Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2015-2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Menimbang
Mengingat
: a. bahwa
Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga ditetapkan dengan peraturan pimpinan Kementerian/Lembaga setelah disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional;
:
b.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, perlu menetapkan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan;
1.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4455);
2.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
3.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 4.
5.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 20052025; Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 441);
6.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4405);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 11. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 80); 12. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabinet Kerja; 13. Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja; 14. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 20152019; 15. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/ 10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 17. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) 2015-2019; MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2015-2019. Pasal 1
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 yang selanjutnya disebut Renstra Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini. Pasal 2 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebagai dasar dalam: a.
menyusun Renstra Unit Kerja Eselon II;
b.
menyusun rencana/program pembangunan daerah/provinsi kabupaten/kota di bidang pertanian sub sektor tanaman pangan;
c.
koordinasi perencanaan kegiatan antar sub sektor dan/atau antar instansi pertanian di Pusat dan Daerah; dan pengendalian program dan kegiatan pembangunan lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
d.
dan
daerah
Pasal 3 Pejabat Unit Eselon II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a menjabarkan dan menyusun lebih lanjut mengenai: a.
Renstra Direktorat Jenderal Tanaman Pangan kedalam Renstra Unit Kerja Eselon II;
b.
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) berdasarkan Renstra Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Pasal 4
Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal
20
April 2015
DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN
HASIL SEMBIRING
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth.: 1. 2. 3. 4. 5.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas; Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; Menteri Pertanian; Para Kepala Dinas Pertanian Yang Membidangi Tanaman Pangan Seluruh Indonesia; 6. Pimpinan Unit Kerja Eselon I di Lingkungan Kementerian Pertanian; 7. Pimpinan Unit Kerja Eselon II di Lingkungan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2015-2019
DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA 2015
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
PENGANTAR
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional bahwa Pimpinan Kementerian/Lembaga menyiapkan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada RPJMN Tahun 2015 - 2019. Mengacu Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019 yang telah menetapkan visi, misi dan tujuan strategis Kementerian Pertanian, maka sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sesuai Peraturan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2010 tanggal 14 April 2010, tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan fungsi Eselon I Kementerian Negara, dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1185/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyusun Renstra Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang merupakan penjabaran dari visi dan misi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam rangka pencapaian sasaran strategis yang telah ditetapkan. Dokumen Renstra ini menjadi panduan dan acuan bagi Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan seluruh pihak-pihak di lingkungan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan maupun stakeholder pembangunan pertanian tanaman pangan dalam mewujudkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 20152019 di bidang tanaman pangan.
Jakarta,
April 2015
Direktur Jenderal Tanaman Pangan
Dr. Ir. Hasil Sembiring, MSc NIP. 196002101988031001
DAFTAR ISI
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
i ii iii vii
I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Kondisi Umum 1.3. Potensi dan Permasalahan
1 1 3 15
II.
VISI, MISI, DAN TUJUAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2.1. Visi 2.2. Misi 2.3. Tujuan 2.4. Sasaran Strategis
30
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI KERANGKA REGULASI, DAN KERANGKA KELEMBAGAAN 3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Pertanian 3.2. Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 3.3. Langkah dan Strategi Operasional Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 3.4. Kerangka Regulasi 3.5. Kerangka Kelembagaan
35
IV.
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN 4.1. Target Kinerja 4.2. Kerangka Pendanaan
61 61 74
V.
DUKUNGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA DALAM PEMBANGUNAN SUB SEKTOR TANAMAN PANGAN 5.1. Dukungan Instansi Terkait Lingkup Kementerian Pertanian 5.2. Dukungan Instansi di Luar Kementerian Pertanian
79
PENUTUP
88
III.
VI.
LAMPIRAN
30 32 32 33
35 38 50 58 59
79 81
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel 17
Tabel 18
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun 2010-2014 Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun 2010– 2014 Neraca Perdagangan Sub Sektor Tanaman Pangan Tahun 20102014 Neraca Perdagangan Ekspor-Impor Komoditas Tanaman Pangan Tahun 2010-2014 Produksi Komoditi Tanaman Pangan Tahun 2010-2014 Luas Panen Komoditi Tanaman Pangan Tahun 2010-2014 Produktivitas Komoditi Tanaman Pangan Tahun 2010-2014 Status dan Luas Kepemilikan Lahan (Data PUT) Tahun 2009 Pokok-pokok Visi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019 Sasaran Produksi Komoditi Utama Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Pembangunan Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Target Kinerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Target Susut Hasil Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2015 – 2019 Target Kebutuhan Pembiayaan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Target Pembangunan Tanaman Pangan dan Kebutuhan Pembiayaan APBN Tahun 2015-2019 Dukungan Instansi Terkait Lingkup Kementerian Pertanian Yang Diperlukan Untuk Pengembangan Kawasan Sub Sektor Tanaman Pangan Dukungan Instansi di Luar Kementerian Pertanian Yang Diperlukan Untuk Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan
4 9 10 11 13 14 15 24 31 32 33 34 61 71 71 77 79
81
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6
Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun 2010-2014 Perkembangan Angkatan Kerja Sektor Pertanian dan Non Pertanian Tahun 2009-2013 Pertumbuhan Pangsa Tenaga Kerja Pertanian dan Pertumbuhan Pangsa PDB Pertanian Tahun 2010-2014 Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun 2010 – 2014 Model kawasan Tanaman Pangan Langkah Operasional Peningkatan Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan
5 6 6 8 34 51
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 DAFTAR BOKS
Boks 1. Boks 2. Boks 3. Boks 4.
Potensi Sumberdaya Yang Dapat Dikembangkan Bagi Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan Permasalahan Mendasar Sub Sektor Tanaman Pangan Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Strategi Operasional Penguatan Pengembangan Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan
16 23 38 52
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1. Lampiran 1.2. Lampiran 1.3. Lampiran 1.4. Lampiran 1.5. Lampiran 2.1. Lampiran 2.2. Lampiran 2.3. Lampiran 2.4. Lampiran 2.5. Lampiran 3.1. Lampiran 3.2. Lampiran 3.3. Lampiran 3.4. Lampiran 3.5. Lampiran 4.1. Lampiran 4.2. Lampiran 4.3. Lampiran 4.4. Lampiran 4.5. Lampiran 5.1. Lampiran 5.2. Lampiran 5.3.
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun 2015 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun 2016 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun 2017 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun 2018 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun 2019 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Tahun 2015 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Tahun 2016 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Tahun 2017 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Tahun 2018 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Tahun 2019 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2015 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2016 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2017 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2018 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2019 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah Tahun 2015 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah Tahun 2016 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah Tahun 2017 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah Tahun 2018 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah Tahun 2019 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau Tahun 2015 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau Tahun 2016 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas
90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
Lampiran 5.4. Lampiran 5.5. Lampiran 6.1. Lampiran 6.2. Lampiran 6.3. Lampiran 6.4. Lampiran 6.5. Lampiran 7.1. Lampiran 7.2. Lampiran 7.3. Lampiran 7.4. Lampiran 7.5.
dan Produksi Kacang Hijau Tahun 2017 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau Tahun 2018 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau Tahun 2019 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Tahun 2015 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Tahun 2016 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Tahun 2017 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Tahun 2018 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Tahun 2019 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Tahun 2015 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Tahun 2016 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Tahun 2017 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Tahun 2018 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Tahun 2019
113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
1.1.
Latar Belakang
“Tantangan pemenuhan kebutuhan bagi kehidupan manusia akan semakin kompleks dan dinamis. Setiap negara wajib mengamankan ketersediaan atas kebutuhan tersebut, terutama kebutuhan pangan dan energi” Tanaman pangan sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki posisi strategis dalam penyediaan kebutuhan, sumber lapangan kerja dan pendapatan, serta sumber devisa. Pembangunan tanaman pangan akan berhadapan dengan berbagai perubahan lingkungan strategis baik bersifat internal maupun eksternal antara lain globalisasi perdagangan yang semakin dinamis, perubahan iklim, tuntutan lingkungan yang berkelanjutan, keterbatasan sumber daya lahan, perubahan perilaku konsumen, dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini, pembangunan harus dilakukan secara ekonomis, efisien, efektif, akuntabel, dan berkelanjutan sehingga pembangunan tersebut memberikan jaminan kehidupan yang cukup dan memperhatikan kebutuhan generasi berikutnya. Pembangunan tanaman pangan Indonesia telah mengalami proses yang cukup panjang sejak kemerdekaan dan hal ini harus menjadi perhatian penting bagi seluruh pemangku kepentingan. Beberapa butir yang perlu dijadikan sebagai variabel penting adalah perbedaan potensi (kekuatan dan kelemahan yang dimiliki) dan tata kelola yang diselenggarakan. Kedua hal ini menjadi titik kritis dalam menghadapi tantangan perubahan lingkungan (peluang dan ancaman) dimasa mendatang.
BAB I PENDAHULUAN Sektor pertanian dalam arti luas terdiri dari subsektor tanaman pangan, subsektor hortikultura, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor perikanan dan kelautan, serta subsektor kehutanan.
Perspektif pembangunan tanaman pangan tidak dapat dilihat dari sudut kebutuhan pangan saja, tetapi harus dilihat secara menyeluruh yaitu untuk memenuhi kebutuhan manusia (pangan, pakan, energi, dan bahan baku industri lainnya).
Dalam konteks pangan, subsektor tanaman pangan memiliki posisi strategis karena komoditi tanaman pangan memiliki keragaman hayati yang cukup banyak meliputi komoditi serealia, aneka umbi, dan aneka kacang. Pengembangan suatu komoditi harus memperhatikan nilai dan derajat daya saing yang dimiliki sehingga tidak menimbulkan orientasi pembangunan yang tidak tepat, dimana tidak memperhatikan sumber daya lokal dan jenis kebutuhan riil yang berkembang di masyarakat.
1|Page
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Untuk itu, penyusunan rencana pembangunan tanaman pangan harus dilakukan secara komprehensif, terintegrasi, dan berbasis data yang akurat. Hal ini menjadi tuntutan atas transparansi dari keberhasilan rencana yang ditetapkan. Proses ini dimulai dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Rencana Strategis Kementerian, dan Rencana Kerja Tahunan. Kelemahan paling mendasar dari sebuah perencanaan adalah menetapkan sasaran yang tidak tepat dan kebijakan yang tidak tepat untuk mewujudkan sebuah tujuan. Dalam RPJMN tahap ke-3 (2015-2019) difokuskan untuk memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan kompetitif perekonomian yang berbasis sumberdaya alam yang tersedia, sumberdaya manusia yang berkualitas dan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Pemerintahan baru saat ini memiliki jargon Nawacita sebagai garis besar yang dicanangkan selama tahun 2015-2019 (prioritas sasaran yang akan dicapai) dengan tetap memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025.1 Nawacita menetapkan sembilan perubahan yaitu: 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seuruh warga negara, 2. Membuat pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, 4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya, 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya, 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, 8. Melakukan revolusi karakter bangsa, 9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Dalam mewujudkan kemandirian ekonomi, diperlukan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dengan menetapkan lima prioritas sasaran yaitu: a. Membangun kedaulatan pangan b. Mewujudkan kedaulatan energi 1
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025
2|Page
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 c. Mewujudkan kedaulatan keuangan d. Mendirikan bank petani/nelayan dan UMKM e. Mewujudkan penguatan teknologi. Kedudukan subsektor tanaman pangan sangat bersentuhan pada prioritas keenam dan ketujuh dari nawacita. Pengelolaan subsektor tanaman pangan melibatkan banyak pihak dengan variasi struktur kelembagaan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebagai salah satu unit Eselon I Kementerian Pertanian memiliki batasan kewenangan berdasarkan tugas dan fungsi tertentu. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan harus merumuskan Rencana Strategis, sebagai tindak lanjut atas amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Renstra Kementerian Pertanian. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan disusun dengan tujuan agar menjadi pedoman atau acuan rencana program dan kegiatan pembangunan tanaman pangan selama tahun 2015-2019.
1.2.
Kondisi Umum
Kinerja subsektor tanaman pangan dapat dilihat dari capaian indikator makro dan mikro. Beberapa indikator makro tersebut antara lain pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, pendapatan rumah tangga petani, perkembangan ekspor-impor, dan perkembangan produksi. Beberapa indikator mikro antara lain: 1.2.1. Produk Domestik Bruto (PDB) Kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian (diluar perikanan dan kehutanan) pada tahun 2014 yaitu sekitar 270,60 triliun rupiah atau 9,22% dari PDB total yang besarnya 2.934,12 triliun rupiah (berdasarkan harga konstan tahun 2000). Selama periode 2010-2014, pertumbuhan PDB pertanian sempit tersebut antara 2,42 % hingga 3,98 % dengan rata-rata sekitar 3,19%, dengan saat yang sama PDB nasional tumbuh sekitar 6,13 %. Dengan adanya ketimpangan pertumbuhan tersebut, maka kontribusi pertanian semakin menurun dari 10,23 % di tahun 2010 menjadi 9,22 % dari total PDB nasional.
3|Page
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Tabel 1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun 2010-2014 Satuan Tanaman Pangan
Hortikultura
Perkebunan
Peternakan
Pertanian Sempit
Pertanian Luas
Nasional
2010
11,70
-15,04
3,49
4,27
2,42
3,01
6,22
2011
-3,32
12,80
4,47
4,78
2,78
3,37
6,49
2012
-2,41
13,35
6,22
4,69
3,98
4,20
6,26
2013
0,54
4,15
4,93
4,76
3,01
3,54
5,78
2014
3,64
7,36
1,54
1,62
3,76
3,61
5,91
Rerata
2,03
4,52
4,13
4,02
3,19
3,54
6,13
Tahun
Sumber: BPS (diolah PSEKP) Ket:
Pertanian Sempit = meliputi tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan Pertanian luas = pertanian sempit ditambah perikanan dan kehutanan 2014 angka proyeksi
Bila diperhatikan persubsektor, maka rata-rata pertumbuhan PDB tanaman pangan dan hortikultura masing-masing sekitar 2,03 % dan 4,52 %. Sedangkan PDB perkebunan dan peternakan masing-masing sekitar 4,13 % dan 4,02 %.
4|Page
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 300,000 250,000
Rp milyar
200,000 150,000 100,000 50,000 -
2010
2011
2012
2013
2014
Tanaman Pangan
103,864
100,419
98,004
98,537
102,125
Hortikultura
47,637
53,735
60,906
63,433
68,099
Perkebunan
47,151
49,260
52,325
54,903
55,749
Peternakan
38,214
40,040
41,919
43,914
44,627
Total
236,866
243,455
253,154
260,787
270,600
Gambar 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun 2010-2014 Sumber: BPS (diolah PSEKP) Ket: 2014 angka proyeksi
1.2.2. Tenaga Kerja Pertanian Selama periode 2010-2014, sektor pertanian masih merupakan sektor dengan pangsa penyerapan tenaga kerja terbesar, walaupun ada kecenderungan menurun. Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian pada tahun 2010 sekitar 38,69 juta tenaga kerja atau sekitar 35,76% dari total penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 35,76 juta tenaga kerja atau 30,27%. Kemampuan penyerapan tenaga kerja sektor Pertanian tersebut hanya berasal dari kegiatan sektor Pertanian primer, belum termasuk sektor sekunder dan tersier sepanjang vertikal sistem dan usaha agribisnis. Apabila tenaga kerja dihitung dengan yang terserap pada sektor sekunder dan tersiernya, maka kemampuan sektor Pertanian tentu akan lebih besar. Walaupun kemampuan sektor Pertanian dalam penyerapan tenaga kerja nasional sangat besar, namun di sisi lain justru menjadi beban bagi sektor Pertanian dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerjanya.
5|Page
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 140,000 120,000
ribu orang
100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 -
2010
2011
2012
2013
2014
Pertanian
38,699
36,541
36,429
36,048
35,769
Non Pertanian
69,508
73,129
74,379
76,963
82,401
Total Tenaga Kerja
108,207
109,670
110,808
113,011
118,170
Angkatan Kerja Nasional
116,527
117,370
118,053
120,317
125,316
Gambar 2. Perkembangan Angkatan Kerja Sektor Pertanian dan Non Pertanian Tahun 2009-2013 Sumber: BPS (diolah) Ket: tahun 2014: angka perkiraan
0.00 -1.00 -2.00 -3.00
%
-4.00 -5.00 -6.00 -7.00 -8.00
2010
2011
2012
2013
2014
Rerata
Pertumbuhan pangsa TK Pertanian sempit
-4.56
-6.84
-1.33
-2.97
-5.11
-4.16
Pertumbuhan pangsa PDB Pertanian sempit
-3.58
-3.48
-2.15
-2.62
-2.47
-2.86
Gambar 3. Pertumbuhan Pangsa Tenaga Kerja Pertanian dan Pertumbuhan Pangsa PDB Pertanian Tahun 2010-2014
6|Page
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Bila disandingkan data pertumbuhan pangsa tenaga kerja pertanian dengan pertumbuhan pangsa PDB, maka pada periode tahun 2010 – 2014 terjadi penurunan pangsa tenaga kerja pertanian sebesar -4,16%/tahun dan pada saat yang bersamaan pula terjadi penurunan pertumbuhan pangsa PDB sebesar -2,86. Dengan membandingkan tingkat penurunan pangsa tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat penurunan pangsa PDB, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan perkapita tenaga kerja di sektor pertanian semakin membaik (Gambar 3).
1.2.3. Nilai Tukar Petani (NTP) Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib), dimana It menunjukkan fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani sementara Ib mencerminkan harga barangbarang yang dikonsumsi petani termasuk barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. NTP digunakan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam produksi dan konsumsi rumahtangga. Umumnya, NTP digunakan sebagai indikator kesejahteraan petani. Namun demikian, sebagai alat ukur kesejahteraan petani, penggunaan asumsi tingkat produksi yang tetap dinilai kurang relevan, karena kuantitas tetap berarti NTP tidak mengakomodasi kemajuan produktivitas pertanian, kemajuan teknologi dan pembangunan. Karena itu NTP cukup diposisikan sebagai alat ukur untuk menghitung daya beli penerimaan petani terhadap pengeluaran petani. Dengan kata lain, bahwa NTP bukan mutlak ukuran kesejahteraan petani karena walaupun indeks harga yang diterima petani meningkat dengan berbagai kebijakan perlindungan harga yang dilakukan Kementerian Pertanian, namun belum tentu NTP meningkat, karena masih tergantung dengan indeks harga yang dibayar petani. Selama periode 2010 – 2014, secara umum NTP meningkat walaupun sempat menurun pada tahun 2013. Peningkatan NTP tertinggi terjadi pada tahun 2011. Peningkatan NTP tersebut disebabkan oleh laju peningkatan indeks harga yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan laju peningkatan indeks harga yang dibayar petani.
7|Page
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
Gambar 4. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun 2010 – 2014 Ket: tahun dasar 2007=100 Tahun 2014 adalah data sementara
Peningkatan indeks harga yang diterima petani merupakan hasil dari kebijakan Kementerian Pertanian dalam upaya perlindungan harga komoditas pertanian, sedangkan peningkatan indeks harga yang dibayar petani merupakan hasil kebijakan diluar kendali Kementerian Pertanian. Peningkatan NTP dapat dilakukan dengan meningkatkan indeks harga yang diterima petani, namun hal ini dapat memacu inflasi. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan NTP perlu diupayakan agar peningkatan indeks harga yang dibayar petani tidak terlalu progresif. Dari data BPS, selama tahun 2010-2014, angka rata-rata NTP di atas 100 yaitu 101,77 pada tahun 2010, 104,58 pada tahun 2011, 105,24 pada tahun 2012, 104,95 pada tahun 2013, dan 102,03 pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan petani lebih sejahtera karena hasil yang didapatkan petani lebih besar dari yang dibelanjakan. Sedangkan untuk pertumbuhan NTP subsektor tanaman pangan dari tahun 2010-2012 terlihat adanya kenaikan yaitu 97,78 pada tahun 2014, 102,82 pada tahun 2011, dan 104,71 pada tahun 2012, dan terjadi penurunan 0,06 persen pada tahun 2013 dan 5,51 persen pada tahun 2014.
8|Page
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Tabel 2. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun 2010– 2014 No. 1
Uraian
2010
2011
2012
2013
2014
101,77
104,58
105,24
104,95
102,03
97,78
102,82
104,71
104,65
98,88
- Pertanian
-
2,76
0,64
(0,28)
(2,78)
- Tanaman Pangan
-
5,15
1,84
(0,06)
(5,51)
- Pertanian
128,62
138,90
145,75
154,69
114,06
- Tanaman Pangan
124,81
138,38
147,41
157,44
111,80
- Pertanian
-
7,99
4,94
6,13
(26,27)
- Tanaman Pangan
-
10,87
6,53
6,80
(28,99)
- Pertanian
126,37
132,81
138,49
147,40
111,79
- Tanaman Pangan
127,61
134,56
140,78
150,45
113,06
- Pertanian
-
5,10
4,28
6,43
(24,16)
- Tanaman Pangan
-
5,45
4,62
6,87
(24,85)
Nilai Tukar Petani - Pertanian - Tanaman Pangan Kenaikan NTP (%)
2
Indek harga diterima petani (IT)
Kenaikan IT (%)
3
Indek harga dibayar petani (IB)
Kenaikan IB (%)
Sumber : BPS (diolah) Keterangan: - Tahun 2010-2012 menggunakan tahun dasar 2007 = 100 - Tahun 2013-2014 menggunakan tahun dasar 2012 = 100
1.2.4. Neraca Perdagangan Ekspor-Impor Berdasarkan data tahun 2010-2014, kondisi perdagangan komoditas pangan utama Indonesia dalam posisi defisit. Keadaan ini terlihat dari neraca perdagangan yang bernilai negatif dan laju pertumbuhan nilai impor pada periode 2010-2014 secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan nilai ekspornya. Pada tahun 2014, komoditas pangan yang menyumbang impor terbesar adalah kedelai diikuti oleh jagung dan beras. Sebaliknya komoditas penyumbang ekspor terbesar adalah ubi kayu. Untuk volume ekspor beras tertinggi dicapai tahun 2012 sebesar 1,15 ribu ton beras dengan nilai US$ 1,43 juta, dan volume ekspor beras terendah tahun 2010 sebesar 810
9|Page
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 ton dengan nilai US$ 0,56 juta. Sedangkan volume impor tertinggi terjadi tahun 2011 sebesar 2,74 juta ton dengan nilai US$ 1,51 milyar dan terendah tahun 2014 senilai US$ 175,83 juta. Volume ekspor tertinggi untuk komoditas Jagung terjadi pada tahun 2012 sebesar 72,95 ribu ton dengan nilai US$ 38,22 juta dan volume terendah pada tahun 2014 senilai US$ 7,97 juta. Sedangkan volume impor tertinggi untuk jagung dicapai pada tahun 2011 sebanyak 3,31 juta ton senilai US$ 1,08 milyar dan volume impor jagung terendah pada tahun 2010 sebesar 1,79 juta ton senilai US$ 484,24 juta. Untuk volume ekspor kedelai tertinggi terjadi tahun 2012 sebesar 34,79 ribu ton senilai US$ 36,97 juta; dan volume ekspor terendah pada tahun 2010 sebesar 8,65 ribu ton senilai US$ 9,98 juta; sedangkan volume impor kedelai tahun 2014 adalah yang tertinggi senilai US$ 2,73 milyar. Untuk jelasnya perkembangan nilai ekspor impor dan neraca perdagangan komoditas tanaman pangan selama tahun 2010-2014 seperti pada Tabel di bawah ini.
Tabel 3. Neraca Perdagangan Sub Sektor Tanaman Pangan Tahun 2010-2014 Tahun ( ribu US$) No
Sub Sektor 2010
1
2011
2012
2013
2014*)
Tanaman Pangan - Ekspor - Impor - Neraca
478
585
151
967
560
3.894
7.024
6.307
5.659
6.481
-3.416
-6.439
-6.156
-4.692
-5.921
10 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Tabel 4. Neraca Perdagangan Ekspor-Impor Komoditas Tanaman Pangan Tahun 2010-2014 Komoditas Beras Ekspor Impor Neraca Jagung Ekspor Impor Neraca Kedelai Ekspor Impor Neraca Kacang Tanah Ekspor Impor Neraca Ubi Kayu Ekspor Impor Neraca Ubi Jalar Ekspor Impor Neraca Gandum Ekspor Impor Neraca
2010 Volume (ton) Nilai (US$ 000)
2011 Volume (ton) Nilai (US$ 000)
2012 Volume (ton) Nilai (US$ 000)
2013 *) 2014**) Volume (ton) Nilai (US$ 000) Nilai (US$ 000)
810 687,583 (686,773)
560 360,790 (360,230)
1,065 2,744,261 (2,743,196)
1,272 1,509,257 (1,507,985)
1,150 2,411,240 (2,410,091)
1,428 1,233,374 (1,231,946)
1,080 399,758 (398,678)
1,071 208,600 (207,529)
897 175,827 (174,930)
44,514 1,786,811 (1,742,296)
12,111 484,238 (472,127)
33,189 3,310,984 (3,277,795)
18,653 1,084,404 (1,065,751)
72,949 1,991,952 (1,919,003)
38,223 614,005 (575,782)
19,085 2,401,489 (2,382,405)
14,957 728,533 (713,576)
7,970 598,344 (590,374)
8,653 1,772,663 (1,764,011)
9,979 871,173 (861,195)
8,737 2,125,511 (2,116,774)
11,389 1,290,079 (1,278,689)
34,793 2,334,735 (2,299,942)
36,971 1,478,104 (1,441,133)
9,762 1,411,184 (1,401,422)
13,132 886,426 (873,294)
39,125 2,725,541 (2,686,416)
7,721 230,787 (223,066)
13,625 225,449 (211,824)
7,684 253,102 (245,418)
15,453 262,345 (246,892)
7,737 209,686 (201,949)
16,514 248,717 (232,203)
4,831 231,294 (226,463)
10,836 274,928 (264,092)
10,234 247,250 (237,016)
169,031 294,853 (125,822)
45,432 120,755 (75,323)
195,340 435,424 (240,085)
79,060 211,276 (132,216)
61,943 890,231 (828,288)
19,268 400,220 (380,952)
71,812 213,415 (141,603)
27,611 103,995 (76,384)
24,330 99,712 (75,382)
7,083 33 7,051 642,726 5,725,011 (5,082,285)
5,317 45 5,272 382,568 1,827,395 (1,444,827)
7,173 25 7,148 546,513 6,476,577 (5,930,064)
6,341 45 6,297 447,152 2,656,103 (2,208,951)
10,495 27 10,468 67,560 7,817,795 (7,750,235)
9,437 42 9,394 39,276 2,960,103 (2,920,827)
8,006 21 7,985 75,482 5,900,056 (5,824,574)
6,898 32 6,866 40,442 2,252,450 (2,212,007)
6,236 39 6,197 33,181 1,902,406 (1,869,225)
*) Volume Ekspor/Impor Tahun 2013 Sampai Dengan Bulan Oktober **) Volume Ekspor/Impor Tahun 2014 Sampai Dengan Bulan September
11 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
1.2.5. Produksi Tanaman Pangan Tahun 2010-2014 Selama periode 2010 – 2014, terjadi peningkatan produksi padi setiap tahunnya 1,56 persen yaitu dari produksi 66,47 juta ton GKG pada tahun 2010 meningkat menjadi 70,61 juta ton GKG pada tahun 2014. Kondisi produksi tahun 2014 ini menunjukkan adanya penurunan sebanyak 0,67 juta ton GKG (0,94 persen) dibandingkan tahun 2013. Penurunan produksi padi tahun 2014, diperkirakan terjadi di Pulau jawa sebanyak 1,05 juta ton GKG, sedangkan produksi padi di luar Pulau Jawa diperkirakan mengalami kenaikan sebanyak 0,38 juta 5ton GKG. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen seluas 66,93 ribu Ha (0,48 persen) dan produktivitas sebesar 0,24 ku/Ha (0,47 persen). Perkiraan penurunan produksi padi tahun yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Barat. Sementara itu, perkiraan kenaikan produksi padi tahun 2014 yang relatif besar terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Selatan. Untuk produksi jagung selama periode 2010 – 2014 terjadi peningkatan setiap tahunnya 1,24 persen, dari produksi 18,33 juta ton pipilan kering pada tahun 2010 meningkat menjadi 19,13 juta ton pipilan kering pada tahun 2014. Produksi jagung tahun 2014 ini mengalami kenaikan sebanyak 0,62 juta ton (3,33 persen) dibandingkan tahun 2013. Kenaikan produksi tersebut diperkirakan terjadidi Pulau Jawa dan luar Pulau jawa masing-masing sebanyak 0,06 juta ton pipilan kering dan 0,56 juta ton pipilan kering. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena kenaikan produktivitas sebesar 0,85 ku/Ha (1,75 persen) dan kenaikan luas panen seluas 58,72 ribu Ha (1,54 persen). Perkiraan peningkatan produksi jagung tahun 2014 yang relatif besar terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, jawa Tengah, Gorontalo, dan Lampung. Sementara itu, perkiraan penurunan produksi jagung tahun 2014 yang relatif besar terjadi di Provinsi Jawa Barat, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Bengkulu, dan Bali. Sedangkan produksi kedelai mengalami kenaikan selama periode yang sama yaitu sekitar 0,89 persen. Produksi kedelai tahun 2014 diperkirakan sebanyak 921,34 ribu ton biji kering, meningkat sebanyak 141,34 ribu ton biji kering (18,12 persen) dibandingkan tahun 2013. Peningkatan produksi kedelai tersebut diperkirakan terjadi di Pulau Jawa sebanyak 73,47 ribu ton biji kering dan di luar Pulau Jawa sebanyak 67,87 ribu ton biji kering. Peningkatan produksi tersebut diperkirakan terjadi karena kenaikan luas panen 12 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 seluas 61,01 ribu Ha (11,08 persen) dan kenaikan produktivitas sebesar 0,90 ku/Ha (6,36 persen). Perkiraan kenaikan produksi kedelai tahun 2014 yang relatif besar terjadi di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Lampung. Sementara itu penurunan produksi kedelai tahun 2014 yang relatif besar terjadi di Provinsi DI Yogyakarta, Banten, Nusa Tenggara Barat, Papua, dan Kalimantan Tengah. Sedangkan produksi yang mengalami penurunan adalah kacang tanah sebesar rata-rata 4,09 persen dan kacang hijau sebesar rata-rata 2,74 persen. Ubi kayu dan ubi jalar juga mengalami kenaikan masing-masing rata-rata sebesar 0,67 persen dan 3,79 persen. Tabel 5. Produksi Komoditi Tanaman Pangan Tahun 2010-2014
No
Komoditas
2010
2011
2012
2013
Rata-rata 2010-2014 (ribu ton)
2014
(ribu ton) 1
2
3
4
5
6
7
Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Rerata Pertumbuhan (%)
Jawa
36.375
34.405
36.527
37.493
36.442
36.248
0,15
Luar Jawa
30.095
31.352
32.529
33.787
34.165
32.386
3,23
Indonesia
66.469
65.757
69.056
71.280
70.607
68.634
1,56
Jawa
9.944
9.467
10.712
10.095
10.152
10.074
0,79
Luar Jawa
8.383
8.176
8.675
8.416
8.976
8.525
1,82
Indonesia
18.328
17.643
19.387
18.512
19.127
18.599
1,24
Jawa
633
574
604
522
595
586
-0,91
Luar Jawa
274
277
240
258
326
275
5,42
Indonesia
907
851
843
780
921
861
0,88
Jawa
547
484
509
511
475
505
-3,28
Luar Jawa
232
208
204
190
181
203
-6,01
Indonesia
779
691
713
702
655
708
-4,09
Jawa
174
212
190
134
166
175
1,50
Luar Jawa
117
129
95
71
73
97
-9,87
Indonesia
292
341
284
205
239
272
-2,74
10.792
10.567
11.175
10.941
10.393
10.773
-0,86
Luar Jawa
13.126
13.477
13.003
12.996
14.166
13.354
2,03
Indonesia
23.918
24.044
24.177
23.937
24.559
24.127
0,67
757
844
1.053
1.095
1.011
952
8,14
Luar Jawa
1.294
1.352
1.430
1.292
1.349
1.343
1,26
Indonesia
2.051
2.196
2.483
2.387
2.360
2.295
3,79
Ubi Kayu Jawa
Ubi Jalar Jawa
Sumber : BPS Keterangan: 2014 Aram II
Keterangan :
Padi Jagung Kedelai Kacang Hijau
: Gabah Kering Giling Kacang Tanah : Pipilan Kering Ubi Kayu : Biji Kering Ubi Jalar : Biji Kering
: Biji Kering : Umbi Basah : Umbi Basah 13 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Tabel 6. Luas Panen Komoditi Tanaman Pangan Tahun 2010-2014 2010 No 1
2
3
4
5
6
7
2011
Komoditas Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
2012
2013
Rata-rata 2010-2014 (ribu hektar)
2014
(ribu hektar)
Rerata Pertumbuhan (%)
Jawa
6.359
6.165
6.186
6.467
6.354
6.306
0,02
Luar Jawa
6.895
7.039
7.260
7.368
7.414
7.195
1,84
Indonesia
13.253
13.204
13.446
13.835
13.768
13.501
0,97
Jawa
2.139
1.946
2.011
1.959
1.956
2.002
-2,11
Luar Jawa
1.993
1.919
1.946
1.863
1.925
1.929
-0,81
Indonesia
4.132
3.865
3.958
3.822
3.880
3.931
-1,49
Jawa
440
404
382
343
371
388
-3,92
Luar Jawa
221
218
186
208
241
215
2,93
Indonesia
661
622
568
551
612
603
-1,63
Jawa
433
378
394
372
362
388
-4,18
Luar Jawa
188
162
165
147
145
161
-6,11
Indonesia
621
539
560
519
506
549
-4,76
Jawa
149
182
162
117
137
149
0,02
Luar Jawa
109
115
83
65
65
88
Indonesia
258
297
245
182
202
237
-4,24
552
546
534
491
470
519
-3,90
Luar Jawa
631
639
595
575
606
609
-0,91
Indonesia
1.183
1.185
1.130
1.066
1.076
1.128
-2,31
57
53
52
58
51
54
-2,14
Luar Jawa
124
125
126
104
105
117
-3,63
Indonesia
181
178
178
162
157
171
-3,49
Ubi Kayu Jawa
Ubi Jalar Jawa
-10,80
Sumber : BPS Keterangan: 2014 Aram II
14 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Tabel 7. Produktivitas Komoditi Tanaman Pangan Tahun 2010-2014 No
2010
2011
2012
2013
2014
Komoditas (ku/ha) 1
2
3
4
5
6
7
Padi
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Rata-rata 2010-2014 (ku/ha)
Rerata Pertumbuhan (%)
Jawa
57,21
55,81
59,05
57,98
57,35
57,48
0,11
Luar Jawa
43,65
44,54
44,81
45,85
46,08
44,99
1,37
Indonesia
50,15
49,80
51,36
51,52
51,28
50,82
0,57
Jawa
46,49
48,65
53,26
51,54
51,91
50,37
2,90
Luar Jawa
42,07
42,61
44,57
45,19
46,64
44,22
2,62
Indonesia
44,36
45,65
48,99
48,44
49,29
47,35
2,71
Jawa
14,4
14,2
15,8
15,23
16,07
15,14
2,95
Luar Jawa
12,38
12,71
12,9
12,41
13,51
12,78
2,31
Indonesia
13,73
13,68
14,85
14,16
15,06
14,30
2,47
Jawa
12,65
12,80
12,90
13,75
13,12
13,04
0,99
Luar Jawa
12,34
12,84
12,35
12,93
12,49
12,59
0,38
Indonesia
12,56
12,81
12,74
13,52
12,94
12,91
0,82
Jawa
11,67
11,66
11,74
11,42
12,14
11,73
1,04
Luar Jawa
10,79
11,19
11,34
10,91
11,10
11,07
0,75
Indonesia
11,30
11,48
11,60
11,24
11,81
11,49
1,15
195,47
193,66
209,08
222,98
221,05
208,45
3,20
Luar Jawa
208,04
210,89
218,46
225,98
233,91
219,46
2,98
Indonesia
202,17
202,96
214,02
224,60
228,29
214,41
3,11
132,74
157,93
203,35
187,71
196,52
175,65
11,18
Luar Jawa
104,32
108,44
113,06
124,79
128,19
115,76
5,33
Indonesia
113,27
123,29
139,29
147,47
150,62
134,79
7,46
Ubi Kayu Jawa
Ubi Jalar Jawa
Sumber : BPS Keterangan: 2014 Aram II
1.3.
