MEKANISME PENGAWASAN PEMERINTAHAN DAERAH BERDASARKAN INPRES NOMOR 6 TAHUN 1984 Erna Herlinda Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara I. Pendahuluan Pemerintah dewasa ini semakin menggiatkan pembangunanan di segala sektor kehidupan melalui tahapan Repelita, dan sebagai kerangka landasan operasional tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang merupakan sasaran pokok bagi pelaksanaan pembangunan di seluruh tanah air. Untuk lebih terkoordinasinya pelaksanaan pembangunan di tanah air, pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan negara Indonesia dibagi dalam beberapa daerah/wilayah pembangunan yang lazim kita sebut Daerah Tingkat I disebut sebagai propinsi, Daerah Tingkat II disebut sebagai Kabupaten/Kotamadya, Kecamatan dan atau Kelurahan. Untuk mencapai sasaran pembangunan diperlukan suatu pengawasan dari pihak pemerintah yang menjalankan pembangunan sesuai dengan ketentuan yang digariskan dalam Inpres No.6 Tahun 1984 tentang Bantuan Pembangunan di Tingkat Desa. Tulisan ini akan membahas mengenai mekanisme pengawasan pemerintah Daerah Tingkat II terhadap Kecamatan dan sasaran pembangunan di tingkat Desa yang disalurkan melalui Inpres No.6 Tahun 1984. II. Mekanisme Pengawasan Menurut Inpres No.6 Tahun 1984 A. Tujuan Tujuan dari Inpres No.6 Tahun 1984 dapat diperinci sebagai berikut : a. Agar terealisasi dari pada program-program pembangunan pedesaan tidak menyimpang dari perencanaan serta sasaran yang menjadi tujuan pernbangunan pedesaan yang bersangkutan. b. Menghindari secara preventif dan refresif kebocoran-kebocoran di bidang ekonomi dan keuangan seperti yang sudah ditetapkan di dalam penggunaan dana anggaran yang tersedia, guna membiayai program kegiatan pembangunan. B. Pengawasan Yang Di terapkan Dalam upaya untuk mencapai target yang ditentukan, yaitu pelaksanaannya serta terselenggaranya bantuan pembangunan yang disalurkan oleh pemerintah kepada daerah maupun desa sampai kepada sasaran, maka pengawasan yang akan diterapkan sesuai dengan Inpres No.6 tahun 1984, khususnya dalam program penyaluran bantuan yang ditujukan kepada desa dapat dilakukan oleh instansi yang berwenang, yaitu: a. Inspektorat Wilayah Daerah Tingakt II. b. Tim pengawasan pengendalian dan pengawasan pembangunan di daerah. c. Badan pengawas keuangan dan pembangunan di daerah. Selanjutnya ketiga instansi tersebut dalam melakukan pengawasan langsung turun ke lapangan. Sedangkan pengawasan berdasarkan adanya laporan dari daerah, hal ini dilakukan oleh badan pengawasan dari pusat, yaitu Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri. Selanjutnya apabila terjadi kasus penyimpangan-penyimpangan atau penyalahgunaan terhadap penggunaan bantuan pembangunan yang diberikan oleh
© 2003 Digitized by USU digital library
1
pemerintah kepada desa, maka penyelesaiannya dilakukan langsung oleh Kepala Daerah yang bersangkutan sebagai berikut : a. Melaksanakan penelitian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh tim koordinasi pengendalian dan pengawasan pernbangunan di daerah. b. Melakukan tuntutan ganti rugi berdasarkan peraturan peundang-undangan yang berlaku atau melakukan tuntutan berdasarkan hukum pidana dengan jalan menyerahkan yang bersangkutan kepada pihak yang berwenang. c. Melaporkan pengeluaran tersebut kepada Menteri Dalam Negeri. (Instruksi MENDAGRI No. 26/1984 Pasal 30) Bertitik tolak dari penerapan pengawasan yang dilakukan bagi aparatur pengawasan, hendaknya dapat lebih tanggap dalam meneliti syarat-syarat mana yang sangat diperlukan bagi kemajuan pembangunan, maka pelayanan terhadap masyarakat sangat diperlukan adanya koordinasi integrasi dan sinkronisasi yang harus ditingkatkan. Dan pelaksanaan ini dilakukan dalam segala segi, baik di tingkat organisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Sebagaimana diketahui bahwa sistem pengawasan terhadap pelaksanaan program penyaluran bantuan pembangunan di tingkat daerah maupun desa perlu dikembangkan dengan sistem pengawasan secara nasional demi menunjang program dan kebijaksaan pemerintah dalam meningkatkan hasil guna dan daya guna pengawasan. Kemudian pelaksanaan pengawasan terhadap program penyaluran bantuan pembangunan kepada desa dilaksanakan oleh Kepala Daerah Tingkat II melalui Inspektorat Wilayah daerah bersama-sama dengan instansi