LAPORAN TAHUNAN DIREKTORAT PASCAPANEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2011
KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2011
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011
PENDAHULUAN
I
A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian khususnya tanaman pangan dalam pembangunan nasional sangatlah penting. Upaya mewujudkan swasembada berkelanjutan padi, jagung dan kedelai pada tahun 2014 memerlukan strategi dan langkah operasional yang sinergis antara pusat dan daerah. Strategi peningkatan produksi pangan diterapkan melalui perluasan areal tanam, peningkatan produktivitas, pengamanan produksi, dan pemberdayaan kelembagaan pertanian serta adanya dukungan pembiayaan usahatani. Strategi pengamanan produksi diupayakan dalam bentuk penanganan pascapanen yang baik. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Tanaman
Pangan
Nomor
:
14/HK.310/C/2/2011
tentang
pedoman
pelaksanaan penanganan pascapanen tanaman pangan dijelaskan bahwa kegiatan pascapanen dianggap memiliki peranan penting dan strategis dalam mendukung keberhasilan penanganan susut hasil, mempertahankan mutu, meningkatkan daya saing dan nilai tambah hasil pertanian, oleh karena itu diharapkan dari tahun ke tahun dapat dilakukan penurunan tingkat kehilangan hasil tanaman pangan secara intensif dan kontinyu. Tujuan penanganan pascapanen itu sendiri adalah : 1.
Menurunkan Susut hasil
2.
Mempertahankan mutu
3.
Meningkatkan daya saing komoditas tanaman pangan
4.
Mempertahankan dan memperpanjang masa simpan
Oleh karena itu, dalam penanganan pascapanen tanaman pangan, peran pemerintah sangat diperlukan dalam regulasi dan fasilitasi penyediaan sarana pascapanen untuk mengatasi masalah susut panen di lapangan, olehnya itu Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan pada tahun anggaran 2011 mengalokasikan dana dekonsentrasi untuk provinsi dan dana tugas pembantuan untuk kabupaten/kota. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Pelaksanaan kegiatan penanganan 1
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 pascapanen tanaman pangan dialokasikan pada 31 perovinsi dan 189 kabupaten/kota meliputi bimbingan teknis dan apresiasi penanganan pascapanen. Beberapa kegiatan utama yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan tahun 2011 antara lain : 1) Rancangan Kebijakan Pascapanen Tanaman Pangan; 2) Bantuan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan; 3) Apresiasi dan Monev Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan; 4) Bimbingan Teknis Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan; 5) Buku Teknologi Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan; 6) Pembinaan Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan; 7) Sosialisasi Penanganan
Pascapanen
Tanaman
Pangan;
8)
Bahan
Informasi
Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan; 9) Kegiatan Project FAO (TCP/INS/3202 (D) : Strategy For Improving Rice Post Harvest System in Indonesia; 10) Kegiatan Pertemuan/Workshop. Untuk melaksanakan kegiatan Pascapanen Tanaman Pangan tahun 2011, telah dialokasikan anggaran melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (revisi ke-4 DIPA) sebesar Rp. 48.948.070.000,- dari jumlah tersebut terdapat alokasi anggaran hasil penghematan sebesar Rp.39.574.447.000,dan dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) sebesar Rp 4.348.900.000,pada kegiatan Penguatan Kelembagaan dan Manajemen Pascapanen melalui dana bantuan untuk kegiatan strategi penanganan sistem pascapanen. Kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan selama kurun waktu 1 (satu) tahun di tahun 2011 perlu disusun dalam satu laporan kegiatan, dan dirangkum sebagai laporan tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011. B. Tujuan Tujuan penyusunan laporan tahunan adalah memaparkan hasil yang telah dicapai dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan di tahun 2011 dan sebagai acuan dalam melakukan kegiatan di tahun 2012. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011
II
PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Rancangan Kebijakan Pascapanen Tanaman Pangan
Penyusunan Rancangan Kebijakan Pascapanen Tanaman Pangan bertujuan: 1. Menyediakan bahan kebijakan penanganan pascapanen tanaman pangan bagi segenap stakeholders dalam pengembangan penanganan pascapanen tanaman pangan mulai dari tingkat Kementerian, Dinas Pertanian Provinsi, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, Gapoktan dan Poktan. 2. Mewujudkan penanganan pascapanen tanaman pangan yang terarah dan terintegrasi dalam tataran teknis manajerial, dan operasional. 3. Mengoptimalkan pemanfaatan sarana pascapanen secara efektif dan efisien sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Rancangan Kebijakan Pascapanen Tanaman Pangan memuat antara lain : 1. Arah Kebijakan dan Strategi Pascapanen Tanaman Pangan Fokus kebijaksanaan pembangunan tanaman pangan Tahun 2010 – 2014 adalah meningkatkan produksi komoditas sub sektor tanaman pangan
dalam
rangka
memperkuat
ketahanan
pangan
menuju
kemandirian pangan nasional. Sejalan dengan hal ini maka kebijakan pengembangan penanganan pascapanen tanaman pangan difokuskan pada upaya penyelamatan hasil dan upaya mempertahankan kualitas hasil. Hal ini sesuai dengan tujuan penanganan pascapanen yaitu menurunkan susut hasil komoditas tanaman pangan; mempertahankan mutu hasil; mempertahankan dan memperpanjang masa simpan serta meningkatkan daya saing komoditas tanaman pangan. Dalam upaya penyelamatan hasil dan mempertahankan kualitas hasil, maka kebijakan penanganan pascapanen yang dilaksanakan tahun 2011 antara lain :
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
3
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 a. Penerapan
atau
Pengelolaan
Teknologi
Pascapanen
yang
dilaksanakan melalui : 1) Sosialisasi penerapan teknologi pascapanen. 2) Koordinasi penanganan pascapanen 3) Apresiasi teknologi pascapanen 4) Penyebarluasan informasi teknologi pascapanen. 5) Bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi penanganan pascapanen. b. Fasilitasi bantuan sarana pascapanen, yang difokuskan
pada
komoditas padi. Jenis sarana pascapanennya disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi dan harus dibeli dengan seluruh dana bantuan per paket Rp. 185.000.000,- (seratus delapan puluh lima juta rupiah). c. Strategi dan program pascapanen tanaman pangan yang dilaksanakan pada saat ini antara lain : c.1. Padi 1) Optimasi Penanganan Panen dan Pascapanen a) Pemantapan kelembagaan pascapanen padi berbasis poktan/gapoktan. b) Peningkatan
kemampuan
dan
keterampilan
regu
panen dan pascapanen dalam penanganan kegiatan. c) Meningkatkan aktivitas Gerakan Penanganan Pascapanen melalui Gerakan Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Gabah/Beras (GP4GB). d) Fasilitasi teknologi, sarana dan pembiayaan pascapanen sesuai spesifik lokasi . e) Pengembangan metodologi susut hasil padi. f)
Fasilitasi perencanaan dan Implementasi Gerakan Massal Kebutuhan Pangan Nasional.
2) Revitalisasi Penggilingan Padi a) Sosialisasi revitalisasi penggilingan padi dan Apresiasi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
4
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 b) Bimbingan teknis pemberdayaan penggilingan padi, teknologi, sarana. c) Fasilitasi dan pembiayaan untuk revitalisasi penggilingan padi. d) Fasilitasi kerjasama penggilingan padi dengan poktan/ gapoktan di sentra produksi padi.
c.2. Jagung dan Serealia Lain 1) Perumusan kebijakan dan penyusunan pedoman, standar, kreteria dan bimbingan teknis/manajemen pascapanen jagung. 2) Melakukan gerakan pelayanan penanganan pascapanen jagung 3) Revitalisasi silo jagung. 4) Bimbingan teknis dan manajemen penerapan SOP dan GHP penanganan pascapanen
c.3. Kedelai dan Aneka Kacang 1) Pendekatan Kawasan/Wilayah a) Pengembangan sentra produksi terintegrasi dengan sentra pemasaran b) Menumbuh dan mengembangkan kelembagaan pascapanen berbasis gapoktan sebagai lembaga perekonomian di pedesaan dalam rangka mendukung pengembangan usahatani ke arah agribisnis. 2) Pendekatan Sarana dan Teknologi a) Pengembangan mekanisasi/penyebaran sarana dan teknologi pascapanen tanaman pangan secara tepat sasaran sesuai spesifik lokasi. b) Fasilitasi/investasi
peralatan
dan
mesin
(alsin)
pascapanen kedelai untuk menurunkan kehilangan
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
5
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 hasil dan memperbaiki mutu hasil kedelai sesuai permintaan pasar. c) Pendekatan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui peningkatan kemampuan dan keterampilan petani/ kelompok
tani
maupun
gapoktan
diperlukan
pembinaan, bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan. d) Menjalin
kemitraan
menggerakkan
seluruh
untuk
mendorong
pemangku
dan
kepentingan/
stakeholders dalam penangan pascapanen kedelai. c.4. Aneka Umbi 1) Penumbuhan dan pengembangan kelembagaan 2) Optimalisasi
dan
fasilitasi
pemanfaatan
sarana
dan
teknologi pascapanen 3) Pembinaan
dan
pelatihan
penanganan
pascapanen
ubikayu dan ubijalar. 2. Langkah-Langkah Operasional a. Kegiatan Pusat 1) Penyediaan
Pedoman
Pelaksanaan
Pascapanen
Tanaman
Pangan. 2) Apresiasi, Koordinasi dan Workshop Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan. 3) Pembinaan dan Monitoring dan Evaluasi. b. Kegiatan Pusat di Provinsi (Dekonsentrasi) 1) Bimbingan Teknis Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan (31 Provinsi). 2) Apresiasi Penanganan Pascapanen (15 Provinsi). c. Kegiatan Pusat di Kabupaten/Kota (Tugas Pembantuan) 1) Bimbingan Teknis/Apresiasi Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan (189 Kabupaten/Kota).
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
6
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 2) Bantuan Sarana Pascapanen (189 Kabupaten/Kota pada 378 poktan). Kegiatan
operasional
pascapanen
tanaman
pangan
yang
akan
1. Apresiasi/pelatihan bagi penyuluh/pemandu lapang/petugas
dan
dilakukan tahun 2012 – 2015 antara lain : kelompok tani/petani. 2. Bimbingan Teknis Pascapanen Tanaman Pangan 3. Kajian/ujicoba penerapan susut pascapanen tanaman pangan 4. Pengembangan
Sistem
dan
Manajemen
Pascapanen
yang
terintegrasi 5. Bantuan sarana pascapanen tanaman pangan 6. Survei susut panen dan pascapanen tanaman pangan.
B. Bantuan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan
Dalam rangka mendukung swasembada pangan dan meningkatkan nilai tambah serta daya saing produk, maka peranan penanganan pascapanen sangat penting. Sampai saat ini tingkat susut hasil panen dan pascapanen masih cukup tinggi, oleh karena itu untuk menurunkan susut hasil tersebut diperlukan upaya penanganan pascapanen yang intensif dan kontinyu. Pada Tahun Anggaran 2011 untuk mendukung
kegiatan penanganan
pascapanen tanaman pangan di daerah, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengalokasikan dana dekonsentrasi untuk provinsi dan dana tugas pembantuan untuk kabupaten/kota. Pelaksanaan kegiatan penanganan pascapanen tanaman pangan di alokasikan pada 31 provinsi dan 189 kabupaten/kota penanganan
meliputi
pascapanen.
kegiatan
bimbingan
Sedangkan
teknis
bantuan
dan
pembelian
apresiasi sarana
pascapanen dialokasikan pada 378 kelompoktani (poktan) atau gabungan kelompoktani (gapoktan) yang tersebar pada 189 kabupaten/kota. Setiap Dinas Pertanian Kabupaten/kota menerima 2 (dua) paket bantuan sarana pascapanen padi.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
7
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Bantuan sarana pascapanen padi merupakan salah satu wujud kepedulian Pemerintah Pusat dalam rangka mengembangkan sarana pascapanen dan upaya mengurangi susut hasil panen padi di lokasi penerima bantuan dan dalam membantu poktan/gapoktan melalui pemberian dana bantuan sosial dengan pola Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang dananya ditransfer ke rekening bank milik poktan/gapoktan penerima bantuan berdasarkan DIPA 2011 yang telah dialokasikan pada Dinas Pertanian Kabupaten/Kota sejumlah Rp 185.000.000,- (seratus delapan puluh lima juta rupiah) per paket. Untuk
itu, diperlukan peran aktif Dinas Pertanian Provinsi dan
Kabupaten/Kota dalam merealisasikan sarana penanganan pascapanen. Penerima bantuan dalam membeli sarana pascapanen padi harus sesuai prioritas kebutuhan dalam rangka menurunkan susut hasil padi.
Pilihan
sarana pascapanen padi yang akan dibeli berupa : a. Reaper (mesin pemanen padi tipe pisau bergerigi gerak bolak balik 4 alur pemotongan), paddy mower (mesin pemanen padi tipe sandang), dan atau sabit bergerigi. Sarana panen dapat dipilih, namun alsin yang dipilih
harus
mempertimbangkan
upaya
penekanan
susut
hasil
semaksimal mungkin. b. Power Thresher (alat mesin perontok padi tipe throw in) dengan kelengkapan 2 unit terpal minimal ukuran 8 x 8 m (apabila belum memiliki terpal). c. Pedal Thresher Bermotor dengan kelengkapan 2 unit terpal minimal ukuran 8 x 8 m (apabila belum memiliki terpal). d. Flat Bed Dryer (mesin pengering biji-bijian tipe bak datar) dengan tungku sekam. Bagi poktan/gapoktan yang telah memiliki dryer dengan kompor/tungku berbahan bakar selain sekam dan berkeinginan untuk mengganti dengan tungku sekam, maka diperbolehkan untuk membeli tungku sekamnya saja. e. Revitalisasi Penggilingan Padi Kecil, dengan perbaikan/ pembelian komponen penggilingan antara lain : 2 unit Polisher (Milling, Spiral,
Screen), 2 unit Ayakan kawat (separator), 1 unit Moisture tester, dan 1 unit water polisher. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
8
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Realisasi bantuan penanganan pascapanen tanaman pangan 2011 yaitu : 1. Realisasi CPCL Realisasi CPCL sebanyak 377 (99,74 %) dari target 378 paket. Kabupaten Solok Selatan hanya menetapkan 1 poktan/gapoktan penerima, karena kesulitan mencari poktan/gapoktan yang akan menerima. 2. Realisasi SP2D Realisasi SP2D 373 paket (98,93 %) dari realisasi 377 CPCL yang ditetapkan. Kabupaten yang tidak terealisasi SP2Dnya yaitu : Kabupaten Solok (2 paket), dan Kabupaten Tanah Karo (2 paket). a. Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Solok telah bersurat kepada Direktur Jenderal Tanaman Pangan Nomor : 520/1482/Usta/IX-2011
tanggal
27
September
2011
perihal
Pembatalan Penerima Bantuan Kegiatan Pascapanen Tahun 2011. Hal ini disebabkan karena pilihan sarana pascapanen padi dalam pelaksanaan tidak sesuai dengan keinginan dan kebutuhan yang diusulkan poktan/gapoktan calon penerima bantuan. b. Kabupaten Tanah Karo
tidak
merealisasikan bantuan sarana
pascapanen padi disebabkan Pemerintah setempat memprioritaskan merealisasikan bantuan yang berasal dari dana APBD. 3. Realisasi Pembelian Realisasi pembelian 373 paket (98,6 %) dari target 378 paket. Adapun perincian kabupaten/kota penerima bantuan dan realisasi kegiatannya sebagaimana terlampir (Lampiran 1).
C. Bantuan Sarana Pascapanen APBN-Dana Penghematan
Dalam upaya mendukung peningkatan produksi tanaman pangan terutama padi perlu diikuti dengan penanganan pascapanen yang baik guna menyelamatkan hasil, mempertahankan mutu, efisiensi, nilai tambah dan daya saing bagi petani. Namun dengan adanya dampak perubahan iklim berpotensi mengganggu kegiatan pascapanen padi khususnya proses
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
9
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 pengeringan, karena sebagian besar petani Indonesia masih bergantung pada sinar matahari. Agar perubahan iklim tidak mempengaruhi proses penanganan pascapanen khususnya pengeringan, maka di tahun 2011 Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan mendapat alokasi
dana APBN-Penghematan untuk
bantuan sarana pengering (flat bed dryer) sebanyak 231 unit di 16 Propinsi pada 82 kabupaten/kota (Lampiran 2). Adapun kriteria pemberian bantuan alat pengering (flat bed dryer) sebagai berikut : a. Kelompoktani (Poktan)/Gabungan Kelompok tani (Gapoktan) penerima bantuan
merupakan
poktan/gapoktan
yang
aktif
dan
bersedia
mendukung program pencapaian sasaran produksi tanaman pangan. b. Diprioritaskan bukan penerima bantuan sarana pascapanen reguler (Bantuan Sosial Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota) tahun 2011. c. Penerima bantuan bersedia menyiapkan lahan dan bangunan untuk tempat sarana pengering/flat bed dryer yang dikuatkan dengan surat pernyataan kesediaan dari pemilik lahan/bangunan untuk penempatan dryer. d. Penerima bantuan bersedia mengikuti semua kewajiban yang diberikan dan bertanggung jawab dalam kegiatan operasional tersebut untuk mensukseskan pencapaian tujuan pemberian bantuan yang telah ditetapkan. e. Lokasi penempatan bantuan sarana pengering/flat bed dryer berada di lokasi SL-PTT dan berdekatan dengan penggilingan padi. f.
Adanya surat perjanjian tertulis antara poktan/ gapoktan penerima bantuan dengan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang menyatakan bahwa bantuan sarana tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk mengoptimalkan dukungan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN).
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
10
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 g. Penerima bantuan mau dan bersedia membuat laporan perkembangan pemanfaatan pengering/flat bed dryer yang diterimanya, termasuk manfaatnya bagi perkembangan kelompoknya sendiri. Penentuan lokasi kabupaten/kota, mempertimbangkan beberapa hal, sebagai berikut : a. Memberi prioritas pada daerah sentra produksi tanaman pangan b. Mempertimbangkan proposal yang dibuat oleh daerah/masyarakat, terkait dengan kebutuhan pengering tipe bak datar/flat bed dryer di wilayahnya. c. Mempertimbangkan respon daerah dalam merealisasikan bantuanbantuan alsintan yang pernah diberikan tahun-tahun sebelumnya yang diantaranya ditunjukkan melalui laporan pemanfaatan alsintan bantuan tersebut setiap tahunnya. d. Mempertimbangkan
letak
lokasi
penerima
bantuan
mengingat
keterbatasan waktu yang tersedia yang dibutuhkan untuk proses pengadaan, distribusi dan perakitan bantuan sarana pengering tipe bak datar/flat bed dryer tahun 2011. Penetapan calon penerima dan calon lokasi melalui tahapan sebagai berikut: a. Usulan calon penerima dan calon lokasi bantuan sarana pengering tipe bak datar yang telah masuk di Dinas Pertanian Kabupaten/Kota/ Provinsi/Pusat
diverifikasi
oleh
Dinas
Pertanian
Kabupaten/Kota
bersama-sama dengan Dinas Pertanian Provinsi. b. Hasil verifikasi tersebut direkapitulasi oleh Dinas Pertanian Provinsi yang selanjutnya disampaikan kembali kepada Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, cq. Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian. c. Hasil finalisasi usulan tersebut selanjutnya akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan sebagai penerima bantuan sarana pengering/flat bed dryer Dana Penghematan tahun 2011. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
11
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Ketentuan dalam pendistribusian dan perakitan bantuan sarana pengering sebagai berikut : a. Sebelum pendistribusian, penyedia barang berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota/Calon Penerima bantuan untuk menginformasikan jadwal pengiriman sarana pengering tipe bak datar dan mendapatkan informasi tentang petugas yang akan memeriksa barang
yang
telah
ditunjuk
oleh
Kepala
Dinas
Pertanian
Kabupaten/Kota. b. Petugas pemeriksa barang Dinas Pertanian Kabupaten/Kota melakukan pemeriksaan terhadap sarana pengering beserta kelengkapannya. c. Pendistribusian bantuan sarana pengering sampai titik bagi di lokasi yang ditentukan oleh poktan/gapoktan. Lahan dan bangunan yang merupakan titik bagi telah disediakan oleh poktan/gapoktan penerima bantuan dengan ukuran minimal (p x l x t) 12 x 6 x 4 meter. d. Sarana pengering yang dikirim, dalam kondisi terpasang, baru, baik, terakit sempurna, sudah di running test (diuji coba dengan dihidupkan mesinnya), serta dilengkapi dengan petunjuk operasional/manual penggunaan dan perawatan sarana pengering tersebut. e. Bantuan yang telah diterima oleh Poktan/Gapoktan agar diketahui oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan dilaporkan ke Dinas Pertanian Provinsi dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan cq. Direktorat Pascapanen
Tanaman
Pangan
untuk
memudahkan
pembinaan
selanjutnya. Dengan terbatasnya waktu pelaksanaan pengadaan sarana pengering gabah, maka pelatihan operasional sarana pengering untuk operator yang ditunjuk oleh poktan/gapoktan penerima
dipusatkan pada satu lokasi
di masing-masing provinsi dengan pelatih dari pihak pabrikan.
Waktu
pelatihan ditetapkan berdasarkan kesiapan poktan/gapoktan, pabrikan sebagai pelatih, sedangkan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota atau Provinsi sebagai pembina. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
12
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 D. Apresiasi/Monitoring
dan
Evaluasi
Penanganan
Pascapanen
Tanaman Pangan Kondisi saat ini pengetahuan dan keterampilan serta kesadaran dan kepedulian petani terhadap penanganan pascapanen masih rendah, sehingga tingkat susut hasil tanaman pangan
masih cukup tinggi. Agar
susut hasil tanaman pangan dapat diperkecil, maka perlu meningkatkan kemampuan dan keterampilan Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu petugas/aparat, penyuluh dan kelompoktani dalam menangani pascapanen di tingkat lapang, khususnya padi. Kegiatan
Apresisasi
dialokasikan
di
Penanganan
Pascapanen
Tanaman
Pangan
15 provinsi (Aceh, Sumut, Sumbar, Sumsel, Lampung,
Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, NTB, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tengah)
berupa
pertemuan dan pelatihan bagi petugas Dinas Pertanian Kabupaten/Kota. Sedangkan apresiasi pelatihan
bagi
di tingkat kabupaten/kota berupa pertemuan dan
kelompoktani,
terutama
penerima
bantuan
sarana
pascapanen lingkup kabupaten/kota bersangkutan. Penanganan
pascapanen
tanaman
pangan
bertujuan
meningkatkan
efisiensi, menurunkan tingkat susut hasil dan mempertahankan mutu hasil. Susut hasil tanaman pangan dapat terjadi secara kuantitatif yaitu terjadi pada kegiatan panen dan perontokan serta secara kualitatif atau turunnya mutu yang disebabkan oleh rusaknya atau rendahnya kualitas hasil tanaman pangan. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan, kemajuan maupun kendala penanganan pascapanen tanaman pangan di tingkat petani perlu dilakukan monitoring dan evaluasi, sehingga dapat dilakukan perbaikan penanganan pascapanen di tahun mendatang. Monitoring dan evaluasi penanganan pascapanen yang telah dilakukan antara lain :
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
13
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 1. Monitoring dan Evaluasi Penanganan Pascapanen Padi Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pascapanen padi dilakukan untuk memonitor realisasi bantuan sarana pascapanen yang diperoleh poktan/gapoktan. Monitoring dan evaluasi dilakukan ke beberapa propinsi yaitu; Provinsi Aceh, Lampung, Bengkulu, D.I.Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat, dengan hasil sebagai berikut : a.
Aceh Mendapatkan alokasi bantuan penanganan sarana pascapanen sejumlah 16 paket yang tersebar di 8 kabupaten. Realisasi bantuan telah mencapai 100%.
b. Lampung Mendapatkan alokasi bantuan penanganan sarana pascapanen sejumlah 16 paket yang tersebar di 8 kabupaten. Realisasi bantuan telah mencapai 100%. c.
