Laporan Tahunan
2013
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
RINGKASAN EKSEKUTIF 1.
Dalam rangka mendukung pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan padi, jagung dan kedelai telah ditetapkan sasaran produksi padi tahun 2013 sebesar 72,06 juta ton gabah kering giling (GKG), jagung 19,83 juta ton pipilan kering, dan kedelai 1,5 juta ton biji kering. Selain itu juga dikembangkan komoditas utama tanaman pangan lainnya dalam rangka mendukung diversifikasi pangan dengan target produksi tahun 2013 kacang tanah 1,20 juta ton biji kering, kacang hijau 410 ribu ton biji kering, ubi kayu 26,30 juta ton umbi basah dan ubi jalar 2,45 juta ton umbi basah.
2.
PDB sektor pertanian tahun 2013 (triwulan III) mencapai Rp.361,38 triliun, sebagian besar berasal dari sumbangan sub sektor tanaman bahan makanan (tabama) yang mencapai Rp.172,66 triliun (47,78%), disusul oleh sub sektor perkebunan Rp.55,52 triliun, peternakan dan hasil-hasilnya Rp.43,02 triliun, kehutanan Rp.14,83 triliun dan perikanan Rp.75,36 triliun. Sementara PDB sektor pertanian pada tahun 2013 (triwulan III) atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp.93,14 triliun atau meningkat 6,15% terhadap triwulan II tahun 2013 yang mencapai Rp.87,74 triliun.
3.
Jumlah penduduk Indonesia yang bekerja di sub sektor tanaman pangan mencapai 15,91 juta orang. Jumlah tersebut mencapai 43,69% terhadap total tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan).
4.
Volume ekspor komoditas utama tanaman pangan pada tahun 2013 (Januari-Oktober) mencapai 201,94 ribu ton, sementara impor mencapai 10,65 juta ton, atau terjadi defisit 10,44 juta ton. Jika ditinjau dari sisi nilainya, terjadi defisit US$ 4,41 miliar dengan nilai ekspor US$ 126,38 juta sementara impor US$ 4,54 miliar.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
ii
Laporan Tahunan
2013
5.
Periode Januari-Desember tahun 2013, rata-rata angka Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) diatas 100, yang menunjukkan bahwa petani tanaman pangan lebih sejahtera karena hasil yang didapatkan petani lebih besar dari yang dibelanjakan.
6.
Capaian produksi tanaman pangan tahun 2013 (ASEM BPS) komoditas padi mengalami peningkatan dibandingkan produksi ATAP 2012, mencapai 71,29 juta ton GKG (naik 3,24%). Sementara komoditas lainnya mengalami penurunan produksi dibandingkan ATAP 2012 yaitu jagung sebesar 4,54%; kedelai 7,47%; kacang tanah 1,52%; kacang hijau sebesar 27,88%; ubi kayu 1,46%; dan ubi jalar 3,97%. Jika dibandingkan dengan angka sasaran produksi tahun 2013, semua komoditas masih berada di bawah target.
7.
Tingkat penggunaan benih unggul bersertifikat tahun 2013, untuk padi sebesar 46,63%, benih jagung sebesar 47,29% dan benih kedelai sebesar 39,59% dari total luas pertanaman.
8.
Luas pertanaman padi tahun 2013 yang terkena serangan OPT dan DPI seluas 969.393 ha (puso: 96.754 ha) atau 6,69%, jagung 56.130 ha (puso: 8.627 ha) atau 1,41%, kedelai 13.571 (puso: 1.801 ha) atau 2,25% dari total luas tanam.
9.
Berdasarkan realisasi penyaluran bantuan sarana pascapanen tahun 2013 yang berasal dari dana APBN Ditjen Tanaman Pangan telah berhasil menurunkan susut hasil padi 0,05%, jagung 0,10%, kedelai 0,151%, ubi kayu 0,009% dan ubi jalar 0,0226%.
10. Realisasi tanam SL-PTT padi mencapai 3.728.725 ha atau 85,02% dari sasaran 4.385.625 ha, dengan rincian: padi inbrida seluas 3.119.941 ha (80,95% dari 3.626.000 ha), padi hibrida 106.562 ha (83,25% dari 128.000 ha), padi pasang surut 74.128 ha (79,20% dari 93.600 ha), padi lebak 21.505 ha (82,71% dari 26.000 ha), dan padi lahan kering 406.589 ha (79,41% dari 512.025 ha).
iii
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
11. Realisasi tanam SL-PTT jagung mencapai 196.213 ha atau 83,36% dari sasaran 235.380 ha, yang terdiri dari jagung hibrida seluas 159.315 ha (82,11% dari 194.030 ha) dan jagung komposit 36.898 ha (89,23% dari 41.350 ha). 12. Produktivitas SLPTT padi mencapai 59,31 ku/ha atau 107,43% jika dibandingkan dengan sasaran sebesar 55,21 ku/ha dan 15,25% diatas rata-rata produktivitas non SL-PTT. Sementara produktivitas SL-PTT jagung mencapai 61,45 ku/ha atau 94,54% jika dibandingkan dengan sasaran sebesar 65,00 ku/ha dan 28,05% diatas rata-rata produktivitas non SL-PTT. 13. Realisasi SL-PTT kedelai mencapai 336.028 ha atau 81,61% dari sasaran 411.740 ha dengan produktivitas 15,68 ku/ha (98,00% dari sasaran sebesar 16,00 ku/ha), namun 7,62% diatas produktivitas non SL yang mencapai 14,57 ku/ha. 14. Realisasi pengembangan kedelai model mencapai 103.536 ha (94,12% dari sasaran 110.000 ha). Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) kedelai dialokasikan seluas 118.250 ha, namun tidak dapat dilaksanakan karena gagal lelang. 15. Realisasi pengembangan ubi kayu mencapai 2.019 ha (97,07% dari sasaran 2.080 ha), sementara pengembangan ubi jalar terealisasi 1.200 ha (97,96% dari 1.225 ha), dan pengembangan pangan alternatif terealisasi 100% dari 110 ha yang terdiri dari komoditas talas, talas satoimo, garut dan gembili. 16. Realisasi luas areal sertifikasi penangkaran benih padi seluas 99.192 ha, jagung 16.761 ha, kedelai 27.741 ha, kacang tanah 602 ha dan kacang hijau 108 ha masing-masing terdiri dari kelas Benih Dasar (BD), Benih Pokok (BP), Benih Sebar (BR) dan hibrida. Hasil pengecekan mutu benih tanaman pangan tahun 2013 untuk padi sebanyak 204.073 ton, jagung 38.829 ton, kedelai 10.357 ton, kacang tanah 413 ton dan kacang hijau 41 ton.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
iv
Laporan Tahunan
2013
17. Jumlah benih yang tersalur di pasar bebas baik yang ada di produsen maupun pengedar benih untuk benih padi sebanyak 163.244 ton, jagung 31.976 ton, kedelai 9.562 ton, kacang tanah 390 ton, dan kacang hijau 12 ton, masing-masing terdiri dari kelas BD, BP, Benih Sebar BR dan hibrida. 18. Penyebaran varietas padi pada MT 2012/MT 2013 dan MT 2013 sebesar 83,45% atau 11.755.296 ha telah menggunakan varietas unggul yang produksinya tinggi (VPT), 7,75% atau 1.091.191 ha menggunakan varietas unggul yang produksinya sedang (VPS) dan 8,81% atau 1.240.704 ha menggunakan varietas yang produksinya rendah (VPR). Penyebaran varietas jagung sebanyak 82,40% atau 2.356.429 ha VPT, 1,10% atau 31.511 ha VPS dan 16,50% atau 471.794 ha VPR. Penyebaran varietas kedelai sebanyak 81,04% atau 554.372, ha menggunakan VPT, 14,33% atau 98.044 VPS dan 4,63% atau 31.671 ha VPR. 19. Realisasi perbanyakan benih sumber mencapai seluas 622 ha (87,73% dari sasaran 709 ha) dengan rincian sebagai berikut: benih padi 240 ha (80,64% dari 297 ha), jagung 112 ha (91,43% dari 123 ha), kedelai 193 ha (93,22% dari 207 ha), kacang tanah 47 ha (94,00% dari 50 ha), kacang hijau 17 ha (100%), ubi kayu 7 ha (87,50% dari 8 ha), ubi jalar 6 ha (100%), dan sorgum 1 ha (50,00% dari 2 ha). 20. Realisasi pemberdayaan penangkar benih padi 10.286 ha (92,67% dari sasaran 11.100 ha) dan kedelai 2.848 ha (81,37% dari sasaran 3.500 ha). 21. Realisasi penyaluran/penjualan benih bersubsidi tahun 2013 untuk padi inbrida mencapai 46.987 ton atau 39,16% dari sasaran 120.000 ton, padi hibrida 1.810 ton atau 24,14% dari 7.500 ton, jagung komposit 364 ton atau 18,24% dari 2.000 ton, jagung hibrida 599 ton atau 7,98% dari 7.500 ton dan kedelai 2.426 ton atau 16,17% dari 15.000 ton.
v
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
22. Realisasi penggunaan CBN berdasarkan Surat Penugasan Direktur Jenderal Tanaman Pangan tahun 2013 untuk komoditas padi inbrida sebanyak 1.543 ton, padi hibrida 486 ton, jagung hibrida 454 ton dan kedelai 903 ton, sementara jagung komposit tidak ada penggunaan. 23. Realisasi kegiatan SLPHT mencapai 2.421 unit (96,84% dari rencana 2.500 unit), yang terdiri dari SL-PHT padi sebanyak 1.957 unit atau 96,88% dari rencana 2.020 unit, SL-PHT jagung sebanyak 307 Unit atau 97,46% dari rencana 315 unit, dan SL-PHT kedelai sebanyak 157 unit atau 95,15% dari rencana 165 unit. Realisasi SL-Iklim untuk padi dan jagung sebanyak 188 unit (97,92% dari rencana 192 unit). 24. Realisasi pengujian mutu pestisida, pupuk dan produk tanaman pada tahun 2013 pada Balai Pengujian Mutu Produk Tanaman (BPMPT) sebanyak 1.703 sampel atau mencapai 100,18% dari target 1.700 sampel yang terdiri dari sampel pelanggan sebanyak 1.369 dan sampel monitoring 327 sampel. Realisasi tersebut bila dibandingkan dengan realisasi pengujian tahun 2012 sebanyak 1.645 sampel mengalami peningkatan sebesar 3,53%. 25. Realisasi pelaksanaan bantuan sarana pascapanen mencapai 653 poktan/gapoktan (95,75% dari sasaran 682 poktan/gapoktan), yang terdiri dari bantuan sarana pascapanen padi 460 poktan/gapoktan (95,44% dari 482 poktan/gapoktan); sarana pascapanen jagung 87 poktan/gapoktan (94,57% dari 92 poktan/gapoktan); sarana pascapanen kedelai 54 poktan/gapoktan (96,43% dari 56 poktan/ gapoktan); sarana pascapanen ubi kayu 100% dari 27 poktan/ gapoktan; dan sarana pascapanen ubi jalar 100% dari 25 poktan/ gapoktan. 26. Jumlah pegawai Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sampai Desember 2013 sebanyak 792 orang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) unit kerja eselon II dipusat sebanyak 494 orang, 3 UPT sebanyak 180 orang dan PNS yang ditugaskan/diperbantukan di daerah/instansi lain sebanyak 118 orang. Sampai dengan tahun 2013 PNS yang ditugaskan di daerah tersebar di 14 provinsi dengan jumlah 115 orang, sedangkan yang diperbantukan di instansi lain 3 orang. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
vi
Laporan Tahunan
2013
27. Realisasi penetapan Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat (LM3) yang memperoleh bantuan sosial dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun 2013 sebanyak 280 LM3, namun satu LM3 yang mengundurkan diri yaitu LM3 Gereja Betlehem dari Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara. 28. Kegiatan bantuan bencana alam pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tidak dilaksanakan, karena dalam pencairan dananya harus ada pernyataan kejadian bencana dari instansi/lembaga berwenang/ Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 29. Realisasi penyerapan anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan satker pusat dan daerah tahun 2013 mencapai Rp.2,337 triliun atau 80,95% dari pagu anggaran Rp.2,887 triliun yang tersebar pada delapan kegiatan utama. Realisasi anggaran subsidi benih sejumlah Rp.398,700 miliar atau 27,42% dari pagu Rp.1,454 triliun.
vii
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ i RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................... ii DAFTAR ISI............................................................................................................ viii DAFTAR TABEL .................................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xii I.
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
II.
KINERJA TANAMAN PANGAN ............................................................... 3 A. Indikator Makro .................................................................................. 3 B. Produksi Tanaman Pangan .............................................................. 7 C. Tingkat Penggunaan Benih Unggul Bersertifikat ....................... 16 D. Penurunan Luas Serangan OPT dan DPI ...................................... 16 E. Penurunan Tingkat Susut Hasil ....................................................... 17
III. PROGRAM DAN KEGIATAN UTAMA .................................................... 19 IV. PELAKSANAAN KEGIATAN UTAMA ...................................................... 25 A. Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia ..................................... 25 B. Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi ...... 70 C. Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan ....... 92 D. Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI .......................................................................................... 103 E. Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan ............................... 144 F. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya ........... 155 G. Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian ................... 190 H. Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan .................................................................... 193 V. PERMASALAHAN DAN UPAYA TINDAK LANJUT ................................ 195 VI. PENUTUP...................................................................................................... 199 LAMPIRAN ............................................................................................................ 201
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
viii
Laporan Tahunan
2013
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
DAFTAR TABEL Tabel 1. PDB sektor pertanian tahun 2013 (Atas Dasar Harga Berlaku) ......... 3 Tabel 2. PDB sektor pertanian tahun 2013 (Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000) ..................................................................................................... 4 Tabel 3. Tenaga Kerja Sektor Pertanian dan Sub Sektor Tanaman Pangan Tahun 2012 ....................................................................................................... 5 Tabel 4. Ekspor-Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Pangan Tahun 2013 (Januari-Oktober) .................................................... 6 Tabel 5. Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) Januari-Desember 2013 ................................................................................ 6 Tabel 6. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) Januari-Desember Tahun 2013 ................................................................... 7 Tabel 7. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Tahun 2013 (ASEM) .................................................... 7 Tabel 8. Capaian Produksi, Luas Panen dan Provitas Padi Tahun 2013........... 8 Tabel 9. Neraca Produksi dan Kebutuhan Beras Tahun 2013 ............................ 8 Tabel 10. Trend Perkembangan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Tahun2008-2013 ............................................................................... 10 Tabel 11. Capaian Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Jagung Tahun 2013 (ASEM) .................................................................................. 10 Tabel 12. Neraca Produksi dan Kebutuhan Jagung Tahun 2013...................... 11 Tabel 13. Trend Perkembangan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Jagung Tahun 2008-2013 ......................................................................... 12 Tabel 14. Capaian Luas Panen, Provitas dan Produksi Kedelai Tahun 2013 .................................................................................................. 12 Tabel 15. Neraca Produksi dan Kebutuhan Kedelai 2013 ................................. 13 Tabel 16. Trend Perkembangan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Kedelai Tahun 2008-2013 ........................................................................ 14 Tabel 17. Capaian Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Lainnya Tahun 2013 ................................................................................................... 15 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
ix
Laporan Tahunan
2013
Tabel 18. Luas Panen dan Produktivitas Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubi Kayu, Ubi Jalar Tahun 2013............................................................... 15 Tabel 19. Perbandingan Luas Serangan OPT dan DPI Pada Tanaman Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2013 ............................................................ 16 Tabel 20. Penurunan Susut Hasil Panen Tanaman Pangan Tahun 2013 ....... 17 Tabel 21. Realisasi Pelaksanaan SL-PTT Padi dan Jagung Tahun 2013 .......... 26 Tabel 22. Capaian Produktivitas SL-PTT Padi dan Jagung Tahun 2013 .......... 27 Tabel 23. Capaian Produktivitas SL-PTT Kedelai Tahun 2013 ........................... 70 Tabel 24. Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2013 .................................................. 72 Tabel 25. Realisasi Luas Areal Sertifikasi Penangkaran Benih Tanaman Pangan Tahun 2013 .................................................... 93 Tabel 26. Realisasi Sertifikasi Produksi Penangkaran Benih Tanaman Pangan Tahun 2013 .................................................... 93 Tabel 27. Realisasi Sertifikasi Produksi Penangkaran Benih Tanaman Pangan Tahun 2013 .................................................... 93 Tabel 28. Realisasi Penyaluran Benih Pasar Bebas Tahun 2013 ...................... 94 Tabel 29. Rencana dan Realisasi Pengiriman Galur/Mutan Uji Adaptasi/ Multilokasi Tahun 2013............................................................................. 94 Tabel 30. Penyebaran Varietas Padi MT 2012/2013 dan MT 2013 ................ 95 Tabel 31. Penyebaran Varietas Jagung MT 2012/2013 dan MT 2013 ........... 96 Tabel 32. Penyebaran Varietas Kedelai MT 2012/2013 dan MT 2013 .......... 96 Tabel 33. Rekapitulasi Rencana dan Realisasi Tanam untuk Perbanyakan Benih Sumber pada Areal Produksi Benih Sumber di Balai Benih Tahun 2013 ....................................................................... 99 Tabel 34. Realisasi Pemberdayaan Penangkar Benih Padi Inbrida dan Kedelai Tahun 2013 ................................................................................. 100 Tabel 35. Realisasi Penyaluran/Penjualan Benih Bersubsidi Tahun 2013 . 102 Tabel 36. Stok dan Penggunaan CBN Tahun 2013 ............................................ 103 Tabel 37. Realisasi Pengujian Mutu Pestisida, Pupuk dan Produk Tanaman Tahun 2013 .............................................................. 113
x
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Tabel 38. Realisasi Bantuan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2013 ............................................................................................... 146 Tabel 39. Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan (Orang) ........ 156 Tabel 40. Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan (Orang) .......................... 156 Tabel 41. Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin (Orang) ................... 156 Tabel 42. Realisasi Anggaran APBN Sektoral Tahun 2013 Ditjen Tanaman Pangan Berdasarkan Kegiatan Utama ............... 161 Tabel 43. Realisasi Anggaran APBN Sektoral Tahun 2013 Ditjen Tanaman Pangan Berdasarkan Kelompok Satker Pusat dan Daerah ................................................................................................ 161 Tabel 44. Realisasi Anggaran APBN Sektoral Tahun 2013 Ditjen Tanaman Pangan Berdasarkan Jenis Belanja ...................... 162 Tabel 45. Rincian Realisasi Anggaran APBN Sektoral Tahun 2013 Ditjen Tanaman Pangan Per Provinsi.............................................................. 163 Tabel 46. Realisasi Anggaran APBN Subsidi Ditjen Tanaman Pangan Tahun 2013 ................................................................................................ 164 Tabel 47. Nilai BMN Dalam Pos Perkiraan Neraca ............................................ 165 Tabel 48. Data Kerugian Negara Lingkup Ditjen Tanaman Pangan (s.d Desember 2013) .............................................................................. 169 Tabel 49. Perkembangan Pelaksanaan Rencana Aksi Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2013 ................................................. 171
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
xi
Laporan Tahunan
2013
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Realisasi Pelaksanaan SL-PTT Padi Tahun 2013 .............................. 203
2.
Realisasi Pelaksanaan SL-PTT Jagung Tahun 2013........................... 204
3.
Realisasi Pelaksanaan SL-PTT Kedelai Tahun 2013.......................... 205
4.
Realisasi Pelaksanaan Pengembangan Kedelai Model Tahun 2013 ................................................................................................. 206
5.
Realisasi Pelaksanaan Pengembangan Ubi Kayu Tahun 2013 ..... 207
6.
Realisasi Pelaksanaan Pengembangan Ubi Jalar Tahun 2013 ...... 208
7.
Realisasi Pelaksanaan Pengembangan Pangan Alternatif Tahun 2013 ................................................................................................ 209
8.
Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Padi Tahun 2013 ................ 210
9.
Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Jagung Tahun 2013 ........... 211
10. Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Kedelai Tahun 2013 .......... 212 11. Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Kacang Tanah Tahun 2013 ................................................................................................. 213 12. Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Kacang Hijau Tahun 2013 ................................................................................................. 214 13. Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Ubi Kayu Tahun 2013 ....... 215 14. Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Ubi Jalar Tahun 2013 ........ 216 15. Realisasi Perbanyakan Benih Sumber Sorgum Tahun 2013 ......... 217 16. Realisasi Pemberdayaan Penangkar Benih Padi Dan Kedelai Tahun 2013 ................................................................................................. 218 17. Realisasi Penjualan Benih Bersubsidi Padi Inbrida Tahun 2013 ................................................................................................. 219 18. Realisasi Penjualan Benih Bersubsidi Padi Hibrida Tahun 2013 ................................................................................................. 220 19. Realisasi Penjualan Benih Bersubsidi Jagung Komposit Tahun 2013 ................................................................................................ 221 20. Realisasi Penjualan Benih Bersubsidi Jagung Hibrida Tahun 2013 ................................................................................................ 222 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
xii
Laporan Tahunan
2013
21. Realisasi Penjualan Benih Bersubsidi Kedelai Tahun 2013 ........... 223 22. Realisasi Bantuan Sarana Pascapanen Padi Tahun 2013 ............... 224 23. Realisasi Bantuan Sarana Pascapanen Jagung Tahun 2013 .......... 225 24. Realisasi Bantuan Sarana Pascapanen Kedelai Tahun 2013 ......... 226 25. Realisasi Bantuan Sarana Pascapanen Ubi Kayu Tahun 2013 ...... 227 26. Realisasi Bantuan Sarana Pascapanen Ubi Jalar Tahun 2013....... 228 27. Realisasi Pelaksanaan SL-PHT dan SL-Iklim Tahun 2013 ................ 229
xiii
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
I
Laporan Tahunan
PENDAHULUAN
Tahun 2013 merupakan tahun keempat dan satu tahun berakhirnya pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Sesuai dengan Rencana Strategis pembangunan tahun 20102014 telah ditetapkan target empat sukses pembangunan pertanian yaitu pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, peningkatan diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing, peningkatan kesejahteraan petani. Dalam rangka mendukung pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan padi, jagung dan kedelai telah ditetapkan sasaran produksi padi tahun 2013 sebesar 72,06 juta ton gabah kering giling (GKG), jagung 19,83 juta ton pipilan kering, dan kedelai 1,5 juta ton biji kering. Selain itu juga dikembangkan komoditas utama tanaman pangan lainnya dalam rangka mendukung diversifikasi pangan dengan target produksi tahun 2013 kacang tanah 1,20 juta ton biji kering, kacang hijau 410 ribu ton biji kering, ubi kayu 26,30 juta ton umbi basah dan ubi jalar 2,45 juta ton umbi basah. Dalam mendukung pencapaian sasaran produksi komoditas utama tanaman pangan tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melaksanakan satu program APBN yaitu Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan. Kegiatan yang dilaksanakan dalam program tersebut meliputi delapan kegiatan utama yaitu: (1) Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia; (2) Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi; (3) Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan; (4) Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI; (5) Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan; (6) Dukungan Manajemen danDukungan Teknis Lainnya; (7) Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian; dan (8) Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1
Laporan Tahunan
2013
Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan, pada tahun 2013 dilaksanakan beberapa penyempurnaan dari tahun sebelumnya, antara lain : (1) polabantuan benih dari Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) menjadi subsidi; (2) Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dengan pendekatan kawasan dan skala luas (kawasan pertumbuhan, kawasan pengembangan dan kawasan pemantapan) yang terintegrasi dari hulu sampai hilir; (3) revitalisasi kegiatan pengembangan kedelai melalui Perluasan Areal Tanam Baru (PATB); (4) penguatan perlindungan tanaman dari gangguan OPT dan DPI melalui gerakan “spot stop” dan gerakan pengendalian dengan melibatkan aparat TNI; (5) percepatan penurunan susut hasil (losses) panen dan pascapanen; (6) rasionalisasi/pengurangan jumlah satker, serta (7) meningkatkan koordinasi dengan instansi/lembaga terkait (Kementerian BUMN, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Perguruan Tinggi, TNI AD dan institusi lainnya). Pada tahun 2013 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengelola APBN Sektoral (BA 018) sebesar Rp.2,887 triliun (hasil revisi APBNP penghematan sebesar Rp.250,868 miliar dari Pagu DIPA awal Rp.3,138 triliun). Selain APBN sektoral Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengelola APBN subsidi (BA999 07) berupa subsidi benih sebesar Rp.1,454 triliun. Untuk memberikan gambaran pelaksanaan kegiatan, capaian kinerja, serta permasalahan dan saran tindak lanjut pembangunan tanaman pangan tahun 2013 disusun Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2013. Diharapkan laporan ini dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan dalampenentuan kebijakan dan langkah-langkah perbaikan pada masa yang akan datang untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan pembangunan tanaman pangan yang lebih baik.
2
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
II
Laporan Tahunan
KINERJA TANAMAN PANGAN
A. Indikator Makro 1. Produk Domestik Bruto Produk nasional bruto (PDB) sub sektor tanaman pangan tahun 2013 (triwulan III) menunjukkan peningkatan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya juga terjadi peningkatan. Tabel 1. PDB sektor pertanian tahun 2013 (Atas Dasar Harga Berlaku) (Triliun Rupiah)
2012 *) No.
Sektor/Sub Sektor
Pertanian 1. Pertanian Sempit a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan hasil-hasilnya 2. Kehutanan 3. Perikanan
TW - III 327,93 246,51 156,12 53,27 37,11 14,30 67,13
2013 **) TW - II 331,16 245,90 159,92 46,62 39,36 14,49 70,76
Laju Pertumbuhan (%)
TW - III 361,38 271,19 172,66 55,52 43,02 14,83 75,36
TW - III 2013 thd TW - III 2013 thd TW - II 2013 TW - III 2012 9,13 10,20 10,28 10,01 7,96 10,59 19,09 4,22 9,30 15,93 2,34 3,71 6,50 12,26
Sumber: Badan Pusat Statistik angka dalam kurung berarti negatif *) Angka sangat sementara; **) Angka sangat-sangat sementara, Angka dalam kurung berarti negatif
PDB sektor pertanian tahun 2013 (triwulan III) mencapai Rp.361,38 triliun, sebagian besar berasal dari sumbangan sub sektor tanaman bahan makanan (tabama) yang mencapai Rp.172,66 triliun (47,78%), disusul oleh sub sektor perkebunan Rp.55,52 triliun, peternakan dan hasil-hasilnya Rp.43,02 triliun, kehutanan Rp.14,83 triliun dan perikanan Rp.75,36 triliun.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
3
Laporan Tahunan
2013
Tabel 2. PDB sektor pertanian tahun 2013 (Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000) (Triliun Rupiah) 2012 *) No.
Sektor/Sub Sektor
TW - III
Pertanian 1. Pertanian Sempit a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan hasil-hasilnya 2. Kehutanan 3. Perikanan
90,41 70,99 42,99 17,41 10,59 4,54 14,88
2013 **) TW - II 87,74 67,94 42,29 14,91 10,74 4,48 15,32
Laju Pertumbuhan (%)
TW - III 93,14 72,96 44,11 17,78 11,07 4,54 15,64
TW - III 2013 thd TW - III 2013 thd TW - II 2013 TW - III 2012 6,15 3,02 7,39 2,78 4,30 2,61 19,25 2,13 3,07 4,53 1,34 2,09 5,11
Sumber: Badan Pusat Statistik, angka dalam kurung berarti negatif Keterangan: *) Angka sangat sementara; **) Angka sangat-sangat sementara, angka dalam kurung berarti negatif
Sementara itu, PDB sektor pertanian pada tahun 2013 (triwulan III) atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp.93,14 triliun atau meningkat 6,15% terhadap triwulan II tahun 2013 yang mencapai Rp.87,74 triliun. Peningkatan tersebut terjadi pada semua sub sektor, antara lain sub sektor tanaman bahan makanan naik sebesar 4,30%. Sedangkan bila dibandingkan periode yang sama pada tahun 2012, PDB sektor pertanian pada triwulan III tahun 2013 tumbuh sebesar 3,02%. Peningkatan nilai PDB terjadi pada hampir semua sub sektor pendukung, termasuk sub sektor tanaman bahan makanan sebesar 2,61%. 2. Penyerapan Tenaga Kerja Sub sektor tanaman pangan merupakan lapangan usaha yang menyerap bagian terbesar tenaga kerja dan sangat dominan dalam mewarnai struktur ketenagakerjaan pada sektor pertanian maupun nasional. Hampir seluruh penduduk di perdesaan bekerja di sub sektor ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2012 tercatat total jumlah penduduk Indonesia yang bekerja di sub sektor tanaman pangan mencapai 15,91 juta orang. Jumlah tersebut mencapai 43,69% terhadap total tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan). 4
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Bila dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah tenaga kerja sub sektor tanaman pangan pada tahun 2012 terjadi penurunan sebesar 6,04% dari 16,94 juta pada tahun 2011 turun menjadi 15,91 juta orang pada tahun 2012. Sementara itu, total jumlah tenaga kerja sektor pertanian pada tahun 2012 menunjukkan penurunan sebesar 0,31% dibandingkan tahun 2011. Tabel 3. Tenaga Kerja Sektor Pertanian dan Sub Sektor Tanaman Pangan Tahun 2012
Uraian Pertanian Tanaman Pangan
2011 (orang) 36.541.972 16.937.195
Perkembangan Kontribusi Thd 2012 thd. 2011 Pertanian Tahun 2012 (%) (%) 36.429.250 (0,31) 100,00 15.914.410 (6,04) 43,69 2012 (orang)
3. Ekspor Impor Komoditas Utama Tanaman Pangan Pada tahun 2013 (Januari-Oktober), volume ekspor komoditas utama tanaman pangan mencapai 201,94 ribu ton, sementara impor mencapai 10,65 juta ton, atau terjadi defisit 10,44 juta ton. Jika ditinjau dari sisi nilainya, terjadi defisit US$ 4,41 miliar dengan nilai ekspor US$ 126,38 juta sementara impor US$ 4,54 miliar. Penyumbang terbesar ekspor tahun 2013 adalah gandum/meslin sebanyak 75,48 ribu ton atau setara US$ 40,44 juta, ubi kayu 71,81 ribu ton setara US$ 27,62 juta. Sementara itu impor terbesar juga berasal dari gandum/meslin yang mencapai 5,90 juta ton setara US$ 2,25 miliar, jagung 2,40 juta ton setara US$ 728,53 juta, dan kedelai 1,41 juta ton setara US$ 886,43 juta.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
5
Laporan Tahunan
2013
Tabel 4. Ekspor-Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Pangan Tahun 2013 (Januari-Oktober) No.
Komoditas
(1) 1 2 3 4 5 6 7 8
(2)
Volume (Ton) Ekspor
Impor
Nilai (000 US$) Neraca
Ekspor
Impor
Neraca
(3) (4) (5)=(3)-(4) (6) (7) (8)=(6)-(7) Beras 1.080 399.758 (398.678) 1.071 208.600 (207.529) Jagung 19.085 2.401.489 (2.382.405) 14.957 728.533 (713.576) Kedelai 9.762 1.411.184 (1.401.422) 13.132 886.426 (873.294) Kacang Tanah 4.831 231.294 (226.463) 10.836 274.928 (264.092) Kc Vigna/Kc Tunggak 11.886 89.549 (77.664) 11.424 84.205 (72.781) Ubi Kayu 71.812 213.415 (141.603) 27.621 103.995 (76.374) Ubi Jalar 8.006 21 7.985 6.898 32 6.866 Gandum/Meslin 75.482 5.900.057 (5.824.575) 40.442 2.252.450 (2.212.008) Jumlah 201.944 10.646.767 (10.444.824) 126.381 4.539.169 (4.412.788)
Sumber: Badan Pusat Statistik
4. Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) Capaian keberhasilan pembangunan selain dapat diukur melalui tingkat pertumbuhan ekonomi juga dapat diukur melalui tingkat kesejahteraan petani. Salah satu indikator untuk menilai tingkat kesejahteraan petani adalah melalui Nilai Tukar Petani (NTP). Semakin tinggi nilai NTP, secara relatif semakin kuat tingkat kesejahteraan dan kemampuan/daya beli petani. Dari data BPS tahun 2013, selama periode Januari-Desember tahun 2013, rata-rata angka Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) diatas 100. Hal ini menunjukkan bahwa petani tanaman pangan lebih sejahtera karena hasil yang didapatkan petani lebih besar dari yang dibelanjakan. Tabel 5. Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) Januari-Desember 2013
Uraian It Ib NTPP
Des 2012 152,59 143,59 106,27
Tahun 2013 Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli 154,11 153,79 153,11 152,88 153,41 155,07 158,66 145,22 146,14 147,20 147,23 147,18 147,99 152,47 106,12 105,24 104,01 103,84 104,23 104,78 104,06
Agus 159,48 153,71 103,75
Sept 160,62 153,93 104,35
Okt 162,49 154,41 105,24
Nov 109,38 108,87 100,47
Des 109,53 109,26 100,24
Sumber: Badan Pusat Statistik Nilai NTP Desember 2012 s.d Oktober 2013 mengggunakan tahun dasar 2007=100 Nilai NTP Oktober s.d Desember 2013 penghitungan NTPP menggunakan tahun dasar 2012=100
6
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Nilai It, Ib, dan NTPP November 2013 berdasarkan tahun dasar 2012=100 adalah 109,38; 108,87; dan 100,47. Perubahan NTPP Desember 2013 terhadap November 2013 (tahun dasar 2012=100) adalah -0,23%, yang berarti terjadi penurunan NTPP sebesar 0,23%. Hal ini karena kenaikan It sebesar 0,14% lebih kecil dibandingkan kenaikan Ib sebesar 0,36%. Tabel 6. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) JanuariDesember Tahun 2013 Perubahan (%)
Uraian Des'12- Jan'13- Feb'13- Mar'13- Apr'13- Mei'13- Jun'13- Jul'13- Agu'13- Sep'13- Okt'13- Nov'13Jan'13 Feb'13 Mar'13 Apr'13 Mei'13 Juni'13 Jul'13 Agu'13 Sep'13 Okt'13 Nov'13 Des'13 It Ib NTPP
1,00 1,14 -0,14
-0,21 0,63 -0,83
-0,44 0,73 -1,17
-0,15 0,02 -0,16
0,35 -0,03 0,38
1,08 0,55 0,53
2,32 3,03 -0,69
0,52 0,81 -0,30
0,71 0,14 0,58
1,16 0,31 0,85
0,13 0,17 -0,05
0,14 0,36 -0,23
Sumber: Badan Pusat Statistik Keterangan: Perubahan Desember 2013 thd November 2013 menggunakan tahun dasar 2012=100
B. Produksi Tanaman Pangan Berdasarkan data Angka Sementara (ASEM) capaian produksi komoditas utama tanaman pangan tahun 2013: padi 71,29 juta ton GKG; jagung 18,51 juta ton pipilan kering; kedelai 780 ribu ton biji kering, kacang tanah 702 ribu ton biji kering, kacang hijau 205 ribu ton biji kering, ubi kayu 23,82 juta ton umbi basah dan ubi jalar 2,38 juta ton umbi basah. Tabel 7. No. 1 2 3 4 5 6 7
Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Tahun 2013 (ASEM) Komoditas
Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
Luas Panen (000 Ha) 13.837 3.820 551 519 82 1.061 162
Produktivitas (Ku/Ha) 51,52 48,44 14,16 13,53 24,98 224,49 147,48
Produksi (000 Ton) 71.291 18.506 780 702 205 23.824 2.385
Sumber: Badan Pusat Statistik Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
7
Laporan Tahunan
2013
1. Swasembada Berkelanjutan Padi/Beras Berdasarkan Angka Sementara BPS, produksi padi tahun 2013 mencapai 71,29 juta ton GKG. Bila dibandingkan dengan produksi tahun 2012 sebesar 69,06 juta ton GKG, terjadi peningkatan 2,235 juta ton GKG (3,24%). Bila dibandingkan terhadap target tahun 2013 (sebesar 72,06 juta ton GKG), mencapai 98,93% atau masih terdapat kekurangan 773 ribu ton GKG. Sedangkan bila dibandingkan terhadap target tahun 2014 mencapai 93,11% dari target 76,57 juta ton. Tabel 8. Capaian Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Tahun 2013 No
Uraian
1. Luas Panen (000 Ha) 2. Produktivitas (Ku/Ha) 3. Produksi (000 Ton)
ATAP 2012 13.446
Target 2013
Realisasi 2013 *)
13.858
Capaian Realisasi 2013 Thd. ATAP 2012 Target 2013 (%) Selisih (%) Selisih
13.837
102,91
391
99,85
(21)
51,36
52,00
51,52
100,31
0,16
99,08
(0,48)
69.056
72.064
71.291
103,24
2.235
98,93
(773)
*) Realisasi 2013 = Angka Sementara (ASEM)
Bila dibandingkan dengan kebutuhan beras untuk konsumsi dalam negeri menunjukkan surplus 5,656 juta ton beras dengan indeks swasembada 116,43%. Dengan demikian swasembada dan surplus beras yang dicapai pada tahun 2013 dapat dipertahankan secara berkelanjutan sejak tahun 2010 awal periode kabinet Indonesia Bersatu II. Tabel 9. Neraca Produksi dan Kebutuhan Beras Tahun 2013 No.
Uraian
Volume
1. Produksi Padi (000 Ton GKG)
71.291
2. Beras Tersedia Untuk Konsumsi (000 Ton)
40.080
3. Kebutuhan Beras Untuk Konsumsi Penduduk (000 Ton)
34.424
4. Indeks Swasembada (%)
116,43
5. Surplus/Defisit (000 Ton)
5.656
Keterangan: - Beras tersedia = produksi padi GKG x 0,562 - Kebutuhan beras = jumlah penduduk 247,388 juta x konsumsi per kapita 139,15 kg/tahun
8
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Peningkatan produksi padi tahun 2013 (ASEM) terhadap 2012 terutama disebabkan oleh meningkatnya luas panen 391 ribu ha (2,91%) dan produktivitas 0,16 ku/ha (0,31%). Faktor penyebab meningkatnya luas panen padi tahun 2013 karena kondisi iklim yang relatif basah sepanjang tahun, serta jaminan pemasaran dan harga jual hasil padi yang relatif tinggi (selama tahun 2013 harga gabah kering giling di tingkat petani berkisar antara Rp.4.232-Rp.4.806 rata-rata Rp.4.574/kg (di atas HPP GKG di penggilingan Rp.4.150/kg). Sedangkan faktor penyebab peningkatan produktivitas antara lain didorong karena perluasan penerapan pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT). Namun jika dibandingkan dengan target produksi tahun 2013, produksi padi belum mencapai target disebabkan karena belum optimalnya peningkatan produktivitas dari target 52 ku/ha baru mencapai 51,52 ku/ha, serta belum tercapainya target luas panen 13,858 juta ha terealisasi 13,837 juta ha (kurang 21.000 ha). Belum optimalnya peningkatan produktivitas disebabkan oleh terganggunya penyerbukan malai serta efisiensi serapan unsur hara pupuk akibat tingginya curah hujan sepanjang tahun. Sedangkan belum tercapainya target luas panen disebabkan pemanfaatan lahan rawa lebak yang tidak optimal karena tingginya genangan air terutama di Provinsi Kalimantan Selatan dan Riau, meningkatnya pertanaman yang terkena OPT dan banjir dan puso mencapai 96.754 ha (meningkat 6.089 ha) dibanding tahun 2012 yang hanya seluas 90.665 ha, dan terjadinya konversi lahan ke non pangan (kelapa sawit) yang terjadi di Provinsi Sumatera dan Kalimantan. Perkembangan produksi padi selama periode tahun 2008-2013 menunjukan tren pertumbuhan yang positif, meningkat dari 60,325 juta ton pada tahun 2008 menjadi 71,291 juta ton GKG tahun 2013 atau rata-rata tumbuh 3,43% atau sebesar 2,193 juta ton per tahun. Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh kenaikan produktivitas dari 48,94 ku/ha tahun 2008 menjadi 51,52 ku/ha tahun 2013, serta luas panen 12,327 juta ha tahun 2008 menjadi 13,837 juta ha tahun 2013. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
9
Laporan Tahunan
2013
Tabel 10. Trend Perkembangan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Tahun2008-2013 No
Uraian
Rerata tumbuh (%) 60.325.925 64.398.890 66.469.394 65.756.904 69.056.126 71.291.494 3,43 2008
2009
2010
1 Produksi (Ton) 2 Luas Panen (Ha) 12.327.425 12.883.576 13.253.450 3 Produktivitas (Ku/Ha) 48,94 49,99 50,15 *) Tahun 2013 = Angka Sementara (ASEM)
2011
2012
2013*)
13.203.643
13.445.524
13.837.213
2,35
49,80
51,36
51,52
1,04
2. Swasembada Berkelanjutan Jagung Produksi jagung tahun 2103 (ASEM) mencapai 18,51 juta ton pipilan kering. Bila dibandingkan dengan produksi tahun 2012 sebesar 19,39 juta ton pipilan kering,mengalami penurunan 881 ribu ton pipilan kering (4,54%). Bila dibandingkan terhadap target 2013 sebesar 19,83 juta ton pipilan kering mencapai 93,32% atau masih terdapat kekurangan 1,33 juta ton pipilan kering. Sedangkan bila dibandingkan terhadap target tahun 2014 mencapai 88,88% dari target 20,82 juta ton pipilan kering. Tabel 11. Capaian Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Jagung Tahun 2013 (ASEM) Uraian
AT AP 2012
T arget Realisasi 2013 2013 *)
% Capaian Realisasi 2013 T hd. AT AP 2012 T arget 2013 % Selisih % Selisih
Luas Panen (000 Ha)
3.958
4.038
3.820
96,51
(138)
94,60
(218)
Produktivitas (Ku/Ha)
48,99
49,11
48,44
98,88
(0,55)
98,64
(0,67)
Produksi (000 T on)
19.387
19.831
18.506
95,46
(881)
93,32 (1.325)
*) Realisasi 2013 = Angka Sementara (ASEM)
Faktor penyebab penurunan dan belum tercapainya sasaran produksi jagung tahun 2013 disebabkan luas tanam yang belum mencapai target karena pengaruh iklim basah sepanjang tahun sehingga petani cenderung memilih bertanam padi secara terus-menerus (yang biasanya ditanami jagung pada musim kering dan lahan kering), terjadi kompetisi dengan komoditas lain (ubi kayu) di beberapa provinsi antara lain di Provinsi Lampung dan Sumatera Utara, serta meningkatnya luas pertanaman yang mengalami puso (gagal panen). 10
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Sementara itu penurunan produktivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: penyerbukan yang tidak optimal karena curah hujan yang tinggi, lemahnya modal petani sehingga tidak mampu menyediakan sarana produksi secara optimal terutama penyediaan benih hibrida yang harganya relatif mahal, sementara benih bersubsidi tahun 2013 serapannya belum optimal karena masa transisi dari sebelumnya berupa bantuan gratis, sehingga mengakibatkan penurunan persentase tingkat penggunaan benih unggul bersertifikat, penurunan penggunaan golongan varietas potensi produksi tinggi (VPT), serta penggunaan pupuk belum berimbang dan spesifik lokasi sesuai rekomendasi. Walaupun produksi jagung tahun 2013 (ASEM) belum mencapai 100% terhadap target, namun bila dibandingkan dengan kebutuhan terjadi surplus 4,119 juta ton dengan indeks swasembada 128,63%. Dengan demikian swasembada dan surplus jagung yang dicapai pada tahun 2013 dapat berkelanjutan sejak tahun 2010 awal periode Kabinet Indonesia Bersatu II. Tabel 12. Neraca Produksi dan Kebutuhan Jagung Tahun 2013 No.
Uraian
Volume
1.
Produksi Jagung (000 Ton Pipilan Kering)
18.506
2.
Kebutuhan Jagung (000 Ton)
14.387
3.
Indeks Swasembada (%)
128,63
4.
Surplus/Defisit (000 Ton)
4.119
Perkembangan produksi jagung selama periode 2008-2013 menunjukkan tren pertumbuhan yang positif, dari 16,317 juta ton pada tahun 2008 menjadi 18,506 juta ton pipilan kering tahun 2013 atau rata-rata tumbuh 2,72% per tahun. Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh kenaikan produktivitas dari 40,78 ku/ha tahun 2008 menjadi 48,44 ku/ha tahun 2013.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
11
Laporan Tahunan
2013
Tabel 13. Trend Perkembangan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Jagung Tahun 2008-2013
No
Uraian
1 Produksi (Ton) 2 Luas Panen (Ha) 3 Produktivitas (Ku/Ha)
Rerata 2008 2009 2010 2011 2012 2013*) tumbuh (%) 16.317.252 17.629.748 18.327.636 17.643.250 19.387.022 18.506.287 2,72 4.001.724
4.160.659
4.131.676
3.864.692
3.957.595
3.820.161
(0,85)
40,78
42,37
44,36
45,65
48,99
48,44
3,54
*) Tahun 2013 = Angka Sementara (ASEM)
3. Swasembada Kedelai Produksi kedelai tahun 2103 (ASEM) mencapai 780,16 ribu ton biji kering. Bila dibandingkan dengan produksi tahun 2012 sebesar 843,15 ribu ton biji kering mengalami penurunan 63 ribu ton biji kering (7,47%). Bila dibandingkan terhadap target 2013 sebesar 1,50 juta ton biji kering mencapai 52,00% atau masih terdapat kekurangan 720 ribu ton biji kering. Capaian dan kekurangan ini sama bila dibandingkan terhadap target tahun 2014 yang sama dengan target tahun 2013 sebesar 1,50 juta ton biji kering. Tabel 14. Capaian Luas Panen, Provitas dan Produksi Kedelai Tahun 2013 No.
Uraian
ATAP 2012
Target 2013
Realisasi 2013 *)
% Capaian Realisasi 2013 Thd. ATAP 2012 Target 2013 % Selisih % Selisih
1. Luas Panen (000 Ha)
568
970
551
97,01
(17)
56,80 (419)
2. Produktivitas (Ku/Ha)
14,85
15,46
14,16
95,35
(0,69)
91,59 (1,30)
843
1.500
780
92,53
(63)
52,00 (720)
3. Produksi (000 Ton)
*) Realisasi 2013 =Angka Sementara (ASEM)
Sementara itu bila dibandingkan dengan total kebutuhan kedelai nasional sebesar 2,12 juta ton, produksi kedelai tahun 2013 (ASEM) masih defisit sebanyak 1,34 juta ton dengan indeks swasembada baru mencapai 36,87%.
12
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Tabel 15. Neraca Produksi dan Kebutuhan Kedelai 2013 No.
Uraian
Volume
1.
Produksi Kedelai (000 Ton Biji Kering)
780
2.
Kebutuhan Kedelai (000 Ton)
2.116
3.
Indeks Swasembada (%)
36,87
4.
Surplus/Defisit (000 Ton)
(1.336)
Belum tercapainya produksi kedelai pada tahun 2013 (ASEM) secara nasional, terutama disebabkan rendahnya luas tanam dan luas panen yang hanya mencapai 551 ribu ha atau 56,78% dari target 970 ribu ha, serta belum tercapainya produktivitas dari target 15,46 ku/ha hanya tercapai 14,16 ku/ha. Faktor penyebab rendahnya luas tanam/panen kedelai tahun 2013 antara lain: kondisi iklim yang relatif basah sepanjang tahun mengakibatkan petani lebih memilih untuk terus bertanam padi (biasanya setelah padi ditanam kedelai), persaingan dengan komoditas lain yang lebih kompetitif, potensi resiko gagal panen tinggi akibat curah hujan relatif tinggi sepanjang tahun, terbatasnya lahan yang siap untuk peruasan areal tanam dari yang direncanakan (di lahan Pirbun, Perhutani, Inhutani, daerah transmigrasi dan lahan lainnya), harga kedelai impor lebih murah dibandingkan dengan harga kedelai lokal akibat kebijakan tarif dan non tarif, jaminan pemasaran dan harga jual hasil kedelai kurang menguntungkan (walaupun ada kebijakan harga pembelian pemerintah kedelai Rp.7400/kg namun baru berlaku pada akhir tahun/Oktober 2013). Sedangkan faktor penyebab belum tercapainya target produktivitas antara lain disebabkan kondisi iklim basah dan curah hujan yang relatif tinggi sepanjang tahun mengakibatkan terganggunya penyerbukan tidak optimal, penurunan tingkat penggunaan benih unggul bersertifikat akibat kelangkaan ketersediaan benih di lapangan dan sistem peyediaan benih belum berjalan optimal, dan penggunaan pupuk belum diterapkan secara optimal sesuai dengan anjuran karena
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
13
Laporan Tahunan
2013
keterbatasan modal petani, serta meningkatnya luas serangan OPT dan DPI (banjir). Meskipun capaian produksi kedelai tahun 2013 (ASEM) mengalami penurunan dari tahun 2012 dan belum mencapai target, namun perkembangan produksi kedelai selama periode tahun 2008-2013 menunjukan trend pertumbuhan yang positif, meningkat dari 775 ribu ton biji kering pada tahun 2008 menjadi 780 ribu ton biji kering tahun 2013 atau rata-rata tumbuh sebesar 0,83% per tahun. Pertumbuhan produksi tersebut didukung oleh peningkatan produktivitas 1,62% per tahun dari 13,13 ku/ha pada tahun 2008 menjadi 14,16 ku/ha pada tahun 2013 (ASEM), dan bahkan pada tahun 2012 telah mencapai 14,85 ku/ha. Sedangkan luas panen mengalami penurunan dari 591 ribu ha tahun 2008 menjadi 551 ribu ha tahun 2013 (ASEM) atau rata-rata turun 0,77% per tahun. Tabel 16. Trend Perkembangan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Kedelai Tahun 2008-2013
No
Uraian
1 Produksi (Ton) 2 Luas Panen (Ha) 3 Produktivitas (Ku/Ha)
2008
2009
2010
2011
2012
775.710
974.512
907.031
851.286
843.153
Rerata tumbuh (%) 780.163 0,83
590.956
722.791
660.823
622.254
567.624
550.797
(0,77)
13,13
13,48
13,73
13,68
14,85
14,16
1,62
2013*)
*) Tahun 2013 = Angka Sementara (ASEM)
4. Capaian Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Lainnya (Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubi Kayu, Ubi Jalar) Tahun 2013 Produksi komoditas utama tanaman pangan lainnya(kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar)tahun 2013 (ASEM) mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012, dan bila dibandingkan terhadap target seluruhnya belum mencapai target.
14
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Tabel 17. Capaian Produksi Komoditas Utama Tanaman Pangan Lainnya Tahun 2013
No. 1 2 3 4
Komoditas Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
Produksi (000 Ton) Capaian ASEM 2013 Thd (%) ATAP Sasaran ASEM 2012 2013 2013 Sasaran 2013 ATAP 2012 713 1.200 702 58,50 98,48 284 410 205 50,00 72,12 24.177 26.300 23.824 90,59 98,54 2.483 2.450 2.385 97,34 96,03
Terjadinya penurunan dan belum tercapainya sasaran produksi kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar tahun 2013 disebabkan terutama tidak tercapainya luas tanam/panen akibat persaingan/ kompetisi antar komoditas, terbatasnya akses petani terhadap sumber permodalan usaha tani untuk memperluas pertanaman dan penerapan teknologi sesuai anjuran, serta terbatasnya dukungan fasilitasi kegiatan APBN. Tabel 18. Luas Panen dan Produktivitas Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubi Kayu, Ubi Jalar Tahun 2013
No.
