U UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRA AKTEK KERJA PROFESI APOTEKE ER DI RUMAH SAK KIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUP UPN) DR R. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIO IODE 4 FEBRUARI-2 APRIL 2013
LAPORAN PR RAKTEK KERJA PROFESI APOTEK KER
KARTIK KA FEBIYANTI NORMAN, S. Farm. 1206313242
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PR ROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
U UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PR RAKTEK KERJA PROFESI APOTEK KER DI RUMAH SAK AKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSU SUPN) DR R. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIO ODE 4 FEBRUARI – 2 APRIL 2013
LAPORAN PR RAKTEK KERJA PROFESI APOTEK KER Diajukan sebagaii salah s satu syarat untuk memperoleh gelar Ap poteker
KARTIK KA FEBIYANTI NORMAN, S. Farm. 1206313242
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PR ROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyusun laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang dilaksanakan pada tanggal 4 Febuari sampai 2 April 2013. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menambah pemahaman, pengetahuan dan keterampilan apoteker dalam dunia kerjanya. Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menempuh ujian akhir Apoteker pada Fakultas Farmasi Unversitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah penulis terima, kiranya sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada: 1. Dra. Idayanti, MARS., Apt. selaku selaku Kepala Sub Instalasi Produks i RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan Pembimbing beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis untuk mengenal Rumah Sakit ini. 2. Santi Purna Sari M.Si, Apt.,selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan ini. 3. Yulia Trisna M.Pharm., Apt.selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenal RSUPN Dr. CiptoMangunkusumo. 4. Dra. R. Kurniasih, Apt., M.Pharm selaku Kepala Sub Instalasi Farklin Diklitbang RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis. 5. Dra. Irmawati D., Apt., Sp.RS selaku selaku Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis.
iv
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
6. Seluruh Tenaga Kefarmasian di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan serta dorongan moril selama PKPA di RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo. 7. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 8. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 9. Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Repulik Indonesia atas segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan PKPA; 10. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis; 11. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran, dorongan, semangat dan doa yang tidak henti-hentinya; 12. Teman-teman Apoteker Angkatan 76 atas dukungan dan kerja samanya; 13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penyusunan laporan ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan laporan ini.
Penulis
2013
v
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................. vi DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1 1.2. Tujuan ..................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM ......................................................................... 3 2.1 Definisi Rumah Sakit ............................................................... 3 2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ................................................ 3 2.3 Klasifikasi Rumah Sakit ........................................................... 3 2.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit ............................................. 6 2.5 Tenaga Kesehatan .................................................................... 6 2.6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ................................................. 7 2.7 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) ............................................. 9 2.8 Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP) ................................................ 11 2.9 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit ..................... 15 2.10 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit...................... 24 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ...................................................................... 29 3.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ................................. 29 3.2 Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ...... 31 3.3 Keterlibatan Farmasi dalam Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) . 33 3.4 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ... 34 BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................... 39 4.1 Gudang Perbekalan Farmasi ..................................................... 39 4.2 Sub Instalasi Produksi .............................................................. 45 4.3 Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat .................................... 50 4.4 Satelit Intensive Care Unit (ICU) ............................................. 57 4.5 Satelit Farmasi Pusat ................................................................ 62 4.6 Satelit Kirana ........................................................................... 65 4.7 Ruang Rawat Inap Terpadu ...................................................... 70 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 76 5.1 Kesimpulan ................................................................................ 76 5.2 Saran .......................................................................................... 76 DAFTAR ACUAN ........................................................................................ 79 vi
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Tabel 4.2
Pembagian Jumlah Asisten Apoteker di Tiap Depo IGD .............51 Penyimpanan Perbekalan Farmasi di Satelit Farmasi Pusat ..........63
vii
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo...............79 Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSCM...............................80 Lampiran 3. Struktur Organisasi Instalsi Sterilisasi Pusat RSCM ....................81 Lampiran 4. Formulir Pencampuran Obat Sitostatik ........................................82 Lampiran 5. Contoh Protokol Kemoterapi .......................................................83 Lampiran 6. Formulir Verifikasi Resep ...........................................................84 Lampiran 7. Formulir Medication History Taking Pasien ................................85 Lampiran 8. Lembar Monitoringg Pengobatan Pasien Rawat Inap...................86 Lampiran 9. Formulir Konseling Obat Pasien Pulang ......................................87 Lampiran 10. Contoh Etiket ..............................................................................88 Lampiran 11. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose ............................................89 Lampiran 12.Contoh Blanko Kartu Stok...........................................................90 Lampiran 13. Formulir Retur Obat ....................................................................91 Lampiran 14. Label Penandaan Khusus.............................................................92
viii
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Kartika Febiyanti Norman, S.Farm
NPM
: 1206313242
Program Studi
: Apoteker
Fakultas
: Farmasi
Jenis karya
: Karya akhir
Demi
ilmu
pengembangan
pengetahuan,
menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) DR. Cipto Mangunkusumo Periode 3 Februari - 4 April 2013.
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan memublikasikan karya akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal : 1 Juli 2013 Yang menyatakan
(Kartika Febiyanti Norman, S.Farm)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang merupakan salah satu unsur
kesejahteraan. Unsur tersebut diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam mewujudkan pembangunan kesehatan diperlukan sumber daya bidang kesehatan. Sumber daya tersebut meliputi dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi (Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009). Selama proses mewujudkan pembangunan kesehatan upaya yang terpadu dan menyeluruh merupakan usaha penting dalam upaya kesehatan. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Konsep kesatuan upaya kesehatan menjadi pedoman bagi seluruh fasilitas kesehatan (Undang-undang Nomer 36 Tahun 2009) Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan. Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Upaya kesehatan di rumah sakit dapat berjalan dengan baik jika setiap tenaga kesehatan yang berperan memahami serta melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik. Berdasarkan undang-undang Nomer 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa apoteker merupakan salah satu profesi yang berperan dalam pelaksanaan upaya kesehatan di rumah sakit. Apoteker berperan sebagai profesi pelaksana praktek pelayanan kefarmasian (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Pelayanan farmasi di rumah sakit berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, dan pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). 1
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
Pelayanan farmasi di rumah sakit merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan di rumah sakit. Jika pelayanan kefarmasian tidak berjalan dengan baik maka pelayanan kesehatan di rumah sakit juga tidak akan berjalan dengan baik. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan apoteker juga berperan penting dalam keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan upaya kesehatan. Saat ini, pelayanan kefarmasian di rumah sakit tidak hanya berfokus pada fungsi manajemen perbekalan kefarmasian tetapi juga harus berorientasi kepada pasien (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Perubahan ini menuntut apoteker memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas dan fungsinya di ruang lingkup manajemen dan klinis di rumah sakit. Selain itu, apoteker juga dituntut untuk memiliki kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya. Oleh sebab itu, dilaksanakan praktek kerja profesi apoteker di rumah sakit agar calon-calon apoteker dapat mempelajari dan mempraktekkan tugas dan fungsi apoteker di rumah sakit.
1.2 Tujuan Tujuan dilaksanakannya praktek kerja profesi apoteker di rumah sakit adalah memahami tugas beserta fungsi instalasi farmasi, pelaksanaan pelayanan kefarmasian dan peran apoteker di rumah sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Definisi Rumah Sakit Berdasarkan undang-undang Nomor 44 Tahun 2009, disebutkan bahwa
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Rumah sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaaan, etika dan profesionalisme, manfaat, keadilan, persamaan hak dan antidiskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta memepunyai fungsi sosial.
2.2
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Berdasarkan undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 rumah sakit
mempunyai tugas yaitu memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Dalam menjalankan tugasnya rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut (Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009) : a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.3
Klasifikasi Rumah Sakit Rumah sakit diklasifikasikkan berdasarkan berbagai kriteria, antara lain
berdasarkan jenis pelayanaan dan kepemilikan atau pengelolaannya. 3
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
4
2.3.1 Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Pelayanan Berdasarkan jenis pelayanan rumah sakit dapat digolongkan menjadi (Undang-undangan Nomor 44 Tahun 2009) : 2.3.1.1 Rumah Sakit Umum Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi (Undang-undangan Nomor 44 Tahun 2009) : a. Rumah Sakit Umum Kelas A Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis. b. Rumah Sakit Umum Kelas B Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar. c. Rumah Sakit Umum Kelas C Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. d. Rumah Sakit Umum Kelas D Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar.
2.3.1.2 Rumah Sakit Khusus Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit khusus diklasifikasikan menjadi (Undang-undangan Nomor 44 Tahun 2009) : Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
5
a. Rumah Sakit Khusus Kelas A Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dam pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap. b. Rumah Sakit Khusus Kelas B Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dam pelayanan medik subspesialis sesuai kekhusussan yang terbatas. c. Rumah Sakit Khusus Kelas C Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis kekhusussan yang minimal.
2.3.2 Rumah Sakit Berdasarkan Pengelolaanya Berdasarkan penngelolaannya rumah sakit dapat digolongkan menjadi (Undang-undangan Nomor 44 Tahun 2009) : a. Rumah Sakit Publik Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Rumah Sakit Privat Rumah Sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Persero Terbatas atau Persero.
2.3.3 Rumah Sakit Pendidikan Rumah Sakit Pendidikan merupakan Rumah Sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya (Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
6
2.4
Struktur Organisasi Rumah Sakit Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan
akuntabel agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan serta pemilik rumah sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit (Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009)
2.5
Tenaga Kesehatan Berdasarkan undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, tenaga kesehatan
merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan juga harus memiliki kualifikasi minimum, memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi profesi masing-masing. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan terdiri dari: a. Tenaga medis yang meliputi dokter dan dokter gigi. b. Tenaga keperawatan yang meliputi perawat dan bidan. c. Tenaga kefarmasian yang meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker. d. Tenaga kesehatan masyarakat yang meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan,
mikrobiolog
kesehatan,
penyuluh
kesehatan,
administrator kesehatan dan sanitarian. e. Tenaga gizi yang meliputi nutrisionis dan dietisian. f. Tenaga keterapian medik yang meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapi wicara.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
7
g. Tenaga keteknisian teknis yang meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ototik prostetik, teknisi transfuse darah dan perekam medis.
2.6
Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2.6.1 Definisi IFRS Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan pemeliharaan sarana Rumah Sakit. Farmasi Rumah Sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang dilakukan Rumah Sakit. Jadi, instalasi farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di Rumah Sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan Rumah Sakit itu sendiri (Siregar, 2004).
2.6.2 Tujuan IFRS Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/ 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, tujuan pelayanan farmasi ialah : a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia. b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi. c. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat. d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan. f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan. g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
8
2.6.3 Tugas dan Tanggung Jawab IFRS Tugas utama IFRS adalah pengelolaan yang mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita hingga pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan oleh pasien rawat inap, rawat jalan maupun semua unit di Rumah Sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dengan biaya minimal. IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosa dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan Rumah Sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik (Siregar, 2004).
2.6.4 Ruang Lingkup Fungsi IFRS IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi klinik dan non klinik. Fungsi non klinik meliputi spesifikasi
produk
dan
pemasok,
pengadaan,
perencanaan, penetapan pengendalian,
produksi,
penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar (Siregar, 2004). Ruang lingkup farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam program Rumah Sakit yaitu pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit perawatan kritis, penelitian, pengendalian infeksi Rumah Sakit, sentra informasi obat, pemantauan reaksi obat merugikan (ROM), sistem pemantauan kesalahan obat, buletin terapi obat, program edukasi ‘in-service’ bagi apoteker, dokter dan perawat dan investigasi obat, konseling, pemantauan kadar obat dalam darah, ronde/visite pasien, pengkajian resep dan penggunaan obat (Siregar, 2004 dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
9
2.6.5 Struktur Organisasi IFRS Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004, pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi, tujuan, dan bagan organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi pelayanan kefarmasian. Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas, koordinasi, dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, serta harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat puncak, tingkat menengah, dan garis depan. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab untuk perencanaan, penerapan, dan peningkatan efektifitas fungsi dari sistem mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah sebagian besar merupakan kepala bagian/unit fungsional yang bertanggung jawab untuk mendesain dan menerapkan berbagai kegiatan pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan terdiri
atas
personil
pengawas
yang
secara
langsung
memantau
dan
mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Setiap personil IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi mereka, dampaknya pada pelayanan dan bertanggung jawab untuk mencapai mutu produk dan pelayanan (Siregar, 2004).
2.7
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
2.7.1. Definisi PFT Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.7.2. Tujuan PFT Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) : Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
10
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat, serta evaluasi obat. b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan
2.7.3. Fungsi dan Ruang Lingkup PFT Berikut adalah beberapa fungsi PFT (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) : a. Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang sama. b. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis. c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus. d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakankebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional. e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional. f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat. g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
11
2.7.4. Struktur Organisasi PFT Susunan organisasi PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap Rumah Sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi Rumah Sakit setempat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) : a. PFT harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) Dokter, Apoteker dan Perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada. b. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika Rumah Sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua berasal Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk. c. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk Rumah Sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar Rumah Sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT. d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat. e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam Rumah Sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP)/ Centrilized Sterile Supply Deparment (CSSD) 2.8.1. Definisi Instalasi Sterilisasi Pusat 2.8
Instalasi sterilisasi pusat adalah unit pelayanan non struktural yang berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai standar/pedoman dan memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
2.8.2. Tujuan dan Tugas Instalasi Sterilisasi Pusat Tujuan Instalasi Sterilisasi Pusat adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) : a. Membantu unit lain di Rumah Sakit yang membutuhkan alat-alat dengan kondisi steril, untuk mencegah terjadinya infeksi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
12
b. Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah, serta menanggulangi infeksi nosokomial. c. Efisiensi tenaga medis/paramedis lain serta pada media unit kegiatan-kegiatan yang pada dasarnya bersifat patient care (berorientasi pada pelayanan terhadap pasien). d. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan. Tugas utama dari Instalasi Sterilisasi Pusat adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) : a. Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien. b. Melakukan proses ksterilisasi alat/bahan. c. Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruangan perawatan, kamar operasi amupun ruangan lainnya. d. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan efektif serta bermutu. e. Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk keperluan perawatan pasien. f. Memepertahankan standar yang telah ditetapkan. g. Mendokumentasikan setiap aktifitas pembersihan, didinfeksi maupun sterilisi sebagai bagian dari program upaya pengendallian mutu. h. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisi dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi bersama dengan pengendalian infeksi nosokomial. i. Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah sterilisasi. j. Menyelengggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi pusat sterilisasi baik yang bersifat intern maupun ekstern. k. Mengevaluasi hasil sterilisasi.
2.8.3. Struktur Organisasi Instalasi sterilisasi pusat dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi dan bertanggung jawab langsung kepada Wakil Direktur Penunjuang Medik. Agar dapat memeberikan pelayanan sterilisasi yang baik dan memenuhi kebutuhan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
13
barang steril di rumah sakit, Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi dibangtu sekurangkurangnya : penanggung jawab administrasi, Sub Instalasi Dekontaminasi, Sterilisasi dan Produksi, Sub Instalasi Pengawasan Mutu, Pemeliharaan Sarana dan Peralatan, K3 dan Diklat serta Sub Instalasi Distribusi (Departemen Kesehatan Republlik Indonesia, 2009).
2.8.4. Kualifikasi Tenaga (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) a. Kepala Instalasi Sterilisasi Pusat : pada RS kelas A dan B, pendidikan terakhir minimal S1 di bidang kesehatan atau S1 umum dengan minimal masa kerja 5 tahun di bidang sterilisasi. Pada RS kelas C pendidikan terakhir minimal D3 di bidang kesehatan atau D3 umum dengan minimal masa kerja 5 tahun di bidang sterilisasi. b. Kepala Sub Instalasi : pendidikan minimal D3 di bidang kesehatan dengan masa kerja selama 3 tahun di bidang sterilisasi. c. Penanggung Jawab Administrasi : Minimal lulusan SMA/SMU/SMEA atau sekolah pendidikan perawat atau yang setara dengan tambahan kursus administrasi. d. Staf : harus mengikuti pelatihan pusat sterilisasi yang bersertifikasi. Pemilihan tenaga kerja untuk ditempatkan di ISP harus dilatih terlebih dahulu tentang prinsip sterilisasi, monitoring autoklaf, pengoperasian sterlisasi gas, identifikasi alat bedah, menyusun dan membersihkan peralatan, tes bakteriologi dan biologi dasar. Progam pelatihan ini membutuhkan waktu dan biaya sehingga harus ada teknisi progam pelatihan untuk mengembangkan karyawan sehingga berkualitas baik dari segi teori dan teknologi (Siregar, 2004).
2.8.5. Lokasi Instalasi Sterilisasi Pusat Lokasi instalasi sterilisasi pusat sebaiknya berdekatan dengan ruang ppemakai alat atau bahan steril terbesar di rumah sakit. Penetapan atau pemilihan lokkasi yang tepat berdampak pada efisiensi kerja dan meningkatkan pengendalian infeksi yatu dengan meminimalisasi risiko terjadinya kontaminasi silang serta mengurangi lalu lintas transportasi alat steril (Departemen Kesehatan, 2009). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
14
2.8.6. Pembangunan dan Persyaratan Ruang Sterilisasi Pada prinsipnya desain ruang sterilisasi pusat terdiri dari ruang bersih dan ruang kotor yang dibuat sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang dari ruang kotor ke ruang bersih. Selain itu pembagian disesuaikan dengan alur kerja. Ruang sterilisasi pusat dibagi atas lima ruang yaitu:ruang dekontaminasi, ruang pengemasan alat, ruang produksi dan prosesing, ruang sterilisasi dan ruang penyimpanan barang steril (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
2.8.7. Pelayanan Instalasi Sterilisasi Pusat Instalasi sterilisasi pusat melayani semua unit di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril. Tatalaksana pelayanan penyediaan barang sterril terdiri dari : perencanaan dan penerimaan barang (linen, instrumen, sarung tanggan dan bahan habis pakai), pencucian, pengemasan dan pemberian tanda, proses sterilisasi, penyimpananan dan distribusi, pemantauan kualiptas sterilisasi serta pencatatan dan pelaporan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Barang yang masuk ke dalam ISP dicatat dalam buku penerimaan yang memuat data tentang tanggal masuk barang, nama dan jumlah barang, nama ruangan serta keterangan mengenai fisik barang. Barang yang masuk dalam ISP dapat digolongkan sebagai berikut (Siregar, 2004): a. Barang bersih Berasal dari bagian perbekalan dan distribusi, rumah tangga dan barang pesanan untuk disterilkan. b. Barang kotor Berasal dari ruangan-ruangan seperti sarung tangan, pakaian, dan alat kedokteran. Proses seleksi dilakukan untuk memisahkan barang yang dapat dipakai ulang dengan barang yang sudah rusak seperti sobek, tidak tajam lagi, bekas pasien AIDS, dan sebagainya. Pemberian desinfektan dengan cara merendam barang dalam larutan desinfektan seperti lisol dan wipol, kecuali tenun operasi yang tidak mengalami proses pemberian desinfektan. Kontrol kualitas dilakukan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
15
untuk menjamin mutu sterilitas produk yang dihasilkan. Kontrol kualitas tersebut diantaranya adalah pemasangan indikator fisik pada barang-barang yang akan disterilkan, uji mikrobiologi barang-barang yang telah disterilkan, penentuan tanggal kadaluarsa untuk barang yang telah disterilkan (Siregar, 2004).
2.9
Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197 Tahun 2004 pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi, dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Adapun tujuan pengelolaan perbekalan farmasi antara lain : mengelola perbekalan farmasi yang efektif
dan
efisien,
menerapkan
farmakoekonomi
dalam
pelayanana,
meningkatkan kompetensi/kemamapuan tenaga farmasi, mewujudkan sistem informasi manajemen berdaya guna dan tepat guna serta melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.
2.9.1. Pemilihan Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.9.2. Perencanaan Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan seperti metode konsumsi,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
16
epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.9.2.1 Tujuan Perencanaan Tujuan utama dari perencanaan dalam farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
2.9.2.2 Prinsip Perencanaan Perencanaan
obat
harus
ditetapkan
berdasarkan
pada
pedoman
perencanaan, yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) : a. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) untuk tingkat nasional, formularium Rumah Sakit untuk tingkat Rumah Sakit, standar diagnosis dan terapi untuk unit pelayanan fungsional (UPF), dan juga berdasarkan permintaan perbekalan farmasi. b. Data catatan medik, untuk mengetahui macam-macam penyakit yang diderita pasien, rata-rata lama perawatan pasien, serta jumlah pasien dalam kurun waktu tertentu. c. Sesuai dengan anggaran yang tersedia. d. Penetapan prioritas berdasarkan sasaran unit pelayanan, jenis perbekalan farmasi, dan fungsinya. e. Siklus penyakit f. Jumlah stok barang yang tersisa. g. Data pemakaian periode lalu h. Rencana pengembangan
2.9.2.3 Metode-Metode Perhitungan Obat Perhitungan kebutuhan obat dilakukan untuk menghindari masalah kekosongan obat atau kelebihan obat. Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008) : Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
17
a. Metode Konsumsi Secara umum, metode konsumsi menggunakan data konsumsi obat individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan data konsumsi tahun sebelumnya. Dasarnya adalah data riil konsumsi obat per periode yang lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. b. Metode Morbiditas Metode morbiditas menggunakan data jumlah pasien pengguna fasilitas kesehatan yang ada dan tingkat morbiditas (frekuensi masalah kesehatan yang umum) untuk membuat rencana kesehatan obat yang dibutuhkan. Dasarnya adalah jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan. Metode morbiditas membutuhkan sebuah daftar tentang masalah kesehatan umum, sebuah daftar obat-obatan yang penting mencakup terapi untuk masalahmasalah tersebut dan satu set pengobatan standar untuk tujuan perhitungan (berdasarkan pada praktek rata-rata atau pedoman pengobatan). c. Metode kombinasi Pada kasus tertentu digunakan metode morbiditas/epidemiologi, selain itu dihitung dengan menggunakan metode konsumsi. Misalnya metode morbiditas digunakan untuk meghitung obat-obat yang digunakan untuk kasus demam berdarah berdasarkan angka prevalensinya, sisanya dihitung dengan menggunakan metode konsumsi
2.9.3 Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui: pembelian (secara tender dan secara langsung), produksi (steril dan non steril) serta sumbangan/droping/hibah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Terdapat empat metode pada proses pengadaan, yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008) : a. Pelelangan (tender) terbuka Berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga metode ini lebih menguntungkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
18
Untuk pelaksanaannya memerlukan staf yang kuat, waktu yang lama serta perhatian penuh. b. Tender terbatas Sering disebutkan sebagai lelang tertutup. Hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik. Harga masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan dengan lelang terbuka. c. Pembelian dengan tawar-menawar Metode dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu. d. Pembelian langsung Pembelian jumlah kecil, perlu segera tersedia. Harga tertentu, relatif agak lebih mahal
2.9.4 Produksi Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan mengemas kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008) : a.
Sediaan farmasi dengan formula khusus.
b.
Sediaan farmasi dengan harga murah.
c.
Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil.
d.
Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran.
e.
Sediaan farmasi untuk penelitian.
f.
Sediaan nutrisi parenteral.
g.
Rekonstruksi sediaan obat kanker.
h.
Sediaan farmasi yang harus dibuat baru.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
19
2.9.4.1 Jenis Sediaan Farmasi yang Diproduksi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008) : a. Produksi Steril Persyaratan teknis untuk produksi steril: ruangan aseptis, peralatan, contohnya laminar air flow (horizontal dan vertikal), autoclave, oven, Cytoguard, dan alat pelindung diri, sumber daya manusia : petugas terlatih. Kegiatan produksi steril meliputi: a. Pembuatan Sediaan Steril. contoh: pembuatan methylen blue, triple dye, aqua steril b. Total Parenteral Nutrisi (TPN) TPN adalah nutrisi dasar yang diperlukan bagi penderita secara intravena yang kebutuhan nutrisinya tidak dapat terpenuhi secara enteral. Contoh TPN adalah campuran sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, dan mineral untuk kebutuhan individual dan dikemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi. c. Pencampuran Obat Suntik/ Sediaan Intravena (IV admixture) IV admixture adalah pencampuran sediaan steril ke dalam larutan intravena secara aseptis untuk menghasilkan suatu sediaan steril. Contoh kegiatan IV admixture adalah mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus dan melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai. d. Pengemasan Kembali (Re-Packing) e. Rekonstitusi Sediaan Sitostatika b. Produksi Nonsteril Kegiatan produksi nonsteril meliputi : a. Pembuatan Sirup Contoh sirup yang umum dibuat di Rumah Sakit adalah OBH (Obat Batuk Hitam). b. Pembuatan Salep Contoh : Salep AAV. c. Pembuatan Puyer Contoh : obat racikan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
20
d. Pengemasan Kembali (Re-Packing) Contoh : Alkohol, Povidon Iodine e. Pengenceran Contoh : H2O2 3% Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas, kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses dan produk untuk semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk).