Bengkulu Mendapatkan alokasi bantuan penanganan sarana pascapanen sejumlah 8 paket yang tersebar di 4 kabupaten. Realisasi bantuan telah mencapai 100%.
d. D.I. Yogyakarta Mendapatkan alokasi bantuan penanganan sarana pascapanen sejumlah 8 paket yang tersebar di 4 kabupaten. Realisasi bantuan telah mencapai100%. e.
Jawa Timur Mendapatkan alokasi bantuan penanganan sarana pascapanen sejumlah 48 paket yang tersebar di 24 kabupaten. Realisasi bantuan telah mencapai100%.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
14
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 f.
Nusa Tenggara Barat, Mendapatkan alokasi bantuan penanganan sarana pascapanen sejumlah 10 paket yang tersebar di 5 kabupaten. Realisasi bantuan telah mencapai 100%.
g. Sulawesi Selatan, Mendapatkan alokasi bantuan penanganan sarana pascapanen sejumlah 18 paket yang tersebar di 9 kabupaten. Realisasi bantuan telah mencapai 100%. h. Sulawesi Utara, Mendapatkan alokasi bantuan penanganan sarana pascapanen sejumlah 10 paket yang tersebar di 5 kabupaten. Realisasi bantuan telah mencapai 100%. i.
Sulawesi Tengah Mendapatkan alokasi bantuan penanganan sarana pascapanen sejumlah 12 paket yang tersebar di 6 kabupaten. Realisasi bantuan telah mencapai 100%.
j.
Papua Barat. Mendapatkan alokasi bantuan penanganan sarana pasca panen sejumlah 4 paket yang tersebar di 2 kabupaten. Realisasi bantuan telah mencapai 100%.
2. Monitoring dan evaluasi penanganan pascapanen jagung dan serealia lain. Monitoring dan evaluasi penanganan pascapanen jagung dan serealia lain dilaksanakan ke Provinsi Banten, Jawa Barat, Sumatera Barat, Lampung, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan DIY, diperolah hasil sebagai berikut : a.
Kegiatan monitoring dan evaluasi penanganan pascapanen jagung dan serealia lain dilaksanakan melalui rapat koordinasi untuk
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
15
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 membahas form-form yang akan dibuat untuk digunakan sebagai rujukan kegiatan monitoring dan evaluasi, dan selanjutnya melakukan kunjungan ke lapangan antara lain ke Provinsi Banten, Jawa Barat, Sumatera Barat, Lampung, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan DIY. b.
Tujuan
dilaksanakan
kegiatan
monitoring
dan
evaluasi
penanganan pascapanen jagung dan serealia lain adalah untuk memonitor kegiatan penanganan pasca panen jagung dan serealia lain di tingkat lapang agar mutu hasil panen dapat dipertahankan, dan melakukan evaluasi kegiatan penanganan pascapanen, mulai dari kegiatan panen, pengeringan, pemipilan, pengangkutan, dan penyimpanan. Diharapkan pada setiap kegiatan tersebut dilakukan secara tepat untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi. c.
Hasil monitoring di tingkat lapang, dapat disimpulkan bahwa pada setiap Provinsi, susut hasil pada proses pascapanen sebagian besar tidak pernah didata; silo jagung yang dimiliki poktan/ gapoktan tidak difungsikan secara maksimal dikarenakan sumber panas yang menggunakan tungku sekam menghasilkan biji jagung yang kusam, sedangkan jika menggunakan sumber panas/burner dengan bahan bakar minyak tanah akan mengakibatkan ongkos produksi yang tinggi; Pola kemitraan untuk pascapanen jagung masih sebatas antara petani dengan pedagang pengumpul, belum sampai ke pabrik pengolahan/produsen pakan ternak. Tahapan penanganan pascapanen jagung pada umumnya adalah: 1) Proses pemanenan masih dilakukan secara manual dengan menggunakan sabit/parang; 2) Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan lantai jemur/terpal kecuali pemanenan yang dilakukan pada musim hujan, proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan
dryer (pada beberapa provinsi yang mendapatkan bantuan paket silo jagung). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
16
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 3) Proses pemipilan dilakukan dengan menggunakan cornsheller, kecuali di beberapa daerah yang luas tanamnya kecil (pemipilan dilakukan dengan manual). 4) Proses penyimpanan dilakukan hanya untuk menunggu proses pengumpulan hasil panen dari anggota kelompok tani sebelum dijual dan tidak berfungsi sebagai stok. Proses penyimpanan biasanya menggunakan karung dan tidak ada perlakuan khusus selama penyimpanan. 5) Proses pengangkutan dari Poktan/Gapoktan ke pedagang pengumpul/ pabrikan menggunakan mobil. d. Penanganan pascapanen serealia lain belum dilakukan monitoring dan evaluasi secara langsung dikarenakan pertanaman komoditas serealia lain seperti gandum dan sorgum masih terbatas.
3. Monitoring dan Evaluasi Penanganan Pascapanen Kedelai dan Aneka Kacang Monitoring dan evaluasi penanganan pascapanen kedelai dan aneka kacang pada tahun 2011 dilaksanakan di Provinsi Banten, Gorontalo, Maluku Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta dengan tujuan untuk mengetahui penanganan pascapanen kedelai dan aneka kacang di tingkat petani dan permasalahan yang ada serta upaya yang telah dilakukan pemerintah daerah. Hasil evaluasi tersebut dapat sebagai perbaikan penanganan pascapanen di tahun mendatang. Hasil kegiatan monitoring dan evaluasi yaitu penanganan pascapanen kedelai dan aneka kacang kehilangan hasilnya paling banyak terjadi pada tahap panen, perontokan dan pengeringan. Hasil Analisis permasalahan di tingkat lapang dan pemecahan masalah dalam penanganan pascapanen kedelai dan aneka kacang dapat dilihat pada tabel 1.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
17
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Tabel 1. Analis Dan Pemecahan Masalah Dalam Tahap Kegiatan Penanganan Pascapanen Kedelai Dan Aneka Kacang Kegiatan Panen
Penyebab Masalah
Masalah
Pemecahan Masalah
1. Panen terlalu awal dan atau panen terlambat
- Petani tidak mengetahui umur panen yang tepat
- Sosialisasi umur panen kedelai optimin sesuai varietas
2. Kehilangan hasil tinggi
- Ketika panen kedela, kacang tanah, kacang hijau langsung di taruh di lahan tanpa alas
- Setelah pemanenan kedelai, kacang tanah kacang hijau ditaruh dialas plastik
- Biji tercecer di ladang
Perontokan
- Kehilangan hasil tinggi
- Perontokan tertunda di lapangan - Cara perontokan dengan dipukul - Perontokan tanpa alas
- Kontrol yang ketat saat panen - Panen berkelompok (regu panen) di lengkapi dengan mesin perontok
Pengeringan
- Terlambat pengeringan - Mutu biji kedelai, kacang tanah, kacang hijau rusak - Mesin pengering tidak berkembang
- Fasilitas penjemuran/lantai jemur terbatas, tidak ada alat mesin pengering - Ada alat mesin tetapi tidak dapat mengoperasikannya - Petani enggan mengeluarkan biaya untuk pengeringan
- Pengeringan di usahakan sampai kering simpan sementara (k.a 15 - 17 %) - Bantuan mesin pengering - Pelatihan operator - Pemilikan alsin secara berkelompok dan pengoperasiannya secara berpindahpindah
4. Monitoring dan Evaluasi Penanganan Pascapanen Aneka Umbi Monitoring dan evaluasi penanganan pascapanen aneka umbi telah dilakukan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Gorontalo, dan Jambi, dengan hasil sebagai berikut : a. Penanganan pascapanen ubikayu dan ubijalar masih bersifat tradisonal/sangat sederhana, yaitu dengan cara mencabut/cangkul. b. Sarana penanganan pascapanen untuk ubijalar dan ubikayu masih sangat terbatas. c. Rendahnya
harga
ubikayu
dan
ubijalar
di
tingkat
petani
menyebabkan minat petani untuk mengusahakan komoditi ubikayu dan ubijalar rendah. d. Masih
rendahnya
pengetahuan
petani
terhadap
penanganan
pascapanen ubikayu dan ubijalar. e. Perlunya
pembinaan,
bimbingan
teknis,
sosialisasi
tentang
penanganan pascapanen secara kontinyu. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
18
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 E.
Bimbingan Teknis Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Kegiatan penanganan pascapanen tanaman pangan merupakan bentuk fasilitasi dalam rangka peningkatan efisiensi produksi, menurunkan susut hasil, meningkatkan rendemen dan mutu hasil, nilai tambah dan daya saing serta pengamanan harga untuk mendukung peningkatan produksi tanaman pangan. Penanganan pascapanen akan memberikan hasil sesuai yang diharapkan apabila dilakukan secara professional, untuk itu kegiatan tersebut diharapkan dapat berkembang secara optimal dan menguntungkan serta berkelanjutan sehingga mampu memberikan andil yang signifikan dalam meningkatkan
pendapatan
dan
kesejahteraan
petani.
Sehubungan
dengan hal tersebut diperlukan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia dengan melakukan bimbingan teknis di tingkat lapangan untuk penanganan pascapanen tanaman pangan. Bimbingan teknis di
provinsi dan kabupaten/kota penerima bantuan
sarana pascapanen diberikan dalam rangka mengidentifikasi, memverifikasi dan menentukan kelompoktani penerima bantuan, membimbing/ membina dan memonitor kelompoktani penerima bantuan serta mengevaluasi perkembangan dan pemanfataan sarana pascapanen. Kegiatan bimbingan teknis di tingkat lapangan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan para pelaku pascapanen (petugas, petani/ kelompok tani) yang menangani pascapanen tanaman pangan, sehingga peningkatan efisiensi produksi, penurunan susut hasil, peningkatan rendemen dan mutu hasil, panen akan dapat menambah nilai tambah dan daya saing serta pengamanan harga hasil panen sesuai yang diharapkan. 1. Bimbingan Teknis Penanganan Pascapanen Padi Bimbingan teknis penanganan pascapanen padi dilaksanakan di Provinsi Aceh, Lampung, Sumatera Utara, Jambi, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, dan D.I Yogyakarta, dengan hasil sebagai berikut:
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
19
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 a. Dinas
Pertanian
bimbingan
serta
Provinsi bahan
dan
Kabupaten/Kota
masukan
kepada
memberikan
poktan/gapoktan
penerima bantuan dalam membeli sarana pascapanen padi (diprioritaskan sesuai kebutuhan). Pembelian sarana pascapanen harus
mengacu
pada
Pedoman
Pelaksanaan
Penanganan
Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011. Sarana yang dibeli berupa Reaper, Power Thresher, Pedal Thresher, Flat Bed Dryer, dan Revitalisasi Penggilingan Padi Kecil. b. Di dalam penyusunan RUK (Rencana Usaha Kelompok) sudah mengacu pada pedoman pelaksanaan penanganan pascapanen tanaman pangan 2011 dan diperioritaskan pada kebutuhan poktan/gapoktan, sedangkan spesifikasi teknisnya disesuaikan kebutuhan daerah dan dapat menggunakan produsen/pengrajin di daerah setempat sepanjang telah memiliki test report dari lembaga uji yang ditunjuk oleh Kementerian Pertanian. c. Masalah utama proses penanganan pascapanen
padi adalah
kehilangan (susut) hasil yang masih relatif tinggi serta mutu gabah/beras yang dihasilkan belum baik.
Titik kritis terjadinya
susut hasil yaitu pada tahapan panen dan perontokan serta saat penggilingan. Selain terjadi kehilangan bobot di setiap perlakuan penanganan pascapanen juga terjadi kerusakan kualitas fisik gabah.
Langkah untuk mengurangi tingkat kerusakan fisik dan
mutu beras adalah dengan memperbaiki cara, keterampilan, perbaikan sarana dan prasarana. d. Beberapa provinsi menginginkan sarana pascapanen dibeli di luar alat pascapanen yang tercantum dalam Pedoman Pelaksanaan Pascapanen seperti Penggilingan Padi Kecil dan RMU. e. Teknologi alat dan mesin pascapanen
merupakan adopsi
teknologi baru bagi petani, olehnya itu perlu dilakukan bimbingan yang
intensif
bagi
petani,
aparat/petugas
mengenai
cara
penggunaan, cara perbaikan serta perawatan sarana pascapanen Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
20
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 sehingga alat tersebut lebih bermanfaat dan berdayaguna baik dari segi waktu maupun tenaga yang dikeluarkan. 2. Bimbingan Teknis Penanganan Pascapanen Jagung dan Serealia Lain Bimbingan teknis penanganan pascapanen jagung dan serealia lain dilaksanakan di Provinsi Gorontalo, Lampung, Sumatera Barat, NTB, Bengkulu, Sulawesi Selatan,
Maluku,
DIY, dan Sumatera Utara,
dengan hasil sebagai berikut : a. Kegiatan penanganan pascapanen jagung dan serealia lain dengan
baik
dan
benar
memerlukan
kemampuan
dan
keterampilan sumberdaya manusia. Olehnya itu, para pelaku di lapangan perlu diberi bimbingan teknis dalam penanganan pascapanen terutama kepada aparat/petugas kabupaten/kota, dan kepada poktan/gapoktan. b. Bimbingan
teknis
meningkatkan
SDM
di
tingkat
lapangan
diharapkan
dapat
(petugas, petani / kelompoktani)
yang
menangani pascapanen jagung dan serealia lain, sehingga akan terjadi peningkatan efisiensi produksi, penurunan susut hasil, dan mutu hasil panen yang dapat memberikan nilai tambah, daya saing
serta
pengamanan
harga
hasil
panen
sesuai
yang
diharapkan. 3. Bimbingan Teknis Penanganan Pascapanen Kedelai dan Aneka Kacang Bimbingan Teknis Penanganan Pascapanen Kedelai dan Aneka Kacang dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat, Bali, Sumatera Utara, Jambi, NTB, Jawa Tengah, dan D.I Yogyakarta, dengan hasil sebagai berikut: a. Penanganan pascapanen kedelai dan aneka kacang umumnya masih secara tradisional, sehingga menyebabkan susut tercecer masih relatif tinggi, terutama saat proses panen, perontokan dan pengeringan.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
21
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 b. Kualitas/mutu dan kuantitas/jumlah hasil panen kedelai dan aneka kacang masih rendah, hal ini disebabkan karena panen terlalu awal pada kadar air tinggi dan penundaan penanganan pascapanen. c. Petani masih sulit mengadopsi teknologi penanganan pascapanen kedelai dan aneka kacang. Dalam mengoperasikan alsin pascapanen petani kurang trampil dalam penggunaannya, disebabkan tidak adanya pelatihan khusus dalam pengoperasian sarana pascapanen. d. Masih
kurangnya
pengetahuan
petani
dalam
melakukan
penanganan pascapanen yang tepat dan benar, serta masih kurangnya ketersediaan sarana pascapanen kedelai dan aneka kacang. e. Petani enggan bertanam kedelai karena harga jual kedelai yang rendah, sehingga perlu ditumbuhkembangkan kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha industri kedelai melalui sistem kontrak beli agar terdapat kepastian produksi, harga dan kelangsungan usaha. 4. Bimbingan Teknis Penanganan Pascapanen Aneka Umbi Bimbingan teknis penanganan pascapanen aneka umbi dilaksanakan di Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dengan hasil sebagai berikut : a. Penanganan pascapanen yang baik perlu dilakukan pada setiap tahapan kegiatan pascapanen ubikayu dan ubijalar seperti penentuan saat panen, pemanenan, pengupasan, pencucian, perajangan,
pengeringan,
pengemasan
gaplek/chips
dan
penyimpanan umbi segar. b. Penanganan pascapanen aneka umbi belum diterapkan secara optimal,
sehingga
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
tingkat
kehilangan
hasil
masih
tinggi, 22
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 dikarenakan adanya berbagai kendala seperti aspek teknis, ekonomi, dan sosial. c. Penanganan pascapanen ubikayu dan ubijalar yang dilakukan oleh petani masih bersifat tradisional. Saat panen masih menggunakan cangkul, sehingga masih terdapat batang umbi yang terluka. Pengangkutan dari ladang ke tempat pengumpulan masih dipikul, sehingga beberapa umbi akan tercecer selama perjalanan. Di samping itu diperlukan biaya tambahan untuk tenaga kerja. Sumber daya manusia masih rendah dan pengetahuan tentang pentingnya penanganan pascapanen ubikayu dan ubijalar yang baik masih kurang. d. Introduksi sarana dan teknologi pascapanen ubikayu dan ubijalar belum bersifat spesifik dan selektif. e. Kurangnya tenaga/operator sarana pascapanen yang terampil dan dukungan
perbengkelan
dalam
perbaikan,
perawatan
dan
penyediaan suku cadang masih belum memadai. f.
Masih diperlukan upaya penanganan pascapanen yang intensif dan kontinyu.
F. Buku Teknologi Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan
Informasi mengenai Teknologi Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan bertujuan sebagai : 1. Bahan panduan bagi petani dan pelaku pascapanen tentang cara-cara penanganan
pascapanen
yang
berdasarkan
prinsip-prinsip
Good
Handling Practises (GHP) sehingga diharapkan petani dapat : (1) Menurunkan tingkat kehilangan; (2) Mempertahankan mutu; dan (3) Mendapatkan produk tanaman pangan yang memenuhi persyaratan kualitas. 2. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam melakukan penanganan pascapanen tanaman pangan, khususnya terkait dengan upaya menurunkan susut pascapanennya. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
23
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011
Buku Teknologi Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan terdiri dari : 1. Buku Teknologi Penanganan Pascapanen Padi Penanganan pascapanen padi meliputi beberapa tahapan kegiatan yaitu penentuan saat panen, pemanenan, perontokan, pengangkutan, pengeringan
gabah,
pengemasan
dan
penyimpanan
gabah,
penggilingan, pengemasan dan penyimpanan beras. a.
Penentuan Saat Panen Padi Merupakan tahap awal dari kegiatan penanganan pascapanen padi. Ketidaktepatan mengakibatkan
dalam
kehilangan
penentuan saat panen dapat hasil
yang
tinggi
dan
mutu
gabah/beras yang rendah. Penentuan saat panen harus dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan pengamatan teoritis. 1) Pengamatan Visual Pengamatan visual dilakukan dengan cara melihat tampilan fisik tanaman padi pada hamparan lahan sawah, umur panen optimal padi dicapai apabila 90 sampai 95% butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning keemasan. 2) Pengamatan Teoritis Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat deskripsi varietas padi dan mengukur kadar air dengan moisture tester, umur panen padi yang tepat adalah 30 - 35 hari setelah berbunga merata atau antara 135 - 145 hari setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur panen optimum dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22 - 23% pada musim kemarau, dan antara 24 - 26% pada musim penghujan. b.
Pemanenan Padi Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemanenan padi adalah umur panen, cara panen, sistem panen, serta penumpukan dan pengumpulan hasil panen. Ketidaktepatan dalam melakukan
pemanenan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 24
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 tinggi dan mutu hasil yang rendah. Pada tahap ini, kehilangan hasil dapat mencapai 9,52% apabila pemanenan padi dilakukan secara tidak tepat. c.
Alat dan Mesin Pemanen Padi Alat dan mesin yang digunakan untuk memanen padi harus memenuhi persyaratan teknis, ekonomis, dan sosial. Selain itu, alat dan mesin yang digunakan untuk memanen padi juga harus sesuai dengan jenis varietas padi yang akan dipanen. Pada saat ini telah terjadi perkembangan dalam penggunaan alat pemanen padi mulai dari sabit bergerigi dengan bahan baja yang sangat tajam, dan
juga
telah
diperkenalkan
secara
mekanisasi
dengan
menggunakan paddy mower, reaper dan stripper. d.
Sistem Panen Padi Sistem panen harus dibuat berdasarkan tata cara sebagai berikut : 1) Pemanenan dilakukan dengan sistem beregu/kelompok. 2) Pemanenan
dan
perontokan
dilakukan
oleh
kelompok
pemanen. 3) Jumlah pemanen antara 5 - 7 orang yang dilengkapi dengan 1 unit pedal thresher atau 15 - 20 orang yang dilengkapi 1 unit
power thresher. Menurut hasil penelitian, kehilangan hasil panen pada sistem kelompok jauh lebih rendah dibandingkan dengan sistem kroyokan dan ceblokan. e.
Penumpukan dan Pengumpulan Hasil Panen Penumpukan dan pengumpulan hasil panen harus dilakukan dengan cara yang baik. Untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penumpukan dan
pengumpulan
hasil
panen
menggunakan
alas
dari
terpal/plastik. Penggunaan alas pada saat penumpukan dan
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
25
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 pengumpulan hasil panen dapat menurunkan kehilangan hasil antara 0,94 – 2,36%. f.
Perontokan Padi Pada tahap perontokan padi, kehilangan hasil akibat ketidak tepatan dalam melakukan perontokan dapat mencapai lebih dari 5%. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam perontokan padi adalah penundaan perontokan, dan alat perontok yang digunakan. Alat dan mesin yang digunakan untuk merontokkan padi telah mengalami perkembangan mulai dari perlakuan tradisional dengan gebotan sampai menggunakan perlakuan mekanis menggunakan pedal thresher atau power thresher.
1) Gebotan Gebotan merupakan alat perontok padi tradisionil yang masih banyak digunakan petani.
2) Pedal Thresher Pedal
thresher
merupakan
alat perontok padi dengan
konstruksi sederhana dan digerakkan dengan menggunakan tenaga manusia. Kelebihan alat ini dibandingkan dengan alat gebot adalah mampu menghemat tenaga dan waktu; mudah dioperasikan dan mengurangi kehilangan hasil. Kapasitas kerja 75 - 100 kg per jam dan cukup dioperasikan oleh 1 orang. Penggunaan pedal thresher dalam perontokan dapat menekan kehilangan hasil padi sekitar 2,5%.
3) Pedal Thresher Bermotor Pedal thresher bermotor adalah alat perontok padi yang digunakan
untuk
melepas
butiran-butiran
gabah
dari
tangkainya sehingga dapat diproses menjadi beras, dengan menggunakan
tenaga
motor
penggerak
untuk
meng-
operasionalkanya. Proses perontokan dilakukan hanya pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
26
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 ujung jerami yang ada padinya saja, sementara ujung yang lain (pangkal) jerami masih dipegang oleh operator.
4) Power Thresher Power
thresher
merupakan
mesin
perontok
yang
menggunakan sumber tenaga motor penggerak. Kelebihan mesin perontok ini dibandingkan dengan alat perontok lainnya adalah kapasitas kerja lebih besar dan efisiensi kerja lebih tinggi. Penggunaan power thresher dalam perontokan dapat mengurangi kehilangan hasil padi sekitar 3%.
5) Power Thresher Bermotor (Multifungsi Pedal Thresher) Power thresher merupakan alat perontok yang digerakan oleh motor bakar atau motor listrik melalui system transmisi. Pengumpanan padi yang dirontokkan dengan cara memegang tangkai padi bagian malai, diletakan di bawah atau di atas silinder perontok atau dengan melepas padi ke ruang perontok. Pada umumnya power thresher sudah dilengkapi dengan
unit
pembersih
berupa
saringan
dan
kipas
penghembus untuk memisah tangkai atau jerami, daun dan gabah hasil perontokan. g.
Pengeringan Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air gabah sampai mencapai batas tertentu sehingga siap untuk diolah/ digiling atau aman untuk disimpan dalam waktu yang lama
1) Penjemuran Penjemuran merupakan proses pengeringan gabah basah dengan memanfaatkan panas sinar matahari. Sebagai sarana penjemuran dapat digunakan lantai jemur dari semen atau menggunakan alas dari terpal/plastik.
