2013
LAPORAN STUDY EHRA ENVIROMENTAL HEALTH RISK ASSISMENT
KOTA GORONTALO
KOTA GORONTALO
BULAN MEI 06-May-2013
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdullillah Kami panjatkan kehadirat Yang Maha Besar Illahi Robbi karena hanya atas Izin dan Kuasanya, Kami dapat menyusun Laporan Studi Enviromental Helath Risk Assisment (EHRA) Kota Gorontalo Tahun 2013. Studi Enviromental Helath Risk Assisment (EHRA) atau studi penilaian Risiko Kesehatan kerena lingkungan merupakan salah satu dari beberapa studi primer yang harus dilakukan oleh Kelompok Kerja (POKJA) Sanitasi Kabupaten/Kota untuk menyusun Buku Putih Sanitasi (BPS) dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota berdasarkan pendekatan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi permukiman (PPSP). Secara Substansi, hasil Studi EHRA memberi data ilmiah dan factual tentang ketersediaan layanan sanitasi di tingkat rumah tangga dalam skala Kabupaten/Kota. Komponen sanitasi yang menjadi objek studi meliputi limbah cair domestic, limbah padat/persampahan dan drainase lingkungan serta Perilkau Higiene dan Sanitasi termasuk Praktek Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Muatan pertanyaan dalam kuisioner dan lembar pengamatan atau observasi telah diarahkan sesuai dengan 5 (lima) Pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), sehingga mempermudah dalam pelaksanaan survey, entri data maupun hasil analisa data hasil studi. Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan penyusunan hasil studi EHRA dikelola langsung oleh Tim EHRA Kota Gorontalo, berdasarkan pada Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Gorontalo Nomor: 021/Kes/SK/V/2013 tentang Pembentukan Tim Teknis Pelaksana Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013. Selanjutnya data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kota Gorontalo dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program sanitasi Kota Gorontalo. Untuk pengumpulan data, EHRA berkolaborasi dengan unsur SKPD, Pemerintah Kecamatan dan Kelurahan, Sanitarian dan Puskesmas. Responden sebagai sumber data primer adalah ibu-ibu rumah tangga berusia antara 18-60 tahun. Segmentasi responden dilakukan demikian mengingat pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner banyak mengandung persoalan normatif dalam masyarakat yang muatan privasinya dinilai sangat sensitif, seperti tempat dan perilaku BAB. Selain itu diyakini bahwa perempuan atau ibu dipilih sebagai responden dalam EHRA karena mereka adalah kelompok warga yang paling memahami kondisi lingkungan sosial di kawasan domisilinya. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya Laporan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013, kami mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, semoga Laporan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 dapat bermanfaat, memberikan muatan-muatan, langkah perubahan dan umpan balik terhadap Program Sanitasi Lingkungan Kota Gorontalo di masa depan. TIM Penyusun Laporan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR FOTO I.
PENDAHULUAN
II.
METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA 2013 2.1. Penentuan Target Area Survey 2.2. Penentuan Jumlah/Besar Responden 2.3. Penentuan Kelurahan Area Survei 2.4. Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei
III.
HASIL STUDI EHRA 2013 KOTA GORONTALO 3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga 3.2. Pembuangan Air Limbah Domestik 3.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir 3.4. Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga 3.5 Perilaku 3.6 Kejadian Penyakit Diare
IV. PENUTUP LAMPIRAN
RINGKASAN EKSEKUTIF Kualitas lingkungan hidup di Kota Gorontalo dipengaruhi oleh beberapa factor seperti perilaku hidup masyarakat yang belum sadar akan pentingan sanitasi, beban lingkungan yang makin besar akibat mobilisasi dan pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya, arus urbanisasi yang cukup tinggi, serta kurang tersedianya sarana dan prasarana sanitasi. Masih kita jumpai di Kota Gorontalo banyak drainase yang tidak berfungsi sesuai peruntukan, banyak genangan-genangan air, Masih adanya sebagian kecil masyarakat yang tinggal di tepian badan air seperti danau dan sungai menggunakan air sungai dan danau untuk keperluan MCK. Sehingga kekurangankekurangan ini masih harus kita upayakan untuk dilakukan perubahan. Menurunnya kualitas air permukaan dikarenakan masuknya air limbah, sampah domestik dan tinja ke badan air. Hal ini disebabkan karena limbah cair domestik masih dikelola secara individual. Sistem komunal mandi, cuci dan kakus (MCK) telah dilaksanakan di beberapa tempat melalui program SANIMAS dan kegiatan Satker Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi Gorontalo, tetapi belum menjangkau seluruh pemukiman padat sehingga perlu juga kita lakukan pengadaannya di lokasi-lokasi lain. Limbah cair yang berasal dari Rumah Sakit, Klinik-Klinik Kesehatan, industri, rumah makan, dan hotel, masih banyak yang tidak memiliki fasilitas IPAL. Hal ini menyebabkan Biologycal Oxygent Demand (BOD) dan Chemical Oxygent Demand (COD) meningkat sedangkan Dissolved Oxygent (DO) menurun; sehingga air permukaan di beberapa tempat sudah berbau busuk dan berwarna kehitam-hitaman, kandungan mikroorganisme pada badan air tersebut meningkat serta terjadinya pendangkalan sungai. Pertambahan jumlah penduduk oleh arus migrasi dan penyebaran penduduk ke wilayah yang lebih luas, menyebabkan jumlah timbulan sampah meningkat setiap tahunnya. Kesulitan mendapatkan area tempat pengelolaan/penampungan sampah sementara (TPS) mempengaruhi ketersediaan jumlah TPS, keterbatasan armada pengangungkut sampah, sehingga sering kita lihat beberapa TPS yang overload, di samping karena perilaku masyarakat itu sendiri yang suka membuang sampah seenaknya. Isu lain adalah ketersediaan lahan yang laik untuk tempat pengelolaan sampah akhir (TPA) dan pengelolaan TPA yang masih open dumping dan controlled landfill merupakan tantangan ke depan yang perlu dicari pemecahannya. Rintisan upaya 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sudah mulai dilakukan. Upaya pengelolaan sanitasi udara dilakukan lewat uji emisi kendaraan bermotor, penghijauan di ruas jalan kota dan penataan ruang terbuka hijau di pusat Kota. Tujuan PHBS adalah meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat agar hidup bersih dan sehat serta masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha berperan serta aktif mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pada dasarnya PHBS berada di lima tatanan yakni: (1) tatanan rumah tangga, (2) tatanan sekolah, (3) tatanan tempat kerja, (4) tatanan tempat umum,dan (5) tatanan fasilitas kesehatan. Sesuai lingkup studi EHRA, fokus pembahasan PHBS dalam Buku Putih Sanitasi Kota Gorontalo adalah tatanan rumah tangga dan tatanan sekolah. Kedua tatanan ini dipandang sebagai pilar utama yang memiliki kontribusi besar terhadap tatanan PHBS secara keseluruhan. Bila dalam tatanan rumah tangga baik maka PHBS dalam semua tatanan akan baik pula,
baik dalam lingkungan sekitar maupun terhadap lingkungan yang lebih luas. Dan untuk menjamin kontinuitas dan peningkatan kualitas PHBS jangka panjang diperlukan dukungan dan atau pembinaan/pengenalan pada lingkungan sekolah. Sebagai sarana pembelajaran, sekolah memiliki peranan strategis untuk memperkenalkan PHBS kepada anak didik tentang bagaimana menciptakan suasana kehidupan bermasyarakat yangbersih dan sehat, yaitu yang dimulai dari individu, rumah tangga, kelompok, dan lingkungan.
