2013
MARKET BRIEF: Ubi Kayu, Ubi Jalar & Talas Atase Perdagangan Tokyo [HS 0714 Manioc, arrowroot, salep, Jerusalem artichokes, sweet potatoes and similar roots and tubers with high starch or inulin content, fresh, chilled, frozen or dried, whether or not sliced or in the form of pellets; sago pith]
[KBRI TOKYO, 5-2-9, Higashi Gotanda, Shinagawa-ku, Tokyo]
2
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
Daftar Isi Kata Pengantar
2
Peta Jepang
3
I.
Pendahuluan
4
1.1
Pemilihan Produk
4
1.2
Profil Jepang
7
II. Potensi Pasar Jepang
9
2.1
Ekspor Impor Produk HS 0714 Jepang - Dunia
2.2
Potensi Pasar Produk HS 0714 di Jepang
14
2.3
Kebijakan Impor Produk HS 0714 di Jepang
15
2.4
Saluran Distribusi Produk HS 0714 di Jepang
18
2.5
Hambatan Lainnya
19
III. Peluang dan Strategi
9
21
3.1
Peluang
21
3.2
Strategi
22
IV. Informasi Penting Referensi
27 31
1
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
Kata Pengantar Dengan ucapan syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, laporan yang berjudul "Market Brief HS 0714 Ubi Kayu, Ubi Jalar, dan Talas" telah selesai disusun. Laporan ini memberikan gambaran potensi pasar produk ubi kayu, ubi jalar (satsuma imo), dan talas (sato imo) di Jepang dengan mengacu pada "Outline Market Brief" yang telah ditetapkan. Adapun latar belakang dibuatnya laporan ini adalah adanya dinamika perkembangan pasar dimana tingkat persaingan dengan negara-negara pemasok menjadi semakin kompetitif. Oleh karena itu, agar Indonesia dapat meningkatkan daya saing terutama dalam hal ekspor produk pertanian ke Jepang, maka diperlukan informasi terkini terkait kondisi riil produk HS 0714 yang potensial bagi peningkatan ekspor non migas Indonesia. Semoga laporan market brief produk HS 0714 ini dapat bermanfaat bagi pelaku usaha, eksportir pemula, pemangku kepentingan serta pihak terkait terutama dalam menentukan strategi pemasaran dan pengambilan kebijakan terkait peningkatan ekspor khususnya produk pertanian ke pasar Jepang.
Tokyo, Pebruari 2013
2
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
PETA JEPANG
3
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pemilihan Produk Produk HS 0714, seperti ubi jalar (dalam bahasa Jepang: satsuma imo, atau kansho) dan talas, khususnya talas Jepang (dalam bahasa Jepang: sato imo) sangat banyak dikonsumsi oleh masyarakat Jepang. Diperkirakan masyarakat Jepang mengkonsumsi lebih dari 1 juta ton ubi jalar per tahunnya. Definisi HS 0714 dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2012 adalah "Ubi kayu, arrowroot, salep, Jerusalem artichokes, ubi jalar serta akar-akaran dan bonggol-bonggolan semacam itu yang mengandung banyak pati atau inulin, segar, dingin, beku atau dikeringkan, dalam bentuk irisan maupun tidak atau dalam bentuk pelet; empulur sagu." Produk turunan HS 0714 berdasarkan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2012 dapat dilihat dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Komoditi Turunan HS 0714 HS Code 0714.10 0714.20 0714.30 0714.40 0714.50 0714.90
Deskripsi Ubi Kayu (cassava) Ubi Jalar Ubi Rambat (Dioscorea spp.) Talas (Colocasia spp.) Yautia (Xanthosoma spp.) Lain-lain
Description Manioc (cassava) Sweet Potatoes Yams (Dioscorea spp.) Taro (Colocasia spp.) Yautia (Xanthosoma spp.) Other
Ubi rambat (genus: Dioscorea) tidak dibahas dalam laporan ini karena Indonesia belum banyak memproduksi produk ini, bahkan sebaliknya menjadi negara tujuan ekspor Jepang. Sementara itu, Yautia (genus: Xanthosoma) adalah sejenis talas yang memiliki sub-famili yang sama dengan talas genus Colocasia yaitu sub-famili Aroideae. Talas spesies Xanthosoma sagitifolium yang dikenal
4
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
dengan sebutan talas Belitung atau Kimpul, banyak diproduksi di Indonesia. Sampai dengan tahun 2012, Jepang tidak tercatat mengimpor produk Yautia (HS 0714.50) ini. Ada kemungkinan bahwa impor produk Yautia ini dimasukkan dalam statistik HS 0714.90, namun karena data yang ada tidak dapat digunakan untuk menganalisa Yautia secara khusus, sementara itu Indonesia hanya pernah tercatat mengekspor produk HS 0714.90 ke Jepang pada tahun 2006 dan produk yang diekspor tersebut adalah produk talas Jepang (genus Colocasia), maka laporan ini tidak akan membahas lebih lanjut tentang Yautia. Produk yang menjadi cakupan laporan ini adalah ubi kayu, ubi jalar, dan talas. (1) Ubi kayu (Cassava, spesies: Manihot Esculenta. Gambar 1.1). Indonesia merupakan negara produsen ubi kayu terbesar ketiga di dunia setelah Nigeria dan Brasil. Menurut data dari Kementerian
Pertanian,
Indonesia
sudah
mampu memproduksi ubi kayu sebanyak lebih
Gambar 1.1
Ubi kayu
dari 20 juta ton per tahun sejak tahun 2008. Ubi kayu yang dikenal juga dengan sebutan ketela pohon atau singkong ini, hanya bertahan beberapa hari setelah dipanen, sehingga untuk diekspor perlu lebih dahulu diproses, misalnya menjadi pelet, atau pati. Jepang tidak memproduksi ubi kayu, sehingga kebutuhan akan ubi kayu ini bergantung sepenuhnya pada impor. Ubi kayu, selain sebagai bahan pangan untuk manusia, juga digunakan untuk makanan hewan, sebagai komponen perekat, bahan campuran untuk kertas dan tekstil, dan juga di bidang farmasi. Ubi kayu digunakan juga sebagai bahan untuk produksi ethanol. New Energy and 5
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
Industrial
Technology
Development
Organization
(NEDO),
lembaga
pemerintah Jepang, sudah mulai melakukan penelitian dan kerja sama dengan Thailand untuk memproduksi ethanol dari ampas ubi kayu yang merupakan sampah dari proses pembuatan pati. (2)
Ubi jalar (satsuma imo, spesies: Ipomoea Batatas.