2.9.5 Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004): a. Setiap produk jadi yang telah di produksi oleh pabrik harus mempunyai certificate of analyse (CA). b. Barang harus bersumber dari distributor utama. c. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk kategori bahanbahan berbahaya. d. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin (CO). e. Waktu kadaluarsa minimal 2 tahun.
2.9.6 Penyimpanan Penyimpanana merupakan suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengen cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
21
Tujuan penyimpanan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008) : a. Memelihara mutu sediaan farmasi. b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab. c. Menjaga ketersediaan. d. Memudahkan pencarian dan pengawasan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES /SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi dengan ketentuan antara lain: a.
Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya.
b.
Dibedakan menurut suhu dan kestabilannya.
c.
Mudah tidaknya meledak/terbakar.
d.
Tahan/tidaknya terhadap cahaya.
e.
Disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Ruang penyimpanan harus memperhatikan penempatan rak dan pallet
untuk kemudahan bergerak, suhu, sinar/cahaya, kelembaban, sirkulasi udara, pemisahan untuk menjamin mutu produk, dan keamanan petugas. Umumnya, penyimpanan dibagi berdasarkan : a.
Bentuk sediaan
b.
Kelas terapi
c.
Alfabetis
d.
First in First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO)
e.
Kestabilan sediaan.
2.9.7 Pendistribusian Kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu tepat jenis dan jumlah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Distribusi perbekalan farmasi di Rumah Sakit dapat dilakukan dengan berbagai pilihan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
22
sistem. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan (Departemen Kesehatan Republlik Indonesia, 2004) : a.
Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada.
b.
Metode sentralisasi atau desentralisasi.
c.
Sistem total floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi Beberapa kategori sistem pendistribusian perbekalan farmasi adalah :
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (Total Floor Stock) Tatatan kegiatan penghantaran sediaan perbekalan farmasi yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dengan mengambil dosis/unit perbekalan farmasi dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada pasien di ruang tersebut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Pendistribusian perbekalan farmasi menjadi tanggung jawab perawat ruangan. Perbekalan yang disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh petugas farmasi (Departemen Kesehatan, 2004). Sistem ini seharusnya diminalisasi tetapi dalam beberapa kondisi sistem ini dapat digunakan, yaitu (Quick, 1997) : a. Pada unit gawat darurat atau ruang operasi biasanya dibutuhkan obat atau alat kesehatan dengan segera sehingga lebih baik disediakan stok. Akan tetapi, jika terdapat satelit farmasi di dekat ruangan tersebut maka sistem ini bisa dihindari. b. Dalam keadaan gawat darurat, obat-obatan diharuskan tersedia di ruang pelayanan pasien. Oleh sebab itu, umumnya disediakan stok obat-obat gawat darurat di ruang rawat. Farmasi bertanggung jawab melakukan pengawasan untuk obat-obat tersebut. c. Untuk obat-obatan yang dibutuhkan dalam jumlah banyak dan biayanya murah dapat dilakukan distribusi dengan sistem ini. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan resiko bahaya keamanan pasien atas obat tersebut rendah. Keuntungan dari sistem ini antara lain: pelayanan lebih cepat, menghindari pengembalian perbekalan farmasi yang tidak terpakai ke IFRS dan mengurangi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
23
penyalinanan order perbekalan farmasi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Kelemahan dari sistem ini antara lain: meningkatnya kesalahan, persediaan diruang rawat dengan fasilitas terbtas, kehilangan dan kerusakan perbekalan farmasi, pengendalian persediaan dan mutu kurang diperhatikan perawat, serta menambah beban kerja perawat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). b. Sistem Resep Perorangan (Resep Individual) Pada distribusi dengan sistem resep individual, perbekalan farmasi diberikan kepada pasien sesuai dengan yang tertulis di resep. Pendistribusian perbekalan farmasi dengan sistem resep individual dilakukan melalui instalasi farmasi (Departmen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Keuntungan dari sistem ini adalah : pengkajian langsung oleh apoteker, terjadi interaksi profesional (apoteker, dokter, dan perawat), pengendalian persediaan serta mempermudah penagihan biaya perbekalan farmasi bagi pasien (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Kelemahan dari sistem ini adalah : memerlukan waktu yang lama untuk obat sampai ke pasien dan pasien membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). c. Sistem Unit Dosis Sistem distribusi perbekalan farmasi yang diorder oleh dokter untuk pasien terdiri atas satu atau beberapa jenis perbekalan farmasi yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Pada sistem unit dosis, pendistribusian obat dilakukan melalui resep perorangan yang disiapkan, diberikan/digunakan, dan dibayar dalam unit untuk penggunaan satu kali dosis (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Penyiapan dan pengendalian obat dilakukan oleh instalasi farmasi untuk tiap waktu penggunaan dalam sehari. Selanjutnya, obat diserahkan kepada perawat untuk diberikan ke pasien. Sistem unit dosis hanya dapat dilakukan untuk pasien rawat inap bukan untuk pasien rawat jalan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
24
Keuntungan dari sistem ini adalah: pasien hanya membayar obat yang telah dipakainya, tidak ada kelebihan obat yang tidak terpakai di ruang perawatan, semua obat dipersiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai waktu yang lebih untuk merawat pasien, menciptakan sistem pengawasan ganda yaitu oleh farmasi ketika membaca resep dokter, sebelum dan sesudah menyiapkan obat serta oleh perawat ketika membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat kepada pasien, mengurangi kesalahan pengobatan (medication error), memperbesar kesempatan komunikasi antara farmasi, perawat dan dokter serta pasien, memungkinkan farmasi mempunyai profil farmasi penderita yang dibutuhkan untuk Drug Use Review (pengkajian penggunan obat) serta mempermudah pengendalian dan pemantauan penggunaan persediaan farmasi (Departemen Kesehatan jRepublik Indonesia, 2008). Kelemahan dari sistem ini adalah : membutuhkan banyak tenaga farmasi dan meningkatkannya biaya operasional (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). . 2.10.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). 2.10.1. Pengkajian Resep Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrinning resep meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis Persyaratan administrasi meliputi : a. Nama, tanggal lahir, nomor rekam medis, jenis kelamin dan berat badan pasien b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter c. Tanggal resep d. Ruangan/unit asal resep Kesesuaian farmasetik meliputi : a. Bentuk dan kekuatan sediaan b. Dosis dan jumlah obat c. Stabilitas dan ketersediaan d. Aturan, cara dan teknik penggunaan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
25
Pertimbangan klinis meliputi : a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat b. Duplikasi pengobatan c. Alergi, interaksi dan efek samping obat d. Kontra indikasi e. Efek aditif
2.10.2. Pelayanan Informasi Obat (PIO) PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada tenaga kesehatan dan pasien. Tujuan PIO meliputi : a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan Rumah Sakit. b. Menyediakan
informasi
untuk
membuat
kebijakan-kebijakan
yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi. c. Meningkatkan profesionalisme apoteker. d. Menunjang terapi obat yang rasional. Kegiatan PIO meliputi : a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif. b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka. c. Membuat buletin, leaflet, dan label obat. d. Menyediakan
informasi
bagi
PFT
sehubungan
dengan
penyusunan
formularium Rumah Sakit. e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya. f. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
2.10.3. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO) Pemantauan dan pelaporan ESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
26
dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Tujuan monitoring ESO yakni menemukan ESO sedini mungkin (terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang), menentukan frekuensi dan insiden ESO, dan mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/ mempengaruhi timbulnya ESO. Kegiatan monitoring efek samping obat meliputi: a. Menganalisa laporan ESO b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami ESO c. Mengisi formulir ESO d. Melaporkan ke Panitia ESO Nasional Faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring ESO yakni kerjasama dengan PFT dan ruang rawat serta ketersediaan formulir monitoring ESO. Apoteker yang ingin memulai atau menerapkan program tersebut, dapat mengusulkan beberapa metode kepada PFT. Usulan ini mencakup pelaporan sukarela oleh praktisi individu, mengkaji kartu pengobatan pasien, surveilan obat individu dan surveilan unit pasien.
2.10.4. Pengkajian Penggunaan Obat (Drug Use Review) Pengkajian
penggunaan
obat
adalah
alat untuk
mengidentifikasi
permasalahan terkait penggunaan obat seperti dosis yang tidak benar, reaksi efek samping yang bisa dihindari, pemilihan obat yang tidak tepat dan kesalahan dalam penyiapan dan pemberian obat (Quick, 1997). Pengkajian penggunaan obat merupakan
program
evaluasi
penggunaan
obat
yang
terstruktur
dan
berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004): a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu. b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain. c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
27
Alat yang digunakan dalam pengkajian penggunaan obat adalah (Quick, 1997): a. Indikator peresepan, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : 1) Rata-rata jumlah obat per pasien. 2) Persentase obat yang diresepkan menggunakan nama generik. 3) Persentase pasien yang diresepkan antibiotik. 4) Persentase pasien yang diresepkan injeksi. 5) Persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial. b. Indikator pelayanan pasien, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : 1) Rata-rata waktu konsultasi. 2) Rata-rata waktu dispensing. 3) Persentase obat aktual yang disiapkan. 4) Persentase pelabelan yang benar. 5) Persentase pasien yang memiliki pemahaman yang benar tentang obat. c. Indikator fasilitas, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : 1) Ketersediaan daftar obat-obat esensial. 2) Ketersediaan obat-obat esensial.
2.10.5. Konseling Konseling merupakan suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien terkait penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat, dan interaksi dengan penggunaan obat-obat lain. Konseling dapat dilakukan untuk pasien dengan kriteria sebagai berikut: a. Pasien rujukan dokter, b. Pasien dengan penyakit kronis, c. Pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan polifarmasi, d. Pasien geriatrik, dan e. Pasien pulang sesuai dengan kriteria diatas.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
28
Konseling terdiri dari beberapa kegiatan, diantaranya: a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien. b. Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, mencakup: 1) Apa yang dikatakan dokter mengenai obat 2) Bagaimana cara pemakaiannya 3) Efek yang diharapkan dari obat tersebut c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat d. Melakukan
verifikasi
akhir
yaitu
mengecek
pemahaman
pasien,
mengidentifikasi, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
2.10.6. Ronde/Visite Pasien Ronde merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bertujuan untuk: a. Pemilihan obat. b. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik. c. Menilai kemajuan pasien. d. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a.
Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien.
f.
Untuk pasien yang baru dirawat, apoteker harus menanyakan terapi obat terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi.
g.
Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin penggunaan obat yang benar.
h.
Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat akan berguna untuk pemberian obat. Setelah kunjungan, apoteker membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam buku yang digunakan bersama antara apoteker sehingga dapat menghindari pengulangan kunjungan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS
3.1
Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
3.1.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo didirikan tahun 1919 dengan nama Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting. Pada masa penjajahan Jepang, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo berubah nama menjadi Rumah Sakit Perguruan Tinggi (Ika Daigaku Byongin). Tahun 1964 kembali terjadi perubahan nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Tjipto Mangunkusumo (RSTM). Setelah beberapa kali mengalami pergantian nama, akhirnya sejak tahun 1994 hingga kini, rumah sakit yang berada di Jl. Diponegoro No.71 Jakarta Pusat ini dikenal sebagai Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo atau yang biasa disingkat menjadi RSCM.
3.1.2 Visi dan Misi RSCM memiliki visi “Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat Rujukan Nasional Terkemuka di Asia Pasifik Tahun 2014” dengan misi sebagai berikut: a. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. b. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan. c. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri.
3.1.3 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia RSCM dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi lima direktorat, yaitu Direktorat Medik dan Keperawatan, Direktorat Pengembangan dan Pemasaran, Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, Direktorat Keuangan, dan Direktorat Umum dan Operasional yang terkait dengan pelayanan
29
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
30
rumah sakit. Struktur organisasi RSCM dapat dilihat secara lebih jelas pada Lampiran 1. Secara garis besar, manajemen RSCM terdiri dari manajemen klinik dan manajemen operasional. Manajemen klinik memiliki beberapa indikator sebagai berikut: a. Menurunkan angka kematian. b. Mencegah kecacatan (disability). c. Menurunkan infeksi nosokomial (disease infection). d. Meminimalisir ketidaknyamanan (discomfort). e. Tidak tercapainya hasil tindak sesuai prediksi (dissatisfaction). f. Kecacatan nol – sembuh tanpa gejala (zero defect). Sementara itu, manajemen operasional memiliki empat indikator sebagai berikut: a.
Cepatnya mendapat pertolongan dokter.
b.
Cepatnya mendapat kamar.
c.
Cepatnya mendapat pertolongan perawat.
d.
Keseringan ketergantungan dengan yang lain dalam diagnosa dan terapi.
3.1.4 Klasifikasi RSCM merupakan rumah sakit umum pemerintah pusat kelas A yang merupakan pusat rujukan nasional. Selain itu, RSCM juga merupakan rumah sakit pendidikan yang bekerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sebagai mitra penyelenggara program pendidikan Spesialis dan Sub Spesialis. Hubungan erat RSCM dengan FKUI seperti mata uang dengan dua sisi dimana sepertiga tenaga medis RSCM merupakan staf FKUI yang melakukan pelayanan, pendidikan, dan penelitian di RSCM. Beberapa bentuk kerjasama keduanya antara lain pengalaman belajar klinis peserta didik program pendidikan kedokteran dan PPDS RSCM, program pendidikan FKUI yang dilaksanakan di RSCM, dan Departemen Klinik FKUI yang terletak di RSCM.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
31
3.2
Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
3.2.1 Visi dan Misi Instalasi Farmasi RSCM memiliki visi “Menjadi Penyelenggara Pelayanan Farmasi yang Komprehensif dengan Kualitas Terbaik dan Mengutamakan Kepuasan Pelanggan pada Tahun 2014” dengan misi sebagai berikut: a. Menyelenggarakan pelayanan farmasi prima untuk kepuasan pelanggan. b. Menyelenggarakan manajemen perbekalan farmasi yang efektif dan efisien. c. Menyelenggarakan pelayanan farmasi klinik untuk meningkatkan keselamatan pasien dan mencapai hasil terapi obat yang optimal. d. Menunjang penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. e. Memproduksi sediaan farmasi tertentu yang dibutuhkan RSCM sesuai persyaratan mutu. f. Berperan serta dalam peningkatan pendapatan rumah sakit. g. Berperan serta dalam program pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan farmasi.
3.2.2 Tujuan Pelayanan Farmasi a. Membuat program pelayanan farmasi yang dapat menjamin keamanan dan ketepatan penggunaan obat bagi pasien. b. Mengelola perbekalan farmasi untuk kebutuhan rumah sakit. c. Memproduksi sediaan farmasi tertentu sesuai kebutuhan. d. Memberikan pelayanan farmasi klinik secara profesional bagi pasien sehingga tujuan pengobatan tercapai. e. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit. f. Meningkatkan hubungan kerjasama dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang terkait dalam pelayanan farmasi di rumah sakit. g. Membantu penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional kepada pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
32
3.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi RSCM bertugas melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi yang optimal, meliputi perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi dan produksi sediaan farmasi, serta melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etika profesi. Selain itu, Instalasi Farmasi juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan pendidikan, pelatihan dan enelitian di bidang Farmasi. Dalam menjalankan tugasnya tersebut, Instalasi Farmasi RSCM menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja pelayanan kefarmasian b. Pengkoordinasian perencanaan perbekalan farmasi c. Pengelolaan perbekalan farmasi untuk emmenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit d. Penyelenggaraan produksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. e. Penyelenggara pengkajian instruksi pengobatan dan resep pasien. f. Pengidentifikasian masalah dengan penggunaan obat dan alat kesehatan. g. Pencegahan dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan.terhadap efektivitas dan keamana penggunaan obat dan alat kesehatan. h. Pemberian informasi kepada petugas kesehatan, pasien / keluarga. i. Pemberian konseling kepada pasien / keluarga. j. Pelaksanaan pencampuran obat suntik, dispensing, dosis unit. k. Penyelenggaraan supervisi terhadap pelayanan farmasi. l. Pemantauan, pengawasan, dan pengendalian terhadap jaminan mutu pengelolaan pelayanan kefarmasian. m. Pengembangan profesi SDM kefarmasian. n. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan.
3.2.4 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi RSCM adalah satuan kerja fungsional yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Medik dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
33
Keperawatan. Instalasi Farmasi yang berpusat di Gedung Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3 dipimpin oleh seorang apoteker selaku Kepala Instalasi Farmasi RSCM yang membawahi empat sub instalasi, yaitu: a. Sub Instalasi Administrasi dan Keuangan (Adminkeu), b. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi, c. Sub Instalasi Produksi, dan d. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan (Farklin Diklitbang). Tenaga kerja di Instalasi Farmasi RSCM terdiri dari 28 orang apoteker, 153 orang asisten apoteker, 14 orang tenaga administrasi, dan 29 orang pekarya. Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSCM secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.3
Keterlibatan Farmasi dalam Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) PFT adalah panitia ahli yang mewakili staf medis dan farmasi. PFT
bertugas membantu pimpinan RSCM dalam merumuskan berbagai kebijakan dan peraturan tentang obat yakni untuk mencapai penggunaan obat yang rasional sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh setiap pasien. Keanggotaan PFT RSCM adalah berdasarkan pengusulan dari Kepala Departemen/Bidang/Instalasi dan disahkan oleh Direktur Utama RSCM. Anggota PFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi manapun. PFT menyusun program kerja tentang pemilihan obat dan penyusunan formularium. PFT mengajukan anggaran setiap tahun untuk mendukung program kerja. Tugas PFT mencakup: a. Sebagai penasehat bagi pimpinan RSCM dan tenaga kesehatan dalam semua masalah yang ada kaitannya dengan obat, alat kesehatan habis pakai, dan bahan diagnostik. b. Menyusun kebijakan penggunaan obat, alat kesehatan dan bahan diagnostik di RSCM. c. Menyusun formularium obat, alat kesehatan, dan bahan diagnostik; dan memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan bahan diagnostik didasarkan pada efektivitas, keamanan, kualitas, dan harga. PFT
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
34
harus mampu menghindari terjadinya duplikasi obat, baik obat dengan nama generik yang sama atau obat dengan indikasi yang sama. d. Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang menjamin berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman, dan hemat biaya. e. Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan, dan penggunaan obat kepada staf medis RSCM. f. Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan, dan penggunaan obat. g. Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang terjadi di RSCM. h. Memandu
tinjauan
penggunaan
obat (drug
utilization
review) dan
mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis. PFT perlu mengadakan rapat rutin sekurang-kurangnya satu bulan sekali untuk membicarakan implementasi dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi dan penggunaan obat. Rapat pleno PFT dihadiri oleh seluruh anggota PFT. Setiap anggota PFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari kepentingan pribadi atau kelompok dan semata-mata adalah untuk kepentingan pasien. Keputusan rapat pleno yang menyangkut kebijakan diambil berdasarkan musyawarah. Bila musyawarah tidak berhasil, maka dilakukan pemungutan suara.
3.4
Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kondisi steril melalui sterilisasi merupakan prinsip dasar untuk mencegah
terjadinya infeksi nosokomial.
Sterilisasi menjadi
langkah awal untuk
terlaksananya patient safety melalui pemutusan mata rantai penyebaran mikroorganisme. Pelaksanaan sterilisasi membutuhkan perangkat dan sistem yang utuh dalam pelaksanaannya dengan petugas khusus dengan ketrampilan khusus sebagai first step to quality. Oleh karena itu, ISP menjadi unit yang sangat dibutuhkan di rumah sakit untuk memenuhi ketersediaan atas barang-barang steril untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Alat kesehatan steril menjadi produk akhir sterilisasi di ISP. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
35
3.4.1 Definisi Instalasi Sterilisasi Pusat ISP disebut sebagai Instalasi Sterilisasi Pusat merupakan unit kerja yang bertugas menyediakan barang-barang dan peralatan steril yang dibutuhkan oleh departemen/instalasi/unit kerja lainnya di RSCM.
3.4.2 Visi dan Misi Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Visi dari ISP RSCM adalah menjadi ISP yang terkemuka di Asia Pasifik Tahun 2014. Misi dari ISP RSCM adalah: a. Menyelenggarakan pusat pelayanan sterilisasi yang aman dan bermutu. b. Menjadi penyedia alat kesehatan steril untuk jejaring pelayanan kesehatan. c. Meningkatkan kompetensi SDM dibidang sterilisasi. d. Menyedikan sarana dan prasarana yang handal. e. Menyediakan tempat pendidikan/pelatihan dan penelitian / pengembangan di bidang sterilisasi.
3.4.3 Tujuan dan Strategi Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Tujuan dari ISP RSCM adalah tercapainya pelayanan pusat sterilisasi dengan pergeseran posisi menjadi revenue center. Strategi yang digagas adalah: a. Meningkatkan efisiensi produktivitas. b. Meningkatkan profesionalisme. c. Menciptakan restrukturisasi. d. Menerapkan sistem managemen keuangan. e. Menetapkan tarif pelayanan sterilisasi berdasarkan perhitungan unit cost. f. Meningkatkan mutu pemantauan dan evaluasi.
3.4.4 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia ISP RSCM dikepalai oleh Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Umum dan Operasional. Struktur organisasi ISP RSCM dapat dilihat pada Lampiran 3. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi membawahi empat penanggung jawab sebagai berikut: a. Penanggung Jawab SDM dan Keuangan. b. Penanggung Jawab Peralatan dan Pelayanan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
36
c. Penanggung Jawab Administrasi dan Rumah Tangga. d. Penanggung Jawab Logistik dan Inventaris. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi juga membawahi dua kepala bagian, yaitu Kepala Sub Instalasi Operasional dan Kepala Sub Instalasi Mutu. Kepala bagian tersebut masing-masing memiliki tiga penanggung jawab yang menjadi pelaksana kegiatan. Kepala Sub Instalasi Operasional membawahi Penanggung Jawab Dekontaminasi, Penanggung Jawab Pengemasan dan Labeling, dan Penanggung Jawab Proses Sterilisasi, sedangkan Kepala Sub Instalasi Mutu membawahi Penanggung Jawab Penyimpanan dan Distribusi, Penanggung Jawab Quality Control, dan Penanggung Jawab Audit Mutu.
3.4.5 Ruang dan Sarana Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Ruang ISP RSCM memiliki suhu 180-220 C dan kelembaban 35-75%. Pertukaran udara dilakukan minimal 10 kali per jam dan pada setiap ruangan harus memiliki exhaust/ hepafilter. Alat yang digunakan untuk membantu sterilisasi yaitu ultrasonic, washer automatic, dry heat sterilisator, autoclave sterilisator, dan plasma sterilisator. ISP RSCM memiliki tiga jenis area, yaitu: a. Area unclean Area bertekanan negatif sebagai tempat proses dekontaminasi. b. Area clean Tempat dilakukannya proses pengemasan, labeling, dan sterilisasi. c. Area steril Area bertekanan positif untuk pelaksanaan uji visual, penyimpanan, dan distribusi barang steril.