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Katagori Klaster Berdasarkan Kriteria Indikasi Lingkungan Berisiko
Tabel 2.
Hasil Klastering Kelurahan di Kota Gorontalo
Tabel 3.
Kecamatan Dan Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2013 Kota Gorontalo
Tabel 4.
Jumlah desa yang diindentifikasi sering terjadi banjir
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.
Distribusi Kelurahan per Klaster untuk Penetapan Lokasi Studi EHRA
BAB I : PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment Stud atau Studi EHRA) adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten/Kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Data yang dihasilkan
dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat
Kabupaten/Kota sampai ke Kelurahan. Data yang dikumpulkan dari Studi EHRA akan digunakan Pokja Kabupaten/Kota sebagai salah satu bahan untuk penyusunan Buku Putih Sanitasi, penetapan area berisiko dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK). Studi EHRA dipandang perlu dilakukan karena: 1.
Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat
2.
Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda
3.
Isu sanitasi dan hygiene masih dipandang kurang penting sebagaimana terlihat dalam prioritas usulan melalui Musrembang
4.
Terbatasnya kesempatan untuk dialog antara masyarakat dan pihak pengambil keputusan
5.
EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar
6.
EHRA
menggabungkan
informasi
yang
di tingkat Kelurahan/Desa selama
ini
menjadi
indikator
sektor-sektor
pemerintahansecara eksklusif 7.
EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat Kelurahan/Desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders Kelurahan/Desa
B.
Fokus dan Perilaku Studi EHRA Fokus Studi EHRA yaitu pada Fasilitas Sanitasi dan perilaku masyarakat seperti : 1.
Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup : 1). Sumber air minum 2). Layanan Pembuangan Sampah 3). Jamban Keluarga 4). Saluran Pembuangan Air Limbah Rumah Tangga
2.
Perilaku yang terkait dengan hygiene dan sanitasi mengacu kepada Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yaitu :
1). Buang Air Besar 2). Cuci Tangan Pakai Sabun 3). Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga 4). Pengelolaan Sampah dengan 3 R 5). Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga ( Drainase Lingkungan). C.
Tujuan dan Manfaat Studi EHRA Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah: 1.
Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan
2. Memberikan muatan-muatan dan informasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi 3.
Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal
4.
Menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kota Gorontalo. Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola
langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kota Gorontalo dengan penanggung jawab adalah SKPD Dinas Kesehatan Kota Gorontalo. Selanjutnya, data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kota Gorontalo dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi Kota Gorontalo.
BAB II : METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA 2013 2.1. Metodologi Studi EHRA Kota Gorontalo EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih oleh Dinas Kesehatan Kota Gorontalo yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan dilapangan yaitu petugas Sanitarian Puskesmas. Sementara Kepala Puskesmas sebagai Koordinator Wilayah, dan bertugas menjadi Supervisor selama pelaksanaan survey yaitu Petugas penyehatalan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Gorontalo. Sebelum turun ke lapangan, para sanitarian sebagai enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 2 (dua) hari berturut-turut. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen. Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per kelurahan adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu Rumah Tangga atau anak yang sudah menikah, dan berumur antara 20 s/d 45 tahun ke atas. Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 30-45 menit. Panduan diuji kembali dalam hari kedua pelatihan enumerator dengan try out ke lapangan. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh sanitarian sebagai enumerator sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar. Pekerjaan entri data dikoordinir oleh Tim dari Dinas Kesehatan Kota Gorontalo. Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA yang difasilitasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dan Tim Fasilitator yang telah terlatih dengan mengundang Narasumber pusat dari Kementerian Kesehatan. Selama pelatihan itu, tim data entri dikenalkan pada struktur kuesioner dan perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni program EPI Info dan SPSS. Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvei. Tim spot check secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga
dilakukan di tahap data entri. Hasil entri dire-check kembali oleh tim Supervisior dari Dinas Kesehatan Kota Gorontalo. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali. Kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan tidak hanya bisa dilaksanakan oleh Pokja Kota Gorontalo semata. Agar efektif, Pokja Sanitasi Kota Gorontalo diharapkan bisa mengorganisir pelaksanaan secara menyeluruh. Adapun susunan Tim EHRA sebagai berikut: 1. Penanggungjawab : Pokja Kota Gorontalo 2. Koordinator Survey : Pokja - Dinas Kesehatan Kota Gorontalo 3. Anggota : BAPPEDA, Bappermas, KLH, DKP, Infokom, dll 4. Koordinator wilayah/kecamatan : Kepala Puskesmas 5. Supervisor : Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Gorontalo 6. Tim Entry data : Bag. Pengolahan Data, Bappeda, BPS dan Dinas Kesehatan 7. Tim Analisis data : Pokja Kota Gorontalo 8. Enumerator : Sanitarian Puskesmas 2.2.
Penentuan Target Area Survei Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kota Gorontalo mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut: 1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap Kota Gorontalo telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan. 2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representative menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut: (Σ Pra-KS + Σ KS-1) Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100% Σ KK 3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat
4.
Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut. Berdasarkan kriteria di atas. Klastering wilayah Kota Gorontalo menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel
1. Wilayah (kecamatan atau kelurahan ) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kota Gorontalo. TABEL 1. KATAGORI KLASTER BERDASARKAN KRITERIA INDIKASI LINGKUNGAN BERISIKO
KATEGORI KLASTER
KRITERI
Klaster 0
Wilayah kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 1
Wilayah kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 2
Wilayah kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 3
Wilayah kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 4
Wilayah kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klastering wilayah di Kota Gorontalo menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 2. Wilayah (kecamatan atau kelurahan ) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya.
TABEL 2. HASIL KLASTERING KELURAHAN DI KOTA GORONTALO TAHUN 2013 NO 1.
2.
3.
4.
5.
