parkir anggap saja istillah koruptor jika ada seorang oknum Unit Pelaksana Teknis Parkir (UPTD) Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang. Dengan demikian, maka perlu adanya suatu kebijakan yang sangat tegas dan berkelanjutan dalam mengatur dan menangani segala macam tentang perparkiran termasuk retribusi tempat khusus parkir di Banten Lama,
14
demi menjaga keamanan dan keselamatan terhadap para pengguna jalan atau petugas parkir dalam meningkatkan pelayanan umum untuk pembangunan Kota Serang. Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk membuat proposal penelitian ini dengan judul IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH MENGENAI RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DI BANTEN LAMA. 1.2. Identifikasi Masalah Dari uraian di atas, peneliti dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1.
Kurang maksimalnya pelaksanaan peraturan daerah yang menjadi legalitas pelaksanaan retribusi parkir di Banten Lama.
2.
Adanya petugas parkir yang bukan berasal dari kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang khususnya Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir melainkan petugas parkir illegal.
3.
Sistem pemungutan retribusi parkir di Banten Lama tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4.
Adanya penyimpangan dana parkir yang seharusnya masuk ke dalam kas daerah malah masuk ke kantong orang–orang yang tidak bertanggung jawab.
15
1.3. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan penelitiannya pada Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama. 1.4. Rumusan Masalah Dengan mengacu pada batasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : “Seberapa besar tingkat Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama?” 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : Untuk mengetahui seberapa besar tingkat Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama.
16
1.6. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis Dalam penelitian ini diharapkan peneliti dapat mengaplikasikan materi-materi pengajaran mengenai kebijakan publik khususnya implementasi kebijakan publik serta dapat memberikan sumbangan pemikiran guna melakukan pengembangan teori-teori kebijakan publik. 2. Secara Praktis Penelitian tentang Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama diharapkan dapat memberikan umpan balik (feedback) kepada Dinas Perhubungan khususnya Seksi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir mengenai pelaksanaan kegiatan pemungutan Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor retribusi parkir di Kota Serang. 1.7. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan di dalam usulan penelitian diuraikan secara terperinci, yang meliputi beberapa bagian mencakup :
17
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II DESKRIPSI TEORI & HIPOTESIS PENELITIAN Dalam bab ini menguraikan tentang : Deskripsi Teori yang menguraikan tentang : Pengertian Kebijakan, terdiri dari Pengertian Publik, Pengertian Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik, Pengertian Retribusi dan Pengertian Retribusi Tempat Khusus Parkir. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini menguraikan : Metode Penelitian, Instrumen Penelitian, Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen, Populasi dan Sampel Penelitian, Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data, Tempat dan Waktu Penelitian, BAB IV HASIL PENELITIAN Dalam bab ini menguraikan tentang : Deskripsi Obyek Penelitian, Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama dan Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama. BAB V PENUTUP Dalam bab ini menguraikan tentang Kesimpulan dan Saran.
18
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Deskripsi Teori Berbagai teori implementasi kebijakan publik di negara-negara maju,
dan
mengambil
manfaat
dan pengalaman
darinya
untuk
memperbaiki implementasi di negeri kita. Sekalipun perlu ditekankan bahwa tidak akan pernah ada pendekatan/teori yang cocok untuk segala situasi kebijakan, mengingat isi kebijakan yang begitu luas, konteks kelembagaan dan lingkungan yang begitu beragam. Namun setidaknya dapat membantu mahasiswa menganalisis implementasi kebijakan di Indonesia, mampu memberikan rekomendasi, serta mungkin dapat mendorong mahasiswa suatu saat kelak menghasilkan pendekatanpendekatan dan teori-teori implementasi yang khas Indonesia. 2.1.1. Pengertian Kebijakan Kebijakan adalah terjemahan dari bahasa Inggris policy yang berarti kebijakan. Kebijakan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata kebijaksanaan (wisdom dalam bahasa Inggris). Kebijakan berbeda dengan kebijaksanaan, kebijaksanaan menyangkut karakter pribadi seseorang sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada didalamnya. Lebih-lebih lagi kita tidak dapat memisahkan kata policy itu dalam konteksnya dengan politik, karena pada hakikatnya proses pembuatan kebijakan itu adalah proses politik. 19
19
Sedangkan menurut James Anderson yang selama ini banyak dikutip dalam buku-buku teks kebijakan publik menyatakan bahwa kebijakan adalah “purposive course of action or inaction undertaken by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern” (langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi). (Wahab ;2012 : 8). Sementara Knoepfel dkk di kutip Solihin Abdul Wahab (2012 : 10). mengartikan kebijakan sebagai : “a series of decisions or activities resulting from structured and recurrent interactions between different actors, both public and private, who are involved in various different ways in the emergence, identification and resolution of a problem defined politically as a public one”. (serangkaian keputusan atau tindakan-tindakan sebagai aktor, baik publik/pemerintah maupun privat/swasta yang terlibat berbagai cara dalam merespons, mengidentifikasikan, dan memecahkan suatu masalah yang secara politis didefinisikan sebagai masalah publik). (Wahab; 2012: 10). Secara umum, kebijakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu kebijakan umum, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis. Kebijakan umum adalah kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan, baik yang bersifat positif maupun negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan, sedangkan, kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum dan kebijakan teknis adalah kebijakan operasional yang berada dibawah kebijakan pelaksanaan tersebut. (Abidin; 2012: 13-14).
20
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan maka dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan ialah pedoman untuk bertindak. Pedoman itu bisa saja sangat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitasaktivitas tertentu, atau suatu rencana. 2.1.2. Pengertian Publik Istilah “publik” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai orang banyak, selain orang atau umum. (Wicaksono; 2006: 57). Dalam bahasa Yunani, istilah publik seringkali dipadankan pula dengan istilah Koinon atau dalam Bahasa Inggris dikenal dengan kata common yang bermakna hubungan antar individu. Oleh karenanya publik seringkali dikonsepkan sebagai sebuah ruang yang berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama. W.F. Baber sebagaimana telah dikutip oleh Massey dalam bukunya Managing Public Sector: A Comparative Analysis of the United Kingdom and the United State berpendapat bahwa sektor publik memiliki 10 ciri yang membedakan dengan sektor swasta (Wicaksono; 2006: 30). diantaranya adalah :
21
a. Sektor publik lebih kompleks dan mengemban tugas-tugas yang lebih ambigu. b. Sektor
publik
lebih
banyak
menghadapi
problem
dalam
mengimplementasikan keputusan-keputusan. c. Sektor publik lebih memanfaatkan lebih banyak orang yang memiliki motivasi yang sangat beragam. d. Sektor publik lebih banyak memperhatikan usaha mempertahankan peluang dan kapasitas. e. Sektor publik lebih banyak melakukan aktivitas yang memiliki signifikasi simbolik. f. Sektor publik lebih ketat dalam menjaga standar komitmen dan legalitas. g. Sektor publik mempunyai peluang yang lebih besar dalam merespon isu-isu keadilan dan kejujuran. h. Sektor publik harus beroperasi demi kepentingan publik. i. Sektor publik harus mempertahankan level dukungan publik minimal diatas level yang dibutuhkan dalam industri swasta. j. Sektor publik lebih banyak memperhatikan kompensasi atas kegagalan pasar. Definisi Publik menurut Inu Kencana Syafi’ie (1999:18) adalah sebagai sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki. (Pasolong; 2010: 6).
22
Sedangkan pengertian Publik menurut H. George Frederickson (1997: 46), menjelaskan konsep dalam lima perspektif, (Pasolong; 2010: 7) yaitu : 1. Publik sebagai kelompok kepentingan, yaitu publik dapat dilihat sebagai manifestasi dari interaksi kelompok yang melahirkan kepentingan masyarakat. 2. Publik sebagai pemilih yang rasional, yaitu masyarakat terdiri atas individu-individu
yang
berusaha
memenuhi
kebutuhan
dan
kepentingan sendiri. 3. Publik sebagai perwakilan kepentingan masyarakat, yaitu kepentingan publik diwakili melalui suara. 4. Publik sebagai konsumen, yaitu konsumen sebenarnya tidak terdiri dari individu-individu yang tidak berhubungan satu sama lain, namun dalam jumlah yang cukup besar mereka menimbulkan tuntutan pelayanan birokrasi. 5. Publik sebagai warga negara, yaitu warga negara dianggap sebagai publik karena partisipasi masyarakat sebagai keikutsertaan warga negara dalam seluruh proses penyelenggaraan pemerintahan dipandang sebagai sesuatu yang paling penting. Publik disini adalah orang-orang yang berada pada satu kelompok dengan minat yang sama tanpa dibatasi suatu norma/nilai tertentu.
23
2.1.3. Pengertian Kebijakan Publik Kebijakan publik telah banyak didefinisikan oleh banyak literatur, baik dalam arti luas maupun sempit. Dye yang dikutip Young dan Quinn dan dikutip lagi oleh Suharto memberikan definisi kebijakan pulbik secara luas, yakni sebagai “whatever governments choose to do or not to do”. Yang artinya apa saja yang Negara pilih untuk dilaksanakan atau tidak. (Suharto; 2010: 44). Pakar Inggris W.I Jenkins, merumuskan kebijakan publik sebagai “a set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where these decisions should, in principle, be within the power of these actors to achieve”. (serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi. Keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut). (Wahab; 2012: 15). Carl
Freidrich
yang
mendefinisikan
kebijakan
sebagai
serangkaian tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan menunjukan hambatanhambatan dan kesempatan. (Wahab; 2012: 9). James
Anderson
mendefinisikan
kebijaksanaan
adalah
serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan
24
dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. (Wahab; 2012: 8). Kebijaksanaan harus memuat 3 (tiga) elemen, yaitu : a. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai. b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi. Sedangkan pemahaman mengenai kebijakan publik sendiri masih terjadi adanya silang pendapat dari para ahli. Oleh karena itu, kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan-persoalan yang muncul di tengah-tengah masyarakat untuk dicarikan jalan keluar baik melalui peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, keputusan pejabat birokrasi dan keputusan lainnya termasuk peraturan daerah, keputusan pejabat politik dan sebagainya. Meskipun terdapat berbagai definisi kebijakan publik (Public policy), seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat. Definisi ini jelas termasuk ke dalam kebijakan sebagai democratic governance karena menekankan tujuan demi kepentingan seluruh masyarakat.
Tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut :
25
a. Penyusunan Agenda
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih dari pada isu lain.
Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut.
Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik diantaranya :
1) Telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius; 2) Telah
mencapai
berdampak dramatis;
tingkat
partikularitas
tertentu
26
3) Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa; 4) Menjangkau dampak yang amat luas ; 5) Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ; 6) Menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)
Penyusunan
agenda
kebijakan
seyogianya
dilakukan
berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
b. Formulasi Kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masingmasing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
c. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan
27
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi – cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi. Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.
d. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
2.1.4. Implementasi Kebijakan Publik Salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para
28
pengambil keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri. Implementasi merupakan proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan. Kebijakan publik selalu mengandung setidak-tidaknya tiga konponen dasar, yaitu tujuan yang jelas, sasaran yang spesifik dan cara mencapai sasaran tersebut. Komponen yang ketiga biasanya belum dijelaskan secara rinci dan birokrasi yang harus menerjemahkannya sebagai program aksi dan proyek. Komponen cara berkaitan siapa pelaksaanya berapa besar dan dari mana dana diperoleh, siapa kelompok sasarannya, bagaimana program dilaksanakan atau bagaimana sistem manajemennya dan bagaimana keberhasilan atau kinerja kebijakan diukur. Komponen inilah yang disebut dengan implementasi. Implementasi kebijakan, sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedurprosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari pada itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan bahwa implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan. Oleh sebab
29
itu tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Menurut seorang ahli studi kebijakan Van Meter dan Van Horn (1975: 450), mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai : “sebuah deretan keputusan dan interaksi sehari-hari yang tidak terlalu perlu mendapat perhatian dari para sarjana yang mempelajari politik dan juga dianggap sederhana meski anggapan ini menyesatkan”. (Parsons; 2006: 463) Sementara menurut Eugene Bardach (1991:3) mengemukakan bahwa definisi dari implementasi kebijakan adalah “cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenalkan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien”. (Agustino; 2012: 138) Sementara menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam Implementation and Public Policy (1983:61) mengemukakan bahwa implementasi kebijakan adalah : “pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengindentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”. (Agustino; 2012: 138) Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekadar
30
berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. Berdasar uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Hal ini sesuai pula dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart Jt. (2000: 104) dimana mereka katakan bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output). Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu: tercapai atau tidaknya tujuantujuan yang ingin diraih. Hal ini tak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Merrile Grindle (1980) sebagai berikut : “Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada aktor program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”. (Agustino; 2012: 138) Hakikat utama implementasi kebijakan adalah memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan.
Pemahaman
mengadministrasikannya
tersebut dan
mencakup
menimbulkan
usaha-usaha
dampak
nyata
untuk pada
masyarakat atau kejadian-kejadian. Berdasarkan beberapa definisi yang disampaikan para ahli di atas, disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan
31
memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri.
2.1.5. Model-model Implementasi Kebijakan Beberapa model pendekatan implementasi kebijakan publik : a. Implementasi Kebijakan Publik Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn
Van Meter dan Van Horn mengatakan bahwa ada 6 (enam) variabel (atau kelompok variabel) yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi. Variabel-variabel tersebut adalah :
1) Ukuran dan Tujuan Kebijakan Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosial-kultur yang mengada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil. 2) Sumberdaya Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia
32
merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi didukung dengan sumberdaya yang lain seperti kucuran dana dan waktu untuk menyempurnakan proses implementasi. 3) Karakteristik Agen Pelaksana Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan (public) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksanaanya. 4) Sikap/Kecenderungan (Disposisi) para Pelaksana Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksanaan akan sangat banyak
mempengaruhi
keberhasilan
atau
tidaknya
kinerja
implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal bentuk persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor pelaksanaan adalah kebijakan “dari atas” (top dowm) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan. 5) Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana
33
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihakpihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaliknya. 6) Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkkan oleh Van Metter dan Van Horn adalah, sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal. b. Implementasi Kebijakan Publik Model Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier Model implementasi kebijakan publik yang lain ditawarkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier. Model implementasi yang ditawarkan
mereka
disebut
dengan
A
Framework
for
Policy
Implementation Analysis. Kedua ahli kebijakan ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam
mengidentifikasikan
variabel-variabel
yang
memperngaruhi
tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi.
34
Dan, variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu : 1) Mudah atau Tidaknya Masalah yang akan Digarap, meliputi : a) Kesukaran-kesukaran Teknis Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada sejumlah persyaratan teknis, termasuk diantaranya: kemampuan
untuk
mengembangkan
indikator-indikator
pengukur prestasi kerja yang tidak terlalu mahal serta pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausal yang mempengaruhi masalah. Disamping itu tingkat keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi juga oleh tersedianya atau telah dikembangkannya teknik-teknik tertentu. b) Keberagaman Perilaku yang Diatur Semakin beragam perilaku yang diatur, maka asumsinya semakin beragam pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit untuk membuat peraturan yang tegas dan jelas. Dengan demikian semakin besar kebebasan bertindak yang harus dikontrol oleh para pejabat pada pelaksana (administratur atau birokrat) di lapangan. c) Persentase
Totalitas
Kelompok Sasaran
Penduduk
yang
Tercakup
dalam
35
Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya akan diubah (melalui implementasi kebijakan), makan
semakin
besar
peluang
untuk
memobilisasikan
dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan. d) Tingkat dan Ruang Lingkup Perubahan Perilaku yang Dikehendaki Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh kebijakan, maka semakin sukar/sulit para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil. Artinya ada sejumlah masalah yang jauh lebih dapat kita kendalikan bila tingkat dan ruang lingkup perubahan yang dikehendali tidaklah terlalu besar. 2) Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara Tepat. Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat melalui beberapa cara : a) Kecermatan dan Kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai. Semakin mampu suatu peraturan memberikan petunjukpetunjuk yang cermat dan disusun secara jelas skala
36
prioritas/urutan kepentingan bagi para pejabat pelaksana dan aktor lainnya, maka semakin besar pula kemungkinan bahwa output kebijakan dari badan-badan pelaksana akan sejalan dengan petunjuk tersebut. b) Kehandalan teori kausalitas yang diperlukan Memuat suatu teori kausalitas yang menjelaskan bagaimana kira-kira tujuan usaha pembaharuan yang akan dicapai melalui implementasi kebijakan. c) Ketetapan alokasi sumberdana Tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu sangat diperlukan agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan-tujuan formal. d) Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana. Salah satu ciri penting yang perlu dimiliki oleh setiap peraturan perundangan
yang
memadukan
hirarki
baik
ialah
badan-badan
kemampuannya pelaksana.
untuk Ketika
kemampuan untuk menyatupadukan dinas, badan, dan lembaga apa dilaksanakan, maka kordinasi antar instansi yang bertujuan mempermudah jalannya implementasi kebijakan justru akan membuyarkan tujuan dari kebijakan yang telah ditetapkan. e) Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana
37
Selain dapat memberikan kejelasan dan konsistensi tujuan, memperkecil jumlah titik-titik veto, dan internsif yang memadai bagi kepatuhan kelompok sasaran, suatu undangundang harus pula dapat mempengaruhi lebih lanjut proses implementasi kebijakan dengan cara menggariskan secara formal aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana. f) Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam undang-undang Para pejabat pelaksana memiliki kesepakatan yang diisyaratkan demi tercapainya tujuan. Hal ini sangat signifikan halnya, oleh karena itu, top down policy bukanlah perkata yang mudah untuk diimplankan pada para pejabat pelaksana di level lokal. g) Akses formal pihak-pihak luar Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi implementasi kebijakan adalah sejauh mana peluang-peluang yang terbuka bagi partisipasi para aktor diluar badan pelaksana dapat mendukung tujuan resmi. Ini maksudnya agar kontrol pada para pejabat pelaksanaan yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dapat berjalan sebagaimana mestinya. 3) Variabel-variabel di luar Undang-Undang yang mempengaruhi Implementasi a) Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi
38
Perbedaan waktu dan perbedaan diantara wilayah-wilayah hukum pemerintah dalam hal kondisi sosial, ekonomi, dan teknologi sangat signifikan berpengaruh terhadap upaya pencapaian tujuan yang digariskan dalam suatu undangundang. Karena itu, eksternal faktor juga menjadi hal penting untuk
diperhatikan
guna
keberhasilan
suatu
upaya
pengejawantahan suatu kebijakan publik. b) Dukungan publik Hakikat perhatian publik yang bersifat sesaat menimbulkan kesukaran-kesukaran tertentu, karena untuk mendorong tingkat keberhasilan suatu implementasi kebijakan sangat dibutuhkan adanya sentuhan dukungan dari warga. Karena itu, mekanisme partisipasi publik sangat penting artinya dalam proses pelaksanaan kebijakan publik di lapangan. c) Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat
Perubahan-perubahan
yang
hendak
dicapai
oleh
suatu
kebijakan publik akan sangat berhasil apabila di tingkat masyarakat, warga memiliki sumber-sumber dan sikap-sikap masyarakat yang kondusif terhadap kebijakan yang ditawarkan pada mereka. d) Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana
39
Kesepakatan para pejabat instansi merupakan fungsi dari kemampuan
undang-undang
pengaruhnya
pada
untuk
badan-badan
melembagakan
pelaksana
melalui
penyeleksian institusi-institusi dan pejabat-pejabat terasnya.
2.1.6. Implementasi Kebijakan Publik Model George C. Edward III
Implementasi menurut Edwards, diartikan sebagai tahapan dalam proses kebijaksanaan yang berada diantara tahapan penyusunan kebijaksanaan dan hasil atau konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh
kebijaksanaan
implementasi
itu
(output,
menurutnya
outcome).
adalah
Termasuk
perencanaan,
aktivitas pendanaan,
pengorganisasian, pengangkatan dan pemecatan karyawan, negosiasi dan lain-lain.
Dalam model yang dikembangkannya, ia mengemukakan ada 4 (empat) faktor kritis yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi.
Pendekatan
yang
dilakukan
dengan
mengajukan
pertanyaan:”Prakondisi apa yang harus ada agar implementasi berhasil?” dan “Apa
yang menjadi kendala pokok bagi suksesnya suatu
implementasi?” dan menemukan 4 (empat) variabel tersebut setelah mengkaji beberapa pendekatan yang dilakukan penulis lain.
40
Ke empat variabel tersebut adalah: 1. Komunikasi; 2. Sumberdaya; 3. Disposisi atau Sikap Pelaksana; 4. Struktur Birokrasi, yang keseluruhannya saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan implementasi. Kesaling-terkaitan
antara
ke-empat
variabel
tersebut
pada
hasil
implementasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Komunikasi
Ada tiga hal dalam komunikasi ini yang perlu mendapatkan perhatian :
a) Transmisi
Sebuah
kebijakan
disalurkan
pada
yang pejabat
akan yang
diimplementasikan akan
harus
melaksanakannya.
Penyaluran yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian (misskomunikasi),
hal
tersebut
disebagiankan
karena
komunikasi telah melaui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan. Seringkali masalah transmisi terjadi manakala pelaksana tidak menyetujui kebijakan (disposisi) tersebut dengan mendistorsikan perintah kebijakan atau bahkan menutup komunikasi yang diperlukan.