Komoditas
1 2 3 4
Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
1 2 3 4
Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
ATAP 2012
Sasaran 2013
ASEM 2013
Luas Panen (000 Ha) 560 828 519 245 334 182 1.130 1.283 1.061 178 197 162 Produktivitas (Ku/Ha) 12,74 14,50 13,52 11,60 12,28 11,24 214,02 205,00 224,49 139,29 124,38 147,48
Capaian ASEM 2013 Thd (%) Sasaran ATAP 2013 2012 62,71 54,54 82,72 82,09
92,75 74,31 93,94 90,69
93,24 91,53 109,51 118,57
106,12 96,90 104,89 105,88
15
Laporan Tahunan
2013
C. Tingkat Penggunaan Benih Unggul Bersertifikat Penggunaan benih varietas unggul bersertifikat merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi tanaman pangan, dan meningkatkan pendapatan petani. Penggunaan benih varietas unggul bersertifikat kelas Benih Sebar (BR) yang digunakan oleh petani tahun 2013, untuk padi sebesar 46,63%, benih jagung sebesar 47,29% dan benih kedelai sebesar 39,59% dari total luas pertanaman. Bila dilihat menurut tingkat potensi hasil untuk padi, jagung dan kedelai menunjukkan telah dominan menggunakan kelas benih Varietas Produksi Tinggi (VPT). Penggunaan varietas yang dominan di tingkat petani untuk padi meliputi Ciherang, Mekongga, dan Cigeulis; untuk jagung meliputi varietas Bisi 2, P21, dan Bisma 16; dan kedelai meliputi varietas Wilis, Anjasmoro, dan Grobogan. D. Penurunan Luas Serangan OPT dan DPI Capaian upaya pengamanan produksi dari gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI) yang dilaksanakan melalui kegiatan penguatan pengamatan, peramalan, dan pengendalian OPT secara SPOT STOP telah cukup berhasil. Luas pertanaman padi tahun 2013 yang terkena serangan OPT dan DPI seluas 969.393 ha (puso: 96.754 ha) atau 6,69%, jagung 56.130 ha (puso: 8.627 ha) atau 1,41%, kedelai 13.571 (puso: 1.801 ha) atau 2,25% dari total luas tanam. Luas terkena serangan tersebut bila dibandingkan tahun 2012 untuk padi meningkat 5,08% (46.916 ha), jagung menurun 5,73% (3.412 ha), dan kedelai meningkat 34,03% (3.446 ha). Namun jika dilihat secara rasio terkena terhadap luas tanam, luas tanaman padi yang terkena serangan OPT dan DPI tahun 2013 mengalami penurunan untuk komoditas padi dan jagung, sedangkan kedelai mengalami peningkatan. Tabel 19. Perbandingan Luas Serangan OPT dan DPI Pada Tanaman Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2013 No. 1 2 3 4 16
Uraian Luas Tanam (Ha) Luas Terkena OPT dan DPI (Ha) Luas Puso (Ha) Rasio Terkena Thd Luas Tanam (%)
Padi 2012 13.602.690 922.477 90.664 6,78
Jagung 2013 14.494.648 969.393 96.754 6,69
2012 3.994.370 59.542 4.388 1,49
2013 3.973.374 56.130 8.627 1,41
Kedelai 2012 2013 612.327 603.271 10.125 13.571 1.489 1.801 1,65 2,25
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Masih tingginya luas terkena serangan OPT dan DPI pada tanaman padi tahun 2013 disebabkan antara lain: kondisi iklim ekstrim (kemarau basah) sehingga memberikan iklim yang kondusif untuk perkembangan OPT, petani merubah pola tanam padi-padi-palawija menjadi padi-padi-padi. Hal ini mengakibatkan tersedianya pakan untuk kelangsungan hidup OPT secara terus menerus, penggunaan pestisida oleh petani yang kurang bijaksana sehingga memusnahkan sebagian besar musuh alami di lapangan sehingga mengganggu ekosistem OPT, jumlah petugas POPTPHP di lapangan yang masih belum cukup dan kurangnya kepedulian petani pada lahan usaha taninya sendiri sehingga apabila terjadi spot serangan OPT, tindakan pengendalian OPT yang dilakukannya seringkali telambat. E. Penurunan Tingkat Susut Hasil Berdasarkan realisasi penyaluran bantuan sarana pascapanen tahun 2013 yang berasal dari dana APBN Ditjen Tanaman Pangan telah berhasil menurunkan susut hasil padi 0,05%, jagung 0,10%, kedelai 0,151%, ubi kayu 0,009% dan ubi jalar 0,0226%. Salah satu faktor pendorong penurunan susut hasil hasil panen tersebut antara lain pemberian bantuan sarana pascapanen padi sebanyak 460 paket, jagung 87 paket, kedelai 54 paket, ubi kayu 27 paket, dan ubi jalar 25 paket. Tabel 20. Penurunan Susut Hasil Panen Tanaman Pangan Tahun 2013
Target Penurunan Jumlah Bantuan Capaian Penurunan Pengamanan No. Komoditi Susut Hasil Sarana Pascapanen Susut Hasil Hasil (%) (Paket/Unit) (%) (Ton) 1 Padi 1,79 460 0,05 37.891 2 Jagung 0,25 87 0,10 18.443 3 Kedelai 0,75 54 0,151 1.219 4 Ubikayu 0,50 27 0,009 2.294 5 Ubijalar 0,50 25 0,0226 535 Namun demikian, capaian susut hasil ini belum mencapai target yang ditetapkan tahun 2013 yaitu untuk padi 1,79%, jagung 0,25%, kedelai 0,75%, ubi kayu dan ubi jalar masing-masing 0,50%. Masih rendahnya Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
17
Laporan Tahunan
2013
pencapaian penurunan susut hasil untuk komoditas padi, jagung, kedelai, ubikayu, dan ubijalar disebabkan karena masih rendahnya dukungan anggaran yang dialokasikan untuk komoditas padi, jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar untuk fasilitasi sarana pascapanen.
18
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
III
Laporan Tahunan
PROGRAM DAN KEGIATAN UTAMA
Program yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun 2013 yaitu Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan Untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan. Anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun 2013 terdiri dari APBN Sektoral dan APBN Subsidi. APBN Sektoral Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun 2013 berjumlah Rp.3,138 triliun, namun sehubungan adanya kebijakan penghematan anggaran seluruhnya Kementerian/Lembaga dalam menghadapi kenaikan harga minyak dunia, maka APBN Sektoral Direktorat Jenderal Tanaman Pangan berkurang menjadi Rp. 2,887 triliun yang ditempatkan di Satuan Kerja (Satker) Pusat, Satker UPT Pusat, Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan. APBN Sektoral dialokasikan pada delapan kegiatan utama, yaitu sebagai berikut: 1. Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia a. SL-PTT padi seluas 4.385.625 ha yang terdiri dari kawasan pertumbuhan 289.275 ha, kawasan pengembangan 504.450 ha, dan kawasan pemantapan 3.591.900 ha, di 31 provinsi 389 kabupaten. b. SL-PTT jagung seluas 235.380 ha yang terdiri darikawasan pertumbuhan 48.350 ha, kawasan pengembangan 157.030 ha, dan kawasan pemantapan 30.000 ha, di 30 provinsi 207 kabupaten. c. Fasilitasi kemitraan pengembangan pangan alternatif sebanyak 9 paket di 9 provinsi. d. Budidaya jagung hibrida bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Provinsi Nusa Tenggara Timur seluas 10.500 ha di 7 kabupaten. e. Ubinan SL-PTT padi sebanyak 14.979 unit di 31 provinsi 389 kabupaten dan ubinan SL-PTT jagung 2.345 unit di 30 provinsi 207 kabupaten.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
19
Laporan Tahunan
2013
f. CPCL, koordinasi, pengawalan dan monev Posko P2BN untuk tingkat pusat, 31 provinsi dan 396 kabupaten. 2. Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi a. SL-PTT kedelai seluas 411.740 ha yang terdiri dari kawasan pertumbuhan 12.500 ha, kawasan pengembangan 355.240 ha, dan kawasan pemantapan 44.000 ha 29 provinsi 190 kabupaten. b. Pengembangan kedelai model seluas 110.000 hadi 8 provinsi 22 kabupaten. c. Pengembangan Kegiatan Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) Kedelai seluas 118.250 ha di 12 provinsi pada 47 kabupaten. d. Pengembangan ubikayu seluas 2.080 ha di 18 provinsi pada 43 kabupaten. e. Pengembangan ubijalar seluas 1.225 ha di 10 provinsi pada 26 kabupaten. f. Pengembangan pangan alternatif seluas 110 ha di 9 provinsi pada 16 kabupaten. g. Ubinan SL-PTT kedelai sebanyak 5.650 unit di 195 kabupaten dan koordinasi kemitraan stakeholder aneka kacang dan umbi di 29 provinsi. h. Pembinaan, pengawalan dan monev aneka kacang dan umbi untuk tingkat pusat, 29 provinsi dan 159 kabupaten/kota. 3. Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan a. Penilaian varietas, sebanyak 87 unit : pengawasan, sertifikasi benih tanaman pangan seluas 81.650 ha, pemberian insentif pengawas benih tanaman (PBT) 828 orang dan operasional BPSBTPH di 32 provinsi. b. Perbanyakan benih di Balai Benih Induk (BBI) padi seluas 299 ha di 29 provinsi, jagung 123 ha di 24 provinsi, kedelai 207 ha di 28 provinsi, kacang tanah 50 ha di 13 provinsi, kacang hijau 17 ha di 6 provinsi, ubi kayu 8 ha di 4 provinsi, ubi jalar 6 ha di 3 provinsi dan sorgum 2 ha di 1 provinsi serta operasional BBI sebanyak 31 Balai. 20
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
c. Pemberdayaan penangkar benih padi sebanyak 222 unit atau 11.100 ha di 30 provinsi, dan benih kedelai 140 unit atau 3.500 ha di 23provinsi. d. Revitalisasi/optimalisasi Unit Prosesing Benih (UPB) sebanyak 11 unit di 11 provinsi. e. Pembinaan, monev pemberdayaan penangkaran benih, CBN untuk tingkat pusat, 32 provinsi dan 400 kabupaten. 4. Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI a. Pengamatan, Peramalan dan Pengendalian OPT (P3OPT) di 31 Balai, operasional Brigade Proteksi Tanaman 82 unit, rehabilitasi/bangun gedung BPT (gudang pestisida) 20 unit, bahan dan sarana pengendalian OPT 30 paket, gerakan pengendalian OPT dan DPI 258 kali, surveilans OPT 32 paket. b. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) sebanyak 2.500 unit, Sekolah Lapangan Iklim (SL-Iklim) 192 unit. c. Biaya operasional POPT-PHP sebanyak 2.598 orang, insentif dan BOP honorer dan THL masing-masing sebanyak 73 orang dan 1.180 orang di 33 provinsi, serta bantuan transportasi pengamat 25.774 orang. d. Pemberdayaan Pos Pengembangan Agen Hayati (PPAH) sebanyak 415 kelompok, operasional Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP) 94 unit dan koordinasi penanggulangan OPT/DPI 14 paket. e. Penguatan perlindungan tanaman pangan untuk Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan Balai Pengujian Mutu Produk Tanaman (BPMPT) sebanyak 2 paket, serta pengadaan mobil brigade dan Laboratorium PHP 66 unit. 5. Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan a. Bantuan sarana pascapanen padi 482 kelompok di 237 kabupaten, sarana pascapanen jagung 92 kelompok di 80 kabupaten, sarana pascapanen kedelai 56 kelompok di 51 kabupaten, sarana pascapanen ubi kayu 27 kelompok di 25 kabupaten, sarana pascapanen ubi jalar 25 kelompok di 21 kabupaten. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
21
Laporan Tahunan
2013
b. Database sarana pascapanen tanaman pangan dialokasikan di 32 provinsi. c. Pembinaan, bimtek, apresiasi dan monev pascapanen untuk tingkat pusat, 31 provinsi dan 256 kabupaten/kota. 6. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya a. Pembayaran gaji pegawai Ditjen Tanaman Pangan sebanyak 792 orang, operasional dan pemeliharaan kantor untuk pusat dan dukungan manajemen dan teknis lainnya. b. Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM-3) sebanyak 280 kelompok dan bantuan penanganan bencana alam dan kekeringan. c. Dukungan kawasan lainnya (MP3EI) di 3 provinsi dan Dukungan Daerah Perbatasan dan Daerah Tertinggal di 7 kabupaten. d. Bantuan bencana alam sebanyak satu paket. e. Operasional Satker, perencanaan, keuangan, data statistik, umum, monev, pelaporan untuk tingkat pusat, 33 provinsi dan 405 kabupaten/kota. 7. Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian (BBPPMBTPH) a. Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih sebanyak 10 metode, penerapan sistem mutu laboratorium penguji benih pada 8 laboratorium, pelaksanaan uji profisiensi 30 peserta, dan uji petik mutu benih beredar 1.000 contoh. 8. Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) a. Data dan informasi ramalan serangan OPT pangan sebanyak 70 data, model peramalan OPT 12 model, penerapan dan pengembangan peramalan OPT di 24 provinsi, pelatihan pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT bagi 93 peserta.
22
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
b. Produk agens pengendali hayati padat sebanyak 3.000 kg dan cair 3.000 test tube. Sedangkan anggaran subsidi tahun 2013 sebesar Rp.1,454 triliun yang dialoksikan untuk penyediaan benih bersubsidi sebanyak 152.000 ton, meliputi benih padi inbrida 120.000 ton, benih padi hibrida 7.500 ha, benih jagung komposit 2.000 ton, benih jagung hibrida 7.500 ton, dan benih kedelai 15.000 ton.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
23
Laporan Tahunan
24
2013
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
IV
Laporan Tahunan
PELAKSANAAN KEGIATAN UTAMA
A. Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Sasaran strategis kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia adalah mendorong peningkatan produktivitas melalui pelaksanaan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) padi dan jagung, yang masing-masing diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sebesar 0,5-1 ku/ha dan 0,3 ku/ha. Pada tahun 2013, SL-PTT padi dan jagung dilaksanakan dengan pendekatan kawasan yang terdiri dari kawasan pertumbuhan, pengembangan dan pemantapan. Kriteria pembagian masing-masing kawasan ini adalah wilayah yang memiliki produktivitas yang lebih rendah dari produktivitas kabupaten, dan/atau produktivitas provinsi, dan/atau produktivitas nasional. Alokasi kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia terdiri dari SL-PTT padi seluas 4.385.625 ha, dan SL-PTT jagung 235.380 ha, fasilitasi kemitraan pengembangan pangan alternatif, ditambah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka peningkatan produksi jagung di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam rangka Pemberdayaan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sesuai Direktif Presiden seluas 10.500 ha. 1. Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi Pada tahun 2013, alokasi kegiatan SL-PTT padi seluas 4.385.625 hadi 31 provinsi 389 kabupaten (padi inbrida 3.626.000 ha, padi hibrida 128.000 ha, padi pasang surut 93.600 ha, padi lebak 26.000 ha, dan padi lahan kering 512.025 ha). Realisasi tanam SL-PTT padi mencapai 3.728.725 ha atau 85,02% dari sasaran 4.385.625 ha, dengan rincian: padi inbrida seluas 3.119.941 ha (80,95%), padi hibrida 106.562 ha (83,25%), padi pasang surut 74.128 ha (79,20%), padi lebak 21.505 ha (82,71%), dan padi lahan kering 406.589 ha (79,41%) dari sasaran masing-masing.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
25
Laporan Tahunan
2013
Penyebab tidak tercapainya target pelaksanaan SL-PTT 100% antara lain karena adanya kebijakan revisi APBN Penghematan Anggaran, masa transisi benih bersubsidi dari sebelumnya bantuan gratis, varietas benih subsidi yang tersedia tidak seluruhnya sesuai keinginan petani, keterlambatan jadwal waktu tanam, dan kehatian-hatian yang sangat tinggi dari para pelaksana di lapangan serta menunggu terbitnya DIPA revisi APBN-P penghematan yang baru terbit 1 Oktober 2013. 2. SL-PTT Jagung Alokasi kegiatan SL-PTT jagung tahun 2013 seluas 235.380 ha di 30 provinsi, 207 kabupaten (jagung hibrida 194.030 ha dan jagung komposit 41.350 ha). Sementara realisasinya mencapai 196.213 ha atau 83,36% dari sasaran 235.380 ha, yang terdiri dari jagung hibrida seluas 159.315 ha (82,11%) dan jagung komposit 36.898 ha (89,23%) dari sasaran. Tidak tercapainya target pelaksanaan SL-PTT 100% disebabkan antara lain karena adanya kebijakan penghematan anggaran (APBN-P) yang revisi DIPAnya baru terbit menjelang akhir tahun (1 Oktober 2013), masa transisi benih bersubsidi dari sebelumnya bantuan gratis, varietas benih subsidi yang tersedia sebagian tidak sesuai keinginan petani, terbatasnya kemampuan petani untuk membeli benih (hibrida) secara swadaya karena harganya mahal, keterlambatan jadwal waktu tanam, dan kehatian-hatian yang sangat tinggi dari para pelaksana di lapangan. Tabel 21. Realisasi Pelaksanaan SL-PTT Padi dan Jagung Tahun 2013 No. I
Uraian
SL-PTT Padi Padi Inbrida Padi Hibrida Padi Pasang Surut Padi Lebak Padi Lahan Kering II SL-PTT Jagung 1 Jagung Hibrida 2 Jagung Komposit 1 2 3 4 5
26
Rencana (Ha) 4.385.625 3.626.000 128.000 93.600 26.000 512.025 235.380 194.030 41.350
Realisasi (Ha) (%) 3.728.725 85,02 3.119.941 86,04 106.562 83,25 74.128 79,20 21.505 82,71 406.589 79,41 196.213 83,36 159.315 82,11 36.898 89,23 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Produktivitas SLPTT padi mencapai 59,31 ku/ha atau 107,43% jika dibandingkan dengan sasaran sebesar 55,21 ku/ha dan 15,25% diatas rata-rata produktivitas non SL-PTT. Dari total realisasi tanam SL-PTT padi seluas 3,728 juta ha dan produktivitas rata-rata 59,31 ku/ha, dihasilkan produksi padi sebanyak 22,115 juta ton GKG atau berkontribusi sebesar 31,02% terhadap total produksi padi nasional (ASEM). Sementara produktivitas SL-PTT jagung mencapai 61,45 ku/ha atau 94,54% jika dibandingkan dengan sasaran sebesar 65,00 ku/ha dan 28,05% diatas rata-rata produktivitas non SL-PTT. Belum tercapainya produktivitas jagung di lokasi SL-PTT disebabkan antara lain: belum semua komponen teknologi anjuran dipahami dan diterapkan secara penuh oleh petani karena terbatasnya modal petani, fasilitasi paket bantuan masih terbatas di lokasi Laboratorium Lapangan (LL=1ha per unit), sedangkan di luar LL hanya dibantu benih saja, kurangnya intensitas pengawalan dan pendampingan, kajian kebutuhan dan peluang (KKP) belum dilaksanakan sepenuhnya pada setiap lokasi SL, serta penetapan paket teknologi anjuran belum sepenuhnya berdasarkan hasil analisis kondisi dan potensi lapangan (PRA). Tabel 22. Capaian Produktivitas SL-PTT Padi dan Jagung Tahun 2013
No.
Komoditi
1 Padi 2 Jagung
Produktivitas (Ku/ha) Capaian Provitas SL-PTT Thd (%) Sasaran Realisasi Non SL-PTT Sasaran Non SL-PTT 55,21 59,31 51,46 107,43 115,25 65,00 61,45 47,99 94,54 128,05
3. Fasilitasi Kemitraan Pengembangan Pangan Alternatif Pelaksanaan kegiatan serealia lain tahun 2013 dialokasikan kegiatan fisik berupa bantuan pertemuan fasilitasi kemitraan yang dilaksanakan di provinsi, namun kegiatan dem farm melalui dana APBN pengembangan komoditas serealia lain sudah ditiadakan, sehingga diharapkan daerah dapat mengembangkannya melalui dana APBD I dan II serta pengusaha lokal. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
27
Laporan Tahunan
2013
Program pengembangan serealia lain (sorgum, gandum, jewawut dan hotong) tahun 2013 dilaksanakan dalam rangka mendukung diversifikasi pangan, didalam upaya mengurangi tingkat konsumsi beras 5% selama 5 tahun sehingga diharapkan dapat mengurangi tekanan permintaan akan beras sebagai makanan pokok serta memanfaatkan lahan-lahan yang belum diusahakan (lahan marginal) dan lahan yang diusahakan tetapi tanaman lain tidak dapat tumbuh dengan baik karena terbatasnya air. Untuk mendukung keberhasilan pengembangan komoditas serealia lain diperlukan dukungan seluruh instansi terkait baik pusat maupun daerah mengingat komoditas ini masih belum berkembang secara maksimal di lapangan. Dalam upaya pengembangan komoditas serealia lain, pada tahun 2013 telah dilakukan upaya-upaya antara lain: a. Upaya Ekstensifikasi dan sosialisasi pada daerah baru Peluang pengembangan komoditas serealia lain diupayakan pada daerah-daerah bukaan baru, lahan kering maupun lahan marginal yang dilakukan oleh pemerintah, pengusaha swasta, maupun petani lokal. b. Pembinaan dan pengembangan daerah sentra Pembinaan dan pengembangan daerah sentra dilakukan di lahan milik petani, yang sudah terbiasa melakukan budidaya komoditas serealia lain secara baik. Upaya pengembangan ini dilakukan dengan meningkatkan perluasan areal tanam menuju usahatani yang memenuhi skala ekonomi. Selain itu juga dilakukan sosialisasi pola kemitraan bagi petani untuk mendukung pemasaran hasil produksinya. Khusus untuk daerah sentra seperti Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat adalah merupakan salah satu daerah sumber penangkaran benih yang perlu ditingkatkan.
28
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
c. Pengembangan pola kemitraan di daerah sentra produksi Pengembangan pola kemitraan di sentra produksi merupakan upaya pengembangan usahatani yang memenuhi skala ekonomi sehingga memungkinkan tumbuh dan berkembangnya sistem dan usaha agribisnis melalui pola kemitraan yang berkelanjutan. Pengembangan pola kemitraan sentra produksi ini dilakukan dengan pendekatan: -
Fasilitasi kemitraan di sentra produksi berskala ekonomis berbasis kabupaten andalan seperti Provinsi Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten dan Maluku;
-
Pemantapan peran pengusaha lokal melalui pertemuan fasilitasi kemitraan di provinsi;
-
Kegiatan yang dikembangkan dalam subsistem budidaya dalam sentra produksi perlu dipadukan dengan subsistem lainnya seperti penyediaan benih oleh Balitser, pengelolaan kelompok tani di pedesaan, pemasaran oleh Bogasari dan lain–lain sehingga tercipta keterpaduan dan keharmonisan pengembangan agribisnis secara utuh di tingkat petani.
d. Penguatan kelembagaan Strategi pengembangan komoditas serealia lain melalui penguatan kelembagaan yang meliputi kegiatan fasilitasi pertemuan kemitraan dengan: -
Kelompok tani/Gapoktan;
-
Penangkar benih (BPSB), diupayakan dilakukan oleh pengusaha swasta untuk mendukung salah satu usaha dalam pengembangan komoditas serealia lain yaitu penyediaan benih yang terbatas sehingga perlu adanya pemberdayaan penangkar benih melalui dukungan dana APBD dan kemitraan usaha untuk penyiapan kebutuhan benih;
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
29
Laporan Tahunan
2013
-
Peran Asosiasi pengguna tepung seperti PT. Bogasari, pengusaha lokal dan pemerhati sorgum perlu ditingkatkan untuk mendukung pengembangan serealia lain dan terwujudnya diversifikasi pangan;
-
Peningkatan pengembangan budidaya, pengolahan dan pemasaran seperti PT Batan Teknologi (Persero) dan PT i Pasar;
-
Pembiayaan usaha tani melalui KKPE serta kemitraan dengan stakeholder dilakukan seoptimal mungkin untuk mendukung keberhasilan pengembangan komoditas serealia lain.
4. Budidaya Jagung Hibrida Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Provinsi Nusa Tenggara Timur Dalam rangka peningkatan produktivitas khususnya pada daerahdaerah yang produktivitasnya masih rendah, maka pemerintah melalui Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat mengalokasikan dana untuk meningkatkan produktivitas dan produksi jagung melalui gerakan tanam serentak di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 7 kabupaten dengan sasaran luas areal seluas 10.500 ha.Kegiatandilaksanakan di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Belu, Alor, Ngada dan Kabupaten Flores Timur masing-masing 1.500 ha, dengan realisasi 100%. Disamping kegiatan tersebut, beberapa kegiatan pendukung lainnya yang dilaksanakan dalam pengembangan serealia antara lain: 1. Gerakan Tanam dan Panen Perdana a. Gerakan Tanam Padi di Kabupaten Sumbawa-NTB Dalam rangka meningkatkan produksi padi, telah dilaksanakan Gerakan Tanam Padi di Pulau Sumbawa bertempat di Gapotan Kokar Maras Desa Leseng Kecamatan Moyohulu Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat, Selasa, 4 Juni 2013. Hadir pada acara tersebut Wakil Bupati Sumbawa, Dirjen Tanaman Pangan (diwakili Kasubdit Padi Irigasi dan Wawa), Danrem 162, Dinas Pertanian Provinsi NTB, Dinas Pertanian Kabupaten 30
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Sumbawa, Bapeluh Kabupaten Sumbawa, BPTP NTB, PPL, perwakilan Gapoktan dan Poktan di Kabupaten Sumbawa, dan para petani setempat. Acara diawali dengan tanam padi secara seremonial oleh Wakil Bupati, Dirjen Tanaman Pangan (diwakili Kasubdit Padi IRA), Danrem, dan Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam sambutan Kepala Dinas Pertanian Provinsi NTB diwakili Ir. H. Budi Subagyo, MM, menekankan bahwa komoditas padi, jagung, dan kedelai tetap menjadi tulang punggung ketahanan pangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tahun 2012 produksi padi NTB sebesar 2.114.231 ton, jagung 642.674 ton atau masing-masing terealisasi 100,4% untuk tanaman padi dan pada komoditas jagung 135,24%. Tahun 2012 Sumbawa merupakan kabupaten yang paling besar kontribusinya terhadap produksi jagung di NTB. Upaya peningkatan produksi tanaman pangan terus dilakukan untuk mempertahankan swasembada pangan di NTB, salah satunya adalah memasyarakatkan teknologi usahatani seperti kegiatan SLPTT, dengan hasil sebagai berikut: -
Prediksi BPS produksi padi dan jagung NTB tahun 2013 menurun, salah satu langkah untuk mencegah penurunan produksi pangan khususnya padi dan jagung perlu percepatan tanam secara serentak, dan membangun kerjasama dengan TNI dan Polri seperti yang sedang dilaksanakan saat ini;
-
Wakil Bupati Sumabawa Drs. Arassy Mulkan dalam sambutannya menekankan bahwa petani harus bisa menikmati harga yang sesuai, dan biar tidak terjadi gejolak harga, maka BULOG harus sigap dan memahami situasi diwilayah kerjanya. Produksi padi Kabupaten Sumbawa sebesar 460.000 ton. Sumbangan komoditi padi Kabupaten Sumbawa kepada NTB sebesar 40 % atau sekitar 186 ribu ton GKG. Sumbangan Sumbawa ke NTB bisa di tingkatkan menjadi 50% bila ada percepatan tanam, pemanfaatan air dan penggunaan teknologi, seperti semai di
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
31
Laporan Tahunan
2013
luar lahan. Kita harus buat zona, berapa yang bisa ditanami padi, dan jagung. Penyediaan pupuk yang terbatas sangat mengganggu peningkatan produksi. Subsidi pupuk sangat perlu di tambah kuotanya, karena lebih strategis di banding dengan dengan subsidi benih, karena benih bisa di sediakan oleh petani sendiri; -
Dalam sambutannya Direktur Jenderal Tanaman Pangan yang diwakili oleh Kasubdit Padi Irigasi dan Rawa Ir. Warsitohadi menyampaikan bahwa, beras merupakan komoditas sangat strategis. Negara-negara maju sudah berinvestasi di luar negaranya untuk ketahanan pangan. Saat ini empatcara dalam meningkatkan produksi padi di Indonesia; yaitu peningkatan produktifitas, perluasan areal tanam, pengurangan konsumsi beras, dan perbaikan manajemen. Gerakan percepatan tanam serentak yang sedang kita lakukan saat ini adalah salah satu model perbaikan menajemen usahatani. Dengan pemahaman di bidang pertanian yang sangat di kuasai oleh Wakil Bupati Sumbawa, kedepan Sumbawa akan lebih berperan dalam pengamanan pangan di NTB;
-
Acara diakhiri dengan temu wicara yang di pandu oleh Kepala BPTP NTB Dr. Dwi Praptomo S, MS. Beberapa permasalahan yang di angkat dalam sesi diskusi adalah penyediaan pupuk, perbaikan insfrastruktur usahatani, peningkatan kapasitas penyuluh, perbaikan teknologi budidaya tanaman pangan.
b. Gerakan Tanam Padi di Kota Mataram Gerakan tanam padi di Kota Mataram pada tanggal 28 Desember 2013 dihadiri oleh Walikota Mataram H. Ahyar Abduh bersama lima orang lain diantaranya Komandan Kodim 1606 Djarot Suharso, S.IP dan Direktur Budidaya Serealia Ir.H. Fathan A. Rasyid, M.Ag turun langsung ke sawah untuk melakukan penanaman padi secara bersama menandai dimulainya Gerakan Tanam Padi Serempak dan Percepatan Tanam di Kota Mataram. Penanaman benih padi hibrida 32
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
berkualitas unggul ini dilaksanakan di lahan milik Kelompok Tani Tegal Jaya Kelurahan Selagalas Kecamatan Sandubaya Kota Mataram. Usai penanaman padi bersama, Walikota beserta Dandim 1606 Lombok Barat melaksanakan penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Mataram dengan Kodim 1606 Lombok Barat. Menyepakati kerjasama antara kedua belah pihak dalam rangka mensinergikan potensi, tugas, fungsi, dan kewenangan untuk saling membantu dan mendukung dalam mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional, serta mendukung tercapainya target Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) menuju surplus beras 10 juta ton dan pencapaian swasembada kedelai tahun 2014. Kerjasama kedua belah pihak ini menurut Direktur Budidaya Serealia yang turut hadir menyaksikan penandatanganannya, merupakan kelanjutan dari kerjasama yang juga telah disepakati oleh Menteri Pertanian Dr. Ir. Suswono, MMA dan Panglima TNI Agus Suhartono pada tanggal 13 April 2012 lalu. Kemitraan antar dua lembaga ini penting mengingat tantangan yang ada, dimana persaingan dengan negara lain dan keinginan dunia luar untuk menjadikan Indonesia sebagai pasar internasional menjadi tantangan terbesar yang harus dihadapi secara bersama-sama, dengan hasil sebagai berikut: -
Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan satu dari 10 provinsi penghasil beras tertinggi di Indonesia. Sebanyak 3,05% stok beras nasional merupakan kontribusi dari provinsi Nusa Tenggara Barat, termasuk diantaranya dari Kota Mataram. Tanpa komitmen penuh dari pihak-pihak terkait, produksi beras di Kota Mataram terancam akan terus menurun mengingat laju alih fungsi lahan pertanian di Kota Mataram yang mencapai 30 ha/tahun. Kota Mataram diharapkan dapat terus mempertahankan lahan pertanian yang ada dan menjadikannya
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
33
Laporan Tahunan
2013
lahan pertanian berkelanjutan. "Bagaimana membuat Kota Mataram menjadi kota yang unik untuk ecotourism, kota tapi tetap memiliki sawah seperti di negara Taiwan. -
Upaya menjaga ketahanan pangan di Kota Mataram. Berbagai strategi dan rencana aksi telah diterapkan dalam upaya peningkatan capaian ketahanan pangan di Kota Mataram. Dan dengan dijadikannya Kota Mataram sebagai daerah tempat dimulainya Gerakan Tanam Padi Serempak dan Percepatan Tanam di Nusa Tenggara Barat, Walikota menganggapnya sebagai sebuah kepercayaan yang harus ditindak lanjuti dengan komitmen tinggi.
-
Dukungan pada kegiatan pertanian di Kota Mataram dengan menjanjikan alokasi dana bagi pengadaan bantuan alat-alat pertanian serta pembinaan bagi seluruh kelompok tani yang ada di Kota Mataram. Rencana mengaitkan program pengolahan sampah organik di Kota Mataram untuk membantu memenuhi penyediaan pupuk bagi para petani.
c. Acara Panen Raya Padi Bersama Presiden RI dan Ibu Hj. Ani Yudhoyono dan Dialog dengan Petani di Kabupaten Karawang Panen Raya Padi musim tanam 2013 dilaksanakan pada tanggal 16 April 2013 di Desa Gempol Wetan, Karawang dilakukan oleh Presiden RI beserta Ibu Ani Bambang Yudhoyono, bersama beberapa Menteri diantaranya Mensesneg Sudi Silalahi, Seskab Dipo Alam, Menteri Pertanian Suswono, Menteri Perikanan dan Kelautan Sharif Cicip Sutarjo, Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan, Menteri BUMN Dahlan Iskan. Lokasi panen di Dusun Jeruk Simer, Desa Rawa Gempol Wetan, Kecamatan Cilamaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, pada areal seluas 400 ha. Varietas yang ditanam adalah Mekongga dan rata rata ubinan sebesar 91,1 ku/ha. Setelah melaksanakan panen, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan rombongan menyempatkan diri berdialog dengan para
34
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
petani. Dalam temu wicara dengan beberapa kelompok tani, terungkap beberapa permasalahan yang masih menjadi kendala dalam pengembangan budidaya pertanian, antara lain: masalah sertifikasi lahan yang belum dimiliki oleh padi petani, masih belum meratanya pemberian program LDPM (Lembaga Distribusi Pangan Mandiri), masih banyak petani yang memerlukan bantuan alat panen (power threser dan alat pengolah pupuk organik serta saat ini kabupaten Karawang belum mempunyai pasar beras yang representative (terminal agribisnis). Semua pertanyaan tersebut dijawab dan akan ditindaklanjuti, misalnya untuk setifikat lahan, segera menghubungi Kantor BPN dengan program Prona (program nasional agraria), sedangkan yang lainnya akan diberikan dalam program tahun 2013, melalui pengadaan alat pasca panen. Sedangkan untuk terminal agribisnis yang akan digunakan sebagai pasar beras, perlu penjajakan yang lebih dalam agar mendapat azas manfaat, dengan hasil sebagai berikut: -
Kabupaten Karawang, yang memiliki luas wilayah 1.753,27 km, mempunyai potensi pengembangan areal untuk pertanian, karena dilalui oleh sungai Citarum dan sungai Cilamaya serta terdapat 3 saluran irigasi yang besar yaitu saluran induk tarum utara, saluran induk tarum tengah dan saluran induk tarum barat yang dimanfaatkan untuk pengairan sawah, tambak dan pembangkit tenaga listrik.
-
Kabupaten Karawang merupakan daerah lumbung padi di Jawa Barat dan salah satu wilayah yang dapat memberikan konstribusi kebutuhan beras nasional, dimana setiap tahunnya mampu memproduksi beras sebanyak 784.000 ton beras.
-
Dengan potensi sawah seluas 97.529 ha, perencanaan pembangunan pertanian ke depan harus dilandasi optimasi sumberdaya yang dicirikan dengan keterpaduan kegiatan, lokasi, pembiayaan maupun fokus komoditas. Namun disadari sampai
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
35
Laporan Tahunan
2013
saat ini belum tersedia model dan metode yang bersifat komprehensif bagi daerah dalam menyusun rancang bangun perwilayahan dan pengembangan kawasan produksi komoditas strategis dan komoditas unggulan nasional. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41/permentan/OT.140/9/2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian masih bersifat umum bagi semua komoditas pertanian dan dimaksudkan sebagai dasar dalam penetapanrekomendasi kawasan pertanian pada RTRW daerah.
36
-
Pendekatan pengembangan kawasan dirancang untuk meningkatkan efektivitas kegiatan, efisiensi anggaran dan mendorong keberlanjutan kawasan komoditas unggulan. Sentra pertanian diartikan sebagai bagian dari kawasan yang memiliki ciri tertentu didalamnya terdapat kegiatan produksi suatu jenis produk pertanian unggulan. Adapun kawasan pertanian adalah gabungan dari sentra- sentra pertanian yang terkait secara fungsional baik dalam faktor sumber daya alam, sosial budaya,maupun infrastruktur, sehingga memenuhi batasan luasan minimal skala efektivitas manejemen pembangunan wilayah.
-
Kawasan pertanian yang akan dikembangkan adalah kawasan yang berada di lokasi kabupaten/kota dan ditetapkan oleh Bupati/walikota yang dicirikan dengan: a) memiliki kontribusi produksi yang signifikan atau berpotensi tinggi terhadap produksi kabupaten/kota; b) difasilitasi oleh APBD Kabupaten/Kota dan didukung oleh APBN sebagai pendamping serta dapat didukung oleh APBD Provinsi; c) mengembangkan komoditas unggulan kabupaten/kota, komoditas unggulan provinsi dan atau komoditas 40 unggulan nasional.
-
Secara garis besar implementasi pengembangan kawasan dapat dibagi dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan, dengan membentuk tim untuk setiap tingkatan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
(pusat/provinsi/kabupaten/kota), dan mempunyai tugas dan kewenangan antara lain: a) melakukan sosialisasi ke aparat teknis dan pemangku kepentingkan di tingkatan masing-masing, b).melakukan koordinasi pada kegiatan peningkatan kapasitas aparat teknis dan penyuluh pertanian; c) menyusun rencana aksi disetiap tingkatan denganmengacu kepada master plan yang telah disusun di masing-masing tingkatan; d) melakukan koordinasi di setiap tingkatan dan e) melakukan pemantauan dan pelaporan pengembangan kawasan yang menjadi wilayah kerja nilai tambah, -
Maksud dan tujuan pengembangan kawasan pertanian adalah mendukung tercapainya Empat Target Sukses Kementerian pertanian antara lain: a) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan; b) peningkatan diversifikasi pangan; c) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, serta d) peningkatan kesejahteraan petani.Pada tahun 2012, produksi padi mencapai 1.446.406 ton gkp merupakan hasil panen dari lahan sawah seluas 193.997 ha, produktivitas 74,56 ku/ha dan lahan kering (padi gogo) seluas 1.660 ha dengan produktivitas 39,01 ku/ha.
d. Panen Jagung Panen perdana jagung pipilan kering program SL-PTT Jagung Hibrida Kabupaten Serang Tahun Anggaran 2013 yang dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 2013 di Kabupaten Serang di Desa Padasuka Kecamatan Petir Kabupaten Serang, dengan hasil sebagai berikut: - Lokasi Panen Perdana Jagung Pipilan Kering oleh Ibu Wakil Bupati Kabupaten Serang berada di Kelompok Tani Harapan Sejahtera 5 Kampung Bojong Nangka Desa Padasuka Kecamatan Petir Kabupaten Serang, Banten. Panen jagung ini merupakan program dari kegiatan SL-PTT Jagung Hibrida Kabupaten Serang Tahun Anggaran 2013. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
37
Laporan Tahunan
2013
- Acara tersebut dihadiri oleh undangan antara lain: mewakili Direktur Budidaya Serealia (Subdit Padi Irigasi dan Subdit Jagung); Lingkup Provinsi Banten (Kadis Pertanian dan Peternakan dan Lingkup Dinas Pertanian Provinsi; Kepala BPTP Provinsi); Lingkup Kabupaten Serang (Kepala BPPKP; Kepala BPPD; Camat Petir; Danramil Kec. Petir; Kapolsek Kec. Petir; Kebid lingkup Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan; Kepala UPTD Pertanian Kecamatan se Kabupaten Serang; KTNA Kabupaten dan KTNA Kecamatan Petir; Kepala Desa se Kecamatan Petir serta Ketua Kelompoktani pelaksana SL-PTT se Kecamatan Petir). Pengusaha swasta yang diundang dalam panen ini (PT Charoen Pokphand; PT Malindo; PT Wonokoyo; Jaya Kusuma) namun tidak ada yang menghadiri undangan. -
Acara temu wicara dengan kelompoktani kecamatan Petir dan Kabupaten Serang, pertanyaan dari petani antara lain: (1) masalah air, dimana irigasi Tanjung Genap airnya sudah berkurang; dan (2) kurangnya kepemilikan traktor dan alat pemipil jagung yang dimiliki petani serta pemasaran hasil.
-
Solusi yang disampaikan Wakil Bupati Serang yaitu: Pemerintah daerah bersama dengan Dinas PU akan turun bersama kelapangan dan yang mungkin dalam waktu cepat akan diatasi dengan pompa air. Untuk kebutuhan traktor, dan alat pengering serta kebutuhan efektinya akan dianggarkan di Provinsi, Kabupaten dan oleh Dewan. Adapun untuk pasar sangat terbuka, hanya perlu koordinasi dan MOU pasar dan petani, untuk itu Dewan dan Dinas akan mengundang pihak pabrik pakan.
-
38
Lebih lanjut Ketua Dewan DPRD Kabupaten Serang menambahkan: DPRD Kabupaten Serang akan memanggil pihak
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
pabrik pakan, DPRD Kabupaten Serang akan mendukung untuk pembangunan prasarana dan sarana Kabupaten Serang. 2. Pertemuan-Pertemuan a. Pertemuan Optimalisasi Peningkatan Produksi Padi Rawa Sebagai Penyangga Produksi Beras Nasional Pertemuan Optimalisasi Peningkatan Produksi Padi di Lahan Rawa Sebagai Penyangga Produksi Beras Nasional dilaksanakan pada tanggal 26-28 Maret 2013 di Banjarbaru Kalimantan Selatan, peserta pertemuan 9 Provinsi sentra Pengembangan Padi Rawa dan 34 Kabupaten terpilih, narasumber dari pertemuan ini antara lain: Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balitrawa Kalsel), Balai Penelitian Padi Sukamandi, Pusat Penyuluhan Pertanian, Direktorat Budidaya Serealia, Direktorat Perlindungan Tanaman, dan Direktorat Perbenihan. Setelah memperhatikan arahan Direktur Jenderal Tanaman Pangan, paparan narasumber, hasil diskusi, serta workshop, dengan hasil antara lain sebagai berikut: 1) Lahan rawa mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai lumbung pangan masa depan. Luas lahan rawa yang ada di Indonesia adalah 33,4 juta hektar, sedangkan yang sesuai untuk pertanian seluas 9,5 juta hektar.Sampai dengan saat ini luas lahan yang sudah direklamasi adalah 5,4 juta hektar (4,1 juta hektar lahan pasang surut dan 1,3 juta hektar lahan lebak), data yang didapatkan sampai dengan saat ini di 9 provinsi sentra pertanaman padi rawa mencapai 1,5 juta hektar (837 ribu ha lahan pasang surut dan 669 ribu hektar lahan lebak). Pendekatan yang bisa dilakukan adalah peningkatan produktivitas lahan dan tanaman, peningkatan IP pada lahan yang sudah diusahakan (existing), ekstensifikasi lahan yang sudah direklamasi, dan ekstensifikasi lahan lebak pada kondisi El-Nino. 2) Arah Kebijakan peningkatan produksi padi ke depan adalah menjadikan lahan rawa (pasang surut dan lebak) sebagai salah satu sumber utama pertumbuhan peningkatan produksi padi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
39
Laporan Tahunan
2013
melalui pendekatan teknologi tepat guna serta spesifik lokasi. Untuk itu, diperlukan dukungan tersedianya sarana produksi di lokasi lahan rawa (benih, pupuk, ameliorant, pestisida, dll). 3) Masih terbuka peluang pengembangan lahan rawa sebagai daerah penyangga produksi beras nasional, dimana teknologi hasil penelitian dan pengembangan pertanian cukup tersedia, baik dari teknologi penyiapan lahan, benih maupun tata cara pengamanan terhadap hama dan penyakit. 4) Permasalahan yang sering muncul dalam budidaya padi di lahan rawa adalah (a) Lahan masam dengan kandungan racun pirit akibat pengeringan yang berlebihan; (b) Tata kelola air yang kurang memadai sehingga menghambat introduksi teknologi; (c) Keterbatasan tenaga kerja dan modal usaha; (c) Hama dan penyakit karena kurang terpeliharanya lingkungan; (d) Keterbatasan kelembagaan pendukung penyaluran input produksi; (e) Modal/kredit, pemasaran dan sosial; (f) Kualitas produk rendah sehingga harga produk di tingkat petani rendah terutama pada saat panen raya; (g) Akses sulit sehingga biaya transportasi menjadi mahal. 5) Guna mempercepat pengembangan pertanian di lahan rawa, maka perlu dilakukan berbagai upaya seperti pengembangan infrastruktur seperti jalan, jaringan/tata air makro maupun mikro, penguatan kelembagaan seperti penyuluhan, sarana produksi. Pemasaran serta pengawalan teknologi spesifik lokasi.Perlu disadari bersama bahwasanya lahan rawa di setiap daerah mempunyai karakteristik yang berbeda, sehingga teknologi yang ada harus disesuaikan dengan spesifik lokasi dari wilayah masing-masing. 6) Arah kebijakan direktorat budidaya serealia dalam mendukung optimalisasi peningkatan produktivitas padi lahan rawa adalah menjadikan lahan rawa (pasang surut & lebak) sebagai sentra pengembangan dan kantong penyangga produksi padi, melalui 40
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
pendekatan kawasan, rekayasa sosial, design infrastruktur dan teknologi tepat guna serta spesifik lokasi. Tujuan yang akan dicapai adalah a) meningkatkan luas panen, produksi dan produktivitas di lahan rawa dalam rangka mendukung ketahanan pangan, b) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani di lahan rawa 7) Teknologi percepatan lahan rawa didasarkan pada permasalahan fisiko-kimia yang terjadi yaitu pH tanah dan air yang rendah, elemen toksik yang tinggi, kesuburan rendah dan fluktuasi air/banjir. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan pengelolaan sumberdaya terpadu yang meliputi perbaikan lahan dan tanaman yang toleran, sehingga nantinya terjadi peningkatan hasil tanaman. Dukungan teknologi mengacu pada 6 Komponen Teknologi PTT yang diterapkan secara bersama, yaitu: - Varietas unggul, sesuai karakteristik wilayah dan keinginan petani; - Benih bermutu (murni dan daya kecambah tinggi); - Tata air mikro yang intensif; - Jumlah bibit 1-3 batang per lubang tanam, tanam dengan sistem jajar legowo 2:1 atau 4:1, atau tabela; - Pemberian urea granul/tablet dosis 200 kg/ha. Pemupukan P dan K berdasar PUTS, ameliorasi: 1-2 t/ha kapur pertanian; - Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT), khususnya tikus, blas, penggerek batang, keongmas dan orong-orong. 8) Dukungan perbenihan memberikan kontribusi yang sangat penting bagi peningkatan produktivitas padi di lahan rawa. Kebijakan perbenihan saat ini mengarah pada: - Pengembangan dan menyebarkan bersertifikat; Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
benih varietas unggul
41
Laporan Tahunan
2013
- Peningkatan produksi dan distribusi benih; - Peningkatan pengawasan mutu dan sertifikasi benih; - Pengoptimalan kelembagaan perbenihan. Langkah operasional yang dilakukan adalah pemantapan produksi benih sumber, optimalisasi pengawasan mutu dan sertifikasi benih, pemberdayaan penangkaran benih dan peningkatan penggunaan benih bersertifikat. 9) Sasaran pengamanan produksi tahun 2013 adalah penurunan serangan OPT dan DPI di bawah 3% dari total luas tanam atau menjamin 97% areal tanaman aman dari serangan OPT/DPI.SOP (Standard Operating Procedure) pengamanan produksi dari serangan OPT/DPI adalah perencanaan penanganan OPT/DPI (sebelum tanam), gerakan pengendalian OPT/DPI (gerakan spot stop), monitoring dan evaluasi, penanganan difokuskan di daerah sentra produksi, GP3K dan derah sentra padi hibrida, peningkatan peran SDM petani melalui pemberdayaan petani sebagai ujung tombak pengendalian OPT. 10) Penyuluh mempunyai peran yang sangat besar untukmewujudkan pencapaian target pembangunan pertanian. Dengan bimbingan dan pendampingan yang dilakukan oleh penyuluh diharapkan petani menjadi lebihberkualitas, andal serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan dan organisasi bisnis sehingga mampu membangun usaha tani yang berdaya saing dan berkelanjutan. Peran penyuluh dalam upaya peningkatan produktivitas padi rawa adalah: - Menginventarisasi luas lahan rawa; - Menginventarisasi kemungkinan pengembangan rawa; - Menginventarisasi CPCL diareal rawa; - Bimbingan dalam peningkatan IP 100 menjadi IP 180 melalui penanaman varietas lokal dan varietas unggul;
42
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
- Bimbingan bagi pemanfaatan lahan menambah luas areal tanam di rawa;
terlantar
guna
- Bimbingan dalam peningkatan produktivitas dengan inovasi spesifik rawa. 11) Agar daerah rawa mampu menjadi daerah penyangga produksi beras nasional dan berkontribusi terhadap produksi 10 juta ton tahun 2014, perlu adanya: - Pengelolaan lahan, hara, air yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengelolaan lahan rawa; - Ketersediaan benih padi untuk daerah rawa yang dibutuhkan. (Varietas Inpara 1, 2, 3, 4, dan 6 toleran keracunan besi di lahan pasang surut. Varietas Inpara 3, 4 dan 5 toleran rendaman di lahan lebak); - Dukungan alat mekanisasi, pengganti tenaga kerja yang minim; - Peningkatan pegendalian OPT utama padi; - Perbaikan infrastruktur (jaringan pengairan jalan maupun jalan usahatani) yang memadai. 12) Dalam jangka panjang agar kontribusi lahan rawa dalam mendukung ketahanan nasional meningkat, maka diperlukan: - Pembangunan infrastruktur, jalan usaha tani, jaringan tata air; - Dukungan perbenihan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan di masing-masing wilayah seperti 6 tepat; - Desiminasi, sosialisasi teknologi budidaya padi lahan rawa; - Mekanisasi pertanian; - Komitmen seluruh stakeholder. b. Focus Group Discussion (FGD) Jagung Tanggal 2 April 2013 Dalam rangka Meningkatkan Kualitas Jagung Hasil Panen Petani Direktorat Budidaya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
43
Laporan Tahunan
2013
Kementerian Pertanian menyelenggarakan “Focus Group Discussion (FGD)” dilaksanakan di Hotel Horizon, Bogor, dengan hasil sebagai berikut: 1) Focus Group Discussion (FGD) diselenggarakan pada tanggal 2 April 2013 di Hotel Horison Bogor. FGD dibuka oleh Direktur Budidaya Serealia dengan narasumber dari GPMT, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, BPOM dan Gapoktan Mukti Tani Kabupaten Garut. FGD dihadiri oleh perwakilan Esselon I Lingkup Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten sentra jagung, DJN, Pengusaha Agribisnis Jagung, Pengusaha Industri Benih Jagung, kelompoktani dan stakeholders lainnya. 2) Produksi jagung dalam negeri saat ini mencapai 19,8 juta ton, relatif cukup untuk memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri yang sebagian besar digunakan untuk bahan baku pakan ternak dengan rata-rata kebutuhan 600 ribu ton per bulan, namun demikian dari aspek kualitasnya masih belum sepenuhnya memenuhi standar kualitas yang diinginkan, khususnya masalah kadar air yang masih tinggi serta kandungan aflatoksin. 3) Produksi jagung di Indonesia bersifat musiman dengan puncak produksi pada bulan Februari-April, pasar utama jagung adalah industri pakan ternak dan industri peternakan lokal sehingga harga dipengaruhi oleh volume pembelian industri pakan dan kapasitas industri pakan ternak. Industri pakan ternak memerlukan jagung dengan kualitas tertentu, sedangkan di tingkat petani, pasca panen pendukung kualitas hasil panen petani belum berkembang. Saat ini petani memanen jagung pada kadar air rata-rata 20-30%, sementara puncak panen terjadi pada musim hujan sehingga penanganan pasca panen (pengeringan) tidak maksimal. 4) Perlu adanya sinergitas antar pemangku kepentingan (pemerintah, pengusaha/swasta dan petani) dalam meningkatkan kualitas jagung hasil panen petani. 44
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
5) Hasil panen jagung petani belum bisa memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh pabrik pakan dan standar yang ditetapkan oleh SNI. Hal ini dikarenakan SNI baru bisa diterapkan jika teknologi dapat diintroduksi petani. 6) Perlu standar penetapan kualitas jagung secara nasional sehingga tidak terjadinya perbedaan dalam penetapan standar kualitas antara pabrik pakan ternak/GPMT dan SNI. Kadar maksimum aflatoksin yang tercantum pada SNI jagung untuk pakan ternak sebesar 100-150 ppb, sedangkan kadar aflatoksin pada jagung yang aman dikonsumsi adalah sebesar 20 ppb, agar tidak membahayakan bagi kehidupan manusia. 7) Mengingat pengujian aflatoksin yang membutuhkan waktu cukup lama, maka di tingkat petani dapat dilakukan dengan indikator kadar air. 8) Beberapa permasalahan yang terkait dengan kualitas panen jagung di petani antara lain: - Petani tidak melakukan pasca panen sehingga kadar air di
tingkat petani tinggi berkisar 25%-35% yang akan berakibat pada rendahnya nilai jual jagung tersebut ke pabrik pakan; - Permasalahan yang terjadi tidak hanya pada produksi, tetapi
juga pada distribusi, panjangnya mata rantai perdagangan mengakibatkan pengumpul lebih menikmati keuntungan. 9) Hal yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hasil panen jagung petani yaitu: - Perlu campur tangan dinas setempat, dalam hal ketersediaan benih unggul dan pupuk; - perlu pendampingan/bimbingan teknis di lapangan; - perlu dukungan petugas penyuluh lapangan, perusahaan benih, dan perguruan tinggi fakultas pertanian setempat;
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
45
Laporan Tahunan
2013
- perlu kampanye penyadaran petani untuk menghasilkan jagung yang berkualitas, misalnya dengan menunda panen terlalu muda (minimal jagung dipanen umur 4 bulan); - Petani/Gapoktan perlu dibantu/disubsidi fasilitas pascapanen (seperti: alat pemipil, alat pengecek kadar air, lantai jemur, terpal, alat pengering, gudang); - Subsidi perlu dikaji ulang agar bisa langsung memperbaiki kualitas hasil petani; - Perlu penguatan modal petani/gapoktan; - Perlu dukungan bagi petani agar bisa mengadopsi teknologi pasca panen sehingga kualitas jagung hasil panen petani memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). 10) Tujuh faktor dalam produksi dengan produktivitas tinggi antara lain: iklim, nitrogen, benih, rotasi tanaman, populasi tanaman, pengolahan tanah dan zat pengatur tumbuh. Penanganan pascapanen tidak meningkatkan kualitas hasil panen jagung hanya mempertahankan kualitas hasil panen jagung. 11) Penanganan pascapanen tidak meningkatkan kualitas hasil panen jagung, hanya mempertahankan kualitas hasil panen jagung. 12) Untuk bantuan benih jagung disarankan agar benih unggul yang dapat berproduksi dengan baik dan mempunyai sifat kelobot tertutup pada saat panen sehingga air tidak mudah masuk. 2. Rakor Sosialisasi P2BN Rakor Sosialisasi dilaksanakan di Aston Hotel Cengkareng pada tanggal 18-20 April 2013, dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian 33 Provinsi dan Asisten Daerah II (yang membidangi ekonomi) Sekda Provinsi dan instansi terkait lainnya. Rapat Koordinasibertujuan untukmencari penyelesaian permasalahan dan kendalayang menghambat upaya pencapaian swasembada berkelanjutan serta 46
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
langkah-langkah terobosan untuk mencapai produksi sesuai target yang telah disepakat, dengan hasil antara lain sebagai berikut: 1) Evaluasi Kinerja Pencapaian Sasaran dan Kegiatan 2013 Berdasarkan laporan yang telah masuk realisasi luas tanam pada MT. 2012/2013 (Oktober-Maret) - Padi Realisasi tanam MT.2012/2013 (Oktober-Maret) mencapai 8.159.495 Ha, Bila dibandingkan dengan rata2 lima (5) tahun sebelumnya seluas 8.020.902 Ha, meningkat 138.593 Ha (101,73%); Bila dibandingkan dengan realisasi tahun lalu pada periode yang sama MT. 2011/2012 terjadi penurunan seluas 40.058 Ha (99,51%); Bila dibandingkan dengan sasaran tanam MT. 2012/2013 pada periode yang samamasih kekurangan seluas 497.170 Ha (94,26%). - Jagung
Realisasi tanam jagung MT 2012/2013 (Okt 2011-Maret 2012) mencapai 2.543.959 ha. Bila dibandingkan dengan realisasi tanam rata2 lima (5) tahun sebelumnya seluas 2.831.924 ha, realisasi tanam tersebut menurun 287.965 ha (89,83%). Bila dibandingkan dengan realisasi tanam tahun lalu MT 2011/2012 seluas 2.682.924 ha, realisasi tanam tersebut menurun 138.965 ha (94,82%). Bila dibandingkan dengan sasaran tanam MT 2012/2013 seluas 2.769.940 ha, realisasi tanam tersebutkurang 225.981 ha (91,84%).
