LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI METODE PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN DI KELAS A PAUD HARAPAN BARU KECAMATAN TOANGOHULA KABUPATEN GORONTALO
JURNAL OLEH:
ZAINAB BAKARI NIM 221 410 220
1
MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI METODE PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN DI KELAS A PAUD HARAPAN BARU KECAMATAN TOANGOHULA KABUPATEN GORONTALO ZAINAB BAKARI Jurusan Ilmu Hukum Dan Kemasyarakatan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo
ZAINAB BAKARI, NIM 221 410 220. Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Pembelajaran Bermain Peran Di Kelas A Paud Harapan Baru Kecamatan Toangohula Kabupaten Gorontalo. Skripsi. Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo. Rumusan masalah dalam peneitian ini adalah Apakah Dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Bermain Peran dapat Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini di Kelas A PAUD Harapan Baru Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo? Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui peningkatan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Metode Bermain Peran di Kelas A Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Harapan Baru Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian tindakan kelas. Pengambilan data diambil dengan menggunakan lembar pengamatan kegiatan siswa dan guru, serta evaluasi atas materi yang diajarkan pada setiap pertemuan. Kemudian data dianalisis baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Berdasarkan analisis data maka dapat diketahui terjadi peningkatan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yakni pada siklus I pertemuan I rata-rata Keterampilan Sosial Anak Usia Dini diperoleh yakni adalah 50% yang mencapai kemampuan siswa pada akhir pelaksanaan siklus I pertemuan II jumlah tersebut mengalami peningkatan menjadi 80%. Dapat disimpulkan bahwa dengan penggunaan Metode Pembelajaran Bermain Peran maka dapat Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini di Kelas A PAUD Harapan Baru Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo. Kata Kunci: Keterampilan Sosial, Metode Pembelajaran Bermain Peran
2
Pendahuluan Bermain peran mulai tampak sejalan dengan mulai tumbuhnya kemampuan anak untuk berpikir simbolik. Dalam bermain peran atau khayal ini, misalnya anak tampak menyuapi boneka, mengajaknya berbicara dan bermain, mengajari boneka binatangnya berpakaian dan sebagainya. Sekelompok anak dapat bekerja sama menciptakan jalan cerita sendiri dalam kegiatan bermain ini. Pada umumnya anak-anak menyukai bermain peran (dramatik) mulai dari main ibu-ibuan dengan bonekanya, main sekolah-sekolahan, atau menjadi ayah dan ibu. Dewasa ini kita juga dapat menjumpai anak-anak bermain menjadi pilot, ksatria baja hitam, atau power rangers. bermain dramtik semacam ini membantu anak memcobakan berbagai peran sosial yang diamatinya, memantapkan peran sesuai dengan jenis kelaminnya, melepaskan ketakutan atau kegembiraannya, mewujudkan khayalannya selain belajar bekerja sama dan bergaul dengan anakanak lainnya. Dengan metode bermain peran, anak dapat memainkan suatu peranan, yang akan tumbuh rasa percaya diri anak, mengenal bentuk-bentuk emosi, seperti berharap, takut marah, anak menghayati perasaannya sendiri dan orang lain, menghargai jasa sesama, mengenal kekuatan, dan kelemahan dirinya. Gunarti dkk (2008:37) Melalui metode bermain peran anak dapat mengekspresikan dirinya sesuai peran yang dia mainkan atau bawakan, dan anak dapat mengungkapkan perasaannya. Membina hubungan dengan orang lain yang merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam bergaul dengan orang lain. Anak yang hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang apapun yang memerlukan hubungan interaksi dengan orang lain. Keterampilan sosial sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang. Dengan bermain peran anak akan memliki rasa percaya diri, berani tampil di depan teman-temannya, bisa bekerja sama dengan teman-teman di kelasnya Gunarti dkk (2008:10-11) Berdasarkan hasil observasi di Kelas A PAUD Harapan Baru Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo ditemukan rata-rata keterampilan sosial anakanak masih rendah, hal ini ditunjukkan ketika anak belum dapat bergaul