41
b) Kejelasan (Clarity)
Kejelasan tujuan dan cara yang akan digunakan dalam sebuah kebijakan
merupakan
hal
yang
mutlak
agar
dapat
diimplementasikan sebagaimana yang telah diputuskan. Namun hal tersebut tidak selalu terjadi. Ada berbagai alasan yang menyebabkan sebuah kebijakan tidak dirumuskan secara jelas, diantaranya adalah : i). kerumitan dalam pembuatan kebijakan yang terjadi antara eksekutif dan legislatif, sehingga mereka cenderung menyerahkan detil pelaksanaannya pada bawahan ; ii). Adanya opisisi dari masyarakat atas kebijakan tersebut ; iii). Kebutuhan mencapai konsensus antara tujuan yang saling bersaing saat merumuskan kebijakan tersebut ; iv). Kebijakan baru yang para perumusnya belum terlalu menguasai masalah (tentang ini sering dikatakan sebagai upaya untuk menghindar dari tanggung jawab); v). Biasanya terjadi pada kebijakan yang menyangkut aturan hukum.
c) Konsistensi
Implementasi yang efektif selain membutuhkan komunikasi yang jelas, juga yang konsisten. Proses transmisi yang baik namun
dengan
perintah
yang
tidak
konsisten
akan
menyebabkan membingungkan pelaksana. Banyak hal yang bisa menyebabkan arah kebijakan menjadi tidak konsisten, diantaranya karena : i). Kompleksitas kebijakan yang harus
42
dilaksanakan; ii). Kesulitan yang biasa muncul saat memulai implementasi sebuah kebijakan baru; iii). Kebijakan memiliki beragam tujuan dan sasaran, atau kadang karena bertentangan dengan kebijakan yang lain; iv). Banyaknya pengaruh berbagai kelompok kepentingan atas isu yang dibawa oleh kebijakan tersebut.
2) Sumberdaya
Sumberdaya yang diperlukan dalam implementasi menurut George C Edwards III adalah :
a) Staf
Sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebagiankan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten di bidangnya. Penambahan jumlah
staf
dan
implementor
saja
tidak
mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel)
dalam
mengimplementasikan
kebijakan
atau
melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.
43
2) Informasi
Informasi yang diperlukan adalah : i). Informasi yang terkait dengan bagaimana melaksanakan kebijakan tersebut (JuklakJuknis) serta, ii). Data yang terkait dengan kebijakan yang akan dilaksanakan.
3) Wewenang
Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang
ditetapkan
terlegitimasi,
secara
sehingga
politik. dapat
Ketika
publik
menggagalkan
tidak proses
implementasi kebijakan.
Tetapi, dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurut demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan kelompoknya.
Kewenangan yang dibutuhkan dan harus tersedia bagi implementor sangat bervariasi tergantung pada kebijakan apa yang
harus
dillaksanakan.
Kewenangan
tersebut
dapat
berwujud: membawa kasus ke meja hijau; menyediakan barang
44
dan jasa; kewenangan untuk memperoleh dan menggunakan dana, staf, dll kewenangan untuk meminta kerjasama dengan badan pemerintah yang lain, dll.
d) Fasilitas
Kendati implementor telah memiliki jumlah staf yang memadai, telah memahami apa yang diharapkan darinya dan apa yang harus dilaksanakan, juga telah memperoleh kewenangan yang diperlukan untuk mengimplementasikan kebijakan, namun tanpa fasilitas fisik yang memadai, implementasi juga tidak akan efektif. Fasilitas fisik ini beragam tergantung pada kebutuhan kebijakan : ruang kantor, komputer, dll.
3) Disposisi
Disposisi adalah sikap dan komitmen dari pelaksana terhadap kebijakan atau program yang harus mereka laksanakan karena setiap kebijakan membutuhkan pelaksana-pelaksana yang memiliki hasrat kuat dan komitmen yang tinggi agar mampu mencapai tujuan kebijakan yang diharapkan. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bisa.
a) Pengangkatan birokrat
45
Disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan
yang
kebijakan bila personil
nyata
terhadap
yang ada
implementasi
tidak melaksanakan
kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan; lebih khusus lagi pada kepentingan warga. Kognisi yaitu seberapa jauh pemahaman pelaksanan terhadap kebijakan. Pemahaman terhadap tujuan kebijakan sangatlah penting bagi aparat pelaksana lebih-lebih apabila sistem nilai yang mempengaruhi sikapnya berbeda dengan sistem nilai pembuat kebijakan, maka implementasi kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif. Ketidakmampuan administratif dari pelaksana kebijakan yaitu ketidakmampuan dalam menanggapi kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan yang disampaikan oleh masyarakat dapat menyebabkan pelaksanaan suatu program tidak efektif.
Arahan dan tanggapan pelaksanaan, hal ini meliputi bagaimana penerimaan, ketidakberpihakan maupun penolakan pelaksana dalam menyikapi kebijaksanaan.
b) Insentif
Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan utnuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah
46
dengan memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi
insentif
oleh
para
pembuat
kebijakan
mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong ajang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi. Karakter dari pelaksana akan mempengaruhi tindakan-tindakan pelaksana dalam mengimplementasikan kebijakan karena pelaksana adalah individu yang tidak mungkin bebas dari kepercayaan, aspirasi dan kepentingan pribadi yang ingin mereka capai. Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan terdapat suatu kemungkinan dari pelaksana untuk membelokkan apa yang sudah ditentukan demi kepentingan pribadinya, sehingga dengan sikap pelaksana tersebut dapat menjauhkan tujuan dari kebijakan sebenarnya.
4) Struktur birokrasi : Struktur Birokrasi menurut George C Edwards III adalah mekanisme kerja yang dibentuk untuk mengelola pelaksanaan sebuah kebijakan. Ia menekankan perlu adanya Standart Operating Procedure (SOP) yang mengatur tata aliran pekerjaan diantara para pelaksana, terlebih jika pelaksanaan program melibatkan lebih dari satu institusi. Ia juga mengingatkan bahwa adakalanya fragmentasi diperlukan
47
manakala implementasi kebijakan memerlukan banyak program dan melibatkan banyak institusi untuk mencapai tujuannya. 2.1.7. Implementasi Kebijakan Publik Model Merilee S. Grindle Model keempat yang berpendekatan top-down dikemukan oleh Merilee S. Grindle (1980). Pendekatannya tersebut dikenal dengan Implementation as A Political and Process. Menurut Grindle ada dua variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir (outcomes), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih. Hal ini dikemukakan oleh Grindle, dimana pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan tersebut dapat dilihat dari dua hal, yaitu: a. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakannya. b. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor, yaitu dampak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok dan tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan yang terjadi. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan publik, juga menurut Grindle, amat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan
48
itu sendiri, yang terdiri atas Content of Policy dan Context of Policy (1980:5). 1) Content of Policy menurut Grindle adalah : a) Interest
Affected
(Kepentingan-kepentingan
yang
mempengaruhi) Interest affected berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauh mana kepentingankepentingan
tersebut
membawa
pengaruh
terhadap
implementasinya, hal inilah yang ingin diketahui lebih lanjut. b) Type of Benefit (tipe manfaat) Pada poin ini content of policy berupaya untuk menunjukkan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan. c) Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai) Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. Content of policy yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin
49
dicapai
melalui
suatu
implementasi
kebijakan
harus
mempunyai skala yang jelas. d) Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan) Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang akan diimplementasikan e) Program Implementor (pelaksana program) Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Dan, ini harus sudah terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini. f) Resources Comitted (sumber-sumber daya yang digunakan) Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumberdaya-sumberdaya
yang
mendukung
agar
pelaksanaannya berjalan dengan baik. 2) Context of Policy menurut Grindle adalah: a) Power, Interest, and Strategy of Actor Involved (kekuasaan, kepentingan-kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat) Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan, serta strategi yang digunakan oleh para aktor yang terlibat guna memperlancar jalannya
50
pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang sangat besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan arang dari api. b) Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa) Lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan. c) Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana) Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana, maka yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauh mana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menganggapi suatu kebijakan. Setelah kegiatan pelaksanaan kebijakan yang dipengaruhi oleh isi atau konten dan lingkungan atau konteks diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui pada apakah suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga terjadinya tingkat perubahan yang terjadi.
51
2.1.8. Pengertian Retribusi Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada Negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh Negara bagi penduduknya secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari Negara. Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di Indonesia saat ini penarikan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Jadi, retribusi yang dipungut di Indonesia dewasa ini sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. (Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 angka 26). Jasa adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya, dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Sama halnya dengan penjelasan di atas, bila seorang ingin menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah, ia harus membayar retribusi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (Siahaan; 2013: 6). Pengertian ini tak jauh berbeda dengan pendapat Mardiasmo yang mengartikan bahwa retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
52
dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. (Mardiasmo; 2013: 5). Hal ini sejalan dengan pendapat Suparmoko yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan retribusi ialah suatu pembayaran dari rakyat kepada pemerintah di mana kita dapat melihat adanya hubungan antara balas jasa yang langsung diterima dengan adanya pembayaran retribusi tersebut. (Suparmoko; 2013: 94). Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut : a. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undangundang dan peraturan daerah yang berkenaan. b. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah. c. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya. d. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan. e. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Dari uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa retribusi daerah merupakan tindakan balas jasa dari masyarakat pengguna jasa kepada pemerintah atau bisa juga dikatakan bahwa retribusi itu
53
menganut asas manfaat (benefit principles). Dalam asas ini, besarnya pungutan retribusi ditentukan berdasarkan manfaat yang diterima oleh si penerima manfaat dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. 2.1.9. Pengertian Retribusi Tempat Khusus Parkir Salah satu jenis retribusi jasa usaha adalah retribusi tempat khusus parkir, Pengertian dari Retribusi Tempat Khusus Parkir Menurut Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir yaitu sebagai pembayaran atas setiap Tempat Khusus Parkir yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Sedangkan obyek retribusi tempat khusus parkir merupakan tempat khusus parkir yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Dikecualikan dari obyek retribusi sebagaimana dimaksud tersebut adalah tempat parkir yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta. Subyek retribusi tempat khusus parkir merupakan orang pribadi atau badan yang memperoleh jasa tempat khusus parkir. Sedangkan tingkat penggunaan jasa pada retribusi tempat khusus parkir diukur berdasarkan jangka waktu penggunaan fasilitas dan jenis kendaraan. Ini sama halnya dengan pendapat Marihot yang mendefinisikan bahwa obyek retribusi tempat khusus parkir adalah pelayanan tempat khusus parkir yang disediakan, dimiliki, dan atau dikelola oleh pemerintah daerah. Dikecualikan dari obyek retribusi tempat khusus parkir adalah pelayanan tempat parkir yang disediakan, dimiliki, dan atau dikelola oleh pemerintah, BUMN,BUMD, dan pihak swasta. (Siahaan; 2013: 631).
