UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. STERLING PRODUCTS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 35, CIMANGGIS, BOGOR PERIODE 4 MARET-26 APRIL 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
MUHAMMAD IRFAN HASAN, S. Farm 1206313381
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK 2013
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. STERLING PRODUCTS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 35, CIMANGGIS, BOGOR PERIODE 4 MARET-26 APRIL 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
MUHAMMAD IRFAN HASAN, S.Farm. 1206313381
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK 2013 ii
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Sterling Products Indonesia, untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Dalam penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Widodo Dumadi, S.Si., Apt. selaku pembimbing PKPA dari Glaxo Smith Kline yang telah membantu dan memberi arahan selama praktek profesi dan penyusunan laporan ini. 2. Ibu Khoirunnisa Thosin, selaku mentor dari PT. Sterling Products Indonesia di area produksi yang telah memberi arahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker. 3. Kurnia Sari Setio Putri, M. Farm, Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan selama penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 4. Bapak Hermawan Widyaprasetya, selaku mentor dari PT. Sterling Products Indonesia di divisi engineering yang telah memberi arahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker. 5. Ibu Anggi S. Tantrilestari, selaku mentor dari PT. Sterling Products Indonesia di divisi compliance yang telah memberi arahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker. 6. Jessica Putri, selaku mentor dari PT. Sterling Products Indonesia yang telah memberi arahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker. 7. Ruth D.Tarigan, selaku mentor dari PT. Sterling Products Indonesia yang telah memberi arahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker.
iv
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
8. Bapak Irman Firmansyah, S.T., selaku mentor dari PT. Sterling Products Indonesia yang telah memberi arahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker. 9. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS, selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia 10. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku ketua Program Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama PKPA. 11. Seluruh staf PT. Sterling Products Indonesia yang telah memberikan waktunya untuk membantu selama penulis melakukan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Jakarta, April 2013
Penulis
v
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................. iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................. vi DAFTAR ISI ................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x 1.
PENDAHULUAN .................................................................................. 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1.2 Tujuan ...............................................................................................
1 1 2
2.
TINJAUAN UMUM .............................................................................. 3 2.1 Industri Farmasi ................................................................................ 3 2.2 Sejarah Singkat Glaxo SmithKline ................................................... 4 2.3 Visi dan Misi Glaxo SmithKline....................................................... 7 2.4 Struktur Organisasi Glaxo SmithKline ............................................. 8 2.5 Sistem Kualitas yang Terintegrasi .................................................... 10 2.6 GSK Quality Management System .................................................... 10 2.7 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ........................................ 11
3.
TINJAUAN KHUSUS GLAXO SMITHKLINE ................................ 3.1 Divisi Logistik................................................................................... 3.2 Divisi Procurement ........................................................................... 3.3 Divisi Engineering ............................................................................ 3.4 Divisi Produksi.................................................................................. 3.5 Divisi Quality Control (QC) ............................................................. 3.6 Divisi Quality Assurance (QA) ......................................................... 3.7 Divisi Compliance ............................................................................ 3.8 Divisi Enviromental, Health, and Safety (EHS) ............................... 3.9 Divisi Operational Excelence (OE) ..................................................
4.
PEMBAHASAN .................................................................................... 49 4.1 Penerapan CPOB di Glaxo SmithKline ............................................ 49
5.
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 62 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 62 5.2 Saran .................................................................................................. 62
15 15 19 22 25 33 36 37 41 45
DAFTAR ACUAN........................................................................................ 63 vii Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Skema sistem kualitas yang terintegrasi ................................ 10
Gambar 3.1
Struktur organisasi divisi logistik ......................................... 16
Gambar 3.2
Struktur organisasi divisi procurement ................................. 19
Gambar 3.3
Struktur organisasi divisi engineering................................... 23
Gambar 3.4
Struktur organisasi divisi produksi ....................................... 26
Gambar 3.5
Alur proses pembuatan sediaan solid .................................... 32
Gambar 3.6
Alur proses pembuatan sediaan steril .................................... 32
Gambar 3.7
Struktur organisasi divisi quality control .............................. 33
Gambar 3.8
Struktur organisasi divisi quality assurance .......................... 36
Gambar 3.9
Struktur organisasi divisi compliance ................................... 37
Gambar 3.10 Struktur organisasi divisi EHS .............................................. 42 Gambar 3.11 Klasifikasi limbah di GMS Indonesia ................................... 44 Gambar 3.12 Alur pengolahan limbah cair non B3 .................................... 44 Gambar 3.13 Struktur organisasi divisi operational excellence .................. 46
viii Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Persyaratan jumlah partikel pada tiap kelas ruangan ............. 29
Tabel 3.2
Batasan kontaminasi mikroba pada tiap kelas ruangan .......... 30
ix Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Struktur Organisasi GMS Indonesia ..................................... 64
Lampiran 2.
Hubungan antar legal entities di GSK Indonesia ................... 65
x Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Kesehatan merupakan hal pokok yang menjadi salah satu parameter untuk
menilai kualitas hidup manusia. Oleh karena itu penyelenggaraan upaya kesehatan harus didukung oleh seluruh sumber daya kesehatan yang satu sama lain saling terkait antara lain meliputi tenaga kesehatan, pembiayaan kesehatan, pengelolaan, penelitian dan pengembangan kesehatan serta obat-obatan. Industri farmasi sebagai penghasil obat-obatan termasuk sebagai pemegang peranan penting dalam peningkatan kesehatan, karena penyediaan obat yang aman, bermutu, berkhasiat dan terjangkau oleh masayarakat merupakan tanggung jawab industri farmasi. Berdasarkan hal tersebut, industri farmasi harus memiliki sistem pengawasan mutu yang efektif dan efisien yang dapat menjamin mutu obat jadi yang dihasilkan. Mutu obat merupakan sesuatu yang sangat penting dan berawal dari hulu hingga hilir proses. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan, pengawasan mutu, bangunan atau peralatan yang dipakai, juga personalia yang terlibat dalam pembuatan obat. Langkah utama untuk menjamin mutu produk obat senantiasa memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sesuai tujuan penggunaannya adalah dengan penerapan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) dalam seluruh aspek dan rangkaian produksi mulai dari personalia, bangunan, peralatan, sanitasi, higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan terhadap hasil pengamatan, keluhan, dan dokumentasi sehingga peranan apoteker sebagai salah satu unsur personalia dalam proses produksi obat yang baik memiliki peranan yang sangat penting. PT. Sterling Products Indonesia (Glaxo Smithkline Consumer Health Care) sebagai salah satu industri farmasi di Indonesia senantiasa bertujuan memproduksi obat yang aman dan efektif, bermutu baik dan harga yang terjangkau dengan selalu menerapkan kaidah CPOB dalam setiap tahapan produksi. Untuk dapat melaksanakan CPOB, industri farmasi membutuhkan sumber daya manusia khususnya apoteker sebagai tenaga ahli farmasi yang bertanggung jawab dalam penerapan seluruh aspek CPOB. Oleh karena itu, penyediaan apoteker yang handal mutlak diperlukan untuk 1 Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
Universitas Indonesia
2 menghasilkan produk obat yang bermutu secara profesional. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan dukungan dan peran aktif dari berbagai pihak termasuk dari Industri farmasi. Praktek Kerja Lapangan merupakan salah satu sarana bagi calon Apoteker untuk mendapatkan pengalaman kerja dan pemahaman komprehensif mengenai tugas dan fungsi Apoteker di industri farmasi. Oleh karena itu, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT. Sterling Products Indonesia (Glaxo Smithkline Consumer Health Care) dalam rangka pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) periode 4 Maret – 26 April 2013.
1.2
Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Sterling Products Indonesia
bertujuan agar para calon apoteker mampu : 1. Mengetahui dan memahami pelaksanaan CPOB di PT. Sterling Products Indonesia. 2. Mengetahui gambaran umum mengenai tugas dan fungsi dari tiap divisi di PT. Sterling Products Indonesia. 3. Mengetahui peran dan tanggung jawab seorang apoteker, terutama dalam penerapan CPOB di industri farmasi.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Industri farmasi Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Sedangkan yang dimaksud dengan bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi (Peraturan Kepala BPOM RI, 2012). Salah satu kriteria penting dari produk industri farmasi ialah tercapainya persyaratan kualitas obat sebagai produk industri farmasi. Academy of Pharmaceutical
Sciences
Amerika
Serikat
telah
merumuskan
beberapa
persyaratan tersebut, antara lain: 1. Mengandung kuantitas masing-masing bahan aktif sesuai dengan persyaratan pada etiket, yang masih dalam nilai batas sesuai dengan spesifikasinya. 2. Mengandung kuantitas bahan aktif yang sama, dalam setiap satuan takaran obat. 3. Terjaganya potensi, penampilan dan ketersediaan terapeutik sampai saat digunakan oleh penderita untuk tujuan pengobatan. 4. Melepaskan bahan aktif saat digunakan sehingga tercapai ketersediaan biologisnya. Apabila diamati, berdasarkan jenis kegiatan usahanya maka industri farmasi dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: 1. Industri riset (inovasi) farmasi : Industri yang menghasilkan obat dan atau bahan baku obat hasil penelitian sendiri, memperoleh hak paten selama periode/waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional maupun internasional.
3 Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
Universitas Indonesia
4
2. Industri sintesis dan/ atau fermentasi farmasi : Industri farmasi yang menghasilkan bahan aktif obat atau bahan baku lainnya, baik yang masih mempunyai hak paten atau sudah kadaluwarsa. 3. Industri manufaktur farmasi, yaitu industri farmasi yang menghasilkan obat jadi dari bahan baku yang dihasilkan oleh industri farmasi riset dan atau industri sintesis atau fermentasi. Termasuk dalam kategori ini adalah industri farmasi fitofarmaka (jamu), yang menghasilkan produk obat dari bahan yang berasal dari alam. 4. Industri jasa farmasi, yaitu lembaga/institusi yang memberikan jasa, berupa jasa penelitian, sintesis dan atau formulasi, bermacam studi tentang pasar obat baik secara nasional, regional maupun internasional, meneliti dan mempelajari kecenderungan yang sedang terjadi, membuat perkiraan perkembangan masa datang, yang sangat diperlukan oleh pengambil keputusan, baik di lingkungan industri farmasi maupun pemerintah. Selain itu, Dibandingkan dengan berbagai industri yang lain, industri farmasi memiliki ciri yang spesifik. Ciri industri farmasi yang perlu diperhatikan antara lain adalah: 1. Diatur oleh regulasi yang ketat karena terkait dengan jiwa manusia. 2. Bukan hanya sebagai penghasil obat, namun juga merupakan industri yang berorientasi pada profit. Oleh karena itu, dalam industri farmasi terdapat aspek sosial dan aspek ekonomi (bisnis). 3. Salah satu industri berisiko tinggi. 4. Industri berbasis riset yang selalu memerlukan inovasi.
