LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL PERAN RRI GORONTALO TAHUN 1958-1962
Oleh ZUR AIN NIM : 231 409 095 PEMBIMBING I
PEMBIMBING II
Drs. Joni Apriyanto, M.Hum NIP. 19680401 199303 1 004
Drs. Surya Kobi, M.Pd NIP. 19570622 198603 1 002.
Tanggal:
Tanggal:
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL 2014
ABSTRAK 1
Zur Ain, NIM 231 409 095. “Peran RRI Gorontalo Tahun 1958-1962” dalam Sejarah, Program Studi Pendidikan sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo. 2014, di bawah bimbingan Bapak Drs. Jony Apriyanto, M.Hum, dan Bapak Drs. Surya Kobi, M.Pd. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian mengenai RRI Gorontalo di Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai RRI Gorontalo yang terdapat di Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo tersebut. Guna mendapatkan data mengenai persoalan diatas, maka dilakukan pengumpulan sumber-sumber (Heuristik) melalui pengumpulan dokument mengenai RRI dan observasi ke lokasi RRI di Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo. Data yang telah terkumpul tersebut kemudian diperiksa melalui kritik sumber baik eksternal maupun internal agar kredibilitas sumber tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya peneliti melakukan interpretasi guna memperkaya (analisi) dan membuat kesimpulan-kesimpulan (sintesis) sehingga data yang ada dapat ditulis menjadi karya sejarah (Historiografi). Dalam penulisan karya ini maka penulis menggunakan tiga tekhnik dasar penulisa sejarah secara bersamaan yakni deskripsi, narasi dan analisis. Pola ini bertujuan untuk menjaga kontinuitas dan keilmiahan dari sumber-sumber sejarah yang diperoleh melalui tahap-tahap yang sudah ditentukan. Setelah dilalui tahap diatas, maka ditemukan bahwa RRI di Kecamatan Kota Tengah banyak memiliki kontribusi dalam menjaga keutuhan Negara Indonesia khususnya dalam bidang penyiaran. Ini mengasumsikan bahwa RRI dikala itu menjadi urat nadi informasi dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia.
Kata kunci “RRI Gorontalo” 1
Zur Ain, Nim 231409095, Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Pembimbing Joni Apriyanto,Surya Kobi.
PENDAHULUAN Pada tahun 1802, adanya kebijakan politik etis yang mengakibatkan ketertindasan bangsa Indonesia. Pendidikan warga pribumi diperhatikan bukan karena alasan kemanusiaan, melainkan untuk kepentingan ekonomi para pebisnis Belanda. Warga pribumi yang sudah mulai pintar akibat mengenyam pendidikan dari kebijakan politik etis walaupun nantinya mereka akan dieksploitasi tenaganya sebagai tenaga admistratif bagi bisnis yang dilakukan pengusaha Belanda. Dengan kebijakan politik etis itu, pemerintah kolonial Belanda telah berhasil menciptakan tenaga-tenaga terampil yang dapat digunakan sebagai pekerja rendahan, baik pada pemerintahan atau usaha yang dilakukan pengusaha Belanda. Namun “Senjata makan tuan”, akhirnya timbul kesadaran akan ketertindasan warga pribumi selama pendudukan pemerintah kolonial Belanda oleh warga pribumi yang telah mengenyam hingga ke pendidikan tinggi.Mereka memiliki pandangan terhadap kondisi tanah kelahirannya yang dikuasai oleh orang asing. Mereka mulai membuat selebaran-selebaran dan surat kabar sebagai sarana untuk menyatakan dan menyebarluaskan gagasannya. Dengan munculnya surat-surat kabar yang dikelola oleh warga pribumi, maka terjadi pertukaran dan penyebaran informasi mengenai kondisi di berbagai daerah di Nusantara.Hal itu menimbulkan perasaan kesamaan nasib yang memunculkan kesadaran kebersamaan. Maka timbulah dampak
dari
eksistensi
surat
kabar
pribumi
itu
terhadap
rasa