54
Jadi dalam hal retribusi, balas jasa dari adanya retribusi tersebut langsung dapat ditunjuk. Misalnya retribusi jalan, karena kendaraan tertentu memang melalui jalan dimana retribusi jalan tersebut dipungut. Juga retribusi pasar dibayar karena adanya penggunaan ruangan pasar tertentu oleh si pembayar retribusi itu. Demikian juga dengan retribusi parkir, karena ada pemakaian ruangan tertentu oleh si pemakai tempat parkir. Jadi sesungguhnya dalam hal pemungutan iuran retribusi itu dianut asas manfaat (benefit principles). Dalam asas ini, besarnya pungutan ditentukan berdasarkan manfaat yang diterima oleh si penerima manfaat dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Selanjutnya retribusi hanya akan berpengaruh pada kesediaan menggunakan atau permintaan terhadap jasa atau pelayanan maupun produk yang dihasilkan oleh pemerintah. Oleh karena itu retribusi tidak seperti halnya pajak, retribusi hanya akan mengurangi konsumsi tetapi tidak mengurangi kemampuan dan kemauan untuk bekerja, menabung dan berinvestasi. Memang dengan retribusi itu berarti pengeluaran masyarakat akan bertambah, tetapi tidak akan signifikan sifatnya, sehingga tidak akan mempunyai dampak yang terlalu besar dalam perekonomian di daerah. Tetapi retribusi dapat berpengaruh dalam hal distribusi pendapatan, karena retribusi dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk melindungi yang lemah dalam perekonomian dan membagikan beban masyarakat itu kepada kelompok berpenghasilan tinggi di daerah yang sama. Oleh karena itu sistem retribusi yang progresif dapat
55
bermanfaat untuk redistribusi pendapatan dalam masyarakat di daerah. (Suparmoko; 2002: 95). 2.2. Kerangka Berpikir Area parkir merupakan salah satu unsur pokok yang harus diperhatikan. Kebutuhan parkir di suatu tempat akan sangat dipengaruhi oleh bagian-bagian yang diminati oleh pengunjung pada suatu tempat. Sehingga jumlah kendaraan yang parkir pada suatu tempat tidak pernah sama dengan tempat yang lain dari waktu ke waktu. Ada kalanya jumlah melebihi kapasitas yang tersedia dan ada kalanya dibawah kapasitas yang tersedia. Oleh karena itu, penelitian tentang Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama ini mengemukakan model implementasi kebijakan yang diungkapkan oleh George C Edward III yang dikenal dengan Direct and Indirect on Implementation. Berikut ini akan ditunjukkan alur berpikir peneliti dalam melakukan penelitian :
56
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI DAERAH MENGENAI RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR DI BANTEN LAMA
Implementasi Kebijakan menurut teori George C Edward III :
Permasalahan : 1.
2. 3.
4.
Kurang maksimalnya pelaksanaan peraturan daerah yang menjadi legalitas pelaksanaan retribusi parkir. Adanya petugas parkir illegal. Sistem pemungutan retribusi parkir tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Adanya penyimpangan dana parkir.
Komunikasi : a. Transmisi b. Kejelasan c. Konsisten Sumber Daya : a. b. c. d.
Staf Informasi Wewenang Fasilitas
Disposisi : a. Pengangkatan Birokrasi b. Insentif Struktur Birokrasi : a. SOP’s b. Fragmentasi
Hasil Output : Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Berjalan Dengan Optimal
57
2.3. Hipotesis Penelitian Hipotesis ialah pernyataan atau jawaban sementara terhadap rumusan penelitian yang dikemukakan. (Usman, Akbar; 2011: 38). Maka berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, peneliti dapat merumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Ho: Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama tidak sama dengan 75% dari yang diharapkan. Ho≠75 2. Ha: Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama sama dengan 75% dari yang diharapkan. Ha=75
58
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. (Sugiyono; 2010: 2). Sedangkan pengertian Metodologi penelitian adalah totalitas cara yang dipakai peneliti untuk menemukan kebenaran ilmiah. (Irawan; 2005: 4). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif sebagai metode primer dan kualitatif sebagai metode penunjang. Hal ini di karenakan untuk menjaga nilai keobjektifan hasil. Penelitian deskriptif dilakukan untuk mengetahui nilai variabel secara mandiri antara data sampel dan data populasi tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain. 3.2. Instrumen penelitian Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono;2010:102). Oleh karenanya, dalam melakukan pengukuran maka memerlukan alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner, dengan jumlah variabel sebanyak satu variabel atau variabel mandiri. Sedangkan skala pengukuran instrumen yang di gunakan dalam penelitian ini adalah skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Indikator 61
59
variabel yang disusun melalui item-item instrumen dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan diberikan jawaban setiap item instrumennya. Jawaban setiap item di beri skor, seperti berikut ini : Tabel 3.1. Skor dalam penelitian
Jawaban
Skor
a
4
b
3
c
2
d
1
Penelitian mengetahui
mencoba
terlebih
dahulu
membuat
instrumen
indikator-indikator
penelitian yang
dengan
mempengaruhi
instrumen penelitian ini. Adapun instrumen untuk mengukur implementasi peraturan daerah kota serang nomor 13 tahun 2011 tentang retribusi daerah mengenai retribusi tempat khusus parkir di banten lama dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
60
Tabel 3.2. Instrumen Penelitian
Variabel
Indikator Komunikasi
Keterangan -transmisi
No item 1,2,3,4,5,6
-kejelasan -konsisten Implementasi Kebijakan (George C Edward III)
Sumber daya
-staf
7,8,9,10,11,12
-informasi -wewenang -fasilitas Disposisi
-pengangkatan
13,14
birokrat -insentif Struktur birokrasi
-standard operating procedure (SOP)
15,16
-fragmentasi
Selain itu, peneliti secara kuantitatif digunakan untuk menjaga nilai keobjektifan hasil penelitian nantinya. Sebagai sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
61
1. Sumber data primer Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya (sampel atau responden) dengan menggunakan teknik pengumpulan data tertentu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer yang diperoleh melalui kegiatan wawancara secara terstruktur (penyebaran kuesioner/angket) kepada responden dan observasi secara non-partisipan. a. Kuesioner/angket, yaitu pengumpulan data dilakukan dengan member seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis mengenai variabel yang diteliti kepada responden untuk dijawabnya. b. Observasi non-partisipan, yaitu kegiatan yang dilakukan dengan melakukan pengamatan secara tidak langsung dalam penelitian ini.
2. Sumber data sekunder Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh dari artikel-artikel dan gambar-gambar, yang dapat berbentuk buku-buku, dokumen, dan data elektronik. Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan oleh peneliti diperoleh melalui kegiatan studi kepustakaan, studi dokumentasi, studi lapangan dan studi wawancara tidak terstruktur tentang Implementasi Peraturan Daerah. a. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara memperoleh atau mengumpulkan data dari berbagai referensi yang relevan berdasarkan text book maupun jurnal-jurnal ilmiah.
62
b. Studi dokumentasi, ialah studi yang digunakan untuk mencari dan memperoleh data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, laporan-laporan, catatan serta dokumen-dokumen yang relevan dengan masalah yang diteliti. c. Studi lapangan langsung, merupakan pengumpulan data yang dibutuhkan dengan cara turun langsung ke lokasi penelitian, yang salah satunya dengan cara melakukan observasi. d. Studi wawancara tidak terstruktur artinya peneliti bertanya bebas tanpa ada batasan.
3.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen 3.3.1. Uji Validitas Instrumen Uji validitas digunakan untuk sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Kevaliditasan instrumen menggambarkan bahwa suatu instrumen benar-benar mampu mengukur variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian serta mampu menunjukkan tingkat kesesuaian antar konsep dan hasil pengukuran. Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0.30. Jadi kalau korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0.30, maka butir dalam instrumen dinyatakan tidak valid.
63
Rumus uji validitas ini adalah : ∑ ∑
√
∑ ∑
∑ ∑
∑
Di mana : r
= Koefisien korelasi Product Moment
∑X =Jumlah skor dalam sebaran X ∑Y =Jumlah skor dalam sebaran Y ∑XY= Jumlah hasil kali skor X dan Y yang berpasangan ∑X2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X ∑Y2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y N
= Jumlah sampel
3.3.2. Uji Reliabilitas Instrumen Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan internal consistency dengan Teknik Belah Dua (split half) yang dianalisis dengan rumus Spearman Brown. Untuk keperluan itu maka butir-butir instrumen di belah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok instrumen ganjil dan kelompok genap. Selanjutnya skor data tiap kelompok itu disusun sendiri. Untuk kelompok ganjil ditunjukkan pada tabel.
64
Rumus Spearman Brown (Sugiyono; 2010: 131) :
ri
Dimana : ri = reliabilitas internal seluruh instrumen. rb = korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua.
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian 3.4.1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono; 2010: 80). Dengan kata lain, “Populasi penelitian adalah keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuhtumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian” (Bungin; 2009 : 99).
Populasi beragam, jika dilihat dari penentuan sumber data, peneliti menggunakan populasi terbatas yaitu populasi yang memiliki sumber daya yang jelas batas-batasnya secara kuantitatif. (Bungin; 2009: 99). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat pemilik kendaraan yang menggunakan jasa parkir di Banten Lama yang berjumlah 100 orang pemilik kendaraan.
65
3.4.2. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengambilan jumlah sampel mengacu pada Tabel Iccac dan Michael dengan berdasarkan tingkat kesalahan 5%, maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 orang pemilik kendaraan (Sugiyono; 2010: 87). Adapun teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah sampling kebetulan (Accidental Sampling). Teknik sampling kebetulan dilakukan apabila pemilihan sampelnya dilakukan terhadap orang atau benda yang kebetulan ada atau dijumpai (Usman, Akbar; 2011: 45). Jadi teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data. 3.5. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data Teknik pengolahan dan analisis data digunakan peneliti untuk
menyederhanakan
dan
menyajikan
data
dengan
mengelompokkan dalam suatu bentuk yang berarti sehingga mudah dipahami dan diinterpretasi oleh pembaca atau penguji. Dalam hal ini peneliti dalam penganalisa data menggunakan metode analisis data kuantitatif deskriptif, dimana peneliti mencoba menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagai mana
66
adanya tanpa bermaksud membuat sebuah kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Untuk menganalisa Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama, maka dalam menguji hipotesis deskriptif ini menggunakan uji t-test sampel, dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono; 2010: 178) :
√ Di mana : t = nilai t yang dihitung X = nilai rata-rata µo = nilai yang dihipotesiskan s = simpangan baku sampel n = jumlah anggota sampel
67
3.6. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari Tempat Parkir Istana Surosowan sampai Tempat Parkir Masjid Agung di wilayah Banten Lama, yang beralamat Kampung Keballen Desa Banten Kecamatan Kasemen Kota Serang Banten. Adapun waktu pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :
68
Tabel 3.3. Waktu Pelaksanaan Penelitian Parkir Banten Lama Tahun No.
Kegiatan Peneliti
2013 Sep
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Pengajuan Judul Observasi Awal Pengumpulan dan Analisis Data Penyusunan Proposal Seminar Proposal Revisi Proposal Sebaran Kuesioner Pengolahan dan Analisis Data Sebaran Kuesioner Susulan Revisi Pengolahan Data Penarikan Kesimpulan ACC Sidang Sidang Skripsi Revisi Setelah Sidang Skripsi
Okt
Nov
2014 Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agst
Sep
69
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir Retribusi adalah salah satu sarana yang digunakan oleh pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), demikian juga dengan Kota Serang. Salah satu jenis retribusi yang cukup berperan dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Serang adalah retribusi tempat khusus parkir. Adapun dalam rangka melegalkan pemungutan retribusi parkir tersebut, Pemerintah Kota Serang menerbitkan Peraturan Daerah Kota Serang No 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir.
