UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ANDI NURWINDA, S.Si. 1006835085
ANGKATAN LXXIII
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
ANDI NURWINDA, S.Si. 1006835085
ANGKATAN LXXIII
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt atas rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Angkatan LXXIII Universitas Indonesia, yang diselenggarakan di Apotek Erra Medika, Jalan Tole Iskandar, Depok II. Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. dr. Erlang Setiawan,Sp.PA, selaku Pemilik Sarana Apotek yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan PKPA di Apotek Erra Medika. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Kepala Departemen Farmasi, FMIPA UI. 3. Dr. Harmita, Apt., selaku Kepala Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi, FMIPA UI. 4. Dra. Alfina Rianti, M.Pharm, Apt., sebagai pembimbing di Apotek Erra Medika yang telah bersedia memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama ini. 5. Dra. Azizahwati, MS., Apt., selaku pembimbing dari Departemen Farmasi FMIPA UI atas bimbingan, nasihat dan masukan yang telah diberikan. 6. Seluruh staf Apotek Erra Medika atas kesediaannya membantu dan memberikan informasi selama praktek kerja. 7. Seluruh staf pengajar, tata usaha, dan karyawan di Program Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI. 8. Keluarga tercinta yang senantiasa melimpahkan kasih, dukungan dan doa. 9. Rekan-rekan Apoteker UI angkatan LXXIII untuk dukungan, bantuan, dan kerja sama selama perkuliahan. 10. Pihak-pihak lain yang yang telah membantu pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan – rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
2011
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... ii KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii DAFTAR ISI ............................................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ vi BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................................. 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3 2.1 Definisi Apotek .................................................................................. 3 2.2 Tugas dan Fungsi Apotek ................................................................... 3 2.3 Landasan Hukum Apotek ......................................................... ......... 4 2.4 Persyaratan Apotek................................................................................... 4 2.5 Apoteker Pengelola Apotek .................................................................. 6 2.6 Tata Cara Perizinan Apotek .................................................................. 8 2.7 Pencabutan Surat Izin Apotek.............................................................. 11 2.8 Pengelolaan Apotek ................................................................................ 12 2.9 Pengelolaan Narkotika............................................................................ 13 2.10 Pengelolaan Psikotropika.......................................................................... 14 2.11 Pelanggaran Apotek ............................................................................ 18 2.12 Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek ....................................... 20 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS APOTEK ERRA MEDIKA................................ 21 3.1 Sejarah Apotek Erra Medika ................................................................ 21 3.2 Lokasi dan Tata Ruang Apotek ............................................................. 21 3.3 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia ................................... 22 3.4 Tugas dan Fungsi Tiap Jabatan............................................................. 22 3.5 Kegiatan Teknis Kefarmasian............................................................... 24 3.6 Kegiatan Teknis Non Kefarmasian ....................................................... 25 3.7 Pengelolaan Narkotik dan Psikotropik ................................................. 26 BAB 4. PEMBAHASAN .......................................................................................... 28 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 34 5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 34 5.2 Saran ..................................................................................................... 34 DAFTAR ACUAN.................................................................................................... 35
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Denah Lokasi Apotek Erra Medika ................................................36 Lampiran 2. Layout Apotek Erra Medika ...........................................................37 Lampiran 3. Struktur Organisasi Apotek Erra Medika .......................................38 Lampiran 4. Alur Pelayanan Penerimaan Resep .................................................39 Lampiran 5. Faktur Apotek .................................................................................40 Lampiran 6. Surat Pesanan Barang .....................................................................40 Lampiran 7. Surat Pesanan Narkotik ..................................................................41 Lampiran 8. Laporan Penggunaan Narkotik .......................................................41 Lampiran 9. Surat Pesanan Psikotropik ..............................................................42 Lampiran 10. Laporan Penggunaan Psikotropika ................................................42 Lampiran 11. Kartu Stok ......................................................................................43 Lampiran 12. Salinan Resep .................................................................................43 Lampiran 13. Etiket ..............................................................................................44 Lampiran 14. Bon Kontan ....................................................................................45
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan bagian penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan nasional. Sebagai salah satu wujud pembangunan nasional, maka pemerintah berupaya dalam meningkatkan pembangunan kesehatan yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal. Untuk mencapai tujuan kesehatan ini maka diperlukan dukungan sumber daya kesehatan yang optimal, salah satunya adalah sarana kesehatan. Perkembangan tingkat ekonomi dan kemudahan mendapatkan informasi menjadikan masyarakat belakangan ini makin kritis dalam menjaga kesehatan dirinya. Untuk itu, apotek sebagai sarana yang bergerak di bidang jasa pelayanan harus mampu memberikan pelayanan kefarmasian secara tepat dan bermutu. Pada dasarnya pelayanan kefarmasian terfokus pada pemeliharaan, peningkatan derajat kesehatan masyarakat, dan kepedulian masyarakat dalam pengobatan terhadap penyakit yang diderita (swamedikasi). Selain itu pelayanan kefarmasian tidak lagi hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditas (product oriented) namun juga harus mengedepankan pelayanan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented). Berdasarkan peraturan pemerintah No. 51 tahun 2009, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker, maka seorang apoteker harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai mengenai pelayanan kefarmasian, juga mengenai manajemen dan komunikasi sebagai dasar untuk mengelola apotek. Pada pelaksanaan pelayanan kefarmasian di apotek, peranan apoteker menjadi perhatian utama karena apoteker merupakan penanggung jawab dalam praktik pelayanan kefarmasian di apotek. Tugas apoteker selain melakukan peracikan obat, juga memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi obat kepada pasien dalam bentuk konseling. Seorang
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
apoteker juga diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang penggunaan obat yang tepat, aman dan rasional. Kesiapan institusi pendidikan dalam menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas menjadi faktor penting. Sehingga setiap tenaga kesehatan termasuk Apoteker diharapkan mempunyai wawasan dan pengetahuan yang cukup untuk bisa berperan dan memberikan andil dalam menjalankan profesinya di apotek. Untuk itu Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Erra Medika agar calon apoteker dapat memahami secara langsung mengenai peranan Apoteker di apotek, kegiatan rutin, organisasi, manajemen dan pelayanan kesehatan di apotek.
1.2.
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan oleh
Departemen Farmasi, FMIPA, Universitas Indonesia yang bekerja sama dengan Apotek Erra Medika bertujuan untuk mempelajari fungsi dan peranan apoteker di apotek dalam melaksanakan pengelolaan apotek sesuai dengan peraturan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 Pasal 1, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional.
Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Apotek mengutamakan
sebagai
salah
kepentingan
satu
sarana
masyarakat
dan
pelayanan
kesehatan
berkewajiban
perlu
menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Apotek dapat diusahakan oleh lembaga atau instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, perusahaan milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah dan apoteker yang telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin dari Suku Dinas Kesehatan setempat.
2.2.Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan PP No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah: 2.2.1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. 2.2.2. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. 2.2.3. Sarana penyalur perbekalan farmasi harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
2.3.Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam: 2.3.1. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 2.3.2. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian 2.3.3. Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika 2.3.4. Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika 2.3.5. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Apotek 2.3.6. Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker, yang
disempurnakan
dengan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
149/Menkes/Per/II/1998 2.3.7. Peraturan Menkes RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek 2.3.8. Keputusan Menkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek 2.3.9. Keputusan Menkes RI No. 1027/Menkes/SIK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek
2.4.Persyaratan Apotek Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (melalui dinas kesehatan di tingkat daerah masing-masing) kepada apoteker atau apoteker bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/SK/X/1993, disebutkan bahwa persyaratan untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah : 2.4.1. Tempat/ Lokasi Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Persyaratan jarak minimum antar apotek pun tidak dipermasalahkan lagi, akan tetapi ketentuan ini dapat berbeda, sesuai dengan kebijakan/ peraturan daerah masing-masing, lokasi apotek pun dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi pemerataan dan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, sarana dan pelayanan kesehatan lain, sanitasi dan faktor lainnya. 2.4.2. Bangunan Apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsinya. Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan, ruang administrasi dan kamar kerja apoteker serta ruang tempat pencucian alat dan kamar kecil. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik serta papan nama apotek. 2.4.3. Perlengkapan Apotek Perlengkapan apotek yang harus dimiliki antara lain : 2.4.3.1. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, alu dan lain-lain. 2.4.3.2. Perlengkapan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari pendingin dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika. 2.4.3.3. Wadah pengemas dan pembungkus. 2.4.3.4. Alat administrasi seperti blanko pesanan, salinan resep dan kwitansi. 2.4.3.5. Buku standar yang diwajibkan dan kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
2.4.4. Tenaga Kerja/ Personalia Apotek Personalia apotek terdiri dari: 2.4.4.1. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Apotek (SIA). 2.4.4.2. Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan/atau menggantikan pada jamjam tertentu pada hari buka Apotek. 2.4.4.3. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker. Sedangkan tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di apotek terdiri dari : 2.4.4.1. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker. 2.4.4.2. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan dan pengeluaran uang. 2.4.4.3. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan apotek. 2.5.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Pekerjaan kefarmasian seorang apoteker di apotek adalah bentuk hakiki dari profesi apoteker, oleh karena itu Apoteker Pengelola Apotek (APA) berkewajiban mencurahkan waktu, pemikiran dan tenaganya untuk menguasai, memanfaatkan dan mengembangkan apotek yang didasarkan pada kepentingan masyarakat. Hal ini dikarenakan apoteker merupakan motor penggerak kemajuan suatu apotek. Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) dan izin apotek berlaku untuk seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melaksanakan tugasnya serta masih memenuhi persyaratan. Sesuai dengan Permenkes RI No.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
889/MENKES/PER/V/2011, Apoteker Pengelola Apotek (APA) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 2.5.1. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2.5.2. Telah mengucapkan sumpah/ janji Apoteker. 2.5.3. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). 2.5.4. Memiliki Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA). 2.5.5. Memiliki Surat Izin dari Menteri Kesehatan. 2.5.6. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker. 2.5.7. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. Seorang APA bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup apotek yang dipimpinnya, juga bertanggung jawab kepada pemilik sarana jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek. Tugas dan Kewajiban apoteker di apotek adalah sebagai berikut : 2.5.1. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. 2.5.2. Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi. 2.5.3. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan penjualan, mengadakan pembelian yang sah dan penggunaan biaya seefisien mungkin. 2.5.4. Melakukan pengembangan usaha apotek. Pengelolaan apotek oleh APA ada dua bentuk yaitu pengelolaan bisnis (non teknis kefarmasian) dan pengelolaan di bidang pelayanan/ teknis kefarmasian. Untuk dapat melaksanakan usahanya dengan sukses seorang APA harus melakukan kegiatan-kegiatan antara lain memastikan bahwa jumlah dan jenis produk yang dibutuhkan senantiasa tersedia, menata apotek sedemikian rupa sehingga berkesan bahwa apotek menyediakan berbagai obat dan perbekalan kesehatan lain secara lengkap, menetapkan harga jual produknya dengan harga bersaing, mempromosikan usaha apoteknya melalui berbagai upaya, mengelola
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
apotek sedemikian rupa sehingga memberikan keuntungan, serta mengupayakan agar pelayanan di apotek dapat memberikan kepuasan dan kenyamanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Sedangkan wewenang dan tanggung jawab APA diantaranya adalah menentukan arah terhadap seluruh kegiatan, menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan, mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan, serta bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai.
2.6.