atau bersosialisasi dengan orang lain, dan belum bisa mengikuti aturan, masih ada anak yang menarik diri dari kelompok bermainnya, tidak mau berbagi mainan dengan orang lain, belum berani tampil di depan teman-temannya atau di depan umum, belum bisa memelihara milikya sendiri, belum bisa menghargai hasil karya orang lain, belum mengenal benda-benda yang berbahaya, dan kurangnya kerjasama dalam membina hubungan dengan orang lain, hal ini dikarenakan kurangnya keterampilan sosial dan pembiasaan yang dibawa dari lingkungan anak berasal, sehingga berpengaruh terhadap perkembangan sosialnya. Hal tersebut menjadi suatu masalah yamg membutukan tindak lanjut yang harus dilakukan dengan
3
penelitian tindakan kelas terhadap sekolah tersebut untuk meningkatkan keterampilan sosial anak melalui latihan bersosialisasi dengan menggunakan metode bermain peran. Setting Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Harapan Baru Kecamtan Tolangohula Kabupaten Gorontalo. Tempat penelitian ini saya pilih, karena tempat ini merupakan tempat saya bertugas sehari hari. Dalam melaksanakan pembelajaran sehari hari, peneliti menemukan sesuatu kejanggalan dalam hasil belajar siswa mengenai menulis yang mengalami penurunan. 3.1.2.Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Harapan Baru Kecamatan Tolangohula Kabupaten dengan jumlah 22 siswa terdiri atas 10 Orang siswa laki-laki dan perempuan 12 orang. Siswa-siswa ini memiliki tingkat kemampuan yang berbeda serta status ekonomi pada umumnya menengah ke bawah. 3.13. Waktu Penelitian Adapun penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dari Bulan Juni sampai September 2013. 3.1.3. Metode Penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang merupakan suatu siklus spiral meliputi perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan mengevaluasi proses hasil tindakan dan melakukan refleksi (Arikunto, 2006:68). Keterampilan Sosial Hasil observasi di kelas sebagaimana yang diungkapakan oleh Johnson (dalam Aisyah,dkk 2007:45) menunjukkan bahwa anak berperilaku dalam suatu kelompok berbeda dengan perilakunya dengan kelompok lain. Perilaku anak dalam kelompok juga berbeda pada waktu dia sendirian. Kehadiran orang lain dapat menimbulkan reaksi yang berbeda pada tiap-tiap anak. Perilaku sosial merupakan aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain, baik teman sebaya, guru, orang tua, maupun saudara-saudaranya. Di dalam hubungan dengan orang lain, terjadi peristiwa-peristiwayang sangat bermakna dalam kehidupannya yang dapat membantu pembentukan kepribadiannya Ernawulan Syaodih (2006:48) Menurut Aisyah dkk (2007:9.35) perkembangan sosial adalah proses kemampuan belajar dan tingkah laku yang berhubungan dengan individu untuk hidup sebagai bagian kelompoknya. Perkembangan sosial berbeda dengan kemampuan sosial, kemampuan sosial merupakan kecakapan seorang anak untuk merespon dan mengikat perasaan dengan perasaan positif, dan memiliki
4
kemampuan yang tinggi untuk menarik perhatian mereka. Menurut Yusuf dalam Mubiar (2008:12), perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan trasdisi: untuk meleburkan suatu kesatuan, saling berkomunikasi dan bekerjasama. Menurut Hurlock (2008:250), keyakinan tradisioal sebagian manusia Perkembangan keterampilan sosial merupakan hasil belajar, bukan hanya sekedar kematangan. Keterampilan sosial diperoleh anak melalui kematangan dan kesempatan belajar terhadap dirinya. Bagi anak prasekolah, kegiatan bermain menjadikan fungsi sosial anak menjadi semakin berkembang. Tatanan sosial yang baik dan sehat serta dapat membantu anak dalam mengembangkan konsep diri yang positif akan menjadikan perkembangan sosialisasi anak menjadi lebih optimal Masitoh dkk (2005:11) Perkembangan Perilaku Keterampilan Sosial Anak Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diriterhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan, saling berkomunikasi dan bekerjasama, Nurihsan dan Mubiar (2008:36). Pada proses berikutnya perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan masyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapakan norma-norma dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orang tua ini lazim disebut sosialisasi, Nurihsan dan Mubiar (2008: 36). Sueann Robinson Ambron (dalam Mubiar, 2008:37) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif. Menurut Nurihsan (2011:36) keterampilan sosial dari orang tua ini sangatlah penting bagi anak, karena dia masih terlalu muda dan belum punya pengalaman untuk membimbing perkembangan sendiri ke arah kematangan. Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentukbentuk tingkah laku sosial. Proses Penanaman Keterampilan Sosial Pada Anak Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini disebut bersosialisasi. Mubiar (2008:37) menjelaskan lebih lanjut bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses dimana individu (terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan-tuntutan
5
kehidupan (kelompoknya); belajar bergaul dengan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam lingkungan sosio-kulturnya. Proses bimbingan orangtua ini lazim disebut sosialisasi Mubiar (2008:36). Sueann Robinson Ambron (1981 dalam Yusuf, 2011:123) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat (zosialized) memerlukan tiga proses. Masing-masing proses terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Ketiga proses itu adalah: a. Belajar Berperilaku yang Dapat Diterima Secara Sosial Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bermasyarakat anak tidak hanya harus mengetahui perilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima. b. Memainkan Peran Sosial yang Dapat Diterima Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi. Sebagai contoh, ada peran yang telah disetujui bersama bagi orang tua dan anak serta bagi guru dan murid. c. Perkembangan Sikap Sosial Untuk bermasyarakat/ dalam kurung bergaul dengan baik, anak-anak harus meyukai orang dan aktivitas sosial. Jika mereka dapat melakukannya mereka akan berhasil dalam menyesuaikan sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri Nugraha (2005:13) Metode Pengembangan Keterampilan Sosial di Taman Kanak-kanak Jika pemilihan metode pembelajaran kurang tepat maka tujuan pembelajaranpun menjadi samar dan tidak fokus pada sasaran, oleh karena itu Nugraha dan Rachmawati(2005:17) mengemukakan: Beberapa metode pengembangan keterampilan sosial yang dapat dilakukan guru TK adalah sebagai berikut: 1. Pengelompokan anak: Pengembangan keterampiln sosial dengan cara mengelompokan anak di TK dirasakan sangat efektif. Melalui pengelompokan, anak akan saling mengenal dan berinteraksi secara intensif dengan anak lain. 2. Modeling dan Imitating Imitasi adalah peniruan sikap tingkah laku, serta cara pandang orang lain yang dilakukan secara sengaja. Proses peniruan ini sangat wajar pada anak bahkan
6
mungkin terjadi di masa dewasa, namun sekalipun namanya meniru, objek yang ditiru pun harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Tingkah laku yang ditiru merupakan tingkah laku yang mendapat penguatan, yaitu mendapat respon positif atau negatif dari lingkungannya b. Umumnya anak meniru tingkah laku orang dewasa ketimbang tingkah laku anak sebayanya. 3. Bermain kooperatif. Bermain kooperatif adalah permainan yang melibatkan sekelompok anak, dimana setiap anak mendapatkan peran dan tugas masing-masing yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan bersama 4. Belajar berbagi (sharing) Belajar berbagi (sharing) merupakan keterampilan sosial yang sangat dibutuhkan oleh anak. melalui sharing anak akan terlatih untuk membaca situasi lingkungan, belajar berempati terhadap kebutuhan anak lain, belajar bermurah hati, melatih bersikap lebih sosial, serta bertahap meninggalkan perilaku egosentrismenya. 5. Bermain peran Menurut Pamela A. Coughlin dalam Gunarti dkk (2008:10.37), bermain peran berdampak pada beberapa aspek perkembangan anak, dengan bermain peran, anak saling memberikan kontribusi satu sama lain, anak menempatkan dirinya pada posisi orang lain, memahami arti hubungan sosial, bekerja sama hal ini mendukung perkembangan sosial. Metode Pembelajaran Bermain Peran Menurut Asmawati dkk (2008:8.10) Main peran sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak. Main peran menjadi landasan bagi dasar perkembangan daya cipta, daya ingat, kerjasama kelompok, penyerapan kosa kata, konsep hubungan kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan memahami sapsial dan afeksi. Tujuan terakhir dari bermain peran adalah belajar bermain dan bekerja dengan orang lain, sebagai latihan untuk menghadapi pengalaman di dunia nyata. Bermain peran mulai tampak sejalan dengan mulai tumbuhnya kemampuan anak untuk berpikir simbolik. Pemeranan tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan pengamat melibatkan dirinya secara emosional dan berusaha mengidentifikasikan perasaan dengan perasaan yang tengah bergejolak dan menguasai pemeranan. Menurut Mulyasa, (2004:141) terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
