LEMBAR PERSETUJUAN JURNAL PENERAPAN ASAS ITIKAD BAIK (Geode Trouw) PASAL 1338 AYAT (3) B.W PADA PELAKU USAHA SERVICE ELEKTRONIK TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN (Study Kasus di Kota Gorontalo)
Di ajukan oleh : NAZMARIN MARDANI NIM: 271 411 181 Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji
Pembimbing I
Pembimbing II
Mutia. Ch. Thalib,SH.,M.Hum Nip :19690704 199802 2 001
Suwitno. Y. Imran,SH.,MH Nip : 19830622 200912 1 004
Mengetahui, Ketua Jurusan Ilmu Hukum
SUWITNO Y. IMRAN,SH.,MH NIP : 19830622 200912 1 004
1
PENERAPAN ASAS ITIKAD BAIK (Geode Trouw) PASAL 1338 AYAT (3) B.W PADA PELAKU USAHA SERVICE ELEKTRONIK TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN (Study Kasus di Kota Gorontalo)
NAZMARIN MARDANI
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui bagaimana penerapan asas itikad baik (geode trouw) pasal 1338 ayat (3) B.W pada pelaku usaha service elektronik terhadap perlindungan konsumen danUntuk mengetahui akibat hukum apa yang di timbulkan pada pelaku usaha service elektronik terhadap kerugian konsumen. Penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris, teknik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara serta menggunakan analisis data yang bersifat deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa Penerapan Azas Itikad Baik (Geode Trouw) Pasal 1338 Ayat 3 B.W Pada Pelaku Usaha Service Elektornik Terhadap Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Kota Gorontalo) Asas Iktikad baik yang berlandaskan pada nilai kepatutan, keadilan dan kejujuran masih belum terterapkan dengan baik oleh pelaku usaha service elektronik terhadap perlindungan terhadap konsumen yang bersifat merugikan bagi konsumen dan menguntungkan secara sepihak oleh pelaku usaha service elektronik dan Akibat Hukum yang ditimbulkan oleh pelaku usaha service elektronik terhadap kerugian konsumen yaitu berupa proses mediasi yang dilakukan oleh YLKI apabila konsumen melaporkannya, apabila tidak berhasil ganti rugi terhadap kerugian konsumen, melalui pengadilan dan jika terbukti dapat berupa pencabutan ijin usaha. Kata Kunci : Penerapan Azas Itikad Baik, Pelaku Usaha service Elektronik, Perlindungan Konsumen
2
A. Latar Belakang Memasuki era globalisasi dan pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat,arus persaingan dalam berusaha merupakan salah satu bagian yang penting.Banyaknya tuntutan dan kebutuhan masyarakat membuat pelaku usaha harus memenuhi kebutuhan tersebut salah satunya di bidang teknologi, yaitu dengan menyediakan jasa service barang elektronik. Kondisi ini memaksa para pelaku usaha untuk memberikan pelayanan jasa bagi para konsumen secara baik dan dengan rasa nyaman, tetapi terkadang hal ini di abaikan oleh beberapa oknum pelaku usaha yang tidak mengutamakan kenyamanan konsumen dalam menggunakan jasa pelaku usaha.Hal semacam ini banyak dilakukan oleh para pelaku usaha yang masih pada tingkatan sederhana.Dalam hal ini tempat usaha yang tidak berbadan hukum hanya mengandalkan kemampuan yang tidak teruji secara formal yang dapat menimbulkan kerugian pada konsumen. Salah satu tempat usaha yang paling banyak saat ini yaitu penyedia jasa layanan service elektronik. Banyaknya pelaku usaha service elektronik yang mengabaikan kenyamanan konsumen yang telah mempercayai barang mereka untuk diperbaiki menjadi masalah yang serius dalam hal ini, kerugian yang ditanggung oleh konsumen dengan mendapatkan hasil kerja pelaku usaha yang tidak melakukan kerjanya secara baik, yaitu barang yang dikembalikan oleh pelaku usaha setelah diperbaiki bukannya menjadi baik malah mengalami kerusakan yang lebih parah, ada juga permasalahan lain yaitu pelaku usaha malah mengambil alat dalam barang yang masih baru dan bagus lalu ditukarkan dengan yang sudah tidak layak digunakan sehingga membuat barang menjadi cepat rusak kembali. Hal semacam ini banyak ditemukan pada pelaku usaha service elektronik yang tidak berbadan hukum, dan hanya mengandalkan kemampuan yang belum terlalu mahir. Perjanjian ini hanya didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh konsumen terhadap pelaku usaha service elektronik dan itu tidak terpenuhi. Karena perjanjian yang didasarkan rasa kepercayaan jarang di lakukan secara formal yang diwujudkan dalam bentuk dokumen menjadi alasan pelaku usaha 3