2.2
Sejarah Singkat Glaxo SmithKline Glaxo SmithKline (GSK) merupakan hasil merger antara dua buah
perusahaan farmasi yaitu Glaxo Wellcome dan SmithKline Beecham pada tahun 2000. Merger ini merupakan realisasi suatu visi yang akan menempatkan GSK sebagai perusahaan farmasi terkemuka dunia dengan dasar riset yang kokoh. Dengan paduan keunggulan di bidang penelitian, pengembangan, kekuatan pemasaran, dan keuangan, GSK optimis untuk menjadi pelopor industri farmasi masa depan.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
5
Masing-masing perusahaan memiliki sejarah perkembangan yang panjang, SmithKline Beecham merupakan hasil merger dari SmithKline Beckman dan Beecham Group plc pada tanggal 26 Juli 1989. Sedangkan SmithKline Beckman merupakan hasil merger dari SmithKline dengan Beckman Instrument Inc yang merupakan perusahaan alat-alat diagnostik pada tahun 1982. SmithKline & Co pada awalnya merupakan rumah grosir obat terbesar di Philadelphia pada tahun 1890 dan dirintis oleh John K. Smith (John K Smith & Co) dan Mahlon Kline. Perusahaan ini kemudian melakukan merger dengan beberapa perusahaan lain dan dengan ditemukannya obat syaraf ”Eskay’s Neurophosphate”, kapsul lepas lambat, obat cold dan flu, dan obat tukak lambung (Tagamet) menjadikan SmithKline & Co semakin berkembang. Kemudian SmithKline & Co mengakuisisi French, Richards & Company pada tahun 1891 sehingga namanya berubah menjadi SmithKline & French yang memproduksi antara lain lotion poison ivy, tablet yang mengandung zat besi (Fe), dan lozenges. SmithKline & French berubah nama menjadi SmithKline & French Laboratories dan memfokuskan diri pada penelititan. SmithKline Beecham sendiri mengakuisisi Sterling Health pada tahun 1994 dan membuat SmithKline Beecham menjadi perusahaan obat Over The Counter (OTC) ketiga terbesar di dunia dan nomor satu di Eropa dan di pasar internasional. Beecham Group plc didirikan untuk menggantikan Beecham Pills Ltd dan Beecham Estates Ltd, dan meliputi Beecham Research Laboratories. Thomas Beecham membuka usaha obat pencuci perut (laxative) Beecham’s Pills di Inggris pada tahun 1859. Pada tahun 1943, Beecham Research Laboratories dibentuk dengan misi memfokuskan diri pada penelitian farmasi. Pada tahun 1949, Beecham Group Ltd mengakuisisi C. L. Bencard Ltd yang merupakan sebuah perusahaan yang menspesialisasikan diri untuk vaksin alergi. Hal ini merupakan langkah pertama untuk memproduksi produk ethical bagi perusahaan Beecham. Pada tahun 1972, para peneliti di Beecham Research Laboratories menemukan amoxicillin dan meluncurkan Amoxil sebagai antiobiotik yang paling banyak digunakan. Glaxo Wellcome terbentuk dari hasil merger dua perusahaan besar, yaitu Glaxo Inc dan Burroughs Wellcome Inc pada tahun 1995. Glaxo didaftarkan oleh
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
6
Joseph Nathan & Co sebagai trademark dari susu bubuk. Kemudian berkembang dengan ditemukannya vitamin B12 (1948) dan Streptomycin (1948) oleh ilmuwan Glaxo. Dengan mengakuisisi Meyer Laboratories Inc, bisnis Glaxo di Inggris dimulai dan menjadi Glaxo Inc sejak tahun 1980. Produknya yang terkenal adalah Ostelin (1924), Ventolin (1969), dan Zantac (1981). Sementara itu, Burroughs Wellcome & Company didirikan di London oleh
apoteker Amerika, Henry
Wellcome dan Silas Burroughs, empat tahun setelah Joseph Nathan membuka kantor perwakilan Glaxo di London. Produknya yang terkenal adalah Lanoxin (1930), Polymixin (1948), dan Actifed (1958-1959). Keberhasilan program pemasaran GSK ditunjang oleh keberadaan produkproduk unggulan di empat kelas dari lima kelas terapeutik utama di dunia yaitu anti infeksi, susunan saraf pusat, saluran nafas (respiratory) dan saluran cerna (gastrointestinal). Keberhasilan ini juga didukung oleh keunggulan GSK pada produk vaksin. Perusahaan ini juga memiliki produk di bidang perawatan kesehatan konsumen yang terdiri dari obat-obat tanpa resep, produk perawatan oral (gigi dan mulut), dan minuman kesehatan bernutrisi. Glaxo SmithKline memiliki lebih dari 100.000 karyawan di seluruh dunia. Lebih dari 40.000 karyawan berada pada bagian penjualan dan pemasaran, hal ini membuktikan kekuatan penjualan yang terbesar dalam industri ini. Bidang Penelitian dan Pengembangan (R&D) GSK memiliki lebih dari 15.000 karyawan yang bertempat di 24 lokasi di 11 negara. Perusahaan ini memiliki posisi terdepan pada
teknologi-teknologi
penemuan
obat
baru
(Active
Pharmaceutical
Ingredients) dan teknologi genom/genetik. GlaxoSmithKline memiliki 108 pabrik di 41 negara di dunia. Cabang-cabang GSK ini dikoordinasikan dalam beberapa kawasan (region headquarters) yaitu kawasan Asia Pasifik, Australia, Canada, China/Hongkong, Jepang, Amerika Latin, Afrika Utara, dan Sub-Saharan Africa. Secara geografis, GSK Indonesia berada di bawah koordinasi kawasan Asia Pasifik. GSK Indonesia terdiri dari tiga legal entities, yaitu PT. Glaxo Wellcome Indonesia, PT. SmithKline Beecham Pharmaceuticals, dan PT. Sterling Products Indonesia. Produksi dan supply produk-produk GSK ke pasar di koordinasikan oleh sebuah unit bisnis yang disebut Global Manufacturing and Supply (GMS)
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
7
Indonesia. Unit bisnis Commercial Rx yang khusus memproduksi obat-obat Pharma (ethical) dilakukan oleh PT.Glaxo Wellcome Indonesia (Pulogadung site) dan PT. Smith Kline Beecham Pharmaceuticals (Bogor site), sedangkan untuk unit bisnis Commercial Cx yang khusus memproduksi produk-produk consumer healthcare dilakukan oleh PT. Sterling Products Indonesia (Bogor site). GSK Indonesia ditunjang oleh tidak kurang dari 610 tenaga profesional yang berpengalaman di bidangnya masing-masing. Global Manufacturing Supply (GMS) Indonesia didukung oleh dua pabrik yang berlokasi di dua tempat, yaitu: a. Bogor site untuk produk-produk consumer healthcare (PT. Sterling Products
Indonesia)
dan
antibiotik
(PT.
Smithkline
Beecham
Pharmaceuticals). b. Pulogadung site untuk produk-produk pharmaceutical (PT. Glaxo Wellcome Indonesia). PT. Glaxo Wellcome Indonesia (Pulogadung Site) mempunyai luas tanah 19.250 m2 dengan luas bangunan 10.200 m2. Bangunan tersebut digunakan untuk pabrik seluas 8.658,3 m2, sedangkan yang lain untuk kantor seluas 1.563,7 m2. Untuk Bogor site, luas tanahnya adalah 19.460 m2 dengan luas bangunan 6.407,5 m2. Bangunan tersebut juga dibagi menjadi dua macam yaitu untuk pabrik seluas 6.283,5 m2 dan untuk kantor 124 m2. Jaringan pemasaran GSK Indonesia meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Denpasar, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Ujung Pandang, Manado, Balikpapan, dan Samarinda.
2.3
Visi dan Misi Glaxo SmithKline Sasaran bisnis utama Glaxo SmithKline yaitu menjadi pemimpin yang
tidak terbantahkan (indisputable leader) dalam industri farmasi. Target GSK yaitu menjadi pelopor (benchmarking) industri farmasi dalam dan bagi seluruh industri. Visi dari GSK adalah menjadi perusahaan farmasi yang terkemuka di dunia yang berorientasi kepada penelitian dengan kombinasi yang kokoh antara ketrampilan individu dengan sumber daya manusia sehingga mampu menjadi pelopor industri farmasi masa depan.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
8
Misi yang dimiliki oleh GSK adalah meningkatkan kualitas hidup manusia sehingga memungkinkan untuk berbuat lebih banyak, merasa lebih baik, dan hidup lebih lama (to improve the quality of human life by enabling people to do more, feel better, and live longer). Misi ini menjadi landasan utama bagi GSK dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, maka GSK menanamkan leadership essentials kepada setiap pegawainya. Leadership essentials merupakan kultur kuat yang dibangun kepada sumber daya manusia GSK sebagai mesin untuk mencapai kesuksesan pasar. Leadership essentials essentials tersebut adalah: a. Flexible thinking, yaitu terbuka pada perbedaan pandangan dan ide b. Developing people, yaitu secara kontinu mengembangkan diri sendiri dan mendukung orang lain c. Continuous improvement, yaitu secara kontinu mengidentifikasi cara untuk menyederhanakan dan mengembangkan berbagai hal d. Enable and drive change, yaitu berperan proaktif, akuntabel, dan mendorong orang lain untuk beraksi e. Customer driven, yaitu menempatkan pelanggan/ pasien sebagai dasar dari setiap keputusan f. Building relationships, yaitu membangun hubungan saling percaya berdasarkan integritas
2.4
Struktur organisasi Glaxo SmithKline Glaxo SmithKline adalah perusahaan farmasi terkemuka di dunia yang
berbasis research dan didukung oleh keahlian dan sumber daya yang tangguh. GSK berpusat di Inggris, dengan pusat operasionalnya berada di Amerika. GSK diatur oleh Dewan Pengurus Direktur (Board of Director) dan Corporate Executive Team. Dewan pengurus ini terdiri dari beberapa direktur eksekutif dan beberapa direktur non eksekutif yang bertanggung jawab terhadap kepemimpinan perusahaan, aktivitas, strategi dan performance perusahaan. Chief Executive Officer (CEO) bertanggung jawab dalam mengelola bisnis dan dibantu oleh
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
9
Corporate Executive Team yang mengelola aktivitas GSK. Tiap anggota bertanggung jawab dalam bidangnya masing-masing untuk memberikan laporan kepada CEO. CEO GSK saat ini dijabat oleh Andrew Witty. GlaxoSmithKline mempunyai tiga unit bisnis, yaitu: a. Commercial Pharma Product untuk produk Ethical. b. Commercial Consumer Product untuk produk OTC (Over the Counter). untuk dua unit bisnis di atas meliputi tiga regional yaitu United State Region, regional Eropa dan Internasional. c. Global Manufacturing and Supply (GMS), terdiri dari beberapa divisi: 1)
Primary and Antibiotic Supply
2)
Regional Pharma supply
3)
Consumer Healtcare Supply
4)
New Product and Global Supply
5)
Quality
6)
Human Resource
7)
Finance
8)
Communication
9)
Operational Excellence
10) Global Procurement and Third Party Contractor 11) Engineering, Technology and Capital Management 12) GMS Strategy 13) New Product Supply 14) Corporate Environment Health 15) Information Technology 16) Legal GMS (Global Manufacturing and Supply) Indonesia berada di regional GMS APLAM (Asia Pacific Latina Africa and Middle East). Struktur organisasi GMS Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
10
2.5
Sistem Kualitas yang Terintegrasi Glaxo SmithKline sangat konsisten terhadap kualitas produk yang
dihasilkan. Quality System sangat diperhatikan, yaitu sistem yang memungkinkan perusahaan
untuk
selalu
konsisten
terhadap
tujuan
perusahaan
untuk
menghasilkan produk yang berkualitas. Tujuan dari sistem kualitas ini adalah untuk
kepuasan pelanggan (customer
satisfaction),
keberhasilan
bisnis,
kepercayaan, kebanggaan dan dikenal berkualitas. Sistem kualitas yang terintegrasi dapat digambarkan sebagai berikut:
GMP
Standar ISO Sistem kualitas yang Terintegrasi
QMS
Gambar 2.1 Skema sistem kualitas yang terintegrasi
2.6
GSK Quality Management System Global Quality Assurance GSK corporate telah menetapkan Quality
Management System (QMS). Beberapa hal yang perlu diketahui mengenai QMS yaitu : a. QMS berlaku untuk seluruh proses pembuatan (manufacture) dan penyedia (supply) produk. b. Terdiri dari 100 kebijakan kualitas global yang harus diikuti. c. Berlaku untuk seluruh jenis produk.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
11
d. Berlaku untuk seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan dan penyedia produk. e. Bukan standar FDA, WHO, atau POM, tetapi merupakan standar minimum global GSK yang harus dipenuhi f. Seluruh kegiatan pembuatan dan penyediaan harus memenuhi QMS dan regulasi lain. g. Sekitar 85% dari persyaratan yang ada di QMS sudah ada sebelumnya di kedua legacy (SmithKline Beecham dan Glaxo Wellcome)
2.7
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah petunjuk yang
menyangkut segala aspek dalam produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan & fasilitas, peralatan, sanitasi & higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, audit mutu, audit & persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi & validasi (Peraturan Kepala BPOM RI, 2012). Pedoman CPOB yang terbaru mengacu kepada Peraturan Kepala BPOM RI, nomor
HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012. Apabila seluruh rangkaian
kegiatan dari penerimaan bahan sampai pengemasan untuk menghasilkan suatu obat jadi selalu mengikuti ketentuan CPOB atau GMP (Good Manufacturing Practice), maka spesifikasi produk obat yang aman, manjur, dan acceptable dapat dihasilkan. CPOB berpegang teguh pada ”tulislah apa yang akan dikerjakan, kerjakanlah apa yang telah ditulis”. Alasan diterapkannya CPOB antara lain: 1. Memenuhi peraturan pemerintah (dalam penerapan CPOB). 2. Menjamin mutu obat (peningkatan mutu, peningkatan konsistensi mutu, dan peningkatan percaya diri serta kepercayaan pelanggan). 3. Menghemat biaya produksi. 4. Menghasilkan produk yang aman, bermutu, dan berkhasiat.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
12
Berikut adalah penjelasan mengenai aspek-aspek yang tercantum dalam CPOB : 1. Manajemen Mutu Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan penerapan CPOB melalui suatu kebijakan “Kebijakan Mutu”. Sistem pemastian mutu diperlukan untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan diterapkan secara benar serta menginkoporasi CPOB termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Resiko Mutu. 2. Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh karena itu personil dalam industri farmasi harus terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Seluruh personil harus memahami
prinsip
berkesinambungan,
CPOB termasuk
dan
memperoleh
instruksi
higiene
pelatihan yang
awal
terkait
dan
dengan
pekerjaannya. 3. Bangunan dan fasilitas Desain, konstruksi dan letak bangunan dan fasilitas pembuatan obat harus memadai. Tata letak dan desain ruangan harus didesain sedemikian rupa untuk memperkecil resiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain. 4. Peralatan Dalam pembuatan obat hendaknya menggunakan peralatan yang memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, dan dikualifikasi dengan tepat agar mencegah terjadinya kontaminasi silang dan hal-hal lain yang berdampak buruk pada mutu produk. 5. Sanitasi dan higiene Penerapan sanitasi dan higiene yang tinggi harus diterapkan pada tiap aspek pebuatan obat. Ruang lingkupnya meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan disinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat menjadi sumber pencemaran produk.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
13
6. Produksi Pelaksanaan produksi harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, dan memenuhi ketentuan CPOB. 7. Pengawasan mutu Bagian yang esensial dari CPOB satu diantaranya adalah pengawasan mutu untuk memastikan bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dan tujuan pemakaiannya. Pengawasan mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian, serta termasuk pengaturan, dokumentasi, dan prosedur pelulusan. 8. Inspeksi diri, audit mutu dan audit, dan persetujuan pemasok Tujuan inspeksi diri adalah mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. 9. Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk Semua keluhan dan informasi yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji secara teliti esuai dengan prosedur tertulis. Penarikan kembali produk dilakukan bila perlu pada produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. 10. Dokumentasi Bagian yang esensial dari pemastian mutu satu diantaranya adalah dokumentasi yang merupakan bagian dari sistem informasi manajemen. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas secara relevan dan jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. 11. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak Untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan aka pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui, dan dikendalikan.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
14
Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). 12. Kualifikasi dan validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi harus mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan yang signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat memengarui mutu produk hendaklah divalidasi. Ruang lingkup dan cakupan validasi hendaklah menggunakan pendekatan dengan kajian risiko.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS GLAXO SMITHKLINE INDONESIA
PT Sterling Products Indonesia merupakan salah satu dari tiga legal entities Glaxo SmithKline (GSK) Indonesia. Dua legal entities lainnya yaitu PT. Glaxo Wellcome Indonesia dan PT. SmithKline Beecham Pharmaceuticals. Gambaran hubungan tiga legal entities tersebut beserta divisi-divisi di dalamnya, tercantum di dalam lampiran 2. Dari gambar pada lampiran tersebut, dapat dilihat bahwa divisi finance (FIN), procurement (PRC), dan information & technology (IT) menjadi satu fungsi untuk GSK Indonesia secara keseluruhan. Tiap legal entity memiliki divisi production (PRO), quality assurance (QA), quality control (QC), dan logistics (LOG). Sedangkan, divisi Engineering (ENG) dan Environmental, Health, & Safety (EHS) terdapat di tiap site GSK yaitu di Pulogadung dan Bogor. Produksi PT. Sterling Products Indonesia adalah produk-produk obat OTC. Di GSK sendiri produk tersebut dikategorikan ke dalam produk consumer healthcare. Produk yang diproduksi adalah Panadol Ekstra, Panadol Cold and Flu Night, Panadol Cold and Flu, Panadol base, dan tetes mata Insto. PT. Sterling Products Indonesia berlokasi di Jl. Raya Bogor Km. 35, Cimanggis, Bogor. Di tempat inilah kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) UI dilaksanakan yang dimulai pada tanggal 4 Maret 2013 hingga 26 April 2013.