KLASTER 0
1
2
3
4
KELURAHAN KLASTER Wongkaditi Barat Dulalowo Paguyaman Tomulabutao Tanggingi Heledulaa Selatan Dulomo Utara Dulomo Selatan Dembe II Dulalowo Timur Pulubala Tenilo Molosifat W Buladu Tuladenggi Tanjung Kramat Botu Leato Utara Leato Selatan Bulotadaa Timur Molosifat U Tamalate Limba U1 Biawao Buliide Huangobotu Tomulabutao Selatan Libuo Siendeng Pohe Tapa Heledulaa Utara Padebuolo Ipilo Limba U2 Biawu Wongkaditi Timur Dembe Jaya Wumialo Liluwo Lekobalo Pilolodaa Donggala Tenda Talumolo Bulotadaa Barat Moodu Limba B Dembe 1 Bugis
Sumber :Data Hasil Olahan 2013
KELURAHAN TERPILIH
WILAYAH KERJA PUSKESMAS
TOTAL RESPONDEN
Wongkaditi Barat
Wongkaditi
40
Heledulaa Selatan
Tamalate
40
Buladu
Buladu
40
Molosifat U
Sipatana
40
Tomulabutao Selatan
Dungingi
40
Pohe
Limba B
40
Liluwo
Dulalowo
40
Pilolodaa
40
Talumolo
Dumbo Raya
40
Limba B
Limba B
40
Lekobalo
2.3.
Penentuan Jumlah/Besar Responden Jumlah sampel untuk tiap kelurahan diambil sebesar 400 responden. Sementara itu jumlah sampel RT per Kelurahan minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada dalam Kelurahan tersebut. Jumlah responden per Kelurahan minimal 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:
Dimana: • n adalah jumlah sampel • N adalah jumlah populasi • d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 5% (d = 0,05). Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05, sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2. Dengan jumlah populasi rumah tangga sebanyak 48.333 KK maka jumlah sampel minimum yang harus dipenuhi adalah sebanyak 399,5 kk atau dibulatkan menjadi 400 kk. Namun demikian untuk keperluan keterwakilan kelurahan berdasarkan hasil klastering, Pokja Sanitasi Kota Gorontalo metetapkan jumlah kelurahan yang akan dijadikan target area survey sebanyak X1 sehingga jumlah sampel yang harus diambil sebanyak 1 X 40 = 800 responden. 2.4.
Penentuan Kelurahan Area Survei Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak 10 kelurahan secara random. Hasil pemilihan ke 10 kelurahan tersebut disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut:
TABEL 3 HASIL KLASTER KELURAHAN TERPILIH KOTA GORONTALO TAHUN 2013
NO
KLASTER
1
0
2
3
4
5
1
KELURAHAN TERPILIH
WILAYAH KERJA PUSKESMAS
Wongkaditi Barat
Wongkaditi
Heledulaa Selatan
Tamalate
Buladu
WILAYAH KECAMATAN Kota Utara Kota Timur
JUMLAH RESPONDEN 40 40
Buladu
Kota Barat
40
Molosifat U
Sipatana
Sipatana
40
Tomulabutao Selatan
Dungingi
Dungingi
40
Pohe
Limba B
Kota Selatan
40
Liluwo
Dulalowo
Kota Tengah
40
Lekobalo
Pilolodaa
Kota Barat
40
Talumolo
Dumbo Raya
Dumbo Raya
40
Limba B
Limba B
Kota Selatan
40
2
3
4
Sumber : Data Hasil Olahan 2013 Hasil klastering wilayah kelurahan di Kota Gorontalo tahun 2013 yang terdiri atas 10 (sepuluh) kelurahan menghasilkan distribusi sebegai berikut: 1) klaster 0 sebanyak 10 %. 2) klaster 1 sebanyak 32%, 3) klaster 2 sebanyak 20%, 4) klaster 3 sebanyak 30%, 5) klaster 4 sebanyak 8%. Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada Grafik 1. Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA
Grafik 1. DISTRIBUSI KELURAHAN PER KLASTER UNTUK PENETAPAN LOKASI STUDI EHRA KOTA GORONTALO TAHUN 2013
2.5.
Penentuan Responden Di Lokasi Survei Rumah tangga responden di pilih dengan menggunakan cara acak (random sampling). Hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya penentuan rumah tangga responden bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisior ataupun keingin responden itu sendiri. Untuk menentukan rumah tangga responden di lokasi terpilih, adalah sebagai berikut : 1)
Urutkan jumlah rumah tangga per kelurahan
2) Tentukan Angka Interval (AI), perlu diketahui jumlah total rumah tangga yang akan diambil. Contohnya sebagai berikut : -
Jumlah Total Rumah Tangga Kelurahan : 50
-
Jumlah Rumah Tangga yang akan diambil : 8
-
Maka Angka Interval (AI) = Jumlah Total Kelurahan / Jumlah Rumah Tangga yang akan diambi. AI = 50 / 8 = 6,26 maka dibulatkan AI = 6
3) Untuk menentukan rumah tangga pertama, diambil secara acak angka 1 – 6 (angka random) angka 3 4) Untuk memilih rumah tangga berikutnya adalah 3 + 6 = 9
III. HASIL STUDI EHRA 2013 KOTA GORONTALO 3.1.
Informasi Responden 1)
Kelompok Umur Responden Berdasarkan hasil pelaksanaan studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013, diperoleh data mengenai gambaran terhadap responden yaitu dari 400 responden Kelompok umur > 45 tahun tertinggi dibandingkan dengan pengelompokkan golongan umur lainnya sebesar 145 responden (36.3%) dan yang terendah kelompok umur <=20 sebesar 6 responden (1,5%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table 3.1. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah ibu-ibu rumah tangga yang sudah memiliki pengalaman hidup yang mapan.
2)
Status Rumah yang ditempati Berdasarkan hasil pelaksanaan studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013, diperoleh data mengenai gambaran status rumah yang ditempati responden. Dari 400 responden, tertinggi terdapat 281 responden (70,3%) status rumah yang ditempati adalah milik sendiri sedangkan terendah adalah responden yang menumpang atau tinggal pada keluarga sebesar 2 responden (0,5%). Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang ada di Kota Gorontalo sudah memiliki rumah sendiri walaupun masih sederhana. Keinginan responden untuk mandiri, mengurus rumah tangganya sendiri tampa campur tangan keluarga.
3)
Tingkat Pendidikan Berdasarkan hasil pelaksanaan studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013, diperoleh data mengenai Tingkat Pendidikan responden. Dari 400 responden, untuk tingkat pendidikan, tertinggi yaitu responden dengan tingkat pendidikan tamatan SD sebesar 132 responden (33%) dan terendah pada responden yang tidak mengenyam tingkat pendidikan sebesar 6 responden (1,5%). Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang ada di Kota Gorontalo beranggapan bahwa sudah dapat membaca dan menulis sudah cukup untuk bekal dihari tua.
4) Kepemilikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) Berdasarkan hasil pelaksanaan studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013, diperoleh data mengenai kepemilikan SKTM. Dari 400 responden, terdapat 259 responden (64.8%) tidak memiliki surat keterangan tidak mampu dan 141 responden (35.2%) memiliki surat keterangan tidak mampu.. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang ada di Kota Gorontalo termasuk penduduk dengan kategori kurang mampu sehingga mereka telah terdaftar di masing-masing kelurahan sebagai masarakat pra sejahtera
5) Kepemilikan Kartu Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin Berdasarkan hasil pelaksanaan studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013, diperoleh data mengenai kepemilikan Kartu Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin. Dimana dari 400 responden, terdapat 212 responden (53%) memiliki Kartu Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin dan 188 responden (47%) tidak memiliki surat keterangan tidak mampu. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang ada di Kota Gorontalo sudah memiliki Kartu Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin yang merupakan Program Pemerintah Kota Gorontalo yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. 6) Kepemilikan Anak (Keturunan) Berdasarkan hasil pelaksanaan studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013, diperoleh data mengenai kepemilikan anak. Dimana dari 400 responden, terdapat 369 responden (92,3%) sudah memiliki anak dan 31 responden (7,8%) belum memiliki anak . Data ini menunjukkan bahwa tinggal sebagian kecil responden yang ada
di Kota Gorontalo
belum memperoleh anak disebabkan karena belum diberikan rahmat oleh Allah SWT dan usia perkawinan belum genap 1 tahun. Untuk lebih jelasnya informasi responden dapat dilihat pada table 3.1 berikut ini :
Tabel 3.1 Informasi Responden Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA Tahun 2013
3.2.
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dalam masalah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, EHRA mempelajari sejumlah hal pokok, yakni: Pengelolaan Sampah Rumah Tangga. Untuk pengelolaan sampah rumah tangga dari 400 responden terdapat
178 responden (44,5%) cara
mengelolah sampah dengan cara dibakar. 120 responden (30%) cara mengelolah sampah dikumpulkan dan dibuang ke Tempat Pengolahan Sampah. Ada juga responden yang membuang sampah sembarangan tempat seperti sungai, danau, lahan kosong, dibiarkan membusuk dan kebun sebesar 60 responden (21,3%). Cara Pengelolaan sampah rumah tangga di interview melalui jawaban verbal yang disampaikan responden. Dalam kuesioner tersedia 46 (empat puluh enam) opsi jawaban. empat puluh enam opsi itu dapat dikategorikan dalam
6 (enam) kelompok besar, yakni 1) Kondisi Sampah di lingkungan rumah tangga,
2) pengelolaan sampah rumah tangga, 3) praktik pemilahan sampah rumah tangga, 4) Pemilahan sampah sebelum dibuang, 5) Ketepatan armada penggangkut sampah, 6) Biaya operasional pengangkutan sampah. Di antara enam kelompok itu, cara-cara yang berada di bawah kategori 1 dan 2 atau yang mendapat layanan pengangkutan merupakan cara-cara yang memiliki risiko kesehatan paling rendah. Beberapa literatur menyebutkan bahwa cara pembuangan sampah di lobang sampah khusus, baik di halaman atau di luar rumah, merupakan cara yang aman pula. Namun, dalam konteks wilayah perkotaan, di mana kebanyakan rumah tangga memiliki keterbatasan ruang dan lahan, penerapan cara-cara itu dinilai dapat mendatangkan risiko kesehatan yang cukup besar. Dari sisi layanan pengangkutan, EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan dan ketepatan waktu dalam pengangkutan. Meskipun sebuah rumah tangga menerima pelayanan, risiko kesehatan tetap tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih lama dari satu minggu sekali. Sementara,
ketepatan
pengangkutan
digunakan
untuk
menggambarkan
seberapa
konsisten
ketetapan/kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku. Rumah-rumah yang berada dibantaran sungai dan danau memicu kebiasaan untuk membuang sampah disungai dan danau. Hal inilah yang dapat menyebabkan terjadi penyumbatan pada jembatan yang dilalui oleh aliran sungai atau danau sehingga jika ada curah hujan yang cukup tinggi terjadi peluapan air. Dari sisi layanan pengangkutan, EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan dan ketepatan waktu dalam pengangkutan. Meskipun sebuah rumah tangga menerima pelayanan, risiko kesehatan tetap tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih lama dari satu minggu sekali. Sementara, ketepatan pengangkutan digunakan untuk menggambarkan seberapa konsisten ketetapan/kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku. Di banyak kota di Indonesia, penanganan sampah merupakan masalah yang memprihatinkan. Dalam banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak bisa ditangani oleh sistem persampahan yang ada, kekurangan armada pengangkutan sampah di tingkat daerah menyebabkan
terjadinya penumpukan sampah disejumlah titik TPS. Untuk mengurangi beban di tingkat kota, banyak pihak mulai melihat pentingnya pengelolaan/pengolahan di tingkat rumah tangga, yakni dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sebagai bahan untuk kompos. Dengan latarbelakang semacam ini, EHRA kemudian memasukkan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga serta melakukan pengamatan yang tertuju pada kegiatan-kegiatan pengomposan. Terakhir, emunerator studi EHRA mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga. Wadah yang mengandung risiko kecil adalah wadah yang permanen atau setidaknya terlindungi dari capaian binatang seperti ayam atau anjing. Bak permanen atau keranjang yang tertutup dapat dikategorikan sebagai wadah yang relatif terlindungi dibandingkan dengan kantong plastik yang mudah sobek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini : Tabel 3.2.1 :
Sistem Pengolahan Sampah Rumah Tangga Pada Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013.