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
47
Laporan Tahunan
2013
- Kedelai Realisasi tanam MT.2012/2013 (Oktober 2012 –Maret 2013) mencapai 278.174 ha; Bila dibandingkan dengan rata2 5 tahun sebelumnya terjadi penurunan seluas 32.898 Ha ( baru 89,42%) dari 311.072 ha; Bila dibandingkan dengan realisasi tahun lalu pada periode yang sama terjadi peningkatan 22.924 ha (108,98%); Bila dibandingkan dengan sasaran tanam MT. 2012/2013 baru mencapai 60,98%, masih kekurangan seluas 178.000 ha, semua sasaran bulanan belum tercapai. 2) Untuk mencapai sasaran produksi padi 2014 diperlukan tambah tanam seluas 1,5 juta ha. Bila tambahan seluas tanam 1,5 juta ha tidak dapat dicapai, maka untuk mencapai mencapai sasaran produksi 2014 harus melalui strategi peningkatan produktivitas. Untuk mencapai strategi tersebut, upaya-upaya berikut ini tetap harus dilaksanakan yaitu antara lain: - Mengurangi atau meminimalisasi luas serangan OPT dan DPI
tidak melebihi 800 ribu ha per tahun (OPT 300.000 ha dan DPI 500.000 ha); - Melakukan pengawalan di daerah daerah endemis OPT dan
DPI yang lebih baik dan lebih ketat; - Menekan kehilangan hasil melalui penanganan panen dan
pasca panen (dampak kegiatan ini juga harus diperhitungkan oleh BPS dalam penetapan statistik produksi); - Memanfaatkan skema kredit dan pembiayaan yang tersedia
untuk mengisi keterbatasan APBN dan APBD; - Menetapkan reward system sebagai penghargaan kepada
daerah yang berhasilmencapai prestasi dan manajemen pengelolaan produksi yang baik (sesuai sasaran yang ditetapkan). 48
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
3) Untuk mempercepat pelaksanaan kegiatan 2013 agar menindaklanjuti surat Direktur Jenderal Tanaman Pangan Nomor 251/TU.210/C/04/2013 dengan tetap melaksanakan SLPTT dengan menggunakan benih swadaya tanpa menunggu benih bersubsidi, dan segera memproses dan mentransfer dana Bansos ke rekening kelompok tani mengacu jadwal tanam yang telah disepakati. 4) Mengingat penyerapan anggaran dekonsentrasi masih rendah sekitar 5,4% dan dana tugas perbantuan baru mencapai 7,2% maka perlu segera mengambil langkah-langkah atau upaya dalam meningkatkan penyerapan anggaran. 5) Sistim pelaporan P2BN secara berjenjang dari kabupaten ke provinsi, dan dari provinsi ke pusat harus dilaksanakan secara rutin tiap bulan. 6) Dukungan Prasarana Irigasi Dan Sumber Daya Air - Untuk mendukung pencapaian sasaran surplus 10 juta ton beras tahun 2014 secara berkelanjutan perlu dilakukan upaya upaya cepat hasil (Quick Yielding) seperti pembangunan tampungan-tampungan air skala kecil, embung, lumbunglumbung air, dan long storage, dilengkapi dengan pompa untuk irigasi, konsep re-use dengan cara membangun tabat pada saluran-saluran drainase, pemanfaatan air umumnya dilakukan dengan metode pompanisasi serta optimalisasi pemanfaatan lahan rawa, khususnya pada daerah-daerah dengan produktifitas tinggi; - Perlu dilakukan upaya khusus untuk perbaikan 51,25 % prasarana irigasi masih mengalami kerusakan, karena menggangu upaya peningkatan produktivitas padi; - Perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap kebijakan pedelegasian kewenangan pengelolaan irigasi karena dalam praktek kabupaten/kota tidak memiliki kemampuan melaksanakan kewenangan tersebut; Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
49
Laporan Tahunan
2013
- Perlu dilakukan sinkronisasi dalam kegiatan rehabilitasi saluran primer dan sekunder yang dilaksanakan kementerian PU dan saluran tersier yang dilaksanakan kementerian pertanian; - Untuk memaksimalkan hasil dan dampak, pemilihan lokasi untuk program pencetakan sawah harus mempertimbangkan faktor ketersedian air; - Perlu komitmen dalam pengelolaan sumberdaya air di kawasan Pantura Jawa Barat karena road map peningkatan produktivitas dan index pertanaman (IP) sering dilanggar oleh Ditjen PSP dan Ditjen SDA; - Untuk mempermudah koordinasi pelaksanaan kegiatan, diusulkan agar petugas penyuluh lapangan (PPL) dikembalikan dibawah Dinas Pertanian; - Agar terjadi sinkronisasi yang optimal, Pemerintah Daerah (melalui Asisten Daerah/ASDA Provinsi) diharapkan dapat mengkoordinasikan kelembagaan yang terkait dan berperan dalam pelaksanaan P2BN antara lain BPTP, Bakorluh/Bapeluh dan Dinas; - Dari program Transmigrasi dalam mendukung ketahanan pangan akan dilaksanakan kegiatan pengembangan tanaman pangan di pemukiman transmigrasi/kawasan transmigrasi di 12 provinsi seluas 122.000 ha dengan tambahan produksi ± 336.000 ton. 7) Analisis Prakiraan Iklim dan Rancangan Kalender Tanam (KATAM) 2013 -
50
Berdasarkan Analisis Prakiraan Iklim dan Kalender Tanam April-September 2013 dan Oktober 2013- Maret 2014 diperkirakan periode kemarau akan berjalan normal. Secara umum awal musim kemarau 2013 akan jatuh pada bulan Mei dan Juni. Pada Dasarian I April 2013, hanya 7,9% daerah Indonesia yang sudah memasuki musim kemarau; Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
-
Dari analisis Kalender Tanam terpadu, pada Musim Tanam (MT) II 2013 dengan awal tanam Maret-Mei 213 masih akan terdapat potensi luas tanam padi sebesar 5.265.062 ha, jagung 2.683.270 ha, dan kedelai 48.641 ha;
-
Sementara, pada musim tanam (MT) II (musim kemarau) dengan awal tanam bulan Agustus-September 2013 seluas 2.760.691 ha;
-
Berdasarkan analisis potensi luas tanam tersebut maka diperkirakan sasaran produksi padi dan jagung akan dapat dipenuhi sedangkan sasaran produksi kedelai diperkirakan tidak tercapai karena keterbatasan lahan.
3. Pertemuan Kemitraan Jagung Dalam rangka mendorong pengembangan jagung berbasis kemitraan, Direktorat Budidaya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian telah menyelenggarakan Pertemuan Kemitraan Jagung dengan tema “Peluang Investasi Agribisnis Jagung Berbasis Kemitraan”. Dari pertemuan tersebut diharapkan terciptanya kemitraan yang saling menguntungkan antara petani/kelompok tani dengan pengusaha di bidang agribisnis jagung. Memperhatikan arahan Direktur Jenderal Tanaman Pangan, paparan narasumber dan diskusi yang berkembang, dengan hasil antara lain sebagai berikut: 1) Pertemuan Kemitraan Jagung diselenggarakan pada tanggal 1921 Juni 2013 di Hotel The Santosa Senggigi, Lombok Barat. Pertemuan kemitraan dibuka oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan dan arahan dari Gubernur NTB, dan dengan narasumber dari Kepala Bappeda NTB, PT Japfa Comfeed, Kadistan Jambi, PT. Rajawali Corpora, Kadistan Aceh, Ketua MAJ Provinsi NTB, Direktur iPasar, Bupati Berau, dan Kadis Perindag NTB. Pertemuan Kemitraan Jagung dihadiri perwakilan Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten sentra jagung, swasta, DJN, Masyarakat Agribisnis Indonesia NTB, BPIJ Gorontalo, dan stakeholders lainnya. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
51
Laporan Tahunan
2013
2) Peluang investasi agribisnis jagung di Provinsi NTB sangat prospektif, dengan dukungan ketersediaan lahan yang masih cukup luas sekitar 400 ribu ha dan cenderung adanya peningkatan luas tanam dan produksi jagung di wilayah tersebut. 3) Momentum peningkatan luas tanam dan produksi jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat harus diselamatkan dengan menyelesaikan permasalahan transportasi yang masih menjadi kendala. Diusulkan pemerintah daerah NTB untuk membenahi sarana transportasi antara lain: membangun sarana jalan yang mampu dilewati truk pengangkut container dengan bobot hingga 22 ton, modernisasi pelabuhan untuk mempercepat waktu loading dan unloading kapal lebih cepat (baik untuk kapal curah maupun kapal kontainer). 4) Gagasan pemerintah daerah untuk mengundang industri membangun pabrik pakan ternak di NTB perlu segera direalisasikan dengan langkah konkret oleh pemerintah daerah dengan menyediakan lokasi yang tepat. 5) Industri sangat mengharapkan pemerintah daerah dalam rangka PIJAR tidak sekedar pada peningkatan produksi, tetapi juga pada aspek pasca panen (dryer) serta transportasi dan pemerintah daerah harus lebih kreatif mendorong dan memfasilitasi pengembangan agribisnis jagung di NTB. 6) Provinsi Jambi mengundang investor untuk masuk wilayah Provinsi Jambi dalam pengembangan jagung, dan salah satunya menawarkan peluang investasi agribisnis jagung dengan pola pengembangan inti-plasma, dengan luas lahan inti 396 ha di Kabupaten Bungo (ex. unit pengolahan benih kedelai bantuan MEE) dan pemerintah daerah serta pusat akan mengembangkan plasma hingga 2.500 ha di kawasan sekitarnya.
52
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
7) Dalam kegiatan investasi pihak swasta meminta dukungan dari pemerintah daerah berupa insentif lahan sebagai HGU, teknologi, pembinaan petani plasma dan pembenahan infrastruktur yang memadai. 8) Sejumlah daerah menginginkan adanya investasi pembangunan pabrik pakan ternak (feed mill) di daerah sentra jagung agar dapat menekan biaya angkut dan kendala transportasi. Untuk menjamin keberlangsungan produksi dan keuntungan pabrik pakan, diperlukan minimum skala ekomomi dengan konsumsi 20 ribu ton per bulan. 9) Provinsi Aceh mengembangkan 13 kawasan pengembangan jagung dengan dukungan APBA berupa biaya usaha tani, gudang dan infrastruktur. Pemerintah Provinsi Aceh juga akan menyiapkan jaminan 5% terhadap kredit yang disalurkan kepada petani atau pengusaha jagung. Sampai sekarang potensi lahan untuk pengembangan jagung di Provinsi Aceh seluas 526.939 ha, yang sudah termanfaatkan 49.429 ha atau baru 9,4 persen, dengan wilayah potensi pengembangan terluas di Kab. Aceh Timur, Bireun, Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan. 10) Bagi petani diperlukan sistem informasi pasar jagung yang terbuka dan jaminan harga sehingga mendapatkan kepastian pasar. 11) Kabupaten Berau menawarkan lahan untuk investor jagung, namun pemberian HGU lahan akan diatur secara bertahap, tidak sekaligus besar tetapi disesuaikan dengan kemajuan realisasi investasi. Kabupaten Berau juga mengundang industri benih untuk memperluas pangsa pasarnya mengingat permintaan dan luas tanam jagung terus meningkat. Untuk mengembangkan jagung di Berau perlu diawali dengan pengembangan kelembagaan.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
53
Laporan Tahunan
2013
12) PT Bank BRI menyediakan berbagai skema pembiayaan yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan agribisnis jagung. BRI memerlukan mitra kerja di lapangan yang berperan sebagai channeling KKPE. 13) PT Rajawali Corpora berkomitmen untuk mengoptimalkan SDA yang ada khususnya bidang pertanian tanaman pangan baik sektor pra panen maupun pasca panen. PT. Rajawali Corpora telah melakukan uji coba produksi jagung di Merauke, namun banyak ditemui permasalahan, seperti: keasaman tanah, OPT, terbatasnya sarana produksi, biaya tenaga kerja tinggi, sulit tenaga kerja, jauhnya tempat pemasaran hasil. 4. Evaluasi Pengembangan Serealia Lain Pertemuan evaluasi pengembangan serealia lain di Hotel Lombok Raya, Lombok, Nusa Tenggara Barat pada 25-27September 2013. Pertemuan Evaluasi dibuka oleh Direktur Budidaya Serealia mewakili Direktur Jenderal Tanaman Pangan,dan dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat, para pakar gandum/sorgum sebagai nara sumber, perwakilan dari instansi terkait baik pusat maupun daerah antara lain; Kemenko Bidang Perekonomian, Perguruan Tinggi (Universitas Andalas), Universitas Mataram, Direktorat Perbenihan, Direktorat Pasca Panen, Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros, PT BATAN Teknologi (Persero), Perwakilan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan 10 Provinsi Sentra gandum dan sorgum, dan DinasPertanian Kabupaten daerah pengembangan sorgum dan gandum, dengan hasil antara lain sebagai berikut: 1) Saat ini terdapat potensi lahan kering untuk pengembangan komoditas gandum dan sorgum. Dalam pengembangannya diperlukan identifikasi dan verifikasi oleh masing-masing daerah sentra dalam hal ini di 10 provinsi agar tidak mengganggu lahan pertanaman padi, jagung dan kedelai.
54
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
2) Diharapkan pada setiap 10 provinsi sentra pengembangan gandum dan sorgum, agar segera menyediakan minimal 1.000 ha untuk pengembangan, dan diminta segera untuk menyusun CPCL dan Roadmap Rencana Aksi Pengembangan Gandum dan Sorgum untuk 5 tahun kedepan dan dirinci perkabupaten. 3) Impor gandum sampai saat ini sudah mencapai 7 juta ton per tahun, kedepannya diharapkan paling tidak dapat mensubtitusi impor sebesar 5% selama 5 tahun (2014-2018) atau sekitar 350.000 ton (175.000 ha). Oleh sebab itu perlu dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah pusat, provinsi, dan daerah (kabupaten), stakeholder dan swasta serta Instansi Terkaitnya. 4) Pihak swasta/pengusaha pada dasarnya selalu siap mengopkup hasil panen petani, tentu saja dengan syarat memenuhi kualitas dan kuantitas serta produksi yang berkelanjutan. 5) Pengembangan gandum dan sorgum diharapkan dapat berkembang melalui pola kemitraan yang pendanaannya dapat didukung oleh semua sumber pendanaan baik dari pusat dan daerah serta stakeholder/swasta. 6) Dari hasil rapat disepakati untuk rencana pilot program pengembangan Gandum dilakukan di 4 Provinsi yaitu Sumatera Barat (Solok), Jawa Tengah dan Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Sedangkan untuk Sorgum dilakukan di Provinsi NTT. 7) Pengembangan komoditas serealia lain (sorgum dan gandum) diarahkan pada lahan marjinal dan lahan yang tidak dimanfaatkan, sehingga tidak mengganggu pertanaman komoditas utama (padi, jagung dan kedelai). Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya Direktorat Budidaya Serealia, Ditjen Tanaman Pangan, Kementerian/Lembaga/instansi terkait serta Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten berkewajiban untuk memberikan fasilitasi, mediasi dan melakukan pengawalan, pembinaan, serta monitoring terhadap kegiatan pengembangan komoditas tersebut. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
55
Laporan Tahunan
2013
8) Pengembangan agribisnis sorgum dan gandum ke depan diharapkan dapat menunjang percepatan diversifikasi pangan, untuk itu diperlukan sosialisasi dan promosi dari instansi terkait di pusat dan daerah untuk menarik investor. 9) Permasalahan pengembangan sorgum dan gandum antara lain:(1)belum adanya jaminan harga yang layak yang menguntungkan petani, harga sorgum di tingkat petani masih rendah dan margin keuntungan pedagang pengumpul masih lebih besar dari petani; (2) Belum adanya jaminan pasar yang berkelanjutan yang dapat menampung hasil panen petani, dan (3) Belum tersedianya alat penyosoh, alat penepung, alat pengayak tepung dan gudang penyimpanan yang memenuhi syarat.Dalam rangka pengembangn gandum dan sorgum diperlukan penguatan kelembagaan (kelompok tani, gapoktan, koptan, asosiasi). 5. Pertemuan Koordinasi Upaya Peningkatan Produksi Melalui Pengembangan Padi Hibrida Salah satu upaya pencapai sasaran produksi padi tahun 2013 yaitu melalui SL-PTT, untuk tahun 2013 ini SL-PTT padi seluas 4,625 juta ha yang di bagi menjadi 3 kawasan yaitu kawasan pertumbuhan, pengembangan dan pemantapan. Kebijakan pengembangan padi hibrida tahun 2013 merupakan kelanjutan dari kegiatan tahun 2012 dan tetap terfokus pada kegiatan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dan Subsidi Benih. SL-PTT Padi Hibrida tahun 2013 dilaksanakan pada kawasan seluas 200.000 hektar dengan melibatkan 20.000 kelompoktani di 13 provinsi dan 120 kabupaten/kota. Fasilitasi yang diberikan melalui kegiatan SL-PTT adalah benih padi hibrida 15 kg/ha untuk kawasan seluas 10 ha per unit SL-PTT dan bantuan pupuk (urea, NPK, organik) yang disesuaikan degan rekomendasi spesifik lokasi) untuk areal Laboratorium Lapangan (LL) seluas 1 ha pada setiap unit SLPTT. 56
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Sedangkan untuk benih padi hibrida diberikan melalui Subsidi Benih dengan luas 200.000 ha tersebar di 13 provinsi dan 120 kabupaten, dengan fasilitasi subsidi benih sebesar 91%yang diberikan Pemerintah ke PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero). Permasalahan yang sekaligus merupakan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan padi hibrida di Indonesia di tingkat lapangan adalah: 1) tidak semua wilayah di Indonesia cocok untuk budidaya padi hibrida karena budidaya padi hibrida memerlukan beberapa persyaratan antara lain yaitu: wilayah irigasi teknis, air irigasi terjamin, bukan daerah endemis Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), petani maju yang mau dan mampu mengadadopsi teknologi baru; 2) belum banyak tersedia varietas padi hibrida yang memenuhi selera (rasa) masyarakat Indonesia, sehingga hal ini terkadang menjadi salah satu penyebab sulitnya memasarkan hasil produksi padi/beras hibrida, karena rasanya belum sesuai selera pasar. Kalaupun dibeli oleh pedagang dihargai dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan padi/beras non hibrida; 3) pada umumnya varietas padi hibrida yang beredar di pasaran Indonesia, masih rentan terhadap serangan OPT, khususnya wereng batang coklat (WBC), tungro; 4) harga benih padi hibrida dipandang relatif lebih mahal dibandingkan dengan benih padi Inbrida, dan harus membeli lagi bila mau bertanam lagi karena belum dapat diproduksi sendiri oleh petani; 5) padi hibrida memerlukan pemupukan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhannya, sementara pada umumnya petani Indonesia lemah modal, dan skala usaha kecil. Sehingga banyak terjadi bertanaman padi hibrida namun tidak dipupuk sesuai dengan kebutuhannya, makaproduktivitas tidak optimal; 6) karena merupakan teknologi baru, maka diperlukan pendampingan dan pengawalan yang ketat, oleh petugas lapangan, agar hasilnya optimal, sementara jumlah petugas lapangan (PPL, Pengamat OPT, Peneliti dan petugas lain) masih terbatas. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
57
Laporan Tahunan
2013
Oleh karena itu untuk memperbaiki SL-PTT padi hibrida dalam rangka pengembangan padi hibrida perlu diusulkan. a) Paket bantuan harus lengkap (bukan hanya benih) untuk semua peserta SL-PTT (bukan hanya di Laboratorium Lapangan); b) Bantuan benih merupakan varietas hibrida yang mempunyai rasa sesuai dengan selera masyarakat sehingga disukai; c) Diperlukan jaminan pembelian dengan harga yang menguntungkan petani, sehingga petani bersemangat untuk bertanam; d) Penetapan lokasi SL dan petani peserta harus lebih ketat, harus sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Menyikapi kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi tanaman pangan, dan sebagai wujud nyata keberpihakan pemerintah kepada para petani, maka pemerintah pada tahun 2013 ini masih tetap memberikan fasilitasi maupun bantuan serta bimbingan antara lain: (a) bantuan sarana produksi (di luar benih) pada areal SL-PTT padi, jagung, kedelai maupun pada areal non SL-PTT serta cadangan benih nasional untuk yang terkena musibah; (b) penyediaan subsidi untuk benih, pupuk Urea, SP36/Superphos, ZA, NPK dan organik; (c) biaya operasional untuk kegiatan penyuluhan dan pendampingan bagi para Peneliti, Penyuluh Pertanian, POPT, Pengawas Benih; (d) bantuan peralatan pra dan pasca panen seperti traktor, pompa air, thresher, dll; (e) perbaikan jaringan irigasi desa, jalan usaha tani, tata air mikro dll; (f) pengamanan produksi melalui penerapan dan pengembangan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penguatan brigade proteksi tanaman, Sekolah Lapangan Iklim; (g) penguatan modal petani melalui fasilitasi dana KKP-E, KUR. Mengingat tantangan dan permasalahan yang dihadapi di lapangan yang begitu beragam, di era otonomi daerah, maka diperlukan keterlibatan yang lebih besar lagi dari pemerintah Provinsi sebagai
58
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
wakil pemerintah Pusat, serta Kabupaten/ Kota sebagai penanggungjawab pada tingkat kabupaten/kota serta lapangan. Dalam pertemuan Koordinasi Upaya Peningkatan Produksi Melalui Pengembangan Padi Hibrida yang dilaksanakan di Yogyakarta, pada tanggal 1-3 Oktober 2013 hadir Kabid Produksi Dinas Pertanian di 13 provinsi, Kabid Produksi Dinas Pertanian Kabupaten terpilih, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Setditjen TP, Direktorat Budidaya Serealia, Direktorat Perbenihan, Direktorat Perlindungan dan Direktorat Pascapanen), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Kepala BB Tanaman Padi), Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Kepala Pusat Penyuluh Pertanian), sedangkan narasumber yang memberikan materi di kegiatan tersebut adalah Direktur Budidaya Serealia TP, Kepala Dinas Pertanian DIY, Kepala BBP Tanaman Padi (Prof Baehaki, Dr. Satoto dan Prof Soemarno), Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Kadis Pertanian Provinsi Sumbar (padi salibu), Kadis Pertanian Provinsi Kalbar (padi polibag), Soemitro (pranata mangsa), Kadis Pertanian Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Langkah-langkah operasional yang dapat dilaksanakan atau diterapkan di lapangan dalam pengembangan budidaya padi hibrida antara lain: a) Pengalaman sukses Dinas Pertanian Kab Gunung Kidul Provinsi D.I. Yogyakarta dalam pengembangan padi hibrida: - Latar belakang yang melandasi terlaksananya pertanaman padi hibrida; - Pilihan varietas padi hibrida yang menjadi pokok utama dalam pengembangan padi hibrida; - Kegiatan yang mendukung daerah Gunung Kidul menjadi lahan pertanian yang dapat diandalkan dalam pengembangan padi hibrida; - Kiat-kiat khusus yang dapat dijadikan contoh bagi daerah rawa di luar Kab Gunung Kidul Prov D.I. Yogyakarta.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
59
Laporan Tahunan
2013
b) Sistem Padi Salibu di Kab Tanah Datar (Dinas Pertanian Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat) - Nilai lebih dan tata cara budidaya tanam padi sistem Salibu; - Strategi dan langkah apayang akan dilaksanakan dalam upaya meningkatkan produksi padi melalui sistem padi Salibu. c) Sistem Tanam Padi Polibag (Kadis Provinsi Kalimantan Barat) - Landasan yang menjadi dasar pengembangan tanam padi sistem polybag; - Kelebihan dan kekurangan pengembangan tanam padi sistem polybag; - Nilai tambah dan keuntungan yang didapatkan petani dalam pengembangan padi sistem polybag; - Dukungan peningkatan produksi padi bagi pencapaian surplus 10 juta ton beras. d) Sistem Pranata mangsa, tanam Januari, panen April produksi lebih tinggi dibanding tanam di luar bulan tersebut (Dr. Soemitro Arintadisastra) - Latar belakang ilmiah yang melandasi tanam Januari berpotensi memberikan hasil lebih baik; - Teknologi yang diaplikasikan; - Ukuran tingkat keberhasilan pola tanam tersebut bila diterapkan di tempat lain. e) Hasil Pengembangan Teknologi Budidaya Padi Hibrida (Dr. Satoto/Dr. Sumarno) - Kebijakan pengembangan padi hibrida sebagai penyumbang produksi beras nasional. f) Strategi dan langkah yang telah dilakukan dalam pengembangan padi hibrida.
60
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
6. FGD Jagung Tanggal 21 Oktober 2013 Dalam rangka Akselerasi Pengembangan Kawasan Jagung di tujuh Provinsi (Aceh, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur), Direktorat Budidaya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian menyelenggarakan “Focus Group Discussion (FGD)” di Bogor. FGD dibuka oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan dan dihadiri oleh Direktur Pembiayaan, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kepala Dinas Pertanian tujuh provinsi dan kabupaten pelaksana, Dewan Jagung Nasional, Pengusaha Agribisnis Jagung, Pengusaha Industri Benih Jagung, Perbankan dan stakeholders lainnya, dengan hasil antara lain sebagai berikut: a) Direktur Jenderal Tanaman Pangan dalam arahannya menyadarkan bahwa seluruh komponen yang diperlukan untuk pengembangan agribisnis jagung di Indonesia sebenarnya sudah tersedia, tetapi masih belum terpadu pengelolaannya. Di sektor hulu, industri benih jagung hibrida sudah sangat maju pesat, di sektor on farm budidaya jagung juga sudah dikuasai oleh petani Indonesia, sedang di sektor hilir pemasaran jagung sangat terbuka luas khususnya dengan besarnya kapasitas industri peternakan unggas. Sehingga sangat disayangkan jika sampai saat ini Indonesia masih mengimpor jagung sampai sekitar dua juta ton. Devisa yang terbuang dari impor jagung ini mencapai Rp.6 triliun rupiah. b) Direktur Jenderal Tanaman Pangan juga menekankan bahwa mengingat dana pemerintah (APBN) yang terbatas maka pengembangan agribisnis jagung lebih mengutamakan peran swasta dan pembiayaan non APBN. Hal ini sangat dimungkinkan mengingat jagung merupakan komoditas dengan nilai ekonomi yang tinggi.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
61
Laporan Tahunan
2013
c) Secara umum, minat pemerintah daerah dan petani untuk mengembangkan jagung sangat besar. Namun, keterbatasan sumber pembiayaan dan farm-market connectivity, tata niaga dari kebun dengan pasar masih menjadi kendala. Sehingga upaya pengembangan kawasan jagung di tujuh provinsi ini masih belum optimal. d) Menyikapi dua kendala utama tersebut FGD berhasil menyepakati dua model rencana usaha dan kemitraan yang bisa dijalankan, yaitu melalui pembiayaan oleh perbankan melalui KKPE dan melalui sistem kontrak farming. Pola pembiayaan melalui KKPE dalam prakteknya perlu dilengkapi dengan jaminan/collateral atau pihak ketiga sebagai penjamin (avalis). Ketentuan penyediaan jaminan atau avalis ini menjadi kendala implementasi/penyaluran KKPE. Pola kedua melalui sistem kontrak farming pada dasarnya lebih menguntungkan karena segala sarana produksi disediakan oleh pihak ketiga namun dengan ketentuan hasil produk dibeli oleh pihak ketiga dengan harga yang disepakati. Resiko dari model ini adalah jika petani ingkar janji terhadap ketentuan menjual hasil ke pihak ketiga penyedia sarana produksi. Tetapi pola ini memudahkan petani dari kewajiban menyediakan agunan sebagaimana pada pola 1. e) Rencana pengembangan agribisnis jagung di tujuh provinsi tersebut diuraikan sebagai berikut:
62
-
Aceh: pengembangan jagung di Aceh akan mengambil pola pembiayaan dengan KKPE. Dalam kaitan ini PT iPasar akan menjadi avalis sekaligus off taker dari hasil produksi. Dalam hal ini, maka BRI diminta segera merealisasikan janji penyaluran KKPE dengan menugaskan Pimpinan Cabang BRI setempat untuk berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Provinsi dan empat kabupaten pelaksana;
-
Jawa Timur: Kegiatan akselerasi agribisnis jagung Jawa Timur difokuskan di Madura. Di Madura sudah disepakati kerjasama Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
antara petani dengan industri benih (PT Dupont) dan avalis. Namun, sementara ini belum diperoleh kerjasama dengan pihak ketiga yang akan menjadi off taker; -
Sulawesi Utara: Kegiatan pengembangan kawasan agribisnis jagung Sulawesi Utara difokuskan untuk mencukupi kebutuhan lokal yang cukup tinggi. Pengembangan jagung di Sulawesi Utara rencananya akan didukung oleh Bank Indonesia melalui program kerjasama dengan lembaga keagamaan sebagai avalis. Namun, sampai sekarang sejak pembahasan pada bulan Mei/Juni realisasi program belum terlaksana secara optimal;
-
Sulawesi Tengah: Pengembangan jagung di Sulawesi Tengah dilaksanakan melalui program “GERBANG JAGUNG SULAWESI TENGAH” Gerakan Pengembangan Jagung Sulawesi Tengah. Gerbang jagung telah menjalin kemitraan dengan industri pakan ternak (PT Japfa Comfeed) dengan dukungan pembiayaan dari KKPE;
-
Sulawesi Tenggara: Pengembangan jagung di Sulawesi Tenggara difokuskan di Kabupaten Muna dan Buton dimotori oleh APINDO Sulawesi Tenggara dengan mendapat dukungan pembiayaan dari KKPE BRI. Saat ini APINDO juga sudah menandatangani MOU dengan GPMT sebagai off taker;
-
Nusa Tenggara Barat: pengembangan jagung di NTB difokuskan di pulau Sumbawa khususnya di Kabupaten Sumbawa dan Dompu. Karena produksi sudah cukup meningkat tajam, fokus NTB lebih pada perbaikan konektivitas dan memudahkan pemasaran sehingga harga di tingkat petani lebih optimal;
-
Nusa Tenggara Timur: pengembangan jagung di NTT diarahkan untuk mencapai surplus produksi jagung. Selama ini, produksi jagung NTT untuk memenuhi kebutuhan pangan dan belum ada yang diperdagangkan keluar daerah.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
63
Laporan Tahunan
2013
Diharapkan dalam waktu dekat jagung NTT bisa dipasarkan keluar daerah sehingga bisa menjadi sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat. f) FGD menyepakati rencana implementasi pertanaman periode November-Desember dengan sasaran produksi sebesar 2,5 juta ton. Dalam kaitan ini, iPasar sudah bersedia menjadi off taker hasil produksi jika tidak ada pihak lain yang mampu menyerap keseluruhan produksi. g) Sejumlah pemangku kepentingan juga tertarik dan berminat untuk berpartisipasi pada pengembangan agribisnis jagung di tujuh provinsi ini. Pemangku kepentingan tersebut antara lain: -
Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB)-BLU Kementerian Koperasi dan UKM tertarik dan bersedia memberikan pinjaman hingga satu milyar rupiah tanpa agunan kepada Gapoktan/Koperasi/UKM;
-
Bank Andara, yaitu sebuah bank yang mengkhususkan pada pembiayaan sektor pertanian juga bisa menyediakan sumber dana murah untuk agribisnis jagung;
-
PISAGRO siap memberikan pelatihan bagi petani dan penyuluh di tujuh provinsi mengenai Good Agriculture Practice (GAP) budidaya jagung;
-
Industri Benih Jagung Hibrida siap memberikan pendampingan teknologi bagi para petani yang menanam jagung produksi mereka.
Sebagai tindak lanjut dari FGD, sejumlah pemangku kepentingan telah menyepakati dan berkomitmen antara lain sebagai berikut: Bank BRI akan mengirimkan instruksi kepada Pimpinan Cabang BRI di provinsi/kabupaten terkait untuk berkomunikasi Dinas Pertanian guna mempercepat penyaluran kredit KKPE.
64
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
APINDO Sulawesi tenggara akan segera merealisasikan MOU dengan GPMT selaku off-taker dan melengkapi administrasi penyaluran KKPE dengan BRI Sulawesi Tenggara. iPasar dan GPMT akan melakukan koordinasi guna implemetai sebagai avalis dan offtaker jagung di tujuh provinsi. Di tingkat lapangan, Dinas pertanian akan melakukan tindak lanjut antara lain: -
Melakukan rapat koordinasi di tingkat provinsi dengan mengundang seluruh pemangku kepentingan yang bergerak dibidang jagung;
-
Membentuk tim yang diketuai oleh gubernur/bupati sebagai penanggung jawab kegiatan di masing-masing wilayah dengan melibatkan pemangku kepentingan lainnya (dari hulu sampai hilir);
-
Menyusun Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dan Calon Petani Calon Lokasi (CPCL) di masing-masing wilayah yang didampingi oleh PPL;
-
Melakukan pengawalan, pendampingan dan melakukan langkah cepat jika terjadi permasalahan di lapangan.
h) Pada akhirnya, semua peserta FGD mengharapkan semua pihak untuk berkomitmen guna mewujudkan peningkatan produksi dan pengembangan agribisnis jagung di tujuh provinsi ini. 7. Workshop Optimalisasi Pemantapan Lahan Kering dan Tadah Hujan Mendukung Peningkatan Produksi Padi Nasional Workshop Optimalisasi Pemantapan Lahan Kering Dan Tadah Hujan Mendukung Peningkatan Produksi Padi Nasional Tahun 2013 dilaksanakan di Swiss Belhotel Bay View, Bali tanggal 7-9 November 2013. Pertemuan ini dihadiri oleh Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan Provinsi, Kepala BPTP, dan Kabupaten terpilih dari 17 (tujuh belas) provinsi (Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
65
Laporan Tahunan
2013
Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur) sentra produksi padi ladang serta Kepala Bidang seluruh Kabupaten Provinsi Bali. Adapun tujuan dari pertemuan ini adalah untuk mengetahui sejauhmana upaya pemanfaatan lahan kering dan tadah hujan untuk budidaya padi di masing-masing wilayah kerja peserta dalam mendukung peningkatan produksi padi nasional. Hasil Workshop Optimalisasi Pemantapan Lahan Kering dan Tadah Hujan Mendukung Produksi Padi Nasional antara lain sebagai berikut: a) Dalam rangka pencapaian surplus beras 10 juta ton tahun 2014 telah ditetapkan sasaran produksi tahun 2014 sebesar 76,09 juta ton GKG.Pencapaian produksi padi (ARAM II 2013) sebesar 70.866.571 ton GKG sehingga masih kekurangan produksi produksi sekitar 5 juta ton. Sementara penyusutan lahan sawah akibat alih fungsi lahan akan mempengaruhi kemampuan pencapaian sasaran produksi padi nasional. b) Lahan kering dan sawah tadah hujan menjadi alternatif pengadaan pangan masa depan. Untuk itu, kontribusi padi lahan kering dan tadah hujan sebagai salah satu penyumbang produksi padi harus dapat ditingkatkan. c) Potensi pengembangan padi lahan kering dan sawah tadah hujan menurut Badan Litbang Pertanian (BB Padi) cukup luas, yaitu: - Potensi areal pertanaman padi lahan kering menurut Badan Litbang Pertanian (BB Padi) cukup luas dan belum optimal pemanfaatannya, yaitu: potensi areal yang belum dibuka (Sumatera,Kalimantan dan Papua): 5,3juta ha; potesi area di wilayah perkebunan dan kehutanan: 2,4juta ha; dan lahan tidur (Alang-alang): 9,5 juta ha;
66
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
- Daerah pengembangan padi lahan kering: daerah datar/bantaran sungai; perbukitan daerah aliran sungai (DAS); lahan perkebunan dan kehutanan (Hutan Tanaman Industri = HTI); - Potensi lahan sawah tadah hujan seluas 2,022 juta ha atau 24% dari luas areal sawah.Sebagian besar tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi; - Potensi hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian, produktivitas yang dihasilkan mencapai 56 ton/ha sedangkan produktivitas padi lahan kering (ARAM II 2013) baru mencapai 33,59 ku/ha. Berdasarkan penggunaan varietas (data BPS, 2011), pertanaman padi lahan kering baru menggunakan 59% varietas hibrida/unggul dan 41% masih menggunakan varietas lokal. d) ARAM II 2013 (BPS), luas panen padi ladang seluas 1.151.274 ha dengan produktivitas 33,59 ku/ha dan menghasilkan produksi padi sebesar 3.866.745 ton GKG. e) Kontribusi produksi padi lahan kering terhadap produksi padi nasional baru mencapai 5,46% dan masih dapat ditingkatkan dengan peluang yang ada. - Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan padi lahan kering dan tadah hujan adalah: iklim yang tidak menentu dan kekurangan sumber air; kesuburan tanah rendah; kurang tersedia varietas unggul spesifik lokasi; rentan terhadap OPT seperti Blas, Busuk Pelepah, dan Bercak Coklat; produktivitas rendah; data peta pengembangan lahan kering dan tadah hujan belum tersedia. f) Berdasarkan potensi dan pencapaian produksi padi lahan kering dan tadah hujan, peluang peningkatan produksi padi lahan kering dan tadah hujan masih cukup besar, baik melalui pengembangan areal pertanaman maupun peningkatan produktivitas. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
67
Laporan Tahunan
2013
- Potensi lahan kering dan tadah hujan masih cukup luas; - Ketersediaan teknologi budidaya padi lahan kering dan tadah hujan melalui PTT; - Sikap dan pengetahuan dikembangkan;
petani
yang
masih
dapat
- Ketersediaan sumber genetik (varietas unggul) spesifik lokasi. g) Upaya terobosan peningkatan produksi padi lahan kering dan tadah hujan melalui peningkatan kuantitas dan kualitas SL-PTT dengan pendampingan dan pengawalan BPTP dan PPL serta dukungan dari Pemerintah Daerah dalam pengembangan padi lahan kering. h) Upaya penyediaan benih bermutu: - Mengembangkan penangkar benih di wilayah-wilayah pertanaman padi lahan kering dan tadah hujan dan menyediakan sertifikasi gratis; - Mengembangkan “Community Seed Bank (CSB)”, yaitu melatih petani/kelompoktani untuk memproduksi benih guna memenuhi kebutuhannya. i) Penyajian data yang akurat sangat dibutuhkan sebagai dasar suatu perencanaan, alat pengendalian, dan dasar evaluasi dalam pengembangan padi lahan kering dan tadah hujan. Data sebagai bahan pengambilan keputusan/kebijakan. Jika salah penyajian data - Salah perencanaan - Salah kebijakan. j) Solar Ray merupakan terobosan upaya peningkatan luas tanam padi sawah tadah hujan dalam penyediaan/penyaluran air ke lahan dengan biaya murah. Cara kerjanya menggunakan batere kering untuk menaikkan air ke bak penampungan dan disalurkan ke petak-petak lahan. k) Pengembangan padi lahan kering di Kabupaten Aceh Timur sudah mencapai luasan 7.000 ha dengan potensi 14.464 ha (48,40%). Keberhasilan pengembangan padi lahan kering 68
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
didukung oleh kemauan petani, peran penyuluh dalam mentransfer teknologi, dan dan dukungan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Timur. l) Kabupaten Gunung Kidul mempunyai luas lahan kering terluas di Provinsi D.I. Yogyakarta (98%) dan berkontribusi lebih dari 30% terhadap total produksi padi Provinsi D.I. Yogyakarta. Provitas padi lahan kering mencapai 48,44 ku/ha GKG lebih tinggi dari provitas padi lahan kering Provinsi D.I. Yogyakarta (47,92 ku/ha) dan nasional (33,22 ku/ha). Dengan terobosan penanaman padi hibrida di lahan kering, provitas dapat dicapai 9-10 ton/ha GKG. Telah diuji coba di Wonosari, Paliyan, Semanu. Daerah lahan kering yang cocok untuk padi hibrida adalah daerah lahan kering cekungan atau lahan kering basah. Padi hibrida di lahan kering tahan penyakit dibanding padi inbrida. Perkembangan padi hibrida di Gunung Kidul telah mencapai luas tanam 2.103 ha (tahun 2012) di lahan kering dan akan terus dikembangkan. m) Pengembangan padi lahan kering di Kabupaten Manggarai Barat melalui optimasi lahan kering sebagai sumber kesejahteraan petani dan keluarganya. Upaya peningkatan produktivitas padi lahan kering yang masih rendah dilakukan melalui: - Rapat berkala Instansi terkait melibatkan unsur Pemerintah, TNI-Polri, Mitra Pupuk dan Pestisida, LSM, PPL, dan Kontak Tani; - Pengembangan padi lahan kering varietas unggul lokal “WOJA LAKA“; - Demplot penangkaran Situbagendit;
padi
lahan
kering
varietas
- Optimasi lahan kering komoditi padi ladang (tumpang sari, monokultur); - Melakukan gerakan tanam untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan sawah dan lahan kering;
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
69
Laporan Tahunan
2013
- Penguatan kelembagaan petani; - Mengoptimalkan penggunaan traktor roda empat untuk mengolah lahan kering seluas-luasnya; - Menggunakan rekomendasi hasil kajian teknologi untuk mengembangkan daerah sentra produksi. n) Kunci keberhasilan dalam pengembangan padi lahan kering dan tadah hujan adalah: 1) Niat yang tulus dari seluruh stake holders, 2) pola gerakan dari tingkat pusat sampai lapangan, 3) karena sasaran luar biasa maka selayaknya upaya dan dukungannya juga luar biasa, 4) kecepatan pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah, dan 5) komitmen dari seluruh stakeholders. B. Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Fokus utama kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbiyaitu mendorong peningkatan produktivitas melalui pelaksanaan Sekolah lapangan (SL), yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kedelai sebanyak 0,2 ku/ha dan pelaksanaan pengembangan aneka kacang dan umbi lainnya yaitu ubi kayu, ubi jalar dan pangan alternatif. 1. SL-PTT kedelai SL-PTT kedelai seluas 411.740 hadi 29 provinsi pada 190 kabupaten, terdiri dari kawasan pertumbuhan 12.500 ha, kawasan pengembangan 355.240 ha, dan kawasan pemantapan 44.000 ha. Realisasi SL-PTT kedelai mencapai 336.028 ha atau 81,61% dari sasaran dengan produktivitas 15,68 ku/ha (98,00% dari sasaran sebesar 16,00 ku/ha), namun 7,62% diatas produktivitas non SL yang mencapai 14,57 ku/ha. Tabel 23. Capaian Produktivitas SL-PTT Kedelai Tahun 2013.