7
a. Secara implicit bermain peran mendukung sustau situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi „‟di sini pada saat ini‟‟. b. Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. c. Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. d. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Turner dan Helms (dalam Sugianto, 2006:25) lebih menyoroti kegiatan bermain sebagai sasaran sosialisasi anak. Kegiatan bermain memberi kesempatan pada anak untuk bergaul dengan anak lain dan belajar mengenal bergai aturan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Supriyanti dalam Gunarti dkk (2008:31) berpendapat bahwa metode bermain peran adalah permainan yang memerankan tokoh-tokoh atau bendabenda sekitar anak sehingga dapat menegembangkan daya khayal (imajinasi) dan perhayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan. Bermain perean berati menjalankan fungsi sebagai orang yang dimainkannya, misalnya berperan sebagai dokter, ibu guru, nenek tua renta. Pengertian bermain peran menurut buku Didaktik Metodik di Taman Kanak-kanak (Depdikbud 2005) adalah memerankan tokoh-tokoh atau bendabenda di sekitar anak dengan tujuan untuk mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan penegembangan yang dilakasanakan. Dengan demikian metode bermain peran, artinya mendaramatisasikan cara tingkah laku dalam hubungan sosial. Tujuan dan Manfaat Bermain Peran. Menurut Vigotsky (Gunarti dkk 2008:10.11) bermain peran mendukung munculnya kemampuan penting yaitu: a. Kemampuan untuk memisahkan pikiran dari kegiatan dan benda. b. Kemampuan menahan dorongan hati dan menyusun tindakan yang diarahkan sendiri dengan sengaja dan fleksibel. Menurut Gunarti dkk (2008 : 111) manfaat dari bermain peran adalah: 1. Mengembangkan daya khayal 2. Menggali kreativitas. 3. Melatih motorik kasar anak untuk bergerak 4. Melatih penghayatan anak terhadap peran. 8
5. Menggali perasaan anak. Tujuan bermain peran menurut Gunarti dkk (2008:10.11) diantaranya adalah 1. Anak dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya. 2. Memperoleh wawasan tentang sikap, nilai-nilai, dan persepsinya. 3. Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi. 4. Mengembangkan kreatiitas dengan membuat jalan cerita atas inisiatif anak. 5. Melatih daya tangkap 6. Melatih daya konsentrasi 7. Melatih membuat kesimpulan 8. Membantu mengembangkan kognitif 9. Membantu perkembangam fantasi 10. Memciptakan suasana yang menyenangkan 11. Memcapai kemampuan berkomunikasi secara spontan/ berbicara lancar 12. Membangun pemikiran yang analitis dan kritis Membangun sikap positif dalam diri anak 13. Menumbuhkan aspek afektif melalui penghayatan isi cerita 14. Untuk membawa situasi yang sebenarnya ke dalam bentuk stimulasi miniatur kehidupan. 15. Untuk membuat variasi yang menarik dalam kegiatan pengembanga. Menurut Piaget (dalam Winda Gunarti dkk:2008:112) bermain peran merupakan suatu aktivitas anak yang alamiah karena sesuai dengan cara berfikir anak usia dini, yaitu berikir simbolik. Kelebihan metode bermain peran 1. Melibatkan anak secara aktif dalam pembelajaran yang dibangunnya sendiri 2. Anak memperoleh umpan balik yang cepat/ segera 3. Memungkinkan anak mempraktikan keterampilan berkomunikasi 4. Sangat menarik minat dan antusiasme anak 5. Membuat guru dapat mengajar pada ruang lingkup yang luas dalam mengoptimalkan kemampuan banyak anak pada waktu yang bersamaan 6. Mendukung anak untuk berfikir kritis dan analitis 7. Menciptakan percobaan situasi kehidupan dengan model lingkungan yang nyata. Kelemahan metode bermain peran 1. Perlu dibangun imajinasi yang sama antara guru dan anak, dan hal ini tidak mudah. 2. Sulit menghadirkan elemen situasi yang penting seperti yang sebenarnya, misalnya suara hiruk pikuk pasar, air terjun, ributnya suara kemacetan lalulintas, tanpa bantuan pendukung, misalnya suara rekaman atau dubbing.
