VOLUME VI, JUNI 2014
Majalah Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia
AEC
Kesiapan Daerah Menyongsong MEA
ASEAN Economic Community
Cimahi, Kota Tentara nan Kreatif
Dewan Pengurus dan Direktorat Eksekutif APEKSI Mengucapkan
Selamat dan Sukses Atas Terselenggaranya Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Tahun 2014 di Kota Dumai 21-22 Mei 2014
Atas dukungan dan kontribusi mensukseskan acara ini, Apeksi dan panitia berterima kasih kepada: X Kementerian Luar Negeri X Kementerian Perdagangan X Pemerintah Kota Dumai Selaku Tuan Rumah X Walikota Seluruh Indonesia dan seluruh Pejabat Daerah yang hadir X Serta Peserta lain yang turut hadir mensukseskan acara Rakernas.
D A F T A R
I S I
WAWANCARA
15
RIDWAN KAMIL
5
Daerah Harus Proaktif, Jangan Nunggu Pusat
Kesiapan Daerah Menyongsong MEA Tahun depan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Asean Economy Community (AEC) dimulai. Kesiapan Indonesia masih diragukan. Kuncinya ada pada penguatan daerah.
9
Menyerang Sebelum Diserang Sejumlah kota telah mempersiapkan diri menyambut pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Asean Economic Community (AEC) 2015. Mulai dari peningkatan kualitas sumber daya manusia hingga penciptakan kawasan ekonomi khusus. Bagaimana hasilnya?
13
Bahasa, Kunci Memasuki Persaingan Kemampuan berbahasa Inggris menjadi kata kunci di era globalisasi. Itu juga kunci menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi Asean 2015. Bagaimana kesiapan kita?
Ridwan Kamil tergolong sebagai salah satu walikota di Indonesia paling popular saat ini. Sejak menjadi Walikota Bandung delapan bulan lalu, lelaki dengan nama lengkap Mochammad Ridwan Kamil yang lahir di Bandung, 4 Oktober 1971 telah melakukan terobosan dan gebrakan yang baik dalam memimpin kotanya. Di bawah kepemimpinan lelaki yang sebelumnya lebih dikenal sebagai arsitek, dosen, dan aktivis sosial ini Bandung disebut-sebut sebagai salah satu kota yang paling siap menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean 2015.
20
JEJAK LAPORAN KHUSUS 23
Ditunggu, Pengelolaan Sungai Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang seharusnya memberi banyak manfaat justru sering mendatangkan bencana. Sudah saatnya diterapkan sistem pengelolaan terpadu yang melibatkan para pemangku kepentingan lintas daerah.
X X X X
Cara Dini Mencegah Konflik Sosial di Daerah Menimbang Efektivitas Badan Kerja Sama Daerah Rekomendasi Rakernas Apeksi 2014 Bayar Asuransi dengan Sampah
32 35 39 41
Cimahi, Kota Tentara nan Kreatif Melihat sejarah perkembangan Kota Cimahi, Jawa Barat, tidak bisa dilepaskan dari hasil pembangunan Pemerintah Hindia Belanda di kota ini.
Volume VI JUNI 2014
3
D A R I
R E D A K S I
Persaingan Bebas Pasar ASEAN
VOLUME VI, JUNI 2014
Majalah Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia
AEC
Kesiapan Daerah Menyongsong MEA
ASEAN Economic Community
Cimahi, Kota Tentara nan Kreatif
Foto Cover : Peta AEC (Asean Economy Community) Sumber : ilustrasi skyscrapercity.com
4
Volume VI JUNI 2014
P
EMERINTAH Kota terus berbenah diri meningkatkan pelayanan ke masyarakatnya. Bagaimana pelayanan yang diberikan bisa efektif dan efisien dalam memacu kreativitas masyarakat kota, yang ujungnya membuat kota memiliki daya saing yang bisa di andalkan. Pasalnya, ini bukan hanya untuk kepentingan masyarakat kota, tetapi bagaimana kota mampu bersaingan di tingkat Kawasan Asean—sebab Tahun 2015 pasar tunggal Asean dibuka. Mau tidak mau, suka tidak suka ini pasti terjadi. Melihat semakin dekatnya waktu dibukanya pasar tunggal Asean atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), terlihat ada sebagian daerah yang bisa dibilang siap, ada yang masih setengah-setengah bahkan ada yang tidak tahu apa yang harus dipersiapkan. Kesiapan daerah menyambut MEA inilah yang menjadi topik bahasan laporan Majalah Kota Kita edisi kali ini. Tema ini menjadi penting mengingat pertempuran pasar tunggal Asean tidak terpusat di Jakarta namun tersebar ke seluruh pelosok, bagaimana pemerintah daerah mempersiapkan masyarakatnya apakah siap menjadi pemain aktif, pedagang, atau konsumen. Inilah pilihan yang bakal terjadi dalam persaingan bebas pasar Asean nanti. Tema yang diulas antara lain kesiapan daerah menyosong MEA, menyerang sebelum di serang, Bahasa Inggris menjadi kunci persaingan, daerah harus proaktif jangan menunggu pusat. Tema kedua relatif berhubungan dengan tema laporan utama, yaitu mengulas kerja sama antar daerah terkait dengan Daerah Aliran Sungai (DAS). Daerah Aliran Sungai (DAS) yang seharusnya memberi banyak manfaat justru sering mendatangkan bencana. Ini disebabkan pengelolaan DAS yang melintasi daerah satu dengan daerah lain tidak mengacu pada pengelolaan yang terpadu, saling kerja sama. Jakarta menjadi contoh bagaimana ketika hujan deras di daerah hulu membuat Jakarta banjir. Ini terjadi lantaran sistem pengelolaan DAS selama ini salah kaprah. Tidak mengindahkan sistem pengelolaan terpadu berbasis bioregion.Tanpa sinergi dan kerja sama, sulit bisa menangani berbagai persoalan yang terus berkembang secara sendirisendiri. Di luar tema tersebut masih banyak tema terkait dinamika perkotaan menarik yang kami turunkan dalam rubrikrubrik lain. Jejak mengangkat Kota Cimahi, kota tentara yang kreatif, pengelolaan DAS terpadu, macam berita kota yang menampilkan dinamika sejumlah kota di Indonesia, cara dini mencegah konflik sosial di daerah, menimbang efektiftas kerja sama antara daerah yang ada, masyarakat Kota Malang membayar asuransi pakai sampah. Semoga semua sajian edisi kali ini menjadi referensi yang baik bagi seluruh stakeholder perkotaan. Selamat membaca.
ISTIMEWA
L A P O R A N
U T A M A
Kesiapan Daerah Menyongsong MEA Tahun depan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Asean Economy Community (AEC) dimulai. Kesiapan Indonesia masih diragukan. Kuncinya ada pada penguatan daerah.
Volume VI JUNI 2014
5
L A P O R A N
U T A M A
6
Volume VI JUNI 2014
ISTIMEWA
P
ADA 21-22 Mei 2014, Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan seminar di Kota Dumai, Riau. Acara ini diikuti seluruh wali kota dan pejabat pemerintahan kota dari seluruh Indonesia. Hadir sebagai pembicaranya di antaranya Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Sama Asean Kementerian Luar Negeri Iwan Suyudhie Amri dan Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Syafrudin Yahya. Rakernas dan seminar dengan tema “Kesiapan Pemerintah Kota dalam Menghadapi ASEAN Economic Community” ini dimaksudkan untuk mempersiapkan pemerintah kota dalam menyongsong MEA, suatu rezim pasar bebas untuk kawasan Asia Tenggara yang akan dimulai pada 2015. Praktis, hanya kurang dari setahun lagi mau tidak mau Indonesia juga harus mengikuti aturan main dalam kesepakatan MEA yang dibuat oleh negara-negara anggota Asean. Pertanyaannya adalah, sejauhmana Indonesia mempersiapkan diri? Menurut Iwan Suyudhie Amri, dengan dimulainya MEA pada 2015, kawasan Asia Tenggara akan menjadi komunitas ekonomi yang terintegrasi, di mana tidak ada lagi hambatan untuk perdagangan dan lalu lintas barang dan jasa di dalam kawasan. Proses menuju pemberlakuan MEA sebenarnya sudah dipersiapkan sejak lama melalui berbagai tahapan. Misalnya, kesepakatan integrasi untuk sektor barang dimulai dengan Preferential Trade Arrangement (PTA) pada 1977, disusul dengan skema Common Effective Preferential Tariff for ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) pada1992. Sedangkan, untuk integrasi sektor jasa dimulai pada 1995 dengan disepakatinya ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS). Sementara itu, integrasi sektor investasi dimulai dengan ASEAN Investment Agreement (AIA) pada 1998
Pengrajin batik, Cimahi yang selanjutnya dikembangkan mencakup 4 pilar: liberalisasi, fasilitas, perlindungan, dan promosi investasi. Dilihat dari perkembangan kerja sama sejak tahun 1967, berbagai langkah dan kesepakatan mulai muncul seperti Bangkok Declaration, Bali Concord I, ASEAN Vision 2020, Bali Concord II, sampai pembentukan ASEAN Charter tahun 2007. Dengan demikian, semestinya negara-negara di kawasan ini sudah memiliki persiapan dengan matang. Iwan Suyudhie mengungkapkan, mendekati pemberlakuan MEA, pendapatan per kapita Indonesia telah meningkat dari 2.267 dollar AS pada 2007 menjadi 3.759 dollar AS di tahun 2012. Adapun total perdagangan Asean telah meningkat sebesar 16,8% dari 2,05 triliun dollar AS pada 2010 menjadi 2,4 triliun dollar AS di tahun 2011. Perdagangan intra-Asean berkembang menjadi 598 miliar dollar AS di tahun 2011 dari 520 miliar dollar AS pada 2010. Sementara itu, investasi asing langsung atau foreign direct invesment (FDI) naik 23 persen dari 92 miliar dollar AS pada 2010 menjadi 114 miliar dollar AS pada 2011.
Untuk menghadapi MEA 2015, menurut Iwan Suyudhie, Indonesia telah melakukan persiapan sejak dini. Misalnya, pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi dan Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi Asean. Indonesia juga telah meratifikasi 111 dari 138 perjanjian ekonomi Asean yang meliputi sektor perdagangan barang, jasa, dan investasi serta meningkatkan kerja sama lintas sektoral di berbagai bidang. Untuk itu, pemerintah juga membentuk Sekretariat Nasional (Setnas) Asean-Indonesia yang bertugas untuk memperkuat koordinasi kementerian dan lembaga di tingkat nasional dan memperkuat ewarness building. Selain itu, juga dibentuk Komite Nasional untuk MEA dan mencanangkan Jakarta sebagai diplomatic capital of the region. Pemerintah juga telah menyusun roadmap daya saing dan policy paper yang berisi kesiapan Indonesia menghadapi AEC. Berdasarkan cetak biru MEA, Indonesia menetapkan ada 12 sektor
ISTIMEWA
Endy Jaweng prioritas yang akan diintegrasikan ke dalam pasar tunggal kawasan ini pada 2015. Sektor-sektor yang dipersiapkan pemerintah terdiri dari tujuh sektor barang, yakni industri agro, elektronik, otomotif, perikanan, industri berbasis karet, industri berbasis kayu, dan tekstil. Sisanya adalah lima sektor jasa, yaitu transportasi udara, pelayanan kesehatan, pariwisata, logistik, serta industri teknologi informasi. Sektor-sektor prioritas inilah yang bakal diimplementasikan dalam bentuk pembebasan arus barang, jasa, investasi, dan juga tenaga kerja terampil. Dengan segala persiapannya, pemerintah optimistis Indonesia mampu bersaing dalam MEA. Alasannya, Indonesia merupakan pasar terbesar di Asean dengan populasi 600 juta penduduk, dan sebanyak 250 juta jiwa berada di Indoensia. Apalagi, produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia sejak 1998 telah naik tiga kali lipat yang menggambarkan daya beli masyarakat terus meningkat. Menurut Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Rizal Affandi Lukman, Indonesia sudah siap menghada-
“Padahal, pertempuran yang sebenarnya akan terjadi di daerah, dari Aceh sampai Papua,” Endy Jaweng
pi MEA 2015. Bahkan, persiapan yang dilakukan tidak hanya difokuskan pada pemberlakuan MEA 2015, melainkan sudah mencakup beyond 2015. “Kami sudah memikirkan bagaimana Asean post 2015. Ini bukan hanya persoalan pasar dalam negeri yang bejumlah 250 juta orang, melainkan pasar Asean yang memiliki 600 juta orang di dalamnya,” ujarnya. Namun, hal sebaliknya justru diungkapkan beberapa kalangan, baik dari pelaku dunia usaha maupun pejabat daerah. Justru, posisi Indonesia disebut-sebut mengkhawatirkan dalam mengadapi MEA karena kondisinya belum siap. Saat ini, berdasarkan laporan The Global Competitiveness
Report 2013-2014 yang diterbitkan World Economic Forum, daya saing Indonesia berada di urutan kelima di Asean setelah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Tahiland. Sementara itu, untuk kinerja logistik, berdasarkan The logistic Performance Index and Its Indications yang dikeluarkan Bank Dunia pada 2012, Indonesia pun berada di posisi keenam, masih kalah dengan Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Adapun, dari sisi kemudahan menjalankan bisnis, Indonesia berada di posisi ke tujuh, tertinggal dari Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Filipina. Sedangkan, dalam posisi perdagangan, Indonesia menempati urutan keempat dengan total nilai perdagangan 381,7 juta dollar AS per 2012, juga masih di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Secara umum, ekspor Indonesia ke negara-negara Asean masih didominasi besi, baja, mesin-mesin dan otomotif, serta pengolahan mineral dan elektronika. Di sinilah pemerintah harus terus melakukan perbaikan penguatan struktur industrinya dan menciptakan iklim investasi di bidang industri. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit mengakui bahwa pemerintah pusat telah melakukan persiapan-persiapan. Namun, menurutnya, persiapan yang dilakukan pemerintah pusat tidak terkoordinasi dengan baik dengan daerah. Hingga saat ini, Anton Supit mengaku belum melihat daerah berlomba-lomba bersiap dalam menghadapi MEA. Pemerintah pusat pun tidak memiliki mekanisme untuk mengetahui sejauhmana kesiapan daerah, kemudian memberikan insentif atau disinsentif. “Jadi, kelihatan sekali tidak ada koordinasi,” tegas Anton Supit. Hal yang sama diungkapkan Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Endy Jaweng. Menurut Jaweng, pemerintah pusat memang telah membuat regulasi dan persiapan-per-
Volume VI JUNI 2014
7
L A P O R A N
U T A M A
siapan. Namun, pemerintah daerah tidak cukup dilibatkan dalam menyusun persiapan menyongsong MEA 2015. “Padahal, pertempuran yang sebenarnya akan terjadi di daerah, dari Aceh sampai Papua,” ujarnya. Karena itu, pemerintah daerah harus lekas diperkuat. Sebagai akibat pemerintah daerah kurang dilibatkan, demikian Endy Jaweng memberi contoh, pada jalur distribusi barang dari Medan ke Jakarta masih harus melewati “14 titik pungutan”. Padahal, dalam rangka menyambut MEA tersebut, antarnegaranegara Asean sudah bersepakat untuk menghilangkan pungutan atau retrincebusi seperti itu. “Ini sangat mencemaskan,” tandas Jaweng. weng Masalah lain disorot Jaweng agai adalah kesiapan Indonesia sebagai ng produsen. Melihat dari gelagat yang ada, Indonesia hanya akan men-jadi pasar besar dalam MEA karena masih memiliki keterbatasan dalam menghasilkan produksi sendiri. Barang-barang yang diproduksi Indonesia menurutnya masih lemah dengan daya saing rendah. Hal ini terjadi lantaran industri di dalam negeri belum m didukung oleh kebijakan yang baik. k. Karena itu, Jaweng memprediksi, ksi, ketika MEA diberlakukan nanti, banyak pengusaha-produsen akan terdordorong beralih menjadi pedagang. Para indrustriawan akan lebih memilih menjadi pedagang lantaran terbebani ongkos tinggi dengan risiko besar. Apalagi, Indonesia akan menjadi pasar terbesar di Asean. Lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam persiapan menghadapi MEA 2015 juga diakui Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Ridwan mengaku, selama ini belum ada koordinasi khusus antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Menurutnya, yang ada selama ini, pemerintah pusat hanya sebatas mengimbau dan mengeluarkan master plan MEA. Selebihnya, Emil tidak melihat pemerintah pusat siap dengan
8
Volume VI JUNI 2014
perangkat dan kebijakannya. Bagi Ridwan Kamil, yang memiliki pengalaman internasional, tidak terlalu hirau pada apa yang dilakukan pemerintah pusat. Yang terpenting dirinya terus mencoba mempersiapkan diri dan memperkuat daya saing industri di Kota Bandung. Bahkan, Ridwan telah mencoba menggarap pasar luar negeri untuk memasarkan produk-produk barang dan jasa dari Kota Bandung. “Untuk kota yang tidak memiliki visi menyerang ke luar negeri, dia nanti akan mengalami kaget, kalau tiba-tiba ada serangan itu datang,” demikian Ridwan menjelaskan jurusnya.