4.1.2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Parkir Pemungutan pajak parkir di Indonesia saat ini di dasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan pajak parkir parkir pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana di bawah ini. a. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
71
70
b. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. c. Peraturan Pemerintah nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. d. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak Parkir. e. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Parkir sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Pajak Parkir pada kabupaten/kota dimaksud.
4.1.3. Nama, Objek dan Subjek Retribusi Dengan nama Retribusi Tempat Khusus Parkir dimaksudkan untuk melakukan pemungutan retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan penyediaan tempat khusus parkir yang dikelola oleh pemerintah daerah dan khusus disediakan untuk pengguna jasa parkir. Oleh karena itu, yang dimaksud objek retribusi tempat khusus parkir merupakan tempat khusus parkir yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Selain itu tempat khusus parkir juga adalah tempat parkir yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta. Sedangkan subjek retribusi tempat khusus parkir merupakan orang pribadi atau badan yang memperoleh jasa tempat khusus parkir. Tingkat penggunaan jasa pada Retribusi Tempat Khusus Parkir diukur berdasarkan jangka waktu penggunaan fasilitas dan jenis kendaraan.
71
4.1.4. Dasar Pengenaan dan Tarif a. Dasar Pengenaan Pajak Parkir Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelengaraan tempat parkir. Jumlah yang seharusnya dibayar termasuk potongan harga parkir. Cuma-Cuma yang di berikan kepada penerima jasa parkir. Dasar pengenaan pajak parkir dapat di tetapkan dengan peraturan daerah. Sewa/tarif parkir sebagai dasar pengenaan pajak parkir yang dikelola secara monopoli dapat di atur dengan peraturan parkir, daya tampung dan frekuensi kendaraan bermotor. Setiap kendaraan bermotor yang parkir pada tempat parkir yang diluar badan jalan akan di kenakan tarif parkir yang di tetapkan oleh pengelola. Tarif parkir ini merupakan pembayaran yang harus di serahkan oleh pengguna tempat parkir untuk pemakaian tempat parkir. b. Tarif Pajak Parkir Struktur dan besarnya tarif retribusi tempat khusus parkir yang disediakan oleh pemerintah daerah ditetapkan sebagai berikut pada tabel 4.1 :
72
Tabel 4.1. Daftar tarif retribusi tempat khusus parkir
No.
Jenis Kendaraan
Tarif
1.
Mobil Bus Besar (26 tempat duduk ke atas)
Rp. 7.500/kend.
2.
Mobil Bus Sedang (16 - 25 tempat duduk)
Rp. 5.000/kend
3.
Mobil Bus Kecil (9 - 15 tempat duduk)
Rp. 3.000/kend.
4.
Mobil Penumpang (1 - 8 tempat duduk)
Rp. 2.000/kend.
5.
Mobil Barang Ringan (JBB ≤ 5.000 kg)
Rp. 5.000/kend.
6.
Mobil Barang Sedang (JBB = 5.000 s.d.
Rp. 7.500/kend.
8.000 kg) 7.
Mobil Barang Berat (JBB > 8.000 kg)
Rp. 10.000/kend.
8.
Sepeda Motor
Rp. 1.000/kend.
Sumber: Peraturan Daerah Kota Serang No. 13 Tahun 2011
Berdasarkan peraturan daerah tersebut, dapat diketahui bahwa besarnya tarif retribusi tempat khusus parkir berbeda-beda sesuai dengan jenis kendaraan yang diparkir di tempat tersebut. Namun pada kenyataanya para petugas parkir memungut tarif parkir tersebut sering tidak sesuai dengan tarif yang ditetapkan oleh pemerintah daerah, seperti tidak sesuainya tarif dengan jenis kendaraan yang diparkir.
73
4.1.5. Tata Cara Pemungutan Retribusi Sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan, dalam artian bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun dalam pengertian ini bukan berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi, Pemerintah Daerah dapat mengajak bekerjasama dengan badan-badan tertentu yang layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagai tugas pemungutan jenis retribusi secara efisien. Kegiatan pemungutan jenis retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya retribusi yang terutang, pengawasan penyetoran retribusi dan penagihan retribusi. Dalam pemungutan retribusi, retribusi dipungut menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan, maksud dari dokumen lain yang dipersamakan antara lain berupa karcis, kupon dan kartu langganan.
4.1.6. Tata Cara Pembayaran Retribusi Dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 telah dinyatakan bahwa pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus di muka, dengan demikian wajib retribusi tidak dibenarkan untuk mencicil atau tidak melunasi retribusi yang terutang sekaligus. Adapun tata cara
74
pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran retribusi diatur dengan Keputusan Walikota.
4.1.7. Tata Cara Penagihan dan Sanksi Administrasi Pengeluaran surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. Serta dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, maka wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang. Dan surat teguran sebagaimana dimaksud dalam penagihan retribusi, dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk. Apabila wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar maka wajib retribusi akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunya sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari besarnya retribusi yang terutang atau yang kurang dibayar, dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD) yaitu surat yang digunakan untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda. 4.1.8. Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan Retribusi Adapun
dalam
beberapa
hal,
Walikota
dapat
memberikan
pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi kepada wajib retribusi. Pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi diberikan dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi yang bersangkutan. Tata cara
75
pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan dengan keputusan walikota.
4.1.9. Penyidikan Yang bertugas sebagai penyidik dalam melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah, dan Pegawai Negeri Sipil tententu tersebut adalah penyidik Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Daerah yang telah diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mempunyai wewenang sebagai berikut : a. Menerima, mencari mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
76
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah; g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf c; h. Memotrek seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. Penyidikan tersebut bertujuan untuk memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Apabila wajib retribusi tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah, maka diancam hukuman kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak 4 kali dari jumlah retribusi yang terutang sesuai dengan ketentuan pidana.
77
4.1.10. Gambaran Umum Tentang Seksi Unit Pelaksana Teknis Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Serang UPTD Parkir sebagai unsur pelaksana teknis tertentu mempunyai tugas pokok memberi petunjuk, membagi tugas, membimbing, memeriksa, mengoreksi, mengawasi, merencanakan dan melaksanakan kegiatan teknis operasional urusan parkir. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, UPTD Parkir, mempunyai fungsi : a. Perencanaan kegiatan kerja UPTD Parkir; b. Pemberian petunjuk pelaksanaan urusan parkir; c. Pembagian tugas pelaksanaan UPTD Parkir; d. Pembimbingan pelaksanaan tugas UPTD Parkir; e. Pemeriksaan dan pengawasan pelaksanaan urusan parkir; f. Pelaksanaan penyelenggaraan urusan parkir; g. Pengoreksian pelaksanaan tugas UPTD Parkir; h. Pengawasan bawahan dalam lingkup bidang tugasnya; i. Pelaporan pelaksanaan tugas UPTD Parkir; dan j. Pelaksanaan tugas kedinasan lainnya berdasarkan arahan atasan dalam lingkup bidang tugasnya. UPTD Parkir membawahkan Sub Bagian Tata Usaha. Sub Bagian Tata Usaha sebagai unsur staf atau administrasi mempunyai tugas pokok memberi petunjuk, membagi tugas, membimbing, memeriksa, mengoreksi, mengawasi
dan
merencanakan
kegiatan
urusan
keorganisasian
dan
ketatalaksanaan, umum, kepegawaian, perlengkapan, program dan pelaporan
78
serta keuangan dalam rangka mendukung mekanisme kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Sub Bagian Tata Usaha mempunyai fungsi : a. Perencanaan kegiatan kerja Sub Bagian Tata Usaha meliputi urusan keorganisasian
dan
ketatalaksanaan
umum,
kepegawaian,
perlengkapan, program dan pelaporan serta keuangan; b. Pemberian
petunjuk
pengelolaan
urusan
keorganisasian
dan
ketatalaksanaan, umum, kepegawaian, perlengkapan, program dan pelaporan serta keuangan; c. Pembagian
tugas
pengelolaan
urusan
keorganisasian
dan
ketatalaksanaan, umum, kepegawaian, perlengkapan, program dan pelaporan serta keuangan; d. Pembimbingan pelaksanaan tugas Sub Bagian Tata Usaha; e. Pemeriksaan dan pengawasan pengelolaan urusan keorganisasian dan ketatalaksanaan, umum, kepegawaian, perlengkapan, program dan pelaporan serta keuangan; f. Pengoreksian pelaksanaan tugas Sub Bagian Tata Usaha; g. Pengawasan bawahan dalam lingkup bidang tugasnya; h. Pelaporan pelaksanaan tugas Sub Bagian Tata Usaha; dan pelaksanaan tugas kedinasan lainnya berdasarkan arahan atasan dalam lingkup bidang tugasnya.
79
4.1.11. Visi dan Misi Seksi Unit Pelaksana Teknis Parkir Adapun visi dan misi dari Seksi UPT Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang adalah sebagai berikut : a. Visi “Terwujudnya pelayanan terminal parkir yang aman, tertib dan terkendali”. b. Misi Untuk mewujudkan visi tersebut, Seksi UPT Parkir melaksanakan misinya, antara lain : 1. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan parkir di pinggir jalan; 2. Memberikan ijin penyelenggaraan parkir di luar badan jalan; 3. Menyelenggarakan kegiatan pembangunan lahan terminal parkir Untuk mobil pribadi dan bus angkutan; 4. Mengoperasikan terminal parkir mobil pribadi; 5. Melaksanakan sistem pelaporan kegiatan terminal parkir.
4.1.12. Susunan Organisasi Untuk melaksanakan tugas pokok Kepala Seksi Unit Pelaksana Teknis atau UPT Parkir mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Pelaksanaan penyusunan perencanaan Seksi UPT Parkir. b. Pelaksanaan kegiatan teknis Seksi UPT Parkir. c. Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, penganalisaan data pada Seksi UPT Parkir.
80
d. Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan dibidang Parkir. e. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi/pihak terkait dibidang Parkir. f. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Seksi UPT Parkir.
Kemudian, Staf Pelaksana Administrasi mempunyai tugas dan tanggung jawab kepada Kepala Seksi dalam hal : a. Mengelola keuangan. b. Mengelola kepegawaian. c. Mengelola perlengkapan, urusan umum, perencanaan dan pelaporan. d. Mengelola surat menyurat dan hubungan masyarakat.
Sedangkan, Staf Pelaksana Unit Parkir mempunyai tugas dan tanggung jawab kepada Kepala Seksi dalam hal : a. Melaksanakan urusan penagihan retribusi parkir. b. Melaksanakan urusan keamanan dan ketertiban. c. Melaksanakan pelaporan perparkiran.