Potensi dan Permasalahan
1.3.1. Potensi Indonesia mempunyai potensi sumberdaya yang sangat besar dan penting untuk dapat dikembangkan bagi pembangunan pertanian sub sektor tanaman pangan, antara lain:
15 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
Boks 1. Potensi Sumberdaya Yang Dapat Dikembangkan Bagi Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan 1. Keanekaragaman hayati dan agroekosistem 2. Lahan pertanian 3. Teknologi a. Teknologi Perbenihan b. Teknologi Pemupukan c. Teknologi pascapanen d. Teknologi pengendalian OPT dan DPI 4. Tenaga kerja pertanian 5. Pasar
1.3.1.1.
Keanekaragaman Hayati dan Agroekosistem
Indonesia dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Sepuluh persen dari spesies tumbuhan berbunga di dunia terdapat di Indonesia, meskipun luas daratan Indonesia hanya 13 % dari total luas daratan di dunia. Selain itu di Indonesia hidup 12 % spesies mamalia, 16 % reptil dan amphibi, dan 17 % burung. Potensi sumber hayati berasal dari tumbuhan ada sekitar 40 ribu yang terdiri dari 5000 jenis jamur, 400 jenis tanaman penghasil buah, 370 jenis tanaman penghasil sayuran, 70 jenis tanaman berumbi, 60 jenis tanaman penyegar dan 55 jenis tanaman rempah Keanekaragaman hayati Indonesia sebagian telah dimanfaatkan, sebagian baru diketahui potensinya, dan sebagian besar lagi bahkan namanya saja belum diketahui (diidentifikasi). Keanekaragaman hayati tersebut merupakan tumpuan hidup manusia, karena setiap orang membutuhkannya untuk menopang kehidupan, sebagai sumber pangan, pakan, bahan baku industri, farmasi dan obat-obatan. Salah satu pemanfaatan keanekaragaman hayati adalah melalui perdagangan tanaman obat dengan nilai perdagangan tanaman obat dan produk berasal dari tumbuhan termasuk suplemen. Selain berfungsi untuk menunjang kehidupan manusia, keanekaragaman hayati memiliki peranan dalam mempertahankan keberlanjutan ekosistem.
16 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Indonesia juga memiliki potensi agroekosistem yang cukup untuk mendukung pengembangan pertanian diantaranya adalah ketersedian tanah, hara, dataran rendah dan tinggi, curah hujan yang merata di sebagian wilayah, sinar matahari yang terus menyinari sepanjang tahun, kelembaban udara dan organisme-organisme, setidaknya memiliki 47 ekosistem alami yang berbeda. Kita bisa menjumpai padang es dan padang rumput dataran tinggi di Papua. Beragam hutan basah dataran rendah di Kalimantan dan Sumatera. Adapula ekosistem danau yang dalam dan rawa dangkal. Untuk itu, agar keanekaragaman hayati dan agoekosistem tidak terancam kelestariannya, maka kita harus arif (bijaksana) dalam memanfaatkannya, dengan mempertimbangkan aspek manfaat dan aspek kelestariannya.
1.3.1.2.
Lahan Pertanian
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan mencapai 1.922.570 km² (192 juta ha) dan luas perairan mencapai 3.257.483 km². Luas kawasan budidaya sekitar 123 juta ha (64,6 persen) berpotensi sebagai kawasan pertanian sebesar 101 juta ha, dan 67 juta ha sisanya (35,4 persen) merupakan kawasan lindung. Dari areal tersebut yang sudah terolah sampai saat ini sebesar 25,6 juta ha lahan sawah, dan untuk lahan kering tanam semusim 25,3 juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha. Dengan demikian potensi perluasan untuk kawasan pertanian adalah sebesar 54 juta ha dengan komposisi; 36 juta ha dapat digunakan untuk tanaman pangan/perkebunan dan merupakan lahan kering, 15 juta ha sesuai untuk areal persawahan dan 3 juta ha untuk lahan peternakan. (Siswono Yudo Husodo, 2006; Data Kajian Akademis Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air, Kementan 2006) Kementerian Pertanian (2013) menaksir bahwa luas lahan sub optimal di Indonesia yang sesuai untuk pertanian mencapai 91,9 juta ha, terdiri dari lahan kering masam seluas 62,6 juta ha (68,1 persen), rawa pasang surut seluas 9,3 juta ha (10,1 persen), lahan kering iklim kering seluas 7,8 juta ha (8,5 persen), rawa lebak seluas 7,5 juta ha (8,2 persen), dan lahan gambut seluas 4,7 juta ha (5,1 persen). Saat ini sebagian lahan-lahan sub optimal tersebut 17 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 dimanfaatkan untuk budidaya tanaman, ternak dan ikan. Selain jumlah lahan potensial tersebut, hal yang mendukung adalah jumlah luasan dan sebaran hutan, sungai, rawa dan danau serta curah hujan yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun, juga waduk, bendungan, embung, maupun air tanah serta air permukaan lainnya, yang sangat potensial untuk mendukung pengembangan usaha pertanian, khususnya tanaman pangan. Kondisi ini mengindikasikan untuk pengembangan sub sektor tanaman pangan dengan program penambahan baku lahan dapat diarahkan ke daerah-daerah di luar pulau Jawa. Potensi pengembangan untuk areal irigasi memungkinkan di pulau Sumatera dan Sulawesi. Selain itu untuk penumbuhan kantong-kantong produksi dapat juga dikembangkan pada lahan non irigasi (tadah hujan, pasang surut, lebak dan polder) yang banyak terdapat di pulau Sumatera dan Kalimantan. Sedangkan untuk lahan yang sementara tidak diusahakan masih banyak terdapat di Papua seluas 5,329 juta hektar.
1.3.1.3.
Teknologi
Teknologi Pertanian Indonesia berkembang dengan pesat. Berbagai inovasi teknologi spesifik lokasi telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di daerah, seperti: teknologi panen air (teknologi pemanfaatan air secara efisiensi melalui irigasi tetes di tingkat desa dengan membangun Jaringan Irigasi Tingkat Desa (JIDES) dan di tingkat usahatani dengan membangun Jaringan Irigasi Tingkat Usahatani (JITUT)); prototipe alsintan (menghasilkan varietas baru, vaksin, bibit ternak, tool kit, peta); teknologi budidaya; teknologi pascapanen (pengemasan, penyimpanan, sortasi dsb); teknologi pengolahan hasil pertanian. Bioteknologi dan teknologi untuk pertanian organik juga perlu dikembangkan, untuk menghasilkan produk pertanian yang ramah lingkungan. Demikian juga untuk teknologi informasi yang dapat dimanfaatkan untuk berkembangnya pertanian cermat yang lebih efisien dan efektif biologis sistem pertanian baik dalam skala nasional, regional, perusahaan hingga usaha tani. Hal ini dapat mendukung pengembangan bio-produk yang mempunyai nilai jual lebih baik. 18 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Berbagai macam paket teknologi tepat guna tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan oleh petani untuk meningkatkan kuantitas, kualitas dan produktivitas aneka produk pertanian. 1.3.1.3.1. Teknologi Perbenihan Industri dalam negeri yang semakin berkembang, permintaan konsumen luar negeri cenderung meningkat untuk produk pertanian, serta ketersediaan teknologi tepat guna yang dapat dimanfaatkan masyarakat/petani untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya guna meningkatkan kuantitas, kualitas dan produktivitas produk tanaman pangan, baik melalui teknologi budidaya terapan, maupun teknologi pemuliaan tanaman yang menghasilkan varietas unggul bermutu dengan produksi dan produktivitas yang tinggi. 1.3.1.3.2. Teknologi Pemupukan Pengembangan teknologi pemupukan harus didorong dalam membangun keseimbangan pengembangan pupuk anorganik dan organik, serta jaminan akan ketersediaan sumber bahan baku yang menjadi prasyarat bagi pengembangan industri pupuk, sehingga dapat memenuhi kebutuhan, serta sumberdaya manusia yang terlibat langsung dalam proses pengolahan pupuk, terutama pengolahan pupuk organik di daerah sentra produksi sub sektor tanaman pangan dengan memanfaatkan limbah pertanian yang tersedia. 1.3.1.3.3. Teknologi Pascapanen Teknologi pascapanen diyakini merupakan kunci untuk meningkatkan kualitas produk hasil panen produk pertanian dan memberikan nilai tambah produk pertanian. Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan berbagai macam prototipe alat dan mesin pertanian yang bermanfaat bagi petani. Berbagai macam paket teknologi tepat guna, varietas unggul tanaman; teknologi produksi pupuk; alat dan mesin pertanian; serta aneka teknologi budidaya, pascapanen dan pengolahan hasil pertanian sudah banyak dihasilkan para peneliti di lembaga penelitian, masyarakat petani dan swasta, semuanya itu dapat dimanfaatkan oleh petani untuk meningkatkan kuantitas, kualitas dan produktivitas aneka produk pertanian. Saat ini, penanganan pascapanen tanaman pangan belum berkembang. Untuk itu, diperlukan upaya penanganan pascapanen dalam rangka menurunkan potensi kehilangan hasil tanaman pangan. Selain itu, kebutuhan sarana pascapanen dapat
19 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 mendorong bertumbuhnya industri-industri, baik yang berskala besar maupun industri skala kecil/rumahan. 1.3.1.3.4. Teknologi Pengendalian OPT dan DPI Pestisida sangat berbahaya terhadap manusia dan lingkungan hidup, oleh karena itu penggunaan pestisida diharapkan dapat dilakukan secara efisien dan bijaksana, dengan memperhatikan kaidah pengendalian Hama Terpadu (PHT) sehingga tercipta pertanian ramah lingkungan. Program pengendalian hama terpadu menjadi bagian yang utama dalam kegiatan usahatani dan dipayungi oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/SR.140/2/2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida dan Nomor 42/Permentan/SR.140/5/2007 tentang Pengawasan Pestisida. Saat ini cukup banyak industri bahan pengendali OPT dengan kapasitas produksi yang cukup memadai dan jenis pestisida yang beragam sesuai dengan permintaan akan kebutuhan pestisida guna melindungi pertanaman dari gangguan OPT. Untuk menjawab terjadinya fenomena El Nino yang berdampak dengan adanya kekeringan telah banyak dihasilkan berbagai inovasi teknologi strategis nasional dan teknologi spesifik lokasi oleh Badan Litbang Pertanian dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Teknologi tersebut diantaranya adalah pengelolaan sumberdaya air seperti teknologi panen air, teknologi pemanfaatan air secara efisiensi melalui irigasi tetes di tingkat desa dengan membangun Jaringan Irigasi Tingkat Desa (JIDES) dan di tingkat usahatani dengan membangun Jaringan Irigasi Tingkat Usahatani (JITUT).
1.3.1.4.
Tenaga Kerja Pertanian
Sampai saat ini, lebih dari 43 juta tenaga kerja nasional masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, terutama di sub sektor tanaman pangan. Jumlah tenaga kerja tersebut belum tersebar secara proporsional sesuai dengan sebaran luas potensi lahan serta belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk pengembangan pertanian yang berdaya saing. Jika tenaga kerja tersebut dapat ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya di sektor produksi, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, maka dapat untuk meningkatkan kapasitas produksi aneka komoditas pertanian bagi pemenuhan kebutuhan pasar nasional dan internasional. 20 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pertanian juga dapat dilakukan melalui penempatan tenaga kerja pertanian terlatih di daerah yang masih kurang penduduknya dan penyediaan fasilitasi pertanian dalam bentuk faktor produksi, bimbingan teknologi serta pemberian jaminan pasar yang baik. Secara kuantitatif tenaga kerja untuk sub sektor tanaman pangan tersedia di perdesaan, namun ada kecenderungan terus menurun dengan indikasi semakin berkurangnya minat generasi muda di perdesaan untuk bekerja di sub sektor pertanian tanaman pangan. Demikian pula dari sisi kualitas Sumberdaya Manusia tenaga kerja ini masih sangat kurang, hal ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk dapat mengupayakan secara berkelanjutan penyediaan SDM Pertanian tanaman pangan yang berkualitas. Jumlah tenaga kerja untuk sub sektor tanaman pangan lebih dari cukup, apalagi terdapat limpahan tenaga kerja ke sub sektor tanaman pangan akibat melambatnya pertumbuhan sektor industri. Dengan demikian pemanfaatan tenaga kerja yang tersedia secara optimal merupakan peluang untuk meningkatkan pembangunan tanaman pangan.
1.3.1.5.
Pasar
Daya beli masyarakat yang terus meningkat serta jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar merupakan pasar dalam negeri yang sangat potensial bagi produk-produk pertanian yang dihasilkan petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia tercatat sebesar 237 juta jiwa dengan pertumbuhan 1,49 persen per tahun. Saat ini, tingkat konsumsi aneka produk hasil pertanian Indonesia, kecuali beras, gula dan minyak goreng, masih relatif rendah. Rendahnya tingkat konsumsi produk pertanian ini, terutama disebabkan masih rendahnya tingkat pendapatan per kapita penduduk Indonesia sehingga mempengaruhi daya beli. Seiring dengan keberhasilan pembangunan ekonomi yang saat ini tengah giat dijalankan, maka pendapatan per kapita penduduk juga akan meningkat. Peningkatan pendapatan di satu sisi, maka dapat terjadi peningkatan permintaan produk termasuk pertanian tanaman pangan di sisi lain. Permintaan pasar domestik, di samping jumlahnya yang semakin meningkat, juga membutuhkan keragaman produk yang bervariasi, sehingga akan membuka peluang yang lebih besar terhadap diversifikasi produk. Sejalan dengan globalisasi
era dan 21 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 pemberlakuan pasar bebas, produk pertanian Indonesia juga berpeluang untuk dipasarkan ke pasar internasional, baik produk segar maupun olahan. Apabila peluang pasar dalam negeri dan luar negeri dapat dimanfaatkan, maka hal ini akan menjadi pasar yang sangat besar bagi produk pertanian Indonesia. Pada tahun 2015, kesepakatan ASEAN untuk mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN akan terealisasikan. Pilar utama dalam AEC adalah mewujudkan ASEAN sebagai pasar tunggal yang didukung dengan aliran barang, jasa, modal, dan tenaga kerja yang lebih bebas. Lebih bebas yang dimaksudkan adalah adanya pengurangan hambatan tarif maupun non tarif dalam perdagangan antar negara ASEAN. AEC akan membuka peluang bagi Indonesia untuk memperluas pangsa pasar, mendorong daya saing serta berpotensi menyerap tenaga kerja Indonesia. Perwujudan AEC akan membentuk ASEAN sebagai pasar terbesar ke-3 di dunia setelah China dan India, Indonesia yang jumlah penduduknya 40 persen dari total jumlah penduduk kawasan menjadikan Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara yang produktif dalam pasar ASEAN. Penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan yang dilakukan oleh pemerintah akan mengakibatkan semakin banyaknya produk impor masuk ke Indonesia. Kondisi inilah yang cukup mengkhawatirkan karena berpengaruh pada eksistensi produk lokal, peningkatan daya saing produk lokal sangat diperlukan menghadapi pasar bebas ASEAN 2015 mendatang, diantaranya: 1) Meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas produksi, 2) Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya saing, 3) Memperluas jaringan pemasaran, serta 4) Meningkatkan kemampuan dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi termasuk promosi pemasaran. Selain itu, rasa nasionalisme Bangsa Indonesia perlu ditingkatkan sehingga meningkatkan kecintaan terhadap produk dalam negeri. Bila perbaikan ini dilakukan oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya, maka akan mampu memberikan peluang bagi industri manufaktur Indonesia untuk memasarkan produknya dan mampu bersaing dengan produk-produk impor baik didalam negeri maupun ekspor ke luar negeri.
1.3.2. Permasalahan Berdasarkan hasil evaluasi atas pembangunan pertanian tanaman pangan yang telah dilaksanakan sampai saat ini, persoalan mendasar yang diperkirakan masih dihadapi sektor pertanian di masa yang akan datang, khususnya jangka waktu 2015 -2019, mencakup aspek seperti: kerusakan lingkungan dan perubahan iklim, infrastruktur, sarana prasarana, lahan dan air; kepemilikan lahan; sistem perbenihan; akses petani terhadap permodalan kelembagaan petani dan penyuluh; keterpaduan antar sektor, dan 22 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 kinerja pelayanan birokrasi pertanian. Secara lebih lengkap, permasalahan mendasar tersebut di atas diuraikan sebagai berikut:
Boks.2. Permasalahan Mendasar Sub Sektor Tanaman Pangan 1. Status dan luas kepemilikan lahan 2. Ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana, lahan dan air 3. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia pertanian dan kelembagaan pertanian 4. Keterbatasan ketersediaan sarana produksi 5. Keterbatasan akses petani terhadap permodalan dan masih tingginya suku bunga usahatani 6. Meningkatnya persaingan pemanfaatan komoditas tanaman pangan 7. Belum padunya koordinasi Pemerintahan dalam menunjang pembangunan sub sektor tanaman pangan.
1.3.2.1.
Status dan Luas Kepemilikan Lahan
Berdasarkan sensus Pertanian tahun 2013, dari sisi skala penguasaan lahan, sejak tahun 2003 jumlah rumah tangga petani gurem yang kepemilikan lahannya kurang dari 0,5 hektar menurun dari 19,8 juta rumah tangga menjadi 14,6 juta rumah tangga pada tahun 2013. Sedangkan jumlah rumah tangga usaha pertanian paling banyak menguasai lahan dengan luas antara 2.000-4.999 meter persegi yaitu 6,73 juta rumah tangga. Berbeda dengan yang terjadi pada tahun 2003 jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak adalah yang menguasai lahan dengan luasan kurang dari 1.000 meter persegi yakni sebanyak 9,8 juta rumah tangga.
Status kepemilikan lahan sebagian besar petani yang belum memiliki legalitas yang kuat dalam bentuk sertifikat, sehingga lahan tersebut tidak bisa dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh modal usaha melalui perbankan. Tantangan ke depan untuk mengatasi terbatasnya pemilikan dan lemahnya status penguasaan lahan adalah bagaimana meningkatkan efisiensi dan produktifitas usaha tani, penataan kelembagaan pengelolaan lahan, dan penguatan status kepemilikan lahan. Untuk mengatasi dan mengantisipasi degradasi sumber daya lahan adalah bagaimana melakukan rehabilitasi dan konservasi lahan secara teknis, dan biologis (vegetatif) melalui penerapan teknologi budidaya pertanian yang ramah lingkungan
23 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
Konversi lahan terjadi cukup luas setiap tahun untuk sektor non pertanian, seperti perumahan, jalan dan infrastruktur lainnya, serta ke subsektor perkebunan, peternakan dan perikanan. Konversi lahan menyebabkan kapasitas produksi pangan turun, ditemui lahan-lahan terlantar/tidur, berkurangnya lahan usaha produktif dan beberapa usaha komoditi pertanian akan mengalami kejenuhan dan kurang diminati, serta turunnya kesejahteraan petani sehingga kegiatan usaha tani yang dilakukan petani tidak dapat menjamin tingkat kehidupan yang layak.
Status dan luas kepemilikan lahan yang terbatas juga akan memposisikan petani sebagai penggarap atau buruh tani, serta alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian seperti untuk industri, pemukiman dan perdagangan. Pada daerah yang padat seperti pulau Jawa, setiap tahunnya sekitar 50.000 hektar lahan pertanian yang berubah fungsi penggunaannya (Soni Harsono, 1995). Berdasarkan data PUT (BPS, 2009), luas penguasaan lahan bagi rumah tangga petani padi, jagung, kedelai, dan tebu umumnya dibawah 1 hektar yaitu sebesar 76,04 persen atau 13.558.048 rumah tangga. Secara ekstrim, luas penguasaan lahan bari rumah tangga petani dibawah 0,5 hektar cukup besar yaitu 53,58 persen atau 9.552.957 rumah tangga.
Tabel 8. Status dan Luas Kepemilikan Lahan (Data PUT) Tahun 2009 No.
Kategori Pengusahaan Lahan
1
Tidak menguasai lahan pertanian
2
Jumlah Rumah Tangga
%
7.687
0,04
Di bawah 0,5 Ha
9.545.270
53,53
3
Antara 0,5 - 1,0 Ha
4.005.091
22,46
4
Antara 1,0 - 2,0 Ha
2.723.583
15,27
6
Antara 2,0 - 3,0 Ha
897.901
5,04
5
Di atas 3,0 Ha
651.300
3,65
Total
17.830.832
100,00
A
Kepemilikan di bawah 0,5 Ha
9.552.957
53,58
B
Kepemilikan di bawah 1,0 Ha
13.558.048
76,04
Sumber: Biro Pusat Statistik
24 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 1.3.2.2.
Ketersediaan Infrastruktur, Sarana Prasarana, Lahan dan Air
Berdasarkan audit jaringan irigasi yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2010 dinyatakan bahwa 52 persen jaringan irigasi yang ada dalam keadaan rusak berat yang memerlukan penanganan segera. Kondisi tersebut mengakibatkan daya dukung irigasi bagi sub sektor tanaman pangan sangat menurun. Kerusakan ini terutama diakibatkan banjir dan erosi, kerusakan sumberdaya alam di daerah aliran sungai, bencana alam serta kurangnya pemeliharaan jaringan irigasi hingga ke tingkat usaha tani.
Terbatasnya prasarana usahatani seperti jalan usahatani, jalan produksi, pelabuhan yang dilengkapi dengan pergudangan.
Belum cukup tersedianya benih/bibit unggul bermutu, pupuk, pakan, pestisida/obatobatan, alat dan mesin pertanian hingga ke tingkat usaha tani, serta belum berkembangnya kelembagaan pelayanan penyedia sarana produksi. Belum perkembangnya usaha penangkaran benih/bibit secara luas hingga di sentra produksi pengakibatkan harga benih/bibit menjadi mahal, bahkan mengakibatkan banyak beredarnya benih/bibit palsu di masyarakat yang pada akhirnya sangat merugikan petani.
Pupuk merupakan komoditas yang seringkali menjadi langka pada saat dibutuhkan, terutama pupuk bersubsidi. Sistem distribusi yang belum baik serta margin harga dunia yang relatif tinggi dibandingkan dengan harga pasar domestik mengakibatkan banyak terjadinya praktek penyelundupan pupuk bersubsidi ke luar negeri. Dengan keterbatasan penyediaan pupuk kimia, ternyata pengetahuan dan kesadaran petani untuk menggunakan dan mengembangkan pupuk organik sendiri, sebagai pupuk alternative juga masih sangat kurang. Tantangan kedepan adalah: (1) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perlindungan daerah aliran sungai; pemeliharaan jaringan irigasi pedesaan; pengembangan sumber-sumber air alternatif dan berskala kecil antara lain melalui pemanfaatan teknologi pengambilan air permukaan dan bawah tanah; pembangunan dan pemeliharaan embung dan bendungan serta pemanfaatan sumber air tanah, danau, rawa dan air hujan; (2) Menyediakan semua prasarana yang dibutuhkan petani secara memadai untuk dapat menekan biaya tinggi yang timbul akibat terbatasnya prasarana transportasi dan logistik pada sentra produksi komoditas pertanian tanaman pangan.
25 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 1.3.2.3.
Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan Pertanian
Masih rendahnya tingkat kualitas SDM pertanian terutama dalam penerapan teknologi di lapangan dan penggunaan alat-alat mesin pertanian, yang bersifat spesifik lokasi maupun umum.
Pelayanan prima yang belum optimal dilakukan oleh aparat pertanian. Perbaikan manajemen kinerja perlu dilakukan melalui peningkatan sumber daya manusia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan pemantapan Standar Operasional Prosedur (SOP) sehingga dapat menciptakan kinerja yang berkualitas serta moral dan etos kerja yang optimal.
Organisasi petani yang belum memanfaatkan peluang ekonomi melalui berbagai informasi teknologi, permodalan dan pasar untuk pengembangan usahataninya, tetapi sebagian besar berorientasi hanya untuk mendapatkan fasilitas pemerintah.
Kelembagaan usaha yang ada di pedesaan, seperti koperasi belum dapat sepenuhnya mengakomodasi kepentingan petani/kelompok tani sebagai wadah pembinaan teknis. Berbagai kelembagaan petani yang sudah ada seperti Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, Perhimpunan Petani Pemakai Air dan Subak dihadapkan pada tantangan ke depan untuk merevitalisasi diri dari kelembagaan yang saat ini lebih dominan hanya sebagai wadah pembinaan teknis dan sosial menjadi kelembagaan yang juga berfungsi sebagai wadah pengembangan usaha yang berbadan hukum atau dapat berintegrasi dalam koperasi yang ada di perdesaan.
Kelembagaan petani belum kuat dan mandiri, sehingga belum dapat berperan secara optimal sebagai mitra pemerintah dan penyalur aspirasi petani.