Ridwan pun mengkritik sikap pemerintah pusat yang belum memberikan dukungan dan keperpihakan anggaran bagi daerah guna mempersiapkan diri. Pusat, menurutnya, hanya membuat kebijakan dan mengimbau bahwa daerah harus siap. “Lantas apa dukungan pemerintah pusat terhadap pembangunan Bandung Teknopolis sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK) ini,” gugat Ridwan. Tidak mau menunggu aksi pemerintah pusat, Emil pun menyarankan Apeksi dan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi)
bahu membahu untuk membuat jaringan di antara pemerintah daerah dan melebarkan ke jaringan luar negeri. “Ujung pertempuran nanti, toh, di kabupaten dan kota,” terangnya. Walikota Cimahi Etty Suharti juga punya pandangan yang sama. Sebagai Walikota, Etty Suharti belum melihat pemerintah pusat melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah. Kota Cimahi disebut-sebut sebagai salah satu daerah yang tergolong paling siap menghadapi MEA 2015. Namun, apa yang selama ini dilakukan Pemerintah Kota Cimahi, menurut Etty, lebih diarahkan untuk mengoptimalkan potensi ekonomi daerah agar terjadi penin peningkatan pendapatan masyarakat. “Ada MEA atau tidak, Cimahi tetap akan membangun ekonomi masyarakatny katnya,” ujar Etty. Dengan kondisi yang masih be belum siap, Endy Jaweng men nyarankan agar tidak semua daerah dibuka untuk MEA. Ia mengusulkan agar hanya daerah-daerah yang sudah siap saja yang dibuka. Daerah yang belum siap harus dipersiapkan terlebih dulu. Menurut Jaweng, daerah d sudah siap terintegrasi ke dalam su MEA adalah di Jawa, Bali, Makasar, ME Batam, Riau, dan Kepulauan Riu. “KaBatam lau dibuka dib semua, hanya akan menjadi pasar semua. Ini bukan proteksi, tetapi bag bagaimana pemerintah harus mempersiapkan daerah terlebih dulu agar siap,” kata Jaweng. Anton Supit berpendapat, agar tidak hanya menjadi pasar barang dan jasa bagi negara-negara anggota Asean, Indonesia harus terus meningkatkan sosialisasi besar-besaran ke seluruh stakeholder daerah, memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), menyediakan modal, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), melakukan perbaikan infrastruktur, melakukan reformasi kelembagaan pemerintah dan iklim investasi. “Kalau tidak, kita akan kalah bersaing dalam MEA,” tandas Anton Supit.
Menyerang Sebelum Diserang
ISTIMEWA
Sejumlah kota telah mempersiapkan diri menyambut pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Asean Economic Community (AEC) 2015. Mulai dari peningkatan kualitas sumber daya manusia hingga penciptakan kawasan ekonomi khusus. Bagaimana hasilnya?
K
OTA Bandung di Jawa Barat tergolong salah satu daerah yang paling siap menghadapi kompetisi global, terutama menjelang diberlakukannya MEA pada 2015. Dikenal sebagai kota belanja, Bandung terus diarahkan untuk menjadi pemain, bukan penonton dalam persaingan ekonomi global. Menurut Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, agar masyarakat dan para pelaku dunia usaha di Kota Bandung memiliki daya saing tinggi, pihaknya telah menggulirkan berbagai program. Misalnya, program-program yang berkaitan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan dan pelatihan kewirausahaan. Warga Kota Bandung juga diarahkan untuk menguasai teknologi informasi dengan tujuan untuk mempermudah warga mengakses data dan membuka jaringan pasar internasi-
Pengrajin Bali
Volume VI JUNI 2014
9
U T A M A
onal. Bahkan, Pemerintah Kota Bandung juga mendorong warganya untuk menguasai bahasa Inggris agar mampu berkomunikasi dengan masyarakat global. Setiap dua pekan sekali, kecamatan di seluruh Kota Bandung juga diwajibkan menggelar wisata kuliner. Program ini dimaksudkan sebagai ajang untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan pemanasan menjelang MEA 2015 agar kuliner Kota Bandung semakin dikenal. Jika ke dalam perekonomian masyarakat diperkuat, ke luar, Pemerintah Kota Bandung mencoba melakukan “serangan”. Rupanya,Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menerapkan strategi menyerang lebih dulu sebelum para pesaing melakukan serangan. Contohnya, belum lama ini Kota Bandung telah melakukan serangan dini ke sejumlah negara tetangga dengan galeri. Di Singapura, misalnya, sudah dibuka galeri untuk memajang dan memasarkan produk-produk industri kreatif dari Kota Bandung. Selain Singapura, Pemerintah Kota Bandung juga sedang melakukan penjajakan galeri serupa Tanzania. “Di sana kita serang duluan dengan produk industri kreatif, seperti fashion muslim,” ujar Ridwan Kamil. Bandung memang sedang mencanangkan diri sebagai pusat fashion muslim dunia. Ridwan memanfaatkan benar momen ini untuk melakukan serangan di saat yang tepat. Tidak hanya itu. Banyak mahasiswa asing yang belajar di Bandung oleh Ridwan dimanfaatkan sebagai public relation (PR) yang memasarkan Kota Bandung di manca negara. “Mudah-mudahan usaha ini bisa membuktikan Bandung sebagai pemain aktif MEA, bukan pemain kandang,” tandas Ridwan Kamil. Produk unggulan yang komptitif yang ditawarkan Kota Bandung yang disiapkan untuk bersaing di pasar MEA antara lain produk-produk industri kreatif seperti fashion, kuliner, software aplikasi, animasi, dan lainnya. Selain Bandung, Denpasar adalah
10
Volume VI JUNI 2014
ISTIMEWA
L A P O R A N
Wisata kuliner Kota Bandung kota yang juga memiliki keunggulan untuk bersaing di pasar MEA. Di antara produk unggulan Kota Denpasar, Bali, adalah industri pariwisata dan ekonomi kreatif. Pemerintah Kota Denpasar pun memberikan dukungan penuh, dengan menyediakan fasilitas agar mereka siap bertarung di pasar Asean serta menjadikan kota ini tujuan investasi. “Jangan hanya baik untuk investasi, tetapi kebocoran ekonomi semakin besar. Ini bahaya. Orang lokal terpinggirkan, menjadi miskin. Kita harus im-
bangi, di mana invetasi bisa kita kembangkan kalau mendorong pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja, kita stop kalau menimbulkan kebocoran ekonomi,” ujar Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra. Salah satu bentuk dukungan Kota Denpasar untuk mempersiapkan masyarakat lokal adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan secara on line. Dengan demikian, informasi pengelolaan daerah dapat diketahui semua masyarakat. Bagi Rai Dharmawijaya, sebagai kota tujuan wisata
ISTIMEWA
Pengrajin kripik buah, Kota Malang dunia, pemerintah kota tidak perlu kaya. Yang harus menjadi fokus utama adalah bagaimana memeratakan pendapatan ke semua masyarakat, agar masyarakat hidup makmur. “Ini bagus, pemerintah tidak kaya, meski butuh PAD, semua kue ekonomi bisa merata dinikmati masyarakat,” jelasnya. Dia menjelaskan, sumber daya yang dimiliki Kota Denpasar hanyalah SDM dan budaya alam. Karena itu, pembangunan diarahkan untuk menumbuhkan etos kerja agar masyara-
kat lokal memiliki daya saing tinggi. Dengan persiapan yang telah dilakukan, Rai Dharmawijaya optimistis untuk industri wisata, Denpasar bisa menguasai 50 persen market di Asean dengan mengalahkan Singapura, Malaysia, dan Filipina. Alasannya, untuk di sektor industri pariwisata, selain memiliki kekayaan alam dan budaya, Bali juga memiliki tenaga-tenaga andal dan profesional di bidang tersebut. “Kami terus mendorong industri kreatif. Ini menjadi pekerjaan rumah semua kepala daerah, jangan hanya
menjual sumber daya alam, tetapi harus lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan daerahnya,” ujarnya. Untuk itu, Pemerintah Kota Denpasar terus menggulirkan program yang berkaitan dengan penciptaan wirausaha baru yang dipersiapkan untuk bertarung menghadapi persaingan. “Kita ciptakan keberanian dulu baru dibantu permodalan,” ujar Wali Kota. Tak mau kalah dengan kota tetangga, Bandung, Pemerintah Kota Cimahi pun mengejar ketertinggalannya. Kota Cimahi juga tidak memiliki sumber daya alam berlimpah. Karena itu, pemerintah setempat lebih memilih membuat inovasi yang lahir di tengah masyarakat. Awalnya, Pemerintah Kota Cimahi hanya ingin meningkatkan daya saing ekonomi dan daya beli masyarakatnya. Dengan keterbatasan yang dimiliki, Cimahi mulai melakukan inovasi dengan cara menginventarisasi potensi lokal yang dijadikan daya saing kota. “Kita hanya punya sumber daya manusia, kita optimalkan daya kreativitasnya,” kata Wali Kota Cimahi Etty Suharti. Di luar industri besar yang ada di Kota Cimahi, Pemerintah Kota setempat memang sedang getol mengembangkan sektor industri kreatif yang mencakup industri tekstil dan produk tekstil (TPT), manakan dan minuman, kerajian dan telematika (IT dan Animasi). Industri kreatif ini mampu menyerap 98 persen tenaga kerja melalui pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM). Pengembangan UKM dilakukan melalui kelompok pelaku usaha dan komunitas. Di sektor inilah pemerintah memberikan dukungan yang optimal dan menjadikan industri tersebut sebagai sektor yang memiliki keunggulan yang bisa bersaing di pasar MEA 2015. Optimisme juga diungkapkan Wali Kota Malang Mohammad Anton. Menurutnya, produk industri kreatif dan kuliner Kota Malang di Jawa Timur akan mampu bersaing di pasar tunggal Asean. Salah satu andalan Kota Malang adalah produk keripik
Volume VI JUNI 2014
11
L A P O R A N
U T A M A
dari buah-buahan. Produk ini banyak diproduksi UKM di kota tersebut. “Kekuatan ini paling tidak ikut membentengi Kota Malang dan sekaligus memberdayakan UKM,” ujarnya. Untuk meningkatkan daya saing, Pemerintah Kota Malang juga melibatkan sejumlah perguruan tinggi di kota tersebut. Langkah ini dilakukan untuk mempersiapkan para pelaku bisnis, masyarakat lokal, dan birokrat di Kota Malang agar mampu bersaing di kawasan Asean. Menurutnya, saat ini Kota Malang sedang berinvetasi membangun pertamanan kota. Alun-alun Kota Malang akan disulap menjadi taman yang enak buat kongko. Hal ini dilakukan untuk menyedot wisatawan mau berkunjung.
SWOT Indonesia menghadapi MEA 2015 KEKUATAN (STRENGHT)
KELEMAHAN (WEAKNESSES)
Potensi Pasar sebesar 600 juta orang Ketersediaan sumberdaya alam Integrasi basis/jaringan produksi yang kompetitif Posisi geografis yang dekat dengan berbagai kawasan Asia-Pasifik Upah tenaga kerja relatif rendah Sumberdaya manusia yang relatif kompetitif Kebijakan liberalisasi Fokus pada pendidikan
Adanya kesenjangan pembangunan antara negara anggota ASEAN Resiko ‘middle income trap’ Reformasi domestik yang relatif lambat Rendahnya penggunaan skema perdagangan oleh pihak swasta (AFTA telah berlangsung +/- 20 tahun, dengan tingkat utilisasi skema AFTA: 22%) Populasi penduduk yang cenderung menua Tata kelola yang kurang baik Kapasitas institusi/lembaga yang kurang Gangguan keamanan di internal/domestik
PELUANG (OPPORTUNITIES)
ANCAMAN (THREATS)
Terdapatnya momentum untuk integrasi kawasan Pertumbuhan dalam industri jasa dan pariwisata Kerja sama dalam bidang perawatan kesehatan Investasi di sektor infrastruktur Penurunan tingkat kemiskinan Meningkatnya jumlah pendudu k kelas pendapatan menengah Meningkatnya minat/aktivitas sektor swasta
Ketegangan/konflik di Laut Tiongkok Selatan Perlambatan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok Lemahnya pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat dan Kawasan Uni Eropa Pasar keuangan yang rentan Persaingan dengan Tiongkok dalam sektor manufaktur dan investasi Persaingan dengan India dalam sektor jasa Perubahan iklim dan resiko lingkungan Merebaknya penyakit menular di kawasan (misal: flu burung, flu babi, dll)
Sumber: Dirjen Kerjasama Asean, Kementerian Luar Negeri RI
12
Volume VI JUNI 2014
ISTIMEWA
Bahasa, Kunci Memasuki Persaingan
Tenaga kerja Asing yang bekerja di Indonesia
Kemampuan berbahasa Inggris menjadi kata kunci di era globalisasi. Itu juga kunci menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi Asean 2015. Bagaimana kesiapan kita?
M
ELALUI Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Asean Economic Community (AEC)), pada 2015 sepuluh negara anggota akan terintegrasi sebagai “masyarakat ekonomi bersama” seperti Masyarakat Ekonomi Eropa yang kemudian menjadi Uni Eropa. Ke-10 negara Asean tersebut adalah Thailand, Myanmar, Laos, Vietnam, Malaysia, Singapura, Indonesia, Filipina, Kamboja, dan Brunei Darussalam.
Negara-negara ini akan menjadi satu pasar tunggal. Dalam era MEA mulai 2015 nanti, tak ada lagi pembatasan kegiatan ekonomi masyarakat Asean. Investor mudah berinvestasi, pekerja bebas mencari kerja di mana suka, pedagang bisa jualan di mana saja, produsen bisa memproduksi dan memasok kebutuhan di mana dan kapan saja. Semua serba mudah karena tidak ada pembatasan seperti dulu lagi. Kemudahan ini menuntut setiap orang yang terlibat memiliki komunikasi yang mudah dipahami, khu-
susnya menggunakan Bahasa Inggris. Untuk mempermudah komunikasi, negara-negara anggota Asean sepakat memakai bahasa Inggris sebagai bahasa utama. Dengan demikian, siapa yang lebih menguasai bahasa Inggris mereka akan lebih mudah menjalin komunikasi. Bagaimana dengan masyarakat Indonesia? Dilihat dari sisi keahlian dan keterampilan, tenaga kerja Indonesia terbilang siap. Namun, mereka masih harus mengejar ketertinggalan di bidang penguasaan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. Sebab, dibandingkan dengan masyarakat negaranegara Asean lainnya, penguasaan bahasa Inggris tenaga kerja Indonesia memang masih lemah. English First (EF), lembaga pendidikan bahasa Inggris global yang memiliki 450 kantor cabang dan tersebar di 50 negara, pada November 2013 menerbitkan hasil survei bertajuk EF English Proficiency Index (EF EPI). Survei dilakukan di 60 negara dengan mengetes 750 ribu sampel orang dewasa pada periode 2007-2012. Hasilnya, kemampuan bahasa Inggris rata-rata mengalami peningkatan. Peningkatan kemampuan berbahasa Inggris ini ada kaitan langsung dengan tenaga kerja suatu negara dan prospek ekonomi negara tersebut. Berdasarkan pemeringkatan EF, kemampuan bahasa Inggris warga Indonesia berada di posisi ke-5, di bawah Singapura, Filipina, Malaysia, Thailand. Sisanya, yang masih di bawah Indonesia adalah Vietnam, Myanmar, dan lain-lain. Tak sedikit orang Indonesia yang masih merasa santai meskipun menghadapi MEA 2015 yang kian dekat. Padahal, kian hari jumlah pekerja asing di Indonesia kian banyak. Supir-supir taksi India, tenaga ahli alias teknisi dari Filipina, diperkirakan banyak yang akan datang ke Indonesia untuk mencari pekerjaan. Untuk mengejar ketertinggalan ini, pemerintah daerah disarankan untuk membuat dan mendorong peningkatan penguasaan bahasa asing bagi warganya. Sebab, titik persaingan
Volume VI JUNI 2014
13
U T A M A
ISTIMEWA
L A P O R A N
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri global ini justru akan terjadi di daerah. Salah satu cara yang bisa ditempuh, misalnya, dengan mewajibkan calon lulusan SMA dan perguruan tinggi menguasai bahasa Inggris dalam level tertentu melalui ujian praktik lapangan. Misalnya, mereka diterjunkan ke lapangan untuk menjadi tour guide di bus-bus wisata dan memandu para turis dengan bahasa Inggris. Setelah itu, penilaian para turis terhadap arahan si pelajar dijadikan salah satu syarat kelulusan. Inilah yang pernah dilakukan di China. Terobosan yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung pun patut ditiru. Di Kota Bandung, jajaran birokrasinya diwajibkan mahir berbahasa Inggris. Bahasa Inggris akan dijadikan bahasa komunikasi keseharian. Sekarang, setiap hari Kamis di seluruh instansi pemerintahan harus menggunakan bahasa Inggris, termasuk masyarakatnya. Tidak hanya itu, polisi di Kota Bandung pun disiapkan bisa melayani masyarakat dengan berbahasa Inggris, khususnya kepada wisatawan asing.
14
Volume VI JUNI 2014
Suka atau tidak, penguasaan bahasa Inggris akan menjadi salah satu kunci untuk memenangi persaingan
Selain itu, juga telah dibuat Persetujuan ASEAN tentang Pergerakan Orang Perseorangan (ASEAN Agreement on Movement of Natural Persons) dan Indonesia dalam proses meratifikasi. di era MEA. Sebab di sektor jasa juga telah disepakati pengaturan saling pengakuan (Mutual Recognition Ar-
rangements /MRAs) terhadap 8 jenis kualifikasi profesional, seperti engineering services (jasa teknik rekayasa), nursing services (jasa keperawatan), architectural services (jasa arsitektur), surveying services (jasa pemetaan), tourism professional (jasa profesi pariwisata), accountancy services (jasa akuntansi), medical practitioners (jasa medis), dan dental practitioners (jasa dokter gigi). Selain itu, juga telah dibuat Persetujuan ASEAN tentang Pergerakan Orang Perseorangan (ASEAN Agreement on Movement of Natural Persons) dan Indonesia dalam proses meratifikasi. Dengan demikian, pergerakan tenaga kerja profesional perseorangan akan lebih terbuka, namun tetap tunduk pada syarat dan aturan nasional, seperti persyaratan dan prosedur kualifikasi yang berlaku di negara masing-masing. Hampir seluruh negara ASEAN juga telah memberikan komitmen perpindahan tenaga kerja profesional antarperusahaan (direktur, manajer, dan tenaga ahli) dan kunjungan bisnis.