2) Pengeringan buatan (a)
Flat Bed Dryer
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
27
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011
Flat bed dryer merupakan alat pengering buatan yang sederhana, terdiri dari : (1)
Kotak/bak pengering, pemanas dan kipas/blower. Lantai kotak pengering terbuat dari baja yang berlubang kecil-kecil sehingga dapat dilalui udara pengering.
(2)
Bed type adalah suatu tipe alat pengering dimana bak penampungnya berada di atas ruang pengering dan angin berhembus secara horizontal kemudian naik ke atas melewati sela-sela ruang udara di antara butiran bahan yang dikeringkan.
(3)
Gabah yang akan dikeringkan diletakkan di kotak pengering, udara yang sudah dipanaskan oleh sumber pemanas (tungku sekam) dihembuskan oleh blower dan menembus tumpukan gabah. Udara yang keluar dari tumpukan gabah akan membawa uap air yang dilepaskan oleh gabah.
(b)
Flat Bed Dryer Berbahan Bakar Sekam Penggunaan mesin pengering (dryer) berbahan bakar sekam dalam teknologi pengeringan gabah merupakan terobosan baru dalam penanganan pascapanen. Mesin pengering pengaruh
dapat cuaca
digunakan di
mana
untuk biasanya
mengantisipasi petani
harus
mengeringkan gabahnya pada musim penghujan dan lantai jemur tidak bisa dipakai pada saat tersebut. (c)
Bed Dryer Automixing Bed dryer automixing adalah sistem pengering dengan sistem pengacak/pengaduk otomatis. Dasar automixing adalah menggantikan peran manual pengacakan atau pengadukan kerataan gabah. Makin sering diacak, makin homogen tingkat kerataan kering gabahnya, serta makin
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
28
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 jarang diacak makin tidak homogen antar lapisan. Ratarata bed dryer manual memiliki rendemen rendah sekitar 50% namun dapat lebih tinggi apabila rajin dibalik dan suhu dipertahankan tidak terlalu tinggi.
Bed dryer
automixing ini dapat mengatasi masalah yang terjadi pada tipe flat bed dryer yang memiliki kelemahan kekurangan kerataan tekanan di keempat sudutnya. (d)
Vertical Dryer Vertical Dryer adalah Mesin Pengering Gabah
yang
terdiri dari : Motor Penggerak, Ruang Pengering, Unit Pemanas (Burner), Blower, Bucket Elevator dan Panel kontrol. h.
Penyimpanan Penyimpanan
merupakan
tindakan
untuk
mempertahankan
gabah/beras agar tetap dalam keadaan baik dalam jangka waktu tertentu. Kesalahan dalam melakukan penyimpanan gabah/beras dapat mengakibatkan terjadinya respirasi, tumbuhnya jamur; serangan serangga, binatang pengerat; dan kutu beras yang dapat menurunkan mutu gabah/beras. Cara penyimpanan gabah/ beras dapat dilakukan melalui : 1) sistem curah, yaitu gabah yang sudah kering dicurahkan pada suatu tempat yang dianggap aman dari gangguan hama maupun cuaca; dan 2) cara penyimpanan menggunakan kemasan/wadah seperti karung plastik, karung goni, dan lain-lain. i.
Penggilingan Penggilingan merupakan proses untuk mengubah gabah menjadi beras. Proses penggilingan gabah meliputi pengupasan sekam, pemisahan gabah, penyosohan, pengemasan dan penyimpanan. Peningkatan mutu beras akan dapat dicapai apabila : a) gabah yang digiling bermutu baik dengan budidaya yang baik dan benar
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
29
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 dan proses pascapanen yang tepat; b) sarana mekanis yang dipakai untuk mengolahnya memadai; dan c) SDM operator yang terampil. j.
Pengemasan Beberapa
hal
yang
harus
diperhatikan
sebelum
dilakukan
pengemasan antara lain : 1) Beras hasil gilingan sebaiknya tidak langsung dikemas, sampai sisa panas akibat penggilingan hilang. 2) Jenis kemasan disarankan memperhatikan berat isinya. 3) Untuk kemasan lebih dari 10 kg sebaiknya menggunakan karung plastik yang dijahit tutupnya, untuk ukuran 5 kg dengan kantong plastik ketebalan 0,8 mm. 4) Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih jenis kemasan adalah kekuatan kemasan, dan bahan kemasan (tidak korosif, tidak mencemari, kedap udara). 5) Label
kemasan
beras
hendaknya
mencantumkan
nama
varietas (untuk menghindari pemalsuan). k.
Penyimpanan 1) Tempat penyimpanan beras
harus aman dari tikus, bersih,
bebas kontaminasi hama (Caliandra sp. dan Tribolium sp.) dan penyakit gudang, ada pengaturan aerasi, tidak bocor dan tidak lembab. 2) Sebelum beras disimpan sebaiknya dilakukan pemeriksaan terhadap kebocoran kemasan. 3) Karung beras diletakkan di atas bantalan kayu yang disusun berjejer dengan jarak tertentu untuk pengaturan aerasi, tidak langsung
kontak
dengan
lantai
untuk
menghindari
kelembaban, memudahkan pengendalian hama (fumigasi), serta teknik penumpukan beras.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
30
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 2. Buku Teknologi Penanganan Pascapanen Jagung Buku Teknologi Penanganan Pascapanen Jagung, menyajikan antara lain: a. Teknik Penanganan Pascapanen Jagung 1) Penanganan Tahap Pertama (a)
Teknik Pemanenan Jagung (1)
Kegiatan pemanenan, meliputi kegiatan penentuan waktu panen, pemungutan hasil, pengumpulan, dan pengangkutan ke tempat proses selanjutnya.
(2) Kegiatan panen jagung yang dilakukan harus sesuai waktu panen atau tepat umur, dan sesuai metoda/ cara yang biasa dilakukan petani. Penentuan panen dilakukan
pada
saat
tanaman jagung berumur
7 - 8 minggu setelah keluar bunga, masak fisiologis, dan berdasarkan visual telah mencapai kematangan biji yang tepat, dan ditandai dengan mengeringnya batang dan daun-daun yang menguning kering kecoklatan. (3) Sebaiknya panen dilakukan pada kadar air 17-18 %, akan tetapi bila dipanen pada kadar air tinggi (35-40%) maka cara panen dilakukan dengan menyabit
batang
jagung
setinggi
pinggang,
kemudian jagung langsung dipetik atau dipuntir dengan tangan dan segera dikupas kelobotnya serta dimasukkan ke dalam keranjang dan dilakukan pengeringan sampai kondisi kadar air mencapai 17-18%.
Sedangkan
pada
kadar
air
rendah
(17-20%) cara panen dilakukan dengan memetik dan
mengupas
kelobot jagung
langsung
pada
batangnya tanpa menyabit tanaman jagung terlebih dahulu.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
31
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 (4) Setelah panen selesai, jagung tongkol dimasukkan ke dalam karung dan dibawa ke tepi jalan menunggu pengangkutan. (b)
Teknik Pengeringan Jagung (1)
Pengeringan awal untuk jagung tongkol Pengeringan awal biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah pekerjaan pemipilan jagung di mana kadar air diturunkan sebab
pemipilan
tanpa
sekitar 18 – 20 %,
dilakukan
pengeringan
terlebih dahulu menyebabkan banyak butiran yang rusak,
terkelupas
kulit,
terluka
atau
cacat,
pengerjaannya agak lambat. Pengeringan dapat dilakukan secara tradisional maupun dengan bantuan alat mekanis berupa alat mesin pengering jagung. (2)
Pengeringan akhir untuk jagung pipil Pengeringan akhir yaitu butir-butir biji yang telah terpipil dikeringkan kembali dengan tujuan agar kadar airnya turun lagi dari 18 – 20 % menjadi sekitar 12 %.
(c)
Teknik Pemipilan Jagung Kegiatan pemipilan jagung meliputi kegiatan melepas biji dari tongkol, memisahkan tongkol, memisahkan kotoran dan mengangkut jagung pipilan kering ke tempat proses selanjutnya. Proses pemipilan dapat dilakukan dengan tangan, menggunakan alat sederhana dan mesin pemipil.
2) Penanganan Tahap Kedua (a)
Teknik Penyimpanan Jagung Biji (1)
Penyimpanan jagung dengan sistem curah.
(2)
Penyimpanan jagung biji dengan kemasan/wadah.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
32
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 (b)
Teknik Pengangkutan Jagung Pengangkutan,
meliputi
pengemasan bahan
dan
kegiatan
pewadahan
atau
pemindahan guna proses
selanjutnya. Kegiatan pengemasan atau pewadahan dilakukan untuk memperkecil kehilangan dan memudahkan dalam pengangkutan. b. Teknik Penanganan Pascapanen Sorgum, Gandum dan Hotong Penanganan pascapanen serealia lain seperti sorgum, gandum dan hotong pada umumnya sama dengan penanganan pascapanen jagung hanya saja tahapannya yang berbeda. Adapun tahapan penanganan pascapanen serealia lain terdiri dari : 1. Pemanenan Pemanenan dilakukan setelah biji terbentuk serta daun berwarna kuning dan mengering. 2. Perontokan Penyimpanan tanpa perontokan akan beresiko menimbulkan kerusakan,
perontokan
dapat
dilakukan
secara
manual
maupun mekanis. 3. Pengeringan Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air biji hingga berkisar maksimal 12%. 4. Penyimpanan Penyimpanan dapat dilakukan dalam bentuk curah maupun kemasan. c.
Penyakit Pada Jagung dan Teknik Pengendaliannya Salah satu faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kualitas pangan dan
pakan
dari
jagung
adalah
infeksi cendawan
Aspergillus spp., Fusarium spp., dan Penicillium spp. karena cendawan tersebut memproduksi senyawa beracun yang disebut aflatoxin. Cendawan ini dominan ditemukan pada jagung dalam Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
33
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 tahap penyimpanan. Infeksi awal terjadi pada fase silking di lapang, kemudian
terbawa
oleh
benih
ke tempat-tempat
penyimpanan. Patogen-patogen tersebut kemudian berkembang dan memproduksi mitoksin, sehingga bahan pakan menjadi rusak dan bermutu rendah. d. Teknik Pengendalian Penyakit Pada Jagung dan Serealia Lain Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendalian Aspergillus spp.,
Fusarium spp., dan Penicillium spp., dapat dilakukan pada fase prapanen dan pascapanen. Pencegahan infeksi dini Aspergillus spp., Fusarium spp., dan
Penicillium spp. dapat dilakukan dengan rotasi pertanaman bukan inang, yang akan memutus siklus perkembangannya. Pencegahan penularan oleh serangga dengan penyemprotan insektisida dapat berefek ganda, yaitu meminimalisasi penyebaran patogen dalam suatu populasi tanaman jagung karena tertekannya populasi serangga yang menjadi vektor penyebarannya di pertanaman.
3. Buku Teknologi Penanganan Pascapanen Kedelai Teknologi penanganan pascapanen kedelai menyajikan antara lain : a. Panen Panen kedelai hendaknya dilakukan pada saat umur fisiologi maksimal, umur panen yang optimal akan menghasilkan jumlah dan mutu
produksi
yang
cukup
tinggi.
Setiap
tanaman
kedelai
mempunyai umur panen yang berbeda tergantung varietas dan faktor lingkungan. Panen kedelai dapat dilakukan apabila tanaman sudah matang yaitu sekurang-kurangnya 95 % polong pada batang utama berwarna kuning kecoklatan, daun-daun telah rontok, batang sudah kering, kadar air di bawah 25 %, dan kulit polong mudah dikupas. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
34
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Pemanenan kedelai pada kadar air tinggi (30 – 40 %) dapat menyebabkan banyak butir biji yang kusam dan waktu pengeringan lama, sehingga susut mutu meningkat. Pemanenan pada kadar air rendah (17 – 20 %) memiliki keuntungan yaitu kegiatan penanganan pascapanen lebih pendek dan jumlah susut bobot pascapanen dan susut mutu keseluruhan lebih kecil (Tabel 2 dan 3). Panen kedelai dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara mencabut dan menggunakan sabit. Namun pemanenan kedelai dengan cara dicabut bersama akar tidak disarankan untuk dilakukan, karena akan mengurangi kesuburan tanah serta menambah kotoran pada biji kedelai. Tabel 2.
Perkiraan Susut Pascapanen Kedelai yang dipanen pada Kadar air rendah
Kegiatan Pascapanen Panen (k.a 17 - 20%) Penjemuran di lahan (k.a 14 - 17%) Perontokan dengan tenaga manusia Jumlah Susut Tabel 3.
Perkiraan Susut (%) Tercecer Mutu 1,0 2,0 7,0 10,0
1,0 0,5 1,0 2,5
Perkiraan Susut Pascapanen Kedelai Yang Dipanen Pada Kadar Air Tinggi Kegiatan Pascapanen
Panen (k.a 30 - 40 %) Penjemuran di ladang (k.a 25 - 30%) Pengangkutan ke rumah (k.a 25 - 30%) Penjemuran di pekarangan (k.a 15 - 17%) Penundaan di beranda (k.a 15 - 17%) Perontokan ( k.a 15 - 17%) Jumlah Susut
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Perkiraan Susut (%) Tercecer Mutu 0,5 1,0 1,0 5,0 1,0 7,0 15,5
2,0 2,0 2,0 1,0 1,0 8,0
35
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 b. Pengeringan Pengeringan kedelai bertujuan mengurangi kandungan air dalam biji melalui proses penguapan air biji kedelai. Pengeringan kedelai dapat dillakukan dengan cara alami dengan menjemur di sinar matahari atau dengan menggunakan mesin pengering. Pengeringan kedelai dengan
lantai jemur dilakukan dengan cara
meletakkan secara merata brangkasan kedelai di lantai jemur dengan ketebalan 20 cm, dan setiap 2 jam dilakukan pembalikan agar
pengeringan
benar-benar
merata.
Pengeringan
kedelai
dilakukan selama 1 – 2 hari, sampai kadar biji + 17 %. Pengeringan dengan mesin pengering sangat dianjurkan karena dapat meningkatkan mutu pengeringan. Laju pengeringan diatur dengan suhu maksimal 60 oC. c. Perontokan Perontokan bertujuan melepas biji kedelai dari kulit polongnya. Brangkasan kedelai hasil penjemuran (kadar air 15-17%) biasanya ditumpuk/ditunda
selama 3-7 hari di beranda rumah sebelum
dilakukan perontokan. Tujuan penundaan (tempering time) adalah untuk menyeragamkan kadar air dan warna biji kedelai. Perontokan kedelai dapat dilakukan dengan tongkat pemukul dan menggunakan alat mekanis (power thresher). d. Pembersihan biji kedelai Pembersihan biji kedelai bertujuan memisahkan kotoran, biji rusak akibat luka, biji gepeng, atau terlalu kecil. Dengan melakukan pembersihan yang tepat maka akan diperoleh biji kedelai yang baik. Pembersihan kedelai dapat dilakukan dengan ditampi atau dengan menggunakan mesin pembersih (winower), mesin ini merupakan kombinasi antara ayakan dengan blower. Biji yang telah bersih
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
36
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 selanjutnya
dijemur
kembali
sampai
kadar
air
mencapai
9 – 11 %. e. Penyimpanan Biji Kedelai Biji yang kering lalu disimpan dalam wadah yang bebas hama dan penyakit, disimpan di tempat kering dalam karung goni/plastik. Karung-karung ini ditumpuk pada tempat yang diberi alas kayu agar tidak langsung menyentuh tanah atau lantai. Apabila kedelai disimpan dalam waktu lama, maka setiap 2 - 3 bulan sekali harus dijemur sampai kadar airnya sekitar 9% - 11%. Biji kedelai yang akan disimpan sebaiknya mempunyai kadar air 9 - 12 %. 4. Buku Teknologi Penanganan Pascapanen Ubikayu Teknologi penanganan pascapanen
ubikayu adalah semua kegiatan
yang dilakukan sejak ubikayu dipanen sampai menghasilkan produk setengah
jadi
(intermedidate
product).
Masalah
utama
dalam
penanganan pascapanen ubikayu adalah tingginya tingkat kehilangan hasil (susut tercecer) di setiap tahap kegiatan, seperti pada tahap panen, pengupasan, perajangan dan pengeringan. Buku teknologi penanganan pascapanen ubikayu, menyajikan antara lain: a. Penentuan saat panen Penentuan saat panen harus dilakukan berdasarkan deskripsi varietas
ubikayu
(umur
tanaman)
dan
pengamatan
visual
(kenampakan fisik). b. Pemanenan ubikayu Pemanenan ubikayu sebaiknya dilakukan pada umur yang tepat sesuai dengan karakteristik varietasnya. Pada umumnya umur panen ubikayu berkisar antara umur 8 – 12 bulan. Panen yang dilakukan terlalu awal akan memberikan hasil produksi dan kandungan pati yang rendah. Apabila ubikayu dipanen melewati Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
37
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 umur optimumnya maka akan memberikan kandungan serat yang kasar dan tinggi. Pemanen dilakukan dengan beberapa cara /variasi tergantung adat kebiasaan di suatu daerah masing-masing. Pemanenan biasa dilakukan dengan cara mencabut dilakukan dengan cara mencabut, atau menggunakan alat pengungkit. c.
Pengupasan Pengupasan kulit secara manual merupakan cara pengupasan ubikayu yang terbaik. Cara ini memberikan rendeman yang tinggi namun memerlukan waktu yang relatif lama dan tenaga kerja yang banyak. Pengupasan kulit dapat dilakukan dengan alat bantu pisau atau alat khusus pengupasan ubikayu. Jika pengupasan tidak bersih menyebabkan kotoran banyak melekat sehingga susut pengupasan meningkat sampai 4 - 10 %.
d. Pencucian Ubikayu yang telah dikupas secepatnya dicuci dengan air yang mengalir. Jika ubikayu kupas masih menunggu proses, sebaiknya direndam dalam bak perendaman (semua umbi harus tercelup air, sehingga tidak ada bagian umbi yang berwarna coklat). e. Perajangan Proses
perajangan
ubikayu
diartikan
sebagai
pengirisan/
mengecilkan ukuran umbi kupas. Perajangan dapat dilakukan dengan alat atau mesin. Tahapan proses yang penting dan cukup menentukan mutu tepung kasava adalah saat pembuatan gaplek dan chips kering. Gaplek berbentuk gelondong, sedangkan chips bentuk cacah atau bentuk irisan tipis (slicer) atau bentuk sawut (shrudding). f.
Pengeringan Pengeringan ubikayu harus dilakukan dengan cara yang baik dan menggunakan sarana yang baik pula. Agar pengeringan chips/
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
38
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 sawut lebih cepat dan menurunkan kandungan asam biru terutama pada ubikayu pahit maka dilakukan pemerasan sawut (alat press atau malat spiner) sampai kadar air sawut basah 45%. Sawut yang tidak diperas (kadar air 60%) membutuhkan waktu penjemuran 1416 jam, sedang yang diperas (kadar air 45%) hanya 6-8 jam. g. Pengemasan Pengemasan merupakan proses mempertahankan mutu chips/ sawut selama ± 6 bulan. Sebelum dikemas, kadar air harus < 12% dan segera dimasukkan kedalam wadah pengemasan
yang baik
(karung rangkap/double layer bag). h. Penyimpanan Penyimpanan ubikayu segar bersifat sementara sambil menunggu waktu yang tepat untuk dijual atau diolah lebih lanjut. Beberapa cara penyimpanan ubikayu segar dapat dilakukan antara lain : (1) Perlakuan fungisida dalam kantong plastik; (2) Media sekam lembab; dan (3) media serbuk gergaji.
G. Pembinaan Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan
Pembinaan penanganan pascapanen tanaman pangan dimaksudkan untuk membina para petani, petugas instansi terkait yang bergerak di bidang penanganan
pascapanen agar dapat sesuai dengan Good Handling
Practises (GHP). Selain itu, dengan melakukan pembinaan di tingkat lapangan diharapkan dapat meningkatkan SDM (petugas, petani/kelompok tani) yang menangani pasca panen dan menurunkan kehilangan hasil panen. Peningkatan
efisiensi produksi, menurunnya
susut
hasil,
meningkatnya rendemen dan mutu hasil, dapat menambah nilai tambah dan daya saing serta pengamanan harga hasil panen sesuai yang diharapkan. Pembinaan penanganan pascapanen yang telah dilaksanakan adalah : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
39
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 1. Pembinaan Penanganan Pascapanen Padi Pembinaan penanganan pascapanen padi dilaksanakan ke beberapa provinsi yaitu Provinsi Aceh, Lampung, Riau, Gorontalo, Kalimantan Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat, dengan hasil sebagai berikut : a. Terkait
dengan
pascapanen
pengadaan
padi,
bantuan
pemilihan
sarana
pembelian
penanganan jenis
sarana
memprioritaskan pada kebutuhan poktan/gapoktan dengan tetap mengacu pada pedoman pelaksanaan penanganan pascapanen tanaman
pangan
2011,
sedangkan
spesifikasi
teknisnya
disesuaikan kebutuhan poktan/gapoktan dengan tetap mempertimbangkan upaya menurunkan susut hasil dan mempertahankan mutu
gabah/padi.
produsen/pengrajin
Pembelian di
daerah
sarana sepanjang
menggunakan sudah
memiliki
persyaratan minimal test report dari lembaga uji yang telah ditunjuk oleh Kementerian Pertanian b. Semua Provinsi yang dikunjungi sampai dengan tahun 2010 belum memiliki data nilai susut hasil padi dan rendemen beras, dan direncanakan dilakukan pada tahun 2012 melalui anggaran pembiayaan yang bersumber dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. c. Dukungan APBD Provinsi, Kabupaten dan Daerah terhadap upaya penanganan pascapanen padi masih minim, sehingga masih tergantung pada bantuan Pemerintah Pusat. d. Dibutuhkan kebijakan dari Kepala Dinas serta
koordinasi yang
baik antara satker Bidang Tanaman Pangan dengan Bidang Bina Usaha/PPHP demi kelancaran pelaksanaan kegiatan penanganan pasca panen tanaman pangan. e. Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota berupaya mengirimkan teknisi dan operator ke pabrikan dalam rangka mengikuti pelatihan untuk menambah pengetahuan dan teknologi pascapanen agar dapat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
40
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 mengadopsi
teknologi
secara
cepat
serta
meningkatkan
kompetensi tenaga teknis dan operator. 2. Pembinaan Penanganan Pascapanen Jagung dan Serealia Lain Pembinaan
penanganan
pascapanen
jagung
dan
serealia
lain
dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan Jambi, dengan hasil sebagai berikut : a. Kurangnya permodalan pada Gapoktan untuk membeli jagung, baik jagung tongkolan kering, basah, maupun pipil kering, sehingga hanya dapat menampung sebagian kecil hasil panen petani, dan belum memiliki gudang serta lantai jemur. b. Kurang minatnya petani dalam membudidayakan jagung, karena fluktuasi harga jagung pipilan kering di pasaran. c.
Produktivitas jagung
menurun,
dipengaruhi oleh kebiasaan
panen petani jagung khususnya di Sulawesi Selatan yaitu tanam di musim
hujan
dan
panen
menyebabkan hampir 70 %
juga
dimusim
hujan,
sehingga
areal tanam dan panen terkena
jamur aflatoksin karena tidak cepat tertangani. 3. Pembinaan Penanganan Pascapanen Kedelai dan Aneka Kacang Pembinaan penanganan pascapanen kedelai dan aneka kacang dilaksanakan di 8 (delapan) Provinsi
yaitu : Provinsi Kalimantan
Timur, Lampung, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam, dengan hasil sebagai berikut : a. Upaya peningkatan produksi kedelai dan aneka kacang pada saat ini belum diikuti dengan penanganan pascapanen yang tepat sehingga susut hasil masih sangat tinggi. Untuk itu diharapkan adanya upaya khusus dari pemerintah pusat maupun daerah untuk mendorong perbaikan penanganan pascapanen kedelai dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
41
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 aneka kacang dalam rangka menurunkan susut/kehilangan hasil dan mempertahankan mutu. b. Belum ada koordinasi antar lembaga terkait baik di tingkat pusat maupun daerah dalam penanganan pascapanen. Penanganan pascapanen tidak dapat dilakukan secara parsial, oleh karena itu koordinasi antar lembaga terkait perlu dioptimalkan baik di tingkat pusat maupun daerah. Koordinasi tersebut sangat penting dalam mendukung keberhasilan tercapainya program dan kegiatan penanganan pascapanen sesuai yang diharapkan. c.
