UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 7 – 17 APRIL 2014
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
CORRY SHIRLEYANA PUTRI, S.Farm. 1306343435
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 7 – 17 APRIL 2014
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
CORRY SHIRLEYANA PUTRI, S.Farm. 1306343435
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014 ii Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama NPM Tanda Tangan
: Corry Shirleyana Putri, S.Farm : 1306343435 :
Tanggal
: 5 Juli 2014
iii Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
iv Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Direktorat
Jenderal
Bina
Kefarmasian
dan
Alat
Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 7 – 17 April 2014. Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Setelah mengikuti kegiatan PKPA ini, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja. Kegiatan PKPA ini dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D. selaku Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2.
Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt. selaku Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan atas pengarahannya dan pemberian kesempatan atas pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
3.
Dra. Hidayati Mas’ud, MM., Apt. selaku Kepala Subdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan serta selaku pembimbing I dari Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, atas bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
4.
Dr. Anton Bahtiar, S.Si., M.Si. selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
5.
Drs. Ramalan selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
6.
Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
v Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
7.
Dr. Hayun, M.S., Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
8. Dr. Harmita, Apt., selaku Pembimbing Akademis 9.
Keluarga atas dukungan, perhatian, dan doa yang diberikan kepada penulis dalam melaksanakan kegiatan di Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
10. Seluruh staf Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan seluruh staf Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 11. Teman-teman Apoteker angkatan LXXVIII atas kebersamaannya selama satu tahun ini. 12. Teman-teman Apoteker LXXVII dan LXXVI beserta semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penyusunan laporan ini. 13. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Penulis 2014
vi Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Corry Shirleyana Putri, S.Farm NPM : 1306343435 Program Studi: Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 7 – 17 APRIL 2014. beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 5 Juli 2014 Yang menyatakan
(Corry Shirleyana Putri, S. Farm)
vii Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
ABSTRAK
Nama
: Corry Shirleyana Putri, S. Farm
Program Studi : Apoteker Judul
: Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 17 Maret – 28 Maret 2014
Kesehatan merupakan suatu upaya yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun seluruh komponen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat untuk setiap orang agar terwujud derajat kesehatan msayarakat yang setingg-tingginya. Dengan memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat tentunya pemenuhan perbekalan mengenai obat publik dan perbekalan kesehatan merupakan hal yang utama. Pada Direktorat Jendral Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan khususnya Direktorat Obat Publik dan perbekalan Kesehatan, Praktek Kerja Profesi Apoteker berlangsung pada periode 7 – 17 April 2014. Pada Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Mahasiswa dapat mendalami peran apoteker dalam pengelolaan, pengadaan, analisis harga obat dan pemantauan serta evaluasi dan juga program obat haji yang berllangsung pada Direktorat ini. Tugas Khusus yang diberikan selama PKPA berlangsung ialah menelaah mengenai penyimpanan obat dan perbekalan farmasi di puskesmas. Kata Kunci Kesehatan, praktek kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan perbekalan Kesehatan Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Kebijakan, Tugas Khusus Laporan Tugas Umum : xiii + 63 Halaman; 1 Tabel; 11 Lampiran Laporan Tugas Khusus : ii + 29 Halaman Daftar Acuan Laporan Tugas Umum : 11 (2002 - 2012) Daftar Acuan Laporan Tugas Khusus : 9 (1997 – 2013)
viii Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
ABSTRACT
Name
: Corry Shirleyana Putri, S. Farm
Study Program: Apotechary Profession Judul
: Report of Apotechary Internship at Development Directorate of Public Medicine and Health Provisions, Directorate of Pharmaceutical Care and Medical Devices of Ministry of Helath, Republic of Indonesia Period of 7th - 17th April 2014
Health is an effort by the government and the entire community which aims to increase awareness, willingness and ability of healthy life for every person to manifest health status msayarakat the settings for-height. It has been the main thing by fullfilling the needs of public health course supplies fulfillment of public drug and medical supplies. At the Directorate General of Bina pharmacy and in particular the Directorate of Medical Devices Drugs and supplies for Public Health Practice Pharmacist takes place in the period 7 to 17 April 2014, the Directorate of Public Medicines and Health Supplies, Students can explore the role of pharmacists in the management, procurement, analysis of drug prices and monitoring and evaluation as well as programs that berllangsung Hajj drugs in this Directorate. Special tasks were administered during on going PKPA is to examine the storage of drugs and pharmaceutical supplies in health centers. Keywords : Health, Pharmacist working practices in the Directorate of Drugs and supplies for Public Health Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices Ministry of Health, Republic of Indonesia, Policy, Special Task General Assignment Report : xiii + 63 Pages; Table 1; 11 Appendix Special Assignment Report: ii + 29 Pages General Assignment Report Bibiliography : 11 (2002 - 2012) Special Assignment report Bibiliography: 9 (1997 - 2013)
ix Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii KATA PENGANTAR ........................................................................................ v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ....... vii ABSTRAK ...................................................................................................... viii ABSTRACT ..................................................................................................... ix DAFTAR ISI ...................................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang................................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................................ 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM .............................................................................. 4 2.1. Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan ........................................... 4 2.2. Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .......................................................................................... 8 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN ........................................................... 15 3.1. Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ............................................ 15 3.2. Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ....... 16 3.3. Sasaran ............................................................................................ 16 3.4. Strategi Intervensi ............................................................................ 17 3.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ........................................................................................ 17 BAB 4. PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN .......................................... 25 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 28 5.1. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat ....................... 29 5.2. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.... 32 5.3. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan .. 40 5.4. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ...................................................................... 45
x Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 51 6.1. Kesimpulan...................................................................................... 51 6.2. Saran ............................................................................................... 53 DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 54 LAMPIRAN ..................................................................................................... 55
xi Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
DAFTAR TABEL Tabel 3.1.
Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan .................................................... 24
xii Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia .... 56 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ...................................................................................................... 57 Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ........................................................................ 57 Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ...................................................................................... 58 Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian .......... 58 Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ...................................................................................... 59 Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian .................................................................................. 59 Lampiran 8. Alur Penyediaan Obat Nasional...................................................... 60 Lampiran 9. Prosedur Tetap Perencanaan Kebutuhan Obat ................................ 61 Lampiran 10. Formulir IFK-3............................................................................. 62 Lampiran 11. Formulir IFK-4............................................................................. 63
xiii Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan oleh pemerintah Indonesia. Menurut Undang-undang Nomor 36 tahun 2009, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sehat, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Negara Republik Indonesia harus menjamin hak setiap penduduk dalam memperoleh kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Hal ini tercantum dalam Pasal 34 ayat (3) Undang-undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Hal ini dikarenakan setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara (Presiden Republik Indonesia, 2009b). Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan terus-menerus berupaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Hal ini dilakukan melalui upaya kesehatan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (Presiden Republik Indonesia, 2009b). Salah satu pelayanan yang diberikan dalam upaya kesehatan yaitu pelayanan kefarmasian yang profesional. Maka dari itu, pemerintah membentuk Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Yanfar dan Alkes) melalui Keputusan Menteri Kesehatan No.1277/MENKES/SK/2001 yang secara umum bertugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi di bidang pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan. Selanjutnya, direktorat ini berganti nama menjadi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar danAlkes)
berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1575/MENKES/PER/XI/2005.
1 Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
Universitas Indonesia
2
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki sasaran utama yaitu menjamin semua sediaan farmasi, makanan, dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat serta menjamin ketersediaan obat essensial dan alat kesehatan dasar di setiap daerah. Dalam menjalankan tugasnya, direktorat ini dibagi menjadi empat direktorat, salah satunya adalah Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Direktorat ini bertugas menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan sebagai upaya menjalankan strategi pembangunan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Dalam menjamin ketersediaan dan terjangkaunya obat dan perbekalan kesehatan maka diperlukan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang profesional salah satunya adalah apoteker. Apoteker perlu memahami perannya mengenai produksi, perencanaan, pengadaan, pendistribusian, penyimpanan, pencatatan, dan pelaporan dalam membuat kebijakan dan program-program yang terkait dengan kefarmasian dan alat kesehatan di tingkat pusat sampai ke daerah. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka diperlukan adanya pembekalan bagi para calon apoteker mengenai tugas dan fungsi apoteker dalam regulasi terkait bidang kefarmasian, salah satunya adalah dengan menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan. Dengan demikian, diharapkan calon apoteker dapat memperoleh gambaran nyata tentang peran apoteker di masyarakat secara umum dan di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan secara khusus, terutama di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker : a. Mengetahui dan memahami ruang lingkup dari tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
3
c. Memahami peran apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1. Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) merupakan unsur pelaksana pemerintah di bidang kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan dan bertanggung jawab kepada Presiden. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009, nama Kementerian Kesehatan digunakan untuk mengganti nama sebelumnya yaitu Departemen Kesehatan.
2.1.1 Visi dan Misi Visi yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan adalah “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan” (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Misi Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
melalui
pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
2.1.2 Tugas dan Fungsi Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Kementerian
Kesehatan
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b): a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan. 4
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
Universitas Indonesia
5
c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.3 Rencana Strategis Kementerian Kesehatan telah membuat beberapa strategi dalam rangka pembangunan kesehatan yang dapat mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkannya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Adapun strategi yang dijalankan adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global. b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. c. Meningkatkan
pembiayaan
pembangunan
kesehatan,
terutama
untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdaya guna dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab.
2.1.4 Nilai–nilai Guna mewujudkan visi dan mengembangkan misi yang ada, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a), yaitu: a. Pro Rakyat
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
6
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. b. Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput. c. Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula. d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien. e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), transparan dan akuntabel.
2.1.5 Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1144/MENKES/PER/VIII/ 2010 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, struktur organisasi Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas: a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
7
d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i.
Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.
j.
Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat.
k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. l.
Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi.
m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n. Pusat Data dan Informasi. o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. r. Pusat Komunikasi Publik. s. Pusat Promosi Kesehatan. t. Pusat Inteligensia Kesehatan. u. Pusat Kesehatan Haji.
Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pejabat Eselon di Direktorat terdiri atas : a. Eselon 1 : Direktur jenderal b. Eselon 2 : Direktur c. Eselon 3 : Kepala subdirektorat d. Eselon 4 : Kepala seksi
Pejabat Eselon di Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a. Eselon 1 : Direktur jenderal b. Eselon 2 : Sekretaris direktorat jenderal c. Eselon 3 : Kepala bagian d. Eselon 4 : Kepala sub bagian
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
8
2.2. Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal.
2.2.1. Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Direkorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam melaksanakan tugasnya, menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b): a.
Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
b.
Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
c.
Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
d.
Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
e.
Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2.2.2. Tujuan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tujuan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b): a.
Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan;
b.
Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan dan kerasionalan; Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
9
c.
Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga farmasi yang professional.
2.2.3. Sasaran dan Indikator Sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 yaitu persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a).
2.2.4. Kegiatan Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan meliputi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): a.
Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT).
c.
Peningkatan pelayanan kefarmasian.
d.
Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian.
2.2.5. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2. 2.2.5.1.Sekretariat Direktorat Jenderal Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a.
Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran.
b.
Pengelolaan data dan informasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
10
c.
Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat.
d.
Pengelolaan urusan keuangan.
e.
Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga dan perlengkapan.
f.
Evaluasi dan penyusunan laporan.
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 3): a.
Bagian Program dan Informasi.
b.
Bagian Hukum, Organisasi dan Hubungan Masyarakat.
c.
Bagian Keuangan.
d.
Bagian Kepegawaian dan Umum.
e.
Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.2.Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
c.
Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
11
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
e.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan, dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
f.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 4): a.
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat.
b.
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
c.
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
d.
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
e.
Subbagian Tata Usaha.
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.3.Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
12
c.
Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.
d.
Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
e.
Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional.
f.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 5): a.
Subdirektorat Standarisasi
b.
Subdirektorat Farmasi Komunitas
c.
Subdirektorat Farmasi Klinik
d.
Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional
e.
Subbagian Tata Usaha
f.
Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.5.4.Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
13
c.
Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
e.
Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
f.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 6): a.
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan.
b.
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
c.
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
d.
Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi.
e.
Subbagian Tata Usaha.
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.5.Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
14
c.
Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
d.
Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
e.
Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
f.
Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
g.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari (Lampiran 7): a.
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional.
b.
Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan.
c.
Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus.
d.
Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat.
e.
Subbagian Tata Usaha.
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
3.1. Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Obat publik adalah semua obat-obatan yang digunakan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD), sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan, bahan habis pakai dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan (Presiden Republik Indonesia, 2009). Tujuan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah tersedianya obat dan perbekalan dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan, mutu obat terjamin, dan obat dapat diperoleh pada saat diperlukan (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010). Adapun kriteria obat dan perbekalan kesehatan yang harus dipenuhi untuk pelayanan kesehatan dasar adalah sebagai berikut: 3.1.1 Kriteria umum Obat dan perbekalan kesehatan memenuhi kriteria umum, yaitu obat yang tercantum dalam Daftar Obat Generik, Daftar Obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) atau Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang masih berlaku, obat telah memiliki izin edar atau nomor registrasi dari Badan POM, batas kadaluarsa obat pada saat pengadaan minimal 2 tahun, obat memiliki Sertifikat Analisa dan Uji Mutu yang sesuai dengan nomor bets masing-masing produk, dan obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
3.1.2 Kriteria mutu obat Mutu dari obat dan perbekalan kesehatan harus dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria mutu obat dan perbekalan kesehatan adalah memenuhi persyaratan mutu obat yang tercantum dalam Farmakope Indonesia dan industri farmasi yang memproduksi obat bertanggung jawab terhadap mutu obat melalui pemeriksaan mutu (Quality Control).
15
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
Universitas Indonesia
16
Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) telah disebutkan bahwa subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan, pemenuhan kebutuhan serta pemanfaatan dan pengawasan obat dan perbekalan kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Dalam hal ini, pemenuhan dari upaya-upaya tersebut dilaksanakan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
3.2. Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik yang lengkap jenis, jumlah cukup, dan mudah diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin, serta menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan. Dengan mewujudkan suatu pedoman, norma, standar, kriteria, dan prosedur di bidang penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar, sesuai peraturan yang berlaku.
3.3. Sasaran Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki program kefarmasian dan alat kesehatan. Sasaran hasil program yang tersusun dalam Rencana Strategis 20102014 Kementerian Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian memiliki Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan dengan meningkatkan ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar. Indikator sasaran hasil yang ingin dicapai pada tahun 2014 adalah (Kemeterian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b): Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
17
a.
Persentase kesediaan obat dan vaksin sebesar 100%.
b.
Persentase obat yang memenuhi standar, cukup dan terjangkau sebesar 95%.
c.
Ketersediaan obat per kapita per tahun di sarana pelayanan kesehatan dasar Rp. 18.000 per kapita.
d.
Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar sebesar 80 %.
3.4. Strategi Intervensi Dalam rangka mencapai sasaran, maka Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memiliki strategi dalam menjalankan kebijakannya antara lain: a.
Meningkatkan cakupan dan kuantitas pelayanan dengan beberapa strategi yang dijalankan, antara lain: (1) Ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan mencakup jenis, jumlah cukup dan mudah diperoleh setiap saat, harga terjangkau dan kualitas terjamin; dan (2) Manajemen logistik obat dan perbekalan kesehatan.
b.