81
Gambar 4.1. Bagan Struktur Organisasi Unit Pelaksana Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang
KEPALA UPT PARKIR KASUBBAG TU PARKIR
STAF PELAKSANA ADMINISTRA SI
STAF PELAKSANA ADMINISTR ASI
STAF PELAKSANA UNIT PARKIR
STAF PELAKSANA UNIT PARKIR
JABATAN FUNGSIONAL
(Sumber : Hasil Penelitian Lapangan, (terlampir) tahun 2014, bagan Struktur Organisasi).
82
4.2.
Uji Persyaratan Analisis 4.2.1. Uji Validitas Instrumen Uji validitas digunakan untuk sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Kevaliditasan instrumen menggambarkan bahwa suatu instrumen benar-benar mampu mengukur variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian serta mampu menunjukkan tingkat kesesuaian antar konsep dan hasil pengukuran. Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0.30. Jadi kalau korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0.30, maka butir dalam instrumen dinyatakan tidak valid. Uji validitas ini menggunakan rumus sebagai berikut : ∑ √
∑
∑ ∑
∑ ∑
∑
Dimana : r
= Koefisien korelasi Product Moment
∑X = Jumlah skor dalam sebaran X ∑Y = Jumlah skor dalam sebaran Y ∑XY= Jumlah hasil kali skor X dan Y yang berpasangan
83 2
∑X = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X ∑Y2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y N
= Jumlah sampel
Berdasarkan data yang terkumpul dari 100 responden, terdapat 16 koefisien korelasi (jumlah butir soal 16). Hasil analisis item ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut :
84
Tabel 4.2 Hasil Analisis Item Instrumen
No. Butir Instrumen
Koefisien Korelasi (r hitung)
R kritis
Keterangan
1
0.598
0.30
Valid
2
0.552
0.30
Valid
3.
0.500
0.30
Valid
4.
0.502
0.30
Valid
5.
0.647
0.30
Valid
6.
0.536
0.30
Valid
7.
0.584
0.30
Valid
8.
0.634
0.30
Valid
9.
0.528
0.30
Valid
10.
0.737
0.30
Valid
11.
0.576
0.30
Valid
12.
0.516
0.30
Valid
13.
0.651
0.30
Valid
14.
0.564
0.30
Valid
15.
0.710
0.30
Valid
16.
0.675
0.30
Valid
Dari tabel 4.2 dapat dibaca bahwa, korelasi antara skor butir 1 dengan skor total = 0.598 antar butir 2 dengan skor total = 0.552 dan seterusnya. Seperti yang telah dikemukakan bahwa, bila koefisien korelasi
85
sama dengan 0.30 atau lebih (paling kecil 0.30). Maka butir instrumen dinyatakan valid. Dari uji coba tersebut ternyata semua koefisien korelasi dari 16 butir instrumen dinyatakan valid dengan skor total di atas 0.30. Sedangkan butir instrumen yang mempunyai validitas tertinggi adalah butir instrumen 10 dengan koefisien korelasi 0,737. 4.2.2. Uji Reliabilitas Instrumen Pengujian reliabilitas instrumen
dilakukan dengan internal
consistency dengan Teknik Belah Dua (split half) yang dianalisis dengan rumus Spearman Brown, Untuk keperluan itu maka butir-butir instrumen di belah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok instrumen ganjil dan kelompok genap. Selanjutnya skor data tiap kelompok itu disusun sendiri. Untuk kelompok ganjil ditunjukkan pada tabel 6 (terlampir) dan kelompok genap ditunjukkan pada tabel 7 (terlampir). Setelah dihitung didapat koefisien korelasi 0.772 terdapat dalam tabel 8 (terlampir). Rumus Spearman Brown :
ri
Dimana : ri = reliabilitas internal seluruh instrumen. rb = korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua.
ri
= 2 x 0.772 = 1.544 = 0.871 1 + 0.772 1.772
86
Cara mengukur uji reliabilitas instrumen : rtabel < rhitung 0.772 < 0.871
Rumus Spearman Brown Nilai rtabel dari jumlah korelasi 0.772
Nilai Responden
Nilai rhitung dari jumlah reliabilitas
100 0.871
Jadi reliabilitas Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama = 0.871. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa instrumen memiliki angka reliabilitas yang cukup tinggi, maka dapat diketahui bahwa Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama adalah reliabel.
4.3. Deskripsi Data 4.3.1.
Deskripsi Responden Responden dalam penelitian adalah seluruh masyarakat pengguna
jasa parkir di Banten Lama. Jumlah keseluruhan responden dalam penelitian ini sebanyak 100 orang. Keseluruhan responden telah mengisi dan mengembalikan kuesioner. Demografi responden dibagi kedalam : 1) Umur 2) Jenis kelamin, 3) Pendidikan, dan 4) Pekerjaan. Masing-masing diuraikan sebagai berikut :
87
1) Umur Hasil penghitungan terhadap umur responden menunjukan bahwa umur responden didominasi usia 20 – 30 tahun yaitu sebanyak 60 responden (60%). Adapun rincian sebaran responden berdasarkan umur secara lengkap disajikan pada tabel 4.3. di bawah ini. Tabel 4.3 Sebaran responden berdasarkan Umur Umur
Jumlah
Presentase
<20 th
27
27 %
20 – 30 th
60
60%
31 – 40 th
7
7%
41 – 50 th
6
6%
>50 th
0
0%
Total
100
100%
Sumber : Data Diolah Tahun 2014 2) Jenis kelamin Hasil penghitungan terhadap jenis kelamin responden menunjukan ada sebanyak 71 orang responden laki-laki (71%) dan 29 orang responden perempuan (29%).
Rincian sebaran responden berdasarkan jenis kelamin
secara lengkap disajikan pada tabel 4.4.
88
Tabel 4.4 Sebaran responden berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Jumlah
Presentase
Laki-laki
71
71%
Perempuan
29
29%
Total
100
100%
Sumber : Data Diolah Tahun 2014 3). Pendidikan Hasil penghitungan terhadap pendidikan responden menunjukan bahwa
pendidikan
responden
didominasi
oleh
tingkat
pendidikan
SMA/Sederajat yaitu sebanyak 58 responden (58%). Adapun rincian sebaran responden berdasarkan umur secara lengkap disajikan pada tabel 4.5. di bawah ini. Tabel 4.5 Sebaran responden berdasarkan Pendidikan Pendidikan
Jumlah
Presentase
SD/Sederajat
6
6%
SMP/Sederajat
9
9%
SMA/Sederajat
58
58 %
D1,D2,D3
6
6%
S1
20
20%
S2
1
1%
89 Total
100
100%
Sumber : Data Diolah Tahun 2014
4). Pekerjaan Hasil penghitungan terhadap pekerjaan responden menunjukan bahwa pekerjaan lain-lain (seperti pelajar, mahasiswa, TNI/POLRI, dll) mendominasi jumlah responden, yaitu sebanyak 50 responden (50%). Adapun rincian sebaran responden berdasarkan pekerjaan secara lengkap disajikan pada tabel 4.6 di bawah. Tabel 4.6 Sebaran responden berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan
Jumlah
Presentase
PNS
6
6%
Peg. Swasta
26
26 %
Wiraswasta
18
18 %
Lain-Lain
50
50 %
Total
100
100%
Sumber : Data Diolah Tahun 2014 4.3.2. Tanggapan Responden atas Kuesioner Mengingat bahwa jenis dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kuantitatif deskriptif, maka data yang diperoleh
90
tidak hanya berbentuk kalimat (pernyataan) dari hasil wawancara dan pernyataan dari hasil penyebaran kuesioner, akan tetapi juga dengan menjelaskan dari hasil penelitian yang berbentuk angka yang kemudian akan diolah. Selanjutnya peneliti akan mendeskripsikan data dari hasil observasi peneliti, wawancara, dan penyebaran angket kepada responden yaitu para pengguna jasa parkir di Banten Lama, dengan jumlah responden sebanyak 100 orang melalui 16 item pertanyaan. Empat indikator yang dikemukakan oleh George C Edward III yang dapat menentukan keberhasilan dari implementasi kebijakan, yaitu: (1) indikator komunikasi dengan sub-indikator transmisi, kejelasan dan konsistensi. (2) indikator sumber daya dengan sub-indikator staf, informasi, wewenang dan fasilitas. (3) indikator disposisi dengan subindikator pengangkatan birokrasi dan insentif. (4) indikator struktur birokrasi dengan sub-indikator SOP’s dan fragmentasi. Untuk
lebih
lengkapnya
di
bawah
ini
adalah
pemaparan
Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir Di Banten Lama terkait dengan keempat indikator dari teori George C Edward III yang ditemukan di lapangan: a. Komunikasi Indikator tersebut terdiri dari 3 sub-indikator yang masing-masing indikator adalah : 1) Transmisi
91
Tabel 4.7 Tanggapan Responden Mengenai Sosialisasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama No
Jawaban
No. Jumlah
Presentase
1.
Sangat Baik
47
47%
2.
Baik
35
35%
3.
Tidak Baik
18
18.%
4.
Sangat Tidak Baik
0
0%
Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014) Berdasarkan tabel 4.7 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Bagaimana pendapat anda tentang sosialisasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir dari Pemerintah kepada masyarakat di Banten Lama?”. Maka dapat diketahui bahwa sosialisasi yang diberikan Pemerintah Daerah terhadap masyarakat Kota Serang mengenai Perda tersebut adalah sangat baik. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 18 responden atau 18% menjawab tidak baik, 35 responden atau 35% menjawab baik, dan mayoritas responden yang menjawab sangat baik sebanyak 47 responden atau 47%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban sangat tidak baik yaitu sebanyak 0 atau 0%. Hal ini menunjukan bahwa sosialisasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13
92
Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir dari Pemerintah kepada masyarakat di Banten Lama telah mendapat tanggapan positif. Tabel 4.8 Tanggapan Responden Mengenai Pertemuan untuk Sosialisasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama No.
Jawaban
Jumlah
Presentase
1.
Sering
8
8%
2.
Lebih dari 1 kali
76
76%
3.
Hanya 1 kali
16
16%
4.
Tidak pernah sama sekali
0
0%
Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014) Berdasarkan tabel 4.8 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Selama ini, apakah ada Pertemuan untuk Sosialisasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama?”. Maka dapat diketahui bahwa pertemuan untuk sosialisasi yang diberikan Pemerintah Daerah Kota Serang mengenai Perda tersebut adalah lebih dari 1 kali. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 8 responden atau 8 % menjawab sering, 16 responden atau 16% menjawab hanya 1 kali, dan mayoritas responden yang menjawab lebih dari 1 kali sebanyak 76 responden
93
atau 76%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban tidak pernah sama sekali yaitu sebanyak 0 atau 0%. Hal ini menunjukan bahwa pertemuan untuk sosialisasi yang diberikan Pemerintah Daerah Kota Serang mengenai Perda tersebut telah mendapat tanggapan positif.
2) Kejelasan Tabel 4.9 Tanggapan Responden Mengenai Kejelasan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama No. Jawaban
Jumlah
Presentase
1.
Sangat Jelas
31
31%
2.
Jelas
60
60%
3.
Tidak Jelas
9
9%
4.