3.1
Divisi Logistik Departemen Logistik dipimpin oleh Manajer Logistik yang membawahi
PPIC Planner, Warehouse Supervisor, dan Import Export Officer. Struktur organisasi dari divisi logistik digambarkan pada gambar 3.1 sebagai berikut.
15 Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
Universitas Indonesia
16
Technical Director Logistic Manager
PPIC Planner
Warehouse Supervisor
Import Export Operation Supervisor
Gambar 3.1 Struktur organisasi divisi logistik
3.1.1 Tugas divisi logistik Divisi logistik di GMS Indonesia merupakan divisi yang bertanggung jawab untuk melakukan perencanaan pengadaan bahan baku (Raw Material/RM dan Packaging Material/PM) agar produksi dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan dan tidak terjadi stock out (kekosongan barang) over stock (kelebihan barang). Selain melakukan perencanaan, divisi ini juga bertanggung jawab untuk melakukan monitoring inventory level, yaitu mengatur serta mengendalikan penyimpanan RM, PM, dan Finished Goods (FG) di gudang. Secara garis besar, tugas dari divisi logistik dibagi menjadi dua bagian, yaitu planning dan controlling (warehouse). Tugas perencana pada bagian logistik adalah : a. Merencanakan produk apa yang diproduksi, jumlah produk, serta jadwal pelaksanaannya (bekerja sama dengan Departemen Produksi) berdasarkan keperluan yang diterima dari Departemen Marketing (Net Requisition / NR) dan berdasarkan forecast yang telah dibuat. b. Merencanakan jadwal pemesanan bahan berdasarkan lead time pengiriman barang dan lead time pengujian QC. Perencanaan pengadaan produk lokal berasal dari NR yang dibuat oleh Departemen Marketing. Departemen Logistik akan membuat Master Production Schedule (MPS) serta jumlah bahan yang diperlukan dalam Bill of Material (BOM). Kegiatan ini dilakukan bersama dengan Departemen Produksi berdasarkan kapasitas produksi. Departemen Produksi akan menghitung jumlah
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
17
karyawan dan jam kerja yang dibutuhkan selama proses produksi (Man Hour), sedangkan Departemen Logistik akan membuat Material Requirement Planning (MRP). Rencana pengadaan raw material dan packaging material dilakukan dengan membuat Purchase Order (PO). Bahan dikirim dari supplier dalam jangka waktu tertentu dan juga dicek kebenarannya oleh laboratorium QC.
3.1.2 Warehouse Warehouse merupakan tempat penerimaan, penyimpanan, dan penyerahan raw material, packaging material, finished good, rejected finished goods, dan rejected raw material. Sistem inventori dilakukan dengan menggunakan software BPCS (Bussiness Planning Control System) yang merupakan software untuk mengintegrasikan sistem dan proses di seluruh site GMS Indonesia. Sistem ini mencantumkan perencanaan pembelian, persediaan, dan pengambilan raw material, packaging material, finished good, dan product impor. Kegiatan yang dilakukan di warehouse antara lain penerimaan bahan, penyimpanan bahan, dan pemilihan bahan.
3.1.2.1 Penerimaan bahan di warehouse Warehouse bertindak dalam penerimaan bahan, baik raw material, maupun packaging material yang telah dikirim oleh supplier. Saat bahan sampai di warehouse, pemeriksaan dilakukan dengan mengisi checklist penerimaan barang yang telah dibuat. Poin-poin dalam checklist yang harus diteliti adalah apakah kondisi mobil pengantar incoming products dalam keadaan baik (barang yang ada dalam mobil tidak terkontaminasi dengan bahan lain), kesesuaian product dengan PO, kondisi kemasan pak dan labelnya, adanya Certificate of Analysis (CoA), shelf life raw material atau bulk minimal 75% (raw material datang dengan shelf life kurang dari 75% diinformasikan ke bagian planner, bila raw material akan digunakan seluruhnya untuk produksi sebelum masa shelf lifenya habis, raw material bisa diterima di warehouse). Khusus untuk bahan aktif, pemeriksaan harus disertai pengisian Lembar Pengecekan 100%, yaitu formulir pengecekan seluruh kontainer dan label supplier dari bahan yang diterima. Selain itu, pemeriksaan item code juga diperiksa apakah sesuai dengan
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
18
yang tertulis dalam PO atau tidak. Setelah barang telah diterima lengkap dengan dokumen-dokumen yang menyertai, maka akan dibuat receiver ticket yang berisi antara lain: receiver no, nama vendor, nama barang, dan jumlah untuk diserahkan ke departemen mutu, kemudian bahan diberi label Quarantined yang berwarna kuning. Untuk kerusakan kemasan atau kemasan tidak asli atau kemasan tidak bersegel yang didapat dari supplier lokal, bahan langsung dikembalikan ke supplier. Sedangkan untuk supplier luar negeri, bahan dapat dikembalikan melalui ekspedisi atau disimpan dalam Quarantined Area dan dibuatkan catatan ke bagian ekspor-impor.
3.1.2.2 Penyimpanan bahan di warehouse Barang yang diterima di warehouse akan diberi label Quarantined berwarna kuning yang selanjutnya akan dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan bahan oleh departemen QC. Bahan yang memenuhi spesifikasi akan diberi label Approved berwarna hijau. Sedangkan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi akan diberi label Rejected berwarna merah, dicatat di logbook, dan dipindahkan ke Rejected Area. Jika bahan baku ditolak, maka bahan harus segera dikembalikan ke supplier atau dimusnahkan. Untuk menjamin kesesuaian jumlah bahan dan produk di warehouse, maka dilakukan pengecekan rutin. Pengecekan (Cycle Count) yang dilakukan satu bulan sekali di warehouse dibagi menjadi dua metode, yaitu ABC dan Floating. ABC untuk finished goods yang dihitung item seluruhnya (total inventori), sedangkan Floating untuk Packaging material dan raw material dihitung berdasarkan tiap baris pallet penyimpanan secara bergantian setiap bulan atau setiap setengah tahun. Berdasarkan jenis dan kondisi penyimpanan bahan, warehouse dibagi menjadi : 1.
Main warehouse, merupakan tempat penyimpanan raw materials, finished goods, product impor, dan packaging materials. Khusus untuk packaging material produk steril dipisahkan lagi menjadi tiga tempat yaitu nonsterielpackaging material (belum disterilkan, dan belum dijadikan satu antara botol dan tutupnya), nonsterile-set packaging material (belum disterilkan, namun
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
19
sudah dijadikan satu antara botol dan tutupnya), Sterile Packaging material (sudah disterilkan, dan sudah dijadikan satu antara botol dan tutupnya).Suhu tempat ini diatur kurang dari 30°C. 2.
Cool storage, terdiri dari 3 ruangan terpisah, Cool storage 1 untuk Packaging materials seperti aluminium foil, PVC, dan PVDC, Cool storage 2 untuk Raw material Pseudoephedrine dan diletakkan dalam ruangan terkunci, dan Cool storage 3 untuk Corrosive dan flammable Raw material. Suhu tempat ini diatur kurang dari 25°C dan dilakukan pengecekan suhu tiga kali sehari.
3.
Rejected area, tempat menyimpan bahan-bahan dan produk yang ditolak.
3.1.2.3 Pemilihan bahan dari warehouse Barang yang dikeluarkan dari warehouse untuk dilakukan proses produksi maupun dipasarkan berpedoman pada metode FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out).
3.2
Divisi Procurement Procurement Division di GMS Indonesia secara struktural berada dibawah
Technical Director. Untuk struktur organisasi Procurement Division dapat dilihat pada gambar 3.2 sebagai berikut.
Technical Director
Procurement Lead
Buyers
Gambar 3.2 Struktur organisasi divisi procurement
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
20
3.2.1 Tugas divisi procurement Divisi procurement bertanggung jawab dalam menjamin tersedianya barang sesuai pesanan dari divisi logistik, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitasnya. Seluruh barang yang telah dibeli harus terjamin kualitasnya sejak barang tersebut mulai dipesan sampai barang diterima di gudang (warehouse). Untuk menjamin kualitasnya, maka divisi Procurement bekerjasama dengan divisi Quality Assurance (QA) dan produksi dalam suatu tim yang bertugas untuk melakukan audit supplier. Divisi Procurement juga turut bertanggung jawab apabila barang yang dibeli tidak memenuhi kualitas sehingga mengalami reject, Proses pengadaan disesuaikan dengan jenis barangnya, yaitu: a.
Barang kategori inventory, yaitu bahan-bahan yang berhubungan langsung dengan proses produksi yaitu bahan baku (Raw Material) dan bahan pengemas (Packaging Material). Dalam hal ini yang dimaksud bahan baku adalah bahan aktif dan bahan tambahan (excipients), sedangkan yang termasuk dalam bahan pengemas misalnya karton, sticker label, botol, dan lain-lain.
b. Barang kategori non inventory, yaitu barang-barang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, misalnya promotion item, kertas, alat-alat tulis, alat-alat laboratorium, reagen, dan sebagainya.
