RAPAT KERJA NASIONAL “ASOSIASI PEMERINTAH KOTA SELURUH INDONESIA”
Basaria Panjaitan Pimpinan KPK
Malang, 20 Juli 2017
Apa itu KPK???
APA ITU GRATIFIKASI ?
Fenomena Jual Beli Jabatan
Fenomena Dinasti Politik & Potensi Korupsinya
ICW: Ada 58 Dinasti Politik di Indonesia
Walikota/Bupati dan Wakil Eselon I, II, III Anggota DPR/DPRD
Duta besar
25 Menteri/Kepala Lembaga Pemerintahan
SEKTOR SWASTA
Komisioner
80 Hakim
Gubernur
Lain-Lain
Sumber: acch.kpk.go.id per 31 Maret 2017
7
JABATAN PELAKU KORUPSI Data s.d. 31 Desember 2016
NO
JABATAN
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
JUMLAH
1
Anggota DPR dan DPRD
-
-
-
2
7
8
27
5
16
8
4
19
23
124
2
Kepala Lembaga/Kementerian
-
1
1
-
1
1
2
-
1
4
9
3
2
25
3
Duta Besar
-
-
-
2
1
-
1
-
-
-
-
4
4
Komisioner
3
2
1
1
-
-
-
-
-
-
7
5
Gubernur
1
2
1
1
2
1
-
-
2
2
4
1
17
6
Walikota/Bupati dan Wakil
-
-
3
6
6
5
4
3
3
3
12
4
9
58
7
Eselon I, II dan III
2
9
15
10
22
14
12
15
8
7
2
7
10
133
8
Hakim
1
2
2
3
2
3
1
14
9
Swasta
1
4
5
3
12
11
8
10
16
24
15
18
28
156
10
Lain-lain
-
6
1
2
4
4
9
3
3
8
8
5
25
78
4
23
29
27
55
45
65
38
49
59
54
63
99
616
JUMLAH
MODUS PERKARA KORUPSI Data s.d. 31 Desember 2016 NO.
JENIS PERKARA
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16 JUMLAH
1
Pengadaan Barang/Jasa
2
12
8
14
18
16
16
10
8
9
15
14
14
156
2
Perizinan
-
-
5
1
3
1
3
5
1
1
20
3
Penyuapan
-
7
2
4
13
12
19
25
34
50
20
38
79
303
4
Pungutan
-
-
7
2
3
-
-
0
-
1
6
1
1
21
5
Penyalahgunaan Anggaran
-
-
5
3
10
8
5
4
3
-
4
2
1
45
6
TPPU
-
-
-
-
-
-
-
-
1
7
5
1
3
17
7
Merintangi Proses KPK
-
-
-
-
-
-
-
-
2
-
3
0
2
19
27
24
47
37
40
39
48
70
58
57
JUMLAH
0
5 99
567
KORUPSI PER INSTANSI
INSTANSI PELAKU KORUPSI Data s.d. 31 Desember 2016
NO
INSTANSI
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
JUMLAH
1
DPR RI
-
-
-
-
7
10
7
2
6
2
2
3
15
54
2
Kementerian/ Lembaga
1
5
10
12
13
13
16
23
18
46
26
21
39
243
3
BUMN/BUMD
-
4
-
-
2
5
7
3
1
-
-
5
11
38
4
Komisi
-
9
4
2
2
-
2
1
-
-
-
-
-
20
5
Pemerintah Provinsi
1
1
9
2
5
4
-
3
13
4
11
18
13
84
6
Pemkab/ Pemkot
-
-
4
8
18
5
8
7
10
18
19
10
21
128
2
19
27
24
47
37
40
39
48
70
58
57
99
567
JUMLAH
Fenomena Politik Uang 1. Kasus korupsi yang menimpa sejumlah kepala daerah berawal dari besarnya biaya yang dikeluarkan saat pilkada, sehingga politik uang menjadi sesuatu yang jamak (?) 2. Bukan hanya terjadi ketika kandidat kepala daerah “membagibagikan” uang kepada calon pemilih, namun juga muncul ketika kandidat kepala daerah (calon peserta pemilu) menyuap petugas atau penyelenggara pemilu (KPUD dan Panwaslu). 3. Dalam Pilkada ada kecenderungan makin besar dana yang dikeluarkan, makin besar pula peluang kandidat untuk terpilih.
Fenomena Politik Uang Pilkada langsung , figur (kandidat) menjadi yang utama sehingga para kandidat bersaing ketat secara terbuka dalam menjaring simpati pemilih. Uang menjadi faktor utama berebut simpati (?) Keterbatasan pendanaan pribadi, kandidat dapat sumber pendanaan dari pihak-pihak lain. Setelah terpilih, kepala daerah mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk mengembalikan modal awal atau mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan para pendonornya sewaktu pilkada.