W A W A N C A R A
ISTIMEWA
Daerah Harus Proaktif, Jangan Nunggu Pusat Walikota Bandung Ridwan Kamil
Ridwan Kamil
Volume VI JUNI 2014
15
W A W A N C A R A
R
Bisa digambarkan kesiapan Pemerintah Kota Bandung menghadapi MEA 2015 nanti? Pemerintah Kota Bandung banyak melakukan persiapan, sebab kompetisi di MEA tidak bisa dihindari. Kami ingin pengusaha dan masyarakat Bandung tidak menjadi penonton, namun menjadi pemain aktif. Untuk itu, kompetensi sumber daya manusia (SDM) kita siapkan, seperti setiap hari Kamis wajib berbahasa Inggris. Ini berlaku untuk warga Bandung dan birokrat pemerintah kota. Untuk PNS kita siapkan les bahasa Inggris agar memiliki kompetitif global. Kemudian, kita meningkatkan kapasitas PNS dengan kompetensi teknologi informasi, khususnya internet. Semua aktivitas di lingkungan birokrasi Pemkot Bandung menggunakan internet. Ini kita genjot agar PNS tidak gaptek, baik komunikasi maupun mengakses data. Kapasitas building kita siapkan benar. Seperti apa kondisi masyarakat Kota Bandung? Di Bandung ada 80 perguruan tinggi, 60 persen warganya berumur di bawah 40 tahun yang sangat kreatif. Hasil survei menunjukkan Kota Bandung dekat dengan teknologi. Bisnis online pun banyak dijalankan dari
16
Volume VI JUNI 2014
ISTIMEWA
IDWAN Kamil tergolong sebagai salah satu wali kota di Indonesia paling popular saat ini. Sejak menjadi Wali Kota Bandung delapan bulan lalu, lelaki dengan nama lengkap Mochamad Ridwan Kamil yang lahir di Bandung, 4 Oktober 1971, memiliki terobosan dan gebrakan dalam memimpin kotanya. Di bawah kepemimpinan lelaki yang sebelumnya lebih dikenal sebagai arsitek, dosen, dan aktivis sosial ini Bandung disebut-sebut sebagai salah satu kota yang paling siap menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean 2015. Apa saja terobosan-terobosan yang ditempuh Ridwan Kamil, berikut petikan wawancaranya:
Ridwan Kamil Bandung dengan nilai yang fantastik. Dengan kemampuan akademik yang tinggi dari anak-anak muda yang dinamis dan menguasai teknologi dalam kesehariannya, kita siap menghadapi MEA 2015 nanti. Dengan kekuatan SDM, keilmuan, dan penguasaan teknologi serta banyaknya usia muda menjadi interpreneur, kita siap. Apalagi yang dipersiapkan Pemerintah Kota Bandung? Selain itu, Pemerintah Kota Bandung juga mempersiapkan galeri bisnis di Singapura dan Tanzania. Konsep penyerangan kita siapkan di Tanzania untuk produk butik fashion muslim yang diminati. Semua produk unggulan butik dan ekonomi kreatif kita bawa ke Singapura. Justru ini kita manfaatkan bukan hanya menahan serangan, tetapi menyerang lebih
dulu. Menurut kapasitas dan pengalaman saya, potensi Bandung saya bawa ke pameran luar negeri agar semakin dikenal. Mudah-mudahan usaha ini kita buktikan Bandung bermain aktif di MEA, bukan jago kandang. Artinya Pemerintah Kota Bandung tinggal mendorong saja. Spesialisasi atau keunggulan apa saja yang ditonjolkan? Spesialisasi yang kita tonjolkan adalah ekonomi kreatif, fashion, kuliner, dan software aplikasi yang sangat kompetitif di luar negeri. Kita biasa mendesain kurang lebih 4 atau 5 subindustri. Ini terbukti sudah tembus pasar global dari Bandung. Kita juga mencanangkan diri menjadi pusat fashion muslim dunia. Sebab, jumlah populasi terbesar muslim ada di Indonesia, pusat kreatif fashion mus-
ISTIMEWA
Ridwan Kamil sedang bincang dengan pekerja kebersihan
Yang paling kompetitif di Bandung adalah Bandung Teknopolis yang menempati lahan 800 hektare di Bandung Timur. Ini kita rancang sebagai kota baru yang berbasis IT. limnya ada di Bandung. Tahun depan kita tembus fashion muslim dunia. Ini bukan ambisius, tetapi sudah dipersiapkan jauh hari. Selain berbelanja, warga Bandung bisa menekuni hobi membaca di setiap galeri. Selain dapat
ilmu, juga kreativitasnya meningkat. Ini cara untuk menyemangati. Kita sedang mempersiapkan inkubatur ekonomi kreatif, sebuah gedung di Jalan Banggar di mana ada ada ruang Bedeng gratis untuk interpreneur. Gratis selama enam bulan. Kalau sukses baru dikenakan sewa, tetapi jika gagal digantikan yang lain. Ini bukti keberpihakan Pemerintah Kota untuk mendorong pengusaha muda. Harus cerdas bisnisnya, memberikan nilai tambah dan berbasis teknologi. Bagaimana dengan jajaran birokrasinya, apa sudah siap? Kapasitas building cukup menantang, peningkatan bahasa Inggris kita kebut, dan penguasaan teknologi dipercepat. Masyarakat Bandung berkomunikasi dengan teknologi. Dinas mengerjakan semua proyek me-
makai teknologi, seperti pelelangan proyek nasional maupun internasional dilakukan secara elektronik. Yang paling kompetitif di Bandung adalah Bandung Teknopolis yang menempati lahan 800 hektare di Bandung Timur. Ini kita rancang sebagai kota baru yang berbasis IT. Seperti silicon valley, di Indonesia kita letakkan di Bandung. Ini contoh bagaimana kita menjemput bola ekonomi dunia. Kita bangun kota dari nol dengan standar internasional yang akan diisi 150 ribu populasi. Nanti yang kita siapkan semua canggihcanggih, dan perusahaan yang bisnis di teknopolis bukan hanya perusahaan local, tetapi akan banyak perusahaan globalnya. Apakah ini bagian dari kawasan ekonomi khusus (KEK)? Ya, Bandung teknopolis bagian
Volume VI JUNI 2014
17
ISTIMEWA
W A W A N C A R A
Gelora Bandung
Bagaimana kesiapan infrastruktur dan energi untuk mendukung MEA? Transportasi publik menjadi infrastruktur utama. Sekarang kita lagi lelang monorel, cable car, Bandung sky walk, yang menghubungkan Bandung untuk pergerakan di kota. Setidaknya, dalam tiga tahun ke depan ada tiga pilihan transportasi bagi masyarakat, bukan hanya mobil angkot dan kendaraan pribadi yang sangat terbatas pilihannya. Sepeda sewa kita siapkan. Urusan air bersih kita tingkatkan melalui tiga proyek danau raksasa di Gede Bage seluas 30 hektare. Ini berfungsi sebagai penggendali banjir, juga pemasok sumber air bersih. Dalam tiga tahun ke depan Bandung melakukan transformasi infrastrukturnya. Bandara ada dua, yang kecil kita besarkan sampai tiga kali lipat. Di bulan Juli kalau tidak ada halangan. Bandara yang
18
Volume VI JUNI 2014
ISTIMEWA
dari KEK. Proses perizinan lebih mudah dan cepat, prosesnya diatur sendiri dan sebagainya. Kombinasi SDM, teknologi, dan fungsi secara fisik juga disedikan di kawasan ini dan akan menjadi kawasan ekonomi internasional. Ini yang dipersiapkan Bandung.
Ridwan Kamil berkantor dengan sepeda
besar ada di Majalengka. Terus di kota baru Teknopolis kita akan ada stasiun kereta yang berskala internasional. Orang yang datang ke Bandung bisa berhenti di stasiun sekarang atau stasiun kota baru. Di situ kita juga bangun stasiun peti kemas. Nanti orang bisa berbisnis di situ, dan mengekspor barangnya ke pasar internasional. Kalau ditanya kesiapan kita, kita siap. Tinggal semua bergerak saja. MEA merupakan kesepakatan pemerintah pusat antarnegara Asean. Sejauhmana pemerintah daerah dilibatkan? Dalam hal ini saya kritik peme-
rintah pusat. Seharusnya ada upaya keperpihakan dalam anggaran. Melalui peraturan, pusat hanya mengimabau saja, bahwa kita harus siap MEA. Lalu apa dukungan terhadap Kota Bandung yang sedang mempersiapkan Bandung Teknopolis? Kementerian mana yang tepat menjadi koordinator? Sebab, terlihat satu kementerian dengan lain belum sinkron. Belum lagi koordinasi dengan pemerintah daerah. Menko Perekonomian yang harus menjadi leader dalam hal ini. Kesepakatan MEA ini tidak ada hubungan dengan diplomasi luar negeri, tetapi lebih bagaimana mempersiapkan diri menghadapi serbuan produk dan jasa
dari luar negeri yang tiba-tiba buka usaha di sini. Kita siap. Tapi bagaimana yang lemah harus bertahan dari serangan. Bandung memilih menyerang ke pasar Asia. Apa yang mendorong Kota Bandung lebih dini mempersiapkan diri? Memang tidak lepas dari latar belakang pergaulan internasional saya. Sejak menjabat 8 bulan sebagai wali kota, saya tahu ada peluang. Namun, bila saya tidak membuka komunikasi dengan luar tidak akan mendapat 150 miliar hibah dari Belanda untuk pengadaan air bersih (PDAM) Kota Bandung. Saya tahu di Belanda ada dana untuk perusahaan air bersih. Ini tidak mungkin bisa didapat kalau dari kita tidak proaktif, dan bagaimana bisa meyakinkan bila bahasa Inggrisnya tidak bagus. Ini semua berkat komunikasi yang lancar dan proposal yang meyakinkan sehingga kita memperoleh hibah. Saya jemput bola ke luar negeri. Agar tidak tergantung pada pemimpin, saya ubah menjadi system, dengan membiasakan berbahasa Ingris setiap Kamis. Jadi, meski tidak ada imbauan dari pemerintah pusat, saya tetap kerjakan dengan menggarap pasar luar negeri untuk memperluas produk barang dan jasa. Untuk kota lain yang tidak memiliki visi menyerang ke luar negeri, dia nanti akan mengalami kaget bila mendapat serangan. Tugas pemerintah kota mempersiapkan. Saya lihat pemerintah pusat tidak siap untuk mempersiapkan perangkat dan kebijakan, kecuali imbauan. Apa saran Anda untuk pemerintah daerah yang belum siap? Yang perlu dipersiapkan adalah ewarness, knowledge, dan solusinya. Kota Bandung sudah menjalankan tiga hal itu. Jangan sampai pemerintah kota tidak memiliki ewarness. Ini tugas dari Apeksi membuat anggota menjadi perhatian dan lebih siap. Itu cara saya membuat Indonesia siap,
daripada nunggu pemerintah pusat tidak jalan. Apeksi saja yang dijadikan kendaraan, dan bersama Apkasi membuat jaringan antarkita sendiri untuk menghadapi persaingan pasar bebas— sebab ujung pertempuran nanti ada di kota dan kabupaten. Cara berpikir Anda seperti itu, Apeksi harus sering mempromosikan anggotanya ke luar negeri? Bandung bisa ke Tanzania, ke Singapore, harusnya Yogya bisa ke Malaysia dan Filipina. Bagaimana saya buka bisnis di Afrika. Kita ada 500 pemerintah daerah, kita ambil saja seperti tiga untuk bisa seperti Bandung, sudah lumayan bisa proaktif. Ini bisa membantu Indonesia memiliki kekayaan dan bisa bergerak sendiri tanpa diperintah. Inilah yang harus dilakukan: proaktif dan berinisiatif dari bawah. Sebab, di masa depan, kekuatan kota lebih powerfull dibandingkan dengan negara. Ini hasil disertasi profesor dari Harvard. Di masa depan, pemimpin daerah yang bisa menyelesaikan masalah, dan dunia bisa lebih maju tanpa negara, mereka bisa berjalan. Karena denyut peradaban ekonomi kota kayak gini, anggap tidak ada negara Singapura dan Indonesia, saya dengan Singapura sama saja. Investasi ke Singapura biasa, jangan anggap merepotkan. Urusan bisnis ke Singapura bukan lagi kita anggap sebagai urusan luar negeri, tetapi biasa dilakukan pengusaha Bandung. Bandingkan jika kita meeting di Jakarta, butuh waktu yang cukup lama. Di Singapura hanya butuh waktu satu jam. Dalam prospek bisnis, Singapura memberikan efisiensi bisnis. Apa harapan Anda kepada para wali kota atau kepala daerah? Harapan saya, pemimpin kota dan daerah melakukan inovasi. Kalau inovasi dimulai dari daerah, yang jumlahnya 500 pemerintah daerah, maka Indonesia bisa makmur. Intinya, saya berpikir membuat teori Indonesia sejahtera bila pemimpin daerah bisa ino-
vatif. Inovasi dari pemerintah pusat tidak selalu ada. Apakah Anda tidak mengalami kesulitan melakukan penyesuaian dari profesional-pengusaha menjadi birokrat? Bagi saya hanya perbedaan bahasa saja antara bahasa pengusaha dan bahasa birokrat. Memang agak repot. Sekarang saya sudah menyesuaikan diri, meski dibilang tidak memahami seluruh bahasa birokrat. Apakah Anda juga melakukan by pass dari yang ruwet menjadi mudah seperti bahasa profesional? Sekarang kita dengan sistem teknolgi informasi bisa jadi contoh sistem laporan. Warga komplain secara online mencapi 3.700, dan dapat kita selesaikan 3200 komplain. Dengan sistem informasi semua mudah diselesaikan. Hari ini, detik ini, saya bisa cek laporan, misal laporan 17 besok dibuka di mana saja bisa. Bisa juga saya buka di luar negeri, bisa cek itu. Komplain warga apakah sudah selesai atau belum bisa dipantau. Di semua layanan publik, kita pasang jaringan internet untuk mempermudah layanan. Apa ada penilian untuk birokrat di Kota Bandung? Kita berikan rapor setiap tiga bulan bagi PNS di Kota Bandung. Bila rapornya hijau, diberikan reward dan bila merah kita lakukan evaluasi. Reward-nya sampai kita berikan pendidikan ke Korea untuk Camat yang berprestasi. Saat ini sudah berlangsung sampai bulan Juli. Target per tiga bulan kita berikan rapor untuk membereskan empat hal, yaitu kebersihan, ketertiban, keindahan, dan siap menjalankan perubahan termasuk menyelenggarakan wisata kuliner untuk mengangkat ekonomi rakyat. Kita ingin Kota Bandung serapi dan setertib Singapura. Makanya kita mengirim PNS ke sana untuk magang.
Volume VI JUNI 2014
19
J E J A K
ISTIMEWA
Cimahi, Kota Tentara nan Kreatif
Melihat sejarah perkembangan Kota Cimahi, Jawa Barat, tidak bisa dilepaskan dari hasil pembangunan Pemerintah Hindia Belanda di kota ini.
20
Volume VI JUNI 2014
A
Prasasti di Cireudeu
WALNYA, Cimahi hanya menjadi pos (loji) jaga pembangunan jalan—yang dibangun Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels—Anyer-Panarukan (jalan Daendels) pada tahun 1811. Pos penjagaan itu saat ini berada di alun-alun Kota
Reformasi birokrasi dilaksanakan secara inovatif, pelopor pembuatan kompor berbahan bakar daur ulang, dan masih banyak prestasi yang ditorehkan dalam membangun Cimahi. meskipun hasilnya sampai saat ini masih bisa dinikmati anak cucunya. Cimahi berasal dari bahasa Sunda “Cai Mahi” yang artinya sumber air yang cukup. Nama ini mulai dikenal dan berkembang menjadi pusat dan titik pergerakan pasukan kompeni pada tahun 1874 saat dibangun rel kereta api jurusan Bandung-Cianjur yang stasiunnya ditempatkan di kota ini. Moda transportasi ini untuk memudahkan Belanda mengangkut logistik militer dari Batavia menuju Cimahi, Bandung, dan sekitarnya. Pada 1880 Belanda menjadikan Cimahi sebagai basis militer dan pusat pendidikan militer. Baru kemudian Belanda membangun fasilitas pendukung lainnya seperti rumah sakit Militaire Hospital (sekarang Rumah Sakit Dustira), pangkalan militer, sampai rumnah tahanan militer. Cimahi dari jaman Belanda hingga
ISTIMEWA
Cimahi. Jalan Daendels itu dibangun dengan menerapkan kerja paksa—kucuran darah dan keringat nenek moyang bangsa ini tertorek di sepanjang jalan itu, sebagai bukti sejarah bahkan nyawa pun taruhannya untuk menyelesaikan jalan yang dipakai mobilisasi pasukan kompeni mempertahankan kekuasaannya di Pulau Jawa. Itu menyisakan kepedihan yang mendalam,
Ekonomi Kreatif Kota Cimahi kini dikenal sebagai kota tentara. Setiap hari kota ini terlihat hijau hilir mudiknya para tentara. Hijau Kota Cimahi bukan karena banyak ditumbuhi pohon rindang, tetapi kota ini dipenuhi tentara yang berseragam hijau. Tak dimungkiri, Cimahi memiliki sumbangan yang besar terhadap keamanan negeri ini. Banyak tentara dididik di sini unuk kemudian dan disebarkan ke penjuru Nusantara guna menjaga dan mempertahankan wilayah NKRI hingga sekarang. Semua tentara itu didikan dari pusat pendidikan dan latihan di Cimahi. Puluhan pusat pendidikan dan latihan tentara, markas besar tentara, beserta asrama tentara ada di kota ini. Para tentara ini semua memiliki kenangan tersendiri dengan Cimahi.