untuk tidak bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuat dengan barang milik konsumen. Ini berarti Pelaku usaha pada umumnya banyak mengabaikan salah satu azas dalam perjanjian yaitu asas itikad baik (geode trouw) yang diatur dalam ketentuan pasal 1338 ayat (3) BW yang menyatakan bahwa, perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Uraian Gambaran di atas menunjukan bahwa penerapan itikad baik oleh pelaku usaha service elektronik terhadap perlindungan konsumen masih belum terpenuhi secara baik tersebut sehingga memberikan kerugian terhadap konsumen. Oleh karena aitu maka calon peneliti akan tertarik untuk melihat lebih lanjut dalam penelitian ini tentang Hal di maksud dengan judul penelitian “PENERAPAN ASAS ITIKAD BAIK (GEODE TROUW) PASAL 1338 AYAT (3) B.W PADA PELAKU USAHA SERVICE ELEKTRONIK TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDY KASUS DI KOTA GORONTALO)” B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka rumusan Masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Penerapan asas itikad baik (geode trouw) pasal 1338 ayat (3) B.W pada pelaku usaha service elektronik terhadap perlindungan konsumen? 2. Apa akibat hukum yang ditimbulkan pada pelaku usaha service elektronik terhadap kerugian konsumen? C. Metodelogi Penelitian Penelitian mengenai Penerapan asas itikad baik (Geode Trouw) pasal 1338 ayat (3) B.W pada pelaku usaha service elektronik terhadap perlindungan konsumen (study Kasus di kota Gorontalo)merupakan penelitian hukum empiris.Sumber data dalam penelitian adalah data primer yaitu data yang di peroleh langsung didalam masyarakat1,kemudian data Sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan 2 atau 1
Mukti fajar, Yulianto Achmad, ibid,hal 156 Mukti fajar, Yulianto Achmad, ibid,hal 157
2
4
penelaahan terhadap literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum. Lokasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti yakni mengambil lokasi penelitian pada tempat usaha service Elektronik di kota Gorontalo.Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum ini menggunakan teknik wawancara dan observasi.Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis data secara deskriptif yang maksudnya adalah, bahwa calon peneliti dalam menganalis berkeinginan untuk memeberikan gambaran atau pemaparan atas subyek dan obyek penelitian sebagaimana hasil penelitian yang dilakukannya.3 D. Pembahasan 1. Penerapan Asas Iktikad Baik (Geode Trouw) Pasal 1338 Ayat (3) B.W pada
pelaku
usaha
service
elektronik
terhadap
perlindungan
konsumen. Menurut kamus hukum4 Asas merupakan suatu pemikiran yang dirumuskan secara luas dan mendasari adanya sesuatu norma hukum. Dalam pandangan beberapa para ahli,Asas mempunyai arti yang berbeda beda asas adalah sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat.Asas merupakan berarti hukum dasar. Menurut The Liang Gie, Asas adalah suatu dalil umum yang di nyatakan dalam istilah umum tanpa menyarankan cara-cara
khusus
mengenai pelaksanaan, yang diterapkan serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang tepat bagi perbuatan itu berdasarkan uraian ini,dengan demikian asas dapat di maknai sebagai dasar berpikir atau dasar berpendapat, atau dengan kata lain asas merupakan nilai nilai yang menjadi titik tolak dalam berpikir atau dalam berpendapat.5
3
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2013, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, Yogyakarta; Pustaka Pelajar. Hlm 153-183 4 Ibid 5 Fence M. Wantu, 2011, Idee Des Recht Kepastian Hukum, Keadilan, Dan Kemanfaatan Hukum,Yogyakarta; PUSTAKAPELAJAR. Hlm 50 5 Ibid
5
Asas hukum merupakan sumber bagi system hukum yang ,memberi inspirasi mengenai nilai-nilai etis, moral dan social masyarakat.Untuk mencari arti dari asas hukum, kiranya perlu di uraikan pandangan dari para ahli. Berikut ini pandangan para ahli seperti Belle Froid,Van Eikema Hommes, Dan Scholten Tentang arti asas hukum.6 BelleFroid Berpendapat bahwa asas hukum umum norma dasar yang di dasarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak di anggap beradal dari aturan aturan yang lebih umum.Asas hukum merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat. Sementara Van Eikema Homes mengatakan bahwa asas hukum itu tidak boleh di anggap sebagai norma-norma hukum kongkrit,akan tetapi