Untuk mengurangi susut hasil karena tercecer dan mempertahankan mutu kedelai dan aneka kacang diperlukan teknologi dan sarana alat pascapanen yang memenuhi persyaratan teknis, ekonomis dan mudah diadopsi oleh petani sehingga alat yang diberikan dapat diaplikasikan dan dimanfaatkan oleh kelompok tani. Inovasi teknologi dan sarana pascapanen yang dihasilkan oleh lembaga penelitian maupun perguruan tinggi dan perusahaan swasta perlu didorong untuk terus dikembangkan sesuai dengan spesifik lokasi.
d. Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada belum memadai, untuk itu diperlukan peningkatan SDM melalui pelatihan/kursus, kerjasama dengan lembaga pelatihan maupun perguruan tinggi. Peningkatan kualitas
SDM
pengetahuan
diarahkan dan
untuk
teknologi,
peningkatan serta
sikap,
keterampilan
ilmu pelaku
pascapanen (petugas/penyuluh, petani/kelompoktani). e. Kelembagaan yang menangani kegiatan pascapanen umumnya masih lemah. pascapanen
Untuk
termasuk
memantapkan perbaikan penanganan usaha
jasa
pascapanen,
diperlukan
dukungan kelembagaan serta mendorong tumbuh kembangnya perbengkelan/pengrajin alat mesin pascapanen dan kemitraan usaha jasa alat mesin pascapanen antara petani/kelompok tani sebagai pengguna dan UPJA sebagai unit usaha bisnis yang Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
42
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 mengusahakan
pelayanan
jasa
persewaaan
alat
mesin
pascapanen. 4. Pembinaan Penanganan Pascapanen Aneka Umbi Pembinaan penanganan pascapanen aneka umbi dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat, Aceh, Gorontalo, Maluku Utara, Kalimantan Barat, Riau dan Papua Barat, dengan hasil sebagai berikut : a. Penanganan pascapanen yang baik dan tepat belum dilakukan. Petani/kelompok tani masih melakukan penanganan pascapanen secara tradisional, berdasarkan kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun (petani melakukan panen dengan mencabut sehingga peluang adanya umbi yang tertinggal atau patah cukup besar yaitu + 7%). b. Penanganan yang dilakukan petani berdasarkan kebiasaan turun temurun,
dapat
disebabkan
karena
kurangnya
informasi,
kurangnya sosialisasi, kurangnya pembinaan, sehingga tingkat pengetahuan petani tetap berada di level “kebiasaan”. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kebutuhan manusia akan berkembang, sehingga manusia perlu berusaha mendapatkan inovasi baru. Kondisi yang ada di petani saat ini memerlukan adanya pembinaan dan pola pembinaan kepada petani, baik secara individual maupun yang tergabung dalam kelompoktani, hendaknya dapat dilakukan secara kontinyu dalam upaya meningkatkan dan memberdayakan pengetahuan dan kemampuan petani. c. Bantuan sarana pascapanen kepada petani merupakan salah satu bentuk pembinaan. Namun pembinaan berupa bantuan sarana hendaknya tidak
menjadikan petani “terlena” dan “malas”
sehingga dari tahun ke tahun tidak selalu mengharapkan adanya bantuan dari pemerintah.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
43
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 d. Ketersediaan sarana pascapanen untuk komoditi aneka umbi masih sangat terbatas, umumnya yang tersedia untuk komoditi padi.
H.
Sosialisasi Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Pelaksanaan
sosialisasi
penanganan
memberikan
pemahaman
kepada
pascapanen petugas
dilakukan
daerah
dan
untuk pelaku
penanganan pascapanen mengenai pentingnya penanganan pascapanen sehingga diharapkan mutu produk yang dihasilkan mempunyai nilai tambah dan berdaya saing. Melalui sosialisasi penanganan pascapanen secara
tidak
langsung
dapat
memberikan
sumbangan
terhadap
peningkatan pendapatan petani dan keluarganya. Sosialisasi penanganan pascapanen tanaman pangan diarahkan untuk memotivasi dan meningkatkan pengetahuan petani dan petugas yang memiliki kompetensi dibidang penanganan pascapanen tanaman pangan, agar
semakin
meningkatkan
perhatiannya
dalam
penanganan
pascapanen di daerahnya dan dilaksanakan secara optimal sehingga peluang terjadinya kehilangan hasil dapat diminimalkan. Sosialisasi yang telah dilaksanakan dapat dilihat pada uraian berikut : 1. Sosialisasi Penanganan Pascapanen Padi Sosialisasi penanganan pasca panen dilaksanakan di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat, dengan hasil sebagai berikut : a. Dana
kegiatan
penanganan
pascapanen
tanaman
pangan
terdapat pada Satker Bidang Tanaman Pangan, namun secara tupoksi penanganan pascapanen terdapat pada Bidang P2HP. Hal ini menyebabkan terhambatnya komunikasi dan koordinasi kegiatan penanganan pascapanen baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/ kota. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
44
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 b. Sebagian petani belum sepenuhnya dapat menerima teknologi baru,
karena
masih
terbiasa
dengan
sarana
pascapanen
tradisional yang menurut mereka lebih mudah dan murah, olehnya itu perlu disosialisasikan secara intensif dan kontinyu mengenai keuntungan dan cara penggunaan teknologi baru tersebut. c.
Penerapan teknologi yang lebih maju akan menimbulkan berbagai persoalan sosial yaitu adanya anggapan bahwa buruh tani akan kehilangan pekerjaan terutama para penderep yang biasa mengumpulkan sisa panen. Olehnya itu para buruh tani harus diberi pengertian bahwa dengan penggunaan teknologi, pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat, hasil pascapanen lebih banyak dan pendapatan yang diperoleh lebih tinggi.
d. Pilihan bantuan sarana yang dibeli dirasakan belum sesuai dengan kebutuhan poktan/gapoktan, olehnya itu pemilhan sarana pasacapanen harus disesuaikan dengan kebutuhan poktan/ gapoktan, fleksibel dalam penentuan spesifikasinya dengan tetap mengacu pada pedoman pelaksaaan pascapanen tanaman pangan tahun 2011. 2. Sosialisasi Penanganan Pascapanen Jagung dan Serealia Lain Sosialisasi
penanganan
pascapanen
jagung
dan
serealia
lain
dilaksanakan di Provinsi Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Bangka Belitung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, dengan hasil sebagai berikut: a. Dukungan alsintan pascapanen dan
pendampingan petugas
dari pusat, provinsi/kabupaten/kota sangat diperlukan petani di lapangan. b. Kegiatan sosialisasi penanganan pascapanen jagung dan serealia lain harus terus dilaksanakan dalam rangka menurunkan tingkat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
45
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 kehilangan hasil dan mempertahankan mutu jagung dan serealia lain di tingkat lapang. c.
Diperlukannya bimbingan
kegiatan
teknis
serta
berkelanjutan monitor
dan
seperti
pembinaan,
evaluasi
mengenai
penanganan pascapanen jagung dan serealia lain. d. Penyuluh pertanian yang ada umumnya menguasai mengenai teknik budidaya, sedangkan pengetahuan dalam penanganan pascapanen masih sangat terbatas. Mayoritas petani dan pelaku pascapanen lainnya mengalami kesulitan dana, di mana membeli sarana pascapanen jagung dan serealia lain seperti silo, mesin pemipil, dan mesin pengering. 3. Sosialisasi Penanganan Pascapanen Kedelai dan Aneka Kacang Sosialisasi penanganan pascapanen kedelai dan aneka kacang dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, NTB, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan, dengan hasil sebagai berikut: a. Penanganan pascapanen kedelai dan aneka kacang sampai saat ini
belum
banyak
pascapanen.
menerapkan
teknologi
penanganan
Penanganan pascapanen masih dilakukan secara
tradisional, di mana setelah pemanenan, brangkasan kedelai di jemur di ladang tanpa alas plastik, kemudian di bawa ke rumah petani dengan menggunakan motor, dan di jemur kembali di lantai jemur tanpa alas. Hal ini menyebabkan banyak kedelai yang tercecer. b. Perlakuan
penanganan
pascapanen
yang
menyebabkan
terjadinya susut/kehilangan hasil yang tinggi pada tanaman kedelai adalah pada perlakuan penjemuran dan perontokan. Penjemuran umumnya dilakukan tanpa alas plastik, sedangkan untuk perontokan menggunakan tongkat pemukul. Penggunaan tongkat pemukul menyebabkan susut tercecer sangat tinggi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
46
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 karena masih banyak biji tersembunyi dalam polong dan onggokan batang serta cabang tanaman kedelai. c.
Proses pengeringan brangkasan umumnya dilakukan secara alami dengan bantuan sinar matahari dan menggunakan lantai jemur, sebagian petani langsung menjemur hasil panen di ladang. Pemanfaatan teknologi pengeringan kedelai dan aneka kacang dengan menggunakan alat mesin pengering ( dryer) belum banyak dilakukan.
d. Masalah utama dalam proses penanganan pascapanen kedelai dan
aneka
kacang
adalah
kurangnya
pengetahuan
dan
keterampilan petani, sehingga susut hasil masih tinggi dan kualitas yang dihasilkan masih rendah. Untuk itu sosialisasi penanganan pascapanen kedelai dan aneka kacang tingkat kelompok
tani/petani
pemahaman,
perlu
pengetahuan
menggunakan
alat
ditingkatkan dan
baik
dari
keterampilan
pascapanen
dengan
segi dalam tetap
mempertimbangkan faktor teknis, sosial budaya dan ekonomi kelompok tani/petani setempat (teknologi spesifik lokasi ). 4. Sosialisasi Penanganan Pascapanen Aneka Umbi Sosialisasi penanganan pascapanen aneka umbi dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jawa Barat, Sulawesi Selatan,
Kalimantan
Timur,
Nusa
Tenggara
Timur
(NTT),
D.I. Yogyakarta, dan Bali, dengan hasil sebagai berikut : a. Pemahaman tahapan penanganan pascapanen masih perlu dilakukan secara kontinyu sebagai upaya untuk meningkatkan pemahamanan akan pentingnya mengurangi susut hasil panen dan
mempertahankan
mutu.
Olehnya
itu
dalam
implementasikan teknologi
pascapanen aneka umbi
mempertimbangkan faktor
teknis, ekonomi, sosial
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
mengharus budaya
47
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 sehingga teknologi tersebut dapat diterapkan petani sesuai spesifik lokasi. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan hasil pada saat pascapanen, antara lain; sifat varietas, agroekosistem, teknik budidaya, teknik penanganan pascapanen, peralatan prosesing dan kompetensi personal. c.
Umumnya penggunaan dan penerapan teknologi penanganan pascapanen ubikayu masih tradisional dan belum menggunakan teknologi sarana pascapanen sehingga tingkat kehilangan hasil masih tinggi ( terbesar saat panen 5-7%).
d. Pengembangan ubikayu dan ubijalar tidak hanya berfungsi dalam penganekaragaman pangan, akan tetapi juga sebagai pangan alternatif selain beras, selain itu dalam sistem agribisnis sebagai bahan baku produk olahan yang bernilai ekonomis serta bahan baku industri/ bioethanol (ubikayu). e. Kualitas ubikayu dan ubijalar sekarang ini masih rendah tercermin dari harganya yang rendah, hal ini di karenakan ; kurangnya
dukungan
teknologi
dan
sarana
pascapanen;
kurangnya kesadaran dan kepedulian para pelaku pascapanen; serta kurangnya dukungan kebijakan.
I.
Bahan Informasi Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Data dan informasi pascapanen tanaman pangan merupakan data dasar yang bersifat multi guna dan indikatif, dan bermanfaat untuk mengetahui potensi
dan
permasalahan
di
tingkat
lapang
dalam
melakukan
penanganan pascapanen. Data maupun informasi yang dikumpulkan diharapkan dapat mendukung penanganan pascapanen kedelai dan aneka kacang.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
48
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Penyusunan Bahan Informasi bertujuan untuk menyajikan berbagai informasi yang terkait dengan penanganan pascapanen tanaman pangan (padi, jagung dan serealia lain, kedelai dan aneka kacang, aneka umbi). Bahan Informasi tersebut disajikan dalam bentuk buku data base, booklet, buletin, leaflet, dan laporan. Dengan adanya bahan informasi diharapkan petani dapat melakukan kegiatan
penanganan
pascapanen
dengan
baik
sehingga
dapat
mengurangi susut hasil pascapanen sesuai dengan yang diharapkan. Untuk menyusun data base dan bahan informasi maka dilakukan kunjungan ke daerah, konsultasi ke instansi terkait, perguruan tinggi dan balai penelitian. 1. Pengumpulan data dan informasi pascapanen padi a.
Luas Panen Padi Berdasarkan data ATAP 2010 BPS bahwa luas panen padi di Indonesia mengalami peningkatan dari yang semula seluas 12.883.576 Ha menjadi 13.253.450 Ha. Sedangkan luas panen di Pulau Jawa meningkat menjadi 264.918 Ha dan luas panen di luar Jawa meningkat menjadi 104.956 Ha apabila dibandingkan dengan tahun 2009. Dari data ATAP 2010 BPS tersebut terlihat bahwa Povinsi Jawa Barat memiliki luas panen padi terbesar dengan luasan sebesar 2.037.657 Ha, diikuti dengan Provinsi Jawa Timur 1.963.983 Ha, Provinsi Jawa Tengah 1.801.397 Ha, Provinsi Sulawesi Selatan seluas 886.354 Ha dan Provinsi Sumatera Selatan seluas 769.478 Ha. Apabila diamati dari musim panen terlihat bahwa secara nasional puncak panen padi I terjadi antara bulan Februari - April 2010 dan puncak panen padi II 2010 terjadi antara bulan Juli – September 2010. Berdasarkan data ATAP 2010 BPS puncak panen tertinggi terjadi pada bulan Maret 2010. Waktu tersebut merupakan titik kritis (critical point) pada aspek penanganan pascapanen, karena pada umumnya susut hasil padi terbesar terjadi pada saat puncak produksi di musim penghujan.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
49
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 b. Ketersediaan Sarana Pascapanen Padi Berdasarkan data ketersediaan alat dan mesin pertanian (BPS, 2000) dan workshop penanganan pascapanen tanaman pangan 2011 bahwa ketersediaan sarana pascapanen padi baru berada di 25 Provinsi. Secara nasional, jumlah ketersediaan sabit bergerigi adalah 8.139.229 unit, paddy mower 813 unit, reaper 334 unit, stripper 280 unit, combine harvester 16 unit, pedal
thresher 332.277 unit, power thresher 56.852 unit, dryer 3.063 unit, Penggilingan Padi Kecil (PPK) 63.591 unit, Penggilingan Padi Menengah (PPM) 24.509 unit, dan Penggilingan Padi Besar (PPB) 6.616 unit. Ketersediaan sarana pascapanen padi secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 3. Kendala yang dihadapi dalam merekapitulasi ketersediaan sarana pascapanen ini adalah data ketersediaan sarana pascapanen di provinsi masih sangat terbatas dan belum menjadi prioritas data di Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota. c.
Kebijakan Harga Dasar Gabah dan Beras 1) Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dan untuk meningkatkan
ketahanan
pangan
serta
pengembangan
ekonomi perdesaan, Pemerintah memberikan jaminan harga untuk petani padi, berupa Kebijakan Harga Dasar Gabah dan Beras melalui Instruksi Presiden. Kebijakan ini bertujuan untuk menstabilkan harga gabah dan beras pada tingkat petani, terutama pada saat panen raya dan harus tetap terjangkau oleh konsumen. 2) Kebijakan harga dasar tersebut meliputi :(a) harga dasar hendaknya
mendorong
program
produksi
padi
dan
meningkatkan produksi padi nasional, (b) harga penjualan dipertahankan pada tingkat harga yang terjangkau oleh konsumen, (c) memberikan sharing keuntungan bagi pemilik usaha penggilingan padi dan pedagang, (d) memberikan harga dasar secara ekonomis yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
50
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 3) Pada tahun awal (1970) kebijakan harga dasar hanya mengatur harga dasar gabah dan harga pembelian beras, namun
mulai
tahun
1974
kebijakan
harga
dasar
menyertakan harga pembelian gabah (berupa gabah kering giling). 4) Kebijakan harga dasar gabah dan beras ini berkaitan erat dengan aspek pascapanen padi. Seperti yang termaktub dalam Inpres Perberasan,
No. 2 yang
Tahun 2005
salah
satu
tentang Kebijakan
instruksinya,
Presiden
menugaskan kepada pejabat terkait di pusat dan daerah untuk memberikan dukungan kebijakan bagi pengembangan penanganan pascapanen gabah/beras, guna meningkatkan kualitas dan mengurangi kehilangan hasil (losses). 5) Selain Inpres No. 2 Tahun 2005, terdapat pula Inpres No. 13 Tahun 2005, Inpres No. 3 tahun 2007, Inpres No. 1 Tahun 2008, dan Inpres No. 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan dimana Pemerintah melaksanakan kebijakan pembelian gabah/beras dalam negeri dengan ketentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dimana Harga Pembelian Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) mengikuti kondisi/situasi panen di lapangan, sehingg harga tersebut berubah- hampir setiap
tahunnya dan terbitlah
Inpres-Inpres tersebut. Pelaksanaan pembelian gabah/beras oleh Pemerintah secara nasional dan Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah dilakukan oleh Perum Bulog juga oleh Badan Pemerintah atau Badan Usaha di bidang Pangan. 6) Inpres No. 5 Tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional Dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim. 7) Selain kebijakan di atas untuk melindungi petani dalam hal harga, Pemerintah juga mengeluarkan standar mutu gabah dan beras sebagai upaya untuk melindungi konsumen, sehingga beras yang dikonsumsi masyarakat kualitasnya dapat terjaga, seperti Standar Mutu Gabah ini yang diatur dalam SNI No. 01-0224-1987 dan Standar Mutu Beras yang diatur dalam SNI No. 01-6128-2008. Adapun penjelasan SNI selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
51
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 8) Sedangkan informasi tentang jumlah Gudang Bulog secara nasional adalah sebanyak 1.573 unit dengan kapasitas total 4.005.950 Ton. d. Informasi Lainnya 1) Di dalam Permentan 44/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Pedoman Penanganan Pascapanen Hasil Pertanian Asal Tanaman Yang Baik (Good Handling Practices) dijelaskan bahwa untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah hasil pertanian di perdesaan dapat dilakukan melalui penanganan
pascapanen.
GHP
ini
bertujuan
untuk
mempertahankan mutu dan meningkatkan daya saing hasil pertanian asal tanaman. Pedoman GHP merupakan dasar dalam pelaksaanaan pembinaan dan bimbingan dalam pengembangan penanganan pasacapanen hasil pertanian asal tanaman oleh para pemangku kepentingan kepada pelaku usaha dalam melakukan penanganan pascapanen. 2) Terdapat Lembaga Pengujian Mutu Alsintan sesuai dengan Peraturan
Menteri
Pertanian
No.05/Permentan/OT.140/
1/2007 dan saat ini berjumlah 15 lembaga yang tersebar di seluruh Indonesia. 2.
Pengumpulan Data dan Informasi Pascapanen Jagung dan Serealia Lain. Bahan informasi tentang penanganan pascapanen jagung dan serealia lain yang dihasilkan adalah : a. Leaflet
berisikan
informasi
tentang
tahapan
penanganan
pascapanen jagung dan serealia lain mulai dari pemanenan, pengeringan,
pemipilan,
sampai
pengangkutan
dan
penyimpanan. b. Booklet penanganan pascapanen jagung dan serealia lainnya berisikan informasi mengenai penanganan pascapanen yang baik yang diharapkan dapat diimplementasikan oleh petani dan pemangku kepentingan (stakeholders). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
52
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 c.
Buletin Jagung dan Serealia lain yang berisikan informasi sebagai berikut : 1) Buletin Teknologi Penanganan Pascapanen Jagung dan Serealia Lain. 2) Manajemen Pascapanen Jagung dan Serealia Lain 3) Prospek Jagung dan Serealia Lain Ketiga Buletin tersebut berisikan informasi tentang penanganan jagung dan serealia lain sesuai dengan anjuran yang ditetapkan para penyuluh di lapangan dan instansi terkait. Sehingga diharapkan jagung dan serealia lainnya ini dapat menunjang pengembangan diversifikasi pangan sebagai bahan alternatif untuk memenuhi kebutuhan akan pangan non beras.
d. Ketersediaan sarana pascapanen jagung dan serealia lain yang ada di daerah belum terdata dengan baik. Secara rinci, data ketersediaan sarana pascapanen jagung dan serealia lain disajikan pada lampiran 5. 3.
Pengumpulan Data dan Informasi Pascapanen Kedelai dan Aneka Kacang Pengumpulan Data dan Informasi pascapanen kedelai dan aneka kacang dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, D.I Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur, dengan hasil sebagai berikut : a. Pascapanen
tanaman
memprioritaskan
untuk
pangan
sebagian
komoditi
padi.
besar
masih
Penerapan teknologi
penanganan pascapanen kedelai belum banyak diterapkan petani. b. Penanganan pascapanen kedelai dan aneka kacang umumnya masih dilakukan secara tradisional, sehingga susut hasil karena tercecer relatif cukup besar.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
53
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 c.
Bantuan sarana pascapanen yang ada selama ini di masyarakat belum optimal pemanfaatannya.
d. Penghitungan susut hasil panen masih terbatas pada komoditi padi, untuk tanaman kedelai belum pernah dilakukan, e. Penggunaan sarana pascapanen perontok yang diinginkan petani adalah yang multiguna sehingga dapat dipergunakan untuk padi, jagung dan kedelai. Perontok model Pedal Threser lebih diminati petani karena mudah dibawa dan tidak memerlukan biaya untuk bahan bakar. f.
Penentuan
paket
bantuan
sarana
pascapanen
harus
memperhatikan spesifikasi lokasi calon penerima bantuan yang memenuhi persyaratan teknis, ekonomis dan mudah diadopsi oleh petani sehingga teknologi dan alat yang diberikan benarbenar dapat diaplikasi dan dimanfaatkan oleh kelompok tani. g. Sebagian besar peralatan pascapanen baru diprioritaskan untuk tanaman padi, sedangkan untuk jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar belum mendapat perhatian. h. Pada beberapa daerah penanganan pascapanen kedelai telah menggunakan alat mesin pascapanen seperti sabit bergerigi, terpal, lantai jemur, pembersih biji, power threser multi guna. Ketersediaan alsin pascapanen kedelai dapat dilihat pada Lampiran 6. 4.