senasibsepenanggungan.Media massa dan komunikasi sebagai sarana dan alat pemersatu bangsa. Pada tahun 1958 Gorontalo menjadi basis operasi merdeka II yang bertugas melakukan tekanan fisik kepada permesta, selain itu tokoh-tokoh masyarakat Gorontalo bersama-sama memperjuangkan kepada pemerintah pusat supaya Gorontalo diberi jatah studio Radio Republik Indonesia. Pada tahun 2000 RII Gorontalo yang sebelumnya tergabung dalam lingkungan Departemen Penerangan RI dipusatkan dan digabung dibawah naungan Departemen Keuangan berdasarkan PP No. 37 tahun 2000.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi penelitian sejarah, dimana peneliti berusaha untuk merekonstruksi peristiwa sejarah berdasarkan fakta-fakta yang ada sehingga keakuratan dan ketepatan dalam penulisan sejarah bisa dicapai. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teori yang berkaitan langsung dengan judul utama skripsi ini serta pendekatan sosial-historys. Pendekatan Sosial-Historys merupakan salah satu instrument yang akan menggambarkan peristiwa yang terjadi dimasa lalu dan yang menunjang instrument tersebut adalah teori sebagai berikut. PEMBAHASAN Perubahan RRI menjadi Lembaga Penyiaran Publik telah melampaui proses yang cukup panjang seiring semangat demokratisasi media yang berjalan seiring momentum reformasi. Sebelumnya, RRI adalah lembaga penyiaran pemerintah yang merupakan unit kerja Departemen Penerangan.RRI mempunyai 52 stasiun penyiaran dan stasiun penyiaran khusus yang ditujukan ke Luar Negeri. RRI di daerah hamper seluruhnya menyelenggarakan siaran dalam 3 program yaitu Programa daerah yang melayani segmen masyarakat yang luas sampai pedesaan, Programa kota (Pro II) yang melayani masyarakat di perkotaan dan Programa III (Pro III) yang menyajikan berita dan informasi kepada masyarakat luas. RRI Gorontalo di Era Reformasi dalam operasionalnya, selalu mengedepankan apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan pendengar. Hal ini di implementasikan melalui acara-acara unggulan yang berorientasi pada publik, antara lain PertamaProgram Unggulan Dalam Bentuk Dialog Interaktif yang terdiri dari (a) Halo Gubernur Programa I dan III, (b) Dialog rumah kopi Programa I dan III, (c) Apa kabar Gorontalo Programa I dan III, Kedua Program Unggulan Jenis Hiburan terdiri dari (a) Hiburan sepanjang masa, (b) Panggung budaya, (c) Pentas anak, (d) Gita 21 (e) Prima Suara dan KetigaProgram
Unggulan Jenis Pendidikan terdiri dari (a) Siaran pedesaan, (b) Hikmah pagi dan (c) Cerita Anak. Dibandingkan dengan Orde Baru, maka pada era reformasi hingga saat ini, RRI Gorontalo mengedepankan Program siaran yang berorientasi publik dengan kualitas penyajian yang variatif dan menarik. Untuk merebut hati pendengar dan agar pihak swasta serta pemerintah mau melirik RRI, telah diupayakan pembenahan acara yang dilakukan dengan cara Pertama memilih mata acara yang sesuai dengan pendengar, Kedua acara unggulan RRI Gorontalo yang sudah ada ditingkatkan kualitasnya baik materi maupun teknis penyajiannya, dan Ketiga memberdayakan programa siaran yang ada sesuai profil masing-masing programa, yakni (a) Programa satu, format siaran pendidikan, informasi dan hiburan, (b) Programa dua, format music dan informasi, dan (c) Programa tiga, berita dan masalah-masalah actual. Satu hal yang sangat membanggakan bagi RRI Gorontalo, walaupun ditengah-tengah arus persaingan, informasi dan komunikasi, eksistensi RRI masih berpengaruh besar bagi setiap langkah kebijakan yang diambil oleh mitranya, terutama pihak pemerintah daerah Profinsi Gorontalo dan daerah tingkat II lainnya. Beberapa waktu setelah peristiwa proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, terjadi kevakuman siaran radio secara nasional. Jaringan siaran yang semula diorganisasi melalui Hoso Kyoku sudah tidak ada lagi karena dibubarkan oleh tentanta pendudukan Jepang. Para pemimpin nasional sendiri tampak tidak terlalu menaruh perhatian terhadap nasib radio siaran meskipun sebenarnya mereka sangat membutuhkan media massa untuk mendukung konsolidasi kaum pergerakan dan membangun integrasi nasional. Semangat proklamasi Kemerdekaan RI mendorong warga masyarakat Indonesia yang terdidik merasa terpanggil untuk mempertahankan kemerdekaan. Demikian halnya dengan para mantan pegawai Hoso Kyoku yang berjiwa nasionalis telah memperhitungkan kemungkinan akan kembalinya kekuasaanBelanda ke Indonesia. Untuk itu perlu segera dibentuk organisasi siaran radio berskala nasional dengan cara menguasai semua pemancar di 8 stasiun radio diJawa yang
semula bernama Hoso Kyoku. Guna merealisasikan keinginan itu maka diadakan pertemuan dan diharapkan bisa diikuti oleh wakil-wakil dari 8 stasiun bekas Hoso Kyoku, yaitu Jakarta, Bandung, Purwokerto, Semarang. Solo, Yogyakarta, Surabaya, dan Malang. Pada awal tahun 1960, siaran radio memasuki masa penting dengan dikembangkannya teknologi siaran menggunakan FM. Teknologi FM sebenarnya telah ditemukan pada tahun 1930-an namun ketika itu baru sedikit saja pesawat radio bisa menerima siaran FM. Sistem FM sebagai pengganti AM, dapat mencapai sasarannya lebih efektif, baik dalam daya pancar maupun dalam penyempurnaan program siaran. Keuntungan FM pertama dapat menghilangkan “interference” (gangguan, pencampuran yang disebabkan cuaca, bintik-bintik matahari atau alat listrik). Kedua dapat menghilangkan interference yang disebabkan dua stasiun yang mengudara pada gelombang yang sama. Ketiga dapat menyiarkan suara sebaik-baiknya bagi telinga manusia yang sensitif. RRI dari waktu ke waktu terus mengalami beberapa kali perubahan, sejak berdirinya RRI menjadi Radio Perjuangan, kemudian menjadi Radio Pemerintah, berubah lagi menjadi Perusahaan Jawatan, dan saat ini RRI menjadi Lembaga Penyiaran Publik yang bersifat independen dan netral.Pelaksanaan program RRI yang dilaksanakan disesuaikan dengan prinsip-prinsip lembaga penyiaran publik. Lembaga penyiaran publik yang dimaksud adalah siaran RRI betul-betul harus memberikan pelayanan kepada publik dalam hal informasi, bagaimana RRI memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan publik, dan RRI menjadi acuan informasi yang terpercaya. Untuk siaran pendidikan, RRI mengembangkan siaransiaran budi pekerti, juga siaran pendidikan sosial bagi masyarakat seperti siaran pedesaan, siaran lingkungan, siaran wanita, bagaimana menggerakan masyarakat untuk memberdayakan dirinya sendiri, di samping juga siaran pendidikan yang sifatnya School Broadcast, jadi siaran pendidikan yang mempunyai kurikulum, untuk tingkatan dari taman kanak-kanak, sampai pada perguruan tinggi.Dengan memiliki modal landasan hukum yang kuat dan kembalinya jati diri RRI sebagai radio publik, pelan-pelan RRI mencoba meraih dukungan dan simpati dari
masyarakat dan juga mengubah citra RRI yang dulu dikatakan kuno atau ketinggalan zaman. Sebagai upaya untuk menyiasati agar RRI semakin berkembang, maka di setiap stasiun, minimal mempunyai empat programa (PRO) meliputi PRO 1 (news dan intertainment), PRO 2 (life style dan entertainment), PRO 3 (jaringan berita nasional) dan PRO 4 (etnik dan budaya). Untuk PRO 2 segmennya khusus untuk menarik remaja dewasa yang berisi gaya hidup masyarakat perkotaan. Sedangkan untuk PRO 1 dan PRO 3 lebih fokus ke segmen berita daerah dan nasional. Dan untuk PRO 4 lebih pada segmen kebudayaan daerah yang tetap ditonjolkan sebagai ciri khas Indonesia sebagai negara multietnik. Selain "On Air", RRI juga kembangkan acara "Off Air" dengan memanfaatkan Gedung Kesenian seperti halnya Gedung Cak Durasim Surabaya yang setiap kali menggelar berbagai acara budaya seperti festival reog, tari remo, teater dan lainnya. Komunikasi