Sistim penyuluham pertanian belum kuat, sehingga belum mampu secara optimal untuk melakukan pemberdayaan petani dan kelembagaan petani. Faktor penyebab belum kuatnya sistim penyuluhan adalah keterbatasan penyuluh baik dari segi jumlah maupun kompotensi, kelembagaan penyuluhan yang belum mandiri dan inovatif, kurangnya sarana serta metode yang belum sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat petani.
Berkurangnya jumlah tenaga penyuluh di tingkat lapangan karena penyuluh PNS yang memasuki usia pensiun jauh lebih tinggi dibanding penambahan tenaga 26 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 penyuluh pertanian. Kondisi penyuluh yang ada sekarang sejumlah 28.492 orang dengan wilayah binaan 5 – 10 desa.
1.3.2.4.
Keterbatasan Ketersediaan Sarana Produksi
Belum cukup tersedianya benih unggul bermutu, pupuk, pestisida/obat-obatan, alat dan mesin pertanian hingga ke tingkat usaha tani, serta belum berkembangnya kelembagaan pelayanan penyedia sarana produksi.
Belum perkembangnya usaha penangkaran benih tanaman pangan secara luas hingga di sentra produksi mengakibatkan harga benih menjadi mahal, dan juga banyak beredarnya benih palsu yang sangat merugikan petani.
Pengadaan benih belum sesuai dengan musim tanam, biasanya benih sampai dilokasi setelah musim tanam dan kadangkala benih sudah kadarluasa. Kondisi dikarenakan infrastruktur dan sistem perbenihan sulit berkembang karena memerlukan investasi yang cukup besar, semantara tidak banyak swasta yang mau menanamkan investasi diusaha perbenihan.
Ketersediaan benih unggul dan bermutu belum dapat memenuhi kebutuhan petani baik dari aspek jumlah dan waktu yang sesuai dengan kegiatan usaha tani dan masih tergantung dari impor, seperti benih padi atau jagung hibrida.
Penggunaan pupuk bersubsidi belum sesuai dengan yang diharapkan disebabkan: 1) Terbatasnya modal petani; 2) Jumlah pupuk bersubsidi yang tersedia belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan yang diusulkan daerah; 3) Kemampuan distribusi pupuk tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan; 4) Pabrik pupuk beroperasi dibawah kapasitas terpasang karena terbatasnya suplay bahan baku gas; 5) Permintaan pasar pupuk dan bahan baku pupuk di pasar Internasional meningkat; 6) Perbedaan harga pupuk bersubsidi dengan harga non subsidi di pasar internasional semakin besar dan; 7) Belum optimalnya pengawasan saat distribusi pupuk sampai ke lini terakhir; 8) sistem distribusi yang belum baik serta margin harga dunia yang relatif tinggi dibandingkan dengan harga pasar domestik mengakibatkan banyak terjadinya praktek penyelundupan pupuk bersubsidi ke luar negeri; dan 9) Pengembangan penerapan pemupukan di tingkat petani belum optimal sehingga 27 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 membutuhkan adanya pendampingan baik berupa pendampingan sumber daya manusia maupun bentuk bantuan.
Penggunaan pestisida yang tidak memperhatikan kaidah PHT, malah merugikan bagi pertanian karena membunuh musuh alami serta memunculkan tipe baru OPT yang kebal terhadap pestisida tertentu. Penggunaan pestisida yang tidak mengikuti prosedur keamanan sangat membahayakan keselamatan jiwa penggunanya. Tantangan kedepan adalah upaya: (1) Mengembangkan penangkar benih unggul dan bermutu, menumbuhkembangkan kelembagaan penyedia jasa alat dan mesin pertanian, mendorong petani memproduksi dan meningkatkan pemakaian pupuk organik, serta mendorong petani untuk menggunakan pestisida dan obat-obatan tanaman/hewan yang ramah lingkungan; (2) Perlu ada upaya yang serius untuk membangkitkan kelembagaan perbenihan nasional mulai dari pusat sampai daerah, termasuk peningkatan kapasitas kemampuan penangkar benih lokal, serta mendorong sosialisasi agar swasta mau menanamkan investasi di usaha perbenihan.
1.3.2.5.
Keterbatasan Akses Petani Terhadap Permodalan dan Masih Tingginya Suku Bunga Usaha Tani
Kecilnya skala penguasaan dan pengusahaan lahan petani yang mengakibatkan terbatasnya kemampuan petani untuk melakukan pemupukan modal melalui tabungan dan investasi.
Tidak mudahnya prosedur pengajuan kredit dan ketiadaan agunan yang dipersyaratkan, tingginya suku bunga, informasi yang masih sulit diakses, panjangnya birokrasi, kurangnya penyuluhan, sehingga petani lebih memilih “rentenir” yang menyediakan pinjaman modal dengan cepat walau dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dibanding lembaga keuangan formal.
Tingkat pengembalian kredit yang umumnya rendah dan berpotensi menjadi kredit bermasalah.
Insentif dari pemerintah kepada petani masih dirasa kurang, padahal usaha atau bisnis di bidang pertanian memiliki dampak resiko yang tinggi, baik dari gangguan alam seperti banjir dan kekeringan, serangan hama dan penyakit tanaman serta
28 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 fluktuasi harga jual produk. Upaya pemerintah untuk melibatkan sektor swasta dalam membantu petani juga masih sangat kurang.
Kurangnya peran swasta melalui tanggungjawab sosial perusahaan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap petani disekitarnya.
Kurangnya jalinan kemitraan antara petani dan pelaku usaha kecil dengan perusahaan swasta menengah besar.
1.3.2.6.
Meningkatnya Persaingan Pemanfaatan Komoditas Tanaman Pangan
Meningkatnya permintaan kebutuhan produk tanaman pangan untuk bahan baku industri, pakan ternak, bahan baku penghasil energi, serta meningkatnya pertumbuhan penduduk, mengakibatkan terjadinya persaingan dalam pemanfaatan komoditas tanaman pangan, sementara produksi komoditas tanaman pangan tidak mampu memenuhi semua permintaan tersebut. Sehingga untuk kedepan, selain upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan, perlu pula ditingkatkan upaya diversifikasi pangan dengan pangan lokal.
1.3.2.7.
Belum Padunya Koordinasi Pemerintahan Pembangunan Subsektor Tanaman Pangan
Dalam
Menunjang
Ketidaksinambungan kebijakan pusat dengan daerah, seperti kurang tersosialisasinya program dan kegiatan, peraturan daerah yang kurang selaras dengan kebijakan nasional dalam upaya mengantisipasi perubahan iklim akan berdampak buruk terhadap kondisi pangan. Perubahan iklim yang sulit diprediksi berpeluang meningkatnya investasi OPT, gangguan fisiologis tanaman, serta tingginya bahaya kebakaran hutan, kekeringan, dan kebanjiran.
Belum optimalnya koordinasi dan komitmen seluruh stakeholder baik dari unsur pemerintahan (legislatif dan eksekutif), petani dan sektor bisnis/swasta/ masyarakat agribisnis lainnya, dalam mendukung upaya pembangunan tanaman disebabkan antara lain disebabkan karena ego sektoral yang masih tinggi, serta misi dan visi yang berbeda.
29 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN
2.1.
Visi
Penetapan visi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengacu pada visi Kementerian Pertanian yaitu Terwujudnya Sistem Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan yang Menghasilkan Beragam Pangan Sehat dan Produk Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Sumber Daya Lokal untuk Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani. Dalam hal ini, kerangka visi yang ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019 perlu dipahami sebagai dasar menetapkan kerangka visi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Tugas dan fungsi yang menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menjadi faktor penting untuk mengartikulasikan tanggung jawab yang dimiliki. Sebagai penanggung jawab simpul koordinasi dalam pembangunan subsektor tanaman pangan dan dengan mempertimbangkan permasalahan, tantangan yang dihadapi, dan capaian pembangunan selama ini, maka visi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019, adalah: ”Terwujudnya pemenuhan kebutuhan yang cukup secara berkelanjutan dalam memperkuat kedaulatan pangan dan energi nasional”.
30 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Tabel 9. Pokok-pokok Visi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Pokok-Pokok Visi Pemenuhan kebutuhan
Cukup
Berkelanjutan
Kedaulatan pangan
Energi nasional
Makna Visi Makna pemenuhan kebutuhan akan produksi dapat dilihat dari dua pespektif yaitu jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas). Produksi dalam arti jumlah merupakan hasil (dalam satuan ton) yang dicapai melalui pemanfatan lahan pertanaman, peningkatan produktivitas, dan pengamanan potensi kehilangan hasil produksi. Sedangkan produksi dalam arti mutu merupakan standar tertentu yang dapat dikonsumsi secara layak bagi manusia maupun kebutuhan industri. Cukup berarti jumlah yang dapat disediakan setelah mempertimbangkan kebutuhan konsumsi, kebutuhan perdagangan, dan kebutuhan cadangan (stok). Dalam hal ini, jika kebutuhan dapat dipenuhi secara total dari produksi dalam negeri maka disebut sebagai swasembada. Berkelanjutan berarti memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi masa depan. Makna berkelanjutan lainnya adalah melanjutkan kebijakan, program dan kegiatan utama dari rencana strategis sebelumnya, dengan memperhatikan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensi Hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal Daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan meliputi listrik, mekanik dan panas yang berasal dari sumber energi alternatif bahan bakar nabati (biofuel) secara nasional yang merupakan hasil teknologi energi terbarukan.
Selama tahun 2015-2019, terdapat 4 (empat) komoditi yang harus ditingkatkan produksinya yaitu padi dalam rangka swasembada, jagung ditargetkan untuk memenuhi kebutuhan keragaman pangan dan pakan lokal, kedelai diutamakan untuk mengamankan pasokan pengrajin dan kebutuhan konsumsi tahu dan tempe, serta ubi kayu sebagai penyedia bahan baku bio-industri.
31 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Tabel 10. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019 Mis i
Vis i
1 T erwujudnya s is tem pertanian bioindus tri berkelanjutan yang menghas ilkan beragam pangan s ehat dan produk bernilai tambah tinggi berbas is s umberdaya lokal untuk kedaulatan pangan dan kes ejahteraan petani
2.2.
2
Mewujudkan K edaulatan P angan
Mewujudkan s is tem pertanian bioindus tri berkelanjutan
T ujuan
1
Meningkatkan K eters ediaan dan D ivers ifikas i Untuk Mewujudkan K edaulatan P angan
S as aran S trateg is
1
S was embada padi, jagung, dan kedelai s erta peningkatan produks i daging dan gula
2
P eningkatan divers ifikas i pangan
2
Meningkatkan nilai tambah dan daya s aing produk pangan dan pertanian
3
P eningkatan komoditas bernilai tambah, berdaya s aing dalam memenuhi pas ar eks por dan s ubs titus i impor
3
Meningkatkan K eters ediaan bahan baku bioindus tri dan bioenergi
4
P enyediaan B ahan B aku bioindus tri dan bioenergi
3
Mewujudkan kes ejahteraan petani
4
Meningkatkan pendapatan dan kes ejahteraan petani
5
P eningkatan pendapatan keluarga petani
4
Mewujudkan R eformas i B irokras i
5
Meningkatkan kualitas kinerja aparatur pemerintah bidang pertanian yang amanah dan profes ional
6
Akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah yang baik
Misi
Upaya mewujudkan visi ini, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengemban misi yang harus dilaksanakan yaitu: 1. Mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup dan berkelanjutan melalui pengembangan kawasan-kawasan yang terpadu. 2. Mengembangkan bioindustri komoditi yang memiliki nilai tambah strategis terutama dalam mendukung ketersediaan energi nasional 3. Meningkatkan kualitas kinerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
3.3.
Tujuan
Berkaitan dengan implementasi visi dan misi tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menetapkan tujuan sebagai berikut: 1. Mewujudkan swasembada padi, jagung, dan kedelai. 2. Meningkatkan kapasitas dan mutu produksi ubi kayu. 3. Meningkatkan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
32 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 3.4.
Sasaran Strategis
Sasaran produksi sebagai indikator keberhasilan pencapaian swasembada. Dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019, komoditi prioritas adalah padi, jagung, kedelai dan ubi kayu. Sasaran produksi ini bersifat indikatif. Tabel 11. Sasaran Produksi Komoditi Utama Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Sasaran Produksi (000 Ton) No. 1 2 3 4 5 6 7
Komoditi Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubikayu Ubi Jalar
2014 (base) 70.607 19.127 921 655 239 24.559 2.360
2015 73.445 20.314 1.200 743 292 26.530 2.650
2016 76.226 21.354 1.817 756 296 27.072 2.700
2017
Pertumbuhan 2018
78.132 22.360 2.758 769 300 27.624 2.750
80.085 23.485 2.941 782 305 28.187 2.800
2019 82.078 24.700 3.000 796 309 28.762 2.850
(%/tahun) 3,06 5,25 28,43 4,08 5,59 3,24 3,93
Untuk mewujudkan tujuan, sasaran strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan ini adalah: 1. 2. 3. 4.
Peningkatan Areal Tanam (Luas Tanam/Luas Panen), Peningkatan Produktivitas, Penurunan Kehilangan Hasil Produksi, dan Peningkatan Mutu Hasil Produksi.
Dalam mencapai sasaran strategis diatas, diperlukan pemetaan yang sangat rinci pada setiap daerah dengan memperhatikan kemampuan sumber daya yang dimiliki, teknologi yang dipakai, perilaku usaha yang berkembang, dan selera konsumen di daerah tersebut. Faktor ini sangat penting diperhatikan sehingga tidak menimbulkan ekses negatif atas pencapaian sasaran yang ditetapkan.
33 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
Gambar 5. Model kawasan Tanaman Pangan Tabel 12. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Pembangunan Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Visi Misi Tujuan Sasaran Terwujudnya 1. Mewujudkan ketersediaan 1. Mewujudkan 1. Peningkatan Areal pangan yang cukup dan swasembada padi, Tanam (Luas pemenuhan berkelanjutan melalui jagung, dan kedelai. Tanam/Luas kebutuhan yang pengembangan kawasanPanen) cukup secara kawasan yang terpadu berkelanjutan 2. Mengembangkan bioindustri 2. Meningkatkan 2. Peningkatan dalam komoditi yang memiliki nilai kapasitas dan mutu Produktivitas memperkuat tambah strategis terutama produksi ubi kayu kedaulatan dalam mendukung ketersediaan pangan dan energi nasional energi nasional 3. Meningkatkan kualitas kinerja 3. Meningkatkan 3. Penurunan Direktorat Jenderal Tanaman akuntabilitas kinerja Kehilangan Hasil Pangan Direktorat Jenderal Produksi Tanaman Pangan 4. Peningkatan Mutu Hasil Produksi
34 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI KERANGKA REGULASI, DAN KERANGKA KELEMBAGAAN
3.1.
Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Pertanian
Sebagai keberlanjutan dari RPJM ke-2 (2010-2014), RPJM ke-3 (2015-2019) diarahkan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus meningkat. Sesuai dengan misi dari RPJM ke-3 yaitu memantapkan pembangunan secara menyeluruh, maka pembangunan nasional diprioritaskan untuk menjamin implementasi dari 10 prioritas nasional dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, yaitu: (1) Pengarusutamaan dan Pembangunan Lintas Bidang, (2) Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama, (3) Ekonomi, (4) Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (5) Bidang Politik, (6) Bidang Pertahanan dan Keamanan, (7) Bidang Hukum dan Aparatur, (8) Pembangunan Wilayah dan Tata Ruang, (9) Bidang Penyediaan Sarana dan Prasarana, dan (10) Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Dari 9 (sembilan) agenda pembangunan nasional Nawa Cita, agenda 7 (tujuh) yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, merupakan agenda yang terkait dengan pembangunan sektor pertanian pada sub agenda pertama dari 7 (tujuh) sub agenda prioritas, yaitu Peningkatan Kedaulatan Pangan. Kedaulatan pangan dicerminkan pada kekuatan untuk mengatur masalah pangan secara mandiri, yang perlu didukung dengan: (a) Ketahanan pangan, terutama kemampuan mencukupi pangan dari produksi dalam negeri; (b) Pengaturan kebijakan pangan yang dirumuskan dan ditentukan oleh bangsa sendiri; dan (c) Mampu melindungi dan menyejahterakan pelaku utama pangan, terutama petani dan nelayan. Untuk tetap meningkatkan dan memperkuat kedaulatan pangan, sasaran utama prioritas nasional bidang pangan periode 2015-2019 untuk sub sektor tanaman pangan adalah: Tercapainya peningkatan ketersediaan pangan yang bersumber dari produksi dalam negeri. Produksi padi diutamakan ditingkatkan dalam rangka peningkatan surplus beras agar kemandirian pangan dapat dijaga. Produksi kedelai diutamakan untuk 35 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 mengamankan pasokan pengrajin dan kebutuhan konsumsi tahu dan tempe. Produksi jagung ditargetkan untuk memenuhi kebutuhan keragaman pangan dan pakan lokal. Arah kebijakan pemantapan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi pangan pokok dilakukan dengan 4 (empat) strategi utama, sebagai berikut: 1. Peningkatan kapasitas produksi padi dalam negeri: a. Secara bertahap mengamankan lahan padi beririgasi teknis didukung dengan pengendalian konversi salah satunya melalui penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) diiringi dengan kebijakan harga serta perbaikan ketepatan sasaran subsidi berdasar data petani. Perluasan sawah baru seluas 1 juta ha di luar Pulau Jawa; b. Pemanfaatan lahan terlantar, lahan marjinal, lahan di kawasan transmigrasi, lahan perkebunan, dan lahan bekas pertambangan untuk mendukung peningkatan produksi padi; c. Peningkatan produktivitas dengan: (i) meningkatkan efektivitas dan ketersambungan jaringan irigasi dan sumber air serta pembangunan jaringan baru; (ii) revitalisasi penyuluhan sekaligus untuk meningkatkan layanan dan penerapan teknologi serta perbaikan penentuan sasaran dukungan/subsidi produksi padi; (iii) revitalisasi sistem perbenihan nasional dan daerah yang melibatkan lembaga Litbang, produsen benih serta balai benih dan masyarakat penangkar termasuk pengembangan 1.000 desa berdaulat benih; (iv) Pemulihan kualitas kesuburan lahan yang air irigasinya tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga; d. Pengembangan produksi pangan oleh swasta dan korporasi terutama BUMN pangan; e. Peningkatan teknologi melalui kebijakan penciptaan sistem inovasi nasional dan pola penanganan pascapanen dalam mengurangi susut panen dan kehilangan hasil. f. Perlindungan kepada petani yang mengalami kegagalan panen melalui asuransi pertanian sehingga petani dapat kembali melanjutkan kegiatan produksi pertanian dalam rangka menuju tercapainya target produksi nasional.
36 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 2. Peningkatan produksi bahan pangan lainnya, antara lain dengan melakukan: a. Peningkatan produksi tanaman pangan lainnya, berbasis sumber daya lokal melalui peningkatan luas tanam termasuk di lahan kering seluas 1 juta ha di luar Pulau Jawa dan Bali dan produktivitas tanaman pangan terutama jagung dan kedelai; b. Penciptaan inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas komoditas tanaman pangan terutama melalui kerjasama antara swasta, Pemerintah dan Perguruan Tinggi; c. Pengembangan kawasan sentra produksi komoditas unggulan yang diintegrasikan dengan model pengembangan techno park dan science park, dan pasar tradisional serta terhubung dengan tol laut; d. Pengembangan pola produksi ramah lingkungan dan sesuai perubahan iklim dengan penerapan produksi organik, bibit spesifik lokal yang bernilai tinggi, dan penggunaan pupuk organik. 3. Peningkatan layanan jaringan irigasi, melalui: a. Pembangunan jaringan irigasi baru khususnya di luar pulau Jawa dan peningkatan fungsi jaringan irigasi, yang mempertimbangkan ketersediaan air dan kesiapan petani penggarap baik secara teknis maupun kultural; b. Rehabilitasi 3 juta Ha jaringan irigasi rusak dan 50 bendungan terutama pada daerah utama penghasil pangan dan mendorong keandalan jaringan irigasi kewenangan daerah melalui penyediaan Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun bantuan pengelolaan dari pemerintah pusat; c. Optimalisasi layanan irigasi melalui operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi; d. Pembentukan manajer irigasi sebagai pengelola pada satuan daerah irigasi; e. Peningkatan peran petani secara langsung dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan daerah irigasi termasuk operasi dan pemeliharaan seperti melalui sistem out-contracting; f. Peningkatan efisiensi pemanfaatan air irigasi dengan teknologi pertanian hemat air seperti System of Rice Intensification (SRI), penggunaan kembali air buangan dari sawah (water re-use), dan pengembangan konsep pemanfaatan air limbah yang aman untuk pertanian (safe use of wastewater in agriculture); 37 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 g. Internalisasi pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi partisipatif (PPSIP) dalam dokumen perencanaan daerah; dan h. Pengelolaan lahan rawa berkelanjutan melalui pengelolaan lahan rawa yang dapat mendukung peningkatan produksi pangan secara berkelanjutan dengan meminimalkan dampak negatif dari kegiatan pengelolaan tersebut terhadap kelestarian lingkungan hidup.
3.2.
Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Dari arah kebijakan pembangunan pertanian tahun 2015-2019, maka kebijakan yang terkait langsung dengan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, yaitu:
Boks 3. Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 1. Kebijakan pengembangan gerakan penerapan (adopsi) teknologi dengan memberikan fasilitas sesuai kebutuhan lapangan 2. Kebijakan penguatan basis-basis penangkaran benih dengan memantapkan hubungan penyediaan benih berdasarkan kelas benih dan tata kelembagaan perbenihan yang baik 3. Kebijakan penguatan gerakan pengendalian OPT dan DPI dengan dukungan sarana pengendalian yang kondusif 4. Kebijakan pengembangan penanganan pascapanen sesuai kebutuhan lapangan 5. Kebijakan pendukung lainnya a. Kebijakan mendukung program tematik - Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) - Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Di Indonesia (MP3KI) - Pengarustamaan Gender (PUG) - Kerjasama Selatan-Selatan (KSS) - Ketenaga kerjaan disektor pertanian - Kawasan khusus dan daerah perbatasan - Pengembangan Papua dan Papua Barat b. Kebijakan tatakelola kepemerintahan yang baik dan reformasi birokrasi
38 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 1)
Kebijakan Pengembangan Gerakan Penerapan (Adopsi) Teknologi dengan Memberikan Fasilitas Sesuai Kebutuhan Lapangan
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang utama, harus tersedia setiap saat, pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia, dan sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) menyarankan agar penyediaan pangan minimal dalam bentuk ketersediaan energi sebesar 2.200 Kkal/kapita/hari, dan ketersediaan protein minimal 57 gram/kapita/hari. Pada periode tahun 2015-2019 pemerintah melalui Kementerian Pertanian akan fokus pada pengembangan 7 (tujuh) bahan pangan pokok strategis yaitu: padi, jagung, kedelai, gula (tebu), daging sapi, cabai dan bawang merah. Dari tujuh bahan pangan pokok tersebut, Padi ditargetkan untuk swasembada dan peningkatan surplus beras, Kedelai untuk mencapai swasembada terutama memenuhi kebutuhan pengrajin dan kebutuhan konsumsi tahu tempe, dan Jagung untuk keragaman pangan dan pakan lokal. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, mengamanatkan agar upaya pemenuhan kebutuhan pangan di dalam negeri diutamakan dari produksi domestik. Untuk membangun sistem ketahanan pangan yang kokoh, dibutuhkan prasarana yang efektif dan efisien dari hulu hingga hilir melalui berbagai tahapan yaitu: produksi dan pengolahan, penyimpanan, transportasi, pemasaran dan distribusi kepada konsumen. Langkah strategis tersebut didukung melalui : 1) pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian, 2) peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses pangan, 3) peningkaan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi seimbang berbasis pada pangan lokal 4) peningkatan status gizi masyarakat, dan 5) peningkatan mutu dan keamanan pangan. Dalam mengembangkan berbagai inovasi dan teknologi untuk mendukung ketahanan pangan, Peningkatan mutu dan standarisasi dilakukan melalui kebijakan Penerapan SNI terutama di tingkat petani dan pelaku usaha. Salah satu bagian dalam penerapan standar mutu yang dilaksanakan di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yaitu penerapan sistem jaminan mutu Good Agricultural Practices (GAP) sesuai dengan Permentan Nomor 48 Tahun 2006 untuk tercapainya budidaya dan bertani secara berkelanjutan yang baik, dan Good Handling Practices (GHP) seperti dinyatakan pada Permentan Nomor 44 Tahun 2009 untuk penanganan hasil panen yang baik, pengolahan/pasca panen dan membangun sistem distribusi yang baik. Indikasi atau ukuran keberhasilan pelaksanaan teknologi tersebut adalah standar terhadap produk pertaniannya. Produk pertanian yang baik memenuhi kriteria kualitas, 39 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 kuantitas dan kontinuitas. Teknologi yang mampu mendaur ulang proses pemanfaatan (zero waste) dan pemanfaatan sumberdaya lokal serta diversifikasi merupakan salah satu bagian dari strategi penguatan teknologi.
2)
Kebijakan Penguatan Basis-basis Penangkaran Benih dengan Memantapkan Hubungan Penyediaan Benih Berdasarkan Kelas Benih dan Tata Kelembagaan Perbenihan Yang Baik
Ketersediaan benih bermutu sangat menunjang keberhasilan produksi tanaman. Benih menjadi awal untuk menghasilkan komoditas yang mempunyai mutu dan kualitas baik. Benih menjadi salah satu unsur dari sarana usahatani yang memerlukan inovasi pertanian yang terus menerus. Untuk itu diperlukan garis kebijakan seperti: a) Mendorong penggunaan benih unggul berpotensi hasil tinggi, adaptif terhadap perubahan iklim dan ramah lingkungan, efektif dalam penggunaan input, termasuk hasil rekayasa genetika dengan protokol untuk menjamin keamanannya, dengan memberikan fasilitasi akses bagi petani; b) Mendorong pembangunan industri perbenihan nasional berbasis sistem inovasi pertanian nasional, termasuk mendorong dan membina petani penangkar menjadi produsen benih yang mandiri; c) Mendorong penurunan penggunaan input eksternal sintetis melalui penggunaan bahan hayati atau penerapan prinsip pemakaian input eksternal sintetis secara bijaksana; d) Mendorong pembangunan bioindustri agroinput; e) Membangun infrastruktur industri agroinput yang meliputi sistem jaminan mutu (protokol standardisasi, laboratorium uji dan penegakannya) dan sistem distribusi yang efektif dan efisien; dan f) mendorong majunya sistem Sertifikasi benih tanaman serta penerapan standar mutu yang berlaku nasional maupun regional. Dalam mendukung peningkatan penggunaan benih varietas unggul bersertifikat diperlukan sistem pengelolaan produksi benih yang baik sehingga mampu menyediakan benih di tingkat lapangan sesuai dengan kebutuhan petani yang dalam pelaksanaanya harus memenuhi persyaratan, yaitu: tepat jenis, jumlah, mutu, tempat, waktu dan harga (6 tepat). Pemerintah pusat dan pemerintah daerah berperan dalam menyediakan benih penjenis (breeder seed) dan benih dasar (foundation seed) dan mengendalikan penyediaan benih pokok (stock seed) dan benih sebar (extention seed) yang dilakukan oleh produsen benih melalui proses sertifikasi dan akreditasi. Peranan penangkar/kelompok penangkar benih dalam penyediaan benih varietas unggul bersertifikat sangat penting tetapi di sisi lain masih memiliki keterbatasan seperti luas areal produksi dan sumber daya manusia, prasarana dan sarana, serta modal. 40 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Guna meningkatkan kinerja para penangkar/kelompok penangkar benih tersebut maka lembaga/institusi di daerah seperti Dinas Pertanian Provinsi, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH), Produsen Benih Pemerintah/Balai Benih Padi dan Palawija, Produsen Benih BUMN dan Swasta Nasional/Multi Nasional tentunya harus selalu melakukan pembinaan dan memberikan dukungan kepada penangkar/kelompok penangkar benih baik aspek teknis maupun manajemen. Pengembangan dan peningkatan kemampuan industri perbenihan baik yang dikelola oleh swasta maupun yang masih dikelola oleh Pemerintah perlu ditingkatkan melalui peningkatan aspek-aspek strategis antara lain penelitian dan pengembangan varietas, perbanyakan benih, pengawasan mutu dan sertifikasi benih, distribusi/pemasaran dan penggunaan benih di tingkat petani. Dalam rangka peningkatan penggunaan benih varietas unggul bersertifikat diperlukan sistem pengelolaan produksi benih yang baik sehingga mampu menyediakan benih di tingkat lapangan sesuai dengan kebutuhan petani sesuai azas 6 tepat (varietas, mutu, jumlah, waktu, lokasi dan harga) Produksi benih sumber kelas Benih Dasar (BD) dan Benih Pokok (BP) dilakukan oleh Balai Benih milik pemerintah daerah dan beberapa produsen benih yang memenuhi syarat. Sedangkan produksi benih kelas Benih Sebar (BR) dilakukan oleh produsen benih baik berskala besar (BUMN dan perusahaan swasta) maupun kecil (perusahaan swasta dan para penangkar/kelompok penangkar benih). Lokasi yang digunakan untuk kegiatan pemberdayaan penangkar benih harus memenuhi syarat sebagai berikut : (1) Diprioritaskan bukan daerah endemis organisme pengganggu tumbuhan (OPT), bebas dari bencana kekeringan, banjir dan sengketa, dan (2) Kegiatan pemberdayaan penangkar benih diusahakan pada lokasi yang strategis dan mudah dijangkau.