Gambar 1.2). Indonesia merupakan
negara produsen ubi jalar terbesar keempat di dunia setelah China, Uganda, dan Nigeria. Menurut data dari Kementerian Pertanian,
Gambar 1.2
Ubi jalar
Indonesia memproduksi ubi jalar sebanyak lebih dari 2 juta ton per tahun sejak tahun 2009. Jepang juga adalah produsen ubi jalar, dengan jumlah produksi sekitar 860 ribu ton per tahun. Di Jepang, ubi jalar inilah yang dipakai untuk masakan yaki imo (ubi bakar). Selain itu, ubi jalar juga digunakan untuk bahan pembuatan pati/starch, bahan pembuat minuman keras Imo Shōchū, dan makanan hewan. (3) Talas (Taro, genus: Colocasia. Gambar 1.3). Indonesia merupakan negara produsen talas. Talas merupakan makanan pokok pengganti beras di Mentawai (Propinsi Sumatra Barat) dan Sorong (Propinsi Papua Barat). Talas yang dikenal di Indonesia adalah talas dengan
Gambar 1.3 Talas
spesies Colocasia esculenta dan spesies Colocasia gigantia. Jumlah produksi talas di Indonesia belum tercatat
6
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
secara tingkat nasional, namun pada tahun 2008, Bogor yang merupakan sentra produksi talas sudah mampu memproduksi lebih dari 57 ribu ton per tahun. Jepang juga merupakan negara produsen talas dengan kemampuan lebih dari 150 ribu ton per tahun. Talas Jepang (sato imo) merupakan salah satu variasi dari 125 variasi dari spesies Colocasia esculenta yang ada di dunia. Bibit talas Jepang (sato imo) ini sudah masuk ke Indonesia. Pada tahun 2006, Indonesia pernah mengekspor talas Jepang sebanyak 25 ton ke Jepang. Namun Trade Statistics of Japan tidak mencatat adanya impor talas Jepang dari Indonesia dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 yang lalu. Analisa mengenai produk ubi kayu, ubi jalar (satsuma imo), dan talas Jepang (sato imo) di pasar Jepang akan disampaikan pada Bab II. 1.2
Profil Jepang Jepang adalah negara kepulauan yang juga memiliki julukan sebagai negara Matahari Terbit dan negeri Sakura. Jepang yang beribukota di Tokyo merupakan negara industri dengan GDP terbesar ke-3 setelah Amerika Serikat dan China. Sistem pemerintahan Jepang adalah monarki konstitusional dengan sistem parlementer, dengan kaisar (tennō heika) sebagai kepala negara, dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan yang dipilih oleh parlemen. Parlemen di Jepang terdiri dari dua majelis: Majelis Rendah Jepang (House of Representatives) dan Majelis Tinggi Jepang (House of Councillors). Menurut Geospatial Information Authority of Japan, luas negara Jepang yang berpenduduk 126 juta (menurut sensus tahun 2012) ini adalah sebesar 377.959 km 2 . Jepang memiliki 6.800 pulau, dengan 4 pulau terbesar yaitu
7
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
Hokkaidō, Honshū, Shikoku, dan Kyūshū. Jepang secara geografis terletak di kawasan Asia timur yang terpisah dari benua Asia, dan berada di sebelah barat Samudera Pasifik. Adapun batas-batas negara Jepang adalah sebagai berikut: utara adalah Laut Okhotsk, timur adalah Samudera Pasifik, selatan adalah Laut Cina timur dan Laut Filipina, dan barat adalah Laut Jepang dan Selat Korea. Secara keseluruhan, Jepang mempunyai iklim muson laut sedang. Jepang memiliki mata uang Yen (¥). Kegiatan ekonomi utama Jepang adalah industri, pertanian, perikanan, pertambangan, perhubungan, dan perdagangan. Rasio swasembada pangan di Jepang adalah 40%, sehingga Jepang sangat tergantung pada impor bahan makanan dari luar negeri. Kota-kota perdagangan utama di Jepang adalah Tokyo, Osaka, dan Nagoya. Tokyo adalah kota perdagangan terbesar di dunia, dengan GDP lebih dari US$ 1 triliun.
8
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
BAB II POTENSI PASAR JEPANG 2.1 Ekspor Impor Produk HS 0714 Jepang - Dunia Jepang merupakan negara produsen dan pengekspor produk HS 0714 ke berbagai negara di dunia. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.1, negara tujuan utama ekspor produk HS 0714 adalah Chinese Taipei (59,48%), Amerika Serikat (27,48%), Singapura (6,51%), Hongkong (5,96%), dan China (0,14%). Indonesia juga merupakan tujuan ekspor Jepang dan berada di peringkat ke-9 dunia dan peringkat ke-4 ASEAN dengan pangsa pasar sebesar (0,04%). Pada Tabel 2.1 ini terlihat bahwa ekspor HS 0714 Jepang mengalami penurunan 19,23% pada tahun 2011 dibanding dengan tahun 2010.