dapat
dikatakan
efektif
apabila
pendengar
terpikat
perhatiannya, tertarik terus minatnya, mengerti, tergerak hatinya untuk melakukan aktifitas seperti yang diinginkan komunikator. Pengetahuan mengenai sifat pendengar radio ini sangat penting bagi komunikator yang hendak menyampaikan pesan menggunakan media radio. Adapun sifat-sifat pendengar radio yaitu Pertama heterogen adalah Pendengar radio massa, sejumlah orang yang sangat banyak yang sifatnya heterogen, terpencar-pencar di berbagai tempat. Mereka berbeda dalam hal jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan,juga taraf kebudayaannya. Selain itu mereka juga memiliki ketidaksamaan dalam pengalaman dan keinginan,tabiat dan kebiasaan, yang kesemuanya itu dapat menjadi dasar bagi komunikator media massa radio.Kedua Pribadiadalah pendengar berada dalam keadaan heterogen, terpencar-pencar di berbagai tempat dan umumnya di rumah-rumah, maka sebuah pesan akan dapat diterima dan dimengerti kalau sifatnya pribadi (personal) sesuai dengan situasi dimana pendengar berada.Seolah-olah komunikator radio bertamu dan memberikan uraian kepada pendengar bagaikan seorang teman yang datang bertamu.Ketiga Aktif adalah Pada mulanya para ahli komunikasi mengira bahwa
pendengar radio sifatnya pasif. Ternyata tidaklah demikian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Paul Lazarsfeld dan Raymond Bauer terbukti bahwa pendengar radio jauh dari pasif. Apabila mereka menjumpai sesuatu yang menarik dari sebuah stasiun radio, mereka aktif berpikir, melakukan interpretasi. Mereka bertanya-tanya pada diri sendiri, apakah yang diucapkan oleh penyiar itu benar/salah.Keempat Selektif adalah Pendengar radio sifatnya selektif. Ia dapat dan akan memilih program siaran radio yang disukainya. Begitu pula bila pendengar tidak menyukainya, maka mereka akan segera mematikan atau menggantikannya dengan program siaran lain yang lebih menarik. Secara historis RRI memiliki empat era yang menunjukkan kuatnya pengaruh kekuatan politik dan ekonomi eksternal terhadap nasib lembaga ini. Era pertama ketika RRI lahir dan dijadikan sebagai alat menyebarluaskan semangat kemerdekaan pada tahun 1945. Gelora nasionalisme yang kuat menyatu dengan kekuatan RRI sebagai radio yang mampu mengakses pelosok. RRI menjadi media menyuarakan kemerdekaan dari kolonialisme. Era ini hanya bertahan hingga konsolidasi rezim Soekarno kuat dan ketika berlaku kebijakan demokrasi terpimpin. RRI menjadi media propaganda politik elit yang berkuasa sejak rezim Soekarno berkuasa penuh dan diteruskan hingga era Orde Baru. Era propaganda kekuasaan merupakan antiklimaks dari era media sosialisasi kemerdekaan dan berakibat pada merosotnya popularitas RRI sebagai media milik publik. Runtuhnya rezim Orde Baru tahun 1990 mempengaruhi status dan orientasi pengelolaan RRI. Dari media yang dikuasai rezim Soeharto menjadi media yang
secara
politis
mengambangseiring
bubarnya
instansi
induknya
