UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 OKTOBER – 28 NOVEMBER 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
INAYATUL WAHYUNI, S.Farm. 1306502522
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 OKTOBER – 28 NOVEMBER 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
INAYATUL WAHYUNI, S. Farm. 1306502522
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015 ii
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
iv
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena hanya atas berkat rahmat dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Actavis Indonesia yang dilaksanakan pada periode 6 Oktober sampai dengan 28 November 2014. Penulisan Laporan ini merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia dan disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia untuk mendapatkan gelarApoteker. Kegiatan dan laporan PKPA ini dapat berjalan dengan baik atas kerjasama dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan, bimbingan serta kerjasama yang telah diberikan selama maupun setelah masa pelaksanaan PKPA, kepada: 1. Bapak Andreas Halim sebagai Presiden Direktur PT. Actavis Indonesia 2. Bapak Leiman Sutanto sebagai Direktur Manufaktur PT. Actavis Indonesia 3. Bapak Irchansyah Chaniago sebagai Head of Quality Operations PT. Actavis Indonesia 4. Ibu Riska Lestari sebagai Manager Quality Assurance PT. Actavis Indonesia. 5. Mbak Sari Yuliana, Mbak Suchi Rahmadani, Mbak Stephany Vemira, Mbak Afrisa Nurhayati, Mas Wahyu Hermawan, Mas Yudho Prabowo, Mas Martrianto, Mutiara Jiwa Iskartama, Shinta Ayu Nurfaradilla, Dyah Ayuwati Waluyo, Astri Kania Agustini, Lala Nurgayatin, dan seluruh staf PT. Actavis Indonesia. 6. Dr. Mahdi Jufri, M.Si. sebagai dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia 7. Dr. Hayun, M.Si., Apt sebagai Ketua Program Profesi Apoteker
v
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
vi
8. Dr. Arry Yanuar, M.Si. selaku Pembimbing dari Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI, atas bimbingan, arahan, dan nasehat yang diberikan selama masa PKPA dan penyusunan laporan. 9. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas ilmu pengetahuan, bimbingan, dan arahan yang telah diberikan selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 10. Teman-teman Apoteker angkatan 79 atas semangat, dukungan, dan kerjasama yang telah diberikan, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu yang telah membantu dalam praktek kerja hingga penyusunan laporan ini. Penulis berharap Tuhan YME membalas segala kebaikan semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam kegiatan ini. Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga pengetahuan, dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Penulis
Desember 2014
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
ABSTRAK
Nama
: Inayatul Wahyuni, S.Farm
NPM
: 1306502522
Program Studi : Profesi Apoteker Judul
: Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Actavis Indonesia Jalan Raya Bogor Km 28 Jakarta Periode 6 Oktober – 28 November 2014
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Actavis Indonesia bertujuan untuk memahami dan menilai bagaimana penerapan aspek-aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam suatu industri farmasi serta memahami tugas dan peran profesi apoteker di industri farmasi. Tugas khusus bertujuan untuk memahami cara pembuatan laporan Periodic Product Review (PPR) sediaan Tramadol 50 mg kapsul yang ditinjau secara sistematis dan dapat menggambarkan produk yang diproduksi telah memenuhi syarat kualitas dan spesifikasi yang ditetapkan, dan mengidentifikasi tindakan pencegahan dan perbaikan (CAPA) terhadap produk dan proses jika dibutuhkan.
Kata Kunci
: PT. Actavis Indonesia, peran Apoteker, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Product Periodic Review
Tugas umum : viii + 92 halaman; 1 tabel; 1 lampiran Tugas khusus : ii + 15 halaman; 2 tabel Daftar Acuan Tugas Umum : 13 (1990-2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 2 (2012-2014)
viii Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
ABSTRACT
Name
: Inayatul Wahyuni, S.Farm
NPM
: 1306502522
Program Study : Apothecary Profession Title
: Report of Apothecary Profession Internship at PT. Actavis Indonesia Jalan Raya Bogor Km 28 Jakarta on October 6thNovember 28th 2014
Pharmacists Professional Practic (PKPA) at PT. Actavis Indonesia aims to understand and assess how the implementation aspects of Good Manufacturing Practice (GMP) in the pharmaceutical industry and understand the duties and role of the pharmacist profession in the pharmaceutical industry. The spesific assigment aims to understand how to make the Periodic Product Review (PPR) of Tramadol 50 mg capsule reviewed systematically and it can describe that the product fulfilled the requirements of quality and specification; and identifying preventive action and corrective action (CAPA) for the product and process if needed.
Keywords
:
PT.
Actavis
Indonesia,
Apotechary
roles,
Good
Manufacturing Practice (GMP), Product Periodic Review General Assigment
: viii + 92 pages; 1 table; 1 appendix
Spesific Assigment
: ii + 15 pages; 2 tables
Bibliography of General Assigment : 13 (1990-2013) Bibliography of Spesific Assigment : 2 (2012-2014)
ix Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ...........................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................
iv
KATA PENGANTAR .................................................................................
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................ vii ABSTRAK ................................................................................................... viii DAFTAR ISI ...............................................................................................
x
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii BAB 1 PENDAHULUAN ..........................................................................
1
1.1
Latar Belakang ........................................................................
1
1.2
Tujuan .....................................................................................
2
BAB 2 TINJAUAN UMUM .......................................................................
3
2.1
Industri Farmasi ......................................................................
3
2.2
Cara Pembuatan Obat yang Baik ..............................................
5
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .................................................................... 14 3.1
Sejarah PT. Acatavis Indonesia ............................................... 14
3.2
Visi dan Misi ........................................................................... 15
3.3
Lokasi Pabrik dan Fasilitas ....................................................... 15
3.4
Sarana Penunjang ................................................................... 16
3.5
Produk dan Sertifikat GMP .....................................................
3.6
Struktur Organisasi ....................................................................... 18
17
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................. 76 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 89 5.1
Kesimpulan ............................................................................. 89
5.2
Saran ....................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 90 LAMPIRAN ................................................................................................. 91 x
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Perbedaan n1 dan n2 .................................................................... 36
xi
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Actavis Indonesia ............................. 92
xii
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Obat merupakan komponen essensial dari suatu pelayanan kesehatan dan sudah merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Semua obat-obatan yang beredar harus dapat dijamin keamanan, khasiat dan mutunya. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman yang meliputi seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu sehingga setiap obat yang dihasilkan selalu memenuhi ketentuan mutu yang telah ditetapkan. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan pedoman pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya. Dalam CPOB mencakup seluruh aspek seperti manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan higiene; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri, audit mutu, dan persetujuan pemasok; penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk; dokumentasi; pembuatan dan analisis terhadap kontrak; dan kulifikasi dan validasi. Industri farmasi dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat wajib menerapkan CPOB. Oleh karena itu, salah satu persyaratan untuk mendapatkan izin industri farmasi yaitu harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama lima tahun selama industri farmasi masih memenuhi persyaratan (CPOB, 2012). Penerapan CPOB di lingkungan industri farmasi dapat berbeda antara satu industri dengan industri lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan fasilitas pendukung di setiap industri farmasi. Seorang apoteker di industri farmasi mempunyai peranan dan tanggung jawab penting untuk menerapkan aspek-aspek yang tercantum dalam CPOB tersebut, antara lain
1
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
2
sebagai penanggung jawab produksi, penanggung jawab pengawasan dan pemastian mutu. Untuk mencapai peran dan tanggung jawab tersebut apoteker dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Salah satu sarana bagi calon apoteker untuk dapat memahami, mengetahui, serta memberikan gambaran singkat tentang tugas dan fungsi apoteker di industri farmasi yaitu dengan diadakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Dalam hal ini, Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT. Actavis Indonesia menyelenggarakan PKPA pada tanggal 6 Oktober 2014 – 28 November 2014. 1.2. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi ini bertujuan untuk: a.
Memahami penerapan CPOB di PT. Actavis Indonesia.
b.
Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab apoteker di industri Farmasi diharapkan dapat menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1. Industri Farmasi Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, industri farmasi didefinisikan sebagai badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Obat didefinisikan sebagai bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Bahan baku obat merupakan bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengelolaan obat dengan standar mutu sebagai bahan farmasi. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Industri farmasi wajib memiliki izin usaha industri farmasi dari Menteri Kesehatan sebelum memulai proses produksinya. Izin Usaha Industri Farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Persyaratan industri farmasi untuk mendapatkan izin industri farmasi adalah : a. berbadan usaha berupa perseroan terbatas b. memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat c. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak d. memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu
3
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
4
e. komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Sebelum memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi, suatu perusahaan harus melewati tahap persetujuan prinsip yang diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Persetujuan prinsip diberikan kepada industri farmasi untuk dapat langsung melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi peralatan, dan lain-lain yang diperlukan termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun perusahaan yang bersangkutan wajib menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Setelah melaksanakan tahap persetujuan prinsip, industri farmasi dapat mengajukan permohonan izin industri farmasi. Permohonan izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut memproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. Sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA), masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya. Industri farmasi dapat membuat obat secara kontrak kepada industri farmasi lain yang telah menerapkan CPOB. Industri farmasi pemberi kontrak wajib memiliki izin industri farmasi dan paling sedikit memiliki 1 (satu) fasilitas produksi sediaan yang telah memenuhi persyaratan CPOB. Industri farmasi pemberi kontrak dan industri farmasi penerima kontrak bertanggung jawab terhadap keamanan, khasiat / kemanfaatan, dan mutu obat. Industri farmasi wajib menyampaikan laporan jumlah dan nilai produksinya sekali dalam enam bulan dan laporan lengkap wajib disampaikan sekali dalam Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
5
setahun kepada Direktur Jenderal Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala BPOM. Pencabutan izin usaha industri farmasi dilakukan bila industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri farmasi: a. Melakukan pindah tangan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa izin. b. Tidak menyampaikan informasi industri tiga kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar. c. Melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. d. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu). e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.
2.2. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
CPOB
mencakup
seluruh
aspek
produksi
dan
pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personel yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Pedoman CPOB sesuai dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) meliputi 12 aspek, yaitu: Manajemen Mutu; Personalia; Bangunan dan Fasilitas; Peralatan; Sanitasi dan Higiene; Produksi; Pengawasan Mutu; Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok; Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk; Dokumentasi; Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak; Kualifikasi dan Validasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
6
2.2.1. Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya dan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin
edar
(registrasi)
serta
tidak
menimbulkan
risiko
yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu kebijakan, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. Tindakan yang sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. 2.2.2. Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personel hendaknya memahami dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Seluruh personel harus memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personel pada posisi penanggungjawab dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Struktur organisasi perusahaan disusun dengan baik sehingga bagian produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masingmasing diberi wewenang penuh dan sarana pendukung yang diperlukan untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
7
dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personel tersebut tidak mempunyai kepentingan lain di luar organisasi yang dapat menghambat atau membatasi kewajibannya dalam melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial. Kepala bagian produksi dan kepala bagian pengawasan mutu harus seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan memiliki pengalaman praktis yang memadai di bidang industri farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian produksi memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi obat. Kepala bagian pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan. Industri farmasi harus memberikan pelatihan bagi seluruh personel yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personel teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personel lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Disamping pelatihan dasar mengenai CPOB, personel baru harus mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan juga diberikan dan efektivitas penerapannya dinilai secara berkal dan juga tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. 2.2.3. Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan dirancang sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Bangunan dan fasilitas dikonstruksi, Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
8
dilengkapi, dan dirawat dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya serangga, burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Bangunan dan fasilitas harus dibersihkan dan didesinfeksi sesuai prosedur tertulis yang rinci. 2.2.4. Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat harus memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Peralatan didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama. Peralatan dipasang sedemikian rupa untuk menghindari risiko kekeliruan atau pencemaran. Peralatan dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian produk. 2.2.5. Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personel, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Selain itu, prosedur sanitasi dan higiene hendaknya divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa prosedur yang diterapkan cukup efektif dan memenuhi persyaratan. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan, personel harus mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Tangan operator dihindarkan bersentuhan langsung dengan bahan awal, produk
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
9
antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk. 2.2.6. Produksi Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Aspek produksi mencakup spesifikasi bahan awal; validasi proses (pembersihan, sterilisasi, dan lainnya); prosedur tetap; sistem penomoran bets/lot produk ruahan atau produk jadi; penimbangan dan penyerahan bahan baku obat; pengembalian bahan baku obat; pengolahan bahan baku menjadi produk obat jadi; monitoring; dan dokumentasi. Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi dan rekonsiliasi yang lengkap. Sebelum melakukan penimbangan dilakukan pemeriksaan kebenaran penandaan bahan baku termasuk label pelulusan. Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbangan dan alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang. Semua prosedur produksi hendaknya divalidasi dengan tepat, sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya hendaknya didokumentasikan. Perubahan yang penting dalam proses, baik itu penggantian alat maupun penggantian asal bahan baku, hendaknya dilakukan validasi ulang. Hal ini untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. 2.2.7. Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
10
kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya. 2.2.8. Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Audit Persetujuan Pemasok Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Manajemen harus membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem Manajemen Mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus, untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
11
2.2.9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan Produk Kembalian Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk dicatat yang mencakup rincian mengenai asal-usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan mendalam. Kepala Bagian Pengawasan Mutu dilibatkan dalam pengkajian masalah tersebut. Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets yang cacat diselidiki. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan mengenai suatu produk dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup: a. Tindakan perbaikan bila diperlukan; b. Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan; c. Tindakan lain yang tepat. Badan
POM
harus
diberitahukan
apabila
industri
farmasi
mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk. Operasi penarikan kembali mampu untuk dilakukan segera dan tiap saat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Pelaksanaan Penarikan Kembali, antara lain: a. Tindakan penarikan kembali produk dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan;
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
12
b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, harus dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali dengan segera. Penarikan kembali harus menjangkau sampai tingkat konsumen; c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi harus menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas; dan d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi. Produk yang ditarik kembali diberi identifikasi dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut. Perkembangan proses penarikan kembali dicatat dan dibuat laporan akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan yang ditemukan kembali. Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali dievaluasi dari waktu ke waktu. 2.2.10. Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personel menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Keterbacaan dokumen sangat penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan. Dokumen didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Bila suatu
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
13
dokumen direvisi, dan dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja. 2.2.11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). 2.2.12. Kualifikasi dan Validasi CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengruhi mutu produk harus divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi harus direncanakan terlebih dahulu. Unsur utama program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (Validation Master Plan). Protokol validasi tertulis harus merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi/validasi yang memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan dibuat. Setelah kualifikasi selesai dilakukan, maka diberikan persetujuan tertulis untuk dapat melakukan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS
3.1. Sejarah PT. Actavis Indonesia Watson Pharmaceuticals, Inc. adalah perusahaan farmasi terpadu yang terkemuka di dunia. Watson melakukan pengembangan, produksi dan distribusi produk obat generik dan obat bermerek khusus yang fokus pada Urologi dan kesehatan wanita. Perusahaan tersebut juga mengembangkan produk biosimilar pada kesehatan wanita dan Onkologi. Selain itu, Watson mendistribusikan obat generik dan obat bermerek. Pada tahun 2011, Watson menjadi perusahaan obat generik terbesar ketiga di Amerika Serikat. Watson memiliki pengoperasian komersial di pasar internasional utama yang mencakup Kanada, Eropa Barat, Asia Pasifik, Afrika Selatan, dan Amerika Latin. Watson mendistribusikan secara langsung sekitar 8.500 unit penyimpanan di Amerika Serikat kepada lebih dari 60.000 pelanggan melalui Divisi Distribusi. Pada tanggal 31 Oktober 2012, Watson Pharmaceutical Inc. di Parsipanny, New Jersey, Amerika Serikat resmi mengakuisisi Actavis global. Nama Actavis Inc. resmi digunakan mulai tanggal 24 Januari 2013 yang ditandai dengan berbunyinya bel tanda transaksi perdagangan pasar bursa New York. PT. Dumex Indonesia merupakan pabrik dari Actavis group yang pertama kali berada di Indonesia, diresmikan pada tanggal 8 november 1969 oleh Presiden Republik Indonesia Bapak HM. Soeharto. Pada tahun 1983 PT. Dumex Indonesia diakusisi oleh Alpharma sehingga berubah nama menjadi PT. Dumex Alpharma Indonesia, kemudian menjadi PT. Alpharma pada tahun 2001. Dengan akuisisinya Divisi Internasional oleh Actavis, maka pada bulan Maret 2006 PT. Alpharma berubah menjadi PT. Actavis Indonesia yang merupakan bagian dari Actavis Group. PT. Actavis Indonesia sebagai bagian dari Actavis Global memiliki lebih dari 100 jenis produk yang terdiri dari antibiotik, analgetik antipiretik, multivitamin, tranquilizer, antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi oleh PT. Actavis Indonesia yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet), 14
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
15
semipadat (krim, salep), sediaan cair (sirup, suspensi), dan rectal tube. Produkproduk tersebut selain dipasarkan untuk pasar lokal, jugadipasarkan untuk pasar luar negeri seperti Eropa dan Asia pasifik. PT. Actavis Indonesia mempunyai sistem manajemen terintegrasi bersertifikat ISO 9001:2000, ISO 14001:2004, dan OHSAS 18001:2007. 3.2. Visi dan Misi Visi dari PT. Actavis Indonesia adalah kesuksesan perusahaan dapat didukung melalui budaya Our Winning Way. Perilaku seluruh karyawan didefinisikan melalui tiga kata kunci, yaitu Challenge, Connect, dan Commit yang menyatukan bagaimana PT. Actavis Indonesia bertindak dan bekerja. a. Challenge :
Berpikir
lebih
cerdas
dan
bertindak
lebih
cepat,
mengembangkan solusi kreatif, dan melaju lebih jauh. b. Connect
: Bekerja bersama sebagai satu perusahaan untuk membuat dan
memberikan praktek terbaik, memadukan pengetahuan lokal dengan sumber daya global, merupakan mitra pilihan. c. Commit
: Bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan secara
sosial, tidak pernah berkompromi terhadap kualitas, memberikan yang dijanjikan. Misi dari PT. Actavis Indonesia adalah: a. Mengembangkan dan memproduksi obat berkualitas tinggi. b. Telah memenuhi kebutuhan konsumen saat ini dan masa mendatang melalui investasi yang cerdas di R&D. c. Memberikan layanan terbaik dan bernilai tinggi. d. Merayakan beragam budaya di tim global. e. Memperluas komunitas tempat kami hidup dan bekerja. f. Mengedepankan shareholder value dalam setiap pekerjaan.
3.3
Lokasi Pabrik dan Fasilitas PT. Actavis Indonesia mempunyai dua kantor yang terdiri dari kantor
Pemasaran dan kantor Pusat. Kantor Pemasaran PT. Actavis Indonesia terletak di Talavera Office Park lantai 7 dengan lokasi di Jalan Letjen TB. Simatupang Kav. 22 – 26, Jakarta Selatan 12430. Sedangkan Kantor Pusat PT. Actavis Indonesia Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
16
berlokasi di Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur 13710. Kantor Pusat berdiri diatas tanah seluas 19,279 m2, termasuk pabrik di dalamnya, dengan 40% dari luas area digunakan untuk area produksi, dan sisanya digunakan untuk fasilitas lainnya. Bagian dalam industri terdiri dari beberapa bangunan yaitu : a. Gedung produksi penisilin non steril (Beta Lactam Facility) b. Gedung produksi non penisilin dan cair (Multi Product Facility) c. Gedung produksi semipadat/topikal (Topical Plant Facility) d. Gudang bahan baku dan bahan kemas e. Gudang produk jadi f. Gedung engineering dan workshop g. Laboratorium Pengawasan Mutu dan laboratorium pengembangan produk (Product Development) h. Perkantoran (bagian Pemastian Mutu, personalia, dan keuangan) i. Lain-lain (kantin, mushola dan tempat olahraga)
3.4
Sarana Penunjang Terdapat beberapa sarana penunjang dalam PT. Actavis Indonesia, sarana-
sarana tersebut anatara lain: a. Sumber energi PT. Actavis Indonesia menggunakan sumber listrik yang berasal dari PLN dan generator pembangkit listrik cadangan yang digunakan apabila aliran listrik padam. b. Sumber air PT. Actavis Indonesia menggunakan dua sumber air yang kemudian diolah lebih lanjut, yaitu air sumur bor dan air PAM. c. Udara tekan (Compressed air) PT. Actavis Indonesia menggunakan udara tekan untuk penghematan listrik. Kegunaan dari udara tekan antara lain, untuk mengoperasikan mesin-mesin produksi, membersihkan debu dan digunakan untuk mengalirkan udara kering ke dalam kabinet mesin.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
17
d. Air Handling Unit (AHU) AHU digunakan untuk mengatur udara di ruangan. Pada masing-masing ruang produksi mempunyai AHU yang terpisah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
3.5
Produk dan Sertifikat GMP PT. Actavis Indonesia pada tahun 2011 telah memperoleh sertifikat CPOB
dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dan mendapat sertifikasi European GMP dari Health Care Inspectorate (The Netherlands) pada tahun 2012 untuk produk sediaan padat non steril baik penisilin maupun non penisilin, cair, dan semi padat, sehingga produk-produk PT. Actavis Indonesia dapat dipasarkan di Eropa, serta sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian Authority di tahun 2008. PT. Actavis Indonesia telah memperoleh 14 sertifikat CPOB yang didapatkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia (23 November 2011), untuk produk antara lain: a. Fasilitas multi produk (Multi Product Facility) non steril dan fasilitas topikal (Topical Plant Facility), terdiri dari tablet non antibiotik tidak bersalut, tablet non antibiotik bersalut, kapsul non antibiotik gelatin keras, larutan oral non antibiotik, dan enema non antibiotik, serta salep atau krim non antibiotik. b. Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility) terdiri dari tablet tidak bersalut, tablet salut, kapsul gelatin keras, dan suspensi kering oral antibiotik. c. Sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian Authority (2008). d. Sertifikasi Sistem Manajemen Terintegrasi (Integrated Management System) dari TUV Rheinland, sebagai berikut: 1.
ISO 9001:2008 yaitu mengenai sistem managemen mutu (Quality Management System).
2.
ISO 14001:2004 yaitu mengenai sistem managemen lingkungan (Enviromental Management System). Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
18
3.
OHSAS 18001:2007 yaitu mengenai sistem manajemen Keselamatan dan kesehatan (Occupational Health and Safety Management System).