pandangan sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petujuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum praktis perlu broriebtasi pada asas asas hukum tersebut Selanjutnya scholten mengatakan asas hukum adalah kecenderungan yang di syaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum,merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasan nya sebagai pembawaan yang umum itu tetapi yang tidak boleh selalu ada. Menurut pendapat Sudikno Mertokususmo Asas hukum bukanlah hukum kongkrit,melainkan pikiran dasar yang umum melainkan yang abstrak atau merupakan latar belakang yang kongkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang- undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat di ketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri dan umum dalam peraturan kongkrit tersebut. Sidarta menyatakan asas hukum adalah prinsip yang paling umum yang bermuatan nilai-etik,yang dapat dirumuskan dalam tata hukum atau berada diluar tata hukum. Asas hukum adalah mata kaedah yang ada di belakang kaedah,yang memuat kriteria nilai yang untuk dapat menjadi
6
Ibid
6
pedoman berperilaku memerlukan penjabaran atau konkretisasi kedalam aturan aturan hukum.7 Sebagaimana diketahui bahwa dalam Pasal 1338 ayat (1) B.W tersimpul atas asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme serta daya mengikatnya perjanjian.Pemahaman terhadap pasal tersebut tidak berdiri dalam kesendiriannya asas-asas yang terdapat dalam pasal tersebut berada dalam satu system yang pada dan integrative dengan ketentuan-ketentuan lainnya.8 Hakikatnya perjanjian yang sesuai dengan sistem hukum akan berdasar pada asas-asas tersebut, karena asas berdasarkan norma yang seharusnya diterapkan dengan baik dan benar. Dalam Pasal 1338 ayat (3) B.W menyatakan bahwa “perjanjianperjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”.9Apa yang dimaksud dengan iktikad baik perundang-undangan tidak memberikan definisi yang tegas dan jelas. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan iktikad adalah kepercayaan, keyakinan yang teguh, maksud, kemauan (yang baik). Dalam kamus hukum fockema andrea dijelaskan bahwa”geode trouw adalah maksud, semangat yang menjiwai para peserta dalam suatu perbuatan hukum atau tersangkut dalam suatu hubungan hukum. Tetapi dalam penerapannya asas iktikad baik tujuannya masih belum tercapai, banyaknya perjanjian yang dilakukan tidak berdasarkan pada iktikad baik hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan pada pelaku usaha service elektronik terhadap konsumennya. Memperkuat hasil penelitian ini peneliti melakukan observasi ke kantor perizinan perihal kedudukan yuridis dari usaha-usaha service Elektronik yang ada di kota Gorontalo. Hal ini di lakukan sebagai langkah peneliti mengidentifikasi salah satu indikator asas itikad baik, yakni niat baik pelaku usaha untuk mendaftarkan usahanya demi kelancaran operasional
usahanya
bagi
penentuh,
7
adalah
untuk
memudahkan
Ibid AgusYudha Hernoko, 2008, Hukum Perjanjian Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Jakarta;hlm 134 9 ibid 8
7
pengawasan terhadap pelaku usaha Service Elektronik yang ada di kota Gorontalo dari data yang di peroleh menunjukan bahwa pelaku usaha service Elektronik yang memiliki izin hanya 3 dari 17 usaha service elektronik yang ada dikota gorontalo. Banyaknya pelaku usaha service elektronik yang mengabaikan kenyamanan konsumen yang telah mempercayai barang mereka untuk diperbaiki menjadi masalah yang serius dalam hal ini, kerugian yang ditanggung oleh konsumen dengan mendapatkan hasil kerja pelaku usaha yang tidak melakukan kerjanya secara baik, yaitu barang yang dikembalikan oleh pelaku usaha setelah diperbaiki bukannya menjadi baik malah mengalami kerusakan yang lebih parah, ada juga permasalahan lain yaitu pelaku usaha malah mengambil alat dalam barang yang masih baru dan bagus lalu ditukarkan dengan yang sudah tidak layak digunakan sehingga membuat barang menjadi cepat rusak kembali. Hal semacam ini banyak ditemukan pada pelaku usaha service elektronik yang tidak berbadan hukum, dan hanya mengandalkan kemampuan yang belum terlalu mahir. Perjanjian ini hanya didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh konsumen terhadap pelaku usaha service elektronik dan itu tidak terpenuhi. Karena perjanjian