Departemen Penerangan. Era ketiga ini menempatkan RRI terombang ambing dari media organik yang berpusat pada sistem pemerintahan yang relatif masih otoriter di era Habibie dan Gus Dur RRI menjadi media komersial. Lembaga penyiaran publik (LPP) RRI menurut UU RI No. 32 Tahun 2002 adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan Negara, bersifat independent, netral, tidak komersial, berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Demikian jelaslah bahwa RRI Gorontalo termasuk dalam Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana dimaksudkan dalam UU No. 32
Tahun 2002 tersebut.Dalam Pasal 2 UU No 32 Tahun 2002 dinyatakan bahwa penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan dan tanggung jawab. Selanjutnya menurut Pasal 3 UU No. 32 Tahun 2002 bahwa tujuan penyiaran adalah untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. Berbicara soal sejarah berdirinya RRI Gorontalo, sudah pasti tidak terlepas dari sejarah pertumbuhan daerah itu sendiri. Untuk pertama kalinya RRI Gorontalo secara resmi mengudara pada Tanggal 16 Agustus 1959 dan operasi siaran luar yang pertama kalinya Tanggal 15 Oktober 1959. menurut catatan sejarahnya, pendirian RRI Gorontalo melalui suatu perjuangan yang cukup berat dan syarat tantangan, mengingat pada masa-masa tersebut adalah pergolakan dimana sejak tahun 1957 sampai dengan 1958, daerah Sulawesi Utara-Tengah termasuk Gorontalo, merupakan daerah pergolakan sebagai akibat dari gerakan pemberontakkan PRRI / Permesta terhadap pemerintah pusat RI. Sebagai suatu gerakan, pemerintahan Permesta
(demikian mereka menamakan dirinya) di
daerah Sulutteng ini, selain mempertahankan diri dengan kekuatan dan perlengkapan militer yang diperoleh dari barter-system, juga menjalankan psy-war melalui media radio. Sebelum RRI Gorontalo mengudara pada tahun 1958 sebagaimana dikemukakan diatas, PRRI / Permesta pada tahun telah mendirikan sebuah studio yang diberi nama radio pemerintah PRRI / Permesta pada tahun 1957. media radio tersebut digunakan sebagai alat propaganda menggalang kekuatan untuk melawan pemerintah Republik Indonesia yang berpusat di Jakarta pada waktu itu. Pada tahun 1958, gerakan PPRI / Permesta yang sifatnya mengancam keutuhan wilayah NKRI ini secara spontan mendapat perlawanan rakyat Gorontalo dibawah pimpinan Nani Wartabone. Pada Tanggal 19 Mei 1958, pasukan rakyat Gorontalo
dibawah pimpinan Nani Wartabone tersebut bergabung dengan pasukan yang dikirim oleh pemerintah pusat antara lain Batalyon 512 Brawijaya dibawah Komando Kapten Piola Isa dan kemudian memasuki Kota Gorontalo. Selama Tahun 1958 daerah Gorontalo dijadikan basis operasi MERDEKA II yang bertugas pertama, melakukan tekanan fisik kepada PRRI / Permesta dan kedua, membina kesadaran dan pemahaman NKRI kepada rakyat di daerahdaerah baik yang pernah atau masih menduduki PRRI / Permesta, seperti Boolang Mongondow dan Minahasa. Pelaksanaan tugas kedua yang merupakan operasi mental spiritual tersebut dirasakan sangat berat oleh aparatur pemerintahan baik sipil maupun militer pada waktu itu. Dalam keadaan sulit tersebut, radio adalah merupakan satu-satunya alternatif yang dapat digunakan sebagai alat perjuangan pada saat itu. Menyadari hal ini, maka dibentuklah suatu panitia yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat di Gorontalo yang bertugas memperjuangkan kepada pemerintah pusat agar Gorontalo mendapat jatah studio RRI. Panitia tersebut terdiri dari : R. Atje Slamet (kepala daerah Sulawesi Utara pada waktu itu) selaku ketua, A. W Thayib (unsur masyarakat) selaku wakil ketua dan S. Manangka (kepala jawatan penerangan kabupaten Gorontalo pada waktu itu) selaku sekretaris. RRI Gorontalo sejak awal berdirinya yaitu Tanggal 16 Agustus 1959. kepemimpinan RRI saat itu dari rangkaian tim yang dikirim dari Makassar maupun dari Pusat dan kepemimpinan RRI Gorontalo telah dipimpin oleh : 1.