3.2.2 Proses pengadaan barang Proses pengadaan barang dimulai dari Net Requirement (NR) yang dibuat oleh divisi Marketing berdasarkan forecast. Kemudian dibuat dokumen permintaan pembeliaan barang oleh logistic dalam bentuk Purchase Order (PO). PO berisi tentang deskripsi dari barang yang akan dibeli, date required, jangka waktu pembayaran (Term of Payment/TOP), serta tempat dimana barang tersebut akan dikirim, sebab GMS Indonesia mempunyai dua lokasi pabrik yang berlainan yaitu Bogor dan Pulogadung. Dokumen PO yang asli diberikan kepada supplier sedangkan salinannya diberikan kepada bagian Finance, Warehouse dan logistic. Pembelian dilakukan pada supplier yang telah termasuk dalam approved supplier list. Untuk supplier baru perlu dilakukan audit terlebih dahulu, jika
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
21
ternyata barang-barangnya dapat memenuhi spesifikasi GMS Indonesia, maka supplier tersebut dapat dicatat dalam approved supplier list. Divisi Procurement juga harus mencari supplier lain sebagai back-up supplier (minimal tiga back-up supplier) untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya supplier tersebut mengalami kebakaran dan lain sebagainya sehingga proses pengadaan barang tetap lancar. Untuk supplier yang memang hanya satu-satunya (key supplier), maka divisi Procurement harus bisa menjaga hubungan baik dengan supplier tersebut atau dengan memberlakukan sistem kontrak untuk menjamin kontinuitas supply barang serta mengikat atau mempertahankan harga. Sistem kontrak ini biasanya dilakukan untuk barang yang sulit didapat dan harganya mahal. Key supplier juga menjadi prioritas pertama ketika melakukan audit berkala. Untuk sistem pengadaan barang intercompany (antar jaringan GSK di seluruh dunia) barang akan disupply oleh group. Setiap negara menyamakan kebutuhan apa saja yang sama dari tiap negara. Setelah itu, masing-masing negara mengajukan harga yang ada, jika ada harga yang paling rendah, maka negaranegara lain ikut memesan barang kepada negara dengan harga yang paling rendah, jadi ada beberapa supplier yang disarankan oleh GSK masing-masing negara untuk barang-barang tertentu. Tentu saja supplier yang berasal dari intercompany tersebut sudah memenuhi standar GSK. Selain itu, apabila ada suatu barang dengan harga yang tinggi dan jumlah yang ingin dipesan sedikit (kurang dari Minimum Order Quantity/MOQ), maka perusahaan yang bersangkutan dapat membeli barang yang dimaksud secara bersama-sama dengan perusahaan GSK lainnya yang juga membutuhkan barang yang sama, sistem ini dikenal dengan istilah share batch. Tujuannya adalah untuk efisiensi waktu, biaya, serta ketersediaan barang tersebut. Supplier lain di luar intercompany disebut dengan third party supplier. Untuk mencegah adanya penumpukan stok, maka digunakan sistem pemesanan on-call basis, yaitu pemesanan yang dilakukan melalui telepon dengan jumlah dan kuantitas sesuai dengan keinginan. Sistem ini tentu saja dapat diterapkan karena adanya sikap bertanggung jawab dan saling mempercayai antarpihak GSK dengan supplier tersebut.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
22
3.2.3 Kriteria pemilihan supplier Dalam
pemilihan
supplier
ada
beberapa
kriteria
yang
perlu
dipertimbangkan oleh divisi procurement, yaitu: a. Assurance of Supply and Regulatory Compliance, supplier harus dapat menjamin ketersediaan barang yang dipesan, kuantitasnya cukup, kualitasnya telah memenuhi spesifikasi GMS Indonesia, serta kelangsungan produksi dalam jangka panjang. Selain itu divisi procurement harus mempertimbangkan adanya asuransi barang-barang yang dibeli dari supplier untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya barang hilang atau rusak mengingat barang dibeli dalam jumlah banyak sehingga biaya yang dikeluarkan juga besar. b. Quality, produk dari supplier harus memiliki kualitas sesuai dengan spesifikasi GMS Indonesia. c. Service, supplier harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik dan memuaskan. Procurement harus mempertimbangkan lead time setiap supplier, sehingga barang yang dipesan datang tepat waktu dan tidak mengganggu kelancaran proses produksi. Supplier juga dapat menyediakan gudang untuk GMS Indonesia (inventory holding and staging), terutama untuk barang-barang yang dipesan dalam jumlah banyak, sehingga barang tersebut tetap terjamin kualitasnya. d. Cost, divisi procurement harus dapat memilih supplier dengan harga yang kompetitif. e. Continuity of supply, supplier harus dapat menjamin kontinuitas supply barang yang dipesan dan diperlukan oleh industri. f.
Lead time, harus diperhatikan lead time dari masing-masing supplier sebelum memutuskan supplier mana yang dipilih.
3.3
Divisi engineering Divisi Engineering dipimpin oleh Manajer Engineering yang membawahi
Maintenance Manager. Bagian-bagian dari divisi Engineering adalah Equipment and Automation, Utility and Facility, dan Maintenance Specialist. Struktur organisasi divisi Engineering adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
23
Technical Director
Engineering Manager
Maintanance
Utility & Facility
Maintanance & Compliance Engineer
Gambar 3.3 Struktur organisasi divisi engineering
Tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian adalah sebagai berikut : 3.3.1 Plant Preventive Maintenance (PPM) Bagian ini bertugas untuk : 1. Membuat maintenance. Maintenance yang dilakukan antara lain routine maintenance, predictive maintenance, dan projection maintenance. 2. Manajemen spare parts. 3. Mengontrol inventaris spare parts yang optimal sehingga selalu tersedia pada saat dibutuhkan. 4. Mendokumentasikan gambar. PPM memiliki program yang disebut Management Professional Program (MP2). Program ini berfungsi untuk mengurangi breakdown, meningkatkan usia mesin, meningkatkan kinerja sumber daya manusia, dan cost saving.
3.3.2 Utility and Facility Bagian ini merupakan bagian yang digunakan untuk menunjang kelangsungan operasional proses produksi. Utility and facility terdiri dari : 1. Power / daya Sumber energi listrik yang digunakan SPI berasal dari PLN sebesar 1.110 KVA atau 999 KW. Jika listrik padam, maka genset digunakan sebagai energi cadangan. GSK memiliki dua unit genset.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
24
2. Boiler Boiler digunakan untuk membentuk steam dari air. Steam digunakan untuk penunjang proses produksi, misalnya untuk membantu proses penegeringan granul pada alat FBD. GSK memiliki dua macam boiler dengan kapasitas berbeda, yaitu 2 ton/jam dan 0.5 ton/jam. 3. Chiller Chiller digunakan untuk supplai HVAC 4. Air compressor Air compressor merupakan udara luar yang dihisap dan diproses sehingga menjadi udara yang bersih, kering, tidak mengandung partikel, dan tidak berbau. Udara ini digunakan untuk sistem HVAC, 5. Pump house Pump house merupakan ruangan untuk pengolahan air. Sumber air yang digunakan oleh SPI adalah berasal dari sumur artesis. sumur artesis ditampung di reservoir tank dan dua storage tank. Storage tank dibagi menjadi dua bagian, yaitu untuk hydrant dan untuk supplai ke office serta produksi. Air akan diklorinasi dengan dosis tertentu secara berulang, kemudian dilewatkan sand filter selanjutnya dilewatkan kedalam filter particulate 10µ. Pengujian kadar klorin dalam reservoir tank dilakukan sehari tiga kali secara kualitatif. Hasil pengolahan ini akan digunakan untuk pemakaian rutin (raw water). 6. Heating Ventilation Air Conditioner (HVAC) HVAC merupakan salah satu penunjang produksi yang penting untuk menjaga mutu produk. Sistem HVAC di GSK menggunakan zoning system, yaitu mengelompokkan kriteria udara untuk masing-masing ruangan. Tiap ruangan memiliki instalasi dan filtrasi yang berbeda sesuai dengan persyaratan masing-masing. 7. Purified Water System (PWS) Air juga merupakan salah satu penunjang produksi yang penting untuk menjaga mutu produk. Air yang kontak langsung dengan produk harus mempunyai kriteria Purified Water (PW). Bahan awal untuk membuat PW adalah raw water yang didapat dari pengolahan awal di pump
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
25
house. Air tersebut akan melewati carbon filter, masuk ke primary tank, dan dilakukan reverse osmosis (RO) serta ion exchange. Lalu air akan difilter dan dilewatkan sinar ultraviolet berulang kali. Air yang telah memenuhi syarat PW akan didinginkan dengan chiller sampai suhu 25°C dan siap untuk digunakan. PW terus disirkulasi nonstop melalui sistem Loopo dan harus tetap dilewatkan sinar ultraviolet untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Seminggu sekali dilakukan sanitasi terhadap satu set peralatan Purified water system dan dilakukan pengujian konduktivitas dan mikrobiologi sebelum dan sesudah sanitasi.
3.3.3 Compliance Bagian ini bertanggung jawab agar sistem yang sedang berjalan di divisi Engineering senantiasa memenuhi persyaratan mutu perusahaan dan persyaratan regulator. Tugas bagian ini adalah meninjau ulang Global Engineering System (GES) dan Global Quality Policies (GQP), serta mengorganisasi CAPA dan Deviation Report. Hal ini bertujuan agar improvement selalu terjadi.
3.4 Divisi Produksi Production Division di PT. Sterling Products Indonesia secara struktural berada dibawah Technical Director. Divisi ini bertanggung jawab terhadap proses produksi keseluruhan di PT. Sterling Products Indonesia.
3.4.1 Struktur Organisasi Production Division Production Manager membawahi Supervisor Produksi. Untuk struktur organisasi Production Division dapat dilihat sebagai berikut.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
26
Technical Director
Production Manager CX
Production Supervisor
Gambar 3.4 Struktur organisasi divisi produksi
3.4.2 Tugas divisi produksi Divisi produksi merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap seluruh rangkaian proses pembuatan sediaan farmasi sehingga dihasilkan produk yang berkualitas dan memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Secara garis besar, bagian produksi terdiri dari processing dan packaging. Proses produksi yang dilakukan di PT. Sterling Products Indonesia ini adalah pembuatan sediaan solid dan sterile. Ruangan yang diperlukan untuk proses produksi solid adalah grey area dengan jumlah cemaran partikel maksimum 10.000/feet3 atau 350.000/m3 dan efisiensi saringan udara 99,997%. Seharusnya efisiensi saringan udara pada grey area sebesar 99,995%, tetapi ketentuan Corporate (GSK) menyatakan bahwa walaupun grey area, tetapi untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan maka digunakan persyaratan efisiensi saringan udara untuk white area, yaitu 99,997%. Sedangkan ruangan untuk produksi sediaan steril dilakukan di white area. Untuk proses primary packaging seperti blistering dilakukan di grey area. Sedangkan secondary packaging, seperti labeling dan cartoning dilakukan di black area.. Ruangan-ruangan tersebut harus dikondisikan temperatur dan kelembaban relatifnya (RH) dengan proses produksi yang sedang berlangsung dan selalu dimonitor oleh divisi engineering. Temperatur yang ditentukan adalah 25C dengan RH 50%, tetapi untuk beberapa produk yang memerlukan persyaratan kelembaban tersendiri RH disesuaikan dengan kondisi yang diinginkan.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
27
3.4.3
Aktivitas di bagian produksi Pembagian ruangan di divisi Produksi adalah sebagai berikut :
a.
Production Air Lock (Material Air Lock) Digunakan sebagai ruang antara yang membatasi black area dan grey area (kelas 10.000) untuk menghindari kontaminasi dari ruang satu ke ruang lainnya yang berbeda kelas. Dalam ruangan ini terdapat dua pintu di sisi yang berbeda dan tidak boleh dibuka bersamaan. Jika pintu tersebut dibuka bersamaan maka alarm akan berbunyi. Hal ini untuk menghindari masuknya partikel langsung dari black area ke grey area. Aktivitas yang dilakukan di ruangan ini adalah serah terima barang dari warehouse (petugas gudang) ke area production (production supervisor) dengan melihat kesesuaian antara barang yang dikirimkan dengan permintaan yang tertera dalam dokumendokumen untuk selanjutnya dibawa ke ruang dispensing.
b. Dispensing Room Merupakan ruangan untuk menimbang raw material untuk proses produksi. Penimbangan dilakukan oleh petugas dispensing. Ruang ini memiliki sistem LAF (Laminar Air Flow) yang dilengkapi sistem HEPA filter (High Efficiency Particulate Air) dan diaktifkan saat melakukan penimbangan. Udara masuk dari atas dan dihisap pada bagian bawah sistem. Penggunaan LAF yang dilengkapi dengan HEPA filter ini dimaksudkan untuk mencegah penyebaran dust dari bahan yang ditimbang sehingga menjamin keamanan dan keselamatan kerja petugas dispensing. Selain itu juga dimaksudkan agar tidak terjadi kontaminasi silang antar bahan yang satu dengan yang lain serta memberikan kualitas udara yang bersih. Urutan penimbangan dimulai dengan menimbang bahan tambahan dan non toksik terlebih dahulu, setelah itu baru menimbang zat aktifnya. Penimbangan bahan tambahan seperti pelembut, pewarna dan pewangi dilakukan terakhir. Penimbangan dilakukan untuk satu batch tertentu secara lengkap. Hal ini untuk mencegah kontaminasi atau tercampurnya bahan-bahan. c. Granulation Room Merupakan ruangan yang digunakan pembuatan massa granul. Ruangan ini dirancang khusus menggunakan closed system untuk menjaga keamanan dan
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
28
keselamatan kerja dari ledakan yang mungkin ditimbulkan dari mesin-mesin yang pressurize. Dengan demikian, sistem keamanan kerja pada ruangan ini dirancang sedemikian rupa untuk mengatasi jika terjadi ledakan, misalnya pintu yang terbuat dari baja sehingga jika terjadi ledakan yang menimbulkan kebakaran tidak mudah menyebar ke ruang lainnya, selain itu lantainya dilapisi dengan vinil untuk menahan heavy duty yang berlangsung di ruangan ini. Seluruh bahan yang akan dibuat dalam granul dimasukkan dalam Super Mixer lalu dicampur dengan larutan pengikat. Setelah terbentuk granul, pengeringan dilakukan dengan Fluid Bed Dryer (FBD) hingga tercapai moisture content yang diinginkan. Kemudian, granul diayak dengan miller dengan ukuran mesh tertentu. Jika ukuran granul belum seragam, granul yang tidak lolos ayakan akan diproses ulang. d.