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA 2013
Grafik : Sistem Pengolahan Sampah Rumah Tangga Pada Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
35,00% 30% 30,00% 25% 25,00% 20,00% 15,00%
12,50% 8,80%
10,00% 5,00%
1,80%
0,00% Daur Ulang
Tabel 3.2.2 :
TPS
Lubang
Sungai/Danau
Lahan Kosong
Cara Pemilahan Sampah Rumah Tangga Pada Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA 2013
Grafik : Sistem Pemilahan Sampah Rumah Tangga Pada Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
83,60% 90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00%
16,40%
20,00% 10,00% 0,00% Dipilah
Tidak Dipilah
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA 2013 Tabel 3.2.3 : Frekuensi Pengangkutan Sampah Rumah Tangga Pada Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA 2013
Grafik : Sistem Pemilahan Sampah Rumah Tangga Pada Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
71,40%
80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00%
14,30%
20,00%
14,30%
10,00% 0,00% Tiap Hari
Seminggu Sekali
Tidak Pernah
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA 2013 Seperti diketahui secara luas, rumah tangga sebetulnya dapat ikut berperan dalam mengurangi volume sampah dengan berbagai cara. Contoh yang cukup populer adalah dengan melakukan pemilahan dan memanfaatkan kembali atau mengolah sampah-sampah tertentu. Terkait dengan ini, EHRA mencoba mengetahui praktik pemilahan sampah pada rumah tangga di Kota Gorontalo. Kajian EHRA memperoleh gambaran bahwa sekitar 16,4% dari total rumah tangga melakukan pemilahan sampah yang terbuat dari logam, gelas atau plastik. Secara umum dapat dikatakan bahwa proporsi ini masih sedikit untuk membantu pengurangan volume sampah kota. Dengan kata lain, masih banyak kerja yang diperlukan untuk mengajak warga berpartisipasi dalam pengelolaan sampahi tingkat rumah tangga. Tabel 3.2.4 :
Pemilahan Sampah Rumah Tangga Pada Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
Tidak adanya rumah tangga di Kota Gorontalo yang berpartisipasi dalam pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga juga terpantau selama pengamatan di rumah. Dengan kata lain, mayoritas rumah tangga di Kota Gorontalo masih membuang sampah rumah tangga begitu saja tanpa mempertimbangkan potensi-potensi ekonomi dengan memanfaatkan kembali sampah, misalnya sebagai bahan kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Berdasarkan data yang ada diperoleh daerah berisiko mengenai persampahan hasil studi EHRA Kota Gorontalo menunjukkan bahwa untuk pengolahan sampah setempat pada dasarnya responden tidak melakukan pemilahan sampah sebelum dibuang ke tempat penampungan sementara yaitu sebesar 373 responden (93.3%), dan yang melakukan pemilahan sebesar 27 responden (6,7%). Untuk Pengelolaan sampah kategori memadai dari 400 responden terdapat 127 responden (31.8%) dan kategori tidak memadai sebesar 273 responden (68.3%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut Ini : Tabel 3.2.5 :
Area Berisiko Persampahan Berdasarkan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
Sumber : Data hasil olahan Studi EHRA Kota Gorontalo 2013
3.3.
Pembuangan Air Kotor / Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja Kebiasaan BAB (buang air besar) di tempat yang tidak memadai adalah salah satu faktor risiko menurunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah (field), praktik semacam itu dapat mencemari sumber air minum masyarakat. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka, seperti di sungai/kali/got/kebun, tetapi juga penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum. Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas buang air besar (BAB) yang mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan dan kondisinya. Untuk jenis jamban, EHRA membaginya ke dalam 3 (tiga) katagori besar, yakni jamban siram/leher angsa, jamban/non siram/tanpa leher angsa, dan tak ada fasilitas jamban. Pilihan-pilihan pada dua katagori pertama kemudian dispesifikasikan pembuangan khusus (sewerage), tangki septik, cubluk, lobang galian, sungai/kali/parit/got. Sementara, katagori ketiga, ruang terbuka, pilihannya mencakup sungai, kali, parit atau got. Karena informasi tentang jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka kemungkinan munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkandengan sarana pengolahan. Warga seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik. Padahal yang dimaksud adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah. Karenanya EHRA juga mengajukan sejumlah pertanyaan konfirmasi yang dapat mengindikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki rumah tangga. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud antara lain, Apakah tangki septik itu pernah dikosongkan?, Kapan tangki septik dikosongkan?, dan Sudah berapa lama tangki septik itu dibangun?. EHRA juga menggali informasi bagaimana praktek pembuangan kotoran anak balita di rumah berupa pertanyaan apakah anak balita di rumah ibu masih terbiasa buang kotoran dilantai atau kebun? dan biasanya membuang kotoran anak dimana ?. Hasil Survei Studi EHRA Kota Gorontalo tahun 2013 menunjukkan bahwa proporsi responden yang menggunakan jamban pribadi sebagai tempat buang air besar sebesar 76,5%, proporsi responden yang menggunakan MCK sebesar 11,8%, proporsi responden yang menggunakan WC Helikopter sebesar 0,5%, proporsi responden yang menggunakan sungai/danau sebagai tempat BAB sebesar 5,5%, proporsi responden yang menggunakan kebun/pekarangan sebagai tempat BAB sebesar 1,8%, proporsi responden yang menggunakan parit/got sebagai tempat BAB sebesar 1%. proporsi responden yang menggunakan tempat lain sebagai tempat BAB sebesar 4%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Grafik 3.3.1 Proporsi Responden Berdasarkan Tempat Pembuangan Air Besar Hasil Stusi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
4%
Lainnya
1%
Parit/Got
1,80%
Kebun
5,50%
Sungai/Danau WC Helikopter
0,50%
MCK
11,80% 76,50%
Jamban Pribadi 0,00%
10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00% 80,00% PROSENTASE
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA 2013 Untuk tipe jenis jamban yang dipergunakan responden, terbagi atas 4 tipe yaitu kloset jongkok leher angsa, kloset duduk leher angsa, plengsengan, cemplung dan tidak punya sarana. Hasil pelaksanaan studi EHRA menunjukkan bahwa dari 400 responden terdapat 292 responden (73%) yang menggunakan WC atau jamban dengan tipe kloset jongkok leher angsa, 18 responden (4.5%) yang menggunakan WC atau jamban dengan tipe kloset duduk leher angsa, 2 responden (0.5%) yang menggunakan WC atau jamban dengan tipe plengsengan dan 88 responden (22%) tidak memilik jamban. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Grafik. 3.3.2 Proporsi Responden Berdasarkan Tipe Jenis Jamban yang dipergunakan berdasarkan Hasil Stusi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
22%
Lainnya
0,50%
Plengsengan
4,50%
Kloset Duduk LA
73%
Kloset Jongkok LA
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA 2013 Dari hasil wawancara terhadap 400 responden diperoleh gambaran sekitar 35,5% rumah tangga di Kota Gorontalo yang melaporkan menggunakan tangki septic, lewat pipa sewer sebesar 3.9%, , cubluk 8,3 %, Tempat pembuangan ke sungai dan danau sebanyak 1,3 % langsung ke drainase 20,5 %, ke kebun/ sawah 0,3 % dan tidak tahu 2 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Grafik. 3.3.3 Proporsi Responden Berdasarkan Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja Hasil Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
25%
Tidak Tahu Sawah/Kebun
0,30%
Sungai/Danau
1,30% 20,50%
Drainase
8,30%
Cubluk
9,30%
Pipa Sewer
35,50%
Tangki Septik 0,00%
5,00%
10,00% 15,00% 20,00% 25,00% 30,00% 35,00% 40,00%
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA 2013 Dasar mengidentifikasi suspek tangki septik atau cubluk dalam studi EHRA menggunakan rentang waktu pengurasan atau pengosongan tinja di tangki septik. Untuk ukuran dan teknologi tangki septik yang paling umum, tangki septik perlu dikosongkan atau dikuras paling tidak sekali dalam setiap 5 tahun jika kategori penghuni rumah padat . Kepadatan penghuni rumah dihitung berdasarkan luas bagunan rumah. Kriteria suspek aman adalah sbb., 1. Dibangun kurang dari lima tahun lalu 2. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras/ dikosongkan kurang dari lima tahun lalu. Kriteria suspek tidak aman adalah sbb., a. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan tidak pernah dikuras b. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras lebih dari lima tahun lalu Sebagaimana tersaji pada diagram di bawah, dari 400 responden yang melaporkan, tangki septiknya dibangun lebih dari 10 tahun lalu terdapat 53.5%, tangki septiknya dibangun 5 - 10 tahun lalu terdapat 14.8%, tangki septiknya dibangun 1 - 5 tahun lalu terdapat 19%.