3.4.6 Sistem Pelayanan Sistem pelayanan ISP terbagi dua, yaitu sistem pelayanan yang tersentralisasi dan desentralisasi. Sistem pelayanan tersentralisasi mencakup dalam hal manajemen (SDM, SOP, perencanaan) dan pelayanan sterilisasi perbekalan farmasi dasar steril. Untuk sistem pelayanan desentralisasi mencakup dalam hal khusus, seperti pelayanan sterilisasi instrumen, linen, dan lain-lain.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
37
Pelaksanaan sterilisasi di RSCM tersentralisasi di ISP. Keuntungan sentralisasi tersebut diantaranya, yaitu peningkatan efisiensi ruangan, SDM, peralatan, dan waktu. Mutu dari alat kesehatan steril juga akan terjamin karena adanya prosedur indikator mutu. Pelayanan yang diberikan akan lebih cepat dan dapat mengurangi beban kerja SDM di unit pemakai. Selain itu, ISP juga akan lebih mudah untuk diawasi dan lebih terkendali serta dapat mencegah duplikasi dalam proses sterilisasi.
3.4.7 Kegiatan Instalasi Sterilisasi Pusat a. Alur Perpindahan Barang Satu Arah ISP RSCM memiliki alur dalam perpindahan barang. Alur tersebut berupa alur satu arah, dari area kotor ke area bersih dan akhirnya ke area steril. Pada area kotor, barang non steril diterima serta dipilih dan di sortir. Barang direndam, dibersihkan, dibilas, dan dikeringkan sebelum dibawa ke area bersih. Pada area bersih, barang diterima dan dikemas. Barang yang dikemas kemudian diberi label, disusun dan diuji secara mekanik, kimia, dan biologi, lalu barang akan melalui proses sterilisasi. Setelah proses sterilisasi, barang akan masuk ke area steril dan disimpan. b. Alur Aktivitas Fungsional Terdapat dua subjek yang ditangani oleh ISP, yaitu supplier dan customer. Supplier memberikan barang bersih yang ditempatkan pada loket barang bersih ISP. Berbeda dengan supplier, barang kotor yang berasal dari customer diserahkan melalui loket barang kotor. Barang kotor diseleksi dan dilakukan dekontaminasi lalu dikemas dan diberi label. Sebelum dilakukan pengemasan dan pemberian label, petugas akan melakukan uji mutu pada sebagian barang. Barang bersih yang lolos uji mutu dapat memasuki tahap pengemasan dan labeling. Setelah dikemas dan diberi label, barang diuji mutunya sebelum memasuki proses sterilisasi. Pada proses sterilisasi, barang steril yang rusak akan dilakukan proses ulang dengan mengulang proses sterilisasi dari awal. Sedangkan, barang yang kondisinya memenuhi persyaratan akan ditempatkan di penyimpanan barang steril. Barang-barang di penyimpanan barang steril
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
38
kemudian didistribusikan melalui loket distribusi dan akan diawasi mutunya oleh customer. c.
Proses Sterilisasi Perbekalan Farmasi Dasar Barang bersih memasuki tahap kontrol spesifikasi sebelum pengemasan dan labeling. Selain itu, barang diuji secara mekanik, kimia, dan biologi. Setelah dikemas dan diberi label, barang disusun dengan baik sebelum sterilisasi. Sterilisasi menggunakan
suhu
tinggi atau suhu
rendah. Setelah proses
sterilisasi, barang akan melalui uji visual, dan ditempatkan pada bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan. d. Proses Sterilisasi Barang Medis Ulang Pakai Proses sterilisasi barang medis ulang pakai ISP RSCM harus melalui proses dekontaminasi terlebih dahulu dan lolos uji mekanik, kimia, dan biologi sebelumnya. Barang yang didekontaminasi dikeringkan dan dilakukan kontrol spesifikasi, lalu memasuki tahap pengemasan, labeling dan penyusunan. Setelah penyusunan barang disterilisasi dengan suhu tinggi atau suhu rendah. Barang diuji secara visual dan ditempatkan di bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1
Gudang Perbekalan Farmasi (Gudang PF) Gudang perbekalan farmasi merupakan sarana penting dalam proses
pengelolaan perbekalan farmasi. Dalam struktur organisasi IFRS gudang perbekalan farmasi berada dibawah Sub Instalasi Perbekalan Farmasi. Gudang perbekalan farmasi Gudang perbekalan farmasi terdiri dari Gudang farmasi I (Gudang alat kesehatan I, II, III; Gudang obat oral dan injeksi; Gudang B3), Gudang farmasi II (Gudang Cairan) dan Gudang gas medis. Tata ruang gudang pusat diatur berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi yaitu sistem arus U yang terdiri atas ruang penerimaan, gudang alat kesehatan, gudang obat, gudang akses terbatas, ruang administrasi, gudang B3 dan ruang pendistribusian. Sebagai bagian dari pengelola perbekalan farmasi di RSCM, kegiatan utama yang dilakukan peugas gudang dalam menjaga ketersediaan perbekalan farmasi antara lain perencanaan pengadaan perbekalan farmasi ke distributor, penerimaan perbekalan farmasi dari distributor, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ke seluruh satelit farmasi dan unit kerja di RSCM. Gudang pusat beroperasi dari hari Senin hingga Jumat mulai pukul 08.00 hingga 20.00 WIB yang terbagi menjadi dua shift yaitu pukul 08.00- 15.30 WIB dan 12.00-20.00 WIB. Tenaga kerja di gudang perbekalan farmasi yang bertanggung jawab terhadap gudang I dan gudang II berjumlah 18 orang terdiri dari 1 orang Apoteker penanggung jawab, 1 orang Asisten apoteker (AA) yang bertugas sebagai supervisor, 5 orang Asisten apoteker pelaksana obat, 3 orang Asisten apoteker pelaksana alat kesehatan, 4 orang Asisten apoteker pelaksana administrasi dan 4 orang Pekarya.
4.1.1 Perencanaan Pengadaan Perbekalan Farmasi Perencanaan pengadaan PF dari distributor ke gudang dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan sistem IT untuk menarik data stok akhir atau sistem manual yaitu asisten menarik data dari kartu stok. Pengadaan dilakuakan 39
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
40
berdasarkan permintaan/defekta PF yang terdiri dari permintaan rutin pada hari senin dan rabu, serta permintaan mendesak/cito setiap hari. Gudang pusat menyusun permintaan/defekta perbekalan farmasi yang dibutuhkan kemudian mengirimnya kebagian pemesanan di Instalasi Farmasi untuk dibuatkan Surat Pesanan (SP). Jika permintaan telah di setujui oleh Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi, petugas pemesanan akan menghubungi distributor terkait. Dalam waktu kurang lebih tiga hari perbekalan farmasi yang diminta akan dikirim ke gudang pusat.
4.1.2 Penerimaan Perbekalan Farmasi Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan oleh panitia penerimaan bersama petugas gudang kecuali untuk pengadaan dengan cara pembelian langsung. Penerimaan dilakukan pada jam operasional gudang mulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. Saat penerimaan, dilakukan pemeriksaan dokumen dan fisik perbekalan farmasi yang dikirim. Kemudian panitia penerimaan membubuhkan tanda tangan, nama jelas dan stempel serta tanggal penerimaan pada faktur penjualan, dan salinan faktur yang diserahkan kepada petugas administrasi untuk diproses lebih lanjut. Sedangkan petugas gudang bertugas menginput data perbekalan farmasi yang diterima kedalam sistem komputer dan kartu stok manual yang meliputi spesifikasi produk, asal distributor, jumlah dan waktu kadaluarsa. Pemeriksaan dokumen meliputi pemeriksaan kesesuaian antara faktur penjualan dengan daftar pesanan kelengkapan dokumen seperti surat jalan/faktur penjualan, certificate of origin (CO) untuk alat kesehatan/alat kedokteran, certificate of analysa (CA) untuk bahan baku dan material safety data sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya. Hingga saat ini, pengiriman dokumen terkait keamanan dan kualitas produk ini masih belum sepenuhnya dilaksanakan oleh semua distributor rekanan. Pemeriksaan fisik perbekalan farmasi yang diterima meliputi dari produk yang dikirim, waktu kadaluarsa, spesifikasi dan kesesuaian penanganan
obat
termolabil.
Pengiriman
obat
termolabil
disyaratkan
menggunakan cool box yang dilengkapi dengan termometer penunjuk suhu dan dipastikan berada pada rentang 2-8°C, jika pengiriman tersebut tidak sesuai
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
41
dengan yang disyaratkan maka petugas gudang akan melakukan penukaran produk yang baru.
4.1.3 Penyimpanan Perbekalan Farmasi Pengaturan tata ruang gudang perlu dilakukan untuk memudahkan penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan perbekalan farmasi. Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan dengan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Penyimpanan perbekalan farmasi di RSCM di tempatkan pada beberapa tempat yang terpisah, yaitu obat, alat kesehatan dan B3 disimpan di gudang I; cairan-cairan infus disimpan di gudang II; gas medis disimpan di gudang gas medis; sedangkan reagensia, bahan baku dan radiofarmaka disimpan di unit kerja yang terkait. Pengaturan penyimpanan perbekalan farmasi di gudang I dilakukan berdasarkan alfabetis dengan penyimpanan dipisah untuk obat yang tergolong obat LASA walaupun memiliki nama dengan alphabet yang berdekatan guna menghindari kesalahan dispensing.
4.1.3.1 Obat Kategori penyususnan obat berdasarkan : a. Tujuan penggunaan : obat oral dan obat luar b. Bentuk sediaan : sediaan padat dan cair (untuk obat dalam) dan semi solid dan injeksi (obat luar) c. Penyimpanan khusus : narkotika dan psikotropika, obat mahal, sitostatika, high alert d. Stabilitas : obat termolabil disimpan didalam lemari pendingin dengan suhu yang sesuai e. Generik dan Nama dagang f. Askes dan Non Askes
4.1.3.2 Alat Kesehatan a. Khusus yaitu berdasarkan unit kerja, misal : mata, PJT b. Penggunaan/ fungsi, misal : dressing c. Volumenious yaitu berdasarkan volume perbekalan farmasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
42
4.1.3.3 Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) B3 disimpan diruang terpisah tahan api disertai tanda B3 dan MSDS.
4.1.3.4 Gas Medis Tempat penyimpanan gas medis dibagi menjadi : a. Gudang gas medis tabung, farmasi bertanggung jawab pada pengelolaan b. Gudang gas medis cair, farmasi bertanggung jawab pada penerimaan dan perawatan. Dalam upaya menjaga mutu perbekalan farmasi yang disimpan, petugas gudang melakukan langkah-langkah berikut ini : a. Melakukan stock opname tiga bulan sekali Stock opname di gudang berguna untuk mengetahui perbekalan farmasi kesesuaian fisik perbekalan farmasi yang ada dengan yang tertera di dalam kartu stok dan system IT serta mengetahui perbekalan farmasi yang akan kadaluarsa dalam waktu dekat. Produk yang akan kadaluarsa kurang dari tiga bulan diberi label kadaluarsa berwarna kuning. Selain itu, gudang juga menerima laporan bulanan perbekalan farmasi yang akan kadaluarsa tiga bulan kedepan dari tiap satelit farmasi/unit kerja. b. Melakukan pemantauan suhu lemari pendingin dan suhu ruangan setiap hari. Pemantauan suhu lemari pendingin dilakukan tiga kali sehari pada pukul 06.00, 14.00 dan 20.00 WIB sedangkan pemantauan suhu ruangan dilakukan satu kali sehari pada pukul 08.00 WIB untuk menjaga stabilitas obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. c. Penanganan produk bermasalah Gudang juga bertanggung jawab atas perbekalan farmasi yang tidak memenuhi persyaratan dan telah kadaluarsa. Untuk perbekalan farmasi yang tidak memenuhi persyaratan akan dilakukan penukaran ke distributor, sedangkan yang akan kadaluarsa dilakukan penukaran ke distributor bila disetujui dan bila telah kadaluarsa dilakukan pemusnahan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
43
4.1.4 Pendistribusian Perbekalan Farmasi Pendistribusian merupakan proses penyaluran perbekalan farmasi dari gudang yang dilakukan berdasarkan permintaan yang disertai bukti serah terima. Gudang melayani permintaan rutin yang telah dijadwalkan untuk setiap satelit dan unit kerja serta permintaan mendesak/cito setiap hari. Pemintaan rutin dilakukan melalui dua cara yaitu sistem online dan sistem manual. Sistem online dilakukan oleh satelit farmasi ke gudang yang akan mencetak langsung surat permintaan perbekalan farmasi satu hari sebelum pengambilan perbekalan farmasi. Sistem manual dilakukan oleh unit kerja dengan menggunakan formulir permintaan perbekalan farmasi yang harus diantar langsung oleh petugas dari unit kerja ke gudang satu hari sebelum pengambilan perbekalan farmasi. Setelah permintaan diterima, petugas akan menyetujui permintaan sesuai dengan persediaan yang ada digudang. Selanjutnya, petugas gudang akan menyiapkan perbekalan farmasi yang disetujui serta melakukan pencatatan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang tertera pada formulir permintaan. Petugas administrasi akan memproses formulir permintaan tersebut untuk mendapatkan Form Distribusi Obat/Alkes bagi tiap satelit farmasi atau unit kerja terkait. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, petugas gudang akan menghubungi satelit farmasi atau unit kerja terkait untuk memberitahukan bahwa perbekalan farmasi sudah siap diambil dan diverifikasi asisten apoteker dari satelit farmasi atau unit kerja tersebut. Pada saat penyerahan dilakukan pengecekan kembali oleh petugas gudang dan Asisten apoteker dari pihak satelit farmasi atau unit kerja dengan membaca ulang dan memeriksa perbekalan farmasi yang telah disiapkan. setelah pengecekan kembali sesuai dilakukan penandatanganan bersama form distribusi obat/alkes, lembar yang asli disimpanoleh gudang sedangkan lembar copy untuk satelit farmasi atau unit kerja. Sedangkan untuk satelit/ unit kerja yang tidak memiliki petugas untuk mengambil perbekalan farmasi, petugas gudang yang akan mengantarkan. Khusus untuk permintaan cito pendistribusiannya dapat dilakukan setiap hari hal ini karena permintaan cito berasal dari permintaan darurat atau karena kekosongan perbekalan farmasi di satelit farmasi atau unit kerja serta gudang pusat atau dari permintaan obat yang bukan termasuk kontrak tender. Proses Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
44
pendistribusian permintaan cito sama seperti permintaan rutin. Untuk memenuhi permintaan perbekalan farmasi di luar jam operasional gudang, petugas satelit harus menghubungi penanggung jawab gudang untuk mengambil perbekalan farmasi di gudang dengan satu orang saksi dari Satelit Farmasi Pusat dan petugas keamanan untuk membuka pintu gudang. Selama pelaksanaan PKPA mahasiswa berkesempatan untuk mengamati dan membantu melaksanakan kegiatan penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi di gudang pusat diantaranya : a. Membantu menempelkan label high alert pada obat yang tergolong high alert dan label obat kanker pada obat yang tergolong obat sitostatik b. Membantu merapikan susunan sediaan obat oral dengan menyusunnya secara FEFO dan memeriksa waktu kadaluarsa dari tiap obat. Untuk obat yang akan expired date kurang dari tiga bulan diberi label kuning dan disimpan dalam plastik kuning. c. Memeriksa kesesuaian jumlah obat oral yang tertera pada kartu stok dengan jumlah fisik yang ada. d. Membantu mengecek ketersediaan obat yang tiga bulan lagi akan expired date yang tertera dalam database apakah masih ada atau telah habis. Hasil pengamatan selama melakukan praktek kerja antara lain : a. Penyimpanan B3 belum sesuai untuk keamanan, MSDS tidak lengkap dan belum semua diterjemahkan. b. Keterlambatan penerimaan PF dari distributor dikarenakan gudang perbekalan farmasi di RSCM berlokasi ditengah-tengah area rumah sakit dan belum terdapat fasilitas jalan yang memadai untuk dapat diakses pihak eksternal dan distributor kesulitan dalam mencari lahan parkir. Gudang perbekalan famasi yang ideal ditempatkan pada posisi yang strategis, dapat diakses oleh pihak internal maupun eksternal dan memiliki akses jalan yang baik sehingga mengefisiensikan aktivitas keluar masuk perbekalan farmasi. Saran dalam mengatasi masalah tersebut yaitu : a. Masalah penanganan penyimpanan B3 sebaiknya ruangan disertai sistem pengamanan dini seperti smoke detector. Selain itu meminta distributor untuk
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
45
menyertakan
MSDS
saat
mengirimkan
B3,
sebaiknya
yang
sudah
diterjemahkan bila tidak bisa maka petugas gudang harus menerjemahkannya. b. Masalah keterlambatan penerimaan PF dari distributor sebaiknya lokasi gudang dibuat lebih ideal dengan penambahan jalan untuk mobil sehingga mudah diakses pihak eksternal atau membuat jadwal rutin penerimaan PF dan menyediakan lahan parkir khusus distributor pada jam yang telah terjadwal tersebut.
4.2
Sub Instalasi Produksi Salah satu kegiatan pengadaan perbekalan farmasi di RSCM dilakukan
yaitu dengan melakukan kegiatan produksi yang dilakukanoleh Sub Instalasi Produksi. yang berlokasi di Gedung Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3 melayani produksi sediaan farmasi dan pelayanan aseptik dispensing. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan di RSCM terdiri dari sediaan steril dan non steril. Lokasi untuk pelayanan aseptic dispensing di RSCM adalah di: a. CMU 2: pencampuran obat suntik (IV admixture) (4 asisten apoteker), pencampuran obat kemoterapi (3 Asisten Apoteke dan 1 pekarya), repacking obat padat steril (2 asisten apoteker) b. Perinatologi : pencampuran obat suntik (iv adm), TPN (5 asisten apoteker) c. Gedung A lt 8: pencampuran obat kemoterapi (4 asisten apoteker) d. IKA: pencampuran obat kemoterapi (2 asisten apoteker)
4.2.1 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia (SDM) yang terdapat di Sub Instalasi Produksi terdiri dari 2 apoteker, 20 asisten apoteker (AA) dan 4 pekarya. Sub instalasi produksi beroperasi selama 2 shift, dari jam 08.00-20.00 dari hari Senin hingga Sabtu.
4.2.2 Fasilitas Sub Instalasi Produksi memiliki fasilitas untuk menunjang kegiatan produksi agar selalu sesuai standar dan terjamin mutunya. Fasilitas disesuaikan dengan kegiatan produksi yang dilakukan dalam runagan tersebut. Ruang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
46
karantina merupakan ruangan tempat alat yang baru masuk disimpan sebelum digunakan untuk proses produksi. a. Ruang pencucian, tempat alat dan kemasan yang digunakan dibersihkan. b. Bahan baku, tempat disimpannya bahan baku obat yang digunakan dalam proses produksi. Penyimpanan disimpan berdasarkan penggunaan bahan baku, yaitu untuk bahan baku sediaan oral dan obat luar. c. Ruang peracikan sediaan farmasi non steril terdiri dari: ruangan tempat dilakukannya peracikan obat oral dan peracikan sediaan farmasi/obat luar d. Ruang produksi steril merupakan ruang tempat dilakukannya kegiatan produksi steril dan repackaging. e. Ruang uji mutu, ruangan tempat dilakukannya kegiatan pengujian kualitas sediaan yang dihasilkan. f. Ruang penyiapan aseptik Pada ruang penyiapan aseptic terbagi menjadi beberapa ruang antara lain: a. Ruang Sitostatika, merupakan ruangan tempat dilakukan peracikan dan pencampuran (dispensing) obat-obat kemoterapi yang sifatnya sitostatik. Prinsip ruangan ini adalah ruangan bertekanan negatif, sehingga tekanan dari luar ruangan lebih besar dari tekanan dalam ruangan. Dengan prinsip seperti ini, diharapkan zat-zat yang bersifat sitostatik tidak menyebar keluar ruangan. b. Ruang Obat Suntik dan Nutrisi Parenteral, merupakan ruangan tempat dilakukan peracikan dan pencampuran (dispensing) sediaan obat suntik atau nutrisi parenteral. Prinsip tekanan dalam ruangan adalah tekanan positif, sehingga tekanan dalam ruangan lebih besar disbanding luar ruangan. Hal ini bertujuan agar ruangan dalam tidak terkontaminasi dari luar ruangan.
4.2.3 Kegiatan Sub Instalasi Produksi Kegiatan yang dilakukan di Sub Instalasi Produksi adalah pengadaan sediaan farmasi steril, non steril dan aseptik. Sediaan yang diproduksi memiliki kriteria sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
47
a. Formula khusus b. Kemasan yang lebih kecil (repacking) c. Tidak ada di pasaran d. Untuk penelitian e. Harga lebih murah f. Produk Recenter Paratus (harus dibuat segar)
4.2.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Perbekalan farmasi yang digunakan dalam kegiatan produksi, dikelola sesuai dengan alur perencanaan, pengadaan, penyimpanan, produksi dan distribusi. a. Perencanaan dan pengadaan Sub instalasi produksi melakukan defekta seminggu sekali yaitu pada hari Senin langsung ke Gudang Farmasi Pusat. Permintaan sesuai dengan kebutuhan bahan baku yang akan digunakan. b. Penyimpanan Bahan baku yang diperoleh dari gudang disimpan di Ruang Bahan Baku. Penyimpnan dipisahkan berdasarkan tujuan penggunaan obat, obat luar dan Obat Oral. Suhu ruangan dijaga agar terdapat dalam rentang di bawah 250C agar mutu bahan baku tetap terjaga. c. Produksi Sediaan yang diproduksi oleh instalasi produksi berupa sediaan non steril, steril dan aseptik. Sub Instalasi Produksi bertanggungjawab dalam melayani permintaan dari seluruh RSCM. Untuk dispensing sediaan sitostatika yang ada di CMU 2 melayani permintaan dari RSCM Kencana dan pasien rawat jalan yang akan melaksanakan kemoterapi. Sediaan parenteral yang diproduksi, salah satunya adalah campuran NaCl dan KCl premix, dibuat agar memudahkan dalam pemberian. Alur pelayanan di Instalasi Produksi dimulai ketika ada permintaan barang berupa sistem peresepan elektronik atau formulir permintaan barang dari gudang. Permintaan dibagi menjadi formula standar dan resep individu. Selanjutnya
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
48
petugas memeriksa kelengkapan resep. Apabila resep telah diperiksa, petugas akan memulai proses produksi. Proses produksi ditulis dalam buku pembuatan obat. d. Distribusi Terdapat 84 jenis sediaan yang diproduksi oleh Sub Instalasi Produksi dengan jumlah yang rutin diproduksi tiap bulan kurang lebih sebanyak 40 jenis. Distribusi hasil produksi dilakukan ke Gudang Farmasi sebagai ruang penyimpanan. Gudang kemudian mendistribusikan hasil produksi langsung ke unit kerja yang membutuhkan. Untuk sediaan aseptik dispensing, sediaan dengan formula standar, seperti KCL premix didstribusikan melalui Gudang Farmasi, sementara untuk permintaan khusus langsung didistribusikan ke unit pelayanan kesehatan yang membutuhkan. Selama melakukan kegiatan PKPA di bagian Sub Instalasi Produksi, mahasiswa ikut mengamati kegiatan produksi sediaan farmasi, salah satunya kegiatan handling cytotoxix (dispensing obat sitotoksik) berupa obat kemoterapi. Alur pelayanan dispensing obat kemoterapi yang dilakukan di Instalasi Produksi adalah: a. Penerimaan obat sitostatik Pasien sebisa mungkin tidak dilibatkan dalam pendistribusian obat sitostatik untuk menjamin keamanan pasien dan kualitas obat sitostatik yang umumnya tergolong mahal. Pengantaran dilakukan oleh petugas satelit pusat atau unit lain. Petugas handling cytotoxic yang menerima terlebih dulu memeriksa obatobat yang diserahkan beserta cairan infus dan spuit yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah yang tertulis dalam formulir permintaan rekonstitusi. Penyimpanan obat hasil rekonstruksi dapat disimpan di Sub Instalasi Produksi sebagai obat titipan pasien. Formulir pencampuran obat sitostatik dapat dilihat pada lampiran 4. b. Penerimaan resep Resep kemoterapi berbeda dengan resep obat lainnya, yakni berupa formulir pelayanan pencampuran obat sitostatika instalasi farmasi. Selain itu, untuk menghindari terjadinya kesalahan, formulir juga dilengkapi dengan protokol kemoterapi yang dituliskan dokter. Selanjutnya petugas depo sitostatik melakukan pengkajian resep dengan memeriksa kesesuaian pasien, dosis, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
49
ketersedian obat untuk menjamin keamanan pasien.Contoh protokol kemoterapi dapat dilihat pada lampiran 5. c. Persiapan pencampuran obat sitostatik Persiapan pencampuran obat sitostatik meliputi penyiapan obat sitostatik, cairan pelarut, dan spuit sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selain itu juga dilakukan penulisan etiket yang berisi nama pasien, nomor rekam medik (RM), jumlah obat yang direkonstruksi beserta jumlah cairan pelarutnya, rute pemberian, tanggal dan waktu pembuatan, serta tanggal dan waktu kadaluarsa. Seluruh obat, cairan, spuit, dan etiket yang diperlukan ditempatkan dalam kotak obat dan didistribusikan melalui pass box yang terhubung ke dalam ruang steril tempat penyiapan obat secara aseptis. d. Pencampuran obat sitostatik Sebelum dilakukan pencampuran, petugas harus menggunakan APD sesuai dengan ketentuan yang berlaku terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menjamin sterilitas produk yang dihasilkan dan keamanan bagi petugas sendiri. Persiapan tersebut meliputi menggunakan baju steril dan alat pelindung diri seperti penutup kepala, sarung tangan steril, masker N95, dan penutup mata (goggle) serta penutup kaki. Sarung tangan yang dikenakan untuk prosedur aseptis rangkap dua, sarung tangan yang kedua dipakai setelah masuk ke dalam ruang steril. Persiapan lain yang perlu dilakukan yaitu membersihkan searah bagian dalam Bio Safety Cabinet (BSC), kemasan obat, cairan dan spuit yang akan dimasukkan ke dalam BSC dengan mengunakan alkohol, menyiapkan tempat pembuangan tertutup khusus limbah sitostatik, dan menyiapkan peralatan lain yang dibutuhkan seperti beaker glass. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pencampuran obat sitostatik dilakukan di ruang steril dalam Biological Safety Cabinet (BSC) yang dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF) vertikal. e. Pengemasan obat sitostatik Setelah selesai direkonstitusi, sediaan sitostatik ditempelkan etiket dan label obat sitostatik yang sesuai. Pelabelan dan pemberian etiket dilakukan di dalam ruang steril. Khusus obat yang tidak tahan cahaya, obat di lapisi dengan menggunakan aluminium foil. Sediaan akhir yang telah selesai dikerjakan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
50
diletakkan kembali ke dalam kotak khusus dan dikeluarkan dari ruang steril melalui pass box. Selain itu, mahasiswa mengamati kegiatan dispensing sediaan parenteral berupa KCl premix, serta kegiatan repacking sediaan steril. Selama kegiatan PKPA pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan produksi memenuhi syarat baik dalam produksi steril maupun aseptis. Produk yang dihasilkan di Sub Instalasi Produksi haruslah terjamin kualitasnya. Oleh karena itu, dilakukan kegiatan pengendalian mutu dalam kegiatan produksi. Kegiatan ini dilakukan oleh tenaga kerja yang memiliki kompetensi
khusus.