yang didasarkan rasa kepercayaan jarang di lakukan secara formal yang diwujudkan dalam bentuk dokumen menjadi alasan pelaku usaha untuk tidak bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuat dengan barang milik konsumen. Ini berarti Pelaku usaha pada umumnya banyak mengabaikan salah satu asas dalam perjanjian yaitu asas itikad baik (geode trouw) yang diatur dalam ketentuan pasal 1338 ayat (3) BW yang menyatakan bahwa, perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Namun dilihat hal ini dengan indikator asas itikad baik berupa asas keterbukaan terhadap perbaikan menunjukan, bahwa pemenuhan terhadap asas itikad baik itu rendah tingkat sebagaimana wawancara yang di lakukan oleh
peneliti dengan pelaku salah satu pegawai di tempat service
8
elektronik10 yang mengatakan bahwa perjanjian antara konsumen dan pelaku usaha tidak dilakukan secara tertulis tapi hanya lisan dan apabila ada kerusakan di akibatkan oleh pelaku usaha saat memperbaiki barang milik konsumen itu tidak merupakan tanggung jawab pelaku usaha tapi apabila ingin diperbaiki lagi akan dimintakan biaya tambahan, ini terbukti pelaku usaha service pada salah satu tempat service tidak memiliki itikad baik dalam melakukan perbuatan hukum antara konsumen dan pelaku usaha. Yang sebenarnya hukum telah melindungi setiap hak-hak dari konsumen. Dan perilaku usaha service elektronik yang seperti ini jauh dari nilai keadilan, kepatutan dan kejujuran sesuai degan asas iktikad baik. Selanjutnya ada tempat service elektronik yang lain, perjanjian dilakukan secara tertulis dalam bentuk nota tetapi apabila barang milik konsumen memiliki kerusakan tambahan diluar dari perjanjian yang telah disepakati sebelumnya akan dikonfirmasi tetapi dengan adanya kerusakan tambahan mengakibatkan dapat menambahkan biaya lagi pernyataan ini dikatakan oleh salah satu pegawai tersebut
11
, yang seharusnya apa bila
kerusakan tambahan di akibatkan oleh pelaku usaha karena memperbaiki kerusakan sebelumnya itu merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha dalam hal ini asas itikad baik tidak terpenuhi. Dalam hasil wawancara yang telah peneliti lakukan dengan konsumen service elektronik di tempat service tersebut yaitu ibu Sri, peneliti bertanya tentang bagaimana kinerja dari pelaku usaha dan bagaimana tanggungjawabnya terhadap barang milik konsumen, ibu Sri mengatakan kinerja dari pelaku usaha service masih dibawah karena barang yang ingin di perbaiki bukannya baik malah bertambah kerusakannya dan pihak service elektronik tidak bertaggung jawab dan malah memintakan uang tambahan untuk memperbaikinya lagi.12 Ini tentunya sangat merugikan bagi konsumen. Konsumen berhak untuk mendapatkan haknya dalam menerima pelayanan yang maksimal dari pelaku usaha service elektronik, dan hak atas kenyamanan, keamanan, dan 10
Wawancara dengan salah satu pegawai di tempat service Wawancara dengan pemilik service 15 april 2015 12 Wawancara dengan pemilik service 15 april 2015 11
9
keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa. Konsumen yang hanya mengandalkan rasa kepercayaan sejak dari awal melakukan perbuatan hukum menjadi faktor hal semacam ini tidak dapat dilaporkan dan hanya memberi keuntungan bagi pelaku usaha service elektronik. Seharusnya lembaga yang berperan dalam perlindungan konsumen harus lebih memperhatikan kenyamanan konsumen dalam melakukan perbuatan hukum dengan pelaku usaha service elektronik dengan usaha-usaha yang dapat di pikirkan dan di terapkan secara maksimal. Menurut peneliti dengan hasil penelitian di atas belum adanya iktikad baik oleh pelaku usaha service kepada konsumennya jelas merugikan. Yang sebenarnya telah di atur dalam pengaturan pasal 1338 ayat 3 B.W yang menetapkan bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik. Maksudnya perjanjian itu dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian dengan beberapa pelaku usaha service elektronik menggambarkan tidak adanya kepatutan dan keadilan yang telah dijelaskan dalam pengaturan pasal 1338 ayat (3) B.W pelaku usaha service masih banyak melakukan wanprestasi yang berarti melanggar perjanjian yang telah di sepakati sebelumnya dengan konsumen. Karena perjanjian tidak dilaksanakan secara tertulis menjadi celah bagi pelaku usaha service elektronik untuk tidak bertanggungjawab. Sementara itu pengertian iktikad baik dalam paal 1338 ayat (3) B.W yang berarti melaksanakan perjanjian dengan iktikad baik, adalah bersifat dinamis.Artinya dalam melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seseorang manusia. Jadi saling mengingat bahwa manusia sebgai anggota masyarakat harus jauh dari sifat merugikan pihak lain atau menggunakan kata-kata secara membabibuta pada saat kedua belah pihak membuat suatu perjanjian. Tempat service elektronik berikutnya yang telah peneliti wawancarai terkait iktikad baik terhadap konsumen, mengatakan ketika peneliti bertanya mengenai ijin usaha ada salah satu tempat usaha service elektronik itu tidak