Produk-produk PT. Actavis Indonesia dipasarkan melalui perusahaan distribusi atau distributor dengan skala nasional, yang saat ini ditunjuk adalah 3 perusahaan, yaitu: a. PT. Anugrah Argon Medika (AAM) b. PT. Mensa Bina Sukses (MBS) c. PT. Sawah Besar Farma (SBF) 3.6
Struktur Organisasi PT. Actavis dipimpin oleh seorang Presiden Direktur dengan dibantu oleh 5
orang direktur (lampiran 1), yaitu Direktur Operasional, Direktur Penjualan Ekspor, Bisnis Toll dan Distribusi, Direktur Scientific Affairs (SCA), Direktur Sumber Daya Manusia, dan Direktur Keuangan. Direktur Operasional membawahi 7 departemen, yaitu Departemen Produksi, Departemen Mutu dan Operasional, Teknik (Departemen Engineering dan EHS), Technology Transfer, IT, Supply Chain, dan MFG Controller. Masingmasing departemen tersebut dipimpin oleh seorang manajer yang dibantu oleh beberapa supervisor. 3.6.1 Departemen Produksi Departemen Produksi dipimpin oleh seorang Manajer Produksi yang bertanggung jawab terhadap seluruh proses produksi. Manajer Produksi dibantu oleh koordinator membawahi beberapa orang supervisor yang dibantu oleh administrator dan technical support. Bagian dispensing dipimpin oleh seorang supervisor yang memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap penimbangan semua bahan baku yang dibutuhkan pada semua proses produksi kecuali bahan aktif penisilin. Kegiatan departemen produksi berdasarkan pesanan dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh PPIC. Jenis obat yang diproduksi meliputi produk ethical dan produk OTC. Departemen produksi berkaitan erat dengan departemen Pemastian Mutu dan Pengawasan Mutu untuk menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat yang diproduksi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
19
Kegiatan produksi di PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu produksi penisilin dan non penisilin. Bagian non penisilin memproduksi bentuk sediaan padat, semipadat (krim) dan sediaan cair (sirup, suspensi), sedangkan bagian penisilin memproduksi sediaan padat (tablet, kaplet, kapsul dan sirup kering). Departemen produksi PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas, yaitu Fasilitas Multiproduk, Fasilitas Beta laktam, dan Fasilitas Topikal. Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan obat berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR) yang dikeluarkan oleh bagian Pengembangan Produk dan Produksi. Departemen ini akan bekerja sama dengan departemen pemastian mutu dengan melakukan kegiatan validasi dan kualifikasi agar produk yang dihasilkan
memenuhi
spesifikasi yang telah ditetapkan. Ruangan untuk proses produksi harus memenuhi persyaratan CPOB seperti yang tertuang dalam prosedur tetap atau SOP perusahaan. Terdapat dua jenis ruangan di PT. Actavis Indonesia berdasarkan tingkat kebersihannya, yaitu area E dan area F. Area E (grey area) yaitu ruang untuk bahan obat, obat dan bahan pengemas primer (permukaan dalam) yang masih dalam keadaan terbuka, atau masih berhubungan langsung dengan udara, meliputi ruang penimbangan bahan baku non steril, pengolahan, pengisian, pengemasan primer, dan pengambilan contoh bahan baku. Area F (black area) yaitu ruang untuk bahan obat, obat, dan bahan kemas primer dalam keadaan rapat, meliputi ruang pengemasan sekunder dan daerah lain di luar ruang produksi misalnya gudang. PT. Actavis tidak memiliki area A-D karena tidak memproduksi produk steril. Produksi produk steril dari PT. Actavis dilakukan di industri farmasi lain (Toll Out Manufacturing). Untuk memasuki area E harus mengenakan pakaian khusus (overall), sepatu khusus, topi yang menutupi rambut, dan masker. Untuk membatasi pertukaran udara antar ruang dan menjaga kestabilan tekanan udara, diperlukan suatu ruang antara (Buffer room/Airlock). Airlock adalah ruangan penyangga yang tingkat kebersihannya berbeda. Dua pintu airlock harus dalam keadaan tertutup bila tidak sedang digunakan untuk lewat. Pada saat lewat, hanya satu pintu airlock yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
20
dapat terbuka. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Berdasarkan fungsinya, airlock dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: a. Airlock I, disebut juga dengan bubble airlock, yang berfungsi menjaga tekanan udara positif didalam ruang pertama. b. Airlock II, disebut juga sink airlock, merupakan ruangan yang memiliki tekanan udara negatif terhadap dua sisi/ruang. c. Airlock III, disebut juga case cutdown, merupakan ruangan yang memiliki tekanan udara positif terhadap ruang kedua. Dengan adanya ruang antara tersebut, maka tidak akan terjadi campur baur udara antara area F dengan area E. Kegiatan departemen Produksi dilakukan berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh bagian PPIC. Bagian PPIC memberikan perintah produksi berupa work order picklist sebagai dokumen permintaan bahan baku dan bahan kemas ke gudang untuk pelaksanaan produksi. Departemen Produksi melaksanakan produksi dibawah pengawasan Pengawasan Mutu (IPC). Produk ruahan yang dihasilkan dikirim ke ruang WIP (work in process) untuk pengemasan sekunder, yang selanjutnya dikirim ke gudang obat jadi untuk disalurkan ke distributor. Alur proses produksi secara rinci terangkum dalam Catatan Bets, yaitu mulai dari jenis produk, nomor bets, jumlah yang dihasilkan, formula, data penimbangan bahan baku,daftar pemeriksaan alat sebelum proses produksi, catatan selama proses produksi, jumlah karyawan yang mengerjakan, waktu pengerjaan, dan proses pengemasan primer sampai proses pengemasan sekunder. Selain itu juga semua kegiatan yang dilakukan selama proses produksi harus sesuai dengan yang ada di dalam catatan betsdan tercatat di dalam catatan bets. Setelah proses produksi selesai, dilakukan sanitasi/pembersihan terhadap semua mesin yang dipakai dan diberi label “BERSIH” lengkap dengan nama pembersihnya, tanggal pembersihan,nama alat, produk sebelumnya, nomor batch produk sebelumnya dan berlaku sampai kapan. Seluruh proses produksi seperti pencampuran, pengisian, dan pengemasan harus memiliki penandaan pada setiap ruang proses yang sedang berjalan. Penandaan tersebut berupa papan identitas yang berisi nama ruangan, proses yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
21
dilakukan, nama produk yang sedang diproduksi, nomor bets dan tanggal dilakukannya proses. Tujuan penandaan tersebut adalah untuk mencegah terjadinya kontaminasi agar bahan awal atau bahan kemas tidak masuk ruangan yang tidak semestinya. Kegiatan proses pembersihan seluruh ruangan produksi pada setiap fasilitas dilakukan secara rutin atau terjadwal. Berdasarkan SOP Pembersihan Mesin Secara Umum, terdapat tiga macam proses pembersihan, yaitu: a. Pembersihan antar produk (Major Cleaning) Merupakan proses pembersihan yang dilakukan apabila memproduksi produk yang berbeda dari sebelumnya dan produk sama yang telah di produksi 5 batch berturut-turut.Pembersihan dilakukan secara total agar produk yang lain tidak terkontaminasi oleh produk sebelumnya. b. Pembersihan antar bets (Minor Cleaning) Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara bets yang satu dengan bets berikutnya untuk produk yang sama atau antara bets yang satu dengan bets berikutnya dengan kekuatan berbeda untuk produk yang sama maksimal 5 batch berturut-turut. c. Pembersihan akhir hari Merupakan pembersihan yang dilakukan pada akhir jam kerja.Status pembersihan tiap alat yang digunakan selama proses produksi harus didokumentasikan di dalam catatan bets dan logbook. Selain itu, kegiatan pemantauan ruangan pada ruang produksi juga dilakukan seperti pemantauan tekanan dengan menggunakan alat Magnahelic, pemantauan suhu, pemantauan relative humidity (RH), pemantauan mikroba, dan pemantauan jumlah partikel yang dilakukan setiap satu bulan sekali oleh bagian mikrobiologi, dan pemantauan purified water yang dilakukan setiap satu minggu sekali dan dilakukan pengambilan sampel oleh petugas dari departemen Pengawasan Mutu. Produk ruahan maupun produk jadi yang dihasilkan selama proses produksi akan dilakukan pengambilan sampel oleh departemen Pengawasan Mutu. Pengambilan sampel dilakukan untuk diuji secara mikrobiologi dan uji kimia,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
22
serta untuk sampel pertinggal yang digunakan sebagai kontrol produk jadi yang diedarkan dimasyarakat. 3.6.1.1 Fasilitas Multi Produk (Multi Product Facility/MPF) Fasilitas multi produk terdiri dari beberapa area utama, yaitu area penimbangan (dispensing), area produksi sediaan padat, area produksi sediaan cair, serta area pengemasan primer dan sekunder. Bagian MPF dikepalai oleh seorang koordinator produksi dengan dibantu oleh lima orang supervisoryang bertanggung jawab di masing-masing area. Bangunan fasilitas multi produk merupakan bangunan beton berbentuk huruf U yang terdiri dari ruang untuk penimbangan, pencampuran, granulasi, pengempaan tablet, penyalutan tablet, pengisian kapsul, pengisian sediaan cair, dan pengemasan. Terdapat perbedaan tekanan udara pada ruangan produksi dan koridor untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Ruangan produksi pada area padat memiliki tekanan udara negatif, sedangkan koridor memiliki tekanan udara positif. Sebaliknya pada area cair, pengaturan tekanan diatur sebaliknya dimana ruang produksi memiliki tekanan udara positif dan koridor memiliki tekanan udara negatif. Hal tersebut dikarenakan asumsi bahwa area padat mengandung partikel sedangkan area cair tidak mengandung partikel. Perbedaan tekanan udara pada ruangan dan koridor diatur antara 10-30 kPa. Setiap ruangan dilengkapi dengan pendingin ruangan yang suhunya diatur 15-25°C, pengatur tingkat kelembaban (RH) yang diatur tidak melebihi 75%, listrik, penerangan, dan fasilitas pendeteksi asap. Suatu proses produksi pada bagian fasilitas multi produk dilakukan berdasarkan atas lembar kerja yang telah dibuat. Alur proses produksi diawali dengan kegiatan penimbangan bahan baku olehbagian dispensing. Bagian dispensing melakukan penimbangan berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh bagian perencanaan produksi (PPIC). Setelah penimbangan selesai, bahan baku tersebut akan dibawa ke ruang produksi melalui airlock material menuju ruang penyimpanan Work In Process (WIP). Bahan yang telah diterima dari bagian dispensing oleh bagian produksi dilakukan pengecekan ulang di ruang penimbangan. Tersedia empat mesin untuk proses granulasi, yaitu High Shear Mixer/HSM TK Fielder (kapasitas maks. 120 kg), Fluid Bed Dryer/FBD Huttlin Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
23
200-DJ (kapasitas maks. 240 kg), Lytzen Oven dan IBC Bin Blender Servolift (kapasitas maks. 800 kg). Mesin-mesin tersebutdapat digunakan untuk proses granulasi basah maupun kering dalam jumlah/volume besar sesuai dengan spesifikasi cara pembuatan produk. Bagian MPF memiliki ruang granulasi skala kecil untuk melakukan proses uji coba maupun proses produksi dalam jumlah/volume kecil. Pada ruang granulasi skala kecil terdapat beberapa mesin, yaitu High ShearMixer/HSM Yong Sheuan, Fluid Bed Dryer/FBD Yong Sheuan, Bin Blender Tamaru dengan kapasitas maksimal masing-masing mesin sebesar 40 kg. Setelah proses granulasi selesai, dilakukan proses penambahan fase luar dan proses pencampuran terakhir, dilakukan menggunakan mesin IBC Blender Servolift. Produk antara yang menunggu proses pencetakan disimpan dalam ruang WIP. Dalam proses produksi dilakukan kegiatan pengawasan dalam proses (In Process Control/IPC). Pemeriksaan yang dilakukan untuk produk antara (granulat) yaitu pemeriksaan kadar air pada granulat yang dihasilkan dan berat hasil granulasi. Pengujian laju alir, keseragaman kandungan, dan distribusi ukuran partikel tidak dilakukan karena semua proses produksi yang dilakukan sudah tervalidasi. Granul yang sudah siap untuk dicetak dimasukkan kedalam ruang pencetakan. Untuk proses pencetakan tablet, tersedia empat mesin cetak tablet yaitu mesin Jenn Chiang JC DSH 35B (kapasitas 39 station), Killian RTS 20 (kapasitas 20 station), Sejong MRC-31S(kapasitas 31 station), dan Manesty BB4 (kapasitas 27 station), Fette Compacting 1200i (kapasitas 24 station). Untuk mesin pengisian kapsul terdapat dua mesin yaitu Sejong SF-100N dan Sejong SF100 masing-masing dengan 12 holder yang memiliki 14 station. Tersedia pula tiga mesin penyalut tablet/coating, yaitu NicomacElite-100 (kapasitas maks. 100 liter), Bamtri Film Coating Machine (kapasitas maks. 90 liter) dan Ohara Film Coating Machine (kapasitas maks. 100 liter) untuk beberapa produk yang memerlukan proses penyalutan. Hasil IPC pada setiap proses produksi didokumentasikan kedalam lembar kerja/MPPCR untuk tiap produk. Selanjutnya, sampel produk ruahan dari tablet atau kapsul dikirim ke bagian Pengawasan Mutu untuk dilakukan pemeriksaan terhadap spesifikasi setiap sediaan. Tablet dan kapsul yang sudah jadi selanjutnya Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
24
siap untuk dikemas. Terdapat sepuluh line pada proses pengemasan primer yang saling terhubung (in line) dengan bagian pengemasan sekunder. Line 1 sampai dengan line 3 merupakan bagian pengemasan untuk produk yang dikemas dalam bentuk blister. Mesin yang terdapat pada line 1 sampai dengan 3 adalah Googer, Hoong-A, Uhlman B12. Line 4 tidak diaktifkan secara in line dikarenakan pada line 4 hanya dilakukan proses pengemasan sekunder untuk produk yang dikemas secara manual. Line berikutnya yaitu line 5 sampai dengan line 7 merupakan bagian pengemasan produk yang dikemas dalam bentuk strip. Mesin yag terdapat pada line tersebut adalah Uhlmann AHS 80, Siebler 90, dan MST Marchesini. Pada line 8 dilakukan proses pengemasan tablet ke dalam kemasan botol plastik dengan menggunakan mesin Autopacker. Mesin-mesin yang digunakan pada proses pengemasan primer pada line 1 sampai dengan line 8 dapat digunakan untuk mengemas produk tablet maupun kapsul. Line selanjutnya yaitu line 9 dan line 10 berada pada area produksi cair. Pada area ini dilakukan proses produksi untuk sediaan cairan enema dan sirup. Line 9 merupakan area produksi untuk sediaan cairan enema dimana proses produksi dilakukan dengan cara pelabelan terlebih dahulu pada kemasan tube dan kemudian dilakukan proses pengisian cairan enema ke dalam kemasan tube. Pada line ini mesin yang digunakan adalah Comadis C960 Imaje. Untuk sediaan berupa sirup, proses produksi dilakukan dengan melalui dua proses utama yaitu pencampuran dan pengisian ke dalam wadah. Terdapat dua buah tanki pencampuran yang dilengkapi dengan pipa penghubung, vakum, dan pengaduk untuk mendukung proses produksi masing-masing dengan kapasitas 600 liter dan 2000 liter. Terdapat pula satu buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 2000 liter, dua buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 10.000 liter dan tiga buah tangki penyimpanan dengan kapasitas 500 liter. Untuk proses penangas air dan pendingin air purified water maka menggunakan Bowling Vessek 200 liter. Proses IPC yang dilakukan untuk sediaan cair adalah pengukuran pH. Sediaan sirup tersebut kemudian diisikan ke dalam botol-botol di line 10 dan kemudian dilanjutkan dengan proses pemasangan dan pengencangan tutup botol dengan menggunakan mesin Filling dan Capping Tamaru. Untuk sediaan cair yang melalui proses pengencangan tutup botol perlu dilakukan proses IPC berupa Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
25
pengukuran torsi untuk menguji kekuatan menutup botol (capping torque) dan kebocoran. Selanjutnya produk tersebut siap untuk diberi label dan dikemas ke dalam box. 3.6.1.2 Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility/BLF) Bagian BLF dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab pada seluruh proses produksi sediaan beta laktam. Produksi sediaan beta laktam dilakukan pada bangunan yang terpisah dengan bangunan produksi lain untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Bangunan pada beta laktam mempunyai ruang gudang, ruang timbang, area produksi, area pengemasan, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, mushola dan toilet yang khusus digunakan oleh para karyawan yang bekerja pada fasilitas beta laktam. Bangunan ini memiliki sistem pembuangan limbah, sistem HVAC, dan sistem pengairan yang terpisah dengan bangunan produksi lain. Bangunan terdiri dari 2 lantai dimana lantai 1 terdiri dari gudang, area printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, dan area ganti, sedangkan lantai 2 terdiri dari area produksi dari proses penimbangan hingga pengemasan sekunder, ruang IPC dan ruang administrasi dan supervisor. Fasilitas beta laktam terdiri dari dua area kebersihan, yaitu grey area dan black area. Grey area terdiri dari ruang penimbangan, area pencampuran (granulasi), ruang pencetakan tablet, ruang pengisian kapsul, ruang pengisian tablet/kapsul/granul
ke
dalam botol,
ruang pengemasan primer,
ruang
penyimpanan produk ruahan sementara sebelum dikemas yaitu ruang work in process (WIP), dan ruang pengawasan selama proses atau in process control (IPC). Black area terdiri dari area pengemasan sekunder, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, ruang admin dan area ganti baju. Area produksi beta laktam dilengkapi dengan 3 ruang penyangga (air lock), dimana letak dari ruang penyangga personil terpisah dengan ruang penyangga material mencakup bahan baku, material pengemasan primer maupun sekunder. Terdapat passbox yaitu fasilitas yang terletak di dinding partisi yang bersih dan fungsinya akan menjadi daerah penyangga untuk mentransfer barang antara di dalam dan di luar bangunan yang bersih sehingga, fungsinya dapat mencegah gangguan aliran
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
26
udara dan tekanan udara dalam ruangan yang bersih. Selain itu, fasilitas beta laktam juga dilengkapi dengan pintu darurat dan penanganan limbah tersendiri. Sediaan-sediaan yang diproduksi oleh bagian beta laktam ini adalah tablet, kapsul dan sirup kering. Kemasan primer yang digunakan adalah strip, blister dan tropical blister untuk sediaan tablet dan kapsul serta kemasan botol/securitainer untuk sediaan tablet, kapsul dan sirup kering. Produksi sediaan solid di fasilitas beta laktam (BLF), pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama dengan proses produksi untuk sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF). Untuk proses penyiapan alat, pembersihan mesin, dan produksi yang dilakukan pada bagian ini pada prinsipnya sama dengan fasilitas produksi lainnya (MPF dan TPF) tetapi berbeda pada proses penimbangan. Untuk penimbangan zat aktif golongan penisilin dilakukan pada ruang dispensing yang terdapat pada fasilitas beta laktam dan untuk bahan tambahan lainnya dilakukan penimbangan pada ruang dispensing di MPF. Pencegahan kontaminasi juga terlihat pada peraturan terhadap karyawan dan tamu, dimana setiap karyawan dan tamu yang masuk ke dalam fasilitas betalaktam diharuskan menggunakan seragam yang telah disediakan khusus untuk digunakan pada fasilitas beta laktam dan untuk setiap karyawan dan tamuyang akan meninggalkan fasilitas beta laktam diharuskan mandi terlebih dahulu dengan menggunakan sabun khusus (SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan Tamu di Area Produksi BLF, 2013), yang bertujuan untuk memecah cincin beta laktam. Selain itu, pengolahan limbah terhadap sisa produksi beta laktam baik sampah organik, sampah anorganik maupun sampah B3 juga dilakukan secara terpisah dari limbah sisa produksi lainnya dengan melakukan inaktivasi terlebih dahulu, sampah direndam menggunakan NaOH 2% (pH 10), selama satu jam (SOP Pemusnahan Sisa-Sisa Produk Penisilin, 2012). Proses inaktivasi dilakukan terhadap seluruh bagian yang akan di buang keluar area BLF. Inaktivasi dilakukan di ruang cuci area BLF. 3.6.1.3 Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF) Bagian TPF dikepalai oleh seorang seorang supervisoryang bertanggung jawab pada seluruh proses produksi TPF. Area TPF dibagi menjadi 2 yaitu black area dan abu-abu. Black area terdiri dari ruang airlock personal (ruang ganti Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
27
sepatu untuk black area, baju seragam lengkap dengan penutup kepala), toilet dan tempat cuci tangan, ruang administrasi, area pengemasan sekunder, printing room dan airlock untuk bahan kemas sekunder atau produk jadi. Grey area terdiri dari ruang-ruang penyangga personal (ruang ganti sepatu grey area dan lengkap dengan masker dan penutup kepala), area pencampuran, area pengisian, WIP, ruang penyangga bahan, dan area wadah penyimpanan. Suhu di grey area adalah 18-25°C; RH maksimal 75%. Tahapan produksi sediaan topikal dimulai dengan penyiapan fase minyak dan fase air dalam tangki pencampur. Fase minyak dipanaskan dalam suatu tangki hingga melebur dan fase airnya disiapkan pada tangki yang terpisah. Setelah fase minyak melebur, dilakukan pencampuran ke dalam tangki pencampur dengan cara divakum. Agar suhu didalam tangki tetap stabil pada kisaran 60–70°C, pada bagian luar tangki (jacketed) dialiri uap panas (steam). Pencampuran bahan aktif ke dalam campuran fase minyak dan fase air bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara dicampur langsung atau didispersikan ke dalam fase krimnya. Setelah proses pencampuran selesai dilakukan, tahap selanjutnya yaitu proses pendinginan. Pada proses pendinginan, suhu didalam tangki pencampuran diatur hingga 35°C dan untuk membantu proses tersebut dialirkan air dingin dengan bantuan Chiller kedalam jaket tangki. Selain itu, proses pendinginan dilakukan menggunakan vakum dengan tujuan untuk memecahkan busa yang terbentuk pada saat proses pencampuran. Adanya busa tersebut akan mengganggu proses selanjutnya yaitu proses pengisian. Setelah massa krim dingin, krim dikeluarkan dari tangki pencampuran lalu dimasukkan ke dalam kantong 2 lapis plastik dan disimpan dalam drum. Kemudian bulk tersebut disimpan dalam gudang WIP dan diberi label produk ruahan (warna ungu). Penyimpanan dalam ruang WIP bertujuan untuk menunggu sampai massa krim terbentuk sebelum dilakukan proses pengisian ke dalam tube. Pada proses pengemasan primer, dilakukan pengisian produk ke dalam tube. Hal-hal yang diperhatikan adalah berat krim per tube, penampilan sediaan, serta pemeriksaan kebocoran tube. Untuk pemeriksaan berat pengisian per tube, setiap 15 menit sekali dilakukan penimbangan untuk mengetahui kinerja mesin dan ketepatan pengisian. Pada pengemasan sekunder dilakukan pemeriksaan pada Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
28
cetakan nomor bets, label, serta tanggal kadaluarsa. Proses pengemasan primer dan sekunder dilakukan secara in line. Sebelum bahan kemas sekunder digunakan, dilakukan pencetakan nomor bets, HET/tube, mfg tanggal dan tanggal kadaluarsa. Setiap tahapan pada proses produksi harus didokumentasikan ke dalam kertas kerja. 3.6.2 Departemen Mutu (Quality Operation Department) Mutu atau kualitas suatu produk merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan sejak awal mulai dari bahan baku, proses pembuatan, peralatan, bangunan, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan. Oleh sebab itu, departemen mutu bertanggung jawab terhadap jaminan kualitas produk yang dihasilkan. Departemenmutu PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 departemen yaitu Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC), Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA), dan Departemen Perkembangan Metode Analisis (Analitical Method Development/AMD). Departemen Mutu juga bertanggung jawab terhadap penolakan dan pelulusan obat jadi, dimana untuk pelulusan obat jadi dibutuhkan persetujuan dari seorang qualified person. Qualified Person (QP) adalah seseorang yang memiliki pengalaman dalam memproduksi sediaan farmasi yang telah menjalani pelatihan khusus dan memiliki pemahaman kritis yang mendalam terhadap semua aspek yang berkaitan dengan pembuatan sediaan farmasi. Oleh karena itu, dengan kemampuan yang dimiliki tersebut maka Qualified Person (QP) bertanggung jawab untuk memutuskan apakah suatu produk layak untuk dipasarkan atau tidak. 3.6.2.1 Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC) Berdasarkan CPOB, pengawasan mutu berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian untuk memastikan bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan dan bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Departemen pengawasan mutu di PT. Actavis Indonesia berada di bawah departemen Quality Operation (QO). Standard Operating Procedure (SOP/ Protap) yang diterapkan pada departemen Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
29
Pengawasan Mutu sebelumnya telah melalui persetujuan dari Head of Quality Operations. Departemen Pengawasan Mutu dipimpin oleh seorang Manajer Pengawasan Mutu (QC Manager) dan membawahi General Laboratory QC Supervisor; Chemical Laboratory BLF Supervisor; Micro Lab Group Leader; Stability Program and Trend Analysis Supervisor; dan Sampling and Packing Material Inspection Supervisor. Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk memastikan bahwa tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Departemen Pengawasan Mutu bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan pengendalian dalam kegiatan pengambilan contoh; pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan dan produk jadi; serta memberikan pelatihan yang berkaitan dengan pengawasan mutu; merencanakan pembelian peralatan serta melakukan perawatan dan kalibrasi peralatan yang telah ada; membuat dan melakukan revisi protap di departemen Pengawasan Mutu; memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan, serta melakukan pengujian stabilitas produk yang telah maupun akan beredar di masyarakat. Tugas utama bagian Pengawasan Mutu adalah mengontrol kualitas dari bahan awal (bahan baku dan bahan kemas) sejak masuk ke gudang hingga menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Bagian ini bertanggung jawab dalam menganalisa semua bahan baku dan produk jadi menggunakan metode analisis yang telah divalidasi oleh departemen AMD. Seluruh hasil kerja yang dilakukan didokumentasikan pada suatu lembar kerja (Worksheet). Tugas bagian Pengawasan Mutu yang lainnya yaitu menangani hasil pengujian yang tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Setelah dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara fisika, kimia, maupun mikrobiologi, ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir mengenai status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang seksama dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Hal tersebut dikenal dengan penyelidikan Hasil Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
30
Uji di Luar Spesifikasi (HULS). Penyebab HULS dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu kesalahan laboratoriun (Lab. Error), kesalahan di luar proses (kesalahan operator, kegagalan alat produksi, atau kesalahan pengambilan sampel) serta kesalahan yang berhubungan dengan proses produksi. Langkah yang dilakukan jika terjadi HULS yaitu: 1. Melakukan investigasi kemungkinan terjadinya kesalahan di laboratorium dan kesalahan pengambilan sampel, misalnya preparasi sampel, pengenceran, perhitungan, peralatan yang tidak terkalibrasi dan lain-lain. 2. Jika tidak ditemukan kesalahan di laboratorium maka dilakukan investigasi diperluas dengan cara memeriksa catatan bets dan data-data lain, atau kemungkinan ada kesalahan dalam proses produksi. Apabila terjadi HULS pada saat analisis maka hal yang harus dilakukan adalah melakukan investigasi kesalahan laboratorium dan menyiapkan laporan tertulis mengenai hasil investigasi. Tindakan lanjutan yang dapat diambil sesuai hasil pemeriksaan yang diperoleh, antara lain: 1. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang sudah rilis. 2. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa atau analis yang berbeda. 3. Membandingkan hasil pemeriksaan ulang dengan persyaratan metode uji dan metode kompendial. Bila masih ditemukan ketidaksesuaian (Non Conformance) maka dilakukan investigasi ke proses produksi mengenai asal dan penyebab utamanya. Setelah penyebab utama ditemukan selanjutnya dilakukan tindak lanjut (follow up) dan tindakan pencegahan (preventive action) oleh Pemastian Mutu. Bila hasilnya masih menyimpang baik itu HULS dari kimia maupun mikrobiologi maka dibuat laporan terhadap kegagalan (Failure Investigation). a.