Sub
Instalasi
Produksi
telah
melakukan
kegiatan
pengendalian mutu, tetapi kendala yang dihadapi oleh Sub Instalasi Produksi adalah kurangnya SDM yang memiliki kompetensi sesuai standar dalam kegiatan produksi. Dengan petugas yang kurang menyebabkan petugas kewalahan dan terkadang kegiatan tersebut tidak dilakukan. Contohnya dalam kegiatan double checking, kegiatan uji mutu seperti double checking oleh petugas yang kompeten tidak dapat dilakukan sesuai dengan yang dapat dilakukan untuk setiap produk yang dihasilkan. Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan penambahan tenaga kerja dengan kompetensi yang memadai terutama dalam hal kegiatan penjaminan mutu sediaan yang diproduksi.
4.3
Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Satelit farmasi IGD merupakan satelit farmasi yang terletak di IGD dan
bertanggung jawab dalam mengelola kebutuhan perbekalan farmasi di IGD. Satelit farmasi IGD memiliki dua depo yang terletak di lantai satu dan lantai empat. Pelayanan farmasi di IGD dilakukan selama 24 jam (tiga shift). Melayani seluruh kebutuhan perbekalan farmasi (PF) di IGD. Depo lantai 4 merupakan depo khusus yang melayani kebutuhan PF di ruang operasi.
4.3.1 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia di satelit farmasi IGD terdiri dari dua orang apoteker. Satu apoteker manajemen dan satu apoteker farmasi klinik, 21 orang asisten apoteker dan satu orang pekarya. Asisten apoteker terdiri dari 8 orang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
51
dengan pendidikan Sekolah Menengah Farmasi (SMF) dan 13 orang berpendidikan diploma farmasi. Satelit farmasi IGD beroperasi selama 24 jam dan terbagi menjadi tiga shift. Tabel 4.1 menunjukkan pembagian sumber daya manusia pada depo setiap shift. Tabel 4.1 Pembagian jumlah asisten apoteker setiap shift di tiap depo IGD Pagi
Siang
Malam
(08.00 –15.00 WIB)
(14.00–21.00 WIB) (20.00 –08.00 WIB)
Depo lantai 1 5 orang
4 orang
4 orang
Depo lantai 4 1 orang
1 orang
1 orang
4.3.2 Kegiatan Depo lantai satu memiliki kegiatan sebagai berikut : a. Melayani permintaan perbekalan farmasi (PF) dan paket tindakan (resus dan kebidanan) lantai satu sampai dengan lantai tiga b. Melayani kebutuhan distribusi ruangan (floor stock) c. Melayani resep online lantai tiga yang masih dalam masa uji coba Depo lantai empat memiliki kegiatan melayani permintaan perbekalan farmasi dan juga paket tindakan operasi. Resep yang diterima oleh depo lantai empat merupakan resep manual.
4.3.3 Alur Pengelolaan Perbekalan Farmasi (Perencanaan, Pengadaan, Penyimpanan dan Penerimaan Perbekalan Farmasi) Perhitungan permintaan perbekalan farmasi berdasarkan kebutuhan selama empat har i padasetiap pembuatan defekta. Pembuatan defekta dilakukan oleh asisten apoteker yang bertugas pada saat jadwal defekta ke gudang kecuali defekta cito yang dapat di lakukan diluar dari jadwal defekta. Pemesanan dari satelit ke gudang pusat dilakukan dua kali dalam seminggu yaitu pada hari selasa dan jumat. Pengambilan perbekalan farmasi dilakukan keesokan harinya setelah defekta diserahkan ke gudang pusat. Pada saat pengambilan perbekalan farmasi dilakukan verifikasi oleh asisten apoteker dari gudang dan asisten apoteker dari satelit. Lembar verifikasi resep dapat dilihat pada lampiran 6. Verifikasi dilakukan untuk mengecek ketersediaan perbekalan farmasi yag dibutuhkan, jenis, bentuk sediaan, tanggal kadaluarsa, jumlah yang terpenuhi sesuai dengan defekta dan tanggal Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
52
kadaluarsa. Setelah verifikasi PF dibawa ke satelit. Pengadaan PF untuk depo lantai 4 dilakukan pada hari senin kamis dengan memberikan defekta ke depo lantai 1 sesuai dengan kebutuhan depo lantai 4 selama empat hari. Pembuatan defekta di depo lantai 4 dilakukan oleh asisten apoteker yang bertugas pada malam sebelum jadwal defekta. Setelah defekta diterima depo lantai 1 maka petugas depo lantai 1 menyiapkan PF yang dibutuhkan dan mengantarkannya ke depo lantai 4. Pada saat penyerahan PF pada asisten apoteker yang bertugas di depo lantai 4 saat itu juga dilakukan verifikasi PF yang diterima.
4.3.4 Penyimpanan Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit IGD telah sesuai dengan standar prosedur operasional di RSCM. Penyimpanan perbekalan farmasi dibagi berdasarkan kriteria: perbekalan farmasi berupa obat disimpan berdasarkan bentuk sediaan dan jenis, kestabilan pada penyimpanan, alfabetis, jaminan (ASKES dipisahkan pada rak tersendiri), generik dan nama dagang sedangkan alat kesehatan disimpan berdasarkan pengunaan dan fungsi. Penyimpanan khusus di satelit IGD dilakukan pada narkotika, psikotropika, obat mahal, high alert dan bahan berbahaya dan beracun (B3) penyimpanan khusus bertujuan untuk mempermudah pengawasan dan menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan. Selain itu, penyimpanan dan penataan perbekalan farmasi di satelit IGD memperhatikan high alert dan LASA (Look Alike Sound Alike). Obat-obat high alert disimpan dalam lemari khusus yang pada sekeliling pintu lemari ditempelkan lakban merah serta dilengkapi dengan daftar obat high alert yang ada pada lemari tersebut. Obat yang termasuk dalam daftar high alert ditempelkan label merah high alert sampai pada kemasan primer dari obat tersebut. Penyimpanan juga memperhatikan sistem first in first out dan first expired first out (FIFO & FIFO). Obat-obat yang termasuk LASA ditata secara terpisah dengan pasangannya dan diberi label hijau LASA. Penempelan label LASA bertujuan untuk mengurangi terjadinya kesalahan pada saat pengambilan sediaan terkait nama obat, kemasan yang serupa serta kekuatan obat. Sehingga, diharapkan dapat mengurangi terjadinya medication error.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
53
Penyimpanan narkotika disimpan pada lemari khusus dan terkunci ganda. Kunci dipertangungjawabkan oleh satu orang asisten apoteker yang ditunjuk pada saat shift tersebut. Selain itu, penyimpanan khusus juga dilakukan untuk obat mahal, psikotropik (disimpan berdekatan dengan lemari narkotika) dan B3. Obat mahal disimpan dalam lemari khusus yang mudah diawasi dan terkunci. Khusus untuk narkotika lemari penyimpanan dilengkapi dengan kunci ganda. Upaya tersebut bertujuan untuk mempermudah pengawasan sehingga dapat menghindari kehilangan obat. B3 disimpan terpisah dan dilengkapi dengan label tanda bahaya dan Material Safety Data Sheet (MSDS) bertujuan sebagai informasi penanganan bila terjadi hal yang tidak diiinginkan.
4.3.5 Distribusi Sistem distribusi di satelit IGD yaitu sistem resep individual dan sistem floor stock (persediaan ruangan). Rata-rata perbekalan farmasi yang diresepkan pada periode Januari-Maret 2013 2849 item perhari atau 949 item pershift. Sedangkan perbekalan farmasi yang di retur rata- rata 129 item perhari atau ratarata 43 item pershift. Resep individual satelit farmasi IGD yaitu: a. Lantai 1 (resus, ruang intermediet dan anak) : disiapkan untuk 1 x pemakaian b. Ruang stagnant dan lantai 2 : satu hari pemakaian. c. Lantai 2 : satu hari pemakaian. d. Lantai 3 : satu hari (kecuali ruang rawat akut hanya 1x pemakaian). Sistem floor stock digunakan pada perbekalan farmasi dasar dan paket tindakan (rhesus, kebidanan dan operasi). Depo lantai satu akan menyiapkan dan melayani paket tindakan (resus dan kebidanan) dengan jumlah tertentu dan disimpan dalam lemari pada tiap lantai. Sedangkan paket tindakan operasi yang menyiapkan dan melayani adalah depo lantai 4. Selain paket, sistem floor stock juga digunakan untuk perbekalan farmasi dasar, paket resus dan kebidanan, alat kesehatan terutama alat bantu pernafasan dan kit emergency. Jumlah paket operasi terbanyak yang digunakan padaperiode Januari-MAret 20013 di depo lantai 4 adalah paket anestesi spinal 434 paket (28%) sedangkan paket bedah terbanyak adalah paket sectio 385 paket (24,8%) dari seluruh total paket yang digunakan 1548 paket. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
54
4.3.6 Alur Pelayanan Resep dan Permintaan Paket Depo lantai satu melayani resep dari lantai satu hingga tiga di IGD. Resep yang diterima depo lantai satu berupa resep manual dan resep online dari lantai tiga yang masih dalam masa percobaan dan kebutuhan paket tindakan. Depo lantai empat hanya melayani resep manual da n kebutuhan paket. Resep manual diantarkan oleh perawat atau dokter ke depo. Setelah resep diterima dilakukan skrining. Skrining yang dilakukan antara lain skrining administratif, farmasetik dan klinis. Proses skrining bertujuan untuk mengghindari terjadinya kesalahan dalam proses penyiapan. Kelengkapan resep meliputi nama dokter, nama pasien, usia pasien, nomor rekam medik, jenis jaminan pasien dan ruangan asal resep. Setelah melewati proses skrinning tersebut, data resep diinput ke dalam sistem komputer untuk menentukan harga dan pengecekan kemungkinan resep ganda. Dapat disarankan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya duplikasi resep disarankan ketika menginput resep ditampilkan juga riwayat peresepan sebelumnya sehingga saat melakukan input dapat terlihat. Pada input data tersebut ditentukan jumlah barang yang akan disiapkan. Pelayanan resep pada depo lantai 4 sedikit berbeda dengan depo lantai satu. Alur pelayanan resep depo lantai 4 yaitu permintaan dokter atau perawat ditulis di formulir paket dan formulir permintaan (untuk barang-barang di luar paket). AA menyiapakan PF yang dibutuhkan. Setelah menyiapkan PF yang dibutuhkan AA menginput PF yang diminta selama operasi baik paket maupun bukan paket. Saat pengambilan obat dan alat kesehatan harus dicatat dalam kartu stok. Obat yang telah selesai disiapkan dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diberi identitas pasien (nama, nomor rekam medis dan ruangan). Selanjutnya, kanttung plastik tersebut diletakkan di troli sesuai dengan pengelompokan lantainya. Resep-resep yang bersifat cito dapat ditunggu pengerjaannya di depo dan langsung diserahkan kepada perawat atau dokter yang menunggu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
55
Permintaan paket tindakan di depo lantai satu juga berdasarkan peresepan dan lembar penggunaan paket yang diisi oleh perawat ruangan. Jika perawat menggunakan paket tindakan yang tersedia dalam lemari di ruangan maka perawat wajib melaporkan ke depo lantai satu dengan membawa formulir penggunaan paket. Selanjutnya, petugas farmasi akan menganti paket yang telah digunakan dengan paket baru yang lengkap beserta dengan formulir pengunaan paket sesuai dengan jumlah paket yang telah digunakan. Pelayanan di depo lantai empat berbeda dengan depo lantai satu. Permintaan perbekalan farmasi yang diajukan ke depo lantai empat dapat dilakukan langsung oleh perawat atau dokter yang sedang melakukan tindakan operasi. Permintaan tersebut dituliskan dalam formulir permintaan paket operasi yang terdiri dari paket anestesi dan paket bedah. Perawat atau dokter yang meminta menunggu barang disiapkan lalu membawanya ke ruang operasi untuk digunakan. Selama tiga hari berada di satelit IGD, mahasiswa dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Dispensing resep. b. Melakukan perhitungan stok benang bedah. c. Menyiapkan perbekalan farmasi yang dibutuhkan untuk troli emergensi. d. Menata obat yang baru datang dari gudang pusat. e. Merekapitulasi jumlah item dan retur harian. Penyimpanan perbekalan farmasi pada satelit IGD juga memperhatikan pengawasan pada suhu penyimpanan terutama untuk perbekalan farmasi yang bersifat termolabil. Perbekalan faramasi yang bersifat termolabil disimpan pada lemari pendingan dengan suhu 2-8°C yang diperiksa setiap shift secara berkala. Selain pemeriksaan suhu pada lemari pendingin juga dilakukan pemeriksaan suhu ruangan yanng dilakukan setiap hari. Sedangkan untuk penyimpanan bahan berbahaya dan beracun (B3) disimpan pada lemari terpisah dari perbekalan farmasi lainnya dan diberi label peringatan bahaya serta lembar Material Safety Data Sheet (MSDS) sebagai informasi penanganan bila terjadi tumpahan atau hal yang tidak diingkan selama mengunakan B3 tersebut. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
56
Keterlambatan pelayanan di depo IGD selama pengamatan dilakukan dapat dikarenakan hal-hal yang sifatnya teknis seperti keterlambatan resep datang ke IGD sehingga dapat disarankan untuk pengunaan resep online. Pada peresepan masih sering ditemukan duplikasi resep. Duplikasi resep sering terjadi dikarenakan dokter meresepkan kembali meskipun ternyata telah diresepkan sebelumnya. Dapat disarankan dengan mengunakan resep online agar dapat mempermudah dokter untuk melihat riwayat rerep sebelumnya. Ketika dokter akan merepkan terbuka riwayat resep sebelumnya sebanyak rata-rata pasien di resepkan dalam sehari namun dangan didukung sistem komputer (IT) yang lebih baik lagi. Sistem IT yang lebih baik ini diperlukan dikarenakan masih terdapat kendala pada pengunaan resep online pada beberapa unit yang telah mengunakannnya yaitu lamanya proses yang dibutuhkan untuk mengunakan menu pada resep online tersebut. Beberapa masalah juga ditemukan terkait kartu stok yang ditemukan terpisah dan tidak berurutan tanggalnya. Pada satelit IGD sudah pernah dilakukan upaya dengan membuat kartu stok berjilid yaitu dengan menggabungkan kartu stok lembaran. Namun kendala yang saat ini ditemukan adalah tidak adanya sumber daya manusia yang mengerjakan sehingga kartu stok kembali dalam bentuk lembaran. Terkait dengan masalah tersebut disarankan untuk dibuat kartu stok dalam bentuk berjilid. Jumlah lembaran yang dibuat dihitung berdasarkan rata-rata lembaran yang dibutuhkan selama waktu stok opname. Hal tersebut diharapkan dapat mempermudah penelusuran saat stok opname dan pengisian kartu stok saat pengambilan PF. Masalah yang juga ditemukan adalah terjadinya selisih antara jumlah PF fisik, kartu stok dan IT. Pada narkotika dan obat mahal telah dilakukan upaya dengan menuliskan nomor inputan pada kartu stok dan pada obat mahal terjadinya selisih menurun dan hampir tidak terjadi selisih, namun pada narkotika masih tetap terjadi selisih. Sehingga disarankan untuk melakukan pemisahan kartu stok berdasarkan bentuk sediaan tablet dan injeksi. Diharapkan dengan adanya pemisahan kartu stok berdasarkan bentuk sediaan dapat kesalahan pada menuliskan karttu stok yang diduga sering terjadi dapat diperkecil. Selain masalah diatas ditemukan pula obat pulang di depo yang menumpuk karena tidak diambil ketika pasien pulang oleh pasien atau keluarga Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
57
pasien. Meskipun obat telah disiapkan oleh petugas depo. Penumpukan obat pulang dapat diminimalisasi dengan perbaikan pada sistem alur pasien pulang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat ketentuan bahwa ketika pasien pulang diharuskan untuk datang ke satelit farmasi IGD dan didokumentasikan sehingga dapat menghindari pasien yang pulang tanpa mengambil obat pulang. Pelayanan farmasi klinik di IGD belum berjalan optimal terkait dengan keterbatasan jumlah apoteker farmasi klinik sehingga masalah yang timbul adalah tidak seluruh pasien pulang mendapatkan informasi obat pulang. Sehingga untuk mengatasinya dapat dilakukan evaluasi waktu terbanyak pasien pulang untuk mengalokasikan apoteker farmasi klinik. Selain itu dapat juga dilakukan dengan membuat list obat apa sata yang sering diberikan pada obat pulang dan membuat informasi penting terkait obat-obat tersebut sehingga apabila saat pasien pulang tidak ada apoteker farmasi klinik asisten apoteker tetap dapat memberikan informasi terkait obat yang diterima. Salah satu kegiatan farmasi klinik yang dapat dilakukan yaitu wawancara riwayat pengobatan yaitu dengan mengali informasi kepada pasien atau keluarga pasien terkait pengobatan yang sebelumnya telah dijalani. Formulir medication history dapat dilihat pada lampiran 7.