Membangun kemitraan dengan pemerintah daerah, dinas/instansi lintas sektor dan perguruan tinggi profesi terkait dalam hal: (1) Perumusan kebijakan di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan dasar; (2) Perumusan norma, standar, pedoman, kriteria dan prosedur dalam hal pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan (3) Melaksanakan advokasi dalam rangka terwujudnya kebijakan, program atau proyek atau kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasarannya.
3.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yang berada di bawah naungan Ditjen Binfar dan Alkes terdiri atas (Lampiran 7): a.
Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat;
b.
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
c.
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
18
d.
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
e.
Subbagian Tata Usaha; dan
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
3.5.1. Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standarisasi harga obat.
3.5.1.1 Tugas dan Fungsi Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat.
b.
Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang analisis dan standarisasi harga obat.
c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang analisis dan standarisasi harga obat.
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat.
3.5.1.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat terdiri atas beberapa seksi, yaitu: a.
Seksi Analisis Harga Obat Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan analisis, kajian dan pemantauan harga obat.
b.
Seksi Standarisasi Harga Obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
19
Seksi Standarisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria harga obat.
3.5.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Skema alur penyediaan obat nasional dapat dilihat pada Lampiran 8 dan prosedur tetap perencanaan kebutuhan obat dapat dilihat pada Lampiran 9.
3.5.2.1 Tugas dan Fungsi Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.2.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas:
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
20
a.
Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas
melakukan
penyiapan
bahan
bimbingan
teknis,
pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.3.1 Tugas dan Fungsi Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
21
3.5.3.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a.
Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas
melakukan
penyiapan
bahan
bimbingan
teknis,
pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.4.1 Tugas dan Fungsi Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
22
3.5.4.2 Struktur Organisasi Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a.
Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan program obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.5 Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Tugas sub bagian ini adalah melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Uraian Tugas sub bagian ini adalah sebagai berikut: a.
Melakukan penyiapan rancangan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha berdasarkan rencana jangka panjang, menengah dan pendek sesuai program dan referensi terkait.
b.
Melakukan penyiapan rancangan rencana pelaksanaan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha berdasarkan rencana tahunan.
c.
Membimbing pelaksanaan tugas/kegiatan Sub Bagian Tata Usaha dengan memberi petunjuk dan membagi tugas agar pelaksanaan tugas/kegiatan dapat berjalan dengan lancar, tepat waktu dan tepat guna.
d.
Melakukan manajemen layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan dengan cara merencanakan, mengatur dan mengevaluasi sumber daya yang ada di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan rencana.
e.
Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan tenaga dan kebutuhan diklat pegawai di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
23
Kesehatan berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat. f.
Melakukan
penyiapan
rancangan
usulan
kebutuhan
peralatan/
perlengkapan/fasilitas kerja di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan kebutuhan biaya pemeliharaannya berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat. g.
Melakukan penyiapan rancangan usulan kenaikan pangkat, Kejadian Luar Biasa (KLB), pemindahan, pemberhentian dan pensiun/cuti dan lain-lain di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menelaah/mengolah bahan/data kepegawaian yang ada dan usulan dari pegawai yang bersangkutan.
h.
Melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan baik lisan maupun tertulis kepada Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menyusun laporan sesuai dengan hasil pelaksanaan kegiatan.
i.
Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas.
3.5.6 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berjumlah 34 orang (pegawai tetap, tidak termasuk pegawai honorer) dengan perincian yang dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1. Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Organisasi
Jumlah SDM
Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
1 orang
Sub Direktorat Analisis Obat dan Standarisasi Harga Obat
5 orang
Sub Direktorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan
7 orang
Kesehatan Sub Direktorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
7 orang
Kesehatan Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
24
Sub Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat
7 orang
Publik dan Perbekalan Kesehatan 7 orang
Sub Bagian Tata Usaha Total
34 orang
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
BAB 4 PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Universitas Indonesia angkatan LXXVIII di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dilaksanakan tangga l -18 April 2014. Hari pertama kegiatan PKPA diawali dengan acara perkenalan dari pihak Ditjen Binfar dan Alkes dengan pihak program profesi apoteker UI. Kemudian acara perkenalan juga diikuti dengan pengarahan berupa pengantar umum mengenai struktur kerja dan organisasi di setiap bagian Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian Kesehatan RI. Kegiatan dilaksanakan pukul 10.00 WIB di ruang 803 A, yaitu ruang rapat Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian Kesehatan RI. Pihak Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan diwakili oleh Ira Mieranti, S.Si, MHSM,Apt, sebagai Kepala Bagian Kepegawaian dan Umum. Peserta diberikan pembekalan untuk dapat menjalankan tugas selama berlangsungnya kegiatan PKPA. Materi yang diberikan pada pembekalan ini berupa penjelasana mengenai organisasi dan Tata Kementerian Kesehatan oleh Ibu Dra. Rida W., Apt, MKM. Dalam pembekalan tersebut, peserta PKPA mendapat penjelasana tentang visi, misi, kedudukan, tugas, dan fungsi serta susunan organisasi Ditjen Binfar dan Alkes yang berlaku sejak 2014. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan bagian dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang terdiri atas empat direktorat, yaitu: Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian; Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Kelompok peserta PKPA yang ditempatkan di Direktorat Jendral Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dibimbing oleh Dra. Sri Endah Suhartatik, Apt. selaku Kepala Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan diberikan pengarahan mengenai visi, misi, struktur organisasi, tugas, fungsi dan kegiatan secara umum yang telah dilakukan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri dari empat subdirektorat. Keempat subdirektorat adalah 25
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
Universitas Indonesia
26
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, serta Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Keempat subdirektorat tersebut memiliki fungsi dan peran masing-masing yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri dari Seksi Analisis Harga Obat dan Seksi Standardisasi Harga Obat. Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria harga obat yang dalam hal ini adalah obat generik, baik untuk pengadaan pemerintah, maupun yang langsung melalui penjualan di apotek dan rumah sakit swasta. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memaparkan pentingnya tahap perencanaan dalam menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar sehingga ketersediaan dan keterjangkauan obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat senantiasa terjamin baik di tingkat pusat maupun daerah. Penyediaan obat publik dilakukan oleh pemerintah dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berperan dalam penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan. Pengelolaan serta penyimpanan obat publik dan perbekalan kesehatan di lapangan dilakukan oleh Instalasi Farmasi baik di tingkat nasional ataupun di tingkat daerah. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memberikan informasi mengenai tugas umum dari Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Tugas umum dari subdirektorat ini adalah memantau semua kegiatan Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
27
dan program dari masing-masing Subdirektorat yang ada di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan serta mengevaluasi hasil pemantauan programprogram tersebut yang diadakan kurang lebih setiap tahunnya. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan juga melakukan evaluasi laporan dan melakukan penilaian program-program yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan berlangsung selama dua pekan. Diberikan pula kesempatan untuk berdiskusi mengenai kegiatan secara umum yang telah dilakukan oleh tiap Subdirektorat di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Berdasarkan hasil diskusi, didapatkan gambaran mengenai kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-masing subdirektorat di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan kendala-kendala yang mungkin dihadapi oleh tiap Subdirektorat di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, serta gambaran umum mengenai program yang baru dilaksanakan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan pada tahun 2014 hingga kedepannya, seperti pelaksanaan SJSN, e-Catalogue, e-Logistic, dan lain-lain. Kemudian Peserta PKPA melakukan penyusunan laporan umum kegiatan PKPA dan laporan tugas khusus yang diberikan kepada masing-masing peserta PKPA, serta penelusuran literatur yang terkait dengan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kementerian
Kesehatan
RI
merupakan
suatu
kementerian
yang
mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelanggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Kementerian kesehatan mempunyai beberapa fungsi yaitu melakukan perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan, pengelolaan barang milik/ kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan, pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah, pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. Demi pencapaian visi dan misi kementerian Kesehatan RI, maka terdapat koordinasi antar direktorat jenderal yang bernaung dibawahnya. Empat Direktorat Jenderal tersebut, yaitu Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan salah satu direktorat jenderal di Kementerian Kesehatan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Pasal 527 dijelaskan bahwa Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat ini terdiri atas empat direktorat, yaitu: Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian; Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan serta Direktorat Bina Produksi dan 28
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
Universitas Indonesia
29
Distribusi Kefarmasian. Pembagian tersebut dilakukan agar masing-masing direktorat dapat menjalankan tugas dan fungsi secara maksimal agar tujuan tercapai. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah berupa Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009 yang memiliki tujuan agar terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi–tingginya. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan sebagai salah satu bagian dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki sebuah misi yang ditujukan agar kebijakan tersebut dapat tercapai, yaitu terjaminnya ketersediaan, kemerataan, keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a). Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Tugas tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/III/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas empat subdirektorat yaitu Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan serta Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Pembagian tersebut dilakukan untuk dapat menjalani tugas dan fungsi secara maksimal agar tujuan tercapai.
5.1. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat berperan dalam keterjangkauan obat bagi masyarakat yang didukung dengan pelaksanaan tugas pada subdirektorat ini. Tugas dari subdirektorat ini adalah melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
30
standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standardisasi harga obat. Tujuannya agar diperoleh harga obat rasional yang terjangkau dan tersedia bagi masyarakat luas serta menguntungkan bagi pihak produsen, sehingga dengan biaya penyediaan obat yang telah ditentukan akan didapatkan penyediaan obat yang lebih maksimum untuk pelayanan kesehatan di
masyarakat. Subdirektorat
Analisis
dan
Standardisasi Harga Obat terdiri ata dua seksi, yaitu: a. Seksi Analisis Harga Obat Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. b. Seksi Standardisasi Harga Obat Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria harga obat. Output utama dari subdit ini berupa Surat Keputusan (SK) Harga Obat yang umum dikeluarkan tiap tahun baik berupa SK Harga Eceran tertinggi (HET), Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah (melalui e-catalog), dan SK Harga Vaksin dan Serum. Harga obat yang ditentukan ialah harga obat generik, baik untuk pemerintah, maupun langsung melalui penjualan di apotek dan rumah sakit swasta. Proses dalam menentukan SK harga obat melalui beberapa langkah, yaitu mengetahui kebutuhan obat tiap daerah berdasarkan data dari Subdirektorat Penyediaan sehingga diperoleh item obat yang diperlukan beserta kuantitasnya. Kemudian data obat yang telah diperoleh disesuaikan dengan DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional) dan Formularium Nasional 2014 (SK Menkes No.328/Menkes/SK/IX/2013) Apabila terdapat obat dalam data tersebut yang tidak termasuk dalam DOEN, obat tersebut dapat dimasukkan kedalam daftar SK dengan pertimbangan adanya permintaan dari daerah. Selanjutnya, tim evaluasi harga akan mempertimbangkan apakah akan terjadi peningkatan atau penurunan terhadap harga obat terdahulu. Pertimbangan tersebut didasarkan pada hasil monitoring, data harga obat internasional dan perhitungan khusus. Data yang diperoleh diolah secara statistik sehingga menghasilkan daftar harga obat yang akan dimasukkan ke dalam SK. Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
31
Harga ditentukan berdasarkan struktur harga yang meliputi komponen harga bahan aktif, bahan pembantu, bahan kemasan, biaya produksi dan biaya analisis, biaya umum, biaya modal, biaya distribusi dan keuntungan sebelum pajak. Seksi Analisa Harga Obat akan mencari informasi tentang harga-harga tersebut dari industri farmasi ataupun PBF. Selanjutnya dilakukan analisis dan diolah sehingga mendapatkan harga yang sesuai dan terjangkau, namun tidak merugikan industri farmasi. Penetapan harga obat generik dilakukan oleh menteri kesehatan berdasarkan rekomendasi Tim Evaluasi Harga Obat yang terdiri dari unsur pakar kesehatan, akademi, lembaga profesi, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Perumusan rekomendasi harga obat generik tersebut dilakukan dengan pendekatan struktur harga obat dan kelayakan harga dalam kondisi nyata Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 092/MENKES/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012 merupakan acuan bagi apotek, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam menjual obat generik. Untuk tahun 2013 dan 2014 pengadaan unutk sektor pemerintah menggunakan e-catalog dan tender sesuai dngn Perpres 70 tahun 2012 Harga obat yang ditentukan atau dikendalikan adalah harga obat generik, baik untuk pengadaan pemerintah, maupun yang langsung ke masyarakat melalui penjualan di apotek agar tercapai upaya kesehatan dasar, dan dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses masyarakat terhadap obat. Berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan memberikan tugas dan tanggung jawab kepada Kementerian Kesehatan untuk mengendalikan harga obat generik yang termasuk dalam Daftar Obat Esensial nasional. Penetapan harga obat dilakukan dengan tetap memberikan peluang margin keuntungan yang memadai bagi industri farmasi untuk dapat memproduksi obat generik sesuai standar yang berlaku. Harga eceran tertinggi (HET) adalah harga tertinggi yang boleh dijual oleh pengecer (retailer) dimana harga tersebut ditentukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan agar harga jual obat dapat dikendalikan sehingga obat dapat digunakan oleh masyarakat dari berbagai tingkat ekonomi, guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Selanjutnya, Menteri Kesehatan menerbitkan
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
32
himbauan agar produsen obat mencantumkan HET pada setiap kemasan obat guna terlaksananya pengendalian harga obat. Selain menentukan HET, Subdirektorat ini juga menyusun harga obat yang akan digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam proses tender harga yang dilakukan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ( LKPP ). Harga obat disusun berdasarkan provinsi, sehingga untuk 1 item obat ada 34 harga sesuai dengan jumlah provinsi yang ada di Indonesia. Keseluruhan hasil dari harga obat yang telah ditetapkan akan masuk ke dalam sistem e-catalog yang dapat selalu diakses secara online, untuk memudahkan pemesanan obat-obatan dan keperluan kesehatan. Sistem e-catalog diharapkan dapat memenuhi informasi dan mempermudah pemesanan kebutuhan kesehatan di setiap kota, kabupaten, dan provinsi. Untuk itu perlu dilakukan pemantauan secara berkala, untuk memantau harga obat yang beredar di sarana kesehatan yang sudah sesuai dengan harga obat yang sudah ditetapkan pemerintah.