Laboratorium Umum QC (General Laboratory QC) Laboratorium umum QC dipimpin oleh seorang supervisor. Tugas dari
laboratorium umum QC adalah untuk melakukan analisis rutin secara fisika dan kimia sampel yang dapat berupa bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi. Pada Laboratorium Kimia Umum dilakukan segala proses mulai dari analisa Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
31
bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan program stabilitas untuk produk obat yang merupakan obat non beta laktam. Pemeriksaan bahan baku dimulai sejak diterimanya sampel dari petugas pengambilan sampel bahan baku yang sebelumnya telah di check oleh Supervisor Pengambilan Sampel dan Inspeksi Bahan Kemas, kemudian supervisor bahan baku melakukan pemeriksaan dan mencocokkan kembali sampel bahan baku yang diterima tersebut dengan daftar yang tersedia. Sampel dan daftar diperiksa kelengkapan dan kebenarannya yang meliputi tanggal penerimaan sampel, nama sampel, nomor bets, nomor wadah, nomor analisa, tanggal analisis serta nama analis, semua dicatat pada log book yang tersedia. Setelah selesai dilakukan pencatatan maka selanjutnya sampel dapat dianalisis sesuai dengan spesifikasi dan metode analisa yang telah ditetapkan. Jika sampel tidak langsung dianalisis maka sampel tersebut disimpan pada ruangan tempat penyimpanan sampel untuk menunggu proses analisis lanjutan sesuai jadwal yang telah ditetapkan, ataupun berdasarkan permintaan dari pihak produksi. Ruang penerimaan sampel dan ruang tempat penyimpanan sampel juga melalui pemantauan suhu dan kelembaban supaya tidak mempengaruhi mutu dari sampel. Bahan baku yang telah di sampling oleh QC diberi label “QC Hold”. Setiap hasil analisis ditinjau kembali oleh Quality Control Supervisor atau Group Leader yang kemudian hasilnya dimasukkan pada sistem QAD. Hal-hal yang ditinjau meliputi nama sampel yang diperiksa, nomor bets seluruh parameter yang dianalisis, serta hasil perhitungan yang diperoleh. Jika hasil telah ditinjau oleh supervisor selanjutnya laporan analisis diserahkan ke manajer laboratorium untuk melalui otorisasi sehingga bahan baku dapat ditampilkan (release) pada QAD dan mencetak label berwarna hijau “APPROVED” yang merupakan penandaaan bahwa bahan baku tersebut sudah dapat digunakan untuk proses produksi. Namun apabila setelah ditinjau ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan maka dibuat laporan hasil uji diluar spesifikasi untuk selanjutnya dilakukan investigasi baik terhadap prosedur analisa, reagensia peralatan yang digunakan maupun prosedur pengambilan sampel. Berdasarkan hasil investigasi kemudian dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan, serta diberi keputusan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
32
terhadap status bahan baku tersebut. Jika keputusannya ditolak maka dibuatkan label merah “REJECTED”. Untuk analisis produk ruahan dan produk jadi, dilakukan seperti halnya pada pemeriksaan bahan baku, dimana analisis produk ruahan dan produk jadi juga melewati proses penerimaan sampel, yang disesuaikan dengan daftar pengambilan sampel, kemudian disimpan sementara saat menunggu proses analisis sesuai yang telah dijadwalkan. Proses analisa dilakukan berdasarkan sistem FIFO (first in first out) ataupun sesuai kebutuhan. Hasil analisa yang diperoleh di tinjau oleh supervisor kemudian diberikan kepada manajer laboratorium untuk diotorisasi. Waktu yang diperlukan mulai dari sampel masuk hingga laporan keluar maksimal selama 7 hari. b.
Laboratorium Kimia BLF (BLF Chemical Laboratory) Laboratorium kimia BLF dipimpin oleh seorang supervisor laboratorium
yang dibantu 2 orang analis. Pada laboratorium kimia BLF dilakukan segala proses mulai dari analisa bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan program stabilitas untuk produk-produk yang mengandung cincin beta laktam. Proses yang dilakukan sama dengan yang dilakukan di laboratorium kimia umum, hanya untuk produk beta laktam dilakukan di laboratorium tersendiri, agar tidak mencemari produk lainnya yang merupakan obat non beta laktam. c.
Laboratorium Mikrobiologi Laboratorium mikrobiologi dikepalai oleh seorang group leader dibantu
oleh dua orang analis. Tugas dari laboratorium mikrobiologi ini adalah melakukan uji kontaminasi mikroorganisme baik pada bahan baku, produk ruahan, maupun obat jadi setelah dikemas (after fill), stabilitas sampel, serta melakukan uji potensi pada antibiotik dan vitamin. Laboratorium biologi juga membantu dalam proses validasi dalam hal pemantauan mikroba dalam ruangan produksi. Selain itu, laboratorium mikrobiologi juga melakukan pemantauan lingkungan secara rutin/terjadwal baik di area produksi maupun di laboratorium mikrobiologi sendiri yang meliputi pemantauan udara permukaan maupun uji kontaminasi penisilin (pada area bukan produksi penisilin). Kondisi yang harus diperhatikan di dalam laboratorium mikrobiologi adalah perbedaan tekanan antar
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
33
ruang, menggunakan aliran udara laminair air flow, dan biohazard cabinet untuk bahan-bahan yang toksik. d.
Stability Program and Trend Analysis Stability Program and Trend Analysis dikepalai oleh seorang supervisor.
Stability Program and Trend Analysis menangani pengujian stabilitas, tindak lanjut proses stabilitas, dan uji stabilitas produk yang sudah dipasarkan (on going stability). Uji stabilitas adalah serangkaian pengujian yang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kestabilan produk farmasi sehingga waktu kadaluarsa dari produk yang dikemas dalam bahan tertentu dan pada kondisi penyimpanan tertentu dapat ditetapkan. Uji stabilitas produk jadi diuji dengan dua cara yaitu uji stabilitas dipercepat dan uji stabilitas jangka panjang. Pengujian stabilitas yang dilakukan pada PT. Actavis Indonesia selain memperhatikan kondisi/iklim di Indonesia juga memperhatikan iklim pada Eropa karena beberapa obat yang diproduksi juga diekspor ke pasar Eropa. Uji stabilitas dilakukan jika terdapat produk baru (formula baru atau perubahan formula, bahan aktif dari manufacturer baru, dan/atau jenis kemasan primer baru), bets validasi proses, bets dengan penyimpangan kritis atau mayor, produk transfer, stabilitas produk yang telah dipasarkan (on going stability), dilakukan minimal pada 1 bets per tahun, serta produk ruahan/antara (intermediate product). Kondisi penyimpanan produk terbagi menjadi dua macam uji stabilitas, yaitu dipercepat dan jangka panjang. Pada uji stabilitas dipercepat, chamber tempat penyimpanan produk yang ada di PT. Actavis Indonesia diatur kondisinya yaitu 40°C ± 2°C dengan tingkat kelembaban 75% ± 5%. Pengujian stabilitas ini dilakukan minimal pada 3 titik waktu termasuk titik awal dan akhir (misalnya 0, 3 dan 6 bulan) untuk penelitian selama 6 bulan. Kondisi penyimpanan untuk uji stabilitas jangka panjang (long term stability) dilakukan pada 2 kondisi, sesuai dengan zona negara, yaitu zona IV untuk ASEAN dan beberapa negara Asia dan zona II untuk Eropa. Kondisi pengujian untuk zona IV yaitu suhu penyimpanan 30°C ± 2°C dan tingkat kelembaban 75% ± 5%, sedangkan untuk zona II yaitu suhu penyimpanan 25°C ± 2°C dan tingkat kelembaban 60% ± 5%. Uji stabilitas jangka panjang dilakukan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
34
setiap 3 bulan selama tahun pertama, setiap 6 bulan untuk tahun kedua dan selanjutnya setahun sekali sepanjang masa edar yang diusulkan. Contoh pertinggal diambil dari tiap bets bahan baku (kecuali pelarut dan cairan yang mudah menguap) yang digunakan untuk proses produksi. Contoh pertinggal disimpan sampai 1 tahun setelah waktu daluarsa untuk tujuan peninjauan kembali kualitas suatu produk bila diperlukan dan hanya digunakan sebagai sampel pembanding dalam penanganan keluhan dari konsumen. Sampel pertinggal bahan baku dibagi menjadi dua jenis yaitu zat berkhasiat dan zat tambahan. Pelarut seperti alkohol dan cairan yang mudah menguap tidak diambil contoh pertinggalnya. Jumlah contoh pertinggal yang diambil untuk tiap bets harus mencukupi untuk dilakukan minimal dua kali pemeriksaan lengkap dan disimpan pada kondisi penyimpanan yang telah ditentukan yaitu 15-25°C. Wadah tersebut dapat berupa botol, wadah plastik atau alu-bag untuk contoh pertinggal. Wadah diberi label dilengkapi dengan nama bahan, nomor bets, tanggal pengambilan serta paraf. Contoh pertinggal didokumentasikan di dalam satu buku khusus (log book) sesuai jenis dan nomor urut untuk selanjutnya disimpan diruang penyimpanan selama 11 tahun. Jika penyimpanannya sudah melebihi 11 tahun maka contoh pertinggal dapat dimusnahkan. Penyimpanan dilakukan di ruang sampel pertinggal dan disimpan di rak berdasarkan nama/kode produk dan jenisnya. Untuk produk psikotropika diletakkan dilemari khusus yang berada di ruang sampel pertinggal. Spesifikasi dan metode analisa bahan baku dibuat dengan mengacu pada farmakope (di PT. Actavis Indonesia acuan yang digunakan adalah European Pharmacopoeia), metode yang dikembangkan oleh Departemen Pengembangan Produk, master spesifikasi yang dapat berasal dari PT. Actavis Indonesia atau pihak ketiga (toll out). Spesifikasi dan metode analisa yang telah dibuat, ditinjau oleh Manajer Pengawasan Mutu dan disetujui oleh Manager Pemastian Mutu. Setelah disetujui, spesifikasi dan metode analisa yang dibuat diinput ke dalam sistem dan didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang telah disetujui berlaku selama lima tahun sejak tanggal berlaku dokumen tersebut (valid date) ditetapkan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
35
Tanggal berlaku (valid date) paling lambat ditetapkan tujuh hari setelah dokumen siap didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa versi sebelumnya akan disimpan selama 11 tahun sejak dokumen dinyatakan tidak berlaku. Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang sudah tidak digunakan lagi akan disimpan selama enam tahun sejak bahan baku dinyatakan tidak digunakan lagi. Dokumen spesifikasi dan metode analisis bahan baku direvisi saat tiga bulan sebelum jatuh tempo tanggal berlaku dokumen berakhir. Namun, spesifikasi dan metode analisis tersebut juga harus direvisi untuk disesuaikan dengan farmakope edisi terbaru (European Pharmacopoeia), dimana perubahan tersebut harus disesuaikan
juga
dengan
kemampuan
laboratorium.
Selain
berdasarkan
farmakope, perubahan pada spesifikasi dan metode analisa juga dapat terjadi jika ada perubahan metode analisa yang dikembangkan oleh NPD ataupun perubahan limit pada saat scale up dari skala laboratorium ke skala produksi. Hal pertama yang dilakukan sebelum membuat revisi spesifikasi dan metode analisa adalah membuat gap analysis dengan membandingkan parameter pada spesifikasi lama yang akan direvisi dengan parameter pada farmakope terbaru. Jika terdapat perubahan, maka dilakukan pengecekan dan verifikasi terhadap kemampuan atau ketersediaan alat dan bahan di pabrik, kemudian, dibuat usulan perubahan dalam bentuk “Change Control”. Setelah Change Control disetujui, spesifikasi dan metode analisis yang baru dibuat. Jika tidak disetujui, maka departemen Pegawasan Mutu akan memberikan usulan perbaikan untuk ditinjaklanjuti, dan jika diperlukan akan dimasukkan ke dalam CAPA (Corrective Action Preventive Action). e.
Sampling and Packaging Material Inspection Dimulai sejak diterimanya daftar penerimaan barang dari gudang, yang
kemudian diperiksa kembali oleh supervisor. Bahan baku yang diambil untuk keperluan analisis haruslah mewakili dari jumlah yang diterima. Setiap bahan baku yang diterima harus dilakukan pengambilan contohnya untuk dilakukan analisis dan diputuskan apakah bahan baku tersebut dapat dirilis atau ditolak. Pengambilan bahan baku harus ditangani dengan benar supaya dapat terhindar dari pencemaran oleh mikroba dan pencemaran silang. Waktu pengambilan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
36
sampel dilakukan berdasarkan kebutuhan dan FIFO (First In First Out) dengan waktu tunggu maksimal 5 hari. Pengambilan contoh bahan baku dilakukan oleh seorang petugas pengambilan sampel. Sebelum melakukan pengambilan sampel, petugas menerima daftar dari bagian gudang. Selanjutnya petugas melakukan perencanaan dan pengambilan contoh dan pemeriksaan secara visual terhadap semua wadah dan label material yang diterima. Untuk identifikasi material sampel diambil dari semua wadah dan untuk pemeriksaan lengkap dilakukan pencampuran dari sampel yang telah diambil. Hasil pengambilan sampel kemudian dimasukkan ke sistem QAD dalam bentuk Quality Order (QO) dan bila dinyatakan memenuhi syarat maka dapat diberikan label “RELEASE”dengan label warna hijau. Pengambilan contoh bahan kemas yang akan diperiksa dilakukan secara acak. Prosedurnya hampir sama dengan pengambilan contoh bahan baku. Jumlah wadah dari lot yang sama yang akan dibuka untuk diambil contohnya dihitung berdasarkan Military Standard 105E, Inspection Level II (n1), dan Inspection Level III (n2). Pengambilan contoh bahan baku dilakukan terhadap semua wadah kecuali untuk bahan baku yang higroskopis dan vitamin. Tabel 3.1. Perbedaan n1 dan n2 No
n1
1
Pemasok baru
2
Desain baru
3
Produk baru
4
Pemasok lama yang tidak lolos
n2 Pemasok lama yang telah terbukti 5 kali pengiriman lolos inspeksi.
inspeksi pada pengiriman sebelumnya Bahan kemas yang sedang diinspeksi tetapi ditemukan cacat 5
lebih besar dari acceptance number-nya, diambil contoh ulang sebanyak n2.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
37
Untuk menghindari terjadinya kontaminasi dalam kegiatan pengambilan contoh maka ruang pengambilan contoh harus dilakukan pembersihan dan sanitasi. Pembersihan ini pun perlu dilakukan validasi oleh departemen Pemastian Mutu. Adapun tujuannya yaitu agar terpelihara lingkungan yang aman dari cemaran mikroba, mencegah terjadinya pencemaran oleh debu dan cemaran lain yang dapat mengubah identitas, mutu/kemurnian bahan baku dan memastikan bahwa alat-alat pembersih dan pengambilan contoh dalam keadaan bersih dan tidak menjadi sumber pencemaran terhadap bahan baku yang akan diambil contohnya. Kegiatan pemantauan serta pembersihan/sanitasi yang dilakukan yaitu pemantauan HEPA FILTER, kegiatan sanitasi biasa serta sanitasi total. Dalam kegiatan sanitasi total, maka bagian-bagian ruang sampling yang dibersihkan meliputi lantai, dinding, kaca pintu & jendela, LAF, tirai LAF, pre filter pada LAF, lampu, langit-langit, tutup AC, Trolley, lemari serta meja stainless. Kegiatan sanitasi total biasanya dilakukan setelah pengambilan sampel yang berwarna seperti tetrasiklin, doksisiklin (berwarna kuning) serta yang sedikit berbau seperti riboflavin.
Setelah selesai sanitasi maka diberi penandaan/label “BERSIH”
pengambilan contoh telah selesai disanitasi tetapi tidak dipakai dalam 2 hari kerja maka harus dilakukan sanitasi rutin/biasa sebelum digunakan. Selanjutnya pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas bahan pengemas yaitu pemeriksaan terhadap bahan kemas baik primer maupun sekunder. Contoh bahan kemas primer yaitu kapsul, botol, aluminium foil, sedangkan bahan kemas sekunder yaitu karton atau box obat. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan terhadap brosur obat. Parameter yang diperiksa dari kemasan sekunder dan leaflet meliputi kelengkapan informasi, besar huruf, warna, kesesuaian rancangan serta berat dari kertas. Kalibrasi dan validasi metode analisis dilakukan sesuai jadwal untuk menjamin agar peralatan dan metode analisa yang digunakan memberikan hasil pengukuran yang tepat. Peralatan yang digunakan untuk analisis selalu dalam keadaan terkalibrasi. Jika ada alat yang belum dikalibrasi, alat tersebut tidak boleh digunakan. Pada setiap alat ditempel label yang menandakan kondisi alat, tanggal kalibrasi terakhir, dan tanggal kalibrasi selanjutnya. Dengan adanya label tersebut, dapat dicegah penggunaan alat yang tidak terkalibrasi. Selain itu, terdapat pula Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
38
Prosedur Tetap untuk semua alat di Laboratorium Pengawasan Mutu. Prosedur Tetap pengoperasian alat selalu diletakkan di dekat alat untuk memudahkan operator atau personel lain dalam menggunakan alat yang bersangkutan. Hal ini juga untuk menghindari adanya kesalahan. Alat pelindung diri disediakan untuk keselamatan personil, seperti masker, kaca mata pelindung, sarung tangan, dan pembasuh mata dan shower. Baku pembanding disimpan dalam kondisi yang sesuai. Pada wadahnya terdapat label informasi mengenai nama zat, nama penyalur, kadar, tanggal bahan datang, dan jenis stok. Hal ini telah sesuai dengan aturan CPOB. Ruang laboratorium untuk pemeriksaan di bagian Pengawasan Mutu telah sesuai dengan aturan CPOB, seperti persyaratan spesifikasi ruangan, desain ruangan, dan tempat pembuangan limbah. Laboratorium memiliki letak yang terpisah dengan ruang produksi. Laboratorium mikrobiologi dan kimia beta laktam juga terpisah dari laboratorium lain. Laboratorium ini juga telah dilengkapi dengan peralatan dan bahan yang berkaitan dalam hal pengujian mutu obat. 3.6.2.2 Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) Departemen Pemastian Mutu PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 4 bagian yaitu bagian GMP Compliance, Validasi, Pelulusan produk dan Kontrol Dokumen yang masing-masing dikepalai oleh seorang supervisor. Departemen ini bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai siap dikonsumsi konsumen, termasuk didalamnya yaitu pemilihan pemasok dan distributor. Sistem mutu ditetapkan berdasarkan Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) dan Global Quality Manual Standard serta peraturan otoritas lainnya. Departemen ini dipimpin oleh seorang Manajer Pemastian Mutu yang bertanggung jawab kepada kepala bagian QO (Quality Operation). Tujuan departemen Pemastian Mutu antara lain untuk menjamin bahwa sistem kebijakan mutu sesuai dengan GMP pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi) dan menjamin bahwa obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas sesuai dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Departemen Pemastian Mutu memiliki kewenangan dan bertanggung jawab untuk menyusun Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
39
kebijakan mutu perusahaan yang dapat menjamin mutu obat yang dihasilkan agar sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa seluruh bagian yang terlibat dalam proses pembuatan obat telah melaksanakan kebijakan tersebut. Departemen
Pemastian
Mutu
juga
bertanggung
jawab
dalam
pengembangan dan pemeliharaan sistem penjaminan mutu yang mana termasuk di dalamnya antara lain: -
Kontrol Dokumen meliputi penanganan terhadap dokumen dan APR
-
GMP compliance meliputi SOP, pelatihan, keluhan konsumen, penarikan kembali, audit, CAPA dan Approved Supplier List (ASL)
-
Validasi meliputi validasi proses, validasi pembersihan, dan validasi alat
-
Pelulusan produk meliputi penanganan terhadap Non Conformance, Technical Agreement, dan kontrol perubahan Dari hal diatas maka dapat dijabarkan mengenai ruang lingkup tugas dan
tanggung jawab departemen Pemastian Mutu, antara lain sebagai berikut: a.
Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi dan GMP Compliance Tugas QA salah satunya adalah menangani dokumen yang berlaku, dalam
hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, dan penanganan dokumen yang sudah tidak berlaku, dan termasuk juga didalamnya penanganan dokumen registrasi (Priyambodo, 2007). Sistem dokumentasi dalam industri farmasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi antara lain (Priyambodo, 2007): 1. Prosedur Tetap (Standard Operating Prosedure/SOP) 2. Spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk jadi) 3. Catatan pengolahan bets/Catatan pengemasan bets 4. Identifikasi (kode penomoran protap, peralatan, bets) 5. Penandaan (status ruangan, mesin, label bahan baku, karantina, penolakan) 6. Protokol dan laporan validasi 7. Dokumen registrasi 8. Catatan kalibrasi, pemantauan kondisi lingkungan ruang produksi,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
40
9. Dokumen kontrol perubahan, yaitu dokumen berisi perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi status tervalidasi dari fasilitas, sistem, mesin, atau proses, dan lain-lain. Tujuan perlunya penanganan dan pengaturan dokumentasi ini adalah berguna jika terjadi masalah sehingga mudah ditelusuri dengan membuat standar bahan baku, produk jadi, prosedur kerja, mesin dan lain-lain (Priyambodo, 2007). Adapun bagian compliance mempunyai tugas dan tanggung jawab yaitu perencanaan, implementasi, peninjauan dan tindak lanjut, pengembangan, komunikasi, dan pelaporan. Tugas dan tanggung jawab tersebut pelaksanaanya berkesinambungan dan saling terkait satu dengan yang lainnya, misalnya pada pembuatan prosedur seperti SOP. Secara teknis SOP melalui proses perencanaan sebelum dibuat, kemudian setelah dibuat, SOP perlu di implementasikan pada kegiatan sehari-hari secara berkelanjutan. Pada pelaksanaan yang berkelanjutan perlu dilakukan peninjauan untuk memantau apakah prosedur telah dilakukan dengan benar. Jika terdapat penyimpangan maka perlu dilakukan koreksi dan evaluasi serta tindak lanjut untuk menangani penyimpangan tersebut. Selain itu perlu dilakukan pengembangan untuk menggali lebih dalam mengenai kajian terhadap penyelesaian masalah seperti investigasi atau analisa secara detail hingga ditemukan akar masalah dan solusinya. Selanjutnya segala aspek yang menyangkut pembaruan informasi dan perubahan dikomunikasikan kepada seluruh pihak terkait agar diketahui, dipahami dan diterapkan. Segala hal yang telah dilakukan kemudian didokumentasikan sebagai arsip perusahaan dan diberi identifikasi agar memudahkan penelusuran jika diperlukan. b.
Menyusun dan Mengendalikan Prosedur Tetap (Standard Operation Procedure/SOP) Menurut GMP dari WHO, Prosedur Tetap (Protap) atau dikenal juga
sebagai Standard Operation Procedure (SOP) adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi untuk pelaksanaan tugas yang tidak hanya berkaitan dengan suatu produk atau bahan tertentu, tetapi juga berkaitan dengan hal-hal yang bersifat umum, misalnya pengoperasian, pemeliharaan, pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pengambilan contoh, dan inspeksi diri (Priyambodo, 2007). Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
41
Pembuatan SOP bertujuan untuk memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas, memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB (GMP) dan EHS, memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku, dan membantu melatih petugas/karyawan baru. SOP terbagi menjadi dua dalam pembuatannya, yaitu SOP baru dan revisi. Pada dasarnya, tiap protap atau SOP dibuat oleh departemen bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan departemen Pemastian Mutu dan departemen lain yang berhubungan. Departemen Pemastian Mutu bertanggung jawab mengkoordinasi penyiapan, penerbitan, dan implementasi semua protap yang ada. Pembuatan SOP dibuat dalam bentuk konsep terlebih dahulu yang diajukan pada departemen Pemastian Mutu untuk ditinjau dan disesuaikan dengan kebijakan perusahaan dan aturan yang ditetapkan oleh otoritas. Setelah pengajuan SOP disetujui, maka SOP tersebut ditandatangani, dicetak pada lembar kertas dan diberikan pada departemen yang mengajukan SOP yang bertanggungjawab terhadap pelatihan SOP baru. Bila SOP sudah diefektifkan, maka akan didistribusikan kepada departemen-departemen yang terkait menggunakan lembar ditribusi, kemudian SOP yang lama akan ditarik dan digantikan dengan SOP versi terbaru. Pada SOP berisi judul SOP, tujuan, ruang lingkup, tanggung jawab dan wewenang, definisi, lingkungan kesehatan dan keselamatan kerja, prosedur, referensi, lampiran, riwayat revisi dan dokumentasi.Pada PT. Actavis Indonesia SOP yang telah dibuat akan di upload ke sistem doccompliance yang terintegrasi dengan actavis global. c.