No. Komoditi 1 Kedelai
70
Produktivitas (Ku/ha) Capaian Provitas SL-PTT Thd (%) Sasaran Realisasi Non SL-PTT Sasaran Non SL-PTT 16,00 15,68 14,57 98,00 107,62
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Penyebab tidak tercapainya target pelaksanaan SL-PTT 100% antara lain: a) pergeseran tanam yang disebabkan dampak perubahan iklim (iklim basah); b) serapan benih bersubsidi sebagai pengganti BLBU relatif kecil, karena petani masih terbiasa dengan bantuan benih gratis (BLBU), dan masa transisi peralihan dari BLBU ke subsidi; c) ketidaksesuaian varietas yang diinginkan oleh petani dengan yang tersedia; d) kehati-hatian yang sangat tinggi dari para pelaksana di lapangan; dan e) masih banyak laporan pelaksanaan SL-PTT yang belum disampaikan ke pusat. Belum tercapainya produktivitas kedelai di lokasi SL-PTT disebabkan antara lain: belum semua komponen teknologi anjuran dipahami dan diterapkan secara penuh oleh petani karena terbatasnya modal petani, fasilitasi paket bantuan masih terbatas di lokasi Laboratorium Lapangan (LL=1ha per unit), sedangkan di luar LL hanya dibantu benih saja (benih subsidi), kurangnya intensitas pengawalan dan pendampingan, serta penetapan paket teknologi anjuran belum sepenuhnya berdasarkan hasil analisis kondisi dan potensi lapangan (PRA). 2. Pengembangan Kedelai Model Pengembangan kedelai model dialokasikan seluas 110.000 ha di 8 provinsi pada 22 kabupaten/kota, dengan realisasi mencapai 103.536 ha (94,12% dari sasaran). 3. Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) kedelai Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) kedelai dialokasikan seluas 118.250 ha di 12 provinsi pada 47 kabupaten/kota. Namun kegiatan PATB kedelai tidak dapat dilaksanakan karena gagal lelang. 4. Pengembangan Ubi Kayu Pengembangan ubi kayu dialokasikan seluas 2.080 ha di 18 provinsi pada 43 kabupaten/kota, dengan realisasi mencapai 2.019 ha (97,07% dari sasaran). Kabupaten Timor Tengah Utara tidak melaksanakan kegiatan tersebut karena bibit tidak tersedia sehingga bansosnya dikembalikan ke kas negara. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
71
Laporan Tahunan
2013
5. Pengembangan Ubi Jalar Pengembangan ubi jalar dialokasikan seluas 1.225 ha di 10 provinsi pada 26 kabupaten/kota, dengan realisasi mencapai 1.200 ha (97,96% dari sasaran). Kabupaten Timor Tengah Utara tidak melaksanakan kegiatan tersebut karena terjadinya konflik sosial yang bertepatan dengan waktu tanam sehingga RUK tidak diajukan ke Bank. 6. Pengembangan Pangan Alternatif Pengembangan pangan alternatif 110 ha di 9 provinsi pada 16 kabupaten/kota yang terdiri dari komoditas talas, talas satoimo, garut dan gembili, dengan realisasi 100%. Tabel 24. Realisasi Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Tahun 2013
No. 1 2 3 4 5 6
Uraian SL-PTT Kedelai Pengembangan Kedelai Model PATB Kedelai Pengembangan Ubi Kayu Pengembangan Ubi Jalar Pengembangan Pangan Alternatif
Rencana (Ha) 411.740 110.000 118.250 2.080 1.225 110
Realisasi (Ha) (%) 336.028 81,61 103.536 94,12 2.019 97,07 1.200 97,96 110 100,00
Disamping kegiatan tersebut, beberapa kegiatan pendukung lainnya yang dilaksanakan dalam pengembangan aneka kacang dan umbi antara lain: 1. Gerakan Panen Kedelai a. Panen Kedelai di Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah 1) Acarapanen kedelai dilaksanakan diDukuh Palang Desa Pojok, Kecamatan Tawang Harjo, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 27 Maret 2013 dan dihadiri oleh Wakil Menteri Pertanian, Gubernur Provinsi Jawa Tengah,Bupati Kabupaten Grobogan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perekonomian, PTSHS, PTPertani, Bulog, Gakoptindo, iPasar, Ketua KTNA, petani/kelompoktani,Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah,
72
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan dan Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi. 2) Lokasi panen kedelai seluas 120 ha berdampingan dengan hutan rakyat yang dibangun masyarakat melalui gerakan penghijauan pada tahun 2003 dan merupakan salah satu desa penghasil kedelai dan jagung yang cukup handal. 3) Pada acara tersebut dilakukan uji coba merontok kedelai dengan power thresher dan penyerahan secara simbolik kepada petani berupa bantuan teknologi pengembangan model kedelai yang disasarkan untuk Kabupaten Grobogan seluas 5.000 ha. 4) Luas lahan kedelai di Kabupaten Grobogan seluas 27.170 ha dan produksi yang dicapai sebesar 65.755 ton. Hasil produksi tersebut memberikan kontribusi 43,14% terhadap produksi Jawa Tengah (152.416 ton), sedangkan untuk tingkat nasional memberi kontribusi 7,72% (nasional sebesar 851.647 ton). Produktivitas tertinggi kedelai dicapai pada musim labuhan (September s.d November) dengan rata-rata produktivitas berkisar antara 1,8-2,2 ton per ha yang capaian produktivitasnya paling tinggi dibandingkan dengan daerah lain rata-rata hanya mencapai 1,2-1,4 ton per ha. 5) Harga pembelian kedelai saat ini cukup bagus sebesar Rp.7.000/kg, harga tersebut lebih tinggi dibandingkan pada tahun lalu sebesar Rp.5.000/kg. Dalam hal ini Koperasi Pengrajin Tahu Tempe Indonesia (Kopti) siap membeli kedelai petani Rp.7.000/kg, untuk itu diharapkan petani dapat menyediakan benih kedelai yang berkualitas bagus. Dengan kurangnya air irigasi yang ada di lokasi tersebut dan dengan dukungan harga kedelai yang bagus Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan membangun 100 sumur lapang. 6) Pemerintah Kabupaten Grobogan bersama-sama dengan jajaran kelompok tani dan gabungan kelompoktani siap mendukung
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
73
Laporan Tahunan
2013
pengembangan kawasan kedelai di Jawa Tengah dan siap menjadi Pusat Pertumbuhan kedelai di Jawa Tengah. b. Panen Kedelai di Kabupaten Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta 1) Acarapanen kedelai dilaksanakan di Dusun Bendo, Desa Semin, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi D.I. Yogyakarta pada tanggal 1 Mei 2013 dan dihadiri Bupati Kabupaten Gunungkidul, Kepala Dinas Pertanian Provinsi D.I. Yogyakarta, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Gunungkidul, Sekda Kabupaten Gunungkidul, Kepala BPTP, PT SHS, Kodim Kabupaten Gunungkidul, BPP Kecamatan Semin, Kelompok tani/petani, Direktur Budidaya Aneka Kacang dan Umbi dan Direktur Perbenihan. 2) Lokasi panen kedelai merupakan areal kegiatan pengembangan model PTT kedelai tahun 2013 pada hamparan seluas 1.200 ha. Dari hasil ubinan di dua lokasi diperoleh hasil rata-rata 16,90 ku/ha. Hasil panen dari kegiatan pengembangan model tersebut yang semula untuk dijadikan calon benih tidak dapat dilakukan, hal tersebut dikarenakan kelas benih yang ditanam BR1. Untuk itu diharapkan apabila hasil penjualannya agar dibelikan benih untuk pemenuhan pertanaman kedepannya. 3) Kabupaten Gunungkidul merupakan sentra produksi kedelai di Provinsi D.I. Yogyakarta. Luas tanam kedelai tahun 2012 di Kabupaten Gunungkidul seluas 23.900 ha dan produksi yang dicapai sebesar 26.447 ton. Hasil produksi tersebut memberikan kontribusi 73,47% terhadap produksi D.I. Yogyakarta (36.033 ton), sedangkan untuk tingkat nasional memberi kontribusi 3,11% (Nasional sebesar 851.647 ton). Pada tahun 2013 sasaran luas tanam kedelai di Kab. Gunungkidul sebesar 28.900 Ha, sehingga terjadi penambahan luas tanam 5.000 Ha. 4) Selain pengembangan model PTT, di Desa Semin juga terdapat penanaman benih kedelai yang sumber benihnya dari bantuan
74
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Litbang Kementan yang diserahkan pada saat acara panen kedelai di Kab. Aceh Timur sebesar 1 ton atau seluas 19 Ha, kelas benih Foundation Seed (FS), terdiri dari varietas Anjasmoro, Argomulyo, Kaba, Baluran dan Grobogan yang akan dipanen sekitar akhir Mei 2013. 5) Hasil diskusi disampaikan bahwa sumber benih kedelai terbatas, selama ini petani di Kabupaten Gunungkidul sudah biasa melakukan sistem Jaringan Benih Antar Lapang Antar Musim (Jabalsim) dengan benih tidak bersertifikat, petani mengharapkan sistem Jabalsim tersebut agar bisa dikawal dengan baik oleh Pemerintah. Saat ini berkembang penanaman kedelai varietas lokal yang diberi nama ketek putih, yang produktivitasnya tinggi (1,7-1,8 ton/ha), diharapkan agar varietas tersebut dapat segera dilepas. 6) Pemerintah Kabupaten Gunungkidul bersama-sama dengan jajaran kelompok tani dan gabungan kelompoktani siap mendukung pengembangan kawasan kedelai di D.I. Yogyakarta. c. Panen Kedelai di Kabupaten Kulonprogo, D.I. Yogyakarta 1) Acara panen kedelai dilaksanakan di Desa Kembang, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi D.I. Yogyakarta pada tanggal 31 Juli 2013 dan dihadiri oleh Asisten Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Sumberdaya Hayati Kemenko Perekonomian, Perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Perum Bulog, Badan Litbang Pertanian Kementan, Pusat Data dan Sumber Informasi Pertanian Kementan, Gakoptindo, iPasar, importir (PT Cargill Indonesia, PT Gerbang Cahaya Utama dan PT Jakarta Sereal), Wakil Bupati Kabupaten Kulonprogo, Kepala Dinas Pertanian Provinsi D.I. Yogyakarta, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Kulonprogo, Kelompok tani/petani, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan dan staf Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
75
Laporan Tahunan
2013
2) Lokasi panen kedelai merupakan areal kegiatan SLPTT kedelai tahun 2013 pada hamparan seluas 200 ha. Luas lokasi SLPTT kedelai keseluruhan seluas 2.000 ha, namun sebagian besar sudah dipanen. Luas lahan sawah yang ada di Kabupaten Kulonprogo seluas 10.104 ha yang tersebar di 14 Kecamatan, daerah yang biasa ditanami kedelai terdapat di 4 Kecamatan. Bupati Kabupaten Kulonprogo mencanangkan pola tanam padi padi - palawija, sehingga pada saat MK I dan MK II jaringan irigasi di tutup sementara supaya petani menanam palawija. Selain menanam kedelai kuning, petani di Kabupaten Kulonprogo juga menanam kedelai hitam seluas 5.000 ha yang merupakan kemitraan dengan PT Unilever. Pada lokasi tersebut terdapat percobaan beberapa varietas unggul kedelai seperti Gepak Kuning, Anjasmoro, Burangrang, dan Grobogan yang dikawal oleh BPTP Provinsi D.I.Yogyakarta. 3) Pencanangan panen kedelai ini sebagai implementasi pelaksanaan Program Stabilisasi Harga Kedelai (SHK) untuk melihat produksi kedelai petani dan apabila terjadi kesepakatan maka dilakukan pembelian kedelai oleh Bulog, Gakoptindo atau importir. Namun kedelai yang telah dipanen petani sudah di beli oleh KUD setempat dengan harga yang lebih tinggi dari Harga Pembelian Kedelai (HBP) yang ditetapkan Pemerintah (harga kedelai di petani Rp.7.800-Rp.8.200,-/kg, sedangkan HBP kedelai sebesar Rp.7.000,-/kg) sehingga tidak terjadi transaksi walaupun importir sudah siap membawa uang cash. Dengan adanya penetapan Harga Pembelian Kedelai (HBP) di tingkat petani terbukti telah merangsang harga kedelai di tingkat petani meningkat sehingga diharapkan petani akan bergairah untuk menanam kedelai serta harga kedelai akan stabil. 4) Dari hasil diskusi dapat disampaikan bahwa petani meminta agar HPP kedelai dapat ditinjau ulang karena harga Rp.7.000,/kg masih kurang menguntungkan, harga yang menguntungkan
76
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
sebesar Rp.8.000,-/kg; sumber benih kedelai varietas unggul bersertifikat terbatas, selama ini petani di Kabupaten Kulonprogo kebanyakan menggunakan benih yang tidak berlabel sehingga produktivitasnya masih rendah, dari target 2 ton/ha hanya mencapai 1,1-1,3 ton/ha; untuk perbaikan kualitas hasil, petani meminta bantuan power tresher multiguna serta untuk menambah keterampilan dan pengetahuan petani mengenai PHT kedelai, disarankan agar SLPHT kedelai dapat diadakan dengan jumlah unit yang lebih banyak. 5) Pemerintah Kabupaten Kulonprogo bersama-sama dengan jajaran kelompok tani dan gabungan kelompoktani siap mendukung pengembangan kedelai di D.I. Yogyakarta. d. Panen Kedelai di Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh 1) Acara panen kedelai dilaksanakan di Desa Baroh Musa, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh pada tanggal 27Agustus 2013 dan dihadiri olehPerwakilan Kemenko Perekonomian, Perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Perum Bulog, Direktur Budidaya Aneka Kacang dan Umbi, Perwakilan Direktorat Perbenihan Ditjen Tanaman Pangan, Gakoptindo, iPasar, importir (PT Jakarta Sereal), Kepala Biro Bidang Ekonomi dan Pembangunan Provinsi Aceh, Wakil Bupati Kabupaten Pidie Jaya, Sekda Kabupaten Pidie Jaya, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Aceh, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pidie Jaya, Muspida Kabupaten Pidie Jaya, BPTP Provinsi Aceh, Perwakilan Penyuluh dan kelompoktani/petani. 2) Lokasi panen kedelai dilaksanakan pada Gapoktan Abu Paya Langet, Desa Baroh Musa, Kecamatan Bandar Baru yang merupakan areal kegiatan SL-PTT kedelai tahun 2013. Kecamatan Bandar Baru merupakan sentra kedelai di Kabupaten Pidie Jaya. Luas tanam kedelai di Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2013 ditargetkan seluas 6.000 ha dengan produksi ditargetkan 12.000 ton, dengan produktivitas 20 ku/ha. Dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
77
Laporan Tahunan
2013
target yang telah ditetapkan tersebut sampai dengan bulan Agustus 2013 realisasi tanam baru seluas 1.915 ha (31,91%), realisasi panen seluas 1.895 ha dan produksi yang diperoleh sebesar 5.306 ton. Belum tercapainya sasaran luas tanam antara lain disebabkan petani kesulitan memperoleh benih pada musim tanam bulan Mei dan Juni 2013 dan tingginya curah hujan sehingga petani menunda untuk menanam kedelai. 3) Pelaksanaan panen kedelai ini sebagai implementasi pelaksanaan Program Stabilisasi Harga Kedelai (SHK), pada pertanaman seluas 1.000 Ha dengan rata-rata produktivitas 28,01 ku/ha sehingga produksi diperkirakan mencapai 2.801 ton. Telah terjadi kesepakatan pembelian antara kelompoktani dengan Bulog, hasil panen kedelai di beli dengan harga Rp.6.600/Kg karena karena kadar air masih 16% dan difasilitasi karung oleh Bulog. Hasil panen yang sudah berada di gudang gapoktan sebanyak 7 ton dan sisanya menunggu hasil panen di tingkat kelompoktani. Dengan adanya penetapan Harga Pembelian Kedelai (HBP) di tingkat petani terbukti telah merangsang harga kedelai di tingkat petani meningkat sehingga diharapkan petani akan bergairah untuk menanam kedelai serta harga kedelai akan stabil. 4) Dari hasil diskusi dapat disampaikan bahwa petani sangat bersyukur bahwa dengan adanya kepastian harga petani sangat bergairah untuk menanam kedelai. Petani juga menyampaikan beberapa permasalahan diantaranya masalah benih kedelai yang masih sulit diperoleh, tidak ada saluran irigasi sehingga apabila musim kemarau tidak bisa ditanam atau disaat hujan tinngi sulit membuang air, perlu perbaikan jalan usaha tani, memerlukan traktor untuk pengolahan tanah agar produktivitas yang diperoleh meningkat. 5) Selain itu dilakukan peninjauan lokasi penangkaran benih kedelai pada kegiatan pengembangan model kedelai di Desa
78
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Balai Daka Kecamatan Plimbang Kabupaten Bireun seluas 200 ha terdiri dari kelompok tani cantik manis 50 ha, kelompok tani mangga 100 ha, kelompoktani Tengku Direuhat 50 ha menggunakan varietas Anjasmoro umur tanaman sekitar 65 hari, perkiraan produksi benih 2,5 ton per hektar, diperkirakan panen akhir September atau awal Oktober 2013. 6) Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya bersama-sama dengan jajaran kelompok tani dan gabungan kelompoktani siap mendukung pengembangan kedelai di Provinsi Aceh. e. Panen Kedelai di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi NTB 1) Acara panen raya kedelai dilaksanakan di Dusun Buncalang, Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi NTB pada tanggal 30September 2013 dan dihadiri olehPerwakilan Kemenko Perekonomian, Perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Perwakilan dari Direktorat Jenderal PPHP Kementan, Badan Litbang Pertanian, Kepala Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Direktur Budidaya Aneka Kacang dan Umbi, Gakoptindo, PT. iPasar,Perum Bulog Divre NTB, Gubernur NTB, Sekretaris Daerah Provinsi NTB, DPRD Prov. NTB, BupatiKabupaten Lombok Tengah, Kepala Dinas Pertanian TPH Provinsi NTB, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota se-NTB, Muspida Kabupaten Lombok Tengah, BPTP Provinsi NTB, Perwakilan Penyuluh dan Kelompok tani/petani dengan jumlah undangan kurang lebih 500 orang. 2) Lokasi panen kedelai seluas 3.044 ha merupakan areal kegiatan pengembangan model PTT kedelai tahun 2013 seluas 2.000 ha, SL-PTT seluas 1.040 ha, swadaya 1,5 ha dan kegiatan demfarm kedelai oleh BPTP untuk kajian pemupukan dan varietas benih kedelai seluas 2,5 ha. Benih kedelai yang di tanam pada kegiatan demfarm merupakan benih kedelai kelas BD (Benih Dasar). Ratarata produktivitas kedelai yang di panen berdasarkan hasil
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
79
Laporan Tahunan
2013
ubinan sebesar 23,00 ku/ha untuk demplot dan 14,00 ku/ha untuk SL-PTT. 3) Kabupaten Lombok Tengah merupakan salah satu penyumbang produksi kedelai di NTB dengan capaian produksi sebesar 24.836 ton pada tahun 2011, tahun 2012 sebesar 26.121 ton mengalami peningkatan sebesar 1.285 ton (5,17 %) dari tahun 2011. Realisasi tanam kedelai pada tahun 2013 sampai dengan bulan September 2013 seluas 30.220 ha dengan asumsi produktivitas sebesar 12,50 ku/ha akan menyumbang produksi kedelai sebesar 37.775 ton. 4) Luas baku sawah Kabupaten Lombok Tengah seluas 54.562 ha merupakan lahan sawah terluas dibandingkan 10 Kabupaten/ Kota di NTB, dari luas baku lahan sawah tersebut ditanami kedelai seluas 30.220 ha. Berdasarkan data ATAP 2012, kontribusi produksi kedelai di Kab. Lombok Tengah sebesar 35,22% terhadap produksi NTB tahun 2012, sedangkan kontribusi produksi Provinsi NTB terhadap produksi kedelai Nasional sebesar 8,80%. Tingginya kontribusi produksi kedelai Kab. Lombok Tengah terhadap produksi kedelai di Provinsi NTB menjadikan kabupaten ini ditetapkan sebagai sentra produksi kedelai di NTB. 5) Pemerintah Provinsi NTB siap berkontribusi untuk meningkatkan produksi kedelai nasional dan meminta Pemerintah pusat memberikan jaminan harga kedelai guna memberikan kepastian harga di tingkat petani. Pemerintah Provinsi NTB serta Pemda Kabupaten Lombok Tengah berkomitmen untuk mempertahankan daerah tersebut sebagai salah satu daerah swasembada dan lumbung pangan nasional yang berkelanjutan, khususnya swasembada padi dan kedelai tahun 2014. 6) Pelaksanaan panen raya kedelai ini juga dimaksudkan sebagai implementasi pelaksanaanProgram Stabilisasi Harga Kedelai (SHK).Telah dilaksanakan MoU pembelian antara kelompoktani 80
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
dan Bulog Divre NTB sebesar Rp.7.000,-/kg. Dalam nota kesepahaman disebutkan, kesepakatan tersebut berlaku jika harga kedelai di bawah Rp.7.000,-/kg sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 25/M-DAG/PER/6/2013, sedangkan bila harga kedelai di atas Rp.7.000,-/kg petani dapat menjual kedelai ke pasar bebas. 7) Dalam temu wicara antara kelompok tani dengan Menteri Pertanian disampaikan bahwa petani sangat senang dengan adanya kepastian harga pembelian kedelai di tingkat petani sebesar Rp.7.000,-/kg dan berharap bisa dinaikkan menjadi Rp.8.000,-/kg atau lebih. Membaiknya insentif yang di terima petani diharapkan dapat menambah semangat petani untuk meningkatkan produktivitas usaha tani kedelainya menjadi diatas 20,00 ku/ha. Petani di Kecamatan Jonggat menerapkan pola tanam padi - padi - kedelai guna memutus siklus Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Petani pada saat temu wicara juga menyampaikan beberapa permasalahan di lapangan diantaranya kurangnya alat mesin pertanian pasca panen yang menyebabkan masih tingginya susut hasil panen kedelai, kendala air akibat tidak berfungsinya irigasi dan embung, pembinaan oleh penyuluh di lapangan juga di rasa kurang. 8) Saran dan masukan Menteri Pertanian kepada petani antara lain pola tanam padi - padi - kedelai tetap dipertahankan karena disamping memutus siklus OPT juga dapat menyuburkan tanah, petani disarankan sering berkonsultasi ke BPP guna mengetahui perkembangan teknologi pertanian dan kondisi iklim. Alat mesin pertanian (alsintan) yang dimiliki petani agar di bawah kontrol Dinas Pertanian Kabupaten guna meminimalisasi menganggurnya alsintan manakala semua areal sudah ditanami dan bisa dimanfaatkan di lokasi lain yang memerlukannya. Penggunaan alsintan dimaksudkan agar tanam dapat serempak di semua lokasi pertanian serta meminimalisasi serangan OPT Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
81
Laporan Tahunan
2013
dan memudahkan petugas memberikan penyuluhan ke kelompok tani. 9) Pada acara tersebut, Menteri Pertanian memberikan bantuan alat panen/pascapanen seperti hand tractor, power thresher dan flat bad dryer. f. Panen Kedelai di Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur 1) Kegiatanpanen raya kedelai dilaksanakan diDesa Baujeng, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur pada tanggal 26 Oktober 2013. 2) Acara panen dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi, Direksi PT Petrokimia Gresik Group, Perum Bulog Divre Jawa Timur, Kepala Dinas Pertanian ProvinsiJawa Timur, BupatiKabupaten Pasuruan, DPRD Kabupaten Pasuruan, Forum Pimpinan Daerah Kabupaten Pasuruan, Kepala SKPD lingkup Kabupaten Pasuruan, Ketua KTNA Kabupaten Pasuruan, Perwakilan Penyuluh dan Kelompok tani/petani dengan jumlah undangan kurang lebih 400 orang. 3) Lokasi panen merupakan areal kegiatan pengembangan model PTT kedelai tahun 2013. Sisa areal kedelai yang dipanen seluas 25 ha dari hamparan seluas 3.325 ha, karena sebagian besar tanaman sudah dipanen. Produktivitas kedelai yang dipanen berdasarkan hasil ubinan sebesar 15,00 ku/ha, rendahnya produktivitas tersebut disebabkan irigasi yang kurang sempurna di waktu pengisian polong, namun secara keseluruhan rata-rata produktivitas kedelai pada kegiatan pengembangan model PTT sebesar 16,50 ku/ha. Varietas kedelai yang di tanam varietas wilis. 4) Realisasi tanam kedelai tahun 2013 di Kab. Pasuruan sampai dengan Bulan September 2013 seluas 9.454 ha di prediksi akan
82
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
menyumbang produksi kedelai sebesar 14.819 ton dengan asumsi produktivitas 16,50 ku/ha. 5) Pelaksanaan panen raya kedelai di Kabupaten Pasuruan sebagai implementasi pelaksanaanProgram Stabilisasi Harga Kedelai (SHK),sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 59/MDAG/PER/9/2013 harga beli petani (HBP) kedelai sebesar Rp.7.400,-/kg. Pada saat panen harga kedelai di pasaran sebesar Rp.8.000,-/kg lebih tinggi dari HBP, maka MoU antara Bulog dan petani tidak dilaksanakan, namun jika harga kedelai di bawah Rp.7.400,-/kg Bulog siap membeli hasil panen sesuai dengan persyaratan SNI. 6) Pada temu wicara, petani menyampaikan beberapa permasalahan di lapangan diantaranya kurang berfungsinya jaringan irigasi yang menyebabkan tidak maksimalnya budidaya tanaman kedelai dan kurangnya alat mesin pertanian seperti traktor yang menyebabkan tidak serempaknya waktu tanam kedelai yang dapat memicu serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). 7) Berdasarkan data ATAP 2012 BPS, produksi kedelai Kab. Pasuruan sebesar 24.164 ton berkontribusi produksi sebesar 6,68% terhadap produksi Jawa Timur tahun 2012 sebesar 361.986 ton. Pemerintah Kab. Pasuruansiap berkontribusi meningkatkan produksi kedelai dan berkomitmen menjadikan Kabupaten Pasuruan sebagai sentra produksi kedelai. 2. Pertemuan-Pertemuan a. Pertemuan Inovasi dan Teknologi Aneka Kacang dan Umbi Pertemuan Inovasi dan Teknologi Aneka Kacang dan Umbi Tingkat Nasional dilaksanakan tanggal 18-20 September 2013 di Hotel Parama Bogor, Jawa Barat, dengan hasil antara lain sebagai berikut: 1) Komoditas aneka kacang dan umbi berperan sebagai motor penggerak penting dalam pencapaian Empat Target Utama Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
83
Laporan Tahunan
2013
Kementerian Pertanian, sekaligus mendukung pencapaian kemandirian pangan. Oleh karena itu revitalisasi komoditas aneka kacang dan umbi memiliki arti penting dan strategis bagi pembangunan ekonomi masyarakat pertanian. 2) Inovasi teknologi komoditas aneka kacang dan umbi terus diupayakan secara optimal, namun selalu berhadapan dengan dinamika tuntutan dan tantangan yang tidak ringan sehingga dibutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat pertanian Indonesia dalam mendukung kinerja yang lebih baik. 3) Dalam meningkatkan produktivitas diperlukan terobosanterobosan baru untuk mengantisipasi kesenjangan produktivitas riil di lapangan dengan hasil penelitian. Salah satu bentuk inovasi teknologi tersebut adalah dengan memanfaatkan benih varietas unggul (bermutu) sehingga mampu berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas komoditas tanaman akabi. Penggunaan benih varietas unggul bersertifikat yang diiringi dengan penerapan teknologi yang tepat telah terbukti memberikan kontribusi dalam peningkatan produktivitas tanaman akabi. 4) Upaya penyediaan benih akabi antara lain: a) membuat perencanaan yang sinkron antara produksi sesuai alur benih dengan aspek pemasaran benih, terutama penerapan rekomendasi teknologi produksi, sertifikasi dan pengolahan benih; b) pengawasan melekat terhadap peredaran benih; c) pemasyarakatan penggunaan benih varietas unggul (bermutu) melalui berbagai media promosi; d) pengembangan industri benih di daerah perlu dimantapkan dengan tujuan agar sumber benih lebih dekat dengan pengguna benih;dan e) memfasilitasi kemitraan dan kerjasama yang menguntungkan antara penangkar - produsen - konsumen. 5) Pemanfaatan alat dan mesin pasca panen tidak hanya berguna sebagai sarana mengurangi susut hasil, akan tetapi juga berguna 84
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
sebagai: a) memperbaiki mutu hasil; b) mempertahankan dan memperpanjang masa simpan; c) meningkatkan daya saing; serta d) meningkatkan pendapatan petani. 6) Kendala yang dihadapi dalam penanganan pasca panen komoditas akabi antara lain: a) susut kuantitatif (tertinggal selama proses panen dan pascapanen) dan susut kualitatif (penurunan mutu) masih tinggi; b) belum diterapkan standar mutu keamanan pangan; c) penerapan teknologi pascapanen belum merata; d) permodalan rendah dan akses modal terbatas;e) sumberdaya manusia pasca panen terbatas; f) pengetahuan dan kesadaran petani terbatas. 7) Pengembangan model pengelolaan pasca panen kedelai dan kacang tanah pada kelompok tani dapat terwujud melalui pengembangan jaringan komunikasi antar lembaga yang kompeten di pemerintahan dengan swasta sebagai pengguna dalam industri pangan dan pakan, sehingga menjadi UPJA mandiri yang berkelanjutan dan meningkatkan mutu untuk memenuhi standar kebutuhan industri pangan dan pakan. Selain itu perlu dikembangkan sistem kerjasama saling menguntungkan sehingga petani mendapat jaminan pemasaran dengan harga yang wajar serta pihak industri mendapatkan bahan baku dengan mutu standar, sehigga petani menikmati peningkatan nilai tambah hasil usahanya. 8) Tantangan dalam upaya pengembangan komoditas akabi antara lain: a) teknologi inovatif (pra panen dan pasca panen) belum optimal;b) konversi lahan pertanian ke non pertanian; c) persaingan antar komoditas; d) penyediaan dan penyebaran benih/bibit berkualitas belum optimal; e) harga impor komoditas lebih rendah; dan f) belum lancarnya sinergi antar sektor di pusat dan daerah. 9) Program Stabilisasi Harga Kedelai yang diberlakukan sejak bulan Juli 2013 merupakan upaya untuk mengatasi fluktuasi harga Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
85
Laporan Tahunan
2013
kedelai di tingkat petani dan pengrajin, namun sampai saat ini pelaksanaannya belum optimal. Harga Beli Petani (HBP) dievaluasi setiap tiga bulan sedangkan sedangkan Harga Jual Pengrajin (HJP) dievaluasi setiap 1 bulan. Upaya yang sudah dilakukan guna mengoptimalkan program SHK adalah: a) melakukan pemantauan untuk memetakan lokasi/daerah yang sedang panen, volume produksi kedelai, dan harga tingkat petani untuk mengantisipasi jatuhnya harga; b) mendorong BULOG untuk segera melaksanakan program SHK dengan membeli kedelai petani di daerah yang sedang panen sesuai HBP, dan menjual kedelai kepada pengrajin sesuai HJP; c) BULOG/importir lain mengimpor kedelai setelah mendapatkan persetujuan Kemendag untuk stabilisasi harga di tingkat pengrajin. 10) Pengembangan pangan pokok lokal berbahan baku umbiumbian perlu ditingkatkan, agar komoditas ini mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Dalam memenuhi kebutuhan bahan baku untuk industri rumahan melalui kemitraan, perlu dilakukan upaya: a) perhatian lebih dari pemerintah terhadap komoditas akabi; b) komitmen yang tidak dilanggar; c) mempersiapkan calon lokasi yang sesuai untuk budidaya komoditas akabi; dan d) infrastruktur yang mendukung. 11) Inovasi teknologi bukan satu-satunya prasyarat dalam memajukan pembangunan pertanian maupun daya saing di Indonesia bahkan di dunia. Ada 5 prasyarat lain yang harus dipenuhi secara bersamaan dengan inovasi teknologi, yaitu: a) keinginan dan kemauan pimpinan daerah; b) dukungan pendanaan; c) disesuaikan dengan lingkungan dan kondisi sosial masyarakat; dan d) adanya kepastian hukum. 12) Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan
86
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
yang beranekaragam dan seimbang serta aman dalam jumlah dan komposisi yang cukup guna memenuhi kebutuhan gizi untuk mendukung hidup sehat, aktif dan produkif.Salah satu strategi penurunan konsumsi beras adalah mengubah kebijakan tentang bantuan pangan bagi rakyat miskin dari Raskin menjadi Pangkin (sumber karbohidrat berbasis sumberdaya lokal). b. Pertemuan Koordinasi dan Sosialisasi Pengembangan Kedelai Melalui Perluasan Areal Tanam (PAT) Dalam rangka mencapai target perluasan areal tanam kedelai tahun 2014 maka dilakukan Koordinasi dan Sosialisasi Pengembangan Kedelai melalui Perluasan Areal Tanam (PAT) dengan seluruh pemangku kepentingan dan instansi terkait. Pertemuan dilaksanakan tanggal 25-27 November 2013 di Topas Galeria Hotel, Bandung, Jawa Barat, dengan hasil antara lain sebagai berikut: 1) Peningkatan produksi kedelai nasional menuju swasembada 2014 melalui SL-PTT dan difokuskan pada pengembangan kedelai melalui Perluasan Areal Tanam (PAT) seluas 340.000 ha, pengembangan kedelai di lahan transmigrasi dan perluasan areal tanam tambahan melalui pemanfaatan lahan kehutanan, lahan perkebunan, lahan pasang surut, lahan tidur/rawa, lahan yang memiliki Indeks Pertanaman (IP) kurang dari 200 serta lahan tumpangsari. 2) Peningkatan produksi kedelai nasional menuju swasembada 2014 melalui SL-PTT dan difokuskan pada pengembangan kedelai melalui Perluasan Areal Tanam (PAT) seluas 340.000 ha, pengembangan kedelai di lahan transmigrasi dan perluasan areal tanam tambahan melalui pemanfaatan lahan kehutanan, lahan perkebunan, lahan pasang surut, lahan tidur/rawa, lahan yang memiliki Indeks Pertanaman (IP) kurang dari 200 serta lahan tumpangsari.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
87
Laporan Tahunan
2013
3) Pengembangan kedelai di lahan transmigrasi tidak hanya fokus pada peningkatan produksi kedelai tetapi juga membangun sistem rantai pasok yang berjalan lancar dan berkelanjutan (integrated) dari petani sampai konsumen.Potensi lahan transmigrasi untuk pengembangan kedelai mencapai 1.000.000 ha, tahun 2014 direncanakan untuk pengembangan kedelai seluas 155.000 ha, tahun 2015-2017 direncanakan seluas 845.000 ha yang tersebar di 26 Provinsi dengan bantuan paket lengkap. 4) Kendala pengembangan kedelai di lahan transmigrasi adalah: a) keterbatasan infrastruktur lahan (tata air mikro, jalan usaha tani, tingkat keasaman tanah);b)ketepatan pengaturan pengolahan tanah;c) ketepatan pengaturan penyediaan saprodi sesuai musim tanam;d) penguasaan teknologi dan manajemen usaha tani; dan e) pendampingan dan pengawalan teknologi budidaya.Tantangannya adalah mempertahankan lahan untuk pangan akibat banyaknya lahan pangan yang beralih ke perkebunan karet dan kelapa sawit. Diperlukan komitmen dari masing-masing Bupati untuk dapat mempertahankan lahan pangan di lahan transmigrasi. Diketahui adanya lokasi pengembangan kedelai di kawasan transmigrasi seluas 155.000 ha di 5 Provinsi pada 34 Kab, serta perluasan areal tanam tambahan seluas 194.300 ha di 6 Provinsi pada 60 Kabupaten. 5) Kebutuhan benih kedelai tahun 2014 sebesar 64 ribu ton dan dukungan Direktorat Perbenihan untuk memenuhi ketersediaan benih kedelai tersebut dilakukan melalui perbanyakan benih sumber kelas benih dasar (BD) seluas 63 ha dan benih pokok (BP) seluas 207 ha, serta pemberdayaan penangkar benih kedelai seluas 3.125 ha di 28 Provinsi. Berdasarkan hasil workshop forum perbenihan, ketersediaan benih kedelai Bulan JanuariFebruari 2014 diprediksi sebanyak 13.162,5 ton terdiri dari BR sebanyak 5.250,5 ton dan BR1 sebanyak 7.912 ton.
88
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
6) Kegiatan optimasi lahan diarahkan untuk menunjang terwujudnya ketahanan pangan dan antisipasi kerawanan pangan, terutama komoditas padi, jagung dan kedelai dengan memanfaatkan lahan yang sementara tidak diusahakan menjadi lahan pertanian produktif serta meningkatkan indeks pertanaman (IP)< 100 untuk memperluas areal tanam. Sasaran kegiatan optimasi lahan tahun 2014 untuk sub sektor tanaman pangan seluas 175.220 ha, difokuskan pada komoditi padi guna mendukung pencapaian surplus beras 10 juta ton, namun Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian sedang mengusahakan optimalisasi lahan untuk dapat ditransfer ke komoditi lain seperti kedelai guna mendukung peningkatan produksi. 7) Pengembangan kedelai tumpangsari ubikayu dapat dilakukan dengan penerapan sistem jajar legowo dengan jarak tanam ubikayu 60 x 70 x 260 cm dan lorong antar baris ganda ubikayu berjarak 260 cm dapat ditanami kedelai dengan jarak tanam 40 x 15 cm. 8) Potensi lahan pasang surut untuk pertanian seluas 9,53 juta ha dan 2 juta ha sesuai untuk pertanaman kedelai. Pada umumnya indeks pertanaman (IP) di lahan pasang surut masih rendah IP 100, sehingga dapat ditingkatkan pola tanamnya menjadi padikedelai atau padi-padi-kedelai. Kendala pengembangan kedelai di lahan pasang surut antara lain tingginya kadar pirit (FeS2) yang menyebabkan rendahnya pH tanah, penurunan kadar FeS2 dilakukan dengan pengaturan tinggi muka air, pengolahan tanah (olah tanah ringan) dan pemberian kapur. 9) Teknologi penerapan budidaya kedelai di lahan pasang surut melalui metode budidaya air jenuh, yaitu penanaman dengan memberikan irigasi terus menerus dan membuat tinggi muka air tetap sehingga lapisan di bawah perakaran jenuh air. Teknologi untuk lahan rawa bila tergenang perlu di buat saluran air dan di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
89
Laporan Tahunan
2013
beri jerami, jerami-jerami yang tergenang akan terdekomposisi dan mengeluarkan asam. 10) Teknik penyimpanan benih kedelai secara sederhana dengan menempatkan benih dan abu sekam/kapur tohor dengan perbandingan 80% benih dan 20% abu sekam yang ditempatkan pada plastik yang berbeda untuk kemudian ditempatkan pada karung yang sama dengan tujuan abu sekam/kapur tohor dapat menyerap kadar air benih kedelai sehingga dapat bertahan lebih dari 3 bulan. 11) Upaya pemenuhan kebutuhan benih kedelai di daerah dapat diupayakan dari produksi daerah sendiri melalui sistem jaringan benih antara lapang antar musim (Jabalsim) mengingat masa dormansi benih kedelai pendek hanya tiga bulan. Varietas benih unggul kedelai yang direkomendasikan dapat ditanam sesuai agroekosistem antara lain Detam 1, Kaba, Argomulyo, Burangrang, Anjasmoro, Lawit, Menyapa, Wilis, Grobogan dan Tanggamus dengan produktivitas 1,5 hingga 2,8 ton/ha. 12) Diperlukan dukungan kerjasama dan sinkronisasi program kebutuhan benih dari Litbang Pertanian, program penyediaan benih dari Direktorat Perbenihan dan program pengembangan dari Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi. Padu padan program pengembangan kedelai dari lembaga yang terkait itu dilakukan guna mewujudkan ketersediaan benih kedelai unggul, bermutu dan upaya peningkatan produksi kedelai dapat dicapai. b. Focus Group Discusion (FGD) Prospek Investasi Pengembangan Aneka Kacang dan Umbi Pertemuan FGD Prospek Investasi Pengembangan Aneka Kacang dan Umbi dilaksanakan tanggal 3 Desember 2013 di Ruang Rapat P2BN, Ditjen Tanaman Pangan, dengan hasil antara lain sebagai berikut:
90
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
1) FGD Prospek Investasi Pengembangan Akabi dihadiri perwakilan dari Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, Kamar Dagang Indonesia, Dinas Pertanian Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, Direktorat Jenderal P2HP kementan, pelaku usaha serta staf dan pejabat lingkup Ditjen Tanaman Pangan. 2) Nara sumbernya adalah Direktur Pasca Sarjana Manajemen Bisnis, IPB; Direktur Pembiayaan Pertanian, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian; PT Trubus Swadaya; pengusaha ubikayu dan pengusaha kacang hijau. 3) Tujuan FGD Prospek Investasi adalah sebagai sarana untuk menyebarluaskan potensi dan peluang investasi pengembangan komoditas akabi serta berbagai kebijakan investasi kepada calon investor; mendorong dan merangsang masuknya investasi sekaligus untuk pengembangan dan peningkatan volume perdagangan komoditas akabi pada daerah sentra yang memiliki calon investor. 4) Strategi peningkatan nilai tambah dan daya saing akabi adalah dengan perbaikan reliabilitas supply memenuhi permintaan pasar (inovasi produk), monitoring kualitas produk, perbaikan manajemen produksi (budidaya yang baik), promosi praktek usahatani yang efisien, peningkatan dan pelatihan sumberdaya manusia. 5) Saat ini yang diperlukan adalah mendorong perluasan areal tanam baru untuk komoditas aneka kacang dan umbi, dengan cara peningkatan indeks pertanaman, optimalisasi lahan, tumpang sari dan pemanfaatan lahan terlantar. 6) Sektor pertanian komoditas aneka kacang dan umbi saat ini cenderung tidak feasible dan tidak bankable, namun sekarang sedang menuju kearah bankable dengan bunga komersial. Saat ini sedang diupayakan agar petani dapat mengakses bank/bankable dengan suku bunga yang wajar, guna Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
91
Laporan Tahunan
2013
meningkatkan produktivitas kerja petani lebih maju dan berkembang. 7) Perkembangan kredit saat ini untuk sektor pertanian hanya 5,4% dari total kredit perbankan sebesar Rp.300 triliun, dan 71% untuk komoditas kelapa sawit, sedangkan komoditas tanaman pangan hanya sekitar 1,2% dan bersifat tetap/tidak berkembang. 8) Julukan ubikayu berkembang menjadi treasure from the ground karena merupakan tanaman serbaguna dari daun hingga umbi. Ubikayu dapat dimanfaatkan sebagai food, fuel,feed dan farmasi. 9) Beberapa hasil olahan dari ubikayu: cemilan/kripik, mocaff, gula cair, bahan bakar Bio-ethanol, bahan dasar obat (obat wasir, sakit kepala, pendarahan), campuran industri kosmetik, zat perangsang tumbuh tumbuhan, plastic stirofoarm yang ramah lingkungan (terurai kurang dari dua bulan dan bermanfaat untuk kompos). 10) Permintaan kacang hijau cukup banyak dan bagus, baik untuk domestik dan ekspor ke Philipina, India dan Taiwan; namun belum dapat diakomodir akibat produksi yang tidak kontinyu. 11) Kacang hijau lokal kita kurang bersaing dengan impor, karena kurang baik dari segi mutu dan kebersihan, sehingga diperlukan dukungan alat pengolahan pasca panen guna meningkatkan mutu hasil kacang hijau, sehingga dapat bersaing dengan impor. C. Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan Sasaran strategis kegiatan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan adalah meningkatkan penggunaan benih, yang akhirnya diharapkan dapat mendorong peningkatan produksi, baik melalui perbanyakan benih sumber, pemberdayaan penangkar, dan lain-lain. 1. Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan Realisasi luas areal sertifikasi penangkaran benih padi seluas 99.192 ha, jagung 16.761 ha, kedelai 27.741 ha, kacang tanah 602 ha dan 92
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
kacang hijau 108 ha masing-masing terdiri dari kelas Benih Dasar (BD), Benih Pokok (BP), Benih Sebar (BR) dan hibrida. Tabel 25. Realisasi Luas Areal Sertifikasi Penangkaran Benih Tanaman Pangan Tahun 2013 No. 1 2 3 4 5
Komoditas Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau
Kelas BD (Ha) 1.619 115 266 43 25
Kelas BP (Ha) 40.522 701 1.764 154 51
Kelas BR Kelas Hibrida (Ha) (Ha) 56.430 621 1.552 14.393 25.711 405 32
Jumlah (Ha) 99.192 16.761 27.741 602 108
Hasil pengecekan mutu benih tanaman pangan tahun 2013 untuk padi sebanyak 204.073 ton, jagung 38.829 ton, kedelai 10.357 ton, kacang tanah 413 ton dan kacang hijau 41 ton. Tabel 26. Realisasi Sertifikasi Produksi Penangkaran Benih Tanaman Pangan Tahun 2013
No. 1 2 3 4 5
Komoditas Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau
Kelas BD Kelas BP Kelas BR Kelas Hibrida Jumlah (Ton) (Ton) (Ton) (Ton) (Ton) 4.087 112.710 86.886 390 204.073 128 593 2.167 35.942 38.829 150 747 9.460 10.357 20 127 266 413 7 22 12 41
Tabel 27. Realisasi Sertifikasi Produksi Penangkaran Benih Tanaman Pangan Tahun 2013 Jumlah Benih No. Komoditas yang Dicek (Ton) 1 Padi 7.197 2 Jagung Komposit 272 3 Jagung Hibrida 5.193 4 Kedelai 871 5 Kacang Tanah 16 6 Kacang Hijau 1
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Memenuhi Standar (Ton) (%) 5.530 76,85 159 58,50 3.592 69,16 508 58,31 11 69,54 1 73,12
Dibawah Standar (Ton) (%) 1.666 23,15 113 41,50 1.602 30,84 363 41,69 5 30,46 0 26,88
93
Laporan Tahunan
2013
2. Penyaluran Benih Non Subsidi (Pasar Bebas) Pada tahun 2013, jumlah benih yang tersalur baik yang ada di produsen maupun pengedar benih untuk benih padi sebanyak 163.244 ton, jagung 31.976 ton, kedelai 9.562 ton, kacang tanah 390 ton, dan kacang hijau 12 ton, masing-masing terdiri dari kelas BD, BP, Benih Sebar BR dan hibrida. Tabel 28. Realisasi Penyaluran Benih Pasar Bebas Tahun 2013
No.
Komoditas
1 2 3 4 5
Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau
BD (Ton) 2.199 300 204 8 4
BP (Ton) 89.321 2.694 997 19 5
BR (Ton) 70.196 5.412 8.362 363 4
F1 (Ton) 1.528 23.570
Jumlah (Ton) 163.244 31.976 9.562 390 12
3. Penilaian Varietas Rencana pengiriman galur/mutan untuk kegiatan uji adaptasi/multilokasi yang dilaksanakan oleh BPSBTPH dibeberapa provinsi pada tahun 2013 sebanyak 87 galur. Realisasi pengiriman galur uji adaptasi ke seluruh provinsi pada tahun 2013 untuk padi sebanyak 67 unit (101,52% dari rencana) dan palawija sebanyak 20 unit (95,24% dari rencana), sehingga jumlahnya 87 unit atau 100% dari rencana 87 unit. Tabel 29. Rencana dan Realisasi Pengiriman Adaptasi/Multilokasi Tahun 2013
No. 1 2
Komoditas Padi Palawija
Rencana (Unit) 66 21
Galur/Mutan
Uji
Realisasi (Unit) 67 20
(%) 101,52 95,24
Untuk pelepasan varietas, tahun 2013 telah diterbitkan Keputusan Menteri Pertanian tentang Pelepasan Varietas Tanaman Pangan sebanyak 50 varietas terdiri dari 6 varietas padi inbrida, 2 varietas padi 94
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
gogo, 7 varietas padi hibrida, 20 varietas jagung hibrida dan 2 varietas jagung pulut, 4 varietas kedelai, 1 varietas ubi jalar, 3 varietas gandum, 3 varietas sorgum, 1 varietas kacang tanah dan 1 varietas kacang hijau. 4. Inventarisasi Penyebaran Varietas a. Padi Penyebaran varietas padi pada MT 2012/MT 2013 dan MT 2013 seluas 14.087.191 ha, sebesar 83,45% atau 11.755.296 ha telah menggunakan varietas unggul yang produksinya tinggi (VPT), 7,75% atau 1.091.191 ha menggunakan varietas unggul yang produksinya sedang (VPS) dan 8,81% atau 1.240.704 ha menggunakan varietas yang produksinya rendah (VPR). Tabel 30. Penyebaran Varietas Padi MT 2012/2013 dan MT 2013
No 1. 2. 3.
Varietas VPT VPS VPR Jumlah
Luas Penyebaran (Ha) 11.755.296 1.091.191 1.240.704 14.087.191
% 83,45 7,75 8,81 100,00
Keterangan : VPT : Varietas Produksi Tinggi, jika produksinya > 5 ton/ha VPS : Varietas Produksi Sedang, jika produksinya > 4 ton/ha hingga < 5 ton/ha VPR : Varietas Produksi Rendah, jika produksinya < 4 ton/ha
Dari jumlah tersebut, varietas yang dominan di pertanaman adalah: Ciherang (35,19%), Mekongga (10,41%) dan Cigeulis (7,56%). b. Jagung Penyebaran varietas jagung pada MT 2012/2013 dan MT 2013 seluas 2.859.531 ha, sebanyak 82,40% atau 2.356.429 ha menggunakan varietas unggul yang produksinya tinggi (VPT), 1,10% atau 31.511 ha menggunakan varietas yang produksinya sedang (VPS) dan 16,50% atau 471.794 ha menggunakan varietas produksinya rendah (VPR).
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
95
Laporan Tahunan
2013
Tabel 31. Penyebaran Varietas Jagung MT 2012/2013 dan MT 2013
No. 1. 2. 3.
Varietas VPT VPS VPR Jumlah
Luas Penyebaran (Ha) 2.356.429 31.511 471.794 2.859.734
% 82,40 1,10 16,50 100,00
Keterangan : VPT : Varietas Produksi Tinggi, jika produksinya > 8 ton/ha VPS : Varietas Produksi Sedang, jika produksinya > 6 ton/ha hingga < 8 ton/ha VPR : Varietas Produksi Rendah, jika produksinya < 6 ton/ha
Dari jumlah tersebut, varietas yang dominan di pertanaman adalah: Bisi 2 (20,00%), P21 (8,27%) dan Bisma 16 (6,38%). c. Kedelai Penyebaran varietas kedelai pada MT 2012/2013 dan MT 2013 seluas 684,087 ha, sebanyak 81,04% atau 554.372, ha menggunakan varietas unggul yang produksinya tinggi (VPT), 14,33% atau 98.044 ha menggunakan varietas yang produksinya sedang dan 4,63% atau 31.671 ha menggunakan varietas yang produksinya rendah (VPR). Tabel 32. Penyebaran Varietas Kedelai MT 2012/2013 dan MT 2013 No.
Varietas
1. VPT 2. VPS 3. VPR Jumlah
Luas Penyebaran (Ha) 554.372 98.044 31.671 684.087
% 81,04 14,33 4,63 100,00
Keterangan: VPT : Varietas Produksi Tinggi, jika produksinya > 1,5 ton/ha VPS : Varietas Produksi Sedang, jika produksinya > 1,2 ton/ha hingga < 1,5 ton/ha VPR : Varietas Produksi Rendah, jika produksinya < 1,2 ton/ha
Dari jumlah tersebut, varietas yang dominan di pertanaman adalah: Wilis (34,80%), Anjasmoro (24,48%), dan Grobogan (11,78%). 96
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
d. Palawija Lainnya Penyebaran varietas kacang tanah pada MT 2012/2013 dan MT 2013 seluas 345.719 ha, dan varietas yang dominan adalah varietas Gajah (24,78), Kelinci (9,26%), dan Kancil (7,63%). Sedangkan kacang hijau seluas 155.835 ha, dan varietas yang dominan adalah Parkit (18,02%), Bakti (14,42%) dan Walet (8,74%). Untuk ubi kayus eluas 660.773 ha, dan varietas yang dominan adalah varietas UJ5 (10,93%) dan Adira 4 (7,88%). Sementara ubi jalar seluas 93.371 ha, dan varietas yang dominan adalah varietas Taiwan 45 (4,70%) dan Kuningan Putih (3,40%). 5. Areal Produksi Benih Sumber Untuk memenuhi kebutuhan benih varietas unggul bersertifikat dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani, perlu dilakukan pengembangan areal produksi Benih Sumber padi dan palawija, khusus di Balai Benih sebagai sumber untuk memproduksi Benih Sebar (BR) dan untuk percepatan pengembangan varietas unggul sesuai dengan kebutuhan pengguna benih sumber. Benih sumber sebagai salah satu bagian dari sistem produksi benih varietas unggul bersertifikat oleh pemerintah dikelola dalam rangka pengawasan dan pembinaan sehingga diharapkan benih varietas unggul bersertifikat benar-benar sampai ke petani sesuai kondisi lingkungan dan keinginan petani. Lembaga/institusi pemerintah yang ditugasi untuk memproduksi benih sumber adalah Balai Benih yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 347/Kpts/OT.210/6/2003 tentang Pedoman Pengelolaan Balai Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Dalam perkembangannya institusi ini menjadi UPTD Dinas Pertanian Provinsi. Tugas utama lembaga ini adalah perbanyakan benih sumber kelas Benih Dasar (BD) dan Benih Pokok (BP). Alur produksi benih dimulai dari beberapa urutan kelas benih yaitu: (1) Benih Penjenis (Breeder Seed/BS) yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, (2) Benih Dasar (Foundation Seed/BD), (3) Benih Pokok Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
97
Laporan Tahunan
2013
(Stock Seed/BP), dan (4) Benih Sebar (Extension Seed/BR). Benih Dasar, Benih Pokok dan Benih Sebar diproduksi harus melalui proses sertifikasi dalam produksinya. Sesuai dengan fungsinya, maka Balai Benih provinsi dapat memproduksi dua kelas benih yaitu: 1) kelas benih BD (perbanyakan BS ke BD) dan 2) kelas benih BP (perbanyakan BD ke BP). Benih sumber untuk perbanyakan benih adalah Benih Penjenis (BS), biasanya berasal dari institusi Badan Litbangtan atau sumber lain yang diakui kualitas Benih Penjenisnya (BS). Selanjutnya Balai Benih memproduksi benih sumber (BD dan BP) sesuai aturan yang ditetapkan. Benih sumber yang dihasilkan balai benih provinsi dapat disalurkan ke Balai Benih kabupaten/kota atau produsen benih lainnya, BUMN dan penangkar benih yang memproduksi Benih Sebar (BR). Perbanyakan benih sumber padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar dan sorgum dilaksanakan di 32 provinsi dengan areal 709 ha, dengan rincian benih padi seluas 297 ha, benih jagung 123 ha, benih kedelai 207 ha, benih kacang tanah 50 ha, benih kacang hijau 17 ha, benih ubi kayu 8 ha,benih ubi jalar 6 ha, dan benih sorgum 2 ha. Realisasi perbanyakan benih sumber mencapai seluas 622 ha (87,73%) dengan rincian sebagai berikut: benih padi 240 ha (80,64%), jagung 112 ha (91,43%), kedelai 193 ha (93,22%), kacang tanah 47 ha (94,00%), kacang hijau 17 ha (100%), ubi kayu 7 ha (87,50%), ubi jalar 6 ha (100%), dan sorgum 1 ha (50,00%). Produksi benih padi yang dihasilkan dari perbanyakan benih tersebut sebanyak 306.930 kg, 112.250 kg diantaranya merupakan carry over tahun 2012 dan 526.410 kg produksi benih dari APBD tahun 2013. Benih jagung yang sebanyak 105.381 kg, kedelai 67.885 kg, kacang tanah 25.243 kg, kacang hijau5.530 kg, ubi kayu 70.000 stek, ubi jalar 135.000 stek, dan sorgum 100 kg. Untuk ubi jalar dan sorgum benih yang dihasilkan hanya berasal dari kelas BS-BD.
98
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Tabel 33. Rekapitulasi Rencana dan Realisasi Tanam untuk Perbanyakan Benih Sumber pada Areal Produksi Benih Sumber di Balai Benih Tahun 2013 No. 1.
Komoditas
Kelas Benih
Padi BS-BD BD-BP
2.
Jagung BS-BD BD-BP
3.
Kedelai BS-BD BD-BP
4.
Kacang Tanah BS-BD BD-BP
5.
Kacang Hijau BS-BD BD-BP
6.
Ubi Kayu BS-BD BD-BP
7.
Ubi Jalar BS-BD BD-BP
8.
Sorgum BS-BD BD-BP Jumlah
Rencana Realisasi Tanam Tanam (Ha) (Ha) 297 240 95 77 202 162 123 112 33 27 90 85 207 193 61 59 146 134 50 47 16 16 34 31 17 17 6 6 11 11 8 7 3 3 5 4 6 6 4 4 2 2 2 1 1 1 1 709 622
% 80,64 81,32 80,32 91,43 83,08 94,44 93,22 96,69 91,78 94,00 100,00 91,18 100,00 100,00 100,00 87,50 100,00 80,00 100,00 100,00 100,00 50,00 100,00 87,73
Produksi (Kg atau Stek) 306.930 101.820 205.110 105.381 30.224 75.157 67.885 18.615 49.270 25.243 6.153 19.090 5.530 1.850 3.680 70.000 10.000 60.000 135.000 135.000 100 100 -
kg kg kg kg Kg Kg kg Kg Kg kg Kg Kg kg Kg Kg kg Stek Stek Stek Stek Stek kg Kg Kg
6. Pemberdayaan Penangkar Benih Dalam rangka menuju kemandirian ketahanan pangan, Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas dan produksi tanaman pangan, khususnya padi, jagung dan kedelai. Penggunaan benih varietas unggul bersertifikat diyakini dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam peningkatan produktivitas tanaman pangan. Dalam mendukung peningkatan penggunaan benih varietas unggul bersertifikat tersebut diperlukan sistem pengelolaan produksi benih yang baik sehingga mampu menyediakan benih di tingkat lapangan sesuai dengan kebutuhan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
99
Laporan Tahunan
2013
petani,yaitu jumlah, varietas, mutu, harga, lokasi dan waktu tanam. Peranan penangkar benih dalam penyediaan benih varietas unggul bersertifikat sangat penting tetapi disisi lain masih memiliki keterbatasan seperti luas areal produksi dan sumber daya manusia. Guna meningkatkan kinerja para penangkar benih tersebut maka lembaga/institusi di daerah seperti Dinas Pertanian Provinsi, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, Balai Pengawasan dan Sertifikasi Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH), Balai Benih Padi/Palawija dan Produsen Benih BUMN/Swasta tentunya harus selalu melakukan pembinaan dan memberikan dukungan kepada penangkar benih baik aspek teknis maupun manajemen. Tujuan dilaksanakannya kegiatan pemberdayaan penangkar benih adalah untuk: (1) menumbuhkembangkan penangkar benih di daerah yang selama ini belum berkembang kelembagaan penangkar benih; dan (2) meningkatkan kemampuan penangkar benih dalam pengelolaan produksi dan pemasaran benih unggul bersertifikat. Dalam upaya mendorong peningkatan kemampuan penangkar benih, pada tahun 2013 telah dialokasikan kegiatan pemberdayaan penangkar benih padi seluas 11.100 ha di 30 provinsi dan pemberdayaan penangkar benih kedelai 3.500 ha di 23 provinsi. Realisasi pemberdayaan penangkar benih padi 10.286 ha (92,67%) dan kedelai 2.848 ha (81,37%). Tabel 34. Realisasi Pemberdayaan Penangkar Benih Padi Inbrida dan Kedelai Tahun 2013
No. 1 2
Komoditas Padi Kedelai
Rencana (Ha) 11.100 3.500
Realisasi (Ha) (%) 10.286 92,67 2.848 81,37
7. Penguatan Kelembagaan Perbenihan Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPTD BPSBTPH), yang merupakan unit kerja pada Dinas Pertanian Provinsi terbentuk di 32 provinsi, satu 100
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
provinsi yang belum membentuk UPTD BPSBTPH yaitu Provinsi Kepulauan Riau, yang kegiatan pengawasan dan sertifikasi benih masih dilaksanakan UPTD BPSBTPH Provinsi Riau. Setiap UPTD BPSBTPH memiliki Pengawas Benih Tanaman (PBT) dengan jumlah keseluruhan mencapai 828 orang. UPTD BPSBTPH memiliki tugas dan fungsi melaksanakan berbagai kegiatan sertifikasi benih tanaman pangan dan hortikultura, pengujian benih secara laboratories, penilaian varietas tanaman pangan dan hortikultura, pengawasan peredaran benih, tugas-tugas ketatausahaan dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam rangka meningkatkan tugas dan fungsi serta kompetensi UPTD BPSBTPH khususnya laboratorium benih, maka perlu menerapkan Sistem Manajemen Laboratorium berdasarkan SNI ISO/IEC 19-17025-2005, dengan tujuan didapatkan suatu standar yang sama dari hasil suatu pengujian laboratorium, untuk itu laboratorium UPTD BPSBTPH perlu diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Laboratorium pengujian benih yang telah mendapatkan akreditasi sebanyak 18 laboratorium terdiri dari Balai Besar PPMBTPH Cimanggis, BPSBTPH Provinsi Jawa Barat, BPSBTPH Provinsi Jawa Tengah, BPSBTPH Provinsi Jawa Timur, BPSBTPH Provinsi DI Yogyakarta, BPSBTPH Provinsi DKI Jakarta, BPSBTPH Provinsi Sumatera Selatan, BPSBTPH Provinsi Sumatera Utara, BPSBTPH Provinsi Sumatera Barat, BPSBTPH Provinsi Kalimantan Selatan, BPSBTPH Provinsi Kalimantan Barat, BPSBTPH Provinsi Sulawesi Selatan, BPSBTPH Provinsi Sulawesi Tenggara, BPSBTPH Provinsi Nusa Tenggara Barat dan BPSBTPH Provinsi Nusa Tenggara Timur, BPSBTPH Provinsi Aceh, BPSBTPH Provinsi Sulawesi Utara dan BPSBTPH Provinsi Maluku yang sedang dalam proses akreditasi lima laboratorium yang terdiri dari BPSBTPH Provinsi Kalimantan Timur, BPSBTPH Provinsi Kalimantan Tengah, BPSBTPH Provinsi Banten, BPSBTPH Provinsi Bengkulu dan BPSBTPH Jambi. Pada tahun 2012, BPSBTPH Lampung dan Bali masih dalam status terakreditasi namun pada tahun 2013 kedua balai ini tidak lagi dalam status terakreditasi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
101
Laporan Tahunan
2013
8. Revitalisasi/Optimalisasi Balai Benih Dalam rangka peningkatan produksi benih sumber (BD dan BP) TA 2013 dilaksanakan kegiatan revitalisasi/optimalisasi Balai Benih di 11 provinsi yaitu Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Papua, Papua Barat dan Sulawesi Barat. Realisasi kegiatan revitalisasi/optimalisasi terlaksana di 10 provinsi, sedangkan di Provinsi Sumatera Selatan tidak dilaksanakan terkait penghematan anggaran. 9. Subsidi Benih Rencana alokasi Subsidi Benih tahun 2013 sebanyak 152.000 ton terdiri dari benih padi inbrida 120.000 ton setara luas 4,800 juta ha, padi hibrida 7.500 ton setara luas 500 ribu ha, jagung hibrida 7.500 ton setara luas 80 ribu ha, jagung komposit 2.000 tonsetara luas 500 ribu ha dan kedelai 15.000 ton setara luas 375 ribu ha. Realisasi penyaluran/penjualan benih bersubsidi tahun 2013 untuk padi inbrida mencapai 46.987 ton atau 39,16%, padi hibrida 1.810 ton atau 24,14%, jagung komposit 364 ton atau 18,24%, jagung hibrida 599 ton atau 7,98% dan kedelai 2.426 ton atau 16,17% dari rencana penyaluran. Tabel 35. Realisasi Penyaluran/Penjualan Benih Bersubsidi Tahun 2013 No.