Pengumpulan Data dan Informasi Pascapanen Aneka Umbi Cakupan mengenai data informasi pascapanen ubikayu dan ubijalar yaitu mengenai tahapan penanganan pascapanen dan sarana pascapanen, varietas yang dilepas pemerintah, teknologi pascapanen serta daerah sentra produksi ubikayu dan ubijalar.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
54
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Pengumpulan
data
dan
informasi
pascapanen
aneka
umbi
dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat (Cimahi, Sumedang, Bogor) dan Kalimantan Timur, dengan hasil sebagai berikut : a. Tahapan penanganan pascapanen ubikayu meliputi panen, pengupasan,
pencucian,
perajangan,
pengeringan
dan
penyimpanan, sedangkan ubijalar meliputi panen, perajangan, dan penyimpanan 1) Panen didasarkan atas umur tanaman, jenis atau varietas. 2) Pengupasan dilakukan dengan menggunakan alat bantu seperti pisau atau alat khusus pengupasan ubikayu. 3) Pencucian dilakukan segera setelah pengupasan dengan menggunakan air mengalir. 4) Perajangan dilakukan dengan menggunakan mesin perajang seperti rasingko dengan memperhatikan tebal irisan (tebal irisan yang baik adalah 0,5 - 1,0 cm) 5) Pengeringan dilakukan dengan menggunakan cara dan sarana yang baik seperti menggunakan lantai jemur atau alas jemur dari tikar, terpal, dan sebagainya. Untuk irisan tipis (tebal 0,5-1,0 cm) dijemur selama 3-5 hari, sedangkan irisan tebal (4-5 cm) atau utuh dijemur selama 7-10 hari. 6) Penyimpanan dilakukan karena menunggu waktu yang tepat untuk dijual atau diolah lebih lanjut. Penyimpanan dapat dilakukan dengan menggunakan media sekam atau media serbuk gergaji b. Varietas yang banyak ditanam oleh petani yaitu ADIRA 1, ADIRA 4, UJ-3, UJ-5, Malang-4, Malang-6 (Ubikayu) sedangkan untuk varietas ubijalar seperti Cangkuang, Sari, Sukuh, Kidal, Ubijalar Papua Patippi, Sawenta, dan Papua Salossa,
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
55
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 c.
Teknologi pascapanen yang banyak digunakan meliputi : Pengungkit yang terbuat dari besi dengan ukuran panjang 180 cm, penyawut, perajang, pengepres dan mesin pengering.
d. Ketersediaan sarana pascapanen ubikayu dan ubijalar masih sangat terbatas. Data ketersediaan sarana secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. J.
Kegiatan Project FAO (TCP/INS/3202 (D) : Improving Rice Post Harvest System in Indonesia 1.
Strategy
For
Proyek FAO (Food and Agriculture Organization of The United Nations ) merupakan proyek hibah dengan nomor TCP/INS/3202 (D) melalui rekening FAO : Standard Chartered Bank (No Rekening 30600600456).
2.
Grand Agreement ditandatangani oleh FAO dan Dirjen Pengelolaan Utang Kemenkeu (an. Pemerintah RI) pada tanggal 3 April 2009 dengan nomor register 70856401.
3.
Proyek
FAO
direncanakan
Januari
Dikarenakan Grand Agreement
2009
s/d
November
baru ditandatangani
2010.
3 April 2009,
maka pelaksanaan proyek dimulai Mei 2009 s/d Maret 2011, kemudian diperpanjang s/d Juni 2011. 4.
Dengan adanya reorganisasi di Kementan (Permentan Nomor : 61/Permentan/
OT.140/
10/2010),
sehingga
pelaksana
FAO
TCP/INS/3202 (D) beralih dari Direktorat Penanganan Pasca Panen, Ditjen P2HP yang dari awal menangani proyek FAO ke Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan, Ditjen Tanaman Pangan (dengan serah terima pada tanggal 29 Desember 2010), sehingga kegiatan FAO dari Januari 2011 s/d Juni 2011 ditangani oleh Ditjen Tanaman Pangan. 5.
Lokasi proyek di 2 kabupaten, yaitu : Kabupaten Lamongan (Jatim) dan Subang (Jabar).
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
56
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 6.
Nilai proyek FAO TCP/INS/3202 setelah direvisi FAO dari rencana 483.542 US $ menjadi 450.400 US $, dan adanya perpanjangan proyek 3 bulan (dari rencana closing date Maret 2011 menjadi Juni 2011)
7.
Berdasarkan budget expenditure yang disampaikan FAO TCP/INS/3202 per 30 Juni 2011 bahwa nilai approved budget
(450.400 US $)
dikurangi total expenditure 425.203 US $ ( 94,4 %), sehingga sisa dana (balance = 25.197 US $), dengan laporan realisasi dari FAO terlampir. 8.
Hibah proyek FAO dengan nomor TCP/INS/3202 (D) dilaksanakan langsung oleh FAO dengan cara pembayaran langsung (direct funding) dan Pemerintah RI sebagai implementing partner, sehingga tidak ada rekonsiliasi dengan KPPN.
9.
Proyek FAO TCP/INS/3202 (D) memberikan sarana kerja adalah sebagai berikut : a. Handycam Sony (2 buah) b. Projector Toshiba dan Sanyo (2 buah) c. Laptop Compaq dan Sony VAIO (2 buah) d. Komputer desktop HP Pavilion (2 buah) e. Printer HP Deskjet D4360 dan Laserjet P3005 (2 unit) f. Lemari besi 1 buah
10. Proyek FAO TCP/INS/3202 (D) memberikan bantuan sosial berupa 6 unit power thresher yang telah diberikan ke kelompoktani di Kabupaten Lamongan (3 unit ) dan Subang (3 unit). 11. Pelatihan-pelatihan yang telah dilakukan FAO a.
TOT Penanganan Pascapanen Sesuai Good Handling Practices (GHP)/Loss Assesment Metodology and Preparation for Loss
Assesment Study Phase I, di Kabupaten Subang 23 – 27 Oktober 2009 dan di Kabupaten Lamongan, 15-19 Oktober 2009 dengan
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
57
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 peserta Widyaiswara, Penyuluh Pertanian, Staf Bulog dan Dinas Pertanian kedua Kabupaten. b.
Pelatihan Metodologi Perhitungan Susut Bobot dan Susut Mutu Padi Tahap I di Kabupaten Subang 12 – 15 Agustus 2009 dengan peserta Penyuluh Pertanian, KCD, staf BPS dan Dinas Pertanian kedua Kabupaten.
c.
Penanganan Pascapanen Sesuai Good Handling Practices (GHP)/ TOT on Good Post Harvest Management for Agricultural Extension Worker and Chairman of Farmer Group Associations di Kabupaten Subang 23 – 27 Desember 2009 dan di Kabupaten Lamongan, 2124 Desember 2009
dengan peserta
Penyuluh Pertanian dan
Ketua Gapoktan d.
Pelatihan Metodologi Perhitungan Susut Bobot dan Susut Mutu Padi Tahap II/ Loss Assesment Metodology and Preparation for
Loss Asseement Study Phase II, di BB Padi Sukamandi, Kabupaten Subang 14 – 18 Desember 2009 dengan peserta Penyuluh Pertanian, KCD, staf BPS dan Dinas Pertanian kedua Kabupaten serta staf Ditjen P2HP. e.
Teknologi Pengeringan Padi/Rice Drying Technology di BB Padi Sukamandi, Kabupaten Subang 4 – 5 Mei 2010 dengan peserta Penyuluh Pertanian, pengurus
gapoktan, operator pengeringan
skala kecil, KCD, staf Dinas Pertanian kedua Kabupaten dan BB Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong. f.
Pemeliharaan dan Perbaikan Alat dan Mesin Pascapanen Padi/
Maintenance and Repair of Harvest Machinary ke PT. Rutan Surabaya dan CV. Padi Sentra Mekatani, Pakis Aji, Malang, Jatim pada tanggal 2-4 Agustus 2010 dengan peserta Penyuluh Pertanian,
pengurus
gapoktan,
operator
pengeringan
dan
penggilingan baik skala kecil maupun skala besar.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
58
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 g.
Cara Pengoperasian Penggilingan Padi yang Baik dan Benar di BB Padi Sukamandi, Kabupaten Subang 9 – 10 November 2010 dan di Kabupaten Lamongan, 24 - 25 November 2010 dengan peserta Penyuluh
Pertanian,
pengurus
gapoktan,
operator
penggilingan/RMU skala kecil dan sedang. h.
Demonstrasi Cara Mengoperasikan Power Thresher/Thresher
Demonsration di Kabupaten Subang 11 – 14 Oktober 2010 dan di Kabupaten Lamongan, 25 - 28 Oktober 2010 dengan peserta Penyuluh Pertanian. i.
Pelatihan Penguatan Kapasitas Kelompoktani/Strengthening of the
Capacity of the Farmer Group di Kabupaten Subang 24 – 27 Januari 2011 dan di Kabupaten Lamongan, 7 - 10 Februari 2011 dengan peserta Penyuluh Pertanian. j.
Demonstrasi Cara Mengoperasikan Power Thresher/Thresher
Demonsration di Kabupaten Subang 28 Februari – 3 Maret 2011 dan di Kabupaten Lamongan, 14 – 17 Maret 2011 dengan peserta Penyuluh Pertanian. 12. Expose Kegiatan FAO merupakan penyampaian hasil-hasil kegiatan FAO Kegiatan ini dibuka oleh Dirjen Tanaman Pangan yang diwakili oleh Direktur Pascapanen Tanaman Pangan dan dihadiri oleh sekitar 60 orang peserta dari perwakilan Ditjen Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan, Perum Bulog, FAO Representation in Indonesia (Dr. Benny Sormin dan Juniati), Bappenas, BPS, Tim Konsultan Nasional FAO, Direktorat lingkup Ditjen Tanaman Pangan dan P2HP, wakil dari Kepala Dinas Pertanian dan Regional Project Coordinator dari
Kabupaten
Subang dan Lamongan. Hasil workshop sebagai berikut : a. Survey
Penyimpanan
Padi
dan
Beras
(dilaksanakan
oleh
Konsultan Sutrisno S. Mardjan/IPB) 1) Waktu survey pada bulan April - Mei 2010 di Kabupaten Lamongan dan Subang.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
59
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 2) Tujuan Survey ; (1) Survey untuk mengetahui teknik dan lama penyimpanan, masalah penyimpanan dan upaya pencegahannya pada level petani, pedagang dan pelaku usaha padi/beras; (2) informasi tersebut sebagai dasar kajian penyimpanan dalam periode lama. 3) Kondisi Penyimpanan gabah/beras saat ini : a) Penyimpanan masih dilakukan secara terbuka dalam karung maupun wadah tertentu (lumbung, keranjang, dll). b) Gabah/beras sering diserang serangga, tikus, burung atau binatang lainnya. c) Kadar air di atas 14 ℅. d) Gabah/beras tidak selalu dilindungi seperti pada musim hujan. 4) Kesimpulan a) Teknik penyimpanan padi dan beras dilakukan mengunakan kemasan
karung
(plastik/goni)
yang
ditumpuk
dalam
ruangan b) Lama penyimpanan kurang dari 6 bulan c) Permasalahan : serangan tikus. d) Upaya pencegahan yang petani, pedagang dan pelaku usaha lakukan adalah
(1) pemberantasan tikus secara intensif
dengan metode konvensional, tidak menggunakan fumigasi; (2) pengelolaan ruang penyimpanan yang baik. e) Dalam pengadaan padi/beras parameter mutu yang sangat diperhatikan adalah warna (penampakan produk) serta kadar air. f)
Penentuan harga dalam rantai pasok padi/beras berdasarkan harga pasar, sedangkan harga pokok pemerintah (HPP) dijadikan acuan kesepakatan harga pasar tersebut.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
60
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 5) Rekomendasi a) Penerapan teknologi penyimpanan di tingkat petani dapat dilakukan melalui peningkatan pemahaman penyimpanan dalam upaya perbaikan mutu dan peningkatan nilai tambah produk. b) Penyimpanan
sebagai mata rantai dalam penanganan
pascapanenyang baik perlu dikelola dalam manajemen kelompok tani, agar pengendalian kualitas dapat dilakukan secara terintegrasi c) Penguatan petani/kelompok tani dalam pemahaman praktek penyimpanan yang baik dan benar melalui reorganisasi rantai pasok produksi padi/beras. b. Studi banding/Post-harvest Rice Conference and Exhibition ke Bangkok, Thailand pada 15 – 18 Juli 2009 yang dilaksanakan oleh Sutrisno S. Mardjan sebagai konsultan pascapanen. c. Pengembangan Metode Cepat dalam Penentuan Susut Simpanan Gabah dan Beras (dilaksanakan oleh
pada
Tim SEAMEO
BIOTROP, Bogor, yaitu Okky S. Dharmaputra, Idham Sakti Harahap, Sunjaya dan Sri Widayanti). 1)
Tujuan : a) Menilai susut pada gabah dan beras akibat serangan S.
Zeamais di laboratorium. b) Menghubungkan jumlah biji rusak dengan susut berat yang terjadi pada gabah dan beras. c) Mengembangkan metode praktis untuk pemantauan di lapangan (beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor, Kerawang dan Indramayu. d) Dengan visualisasi biji rusak untuk digunakan dalam menilai susut gabah dan beras di lapangan.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
61
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 2)
Point-point hasil survei antara lain : a) Penyusutan terjadi dikarenakan tempat penyimpaan kurang memadai dan teknik penyimpanan yang dilakukan petani tidak
baik,
sehingga
berakibat
terjadinya
serangan
serangga, tikus dan kapang b) Pengendalian susut hasil dari kerusakan hama gudang dengan mengimplementasikan Pengendalian Hama Gudang Terpadu (PHGT) dengan melakukan pemeriksaaan dan pemantauan
populasi
hama
dan
kerusakan
yang
ditimbulkan c)
Korelasi antara % kerusakan biji dan % susut bobot menghasilkan faktor pengali, yaitu 0,45 untuk gabah dan 0,4 untuk beras, misal % kerusakan 50 % maka susut bobot pada gabah sebesar 19,74 % dan susut bobot pada beras sebesar 20,25 %
d) Sebagian besar responden menyimpan gabah dalam jumlah sedikit dalam periode singkat e) Kerusakan gabah dan beras akibat serangan hama sangat rendah. Kerusakan yang tertinggi sebesar 5 % atau setara dengan 2,28 % susut berat. d. Keefektifan superbag dalam melindungi beras dari seranggan serangga selama penyimpanan (dilaksanakan oleh
Tim SEAMEO
BIOTROP,
Sunjaya,
Bogor,
yaitu
Idham
Sakti
Harahap,
Sri
widayanti), dengan hasil sebagai berikut : 1) Kondisi
penyimpanan
hermatis,yang
juga
disebut
sebagai
penyimpan tertutup atau penyimpanan kedap udara, dapat digunakan untuk melindungi biji-bijian dari serangan serangga dan faktor kerusakan lainya. 2) Grain Pro Superbag diklaim memiliki fungsi seperti sistem penyimpanan kedap udara 3) Untuk mengevaluasi efektifitas Grain Pro dan membadingkannya dengan kantong semar(superbag produksi lakol), kantong PVC Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 62
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 dan kantong polypropylene dalam beras dari serangan hama maka dilakukan penyimpanan selama 3 bulan. 4) Semua superbag (Grain Pro dan kantong semar), dan kantong plastic PVC efiktif melindungi beras giling dari serangan hama selama 3 bulan penyimpanan. 5) Serangga yang mencemari butiran pada periode penyimpanan awal terlihat secara visual mati dalam satu minggu karena kondisi kedap udara didalam kantong percobaan dan juga menjaga kadar air beras giling menjadi konstan dan kualitas biji tetap terjaga baik. 6) Tidak terdektesi adanya susut beras maupun perkembangan serangga pada perlakuan superbag dan kantong plastic PVC; di sisi lain susut berat pada perlakuan kantong Polypropylene
relative tinggi. 7) Dari sudut pandang ekonomi, pengunaan superbag “kantong semar” yang paling efesien bagi petani. e. Rice Marketing System In Indonesia (pelaksana Konsultan Dewa Ketut
Sandra
Swastika/Pusat
Sosial
Ekonomi
dan
Kebijakan
Pertanian), dengan hasil sbb : 1) Petani menjual padi dengan 3 cara, yaitu : a) Tebasan (jual sebelum panen). b) Jual setelah panen dan perontokan di sawah. c) Jual setelah panen dan perontokan, dibawa pulang (dijual di rumah). 2) Alasan petani menjual dengan tebasan : a) Butuh uang cepat untuk berbagai kebutuhan mendesak. b) Praktis, petani tidak repot ngurus panen dan pengangkutan. c) Tidak perlu khawatir akan kehilangan hasil selama panen dan perontokan.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
63
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 3) Masalah dalam tebasan a) Harga jual 1-2 juta/ha lebih rendah dari pada penjualan setelah panen. b) Perontokan dengan gebot dalam tebasan menghasilkan gabah 700
kg/ha lebih rendah daripada panen
dan
perontokan dengan power thresher, untuk mengurangi penjualan dengan tebasan. 4) Mekanisme tebas a) Penebas menemui petani yang akan menjual padi b) Penebas melakukan survei lapang dan estimasi hasil c) Negosiasi harga anter penebas dengan petani d) Penebas membayar uang muka(Down Payment) e) Penebas mendatangkan buruh panen dan pembeli gabah f)
Panen dan perontokan oleh buruh panen
g) Penjualan kepada pembeli gabah di sawah h) Pembayaran kepada petani dan buruh panen disawah i)
Klasifikasi Penggilingan Padi berdasarkan kapasitas mesin penggiling/RMU :
j)
Penggilingan Kecil : 500 – 1000 kg/jam
k) Penggilingan Sedang : 1000 – 3000 kg/jam l)
Penggilingan Besar : > 3000 kg/jam
5) Implikasi Kebijakan a) Salah satu pelaku pasar yang membuat biaya pemasaran tinggi adalah perantara/calo. b) Perlu
Perda
atau
Perdes
tentang
peran
dan
hak
perantara/calo. c) Fee untuk perantara/calo hendaknya berupa persentase keuntungan dari pedagang padi. d) Penjualan dengan tebasan, selain menjatuhkan harga jual, juga kehilangan hasil lebih tinggi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
64
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 e) Untuk mengurangi sistem tebasan, perlu dikembangkan teknologi panen yang cepat dan efisiensi, disertai perontokan dengan power thresher. f)
Pedagang padi tidak tertarik melakukan pengeringan, karena saat ini tidak menguntungkan. Hal ini beresiko terlambatnya proses pengeringan, sehingga menurunkan mutu gabah dan beras.
g) Untuk memenuhi tuntutan mutu di masa mendatang, perlu dikembangkan dari sekarang pengering mekanis dengan tenaga sekam. h) Untuk mengembangkan system pengeringan yang baik, diperlukan kebijakan penentuan HPP dari GKP, GKG, dan beras yang lebih cermat. i)
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup penggilingan padi, diperlukan peningkatan akses penggilingan padi ke super market dan pelaksanaan operasi pasar harus dilakukan secara hati-hati.
f.
The Constraints of Farmers, Labors, Traders, And Millers To Adopt The Improved Post Harvest Technology (pelaksana Konsultan Dewa KS Swastika dan Sutrisno). 1) Lokasi Subang dan Lamongan pada bulan Januari – Maret 2010. 2) Teknologi panen yang diterapkan. a) Padi siap dipanen ketika 90% - 95% menguning b) Panen masih menggunakan sabit biasa c) Setelah dipotong, padi masih ditumpuk 1-2 hari sebelum dirontok 3) Perbaikan Teknologi Panen Modern a) Reaper b) Stripper c) Combine Harvester
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
65
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 d) Alat panen tipe gendong 4) Kendala Adopsi Tidak ada responden yang pernah melihat atau mengikuti demonstrasi penggunaan keempat
alat panen modern di
atas, hanya di Sulsel stripper diproduksi dengan merk Candhu dan sudah digunakan petani 5) Teknologi Perontokan a) ILES, teknologi tradisional paling sederhana (kini sudah hampir tidak ada) b) Sebagian besar panen masih menggunakan gebot c) Sebagian sudah menggunakan pedal thresher dan power
thresher (hasil perontokan 700 kg/ha lebih tinggi dari teknologi gebot) 6) Kendala adopsi di Subang a) Kurangnya sosialisasi penggunaan power thresher kepada petani dan kelompok tani, banyak petani yang tidak tahu tentang power thresher dan keunggulannya. b) Kurangnya lapangan kerja bagi penduduk yang tidak punya lahan, satu-satunya sumber pendapatan dari mengasah/mengeprik. c) Tekanan kelompok pengasah pada kepala desa dan pemilik thresher. 7)
Teknologi Pengeringan a) Pengeringan dengan tikar atau lantai sederhana di samping rumah (digunakan oleh hampir semua rumah tangga dan penggiling padi kecil). b) Lantai Jemur. c) Lantai Jemur dan dryer Mekanis. d) Pengeringan mekanis vertical (digunakan oleh penggiling besar).
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
66
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 8)
Kurangnya sosialisasi tentang alat pengering mekanis, kebanyakan petani tidak tahu tentang teknologi tersebut dan keunggulannya.
9)
Perbedaan harga GKG dengan GKP tidak menarik bagi petani dan pedagang untuk menjual GKG, petani dan pedagang tidak tertarik untuk investasi alat pengering.
10) Penggilingan
padi
lebih
suka
membeli
GKP,
untuk
mengontrol proses pengeringan. 11) Teknologi Penggilingan a) Penggilingan Kecil : teknologi sederhana, konfigurasi mesin Husker Polisher (tanpa separator) b) Penggilingan
menengah:
teknologi
double
pass,
konfigurasi mesin husker - husker – separator – poliher – polisher 12) Kendala adopsi a) Penggilingan kecil merasa tidak membutuhkan alat mesin lain, selain yang sudah dimiliki saat ini. b) Sebagian
penggiling
menengah
belum
memiliki
pengering mekanis, karena keterbatasan modal. c) Sebagian
penggiling
menengah
belum
mengetahui
tentang pengering mekanis tenaga sekam. d) Penggilingan menengah belum merasa perlu menambah grader, karena permintaan pasar masih didomisasi beras kualitas medium. 13) Kendala utama petani dan buruh panen menerapkan teknologi panen modern adalah ketidaktahuan petani tentang teknologi tersebut dan keunggulannya. 14) Implikasi
Kebijakan
: dengan meningkatkan intensitas
introduksi teknologi modern.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
67
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 13. National Concluding Workshop Kegiatan ini dibuka oleh Dirjen Tanaman Pangan yang diwakili oleh Direktur Pascapanen Tanaman Pangan dan dihadiri oleh sekitar 80 orang peserta dari perwakilan Ditjen Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan, Perum Bulog, International Expert FAO (Mr. Peter Golob dan Mr. Andrew Shepherd) serta FAO Representation in Indonesia (Dr. James McGrane), Bappenas, BPS, Tim Konsultan Nasional FAO, Direktorat lingkup Ditjen Tanaman Pangan dan P2HP, wakil dari Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten, jabar, Jateng, Di.Yogyakarta, Jatim, Kepala Dinas Pertanian dan Regional Project Coordinator dari Kabupaten Subang dan Lamongan. Hasil workshop sebagai berikut : a)
Tingkat kehilangan hasil gabah/padi di lapang masih tinggi disebabkan
penggunaan
peralatan
dan
cara
panen
masih
konvensional seperti : sabit, gebotan, penjemuran. Kualitas beras yang dihasilkan Penggilingan Padi Kecil (PPK) masih rendah dengan rendemen dibawah 60% dan tingkat patah ( broken) di atas
20%,
sehingga
perlu
dilakukan
penerapan
teknologi
penanganan pascapanen. b)
Teknologi yang dapat memperbaiki pascapanen tersebut antara lain menggunakan paddy mower/reaper untuk pemanenan, power
thresher untuk perontokan, combine harvester untuk panen sampai perontokan, dryer untuk pengeringan dan revitalisasi PPK serta peningkatan SDM petugas dan petani. c)
Kendala utama petani dan buruh tani dalam mengadopsi teknologi pascapanen modern, antara lain : ketidak tahuan tentang teknologi tersebut, tidak ada jasa penyewaan di beberapa desa, tekanan dari tenaga kerja dan pengasak karena khawatir kehilangan kesempatan kerja, salah informasi mengenai teknologi pascapanen,
dan
harga
teknologi
pascapanen
yang
tidak
terjangkau dan kepemilikan lahan yang sempit.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
68
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 d)
Penerapan teknologi yang lebih maju akan menimbulkan berbagai persoalan sosial yang perlu mendapatkan perhatian. Sebagai contoh,
akan
kehilangan
pekerjaan
bagi
buruh
tani
dan
pendapatan para penderap yang mengumpulkan sisa panen. Isu tersebut akan berkurang sejalan dengan kondisi buruh tani yang akan berkurang akibat migrasi orang desa ke kota. e)
Pemerintah harus membangkitkan kesadaran dan meningkatkan minat
masyarakat
dengan
menyediakan
media
publikasi
(kampanye di radio dan TV, surat kabar lokal dan nasional, dan internet) terkait dengan kegiatan pascapanen serta praktek dan teknologi apa yang dapat di introduksi untuk menyelamatkan padi. f)
Pengenalan teknologi harus berupa pelatihan dengan dilengkapi praktek
dan pengalaman praktis
dengan
penekanan pada
operasionalisasi, perbaikan sederhana dan perawatan baik bagi PPL dan petani pengguna. g)
FAO telah melakukan pengukuran dan perhitungan serta survey susut bobot padi. Namun selain susut bobot, juga perlu dilakukan susut kualitas yang akan memiliki pengaruh sangat kuat terhadap ekonomi nasional. Standar kualitas beras perlu disepakati bersama untuk mengontrol sekaligus untuk melindungi produsen (petani).
h)
Apabila pemerintah ingin mengembangkan teknologi pengeringan untuk
menghindari
kerusakan
gabah
sebelum
dijual
serta
menciptakan nilai tambah di tingkat petani dan pedagang, maka diperlukan kebijakan penentuan HPP gabah kering giling (GKG) yang lebih cermat, dengan memperhitungkan biaya pengeringan dan konversi dari GKP menjadi GKG. Demikian juga HPP beras dengan memperhitungkan biaya penggilingan, rendemen giling dan margin keuntungan penggiling. Kebijakan pendukungnya adalah komitmen yang tinggi dari pemerintah untuk membeli GKG dan beras masyarakat, jika harga pasar di bawah HPP.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
69
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 i)
Untuk
mempromosikan keamanan pangan melalui penurunan
susut dan mengantisipasi dalam menghadapi permintaan beras mutu premium di masa mendatang, Indonesia harus mulai meningkatkan kinerja dari seluruh aspek penanganan pasca panen padi. Teknologi pemanenan, perontokan dan pengeringan harus diperkenalkan dan disebarkan secara lebih intensif, serta investasi secara massif
harus dilakukan untuk memperbaiki fasilitas
penggilingan dan mutu penggilingan. j)
Proyek FAO TCP/INS/3202 (D) telah melatih lebih dari 1.000 orang, termasuk petani /kelompok tani, PPL, staf BPS dan staf BULOG Kabupaten, operator perontok pada kelompok pemanen, dan lain-lain di Kabupaten Subang dan Lamongan. Semua pihak yang sudah dilatih tersebut
telah memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang memadai, sehingga mereka dapat membantu dalam meningkatkan sistem pasca panen yang lebih baik. k)
Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian diharapkan dapat menindak lanjuti pilot proyek ini pada provinsi-provinsi lain, agar memperoleh manfaat secara maksimal dari perbaikan sistem penanganan pasca panen padi.