3)
Kebijakan Penguatan Gerakan Pengendalian OPT dan DPI dengan Dukungan Sarana Pengendalian Yang Kondusif
Penguatan Gerakan Pengendalian OPT Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Pasal 20 mengamanatkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan 41 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT), dan pelaksanaannya menjadi tanggungjawab masyarakat dan pemerintah. Pemerintah akan memberikan bantuan dalam kondisi kritis apabila masyarakat tani tidak mampu lagi mengatasi gangguan OPT atau terjadinya eksplosi serangan. Dengan demikian, kesuksesan upaya perlindungan tanaman sangat tergantung pada pengetahuan, pemahaman, dan penerapan sistem PHT oleh petani. Sistem PHT mengedepankan pengelolaan agroekosistem dan teknologi pengendalian OPT yang berbasis sumberdaya alam, diantaranya penggunaan agens hayati, pestisida nabati, dan teknologi pengendalian spesifik lokasi. Penerapan dan pemasyarakatan sistem PHT telah dikembangkan sejak awal tahun 1990 melalui Sekolah Lapangan. Saat ini, salah satu program pemasyarakatan PHT yang telah dikenal dan berkembang baik di masyarakat adalah Sekolah Lapangan Pengelolaan Pengendalian Hama Terpadu atau lebih dikenal dengan SLPHT. Berdasarkan hasil evaluasi, SLPHT terbukti efektif dan mampu mendorong petani untuk menerapkan prinsip PHT dalam usaha taninya (Petani Ahli PHT). Sehingga pada Tahun 2015-2019 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mencanangkan program program/kegiatan berupa gerakan/aksi nyata di lapangan yaitu Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Kegiatan Penerapan PHT ini merupakan salah satu bentuk pengamanan produksi dengan memberdayakan petani alumni SLPHT dan melibatkan petani yang belum dilatih dalam SLPHT. Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) secara meluas dan melembaga dalam suatu wilayah/kawasan/daerah dapat mendukung upaya pengamanan produksi tanaman dan menjaga kelestarian agroekosistem. Penguatan Gerakan Pengendalian DPI Pemanasan global akibat melimpahnya Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO2 di atmosfer telah dirasakan beberapa tahun terakhir, terutama disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan industri di seluruh dunia dan berkurangnya luas hutan sebagai penyerap GRK, sehingga mengakibatkan adanya perubahan iklim global di seluruh belahan bumi. Dampak perubahan iklim ini menyebabkan peningkatan suhu udara akibat fenomena emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang berpotensi terhadap penurunan produksi, produktivitas dan mutu produk pertanian; kenaikan muka air laut, perubahan pola hujan yang artinya terjadi pergeseran musim, juga menyebabkan perubahan pola iklim ekstrim seperti El Nino, yang ditandai oleh adanya musim kemarau yang panjang yang menyebabkan kekeringan, dan La Nina, di mana musim hujan lebih lama dari biasanya yang menyebabkan terjadinya banjir; terjadinya eksplosi hama dan penyakit tanaman serta gangguan dalam proses pascapanen, distribusi dan pemasaran produk pertanian. 42 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Pertanian merupakan salah satu sektor yang rentan terhadap terjadinya perubahan iklim dan merasakan dampak akibat perubahan iklim yang terjadi di seluruh dunia. Perubahan iklim ini mengancam ketahanan pangan di seluruh negara di dunia. Tanaman pangan yang paling rentan terhadap perubahan curah hujan, karena tanaman pangan umumnya merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman (kelebihan dan kekurangan) air. Secara teknis, kerentanan tanaman pangan sangat berhubungan dengan penggunaan lahan, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, dan varietas. Oleh sebab itu kerentanan tanaman pangan terhadap pola curah hujan akan berimbas pada luas areal tanam, luas panen, produktivitas dan kualitas hasil. Unsur-unsur iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban udara dan radiasi matahari, selain keadaan tanah, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu hasil tanaman. Meningkatnya suhu udara mempengaruhi tanaman karena meningkatkan laju pernafasan (respirasi) dan penguapan (transpirasi) sehingga meningkatkan konsumsi air, selain meningkatkan perkembangbiakan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) tertentu yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman. Peningkatan suhu udara ini juga mempercepat pematangan buah dan biji yang mengakibatkan penurunan mutu hasil tanaman. Beberapa program antisipasi yang penting untuk dilaksanakan diantaranya: penyusunan strategi dan perencanaan pengembangan infrastruktur (terutama jaringan irigasi), evaluasi tata ruang untuk pengaturan lahan (penyesuaian jenis tanaman dengan daya dukung lahan), pengembangan sistem informasi dan peringatan dini banjir serta kekeringan, penyusunan dan penerapan peraturan perundangan mengenai tata guna lahan dan metode pengelolaan lahan. Tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pemahaman perubahan iklim dan penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Program mitigasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi rendah emisi, antara lain varietas unggul dan jenis tanaman yang rendah emisi dan atau kapasitas absorbsi karbon tinggi, penyiapan lahan tanpa bakar, pengembangan dan pemanfaatan biofuel, penggunaan pupuk organik, biopestisida dan pakan ternak rendah emisi GRK. Program adaptasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi adaptif, terutama pada tanaman pangan, seperti penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul adaptif terhadap kekeringan, genangan/banjir, salinitas dan umur genjah, serta penganekaragaman pertanian, teknologi pengelolaan lahan, pupuk, air, diversifikasi pangan dan lain-lain. Secara kelembagaan program ini diarahkan untuk pengembangan sistem informasi seperti sekolah lapangan iklim (SLI), sistem penyuluhan dan kelompok 43 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 kerja (pokja) variabilitas dan perubahan iklim sub sektor pertanian serta pengembangan sistem asuransi pertanian akibat resiko iklim (crop weather insurance). Sejak tahun 2004, Sekolah lapangan Iklim (SLI) merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dalam memberdayakan petani agar lebih mampu memahami dan menggunakan informasi iklim untuk mengelola usahataninya. SLI juga merupakan upaya pemberdayaan petani agar lebih siap dalam menghadapi dan mengatasi dampak fenomena iklim. Pada periode tahun 2015-2019 strategi pemberdayaan petani dalam menghadapi dampak fenomena iklim tidak lagi dalam bentuk sekolah lapangan namun telah diimplementasikan dalam Penerapan Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PPDPI). PPDPI dapat dilakukan melalui strategi antisipasi, adaptasi dan mitigasi. Kegiatan adaptasi dalam penanganan dampak perubahan iklim (banjir/kekeringan) antara lain Kalender Tanam (pola tanam berdasarkan pola curah hujan dan ketersediaan air irigasi), Varietas Unggul Baru yang adaptif (toleran kegaraman, tahan kering, umur genjah dan tahan genangan), startegi pengelolaan sumber daya air (teknologi identifikasi potensi ketersediaan air, teknologi panen hujan dan aliran permukaan, teknologi prediksi curah hujan dan teknologi irigasi) serta strategi pengelolaan sumber daya lahan/tanah seperti pemupukan. Upaya adaptasi tersebut diatas dapat pada diterapkan atau menjadi pilihan untuk penanganan DPI yang disesuaikan dengan kondisi iklim setempat (spesifik lokasi). Sasaran pelaksanaan penerapan penanganan DPI dalah kelompoktani alumni SLI atau kelompok tani yang memiliki anggota alumni SLI yang lahannya di daerah rawan DPI (banjir/kekeringan) pada satu hamparan yang secara bersama-sama dapat menerapkan teknologi adaptasi di lahannya. Sebagai solusi untuk berkontribusi terhadap penurunan emisi GRK melalui aksi-aksi mitigasi dan adaptasi dilakukan dengan penyusunan rencana kebijakan, program dan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dapat mendukung pertanian berkelanjutan sebagai berikut: (1) setiap aksi penurunan emisi GRK di sektor pertanian harus mendukung upaya peningkatan produksi dan produktivitas; (2) dipilih yang sesuai dengan sistem dan usaha pertanian rakyat dalam meningkatkan kesejahteraan petani; (3) mempertimbangkan kondisi geografis masing-masing wilayah, sehingga teknologi yang akan diterapkan harus bersifat tenologi tepat guna dan spesifik lokasi dengan mengadopsi sebesar-besarnya kearifan lokal. Sedangkan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional akibat dampak perubahan iklim (banjir dan kekeringan), diperlukan adanya dukungan pengamanan produksi pangan dari dampak perubahan iklim melalui pemberdayaan kelompoktani/petani, dan 44 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 penanganan dampak perubahan iklim secara optimal, melembaga, memasyarakat dan berkelanjutan.
4)
Kebijakan Lapangan
Pengembangan
Penanganan
Pascapanen
Sesuai
Kebutuhan
Penanganan Pasca Penen Hasil Pertanian Asal Tanaman Yang Baik (Good Handling Practices) bertujuan untuk (1) menekan kehilangan/kerusakan hasil (losses), (2) memperpanjang daya simpan melalui sistem pergudangan, (3) mempertahankan kesegaran, (4) meningkatkan daya guna, (4) meningkatkan nilai tambah, (5) Meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan sarana, (6) meningkatkan daya saing, (7) memberikan keuntungan yang optimum dan/atau mengembangkan, serta (8) usaha pasca panen hasil pertanian asal tanaman yang berkelanjutan. Berdasarkan Permentan Nomor 44/OT.140/10/2009, pengertian Panen merupakan serangkaian kegiatan pengambilan hasil budidaya tanaman dengan cara dipetik, dipotong, ditebang, dikuliti, disadap dan atau dicabut pada umur/waktu, cara dan/atau sarana yang tepat. Penanganan Pascapanen tanaman pangan memegang peranan penting dan merupakan bagian integral sebagai pendukung pembangunan pertanian secara keseluruhan. Keberhasilan penanganan pascapanen tanaman pangan bukan hanya meningkatkan produksi tanaman pangan dan pendapatan petani, tetapi juga dapat meningkatkan mutu produksi guna mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan. Sasaran penanganan pascapanen tanaman pangan adalah : (1) Turunnya tingkat susut hasil (losses) tanaman pangan; (2) Tercapainya perbaikan mutu hasil panen tanaman pangan sesuai permintaan pasar; (3)Tercapainya perpanjangan masa simpan hasil tanaman pangan; (4) Meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk tanaman pangan; (5) Tersusunnya pengembangan sistem pengelolaan pascapanen tanaman pangan; dan (6) Terbentuknya pengembangan dan pemantapan kelembagaan pascapanen. Salah satu upaya penanganan susut hasil, mempertahankan mutu, meningkatkan daya saing dan nilai tambah hasil pertanian sehingga mendorong peningkatan produksi yang bermutu adalah dengan pemberian sarana pascapanen berupa alat atau mesin pascapanen yang digunakan mulai proses panen sampai proses pengemasan, kepada kelompok tani/gabungan kelompok tani. 45 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 5)
Kebijakan Pendukung Lainnya a)
Kebijakan mendukung program tematik
Program tematik sebagai kegiatan yang secara langsung berimplikasi terhadap pertumbuhan di sektor pertanian yaitu: MP3EI, MP3KI, Pengarustamaan Gender, Tenaga Kerja, Pembangunan Daerah Khusus Perbatasan, Tertinggal dan Percepatan Pembangunan di Papua dan Papua Barat. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sebagai salah satu bagian dari rencana pembangunan jangka panjang Indonesia. Landasan hukumnya adalah Perpres Nomor 32 Tahun 2011. Pasal 1 ayat 2 Perpres ini menyebutkan bahwa MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode lima belas tahun sejak 2011 sampai 2025. MP3EI disusun untuk melakukan percepatan pembangunan di setiap Koridor Ekonomi. Kebijakan yang diambil, baik pembangunan infrastruktur maupun perbaikan regulasi, diharapkan dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya. Ada enam koridor yang menjadi fokus dalam MP3EI yaitu: Koridor Ekonomi 1) Sumatera dengan tema Sentra Produksi dan Pengelolaan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional, 2) Jawa dengan tema Pendorongan Industri dan Jasa Nasional, 3) Kalimantan dengan tema Pusat Produksi dan Pengelolaan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional, 4) Sulawesi dengan tema Pusat Produksi dan Pengelolaan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional, 5) Bali-Nusa Tenggara dengan tema Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional, dan 6) Papua-Kepulauan Maluku dengan tema Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional. Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Di Indonesia (MP3KI), merupakan kebijakan pembangunan nasional yang pro job (membuka kesempatan kerja), pro-poor (berdampak pada kesejahteraan), progrowth (berpihak pada pertumbuhan ekonomi). Kebijakan pembangunan pro-growth tengah digalakkan melalui MP3EI yang lebih berorientasi pada market driven dan heavy investment. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemerataan dengan program MP3KI yang lebih berorientasi pada kebijakan pembangunan pro-job dan pro-poor. MP3KI memberi perlindungan dan penguatan pada kelompok yang fokus pada terciptanya pendapatan dengan pembukaan lapangan kerja serta bermuara pada pengentasan kemiskinan.
46 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Pengarustamaan Gender (PUG) mengarah kepada aspek kesetaraan dan keadilan petani (laki-laki dan perempuan) dengan memperhatikan kebutuhan, permasalahan, aspirasi, pengalaman, peran dan tanggung jawab serta dampaknya pada seluruh pelaku pembangunan. menjadi komitmen Kementerian/Lembaga sejak diterbitkannya Inpres Nomor 9 Tahun 2000 dan RPJMN 2010-2014. Kemenenterian/Lembaga diwajibkan menerapkan PUG sebagai salah satu strategi dalam pencapaian program kerjanya. Strategi tersebut juga harus dilaksanakan pada kebijakan pembangunan tingkat provinsi maupun kabupaten/kota serta mendorong setiap penyusunan perencanaan kebijakan/program diawali dengan proses analisis gender melalui empat aspek, yaitu: partisipasi, akses, kontrol dan manfaat yang diperoleh dari pelaku itu sendiri. Kerjasama Selatan-Selatan (KSS), adalah Program yang merupakan kerja sama antarnegara berkembang yang didasarkan pada prinsip-prinsip antara lain, solidaritas, nonkondisionalitas, mutual benefit dan non-interference. Kerjasama Selatan-Selatan terdiri dari dua, yaitu Kerjasama Ekonomi yang lebih luas antara negara berkembang, dan kerjasama Teknis yang lebih fokus di antara negara berkembang. Ketenaga Kerjaan disektor pertanian diharapkan mengalami penurunan, dan dengan menurunnya pangsa pasar tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian primer diharapkan akan meningkatkan produktivitas sektor pertanian dan menurunkan jumlah petani yang hidup dalam kemiskinan, sehingga akan terjadi peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat perdesaan, yang akhirnya akan memiliki tingkat kesejahteraan yang relatif sama dengan sektor industri dan jasa lainnya. Angkatan kerja pertanian primer diharapkan 7 persen pada 2045 dan PDB 3 persen pada 2045. Percepatan daerah tertinggal, menjadi arah kebijakan nasional dalam RPJMN 2015-2019 yaitu mengembangkan dan memeratakan pembangunan daerah dengan percepatan pembangunan daerah tertinggal.Pemerintah memiliki target untuk mengupayakan pada tahun 2015 dapat mengentaskan daerah ketertinggalan turun dari 114 tahun 2014 menjadi 39 kabupaten pada 2019 termasuk daerah perbatasan dan terpencil. Pembangunan di daerah tertinggal lebih dominan ada pada upaya memaksimalkan pelayanan dasar sektor petanian. Kawasan khusus dan daerah perbatasan. Pembangunan di daerah perbatasan menjadi arah kebijakan nasional dalam RPJMN 2015-2019 yaitu mengembangkan dan memeratakan pembangunan daerah dengan percepatan pembangunan daerah perbatasan. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai 47 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste. Perbatasan laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini. Sektor pertanian menjadi dominan dalam pembangunan daerah perbatasan darat. Hal ini dikarekan Sektor pertanian lebih banyak dilaksankan di daratan. Untuk dapat bersaing dengan produk di Negara tetangganya meningkatkan pelayanan dasar di sektor pertanian, melalui pembanguan jalan usaha tani, pembangunan jaringan irigasi, subsidi benih dan pupuk, pendampingan, meningkatkan produksi dan produktivitas menjadi hal yang harus diperhatikan. Pengembangan Papua dan Papua Barat. Pembangunan di Papua dan Papua Barat menjadi arah kebijakan dalam RPJMN 2015-2019 yaitu mengembangkan dan memeratakan pembangunan daerah dengan menjaga momentum pertumbuhan wilayah Jawa, Bali, Sumatera serta meningkatkan kinerja pusat-pusat pertumbuhan wilayah di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papau. Pembangunan infrastruktur dan kelembagaan menjadi hal yang sangat penting untuk diutamakan terkait dengan lokasi geografisnya yang sangat berbeda dengan porvinsi lainnya yang ada di Indonesia dan kuatnya adat yang masih melekat di masyarakat setempat. b) Kebijakan Tatakelola Kepemerintahan yang Baik dan Reformasi Birokrasi Penerapan tatakelola pemerintahan yang baik diharapkan terwujud dalam pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, pelayanan publik yang berkualitas, dan kapasitas dan akuntabilitas kinerja bikrokrasi yang tinggi.Tanpa pemerintahan yang bersih akan sulit dicapai pengelolaan sumber daya pembangunan secara akuntabel, yang akan berakibat langsung pada menurunnya kualitas pelayanan publik, serta menghilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Salah satu faktor utama dalam mewujudkan pemerintah yang bersih (Clean Goverment) dan kepemerintahan yang baik (Good Governance) adalah birokrasi. Birokrasi mempunyai peran yang penting dalam pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik, birokrasi sangat menentukan efesien kualitas pelayanan kepada masyarakat serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu diperlukan reformasi birokrasi yang merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan yang mendasar terhadap sistem penyelenggaraan
48 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia aparatur.
kelembagaan (organisasi),
Dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan penyelenggaraan tatakelola pemerintahan dan pelaksanaan reformasi birokrasi, maka arah kebijakan yang akan dilakukan adalah pemantapan pelaksanaan yang telah dilakukan peride sebelumnya. Pemantapan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dilakukan melalui terobosan kinerja secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat kepada hukum yang berwibawa, dan transparan. Untuk itu diperlukan upaya-upaya antara lain: (1) Peningkatan Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN: (2) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, melalui kebijakan keterbukaan informasi publik dimana pemerintah harus memberikan akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat yang ditopang oleh efisiensi struktur pemerintah di pusat dan di daerah, kapasitas pegawai pemerintah yang memadai; (3) Peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi (organisasi yang tepat, tatalaksana, prosedur yang jelas, regulasi yang tertib); (4) Mendorong penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja melalui perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik (mengukur kinerja Renstra, Renja dll); (5) Mengoptimalkan tingkat efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja pegawai; (6) Penataan manajemen sumber daya manusia aparatur yang profesional yang mempunyai kompetensi; (7) Penataan pengawasan dan akuntabilitas kinerja; (8) Pembenahan sistem kelembagaan, ketatalaksanaan dan manajemen pemerintah di pusat dan daerah agar semakin efektif, efisien dan responsif serta berorientasi pada peningkatan kinerja SDM Aparatur; (9) Penyajian data yang lengkap, akurat dan terpercaya sebagai landasan pengambilan keputusan di semua level birokrasi, serta (10) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka efisiensi kerja dan optimalisasi pelayanan publik.
49 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 3.3.
Langkah dan Strategi Operasional Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
3.3.1. Langkah Operasional Berkaitan dengan peningkatan produksi tanaman pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menetapkan strategi pencapaian produksi tanaman pangan melalui: 1) Perluasan Areal Tanam/Peningkatan Luas Tanam, dan 2) Peningkatan Produktivitas. Langkah operasional untuk peningkatan produksi dan produktivitas padi, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar terbagi dua yaitu; (1) Peningkatan Luas Tanam, dan (2) Peningkatan Produktivitas. Upaya peningkatan luas tanam yaitu melalui: (1) memanfaatkan lahan baku yang ada (pemanfaatan lahan peremajaan Perhutani dan Inhutani), (2) pencetakan lahan baru/cetak sawah, (3) optimalisasi atau peningkatan indeks pertanaman, (4) pemanfaatan lahan terlantar, (5) serta melalui pola tumpangsari. Dalam meningkatkan produktivitas lahan, diupayakan perbaikan dan pembangunan irigasi untuk 3 juta hektar sawah serta pembangunan 25 bendungan yang salah satunya ditujukan untuk pengarian sawah. Sedangkan dalam hal peningkatan luas tanam, diupayakan melalui pencetakan sawah baru sekitar 1 juta hektar. Selan itu dilakukan langkah mengembalikan atau menjaga kesuburan lahan agar produktivitas tetap terjaga secara berkelanjutan.
50 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
Gambar 6. Langkah Operasional Peningkatan Produksi Tanaman Pangan
dan Produktivitas
3.3.2. Strategi Operasional Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, ditempuh strategi operasional melalui Perluasan Areal Tanam/Peningkatan Luas Tanam dan Peningkatan Produktivitas.
51 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
Boks 4. Strategi Operasional Penguatan Pengembangan Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan 1. Perluasan Areal Tanam / Peningkatan Luas Tanam -
Memanfaatkan Lahan Baku Yang Ada Pencetakan lahan baru/cetak sawah
-
Optimalisasi lahan (peningkatan indeks pertanaman) melalui upaya perbaikan jaringan irigasi seperti JITUT, JIDES, dan Tata Air Mikro, pompanisasi
-
Pemanfaatan lahan terlantar
-
Konservasi lahan yang berkelanjutan
-
Pola penanaman tumpang sari di lahan perkebunan, kehutanan.
2. Peningkatan Produktivitas
3.3.2.1.
-
Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT)
-
Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT)
-
Penerapan Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PP-DPI) Penerapan Alat Pascapanen (PASPA)
-
Pemberdayaan Penangkar Benih.
Perluasan Areal Tanam/Peningkatan Luas Tanam
Perluasan Areal Tanam dilakukan melalui upaya: (1) memanfaatkan lahan baku yang ada, (2) pencetakan lahan baru/cetak sawah, (3) optimalisasi lahan (peningkatan indeks pertanaman) melalui upaya perbaikan jaringan irigasi seperti JITUT, JIDES, dan Tata Air Mikro, pompanisasi; (4) pemanfaatan lahan terlantar; dan (5) konservasi lahan yang berkelanjutan serta penanaman tumpang sari di lahan perkebunan, kehutanan.
- Memanfaatkan Lahan Baku Yang Ada Dilakukan dengan memanfaatkan lahan peremajaan Perhutani, dan lahan eks peremajaan perkebunan. 52 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 - Pencetakan Lahan Baru / Cetak Sawah Cetak sawah baru, dilakukan melalui pembukaan lahan pada berbagai tipologi lahan, khususnya lahan basah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cetak sawah baru adalah: (1) ada inisiatif dari petani/pemuka masyarakat, (2) melakukan survai, investigasi dan desain, (3) status kepemilikan lahan jelas, (4) menghindari vegetasi hutan berat/hutan lindung, (5) pengairan/ketersediaan air terjamin, dan (6) mendapat dukungan penuh dari pemerintah setempat. - Optimalisasi Lahan (peningkatan Indeks Pertanaman) melalui upaya, pengaturan pola tanam, perbaikan jaringan irigasi seperti JITUT, JIDES, dan Tata Air Mikro, pompanisasi yang akan dimungkinkan ketersediaan air di musim kemarau. Peningkatan indeks pertanaman (IP) baik IP 100 menjadi IP 200 atau IP 200 menjadi IP 300, maupun IP 0 menjadi IP 100 atau IP 200 pada sawah irigasi, tadah hujan, lahan kering maupun lahan lebak serta pasang surut. Penanaman tanaman sela/intercropping di lahan perkebunan, kehutanan maupun hortikultura. Tanaman sela dapat diusahakan 3-5 tahun atau lebih, sepanjang tajuk tanaman pokok belum menaungi. Sedangkan pada tanaman pokok sejenis kelapa rakyat, tanaman sela dapat dilakukan sepanjang tahun. Untuk lahan transmigrasi, tanaman pangan dapat diusahakan pada lahan pekarangan, lahan usaha utama maupun lahan usaha ke dua baik secara monokultur maupun tumpang sari. - Pemanfaatan Lahan Terlantar Rehabilitasi dan konservasi lahan pertanian dilakukan pada lahan sawah terlantar atau yang selama ini tidak dimanfaatkan/ditanami tanaman pangan dan telah membelukar. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka rehabilitasi dan konservasi lahan antara lain: (1) teknologi penyiapan/pembersihan lahan dari semak belukar, (2) perbaikan saluran irigasi, (3) pemanfaatan pompa air, traktor, dan (4) pengembangan usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA) dan lain-lain. - Pola Tumpang Sari Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa penanaman dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Tumpang sari yang umum dilakukan adalah penanaman dalam waktu yang hampir bersamaan untuk dua jenis tanaman budidaya yang sama, seperti jagung dan kedelai, atau jagung dan kacang tanah. Penanaman cara ini dikenal sebagai double-cropping. Penanaman yang dilakukan segera setelah
53 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 tanaman pertama dipanen (seperti jagung dan kedelai atau jagung dan kacang panjang) dikenal sebagai tumpang gilir. Tumpang sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur) suatu tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih kecil atau belum produktif. Hal ini dikenal sebagai tumpang sela (intercropping). Jagung atau kedelai biasanya adalah tanaman sela yang dipilih.
3.3.2.2.
Peningkatan Produktivitas
Peningkatan produktivitas dilakukan melalui upaya penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dengan komponen utama meliputi pemakaian benih varietas unggul bermutu, peningkatan jumlah populasi tanaman dengan sistem tanam, pemupukan sesuai rekomendasi spesifik lokasi serta berimbang dengan pemakaian pupuk organik serta pupuk bio-hayati, pengelolaan pengairan dan perbaikan budidaya lainnya disertai dengan peningkatan pengawalan, pendampingan, pemantauan dan koordinasi. Strategi ini terutama dilaksanakan di wilayah dimana perluasan areal sudah sulit dilakukan, sehingga dengan penerapan teknologi spesifik lokasi diharapkan masih dapat ditingkatkan produktivitasnya. Upaya peningkatan produktivitas juga dilakukan dengan upaya pengamanan produksi yaitu dengan mengurangi dampak perubahan iklim seperti kebanjiran dan kekeringan serta pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Petani didorong untuk meningkatkan produktivitas yang dilaksanakan secara terencana dan berkelanjutan melalui peningkatan mutu intensifikasi dengan menerapkan rekayasa ekonomi, rekayasa sosial dan teknologi maju yang efisien dan spesifik lokasi, serta didukung oleh penerapan alat dan mesin pertanian dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Dalam mengembangkan penerapan teknologi dilakukan pewilayahan berdasarkan tingkat produktivitas dan penerapan teknologi yang ada. Akselerasi penerapan teknologi diarahkan pada daerah-daerah yang tingkat produktivitasnya relatif rendah. Bagi daerah-daerah yang produktivitasnya telah relatif tinggi dimantapkan dengan fokus pengembangan diarahkan kepada aspek rekayasa sosial, ekonomi dan kelembagaan. Pengawalan, pendampingan, penyuluhan, dan koordinasi untuk peningkatan produktivitas dilakukan melalui: Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT), Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) dan Penerapan 54 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PP-DPI), Penerapan Alat Pascapanen (PASPA), serta Pemberdayaan Penangkar Benih. - Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) adalah suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani melalui perbaikan sistem/pendekatan dalam perakitan paket teknologi yang sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh petani serta bersifat spesifik lokasi. Perbaikan budidaya dilakukan dalam upaya penanggulangan fluktuasi produksi yang terjadi selama ini yang bersifat musiman, dan ditempuh dengan pembinaan terhadap pengaturan pola, waktu dan cara tanam yang sesuai untuk mengatur distribusi panen yang lebih merata sepanjang tahun. Ini akan menjamin penyediaan produksi secara merata sepanjang tahun dan peningkatan produktivitas, sehingga mengurangi fluktuasi harga dan menyediakan lapangan kerja yang merata. Upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam perbaikan budidaya antara lain: (a) perencanaan pola, tata, waktu dan cara tanam yang tepat sesuai dengan rekomendasi BPTP setempat, (b) pengaturan distribusi panen yang lebih merata, (c) penerapan cara tanam yang sesuai anjuran teknologi baru, (d) peningkatan populasi tanaman dengan pengaturan jarak tanam, (e) penerapan pemupukan berimbang, (f) perluasan penggunaan benih padi/jagung hibrida bermutu, dan (g) penyiapan lahan dengan teknologi tanpa olah tanah (TOT). Sedangkan dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas dilaksanakan melalui penerapan teknik budidaya yang baik, serta penerapan panen yang baik. Kegiatan ini diatur melalui Permentan Nomor 48 Tahun 2006 tentang Budidaya Tanaman Pangan yang Baik dan Benar atau Good Agriculture Practices (GAP) yang bertujuan: (1) Meningkatkan produksi dan produktifitas tanaman pangan; (2) Meningkatkan mutu hasil tanaman pangan termasuk keamanan konsumsi tanaman pangan; (3) Meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing tanaman pangan; (4) Memperbaiki efisiensi penggunaan sumber daya alam; (5) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan; (6) Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan, kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan; (7) Meningkatkan peluang dan daya saing penerimaan oleh pasar internasional maupun domestik; dan (8) Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen. -
Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) 55 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) diatasi dengan menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yaitu menerapkan berbagai cara pengendalian menjadi satu kesatuan pengendalian yang kompatibel sehingga OPT tidak menimbulkan kerugian. Pengendalian OPT dengan menggunakan pestisida diharapkan menjadi alternatif terakhir, yaitu jika sistem pengendalian dengan metoda PHT tidak memungkinkan lagi atau serangan OPT telah terjadi secara eksplosif dengan tingkat serangan berat. - Penerapan Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PP-DPI) Pengamanan hasil dari dampak perubahan iklim dilakukan dengan memperkuat antisipasi agar kerusakan tanaman dapat dihindari. Pengamanan produksi dari dampak kekeringan dilakukan, melalui : efisiensi penggunaan air; penyiapan embung, cek dam, bak penyimpanan air, sumur, dan lain-lain; penerapan pola tanam yang tepat; pemilihan komoditas dan atau varietas umur pendek dan toleran kekeringan; percepatan tanam; penanaman gogo rancah untuk padi; dan penyiapan taxi pump. Sedangkan pengamanan produksi dari dampak banjir dilakukan melalui: perbaikan saluran air; pembangunan/perbaikan cek dam; dan penguatan tanggul-tanggul. Mengamankan potensi kehilangan hasil akibat serangan OPT dan terkena DPI ini targetnya rata-rata 0,5 persen per tahun. - Penerapan Alat Pascapanen (PASPA) Pengembangan alat mesin pertanian (termasuk didalamnya peningkatan SDM pengguna alsintan dalam menerapkan teknologi alsintan) dan pengembangan usaha pelayanan jasa alsintan dilakukan untuk mendorong peningkatan kualitas dan peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian tanaman pangan yang dihasilkan. Penanganan pascapanen tanaman pangan merupakan upaya strategis dalam mendukung ketahanan pangan nasional, karena mempunyai peranan yang cukup besar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, penanganan proses pascapanen memiliki peranan dalam menurunkan susut hasil, mempertahankan mutu hasil panen dan meningkatkan nilai tambah, daya saing serta pendapatan petani. Dengan demikian, secara tidak langsung proses penanganan pascapanen mendukung program ketahanan pangan nasional. Persentase kehilangan hasil akibat penanganan pascapanen tanaman pangan yang kurang baik, relatif tinggi yaitu berkisar antara 5-18 persen. Untuk menurunkan susut hasil (losses) maka diperlukan penanganan pascapanen melalui penerapan Good Handling Practices (GHP) yang berdasarkan Permentan Nomor 44 Tahun 2009, bertujuan: (1) menekan kehilangan/kerusakan hasil, (2) memperpanjang daya simpan, (3) mempertahankan kesegaran, (4) meningkatkan daya guna, (4) meningkatkan nilai 56 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 tambah, (5) Meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan sarana, (6) meningkatkan daya saing, (7) memberikan keuntungan yang optimum dan/atau mengembangkan, serta (8) usaha pascapanen hasil pertanian asal tanaman yang berkelanjutan. Selain melaksanakan penanganan pascapanen yang baik maka fasilitasi dan optimalisasi pemanfaatan sarana panen dan pascapanen Tanaman Pangan perlu dilaksanakan seperti penggunaan sabit bergerigi, mesin panen utuk tahap pemanenan; mesin perontok/pemipilan (thresher/corn sheller) untuk tahap perontokan/pemipilan; mesin pengering (dryer) untuk tahap pengeringan dan silo sebagai sarana penyimpan. Dari upaya pengamanan produksi tersebut diharapkan dapat dihindari kehilangan hasil maksimal sekitar 5 (lima) persen atau rata-rata 0,5 persen per tahun, yaitu 2 (dua) persen akibat gangguan OPT dan 3 (tiga) persen dari pengamanan hasil dari dampak fenomena iklim, serta tercapainya penambahan produksi dari penurunan losses. - Pemberdayaan Penangkar Benih Peranan penangkar benih dalam penyediaan benih varietas unggul bersertifikat sangat penting tetapi disisi lain masih memiliki keterbatasan seperti luas areal produksi, sumber daya manusia, prasarana dan sarana serta modal. Untuk mendukung dan meningkatkan kinerja para penangkar benih tersebut maka lembaga/institusi yang ada di daerah antara lain seperti Dinas Pertanian Provinsi dan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, Balai Pengawasan dan Sertifikasi Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH), UPTD Balai Benih harus selalu melakukan pembinaan dan memberikan dukungan kepada penangkar benih dalam aspek teknis maupun manajemen. Tujuan dari kegiatan pemberdayaan penangkar benih ini adalah: (1) Menumbuhkembangkan penangkar benih di daerah yang selama ini belum berkembang kelembagaan penangkar benih; dan (2) Meningkatkan kemampuan penangkar benih dalam pengelolaan produksi dan pemasaran benih varietas unggul bersertifikat. Sedangkan sasaran dari kegiatan pemberdayaan penangkar benih ini adalah: (1) Tumbuh dan berkembangnya penangkar benih di daerah yang selama ini belum berkembang kelembagaan penangkar benih; dan (2) Meningkatnya kemampuan penangkar benih dalam pengelolaan produksi dan pemasaran benih varietas unggul bersertifikat.