5.2. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat ini dibagi menjadi dua seksi yaitu seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 5.2.1. Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan merupakan salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan adalah untuk menetapkan rencana jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar sehingga terjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat. Perencanaan
obat
publik
dan
perbekalan
kesehatan
dilakukan
menggunakan metode dari bawah ke atas (bottom-up), yaitu data kebutuhan obat diperoleh dari data pemakaian obat oleh Puskesmas setiap bulan yang kemudian dikompilasi dan dibuat suatu rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan selama satu tahun. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
33
Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat). Puskesmas akan melaporkan data tersebut ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kemudian akan diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi yang selanjutnya akan dilaporkan ke Kementerian Kesehatan. Data tersebut akan dikompilasi dan dibuat suatu Rencana Kebutuhan Obat (RKO) dan perbekalan kesehatan selama satu tahun. Pada tingkat pusat, rencana penyediaan obat meliputi obat program kesehatan, vaksin imunisasi dasar, obat buffer stok/bencana, serta vaksin dan obat haji yang dananya bersumber dana APBN. Tujuan pengadaan obat program kesehatan, vaksin imunisasi dasar dan obat buffer adalah untuk menjamin tersedianya obat baik ditingkat dipusat maupun di daerah dengan kondisi, mutu yang terjamin, sesuai kebutuhan program, tersedia secara teratur dan merata disetiap unit, dan mudah diperoleh
berdasarkan tempat dan waktu. Tahap
perencanaan kebutuhan (tahap pemilihan obat, tahap kompilasi pemakaian obat, prediksi perubahan pola penyakit, dan tahap perhitungan kebutuhan obat) dan pengusulan kebutuhan obat program (jenis dan jumlah, rencana distribusi, buffer stok pusat, dan spesifikasi) dilakukan oleh Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, sedangkan tahap perencanaan pengadaan (tahap perhitungan kebutuhan obat, sisa stok, dan alokasi anggaran) dan distribusi obat program dilakukan oleh Ditjen Binfar Alkes. Pada tingkat provinsi, perencanaan penyediaan obat meliputi buffer (provinsi, vaksin reguler, obat program P2PL, dan obat gizi & kesehatan ibu anak). Sumber dana pernyediaan obat tersebut adalah dari APBD 1 (provinsi). Tanggung jawab pengadaan obat tingkat provinsi ada pada Dinkes Provinsi. Pada tingkat kabupaten/kota, perencanaan penyediaan obat meliputi obat pelayanan kesehatan dasar dan buffer kabupaten/kota. Sumber dana pernyediaan obat tersebut adalah dari APBD 2 (kabupaten/kota) dan dana alokasi khusus (DAK) yang berasal dari pusat untuk daerah. Tanggung jawab pengadaan obat tingkat kabupaten/kota ada pada Dinkes Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, mutlak diperlukan koordinasi dan keterpaduan dalam hal perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan, sehingga pembentukan tim perencanaan obat terpadu adalah merupakan suatu kebutuhan dalam rangka Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
34
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan masalah obat di setiap kabupaten/kota. Perencanaan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan harus berdasarkan analisa rencana kebutuhan. Rencana kebutuhan merupakan suatu rencana jenis dan jumlah obat yang dibutuhkan setiap unit Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) menurut kebutuhannya dalam suatu periode waktu tertentu misalnya satu tahun. Kemudian rencana kebutuhan tersebut tidak langsung menjadi patokan dalam rencana pengadaan. Perlu dilihat parameter lain untuk rencana pengadaan misalnya sisa stok obat dan perbekalan kesehatan di unit PKD dan jumlah obat yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan selama masa tunggu (lead time) obat, perbekalan kesehatan tersebut, dan Buffer stok. Beberapa tahapan dalam merencanakan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan adalah meliputi : (1) Tahap pemilihan obat yang bertujuan untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Untuk mendapatkan perencanaan obat yang tepat, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat. Pemilihan obat didasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan berpedoman pada harga yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku. (2) Tahap kompilasi pemakaian obat yaitu rekapitulasi data pemakaian obat di unit pelayanan kesehatan, yang bersumber dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Kompilasi pemakaian obat dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung stok awal, jumlah penggunaan obat, dan sisa stok. (3) Tahap perhitungan kebutuhan obat yang dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan atau metode morbiditas. Metode konsumsi yaitu metode yang didasarkan atas analisis data konsumsi/penggunaan obat tahun sebelumnya. Sedangkan metode morbiditas yaitu perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit atau kunjungan kasus. (4) Tahap proyeksi kebutuhan obat adalah perhitungan kebutuhan obat secara komprehensif dengan mempertimbangkan data pemakaian obat dan jumlah sisa stok pada periode yang masih berjalan. Selain itu juga diperhitungkan jumlah obat yang harus tersedia selama masa tunggu (lead time) pengadaan obat. (5) Tahap penyesuaian rencana pengadaan obat dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
35
jumlah dana yang tersedia. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar (PKD) dibiayai melalui berbagai sumber anggaran. Berbagai sumber anggaran yang membiayai pengadaan obat dan perbekalan kesehatan tersebut antara lain APBN, APBD Provinsi dan Kota/Kabupaten, Dana Alokasi Khusus (DAK) yang berasal dari APBN untuk keperluan khusus dan persyaratan tertentu untuk daerah yang mengajukan. Lembar kerja perencanaan pengadaan obat dan rencana kerja operasional dapat dilihat pada Lampiran 10 dan Lampiran 11. Sebelum
tahun
2010,
sumber
anggaran
untuk
pengadaan
obat
di Kabupaten/Kota berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang bersumber dari APBD kabupaten/kota dan APBD provinsi. Akan tetapi setelah 2010, sumber anggaran pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota bertambah dengan adanya dana Alokasi Khusus (DAK) yang bersumber dari APBN. Adapun beberapa alasan pengalihan APBN ke kabupaten/kota dalam bentuk DAK, antara lain: a. Membantu kabupaten/kota yang kemampuan APBD nya terbatas. b. Sebagai bentuk pembelajaran bagi daerah, dimana bukan hanya dalam perencanaan obat, namun sampai proses pengadaan dan penganggarannya. c. Meningkatkan rasa tanggung jawab daerah terhadap pemenuhan kebutuhan obat bagi masyarakatnya. d. Sebagai
salah
satu
langkah
dalam
mendukung
berjalannya
proses
desentralisasi yang bertanggung jawab. DAK tersebut diberikan untuk kabupaten/kota tertentu. Besaran alokasi DAK untuk Kabupaten/Kota dihitung berdasarkan biaya minimal obat perkapita penduduk penerima Bantuan Iuran (PBI) di Kabupaten/Kota dan biaya obat perkapita bagi seluruh penduduk Kabupaten/Kota dengan memperhatrikan jumlah kunjungan Puskesmas. Daerah yang tidak mendapatkan DAK maka pengadaan obatnya berasal dari APBD. Biasanya pemberian DAK dapat berbeda-beda tiap tahun baik jumlah maupun lokasi daerahnya, tergantung perkembangan dari kabupaten/kota tersebut. Saat ini pusat bertindak sebagai pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan untuk stok pengaman nasional. Sumber dana yang masih belum tersedia adalah dana pengelolaan obat di kabupaten/kota dan dana Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
36
distribusi dari kabupaten/kota ke puskesmas. Dana pengelolaan sejauh ini berasal dari dana operasional yang bersumber dari dana dekonsentrasi dari pusat ke provinsi untuk kegiatan yang menunjang program kefarmasian dan alat kesehatan. Dana distribusi seharusnya menjadi tanggung jawab daerah untuk menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang diperlukan masyarakat di daerahnya hingga ke pelosok. Proses pengadaan obat di tingkat kabupaten / kota ini diawali dari data yang disampaikan puskesmas (LPLPO) ke UPOPPK di Kabupaten / Kota yang selanjutnya dikompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten / Kota yang dilengkapi dengan teknik - teknik perhitungannya. Selanjutnya dalam perencanaan kebutuhan buffer stok pusat maupun provinsi dengan menyesuaikan terhadap kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dan tetap mengacu kepada DOEN. Agar kegiatan dalam perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan, dalam hal ini ditetapkan jadwal kegiatan yang disajikan dalam Rencana Kerja Operasional untuk perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di kabupaten/kota yang dimulai dari persiapan perencanaan, pelaksanaan perencanaan dan pengendalian perencanaan yang dilanjutkan dengan penyusunan rencana kerja operasional untuk pengadaan juga dimulai dari persiapan pengadaan, pelaksanaan pengadaan dengan menggunakan formulir IFK-4 (Lampiran 11). Pengadaan obat program pemerintah oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dilakukan melalui proses lelang dan E-purchasing melalui sistem e-catalog yang dimulai mulai tahun 2013 sesuai dengan Perpres 54 tahun 2010 yang sudah diperbaiki dengan Perpres 70 tahun 2012. Pada tingkat pusat, rencana penyediaan obat meliputi obat program, vaksin imunisasi dasar, obat buffer/ penyanggah saat KLB, serta vaksin dan obat haji yang dananya bersumber dana APBN sedangkan pada tingkat provinsi, perencanaan penyediaan obat meliputi buffer provinsi, vaksin reguler, obat program PPPL, dan obat gizi & kesehatan ibu anak. Untuk memberi kesempatan kepada masyarakat agar dapat berpartisipasi pada pelaksanaan lelang dan juga diharapkan akan diperoleh penawaran harga yang lebih bersaing. Hal yang perlu diperhatikan dalam Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
37
pengadaan obat adalah kualitas dan kuantitas obat, seperti kriteria obat dan perbekalan kesehatan, metode pengadaan, persyaratan pemasok, penentuan waktu kedatangan obat, penerimaan dan pemeriksaan obat, dan pemantauan status pesanan. Khusus untuk Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertindak sebagai pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan untuk stok pengaman/buffer stock nasional yang pengadaannya dilakukan setahun sekali. Stok pengaman nasional berfungsi sebagai cadangan obat yang dimiliki Pemerintah Pusat yang harus selalu ada pada saat dibutuhkan jika sewaktu-waktu terjadi kejadian luar biasa (KLB), seperti wabah penyakit, bencana alam dan untuk memenuhi kekurangan kebutuhan obat pada kabupaten/kota. 5.2.2. Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam berbagai upaya pelayanan kesehatan, obat merupakan salah satu unsur penting. Diantara berbagai alternatif yang ada, intervensi dengan obat merupakan intervensi yang paling banyak digunakan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2002). Pemantauan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan secara rutin perlu dilakukan dengan tujuan menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu, berkhasiat, dan bermanfaat guna mencapai peningkatan derajat kesehatan. Pemantauan ketersediaan obat publik dilakukan dengan dua cara yaitu dengan meninjau langsung ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan menggunakan aplikasi software berupa e-Logistic System. Dalam meninjau langsung ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan tidak dilakukan di semua daerah yang ada di Indonesia. Dilakukan peninjauan di beberapa daerah saja dalam periode tertentu. Sementara yang dilakukan di setiap daerah adalah pemantauan dengan menggunakan e-Logistic. Input data penerimaan dan pengeluaran obat dikirimkan oleh pihak Puskesmas ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota melalui LPLPO. Kemudian data tersebut dapat diakses oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Hal tersebut akan memudahkan pengawasan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara real time sehingga dapat diketahui jumlah pemakaian obat serta permintaan obat pada
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
38
setiap Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang tersebar di seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Melalui pemantauan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan, diperoleh input data yang akan digunakan untuk rencana pengadaan obat. Data mengenai ketersediaan obat menggambarkan jenis obat apa saja yang benar-benar diperlukan. Selain itu, Subdit Penyediaan memperoleh data pemakaian obat setiap bulan di Puskesmas dari LPLPO, yang meliputi jumlah dan persentase pemakaian tiap jenis obat pada seluruh Unit Pelayanan Kesehatan/Puskesmas serta pemakaian rata-rata tiap jenis obat pada tingkat kabupaten/kota. Informasi tentang pemakaian obat tersebut digunakan sebagai sumber data dalam menghitung kebutuhan obat untuk pemakaian tahun mendatang dan sebagai sumber data dalam menghitung buffer stock. Data pemakaian obat akan dikompilasi dalam formulir kompilasi pemakaian obat. Kemudian, dilakukan perhitungan kebutuhan obat melalui metode konsumsi, yang didasarkan atas analisis data konsumsi obat tahun sebelumnya, dan atau metode morbiditas, yang didasarkan atas pola penyakit. Setelah kebutuhan obat ditentukan, dapat ditetapkan rancangan stok akhir periode mendatang dan rancangan pengadaan obat periode tahun mendatang. Perencanaan pengadaan obat tahun mendatang dapat dirumuskan sebagai berikut: a=b+c+d–e-f
a = rancangan pengadaan obat tahun mendatang b = kebutuhan obat untuk sisa periode berjalan c = kebutuhan obat tahun mendatang d = rancangan stok akhir tahun (lead time dan buffer stock) e = stok awal periode berjalan/sisa stok per 31 Des tahun sebelumnya f = rencana penerimaan obat pada periode berjalan Pada saat ini permasalahan yang masih ada pada pemantauan ketersediaan adalah persen ketersediaan beberapa obat yang bisa mencapai ratusan bahkan puluhan ribu persen pada beberapa provinsi dan terdapat kekurangan di provinsi lainnya. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal yaitu : a. Kurang tepatnya perencanaan ketersediaan yang diajukan pemerintah daerah Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
39
b. Persediaan obat yang dikirim langsung dari pusat tanpa permintaan dari pemerintah daerah c. Tidak tersedianya sistem pemantauan ketersediaan seluruh Indonesia secara real time yang memadai yang dapat memberitahukan kelebihan dan kekurangan ketersediaan obat (e-logistic tidak berjalan dengan maksimal) Permasalahan kurang tepatnya perencanaan ketersediaan obat yang diajukan pemerintah daerah dapat diatasi dengan pemilihan metode bimbingan teknis yang efisien, tepat tujuan, dan berkala. Pergantian sumber daya manusia yang tidak menentu pada pengelola instalasi pada pemerintah daerah menjadi kendala dalam pemilihan metode teknis yang efisien, tepat tujuan dan berkala. Untuk itu perlu di tegaskan undang-undang penetapan tenaga kerja kefarmasian melalui masa bakti yang memuat sanksi tegas bagi daerah yang mengganti pengurus instalasi kefarmasian sebelum masa bakti berakhir dengan demikian waktu pemberian metode teknis dapat disesuaikan dengan mulainya masa bakti kepengurusan yang baru.Pemilihan metode bimbingan teknis yang tepat dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mempelajari karakteristik tiap sumber daya pada tiap daerah sehingga dapat diketahui metode terbaik yang dapat memberikan penyerapan materi yang maksimal pada setiap sumber daya. Untuk penelusuran karakter dilakukan menurut garis pemantauan yang ada (pemerintah pusat mempelajari karakter sumber daya manusia di tiap pemerintah provinsi, pemerintah provinsi mempelajari karakter sumber daya manusia di pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah kabupaten/kota mempelajari sumber daya manusia di puskesmas-puskesmas yang menjadi tanggung jawab pemantauan pemerintah kabupaten/kota tersebut). Ketersediaan obat yang tidak merata juga disebabkan oleh pengiriman obat oleh pusat secara spontan (bukan merupakan kebutuhan yang diajukan oleh pemerintah provinsi). Hal ini terjadi karena terdapat perkiraan pemerintah untuk kebutuhan obat suatu daerah di luar perencanaan daerah tersebut sehingga terdapat kelebihan ketersediaan.Untuk mengatasinya pemerintah pusat perlu memastikan kembali apakah daerah tersebut benar-benar membutuhkannya sebelum mengirim obat tersebut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
40
Tidak tersedianya sistem pemantauan ketersediaan seluruh Indonesia secara real time yang memadai yang dapat memberitahukan kelebihan dan kekurangan ketersediaan obat (e-logistic tidak berjalan dengan maksimal). Elogistic menjadi terbengkalai dikarenakan tidak pada setiap daerah terdapat sarana penunjang komunikasi yang memadai sehingga pemantauan secara real time tidak dapat dilakukan.Sampai pada saat ini pemantauan ketersediaan masih memakai sistem laporan tertulis dan jika diperlukan memakai semi elektronik (e-mail). Jika memungkinkan, e-logistic dapat berjalan dengan maksimal jika ditunjang dengan pembangunan sarana komunikasi yang memadai pada setiap pemerintah daerah. Pembangunan tersebut dapat membantu tersedianya pemantauan secara real-time persediaan tiap provinsi sehingga tidak terjadi penumpukan dan kekurangan ketersediaan obat serta dapat menciptakan kerjasama antar pemerintah provinsi (jika terdapat obat berlebih pada satu provinsi dapat dialihkan ke provinsi lain yang membutuhkan). Pembangunan sarana komunikasi tersebut dapat dimulai dengan membangun kerjasama lintas bidang dengan kementerian komunikasi dan informasi sehingga dapat bersama-sama mengusung keberhasilan e-logistic. Tentunya bantuan dari kementerian komunikasi bukan hanya berupa upaya pembangunan sarana komunikasi tetapi juga pembuatan dan pelaksanaan program e-logistic. Baik tidaknya suatu perencanaan dapat diketahui dengan mengevaluasi hasil pelaksanaan perencanaan ketersediaan obat. Jika setelah dilaksanakan perencanaan ketersediaan obat dapat memenuhi kebutuhan obat selama 18 bulan, maka perencanaan tersebut dikatakan baik. Jika setelah dilaksanakan hanya dapat memenuhi kebutuhan obat selama kurang dari 18 bulan atau lebih dari 18 bulan maka harus ditelusuri lagi letak kesalahan perencanaan ketersediaan obat tersebut.