Tata Cara Perizinan Apotek Dalam mendirikan apotek, apoteker harus memiliki Surat Izin Apotek
(SIA) yaitu surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk mendirikan apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Selanjutnya Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Adapun persyaratan perizinan apotek yang harus dilengkapi oleh apoteker untuk didelegasikan ke Sudinkes antara lain: surat permohonan APA ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap di atas materai Rp 6000, fotocopy akte notaris badan hukum, fotocopy ktp APA, fotocopy SIPA, fotocopy undang-undang gangguan, fotocopy IMB, surat keterangan domisili dari kelurahan setempat, surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp 6000, peta lokasi dan denah bangunan, surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundangan dibidang farmasi/obat di atas materai Rp 6000 (jika bekerja sama dengan PSA), surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang farmasi lain di atas materai Rp 6000, surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika dan obat keras tertentu tanpa resep di atas materai Rp 6000, struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana, daftar ketenagaan berdasarkan
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
pendidikan, surat izin kerja asisten apoteker/D3 farmasi, rencana jadwal buka apotek, daftar peralatan peracikan obat, buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi, form laporan narkotik dan psikotropik, akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA asli/legalisir (jika bekerja sama dengan PSA) dan surat izin atasan bagi apoteker pegawai negeri sipil. Sesuai
dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek sebagai berikut: 2.6.1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1. 2.6.2. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan. 2.6.3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3. 2.6.4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (2) dan (3) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh formulir model APT-4. 2.6.5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir model APT-5. 2.6.6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
contoh formulir model APT-6. 2.6.7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan. 2.6.8. Apabila Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apoteker dan pemilik sarana. 2.6.9. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan. 2.6.10. Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi yang tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dalam jangka
waktu
selambat-lambatnya
dua
belas
hari
kerja
wajib
mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir model APT-7. Bila Apoteker menggunakan sarana milik pihak lain, yaitu mengadakan kerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 2.6.1. Pengguna sarana yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik sarana. 2.6.2. Pemilik sarana yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan. 2.6.3. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan Apoteker Pengelola Apotek dan persyaratan apotek atau lokasi apotek yang tidak sesuai dengan permohonan maka Kepala Kantor Wilayah DepKes dalam jangka waktu dua belas hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasan-alasannya.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
2.7.
Pencabutan Surat Izin Apotek Apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut Surat Izin Apotek apabila : 2.7.1. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola Apotek dan atau, 2.7.2. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian dan atau, 2.7.3. Apoteker Pengelola Apoteker berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus-menerus dan atau, 2.7.4. Terjadi pelanggaran yang berhubungan dengan narkotika dan psikotropika. 2.7.5. Surat Izin Kerja (SIK) Apoteker Pengelola Apotek tersebut dicabut dan atau 2.7.6. Pemilik Sarana Apotek terbukti dalam pelanggaran Perundang-undangan di bidang obat dan 2.7.7. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Apotek. Pelaksanaan pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2-6 bulan sejak dikeluarkan penetapan pembekuan kegiatan di apotek. Pembekuan SIA dapat dicairkan kembali apabila Apoteker telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan. APA
atau
Apoteker
Pengganti
wajib
mengamankan
perbekalan
farmasinya. Pengamanan dilakukan dengan cara inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di Apotek. Penyimpanan narkotika, psikotropika dan resep dalam tempat yang tertutup dan terkunci. Selain itu APA juga wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab./Kota atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
2.8.
Pengelolaan Apotek Pengelolaan Apotek adalah seluruh upaya dan kegiatan Apoteker untuk
melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek. Pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi 2, yaitu pengelolaan teknis kefarmasian dan pengelolaan non teknis kefarmasian. 2.8.1. Pengelolaan Teknis Kefarmasian 2.8.1.1. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat. 2.8.1.2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, penyerahan perbekalan farmasi lainnya. 2.8.1.3. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi: a. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat. b. Pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya. 2.8.2. Pengelolaan Non Teknis Kefarmasian Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek. Agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar, seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti manajemen. Prinsip dasar manajemen yang perlu diketahui oleh seorang APA dalam mengelola apoteknya adalah: 2.8.2.1. Perencanaan, yaitu pemilihan dan penghubungan fakta serta penggunaan asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. 2.8.2.2. Pengorganisasian, yaitu menyusun atau mengatur bagian-bagian yang berhubungan satu dengan lainnya, dimana tiap bagian mempunyai suatu tugas khusus dan berhubungan secara keseluruhan.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
2.8.2.3. Kepemimpinan, yaitu kegiatan untuk mempengaruhi dan memotivasi pegawainya agar berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2.8.2.4. Pengawasan, yaitu tindakan untuk mengetahui hasil pelaksanaan untuk kemudian dilakukan perbaikan dalam pelaksanaan kerja agar segala kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
2.9.
Pelayanan Apotek Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Peraturan
Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/SK/X/1993, yang meliputi : a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan yang bermutu baik dan absah. c. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang. Namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik. d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM. e. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat. f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat. g. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep. h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker. i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundangundangan yang berlaku. k. APA, apoteker pendamping atau apoteker pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
2.10.
Pengelolaan Narkotika Berdasarkan Undang-undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika,
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran,
hilangnya
rasa
nyeri,
dan
dapat
menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan yaitu : 2.10.1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dalam terapi, serta mempunyai
potensi
sangat
tinggi
dan
dapat
mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: heroin, kokain, opium, tanaman koka, dan ganja. 2.10.2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, difenoksilat dan metadon. 2.10.3. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan yang mengakibatkan
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
ketergantungan.
Contoh:
kodein,
etilmorfina,
propiram
dan
dekstropropoksifena. PT. Kimia Farma (Persero) merupakan satu-satunya perusahaan yang diizinkan oleh pemerintah untuk mengimpor, memproduksi, dan mendistribusikan narkotika di wilayah Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan oleh pemerintah, karena sifat negatifnya yang dapat menyebabkan ketagihan yang sangat merugikan. Pengelolaan narkotika meliputi kegiatan-kegiatan: a.
Pemesanan narkotika Pengadaan narkotika di apotek dilakukan dengan pesanan tertulis melalui
Surat Pesanan Narkotika kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT.Kimia Farma (Persero) Tbk. Surat Pesanan narkotika harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, SIA, stempel apotek. Satu surat pesanan narkotika terdiri dari rangkap empat dan hanya untuk memesan satu jenis obat narkotika. b.
Penyimpanan narkotika Narkotika yang ada di apotek harus disimpan sesuai ketentuan yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (Pasal 16 Undang-undang No. 9 tahun 1976). Sebagai pelaksanaan pasal tersebut telah diterbitkan Permenkes RI No. 28/MENKES/PER/I/1978 tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika, yaitu pada pasal 5 yang menyebutkan bahwa apotek harus mempunyai tempat khusus untuk penyimpanan narkotika yang memenuhi persyaratan antara lain lemari harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat, harus mempunyai kunci yang kuat, kemudian lemari dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya, bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari, serta apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. Pada pasal 6 dinyatakan bahwa apotek dan rumah sakit harus menyimpan narkotika pada tempat khusus sebagaimana yang dimaksud pada pasal 5 dan harus dikunci dengan baik, lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
barang lain selain narkotika, anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab/asisten kepala atau pegawai lain yang dikuasakan, serta lemari khusus harus ditaruh pada tempat yang aman dan tidak boleh terlihat oleh umum. c.
Pelaporan narkotika Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan setiap bulan
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Dalam laporan tersebut diuraikan mengenai pembelian/pemasukan dan penjualan/pengeluaran narkotika yang ada dalam tanggung jawabnya, dan ditandatangani oleh APA. Laporan tersebut ditujukan kepada Seksi Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Balai Besar POM Propinsi dan sebagai arsip apotek. Laporan penggunaan narkotika tersebut terdiri dari laporan pemakaian bahan baku narkotika dan sediaan jadi narkotika. d.
Pelayanan resep yang mengandung Narkotika Dalam Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotik disebutkan
bahwa narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan atau ilmu pengetahuan. Narkotika dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan hanya berdasarkan resep dokter. Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk menjalankan praktek dokter dengan memberikan narkotika melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan narkotika melalui suntikan, dan menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh dokter tersebut hanya dapat diperoleh di apotek. Untuk salinan resep yang mengandung narkotika dan resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep yang mengandung narkotika. e.
Pemusnahan Narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat Pada pasal 9 Permenkes RI No. 28/MENKES/PER/I/1978 disebutkan
bahwa APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat lagi. Pelaksanaan pemusnahan narkotika di apotek, yang rusak atau tidak memenuhi syarat harus disaksikan oleh petugas dari Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II. APA yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan narkotika yang memuat hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; nama APA, nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut, nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan, cara pemusnahan, serta tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi. Berita acara tersebut dibuat minimal 3 rangkap dan berita acara tersebut dikirimkan kepada Direktorat Jenderal pengawasan Obat dan makanan serta Kantor Wilayah Departemen Kesehatan propinsi setempat
2.11. Pengelolaan Psikotropika Psikotropika menurut Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibagi menjadi beberapa golongan: a.
Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: ekstasi.
b.
Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amphetamine.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
c.
Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: phenobarbital.
d.
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi, dan/atau atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: diazepam dan nitrazepam. Pengelolaan psikotropika di Apotek meliputi kegiatan-kegiatan :
2.11.1. Pemesanan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK. Surat pesanan tersebut dibuat rangkap tiga dan setiap surat dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika. 2.11.2. Penyimpanan Psikotropika Psikotropika disimpan terpisah dengan obat-obat lain dalam suatu rak atau lemari khusus dan tidak harus dikunci. Pemasukan dan pengeluaran psikotropika dicatat dalam kartu stok psikotropika. 2.11.3. Penyerahan Psikotropika Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter kepada pengguna/ pasien berdasarkan resep dokter. 2.11.4. Pelaporan psikotropika Pelaporan psikotropika dilakukan sebulan sekali dengan ditandatangani oleh APA dilakukan secara berkala dan dilaporkan kepada Suku Dinas Pelayanan DATI II dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan arsip.
2.12. Pelanggaran Apotek Pelanggaran apotek dapat dikategorikan dalam dua macam, berdasarkan berat dan ringannya pelanggaran tersebut. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek meliputi melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi, terlibat dalam penyaluran atau
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
penyimpangan obat palsu atau gelap, pindah alamat apotek tanpa izin, menjual narkotika tanpa resep dokter, kerjasama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar, serta tidak menunjuk apoteker pendamping atau apoteker pengganti pada waktu APA keluar daerah Kegiatan yang termasuk pelanggaran ringan apotek meliputi tidak menunjuk Apoteker Pendamping pada waktu APA tidak bisa hadir pada jam buka apotek, menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak, melayani resep yang tidak jelas dokternya, menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum dimusnahkan, salinan resep yang tidak ditandatangani oleh apoteker, melayani salinan resep narkotika dari apotek lain, lemari narkotika tidak memenuhi syarat, resep narkotika tidak dipisahkan, buku narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa, tidak mempunyai atau mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui dengan jelas asal usul obat tersebut Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif
yang
diberikan
menurut
keputusan
Permenkes
No.922/MENKES/PER/X/1993 adalah : a. Peringatan secara tertulis kepada APA secara tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing – masing dua bulan. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama – lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Menteri Kesehatan RI di Jakarta. c. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah dipenuhi. Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila terdapat pelanggaran terhadap Undang-undang Obat Keras (St.1937 No.541), Undang-undang Kesehatan No.36 Tahun 2009, Undang-undang Psikotropika No. 5 tahun 1997, dan Undang-undang Narkotika No.35 Tahun 2009.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
2.13. Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya pada pembuatan, pengolahan, pengadaan, dan penyimpanan perbekalan farmasi, tetapi juga pada pelayanan informasi obat. Tujuan diselenggarakannya PIO di apotek adalah demi tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Dalam memberikan informasi obat, hendaknya seorang apoteker mempunyai ciriciri sebagai berikut: 2.13.1. Mandiri, artinya bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain yang dapat mengakibatkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektf. 2.13.2. Objektif, artinya memberikan informasi dengan sejelas-jelasnya mengenai suatu produk obat tanpa dipengaruhi oleh berbagai kepentingan. 2.13.3. Seimbang, artinya informasi diberikan setelah melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan 2.13.4. Ilmiah, yang artinya informasi berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya. 2.13.5. Berorientasi pada pasien, maksudnya informasi tidak hanya mencakup informasi produk seperti
ketersediaan, kesetaraan generik, tetapi juga
harus mencangkup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien. Oleh sebab itu peranan terhadap keberadaan apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat tersebut kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK ERRA MEDIKA 3.1.