57 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 3.4.
Kerangka Regulasi
Kerangka regulasi dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi serta kewenangan dan penjabaran peran Kementerian Pertanian dalam mencapai sasaran strategis. Selain itu regulasi tersebut dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan pertanian baik di tingkat pusat hingga di tingkat daerah. Regulasi yang terkait dengan sektor pertanian, baik dalam bentuk undang-undang, peraturan presiden, maupun dalam bentuk peraturan Menteri Pertanian serta produk peraturan operasional lainnya di level pusat, propinsi dan kabupaten/kota. Kerangka regulasi yang telah ada atau yang dibutuhkan, dikelompokkan mulai dari kebutuhan regulasi terkait input pertanian seperti pemanfaatan sumberdaya genetik, jaminan ketersediaan pupuk dan benih, dukungan infrastruktur, serta regulasi yang terkait lahan dan alsintan. Sedangkan regulasi yang terkait dengan kegiatan budidaya tentunya yang terkait dengan jaminan usahatani tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan, perlindungan dan pemberdayaan petani. Untuk yang terkait dengan pascapanen, pengolahan dan pemasaran, dibutuhkan regulasi yang mengatur tatacara pascapanen yang baik untuk berbagai produk pertanian, regulasi yang mendorong berkembangnya bioindustri dan pengolahan hasil. Selain itu diperlukan peraturan yang terkait dengan harga, baik itu harga pembelian pemerintah, bea masuk dan bea keluar, serta regulasi lainnya yang mengatur sistem pemasaran yang sehat. Sedangkan regulasi yang terkait dengan mutu dan keamanan pangan diperlukan dalam rangka melindungi konsumen serta mendorong produsen menghasilkan produk bermutu. Selain itu juga diperlukan regulasi yang mampu mendorong pertanian memperoleh nilai tambah dari jasa lingkungan seperti agrowisata. Dalam rangka mengoptimalkan sistem dan kelembagaan penyuluh, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta perkarantinaan, maka perlu dilakukan review terhadap regulasi yang adaserta menyusun peraturan operasional. Terhadap beberapa regulasi yang ada, diperlukan usulan revisi regulasi guna memberikan manfaat dan fungsi sistem dan kelembagaan penyuluh yang lebih baik. Beberapa regulasi yang dibutuhkan dalam pembangunan tanaman pangan ke depan diantaranya sebagai berikut: 1. Regulasi di bidang lahan: mempercepat penerbitan Perda Provinsi/ Kab/Kota dan penyempurnakan Perda sesuai UU 41/2009. 2. Regulasi sarana pertanian: perbaikan subsidi pupuk dan subsidi benih; pengembangan sistem perbenihan. 58 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 3. Regulasi pembiayaan pertanian: mempercepat dan mempermudah persyaratan akses petani pada skim kredit. 4. Regulasi perlindungan petani: implementasi UU 19/2013 asuransi usahatani 5. Regulasi terkait penganekaragaman pangan dan gizi 6. Regulasi di bidang ekspor pertanian dan impor produk pertanian: 7. Regulasi kemudahan investasi di sektor pertanian
3.5.
Kerangka Kelembagaan
Salah satu upaya untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) diawali dengan melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan. Langkah strategis perubahan tersebut melalui agenda reformasi birokrasi dengan 8 (delapan) area perubahan meliputi: 1.
Aspek kelembagaan, guna melahirkan organisasi yang proporsional, efektif, dan efisien (organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran);
2.
Aspek tata laksana, guna melahirkan sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai prinsip-prinsip good governance;
3.
Peraturan perundang-undangan, guna melahirkan regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif;
4.
Sumber daya manusia aparatur, guna melahirkan sumber daya manusia aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera;
5.
Pengawasan, bertujuan meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme;
6.
Akuntabilitas, bertujuan meningkatnya kapasitas dan kapabilitas kinerja birokrasi;
7.
Pelayanan publik, untuk mewujudkan pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat; dan
59 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 8.
Mindset dan Cultural Set Aparatur, guna melahirkan birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi.
Aspek kelembagaan dilakukan dengan menata kelembagaan di pusat, UPT sampai dengan satuan kerja perangkat daerah dengan didasari semangat untuk mendorong terwujudnya struktur pemerintahan yang efesien dan efektif. Pembangunan pertanian ke depan dihadapkan pada perubahan lingkungan strategis, baik domestik maupun internasional yang dinamis, sehingga menuntut produk pertanian yang mampu berdaya saing di pasar global dengan meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian Indonesia.
60 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN
4.1.
Target Kinerja
Target kinerja adalah tingkat sasaran kinerja spesifik yang akan dicapai oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam periode 2015-2019. Target kinerja berdasarkan sasaran yang telah ditetapkan, seperti pada tabel berikut. Tabel 13. Target Kinerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 1
Program/ Kegiatan/Sasaran Program / Sasaran Kegiatan
Target 2015
2016
2017
2018
2019
Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Hasil Produksi Tanaman Pangan Tercapainy a produktiv itas tanaman pangan Tercapainy a Produktiv itas Kedelai (Ku/Ha)
14.36
14.56
14.77
14.97
15.18
230.95
234.87
238.75
241.65
244.76
Tercapainy a Produktiv itas Padi (Ku/Ha)
52.74
53.43
54.38
55.35
56.33
Tercapainy a Produktiv itas Jagung (Ku/Ha)
51.67
52.45
53.30
54.20
55.15
Terlaksanany a Penggunaan Benih Unggul Bersetifikat Untuk Padi (%)
50
50
50
50
50
Terlaksanany a Penggunaan Benih Unggul Bersetifikat Untuk Jagung
50
50
50
50
50
Terlaksanany a Penggunaan Benih Unggul Bersetifikat Untuk Kedelai
35
35
35
35
35
95
95
95
95
95
Terlaksanany a penurunan kontribusi susut hasil Padi (%/thn)
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
Terlaksanany a penurunan kontribusi susut hasil jagung (%/thn)
0.12
0.12
0.12
0.12
0.12
Terlaksanany a penurunan kontribusi susut hasil kedelai (%/thn)
0.30
0.30
0.30
0.30
0.30
Terlaksanany a penurunan kontribusi susut hasil kacang tanah (%/thn)
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
Terlaksanany a penurunan kontribusi susut hasil ubi kay u (%/thn)
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
Terlaksanany a penurunan kontribusi susut hasil ubi jalar (%)
0.24
0.24
0.24
0.24
0.24
Tercapainy a Produktiv itas Ubi Kay u (Ku/Ha)
Terlaksanany a penggunaan benih unggul bersertifikat
Terlaksanany a luas areal tanaman pangan aman dari gangguan OPT dan Terlaksanany a Luas Areal tanaman pangan aman dari gangguan OPT Terlaksanany a penurunan kontribusi susut hasil tanaman pangan
61 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 4.1.1. Program Pada tahun 2015 – 2019, sesuai dengan pedoman dalam reformasi perencanaan dan penganggaran (RPP), setiap eselon I mempunyai satu program, dan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015 – 2019, maka dari 12 (dua belas) program di lingkup Kementerian Pertanian, program yang menjadi tugas dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Tanaman Pangan adalah “Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Hasil Produksi Tanaman Pangan”. Tujuan program ini adalah Meningkatkan kapasitas produksi dan mutu produksi tanaman pangan yang beragam dan sehat. Program tersebut dimaksudkan untuk mencapai sasaran strategis : 1)
Tercapainya produktivitas tanaman pangan. Indikator Kinerja Utama (IKU) adalah Penerapan budidaya yang baik dan benar sesuai dengan spesifik lokasi;
2)
Terlaksananya penggunaan benih unggul bersertifikat. Indikator Kinerja Utama (IKU) adalah Ketersediaan benih unggul bersertifikat secara 6 (enam) tepat, yaitu tepat jenis/varietas, tempat, mutu, jumlah, waktu dan harga.
3)
Terlaksananya luas areal tanaman pangan yang aman dari gangguan OPT dan DPI. Indikator Kinerja Utama (IKU) adalah Penanganan atas gangguan OPT dan DPI.
4)
Terlaksananya penurunan kontribusi susut hasil tanaman pangan. Indikator Kinerja Utama (IKU) adalah Pemanfaatan alat mesin pertanian (alsintan) pascapanen secara efesien dan efektif.
Program Direktorat Jenderal Tanaman Pangan didukung oleh pencapaian kinerja kegiatan dari unit Eselon-II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yaitu: 1.
Direktorat Budidaya Serealia. Kegiatan: Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia
2.
Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi Kegiatan: Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi
62 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 3.
Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan Kegiatan: Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan
4.
Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Kegiatan: Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan
5.
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan Kegiatan: Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI)
6.
Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
7.
Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBPPMBTPH) Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih
8.
Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan.
Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 Tahun 2012, tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian, kawasan pertanian terdiri dari 1). Kawasan tanaman pangan, 2). Kawasan hortikultura, 3). Kawasan perkebunan dan 4). Kawasan peternakan. Kawasan Tanaman Pangan adalah kawasan usaha tanaman pangan yang disatukan oleh faktor alamiah, sosial budaya, infrastruktur fisik buatan, serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sedemikian rupa sehingga mencapai skala ekonomi dan efektifitas manajemen usaha tanaman pangan. Kawasan tanaman pangan dapat berupa kawasan yang telah eksis atau calon lokasi baru, dan lokasinya dapat berupa hamparan atau spot partial namun terhubung dengan aksesbilitas yang memadai. Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan, dilakukan melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT), yaitu kegiatan peningkatan produktivitas akan difokuskan melalui pola kawasan yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, peningkatan jumlah paket bantuan sebagai instrumen stimulan, serta dukungan 63 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 pendampingan dan pengawalan. Melalui GP-PTT petani diharapkan dalam menerapkan ilmu yang mereka peroleh saat mendapat kegiatan SL-PTT, mampu menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji berdasarkan spesifik lokasi. Lokasi GP-PTT diusahakan berada pada satu hamparan atau kawasan, mempunyai potensi untuk ditingkatkan produktivitas dan/atau IP-nya, serta anggota kelompoktaninya respon terhadap penerapan teknologi. GP-PTT dilaksanakan oleh kelompoktani yang sudah terbentuk dan masih aktif. Kelompoktani yang dimaksud diupayakan kelompoktani yang dibentuk berdasarkan hamparan, atau lokasi lahan usahataninya diupayakan masih dalam satu hamparan setiap kelompok. Hal ini perlu untuk mempermudah interaksi antar anggota karena mereka saling mengenal satu sama lainnya dan diharapkan tinggal saling berdekatan sehingga bila teknologi GP-PTT sudah diadopsi secara individu akan mudah ditiru petani lainnya. Peserta GP-PTT wajib mengikuti setiap tahap pertanaman dan mengaplikasikan kombinasi komponen teknologi yang sesuai spesifik lokasi mulai dari pengolahan tanah, budidaya, penanganan panen dan pasca panen. Pada setiap tahapan pelaksanaan, petani peserta diharapkan melakukan serangkaian kegiatan yang sudah direncanakan dan dijadwalkan. Pengelolaan Tanaman Terpadu adalah suatu pendekatan dalam budidaya tanaman yang menekankan pada pengelolaan tanaman, lahan, air dan organisme pengganggu tumbuhan secara terpadu yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas tanaman secara berkelanjutan dan efisiensi produksi dengan memperhatikan sumber daya, dan kemampuan yang ada. PTT menekankan pada prinsip partisipatori yang menempatkan pengalaman, keinginan, dan kemampuan petani dalam menerapkan suatu teknologi. Adapun komponen teknologi dalam PTT tersebut adalah terkait dengan : 1)
Benih varietas unggul bermutu dan bersertifikat.
2)
Pengelolaan tanah secara sempurna sesuai dengan kondisi tanah.
3)
Penanaman tepat waktu serta cara tanam dengan tepat.
4)
Pengaturan tata air dengan baik. 64 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 5)
Penggunaan pupuk secara berimbang.
6)
Pengendalian OPT dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
7)
Penanganan panen dan pascapanen dengan baik.
Dengan PTT diharapkan terbina kawasan-kawasan andalan untuk empat komoditas tersebut, yang berfungsi sebagai pusat belajar pengambilan keputusan para petani/kelompok tani, sekaligus sebagai tempat tukar menukar informasi dan pengalaman lapangan, pembinaan manajemen kelompok, serta sebagai percontohan bagi kawasan lainnya. Untuk menjamin keberhasilan penerapan di lapangan perlu dilakukan pengawalan dan pendampingan secara intensif oleh Pemandu Lapangan (PL) khususnya Petugas Lapangan/ Penyuluh, POPT, PBT, Peneliti dan Mantri Tani. Pembangunan sub sektor tanaman pangan, untuk prioritas pertama padi, jagung, kedelai, ubi kayu; dan prioritas kedua kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar, dan komoditas alternatif/unggulan daerah, seperti talas, garut, gembili, sorgum, gandum dan lain-lain.
4.1.2. Kegiatan Secara struktur dan pembiayaan program melalui APBN, maka kegiatan di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dirancang sebagai berikut: 4.1.2.1.
Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia
Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan produktivitas padi dan jagung melalui peningkatan luas areal dan penerapan teknologi budidaya tanaman pangan yang tepat dan berkelanjutan untuk peningkatan produksi padi dan jagung dalam rangka mencapai ketahanan pangan. Sasaran strategis kegiatan ini adalah “Meningkatnya Perluasan Penerapan Budidaya Tanaman Serealia yang Tepat untuk Peningkatan Produksi Melalui Peningkatan Produktivitas Per Satuan Luas”. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: (1) Penyaluran Bantuan Pengembangan Budidaya Padi (GAP) (Ha); (2) Penyaluran Bantuan Pengembangan Budidaya Jagung (GAP) (Ha); dan (3) Terlaksananya pembinaan dan pengawalan. 65 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Kegiatan pendukung upaya peningkatan produksi dan produktivitas: a. Koordinasi/sosialisasi/workshop/penyuluhan/desiminasi peningkatan produksi padi dan jagung, b. Pembinaan dan pengawalan, c. perencanaan teknis, d. monitoring dan evaluasi, e. pendidikan dan pelatihan teknis, f.
temu usaha dan teknologi.
4.1.2.2.
Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi
Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan produktivitas kedelai dan ubi kayu melalui peningkatan luas areal dan penerapan teknologi budidaya tanaman pangan yang tepat dan berkelanjutan untuk peningkatan produksi kedelai dalam rangka mencapai ketahanan pangan dan peningkatan produksi ubi kayu untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bio industri. Sasaran strategis kegiatan ini adalah “Meningkatnya Perluasan Penerapan Budidaya Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Yang Tepat dan Berkelanjutan untuk Peningkatan Produksi Melalui Peningkatan Produktivitas per Satuan Luas”. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: (1) Penerapan PTT Kedelai (Ha); (2) Penyaluran Bantuan Pengembangan Budidaya Ubi Kayu (GAP) (Ha); dan (3) Terlaksananya pembinaan dan pengawalan. Kegiatan tersebut dilakukan melalui penyaluran bantuan pengembangan budidaya kedelai dan ubi kayu dengan menerapkan sistem GAP.
66 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Kegiatan pendukung upaya peningkatan produksi, yaitu: a.
b. c. d. e. f. g.
koordinasi/sosialisasi/workshop/penyuluhan/desiminasi peningkatan produksi kedelai, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar, dan komoditas alternatif lainnya, pembinaan dan pengawalan, perencanaan teknis, monitoring dan evaluasi, pendidikan dan pelatihan teknis, temu usaha dan teknologi, dan pengembangan pangan alternatif.
4.1.2.3.
Pengelolaan Sistem Tanaman Pangan
Penyediaan
Benih
Tujuan dari kegiatan ini adalah: (1) menyiapkan benih varietas unggul bersertifikat padi, jagung, dan kedelai, (2) mempermudah akses petani terhadap benih varietas unggul bersertifikat; dan (3) memperluas penyebaran benih varietas unggul bersertifikat pada daerah-daerah kantong kemiskinan, daerah rawan pangan, dan daerah terisolir. Sasaran strategis yang hendak dicapai adalah “Terselenggaranya Sistem Pembinaan Lembaga Perbenihan Tanaman Pangan Yang Efisien di Lokasi Penerapan Budidaya Tanaman Pangan Yang Tepat”. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah “terlaksananya penggunaan benih unggul bersetifikat”. Kegiatan tersebut dilakukan melalui: (1) Pengawasan dan Sertifikasi Benih (UPTD BPSBTPH), (2) Pembinaan dan Pengawalan, (3) Pengembangan Model Kawasan Mandiri Benih Padi, Jagung, dan Kedelai/Pemberdayaan Penangkar, (4) Pengadaan dan penyaluran benih bersubsidi (padi, jagung, kedelai); (5) Pemberdayaan Penangkar; dan (6) Penyaluran Bantuan Pengembangan Budidaya Padi, Jagung dan Kedelai (GAP). Penguatan kelembagaan perbenihan baik tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota untuk memperlancar penyediaan benih bermutu dari varietas unggul komoditas tanaman pangan dilakukan antara lain berupa:
67 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 a. inventarisasi stok dan penangkaran benih yang terdapat dimasing-masing daerah dalam setiap skala waktu tertentu, b. pemanfaatan stok benih yang ada secara optimal, c. pemberdayaan penangkar benih agar dapat berperan secara optimal, d. pembinaan kepada produsen/penangkar agar proses produksi benih terlaksana secara berkelanjutan, e. optimalisasi peranan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih, Balai Benih Induk, dan Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, f. pengembangan perbenihan pusat, dan g. pengawalan dan monitoring evaluasi perbenihan. 4.1.2.4.
Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI
Tujuan kegiatan ini adalah menyediakan acuan pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman pangan dalam rangka pengamanan produksi dari gangguan OPT dan DPI. Sasaran strategis kegiatan ini adalah “Mengamankan Produksi Tanaman Pangan dari Serangan OPT dan Terkena DPI”. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: (1) Penerapan PHT dan DPI serta Pengamatan, Peramalan dan Pengendalian OPT (ha); dan (2) Terlaksananya pembinaan dan pengawalan. Dalam pelaksanaan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) perlu memperhatikan Pengarusutamaan Gender (PUG) sesuai dengan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG). Dalam rangka pelaksanaan Penerapan Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PPDPI) untuk pengamanan produksi tanaman pangan dan upaya meminimalisasi dampak negatif perubahan iklim, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petugas dalam mengelola dan menganalisis faktor-faktor iklim/cuaca seperti curah hujan, suhu, kelembaban, dan selanjutnya memanfaatkannya dalam kegiatan budidaya tanaman sesuai dengan agroklimat daerah setempat. Demikian juga untuk terlaksananya pengamanan produksi tanaman pangan terhadap serangan OPT, peningkatan kemampuan petugas lapangan dan petani terhadap pemahaman kaidah pengendalian hama terpadu (PHT) perlu ditingkatkan. Salah satu model peningkatan pengetahuan dan kemampuan petugas lapangan dan petani dalam mengelola dan menganalisis faktor iklim/cuaca dan serangan OPT adalah 68 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 melalui kegiatan magang sekolah lapangan (magang Sekolah Lapangan Iklim dan magang Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) dapat dilakukan di LPHP (Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit)/Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian. Selain itu juga dapat memanfaatkan petani alumni SLPHT sebagai petani pengamat hama dan penyakit.
4.1.2.5.
Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan
Tujuan kegiatan ini adalah (1) Menurunkan tingkat susut hasil (losses) tanaman pangan; (2) Mempertahankan mutu hasil panen tanaman pangan; (3) Mempertahankan dan memperpanjang masa simpan tanaman pangan; dan (4) Mengembangkan sistem pengelolaan pascapanen tanaman pangan. Sasaran strategis kegiatan ini adalah “Penurunan Susut Hasil Tanaman Pangan”. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: (1) Jumlah Bantuan Sarana Pasca Panen Tanaman Pangan (unit); dan (2) Terlaksananya Pembinaan dan Pengawalan. Upaya Penyebarluasan informasi, pengembangan dan penerapan teknologi pascapanen serta pengelolaan sarana pascapanen untuk pengamanan produksi tanaman pangan dengan melakukan pembinaan, bimbingan teknis, monitoring, dan evaluasi serta fasilitasi bantuan sarana pascapanen. Strategi pengembangan penanganan pascapanen tanaman pangan dilaksanakan melalui: 1). Pendekatan Wilayah a. Setiap wilayah menghasilkan komoditas tanaman pangan yang berbeda pada daerah yang berbeda. Hal ini memungkinkan pembangunan kawasan-kawasan ekonomi berbasis agribisnis dan agroindustri yang terintegrasi antara daerah pedesaan, perkotaan, sentra-sentra industri pangan, pelabuhan dan pasar.
69 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 b. Pengembangan sistem dan kelembagaan pascapanen antara lain manajemen sarana pascapanen, brigade pascapanen. c. Kemitraan usaha antara pemangku kepentingan (stakeholders). 2). Pendekatan Sumber Daya Manusia Pendekatan sumber daya manusia dilaksanakan melalui pembinaan, bimbingan teknis, pelatihan/apresiasi dan pendampingan/penyuluhan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan petugas lapang dan petani. 3). Pendekatan Sarana dan Teknologi Untuk mempercepat upaya terobosan penanganan pascapanen dari kebiasaan petani (sustainable-based) menjadi penggunaan rekayasa teknologi (engineering-based) dilakukan melalui : a. Penyuluhan dan penyebarluasan informasi teknologi pascapanen kepada pemangku kepentingan. b. Penyebaran pascapanen secara kebutuhan.
sarana dan teknologi tepat sasaran dan sesuai
4). Pendekatan Daya Saing a. Penanganan budidaya tanaman (Good Agriculture Practices) dan pascapanen yang baik dan benar (Good Handling Practices) agar diperoleh mutu hasil (Good Manufacturing Practices) sesuai permintaan pasar. b. Pengembangan manajemen pascapanen akan menghasilkan kegiatan pascapanen yang efektif dan efisien.
70 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Tabel 14. Target Susut Hasil Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2015 – 2019 Indikator
Target
Rata-rata
2015
2016
2017
2018
2019
a. Padi
0,50
0,75
1,00
1,20
1,30
0,95
b. Jagung
0,20
0,25
0,25
0,30
0,30
0,26
c. Kedelai
0,20
0,20
0,20
0,40
0,40
0,28
d. Kacang Tanah
0,10
0,10
0,10
0,15
0,15
0,12
e. Ubi Kayu
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
f.
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
Penurunan susut hasil
Ubi Jalar
Sumber: Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan
Tabel 15. Target Kebutuhan Pembiayaan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Target
Indikator 2015
2016
2017
Alokasi Anggaran 2018
2019
2,015
Unit
2017
2018
2019
Alokasi (Juta Rupiah)
Penanganan Pascapanen TP Jumlah Bantuan Sarana Pascapanen
2016
891,567
1,273,508
1,658,212
2,045,581
2,254,330
19,660
22,743
25,701
30,020
31,514
810,156
1,153,497
1,497,929
1,854,565
2,042,791
5,034
7,537
10,028
12,005
12,969
579,084
888,442
1,212,107
1,486,859
1,646,839
- Jagung
465
610
633
805
840
52,835
75,401
83,349
123,737
140,467
- Kedelai
870
940
1,020
1,915
2,030
47,625
52,193
58,992
85,375
91,152
- Kacang Tanah
1,315
1,360
1,400
2,355
2,415
23,887
27,682
30,662
42,722
45,408
- Ubi Kayu
9,438
9,614
9,812
9,988
10,164
78,807
80,277
81,930
83,400
84,869
- Ubi Jalar Bimtek,Pembinaan , Monev , Database
2,538
2,682
2,808
2,952
3,096
27,918
29,502
30,888
32,472
34,056
1
1
1
1
1
81,411
120,011
160,283
191,016
211,539
- Padi
71 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 4.1.2.6.
Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tujuan dari kegiatan ini adalah (1) tersedianya dokumen perencanaan, keuangan, umum serta evaluasi dan pelaporan; (2) terlaksananya dukungan sarana produksi untuk Kawasan Perbatasan, Daerah Tertinggal, MP3KI, dan SIPP. Sasaran strategis kegiatan ini adalah “Terselenggaranya Pelayanan Administrasi dan Pelayanan Teknis Lainnya Secara Profesional dan Berintegrasi di Lingkungan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan”. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: (1) Terlaksananya Dukungan manajemen perencanaan, keuangan, umum serta evaluasi dan pelaporan (Paket); dan (2) Terlaksananya Dukungan Sarana Produksi untuk Kawasan Perbatasan/Daerah Tertinggal/MP3KI/SIPP (Unit). Penerapan dan pemantapan prinsip good governance dicirikan antara lain dari keterbukaan, demokrasi, akuntabel, partisipatif dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Penerapan dan pemantapan prinsip tersebut dituangkan dalam kegiatan-kegiatan yang sangat menunjang dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas sub sektor tanaman pangan sesuai dengan program pengelolaan produksi tanaman pangan antara lain: operasional untuk pelaksanaan tugas satuan kerja (satker); keuangan, perlengkapan; kepegawaian; hubungan masyarakat yang dimaksudkan untuk penyebarluasan informasi, promosi, dan pemasyarakatan tentang keberhasilan program serta kegiatan pembangunan tanaman pangan kepada publik melalui eksibisi terbuka untuk umum, lomba dan pemberian penghargaan untuk petani/pelaku agribisnis yang berprestasi; pengusulan, peninjauan kembali dan sosialisasi peraturan perundangundangan; pengembangan data statistik; koordinasi perencanaan program dan anggaran melalui musyawarah perencanaan pembangunan pertanian tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, pusat; umum, monitoring evaluasi dan pelaporan program dan kegiatan; dan pengawasan pupuk dan pestisida; serta kegiatan khusus yang dibiayai dari (Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN). Dalam rangka melaksanakan kegiatan pembangunan sub sektor tanaman pangan maka diperlukan petugas/pegawai yang merencanakan, melaksanakan, mengawasi/memonitor, mengevaluasi jalannya kegiatan pembangunan. Kepada para pegawai/petugas tersebut akan diberikan gaji/penghasilan sesuai jabatan, pangkat/golongan dan bidang kerjanya masing-masing. Ruang penggajian disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah.
72 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Biaya operasional lainnya seperti, eksploitasi kendaraan roda 4 dan roda 2, pemeliharaan gedung kantor, pengadaan alat-alat tulis kantor disesuaikan dengan kebutuhan.
4.1.2.7.
Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih
Tujuan kegiatan ini adalah mengembangkan pengujian mutu benih dan penerapan sistem sertifikasi untuk mendukung sistem perbenihan tanaman pangan dan hortikultura. Sasaran strategis yang hendak dicapai adalah “Berkembangnya Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura”. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: (1) Terlaksananya Pengembangan metode pengujian mutu benih dan penerapan sistem mutu laboratorium pengujian benih (Metode); (2) Terlaksananya Laboratorium Yang Menerapkan Sistem Mutu (Lab); dan (3) Terlaksannya Laboratorium Peserta Uji Profisiensi (Lab). Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung secara teknis pelaksanaan program Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, khususnya dibidang perbenihan tanaman pangan, melalui peningkatan kualitas pelayanan publik, pengembangan metoda pengujian mutu benih yang aplikatif dan penerapan mutu laboratorium pengujian benih.
4.1.2.8.
Pengembangan Tumbuhan
Peramalan
Serangan
Organisme
Pengganggu
Sasaran kegiatan adalah untuk tersedianya informasi dan model peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) sebagai rujukan dalam pengamanan produksi tanaman pangan dan hortikultura. Sasaran strategis yang hendak dicapai adalah “Tersedianya Informasi dan Model Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Sebagai Rujukan dalam Pengamanan Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura”. Indikator Kinerja Kegiatan (IKU) yang hendak dicapai adalah (1) Terlaksannya Penerapan dan pengembangan peramalan OPT (Provinsi), (2) Terlaksannya Informasi
73 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Peramalan Serangan OPT (Informasi), dan (3) Terlaksannya Teknologi Pengamatan, Peramalan dan pengendalian OPT (Model). Kegiatan ini untuk mendukung secara teknis pelaksanaan program Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang berhubungan dengan pengembangan perlindungan tanaman, khususnya tanaman pangan antara lain : a.