S. Dwidjo Atmodjo
: Januari 1961 – Agustus 1969
2.
YF.P Montong, BA
: Agustus 1969 – 10 Juni 1970.
3.
Usman Abdullah, A
: 10 Juni 1970 – November 1975.
4.
Abd. Fattah Siemen
: Nop. 1975 – 15 September 1983.
5.
H. Rusdi M.Said, BA
:15 Sept. 1983 –10 November 1988.
6.
Denial Narande
:10 November 1988 – April 1989.
7.
Ramlah Hiola
: April 1989 – 15 Oktober 1990.
8.
Drs. Sazli Rais
: 15 Oktober 1990 – 22 Januari 1993.
9.
Drd. Abu Alim Masyruki
: 22 Jan. 1993 – 23 Nop 1995.
10.
Drs. Moch. Santosa
: 23 November 1995 – 8 Desember 1998.
: 8 Desember 1998 – 30 September 2000.
11.
Drs. Muh. Asaad
12.
Drs. Bagus Edi Asmoro MBA: 30 Sept. 2000 – 13 Agustus 2003.
13.
Drs. H. Hadjar
: 30 September 2003 – 30 Agustus 2005.
14.
Ir. Nelson Sembiring
: 30 Agustus 2005 – 15 Maret 2006
15.
Sagidin, SE
: 15 Maret 2006 – 02 Oktober 2007
16.
Drs. Salman
: 29 Oktober 2007 – 24 Juni 2009
17.
Hasto Kuncoro, SH
: 01 September 2009 –15 Juni 2010
18.
H. La Siarama.MM
: 15 Juni 2010 s.d 8 Maret 2012.
19.
Dra. Sumarlina,MM
: 8 Maret 2012 s.d sekarang
Sebagai lembaga penyiaran publik yang independent, netral dan mandiri RRI memiliki tugas dan tanggung jawab besar dalam menegakan nilai luhur yang diamanatkan dalam Undang-Undang Penyiaran No. 32 tahun 2002, melalui penyelanggaraan operasional siaran. Atas dasar itulah, dalam membangun komitmen bersama masyarakat dan pemerintah daerah, RRI Gorontalo sebagai salah satu media elektronik yang mampu menjangkau pendengar di jazirah Gorontalo serta diharapkan mampu mengakomodir
kepentingan
masyarakat
dan
pemerintah
terus
berupaya
mengembangkan diri dengan berbagai keunggulan dan kelemahannya. Di Era Reformasi ini, RRI Gorontalo dalam operasional siarannya menyelenggarakan siaran melalui 3 programa yakni: a) Aspek Programming. Aspek Programming dalam penyiaran berita dibagi menjadi tiga yaitu: Pertama programma 1 isi siaran dari programma ini berisi tentang pendidikan, informasi dan hiburan yang diperuntukan kepada umum dengan jangkauan Provinsi Gorontalo dan sekitarnya kota. Programma ini menggunakan pemancar FM 101,8 MHz. Kedua programma 2 siarannya berisi musik dan hiburan yang diperuntukan kepada kaum remaja dengan luas jangkauannya adalah Gorontalo dan sekitarnya kota. Programma tersebut menggunakan pemancar FM 92,4 MHz. Ketiga programma 3 dengan format siaran berisi tentang berita dan masalah aktual yang diperuntukan kepada umum. Luas jangkauan dari programma 3 ini adalah Gorontalo dan sekitarnya dengan menggunakan pemancar FM 96,7 MHz. b) Aspek Tekhnik. Dalam aspek tekhnik, RRI Gorontalo membagi menjadi tiga bagian: Pertama Studio, studio