Sejarah Apotek Erra Medika Apotek Erra Medika berdiri pada tanggal 13 Juli 1998, berdasarkan atas akta
notaris B. Wirastuti Puntaraksma, SH No. 6 tahun 1997. Apotek ini dikelola oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek, Dra. Alfina Rianti, M.Pharm., Apt, dengan SIA No. B.449/117.099/SIA/BPPT/IX/2010 dan SIK No. 5794/B. Apotek Erra Medika berada di bawah naungan Yayasan Sangkakala. Tujuan Yayasan Sangkakala adalah : a.
Menyelenggarakan pendidikan, latihan dan pembangunan jasmani maupun rohani pada masyarakat.
b.
Menyelenggarakan, memelihara, membina dan memajukan kesehatan masyarakat.
3.2.
Lokasi dan Tata Ruang Apotek Erra Medika
3.2.1 Lokasi Apotek Erra Medika berlokasi di Ruko Sukmajaya No. 4-5, Jalan Tole Iskandar, Depok Timur. Apotek ini merupakan bagian dari klinik Erra Medika. Apotek berada di tepi jalan raya yang menjadi jalan utama di Depok Timur, dilalui dua jalur dan merupakan trayek angkutan umum, serta berdekatan dengan perumahan Griya Depok Asri. Di sekitar area apotek terdapat praktek dokter sehingga klinik Erra Medika ramai akan pasien, sebagai tempat berobat terdekat. Resep dari klinik Erra Medika ini merupakan sumber utama resep di Apotek Erra Medika. 3.2.2. Tata Ruang Bangunan Apotek Erra Medika terdiri dari dua lantai. Pada lantai satu terdapat ruang tunggu, tempat penerimaan resep dan penjualan obat, ruang peracikan, dan tempat pencucian atau wastafel. Kasir pembayaran, tempat istirahat pegawai, dan toilet digunakan bersama dengan klinik Erra Medika. Di depan apotek terdapat halaman parkir. Lantai dua terdapat ruang penyimpanan resep dan arsip. Denah apotek dapat dilihat pada lampiran.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Ruang tunggu di Apotek Erra Medika tidak terlalu besar karena biasanya pasien menunggu di ruang tunggu klinik. Jarak antara ruang tunggu apotek dengan ruang tunggu klinik tidak terlalu jauh, sehingga pasien masih dapat mendengar panggilan namanya.
3.3
Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan fungsi-fungsi yang
terdapat dalam suatu organisasi. Agar manajemen apotek dapat berlangsung dengan baik dan mendapatkan hasil yang maksimal, suatu apotek harus mempunyai struktur organisasi serta pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas untuk mencapai tujuan. Apotek Erra Medika mempunyai beberapa karyawan dengan rincian sebagai berikut: a. Tenaga teknis farmasi 1) APA : 1 orang 2) Asisten apoteker : 3 orang b. Tenaga non teknis farmasi 1) Juru resep : 1 orang 2) Tenaga keuangan : 1 orang 3) Tenaga kebersihan : 1 orang Tenaga kerja di Apotek Erra Medika secara bergantian bekerja berdasarkan shift yang telah dibagi, yaitu shift pagi hingga sore (pukul 08.00-15.00) dan shift siang hingga malam (pukul 15.00-22.00). Pengaturan shift ini berubah setiap minggu.
Tugas dan Fungsi Tiap Jabatan
3.4 3.4.1
Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Apoteker Pengelola Apotek memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1) Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya dan memenuhi segala kebutuhan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
2) Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek. 3) Bertanggung jawab terhadap kelancaran administrasi dan penyimpanan dokumen penting. 4) Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset
penjualan
dan
mengembangkan
hasil
usaha
apotek
dengan
mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek, serta mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian. 5) Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, dan bijaksana serta terkini. 6) Melaksanakan pelayanan swamedikasi 3.4.2
Asisten Apoteker (AA)
Asisten apoteker memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut: 1) Mendata kebutuhan barang. 2) Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan. 3) Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat di bawah pengawasan apoteker. 4) Memberi harga-harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. 5) Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan di bawah pengawasan apoteker. 6) Mencatat keluar masuk barang 7) Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa 8) Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
9) Membuat salinan resep dan kuitansi bila dibutuhkan. 3.4.3
Juru Resep
Juru resep adalah tenaga yang membantu asisten apoteker dalam meracik obat di apotek. Tugas dan kewajiban juru resep adalah: 1) Membantu tugas apoteker dan asisten apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. 2) Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada asisten apoteker. 3) Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan asisten apoteker.
3.5
Kegiatan Teknis Kefarmasian
3.5.1
Pengadaan Barang
Sebelum dilakukan pengadaan obat terlebih dahulu dilakukan perencanaan pengadaan obat berdasarkan kebutuhan Apotek Erra Medika dan berdasarkan buku defecta. Distributor atau Pedagang Besar Farmasi (PBF) dipilih berdasarkan harga, tenggang waktu pembayaran dan potongan harga. Barang-barang yang dipesan, kemudian diantar dan disertai dengan faktur sebagai tanda bukti penyerahan barang. Barang diperiksa keadaan fisiknya, tanggal kadaluarsa, jenis, dan jumlah barang sesuai dengan yang tertera pada faktur dan surat pesanan. Petugas akan menandatangani dan memberikan stempel apotek pada faktur asli dan faktur kopi apabila barang yang diterima sesuai dengan pesanan. Faktur asli diberikan kepada distributor dan lembar kopinya disimpan. 3.5.2
Penyimpanan Barang
Setelah barang diterima dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan diperiksa, kemudian disimpan berdasarkan bentuk sediaan dan alfabetis. Barang disimpan juga berdasarkan prinsip First In First Out (FIFO) atau First Expired First Out (FEFO). Pada FIFO, barang yang keluar lebih dahulu adalah barang yang lebih dahulu masuk (disimpan). Sedangkan pada FEFO, barang yang memiliki tanggal kadaluarsa lebih cepat maka barang tersebut yang lebih dahulu keluar.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Setiap jenis obat yang disimpan disertai dengan kartu stok. Obat dan alat kesehatan disimpan di rak, sedangkan obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari terkunci. Untuk obat yang membutuhkan suhu rendah maka dimasukkan dalam lemari pendingin. Untuk obat bebas disimpan di etalase ruang depan pada bagian OTC. 3.5.3
Penjualan
Kegiatan penjualan yang dilakukan di Apotek Erra Medika meliputi pelayanan resep, penjualan obat bebas dan alat kesehatan. Pelayanan resep dokter terdiri dari resep dengan pembayaran tunai, resep dengan pembayaran kredit, dan penjualan obat bebas. a. Penjualan Resep dengan Pembayaran Tunai Resep dengan pembayaran tunai adalah resep permintaan obat tertulis dari dokter untuk pasien dan dibayar secara tunai oleh pasien. b. Penjualan Resep dengan Pembayaran Kredit Pelayanan resep dengan pembayaran kredit adalah resep yang ditulis oleh dokter untuk pasien tetapi dalam pembayaran menggunakan jasa perusahaan asuransi yang pembayarannya secara berjangka berdasarkan perjanjian yang telah disetujui bersama dan tagihan ditujukan kepada perusahaan yang bersangkutan. Apotek Erra Medika mengadakan kerja sama dengan perusahaan asuransi kesehatan Bank Mandiri dan Bringin Life. c. Penjualan Obat Bebas Penjualan obat bebas adalah barang yang dibeli tanpa resep dokter seperti obat bebas dan obat bebas terbatas, pembayaran secara tunai dan setiap barang yang terjual dicatat pada daftar laporan penjualan harian.
3.6
Kegiatan Teknis Non Kefarmasian Kegiatan ini meliputi bagian keuangan dan bagian administrasi.
3.6.1 Bagian Keuangan Kegiatan keuangan adalah mengelola seluruh kegiatan yang berhubungan dengan uang masuk dan uang keluar. Di apotek arus uang masuk meliputi arus penjualan tunai dan penagihan piutang (penjualan kredit). Arus uang keluar berupa biaya operasional apotek (listrik, telepon, PAM, gaji pegawai) dan
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
pembelian barang secara tunai. Pada kegiatan keuangan dikenal buku kas dan buku bank. Buku kas berisi semua pemasukan dan pengeluaran uang dalam bentuk tunai yang dilakukan setiap hari sedangkan buku bank berisi semua pemasukan dan pengeluaran melalui bank. 3.6.2
Bagian Administrasi
Kegiatan administrasi bertugas mencatat serta membukukan seluruh kegiatan administrasi di apotek yang merupakan unsur penunjang semua kegiatan di apotek, selain itu dapat juga memberikan data keuangan secara rinci. Data tersebut digunakan untuk mengambil keputusan baik yang bersifat mendadak maupun dalam menyusun rencana jangka panjang. Kelengkapan administrasi meliputi: a. Buku defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang habis atau harus segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di Apotek. Buku ini digunakan untuk menghindari terjadinya kekeliruan pemesanan kembali dan mempercepat proses pemesanan sehingga tersedianya barang di Apotek dapat terkontrol dengan baik. b. Surat Pesanan (SP) Terdiri dari 2 lembar yang harus ditandatangani oleh AA apabila akan melakukan pemesanan barang, dimana 1 lembar diberikan kepada PBF dan lembar 1 lagi untuk arsip apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF, nomor dan nama barang, jenis kemasan yang dipesan, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek. c. Buku daftar harga Berisi Harga Netto Apotek (HNA) maupun Harga Eceran Tertinggi (HET), pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, berdasarkan alfabet.
3.7
Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika Pengelolaan golongan narkotika dan psikotropika memerlukan pengawasan
yang khusus. Hal tersebut untuk mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan yang dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya, tidak saja bagi pengguna tetapi
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
juga bagi masyarakat lainnya. Pengelolaan terhadap narkotika dan psikotropika meliputi : 3.7.1
Pengadaan Narkotika dan Psikotropika
Pembelian obat narkotika pada Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma sebagai distributor tunggal, pembelian tersebut dilakukan dengan menggunakan surat pesanan narkotika yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) dengan mencantumkan nama jelas, SIK dan stempel apotek. Pesanan psikotropika dapat dilakukan pada Pedagang Besar Farmasi resmi khususnya untuk penyaluran psikotropika dengan menggunakan surat pesanan psikotropika. 3.7.2
Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika
Penyimpanan narkotika dilakukan di tempat khusus, yaitu : lemari khusus yang terbuat dari kayu dan mempunyai kunci yang dipegang oleh Asisten Apoteker yang telah diberi kuasa. Lemari ini tidak boleh digunakan untuk menyimpan obat atau barang lain selain narkotika. Untuk psikotropika disimpan juga dalam tempat yang khusus dan tidak dicampur dengan obat lain. 3.7.3
Pelayanan Resep Narkotika dan Psikotropika
Apotek hanya melayani resep yang mengandung narkotika dari resep asli atau salinan resep yang berasal dari Apotek Erra Medika yang belum dilayani. Obat narkotika yang dikeluarkan dicatat dalam buku pemakaian narkotika untuk pembuatan laporan penggunaan narkotika. Untuk obat psikotropika yang dipakai juga dicatat dalam buku pemakaian psikotropika setiap harinya. 3.7.4
Laporan Resep Narkotika dan Psikotropika
Laporan penggunaan obat-obatan di apotek Erra Medika dilaporkan setiap bulan
meliputi
laporan
penggunaan
sediaan
jadi
narkotika.