14. Rekomendasi dari FAO untuk Pemerintah Indonesia a.
Sangat
diperlukan
peningkatan
kesadaran
masyarakat
akan
permasalahan pasca panen serta bagaimana jalan keluar untuk menyelesaikannya. Target utamanya adalah pimpinan kelompok tani, penggiling padi, pedagang beras/gabah dan petugas PPL. Kementerian Pertanian harus mengalokasikan atau
mencari
pembiayaan untuk menyebarkan leaflet, booklet dan poster yang telah dibuat oleh proyek FAO ke seluruh wilayah sentra produksi padi, dengan target jumlah masing-masing bahan yang dapat disebarkan adalah 50.000. Perlu dilakukan upaya juga agar media elektronik (televisi) dapat menyiarkan video pasca panen yang Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
70
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 telah dibuat; b.
Sangat penting juga untuk memperluas pelatihan manajemen pasca
panen
memperbaiki
yang teknik
baik
serta
penerapan
pemanenan,
penggilingan dan penyimpanan.
teknologi
perontokan,
untuk
pengeringan,
Perlu ada upaya untuk melatih
pelaku kunci (termasuk PPL) di seluruh sentra produksi padi di Indonesia.
Pelatihan
ditekankan
pada
pengetahuan
dan
ketrampilan praktis yang dapat dikerjakan dengan beberapa pilihan teknologi, serta petani diberikan kesempatan untuk memutuskan apa yang bisa dikerjakan dan apa yang tidak; c.
Teknologi yang lebih baik yang didemonstrasikan oleh proyek FAO ternyata
dapat
diterima
secara
luas
oleh
petani
dan
kelompoktaninya/gapoktan. Akan tetapi, ada beberapa hambatan dalam adopsi teknologi tersebut, seperti kesenjangan informasi dari
petugas
PPL dan tidak
tambahan, perusahaan kecil
tersedianya kredit. Sebagai
yang dapat
memproduksi alsintan
seperti perontok mekanis biasanya membuat alat mesin hanya berdasarkan pesanan.
Mereka tidak memiliki kesempatan untuk
memproduksi alsintan dalam jumlah besar dan kemudian mencari pembeli. Bantuan dalam pengembangan ketrampilan teknis dan bisnis pada perusahaan seperti itu akan sangat bermanfaat. d.
Akan sangat penting agar kegiatan lanjutan dari
proyek ini
lebih fokus pada susut bobot dan susut mutu. Sampai saat ini pengukuran susut hanya terfokus pada susut bobot, padahal penanganan dan pengolahan yang buruk akan sangat
besar
pengaruhnya terhadap mutu, dan juga nilai susut yang akan besar implikasinya kepada petani.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
71
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 K. Kegiatan Pertemuan / Workshop
1. Pertemuan Regional I Tanaman Pangan Dalam rangka rangka pemenuhan kebutuhan pangan nasional dan swasembada beras berkelanjutan, pemerintah pusat dan daerah telah menetapkan kesepakatan sasaran produksi tahun 2011. Sasaran produksi tersebut menjadi komitmen bagi pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dalam merumuskan sasaran produksi yang akan di capai pada tahun 2011 dengan memperhatikan berbagai dukungan pembiayaan baik dari APBN dan APBD maupun sumber pembiayaan lainnya. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melaksanakan Pertemuan Regional
I Tanaman Pangan (meliputi
Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Riau dan Kep. Riau), pada
tanggal 16 -18 Pebruari 2011 di Medan Sumatera Utara.
Pertemuan dibuka secara resmi oleh Gubernur Sumatera Utara yang diwakili oleh Asisten II Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara yang didahului oleh arahan Direktur Jenderal Tanaman Pangan yang diwakili oleh Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Inovasi dan Teknologi. Peserta pertemuan terdiri dari Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten Koordinasi
Penyuluh,
yang menangani tanaman pangan, Badan Balai
Proteksi
Perlindungan
TPH,
Balai
Pengawasan Sertifikasi Benih TPH, Bakorluh dan perwakilan dari PT. Sang Hyang Seri (SHS), PT. Pertani, Pusri, Petrokimia Gresik. Adapun hasil dari pertemuan tersebut sebagai berikut : a. Pemantapan Pencapaian Produksi Tanaman Pangan Tahun 2010 1) Dalam rangka
pelestarian swasembada padi dan jagung,
pencapaian swasembada kedelai, serta peningkatan produksi tanaman pangan lainnya, maka sasaran produksi tanaman pangan tahun 2011 ditetapkan sebagai berikut : padi sebesar 70,59 juta ton GKG, Jagung sebesar 22 juta ton pipilan kering, Kedelai sebesar 1,56 juta ton biji kering, Kacang Tanah 0,97 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
72
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 juta ton biji kering, Kacang Hijau 0,37 juta ton juta ton biji kering, Ubi Kayu 23,40 juta ton umbi basah dan Ubi Jalar sebesar 2,15 juta ton umbi basah. 2) Untuk mencapai sasaran tersebut diperlukan upaya-upaya terobosan untuk peningkatan produksi antara lain dengan : percepatan tanam, penggunaan dan penggantian benih varietas unggul
berpotensi
produksi
tinggi
untuk
peningkatan
produktivitas, inventarisasi lokasi untuk perluasan areal tanam, pengamanan
produksi
dengan
menekan
sekecil mungkin
serangan hama penyakit, dampak perubahan iklim, menekan susut hasil serta melakukan koordinasi dengan stake holders terkait dalam penyiapan sarana produksi (benih dan pupuk) tepat waktu tanam setempat. 3) Fokus kegiatan Pembangunan Tanaman Pangan dilakukan melalui penerapan Pola Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT), meliputi padi non hibrida seluas 2,2 juta ha, padi hibrida 228 ribu ha, padi lahan kering 350 ribu ha, jagung hibrida 206 ribu ha dan
kedelai 300 ribu ha. Untuk
keberhasilan pelaksanaan SL-PTT pada tahun 2011 beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut : a) Untuk percepatan tanam, diharapkan menyusun
CP/CL
pelaksanaannya, Pelaksanaan
SL-PTT 2011.
sementara
SL-PTT
2010,
daerah segera Sebagai
menggunakan kecuali
acuan Pedoman
pengadaan
dan
penyaluran benih dan pupuk (BLP) menunggu Perpres. b) Pelaksanaan SL-PTT baik padi, jagung dan kedelai tahun sebelumnya tidak konsisten antara kebutuhan dengan ketersediaan benih, mengakibatkan terjadinya perubahan atau pergeseran jadwal tanam SL-PTT.
Agar
kondisi
tersebut tidak terulang pada tahun ini, diharapkan Dinas Pertanian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Kabupaten/Kota
segera menetapkan CPCL. 73
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Kemudian disampaikan ke Dinas Pertanian Provinsi untuk disetujui sebagai dasar penugasan penyaluran benih dan pupuk ke BUMN pelaksana. c) Penyediaan benih Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) yang diinginkan oleh petani berdasarkan CPCL, agar dipenuhi sesuai dengan kesepakatan pada workshop Regional I. Hal tersebut masih dapat dilakukan perubahan dengan ketentuan petani yang sudah memberikan CPCL agar di sosialisasikan tentang perubahan yang terjadi dan diminta persetujuannya. d) Dinas Pertanian agar memfasilitasi peningkatan koordinasi dan kerjasama antara kedua BUMN (PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani) dengan mengoptimalkan penangkar/ produsen benih lainnya sehingga kebutuhan benih dan varietas bagi kelompok tani dapat terpenuhi dari daerah setempat. e) Dalam upaya pemenuhan kebutuhan benih khususnya benih yang berasal dari luar provinsi, sebelum benih tersebut disalurkan ke kelompok tani/petani terlebih dahulu dilakukan
pengecekan
mutu
oleh
BPSB
setempat.
Pengawas Benih diminta pro aktif dalam pengawasan penyaluran Bantuan Langsung Benih Unggul agar benih yang diterima kelompok tani/petani terjamin mutunya. f)
Dalam pelaksanaan SL-PTT, Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten diharapkan segera membentuk Tim Pembinaan dan Monitoring
yang terdiri dari unsur-unsur Dinas
Pertanian, BPSBTPH, BPTPH, Bakorluh, BPTP dan BUMN. g) Keberhasilan pelaksanaan SL-PTT sangat ditentukan oleh koordinasi, Integrasi dan sinkronisasi di semua tingkatan, antara dinas teknis penyedia dan penyebar teknologi serta Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
74
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 pemerintah daerah serta dukungan pendanaan yang bersumber dari Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. b. Kesepakatan workshop pertemuan regional I tanaman pangan sebagai berikut : 1) Sasaran produksi padi tahun 2011 Sasaran nasional produksi padi tahun 2011 sebesar 9.188.328 ton
sedangkan
hasil
workshop
sebesar
9.353.040
ton
(101,79%) terdiri dari Provinsi Aceh hasil workshop sebesar 1.726.246 ton atau 94,44 % dari sasaran nasional (1.827.969 ton); Provinsi Sumatera Utara sebesar 3.950.777 ton atau 104,67 % dari sasaran nasional (3.774.680 ton); Provinsi Sumatera Barat hasil workshop sebesar 2.337.531 ton atau 101,64 % dari sasaran nasional (2.299.739 ton); Provinsi Jambi sebesar 714.012 ton atau 103,85 % dari sasaran nasional (687,552 ton) dan Provinsi Riau
sebesar 624.474 ton atau
104,36 % dari sasaran nasional (598.388 ton); 2) Sasaran produksi Jagung tahun 2011 Sasaran nasional produksi jagung tahun 2011 sebesar 2,243 ton
sedangkan
hasil
workshop
sebesar
2.269.698
ton
(101,19%) terdiri dari Provinsi Aceh hasil workshop sebesar 213.713 ton atau 120.67 % dari sasaran nasional (177.100 ton); Provinsi Sumatera Utara sebesar 1.463.517 ton atau 97.52 % dari sasaran nasional (1.500.761 ton); Provinsi Sumatera Barat hasil workshop sebesar 455.895 ton atau 105.85 % dari sasaran nasional (430.712 ton); Provinsi Jambi sebesar 49.641 ton atau 101.09 % dari sasaran nasional (49.104 ton) dan Provinsi Riau
sebesar 86.932 ton atau
101.84% dari sasaran nasional (85.358 ton) 3) Sasaran produksi kedelai tahun 2011 Sasaran nasional produksi kedelai tahun 2011 sebesar 205.504 ton sedangkan hasil workshop sebesar 124.846 ton (60,75 %) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
75
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 terdiri dari Provinsi Aceh hasil workshop sebesar 60.952 ton atau 42.43 % dari sasaran nasional (143.649 ton); Provinsi Sumatera Utara sebesar 29.364 ton atau 112.29 % dari sasaran nasional (26.150 ton); Provinsi Sumatera Barat hasil workshop sebesar 3.713 ton atau 40.18 % dari sasaran nasional (9.240 ton); Provinsi Jambi sebesar 18.505 ton atau 109.89 % dari sasaran nasional (16.839 ton) dan Provinsi Riau
sebesar
12.312 ton atau 127.90 % dari sasaran nasional (9.626 ton) 4) Luas tanam padi tahun 2011 Sasaran nasional luas tanam padi tahun 2011 seluas 1.894.300 ha sedangkan hasil workshop seluas 2.068.582 ha atau 109.39%,
terdiri dari Provinsi Aceh hasil workshop seluas
403.197 ha (110.40 %) dari sasaran nasional (365.219 ha); Provinsi Sumatera Utara seluas 838.051 ha atau 110.77 % dari sasaran nasional (756.550ha); Provinsi Sumatera Barat hasil workshop sebesar 478.848 ha atau 104.89 % dari sasaran nasional (456.545 ha); Provinsi Jambi sebesar 173.396 ha atau 105.89 % dari sasaran nasional (163.754 ha) dan Provinsi Riau sebesar 175.090 ha atau 115.02 % dari sasaran nasional (152.232 ha). 5) Luas tanam jagung tahun 2011 Sasaran nasional luas tanam jagung tahun 2011 seluas 439.808 ha sedangkan hasil workshop seluas 475.366 ha atau 108,08%, terdiri dari Provinsi Aceh hasil workshop seluas 60.506 ha (114.14 %) dari sasaran nasional (53.010 ha); Provinsi Sumatera Utara seluas 292.259 ha atau 109.57 % dari sasaran nasional (266.736ha); Provinsi Sumatera Barat hasil workshop sebesar 79.636 ha atau 103.77 % dari sasaran nasional (76.740 ha); Provinsi Jambi
sebesar 13.120 ha atau 101.45 % dari
sasaran nasional (12.932 ha) dan Provinsi Riau sebesar 29.845 ha atau 98.21 % dari sasaran nasional (30.390 ha). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
76
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 6) Luas tanam kedelai tahun 2011 Sasaran nasional luas tanam kedelai tahun 2011 seluas 149.635 ha sedangkan hasil workshop seluas 92.495 ha atau 61,81 %, terdiri dari Provinsi Aceh hasil workshop seluas 44.742 ha (43.56 %) dari sasaran nasional (102.715 ha); Provinsi Sumatera Utara seluas 23.148 ha atau 116.32% dari sasaran nasional (19.900ha); Provinsi Sumatera Barat hasil workshop sebesar 2.300 ha atau 35.83% dari sasaran nasional (6.420 ha); Provinsi Jambi
sebesar 13.863 ha atau 106.64 % dari
sasaran nasional (13.000 ha) dan Provinsi Riau sebesar 8.442 ha atau 111.08 % dari sasaran nasional (7.600 ha). 7) Sasaran tanam SL-PTT Padi (non hibrida, hibrida dan lahan kering) tahun 2011 di 6 provinsi mencapai 461 ribu ha atau 24,34 % dari sasaran nasional.
Dari luasan tersebut
direncanakan akan tertanam pada bulan Maret sebesar 3,76%; April 15,36%; Mei 16,50%; Juni 18,92%; Juli 15,38%; Agustus 12,74%; dan September 12,77%.
Sementara 2,50%
akan
ditanam pada bulan Oktober-Desember 2011. 8) Sasaran tanam SL-PTT Jagung tahun 2011 di 6 provinsi mencapai 23 ribu ha atau 5,23 % dari sasaran nasional. Dari luasan tersebut direncanakan akan tertanam pada bulan Maret 5,66%; April 19,69%; Mei 21,21%; Juni 16,33%; Juli 19,75%; Agustus 10,99%; dan terdapat 3,17%
September 3,20%.
Sementara itu
akan ditanam pada periode Oktober–
Desember 2011. 9) Sasaran tanam SL-PTT Kedelai
tahun 2011 di 6 provinsi
mencapai 45 ribu ha atau 30,07 % dari sasaran nasional. Dari luasan tersebut direncanakan akan tertanam pada bulan Maret 36,84%; April 13,31%; Mei 8,17%; Juni 20,48%; Juli 6,93%; Agustus 1,39%; dan September 4,34%. Sementara itu 7,75% akan ditanam pada periode Oktober-Desember 2011. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
77
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 10) Fokus peningkatan produksi melalui SLPTT 2011, adalah menjamin keberlanjutan penerapan PTT pada lokasi yang sebelumnya mendapat dukungan pendanaan SLPTT, antara lain melalui: a) penyediaan dana pembinaan dan pengawalan terpadu, integrasi dan secara berlanjut melalui dana APBD; b). memfasilitasi kelancaran penyediaan sarana produksi sesuai dengan prinsip 6 tepat serta c) tetap melakukan koordinasi keberlanjutan SLPTT diberbagai tingkatan. 11) Dukungan penanganan pascapanen berupa bantuan paket sarana pascapanen akan difokuskan pada daerah sentra produksi padi serta mendukung kegiatan SL-PTT dengan tetap mengacu pada Pedoman Pelaksanaan Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan tahun 2011.
Untuk
regional I
yang
mendapat bantuan sarana pascapanen adalah sebanyak 5 provinsi (Aceh, Sumut, Sumbar, Riau dan Jambi) di 38 kabupaten/kota pada 76 kelompok tani. 12) Untuk peningkatan produksi padi upaya yang akan dilakukan adalah melalui pengembangan padi hibrida. Pada tahun 2011, direncanakan pengembangan padi hibrida pada areal 1 juta ha. Beberapa
hal
yang
perlu
diperhatikan
dalam
upaya
pengembangan padi hibrida adalah : (1) ketersediaan dan kemurnian
Benih; (2) teknologi budidaya yang tepat; (3)
wilayah pengembangan; (4) dukungan sarana produksi; (5) respon petani mengadopsi teknologi budidaya padi hibrida. Selain itu dalam budidaya padi hibrida, Produsen Benih/BUMN harus melakukan pengawalan dan pendampingan bersamasama dengan Peneliti (BPTP), Penyuluh Pertanian dan Petugas Pertanian setempat dengan supervisi
Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
78
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 2. Workshop Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Dalam
rangka
mengkoordinasikan,
mengintergrasikan,
serta
mensinergikan pemahaman petugas pusat dan daerah serta stake
holders lainnya dalam kegiatan penanganan pascapanen tanaman pangan, Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan
menyelenggarakan
Pertemuan
Koordinasi/
Workshop Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan tanggal 18 -20 Mei 2011 di di Hotel Golden Flower, Bandung Provinsi Barat. Pertemuan dibuka
oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan yang
diwakili oleh Direktur Pascapanen Tanaman Pangan yang didahului oleh sambutan selamat datang Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. Pertemuan ini dihadiri oleh nara sumber, wakil dari Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Sekretariat Jenderal Kementerian
Pertanian;
Balai
Besar
Pascapanen,
Balai
Besar
Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Direktorat Alsintan Ditjen PSP, Institut Pertanian Bogor; DPP Perpadi; Kepala Bidang/Kepala Seksi yang menangani kegiatan pascapanen dan produksi tanaman pangan pada Dinas Pertanian Provinsi di 29 Provinsi dan 15 Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat; produsen sarana pascapanen tanaman pangan serta Staf Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan. Beberapa hal pokok yang perlu mendapat perhatian dan tindak lanjut baik daerah maupun pusat adalah sebagai berikut : a) Sesuai
Peraturan
Menteri
Pertanian
No. 61/Permentan/
OT.140/10/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, maka wewenang Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan menangani pascapanen tanaman pangan dari panen sampai produk setengah jadi (padi dari GKP – Beras; Jagung dari ontong basah – pipilan kering; kedelai dari polong – biji kering dan ubi kayu dari umbi basah – gaplek).
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
79
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 b) Dengan adanya perubahan struktur organisasi di Pusat diharapkan di tingkat daerah dapat melakukan sinergi antara bidang produksi dengan bidang yang menangani pascapanen tanaman pangan. c) Susut hasil tanaman pangan sampai saat ini masih sangat bervariasi, disebabkan metodologi dan cara pengukuran serta penghitungan yang digunakan masih beragam. Untuk itu konsep tersebut
sedang disusun oleh Direktorat Pascapanen Tanaman
Pangan bersama dengan Peneliti, Perguruan Tinggi dan Instansi terkait, dan akan segera dibakukan untuk
acuan dalam
pengukuran dan penghitungan susut hasil pascapanen tanaman pangan ditingkat lapang. d) Pemahaman proses penanganan pascapanen mempunyai peranan penting dalam upaya menekan susut hasil dan mempertahankan mutu.