Blending Room Merupakan ruangan untuk melakukan proses pencampuran (blending) massa granul dengan bahan tambahan lain, seperti bahan pelincir tablet (glidant) dan bahan penghancur dengan menggunakan mesin blender sebelum dicetak menjadi tablet.
e. Compression Room Merupakan ruangan untuk mencetak tablet. PT. Sterling Product Indonesia memiliki dua buah mesin tablet yang mempunyai kapasitas dan ukuran yang berbeda. Pada proses tabletting, tablet yang telah di cetak dilewatkan melalui deduster untuk membersihkan tablet dari debu dan metal detector untuk mendeteksi adanya kandungan logam pada tablet. Jika terdeteksi adanya cemaran logam pada tablet, maka sistem akan teraktivasi dan tablet yang mengandung logam secara otomatis akan dipisahkan dari tablet lainnya. Selama proses pencetakan tablet, dilakukan IPC terhadap tablet yang dihasilkan. Parameter IPC yang dilakukan meliputi : 1) Kekerasan tablet (Hardness) menggunakan mesin hardness tester terintegrasi dengan sensor pengukur ketebalan tablet sehingga pada saat pengukuran kekerasan, diperoleh pula data ketebalan tablet. Hasil print out
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
29
berupa data individual beserta hasil pengolahannya secara statistik sehingga langsung dapat dinilai. Alat dapat diset sehingga setelah 40 tablet tanpa kita pencet tombol langsung bisa print secara otomatis. 2) Keseragaman bobot tablet dan ketebalan tablet (Thickness) 3) Kerapuhan tablet (Friability) menggunakan friability tester, pengujian friability test tidak melalui proses deduster karena di ruang kompresi, setiap tablet pasti sudah dilewatkan pada metal check machine dan deduster machine. 4) Uji waktu hancur (Disintegration) dengan media DI water. Waktu yang dicatat adalah tablet yang paling pertama dan terakhir hilang dari saringan. 5) Uji kebocoran blister dengan menggunakan dengan sistem vakum. 6) LOD (Loss On Drying) test untuk uji kadar air dalam granul. Los on drying ditunggu hingga 3,5 menit sehingga diperoleh hasil LOD. f. Sterile Manufacturing Room Merupakan ruangan untuk pembuatan sediaan steril. Proses ini dilakukan secara aseptis dengan strerilisasi filtrasi. IPC yang dilakukan pada pembuatan produk steril adalah pemeriksaan pH, clarity test dan uji mikrobiologi. Kelas ruangan yang digunakan dalam proses produksi steril adalah kelas A, B, dan C. Persyaratan jumlah partikel untuk kelas-kelas tersebut tercantum di dalam tabel 3.1. Batasan kontaminasi mikroba pada tiap kelas ruangan yang direkomendasikan tercantum di dalam tabel 3.2.
Tabel 3.1 Persyaratan jumlah partikel pada tiap kelas ruangan
[EU GMP Requirements]
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
30
Tabel. 3.2 Batasan kontaminasi mikroba pada tiap kelas ruangan
[EU GMP Requirements]
Proses mixing pada produksi steril dilakukan di kelas C, sedangkan proses aseptic filling dilakukan menggunakan pre filter (0,4 µm) dan main filter (0,2 µm) di kelas A dengan latar belakang ruangan kelas B. Proses final closing juga dilakukan di kelas A. g. IPC Room Merupakan ruangan yang digunakan untuk melakukan pengujian-pengujian khusus selama proses produksi yang tidak mungkin dilakukan di ruang processing yang bersangkutan, diantaranya adalah LOD (Loss On Drying) test untuk uji kadar air dalam granul, uji waktu hancur tablet (disintegrator), pengukuran pH pada sediaan liquid dan steril, uji viskositas pada sediaan liquid. h. Blistering Room Merupakan ruang untuk mengemas tablet. Packaging material terdiri dari dua macam, yaitu : 1) Primary packaging material Ruangan ini digunakan untuk pengemasan primer sediaan solid (tablet). Bahan pengemas yang digunakan adalah aluminium foil untuk satu sisi dan PVDC/ PVC untuk sisi yang lain. Udara diblowing ke PVDC/ PVC sehingga tercetak tempat untuk tablet dengan temperature forming tertentu. Selanjutnya akan diisikan tablet ke dalam tempat yang tersedia, lalu aluminium foil dilekatkan karena terjadi reaksi dengan PVDC/ PVC dan dipotong sesuai ukuran kemasan penjualan. Ruangan ini terhubung ke packaging material.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
31
2) Secondary packaging material Ruangan ini berfungsi untuk pengemasan sekunder sediaan yang telah dibuat. Ruangan ini memenuhi kriteria black area. Ruang ganti untuk ruang pengemasan berbeda dengan ruang ganti untuk ruang produksi. Pengemasan dilakukan pada produk lokal, sedangkan pengemasan ulang (repacking) dilakukan pada produk impor. Kegiatan yang dilakukan selama pengemasan adalah mencetak overprint (HET, nomor bets, tanggal produksi, dan tanggal kadaluarsa), melipat leaflet, memasukkan leaflet dan memasukkannya ke dalam kardus. IPC dilakukan setiap 15 menit, meliputi kesesuaian overprint, kesesuaian identitas tiap item kemasan, penampilan dan kerapian pengemasan, serta kelengkapan seluruh item kemasan. i.
Cleaning Room Merupakan ruangan yang digunakan untuk mencuci peralatan yang telah selesai digunakan dalam proses produksi. Alat yang telah dicuci bersih dan siap digunakan diberi label cleaned.
3.4.4
Proses produksi Kegiatan proses produksi yang dilakukan PT. Sterling Products Indonesia
meliputi proses pembuatan tablet dan sediaan steril. Alur pembuatan sediaan solid dan steril dapat dilihat pada Gambar 3.5 dan Gambar 3.6.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
32
a.
Alur proses pembuatan tablet : Mixing/ Granulating
Dispensing
Sieving
Drying IPC : Moisture content
Cartoning
Blistering
IPC : Leak test, performance sealing
Final Mixing
Compressing IPC : Hardness,keseragaman bobot, thickness, friability, disintegrasi, metal detector
Finished goods
Gambar 3.5 Alur proses pembuatan sediaan solid
b.
Alur proses pembuatan sediaan steril Dispensing
Mixing
Filtration IPC : pH, kejernihan
Finished Goods
Cartoning
Steril filling IPC : keseragaman volume
Capping IPC : removal cap, leak test
Gambar 3.6 Alur proses pembuatan sediaan steril
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
33
3.5
Divisi Quality Control (QC)
3.5.1
Struktur Organisasi Quality Control Division Quality Control (QC) Division di PT. Sterling Products Indonesia
dipimpin oleh seorang QC Manager yang bertanggung jawab terhadap Head of Quality dan membawahi QC Analyst, microbiologist, dan helper. Struktur organisasi Quality Control Division dapat dilihat sebagai berikut :
Technical Director
Head of Quality QC Manager
QC Analist
Microbiologis t
Helper
Gambar 3.7 Struktur organisasi divisi quality control
3.5.2
Tugas Quality Control Division PT. Sterling Products Indonesia mempunyai sebuah divisi Quality
Control yang mempunyai tanggung jawab untuk menjamin kualitas secara keseluruhan mulai dari awal bahan baku hingga akhir produk jadi. Dalam pelaksanaan tugasnya, QC berpedoman pada Quality Management System (QMS) yang berlaku secara internasional untuk lingkungan internal. QMS merupakan standar kualitas yang berlaku untuk semua jenis produk dan harus dipenuhi dalam seluruh rangkaian proses, meliputi proses pembuatan (manufacturing) maupun penyediaan (supply) produk. Adapun tugas-tugas dari QC antara lain : a.
Pemeriksaan Raw Material (RM) dan Packaging Material (PM) Sampling raw material dilakukan oleh QC analist di ruang sampling warehouse. Setelah sampling, petugas warehouse akan memberikan receiver ticket dan hasil sampling yang selanjutnya akan dibawa ke laboratorium untuk di analisis. Pengujian raw material dilakukan sesuai dengan yang tertera pada control monograph.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
34
RM dan PM dari supplier yang telah dikirim, akan diterima oleh bagian warehouse. Receiver ticket dibuat oleh warehose dan diserahkan ke departemen mutu untuk dianalisis. Receiver Ticket berisi antara lain: tanggal penerimaan, deskripsi (nama material/ produk) , receiver no, nama vendor, jumlah. Sedangkan pemeriksaan bahan kemas meliputi jumlah, ukuran, tekstur bahan, warna, gambar, tulisan, barcode, dan kebersihannya. Departemen QC akan memberikan perkiraan waktu analisis (lead time) secara kimia dan mikrobiologi. Selama proses analisis, bahan di warehouse diberi label Quarantined yang berwarna kuning. Jika sampel yang diambil telah memenuhi persyaratan maka departemen mutu akan memberikan label Approved yang berwarna hijau yang memuat antara lain: nama item, code, quantity, expires, tgl release, dan storage condition. Sedangkan jika hasil analisis tidak memenuhi persyaratan maka akan diberi label Rejected yang berwarna merah. Raw
material
dan
packaging
material
disampling
dan
diperiksa
kesesuaiannya di warehouse oleh personil QC. Packaging material yang datang dari supplier dicocokkan kesesuaiannya dengan jumlah, ukuran, tekstur bahan, warna, gambar, tulisan, barcode, dan kebersihannya. b.
Pemeriksaan Bulk Material Pemeriksaan terhadap bulk material dibedakan berdasarkan asal produksinya. Bulk material yang diimpor biasanya diperiksa kesesuaian barang yang diterima dengan Purchase Order (PO) dan Certificate of Analysis (COA) yang menyertainya. Untuk bulk material yang diproduksi oleh GSK sendiri perlu dilakukan complete test yang tergantung dari bentuk sediaannya, misalnya untuk sediaan tablet yang diperiksa adalah bentuk fisiknya, keseragaman bobot, hardness, friability, disintegration, uji disolusi, serta penetapan kadar.
c.
Pemeriksaan In Process Control Pemeriksaan IPC untuk proses yang sudah tervalidasi dilakukan pada tahaptahap kritis selama proses produksi. Untuk sediaan tablet, IPC yang dilakukan pada saat proses granulasi yaitu pemeriksaan kadar air dalam granul, pada proses compressing yang diperiksa meliputi ketebalan, keseragaman bobot
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
35
tablet, uji disolusi, hardness, friability, disintegration, dan uji kebocoran blister pada saat blistering. Untuk sediaan sirup IPC yang dilakukan meliputi volume, pH, clarity, serta torque test. Pemeriksaan terhadap finished good dilakukan dengan mengambil sampel di ruang packaging pada saat proses pengemasan sedang berjalan. Pemeriksaan meliputi kimia dan mikrobiologi. Apabila hasil pemeriksaan memenuhi persyaratan maka QA akan memberi status “approved” dengan label berwarna hijau yang berarti produk dapat dipasarkan. Untuk produk yang tidak memenuhi persyaratan maka diberi status “rejected” dengan label berwarna merah yang berarti produk tersebut tidak boleh dipasarkan. Hasil pengujian harus dilampirkan dalam batch record. d.
Uji Mikrobiologi Selain terhadap finished goods, uji mikrobiologi juga dilakukan terhadap raw material, DI water, dan ruang produksi. Pengujian mikrobiologi untuk produk solid dilakukan setiap tahun (bioburden) yang diambil dari produksi. Untuk produk liquid steril dilakukan rutinitas pemeriksaan pada uji stabilitas.
e.
Uji Stabilitas Tujuan dari pemeriksaan stabilitas adalah untuk menjamin kualitas produk sampai batas kadaluarsanya dan untuk mengetahui stabilitas produk yang beredar apabila terdapat perubahan yang dapat mempengaruhi stabilitas, misalnya perubahan supplier raw material. Uji stabilitas yang dipercepat (accelerated stability) digunakan untuk penentuan expired date suatu produk. Uji ini dilakukan dengan kondisi penyimpanan produk dalam suhu 40 C dan RH 75% pada bulan ke 0, 1, 2, 3, dan 6. Uji stabilitas terutama dilakukan jika terjadi perubahan formula, perubahan supplier, perubahan proses produksi, perubahan alat yang digunakan, serta perubahan bahan pengemas. Divisi QC juga mempunyai contoh pertinggal (retain sample) yang digunakan sebagai kontrol apabila suatu saat terjadi complaint. Retain sample untuk finished good disimpan sampai produk tersebut mencapai waktu kadaluarsanya.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
36
3.6 Divisi Quality Assurance (QA) Divisi quality assurance memiliki peranan penting dalam hal pelulusan dan penolakan finished goods. Divisi quality assurance dipimpin oleh quality assurance manager yang bertanggung jawab terhadap Head of Quality dan membawahi QA specialist. Struktur organisasi quality assurance dapat dilihat sebagai berikut.
Technical Director
Head of Quality
QA Manager
QA Analist
Gambar 3.8 Struktur organisasi quality assurance Tugas dan peran Quality assurance meliputi : 1.
Memastikan Finished Goods yang dijual memenuhi persyaratan dan spesifikasi yang ditentukan dengan melakukan review pada dokumen batch record.