Laporan
ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA), kemudian ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota Depok dengan tembusan : 1) Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan 2) Arsip Laporan penggunaan psikotropika dilaporkan setiap bulan, ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota Depok dengan tembusan : 1) Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan 2) Arsip
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
BAB 4 PEMBAHASAN
Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Terdapat beberapa jalur untuk memperoleh obat, apotek merupakan sarana kesehatan langsung yang menyediakan perbekalan farmasi kepada masyarakat. Apotek memungkinkan masyarakat memperoleh obat yang aman, terjangkau, disertai informasi obat yang benar sehingga masyarakat mengetahui cara penggunaan obat yang benar untuk mencapai derajat kesehatan setinggitingginya. Apotek Erra Medika berlokasi di Ruko Sukmajaya, Jalan Tole Iskandar, Depok Timur. Apotek merupakan bagian dari Apoklin (Apotek Klinik) Erra Medika. Di dalam bangunan terdapat beberapa dokter yang praktek bersama. Apotek di tepi jalan yang cukup ramai yaitu Jalan Tole Iskandar. Jalan Tole Iskandar merupakan jalan utama di daerah Depok Timur. Jalan tersebut merupakan jalan dua arah dan merupakan trayek beberapa angkutan umum. Sehingga akses menuju apotek cukup mudah, baik menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum. Di dekat apotek terdapat perumahan Griya Depok Asri. Hal ini merupakan nilai tambah untuk apotek. Selain Apotek Erra Medika, pada Ruko Sukmajaya juga terdapat apotek lain. Namun keberadaan apotek ini bisa dikatakan tidak mengganggu aktifitas ekonomi. Karena sebagian besar resep masuk ke apotek adalah berasal dari klinik. Selain itu, berdasarkan pendapat warga sekitar, pelayanan kefarmasian di apotek lebih baik dibandingkan apotek pesaing tersebut sehingga apotek lebih diminati pasien. Selain Klinik Erra Medika, di sekitar Jalan Tole Iskandar jarang terdapat praktek dokter lainnya. Praktek dokter terdekat cukup jauh jaraknya dengan Apoklin Erra Medika sehingga jarang terdapat resep dari luar. Di daerah Depok Timur sendiri lebih banyak klinik yang dilengkapi dengan apotek dibandingkan praktek dokter mandiri.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Tata ruang apotek sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu apotek harus memiliki ruang tunggu, ruang racikan, keranjang sampah, dan tempat mendisplai informasi. Selain itu, apotek juga memiliki wastafel sebagai tempat cuci, kemudian kasir pembayaran, ruang karyawan, dan kamar mandi yang digunakan bersama klinik. Desain eksterior Apotek Erra Medika merupakan desain keseluruhan Apoklin Erra Medika. Tampilan yang ditampilkan berkesan nyaman dan profesional. Pada bangunan Apoklin Erra Medika hanya terdapat papan nama besar di bagian atas. Tidak terdapat papan petunjuk karena keberadaannya cukup terlihat dari tepi jalan. Untuk menarik pelanggan baru, lebih baik dipasang papan petunjuk di perpotongan jalan. Desain bagian dalam memungkinkan karyawan bekerja dengan cukup leluasa. Perabotan apotek seperti penyerbuk tablet (pulverized machine) dan timbangan selalu dalam kondisi bersih. Obat-obat disusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban, dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dan temperatur yang sesuai. Obat-obat disusun dalam lemari kaca. Penataan obat dibedakan atas bentuk sediaan, yaitu sediaan tablet dan kapsul, sediaan cair, semisolid yang disimpan bersama dengan obat generik dan obat tetes. Obat Over The
Counter
(OTC)
disusun
berdasarkan
bentuk
sediaan
dan
efek
farmakologisnya. Obat OTC tablet dan kapsul disusun dalam lemari kaca yang rendah. Sedangkan obat cair seperti sirup dan suspensi disusun pada lemari yang lebih tinggi pada bagian atas, bagian bawah lemari digunakan sebagai tempat penyimpanan surat pemesanan serta bon. Pada bagian atas lemari kaca rendah OTC digunakan sebagai peletakan display dari obat merek tertentu. Hal ini merupakan sarana promosi dari produsen namun display yang terlalu besar terkadang membuat beberapa obat cair menjadi tertutupi. Penataan obat tablet dan kapsul disusun berdasarkan alfabetis, obat merek dagang dan generik terpisah. Saat ini obat-obat yang tersedia di Apotek Erra Medika semakin bertambah jumlahnya sehingga lemari obat tablet dan kapsul tidak bisa menampung semua obat tersebut. Akibatnya sebagian obat juga disusun di meja administrasi dan meja peracikan. Posisi yang tidak mengikuti alfabetis ini
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
biasanya sudah diingat oleh asisten apoteker sehingga dalam pekerjaan tidak mengalami kesulitan. Sebaiknya disediakan lemari obat baru atau dilakukan pengurangan jumlah produk. Kartu stok terpisah dari kotak penyimpanan obat dan dikumpulkan pada tempat terpisah. Meskipun masih tersedia, namun kartu stok tersebut sudah tidak digunakan lagi kecuali pada obat narkotika dan psikotropika. Untuk mengetahui stok, maka asisten apoteker dapat mengaksesnya di komputer apotek. Desain interior apotek memudahkan asisten apoteker untuk memberikan obat dan informasinya secara langsung tanpa ada teralis atau kaca bening penghalang dengan pasien. Pada ruang tunggu apotek hanya terdapat bangku deret kecil. Sebagian besar pasien menunggu di ruang tunggu klinik. Di ruang tunggu klinik, bangku yang disediakan lebih banyak, terdapat majalah, dan TV untuk mengisi waktu menunggu. Apotek belum mempunyai ruangan khusus untuk konseling pasien. Dalam menjalankan kegiatannya, APA dibantu oleh tiga asisten apoteker, satu juru resep, satu tenaga keuangan, dan satu tenaga kebersihan. Setiap asisten apoteker memiliki tugas khusus yang berbeda. Satu asisten untuk bagian pengadaan dan pelayanan, satu asisten bagian komputerisasi stok barang apotek dan pelayanan, satu asisten untuk pelayanan. Juru resep fokus pada bagian pelayanan. Tenaga keuangan apotek juga merangkap di klinik. Kesemuanya saling bekerja sama sehingga kegiatan apotek dapat berjalan dengan baik. Kegiatan di apotek juga dilaksanakan secara kekeluargaan sehingga sesama karyawan saling membantu dan mengingatkan, misalnya asisten bagian stok mengingatkan asisten pengadaan untuk mengadakan barang tertentu. Pengelolaan
obat
diawali
dengan
perencanaan
pengadaan
barang.
Perencanaan pengadaan barang dilakukan oleh asisten apoteker bukan APA. Asisten Apoteker biasanya melakukan pembelian bila barang yang akan diadakan merupakan barang yang mendekati stok minimum obat dan berdasarkan permintaan dokter. Pemesanan dan pembelian obat dilakukan dengan membuat Surat Pesanan (SP) kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF). Perlu diketahui bahwa selain apotek, juga terdapat usaha apotek satelit dan PBF. Sehingga PBF seringkali datang untuk mengantarkan barang ke masing-masing bagian usaha
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
tersebut dan menanyakan pemesanan ke apotek meskipun tidak diminta. Obat yang dipesan pada hari tersebut dapat diantarkan keesokan harinya. Ketika obat pesanan diantar ke apotek, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan apakah faktur dan barang yang dipesan sesuai dengan surat pemesanan barang (jenis dan jumlah barang). Jika sesuai, maka ditandatangani dan diberi cap apotek oleh apoteker atau asisten apoteker. Obat yang sudah diterima kemudian diperiksa no batch dan tanggal kadaluarsanya untuk mencegah kemungkinan diterimanya obat yang sudah kadaluarsa atau mendekati kadaluarsa. Tahap berikutnya adalah memindahkan data-data faktur ke dalam buku penerimaan barang dan sistem komputer yang berisi nama obat dan jumlah barang yang masuk beserta tanggal kadaluarsanya. Penyimpanan obat di apotek menerapkan sistem First In First Out (FIFO). Sehingga barang yang baru tiba diletakkan pada bagian paling belakang dari tempat penyimpanan obat tersebut. Untuk obat-obat dengan syarat penyimpanan tertentu seperti injeksi, supossitoria dan lain-lain disimpan di lemari pendingin dengan suhu terkontrol. Lemari pendingin yang digunakan merupakan lemari es komersial bukan lemari pendingin khusus obat. Pengadaan lemari pendingin belum dapat dilakukan karena keterbatasan dana. Lemari pendingin ini juga digunakan untuk menyimpan makanan atau minuman bersama dengan obat. Diperlukan edukasi kembali kepada pekerja apotek dan saling mengingatkan antar pekerja untuk menggunakan lemari pendingin hanya untuk penyimpanan obat. Selain melakukan pengadaan obat melalui pembelian secara kredit, apotek juga menerima titipan (konsinyasi) perbekalan farmasi, dimana apotek menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu yang telah disepakati ataupun sampai batas kadaluarsa, maka barang tersebut dapat dikembalikan kepada pemiliknya. Apotek juga melakukan pengelolaan terhadap obat-obat golongan narkotika dan psikotropika. Pemesanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan menggunakan surat pemesanan khusus yang dibuat dan ditandatangani oleh APA. Penerimaan obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan oleh APA atau asisten apoteker. Pembayaran obat golongan narkotika dan psikotropika berbeda dengan obat ethical, dimana dilakukan pembayaran tunai pada saat obat
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
datang. Obat-obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus dengan dua kunci, terpisah dari lemari penyimpanan obat lainnya. Obat golongan narkotika dan psikotropika hanya dapat diberikan kepada pasien yang membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika dan psikotropika tidak boleh diulang dan jika tidak ditebus semua, maka sisa obat lain yang belum ditebus, hanya bisa dibeli pada apotek yang sama (apotek asal yang menyimpan resep aslinya). Pada bagian resep yang bertuliskan narkotika diberikan garis bawah merah. Resep narkotika dan psikotropika disimpan terpisah dari resep non narkotika. Selanjutnya, setiap pengeluaran obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dicatat pada buku pengeluaran khusus narkotika dan psikotropika dan pada kartu stok masing-masing. Pelaporan penggunaan obat golongan narkotika dan psikotropika kepada suku Dinas Kesehatan Kotamadya Depok dilakukan setiap bulannya sebelum tanggal 10. Tempat penyimpanan obat golongan narkotika dan psikotropika di apotek telah memenuhi syarat yang berlaku, yaitu lemari khusus dua pintu dengan dua kunci yang berlainan. Satu bagian digunakan untuk penyimpanan narkotika dan bagian lainnya untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika sehari-hari. Seharusnya lemari ini khusus untuk menyimpan narkotika, psikotropika disimpan di lemari lain dengan spesifikasi yang sama. Kartu stok narkotika dan psikotropika dikumpulkan dan disimpan terpisah. Kartu stok narkotika dan psikotropika digunakan secara efektif. Setiap tanggal pengeluaran dituliskan nomor resep dan jumlahnya, begitu pula bila terdapat pemasukan stok. Kunci lemari dipegang oleh penanggung jawab apotek. Kegiatan di apotek selanjutnya adalah pelayanan. Resep-resep yang diterima sebagian besar berasal dari Klinik Erra Medika. Setelah diantar oleh suster maka apotek menerima, melakukan pemeriksaan kesediaan obat dan pemberian harga menggunakan komputer apotek. Komputer apotek telah dilengkapi dengan software yang dapat melakukan kegiatan tersebut. Setelah diketahui harganya, maka harga obat dicetak dan diberikan ke bagian kasir pembayaran. Untuk memudahkan komunikasi, maka antara ruang apotek dan kasir pembayaran dibuatkan penghubung berupa jendela kecil. Bagian pembayaran akan menjumlahkan total biaya pasien, yaitu biaya konsultasi dan tindakan dokter
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