Peningkatan kualitas pelayanan publik,
b.
pengembangan perlindungan tanaman,
c.
pengamatan, peramalan OPT dan perubahan iklim,
d.
penguatan kelembagaan jaringan PHP/LAH,
e.
penguatan teknologi pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT,
f.
peningkatan kemampuan SDM.
4.2.
Kerangka Pendanaan
Dalam menjalankan pembangunan pertanian sub sektor tanaman pangan dibutuhkan pendanaan yang sangat besar. Sumber pendanaan selain berasal dari APBN, juga dari sumber pendanaan lain diantaranya Pemerintah Daerah melalui APBD provinsi/kabupaten, keterlibatan swasta/BUMN/BUMD, investasi dalam negeri dan investasi asing, perbankan (skim kredit dan Kredit komersial), pinjaman/hibah luar negeri, serta dari swadaya masyarakat. Dukungan dana dari berbagai sumber tersebut, diperlukan guna memperluas cakupan kegiatan-kegiatan dalam program tersebut. Sumber anggaran yang tersedia dari APBN tidak hanya mengandalkan dari dana yang disediakan oleh Eselon I lingkup Kementerian Pertanian saja, tetapi harus menggali dan disinkronkan dengan sumber pendanaan APBN dari Kementerian dan lembaga lain seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Kehutanan, Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Lembaga terkait lainnya. Pemanfaatan anggaran yang berasal dari APBD provinsi maupun kabupaten/kota juga tidak hanya mengandalkan anggaran yang dialokasikan untuk sektor pertanian (sub sektor tanaman pangan) saja, tetapi harus menggali dan disinergikan dengan sumber pembiayaan dari instansi dan lembaga terkait lain yang ada di daerah. Terlebih lagi pada era otonomi daerah saat ini. Sumber-sumber pembiayaan pembangunan sebagian besar 74 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 telah dialokasikan ke daerah baik melalui Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Perimbangan maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber pendanaan lain yang perlu digali dan disinergikan dalam mendukung program pembangunan adalah dana yang berasal dari swasta dan lembaga keuangan/perkreditan termasuk swadaya petani. Sumber pendanaan ini memiliki potensi yang sangat besar untuk mendukung pelaksanaan pembangunan. Oleh sebab itu Pemerintah Daerah harus mampu menggali dan memanfaakan sumber dana tersebut untuk mendukung pelaksanaan pembangunan seoptimal mungkin. Sumber pendanaan yang tersedia pada lembaga keuangan/perkreditan seperti KKP, KUK, KIK, kredit koperasi, micro finance, dan skim kredit lainnya dapat memfasilitasi agar para petani/kelompok tani dapat dengan mudah mengakses dan memanfaatkan sumber pendanaan tersebut. Disamping itu, sumber pendanaan pembangunan lainnya yang cukup potensial adalah yang berasal dari swasta dalam bentuk kerjasama kemitraan atau sistem avalis. APBN tahun 2015 bersifat baseline budget karena disusun pada masa pemerintahan lama (Kabinet Indonesia Bersatu II) untuk dilaksanakan oleh pemerintahan baru (Kabinet Kerja). Baseline budget berarti bahwa pengalokasian anggaran hanya memperhitungkan kebutuhan pokok penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat sehingga menyediakan ruang gerak bagi pemerintahan baru untuk melaksanakan program/kegiatan sesuai platform, visi, dan misi yang direncanakan. Tahun 2015 merupakan tahun pertama bagi pelaksanaan visi, misi, dan agenda prioritas Presiden Joko Widodo. Pemerintahan baru telah menyusun Kabinet Kerja dan menyusun sasaran serta prioritas pembangunan yang tertuang dalam konsep Nawacita dan Trisakti. Trisakti merupakan visi Presiden yang meliputi: (1) berdaulat secara politik; (2) mandiri dalam ekonomi; dan (3) berkepribadian dalam budaya. Sementara itu, Nawacita merupakan agenda prioritas dalam mewujudkan visi Presiden. Sembilan agenda prioritas dalam Nawacita adalah: (1) Melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara; (2) Membangun tata kelola Pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya; (3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan; (4) Melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya; (5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia; (6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; (7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik; (8) Melakukan revolusi karakter bangsa; dan (9) Memperteguh Ke-Bhinneka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
75 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Agenda prioritas dalam Nawacita ini yang terkait dengan sektor pertanian adalah agenda 7 (tujuh) yaitu Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Tahun 2015, Pemerintah melakukan penghematan subsidi BBM, penghematan belanja perjalanan dinas dan paket meeting/konsinyering untuk kemudian dilakukan refocusing untuk kegiatan prioritas nasional yang produktif pada masing-masing Kementerian Negara/Lembaga (K/L). Target pembangunan dan kebutuhan pendanaan pembangunan sub sektor tanaman pangan yang akan dilaksanakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015 – 2019 sebesar Rp 36,437 triliun. Besaran anggaran ini hanya yang berasal dari pendanaan APBN khusus Bagian Anggaran 018 (tidak termasuk subsidi, DAK atau sumber pendanaan lainnya di luar BA 018).
76 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Tabel 16. Target Pembangunan Tanaman Pangan dan Kebutuhan Pembiayaan APBN Tahun 2015-2019 KL
Prog
Keg
Program/Kegiatan
Sasaran
Uraian IKU / IKK 2015
018
06
Program Peningkatan Produksi, Produktivitas Dan Meningkatkan produksi Mutu Hasil Tanaman Pangan tanaman pangan: Padi, Jagung, Kedelai
2016
TARGET PRAKIRAAN MAJU 2017
2018
2019
2015
1. Tercapainya Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai
2016
6.654.416,1
ALOKASI (Juta Rupiah) PRAKIRAAN MAJU 2017
6.543.153,0
7.696.964,3
Total 2015-2019 2018
2019
7.826.941,8
7.715.739,2
36.437.214,3
2. Terlaksananya Penggunaan Benih Unggul Bersertifikat Padi, Jagung dan Kedelai 3. Terlaksananya Luas Areal Tanaman Pangan Aman dari Gangguan OPT dan DPI
018
06
1761 Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Meningkatnya Perluasan Penerapan Budidaya Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Yang Tepat dan Berkelanjutan untuk Peningkatan Produksi Melalui Peningkatan Produktivitas per Satuan Luas
001
Penerapan PTT Kedelai (Ha)
002
Penyaluran Bantuan Pengembangan Budidaya Ubi Kayu (GAP) (Ha)
003
Terlaksananya pembinaan dan pengawalan (Paket)
018
06
1761
Tambahan bantuan budidaya kedelai 84,000 Ha
018
06
1761
Pengadaan saprodi kedelai 500 ribu Ha
018
06
1762 Pengelolaan Produksi Tanaman Serelia
Meningkatnya Perluasan Penerapan Budidaya 001 Tanaman Serealia yang Tepat untuk Peningkatan Produksi Melalui 002 Peningkatan Produktivitas 003
018
06
765.570,6
799.925,3
828.764,0
868.925,5
906.467,0
4.169.652,4
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
695.421,0
726.785,9
752.987,8
789.477,2
823.586,2
3.788.258,1
9.950
9.950
9.950
9.950
9.950
29.850,0
31.196,3
32.321,0
33.887,3
35.351,4
162.606,0
1
1
1
1
1
40.133,0
41.943,1
43.455,2
45.561,0
47.529,4
84.000
218.621,7
166,60
-
-
-
-
-
-
-
-
-
166,60 -
1.236.305,8
1.299.009,3
1.345.840,6
1.411.060,6
1.472.024,8
6.764.241,1
Penyaluran Bantuan Pengembangan Budidaya Padi (GAP) (Ha)
350.000
350.000
350.000
350.000
350.000
1.058.500,0
1.113.184,1
1.153.316,2
1.209.206,3
1.261.449,5
5.795.656,1
Penyaluran Bantuan Pengembangan Budidaya Jagung (GAP) (Ha)
35.000
35.000
35.000
35.000
35.000
72.975,0
76.266,3
79.015,8
82.845,0
86.424,3
397.526,4
1
1
1
1
1
104.830,8
109.558,9
113.508,6
119.009,3
124.151,0
Terlaksananya pembinaan dan pengawalan (Paket)
571.058,6
018
06
1763 Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan Terselenggaranya Sistem Pembinaan Lembaga Perbenihan Tanaman Pangan Yang Efisien di Lokasi Penerapan Budidaya Tanaman Pangan Yang Tepat 1763
018
06
1763
Pengembangan Model Kawasan Mandiri Benih Padi, Jagung, dan Kedelai/Pemberdayaan Penangkar
018
06
1763
Pengadaan dan penyaluran benih bersubsidi (padi, jagung, kedelai)
431.312,50
-
-
-
-
431.312,50
018
06
1763
Pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi (padi, jagung)
509.765,00
-
-
-
-
509.765,00
018
06
1763
Pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi (padi, jagung)
184.134,00
-
-
-
-
184.134,00
018
06
1763
Program Peningkatan Produksi, Produktivitas Dan Mutu Hasil Tanaman Pangan/Pemberdayaan Penangkar
49.516,67
79,17
79,17
98,96
98,96
405,77
018
06
1763
Penyaluran Bantuan Pengembangan Budidaya Padi, Jagung dan Kedelai (GAP) Include di C.1.2
2.238.767,00
3.453.800,00
4.504.800,00
4.432.200,00
4.187.160,00
10.177,82
3.697.000,2 001
Pengawasan dan Sertifikasi Benih (Balai)
002
Terlaksananya pembinaan dan pengawalan (Paket)
3.821.819,0
4.871.049,1
4.857.582,7
4.618.090,3
32
32
32
32
32
95.800,0
93.176,7
90.063,4
87.926,3
91.725,1
1
1
1
1
1
39.155,0
37.263,1
38.606,5
40.477,4
42.226,2
Program Peningkatan Produksi, Produktivitas Dan Mutu Hasil Tanaman Pangan
Nirbudget
31.879
63.758
63.758
79.699
79.699
148.550,00
-
237.500,00
-
237.500,00
-
296.880,00
77 | P a g e
21.865.541,1 458.691,5 197.728,2
-
-
1.217.310,00
296.880,00
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 KL
Prog
Keg
Program/Kegiatan
Sasaran
Uraian IKK 2015
018
06
1764 Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan Dari Gangguan OPT dan DPI
Mengamankan Produksi Tanaman Pangan dari Serangan OPT dan Terkena 001 DPI 002
018
018
06
06
018
06
018
06
1765 Penanganan Pasca Panen Tanaman Pangan
1766 Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Ditjen Tanaman Pangan
018
06
06
1767 Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih
1768 Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan
Terlaksananya pembinaan dan pengawalan (Paket)
TARGET PRAKIRAAN MAJU 2017
2018
2019
2015
23.596
23.596
23.596
23.596
23.596
1
1
1
1
1
Penurunan Susut Hasil Tanaman Pangan 001
Jumlah Bantuan Sarana Pasca Panen tanaman pangan (unit)
002
Terlaksananya pembinaan dan pengawalan (Paket)
Terselenggaranya Pelayanan Administrasi dan Pelayanan Teknis 001 Lainnya Secara Profesional dan Berintegrasi di Lingkungan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
002
018
Penerapan PHT dan DPI serta Pengamatan, Peramalan dan Pengendalian OPT (ha)
2016
Berkembangnya Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian 001 Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura
Terlaksananya Dukungan manajemen perencanaan, keuangan, umum serta evaluasi dan pelaporan (Paket)
002
Terlaksannya Laboratorium Yang Menerapkan Sistem Mutu (Lab)
003
Terlaksannya Laboratorium Peserta Uji Profisiensi (Lab)
Tersedianya Informasi dan Model Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Sebagai 001 Rujukan dalam Pengamanan Produksi 002 Tanaman Pangan dan Hortikultura 003
Total 2015-2019 2018
2019
192.288,1
200.960,6
208.205,6
218.295,3
227.726,7
65.147,0
68.085,2
70.539,8
73.958,2
77.153,5
1.047.476,3 354.883,7
127.141,1
132.875,4
137.665,8
144.337,1
150.573,1
216.383,4
226.142,7
240.768,0
252.435,4
263.341,8
1.199.071,3
692.592,5
2.156
2.156
2.156
2.156
187.235,2
195.679,8
209.206,9
219.345,2
228.821,9
1.040.289,0
1
1
1
1
1
29.148,2
30.462,9
31.561,1
33.090,2
34.519,8
158.782,2
525.629,1
173.099,3
179.339,8
194.531,5
202.936,1
160.629,1
167.873,8
173.925,9
188.855,2
197.014,6
1
1
1
1
1
Program Peningkatan Produksi, Produktivitas Dan Mutu Hasil Tanaman Pangan
Terlaksannya Pengembangan metode pengujian mutu benih dan penerapan sistem mutu laboratorium pengujian benih (Metode)
ALOKASI (Juta Rupiah) PRAKIRAAN MAJU 2017
2.156
Roadmap peningkatan produksi pertanian
Terlaksananya Dukungan Sarana Produksi untuk Kawasan Perbatasan/Daerah Tertinggal/MP3KI/SIPP (Unit)
2016
20
10
20
10
20
10
20
10
20
1.275.535,8
888.298,6
360.000,00
-
-
-
-
360.000,00
Nirbudget
-
-
-
-
-
5.000,0
5.225,5
5.413,9
5.676,3
5.921,5
27.237,2
7.879,9
8.235,3
8.532,3
8.945,2
9.331,7
42.924,4
10
6.846,6
7.155,4
7.413,4
3.228,5
3.368,0
28.011,9
8
8
8
8
8
416,2
435,0
450,7
472,5
492,9
2.267,3
35
35
35
35
35
617,1
644,9
668,2
5.244,2
5.470,8
12.645,2
15.165,6
15.820,8
72.771,8
13.359,0
13.961,5
14.464,9
Terlaksannya Penerapan dan pengembangan peramalan OPT (Provinsi)
24
24
24
24
24
615,5
643,3
666,5
690,2
720,0
3.335,5
Terlaksannya Informasi Peramalan Serangan OPT (Informasi)
48
48
48
48
48
11.614,0
12.137,8
12.575,4
13.208,3
13.779,0
63.314,5
Terlaksannya Teknologi Pengamatan, Peramalan dan pengendalian OPT (Model)
12
12
12
12
12
1.129,5
1.180,4
1.223,0
1.267,1
1.321,8
6.121,8
Sumber: Matriks Pembangunan Jangka Menengah Kementerian Pertanian + Quick Wins tanggal 10 Desember 2014
78 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
BAB V DUKUNGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA DALAM PEMBANGUNAN SUB SEKTOR TANAMAN PANGAN
Dalam rangka mendukung implementasi strategi pembangunan sub sektor tanaman pangan, Pemerintah Pusat dan Pemda Provinsi/Kabupaten/Kota perlu memberikan dukungan kebijakan yang mampu mendorong serta melindungi pelaku usaha di dalam kawasan untuk mengembangkan usahanya. Secara garis besar kebijakan pendukung tersebut meliputi kemudahan izin usaha, kemudahan akses permodalan dengan bunga rendah, pembinaan penerapan standar mutu, insentif pajak, prioritas pengembangan infrastruktur, pembatasan impor komoditas sejenis, insentif ekspor, insentif harga dan jaminan pasar, fasilitasi bagi pelaku usaha kecil, asuransi risiko usaha, pengawasan peredaran sarana produksi yang dibutuhkan (benih, pupuk) dan sebagainya.
5.1.
Dukungan Instansi Terkait Lingkup Kementerian Pertanian
Dalam pelaksanaanya banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi, yang tidak semuanya dapat diselesaikan dibawah kewenangan Kementerian Pertanian, khususnya Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Untuk itulah diperlukan dukungan dari Instansi terkait lingkup Kementerian Pertanian seperti pada Tabel 35 di bawah ini. Tabel 17. Dukungan Instansi Terkait Lingkup Kementerian Pertanian Yang Diperlukan Untuk Pengembangan Kawasan Sub Sektor Tanaman Pangan NO.
INSTANSI TERKAIT
DUKUNGAN Perbaikan dan penyediaan infrastruktur pertanian (pengembangan jaringan irigasi pertanian dan jalan usaha tani).
1
2
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian
Pemberian bantuan prasarana olah tanah (traktor)
Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian
Subsidi bunga modal investasi
Penyediaan sarana irigasi (pompa/pipanisasi, embung/reservoar air) Penyediaan Pupuk Organik atau Alat Pengolah Pupuk Organik (APPO) dan fasilitasi RPPO
Penjaminan kredit pertanian Melakukan koordinasi dan penyiapan kebijakan, rencana dan program pembangunan pertanian
79 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Koordinasi dan penyusunan anggaran pembangunan pertanian Pelaksanaan reformasi birokrasi Pelaksanaan penyusunan regulasi, bantuan hukum, informasi publik Pelaksanaan koordinasi hubungan masyarakat dan antar lembaga dan protokuler. 3.
Direktorat Jenderal Perkebunan
Penyediaan lahan pertanian di areal perkebunan untuk dimanfaatkan bagi pertanaman tanaman pangan, baik sebagai tanaman tumpang sari atau tanaman monokultur sementara memanfaatkan areal kebun yang kosong.
4.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Penyediaan ternak pada areal tanaman pangan, sehingga limbah dari komoditi tanaman pangan bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak
5.
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Pemberian bantuan RMU dan peralatan pengolahan hasil komoditas tanaman pangan Pengolahan hasil produksi, upaya pengembangan usaha agribisnis di lokasi tanaman pangan Pemasaran hasil pertanian, yaitu dengan menyediakan informasi pasar atau penyediaan terminal agribisnis Sosialisasi Varietas tanaman pangan yang baru
6.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Rekomendasi spesifik lokasi Perbanyakan dan penyediaan Benih Sumber Pendampingan Pengelolaan Teknologi Terpadu termasuk penyediaan teknologi spesifik lokasi dan kalender tanam Model Pengelolaan Kawasan.
7.
Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian
Pengembangan sumberdaya manusia melalui pelatihan bagi petugas pendamping dan kelompok tani (GAP, GHP dsbnya) Penyuluhan Pengawalan. Pengembangan ketersedian pangan
8.
Badan Ketahanan Pangan
Penanggulangan kerawanan pangan, distribusi pangan dan cadangan pangan nasional Pemantapan pola konsumsi dan penganekaragaman pangan Pengawasan keamanan pangan.
9.
10.
Badan karantina Pertanian Pusat Kerjasama Luar Negeri
Kebijakan perkarantinaan, terutama untuk produk atau benih tanaman pangan impor. Melakukan pengawasan keamanan pangan. Pelaksanaan kerjasama bilateral, regional, multilateral di bidang sub sektor tanaman pangan
80 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Pelaksanaan urusan atase pertanian.
11.
12.
13.
5.2.
Pusat Data dan Informasi Pertanian Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Penyediaan sistem informasi pertanian, dan penyediaan data informasi pertanian serta data dukung lainnya yang diperlukan.
Inspektorat Jenderal
Pembinaan dan pengendalian pelaksanaan kegiayan pembangunan sub sektor tanaman pangan
Pelaksanaan analisis sosial ekonomi dan kebijakan pertanian, khususnya untuk komoditas tanaman pangan
Dukungan Instansi di Luar Kementerian Pertanian
Selain dukungan yang berasal dari instansi lingkup Kementerian Pertanian, sub sektor tanaman pangan juga memerlukan dukungan dari Kementerian/Lembaga lainnya sperti pada Tabel 36 berikut ini. Tabel 18. Dukungan Instansi di Luar Kementerian Pertanian Yang Diperlukan Untuk Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan NO.
K/L TERKAIT
DUKUNGAN Penerbitan Peraturan Daerah, termasuk diantaranya peraturan terkait RTRW.
1
Pemerintah Daerah
Jaminan ketersediaan dan status lahan untuk investasi pangan, pengembangan padang penggembalaan dan hijauan makanan ternak Peningkatan kualitas penyelenggaraan penyuluh pertanian oleh Pemprov; Kabupaten/Kota Pembinaan pengembangan kawasan pertanian Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan
2
Kementerian Dalam Negeri
Kebijakan pengawasan penetapan Peraturan Daerah terutama terhadap retribusi daerah yang menekan harga dan daya saing produk pertanian, Mendorong penerbitan Perda menindak lanjuti UU No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan 4 PP turunannya
81 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Kebijakan yang mendorong pemanfaatan dana desa ke arah pengembangan potensi desa di sektor pertanian dan industri di pedesaan berbahan baku hasil pertanian Mengkoordinasikan program yang didanai dari Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (APBN) dengan program yang didanai APBD.
3
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Revitalisasi infrastruktur jaringan jalan produksi , irigasi primer dan sekunder di wilayah sentra produksi Revitalisasi kelembagaan pengelola air/mantri air, waduk dan embung besar di daerah rawan air Pengawasan penetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah dan tata guna lahan pertanian. Dukungan kebijakan konservasi hutan lindung dan DAS untuk menjamin ketersediaan air irigasi serta menekan degradasi lahan dan air pertanian Peningkatan produksi komoditas pertanian melalui tumpangsari (terutama kedelai dan tebu) di Hutan Produksi Konversi dan hutan kemasyarakatan
4
Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup
Pemeliharaan plasma nutfah pertanian in-situ Rehabilitasi lahan pertanian terlantar yang belum digunakan serta kemudahan pelepasan kawasan budidaya yang diperuntukan untuk perluasan areal pertanian Jaminan ketersediaan dan status lahan utk pemanfaatan pengembangan padang penggembalaan dan hijauan ternak Menetapkan lahan yang siap untuk dikonversi menjadi lahan pertanian. Kebijakan mencegah dan menekan laju konversi lahan pertanian ke non pertanian
5
Kementerian Agraria dan Tata Ruang
Penetapan status penguasaan lahan serta perwujudan dan perlindungan lahan pertanian yang berkelanjutan, diantaranya melalui penataan administrasi pertanahan untuk mempermudah sertifikasi lahan bagi petani. Dukungan perluasan lahan bagi pengembangan kawasan pertanian dan redistribusi lahan terlantar Jaminan ketersediaan dan status lahan utk pengembangan padang penggembalaan dan hijauan ternak
82 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Penyediaan dana untuk tenaga lapangan; penyuluh pertanian; pengawas benih; petugas karantina pertanian dan tenaga fungsional lainnya. 6
Kementerian Keuangan
Pengembangan Lembaga Pembiayaan Pertanian (Skim Khusus Pembiayaan Pertanian) Keterpaduan pemeriksaan produk pertanian di Bandara dan Pelabuhan (Bea Cukai dan Karantina Pertanian) Mendorong dan menjaga stabilitas harga melalui kebijakan fiskal yang tepat. Dukungan bagi pengembangan sentra produksi oleh BUMN
7
Kementerian Negara BUMN
Pembinaan terhadap BUMN produsen pupuk dan benih menjadi lebih profesional dan efisien Revitalisasi Pabrik Gula Kebijakan penataan kerjasama pemasaran internasional di negara tujuan ekspor Pengaturan pajak dan prosedur ekspor dan impor untuk mendukung peningkatan harga produk segar dan olahan yang berorientasi ekspor Perlindungan harga bagi produk substitusi impor yang telah mampu dihasilkan masyarakat petani Fasilitasi pergudangan di tingkat desa dan resi gudang sebagai sarana stok manajemen
8
9
Kementerian Perdagangan
Kemeterian Perindustrian
Penataan struktur pasar dalam negeri yang masih menekan nilai jual produk di tingkat usahatani. Kebijakan penetapan aturan non tariff komoditas pertanian impor. Pengawasan terhadap penerapan izin distribusi dan peredaran/ penggunaan pupuk an-organik, pestisida dan alat mesin pertanian. Menjamin efisiensi distribusi pangan dan sarana produksi. Mengantisipasi gejolak harga pangan menjelang panen raya, musim kemarau dan hari-hari besar. Pengawasan terhadap perdagangan illegal. Penyebaran informasi perkembangan harga harian komoditas subsektor tanaman pangan di tingkat usaha tani dan pusat-pusat pemasaran serta pengawasan distribusi pupuk dan pestisida. Kebijakan pengembangan kompetensi inti industri nasional dan daerah yang memproduksi barang modal dan sarana produksi yang mendukung produksi primer dan olahan komoditas pertanian, serta yang memproduksi sarana produksi pascapanen.
83 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Revitalisasi Infrastruktur Pabrik Gula Adanya ketersediaan kapasitas, tarif dan kelancaran arus transportasi perdagangan sarana produksi dan komoditas pertanian baik di tingkat lokal, antar pulau maupun internasional Penyebaran informasi perkembangan harga harian komoditas pertanian di tingkat usahatani dan pusat-pusat pemasaran
10
11
Kementerian Perhubungan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Perbaikan moda transportasi dan distribusi ternak berupa kereta, kapal dan prasarana pelabuhan. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan sarana perhubungan untuk kelancaran arus transportasi perdagangan sarana produksi dan komoditas sub-sektor tanaman pangan dari dan ke sentra produksi. Pengaturan rasionalisasi tarif angkutan komoditas pertanian khususnya sub-sektor tanaman pangan di tingkat lokal, antar pulau maupun internasional. Kebijakan untuk pelestarian sumberdaya air darat (danau dan situ) untuk menjamin ketersediaan air pertanian melalui pengembangan usaha budidaya perikanan Pengembangan integrasi budidaya perikanan tumpang sari/mina padi untuk meningkatkan pendapatan petani dan perlindungan tanaman melalui pengendalian musuh alami oleh ikan Kebijakan pengembangan wilayah transmigrasi menjadi kawasan agropolitan Peningkatan kapasitas dan perlindungan tenaga kerja pertanian yang akan menjadi buruh migran
12
Kementerian Ketenagakerjaan
13
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Kebijakan peningkatan keterampilan transmigran dan calon transmigran di bidang pertanian. Peningkatan kompotensi tenaga kerja yang berpotensi di bidang pertanian, seperti tenaga penyuluh, pengamat hama, mantri tani, pengawas benih, penangkar benih. Kebijakan makro arah pengembangan energi terbarukan Pengembangan energi terbarukan (mikro hidro, surya, angin dan panas bumi) yang tersedia di daerah terpencil dan di sentra produksi untuk mendukung efisiensi proses produksi pertanian
84 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Kementerian Koperasi dan UMKM 14
Kebijakan penataan dan pengembangan kelembagaan usahatani menjadi kelembagaan koperasi yang berbasis pada usaha pengolahan, perdagangan maupun penyediaan aneka jasa, terutama permodalan usaha yang dibutuhkan untuk produksi pertanian Fasilitasi dan peningkatan aksesibilitas pembiayaan yang dibutuhkan usaha kecil dan menengah yang berbasis usaha produksi dan pengolahan hasil pertanian.
15
16
17
18
19
Kementerian Agama
Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah
Kementerian Kesehatan
Badan Koordinasi Penanaman Modal
Kementerian Luar Negeri
Kebijakan untuk memasyarakatkan program percontohan pembangunan pertanian melalui pengabdian masyarakat oleh pemuka agama Kebijakan untuk mendidik anak usia sekolah dini untuk mengenal dan mencintai lingkungan hidup dan kebanggaan terhadap profesi petani dan produk pertanian dalam negeri Pembinan SMK pertanian menjadi sekolah unggulan pencetak tenaga kerja terampil di bidang teknologi dan budidaya pertanian Pendidikan diversifikasi pangan dengan mengkonsumsi bahan pangan lokal Kebijakan membina dan melindungi petani/peternak dan masyarakat melalui proses produksi bersih dan pemeliharaan keamanan lingkungan dari penyakit zoonosis Sosialisasi Pola Pangan Harapan yang mendukung diversifikasi konsumsi pangan serta pengawasan produk pertanian yang tidak halal Kebijakan untuk penyediaan informasi investasi komoditas dan daerah sentra dan pengembangan produksi pertanian bagi penanaman modal langsung industri primer dan olahan produk pertanian Kebijakan untuk mengoptimalkan peran KBRI sebagai ujung tombak market intelligence pemasaran produk pertanian di pasar internasional serta promosi, diplomasi dan kerja sama perdagangan produk pertanian dengan negara tujuan ekspor.
Kebijakan yang mendorong stabilisasi harga komoditas pangan strategis 20
Perum Bulog
Pemberdayaan usaha kelompok tani yang mampu bekerja sama langsung dalam pemasaran produk pertanian yang dihasilkannya. Optimalisasi sistem pergudangan untuk komoditi strategis lainnya selain beras dalam rangka menjaga stablitas harga
85 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Pembinaan sistem logistik ketahanan pangan di tingkat desa Kebijakan penyerapan hasil panen petani (terutama gabah di saat panen raya) secara maksimal. Menyiapkan cadangan pangan yang cukup Stabilisasi harga pangan pada tingkatan harga yang wajar bagi petani produsen dan masyarakat konsumen. Memberdayakan usaha kelompok tani yang mampu bekerja sama langsung dalam pemasaran produk pertanian yang dihasilkannya. Kebijakan untuk pembinaan peningkatan kapasitas lembaga dan sumberdaya peneliti untuk menghasilkan penelitian rintisan maupun terapan yang mendorong daya saing komoditas 21
LIPI dan BPPT
Melindungi dan memasyarakatkan hasil penelitian unggulan tepat guna yang dibutuhkan masyarakat dan petani Kebijakan untuk mengembangkan kerja sama dan pemanfaatan hasil penelitian dengan lembaga penelitian, perguruan tinggi maupun industri Pengembangan yang lebih ekspansif dalam pembiayaan pertanian
22
Perbankan
Merumuskan skim pmbiayaan alternatif yang sesuai dengan karakteristik pertanian Kebijakan perbankan yang lebih propertanian Pengembangan jurusan dan strata pendidikan yang menyiapkan mahasiswa untuk menjadi pelopor pembangunan pertanian perdesaan
23
Perguruan Tinggi
Peningkatan pembinaan dan pendampingan daerah melalui pengabdian masyarakat serta meningkatkan peran Perguruan Tinggi dalam penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi pertanian. Meningkatkan penelitian untuk pengembangan pertanian dan mendiseminasikan hasil penelitian.