Sangat Tidak Jelas
0
0%
Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014) Berdasarkan tabel 4.9 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Menurut anda, apakah Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir disampaikan dengan jelas oleh pemerintah kota kepada masyarakat khususnya di Banten Lama?”. Maka dapat diketahui bahwa kejelasan Peraturan Daerah Kota Serang mengenai Perda
94
tersebut adalah jelas. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 9 responden atau 9 % menjawab tidak jelas, 31 responden atau 31% menjawab sangat jelas, dan mayoritas responden yang menjawab jelas sebanyak 60 responden atau 60%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban sangat tidak jelas yaitu sebanyak 0 atau 0%. Hal ini menunjukan bahwa kejelasan Peraturan Daerah Kota Serang mengenai Perda tersebut telah mendapat tanggapan positif. Tabel 4.10 Tanggapan Responden Mengenai Kemudahan Masyarakat dalam Memahami Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama No.
Jawaban
Jumlah
Presentase
1.
Sangat Mudah
18
18 %
2.
Mudah
65
65%
3.
Tidak Mudah
17
17%
4.
Sangat Tidak Mudah
0
0%
Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014) Berdasarkan tabel 4.10 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Bagaimana menurut anda kemudahan masyarakat dalam memahami Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat
95
Khusus Parkir di Banten Lama?”. Maka dapat diketahui bahwa kemudahan masyarakat dalam memahami Peraturan Daerah Kota Serang mengenai Perda tersebut adalah mudah. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 18 responden atau 18% menjawab sangat mudah, 17 responden atau 17% menjawab tidak mudah, dan mayoritas responden yang menjawab mudah sebanyak 65 responden atau 65%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban tidak mudah dan sangat tidak mudah yaitu masing-masing sebanyak 0 atau 0%. Hal ini menunjukan bahwa kemudahan masyarakat dalam memahami Peraturan Daerah Kota Serang mengenai Perda tersebut telah mendapat tanggapan positif. 3) Konsistensi Tabel 4.11 Tanggapan Responden Mengenai tata cara pemungutan retribusi di Banten Lama Kota Serang ini sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir (berupa karcis, kupon dan kartu langganan) No.
Jawaban
Jumlah
Presentase
1.
Sangat Sesuai
36
36%
2.
Sesuai
53
53%
3.
Tidak Sesuai
11
11%
4.
Sangat Tidak Sesuai
0
0%
96 Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014) Berdasarkan tabel 4.11 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Menurut anda, apakah tata cara pemungutan retribusi di Banten Lama Kota Serang ini sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir (berupa karcis, kupon dan kartu langganan)?”. Maka dapat diketahui bahwa tata cara pemungutan retribusi di Banten Lama Kota Serang Peraturan Daerah Kota Serang mengenai Perda tersebut adalah sesuai. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 11 responden atau 11% menjawab tidak sesuai, 36 responden atau 36% menjawab sangat sesuai, dan mayoritas responden yang menjawab sesuai sebanyak 53 responden atau 53%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban sangat tidak sesuai yaitu sebanyak 0 atau 0%. Hal ini menunjukan bahwa tata cara pemungutan retribusi di Banten Lama Kota Serang Peraturan Daerah Kota Serang mengenai Perda tersebut telah mendapat tanggapan positif.
97
Tabel 4.12 Tanggapan Responden Mengenai konsistensi dalam implementasi/pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama No.
Jawaban
Jumlah
Presentase
1.
Sangat Konsisten
18
18%
2.
Konsisten
69
69%
3.
Tidak Konsisten
13
13%
4.
Sangat Tidak Konsisten
0
0%
Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014) Berdasarkan tabel 4.12 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Menurut anda, apakah implementasi/pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir konsisten dilaksanakan oleh petugas yang berwenang?”. Maka dapat diketahui bahwa Implementasi/pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Serang mengenai Perda tersebut adalah konsisten. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 18 responden atau 18% menjawab sangat konsisten, 13 responden atau 13% menjawab tidak konsisten,dan mayoritas responden yang menjawab konsisten sebanyak 69 responden atau 69%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban tidak konsisten dan sangat tidak konsisten yaitu
98
masing-masing sebanyak 0 atau 0%.
Hal ini menunjukan bahwa
implementasi/pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Serang mengenai Perda tersebut telah mendapat tanggapan positif.
b. Sumber Daya 1) Staf Tabel 4.13 Tanggapan Responden Mengenai Kinerja Petugas Parkir dalam Melaksanakan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama No.
Jawaban
Jumlah
Presentase
1.
Sangat Baik
13
13%
2.
Baik
58
58%
3.
Tidak Baik
27
27%
4.
Sangat Tidak Baik
2
2%
Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014) Berdasarkan tabel 4.13 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Bagaimana pendapat anda mengenai kinerja petugas parkir di Banten Lama Kota Serang ini dalam melaksanakan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir?”. Maka dapat
99
diketahui bahwa kinerja petugas parkir di Banten Lama dalam melaksanakan Perda tersebut adalah baik. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 13 responden atau 13% menjawab sangat baik, 27 responden atau 27% menjawab tidak baik, dan mayoritas responden yang menjawab baik sebanyak 58 responden atau 58%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban sangat tidak baik yaitu sebanyak 2 atau 2%. Hal ini menunjukan bahwa kinerja petugas parkir di Banten Lama dalam melaksanakan Perda tersebut telah mendapat tanggapan positif.
Tabel 4.14 Tanggapan Responden Mengenai pelayanan Petugas Parkir sesuai dengan yang diharapkan oleh para pengguna tempat parkir di Banten Lama No.
Jawaban
Jumlah
Presentase
1.
Sangat Sesuai
4
4%
2.
Sesuai
65
65%
3.
Tidak Sesuai
31
31%
4.
Sangat Tidak Sesuai
0
0%
Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014) Berdasarkan tabel 4.14 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Menurut anda, apakah jumlah petugas parkir di Banten Lama ini sudah sesuai dengan luas wilayah perparkiran di Banten Lama Kota Serang?”. Maka dapat diketahui bahwa
100
jumlah petugas parkir di Banten Lama dalam melaksanakan Peraturan Daerah Kota Serang mengenai Perda tersebut adalah sesuai. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 4 responden atau 4% menjawab sangat sesuai, 31 responden atau 31% menjawab tidak sesuai, dan mayoritas responden yang menjawab sesuai sebanyak 65 responden atau 65%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban sangat tidak sesuai yaitu sebanyak 0 atau 0%. Hal ini menunjukan bahwa jumlah petugas parkir di Banten Lama dalam melaksanakan Peraturan Daerah Kota Serang mengenai Perda tersebut telah mendapat tanggapan positif. 2) Informasi Tabel 4.15 Tanggapan Responden Mengenai kemampuan Petugas Parkir dalam menginformasikan kembali kepada masyarakat mengenai Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama No.
Jawaban
Jumlah
Presentase
1.
Sangat Mampu
11
11%
2.
Mampu
58
58%
3.
Tidak Mampu
31
31%
4.
Sangat Tidak Mampu
0
0%
Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014)
101
Berdasarkan tabel 4.15 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Apakah petugas parkir mampu menginformasikan kembali kepada masyarakat mengenai Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama?”. Maka dapat diketahui bahwa kemampuan Petugas Parkir dalam menginformasikan kembali kepada masyarakat mengenai Peraturan Daerah Kota Serang mengenai Perda tersebut adalah mampu. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 11 responden atau 11% menjawab sangat mampu, 31 responden atau 31% menjawab tidak mampu, dan mayoritas responden yang menjawab mampu sebanyak 58 responden atau 58%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban sangat tidak mampu yaitu sebanyak 0 atau 0%. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan Petugas Parkir dalam menginformasikan kembali kepada masyarakat mengenai Peraturan Daerah Kota Serang mengenai Perda tersebut telah mendapat tanggapan positif.
102
3) Wewenang Tabel 4.16 Tanggapan Responden Mengenai tanggung jawab Petugas Parkir dalam menjaga kendaraan yang parkir di Banten Lama Kota Serang No.
Jawaban
Jumlah
Presentase
1.
Sangat Baik
11
11%
2.
Baik
62
62%
3.
Tidak Baik
27
27%
4.
Sangat Tidak Baik
0
0%
Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014) Berdasarkan tabel 4.16 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Menurut anda, bagaimana tanggung jawab Petugas Parkir dalam menjaga kendaraan yang parkir di Banten Lama Kota Serang?”. Maka dapat diketahui bahwa tanggung jawab petugas parkir di Banten Lama dalam melaksanakan Perda tersebut adalah baik. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 11 responden atau 11% menjawab sangat baik, 27 responden atau 27% menjawab tidak baik, dan mayoritas responden yang menjawab baik sebanyak 62 responden atau 62%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban sangat tidak baik yaitu sebanyak 0 atau 0%. Hal ini menunjukan bahwa tanggung jawab petugas parkir di Banten Lama dalam melaksanakan Perda tersebut telah mendapat tanggapan positif.
103
4) Fasilitas Tabel 4.17 Tanggapan Responden Mengenai fasilitas yang diberikan Petugas Parkir terhadap kendaraan yang parkir di Banten Lama Kota Serang No.
Jawaban
Jumlah
Presentase
1.
Sangat Baik
7
7%
2.
Baik
69
69%
3.
Tidak Baik
22
22%
4.
Sangat Tidak Baik
2
2%
Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014) Berdasarkan tabel 4.17 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Menurut anda, bagaimana fasilitas yang diberikan Petugas Parkir terhadap kendaraan yang parkir di Banten Lama Kota Serang?”. Maka dapat diketahui bahwa fasilitas yang diberikan petugas parkir di Banten Lama dalam melaksanakan Perda tersebut adalah baik. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 7 responden atau 7% menjawab sangat baik, 22 responden atau 22% menjawab tidak baik, dan mayoritas responden yang menjawab baik sebanyak 69 responden atau 69%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban sangat tidak baik yaitu sebanyak 2 atau 2%. Hal ini menunjukan bahwa fasilitas yang diberikan petugas parkir di Banten Lama dalam melaksanakan Perda tersebut telah mendapat tanggapan positif.
104
Tabel 4.18 Tanggapan Responden Mengenai perlunya diadakan fasilitas pendukung lain dalam perparkiran di tempat parkir Banten Lama Kota Serang No.
Jawaban
Jumlah
Presentase
1.
Sangat Perlu
9
9%
2.
Perlu
58
58%
3.
Tidak Perlu
33
33%
4.
Sangat Tidak Perlu
0
0%
Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014) Berdasarkan tabel 4.18 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Menurut anda, perlukah diadakan fasilitas pendukung lain dalam perparkiran di tempat parkir Banten Lama Kota Serang?”. Maka dapat diketahui bahwa pengadaan fasilitas pendukung lain dalam perparkiran di tempat parkir Banten Lama dalam melaksanakan Perda tersebut adalah perlu. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 9 responden atau 9% menjawab sangat perlu, 33 responden atau 33% menjawab tidak perlu, dan mayoritas responden yang menjawab perlu sebanyak 58 responden atau 58%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban sangat tidak perlu yaitu sebanyak 0 atau 0%. Hal ini menunjukan bahwa pengadaan fasilitas pendukung lain dalam perparkiran di tempat parkir Banten Lama dalam melaksanakan Perda tersebut telah mendapat tanggapan positif.