Tabel 2.1
Rank
Importir
Ekspor HS 0714 Jepang ke Dunia Periode 2007-2011 (dalam ribu US$) 2007
2008
2009
2010
2011
Pangsa (%) 2011
PERUB (%) 11-10
WORLD
16.657
21.057
20.422
24.594
19.865
100
-19,23
1
Chinese Taipei
13.429
16.482
14.448
16.112
11.816
59,48
-26,66
2
Amerika Serikat
2.528
3,633
4.425
4.689
5.461
27,49
16,46
3
Singapura
31
42
497
2.152
1.293
6,51
-39,91
4
Hongkong
588
755
987
1.481
1.184
5,96
-20,05
5
China
32
35
17
17
28
0,14
64.70
-70,11
ASEAN 6
Thailand
23
56
25
87
26
0,13
7
Malaysia
0
0
0
0
19
0,09
9
Indonesia
7
5
0
8
8
0,04
18
Vietnam
11
14
7
2
0
0
0
Sumber: ITC
9
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
Tabel 2.2
Rank
Negara asal
Impor HS 0714 Jepang dari Dunia Periode 2007-2011 (dalam juta US$)
2007
2008
2009
2010
2011
Pangsa (%) 2011
PERUB (%) 11-10
WORLD
72,395
71,636
67,783
90,047
120,147
100
33,42
1
China
65,284
59,141
58,352
82,150
104,898
87,30
27,69
2
Thailand
4,969
9,321
5,283
4,404
9,157
7,62
1,08
3
Vietnam
1,476
2,616
3,616
2,714
3,972
3,30
46,35
4
Indonesia
0,422
0,428
0,370
0,704
1,999
1,66
183,94
5
Brasil
0,050
0
0,052
0
0,036
0,03
0
0
0
0,005
0
0
0,099
0,069
0,037
0
0
0
impor
ASEAN 12
Myanmar
14
Filipina
Sumber: ITC Dibanding dengan nilai ekspor HS 0714 Jepang ke dunia, nilai impor Jepang dari dunia jauh lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah produksi dalam negeri Jepang tidak dapat mencukupi jumlah yang dikonsumsi di dalam negeri Jepang. Dari Tabel 2.2, dapat dilihat bahwa total impor HS 0714 Jepang pada tahun 2011 adalah sebesar US$ 120,147 juta. Lima negara utama pengekspor HS 0714 ke Jepang adalah China (87,30%), Thailand (7,62%), Vietnam (3,30%), Indonesia (1,66%), dan Brasil (0,03%). Tabel 2.3 menunjukkan impor HS 0714.10 ubi kayu Jepang dari dunia. Total impor ubi kayu pada tahun 2011 adalah sebesar US$ 8,933 juta, dan seluruhnya berasal dari Thailand. Jumlah impor pada tahun 2011 meningkat sampai 110,83% dibanding tahun sebelumnya. Ekspor ubi kayu Indonesia ke Jepang terhenti di tahun 2008, walaupun Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor ke Jepang peringkat kedua pada tahun 2008 itu.
10
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
Tabel 2.4 menunjukkan impor HS 0714.20 ubi jalar (satsuma imo) Jepang dari dunia. Total impor ubi jalar pada tahun 2011 adalah sebesar US$ 14,338 juta. Jumlah impor pada tahun 2011 meningkat 48,66% dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2011, hanya 4 negara yang menjadi pengekspor ubi jalar ke Jepang, yaitu China (66,42%), Vietnam (19,38%), Indonesia (13,94%), dan Brasil (0,25%). Jumlah ekspor ubi jalar Indonesia ke Jepang pada tahun 2011 meningkat 183,95% dibanding tahun sebelumnya. Tabel 2.3 Impor HS 0714.10 Ubi Kayu Jepang dari Dunia Periode 2007-2011 (dalam ribu US$) Rank
Negara asal
2007
2008
2009
2010
2011
impor
Pangsa (%) 2011
PERUB (%) 11-10
WORLD
5.145
9.165
5.141
4.237
8.933
100
110,83
1
Thailand
4.947
9.014
5.137
4.233
8.933
100
111,03
2
Indonesia
113
115
0
0
0
0
3
Filipina
84
38
0
0
0
0
4
Vietnam
0
0
4
3
0
0
Sumber: ITC Tabel 2.4
Rank
Negara asal
Impor HS 0714.20 Ubi Jalar (Satsuma Imo) Jepang dari Dunia Periode 2007-2011 (dalam ribu US$) 2007
2008
2009
2010
2011
impor
Pangsa (%) 2011
PERUB (%) 11-10
WORLD
6.014
7.931
8.178
9.645
14.338
100
48,66
1
China
4.391
5.478
4.428
6.960
9.524
66,42
37,09
2
Vietnam
1.263
2.119
3.360
1.981
2.779
19,38
40,28
3
Indonesia
309
313
370
704
1.999
13,94
183,95
4
Brasil
26
0
0
0
36
0.25
5
Chinese Taipei
23
18
19
0
0
0
Sumber: ITC
11
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
Tabel 2.5 Impor HS 0714.90 Lain-Lain Jepang dari Dunia Periode 2007-2011 (dalam ribu US$) Rank
Negara asal
2007
2008
2009
2010
2011
impor
Pangsa (%) 2011
PERUB (%) 11-10
WORLD
61.237
54.540
54.464
76.165
96.876
100
27,19
1
China
60.893
53.663
53.923
75.190
95.375
98,45
26,84
2
Vietnam
213
497
251
730
1.194
1,23
63,56
3
Thailand
22
306
146
170
225
0,23
32,35
4
Chinese Taipei
2
11
14
9
25
0,02
177,78
5
Korea Selatan
22
15
7
0
21
0,02
Sumber: ITC Berdasarkan data dari International Trade Center maupun Trade Statistics of Japan, produk HS 0714 lainnya termasuk talas Jepang (sato imo) yang masuk ke Jepang antara tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dimasukkan dalam HS 0714.90, sehingga sulit untuk mendapatkan data talas secara khusus. Tabel 2.5 menunjukkan impor HS 0714.90 lain-lain Jepang dari dunia. Jumlah impor tahun 2011 meningkat 27,19% dibanding tahun sebelumnya. China memegang hampir seluruh pangsa pasar untuk HS 0714.90 ini. Indonesia tidak termasuk sebagai negara pengekspor HS 0714.90. Tabel 2.6 memperlihatkan data impor produk talas secara khusus pada tahun 2012. Total impor talas sebesar 6.154,510 juta JPY atau sekitar US$ 77 juta. Dari Tabel 2.6 ini dapat terlihat bahwa pada tahun 2012, negara pengekspor talas ke Jepang hanya China, Chinese Taipei, dan Tonga. Indonesia tercatat pernah sekali mengekspor talas ke Jepang, yaitu pada tahun 2006 sebanyak 25 ton (1 container 40 feet) dengan nilai invoice sekitar US$14.000.