4.4
Satelit Intensive Care Unit (ICU) Satelit ICU merupakan salah satu unit yang bekerja 24 jam, dari Senin-
Minggu dan terbagi dalam tiga shift. Shift satu bertugas dari pukul 07.30-14.30, shift dua dari pukul 14.30-21.00 dan shift tiga dari pukul 21.00-07.30 WIB. SDM di Satelit ICU berjumlah sepuluh orang, terdiri dari dua apoteker dan delapan asisten apoteker. Satelit ini melayani resep rawat inap dari ICU dewasa, ICCU dan menyiapkan paket tindakan endoskopi untuk pemakaian resep idnividu. Pasien yang dilayani, meliputi pasien jaminan dan umum (bayar tunai). Pelayanan farmasi di Satelit ICU dikelola oleh dua apoteker yang mengelola bidang manajemen dan klinis. Apoteker bidang manajemen bertanggung jawab kepada Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi melalui Penanggung Jawab Bidang Perbekalan Farmasi. Apoteker bidang klinis bertanggung jawab kepada Kepala SubInstalasi Farklin Diklitbang melalui Penanggung Jawab Bidang Farmasi Klinis. Pelayanan kefarmasian yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
58
dilakukan
oleh
apoteker
manajemen,
meliputi
pengelolaan
perbekalan
kefarmasian mulai dari perencanaan, defekta obat, penerimaan, penyimpanan, pelaporan, distribusi Perbekalan Farmasi (PF), pelayanan resep dan resep cito dari bagian endoskopi. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan apoteker bidang klinis, meliputi parade pagi, visite pasien bersama, pengkajian resep, monitoring obat, konseling obat pasien pulang di ICCU dan pelayanan informasi obat kepada semua petugas kesehatan. Apoteker farmasi klinis di satelit ini melakukan parade pagi setiap pukul 08.00-10.00 WIB bersama dokter, perawat, dan dietisian. Tujuannya yaitu membahas
seputar
permasalahan
pasien,
perkembangan
pasien,
dan
merencanakan tindakan atau pengobatan yang akan diberikan kepada pasien. Apoteker akan memberikan rekomendasi mengenai informasi obat yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, ketersediaan obat di instalasi farmasi, dosis obat sesuai indikasinya dan interaksi obat. Selain itu, perencanaan pengobatan pasien juga disesuaikan dengan hasil laboratorium pasien. Setelah parade pagi, apoteker melaksanakan visite pasien bersama dokter, perawat, dan dietisian. Melalui visite pasien, tim tersebut dapat mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya. Saat visite itu, dapat terjadi perubahan terapi dan tindakan. Jika hal itu terjadi, apoteker akan memberi rekomendasi kepada dokter. Tugas lain apoteker klinis adalah verifikasi (pengkajian) resep. Apoteker mengkaji kesesuaian farmasetik dan klinis dari obat yang diresepkan dokter. Monitoring obat dilakukan oleh apoteker dengan memeriksa kesesuaian antara resep, kardeks dan status pasien serta menganalisa perkembangan pasien dengan tatalaksanan terapi yang dilakukann. Jika ada terapi yang kurang sesuai, apoteker mengkonfirmasi kepada dokter yang bersangkutan dan memberikan rekomendasi jika diperlukan. Akan tetapi, karena farmasi klinis di ICU hanya ada satu, maka terkadang harus dapat membagi waktu di pagi hari untuk parade pagi dan verifikasi resep. Monitoring pengobatan pasien rawat inap dapat dilakukan dengan mengunakan lembar monitoring pengobatan pasien rawat inap yang terdapat pada lampiran 8. Pasien yang dirawat di ICU dengan kondisi yang telah stabil, umumnya dipindah ke rawat inap gedung A. Berbeda dengan ICCU, pasien yang sudah Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
59
memiliki kondisi yang baik dapat dipulangkan. Apoteker klinis juga melaksanakan kegiatan farmasi klinis di ICCU yang salah satunya adalah memberi informasi obat pada pasien yang akan pulang. Pemberian konseling pasien pulang dilakukan dengan memeberikan lembaran formulir konseling obat pasien pulang yang terdapat pada lampiran 9. Selain itu, apoteker klinis juga memiliki peran untuk memberikan pelayanan informasi obat kepada seluruh petugas kesehatan. Permintaan (defekta) barang baik obat maupun alat kesehatan dilakukan secara online setiap hari Senin dan Kamis, sedangkan untuk pengambilan barang dilakukan pada Selasa dan Jumat. Jumlah perbekalan yang dipesan diperiksa melalui kartu stok. Setelah defekta dikirm, keesokan harinya petugas gudang memeriksa ketersediaan PF dan menyediakannya sesuai permintaan. Kemudian, petugas satelit datang ke gudang untuk serah terima perbekalan farmasi (PF) di gudang. Petugas satelit melakukan pemeriksaan terhadap kesesuaian jenis & jumlah PF. Lalu menandatangani fomulir defekta PF. Setelah itu, petugas satelit mencatat di kartu stok dan menyusun PF di rak dan wadah yang telah disediakan. Beberapa jenis PF disimpan di lemari tertentu sebagai buffer stock. Berbeda dengan distribusi obat yang secara individual, distribusi perbekalan farmasi dasar dilakukan dengan sistem floor stock di ruang rawat. Perawat menulis permintaan perbekalan farmasi dasar ke satelit farmasi ICU dan satelit farmasi akan meneruskan permintaan ke gudang melalui IT. Setelah perbekalan farmasi dasar diterima satelit farmasi, perbekalan farmasi dasar diserahkan kepada perawat. Penyimpanan perbekalan farmasi terbagi menjadi tiga, yaitu penyimpanan obat, alat kesehatan dan penyimpanan obat khusus. Penyimpanan obat di satelit farmasi ICU dilakukan berdasarkan bentuk sediaan, jaminan, generik atau nama dagang dan stabilitas. Obat pasien jaminan dipisah penyimpanannya berdasarkan obat jaminan Askes dan non Askes. Obat non Askes dipisah juga berdasarkan obat generik dan obat nama dagang. Beberapa obat yang tidak stabil dalam suhu ruang juga dipisah dan disimpan di lemari pendingin dengan suhu 2-8˚C yang suhunya dipantau tiga kali sehari. Untuk termometer ruangan dipantau satu kali sehari. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
60
Berbeda dengan obat, penyimpanan alkes dilakukan berdasarkan fungsi atau penggunaannya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan penyiapan alkes. Penyimpanan obat dan alkes dilakukan berdasarkan sistem FEFO dan FIFO yang disusun secara alfabetis. Stock opname dan pengecekan kadaluarasa untuk semua perbekalan farmasi di satelit farmasi ICU dilakukan setiap enam bulan sekali. Penyimpanan obat khusus di Satelit ICU meliputi penyimpanan obat narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika, obat termolabil, dan kit emergensi. Obat-obat Look Alike Sound Alike (LASA) tidak disimpan bersebelahan atau berdekatan satu sama lain dan wadah obat ditempel stiker LASA. Obat-obat high alert disimpan di lemari khusus yang di bagian pinggirnya diberi lakban merah dan tiap kemasan hingga kemasan primer obat diberi stiker merah high alert. Narkotika disimpan di lemari khusus dengan kunci ganda dan dikalungkan satu orang penanggung jawab. Barang-barang yang tiga bulan mendekati expired date dilabel kuning dengan menulis bulan dan tahun kadaluarsa. Obat-obat termolabil disimpan di lemari pendingin. Pendistribusian obat dan alkes di satelit farmasi ICU menggunakan sistem peresepan individual. Dokter menuliskan resep obat secara manual. Resep biasanya diantar petugas ruangan. Petugas melakukan verifikasi resep dan memberikan harga. Verifikasi resep meliputi verifikasi administrasi, farmasetik, klinis dan kelengkapan lainnya, seperti surat jaminan khusus pada pasien jaminan. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui IT dan diganti statusnya. Setelah itu, obat disiapkan dan diserahkan kepada petugas ruangan dengan adanya bukti serah terima. Pasien umum biasanya membayar secara tunai kepada petugas satelit, sedangkan pasien jaminan wajib menyerahkan resep asli, fotokopi resep dan kelengkapan jaminan lainnya kepada petugas satelit. Resep di satelit ICU menggunakan resep manual dengan rata-rata 90 lembar resep masuk ke Satelit ICU per hari. Resep disimpan di satelit ICU selama 3 tahun untuk kemudian dimusnahkan. Selain resep harian, satelit farmasi ICU juga menerima resep cito. Berbeda dengan resep harian, perawat atau dokter yang telah menyerahkan resep cito ke satelit farmasi akan menunggu obat yang didispensing untuk segera diantar. Umumnya terdapat obat yang secara cepat dibutuhkan oleh pasien tetapi belum dituliskan resep oleh dokter. Perawat tetap Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
61
mendapatkan obat yang dibutuhkan yang akan diambil oleh petugas satelit, namun berkewajiban untuk menuliskan obat tersebut di buku komunikasi. Selanjutnya, petugas akan memindahkan data di buku komunikasi ke IT. Obat dapat dikembalikan jika obat sudah tak terpakai lagi dengan kondisi yang masih layak pakai dan berasal dari satelit farmasi. Bagi pasien umum, obat yang dikembalikan akan diganti dengan uang tunai, sedangkan pasien jaminan akan dilakukan
pengurangan terhadap jumlah tagihan penjamin. Penagihan
terhadap pasien jaminan diurus oleh penata rekening. Penata rekening akan melakukan penagihan ke UPPJ (Unit Pelayanan Pasien Jaminan) terhadap obatobat yang telah digunakan pasien. Penulisan aturan pakai pada resep yang diterima oleh satelit farmasi terkadang tidak lengkap karena kemungkinan dokter yang lupa menulis. Hal ini berpotensi terjadinya medication error. Contoh etiket yang digunakan di RSCM dapat dilihat pada lampiran 10. Oleh karena itu, perlu segera dilakukannya peresepan online untuk memudahkan dispensing obat. Keuntungan lain dilakukannya peresepan secara online yaitu mengurangi jumlah perawat yang mengantar resep ke satelit sehingga mengurangi beban kerja perawat. Contoh etiket yang digunakan di instalasi farmasi RSCM dapat dilihat pada lampiran 10. Satelit farmasi ICU terletak di depan ruang tata usaha. Posisi tersebut cukup jauh dari ruang tunggu keluarga pasien, sehingga petugas harus berteriak keluar ruangan untuk memanggil keluarga pasien. Oleh karena itu, dibutuhkan pengeras suara untuk mempermudah petugas satelit memanggil keluarga pasien. Lokasi satelit farmasi ICU yang baru dilengkapi dengan lemari yang tingginya sekitar dua meter lebih. Hal ini mengakibatkan alkes serta dokumen yang diletakkan di lemari tersebut sulit dijangkau oleh petugas satelit, walaupun dengan alat bantu kursi yang juga sangat beresiko menyebabkan kecelakaan kerja. Penambahan fasilitas tangga diperlukan untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit farmasi ICU sudah tertata dengan baik tetapi masih ada beberapa obat yang tersimpan dalam satu wadah obat. Penyimpanan obat tersebut beresiko meningkatkan kesalahan dalam hal dispensing obat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penambahan wadah obat. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
62
Terkadang di satelit ICU masih ditemukan barang kosong dikarenakan stok obat di gudang habis sehingga banyak pasien yang harus menebus obat di luar. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi perencanaan yang baik agar dapat mengurangi terjadinya kekosongan perbekalan farmasi.
4.5
Satelit Farmasi Pusat Satelit Farmasi Pusat merupakan satelit farmasi yang melayani rawat inap
dan ruang rawat yang tidak memiliki satelit farmasi, seperti: rawat inap Perinatologi, Bedah Anak (BCH), Unit Luka Bakar (ULB) dan Psikiatri. Selain itu, Satelit Pusat juga melayani permintaan dari rawat inap dan rawat jalan Pelayanan Jantung Terpadu (PJT), meskipun PJT memiliki instalasi farmasi, karena pelayanan tidak dilakukan selama 24 jam, sehingga dilimpahkan ke Satelit Pusat. Satelit Pusat juga melakukan pelayanan resep dari rawat jalan, terutama untuk obat-obat khusus, seperti kemoterapi dan hematologi (untuk pasien hemofilia dan thalasemia). Pasien rawat jalan yang dilayani oleh satelit pusat berasal dari berbagai poli yang meliputi: a. Poli Hemodialisa (pasien HD yang menggunakan cairan dianeal diberikan injeksi untuk 1 bulan). Sedangkan pasien yang tidak menggunakan cairan dianeal, cukup 1-2 minggu, tergantung pemakaian. b. Semua poli yang meresepkan obat kemoterapi (poli kebidanan, bedah tumor, hematologi-onkologi, bedah toraks dan bedah digestif). c. Pusat talasemi Pelayanan di Satelit Pusat dilakukan selama 24 jam dengan 3 shift kerja. Shift pagi dan sore terdiri dari 2 asisten apoteker dan 2 juru resep, untuk shift malam terdiri dari 1 asisten apoteker dan 2 juru resep. Satelit pusat juga menerima resep cito dari poli lain. Pasien yang diterima di sini adalah pasien umum dan jaminan berupa Jamkesmas, Jamkesda, SKTM, KJS dan ASKES.
4.5.1 Sumber Daya Manusia Satelit Farmasi Pusat terdiri dari 1 apoteker, 9 asisten apoteker dan 2 juru resep. Pelayanan dilakukan selama 24 jam dengan 3 shift kerja dengan pembagian
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
63
SDM dalam satu shift adalah 2 asisten apoteker dan 1 juru resep untuk shift pagi dan sore. Sementara untuk shift malam, terdapat 2 asisten apoteker yang bertugas.
4.5.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi a. Perencanaan dan pengadaan Defekta dilakukan 2 kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Jumlah perbekalan farmasi yang dipesan ke Gudang Pusat dihitung berdasarkan jumlah yang digunakan selama 4-5 hari ditambah dengan buffer stock sebanyak 10%. Setelah barang siap, penerimaan dilakukan oleh asisten apoteker dan stok langsung dimasukkan ke dalam IT Satelit Farmasi Pusat.
b. Penyimpanan Perbekalan farmasi disusun dengan sistem First Expired First Out (FEFO)/First In First Out (FIFO). Perbekalan farmasi disusun menjadi beberapa jenis, yaitu obat, alat kesehatan dan B3. Tabel 4.2 Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi Pusat No. 1.
2. 3.
Perbekalan Farmasi Keterangan Obat 1. Obat disusun secara alfabetis. 2. Obat disusun berdasarkan bentuk sediaan: oral, injeksi, cairan. 3. Obat dibagi menjadi obat generik dan nama dagang. 4. Obat dengan penyimpanan khusus: a. termolabil, disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2-80C, b. obat sitostatik, ditempel stiker ungu untuk obat kanker, c. High Alert, di lemari berbeda dibatasi selotip merah, ditempel stiker hingga kemasan primer, d. Look Alike Sound Alike (LASA), dijauhkan penyimpanannya satu sama lain. e. obat narkotik, dalam lemari kayu khusus dengan kunci ganda. f. obat psikotropik dalam lemari kayu khusus Alat kesehatan Penyusunan berdasarkan fungsi dan cara penggunaan alat kesehatan. B3 Disimpan dalam lemari tahan api.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
64
Kualitas perbekalan farmasi yang disimpan harus selalu dijaga dengan cara: a. Pengecekan suhu penyimpanan, dilakukan 3 kali sehari. b. Pengecekan PF yang mendekati Expired Date (ED) dalam jangka waktu 6 bulan. c. PF ditempel stiker kuning bila ED dekat (kurang dari 3 bulan).
4.5.3 Pelayanan resep Resep yang dilayani berupa resep manual dan resep online/elektronik (EHR). Unit kerja yang memberikan resep berbentuk EHR adalah BCH, ULB dan PJT. Untuk mempermudah dalam pelayanan resep rawat inap, dilakukan pembagian waktu pelayanan dibagi menjadi dua waktu, yaitu pagi dan sore. Meskipun begitu, untuk resep manual, sering terjadi penumpukan resep. Hal ini dapat disiasati dengan pemberian jadwal seperti yang dilakukan dengan menggunakan EHR. Resep yang diterima rata-rata 250 resep/hari. Resep yang datang, terutama untuk pasien jaminan, dilakukan verifikasi terlebih dahulu. Verifikasi resep meliputi verifikasi administrasi, farmasetik, klinis dan kelengkapan lainnya seperti syarat jaminan khusus pasien pasien jaminan pemerintah, kwitansi pada semua pasien, protokol dan jadwal terapi khusus pada pasien kemo dan hasil lab khusus pada penggunaan obat mahal dan antibiotik lini 2 dan 3. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui IT dan diganti statusnya.
4.5.4 Distribusi Jenis distribusi yang dilakukan di Satelit Farmasi Pusat adalah resep individual harian. Resep yang telah disiapkan akan diambil oleh petugas dari masing-masing unit kerja. Khusus obat kemoterapi yang telah disiapkan akan didistribusikan oleh petugas dari Satelit Farmasi Pusat ke unit produksi tempat dilakukannya dispensing obat kemoterapi.
Contoh klip plastik obat unit dose
yang digunakan di RSCM dapat dilihat pada lampiran 11. Kendala yang dihadapi di satelit pusat salah satunya adalah penyimpanan obat, terutama obat untuk pasien kemoterapi. Kegiatan dispensing obat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
65
kemoterapi yang dilakukan di unit kerja jaraknya cukup jauh dari Satelit Farmasi Pusat, contohnya di CMU 2 lantai 3, sehingga petugas pengantaran obat menunggu obat yang akan didispensing cukup banyak terkumpul. Proses yang cukup lama dari penyiapan dan pngantaran obat hingga dispensing berpengaruh pada suhu penyimpanan obat. Beberapa obat kemoterapi ada yang harus disimpan di tempat dan suhu khusus 2-80C. Pengantaran yang dilakukan oleh Satelit Farmasi Pusat tidak dilakukan penambahan pendingin sebagai penjaga stabilitas obat. Apabila obat terlalu lama diletakkan dalam suhu ruangan akan mempengaruhi stabilitas dan kualitas obat, sehingg dalam hal ini perlu dilakukan penggunaan pendingin untuk menjaga stabilitas obat. Hal yang dapat dilakukan adalah menambahkan es dalam wadah pengantaran atau menggunakan coolbox sebagai wadah. Penyusunan obat di Satelit Farmasi Pusat masih menumpuk ke belakang, sehingga kotak obat masih saling menghalangi, hal ini dapat menyulitkan petugas dalam mencari obat. Untuk mengatasinya dapat dilakukan penyusunan dengan menggunakan kotak obat disusun bertingkat, sehingga kotak obat tidak saling menghalangi satu sama lain. Beberapa unit kerja masih menggunakan resep manual dalam peresepan. Penggunaan resep manual memiliki kekurangan yaitu kesalahan membaca resep dan memperlambat proses pelayanan resep. Oleh karena itu, penggunaan resep elektronik (EHR) diharapkan segera dia.likasikan di seluruh unit kerja, sehingga dapat mempercepat proses pelayanan resep.
4.6
Satelit Kirana Satelit Kirana dibuka IFRS RSCM pada tahun 2011 dan ditujukan khusus
untuk pasien dengan diagnosis penyakit mata. Satelit yang terletak di gedung Kirana Jl. Kimia No.8 Jakarta Pusat ini memiliki dua depo farmasi, yaitu depo farmasi lantai satu dan lantai tiga. Depo lantai satu buka setiap hari senin sampai jumat dengan jadwal satu shift, yakni mulai pukul 08.00-16.00 WIB, sedangkan depo farmasi lantai tiga buka 1 shift, mulai pukul 08.00 sampai semua operasi selesai dilakukan. SDM di Satelit Kirana berjumlah 4 orang, terdiri dari satu apoteker penanggung jawab dan tiga asisten apoteker yang bertugas melayani Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
66
pasien jaminan dan umum (bayar tunai). Selain obat mata, disediakan pula obatobat lain seperti analgesik, obat saluran cerna, narkotika, dan lain-lain sebagai terapi penyerta di luar pengobatan mata pada pasien Kirana. Depo farmasi lantai satu melayani pasien rawat jalan poli, rawat jalan Citra, dan pasien pulang pasca operasi, sedangkan depo farmasi lantai tiga hanya melayani OK dan lasik. Bagian OK di Satelit Kirana memiliki 12 divisi mata dan masing-masing menggunakan sistem paket. Untuk dokumentasi keluar masuknya barang, selain dengan sistem IT, seharusnya juga dilakukan pencatatan dengan kartu stok. Akan tetapi, pada depo lantai tiga, tidak dilakukan penulisan keluar masuk barang di kartu stok, walaupun kartu stok tetap tersedia untuk setiap barang. Dokumentasi hanya menggunakan pencatatan di kertas khusus berisi nama barang yang keluar, jumlah, dan nama pasien yang menggunakan. Hal ini disebabkan arus permintaan yang cepat sehingga dengan keterbatasan SDM dirasa cukup sulit untuk memenuhi tanggung jawab tersebut. Contoh blanko kartu stok satelit farmasi RSCM dapat dilihat pada lampiran 12. Perencanaan Satelit Kirana berdasarkan pemakaian yang dilakukan enam bulan sekali. Perencanaan tersebut lalu dikirim ke gudang pusat untuk dilakukan pengadaan barang. Depo lantai tiga membuat perencanaan untuk pemesanan barang lalu dikirim ke depo lantai satu. Permintaan (defekta) perbekalan farmasi (PF) di Satelit Kirana dilakukan secara online pada hari Senin dan Rabu, sedangkan pengambilan PF dilakukan pada hari Selasa dan Kamis. Satelit Kirana tidak memiliki pekarya, maka PF yang diminta diantar oleh petugas gudang. Setelah diajukan defekta, maka pada keesokan harinya PF diantar oleh petugas gudang ke Satelit Kirana dan dilakukan verifikasi PF oleh petugas satelit di Satelit Kirana. Kemudian, PF dimasukkan ke rak PF dan ditulis di kartu stok. Untuk PF dari depo lantai 1 diantar ke depo lantai 3 oleh petugas cleaning service Satelit Kirana setiap hari Kamis. Retur barang juga dapat dilakukan asalkan keadaan barang yang diretur masih cukup baik, formulir retur obat dapat dilihat pada lampiran 13. Khusus pengadaan barang konsinyasi, seperti lensa mata, perencanaan jumlah kebutuhan dan spesifikasi serta beberapa rekomendasi vendor terbaik diajukan langsung ke Direktur Pelayanan Medik yang kemudian akan berdiskusi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
67
dengan bagian keuangan RSCM. Jika disetujui, bagian ULP (Unit Layanan Pengadaan) akan melakukan sistem tender untuk menentukan vendor mana yang akan menangani barang konsinyasi ini. Setelah diputuskan, maka dari Unit Kerja Kirana yang akan menghubungi vendor untuk pemesanan barang. Pencatatan pemakaian lensa di Satelit Kirana dilakukan pada buku khusus lensa yang akan digunakan sebagai pedoman untuk pembuatan laporan pemakaian lensa per bulan. Laporan tersebut ditandatangani Kepala Departemen Mata dan Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi lalu diberikan ke bagian Farmasi untuk dibuatkan faktur. Faktur ini akan diserahkan ke bagian keuangan untuk dijadikan dasar penagihan pembayaran bagi vendor. Penyimpanan PF di Satelit Kirana berdasarkan sistem FEFO dan FIFO yang disusun secara alfabetis. Penyimpanan PF di satelit ini terbagi menjadi tiga, yaitu penyimpanan obat, penyimpanan alat kesehatan, dan penyimpanan obat khusus. Penyimpanan obat berdasarkan bentuk sediaan dan stabilitas, sedangkan penyimpanan alat kesehatan disimpan terpisah dengan obat dan diatur berdasarkan fungsi atau penggunaannya. Penyimpanan obat khusus di Satelit Kirana, meliputi penyimpanan obat narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika, obat termolabil, dan kit emergensi. Obat-obat Look Alike Sound Alike (LASA) tidak disimpan bersebelahan atau berdekatan satu sama lain dan wadah obat ditempel stiker LASA. Obat-obat High Alert disimpan di lemari khusus yang di bagian pinggirnya diberi lakban merah dan tiap kemasan hingga kemasan primer obat diberi stiker merah High Alert. Obat kanker disimpan di lemari terpisah yang diberi stiker ungu. Obat narkotika disimpan di lemari khusus dengan kunci ganda dan dikalungkan satu orang penanggung jawab. Barang-barang yang enam bulan mendekati expired date dilabel kuning dengan menulis bulan dan tahun kadaluarsa. Obat-obat termolabil disimpan di lemari pendingin. Termometer ruangan daan lemari pendinginin dicatat tiap pagi, sore dan malam. Stock opname di Satelit Kirana dilakukan dua kali dalam satu tahun yaitu bulan Juni dan Desember. Penandaan khusus perbekalan faramasi dapaft dilihat pada lampiran 14. Sistem distribusi Perbekalan farmasi di Satelit Kirana ada dua macam, sistem resep individual dan sistem floor stock (persediaan ruangan). Resep di Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
68
satelit ini masih menggunakan resep manual, tetapi untuk OK VIP sudah ada beberapa dokter yang menggunakan sistem online. Resep masuk per hari berkisar 120 sampai 160 lembar. Resep disimpan di Satelit Kirana selama tiga tahun, begitu juga dengan resep narkotika. Sedangkan untuk barang yang telah masuk tanggal kadaluarsa dan rusak dimusnahkan satu tahun dua kali. Alur pelayanan resep di satelit kirana sebagai berikut: a. Umum (Resep Tunai) Pasien umum cukup membawa resep asli dari dokter. Resep tersebut pertamatama diverifikasi oleh petugas farmasi, meliputi kelengkapan resep ketersediaan barang dan jumlah obat yang ingin ditebus. Setelah diverifikasi, petugas mengkonfirmasi harga obat kepada pasien umum dan dilakukan transaksi jika kedua belah pihak telah sepakat. Kemudian, petugas menyiapkan obat dan menyerahkannya kepada pasien disertai pemberian informasi obat. Alur pelayanan di satelit Kirana sesuai dengan standar VHDS yang berlaku di RSCM yaitu mulai dari verifikasi, harga, dispensing, dan serahkan. Setiap tahap pelayanan tersebut dicatat pada resep dengan membubuhkan inisial petugas yang melakukan pelayanan pada kolom VHDS yang akan dicap di setiap resep sebagai bentuk tanggung jawab atas pelayanan yang dilakukan. b. Jaminan c. Perbedaan alur pelayanan resep pasien umum dan pasien jaminan terletak pada saat penerimaan resep. Pasien jaminan harus membawa resep asli, fotokopi resep dan disertai surat jaminan. Untuk pasien jaminan Askes, petugas satelit harus dapat memastikan bahwa obat yang akan ditebus oleh pasien terdapat dalam Buku Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes. Jika obat yang akan ditebus tidak terdapat dalam DPHO Askes, maka petugas harus menginformasikan kepada pasien bahwa obat tersebut tidak dibayarkan oleh Askes dan menjadi tanggungan pasien. Di Satelit Kirana masih ditemukan adanya barang kosong dikarenakan stok obat di gudang habis sehingga banyak pasien yang harus menebus obat di luar. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi perencanaan agar dapat mengurangi terjadinya kekosongan perbekalan farmasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
69
Masalah lain yang ditemukan di satelit ini adalah tidak adanya daftar nama obat yang seharusnya ditempelkan di bagian depan pintu lemari tertutup dan lemari pendingin. Tidak adanya daftar nama obat di lemari pendingin disebabkan adanya beberapa tambahan obat yang baru disimpan di lemari pendingin sehingga daftar obat yang baru belum sempat dibuat. Untuk menanggulanginya, pada daftar obat-obat yang ada di lemari tertutup atau lemari pendingin dapat diberikan beberapa ruang kosong untuk menuliskan nama obat tambahan yang baru dimasukkan ke lemari tersebut. Caranya, nama obat yang baru akan dimasukkan ke dalam lemari ditulis di kertas label kemudian ditempel pada bagian yang kosong yang terdapat pada daftar obat-obat yang sudah ada. Ini dilakukan sambil menunggu daftar obat yang baru (yang telah dilengkapi dengan obat tambahn yang baru dimasukkan ke lemari pendingin) dibuat. Saat dilakukan pengecekan kartu stok, terdapat ketidakcocokan antara jumlah obat yang tertera di kartu stok dengan jumlah fisik obat yang ada. Hal ini dikarenakan beberapa petugas yang lupa mencatat pengeluaran obat di kartu stok saat sedang mengambil obat. Untuk mengatasinya, dapat diberikan PJ untuk tiap jenis sediaan obat dan bagian alat kesehatan yang bertugas bertanggung jawab untuk mengecek kesesuaian kartu stok dengan jumlah fisik minimal 1 atau 2 minggu sekali. Temuan lain yang ada di satelit ini adalah etiket obat yang belum menuliskan keterangan sebelum atau sesudah makan. Penyebabnya dapat dikarenakan petugas yang menyiapkan obat tidak mengerti aturan minum tiap obat. Dengan demikian, perlu adanya sosialisasi aturan minum tiap obat yang terdapat di depo farmasi lantai tersebut, khususnya obat oral karena ini terkait juga dengan pengobatan dan kesembuhan pasien. Pada saat bertugas di depo farmasi lantai 3, diketahui bahwa depo ini tidak menggunakan
kartu
stok
dan
hanya
memakai
kertas
catatan
untuk
mendokumentasi seluruh PF yang keluar karena arus permintaan dan kegiatan di OK yang berjalan cepat. Untuk perbaikan terkait hal tersebut dapat dibuatkan buku khusus berisi nama PF, jumlah, nama pasien, inisial nama penulis yang menyerahkan PF agar tidak tercecer dan data tidak hilang. Selain itu, pengambilan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
70
PF dari gudang juga dimasukkan ke buku ini sebagai stok sehingga setiap kegiatan tetap dapat terdokumentasikan dengan baik. Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di depo lantai satu satelit Kirana, antara lain mengamati prosedur administrasi resep yang masuk, mengamati dan melaksanakan alur pelayanan resep mulai dari penerimaan resep, penyiapan obat hingga penyerahan obat kepada pasien, memberikan label LASA dan High Alert pada perbekalan farmasi dan monitoring resep pasien. Sementara di depo lantai tiga, kegiatan yang dilakukan, mulai dari mengamati dan melakukan pelayanan barang farmasi OK, menstok barang dari buffer stock ke rak-rak obat, meretur paket operasi yang dipakai hari itu, hingga menyiapkan paket yang akan digunakan esok hari.