24
25
Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Penambahan tenaga lapangan POPT-PHP, Penyuluh Pertanian, medis dan paramedis kesehatan hewan, Pengawas Benih dan petugas Karantina Pertanian
Mendorong dan membina agrowisata dan industri kreatif berbahan baku pertanian
86 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
26
27
Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi
Kemenko Perekonomian
Mengkoordinasikan dan menyediakan informasi terkait kebijakan, program dan kegiatan yang dilaksanakan sektor di wilayah daerah tertinggal. Kebijakan makro untuk sektor pertanian seperti subsidi benih, bunga kredit, penjaminan, perpajakan, investasi serta kebijakan lain yang berpihak kepada petani. Koordinator lintas kementerian/lembaga mendukung ketahanan pangan nasional
28
Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Mengkoordinasikan teknologi untuk mempertajam prioritas penelitian, memperkuat kapasitas kelembagaan, menciptakan iklim inovasi, dan membentuk sumberdaya manusia yang handal dan pengembangan pertanian.
29
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
Kebijakan untuk menata jaringan dan melayani penyediaan informasi prakiraan perubahan dan anomali iklim serta bencana alam yang berpotensi mengancam produksi dan keselamatan masyarakat petani.
87 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
BAB VI PENUTUP
Sebagai bagian dari perencanaan pembangunan pertanian, tujuan dan sasaran pembangunan pertanian sub sektor tanaman pangan tahun 2015-2019 akan diwujudkan melalui pencapaian sasaran strategis pembangunan pertanian 2015-2019 yaitu (1) Meningkatnya ketahanan pangan dengan penyediaan bahan pangan pokok diantaranya padi, jagung dan kedelai; (2) meningkatnya ekspor dan subsitusi impor produk pertanian; (3) meningkatnya ketersediaan bahan baku bio-industri dan bioenergi; serta (4) meningkatnya kesejahteraan petani. Sasaran yang menjadi acuan bagi pemerintah pusat, daerah di provinsi/kabupaten/kota serta semua stakeholder untuk menetapkan sasaran produksi dan produktivitas komoditas tanaman pangan sesuai dengan potensi dan kondisi di lapangan. Keberhasilan pencapaian sasaran yang telah ditetapkan ini tentu saja sangat tergantung pada kerjasama semua pelaku pembangunan pertanian, baik di tingkat pusat maupun daerah. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan ini merupakan acuan semua pihak terkait dalam melaksanakan program dan kegiatan pembangunan tanaman pangan untuk terwujudnya ketahanan pangan nasional, meningkatnya kesejahteraan petani dan juga masyarakat.
88 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
89 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 1.1. S as aran Indikatif L uas T anam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i P adi T ahun 2015 No.
P rovins i
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Babel Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
L uas T anam L uas (Ha) 421.327 759.485 533.800 115.571 400 171.065 871.843 11.348 168.502 678.017 1.705 2.087.492 406.843 2.011.537 165.635 2.158.511 151.177 473.016 256.895 509.516 258.636 528.539 114.399 36.284 137.419 66.989 253.405 1.081.990 99.179 146.163 28.237 23.005 47.113 7.257
14.782.297
P anen (Ha) 407.236 734.085 515.948 111.706 387 165.344 842.686 10.968 162.867 655.342 1.648 2.017.680 393.237 1.944.265 160.096 2.086.324 146.121 457.197 248.303 492.476 249.986 510.863 110.573 35.070 132.823 64.749 244.931 1.045.805 95.862 141.275 27.293 22.236 45.538 7.014
14.287.934
P rovitas (K u/Ha) 49,84 51,70 50,16 38,70 36,49 46,07 45,65 31,99 42,25 51,22 56,21 59,02 53,07 52,21 57,12 59,76 60,36 50,23 33,52 31,78 34,70 42,77 43,18 36,81 49,03 49,21 47,23 52,04 50,49 46,63 43,36 34,72 44,30 42,27 51,40
P roduks i (T on) 2.029.503 3.794.985 2.588.013 432.320 1.411 761.666 3.846.479 35.090 688.140 3.356.775 9.262 11.908.316 2.086.911 10.150.952 914.484 12.467.264 882.000 2.296.703 832.228 1.564.967 867.541 2.184.969 477.406 129.100 651.204 318.614 1.156.704 5.442.327 484.000 658.780 118.345 77.199 201.728 29.648
73.445.034
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
90 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 1.2.
S as aran Indikatif L uas T anam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i P adi T ahun 2016 L uas T anam L uas (Ha) 1 Aceh 433.805 2 S umatera Utara 781.978 3 S umatera B arat 551.594 4 R ia u 118.994 5 K epulauan R iau 425 6 J ambi 176.131 7 S umatera S elatan 897.664 8 K ep. B abel 11.684 9 B engkulu 173.493 10 L ampung 700.618 11 D K I J akarta 1.489 12 J awa B arat 2.157.839 13 B anten 418.892 14 J awa T engah 1.967.940 15 D I Y ogyakarta 167.345 16 J awa T imur 2.181.474 17 B a li 156.216 18 NT B 487.025 19 NT T 264.503 20 K alimantan B arat 524.606 21 K alimantan T engah 267.257 22 K alimantan S elatan 544.192 23 K alimantan T imur 112.461 24 K alimantan Utara 37.358 25 S ulawes i Utara 141.999 26 G orontalo 69.490 27 S ulawes i T engah 254.787 28 S ulawes i S elatan 1.109.505 29 S ulawes i B arat 102.116 30 S ulawes i T enggara 145.166 31 Maluku 29.179 32 Maluku Utara 21.556 33 P apua 48.509 34 P apua B arat 7.471 15.064.761 Indones ia Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No.
P rovins i
P anen (Ha) 419.297 755.826 533.147 115.014 411 170.241 867.644 11.293 167.691 677.188 1.439 2.085.674 404.883 1.902.126 161.749 2.108.519 150.992 470.738 255.657 507.061 258.319 525.993 108.700 36.109 137.251 67.166 246.266 1.072.400 98.701 140.311 28.203 20.835 46.887 7.222 14.560.952
P rovitas (K u/Ha) 50,27 52,14 50,41 39,04 35,70 46,46 46,04 32,27 42,62 51,48 66,84 59,54 53,53 56,33 58,23 60,20 60,66 50,67 33,81 32,05 34,88 43,14 45,61 37,13 49,27 49,26 48,78 52,70 50,93 48,13 43,58 38,48 44,68 42,64 52,35
P roduks i (T on) 2.107.642 3.941.097 2.687.655 448.965 1.466 790.991 3.994.574 36.441 714.634 3.486.015 9.619 12.418.727 2.167.260 10.714.169 941.904 12.692.802 915.958 2.385.129 864.270 1.625.220 900.943 2.269.093 495.787 134.071 676.276 330.881 1.201.239 5.651.864 502.635 675.317 122.901 80.171 209.495 30.789 76.226.000
91 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 1.3.
S as aran Indikatif L uas T anam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i P adi T ahun 2017 L uas Tanam L uas (Ha) 1 Aceh 442.440 2 S umatera Utara 797.543 3 S umatera B arat 562.573 4 R ia u 121.362 5 K epulauan R iau 433 6 J ambi 179.637 7 S umatera S elatan 915.532 8 K ep. B abel 11.917 9 B engkulu 176.946 10 L ampung 714.564 11 DK I J akarta 1.518 12 J awa B arat 2.200.791 13 B anten 427.230 14 J awa T engah 2.007.112 15 DI Y ogyakarta 170.676 16 J awa T imur 2.224.897 17 B a li 159.326 18 NT B 496.719 19 NT T 269.768 20 K alimantan B arat 535.048 21 K alimantan T engah 272.577 22 K alimantan S elatan 555.025 23 K alimantan T imur 114.699 24 K alimantan Utara 38.102 25 S ulawes i Utara 144.826 26 G orontalo 70.873 27 S ulawes i T engah 259.859 28 S ulawes i S elatan 1.131.590 29 S ulawes i B arat 104.149 30 S ulawes i T enggara 148.056 31 Maluku 29.759 32 Maluku Utara 21.985 33 P apua 49.474 34 P apua B arat 7.620 15.364.627 Indones ia Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No.
P rovins i
P anen (Ha) 427.643 770.871 543.759 117.304 419 173.630 884.914 11.518 171.028 690.667 1.468 2.127.190 412.943 1.939.988 164.968 2.150.490 153.997 480.108 260.746 517.155 263.461 536.463 110.863 36.828 139.983 68.503 251.168 1.093.746 100.666 143.104 28.764 21.250 47.820 7.365 14.850.790
P rovitas (K u/Ha) 50,52 52,40 50,66 39,23 35,88 46,70 46,27 32,43 42,83 51,74 67,17 59,84 53,80 56,61 58,52 60,50 60,97 50,92 33,97 32,21 35,05 43,35 45,84 37,32 49,52 49,51 49,02 52,97 51,18 48,37 43,80 38,67 44,90 42,85 52,61
P roduks i (Ton) 2.160.342 4.039.643 2.754.859 460.191 1.502 810.770 4.094.456 37.352 732.503 3.573.182 9.859 12.729.253 2.221.451 10.982.072 965.456 13.010.181 938.861 2.444.768 885.881 1.665.858 923.471 2.325.831 508.184 137.423 693.186 339.155 1.231.275 5.793.187 515.203 692.203 125.975 82.176 214.733 31.559 78.132.000
92 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 1.4.
S as aran Indikatif L uas T anam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i P adi T ahun 2018 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
P rovins i Aceh S umatera Utara S umatera B arat R ia u K epulauan R iau J ambi S umatera S elatan K ep. B abel B engkulu L ampung DK I J akarta J awa B arat B anten J awa T engah DI Y ogyakarta J awa T imur B a li NT B NT T K alimantan B arat K alimantan T engah K alimantan S elatan K alimantan T imur K alimantan Utara S ulawes i Utara G orontalo S ulawes i T engah S ulawes i S elatan S ulawes i B arat S ulawes i T enggara Maluku Maluku Utara P apua P apua B arat Indones ia
L uas Tanam L uas (Ha) 451.243 813.412 573.767 123.777 442 183.211 933.748 12.154 180.467 728.782 1.549 2.244.579 435.731 2.047.047 174.072 2.269.165 162.496 506.603 275.136 545.694 278.000 566.068 116.981 38.860 147.708 72.283 265.029 1.154.105 106.221 151.001 30.352 22.423 50.459 7.772 15.670.332
P anen (Ha) 436.152 786.209 554.578 119.638 427 177.084 902.521 11.747 174.431 704.409 1.497 2.169.514 421.159 1.978.588 168.251 2.193.277 157.061 489.660 265.934 527.444 268.703 547.137 113.069 37.560 142.768 69.866 256.166 1.115.508 102.668 145.952 29.336 21.673 48.771 7.512 15.146.271
P rovitas (K u/Ha) 50,77 52,67 50,92 39,43 36,06 46,93 46,50 32,59 43,04 51,99 67,51 60,14 54,06 56,89 58,82 60,80 61,27 51,18 34,14 32,37 35,23 43,57 46,07 37,50 49,77 49,76 49,27 53,23 51,44 48,61 44,01 38,86 45,13 43,06 52,87
P roduks i (Ton) 2.214.343 4.140.618 2.823.720 471.694 1.540 831.036 4.196.802 38.286 750.813 3.662.498 10.106 13.047.435 2.276.979 11.256.582 989.589 13.335.385 962.329 2.505.878 908.024 1.707.498 946.554 2.383.968 520.886 140.858 710.513 347.632 1.262.052 5.937.994 528.081 709.505 129.123 84.230 220.101 32.348 80.085.000
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
93 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 1.5.
S as aran Indikatif L uas T anam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i P adi T ahun 2019 L uas Tanam L uas (Ha) 1 Aceh 460.172 2 S umatera Utara 829.507 3 S umatera B arat 585.120 4 R ia u 126.226 5 K epulauan R iau 451 6 J ambi 186.837 7 S umatera S elatan 952.224 8 K ep. B abel 12.394 9 B engkulu 184.038 10 L ampung 743.202 11 DK I J akarta 1.579 12 J awa B arat 2.288.993 13 B anten 444.353 14 J awa T engah 2.087.552 15 DI Y ogyakarta 177.516 16 J awa T imur 2.314.065 17 B a li 165.711 18 NT B 516.627 19 NT T 280.580 20 K alimantan B arat 556.492 21 K alimantan T engah 283.501 22 K alimantan S elatan 577.269 23 K alimantan T imur 119.296 24 K alimantan Utara 39.629 25 S ulawesi Utara 150.630 26 G orontalo 73.713 27 S ulawesi T engah 270.273 28 S ulawesi S elatan 1.176.941 29 S ulawesi B arat 108.323 30 S ulawesi T enggara 153.989 31 Maluku 30.952 32 Maluku Utara 22.866 33 P apua 51.457 34 P apua B arat 7.926 15.980.403 Indones ia Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No.
P rovins i
P anen (Ha) 444.782 801.766 565.552 122.005 436 180.588 920.379 11.980 177.883 718.347 1.527 2.212.442 429.492 2.017.738 171.580 2.236.676 160.169 499.349 271.196 537.881 274.020 557.963 115.306 38.304 145.593 71.248 261.235 1.137.581 104.700 148.840 29.917 22.102 49.736 7.661 15.445.973
P rovitas (K u/Ha) 51,02 52,93 51,17 39,62 36,24 47,16 46,73 32,75 43,26 52,25 67,85 60,44 54,33 57,18 59,11 61,11 61,58 51,43 34,32 32,53 35,40 43,79 46,30 37,69 50,02 50,01 49,51 53,50 51,69 48,86 44,23 39,06 45,35 43,28 53,14
P roduks i (Ton) 2.269.449 4.243.662 2.893.991 483.433 1.578 851.717 4.301.244 39.239 769.498 3.753.643 10.357 13.372.134 2.333.644 11.536.714 1.014.216 13.667.250 986.278 2.568.240 930.621 1.749.991 970.110 2.443.295 533.849 144.363 728.195 356.283 1.293.460 6.085.767 541.223 727.162 132.337 86.326 225.578 33.153 82.078.000
94 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 2.1.
S as aran Indikatif L uas Tanam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i J ag ung Tahun 2015 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
P rovins i Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau D K I Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D I Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua
L uas Tanam (Ha) 47.501 219.481 105.602 14.774 9.024 38.687 19.923 388.955 326 360 165.703 581.057 73.472 1.292.831 3.896 24.906 137.732 273.694 44.352 2.581 22.654 3.403 606 134.507 47.388 347.408 26.130 170.993 28.239 4.136 9.791 1.630 3.236 4.244.976
Indonesia Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
L uas P anen (Ha) 44.977 207.816 99.989 13.989 8.544 36.631 18.864 368.282 309 341 156.896 550.174 69.567 1.224.119 3.689 23.582 130.412 259.148 41.995 2.444 21.450 3.222 574 127.358 44.869 328.944 24.741 161.905 26.738 3.916 9.271 1.543 3.064 4.019.360
P rovitas (K u/Ha) 42,23 57,83 65,24 24,85 53,00 55,45 51,52 52,68 32,24 24,57 73,73 57,55 46,43 49,45 35,16 25,42 62,32 28,08 40,30 30,58 57,96 25,30 17,71 41,35 40,60 47,69 28,10 48,67 49,47 38,13 35,27 16,18 24,30 50,54
P roduks i (Ton) 189.921 1.201.700 652.310 34.761 45.287 203.130 97.184 1.940.033 995 838 1.156.781 3.166.504 323.031 6.052.830 12.972 59.946 812.726 727.790 169.222 7.473 124.332 8.150 1.016 526.664 182.165 1.568.679 69.511 787.941 132.267 14.930 32.701 2.497 7.444 20.313.731
95 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 2.2.
S as aran Indikatif L uas Tanam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i J ag ung Tahun 2016 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
P rovins i Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau D K I Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D I Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
L uas Tanam (Ha) 48.926 226.066 108.810 15.217 9.294 39.847 20.521 400.624 336 371 170.674 598.488 75.676 1.331.616 4.013 25.653 141.864 281.905 45.682 2.658 23.334 3.505 624 138.542 48.809 357.830 26.913 176.122 29.086 4.260 10.085 1.678 3.333 4.372.365
L uas P anen (Ha) 46.480 214.762 103.369 14.457 8.830 37.855 19.495 380.592 319 352 162.140 568.564 71.893 1.265.035 3.812 24.370 134.771 267.810 43.398 2.525 22.167 3.329 593 131.615 46.369 339.939 25.568 167.316 27.632 4.047 9.581 1.595 3.166 4.153.747
P rovitas (K u/Ha) 43,35 59,36 67,59 25,51 54,95 56,92 48,57 53,61 34,90 24,99 71,05 58,54 47,68 50,30 35,77 25,86 63,87 28,57 40,99 35,34 58,96 25,73 18,01 42,06 44,29 49,92 26,49 49,50 50,32 40,10 28,08 19,74 24,71 51,41
P roduks i (Ton) 199.645 1.263.227 692.058 36.541 50.809 213.530 94.686 2.040.430 1.114 881 1.151.947 3.328.629 342.773 6.362.735 13.636 63.015 860.743 765.053 177.886 8.924 130.698 8.568 1.068 553.630 205.372 1.697.041 67.731 828.284 139.040 16.228 26.902 3.148 7.825 21.353.794
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
96 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 2.3.
S as aran Indikatif L uas Tanam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i J ag ung Tahun 2017 L uas Tanam (Ha) 1 Aceh 50.024 2 Sumatera Utara 231.136 3 Sumatera Barat 111.252 4 Riau 15.559 5 Jambi 9.503 6 Sumatera Selatan 40.741 7 Bengkulu 20.981 8 Lampung 409.609 9 Kep. Bangka Belitung 343 10 Kepulauan Riau 379 11 D K I Jakarta 12 Jawa Barat 174.502 13 Jawa Tengah 611.912 14 D I Yogyakarta 77.374 15 Jawa Timur 1.361.483 16 Banten 4.103 17 B a l i 26.229 18 Nusa Tenggara Barat 145.046 19 Nusa Tenggara Timur 288.228 20 Kalimantan Barat 46.707 21 Kalimantan Tengah 2.718 22 Kalimantan Selatan 23.857 23 Kalimantan Timur 3.583 24 Kalimantan Utara 638 25 Sulawesi Utara 141.649 26 Sulawesi Tengah 49.904 27 Sulawesi Selatan 365.856 28 Sulawesi Tenggara 27.517 29 Gorontalo 180.073 30 Sulawesi Barat 29.739 31 Maluku 4.355 32 Maluku Utara 10.311 33 Papua Barat 1.716 34 Papua 3.408 Indonesia 4.470.435 Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No.
P rovins i
L uas P anen (Ha) 47.523 219.579 105.689 14.781 9.028 38.704 19.932 389.129 326 360 165.777 581.317 73.505 1.293.409 3.898 24.917 137.793 273.816 44.372 2.582 22.664 3.404 606 134.567 47.409 347.563 26.141 171.069 28.252 4.138 9.796 1.630 3.237 4.246.914
P rovitas (K u/Ha) 43,99 60,24 68,57 25,89 58,93 57,77 49,74 54,91 35,74 25,60 72,76 59,96 48,83 51,51 36,63 26,48 65,41 29,26 41,98 36,19 60,38 26,35 18,45 43,08 45,36 51,13 27,13 50,70 51,53 41,07 28,76 20,22 25,31 52,65
P roduks i (Ton) 209.053 1.322.752 724.668 38.262 53.203 223.592 99.148 2.136.577 1.166 922 1.206.228 3.485.476 358.925 6.662.552 14.278 65.984 901.302 801.103 186.268 9.344 136.856 8.971 1.118 579.717 215.050 1.777.007 70.923 867.313 145.591 16.992 28.169 3.296 8.194 22.360.000
97 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 2.4.
S as aran Indikatif L uas Tanam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i J ag ung Tahun 2018 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
P rovins i Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau D K I Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D I Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
L uas Tanam (Ha) 51.465 237.794 114.456 16.007 9.777 41.915 21.586 421.408 353 390 179.528 629.539 79.603 1.400.702 4.221 26.984 149.224 296.530 48.052 2.796 24.544 3.687 656 145.730 51.342 376.395 28.310 185.260 30.595 4.481 10.608 1.766 3.506 4.599.208
L uas P anen (Ha) 48.892 225.904 108.733 15.207 9.288 39.819 20.506 400.338 336 371 170.552 598.062 75.622 1.330.666 4.010 25.635 141.763 281.704 45.650 2.656 23.317 3.502 624 138.443 48.774 357.575 26.894 175.997 29.066 4.257 10.078 1.677 3.331 4.369.248
P rovitas (K u/Ha) 44,91 61,50 70,00 26,43 60,16 58,98 50,78 56,05 36,49 26,13 74,28 61,21 49,85 52,59 37,40 27,03 66,78 29,87 42,86 36,94 61,65 26,90 18,83 43,98 46,31 52,20 27,70 51,76 52,61 41,93 29,36 20,64 25,84 53,75
P roduks i (Ton) 219.568 1.389.286 761.119 40.187 55.880 234.839 104.135 2.244.046 1.225 969 1.266.901 3.660.795 376.979 6.997.678 14.996 69.303 946.638 841.398 195.637 9.814 143.740 9.423 1.174 608.877 225.867 1.866.390 74.490 910.939 152.914 17.847 29.586 3.462 8.606 23.484.708
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
98 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 2.5.
S as aran Indikatif L uas Tanam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i J ag ung Tahun 2019 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
P rovins i Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau D K I Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D I Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
L uas Tanam (Ha) 53.091 245.307 118.073 16.513 10.085 43.239 22.268 434.723 364 403 185.201 649.430 82.118 1.444.958 4.354 27.837 153.939 305.900 49.571 2.885 25.320 3.803 677 150.334 52.964 388.287 29.204 191.113 31.562 4.622 10.943 1.821 3.617 4.744.526
L uas P anen (Ha) 50.436 233.042 112.169 15.687 9.581 41.077 21.154 412.987 346 382 175.941 616.958 78.012 1.372.710 4.137 26.445 146.242 290.605 47.092 2.740 24.054 3.613 643 142.818 50.316 368.873 27.744 181.558 29.984 4.391 10.396 1.730 3.436 4.507.299
P rovitas (K u/Ha) 45,79 62,70 71,37 26,94 61,34 60,13 51,77 57,15 37,20 26,64 75,73 62,41 50,82 53,62 38,13 27,56 68,08 30,45 43,69 37,67 62,85 27,43 19,20 44,84 47,21 53,22 28,24 52,77 53,64 42,75 29,93 21,04 26,34 54,80
P roduks i (Ton) 230.930 1.461.179 800.506 42.267 58.771 246.991 109.524 2.360.172 1.288 1.019 1.332.461 3.850.235 396.486 7.359.795 15.772 72.890 995.624 884.939 205.761 10.322 151.178 9.910 1.235 640.385 237.555 1.962.973 78.345 958.079 160.827 18.771 31.117 3.641 9.051 24.700.000
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
99 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 3.1. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2015 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
Luas Tanam (Ha) 74.421 7.289 680 3.480 8.853 15.388 8.068 14.464 18 103.016 99.200 20.826 213.858 8.173 6.050 77.783 4.295 2.666 2.933 16.302 1.235 63 8.170 11.195 72.068 12.294 3.520 8.841 3.143 1.060 1.500 4.148 815.000
Luas Panen (Ha) 70.700 6.924,55 646,00 3.306,00 8.410,35 14.618,60 7.664,60 13.740,80 17,10 97.865,20 94.240,00 19.784,70 203.165,10 7.764,35 5.747,50 73.893,85 4.080,25 2.532,70 2.786,35 15.486,90 1.173,25 59,85 7.761,50 10.635,25 68.464,60 11.679,06 3.344,00 8.398,95 2.985,85 1.007,00 1.425,00 3.940,60 774.250
Provitas (Ku/Ha) 15,50 11,15 12,65 11,50 13,00 16,00 10,75 12,50 10,59 16,15 17,23 13,60 17,30 14,00 15,12 13,25 9,95 15,68 11,98 13,40 14,56 10,00 13,66 16,77 14,77 10,50 15,10 12,56 12,51 12,21 10,84 12,29 15,50
Produksi (Ton) 109.585 7.721 817 3.802 10.933 23.390 8.239 17.176 18 158.052 162.376 26.904 351.418 10.870 8.690 97.917 4.060 3.971 3.338 20.752 1.708 60 10.602 17.835 101.122 12.263 5.049 10.549 3.735 1.230 1.545 4.272 1.200.000
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
100 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 3.2. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2016 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
Luas Tanam (Ha) 110.947 10.866 1.014 5.188 13.198 22.940 12.028 21.563 27 153.576 147.887 31.047 318.819 12.184 9.019 115.959 6.403 3.974 4.373 24.303 1.841 94 12.180 16.689 107.439 18.327 5.248 13.180 4.686 1.580 2.236 6.184 1.215.000
Luas Panen (Ha) 105.399 10.323 963 4.929 12.538 21.793 11.426 20.485 25 145.897 140.493 29.495 302.878 11.575 8.568 110.161 6.083 3.776 4.154 23.088 1.749 89 11.571 15.855 102.067 17.411 4.985 12.521 4.451 1.501 2.124 5.875 1.154.250
Provitas (Ku/Ha) 15,74 11,32 12,85 11,68 13,20 16,25 10,92 12,70 10,75 16,40 17,50 13,81 17,54 14,22 15,36 13,46 10,11 15,93 12,17 13,61 14,79 10,16 13,87 17,03 15,00 10,66 15,34 12,76 12,71 12,40 11,01 12,48 15,74
Produksi (Ton) 165.930 11.691 1.237 5.757 16.555 35.416 12.476 26.007 27 239.317 245.864 40.737 531.240 16.459 13.158 148.262 6.147 6.013 5.054 31.423 2.587 91 16.054 27.006 153.116 18.568 7.646 15.973 5.656 1.862 2.339 7.333 1.817.000
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
101 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 3.3. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2017 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
Luas Tanam (Ha) 165.735 16.233 1.514 7.750 19.716 34.269 17.967 32.211 40 229.416 220.918 46.379 476.261 18.201 13.473 173.222 9.565 5.937 6.532 36.304 2.750 140 18.195 24.931 160.495 27.378 7.839 19.689 6.999 2.361 3.340 9.238 1.815.000
Luas Panen (Ha) 157.448 15.421 1.439 7.362 18.730 32.556 17.069 30.601 38 217.945 209.872 44.060 452.448 17.291 12.800 164.561 9.087 5.640 6.205 34.489 2.613 133 17.285 23.685 152.470 26.009 7.447 18.704 6.649 2.243 3.173 8.776 1.724.250
Provitas (Ku/Ha) 16,00 11,51 13,06 11,87 13,42 16,51 11,09 12,90 10,93 16,67 17,78 14,03 17,82 14,45 15,60 13,68 10,27 16,18 12,36 13,83 15,03 10,32 14,10 17,31 15,24 10,84 15,58 12,96 12,91 12,60 11,19 12,68 16,00
Produksi (Ton) 251.863 17.745 1.878 8.738 25.129 53.757 18.937 39.476 42 363.257 373.193 61.834 806.361 24.983 19.973 225.045 9.331 9.127 7.672 47.696 3.926 138 24.367 40.991 232.410 28.184 11.605 24.245 8.584 2.826 3.550 11.131 2.757.996
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
102 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 3.4. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2018 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
Luas Tanam (Ha) 170.301 16.680 1.556 7.963 20.259 35.213 18.462 33.099 41 235.736 227.004 47.657 489.381 18.703 13.844 177.994 9.828 6.101 6.712 37.305 2.826 144 18.696 25.618 164.916 28.132 8.055 20.231 7.192 2.426 3.433 9.492 1.865.000
Luas Panen (Ha) 161.786 15.846 1.478 7.565 19.246 33.452 17.539 31.444 39 223.949 215.654 45.274 464.912 17.768 13.152 169.095 9.337 5.796 6.376 35.439 2.685 137 17.761 24.337 156.671 26.726 7.652 19.220 6.833 2.304 3.261 9.017 1.771.750
Provitas (Ku/Ha) 16,60 11,94 13,55 12,32 13,92 17,14 11,51 13,39 11,34 17,30 18,45 14,56 18,50 14,99 16,19 14,19 10,66 16,79 12,83 14,35 15,59 10,71 14,63 17,96 15,82 11,25 16,17 13,45 13,40 13,08 11,61 13,16 16,60
Produksi (Ton) 268.575 18.923 2.003 9.318 26.796 57.324 20.194 42.096 44 387.360 397.956 65.937 859.864 26.641 21.298 239.978 9.950 9.733 8.181 50.861 4.187 147 25.984 43.711 247.835 30.055 12.375 25.854 9.154 3.013 3.786 11.869 2.941.000
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
103 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 3.5. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2019 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
Luas Tanam (Ha) 170.301 16.680 1.556 7.963 20.259 35.213 18.462 33.099 41 235.736 227.004 47.657 489.381 18.703 13.844 177.994 9.828 6.101 6.712 37.305 2.826 144 18.696 25.618 164.916 28.132 8.055 20.231 7.192 2.426 3.433 9.492 1.865.000
Luas Panen (Ha) 161.786 15.846 1.478 7.565 19.246 33.452 17.539 31.444 39 223.949 215.654 45.274 464.912 17.768 13.152 169.095 9.337 5.796 6.376 35.439 2.685 137 17.761 24.337 156.671 26.726 7.652 19.220 6.833 2.304 3.261 9.017 1.771.750
Provitas (Ku/Ha) 16,93 12,18 13,82 12,56 14,20 17,48 11,74 13,66 11,57 17,64 18,82 14,86 18,87 15,29 16,52 14,48 10,87 17,13 13,09 14,64 15,91 10,92 14,92 18,32 16,14 11,47 16,50 13,72 13,67 13,34 11,84 13,43 16,93
Produksi (Ton) 273.962 19.302 2.043 9.505 27.334 58.474 20.599 42.940 45 395.131 405.939 67.259 877.113 27.175 21.726 244.792 10.150 9.928 8.345 51.881 4.271 150 26.506 44.588 252.807 30.658 12.624 26.373 9.338 3.074 3.862 12.108 3.000.000
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