5.3. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Oblik dan Perbekalan Kesehatan dibagi menjadi dua seksi, yaitu Seksi Standarisasi dan Seksi Bimbingan Teknis. Subdirektorat Pengelolaan Oblik dan Perbekalan Kesehatan bertujuan agar dana yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat yang berobat ke unit pelayanan Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
41
kesehatan dasar. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi rangkaian kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian hingga penggunaan. Proses kegiatan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan dapat berjalan dengan baik apabila terdapat suatu standar yang digunakan di unit pelayanan kesehatan dasar. Oleh karena itu dibuat pedoman pengelolaan obat yang bertujuan untuk menstandarisasi pelayanan dan pengelolaan obat publik di sarana milik pemerintah agar terjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat hingga ke tangan konsumen. Pedoman pengelolaan obat dibuat oleh seksi Standarisasi Subdirektorat Pengelolaan Oblik dan Perbekalan Kesehatan dengan melibatkan Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dari beberapa kabupaten/kota maupun provinsi. Pedoman yang dibuat beragam jenisnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing, misalnya pedoman pengelolaan obat di Puskesmas, Pustu (Puskesmas Pembantu), pedoman obat haji, pedoman pengelolaan vaksin dan lainlain. Selain pedoman juga dibuat materi pelatihan yang ditujukan untuk menunjang kegiatan pelatihan yang dilakukan pengelola obat di Instalasi Farmasi kabupaten/kota dan Puskesmas. Pedoman pengelolaan obat dibuat atau disempurnakan berdasarkan atas referensi atau textbook tentang pengelolaan obat, pedoman-pedoman pengelolaan obat lainnya yang telah diterbitkan, serta input data dari Seksi Bimbingan Teknis. Seksi Bimbingan Teknis memberikan input data pada Seksi Standarisasi mengenai data pengelolaan obat dan kondisi Instalasi Farmasi di provinsi, kabupaten/kota, dan Puskesmas, serta dibandingkan dengan yang ada di negara lain. Referensi, pedoman dan data tersebut kemudian digunakan untuk dilakukan evaluasi apakah perlu membuat pedoman pengelolaan baru atau hanya perlu menyempurnakan pedoman yang telah ada. Pedoman pengelolaan yang telah dibuat diterbitkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Kemudian, pedoman tersebut disosialisasikan secara berjenjang sampai ke tingkat pelayanan kesehatan dasar. Selain pembuatan pedoman, juga perlu dilakukan bimbingan teknis dan pengendalian untuk menjamin bahwa Instalasi Farmasi telah menjalankan tugasnya sesuai pedoman. Seksi bimbingan teknis dan pengendalian obat publik Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
42
dan perbekalan kesehatan memiliki tugas dalam melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan Bimbingan teknis dilakukan dengan cara memberikan bimbingan, pengarahan dan penjelasan mengenai standar atau pedoman tentang seluruh tahap pengelolaan obat, sehingga obat dapat tersedia merata dan terjangkau di pelayanan kesehatan dasar. Dalam melaksanakan kegiatan ini digunakan instrumen (tools) untuk melakukan penilaian terhadap sumber daya manusia, anggaran, sarana dan prasaranan dan proses manajemen pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan dan sebagai bahan bimbingan teknis yang perlu dipersiapkan oleh seksi bimbingan teknis dan pengendalian obat publik dan perbekalan kesehatan. Bimbingan teknis dilakukan secara rutin oleh seksi bimbingan teknis dan pengendalian di direktorat bina oblik dan perbekalan kesehatan, karena itu merupakan tugas dari seksi tersebut dalam upaya pengendalian, pemantauan, dan evaluasi instalasi farmasi kabupaten/kota. Keluaran (output) yang diperoleh adalah profil pengelolaan oblik dan perbekalan kesehatan di instalasi farmasi kabupaten/kota. Profil tersebut berupa hasil penyusunan laporan dari bimbingan teknis yang dibuat oleh seksi bimbingan teknis dan pengendalian. Hasil profil tersebut dapat dijadikan landasan untuk menentukan kebijakan yang akan datang mengenai pengelolaan. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi rangkaian kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan, monitoring dan evaluasi. Untuk pengelolaan obat publik dan perbekalan diperlukan suatu pedoman sebagai acuan bagi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Provinsi/Kabupaten/Kota maupun pusat dalam proses pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Pedoman tersebut telah mengalami penyempurnaan, yang diharapkan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di kabupaten/kota menjadi lebih terarah dan dapat
dijadikan
dasar
untuk
menyamakan
gerak
dan
langkah
dalam
memberdayakan Institusi Pengelola Obat di Kabupaten/Kota, sehingga dapat menjamin ketersediaan obat yang bermutu di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
43
Tahap perencanaan dan pengadaan bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. Setelah dilakukan perencanaan dan pengadaan obat
dan perbekalan kesehatan dilakukan
penyimpanan dan pendistribusian. Proses penyimpanan dilakukan setelah pengadaan obat dan sebelum pendistribusian. Tujuan penyimpanan obat yaitu untuk
memelihara
mutu
obat,
menghindari
penyalahgunaan,
menjaga
kelangsungan ketersediaan serta memudahkan pencariaan dan pengawasan. Kegiatan penyimpanan obat meliputi penyiapan sarana penyimpanan, pengaturan tata ruang, penyusunan stok obat, dan pengamatan mutu obat. Sistem penyimpanan dapat dilakukan melalui FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Sistem FIFO berarti bahwa obat yang pertama keluar adalah obat yang pertama masuk sedangkan FEFO berarti bahwa obat yang pertama keluar adalah obat yang pertama kadaluwarsa (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2008). Sistem yang digunakan bertujuan untuk menghindari terjadinya penumpukan obat dan perbekalan kesehatan yang beresiko kadaluwarsa sehingga akan menimbulkan kerugian. Setelah obat diterima dan disimpan, obat dapat digunakan atau disitribusikan guna memenuhi pelayanan kesehatan. Obat yang didistribusikan merupakan obat yang bermutu, terjamin keabsahan, tepat jenis dan jumlahnya (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2005). Tujuan distribusi obat yaitu terlaksananya pengiriman obat secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan, terjaminnya mutu obat publik dan perbekalan kesehatan pada saat pendistribusian, terjaminnya kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan, terlaksananya pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan dan program kesehatan. Dalam melakukan pendistribusian obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar dilakukan secara berjenjang. Instalasi Farmasi Provinsi akan melakukan disribusi ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Selanjutnya, Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan pendistribusian ke Puskesmas dan kemudian Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan di tingkat
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
44
dasar akan menggunakan obat publik dan perbekalan kesehatan tersebut disamping juga akan mendistribusikannya ke puskesmas jaringan-jaringannya. Pencatatan dan pelaporan data obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di unit pelayanan kesehatan seperti Puskesmas. Tujuannya adalah agar tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran/penggunaan dan data mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat. Sarana dan prasarana menjadi unsur yang penting dalam pengelolaan obat publik
dan
perbekalan
kesehatan
terutama
untuk
pendistribusian
dan
penyimpanan. Distribusi merupakan kegiatan penyaluran dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan seperti sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan Puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, Posyandu, dan Polindes. Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Sarana dan prasarana di Instalasi Farmasi mencakup luas tanah dan bangunan, alat pengamanan, alat transportasi, alat komunikasi, alat pengolahan data, dan perlengkapan penyimpanan. Dengan dilakukan penilaian dapat diketahui kuantitas serta kualitas sarana dan prasarana telah sesuai standar atau tidak. Dalam pengadaan sarana dan prasarana biasanya disesuaikan
dengan
jumlah
anggaran
yang
dimiliki
Instalasi
Farmasi
Kabupaten/Kota. Pada prinsipnya dalam mengelola obat publik dan perbekalan kesehatan baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, maupun Puskesmas adalah sama. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang dilakukan pada masingmasing tingkat, meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi. Namun, dalam melakukan pengelolaan pada masing-masing tingkat tersebut juga terdapat perbedaan. Perbedaannya adalah dalam hal jalur pendistribusian dan sumber pendanaan untuk pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
45
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam pengelolaan yang menjadi indikator pencapaiannya adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan dengan jenis dan jumlah yang cukup di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota digunakan untuk mengelola obat di Kabupaten/Kota dan obat yang dikelola tersebut sebagian besar ditujukan untuk kebutuhan puskesmas dan jaringannya. Kegiatan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang baik adalah apabila masing-masing Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota melaksanakan keseluruhan tahapan pengelolaan, seperti perencanaan,
pengadaan,
penyimpanan,
pendistribusian,
pengendalian
penggunaan, pencatatan dan pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan melakukan pengelolaan terhadap obat program dan obat pelayanan kesehatan dasar sehingga perlu dilakukan penstrukturan program kerja atas kedua program tersebut agar tidak terjadi duplikasi pengadaan obat. Program yang direncanakan adalah memperbaiki pedoman pemusnahan, distribusi, perencanaan yang terpadu, buffer stock dan pedoman Instalasi Farmasi yang lebih efektif. Berdasarkan hal tersebut maka direncanakanlah pembuatan pedoman yang diharapkan dapat menjaga mutu dan stabilitas obat dan harus bersifat applicable yaitu mudah dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi lapangan. Selain itu, Pedoman-pedoman yang disusun bersifat mengharuskan, tetapi jika terdapat kekurangan atau kesalahan dalam implementasinya, instansi pelayanan kesehatan yang terlibat tidak diberikan hukuman tetapi diberikan bimbingan teknis agar pedoman yang telah ditetapkan dapat diimplementasikan dengan baik.
5.4. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memiliki tugas memantau dan mengevaluasi kegiatan program obat publik dan perbekalan kesehatan. Tugas utama dari subdit ini adalah mengamati, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program yang dijalankan oleh ketiga subdit lainnya dalam mencapai sasaran hasil, yakni meningkatnya Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
46
ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar. Tujuan dari adanya unit kerja ini adalah untuk mendapatkan informasi bahwa kegiatankegiatan yang telah ditetapkan untuk dilaksanakan telah dilakukan sekaligus menilai apakah hasil pencapaian sesuai atau tidak dengan target yang diharapkan. Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah proses kajian terhadap program yang sedang berlangsung untuk mengetahui tingkat penyelesaian program dan pencapaian target, yang memungkinkan untuk tindakan korektif selama implementasi program. Pemantauan berguna untuk memeriksa kesesuaian antara aktivitas yang dilaksanakan dengan yang direncanakan; mengukur pencapaian target;
mengidentifikasi
masalah
untuk
menginisiasi
tindakan
korektif;
mengidentifikasi dan meningkatkan kinerja yang sudah baik; mengidentifikasi dan memperkuat kinerja yang lemah; membantu supervisi target daerah bermasalah; menilai efek yang diharapkan dari aktivitas yang dilaksanakan; menilai kecenderungan jangka panjang; memberi kontribusi dalam mengkaji ulang dan merevisi program prioritas dan perencanaan. Secara garis besar, rencana pemantauan terbagi atas tiga hal. Pertama-tama, difokuskan memonitor apa yang telah dilakukan, keluaran apa yang dihasilkan, di mana, kapan, oleh siapa, dan untuk siapa dilakukan. Kemudian, hasil pemantauan dibandingkan dengan rencana semula (baseline). Selanjutnya, selisih antara rencana dan hasil pemantauan dibuat laporannya, kemudian sejauh mungkin faktor-faktor penyebab perbedaan itu diidentifikasi Hasil dari pemantauan tersebut, kemudian dievaluasi sehingga dapat ditetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang berjalan, meramalkan kegunaan dari pengembangan usaha-usaha dan memperbaikinya, mengukur kegunaan program-program yang inovatif, meningkatkan efektivitas program, manajemen dan administrasi serta kesesuaian tuntutan tanggung jawab. Evaluasi adalah serangkaian proses untuk menilai suatu program dan memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, pelaksanaan kegiatan, hasil dan dampak serta biayanya. Jenis evaluasi yang akan dilaksanakan meliputi evaluasi proses dan evaluasi dampak. Evaluasi proses berfokus pada apa yang telah dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa yang menjadi penerima manfaat, serta apa respons mereka terhadap kegiatan yang dilakukan. Evaluasi didasarkan pada Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
47
laporan-laporan monitoring dan penelaahan atas dokumen-dokumen, wawancara, serta kunjungan lapangan. Sementara untuk evaluasi dampak, dilakukan pada saat program/kegiatan sudah berakhir pada periode tertentu, dengan tujuan untuk mengukur dampak serta menghimpun pelajaran/pengalaman yang berguna. Evaluasi ini untuk mengungkapkan siapa sebenarnya yang memperoleh manfaat dari kegiatan yang dilakukan dan berapa besar manfaatnya; dengan kata lain, sejauh mana hasil/manfaat (dan dampak) yang diharapkan telah tercapaiFokus utama evaluasi adalah mencapai perkiraan yang sistematis dari dampak program Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan. Evaluasi bermanfaat untuk (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2006) : a.
Menetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang berjalan.
b. Meramalkan
kegunaan
dari
pengembangan
usaha-usaha
dan
memperbaikinya. c. Mengukur kegunaan program-program yang inovatif. d. Meningkatkan efektivitas program, manajemen dan administrasi. e. Kesesuaian tuntutan tanggung jawab. Pemantauan dan evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi dalam tiap aspek pengelolaan obat sehingga dapat menghemat tenaga, biaya, serta waktu yang digunakan. Kegiatan pemantauan dan evaluasi terhadap setiap aspek pengelolaan obat terkait kualitas masukan (input), kualitas proses, maupun kualitas hasil pelaksanaan (output) program. Kegiataan pemantauan dan evaluasi diukur berdasarkan pencapaian hasil yang didapat. Setelah dilakukan pemantauan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan, maka dilaksanakanlah evaluasi apakah kegiatan berjalan sesuai rencana atau tidak, jika tidak apa dampaknya untuk indikator-indikator pencapaian yang telah dibuat, bagian mana yang harus diperbaiki, hingga sampai pendeteksian dini atau early warning sebagai antisipasi awal. Dengan demikian, apabila terdapat kendala di awal pelaksanaan dapat segera diatasi sehingga tidak menjadi masalah yang berkelanjutan di akhir pelaksanaan program. Oleh karena itulah, perlu dirumuskan beberapa indikator pencapaian sasaran di tahun berikutnya berdasarkan hasil pencapaian pada tahun sebelumnya. Indikator Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
48
tersebut terdiri dari 3 aspek utama, yakni persentase ketersediaan obat dan vaksin, persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan, dan persentase instalasi farmasi kab/kota sesuai standar. Acuan besarnya target persentase pencapaian masing-masing indikator tersebut diperhitungkan dan dipertimbangkan dari dua faktor, yaitu ketersediaan obat pada satu perode tertentu dan kebutuhan obat selama satu tahun yang didasarkan pada rata-rata pemakaian obat per bulan di tahun sebelumnya. Tahapan prosedur pemantauan dan evaluasi ada beberapa, dimulai dari: a. Tidak mengevaluasi orang yang melakukan kegiatannya tapi adalah program kegiatannya dan organisasinya. b. Terbagi dari tahapan:
Case by case (sporadis) Yaitu melakukan pemantauan dan evaluasi secara random
Evaluasi per struktur Yaitu melakukan pemantauan dan evaluasi secara bulanan, triwulan, per 6
bulan, atau pertahun
Evaluasi paripurna Yaitu melakukan pemantauan dan evaluasi secara setahun sekali, biasanya
juga diundang dari pihak luar, seperti “Pertemuan Capaian Obat Publik”
Evaluasi perbaikan Yaitu tahapan yang memberikan solusi atas masalah yang menjadi kendala
agar terciptanya perbaikan di masa yang akan datang c. Cermati indikator Yaitu tahapan yang melakukan pertimbangan menetapkan indikator selanjutnya secara SMART (smart, measurable, achieveable, realistic, time). Harus paham kapan suatu indikator bisa digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja suatu program kegiatan. Syaratnya, indikator tersebut harus dalam kendali orang yang mengerjakan tersebut atau setidaknya dominan kendalinya. Pemantauan dan evaluasi dilakukan setiap satu tahun sekali. Idealnya ketersediaan obat dipantau setiap tiga bulan untuk mengetahui dinamika logistik di Instalasi Farmasi. Pemantauan dan evaluasi juga harus dilakukan secara sistematis. Keduanya dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
49
efisiensi dalam setiap aspek program Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Dengan mengetahui tingkat efisiensinya, akan menghemat tenaga, biaya, maupun waktu. Oleh karena itu, pemantauan dan evaluasi akan dilaksanakan menyangkut berbagai hal yang terkait, yaitu menyangkut kualitas input, proses, dan output. Berdasarkan pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan akan diperoleh keluaran berupa profil pencapaian indikator berdasarkan pengambilan data secara bottom up. Profil tersebut dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menentukan langkah-langkah kedepan dan menentukan solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi. Pengambilan data tersebut dilakukan dari struktur terendah kemudian dilakukan rekapitulasi ke sektor diatasnya. Data diserahkan oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota melalui format laporan pemantauan, kemudian di laporkan setiap dua bulan sekali ke Dinas Kesehatan Provinsi (secara berjenjang) atau ke Pusat (secara langsung). Apabila kegiatan yang dilakukan tidak mencapai target sasaran, maka tugas dari unit kerja ini adalah mencari solusi yang baik yang dapat dilaksanakan atau dikenal dengan istilah “mampu laksana”. Perlu diketahui, menentukan solusi merupakan bagian pekerjaan yang paling sulit dalam pelaksanaan pihak yang bekerja pada subdirektorat ini, karena setiap orang yang berada dalam tim ini harus bisa memprioritaskan masalah apa dulu yang harus dicari solusinya di antara kegiatan yang tergabung dalam berbagai program yang ada di Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Solusi tidak harus ideal dan jangan terlalu sulit diimplementasikan, yang terpenting mampu dilaksanakan oleh seluruh subdit dalam rangka perbaikan hasil kegiatan. Selain itu, penyebab tidak memenuhi sesuai target dapat dikarenakan kinerja tim yang salah dalam membuat sasaran target sehingga terlalu kecil atau terlalu tinggi. Jika target terlalu kecil atau terlalu besar maka perlu diperhitungkan kembali sehingga didapatkan target yang lebih rasional dan diperkirakan lebih tepat dalam mendekati capaian sasaran untuk kegiatan selanjutnya. Sampai saat ini, refleksi pelaksanaan pemantauan dan evaluasi hanya sampai batasan output saja (terjaminnya ketersediaan obat dan vaksin di seluruh wilayah Indonesia), belum mencapai outcome (dampak adanya peningkatan Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
50
kesehatan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia). Hal ini dikarenakan adanya berbagai kendala yang masih sulit dihadapi. Kendala pertama terkait evaluasi keberhasilan suatu program yang menjadi sangat kompleks karena banyak terdapat aspek yang terkait di dalamnya, mulai dari sarana dan prasarana, SDM yang terlibat (baik edukatif maupun administratif), kelancaran pelaksanaan program, efisiensi waktu penyelenggaraan, dan seberapa jauh efektifnya program tersebut diselenggarakan. Minimnya anggaran untuk pelaksanaan pemantauan dan evaluasi juga menjadi suatu kendala untuk dilakukannya pematauan dan evaluasi sehingga hanya tiga kabupaten/kota yang dilakukan pemantauan di tiap provinsi (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010). Proses pemantauan dan evaluasi harus didukung dengan ketersediaan dana yang dibutuhkan dan sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya, sehingga proses pemantauan dan evaluasi tersebut dapat berlangsung dengan baik, efektif, dan efisien (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Dalam pelaksanaannya, setelah dilakukan pemantauan dan evaluasi, pemerintah pusat akan memberikan bimbingan teknis kepada pihak yang dipantau dan dievaluasi, yaitu dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota maupun puskesmas. Dengan demikian, diharapkan pihak tersebut dapat mengetahui kekurangan dan kendala apa saja yang dialami selama melakukan kegiatan atau program obat publik dan perbekalan kesehatan sehingga dapat mengatasi permasalahan yang terjadi, perbaiki kesalahan sistem pelaksanaan yang ada dan meningkatkan kualitas kinerjanya. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan dari berbagai pihak yang terkait dengan pengelolaan obat baik di tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota sehingga diharapkan terdapat perubahan yang signifikan dengan adanya evaluasi yang dilakukan demi perbaikan dalam pelaksanaan program yang akan datang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang dilakukan mahasiswa pada bagian Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, disimpulkan bahwa : a.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Adapun fungsi dari Direktorat tersebut adalah merumuskan kebijakan; pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standard, prosedur, dan kriteria; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan, serta pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
b.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur teknis dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Direktorat ini melaksanakan kegiatan yang bertujuan untuk mewujudkan suatu pedoman (perumusan kebijakan), standar, norma, kriteria dan prosedur di bidang penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; serta pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat, sesuai peraturan yang berlaku.
c. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standardisasi harga obat. Output atau keluaran utama dari subdit ini berupa Surat Keputusan 51
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
Universitas Indonesia
52
Harga Obat baik berupa SK Harga Eceran Tertinggi (HET). dan E-Cataloge obat yang bekerja sama dengan LKPP c. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas yaitu menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar sehingga terjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat. Pada tingkat pusat, rencana penyediaan obat meliputi obat program, vaksin imunisasi dasar, obat buffer/ penyanggah saat KLB (termasuk semua obat yang diadakan di tingkat provinsi), serta vaksin dan obat haji yang dananya bersumber dana APBN. Sumber dana pernyediaan obat tersebut adalah dari APBD 1. Pada tingkat kabupaten/kota, perencanaan penyediaan obat meliputi obat pelayanan kesehatan dasar dan buffer kabupaten/ kota. Sumber dana pernyediaan obat tersebut adalah dari APBD 2 (Kabupaten/ Kota) dan dana alokasi khusus (DAK) yang berasal dari pusat untuk daerah. Peningkatan derajat kesehatan dapat tercapai dengan pemantauan secara rutin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu, bermanfaat dan berkhasiat. d. Subdirektorat
Pengelolaan
Obat
Publik
dan
Perbekalan
Kesehatan
mempunyai tugas antara lain membuat pedoman pengelolaan obat baik di puskesmas, pustu, obat haji, vaksin dan lain-lain.Selain itu dilakukan bimbingan teknis teknis dan pengendalian untuk menjamin bahwa Instalasi Farmasi menjalankan tugasnya sesuai pedoman. Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi rangkaian kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan, monitoring dan evaluasi. e. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas yang berbeda dengan subdit lainnya yaitu mengamati, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program yang dijalankan oleh ketiga subdit lainnya dalam mencapai sasaran hasil, yakni meningkatnya ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
53
f. Mahasiswa PKPA tidak dilibatkan secara langsung dalam teknis pelaksanaan kerja di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan sehingga mahasiswa kurang mengetahui teknis pelaksanaan kerja yang sebenarnya. g.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan tidak secara spefik merekrut apoteker untuk menjadi pembuat kebijakan di bidang Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, tetapi Profesi Apoteker menjadi latar belakang pendidikan pembuat kebijakan dan menjadi pendukung dalam pembuatan kebijakan.
6.2. Saran a.
Setiap subdirektorat disarankan untuk menyusun prosedur tetap pelaksanaan kegiatannya, agar pemantauan lebih mudah dilaksanakan dalam rangka antisipasi dari kesalahan atau kelalaian yang mungkin terjadi dan untuk melakukan perbaikan atau evaluasi serta menentukan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan.
b.
Pedoman yang sudah diselesaikan pembahasannya segera ditetapkan dan disosialisasikan kepada semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan pedoman tersebut.
c.
Pelaksanaan kegiatan di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan membutuhkan form monitoring untuk mengetahui perkembangan kerja secara berkala dan pencapaian target kerja oleh pegawai.
d.
Mahasiswa sebaiknya dilibatkan secara langsung dalam teknis pelaksanaan kerja di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14261/MENKES/SK/XI/2002 tentang Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 131/MENKES/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1575/Menkes/PER/XI/2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2006). Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Repubik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2010). Materi Pelatihan Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas. Jakarta:2010. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/60/I/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Presiden Republik Indonesia. (2009a). Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 47 Tahun 2009 Nomor 144 Tentang Pembentukan Dan Organisasi Kementerian Negara. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia. (2009c). Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 54
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
56
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
57 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
58 Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
59 Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
60
Lampiran 8. Alur Penyediaan Obat Nasional
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
61
Lampiran 9. Prosedur Tetap Perencanaan Kebutuhan Obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
62
Lampiran 10. Formulir IFK-3
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
63 Lampiran 11. Formulir IFK-4
Universitas Indonesia
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PENYIMPANAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN YANG BAIK DI PUSKESMAS
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
CORRY SHIRLEYANA PUTRI, S.Farm. 1306343435
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................ ii BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Tujuan .................................................................................................... 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM ........................................................................ 2.1 Subdirektorat Pengolaan Obat Publik dan dan Perbekalan Kesehatan ..... 2.2 Pengelolaan ............................................................................................ 2.3 Gudang Penyimpanan Sediaan Farmasi ................................................... 2.4 Penyimpanan Obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota di Indonesia ..... 2.5 Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas ............................................................................................... 2.6 Penyimpanan Obat yang Baik Menurut Standar WHO.............................
3 3 4 4 6 10 16
BAB 3. METODOLOGI PENGKAJIAN .................................................... 21 3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian ................................................................ 21 3.2 Cara Kerja ............................................................................................... 21 BAB 4. PEMBAHASAN .............................................................................. 22 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 27 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 27 5.2 Saran ...................................................................................................... 28 DAFTAR ACUAN ....................................................................................... 29
ii Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hal utama yang menjadi suatu perhatian dalam masyarakat, maka itu pembangunan kesehatan yang merupakan bagian dari pembangunan nasional dengan tujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat masayarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, SKN, 2004). Suatu pelayanan kesehatan yang terorganisir secara disiplin merupakan suatu usaha untuk mewujudkan pembagunan kesehatan yang optimal. Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang mendukung kesehatan masyarakat adalah puskesmas. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2006). Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Depkes RI memberikan ruang lingkup pengelolaan obat diantaranya mencakup kegiatan perencanaan, permintaan obat, penerimaan obat, penyimpanan, distribusi, pengendalian, pelayanan obat, serta pencatatan dan pelaporan. Fungsi pada pengelolaan obat dapat membentuk suatu siklus yang saling menunjang fungsi dari kegiatan pengelolaan lainnya. Semua fungsi dari kegiatan pengelolaan harus berjalan secara beriringan untuk mencacapai pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Namun, menurut Depkes RI (2006), secara nasional biaya untuk obat sekitar 40-50% dari seluruh biaya operasional kesehatan. Sehingga ketidakefisienan dalam pengelolaan obat akan berdampak negatif bagi medis. Salah satu penelitian mengenai pengelolaan obat yang telah dilakukan di Puskesmas Mandai, Kabupaten Maros pada tahun 2013 disimpulkan bahwa pengadaan obat terkadang mengalami kekurangan karena terkadang jumlah yang tidak sesuai dengan permintaan, penyimpanan obat dilakukan oleh puskesmas belum masuk standar penyimpanan gudang obat, hanya pendistribusian yang sudah sesuai dengan protap yang telah disusun
1 Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
Universitas Indonesia
2
sehingga penyaluran obat ke pustu, bides, dan pasien puskesmas dapat berjalan dengan baik. Salah satu kegiatan pengelolaan yang menjadi pertimbangan yang sangat penting ialah penyimpanan. Dimana dalam penyimpanan sudah seharusnya mengikuti suatu standar yang telah ditetapkan. Pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas Mandai pada tahun 2013 dinyatakan bahwa penyimpanan obat di Puskesmas Mandai belum masuk ke dalam suatu standar penyimpanan gudang obat. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Biomedis dan Farmasi pada tahun 2006 diketahui bahwa penyimpanan obat di Gedung Farmasi Kabupaten dan beberapa puskesmas masih banyak yang belum baik, dimana ruangan kurang memenuhi persyaratan, tidak menggunakan sistem alfabetis, FEFO dan FIFO , serta penggunaan kartu stok yang belum memadai. Penyimpanan memang merupakan salah satu bentuk pengelolaan obat yang penting karena berekaitan dengan menjaga kualitas produk untuk sampai kepada masyarakat (didistribusikan). Dengan penyimpanan yang baik dan benar sesuai standar maka akan menjaga persediaan obat tetap pada kondisi yang baik. untuk itu perlu ditinjau ulang beberapa hal yang harus diperhatikan dalam suatu proses penyimpanan obat untuk menjaga kualitas obat tetap baik dan efektif dalam pendistribusian selanjutnya.