12
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
Tabel 2.6 Impor HS 0714.40 Talas Jepang dari Dunia Tahun 2012 Rank 1 2 3
Negara asal impor WORLD China Chinese Taipei Tonga
Nilai Impor (dalam juta Yen) 6.154,510 6.145,254 8,181 1,075
Kuantitas (dalam ton) 47.069,637 47.032,973 32,364 4,300
Sumber: Trade Statistics of Japan Gambar 1.2 menunjukkan lima negara pengekspor terbesar ke Jepang dari kawasan ASEAN untuk produk HS 0714 secara keseluruhan. Dari Tabel 2.2, dapat terlihat bahwa Indonesia berada di urutan ke-3 di antara negara anggota ASEAN lainnya. Sebagaimana terlihat pada Tabel 2.3, Thailand berada di urutan pertama karena dapat memegang seluruh pangsa pasar impor untuk ubi kayu, yaitu sebesar US$ 8,933 juta. Gambar 2.1 Lima negara pengekspor terbesar ke Jepang dari kawasan ASEAN untuk produk HS 0714 (dalam juta US$)
13
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
Sumber: ITC (diolah) 2.2 Potensi Pasar Ekspor HS 0714 ke Jepang Perbedaan nilai ekspor dan impor produk HS 0714 Jepang dengan dunia selama 5 tahun (lihat Tabel 2.1 dan Tabel 2.2) mengindikasikan potensi pasar ekspor produk HS 0714 ke Jepang. Dari Tabel 2.2, dapat terlihat bahwa total impor produk HS 0714 secara umum mengalami peningkatan, yang memberikan indikasi potensi pasar yang baik untuk produk HS 0714 ini. Tabel 2.7 memperlihatkan lebih rinci potensi ekspor Indonesia untuk produk HS 0714. Dengan kapasitas ekspor ubi kayu Indonesia ke dunia sebesar US$ 29,530 juta, dan nilai impor Jepang dari dunia sebesar US$ 8,933 juta, maka terlihat bahwa Indonesia masih memiliki potensi sebesar US$ 8,933 juta untuk mengekspor ubi kayu ke Jepang. Ubi jalar, yang merupakan andalan ekspor Indonesia ke Jepang untuk produk HS 0714 ini juga masih memiliki potensi sebesar US$ 4,342 juta. Sementara itu, walau belum ada data yang dapat digunakan untuk menghitung potensi ekspor dari Indonesia ke Jepang, namun bila melihat keberadaan market impor Jepang untuk talas Jepang (sato imo) yang sebesar sekitar US$ 77 juta dengan total kuantitas lebih dari 47 ribu ton pada tahun 2012 (lihat Tabel 2.6), maka dapat dikatakan bahwa talas Jepang (sato imo) merupakan market yang potensial yang perlu digarap. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa potensi Indonesia mereguk pasar/share yang lebih besar untuk produk HS 0714 di Jepang masih sangat terbuka.