Fenomena Politik Uang Penggunaan dana kampanye: ↘ Uang mahar kepada parpol pendukung (candidacy buying). ↘ Advertensi: iklan di media,alat peraga di tempat umum,umbulumbul,kaus,baliho. ↘ Sosialisasi kepada konstituen: Transportasi ke daerah pemilihan,Rapat dengan kader,Tatap muka dengan calon pemilih,Pertemuan terbatas dan rapat umum. ↘ Honor saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Fenomena Politik Uang Potensi Politik Uang kepada KPUD dan PANWASLU 1.
Pemberian gratifikasi atau suap dari peserta pemilu kepada petugas lapangan atau penyelenggara pilkada (KPUD) untuk memasukan atau tidak memasukan data pemilih atau memanipulasi data.
2.
Pemberian gratifikasi atau suap dalam proses verifikasi administrasi dan syarat kelengkapan untuk meloloskan calon atau menggagalkan calon lain.
3.
Pemberian gratifikasi atau suap kepada petugas Panwaslu dalam proses pengawasan kampanye di lapangan.
4.
Pemberian gratifikasi atau suap dalam proses pemungutan dan penghitungan suara.
Rekomendasi KPK 1. Agar Negara meningkatkan bantuan keuangan negara kepada Parpol dengan prioritas penggunaan (1) menyusun dan melaksanakan program rekrutmen dan kaderisasi yang baik,
(2) penyusunan dan pelaksanaan kode etik politisi, (3) pelaksanaan pendidikan politik kepada masyarakat, dan (4) pembenahan kelembagaan serta tata kelola keuangan agar Parpol menjadi transparan dan akuntabel; 2. Perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan kepada pengurus Parpol; dan 3. Perlu pengaturan dalam UU Pemilu tentang pemberian bantuan dalam bentuk natura (in-kind) berupa air time di setiap stasiun TV kepada setiap Parpol untuk mensosialisasikan program-programnya pada masa kampanye.
APBN/DProses Penyusunan dan Alokasi
Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ)
Pelayanan Publik Perijinan
• Intervensi pihak luar • Bansos/Hibah tidak tepat • Alokasi yang tidak fokus pada kepentingan publik • Taat asas pengelolaan keuangan (Perencanaan, Pelaksanaan, penatausahaan ..) • Proses yang tidak transparan • Mark-up Harga • Spesifikasi yang berbeda • Pelaksana yang tidak independen
• Gratifikasi • Pelayanan tidak Prima- PTSP • Perijinan yang tidak transparan
Titik Kritis Pungutan liar 1. Pungli bukan pelanggaran ringan namun hakekatnya adalah suap, gratifikasi, dan pemerasan (Korupsi) 2. Pungli masif dilakukan dalam nominal kecil dan frekuensi besar 3. Pungli merupakan kesewenangan maladministrasi berakibat pembayaran lebih oleh masyarakat untuk mengakses layanan publik Ekonomi biaya tinggi Daya saing Indonesia menurun
Contoh adanya Korupsi = Diskresi + Monopoli – (tanpa) Akuntabilitas
Pungutan Liar (Imbalan tidak Resmi): penyelenggara layanan publik (misal: pegawai kelurahan, pegawai UJI KIR Kendaraan Bermotor) meminta imbalan tidak resmi (yang tidak sesuai ketentuan yg berlaku) kepada pengguna layanan yang memenuhi syarat.
Pemerasan: penyelenggara layanan publik meminta imbalan kepada pengguna layanan yang tidak memenuhi persyaratan agar kekurangannya tdk terungkap atau bebas dari sanksi tertentu
Suap: pengguna layanan yang tdk memenuhi persyaratan memberikan imbalan kepada penyelenggara layanan sehingga penyelenggara melakukan sesuatu yang bertentangan dengan prosedur atau kewenangannya dalam memenuhi keinginan pihak tersebut.