Bangkitnya Cimahi SEJAK menyandang sebagai daerah otonom, Pemerintah Kota Cimahi pun berupaya kreatif untuk menggali potensi yang dimiliki agar mampu bersaing dan sejajar dengan daerah dan kota lainnya. Dalam catatan sejarahnya, menjelang akhir masa kekuasaan Belanda, tepatnya pada 1935, Cimahi yang dulunya hanya sebuah desa kecil ini statusnya berubah menjadi sebuah
kecamatan di wilayah Bandung Barat. Namun, setelah merdeka Cimahi berubah di bawah kendali Kabupaten Bandung Utara. Tahun 1962, Cimahi ditingkatkan menjadi Kawedanan, yang membawahi beberapa kecamatan, yaitu Kecamatan Cimahi, Batujajar, Padalarang, dan Cipatat. Atas keberhasilannya membangun wilayahnya, Cimahi naik tingkat menjadi kota administratif pada tahun 1975—yang pertama di Jawa Barat. Dan akhirnya pada 21 Juni 2001 Cimahi ditetapkan menjadi kota otonom. Sebagai kota otonom baru, Cimahi memang tidak memiliki sumber daya alam yang membanggakan. Karena itu, sejak di bawah kepemimpinan Wali Kota Itoc Tochija, Cimahi banyak melakukan terobosan yang kreatif. Hasilnya, Kota Cimahi lebih dikenal dengan keunggulan palayanan publiknya dan penghasil kedelai berkualitas tinggi. Ini wujud dari komitmen pemerintah setempat untuk mendorong kreativitas warganya agar terus berinovasi. Komitmen ini pula yang mengantarkan Cimahi meraih puluhan pengharagaan tingkat nasional. Itoc berhasil memperkuat sistem inovasi daerah yang dipimpinnya. Reformasi birokrasi dilaksanakan secara inovatif, pelopor pembuatan kompor berbahan
Volume VI JUNI 2014
21
ISTIMEWA
J E J A K
Rumah Sakit Dustira, Cimahi bakar daur ulang, dan masih banyak prestasi yang ditorehkan dalam membangun Cimahi. Terobosan-terobosan itulah yang akhirnya menjadikan kota ini menjadi tempat kota lain untuk belajar. Saat ini Cimahi dipimpin Walikota Atty Suharti. Lokasi Kota Cimahi sangat strategis karena berada di persimpangan jalur kegiatan ekonomi regional. Kini Cimahi akan dikembangkan sebagai kota industri kreatif yang berpusat di Baros sebagai kawasan Center Business District. Baros dijadikan pintu keluar-masuk Kota Cimahi. Di situ pula didirikan Koridor Telematika, yang dilengkapi dengan fasilitas Baros Information Technology and Creative Center (BITCC). Ini untuk memicu bangkitnya aktivitas ekonomi kota yang mengandalkan industri kreatif dan telematika —selain tetap mengandalkan sektor perdagangan dan jasa. Kawasan Baros digadang-gadang menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kota Cimahi. Potensi kreatif yang ada di Cimahi diharapkan sema-
22
Volume VI JUNI 2014
Cimahi bisa menjadi pusat latihan SDM yang unggul, khususnya yang membutuhkan kedisiplinan tinggi, wawasan kebangsaan dan mental yang tangguh seperti tentara. kin berkembang dan produktif baik dengan pembangunan cyber creative center yang mengedepankan sisi kreatif sumber daya manusia (SDM), seperti didirikannya gedung Baros Cyber Creative Center, dan hotel kelas internasional dengan 395 kamar dan ruang pertemuan (4.000 orang) dirancang dengan sistem aerodinamis dalam konsep futuristik. Pembangunan di atas lahan seluas 3,2 hektare terse-
but diperkirakan bakal menghabiskan dana hingga Rp 350 miliar. Konsep industri kreatif bahkan dijadikan sebagai model percontohan oleh pemerintah pusat, agar daerah lain bisa melakukan hal yang sama. Sebagai Wali Kota, Atty Suharti memiliki harapan Cimahi bisa menjadi pusat latihan SDM yang unggul, khususnya yang membutuhkan kedisiplinan tinggi, wawasan kebangsaan dan mental yang tangguh seperti tentara. Menurutnya, permintaan latihan dan pendidikan ini sudah banyak, dan setiap latihan diikuti sekitar 100 sampai 200 peserta dari kalangan pemuda dan linmas yang ada di setiap RT. Menurutnya, ini potensi yang bisa dikembangkan. Atty Suharti juga berniat mengembangkan wisata militer, out bond ala militer, dan wisata heritage yang ada di Kota Cimahi. “Selama ini kita belum optimalkan TNI untuk melatih SDM yang tangguh dan disiplin,” terang Atty Suharti. Yang terakhir ini dilakukan sebagai upaya melindungi bangunan atau benda cagar budaya yang ada di Cimahi.
L A P O R A N
K H U S U S
ISTIMEWA
J
Kali Ciliwung
Ditunggu, Pengelolaan Sungai Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang seharusnya memberi banyak manfaat justru sering mendatangkan bencana. Sudah saatnya diterapkan sistem pengelolaan terpadu yang melibatkan para pemangku kepentingan lintas daerah.
AKARTA adalah contoh nyata. Ketika turun hujan dengan intensitas tinggi, aliran-aliran sungai seperti Ciliwung dan Citarum tak lagi mampu menampung curahan air yang jatuh dari langit dan mengalirkannya ke laut, dan air pun meluap yang mengakibatkan banjir di sepanjang daerah lainnya yang kemudian merendam Jakarta yang berada di posisi terendah. Hal yang sama juga terjadi di daerahdaerah lain dengan pengelolaan DAS yang buruk. Hal tersebut terjadi lantaran sistem pengelolaan DAS selama ini salah kaprah. Tidak mengindahkan sistem pengelolaan terpadu berbasis bioregion. Akibat salah kelola tersebut, ekosistem di sepanjang DAS di berbagai daerah mengalami kerusakan parah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), banyak lahan pertanian hilang karena daya dukung DAS mengalami penurunan. Diperkirakan sedikitnya 80 ribu hektare lahan pertanian hilang, khsususnya di Pulau Jawa yang memiliki luas 7 persen dari luas Indonesia yang padat penduduk. Karena daya dukung DAS turun, permukaan tanah yang terbangun tak bisa lagi menyerap air ke dalam tanah. Itulah yang menyebabkan banjir di hampir semua DAS, seperti Bengawan Solo, Brantas, Progo, Serayu, Tuntang, Jratunseluna, Citanduy, Ciliwung, Citarum, Cimanuk, Ciujung, Cisadane, dan lainnya. Keadaan ini diperparah dengan adanya perubahan iklim yang sangat sulit diprediksi. Selain itu, kerusakan DAS juga disebabkan pemanfaatan sumber daya alam yang melebihi daya dukungnya. Ini sebagai konsekuensi dari tekanan jumlah penduduk dan kebijakan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak berprinsip pada pembangunan berkelanjutan. Padahal, pada dasarnya DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anakanak sungainya. DAS berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalir-
Volume VI JUNI 2014
23
L A P O R A N
K H U S U S
kan air yang berasal dari curah hujan ke danau sampai ke laut secara alami. Air pada DAS merupakan aliran air yang mengalami siklus hidrologi secara alamiah. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti, air tersebut akan tertahan sementara di sungai, danau atau waduk, dan dalam tanah sehingga akan dimanfaatkan manusia dan makhluk hidup. Kepala Seksi Kelembagaan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Citarum Ciliwung Kementerian Kehutanan Nilda, mengatakan, lembaganya berperan merencanakan, mengelola dan mengevaluasi DAS untuk memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat. Pengelolaan dilakukan secara terpadu dari hulu sampai hilir, yang memperhatikan sektor pendukung utama DAS, yaitu kehutanan, sumber daya air, dan pertanian. BP DAS di mana saja, menurut Nilda, memiliki kewajiban menyusun rencana pengelolaan DAS terpadu berdasarkan kondisi fisik lahan di wilayah tersebut. Pengelolaan yang dilakukan selalu berpijak pada data, informasi, peta tanah, dan tofografi lahan. Dari situ dapat diketahui kondisi dan cara penanganan DAS. Tidak hanya kawasan hutan, pemetaan juga mencakup perkebunan, pemukiman, persawahan, dan lainnya. BP DAS berupaya menutup permukaan tanah dengan menanami pohon agar lahan mampu melakukan infiltrasi air hujan dengan baik. Untuk menanam pohon, BP DAS bermitra dengan masyarakat, yang memiliki akar tunjang sehingga mampu menghambat dan menyerap air permukaan ke dalam tanah. “Silakan masyarakat menanam pohon yang memiliki hasil ikutan, baik buah atau daunnya,” jelas Nilda. Bila lahan tidak tertutup tanaman, air hujan mudah melarutkan permukaan tanah serta mengalirkan ke sungai yang membuat pendakalan, yang ujungnya daya tampung air di
24
Volume VI JUNI 2014
sungai, danau, sampai ke hilir terus menurun. Di lain sisi, permukaan tanah larut membuat lahan menjadi tidak subur, terjadi pendangkalan sungai sehingga daya tampung sungai berkurang. Akhirnya, air meluap menjadi banjir. Sebaliknya, di musim kemarau menyebabkan pasokan air untuk kebutuhan listrik, pengairan, pertanian, dan perkebunan sampai pasokan air bersih terganggu. Rentetan seperti itu yang terjadi dan menimbulkan masalah bagi masyarakat. Nilda melanjutkan, air permukaan bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat dengan mengelola air hujan yang dimasukan ke tanah. Keberadaan BP DAS, menurut Nilda, berperan menjaga DAS memberikan manfaat optimal bagi kehidupan
“Silakan masyarakat menanam pohon yang memiliki hasil ikutan, baik buah atau daunnya,” Nilda agar air muka tanah bisa tersimpan kembali dalam tanah. Nilda memberikan contoh, bila terdapat lahan kritis dimanfaatkan untuk pertanian, misalnya, harus sesuai kondisi lahan dan tanaman apa yang cocok. Ini untuk menjaga agar lahan mampu menyerap air hujan dan menahan laju air membawa permukaan tanah ke sungai. “Air yang masuk ke tanah menjadi persediaan di kala kemarau hujan tidak kekurangan air, dan di saat hujan terbebas dari banjir dan tanah longsor,” terangnya. Dalam kasus banjir Jakarta, Nilda menceritakan menurut hasil kajian, jika dilakukan pengelolaan di hulu dengan baik di lahan kritis dilakukan dengan menanam pohon untuk meningkatkan infiltrasi air hujan dan
membuat sumur resapan, hal tersebut bisa mengerem banjir Jakarta sampai 40 persen. Selebihnya adalah persoalan yang harus diselesaikan oleh Jakarta sendiri. Kenyataan di lapangan, menurutnya, di daerah ini minim tersediannya lahan resapan. Banyak lahan yang tertutup, seperti permukiman yang tidak memiliki sumur resapan dan kapasitas draenase yang tidak sebanding dengan luas lahan yang tertutup. Lahan yang tertutup ini akan memudahkan air membawa elemen ke sungai yang mendorong pendangkalan. Daya tampung sungai menjadi terbatas dan akibatnya meluber ke permukiman penduduk. Manajer Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Kurniawan Sabar, melihat ada pergeseran cara pandang, yang sebelumnya sungai memberikan manfaat sekarang justru mendatangkan kerugian. Padahal, menurutnya, sejarah peradaban manusia bermula dari pinggir sungai, manusia bisa berkembang biak tergantung aliran sungai. Ada hubungan saling menguntungkan antara manusia dengan sungai. Namun, yang terjadi sekarang justru manusia berkonflik dengan sungai. Perubahan cara pandang ini harus segera diperbaiki, khususnya di perkotaan. Menurutnya, pengelolaan sungai yang dilakukan pemerintah hanya bersifat jangka pendek dan parsial dalam melihat masalah. Ketika ada aliran sungai rusak, hanya alirannya yang diperbaiki, tidak mencakup bagaimana masyarakat terlibat di dalmnya dan menjaga ekosistemnya. Karena itu, menurutnya, sungai yang semestinya memberi bermanfaat, di saat tertentu menjadi hal yang merugikan. “Ini yang tidak boleh terjadi. Pengelolaan harus berbasis bioregion yang saling tergantung dari hulu hingga hilir,” ujarnya. Pengelolan sungai di kota besar, misalnya, dinilai belum maksimal dioptimalkan untuk memenuhi air kebutuhan air, pariwisata, transportasi, pembangkit listrik. “Problem politik ekonomi tidak
ISTIMEWA
Jakarta terendam banjir terselesaikan, masyarakat mencari tempat bisa hidup tidak dilihat secara terpadu. Maka muncul masalah baru,” imbuh Kurniawan. Dijelaskan, pengelolan sungai juga harus memperhatikan daerah terdampak aliran sungai. Konsep pengelolaan bioregion ini memandang DAS menjadi satu kesatuan ekosistem. Seperti pengelolaan Sungai Ciliwung, harus terpadu dilakukan oleh pemerintah daerah di Bogor, Depok, dan Jakarta. “Pengelolaan sungai harus terpadu di antara pemda yang terdampak,” terangnya.
Beda Konsep PENGELOLAAN DAS di Indonesia banyak melibatkan lembaga. Untuk mengelola lahan agar bisa menampung air permukaan masuk ke tanah adalah pekerjaan Kementerian Kehutanan dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Sementara, di Kementerian Pekerjaan Umum (PU) ada Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) yang mengatur dan menjaga badan air, pemanfaatan air, dan sepadan sungai dan cenderung lebih ke teknik bangunan sungai. Selain itu ada Forum DAS yang terdiri dari kalangan pemerintah, pengusaha, akademisi, LSM, wartawan, masyarakat, dan lainnya. Juga termasuk pemerintah daerah yang terlewati DAS.
Seperti program kerja Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) dari tahun 2008 hingga 2021. BBWSCC merencanakan dan melaksanakan pembangunan infrastruktur pengendalian banjir di Jabodetabekjur yang dibagi dalam tiga wilayah Barat, Tengah, dan Timur. Sedikitnya, ada sekitar 34 pekerjaan, mulai dari normalisasi, rehabilitasi, sodetan, waduk, sampai peningkatan kapasitas. Untuk normalisasi sungai membutuhkan lahan seluas 94 hektare. Namun, pekerjaan yang dilakukan membuat betonisasi dan penutupan sisi kanan kiri badan sungai ini justru membuat air sungai tidak terserap oleh lahan di sekitarnya. Hanya mempercepat aliran sungai sampai ke hilir. BBWSCC juga mengembalikan sempadan sungai yang selama ini banyak dimanfaatkan untuk pemukiman. Untuk daerah yang belum dimanfaatkan peruntukan sempadan, Balai ini melakukan pencegahan. Ini untuk mencegah pelanggaran peruntukan sempadan di masa mendatang. Untuk kawasan sempadan yang telah berubah peruntukannya, Balai ini akan menertibkan secara bertahap, konsisten, serta disepakati semua pihak yang memiliki kepentingan. Nilda mengakui ada beberapa perbedaan pemikiran pengelolaan DAS antara Kementerian PU dengan Kementerian Kehutanan. Contohnya
adalah penanganan sungai yang berkelok yang menghambat air sampai melaju dari hulu ke hilir. “Secara alami kelokan ini ada maksudnya, alam menciptakan ini,” terang Nilda. Ini memberikan manfaat bagi orang di sekitar kelokan untuk memperoleh sumber air lebih mudah, membentuk ekosistem, dan membuat udara menjadi lebih baik karena ada tanaman tumbuh di sana. Ketika hujan lebat tidak cepat terjadi banjir, sebab terhambat. Sementara itu, Kementerian PU fokusnya justru bagaimana membuat air secepatnya mengalir ke laut. Karena itu, Kementerian PU melakukan betonisasi, turap badan sungai, pelurusan sungai, dan pelabaran sungai. “Ini yang mungkin sulit dicari persamaan persepsi di sana,” terang Nilda. Walhi mengaku sejalan dengan BP DAS mengenai pengelolaan aliran sungai penyebab banjir yang masalah utamanya adalah air tidak bisa ditampung. Namun, dalam perbaikan aliran sungai supaya tidak menjadi penyebab banjir. Perbaikan sungai dilakukan dengan turab bengkok dijadikan lurus, ini sudah menghilangkan fungsi sungai. Kenapa sungai bengkok karena sifat alamiah air mencari tempat wajar, bengkok dijadikan lurus semakin mempercepat laju air sampai ke hilir, atau justru menimbulkan banjir di tengah. Di sisi lain pengelolaan sungai di hilir yang sangat sulit dioptimalkan, di pinggir pantai terjadi reklamasi. “Secara tidak langsung terjadi percepatan aliran sungai sampai ke muara, yang tejadi banjir terjadi di muara. Ini tidak berjalan sebagai mana mestinya,” terang kurniawan. “Di hulu ditebang pohonnya, di tengah dipercepat alirannya, dan di hilir dilakukan reklamasi. Sungai semestinya menjadi hal yang bermanfaat disaat tertentu menjadi hal yang merugikan. Ini yang tidak kita inginkan. Walhi memandang perlunya konsep pengelolaan bioregion yang saling tergantung. Pengelolaan secara terusmenerus dari hulu sampai ke hilir,” Kurniawan menjelaskan.