14
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
Tabel 2.7
Potensi Ekspor HS 0714 Indonesia ke Jepang tahun 2011
HS code
Produk
Impor Jpn dr Ina
Ekspor Ina ke Dunia
Impor Jpn dr Dunia
Potensi Perdagangan Ina
0714.10
Ubi kayu
0
29,530
8,933
8,933
0714.20
Ubi jalar
1,999
6,341
14,338
4,342
0714.90
Lain-lain (termasuk talas)
0
1,355
96,876
1,355
Sumber: ITC (Satuan: juta US$) 2.3 Kebijakan Impor HS 0714 di Jepang Untuk impor produk HS 0714, regulasi yang berlaku di Jepang adalah Plant Protection Act, Food Sanitation Act dan Custom Law. Berdasarkan Plant Protection Act, produk yang masuk ke Jepang harus disertai dengan Phytosanitary Certificate dengan format yang sesuai dengan ketetapan International Plant Protection Convention dari negara asal yang
menyatakan bahwa produk tersebut tidak mengandung bakteri penyakit dan hama. Bila pemeriksaan oleh karantina Jepang menemukan adanya bakteri penyakit atau hama pada produk, maka pengimpor bertanggung-jawab untuk memusnahkan produk tersebut. Selain itu, tidak boleh ada tanah yang melekat pada produk impor HS 0714. Khusus untuk produk talas, pada Phytosanitary Certificate juga harus disertakan pernyataan bahwa tanah lahan produksi juga sudah diinspeksi dan tidak bermasalah, terutama tidak ditemukan adanya hama banana burrowing dematode pada lahan produksi. Berdasarkan Food Sanitation Law, produk impor tidak boleh melebihi batas standar residu komponen kimia yang ditetapkan oleh Ministry of Health,
15
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
Labour and Welfare di Jepang. Untuk produk HS 0714, ada lebih dari 100 komponen kimia yang diatur batas standar residunya. List komponen kimia ini dapat dilihat pada database milik The Japan Food Chemical Research Foundation. Batas standar residu komponen kimia untuk masing-masing produk turunan HS 0714 umumnya sama, namun ada juga yang berbeda. Sebagai contoh, batas maksimum residu untuk bahan kimia bromide. Untuk ubi kayu, nilainya adalah 40 ppm, sementara untuk ubi jalar 60 ppm, dan talas 50 ppm. Karena itu perlu untuk mengecek standar residu sesuai dengan produk turunannya. Selain sanitasi, kebijakan impor lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah tarif bea masuk untuk impor HS 0714 ini. Tabel 2.8 menunjukkan tarif bea masuk yang berlaku untuk produk HS 0714 dari Indonesia. Produk HS 0714 telah dimasukkan dalam perjanjian ekonomi bilateral Indonesia dan Jepang (Indonesia - Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), sehingga dalam beberapa tahun ke depan, hampir seluruh turunan HS 0714 ini menjadi bebas tarif bea masuk. Pengekspor perlu menyertakan certificate of origin dengan format IJEPA yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Selain kebijakan impor yang berlaku, untuk penjualan di dalam negeri Jepang berlaku JAS Law yang mengatur standarisasi label yang mewajibkan penulisan negara asal impor dari produk HS 0714 yang dijual.
16
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
Tabel 2.8 Tarif bea masuk produk HS 0714 Jepang dari Indonesia HS Number
Description
Tariff
Note
0714 - Manioc (cassava): - - Frozen: 0714.10.310.6
- - - For feeding purposes (The imports under this item are to be used as materials for fodder and feeds under the supervision of the Customs)
0714.10.390.2
- - - Other - - Other:
free IJEPA B10 5,5%
- - - Pellets of flour or meal:
0714.10.110.2 0714.10.190.5
- - - - For feeding purposes (The imports under this item are to be used as materials for fodder and feeds under the supervision of the Customs)
2014: 4,4%, 2015: 3,3%, 2016: 2,2% 2017:1,1%, 2018: free
free
- - - - Other - - - Other:
15%
0714.10.210.4
- - - - For feeding purposes (The imports under this item are to be used as materials for fodder and feeds under the supervision of the Customs)
free
0714.10.290.0
- - - - Other
2,3%
IJEPA X
IJEPA B7 2014:1,1%, 2015: free
- Sweet potatoes: 0714.20.100.3
- - Frozen
7,5%
IJEPA B15
2014: 6,8%, 2015: 6%,
2016: 5,3%, 2017:4,5%, 2018: 3,8%, 2019: 3%, 2020: 2,3%, 2021: 1,5%, 2022: 0,8%, 2023: free 0714.20.200.5
- - Other
8%
IJEPA B15
2014: 7,2%, 2015: 6,4%,
2016: 5,6%, 2017:4,8%, 2018: 4%, 2019: 3,2%, 2020: 2,4%, 2021: 1,6%, 2022: 0,8%, 2023: free - Yams (Dioscorea spp.): 0714.30.100.0
- - Frozen
0714.30.000.2
- - Other
5,5%
IJEPA B10 2014: 4,4%, 2015: 3,3%, 2016: 2,2%, 2017:1,1%, 2018: free
2,3%
IJEPA B7 2014:1,1%, 2015: free
- Taro (Colocasia spp.): 0714.40.100.4
- - Frozen
2,5%
IJEPA B7 2014:1,3%, 2015: free
0714.40.200.+
- - Other
2,3%
IJEPA B7 2014:1,1%, 2015: free
- Yautia (Xanthosoma spp.): 0714.50.100.1
- - Frozen
IJEPA B10 2014: 4,4%, 2015: 3,3%, 5,5%
0714.50.200.3
- - Other
2,3%
2016: 2,2%, 2017:1,1%, 2018: free IJEPA B7 2014:1,1%, 2015: free
- Other: 0714.90.100.3
- - Frozen
IJEPA B10 5,5%
2014: 4,4%, 2015: 3,3%, 2016: 2,2% 2017:1,1%, 2018: free
0714.90.200.5
- - Other
2,3%
IJEPA B7 2014:1,1%, 2015: free
Sumber: World Tariff (diolah) 17
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
2.4 Saluran Distribusi Produk HS 0714 di Jepang Gambar 2.2 mendeskripsikan alur distribusi produk HS 0714 dari petani, lalu diekspor dan sampai ke tangan konsumen. Produk HS 0714 ini banyak yang diekspor dalam bentuk frozen food atau bentuk lainnya, sehingga perlu melalui perusahaan yang mengadakan pembekuan produk atau pengolahan lainnya. Produk HS 0714 selain sebagai bahan makanan bagi manusia, juga digunakan untuk makanan ternak, bahan dasar industri, baik industri makanan maupun lainnya, sehingga produk HS 0714 memiliki berbagai saluran distribusi sebelum sampai ke tangan konsumen.