1.2 Tujuan - Mengetahui menajemen penyimpanan obat yang baik di Puskesmas. - Mengetahui proses penyimpanan obat yang baik. - Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam penyimpanan terhadap kondisi obat.
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Subdirektorat Pengolaan Obat Publik dan dan Perbekalan Kesehatan Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a.
Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
c.
Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
d.
Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri
atas: a.
Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b.
Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas
melakukan
penyiapan
bahan
bimbingan
teknis,
pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3 Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
Universitas Indonesia
4
2.2 Pengelolaan Obat Subdirektorat pengelolaan obat pada Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Bertujuan untuk menjamin tersedianya obat dan perbekalan kesehatan dengan mutu terjamin, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat dengan biaya seefisien mungkin. Siklus pengelolaan obat meliputi aspek perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan obat. Menurut Umar (2011) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan, yaitu : 1. Undang-undang atau peraturan yang berlaku Dalam mengelola obat dan perbekalan kesehatan, undang-undang atau peraturan merupakan hal terpenting yang harus diketahui, sebab pengelolaan yang menyimpang dari peraturan yang berlaku akan memperoleh sanksi pidana 2. Golongan obat Penggolongan obat yang dilakukan oleh pemerintah dimaksudkan agar dapt mempermudah tenaga farmasi dalam mennyimpan, memperoleh, dan menyerahkan sehingga penggunaanya tepat. 3. Sifat obat Obat memiliki sifat yang berbeda dengaan sifat barang kebutuhan rumah tangga lainnya. Umumnya obat dapat berubah fungsi karena cahaya, panas, kelembapan udara, daluarsa, dosis takaran, interaksi dengan bahan lain, sehingga tata cara penanganannya membutuhkan pengetahuan khsus 4. Cara penyimpanan Karena sifatnya yang dapat merubah fungsi ini, maka cara penyimpanannya harus ditempatkan pada wadah dan ruangan tertentu agar tetap memenuhi syarat baku sampai batas daluarsanya.
2.3 Gudang Penyimpanan Sediaan Farmasi Pergudangan adalah segala upaya pengelolaan gudang yang meliputi penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, pendistribusian, pengendalian dan pemusnahan agar kualitas dan kuantitas tetap terjamin (BNPB, 2009). Gudang
4 Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
5
harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam cara pembuatan obat yang baik (CPOB), diantaranya (Priyambodo, 2007): a. Gudang harus mempunyai prosedur tetap yang mengatur tata cara kerja bagian gudang termasuk di dalamnya mencakup tentang tata cara penerimaan barang, penyimpanan, dan distribusi bahan atau produk b. Gudang harus cukup luas, terang, dan dapat menyimpan bahan dalam keadaan kering, suhu sesuai dengan persyaratan, bersih dan teratur. c. Gudang harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah terbakar atau mudah meledak (alkohol atau pelarut organik) d. Tersedia tempat khusus untuk produk atau bahan dalam stauts karantina dan ditolak e. Tersedia tempat khusus untuk melakukan sampling (sampling room) dengan kualitas ruangan seperti ruang produksi (grey area) f. Pengeluaran bahan harus menggunakan prinsip FIFO Gudang sudah seharusnya juga memiliki letak ruang yang baik untuk memudahkan penerimaan, penyimpanan, penyusunan, pemeliharaan, pencarian, pendistribusian dan pengawasan material dan peralatan (BNPB, 2009). Beberapa faktor dibawah ini yang perlu dipertimbangkan dalam merancanakan tata letak gudang adalah sebagai berikut : 1. Untuk kemudahan bergerak, guudang jangan disekat, kecuali jika diperlukan. Perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan. 2. Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran material dan peralatan, tata letak ruang gudang perlu memiliki lorong yang ditata berdasarkan sistem : a. Arus garis lurus b. Arus huruf U c. Arus huruf L 3. Pengaturan sirkulasi udara Salah satu faktor yang penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam ruangan, termasuk pengaturan kelembapan udara dan pengaturan pencahayaan.
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
6
4. Penggunaan rak dan pallet yang tepat dapat meningkatkan sirkulasi udara, serangan hama, kelembapan dan efisiensi penanganan (BNPB, 2009)
2.4 Penyimpanan Obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota di Indonesia Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat dan perbekalan kesehatan ( Dirjen Binfar Alkes, 2007). Tujuan dari dilakukannya penyimpanan, antara lain : 1. Memelihara mutu obat 2. Menghindari penyalahgunaan dan penggunaan yang salah 3. Menjaga kelangsungan persediaan 4. Memudahkan pencarian dan pengawasan Kegiatan Penyimpanan, meliputi ; 1. Penyiapan sarana penyimpanan 2. Pengaturan tata ruang dan keluar-masuk obat 3. Penyusunan obat 4. Pengamatan mutu obat Ketersediaan sarana yang ada di unit pengelola obat dan perbekalan kesehatan bertujuan untuk mendukung jalannya organisasi. Adapun sarana yang minimal sebaiknya tersedia adalah sebagai berikut : a. Gedung dengan luas yang dapat menampung obat dan perbekalan kesehatan b. Kendaraan roda dua dan roda empat c. Tersedia alat pengolahan data seperti komputer dan printer d. Tersedia alat komunikasi seperti telepon dan faksimili e. Sarana penyimpanan f. Sarana administrasi umum : brankas, komputer & printer/mesin tik, lemari arsip g. Sarana administrasi obat dan perbekalan kesehatan : - kartu stok
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
7
- kartu persediaan obat - kartu induk persediaan obat - buku harian pengeluaran brang - SBBK (Surat Bukti Barang Keluar) - LPLPO (Lembar Permintaan dan Laporan Pemakaian Obat) - Kartu rencana distribusi 2.4.1 Pengaturan Tata Ruang Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian, dan pengawasan obat, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang pencarian dan pengawasan obat, untuk itu pengaturan tata ruang yang baik merupakan salah satu hal yang penting dalam suatu proses penyimpanan. Berikut adalah faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah sebagai berikut : a. Kemudahan bergerak Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata sebagai berikut : - Sebaiknya gudang tidak menggunakan sekat-sekat karena akan membatasi pengaturan ruangan. Jika menggunakan sekat, posisi dinding dan pintu diperhatikan untuk mempermudah gerakan. - Berdasarkan arah arus penerimaan dan pebgeluaran obat, ruang gudang dapat ditata berdasarkan sistem arus garis lurus arus U atau arus L. - Sirkulasi udara yang baik adalah salah satu faktir penting dalam merencanakan suatu gudang penyimpanan. Sirkulasi udara yang baik akan memaksimalkan stabilitas obat sekaligus bermanfaat dalam meperbaiki kondisis kerja petugas. Idealnya dalam gudang terdapat AC, namun biayanya akan menjadi lebih mahal jika untuk ruang gudang yang luas. Alternatif lainnya ialah menggunakan kipas angin/ventilator. Perlu adanya alat pengukur suhu di ruangan penyimpanan obat dan dilakukan pencatatan suhu. b. Rak dan pallet Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat meningkatkan sirkulasi udara dan pemindahan obat. Penggunaan pallet memberikan keuntungan :
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
8
- Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir, serangan serangga (rayap) - Melndungi sediaan dari kelembapan - Memudahkan penanganan stok - Dapat menampung obat lebih banyak - Pallet lebih murah daripada rak c. Kondisi penyimpanan khusus - Vaksin dan serum memerlukan sarana cold chain dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran listrik (harus tersedianya generator) - Narkotika dan psikotropika harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu terkunci - Bahan-bahan mudah terakar seperti alkohol, eter, dan pestisida harus disimpan dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari gudang induk. d. Pencegahan kebakaran Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti dus, karton dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau dan dalam jumlah yang cukup. Contohnya tersedia bak pasir, tabung pemadam kebakaran, karung goni, galah berpengait besi.
2.4.2. Penyusunan Stok Obat Obar disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis. Untuk memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkah-angkah sebagai berikut : a. Menggunakan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) dalam penyusunan obat yaitu obat yang masa kadaluarsanya lebih awal biasanya juga diproduksi lebih awal dan masa kadaluarsanya mungkin lebih awal. b. Obat disusun dalam kemasan besar di atas pallet secara rapi dan teratur. Untuk obat kemasan kecil dan jumlahnya sedikit disimpan dalam rak dan dipisahkan
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
9
antara obat dalam dan obat untuk pemakain luar dengan memperhatikan keseragaman nomor bets c. Untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika digunakan lemari khusus d. Obat yang stabilitasnya dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan kontaminasi bakteri disimpan pada tempat yang sesuai. Dan diperhatikan untuk obat yang perlu penyimpanan khsus e. Nama masing-masing obat dicantumkan pada rak dengan rapi f. Apabila persediaan obat cukup banyak, maka obat tetap dibiarkan dalam box masing-masing
2.4.3 Unit Penyimpanan Obat di Kabupaten/Kota a. Sarana gedung Kriteria untuk sarana gedung untuk penyimpanan obat di kabupaten/ kota yang diterapkan adalah sebagai berikut : Luas bangunan
: minimal 300 m2
Luas Tanah
: 500-3000 m2
Untuk
melaksanakan kegiatan penyimpanan dan distribusi obat,
diperlukan beberapa hal sebagai berikut : handforklift, lemari, pallet, rak, pengatur udara, kendaraan, pendingin, tangga, mebel, generator, pompa air, trolley Sarana kantor/ administrasi meliputi : - Mebel : meja, kursi, lemari - Pengolah data : komputer, printer - Alat komunikasi : telepon, faksimili Sarana pengamanan : Alarm, pemadam kebakaran, tralis, pagar Personel : - Tenaga teknis : apoteker 1 orang, tenaga teknis kefarmasian 2-3 orang - Adminsitrasi : 1-2 orang (SMA atau SMEA) - Tenaga Pengemudi - Tenaga Pengaman : 1 orang, mempunyai sertifikat pelatihan satpam - Tenaga kasar (kebersihan, angkut) : 1 orang
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
10
Biaya Pengelolaan digunakan untuk : - Pemeliharaaan gedung - Pemeliharan kendaraan - Biaya daya dan jasa - Biaya pendistribusian dan sebagainya
2.5 Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas Pada dasarnya kebijakan penyimpanan obat di puskesmas harus disimpan di tempaat aman, disusun berdasarkan jenis yang tersusun secara alfabetis. Penyimpanan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO. Petugas yang mempunyai wewenang yang boleh mengakses ruang penyimpanan obat. Berikut merupakan faktor - faktor yang mempengaruhi penyimpanan obat : 1. Kelembapan Udara lembap dapat menimbulkan keruakan pada tablet salut gula, kapsul, oralit 2. Sinar matahari Sinar matahari langsung dapat merusak injeksi, sirup 3. Suhu Suhu yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kerusakan : salep, suppositoria 4. Kerusakan fisik Wadah obat yang rusak atauterbuka dapat menyebabkan kerusakan fisik obat dan akan mudah tercemar oleh mikroba 5. Pengotoran Ruang yang kotor dapat menyebabkan adanya serangga dan tikus Jika penyimpanan tidak didukung dengan faktor-faktor yang sesuai dengan stabilitas obat maka akan terjadi kerusakan pada obat, berikut beberapa hal yang dapat diketahui melalui pengamatan untuk mengidentifikasi kerusakan obat : 1. Tablet Perubahan warna, bau, rasa, bintik, pecah, retak, benda asing, wadah rusak 2. Tablet salut
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
11
Salutnya pecah, basah, lengket satu sama lain, wadah rusak 3. Kapsul Kapsul terbuka, lengket satu sama lain, wadah rusak 4. Salep Warna berubah, bintik-bintik, wadah rusak 5. Cairan Warna berubah, endapan, keruh, peruahan. Kekentalan. Wadah rusak 6. Injeksi Warna berubah, endapan, keruh, benda asing, perubahan kekentalan, wadah rusak Untuk menghindari kerusakan yang terjadi pada obat, maka obat-obatan yang diterima oleh Puskesmas harus disimpan dengan baik pada lemari obat yang terkunci. Tindak lanjut terhadap obat yang terbukti rusak/kadaluwarsa dapat dilakukan : a. Dikumpulkan, interventarisasi dan disimpan terpisah dengan penandaan/label khusus b. Dikembalikan/diklaim sesuai aturan yang berlaku c. Dihapuskan sesuai aturan yang berlaku dibuat berita acaranya Tujuan pengelolaan pelayanan kesehatan dasar adalah agar dana yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat yang berobat ke puskesmas. Agar tujuan dapat terlaksana dengan baik, maka diantara semua yang terlibat dalam pengelolaan obat pelayanan kesehatan dasar sebaiknya ada pembagian tugas dan peran seperti dibawah ini : 1. Tingkat pusat a. Menyiapkan dan mengirimkan berbagai keputusan menteri kesehata ke unitunit terkait antara lain : - daftar harga obat PKD, obat program dan obat generik - pedoman perencan pengadaan, pengelolaan, supervisi dan evaluasi obat publik dan perbekalan kesehatn - daftar obat esennsial nasional (DOEN)
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
12