10
memiliki ijin secara resmi dan pertanggungjawaban terhadap kerugian konsumen masih kurang.13dibuktikan dengan adanya konsumen yang mengeluh terhadap kinerja pelaku usaha, karena kerusakan yang di akibatkan oleh hasil kerja pelaku usaha tetap membebankan biaya tambahan terhadap konsumen seperti yang dikatakan oleh salah satu konsumen Dalam hasil wawancara dengan yayasan lembaga perlindungan konsumen indonesia (YLKI) Kota Gorontalo peneliti bertanya tentang masyarakat yang mengkomplaint pelaku usaha service elektronik yang merugikan. Sesuai dengan data yang peneliti dapatkan di yayasan lembaga konsumen Indonesia (YLKI) jumlah masyarakat yang mengkompleint terhadap pelaku usaha service elektronik selama 1 tahun terakhir ada 33 konsumen dan hampir semua tidak dapat di selesaikan secara baik karena banyaknya konsumen yang tidak paham dengan hukum dan ada beberaapa juga yang tidak melapor ke YLKI karena tidak mengetahui adanya lembaga yang dapat memberikan perlindungan terhadap konsumen. Sehingga tetap memberikan kerugian kepada konsumen tapi dari beberapa konsumen yang melapor ada yang dapat diselesaikan. Ada pun kerugian-kerugian yang didapatkan konsumen yaitu seperti mengganti barang yang asli dengan yang palsu, kerusakan barang yang bertambah akibat pelaku usaha service elektronik, seperti yang dikatakan oleh ketua YLKI
14
kami menanggapinya
dengan berusaha melakukan mediasi dan apabila tidak berhasil paling banyak dengan sangsi ganti rugi. Peranan YLKI sangat penting bagi masyarakat yang bertindak sebagai konsumen, karena tidak terpenuhinya hak-hak konsumen menjadi salah satu tanggung jawab YLKI untuk melindunginya. Dalam hal ini ada beberapa usaha service elektronik yang tingkat penerapan iktikad baiknya ada contohnya tempat service elektronik lainnya, peneliti melakukan wawancara dengan salah 1 karyawan mengatakan bahwa apabila ada barang milik konsumen yang rusak diakibatkan oleh tempat ini 13
Wawancara dengan salah satu pemilik service elektronik 13 mei 2015 Wawancara dengan Bapak Agus ketua YLKI
14
11
maka kami akan bertanggung jawab dengan memperbaiki dan tidak meminta tambahan biaya perjanjian dilakukan secara tertulis dengan nota, tetapi apabila nota hilang maka pertanggung jawaban akan batal dengan sendirinya,15ini jelas masih ada tempat service yang memiliki asas iktikad baik
terhadap
konsumenya
dan
akan
bertanggung
jawab
untuk
kesalahannya, tetapi harus didukung dengan sikap konsumen yang menjaga persyaratan untuk pertanggung jawaban yaitu dengan tidak menghilangkan nota. Selanjutnya di tempat service lainnya perjanjian dilakukan dengan nota, apabila ada kerusakan tambahan akan di tanggungjawab dan tidak diminta biaya tambahan ini tidak hanya dikemukakan oleh karyawan tersebut tetapi juga oleh salah satu konsumennya yaitu saudari Nining. berarti dalam melakukan usaha pelaku usaha memenuhi yang namanya asas itikad baik sehingga tidak memeberikan kerugian terhadap konsumen.16 Dengan masih adanya pelaku usaha service yang mementingkan hakhak konsumenya dan memiliki iktikad baik dalam melakukan perjanjian dengan konsumen seharusnya dapat dimanfaatkan oleh konsumen dengan memilih tempat sevice elektronik yang baik dan terdaftar di KPPT Kota Gorontalo.Ini sejalan dengan pendapat Bapak Agus ketua YLKI Gorontalo yang mengatakan konsumen harus cerdas memilih yang baik atau tidak harus berani dan juga memberanikan diri untuk menuntut dan melindungi haknya sendiri. Sehingga akan berkurang tingkat pemanfaatan yang merugikan terhadap konsumen.17 Namun masih lebih banyak usaha service elektronik yang belum terdaftar dan tingkat penerapan asas iktikad baiknya sangat rendah, kelamahan konsumen yang belum terlalu cermat dalam melakukan perbuatan hukum menjadi salah satu faktor pelaku usaha service mengabaikan hak-haknya,yang seharusnya setiap pelaku usaha dalam