Untuk
itu
dalam
mengimplementasikan
teknologi
pascapanen tanaman pangan harus mempertimbangkan faktor teknis, ekonomi sosial budaya sehingga teknologi tersebut dapat diterapkan oleh petani yang bersifat spesifik lokasi. e) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan telah mengalokasikan dana dekonsentrasi untuk provinsi dan dana tugas pembantuan untuk kabupaten/kota pada 31 provinsi dan 189 kabupaten/kota meliputi kegiatan bimbingan teknis dan apresiasi penanganan pascapanen. Sedangkan bantuan pembelian sarana pascapanen dialokasikan pada 378 kelompoktani (poktan) atau gabungan kelompoktani (gapoktan) yang tersebar pada 189 kabupaten/kota. f)
Dalam pilihan pembelian jenis sarana tersebut diprioritaskan pada kebutuhan poktan/gapoktan yang tetap mengacu pada pedoman pelaksanaan penanganan pascapanen tanaman pangan tahun 2011, sedangkan teknis
spesifikasinya disesuaikan dengan spesifikasi
kebutuhan daerah dan dapat menggunakan produsen/
pengrajin di daerah sepanjang sudah memiliki persyaratan minimal test report dari lembaga uji yang ditunjuk Kementerian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
80
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Pertanian. segera
Kepada Kabupaten/Kota penerima bantuan untuk
merealisasikan
kegiatan
tersebut
dan
memfasilitasi
pengadaan sarana dengan memperhatikan peraturan/pedoman pelaksanaan yang telah ada. g) Pengadaan sarana pertanian di lingkungan Kementerian Pertanian dalam bentuk bantuan sosial diatur sepenuhnya dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 66/Permentan/OT.140/12/2010 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bantuan Sosial untuk Pertanian Tahun 2011, dan
diharapkan
dapat
dilengkapi
dengan dokumen
administrasi berupa Surat Perintah Kerja/Kontrak yang dibuat oleh kelompok tani/gabungan kelompok tani dengan Penyedia Barang. h) Untuk penyaluran Bantuan Sosial dalam bentuk transfer uang kepada kelompok tani atau gabungan kelompok tani secara teknis pelaksanaannya disesuaikan dengan ketentuan yang terdapat pada Permenkeu Nomor : 134/PMK/2005 tentang Pedoman Pembayaran
dalam
Pelaksanaan
APBN
dan
Perdirjen
Perbendaharaan Nomor 66/PB/2005 juncto Nomor 11/PB/2011 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN dan perubahannya. i)
Masalah utama dalam proses penanganan panen dan pascapanen padi adalah kehilangan (susut) hasil yang masih relatif tinggi serta mutu gabah/beras yang dihasilkan belum baik. Titik kritis terjadinya susut yang tinggi yaitu pada tahapan panen dan perontokan padi serta susut saat penggilingan. Selain terjadi kehilangan bobot di dalam perlakuan penanganan pascapanen juga terjadi kerusakan kualitas fisik gabah. Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan tingkat kerusakan fisik dan mutu beras adalah dengan memperbaiki cara, keterampilan, perbaikan sarana dan prasarana.
j)
Dalam upaya memperbaiki kualitas beras yang dihasilkan dapat melalui perbaikan pada tahapan proses penggilingan, terutama
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
81
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 pada Pengilingan Padi Kecil yang banyak tersebar diseluruh daerah. Sampai saat ini jumlah Penggilingan Padi Kecil (PPK) sebanyak 90.400 unit pada umumnya masih menghasilkan beras dengan kualitas rendah, kadar rendemen dibawah 60 %, kadar beras broken diatas 20 %, dan tingkat kehilangan hasil dalam proses pengolahan GKG menjadi beras sebesar 3,25 %. k) Untuk meningkatkan kinerja PPK perlu dilakukan pembinaan dan pemberdayaan PPK, melalui kegiatan pelatihan dan praktek secara langsung agar dapat meningkatkan rendemen dan mutu beras, serta menurunkan beras patah (broken). Dengan meningkatkan kinerja PPK tersebut diperkirakan dapat menurunkan kehilangan hasil sebesar 1,8 juta ton beras pertahun atau setara dengan Rp 9,9 trilyun dengan asumsi harga beras medium sebesar Rp 5.500,/kg. l)
Masing – masing Provinsi diharapkan memiliki analisa kebutuhan sarana
pascapanen
untuk
mengetahui
ketersediaan
dan
kebutuhan, sehingga penyebaran sarana pascapanen dapat efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan lapang untuk menghindari terjadinya sarana
pascapanen yang tidak termanfaat secara
optimal. m) Teknologi penanganan pascapanen tanaman pangan di tingkat petani
umumnya
diharapkan
masih dilakukan secara tradisional, sehingga
dengan
diterapkannya
teknologi
penanganan
pascapanen yang baik (Good Handling Practices) terhadap komoditas tanaman pangan akan memberikan dampak yang lebih baik
untuk
mengurangi
tingkat
kehilangan
hasil
dan
mempertahankan mutu. n) Perhitungan susut pascapanen selama ini masih pada komoditas padi saja, sehingga kedepan perlu dilakukan penghitungan susut pascapanen jagung, kedelai dan ubikayu, dan direncanakan dalam bentuk Pilot Project pada tahun 2012. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
82
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 o) Dalam rangka menetapkan kebijakan pascapanen yang tepat perlu dukungan data base yang lengkap dan akurat. Hasil workshop dari 29 provinsi yang hadir masih perlu melengkapi data yang ada. Berdasarkan
kesepakatan
disampaikan
kepada
bahwa
Direktorat
kelengkapan
data
akan
Pascapanen Tanaman Pangan
paling lambat pada tanggal 5 Juni 2011. Bagi Provinsi yang tidak hadir (Jawa Tengah dan Maluku Utara) agar dihubungi untuk segera mengisi data dimaksud.
3. Pertemuan Metodologi Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Dalam rangka menyusun metodologi susut hasil tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, ubikayu), telah dilakukan pertemuan pada tanggal 13 - 15 April 2011 di Bandung yang dihadiri oleh pakar/peneliti dari BB Padi, Balai Penelitian Serealia, Balai Penelitian Kacang dan Umbi, Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, IPB, UGM, UNPAD, UNILA dan BPS. Adapun hasil dari kegiatan tersebut sebagai berikut : a. Draft metode pengukuran dan perhitungan susut pascapanen tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, ubikayu) telah disusun, namun masih memerlukan perbaikan dan konsultasi dengan para pakar/narasumber. b. Metodologi pengukuran dan perhitungan susut pascapanen padi telah disusun oleh Ditjen P2HP dan dilakukan survei pada tahun 2005 – 2007. Sedangkan jagung, kedelai dan ubikayu sudah pernah disusun oleh Hadi K. Purwadaria pada tahun 1987, namun aplikasi di lapangan belum dilakukan dan belum didiskusikan lebih lanjut. c. Beberapa masukan yang perlu mendapatkan perhatian untuk penyempurnaan setiap komoditas sebagai berikut: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
83
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 1)
Padi a) Metodologi
pengukuran
dan
perhitungan
susut
pascapanen padi yang digunakan pada tahun 2005 – 2007 oleh Kementan (Ditjen P2HP, Pusdatin) dan BPS, yaitu metode papan 9. Namun demikian, masih diperlukan perbaikan tabel konversi susut panen papan 9 karena tabel tersebut disusun IRRI dengan asumsi alat panen yang digunakan adalah stripper. b) Prioritas survei pengukuran susut pascapanen padi adalah pada waktu panen (termasuk penumpukan sementara), perontokan, pengeringan dan penggilingan. Pengangkutan dan penyimpanan dilakukan apabila tersedia cukup dana. 2)
Jagung a) Metodologi
pengukuran
dan
perhitungan
susut
pascapanen jagung masih menunggu kesepakatan dan koreksi
dari
narasumber,
karena
ada
perbedaan
perhitungan setiap kegiatan pascapanen. b) Secara kuantitatif, susut pascapanen jagung terjadi saat panen,
pengeringan,
pemipilan,
pengangkutan
dan
penyimpanan. Namun, susut hasil pada saat panen dan penyimpanan relatif kecil sehingga bukan merupakan hal yang kritis. Untuk itu, susut yang diukur pada pascapanen jagung sesuai kesepakatan adalah tahap pengeringan tongkol, pemipilan/perontokan (manual dan mekanis) dan pengangkutan. 3)
Kedelai a) Tahap kritis yang mempengaruhi susut pascapanen kedelai adalah di penjemuran dan perontokan. Tahap penyimpanan
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
kedelai
merupakan
tahap
baru
yang
84
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 dimasukkan di pembahasan karena sebelumnya belum tercantum pada metodologi. b) Hal-hal yang menjadi pertimbangan pada penggunaan metodologi
pengukuran
dan
perhitungan
susut
pascapanen kedelai antara lain : (1) Metodologi dapat diaplikasikan/diterapkan di lapangan oleh petugas lapangan. (2) Penentuan petak ubinan dilakukan di lahan homogen dan lahan tidak homogen. Petak ubinan mewakili kesuburan lahan serta penerimaan sinar matahari yang sama oleh tanaman. (3) Pengukuran
dan
perhitungan
susut
pascapanen
kedelai dilakukan di musim hujan dan musim kemarau dengan rumus perhitungan yang berbeda. 4)
Ubikayu a) Tahap kritis yang mempengaruhi susut pascapanen ubikayu adalah di saat panen dan penyimpanan. b) Penanganan pascapanen ubikayu mengalami kendala yaitu umur simpan ubikayu yang tidak tahan lama. Disarankan
agar
waktu
panen
menggunakan
alat
pengungkit untuk mengurangi susut panen. c) Tingkat kesulitan perhitungan susut pascapanen ubikayu yang tinggi, sehingga harus selalu dilakukan tes kadar air (KA) ubikayu. d) Produk pascapanen ubikayu hanya sampai bentuk gaplek (chip maupun sawutan). d. Draft dari penyusunan metode pengukuran dan perhitungan susut pascapanen
tanaman
pangan
akan
dibahas
kembali
dan
direncanakan metode tersebut digunakan sebagai acuan/pedoman Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
85
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 survei pengukuran dan perhitungan susut pascapanen padi pada tahun 2012, sedangkan untuk jagung, kedelai dan ubikayu baru dilaksanakan dalam bentuk kajian.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
86
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011
III
ORGANISASI DAN KETATAUSAHAAN
A. Organisasi
1. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang Pascapanen Tanaman Pangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pascapanen padi, jagung dan serealia lain, kedelai dan aneka kacang, serta aneka umbi; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pascapanen padi, jagung dan serealia lain, kedelai dan aneka kacang, serta aneka umbi; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria standar, norma, pedoman, kriteria, di bidang pascapanen padi, jagung dan serealia lain, kedelai dan aneka kacang, serta aneka umbi; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pascapanen padi, jagung dan serealia lain, kedelai dan aneka kacang, serta aneka umbi; dan e, Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan. 2. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Susunan Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan terdiri dari 4 Sub Direktorat yaitu Sub Direktorat Padi, Sub
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
87
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Direktorat Jagung dan Serealia Lain, Sub Direktorat Kedelai dan Aneka Kacang, serta Sub Direktorat Aneka Umbi. Adapun tugas pokok dan fungsi dari masing-masing Sub Direktorat adalah sebagai berikut : a. Sub Direktorat Padi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang pascapanen padi. Dalam melaksanakan tugas Sub Direktorat Padi menyelenggarakan fungsi : 1) Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang teknologi dan sarana pascapanen padi 2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang teknologi dan sarana pascapanen padi 3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang teknologi dan sarana pascapanen padi dan 4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang teknologi dan sarana pascapanen padi. b. Sub Direktorat Jagung dan Serealia Lain mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pascapanen jagung dan serealia lain. Dalam melaksanakan tugas Sub Direktorat Jagung dan Serealia Lain menyelenggarakan fungsi : 1) Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang teknologi dan sarana pascapanen jagung dan serealia lain. 2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang teknologi dan sarana pascapanen jagung dan serealia lain. 3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang teknologi dan sarana pascapanen jagung dan serealia lain dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
88
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang teknologi dan sarana pascapanen jagung dan serealia lain. c. Sub Direktorat Kedelai dan Aneka Kacang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pascapanen kedelai dan aneka kacang. Dalam melaksanakan tugas Sub Direktorat Kedelai dan Aneka Kacang menyelenggarakan fungsi : 1) Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang teknologi dan sarana pascapanen kedelai dan aneka kacang. 2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang teknologi dan sarana pascapanen kedelai dan aneka kacang. 3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang teknologi dan sarana pascapanen kedelai dan aneka kacang. 4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang teknologi dan sarana pascapanen kedelai dan aneka kacang. d. Sub Direktorat Aneka Umbi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pascapanen aneka umbi. Dalam
melaksanakan
tugas
Sub
Direktorat
Aneka
Umbi
menyelenggarakan fungsi : 1) Penyiapan penyusunan kebijakan di bidang teknologi dan sarana pascapanen aneka umbi. 2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang teknologi dan sarana pascapanen aneka umbi. 3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan, kriteria dibidang teknologi dan sarana pascapanen aneka umbi. 4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang teknologi dan sarana pascapanen aneka umbi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
89
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Pada setiap atau masing-masing Sub Direktorat (Subdit) terdapat 2 (dua) Seksi, sebagai berikut : (a)
Sub Direktorat Padi terdiri dari : (1) Seksi Teknologi (2) Seksi Sarana
(b)
Sub Direktorat Jagung dan Serealia Lain terdiri dari : (1) Seksi Teknologi (2) Seksi Sarana
(c)
Sub Direktorat Kedelai dan Aneka Kacang terdiri dari : (1) Seksi Teknologi (2) Seksi Sarana
(d)
Sub Direktorat Aneka Umbi terdiri dari : (1) Seksi Teknologi (2) Seksi Sarana
B. Ketatausahaan
1. Administrasi Umum a. Surat Menyurat Surat masuk dan surat keluar dibukukan dalam buku agenda dan diarsipkan menurut kodefikasi surat.
Surat yang sifatnya penting
dan mendesak dikirim via email, faksimili, kilat khusus.
Selama
Tahun 2011 realisasi surat masuk sebanyak 1.367 pucuk surat sedangkan surat keluar sebanyak 350 pucuk surat. b. Perpustakaan Perpustakaan diharapkan dapat memberi informasi melalui litertur, buku
dan
informasi
lainnya.
Buku-buku
yang
tersedia
di
perpustakaan sebagian besar berupa laporan dari Direktorat Lingkup Tanaman Pangan, sedangkan buku-buku yang berupa literatur, lembaran Negara dan lain-lain masih sangat kurang.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
90
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 2. Kepegawaian Untuk
melaksanakan
tugas
pokok
dan
fungsinya,
Direktorat
Pascapanen Tanaman Pangan didukung oleh 67 orang pegawai, yang terdiri dari 1 orang Direktur, 3 orang Kepala Sub Direktorat dan 8 orang Kepala Seksi serta 54 orang Staf. Termasuk CPNS 8 orang terdiri dari Golongan III a 6 orang dan Golongan II c 2 orang. Komposisi pegawai Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan sebagai berikut : a. Komposisi Pegawai 1) Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan/Pangkat Jumlah pegawai berdasarkan golongan/pangkat adalah sebagai berikut: a. Golongan IV c/Pembina Utama Madya
: 1 orang
b. Golongan IV b/Pembina Tingkat I
: 3 orang
c.
: 3 orang
Golongan IV a/Pembina
d. Golongan III d/Penata Tingkat I
: 9 orang
e. Golongan III c/ Penata
: 2 orang
f.
: 5 orang
Golongan III b/Penata Muda Tingkat I
g. Golongan III a/Penata Muda
: 19 orang
h. Golongan II d/ Pengatur Tingkat I
: 7 orang
i.
Golongan II c/Pengatur
: 9 orang
j.
Golongan II b/Pengatur Muda Tingkat I
: 4 orang
k. Golongan II a/Pengatur Muda
: 4 orang
l.
Golongan I c/Juru
: 1 orang
Jumlah
: 67 orang
2) Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan a) S2 (pasca sarjana)
: 10 orang
b) S1 (sarjana)
: 29 orang
c) D3 (sarjana muda)
:
d) SLTA
: 20 orang
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
5 orang
91
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011
e) SLTP
:
2 orang
f)
:
1 orang
SD
Susunan kepegawaian Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan masing-masing Sub Direktorat dan Tata Usaha dapat dilihat pada lampiran 9 3) Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin a) Laki-laki
: 35 orang
b) Perempuan
: 32 orang
b. Mutasi Selama periode Januari s/d Desember 2011 telah terjadi mutasi, pensiun, meninggal dunia, alih tugas/melimpah, penyematan tanda kehormatan Satya Lencana Karya Satya dan pembuatan kartu-kartu dengan rincian sebagai berikut : 1) Pensiun Dalam tahun 2011 pegawai yang telah mencapai batas usia pensiun (BUP), sebanyak 1 (satu) orang, yaitu Ir. Zonda Sani. 2) Kenaikan gaji berkala Selama tahun 2011 (Januari s/d Desember 2011) kenaikan gaji berkala sebanyak 28 (dua puluh delapan) orang, Surat Keputusan sudah terbit 100%. 3) Kenaikan pangkat Pada tahun 2011 realisasi kenaikan pangkat sebanyak 10 (sepuluh) orang, terdiri dari : (a)
Periode April 2011
: 7 orang
(b)
Periode Oktober 2011
: 3 orang
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
92
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 4) Pelimpahan Pelimpahan pegawai dari lingkup Kementerian Pertanian ke Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan sebanyak 12 (dua belas) orang. 5) Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (Capeg) Tahun 2011, telah diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sebanyak 8 (delapan) orang. 6) Tanda Kehormatan Satya Lencana Karya Satya (SLKS) Tahun 2011 telah diberikan tanda kehormatan Satya Lencana Karya Satya kepada pegawai yang berhak dan memenuhi persyaratan sebagai berikut : (a)
Satya Lencana Karya Satya XXX Tahun
:
1 orang
(b)
Satya Lencana Karya Satya XX Tahun
:
8 orang
(c)
Satya Lencana Karya Satya X Tahun
: 11 orang
(d)
Sedang
Diusulkan
ke
Biro
Organisasi
Kepegawaian
Kementerian Pertanian RI untuk Satya Lencana Karya Satya XX Tahun : 3 orang. 7) Kartu-kartu Selama tahun 2011 (Januari s/d Desember 2011) pengurusan Kartu Pegawai (Karpeg / Karsu / Karis, Taspen dan Askes KORPRI sebagai berikut :
No
Jenis Kartu
Selesai 1 KARPEG 60 2 KARIS/KARSU 59 3 ASKES 65 4 TASPEN 60 5 KORPRI 59 6 NPWP 68 Keterangan : **) Belum Berkeluarga
Keterangan Sedang Proses 0 0 0 0 9 0
Belum 8 9 **) 3*) 8*) 0 0
*) Calon Pegawai Negeri Sipil (Capeg)
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
93
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 c.
Rumah Tangga dan Perlengkapan Sebagai fungsi pelayanan, urusan Rumah Tangga dan Perlengkapan melaksanakan tugas-tugas pokok antara lain penyediaan Alat Tulis Kantor,
Blangko-blangko/Kop
gedung/halaman
kantor,
Surat,
kebersihan/pemeliharaan
pemeliharaan
kendaraan
dinas,
pemeliharaan dan inventarisasi barang milik Negara, keamanan kantor, serta melakukan urusan surat menyurat dan kearsipan. Kegiatan yang dilaksanakan : 1) Membukukan barang-barang inventaris dari hasil pengadaan barang tahun 2011 adalah Air Conditioner (AC) 2 unit, Meubelair 1 set, Lemari Arsip 5 unit, External Hardisk 4 unit, Infocus 1 unit, Kabel Connector LCD 2 roll, Kamera Digital 4 unit, Note book 4 unit, Personal Computer 4 unit, Printer 4 unit, dan Notebook dana APBN Penghematan untuk bantuan sarana pascapanen 1 unit serta telah dibuatkan Berita Acara Serah Terima. 2) Melakukan opname fisik barang inventaris, baik barang yang bergerak
(kendaraan dinas) maupun yang tidak bergerak
(meja, kursi, lemari, computer, printer, laptop/notebook, mesin tik manual, AC, handycam, camera digital, wireless, mesin potong rumput) dan membuat data inventaris barang tahun 2011. 3) Pemeliharaan Gedung / Halaman Kantor (a)
Telah dilakukan Rehab Ruang Direktur.
(b)
Telah dilakukan peningkatan penerangan halaman gedung kantor
dengan
menambah
dan
mangganti
lampu
penerangan halaman dan gedung kantor. (c)
Setiap
2
(dua)
minggu
sekali
dilakukan
penataan
lingkungan dengan melakukan pemangkasan tanaman pagar dan rumput halaman. (d)
Telah dilakukan pemasakan alat penangkal petir.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
94
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 4) Pelaksanaan keamanan kantor dilaksanakan oleh delapan (8) orang tenaga Satpam dengan sistim ship secara bergilir setiap hari 2 orang, 1 hari jaga malam 1 hari jaga siang dan 1 hari libur. Adapun fasilitas perlengkapan kantor/barang inventaris kantor sampai dengan tahun 2011 yang dimiliki Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan sebagaimana pada lampiran 10. C.
Keuangan Dalam Undang-undang Perberbendaharaan Negara ditetapkan bahwa pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan
ditetapkan dalam APBN dan
APBD. Prinsip
negara
pengelolaan keuangan
adalah akuntabilitas
berorientasi pada hasil, keterbukaan/ transparan dalam setiap transaksi pemerintah, pemberdayaan aparatur Negara untuk menghasilkan kinerja yang optimal dan adanya lembaga pemeriksaan eksternal yang kuat, professional, proporsional dan independent, dengan demikian untuk pelaksanaan pengelolaan keuangan Negara, perlu adanya reformasi landasan hukum dibidang keuangan Negara dalam rangka mendukung terwujudnya good governance. Dengan terbitnya Undang – undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang – undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dimana sistim pelaksanaan anggaran yang tadinya dikenal dengan dual budgeting dimana anggaran belanja dipisahkan antara anggaran belanja Pembangunan (Proyek) yang dikelola oleh Pemimpin Proyek dan anggaran belanja Rutin yang dikelola oleh
Atasan
Langsung
Bendaharawan
Rutin.
Dimana
pemisahan
anggaran semula dimaksudkan untuk menekankan arti pentingnya pembangunan, namun didalam pelaksanaannya telah menunjukkan adanya kelemahan-kelemahan antara lain kinerja sulit diukur karena Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
95
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 alokasi dana yang tidak mencerminkan kondisi yang sesungguhnya, hal ini selain menimbulkan ketidak efisienan dalam pembiayaan kegiatan pemerintah, juga menyebabkan ketidakjelasan keterkaitan antara out put atau out come yang dicapai. Dengan adanya format baru dan struktur belanja Negara menurut jenis belanja, secara otomatis tidak ada lagi pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan, maka sekarang telah diintegrasikan dan dilaksanakan dengan menggunakan format baru yakni anggaran belanja terpadu dengan sistim Unified Budget yang artinya menyatukan atau memadukan antara anggaran belanja pembangunan dengan anggaran belanja rutin. Sejak tahun 2005 penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara telah menggunakan sistim anggaran belanja terpadu atau Unified Budget yang pelaksanaannya dikelola oleh Satuan Kerja di Unit Eselon I atau Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang dikelola oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dalam hal ini dilaksanakan Direktur Jenderal Tanaman Pangan, yang telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 4011/Kpts/ KU.410/12/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat yang Bertugas Melakukan Pengujian dan Perintah Pembayaan dan Bendahara Pengeluaran Serta Bendahara Penerima Lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2011. Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pertanian No. 1143/KU.510/A/12/04 tanggal 7 Desember 2004. Apabila dipandang perlu Kuasa Pengguna Anggaran
dapat
menunjuk
Pejabat
Pembuat
Komitmen
sebagai
pelaksana kegiatan di Unit Kerja Eselon II masing-masing, maka untuk pelaksanaan pengelolaan Anggaran Tahun 2011 telah ditunjuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. I.SET/SK/01/I/2010 tanggal 3 Januari
2011 tentang Pengangkatan Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) dan Penanggung Jawab Teknis pada Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2011 sebagai Pejabat Yang Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 96
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Melakukan Tindakan Pengeluaran Anggaran Belanja Pada Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun Anggaran 2011. Menurut
ketentuan
Peraturan
Direktur
Jenderal
Perbendaharaan
No. 02/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bahwa Bendahara Pengeluaran di tingkat Satuan Kerja Hanya ada satu yaitu Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, namun demikian untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Unit Kerja Eselon II maka telah ditetapkan Staf Pengelola Keuangan di tingkat PPK yaitu Pejabat Pengadaan Barang/ Jasa Lingkup Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun Anggaran 2011 sesuai dengan Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran No. 2/KPA/SK.310/C/1/2011 tanggal 5 Januari 2011 dan Pemegang Uang Muka (PUM) sebagai pembantu Bendahara Pengeluaran pada Satuan Kerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun Anggara 2011 sesuai dengan Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. I.SET/SK/02/I/2011 tanggal 3 Januari 2011 serta Petugas Verifikasi sebagai verifikator pada Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun Anggaran 2011. Dalam rangka tertib administrasi pelaksanaan Anggaran pada Pengguna Anggaran Satuan Kerja Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan Tahun
2011 telah diterbitkan Pedoman Administrasi
Penggunaan Anggaran
Satuan kerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun Anggaran 2011 yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran No.11/KPA/SK.310/C/3/2011 tanggal 3 Maret 2011. Berdasarkan Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Tahun 2011 Nomor. 0325/018-03.1.01/00/2011 tanggal 20 Desember 2010, anggaran Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan semula sebesar Rp. 9.373.623.000,- dengan dana yang dapat digunakan sebesar
Rp.5.024.723.000,-
untuk
pelaksanaan
kegiatan
Pascapanen Padi, Pascapanen Jagung dan Serealia Lain, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
bidang
Pascapanen 97
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Kedelai dan Aneka Kacang serta Pascapanen Aneka Umbi, sedangkan anggaran
selebihnya
sebesar
Rp.