Grafik. 3.3.3 Proporsi Responden Berdasarkan Lama Tangki Septik Dibangun Hasil Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
0,70%
Tidak Tahu
4,90%
Tidak Pernah
53,50%
> 10 Thn
14,80%
5-10 Thn
19%
1-5 Thn
7%
0-12 Bln 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA 2013 Berdasarkan data mengenai lamanya waktu pengosongan atau pengurasan tangki septic, diperoleh gambaran yakni kebanyakan tangki septic yang dibangun belum atau tidak pernah di kuras sebesar 79.6% dan waktu pengosongan atau pengurasan tangki septic 0-12 bulan dan >5-10 tahun masing-masing sebesar 3.5%. Dari data yang ada yakni pengurasan >5-10 dapat diindikasikan sebagai suspek cubluk. Sebaliknya, rumah tangga yang masuk kategori pernah mengosongkan 2 tahun lalu atau antara 5–10 tahun lalu dikategorikan sebagai kasus suspek aman Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Grafik. 3.3.4 Proporsi Responden Berdasarkan Waktu Pengurasan Tangki Septik Hasil Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
8,50%
Tidak Tahu
79,60%
Tidak Pernah
5-10 Thn
3,50%
1-5 Thn
5% 4%
0-12 Bln 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA 2013 Berdasarkan data yang ada diperoleh daerah berisiko mengenai Air Limbah Domestik hasil studi EHRA Kota Gorontalo menunjukkan bahwa untuk Air Limbah Domestik untuk tangki suspek aman pada dasarnya responden dengan tangki suspek aman sebesar 305 responden (76.3%), dan tangki suspek tidak aman sebesar 95 responden (23,8%). Untuk pencemaran karena pembuangan isi tangki, kategori aman sebesar 44.8% dan tidak aman sebesar 55,2%. Untuk pencemaran yang disebabkan oleh saluran pembuangan air limbah kategori aman sebesar 232 responden (58%) dan tidak aman sebesar 168 rsponden (42%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut Ini :
Tabel 3.3.1 :
Area Berisiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA 2013 3.4.
Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir Untuk drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir, bahasan yang menjadi bahan perhatian lebih diutamakan pada kepemilikan sarana pembuangan airl limbah, pembuangan akhir limbah, keberadaan rumah yang pernah dan sering kebanjiran. Hasil studi EHRA Kota Gorontalo tahun 2013 menyebutkan bahwa dari 400 responden terdapat 254 responden (64,6%) mempunyai sarana pembuangan air limbah selain tinja dan 139 responden (35,4%) yang tidak mempunyai sarana pembuangan air limbah selain tinja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 3.4.1 berikut ini : Grafik 3.4.1 : 70,00%
Kepemilikan Sarana SPAL Berdasarkan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 64,60%
60,00% 50,00% 35,40%
40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% Memiliki SPAL
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA 2013
Tidak Memiliki SPAL
Dalam masalah saluran air, EHRA meminta emunerator mengamati keberadaan saluran drainase di sekitar rumah terpilih. Saluran yang dimaksud adalah yang digunakan untuk membuang air bekas penggunaan rumah tangga (grey water). Bila ada, emunerator juga mengamati dari dekat apakah air di saluran itu mengalir, apa warna airnya, dan melihat apakah terdapat tumpukan sampah di dalam saluran air itu. Saluran air yang memadai ditandai dengan aliran air yang lancar, warna yang cenderung bening atau bersih, dan tidak adanya tumpukan sampah di dalamnya Grafik 3.4.2 : Prosentasi Saluran Pembuangan Air Limbah yang Berfungsi Berdasarkan Hasil Pengamatan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
25,30%
Tidak Ada Saluran
Tidak Terpakai Saluran Kering
2,30% Series1 12,80%
tidak
59,80%
Ya 0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
Grafik 3.4.2 menunjukkan bahwa dari hasil pengamatan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 yang telah dilakukan, untuk prosentasi saluran pembuangan air limbah responden yang berfungsi dengan baik sebesar 59.8%, yang tidak berfungsi 12,8%, tidak terpakai karena saluran kering sebesar 2.3% dan tidak ada saluran sebesar 25.3%. Dari hasil analisa data Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013, menyebutkan bahwa prosentase responden untuk air limbah lebih banyak hasil aktifitas kegiatan dapur sebesar 40% dan dibuang kesaluran terbuka. Untuk masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan danau, untuk pembuangan air limbah langsung dialirkan kebadan sungai atau danau. Kebanjiran yang didefinisikan secara sederhana yakni datangnya air ke lingkungan atau ke dalam rumah yang tengah disurvai. Air yang datang bisa berasal dari manapun termasuk luapan sungai, laut ataupun air hujan. Besarnya banjir tidak dibatasi. Artinya, air bisa setinggi dada ataupun lebih rendah dari tinggi tumit orang dewasa. Studi EHRA di Kota Gorontalo menemukan proporsi rumah tangga sekitar 43,6 % rumah tangga responden yang melaporkan rutin mengalami banjir. Sekitar 63,8% banjir memasuki rumah dan sekitar 28,8% banjir yang masuk kerumah setinggi lutut orang dewasa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Grafik 3.4.3 : .