Penanganan Personil (Training) Pelatihan (training) merupakan suatu aktifitas atau kegiatan pelatihan untuk
membentuk, meningkatkan dan memelihara pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja karyawan untuk memenuhi kualifikasi, spesifikasi dan kompetensi bidang kerja sesuai dengan aspek CPOB serta nilai-nilai perusahaan serta kepedulian terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Lingkungan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
42
Departemen Pemastian Mutu bertanggung jawab terhadap koordinasi perencanaan dan penyelenggaraan pelatihan karyawan mengenai pemenuhan terhadap standar CPOB. Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk kedaerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan prinsip CPOB, termasuk juga personil teknis, pemeliharaan, dan pembersihan. Pelatihan tersebut diberikan pada seluruh karyawan PT. Actavis Indonesia, baik karyawan baru, karyawan lama, karyawan yang dipromosikan, dan karyawan kontrak pada setiap level di Divisi Manufacturing PT Actavis Indonesia (SOP Training, 2014). Sejalan dengan hal tersebut, standar Environtmental Health and Safety (EHS) juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang EHS. Secara garis besar, pelatihan yang dilakukan meliputi pelatihan c-GMP serta pelatihan kontrol dan manufaktur. Pelatihan yang berkaitan dengan c-GMP antara lain persyaratan kebersihan personil untuk bekerja di area produksi, bangunan dan fasilitas, sanitasi, dokumentasi, kualifikasi dan validasi, kalibrasi, dan persyaratan GMP dari regulatori. Topik atau tema pelatihan dibuat berdasarkan hasil evaluasi, kemudian efektifitas pelatihan tersebut diukur selama kuis dan inspeksi diri. Semua kegiatan pelatihan didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil yang disimpan departemen bersangkutan dalam waktu 6 tahun. Selain itu, fotokopi bahan training external diserahkan kepada HRD sebagai bahan referensi dan disimpan selama 1 tahun. d.
Pengkajian Penilaian Kualitas Produk (Periodic Product Rewiew/PPR) PPR bertujuan untuk memonitor dan menilai seluruh rangkaian kegiatan
dalam menghasilkan suatu produk selama setahun dalam keterkaitannya dengan persyaratan CPOB (c-GMP) dan bertujuan untuk menentukan kebutuhan perubahan spesifikasi produk atau proses pembuatan atau prosedur kontrol. Pengkajian dan hasilnya akan disusun dalam sebuah laporan dari template yang telah disetujui. PPR merupakan suatu evaluasi yang umumnya dilakukan secara berkala atau periodik biasanya tahunan. Data-data yang diperlukan dalam PPR yaitu: 1. Bahan baku dan bahan kemas yang digunakan untuk membuat produk Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
43
2. Critical in process controls dan hasil produk jadi 3. Semua bets yang ditolak dan hasil investigasi 4. Data deviasi, Hasil Uji di Luar Spesifikasi (HULS) 5. Hasil pemeriksaan tahunan sampel tertinggal (retained sample) 6. Semua perubahan terkait dengan produk 7. Variasi marketing autorisasi yang diajukan/dibolehkan/ditolak 8. Hasil dari program stabilitas 9. Data keluhan, penarikan kembali produk dan hasil investigasi terkait 10. Status kualifikasi dan validasi Data-data diatas akan diolah dan disimpulkan oleh Pemastian Mutu yang nantinya digunakan untuk menilai apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan, atau diperlukan adanya tindakan perbaikan seperti perubahan baik itu dari spesifikasi, metode analisis maupun dalam proses pembuatan atau yang mengarah kepada revalidasi. Tinjauan produk tahunan meliputi semua produk termasuk produk ekspor, lokal, dan toll-in. Dokumen yang berhubungan dengan tinjauan produk tahunan ini akan disimpan oleh departemen Pemastian Mutu selama 6 tahun dan selanjutnya akan dimusnahkan. e.
Kualifikasi dan Validasi Kualifikasi merupakan bagian dari validasi. Sebelum dilakukan kegiatan
validasi, salah satu syaratnya adalah fasilitas, utilitas, dan mesin telah terkualifikasi. Kualifikasi dilakukan terhadap semua alat/mesin dan utilitas yang ada di PT. Actavis Indonesia. Kualifikasi yang dilakukan meliputi kualifikasi rancangan, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, kualifikasi kinerja. Kualifikasi tidak hanya dilakukan pada alat atau mesin yang baru, tetapi juga dilakukan kualifikasi ulang (revalidasi) terhadap alat atau mesin lama yang telah mengalami modifikasi sehingga mempengaruhi keluaranatau produk yang dihasilkan. Kualifikasi dilakukan untuk mengetahui kehandalan dari suatu alat. Dalam kualifikasi, perlu dilakukan pula kalibrasi. Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, produksi, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
44
mencapai hasil yang diinginkan. Untuk semua prosedur produksi dan analisis serta sistem penunjang harus divalidasi pada tahap-tahap yang kritis untuk membuktikan bahwa semua langkah-langkah yang dilakukan pada proses pembuatan obat selalu menghasilkan kualitas yang konsisten dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. PT. Actavis Indonesia memiliki Validation Master Plan (VMP) atau rencana induk validasi yang di review 3 tahun sekali. Turunan dari VMP adalah Validation Project Plan (VPP) yang dibuat terpisah untuk masing-masing plant dan setiap jenis validasi. VPP ini merupakan rencana validasi untuk 6 bulan hingga 1 tahun ke depan, mengenai info secara umum validasi yang akan dilakukan dituangkan dalam Validation Plan (VP). Penjelasan lebih detail mengenai aktivitas validasi yang akan dilakukan, termasuk di dalamnya pemeriksaan apa saja yang akan dilakukan, kriteria penerimaan, dan lokasi pengambilan sampel terdapat di dalam protokol validasi. Sebelum dilakukan kegiatan validasi, departemen terkait membuat protokol validasi yang akan dikaji oleh Pemastian Mutu, Pengawasan Mutu, Produksi, Pengembangan Produk, dan Departemen Teknik. Setelah disetujui oleh Manajer Pemastian Mutu terkait, kegiatan validasi tersebut baru dapat dilaksanakan. Beberapa jenis validasi yang dilaksanakan oleh PT Actavis Indonesia, yaitu: 1. Validasi fasilitas, meliputi fasilitas dan sistem penunjang, dengan melakukan pengecekan kelayakan dari bangunan dan sistem pendukung seperti water system, compressed air, HVAC, dll. 2. Validasi alat, meliputi alat mesin baru, alat atau mesin yang belum pernah terkualifikasi serta penggantian bagian alat yang kritis. 3. Validasi metode analisis, dilakukan terhadap produk baru dan bila terdapat perubahan metode. Setelah dilakukan validasi metode analisis ini barulah validasi proses boleh dilakukan. Tanggung jawab validasi metode analisa ini dipegang oleh departemen Pengembangan Produk. 4. Validasi proses, dilakukan terhadap produk baru, alat/mesin baru, perubahan ukuran bets, perubahan proses produksi serta perubahan pemasok bahan baku terutama bahan aktif.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
45
5. Validasi pembersihan, yang memerlukan validasi pembersihan yaitu ruangan dan peralatan setelah selesai digunakan untuk membuat dan mengemas produk obat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa
prosedur
pembersihan
tersebut
tepat
dan
efektif
untuk
menghilangkan sisa produk sebelumnya sehingga tidak terjadi kontaminasi silang, serta membuktikan bahwa mesin yang telah disanitasi bebas dari kontaminasi mikroba. 6. Validasi komputer merupakan kegiatan verifikasi secara terdokumentasi untuk menunjukan bahwa semua sistem baik perangkat keras maupun perangkat lunak telah diinstal sesuai dengan spesifikasinya dan dapat dioperasikan sesuai dengan desain yang telah ditetapkan. Setelah kegiatan validasi selesai, departemen yang bersangkutan membuat laporan validasi. Semua berkas asli dari validasi harus didokumentasikan di Pemastian Mutu dan bila diperlukan akan didistribusikan salinannya kepada departemen lain yang membutuhkan dan dicatat dalam lembar distribusi, sedangkan dokumen asli disimpan di Departemen Pemastian Mutu selama minimum 6 tahun. (SOP Pedoman Validasi, 2009). Apabila terjadi perubahan, maka perlu dibuat kontrol perubahan dan dilakukan juga revisi terhadap VP. f.
Pengendalian terhadap Perubahan (Change Control) Kontrol perubahan merupakan suatu sistem yang mendokumentasikan
perubahan yang terjadi pada seluruh aspek. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang berdampak pada sistem mutu, kualitas dari produk dan/atau status registrasi produk mencakup perubahan terhadap formulasi, proses produksi, spesifikasi, metode analisa, premises, utilitas, mesin, instrumen, sistem pemasok bahan baku dan bahan kemas, deskripsi kerja dari personel utama dan struktur organisasi perusahaan. Untuk perubahan pada dokumentasi yang mencakup perubahan hanya pada format dan atau koreksi pada redaksi tidak tercakup dalam prosedur usulan perubahan. Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan mayor maupun perubahan minor. Perubahan mayor meliputi perubahan yang memiliki dampak substansial terhadap keamanan produk, kualitas dan/atau efikasi, dokumen registrasi, metode analisa atau EHS. Sedangkan perubahan minor meliputi perubahan yang memiliki Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
46
dampak minimal atau tidak signifikan terhadap keamanan produk, kualitas, dan atau efikasi, dokumen registrasi, metode analisa atau EHS. Perubahan yang menyebabkan perlu dilakukannya kontrol perubahan pada PT. Actavis Indonesia dikelompokkan dalam beberapa jenis sebagai berikut: a. Perubahan spesifikasi dan metode analisa b. Perubahan proses produksi dan formula c. Perubahan bahan pengemas d. Perubahan pemasok bahan baku e. Perubahan dokumen f. Perubahan alat, bangunan, fasilitas, serta sistem penunjang g. Perubahan lain-lain yang terkait CPOB Tujuan dilakukan kontrol terhadap perubahan adalah untuk menganalisa efek dari perubahan yang dilakukan terhadap kualitas obat baik secara langsung maupun tidak langsung. Sistem kontrol perubahan yaitu sistem yang menangani semua perubahan yang direncanakan untuk dilakukan terhadap suatu keadaan, prosedur atau proses yang telah ditetapkan dan dapat berpengaruh terhadap status validasi dari sistem, alat, proses maupun produk. Setiap usulan perubahan akan diproses dan ditindaklanjuti dalam change management PT. Actavis Indonesia. Untuk menggerakkan dan menindaklanjuti usulan perubahan digunakan software electronic system yang tervalidasi, yaitu process compliance (proC). ProC ini mencakup perubahan yang ada pada PT. Actavis Indonesia dan yang menyangkut site Actavis yang lain atau terkait pelaporan ke pihak luar. Sebelum memasukkan usulan perubahan ke dalam ProC, change initiator mengisi dan melengkapi info pada tampilan awal usulan perubahan dalam ProC dan nomor usulan perubahan dari ProC diinformasikan kepada QA representative. Bersama dengan change owner, change initiator melakukan persiapan dan mengkomunikasikan dengan semua departemen terkait sebelum diajukan ke proC. Usulan perubahan yang diajukan oleh change initiator ke dalam proC ditinjau dan disetujui/ditolak oleh supervisor apakah usulan tersebut diproses lebih lanjut ke proC atau tidak melalui konfirmasi dari Pemastian Mutu. Setiap usulan perubahan harus disertakan data pendukung terkait untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
47
dilampirkan dalam proC. Kekurangan dokumen pendukung dapat menyebabkan usulan perubahan dibatalkan akibat informasi yang tidak memadai. Supervisorlah yang akan memilih change owner, sehingga supervisor merupakan atasan langsung dari change owner. Change owner lalu membentuk tim Head of Departement (HOD) dan QA Representative yang akan meninjau dan menyetujui atau menolak usulan tersebut. Change owner haruslah orang yang memiliki pengetahuan yang memadai mengenai usulan terkait. Jika disetujui maka usulan perubahan tersebut akan diproses lebih lanjut ke QA representative dan evaluator. QA representative akan meninjau dan mengevaluasi setiap keputusan evaluator. Setiap
tugas
sebagai
efek
usulan
perubahan
harus
diselesaikan
dan
diimplementasikan oleh personil terkait (actionee), sesuai batas waktu yang sudah ditentukan. Status semua tugas dipantau oleh change owner, jika tugas telah selesai maka kontrol perubahan diproses oleh QA representative untuk tinjauan akhir dan menutup usulan perubahan tersebut. Jika tugas belum selesai maka change owner akan meninjau justifikasi yang disertakan dan melakukan verifikasi apakah diperlukan tugas tambahan. Jika justifikasi disetujui oleh change owner, kontrol perubahan akan diproses QA representative dan jika tidak disetujui, dikembalikan ke Actionee untuk diselesaikan. Evaluasi berkala terhadap status perubahan (change control) dilakukan setiap 3 bulan oleh departemen Pemastian Mutu. Supervisor akan melakukan koordinasi dengan departemen terkait, departemen SCA dan QP dalam change control board yang akan mengevaluasi apakah setiap kontrol perubahan yang diajukan sudah ditutup sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, termasuk status pelaksanaan tugas sebagai efek dari perubahan atau dokumen atau sistem yang terkena efek dari perubahan tersebut. g.
Mengadakan Audit Internal dan External Dalam kegiatan audit ini, Pemastian Mutu dapat berperan sebagai auditor
(yang mengaudit) dan sebagai pihak yang diaudit. Kegiatan audit dikoordinasikan oleh bagian Pemastian Mutuselanjutnya akan ditunjuk tim yang berfungsi sebagai auditor yaitu untuk pelaksanaan kegiatan inspeksi diri dan audit pemasok.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
48
h.
Inspeksi Diri (Self Inspection) Pada PT. Actavis Indonesia, pelaksanaan inspeksi diri dimulai dengan
persiapan, persetujuan jadwal inspeksi diri, dan pendistribusian jadwal tersebut kepada kepala departemen terkait. Departemen yang tekait adalah gudang (bahan baku dan bahan kemas, produk jadi, WIP, karantina dan produk tolak), Produksi (produksi dan kemas), Pengawasan Mutu (laboratorium kimia, mikrobiologi, ruang pengambilan sampel, dan ruang sampel pertinggal), engineering (utilities dan workshop), human resources, Pemastian Mutu, metode analisis, teknologi transfer, SCA, pelatihan dalam personel higiene, sistem informasi teknologi, dan fasilitas lain (seperti pengolahan limbah dan kantin). Inspeksi diri adalah peninjauan kembali seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk. Tujuan inspeksi diri ini adalah sebagai penilaian terhadap implementasi seluruh aspek di perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam CPOB, Global Quality Manual dan persyaratan registrasi lainnya. Inspeksi diri dilakukan oleh tim auditor yang telah ditunjuk dan disetujui oleh Pemastian Mutu, terdiri dari manajer Pemastian Mutu, direktur manufaktur, supervisor GMP compliance, dan beberapa manajer yang terkait. Tim auditor tidak boleh berasal dari departemen yang akan diaudit. Manajer Pemastian Mutu selaku koordinator audit bertugas memastikan bahwa inspeksi diri telah dilaksanakan dengan benar sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan inspeksi diri di lapangan. GMP compliance bertugas memberikan pelatihan SOP kepada seluruh pihak yang terkait, menyusun dan mengirimkan jadwal inspeksi diri tahunan kepada pihak terkait, melaksanakan inspeksi diri di lapangan, membuat laporan hasil inspeksi diri, menindaklanjuti pelaksanaan tindakan perbaikan hasil inspeksi diri, dan membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan inspeksi diri. Auditor melaksanakan inspeksi diri di lapangan dan auditi (pihak yang sedang diaudit) memberi tanggapan terhadap laporan hasil inspeksi diri dan menindaklanjuti hasil inspeksi diri tersebut. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
49
Jadwal inspeksi ini dikeluarkan di awal tahun dan jadwal disusun oleh Pemastian Mutu. Pada jadwal ini berisi bulan akan dilakukan audit, area yang akan diaudit, dan jadwal audit aktual harus dimasukkan ketika setelah selesai dilakukan audit. Minimal seminggu sebelum pelaksanaan, GMP Compliance akan memberitahuauditor dan auditi bahwa akan diadakan inspeksi diri. Pelaksanaan inspeksi diri harus dibatasi dengan waktu supaya berjalan efektif dan efisien. Khusus untuk departemen yang berhubungan langsung dengan CPOB, inspeksi dilakukan 2 kali, sebagai contoh Produksi (BLF, MPF dan TPF), engineering utilities, gudang, perencanaan dan pembelian, Pengawasan Mutu, Pengembangan Produk (Product Development) dan Pemastian Mutu.Sedangkan untuk departemen yang tidak berhubungan langsung dengan CPOB dilakukan 1 kali, sebagai contoh departemen IT (validasi sistem komputerisasi), Scientific Affair dan departemen personalia. Inspeksi diri yang dilakukan meliputi: 1. Inspeksi di bidang GMP dibuatkan jadwal setiap awal tahun dan pelaksanaannya dibatasi dengan waktu. Inspeksi ini dikoordinir oleh bagian Pemastian Mutu. 2. Inspeksi dibidang EHS (Environtment, Health and Safety) dilakukan untuk mengetahui apakah karyawan sudah bekerja memenuhi standar EHS perusahaan dengan melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara pelatihan EHS yang pernah dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari. Inspeksi ini dikoordinir oleh bagian EHS. Hal-hal yang akan diinspeksi meliputi aspek CPOB dalam hal karyawan, bangunan dan peralatan (termasuk fasilitas dan sistem penunjang), penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, pengawasan mutu dan dokumentasi. Semua dokumen asli yang berhubungan dengan pelaksanaan inspeksi diri akan disimpan di Pemastian Mutu yang dapat menjamin keamanan dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama 6 tahun dan sesudah itu dapat dimusnahkan. Temuan saat inspeksi diri akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan tindakan perbaikan (corrective action) dan tindakan pencegahan (preventive action) oleh pihak yang diaudit. Rekomendasi yang diberikan akan dimasukkan kedalam Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
50
lembar tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA). CAPA akan diserahkan kepada orang yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tindakan perbaikan tersebut. Setelah tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) dilakukan, Pemastian Mutu akan meninjau kembali CAPA tersebut dan meninjau efektivitasnya. Laporan inspeksi diri dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan, laporan mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan dan saran tindakan perbaikan. i.
Audit Eksternal/Pemasok (Vendor Audit) Kualitas dari suatu produk farmasi sangat bergantung dari kualitas bahan
baku dan bahan kemas yang digunakan. Oleh sebab itu, tujuan dilakukan audit pemasok yaitu untuk melakukan evaluasi terhadap pemasok (pabrik pembuat dan penyalur bahan baku dan bahan kemas, distributor dan pihak ketiga) apakah pemasok memiliki sistem manajemen yang mampu menghasilkan atau mendistribusikan produk dengan mutu yang diinginkan. Audit dari pihak eksternal dilakukan oleh regulator dan inspeksi oleh pihak ketiga (toll in). Audit eksternal dilakukan terhadap pihak ketiga yaitu pemasok (bahan baku/awal, bahan kemas, dan peralatan), distributor, dan toll out manufacturer. Untuk audit di luar negeri, dilakukan oleh tim corporate auditor. Hal-hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses pembuatan, pemeriksaan, penyimpanan bahan baku, penanganan pesanan, dokumentasi, dan lain-lain. Pemasok yang diaudit adalah yang menghasilkan material berupa bahan aktif, bahan tambahan yang berpengaruh pada produk, bahan kemas primer, material dibeli dalam jumlah besar, lokasi terletak di Indonesia dan sampel material tersebut sudah dianalisa di lab Pengawasan Mutu dan dinyatakan “LULUS”. Untuk sumber bahan baku dan bahan kemas yang berasal dari luar negeri dan belum dilakukanaudit pemasok maka audit tersebut akan dikoordinasi oleh tim corporate auditor. Pemasok yang telah memenuhi syarat akan dimasukkan ke daftar pemasok resmi yang disetujui (Approved Supplier List/ASL). j.
Penolakan dan Pelulusan Obat Jadi Sebelum dilakukan pelulusan produk jadi, dilakukan evaluasi catatan
betsoleh beberapa personil yang mempunyai wewenang dalam melakukan proses Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
51
tersebut yaitu release officer yang melakukan penelusuran terhadap catatan betsyang termasuk pemakaian bahan baku, label penimbangan, verifikasi perhitungan bahan baku, kondisi lingkungan produksi, tahap-tahap kritis verifikasi,
keaslian
dokumen,
catatan
pengujian
laboratorium,
catatan
penyimpangan, contoh bahan pengemas primer dan sekunder, kebenaran nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan harga eceran tertinggi (HET). Sebagai bukti bahwa telah dilakukan penelusuran, release officer akan memberikan tanda tangan pada bagian penelusuran QO atau pada setiap halaman yang tidak ada kolom penelusuran QO dengan pulpen merah, hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa dokumen telah dicek ulang (double checker). Bila pada saat penelusuran catatan bets, release officer masih merasa ada kekurangan maka release officer meminta bagian produksi untuk memperbaiki atau melengkapi. Setelah evaluasi catatan bets, dilakukan verifikasi dan evaluasi terhadap produk jadi yaitu pemeriksaan identitas produk jadi, pemeriksaan kemasan produk (nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan HET), pemeriksaan produk steril (pemeriksaan kejernihan larutan dan partikel, sterilitas produk (14 hari), endotoksin, dan pemeriksaan mikrobiologi setelah proses pengisian). Selanjutnya adalah pemberian status produk jadi. Pada tahap ini personil terkualifikasi melakukan penelusuran ulang pada catatan betsdan laporan analisa, memberi cap “APPROVED” dengan label warna hijau pada catatan betsjika betsdiluluskan atau cap “REJECTED” dengan label warna merahbila betsditolak, memberi status diluluskan/ditolak pada produk jadi pada sistem Mfg-Pro, dan mencetak label status lulus/tolak dari sistem Mfg-Pro. Setelah itu dilakukan penempelan label hijau atau label merah pada produk yang dilakukan oleh release officer. Label hijau ditempel pada kemasan yang terletak pada bagian depan setiap paletproduk masing-masing satu buah label per palet, label merah ditempel pada setiap kemasan terluar dari produk. Penyimpanan catatan betsdisimpan untuk menjamin keamanan dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama masa berlaku produk tersebut ditambah satu tahun kedepan. Pada produk toll out, produk diterima oleh gudang dan diberi label “QUARANTINE” seiring dengan pihak gudang melaporkan adanya produk Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
52
tersebut ke bagian QC dan QA. Pihak QC lalu melakukan pengambilan sampel pertinggal. Pelulusan produk toll out ini adalah didasarkan pada hasil review terhadap catatan bets dan hasil analisa yang dilakukan oleh penerima kontrak atau sesuai dengan technical agreement. k.
Penanganan Terhadap Keluhan (Customer Complaint) Keluhan dibagi dua, yaitu menyangkut cacat kualitas dan menyangkut
Pharmacovigilance. Keluhan juga dapat dibagi dalam beberapa kriteria yaitu kritis dimana dapat menyebabkan kematian ataupun efek medis yang fatal, mayor dimana terkait dengan misstreatment, serta minor dimana masalah yang ditimbulkan tidak berdampak begitu serius bagi kesehatan. Ketika ada keluhan dari konsumen, bagian pemasaran akan menyeleksi keluhan tersebut apakah dapat diterima atau ditolak. Jika keluhan dapat diterima, maka akan dilihat jenis keluhannya, mengenai cacat fisik produk atau berhubungan dengan efek farmakologis pada pasien. Untuk keluhan yang berhubungan dengan Pharmacovigilance maka pelaporan ditujukan ke bagian Medical Affairs, sedangkan yang menyangkut keluhan terhadap kualitas produk akan ditujukan ke departemen Pemastian Mutu, dimana Manajer Pemastian Mutu sebagai deffect center PT. Actavis Indonesia. Investigasi dilakukan dengan menelusuri melalui catatan pembuatan dan pengemasan bets dibandingkan dengan sampel pertinggaluntuk menemukan penyebab adanya keluhan guna adanya perbaikan. Bila diperlukan dapat berkoordinasi
dengan
departemen
lain
untuk
membantu
penyelidikan.
Berdasarkan hasil investigasi, Pemastian Mutu memberi jawaban atas keluhan dengan batas waktu tertentu. Untuk keluhan yang kritis, penyelidikan segera dilakukan dan jawaban atas keluhan tersebut dikirimkan selambat-lambatnya 7 hari kerja; keluhan mayor 15 hari kerja; dan keluhan minor 30 hari kerja. Setiap bulannya evaluasi terhadap adanya keluhan dilakukan dan dibuat tren analisisnya tiap tahun untuk dimasukkan dalam CAPA. Penanganan terhadap keluhan atas produk bertujuan supaya setiap keluhan yang disampaikan oleh pelanggan dengan cepat dan segera dapat ditanggapi. Untuk produk yang dibuat oleh pihak ketiga (toll out) maka laporan keluhan tersebut akan dikirimkan oleh Pemastian Mutu ke pihak ketiga untuk dilakukan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
53
investigasi. Penanganan keluhan harus didokumentasikan dan dokumen tersebut disimpan oleh Pemastian Mutu hingga 6 tahun. l.