15
Wawancara dengan salah satu karyawan di tempat service elektronik 18 april 2015 Hasil wawancara dengan Bpk.Ridwan A.Kase(Kepala Kantor KPPT) dan Bpk.Moh.Kurniawan (KASUBAG Tata Usaha) pada tanggal 25 april 2015 17 Wawancara dengan Bapak Agus Ketua YLKI Gorontalo 27 maret 2015 16
12
melakukan
pekerjaannya
harus
berdasar
pada
itikat
baik
yang
mementingkan nilai kepatutan, keadilan dan kejujuran. 2. Akibat hukum yang ditimbulkan pada pelaku usaha service elektronik terhadap kerugian konsumen. Sacipto Rahardjo memberikan pengertian kesadaran hukum sebagai kesadaran masyarakat untuk menerima dan menjalankan hukum sesuai dengan pembentukannya. Mertokusumo memberikan pengertian kesadaran hukum kesadaran tentang apa yang seyogyanya dilakukan atau perbuat atau seyogyanya tidak dilakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. Pengetahuan terhadap hukum merupakan unsur atau proses awal yang penting agar timbul kesadaran masyarakat terhadap hukum. Pengetahuan terhadap hukum tidak berarti hanya sekedar tau terhadap hukum tersebut, tetapi mengetahui apa saja yang di atur, apa yang dilarang, dan apa yang seharusnya dilakukan menurut hukum tersebut.18 Penegakan Hukum merupakan salah satu tonggak utama dalam Negara bahkan di tempatkan sebagai satu bagian tersendiri dalam sistem hukum. Selanjutnya dengan adanya penegakan hukum, maka setiap sengketa yang ada dapat di selesaikan, baik sengketa sesama warga, Negara dengan negara, Negara dengan Negara lain. Dengan demikian penegakan hukum merupakan syarat mutlak bagi usaha penciptaan Negara Indonesia yang damai dan sejahtera. Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyelesaikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidahkaidah yang ada dalam masyarakat guna memelihara dan memepertahankan ketertiban. Hal ini sesuai dengan apa yang di ungkapkan oleh Soerjono Soekanto yang menyagakan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum sebagai berikut: 1. Faktor hukumnya sendiri 2. Faktor penegakan hukum 3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum 18
Muslan Abdurrahman, 2009, sosiologi dan metode penelitian hukum, malang: UMMPRES hlm 34-35
13
4. Faktor masyarakat 5. Faktor kebudayaan. Akibat hukum yang ditimbulkan oleh pelaku usaha service elektronik terhadap kerugian konsumen merupakan hal yang urgent dalam sebuah masalah hukum. Pelaku usaha setidaknya mengedepankan asas dalam perjanjian terutama asas iktikad baik. Asas iktikad baik salah satunya mewajibkan pelaku usaha untuk melindungi barang yang di berikan oleh konsumen untuk di lakukan perbaikan sebagaimana usaha yang di dirikan oleh pelaku usaha tersebut Sebelum peneliti menguraikan akibat hukum yang di timbulkan pada pelaku usaha service elektronik terhadap kerugian konsumen maka terlebih dahulu peneliti akan menguraikan syarat sah nya suatu usaha (service elektronik). Menurut Bapak Moh.K.Hadjarati salah satu pegawai yang terdapat di kantor KPPT Kota Gorontalo. Bahwa untuk mendirikan usaha service elektronik harus memenuhi syarat sebagai berikut 1. Surat Permohonan Surat Izin usaha perdagangan 2. Surat Pernyataan 3. Surat permohonan izin Gangguan 4. Surat pernyataan izin tetangga Berdasarkan syarat di atas hendaknya pada pelaku usaha wajib untuk memenuhi
syarat
tersebut,apabila
mengakibatkan akibat hukum
tidak
memenuhi
syarat
tersebut
antara pelaku usaha dan konsumen atas
barang yang di perbaiki. Dalam suatu perjanian sebagaimana yang di tegaskan
pasal 1338
KUHPerdata “Semua perjanjian yang di buat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat di tarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasanalasan yang oleh undang-undang di nyatakan cukup untuk itu. ” apabila para pihak melanggar ketentuan tersebut maka akibat hukum akan di perlakukan kepada pihak yang melakukan wanprestasi. Wanprestasi adalah salah satu pihak tidak memenuhi kepada pihak yang lain
14