Komoditas
1 2 3 4 5
Padi Inbrida Padi Hibrida Jagung Komposit Jagung Hibrida Kedelai Jumlah
Rencana (Ton) (Ha) 120.000 4.800.000 7.500 500.000 2.000 80.000 7.500 500.000 15.000 375.000 152.000 6.255.000
(Ton) 46.987 1.810 365 599 2.426 52.187
Realisasi (Ha) 1.879.484 120.676 14.593 39.992 60.640 2.115.316
(%) 39,16 24,14 18,24 7,98 16,17 34,33
10. Cadangan Benih Nasional (CBN) Pada tahun 2013 Pemerintah menyediakan Cadangan Benih Nasional (CBN) yang meliputi benih padi inbrida, padi hibrida), benih jagung komposit dan jagung hibrida, dan benih kedelai yang merupakan sisa stok pada tahun 2012. Stok CBN sampai dengan akhir tahun 2012
102
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
untuk komoditas padi inbrida sebesar 15.364 ton, padi hibrida 1.201 ton, jagung hibrida 2.434 ton, jagung komposit 1.075 ton dan kedelai 8.524 ton. Realisasi penggunaan CBN berdasarkan Surat Penugasan Direktur Jenderal Tanaman Pangan tahun 2013 untuk komoditas padi inbrida sebanyak 1.543 ton, padi hibrida 486 ton, jagung hibrida 454 ton dan kedelai 903 ton, sementara jagung komposit tidak ada penggunaan. Sehingga sisa stok CBN sampai akhir Desember 2013 untuk komoditas padi inbrida sebanyak 13.821 ton, padi hibrida 715 ton, jagung komposit tetap 1.075 ton, jagung hibrida 1.980 ton dan kedelai 7.622 ton. Realisasi penggunaan CBN tahun 2013 komoditas padi inbrida untuk pemulihan sebanyak 1.316 ton dan pengembangan 227 ton; sementara komoditas lainnya untuk pengembangan saja. Tabel 36. Stok dan Penggunaan CBN Tahun 2013 No.
Komoditas
1 2 3 4 5
Padi Inbrida Padi Hibrida Jagung Komposit Jagung Hibrida Kedelai Jumlah
Stok Tahun 2012 Penggunaan Berdasarkan Penugasan Setara Luas (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) 15.364 614.548 1.543 61.713 1.201 80.056 486 32.367 1.075 43.017 2.434 162.264 454 30.295 8.524 213.112 903 22.570 28.598 1.112.997 3.386 146.946
Sisa Stok (Ton) 13.821 715 1.075 1.980 7.622 25.213
D. Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI Kegiatan Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI difokuskan untuk mengamankan luas pertanaman dari serangan OPT dan DPI, sehingga akan mengurangi kehilangan produksi. 1. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Pada tahun 2013 dialokasikan SL-PHT sebanyak 2.500 unit, terdiri dari SL-PHT padi 2.020 unit, SL-PHT jagung 315 unit, dan SL-PHT kedelai 165 unit yang tersebar di 33 provinsi. Realisasi kegiatan SLPHT mencapai 2.421 unit (96,84%), yang terdiri dari SL-PHT padi sebanyak 1.957 unit atau 96,88%, SL-PHT jagung sebanyak 307 Unit atau 97,46%, dan SLPHT kedelai sebanyak 157 unit atau 95,15% dari rencana. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
103
Laporan Tahunan
2013
Kegiatan SL-PHT yang tidak terealisasi sebanyak 79 unit, terdiri dari 63 unit SL-PHT padi, 8 unit SL-PHT jagung, dan 8 unit SL-PHT kedelai yang tersebar di Provinsi Riau 19 unit, Jambi 2 unit, Sumatera Selatan 13 unit, DKI Jakarta 5 unit, Jawa Timur 3 unit, Gorontalo 22 unit, Sulawesi Barat 3 unit, Papua 7 unit, dan Papua Barat 5 unit. Kendala yang dihadapi di tingkat provinsi sehubungan dengan tidak terlaksananya kegiatan SLPHT adalah sebagai berikut: a. Kendala non teknis 1) Adanya peralihan satker ke dinas pertanian menyebabkan prosedur menjadi lebih panjang, sehingga proses pengajuan anggaran kegiatan SLPHT terhambat. Hal ini mengakibatkan keterlambatan pencairan dana/biaya kegiatan sehingga tidak sesuai dengan rencana jadwal tanam. 2) Selain itu kondisi tersebut juga mengakibatkan keterlambatan pencairan dana kegiatan SLPHT yang telah dilaksanakan sehingga ada keengganan petugas untuk melaksanakan SLPHT berikutnya. 3) Di wilayah tertentu (remote area) lokasi kegiatan sulit untuk dijangkau dan memakan waktu lama, yang harus ditempuh dengan perjalanan air dan darat, sehingga biaya operasional yang tersedia kurang memadai. b. Kendala teknis Adanya kejadian dampak perubahan iklim (curah hujan yang tinggi/kekeringan) di beberapa lokasi yang menyebabkan mundurnya pelaksanaan waktu tanam pada calon lokasi SLPHT yang telah ditetapkan sebelumnya. 2. Sekolah Lapangan Iklim (SL-Iklim) Pada tahun 2013 dialokasikan SL-Iklim untuk padi dan jagung sebanyak 192 unit di 30 provinsi, dengan realisasi 188 unit (97,92%) dari sasaran 192 unit. Kegiatan SL-Iklim yang tidak terealisasi sebanyak 4 unit di Provinsi Gorontalo karena adanya peralihan satker yang sebelumnya
104
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
ditempatkan di BPTPH menjadi di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo. Hal ini menyebabkan sistem birokrasi yang panjang sehingga proses menjadi terhambat dalam pengajuan anggaran kegiatan. Keterlambatan pencairan dana kegiatan pada satker tidak sesuai dengan rencana jadwal kerja sebelumnya. 3. Pengamatan, Peramalan, dan Pengendalian OPT Operasional pengamatan, peramalan, dan pengendalian OPT, serta penanganan DPI dilaksanakan di daerah oleh petugas POPT-PHP. Kegiatan tersebut salah satunya bertujuan untuk memantau perkembangan luas serangan OPT dan DPI. Data yang dihasilkan selanjutnya dilaporkan ke UPTD BPTPH dan diteruskan ke pusat berupa laporan dua mingguan. Selama tahun 2013 laporan yang diterima sebanyak 758 (98,7%) dari 768 laporan. Sedangkan pada Tahun 2012, jumlah pelaporan OPT dan DPI sebanyak 768 laporan (100%) dari 768 laporan. Data OPT dan DPI yang dikirim oleh daerah selanjutnya digunakan sebagai dasar analisis dan rekomendasi penanganan OPT dan DPI sehingga luas serangan OPT dan terkena DPI dapat ditekan seminimal mungkin. 4. Bahan dan Sarana Pengendalian OPT Bantuan bahan pengendali OPT berupa dana dekonsentrasi untuk pengadaan bahan dan sarana di 30 provinsi. Bahan terdiri dari pestisida nabati/agens hayati, dan sarana berupa Alat Pelindung Diri (APD): sarung tangan, masker, waterpack, dll, Alat Pengendalian OPT (handsprayer, mistblower, jaring serangga, jaring perangkap tikus/Trap Barier System, bendera SPOT STOP, dll). Selain itu untuk mendukung keberadaan bahan dan sarana pengendalian di tahun 2013 juga telah dialokasikan dana untuk renovasi gudang di enam provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
105
Laporan Tahunan
2013
5. Pengendalian OPT dan DPI a. Pengendalian OPT Pada tahun 2013 luas pengendalian OPT tanaman pangan mencapai 1.071.610 ha, yang terdiri dari luas pengendalian OPT utama padi 1.046.359 ha dan luas pengendalian OPT utama palawija (jagung dan kedelai) 25.251 ha. Pengendalian OPT dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: secara mekanik fisik, aplikasi pestisida, dan cara lain. Upaya pengendalian OPT dapat dilakukan melalui gerakan pengendalian OPT, pengembangan dan pemanfaatan agens hayati, serta pengembangan teknologi spesifik lokasi. Gerakan pengendalian OPT dilakukan melalui Pencanangan gerakan pengendalian OPT dan Gerakan pengendalian OPT kerjasama dengan TNI. Pada tahun 2013, dilaksanakan pencanangan gerakan pengendalian pada tanaman padi, jagung, dan kedelai. Pencanangan gerakan pengendalian OPT dilaksanakan di 6 lokasi (4 lokasi padi, 1 lokasi jagung, dan 1 lokasi kedelai), yaitu: Pencanangan gerakan pengendalan hama tikus pada tanaman padi di Provinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan; Pencanangan gerakan pengendalian belalang kembara pada tanaman jagung di provinsi Nusa Tenggara Timur; dan Pencanangan gerakan pengendalian hama penggulung daun, penggerek polong, ulat grayak, lalat kacang, ulat jengkal dan tikus pada tanaman kedelai di D.I. Yogyakarta. Dalam rangka memotivasi masyarakat/petani tani untuk berperan aktif dalam mengendalikan serangan OPT secara bersama-sama di daerah-daerah endemis serangan OPT di sentra produksi juga telah dilaksanakan gerakan pengendalian yang melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Kesepakatan ini merupakan payung
106
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
hukum dalam pelaksanaan kegiatan yang mendukung peningkatan produksi dan produktivitas melalui pengamanan dari serangan OPT. Pada tahun 2013 sudah dilaksanakan pengendalian OPT bersama TNI di sepuluh provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, NTB, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Pengembangan dan pemasyarakatan teknologi pengendalian OPT di lapangan terus dilakukan baik oleh petugas POPT-PHP maupun petani, yaitu melalui pendayagunaan dan pemanfaatan agens hayati serta diseminasi teknologi pengendalian OPT. Pada tahun 2013, teknologi pengendalian OPT telah tersebar di 32 provinsi. Salah satu kegiatan pengembangan teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi dan ramah lingkungan, adalah pengembangan agens hayati, yang terdiri dari jamur, bakteri, parasitoid, predator, virus, dekomposer, nematodaa, Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR), dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Kegiatan lainnya adalah eksplorasi dan pengembangan beberapa jenis pestisida nabati. Bahan pestisida nabati yang dewasa ini dikembangkan di beberapa LPHP/LAH, antara lain: ekstrak dari daun mimba, lengkuas, sereh, tembakau, kamalakian, daun sirsak, ampas parutan kelapa, akar terigi, rimpang empon-empon, biji bengkuang dan buah majapahit. Pengendalian OPT agar berhasil dengan baik harus bersifat spesifik lokasi dengan memperhatikan kondisi setempat dan dilaksanakan secara bersama-sama dan terus menerus pada areal yang luas. Kepedulian petani terhadap keberadaan OPT di areal usaha taninya merupakan salah satu kunci keberhasilan pengendalian OPT. b. Penanganan DPI Penanganan DPI dilakukan melalui upaya adaptasi dan mitigasi iklim, antara lain sebagai berikut:
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
107
Laporan Tahunan
2013
Mengembangkan teknik budidaya yang sesuai untuk mengatasi banjir dan kekeringan; Implementasi dan pengembangan kalendar tanam; Perbaikan dan penyesuaian infrastruktur/jaringan irigasi, implementasi gerakan hemat air; Penggunaan dan pengembangan varietas-varietas padi yang tahan kering/banjir/salinitas; Optimalisasi pemanfaatan rawa lebak.
Sedangkan upaya mitigasi iklim adalah sebagai berikut: Inventarisasi daerah rawan banjir/kering, ketersediaan benih, ALSINTAN dan SAPRODI lain; Penyebaran informasi prakiraan iklim melalui Pemda dan instansi terkait; Pengawalan dan monitoring intensif; Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait; Menyediakan informasi dan kajian pengembangan teknologi pemanfaatan informasi iklim, pengelolaan risiko iklim, dan pengaruh DPI terhadap OPT; Mengembangkan SLI. Salah satu sarana penunjang dalam upaya penanganan DPI pada tahun 2012 disediakan alat penakar curah hujan type Observatorium (OBS) sebanyak 130 unit dan Automatic Weather Station (AWS) sebanyak Sembilan unit merupakan salah satu sarana penunjang yang menghasilkan informasi iklim sehingga dapat dimanfaatkan untuk meminimalisasi kerusakan lahan akibat DPI (banjir dan kekeringan). 6. Penguatan Kelembagaan Perlindungan a. Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Proteksi/Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPTD-BPTPH) Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Proteksi/Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPTD-BPTH) merupakan pelaksana dan 108
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
penanggungjawab pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman pangan di provinsi yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Pertanian Provinsi. Umumnya keberadaan UPTDBPTPH di daerah telah menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001 telah terbentuk 28 UPTD-BPTPH yang tersebar di 28 provinsi dari 30 provinsi yang ada pada saat itu. Dalam perkembangannya, sampai tahun 2013 sesuai dengan pemekaran provinsi telah terbentuk 32 UPTD-BPTPH dari 33 provinsi yang ada saat ini (Provinsi Kepulauan Riau belum membentuk UPTD-BPTPH). UPTD-BPTPH sebagai pelaksana kegiatan perlindungan tanaman pangan di tingkat provinsi, bertugas mengumpulkan dan mengolah laporan tengah bulanan keadaan OPT dan antisipasi DPI, melaksanakan kegiatan pengembangan teknologi di Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit/Laboratorium Agens Hayati (LPHP/LAH), Sekolah Lapangan (SL-PHT dan SL-Iklim), pengembangan SDM, dan kegiatan perlindungan tanaman lainnya. b. Pos Pengembangan Agens Hayati (PPAH) Pos Pengembangan Agens Hayati (PPAH) adalah kelembagaan perlindungan tanaman di tingkat petani yang sebagian besar anggotanya petani alumni SLPHT dan merupakan kelompok tani binaan dari BPTPH/LPHP/LAH. Kelompok Tani PPAH memiliki peranan yang besar dalam pemasyarakatan penerapan Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) dengan kegiatan perbanyakan dan pemanfaatan agens hayati serta pestisida nabati, dan kegiatan pertanian ramah lingkungan lainnya untuk memenuhi kebutuhan di lahan usahatani kelompok tani tersebut. Keberadaan PPAH dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir ini, yaitu pada tahun 2012 sejumlah 1.005 unit dan tahun 2013 sejumlah 1.009 unit.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
109
Laporan Tahunan
2013
Kendala yang ditemui PPAH antara lain: jumlah kelompok tani PPAH yang sering berubah karena kurangnya fasilitasi sarana dan pembinaan secara berkesinambungan, dan belum setiap provinsi mengalokasikan dana pembinaan PPAH. Untuk itu perlu dilakukan penumbuhan PPAH dan pembinaan secara berkelanjutan PPAH yang sudah terbentuk dan penumbuhan, dan perencana kegiatan BPTPH hendaknya dapat mengalokasikan dana fasilitasi, sarana, dan pembinaan PPAH c. Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit/Laboratorium Agens Hayati (LPHP/LAH) Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit/Laboratorium Agens Hayati (LPHP/LAH) merupakan institusi terdepan dalam penerapan dan pengembangan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) di lapangan. LPHP/LAH berperan sebagai klinik tanaman dan rujukan dalam pengembangan dan diseminasi teknologi perlindungan tanaman. Sebagai pusat pengembangan teknologi perlindungan tanaman, kegiatan yang dilaksanakan antara lain eksplorasi, perbanyakan, pengembangan, dan pemasyarakatan agens hayati/pestisida nabati. Beberapa agens hayati dan pestida nabati yang telah dikembangkan hingga saat ini yaitu: Trichogramma spp,Beauveria bassiana, Metarhizium sp, Verticillium sp, SI-NPV, Corynebacterium sp, Trichoderma sp, Gliocladium sp, serta pestisida nabati (nimba, mindi, minyak selasih, kacang babi, sirsak, buah maja, sambiloto, dll). Saat ini Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit/ Laboratorium Agens Hayati berjumlah 94 unit tersebar di 32 provinsi. Permasalahan yang perlu mendapat perhatian adalah SDM dan optimalisasi tugas pokok dan fungsi LPHP/LAH sesuai pedoman operasional LPHP. Kendala teknis yang ditemui LPHP/LAH antara lain:SDM yang terbatas baik kualitas, maupuan kuantitas, dan kondisinya sangat 110
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
bervariasi terutama terkait prasarana, sarana, dan pengembangan teknologi. Untuk itu perlu peningkatan kuantitas dan kualitas melalui berbagai pelatihan/studi banding/pembinaan internal, dan penguatan prasarana dan sarana untuk mendukung pengembangan teknologi perlindungan tanaman. d. Brigade Proteksi Tanaman (BPT) Brigade Proteksi Tanaman (BPT) merupakan unit pelaksana operasional SPOT STOP dan penanggulangan eksplosi serangan OPT. Dalam pelaksanaannya BPT dibantu oleh Regu Pengendali Hama (RPH)/kelompok tani setempat. Pada awal terbentuknya, kedudukan BPT berada di bawah pengelolaan Dinas Pertanian Provinsi, seiring dengan berjalannya waktu keberadaan BPT pada beberapa provinsi telah diserahkan kepada UPTD BPTPH. Sampai saat ini telah terdapat BPT sejumlah 81 unit yang tersebar di 32 provinsi kecuali Provinsi Kepulauan Riau. Dalam rangka mendukung optimalisasi kegiatan BPT pada tahun 2013 melalui dana dekonsentrasi dialokasikan dana operasional BPT dan RPH di 32 provinsi (kecuali Provinsi Kepulauan Riau) dan dana untuk membangun gudang BPT di lima provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, dan Sulawesi Selatan). Kendala teknis yang ditemui BPT antara lain: di beberapa provinsi BPT tidak melekat di BPTPH, sehingga secara operasional menghambat pengambilan tindakan pengendalian OPT pada saat eksplosi, yaitu Provinsi Aceh, Jambi, Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, NTB, NTT, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Papua, Papua Barat). Selain itu SDM POPT semakin berkurang masih merangkap sebagai staf LPHP/BPTPH. Untuk lebih meningkatkan keberadaan, pemberdayaan, dan fungsi kelembagaan BPT, perlu terus dilakukan pembenahan terutama SDM, prasarana, sarana, dan struktur pembinaan yang sebagian masih berada di Dinas Pertanian Provinsi.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
111
Laporan Tahunan
2013
e. Pejabat Fungsional Pengendali Organisme Pengganggu TumbuhanPengamat Hama Penyakit Tumbuhan (POPT-PHP) dan Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu POPT-PHP (THL-TB POPT-PHP) Jumlah POPT-PHP saat ini berjumlah 2.594 orang, yang tersebar di 33 provinsi, 497 kabupaten/kota. Seiring dengan pemekaran wilayah di era otonomi daerah, jumlah POPT-PHP saat ini belum mencapai kondisi ideal yang diharapkan, yaitu satu orang POPT-PHP di tiap wilayah kerja pengamatan (kecamatan) yang saat ini berjumlah 6.543 kecamatan. Kurang memadainya jumlah POPTPHP dapat mengakibatkan kurang akuratnya data dan informasi hasil pengamatan, sehingga kegiatan operasional pengendalian/ penanganan serta perencanaan pengendalian OPT dan antisipasi DPI dalam rangka pengamanan produksi tidak optimal. Sedangkan jumlah THL-TB POPT pada tahun 2013 sebanyak 1.170 orang bertambah 28 orang jika dibandingkan tahun 2012 yang berjumlah 1.142 orang karena adanya penambahan perekrutan di daerah. Namun dengan penambahan tersebut masih belum bisa memenuhi kebutuhan tenaga POPT-PHP saat ini. Permasalahannya saat ini dan sampai lima tahun ke depan tenaga POPT-PHP sebagian besar memasuki masa purna tugas secara serempak di seluruh Indonesia, dan belum terpenuhinya satu wilayah kerja/kecamatan satu POPT-PHP. Untuk itu perlu rekruitmen POPT-PHP terutama oleh daerah, dan peningkatan kemampuan THL TB POPT-PHP. f. Petani Pengamat Petani pengamat merupakan petani alumni SL-PHT yang ditetapkan dengan ketetapan Kepala Dinas Pertanian Provinsi dan bertugas membantu POPT-PHP/THL TB POPT-PHP melakukan pengamatan agroekosistem (OPT, musuh alami, DPI, dan faktor abiotik yang mempengaruhi perkembangan OPT/DPI) di wilayah pengamatan terdekat dengan tempat tinggal petani bersangkutan dan atau yang disepakati dengan POPT-PHP terdekat. Petani pengamat saat ini 112
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
berjumlah 3.036 orang, yang tersebar di 31 provinsi (kecuali Provinsi Kepulauan Riau dan Bali). 7. Surveilans OPT (Pengamatan OPT) Surveilans merupakan suatu bentuk pengamatan yang dilaksanakan dalam rangka mengumpulkan, mencatat, dan menghitung data tentang dinamika populasi atau tingkat serangan OPT, musuh alami, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu. Data dan informasi yang diperoleh digunakan untuk menganalisa keadaan dan perkiraan perkembangan OPT serta menyusun langkah operasional pengendalian. Surveilans dilaksanakan minimal sebanyak dua kali dalam satu musim tanam, yaitu fase vegetatif dan generatif atau berdasarkan kejadian serangan OPT yang luar biasa atau keadaan populasi dan intensitas serangan meningkat tajam. Surveilans dilakukan oleh UPTD-BPTPH, LPHP/LAH, dan POPT-PHP di wilayah kerjanya. Sedangkan surveilans yang dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan atau Balai Besar Peramalan OPT bersifat Insidentil. 8. Kegiatan Balai Pengujian Mutu Produk Tanaman (BPMPT) Realisasi pengujian mutu pestisida, pupuk dan produk tanaman pada tahun 2013 sebanyak 1.703 sampel atau mencapai 100,18% dari target 1.700 sampel yang terdiri dari sampel pelanggan sebanyak 1.369 dan sampel monitoring 327 sampel. Realisasi tersebut bila dibandingkan dengan realisasi pengujian tahun 2012 sebanyak 1.645 sampel mengalami peningkatan sebesar 3,53%. Tabel 37. Realisasi Pengujian TanamanTahun 2013 No. 1 2 3 4 5
Jenis Pengujian Mutu Pestisida Mutu Pupuk Mutu Produk Tanaman Aflatoksin Logam Berat Jumlah
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Mutu
Pestisida,
Target (Sampel) 1.130 160 305 60 45 1.700
Pupuk
Realisasi (Sampel) 1.167 215 284 37 1.703
dan
Produk
% Realisasi 103,27 134,38 93,11 61,67 100,18 113
Laporan Tahunan
2013
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada BPMPT diperoleh dari penerimaan pengujian mutu pestisida, pupuk dan produk tanaman, pada tahun 2013 sebanyak Rp.618,975 juta atau 103,16% dari target Rp.600 juta. Disamping kegiatan tersebut, beberapa kegiatan pendukung lainnya yang dilaksanakan dalam penguatan perlindungan tanaman pangan dari Gangguan OPT dan DPI antara lain: 1. Pendidikan dan Latihan Selama tahun 2013, dalam rangka peningkatan kompetensi petugas telah dilakukan kegiatan: a. Training of Trainers Pemandu Lapangan I SLPHT (ToT PL I SL-PHT) Faktor penting penentu keberhasilan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) adalah kualitas SDM petugas sebagai pemandu/pelaksana SLPHT di lapangan. Salah satu upaya memenuhi kebutuhan pemandu SLPHT adalah melalui ToT PL I SLPHT yang alumninya diharapkan mampu memandu ToT PL 2 SL-PHT di masing-masing provinsi. Peserta ToT terdiri dari 38 orang POPT/POPT-PHP yang berasal dari 32 provinsi (kecuali peserta dari Kepulauan Riau), Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, dan BBPOPT Jatisari. b. Training of Trainers Pemandu Lapangan I SL-Iklim (ToT PL I SL-Iklim) Training of trainer pemandu lapangan I SL-Iklim, merupakan suatu proses pembelajaran bagi petugas lapangan dalam mengelola data dan informasi iklim. ToT PL I SL-Iklim bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petugas dalam penerapan dan pemanfaatan informasi iklim sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun pola tanam dan strategi tanam di lapangan/di wilayah kerjanya. ToT SL-Iklim diikuti oleh 59 peserta dari 30 provinsi di Indonesia.
114
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
2. Rapat-Rapat Koordinasi a. Rapat Teknis Pelaksanaan Perlindungan Tanaman Pangan Tahun 2013 Rapat Teknis Perlindungan Tanaman Pangan bertujuan untuk meningkatkan koordinasi dan sinergitas pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman pangan antara pusat dan daerah (Dinas Pertanian Provinsi dan BPTPH) dalam upaya peningkatan ketahanan pangan dan mensinkronkan kegiatan perlindungan tanaman pangan tahun 2013 antara pusat dan daerah. Selain pemaparan materi, dilaksanakan juga field trip ke kelompok petani organik, dengan hasil sebagai berikut: 1) Tindakan prioritas yang dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan untuk mencapai sasaran kinerja Tahun 2013 adalah memenuhi kekurangan SDM perlindungan tanaman pangan (POPT-PHP). Kekurangan tersebut disebabkan adanya pemekaran wilayah administrasi, mutasi dan promosi pegawai, meninggal dunia, serta purna tugas. 2) Pemenuhan kekurangan SDM perlindungan diupayakan melalui pengangkatan kembali/rekrutmen THL TB POPT-PHP khususnya yang berlatar belakang pendidikan SPMA atau SLTA. Latar belakang pendidikan tersebut mutlak ditetapkan karena akan ditempatkan di lapangan dan diharapkan dapat menjadi petugas fungsional POPT terampil. 3) Kebijakan SPOT STOP perlu didukung oleh sistem kelembagaan yang kuat, sarana prasarana pengendalian OPT yang memadai, dan pengawalan melalui kegiatan surveilans serta monitoring dan evaluasi. 4) Kelembagaan perlindungan tanaman yang berperan langsung dalam pengendalian OPT di lapangan, yaitu Brigade Proteksi Tanaman (BPT), Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tumbuhan (LPHP), petugas Pengendali OPT-Pengamat Hama Penyakit (POPT-PHP), serta Tenaga Harian Lepas Pengendali OPT-Pengamat Hama Penyakit (THL POPT-PHP). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
115
Laporan Tahunan
2013
5) Dokumentasi kegiatan SLPHT selama ini belum didokumentasikan, petani alumni SLPHT kontribusinya sangat banyak namun belum terpublikasikan, sehingga perlu dibuat dokumentasi Succes Story-nya. Dokumentasi itu penting karena sebagai bukti bahwa hal itu benar adanya, dan sebagai bahan untuk dikembangkan di daerah lain. 6) Dalam rangka mendukung terwujudnya pertanian berkelanjutan, dilakukan upaya pembentukan rintisan kecamatan PHT terutama di daerah endemis serangan OPT melalui pengelolaan agroekosistem berbasis tanaman pangan spesifik lokasi. 7) Kecamatan PHT sangat mungkin terwujud karena SL-PHT adalah program pemberdayaan kualitas SDM dan SDA petani, dalam mewujudkan petani sebagai manajer. 8) Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif, antara lain masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik dan teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain. b. Koordinasi Komisi Perlindungan Tanaman (KPT) Koordinasi Komisi Perlindungan Tanaman bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan dan membahas permasalahan aktual di bidang perlindungan tanaman sebagai bahan masukan kepada Menteri Pertanian dalam penetapan kebijakan yang strategis dan akomodatif. Peserta pertemuan terdiri dari para anggota KPT, narasumber, undangan dan perwakilan dari instansi terkait (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Hortikultura, Direktorat
116
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Jenderal Perkebunan, dan Badan Karantina Pertanian), dengan hasil sebagai berikut: 1) Perlunya pemerintah pusat maupun provinsi/kabupaten/kota melakukan upaya perekrutan tenaga POPT mengingat ke depan tugas perlindungan tanaman semakin berat. 2) Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Dasar tetap diperlukan untuk menjamin keberlangsungan program PHT secara keseluruhan. 3) Perlunya payung hukum yang tepat terkait aspek pabrikasi, penanganan pada tingkat produsen/konsumen, pengelolaan sisa dan limbah, sampai pengawasan pestisida untuk menghindari praktik penyimpangan pestisida di lapangan. Kewenangan Komisi Pestisida perlu diperluas, tidak hanya sebagai lembaga pendaftaran, tetapi juga sebagai pengatur dan pengawas pestisida. Fungsi pengawasan harus dilakukan oleh lembaga/petugas yang kompeten, berdedikasi, dan berkomitmen tinggi. 4) Dalam pengembangan agens hayati, perlu ditetapkan standar pengembangan, registrasi, dan penjaminan mutu, baik di tingkat laboratorium maupun pos pelayanan agens hayati (PPAH). Peran Komisi Agens Hayati perlu diperluas untuk pengaturan dan pengawasan agens hayati yang diproduksi dalam negeri. 5) Untuk mencegah perluasan serangan OPT, baik pada komoditas tanaman pangan, perkebunan, maupun hortikultura, Kementerian Pertanian diharapkan segera menggerakkan semua komponen/sumber daya yang ada, penguatan deteksi dan pengendalian dini OPT sesuai prinsip PHT, melakukan sinkronisasi dan koordinasi antar lembaga terkait perlindungan tanaman, serta melakukan pengaturan yang ketat terkait proses produksi benih dan penyebarannya.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
117
Laporan Tahunan
2013
6) Upaya mitigasi untuk menekan insidensi munculnya OPTK perlu diterapkan, diantaranya adalah pembatasan impor media pembawa, pemusnahan tanaman terserang, dan penghentian penanaman komoditas di daerah endemik selama periode tertentu. Untuk OPTK yang sudah dilaporkan keberadaannya di wilayah Indonesia perlu dikonfirmasi dan dilakukan peninjauan terhadap statusnya. c. Evaluasi Pelaksanaan dan Kepemanduan SL-PHT Dalam rangka meningkatkan kualitas, mengetahui efektivitas, dampak dan permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan SLPHT, serta menyusun perencanaan yang tepat untuk pengembangan PHT telah dilaksanakan Evaluasi Pelaksanaan dan Kepemanduan SL-PHT pada tanggal 28-31 Mei 2013 di Solo, Jawa Tengah. Evaluasi dihadiri oleh 71 peserta yang terdiri dari petugas/ penanggung jawab pelaksanaan SL-PHT dan PL I SL-PHT (32 provinsi), para pakar dan narasumber. Pakar/narasumber yang hadir dalam pertemuan yaitu pakar PHT dari Universitas Brawijaya (Dr. Ir. Gatot Mudjiono), Kepala Bagian Program Kebijakan dan Perencanaan Wilayah dari Biro Perencanaan Kementerian Pertanian, dan Pemandu Lapangan I SL-PHT. Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan, dengan rumusan sebagai berikut: 1) Pembangunan nasional ke depan tetap diarahkan pada prinsip Pro Growth, Pro Job, Pro Poor, dan Pro Green, yaitu meningkatkan produktivitas, menanggulangi pengangguran dan kemiskinan, serta menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sejalan dengan prinsip tersebut kementerian pertanian telah menetapkan empat sukses pembangunan pertanian, yaitu swasembada dan swasembada berkelanjutan, diversifikasi pangan, peningkatan mutu daya saing dan ekspor, serta meningkatkan kesejahteraan petani.
118
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
2) Pengamanan produksi melalui perlindungan tanaman dari gangguan serangan OPT dan DPI merupakan bagian integral dari sistem budidaya tanaman. Pengendalian OPT harus didasarkan pada sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU No 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Pelaksanaannya diupayakan melalui pendekatan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya setempat sehingga sasaran penerapan sistem PHT dalam budidaya tanaman pangan dapat tercapai yaitu menjaga produktivitas pada taraf tinggi, OPT terkendali, dan lingkungan lestari. 3) Strategi operasional penerapan sistem PHT dalam rangka pengamanan produksi tanaman pangan dilakukan melalui: - Strategi Preemtif yaitu mengupayakan perencanaan agroekosistem yang tahan/toleran terhadap OPT. - Strategi Responsif yaitu melakukan pemantauan agroekosistem secara periodik. Apabila terjadi spot serangan (populasi/serangan OPT) di atas ambang pengendalian segera dikendalikan (stop) agar luas serangan tidak bertambah. 4) Peran penting perlindungan tanaman dalam pengamanan sasaran produksi tanaman pangan perlu didukung dengan peningkatan kemampuan SDM petani dalam mengendalikan OPT. Peningkatan kemampuan SDM petani tersebut diupayakan melalui program SL-PHT. Program SL-PHT diharapkan dapat meningkatkan kemandirian petani dalam usaha tani, memasyarakatkan penerapan PHT dalam budidaya tanaman, meningkatkan pengelolaan agroekosistem secara bijaksana dan berkelanjutan, serta memberikan kontribusi yang nyata dalam pengamanan produksi. 5) Dalam upaya memasyarakatkan dan melembagakan PHT telah dirancang Road Map SL-PHT untuk mendukung pengamanan produksi melalui pemberdayaan petani. Kegiatan SL-PHT diawali dengan pelaksanaan SL-PHT Skala Kelompok yang dilanjutkan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
119
Laporan Tahunan
2013
dengan SL-PHT Tindak Lanjut, dan SL-PHT Skala Luas/hamparan. Melalui pembinaan dan pemberdayaan secara berkelanjutan kepada para alumni SL-PHT tersebut, serta dukungan aparat, tokoh masyarakat, dan komponen-komponen terkait lainnya, diharapkan dapat terwujud Kecamatan PHT. Kecamatan PHT merupakan wilayah/kawasan/daerah yang masyarakat petaninya telah menerapkan kaidah-kaidah PHT dalam budidaya tanaman secara berkelanjutan dan mandiri. 6) Kegiatan persiapan (H-min) merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan SL-PHT. Kegiatan persiapan meliputi penentuan lokasi dan peserta, pemahaman ekosistem setempat dengan penelusuran budidaya tanaman, dan perencanaan pelaksanaan SL-PHT (kontrak belajar). Selain itu, pengelolaan agroekosistem yang merupakan kegiatan utama SL-PHT dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan petani dalam memahami dan mensiasati keadaan agroekosistem setempat sehingga optimal bagi pertumbuhan tanaman sekaligus dapat menekan perkembangan OPT. 7) Kunci keberhasilan SLPHT juga tergantung pada terlaksananya keseluruhan proses pembelajaran dengan baik, runtut dan benar. Kualitas Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan bagian penting yang harus diperkuat untuk menjamin keberlanjutan penerapan dan pengembangan PHT. Oleh sebab itu, RTL agar dilaksanakan di pertengahan pelaksanaan SL-PHT. 8) Ecological Engineering (rekayasa ekologi) merupakan teknologi PHT, yang pada prinsipnya adalah adanya biodiversitas (keragaman hayati) pada pertanaman. Biodiversitas ini dapat menciptakan kondisi lingkungan pertanaman yang lebih stabil. 9) Kurikulum SL-PHT perlu ditinjau kembali untuk mengakomodasi berbagai perkembangan teknologi ramah lingkungan dengan tetap mengedepankan strategi PHT.
120
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
10) Untuk mengoptimalkan pelaksanaan SL-PHT, telah disusun pedoman teknis Sistem Pengendalian Intern (SPI) SL-PHT. SPI digunakan untuk mengontrol pelaksanaan kegiatan SL-PHT sehingga dapat dilaksanakan sesuai pedoman yang telah ditetapkan. 11) Pelaksanaan kegiatan Rintisan Kecamatan PHT agar tidak semata mengacu pada Pedoman Teknis Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. Hendaknya ada kreativitas Pemandu Lapangan untuk mengupayakan kegiatan yang mendukung pengamanan produksi serta kegiatan lain yang mendorong terwujudnya pertanian berkelanjutan/organik. Kegiatan Deklarasi Rintisan Kecamatan PHT diharapkan menjadi momentum untuk bekerja secara nyata dalam mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan oleh setiap pihak yang terlibat diantaranya alumni SLPHT, POPT, PPL, KCD, tokoh masyarakat, aparat setempat, dan stake holder terkait. 12) Sebagai dampak dari pelaksanaan SL-PHT yang telah diikuti, para alumni SL-PHT mampu terus menerus mengembangkan teknologi ramah lingkungan seperti agens hayati, pestisida nabati, pupuk organik, mikro organisme lokal (MOL), plant growth promoting rhizobacterium (PGPR) dan saprodi ramah lingkungan lainnya. Untuk itu, pembinaan dan pendampingan petugas perlu lebih ditingkatkan untuk menjamin kontinuitas dan kualitas/keamanan produk-produk tersebut. Sistem yang terintegrasi dalam kegiatan SL-PHT, PPAH, dan komponenkomponen pengembangan PHT diperlukan untuk mendukung keberhasilan pengamanan produksi dan pertanian berkelanjutan. 13) Berdasarkan data evaluasi pelaksanaan SL-PHT Tahun Anggaran 2012 dapat diuraikan sebagai berikut: - Peserta SLPHT umumnya berusia lebih dari 40 tahun dengan komposisi gender masih didominasi pria dibandingkan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
121
Laporan Tahunan
2013
wanita. Tingkat pendidikan peserta sebagian besar pada jenjang SD-SMP (usia 3%, 48%, 49%; gender Pria 76% Wanita 24%; tingkat pendidikan 37%, 32%, 29%, 2%). - Rata-rata hasil Post Test menunjukkan terdapat peningkatan kemampuan peserta yang lebih tinggi dibandingkan saat hasil Pre Test (Pre test 44.9, Post test 75.1). - Rata-rata intensitas serangan OPT Utama pada perlakuan petak PHT lebih rendah dibandingkan petak petani (petak PHT 5.8%, petak petani 10.3%). - Pada petak PHT frekuensi aplikasi pestisida menurun sebanyak 2-3 kali dibandingkan petak petani (petak PHT 1.1 X, petak petani 3.5 X). - Rata-rata produktivitas pada petak PHT lebih tinggi dibandingkan dengan petak petani (petak PHT 61.7 ku/ha, petak petani 53.1 ku/ha). - Nilai B/C ratio pada petak PHT lebih tinggi dibandingkan petak petani. Hal ini berarti ada peningkatan keuntungan dalam usaha tani (petak PHT 2.2 dan petak petani 1.7). d. Forum Sekolah Lapangan Iklim (SL-Iklim) Forum SL-Iklim merupakan sarana kerjasama dan tukar-menukar informasi iklim serta teknologi budidaya antar anggota Forum SLIklim. Pada tahun 2013 Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan telah melaksanakan dua kali pertemuan forum SL-Iklim. 1) Forum SL-Iklim I Forum SL-Iklim I tahun 2013 dilaksanakan pada tanggal 22-24 Mei 2013 di Yogyakarta, yang bertujuan untuk membahas penyempurnaan materi dalam modul SL-Iklim. Forum SL-Iklim I diikuti oleh 72 orang peserta yang berasal dari 29 provinsi. Beberapa hal yang disampaikan, antara lain terdapat dua jenis modul yang dibutuhkan oleh pemandu dan tenaga teknis antara lain: 122
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
- Modul Pengetahuan Dasar Iklim untuk Pemandu dan Tenaga Teknis Modul tersebut merupakan acuan bagi pemandu dan tenaga teknis di Dinas Kabupaten/Kota untuk bisa memahami lebih baik masalah perubahan iklim ekstrim dan strategi penanganannya, khususnya pada sektor Tanaman Pangan, yang berisi mengenai dinamika Iklim Indonesia, sistem prakiraan musim/iklim, identifikasi permasalahan iklim spesifik daerah dan strategi pengelolaanya, dan mekanisme kelembagaan pemanfaatan informasi iklim untuk pengelolaan resiko - Modul Dasar SL-Iklim Modul ini diharapkan dapat menjadi salah satu pedoman dan acuan bagi pemandu dalam penyampaian informasi iklim dan teknologi budidaya adaptasi dan mitigasi yang sesuai dengan kondisi iklim setempat. Modul tersebut terdiri dari pertemuan Pra SL-Iklim, pengetahuan dasar iklim, aplikasi informasi iklim dan budidaya tanaman pangan yang bersifat spesifik lokasi, - Perlu adanya survei tingkat keberhasilan kegiatan SL-Iklim untuk melihat keberhasilan pelaksanaan SL-Iklim di daerah yang rawan bencana (banjir dan kekeringan). - Perlu adanya rencana kegiatan SL-Iklim Tindak Lanjut, guna menyebarkan informasi iklim dan teknologi lebih luas lagi di masyarakat. 2) Pertemuan Forum SL-Iklim II Pertemuan Forum SL-Iklim II merupakan lanjutan dari pertemuan forum I yang dilaksanakan pada tanggal 16-18 September 2013 di Makassar. Forum SL-Iklim II bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan SL-Iklim dan menyempurnakan draf Modul SL-Iklim agar lebih aplikatif sehingga dapat membantu Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
123
Laporan Tahunan
2013
para pemandu SL-Iklim dalam menyampaikan materi SL-Iklim dengan lebih efektif di lapangan dan sesuai dengan kondisi iklim setempat dan SL-Iklim Tindak Lanjut. Beberapa hal yang dapat disampaikan dalam pertemuan Forum SL-Iklim II, antara lain: - Evaluasi SL-Iklim dapat dilihat dari menurunnya tingkat kegagalan panen akibat DPI dan meningkatnya produksi karena meningkatnya kemampuan petani dalam mengoptimalkan Sistem Usaha Tani (SUT) sesuai dengan kondisi iklim. - Modul Dasar SL-Iklim diharapkan dapat menjadi salah satu pedoman dan bahan pertimbangan pemandu dalam penyampaian informasi iklim dan teknologi budidaya adaptasi dan mitigasi yang sesuai dengan kondisi iklim setempat. e. Evaluasi Pengamatan dan Pelaporan Dampak Perubahan Iklim Pertemuan Evaluasi Pengamatan dan Pelaporan DPI dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober-1 November 2013 di Depok, Jawa Barat. Kegiatan ini bertujuan untuk membahas pengamatan dan blanko pelaporan hasil pengamatan keliling oleh POPT-PHP. Pertemuan ini dihadiri oleh 24 orang pengamat dan pelaporan data DPI di lapangan. Beberapa hal yang disampaikan dalam pertemuan tersebut antara lain: 1) Perhitungan kumulatif puso diambil dari luas tambah dan dari keadaan hanya satu kali pada lokasi yang sama (terjadi karena perubahan status). 2) Perhitungan kehilangan hasil akibat DPI perlu adanya kajian lebih lanjut. 3) Apabila pada fase generative terendam, dilaporkan terkena terlebih dahulu, diamati hingga keluar malai untuk dilaporkan perubahan status (puso). 124
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
4) Perlu dibedakan antara upaya dan antisipasi. Upaya adalah mengatasi saat kejadian misalnya pompa air untuk tanaman kekeringan. Antisipasi mengatasi sebelum kejadian misalnya pembuatan embung/drainase. 5) Replanting hanya dilaporkan satu kali pada saat kejadian pertama. 6) Definisi puso > 85% dari kerusakan tanaman akibat dampak perubahan iklim (banjir/kekeringan). 7) Kumulatif dihitung hanya satu musim tanam. 8) Perlu dilakukan sosialisasi pengenalan istilah/batasan dan blanko pengamatan DPI (banjir/kekeringan) yang terbaru. f. Evaluasi Perlindungan Tanaman Pangan Evaluasi Perlindungan Tanaman Pangan dilaksanakan pada tanggal 12-14 November 2013 di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Pertemuan bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan Perlindungan Tanaman Pangan Tahun 2013. Pertemuan dihadiri oleh 77 orang peserta yang terdiri dari jajaran Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Provinsi, dan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) seluruh Indonesia, dengan hasil antara lain sebagai berikut: 1) Berdasarkan ARAM II Tahun 2013, sasaran produksi padi sebesar 70,87 juta ton GKG, jagung 18,51 juta ton pipilan kering, dan kedelai 807,57 ribu ton biji kering. Sasaran tersebut untuk mendukung pencapaian surplus 10 juta ton beras pada Tahun 2014. Dalam upaya mencapai target tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan telah menetapkan lima strategi, yaitu: target provitas, perluasan areal tanam, pengamanan produksi dari OPT/DPI, penurunan konsumsi beras, dan perbaikan manajemen. 2) Perlindungan Tanaman Pangan bertugas mengamankan produksi dari serangan OPT dan gangguan DPI dari banjir dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
125
Laporan Tahunan
2013
kekeringan maksimal 3% dari luas tanam. Serangan OPT yang dominan pada tahun 2013 adalah WBC, tikus, penggerek batang, blas, dan kresek. Sampai saat ini, banjir masih menjadi penyebab puso tertinggi. 3) Musim Hujan 2013/2014 diprediksi normal, namun daerahdaerah rawan banjir/kekeringan atau berpotensi banjir/ kekeringan tetap perlu meningkatkan kewaspadaannya. Sebagai upaya antisipasi dan penanganan dampak bencana banjir dan kekeringan, daerah agar meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di wilayah masing-masing, seperti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Kanwil PU, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dll. 4) Dalam rangka mendukung keberhasilan pengamanan produksi ditetapkan Standard Operating Procedure (SOP) berbasis PHT yang mencakup: - Perencanaan penanganan OPT dan DPI sebelum tanam dengan melakukan identifikasi jenis, sebaran lokasi, waktu munculnya serangan, dan status OPT. - Penyusunan taktik dan strategi pengendalian secara preemtif maupun responsif melalui pengelolaan agroekosistem sebagai dasar penyusunan rencana tindak lanjut (RTL) pengendalian. - Gerakan pengendalian dilakukan berdasarkan pengamatan, penangkalan, dan pencegahan. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui secara dini terjadinya spot serangan. Spot serangan ditandai dengan penancapan bendera merah untuk segera dilakukan pengendalian. Gerakan pengendalian dilakukan oleh kelompok tani atau Regu Pengendali Hama yang anggotanya merupakan alumni SLPHT. 5) Jumlah POPT-PHP tidak memadai jika dibanding dengan jumlah wilayah pengamatan yang ada. Dalam waktu lima tahun ke depan, POPT-PHP akan sangat berkurang sehingga 126
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
dikhawatirkan akan menghambat keberhasilan pengamanan produksi. Diharapkan daerah dapat memberikan perhatian dan mengupayakan perekrutan petugas tersebut. Penyediaan formasi untuk pemenuhan kebutuhan POPT di daerah, dimungkinkan dengan mengacu pada Pedoman Formasi Jabatan Fungsional POPT Nomor: 80/Permentan/OT.140/12/2012, Dinas Pertanian provinsi/kabupaten/kota diharapkan dapat mengusulkan formasi tersebut kepada Gubernur/Bupati melalui Sekretaris Daerah provinsi/kabupaten/kota, yang untuk selanjutnya diajukan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 6) Perekrutan THL-TB POPT-PHP masih dimungkinkan untuk menggantikan THL yang mengundurkan diri, meninggal dunia, diterima menjadi CPNS, atau berdasarkan evaluasi menunjukkan kinerja yang tidak baik, disesuaikan dengan pagu yang tersedia di masing-masing provinsi. Perekrutan tersebut dilakukan oleh daerah melalui seleksi penerimaan. Peningkatan kualitas dan kuantitas THL TB POPT-PHP perlu diupayakan oleh Daerah untuk mendukung pengamanan produksi secara optimal. 7) Berdasarkan laporan dari daerah, pengadaan light trap dari sumber dana kontingensi (Pusat) yang dilaksanakan pada Tahun 2012 telah berjalan cukup baik dan dinilai memberikan manfaat untuk mendukung pengamanan produksi. Untuk itu, monitoring, evaluasi, dan pelaporan pemanfaatan light trap perlu dilaksanakan secara rutin untuk mengetahui kondisi fisik alat, perkembangan pemanfaatannya, dan kendala yang ditemukan di lapangan. 8) SL-PHT, SL-Iklim, dan gerakan pengendalian OPT perlu diperbanyak jumlah unitnya karena dinilai efektif dalam pengamanan produksi. Beberapa unit SL-PHT, SLI, dan gerakan pengendalian OPT di beberapa provinsi tidak dapat dilaksanakan karena:
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
127
Laporan Tahunan
2013
- Kesulitan pendanaan terkait dengan kesatkeran yang berada di Dinas Pertanian Provinsi; - Kegagalan tanam pada komoditas jagung karena tingginya curah hujan; - Belum selesainya/turunnya proses usulan revisi akun komponen RAB pada POK; - Gerakan pengendalian OPT bersama TNI di Provinsi Sumatera Barat tidak dilaksanakan karena dipandang belum perlu melibatkan TNI. 9) Dalam pengembangan agens hayati, LPHP bertugas untuk menyiapkan isolat dan menyediakan bahan-bahan untuk perbanyakan. Komersialisasi agens hayati dimungkinkan oleh lembaga yang berbadan hukum sesuai peraturan yang berlaku. 10) Berdasarkan evaluasi pelaksanaan kegiatan penguatan sistem perlindungan tanaman pangan daerah, secara umum kinerja BPTPH menurun dikarenakan pencairan dana terhambat, sehubungan dengan satker yang berada di Dinas Pertanian Provinsi. Hal tersebut menyebabkan birokrasi menjadi lebih panjang. Untuk itu perlu ditinjau kembali pemisahan Satker dari Dinas provinsi dan dikembalikan ke BPTPH yang selama ini kinerjanya dinilai baik. 11) Upaya-upaya khusus yang telah dilakukan oleh daerah untuk mengoptimalkan kegiatan perlindungan tanaman pangan antara lain: - Pengelolaan sumber anggaran yang tepat dan saling mendukung (APBN, APBD I dan APBD II) terutama BOP; - Memanfaatkan peluang-peluang dari pihak lain di luar perlindungan, antara lain Coorporate Sosial Responsibility (CSR); - Meningkatkan frekuensi dan mutu kerjasama dengan instansi/lembaga lain yang erat hubungannya dengan kinerja
128
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
perlindungan. (Perguruan Tinggi, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan, BPBD, BPTP, Litbang/DRD, Bidang Sapras); - Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antara Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Provinsi dengan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota; - Evaluasi kinerja Balai/UPTD Proteksi terhadap petugas di Provinsi dan penerapan Reward dan punishment untuk POPTPHP/THL-TB POPT-PHP di lapangan; - Pemberdayaan SDM petugas perlindungan dan petani sampai ke tingkat lapangan; - Perekrutan THL-TB POPT-PHP dari sumber dana APBD I untuk memenuhi kekurangan POPT-PHP. 12) Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan di daerah, realisasi fisik dan keuangan kegiatan penguatan perlindungan tanaman pangan sampai dengan bulan november tahun 2013 telah mencapai ± 70%. 13) Untuk memberikan kontribusi yang lebih nyata dalam program pengamanan produksi, akan dilaksanakan SL-PHT skala luas. Pada satu hamparan (minimal 25 ha), yang melibatkan dan menggerakkan beberapa kelompok tani hamparan (3 kelompok tani, 2 kelompok tani diantaranya alumni SL-PHT). Diharapkan terjadi proses farmer to farmer dari petani alumni ke petani non alumni SL-PHT. 14) Hal-hal penting yang perlu dihimpun dalam penyusunan success story antara lain kemandirian petani dalam peningkatan produksi dan pemahaman petani mengenai PHT secara menyeluruh. 15) Diharapkan pada Tahun 2014 seluruh LPHP mempunyai kegiatan kaji terap teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi. Hasil kaji terap tersebut dapat direkomendasikan kepada petani setempat. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
129
Laporan Tahunan
2013
16) Dalam rangka mengoptimalkan kinerja jajaran perlindungan tanaman pangan, telah dilakukan penyempurnaan blanko pengamatan OPT. Format blanko pengamatan yang telah disempurnakan memunculkan kolom luas sembuh, sisa serangan, umur tanaman, dan luas areal waspada. Blanko pengamatan OPT tersebut disepakati untuk digunakan Bulan Juli Tahun 2014. g. Masyarakat Perlindungan Tumbuhan dan Hewan (MPTHI) Kebijakan Pemerintah di bidang perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) yaitu sistem pengendalian yang tidak hanya memanfaatkan satu cara pengendalian namun pengendalian yang lebih menekankan kepada pengelolaan agroekosistem sejalan dengan Good Agriculture Practices (GAP) dan sistem pertanian berkelanjutan. Untuk terus membangun komitmen dalam meningkatkan pelaksanaan dan pengembangan PHT diperlukan keterlibatan secara aktif seluruh stakeholders di bidang perlindungan tanaman (petani, petugas lapangan, Pemerintah Daerah dan Pusat, pihak pengusaha/swasta, pakar, lembaga penelitian/perguruan tinggi, dll) dan instansi terkait lainnya. Peran aktif seluruh stakeholdersdapat disinergikan secara optimal melalui wadah/forum yang sesuai. Wadah/forum komunikasi yang telah aktif pada saat ini dan perlu terus diberdayakan adalah Masyarakat Perlindungan Tumbuhan dan Hewan Indonesia (MPTHI). Pertemuan MPTHI diselenggarakan atas kerjasama beberapa unit Eselon I Kementerian Pertanian (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Hortikultura, Direktorat Jenderal Perkebunan, dan Direktorat Jenderal Peternakan serta Badan Karantina Pertanian) dan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur, serta stakeholders terkait lainnya (pengusaha, asosiasi pengguna, peneliti, akademisi/perguruan tinggi, mahasiswa,
130
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
himpunan profesi, kelembagaan masyarakat, kelembagaan tani/petani, LSM/pemerhati bidang perlindungan, dll). Melalui MPTHI diharapkan dapat dibangun koordinasi dan sinergi secara berkesinambungan dalam kegiatan perlindungan tumbuhan dan hewan untuk mewujudkan visi dan misi bersama menuju sistem pertanian berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan yang tangguh merupakan komponen penting dalam mendukung pencapaian tujuan bersama yaitu ketahanan pangan nasional. Tujuan pertemuan MPTHI yaitu: 1) menguatkan peran serta seluruh stakeholders di bidang perlindungan tumbuhan dan hewan Indonesia, 2) mengekspose berbagai teknologi dan sarana perlindungan tanaman dan hewan, baik yang dikembangkan oleh pemerintah, swasta, maupun petani, 3) Mensosialisasikan perlindungan tanaman ramah lingkungan yang berkelanjutan dan hewan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal) kepada masyarakat, serta mensosialisasikan peran MPTHI dalam mewujudkan kemandirian pangan dan daya saing produk pertanian. Pertemuan dilaksanakan tanggal 21-23 Agustus 2013 di Balikpapan, Kalimantan Timur, dengan hasil sebagai berikut: 1) Penyerahan penghargaan kepada POPT, POPT-PHP, THL POPTPHP, PPAH, RPH berprestasi Provinsi Kalimantan Timur oleh Gubernur. Penghargaan Menteri Pertanian untuk Petugas POPT, POPT-PHP, LPHP, Kelompok Tani Pengembang Agens Hayati dan Petani Pengembang PHT Teladan tingkat nasional tahun 2013, diserahkan oleh Menteri Pertanian, Suswono. 2) Penghargaan POPT Teladan Tingkat Nasional Tahun 2013 diraih oleh Ir. Paryoto, M.P., dari Provinsi D.I. Yogyakarta, sedangkan POPT-PHP Teladan diraih oleh Sudirman, S.P., M.P., dari Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk kategori LPHP Teladan Tingkat Nasional Tahun 2013 diraih oleh LPHP Maros, Provinsi Sulawesi Selatan, LPHP Tulung Agung, Provinsi Jawa Timur, dan LPHP Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
131
Laporan Tahunan
2013
3) Penghargaan Kelompok Tani Pengembang Agens Hayati (PAH) Teladan Tingkat Nasional Tahun 2013 diraih oleh 1) Kelompok Tani PAH STP Margo Rukun, Ds. Kemukus, Tanjungharjo, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi D.I. Yogyakarta; 2) Kelompok Tani PAH Sumber Makmur II, Dsn. Barek, Ds. Sumberngepoh, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur; 3) Kelompok Tani PAH Lurah Sepakat, Nagari Simarasok, Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. 4) Penghargaan Petani Pengembang PHT Teladan diraih oleh 1) Munawan, dari Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta, 2) M. Dasa Hambali, dari Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, 3) Suyanto, dari Kabupaten Muaro, Provinsi Jambi. 5) Selain penghargaan dari Menteri Pertanian, juga diserahkan penghargaan dari Direktur Jenderal Tanaman Pangan untuk 17 orang POPT dan 28 orang POPT-PHP Berprestasi Tahun 2013 dari 28 Provinsi. Selain itu, juga diserahkan Penghargaan dari Direktur Perlindungan Tanaman Pangan untuk Kelompok Tani PAH Berprestasi Tahun 2013. Seluruh penerima penghargaan merupakan hasil seleksi yang dilakukan oleh panitia seleksi Kementerian Pertanian. 6) Pertemuan MPTHI dibuka oleh Menteri Pertanian dan dalam sambutannya, Menteri Pertanian menyampaikan bahwa sektor pertanian menghadapi beberapa permasalahan, diantaranya adalah perubahan iklim global dan banyaknya produk-produk impor yang masuk ke Indonesia akibat dari liberalisasi perdagangan. 7) Perubahan iklim global secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan dampak bagi ketahanan pangan nasional. Perubahan iklim dikhawatirkan akan berdampak terhadap keberlanjutan produksi pertanian terutama produksi beras nasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya mengurangi dampak
132
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
negatif perubahan iklim terhadap sumberdaya dan sistem produksi pertanian serta terhadap sosial ekonomi petani. Untuk menyiapkan antisipasinya, perlu diciptakan dan disiapkan berbagai teknologi adaptif baik untuk adaptasi maupun mitigasi, seperti varietas unggul, teknologi pengelolaan lahan dan air, pemupukan serta paket-paket teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, dan sebagainya. 8) Penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap barang-barang impor mengakibatkan semakin banyaknya produk impor masuk ke Indonesia. Kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan karena akan berdampak pada eksistensi produk lokal. Oleh karena itu, peningkatan daya saing produk lokal sangat diperlukan, sebab apabila tidak mampu bersaing maka semakin lama produk lokal akan tersisihkan di pasar dalam negeri. 9) MPTHI diharapkan mampu membangun dan menggerakkan seluruh kekuatan dan kemampuannya untuk menyelesaikan dan menjawab tantangan tersebut. 10) Prof. Dr. Emil Salim sebagai keynote speaker menyampaikan beberapa hal yang harus diperjuangkan oleh MPTHI, yaitu: 1).membendung masuknya pestisida impor ke Indonesia; 2).membendung alih fungsi lahan sawah; 3)perbaikan irigasi tersier; dan 4) perbaikan infrastruktur jalan desa. 11) Pertanian tidak hanya menjadi tanggungjawab Kementerian Pertanian, tetapi menjadi tanggungjawab banyak pihak. Kementerian Pertanian dan Kementerian PU harus bekerjasama menyelesaikan masalah irigasi dan infrastruktur jalan desa. Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan harus bekerjasama menyelesaikan masalah pemasaran. Begitu juga peran Pemerintah Daerah harus dioptimalkan untuk mencegah alih fungsi lahan. Di era desentralisasi seperti sekarang ini, kewenangan Pemerintah Pusat sudah beralih ke Pemerintah Daerah. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
133
Laporan Tahunan
2013
12) Pelatihan praktis perlindungan tanaman dan hewan yang dilaksanakan selama pertemuan nasional MPTHI ke-11 sebagai berikut: -
Deteksi Cepat Patogen Terbawa Benih Kedelai, dengan fasilitator dari Balai Besar Pengembangan dan Pengujian Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, Ditjen Tanaman Pangan.