Penarikan Kembali Obat Jadi (Recall) Penarikan kembali produk merupakan tindakan yang dilakukan untuk
menarik kembali produk dari distributor, retail, maupun konsumen bila ditemukan ada produk yang tidak memenuhi syarat mutu atas dasar pertimbangan adanya efek samping obat yang dapat membahayakan. Penarikan kembali dilakukan jika produk obat berbahaya, kurang berkhasiat, secara kualitatif dan kuantitatif tidak sesuai dengan label, serta jika tidak dilakukan pemeriksaan bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi atau hasilnya tidak memenuhi persyaratan. Penarikan kembali dapat bersumber dari adanya keluhan konsumen, peninjauan dari pihak produsen berkaitan dengan stabilitas serta adanya surat keputusan untuk melakukan recall dari BPOM. Penarikan kembali obat jadi yang telah beredar di pasar diperlukan jika ternyata ditemukan cacat kualitas ataupun efek samping yang dapat merugikan konsumen. Cacat kualitas dibagi menjadi 3 kelas, yaitu kelas I dimana dapat menimbulkan kematian atau beresiko fatal bagi kesehatan dan semua obat yang ditarik sudah harus kembali ke PT. Actavis Indonesia dalam jangka waktu 1 bulan, kelas II dimana dapat menimbulkan bahaya kesehatan tapi tidak termasuk dalam kategori I dan semua obat yang ditarik sudah harus kembali ke PT. Actavis Indonesia dalam jangka waktu 1 bulan, serta kelas III dimana tidak memiliki efek signifikan pada kesehatan namun karena adanya alasan lain dan semua obat yang ditarik sudah harus kembali ke PT. Actavis Indonesia dalam jangka waktu 2 bulan. Penanganan penarikan kembali obat jadi harus dikordinasikan secara teliti dan dipantau efektifitasnya, oleh karenanya perlu juga dilakukan Mock Recall. Sebelum melakukan pertimbangan penarikan kembali ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan seperti evaluasi contoh pertinggal, data uji stabilitas, informasi dari bagian pemasaran, apotek maupun pemakai, atau adanya perintah dari pemerintah (Badan POM). Komite penarikan kembali obat jadi terdiri dari direktur manufaktur, manajer Pemastian Mutu, manajer Pengawasan Mutu, manajer produksi, dan lain-lain. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
54
Proses penarikan kembali obat jadi dilakukan oleh suatu komite dalam suatu pertemuan komite, dan segera diinformasikan pada presiden direktur. Setelah ada keputusan maka Pemastian Mutu akan membuat memo kepada bagian pemasaran untuk
pelaksanaannya
disertai
dengan
laporan
distribusi
produk
yang
bersangkutan dan kepada bagian gudang agar bagian gudang obat jadi mengetahui dan mempersiapkan penerimaan kembalinya produk. Bagian pemasaran akan memberitahukan kepada distributor melalui telepon, telefax dan/atau surat untuk membekukan dan menarik kembali obat yang bersangkutan. Dalam batas maksimum 1 minggu distributor harus segera melaporkan distribusi dari betsyang bersangkutan ke bagian yang pemasaran yang selanjutnya meneruskan ke bagian Pemastian Mutu. Distributor pusat dan distributor cabang dalam waktu maksimum 1 bulan memberikan laporan sisa produk yang masih ada baik di gudang distributor maupun pelanggan kepada bagian pemasaran melalui manajer komersial. Bagian pemasaran melalui manajer penjualan nasional bertanggung jawab dalam hal pemantauan terhadap penarikan kembali obat dari distributor. Apabila diperlukan pelaporan kepada Badan POM, maka apoteker penanggung jawab akan memberikan laporan yang diperlukan. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan penarikan kembali, dilakukan simulasi (mock recall), sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai waktu dan kesesuaian jumlah produk yang telah beredar dan produk yang berhasil ditarik kembali. Simulasi ini haruslah tidak mengganggu berjalannya proses penjualan dan harus dipilih produk yang dapat menggambarkan simulasi penarikan kembali. Mock recall dilakukan minimal 2 tahun. Objek yang sering digunakan adalah hanya data, tapi dapat pula secara nyata mengumpulkan kembali produk tapi yang slow moving. Komite penarikan kembali terdiri atas Direktur Manufacturing, Manager Sales dan Pemasaran, Mananger Scientific Affair, Manager Produksi, Head of Quality Operations, Manager Pemastian Mutu selaku koordinator, Qualified Person, Manager Pengawasan Mutu, dan Manager Medical. m.
Technical Agreement Technical Agreement merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan
secara detail kualitas dan kesesuaian (Compliance) serta tanggungjawab setiap Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
55
bagian yang berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk. Kontrak tertulis ini dilakukan terhadap produk toll. Untuk bekerja sama dalam pembuatan obat berdasarkan kontrak, ada pihak pemberi kontrak (Toll Out Manufacturer) dan penerima kontrak (Toll In Manufacturer) (SOP Toll Manufacturing & Analysis, 2014). Pemberi kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang produknya diproduksi dan atau dianalisa oleh penerima kontrak toll. Penerima kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang menerima servis atau memproduksi dan atau analisis produk toll. Kontrak antar perusahaan tersebut tertuang dalam Supply Agreement, yang menggambarkan secara lengkap mengenai hak dan kewajiban pemberi dan penerima kontrak terhadap penyediaan atau pembebanan produk jadi, bahan pembantu, maupun bahan aktif (SOP, Toll Manufacturing Business 2014). Di samping Supply Agreement, tercakup dalam Quality Agreement atau Technical Agreement yang merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail mengenai quality dan compliance serta tanggung jawab setiap bagian yang berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk. Quality Agreement atau Technical Agreement mencakup: 1. Deskripsi dan kesepakatan atas fasilitas produksi, bahan awal, dan bahan kemas, proses produksi, pengawasan selama serta setelah produksi, penyimpanan bahan baku pembanding, dokumentasi, kerusakan produk dan kesalahan produksi. 2. Deskripsi produk 3. Contact person 4. Tanggung jawab dalam persediaan bahan awal dan bahan kemas 5. Tanggung jawab dalam pengawasan produksi dan kualitas 6. Spesifikasi yang telah disetujui terhadap produk atau RCF (Regulatory Compliance File)/SFP (Specification of Finished Product) untuk produkproduk ekspor ke site Actavis yang lain. 3.6.2.3 Departemen
Pengembangan
Metode
Analisis
(Analytical
Method
Development/AMD) Sebelumnya, Departemen AMD merupakan bagian dari Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk. Saat ini departemen AMD berada di bawah Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
56
departemen Quality Operation (QO) dan dikepalai oleh manajer AMD. Departemen AMD terdiri dari 3 bagian, yaitu dokumen analisis (analytical document), laboratorium AMD (AMD laboratory), dan AMD spesifikasi. Departemen AMD bertanggung jawab dalam pembuatan metode analisis yang tepat, terutama untuk produk lokal dan transfer. Kegiatan pengembangan metode analisis dimulai dari permintaan yang diinginkan oleh Business Development. Business Development akan melakukan pertemuan dengan departemen lain yang terkait untuk menentukan apakah produk yang akan dikembangkan ini bisa di produksi di PT. Actavis Indonesia. Jika produk bisa di produksi dan telah disetujui oleh PT. Actavis Indonesia dan Actavis Global, Business Development akan mengajukan Form Usulan Product Development (FUPD). Kemudian, Departemen AMD melakukan studi literatur terkait formulasi sediaan dan pengembangan metode analisisnya. Formula yang telah dirancang, akan dilakukan uji coba pada skala laboratorium untuk memperoleh data awal secara lengkap. Sebelum dilakukan uji coba, bahan-bahan yang dibutuhkan dirinci terlebih dahulu dan diserahkan kepada bagian pembelian. Setelah barang datang, dilakukan pengujian oleh bagian pengembangan analisis. Setelah material dinyatakan lolos uji, proses uji coba dapat dijalankan. Sebelum melakukan pengembangan metoda analisa, departemen AMD akan melakukan evaluasi sebagai berikut: a. Spesifikasi dan metoda analisa yang ada pada kompendial resmi, misalnya: European
Pharmacopoeia,
British
Pharmacopoeia,
United
States
Pharmacopoeia, dsb. b. Informasi sifat-sifat bahan aktif dan eksipien yang digunakan, misalnya: kelarutan, toksisitas, stabilitas, dsb. c. Kesesuaian metoda analisa yang dikembangkan dengan alat-alat yang ada d. Mencari dari literatur lain bila data pada kompendial resmi tidak lengkap, misalnya: jurnal, artikel, Drug Master File, Clarke’s, dsb. Hasil evaluasi tersebut kemudian disimpan sebagai acuan dan dilakukan Full Validation Method. Setelah dilakukan evaluasi, pengembangan metode analisis dilanjutkan dengan proses optimasi. Dalam optimasi ini dilakukan variasi, baik cara maupun jumlah material yang digunakan sehingga didapatkan hasil yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
57
terbaik. Hasil optimasi dibuat laporan yang mendasari proses validasi. Proses validasi bertujuan untuk membuat langkah kerja produksi/standar prosedur operasional. Setelah didapatkan metode analisis yang tepat, laporan metode analisis tersebut digunakan untuk uji stabilitas skala laboratorium untuk mendapatkan spesifikasi produk jadi. Jika selama uji stabilitas terjadi masalah terhadap
produk
jadi,
departemen
AMD
akan
kembali
menyesuaikan
spesifikasinya. Data spesifikasi produk jadi yang diperoleh dijadikan acuan mengenai spesifikasi hingga waktu paruh produk. 3.6.3 Departemen Teknik dan EHS (Engineering and EHS Department) Departemen Teknik dan EHS di PT. Actavis Indonesia dikepalai oleh seorang Head Engineering and EHS. Departemen ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu Maintenance and EHS, Engineering Support, Document and Instrument Control, dan Spare Part and TPM (Total Predictive Maintenance). Untuk departemen teknik, Maintenance and EHS Manager membawahi Maintenance Supervisor dan Utility Supervisor. Sedangkan untuk departemen EHS, Maintenance and EHS Manager hanya membawahi EHS Supervisor. 3.6.3.1 Departemen Teknik (Engineering Department) Ruang lingkup kegiatan dari departemen engineering yaitu perbaikan dan pemeliharaan pada mesin dan utility (seperti sistem HVAC), kalibrasi, dan juga kegiatan dokumentasi yang berhubungan dengan teknik. Pada departemen teknik terbagi menjadi dua subbagian yaitu Maintenance dan Utility. Maintenance terdiri dari seorang Maintenance Supervisor dan beberapa orang teknisi. Tugas dari Maintenance yaitu melakukan Corrective Action and Preventive Action (CAPA) pada mesin-mesin di departemen lain. Bagian Utility berfokus pada purified water, compress air, HVAC, steam, dan boiler. HVAC HVAC merupakan singkatan dari heating, ventilation system, dan air conditioning atau sistem tata udara yang bertujuan untuk mengkondisikan suatu lingkungan kerja agar sesuai dengan proses kerja yang diinginkan. Secara spesifik sistem tata udara dimaksudkan mempunyai kriteria seperti dapat mengatur dan menyesuaikan temperatur, mengatur dan menyesuaikan kelembaban udara, Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
58
memberikan pertukaran udara yang baik dan mengedarkan kembali udara dalam ruangan, serta menyaring dan membersihkan udara. Pemilihan sistem tata udara yang tepat guna harus disesuaikan dengan fungsi ruangan, proses kerja di dalam ruangan, dimensi ruangan yang tersedia, faktor lingkungan termasuk jumlah pekerja, peralatan yang terdapat dalam ruangan yang dapat merupakan sumber panas, letak ruangan, yang akan dikondisikan udaranya serta material pembentuk ruangan, jendela, dan arah terhadap matahari. AHU (Air Handling Unit) merupakan suatu sistem kontrol udara sehingga udara yang dihasilkan dalam area produksi berkualitas dan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Sistem ini berperan penting dalam pengaturan kualitas udara, aliran udara dan perbedaan antar ruang. Kualitas udara memiliki beberapa parameter yang dapat dikontrol seperti temperatur, RH, tekanan dan jumlah partikel. Spesifikasi yang diharapkan pada AHU area laboratorium mikrobiologi yang ada di PT Actavis Indonesia yaitu dapat menghasilkan pertukaran udara > 120 kali per jam untuk kelas 100 dan > 20 kali perkam untuk kelas 10.000, dapat menghasilkan temperatur ruangan antara 20-20oC, dan kecepatan aliran udara 0,30,36 m/detik. Sedangkan spesifikasi pada AHU area produksi penisilin, non penisilin, dan topikal adalah dapat menghasilkan pertukaran udara 5-20 kali per jam, dapat menghasilkan beda tekanan antar koridor dan ruang proses sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan, serta dapat menghasilkan temperatur ruangan antara 20-25oC. Untuk menyaring udara selama proses produksi digunakan HEPA filter yang memiliki kemampuan untuk menahan partikel (efisiensi) 99,95% dan 99,997% terhadap partikel yang berdiameter > 0,4 mikron. Untuk mendukung kerja HEPA, dipasang prefilter dengan efisiensi 30-35% dan medium filter yang memiliki efisiensi 90-95%. Pemeriksaan HEPA filter dilakukan dengan cara pengukuran jumlah partikel (partikel count), uji kebocoran/leak test (integrity test) dan pemeriksaan kecepatan aliran udara (air flow velocity). Pemeriksaan kebocoran/integrity test yang dilakukan setelah pemasangan terdiri dari 3 objek, yaitu pemeriksaan kebocoran pada media (material filter), pada frame dan pada seal. Pemeriksaan kebocoran dilakukan dengan cara pengukuran jumlah partikel Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
59
(partikel count) untuk mengetahui jumlah partikel di udara. Pemeriksaan kecepatan aliran udara (air flow velocity) bertujuan untuk memeriksa kemampuan penyapuan udara (sweeping action) yang berpengaruh terhadap pola aliran udara serta untuk mengetahui tingkat kemampatan filter. Penggunaan filter tersebut dalam AHU tergantung dari persyaratan kondisi ruangan yang dibutuhkan pada grey area dan area produksi. Pada grey area beta laktam dapat digunakan prefilter saja, pre filter bersama medium filter atau ketiga jenis filter tersebut yang didasarkan apakah proses yang dilaksanakan di ruang tersebut kontak langsung dengan produk atau tidak. Misalnya untuk proses tabletting dan capsule filling digunakan ketiga jenis filter tersebut. Di area produksi padat non beta laktam, ruang granulasi dan capsule filling/tabletting memakai ketiga jenis filter, sementara untuk area produksi sediaan liquid cukup menggunakan prefilter dan medium filter. Sedangkan pada daerah pengemasan cukup menggunakan prefilter saja. Ruangan-ruangan pada tempat produksi sediaan topikal, umumnya menggunakan prefilter dan medium filter. Setiap area memiliki AHU yang terisah dan tersendiri. Sistem penyaring udara seperti prefilter, medium filter dengan efisiensi standar untuk produksi steril beta laktam amat diperhatikan. Kebanyakan ruangan produksi memiliki HEPA filter tersendiri dengan tekanan yang diset berbeda untuk tiap ruangan dan dimonitor. Dalam beberapa ruangan khususnya ruang penyangga terdapat blower tambahan untuk menjaga agar tekanan di koridor lebih besar daripada ruang proses.ruangan maupun peralatan non beta laktam harus dalam keadaan bebas kontaminasi beta laktam, karena senyawa ini berbahaya terhadap lingkungan. Untuk menjamin bahwa ruangan maupun peralatan dalam keadaan bebas kontaminasi beta laktam, maka harus dilakukan uji kontaminasi beta laktam terlebih dahulu. Untuk menjamin efisiensi dari filter yang dipakai maka selalu dilakukan pemantauan secara berkala dengan menggunakan differential pressure gauge, particle counter, room pressure serta pengukuran kontaminasi mikroba. Metode pemantauannya antara laian kebersihan partikel udara menggunakan partikel counter dan kebersihan kontaminasi mikroba. Pemeriksaan kebersihan yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut mencakup pemeriksaan keberhasilan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
60
partikel juga kebersihan kontaminasi mikroba menggunakan cara hapus, cawan petri dan contoh makanan. Air lock atau ruang penyangga merupakan ruang antara yang memisahkan 2 area dengan tingkat kebersihan yang berbeda. Setiap bahan, alat maupun personalia yang akan masuk/keluar dari area yang satu ke area yang lain harus melalui ruang penyangga. Untuk memasuki ruangan yang lebih bersih ruangan sebelumnya, dibedakan menjadi 2 jalur yaitu untuk personil melalui ruang penyangga personil dan untuk barang melalui ruang penyangga bahan . Fungsi ruang penyangga yaitu memisahkan 2 tingkat kebersihan yang berbeda sehingga tidak hubungan langsung antara udara bersih dengan udara kotor, misalnya antara black area dengan grey area. Mencegah terjadinya kontaminasi silang banyak mengeluarkan debu obat, misalnya ruang penyangga (koridor) di ruang granulasi berfungsi mencegah kontaminasi silang antar ruang granulasi dan mencegah keluarnya debu obat ke koridor dan ruang penyangga didepan ruang dispensing, mencegah keluarnya debu obat ke koridor.Setiap personil, barang, mesin atau peralatan yang akan memasuki grey area harus melewati ruang penyangga. Antara ruang produksi yang dikategorikan grey area (kelas 100.000) dan black area terdapat suatu ruang penyangga. Untuk memperoleh tekanan yang lebih positif pada ruang penyangga terdapat blower yang dilengkapi dengan filter efisiensi 90-95%. Perbedaan tekanan dimonitor oleh suatu alat bernama perbedaan tekanan gauge. Di area beta laktam, ruang penyangga amat berperan agar daerah yang lebih bersih tidak langsung berhubungan dengan udara dengan tingkat kebersihan rendah dan daerah produksi beta laktam tidak berhubungan langsung dengan daerah non beta laktam, untuk mencegah pencemaran beta laktam keluar. Berdasarkan tingkat kebersihannya ruang produksi non steril dibagi menjadi 2 area yaitu grey area dan black area. Grey area yaitu ruang tempat bahan obat/obat atau bahan pengemas primer (permukaan dalam) masih dalam keadaan terbuka, atau masih berhubungan langsung dengan udara, meliputi ruangruang pengolahan non steril, ruang pengemasan primer, ruang pengambilan contoh bahan baku dan ruang penimbangan bahan baku. Black area (black area) yaitu ruang tempat bahan obat, obat, dan bahan kemas primer dalam keadaan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
61
rapat, meliputi ruang pengemasan sekunder dan daerah lain diluar ruang produksi misalnya gudang. Pengolahan purified water Sumber air utama yang digunakan PT. Actavis Indonesia adalah air bawah tanah dan sebagai sumber cadangan digunakan air PAM. Air PAM ini juga dimanfaatkan sebagai air kran (tap water). Air yang digunakan PT.Actavis Indonesia harus diolah terlebih dahulu. Tahap pertama pengolahan Purified Water yaitu dengan melewatkan air bawah tanah pada tank bawah tanah ke sand filter. Tahap kedua dengan melewatkan air pada karbon aktif (carbon filter). Selanjutnya air akan melewati penukar kation anion (deionizer Culligan PS-24) untuk menghilangkan kandungan anion maupun kation yang terdapat dalam air. Kemudian air selanjutnya dilewatkan cahaya UV yang berfungsi sebagai desinfektan, lalu dilewatkan berturut-turut 3 filter. Proses penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk menyaring mikroba-mikroba yang sudah mati saat dilewatkan dari sinar UV. Selanjutnya, air difilter dengan saringan 10 mikron dan 5 mikron, dan hasil penyaringan akan dimurnikan dengan revers osmosis dan hasilnya dialirkan ke electrodeionizer dan masuk ke sistem looping air yang dimurnikan. Purified water dipergunakan untuk bahan baku produk atau untuk membersihkan wadah produk. Selain Maintenance dan Utility, departemen teknik juga didukung oleh bagian Document and Instrument Control. Ruang lingkup kegiatan bagian ini antara lain kalibrasi, membuat SOP departemen teknik, serta mengatur dokumen yang berhubungan dengan teknik. Kalibrasi merupakan suatu tindakan untuk memastikan kebenaran nilainilai yang ditunjukkan oleh alat atau sistem pengukuran dengan cara membandingkan dengan nilai kebenaran konvensional yang diwakili oleh standar ukur yang memiliki kemampuan telusur ke standar nasional atau internasional. Kalibrator primer yang dimiliki oleh perusahaan adalah kalibrator yang telah dikalibrasi terhadap standar kalibrasi eksternal dengan akurasi dan presisi yang lebih tinggi yang mana ketelusurannya jelas serta dilengkapi dengna sertifikat yang menyatakan hasil pengukuran alat. Laboratorium kalibrasi yang terakreditasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
62
dan digunakan oleh PT.Actavis Indonesia antara lain : PPMB, LIPI, Balai Metrologi serta beberapa institusi yang berada di luar negeri. Kategori alat ukur dapat dipilih menjadi alat ukur yang berkaitan dengan suatu proses dan alat ukur yang bersifat indikator. Untuk alat ukur yang berkaitan dengan suatu proses, maka alat itu harus dikalibrasi berkala. Suatu alat ukur dirancang dengna spesifikasi tertentu , tetapi dengan berjalannya waktu, karakteristik dari alat tersebut dapat berubah atau menyimpang karena aus, kotoran, bahkan mungkin saat transportasi. Untuk mencegah kesalahan yang diakibatkan karena penyimpangan karakteristik tersebut, alat ukur harus selalu dirawat dan dikalibrasi secara teratur. Dengan kalibrasi, karakteristik suatu alat dapat dipantau, penyimpangannya dapat diketahui dan dapat dikoreksi. Kalibrasi terhadap suatu alat dilakukan berdasarkan jadwal yang sudah ditetapkan, semakin sering alat digunakan semakin sering frekuensi kalibrasi ulang yang harus dilakukan. Alat ukur atau instrumen harus diberi label yang menunjukkan status kalibrasi harus disimpan sedikitnya 2 tahun. Bila alat ukur atau instrumen tidak memenuhi syarat maka label yang sesuai dengan kondisi tersebut harus dicantumkan atau ditempelkan. Departemen teknik memiliki gudang spare part dimana pengadaannya dilakukan dengan memberikan beberapa penawaran dalam bentuk form permintaan pembelian barang (PPB) kepada Purchasing. Selain itu, departemen teknik juga memiliki safety cash sendiri yang dapat digunakan dalam keadaan darurat seperti pembelian spare part yang bersifat urgent. Penggunaan safety cash ini juga dilaporkan kepada Purchasing. 3.6.3.2 Departemen EHS (Environmental, Health, Safety Department) Departemen EHS berfungsi untuk memastikan bahwa proses-proses yang berlangsung di PT. Actavis Indonesia sesuai dengan standar-standar EHS yang digunakan. Dengan berpedoman pada salah satu misi PT Actavis Indonesia berkaitan dengan aturan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan (K3&L), maka departemen EHS mempunyai visi untuk berkomitmen memperhatikan keselamatan kerja di semua strategi bisnis untuk melindungi lingkungan dan untuk mencapai kesehatan serta kesejahteraan karyawan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
63
Peran departemen EHS di bidang perlindungan terhadap lingkungan antara lain berkaitan dengan pengolahan limbah. Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, laboratorium, maupun domestik. Pengolahan limbah dilakukan agar limbah yang dihasilkan aman bagi lingkungan. Pemeriksaan limbah ini dilakukan baik secara kimia, fisika, atau biologi dan dilakukan secara teratur. Limbah dibagi menjadi limbah B3 dan limbah non-B3. Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3. Limbah yang termasuk golongan bahan buangan berbahaya (B3) tersebut dikumpulkan dan disimpan dalam wadah terpisah untuk kemudian diangkut oleh transporter limbah B3. Pada limbah B3 harus diberi label yang menandakan sifat dari limbah dan identitas limbah. Berdasarkan karakteristiknya, limbah PT Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu limbah padat, cair, dan limbah beta laktam. Limbah Padat Limbah padat PT. Actavis terdiri dari recycle waste (limbah anorganik), hazardous waste (limbah B3), dan domestic waste (limbah organik). Untuk recycle waste penanganannya dikirim kepada pihak ketiga untuk di daur ulang atau diangkut untuk dimusnahkan, sementara untuk hazardous waste dikirim ke PT. Wastec International untuk diangkut dan digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Sedangkan domestic waste dibuang ke tempat pembuangan akhir bantar gebang dengan biaya retribusi dari dinas kebersihan tata kota DKI Jakarta. Pemusnahan limbah padat bertujuan agar limbah padat layak dibuang sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan juga tidak disalahgunakan. Limbah Cair Limbah cair PT.Actavis berasal dari produksi, laboratorium dan sebagian domestik. Pengolahan limbah cair agar limbah industri maupun air limbah domestik PT. Actavis Indonesia layak dibuang ke saluran umum (sungai kalibaru/cipinang) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Teknik pengolahan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
64
limbah cair PT. Actavis dibedakan menjadi 3 yaitu pengolahan fisika, kimia, dan biologi. Pengolahan fisika dan kimia dari limbah cair terpusat pada kolam 1 yang berfungsi sebagai ekualisasi (mengumpulkan dan meratakan kondisi air limbah), grease/oil trap (pemisah lemak/minyak serta kotoran yang mengambang), sedimentasi (jebakan lumpur), dan netralisasi (menetralkan derajat keasaman). Untuk kolam 1, apabila parameter pH diatas pH 9 maka ditambahkan HCl dan apabila pH dibawah 6 ditambahkan NaOH sampai mencapai pH 6-9. Tahap netralisasi ini digunakan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Pengolahan biologis terpusat pada kolam 2 dan 3. Pada kolam 2 digunakan 2 buah aerator yang dihidupkan secara bergantian, masing-masing aerator berkekuatan 3 HP (Horse power) yang dihdupkan secara bergatian, sedangkan pada kolam 3 berfungsi pemoles dan pada kolam ini digunakan 2 buah aerator berkekuatan 2 HP. Air limbah pada kolam 3 dapat juga digunakan sebagai reservoir sistem pengendalian kebakaran dan digunakan pula sebagai air penyiram tanaman. Kolam 4 digunakan sebagai kontrol biologi dengan memelihara ikan. Untuk pemantauan secara biologis pada kolam 4 dipelihara sejumlah ikan mas. Bila terjadi penurunan kualitas air yang sering disebabkan oleh naiknya kadar pencemar seperti Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biologycal Oxygen Demand (BOD), ikan-ikan akan mati karena kesulitan bernapas (megap-megap) hal ini disebabkan karena kandungan Disolve Oxygen (DO) turun. Air hasil pengolahan kolam 4 dilewatkan terlebih dahulu pada saringan yang terdiri dari filter kemudian digunakan kembali untuk kebutuhan siram taman. Pemeriksaan kualitas limbah cair melalui 3 cara yaitu cara kimia, fisika dan mikrobiologi. Pada pemeriksaan secara kimia dilakukan pemeriksaan terhadap COD, BOD, pH limbah, zat padat tersuspensi, KMnO4 dan fenol. Semua pemeriksaan tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh BPLHD (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta) dan 1 bulan sekali di QC laboratorium
serta laboratorium
mikrobiologi
PT Actavis Indonesia untuk
pemeriksaan mikro. Pemeriksaan fisika meliputi pemeriksaan warna dan penampakan visual limbah.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
65
Limbah Beta Laktam Limbah beta laktam tergolong ke dalam limbah B3 (bahan buangan berbahaya) dan mendapat perhatian khusus karena ada sebagian orang yang alergi terhadap beta laktam sehingga dapat menimbulkan reaksi hipersensitifitas bila terpapar dengan beta laktam. Cara penanganan yang paling awal adalah dengan merusak limbah beta laktam dengan NaOH pH 10-11. Dengan demikian cincin beta laktam dari beta laktam akan terhidrolisis sehingga limbah beta laktam tidak aktif lagi. Pelaksanaan bidang kesehatan bagi karyawan yaitu adanya kegiatan pre employee medical check up untuk karyawan baru dan juga ada kegiatan pemeriksaan medical check up berkala yaitu 2 tahun sekali untuk seluruh karyawan. EHS juga menangani kejadian kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit akibat kerja. Penyebab kecelakaan kerja dapat disebabkan karena 2 faktor yaitu tindakan tidak aman (unsafe action) yang merupakan tindakan manusia berupa pelanggaran terhadap prosedur keselamatan kerja, dan kondisi tidak aman (unsafe condition) yaitu suatu keadaan yang
mungkin dapat
menyebabkan kecelakaan. Setiap kecelakaan kerja yang terjadi dilaporkan ke EHS melalui formulir yang tersedia. Tujuan pelaporan ini agar EHS dapat memantau jenis kecelakaan yang terjadi dan berusaha untuk mengurangi atau bahkan mencegah kecelakaan tidak terulang lagi. Dalam menjamin keselamatan kerja, pada tiap departemen memiliki petugas P3K dan floor warden yang telah mengikuti pelatihan untuk penanganan kondisi darurat. Selain itu, PT Actavis Indonesia juga memiliki Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3) dimana kegiatannya dilaporkan setiap 3 bulan ke Depnaker. Untuk pencegahan kebakaran, PT. Actavis Indonesia dilengkapi dengan fire system alarm, detektor panas, sistem hydrant (APAR dan APAB) serta adanya safety cabinet untuk cairan yang bersifat mudah terbakar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
66
3.6.4 Departemen Transfer Teknologi/Technology Transfer Department Departemen
Transfer
Teknologi
dikepalai
oleh
seorang
manajer.