yang terkait serta dengan menggunakan metoda dilakukan secara langsung di lapangan, pengamatan di lapangan menerima pelaporan secara langsung. Selanjutnya dengan menggunakan metoda pengawasan sebagai yang telah disebutkan di atas, serta didukung oleh peranan Kepala Desa di lapangan, maka penyimpangan-penyimpangan secara dini dapat dicegah ataupun dihindarkan, sehingga target yang telah ditetapkan sesuai dengan rencana dan dapat dicapai dengan semaksimal mungkin. C. Pertanggungajawaban Dalam Pelaksanaan Pengawasan Dalam rangka melaksanakan pembangunan di berbagai program pembangunan, khususnya dalam program penyaluran bantuan pembangunan kepada desa, hendaknya harus mempunyai rasa tanggung jawab terhadap obyek yang diawasi. Kemudian sebagaimana diketahui bahwa dalam media massa sering dipaparkan mengenai seorang pejabat terlibat di dalam kasus korupsi, tentu hal ini apabila kita hubungkan dengan masalah tanggung jawab maka dinilai sangat erat kaitannya dengan pribadi pejabat tersebut sekaligus dengan aparatur yang melakukan pengawasan terhadap pejabat tersebut. Selanjutnya tanggung jawab apabila kita artikan, maka di dalamnya terkandung makna norma-norma etika, sosial serta ilmu pengetahuan yang apabila kita simpulkan dapat berupa suatu perbuatan yang kelak akan dipertanggungjawabkan, sehingga dapat disetujui oleh orang-orang lain, masyarakat, bila perbuatan tersebut dapat mengandung kebenaran yang bersifat umum. Sejalan dengan maksud uraian tersebut, maka apabila kita tinjau secara umum bahwa banyak masalah-masalah yang harus dihadapi oleh masyarakat pedesaan, terutama karena semakin pesatnya kegiatan pembangunan yang hasilhasilnya sudah dapat kita rasakan pada saat ini. Namun demikian masih ada kita jumpai suatu dampak yang menjurus kekurangpuasan terhadap rencana pembangunan yang telah digariskan oleh pemerintah, tentu ide semacam ini dapat menimbulkan permasalahan yang tidak berujung pangkal. © 2003 Digitized by USU digital library
2
Selanjutnya, kekurangpuasan tersebut menurut anggapan penulis mungkin karena masyarakat menilai secara langsung bahwa di dalam pelaksanaan program penyelenggaraan bantuan pemerintah kepada desa ada kadang-kadang ditemui kejanggalan-kejanggalan, seperti misalnya salah satu proyek dikerjakan oleh pemerintah melalui suatu tender, namun sesudah proyek itu dikerjakan sudah mulai roboh sebelum diresmikan penggunaannya. Jadi hal semacam inilah membuat kepercayaan masyarakat akan berkurang. Bertitik tolak dari kerangka pemikiran tersebut, untuk mengatasi ide semacam ini sudah saatnya dirasakan perlu untuk memperketat pelaksanaan pengawasan baik dari segi pembinaan aparaturnya maupun dari segi pertanggungjawaban pelaksanaan pengawasan tersebut oleh aparat pengawasan kepada pemerintah pusat. Kemudian bagi aparatur pengawas dalam masalah pertanggungjawaban pelaksanaan pengawasan yang dilakukannya hendaknya dapat memenuhi tujuan maupun maksud daripada Inpres No.6 Tahun 1984 yang dalam hal ini dapat diperinci sebagai berikut : a. Pihak aparatur yang diserahi tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penggunaan bantuan pembangunan desa yang diberikan oleh pemerintah secara langsung melaporkan hasilnya kepada pimpinan. b. Pihak aparatur yang melakukan pengawasan setidak-tidaknya bertanggung jawab terhadap hasil pengawasan yang dilakukannya. c. Hasil pengawasan yang dilakukan harus dilengkapi dengan data-data serta dapat dipertanggungjawabkan. d. Menyerahkan laporan pengawasan secara terperinci kepada pemerintah yang lebih atas, baik dalam hasil laporan tersebut mengandung penyimpangan atau tidak. Jadi dalam hal tugas seorang aparatur pengawasan memang dirasakan sangat berat sekali, dimana apabila langsung turun ke lapangan maka banyak tantangan yang harus dihadapi serta berani mengambil resiko terhadap tantangan, hambatan ataupun rintangan yang mungkin akan dihadapi untuk tercapainya pekerjaan-pekerjaan yang telah dianggap atau diyakini kebenarannya. Oleh karena itu menurut anggapan penulis hendaknya bagi seorang aparatur melakukan tugas pengawasan harus memiliki keberanian, jujur, penuh dengan semangat juang yang tinggi tanpa mengharapkan suatu imbalan atas obyek yang diawasi. Secara garis besar telah diuraikan di atas bahwa dalam pengawasan timbul permasalahan yang harus dihadapi oleh masyarakat pedesaan, terutama bahwa semakin pesatnya kegiatan pembangunan yang hasil-hasilnya telah dapat dirasakan pada saat ini, namun demekian masih ada kita jumpai suatu dampak yang menjurus kekurangpuasan terhadap pelaksanaan pengawasan pembangunan yang telah digariskan oleh pemerintah, tentu ide semacam ini dapat menimbulkan permasalahan baru. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, sudah saatnya diperlukan suatu kemampuan di bidang pengawasan, perencanaan pembangunan. Sehubungan dengan itu, untuk menyelenggarakan tugas pokok pengawasan umum terhadap jalannya pemerintahan Daerah dan pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh aparatur pemerintah di daerah, dalam hal ini Inspektorat Wilayah daerah propinsi, kabupaten, menurut Momon Soetisna Sendjaja dan Syahran Basar, SH, maka fungsi Inspektorat tersebut adalah sebagai berikut : a. Pengawaan dan pemeriksaan terhadap setiap unsur dan instansi di lingkungan Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi, Pemerintah Daerah Tingakt II Kabupaten suatu unsur atau instansi Departemen Dalam Negeri yang ada di daerah dapat meliputi bidang : -Pembinaan pemerintah desa; -Pembinaan otonomi daerah; -Pembangunan desa; © 2003 Digitized by USU digital library
3
-Agraria -Administrasi; -Organisasi dan ketatalaksanaan; -Kepegawaian; -Kerangka dan peralatan; -Perusahaan daerah dan lain-lain yang ditugaskan oleh Gubernur kepala Daerah Tingkat I. b. Pengujian serta penilaian atas hasil laporan berkala atau sewaktu-waktu dari setiap unsur atau instansi di lingkungan Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten serta unsur atau instansi di lingkungan Departemen Dalam Negeri di daerah atas petunjuk Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. c. Memberikan pelayanan tehnis dan administrasi. (Momon Soetisna Sendjaja, 1983 : 82) Selanjutnya menurut PERMENDAGRI No. 15 tahun 1975, tugas pengawasan umum yang dilakukan oleh Inspektorat Wilayah Daerah Tingkat II meliputi : "Meminta, menerima dan mengusahakan bahan-bahan atau keterangan yang diperlukan dari pejabat-pejabat Departemen Dalam Negeri baik di pusat maupun di daerah yang bersangkutan atau dari pihak lain yang dianggap perIllo Melakukan atau menyuruh melakukan penyelidikan dan memeriksa di tempat pekerjaan. Menerima dan mempelajari pengaduan-pengaduan memanggil pejabat-pejabat di lingkungan Departemen Dalam negeri baik di pusat maupun di daerah dan pejabat-pejabat yang bersangkutan di daerah untuk diminta keterangan-keterangan yang diperlukan dan memperhatikan jenjang jabatan yang berlaku, menyarankan langkah-langkah baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat terhadap segala bentuk pelanggaran oleh pejabat yang berwenang". Sejalan dengan uraian tentang pentingnya pengawasan tersebut, maka bagi Kepala Daerah sebagai pejabat negara, menurut Prof. Amrah Muslimin, SH., dalam bidang dekonsentrasi mempunyai tugas sebagai berikut : 1. Membina ketentraman dan ketertiban. 2. Melaksanakan usaha-usaha dalam pembinaan ideologi negara dan politik dalam negeri serta pembinaan kesatuan bangsa. 3. Menyelenggarakan koordinasi antara instansi vertikal dan dinas daerah. 4. Membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah. 5. Mengawasi dan mengusahakan dilaksanakannya peraturan perundangundangan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 6. Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh pemerintah pusat. 7. Melaksanakan tugas-tugas yang belum diatur oleh suatu instansi. (Amrah Muslimin, 1982 : 104) Bertitik tolak kepada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 yang menganut asas dekonsentrasi, pemerintah pusat selalu memperketat pengawasan atas pemerintah di daerah sebagai suatu perwujudan dari pelaksanaan tanggung jawab pemerintah nasional demi terpeliharanya kesatuan bangsa dan keutuhan wilayah negara Republik Indonesia. Hal ini pengawasan pembangunan di daerah yang harus benar-benar ditingkatkan. Di dalam pentingnya tentang pengawasan yang dikemukakan di atas terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pembangunan kepada desa di kecamatan, juga menurut anggapan penulis bahwa kemampuan di bidang perencanaan pembangunan desa masih harus dibenahi dan sangat perlu ditingkatkan agar pelaksanaan penyelenggaraan bantuan pembangunan kepada desa dapat terlaksana