yang dimiliki RRI Gorontalo terdiri dari Studio Penyiaran 3 buah, Studio Rekaman 2 buah, Studio Editing 1 buah, Studio MCR 1 buah dan STL 1 buah. Kedua Pemancar, pemancar yang dimiliki RRI Gorontalo terdiri dari SW 10 KW 1 buah, MW 10 KW 1 buah, MW 2,5 KW 1 buah, FM 3 KW 2 buah, FM 5 KW 1 buah dan FM 100 Watt 1 buah. Ketiga peralatan penunjang, peralatan penunjang yang dimiliki RRI Gorontalo terdiri dari mobil siaran luar OB Van 1 unit, system komputerisasi penyiaran dan pemancar portable 1 unit. c) Aspek Sumber Daya Manusia. RRI Gorontalo berupaya keras untuk mengembangkan sumber daya manusia yang terampil dan terlatih untuk menduduki tempat-tempat strategis yakni: PertamaManejerial, manejerial yang ada di RRI Gorontalo terdiri dari Kepala Cabang 1 orang, manejer 5 orang dan Asisten manejer 14 orang. Kedua Operasional, sumber daya manusia yang terampil dan terlatih di RRI Gorontalo khusunya di bidang Operasional terdiri dari penyiar 15 orang, reporter 3 orang, redaktur 5 orang, operator studio/pemancar 15 orang, pengarah acara 2 orang, penulis naskah 2 orang, pemasaran/pengembangan usaha 4 orang, taktis administrasi 12 orang dan penyelia musik 4 orang. Ketiga Pendidikan, dalam bidang pendidikan RRI Gorontalo terdiri dari pendidikan formal 87 orang dan pendidikan profesi 21 orang. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan uraian di atas penulis mengambil beberapa kesimpulan. 1. Perjuangan kemerdekaan Indonesia di Gorontalo melibatkan hampir seluruh unsur potensi bangsa, tidak hanya perjuangan dengan cara mengangkat senjata, melalui politik atau jalur diplomasi di meja perundingan, namun juga melalui jalur media massa. Perananan media massa tidaklah kecil, hal itu dapat dilihat dalam perannya pada masa periode pergerakan kebangsaan, periode pendudukan Jepang, dan periode perang kemerdekaan. 2. Pada masa periode pergerakan kebangsaan, media massa khususnya RRI Gorontalo mempunyai peran penting sebagai media atau alat penanaman rasa nasionalisme dan patriotisme dikalangan masyarakat Gorontalo itu sendiri.