Departemen Transfer Teknologi terdiri dari 3 bagian, yaitu Product Development, Operation Exctend and Postmarketing, dan Formulator Analis. Pengembangan produk PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu pengembangan produk lokal dan teknologi transfer. Pada pengembangan produk lokal, formula dikembangkan sendiri oleh PT. Actavis Indonesia berdasarkan literatur yang tersedia. Formula yang didapat kemudian akan di uji coba, di optimasi dan di validasi. Sedangkan pada transfer teknologi, formula produk didapatkan dari Actavis Global dengan meminta Technical Data Package (TDP) produk yang akan dikembangkan. Di dalam TDP terdapat data lengkap dari produk, seperti formula, bahan baku dan bahan kemas, metode analisa, dan catatan kritis lain untuk produk tersebut. Pada transfer teknologi, metode analisis yang digunakan hanya perlu disesuaikan saja (verifikasi) tanpa harus menemukan metode baru (full validation). 3.6.5. Departemen Pengadaan (Central Procurement Department/CPD) Departemen ini bertanggung jawab terhadap pemesanan untuk pembelian seluruh material yang diperlukan oleh PT. Actavis Indonesia, terutama bahan baku. Rencana pembelian dilakukan berdasarkan Material Requirement Plan (MRP) yang telah disusun oleh perencana melalui program Mfg-Pro. MRP digunakan untuk pembacaan perkiraan pembelian. Proses ini menghasilkan rencana produksi dan rencana pembelian dengan mempertimbangkan pada stok yang ada, stok bufer dan permintaan penjualan. Bagian pembelian akan memesan barang pada pemasok yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan dengan membuat permintaan pembelian (purchase order/PO). Bahan baku dan bahan kemas hanya dapat dibeli pada pemasok yang telah disetujui oleh Pemastian Mutu dan masuk kedalam daftar pemasok yang disetujui (Approved Supplier List/ASL). Pemilihan pemasok berdasarkan penilaian terhadap beberapa faktor, diantaranya kualitas bahan baku dan bahan kemas, harga yang kompetitif, sistem antar yang tepat waktu, pelayanan yang baik dan sistem pembayaran yang menguntungkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
67
3.6.6. Gudang (Warehouse) Gudang merupakan tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang berupa bahan baku, bahan pengemas, yang digunakan untuk membantu kelancaran proses produksi. Oleh karena itu, perlu ditangani secara khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara stok secara fisik dengan stok secara administratif. Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh penanganan bahan awal. Untuk menjaga keselamatan kerja di area gudang maka setiap orang yang memasuki area gudang harus menggunakan helm dan sepatuyang sesuai, dan harus waspada terhadap lalu lintas di gudang terutama forklift yang sedang beroperasi (SOP: tata cara masuk area gudang). Gudang di PT Actavis Indonesia terdiri tiga bagian yaitu: 1. Gudang penyimpanan bahan baku (raw material) dan bahan kemas (packaging material) 2. Gudang penyimpanan bahan aktif penisilin di gedung Beta Lactam Facility (BLF) 3. Gudang penyimpanan produk jadi. Gudang ini berfungsi untuk menyimpan semua produk jadi yang dihasilkan oleh bagian produksi dan produk toll in serta sebagai tempat pendistribusian kepada pemasok. Ruangan di gudang produk jadi terbagi menjadi 2 yaitu ruangan AC dan Non AC. Penyusunan barang di gudang produk jadi didasarkan kepada kondisi penyimpanan suhu produk. Semua produk jadi disimpan di gudang produk jadi apapun statusnya, sedangkan produk yang bisa dijual hanya produk dengan status yang telah disetujui. Kegiatan pengecekan barang untuk gudang produk jadi dilakukan setiap 3 bulan sekali, sedangkan untuk gudang bahan bakudan bahan kemasdilakukan setiap 6 bulan sekali dan untuk pengecekan dari luar dilakukan setiap bulan Desember. Material yang diterima oleh gudang terdiri dua jenis yaitu bahan baku dan bahan kemas dari pemasok dan produk jadi dari departemen produksi. Pemasok bahan baku dan bahan kemas harus dipastikan sudah termasuk dalam ASL. Setelah pemasok datang, dilakukan pemeriksaan administratif dan pemeriksaan barang. Pemeriksaan administratif yang dilakukan berupa pemeriksaan surat jalan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
68
yang dibawa dan pencocokkan delivery order (DO) yang dibawa oleh pemasok dengan PO dari bagian pengadaan yang tertera pada sistem QAD, jika terjadi perbedaan maka segera dilakukan konfirmasi dengan bagian pengadaan. Pemeriksaan barang dilakukan dengan memeriksa kesesuaian barang, jumlah barang yang dipesan, nomor bets barang, kondisi fisik barang, dan batas tanggal daluwarsa. Selain itu, bagian gudang juga wajib meminta sertifikat analisis bahan baku dan bahan kemas primer.Setelah hasil pemeriksaan sesuai, petugas gudang akan menandatangani DO dan memasukkan data barang ke dalam sistem QAD dengan status “QUARANTINE” dan disimpan di lokasi kedatangan bahan baku. Barang yang baru diterima di gudang akan dibuat daftar terlebih dahulu, kemudian dimasukkan pada sistem dan setelah itu diberi label “QUARANTINE” berwarna kuning. Setelah itu, petugas gudang akan membuat daftarpenerimaan barang yang akan dikirim ke departemen Pengawasan Mutu sebagai acuan untuk pemeriksaan. Kemudian, inspektur bahan bakudari bagian Pengawasan Mutu akan melakukan pengambilan contoh bahan baku dan bahan kemas untuk dilakukan pemeriksaan di laboratorium pengawasan mutu. Selama proses pemeriksaan di Pengawasan Mutu, bahan baku dan bahan kemas diberi label “QC HOLD” berwarna kuning dan diberi status “QC HOLD” pada sistem QAD. Setelah hasil pemeriksaan memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut akan diberi label “APPROVED” berwarna hijau dan diberi status “APPROVED” pada sistem QAD. Dengan demikian, bahan baku dan bahan kemas tersebut dapat digunakan untuk proses produksi dan ditempatkan pada tempat yang kosong. Jika hasil pemeriksaan dari QC tidak memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut akan diberi label “REJECT” berwarna merah dan barang tidak dapat digunakan untuk proses produksi. Barang yang berstatus “REJECT” akan dipisahkan untuk dikembalikan ke pemasok dan untuk printed material tidak dikembalikan ke pemasok, namun langsung dimusnahkan. Kondisi penyimpanan barang di gudang disesuaikan dengan persyaratan penyimpanan masing-masing barang. Untuk material bahan kemas yang telah tercetak logo PT. Actavis Indonesiadisimpan dalam ruangan yang terkunci. Gudang bahan baku dan bahan kemas memiliki beberapa kondisi penyimpanan:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
69
1. Kondisi AC Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25°C (15-25°C), digunakan untuk menyimpan bahan kemas primer dan bahan baku yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut. 2. Kondisi non AC Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25-30°C, digunakan untuk menyimpan bahan kemas sekunder dan tersier, serta bahan baku yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut. 3. Lemari pendingin Lemari pendingin bersuhu di bawah 8-15°C, biasanya digunakan untuk menyimpan bahan baku vitamin. 4. Lemari penyimpanan psikotropik Bahan baku psikotropik disimpan di rak terkunci dengan gembok ganda. Satu kunci dipegang oleh penanggung jawab dan kunci lainnya dipegang oleh petugas gudang. 5. Gudang tahan api yang digunakan untuk meyimpan bahan-bahan yang mudah meledak dan terbakar. Rak penyimpanan di dalam gudang terdiri dari 12 level untuk penyimpanan bahan baku dan bahan kemas level 1-7 digunakan untuk menyimpan bahan baku dan di atas level 7 digunakan untuk menyimpan bahan kemas. Penentuan area penyimpanan suatu bahan berdasarkan keterangan yang tertera pada label atau Certificate of Analysis (CoA), atau berdasarkan rekomendasi dari bagian kualitas atau Technical Support. Untuk penyimpanan produk-produk cairberada di bagian bawah. Selanjutnya diinput kedalam sistem QAD. Pemantauan suhu di gudang dilakukan selama 24 jam, ditinjau setiap dua kali sehari dan data diambil setiap seminggu sekali. Pemantauan suhu menggunakan logger yang berada di titik terpanas. Parameter kesesuaian suhu diukur berdasarkanTemperatur Kinetik Rata-rata (Mean Kinetic Temperature/ MKT) yaitu rata-rata suhu dalam satu minggu. Untuk ruangan dengan suhu 1525°C, jika MKT di atas 25°C harus diadakan analisis risiko; untuk ruangan 2530°C, analisis risikodilakukan jika MKT > 30°C, dan untuk lemari pendingin (815°C), analisis risikodilakukan jika MKT > 15°C. Jika perlu, dilakukan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
70
pemindahan penyimpanan produk/material sementara dan dengan penanganan lainnya. Proses distribusi terdiri dari dua bagian yaitu distribusi bahan baku dan bahan kemas serta distribusi produk jadi. Distribusi bahan baku dan bahan kemas ke lokasi produksi. Distribusi produk jadi untuk pasar lokal melalui distributor, sedangkan distribusi obat jadi untuk pasar luar negeri dan ekspor melalui forwarder. Proses distribusi bahan baku dan bahan kemas yang akan digunakan untuk produksi dilakukan berdasarkan daftar permintaan(work order/WO) yang dikeluarkan oleh bagian PPIC yang juga terhubung dengan sistem QAD. Daftarberisi jenis dan jumlah bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan untuk proses produksi, yang telah disesuaikan dengan perkiraan penjualan. Untuk bahan baku, setelah daftar WO keluar maka petugas gudang akan menyiapkan bahan baku yang diminta, selanjutnya akan diserahkan ke bagian dispensing untuk ditimbang melaui pintu airlock IV. Penimbangan dilakukan oleh 1 orang petugas gudang dan 1 orang dari petugas produksi serta disaksikan oleh seorang supervisor dari pihak produksi. Sisa bahan baku akan dikembalikan lagi kedalam gudang melalui pintu airlock IV. Untuk bahan kemas, petugas gudang akan menyiapkan bahan sesuai dengan jumlah yang diminta dan mengantarkan ke bagian produksi yang meminta. Pada saat serah terima bahan baku maupun bahan kemas, dilakukan pengecekan ulang oleh bagian produksi terhadap jumlah bahan yang diterima, kebenaran material dan nomorbets. Jika sesuai, picklist akan ditandatangani. Setelah itu, daftar WO dibawa kembali ke gudang untuk dilakukan pemotongan pada sistem dengan tujuan agar jumlah barang yang ada di gudang dengan yang ada di sistem sama. Kemudian picklist tersebut akan diserahkan kembali ke bagian produksi yang bersangkutan untuk selanjutnya disimpan dalam catatan betssebagai dokumen. Setelah proses produksi selesai maka bagian produksi akan melakukan penerimaan work order (WO receipt) ke lokasi “income-fg” dengan status karantina untuk diperiksa oleh departemen Pengawasan Mutu. Pengiriman produk ke gudang produk jadidilakukan setelah proses pengemasan produk oleh bagian produksi selesai, tanpa harus menunggu produk diluluskan terlebih dahulu oleh Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
71
departemen Pengawasan Mutu. Setelah itu, barang diperiksa oleh petugas gudang yang meliputi pemeriksaan fisik, jumlah serta nomor bets dan setelah cocok maka barang akan diterima dan diletakkan sesuai dengan spesifikasi penyimpanan dari produk tersebut. Proses distribusi produk jadi kepada distributor dilakukan berdasarkan packing list yang dikeluarkan oleh bagian keuangan. Dalam hal ini distributor akan mengirimkan order ke bagian pemasaran yang kemudian akan memasukkan data pesanan dari distributor ke sistem QAD, setelah itu akan dikeluarkan packing list-nya oleh keuangan. Packing list ini kemudian akan dihitung nilai rupiah dari barang yang akan didistribusikan oleh bagian keuangan, sedangkan dari petugas gudang akan menyiapkan barang yang diminta dan order distributor harus sudah sesuai dengan multipack berdasarkan packing list yang diterima. Setelah barang yang diminta sudah siap, maka akan dibuat surat panggilan ke distributor untuk mengambil barang. Setelah itu, bagian keuangan akan melakukan pemotongan stok barang yang ada di dalam sistem dan mencetak faktursetelah distributor datang
dan
melakukan
pengecekan
produk
yang
akan
diambil
dan
menandatangani packing list. 3.6.7. PPIC (Production Planning and Inventory Control) PPIC
berfungsi
sebagai
penghubung komunikasi
antara
produksi,
pemasaran, pengadaan, akuntansi, dan penyimpanan yang masing-masing berfungsi dalam penyediaan obat. Bagian ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan bagian penjualan dan pemasaran terpenuhi oleh sistem produksi yang meliputi jumlah, waktu, dan jenis produk yang tepat. Tugas dan tanggung jawab PPIC antara lain: a. Merencanakan dan memonitor jalannya produksi. b. Mengatur rencana pembelian bahan baku, bahan kemas, dan stok obat jadi. c. Sebagai sumber data informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi. PPIC dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1. Production Planning Control/PPC 2. Inventory Control
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
72
3.6.7.1.Production Planning Control (PPC) Tugas PPC yaitu merencanakan dan mengendalikan jalannya proses produksi selama periode tertentu. Tahapan kerja dalam PPC adalah sebagai berikut: a. Merencanakan produksi. b. Membuat Work Order untuk produksi. c. Memonitor stok produk jadi. d. Mengolah MO (Manufacturing Order) dari departemen Pemasaran/ Ekspor. MO ini menjadi dasar untuk membuat jadwal proses produksi yang diserahkan kepada bagian produksi disertai dengan WO (Work Order). 3.6.7.2.Inventory Control Tugas Inventory Control yaitu merencanakan dan mengendalikan pembelian bahan baku dan bahan kemas. Tahapan kerja dalam Inventory Control adalah sebagai berikut: a. Menetapkan rencana pembelian. Rencana pembelian dibuat berdasarkan rencana produksi (termasuk kapasitas mesin, kapasitas pekerja), stok bahan baku dan bahan kemas yang ada di gudang, stock order, jumlah minimum order (berhubungan dengan kapasitas pemasok), dan waktu tunggu produksi. b. Membuat rencana permintaan bahan baku yang mencantumkan nama produk beserta semua bahan (bahan baku dan bahan kemas) serta jumlahnya. c. Memonitor stok bahan baku dan bahan kemas. d. Membuat POR (Purchase Order Requisition). POR ini adalah dasar untuk membeli bahan-bahan inventory (bahan baku, bahan kemas, palet untuk ekspor) maupun non inventory (helm, kertas, dll) yang berfungsi untuk menunjang proses produksi. e. Mengawasi POR sampai bahan baku dan bahan kemas masuk ke gudang dan saat berada dalam status QC. Alur tahapan PPIC yaitu berawal dari penerimaan order/MO dari bagian pemasaran/ekspor sesuai dengan aturan pemesanan dari global (4 bulan waktu tunggu). Selanjutnya dilakukan pembuatan rencana produksi dengan melakukan MRP pada sistem QAD berdasarkan perkiraan dari bagian pejualan dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
73
pemasaran. Melalui sistem QAD tersebut permintaan yang ada disesuaikan dengan data-data yang ada di sistem seperti persediaan bahan baku, produk ruahan dan produk jadi yang tersedia. Dari rencana produksi tersebut kemudian diketahui material yang digunakan untuk kegiatan produksi. Kemudian PPIC membuat POR kepada bagian pembelian. Bagian pembelian mengolah POR menjadi PO dan mengirim permintaan pembelian ke pemasok. Pemasok akan memberikan jenis dan jumlah barang sesuai pesanan dan memberikan konfirmasi kuantitas dan ETA ke bagian pembelian. Bila sudah dikonfirmasi, gudang akan menerima material sesuai dengan kuantitas dan jadwal pengiriman material. Kemudian gudang membuat bukti penerimaan barang. Sebelum barang masuk gudang, bagian Pengawasan Mutu melakukan pemeriksaan dan barang yang diperiksa dimasukkan ke daerah karantina (diberi label kuning) hingga dikeluarkan pernyataan pelulusan barang dari Pemastian Mutu/Pengawasan Mutu (diberi label hijau). Barang yang ditolak diberi label “REJECTED” (merah) dan dipindahkan ke lokasi penolakan di area terpisah. PPIC mengeluarkan Work Order (WO) sebagai perintah produksi kepada Departemen Produksi beserta picklist yang berisi formulasi produk/bets dan routing produksi. Selanjutnya picklist tersebut dikirim ke gudang untuk penyediaan material untuk kegiatan produksi. Setelah proses penyediaan material selesai, picklist selanjutnya dikirim ke produksi untuk dilengkapi dengan actual shopfloor selama proses produksi berlangsung dan diinput ke dalam QAD. QAD adalah sistem Enterprise Resource Planning (ERP) terintegrasi yang digunakan di PT. Actavis. Komputer online QAD di seluruh bagian sehingga alur proses tersebut dapat dipantau oleh semua pihak terkait melalui komputer. 3.6.8. Departemen Scientific Affair/SCA Departemen Scientific Affair (SCA) merupakan suatu departemen yang terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian Medical Affair, Regulatory Affair Indonesia, Regulatory Affair Export. Tugas dan tanggung jawab Medical Affair adalah membantu divisi sales & marketing dalam hal pelatihan pengetahuan medis untuk tenaga lapangan baru/penyegaran kembali pengetahuan medis untuk tenaga lapangan lama, Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
74
pelatihan pengetahuan medis dan pengetahuan produk untuk produk baru yang akan diluncurkan; meninjau materi promosi produk OTC dan ethical, seperti leaflet, brosur, dan materi promosi di media elektronik; memberikan pelayanan informasi medis untuk divisi sales & marketing dan pelanggan (literatur, materi promosi); menjalankan sistem Pharmacovigilance, beserta kegiatan pemantauan dan pelaporannya; melakukan koordinasi uji BA atau BE apabila dipersyaratkan oleh Badan POM; dan mendukung bagian regulasi dalam hal melengkapi dokumen-dokumen yang terkait medis dari produk yang akan di registrasi. Regulatory Affair Indonesia dipimpin oleh seorang manajer dan membawahi beberapa supervisor yaitu Regulatory Supervisor Ethical Product; Regulatory Supervisor Hospital Product; Regulatory Food Suplemen, Cosmetic, OTC, Variation; dan Local Artwork. Tugas dan tanggung jawab Regulatory Affair Indonesia berkaitan dengan registrasi produk, dimulai dari mengumpulkan dokumen yang dibutuhkan, menyiapkan dossier, mengajukan dan menyerahkan dokumen ke BPOM, kemudian menindaklanjuti tahap registrasi sampai nomor registrasi produk keluar; melakukan pengembangan kemasan produk yang akan dipasarkan; membantu bagian Medical Affair dalam meninjau materi promosi; dan melaporkan perubahan-perubahan yang terjadi pada produk ke BPOM. Regulatory Affair Export memiliki tanggung jawab yaitu menyediakan dokumen yang dibutuhkan oleh Regulatory Affair di negara tujuan ekspor (market site); melakukan pengembangan kemasan produk yang akan di ekspor; dan mendaftarkan produk ekspor di BPOM untuk mendapatkan nomor registrasi khusus.
3.6.9. Departemen
Sumber
Daya
Manusia
(Human
Resource
Department/HRD) Merupakan divisi yang berfungsi sebagai support function atau biasa disebut sebagai partner bisnis. Struktur HRD di PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: a. Manajer Operasional SDM, memastikan kebutuhan operasional karyawan terpenuhi, misalnya alat tulis kantor, makanan di kantin, serta kebutuhan lainnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
75
b. People
&
Organization
Development
Manager/POD
Manager,
memastikan karyawan mendapatkan pelatihan berupa training yang bersifat non manufacturing/soft skill sesuai bidang pekerjaannya masingmasing. c. Compensation & Benefits, menjamin karyawan mendapatkan hak-haknya, misalnya jaminan kesehatan, tunjangan hari raya, dan lain sebagainya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
BAB 4 PEMBAHASAN
Obat merupakan komponan utama dalam pelayanan kesehatan, dan sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Dalam menjamin mutu, keamanan, khasiat dan kemanfaatan obat yang beredar maka pemerintah mewajibkan setiap industri farmasi untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan tersebut sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya. Dalam CPOB hanya terkandung pedoman umum bagi industri farmasi dan dimaksudkan untuk digunakan sebagai dasar acuan. Setiap aturan lain yang berkaitan dengan CPOB dapat digunakan dalam pengembangan aturan internal selama masih sejalan dengan pedoman CPOB. PT. Actavis Indonesia merupakan industri farmasi yang termasuk ke dalam perusahaan modal asing (PMA) dengan induk perusahaan yaitu Actavis global yang berada di Islandia. Actavis berdiri pada tahun 1999 di Islandia dengan 146 karyawan. Bisnis Actavis terus berkembang seiring berjalannya waktu dengan cara mengakuisisi perusahaan lain, dan kekuatan akuisisi ini yang menjadikan Actavis saat ini merupakan perusahaan dengan lebih dari 10.000 karyawan yang tersebar di lebih dari 40 negara. Di Indonesia sendiri, PT. Actavis Indonesia merupakan hasil akuisisi dari PT. Alpharma. Selain mengacu pada pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), PT. Actavis Indonesia juga berpedoman pada GMP. Standar GMP Eropa ini harus dimiliki karena PT. Actavis Indonesia merupakan pusat pembuatan (central manufacturing) untuk kawasan Asia dan Eropa. PT. Actavis Indonesia telah memperoleh 14 sertifikat CPOB dari Badan Pengawas Obat dan Makanan serta mendapat sertifikasi European GMP dari Health Care Inspectorate (The Netherlands) dan sertifikat GMP dari Ukrainian Authority. Hal ini membuktikan
76
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
77
bahwa PT. Actavis Indonesia telah menerapkan CPOB dalam setiap aspek produksinya. Dalam menjalankan kegiatannya, PT. Actavis Indonesia membagi beberapa departemen yaitu Departemen Keuangan, Departemen SDM/Human & Resource, Departemen Operasional yang membawahi Departemen Mutu (Pengawan Mutu, Pemastian Mutu dan Pengembangan Metode Analisis), Departemen Technology Transfer, Departemen Scientific Affairs (SCA), Departemen Teknik (EHS dan Engineering), serta Departemen Keuangan. Selain itu juga ada bagian bisnis untuk produk-produk Ethical, OTC, Export dan Toll sales business yang dikepalai oleh beberapa manajer. Perencanaan produksi untuk satu bulan dilakukan oleh bagian Product Planning and Inventroy Control (PPIC) berdasarkan permintaan dari bagian Pemasaran/Marketing. Bagian PPIC terdiri dari dua subbagian, yaitu perencanaan dan pengendalian produksi (Production Planning and Control/PPC) dan pengendalian persediaan (Inventory Control). PPIC bertanggung jawab dalam mengatur pesanan yang masuk, baik untuk produk lokal, ekspor, maupun toll manufacturing.