104 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 4.1 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Tanah Tahun 2015 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Luas Tanam (Ha)
Luas Panen (Ha)
3.472 9.901 6.613 1.399 178 1.347 3.049 345 3.954 8.769 57.380 10.465 103.047 63.011 165.505 9.691 27.054 15.419 1.318 700 10.341 1.560 7.171 1.026 4.507 19.742 474 6.936 1.549 3.795 2.084 547 552.350
3.306 9.429 6.298 1.332 170 1.283 2.904 329 3.765 8.351 54.648 9.966 98.141 60.011 157.625 9.230 25.766 14.685 1.256 667 9.849 1.486 6.829 977 4.293 18.802 452 6.606 1.475 3.614 1.984 521 526.050
Provitas (Ku/Ha)
13,64 13,46 15,69 11,86 12,40 13,46 14,93 11,75 11,36 14,11 16,97 14,18 14,74 11,19 14,14 13,57 14,50 12,88 12,93 12,30 13,06 13,09 14,05 12,75 18,77 15,76 13,66 8,46 12,59 12,22 11,00 11,25 14,12
Produksi (Ton)
4.511 12.689 9.883 1.580 211 1.727 4.335 387 4.277 11.783 92.715 14.128 144.648 67.170 222.887 12.526 37.354 18.909 1.623 820 12.858 1.945 9.596 1.245 8.056 29.635 617 5.592 1.857 4.418 2.183 586 742.750
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
105 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 4.2 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Tanah Tahun 2016 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Luas Tanam (Ha)
Luas Panen (Ha)
3.471 9.899 6.612 1.399 178 1.347 3.049 345 3.953 8.767 57.370 10.463 103.029 63.000 165.476 9.689 27.049 15.417 1.318 700 10.339 1.560 7.169 1.025 4.506 19.738 474 6.935 1.549 3.794 2.083 547 552.250
3.306 9.427 6.297 1.332 170 1.283 2.904 329 3.765 8.350 54.638 9.964 98.122 59.999 157.595 9.228 25.761 14.682 1.255 667 9.847 1.486 6.828 977 4.292 18.798 452 6.605 1.475 3.613 1.984 521 525.950
Provitas (Ku/Ha)
13,88 13,70 15,97 12,07 12,62 13,70 15,19 11,96 11,56 14,36 17,27 14,43 15,00 11,39 14,39 13,81 14,75 13,10 13,16 12,52 13,29 13,32 14,30 12,97 19,10 16,04 13,91 8,61 12,81 12,44 11,20 11,45 14,37
Produksi (Ton)
4.590 12.911 10.056 1.607 214 1.757 4.411 393 4.352 11.990 94.338 14.375 147.180 68.346 226.788 12.745 38.008 19.240 1.652 835 13.083 1.979 9.764 1.267 8.197 30.153 628 5.690 1.889 4.495 2.222 596 755.750
Sumber: Direktrat Jenderal Tanaman Pangan
106 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 4.3 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Tanah Tahun 2017 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Luas Tanam (Ha)
Luas Panen (Ha)
3.459 9.866 6.590 1.394 178 1.342 3.038 344 3.940 8.738 57.178 10.428 102.683 62.789 164.921 9.657 26.959 15.365 1.314 698 10.305 1.555 7.145 1.022 4.491 19.672 473 6.912 1.543 3.781 2.076 545 550.400
3.295 9.396 6.276 1.328 169 1.278 2.894 328 3.752 8.322 54.456 9.931 97.796 59.800 157.071 9.197 25.675 14.633 1.251 664 9.814 1.481 6.805 973 4.278 18.736 450 6.583 1.470 3.601 1.977 519 524.200
Provitas (Ku/Ha)
14,18 13,98 16,30 12,32 12,88 13,98 15,51 12,21 11,80 14,66 17,63 14,73 15,31 11,63 14,69 14,10 15,06 13,38 13,43 12,78 13,56 13,60 14,60 13,24 19,50 16,38 14,20 8,79 13,08 12,70 11,43 11,69 14,67
Produksi (Ton)
4.670 13.137 10.232 1.636 218 1.788 4.488 400 4.428 12.199 95.988 14.626 149.754 69.541 230.755 12.968 38.673 19.576 1.681 849 13.312 2.014 9.935 1.289 8.341 30.681 639 5.789 1.922 4.574 2.261 607 768.970
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
107 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 4.4 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Tanah Tahun 2018 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Luas Tanam (Ha)
3.438 9.805 6.549 1.385 177 1.334 3.020 342 3.915 8.684 56.824 10.363 102.049 62.401 163.902 9.597 26.792 15.270 1.306 693 10.241 1.545 7.101 1.016 4.464 19.551 470 6.869 1.534 3.758 2.063 542 547.000
Luas Panen (Ha)
3.274 9.338 6.237 1.319 168 1.270 2.876 326 3.729 8.270 54.118 9.870 97.189 59.429 156.097 9.140 25.516 14.543 1.243 660 9.753 1.472 6.763 967 4.251 18.620 447 6.542 1.461 3.579 1.965 516 520.950
Provitas (Ku/Ha)
14,51 14,31 16,69 12,61 13,19 14,32 15,88 12,50 12,08 15,01 18,05 15,08 15,68 11,91 15,04 14,44 15,42 13,70 13,75 13,09 13,89 13,92 14,95 13,56 19,96 16,77 14,53 9,00 13,39 13,00 11,70 11,97 15,02
Produksi (Ton)
4.752 13.366 10.410 1.664 222 1.819 4.566 407 4.506 12.412 97.664 14.882 152.370 70.756 234.785 13.195 39.349 19.918 1.710 864 13.544 2.049 10.109 1.312 8.486 31.217 650 5.890 1.956 4.654 2.300 617 782.400
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
108 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 4.5 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Tanah Tahun 2019 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Luas Tanam (Ha)
Luas Panen (Ha)
3.407 9.716 6.490 1.373 175 1.322 2.992 339 3.880 8.605 56.310 10.269 101.126 61.836 162.419 9.510 26.550 15.132 1.294 687 10.148 1.531 7.037 1.006 4.423 19.374 466 6.807 1.520 3.724 2.045 537 542.050
3.245 9.253 6.181 1.308 167 1.259 2.850 323 3.695 8.196 53.630 9.781 96.312 58.893 154.689 9.058 25.286 14.412 1.232 654 9.665 1.458 6.702 959 4.213 18.452 443 6.483 1.448 3.547 1.947 511 516.250
Provitas (Ku/Ha)
14,90 14,70 17,14 12,95 13,54 14,70 16,30 12,83 12,40 15,41 18,53 15,48 16,10 12,22 15,44 14,82 15,83 14,06 14,12 13,44 14,26 14,29 15,34 13,92 20,49 17,21 14,92 9,24 13,74 13,35 12,02 12,29 15,42
Produksi (Ton)
4.834 13.598 10.591 1.693 226 1.850 4.646 414 4.584 12.628 99.362 15.140 155.018 71.986 238.866 13.424 40.032 20.264 1.740 879 13.780 2.084 10.284 1.334 8.634 31.759 662 5.993 1.990 4.735 2.340 628 796.000
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
109 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 5.1 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Hijau Tahun 2015 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Kepulauan Riau Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Luas Tanam (Ha)
Luas Panen (Ha)
2.257 4.658 1.049 1.588 470 1 2.379 1.373 4.261 10.307 2.047 76.016 871 59.400 951 38.565 22.968 1.584 305 1.212 853 1.438 383 1.224 20.592 733 1.812 505 319 915 626 261.660
2.150 4.436 999 1.512 448 1 2.265 1.307 4.058 9.815 1.949 72.407 830 56.568 906 36.726 21.873 1.508 290 1.154 812 1.370 364 1.165 19.610 698 1.726 482 304 871 596 249.200
Provitas (Ku/Ha)
12,37 11,85 12,95 11,81 11,83 8,62 15,00 10,63 9,92 11,88 9,90 12,07 7,05 12,33 10,40 10,94 9,04 7,83 9,08 11,45 11,74 15,03 13,21 8,73 13,56 14,59 8,90 11,64 12,02 11,39 11,27 11,70
Produksi (Ton)
2.659 5.255 1.294 1.787 530 1 3.398 1.390 4.025 11.665 1.930 87.370 585 69.735 942 40.186 19.780 1.182 264 1.321 953 2.058 481 1.017 26.596 1.019 1.536 561 365 992 671 291.550
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
110 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 5.2 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Hijau Tahun 2016 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Kepulauan Riau Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Luas Tanam (Ha)
Luas Panen (Ha)
2.252 4.648 1.047 1.585 469 1 2.374 1.370 4.252 10.285 2.042 75.854 869 59.273 949 38.482 22.919 1.581 304 1.209 851 1.435 382 1.221 20.548 732 1.808 503 318 913 624 261.100
2.145 4.426 997 1.509 447 1 2.260 1.304 4.049 9.794 1.945 72.247 828 56.443 904 36.645 21.825 1.505 290 1.151 811 1.367 363 1.163 19.567 697 1.722 480 303 869 595 248.650
Provitas (Ku/Ha)
12,58 12,05 13,17 12,02 12,03 8,76 15,26 10,82 10,09 12,09 10,07 12,27 7,17 12,54 10,58 11,13 9,20 7,97 9,24 11,64 11,94 15,29 13,44 8,88 13,80 14,84 9,06 11,84 12,23 11,58 11,46 11,90
Produksi (Ton)
2.699 5.333 1.314 1.813 537 1 3.449 1.411 4.085 11.839 1.958 88.674 594 70.776 957 40.786 20.075 1.199 268 1.340 968 2.089 489 1.032 26.993 1.034 1.559 569 371 1.007 681 295.900
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
111 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 5.3 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Hijau Tahun 2017 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Kepulauan Riau Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Luas Tanam (Ha)
Luas Panen (Ha)
2.248 4.639 1.045 1.582 469 1 2.370 1.367 4.244 10.265 2.038 75.708 868 59.159 947 38.408 22.875 1.578 304 1.207 850 1.432 381 1.219 20.508 730 1.805 502 318 911 623 260.600
2.141 4.418 995 1.506 446 1 2.256 1.302 4.042 9.776 1.941 72.116 826 56.341 902 36.579 21.785 1.502 289 1.149 809 1.364 363 1.161 19.531 696 1.719 480 303 868 593 248.200
Provitas (Ku/Ha)
12,79 12,25 13,40 12,22 12,23 8,91 15,52 11,00 10,26 12,29 10,24 12,48 7,29 12,75 10,76 11,32 9,35 8,10 9,39 11,84 12,14 15,54 13,67 9,03 14,03 15,09 9,21 12,04 12,44 11,78 11,65 12,10
Produksi (Ton)
2.739 5.413 1.333 1.841 546 1 3.501 1.432 4.147 12.017 1.988 90.007 603 71.840 971 41.399 20.377 1.217 272 1.361 982 2.121 496 1.048 27.399 1.050 1.583 578 376 1.022 692 300.350
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
112 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 5.4 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Hijau Tahun 2018 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Kepulauan Riau Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Luas Tanam (Ha)
Luas Panen (Ha)
2.245 4.633 1.044 1.579 468 1 2.366 1.365 4.238 10.251 2.035 75.607 866 59.080 946 38.357 22.844 1.575 303 1.205 848 1.431 380 1.217 20.481 729 1.802 502 317 910 622 260.250
2.138 4.412 994 1.504 445 1 2.253 1.300 4.036 9.762 1.938 72.015 825 56.261 901 36.527 21.754 1.500 289 1.148 808 1.362 362 1.159 19.504 695 1.716 479 302 866 593 247.850
Provitas (Ku/Ha)
13,00 12,45 13,62 12,42 12,43 9,06 15,77 11,18 10,43 12,49 10,41 12,69 7,41 12,96 10,94 11,50 9,51 8,24 9,55 12,03 12,34 15,80 13,89 9,18 14,26 15,34 9,36 12,24 12,64 11,97 11,84 12,30
Produksi (Ton)
2.781 5.494 1.353 1.868 554 1 3.553 1.453 4.209 12.197 2.018 91.356 612 72.917 985 42.020 20.682 1.236 276 1.381 997 2.152 503 1.063 27.809 1.066 1.606 586 382 1.037 702 304.850
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
113 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 5.5 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Hijau Tahun 2019 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Kepulauan Riau Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Luas Tanam (Ha)
Luas Panen (Ha)
2.242 4.627 1.043 1.578 467 1 2.364 1.364 4.233 10.240 2.033 75.520 866 59.011 945 38.313 22.818 1.574 303 1.204 847 1.429 380 1.216 20.457 729 1.800 501 317 909 622 259.950
2.135 4.406 993 1.502 445 1 2.250 1.298 4.031 9.750 1.936 71.927 824 56.193 900 36.483 21.728 1.498 288 1.146 807 1.361 362 1.158 19.480 694 1.714 478 302 865 592 247.550
Provitas (Ku/Ha)
13,21 12,66 13,84 12,62 12,64 9,21 16,03 11,36 10,60 12,70 10,58 12,89 7,53 13,17 11,11 11,69 9,66 8,37 9,70 12,23 12,54 16,06 14,12 9,32 14,49 15,59 9,51 12,44 12,84 12,16 12,03 12,50
Produksi (Ton)
2.822 5.576 1.374 1.896 562 1 3.606 1.475 4.272 12.379 2.048 92.719 621 74.005 1.000 42.647 20.991 1.254 280 1.402 1.012 2.185 511 1.079 28.225 1.081 1.630 595 388 1.053 712 309.400
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
114 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 6.1 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu Tahun 2015 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Luas Tanam (Ha) Aceh 3.590 Sumatera Utara 39.987 Sumatera Barat 5.338 Riau 5.822 Kepulauan Riau 1.164 Jambi 2.717 Sumatera Selatan 12.858 Kep. Bangka Belitung 1.746 Bengkulu 6.793 Lampung 307.631 DKI Jakarta 48 Jawa Barat 108.690 Banten 11.645 Jawa Tengah 186.326 DI Yogyakarta 62.109 Jawa Timur 221.262 Bali 11.451 Nusa Tenggara Barat 8.248 Nusa Tenggara Timur 82.488 Kalimantan Barat 15.818 Kalimantan Tengah 8.443 Kalimantan Selatan 8.346 Kalimantan Timur 7.764 Sulawesi Utara 6.017 Gorontalo 1.455 Sulawesi Tengah 4.367 Sulawesi Selatan 29.307 Sulawesi Barat 4.076 Sulawesi Tenggara 13.004 Maluku 10.675 Maluku Utara 10.675 Papua 3.882 Papua Barat 2.426 Indonesia 1.206.170 Provinsi
Luas Panen (Ha) 3.420 38.086 5.083 5.545 1.109 2.588 12.247 1.664 6.471 293.004 47 103.522 11.092 177.466 59.156 210.741 10.907 7.857 78.566 15.066 8.042 7.949 7.395 5.730 1.386 4.159 27.827 3.882 12.386 10.167 10.167 3.697 2.311 1.148.733
Provitas (Ku/Ha) 159,99 251,58 251,59 141,92 136,76 175,47 194,82 181,92 150,93 309,06 148,32 239,39 180,62 225,37 193,52 206,08 188,36 154,81 136,75 185,78 150,94 188,35 198,67 167,73 154,83 207,72 218,71 180,63 212,87 165,13 156,10 149,66 145,79 230,95
Produksi (Ton) 54.710 958.147 127.892 78.703 15.168 45.409 238.588 30.265 97.663 9.055.592 692 2.478.185 200.334 3.999.533 1.144.768 4.342.964 205.438 121.632 1.074.413 279.896 121.381 149.726 146.912 96.113 21.465 86.394 608.611 70.117 263.654 167.899 158.718 55.330 33.687 26.530.000
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
115 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 6.2 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu Tahun 2016 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Luas Tanam (Ha) Aceh 3.501 Sumatera Utara 38.994 Sumatera Barat 5.205 Riau 5.678 Kepulauan Riau 1.135 Jambi 2.650 Sumatera Selatan 12.539 Kep. Bangka Belitung 1.703 Bengkulu 6.624 Lampung 299.987 DKI Jakarta 47 Jawa Barat 105.989 Banten 11.356 Jawa Tengah 181.696 DI Yogyakarta 60.565 Jawa Timur 215.764 Bali 11.167 Nusa Tenggara Barat 8.043 Nusa Tenggara Timur 80.438 Kalimantan Barat 15.425 Kalimantan Tengah 8.233 Kalimantan Selatan 8.139 Kalimantan Timur 7.571 Sulawesi Utara 5.867 Gorontalo 1.419 Sulawesi Tengah 4.258 Sulawesi Selatan 28.579 Sulawesi Barat 3.975 Sulawesi Tenggara 12.681 Maluku 10.409 Maluku Utara 10.409 Papua 3.785 Papua Barat 2.366 Indonesia 1.176.198 Provinsi
Luas Panen (Ha) 3.335 37.139 4.957 5.408 1.082 2.524 11.942 1.622 6.310 285.723 45 100.949 10.816 173.056 57.686 205.505 10.636 7.662 76.613 14.692 7.842 7.752 7.211 5.588 1.352 4.056 27.136 3.785 12.078 9.915 9.915 3.605 2.253 1.120.189
Provitas (Ku/Ha) 167,41 263,25 263,27 148,51 143,11 183,61 203,86 190,36 157,94 323,41 155,20 250,50 189,00 235,83 202,50 215,65 197,10 161,99 143,10 194,40 157,94 197,09 207,89 175,51 162,02 217,37 228,86 189,01 222,75 172,80 163,35 156,61 152,56 241,67
Produksi (Ton) 55.827 977.707 130.503 80.310 15.478 46.336 243.459 30.882 99.657 9.240.459 706 2.528.776 204.424 4.081.182 1.168.138 4.431.624 209.632 124.115 1.096.347 285.610 123.859 152.783 149.911 98.075 21.903 88.158 621.036 71.548 269.037 171.327 161.958 56.460 34.375 27.071.600
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
116 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 6.3 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu Tahun 2017 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Luas Tanam (Ha) Aceh 3.414 Sumatera Utara 38.025 Sumatera Barat 5.076 Riau 5.537 Kepulauan Riau 1.107 Jambi 2.584 Sumatera Selatan 12.227 Kep. Bangka Belitung 1.661 Bengkulu 6.460 Lampung 292.537 DKI Jakarta 46 Jawa Barat 103.357 Banten 11.074 Jawa Tengah 177.183 DI Yogyakarta 59.061 Jawa Timur 210.405 Bali 10.889 Nusa Tenggara Barat 7.844 Nusa Tenggara Timur 78.440 Kalimantan Barat 15.042 Kalimantan Tengah 8.029 Kalimantan Selatan 7.937 Kalimantan Timur 7.383 Sulawesi Utara 5.721 Gorontalo 1.384 Sulawesi Tengah 4.153 Sulawesi Selatan 27.869 Sulawesi Barat 3.876 Sulawesi Tenggara 12.366 Maluku 10.151 Maluku Utara 10.151 Papua 3.691 Papua Barat 2.307 Indonesia 1.146.986 Provinsi
Luas Panen (Ha) 3.252 36.217 4.834 5.273 1.055 2.461 11.646 1.582 6.153 278.627 44 98.442 10.547 168.758 56.253 200.401 10.372 7.471 74.711 14.327 7.647 7.559 7.032 5.449 1.318 3.955 26.462 3.691 11.778 9.669 9.669 3.516 2.197 1.092.368
Provitas (Ku/Ha) 175,18 275,47 275,48 155,40 149,75 192,13 213,32 199,19 165,27 338,41 162,40 262,12 197,77 246,77 211,89 225,65 206,24 169,51 149,74 203,42 165,27 206,24 217,53 183,65 169,53 227,45 239,48 197,78 233,08 180,81 170,93 163,88 159,64 252,88
Produksi (Ton) 56.966 997.651 133.165 81.948 15.793 47.281 248.425 31.512 101.690 9.428.943 720 2.580.357 208.594 4.164.429 1.191.966 4.522.019 213.908 126.647 1.118.710 291.435 126.385 155.899 152.969 100.076 22.350 89.956 633.704 73.008 274.524 174.821 165.262 57.612 35.076 27.623.800
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
117 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 6.4 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu Tahun 2018 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Luas Tanam (Ha) Aceh 3.329 Sumatera Utara 37.081 Sumatera Barat 4.950 Riau 5.399 Kepulauan Riau 1.080 Jambi 2.520 Sumatera Selatan 11.924 Kep. Bangka Belitung 1.619 Bengkulu 6.299 Lampung 285.273 DKI Jakarta 45 Jawa Barat 100.791 Banten 10.799 Jawa Tengah 172.784 DI Yogyakarta 57.595 Jawa Timur 205.181 Bali 10.619 Nusa Tenggara Barat 7.649 Nusa Tenggara Timur 76.493 Kalimantan Barat 14.668 Kalimantan Tengah 7.829 Kalimantan Selatan 7.739 Kalimantan Timur 7.200 Sulawesi Utara 5.579 Gorontalo 1.350 Sulawesi Tengah 4.050 Sulawesi Selatan 27.177 Sulawesi Barat 3.780 Sulawesi Tenggara 12.059 Maluku 9.899 Maluku Utara 9.899 Papua 3.599 Papua Barat 2.250 Indonesia 1.118.505 Provinsi
Luas Panen (Ha) 3.171 35.318 4.714 5.142 1.028 2.400 11.357 1.543 6.000 271.708 43 95.998 10.286 164.568 54.856 195.425 10.114 7.286 72.855 13.971 7.457 7.372 6.857 5.314 1.286 3.857 25.805 3.600 11.485 9.429 9.429 3.428 2.143 1.065.243
Provitas (Ku/Ha) 183,30 288,24 288,26 162,61 156,69 201,04 223,21 208,43 172,93 354,10 169,94 274,28 206,94 258,22 221,72 236,12 215,81 177,37 156,68 212,86 172,94 215,80 227,62 192,17 177,39 238,00 250,59 206,96 243,90 189,20 178,85 171,48 167,04 264,61
Produksi (Ton) 58.128 1.018.005 135.882 83.620 16.116 48.246 253.494 32.155 103.764 9.621.319 735 2.633.003 212.850 4.249.395 1.216.285 4.614.281 218.272 129.231 1.141.534 297.381 128.964 159.080 156.090 102.118 22.806 91.791 646.633 74.497 280.125 178.388 168.633 58.787 35.791 28.187.400
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
118 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 6.5 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu Tahun 2019 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Luas Tanam (Ha) Aceh 3.247 Sumatera Utara 36.159 Sumatera Barat 4.827 Riau 5.265 Kepulauan Riau 1.053 Jambi 2.457 Sumatera Selatan 11.627 Kep. Bangka Belitung 1.579 Bengkulu 6.143 Lampung 278.182 DKI Jakarta 44 Jawa Barat 98.286 Banten 10.531 Jawa Tengah 168.489 DI Yogyakarta 56.163 Jawa Timur 200.081 Bali 10.355 Nusa Tenggara Barat 7.459 Nusa Tenggara Timur 74.591 Kalimantan Barat 14.304 Kalimantan Tengah 7.635 Kalimantan Selatan 7.547 Kalimantan Timur 7.021 Sulawesi Utara 5.441 Gorontalo 1.316 Sulawesi Tengah 3.949 Sulawesi Selatan 26.502 Sulawesi Barat 3.686 Sulawesi Tenggara 11.759 Maluku 9.653 Maluku Utara 9.653 Papua 3.510 Papua Barat 2.194 Indonesia 1.090.705 Provinsi
Luas Panen (Ha) 3.092 34.440 4.597 5.015 1.003 2.340 11.074 1.504 5.851 264.955 42 93.612 10.030 160.477 53.493 190.567 9.863 7.105 71.045 13.624 7.272 7.188 6.687 5.182 1.254 3.761 25.163 3.510 11.200 9.194 9.194 3.343 2.089 1.038.766
Provitas (Ku/Ha) 191,81 301,62 301,64 170,16 163,97 210,37 233,57 218,11 180,96 370,54 177,82 287,01 216,54 270,20 232,01 247,07 225,82 185,60 163,96 222,73 180,96 225,82 238,19 201,09 185,63 249,04 262,21 216,56 255,21 197,98 187,15 179,44 174,79 276,89
Produksi (Ton) 59.314 1.038.772 138.654 85.326 16.444 49.230 258.665 32.811 105.881 9.817.586 750 2.686.715 217.192 4.336.079 1.241.096 4.708.408 222.725 131.867 1.164.821 303.448 131.595 162.325 159.274 104.201 23.271 93.664 659.824 76.017 285.840 182.027 172.073 59.986 36.522 28.762.400
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
119 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 7.1 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar Tahun 2015 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I.Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Luas Tanam (Ha)
1.322 12.882 4.175 1.322 192 2.067 3.738 714 2.207 4.843 35.000 3.145 9.185 554 16.516 6.589 1.056 12.808 1.585 1.588 2.747 3.497 5.267 397 3.168 5.604 1.384 3.244 2.663 3.371 34.953 887 188.670
Luas Panen (Ha)
1.258 12.251 3.971 1.258 183 1.966 3.555 679 2.099 4.606 33.356 2.991 8.791 527 15.736 6.266 1.004 12.190 1.507 1.510 2.615 3.332 5.015 377 3.015 5.331 1.317 3.092 2.535 3.217 33.292 844 179.685
Produkvitas (Ku/Ha)
131,79 150,22 213,51 104,05 88,19 127,96 92,97 103,59 126,11 129,59 186,49 156,14 216,75 155,82 132,62 167,95 152,91 107,42 102,48 91,83 152,33 123,83 130,39 121,79 141,22 145,86 142,83 101,44 113,19 115,48 133,02 132,53 147,48
Produksi (Ton)
16.577 184.036 84.780 13.087 1.614 25.152 33.049 7.035 26.468 59.691 622.036 46.695 190.548 8.215 208.692 105.241 15.351 130.941 15.449 13.867 39.837 41.264 65.394 4.593 42.577 77.767 18.808 31.364 28.693 37.145 442.856 11.180 2.650.000
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
120 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 7.2 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar Tahun 2016 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I.Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Luas Tanam (Ha)
1.296 12.627 4.093 1.296 188 2.026 3.664 700 2.163 4.747 34.308 3.083 9.003 543 16.189 6.458 1.035 12.555 1.554 1.556 2.693 3.428 5.162 389 3.106 5.493 1.357 3.180 2.610 3.304 34.261 870 184.936
Luas Panen (Ha)
1.233 12.009 3.892 1.233 179 1.927 3.485 666 2.057 4.515 32.695 2.931 8.617 517 15.424 6.142 984 11.949 1.478 1.480 2.563 3.266 4.916 370 2.955 5.226 1.291 3.031 2.485 3.153 32.633 827 176.129
Produkvitas (Ku/Ha)
136,99 156,14 221,93 108,15 91,67 133,01 96,63 107,68 131,08 134,71 193,84 162,30 225,30 161,96 137,86 174,57 158,94 111,65 106,53 95,45 158,34 128,72 135,54 126,60 146,79 151,62 148,46 105,44 117,65 120,03 138,27 137,75 153,30
Produksi (Ton)
16.890 187.509 86.379 13.334 1.645 25.626 33.672 7.167 26.968 60.817 633.773 47.576 194.143 8.370 212.629 107.226 15.640 133.411 15.741 14.128 40.588 42.042 66.628 4.679 43.381 79.235 19.163 31.956 29.235 37.846 451.211 11.391 2.700.000
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
121 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 7.3 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar Tahun 2017 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I.Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Luas Tanam (Ha)
1.270 12.373 4.010 1.270 185 1.985 3.590 686 2.120 4.651 33.617 3.020 8.822 533 15.863 6.328 1.014 12.302 1.522 1.525 2.638 3.359 5.058 381 3.043 5.382 1.330 3.116 2.558 3.237 33.572 852 181.213
Luas Panen (Ha)
1.208 11.767 3.814 1.208 176 1.888 3.414 652 2.016 4.424 32.037 2.872 8.444 506 15.114 6.019 964 11.708 1.448 1.450 2.512 3.201 4.817 362 2.896 5.121 1.265 2.970 2.435 3.089 31.977 810 172.584
Produkvitas (Ku/Ha)
142,39 162,30 230,68 112,42 95,29 138,25 100,44 111,92 136,25 140,02 201,49 168,70 234,19 168,35 143,29 181,46 165,21 116,06 110,73 99,22 164,58 133,79 140,88 131,59 152,58 157,60 154,31 109,60 122,29 124,77 143,72 143,19 159,34
Produksi (Ton)
17.202 190.981 87.979 13.581 1.675 26.101 34.296 7.300 27.467 61.944 645.510 48.457 197.739 8.525 216.567 109.212 15.930 135.882 16.032 14.390 41.340 42.821 67.862 4.766 44.184 80.702 19.518 32.547 29.776 38.547 459.567 11.602 2.750.000
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
122 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 7.4 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar Tahun 2018 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I.Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Luas Tanam (Ha)
1.244 12.119 3.928 1.244 181 1.945 3.517 671 2.076 4.556 32.930 2.959 8.641 522 15.539 6.199 993 12.050 1.491 1.494 2.585 3.290 4.955 373 2.981 5.272 1.303 3.052 2.505 3.171 32.885 835 177.507
Luas Panen (Ha)
1.183 11.527 3.736 1.183 172 1.849 3.345 639 1.975 4.333 31.382 2.814 8.271 496 14.805 5.895 944 11.469 1.418 1.421 2.460 3.135 4.718 355 2.837 5.016 1.239 2.909 2.385 3.026 31.323 794 169.054
Produkvitas (Ku/Ha)
148,01 168,70 239,78 116,85 99,05 143,71 104,41 116,34 141,63 145,54 209,43 175,36 243,42 174,99 148,94 188,62 171,73 120,63 115,09 103,13 171,08 139,07 146,44 136,78 158,60 163,81 160,40 113,93 127,12 129,69 149,39 148,84 165,63
Produksi (Ton)
17.515 194.454 89.578 13.828 1.706 26.575 34.919 7.433 27.967 63.070 657.246 49.338 201.334 8.680 220.504 111.198 16.220 138.352 16.324 14.652 42.092 43.599 69.095 4.853 44.987 82.169 19.872 33.139 30.318 39.247 467.923 11.813 2.800.000
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
123 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 Lampiran 7.5 Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar Tahun 2019 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah D.I.Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Luas Tanam (Ha)
1.218 11.868 3.847 1.218 177 1.904 3.444 658 2.033 4.462 32.246 2.897 8.462 511 15.216 6.070 973 11.800 1.460 1.463 2.531 3.222 4.852 366 2.919 5.163 1.276 2.989 2.453 3.105 32.202 817 173.821
Luas Panen (Ha)
1.159 11.287 3.658 1.159 169 1.811 3.275 626 1.934 4.244 30.731 2.755 8.099 486 14.497 5.773 925 11.231 1.389 1.391 2.409 3.070 4.620 347 2.778 4.912 1.213 2.848 2.335 2.963 30.672 777 165.544
Produkvitas (Ku/Ha)
153,85 175,35 249,24 121,46 102,95 149,37 108,52 120,93 147,21 151,28 217,69 182,27 253,02 181,89 154,82 196,05 178,50 125,39 119,63 107,20 177,82 144,56 152,21 142,17 164,85 170,27 166,73 118,42 132,13 134,80 155,28 154,71 172,16
Produksi (Ton)
17.828 197.926 91.178 14.075 1.736 27.050 35.543 7.566 28.466 64.196 668.983 50.219 204.929 8.835 224.442 113.183 16.509 140.823 16.615 14.913 42.843 44.378 70.329 4.939 45.791 83.637 20.227 33.731 30.859 39.948 476.279 12.024 2.850.000
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
124 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
125 | P a g e