Farmer
Local Broker
Food Processing Company
Exporter
Importer
Primary Wholesaler
Regional Depot
Secondary Wholesaler
Farmer
Industry
Retailers, Mass Merchandisers, Restaurants
Consumers
Gambar 2.2
Saluran distribusi produk HS 0714 dari luar negeri
18
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
2.5 Hambatan Lainnya Beberapa hal yang dapat menghambat peningkatan ekspor HS 0714 ke Jepang adalah sebagai berikut. (a) Tarif bea masuk. Walaupun hampir seluruh turunan HS 0714 akan menjadi bebas tarif bea masuk, namun dibanding dengan negara pesaing yaitu Thailand, ada beberapa turunan HS 0714 ini yang pada saat ini nilai tarif bea masuknya masih lebih tinggi. Misalnya, produk HS 0714.10.290 (ubi kayu, lainnya), Indonesia masih dikenakan tarif bea masuk 2,9% dan baru dibebaskan pada tahun 2015, sementara Thailand sudah bebas tarif bea masuk. (b) Kontrol kualitas. Untuk produk HS 0714.10 ubi kayu, pada tahun 2007, produk "cassava chips", dan pada tahun 2008 produk "frozen boiled cassava" dari Indonesia terdeteksi memiliki kandungan hydrogen cyanide melebihi batas 1 ppm. Ubi kayu memang mudah rusak dan akan mengeluarkan asam sianida yang bersifat racun bagi manusia, sehingga perlu sekali kontrol kualitas yang baik sebelum masuk ke tahap pengolahan. (c) Pandangan negatif terhadap produk luar negeri. Sebagai bahan pangan yang dikonsumsi langsung oleh manusia, ada kecenderungan masyarakat Jepang untuk memilih produk dalam negeri, karena seringkali muncul berita tentang makanan yang bermasalah, terutama dari China. Hal ini sedikit banyak juga mempengaruhi pandangan masyarakat Jepang terhadap produk impor HS 0714 dari Indonesia.
19
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
(d) Keterbatasan
bibit.
Keterbatasan
bibit
merupakan
masalah
yang
menyebabkan kurang berkembangnya penanaman talas Jepang di Indonesia. Pengadaan bibit talas Jepang (sato imo) ini mungkin memerlukan keterlibatan langsung Kementerian Pertanian untuk mengusahakannya. (e) Kendala
bahasa/komunikasi.
Ada
kendala
bahasa/komunikasi
antara
produsen/pengusaha produk HS 0714 di Indonesia dengan importir Jepang karena keterbatasan pihak Jepang dalam penggunaan bahasa Inggris, dan hal ini dapat menghambat proses transaksi. (f) Pemasaran dan promosi. Masih sangat sedikit promosi produk HS 0714 ini kepada masyarakat Jepang. Pengusaha produk HS 0714 perlu ikut dalam pameran-pameran dagang di Jepang.
20
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
BAB III PELUANG DAN STRATEGI 3.1 Peluang a. Bentuk Kerjasama Dengan hubungan bilateral yang terbina baik antara Indonesia dan Jepang, Indonesia memiliki keuntungan untuk mengundang lebih banyak investor dari Jepang untuk mengembangkan produksi HS 0714 ubi kayu, ubi jalar (satsuma imo) dan talas Jepang (sato imo) di Indonesia. b. Peningkatan Nilai Ekspor Sebagaimana data yang terlihat pada Tabel 2.2, nilai ekspor Indonesia untuk produk ubi jalar selama 3 tahun belakangan ini meningkat tajam.Sebagai contoh, pada tahun 2007, mantan presiden perusahaan Toyota, Mr. Katsuaki WATANABE mengatakan bahwa Toyota group melalui perusahaan Toyota Bio Indonesia akan terus meningkatkan produksi ubi jalar di Indonesia untuk diekspor ke Jepang, terutama daerah Kagoshima. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di Jepang pun melihat potensi Indonesia untuk produk ubi jalar ini. c. Hubungan bilateral Jepang dengan negara pesaing Sejak tahun 2012, hubungan bilateral Jepang dengan China tidaklah baik. Kondisi
ini
sedikit
banyak
menimbulkan
keengganan
dari
perusahaan-perusahaan Jepang untuk bertransaksi dengan China. China adalah negara utama pengekspor ubi jalar (satsuma imo) dan talas Jepang (sato imo) ke 21
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
Jepang. Kondisi ini merupakan momentum yang baik bagi Indonesia untuk lebih mereguk pasar/share yang lebih besar dengan meningkatkan ekspor ubi jalar (satsuma imo), dan juga kembali mengekspor talas Jepang (sato imo). d. Tarif bea masuk Melalui perjanjian kerjasama ekonomi dengan Jepang dalam kerangka IJEPA, hampir seluruh produk turunan HS 0714 akan menjadi bebas tarif bea masuk. Sebagai contoh, untuk produk HS 0714 yang menjadi andalan ekspor Indonesia ke Jepang saat ini, yaitu HS 0714.20.100 (ubi jalar, frozen). Produk dari Indonesia saat ini dikenakan tarif bea masuk sebesar 7,5 % dan akan bebas tarif bea masuk pada tahun 2023 (lihat Tabel 2.8). Untuk produk turunan ini, produk dari negara pesaing terbesar, yaitu China dikenakan tarif bea masuk sebesar 12%. Kemudian, untuk produk HS 0714.40.100 (talas, frozen), produk dari China dikenakan tarif bea masuk sebesar 10%, sedangkan bila Indonesia kembali mengekspor talas Jepang ke Jepang, hanya dikenakan tarif bea masuk sebesar 2,3% dan akan bebas tarif bea masuk pada tahun 2015. Lebih rendahnya nilai tarif bea masuk tentunya memberikan peluang yang lebih baik untuk Indonesia. 3.2 Strategi Dengan melihat fenomena secara umum dan mempertimbangkan peluang-peluang yang tertera di atas, hal-hal berikut direkomendasikan bagi dunia usaha Indonesia untuk dapat meningkatkan atau kembali mendapatkan pangsa pasar untuk HS 0714 khususnya ubi kayu, ubi jalar, dan talas di Jepang.