4.348.900.000,-
adalah
dana
Pinjaman/Hibah Luar Negeri untuk kegiatan Penguatan Kelembagaan Dan Manajemen Pasca Panen, yang dilaksanakan oleh Food Agriculture
Organization (FAO). Sesuai Revisi ke-4 tanggal 21 September 2011 terdapat penambahan anggaran dari alokasi Dana APBN Anggaran Hasil Penghematan TA. 2011 untuk
kegiatan
Bantuan
sarana
pasca
panen
sebesar
Rp. 39.574.447.000,- sehingga total anggaran Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan menjadi sebesar Rp. 48.948.070.000,- (Empat puluh delapan milyar sembilan ratus empat puluh delapan juta tujuh puluh ribu rupiah). Rincian alokasi anggaran kegiatan sebagai berikut : Tabel 4 : Jumlah Anggaran per Sub Kegiatan atau per MAK Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 KODE
URAIAN KEGIATAN/SUB KEGIATAN/AKUN
1
2
06.1765
PENANGANAN PASCA PANEN TANAMAN PANGAN
1765.01 1765.01.001 1765.01.002
RANCANGAN KEBIJAKAN DAN PROGRAM Rancangan Kebijakan Pasca Panen Rancangan Program Kegiatan Pasca Panen
1765.02 1765.02.001
PEDOMAN BIDANG PASCA PANEN Tanpa Sub Output
1765.03 1765.03.001 1765.03.002 1765.04 1765.04.001 1765.05
1765.05.001 1765.05.002 1765.05.003 1765.05.005 1765.07 1765.07.001.011
4 100,00 1,06 0,12 0,94
71.815.000 71.815.000
0,15 0,15
BAHAN INFORMASI BIDANG PASCA PANEN Buku Database Penanganan Pasca Panen Buku Teknologi Penanganan Pasca Panen
589.840.000 315.720.000 274.120.000
1,21 0,65 0,56
BUKU KETETAUSAHAAN, KEPEGAWAIAN, DAN PERLENGKAPAN Tanpa Sub Output
204.905.000 204.905.000
LAPORAN PEMBINAAN, SOSIALISASI, BIMBINGAN TEKNIS, KOORDINASI/WORKSHOP, APRESIASI DAN MONEV PASCA PANEN Pembinaan Penanganan Pasca Panen Sosialisasi Penanganan Pasca Panen Bimbingan Teknis Penanganan Pasca Panen Monitoring Dan Evaluasi Penanganan Pasca Panen
1765.09 1765.09.001 1765.10 1765.10.001
SARANA, PERALATAN DAN INVESTARIS KANTOR Tanpa Sub Output
1765.14
PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN MANAJEMEN PASCA PANEN MELALUI DANA BANTUAN Tanpa Sub Output
1765.14.001
48.948.070.000
%
520.425.000 58.985.000 461.440.000
JUMLAH BANTUAN SARANA PASCA PANEN Bantuan sarana pasca panen (alokasi anggaran hasil penghematan) Rapat Koordinasi Pelaksanaan Bantuan Sarana Pasca Panen (Alokasi anggaran Hasil Penghematan) RAPAT KOORDINASI PASCA PANEN Tanpa Sub Output
1765.07.001.012
JUMLAH ANGGARAN (PAGU) (Rp) 3
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
0,42 0,42
4,75 2.324.445.000 614.000.000 516.000.000 492.500.000 701.945.000
1,25 1,05 1,01 1,43
39.574.447.000
80,85
39.497.197.000 77.250.000 1.110.123.000 1.110.123.000 203.170.000 203.170.000
4.348.900.000 4.348.900.000
80,69 0,16 2,27 2,27 0,42 0,42 8,88 8,88
98
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Sedangkan
berdasarkan
Jenis
Belanja/Pengeluaran
sebagaimana
pada
Tabel 5 dibawah ini : Tabel 5 :
Jumlah Anggran Per Jenis Jenis Belanja/Pengeluaran
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
1)
Jenis Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja
uang honor tidak tetap bahan barang non operasional lainnya jasa lainnya Perjalanan lainnya bantuan sosial modal JUMLAH
Jumlah Anggaran (Rp). 44.425.000 493.755.000 638.055.000 4.413.400.000 4.048.515.000 39.096.750.000 213.170.000 48.948.070.000
% 0,09 1,01 1,30 9,02 8,27 79,87 0,44 100,00
Realisasi Fisik. Dari anggaran yang tersedia pada Tahun Anggaran 2011, realisasi fisik kegiatan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan sampai dengan bulan Desember 2011 telah mencapai 96.66%. Realisasi fisik tersebut dihitung
berdasarkan bobot pekerjaan dan pencapaian penyelesaian
pekerjaan, yaitu seberapa jauh pekerjaan tersebut dilaksanakan dan hasil yang telah dicapai. Walaupun di dalam pelaksanaannya ada beberapa kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan karena adanya hambatan teknis dan waktu pelaksanaan kegiatan yang mundur dari jadwal. 2)
Realisasi Anggaran. Anggaran yang dialokasikan untuk Kegiatan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun Anggran 2011 sebesar Rp. 48.948.070.000,dan Realisasi anggaran berdasarkan SPM yang terbit sampai dengan bulan Desember 2011 sebesar Rp. 47.311.684.990,- atau sebesar 96,66%. Sisa anggaran sebesar Rp. 1.636.385.010,- atau 3,34 %.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
99
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Tabel 6 : Realisasi Anggaran per Sub Kegiatan / MAK.
KODE
URAIAN KEGIATAN/SUB KEGIATAN/AKUN
1
2
JUMLAH ANGGARAN (PAGU) (Rp) 3
RELISASI ANGGARAN
48.948.070.000
47.311.684.990
96,66
1.636.385.010
520.425.000 58.985.000 461.440.000
395.931.845 36.891.050 359.040.795
76,08 62,54 77,81
124.493.155 22.093.950 102.399.205
71.815.000 71.815.000
59.481.715 59.481.715
82,83 82,83
12.333.285 12.333.285
93,57 96,89 89,75
37.924.180 9.831.555 28.092.625
(Rp)
PENANGANAN PASCA PANEN TANAMAN PANGAN
1765.01 1765.01.001 1765.01.002
RANCANGAN KEBIJAKAN DAN PROGRAM Rancangan Kebijakan Pasca Panen Rancangan Program Kegiatan Pasca Panen
1765.02 1765.02.001
PEDOMAN BIDANG PASCA PANEN Tanpa Sub Output
1765.03 1765.03.001 1765.03.002
BAHAN INFORMASI BIDANG PASCA PANEN Buku Database Penanganan Pasca Panen Buku Teknologi Penanganan Pasca Panen
589.840.000 315.720.000 274.120.000
551.915.820 305.888.445 246.027.375
1765.04
BUKU KETETAUSAHAAN, KEPEGAWAIAN, DAN PERLENGKAPAN Tanpa Sub Output
204.905.000 204.905.000
201.258.430 201.258.430
2.324.445.000
1765.05 1765.05.001 1765.05.002 1765.05.003 1765.05.005
LAPORAN PEMBINAAN, SOSIALISASI, BIMBINGAN TEKNIS, KOORDINASI/WORKSHOP, APRESIASI DAN MONEV PASCA PANEN Pembinaan Penanganan Pasca Panen Sosialisasi Penanganan Pasca Panen Bimbingan Teknis Penanganan Pasca Panen Monitoring Dan Evaluasi Penanganan Pasca Panen
1765.07 JUMLAH BANTUAN SARANA PASCA PANEN 1765.07.001.011 Bantuan sarana pasca panen (alokasi anggaran hasil penghematan) 1765.07.001.012 Rapat Koordinasi Pelaksanaan Bantuan Sarana Pasca Panen (Alokasi anggaran Hasil Penghematan) 1765.09 RAPAT KOORDINASI PASCA PANEN 1765.09.001 Tanpa Sub Output 1765.10 1765.10.001
1765.14 1765.14.001
SARANA, PERALATAN DAN INVESTARIS KANTOR Tanpa Sub Output PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN MANAJEMEN PASCA PANEN MELALUI DANA BANTUAN Tanpa Sub Output
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
(Rp) 4
06.1765
1765.04.001
SISA ANGGARAN
%
98,22 98,22
3.646.570 3.646.570
2.281.048.420
98,13
43.396.580
614.000.000 516.000.000 492.500.000 701.945.000
607.091.075 505.350.785 484.796.370 683.810.190
98,87 97,94 98,44 97,42
6.908.925 10.649.215 7.703.630 18.134.810
39.574.447.000
38.534.627.810
97,37
1.039.819.190
39.497.197.000
38.477.091.585
97,42
1.020.105.415
74,48
19.713.775
77.250.000 1.110.123.000 1.110.123.000
57.536.225 991.672.950 991.672.950
89,33 89,33
118.450.050 118.450.050
203.170.000 203.170.000
189.262.500 189.262.500
93,15 93,15
13.907.500 13.907.500
4.348.900.000
4.106.485.500
94,43
242.414.500
4.348.900.000
4.106.485.500
94,43
242.414.500
100
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Tabel 7 : No.
Realisasi Anggaran per Jenis Belanja/Pengeluaran. Jenis Belanja
1. Belanja uang honor tidak tetap 2. Belanja bahan 3. Belanja barang non operasional lainnya 4. Belanja jasa lainnya 5. Belanja Perjalanan lainnya 6. Belanja bantuan sosial 7. Belanja modal JUMLAH
Jumlah Anggaran (Rp.) 44.425.000 493.755.000 638.055.000
Realisasi Anggaran (Rp.) 31.925.000 475.659.250 552.942.000
%
Sisa Anggaran
71,86 96,34 86,66
(Rp) 12.500.000 18.095.750 85.113.000
4.413.400.000 4.048.515.000 39.096.750.000 213.170.000 48.948.070.000
4.150.585.500 3.786.315.740 38.115.000.000 199.257.500 47.311.684.990
94,05 93,52 97,49 93,47 96,66
262.814.500 262.199.260 981.750.000 13.912.500 1.636.385.010
Sebagai gambaran dari realisasi per bulan secara komulatif di bandingkan dengan target dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 : Target dan Realisasi Anggaran per Bulan Secara Komulatif. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 11.
Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
Target ROK (Rp.) 246.110.000 667.985.000 1.195.220.000 5.889.393.000 7.034.286.000 7.410.852.000 7.425.786.000 7.810.308.000 8.156.988.000 32.467.304.000 32.520.010.000 48.948.070.000
% 2,63 7,13 12,75 62,83 75,04 79,06 79,22 83,32 87,02 66,33 66,44 100,00
Realisasi (Rp.)
%
19.955.900 421.466.400 830.705.600 4.792.411.054 5.259.297.850 5.685.493.180 6.602.192.055 7.031.505.030 7.183.027.890 8.031.676.015 15.703.261.440 47.311.684.990
0,21 4,50 8,86 51,13 56,11 60,65 70,43 75,01 76,63 16,41 32,08 96,66
Dari data tersebut diatas menunjukkan bahwa realisasi pada bulan Januari 2011 belum ada realisasi hal ini disebabkan karena belum adanya kegiatan yang dapat direalisasikan pada bulan Januari tersebut. Sedangkan pencapaian realisasi sampai dengan bulan Desember 2011 tidak sesuai target 100 % karena adanya sisa mati dan beberapa kegiatan yang tidak terealisasikan seluruhnya antara lain kegiatan : Perjalanan dalam rangka Studi Kerjasama Luar Negeri Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan dan sisa mati pelelengan umum Pengadaan Bantuan Alat Pengering (Flat Bed Dryer) Dana APBN-Penghematan Tahun Anggaran 2011.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
101
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011
PERMASALAHAN DAN UPAYA PEMECAHAN
IV
A. Padi Berdasarkan evaluasi kegiatan penangananan pascapanen padi maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 1.
PERMASALAHAN a.
Dana
kegiatan
bansos
2011
di
Dinas
Pertanian
Kabupaten/Kota berada pada satker bidang Tanaman Pangan, sedangkan kegiatan ditangani pada
Bidang Binus/P2HP,
sehingga terhambatnya realisasi kegiatan. b.
Ada beberapa Kabupaten untuk penetapan SK CPCL di tetapkan oleh Bupati setempat
sehingga proses verifikasi
CPCL lambat. c.
RUK (Rencana Usulan Kelompok)
dalam pembelian sarana
pascapanen yang dilakukan oleh poktan/gapoktan tidak sesuai dengan pedoman pelaksanaan. d.
Di beberapa kabupaten (Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung timur, Lampung utara, Pesawaran, Tanggamus, Tulang Bawang, Way Kanan, Kubu Raya, Sambas), pencairan dana melalui Bank terdekat mensyaratkan poktan/gapoktan memiliki NPWP, sehingga proses pencairan menjadi tertunda karena harus membentuk badan usaha dan persyaratan lainnya melalui notaris yang membutuhkan biaya yang ditanggung oleh poktan/gapoktan .
e.
Masih minimnya dukungan APBD, baik dari Pemerintah Daerah
Provinsi
maupun
Kabupaten
terhadap
upaya
penanganan pascapanen padi, sehingga masih tergantung dari dukungan dan bantuan dari Pemerintah Pusat.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
102
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 f.
Kurangnya dana pembinaan bagi petugas Dinas Pertanian di tingkat Provinsi/ Kabupaten/Kota untuk memonitor, membina dan mengevaluasi operasionalisasi dan pemanfaatan bantuan tersebut.
g.
Lemahnya sehingga
manajemen pengelolaan
administrasi sarana
poktan/gapoktan,
tersebut
melalui
sistem
penyewaan sarana pascapanen belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. h.
Ketersediaan tenaga teknisi dan operator
yang cukup
profesional dalam mengoperasikan sarana pascapanen belum mencukupi. i.
Kemampuan petani
untuk
mengakses
teknologi
sarana
pascapanen masih terbatas, terutama teknologi baru (seperti
reaper, paddy mower), sementara di sisi lain tuntutan penggunaan alsintan
dibutuhkan ditengah kekurangan
tenaga kerja pedesaan. j.
Ketersediaan suku cadang alsin pascapanen
di tingkat
lapangan belum juga mencukupi sehingga suku cadang tersebut
harus
dicari/dipesan
terlebih
dahulu
keluar
daerahnya. k.
Minimnya pengetahuan petugas bengkel dalam memperbaiki sarana pascapanen yang rusak.
2.
UPAYA PEMECAHAN MASALAH a.
Perlunya kebijakan dari Kepala Dinas serta koordinasi yang baik antara satker Bidang Tanaman Pangan dengan Bidang Bina Usaha/PPHP demi kelancaran pelaksanaan kegiatan penanganan pasca panen tanaman pangan.
b.
Perlunya
pemahaman
buku
pedoman
pelaksanaan
pascapanen bahwa penetapan SK penerima bantuan cukup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
103
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 Kepala Dinas Kabupaten/Kota serta
adanya koordinasi dan
pengawalan antara petugas dari Dinas Pertanian Kabupaten/ Kota dengan Pemda setempat untuk penetapan SK CPCL setempat, sehingga proses verifikasi CPCL bisa terkawal. c.
Dalam menyusun RUK dan merealisasi pembelian sarana pascapanen
harus
menyesuaikan
dengan
pedoman
pelaksanaan. d.
Pelatihan pengoperasian perawatan dan perbaikan sarana perlu difasilitasi oleh produsen/pabrikan tempat pembelian sarana tersebut dan dilakukan saat droping sarana, saat panen dan pascapanen atau mengirimkan teknisi dan operator ke produsen/pabrikan untuk mengikuti pelatihan.
e.
Dibutuhkan sumber pendanaan lainnya baik terutama APBD dalam melanjutkan pembinaan penanganan pascapanen.
f.
Diperlukan keterlibatan penyuluh lapangan untuk berperan aktif dalam pembinaan kepada kelompoktani/gapoktan.
g.
Dalam mengelola sarana tersebut, pengurus poktan/gapoktan mulai
dari
manajer,
pengelola
administrasi,
pengelola
keuangan, mekanik, dan operator perlu diambil dari orangorang yang mempunyai kemampuan atau berkeinginan untuk belajar demi kemajuan organisasi poktan/gapoktan. h.
Mengikutsertakan
petani/operator/teknisi
jika
terdapat
pelaksanaan pelatihan/apresiasi dalam rangka mengikuti pelatihan untuk menambah pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan Sumber Daya Manusia. i.
Adanya kebijakan Pemerintah Pusat maupun Daerah untuk membantu petani dari segi permodalannya untuk dapat mengakses secara langsung dengan mitra usaha dalam hal pembelian sarana pascapanen.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
104
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 j.
Dinas provinsi/kabupaten/kota berupaya mengirimkan teknisi dan operator ke pabrikan dalam rangka mengikuti pelatihan untuk menambah pengetahuan dan teknologi pascapanen agar
dapat
mengadopsi
teknologi
secara
cepat
serta
meningkatkan kompetensi tenaga teknis dan operator.
B. Jagung dan Serealia Lain Berdasarkan evaluasi kegiatan penangananan pascapanen jagung dan serealia lain maka dapat diidentifikasikan permasalahan dari beberapa aspek sebagai berikut : 1.
PERMASALAHAN a.
Kemampuan dan pengetahuan petani dibidang penanganan pascapanen yang masih terbatas.
b.
Kelembagaan
panen
dan
pascapanen
yang
belum
berkembang. c.
Waktu panen yang kurang tepat.
d.
Sarana alat mesin yang tersedia belum dimanfaatkan secara optimal.
e.
Penempatan dan penggunaan sarana alat mesin pascapanen yang kurang tepat.
f. 2.
Belum mantapnya kemitraan usaha pasca panen.
UPAYA PEMECAHAN MASALAH a.
Melakukan Penyusunan metodologi susut panen Jagung dan serealia lain yang dapat dijadikan acuan dalam menghitung susut hasil jagung dan serealia lain.
b.
Menumbuhkembangkan kelembagaan usaha pasca panen jagung dan serealia lain dan mendorong serta memfasilitasi kelompok tani dalam menerapkan alsin pascapanen secara optimal. Di dalam pengembangan pasca panen jagung dan
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
105
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 serealia lain ke depan diarahkan menjalin kemitraan antara petani dengan stake holder terkait/industri. c.
Melakukan Pembinaan, sosialisasi, dan bimbingan teknis kepada petugas petani dan stakeholders dalam teknologi penanganan pascapanen jagung dan serealia lain yang baik dan benar.
C. Kedelai dan Aneka Kacang Berdasarkan evaluasi kegiatan penangananan pascapanen kedelai dan aneka kacang maka dapat diidentifikasikan permasalahan dari beberapa aspek sebagai berikut: 1.
PERMASALAHAN a.
Kurangnya pengetahuan dan keterampilan petugas dan petani dalam penanganan pascapanen kedelai dan aneka kacang
baik
dalam
penerapan
teknologi
maupun
penggunaan sarana peralatan. b.
Minimnya
pembinaan,
sosialisasi
dan
bimbingan
yang
dilakukan petugas dinas dalam penanganan pascapanen kedelai dan aneka kacang yang baik, tepat dan benar. c.
Umumnya teknologi penanganan pascapanen kedelai dan aneka kacang masih dilakukan secara tradisional, sehingga kehilangan hasil
karena susut tercecer masih tinggi dan
kualitas/mutu yang dihasilkan belum baik. d.
Pemanfaatan bantuan sarana pascapanen yang ada belum optimal dan sebagaian besar peralatan pasca panen baru diprioritaskan
untuk
tanaman
padi.
Sedangkan
untuk
tanaman kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau, belum mendapatkan perhatian.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
106
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 e.
Belum ada acuan yang baku dalam pengukuran dan perhitungan
susut tercecer tanaman kedelai dan aneka
kacang, sehingga belum diperoleh
angka susut tercecer
kedelai dan aneka kacang secara nasional.
2. UPAYA PEMECAHAN MASALAH a.
Melakukan pembinaan, sosialisasi, dan bimbingan teknis kepada petugas petani dan stakeholders tentang teknologi penanganan pascapanen kedelai aneka kacang yang baik dan benar. Diharapkan dengan penananganan pascapanen kedelai dan aneka kacang yang baik akan memberikan dampak lebih baik untuk mengurangi tingkat kehilangan hasil dan mempertahankan mutu.
b.
Meningkatkan
pengetahuan
petugas/pelaku
pascapanen
dengan penyebarluasan informasi melalui buku dan leaflet teknologi
penanganan
pascapanen
kedelai
ke
Dinas
Pertanian seluruh Indonesia. c.
Menumbuh kembangkan kelembagaan usaha pascapanen tanaman
pangan
dan
mendorong
serta
memfasilitasi
kelompok tani dalam menerapkan alat mesin pasca panen secara optimal. Di dalam pengembangan pasca panen kedelai ke depan diarahkan menjalin kemitraan antara petani dengan stakeholders terkait/industri. d.
Melakukan penyusunan metodologi susut panen kedelai yang dapat dijadikan acuan
dalam menghitung susut hasil
kedelai.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
107
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 D. Aneka Umbi Berdasarkan evaluasi kegiatan penangananan pascapanen Aneka umbi maka dapat diidentifikasikan permasalahan dari beberapa aspek sebagai berikut : 1.
PERMASALAHAN a.
Kualitas aneka umbi yang masih rendah dan tercermin dari harga yang rendah.
b.
Kondisi tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: 1) Kurangnya dukungan teknologi dan sarana pascapanen. 2) Kurangnya
kesadaran
dan
kepedulian
pelaku
pascapanen. 3) Kurangnya dukungan kebijakan. c.
Perhitungan angka/nilai susut panen untuk tanaman ubikayu dan ubijalar
sampai saat ini belum
ada, sehingga belum
diperoleh nilai susut panennya.
2.
UPAYA PEMECAHAN MASALAH a.
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petani melalui penyuluhan dan sosialisasi di tingkat petani dan petugas pelaksana pananganan pascapanen.
b.
Penerapan teknologi panen dan pascapanen.
c.
Memfasilitasi bantuan sarana pascapanen ubikayu.
d.
Melakukan penyusunan metodologi susut panen yang dapat dijadikan acuan dalam menghitung susut hasil ubikayu dan ubijalar.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
108
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011 E. Tata Usaha Berdasarkan evaluasi
kegiatan
di Ketatausahaan maka dapat
diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 1. PERMASALAHAN Tidak tercapainya realisasi anggaran sesuai dengan target sasaran ROK karena adanya beberapa kegiatan yang direvisi sehingga tertunda pelaksanaannya dan Revisi DIPA baru diterima pada tanggal 8 Juli 2011.
2. UPAYA PEMECAHAN MASALAH Terhadap kegiatan yang tertunda pelaksanaannya telah dilakukan : a.
Surat teguran kepada pelaksana teknis kegiatan
b.
Mempriorotaskan untuk dilaksanakan
c.
Percepatan penyelesaian kegiatan tertunda.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
109
Laporan Tahunan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2011
V
PENUTUP
1) Kegiatan pascapanen
merupakan kegiatan strategis sebagai faktor
pendukung dalam upaya peningkatan produktivitas dan produksi pertanian 2) Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan pascapanen ke depan, diperlukan penguatan SDM baik di pusat maupun di daerah, database yang akurat dan mekanisme pelaporan yang sistematis 3) Agar pelaksanaan kegiatan pascapanen dapat diimplementasikan dengan baik, sangat diperlukan sinkronisasi dan koordinasi yang baik antara pusat dengan daerah maupun instansi terkait lintas sektor.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
110