4.7
Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A)
4.7.1 Pelayanan Perbekalan Farmasi di Gedung A Satelit farmasi gedung A berlokasi di gedung A melayani kebutuhan perbekalan farmasi bagi pasien rawat inap di gedung A, baik pasien jaminan maupun pasien umum. Satelit farmasi gedung A mempunyai beberapa depo farmasi yang terletak di setiap lantai, mulai lantai satu sampai lantai delapan dan gudang farmasi di basemen. Gudang farmasi basemen akan mendistribusikan perbekalan farmasi ke setiap depo kemudian depo farmasi tersebut yang akan medistribusikan ke pasien melalui perawat. Pelayanan farmasi untuk pasien rawat inap selama 24 jam yang terbagi menjadi empat shift yaitu tiga shift (pagi pukul 07.30 -14.30, middle pukul 11.00 – 18.00, dan sore pukul 14.00 – 21.00) yang dilayani di depo farmasi setiap lantai dan satu shift (malam pukul 21.00 – 08.00) pelayanan yang dialihkan ke gudang farmasi basemen. Jumlah SDM di satelit farmasi gedung A terdiri dari dua orang apoteker, 60 orang asisten apoteker (2 orang PJ gudang, 5 orang di lantai 1, 5 orang di lantai 2, 4 orang di lantai 3, 6 orang di lantai 4, 6 orang di lantai 5, 7 orang di lantai 6, 10 orang di lantai 7, 4 orang di lantai 8), 10 orang pekarya, dan dua orang administrator.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
71
Perencanaan satelit farmasi gedung A berdasarkan konsumsi rata-rata yaitu yang berasal dari data mutasi di sistem komputer hasil rekapitulasi dari seluruh depo yang ada di gedung A. Perencanaan untuk obat-obatan fast moving perlu ditambahkan dengan buffer stock, sedangkan untuk obat slow moving tidak di stock di depo untuk menghindari obat terlantar dan kadaluarsa di depo, sehingga perawat atau dokter yang membutuhkan obat tersebut harus mengambilnya di gudang pusat. Pengadaan perbekalan farmasi di satelit gedung A dilakukan dengan pemesanan defekta ke gudang pusat setiap dua kali dalam seminggu yaitu pada hari Senin dan Kamis. Pemesanan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi selama seminggu di gedung A. Setelah dilakukan pemesanan dan penyiapan barang, petugas farmasi gedung A melakukan serah terima barang di gudang pusat dengan melakukan pemeriksaan kesesuaian barang meliputi jenis, jumlah, kadaluarsa, dan kondisi barang. Perbekalan farmasi yang telah diterima dan diperiksa, disimpan di gudang farmasi gedung A. Penyimpanan obat solid oral di gudang farmasi basemen terdiri dari dua jenis yaitu penyimpanan obat sebagai persediaan dan penyimpanan obat untuk keperluan sehari-hari yang rutin digunakan untuk pelayanan. Perbekalan farmasi disusun berdasarkan alfabet, bentuk sediaan, generikatau nama dagang dan kestabilan. Narkotika disimpan dalam lemari khusus berpintu dan berkunci ganda sedangkan obat psikotropika juga disimpan di lemari terpisah. Obat-obatan yang termasuk kedalam high alert disimpan secara terpisah dengan diberi label khusus dan ditandai dengan garis merah pada lemari penyimpanannya. Obat high alert disimpan secara terpisah karena obat tersebut memiliki resiko tinggi bila digunakan secara tidak tepat yang dapat menyebabkan cedera bermakna bagi pasien. Selain itu, penyimpanan obat mahal, produk nutrisi, B3, dan obat kanker disimpan ditempat terpisah, sedangkan obat kanker dan obat LASA diberikan label khusus yang telah disediakan. Penyimpanan obat yang terdapat di dalam lemari tertutup atau lemari pendingan dilampirkan daftar nama obat-obatan yang terdapat di dalam lemari tersebut. Penyusunan tersebut dilakukan agar lebih mudah melakukan penyiapan kebutuhan perbekalan farmasi bagi pasien. Berbeda dengan penyimpanan obat, alat kesehatan disusun berdasarkan fungsi dan jenisnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
72
Untuk
memenuhi
kebutuhan
pasien,
satelit
farmasi
gedung
A
mendistribusikan perbekalan farmasi ke depo farmasi di setiap lantai. Metode yang digunakan dalam pendistribusian ini yaitu metode desentralisasi. Depo farmasi disetiap lantai biasanya melakukan permintaan obat setiap hari ke gudang farmasi basemen gedung A sesuai dengan kebutuhannya. Obat-obat yang perlu diracik dilakukan di ruang peracikan. Perbekalan farmasi yang sudah disiapkan oleh petugas gudang farmasi basemen dikirimkan ke depo farmasi di setiap lantai dengan melakukan serah terima barang dan dilakukan pemeriksaan kesesuaian jenis dan jumlah barang. Sistem peresepan di gedung A sudah menggunakan Electronic Health Record (EHR). Keuntungan dari EHR ini yaitu dapat mengurangi kesalahan dalam membaca resep sehingga kesalahan dalam pemberian obat ikut berkurang. Dokter biasanya melakukan peresepan bagi pasien pada hari Senin dan Kamis. Namun, ada beberapa dokter yang masih melakukan peresepan secara manual khususnya dokter konsulen yang menangani pasien kelas khusus pada lantai 1, 3, dan 6. Obat-obat yang sudah diresepkan oleh petugas farmasi kemudian disiapkan dan didistribusikan ke pasien melalui perawat. Sistem distribusi yang digunakan yaitu unit dose dan floor stock. Pada sistem unit dose, obat disiapkan untuk pemakaian satu hari dengan pembagian kemasan tiap waktu minum obat dimulai dari sore hari hingga siang hari di hari berikutnya. Barang yang didistribusikan dengan metode floor stock yaitu perbekalan farmasi dasar yang dapat digunakan untuk bersama-sama bagi seluruh pasien pada tiap lantai. Mutasi perbekalan farmasi di gudang farmasi basemen dicatat di kartu stok. Namun, depo farmasi tidak menggunakan kartu stok karena secara otomatis sudah tersistem melalui IT. Laporan yang biasanya disiapkan oleh satelit farmasi gedung A yaitu laporan mutasi, laporan penjualan, laporan pemakaian antibiotik, laporan penggunaan perbekalan farmasi dasar, laporan obat generik, laporan narkotika dan psikotropika, laporan formulariun dan laporan barang implan. Laporan tersebut dibuat sekali setiap bulan dan dikirim sebelum tanggal lima setiap bulannya. Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa selama kerja praktek di satelit farmasi gedung A adalah mendata sediaan farmasi yang memiliki tanggal Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
73
kadaluwarsa yang sudah dekat di gudang farmasi basemen, melakukan analisis waktu peracikan, melakukan penyiapan obat dari pemberian etiket hingga pengemasan obat, melakukan pengamatan waktu penyiapan obat.
4.7.2 Farmasi Klinik Gedung A Kegiatan farmasi klinik di gedung A RSCM sudah berjalan cukup baik. Farmasi klinik adalah pelayanan yang berorientasi kepada pasien yang bertujuan untuk menjamin efektivitas, keamanan, dan efisiensi penggunaan obat serta dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang tepat indikasi, tepat obat, tepat cara pemberian, tepat waktu pemberian dan tepat lama pemberian. Kegiatan farmasi klinik di gedung A meliputi verifikasi resep, konseling obat, monitoring pengobatan, pengambilan riwayat pengobatan, visit/ronde dan pelayanan informasi obat. Verifikasi resep yang dilakukan oleh apoteker meliputi pemeriksaan kelengkapan resep, kesesuaian dosis, rute pemberian, lama pemberian, interaksi obat dan waktu pemberian obat. Apabila obat yang direkomendasikan tidak tersedia, apoteker dapat memberikan rekomendasi obat dengan nama dagang yang berbeda namun memiliki kandungan dan dosis yang sama sesuai dengan formularium rumah sakit. Kegiatan konseling di gedung A ada dua jenis yaitu bedside counseling dan konseling obat pulang. Kegiatan bedside counseling masih jarang dilakukan dibandingkan dengan konseling obat pasien pulang. Mahasiswa PKPA melakukan penyiapan konseling obat pasien pulang dengan menuliskan formulir informasi obat pulang terlebih dahulu. Informasi yang diberikan kepada pasien yaitu nama obat, jumlah obat yang diberikan, aturan dan waktu pemakaian obat, serta informasi khusus. Formulir informasi obat pulang sangat membantu bagi pasien karena biasanya obat yang diberikan kepada pasien lebih dari satu jenis obat sehingga pasien dapat lebih mudah dalam meminum obat. Secara umum, informasi obat bagi pasien yang akan pulang cukup informatif. Pada umumnya pasien telah terbiasa dengan cara penggunaan obatobat tersebut selama dirawat di rumah sakit sehingga tidak membutuhkan penjelasan yang terlalu mendetail. Namun, apoteker sebaiknya juga meminta Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
74
pasien untuk mengulangi informasi yang telah disampaikan dan tidak hanya sekedar menanyakan apakah pasien telah paham atau belum. Hal tersebut sebagai proses evaluasi dan untuk memastikan bahwa informasi telah diterima dengan tepat oleh pasien tanpa ada kesalahan informasi. Kegiatan farmasi klinik lainnya yang dilakukan oleh mahasiswa PKPA yaitu melakukan monitoring pengobatan pasien. Monitoring pengobatan pasien biasanya dilakukan oleh apoteker yang bertugas di tempat pasien di rawat. Pasien yang diprioritaskan untuk mendapatkan konseling obat pasien yang akan pulang, pasien geriatri (di atas 60 tahun) dan pasien pediatri (di bawah 12 tahun) dengan kriteria: Pasien yang mendapat rejimen pengobatan lebih dari 7 item obat (polifarmasi), mendapat rejimen pengobatan dengan indeks terapi sempit, mempunyai riwayat alergi, dan pasien yang mengalami efek yang tidak diharapkan akibat penggunaan obat. Kegiatan monitoring ini dengan cara melihat kesesuaian antara obat yang diresepkan oleh dokter dengan obat yang di berikan oleh perawat yang dapat dilihat dari kardeks serta obat yang dituliskan di status pasien (Medical Record). Terkadang dokter tidak memberitahu apabila ada perubahan terapi bagi pasien sehingga apoteker perlu melakukan konfirmasi kepada dokter untuk meresepkan kembali. Selain kesesuaian peresepan, apoteker juga memperhatikan dosis yang diberikan karena dikhawatirkan ada perbedaan, interaksi obat yang terjadi akibat dari penggunaan obat yang banyak dan hasil laboratorium pasien. Pasien yang baru datang biasanya juga dilakukan pengambilan riwayat penggunaan obat. Pengambilan riwayat penggunaan obat ini dilakukan oleh apoteker yang bertujuan untuk mengetahui adanya kemungkinan riwayat alergi, efek samping dan efek-efek yang tidak diharapkan akibat penggunaan obat, menilai kepatuhan pasien dalam penggunaan obat dan menyelaraskan rejimen terapi antara sebelum perawatan dan saat perawatan. Namun, untuk pengambilan riwayat penggunaan obat ini dilakukan kepada pasien yang baru masuk dalam 48 jam pertama dengan riwayat penyakit kronis (penyakit dalam, infeksi, dan saraf) serta pasien dengan imunitas rendah. Ketika pengambilan riwayat pengobatan, apoteker menyiapkan lembar daftar obat sebelum perawatan, dan menanyakan tentang riwayat penggunaan obat pasien sebelum dirawat di rumah sakit, meliputi: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
75
nama obat yang digunakan (nama generik/ nama dagang), cara perolehan (resep, non resep) termasuk obat herbal dan suplemen, dosis/aturan pakai, lama penggunaan obat, (kapan mulai menggunakan dan kapan dihentikan), kepatuhan (dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika timbul gejala saja, dll), sumber obat, dan jumlah obat tersisa. Selain itu, apoteker juga menanyakan riwayat alergi dan efek samping obat yang pernah dialami pasien. Apabila pasien memiliki riwayat alergi dan pernah mengalami efek samping dari suatu obat tertentu maka apoteker perlu menelusuri obat-obatan tersebut. Wawancara riwayat pengunaan obat pasien dapat pula ditanyakan kepada keluarga pasien bila pasien tidak memungkinkan untuk diwawancara. Mahasiswa PKPA juga melakukan visite/ronde bersama tim dokter yang didampingi oleh apoteker. Visite ini bisa dilakukan secara mandiri atau berkolaborasi dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya. Selain visite, apoteker juga melakukan diskusi dengan tim kesehatan untuk membicarakan kasus sulit pasien tertentu. Kegiatan diskusi berbeda dengan visite, diskusi ini dilakukan di suatu ruangan sedangkan visite dilakukan di ruang rawat pasien. Dalam kegiatan visite atau diskusi, apoteker berperan dalam rekomendasi pengobatan pasien terkait kesesuaian obat sesuai penyakitnya, kesesuaian dosis dan sediaan obat, ketersedian obat, harga obat, efek yang tidak diinginkan, serta kemungkinan terjadinya interaksi obat. Farmasi klinik melaksanakan pelayanan informasi obat (PIO) bagi pasien, perawat, dokter, asisten apoteker atau tenaga kesehatan lainnya. Pada pelaksanaan pelayanan informasi obat saat ini masih terbatas pada pelayanan ionformasi obat secara pasif dan sebaiknya apoteker juga melakukan pelayanan informasi obat secara aktif seperti membuat brosur atau leaflet sebagai media pelayanan informasi obat sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pasien terhadap pengobatan yang dijalani yang merupakan aplikasi farmasi klinik di rumah sakit yang berorientasi kepada pasien. Selama pelaksanaan PKPA di gedung A mahasiswa apoteker juga mendapatkan terkait informasi obat seperti kandungan obat, kestabilan obat, substitusi obat, cara pengunaan obat, dosis, interaksi dan cara pencampuran obat yang berasal dari dokter atau perawat. Dalam menjawab pertanyaan mahasiswa mencari informasi dari berbagai literatur yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
76
tersedia seperti Drug Information Handbook, AHFS, Handbook on Injectable Drugs, Martindale serta literatur lain yang disesuaikan dengan jenis pertanyaan yang diajukan. Pelaksanana pelayanan informasi obat dilakukan sesuai dengan Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit agar pelayanan informasi obat efektif dan informasi yang dihasilkan sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Laporan dari setiap pelayanan informasi obat yang dilakukan didokumentasikan dan dilaporkan setiap bulan sebagi pertimbangan dalam evaluasi pelayanan informasi obat yang telah dilakukan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Tugas instalasi farmasi di rumah sakit adalah melaksanakan pelayanan
kefarmasian di rumah sakit meliputi pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian dalam pengunaan obat dan alat kesehatan. Peran apoteker dalam pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi pemilihan, perencanan, pengadaan, produksi, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian. Sedangkan peran apoteker dalam penggunaan obat dan alat kesehatan meliputi pengkajian resep, dispensing, pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pelayanan informasi obat, konseling pemantauan kadar obat dalam darah, ronde/visite pasien dan pengkiajian pengunaan obat.
5.2
Saran Berdasarkan pengamatan kami selama PKPA, berikut adalah beberapa
saran yang dapat duajukan antara lain: a. Gudang Pusat Perbekalan Farmasi Penanganan penyimpanan B3 sebaiknya
ruangan disertai sistem
pengamanan dini seperti smoke detector. Selain itu meminta distributor untuk menyertakan
MSDS
saat
mengirimkan
B3,
sebaiknya
yang
sudah
diterjemahkan bila tidak bisa maka petugas gudang harus menerjemahkannya. Penanganan keterlambatan penerimaan PF dari distributor sebaiknya lokasi gudang dibuat lebih ideal dengan penambahan jalan untuk mobil sehingga mudah diakses pihak eksternal atau membuat jadwal rutin penerimaan PF dan menyediakan lahan parkir khusus distributor pada jam yang telah terjadwal tersebut. b. Sub Instalasi Produksi Pembahan sumber daya manusia untuk proses pengujian mutu selama proses produksi dilaksanakan. Dengan adanya penambahan sumber daya manusia dalam pengujian mutu diharapkan dapat menjamin produk yang dihasilkan terjamin mutunya. 76
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
77
c. Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat Pada peresepan masih sering ditemukan duplikasi resep sehingga dapat disarankan dengan menggunaakan resep online agar dapat memepermudah dokter melihat riwayat resep sebelumnya uang diterima pasien. Namun penggunaan sistem online perlu didukung dengan kemudahan dalam mengakses. Selain itu dperlukan memasukan nomer inputan pada kartu stok narkotika dan obat mahal ungtuk meningklatkan pengawasan dan mengatasi terjaidnya selisih jumlah fisik obat, kartu stok maupun IT. Pembuatan kartu stok dalam bentuk buku berjilid untuk memudahkan dalam pengawasan. Perbaikan pada alur pasien pulang agar dapat mengurangi penumpukan obat pasien pulang di satelit serta pembuatan daftar informasi obat pulang. d. Satelit Intensive Care Unit Ketersediaan pengeras suara yang diperlukan untuk memanggil keluarga pasien agar dapat mempermudah komunikasi petugas depo dengan keluarga pasien. Fasilitas yang juga diperlukan adalah wadah untuk tempat obat agar dapat mempermudah dalam penyiapan obat. e. Satelit Farmasi Pusat Mengatasi keterlambatan dalam pelayanan resep dapat diatasi dengan mengunakan resep online. Ketersediaan kotak obat atau wadah obat yang disususn secara baik dan tidak menumpuk diharapkan dapat mempermudah dalam penyiapan obat. Penambahan sumber daya manusia juga diperlukan untuk meningkatkan pelayanan. f. Satelit Kirana Pelaksanaan kartu stok di depo lantai 4 diperlukan untuk mengurangi terjadinya kehilangan atau selisih dari perbekalan farmasi serta akan meningkatkan pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan perbekalan farmasi. Penempatan pekarya dirasakan diperlukan terkait penyediaan perbekalan farmasi sehingga diharapkan dapat meningkatan pelayanan karena pekerja di satelit tidak perlu ke gudang untuk mengambil perbekalan farmasi yang diperlukan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
78
g. Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) Penambahan pekarya dirasakan diperlukan dikarenakan besarnya wilayah kerja gedung A yang terdiri dari delapan lantai sehingga diharapkan dengan penambahan pekarya maka akan meningkatakan kecepatan dalam pengadaan dan ketersediaan perbekalan farmasi di setiap depo gedung A. Pelaksanaan pelayanan informasi obat juga dapat dilaksanakan secara aktif yanitu dengan memberikan leaflet, brosur ataupun buku saku sebagai media dalam pelayanan informasi obat untuk pasien sehingga pelaksanaan pelayanan informasi obat yang berorientasi pasien dapat diamplikasikan. Diharapkan dengan melaksanakan pelayanan informasi obat secara aktif tersebut maka pengetahuan serta pemahaman pasien terkait penyakit dan pengobatan yang dilaksanakan dapat mencegah komplikasi lebih lanjut serta mendukubg terapi yang sedang dijalankan pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
79
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan RI. (1996). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency. Departemen Kesehatan RI. (2009). Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central Sterile Supply Department/CSSD) di Rumah Sakit. Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Quick, J.D. [ed]. (1997). Managing Drug Supply: The Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals 2nd ed. Connecticut: Kumarin Press Inc. Presiden Republik Indonesia. (1996). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
79
Lampiran 1. Struktur organisasi RSCM
Direktur Utama
Komite Medik, Komite Etik, PPIRS, Komite Mutu
Direktur Medik dan Keperawatan
Direktur Pengembangan dan Pemasaran
Departemen
Instalasi promkes
Instalasi Farmasi
UPJM
UPT
Direktur Keuangan
Direktur SDM dan Pendidikan
Direktur Umum dan Operasional
Bagian Anggaran
Bagian Diklat
Bagian Administrasi
Bagian Perbendaharaan
Bagian SDM
Bagian Aset dan Inventaris
Bagian Hukor
Bagian Teknik Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
Instalasi Pendidikan
Instalasi Medik
Bagian Akuntansi
ULP
Unit Utilitas
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
80
Lampiran 2. Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSCM Kepala Instalasi Farmasi
Kepala Subinstalasi Administrasi dan Keuangan
Kepala Subinstalasi Perbekalan Farmasi
Kepala Subinstalasi Produksi
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Kepala Subinstalasi Farmasi Klinis dan Pendidikan Pelatihan Pengembangan
81
Lampiran 3. Struktur organisasi ISP RSCM
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
82
Lampiran 4. Formulir pencampuran obat sitostatik
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
83
Lampiran 5. Contoh protokol kemoterapi
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
84
v resep Lampiran 6. Formulirr verifikasi
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
85
Lampiran 7. Formulir medication history taking pasien
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
86
Lampiran 8. Lembar monitoring pengobatan pasien rawat inap
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
87
Lampiran 9. Formulir konseling obat pasien pulang
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
88
Lampiran 10. Contoh etiket
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
89
Lampiran 11. Contoh klip plastik obat unit dose
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
90
Lampiran 12. Contoh blanko kartu stok
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
91
Lampiran 13. Formulir retur obat
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
92
Lampiran 14. Label penandaan khusus
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PENYUSUN NAN BUKU SAKU PENGOBATAN NP PASIEN HIPERTENSI SI SE SEBAGAI MEDIA PELAYANAN IN INFORMASI OBAT DI RU ASIONAL RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASI (RSUP SUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUM MO PERI 13 ERIODE 4 FEBRUARI - 2 APRIL 2013
TUGAS KHUSUS POTEKER SUS PRAKTEK KERJA PROFESI AP
KARTI arm. TIKA FEBIYANTI NORMAN, S.Far 1206313242
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ............................................................................................................ iii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................... iv BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 1.2 Tujuan.............................................................................................................. 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 3 2.1 Peayanan Informasi Obat ................................................................................ 3 2.2 Hipertensi ........................................................................................................ 9 BAB 3 METODE PENGKAJIAN ................................................................................. 17 3.1 Waktu Tempat Pelaksanaan .......................................................................... 17 3.2 Metode Pengumpulan Data ........................................................................... 17 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................... 18 4.1 Hasil .............................................................................................................. 18 4.2 Pembahasan .................................................................................................. 18 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................... 24 5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 24 5.2 Saran .............................................................................................................. 24 DAFTAR ACUAN .......................................................................................................... 25
ii
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Keterampilan yang Perlu Dimiliki Farmasi dalam PIO ........................7 Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah untuk Usia 18 Tahun atau Lebih berdasarkan JNC VII.............................................................................9 Tabel 2.3 Modifikasi Gaya Hidup Dalam Pengolahan Hipertensi......................12
iii
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2.