9
3. Jalan cerita biasanya berlangsung singkat, dan karenamemungkinkan tidak adanya kesinambungan adegan demi adegan dapat terpotong-potong sehingga tidak integral menampakkan suatu jalan cerita yang utuh, hal ini karena metode bermain peran yang lebih menekankan pada imajinasi, kreativitas, inisiatif dan spontanitas dari anak sendiri. Kelemahan-kelemahan itu dapat diatasi dengan perencanaan yang matang. Guru berperan penting dalam metode ini, namun tentunya keberhasilan terletak pada pada peran anak dalam membangun simulasi adegan ini. Pembahasan Perencanaan Perencanaan penelitiaan ini telah dilakukan persiapan rencana pembelajaran (SKM, SKH, media, alokasi waktu, metode, alat evaluasi dan lembar kerja anak). Menetapkan fokus observasi dan aspek-aspek yang akan diamati, meliputi siswa, guru dan penggunaan metode, menetapkan cara pelaksanaan refleksi dan perilaku refleksi dan menetapkan kriteria keberhasilan dalam upaya pemecahan masalah. Tahap Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan mengacu pada RKH yang telash dibuat dengan Tema “Diri Sendiri” sedangkan sub temanya adalah “Identitas Diri”, Metode yang digunakan adalah Bermain Peran. Tahap Observasi Pelaksanaan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan Hasil observasi pada siklus I pertemuan II menunjukkan: 1) guru sudah berupaya mengoptimalkan kegiatan dengan metode bermain peran; 2) guru sudah meningkatkan penggunaan waktu dan mengelola interaksi kelas dengan baik; 3) kegiatan pembelajaran dimulai dengan tahap orientasi, implementasi dan review serta anak diberi kesempatan untuk bertanya. Refleksi Dari hasil perbaikan siklus I pertemuan I ini menunjukkan adanya peningkatan keterampilan sosial anak dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini terbukti dari perbandingan antara pra perbaikan dan setelah perbaikan. Dari data terlihat bahwa sebelum perbaikan jumlah anak yang dapat mencapai indikator hanya 8 orang sedangkan data setelah perbaikan naik menjadi 10 orang dari jumlah anak yaitu 20 orang, ini menggambarkan bahwa ada kenaikan sekitar 10% dari sebelum perbaikan. Refleksi proses pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti pada siklus ini menunjukkan hasil siklus yang lebih baik, kelebihan dihitung melalui rumus: N K= ----- x 100% n
10
10 = ------ x 100% 20 = 50% Faktor-faktor keberhasilan dan kelemahan yang tampak pada siklus I pertemuan I: 1. 50% anak dapat meningkatkan keterampilan sosial melalui metode bermain peran 2. Sebagian besar anak belum bisa aktif dalam bermain peran 3. Sebagian besar anak masih takut dalam mengungkapkan imajinasinya. 4. Guru belum bisa mengoptimalkan metode yang digunakan dalam bermain peran Dari temuan-temuan di atas dapat diperoleh keterangan bahwa secara keseluruhan anak belum dapat mencapai indikator yang ditetapkan, sehingga diperlukan perbaikan siklus ke I pertemuan II. Berdasarkan pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada siklus I pertemuan I maka pada siklus I pertemuan II pelaksanaan pembelajaran sudah berjalan dengan baik, ini dapat dilihat pada data dari 20 orang anak hanya 4 orang anak yang belum mencapai indikator yang ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari prosentase perbandingan antara, yaitu 50% pada siklus I pertemuan I dan 80% di dan siklus I pertemuan II. Refleksi proses pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti pada siklus ini menunjukkan hasil siklus yang lebih baik, kelebihan dihitung melalui rumus: N K= ----- x 100% n 16 = ------ x 100% 20 = 80% Faktor-faktor keberhasilan pada siklus dan siklus I pertemuan II ini dapat di capai karena: 1. 80% anak dapat meningkatkan keterampilan sosial melalui metode bermain peran. 2. Anak menjadi berani tampil dan berani mengungkapkan imajinasinya ketika bermain peran. 3. Anak mampu memainkan beberapa macam peran dengan baik. 4. Anak aktif dalam pembelajaran karena mempunyai minat yang besar pada kegiatan bermain peran.
11
5.