Volume VI JUNI 2014
25
Kota Singkawang
Kerja Sama Singkawang-Sambas PEMERINTAH Kota Singkawang dan Pemerintah Kabupaten Sambas di Kalimantan Barat terus menguatkan kerja sama. Salah satunya ditandai dengan kunjungan kerja Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Sambas Zainal Abidin di Kantor Dishubkominfo Kota Singkawang, 7 Mei 2014. Kunjungan ini diterima Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Singkawang, Sumastro beserta jajarannya. Sumastro menjelaskan, kunjungan kerja Pemerintah Kabupaten Sambas ini dalam rangka studi banding. “Mereka banyak menggali, seperti bagaimana Singkawang menata sistem perparkiran dan meningkatkan kemampuan SDM melalui inhouse training,” terangnya. Lebih lanjut, Sumastro menjelaskan bagaimana Dishubkominfo Kota Singkawang menata kewenangan yang aplikatif di lapangan untuk meningkatkan pelayanan publik sampai pemberdayaan kelembagaan untuk mengoptimalkan pelayanan. Seperti praktik pelayanan pengujian kendaraan bermotor dan UPT PKB bisa ditingkatkan baik dari sisi fasilitas maupun SDM yang ada. “Yang lebih penting koordinasi tiga wilayah, yaitu Sambas, Singkawang, dan Bengkayang. Dengan begitu terjadi hubungan kerja sama yang baik,” jelas Sumastro. Dishubkominfo Kabupaten Sambas pun sepakat mengadakan pertemuan di antara tiga daerah tersebut. “Saya berharap pertemuan seperti itu memberikan manfaat lebih besar, saling bersinergi, komunkasi berjalan, terjadi pertukaran gagasan yang semakin memperkuat fungsi pelayanan kepada masayrakat,” harap Sumastro.
26
Volume VI JUNI 2014
ISTIMEWA
K O T A
ISTIMEWA
B E R I T A
Kota Kupang
Kota Kupang Pilot Projet Reformasi Birokrasi TIM Sekretariat Negara Wakil Presiden RI mengadakan kunjungan kerja ke Pemerintah Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), 4 Juni 2014. Tim yang diketuai Staf Khusus Wapres bidang Reformasi Birokrasi Edy Purwanto diterima Wakil Wali Kota Kupang Hermanus Man di Ruang Rapat Garuda lantai dua Balai Kota Kupang. Wakil Wali Kota Hermanus Man mengatakan, Pemerintah Kota Kupang merupakan salah satu pilot project penerapan reformasi birokrasi di Indonesia. Dalam menerapkan reformasi birokrasi (RB), terang Hermanus, ada beberapa langkah yang dilakukan. Di antara adanya komitmen yang merupakan langkah strategis mewujudkan good governance—dengan dukungan perangkat lunak. Tim reformasi birokrasi ini berada di bawah koordinasi dan kendali Sekda yang beranggotakan dinas terkait sebagai tim mewujudkan reformasi birokrasi. Salah satunya dengan pelaksanaan pelayanan publik yang transparan dan terukur. Sekretaris Daerah Kota Kupang Bernadus Benu juga terlihat memberikan pemaparan singkat tentang penerapan reformasi birokrasi di lingkungan Pemkot Kupang. Hal ini menyangkut delapan area perubahan dalam kerangka reformasi birokrasi, yaitu organisasi, tata laksana, peraturan perundang-undangan, SDM aparatur, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik, serta pola pikir dan budaya kerja aparatur. Atas pelaksanaan reformasi birokrasi ini, Hermanus minta masukan dari tim Setneg Wapres terhadap apa yang telah dilakukan maupun yang akan dilakukan ke depan oleh
Pemkot Kupang dalam menjalankan reformasi birokrasi. Selain tiga hal tersebut, organisasi, tata laksana, SDM dan aspek lainnya juga sangat penting. Perwakilan tim Setneg Wapres, Kepala Bidang Kelembagaan-Asisten Deputi Tata Kelola Pemerintahan, Bambang Satrio, menyampaikan sejak dicanangkannya program RB, Wapres Budiono menjadi ketua komite pengarah RB. Staf khusus Wapres bidang RB segera melakukan action plan dalam dua tahun terakhir. Dia mengaskan kehadiran tim di Kota Kupang bukanlah untuk memberi penilaian, namun ingin mengidentifikasi sejauh mana pelaksanaan RB di Kota Kupang, apa tantangan, hambatan, atau strategi yang sudah dilakukan. Bambang Satrio, mengatakan tujuan kunker ini untuk memperoleh masukan apa yang dilakukan pemda. Hal ini menyangkut perubahan, penguatan area manajemen, perubahan area penataan organisasi dan tata laksana, peningkatan SDM dan akuntabilitas. Area perubahan yang dimaksud terkait efisiensi dan efektifitas, tidak ada lagi tumpang tindih tupoksi, proses rekruitmen SDM yang professional, sejak rekruitmen sampai pensiun terkait transparansi dalam perekrutan dan bebas KKN. Selain itu, kunjungan ini juga untuk mengecek target kepatutan dalam keuangan negara termasuk indeks kepuasan masyarakat. Hal lainnya yang ingin dilihat yaitu apa ada inovasi yang sudah dilakukan yang berbeda dengan daerah lainnya, tidak harus baru namun juga replikasi inovasi yang lebih baik.
Dalam menghadapi MEA 2015, Risma terinspirasi oleh kemenangan Raden Wijaya yang mampu mengalahkan pasukan Tar-Tar pada 31 Mei di 721 tahun silam. Juga, dengan semangat kepahlawanan arek-arek Suroboyo yang dikomando oleh Bung Tomo dalam mengusir Sekutu pada 10 November 1945. “Surabaya mengemban misi bersejarah seperti tahun 1293 dan 1945. Bahwa MEA harus kita menangkan. Apalah artinya pengorbanan pahlawanpahlawan bila kita hanya jadi penonton,” imbuhnya. Selain itu, Risma menegaskan bahwa pendidikan sejak dini baik formal maupun informal perlu ditanamkan untuk memperkuat daya saing siswa dan mempersiapkan generasi muda menghadapi pasar bebas. Diungkapkannya, dalam 3 tahun terakhir, jumlah pelajar berprestasi di Surabaya terus bertambah. Pada 2011 ada 395 siswa, pada 2012 ada 920 siswa dan pada 2013 ada 2.026 siswa beprestasi. Selain menggenjot prestasi, Pemkot Surabaya juga fokus meningkatkan kualitas guru dengan mengirim mereka ke luar negeri untuk belajar. “Rumah Bahasa juga dimaksimalkan untuk meningkatkan kompetensi warga tentang pentingnya menguasai bahasa asing,” kata Risma.
PEMERINTAH Kota Surabaya akan meluncurkan program sertifikasi keahlian tenaga kerja bagi warga Surabaya sebagai persiapan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, mengatakan, pendaftaran sertifikasi yang akan dibuka mulai 1 Juni 2014 itu akan dilakukan di 5 wilayah di Surabaya melalui e-launching. “Kami akan layani pendaftaran untuk semua bidang, semua jenis usaha dan tenaga kerja, termasuk tenaga kerja formal dan informal. Misalnya informal jadi tukang las dan penjahit yang selama ini freelance, juga harus dapat sertifikasi,” katanya seusai acara peringatan Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-721 di Taman Surya, Balai Kota Surabaya, akhir Mei 2014. Risma mengatakan, pembangunan sumber daya manusia (SDM) akan menjadi fokus bagi Pemkot tahun ini. Melalui sertifikasi, diharapkan warga Surabaya memiliki kompetensi sebagai tenaga kerja. “Berkali-kali saya katakan tentang pentingnya pembangunan SDM. Sebab, tidak ada gunanya kami membangun infrastruktur atau membangun apapun kalau masyarakat Surabaya hanya jadi penonton. Itu yang jadi pekerjaan rumah (PR) berat buat saya. Makanya, di tahun ini saya konsentrasi untuk SDM,” tegasnya.
ISTIMEWA
Sertifikasi Pekerja di Surabaya
Simbol Kota Surabaya
Volume VI JUNI 2014
27
B E R I T A
K O T A
Apeksi Sumbagsel Siap Sambut MEA 2015 Pelabuhan Sabang Jadi Pelabuhan ASOSIASI Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Internasional
PELABUHAN internasional yang terletak di barat Indonesia, Pelabuhan Sabang, Aceh, pengelolaannya bakal dikerjasamakan dengan Dubai Port, perusahaan pengelola pelabuhan kelas internasional dari Dubai. Ketua Dewan Kawasan Sabang yang juga Gubernur Aceh Zaini Abdullah telah menjajaki kemungkinan kerja sama dengan Manajemen Dubai Port. Pada 27 Mei 2014, Zaini Abdullah bersama tim telah bertandang ke kantor pengelola Dubai Port, di Dubai, Emirat Arab. Pertemuan yang berlangsung akrab itu membahas rencana Dubai Port (DP) World sebagai operator kelas dunia untuk berinvestasi dan mengelola pelabuhan Sabang. DP World sudah melakukan berbagai investasi di berbagai negara, terutama di bidang teknologi, sumber daya manusia, dan fasilitas pelabuhan. Di Indonesia, mereka sudah bekerja sama dengan pelabuhan di Surabaya. Menurut Gubernur Zaini di sela-sela pertemuan itu, dengan pengalaman Manajemen Dubai Port mengelola pelabuhan keempat terbesar di dunia itu, ia optimis bahwa Sabang akan menjadi pelabuhan international jika pengelolaannya diserahkan kepada mereka. Ini bisa untuk persiapan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Pertemuan itu diawali dengan presentasi dari DP World mengenai profil perusahaan mereka dan sempat terhenti karena gempa berskala 5,4 skala Richter (SR) mengguncang Dubai. Semua peserta meeting, diminta manajemen gedung melakukan evakuasi dan semua orang yang berada di dalam gedung segera ke luar. Termasuk rombongan Gubernur Aceh otomatis ikut evakuasi. Selang, lima belas menit kemudian, ayunan gempa tak lagi terasa, meeting dilanjutkan. Presentasi dilanjutkan oleh Zaini Abdullah terkait kebijakan pengelolaan pelabuhan bebas dan kawasan perdagangan bebas sabang dan potensi ekonomi pelabuhan itu. Pertemuan itu dihadiri Rasyid Abdulla, juga hadir Senior Vice President, Cooperate Strategy DP World Flemming Dalgaard dan Business Development Manager DP World Thomas Butler. Sedangkan, dari Aceh, Gubernur Zaini didampingi Konsul Jenderal Republik Indonesia di Dubai Heru Sudradjat, Ketua DPR Aceh Hasbi Abdullah, dan Kepala Badan Investasi dan Promosi Aceh Iskandar. Atas tawaran kerja sama ini, pihak Dubai Port sangat antusias. “Dalam waktu dekat tim kami akan berkunjung ke Sabang untuk mempelajari secara detail rencana kerja sama antara Pemerintah Aceh dan Dubai Port,” demikian janji Rasyid Abdulla selaku Senior Vice President dan Managing Director Asia Pacific dari DP World.
ISTIMEWA
Sumatera Bagian Selatan bersiap menghadapi berlakunya kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015. “Kesiapan itu di antaranya kami wujudkan dengan mendorong peningkatan kualitas dan daya saing beragam sektor ekonomi pada 10 kota di Sumbagsel,” kata pengurus Apeksi Sumbagsel Tabrani Harun yang juga Wakil Wali Kota Bandar Lampung, di Palembang, Sumatera Selatan, akhir Mei 2014. Menurut dia, Masyarakat Ekonomi ASEAN menjadi momentum yang harus dihadapi sehingga beragam persiapan telah dilakukan. Pada 2015 akan terjadi pasar global tingkat ASEAN bukan hanya untuk produk, tetapi juga jasa dan tenaga kerja. Ia mengatakan, pemetaan terhadap produk unggulan menjadi salah satu fokus yang harus dilakukan pemerintah kota se-Sumbagsel sehingga laku di pasaran Asia Tenggara. “Pemetaan harus dilakukan matang dengan strategi dan taktik yang tepat sehingga tidak dikalahkan produk luar,” katanya. Dia menjelaskan, MEA hendaknya dijadikan peluang untuk mendorong optimalisasi peningkatan ekonomi masyarakat. Namun, tetap saja harus dipetakan berbagai ancaman yang mungkin terjadi sehingga bisa diantisipasi dan produk dalam negeri tidak kalah dengan barang-barang luar negeri. Sementara itu, Wali Kota Palembang Romi Herton mengatakan, MEA harus dihadapi karena sudah menjadi kesepakatan bersama. “Kami optimistis produk khas Palembang akan mampu bersaing dengan produk dari negara lain karena telah terbiasa berjualan di pasaran asing,” katanya. Apalagi, dia menambahkan, kemampuan dan hasil produk masyarakat kota pempek sangat dikenal berkualitas. Selain itu, tersedianya infrastruktur yang baik juga menjadi faktor penting pengembangan perekonomian di daerah tersebut sehinggga mampu bersaing secara optimal.
Rapat Komwil Sumbangsel
28
Volume VI JUNI 2014
ISTIMEWA
Kota Pontianak
PEMERINTAH Kota (Pemkot) Pontianak, Kalimantan Barat, berencana menentukan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) untuk Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan (PBB-P2) mendekati nilai pasar dari obyek pajak tersebut. Sedangkan, tarif PBB-P2 juga akan diturunkan supaya tidak ada lonjakan tunggakan pajak yang besar. Wali Kota Pontianak Sutarmidji menyatakan, sebanyak 180 ribu lebih obyek pajak yang akan ditagih. Dia meminta dinas terkait lebih serius menjaring wajib pajak PBB-P2 untuk memenuhi kewajibannya. “Ini menjadi perhatian kita semua, terutama obyek pajak yang nilainya besar. Objek PBB-P2 rumah mewah yang tidak memenuhi kewajibannya membayar PBB diumumkan saja,” katanya saat membuka bimbingan teknis (bimtek) pembuatan penyampaian laporan SPPT PBB, di Hotel Kapuas Palace Pontianak, akhir Mei 2014. Midji menilai, target perolehan PBB-P2 bisa tercapai asalkan semua pihak ikut peduli dan bertanggung jawab. Bahkan, ia menuding hanya segelintir lurah yang merasa memiliki tanggung jawab terhadap perolehan PBB-P2 di wilayah masing-masing. “Lurah itu hanya sedikit yang merasa tanggung jawab tentang PBB-P2, semuanya diserahkan ke staf. Makanya, saya bilang kalau saudara sudah tidak punya atau kurang kepedulian tentang tugas dan tanggung jawab saudara, siapa pun saudara baik lurah, camat, sekretaris camat, kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), sekretaris SKPD, kalau sudah kepedulian saudara kurang maka komunikasi saudara pasti jelek,” timpalnya. Apabila komunikasi sudah jelek, lanjut Midji, dipastikan koordinasi dengan siapapun juga buruk dan tidak berjalan lancar. “Nah, kalau koordinasi sudah tidak mampu tentu implementasinya tidak bisa,” tukasnya. Dijelaskannya, kepedulian adalah kunci dari setiap mengerjakan tugas sebab kepedulian itu merupakan bagian dari tanggung jawab. Orang yang sama sekali tidak mempunyai rasa kepedulian dipastikan tanggung jawabnya pun kurang. “Kalau rasa tanggung jawabnya saja sudah tidak dipedulikan lagi, bagaimana dia mau berkomunikasi,” pungkasnya.
ISTIMEWA
Penilaian PBB Pontianak Mendekati Harga Pasar Walikota Cimahi, Atty Suharti menerima penghargaan Indonesia Digital Society Award 2014
Kota Peraih Indonesia Digitalization Society Award 2014 INDONESIA Digitalization Society Award 2014 digelar di Kota Kasablanca pada 7 Mei 2014. Acara ini diikuti sekitar 70 pemerintah kota dan 184 pemerintah kabupaten. Melalui proses seleksi yang ketat, akhirnya terpilih lima pemerintah kota dan lima pemerintah kabupaten yang lolos untuk mempresentasikan digitalisasi yang dilakukan di kota dan daerahnya. Pemerintah Kota Surabaya keluar sebagai pemenang The Best Champion IDSA Award 2014 untuk kategori pemerintah kota. Disusul Pemerintah Kota Bogor dan Denpasar sebagai runner up 1 dan Pemerintah Kota Yogyakarta serta Cimahi keluar sebagai runner up 2. Ketua Dewan Juri IDSA 2014, Cahyana Ahmadjayadi, mengatakan, peserta IDSA ini telah mengisi angket potret digitalisasi di wilayah masing masing. Digitalisasi pelayanan dan penyelenggaraan pemerintahan memanfaatkan teknologi informasi. Teknolgi digitalisasi yang dinilai yaitu initiative, leadership, user friendly, serta memberikan manfaat (benefit). Penghargaan yang diberikan pada gelaran Jakarta Marketing Week 2014 di Kota Kasablanka itu diumumkan oleh Pengamat TI Cahyana Ahmadjayadi selaku ketua dewan juri. Penilaian pun dilakukan dua tahap, yaitu tahap pertama pada April 2014 lalu, dan tahap kedua pada sesi presentasi. IDSA 2014 diselenggarakan oleh MarkPlus Inc dengan dukungan penuh PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom). Acara ini diadakan dalam rangka peningkatan daya saing Kota dan Kabupaten sebagai Daerah Tingkat II Otonom di Indonesia pada era globalisasi, komunikasi, dan informasi. Adapun kriteria penilaian IDSA 2014 kali ini didasarkan pada empat aspek. Pertama, initiative yang menyangkut perencanaan TIK (bobot 10%). Kedua, leadership (bobot
Volume VI JUNI 2014
29
B E R I T A
K O T A
ISTIMEWA
10%) berdasarkan upaya perwujudan rencana TIK tersebut. Ketiga, usership (bobot 60%) yang terbagi dalam tiga hal; tingkat penetrasi dalam bentuk jaringan internet tetap (40%), jaringan internetmobile (10%), dan penilaian penggunaan internet (10%). Dan keempat adalah benefit (bobot 20%) yang menilai manfaat yang dinikmati dalam menggunakan internet. Program digitalisasi yang telah dilaksanakan antara lain sistem informasi keuangan untuk memonitor progres realisasi kegiatan dan anggaran, pemantauan arus lalu lintas dan titik-titik kunjung wisatawan melaui CCTV yang dapat diakses secara real time, penerimaan peserta didik baru (PPDB) online serta Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan (UPIK). Ini akan menjadi pemicu dalam peningkatan pelayanan masyarakat dengan memanfaatkan teknologi informasi melalui pembangunan aplikasi-aplikasi baru yang mendukung pelayanan masyarakat. Sementara kategori pemerintah Kabupaten The Best Champion diraih pemerintah Kabupaten Sleman, runner up 1 disabet pemerintah Banyumas dan Lamongan serta runner up 2 diraih pemerintah Kabupaten Banyuasin dan kutai timur. IDSA merupakan penghargaan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia atas komitmen mereka dalam pembangunan jaringan teknologi, informasi, dan komunikasi di wilayah mereka. Parade Bunga Kota Tomohon
Pembangunan Sanitasi Kota Palopo PADA tahun 2014 ini, Kota Palopo mendapat Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) dari pemerintah pusat. Program yang dirancang berbasis komunitas ini mulai menyusun buku panduan sanitasi dan strategi sanitasi kota. Kepala Bappeda Kota Palopo, Muchtar Basir, menyampaikan hal itu di acara Kick Off Meeting & Lokalatih PPSP Kota Palopo, di Auditorium Saokotae, 6 Mei 2014 lalu. Program ini, terang Muchtar Basir, diharapkan menjadi akselerator pencapaian target universal access, yang meliputi 85 persen pencapaian pada SPM sanitasi lingkungan masyarakat dan pencapaian 15 persen pemenuhan kebutuhan sanitasi dasar. Isu, tambahnya, memang menjadi target nasional yang tertuang pada RPJMN 2014-2019. Secara nasional, pemerintah pusat menghitung kebutuhan anggaran untuk perbaikan kualitas sanitasi masyarakat hingga 2019 sebesar 309 Triliun, jelas Muchtar Basir. Kepala Bappeda menambahkan prinsip program PPSP ini semua pihak terlibat, dan semua berkontribusi. Oleh karena itu, untuk penyelenggaraan program ini, di Kota Palopo dibentuk kelompok kerja (pokja), yang akan menjalankan program ini. Dirinya mengatakan bahwa masuknya program ini merupakan kesyukuran karena Palopo masuk salah satu dari 7 kabupaten/kota yang ditunjuk untuk menyelenggarakn program ini.