b. Menyediakan obat buffer stok nasional c. Melakukan pelatihan petugas pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan propinsi dan kebupaten/kota khususnya bentukan baru d. Melakukan bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan e. Menyediakan pedoman pengobatan dasar di puskesmas f. Menyediakan fasilitator untuk pelatihan pengelolaan obat publik perbekalan kesehatan g. Menyediakan pedoman advokasi penyediaan anggaran kepada pemerintah propinsi/kabupaten/kota 2. Tingkat propinsi Dinas kesehatan propinsi : a. Melakukan pelatihan petugas pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan untuk kabupaten/kota b. Melakukan bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan ke kabupaten/kota c. Menyediakan fasilitator untuk pelatihan pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di kabupaten/kota d. Melaksanakan advokasi penyediaan anggaran kepada pemerintah propinsi 3. Tingkat kabupaten/kota a. Perencanaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar disusun berdasarkan sistem “bottom up” b. Perhitungan rencana kebutuhan obat untuk satu tahun anggaran disusun dengan menggunakan pola konsumsi dan atau epidemiologi c. Mengkoordinasikan perencanaan kebutuhan obat dari beberapa sumber dana, agar jenis dan jumlah obat yang disediakan sesuai dengan kebutuhan dan tidak tumpang tindih. d. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota mengajukan rencana kebutuhan obat pada pemerinta kabupaten/kota, pusat, propinsi dan sumber lainnya e. Melakukan pelatihan petugas pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk puskesmas
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
13
f. Melakukan bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan ke puskesmas g. Melakukan advokasi penyediaan anggaran kepada pemerintahan kabupaten / kota h. Dinas kesehatan kabupaten/kota bertanggung jawab terhadap pendistribusian obat i. Dinas kesehatan kabupaten/kota bertanggungjawab terhadap penanganan obat dan perbekalan kesehatan yang rusak dan kadaluwarsa j. Dinas kesehatan kabupaten/kota bertanggunjawab terhadap jaminan mutu obat yang ada di bawah UPK dan UPOPPK 4. Tingkat puskesmas dan sub unit pelayanan a. Menyediakan data dan informasi mutasi obat dan perbekalan kesehtan serta kasus penyakit denga baik dan akurat b. Setiap akhir bulan menyampaikan laporan pemakaian obat dan perbekalan kesehatan kepada kepala dinas kesehtan/kota setempat c. Bersama tim perencana obat terpadu membahas rencana kebutuhan puskesmas d. Mengajukan permintaan obat dan perbekalan kesehatan pada dinas kesehatan kabupaten / kota sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan e. Melaporkan dan mengirim kembali semua jenis obat rusak/kadaluwarsa kepada dinas kesehatan kabupaten/kota f. Melaporkan kejadian obat dan perbekalan kesehatan yang hilang kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota Berikut adalah tugas dan tanggung jawab setiap bagian pada pengelolaan obat di puskesmas 1. Kepala puskesmas Tugas ; 1. Membina petugas pengelola obat 2. Menyampaikan laporan bulanan pemakaian obat kepada kepala dinas kesehatan kebupaten/ kota setempat
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
14
3. Melaporkan dan mengirimkan kembali semua obat yang rusak/ kadaluwarsa dan atau obat yang tidak dibutuhkan kepada kepala dinkes kabupaten / kota setempat 4. Melaporkan obat hilang kepada kepala dinkes kabupaten/kota 5. Mengajukan permintaan obat dan perbekalan kesehatan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat Tanggung jawab : Pengelolaan dan pencatatan pelaporan obat dan perbekalan kesehatan di puskemas 2. Petugas gudang obat di puskesmas mempunyai tugas melaksanakan : a. Penerimaan obat dan perbekalan kesehatan dari dinas kesehatan kabupaten atau kota b. Pemeriksaaan kelengkapan obat dan perbekalan kesehatan c. Penyimpanan dan pengaturan obat dan perbekalan kesehatan d. Pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan untuk sub unit pelayanan e. Pengendalian penggunaan persediaan f. Pencatatan dan pelaporan g. Menjaga mutu dan keamanan obat dan perbekalan kesehatan h. Penyusunan persediaan obat dan perbekalan kesehatan i. Permintaan obat dan perbekalan kesehatan ke dinas kesahatan kab/kota j. Penyusunan laporan ke dinkes kabupaten/ kota 3. Petugas kamar obat puskesmas mempunyai tugas : a. Menyimpan, memelihara dan mencatat mutasi obat dan perbekalan keshatan yang dikeluarkan maupun yang diterima oleh kamar obat puskesmas dalam bentuk buku catatan mutasi obat b. Membuat kaporan pemakaian dan permintaan obat dan perbekalan kesehatan c. Menyerahkan kembali obat rusak/kadaluwarsa kepada petugas gudang obat d. Menyerahkan obat sesuai resep ke pasien e. Memberikan informasi tentang pemakaian dan penyimpanan obat kepada pasien 4. Petugas kamar suntik mempunyai tugas :
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
15
a. Menyimpan, memelihara dan mencatata mutasi obat dan perbekalan kesehatan yang dikeluarkan yang dikeluarkan maupun yang diterimanya b. Membuat laporan pemakaian dan mengajukan permintaan obat dan perbekalan kesehatan c. Menyerahkan kembali obat rusak/kadaluwarsa kepada petugas gudang obat. 5. Petugas lapangan puskesmas keliling mempunyai tugas : a. Setiap kali melaksanakan kegiatan lapangan mengajukan permintaan obat yang diperlikan kepada kepala puskesmas b. Mencatat pemakaian dan sisa obat serta perbekalan kesehatan c. Setelah selesai dengan kegiatan lapangannya, segera mengembalikan sisa obat kepada kepala puskesmas melalui petugas gudang obat 6. Petugas lapangan posyandu mempunyai tugas : a. Setiap kali melaksanakan kegiatan lapangan mengajukan permintaan obat yang diperlukan kepada kepala puskesmas b. Mencatat pemakaian dan sisa obat serta perbekalan kesehatan c. Setelah selesai dengan kegiatan lapangan, segera mengembalikan sisa obat kepada kepala puskesmas melalui petugas gudang obat 7. Petugas obat puskesmas pembantu mempunyai tugas : a. Menyimpan, memelihara dan mencatat mutasi obat yang dikeluarkan maupun yang diterima oleh puskesmas pembantu dalam bentuk kartu stok/buku b. Setiap awal bulan membuat laporan pemakaian dan mengajukan permintaan obat kepada kepala puskesmas c. Menyerahkan kembali obat rusak/kadaluwarsa kepada kepala puskesmas melalui petugas gudang obat 8. Bidan desa a. Menyimpan, memelihara dan mencatat mutasi obat yang dikeluarkan maupun yang diterima oleh puskesmas pembantu dalam bentuk kartu stok/buku b. Setiap awal bulan membuat laporan pemakaian dan mengajukan permintaan obat kepada kepala puskesmas
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
16
c. Menyerahkan kembali obat rusak/kadaluwarsa kepala puskesmas melalui petugas gudang obat
2.6 Penyimpanan Obat yang Baik Menurut Standar WHO Obat dan persediaannya mahal dan berharga, untuk itu perlu ada perhatian karena dapat mengganggu stabilitas obat dan mengakibatkan obat rusak, khasiat obat menurun atau meberi pengaruh buruk bagi penderita. Obat dan persediaannya harus selalu disimpan di ruang penyimpanan yang layak, dan mempunyai ruangan yang dapat dikunci, berada dalam keadaan yang baik dan rapi. Ruangan yang akan menjadi gudang penyimpanan harus terpisah dari ruangan pemberian obat. Menyimpan persediaan di gudang memberi kemudahan untuk selalu mengetahui persediaan yang ada dan menyimpan persediaan secara aman. Gudang harus cukup besar untuk diisi seluruh persediaan. Gudang harus berupa ruangan yang terkunci atau apabila puskesmas sangat kecil, berupa lemari terkunci. Cara mengamankan gudang : a. Gudang harus dikunci ganda b. Gudang selalu terkunci bila sedang tidak dipakai
2.6.1 Pengaturan Gudang agar selalu dalam keadaan yang baik Suhu udara yang sangat dingin atau panas, sinar matahari atau kelembapan dapat merusak persediaan. Panas mempengaruhi cairan, salep dan suppositoria. Beberapa obat, seperti sediaan obat suntik, tetes mata atau telinga, merupakan contoh sediaan yang mudah rusak bila terkena cahaya atau sinar. Tablet dan kapsul mudah menyerap air dari udara sehingga dapat menjadi lengket dan rusak. Untuk menjaga gudang berada dalam keadaan yang baik dapat dilakukan dengan cara : a. Mengawasi struktur fisik gudang secara teratur b. Mengatur suhu dalam gudang c. Mengatur sinar dalam gudang d. Mengatur kelembapan dan mencegah kerusakan oleh air e. Menjaga agar gudang bebas hama
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
17
Dalam gudang yang bersih dan teratur, mudah untuk menemukan persediaan. Persediaan lebih mungkin berada dalam keadaan baik dan siap dipakai. Cara mengatur gudang : a. Membersihkan gudang dan jaga kerapihan b. Menyimpan persediaan obat di atas rak c. Bila ada lemari pendingin, dijaga agar kerjanya tetap baik d. Menyimpan narkotika dan obat psikotropika di ruang penyimpanan yang dikunci ganda Saat mengatur persediaan, obat disimpan dalam kelompok berikut : obat luar, oral, dan suntikan. Tablet dan kapsul disipan di rak yang sama, begitu juga salep, krim dan lotion. Bila dalam gudang ada tiga rak atau lebih, penyimpanan persediaan sebagai berikut : -
Rak atas Untuk menyipan obat kering (tablet, kapsul paket oralit). Digunakan wadah obat yang kedap udara. Bila rak atas dekat plafon atau tidak terjangkau, digunakan rak itu untuk menyimpan barang yang tidak peka terhadap panas atau yang jarang dipakai
-
Rak tengah Untuk menyimpan obat cair, termasuk obat suntik dan salep. Tidak diperkenankan menempatkan obat dibawahnya karena bila terjadi kebocoran, obat dibawahnya akan rusak
-
Rak bawah Untuk menyimpan persediaan lain, seperti alat bedah, kondom dan label Persediaan yang memerlukan suhu dingin selalu disimpan di dalam lemari pendingin.
2.6.2 Nama generik dari setiap obat dalam gudang Nama generik adalah nama obat yang sesuai dengan International Nonproprietary Name (INN). Namun tidak semua obat yang beredar menggunakan nama generik tetapi ada juga yang menggunakan nama mereka
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
18
dagang. Dalam penyimpanan obat, harus dilihat nama generik tiap obat untuk memudahkan penyusunannya. Dalam setiap kelompok, persediaan diatur sesuai abjad nama generik dan diberi cukup ruang untuk setiap barang. Barang yang sama dikelompokan dalam jumlah yang mudah dihitung, seperti dalam pasangan atau kelompok lima atau sepuluh. Nama generik ditulis di setiap barang pada label. Label ditempelkan di depan barang yang diletakkan dalam rak. Bila persediaan diatur dengan cara ini akan memudahkan kita untuk mengetahui jenis dan jumlah persediaan yang ada. Kecil kemungkinan untuk salah mengenali barang yang mempunyai kemiripan fisik atau nama.
2.6.3 Penyimpanan obat sesuai kadaluarsa dengan menggunakan prosedur FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out) Prosedur penyimpanan menggunakan sistem FEFO, tanggal kadaluarsa semua obat di dalam gudang diperiksa dan dibuang semua obat yang telah kadaluarsa dari gudang. Obat ditempatkan dengan tanggal kadaluarsa yang lebih pendek di depan obat yang kadaluarsa lebih lama. Bila obat mempunyai tanggal kadaluwarsa sama, tempatkan obat yangg baru diterima di belakang obat yang sudah berada di rak. Untuk Prosedur secara FIFO, obat disimpan sesuai urutan penerimaannya. Obat yang baru diterima diletakkan di belakang obat yang sudah berada di rak. Mungkin ada tanggal pembuatan dalam wadah. Tanggal menunjukkan barang lama harus digunakan dahulu
2.6.4 pemusnahan Obat yang kadaluarsa dan rusak Dibuat catatan pemusnahan obat, termasuk tanggal, jam, saksi dan cara pemusnahan, kemudahan dicatat pada kartu perseduaan obat.
2.6.5 Pembuatan Catatan Catatan digunakan untuk :
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
19
-
Mengetahui apa yang ada di gudang
-
Mengetahui jumlah masing-masing barang dalam persediaan
-
Mengetahui kapan suatu barang harus dipesan
-
Melindungi personil bila terjadi kehilangan obat atau penyalahgunaan persediaan. Pada catatan akan terdokumentasi pergerakan persediaan. Dari catatan terlihat akan terdokumentasi pergerakan persediaan. Dari catatan terlihat siapa yang bertanggung jawab untuk masalah itu. Ada banyak cara untuk membuat catatan. Prosedur yang dianjurkan adalah
penggunaan kartu persediaan. Pembuatan kartu persediaan dapat disesuaikan dengan sistem pencatatan mana saja. Selain itu, di setiap gudang harus memiliki kartu persediaan bagi setiap barang. Kartu persediaan disimpan bersama dengan barang di rak. Kartu persediaan digunakan untuk mengikuti gerakan barang (mencatat kapan dan bagaimana barang dipakai). Kartu persediaan harus terpisah untuk setiap bentuk, dosis, dan ukuran satuan dari barang tersebut. Kartu yang sama tidak boleh digunakan untuk bentuk, dosis atau ukuran satuan yang berbeda dari suatu barang. Kartu persediaan juga mempunyai lajur untuk mencatat informasi tentang pergerakkan barang : -
Tanggal penerimaan atau pengeluaran
-
Diterima dari, nama pemasok obat yang mengirim barang ke gudang anda
-
Jumlah yang diterima, jumlah satuan yang diterima gudang
-
Diberikan ke, nama bagian fasilitas yang memberi obat ke pasien
-
Jumlah yang diberikan, jumlah satuan yang dikeluarkan gudang
-
Saldo persediaan, jumlah satuan yang tersisa di gudang
-
Keterangan, informasi penting tentang pergerakkan barang
-
Tanda tangan dari orang yang mencatat pergerakkan barang
-
Saldo persediaan, jumlah satuan yang tersisa di gudang
-
Keterangan, Informasi penting tentang pergerakan barang
-
Tanda tangan dari orang yang mencatat pergerakkan barang Menurut WHO (2003), di setiap sarana penyimpanan (pabrik, distributor,
famrmasi komunitas dan farmasi rumah sakit) sebaiknya ada sejumlah karyawan
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
20
yang memenuhi syarat untuk mencapai tujuan pemastian mutu sediaan farmasi. Semua karyawan harus mendapat pelatihan yang tepat dalam hal cara pennyimpanan obat yang baik, regulasi, prosedur dan keamanan. Semua staf harus dilatih, dan ditinjau sanitasi dan higienis personal. Semua karyawan yang bekerja di area penyimpanan sebaiknya menggunakan perlindungan yang sesuai atau alat penutup diri yang tepat dalam melaksanakan kegiatannya
2.6.6 Pengamatan Stabilitas Obat Selama Penyimpanan Stabilitas produk farmasi dapat diartikan sebagai kemampuan formulasi sediaan untuk memberkan spesifikasi disika, kimia, mikrobiologi, terapuetik, dan toksikkologi yang sama sampai tanggal kadaluwarsanya dalam kondisi penyimpanan yang sesuai.
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian Penulisan tugas khusus mengenai Penyimpanan obat yang baik dan faktor-faktor yang mendukung penyimpanan obat yang baik di puskesmas di lakukan di Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia selama penulis melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) periode 7- 17 April 2014
3.2 Cara Kerja Metode yang digunakan dalam penulisan standar sarana penyimpanan obat publik dan perbekalan kesehatan di instalasi farmasi kabupaten/kota ini melalui penelusuran studi literatur dari kementerian Kesehatan dan literatur lainnya.