Prosentasi Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir Berdasarkan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
1%
Tidak Pernah
1,50%
sekali dalam beberapa bulan
25,50%
Beberapa kali dalam setahun
Series1
26,50%
Sekali dalam setahun
45,50%
Tidak Pernah 0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA 2013 Grafik 3.4.4 :
Prosentasi Ketinggian Air yang masuk ke Dalam Rumah Responden Berdasarkan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
Sebahu orang dewasa
1,40%
20,80%
Sepinggang orang dewasa
28,80%
Selutut orang dewasa
19,40%
Setengah lutut orang dewasa
29,50%
Setumit orang dewasa 0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
Berdasarkan hasil pengamatan studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 mengenai pencemaran Saluran Pembangan Air Limbah menunjukkan bahwa masih ada saluran air limbah yang tidak bersih, adanya sampah sehingga menyebabkan saluran tersumbat, bau busuk, menjadi tempat perindukan nyamuk dan mengganggu estetika lingkungan sebesar 9.50%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini : Grafik 3.4.5 : Prosentasi Pencemaran Saluran Pembuangan Air Limbah Berdasarkan Hasil Pengamatan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
25,25%
Tidak ada saluran Tidak bersih dari sampah, tapi saluran kering
5,25%
Tidak bersih dari sampah, saluran tersumbat
9,50%
Tidak bersih dari sampah, tapi masih dapat mengalir
22,75% 37,25%
Ya, bersih atau hampir selalu bersih 0,00%
5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% 30,00% 35,00% 40,00%
Untuk mengetahui Area Berisiko Genangan Air berdasarkan hasil studi EHRA Kota Gorontalo tahun 2013 dapat dilihat pada table berikut ini : Tabel 3.4 : Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA Kota Gorontalo 2013
3.5
Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga Untuk pengelolaan air minum rumah tangga dibagi atas 3 bagian yaitu pemakaian sumber air bersih rumah tangga dan tata cara penanganannya serta sumber air minum dan untuk memasak. Sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman. Seperti air ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumber-sumber yang memiliki risiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi patogen ke dalam tubuh manusia, di antaranya adalah sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi. Suplai atau kuantitas air pun memegang peranan. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi menginformasikan bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki risiko terkena diare yang lebih rendah, karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur. Dengan demikian, kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitankesakitan seperti gejala diare. Pada suplai air minum, studi EHRA mempelajari kelangkaan yang dialami rumah tangga dalam rentang waktu dua minggu terakhir. Kelangkaan diukur dari tidak tersedianya air dari sumber air minum utama rumah tangga atau tidak bisa digunakannya air yang keluar dari sumber air minum utama. Data ini diperoleh dari pengakuan verbal responden. Hasil studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 menyebutkan bahwa untuk akses terhadap air bersih dari 400 responden terdapat 293 responden (73.3%) yang tidak pernah mengalami kesulitan untuk mendapatkan sumber air bersih, beberapa jam saja sebesar 51 responden (12.8%), beberapa hari bahkan seminggu sebesar 46 responden (11.5%) dan lebih dari seminggu sebesar 6 responden (1.5). Untuk lebuh jelasnya dapat dilihat pada grafik 3.5.1 berikut ini : Grafik 3.5.1 Prosentase Akses Terhadap Air Bersih Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
> dari seminggu
1,5%
Seminggu
1,0%
Beberapa Hari
10,5%
12,8%
Beberapa Jam Saja
73,3%
Tidak Pernah 0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
60,0%
70,0%
80,0%
Untuk data sumber air minum hasil studi EHRA Kota Gorontalo tahun 2013 menyebutkan bahwa tidak terdapat kelangkaan terhadap sumber air di Kota Gorontalo semua masyarakat dapat mengakses sumber air. Adapun Prosentasi sumber air yang dipergunakan responden dapat dilihat pada grafik 3.5.2 sebagai berikut : Grafik 3.5.2 Prosentase Sumber Air Minum Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
Lainnya (Minum)
0,5%
Mata Air Tak Terlindungi (Minum)
0,5%
Mata Air Terlindungi (Minum)
1,8%
Sumur Gali (Minum)
15,8%
Sumur Pompa Tangan (Minum) Hidran Umum (Minum)
11,0% 2,8%
Air Ledeng PDAM (Minum)
35,3%
Air Minum Isi Ulang (Minum) 0,0%
32,3% 5,0%
10,0% 15,0% 20,0% 25,0% 30,0% 35,0% 40,0%
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 untuk Area Risiko Sumber Air diperoleh gambaran bahwa untuk sumber air yang berisiko tercemar sebesar 152 responden (38%) dan yang terlindungi sebesar 248 responden (62%). Untuk kelangkaan air yang tidak pernah mengalami kelangkaan sebesar 86% dan yang mengalami kelangkaan sebesar 14%. Untuk penggunaan sumber air yang tidak terlindungi kategori aman sebesar 67% dan kategori tidak aman sebesar 33%. Untuk lebih jelasnya dapat dilhat pada table 3.5 tentang Area Risiko Sumber Air berdasarkan Hasil Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 berikut ini :
Tabel. 3.5 Area Risiko Sumber Air berdasarkan Hasil Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
Sumber : Data Hasil Olahan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 3.6
Perilaku Hygiene dan Sanitasi Menurut Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 4 disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Pasal 11 menyatakan bahwa setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya. Perilaku hidup bersih dan sehat didefinisikan sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga dan kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Dari data yang ada Sekitar 40.000 anak Indonesia meninggal setiap tahun akibat diare (Unicef, 2002; dikutip dari facts sheet ISSDP, 2006). Bukan hanya itu, diare juga ikut menyumbang pada angka kematian balita yang disebabkan faktor gizi buruk. Dalam studi global disimpulkan bahwa dari 3,6 juta kematian akibat gizi buruk, sekitar 23% ternyata disebabkan oleh diare (Fishman, dkk., 2004). Diare sebetulnya dapat dicegah dengan cara yang mudah. Sekitar 42-47% risiko terkena diare dapat dicegah bila orang dewasa, khususnya pengasuh anak mencuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu yang tepat. Bila dikonversikan, sekitar 1 juta anak dapat diselamatkan hanya dengan mencuci tangan pakai sabun (Curtis & Cairncross, 2003). Mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat memblok transmisi patogen penyebab diare. Pencemaran tinja/ kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan pathogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Cuci tangan pakai sabun adalah prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien khususnya untuk memblok transmisi melalui jalur fingers. Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehariharinya, EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah si Ibu menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Sekitar 40.000 anak Indonesia meninggal setiap tahun akibat diare (Unicef, 2002; dikutip dari facts sheet ISSDP, 2006). Bukan hanya itu, diare juga ikut menyumbang pada angka kematian balita yang disebabkan faktor gizi buruk. Dalam studi global disimpulkan