dengan harga obat. Pasien dapat mengambil obat seluruhnya atau sebagian. Apabila pasien sudah melakukan pembayaran maka obat disiapkan. Apoteker atau asisten apoteker akan menyerahkan obat beserta informasi yang diperlukan. Pemberian informasi penting seperti berapa kali dikonsumsi dan harus dihabiskan telah diberikan, namun manfaat obat kadang lupa diinformasikan. Pemberitahuan manfaat, efek samping, dan interaksi obat sebaiknya juga dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada pasien untuk lebih mengenal obatnya. Selain pelayanan obat resep, apotek juga menerima pembelian obat langsung tanpa resep. Pasien dapat langsung menanyakan obat yang diinginkan kepada asisten apoteker. Apabila obat yang diinginkan ada maka nama obat beserta jumlah dan harganya dituliskan dalam bon kontan yang disimpan di counter OTC. Pembayaran dilakukan di loket pembayaran klinik. Sehingga apotek tidak memegang uang. Apabila obat yang ingin dibeli langsung merupakan obat keras, pembelian tetap dilayani dengan menuliskan pembelian sebagai kopi resep. Hal ini sebenarnya tidak boleh dilakukan. Obat keras tanpa resep dokter hanya boleh diberikan langsung dengan informasi oleh Apoteker dan hanya yang masuk dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) dalam jumlah yang telah ditentukan. Pengelolaan resep di Apotek Erra Medika dilakukan dengan baik. Semua resep diterima, disimpan dan diurutkan berdasarkan no resep setiap harinya. Setiap paginya asisten apoteker mengumpulkan resep hari sebelumnya untuk dibundel menjadi satu. Pada bagian depan bundel diberikan karton atau kertas pada bagian atas yang berisi keterangan hari dan tanggal resep. Resep-resep tersebut disimpan selama tiga tahun sebelum dilakukan pemusnahan dengan membuat berita acara pemusnahan. Berita acara pemusnahan selanjutnya dilaporkan ke suku Dinas Kesehatan Kotamadya Depok. Kecepatan dan ketepatan pelayanan resep merupakan salah satu faktor penting dalam pelayanan kefarmasian di apotek.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Apoteker bertugas dan bertanggung jawab memimpin dan mengatur seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Pengelolaan apotek mencakup administrasi, manajemen pengadaan, penyimpanan, penjualan dan pelayanan telah sesuai dengan peraturan, dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. c. Peran nyata profesi apoteker di masyarakat dapat diwujudkan dengan menerapkan pelayanan kefarmasian, termasuk memberikan informasi obat, konseling, dan melaksanakan monitoring penggunaan obat
5.2 Saran a. Untuk memaksimalkan pengelolaan apotek, sebaiknya apoteker berada di apotek selama apotek buka b. Dalam pengelolaan dan pengadaan barang untuk menghindari resiko kerugian sebaiknya dilakukan perhitungan buffer stock dan memaksimalkan analisa ABC VEN. c. Perencanaan pengadaan barang sebaiknya dilakukan oleh APA. d. Diperlukan
edukasi
kembali
kepada
pekerja
apotek
dan
saling
mengingatkan antar pekerja untuk menggunakan lemari pendingin hanya untuk penyimpanan obat. e. Sebaiknya menyediakan lemari penyimpanan obat tambahan untuk sebagian obat yang disimpan di meja administrasi dan meja peracikan.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
Kementerian Kesehatan RI. 2009. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1980. Peraturan Pemerintah RI No. 25 Tahun 1980 Tentang Apotek (Pasal 1 dan 2). Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1993. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922 Tahun 1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1322/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1978. Peraturan Menteri Kesehatan 28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta.
No.
Kementrian Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1997. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta.
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Lampiran 1. Denah Lokasi Apotek Erra Medika Depok
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Lampiran 2. Layout Apotek Erra Medika Depok
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Lampiran 3. Struktur Organisasi Apotek Erra Medika
Apoteker Pengelola Apotek (APA) Asisten Apoteker (AA)
Pemilik Sarana Apotek (PSA)
Asisten Apoteker (AA)
Asisten Apoteker (AA)
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Juru Resep
Lampiran 4. Alur Pelayanan Penerimaan Resep Penerimaan Resep
Resep Kredit
Resep Tunai
Pemeriksaan kelengkapan administrasi
Pemeriksaan kelengkapan administrasi Pemberian harga
Pemberian harga Pasien membayar di kasir dan diberi nomor resep
Pemberian nomor urut
Bagian Peracikan
Obat Jadi
Obat Racikan
Pemberian etiket
Pemeriksaan kesesuaian obat
Penyerahan obat
Obat diterima oleh pasien
Resep disimpan petugas
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Lampiran 5. Faktur Apotek
Lampiran 6. Surat Pesanan Barang
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Lampiran 7. Surat Pesanan Narkotika
Lampiran 8. Laporan Penggunaan Narkotika
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Lampiran 9. Surat Pesanan Psikotropika
Lampiran 10. Laporan Penggunaan Psikotropika
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Lampiran 11. Kartu Stok
Lampiran 12. Salinan Resep
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Lampiran 13. Etiket
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Lampiran 14. Bon Kontan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK
EVALUASI DOSIS DAN INTERAKSI OBAT DARI RESEP BULAN JULI 2011 DI APOTEK ERRA MEDIKA
ANDI NURWINDA, S.Si. 1006835085
ANGKATAN LXXIII
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................................. i 1. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 5.3 Latar Belakang........................................................................................... 1 5.4 Tujuan ........................................................................................................ 2 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3 6.1 Dosis obat .................................................................................................. 3 2.1.1 Hubungan dosis dengan intensitas efek ............................................ 3 2.1.2 Hubungan dosis obat dengan persen responder ................................ 3 2.1.3 Pengaturan dosis ............................................................................... 3 6.2 Interaksi Obat ............................................................................................ 4 2.2.1 Interaksi Farmasetik ......................................................................... 4 2.2.2 Interaksi Farmakokinetik .................................................................. 5 2.2.3 Interaksi Farmadinamik .................................................................... 8 3. PEMBAHASAN................................................................................................... 11 4. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 4.2 Saran .......................................................................................................... DAFTAR ACUAN....................................................................................................
BAB 1 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
16 16 16 17
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan pada saat ini, dan berkembangnya polifarmasi maka kemungkinan terjadinya interaksi obat makin besar. Interaksi obat perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan (Quinn and Day, 1997). Interaksi obat didefinisikan sebagai modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan, sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih berubah (Fradgley, 2003). Obat dapat berinteraksi dengan obat lain maupun dengan makanan atau minuman yang dikonsumsi oleh pasien. Hal ini terjadi karena seorang penderita mendapat obat lebih dari satu macam, menggunakan obat ethical bersama dengan obat tertentu selain yang diresepkan oleh dokter maupun mengkonsumsi makanan dan minuman tertentu seperti alkohol, kafein. Perubahan efek akibat interaksi obat dapat bersifat membahayakan dengan meningkatnya toksisitas atau berkurangnya khasiat obat. Namun, interaksi dari beberapa obat juga dapat bersifat menguntungkan seperti efek hipotensif diuretik bila dikombinasikan dengan betablocker dalam pengobatan hipertensi (Fradgley, 2003). Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetika dan yang mempengaruhi respon farmakodinamik obat. Interaksi farmakokinetik meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi di mana efek suatu obat diubah oleh obat lain pada tempat aksi (Fradgley, 2003). Beberapa kejadian interaksi obat dapat diprediksi sebelumnya dengan mengetahui efek farmakodinamik serta mekanisme farmakokinetika obat-obat tersebut. Pengetahuan mengenai hal ini akan bermanfaat dalam melakukan upaya pencegahan terhadap efek merugikan yang dapat ditimbulkan akibat interaksi obat (Quinn and Day, 1997). Perubahan efek akibat interaksi obat sangat bervariasi diantara individu karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti dosis, kadar obat dalam darah, rute pemberian obat, metabolisme obat, durasi terapi dan karakteristik pasien seperti umur, jenis kelamin, unsur genetik dan kondisi kesehatan pasien (Fradgley, 2003). Tidak semua interaksi obat akan bermakna secara signifikan, walaupun secara Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
teoritis mungkin terjadi. Interaksi obat yang kemungkinkan besar berbahaya terjadi hanya pada sejumlah kecil pasien. Namun demikian seorang Apoteker perlu selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya efek merugikan akibat interaksi obat ini untuk mencegah timbulnya resiko morbiditas atau bahkan mortalitas dalam pengobatan pasien. Keberhasilan terapi pengobatan pada pasien juga berhubungan dengan dosis obat yang diberikan. Untuk suatu terapi obat yang bermanfaat, maka pemberian dosis yang cukup merupakan syarat, sehingga mencapai efek yang diinginkan tanpa dosis berlebihan dan dengan demikian tanpa efek samping toksik yang seharusnya dapat dicegah. Oleh karena itu dibutuhkan peranan seorang Apoteker untuk membantu dalam pencapaian keberhasilan terapi pengobatan pasien dengan memperhatikan dosis obat yang efektif dan mencegah kemungkinan terjadinya interaksi obat.
1.2 Tujuan Mengevaluasi dosis obat dan interaksi obat dari resep yang ada di Apotek Erra Medika selama periode bulan juli.
BAB 2 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dosis Obat 2.1.1 Hubungan dosis dengan intensitas efek (Farmakologi dan Terapi, 2007) Menurut teori pendudukan reseptor (reseptor occupancy), intensitas efek obat berbanding lurus dengan fraksi reseptor yang diduduki atau diikatnya, dan intensitas efek mencapai maksimal bila seluruh reseptor diduduki oleh obat. Oleh karena interaksi obat-reseptor ini analog dengan interaksi substrat-enzim. Hubungan dosis dan intensitas efek terjadi karena banyak obat yang bekerja secara kompleks dalam menghasilkan efek. Potensi adalah dosis atau konsentrasi suatu zat berkhasiat yang menghasilkan efek farmakologis tertentu, sering digunakan untuk membandingkan intensitas efek relatif suatu zat terhadap zat-zat lain. Besarnya potensi ditentukan oleh (1) kadar obat yang mencapai reseptor, yang tergantung dari sifat farmakokinetik obat, dan (2) afinitas obat terhadap reseptornya. 2.1.2 Hubungan dosis obat dengan respon pasien (Farmakologi dan Terapi, 2007) Dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50% individu disebut dosis terapi median atau dosis efektif median (ED50). Dosis letal median (LD50) ialah dosis yang menimbulkan kematian pada 50% individu, sedangkan TD50 ialah dosis toksik 50%. Dalam studi farmakodinamik di laboratorium, indeks terapi suatu obat dinyatakan dalam rasio berikut : Indeks terapi = TD50/ED50 atau LD50/ED50 2.1.3 Pengaturan dosis (The Pharmacological Basis of Therapeutics, 2001) Pemberian obat pada umumnya didasarkan atas dosis rata-rata, yaitu dosis yang diperkirakan memberikan efek terapeutik dengan efek samping minimal. Pada pemberian obat kepada pasien, dosis obat harus diatur agar kadar obat dalam plasma tetap berada dalam indeks terapi, oleh karena itu perlu dilakukan monitoring terapi obat (pemeriksaan secara berkala kadar obat dalam darah) guna membantu klinisi dalam menetapkan dosis obat yang dapat menyembuhkan atau mengobati penyakit penderita. Manfaat dari monitoring terapi obat antara lain
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
untuk memilih obat yang tepat, merancang regimen dosis, mengevaluasi respon pasien, dan menentukan kadar obat dalam serum. Keberhasilan terapi obat selama periode tertentu tergantung pada tercapainya konsentrasi terapeutik zat berkhasiat. Jika suatu konsentrasi terapeutik minimum dapat dilewati dengan cepat maka dibutuhkan terapi jangka lama. Suatu senyawa obat dengan waktu paruh eliminasi yang besar dengan pengaturan dosis yaitu memberikan dosis awal (dosis pertama, dosis mulai) yang relatif tinggi dan selanjutnya dosis pemeliharaan yang lebih rendah. Dengan cara tersebut, kadar obat dalam darah yang diinginkan terletak dalam daerah konsentrasi terapeutik segera tercapai.