Berdasarkan hasil penelitian yang di dapatkan menunjukan angka pengaduan masyarakat dalam hal ini konsumen kepada YLKI dalam kurun waktu 3 tahun terakhir menunjukan angka yang fluktuatis (tidak stabil) Pengaduan yang di lakukan kepada YLKI oleh konsumen pada umumnya meniti beratkan pada wan prestasi yang di lakukan oleh pihak pelaku usaha Wanprestasi di maksud adalah pihak pelaku usaha pihak pelaku usaha tidak meberikan jaminan barang yang di berikan kepadanya. Apabila diliihat dari unsur perjanjian maka pelaku usaha tersebut tidak mempunyai itikad baik. Kewajiban
pelaku
usaha
yang
terdapat
pada
Pasal
7
Undang - Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pertama menyebutkan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Ini berarti hukum telah mengikat setiap pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usahanya harus beriktikad baik, dan ketika iktikad baik tidak terpenuhi maka akan ada akibat hukumnya. Begitu pula adanya kerugian yang di terima oleh konsumen karena pelakunya. Pelaku usaha service elektronik yang tidak bertanggung jawab atas barang elektronik milik konsumen dalam hal ini tidak adanya asas itikad baik tentunya akan timbul pula akibat hukum. Pengaturan Pasal 1338 ayat (3) B.W yang menetapkan bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik atau kontrak berdasarkan iktikad baik maksudnya perjanjian menurut kepatutan dan keadilan. Dalam wawancara yang peneliti lakukan dengan Bapak Agus selaku ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Kota Gorontalo, beliau mengatakan apabila ada konsumen yang melapor maka akibat hukum yang di timbulkan yaitu pihak konsumen meminta ganti rugi kepada pihak pelaku usaha, ganti rugi yang dimaksud adalah barang yang ada ditangan pelaku usaha service elektronik tersebut dikembalikan dalam keadaan baik. YLKI sebagai suatu lembaga perlindungan konsumen berfungsi untuk melindungi hak konsumen terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha
15
maka langkah awal yang dilakukan adalah melakukan usaha mediasi antara pelaku usaha service elektronik dengan konsumen oleh YLKI dan menemukan solusi terbaik dilihat berdasarkan perjanjian, dan apabila perjanjian tidak dalam bentuk tertulis hanya berdasarkan rasa kepercayaan maka pihak YLKI akan berusaha menegur pelaku usaha service elektronik dan menyarankan kepada konsumen untuk memilih secara cerdas tempat service yang resmi. Dari data yang di peroleh dilapangan jasa service elektronik yang ada di kota Gorontalo berjumlah 17 service elektronik kondisi ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan jasa tersebut sangatlah tinggi. Jasa service elektronik hendaknya melakukan pelayanan prime terhadap konsumen. Hal ini dikarenakan bahwa kebutuhan handphone maysarakat Gorontalo pada khususnya sangat tinggi. Dengan sangat tinginya kebutuhan akan handphone tersebut maka harus diikuti dengan banyaknya tempat-tempat service elektronik yang resmi sehingga masyarakat tidak mengalami kesulitan lagi dalam hal perbaikan handpone meraka tersebut. Kondisi ini membawa pengaruh terhadap kehendak manusia untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat dari kelalaian pelaku usaha service Handphone akan membawa pada suatu keadaan dimana manusia saling mengklem. Konsumen yang merasa dirugiakan sudah pasti akan keberatan. Keberatan inilah yang nantinya akan berujung pada proses penyelesaian. Penyelesaian yang dilakukan dapat berupa mediasi, tindakan langsung mengganti barang milik konsumen tersebut, dan tidak menutup kemungkinan sampai kejalur pengadilan. Proses mediasi yang dilakukan oleh YLKI akan berujung pada apakah mediasi ini berhasil atau tidak. Apabila mediasi tidak berhasil, maka konsumen akan menuntut ganti rugi terhadap pelaku usaha service elektronik terhadap kerugian yang di dapatkan oleh konsumen. Disamping itu, peran YLKI menanggapi mediasi tidak berhasil adalah kami akan memberikan pengawalan terhadap konsumen untuk melaporkannya kepada
16
kepolisian dan pelaku usaha service elektronik bisa mendapatkan sanksi. Sangsi yang diterima oleh pelaku usaha tersebut akan di tindak lanjuti dengan di cabut administrasi pendirian usaha dan yang paling buruk bisa di tutup tempat usahanya19 Menurut peneliti akibat hukum yang di dapatkan oleh pelaku usaha service elektronik terhadap kerugian konsumen masih belum memberikan efek jera terhadap pelaku usaha service elektronik, karena terbukti masih banyak usaha service elektronik yang masih belum belum mempunyai ijin usaha khusus service elektrinik. Kondisi ini sangat berpengaruh pada hakhak
dari
konsumen.