Alur Pengobatan Hipertensi .........................................................28 Buku Saku Pasien Hipertensi .......................................................29
iv
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pasien hipertensi diprediksi mencapai 1,56 miliar dari total penduduk dunia pada
tahun 2025 hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kearney, et al pada tahun 2002 (Obreli-Neto, et al, 2011). Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang tujuh kali lebih besar berisiko stroke dan enam kali lebih besar berisiko gagal jantung (WHO/SEARO, 2005). Hipertensi merupakan penyakit dengan pengobatan jangka panjang sehingga pada beberapa kasus ditemukan pasien tidak memiliki pemahaman yang cukup terhadap jalannya pengobatan. Dengan adanya pemahaman yang baik terhadap pengobatan yang dijalani akan berdampak besar terhadap target pengobatan. Pemahaman yang baik akan mempengaruhi kepatuhan terhadap pengobatan yang dijalani. Pasien yang tidak patuh terhadap aturan penggunaan obat sebesar 30-55% (WHO, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Macedo, Lima, Alcantara dan Ramalhindho pada tahun 2007 hanya 11,2% pasien yang mencapai target tekanan darah terkontrol. Kepatuhan yang baik erat kaitannya dengan pemahaman yang baik dalam menjalankan terapi yang dapat mempengaruhi tekanan darah dan secara bertahap mencegah terjadinya komplikasi (Morgado,
Rolo,
Castelo-Branco,
2011).
Peningkatkan
mortalitas
dikarenakan
ketidakpatuhan mencapai 6,8% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mazzaglia pada tahun 2009 ketidakpatuhan dari pasien yang menjalankan terapi mencapai 20-80% (Kjeldsen, et al, 2011). Kepatuhan pasien merupakan faktor utama penentu keberhasilan terapi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006b). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit menyatakan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pasien. Salah satu upaya dalam meningkatkan pemahaman pasien dalam pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian pendidikan kesehatan. Upaya kesehatan tersebut terfokus pada upaya peningkatkan perilaku sehat, pendorong perilaku yang menunjang kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan penyakit dan pemulihan (Notoatmodjo, 2003). Sesuai dengan tugas pokok pelayanan farmasi rumah sakit salah satunya adalah melaksanakan komunikasi, informasi dan edukasi. Aplikasi ketiga unsur tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh apoteker. Kegiatan pelayanan informasi obat berupa 1
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
penyediaan dan pemberian informasi obat secara aktif atau pasif. Pelayanan informasi obat secara aktif apabila apoteker memberikan informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi sedangan secara pasief dilakukan apabila apoteker memeberikan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima. Pemberian pelayanan informasi obat secara aktif melalui media buku saku diharapkan dapat memberikan informasi serta edukasi kepada pasien sehingga dapat meningkatkan pemahaman terkait hipertensi dan pengobatan hipertensi yang dijalankan.
1.2
Tujuan Tujuan dari tugas khusus ini adalah membuat buku saku pengobatan
pasien hipertensi yang baik sebagai media pelayanan informasi obat secara aktif.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pelayanan Informasi Obat (PIO)
2.1.1
Definisi Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan,
pemberian informasi dan rekomendasi obat yang bersifat independen, akurat, komprehensif terkini oleh apoteker kepada pasien, dokter, perawat, tenaga kesehatan lain maupun masyarakat. Kegiatan pelayanan informasi obat meliputi tujuan, media yang digunakan, pengelolaan, pengawasan mutu atau informasi obat yang digunakan dalam pengambilan keputusan terkait obat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c).
2.1.2
Tujuan Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat memiliki tujuan antara lain (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (2006c) : a. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional serta berorientasi kepada pasien tenaga kesehatan dan pihak lain. b. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain. c. Menyediakan informasi sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat terutama bagi Komite Farmasi dan Terapi (KFT).
2.1.3
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat Kegiatan pelayanan informasi obat berupa penyediaan dan pemberian
informasi obat dapat dilakukan secara aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi dengan tidak menunggu pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi, misalnya menerbitkian buletein, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c).
3
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
4
2.1.4
Ruang Lingkup Pelayanan Informasi Obat Pelaksaaan pelayanan informasi obat terdiri dari tiga ruang lingkup
kegiatan yaitu (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c): a. Ruang lingkup pelayanan Pada ruang lingkup pelayanan meliputi beberapa kegiatan antara lain: menjawab pertanyaan, menerbitkan bulletin, membantu unit lain dalam mendapatkan informasi obat, menyiapkan materi untuk brosur atau leaflet informasi obat serta mendukung kegiatan Panitia/Komite Farmasi dan Terapi dalam menyusun dan merevisi formularium. b. Ruang lingkup pendidikan Pelayanan informasi obat melaksanakan fungsi pendidikan terutama pada rumah sakit yang berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan. Ruang lingkup pendidikan meliputi beberapa kegiatan antara lain: mengajar dan membimbing mahasiswa, memberi pendidikan pada tenaga kesehatan dalam hal informasi obat, mengkoordinasikan program pendidikan berkelanjutan di bidang informasi obat serta membuat, menyiapkan dan menyampaikan makalah seminar atau simposium. c. Ruang lingkup penelitian Pada ruang lingkup penelitian meliputi beberapa kegiatan antara lain: melakukan penelitian evaluasi pengunaan obat, penelitian pengunaan obat baru, penelitian lain yang berkaitan dengan pengunaan obat baik secara mandiri maupun bekerja sama dengan pihak lain serta malakukan program jaminan mutu. Jenis pelayanan informasi obat di rumah sakit dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Contoh kegiatan pelayanan informasi obat yang dilakukan meliputi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c): a. Memberi jawaban atas pertanyaan spesifik melalui telepon, surat atau tatap muka. b. Laporan atau bulletin bulanan. c. Pelayanan cetak ulang reprint.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
5
d. Konseling tentang cara penjagaan terhadap reaksi ketidakcocokan obat, konsep-konsep obat yang sedang dalam penelitian atau peninjauan pengunaan obat-obatan. e. Tugas pendidikan dan pelatihan seperti kuliah tentang farmakologi dan pengobatan, evaluasi literatur obat atau penggunaanya. f. Melakukan riset. g. Memberikan dukungan pada Panitia/Komite Farmasi dan Terapi seperti tinjauan terhadap obat-obatan yang baru yang akan diajukan untuk dimasukkan dalam daftar obat rumah sakit.
2.1.5
Sasaran Informasi Obat Pada pelaksaan pelayanan informasi obat dirumah sakit sasaran pemberian
informasi ditujukan kepada pasien atau keluarga pasien, tenaga kesehatan (dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan dan asisten apoteker) serta pihak lain seperti tim manajemen dan kepanitiaan klinik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c).
2.1.6
Sumber-Sumber Literatur Semua sumber informasi yang digunakan diusahakan terbaru dan
disesuaikan dengan tingkat dan tipe pelayanan. Pustaka digolongkan dalam tiga kategori antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c): 2.1.6.1 Pustaka Primer Pustaka primer merupakan artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang terdapat di dalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Contoh pustaka primer antara lain laporan hasil penelitian, laporan kasus, studi evaluatif, laporan deskriptif, jurnal publikasi ilmiah yang berhubungan dengan obat, hasil uji klinik obat dan penelitian farmakologi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c). Pustaka primer merupakan dasar dalam klasifikasi pustaka sekunder dan tersier. Dengan memahami kekuatan dari jenis sumber informasi yang tersedia dapat memudahkan dalam pencarian literatur. Jika informasi yang didapat dari
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
6
pustaka primer masih belum cukup dapat dilakukan penelusuran lebih lanjut dengan menggunakan pustaka sekunder (Watanabe dan Conner, 1978). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan evaluasi terhadap pustaka primer adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c): a. Bahan dan metode. b. Sampel. c. Desain studi.
2.1.6.2 Pustaka Sekunder. Pustaka
sekunder
merupakan
sumber
informasi
yang
berfungsi
mengarahkan ke sumber pustaka primer. Jenis pustaka sekunder antara lain kumpulan abstrak dan bibliografi (Watanabe dan Conner, 1978). Beberapa pertimbangan dalam memilih sumber pustaka sekunder, antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c) : a. Waktu: adalah jarak waktu artikel itu diterbitkan dalam majalah ilmiah dan dibuat abstrak atau indeks. b. Jurnal pustaka cakupan: jumlah pustaka ilmiah yang mendukung tiap pustaka sekunder merupakan pertimbangan lain dalam pemilihan pustaka tersebut. c. Selektivitas pengindeksan/pengabstrakan: bentuk dari sistem (cetak standar atau terkomputerisasi) harus dipertimbangkan, dikaitkan dengan keperluan dan kebutuhan pengguna.
2.1.6.3 Pustaka tersier Pustaka tersier berupa buku teks atau database, kajian artikel, kompendia dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c). Pustaka tersier banyak tesedia sebagai sumber informasi medik dan obat. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam memilih sumber pustaka tersier (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c) :
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
7
a. Penulis dan atau editor: editor dan penulis harus mempunyai keahlian dan kualifikasi menulis tentang suatu judul atau bab tertentu dari suatu buku. b. Tanggal publikasi juga harus diperhatikan bersama sama dengan edisi: tanggal publikasi dari pustaka tersier terutama buku teks harus merupakan tahun terbaru. c. Penerbit: penerbit yang mempunyai reputasi tinggi. d. Daftar pustaka: harus mengandung daftar rujukan pendukung sesuai judul buku. e. Format pustaka tersier harus didesain untuk mempermudah penggunaan. f. Cara lain untuk membaca buku teks yang baru adalah membaca kritik tertulis.
2.1.7
Sumber Daya Manusia (SDM) Pelaksanan pelayanan informasi obat memiliki persyaratan sebagai berikut
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c) : a. Mempunyai kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dengan mengikuti pendidikan pelatihan yang berkelanjutan. b. Menunjukkan kompetensi profesional dalam penelusuran, penyeleksian dan evaluasi sumber informasi. c. Mengetahui tentang fasilitas perpustakaan di dalam dan di luar rumah sakit, metodologi penggunaan data elektronik. d. Memiliki latar belakang pengetahuan tentang terapi obat. e. Memiliki kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Berikut ini adalah keterampilan yang perlu dimiliki famasis yang memberikan pelayanan informasi obat (Golightly, 2003) : Tabel 2.1 Keterampilan yang perlu dimiliki farmasi dalam PIO Keterampilan
Lingkup
Klinis
Pengetahuan dan pemahaman terhadap semua aspek obat, proses dan prosedur terapi, penyakit, patologi dan manajemen.
Komunikasi
Verbal
(percakapan):
pertanyaan
interogasi,
penentuan
pertanyaan, mendapatkan latar belakang informasi yang tepat dan memadai, tanggapan secara verbal, tehnik bicara melalui telepon Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
8
Tertulis: menulis laporan, menanggapi pertanyaan, bulletin, menulis ke tingkat penerima; konversi data secara ringkas dan mudah
dipahami,
menggunakan
bahasa
Inggris
yang
sederhana. Penilaian kritis
Penilaian secara kritis dan penggunaan literatur klinik dan farmasi, isi dan kualitas untuk klaim secara komersial untuk pengobatan; pengetahuan pekerjaan mengenai statistik medis termasuk kelayakan dan batasan; pembuatan percobaan klinis; farmakoekonomi
Manajemen
Penggunaan narasumber, contoh pencaraian literatur utama
Informasi
(Medline, Embase dsb), database, internet, sumber in-house dan perpustakaan; interprestasi data yang dicari, penentuan biaya-efektif dan kualitas nara sumber; sistim perencanaan penyimpanan in-house dan pencarian data
Diri pribadi
Kemampuan untuk bekerja dengan inisiatif sendiri; melakukan prioritas pekerjaan; mengetahui kemampuan sendiri dan kualitas kerja dan mengatur waktu secara efektif.
Teknologi
Mampu menggunakan teknologi informasi untuk memperoleh
Informasi
dan menyebarkan informasi dan pelayanan yang dihasilkan, pemahaman
pemakaian
IT.
Keterampilan
menggunakan
keyboard. Manajemen
Pengelolaan nara sumber dan manusia.
Pelatihan
Kemampuan untuk melatih farmasis dan ahli profesi lainnya yang memerlukan ketrampilan dan pengetahuan contoh preregistration farmasis, farmasis, perawat dokters, dll.
2.1.8
Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana pelayanan informasi obat disesuaikan dengan
kondisi rumah sakit. Jenis dan jumlah perlengkapan bervariasi tergantung ketersediaan dan perkiraan kebutuhan akan perlengkapan dalam pelaksanaan pelayanan informasi obat. Sarana ideal untuk pelayanan informasi obat adalah ketersediaan sarana fisik seperti rusng kantor, ruang rapat, perpustakaan, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
9
komputer, fax, dan jaringan internet (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006c).
2.2 Hipertensi 2.2.1
Definisi dan Klasifikasi Hipertensi Hipertensi adalah suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah arteri yang
persisten (Sanseen, Carter, 2005). Berdasarkan tingginya tekanan darah JNC VII mengklasifikasi tekanan darah sebagai berikut :
Tabel 2.2. Klasifikasi tekanan darah untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan JNC VII (Chobanian, et al, 2003).
2.2.2
Klasifikasi
Sistol (mmHg)
Diastol (mmHg)
Normal Prehipertensi Hipertensi Tingkat 1 Tingkat 2
<120 120-139
<80 80-90
140-159 >160
90-99 >100
Stratifikasi Faktor Risiko (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006b) Faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner sebagai akibat dari penyakit
hipertensi yang tidak ditangani secara baik dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi faktor umur, jenis kelamin dan genetik. b. Faktor risiko yang dapat diubah meliputi merokok, diet rendah serat, kurang aktifitas gerak, bersat badan berlebihasn, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, stress dan konsumsi garam berlebih.
2.2.3 Komplikasi Komplikasi akibat tekanan darah tidak terkontrol perlu diperhatikan karena dapat meningkatkan risiko kerusakan organ jantung, otak, ginjal dan retina. Kerusakan organ tersebut dapat terjadi akibat kenaikan tekanan darah pada organ (Stephen J, Maxine, 2010).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
0
2.2.4 Kepatuhan pada Pasien Hipertensi Pada pelaksanaan terapi hipertensi target pengobatan diperlukan kepatuhan yang baik dari pasien. Sebesar 50% pasien yang diresepkan obat antihipertensi tidak meminum obat yang direkomendasikan sesuai dengan yang dianjurkan oleh dokter (Departemen Kesehatan RI, 2006b). Metode peningkatan kepatuhan dapat dilakukan dengan metode edukasi. Metode edukasi tersebut meliputi informasi : mengenai manfaat kontrol tekanan darah, efek samping yang mungkin terjadi selama terapi, pendidikan kesehatan untuk pasien maupun keluarga tentang penyakit dan regimen pengobatan yang dijalankan serta melibatkan pasien maupun keluarga pasien tentang keuntungan minum obat dan modifikasi gaya hidup yang tepat (Departemen Kesehatan RI, 2006b). Beberapa hasil penelitian mengenai ketidakpatuhan dan pengaruh terhadap komplikasi antara lain : a. Penelitian yang dilakukan oleh Kearney pada tahun 2005 dan Bloch pada tahun 2008 diperkirakan 27–49% pasien hipertensi tidak patuh dalam meminum obat yang diresepkan (Orbeli-Neto, et al, 2010). b.
Penelitian yang dilakukan oleh McClenllan et al pada tahun 1988 dinyatakan pasien dengan kepatuhan rendah dalam menjalankan terapi memiliki kontrol yang rendah terhadap tekanan darah sehingga meningkatkan risiko komplikasi (Lahdenpera, Wright dan Kyngas, 2003).
2.2.5 Diagnosis Diagnosis yang utama adalah terjadinya peningkatan tekanan darah. Pengukuran dengan rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol. Pengukuran tersebut digunakan untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan hipertensi sesuai dengan tingkatannya. Hipertensi dapat diidentifikasi dengan tanda dan gejala seperti sakit kepala, pusing, sakit di tengkuk, jantung berdebar, penglihatan kabur, rasa sakit di dadadan mudah lelah (Departemen Kesehatan RI, 2006b). Pemeriksaan fungsi ginjal dilakukan untuk mendeteksi adanya hematuria, proteinuria dan sedimen penyakit ginjal atau nefrosklerosis. Kadar kalium sebagai indikasi hipokalemia akibat hiperaldosteron, kadar gula darah puasa sebagai Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✁✁
indikasi hiperglikemia yang terjadi pada diabetes dan feokromositoma, lipid plasma sebagai indikator terjadinya arterosklerosis. Ekokardiografi digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan gejala klinis berhubungan dengan penyakit jantung (Stephen J, Maxine, 2010). Pemeriksaan sedini mungkin penting dilakukan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya komplikasi. Pemeriksan yang dapat dilakukan antara lain (Stephen J, Maxine, 2010) : a. Pemeriksaan urin, pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai fungsi ginjal. b. Pemeriksaan EKG (pencitraan jantung), pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan fungsi jantunng c. Pemeriksaan darah meliputi kadar gula dan kolesterol darah.
2.2.6 Penatalaksanaan Terapi Hipertensi Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah penurunan mortalitas dan morbiditas. Tujuan tersebut berhubungan dengan kerusakan organ target dan terjadinya penurunan kejadian risiko penyakit kardiovaskular, serebrovaskular dan penyakit ginjal (Departemen Kesehatan RI, 2006b). Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC VII tahun 2003 adalah : a. Pasien tanpa komplikasi penyakit < 140/90 mm Hg. b. Pasien dengan komplikasi diabetes atau ginjal < 130/80 mm Hg.
Hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang umum dijumpai namun kontrol tekanan darah masih belum maksimal. Sebagian besar pasien dengan hipertensi target penurunan tekanan darah diastol sudah tercapai namun tekanan darah sistol masih tinggi. Secara patofisiologi tekanan darah sistol berkaitan dengan risiko kardiovaskular dibanding tekanan darah diastol. Sehingga tekanan darah sistol digunakan sebagai petanda klinis utama untuk pengontrolan penyakit pada hipertensi (Departemen Kesehatan RI, 2006b). Terapi non farmakologi dengan modifikasi gaya hidup cukup untuk pasien dengan prehipertensi. Namun tidak cukup untuk pasien dengan komplikasi (diabetes dan penyakit ginjal). Pemilihan obat bergantung pada tingginya tekanan darah dan ada tidaknya komplikasi penyakit lain. Terapi awal pasien hipertensi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✂2
tingkat 1 obat yang diberikan adalah obat dengan golongan diuretik tiazid. Sedangkan pasien hipertensi tingkat 2 diberikan obat dengan kombinasi obat golongan lain dengan salah satunya golongan diuretik tiazid (Departemen Kesehatan RI, 2006b).