2.
Membuat laporan periodik secara berkala terhadap produk yang telah diproduksi dan membuat evaluasinya menjadi suatu laporan PPR (Periodic Product Review) yang merupakan peninjauan parameter kritis pada tiap departemen yang mempengaruhi mutu suatu produk dalam rentang waktu tertentu. Produk yang diproduksi lebih dari 30 bets dalam setahun akan direview setiap tahun, untuk produk dengan jumlah produksi 10-30 bets dalam setahun akan direview setiap dua tahun, dan produk dengan jumlah produksi kurang dari 10 bets direview setiap tiga tahun. Data-data dikumpulkan dan dianalisis dengan metode statistik, selanjutnya akan dibuat tracking PPR untuk dievaluasi dalam rapat. Rapat dilakukan untuk membuat kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Rekomendasi akan dituliskan dalam Corrective Action and Preventive Action (CAPA) L2 oleh Departemen
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
37
Compliance dan ditindak lanjuti oleh departemen terkait. Pada akhir tahun, Manajer QA akan mengevaluasi hasil PPR.
3.7
Divisi Compliance Secara organisasi divisi compliance berada di bawah Head of Quality dan
dipimpin oleh seorang Compliance Manager yang dibantu oleh Compliance Supervisor dan Compliance Officer yang berada di masing-masing Pulogadung dan Bogor site. Struktur organisasi divisi Compliance dapat dilihat sebagai berikut.
Technical Director
Head of Quality
Compliance Manager
Compliance Supervisor
Compliance Officer
Gambar 3.9 Struktur organisasi divisi compliance Tanggung jawab dari divisi compliance antara lain : 1.
Implementasi Quality Management System (QMS) QMS (Quality Management System) adalah suatu sistem kebijaksanaan yang hidup dan luas/mencakup banyak hal, proses, dan pedoman pendukung sejalan dengan persyaratan regulatory international. Tujuan QMS adalah untuk menyediakan kerangka kerja perusahaan untuk : a. Memastikan kualitas, keamanan, dan efikasi produk. b. Menghasilkan kualitas proses dan kemajuan operasional. c. Mencapai dan menyokong pemenuhan regulatory. d. Mengelola kualitas untuk memenuhi resiko dan mencegah kualitas yang menurun/gagal.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
38
Departemen Compliance akan melakukan gap analysis standar mutu tersebut terhadap sistem yang sedang berjalan. Jika ada perbedaan, maka sistem harus disesuaikan dengan melakukan CAPA. 2.
Local SOP SOP (Standard Operasional Procedure) berisi instruksi rinci mengenai caracara melakukan suatu pekerjaan. SOP merupakan implementasi lokal dari QMS dan harus sesuai dengan persyaratan GQP dan GQMP.
3.
Mengorganisasi Audit Audit adalah kegiatan membandingkan kesesuaian dokumen lokal (SOP, Batch Record, spesifikasi, dan metode analisa) dengan standar (QMSGQP/GQG, CAP), CPOB Indonesia, dan dokumen registrasi. Manfaat dari audit, antara lain : a. Untuk menilai semua aspek yang berhubungan dengan kualitas dan resiko terhadap compliances. b. Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kesempatan untuk melakukan perbaikan operasional. c. Mendeteksi terjadinya deviasi dalam operasional kerja/proses. d. Dengan dilakukannya audit akan direkomendasikan adanya CAPA.
Audit yang dilaksanakan di PT. Sterling Products Indonesia terdiri dari 4 macam tingkatan, yaitu : a.
Self audit (Audit Level-1) Audit ini dilakukan oleh masing-masing departemen dan merupakan tanggung jawab setiap kepala departemen. Departemen Compliance menyediakan form checklist dan supervisor masing-masing departemen melakukan observasi. Checklist berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai CAPA yang direncanakan, isu-isu terkait, dan sebagainya. Audit ini dilakukan setiap 2 bulan sekali dengan materi yang berbeda. Yang diperiksa ketika self audit yaitu : kesesuaian aktual terhadap standar (semua
hal
yang
berpengaruh
pada
kualitas
atau
aturan
pemerintah/regulatory). Tujuan dari self audit adalah : 1) Memudahkan melakukan perbaikan-perbaikan pada area tempat kerja.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
39
2) Mendorong untuk melakukan perbaikan secara terus menerus. 3) Membantu mengidentifikasi penyimpangan dari standar sehingga dapat segera dilakukan perbaikan untuk mengurangi faktor kemungkinan terjadinya penurunan mutu produk dan finding ketika dilakukan audit berikutnya. 4) Menilai semua aspek yang berhubungan dengan kualitas dan resiko terhadap proses yang mensupport perbaikan yang terus menerus. Persyaratan harus memenuhi persyaratan GSK dan BPOM. b.
Internal audit (Audit Level-2) Audit ini dipimpin oleh Compliance Manager yang dibantu oleh Compliance Supervisor dan Compliance Officer. Internal audit dilakukan ke seluruh departemen yang ada. Pelaksanaannya berlangsung dalam waktu 2 hari. Hari pertama adalah Desktop Audit, yaitu audit dokumentasi, review CAPA, dan penerapan GQP/GQMP. Hari selanjutnya adalah Gemba, yaitu peninjauan secara langsung ke lapangan. Hasil dari audit adalah berupa temuan-temuan penyimpangan yang dapat bersifat critical, major, minor, catatan (note), maupun good practice. Audit ini dilakukan dua kali dalam setahun. Tujuan audit ini adalah untuk memastikan sistem yang berjalan telah sesuai dengan penerapan QMS dan persyaratan regulasi.
c.
GQA audit (Audit Level-3) GQA (Global Quality Assurance) audit merupakan audit yang dilakukan oleh auditor dari GSK Quality Corporate (UK). Departemen Compliance mengumpulkan dokumen-dokumen yang akan diaudit. Audit ini, merupakan yang paling ketat, dilakukan setiap 1,5 tahun untuk site Pulogadung dan 1 tahun untuk site Bogor. Tujuan audit ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas manajemen dan sistem, serta kepatuhan terhadap QMS dan persyaratan regulatory setempat.
d.
External Audit (Audit Level-4) External audit dilakukan oleh pihak regulator lokal (Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan-BPOM). Audit ini merupakan tanggung jawab dari Head of Quality, Regulatory, dan semua manager GMS untuk menyiapkan
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
40
persyaratan audit, mengadakan CAPA, dan melakukan follow up terhadap semua finding yang ada dalam batas waktu tertentu. Selain itu, pihak PT. Sterling Product Indonesia juga melakukan audit kepada third party seperti kontraktor, dan distributor untuk menilai dan memonitor kualitas dan kesesuaian terhadap standar GSK dan persyaratan GMP. Audit ini merupakan tanggung jawab QA compliance untuk merencanakan dan melaksanakan Third Party Audit dan memastikan bahwa semua CAPA tutup dalam rentang waktu yang telah ditetapkan. 4. Manajemen Deviation Report (DR) Deviation report merupakan laporan atas penyimpangan dari yang sebagaimana
mestinya.
Terdapat
dua
metode
untuk
mencari
akar
permasalahan penyimpangan yang terjadi, yaitu „5 whys‟ dan „fish bone‟. Laporan disertai tindakan remedial langsung serta CAPA-nya dan disetujui oleh Manajer QA. 5.
Manajemen Out of Specification (OOS) Report Laporan OOS dibuat oleh laboratorium QA dan dikelola oleh Departemen Compliance. Laporan disertai tindakan remedial langsung serta CAPA-nya dan disetujui oleh Manajer QA.
6.
Investigasi Product Complaint Pelanggan mengajukan keluhan tentang produk obat kepada pihak regulator. Keluhan yang bersifat efek terapi akan ditangani oleh tim medis, sedangkan keluhan yang bersifat teknis akan ditangani oleh industri terkait. Departemen Compliance akan melakukan investigasi ke departemen terkait, yaitu Produksi dengan mengecek Batch Record, dan QA dengan mengecek retained sample, testing report, data stabilitas, dan dokumen lainnya, dan Logistik dengan mengecek data distribusi produk. Lalu Manajer QA menentukan kategori keluhan itu, apakah substantiated (penyebab dari dalam industri), unsubstantiated (penyebab dari luar industri), atau inconclusive (penyebab tidak diketahui). CAPA dibuat dan laporan dikirim ke pihak regulator.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
41
7.
Mengorganisasi Change Control (CC) CC merupakan laporan perubahan dari sistem dan proses yang dapat berdampak pada mutu produk. Perubahan dapat bersifat permanen dan bersifat sementara (kurun waktu 3 bulan). CC diatur oleh Manajer Compliance, ditujukan kepada panel (pihak yang terdampak oleh perubahan), dan disetujui oleh Manajer QA dan Manajer EHS. Review terhadap perubahan ini dilakukan dalam waktu 1 – 3 bulan setelah perubahan dijalankan.
8.
Manajemen validasi dan kualifikasi Departemen Compliance membuat Validation Master Plan (VMP) pada awal tahun yang berisi tentang rencana validasi dan kualifikasi seluruh departemen dalam waktu setahun ke depan. Tiap departemen mengajukan validasi dan kualifikasi yang akan dilakukan dan Departemen Compliance akan mengatur jadwal yang sesuai. Review dilakukan pada pertengahan tahun dan akhir tahun untuk mengetahui status pelaksanaan.
9.
Pembuatan Technical Terms of Supply (TTS) TTS merupakan perjanjian antara GSK dengan pihak pengimpor dan pengekspor atas produk terkait. Laporan ini dibuat oleh Manajer Compliance dan berisi segala sesuatu menyangkut produk yang diimpor atau diekspor, yaitu status produk, Certificate of Analysis (CoA), desain kemasan, spesifikasi, cara pembayaran, penanganan complain, dan sebagainya.
10. Pengadaan Training Training bertujuan untuk mensosialisasikan penerapan QMS kepada karyawan GSK dalam area kerja. Pengadaan training diatur oleh Departemen Compliance. Materi training bervariasi dari kebutuhan tiap departemen. Training dilakukan minimal sekali dalam setahun. Monitor hasil training juga dilakukan untuk mengetahui keberhasilan training.
3.8
Divisi Environmental, Health, and Safety (EHS)
3.8.1
Struktur organisasi divisi EHS EHS Division di PT. Sterling Products Indonesia secara struktural berada
dibawah Technical Director. Struktur organisasi EHS Division dapat dilihat sebagai berikut.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
42
Technical Director
EHS Manager
Pulogadung
Bogor
Operational Manager
EHS Supervisor
Occupational Health Physician
EHS Supervisor
Gambar 3.10 Struktur organisasi divisi EHS
3.8.2
Tugas EHS division EHS merupakan divisi yang bertanggung jawab terhadap kondisi
lingkungan, kesehatan karyawan, dan keselamatan kerja. Berikut adalah beberapa program yang dijalankan oleh Departemen EHS : 1) Lock Out, Tag Out (LOTO) Program ini berguna untuk melindungi personel dari detail-detail mesin yang pengamannya sedang dibuka (ketika proses cleaning dan maintenance). Detail mesin tersebut akan dikunci (lock out) dan diberi label (tag out). Sehingga ketika ada personil yang sedang melakukan proses cleaning, repairing atau maintanence tidak ada personil yang bisa menyalakan alat. 2) Zero Access Program ini berguna untuk melindungi personel dari detail-detail mesin yang berbahaya ketika dioperasikan (misalnya, pisau pemotong blister). Detaildetail mesin akan didaftar dan diklasifikasikan sesuai tingkatan bahayanya. Departemen EHS memastikan agar terjadinya kecelakaan adalah nol (0) atau tidak ada.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
43
3) Respiratory Free Program ini berguna untuk meminimalisasi paparan debu pada personel yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan, sekaligus memberikan kenyamanan saat personel bekerja. Sampling paparan debu yang dihasilkan dilakukan pada proses produksi yang dinilai paling banyak menghasilkan debu mengunakan alat partilkel dust sampler. Apabila nilai OEL yang diperoleh melebihi persyaratan, maka personil harus menggunakan respirator ataupun masker yang lebih ketat sampai dilakukan improvement selanjutnya dengan tujuan akhir personel tidak perlu menggunakan masker ataupun hanya perlu menggunakan masker medical. 4) Waste Management Untuk pembuangan limbah cair, GSK bekerja sama dengan pihak ketiga yaitu Mutu Agung yang selanjutnya akan diolah oleh Mutu Agung sebelum dibuang ke lingkungan. Sedangkan untuk limbah padat, akan diberikan ke PPLI (PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri) atau Lastec.