CAKADA MENYADARI KONSEKUENSI ADANYA SUMBANGAN P5. Sepengetahuan Anda apakah orang yang menyumbang/membantu mengharapkan balasan dikemudian hari saat para Cakada menjabat Ya
43.7 56.3
P6. Apakah harapan penyumbang tersebut diungkapkan secara jelas dalam bentuk lisan ataupun tertulis (perjanjian) (n=161)
Total (n=286) Tidak
P7. Menurut Anda, apakah sebagian besar Cakada akan memenuhi harapan tersebut ketika dia memenangkan pilkada/menjabat (n=161)
Ya
56.3% menyadari bahwa Donatur mengharapkan balasan saat Cakada menjabat 75.8% Cakada akan mengabulkan harapan para donatur 60.2% konsekuensi jelas tertulis/lisan
Tidak 75.8
60.2
Tidak Tahu 22.4 1.9
38.5
1.2
Harapan Donatur yang Menyumbang Kemenangan Cakada Harapan Donatur Mendapatkan bantuan untuk kegiatan social, hibah
51.7%
47.2%
1.0%
Mendapatkan akses dalam menentukan kebijakan/peraturan daerah
49.3%
49.7%
1.0%
Keamanan dalam menjalankan bisnis yang saat ini sudah ada
Kemudahan untuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah Kemudahan akses untuk menjabat di pemerintah daerah/BUMD Kemudahan perijinan terhadap bisnis yang telah dan akan dilakukan
61.5%
37.4%
64.7%
34.3%
60.1%
38.8%
65.7% Ya
33.2% Tidak
1.0% 1.0% 1.0% 1.0%
Tidak Jawab
Empat harapan utama donatur saat menyumbang yang dipahami para cakada adalah: kemudahan perijinan dalam bisnis (65.7%); kemudahan terlibat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah (64.7%); keamanan dalam menjalankan bisnis (61.5%); kemudahan akses untuk menjabat di pemerintah daerah/BUMD (60.1%) P8. Berdasarkan pernyataan dibawah ini, mana sajakah yang menjadi harapan yang ingin didapatkan oleh para doantur yang menyumbang kemenangan Cakada?
Pengawalan Dana Desa Adanya kesepahaman bahwa mengawal dana desa tidak mungkin dilakukan sendiri-sendiri, namun berupa collective action Semakin besarnya potensi korupsi sampai ke tingkat desa apabila dana desa tidak dikelola sesuai dengan regulasi dan tidak adanya pengawasan dari berbagai elemen Penggunaan dana desa dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, maka dana desa perlu dikawal dimulai dari Perencanaan, Pelaksanaan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Mendukung / meningkatkan peran serta masyarakat dalam ikut mengamankan serta mengawasi dana pembangunan desa Menjadikan masyarakat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pengawasan dana desa dan sebagai mitra dalam pengawalan pengelolaan dana desa
Jakarta, 15 Maret 2016
Memperbaiki Tata Kelola Keuangan Negara Penganggaran
Pelaksanaan
2
3
1 Perencanaan
5
4
Pelaporan/ Pertanggungjawaban
Pengendalian (Evaluasi dan Pengawasan)
Perbaikan Sistem Pengelolaan Administrasi Pemerintahan agar lebih Transparan dan Akuntabel. 1.
KPK melakukan kajian atas sejumlah kelemahan sistem administrasi pemerintahan di beberapa sektor (misal: Sumber Daya Alam, Perpajakan, Pengadaan Barang & Jasa, Perijinan, dsb), memberikan rekomendasi perbaikan dan memonitor implementasinya. 2. KPK mendorong implementasi e-Government (misal): a.Mekanisme Perencanaan & Penganggaran berbasis elektronik, (e-planning, e-budgeting, dsb) b.Pengadaan barang dan jasa berbasis elektronik (e-procurement & ecatalog) c.Pembentukan unit layanan pengadaan yang terpadu & mandiri di Instansi Pemerintah/daerah. d.Integrasi seluruh perijinan dalam satu unit (PTSP), penyederhanaan prosedur perijinan & penggunaan mekanisme pelayanan perijinan berbasis elektronik 3. KPK mendorong penguatan kapasitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
Partisipasi Masyarakat dalam mengawal Dana Desa Masyarakat bisa mengawasi mulai dari proses perencanaan hingga pelaporan
PERAN MASYARAKAT
Terus berusaha patuh terhadap Aturan (negara/agama)(misal, di jalan raya/ibadah) Orang tua menjadi panutan bagi anak-anaknya Berani bertanya kepada saudara/orang tua yang memiliki kekayaan yang berlebih Berani melaporkan kejanggalan/penyimpangan terkait pelayanan publik kepada aparat berwenang Menghargai dan menghormati orang lain tidak berdasar pada materi/kekayaan seseorang
Peran Eksekutif dan Legislatif
Memegang Janji Untuk Bekerja Semata-mata Untuk Kepentingan Masyarakat Berani Melaporkan Dugaan Adanya Tindak Pidana Korupsi Memilih Tidak Memberikan atau Menerima Suap Melaporkan Penerimaan Gratifikasi Mengumumkan Harta Kekayaan Menyuarakan Gerakan Antikorupsi Melalui Berbagai Media Mensosialisasikan dan Mengkampanyekan Antikorupsi