bahwa dari 3,6 juta kematian akibat gizi buruk, sekitar 23% ternyata disebabkan oleh diare (Fishman, dkk., 2004). Diare sebetulnya dapat dicegah dengan cara yang mudah. Sekitar 42-47% risiko terkena diare dapat dicegah bila orang dewasa, khususnya pengasuh anak mencuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu yang tepat. Bila dikonversikan, sekitar 1 juta anak dapat diselamatkan hanya dengan mencuci tangan pakai sabun (Curtis & Cairncross, 2003). Mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat memblok transmisi patogen penyebab diare. Pencemaran tinja/ kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan pathogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Cuci tangan pakai sabun adalah prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien khususnya untuk memblok transmisi melalui jalur fingers. Dari data Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 untuk area berisiko menyebutkan bahwa dari 400 responden untuk cuci tangan pakai sabun di lima waktu penting terdapat 341 responden (85.3%) yang tidak melakukan praktek cuci tangan pakai sabun dan 59 responden (14.7%) yang melakukan praktek cuci tangan pakai sabun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 3.6.1 berikut ini : Grafik 3.6.1 Praktek Cuci Tangan Pakai Sabun di Lima Waktu Penting untuk Area Berisiko berdasarkan Hasil Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
Melakukan CTPS; 14,7%
Tidak melakukan CTPS; 85,3%
Sumber : Data Hasil olahan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 Untuk data pemakaian sabun untuk keperluan rumah tangga pada hari ini dan kemarin, hasil studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 menunjukkan bahwa dari 400 responden terdapat 395 responden (99.5%) yang menggunakan sabun untuk aktifitas rumah tangga dan 5 responden (0.5%) yang belum menggunakan sabun pada hari kemarin dan hari pada saat wawancara. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 3.6.2 berikut ini :
Grafik 3.6.2 Prosentase Pemakaian Sabun di Rumah Tangga berdasarkan Hasil Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
Menggunakan Sabun hari ini/kemarin Tidak Menggunakan Sabun hari ini/kemarin
99,5%
Sumber : Data Hasil olahan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 Untuk data mengenai Perilaku masyarakat Buang Air Besar Sembarangan (BABS) , hasil studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 menunjukkan bahwa dari 400 responden terdapat 121 responden (30.2%) yang menggunakan masih Buang Air Besar Sembarangan dan 279 responden (69.8%) yang masyarakat yang sudah Stop BABS. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 3.6.2 berikut ini Grafik 3.6.3 Prosentase Perilaku masyarakat Buang Air Besar Sembarangan (BABS) berdasarkan Hasil Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
30,2% STOP BABS BABS 69,8%
Sumber : Data Hasil olahan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
Berdasarkan hasil studi EHRA Kota Gorontalo tahun 2013, diperoleh area berisiko Hygiene dan sanitasi yang dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut ini : Tabel. 3.6 Area Berisiko Hygiene dan Sanitasi Berdasarkan hasil studi EHRA Kota Gorontalo tahun 2013
Sumber : Data Hasil olahan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 3.7
Kejadian Penyakit Diare Hingga saat ini penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan meninggkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke tahun. Menurut WHO, di Negara berkembang pada tahun 2003 diperkirakan 1,87 juta anak balita meninggal kerana penyakit diare, 8 dari 10 kematian tersebut pada umur < 2 tahun. Hasil survey subdit diare angka kesakitan diare semua umur tahun 2012 adalah 214/1000 penduduk. Hasil Riskesdas tahun 2007, diare merupakan penyebab kematian nomor 4 (13.2%) padab semua umur dalam kelompok penyakit menular, sedangkan diare merupakan penyebab kematian nomor 1 pada bayi postneonatal (31.4%) dan pada anak balita (25.2%). Berdasarkan hasil studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 mengenai kejadian penyakit diare yang terjadi pada responden menunjukkan bahwa kejadian penyakit diare tertinggi pada waktu 1 bulan terakhir sebesar 7.5%, dan terendah kejadian penyakit diare di alami responden pada hari pelaksanaan studi EHRA sebesar 0.8%. Untuk lebih jelasnya dapat dilhat pada grafik 3.7.1 berikut ini :
Grafik 3.7.1 Prosentase Kejadian Penyakit Diare berdasarkan Hasil Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
67,5%
Tidak Pernah 5,5%
> dari 6 Bulan 6 Bulan yang lalu
4,5% 6,0%
3 Bulan Terakhir 1 Bulan terakhir
7,5%
1 Minggu terakhir
7,3%
Kemarin
1,0%
Hari ini
0,8%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
60,0%
70,0%
Sumber : Data Hasil olahan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 Untuk kejadian diare pada penduduk secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut ini : Tabel. 3.7 Kejadian Diare pada Penduduk Berdasarkan hasil studi EHRA Kota Gorontalo tahun 2013
Sumber : Data Hasil olahan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
3.8
Indeks Risiko Sanitasi (IRS) Risiko Sanitasi diartikan sebagai terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sector sanitasi dan perilaku hygiene & sanitasi. Indeks Risiko Sanitasi (IRS) diartikan sebagai ukuran atau tingkatan risiko sanitasi, dalam hal ini adalah hasil dari analisis studi EHRA. Manfaat perhitungan Indeks Risiko Sanitasi (IRS) adalah sebagai salah satu komponen dalam menentukan area berisiko sanitasi. Adapun komponen Indeks Risiko Sanitasi meliputi sumber air, air limbah domestic, persampahan, genangan air, dan perilaku hygiene dan sanitasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.8. berikut ini : Tabel 3.8.1 : Kumulatif Indeks Risiko Sanitasi Kota Gorontalo Tahun 2013
Sumber : Data Hasil olahan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013 Tabel 3.8.2 : Katagori Daerah Berisiko Sanitasi Kota Gorontalo Tahun 2013
Sumber : Data Hasil olahan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
Berdasarkan hasil Indeks Risiko Sanitasi Kota Gorontalo Tahun 2013 menunjukkan bahwa untuk klaster 2 ( Kelurahan Tomulabutao Selatan dan Pohe ) dan klaster 4 (Kelurahan Limba B) termasuk risiko Sanitasi yang sangat tinggi . Klaster 4 (Kelurahan Limba B) resiko sangat tinggi pada genangan air (93%). Untuk klaster 2 ( Kelurahan Tomulabutao Selatan dan Pohe ) resiko sangat tinggi pada persampahan (91%). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Indeks Risiko Sanitasi (IRS) dalam grafik berikut ini : Grafik 3.8 : Indeks Risiko Sanitasi Kota Gorontalo Tahun 2013
Grafik Indeks Risiko Sanitasi Kota Gorontalo 2013 300 250 200 150 100 50 -
39
41
30 59
64
70
43
42
48
37
40
24
19
4. GENANGAN AIR. 3. PERSAMPAHAN.
48 91
20
93
5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT.
44 2. AIR LIMBAH DOMESTIK.
43 51
37
22
32
65 1. SUMBER AIR 29
CLUSTER CLUSTER CLUSTER CLUSTER CLUSTER 0 1 2 3 4
Sumber : Data Hasil olahan Studi EHRA Kota Gorontalo Tahun 2013
BAB IV : PENUTUP
Paparan singkat tentang manfaat studi EHRA dari aspek promosi dengan keterlibatan kader/petugas kesehatan/ KK ll. Paparan singkat tentang rencana pemanfaatan hasil studi EHRA sebagai bahan advokasi pengarusutamaan pembangunan sanitasi. Paparan singkat tentang pemanfaatan studi EHRA dalam Buku Putih (area berisiko) dan penyusunan Strategi Komunikasi yang menjadi bagian dari SSK. Paparan singkat tentang studi ehra yang idealnya dilakukan secara berkala, dan studi kali ini (pertama) berupakan baseline bagi hasil studi ehra selanjutnya. Poin-poin catatan/rekomendasi untuk pelaksanaan studi ehra selanjutnya dasarkan pembelajaran dari pelaksanaan studi ehra kali ini.