3.8.3
Sewage treatment plant (SWP) Secara umum, ada dua macam limbah, yaitu limbah B3 (Bahan Berbahaya
Beracun) dan non B3 (non Bahan Berbahaya Beracun). Limbah yang termasuk dalam B3 antara lain limbah material produk, limbah bahan flammable, limbah vaksin, limbah laboratorium (solvent), limbah mikrobiologi. Limbah yang dihasilkan oleh PT. Sterling Products Indonesia terdiri dari limbah padat, cair, dan gas/emisi, yaitu : 1) Limbah cair non B3, diolah di STP untuk dinetralkan. 2) Limbah cair B3 diolah ke PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri). 3) Limbah padat B3 dan non B3 diolah ke PPLI. 4) Emisi/ gas boiler dan diesel, dilakukan maintenance setiap minggu.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
44
Limbah
B3
Emisi Boiler
Non B3
Emisi Diesel Monitoring gas Cair
Padat
Diangkut dgn mobil khusus dan diolah di pihak 3
Cair STP
Padat
Cek setiap minggu
Pihak ke-3
Saluran air
Gambar 3.11 Klasifikasi limbah di GMS Indonesia
Pengolahan limbah di GMS Bogor site merupakan pengolahan limbah cair non B3. Tujuan pengolahan limbah ini adalah agar air limbah dari produksi maupun limbah domestik layak dibuang ke saluran umum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengolahan limbah di STP berdasarkan pada prinsip oksigenasi, dengan adanya oksigen maka pertumbuhan bakteri aerob akan meningkat. Semakin banyak bakteri aerob yang tumbuh, berarti semakin banyak zat-zat organik yang diuraikan oleh bakteri sehingga limbah semakin banyak terurai. Tahapan proses pengolahan limbah dapat dilihat berikut ini : Sewage 1 Mixing tank Sewage 2
Aerator tank
Over float
Sewage 3 Settling tank
Chlorinatio n tank
Sampling point
Fish box
Clear well
Gambar 3.12. Alur pengolahan limbah cair non B3
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
45
Limbah cair yang akan diolah berasal dari tiga sumber, yaitu sewage 1, limbah berasal dari laundry, kantin, dan toilet; sewage 2, limbah berasal dari produksi dan packaging; dan sewage 3, limbah berasal dari engineering. Keseluruhan limbah cair tersebut ditampung dalam mixing tank. Setelah mencapai ketinggian tertentu, air akan langsung mengalir ke aerator tank. Dalam tanki ini terdapat aerator pump untuk proses aerasi. Disinilah terjadi proses oksigenasi untuk menumbuhkan bakteri aerob. Bakteri-bakteri anaerob yang mati dengan adanya oksigen maupun bakteri aerob yang mati karena zat organik yang tersedia tidak mencukupi kebutuhannya akan membentuk lumpur (sludge) dan akan mengendap di settling tank. Setelah mengalami aerasi, limbah akan masuk ke tanki over float dimana di tempat ini dilakukan pengujian, baik secara kimiawi maupun fisik satu kali seminggu. Pengujian kimiawi dilakukan terhadap pH yang harus memenuhi persyaratan (pH 6-9). Proses selanjutnya adalah klorinasi di dalam chlorination tank untuk membunuh bakteri yang masih tersisa. Setelah itu, limbah akan masuk ke clear well. Di tempat ini air sudah bisa dibuang ke saluran pembuangan umum. Akan tetapi, sebelum dibuang dilakukan terlebih dahulu kontrol terhadap makhluk hidup, yaitu ikan di dalam fish box. Di tempat inilah dilakukan pengambilan sample untuk diuji keamanannya secara berkala.
3.9
Operational Excellence (OE) Divisi Operational Excellence (OE) merupakan program pengembangan
bisnis global yang mengarahkan pada perbaikan di PT. Sterling Products Indonesia. Tugas divisi ini adalah melakukan pengembangan pada seluruh aspek bisnis PT. Sterling Products Indonesia agar seluruh divisi yang ada dapat berjalan efektif dan efisien. Struktur organisasi divisi OE dapat dilihat sebagai berikut.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
46
Technical Director
OE Manager
OE Expert Pulogadung
OE Expert Cimanggis
Gambar 3.13 Struktur Organisasi Divisi Operational Excelence Operational Excellence merupakan suatu program yang bertujuan untuk memberikan peningkatan terhadap cara yang ditempuh oleh suatu perusahaan dalam menghasilkan perbaikan di segala bidang. Prinsip dari Operational Excellence adalah menghindari timbulnya waste dan mengeliminasi kecacatan ketika kita menemukannya. Prinsip tersebut harus ditanamkan pada setiap individu, sebab sangat penting untuk membangun kemampuan para pekerja yang nantinya akan memberikan keuntungan bagi costumers, perusahaan itu sendiri, serta para shareholders. Operational Excellence dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam methodology, diantaranya adalah konsep Lean Sigma yang tujuannya adalah agar perusahaan menjadi better in quality, faster in time, dan cost-effective, dengan demikian dapat mengurangi defect dan meningkatkan profits, product quality, dan customer satisfaction. Konsep Lean Sigma merupakan kombinasi sinergi antara sistem Lean Enterprise dari Toyota Motors dan Six Sigma dari General Electrics. Prinsip Lean bertujuan membuang sampah proses (waste) sedangkan Six Sigma bertujuan mengurangi variasi dalam proses.
3.9.1
Prinsip lean sigma Beberapa prinsip yang ada di dalam Lean Sigma, antara lain :
a.
Memberikan nilai lebih dimata konsumen.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
47
b.
Mengidentifikasi value stream, mengeliminasi waste, dan mengurangi variasi.
c.
Membuat produk sesuai dengan keinginan konsumen serta mempersingkat lead time produk.
d.
Melibatkan, menyelaraskan, dan memberdayakan karyawan.
e.
Peningkatan
pengetahuan
yang
berkelanjutan
untuk
mencapai
kesempurnaan.
3.9.2
Metode perbaikan lean sigma Metode untuk mengatasi suatu permasalahan dalam Lean Sigma
dilakukan melalui DMAIC, yaitu: a.
Define opportunities : mencari dan mendokumentasikan hal-hal kritis untuk meningkatkan kualitas.
b.
Measure performance : mengukur kemampuan untuk meningkatkan kualitas.
c.
Analyze opportunity :
menganalisa hal-hal dari segala aspek untuk
mendapatkan keuntungan. d.
Improve performance : analisis biaya dan keuntungan.
e.
Control performance : mengontrol hasil dan proses yang dijalankan.
3.9.3
Implementasi lean sigma Implementasi Lean Sigma untuk membantu menjalankan proses produksi
menjadi lebih efektif dan efisien dengan menghindari waste, yang terdiri dari : a.
Defect (kecacatan atau kerusakan)
b.
Over production (produksi yang berlebihan)
c.
Transportation (transportasi)
d.
Waiting (menunggu)
e.
Inventory (persediaan)
f.
Motion (gerakan)
g.
Processing (proses)
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
48
Contoh pengembangan Operational Excellence berdasarkan Lean Sigma adalah: a.
Di bagian produksi : meningkatkan yield (hasil produksi), mengurangi waste dengan memperpendek lead time, memperkecil variasi, memotong tahapan proses yang tidak penting, dan lain-lain.
b.
Di bagian Engineering : melakukan efisiensi energi yaitu mematikan lampu pada saat istirahat.
c.
Di bagian Warehouse : mengurangi lamanya penyimpanan barang di gudang.
d.
Di bagian Quality Assurance (QA) : meningkatkan efisiensi aktivitas laboratorium, contohnya: penggunaan solvent recycle untuk efisiensi penggunaan zat kimia.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
BAB 4 PEMBAHASAN
GSK merupakan perusahaan farmasi multinasional yang berbasis pada riset. GSK merupakan perusahaan yang terbentuk berdasarkan hasil merger 2 perusahaan farmasi,
yaitu Glaxo Wellcome dan SmithKline Beecham.
GlaxoSmithKline mempunyai kantor pusat di London, Inggris dan cabangcabangnya telah tersebar di berbagai negara, yaitu kawasan Asia Pasifik, Eropa Utara, Eropa Tengah, Eropa Selatan, Amerika Utara, dan Amerika Latin. GSK di Indonesia berlokasi di dua site yaitu Pulogadung site (PT. Glaxo Wellcome Indonesia) dan Bogor site (PT. Sterling Products Indonesia dan PT. SmithKline Beecham Pharmaceuticals). Dalam proses produksinya, PT. Sterling Products Indonesia berpedoman pada Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Kebijakan pemerintah mengenai CPOB didasarkan pada standar kualitas produk obat internasional. Penerapan CPOB dalam produksi obat akan mendorong terciptanya iklim yang sehat dan kompetitif dalam penemuan dan inovasi produk-produk farmasi yang berkualitas, mendorong perusahaan untuk menghasilkan produk yang bermutu dan berkualitas baik sehingga tidak hanya menguntungkan perusahaan tetapi juga menguntungkan konsumen.
4.1 PENERAPAN CPOB DI GLAXOSMITHKLINE 4.1.1 Manajemen Mutu PT. Sterling Products Indonesia merupakan industri farmasi yang berusaha untuk selalu memproduksi obat-obatan yang aman, efektif, dan bermutu. Standar yang diterapkan berpedoman pada Quality Management System (QMS) yang berlaku untuk GSK secara global yang disebut Global Quality Policies (GQP) dan Global Quality Manufacturing Policies (GQMP). Standar mutu tersebut memiliki kriteria penerimaan yang lebih ketat daripada CPOB yang diterapkan di Indonesia.
49 Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
Universitas Indonesia
50
4.1.2 Personalia Bagian personalia PT. Sterling Products Indonesia sudah memenuhi persyaratan CPOB karena beberapa personel kunci, yaitu Manager produksi dan Manager QA, dan Manager QC dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak saling bertanggung jawab satu sama lain dalam melaksanakan tugasnya dan merupakan seorang apoteker. Manager produksi, Manager QA, dan Manager QC mempunyai kemampuan manajerial untuk mengatur tanggung jawab masingmasing divisi yang dipimpinnya. Manager produksi, Manager QA, dan Manager QC saling bekerja sama satu sama lain dan bertanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang terkait dengan mutu produk yang dihasilkan. Pelatihan spesifik diberikan kepada personil yang bekerja di area dimana pencemaran merupakan bahaya, misal area bersih atau area toksik. Untuk meningkatkan kinerja personel agar senantiasa menerapkan QMS, PT. Sterling Product Indonesia selalu mengadakan training. Training dilakukan minimal sekali dalam setahun. Pengadaan training diatur oleh Departemen Compliance. Materi training bervariasi tiap departemen sesuai kebutuhan. Materi training CPOB terutama mengenai pengenalan CPOB, sanitasi dan higiene karyawan, tata tertib CPOB, kesehatan dan keselamatan kerja. Pelatihan tersebut dilakukan dengan menggunakan bahasa dan istilah yang mudah dimengerti oleh karyawan, penggunaan alat peraga serta permainan-permainan menarik juga dapat dilakukan untuk membantu karyawan agar lebih mudah mengerti. Monitor hasil training juga dilakukan dengan cara memberikan kuis diakhir class training untuk mengetahui keberhasilan training. Masing-masing karyawan memiliki catatan (record) mengenai pelatihan yang pernah diikuti. Training diberikan oleh orang yang terkualifikasi. Penciptaan lingkungan dan iklim kerja yang baik bertujuan agar karyawan dapat bekerja dengan maksimal, serta adanya pemberian insentif atau penghargaan bagi karyawan juga bertujuan untuk memacu motivasi untuk lebih berprestasi dalam bekerja. 4.1.3 Bangunan dan Fasilitas Bangunan PT. Sterling Product Indonesia dirancang agar proses produksi berjalan lancar dan menjamin keselamatan dari personel yang bekerja dan juga
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
51
dirancang agar tidak memberikan kontaminasi pada produk yang dihasilkan. Bangunan terdiri dari beberapa bagian utama, yaitu kantor, ruang produksi, laboratorium, engineering, dan warehouse. Bangunan dan fasilitas produksi di Bogor site untuk sediaan antibiotik terpisah dengan non antibitiotik. Pegawai yang bekerja di gedung antibiotik tidak dapat masuk ke area produksi non antibiotik, karena dikhawatirkan terjadi kontaminasi silang. Untuk dapat memasuki area produksi non antibiotik, pegawai tersebut harus mandi terlebih dahulu sebagaimana yang telah tertulis dalam SOP. Area ruangan produksi saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti urutan tahap produksi. Konstruksi lantai di area produksi dibuat kedap air, permukaan rata, dan mudah dibersihkan. Selain itu pertemuan antara dinding, langit dan lantai dibuat tidak memiliki sudut agar tidak menjadi tempat berkumpulnya kotoran sehingga lebih mudah dibersihkan. Lantai, dinding, dan langit-langit untuk ruang produksi, laboratorium QA, dan ruang engineering dilapisi dengan cat epoxy yang tahan terhadap zat-zat kimia, asam, dan dapat dengan mudah dibersihkan. Ruangan produksi di PT. Sterling Products Indonesia terbagi atas tiga area yaitu, black area untuk ruang pengemasan sekunder, grey area untuk ruang produksi dan white area untuk ruang produksi sediaan steril tetes mata (Insto®). Antararea terdapat ruang penyangga. Tekanan ruangan diatur agar aliran udara selalu terkontrol. Tekanan udara di dalam white area lebih tinggi daripada grey area, sedangkan tekanan udara grey area lebih tinggi daripada black area. Sehingga udara mengalir dari white area menuju black area. Hal ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya kontaminasi silang dan masuknya partikel ke area dengan persyaratan jumlah partikel lebih ketat. Di dalam ruang produksi, terdapat ruang untuk pemeriksaan selama proses IPC (In Process Control). Untuk memasuki ruang produksi, karyawan harus masuk ruang ganti (locker) untuk berganti pakaian kerja yang bersih, menyimpan pakaian rumah, melakukan upaya sanitasi sebelum memasuki ruang produksi, buang air besar dan kecil, membasuh tangan dengan sabun antiseptik setelah buang air.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