2.2.6.1 Terapi Non Farmakologi Terapi non farmakologis terdiri dari modifikasi gaya hidup yang dapat dilihat pada Tabel 2.3. Table 2.3. Modifikasi gaya hidup dalam pengolahan hipertensi (Chobanian, et al, 2003). Modifikasi
Rekomendasi
Penurunan berat badan
Pengaturan berat badan normal
Adaptasi pengaturan pola makan berdasarkan DASH
Konsumsi makanan yang banyak mengandung buah dan sayur serta mengurangi asupan lemak atau yang mengandung lemak. Penurunan konsumsi garam tidak lebih dari 6 g natrium klorida Aktifitas olahraga aerobik (jogging sekitar 30 menit setiap hari, atau lebih dari sekali dalam seminggu) Tidak lebih dari dua jenis minuman beralkohol atau bahkan penghentian pengunaan alkohol
Diet rendah garam Aktivitas fisik
Pengurangan konsumsi alkohol
Perkiraan penurunan tekanan diastol yang terjadi 5-20 mmHg/ penurunan 10 kg 8-14 mmHg
2-8 mmHg 4-9 mmHg
2-4 mmHg
2.2.6.2 Terapi Farmakologis
Tatalaksana terapi hipertensi berdasarkan Pedoman Teknis penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi tahun 2006 : a. Seseorang diagnosis menderita hipertensi maka yang pertama dilakukan adalah mencari faktor risiko. Setelah ditemukan faktor risiko, dapat dilakukan terapi awal yaitu terapi non farmakologi dengan modifikasi gaya hidup. Bila penurunan tekanan darah tidak tercapai maka terapi non farmakologi dilakukan bersamaan dengan terapi farmakologi. b. Terapi farmakologi disesuaikan dengan tingkat hipertensi, ada tidaknya komplikasi penyakit atau keadaan khusus seperti diabetes melitus dan kehamilan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✄3
c. Terapi farmakologi pilihan pertama yang digunakan adalah golongan tiazid, kedua golongan penghambat enzim konversi angiotensin, kemudian diikuti golongan antagonis kalsium. d. Bila terapi tunggal tidak berhasil maka diberikan terapi kombinasi. e. Bila tekanan darah target tidak dapat dicapai baik melalui modifikasi gaya hidup dan terapi kombinasi dilakukan sistem rujukan spesialis (Lihat Lampiran 1). Terapi farmakologi hipertensi terdiri dari sebelas kelompok antihipertensi antara lain : a. Diuretik Obat ini adalah obat pilihan pertama pada hipertensi (Departemen Kesehatan RI, 2006b). Mekanisme diuretik dengan menekan reabsorbsi natrium di tubulus ginjal sehingga meningkatkan ekskresi natrium dan air. Diuretik kuat (seperti furosemid) menurunkan elektrolit dan volume cairan tubuh lebih cepat dibandingkan dengan tiazid namun memiliki durasi yang singkat. Efek samping diuretik terutama berkaitan dengan penurunan ion kalium, magnesium dan natrium (Stephen J, Maxine, 2010). Dosis: klortalidon 6,25-25 mg/hari, hidroklortiazid 12,5-50 mg/hari, indapamid 1,25-2,5 mg/hari, bumetamid 0,5-4,0 mg/hari, 20-80 mg/hari, torasemid 5 mg/hari dan triamteren 50-100 mg/hari (Departemen Kesehatan RI, 2006b). b. Antagonis aldosteron Spironolakton dan eplerenon bekerja dengan menahan retensi natrium. Efek samping dapat menyebabkan nyeri payudara dan ginekomastia pada pria melalui aktivitas pada reseptor progesteron namun efek tersebut tidak terlihat pada pengunaan eplerenon. Hiperkalemia adalah efek samping dari kedua obat ini, terutama pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (Stephen J, Maxine, 2010). Dosis: eplerenon 50-100 mg/hari, spironoloakton 25-50 mg/hari (Departemen Kesehatan RI, 2006b).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
☎4
c. Penghambat reseptor beta adrenergik Mekanisme kerja dengan menghambat reseptor beta adrenergik sehingga terjadi penurunan curah jantung dan penghambatan pelepasan renin, frekuensi dan kontraksi otot jantung (Wells, Dipiro, Schwinghammer, 2009). Efek samping penghambat beta antara lain menginduksi bronkospasme pada pasien yang sudah mempunyai ganguan (pasien asma, beberapa pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik), sindrom Reyneud, letargi, impotensi dan meningkatkan trigliserida plasma (Stephen J, Maxine, 2010). Dosis: atenolol 25-100 mg/hari, betaxolol 5-20 mg/hari, bisoprolol 2,5-10 mg/hari, metoprolol 50-200 mg/hari, nadolol 40-120 mg/hari dan propranolol 160-480 mg/hari (Departemen Kesehatan RI, 2006). d. Penghambat angiotensin coverting enzyme Mekanisme kerja dengan menghambat enzim yang mengkonversi perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, menghambat degradasi bradikinin, menstimulasi sintesis prostaglandin dan mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis (Wells, Dipiro, Schwinghammer, 2009). Hipotensi dapat terjadi pada awal pemberian ACEI, terutama pada hipertensi dengan aktivitas renin yang tinggi. Efek samping bergantung besarnya dosis dan bersifat reversible bila obat dihentikan. ACEI dikontraindikasikan untuk ibu hamil dan gagal ginjal (Stephen J, Maxine, 2010). Dosis: benzelapril 10-40 mg/hari, kaptopril 12,5-150 mg/hari, enalapril 5-40 mg/hari, fosinopril 10-40 mg/hari, lisinopril 7,5-30 mg/hari, moexipril 4-16 mg/hari, perindopril 10-80 mg/hari, quinapril 2,5-10 mg/hari dan ramipril 1-4 mg/hari (Departemen Kesehatan RI, 2006b). e. Penghambat renin Mekanisme obat ini mencegah pemecahan angiotensinogen menjadi angiotensin I. Aliskiren yang merupakan renin inhibitor direkomendasikan oleh FDA untuk digunakan sebagai terapi tunggal hipertensi (Stephen J, Maxine, 2010). Dosis : Aliskiren perhari 150 mg atau 300 mg (Wells, Dipiro, Schwinghammer, 2009).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✆5
f. Penghambat reseptor angiotensin II Mekanisme kerja dengan menghambat reseptor angiotensin II sehingga menimbulkan efek vasodilatasi, penurunan pelepasan aldosteron dan penurunan aktivitas saraf simpatik (Wells, Dipiro, Schwinghammer, 2009). Penghambat angiotensin II tidak menyebabkan batuk dan jarang menimbulkan ruam seperti efek samping umum ACEI (Stephen J, Maxine, 2010). Dosis: kadesartan 8-32 mg/hari, eprosartan 600-800 mg/hari, irbesartan 150300 mg/hari, losartan 50-100 mg/hari, olmesartan 20-40 mg/hari, telmisartan 20-80 mg/hari dan valsartan 80-320 mg/hari (Departemen Kesehatan RI, 2006b). g. Penghambat saluran kalsium Mekanisme obat ini adalah dengan merelaksasi otot jantung dan otot polos melalui penghambatan masuknya ion kalsium masuk ke dalam intrasel (Wells, Dipiro, Schwinghammer, 2009). Efek samping yang dapat terjadi adalah nyeri kepala dan bradikardi (Stephen J, Maxine, 2010). Dosis: amlodipin 2,5-10 mg./hari, nifedipin 10-30 mg/hari, felodipin 5-20 mg/hari, isradipin 5-10 mg/hari, isradipin SR 5-20 mg/hari, diltiazepam SR dan verapamil SR 180-360 mg/hari (Departemen Kesehatan RI, 2006b). h. Antagonis reseptor α -adrenergik Mekanisme obat ini adalah dengan penghambatan reseptor
α -adrenergik
sehingga pelepasan katekolamin terhambat. Efek tersebut menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang berefek pada penurunan resistensi perifer. Efek tersebut menurunkan laju jantung dan curah jantung (Wells, Dipiro, Schwinghammer, 2009). Dosis: doksasozin 1-8 mg/hari, prazosin 2-20 mg/hari, terazosin 1-20 mg/hari, klondin 0,1-0,8 mg/hari dan metildopa 250-1000 mg/hari (Departemen Kesehatan RI, 2006b). i.
Obat aktifitas simpatomimetik intrinsik Mekanisme obat ini dengan pehambatan parsial reseptor beta 1, sehingga mengurangi
bronkospasme
dan
vasokonstriksi
(Wells,
Dipiro
dan
Schwinghammer, 2009). Digunakan sebagai pengobatan pilihan kedua atau
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✝6
ketiga karena tingginya frekuensi intoleransi, termasuk sedasi, kelemahan otot, mulut kering, hipotensi postural (Stephen J dan Maxine, 2010). Dosis: acebutol 200-800 mg/hari, carteolol 2,3-10 mg/hari, pentobutol 10-40 mg/hari dan pindolol 10-60 mg/hari (Departemen Kesehatan RI, 2006b). j. Vasodilator Arteriolar Mekanisme obat dengan rileksasi otot polos arteriolar menyebabkan terjadinya refleks baroreseptor sehingga tejadi peningkatan laju jantung, curah jantung dan pelepasan renin (Wells, Dipiro dan Schwinghammer, 2009). Penggunaan terapi tunggal dapat menyebabkan refleks takikardi, meningkatkan kontraktilitas miokard dan menyebabkan nyeri kepala, palpitasi dan retensi cairan, sehingga digunakan kombinasi dengan diuretik dan penghambat beta pada pasien yang resisten. Hidralazin sering menyebabkan gangguan gastrointestinal. Dosis : 20-100 mg (Stephen J dan Maxine, 2010). k. Penghambat Simpatik Mekanisme guanetidin dan guanadrel adalah dengan menghambat pelepasan norepinefrin pada post ganglion pusat saraf simpatik dan penghambatan pelepasan norepinefrin dalam menstimulasi saraf simpatik (Wells, Dipiro dan Schwinghammer, 2009). Kedua obat tersebut menyebabkan hipotensi ortostatik dan retensi cairan (Stephen J dan Maxine, 2010) dan neuron perifer. Efek samping seperti sedasi, hidung tersumbat, ganguan tidur dan ulkus peptikum. Dosis: reserpin 0,05-0,25 mg/hari dan minoksidil 10-40 mg/hari (Departemen Kesehatan RI, 2006b).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 3 METODE PENGKAJIAN 3.1.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pengkajian dilakukan pada tanggal 4 Februari-2 April 2013 yang
bertempat di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) DR. Cipto Mangunkusumo. 3.2.
Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penyusunan buku saku pasien hipertensi
melalui studi literatur (studi pustaka). Tahap awal dalam penyusunan buku saku adalah penentuan penyakit dan sasaran buku saku. Setelah dilakukan penentuan penyakit dan sasaran dari buku saku tersebut dilakukan penentuan informasi yang akan ada di dalam buku saku. Pada tahapan tersebut dilakukan dengan melihat referensi buku saku yang pernah dibuat atau digunakan khususnya untuk pasien hipertensi. Setelah ditentukan informasi yang ada dalam buku saku maka studi literatur dilakukan sesuai dengan sumber-sumber informasi yang dibutuhkan. Bersamaan dengan penyusunan buku saku dilakukan pula tahapan desain pada buku saku serta pemilihan bahasa yang sesuai dengan sasaran buku saku. Pada penyusunan buku saku bersumber pada: a. Buku Pharmacotherapy A pathophysiologic Apporoach b. Buku Medical Diagnosis & Treatment. c. Buku Pharmacotherapy Handbook (7th Ed) d. Buku Principles of Drug Information Services e. Buku Hospital Pharmacy f. Buku Pedoman Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi, g. Buku
Pedoman
Teknis
Penemuan
dan
Tatalaksana
Penyakit
Hipertensi. h. Buku Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit i. Berbagai literatur dari internet dan pustaka lainnya.
1✞
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Setelah melakukan studi literatur terkait informasi yan dibutuhkan dan
memperhatikan desain dan bahasa yang digunakan maka dihasilkan buku saku yang memuat informasi berikut: a. Apa yang dimaksud dengan hipertensi? Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang terjadi secara menetap. Dimana tekanan darah sistol >140 mmHg dan tekanan darah diastol >90 mmHg. b. Bagaimana kategori pada tingkatan hipertensi? Tekanan darah dikatakan normal adalah ketika tekanan sistol <120 mmHg dan diastole <80 mm Hg. Tekanan di klasifikasikan dalam tiga tingkatan yaitu prehipertensi, hipertensi tingkat dan hipertensi tingkat 2. Prehipertensi adalah ketika tekanan darah sistol diantara 120-139 mmHg atau diastol diantara 80-90 mmHg. Hipertensi tingkat 1 ketika tekanan darah sistol diantara 140-159 mmHg atau diastol diantara 90-99 mmHg sedangkan hipertensi tingkat 2 ketika tekanan darah sistol ≥ 160 mmHg atau diastol ≥ 100 mmHg c. Apa gejala jika menderita hipertensi? Hipertensi memiliki gejala antara lain: sakit kepala, pusing, sakit di tengkuk, jantung berdebar dan mudah lelah. d. Apa penyebab hipertensi? Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor yang dapat dapat dikendalikan dan faktor yang tidak dapat dikendalikan. Faktor yang tidak dapat dikendalikan antara lain: usia, jenis kelamin (pria lebih berisiko tinggi dibandingkan wanita), keturunan dan genetik. Faktor yang masih dapat dikendalikan antara lain: pola makan, merokok, kekurangan aktivitas fisik, komplikasi penyakit (gangguan ginjal), alkohol dan stres. e. Apa akibatnya bila menderita hipertensi?
✟8
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
✠9
Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah dapat menjadi lebih rapuh atau menebal. Keadaan tersebut dapat menyebabkan pecah atau tersumbatnya pembuluh darah secara mendadak.Otot jantung semakin menebal akibat kerja jantung yang semakin lebih kuat yang dapat berakibat fatal seperti gagal jantung, penyakit arteri koroner (infark miokard, angina). Hipertensi tanpa komplikasi jarang memperlihatkan gejala lain selain tekanan darah yang lebih tinggi secara menetap dibanding tekanan darah normal. f. Apa komplikasi yang terjadi jika tekanan darah tidak terkontrol? Tekanan darah tidak terkontrol meningkatkan risiko antara lain: Jantung (serangan jantung, infark miokard dan angina), kerusakan otak (stroke), ginjal (penyakit ginjal kronik) dan mata (retinopati). Kerusakan organ tersebut dapat terjadi akibat kenaikan tekanan darah pada organ. g. Pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan untuk mengenali kemungkinan risiko komplikasi? Pemeriksaan sedini mungkin penting dilakukan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya komplikasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain: 1. Pemeriksaan urin, pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai fungsi ginjal apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak. 2. Pemeriksaan EKG (pencitraan jantung), pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan apakah tekanan darah telah mempengaruhi fungsi jantung. 3. Pemeriksaan darah, pemeriksaan meliputi: kadar gula dan kolesterol darah. Jangan ragu untuk bertanya terkait, hal-hal yang masih belum dipahami terutama terkait hal-hal yang penting dan mendukung jalannya pengobatan. h. Bagaimana tatalaksana pengobatan hipertemsi dengan atau tanpa adanya komplikasi dapat dilihat pada lampiran 2. i. Pengobatan hipertensi untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dapat dilakukan dengan modifikasi gaya hidup (non farmakologi) dan terapi farmakologi. Penjelasan lebih lanjut dapat dillihat pada lampiran 2. j. Mengapa harus patuh pada pengobatan hipertensi? Kepatuhan terhadap pengobatan seperti waktu minum oabat yang teratur dapat emepengaruhi tercapainya tekanan darah terkontrol. Kepatuhan yang baik Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2 0
terhadap
pengobatan
dapat
mempengaruhi
kerja
obat
yang
nanatinya
mempengaruhi tekanan darah. Hal lain yang penting juga dilakukan adalah kontrol tekanan darah untuk menilai pengobatan yang dijalani telah efektif dan memprediksi terjadinya komplikasi. k. Hal apa saja yang perlu diperhatikan selama pengobatan hipertensi? 1. Jangan berhenti minum obat walaupun telah merasa sembuh 2. Jika mengalami efek samping yang memebuat anda tidak nyaman bicarakan ke dokter 3. Jika asudah rutin minum obat tetapi tekanan darah tetap tinggi sudahkan anda mengatur pola makan dan olahraga? 4. Jika tekanandarah anda tetap tinggi sudahkan anda mengatur pola makan dan olahraga? 5. Jika tekanan darah anda tetap tinggi padahal pengaturan polammakan, olahraga dan minum obat secara teratur sudah dilakukan maka bicarakanlah ke dokter anda. 6. Janfgan menggunakan obat bebas tanpa sepengetahuan dokter 7. Jika anda flu segera periksa ke dokter untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. l. Beberapa hal yang penting untuk diingat tentang hipertensi 1. Tekanan darah tinggi mungkin timbul tanpa gejala dan salah satu hal yang mungkin dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin. 2. Mengevaluasi tekanan darah sederhana yaitu dengan melakukan pemeriksaa kesehatan paling tidak dua sampai empat kali dalam setahun 3. Pengobatan yang baik serta kontrol secara rutin merupakan salah satu upaya
dalam
pencegahan
komplikasi
hipertensi
yang
dapat
memperburuk kesehatan. 4. Penurunan berat badan pada pasien dengan kelebihan berat badan (obesitas) dapat mendukung tercapainya sasaran terapi. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2 ✡
5. Diet rendah garam dapat membantu penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi ringan namun kebanyakan orang sulit menerapkannya. Tapi penting untuk diketahui bahwa modifikasi gaya hidup secara efektif mendukung tercapainya target pengobatan 6. Efek samping atau gejala yang timbul dapat berbeda pada tiap orang jangan ragu untuk mengkonsultasikan kepada tenanga kesehatan agar pengobatan tetap berjalan dengan baik 7. Target tekanan darah pada tiap orang mungkin berbeda konsultasi kepada dokter atau tenaga kesehatan terkait hal tersebut agar jalannya pengobatan efektif.
4.2
Pembahasan Penyusunan buku saku hipertensi dilakukan atas dasar bahwa hipertensi
merupakan penyakit yang memiliki populasi penderita yang besar dan diprediksi meningkat setiap tahun. Hipertensi merupakan penyakit kronis yang memerlukan terapi jangka panjang. Selain hal tersebut hipertensi merupakan penyakit yang yang memiliki komplikasi yang cukup serius terutama terkait dengan jantung, otak serta ginjal. Dalam upaya pencegahan komplikasi dapat dilakukan dengan meningkatkan pemahaman terhadap penyakit hipertensi serta panduan pengobatan yang mendukung terapi yang efektif. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka disusunlah buku saku hipertensi yang ditujukan untuk pasien hipertensi. Tahapan setelah dilakukan pertimbangan penyakit yang akan dibahas dalam buku saku dilanjutkan dengan tahapan penentuan informasi dalam buku saku. Penentuan informasi dilakukan dengan mengkaji beberapa referensi buku saku untuk pasien hipertensi yang telah dibuat atau telah digunakan. Beberapa buku saku yang telah dibuat dilihat informasi yang dibutuhkan dalam buku dengan mempertimbangan sesesuaian dengan kebutuhan pasien. Setelah menelaah beberapa referensi yang ada maka didapatkan informasi yang dibutuhkan untuk diinformasikan dalam buku saku tersebut. Penentuan informasi yang ada dalam buku saku adalah hal penting dalam sebagai awal dilakukannya studi literatur. Informasi yang dibutuhkan didapatkan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2
dari sumber primer, sekunder maupun tersier yang terkait disesuaikan dengan spesifikasi serta informasi yang dibutuhkan. Bersamaan dengan studi literatur dilakukan tahapan desain serta pemilihan bahasa pada buku saku. Desain dibuat menarik dan disertakan gambar yang mewakili informasi yang disampaikan. Hal tersebut dilakukan agar pasien dapat dengan mudah memahami informasi. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa pemahaman dari tiap pasien berbeda-beda. Pemilihan bahasa juga perlu diperhatikan agar penyampaian informasi tidak membingungkan dan mudah dimengerti oleh pasien. Kedua hal tersebut menjadi pertimbangan yang penting untuk diperhatikan agar informasi yang ingin disampaikan secara tepat dan baik diterima oleh pasien yang membacanya. Berdasarkan jenis kegiatan pelayanan informasi obat penyusunan buku saku saku merupakan kegiatan pelayanan informasi obat secara aktif. Hal ini didasarkan bahwa penyusunan buku saku adalah kegiatan memberikan informasi obat secara aktif atau dapat dikatakan kegatan tersebut tidak didasari dari sebuah pertanyaan terkait obat. Buku saku merupakan salah satu media pelayanan informasi obat secara aktif. Kegiatan pelayanan informasi obat ini memberikan pemahaman terhadap penyakit yang diderita secara umum dan terapi obat secara khususnya. Media yang cukup tepat yang dapat digunakan. Pada buku saku untuk pasien hipertensi yang sebagian besar merupakan pasien pada usia lanjut maka dipertimbangkan bahawa buku saku hendaknya tidak terlalu banyak memuat kata-kata dan dinilai akan lebih baik dengan mempertimbangkan memvisualisasikan informasi tersebut dalam
gambar-gambar
yang
menarik
dan
mudah
dimengerti.
Dengan
memeperhatikan pertimbangan tersebut diharapkan informasi yang disampaikan mudah dimengerti sehingga pasien paham dengan onformasi yang diberikan. Pertimbangan bentuk informasi ke dalam buku saku dipilih dengan mengharapkan keefektifitasan informasi sehingga dapat dengan baik dipahami dan diharapkan meningkatkan pemahaman yang nantinya akan mendukung keberhasilan dari terapi yang akan dijalankan. Buku saku diharapkan dapat memuat informasi lebih lengkap dbanndingan media lainnya seperti leaflet, brosur atau poster. Selain itu buku saku dinilai lebih praktis untuk dibawa dan dibaca kembali oleh pasien. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2 3
Pada pelaksanaan pelayanan informasi obat apoteker memiliki peran penting yaitu sebagai sumber informasi bagi pasien, dokter, perawat dan tenaga medis lainnya. Peran apoteker sebagai sumber informasi obat di rumah sakit merupakan kegiatan pelayanan kefarmasian yang merujuk pada pasien sesuai dengan tujuan pada standar pelayanan di rumah sakit. Selain pelayanan informasi obat yang bermanfaat bagi pasien maupun tenaga medis yang memang memerlukan informasi terkait obat meliputi kekuatan obat, mekanisme obat, efek samping, interaksi obat, kontraindikasi maupun pola hidup yang baik dalam mendukung pengobatan merupaka aspek-aspek penting terkaiit obat yang penting diinformasikan dalam pelatyanan informasi obat. Selain manfaat bagi yang memang memerlukan informasi obat, pelayanan informasi obat juga memiliki manfaat bagi apoteker yaitu sebagai sarana dalam aktifitas dalam komunikasi efektif yang dapat diterapkan dalam setiap pelaksaaan pelayanan informasi obat, meningkatkan
kerjasama
dengan
tenaga
medis
lainnya,
meningkatkan
kepercayaan dari atas ilmu yang dimiliki apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Pembuatan buku saku pengobatan pasien hipertensi yang baik perlu
memperhatikan beberapa faktor antara lain sumber literatur, bahasa dan desain yang digunakan dalam pembuatan buku saku.
5.2
Saran
a. Pembuatan buku saku merupakan salah satu bentuk pelayanan informasi obat secara aktif diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pasien terutama terkait pengobatan hipertensi. b. Melakukan evaluasi efektifitas pengunaan buku saku yang telah dibuat untuk perbaikan buku saku dimasa yang akan datang.
☛4
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Chobanian., et al. (2003). The Seventh Report of The Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA, 1206-52. Departemen Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta. Departeman Kesehatan RI. (2006a). Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi, Jakarta: Direktorat pengendalian penyakit tidak menular Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. (2006b). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi, Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. (2006c). Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. (2008). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)Indonesia.Februari2.2012.www.k4health.org/.../laporanNasional %20Riskesdas%202007.pf. Golightly, Peter. (2003). Hospital Pharmacy. Pharmaceutical Press. Lahdenpera., Tina S, Wright.., Chis C, Kyngas., Helvi A. (2003). Development of a Scale to Assess the Compliance of Hypertensive Patients. Int J of Nursing Studies, 40, 677684. Kjeldsen., Lene, et al. (2011). Development of new consepts of non-adherence measurement among users of hypertensives medicine. Int J Clin Pharm, 33, 565-572.
McPhee., Stephen J, Papadakis., Maxine A. (2010). Medical Diagnosis & Treatment. Amerika Serikat : The McGraw-Hill Companies, 387-413. Obreli-Neto, Paulo Roque., et al. (2011). Effect of a 36-month Pharmaceutical Care Program on Pharmacotherapy Adherence in Elderly Diabetic and Hypertensive Patients. Int J Clin Pharm, 33, 642-649.
☞✌
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
✍✎
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) DR. Cipto Mangunkusumo. (2012). Formularium Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) DR. Cipto Mangunkusumo tahun 2012. Jakarta
Rantucci, Melanie J. (2007). Pharmacists Talking with Patients: A Guide to Patient Counseling, 2nd Ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins. Royal Berkshire NHS. (2010). High Blood Pressure Information for Patients. London: National Institute for Health and Clinical Execellence. Sassen., Joseph J, dan Carter Barry L. (2005). Hypertention. Dalam Dipiro., Joseph, Talbert., Robert, Yee., Gary, Matze., Gary R, Wells., Barbara G dan Possey., L. Michel (Ed.6). Pharmacotherapy A pathophysiologic Apporoach (185217). USA : McGRAW-HILL Medical Publishing Division, 185-218. Morgado., Manuel, Rolo., Sandra, Castelo-Branco., Miguel. (2011). Pharmacist Intervention Program to Enhance Hypertension Control : A Randomised Controlled Trial. Int J Clin Pharm, 33, 132-140. Moser, Marvin. (2012). High Blood Plessure, Lower It and Live Longer. New York : Hypertention Education Foundation. National Institute for Health and Clinical Exellence. (2006). Hypertention: Management of Hipertention Adults in Primary Care. London : NICE Notoatmodjo., Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta, 12-33 dan 56-72. Notoatmodjo., Soekidjo, et al. (1989). Pengantar Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 4-17 dan 54-67.
Sassen., Joseph J, dan Carter Barry L. (2005). Hypertention. Dalam Dipiro., Joseph, Talbert., Robert, Yee., Gary, Matze., Gary R, Wells., Barbara G dan Possey., L. Michel (Ed.6). Pharmacotherapy A pathophisiologi Apporoach (185-217). USA : McGRAW-HILL Medical Publishing Division, 185-218. Watanabe, Arhur S., Conner, Christoper S. (1978). Principles of Drug Information Services. Denver: Drug Intelligence Publications, 55-86
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✏✑
Wells, Bahbara G., Dipiro, Joseph., Schwinghammer, Terry L dan Dipiro, Cecily V. (2009). Pharmacotherapy Handbook (7th Ed). USA : Mc Graw Hill Medical, 111-129. World Health Organization. (2003). Internasional Society of Hypertension Guidelines for Management of Hypertension, Journal of Hypertension, 21 (11), 19831992. World Heath Organization/SEARO. (2005). Surveilence of major non-communicable diseases in Soulth-East Asia Region, Report of an inter-country consultation. Geneva: World Health Organization.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2 8
Lampiran 1. Alur pengobatan hipertensi (Pedoman teknis penemuan dan tata
laksana penyakit hipertensi, 2006a).
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
2 9
Lampiran 2. Buku Saku Pasien Hipertensi
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
30
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
3✒
(Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
32
(Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
33
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
3✓
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
35
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
36
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
37
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
38
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
39
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✔0
Lampiran 2. (Lanjutan)
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✕✖
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✗2
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✘3
Lampiran 2. (Lanjutan)
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013
✙✙
Laporan praktek…., Kartika Febriyanti, FF, 2013