22
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
a. Berpartisipasi dalam pelatihan. Petani produk HS 0714 kiranya dapat proaktif mengikuti pelatihan-pelatihan yang ada untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk. Petani Indonesia juga perlu mengusahakan lahan organik sehingga dapat juga mereguk market pangan organik di Jepang untuk produk HS 0714 ini. b. Berpartisipasi dalam pameran dagang di Jepang. Pameran yang terkait produk HS 0714 dilaksanakan setiap tahunnya di Jepang. Para pengusaha produk HS 0714 di Indonesia kiranya dapat proaktif untuk berpartisipasi mengikuti pameran sehingga keberadaan produk HS 0714 dari Indonesia dapat semakin dikenal di Jepang. Walaupun ekspor produk ubi kayu terhenti sejak tahun 2009 dan ekspor talas Jepang tidak berlanjut lagi sejak tahun 2007, pameran dagang dapat menjadi kesempatan yang baik untuk memulai kembali ekspor ke Jepang. Pameran dagang juga dapat menjadi ajang yang baik untuk uji-coba rasa dari produk Indonesia dengan selera orang Jepang. c. Proaktif dengan Perwakilan Dagang di Jepang. Para pengusaha produk HS 0714 di Indonesia diharapkan dapat secara proaktif menghubungi perwakilan dagang luar negeri Indonesia di Jepang (Tokyo dan Osaka) untuk meminta informasi pameran dan perkembangan terkait produk HS 0714 ini, maupun untuk bantuan prasarana kerjasama dengan pihak Jepang. d. Memperhatikan kebutuhan pasar. Produk HS 0714 selain sebagai bahan pangan manusia, juga digunakan sebagai bahan makanan ternak, bahan dasar industri, seperti kertas, bahkan untuk pembuatan ethanol. Kualitas yang diharapkan tentunya akan berbeda. Pengusaha di Indonesia perlu memperhatikan kebutuhan pasar yang ada sehingga dapat mendayagunakan 23
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
produk HS 0714 dari berbagai macam kualitas yang tersedia di Indonesia. e. Mengusahakan sertifikasi HACCP. Perusahaan-perusahaan besar di Jepang umumnya mensyaratkan pengolah produk HS 0714 memiliki sertifikat HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) yang berhubungan dengan keamanan pangan. Perusahaan pengolah produk HS 0714 perlu mengusahakan sertifikasi HACCP ini supaya produk Indonesia dapat masuk ke supermarket yang besar di Jepang. f. Membina terus hubungan yang baik dengan pembeli dari Jepang. Bila berhasil bertransaksi dengan importir Jepang, pengusaha produk HS 0714 di Indonesia harus berusaha untuk terus menjaga kualitas produk sehingga tetap terjalin hubungan saling percaya yang baik dengan importir Jepang tersebut. Untuk itu pengusaha di Indonesia perlu juga berhati-hati dengan perubahan regulasi impor. Pengusaha di Indonesia perlu terus mengupdate regulasi impor untuk produk HS 0714 di Jepang ini. Melalui hubungan yang baik dengan pembeli dari Jepang, pengusaha Indonesia dapat meminta bantuan pembeli dari Jepang untuk memberikan informasi seandainya ada perubahan regulasi dan sebagainya. g. Membuka diri terhadap investor Jepang. Petani, pengolah dan pengusaha produk HS 0714 di Indonesia perlu berani untuk membuka diri kepada investor Jepang. Tentunya tetap perlu berhati-hati dan tidak sembarangan menekan kontrak perjanjian. Investor Jepang yang baik akan membantu peningkatan kualitas dan kuantitas produksi produk HS 0714 di Indonesia. Keberadaan investor Jepang juga akan membantu pemasaran produk HS 0714 ini ke negeri Jepang itu sendiri. 24
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
h. Membina kerjasama dengan peneliti produk HS 0714. Perlu terus diupayakan penelitian yang dapat menghasilkan bibit yang tahan hama dan penyakit, sehingga kualitas dan kuantitas produk dapat meningkat. Selain penelitian untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, juga perlu diupayakan penelitian pendayagunaan yang baru untuk produk HS 0714 ini. Sebagai contoh, penelitian penggunaan ampas ubi kayu untuk pembuatan ethanol sebagaimana terlihat dalam Gambar 3.1. Keberhasilan penelitian ini akan menjadikan ampas ubi kayu sebagai produk yang memiliki harga jual. Pendayagunaan ubi kayu yang sudah rusak dan mengandung asam sianida dapat menjadi sebuah tema penelitian yang hasilnya akan menjadikan ubi kayu yang sudah rusak pun tetap dapat menjadi produk yang memiliki harga jual.
Produk Tapioka Produk makanan, industri
Perkebunan Ubi Kayu Ubi Kayu
Pati a m p a s
Bahan: Ampas Cassava Proses Penghancuran Ampas
Cassava Pulp
Proses Ekstraksi Cassava Pulp
Flow Produksi Ethanol
Proses Pencairan Ampas
Proses Fermentasi Ethanol
Proses Pengendapan Ethanol
Pemurnian Ethanol
Gambar 3.1 Proses pengolahan Bio-ethanol dari ampas ubi kayu Sumber: NEDO 25
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
i. Mengembangkan business model di dalam negeri yang saling menguntungkan. Untuk produk talas Jepang, saat ini ketersediaan bibit talas Jepang masih sangat
terbatas
dan
dikuasai
hanya
oleh
beberapa
pengusaha.