30
Volume VI JUNI 2014
Festival Bunga Internasional di Kota Tomohon TOMOHON International Flower Festival (TIFF) bakal di gelar di Kota Tomohon, 8-12 Agustus 2014 mendatang. Kegiatan dua tahunan yang di gelar pemerintah kota tomohon ini untuk memperdayakan masyarakat mulai dari bidang pertanian, pariwisata, perdagangan, pendidikan dan perekonomian. Kegiatan ini sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Kota Tomohon gencar melakukan promosi di beberapa kegiatan seperti acara Pekan Informasi Nasional (PIN) 2014 di Padang, yang dihadiri seluruh pejabat humas di Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah. Rangkaian kegiatan dalam TIFF 2014 mencakup Tournament of Flower yaitu pawai kendaraan hias bertaraf internasional, Kontes Ratu Bunga yang berlangsung 7-10 Agustus, Pameran Bunga dan Pagelaran Seni Budaya Nusantara 8-12 Agustus. Dan kegiatan lainnya seperti pameran foto, Exsibisi layang-layang, sampai festival kuliner. Muara semua kegiatan itu tidak lain untuk memutar roda ekonomi masyarakat dan meningkatan pendapatan masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan seperti ini membutuhkan dukungan dan topangan seluruh elemen dalam masyarakat agar kegiatan ini sukses, Kasubag Humas Djufry Rorong.
ISTIMEWA
Pasar Sentral Kendari
Pasar Sentral Kendari Jadi Pasar Modern
MENTERI Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) RI Syarif Hasan meresmikan penggunaan Pasar Sentral Kendari, 22 Mei 2014. Peresmian ditandai dengan penandatanganan prasasti dan penekanan tombol tanda beroperasinya pasar kebanggaan Pemerintah Kota Kendari ini. Syarif Hasan dalam sambutannya menyampaikan kebanggaannya atas pembangunan yang dilakukan di Sultra dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, termasuk pembangunan pasar yang tidak ada duanya di Indonesia. “Selama lima tahun saya lakukan perjalanan dari Papua ke Aceh, dari Pulau Mianggas hingga Pulau Rote, satu-satunya pasar tradisional megah yang dibangun menggunakan APBD saya temukan hanya ada di Kota Kendari,” kata Syarif Hasan. Syarif juga mengakui jika pembangunan selalu menuai pro dan kontra sehingga ia meminta wali kota tidak usah risau dengan pihak-pihak yang mencoba menghalangi proses pembangunan, dan harus menunjukkan ketegasan bahwa membangun itu bertujuan untuk kesejahteraan rakyat. Dia berkomitmen membantu Kota Kendari dan Sulawesi Tenggara pada umumnya untuk mengembangkan dan revitalisasi pasar tradisional yang ada. “Kalau saya tidak punya anggaran minimal, saya mengajak menteri yang lain untuk sama-sama membangun Sultra,” tambahnya Gubernur Sultra Nur Alam mengatakan acara tersebut
merupakan momentum strategis karena pasar adalah berkumpulnya para pembeli dan penjual untuk bertransaksi yang bermuara para peningkatan kesejahteraan dan perekonomian daerah. “Pasar sentral ini merupakan salah satu contoh baik untuk revitalisasi pasar tradisional di daerah, agar tidak kalah bersaing dengan pasar modern yang terus tumbuh di daerah ini,” katanya. Nur Alam juga memberikan apresiasi kepada Wali Kendari atas prestasi yang dicapai karena tidak mungkin pasar megah itu berdiri kalau pemimpin tidak memiliki mental kuat dan tegar terhadap tuntutan masyarakat. Bahkan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, saat berkunjung ke Kendari sebelumnya, pernah memuji bahwa Pasar Sentral Kendari layak menjadi contoh pembangunan pasar tradisional di Indonesia. Pasar yang menempati lahan seluas dua hektar ini menjadi kebanggaan Kota Kendari. Ini bentuk komitmen Pemerintah Kota Kendari untuk membangun pasar tradisional dengan konsep modern yang megah dengan bersumber dari APBD murni. Wali Kota Kendari Asrun mengaku, Pemerintah Kota Kendari berkomitmen mengembangkan pasar tradisional di tengah tumbuhnya swalayan dan super market di daerah itu. “Melalui pasar tradisional, kita bisa menyelematkan para pedagang tradisional yang ada di daerah ini agar tidak tersisih dengan pedagang modern yang ada di super market, “katanya.
Volume VI JUNI 2014
31
I N F O
A P E K S I
ISTIMEWA
Cara Dini Mencegah Konflik Sosial di Daerah
Demo Konflik Sosial
Potensi konflik sosial di daerah masih tinggi, terlebih ketika suku politik memanas seperti musim kampanye Pemilihan Presiden sepanjang Juni 2014. Diperlukan deteksi dan cara-cara dini guna mencegah terjadinya konflik sosial di daerah.
G
UNA mendorong kesiapan pemerintah kota di seluruh Indonesia untuk mencegah terjadi konflik sosial sedini mungkin itulah, Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) menggelar loka karya dengan tema “Penanganan Konflik Sosial di Daerah”. Loka karya berlangsung di Hotel Sofyan Betawi, Menteng, Jakarta Pusat pada 22 April 2014.
32
Volume VI JUNI 2014
Pembicara yang dihadirkan adalah Direktur Jenderal (Dirjen) Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kementerian Dalam Negeri Didi Sudiana, Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Andi ZA Dulung, Direktur Eksekutif IndoStrategi Andar Nubowo, Chaider Bamualim dari Center for the Study of Religion and Culture (CSRC), dan Rita Pranawati dari Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta. Lokakarya itu diarahkan untuk
membekali anggota memahami penyebab dan sumber konflik, melakukan analisis konflik, upaya pencegahan, bagaimana menangani konflik saat dan sesudah konflik, serta membangun pemahaman yang tepat untuk semua kalangan agar konflik sosial bisa dicegah atau dikelola dengan baik. Sebab, pada kenyataannya, konflik sosial seakan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan berbangsa di era reformasi ini. Alih-alih mengalami penurunan, jumlah konflik sosial di Indonesia justru memperlihatkan tren kenaikan dari tahun ke tahun. Menurut data Kementerian Sosial, terdapat 189 titik rawan konflik sosial di Indonesia. Konflik sosial itu tersebar hampir di seluruh daerah di Indonesia. Di awal reformasi, konflik terkait isu keagamaan, kedaerahan, etnisitas mendominasi konflik kekerasan di Indonesia. Namun, belakangan muncul pula konflik yang bersifat politisasi. Adapun data dari Kementerian Dalam Negeri menunjukkan, sepanjang tahun 2010 hingga 2014 eskalasi konflik sosial di Indonesia menunjukan tren peningkatan. Seperti, di tahun 2010 terdapat 93 jenis konflik, tahun 2011 menurun menjadi 77 konflik, di tahun 2012 konflik kembali meningkat menjadi 128 peristiwa konflik, tahun 2013 tercatat 93 jenis konflik, dan di tahun 2014 sampai bulan April sudah terdapat 13 jenis konflik. Dari data tersebut memberikan gambaran betapa rawannya Indonesia dengan berbagai konflik. Setidaknya, bila dikelompokkan, motif konflik bersumber pada motif social, motif
ISTIMEWA
Warga berdemo ekonomi, dan motif politik. Dan bila diperluas, aspek sumber konflik sosial dari berbagai aspek kehidupan mencakup geografis, demografis, sumber daya alam, ideologi, globalisasi, keamanan, sosial budaya, ketidakadilan, dan politik. Sumber dan motif yang terakhir itulah yang bakal mewarnai konflik sosial di tahun 2014 ini, bahkan sangat mungkin sampai berlanjut akibat ketidakpuasan para pendukung salah satu pihak pasca-pemilihan presiden 9 Juli 2014. Direktur Kewaspadaan Nasional Kemendagri Didi Sudiana, mengungkapkan, potensi konflik di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari keberagaman yang ada. Keberagaman yang ada di seluruh daerah di Indonesia tentunya dapat menjadi sebuah potensi konflik yang besar jika tidak dikelola dengan baik. Potensi tersebut bisa diatasi dengan tata pemerintahan yang baik, melalui penciptaan keteteraman dan ketertiban masyarakat dalam mewujudkan stabilitas keamanan di seluruh wilayah Indonesia. Kepekaan dan kesigapan dari pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum setempat, menurutnya, menjadi kata kuncinya. Sikap itu dapat mencegah konflik sosial berada dalam situasi
berlarut-larut penuh ketidakpastian. Dijelaskan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah menginstruksikan kepada seluruh kepala daerah dan jajaran Kepolisian Republik Indonesia untuk menjadi garda terdepan dalam mencegah atau mengatasi gangguan keamanan di daerah masing-masing. Ketentuan itu tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2013 tentang Keamanan sebagaimana disampaikan Presiden SBY saat membuka Rapat Kerja Pemerintah tahun 2013, di Jakarta Convention Center. Sesuai UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerag, Didi Sudiana menegaskan, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk menjaga keutuhan NKRI, melindungi masyarakat, menjaga persatuan dan kesatuan serta menjaga kerukunan nasional. Pemerintah Daerah harus melakukan kegiatan secara sistematis dan terencana terkait situasi dan peristiwa yang terjadi. “Baik sebelum, saat, dan sesudah terjadi konflik yang mencakup pencegahan, penghentian, dan pemulihan pasca konflik,” terangnya. Lebih lanjut, Didi menerangkan keberadaan Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. UU yang memuat 62 pasal ini menegaskan pengaturan penanganan konflik sosial dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik. Pencegahan konflik dilakukan antara lain melalui upaya memelihara kondisi damai dalam masyarakat, mengembangkan penyelesaian perselisihan secara damai, meredam potensi konflik, dan membangun sistem peringatan dini. Penanganan konflik pada saat konflik dilakukan melalui upaya penghentian kekerasan fisik; penetapan status keadaan konflik; tindakan darurat penyelamatan dan perlindungan korban; dan/atau pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI. Status keadaan konflik berada pada keadaan tertib sipil sampai dengan darurat sipil. Selanjutnya, penanganan konflik pada pascakonflik dilakukan secara terpadu, terencana, berkelanjutan, dan terukur melalui upaya rekonsiliasi; rehabilitasi; dan rekonstruksi. Dijelaskan, di sinilah peran pemerintah daerah untuk melakukan upaya meredam potensi konflik di tengah masyarakat, dan membangun sistem peringatan dini untuk mencegah konflik atau perluasan konflik di daerah yang sedang terjadi konflik melalui media komunikasi.Untuk bisa melakukan penanganan konflik dengan baik, pemerintah daerah setidaknya memiliki perangkat untuk mengidentifikasi potensi konflik di daerahnya sejak dini. Agar konflik yang teridentifikasi ini tidak pecah menjadi konflik, pemerintah daerah harus memiliki tool untuk pencegahan sejak dini. Bila konflik yang ada tidak bisa dicegah dan kemudian pecah, maka pemerintah daerah harus memiliki strategi untuk menghentikan konflik dan melakukan pemulihan pascakonflik. Selain itu, sistem peringatan dini atas konflik menjadi hal yang penting dimiliki setiap pemerintah kota. Sistem deteksi dini konflik sosial perlu dibangun pemerintah kota, mulai
Volume VI JUNI 2014
33
A P E K S I
ISTIMEWA
I N F O
Aparat Keamanan Berjaga-jaga saat Demo dari sistem pencegahan, manajemen konflik, sampai dengan pascakonflik. Deteksi dini konflik ini mencakup pemetaan daerah rawan konflik sosial, penyediaan alat informasi, komunikasi, dan mobilisasi untuk penanganan konflik sosial. Sistem ini memetakan wilayah rawan konflik, yang dimanaje dengan sistem penyampaian data dan informasi terkait data konflik yang cepat dan akurat. Di luar itu, pemerintah kota harus melakukan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat bagaimana menjalankan kehidupan yang harmonis di daerahnya dengan memanfaatkan modal sosial yang ada di tengah masyarakat. “Dan tak lupa pemerintah kota juga harus menguatkan dan memanfaatkan fungsi intelijen dengan baik,” Didi Sudiana menjelaskan. Seperti diilustrasikan, bila konflik pecah, pemerintah daerah harus menetapkan status keadaan konflik. Jika terjadi kekerasan fisik, harus dihentikan. Jika tidak terkendali, pemerintah kota bisa mengambil langkah tindakan darurat penyelamatan dan perlindungan korban dengan bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan Polri dan TNI. Untuk menghentikan kekerasan fisik memang
34
Volume VI JUNI 2014
dalam koordinasi dan dikendalikan oleh polri. Ini pun harus melibatkan tokoh masyarakat agama dan tokoh adat yang ada. Namun begitu, pemerintah kota pemegang kunci perdamaian di tingkat lokal. Sebab, mereka dan aparat keamanan setempat yang paling dekat dengan masyarakat, hidup berdampingan dengan masyarakat, dan paling pertama yang mendengarkan suara masyarakat. Upaya penanganan konflik sosial memerlukan langkah berkelanjutan untuk membangun persepsi dan cara pandang baru dari kelompok masyarakat yang berkonflik. Langkah konkret dari jajaran pemerintah daerah dan aparat keamanan untuk saling berkoordinasi menjaga daerah masing-masing. Mereka merupakan pihak paling tahu denyut nadi kehidupan masyarakat dan dinamika sosial setempat ketimbang pemerintah pusat. Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Andi ZA Dulung juga mengakui bahwa Indonesia merupakan negara rawan konflik sosial. Menurutnya, ini kenyataan yang tidak bisa dimungkiri yang terus menjadi ancaman pengabungan kesejahteraan bangsa. Seperti tahun 2012,
terjadi insiden kekerasan yang mengakibatkan 302 orang tewas, 2.044 cedera, dan 682 bangunan rusak. Dari total insiden kekerasan, 61 persen berasal dari konflik kekerasan. Dan masih banyak lagi insiden kekerasan lainnya. Andi menjelaskan, dasar hukum pengangan konflik sosial ini berlandaskan pada UU Nomor 7 Tahun 2012. Sesuai UU ini, penangan konflik bisa dilakukan dengan pencegahan, penghentian, dan pemulihan. Penangan konfllik ini juga melibatkan peran masyarakat mulai dari pembiayaan, bantuan teknis, tenaga pikiran, serta penyediaan kebutuhan dasar. Menurutnya, peran Kementerian Sosial dalam konflik sosial lebih kepada perlindungan social, berupa bantuan social, advokasi dan bantuan hukum. Dalam pencegahan, misalnya, Kementeian Sosial lebih mengedepankan pencegahan sejak dini. Upaya yang dilakukan adalah membangun keserasian sosial di tengah masyarakat dan desa berketahanan sosial. Dari sisi penghentian konflik, Kemensos memiliki peran untuk melakukan tanggap dini yang berupa operasi kemanusaian dan buffer stock. Dan dalam pasca-pemulihan, Kementerian Sosial ini bertugas melakukan rekonsiliasi sosial, rehabilitasi, dan rekonstruksi. “Kementerian Sosial sebagai leading sector dalam penyiapan tenaga pendamping psikososial konban konflik serta sebagai instansi yang erat kaitannya dengan rencana aksi seperti pencegahan, penghentian, dan pemulihan,” terangnya. Loka karya ini juga dilanjutkan dengan praktik analisis konflik social yang dipandu oleh Rita Pranawati dari Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Jakarta. Peserta loka karya dibagi dalam beberapa kelompok untuk membuat dan merumuskan analisis konflik sosial yang terjadi di masing-masing daerah. Mulai dari analisa konflik sosial, model analisis konflik, dan teori penyebabnya, kemudian memetakan konflik sampai model pemetaannya.
Menimbang Efektivitas Badan Kerja Sama Daerah
ISTIMEWA
Badan kerja sama antardaerah banyak yang tidak efektif. Diperlukan kesadaran dan kepedulian bersama seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) untuk membangun kerja sama antardaerah yang efektif.