-
Seleksi Benih Sehat, dengan fasilitator dari Balai Besar Peramalan OPT, Ditjen Tanaman Pangan.
-
Rapid tes Influenza A, dengan fasilitator dari Direktorat Kesehatan Masyarakat dan Veteriner.
-
Pengenalan Reproduksi Ternak, dengan fasilitator dari Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
-
Tips Daging yang Higienis, dengan fasilitator dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
-
Pembuatan dan Pemanfaatan Kompos Plus, dengan fasilitator dari Balai Besar Peramalan OPT, Ditjen Tanaman Pangan.
-
Teknik Perbanyakan Jamur Trichoderma sp. secara sederhana, dengan fasilitator dari Balai Proteksi Perkebunan Pontianak.
-
Uji formulasi pestisida secara sederhana, dengan fasilitator dari HMPN.
-
Perawatan dan kalibrasi alat semprot/sprayer, dengan fasilitator dari Croplife.
13) Pertemuan Nasional MPTHI XI dimeriahkan juga dengan pameran teknologi perlindungan tumbuhan dan hewan. Pameran diikuti oleh 45 instansi pemerintah, UKM, dan swasta. Masing-masing instansi menampilkan teknologi perlindungan yang sedang dikembangkan di daerahnya khususnya dalam mendukung gerakan SPOT-STOP.
134
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
h. Evaluasi Pelaksanaan Teknologi Pengendalian OPT Spesifik Lokasi Pengendalian hama terpadu dilaksanakan memanfaatkan beberapa teknologi yang kompatibel dan sinergis sehingga secara efektif dapat menekan serangan OPT dan sekaligus ramah bagi lingkungan. Pengendalian OPT yang ramah lingkungan merupakan teknik pengendalian yang mendukung pertanian berkelanjutan. Namun demikian pengendalian OPT ramah lingkungan masih terbatas dan belum optimal penggunaannya. Pengendalian OPT agar berhasil dengan baik harus bersifat spesifik lokasi dengan memperhatikan kondisi setempat. Dalam rangka meninjau dan mengevaluasi pelaksanaan pengendalian OPT spesifik lokasi maka dilaksanakan pertemuan evaluasi pelaksanaan teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi. Tujuan pertemuan ini yaitu untuk mengevaluasi pelaksanaan teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi sehingga wawasan petugas perlindungan tanaman sehingga lebih terampil dalam memberikan rekomendasi tentang teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi dengan memperhatikan kondisi setempat. Pertemuan ini dilaksanakan pada tanggal 1-4 Oktober 2013 di Malang, Jawa Timur. Peserta Pertemuan Evaluasi Pelaksanaan Teknologi Pengendalian OPT Spesifik Lokasi adalah Kepala LPHP seluruh Indonesia, staf UPTD-BPTPH Provinsi Jawa Timur, POPTPHP Kab/Kota Malang, Pondok pesantren Kabupaten Probolinggo yang berminat di bidang pertanian dan staf Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. Hasil pertemuan sebagai berikut: 1) Dalam rangka pengaman produksi tanaman pangan, kebijakan yang diterapkan dalam pengendalian OPT harus mengacu pada UU Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No.6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman bahwa pengendalian OPT di lapangan hendaknya dilakukan dengan sistem PHT. Penggunaan pestisida dalam sistem PHT masih diperlukan, merupakan cara terakhir apabila cara lainnya tidak Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
135
Laporan Tahunan
2013
dapat mengendalikan OPT. Penggunaan pestisida harus dilakukan secara bijaksana yaitu berdasarkan pengamatan apabila tingkat populasi/serangan OPT telah melampaui ambang batas pengendalian, diaplikasi pada areal terbatas (spot treatment atau seed treatment) dan penggunaannya secara 6 (enam) tepat (jenis, konsentrasi, dosis, lokasi, waktu dan cara aplikasi). 2) Penggunaan pestisida bantuan didasarkan kepada hasil pengamatan populasi/serangan OPT dan rekomendasi POPTPHP di lapangan. Stok pestisida yg dicadangkan oleh Pemerintah saat ini mencapai 5-10 % dari kebutuhan total pengamanan produksi seluas 13,6 juta hektar tanaman padi. 3) LPHP sebagai sentra perlindungan tanaman di wilayah kerjanya diperlukan kreativitas dalam pengembangan teknologi pengendalian sesuai dengan keadaan lapangan. Rekayasa teknologi pengendalian OPT sangat dibutuhkan untuk menghasilkan teknologi tepat guna dalam mendukung tupoksi laboratorium sebagai jembatan antara para peneliti dengan para pengguna/petani. Dalam pelaksanaan kegiatan LPHP perlu adanya standar operasional dan kembali digiatkan kegiatankegiatannya. 4) Strategi penerapan dan pemasyarakatan pengendalian OPT spesifik lokasi antara lain:
136
-
Prinsip dasar dari teknologi pengendalian hayati/lokal spesifik harus dimengerti oleh petani sebagai pengelola dan penentu keputusan pada lahan usaha taninya.
-
Petani secara individual dan atau dalam kelompok harus dapat bekerjasama mengelola ekosistem hamparan melalui lahan usaha taninya masing-masing dalam kesatuan konsep, prinsip dan teknologi (PHT).
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
-
Keikutsertaan para pemimpin masyarakat formal dan non formal dalam penerapan dan pengembangan teknologi spesifik lokasi sangat menentukan.
-
Tugas dan peranan pemerintah bersifat sebagai motivator, fasilitator dan narasumber bagi petani dalam melaksanakan teknologi pengendalian hayati/lokal spesifik di lahannya sendiri.
-
Pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi petani untuk menjadi pengelola dan penentu keputusan di lahannya sendiri. Kemandirian petani perlu didorong dan diberi peluang.
5) Kelebihan dari pestisida biologi dibandingkan dengan pestisida yang lain adalah tidak mempunyai potensi bahaya baik terhadap manusia maupun terhadap lingkungan, dan efektif terhadap organisme sasaran. Oleh karena itu produk pengendalian yang berasal dari organisme hidup (pestisida biologi) dapat dipatenkan. 6) Ekspose teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi disampaikan oleh masing-masing wakil LPHP dari provinsi. Evaluasi pelaksanaan teknologi pengendalian spesifik lokasi adalah sebagai berikut: -
Sumatera Utara Teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi yang dikembangkan oleh LPHP Kerasaan Simalungun dan telah diterapkan di tingkat petani adalah Tribac (Coryne bacterium 10 liter dan Trichoderma 1 kg), Insektida Nabati (daun mimba/mindi 600 gr,air bersih 2 liter, dan lengkuas 300 gr), dan ZPT (air kelapa 1 liter, kecap 250 ml, dan air tebu 50 ml).
-
Sumatera Barat LPHP di Prov. Sumbar mencoba mengkaji penggunaan agens hayati Beauveria dan Metarhizium untuk mengendalikan
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
137
Laporan Tahunan
2013
hama perusak polong pada tanaman kacang tanah, namun dari hasil kajian yang dilakukan, pemberian agens hayati Beauveria dan Metarhizium tidak berpengaruh terhadap intensitas serangan hama perusak polong pada tanaman kacang tanah. Sehingga untuk selanjutnya akan diuji lagi teknik kombinasi pengendalian dengan teknik budidaya tanaman (melakukan pembumbunan). -
Sulawesi Tengah Teknologi pengendalian hayati sangat diperlukan di LPHP dan PPAH baik untuk persiapan bahan pengendalian maupun untuk sosialisasi penggunaan dan pemanfaatannya. Secara umum penerapan pemanfaatan bahan pengendalian agens hayati Corynebacterium mampu menekan perkembangan penyakit kresek pada tanaman padi dan Beauveria bassiana mampu menekan perkembangan walang sangit, wereng batang coklat dan HPP. Pestisida nabati ektrak mimba, ektrak daun mindi dan laos mampu menekan perkembangan intensitas serangan hama secara umum pada tanaman padi. Penerapan agens hayati dan pestisida nabati merupakan sarana sosialisasi pemanfaatan bahan pengendalian di tingkat lapang yang sangat efektif dan perlu dilakukan secara berkelanjutan.
-
Kalimantan Timur Kajian-kajian teknologi pengendalian OPT tanaman pangan yang telah dilaksanakan oleh Provinsi Kalimantan Timur antara lain: Hubungan dosis N dan K terhadap intensitas serangan HPP, Penggerek Batang dan Bercak coklat; Pengaruh pengurangan bunga jantan dan ekstrak biji sirsak terhadap serangan penggerek tongkol jagung;
138
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Pengaruh pemasangan karbit dan pemberian ekstrak jeringau (Acorus calamus) terhadap serangan walang sangit; Pengendalian hama penggerek batang dan penggerek tongkol jagung dengan menggunakan Beauveria bassiana dan pestisida nabati; Pengaruh varietas, perlakuan pada bibit dan Corynebacterium terhadap serangan penyakit HDB dan Blas pada tanaman padi. -
Daerah Istimewa Yogyakarta Pengendalian hama tikus pada daerah endemis tikus di Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman dengan: Kultur teknis (pola tanam serempak);
padi - padi - padi, tanam
Fisik/mekanik (Gropyokan, Pengasapan, Karbit); Kimiawi (Petrocum, Racumin, Sidarat, Klerat); Musuh alami (Pelepasan ular, Kucing, Burung hantu (Tyto alba). Pemanfaatan musuh alami burung hantu dalam pengendalian hama tikus di Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman cukup berhasil dengan menurunnya jumlah populasi hama tikus. -
Jawa Barat Pengendalian spesifik lokasi yang diterapkan di wilayah LPHP Kabupaten Subang adalah: Pengendalian hama penggerek batang padi pada persemaian dengan kelambu; Pengendalian hama penggerek batang padi parasit Trichogramma sp;
dengan
Alat peramalan penggerek batang padi; Alat pengusir burung ”bleson”; Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
139
Laporan Tahunan
2013
Pengendalian hama tikus dengan pasukan anjing; Pengendalian penggerek batang padi kuning dengan feromon sex. -
Jawa Tengah Teknologi pengendalian OPT spesifik dikembangkan LPHP Banyumas antara lain:
lokasi
yang
Pestisida nabati daun dan biji mimba, tanaman Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan)Zingiberaceae; Cendawan entomopatogen: Beauveria bassiana, Mettarizium anisopliae, Spodoptera litura nuclear polyhedrosis virus (SlNPV) untuk mengendalikan ulat grayak dan hama lain pada Kedelai; Pemanfaatan nematoda dari genus Steinernema dan Heterohabditis, merupakan agens hayati yang efektif dan efisien untuk mengendalikan ulat grayak, (lundi) Holotrichia spp. dan (boleng) Cylas formicarius; Teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi yang dikembangkan LPHP Pati adalah pengendalian penyakit bulai jagung (Peronosclerospora maydis) dengan Corynebacterium sp; Teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi yang dikembangkan LPHP Pemalang dan Temanggung adalah pemanfaatan Corynebacterium sp. untuk mengendalikan penyakit BLB/kresek; Teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi yang dikembangkan LPHP Semarang adalah pemanfaatan agens hayati Metarizium anisopliae dalam pengendalian walang sangit (Leptocorisa oratorious) pada tanaman padi; Teknologi pengendalian OPT spesifik lokasi yang dikembangkan LPHP Sukoharjo adalah pengendalian hama tikus dengan menggunakan sate kapok (uap bensin). 140
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
-
Jawa Timur Teknologi spesifik lokasi yang diterapkan di wilayah LPHP Tulungagung adalah pemanfaatan agens hayati bakteri merah untuk mengendalikan hama WBC. Berdasarkan kajian di LPHP, aplikasi bakteri merah sebanyak 2 kali dapat menurunkan serangan WBC yang lebih nyata dibandingkan aplikasi pestisida sebanyak 5 kali.
-
Kalimantan Tengah Alat Berburu Tikus (Trereng); Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP) telah melakukan teknologi pengendalian OPT yang ramah lingkungan dan lokal spesifik seperti penggunaan agens hayati, penggunaan pestisida nabati, penggunaan pupuk organik/pembenah tanah, pengembangan Pos Pelayananan Agens Hayati dan penciptaan varietasvarietas yang tahan terhadap serangan OPT. Namun demikian mengeksplorasi agens hayati sebagai sumber isolat agens hayati spesifik lokasi belum optimal dilakukan karena keterbatasan sumberdaya manusia (SDM) dan peralatan yang belum memadai; SDM pada LPHP baik jumlah maupun kemampuanya perlu ditingkatkan melalui penambahan SDM (OPT ahli) dan pelatihan-pelatihan teknis tentang eksplorasi agens hayati lokal spesifik; Untuk meningkatkan pengentahuan peserta di bidang kacang-kacangan dan ubi-ubian serta pertanian organik, peserta melakukan kunjungan lapangan gelar teknologi pengendalian OPT dengan biopestisida ke Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian serta pertanian organik ke Kelompok tani Sumber Makmur, Desa Sumber Ngepoh, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang;
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
141
Laporan Tahunan
2013
Pemanfaatan agens hayati di Balai Penelitian Kacangkacangan dan Umbi-umbian yaitu virus VirGra untuk mengendalikan ulat pada tanaman kedelai, jamur L. lecanii (Biolec) untuk pengendalian penyakit daun kedelai yang bersifat obligant (karat daun, downy mildew, powdcry mildew), Trichoderma (Trichol) untuk mengendalikan jamur tular tanah/benih pada tanaman kacang hijau, tumbuhan wedusan (Ageratum conyzoides) untuk mengendalikan penyakit karat, Bakteri antagonis Pseudomonas fluorescens untuk mengendalikan penyakit tular tanah pada kacang hijau, Ekstrak Mimba untuk mengendalikan ulat grayak pada tanaman kedelai, dan ekstrak Lengkuas (Lacer) untuk penyakit bercak pada kacang hijau; Kunjungan ke lokasi pertanian organik Kelompok tani Sumber Makmur, Desa Sumber Ngepoh, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Pertanian organik telah dilakukan oleh Kelompok Tani Sumber Makmur selama 1015 MT dengan memanfaatkan pupuk kandang dan kompos untuk pembenah tanah serta agens hayati maupun musuh alami untuk pengendalian OPT. Produk yang telah dihasilkan meliputi beras putih , beras merah dan beras hitam organik sebagai bahan baku sereal, dengan kebutuhan konsumen setiap bulannya mencapai 50 ton. Pengembangan pertanian organik di Kelompok Tani Sumber Makmur, Kecamatan Lawang secara nyata meningkatkan pendapatan petani, usaha tani organik tersebut telah diikuti oleh kelompok tani disekitarnya. i. Studi Resurjensi Bahan Aktif Abamektin Terhadap Wereng Batang Coklat Pestisida merupakan alternatif terakhir dalam sistem PHT jika tingkat serangannya sudah melebihi ambang ekonomi atau populasinya telah mencapai ambang pengendalian. Saat ini, 142
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
pestisida yang beredar di pasaran sangat banyak bahkan satu jenis bahan aktif bisa lebih dari 3 merek dagang. Oleh karena itu, penggunaan pestisida sebaiknya memperhatikan 6 tepat, yaitu: tepat jenis, tepat sasaran, tepat waktu, tepat dosis, tepat cara/tepat aplikasi dan tepat mutu. Berdasarkan informasi dari International Rice Research Institute (IRRI), pestisida berbahan aktif abamektin dan sipermetrin telah dilarang untuk tanaman padi di negara Thailand karena menyebabkan puso akibat serangan hama wereng batang coklat (WBC). IRRI menyatakan bahwa Thailand telah melarang abamektin dan sipermetrin pada tanaman padi karena menyebabkan resurjensi WBC. Resurjensi hama adalah peristiwa peningkatan populasi hama secara mencolok segera setelah diadakan tindakan pengendalian dengan pestisida tertentu. Resurjensi populasi WBC secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi oleh insektisida. Pengaruh langsung insektisida dapat berupa penurunan mortalitas, peningkatan laju reproduksi wereng, peningkatan laju makan, pengurangan stadium nimfa, dan perpanjangan masa oviposisi dan lama stadium imago. Penyemprotan dengan insektisida yang mempunyai sifat mendorong resurjensi dapat memacu WBC untuk meningkatkan daya reproduksi, daya makan, dan daya bertahan hidup sehingga mengakibatkan peningkatan populasi yang lebih cepat daripada peningkatan populasi sebelum penyemprotan. Penyemprotan dengan abamektin mendorong peningkatan laju reproduksi WBC. Informasi mengenai bahan aktif abamektin dan pengaruhnya terhadap serangga hama dan serangga non hama masih sangat terbatas dan sedikit bahkan kemungkinan di Indonesia belum ada, oleh karena itu diperlukan kajian mengenai pengaruh penggunaan bahan aktif abamektin terhadap serangga hama sasaran yaitu WBC dan serangga non hama, baik kajian di laboratorium maupun di lapangan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
143
Laporan Tahunan
2013
Kegiatan studi resurjensi bahan aktif abamektin terhadap WBC dilaksanakan di dua lokasi dan bekerjasama dengan Perguruan Tinggi setempat, yaitu: - Jawa Tengah Pengujian lapangan dilaksanakan di Desa Juwiran Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, sedangkan pengujian laboratorium dilaksanakan di Toksikologi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada (UGM). -
Jawa Timur Pengujian lapangan dilaksanakan di Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, sedangkan pengujian laboratorium dilaksanakan di laboratorium hama, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang (Unbraw). Hasil pengujian di dua lokasi tersebut diseminarkan di Hotel LPP Convention Yogyakarta tanggal 14 Desember 2014. Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa bahan aktif abamektin belum bisa disimpulkan dapat menimbulkan resurgensi terhadap WBC tetapi perlu diwaspadai adanya kecenderungan terjadi resurgensi sehingga diperlukan prinsip kehati-hatian. Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut karena banyak faktor yang mendorong terjadinya resurjensi (populasi pada waktu aplikasi, metode pengujian, atau faktor lainnya).
E. Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Sasaran strategis Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan adalah mengamankan potensi kehilangan (susut) hasil pada saat panen, dengan memberikan bantuan sarana pascapanen tanaman pangan dan database sarana pascapanen tanaman pangan. 1. Bantuan Sarana Pascapanen Padi, Jagung, Kedelai, Ubi Kayu dan Ubi Jalar Pada tahun 2013, untuk mendukung kegiatan penanganan pascapanen tanaman pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 144
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
mengalokasikan dana dekonsentrasi di provinsi dan tugas pembantuan di kabupaten/kota untuk komoditi padi, jagung, kedelai, ubikayu dan ubijalar. Bantuan sarana pascapanen dialokasikan pada 31 provinsi di 251 kabupaten/kota. Pelaksanaan bantuan sarana pascapanen tanaman pangan dialokasikan pada daerah sentra produksi padi, jagung, kedelai dan daerah pengembangan ubikayu dan ubi jalar, yang terdiri atas paket bantuan regular dan paket model/percontohan. Jumlah bantuan sarana pascapanen padi paket reguler sebanyak 463 paket, paket model/percontohan 19 paket; jagung paket reguler 84 paket, paket model/percontohan 8 paket; kedelai paket reguler 51 paket, paket model/percontohan 5 paket; ubi kayu paket reguler 26 paket, paket model/percontohan 1 paket; dan ubijalar 25 paket. Realisasi pelaksanaan bantuan sarana pascapanen mencapai 653 poktan/gapoktan (95,75%), dengan rincian sebagai berikut: a. Bantuan sarana pascapanen padi paket reguler terealisasi sebanyak 441 poktan/gapoktan (95,25% dari rencana), sedangkan paket model/percontohan 19 Gapoktan (100%). b. Bantuan sarana pascapanen jagung paket reguler terealisasi 79 poktan/gapoktan (94,05% dari rencana), sedangkan paket model/percontohan 8 Gapoktan (100%). c. Bantuan sarana pascapanen kedelai paket reguler terealisasi sebanyak 49 poktan/gapoktan (96,08% dari rencana), sedangkan untuk paketmodel/percontohan5 Gapoktan (100%). d. Bantuan sarana pascapanen ubi kayu paket reguler terealisasi sebanyak 26 poktan/gapoktan (100%), sedangkan paket model/percontohan 1 Gapoktan (100%). e. Bantuan sarana pascapanen ubi jalar paket reguler terealisasi sebanyak 25 poktan/gapoktan (100%).
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
145
Laporan Tahunan
2013
Tabel 38. Realisasi Bantuan Tahun 2013
No. Komoditas 1 2 3 4 5
Padi Jagung Kedelai Ubi Kayu Ubi Jalar Jumlah
Rencana (Paket) 463 84 51 26 25 649
Sarana
Reguler Realisasi (Paket) (%) 441 95,25 79 94,05 49 96,08 26 100,00 25 100,00 620 95,53
Pascapanen
Tanaman
Pangan
Bantuan Sarana Pascapanen Model Jumlah Realisasi Realisasi Rencana Rencana (Paket) (Paket) (%) (Paket) (Paket) (%) 19 19 100,00 482 460 95,44 8 8 100,00 92 87 94,57 5 5 100,00 56 54 96,43 1 1 100,00 27 27 100,00 25 25 100,00 33 33 100,00 682 653 95,75
Realisasi bantuan sarana pascapanen tidak mencapai 100% karena beberapa daerah yang batal/gagal lelang, antara lain sebagai berikut: a. Provinsi Kalimantan Selatan 1) Kabupaten Tabalong mengalami gagal lelang tiga paket sarana pascapanen padi dan satu paket sarana pascapanen kedelai, disebabkan penyedia yang memasukkan penawaran terdapat kerusakan file pada CVKartika Mandiri sehingga dinyatakan gagal oleh ULP. Setelah Pokja ULP melakukan evaluasi ulang berupa konsultasi dengan PPK dan KPA Dinas Tanaman Pangan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tabalong untuk melakukan pelelangan kedua disimpulkan pelelangan ulang tidak dapat dilakukan karena waktu sudah tidak mencukupi. 2) Kabupaten Tanah Lautmengalami gagal lelang dua paket sarana pascapanen padi dandua paket sarana pascapanen jagung, disebabkan HPS tidak memasukkan komponen keuntungan/ biaya overheat sehingga pada lelang pertama dan kedua tidak ada penyedia barang yang berminat memasukkan dokumen penawaran, sehingga pelelangan dinyatakan gagal. 3) Kabupaten Banjar mengalami gagal lelang tiga paket sarana pascapanen padi.
146
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
b. Provinsi Aceh Kabupaten Aceh Barat Daya mengalami gagal lelang dua paket sarana pascapanen padi. c. Provinsi Sumatera Selatan Kabupaten Banyuasin mengalami gagal lelang tiga paket sarana pascapanen padi karena pengelola kegiatan dan kelompoktani tidak dapat melengkapi persyaratan sebagaimana yang tercantum dalam pedoman teknis penanganan pascapanen tanaman pangan tahun 2013. d. Provinsi Gorontalo Kabupaten Boalemo mengalami gagal lelang tiga paket sarana pascapanen jagung karena tidak adanya pihak ketiga yang mampu memenuhi persyaratan harga barang yang ditetapkan (HPS). e. Provinsi Sumatera Barat Kabupaten Lima Puluh Kota mengalami gagal lelang dua paket sarana pascapanen padi. f. Provinsi Jawa Timur Kabupaten Gresik mengalami gagal lelang dua paket sarana pascapanen padi, Kabupaten Bojonegoro empat paket sarana pascapanen padi, sarana pascapanen jagung dan satu paket sarana pascapanen kedelai. g. Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Toba Samosir mengalami gagal lelang satu paket bansos padi. 2. Database Sarana Pascapanen Tanaman Pangan Pembangunan pertanian selain ditujukan pada penanganan budidaya, juga pada aspek hilir, yaitu pada kegiatan penanganan pascapanen. Dengan penanganan pascapanen yang tepat, baik secara teknologi maupun lokasi (appropriate technology) diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan petani tanaman pangan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
147
Laporan Tahunan
2013
Kondisi penanganan pascapanen tanaman pangan yang terjadi saat ini antara lain sarana dan teknologi pascapanen masih terbatas, pengetahuan dan keterampilan petani dalam penanganan pascapanen serta kesadaran dan kepedulian masih rendah dan sampai saat ini Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan belum memiliki basis data dan informasi tingkat kehilangan hasil dan database pascapanen. Pelaksanaan penanganan pascapanen ini dapat terlaksana dengan baik jika ada pendataan database sarana pascapanen yang berisikan data dan informasi mengenai teknologi dan sarana pascapanen tanaman pangan, pemanfaatan teknologi dan sarana di lapangan, permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam penanganan pascapanen tanaman pangan. Kegiatan pemutakhiran database sarana pascapanen tanaman pangan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi penyebaran sarana pascapanen yang terkait pada proses panen hingga pascapanen, ketersediaan dan kebutuhan sarana pascapanen tanaman pangan setiap kabupaten di Indonesia. Pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan secara bertahap dimulai dengan melakukan perjalanan dalam rangka pemutakhiran database ke daerah sampai tingkat lapang, kegiatan ini telah dilaksanakandi enam belas Provinsi di Indonesia antara lain: Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara. Output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah Buku Database Sarana Pascapanen Tanaman Pangan. Beberapa hal yang menjadi permasalahan pada penyusunan database pascapanen tanaman pangan sebagai berikut: a. Ketersediaan sarana pascapanen tanaman pangan tidak sesuai dengan potensi dan keunggulan daerah masing-masing. Hal ini dapat terjadi karena alokasi bantuan sosial sarana pascapanen tidak sesuai dengan kelompoktani penerima.
148
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
b. Diharapkan persyaratan administrasi yang dimiliki poktan/ gapoktan harus lebih jelas, misalnya: kelompoktani yang menerima bantuan sosial sarana pascapanen harus memiliki SK Bupati. c. Untuk dapat mengintegrasikan berbagai jenias bantuan sosial yang diterima oleh kelompoktani diharapkan ke depan pendataan kelompoktani dapat dimonitoring oleh Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota dengan lebih rapi dan jelas. d. Pendataan kelompoktani dapat dilakukan dengan membuat titik koordinat penerima bantuan social sarana pascapanen tanaman pangan. e. Kegiatan bantuan sosial yang diberikan ke kelompoktani/gapoktan harus berkelanjutan dan mempunyai target capaian yang jelas. Disamping kegiatan tersebut, pertemuan yang dilaksanakan dalam mendukung pelaksanaan bantuan sarana pascapanen tanaman pangan antara lain: 1. Koordinasi dan Workshop Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Koordinasi dan Workshop Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2013 dilaksanakan di Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, diperoleh hasil sebagai berikut: a. Pada saat proses pengadaan barang perlu diperhatikan prinsipprinsip dasar akuntabel, efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, dan adil/tidak diskiminatif dan sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 tanggal 1 Juni 2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga, maka bantuan sosial sarana pascapanen tanaman pangan pada tahun 2013 berupa transfer barang yang ketentuan pengadaannya sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah juncto Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
149
Laporan Tahunan
2013
b. Pengadaan sarana pascapanen dengan nilai diatas Rp. 200 juta maka untuk paket bantuan sarana pascapanen reguler per komoditas, apabila dalam satu volume kegiatan terdapat lebih dari satu kelompok penerima bansos, maka pengadaan sarana pascapanen tersebut digabung dalam satu paket pengadaan. Untuk paket bantuan sarana pascapanen model yang didalamnya terdapat bangunan untuk penempatan/operasional sarana tersebut maka bangunan tersebut dapat berupa bangunan baru atau rehabilitasi bangunan yang telah ada dan disesuaikan dengan kondisi lapangan serta dapat berfungsi sebagai “rumah” untuk penempatan model sarana pascapanen. c. Pengadaan bantuan sarana pascapanen paket regular maksimal satu paket tiap komoditas dapat dilaksanakan melalui pengadaan langsung, atau dapat dilaksanakan melalui pelelangan umum dengan menggabungkan beberapa paket komoditas. d. Khusus pengadaan paket model, penyedia barang dapat melakukan kerjasama dengan kontraktor bangunan yang dituangkan dalam bentuk kerjasama operasional. e. Setiap provinsi maupun kabupaten diharapkan agar dalam pengembangan sistem pengelolaan pascapanen dapat melakukan pemetaan kondisi pascapanen dalam rangka penerapan konsep penanganan pascapanen yang baik dan benar, sehingga akan diperoleh sasaran program penanganan pascapanen yang tepat. f. Analisa kebutuhan sarana pascapanen dibutuhkan dalam merancang operasional sistem pengelolaan pascapanen guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta keberlanjutan dalam penggunaan sarana pascapanen tanaman pangan. Sebagai tindak lanjut, di masing-masing daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) agar melakukan analisa kebutuhan dan ketersediaan sarana pascapanen sehingga data tersebut dapat digunakan untuk menentukan kebijakan operasional dalam memberikan bantuan sarana sesuai kebutuhan daerah tersebut. 150
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
g. Penyediaan sarana pertanian sangat tergantung dari kebutuhan yang timbul sesuai dengan hasil analisis kebutuhan dalam sistem pengelolaan pascapanen dan arah perkembangan teknologi pertanian di sektor produksi tanaman pangan. Pada tingkat operasional kebutuhan sarana peralatan dan mesin lebih didasari pertimbangan ekonomi oleh karenanya operasionalisasi peralatan mesin pertanian khususnya sarana pascapanen perlu dilakukan analisa dan evaluasi finansial. h. Kondisi saat ini menunjukkan kurangnya tenaga penyuluh yang terampil dibidang penanganan pascapanen dibanding dengan tenaga penyuluh yang membina di bidang pra panen, sehingga petani kurang memperoleh informasi yang benar dari penyuluh. Untuk itu diperlukan peningkatan kapasitas SDM penyuluh dibidang teknologi pascapanen tanamanan pangan. i. Selama ini penyediaan bantuan alsin kepada petani belum diikuti dengan pembinaan dan pendampingan yang optimal dan pengelolaan secara profesional serta kurangnya pemberdayaan kelembagaan petani. Hal ini menyebabkan bantuan alsin yang diberikan kepada petani belum bermanfaat secara optimal j. Pola penyerapan Tahun Anggaran 2013 yang dialokasikan di Pusat maupun Daerah diharapkan agar dapat berubah dari tahun sebelumnya, sehingga penyerapan anggaran tidak menumpuk pada akhir tahun (Bulan Desember). Sehingga percepatan pencapaian serapan anggaran yang ditargetkan pada Triwulan I sebessar 25%; Triwulan II 25%; Triwulan III 25% dan Triwulan IV 25% dari total pagu anggaran tahun 2013 yang dialokasikan melalui Dekon maupun Tugas Pembantuan dapat tercapai. k. Realisasi kegiatan APBN sektoral tahun 2013 Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan dan SP2D agar dilaporkan perkembangannya setiap bulan. l. Dalam rangka menetapkan kebijakan pascapanen yang tepat perlu dukungan data base yang lengkap dan akurat. Untuk itu bagi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
151
Laporan Tahunan
2013
provinsi yang belum melengkapi data yang ada, maka segera disampaikan kepada Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan. 2. Focus Group Discussion(FGD) Pascapanen a. Focus Group Discussion (FGD) I, dengan topik “Konsepsi Manajemen Kawasan Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan” dan telah dirumuskan beberapa hal pokok sebagai berikut: 1) Dalam Membangun Sistem Manajemen Pascapanen diperlukan komitmen bersama baik dalam halpengorganisasian, penyiapan SDM (petani danpetugas) dan dukungan fasilitasi sarana. 2) Inovasi harus dilakukan dalam penanganan kawasan yang tahapannya dilakukan melalui model pengembangan kawasan terintegrasi hulu hilir yang disertai dengan rencana strategi dan program aksi dalam rancangan program melalui target tahunan yang jelas secara kuantitatif. 3) Perlu dirumuskan atau dibangun pola keterkaitan antara stakeholders, pemerintah, perguruan tinggi dan dunia usaha serta petani/community. 4) Pengawalan program aksi pada kawasan menjadi target strategis untuk mendrive/menggerakkan program aksi di tingkat lapang dan masyarakat. 5) Pengembangan penanganan pascapanen tanaman pangan harus berorientasi manajemen berkelanjutan dengan ekstensifikasi terbatas penurunan susut pasca panen melalui strategi industri pedesaan dan strategi penguat dengan melaksanakan program aksi. 6) Sistem usaha yang diarahkan untuk menghasilkan produk akhir yang bernilai tambah tinggi harus didukung dengan teknologi, sumberdaya manusia berketrampilan relatif tinggi dan modal finansial serta sosial-budaya setempat yang memadai. 7) Pengembangan UPJA perlu diintegrasikan dengan penguatan: prasarana dan infrastruktur pedesaan; ketersediaan energi
152
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
pedesaan; pelayanan kelembagaan modal finansial pedesaan; manajemen usaha industri berbasiskan sumberdaya pedesaan setempat; organisasi ekonomi pedesaan dengan badan hukum berbasiskan undang-undang; dan profesionalisme tenagakerja di pedesaan, terutama golongan muda. 8) Untuk pengembangan kelembagaan alsin pascapanen perlu diintegrasikan dengan penguatan sarana dan prasarana pedesaan, ketersediaan sumber daya pedesaan, lembaga keuangan di pedesaan, organisasi berbadan hukum dan profesionalisme tenaga kerja. 9) Perlunya dilakukan identifikasi dan pemetaan pada wilayahwilayah yang akan diterapkan sebagai suatu kawasan penanganan pascapanen sampai pada tingkat kelompoktani. Rencana rintisan kawasan awal yang akan disusun antara lain di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan,Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Diharapkan pada pelaksanaan FGD Tahap III, pola pengembangan rintisan kawasan manajemen penanganan pascapanen tanaman pangan sudah dapat tersusun. b. Focus Group Discussion (FGD) II sebagai kelanjutan dari FGD I, dengan tema “Pengembangan Manajemen Pascapanen Di Sentra Produksi Tanaman Pangan”, dengan hasil sebagai berikut: 1) Pembangunan tanaman pangan pada saat ini masih berorientasi pada peningkatan produksi dan provitas dengan fokus pada perluasan areal tanam. Permasalahan yang dihadapi antara lain setiap tahun terjadi perkembangan yang cepat terhadap alih fungsi lahan dan kejenuhan lahan pertanian, sehingga turut memberikan pengaruh yang besar terhadap pencapaian peningkatan produksi. Oleh sebab itu perlu dimulai dengan langkah-langkah pengamanan produksi tanaman pangan melalui penanganan pascapanen tanaman pangan.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
153
Laporan Tahunan
2013
2) Untuk mendukung kegiatan penanganan pascapanen tanaman pangan tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan pada tahun 2013 telah mengalokasikan dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dalam bentuk dana pembinaan, bimbingan teknis dan fasilitasi sarana pascapanen tanaman pangan. Pengalokasian bantuan dana dan fasilitasi sarana pascapanen telah dilakukan sejak tahun 2011-2013, sehingga diharapkan dimasa mendatang melalui kegiatan-kegiatan ini akan dapat dibentuk suatu konsep kawasan yang terintegrasi dari sektor hulu, penanganan pascapanen dan sektor hilir. 3) Manajemen pascapanen merupakan pengelolaan kawasan secara terpadu yang menghubungkan antara perencanaan produksi (hulu) dan kebutuhan pasar (hilir). Maksud dan tujuan pengembangan kawasan pascapanen tanaman pangan adalah memadukan serangkaian program dan kegiatan pertanian menjadi suatu kesatuan yang utuh baik dalam perspektif sistem maupun kewilayahan, sehingga dapat mendorong peningkatan daya saing komoditas, wilayah serta pada gilirannya kesejahteraan petani sebagai pelaku usaha tani. 4) Aspek-aspek yang terdapat pada kawasan manajemen pascapanen harus turut berperan aktif dalam memperbaiki keadaan sosial budaya petani di tingkat lapangan. Salah satunya melalui identifikasi wilayah berdasarkan kemampuan adopsi teknologi dalam kaitannya dengan kemampuan petani dan jumlah tenaga kerja. 5) Berdasarkan kebutuhan, aspirasi dan permasalahan yang dihadapi pelaku usaha atau pemangku kepentingan yaitu petani dalam melaksanakan pembangungan pertanian di kawasan, maka secara garis besar strategi pengembangan kawasan pertanian mencakup: (a) tersedianya data dan informasi yang akurat; (b) percepatan adopsi teknologi pengembangan industri hilir; (c) penguatan sarana dan infrastruktur pascapanen; (d)
154
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
manajemen rantai pasokan (supply chain management); (e) penguatan kelembagaan; dan (f) menjalin kemitraan. 6) Pemantapan penyusunan kawasan manajemen pascapanen tanaman pangan direncanakan akan disusun pada FGD Tahap III pada tahun 2014. Setelah tersusun konsepsi kawasan, akan dilakukan identifikasi dan pemetaan pada wilayah-wilayah yang akan diterapkan sebagai suatu kawasan penanganan pascapanen sampai ditingkat kelompok tani, sebagai model percontohan pada tahun 2014. 7) Pasca FGD ini Tim Teknis Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan akan menjabarkan konsep penanganan pascapanen dalam dokumen Rencana Aksi dengan periode waktu tertentu dan Hasil penyusunan konsep manajemen kawasan penanganan pascapanen tanaman pangan pada Focus Group Discussion Tahap II ini diharapkan sebagai bahan konsep awal kawasan, dan selanjutnya akan disampaikan pada Forum Komisi Mekanisasi (FKM). Forum ini diharapkan dapat memfasilitasi dukungan regulasi yang mengintegrasikan kemitraan dan dukungan berbagai lembaga/instansi, stakeholder dan pemangku kepentingan dalam mendukung pembentukan suatu kawasan manajemen pascapanen yang terintegrasi dalam rangka mendukung pengembangan kawasan. F. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya 1. Sumber Daya Manusia a. Jumlah Pegawai Jumlah pegawai Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sampai Desember 2013 sebanyak 792 orang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) unit kerja eselon II dipusat sebanyak 494 orang, 3 UPT sebanyak 180 orang dan PNS yang ditugaskan/diperbantukan di daerah/instansi lain sebanyak 118 orang. Sampai dengan tahun 2013 PNS yang ditugaskan di daerah tersebar di 14 provinsi dengan jumlah 115 orang, sedangkan yang diperbantukan di instansi lain 3 orang. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
155
Laporan Tahunan
2013
Tabel 39. Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan (Orang) No.
Unit Kerja
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sekretariat Direktorat Jenderal TP Direktorat Perbenihan TP Direktorat Budidaya Serealia Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi Direktorat Perlindungan TP Direktorat Pascapanen TP BBPPMBTPH Cimanggis BBPOPT Jatisari BPMPT Pegawai yang ditugaskan di daerah Jumlah
S3 1 1 2
Tingkat Pendidikan S2 S1/D4 SM/D3 SLTA SLTP 22 69 8 62 6 15 27 3 16 1 12 31 4 16 3 12 26 5 12 1 9 38 2 17 1 11 31 5 16 7 29 1 19 2 35 7 44 2 23 3 6 1 37 3 66 5 93 346 41 274 17
SD 8 1 2 2 1 2 3 19
Jumlah 175 64 68 59 67 64 56 90 34 115 792
Tabel 40. Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan (Orang) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Unit Kerja Sekretariat Direktorat Jenderal TP Direktorat Perbenihan TP Direktorat Budidaya Serealia Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi Direktorat Perlindungan TP Direktorat Pascapanen TP BBPPMBTPH Cimanggis BBPOPT Jatisari BPMPT Pegawai yang ditugaskan di daerah Jumlah
I 5 2 2 3 1 8 21
Golongan II III 43 115 8 42 15 41 11 38 12 49 17 40 11 40 32 54 6 26 69 37 224 482
IV 12 12 10 7 6 7 5 3 2 1 65
Jumlah 175 64 68 59 67 64 56 90 34 115 792
Tabel 41. Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin (Orang) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
156
Unit Kerja Sekretariat Direktorat Jenderal TP Direktorat Perbenihan TP Direktorat Budidaya Serealia Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi Direktorat Perlindungan TP Direktorat Pascapanen TP BBPPMBTPH Cimanggis BBPOPT Jatisari BPMPT Pegawai yang ditugaskan di daerah SUB TOTAL
Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan 114 61 175 35 29 64 46 22 68 27 32 59 31 36 67 32 32 64 22 34 56 65 25 90 9 25 34 76 39 115 457 335 792
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
b. Pengangkatan CPNS dan PNS Masuk ke Ditjen Tanaman Pangan Pada tahun 2013 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan memperoleh tambahan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sebanyak 3 orang dan semua CPNS tersebut ditugaskan di daerah. CPNS tersebut merupakan tenaga honorer yang kececer dan masuk dalam K-1, selain itu masih ada beberapa orang honorer yang masuk K-2 sebanyak 6 orang. Pada tahun 2013 ini mereka mengikuti test CPNS K-2 yang diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Negara dan sampai sekarang belum diumumkan kelulusannya. Selain penambahan pegawai dari CPNS tenaga honorer K-1 juga ada pegawai yang mutasi masuk ke Ditjen Tanaman Pangan sebanyak 2 orang, salah satu nya masuk sebagai pejabat struktural Eselon II. c. Mutasi dan Pensiun Mutasi pegawai intern Direktorat Jenderal Tanaman Pangan pada tahun 2013 sebanyak 6 orang, sedangkan yang pindah ke Eselon I lain lingkup Kementerian Pertanian 5 orang. Terkait pelimpahan pegawai yang ditugaskan di daerah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan telah menyurati Gubernur Provinsi se-Indonesia melalui surat Nomor: 301/KP.330/C/05/2013 tanggal 6 Mei 2013 perihal Pindah Tugas PNS Pusat menjadi PNS Daerah,namun terdapat 13 provinsi yang belum bersedia menerima pelimpahan pegawai dari Ditjen Tanaman Pangan yang di tugaskan didaerah dengan alasan belum tersedianya formasi dan anggaran. Pegawai Ditjen Tanaman Pangan yang ditugaskan didaerah yang telah dilimpahkan sebanyak 45 orang, sehingga masih tersisa 115 orang. Pada tahun 2013 jumlah pegawai Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang memasuki masa purna bakti sebanyak 26 Orang terdiri dari 23 orang memasuki batas usia pensiun, dua orang meninggal dunia, selain itu terdapat dua orang yang keluar sebagai PNS.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
157
Laporan Tahunan
2013
2. Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) Hasil penilaian PMPRB tahun 2013 diharapkan dapat meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2012. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka meningkatkan hasil penilaian PMPRB Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, antara lain sebagai berikut: a. Rapat Panel III PMPRB lingkup Kementerian Pertanian yang diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal Kementan, dengan hasil bahwa nilai akhir PMPRB Kementerian Pertanian dan perbandingan hasil verifikasi lapangan Kementerian PAN pada 9 Program Mikro RB Kementrian Pertanian dan mengajukan kenaikan tunjangan kinerja nantinya diharapkan nilai PMPRB sudah berada pada level 4, yaitu nilai rata-rata minimal 80.Hasil survei internal yang sudah dilakukan nilainya tidak jauh berbeda dari nilai komponen pengungkit dalam PMPRB, ini berarti penilaian komponen pengungkit dapat dikatakan benar adanya/sesuai dengan kenyataan; dan pembobotan dan unsur penilaian PMPRB. Selanjutnya hasil penilaian PMPRB yang telah dilakukan oleh Kementerian Pertanian secara resmi telah disampaikan kepada Kementerian PAN (Panel III) dan akan dijadikan sebagai bahan penilaian untuk Tim Komisi Penilaian Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN). b. Mengumpulkan kelengkapan bukti dukung setiap kegiatan yang ada di lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan seperti undangan rapat atau jadwal kegiatan, daftar hadir peserta dan narasumber (jika ada), serta notulen rapat atau laporan kegiatan, sebagai kelengkapan bukti dukung/evidence dalam pengisian PMPRB online Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. c. Mengedarkan kuesioner survei eksternal yang bertujuan melihat hasil dan dampak pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit kerja teknis/pemberi layanan yang ada pada Ditjen Tanaman Pangan. Obyekpengukuransurvei eksternal terhadap stakeholder pada DirektoratJenderalTanaman Pangan adalahmutu pelayanan pada 158
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Responden adalah pengguna Jasa Unit Pelayananan Teknis Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT), Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBPPMBTPH), dan Balai Pengujian Mutu Produk Tanaman baik itu berupa perorangan maupun perusahaan, dengan jumlah 87 responden. d. Rapat persiapan PMPRB lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun 2013 yang memperoleh daftar bukti dukung yang harus disiapkan masing-masing unit kerja sebagai pendukung dalam PMPRB, disamping itu melakukan evaluasi kertas kerja PMPRB tahun 2012. e. Evaluasi catatan harian/log book pegawai yang telah disusun selama tahun 2013 sebagai dasar pertimbangan pemberian tunjangan kinerja (terkait dengan besaran dan penundaan). 3. Penghargaan Kelompok Tani, Mantri Tani, Petugas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Benih Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2013 Dasar pemberian penghargaan kelompok tani dan mantri tani tahun 2013 adalah Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4908/Kpts/KP.450/11/2013 tanggal 21 November 2013 tentang Penetapan Penerima Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara Tingkat Nasional Tahun 2013 dan Keputusan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Nomor 56/HK.310/C/11/2013 tanggal 18 November 2013 tentang Penghargaan Kepada Petani/Kelompk Tani, petugas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Benih Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2013. Pada tahun 2013 ini ada dua jenis penghargaan yaitu Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara (APN) dan Penghargaan Direktur Jenderal Tanaman Pangan.Panitia Penghargaan APN penangung jawab utama dalah Badan Ketahanan Pangan dan Ditjen Tanaman Pangan mengirimkan usulan pemenang kelompok tani juara I untuk menerima penghargaan APN. Penghargaan tersebut diserahkan oleh Wakil Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
159
Laporan Tahunan
2013
Presiden Republik Indonesia berupa thropy bagi penerima penghargaan pada hari Jumat tanggal 29 November 2013 di Istana Wakil Presiden. Selanjutnya dilaksanakan temu wicara dengan Menteri Pertanian di Hotel Grand Sahid Jakarta Pusat serta pada kesempatan tersebut Menteri Pertanian menyerahkan piagam pada pemenang penghargaan APN. Secara keseluruhan penerima penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara tahun 2013 berjumlah 90 orang terbagi dalam 5 kategori, yang terdiri dari: Pelopor Ketahanan Pangan,Pemangku Ketahanan Pangan, Pelaku Pembangunan Ketahanan Pangan (kegiatan produksi pangan, pemberdayaan masyarakat, pengembangan industri pangan olahan atau perakitan teknologi pangan), Pelayanan Ketahanan Pangan (penyuluh, penelitian/pengembangan, pengawasan/pengendalian) dan Pembina Ketahanan Pangan bagi Gubernur, Bupati/Walikota dan Kepala Desa/Lurah 25 penghargaan. Disamping itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan juga memberikan penghargaan kepada Petugas Pengawas Benih Tanaman Lapangan, Petugas Analis Benih Laboratorium, Penangkar Benih, dan UPTD Balai Benih sebanyak 32 penghargaan. 4. Realisasi Anggaran Tahun 2013, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengelola APBN Sektoral sebanyak Rp.2,887 triliun dialokasikan pada delapan kegiatan utama yaitu: 1) Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Rp.1,223 triliun; 2) Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi dengan anggaran Rp.813,129 miliar; 3) Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan Rp.201,158miliar; 4) Penguatan Perlindungan Tanaman dari Gangguan OPT dan DPI Rp.232,164 miliar; 5) Penanganan Pascapanen Tanaman Rp.161,112 miliar; 6) Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Ditjen TP Rp.236,596 miliar; 7) Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih Rp.8,306miliar; dan 8) Pengembangan Peramalan Serangan OPT Rp.12,200 miliar. 160
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Tabel 42. Realisasi Anggaran APBN Sektoral Tahun 2013 Ditjen Tanaman Pangan Berdasarkan Kegiatan Utama No.