Pengusaha/petani yang ingin ikut memproduksi talas Jepang perlu membeli bibit dari pengusaha-pengusaha tersebut dengan harga yang relatif tidak murah. Perlu keberanian pengusaha-pengusaha yang sudah memiliki bibit talas Jepang ini untuk merangkul petani/pengusaha lain dengan business model yang bisa saling menguntungkan sehingga produksi talas Jepang di Indonesia dapat berkembang dan dapat melayani permintaan pasar Jepang dalam jumlah besar.
26
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
BAB IV
INFORMASI PENTING
1. Perwakilan Jepang di Indonesia Kedutaan Besar Jepang di Jakarta Duta Besar: Mr. Yoshinori Katori Jl. M.H. Thamrin Kav.24, Jakarta Pusat 10350, Indonesia Phone: (021) 3192-4308 Fax: (021) 3192-5460 Website: www.id.emb-japan.go.jp Kantor Konsuler Jepang di Makassar Kepala Kantor Konsuler: Mr. Shingo Higashimoto Jl. Jenderal Sudirman No.31, Makassar, Indonesia Phone: (0411) 871-030, 872-323 Fax: (0411) 853-946 Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya Konsul Jenderal: Mr. Noboru Nomura Jl. Sumatera No. 93, Surabaya, Indonesia Phone : (031) 503-0008 Fax : (031) 503-0037, 502-3007 Website : www.surabaya.id.emb-japan.go.jp Konsulat Jenderal Jepang di Denpasar Konsul Jenderal: Mr. Minoru Shirota Jl. Raya Puputan No.170, Renon, Denpasar, Bali, Indonesia Phone : (0361) 227-628 Fax : (0361) 265-066 Website : www.denpasar.id.emb-japan.go.jp Konsulat Jenderal Jepang di Medan Konsul Jenderal: Mr. Yūji Hamada Wisma BII, 5th floor Jl. Pangeran Diponegoro No. 18, Medan, Sumatera Utara, Indonesia Phone : (061) 457-5193 Fax : (061) 457-4560 Website : www.medan.id.emb-japan.go.jp 27
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
2. Kamar Dagang Jepang The Tokyo Chamber of Commerce & Industry Head Office: 3-2-2, Marunouchi, Chiyoda-ku, Tokyo 100-0005, Japan Phone: +81-3-3283-7523 Fax: +81-3-3216-6497 Website: www.tokyo-cci.or.jp 3. Asosiasi Terkait Produk HS 0714 di Jepang Japan Root and Tuber Crops Development Association Vip Akasaka 303, 6-10-41, Akasaka, Minato-ku, Tokyo 107-0052, Japan Phone: +81-3-3588-1040 Fax: +81-3-3588-1225 Website: www.disclo-koeki.org/07a/00955/index.html Japan Specialty Agriculture Products Association Sankaido Bld. 3rd Floor 1-9-13, Akasaka, Minato-ku, Tokyo-107-0052, Japan Phone: +81-3-3584-6845 Fax: +81-3-3584-1757 Webiste: www.jsapa.or.jp 4. Daftar Pameran Terkait Produk HS 0714 di Jepang Agri Food Expo Website: www.exhibitiontech.com/afx Phone: +81-3-5775-2856 FOODEX Website: www3.jma.or.jp/foodex Phone: +81-3-3434-3453 Gourmet & Dining Style Show Website: www.gourmetdiningstyleshow.com Phone: +81-3-3843-9850 28
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
International Hotel & Restaurant Show Website: www.jma.or.jp/hcj Phone: +81-3-3434-1377 International Food Expo UTAGE in Osaka Website: www.shokuhaku.gr.jp Phone: +81-6-7688-0377 Supermarket Trade Show Website: www.smts.jp Phone: +81-3-5209-1056 The World Food and Beverage Great Expo Website: www.fabex.jp Phone: +81-3-3271-4816 5. Perwakilan Indonesia di Jepang KBRI Tokyo Duta Besar: Bpk. Muhammad Lutfi Atase Perdagangan: Ibu Julia Gustaria Silalahi 5-2-9, Higashi Gotanda, Shinagawa-ku, Tokyo 141-0022, Japan Phone: +81-3-3441-4201 Fax: +81-3-3447-1697 E-mail:
[email protected] Website: kbritokyo.jp KJRI Osaka Konsul Jenderal: Bpk. Ibnu Hadi Resona Senba Building 6th Floor 4-4-21, Minami Senba, Chuo-ku, Osaka 542-0081, Japan Phone: +81-6-6252-9826 Fax: +81-6-6252-9872 E-mail:
[email protected] Website: www.indonesia-osaka.org
29
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
ITPC Osaka Kepala: Ibu Rosiana Christina Frederick Wakil Kepala: Bpk. Eko Priyantoro ITM 4-J-8, Asia and Pacific Trade Center 2-1-10, Nanko Kita, Suminoe-ku, Osaka 559-0034, Japan Phone: +81-6-6615-5350 Fax: +81-6-6615-5351 Website: www.itpc.or.jp
30
[Market Brief Atdag Tokyo 2/2013]
REFERENSI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Buku Tarif Kepabeanan Indonesia Tahun 2012. International Trade Center. http://www.trademap.org Japan Customs, January 2013, http://www.customs.go.jp Japanese Society of Root and Tuber Crops. http://www.jrt.gr.jp JETRO, Handbook for Agricultural and Fishery Products Import Regulations 2009, published on February 2010 by Japan External Trade Organization. The Japan Food Chemical Research Foundation. http://www.ffcr.or.jp Trade Statistics of Japan, Ministry of Finance, January 2013, http://www.customs.go.jp/toukei/info/index_e.htm Wargiono, J., and D.M. Barrett (eds.). Budidaya Ubikayu, P.T. Gramedia Publishers, Jakarta, Indonesia, 1987. World Tariff. http://worldtariff.com
31