Pesanan
dari
departemen
Pemasaran,
ekspor,
dan
toll
manufacturing ini dikomunikasikan ke bagian PPIC melalui sistem DSC (Demand Supply Communication). PPIC akan membuatan rencana produksi berdasarkan perkiraan dari bagian pejualan dan pemasaran. Permintaan yang ada disesuaikan dengan persedian bahan baku, produk ruahan dan produk jadi yang telah tersedia. Dari rencana produksi tersebut kemudian diketahui material yang digunakan untuk kegiatan produksi. Kemudian PPIC membuat permintaan pembelian pesanan (purchase order requisition/POR) kepada bagian pembelian. Bagian pembelian mengolah POR menjadi PO dan mengirim permintaan pembelian ke pemasok. Pemasok akan memberikan jenis dan jumlah barang sesuai pesanan dan memberikan konfirmasi kuantitas dan perkiraan waktu datang ke bagian pembelian. Saat bahan baku dan bahan kemas datang, petugas gudang bahan baku harus melakukan pengecekan fisik dan sistem. Pengecekan fisik meliputi pengecekan jenis, jumlah, penampilan fisik, dan masa kadaluarsa barang. Pengecekan sistem meliputi pengecekan nomor PO barang, dan sertifikat analisis. Barang kemudian Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
78 diberi label “QUARANTINE”, dan disimpan pada rak yang tersedia. Untuk barang yang sedang dilakukan pemeriksaan oleh bagian Pengawasan Mutu, maka diberi label “QC HOLD”, sedangkan barang yang telah dinyatakan rilis oleh bagian Pengawasan Mutu, diberi label “APPROVED” serta untuk barang yang ditolak diberi label “REJECTED” dan dipindahkan ke lokasi reject (area terpisah) untuk dihancurkan atau dikembalikan ke pemasok. PPIC mengeluarkan Work Order (WO) sebagai perintah produksi kepada Departemen Produksi beserta picklist yang berisi formulasi produk/bets dan routing produksi. Selanjutnya picklist tersebut dikirim ke gudang untuk penyediaan material untuk kegiatan produksi. Setelah itu, PPIC akan membuat jadwal produksi tiap bulannya, PPIC akan menghitung kapasitas produksi berdasarkan kapasitas mesin, waktu sanitasi, jumlah pesanan, dan ukuran betsdari produk. Setelah jadwal tiap bulan dibuat, maka jadwal ini diterjemahkan menjadi jadwal harian. Penyusunan jadwal tersebut juga dilihat berdasarkan waktu tunggu dari pesanan. Waktu tunggu pesanan hingga pemenuhan barang berlangsung 4 bulan, pesanan di bawah 4 bulan disebut sebagai abnormal order sehingga PPIC bertanggungjawab dalam mengatur jadwal produksi untuk memenuhi waktu tunggu tersebut. PPIC akan melakukan rapat dengan bagian produksi guna membahas pemenuhan jadwal produksi yang telah dibuat serta kendala yang dialami. Departemen produksi di PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi 3 bagian yaitu pabrik sediaan topical (topical plant facility/ TPF), pabrik sediaan oral (multy product facility/ MPF), dan pabrik sediaan β-lactam (beta lactam facility/ BLF). Pabrik TPF terbagi dalam dua area yaitu area hitam (black area) dan area abu-abu (grey area). Pada black area di TPF ini terdapat ruang pencetakan yang berfungsi sebagai ruang untuk melakukan pencetakan pada pengemas sekunder dan karton yaitu data nomor bets, tanggal produksi, dan tanggal kadaluarsa. Pabrik BLF berfugsi untuk memproduksi sediaan dengan bahan aktif senyawa golongan β-lactam. Pabrik ini memiliki fasilitas tersendiri yang terpisah dari sediaan lain, seperti gudang dan QC tersendiri yang hanya dipergunakan untuk produk-produk dalam BLF. Hal ini bertujuan mencegah terjadinya kontaminasi silang dengan produk lain dan mencegah timbulnya reaksi alergi Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
79
pada manusia. Untuk itu juga setiap personil yang akan bekerja di BLF ini harus menjalani tes sensitivitas terlebih dahulu. BLF selain memiliki fasilitas tersendiri juga dibuat dalam sistem tertutup. Didalam BLF ini juga terdapat kantin tersendiri, dan setiap personil yang hendak keluar dari area BLF ini harus mandi terlebih dahulu agar tidak terjadi kontaminasi ke luar BLF sebagaimana yang dipersyaratkan PT. Actavis Indonesia yaitu β-lactam harus tidak ada (negatif) di luar area BLF. Pabrik BLF ini juga terbagi menjadi 2 area yaitu black area dan grey area. Pada black area terdapat ruang pengemasan sekunder, ruang pencetakan (printing), QC, gudang dan kantin, sedang pada grey area terdapat ruang timbang (dispensing), ruang granulasi, ruang tableting dan ruang pengemasan primer. Pabrik MPF juga terdiri dari black area dan grey area. Black area di MPF terdiri dari ruang pencetakan dan pengemasan sekunder. Untuk grey area terdapat ruang penimbangan (dispensing) yang tidak hanya diganakan untuk penimbangan produk yang akan di produksi di MPF tapi juga untuk produk topikal yang akan diproduksi di TPF. Ruang penimbangan di MPF langsung terhubung ke gudang penyimpanan bahan baku melalui sistem airlock. Di grey area MPF juga terdapat ruang granulasi, ruang tableting, ruang pengisian kapsul (capsule filling), ruang salut tablet (coating), dan ruang pengemasan primer yang terbagi menjadi dua jenis yaitu blistering dan stripping, ruang proses cairan (liquid processing) dan ruang pengisian sediaan cair (liquid filling). Setiap ruang di produksi memiliki penandaan yang menunjukan status ruangan, yaitu sedang dalam pembersihan (cleaning) atau dalam aktivitas produksi yang juga terjelaskan dengan keterangan nama produk yang di buat dan nomor bets. Seluruh proses produksi dilakukan berdasarkan Master Product and Process Control Record (MPPCR) yang telah disetujui oleh bagian Pemastian Mutu. Departemen produksi melakukan revisi MPPCR untuk semua produk yang masih atau sedang diproduksi secara rutin kemudian diperiksa dan disetujui oleh Head of Quality Operation. Di dalam MPPCR, tercantum urutan langkah yang dilakukan untuk satu bets produk, termasuk pengaturan mesin, parameter kritis, serta hasil IPC. Seluruh proses ini, mulai dari Work Order Picklist granulasi proses, Work Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
80
Order Picklist produksi bulk, Work Order Picklist pengemasan, daftar periksa sebelum proses penimbangan, Dispensing card (bahan yang ditimbang sesuai dengan yang tertera pada dokumen), label bersih timbangan, perhitungan bahan, urutan bahan yang ditimbang dan beratnya, label penimbangan bahan baku dan printout hasil penimbangan, daftar periksa sebelum proses granulasi, label bersih mesin granulasi, label bulk atau produk ruahan (granulat), granulasi berisi mulai dari persiapan, proses granulasi termasuk setting aktual mesin dan kondisi mesin, catatan IPC dan printout hasil IPC sampai rekonsiliasi, dan seterusnya hingga proses pengemasan sekunder hingga printout hasil penimbangan tiap karton dan contoh bahan kemas untuk satu bets didokumentasikan pada MPPCR menggunakan tinta biru. Operator tidak diperbolehkan menghapal langkah proses pada jobsheet, melainkan harus selalu membawa jobsheet pada tiap langkah proses dengan tujuan untuk menghindari kesalahan dalam pembuatan obat. Produk yang telah selesai diproduksi diberi label “QUARANTINE” kemudian diserahkan ke Gudang Finished Goods, MPPCR yang telah dilengkapi dikirim ke Pemastian Mutu dan Pengawasan Mutu akan mengembalikan ke bagian Produksi jika terdapat kekurangan untuk diperbaiki. Produk baru boleh diluluskan setelah mendapat persetujuan dari Pemastian Mutu. Departemen pengawasan mutu (Quality Control/QC) berfungsi untuk memastikan bahwa setiap bahan baku yang akan dipergunakan dan produk jadi yang akan di pasarkan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Laboratorium di QC terbagi menjadi 3 yaitu laboratorium BLF yang tedapat di area BLF, dan khusus digunakan untuk pemeriksaan produk-produk yang ada di area BLF, laboratorium kimia umum dan laboratorium mikrobiologi. Di laboratorium kimia umum dilakukan pemeriksaan terhadap bahan kemas, pemeriksaan bahan baku, pemeriksaan produk ruahan, dan pemeriksaan produk jadi, serta melakukan uji stabilitas pada produk jadi dan validasi metoda. Di laboratorium mikrobiologi dilakukan uji kontaminasi terhadap mikroorganisme baik pada bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi setelah dikemas (after fill), sampel stabilitas serta melakukan uji potensi antibiotik dan vitamin. Proses pengawasan mutu dilakukan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
81
berdasarkan jadwal rencana sampling yang dibuat dengan prioritas pemeriksaan berdasarkan kebutuhan dari PPIC ataupun adanya kebutuhan untuk registrasi. Untuk bahan baku sebelum sampling dilakukan pemeriksaan sertifikat analisa (CoA) terlabih dahulu, jika terdapat ketidaksesuaian spesifikasi pada CoA maka tidak perlu dilakukan sampling dan bahan tersebut akan di tolak. Setelah melalui pemeriksaan dokumen, dilakukan sampling pada setiap wadah bahan baku untuk pemeriksaan identitas senyawa. Bahan baku yang memenuhi spesifikasi akan mendapat label release dan dapat digunakan pada proses produksi, sementara yang tidak memenuhi spesifikasi akan mendapat label reject. Sampling pada produk ruahan dilakukan dari bagian produksi dengan mengambil sampel produk selama berjalan proses kemas. Hal ini dilakukan untuk produksi yang telah tervalidasi. Sedangkan pada produksi yang belum tervalidasi proses pengemasan baru dilakukan setelah terdapat hasil pemeriksaan dari produk tersebut. Pada masing-masing sampel dilakukan analisa sesuai dengan spesifikasi dan metoda dari masing-masing produk. Proses Pengawasan Mutu dilakukan seiring dengan adanya proses penjaminan mutu dari Departemen Pemastian Mutu. Kedua departemen ini berada dibawah satu pengendalian Head of Quality Operation yang menjamin bahwa sistem kebijakan mutu pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi) sesuai dengan GMP dan menjamin bahwa obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benarbenar berkualitas sesuai dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Upaya pemastian mutu dilakukan oleh departemen Pemastian Mutu/QA yang akan memastikan bahwa semua pengaturan dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Oleh karena itu, departemen QA bertanggung jawab terhadap prosedur pengoperasian standar, pelatihan personil, pelulusan produk, peninjauan kualitas produk, validasi, kontrol perubahan, audit, kesepakatan teknis, penanganan perbaikan dan pencegahan masalah, penanganan komplain pelanggan dan penarikan produk jadi. Dalam upaya penjaminan mutu tersebut departemen QA perlu memastikan bahwa setiap proses yang berkaitan dengan mutu produk telah dilakukan dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
82
baik. Untuk itu perlu dibuat prosedur pengoperasian standar (Standard Operating Procedure/SOP) agar diperoleh keseragaman dalam mutu produk karena setiap proses dilakukan dengan cara yang sama dan mempermudah pelacakan bila terjadi suatu penyimpangan. SOP dibuat oleh departemen terkait dan diserahkan ke departemen QA untuk ditinjau dan disetujui. Apabila SOP merupakan hasil revisi dari SOP terdahulu maka harus disertakan dokumen kontrol perubahan. Departemen Pemastian Mutu akan meninjau ulang yang disesuaikan dengan template SOP, kemudian dicetak, diperbanyak dan didistribusikan ke bagian yang terkait disertai dengan penarikan SOP lama. Kontrol
perubahan
diperlukan
untuk
mendokumentasikan
setiap
perubahan yang akan dilakukan, meliputi perubahan dalam lingkup spesifikasi dan metoda analisa, perubahan proses, perubahan bahan baku dan bahan kemas, perubahan utilitas, dan perubahan proses lainnya. Kontrol perubahan diperlukan agar isi dokumen tersebut tidak ada perbedaan antara dokumen yang terdapat pada masing-masing departemen dengan dokumen yang terdapat pada departemen QA, karena dokumen tersebut saling terkait antar departemen. Perubahan yang tercakup dalam kontrol perubahan adalah semua perubahan yang mempunyai pengaruh terhadap kemanan, mutu dan efikasi produk seperti perubahan spesifikasi dan metoda analisis, proses dan formula pada bagian pengemas, pemasok bahan baku, perubahan dokumen, perubahan alat, bangunan dan fasilitas. Departemen QA juga melakukan pelatihan tahunan kepada para pegawai. Kepala departemen terkait menyusun jadwal pelatihan sesuai fungsi serta level karyawan di departemen masing-masing dan mengirimkannya pada bagian QA untuk dilakukan peninjauan dan memasukkan jadwal pelatihan CPOB dan EHS ke dalam program pelatihan tersebut. Materi pelatihan akan dipilih sesuai dengan hasil evaluasi karyawan tahun lalu. Selain pelatihan tahunan yang diberikan pada karyawan lama, pelatihan juga dilakukan pada karyawan baru, karyawan yang dipromosikan dan karyawan kontrak. Semua kegiatan pelatihan tersebut didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil yang disimpan di departemen bersangkutan. Peninjauan mutu produk (Periodic Product Review/PPR) juga menjadi Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
83
tanggung jawab QA yang rutin dibuat setelah jangka waktu satu tahun dari bulan dimana bets pertama dari setiap produk diproduksi. Tujuan dari peninjauan mutu produk ini adalah untuk memastikan semua proses produksi tergambar jelas, ditinjau secara sistematis dan menggambarkan produk yang diproduksi secara konsisten memenuhi syarat kualitas dan spesifikasi yang telah ditetapkan dan juga untuk menggambarkan trend serta mengidentifikasi perbaikan terhadap produk dan proses jika dibutuhkan. PPR dibuat berdasarkan data in process control selama proses produksi, hasil analisa produk jadi dari Pengawasan Mutu, data stabilitas, data dari Scientific Affairs serta data pendukung lainnya seperti deviasi, penolakan, keluhan, kontrol perubahan, produk kembalian, penarikan kembali, validasi dan technical agreement. Departemen QA juga menjalankan tugas validasi dan kualifikasi. Kualifikasi dan validasi bertujuan untuk membuktikan bahwa semua langkahlangkah yang dilakukan pada proses pembuatan obat selalu menghasilkan kualitas yang konsisten dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Kualifikasi berhubungan dengan fasilitas, sistem, dan peralatan. Sedangkan validasi berhubungan dengan proses. Departemen QA melakukan validasi yang meliputi validasi fasilitas dan sistem penunjang (fasilitas dan utilitas), validasi spesifikasi peralatan (equipment specification), validasi proses (process validation), serta validasi pembersihan (cleaning validation). Proses audit dilakukan oleh departemen QA, dimana dalam hal ini QA dapat menjadi auditor dan audity. Sebagai auditor, departemen QA melakukan inspeksi diri, audit pemasok dan audit toll out manufacturing. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan tujuan untuk memastikan sistemsistem yang telah dibuat benar diaplikasikan di lapangan. Hal-hal yang diperiksa dalam inspeksi diri yaitu laporan analisis, catatan bets dan laporan validasi untuk setiap bets validasi. Jika terdapat temuan yang tidak sesuai dengan GMP maka dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Departemen Pemastian Mutu juga melaksanakan audit pemasok dan audit toll out manufacturing yang bertujuan untuk memastikan bahwa pemasok (vendor) maupun jasa servis yang digunakan di PT. Actavis Indonesia mempunyai kualitas sesuai dengan standar perusahaan. Audit pemasok dilakukan ke pabrik atau pemasok bahan baku dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
84
bahan kemas yang digunakan. Toll out manufacturing audit merupakan audit yang dilakukan terhadap pabrik yang membuat produk untuk PT. Actavis Indonesia. Sebagai audity, audit dilakukan oleh pihak luar, baik yang membuat produknya di PT. Actavis Indonesia (Toll In Manufacturing) maupun audit reguler dari otoritas, baik lokal (BPOM) maupun Eropa (Actavis global). Departemen QA juga bertanggungjawab terhadap penolakan dan pelulusan obat jadi, dimana untuk pelulusan obat jadi dibutuhkan persetujuan dari seorang qualified person. Qualified Person (QP) adalah apoteker yang memiliki pengalaman dalam memproduksi sediaan farmasi yang telah menjalani pelatihan khusus dan memiliki pemahaman kritis yang mendalam terhadap semua aspek yang berkaitan dengan pembuatan sediaan farmasi. Oleh karena itu, dengan kemampuan yang dimiliki tersebut maka Qualified Person (QP) bertanggung jawab untuk memutuskan apakah suatu produk layak untuk dipasarkan atau tidak. Dalam menangani Technical Agreement diperlukan kesepakatan terkait proses produksi, pemasok, pengawasan mutu dan lain-lain antara pihak yang bersangkutan. Contoh Technical Agreement yang dilakukan adalah pada produk toll, baik toll-in maupun toll-out. PT. Actavis Indonesia melakukan toll-out untuk sediaan steril karena tidak adanya fasilitas yang memadai untuk pembuatan produk tersebut, sehingga dibuatlah Technical Agreement oleh PT. Actavis Indonesia dengan perusahaan yang memiliki fasilitas steril tersebut. Untuk penanganan Hasil Uji di Luar Spesifikasi (HULS) terlebih dulu dilakukan pengecekan pada laboratorium Pengawasan Mutu, jika tidak terdapat kesalahan laboratorium, maka perlu investigasi lebih lanjut oleh Pemastian Mutu. Dalam keseluruhan aspek tersebut, departemen Pemastian Mutu telah melakukan setiap proses dengan baik yang berkaitan dengan pemastian mutu produk sesuai dengan regulasi yang berlaku. Apabila ditemukan HULS, maka harus dilaksanakan investigasi yang harus diselesaikan dalam waktu 30 hari kerja, kecuali penyelesaian tindakan perbaikan dan pencegahan memakan waktu lebih lama. Laporan investigasi harus dibuat secara lengkap mencakup hasil analisa yang akan dipakai, keputusan yang akan diambil, tindakan perbaikan dan pencegahan serta penyebab HULS atau hasil uji yang tidak normal. Untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
85
prosedur investigasinya meliputi investigasi laboratorium, investigasi diperluas, dan investigasi produksi. Penanganan keluhan dilakukan oleh departemen QA jika keluhan berupa cacat produk, sedangkan jika keluhan berupa farmakovigilans maka penanganan keluhan dilakukan oleh bagian medical affairs yang terdapat pada Scientific Affairs (SCA). Keluhan dapat diterima dari konsumen, pabrik atau produsen (misalnya masalah stabilitas) dan dari inspektor (BPOM). Keluhan pertama kali akan diterima oleh pihak pemasaran, kemudian akan dilakukan skrining oleh pemasaran untuk menentukan jenis keluhannya, apakah cacat produk atau berhubungan dengan efek obat. Jika keluhan menyangkut masalah kualitas produk maka QA akan melakukan investigasi lebih lanjut dan melakukan analisis dengan departemen lain yang terkait. Investigasi dapat dilakukan dengan cara meminta sampel yang dikeluhkan dengan sampel pertinggal. Alur permasalahan akan terus ditelusuri hingga didapatkan solusi dan tindakan perbaikan maupun pencegahannya. Data ini kemudian didokumentasikan ke dalam laporan CAPA. Jika berkaitan dengan formulasi, investigasi akan dilanjutkan ke departemen pengembangan produk untuk dilakukan perbaikan. Jika solusi telah ditemukan, akan dikembalikan ke QA untuk selanjutnya diberitahukan ke bagian Pemasaran. Apabila setelah dilakukan investigasi hasilnya fatal, maka dapat dilakukan penarikan obat kembali. Alur penarikan kembali obat yaitu departemen QA memberikan laporan kepada pihak pemasaran kemudian pemasaran memberitahukan kepada distributor, kemudian distributor akan melaporkan obat yang masih ada di distributor dan obat yang sudah sampai di masyarakat. Jumlah obat tersebut harus sama dengan jumlah obat yang diproduksi dalam satu atau beberapa bets. Obat yang masih beredar kemudian ditarik oleh distributor lalu dikirim ke gudang pabrik PT. Actavis Indonesia kemudian setelah itu QA akan membuat recall report (laporan obat kembali). Pengembangan Produk di PT. Actavis Indonesia berpusat pada obat copy dan produk pengalihan (Product Transfer). Kegiatan pengembangan produk dimulai dari permintaan yang diinginkan oleh Business Development. Business Development akan melakukan pertemuan dengan departemen lain yang terkait untuk menentukan apakah produk yang akan dikembangkan ini bisa di produksi di Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
86
PT. Actavis Indonesia. Jika produk bisa di produksi dan telah disetujui oleh PT. Actavis Indonesia dan Actavis Global, Business Development akan mengajukan Form Usulan Product Development (FUPD). Kemudian, Departemen AMD melakukan studi literatur terkait formulasi sediaan dan pengembangan metode analisisnya. Formula yang telah dirancang, akan dilakukan uji coba pada skala laboratorium untuk memperoleh data awal secara lengkap. Setelah dilakukan evaluasi, pengembangan metode analisis dilanjutkan dengan proses optimasi. Hasil optimasi dibuat laporan yang mendasari proses validasi. Proses validasi bertujuan untuk membuat langkah kerja produksi/standar prosedur operasional. Setelah itu produk diberikan ke bagian analisa untuk dicari penetapan kadar, profil disolusi, stabilitas produk. Jika memenuhi persyaratan yang diinginkan, langkah selanjutnya adalah produksi produk. Untuk produk transfer, semua SFP (Spesification of Finished Product) dan TDP (Technical Data Package) yang diperoleh dari Actavis Global kemudian diterapkan di PT. Actavis Indonesia dengan cara dilakukan uji coba untuk memastikan bahwa formula yang diperoleh dari Actavis Global dapat diterapkan di Indonesia. Setelah dilakukan uji coba dan diperoleh formula yang optimal kemudian dilakukan validasi untuk skala pilot kemudian dilakukan uji stabilitas. Jika hasil uji sesuai spesifikasi, langkah selanjutnya adalah produksi produk. Departemen Scientific Affairs (SCA) membawahi Medical Affairs, Regulatory Affairs Indonesia, Regulatory Affairs Export. Ruang lingkup dari bagian Medical Affairs terdiri dari pelatihan untuk Medical Representatives, laporan efek samping obat, serta mengkaji materi promosi untuk obat Ethical dan OTC. Tugas dan tanggung jawab Regulatory Affair Indonesia berkaitan dengan registrasi produk, melakukan pengembangan kemasan produk, dan melaporkan perubahan-perubahan yang terjadi pada produk ke BPOM. Sedangkan Regulatory Affair Export bertanggung jawab dalam menyediakan dokumen yang dibutuhkan oleh Regulatory Affair di negara tujuan ekspor (market site). Departemen Teknik dan EHS merupakan unit penting dalam kelangsungan kinerja setiap departemen di PT. Actavis Indonesia. Tanggung jawab bagian Teknik tidak hanya mencakup pemeliharaan peralatan atau mesin yang digunakan untuk proses produksi saja, tapi juga mencakup pemeliharaan gedung, fasilitas Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
87
penunjang, penanganan limbah hingga kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. Bagian Teknik juga melakukan kalibrasi dan kualifikasi secara berkala masing-masing untuk alat ukur dan mesin/peralatan. Kualifikasi dilakukan terhadap peralatan dan sistem penunjang untuk proses produksi. Untuk alat atau sistem baru kualifikasi dilakukan URS (User requirement Specification) yang terdiri dari kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasi, dan kualifikasi kinerja. EHS merupakan suatu bagian dari departemen Teknik yang berfungsi sebagai pendukung dalam pelaksanaan fungsi operasional. Kegiatan EHS mencakup kegiatan pemantauan lingkungan yang terkait dengan pengolahan limbah, kesehatan, dan kesejahteraan karyawan. Peran departemen EHS di bidang perlindungan terhadap lingkungan antara lain berkaitan dengan pengolahan limbah. Pengolahan limbah dilakukan agar limbah yang dihasilkan aman bagi lingkungan. Secara umum berdasarkan keamanannya, limbah PT. Actavis Indonesia digolongkan menjadi limbah B3 dan non-B3. Sedangkan berdasarkan bentuk fisiknya, limbah PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi limbah padat dan cair. Untuk limbah padat, pengolahannya diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu PT. Wastec International, Cilegon. Sedangkan untuk pengolahan limbah cair dilakukan di PT. Actavis Indonesia dengan cara mengalirkan dan mengolah limbah cair melalui 4 kolam. Teknik pengolahan limbah cair PT. Actavis dibedakan menjadi 3 yaitu pengolahan fisika, kimia, dan biologi. Penatalaksanaan limbah penisilin dilakukan bertahap melalui pemecahan cincin beta laktam terlebih dahulu dengan larutan NaOH 2% hingga didapatkan pH 9-10, barulah kemudian dilakukan pengolahan seperti pelaksanaan pengolahan limbah cair non penisilin. Pelaksanaan bidang kesehatan bagi karyawan yaitu adanya kegiatan pre employee medical check up untuk karyawan baru dan juga ada kegiatan pemeriksaan medical check up berkala yaitu 2 tahun sekali untuk seluruh karyawan. EHS juga menangani kejadian kecelakaan kerja. Setiap kecelakaan kerja yang terjadi dilaporkan ke EHS melalui formulir yang tersedia. Tujuan pelaporan ini agar EHS dapat memantau jenis kecelakaan yang terjadi dan berusaha untuk mengurangi atau bahkan mencegah kecelakaan tidak terulang lagi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
88
Dalam menjamin keselamatan kerja, pada tiap departemen memiliki petugas P3K dan floor warden yang telah mengikuti pelatihan untuk penanganan kondisi darurat. Selain itu, PT Actavis Indonesia juga memiliki Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3) dimana kegiatannya dilaporkan setiap 3 bulan ke Depnaker. Untuk pencegahan kebakaran, PT. Actavis Indonesia dilengkapi dengan fire system alarm, detektor panas, sistem hydrant (APAR dan APAB) serta adanya safety cabinet untuk cairan yang bersifat mudah terbakar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan 1. PT Actavis Indonesia telah menerapkan pedoman CPOB dan GMP Eropa untuk semua proses baik dalam proses produksi, pengawasan dan pengendalian mutu, serta kegiatan lain yang terkait. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya 14 sertifikat CPOB dari BPOM, sertifikasi European GMP dari Health Care Inspectorate (The Netherlands) untuk produk sediaan padat non steril baik penisilin maupun non penisilin, cair, dan semi padat, dan sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian Authority. 2. Profesi apoteker di PT. Actavis Indonesia memiliki peranan yang penting sebagai tenaga profesional farmasi antara lain sebagai direktur operasional, kepala departemen SCA, manajer departemen produksi, manajer departemen QA, dan manajer departemen QC.