2.2 Interaksi Obat 2.2.1 Interaksi Farmasetik (Drug Interaction, 2006) Interaksi farmasetik atau inkompatibilitas terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimia yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna atau dapat juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat. Interaksi farmasetika dibagi menjadi dua, yakni interaksi secara fisika dan interaksi secara kimia. 2.2.1.1 Interaksi farmasetika secara fisika Interaksi fisika atau tak tercampurkannya obat secara fisika ialah terjadinya perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada waktu mencampur bahan obatobatan tanpa ada perubahan susunan kimianya. Selain itu, bahan obat jika dicampurkan tidak memberikan suatu campuran yang sama dapat disebut pula tak tercampurkan
secara
fisika.
Beberapa
inkompatibilitas
tersebut
dapat
menyebabkan ketidakseragaman produk atau sediaan tidak homogen, buruknya penampilan dan rasa tidak enak hingga potensi yang berbahaya dari dosis yang tidak seragam. 2.2.1.2 Interaksi farmasetika secara kimia Interaksi kimia terjadi sebagai hasil dari interaksi kimia antara unsur-unsur dalam sediaan. Interaksi kimia terjadi segera saat peracikan atau pencampuran Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
dikenal dengan inkompatibilitas segera, contohnya terjadi pengendapan atau perubahan warna. Secara umum dapat dikatakan bahwa unsur-unsur atau bahan-bahan dengan gugus fungsi yang sama biasanya lebih kompatibel atau sesuai sedangkan unsur dengan gugus fungsi yang berbeda kadang-kadang akan bereaksi. 2.2.2 Interaksi Farmakokinetik (Drug Interaction, 2006) Interaksi
farmakokinetik
adalah
proses
interaksi
obat
yang
dapat
mempengaruhi proses farmakokinetik, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi. Mekanisme terjadinya interaksi pada setiap proses tersebut bermacammacam. Interaksi obat paling tidak melibatkan 2 jenis obat, yaitu: a. Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat lain, cth: antikoagulansia: warfarin; glikosida jantung: digoksin, antihipertensi. b. Obat presipitan, yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi atau efek obat lain. Interaksi farmakokinetik terjadi bila obat presipitan mempengaruhi atau mengubah proses absorpsi, distribusi (ikatan protein), metabolisme, dan ekskresi dari obat obyek. 2.2.2.1 Interaksi Farmakokinetik Dalam Proses Absorpsi Suatu senyawa obat dapat mempengaruhi absorpsi obat lain dalam hal melintasi membran biologis. Perubahan absorpsi tersebut dapat mempengaruhi jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh. Obat-obat yang diberikan dalam bentuk dosis berganda dan dalam jangka panjang (misalnya antikoagulan oral), penurunan kecepatan absorpsi tidak terlalu bermakna karena jumlah obat yang diabsorpsi tidak berubah. Akan tetapi, untuk obat-obat yang ditujukan agar segera diabsorpsi (misalnya hipnotik atau analgetik), maka penurunan kecepatan dapat memperlambat timbulnya efek yang diinginkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Dua pemanfaatan penting dari interaksi absorbsi, yaitu: 1. Metoclopramide dapat meningkatkan kecepatan pengosongan lambung, dan hal ini menyebabkan meningkatnya penyerapan analgesik pada pengobatan migrain akut. 2. Charcoal yang mengikat beberapa obat di usus, hal ini dapat mencegah penyerapan obat tersebut dan dapat direabsorbsi setelah ekskresi bilirubin. Beberapa mekanisme terjadinya interaksi farmakokinetik antara lain: a.
Perubahan pH cairan saluran pencernaan Cairan saluran cerna yang alkalis misalnya akibat antacid, akan
meningkatkan kelarutan obat yang bersifat asam yang sukar larut dalam cairan tersebut. Contohnya aspirin, dalam suasana alkalis, absorpsi per satuan luas area absorpsi akan lebih lambat. Suasana alkali pada saluran pencernaan akan mengurangi kelarutan beberapa obat yang bersifat basa seperti tetrasiklin. b.
Pembentukan adsorpsi dan khelasi Proses absorpsi obat dapat dipengaruhi dengan adanya proses adsorpsi,
khelasi, dan pembentukan kompleks lain di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan ketersediaan hayati obat. Contoh interaksi akibat peristiwa adsorpsi, khelasi, dan pembentukan kompleks antara lain: 1. Interaksi tetrasiklin dengan ion Ca2+, Mg2+, Al3+, dan Fe2+. Tetrasiklin berikatan dengan ion logam valensi dua atau tiga di saluran cerna membentuk khelat yang diabsorpsi perlahan, dan bahkan dapat menurunkan efek antibakterinya. 2. Beberapa antidiare yang mengandung kaolin dan pektin, dapat mengadsorpsi obat lain yang menyebabkan absorpsi menurun. 3. Karbon aktif mengikat teofilin (sekitar 35%). c.
Perubahan motilitas saluran cerna Usus halus adalah tempat absorpsi utama untuk semua obat termasuk yang
berisfat asam. Semakin cepat obat sampai di usus maka makin cepat absorpsinya. Obat
yang
dapat
mengubah
kecepatan
pengosongan
lambung
dapat
mempengaruhi absorpsi, tetapi jumlah total obat yang diserap tidak berubah.. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Sebagai contoh Propantelin, menunda pengosongan lambung dan mengurangi absorpsi parasetamol (asetaminofen), sedangkan metoklopramid memiliki efek sebaliknya. 2.2.2.2 Interaksi Farmakokinetik Dalam Proses Distribusi Setelah diabsorbsi, obat didistribusikan melalui sistem sirkulasi. Kebanyakan obat sebagian terlarut dalam plasma dan sisanya terikat pada protein plasma, khususnya albumin. Kekuatan ikatan ini bervariasi, tetapi beberapa obat terikat sangat kuat. Obat juga dapat terikat pada albumin pada cairan interstisial atau terikat pada jaringan. Banyak obat terikat pada protein plasma, obat yang bersifat asam terutama terikat pada albumin, sedangkan obat yang bersifat basa terikat pada asam α1glikoprotein. Oleh karena jumlah protein plasma terbatas, maka terjadi kompetisi antara obat bersifat asam maupun antara obat bersifat basa untuk berikatan dengan protein yang sama. Suatu obat dapat digeser dari ikatannya dengan protein oleh obat lain tergantung dari kadar obat dan afinitasnya terhadap protein. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kadar obat bebas yang menimbulkan peningkatan efek farmakologiknya. Akan tetapi keadaan ini hanya berlangsung sementara. Beberapa sifat obat yang akan menyebabkan terjadinya interaksi tersebut, antara lain: 1. Mempunyai ikatan yang kuat dengan protein plasma (minimal 85%) dan volume distribusi yang kecil (obat yang bersifat asam) 2. Mempunyai batas keamanan yang sempit, misalnya teofilin, fenitoin dan warfarin 3. Efek toksik yang serius telah terjadi sebelum kompensasi tersebut diatas terjadi, misalnya terjadinya perdarahan pada pemberian antikoagulan oral atau hipoglikemia pada pemberian antidiabetik oral. 4. Eliminasinya mengalami kejenuhan sehingga peningkatan kadar obat bebas tidak disertai dengan peningkatan kecepatan eliminasi. Interaksi ini lebih nyata pada penderita dengan hipoalbuminemia, gagal ginjal, atau penyakit hati yang berat. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah albumin plasma serta menurunnya eliminasi obat. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Kompetisi untuk ikatan dalam jaringan misalnya antara digoksin dan kuinidin, yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar plasma digoksin. 2.2.2.3 Interaksi Farmakokinetik Dalam Proses Metabolisme Metabolisme, merupakan proses perubahan obat menjadi metabolitnya (aktif dan non aktif). Semakin besar dosis suatu obat, maka kemungkinan metabolit aktif semakin banyak, maka respon yang dihasilkan juga akan semakin besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses metabolisme : 1. Metabolisme prasistemik, yang sangat berpengaruh pada ketersediaan hayati obat. 2. Bentuk stereoisomer, obat yang mempunyai bentuk isomer mengalami rute dan kecepatan metabolisme obat di antara bentuk-bentuk isomernya. 3. Dosis 4. Umur Bayi dalam kandungan dan bayi yang baru lahir memiliki jumlah enzim mikrosom hati relatif masih sedikit yang diperlukan untuk memetabolisis obat sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap obat. 5. Induksi dan inhibisi metabolisme Interaksi
obat
yang
dapat
mempercepat
metabolisme
(induksi
metabolisme) dapat terjadi karena adanya suatu obat yang merangsang metabolisme obat lain. Interaksi ini terjadi akibat meningkatnya aktivitas sitokrom P-450 yang terlibat dalam metabolisme obat tersebut. Peningkatan aktivitas sitokrom P-450 dapat disebabkan oleh adanya peningkatan sintesis sitokrom P-450 sehingga jumlahnya meningkat yang disebut induksi enzim dan adanya penurunan kecepatan degradasi enzim. Efek farmakologis dari induksi enzim tersebut dapat mengakibatkan peningkatan bersihan ginjal dan penurunan kadar obat di dalam plasma sehingga efektivitas obat menurun yang dapat memungkinkan gagalnya terapi. Interaksi
obat
yang
dapat
menghambat
metabolisme
(inhibisi
metabolisme) dapat terjadi karena adanya penghambatan metabolisme obat tertentu oleh obat lain sehingga terjadi peningkatan durasi dan intensitas aktivitas farmakologi dari obat yang dihambat. Penghambatan metabolisme Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
obat tersebut disebabkan oleh adanya penghambatan irreversibel terhadap enzim yang bertanggung jawab untuk biotransformasi obat dan suatu obat bersaing dengan obat lain untuk bereaksi dengan enzim pemetabolisis yang sama sehingga obat yang terdesak akan mengalami penghambatan metabolisme. 2.2.2.4 Interaksi Farmakokinetik Dalam Proses Ekskresi Pemberian beberapa obat dapat mempengaruhi proses ekskresi obat lainnya melalui beberapa mekanisme, antara lain perubahan pH cairan tubulus, perubahan pada proses transpor aktif pada tubulus, perubahan aliran darah menuju ginjal, serta perubahan pada ekskresi empedu dan jalur enterohepatik. 2.2.3 Interaksi Farmakodinamik (Drug Interaction, 2006) Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek aditif, sinergistik atau antagonistik. Interaksi farmakodinamik merupakan bagian terbesar dari interaksi obat yang penting dalam klinik. Interaksi farmakodinamik sering diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena penggolongan obat memang berdasarkan persamaan efek farmakodinamiknya. 2.2.3.1 Interaksi langsung Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja pada tempat atau reseptor yang sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda tetapi dengan hasil efek akhir yang sama atau hampir sama. Interaksi dua obat pada tempat yang sama dapat dikatakan sebagai antagonisme atau sinergisme (interaksi fisiologis). Interaksi langsung ini dapat terbagi lebih lanjut sebagai berikut: a. Antagonisme pada tempat yang sama Antagonisme adalah keadaan dimana efek dua obat pada tempat yang sama saling berlawanan atau menetralkan. Interaksi seperti ini misalnya penurunan efek opiat dengan naloxon, penurunan aksi walfarin oleh vitamin K, penurunan aksi obat-obat hipnotik oleh kafein, dan penurunan aksi obat-obat hipoglikemik oleh glukokortikoid. b. Sinergisme pada tempat yang sama Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Sinergisme adalah interaksi di mana efek dua obat yang bekerja pada tempat yang sama saling memperkuat. Walaupun banyak contoh interaksi yang merugikan
dengan
mekanisme
ini
tetapi
banyak
pula
interaksi
yang