21 Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
Universitas Indonesia
22
BAB 4 PEMBAHASAN
Penyimpanan merupakan salah satu dari proses atau siklus pengelolaan dan perbekalan kesehatan di instalasi farmasi. Penyimpanan menjadi suatu aspek yang sangat penting dalam menjamin penjagaan mutu dan kualitas dari obat dan perbekalan kesehatan yang diterima. Beberapa sepsifikasi parameter yang digunakan untuk menggambarkan stabilitas suatu obat diantranya spesifikasi fisika, kimia, mikrobiologi obat, tanggal kadaluwarsa, sehingga jika obat memenuhi spesifikasi tersebut maka penyimpanan dilakukan dengan baik. Pedoman standar mengenai penyimpanan perbekalan kesehatan farmasi di gudang penyimpanan yang baik sudah disusun oleh Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI melalu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan guna membantu petugas instalasi baik kabupaten/kota ataupun puskesmas untuk melakukan proses penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan dengan baik demi mencegah kerusakan obat dan menjaga perbekalan kesehatan tetap baik selama penyimpanan hingga didistribusikan kepada pasien. Tujuan dari penyimpanan itu sendiri dimaksudkan agar obat yang tersedia di unit pelayanan kesehatan dapat dipertahankan mutu dan keamanannya (Binfar, 2005). Selain pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, terdapat juga pedoman yang dikeluarkan oleh WHO, dimana memiliki tujuan yang sama dalam penyimpanan yaitu menjaga dan menjamin mutu dan stabilitas obat masih dalam keadaan yang baik. Beberapa pedoman sudah disebutkan dalam tinjauan pustaka, diantaranya mengenai peraturan tata ruang, penyusunan stok obat, pencatatan kartu stok, pengamatan mutu obat. Suatu indikator dalam penyimpanan obat merupakan salah satu bentuk tinjauan yang dapat di ukur seberapa baik penyimpanan perbekalan farmasi. Beberapa indikator penyimpanan obat tersebut diantaranya (Aditama, 2013) :
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
23
1. Kecocokan antara barang dan kartu stok, indikator ini digunakan untuk mengetahui ketelitian petugas gudang dan mempermudah dalam pengecekan obat, membantu dalam perencanaan dan pengadaan obat sehingga tidak menyebabkan terjadinya akumulasi obat dan kekosongan obat 2. Turn Over Ratio (TOR), indikator ini digunakan untuk mengetahui kecepatan perputaran obat, yaitu seberapa cepat obat dibeli, didistribusi, sampai dipesan kembali, dengan demikian nilai TOR akan berpengaruh pada ketersediaan obat. TOR yang tinggi berarti mempunyai pengendalian persediaan yang baik, demikian pula sebaliknya, sehingga biaya penyimpanan akan dapat menjadi minial 3. Presentase obat yang sampai kadaluwarsa atau rusak, indikator ini digunakan untuk menilai kerugian 4. Sistem penataan gudang, indikator ini digunakan untuk menilai sistem penataan gudang standar adalah FIFO dan FEFO 5. Presentase stok mati, merupakan isitilah yang digunakan untuk menunjukkan item persediaan obat di gudang yang tidak mengalami transaksi dalam waktu minimal tiga bulan 6. Presentase nilai stok akhir, adalah nilai yang menunjukkan berapa besar presentase jumlah barang yang tersisa pada periode tertentu, hal ini disebabkan karena tidak diresepkannya obat oleh dokter karena dokter memilih obat lain, perubahan pola penyakit dalam suatu daerah tersebut, dokter tidak taat terhadap formularium, kurang tepat dalam perencanaan obat. Kerugian tersebut akan berdampak pada stok mati sehingga perputaran pendapatan tidak lancar, dan kerusakan obat akibat terlalu lama disimpan karena obat mencapai waktu kadaluwarsa. Pengelolaan obat yang baik sangat berperan penting dalam pelayanan kesehatan, oleh karena itu pengelolaan obat yang kurang efisien pada tahap penyimpanan akan berpengaruh terhadap peran puskesmas dalam melayani pasien ataupun menyalurkan kebutuhan kesehatan pada masyarakat. Menurut Direktorat Jendral Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (2007), kegiatan penyimpanan obat meliputi : pengaturan tata ruang, penyusunan
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
24
stok obat, pencatatan stok obat, dan pengamatan mutu obat. Hal tersebut merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian dalam proses penyimpanan. Pengaturan tata ruang yang baik perlu dipertimbangkan dalam perancangan gudang, dilihat dari kemudahan bergerak, gudang akan lebih baik menggunakan sistem satu lantai tanpa sekat-sekat karena akan membatasi pengaturan ruangan dan mempermudah gerak. Kemudian, berdasarkan arus penerimaan dan pengeluaran obat, gudang dapat ditata berdasarkan sistem arus garis lurus, arus U, atau arus L. Pengaturan suhu atau temperatur pada ruangan juga perlu diperhatikan. Kebanyakan obat dan perbekalan kesehatan dapat disimpan dalam ruangan yang terkontrol temperaturnya. Jika produk tidak memilki instruksi khusus, disesuaikan dengan kondisi penyimpanan normal, yaitu penyimpanan pada ruanga yang kering dan bersih, ventilasi yang baik dan temperatur +15 - +250C atau tergantung pada kondisi iklim dapat sampai 300C. Obat yang bentuk kestabilannya kurang harus disimpan pada tempat yang khsus untuk menjaga keefektifitasan obat tersebut dan mencegah adanya kontaminasi. Setiap obat dari pabrik yang berbeda tentunya memiliki stabilitas yang berbada dikarenakan bahan penyusun atau eksipien dari formulasi setiap obat berbeda. Untuk itu ada beberapa kategori dari obat-obat yang membutuhkan tempat penyimpanan khusus, diantaranya (WHO, 1997) : a. Produk harus tetap dijaga pada suhu beku (biasanya vaksin) b. Produk yang sensitif pada panas yang harus menggunakan lemari pendingin c. Produk yang dapat mengurangi waktu untuk dapat digunakan karena temperatur ruangan yang tidak terkontrol dan membutuhkan ventilasi mekanik dari pendingin ruangan d. Produk yang mudah terbakar harus diletakkan terpisah e. Produk yang berpotensi untuk dicuri Selain itu, faktor penting lainnya dalam merancang gudang penyimpanan adalah adanya sirkulasi udarra yang cukup di dalam ruangan gudang. Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus bermanfaat dalam memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya, dalam gudang terdapat
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
25
AC, namun tentunya biaya ruangan yang lebih luas akan lebih mahal. Alternatif lain dapat menggunakan kipas angin, atau ditambahkan ventilasi melalui atap. Penempatan rak dan pallet tentuya akan dapat meningkatkan sirkulasi udara dan perputaran stok obat. Penggunaan pallet akan memberikan keuntungan dalam hal sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir, peningkatan efisiensi penanganan stok, dapat menampung obat lebih banyak, dan tempat penyimpanan lebih murah dari pada rak. Baik WHO maupun Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menguraikan pentingnya meletakkan barang di atas pallet atau rak untuk menghindari terjadinya kerusakan yang disebabkan oleh binatang dan penataan yang terorganisir. Gudang harus bersih, rapih, dan aman. Keamanan juga merupakan hal yang harus diutamakan untuk menjaga stok penyimpanan dari kehilangan, maka akan lebih baik pintu gudang penyimpanan menggunakan kunci ganda untuk keamanan gudang penyimpanan puskesmas dan petugas keamanan bertanggung jawab jika terjadi kehilangan. Bila ruangan penyimpanan kecil dapat digunakan sistem dua rak, yaitu obat dibagi menjadi dua bagian. Obat yang siap dipakai diletakkan di bagian rak A sedangkan sisanya di bagian rak B. Jumlah obat yang disimpan di rak A atau rak B tergantung dari lama waktu yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat diterima (waktu tunggu). Untuk kondisi penyimpanan khusus seperti vaksin, sudah seharusya menggunakan Cold chain khusus dan terlindung dari kemungkinan putusnya aliran listrik dan suhu harus dipantau setiap beberapa jam sekali untuk memastikan suhu yang digunakan tetap stabil tanpa perubahan yang drastis. Untuk penyimpanan narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu terkunci, dan bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter disimpan dalam ruangan khusus dan ruangan tersebut terpisah dari gudang induk, dan jauh dari benda-benda pemicu kebakaran seperti korek api, gas ataupun kertas-kertas dan kardus. Untuk mencegah hal tidak diinginkan seperti kebakaran sudah semestinya gudang disediakan alat pemadam kebakaran dan dilakukan pengecekan secara berkala terkait fungsi alat pemadam tersebut selain itu juga disediakan alarm kebakaran otomatis.
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
26
Ada beberapa cara dalam penyimpanan dan penyusunan stok obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis untuk memudahkan pengendalian stok dan pengecekan stok dengan menggunakan prinsip FEFO dan FIFO, susunan obat diatur pada pallet secara rapih dan teratur, dan lemari khusus untuk penyimpanan obat golongan narkotika dan psikotropik, sebaiknya setiap rak diberikan nomor kode penyimpanan dan nama obat untuk lebih mengenali letak penyimpanan, dan obat luar dan bentuk sediaan oral, suntik seharusnya dipisahkan, serta tandai beberapa obat LASA (Look alike sound alike) dan jangan diletakkan berdekatan untuk menghindari terjadinya kesalahan pengambilan obat. Untuk mengecek kembali apakah jumlah obat yang ada dalam penyimpanan sudah sesuai, maka pencatatan dengan kartu stok tentunya juga sangat penting terutama untuk mencatat mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluwarsa). Data dari kartu stok dapat digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan, pengadaan, distribusi dan pembanding terhadap keadaan fisik obat dalam tempat penyimpanan. Semua kegiatan pencatatan harus dilakukan secara disiplin setiap harinya, karena untuk menjaga kestabilan perputaran barang perbekalan kesehatan. Terakhir, untuk memastikan bahawa proses penyimpanan sudah sesuai dengan standar, maka pengamatan mutu obat perlu diperhatikan. Perubahan mutu obat dapat diamati secara visual, oraganoleptik, kemudian jika terjadi kerusakan harus dilakukan sampling untuk pengujian laboratorium. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan merupakan hal yang sangat penting untuk itu pemahaman pada sumber daya manusia juga harus dimiliki. Maka, bimbingan teknis dan pelatihan rutin mengenai cara penyimpanan obat yang baik sudah semestinya dilakukan demi memperlancar proses penyimpanan.
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan a. Manajemen penyimpanan obat di Puskesmas Kabupaten/kota, dan Puskesmas Pembantu, semuanya harus sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. Direktorat Jendral Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan WHO sudah
memiliki
pedoman
mengenai
penyimpanan
obat
yang
baik.
Penyimpanan merupakan salah satu bentuk proses dari pengelolaan obat yang bertujuan memelihara mutu obat, menghindari penyalahgunaan serta penggunaan yang salah, menjaga kelangsungan persediaan, dan memudahkan pencarian pengawas. Kegiatan penyimpanan obat diawali dengan penyiapan sarana penyimpanan untuk mendukung jalannya organisasi, pengaturan tata ruang yang memiliki luas dan bentuk yang sesuai dengan fungsi penyimpanan, menyusun stok obat dengan sistem FEFO dan FIFO serta pembagian penyimpanan yang tepat dan efisien dengan menggunakan pallet untuk kemasan besar dan obat khusus disimpan pada tempat yang khusus, dan pengamatan mutu obat yang dilakukan untuk mengetahui mutu obat yang terjamin. Mutu obat yang terjamin dipengaruhi oleh baiknya proses penyimpanan berlangsung. b. Proses penyimpanan obat yang baik harus memperhatikan beberapa hal diantaranya pemilihan ruangan yang bersih, aman, dan teratur serta bentuk ruangan yang tidak banyak sekat untuk mempermudah pergerakan yang ada di dalam ruang penyimpanan, selain itu juga luas ruangan yang sesuai dengan fungsi penyimpanan. Pengaturan persediaan obat harus disesuaikan dengan pelayanan yang diberikan fasilitas kesehatan. Pengelompokkan penempatan letak obat juga sangat penting. Obat diletakkan di atas rak, dan diatur sesuai abjad
nama
generiknya,
kemudian
obat
dengan
stabilitas
khusus
penyimpanannya harus disesuaikan serta obat narkotika dan psikotropika harus disimpan di lemari yang khusus. Penyimpanan obat harus sesuai dengan sistem FEFO dan FIFO, kemudian harus secara teratur membuat catatan mengenai
27 Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
Universitas Indonesia
28
stok barang yang bermutasi supaya dapat diketahui jumlah obat yang tercantum sesuai dengan jumlah fisiknya. Kemudian, melakukan pengamatan stabilitas obat selama penyimpanan, untuk memastikan obat dalam gudang penyimpanan masih dalam kedaan yang stabil. Maka, personalia atau sumber daya manusia harus memiliki kemampuan pemahaman yang baik dalam proses penyimpanan obat yan baik, regulasi, prosedur, dan keamanan perbekalan maupun dirinya sendiri dan rekan kerja. c. Beberapa faktor berpengaruh dalam penyimpanan obat demi menjaga mutu dan kualitas obat dan perbekalan kesehatan diantaranya suhu yang sesuai dengan bentuk sediaan, ruang tempat penyimpanan yang memadai, sumber daya manusia yang memahami mengenai prosedur tetap penyimpanan yang sesuai dengan standar, kebersihan dan keamanan gudang tempat penyimpanan perbekalan kesehatan, sirkulasi udara yang baik.
5.2 Saran a. Permasalahan dalam penyimpanan tidak bisa dihindari. Diantaranya untuk hal keamanan, sebaiknya terdapat penjaga yang berjaga, kunci ganda, serta alarm darurat jika terjadi pencurian, serta penjagaan lebih ketat untuk perijinan orang yang masuk ke tempat penyimpanan selain pegawai. Dalam hal kebersihan, ruang penyimpanan sudah seharusnya dilakukan pembersihan setiap hari, dan untuk pemantauan obat-obat yang masuk dan telah didistribusikan, setiap pegawai harus secara disiplin dan teratur melakukan pencatatan setiap harinya mulai dari suhu ruangan pada saat itu, pencatatan obat yang masuk pada hari tersebut, serta obat yang telah didistribusikan keluar. b. Peningkatan pemahaman mengenai proses penyimpanan seperti tujuan dari penyimpanan,
pengaturan
penyimpanan
obat
sesuai
dengan
sistem
penyimpanan yang sesuai, dan bentuk gudang penyimpanan yang baik.
Universitas Indonesia Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
DAFTAR ACUAN
Aditama, T. Y. (2003). Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Edisi Kedua. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Al-Hijrah, Muh., Fauzar, hamzah, Asiah, Darmawansyah. (2013). Studi Tentang pengelolaan obat di Puskesmas Mandai kabupaten Maros Tahun 2013. Fakultas Kesehatan Massyarakat, Universitas Hasanuddin. Makassar. .(2007). Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan. Departemen Kesehatan RI. BNPB. (2009). Buku Panduan Pengenalan Bencana. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2006). Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Repubik Indonesia. Priyambodo, B. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Global Pustaka Utama, Yogyakarta. Solikhah, Umam, Sheina, Baby. (2009). Penyimpanan Obat di Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I. Fakultas kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Jakarta: Wira Putra Kencana. WHO. (1997). Managing Drug Supply. Management Sciences for Health; Kumarian Press. USA
29 Laporan praktek …, Corry Shirleyana Putri, FFar, 2014
Universitas Indonesia