Pelaku
usaha
service
elektronik
seharusnya
mendapatkan hukuman yang lebih, hukuman administrasi yang di terapkan oleh pemerintah harus di ikuti dengan penegak hukum yang konsisten terhadap penegakan hukum itu sendiri. Untuk memberikan hukuman terhadap pelaku usaha tersebut harusnya pemerintah menyiapkan produk hukum yang benar-benar dapat membuat pelaku usaha service elektronik tidak sewenang-wenang terhadap hak-hak dari pada konsumen, sehingga dalam melakukan pekerjaannya pelaku usaha service elektronik tidak mengambil keuntungan secara sepihak dengan memberikan kerugian kepada konsumen. Salah satunya bagi pelaku usaha service elektronik yang tidak mendaftarkan secara resmi pedirian usahanya itu harus mendapat sangsi yang tegas pula karena itu bisa merugikan konsumen yang tidak mengetahuinya sehingga apabila ada permasalahan mengenai kerugian konsumen tidak dapat dipertanggungjawabkan karena tidak memiliki garansi perizinan usaha yang resmi. Dalam wawancara dengan pihak KPPT Bapak Muhammad Kurniawan Kasubag Bagian Tatausaha beliau mengatakan tempat uaha service elektronik yang tidak memiliki ijin dan tidak terdaftar tidak memiliki garansi usahanya, dan tidak dapat bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kerugian
19
Wawancara dengan Bapak Agus Ketua YLKI Kota Gorontalo tanggal 29 april 2015
17
konsumen20.Ini jelas bahwa KPPT seharusnya melakukan pengawasan terhadap tempat usaha yang tidak terdaftar dan memberikan sangsi bila tetap tidak ingin mendaftarkan usahanya karena ini berpengaruh pada pertanggungjawaban kerugian kepada konsumen.Karena konsumen masih banyak yang tidak dapat memilih secara cerdas tempat service yang telah terdaftar dan memiliki garansi resmi dan yang tidak.Sehinngga peran KPPT sangat dibutuhkan dalam permasalahan ini. Selanjutnya wawancara dari hasil wawancara dengan sekretaris YLKI Kota Gorontalo mengatakan terkait dengan usaha service elektronik yang tidak memiliki ijin usaha bisa mendapatkan sangsi pidana murni dan diberlakukan undang-undang perlindungan konsumen apabila dilaporkan.21 Menurut peneliti ini berarti usaha service elektronik bisa mendapatkan sangsi tetapi karena penegakan hukum dan pengawasan yang kurang dari pemerintah sehingga masih banyak usaha service elktronik yang tidak terdaftar dan masih banyak yang tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diberikan terhadap konsumen.
Daftar Pustaka Buku Fajar,Mukti dan Achmad Yulianto. 2013. Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris. Yogyakarta; Pustaka Pelajar. Fence M. Wantu, 2011, Idee Des Recht Kepastian Hukum, Keadilan, Dan Kemanfaatan Hukum,Yogyakarta; PUSTAKAPELAJAR. Hlm 50 Kristiyanti Celina Tri Siwi. 2009. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta; Sinar Grafika. Miru,Ahmad dan
Yodo,Sutarman. 2010.Hukum Perlindungan Konsumen.
Jakarta; Raja Grafindo Persada Muslan Abdurrahman, 2009, sosiologi dan metode penelitian hukum, malang: UMMPRES hlm 34-35 20 21
Wawancara dengan Bapak Muhammad kurniawan Kasubag Tatausaha Wawancara dengan ketua YLKI Kota Gorontalo 29 april 2015
18
Prodjodikoro.Wirjono.2011.Azas-Azas
Hukum
Perjanjian.Bandung;
Mandar
Maju. Sugiono “ Metode penelitian Kuantitatif,Kualitatif”,Bandung : alfabeta,2008,hal 85 Skripsi ibu Maryam “Penerapan Asas iktikad baik dalam perjanjian jual beli tanah untuk kepentingan umum Universitas Gorontalo. Yudha Hernoko Agus. 2008. Hukum Perjanjian Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial.Surabaya;LBM Kamus Dapartemen
Pendidikan
Nasional.(Eds).
2002.Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia.BALAI PUSTAKA.Jakarta Marwan dan P.Jimmy. (Eds).2009, Kamus Hukum Dictionary Of Law Complete Edition.REALITY PUBLISHER.Surabaya Internet www.Eprints.uny.ac.id http://Repository.unhas.ac.id/2013Skripsi-Ayu-Wandira-FakultasHukumUniversitas-Hasanudin.html,(diakses 7 February 2015) Sumber Undang-undang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
19