Anak dapat melaksanakan kegiatan dengan menyenangkan pada kegiatan bermain peran. Dengan demikian berdasarkan pelaksanaan kegiatan pembelajaran bermain peran yang dimulai dengan siklus dan siklus I pertemuan I hingga siklus dan siklus I pertemuan II telah menunjukkan terjadinya perbaikan proses pembelajaran, terbukti dari hasil observasi oleh teman sejawat bahwa pada pra perbaikan jumlah anak yang mencapai indikator hanya 8 orang sedang pada siklus dan siklus I pertemuan II ada kenaikan menjadi 10 orang dan pada siklus dan siklus I pertemuan II anak yang mencapai indikator sebanyak 16 orang. Secara umum hasil belajar yang terlihat dari kedua siklus ini adalah adanya peningkatan keterampilan sosial anak. Hal ini terbukti dari hasil perbandingan antara pra perbaikan dengan setelah perbaikan. Keberhasilan perbaikan ini dapat dilihat dari hasil belajar siklus dan siklus I pertemuan I dan siklus dan siklus I pertemuan II yaitu 50% meningkat menjadi 80%. Dengan demikian terjadi kenaikan sebagai berikut dari siklus dan siklus I pertemuan I ke siklus dan siklus I pertemuan II kenaikannya 30% (80%-50%=30%) Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa Pembelajaran yang dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan sosial Kelas A PAUD Harapan Baru Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo sebelum diterapkannya metode bermain peran, belum begitu optimal. Hal ini menyebabkan keterampilan anak di Kelas A PAUD Harapan Baru Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo masih kurang. Penerapan metode bermain peran dilaksanakan dengan satu siklus. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada siklus I pertemuan II, yaitu pada indikator anak dapat merespon pembicaraan dapat memulai percakapan dengan media bermain perannya. Secara umum hasil belajar yang terlihat dari kedua siklus ini adalah adanya peningkatan keterampilan sosial anak. Hal ini terbukti dari hasil perbandingan antara pra perbaikan dengan setelah perbaikan. Keberhasilan perbaikan ini dapat dilihat dari hasil belajar siklus dan siklus I pertemuan I dan siklus dan siklus I pertemuan II yaitu 50% meningkat menjadi 80%. Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya maka ditetapkanlah rumusan hipotesis tindakan “ jika dalam pembelajaran, guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Harapan Baru Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo menggunakan metode bermain peran maka kemampuan siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial akan meningkat”.
12
DAFTAR PUSTAKA Aisyah dkk. 2007. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Universitas Terbuka. Brewer, Karlt. 2007. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Kencana Prenada Media Grup. Dhieni Nurbiana. dkk. (2005) Metode Pengembangan Bahasa Jakarta : Universitas Terbuka Ernawulan Syaodih. 2006. Bimbingan di Taman Kanak-kanak. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi Bagian Proyek Peningkatan Pendidikan Tenaga kepndidikan. Gunarti,Winda,dkk. 2008. Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini. Edisi ke-1 Universitas Terbuka Hadist, Aswin ,Fauzia, 2006. Psikologi Perkembangan Anak: Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru Harlock, Elizabeth,B. 2008. Psikologi Perkembangan Anak Jilid 2. Alih Bahasa: Dra Med.Meita Sari Tjandarsa, Jakarta Erlangga. Masitoh dkk. 2005. Pendekatan Belajar Aktif Di Taman Kanak-kanak: Depertemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan Depertemen Perguruan Tinggi Jakarta Mubiar Agustin. 2008. Mengenal Dan Memahami Anak (Kajian tentang perkembangan anak ditinjau dari berbagai perspektif) Lotus Mandiri Digital Copie Uni BKPAP UPI Bandung Nugraha dan Rachmawati. 2005.Pengembangan Sosial dan Emosional. Universitas Terbuka Nurihsan dan Agustin. 2011. Dinamika PerkembanganAanak dan Remaja (Tinjauan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan) Rafika Aditama Rahman. 2008. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak.Jakarta PT Rineka Cipta Santrock,John. 2007. Perkembangan Anak.Jakarta: Erlangga. Sari, Daeng, P, Dini. 2006. Metode Mengajar Di Taman Kanak-Kanak, Bagian ke-2 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan tenaga Akademik. Sinta, Mutiara. 2011. Peningkatan Kecerdasan Emosional Anak Usia Dini Melalui Metode Proyek. Skripsi.UPI. Solehudin,M. 2007. Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung:FIP UPI Sugiyanto, Mayke.T. 2006. Bermain, Mainan, dan Permainan. Depertemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktort Jenderal Pendidikan Tenaga Kependidikan Tenaga Akademik.
13
Suharsimi, Arikunto.2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara Syaodih Ernawulan. 2006. Perilaku Sosial Anak .Artikel.Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Tim PKP PG-PAUD (2009) Panduan Kemantapan Kemampuan Mengajar Profesional Jakarta : Universitas Terbuka Wardhani Igak, Wihardit Kuswaya, (2008) Penelitian Tindakan Kelas Jakarta : Universitas Terbuka Yusuf , Syamsu. 2011. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.Bandung : PT Remaja Rosda Karya Depdiknas (2004) Kurikulum Pedoman Penyusunan Silabus Jakarta : Depdiknas
14