Kegiatan
1
Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI Penanganan Pasca Panen Tanaman Dukungan Manajemen dan Teknis Pengembangan Pengujian Mutu Benih Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan Jumlah
2 3 4 5 6 7 8
Pagu DIPA (Rp.000) 1.222.564.895
Realisasi (Rp.000) 1.111.473.864
(%) 90,91
813.128.914
511.415.717
62,89
201.158.424
181.020.742
89,99
232.163.927
193.106.490
83,18
161.111.746 236.596.137 8.305.596
148.398.794 172.409.141 7.673.192
92,11 72,87 92,39
12.200.000
11.815.893
96,85
2.887.229.639
2.337.313.833
80,95
Realisasi penyerapan anggaran Direktorat Jenderal Tanaman Pangan satker pusat dan daerah mencapai Rp.2,337 triliun atau 80,95% dari pagu anggaran Rp.2,887 triliun. Realisasi anggaran berdasarkan kegiatan utama yaitu: 1) Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia Rp.1,111 triliun (90,91%); 2) Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi mencapai Rp.511,416 miliar (62,89%); 3) Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan Rp.181,021 miliar (89,99%); 4) Penguatan Perlindungan Tanaman dari Gangguan OPT dan DPI Rp.193,106 miliar (83,18%); 5) Penanganan Pascapanen Tanaman Rp.148,399 miliar (92,11%); 6) Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Ditjen TP Rp.172,409 miliar (72,77%); 7) Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih Rp.7,673 miliar (92,39%); dan 8) Pengembangan Peramalan Serangan OPT Rp.11,816 miliar (96,85%). Tabel 43. Realisasi Anggaran APBN Sektoral Tahun 2013 Ditjen Tanaman Pangan Berdasarkan Kelompok Satker Pusat dan Daerah No. 1 2 3 4
Satker Kantor Pusat UPT Pusat Dekonsentrasi/Provinsi Tugas Pembantuan/Kab/Kota Jumlah
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Pagu DIPA (Rp 000) Realisasi (Rp 000) 2.056.665.743 1.713.163.422 16.228.948 15.976.369 1.455.850.801 1.397.671.931 993.855.612 934.177.885 4.522.601.104 4.060.989.608
% 83,30 98,44 96,00 94,00 89,79 161
Laporan Tahunan
2013
Realisasi anggaran menurut kelompok satker yaitu Satker Kantor Pusat mencapai Rp.209,815miliar (38,35% dari pagu Rp.547,152 miliar); UPT Pusat Rp.19,489 miliar (95,04% dari pagu Rp.20,506 miliar); dana dekonsentrasi (Dinas Pertanian, BPSBTPH dan BPTPH) Rp.343,398 miliar (90,74% dari pagu Rp.378,428 miliar) dan dana tugas pembantuan/kabupaten/kota Rp.1,765 triliun (90,91% dari pagu sebesar Rp.1,941 triliun). Tabel 44. Realisasi Anggaran APBN Sektoral Tahun 2013 Ditjen Tanaman Pangan Berdasarkan Jenis Belanja
No. 1 2 3 4
Jenis Belanja Pegawai Barang Modal Bansos Jumlah
Pagu DIPA (Rp. 000) 61.327.306 667.408.870 68.258.875 2.090.234.588 2.887.229.639
Realisasi (Rp. 000) 40.811.031 570.390.426 39.941.107 1.686.171.269 2.337.313.833
(%) 66,55 85,46 58,51 80,67 80,95
Realisasi anggaran berdasarkan jenis belanja yaitu belanja pegawai mencapai Rp.40,811miliar (66,55% dari pagu Rp.61,327 miliar); belanja barang Rp.570,390 miliar (85,46% dari pagu Rp.667,409 miliar); belanja modal Rp.39,941 miliar (58,51% dari pagu Rp.68,259 miliar) dan bantuan sosial Rp.1,686 triliun (80,67% dari pagu Rp.2,090 triliun). Jika dilihat realisasi anggaran perprovinsi, masih terdapat empat provinsi yang realisasi anggarannya dibawah 75%, yaitu Provinsi Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan DKI Jakarta, termasuk juga Satker Pusat yang mencapai 40,39%.
162
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Tabel 45. Rincian Realisasi Anggaran APBN Ditjen Tanaman Pangan Per Provinsi No.
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI. Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Jumlah Daerah Pusat*) Total (Daerah + Pusat)
34
Pagu DIPA (Rp.000) 137.938.771 74.074.625 50.564.042 44.684.589 1.287.911 56.908.739 103.287.617 7.862.859 38.225.244 67.064.144 2.143.546 139.581.533 58.480.216 138.566.084 46.590.930 240.025.451 24.234.682 146.170.684 117.404.910 104.892.713 52.022.820 81.114.065 29.360.069 48.062.675 25.070.927 46.747.250 237.505.074 44.198.722 35.291.462 27.812.863 25.917.567 44.705.050 21.774.200 2.319.572.034 567.657.605 2.887.229.639
Sektoral
Tahun
Realisasi (Rp.000) 129.857.341 60.984.878 40.647.469 26.581.856 805.002 49.375.018 87.418.141 5.206.930 35.458.771 64.929.277 1.344.457 133.599.424 52.597.475 126.568.682 38.656.539 216.111.141 21.791.940 142.620.072 105.508.060 103.117.511 47.280.199 75.607.377 22.273.155 46.825.543 22.961.654 41.913.334 222.590.407 37.447.593 33.387.624 25.051.195 24.974.933 42.837.992 21.678.520 2.108.009.507 229.304.325 2.337.313.832
2013 % 94,14 82,33 80,39 59,49 62,50 86,76 84,64 66,22 92,76 96,82 62,72 95,71 89,94 91,34 82,97 90,04 89,92 97,57 89,87 98,31 90,88 93,21 75,86 97,43 91,59 89,66 93,72 84,73 94,61 90,07 96,36 95,82 99,56 90,88 40,39 80,95
Keterangan: *) Pusat meliputi Ditjen TP dan UPT Pusat (BBPPMBTPH Cimanggis dan BBPOPT Jatisari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
163
Laporan Tahunan
2013
Rendahnya serapan anggaran terutama pada Satker Pusat Ditjen Tanaman Pangan disebabkan terdapat beberapa kegiatan tidak terlaksana yaitu: (1) Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) Kedelai senilai Rp.236,5 miliar karena gagal lelang tiga kali; (2) Bantuan penanggulangan bencana alam Rp.22,3 miliar karena harus ada pernyataan kejadian bencana dari instansi/lembaga berwenang/BNPB; (3) Mobil brigade proteksi dan mobil laboratorium hama penyakit tanaman Rp.23 miliar karena gagal pelaksanaan melalui e-Catalogue; (4) sisa gaji/tunjangan Rp.15,34 miliar karena tidak ada rekruitmen pegawai baru, serta sisa efisiensi pengadaan barang/jasa dan kegiatan lainnya. Pada tahun 2013, Ditjen Tanaman Pangan juga terdapat anggaran subsidi (BA.999) yang dialokasikan untuk kegiatan subsidi benih sejumlah Rp.1,454 triliun dengan kontrak Rp.1,314 triliun. Pelaksanaan kegiatan dalam bentuk PSO oleh PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero). Tabel 46. Realisasi Anggaran APBN Subsidi Ditjen Tanaman Pangan Tahun 2013
No.
Uraian
1 PT SHS (Persero) 2 PT Pertani (Persero) Jumlah
Pagu Anggaran (Rp.000) 872.490.000 581.660.000 1.454.150.000
Kontrak (Rp.000) 788.489.100 525.659.400 1.314.148.500
Realisasi (Rp.000) 202.423.824 196.276.973 398.700.797
(%) 23,20 33,74 27,42
Realisasi anggaran subsidi benih sejumlah Rp.398,700 miliar atau 27,42% dari pagu, dengar rincian PT SHS (Persero) Rp.202,423 miliar atau 23,20% dan PT Pertani (Persero) Rp.196,277 miliar atau 33,74% dari pagu masing-masing. 5. Barang Milik Negara (BMN) Nilai BMN pada Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan per 31 Desember 2013 adalah sebesar Rp.519.767.442.073, yang dibedakan berdasarkan klasifikasi pos-pos perkiraan neraca yaitu: persediaan,
164
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, konstruksi dalam pengerjaan, dan aset lainnya. Tabel 47. Nilai BMN Dalam Pos Perkiraan Neraca No Uraian Neraca
Intrakomtable Rp
Ekstrakomtable %
Rp
%
Gabungan Rp
%
I Aset Lancar 1 Persediaan
168.776.558.419 100
0
168.776.558.419 100
Sub jumlah
168.776.558.419 100
0
168.776.558.419 100
0
182.286.598.500
II Aset Tetap 1 Tanah
182.286.598.500
2 Peralatan dan Mesin
162.574.011.252
3 Gedung dan Bangunan 4 Jalan Irigasi dan Jaringan
Sub Jumlah
162.584.640.477
5.252.290.029
0
5.252.290.029
341.021.498
0
341.021.498
0
0
0
68.223.675
0
68.223.675
350.522.144.954 100
0
350.532.774.179 100
5 Aset Tetap Dalam renovasi 6 Aset Tetap Lainnya
10.629.225 100
III Aset Lainnya 1 Kemitraan dengan pihak ketiga 2 Aset Tak Berwujud Aset yg dihentikan Penggunaanya 3 operasional Pemerintah Sub Jumlah Total
0 468.738.700 100 0 468.738.700 100 519.767.442.073
0 0 0 0 10.629.225
0 468.738.700 100 0 468.738.700 100 519.778.071.298
6. Sistem Pengendalian Intern (SPI) Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan penerapan unsur-unsur SPI dalam pelaksanaan program, kegiatan dan penyelenggaraan pemerintahan dalam pembangunan tanaman pangan, maka telah dilaksanakan antara lain: a. Sosialisasi SPI Sosialisasi SPI lingkup Ditjen Tanaman Pangan yang dilaksanakan bagi pejabat dan staf Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang mengidentifikasi permasalahan terhadap pemahaman SPI yaitu: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
165
Laporan Tahunan
2013
- Dianggap bahwa SPI hanya tanggungjawab Satlak PI 9 (belum
menjadi tanggungjawab masing-masing unsur); - Ruang lingkup SPI dipahami di tingkat unit kerja, yang
seharusnya dapat kepada unsur terkecil sekalipun; - SPI tidak dimulai dengan diagnosa oleh masing-masing unsur
pada bidang tugasnya; - Personil, hanya memahami secara parsial, misalnya diberi
kewajiban untuk memasukan penilaian resiko namun tidak paham bagaimana proses selanjutnya; - SPI terjebak ke dalam pemenuhan kelengkapan dokumen, dan
belum sepenuhnya kepada penerapannya. Upaya pemecahan permasalah di atas dapat dilakukan: - Perlunya sosialisasi yang lebih intens kepada seluruh tingkatan
pegawai lingkup Ditjen Tanaman Pangan mengenai SPI; - Penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instanasi Pemerintah,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efektif dan efisien. Untuk mewujudkannya dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi kayakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan dapat mencapai tujuan. Sistem inilah yang dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP); - Pengembangan dan penerapan SPI perlu dilakukan secara
komprehensif dan harus memperhatikan aspek biaya dan manfaat (cost dan benefit), rasa keadilan dan kepatuhan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. b. Workshop Penyempurnaan Pedoman Pelaksanaan SPI Lingkup Ditjen Tanaman Pangan Sebagai bahan pegangan dalam mengimplementasikan SPI ke dalam kegiatan pembangunan tanaman pangan, bagi para 166
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
pelaksana dan penanggungjawab kegiatan termasuk Tim Satuan Pelaksana (Satlak PI) dan seluruh Satuan Kerja (Satker) Lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, maka disusun dan disempurnakan pedoman pelaksanaan SPI kegiatan strategis lingkup Ditjen Tanaman Pangan meliputi kegiatan SL-PTT (padi, jagung, dan kedelai), pemberdayaan penangkar, subsidi benih, Cadangan Benih Nasional (CBN), sertifikasi benih, penguatan perlindungan tanaman pangan dari gangguan OPT dan DPI, bansos penanganan pascapanen, peramalan serangan organisme pengganggu tumbuhan, pengembangan metode pengujian mutu benih, serta pelayanan pengujian mutu pestisida, pupuk dan produk tanaman pangan. 7. Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat (LM3) Target LM3 penerima bantuan sosial dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun Anggaran 2013 sebanyak 280 LM3, namun dalam penetapannya beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain: - Proses overlay yang terlalu lama, sehingga pengambilan keputusan
penetapan LM3 terpilih juga tidak sesuai jadwal (terlambat). Hal ini karena kurang koordinasi lintas eselon I lingkup Kementerian Pertanian saat overlay sehingga terdapat beberapa eselon I yang tidak bisa hadir dan menghambat proses overlay; - Hasil verifikasi lapang oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota yang tidak
segera dikirimkan ke Ditjen Tanaman Pangan, menghambat proses penentuan status short list;
sehingga
- Terdapat beberapa Eselon I yang tidak berkoordinasi sebelumnya
untuk melakukan workshop pencairan dana bansos, sehingga Eselon I lainnya harus mengulang kembali proses overlay untuk mencocokan kembali dengan SK yang telah diterbitkan. Hal ini juga memperlama proses penetapan LM3 untuk eselon I lainnya. Setelah melalui tahap penyeleksian, sebanyak 280 LM3 terpilih untuk memperoleh bantuan dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan,
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
167
Laporan Tahunan
2013
namun satu LM3 yang mengundurkan diri yaitu LM3 Gereja Betlehem dari Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara, dengan alasan karena tidak mampu memenuhi persyaratan administrasi yang dibutuhkan untuk proses pencairan bansos LM3. 8. Bantuan Bencana Alam Kegiatan bantuan bencana alam pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tidak dilaksanakan, karena dalam pencairan dananya harus ada pernyataan kejadian bencana dari instansi/lembaga berwenang/ Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 9. Kerugian Negara (KN) Lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Sisa Kerugian Negara (KN) lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sampai dengan Desember 2013 sejumlah Rp.45,285 miliar, dengan rincian sebagai berikut: - Sisa Temuan BPK-RI sebesar Rp.30,841 miliar merupakan temuan
CBN dan Subsidi Benih Tahun 2012 oleh PT SHS (Persero); - Temuan Riksus/Investigasi Itjen terdapat adalah kemahalan harga
bibit pada dem area ubikayu di Lombok Tengah Tahun 2011, telah diangsur Rp.57,2juta sehingga masih tersisa Rp.105 juta, dan Light Trap sebesar Rp.2,553 miliar dan telah diangsur sebesar Rp.2,045 miliar, sehingga sisa Rp.508,6 juta; - Kerugian Negara sebesar Rp.1,6miliar merupakan temuan lama dan
sulit ditindaklanjuti (dibawah tahun 2001), sudah dilakukan penelusuran bukti pendukung tetapi banyak berkas yang sudah hilang; - Temuan terbesar baik di pusat maupun di daerah adalah temuan
BPKP yang sulit untuk ditindaklanjuti dan dihapuskan, sudah dilakukan koordinasi dengan BPKP. Pada bulan Maret 2012 dan Juli 2012 sudah diusulkan agar difasilitasi penyelesaiannya oleh Itjen Kementan;
168
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
- Kerugian Negara sebesar Rp.1,164miliar merupakan temuan di
pusat terdiri dari temuan Itjen sebesar Rp.186 juta dan temuan BPKP sebesar Rp.978,38 juta (PATM dan Kunming); - Telah dilakukan permohonan penghapusan terhadap temuan
PATM dan Kunming kepada BPKP pada tahun 2008 tetapi belum disetujui, dan saat ini telah dilakukan permohonan kembali untuk TPTD namun belum ada balasan.Pada Bulan Juni 2013 telah mengusulkan TPTD ke BPKP dengan berkoordinasi dengan Setjen Kementan; - Terdapat temuan Inspektorat Jenderal Kementan di Maluku
sebesar Rp.107,600 juta yang merupakan anggaran subsidi, namun dimasukkan dalam KN Ditjen TP dan temuan di Lampung Selatan sebesar Rp.139juta (denda keterlambatan karena Idul Fitri) yg sedang dibahas di Inspektorat untuk diketahui lebih lanjut penyelesaiannya. Tabel 48. Data Kerugian Negara Lingkup Ditjen Tanaman Pangan (s.d Desember 2013) Tambahan KN Jumlah KN s.d Des Tindaklanjut 2013 2013 (s.d KN KN Kasus Desember) Kasus (Rp.000) (Rp.000) (Rp.000) (Rp.000) 4.136.724 10.872.633 108 15.009.357 14 1.164.729
7,76
(Rp.000) 94 13.844.627
(%) 30,57
- Itjen
1.552.403
25,01
- BPKP
2.584.321
13.221
-
41.264.367
3 Investigasi Itjen
172.053
2.582.438
Jumlah
4.308.777
54.719.438
No.
Temuan
1 Kinerja
2 BPK-RI
Sisa KN s.d Des 2012
10.859.412
Sisa KN 2013 ( s.d %
Kasus
KN
59 12.411.815
7
1.087.596
8,76
52 11.324.218
49
7
77.133
2,97
42
2.597.542
Porsi thd Jumlah KN
2.520.409
5,57
8 41.264.367
4 10.423.322 25,26
4 30.841.045
68,10
5
-
5
2.754.491
121 59.028.215
2.154.982 78,24
18 13.743.033 23,28
599.510
1,32
103 45.285.182
100,00
10. Laporan Rencana Aksi Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2013 Rencana Aksi Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2013 yang dipantau oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Direktorat Jenderal Tanaman Pangan memiliki tanggung jawab melaksanakan dua rencana aksi dengan tiga sub rencana aksi yaitu:
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
169
Laporan Tahunan
2013
a. N5P46A85 pengelolaan produksi tanaman serealia: - Tersalurnya bantuan SL-PTT padi untuk 4.625.000 ha; - Tersalurnya bantuan SL-PTT jagung untuk 260.000 ha.
b. N5P46A86 pengelolaan produksi tanaman akabi: tersalurnya bantuan SL-PTT kedelai untuk 455.000 ha Akibat adanya kebijakan penghematan anggaran dan revisi DIPA tahun 2013 target areal SL-PTT mengalami perubahan, yaitu: SL-PTT padi menjadi 4.385.625 ha, SL-PTT jagung 235.380 ha, dan SL-PTT kedelai 411.740 ha. Realisasi Pelaksanaan: a. Penyaluran bantuan SL-PTT padi masing-masing check point yaitu: B04 mencapai 101,77%; B06 101,20%; B09 103,05% dan B12 85,02% dari target. b. Penyaluran bantuan SL-PTT jagung masing-masing check point yaitu: B04 mencapai 101,56%; B06 100,62%; B09 103,06% dan B12 83,08% dari target. c. Penyaluran bantuan SL-PTT kedelai masing-masing check point yaitu: B04 mencapai 164,65%; B06 108,27%; B09 107,20% dan B12 79,17% dari target. Beberapa faktor penyebab tidak tercapainya target SL-PTT 100% antara lain: (1) kondisi perubahan iklim tahun 2013 mengakibatkan perubahan/pergeseran jadwal dan pola tanam; (2) terjadinya bencana alam (banjir) di beberapa daerah serta erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara menyebabkan mundur tanam; (3) masa transisi bantuan benih menjadi subsidi benih dari sebelumnya bantuan gratis/BLBU; (4) varietas benih yang diinginkan petani tidak seluruhnya sesuai dengan ketersediaan varietas benih subsidi; (5) petani tidak sanggup membeli benih di pasar bebas; (6) khusus kedelai karena iklim relatif basah sepanjang tahun, sehingga lahan sawah yang biasa digunakan untuk pertanaman kedelai (setelah padi), ditanami padi lagi, serta kesulitan memperoleh benih kedelai
170
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
secara swadaya di lokasi; dan (7) rusaknya sebagian jaringan irigasi di beberapa daerah. Selain aspek teknis tersebut, proses revisi DIPA penghematan serta revisi DIPA penyesuaian AKUN juga berpengaruh terhadap terlambatnya realisasi pelaksanaan kegiatan di lapangan, karena kabupaten pelaksana menunggu terbit DIPA hasil revisi. Tabel 49. Perkembangan Pelaksanaan Rencana Aksi Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2013 No.
Rencana Aksi/Sub Rencana Aksi
1
Tersalurkannya bantuan SL-PTT Padi untuk 4.368.625 ha Tersalurkannya bantuan SL-PTT Jagung untuk 235,380 ha Tersalurkannya bantuan SL-PTT Kedelai untuk 411.740 ha
2 3
B04 101,77%
Realisasi B06 B09 101,20% 103,05%
B12 85,02%
101,56%
100,62%
103,06%
83,08%
164,65%
108,27%
107,20%
79,17%
Beberapa pertemuan yang dilaksanakan pada Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya, antara lain: 1. Rapat Koordinasi Penyusunan Angka Sementara (ASEM) Tahun 2013 dan Angka Prognosa Tahun 2012 Produksi Tanaman Pangan Dalam rangka meningkatkan akurasi penetapan angka produksi tanaman pangan ASEM 2013 dan Angka Prognosa Tahun 2012, telah dilakukan Rapat Koordinasi Nasional pada tanggal 6 s.d8 Februari 2013 di Hotel Ashton Palembang, Sumatera Selatan. Peserta rapat terdiri dari Sekretaris Dinas/Pejabat pengelola data tanaman pangan/pejabat yang membidangi produksi tanaman pangan Dinas Pertanian Provinsi se-Indonesia, Pejabat yang membidangi pengelolaan data produksi BPS Provinsi se-Indonesia, peserta Pusat dari Eselon II lingkup Ditjen Tanaman Pangan dan BPS-RI, serta dihadiri oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, Pejabat Eselon II dan Kepala Balai Besar lingkup Ditjen Tanaman Pangan, Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanian. Rapat didahului sambutan selamat datang Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan, pengarahan Kepala BPS-RI yang diwakili Deputi Bidang Statistik Produksi, sambutan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
171
Laporan Tahunan
2013
pengarahan dan sekaligus pembukaan oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan, dilanjutkan pembahasan materi dengan narasumber dari BPS-RI, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, dan Direktorat lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Berdasarkan hasil pembahasan, diskusi dan pendalaman materi serta memperhatikan arahan Kepala BPS-RI dan Dirjen Tanaman Pangan dihasilkan pokok-pokok rumusan rapat koordinasi sebagai berikut: a. Prakiraan produksi tahun 2012 (ASEM) padi mencapai 68,99 juta ton gabah kering giling (GKG); jagung 19,38 juta ton pipilan kering, kedelai 851 ribu ton biji kering, kacang tanah 713 ribu ton biji kering, kacang hijau 285 ribu ton biji kering, ubikayu 23,66 juta ton umbi basah, dan ubijalar 2,47 juta ton umbi basah. Dibandingkan dengan produksi ATAP 2012, prakiraan capaian produksi ASEM 2012 padi naik 3,23 juta ton GKG (4,91%), jagung naik 1,74 juta ton (9,83 %), kedelai turun 786 ton (0,09%), kacang tanah naik 21 ribu ton (3,07%), kacang hijau turun 56 ribu ton (16,53%), ubi kayu turun 384 ribu ton (1,60%), dan ubi jalar naik 274 ribu ton (12,50%). b. Prakiraan produksi tahun 2013 (Angka Prognosa) padi mencapai 68,99 juta ton gabah kering giling (GKG); jagung 19,59 juta ton pipilan kering, kedelai 872 ribu ton biji kering, kacang tanah 719 ribu ton biji kering, kacang hijau 295 ribu ton biji kering, ubikayu 23,62 juta ton umbi basah, dan ubijalar 2,52 juta ton umbi basah. Dibandingkan dengan prakiraan produksi ASEM 2012, prakiraan capaian produksi 2013(Angka Prognosa) padi naik 6 ribu ton GKG (0,01%), jagung naik 212 ribu ton (1,09%), kedelai naik 22 ribu ton (2,54%), kacang tanah naik 7 ribu ton (0,98%), kacang hijau naik10 ribu ton (3,55%), ubi kayu turun 41 ribu ton (0,17%), dan ubi jalar naik 48 ribu ton (1,93%). Bila dibandingkan dengan target 2013, capaian Prognosa 2013 padi baru mencapai 95,74%, jagung 98,79%, kedelai 58,14%, kacang tanah 59,96%, kacang hijau 71,96%, ubi kayu 89,81%, dan ubi jalar 102,78%. 172
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
c. Beberapa faktor pendukung peningkatan produksi tanaman pangan ASEM tahun 2012 dan Angka Prognosa 2013, khususnya padi antara lain: 1) Meningkatnya produktivitas, karena dukungan SL-PTT, bantuan benih, pemupukan berimbang, dan khusus di Yogyakarta juga dipengaruhi peningkatan kesuburan lahan pasca Letusan Gunung Merapi, penerapan jajar legowo pada beberapa provinsi, penurunan luas serangan OPT. 2) Peningkatan luas panen disebabkan antara lain: rehabilitasi saluran irigasi antara lain di Jawa Timur, optimalisasi pemanfaatan lahan, pergeseran/carry over dari tahun 2012, dan kondisi iklim yang kondusif untuk menanam padi sepanjang tahun. d. Walaupun secara umum terjadi peningkatan luas panen (padi), tetapi pada beberapa provinsi mengalami penurunan antara lain: Riau, Jambi, Sumsel, Jawa Barat, Banten, Kalbar yang disebabkan pengaruh: pergeseran curah hujan dari dasarian I-II ke dasarian IIIIV, sehingga terjadi carry over ke 2013, pengeringan saluran irigasi induk oleh pihak Kementerian PU dalam rangka rehabilitasi (Sumsel). e. Prakiraan produksi tanaman pangan Angka Sementara tahun 2012 dan Angka Prognosa 2013 masih bersifat embargo. f. Beberapa provinsi masih ada yang akan melakukan koreksi data prakiraan ASEM 2012 dan Angka Prognosa 2013, antara lain: Sumatera Utara, Lampung, dan Sulawesi Selatan. Perbaikan data disampaikan ke BPS disertai penjelasan yang mendukung perubahan data tersebut paling lambat hari Senin tanggal 11 Februari 2013 pukul 16.00 WIB melalui e-mail :
[email protected] dan fax nomor 021-3857048 dan ditembuskan ke Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melalui email:
[email protected] dan fax nomor 021-7806309, 021-7824469.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
173
Laporan Tahunan
2013
g. Beberapa permasalahan yang masih dihadapi dalam hal pengumpulan, dan pengolahan data statistik tanaman pangan, antara lain: 1) Terbatasnya jumlah, kualitas dan sarana prasarana penunjang penangggung jawab pengelola data tingkat kecamatan/Kepala Cabang Dinas/Mantri Tani/petugas pengumpul data di lapangan, sering terjadi mutasi, serta terdapat petugas baru yang belum pernah mengikuti pelatihan. 2) Beberapa daerah tidak memiliki kelembagaan di tingkat kecamatan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan data statistik tanaman pangan (KCD/Mantri Tani/petugas pengumpul data di lapangan) dan fungsi tersebut diperbantukan ke petugas lain (Kepala Balai Penyuluhan Pertanian/Penyuluh). 3) Beban tugas KCD/Mantri tani yang cukup berat, tidak hanya menangani pendataan tanaman pangan saja, tetapi juga mencakup pendataan komoditas lainnya selain komoditas tanaman pangan, dan yang lebih pokok lagi juga bertugas sebagai wakil Dinas Kabupaten dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan pembangunan pertanian di tingkat kecamatan. h. Langkah-langkah perbaikan ke depan yang perlu terus diupayakan dan diwujudkan: 1) Mulai tahun 2013 pengumpulan dan pengolahan data tanaman pangan menggunakan buku pedoman hasil revisi yang diterbitkan tahun 2012. 2) Pengukuran produksi padi mulai tahun 2013 menggunakan angka konversi GKP ke GKG hasil survey BPS tahun 2012. 3) Dalam rangka meningkatkan kualitas data luas panen, pada tahun 2013 direncanakan akan dilakukan ujicoba metode KSA yang dikembangkan BPPT di Jawa Barat dan secara bertahap diperluas ke Provinsi Sentra Padi lainnya pada tahun 2014 dan diharapkan tahun 2015 pada seluruh Provinsi se Indonesia.
174
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
4) Pengukuran produktivitas agar dilakukan secara bersama-sama antara petugas KSK dan Mantri Tani dan pemahanan/ interpretasi yang sama tentang hasil pengukuran. 5) Perlu peningkatan pembinaan dan pemahaman petugas lapangan tentang program dan kegiatan fasilitasi pembangunan pertanian yang dibiayai APBN dan APBD. 6) Pelaksanaan ubinan SL-PTT yang dibiayai APBN Ditjen Tanaman Pangan pada Satker Kabupaten/Kota agar dipantau dan dilaporkan hasilnya secara berjenjang dari kabupaten/kota ke provinsi, dari provinsi ke pusat, terutama untuk mengukur kinerja produktivitas dan produksi kegiatan SL-PTT. 7) Pemerintah Kabupaten/Kota diharapkan menugaskan petugas yang menangani data tanaman pangan di setiap kecamatan, dan mengupayakan pembentukan struktur organisasi yang khusus membidangi data statistik tanaman pangan. 8) Kegiatan Percepatan Data SP TP kerjasama BPS dan Kementan/ Pusdatin yang dilaksanakan sejak tahun 2012 dan berlanjut tahun 2013 agar ditingkatkan kualitasnya, dan hasilnya dievaluasi, dianalisis dan dimanfaatkan secara optimal di masing-masing tingkatan kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan pusat. 9) Penyediaan data yang berkualitas, akurat dan berkesinambungan harus menjadi komitmen dan tanggung jawab bersama Pusat dan Daerah (provinsi/kabupaten/kota). 10) Pelatihan atau penyegaran bagi KCD/Mantri Tani/petugas pengelola data tingkat kecamatan, pengelola data tingkat kabupaten dan petugas pengelola data tingkat provinsi, serta melengkapi sarana prasarana pendukung. 11) Peningkatan jumlah dan kualitas petugas lapangan (KCD/Manti Tani), serta agar diusulkan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk pengukuhan kelembagaan KCD/Mantri Tani/petugas yang bertanggung jawab dalam pengumpulan data statistik pertanian. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
175
Laporan Tahunan
2013
12) Petugas BPS dan Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten perlu meningkatkan pengawasan, monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan pengumpulan dan pengolahan data, agar kinerja pengumpulan dan pengolahan data menjadi lebih akurat. i. Dalam rangka penajaman analisis dan meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan tanaman pangan ke depan diperlukan ketersediaan data produktivitas komoditas utama tanaman pangan per kabupaten/kota dan tingkat kecamatan. j. Hasil pertemuan ini agar ditindaklanjuti di masing-masing provinsi, dibahas dengan kabupaten/kota, dan di tingkat kabupaten/kota dengan kecamatan untuk memperdalam analisis dan evaluasi, serta merencanakan langkah pencapaian sasaran program, serta rencana kerja dan koordinasi persiapan penyusunan angka produksi selanjutnya. 2. Rapat Koordinasi Penyusunan Angka Tetap (ATAP) Tahun 2012 dan Angka Ramalan I (ARAM-I) Tahun 2013 Produksi Tanaman Pangan. Rapat Koordinasi Nasional Penyusunan AngkaTetap(ATAP) Tahun 2012 dan Angka Ramalan I (ARAM I) Tahun 2013 Produksi Tanaman Pangan dilaksanakan pada tanggal 12 s.d 14Juni 2013 di Hotel Sahid Jaya, Solo, Jawa Tengah. Peserta rapat terdiri dari Sekretaris Dinas/Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Provinsi se-Indonesia, Kepala Bidang Produksi BPS Provinsi se-Indonesia, wakil dari Eselon II lingkup Ditjen Tanaman Pangan, wakil dari BPS-RI, serta dihadiri oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Deputi Bidang Statistik Produksi BPS-RI, Pejabat Eselon II dan Kepala Balai Besar lingkup Ditjen Tanaman Pangan, dan Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian, serta Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah. Rapat didahului sambutan selamat datang Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah, pengarahan
176
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Kepala BPS-RI yang diwakili oleh Deputi Bidang Statistik Produksi,pengarahan dan sekaligus pembukaan oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan, dilanjutkan pemaparan materi dari Direktur Statistik Produksi Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan BPS-RI, Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Direktorat lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan workshop pembahasan. Berdasarkan hasil pembahasan, diskusi dan pendalaman materi serta memperhatikan arahan Kepala BPS-RI dan Dirjen Tanaman Pangan dihasilkan pokok-pokok rumusan rapat koordinasi sebagai berikut: a. Produksi komoditas utama tanaman pangan tahun 2012 (Pra ATAP) padi mencapai 69,06 juta ton gabah kering giling (GKG); jagung 19,39 juta ton pipilan kering, kedelai 843 ribu ton biji kering, kacang tanah 713 ribu ton biji kering, kacang hijau 284 ribu ton biji kering, ubikayu 24,09 juta ton umbi basah, dan ubijalar 2,48 juta ton umbi basah. b. Prakiraan produksi tahun 2013 (Pra ARAM I) padi mencapai 68,10juta ton GKG. Dibandingkan dengan produksi tahun 2012 (Pra ATAP), produksi tahun 2013(Pra ARAM I) padi turun956,78 ribu ton GKG (1,39%), dan dibandingkan dengan target 2013, capaian Pra ARAM I 2013 padi baru mencapai 94,50%. Penghitungan angka produktivitas padi subround I 2013 (Januari-April) menggunakan angka konversi GKP ke GKG hasil survey BPS dan Kementan tahun 2012 yakni 83,12%, sementara tahun sebelumnya menggunakan angka konversi 86,02%, sehingga dengan perbedaan dasar perhitungan ATAP 2012, sasaran 2013, dan ARAM-I 2013 tidak relevan untuk dibandingkan. c. Prakiraan produksi tahun 2013 (Pra ARAM I) jagung 18,92 juta ton pipilan kering, kedelai 847 ribu ton biji kering, kacang tanah 786 ribu ton biji kering, kacang hijau 258 ribu ton biji kering, ubikayu 23,63 juta ton umbi basah, dan ubijalar 2,64 juta ton umbi basah. Dibandingkan dengan produksi tahun 2012 (Pra ATAP), produksi jagung turun 470,36 ribu ton (2,43%), kedelai naik 3,44 ribu ton Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
177
Laporan Tahunan
2013
(2,54%), kacang tanah naik 73,23 ribu ton (10,27%), kacang hijau turun26,11 ribu ton (9,19%), ubi kayu turun 458,71 ribu ton (1,90%), dan ubi jalar naik 155,77 ribu ton (6,27%). Sedangkan apabila dibandingkan dengan target 2013, capaian Pra ARAM-I 2013 jagung baru mencapai 95,39%, kedelai 56,44%, kacang tanah 65,51%, kacang hiaju 62,96%, ubi kayu 89,83%, dan ubi jalar 107,72%. d. Beberapa provinsi masih akan melakukan perbaikandata. Perbaikan data disampaikan ke BPS disertai penjelasan yang mendukung perubahan data tersebut paling lambat hari Senin tanggal 17 Juni 2013 pukul 16.00 WIB melalui e-mail:
[email protected] dan fax nomor 021-3857048 dan ditembuskan ke Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melalui email:
[email protected] dan fax nomor 021-7806309, 021-7824469. e. Produksi tanaman pangan tahun 2012 (Pra ATAP) dan tahun 2013 (Pra ARAM I) masih bersifat embargo sampai dengan ditetapkan dan dirilis secara resmi oleh BPS-RI yang dijadwalkan tanggal 1 Juli 2013 (rilis ATAP 2012 dan ARAM I 2013). f. Masih ada beberapa permasalahan yang perlu dibahas lebih lanjut di level pimpinan dalam upaya penyempurnaan metodologi mengikuti dinamika pembangunan pertanian. g. Langkah-langkah perbaikan ke depan yang perlu terus diupayakan dan diwujudkan: 1) Mensinkronkan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/ pengendalian proses pengumpulan, pengelolaan, dan pengiriman data SP tanaman pangan secara bersama antara Kementan dan BPS mulai dari pusat hingga daerah (provinsi, kabupaten, kecamatan). 2) Akan dilakukan pengumpulan data luas tanam, luas panen, produktivitas di tingkat kabupaten sampel sebagai uji petik dalam rangka mengidentifikasi masalah yang timbul dalam
178
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
rangka pengumpulan data yang akan dilakukan secara bersama antara, Kementan, BPS, dan Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten yang terpilih. 3) Pengukuran produktivitas agar dilakukan secara bersama-sama antara petugas Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) dan Mantri Tani di waktu yang sudah ditentukan,serta harus ada pemahanan/interpretasi yang sama tentang data statistik tanaman pangan. 4) Mengganti/menambah peralatan ubinan dan timbangan dengan jumlah dan kualitas yang memadai. 5) Melalui Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan Kepala BPS Kabupaten/Kota menginstruksikan kepada KCD/Mantri Tani dan KSK untuk mengintensifkan komunikasi dan koordinasi untuk memastikan hasil pendataan yang akurat. 6) Meningkatkan kelengkapan dan ketepatan waktu pelaporan data SP dan ubinan dari tingkat kecamatan, kabupaten, dan provinsi. 7) Petugas BPS dan Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota perlu meningkatkan pengawasan, monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan pengumpulan dan pengolahan data SP dan ubinan, agar kinerja pengumpulan dan pengolahan data menjadi lebih akurat dan menjadi tanggung jawab bersama Pusat dan Daerah (provinsi/kabupaten/kota). h. Dalam rangka penajaman analisis dan meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan tanaman pangan ke depan diperlukan ketersediaan data produktivitas komoditas utama tanaman pangan per kabupaten/kota dan tingkat kecamatan. i. Hasil pertemuan ini akan ditindaklanjuti dengan rapat koordinasi dengan Kepala Dinas Provinsi pada tanggal 18 Juni 2013 di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan di Jakarta untuk membahas indikasi penurunan/peningkatan luas panen, produktivitas, dan produksi tanaman pangan tahun 2013. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
179
Laporan Tahunan
2013
j. Dinas Pertanian Provinsi agar menindaklanjuti di masing-masing provinsi, dibahas denganDinas Pertanian dan BPS Kabupaten/Kota untuk memperdalam analisis dan evaluasi, serta merencanakan langkah pencapaian sasaran program, serta rencana kerja dan koordinasi persiapan penyusunan angka produksi selanjutnya. 3. Rapat Koordinasi Penyusunan Angka Ramalan (ARAM-II) Tahun 2013 Produksi Tanaman Pangan Rapat Koordinasi Nasional Penyusunan Angka Ramalan II(ARAM II) Tahun 2013 Produksi Tanaman Pangan dilaksanakan pada tanggal 9 s.d 11 Oktober2013 di Hotel Sahid Jaya, Makassar, Sulawesi Selatan. Peserta rapat terdiri dari Sekretaris Dinas/Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Provinsi se-Indonesia, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jambi, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kepala Dinas Pertanian Kalimantan Selatan, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Maluku,Kepala Bidang Produksi BPS Provinsi se-Indonesia, wakil dari Eselon II lingkup Ditjen Tanaman Pangan, wakil dari BPS-RI, serta dihadiri oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan,Deputi Statistik Produksi BPS-RI, Pejabat Eselon II lingkup Ditjen Tanaman Pangan, dan Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian, Direktur Statistik Produksi Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan BPS-RI. Rapat didahului sambutan selamat datang Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan, pengarahan dan sekaligus pembukaan oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan (diwakili oleh Sesditjen Tanaman Pangan), dilanjutkan pemaparan materi dari Dirjen Tanaman Pangan, Inspektorat Jenderal Kementan, Ditjen PSP, Direktur Budidaya Serealia, Direktur Budidaya Akabi, Asisten Deputi Industri Primer
180
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Kemeneg BUMN, Direktur Statistik Produksi Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan BPS-RI, Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Direktorat lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan workshop pembahasan. Berdasarkan hasil pembahasan, diskusi dan pendalaman materi serta memperhatikan arahanDirjen Tanaman Pangan dihasilkan pokokpokok rumusan rapat koordinasi sebagai berikut: a. Capaian kinerja pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran pembangunan tanaman pangan tahun 2013 sampai dengan posisi Oktober 2013 belum mencapai target sehingga perlu upaya-upaya percepatan pada sisa waktu 3 bulan terakhir. b. Program, kegiatan, dan alokasi anggaran (khususnya APBN) yang selama ini meningkat relatif tinggi belum diimbangi dengan capaian kinerja yang optimal sehingga perlu melakukan evaluasi dan analisa faktor-faktor penghambat dan pendorong keberhasilan serta melakukan perubahan/penyempurnaan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan program dan kegiatan serta alokasi anggaran. c. Dalam rangka memperbaiki kinerja pelaksanaan program dan kegiatan kedepan, terdapat beberapa hal yang perlu dikaji dan disempurnakan antara lain: (1) penempatan Satker pengelola kegiatan dan anggaran, (2) penyempurnaan pola dan komponen kegiatan SLPTT, (3) peningkatan pengawalan, (4) koordinasi dengan melibatkan aparat/TNI, (5) penyesuaian program pengembangan kedelai difokuskan pada 15 provinsi sentra (Aceh, Sumut, Jambi, Sumsel, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Kalsel, Sulut, Sulsel, Sultra, Sulbar), (6) jenis dan komponen kegiatan disesuaikan dengan kebutuhan daerah, tidak seperti saat ini disamaratakan. d. Kegiatan SL-PTT padi, jagung, kedelai merupakan salah satu indikator keberhasilan kinerja Kementan yang dipantau dan dievaluasi setiap triwulan oleh Unit Kerja Presiden Bidang
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
181
Laporan Tahunan
2013
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) sehingga harus mendapatkan perhatian untuk dilaksanakan dan dilaporkan sesuai jadwal yang telah ditetapkan. e. Setiap permasalahan dan usulan pemecahan masalah agar daerah menyampaikan secara tertulis ke Pusat (Direktur Jenderal Tanaman Pangan) termasuk usulan perubahan dalam mendukung pencapaian sasaran program, terkait hal-hal yang perlu segera diperbaiki, misalnyamasalah perubahan satker kabupaten/kota, penyempurnaan kegiatan SL-PTT dan lain-lain. f. Untuk menjamin ketersediaan benih di lapangan, pemerintah daerah agar segera membangun sistem perbenihan di wilayah masing-masing, salah satu diantaranya adalahmenyediakan cadangan benih daerah untuk mengantisipasi terjadinya puso akibat serangan OPT dan bencana alam. g. Dalam rangka meningkatkan kualitas data statistik tanaman pangan perlu dilakukan hal-hal berikut: (1) pengumpulan data CPCL SLPTT 2013 dan 2014 sesuai format BPS-RI harus selesai paling lambat tanggal 20 Oktober 2013, dan juga termasuk CPCL kegiatan SRI, SLAgribisnis, dan GP3K yang diperlukan dalam penyusunan frame sampel ubinan, (2) pelaksanaan kegiatan ubinan antara Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) dan KCD/Mantri Tani agar dilakukan secara bersama-sama dan dibuktikan dalam form yang ditandatangani oleh kedua petugas tersebut, (3) pelaksanaan ubinan bersama agar terus diperluas ke seluruh kecamatan, (4) penyediaan data produktivitas komoditas utama tanaman pangan per kabupaten/kota agar diujicobadan dikembangkan untuk tingkat kecamatan. h. Pada saat ini realisasi pelaksanaan ubinan secara bersama antara KSK dan KCD/Mantri Tani yang sudah diatas 50% dari jumlah kabupaten adalah Sumbar, Sumsel, DIY, NTB, Kalbar, Gorontalo, dan Sulteng. Untuk itu perlu terus ditingkatkan, dan bukti tertulis sampling ubinan bersama dapat disampaikan pada pertemuan
182
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
penyusunan angka prognosa 2014 dan ASEM 2013 bulan Februari 2014. i. Pelaksanaan program percepatan data tanaman pangan kerjasama Kementan cq: Pusdatin Kementan dan BPS-RI yang dilaksanakan di 17 provinsi sejak tahun 2012 dan 2013 telah menghasilkan penyampaian data SP lebih baik dibanding penyampaian data SP secara reguler baik dari segi ketepatan waktu laporan maupun jumlah data yang masuk. Namun demikian, masih terdapat beberapa kelemahan antara lain: (1) terdapat beberapa provinsi yang pengiriman laporannya tidak tepat waktu (2) terdapat beberapa provinsi yang datanya belum konsisten/masih berubah (3) pengiriman laporan dari KCD/Mantri Tani di beberapa daerah masih harus melalui Dinas Pertanian Kabupaten/Kota (belum langsung ke KSK) yang mengakibatkan penyampaian data terhambat. j. Prakiraan produksi tahun 2013 (Pra ARAM II) padi 70,70 juta ton gabah kering giling (GKG), jagung 18,69juta ton pipilan kering, kedelai 803.675 ton biji kering, kacang tanah 910.220ton biji kering, kacang hijau 209.903 ton biji kering, ubikayu 25,48juta ton umbi basah, dan ubijalar 2,32juta ton umbi basah. Dibandingkan dengan produksi tahun 2012 (ATAP), produksi padi naik 1,64 juta ton GKG (2,38%), jagung turun 697.364ton pipilan kering(3,60%), kedelai turun 39.478 ton biji kering (4,68%), kacang tanah naik 197.363ton biji kering(27,69%), kacang hijau turun 74.354ton biji kering(26,16%), ubi kayu naik1,31jutaton umbi basah (5,41%), ubi jalar turun 163.268ton umbi basah (6,57%). Apabila dibandingkan dengan target 2013, capaian Pra ARAM-I 2013 padi mencapai 98,11%, jagung94,24%, kedelai 53,58%, kacang tanah 75,85%, kacang hijau 51,20%, ubi kayu 96,90%, dan ubi jalar 94,70%. k. Beberapa faktor pendukung peningkatan produksi tanaman pangan Pra ARAM-IItahun 2013 terhadap ATAP 2012: 1) Peningkatanproduksi padi disebabkan meningkatnya luas panen akibat pergeseran/carry over dari tahun 2012, cetak sawah, dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
183
Laporan Tahunan
2013
kondisi iklim kemarau basah yang kondusif untuk menanam padi sepanjang tahun. 2) Peningkatan produksi kacang tanah disebabkan kenaikan produktivitas akibat perluasan penggunaan varietas unggul dukungan APBD dan kemitraan dengan swasta. l. Beberapa faktor penyebab penurunan produksi tanaman pangan Pra ARAM-II tahun 2013 terhadap ATAP 2012: 1) Penurunan produksi jagung disebabkan penurunan luas tanam dan luas panen karena mundurnya waktu tanam akibat kemarau basah sehingga lahan yang biasanya ditanami jagung masih ditanami padi, dan penurunan produktivitas karena sebagian petani menggunakan benih turunan hibrida yang sebelumnya menerima bantuan benih gratis, namun mulai tahun 2013 menjadi benih bersubsidi. 2) Penurunan produksi kedelai disebabkan penurunan luas tanam dan luas panen karena mundurnya waktu tanam akibat kemarau basah sehingga lahan yang biasanya ditanami kedelai masih ditanami padi. m. Beberapa provinsi masih akan melakukan perbaikan data, untuk padi: Jambi, NTT, dan Gorontalo, untuk kedelai: Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, Banten, NTB, Sulsel, Papua. Perbaikan data disampaikan ke BPS disertai penjelasan yang mendukung perubahan data tersebut paling lambat hari Rabu tanggal 16 Oktober 2013 pukul 12.00 WIB melalui e-mail:
[email protected] dan fax nomor 021-3857048 dan ditembuskan ke Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melalui email:
[email protected] dan fax nomor 021-7806309, 021-7824469. n. Produksi tanaman pangan tahun 2013 (Pra ARAM II) masih bersifat embargo sampai dengan ditetapkan dan dirilis secara resmi oleh BPS-RI yang dijadwalkan tanggal 1 November 2013 (rilis ARAM II 2013).