5.2.
Saran 1.
Penyimpanan dokumen di ruang penyimpanan hendaknya dikelola dengan baik. Serta adanya penambahan ruang penyimpanan dokumen karena ruang penyimpanan dokumen yang ada sudah tidak mencukupi lagi.
89
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (2009). Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta: BPOM RI. Departemen Kesehatan RI. (1990). Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.245/Menkes/SK/V/1990 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta. Priyambodo, Bambang. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. PT. Actavis Indonesia. (2011). Site Master File 10th Edition. Jakarta: PT Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Vendor Qualification. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Self Inspection (Inspeksi Diri). Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Tata Cara Masuk Area Gudang. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Toll Manufacturing & Analysis. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Change Control (Kontrol Perubahan). Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Training. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan Tamu di Area Produksi Beta Lactam Facility. Jakarta: PT. Actavis Indonesia.
90
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
92
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Actavis Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMBUATAN PERIODIC PRODUCT REVIEW (PPR) TRAMADOL 50 MG KAPSUL DI PT. ACTAVIS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
INAYATUL WAHYUNI, S.Farm. 1306502522
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ......................................................................................
i
DAFTAR ISI
ii
..................................................................................................
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .....................................................................................
1
1.2. Tujuan ..................................................................................................
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
3
2.1. Ketentuan Umum Periodic Product Review ........................................
3
2.2. Isi Periodic Product Review ................................................................
4
2.3. Pelaporan Periodic Product Review ....................................................
7
2.4. Pemusnahan Periodic Product Review ................................................
8
BAB 3. METODE PELAKSANAAN ..............................................................
9
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ..........................................................
9
3.2. Prosedur Pelaksanaan ...........................................................................
9
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 10 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 14 5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 14 5.2. Saran ..................................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 15
ii
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1. Data Analisa Tramadol 50 mg kapsul ...........................................
10
Tabel 4.2. Data In Process Control Tramadol 50 mg kapsul .........................
11
iii
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Industri farmasi merupakan suatu industri yang kompleks, dilihat dari banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi, dimulai dari pendirian, perizinan, proses produksi, pendistribusian, hingga akhirnya penyerahan produk (obat) ke pasien. Ketika produk dilepas ke pasaran, industri farmasi bertanggung jawab melakukan pengkajian mutu produk agar efikasi, kualitas, dan keamanan obat tersebut terjamin dan digunakan sesuai fungsinya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Untuk mengatur agar industri farmasi menghasilkan produk obat yang berkualitas dan tetap pada spesifikasi yang telah ditentukan, diperlukan pedoman seperti CPOB (Cara Pembuatan Obat Baik), cGMP (current Good Manufacturing Product), dan lainnya. CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. Salah satu cara dalam untuk menjamin mutu obat adalah dengan dilakukannya pengkajian mutu produk. Dalam CPOB disebutkan bahwa industri farmasi harus melakukan pengkajian mutu produk harus secara berkala dan dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk dilakukan secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya. Di PT. Actavis Indonesia, pengkajian mutu produk atau yang lebih dikenal dengan Periodic Product review (PPR) merupakan tanggung jawab dari departemen Quality Assurance (QA), mulai dari persiapan, koordinasi, pelaksanaan, hingga pendistribusian laporan PPR ke departemen lainnya. PPR ini bertujuan untuk membuktikan konsistensi proses produksi, memenuhi syarat
1
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
2
spesifikasi produk, menggambarkan trend, dan mengidentifikasi perbaikan produk dan proses jika dibutuhkan, serta memenuhi syarat registrasi produk. Berkaitan dengan pentingnya pembuatan laporan PPR tersebut, maka pada laporan praktek kerja profesi apoteker (PKPA) ini, penulis melakukan pembuatan laporan PPR produk di PT. Actavis Indonesia. 1.2. Tujuan Dapat membuat laporan Periodic Product Review (PPR) di industri farmasi, khususnya di PT. Actavis Indonesia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Periodic Product Review (PPR) merupakan evaluasi yang dilakukan minimal setahun sekali untuk semua proses produksi, ditinjau secara sistematis dan dapat menggambarkan produk yang diproduksi telah memenuhi syarat kualitas dan spesifikasi yang ditetapkan, dan juga untuk menggambarkan trend serta mengidentifikasi perbaikan terhadap produk dan proses jika dibutuhkan. Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya (CPOB, 2012). 2.1. Ketentuan Umum Periodic Product Review Laporan PPR dibuat setelah jangka waktu satu tahun dari bulan dimana bets pertama dari setiap produk diproduksi. Misalnya bets pertama dari produk A diproduksi 28 September 2013, maka laporan pengkajian mutu produk akan dibuat dari periode 28 September 2013 – 27 September 2014. Produk yang menjadi target PPR yaitu produk ekspor, lokal, toll-in, dan tollout. Untuk produk toll-in dan toll out, laporan dibuat oleh pihak ketiga atau sesuai perjanjian dari kedua pihak. Laporan PPR dapat dibuat setelah jangka waktu dua atau tiga tahun apabila produk hanya diproduksi dalam jumlah kecil, misal hanya satu sampai dua bets produk pertahunnya karena data yang dibutuhkan kurang sehingga perlu ditambahkan data produk tahun berikutnya. Laporan PPR yang singkat juga harus dibuat ketika tidak ada bets yang diproduksi atau produk telah dihentikan selama periode evaluasi pengkajian mutu produk. Pembuatan PPR untuk produk yang diproduksi dalam jumlah yang banyak (contohnya mencapai 500 bets), pembuatan PPR dapat dilakukan beberapa kali dalam 1 tahun. Hal ini bertujuan agar grafik tren jelas dan data tidak menumpuk. 3
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
4
Bagian yang dievaluasi meliputi data stabilitas, keluhan, kontrol perubahan, deviasi, dan penarikan kembali. Pembuatan PPR didasarkan pada kelompok formula/proses dengan ketentuan bahwa kelompok produk dengan formula dan proses yang sama, maka PPR produk dapat digabungkan dan dibahas pula perbandingan hasil analisa. Laporan PPR harus tersedia maksimal tiga bulan sejak periode pengkajian mutu produk tersebut. Apabila lebih dari tiga bulan maka harus ada alasan yang jelas. 2.2. Isi Periodic Product Review PPR dibuat berdasarkan data in process control (IPC) selama proses produksi, hasil proses produksi, hasil analisa produk jadi dari departemen pengawasan mutu, data stabilitas, data dari Scientific Affair serta data pendukung lainnya seperti deviasi, penolakan, keluhan, kontrol perubahan, produk kembalian, penarikan kembali, validasi, dan kesepakatan teknis. Dalam
menyusun
laporan
PPR,
Quality
Assurance
(QA)
harus
mengumpulkan data yang sebagian dapat diambil dari sistem dan sebagian dikumpulkan secara manual ke departemen lain. Pada departemen QA, data yang dikumpulkan yaitu data deviasi terhadap produk tersebut yang terjadi pada periode PPR serta hasil investigasi dan efektifitas tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA); bets produk yang ditolak; keluhan terhadap produk tersebut yang diterima pada periode PPR; usulan perubahan proses/formula, alat, spesifikasi dan metode analisa, bahan baku, bahan kemas yang terkait kualitas produk; data produk kembalian yang terjadi pada periode PPR; data penarikan kembali produk; data validasi proses yang sudah dilakukan terhadap produk tersebut; data validasi metode analisa yang sudah dilakukan pada produk tersebut; ringkasan yang mencakup penilaian status CAPA PPR periode sebelumnya dan membuat CAPA sebagai hasil dari pembahasan PPR dan ringkasan yang dibuat berdasarkan data serta pembahasan dari departemen produksi, QC, Scientific Affair, dan QA. Pada departemen produksi, data yang dikumpulkan yaitu data IPC produk yang di produksi pada periode PPR. Pada departemen Quality Control (QC), data yang dikumpulkan yaitu hasil analisa terhadap bets produk yang diproduksi pada periode PPR, hasil stabilitas produk tersebut, hasil diluar spesifikasi (OOS) produk tersebut yang terjadi pada periode PPR, kajian bahan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
5
baku dan bahan kemas yang berisi informasi tentang daftar bahan baku dan bahan kemas serta informasi pemasoknya. Pada departemen Scientific Affair, data yang dikumpulkan yaitu status variasi Marketing Authorisasi dan komitmen post marketing yang dilakukan selama periode PPR. Setelah data dikumpulkan, QA hanya menuliskan parameter pemeriksaan dan hasil yang didapatkan dalam form yang telah disediakan. Kemudian QA akan membuat ringkasan terhadap isi dari PPR dan menambahkan pembahasan mengenai status tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan (CAPA) PPR periode sebelumnya. Pembahasan yang diberikan pada PPR juga mencakup penilaian terhadap trend data. Apabila pada periode PPR tersebut bets yang diproduksi kurang dari 10 bets, trend data dapat ditambahkan dari PPR periode sebelumnya. Contoh format laporan PPR (SOP Periodic Product Review, 2014): 1. Halaman pengesahan 2. Deskripsi produk 3. Periode 4. Jumlah bets 5. Hasil pengujian IPC dan produk jadi 6. Tinjauan terhadap bahan baku dan bahan kemas 7. Tinjauan terhadap keluhan bahan baku dan bahan kemas 8. Analisis Statistika 9. Pemeriksaan tahunan sampel tertinggal (retained sample) 10. Proses tambahan 11. Pengkajian deviasi dan investigasi 12. Hasil di luar spesifikasi dan investigasi produk terkait 13. Keluhan 14. Kegagalan bets 15. Tinjauan kontrol perubahan 16. Produk kembalian 17. Penarikan produk 18. Stabilitas 19. Prosedur validasi, kalibrasi, dan pencegahan dan perawatan Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
6
20. Variasi
terhadap
otorisasi
pemasaran
(termasuk
perjanjian
pascapemasaran) 21. Kesepakatan teknis 22. Rekomendasi, tindakan perbaikan, dan pencegahan yang tertunda dari laporan PPR periode sebelumnya. 23. Komentar dan tindakan yang dibuat oleh manajer produksi, manajer QC, manajer Marketing Autorisasi, dan manajer QA. 24. Lampiran Berdasarkan CPOB, laporan pengkajian mutu produk hendaklah meliputi paling sedikit : a. kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk produk, terutama yang dipasok dari sumber baru; b. kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil pengujian produk jadi; c. kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dan investigasi yang dilakukan; d. kajian terhadap semua penyim-pangan atau ketidaksesuaian
yang
signifikan, dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan; e. kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau metode analisis; f. kajian terhadap variasi yang diajukan, disetujui, ditolak dari dokumen registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registrasi untuk produk ekspor; g. kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang tidak diinginkan; h. kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan; i.
kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau peralatan yang sebelumnya;
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
7
j.
kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru mendapatkan persetujuan pendaftaran dan variasi persetujuan pendaftaran;
k. status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal sistem tata udara (HVAC), air, gas bertekanan, dan lain-lain; l.
kajian terhadap Kesepakatan Teknis untuk memastikannya selalu mutakhir.
2.3. Pelaporan Periodic Product Review Laporan PPR harus ditinjau dan disetujui oleh kepala departemen produksi, QC, Scientific Affairs, dan QA dengan tugas sebagai berikut: a. Memberikan komentar atau alasan atas setiap masalah yang berhubungan dengan departemennya. b. Memberikan tindakan perbaikan dan pencegahan sesuai SOP Tindakan Perbaikan dan Tindakan Pencegahan (CAPA) terhadap produk atau proses. c. Manajer produksi, manajer QC, manajer Scientific Affair, dan manajer QA menandatangani formulir yang telah disediakan. PPR produk-produk ekspor yang telah dirangkum dan disetujui oleh departemen QA selanjutnya akan dimintakan komentar dan pernyataan dari personil yang terkualifikasi di negara tujuan ekspor, apakah laporan PPR dapat diterima atau sebaliknya. Hal ini dapat disampaikan melalui email atau surat pengantar PPR. Setelah mendapatkan komentar dari personil terkualifikasi, departemen QA akan memberikan kesimpulan akhir pada PPR. Temuan signifikan pada laporan PPR didiskusikan saat rapat khusus PPR. Untuk produk Toll-in, PPR akan didistribusikan kepada departemen pemastian mutu perusahaan terkait dan didokumentasikan pada lembar distribusi yang dilampirkan pada PPR masing-masing produk. Dalam menyimpulkan isi laporan PPR, QA dapat menggunakan beberapa pernyataan seperti: a. PPR menyimpulkan bahwa proses produksi mampu secara konsisten menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
8
b. PPR menyimpulkan bahwa proses produksi, pengemasan dan pengujian produk terkendali, tervalidasi dan sesuai dengan persyaratan otorisasi pemasaran. c. PPR meyimpulkan bahwa produk komersial telah tervalidasi dan dapat diterima untuk melanjutkan proses produksi produk komersial, berdasarkan penelaahan terhadap bahan baku, bahan kemas, catatan produk jadi, investigasi produk/ laboratorium, keluhan pelanggan, pengendalian perubahan, data uji, data stbilitas dan interpretasi akhir dari hasil analisis, dapat diputuskan d. PPR menyimpulkan bahwa produk dapat terus diproduksi karena memenuhi kualitas dan spesifikasi yang telah ditentukan. Berdasarkan performa produk selama periode pengkajian mutu produk, maka tidak ada rekomendasi untuk proses produksi dan spesifikasi produk. 2.4. Pemusnahan Periodic Product Review Laporan PPR disimpan di departemen pemastian mutu dengan cara tertentu yang dapat menjamin keamanan dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama 6 tahun dan setelah itu dapat dimusnahkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
BAB 3 METODE PELAKSANAAN
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Laporan PPR yang disusun berisi tentang pengkajian mutu tramadol 50 mg kapsul periode 8 Agustus 2013 – 7 Agustus 2014. Periode pengkajian yaitu selama satu tahun dengan jumlah bets yang dikaji sebanyak 13 bets. Masingmasing bets memiliki nomor bulk dan nomor kemasan. Produk ini merupakan produk yang diekspor oleh PT.Actavis Indonesia ke Inggris. 3.2. Prosedur Pelaksanaan Data diperoleh dari catatan bets produk dan meminta secara langsung dari departemen produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu. Data yang dikumpulkan berupa data active pharmaceutical ingridients (API), analisa produk jadi, IPC, daftar bahan baku, pengemas dan mesin yang digunkan, data stabilitas dan data pendukung lainnya seperti deviasi, penolakan produk, keluhan, kontrol perubahan, produk kembalian, dan nomor registrasi. Data-data tersebut kemudian di-input secara manual dalam bentuk tabel menggunakan program Microsoft excel kemudian dievaluasi secara statistik untuk mengetahui nilai rata-rata, standar deviasi, nilai minimum, dan nilai maksimum. Selain itu, juga dibuat grafik untuk melihat tren.
9
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan PPR dimulai dari pengumpulan data dari berbagai departemen dan kemudian di olah secara manual pada Microsoft Excel. Beberapa data didapatkan dari pengkajian catatan bets. Data API merupakan data mengenai zat aktif produk yang berisi nomor bets dari bahan baku dan nama pemasoknya untuk setiap bets. Data API didapatkan dari lembar kerja yang terdapat didalam catatan bets. Selain data API, data analisa produk jadi juga didapat dari pengkajian catatan bets. Data analisa berisi hasil pengujian dari QC dan berisikan informasi mengenai nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, penampilan fisik kapsul, identifikasi tramadol dengan menggunakan HPLC, identifikasi tramadol dengan menggunakan IR, rata-rata berat isi kapsul, kelembapan isi kapsul, penetapan kadar, disolusi, ketidakseragaman dosis, panjang kapsul, waktu hancur, dan tes mikrobiologi. Tabel 4.1. Data Analisa Tramadol 50 mg kapsul Nomor Bets
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Kadar
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Disolusi 30 menit
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Parameter Penampilan Identifikasi Tramadol (HPLC) Identifikasi Tramadol (IR) Rata-rata berat isi Kelembaban Isi Kapsul
Ketidakseragaman dosis Panjang kapsul
10
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
11
Waktu hancur
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Enterobacteria
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
E.coli
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
P.aeruginosa
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan : √
: Sesuai spesifikasi
Pada tabel data analisa produk, dapat disimpulkan bahwa 13 bets tramadol kapsul yang telah diuji memenuhi spesifikasi karena tidak ada data yang menunjukkan hasil di luar batas yang telah ditentukan pada masing-masing parameter. Selain itu, pada 13 bets tramadol tidak ditemukan adanya mikrobiologi pada produk sehingga produk ini aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Pada data In Process Control (IPC), pengujian yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan pengujian untuk data analisa produk. Pada data IPC berisi informasi mengenai nomor bets, ukuran bets, dan hasil pengujian terhadap penampilan fisik kapsul, berat rata-rata kapsul kosong, berat rata-rata isi 20 kapsul, berat rata-rata 20 kapsul terisi, keseragaman berat isi kapsul, keseragaman berat kapsul terisi, panjang kapsul, waktu hancur, hasil pengisian, dan hasil pengemasan. Tabel 4.2. Data In Process Control Tramadol 50 mg kapsul Nomor Bets Parameter Penampilan Berat rata-rata kapsul kosong Berat rata-rata isi 20 kapsul Berat rata-rata 20 kapsul terisi Keseragaman berat isi kapsul Keseragaman berat kapsul terisi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
12
Panjang kapsul
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Waktu hancur
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Hasil pengisian
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Hasil pengemasan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan : √
: Sesuai spesifikasi
Pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tramadol 50 mg kapsul telah memenuhi persyaratan dan tidak ada data yang menunjukan data di luar spesifikasi. Hal ini juga menunjukkan bahwa produk ini layak untuk dipasarkan. Kemudian data analisa produk dan data IPC diolah secara statistik untuk melihat nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata, dan standar deviasinya. Selain itu, data ini juga dibuat grafik untuk melihat trennya. Pada PPR juga terdapat informasi tentang penyimpangan yang terjadi pada periode pembuatan PPR. Dari data 13 bets tramadol 50 mg kapsul yang dikaji tidak terdapat data yang menunjukan penyimpangan sehingga pada laporan PPR periode ini tidak ada data penyimpangan yang dilaporkan. Data kontrol perubahan merupakan data perubahan yang terjadi dari awal produksi sampai akhir proses produksi tiap bets tramadol. Beberapa perubahan yang terjadi selama proses produksi tramadol 50 mg kapsul antara lain adanya perubahan deskripsi Avicel pH 102 menjadi Mycrocrystalline cellulose type 102, dan adanya perubahan format tabel pada master batch record. Selain itu juga terdapat data keluhan yang terjadi selama periode PPR. Keluhan ini umumnya berasal dari konsumen. Pada periode ini tidak adanya keluhan dari konsumen terhadap produk tramadol 50 mg kapsul. Selain itu, pada PPR juga terdapat data mengenai bahan baku, bahan kemas, dan peralatan yang digunakan selama masa produksi. Pada data ini juga berisi mengenai informasi mengenai nomor item dan nama pemasok dari bahan baku dan bahan kemas. Pengkajian data stabilitas produk bertujuan untuk mengetahui waktu simpan dari setiap bets produk tramadol 50 mg kapsul. Pengujian stabilitas yang dilakukan harus memperhatikan kondisi iklim dari negara dimana produk tersebut akan dipasarkan. Produk tramadol 50 mg kapsul akan diekspor ke Inggris, Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
13
sehingga kondisi penyimpanan uji stabilitas jangka panjang dan stabilitas untuk proses validasi disesuaikan dengan kondisi iklim dari negara yang dituju. Kondisi pengujian ini dilakukan pada suhu penyimpanan 25°±2°C dengan kelembaban 65±5% dan pada suhu 30°±2°C dengan kelembaban 75±5%. Uji stabilitas jangka panjang tramadol 50 mg kapsul dilakukan tiga bulan hingga bulan ke 12, setiap enam bulan untuk tahun kedua, dan selanjutnya setahun sekali sepanjang masa edar produk. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk memastikan bahwa kualitas produk tetap konsisten dan memenuhi persyaratan selama masa edar yang ditentukan. Sedangkan uji stabilitas untuk proses validasi dilakukan setiap 12 bulan sekali sepanjang masa edar yang ditentukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa produk masih tetap konsisten pasca pemasaran dan dilakukan minimal pada satu bets produk pertahunnya. Paramater yang digunakan untuk uji stabilitas ini yaitu penampilan fisik produk, waktu hancur, penetapan kadar, senyawa pencemar, serta kontaminasi mikrobiologi. Data-data yang terkumpul kemudian dibuat grafiknya, minimal dengan menggunakan tiga data termasuk data awal dan akhir pengujian. Hasil uji stabilitas jangka panjang untuk validasi dan uji stabilitas produk yang telah dipasarkan tramadol 50 mg kapsul memenuhi kriteria penerimaan parameter yang ditentukan. Hal ini membuktikan bahwa produk ini aman dan layak dipasarkan karena kualitas produk terbukti konsisten selama masa edar. Berdasarkan PPR, tramadol 50 mg kapsul telah memenuhi syarat kualitas dan spesifikasi yang ditetapkan, mulai dari spesifikasi bahan awal, bahan kemas, dan produk jadi, dan telah memenuhi syarat aspek pengkajian yang terdapat dalam CPOB seperti kajian terhadap pengawasan proses produksi, kajian terhadap penyimpangan, kontrol perubahan, keluhan, kajian pemantauan stabilitas dan tren yang tidak diinginkan, kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat, kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau peralatan yang sebelumnya, kajian terhadap komitmen pasca pemasaran, status kualifikasi peralatan dan sarana yang terkait, dan kajian terhadap Kesepakatan Teknis untuk memastikannya selalu mutakhir.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Produk tramadol 50 mg kapsul telah memenuhi syarat aspek pengkajian yang dipersyaratkan dalam CPOB seperti pengkajian terhadap bahan awal dan bahan kemas, pengawasan selama proses produksi, penyimpangan, perubahan proses atau metode analisis, variasi dokumen registrasi, hasil uji stabilitas, produk kembalian, keluhan dan penarikan obat, tindakan perbaikan, komitmen pasca pemasaran, serta status kualifikasi peralatan dan sarana yang terkait. 5.2. Saran Catatan bets sebaiknya disimpan secara rapi dan teratur serta sesuai dengan label yang tertera pada bantex untuk memudahkan pengumpulan data dalam penyusunan PPR.
14
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. PT. Actavis Indonesia. 2014. SOP Periodic Product Review. Jakarta : PT. Actavis Indonesia.
15
Laporan praktek…, Inayatul Wahyuni, FF UI, 2015
Universitas Indonesia