Rapat Koordinasi antara Apeksi dan BKSP Jabodetabekjur, di Jakarta
B
ADAN Kerja Sama antarDaerah (BKSD) JakartaBogor-Depok-TangerangBekasi (Jabodetabek) bisa jadi merupakan badan kerja sama antardaerah yang pertama dibentuk. Pembentukannya berdasarkan Instruksi Persiden Nomor 13 tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek. Setelah keluar Inpres tersebut, pada 1977 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai menetapkan wilayah Botabek sebagai daerah penyangga Ibu Kota. Pertimbangannya, beban Kota Jakarta terlalu berat
untuk menampung semua aktivitas mulai dari pemerintahan, perdagangan, sampai industri. Bermula dari situ pemerintah pusat mulai mengatur pembangunan dan peruntukan wilayah di Jabotabek. Untuk aktivitas pemerintahan, misalnya, tetap dikonsentrasikan di wilayah Jakarta Pusat. Sedangkan, untuk pusat industri, pengembangan dikonsentrasikan di kawasan Cibitung dan Cikarang serta Cikupa. Untuk permukiman, pengembang-pengembang banyak membangun kota-kota satelit yang dilengkapi sarana pendukung
kota, seperti sekolah, pusat perbelanjaan, rumah sakit, dan tempat hiburan. Kota satelit ini banyak berkembang di wilauah Bekasi, Tangerang, Serpong, Depok, dan Cibubur. Pemerintah pusat kala itu berkeyakinan, tidak bisa menyerahkan pengembangan Jabotabek kepada dua provinsi kala itu, yaitu DKI Jakarta dan Jawa Barat. Menurut Inpres Nomor 13 Tahun 1976, pengelolaannya berada di bawah kendali kementerian ekonomi, keuangan, dan industri serta Badan Perencanan Pembangunan Nasional. Adapun anggotanya adalah instansi pemerintah yang terkait, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Inpres itu memberikan kewenangan di tingkat pusat untuk perencanaan lintas daerah, terlebih lintas provinsi seperti Jabotabek. Selain itu, perlu disadari pula bahwa kewenangan sektoral instansi pemerintah pusat masih besar dalam menentukan pembangunan wilayah seperti Jabotabek. Dengan demikian, perlu koordinasi antarinstansi pusat dan sinkronisasi perencanaan di tingkat pusat. Kewenangan itu mencakup perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian. Namun, tidak tahu penyebabnya, sampai kini belum ada kesatuan kewenangan perencanaan dan pembangunan di Jabodetabek yang lintas pemerintahan daerah. Entah bagaimana, setelah itu Inpres terbit tersebut, pada 14 Mei 1976 Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta mengeluarkan peraturan bersama Nomor 1/DP/040/PD/1976 Tahun 1976 yang mengatur kerja sama dalam rangka pembangunan Jabotabek. Peraturan ini dilegalkan Depdagri melalui SK Mendagri Nomor 10/34/16-282. Untuk koordinasi, dibentuklah Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek pada tahun itu juga. Tujuan yang ingin dicapai adalah mewujudkan keterpaduan, keselarasan, keserasian, dan keseimbangan pelaksanaan pembangunan Jabodeta-
Volume VI JUNI 2014
35
A P E K S I
bekjur yang saling terkait, saling mempengaruhi, saling ketergantungan, dan saling menguntungkan yang memberi manfaat kepada kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bersama daerah. Melihat dari tujuan tersebut, dapat dikatakan bahwa ketiga provinsi berupaya agar pelaksanaan pembangunan dan pelayanan dapat seimbang. Maka, BKSP Jabodetabekjur menjadi “payung” lembaga kerja sama sama antarwilayah Jabodetabekjur sehingga kerja sama yang dilakukan dapat lebih terorganisasi. Sejalan dengan itu, memang kedua provinsi ini kemudian membentuk Badan Kerja Sama Pembangunan Jabotabek (BKSP Jabotabek)—sekarang BKSP Jabodetabekjur, untuk mengkoordinasikan perencanaan. Namun, kemampuan dan kewenangan BKSP Jabodetabekjur terbatas hanya untuk mengupayakan sinergi pembangunan di tiga provinsi, menjadi wadah koordinasi antara instansi pusat yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh luas dalam pembangunan wilayah Jabotabek. Kerja sama tidak hanya pada bidang pembangunan fisik, termasuk nonfisik. Seperti permasalahan sampah, perdagangan, koperasi dan UKM, lingkungan hidup, ketertiban dan keamanan sosial, dan tenaga kerja. Namun, sejak berdirinya Badan Kerjasama Pembangunan (BKSP) Jabotabek pada tahun 1976 hingga 1994 telah terjadi beberapa upaya perbaikan, khususnya dalam rangka meningkatkan efektivitas kerja organisasi yang kemudian disahkan oleh Menteri Dalam Negeri. Sejak tahun 1997 hingga 2000, kerja sama semakin terfokus pada pemenuhan berbagai kepentingan DKI Jakarta sebagai poros utama. Kesimpulan ini diperoleh mengingat selama pendirian BKSP, yaitu sejak tahun 1976 hingga awal 2004, dalam konteks kerangka kerja institusi BKSP, belum dapat ditemui produk perjanjian antaranggota yang tanpa melibatkan DKI Jakarta. Tak heran bila DKI Jakarta setiap tahunnya terus menggelonntorkan
36
Volume VI JUNI 2014
ISTIMEWA
I N F O
Lokakarya Perencanaan tata ruang yang diselenggarakan Apeksi dan BKSP Jabodetabekjur di Jakarta dana hibah ke Bodetabekjur hingga puluhan miliar rupiah. Sepanjang tahun 2007-2011, Pemerintah DKI Jakarta menyalurkan hibah mencapai Rp 150 miliar dan untuk tahun 2012 sebesar Rp 45 miliar. Peruntukan dana tersebut untuk membiayai program penanganan masalah transportasi, sistem tata air dalam rangka pengendalian banjir, ruang terbuka hijau, pelestarian lingkungan, penanganan sampah, dan pembangunan tanggul. Namun, program yang dilakukan BKSP Jabodetabekjur tersebut pencapaiannya tidak sesuai dengan tujuan kesepakatan bersama. Sejak tahun 1997 hingga tahun 2000, kerja sama yang terjalin semakin terfokus pada pemenuhan berbagai kepentingan DKI Jakarta sebagai poros utama. Hal ini dapat dilihat dari berbagai perjanjian dan program yang disusun selama tahun 2004 yang selalu melibatkan DKI Jakarta. Bahkan, hingga saat ini, setiap kebijakan dan program yang dilaksanakan selalu memberi manfaat pada Jakarta, namun tidak selalu memberi manfaat pada daerah lain. Program yang sebagian besar difokuskan pada pemenuhan kebutuhan DKI Jakarta tersebut disebabkan oleh besarnya beban hibah yang diberikan oleh DKI Jakarta. Sementara, untuk pendanaan operasional Sekretariat BKSP, setiap provinsi mengalokasikan anggaran dari APBD-nya (lihat tabel).
Kalau dilihat dari pijakan hukumnya, yang berupa Inpres, Peraturan Bersama, dan Permendagri Nomor 6 Tahun 2006 yang mengatur organisasi dan tata kerja, terlihat belum mengikat semua pihak. Di sinilah tantangan BKSP Jabodetabekjur melangkahkan kakinya, sebelum ada aturan yang memberikan dasar yang kuat sebagai pijakan untuk memainkan peran pembangunan dan mensinkronkan hasil pembangun di Jabodetabekjur. Setelah berkembang hingga kini, semua masalah muncul mulai dari banjir, kemacetan, dan pembuangan sampah. Apakah masalah tersebut oleh BKSP ini tidak terdengar. Dalam perjalanan, badan kerja sama ini terlihat hanya seremonial untuk mendukung keberadaan DKI Jakarta sebagai daerah penyangga Ibu Kota Negara. Sebab, sejak berdiri, badan ini tidak bisa banyak berbuat, apalagi karya yang dihasilkan nyaris tidak ada, kalau toh ada terlihat remang-remang. Sementara, daerah di luar Jakarta menganggap badan ini hanya untuk mendukung perkembangan dan pembangunan DKI Jakarta yang melampau wilayah yang dimiliki. Apalagi sejak otonomi daerah bergulir, semakin jelas semua daerah lebih banyak memikirkan kepentingan sendiri, seakan tidak membutuhkan kerja sama. Hasilnya, konsep pembangunan Jabodetabek saat ini hanya sebatas jargon yang tidak berisi.
ISTIMEWA
Buktinya, ketika Jakarta dilanda banjir akibat pengelolaan lahan di hulu tidak mampu menampung air dengan derasnya Daerah Aliran Sungai (DAS) mengalirkan air hujan dan membuat Jakarta banjir. Yang terjadi saling lempar tanggung jawab. Padahal, pengelolaan DAS di DKI yang menjadi masalah—alias pendangkalan. Atau bisa jadi bukan disebabkan di hulu, tetapi sistem drainase dan lahan resapan di Jakarta tidak optimal. Belum masalah limbah dan kemacetan lalu lintas sampai pertumbuhan penduduk. Semua membutuhkan penanganan yang terintegrasi. Seperti petumbuhan penduduk di Jabodetabek yang tidak terkendali—membuat wilayah banyak beralih fungsi sebagai permukiman, mulai daerah resapan, bantaran sungai, hingga rawa-rawa. Dalam pembangunan kota dan daerah yang saling terintegrasi, kerja sama antardaerah mutlak dilakukan. Masalah yang banyak muncul dari hasil pembangunan tidak lain karena daerah banyak yang tidak mentaati aturan Rencana Tata Ruang Wilayah. Pertumbuhan penduduk, misalnya, di tahun 2015 diperkirakan mencapai 27,3 juta jiwa. Ini membutuhkan permukiman yang mengurangi luas daerah resapan air. Kondisi ini jelas mengurangi daya resap air ke tanah yang ujungnya terjadi banjir. Belun lagi masalah penyempitan Daerah Aliran Sungai (DAS), aliran sungai akan membawa akibat sedimentasi dari partikel-pertikel yang terbawa, yang berdampak pada meningkatnya aliran air permukaan (run-off). Perubahan lahan alami ke lahan terbangun menimbulkan bahaya erosi dan menurunkan infiltrasi air tanah. Banyak situ yang mengalami penyusutan yang cukup signifikan. Perkembangan pembangunan banyak yang tidak terkendali, khususnya pembangunan yang terjadi di lintas wilayah yang memiliki keterkaitan dengan fungsi dan struktur. Meningkatnya kebutuhan perumahan dan fasilitas lainnya untuk memenuhi ke-
Peserta Lokakarya Perencanaan Tata Ruang Jabodetabekjur butuhan penduduk. Peningkatan jumlah kendaraan (mobil) yang semakin pesat. Adanya fenomena ketidakseimbangan diantara pembangunan jalan dengan jumlah kepemilikan kendaraan (mobil). Belum lagi masalah limbah padat, meningkatnya limbah industri dan rumah tangga di bagian hilir, belum optimalnya sistem pengelolaan sampah, terutama pada wilayah Botabek. Terlihat kompleks sekali permasalahan di Jabodetabekjur ini. Muaranya adalah di tata ruang. Karena itu, BKSP ini dinilai belum berfungsi dengan efektif. Yang sedianya ini diharapkan mampu menyelaraskan pembangunan di wilayah Jabodetabekjur seperti tata ruang, infrastruktur, limbah, banjir, kemacetan, dan lainnya. Kenyataannya, sejak berdiri belum ada hasil signifikan setelah selama lebih dari tiga dekade terbentuk. BKSP Jabodetabekjur diketuai Gubernur secara bergiliran yang operasionalnya dijalankan kepala Sekretariat BKSP. Sayangnya, lembaga yang secara operasional dijalankan Sekretariat BKSP ini tidak memiliki kewenangan eksekusi—hanya koordinasi sifatnya. Meski demikian, lembaga ini juga ada anggaran yang merupakan iuran dari anggotanya. Namun pelaksanaannyan tidak efektif untuk menyelesaikan Jabodetabekjur. Pada
perjalanannya, BKSP juga tidak mampu menjawab persoalan sektoral di setiap wilayah. Buktinya, pemerintah daerah yang tergabung dalam lembaga itu belum satu visi. Kepala Sekretariat BKSP Asep Sunaryo dalam diskusi terbatas bidang tata ruang wilayah, yang diselenggarakan APEKSI dan BKSP Jabodetabekjur dan pemerintah daerah Bogor, Depok,Tangerang, Bekasi, di Jakarta akhir Maret 2014 lalu, mengatakan, Seketariat BKSP menghadapi kendala cukup signifikan untuk mensinergikan pembangunan di wilayah anggota BKSP Jabodetabekjur. Ini semua, terangnya, tidak lain karena sulitnya mempertemukan pemimpin tiga provinsi dan 9 daerah yang ada ketika melakukan pembahasan program dan lainnya. Keberhasilan kerja sama seperti ini memang kuncinya komitmen bersama. “Namun, kenyataannya sulit,” terang Asep Sukarno. Asep Sukarno mengakui di bawah kepemimpinannya lembaganya sudah merintis sejumlah kerja sama. Setidaknya, ada sekitar 17 bentuk kerja sama, mulai dari ketenagakerjaan, pajak, pelayanan kesehatan, batas wilayah, tataguna air,kawasan industri, hingga jalur busway. Setidaknya, di tahun 2014 ini ada sekitar 7 program yang sedang dan akan dilakukan. Juga akan menyusun grand design kerja
Volume VI JUNI 2014
37
I N F O
A P E K S I
sama pembangunan Jabodetabekjur 2014-2024, perencanaan pembangunan berwawasan kependudukan, pelaksanaan kerja sama penyediaan air baku bersih untuk Ibu Kota Negara, dan koordinasi pembangunan jalur busway koridor utama regional Jakarta-Depok dan Jakarta-Bogor. “Termasuk, menyusun rencana induk penanganan banjir,” pungkasnya. Namun, lemabag ini masih dianggap lamban merespons kebutuhan di Jabodetabekjur. Di sinilah perlunya dilakukan reformasi kelembagaan BKSP Jabodetabekjur untuk mensinergikan serta mengharmoniskan semua kebijakan dan program pembangunan di kawasan tersebut. Masalah seperti banjir dan tata ruang juga harus menjadi fokus BKSP. Sehingga, ke depan revitalisasi BKSP bisa menjadikan lembaga tersebut mampu memikul tugasnya dengan baik dan tuntas.
Bersama Apeksi MENYADARI masih ada kecende-
rungan badan kerja sama antardaerah tidak berjalan efektif, Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) mencoba mendorong perbaikan pengelolaan badan kerja sama melalui diskusi terbatas yang dilaksanakan pasa 25 Maret 2014 di Jakarta. Diskusi terbatas Bidang Tata Ruang Wilayah terselenggara atas kerja sama Apeksi dengan dengan BKSP Jabodetabekjur, dan dihadiri perwakilan dari Pemerintah Kota Jakarta Pusat, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bogor. Dalam diskusi, pembahasan masalah kerja sama di antara pemerintah daerah yang terwadahi dalam BKSP Jabodetabekjur ini, khusunya dalam Tata Ruang, terlihat antara satu daerah dengan lainnya kurang singkron. Padahal, wilayah Jabodetabekjur semakin berkembang dan menyatu di antara daerah tersebut, yang akan membawa dampak pada masing-masing pemerintah daerah. Dari hasil diskusi ini sangat terasa perlunya meningkatkan kerja sama dan saling mengisi dalam peren-
canaan maupun pelaksanaan pembangunan antar-pemerintah daerah. Direkur Eksekutif Apeksi Sarimun Hadisaputra, mengatakan, kunci utama masalah kerja sama di antara daerah ini adalah masalah tata ruang. Meski semua daerah telah memiliki rencana tata ruang, Sarimun berharap bisa disinergikan di antara satu daerah dengan daerah lainnya. Selama ini, diakuinya, banyak rencana pekerjaan fisik yang tidak dapat dilaksanakan karena tidak sinergi dengan daerah sekitar maupun tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008. Pembahasan dalam diskusi ini memang dirasa tidak cukup. Apeksi dan BKSP Jabodetabekjur akan terus menggali potensi untuk mengoptimalkan kerja sama dengan menggelar work shop yang menghadirkan nara sumber dari Bappenas, Balai Besar Ciliwung Cisadane, Dirjen Tata ruang, dan Dirjen Pengairan Kementerian Pekerjaan Umum. Hasil loka karya ini akan menjadi rekomendasi kepada para pemangku kepentingan.
Bodetabekjur. Alokasi Hibah Pemprov DKI Jakarta kepada Bodetabekjur No.
KAB/KOTA
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Jumlah
Kab. Bogor Kota Bogor Kota Depok Kab. Tangerang Kota Tangerang Kota Tangerang Selatan Kab. Bekasi Kota Bekasi Kab. Cianjur
Alokasi Hibah (dalam milyar rupiah) 2008 2009 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 40 -
2007 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 40
2010 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 1,0 3,0 3,0 3,0 25
Sumber: LPPD Provinsi DKI Jakarta 2007-2011.
Sekretariat BKSP Jabodetabekjur No.
Tahun
1. 2. 3.
2010 2011 2012
DKI Jakarta 1.500.000.000,1.500.000.000,1.500.000.000,-
Sumber Anggaran (APBD) Jawa Barat 4.000.000.000,2.000.000.000,-
Sumber: Laporan Akhir Masa Jabatan Ketua BKSP Jabodetabekjur Periode 2006-2011.
38
Volume VI JUNI 2014
Banten 500.000.000,500.000.000,-
2011 5,0 5,5 6,5 9,0 4,0 2,5 4,0 4,5 4,5 45
Rekomendasi Rakernas Apeksi 2014
Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-10 di Kota Dumai, Riau, 21-22 Mei 2014. Rakernas menghasilkan sejumlah rekomendasi dan program kerja.