184
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
4. Rapat Koordinasi (Rakor) Evaluasi Program Pembangunan Tanaman Pangan Tahun 2013
Laporan Tahunan
dan
Kegiatan
Rapat koordinasi (Rakor) evaluasi program dan kegiatan pembangunan tanaman pangan tahun 2013, diselenggarakan di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau di Hotel Harmoni One padatanggal 4-6 Desember 2013. Rakor dihadiri peserta sebanyak 110 orang terdiri dariSekretaris Dinas Pertanian, seluruh Indonesia, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten terpilih, Dinas Kelautan Perikanan Pertanian dan Kehutanan Kota Batam dan wakil dari seluruh eselon II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Narasumber utama dari Inspektur II Inspektorat Jenderal Kementan didampingi Tim Koordinator Pelaporan dan SATLAK PI lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Setelah memperhatikan arahan Dirjen Tanaman Pangan, pemaparan materi dari narasumber, workshop, dan diskusi diperoleh rumusan/kesepakatan sebagai berikut: a. Perlu diperhatikan dan dipahami oleh seluruh unit kerja lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan terhadap capaian program dan kegiatan pembangunan tanaman pangan tahun 2013 khususnya terhadap capaian target yang telah ditetapkan, hasil evaluasi dan pengawalan pelaksanaan program dan kegiatan Ditjen TP tahun 2013 yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementan dan capaian realisasi serapan anggaran pembangunan tanaman pangan tahun 2013. b. Mengharapkan daerah dapat menyelesaikan pelaksanaan kegiatan utama pembangunan tanaman pangan meliputi SL-PTT(padi, jagung dan kedelai), SL-PHT, SL-Iklim, pengembangan kedelai model, pengembangan ubi kayu, ubi jalar, perbanyakan benih sumber, pemberdayaan penangkar, bantuan pascapanen serta mendukung pencapaian target pelaksanaan kegiatan yang dievaluasi oleh UKP4 agar dapat mencapai 100% khususnya untuk kegiatan SLPTT padi, jagung dan kedelai. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
185
Laporan Tahunan
2013
c. Berdasarkan ARAM II 2013 (BPS) realisasi produksi komoditas utama tanaman pangan (padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar) terhadap sasaran 2013 tidak tercapai. Hal tersebut harus menjadi perhatian dan meningkatkan upaya-upaya yang lebih konkrit di lapangan. Capaian peoduksi padi baru mencapai 98,34% dari sasaran produksi 72,06 juta ton GKG, jagung 93,34% dari target 19,83 juta ton pipilan kering, dan kedelai 53,84% dari sasaran produksi 1,50 juta ton biji kering, kacang tanah 75,60% dari target 1,20 juta ton, kacang hijau 51,20% dari sasaran produksi 410 ribu ton, ubi kayu 96,94% dari sasaran produksi 26,30 juta ton dan ubi jalar 96,58% dari target produksi 2,45 juta ton. d. Hasill evaluasi terhadap realisasi anggaran pembangunan tanaman pangan tahun 2013 per 3 Desember 2013 sebesar 67,90% dari pagu anggaran Rp.2,88 trilun dengan rincian realisasi perjenis kewenangan adalah satker pusat 17,7%, dari total anggaran Rp.547,15 miliar, satker UPT Pusat 84,20% dari total anggaran Rp.20,50 miliar, satker Provinsi 67,20% dari total anggaran Rp.378,42 miliar,dan satker Tugas Pembantuan 82,00% dari total anggaran Rp.1,94 Triliun. Kegiatan yang realisasinya rendah adalah SL-PTT, subsidi benih, pengembangan kedelai model dan optimalisasi Balai Benih. Penyebab rendahnya realisasi antara lain karena keterlambatan penyaluran subsidi benih, dan administrasi pada proses pengadaan barang dan jasa. e. Realisasi pelaksanaan SL-PTT padi yang dilaporkan pada workshop/Rakor Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Tanaman Pangan Tahun 2013 (Nopember 2013) adalah mencapai 2.398.285 ha,(54,69%) dari sasaran seluas 4.385.625 ha. Dengan rincian, padi hibrida mencapai 1.935.971 ha(12,76%) dari target 3.591.900 ha. Padi Lahan Kering mencapai 297.285 ha (59,01%) dari target 503.750 ha,. Realisasi pelaksanaan SL-PTT jagung hibrida mencapai 140.055 ha (59,25%) dari sasaran seluas 236.380 ha, sedangkan SLPTT Kedelai mencapai 166.607 ha (40,46%) dari target 411.740 ha.
186
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
f. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi, jagung dan kedelai antara lain karena terlambatnya penyaluran benih subsidi, varietas tidak sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan petani dan sebagian mutu benih tidak sesuai spesifikasi. Perlu adanya SOP penggantian benih agar tidak ada multi tafsir di lapangan termasuk waktu penggantian tidak terlalu lama. Benih yang tidak tumbuh di lapangan selama bisa diklaim ke PT SHS (Persero) atau PT Pertani (Persero) tetapi perhitungannya belum sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan petani. Untuk itu kedepan agar mendapat perhatian. g. Realisasi bantuan sarana pasca panen tahun 2013, mecapai 481 kelompok (70,53%) dari target 682 kelompok. Yang terdiri dari bantuan alat pascapanen padi 328 kelompok (68,05%) dari target 482 kelompok, jagung 62 kelompok (67,39%) dari target 92 kelompok, kedelai 50 kelompok (89,29%) dari target 56 kelompok, ubi kayu 24 kelompok (88,89%) dari target 27 kelompok dan ubi jalar 17 kelompok (68%) dari target 25 kelompok. h. Realisasi kegiatan di bidang Pascapanen hampir semua terlaksana 100%, diharapkan Dinas Pertanian Provinsi dapat memonitor kabupaten khususnya terhadap Berita Acara Pemeriksaan Barang, SP2D termin terakhir dan manfaat dari alat yang diberikan pada kelompok tani. Selain itu pemberian bantuan harus berdasarkan kebutuhan kelompok tani dan memperhatikan spesifik lokasi. i. Pelaksanaan SL-PTT Kawasan Pertumbuhan Lahan Kering yang tertunda pelaksanaanya karena masalah cuaca dan benih diharapkan masih dapat dilaksanakan dengan menggunakan benih sendiri. j. Rekomendasi untuk menggunakan benih swadaya, di SL-PTT mendatang agar lebih terinci, begitu pula apabila petani menggunakan benih bermutu tetapi tidak berseftifikat, penggunaan varietas padi lahan kering harus ada rekomendasi dari BPTP serta petani dapat menggunakan benih swadaya harus Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
187
Laporan Tahunan
2013
tercantum didalam pedoman/surat rekomendasi secara jelas. Hal ini sangat berguna karena kelompok tani tidak harus menunggu benih subsidi. Selain itu pemberdayaan penangkar benih harus ditingkatkan dan sebaiknya diatur dengan PSO sehingga memberikan kegiatan yang saling menguntungkan. k. Kegiatan Ubinan tahun 2013 seharusnya dilakukan setelah SL-PTT panen, tetapi karena waktu tanam mundur sehingga di daerah banyak yang masih tanam sampai akhir tahun (Desember), untuk itu diharapkan pada tahun 2014 ubinan bisa dilakukan untuk tahun sebelumnya dengan mencantumkan dua tahun, misalnya ubinan untuk 2013 dan 2014. l. Terkait dana bansos kegiatan model kedelai yang telah masuk ke rekening kelompok dan digunakan untuk pembelian benih tetapi dana masih tersisa atau tidak habis, perlu ketegasan tentang ketentuan bahwa sisa dana pembelian benih hanya bisa digunakan untuk pengembangan. m. Sebagian peserta mengusulkan agar bantuan alat pascapanen berupa peralatan di tahun 2014 jangan diberikan kepada kelompok, karena hanya akan digunakan oleh kelompok tani penerima saja, sebaiknya bantuan pascapanen diberikan melalui pembentukan kelompok UPJA dengan melakukan pemilihan CPCL UPJA di tahun sebelumnya (T-1). n. Laporan fisik dan keuangan dari kabupatnen sering dijumpai realisasi keuangannya lebih tinggi dari pada realisasi fisik dikarenakan realisasi berdasarkan dana/uang yang telah ditrasfer ke rekening kelompok tani tetapi kegiatan masih proses, untuk itu kedepan perlu mendapat perhatian. o. Pedoman Subsidi Benih pada tahun 2014 harus lebih terinci dan jelas, peserta mengusulkan agar proses administrasi pembayaran dan penagihan benih subsidi lebih sederhana, pada tahun 2013 tidak boleh ada coretan khususnya pada DUPBB sehingga
188
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
menyulitkan petugas di lapangan, selain itu apakah bisa dibenarkan apabila kabupaten membuat surat pernyataan mundur waktunya karena pergeseran tanam atau karena harus melakukan DUPBB ulang. Pelaksana PSO subsidi benih 2014 agar tidak dilakukan oleh pihak ketiga yang mengalami masalah di tahun 2013. p. Daerah mengusulkan agar pusat dapat mengalokasikan dana untuk pembinaan lanjutan tahun sebelumnya mengingat hampir 50% kegiatan melompat tahun panen (tanam meluncur T+1).Selain itu bila terjadi perubahan kebijakan seperti penghematan agar segera diinformasikan sehingga daerah (provinsi dan kabupaten) dapat mengantisipasi lebih awal terhadap kegiatan yang perlu diprioritaskan. q. Data realisasi baik fisik maupun keuangan yang diserahkan pada saat workshop belum lengkap dan baru sampai bulan Oktober atau November 2013. Untuk itu daerah harus melengkapi karena pada Rakor belum bisa menggambarkan data sesungguhnya karena kegiatan masih berjalan. Terkait kegiatan SL-PTT yang kemungkinan tidak terealisasi 100% agar dibuatkan suratfollow up dan dilakukan pengawalan. r. Kepatuhan terhadap penyampaian laporan keuangan satker perlu ditingkatkan mengingat hasil evaluasi atas laporan keuangan yang masuk sampai periode Oktober 2013 belum lengkap masih terdapat 87 satker yang tidak mengirimkan ADK laporan keuangan secara rutin tiap bulan. Sedangkan pengiriman laporan Simonev yang mencerminkan laporan fisik kegiatan di lapangan (telah diintegrasikan dengan PMK 249/2011) baru mencapai 53,71% atau 181 satker dari 337 satker yang ada.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
189
Laporan Tahunan
2013
G. Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih Sesuai tugas pokok dan fungsinya, Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMBTPH) telah melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain: 1. Kegiatan pengembangan metode pengujian mutu benih dan penerapan sistem mutu laboratorium pengujian benihtelah terealisasi 10 metode yang aplikatif dalam pengujian mutu benih di laboratorium daerah/BPSBTPH atau 100% target. 2. Pelayanan pegujian mutu benih yang terdiri dari kegiatan pemeliharaan ruang lingkup, uji profisiensi, uji petik benih beredar dan uji servise terealisasi 1.446 sampel atau 144,60% dari target 1.000 sampel. 3. Kerjasama penerapan sistem mutu terhadap 8 laboratorium penguji benih di Indonesia. 4. Sebagai laboratorium penyelenggara uji profisiensi (LPUP) Balai Besar PPMBTPH melaksanakan kegiatan uji profisensi untuk laboratorium penguji benih di Indonesia dengan jumlah peserta sebanyak 30 laboratorium. 5. Realisasi kegiatan uji petik mutu benih yang beredar tahun 2013, dilaksanakan di 16 provinsi dengan pengambilan sebanyak 134 contoh benih atau mencapai 148,89% dari target 90 contoh benih. Sebagian besar contoh benih telah dilakukan pengujian pengujian di laboratorium, yang meliputi pengujian: kadar air, daya berkecambah, analisis kemurnian dan kesehatan benih (cendawan, bakteri, virus dan nematoda). Untuk mendukung tugas dan fungsi Balai Besar PPMBTPH, maka dilaksanakan pertemuan Sinkronisasi Pemantapan Sistem Manajemen Laboratoriumpada tanggal 14-17 Mei 2013 dilaksanakan kegiatan Sinkronisasi Pemantapan Sistem Manajemen Laboratorium” di Pekanbaru Riau yang bertujuan untuk: meningkatkan pengetahuan dan
190
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
wawasan dalam bidang sistem manajemen mutu laboratorium, untukmewujudkan standardisasi laboratorium pengujian benih; dan menyamakan persepsi dalam pemahaman persyaratan sistem manajemen mutu laboratorium berdasarkan SNI ISO/IEC 17025:2008. Peserta sinkronisasi sebanyak 66 peserta yang terdiri dari Manajer Puncak/Manajer Mutu dan Manajer Teknis dari 31 UPTD BPSBTPH, Produsen Benih, Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan dan Balai Besar PPMB-TPH. Narasumber yang dihadirkan berasal dari: Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan (Dr. Bambang Budhianto); Pakar Benih (Ir. Baran Wirawan, M.Sc); Lead Assesor KAN (Dr. Udin S. Nugraha); Komite Akreditasi Nasional (Dr. Iskandar); PT. East West Seed Indonesia (Junaidi) dan Balai Besar PPMB-TPH (Ir. Tri Susetyo, M.M), dengan hasil sebagai berikut: a. Kebijakan Penerapan Standar di Bidang Perbenihan TPH 1) Indonesiamerupakan negara yang sangat rawan pangan oleh karena itu Ketahanan Pangan merupakan faktor yang sangat fundamental, namun ketahanan pangan di Indonesia tidak akan baik jika sistem perbenihan di Indonesia tidak maju oleh karena itu perlu ditingkatkan sistem perbenihan di Indonesia. 2) Ada tiga pilar utama sistem perbenihan di Indonesia yaitu: Industri varietas yang kuat (industri varietas harus progresif), Sistem jaminan mutu yang handal (sistem sertifikasi genetic purity dan sistem pengujian seed quality), industri benih dan sistem rantai pasok benih (suplay chain) yang solid. 3) Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebijakan tentang standar mutu benih yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Nomor 01/Kpts/Kh.310/C/1/2009 tentang persyaratan dan tatacara sertifikasi benih bina tanaman pangan, terutama pada masa berlaku label perlu penyesuaian. 4) Kebijakan mengenai sertifikasi yang dilaksanakan di Indonesia berbeda dengan negara lain. Sertifikasi di negara lain dilakukan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
191
Laporan Tahunan
2013
terhadap kebenaran varietas, sedangkan di Indonesia, sertifikasi dilakukan terhadap kemurnian benih di lapangan dan mutu benih hasil pengujian (kadar air, kemurnian dan daya berkecambah) di laboratorium. 5) Dalam era globalisasi, Akreditasi laboratorium merupakan suatu keharusan sehingga dapat bersaing dalam perdagangan baik nasional maupun internasional. 6) Metode pengujian di Laboratorium selalu berkembang, ini dibuktikan dengan adanya Amandemen ISTA Rules. Dalam Peraturan Menteri Pertanian nomor: 39/Permentan/ OT.140/8/2006 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina sudah ditetapkan bahwa pengujian laboratorium mengacu kepada ISTA Rules. Jika ada metode yang belum tercantum dalam ISTA Rules perlu disahkan oleh Direrktur Jendral/Menteri Pertanian, namun sampai sekarang belum ada dasar hukum dan SOP, untuk itu diperlukan konsultasi dengan Biro Hukum. 7) Perlu kerjasama antara BPSB (PBT) denganPHP dalam rangka pengawasan dan pengendalian OPT di arealpenangkaran benih. 8) Standar mutu benih Kedelai (Kadar Air) sulit untuk tercapai terutama pada musim hujan karena perlu waktu lama untuk prosessing benih dan mutu benihnya kurang bagus. Perlu dikaji teknologi penanganan benih kedelai terutama yang dipanen pada musim penghujan. b. Penerapan SNI ISO/IEC 17025: 2008 1) 18 laboratorium pengujian benih (BPSBTPH dan BBPMB-TPH) telah terakreditasi berdasarkan SNI ISO/IEC 17025:2008; 2) Lima laboratorium dalam proses akreditasi; 3) Sembilan laboratorium dalam tahap persiapan akreditasi; 4) Untuk laboratorium yang sudah terakreditasi harus mempertahankan dan memelihara status akreditasi sehingga diperlukan adanya komitmen yang kuat dari seluruh personil; 192
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
5) Bagi laboratorium yang masih dalam proses dan persiapan akreditasi, diperlukan adanya pemahaman dan pemenuhan persyaratan baik pendanaan, kompetensi personil maupun sarana dan prasarana; 6) Perlu koordinasi antar pusat dan daerah melalui Balai Besar PPMBTPH dalam rangka pengadaan peralatan disertai denganprogram pelatihan penggunaan alat tersebut.Program disusun untukjangka pendek, menengah dan jangka panjang. c. Permasalahan dan Tindak Lanjut 1) Untuk penyamaan persepsi dalam penerapan SNI ISO/IEC 17025: 2008 diperlukan pelatihan tentang: - Audit internal; - Kalibrasi dan perawatan peralatan; - Pengambilan contoh benih.
2) Dalam rangka peningkatan kompetensi analis dibidang pengujian mutu benih diperlukan pelatihan yang difokuskan berdasarkan parameter pengujian. 3) Dalam rangka peningkatan penerapan SNI ISO/IEC 17025:2008 Sinkronisasi diperlukan secara berkala dengan melibatkan Laboratorium pengujian benih (BPSB), Balai Besar PPMBTPH, KAN serta nara sumber terkait. Realisasi fisik yang telah dicapai adalah 100%. H. Pengembangan Peramalan Serangan OPT Dalam rangka memberikan dukungan pengamanan produksi pangan dengan meningkatkan pemanfaatan teknologi pengamatan, peramalan, dan pengendalian OPT, Balai Besar Peramalan OPT (Balai Besar POPT) telah melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain: 1. Data dan Informasi Ramalan Serangan OPT Pangan Realisasi jumlah data dan informasi ramalan serangan OPT pangan sebanyak 72 data (102,86% dari target 70 data) dengan rincian: OPT Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
193
Laporan Tahunan
2013
padi 42 data (100% dari target), OPT jagung 15 data (107,14% dari target 14 data), OPT kedelai 12 data (100% dari target), dan OPT aneka umbi 3 data (150,00% dari target 2 data). Pelaksanaan kegiatan ini menjangkau 114 kabupaten/kota yang tersebar di 25 provinsi. 2. Teknologi Pengamatan, Peramalan dan Pengendalian OPT (P3OPT) Kegiatan pengembangan teknologi P3OPT terealisasi 12 model (100% dari target), yang terdiri dari delapan model pengembangan teknologi P3OPT tingkat lapang dan empat model tingkat semi laboratorium. Dalam pelaksanaan pengembangan teknologi P3OPT, Balai Besar POPT bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 3. Perbanyakan dan Pemanfaatan Produk Agens Pengendali Hayati Realisasi perbanyakan dan pemanfaatan produk agens pengendali hayati padat sebanyak 3003 kg (100,13% dari target 3.000 kg) dan telah didistribusikan ke 30 provinsi. Sedangkan perbanyakan dan pemanfaatan produk agens pengendali hayati cair terealisasi 3.300 test tube (110,00% dari target 3.000 test tube) didistribusikan ke laboratorium PHP, kelompok tani dan pengguna lain pada 30 provinsi. 4. Penerapan Teknologi Pengamatan, Peramalan dan Pengendalian OPT Penerapan teknologi pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT dilaksanakan dengan melakukan pengembangan, penyebarluasan dan bimbingan teknis secara intensif di 26 provinsi (104,00% dari target 25 provinsi). 5. Peningkatan Kemampuan SDM Dalam Bidang P3OPT Peningkatan kemampuan SDM dalam bidang P3OPT berupa bimbingan teknis P3OPT bagi petugas daerah (23 provinsi) dan pusat (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan) sebanyak 60 orang (100% dari target).
194
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
V
Laporan Tahunan
PERMASALAHAN DAN UPAYA TINDAK LANJUT
A. Permasalahan Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian produksi dan pelaksanaan program/kegiatan utama tanaman pangan, meliputi aspek administrasi, teknis, SDM, kelembagaan, dan pembiayaan antara lain: 1. Aspek Administrasi a. Sesuai PMK Nomor 81 Tahun 2012, bansos pascapanen harus transfer barang dengan proses lelang sehingga sebagian besar Dinas Pertanian Kabupaten/Kota terkendala dalam proses antrian di Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa (ULP) Pemda Kabupaten. b. Satker Kabupaten melakukan revisi POK untuk biaya pengadaan barang yang memerlukan waktu untuk persetujuan pejabat/ instansi yang berwenang. c. Adanya pelelangan ulang dan ataupun gagal dalam melaksanakan pelelangan. d. Untuk model/percontohan pascapanen, MAK untuk bangunan dan pengadaan sarana berada dalam satu akun sehingga memerlukan waktu konsultasi dalam proses pengadaan. 2. Aspek Teknis a. Kesulitan menemukan produsen sarana yang memiliki test report di daerah yang sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Teknis sehingga Dinas harus mencari alat di luar wilayah. b. Tim teknis memerlukan waktu melakukan survey ke produsen yang memiliki test report. c. Pengadaan sarana pascapanen oleh kabupaten/kota tidak sesuai dengan yang tercantum dalam buku Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2013.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
195
Laporan Tahunan
2013
3. Aspek SDM, Kelembagaan, dan Pembiayaan a. Masih terbatasnya kuantitas maupun kualitas SDM pertanian yang menangani pascapanen di daerah. b. Sering terjadi mutasi/alih tugas pegawai yang menangani program pascapanen di daerah yang berpengaruh pada kinerja satker. c. Pada kegiatan pengadaan sarana pascapanen tahun 2013 tidak dianggarkan kegiatan pengadaan sehingga Dinas harus berkoordinasi dengan pihak ULP Pemda setempat. d. Dinas Provinsi dan Kabupaten kurang aktif memantau pelaksanaan kegiatan pengadaan sarana di ULP kabupaten/kota. e. Kurangnya koordinasi antara pemegang anggaran (satker) dengan pelaksana kegiatan karena dana kegiatan berada pada satker bidang tanaman pangan, sedangkan pelaksanaan kegiatan pascapanen ditangani pada bidang Binus/P2HP. f. Masih minimnya dukungan APBD, baik dari Pemerintah Daerah Provinsi maupun Kabupaten terhadap upaya penanganan pascapanen tanaman pangan, sehingga masih tergantung dari dukungan dan bantuan dari Pemerintah Pusat. g. Lemahnya manajemen administrasi poktan/gapoktan, sehingga pengelolaan sarana tersebut melalui sistem penyewaan sarana pascapanen belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. h. Ketersediaan tenaga teknisi dan operator yang cukup profesional dalam mengoperasikan sarana pascapanen belum mencukupi. i. Minimnya pengetahuan petugas bengkel dalam memperbaiki sarana pascapanen yang rusak. B. Upaya Tindak Lanjut Upaya tindak lanjut dalam mengatasi hambatan dan kendala pelaksanaan program pembangunan tanaman pangan tahun 2013, antara lain: 1. Perbaikan dan Peningkatan Kualitas Perencanaan dan Persiapan Pelaksanaan Program, Kegiatan dan Anggaran 196
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
a. Pemantapan perencanaan kegiatan dan anggaran; b. Percepatan penetapan pengelola anggaran dan kegiatan (KPA, bendahara, pejabat penguji SPM, PPK, Tim Teknis, Tim Pengadaan, Tim Pemeriksa Barang); c. Percepatan distribusi dan sosialisasi Pedoman, Juklak dan Juknis pelaksanaan kegiatan; d. Supervisi dan pengawalan penyusunan POK/ROK Satker Daerah; e. Percepatan penetapan CPCL penerima bantuan. 2. Percepatan dan Peningkatan Kualitas Pelaksanaan Kegiatan a. Percepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan sehingga berdampak penuh pada tahun yang bersangkutan; b. Penyebarluasan/replikasi teknologi budidaya yang diterapkan pada kegiatan SL-PTT ke petani lain melalui kegiatan pembinaan yang berkelanjutan; c. Pembinaan lanjutan pada kegiatan carry over tahun sebelumnya, dan kelompoktani eks pelaksana SL-PTT agar terus melaksanakan dan mengembangkan teknologi anjuran pasca kegiatan. 3. Penguatan SDM, Kelembagaan dan Pembiayaan a. Peningkatan kualitas kelembagaan penyuluhan, kelompok tani/gabungan kelompok tani, lembaga keuangan mikro, fasilitasi kemitraan kelompok tani dengan pengusaha dan lembaga permodalan; b. Jaminan harga pasar; c. Memperkuat hubungan kelembagaan antara Dinas Pertanian, BPTP, dan Bappeluh sebagai simpul koordinasi program dalam mengatasi berbagai permasalahan di tingkat lapang.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
197
Laporan Tahunan
2013
4. Peningkatan Koordinasi, Sinergitas, Integrasi dan Komitmen a. Peningkatan sinergi pelaksanaan program dan kegiatan antar unit kerja Eselon-1 lingkup Kementerian Pertanian, antar sektor, sub sektor, swasta/masyarakat; b. Peningkatan sinergi pembiayaan (APBN, APBD, DAK, subsidi, swasta, kredit, swadaya masyarakat); c. Peningkatan keterpaduan pembinaan dan pengawalan antar fungsi terkait (Dinas Teknis, Penelitian dan Pengembangan, Penyuluhan). 5. Peningkatan Pemantauan, Pengendalian dan Pelaporan a. Menyusun dan menetapkan rencana supervisi, monitoring dan pengendalian secara terpadu dan menetapkan Tim Pelaksananya; b. Menyusun matriks kerja monitoring dan pengendalian serta menetapkan rencana pengendalian di setiap tingkatan; c. Memantau pelaksanaan fisik/kegiatan/anggaran secara berkala setiap bulan secara tepat dan akurat; d. Memberikan terguran kepada Satker yang kinerjanya lambat; e. Meningkatkan/memperkuat Internal (SPI);
penerapan
Sistem
Pengendalian
f. Penyelesaian temuan hasil pemeriksaan secara tuntas dan cepat.
198
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
VI
Laporan Tahunan
PENUTUP
1. Capaian produksi tanaman pangan tahun 2013 (ASEM BPS) komoditas padi mengalami peningkatan dibandingkan produksi ATAP 2012, mencapai 71,29 juta ton GKG (naik 3,24%). Sementara komoditas lainnya mengalami penurunan produksi dibandingkan ATAP 2012 yaitu jagung sebesar 4,54%; kedelai 7,47%; kacang tanah 1,52%; kacang hijau sebesar 27,88%; ubi kayu 1,46%; dan ubi jalar 3,97%. Jika dibandingkan dengan angka sasaran produksi tahun 2013, semua komoditas masih berada di bawah target. 2. Secara keseluruhan pelaksanaan kegiatan utama Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan tahun 2013 sudah cukup baik, kecuali kegiatan Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) kedelai tidak dilaksanakan karena gagal lelang dan penyaluran subsidi benih 34,33%. Pelaksanaan kegiatan SL-PTT padi, jagung dan kedelai yang berkisar 81,61%-85,02%; pengembangan tanaman aneka kacang dan umbi 94,12%-100%;; perbanyakan benih sumber kelas BS-BD dan BD-BP mencapai 87,73%; pemberdayaan penangkar 89,96%; SL-PHT 96,84%; SLIklim 97,92%; bantuan sarana pascapanen terealisasi 95,75%; LM3 99,64%; kegiatan pengembangan metode pengujian mutu benih berkisar 100%-148,89%; dan pengembangan peramalan serangan OPT 100%110%. 3. Realisasi anggaran APBN Sektoral yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan secara keseluruhan mencapai 80,95% dari pagu Rp.2,887 triliun, dengan realisasi berdasarkan kelompok Satker berkisar antara 83,30%-98,44%. Sedangkan realisasi anggaran subsidi mencapai 27,42% dari pagu Rp.1,454 triliun.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
199
Laporan Tahunan
200
2013
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
LAMPIRAN
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
201
Laporan Tahunan
202
2013
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Lampiran 1 REALISASI PELAKSANAAN SL-PTT PADI TAHUN 2013 No.
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Jumlah
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana (Ha) 235.000 223.000 138.000 76.125 86.975 247.550 7.000 71.000 183.000 407.550 181.800 366.400 88.000 417.600 34.000 215.000 125.875 156.000 65.150 171.625 48.350 70.500 33.900 117.000 410.800 71.000 82.700 14.125 13.300 21.600 5.700 4.385.625
Realisasi (Ha) (%) 227.362 96,75 155.193 69,59 79.550 57,64 23.820 31,29 36.503 41,97 172.030 69,49 3.272 46,74 55.658 78,39 175.825 96,08 396.639 97,32 159.523 87,75 360.445 98,37 55.175 62,70 401.650 96,18 34.000 100,00 213.077 99,11 108.231 85,98 152.900 98,01 63.125 96,89 134.202 78,19 15.427 31,91 61.925 87,84 30.354 89,54 83.763 71,59 342.025 83,26 59.225 83,42 73.754 89,18 13.820 97,84 13.202 99,26 21.350 98,84 5.700 100,00 3.728.724 85,02 203
Laporan Tahunan
2013
Lampiran 2 REALISASI PELAKSANAAN SL-PTT JAGUNG TAHUN 2013
No.
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Jumlah
204
Rencana (Ha) 10.000 4.000 7.000 1.000 5.180 7.000 3.000 6.000 5.050 3.425 27.925 6.000 25.000 14.000 12.000 4.000 500 3.800 1.000 21.000 4.000 23.000 21.000 4.000 6.000 4.500 4.300 1.000 700 235.380
Realisasi (Ha) (%) 7.694 76,94 6.400 91,43 1.000 100,00 3.563 68,78 4.850 69,29 2.700 90,00 4.050 67,50 5.050 100,00 1.425 41,61 25.598 91,67 4.000 66,67 24.700 98,80 13.365 95,46 11.394 94,95 3.000 75,00 500 100,00 3.748 98,63 850 85,00 16.847 80,22 3.950 98,75 18.325 79,67 18.575 88,45 4.000 100,00 4.000 66,67 3.125 69,44 1.900 44,19 700 70,00 679 97,00 195.988 83,26 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Lampiran 3 REALISASI PELAKSANAAN SL-PTT KEDELAI TAHUN 2013
No.
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Papua Papua Barat Jumlah
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana (Ha) 29.000 4.050 1.500 3.500 5.240 5.000 4.500 4.000 26.000 5.000 47.500 18.000 132.300 3.500 59.500 4.000 3.500 2.000 1.500 650 3.000 2.500 3.000 26.000 9.500 2.500 1.500 2.000 1.500 411.740
Realisasi (Ha) (%) 24.920 85,93 2.728 67,36 690 46,00 1.493 42,67 3.221 61,48 2.698 53,95 4.290 95,33 3.860 96,50 21.709 83,50 500 10,00 37.769 79,51 13.320 74,00 105.661 79,87 3.500 100,00 59.003 99,16 3.378 84,46 3.500 100,00 1.400 70,00 1.205 80,32 621 95,53 2.960 98,67 2.500 100,00 2.980 99,33 20.950 80,58 4.366 45,96 2.305 92,19 1.000 66,67 2.000 100,00 1.500 100,00 336.028 81,61 205
Laporan Tahunan
2013
Lampiran 4 REALISASI PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KEDELAI MODEL TAHUN 2013
No.
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8
Aceh Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan Jumlah
206
Rencana (Ha) 15.000 15.000 10.000 10.000 5.000 25.000 15.000 15.000 110.000
Realisasi (Ha) (%) 13.529 90,19 11.895 79,30 9.815 98,15 9.810 98,10 5.000 100,00 24.125 96,50 15.000 100,00 14.362 95,75 103.536 94,12
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Lampiran 5 REALISASI PELAKSANAAN PENGEMBANGAN UBI KAYU TAHUN 2013
No.
Provinsi
1 2 3 7 8 9 11 12 13 15 16 17 18 21 24 25 26 27
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Bengkulu Lampung Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Jumlah
Rencana (Ha) 25 150 50 50 200 130 300 150 125 50 300 50 50 50 150 50 50 150 2.080
Realisasi (Ha) (%) 25 100,00 150 100,00 50 100,00 50 100,00 213 106,50 130 100,00 286 95,33 150 100,00 125 100,00 50 100,00 240 80,00 50 100,00 50 100,00 50 100,00 150 100,00 50 100,00 50 100,00 150 100,00 2.019 97,07
Keterangan: - Di Kabupaten Lampung Tengah terdapat penambahan areal seluas 13 ha; - Di Kabupaten Klaten (Jawa Tengah) seluas 14 ha dan Kabupaten Sumba Timur (NTT) 10 ha tidak dilaksanakan, anggarannya telah dikembalikan ke kas Negara; - Di Kabupaten Timor Tengah Utara (NTT) tidak dilaksanakan karena tidak ada bibit. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
207
Laporan Tahunan
2013
Lampiran 6 REALISASI PELAKSANAAN PENGEMBANGAN UBI JALAR TAHUN 2013
No.
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jawa Barat Banten Jawa Tengah Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Papua Papua Barat Jumlah
Rencana (Ha) 200 150 100 100 50 50 50 200 250 1.150
Realisasi (Ha) (%) 200 100,00 150 100,00 100 100,00 100 100,00 50 100,00 50 100,00 25 50,00 200 100,00 250 100,00 1.125 97,83
Keterangan: - Di Kabupaten Timor Tengah Utara (NTT) tidak dilaksanakan karena terjadi konflik sosial yang bertepatan dengan waktu tanam sehingga RUK tidak diajukan ke Bank
208
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Lampiran 7 REALISASI PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PANGAN ALTERNATIF TAHUN 2013
No.
Provinsi
1 Bengkulu 2 Jawa Barat
Rencana (Ha) 5 15
3 Banten
15
4 Jawa Tengah 5 Sulawesi Utara
15 5
6 Sulawesi Selatan
15
7 Sulawesi Tenggara 8 Papua 9 Papua Barat Jumlah
5 15 20 110
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Realisasi Komoditas (Ha) (%) 5 100,00 Talas Satoimo 15 100,00 Talas, Garut Talas, Garut, 15 100,00 Gembili 15 100,00 Garut, Gembili 5 100,00 Talas Talas Satoimo, 15 100,00 Talas 5 100,00 Talas 15 100,00 Talas 20 100,00 Talas 110 100,00
209
Laporan Tahunan
2013
Lampiran 8 REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI TAHUN 2013
No
Provinsi
Rencana Tanam BS-BD BD-BP BS-BD (Ha)
(Ha)
(Ha)
Realisasi Tanam
Realisasi Produksi
%
BD-BP
%
BD
BP
BS-BD
(Ha)
BD-BP
(Kg)
(Kg)
10 100,00
1.440
15.120
6 100,00
3.750
10.000
93,75
6.270
24.360
1.120
-
1
Aceh
1
10
2
Sumatera Utara
8
6
1 100,00
3
Sumatera Barat
4
16
4 100,00
4
Riau
2
3
2 100,00
3 100,00
5
Jambi
1
4
1 100,00
3
75,00
6
Sumatera Selatan
2
30
2 100,00
9
30,00
-
11.200
7
Bengkulu
3
4
3 100,00
2
50,00
6.000
6.200
8
Lampung
8
11
8 100,00
11 100,00
2.250
8.000
9
Jawa Barat
5
15
5 100,00
15 100,00
7.000
28.080
2
2 100,00
4
50,00
15
10 Banten
2
11 Jawa Tengah
9
12 DI Yogyakarta
3
4
3 100,00
13 Bali
1
8
14 Nusa Tenggara Barat
5
15
15 Nusa Tenggara Timur
3
4
16 Kalimantan Barat
4
10
4 100,00
17 Kalimantan Tengah
4
10
4 100,00
5
18 Kalimantan Selatan
3
10
3 100,00
8
19 Kalimantan Timur
2
2
2 100,00
20 Sulawesi Utara
4
4
21 Gorontalo
2
4
22 Sulawesi Tengah
2
23 Sulawesi Selatan
4.250
-
-
26.620
-
4 100,00
7.150
10.640
1 100,00
8 100,00
2.400
15.050
2
7
3.410
13.370
5 125,00
-
2.200
10 100,00
-
4.190
50,00
3.270
2.910
80,00
4.690
6.600
2 100,00
-
-
4 100,00
4 100,00
2.130
2.960
2 100,00
3
75,00
4.020
9.000
6
2 100,00
6 100,00
4.330
11.870
2
4
2 100,00
4 100,00
7.250
-
24 Sulawesi Barat
2
1
2 100,00
1 100,00
-
2.600
25 Sulawesi Tenggara
1
6
1 100,00
6 100,00
2.100
6.250
26 Maluku
7
7
7 100,00
-
5.000
27 Maluku Utara
2
2
2 100,00
2 100,00
1.000
1.000
28 Papua
2
4
3 150,00
4 100,00
2.900
4.260
29 Papua Barat Jumlah 210
1 95
-
7
202
-
77,78
2 100,00
750
-
45,00 -
-
-
1 100,00 77
81,32
-
162
48,33
80,32
1.970 101.820
205.110
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Lampiran 9 REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER JAGUNG TAHUN 2013
No
Provinsi
Rencana Tanam BS-BD BD-BP BS-BD (Ha)
(Ha)
(Ha)
Realisasi Tanam
Realisasi Produksi
%
BD-BP
%
BD
BP
BS-BD
(Ha)
BD-BP
(Kg)
(Kg)
1
Sumatera Utara
2
15
2 100,00
15 100,00
2.000
12.050
2
Sumatera Barat
1
1
1 100,00
1 100,00
1.630
1.800
3
Riau
1
2
1 100,00
2 100,00
1.100
600
4
Jambi
1
1.200
-
5
Bangka Belitung
6
Bengkulu
7
Lampung
8
Jawa Barat
9
Jawa Tengah
-
-
1 100,00 1
1
-
-
1
-
20
-
1 100,00
3 1
-
1 100,00 -
1 100,00
-
-
-
-
25
2.000
-
3 100,00
-
-
21 105,00
1.150
21.230
-
-
-
-
10 DI Yogyakarta
1
2
1 100,00
2 100,00
900
1.800
11 Jawa Timur
2
6
2 100,00
6 100,00
6.000
12.385
12 Bali
2
4
1
3
75,00
1.025
610
13 Nusa Tenggara Barat
1
5
1 100,00
5 100,00
2.410
4.860
14 Nusa Tenggara Timur
2
4
1
4 100,00
-
1.200
15 Kalimantan Barat
1
1
1 100,00
1.000
-
16 Kalimantan Tengah
1
2
1 100,00
2 100,00
400
1.400
17 Kalimantan Selatan
1
3
1 100,00
3 100,00
1.024
3.227
18 Kalimantan Timur
1
1
1 100,00
-
1.050
19 Sulawesi Utara
3
3
3 100,00
3 100,00
-
-
20 Gorontalo
1
2
1 100,00
1
21 Sulawesi Tengah
1
1
22 Sulawesi Selatan
1
4
23 Sulawesi Tenggara
1
1
24 Maluku
2
2
25 Maluku Utara
2
2
2 100,00
26 Papua
2
4
2 100,00
27 Papua Barat
1
Jumlah
33
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
-
-
50,00 50,00
-
-
-
-
50,00
1.200
600
1 100,00
-
1 100,00
4 100,00
900
3.900
1 100,00
1 100,00
340
320
-
-
2 100,00
2.600
2.700
4 100,00
2.245
5.400
-
1.100
-
94,44
30.224
75.157
-
-
1 100,00 90
-
27
83,08
-
-
85
-
211
Laporan Tahunan
2013
Lampiran 10 REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER KEDELAI TAHUN 2013 Rencana Tanam No
Provinsi
Realisasi Tanam
BS-BD BD-BP BS-BD (Ha)
(Ha)
(Ha)
%
BD-BP
%
BD
BP
BS-BD
(Ha)
BD-BP
(Kg)
(Kg)
-
-
1
Aceh
1
8
2
Sumatera Utara
3
5
3
Sumatera Barat
1
2
4
Riau
1
2
-
-
5
Jambi
2
5
-
-
6
Bengkulu
3
2
7
Lampung
2
8
Jawa Barat
9
1 100,00 -
Realisasi Produksi
-
5 100,00
260
-
-
1.600
50,00
1.258
2.390
-
-
-
5 100,00
-
-
3 100,00
2 100,00
1.170
400
2
2 100,00
2 100,00
-
780
1
24
1 100,00
24 100,00
940
13.085
Banten
2
2
2 100,00
2 100,00
800
800
10 Jawa Tengah
4
8
4 100,00
5
62,50
765
1.060
11 DI Yogyakarta
1
3
1 100,00
3 100,00
1.800
-
12 Jawa Timur
8
16
8 100,00
16 100,00
3.095
5.505
13 Bali
2
7
2 100,00
7 100,00
1.700
-
14 Nusa Tenggara Barat
5
10
4
6
300
-
15 Nusa Tenggara Timur
1
2
16 Kalimantan Barat
2
1
17 Kalimantan Tengah
1
18 Kalimantan Selatan
5
15
19 Kalimantan Timur
1
1
1 100,00
20 Sulawesi Utara
2
2
2 100,00
21 Gorontalo
2
3
22 Sulawesi Tengah
2
2
2 100,00
2 100,00
23 Sulawesi Selatan
4
12
4 100,00
24 Sulawesi Tenggara
2
2
2 100,00
25 Maluku
1
1
26 Maluku Utara
2
2
2 100,00
27 Papua
2
4
2 100,00
28 Papua Barat
1
Jumlah 212
64
1 100,00
-
-
143
1 -
80,00 -
60,00
-
-
-
-
2 100,00
-
-
920
-
1 100,00
-
-
-
-
20,00
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
12 100,00
400
242
2 100,00
620
-
-
-
2 100,00
1.800
2.000
4 100,00
-
-
-
-
-
73,43
15.828
27.862
1
-
20,00
-
-
-
1 100,00 49
76,38
3 -
2 100,00 -
-
-
-
105
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Lampiran 11 REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER KACANG TANAH TAHUN 2013
Provinsi
No
BS-BD BD-BP BS-BD (Ha)
(Ha)
(Ha)
Realisasi Produksi
Realisasi Tanam
Rencana Tanam
%
BD-BP
%
BD
BP
BS-BD
(Ha)
BD-BP
(Kg)
(Kg)
-
-
-
640
1 Sumatera Barat
1
4
1 100,00
1 100,00
2 Lampung
1
1
1 100,00
1
3 Jawa Barat
1
3
1 100,00
3 100,00
965
2.820
4 Banten
1
1
1 100,00
1 100,00
800
-
5 Jawa Tengah
2
12
6 DI Yogyakarta
1
1
1 100,00
7 Jawa Timur
2
4
1
8 Bali
2
9 Kalimantan Barat
-
-
1.460
1 100,00
-
700
50,00
4 100,00
-
700
4
2 100,00
4 100,00
801
815
1
1
1 100,00
10 Kalimantan Tengah
1
1
11 Gorontalo
1
1
1 100,00
12 Sulawesi Tengah
1
1
1 100,00
13 Sulawesi Selatan
1
Jumlah
16
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
-
-
1 100,00
34
10
-
-
12
75,00
-
-
-
300
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
76,47
2.866
7.135
1 100,00 26
213
Laporan Tahunan
2013
Lampiran 12 REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER KACANG HIJAU TAHUN 2013 Rencana Tanam No
Provinsi
Realisasi Tanam
BS-BD BD-BP BS-BD (Ha)
(Ha)
(Ha)
Realisasi Produksi
%
BD-BP
%
BD
BP
BS-BD
(Ha)
BD-BP
(Kg)
(Kg)
1 Jawa Barat
1
4
1 100,00
4 100,00
850
3.380
2 Banten
1
1
1 100,00
1
-
300
300
3 Jawa Timur
2
2
2 100,00
2
-
250
710
4 Nusa Tenggara Barat 5 Kalimantan Tengah
1
4
1 100,00
4
-
-
-
-
-
6 Sulawesi Selatan Jumlah
214
0,25
-
0,25 100,00
-
-
1
-
1 100,00
-
-
6
11
6 100,00
11 100,00
Tidak lulus 1.400
4.390
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Lampiran 13 REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER UBI KAYU TAHUN 2013 Rencana Tanam No
Provinsi
BS-BD BD-BP BS-BD (Ha)
1 Lampung
(Ha)
-
2 Jawa Barat 3 Jawa Tengah
Realisasi Tanam
2 1
-
%
BD-BP
%
BD
BP
(Ha)
BS-BD
(Ha)
BD-BP
(Stek)
(Stek)
-
-
-
1 100,00 1
Realisasi Produksi
-
2 100,00 -
-
-
-
-
10.000
-
-
-
-
-
-
10.000
-
4 Jawa Timur
2
2
2 100,00
2 100,00
Jumlah
3
5
3 100,00
4
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
80,00
215
Laporan Tahunan
2013
Lampiran 14 REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER UBI JALAR TAHUN 2013
Rencana Tanam No
Provinsi
BS-BD BD-BP BS-BD (Ha)
1 Jawa Barat
1
2 Jawa Timur 3 Kalimantan Barat
2
Jumlah
216
Realisasi Tanam
1 4
(Ha) 2 2
Realisasi Produksi
%
BD-BP
%
BD
BP
(Ha)
BS-BD
(Ha)
BD-BP
(Stek)
(Stek)
1
100
-
-
15.000
-
2
100
2 100,00 120.000
-
1
100
4 100,00
-
-
-
2 100,00 135.000
-
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Lampiran 15 REALISASI PERBANYAKAN BENIH SUMBER SORGUM TAHUN 2013
Rencana Tanam No
Provinsi
Realisasi Tanam
BS-BD BD-BP BS-BD
Realisasi Produksi
%
BD-BP
%
BD
BP
(Ha)
BD-BP
(Kg)
(Kg)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
BS-BD
1 Nusa Tenggara Timur
1
1
1
100
-
-
100
-
Jumlah
1
1
1 100,00
-
-
100
-
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
217
Laporan Tahunan
2013
Lampiran 16 REALISASI PEMBERDAYAAN PENANGKAR BENIH PADI DAN KEDELAI TAHUN 2013
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
218
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Jawa Barat Jawa Tengah DI. Yogyakarta Jawa Timur Banten Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Gorontalo Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Sulawesi Barat Jumlah
Rencana (Ha) 500 500 400 300 300 400 350 400 750 750 200 750 250 350 350 300 300 550 300 400 300 200 300 400 350 250 250 250 200 200 11.100
Padi Realisasi (Ha) 450 500 400 200 300 400 338 400 700 450 200 690 200 350 258 300 300 550 300 400 300 200 300 400 350 250 150 250 200 200 10.286
(%) 90,00 100,00 100,00 66,67 100,00 100,00 96,57 100,00 93,33 60,00 100,00 92,00 80,00 100,00 73,71 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 60,00 100,00 100,00 100,00 92,67
Rencana (Ha) 250 250 50 275 75 25 125 300 425 75 425 75 25 125 25 375 50 200 25 150 50 25 100 3.500
Kedelai Realisasi (Ha) 200 200 25 167 10 25 100 275 300 75 355 75 25 41 25 350 50 200 25 150 50 25 100 2.848
(%) 80,00 80,00 50,00 60,73 13,33 100,00 80,00 91,67 70,59 100,00 83,53 100,00 100,00 32,80 100,00 93,33 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 81,37
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Lampiran 17 REALISASI PENJUALAN BENIH BERSUBSIDI PADI INBRIDA TAHUN 2013
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Jumlah
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Alokasi (Ton) 6.025 5.875 3.700 2.550 2.550 7.250 175 1.925 5.350 11.675 4.920 10.325 2.300 11.565 925 5.650 3.425 4.150 1.850 4.820 1.525 1.713 848 3.175 9.975 1.900 2.325 445 333 590 168 120.000
Penjualan Volume (Ton) 1.863 1.839 646 149 549 1.052 13 625 2.252 7.034 3.023 6.598 713 6.061 358 3.271 821 268 651 1.438 117 214 458 437 3.452 355 819 237 84 192 58 45.646
% 30,92 31,30 17,46 5,86 21,54 14,51 7,67 32,46 42,10 60,25 61,43 63,90 30,98 52,41 38,74 57,90 23,98 6,46 35,21 29,82 7,67 12,48 54,06 13,75 34,61 18,67 35,24 53,15 25,19 32,46 34,33 38,04 219
Laporan Tahunan
2013
Lampiran 18 REALISASI PENJUALAN BENIH BERSUBSIDI PADI HIBRIDA TAHUN 2013
No.
Provinsi
Alokasi (Ton)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
220
Aceh Sumatera Utara Sumatera Selatan Lampung Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Jumlah
180 135 60 135 345 120 60 3.435 105 60 30 105 2.730 7.500
Penjualan Volume (Ton) 79 42 23 121 141 52 25 472 99 15 15 20 717 1.821
% 43,96 31,07 37,50 89,95 40,89 43,05 42,39 13,75 94,26 25,00 50,00 19,14 26,25 24,28
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Lampiran 19 REALISASI PENJUALAN BENIH BERSUBSIDI JAGUNG KOMPOSIT TAHUN 2013
No.
Provinsi
Alokasi (Ton)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Sumatera Selatan Bengkulu Banten Jawa Tengah Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Jumlah
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
100 25 75 85 275 75 590 188 163 113 50 25 88 83 13 33 23 2.000
Penjualan Volume (Ton) 25 6 40 103 10 54 30 35 44 22 368
% 25,00 7,40 47,29 37,42 12,67 9,11 15,81 21,54 39,24 68,89 18,40
221
Laporan Tahunan
2013
Lampiran 20 REALISASI PENJUALAN BENIH BERSUBSIDI JAGUNG HIBRIDA TAHUN 2013
No.
Provinsi
Alokasi (Ton)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
222
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Jumlah
300 315 218 53 105 165 15 105 480 345 45 617 180 840 795 150 143 45 90 36 390 225 585 803 150 168 60 80 7.500
Penjualan Volume (Ton) 9 6 5 6 11 4 7 19 33 1 116 33 8 1 40 82 106 39 44 15 585
% 3,00 2,69 9,43 5,71 6,82 3,86 1,44 5,46 5,34 0,65 13,85 4,09 22,92 0,32 17,78 14,04 13,19 26,00 26,04 25,00 7,80
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Lampiran 21 REALISASI PENJUALAN BENIH BERSUBSIDI KEDELAI TAHUN 2013
No.
Provinsi
Alokasi (Ton)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Papua Papua Barat Jumlah
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
960 320 60 160 280 280 200 160 620 200 1.480 1.120 4.700 160 2.220 160 140 80 60 40 120 100 120 600 380 100 60 80 40 15.000
Penjualan Volume (Ton) 154 19 3 20 42 40 37 103 224 1 252 169 637 9 575 40 13 4 13 20 61 10 37 79 2.560
% 16,04 5,95 4,38 12,35 14,89 14,29 18,40 64,25 36,10 0,40 17,05 15,07 13,56 5,75 25,91 25,00 16,00 7,33 10,63 16,67 10,09 2,52 36,52 98,75 17,07 223
Laporan Tahunan
2013
Lampiran 22 REALISASI BANTUAN SARANA PASCAPANEN PADI TAHUN 2013 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
224
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Jumlah
Rencana (Kelompok) 21 27 13 7 11 13 2 6 24 50 14 53 12 70 5 23 9 10 4 24 2 5 3 15 36 9 9 2 2 1 482
Realisasi (Kelompok) 19 26 11 7 11 10 2 6 24 50 14 53 12 64 5 23 9 10 4 16 2 5 3 15 36 9 9 2 2 1 460
(%) 90,48 96,30 84,62 100,00 100,00 76,92 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 91,43 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 66,67 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 95,44
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Lampiran 23 REALISASI BANTUAN SARANA PASCAPANEN JAGUNG TAHUN 2013
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Jambi Sumatera Selatan Lampung Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Jumlah
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Realisasi Rencana (Kelompok) (Kelompok) 5 5 3 3 5 5 2 2 2 2 3 3 8 8 2 2 8 8 1 1 6 5 6 6 2 2 1 1 2 8 8 6 4 7 7 12 12 2 2 1 1 92 87
(%) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 83,33 100,00 100,00 100,00 100,00 66,67 100,00 100,00 100,00 100,00 94,57
225
Laporan Tahunan
2013
Lampiran 24 REALISASI BANTUAN SARANA PASCAPANEN KEDELAI TAHUN 2013
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
226
Provinsi Aceh Sumatera Utara Jambi Sumatera Selatan Lampung Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Jumlah
Realisasi Rencana (Kelompok) (Kelompok) 4 4 2 2 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 10 10 2 2 15 14 1 1 6 6 1 1 1 1 1 1 1 3 3 56 54
(%) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 93,33 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 96,43
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Lampiran 25 REALISASI BANTUAN SARANA PASCAPANEN UBI KAYU TAHUN 2013
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Provinsi Sumatera Utara Sumatera Selatan Lampung Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Jumlah
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Realisasi Rencana (Kelompok) (Kelompok) 1 1 2 2 1 1 3 3 2 2 3 3 1 1 3 3 2 2 4 4 1 1 2 2 2 2 27 27
(%) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
227
Laporan Tahunan
2013
Lampiran 26 REALISASI BANTUAN SARANA PASCAPANEN UBI JALAR TAHUN 2013
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
228
Provinsi Sumatera Utara Jambi Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Sulawesi Selatan Maluku Utara Papua Papua Barat Jumlah
Realisasi Rencana (Kelompok) (Kelompok) 3 3 2 2 4 4 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 1 1 2 2 3 3 25 25
(%) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2013
Laporan Tahunan
Lampiran 27 REALISASI PELAKSANAAN SL-PHT DAN SL-IKLIM TAHUN 2013
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Jumlah
Rencana (Unit) 135 120 105 45 2 45 117 25 40 80 5 200 85 175 50 216 60 75 65 81 41 88 58 75 75 130 65 65 67 35 20 35 20 2.500
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
SL-PHT SL-Iklim Realisasi Rencana Realisasi (Unit) (%) (Unit) (Unit) (%) 135 100,00 8 8 100,00 120 100,00 8 8 100,00 105 100,00 8 8 100,00 26 57,78 6 6 100,00 2 100,00 43 95,56 6 6 100,00 104 88,89 7 7 100,00 25 100,00 40 100,00 5 5 100,00 80 100,00 7 7 100,00 200 100,00 13 13 100,00 85 100,00 9 9 100,00 175 100,00 15 15 100,00 50 100,00 6 6 100,00 213 98,61 9 9 100,00 60 100,00 3 3 100,00 75 100,00 8 8 100,00 65 100,00 6 6 100,00 81 100,00 6 6 100,00 41 100,00 6 6 100,00 88 100,00 9 9 100,00 58 100,00 4 4 100,00 75 100,00 4 4 100,00 75 100,00 6 2 33,33 130 100,00 5 5 100,00 65 100,00 13 13 100,00 43 66,15 2 2 100,00 64 95,52 5 5 100,00 35 100,00 2 2 100,00 20 100,00 2 2 100,00 28 80,00 2 2 100,00 15 75,00 2 2 100,00 2.421 96,84 192 188 97,92
229