© 2003 Digitized by USU digital library
4
secara konsepsional terpadu sehingga setiap permasalahan yang bersifat kompleks dan simpang siur dapat diatasi secara tuntas. Oleh karena itu seperti apa yang dikemukakan oleh Prof.Dr.Mr. prajudi Atmosoedirdjo dari segi hukum administrasi negara, maka rencana adalah seperangkatan tindakan-tindakan yang terpadu, dengan tujuan agar supaya terciplah suatu keadaan yang tertib bilamana tindakan-tindakan tersebut telah selesai direalisasikan. (prajudi A b-nosoedirdj 0, 1983 : 96) Dalam undang-undang atau peraturan yang memberi tugas, wewenang serta kewajiban kepada organ administrasi negara tersebut harus dimuat dan dirumuskan aturan-aturan hukum yang mengatur tata cara perencanaan agar supaya tidak terjadi pelanggaran terhadap azas-azas pemerintahan administrasi negara di daerah yang sehat dan bersih sebagaimana diharapkan oleh cita-cita pernbangunan nasional. Namun demikian dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan perencanaan perlu diketahui dan dipahami oleh setiap Kepala Desa dan seluruh perangkat-perangkatnya serta para pemimpin lernbaga-lernbaga yang ada di Indonesia. Jadi setiap rencana yang menyinggung atau mencakup berbagal macam kepentingan daripada perbagai pihak dalam masyarakat, dan kepentingankepentingan tersebut selalu berkaitan atau kait mengkait satu dengan yang lain dengan rnudah dapat diselesaikan. Pada umumnya apabila Kepala Desa atau perangkat-perangkatnya sudah memadai dalam menyusun suatu rencana yang bersifat teknis maka dengan mudah program pembangunan yang disebutkan oleh penulis, dapat dilaksanakan serta ekonomis menguntungkan dan politis dapat dipertanggungjawabkan. Memang kita mengetahui bahwa dalam melaksanakan pembangunan, masalah perencanaan sangat memegang peranan, dan hal tersebut harus dipikirkan secara matang. Untuk itu Drs. Suwignjo juga mengemukakan : "Kurangnya pengetahuan akan perencanaan pada dewasa ini dapat merupakan hambatan-hambatan bagi keberhasilan pembangunan, sebab rencana yang telah disusun tidak dapat dilakukan apabila tidak sesuai dengan potensi yang tersedia, hanya bersifat keingingan-keinginan tanpa memperhatikan keterbatasan baik yang bersumber dari desa itu sendiri maupun pemerintah tingkat yang lebih atas. (Suwignjo, 1985 : 24) Bertitik tolak dari kerangka pemikiran tersebut di atas , maka perencanaan pembangunan desa yang matang sesuai dengan hakekat pengertian pembangunan desa, yaitu perencanaan dari, oleh dan untuk masyarakat pedesaan. Desa adalah subyek pembangunan, namun dalam II pelaksanaannya masih perlu diberikan bimbingan dan bantuan pemerintah yang lebih atas. Dengan demikian berarti perencanaan pembangunan yang telah dijabarkan oleh masing-masing desa harus pula dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri, bukan oleh pemerintah tingkat lebih atas,sebab dengan melalui proses ini maka keinginan-keinginan dan kebutuhankebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat desa dapat disalurkan. Dalam hubungan ini Kepala Desa sebagai pimpinan dan merupakan penanggungjawab utama di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan harus mampu menggerakkan untuk melaksanakan rencana yang telah ditetapkan dalam musyawarah LMD dan Kepala Desa dalam keputusan desa menggunakan bantuan desa. Di dalam pembangunan bantuan desa diberikan bantuan Rp 1.500.000,- (satu juta limaratus ribu rupiah) maka dalam pelaksanaannya kembali dimusyawarahkan apakah dilakukan dengan sistem borongan, apakah dilakukan dengan gotong royong, hal ini tergantung kepada hasil musyawarah desa tersebut.
© 2003 Digitized by USU digital library
5
DAFTAR PUSTAKA 1. Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Alumni, Bandung, 1982. 2. Momon Sendjaja & Syahran Basah, Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan Pemerintahan Desa, Alumni, Bandung, 1983. 3. Muhammad Abduh, Hukum Administrasi Negara Indonesia, Yani Coorporation, Medan, 1986. 4. Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988. 5. PERMENDAGRI No.5 Tahun 1975 Tentang Pokok pengawasan Umum di Daerah. 6. Suwignjo, Administrasi Pembangunan Desa dan Sumber-Sumber Pendapatan Desa, Ghalia Indonesia, Jakarta,1985. 7. UU No.5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok pemerintahan di Daerah
© 2003 Digitized by USU digital library
6