menguntungkan secara terapetik. Contoh interaksi ini misalnya obat antihipertensi dengan obat-obat yang menyebabkan hipotensi yaitu antiangina dan vasodilator. c. Sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau hampir sama. Obat-obat dengan efek terakhir yang sama atau hampir sama, walaupun tempat kerja atau reseptornya berlainan, kalau diberikan bersamaan akan memberikan efek yang saling memperkuat. Misalnya : alkohol dan obat-obat yang berpengaruh terhadap susunan saraf pusat, antara berbagai obat yang punya efek yang sama terhadap susunan saraf pusat, misalnya depresi susunan saraf pusat, kombinasi antibiotika, misalnya penisilin dan aminoglikosida, dan kombinasi beberapa obat antihipertensi. d. Antagonisme pada reseptor yang berbeda di jaringan yang sama. Contoh: Asetilkolin dengan adrenalin, maka efek asetilkolin akan menurun. 2.2.3.2 Interaksi tak langsung Interaksi tidak langsung terjadi bila obat presipitan punya efek yang berbeda dengan obat obyek, tetapi efek obat presipitan tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat obyek. Beberapa contoh antara lain: a. Interaksi antara obat-obat yang mengganggu agregasi trombosit seperti salisilat
dengan
obat-obat
antikoagulan
seperti
warfarin,
dapat
mengakibatkan perdarahan yang lebih besar karena adanya gangguan proses hemostasis. b. Obat-obat yang menyebabkan perlukaan gastrointestinal seperti aspirin, fenilbutason, indometasin, dan obat - obat antiinflamasi non-steroid yang lain, bila diberikan pada pasien-pasien yang sedang mendapatkan antikoagulansia seperti warfarin, maka dapat terjadi perdarahan yang masif dari perlukaan tadi. c. Obat-obat yang menurunkan kadar kalium akan menyebabkan peningkatan efek toksik glikosida jantung digoksin. Efek toksik glikosida jantung ini lebih besar pada keadaan hipokalemia. Tetapi sebaliknya hipokalemia Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
akan mengurangi efek obat-obat antiaritmia seperti lidokain, prokainamid, kinidin, dan fenitoin. Obat presipitan yang mengurangi kadar kalium terutama adalah diuretika. d. Efek diuresis obat-obat diuretika tertentu seperti furosemid akan berkurang bila diberikan bersama dengan obat - obat antiinflamasi non-steroid seperti aspirin, fenilbutason, ibuprofen, indometasin, dll. Kemungkinan oleh karena penghambatan simtesis prostaglandin oleh obat-obat presipitan tersebut, yang sebenarnya diperlukan untuk menimbulkan efek diuretika furosemid.
BAB 3 PEMBAHASAN Tujuan utama pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) yaitu untuk meminimalkan resiko pada pasien, mengacu dari tujuan tersebut maka salah satu tugas utama seorang Apoteker adalah membantu tercapainya keberhasilan terapi pengobatan dari pasien dengan memeriksa ketepatan dosis dan meminimalisir Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
kemungkinan adanya interaksi obat selama pengobatan pasien. Oleh karena itu, dilakukan evaluasi dosis dan interaksi obat dari resep. Evaluasi dosis dan interaksi obat dari resep yang ada di Apotek Erra Medika dilakukan secara teoritik berdasarkan studi literatur. Dengan data yang diperlukan dicatat dari resep, meliputi nama obat, dosis, aturan pakai, cara pemberian dan lama pemberian. Keberhasilan terapi obat selama periode tertentu bergantung kepada dicapainya konsentrasi zat berkhasiat yang terletak pada daerah konsentrasi terapeutik. Untuk menetapkan regimen dosis yang optimal bagi seorang penderita dapat dilakukan langkah sebagai berikut menentukan kadar target yang terletak dalam rentang nilai terapi, kemudian dihitung regimen dosis yang diharapkan dapat mencapai kadar target tersebut. Penyesuaian regimen dosis obat dilakukan berdasarkan respons klinik penderita dan/atau kadar plasmanya. Individualisasi regimen dosis obat dengan pertolongan pengukuran kadar obat dalam plasma merupakan kegiatan monitoring kadar terapi obat (therapeutic drug monitoring = TDM). Dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas dan keamanan farmakoterapi. TDM diperlukan untuk obat-obat atau keadaan-keadaan klinik sebagai berikut yaitu obat poten dengan margin of safety yang sempit, misalnya digoksin, fenitoin, teofilin, aminoglikosida dan antiaritmia; obat yang menimbulkan kadar dalam plasma bervariasi pada dosis yang biasa diberikan, contohnya propranolol, fenitoin, teofilin, aspirin dan antidepresan trisiklik; obat yang efek farmakologiknya sukar atau tidak dapat dikuantifikasi dari respons kliniknya, misalnya obat-obat profilaksis termasuk antikonvulsi; obat yang efek toksiknya sukar dikenali secara klinik atau tidak dapat dibedakan dengan efek subterapinya, misalnya digoksin; penderita dengan penyakit ginjal, hepar, kardiovaskuler atau saluran cerna, pada penderita ini hubungan antara dosis dan kadar plasma dapat sangat menyimpang; kasus-kasus kegagalan terapi dengan dosis yang biasa diberikan tidak efektif atau menimbulkan efek toksik; polifarmasi dengan kemungkinan terjadinya interaksi obat; dan penderita yang tidak patuh atau kepatuhannya diragukan selama pengobatan. Sedangkan TDM tidak diperlukan untuk obat yang relatif aman dan penderita yang memberikan respons klinik yang baik pada dosis yang biasa diberikan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Hasil evaluasi dosis dari skrining resep yang ada di Apotek Erra Medika berdasarkan studi literatur dari jumlah resep bulan Juli yaitu 544 pasien, tidak ditemukan adanya pemberian dosis obat yang tidak tepat. Pada umumnya berada pada rentang konsentrasi terapeutik yang rasional, meliputi pemberian dosis awal maupun dosis pemeliharaan. Daftar dosis obat dapat dilihat seperti yang terlampir pada lampiran 1. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah relevansi atau signifikansi klinis dari interaksi obat yang terkait dengan jenis dan besarnya efek yang akan ditimbulkan. Signifikansi klinis terbagi atas lima kategori tingkat signifikansi 1 hingga 5. Tingkat signifikansi pertama berarti interaksi obat menyebabkan efek yang berat (severe or life-threatening), efek ini didukung oleh beberapa data yang bersifat suspected, established or probable in well. Tingkat signifikansi kelima merupakan jenis interaksi yang menghasilkan efek yang ringan, dengan tingkat kejadian yang rendah serta belum ada data yang cukup (no good evidence of an altered clinical). Dengan mengetahui signifikansi interaksi obat dapat ditentukan prioritas dalam hal monitoring pasien. Dengan mengetahui mekanisme interaksi obat, Apoteker dapat menentukan langkah yang tepat dalam mengatasi masalah tersebut. Apoteker dapat menentukan apakah suatu jenis interaksi obat dapat diatasi sendiri, ataukah memerlukan
diskusi
dengan
klinisi/dokter.
Langkah
pertama
dalam
penatalaksanaan interaksi obat adalah waspada terhadap pasien yang memperoleh obat-obat yang mungkin dapat berinteraksi dengan obat lain terutama apabila diketahui interaksi obat menunjukkan signifikansi level pertama. Beberapa alternatif penatalaksanaan interaksi obat adalah menghindari kombinasi obat dengan memilih obat pengganti yang tidak berinteraksi, penyesuaian dosis obat, pemantauan pasien atau meneruskan pengobatan seperti sebelumnya jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal atau bila interaksi tersebut tidak bermakna secara klinis. Dari hasil evaluasi interaksi obat dari skrining resep yang ada di Apotek Erra Medika berdasarkan studi literatur dari jumlah resep bulan Juli yaitu 544 pasien,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
dimana diperoleh 94,1% kasus yang tidak mengalami interaksi obat dan 5,9% kasus yang mengalami interaksi obat. No.
Jenis obat yang berinteraksi
1. 2.
Isoniazid-rifampicin Ciprofloxacin-dexamethason
3.
Ciprofloxacin-betamethason
4.
Dexamethason-asam mefenamat Ketokonazole-loratadin Jumlah
5.
Interaksi
obat
Mekanisme interaksi Farmakokinetik Farmakodinami k Farmakodinami k Farmakokinetik
Jumlah Kasus 16
Persentase (%) 50,0
3
9,4
2
6,3
5
15,6
Farmakokinetik
6 32
18,7 100,0
isoniazid-rifampicin
dengan
mekanisme
interaksi
farmakokinetika, dimana hepatotoksisitas meningkat dibandingkan dengan penggunaan tunggal masing-masing. Akan tetapi penggunaan kombinasi obat tersebut merupakan pilihan terapi pertama untuk pasien baru tuberkulosis paru dengan BTA (basil tahan asam) positif. Oleh karena itu penggunaan obat-obatan tersebut tidak perlu dihindari dan dilakukan pengontrolan fungsi hati dari pasien. Untuk mengatasi interaksi dilakukan pengaturan signa dari obat tersebut yaitu tidak diminum pada waktu yang bersamaan, kedua obat tersebut dibedakan signanya, jika isoniazid diminum pagi hari maka rifampicin sore atau malam hari. Interaksi
ciprofloxacin-dexamethason
dan
ciprofloxacin-betamethason
dengan mekanisme interaksi farmakodinamik, dimana efek yang ditimbulkan dapat meningkatkan kerusakan tendon, pernah dilaporkan untuk terapi dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu penggunaan obat-obatan tersebut tidak perlu dihindari dan tetap harus dikontrol, bila muncul tanda-tanda inflamasi atau nyeri pada tendon maka obat harus segera dihentikan dan tendon yang sakit harus diistirahatkan sampai gejala hilang. Interaksi dexamethason-asam mefenamat dengan mekanisme interaksi farmakodinamik, dimana efek yang ditimbulkan dapat meningkatkan resiko ulserasi saluran cerna. Oleh karena itu diperlukan pengontrolan penggunaan obat tersebut dan efek tersebut bisa dihindari untuk penggunaan kortikosteroid topikal. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Interaksi ketokonazole-loratadin dengan mekanisme interaksi farmakokinetik, dimana kadar obat dalam plasma (termasuk metabolik) dapat meningkat. Namun, tidak ada perubahan yang relevan secara klinik pada profil keamanan penggunaan obat-obatan tersebut. Kejadian interaksi obat-makanan juga ditemukan dalam hal ini, dimana beberapa obat yang berinteraksi dengan makanan adalah ciprofloksasin, simetidin, digoksin, kaptopril, propanolol, paracetamol, erythromicin, amoksisilin, isoniazid, rifampicin, teofilin dan sefalosporin. Makanan dapat mempengaruhi kecepatan dan jumlah obat yang diabsorpsi setelah pemberian obat secara per oral. Efek yang ditimbulkan bervariasi tergantung dari jenis makanan, obat dan formulasi obat. Beberapa absorpsi obat dapat meningkat dengan adanya makanan seperti propanolol sedangkan obat lain, absorpsi obat dapat berkurang atau delay dengan adanya makanan. Pengetahuan tentang efek obat pada makanan dalam klinik diperlukan, agar para tenaga medis/kesehatan dapat memberikan informasi kepada pasien kapan obat harus diminum apakah harus bersama makanan atau tidak. Pengetahuan mengenai jenis obat yang berinteraksi yang sering berinteraksi dapat mempermudah dalam mengidentifikasi adanya interaksi obat pada pengobatan pasien. Tiap jenis pelayanan kesehatan akan mempunyai karakteristik interaksi obat yang spesifik tergantung dari jenis penyakit dan jenis obat yang digunakan. Untuk menghindari kemungkinan adanya interaksi obat, seorang farmasis dapat secara aktif memberikan informasi kepada pasien seperti cara penggunaan obat yang secara tepat, jenis makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi pengobatan. Melalui pelayanan informasi obat, seorang farmasis memegang peranan besar dalam mencegah timbulnya dampak negatif interaksi obat yang tidak hanya mempengaruhi kemanfaatan dan kemanjuran obat namun lebih jauh dapat mempengaruhi rasa aman serta meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Hasil evaluasi dosis dan interaksi obat di Apotek Erra Medika sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
a.