K
ETUA Umum Apeksi Vicky Lumentut, usai menutup Rakernas 2014 di Kota Dumai, mengungkapkan sedikitnya ada enam program kerja dan rekomendasi yang dihasilkan Rakernas kali ini. Program kerja tersebut disusun atas dasar masukan dari hasil Raker Komwil I sampai VI sebelum dilaksanakan Rakernas 2014 di Dumai. Kemudian Program Kerja hasil Rakernas 2014 ini akan menjadi acuan penyusunan Program Kerja Apeksi 2015. Program kerja pertama, bidang kerjasama. Ini mencakup peningkatan kerjasama antar kota dalam menciptakan peluang investasi daerah. Diantaranya mencakup bidang pariwisata dan kebudayaan, industri dan perdagangan, tata ruang, tindak lanjut batas wilayah daerah dan statistik kependudukan serta implementasi pelaksanaannya, pendidikan, kesehatan, penanaman modal, hubungan kerja eksekutif dan legislatif, pengelolaan perusahaan daerah, penerapan program pembangunan partisipatif dan bidang-bidang lain sesuai dengan kebutuhan daerah. Bidang kerjasama ini juga memfasilitasi pembentukan badan kerjasama antar daerah, penguatan peran badan kerjasama antar daerah, transfer best practice dengan kota, baik
dalam dan luar negeri, menindaklanjuti PP No. 50 Tahun 2007 tentang Kerjasama Antar Daerah khususnya Peran APEKSI, melibatkan peran swasta dalam menciptakan peluang investasi di daerah, melakukan pembahasan kerjasama antar daerah dalam pengelolaan air bersih, persampahan, transportasi, batas wilayah darat dan laut yang berdekatan atau berbatasan dengan pemerintah kota dan kabupaten. Kedua, Bidang Peningkatan Kapasitas Pemerintah Kota. Program bidang ini mencakup peningkatan hubungan eksekutif dan legislatif dalam proses penyelenggaraan pemerintah daerah; mendorong peningkatan proporsi pengelolaan BBNKB/PKB dan PDAM dari provinsi ke kota, penyusunan road map reformasi birokrasi pemerintahan untuk menciptakan pemerintahan efektif, efisien, transparansi, program penyelesaian masalah-masalah khas perkotaan (mulai dari pedagang kaki lima, PMKS secara menyeluruh (holistik) dan tidak melanggar HAM, lalulintas, kriminalitas, kekumuhan, narkoba, sampai jaminan sosial). Bidang ini juga mengupayakan penggalian sumber PAD, melakukan kerjasama dan tukar informasi untuk pencegahan dan pemberantasan KKN, mendorong Pemerintah Kota untuk memberikan kurikulum tambahan khusus pada
masalah pengelolaan lingkungan, narkoba dan korupsi di tingkat sekolah umum, madrasah dan kejuruan, dan implementasi Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di seluruh Indonesia. Ketiga, Bidang Advokasi dan Regulasi yang mencakup penjabaran implementasi MOU kerjasama antara pemkot dengan pihak kejaksaan dan kepolisian, advokasi dan perlindungan hukum terhadap aparatur, serta advokasi dan perlindungan masyarakat dalam penegakan perda, tindak lanjut kajian/masukan regulasi perundangundangan yang menyangkut kepentingan daerah. Seperti terkait revisi UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, revisi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kajian dan mengajukan uji materiil Undangundang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, regulasi mengenai Juklak dan Juknis Dana Alokasi Khusus (DAK), sampai melakukan rapat koordinasi Pengelolaan Keuangan Daerah (Pengelolaan Asset, PBB dan BPHTB) Keempat, Bidang Informasi dan Komunikasi mencakup peningkatan kualitas e-goverment pemerintah kota. Pengembangan dan peningkatan hubungan antar pemerintahan, pemerintah dan masyarakat, pemerintah dengan dunia usaha melalui sistem teknologi informasi. Peningkatan kualitas Media Komunikasi APEKSI (sekretariat pusat dan komwil) dan pengembangan jaringan pemerintah pusat dan daerah. Kelima, Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Hidup mencakup penguatan kapasitas pemko dalam pengurangan resiko bencana dan perubahan Iklim, pPenyelenggaraan tertib tata ruang, pelestarian cagar budaya dan bangunan-bangunan bersejarah. Keenam, Bidang Hubungan Antar Lembaga meliputi penguatan forum komunikasi antara APEKSI dengan Asosiasi Pemerintah Daerah lain,
Volume VI JUNI 2014
39
I N F O
A P E K S I
penguatan peran negosiasi APEKSI terhadap pemerintah dengan melibatkan secara aktif pengurus APEKSI di masing-masing KOMWIL, penguatan hubungan dengan lembaga-lembaga penyelenggara negara (DPR RI, DPD RI, MPR RI), Kementrian maupun lembaga-lembaga pemeriksa seperti BPK, dan aparat penegak hukum seperti Kejaksaan, Kepolisian dan KPK. Tidak hanya program kerja, Rakernas X tahun 2014 ini juga menghasilkan rekomendasi terkait penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kota. Pertama, Bidang Pemerintahan Umum mencakup penyempurnaan Revisi UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dapat dilengkapi dengan peraturan pelaksanaannya paling lambat satu tahun setelah disahkan. Mendorong pemerintah tetap konsisten dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah/ wakil kepala daerah secara langsung. Mendorong kementerian dalam negeri untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundangundangan sektoral dengan peraturan yang berkaitan dengan implementasi otonomi daerah agar tidak terjadi tumpang-tindih peraturan. Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri segera melengkapi peraturan pelaksana untuk UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Desa paling lambat satu tahun setelah disahkan. Mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk mempercepat penyelesaian tapal batas wilayah, aset untuk daerah otonom baru ataupun daerah di perbatasan dengan kota dan kabupaten induk. Pemerintah agar tetap konsisten melakukan moratorium untuk pembentukan daerah otonom baru sampai disahkannya atau dikeluarkannya Revisi UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Kedua, Bidang Aparatur atau Personil mendorong Kementerian PAN dan RB segera melengkapi peraturan pelaksana untuk UU ASN paling lambat satu tahun setelah disahkan dengan memperhatikan kondisi aparatur
40
Volume VI JUNI 2014
di daerah. Melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 119 dan Pasal 123 Ayat 3 (kewajiban mundur dari PNS saat mencalonkan Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah) terkait UU ASN. Mendorong pemerintah untuk melakukan koordinasi dalam konteks perlindungan terhadap pejabat pemerintah dan pegawai negeri sipil. Ketiga, Bidang Keuangan Daerah. Bidang ini akan mendorong pemerintah melalui kementerian keuangan dan kementerian dalam negeri untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan laporan keuangan dan pengukuran anggaran dan belanja berbasis akrual. Mendorong pemerintah untuk mengeluarkan peraturan perundang-undangan dibidang pengadaan barang dan jasa dalam rangka pelaksanaan APBN dan APBD. Mendorong pemerintah agar memasukkan pengarustamaan gender dan anggaran responsif gender ke dalam materi pembekalan kepala daerah baru. Mendorong pemerintah untuk meningkatkan perhitungan DAU untuk wilayah perkotaan sebesar 30% mengingat beban perkotaan yang juga harus mengurus masyarakat hinterland. Keempat, Bidang Infrastruktur, Tata Ruang dan Lingkungan Hidup. Bidang ini akan mendorong pemerintah untuk mengembangkan rencana infrastruktur daerah yang terintegrasi (darat, laut dan udara) dan konektivitas antar daerah termasuk pengembangan sistem angkutan massal di daerah. Mendorong pemerintah untuk menerbitkan PP tentang Prosedur Perolehan Ijin Dan Tata Cara Penggantian Yang Layak sebagai tindak lanjut Pasal 37 ayat 8 UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Mendorong pemerintah untuk meningkatkan transparansi, akses dan pendanaan infrastruktur di bidang lingkungan khususnya program perubahan iklim di daerah. Mendorong pemerintah untuk melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait kebijakan pengurangan resiko bencana dan skenario
penanganan bencana di daerah termasuk konflik sosial dan kebakaran. Kelima, Bidang Kemiskinan. Bidang ini akan meninjau kembali pemberian bantuan langsung masyarakat miskin (BLMS) dan lebih diarahkan pada ekonomi produktif atau bidangbidang yang langsung bersentuhan dengan masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan. Keenma, Bidang Kesehatan akan meningkatkan transfer dana ke daerah tidak hanya untuk pelayanan kesehatan tetapi juga untuk kualitas tenaga kesehatan. Mendorong pemerintah melalui kementerian kesehatan agar meningkatkan kerjasama kepada pelaku pembangunan kesehatan (PKK, Kader Pos Yandu, dan lainnya). Untuk mendorong percepatan menuju Masyarakat Ekonomi Asean 2015, Apeksi merekomendasikan untuk mendorong terwujudnya sarana dan jalur trasnportasi penerbangan udara. Darat dan laut lintas daerah melalui maksimalisasi bantuan pemerintah pusat dan sektor swasta. Mendorong pelaksanaan kerjasama antar daerah di lingkup regional maupun lintas propinsi untuk menghadapi arus Asean Economic Community 2015. Meningkatkan kualitas produk dan jaminan hukum bagi usaha kecil dan menengah. Mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan pelaksanaan program Kompetensi Industri inti daerah (KIID). Mendorong Apeksi sebagai organisasi strategis untuk memfasilitasi pelaksanaan kerjasama antar daerah dalam penyiapan AEC. Vicky Lumentut berharap dengan sejumlah rekomendasi dan hasil Rakernas dengan “Kesiapan Pemerintah Kota Menghadapi Asean Economic Community 2015” ini mampu mendorong peran pemerintah kota semakin mantap. Selain rekomendasi tersebut, Rakernas Apeksi kali ini juga memutuskan pelaksanaan Rakernas tahun depan. Dari enam Komwil, Apeksi menetapkan Ambon sebagai tuan rumah dengan cadangan Kota Jayapura.
B E S T
P R A C T I C E
Bayar Asuransi dengan Sampah Percaya atau tidak, kini membayar premi asuransi tidak harus dengan uang. Bisa juga dengan sampah, seperti kreasi Pemerintah Kota Malang di Jawa Timur. Banyak contoh best practice dari kota lain yang termuat dalam buku Best Practice Kota-kota di Indonesia Jilid 9.
S
AAT ini pemerintah kota berlomba menampilkan pelayanan publik yang lebih kreatif untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakatnya. Praktik terbaik (best practice) pengelolaan kota, yang telah berjalan minimal dua tahun, memberikan kontribusi pada kualitas pelayanan kepada masyarakat, mudah diaplikasikan daerah lain, serta memiliki keunikan dan daya keberlanjutan. Best practice tersebut kemudian dibukukan dan diterbitkan oleh Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi). Tepat 8 Mei 2014, Jakarta, Apeksi menerbitkan buku Best Practice Jilid 9. Peluncuran buku ini dibarengi loka karya pelayanan publik di pemerintah daerah. Wakil Ketua Dewan Pengurus Nasional Apeksi, Airin Rachmi Diany, membuka acara loka karya ini dan secara simbolis meluncurkan penerbitan Buku Best Practice Jilid 9. Dalam sambutannya, Airin Rachmi Diany yang juga Wali Kota Tangerang Selatan,
menegaskan, saat ini adalah eranya pemerintah daerah melayani masyarakat, bukan dilayani masyarakat. Untuk itu, dengan keterbatasan yang dimiliki setiap daerah, pemerintah daerah dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif
“Sampah tidak selamanya merugikan, namun bisa memberikan keuntungan,” Mochamad Anton
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebelum pemaparan isi buku Best Practice, diadakan loka karya tentang pelayanan publik yang menghadirkan nara sumber dari Kementerian Pen-
dayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta dari Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro). Usai loka karya dilanjutkan pemaparan best practice Pemerintah Kota Malang mengenai Pengelolaan Sampah Kota Malang melalui Bank Sampah. Wali Kota Malang Mochamad Anton memaparkan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Kota Malang. Anton menyadari, sampah di wilayahnya menjadi masalah jika tidak segera diatasi. Pengelolaan sampah yang dilakukan dengan melibatkan masyarakat ini menggunakan metode reduce, reuse, and recycle (3R). “Sampah tidak selamanya merugikan, namun bisa memberikan keuntungan,” terangnya. Kota Malang, seperti diketahui, memiliki penduduk 895 ribu jiwa dan sampah yang dihasilkan bisa mencapai 400 ton per hari. Dengan metode 3R, Pemerintah Kota Malang mengajak dan membina masyarakat untuk memilah sampah basah dan kering. Sampah basah dijadikan kompos, se-
Volume VI JUNI 2014
41
B E S T
P R A C T I C E
mentara sampah kering didaur ulang. Semua ada nilainya, tanpa sisa. Selain dapat memberikan keuntungan secara finansial kepada masyarakat, masalah sampah di Kota Malang juga dapat teratasi dan lingkungan menjadi asri. Untuk pengelolaan sampah, di Kota Malang dibentuk badan pengelola sampah yang diberi nama Bank Sampah Malang (BSM). BSM inilah yang membina masyarakat untuk mengelola sampah rumah tangga dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan, sosial, pendidikan, pemberdayaan, serta ekonomi kerakyatan. Pada tahap awal berdiri, BSM sempat mengalami kerugian. Maklum masih dalam tahap belajar dan kegaitannya lebih banyak melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Pada tahun 2011, BSM baru memperoleh dana hibah dari Pemerintah Kota Malang sebesar Rp 250 juta. Satu tahun kemudian, BSM mencapai titik impas dalam usaha mengelola sampah di Malang. Selain membeli sampah dari anggota, BSM ini juga memberikan pinjaman kepada anggotanya. Anggota BSM adalah kelompok binaan, individu, sekolah, dan instansi. Tidak hanya membeli, BSM secara periodik juga melakukan pembinaan agar anggota semakin bertambah kepeduliannya untuk mengelola sampah. Sampah yang disetor anggota selalu ada harganya. BSM ini juga memberlakukan hasil dari penjualan sampah ini bisa ditabung, baik untuk membiayai pendidikan, asuransi, ke-
42
Cover KotaKita 4.indd 2
Volume VI JUNI 2014
sehatan, sampai untuk diambil untuk kebutuhan hari lebaran. Upaya Pemerintah Kota Malang ini mampu mengubah cara pandang dan perilaku masyarakat Kota Malang dalam mengelola sampah. Sampai bulan April 2013, sudah ada 282 unit BSM di masyarakat, 169 unit BSM di sekolah, 23 BSM di instansi baik
pemerintah maupun swasta, 420 BSM individu, dan nasabahnya mencapai 21 ribu. Setiap hari BSM membeli sampah mencapai Rp 4 juta. Dengan terobosannya tersebut, BSM bisa menjadi contoh pengelolaan sampai di daerah lain. Sejak BSM dibentu, jumlah pembuangan sampah di Kota Malang mengalami penurunan
yang cukup signifikan. Kapasitas pembuangan dan pengangkutan sampah melalui gerobak sampah pun menurun hingga kurang lebih 50 persen per hari. BSM juga telah mendapatkan dukungan dana CSR dari PT PLN Distribusi Jawa Timur. Transaksi sampah ynag dilakukan BSM dengan nasabahnya terekam dalam sistem informasi manajemen yang baik. Program ini telah berhasil mengantarkan Kota Malang meraih piala Adipura Kencana pada tahun 2013. Selain Pemerintah Malang, Pemerintah Kota Tangerang juga mempresentasikan best practice dengan tema “Pelayanan Kesehatan Program Multiguna di Kota Tangerang”. Yang juga dimuat dalam buku Best Practice Jilid 9 ini adalah best practice dari Kota Denpasar yang menampilkan pemberdayaan pengrajin tenun tradisional untuk memperkuat ekonomi lokal serta Denpasar Menjadi Kota Layak Anak. Lalu ada Pemerintah Kota Sawahlunto yang menampilkan “Revitalisasi Kawasan Kota Lama Menuju Kota Wisata”. Kemudian, Kota Bogor menampilkan pemanfaatan limbah minyak goreng menjadi biodiesel, Kota Tegal memaparkan sistem pelayanan kesehatan berbasis IT, Kota Yogyakarta membawakan taman pintar alternatif bagi layanan publik bidang pendidikan, dan Kota Pekalongan dengan andalan menyulap ampas tahu menjadi energi baru.
Harga Pemasangan Iklan di KOTAKITA Keterangan
Ukuran
Pilihan Paket
1X
2X
3X -
4X
Cover IV (back cover)
1 hl
10 jt
-
Cover II (inside front cover)
1 hl
8 jt
-
12 jt
15 jt
Cover II (inside front cover)
1/2 hl
3,5 jt
-
6 jt
8 jt
Cover III (inside back cover)
1 hl
Cover III (inside back cover)
1/2 hl
Di tengah majalah
1 hl
Di tengah majalah
1/2 hl
23 jt
7 jt
10 jt
10,5 jt
16 jt
3,5 jt
5 jt
6,5 jt
9,5 jt
5 jt
6 jt
7,5 jt
10 jt
2,5 jt
3,5 jt
5 jt
7 jt
Pembayaran melalui rekening Bank Mandiri Cabang Graha Irama Kuningan Jakarta, No.124-000-4350147 atas nama Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI).
Bagi Pemerintah Daerah, SKPD, Dinas, Badan, Lembaga yang berada di pemerintah daerah atau Perusahaan yang berminat memasang iklan atau sponsor di Majalah kota Kita, harap mengisi formulir pemasangan iklan dan mengirimkan formulir tersebut ke bagian iklan Majalah Kota Kita. Bagian iklan menerima materi iklan jadi sesuai dengan ukuran yang di pesan. Untuk informasi pemasangan iklan harap menghubungi: Imam Yulianto: 0812 9859 529 Alamat Redaksi dan Iklan: Rasuna Office Park III WO. 06-09, Komplek Rasuna Epicentrum Jl. Taman Rasuna Selatan, Kuningan, DKI Jakarta, 12960, Indonesia T +62-21 8370 4703 F +62-21 8370 4733 http://www.apeksi.or.id
06/01/14 09:40