Keberadaannya telah mendorong kemajuan kebudayaan dan peradaban, media penyampaian informasi perkembangan politik kebangsaan, penyebarluasan ide-ide tentang kemerdekaan yang menyuarakan pentingnya persatuan. 3. Pada masa periode pendudukan Jepang yang dikenal sebagai awan gelap bagi pergerakan kemerdekaan, kehidupan pers yang dibatasi, dibentuk, dan dijadikan corong tentara pendudukan Jepang tetap berusaha dengan berbagai siasat untuk tetap berpihak kepada perjuangan kemerdekaan dalam setiap pemberitaannya meski mendapat sensor dan ancaman hukuman mati dari tentara pendudukan Jepang. Pada periode ini, masyarakat Gorontalo dapat memperoleh berita-berita dari dunia luar, khususnya perang Pasifik, tandatanda kekalahan Jepang, dan berita proklamasi kemerdekaan Indonesia walaupun informasinya agak sedikit terlambat. 4. Pada masa periode perang kemerdekaan, RRI Khususnya RRI Gorontalo bahu membahu dengan pejuang gerilya dan tokoh politik untuk mempertahankan proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, karena pada saat itu, terjadi pergolakan dalam negeri khususnya di wilayah Sulawesi Utara yaitu adanya pemberontakan PERMESTA Pada periode ini, RRI Gorontalo tidak hanya mendukung perjuangan mempertahan kemerdekaan, namun secara tegas menolak gerakan-gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saran Dari penjelasan yang dikemukakan di atas, penulis merumuskan beberapa saran yang tentunya akan menjadi harapan bagi semua kalangan tanpa memandang dari mana dia berasal. Harapan tersebut diantaranya: 1. Untuk RRI Gorontalo itu sendiri agar kiranya bisa menambahkan lagi datadata mengenai awal berdirinya RRI Gorontalo sampai sekarang karena untuk sekarang ini informasi mengenai RRI Gorontalo sudah sangat minim, hal ini disebabkan mereka telah berpaling ke Rahmatullah. 2. Bagi pemerintah Kota Gorontalo bekerja sama dengan RRI Gorontalo, agar kiranya bisa menghasilkan satu kebijakan yang sangat tepat untuk RRI Gorontalo kedepan. Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi pasti akan membawa pengaruh yang besar bagi dunia penyiaran. Disamping itu untuk mengantisipasi persaingan informasi dimasa yang akan datang dan belum tau bagaimana bentuknya apakah masih menggunakan alat penyiaran seperti sekarang ini atau tidak.
DAFTAR RUJUKAN
Sumber Buku Arifin, Anwar. 2003. Komunikasi Politik, Jakarta: Balai Pustaka Anang Zakaria, dkk, Radio Melintas Zaman (Cetakan Pertama), Penerbit Sukses Mandiri Press Banjar Negara-Jawa Tengah, 2012. Azhari Bahariawan Thalib, 2005. RRI Gorontalo dari masa ke masa. Liya Grafindo Utama: Jakarta Basri Amin, 2012. Memori Gorontalo. Penerbit Ombak: Yogyakarta Effendy, Onong Uchjana. 2004. Dinamika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya. Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: Citra Aditya Bakti Helius Sjamsuddin. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak Joni Apriyanto, 2010. Sejarah Gorontalo Moderen, Perlawanan Kolektif Tahun 1942. UNG PRESS: Gorontalo. Riedel. J.G.F, 1968 Kerajaan-Kerajaan Holontalo, Limutu, Bone, Boalemo, dan Katinggola atau Andagile, terjemahan N. Mooduto dibantu oleh S.R. Nur SH. Gorontalo: Universitas Islam Indonesia Cabang Gorontalo Kecamatan Kota Tengah dalam Angka (2013). Penerbit Kantor Kecamatan Kota Tengah, Kota Gorontalo.
Louis Gottschalk. 2008. Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosusanto Jakarta: UI-Press. Mufid, Muhammad. 2005. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, Jakarta: Prenada Media.
Sumber digunakan data awal yang ditemukan di RRI pada saat observasi Sejarah Singkat Berdirinya RRI Gorontalo, tanggal 1 Oktober hari selasa 2013 pukul 10:35 Yayasan 23 Januari 1942. Perjuangan Rakyat di Daerah Gorontalo, IKIP Negeri Manado Cabang Gorontalo.
Sumber Internet
Sumber
digunakan
http://mosiolog.blogspot.com/2010/06/peran-rri-di-tengah-
munculnya-radio_24.html, diunduh pukul 22.10 pm, 11/12/2012 Sumber digunakan http://media.kompasiana.com/mainstream media/2013/11/20/4 -keunggulan-rri-radio-republik-indonesia-609830.html diunduh tanggal 8-6-2014 hari minggu pukul 16:37 Sumber
digunakan
http://mosiolog.blogspot.com/2010/06/peran-rri-di-tengah-
munculnya-radio_24.html, diunduh pukul 22.30 pm, 11/12/2012 Sumber digunakan http://www.permesta.8m.net, diunduh pukul 10.16 pm, 11/12/2012