Pemberian dosis obat yang tidak tepat tidak ditemukan, pada umumnya berada pada rentang konsentrasi terapeutik yang rasional meliputi pemberian dosis awal maupun dosis pemeliharaan.
b.
Beberapa jenis obat yang saling berinteraksi dengan obat lainnya dan dengan adanya makanan.
4.2 Saran Perlu adanya pemantauan obat yang memungkinkan terjadinya interaksi obat dan meningkatkan pelayanan kesehatan berupa informasi obat kepada pasien untuk meminimalkan resiko yang mungkin terjadi.
DAFTAR ACUAN Fradgley S. 2003. Interaksi Obat, Farmasi Klinis Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. hal 119-134. Quinn D.I and Day R.O. 1997. Clinically Important Drug Interaction, in Avery’s Drug Treatment, 4th edition. Adis International Limited. Aucland New Zealand. p.301. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Ganiswara S.G. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran – Universitas Indonesia. Jakarta. hal 14-18,818-819. Goodman Alfred. 2001. The Pharmacological Basis of Therapeutics, Tenth Edition. Mc Graw-Hill. North America. p56-57, 52-54, 69-70. Stockley IH. 2006. Drug Interaction, 5 th edition. The Pharmaceutical Press. London. UK. Tatro Ds. 2001. Drug Interaction Facts, 5 th edition. A Wolters Kluwer Company. St Louis Missouri.
Lampiran 1 Daftar Dosis Obat dari Resep Apotek Erra Medika Bulan Juli 2011
No.
Nama Obat
1
allupurinol
2
alprazolam
Dosis yang diresepkan 2 dd 1 @ 300 mg
Dewasa : 600-800 mg/sehari; anak-anak < 10 th : 200-300 mg/sehari.
2 dd 1 @ 0,5
Dewasa 0,25-0,5 mg 3 kali sehari.
Dosis Terapi (Acuan : Prescription Drugs Handbook)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
mg
3
ambroxol hcl
3 dd 1 @ 30 mg
Dewasa: 60-120 mg sehari, dibagi dalam 2-3 dosis. Anak < 2 tahun: 7,5 mg bid; 2-5 tahun: 7,5 mg bid / tid; 6-12 tahun: 15 mg bid / tid.
4
amlodipin
1 dd 1 @ 5 mg
Hipertensi, Dewasa: 2,5-5 mg/sehari. Maksimum: 10 mg/sehari.
5
amoksisilin
3 dd 1 @ 300 mg
Dewasa 250-500 mg tiap 8 jam.
6
asam mefenamat
1 dd 1 @ 500 mg
Dewasa, anak-anak > 14 tahun: awal : 500 mg. Pemeliharaan: 250 mg setiap 6 jam. Dewasa: herpes simpleks primer infeksi PO 200 mg 5 kali / hari selama 5-10 hari. Penekanan simpleks herpes kambuhan 800 mg / hari dalam 2-4 dosis terbagi. Pencegahan herpes simpleks pada pasien immunocompromised 200 mg 4 kali / hari. Herpes zoster 800 mg 5 kali / hari selama 7-10 hari. Varicella zoster> 40 kg: 800 mg 4 kali / hari selama 5 hari.
7
asiklovir
3 dd 1 @ 200 mg
8
atenolol
1 dd 1 @ 50 mg
9
atorvastatin ca
1 dd 1 @ 10 mg
Hipertensi,awal: PO 50 mg/sehari. Maksimum: 100 mg/sehari. Angina,awal: PO 50 mg/sehari. Pemeliharaan: 100-200 mg/sehari. Hiperlipidemia,Dewasa: Awal: 10 mg/sehari. Pemeliharaan: 1080 mg/sehari. Hiperkolesterolemia familial homozigot,Dewasa: 10-80 mg/sehari.
10
azitromisin dihidrat
1 dd 1 @ 500 mg
Dewasa: 500 mg sekali sehari selama 3 hari. Terkomplikasi infeksi kelamin klamidia 1 g dosis tunggal. Gonore tanpa komplikasi 2 g sebagai dosis tunggal. Tifoid 500 mg sekali sehari selama 7 hari. Granuloma inguinale awal: 1 g, kemudian 500 mg/hari sampai semua lesi sembuh sepenuhnya.
11
betametason
2 dd 1 @ 1 mg
Dewasa: PO gangguan alergi dan peradangan; hiperplasia adrenal kongenital 0,5-5 mg/hari.
12
bisoprolol
1 dd 1 @ 5 mg
Awalnya 5 mg sekali sehari, dapat ditingkatkan sampai 10-20 mg sekali sehari.
13
captopril
2 dd 1 @ 25 mg
Awalnya 12,5 mg 3 kali sehari, titrasi dengan 25 mg 2-3 kali sehari.
14
dekstrometorfan hbr
3 dd 1 @ 30 mg
Dewasa: 10-20 mg setiap 4 jam, atau 30 mg tiap 6-8 jam. Extended-release lisan suspensi: 60 mg bid. Max: 120 mg / hari. Anak: 6-12 tahun: 5-10 mg mg setiap 4 jam atau 15 setiap 6-8 jam; 2-6 tahun: 2,5-5 mg setiap 4 jam atau mg setiap 7,5 jam 6-8.
15
dexamethason
2 dd 1 @ 30 mg
Dewasa 0,5-9 mg/hari. Max:. 80 mg / hari, anak-anak 0,006-0,04 mg/kg BB/hari.
16
digoksin
1 dd 1 @ 1 mg
Dewasa: PO Dosis: 0,75-1,5 mg dalam sehari.
17
dipiron
2 dd 1 @ 500 mg
Dewasa: PO 0,5-4 g / hari dalam dosis terbagi. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
Dewasa: Dosis PO tergantung pada formulasi yang digunakan. Untuk formulasi micronised standar: awal: 67 mg 3 kali / hari, Untuk non-micronised formulasi: awal: 200-300 mg / hari dalam dosis terbagi. kisaran: 200-400 mg / hari.
18
fenofibrat
2 dd 1 @ 100 mg
19
glimepirid
1 dd 1 @ 2 mg
Dewasa: PO awal: 1-2 mg / hari. Pemeliharaan: 4 mg / hari. Max: 6 mg / hari.
20
isoniazid
1 dd 1 @ 5 mg
Dewasa: PO / IM aktif TBC 5 mg / kg / hari. Max: 300 mg / hari. TB laten 300 mg / hari selama 6 bulan. Nontuberculous mikobakteri infeksi 5 mg / kg / hari selama minimal 12 bulan negatif dahak. Max: 300 mg / hari.
21
kalium diklofenak
2 dd 1 @ 100 mg
Dewasa 100-150 mg dalam 2-3 dosis.
1 dd 1 @ 30 mg
Dewasa: Ulkus peptikum 30 mg PO sekali di pagi hari selama 4 minggu (ulkus duodenum) atau 8 minggu (tukak lambung). Kondisi hipersekresi awal: 60 mg / hari. Dosis harian> 120 mg harus diberikan dalam 2 dosis terbagi. Berhubungan dengan asam dispepsia 15-30 mg sekali di pagi hari untuk 2-4 minggu. Gastroesofagus penyakit refluks 30 mg sekali di pagi hari untuk 4-8 minggu. Pemeliharaan: 15-30 sekali sehari. Pencegahan dan pengobatan borok terkait NSAID 15-30 mg / hari selama 4-8 minggu. Infeksi H.pylori 30 mg dua kali sehari, biasanya dengan klaritromisin dan amoksisilin atau metronidazol.
22
lansoprazole
23
levofloxacin
24
metformin
25
metronidazole
26
ondansentron
27
paracetamol
28
pirazinamid
1 dd 1 @ 500 mg 3 dd 1 @ 500 mg 3 dd 1 @ 500 mg
1 dd 1 @ 16 mg
3 dd 1 @ 500 mg 3 dd 1 @ 25 mg
Eksaserbasi akut kronis bronkitis 500 mg per hari / selama 7 hari. Awal, 850-mg 2 kali sehari atau 500-mg tab 3 kali sehari. Dewasa: 400-800 mg 3 kali / hari selama 5-10 hari. Dewasa: PO Pencegahan pasca-op mual dan muntah 16 mg 1 jam sebelum anesth. Mual dan muntah yang terkait dengan kanker kemoterapi 24 mg sebagai dosis tunggal 30 menit sebelum memulai kemoterapi satu hari. Dewasa: PO 0.5-1 g 4-6 sehari bila diperlukan. Max: 4 g / hari. Dewasa: PO 20-25 mg /kg (maks: 2 g) sehari atau 1,5-3 g 3 kali seminggu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012
29
piroksikam
30
pseudoefedrin hcl
31
rifampicin
32
sefadroksil
33
siprofloxacin
1 dd 1 @ 20 mg
Dewasa: gangguan rematik PO awal: 20 mg / hari sebagai dosis tunggal. Pemeliharaan: 10-30 mg dalam dosis tunggal atau terbagi. Gout akut 40 mg / hari selama 5-7 hari. Kondisi muskuloskeletal akut; Post-op nyeri awal: 40 mg / hari selama 2 hari. Pemeliharaan: 20 mg / hari selama 1-2 minggu. Nyeri lokal topikal gel 0,5% Seperti: Oleskan 3-4 kali / hari.
3 dd 1 @ 100 mg 2 dd 1 @ 10 mg 2 dd 1 @ 500 mg
Dewasa: PO Sebagai HCl atau sulfat: 60 mg 4-6 sehari. Max: 4 doses/24 jam. Dewasa: PO Tuberkulosis 10 mg/hari atau 2-3 kali / minggu. Max: 600 mg / hari. Dewasa: PO 1-2 g / hari sebagai dosis tunggal atau dalam 2 dosis terbagi.
2 dd 1 @ 500 mg
Dewasa: Infeksi Rentan PO 250-750 mg dua kali sehari. Sistitis akut tanpa komplikasi 100 mg dua kali sehari selama 3 hari. Gonore 250-500 mg sebagai dosis tunggal. Infeksi pada paru-paru pseudomonas cystic fibrosis 20 mg / kg dua kali sehari. Max: 750 mg dua kali sehari. Pencegahan meningitis meningokokus 500 mg sebagai dosis tunggal.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Andi Nurwinda, FMIPA UI, 2012