105
c. Disposisi 1) Pengangkatan birokrasi Tabel 4.19 Tanggapan Responden Mengenai dedikasi Petugas Parkir pada kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Serang mengenai Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama No.
Jawaban
Jumlah
Presentase
1.
Sangat Setuju
15
15%
2.
Setuju
55
55%
3.
Tidak Setuju
29
29%
4.
Sangat Tidak Setuju
1
1%
Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014) Berdasarkan tabel 4.19 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Menurut anda, para petugas parkir di Banten Lama ini memiliki dedikasi yang baik pada kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Serang mengenai Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama, sehingga lebih mengedepankan kepentingan warga?”. Maka dapat diketahui bahwa dedikasi Petugas Parkir pada kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Serang mengenai Perda tersebut adalah setuju. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 15 responden atau
106
15% menjawab sangat setuju, 29 responden atau 29% menjawab tidak setuju, dan mayoritas responden yang menjawab setuju sebanyak 55 responden atau 55%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban sangat tidak setuju yaitu sebanyak 1 atau 1%. Hal ini menunjukan bahwa dedikasi Petugas Parkir pada kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Serang mengenai Perda tersebut telah mendapat tanggapan positif.
2) Intensif Tabel 4.20 Tanggapan Responden Mengenai pemberian uang lebih dari para pengguna jasa parkir di luar uang retribusi parkir No.
Jawaban
Jumlah
Presentase
1.
Sangat Boleh
7
7%
2.
Boleh
66
66%
3.
Tidak Boleh
27
27%
4.
Sangat Tidak Boleh
0
0%
Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014) Berdasarkan tabel 4.20 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Menurut anda, bolehkah para pengguna jasa parkir memberikan uang lebih kepada petugas parkir diluar uang retribusi parkir?”. Maka dapat diketahui bahwa pemberian uang lebih dari para pengguna jasa parkir di luar uang retribusi parkir adalah boleh. Hal
107
tersebut dapat dibuktikan dari 7 responden atau 7% menjawab sangat boleh, 27 responden atau 27% menjawab tidak boleh dan mayoritas responden yang menjawab boleh sebanyak 66 responden atau 66%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban sangat tidak boleh yaitu sebanyak 0 atau 0%. Hal ini menunjukan bahwa pemberian uang lebih dari para pengguna jasa parkir di luar uang retribusi parkir telah mendapat tanggapan positif. d. Struktur Birokrasi 1) SOP’s Tabel 4.21 Tanggapan Responden Mengenai para petugas parkir di Banten Lama merupakan petugas parkir resmi dari UPT Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Serang. No.
Jawaban
Jumlah
Presentase
1.
Sangat Setuju
11
11%
2.
Setuju
67
67%
3.
Tidak Setuju
22
22%
4.
Sangat Tidak Setuju
0
0%
Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014) Berdasarkan tabel 4.21 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Para petugas parkir di Banten Lama merupakan petugas parkir resmi dari UPT Parkir Dinas Perhubungan,
108
Komunikasi, dan Informatika Kota Serang?”. Maka dapat diketahui bahwa para Petugas Parkir di Banten Lama merupakan petugas parkir resmi dari UPT Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Serang adalah setuju. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 11 responden atau 11% menjawab sangat setuju, 22 responden atau 22% menjawab tidak setuju, dan mayoritas responden yang menjawab setuju sebanyak 67 responden atau 67%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban sangat tidak setuju yaitu sebanyak 0 atau 0%. Hal ini menunjukan bahwa para Petugas Parkir di Banten Lama merupakan petugas parkir resmi dari UPT Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Serang telah mendapat tanggapan positif.
2) Fragmentasi Tabel 4.22 Tanggapan Responden Mengenai pengelolaan tempat parkir di Banten Lama sudah tertata dengan baik. No.
Jawaban
Jumlah
Presentase
1.
Sangat Setuju
11
11%
2.
Setuju
56
56%
3.
Tidak Setuju
31
31%
4.
Sangat Tidak Setuju
2
2%
Jumlah
100
100%
Sumber: Hasil Penelitian (2014)
109
Berdasarkan tabel 4.22 di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 100 responden atau yang menjawab pertanyaan: “Pengelolaan tempat parkir di Banten Lama sudah tertata dengan baik?”. Maka dapat diketahui bahwa pengelolaan tempat parkir di Banten Lama sudah tertata dengan baik adalah setuju. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 11 responden atau 11% menjawab sangat setuju, 31 responden atau 31% menjawab tidak setuju, dan mayoritas responden yang menjawab setuju sebanyak 56 responden atau 56%. Sedangkan jawaban responden yang paling sedikit adalah jawaban sangat tidak setuju yaitu sebanyak 2 atau 2%. Hal ini menunjukan bahwa pengelolaan tempat parkir di Banten Lama sudah tertata dengan baik telah mendapat tanggapan positif.
4.4. Pengujian Hipotesis “Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama masih kurang”. Peneliti memprediksi hipotesis tersebut dengan menggunakan uji pihak kanan yang digunakan apabila hipotesis nol (Ho) berbunyi “lebih kecil atau sama dengan (≤) dan hipotesis alternatifnya (Ha) berbunyi “lebih besar (>)”. Maka dari itu peneliti memprediksi hipotesis sementara paling tinggi 75% dari nilai ideal yaitu 100%.
110
Pengujian
hipotesis
dimaksudkan
untuk
mengetahui
tingkat
signifikansi dari hipotesis yang diajukan. Berdasarkan metode penelitian, pengujian hipotesis ini peneliti menggunakan rumus t-test satu sampel yakni sebagai berikut : Skor ideal untuk Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama adalah 4 x 16 x 100 = 6400 (4 = nilai dari jawaban ideal; 16 = jumlah pertanyaan dalam kuesioner; 100 = jumlah responden), maka rata-rata adalah 3520:55 = 64. Hipotesis peneliti mengenai Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama adalah belum maksimal, kemudian peneliti memprediksi hipotesis tersebut paling tinggi 75% dari nilai ideal yaitu 100%. Maka nilai yang dihipotesiskan adalah 0.75 x 64 = 48. Sedangkan untuk perhitungan statistiknya adalah sebagai berikut : Ho untuk memprediksi µo lebih rendah atau sama dengan 75% dari skor ideal.
111
Ho: µo≤75%≤ x64 = 48 Ho: µo≥75%≥ x64 = 48 Diketahui : X = 46.75
S
√3700.75 = 6.1= 6.114 100 1
√∑
µo = 48 n = 100 t=
X - µo
s √n
46.75 - 48
t=
6.114 = -= √100
=
-1.21 0.6114
= -2.044 %
Dari hasil thitung tersebut selanjutnya peneliti membandingkan dengan ttabel (tabel dalam lampiran) dengan derajat kebebasan (dk) = n-1 (100-1) = 99 dan taraf kesalahan α = 5% untuk uji satu pihak = 1.980. karena harga thitung lebih kecil dari harga ttabel atau jatuh pada daerah penerimaan Ho (-2.044< 1.980) maka Ho diterima dan Ha ditolak. Hipotesis yang menyatakan bahwa Ho: Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama kurang atau lebih kecil dari 75% (Ho≤75) dan Ha: Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang
112
Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama lebih besar dari 75% (Ha>75). Maka Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama sudah sangat baik (dengan prediksi paling tinggi 75%) dari yang diharapkan dapat diterima, atau tidak terdapat perbedaan antara yang diduga dalam populasi dengan data yang terkumpul. Dari perhitungan populasi/sampel ditemukan bahwa Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama adalah sebagai berikut : 4675 X 100% = 0.730 atau 73% 6400 Jadi telah diketahui bahwa Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama adalah 73%. Hal ini membuktikan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak.
113
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Dari uraian pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama sudah baik, hal ini terbukti dari hasil pengujian beberapa tahap : Pertama, hasil pengujian secara deskriptif pada kuesioner yang disebarkan, menghasilkan nilai real sebesar 4675, sedangkan nilai ideal adalah 4 x 16 x 100 = 6400, dengan demikian untuk Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama adalah 4675 : 6400 = 0.730 atau 73% dari yang diharapkan. Kedua, dengan menggunakan uji t, didapat hasil thitung sebesar -2.044 atau di atas ttabel sebesar 1.980. karena harga thitung lebih kecil dari harga ttabel atau jatuh pada daerah penerimaan Ho (-2.044 < 1.980) maka Ho diterima dan Ha ditolak. Ketiga, hasil pengujian hipotesis juga menunjukkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Berdasarkan data yang terkumpul dapat diketahui bahwa Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama mencapai angka 73%. Hal ini di sebabkan Banyaknya sistem cara pemungutan retribusi masih berantakan/acak-acakan,
114
Lemahnya ketegasan dari peraturan dasar hukum, adanya petugas parkir yang bukan berasal dari kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang khususnya UPT (Unit Pelaksana Teknis) Parkir serta adanya penyimpangan dana parkir. 5.2. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas dan oleh Karena Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama sudah sangat baik, maka penulis menyarankan agar Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah Mengenai Retribusi Tempat Khusus Parkir di Banten Lama terus dipertahankan dan ditingkatkan, hingga dapat mengahasilkan hasil yang maksimal. Diantaranya : 1. Pelaksanaan peraturan daerah yang menjadi legalitas pelaksanaan retribusi parkir di Banten Lama lebih dimaksimalkan dan harus selalu disosialisasikan. 2. Menindak tegas para petugas parkir yang bukan berasal dari kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Serang khususnya UPT (Unit Pelaksana Teknis) Parkir. 3. Sistem pemungutan retribusi parkir di Banten Lama harus lebih disesuaikan dan komitmen dengan peraturan yang berlaku agar tidak terjadi berantakan/acak-acakan dalam pemungutan retribusi parkir. 4. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawasi penggunaan dana parkir agar tidak masuk ke dalam kas daerah.
115
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo, 2012, Dasar-dasar Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, hal.138. Mardiasmo, 2013, Perpajakan, Edisi Revisi, Yogyakarta: Andi. Suharto, Edi, 2010, Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta. Siahaan, Marihot Pahala, 2013, Pajak Daerah & Retribusi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Edisi Revisi, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sugiono, 2010, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta. Suparmoko, 2003, Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, edisi 5, Yogyakarta: BPFE. Usman, Husaini, dan Akbar, Purnomo Setiady, 2011, Metodologi Penelitian Sosial, Edisi Kedua, Jakarta: Bumi Aksara. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 angka 26. Wahab, Solichin Abdul, 2012, analisis Kebijakan Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik, Jakarta: Bumi Aksara. Widya Wicaksono, Kristian, 2006, Administrasi dan Birokrasi Pemerintah, Yogyakarta: Graha Ilmu.
LAMPIRAN -LAMPIRAN