52
Area penyimpanan (warehouse) kurang memiliki area yang memadai untuk menyimpan berbagai macam produk dan barang. Sehingga pengaturan awal agar terjadi pemisahan area antara barang quarantine, approve, dan reject tidak bisa terlaksana. Keduanya hanya dibedakan berdasarkan keterangan label dengan warna yang berbeda. Untuk pencegahan kesalahan maka personil warehouse lebih meningkatkan kewaspadaan pada waktu mengantarkan material kebagian produksi. Kondisi suhu penyimpanan finished good seharusnya dibawah 30 0 C, akan tetapi suhu di warehouse bisa mencapai lebih dari 300 C. Sehingga untuk penyimpanan finished good disimpan di gudang third party yang memenuhi persyaratan. Untuk kedepannya akan segera dilakukan perbaikan pada warehouse sehingga suhunya bisa memenuhi persyaratan. Bahan dan produk yang ditolak disimpan diarea terpisah dan terkunci. Raw material precursor yaitu Pseudoephedrine disimpan dengan pengamanan yang baik, dipisahkan dengan raw material yang lain dan ruangan penyimpannannya dikunci. Packaging material untuk produk steril yang sudah disterilkan dan yang belum disterilkan disimpan pada area yan terpisah, namun penandaan untuk membedakan keduanya kurang terlihat jelas, sehingga diperlukan kewaspadaan yang besar dari pihak warehouse maupun produksi saat akan menggunakan. Serah terima raw material dari warehouse menuju ruang produksi di lakukan di ruangan Production air lock. Ruangan ini dilengkapi dua pintu pada masing-masing sisi yang tidak boleh dibuka pada saat bersamaan untuk menghindari kontaminasi. PT. Sterling Products Indonesia memiliki fasilitas pengolahan air (water treatment) yang terdiri dari carbon filter, ion exchange, dan lampu UV untuk menjamin air yang dihasilkan setara dengan purified water. Selain itu juga terdapat sistem tata udara (Air Handling Unit) yang menyaring udara sebelum dialirkan ke ruang pengolahan sehingga memenuhi persyaratan black area, grey area dan white area. Pada ruang pengolahan tablet, terdapat dust collector untuk menghisap debu/partikel yang terbentuk saat proses produksi berlangsung. PT. Sterling Products Indonesia juga memiliki steam generator, genset/diesel, udara bertekanan (compressed air) yang terpisah dari ruang produksi. GSK Indonesia mempunyai dua bangunan yang masing-masing berada di kawasan industri Pulogadung dan Bogor, terletak di tengah kota dan dekat dengan
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
53
pemukiman penduduk. Untuk menghindari pencemaran terhadap lingkungan dari limbah yang dihasilkan oleh proses produksi yang ada, maka GSK Indonesia mempunyai tempat pengolahan terhadap limbah domestik, yaitu Sewage Treatment Plant (STP), sehingga limbah yang dihasilkan tidak berbahaya lagi ketika dibuang ke lingkungan sekitarnya. Untuk limbah produksi, diolah melalui PPLI (Prasadha Pemusnah Limbah Industri). Bangunan dan tata letak bangunan GSK Indonesia dirancang sesuai dengan persyaratan CPOB sehingga mendukung proses produksi dan semua aktivitas di pabrik serta menjamin keselamatan para pekerjanya. 4.1.4 Peralatan Peralatan-peralatan yang ada di PT. Sterling Products Indonesia memiliki rancang bangun dan tata letak yang sesuai dengan spesifikasinya sehingga akan memudahkan dalam pemakaian, perawatan dan pembersihannya. Pemasangan dan penempatan peralatan di PT. Sterling Products Indonesia sedemikian rupa untuk menghindari kesesakan dan memperkecil terjadinya cross contamination. Setiap peralatan diberi nomor pengenal sehingga memudahkan dalam identifikasi misal dalam pencantumannya dalam batch record. Pembersihan dan perawatan alat dilakukan secara teratur sehingga dapat menjamin mutu tiap produk secara secara kontinyu. Pembersihan dan perawatan alat dilakukan secara teratur sehingga dapat menjamin mutu tiap produk secara konsisten. Pembersihan menyeluruh (major cleaning) dilakukan bila ada perubahan bahan yang akan digunakan pada proses produksi selanjutnya. Cleaning validasi dilakukan apabila terdapat material baru atau peralatan baru yang digunakan Pemeliharaan dan kalibrasi peralatan dilakukan berdasarkan pada petunjuk yang telah ditetapkan dalam SOP (Standard Operating Procedure) dengan harapan agar alat dapat berfungsi dengan baik, menjamin keseragaman kualitas produk, serta mencegah terjadinya pencemaran oleh alat yang dapat mengubah identitas, mutu ataupun kemurnian obat. Alat yang telah dikalibrasi akan diberi label kalibrasi.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
54
4.1.5 Sanitasi dan Higiene Sanitasi adalah upaya yang dilakukan terhadap mesin/peralatan dan lingkungan guna mendapatkan derajat kebersihan yang diinginkan. Sedangkan higiene adalah upaya yang dilakukan terhadap manusia (karyawan) guna mendapatkan derajat kebersihan yang kondusif bagi kesehatan hidup manusia (karyawan). Untuk mendapatkan produk obat yang baik, sanitasi dan higiene memegang peranan penting dalam setiap tahap pembuatan obat. Sanitasi dan higiene merupakan syarat utama dalam menghindari pencemaran antarproduk (cross contamination) maupun pada kesehatan pekerja yang sangat merugikan. Pembersihan ruangan harus dilakukan periodik dengan frekuensi yang terprogram dan jenis bahan / alat pembersih yang tertentu serta desinfektan yang sesuai. Sanitasi dilakukan terhadap setiap orang yang datang ke ruang laboratorium, produksi, maupun gudang harus menggunakan perlengkapan khusus. Perlengkapan khusus tersebut yaitu Alat Pelindung Diri (APD) / Personal Protective Equipment (PPE) antara lain adalah pakaian pelindung badan, topi penutup rambut, sepatu khusus, masker penutup mulut dan hidung,penutup telinga (khusus untuk operator mesin yang tingkat kebisingannya tinggi), sarung tangan latex (gloves), helm dan kaca mata pengaman (safety goggles). Penggunaan perlengkapan khusus tersebut bertujuan untuk menjamin keselamatan kerja karyawan dan perlindungan produk terhadap pencemaran. Higiene perorangan dilaksanakan oleh setiap orang yang memasuki daerah produksi, termasuk tamu, teknisi perbaikan dan perawatan, pemerintah, inspektor QC, dan tenaga lepas. Dalam usaha memelihara dan meningkatkan kesehatan para karyawan, pihak perusahaan melakukan program General Check-Up setahun sekali. Program untuk menjaga higiene dan kesehatan karyawan diantaranya adalah dengan melengkapi ruang dispensing dengan Laminar Air Flow (LAF) untuk mencegah kontaminasi terhadap operator, dan adanya pembatasan terhadap karyawan yang dapat masuk ke ruang produksi.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
55
4.1.6 Produksi PT. Sterling Products Indonesia dalam melaksanakan proses produksi mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dalam SOP dan batch record untuk menjamin mutu obat agar memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Pembuatan produk yang berbeda dilakukan di ruang yang sama, karena sebelum digunakan untuk produk yang berbeda selalu dilakukan pembersihan menyeluruh yang tervalidasi sehingga tidak terjadi resiko pencemaran silang. Bahan baku yang digunakan untuk produksi didapatkan dari supplier yang telah disetujui oleh perusahaan. Saat bahan datang di warehouse, dilakukan pemeriksaan fisik dan dokumen bahan. Lalu bahan dicek kebenarannya oleh QA. Bahan yang diloloskan, siap untuk dilakukan proses produksi. Bahan diserahkan dari warehouse ke ruang produksi. Pada persiapan bahan baku yang akan ditimbang, dicek kesesuaian nama bahan baku pada material requisition dengan label identitas pada wadah kemasan, LOT No, Expire Date/Retest, dan kebersihan serta keutuhan wadah. Penimbangan dilakukan sesuai kapasitas alat timbang yang dipakai. Pada proses pengolahan sediaan, dicek kesesuain bahan baku pada batch record dengan label identitas yang ada pada wadah pengemasnya. Penimbangan bahan dilakukan untuk masing-masing bets terlebih dahulu agar tidak terjadi mix-up. Ruang penimbangan didesain sedemikian rupa agar bahan tidak terpapar ke personel. Personel yang melakukan adalah dua orang agar dapat saling kontrol. Setelah penimbangan, ruangan harus dibersihkan dan sisa bahan dikembalikan ke warehouse. Proses produksi boleh dilakukan setelah pembersihan jalur (line clearance) dilakukan. Ruangan yang telah bersih diberi label ‘Cleaned’. Kondisi ruangan yang harus dikendalikan selama proses produksi adalah suhu, kelembaban, dan tekanan udara. Proses produksi harus dilakukan sesuai prosedur dan persyaratan sehingga mutu produk yang dihasilkan dapat senantiasa memenuhi spesifikasi. Validasi proses dilakukan setiap adanya perubahan mesin, proses, dan bahan. Dalam setiap tahapan kritis proses produksi selalu dilakukan IPC untuk menjaga mutu agar selalu konstan selama proses. Pada proses produksi sediaan padat, IPC yang dilakukan meliputi penampilan fisik tablet, bobot per tablet dan 20 tablet, ketebalan, kekerasan,
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
56
waktu hancur, dan kerapuhan. Pada proses kompresi, terdapat alat deduster machine untuk menghisap debu dan metal detector untuk mendeteksi adanya logam yang terkandung dalam sediaan. Jika terjadi kesalahan pada proses produksi dan produk tidak memenuhi spesifikasi, produk tidak akan dilakukan reprocess dan harus dimusnahkan. Rework hanya akan dilakukan jika terjadi kesalahan dalam pengemasan. Untuk produk steril, semua alat dan ruang yang akan digunakan untuk proses produksi harus disanitasi terlebih dahulu. Alat-alat yang akan digunakan dalam proses produksi steril juga harus disterilkan dahulu. Oven digunakan untuk mensterilisasi ampul dan flakon, sedangkan autoclave digunakan untuk mensterilisasi rubber dan stopper, produk ruahan, dan produk jadi. Kondisi lingkungan produksi selalu dijaga dan dikendalikan supaya sesuai dengan spesifikasinya. Kondisi lingkungan yang harus dikendalikan antara lain adalah kualitas air demin, steam, kebersihan, suhu, kelembaban dan tekanan udara pada ruang produksi, tergantung dari sediaan yang dibuat. Sebelum produksi dilakukan, semua peralatan yang digunakan dalam keadaan baik, bersih, dan telah terkalibrasi. 4.1.7 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik, untuk memastikan bahwa bahan, produk dan metode dalam proses produksi telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan sehingga produk yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Pengawasan mutu ini mempunyai wewenang untuk memberi keputusan akhir terhadap mutu produk dan hal lain yang mempengaruhi. Ruangan terpisah untuk instrumen diperlukan untuk memberikan perlindungan terhadap interferensi elektris, getaran, kelembapan yang berlebihan serta pengaruh luar lain. Prosedur tetap untuk mengoperasikan tiap instrumen dan peralatan tersedia dan diletakkan di dekat instrumen tersebut. Kalibrasi instrumen dilakukan secara rutin setiap tahun, dan kalibrasi ulang tercantum jelas di instrumen tersebut. Di PT. Sterling Products Indonesia, pengawasan mutu dilakukan sejak barang datang, selama proses, pada produk ruahan, pada produk yang dihasilkan,
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
57
juga pada masa penyimpan. Pemeriksaan dilakukan terhadap raw material, packaging material, bulk material dan finished goods. Pemeriksaan dilakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan dan hasil pemeriksaan dicatat dan dilampirkan dalam batch record. Selain itu juga dilakukan kalibrasi dan kualifikasi alat serta validasi terhadap metode analisa dan proses produksi. Pengambilan sampel dilakukan di sampling room oleh personel yang terlatih. Pemeriksaan raw material, packaging material, bulk material, dan finished goods dilakukan di laboratorium QC yang terpisah dari ruang produksi. Laboratorium QC terdiri dari laboratoriun analisis kimia dan laboratorium analisis mikrobiologi (mempunyai sistem pengendalian udara yang terpisah). Untuk memasuki ruang analisis mikrobiologi, APD yang digunakan adalah pakaian steril, penutup kepala, masker, dan sarung tangan steril. Pengujian dilaksanakan di bawah Laminar Air Flow (LAF) yang sesuai. Inkubasi dilakukan di dalam inkubator dengan suhu tertentu. Personil yang berada di dalam
laboratorium QC dilengkapi dengan
pakaian pelindung (jas lab), kaca mata pelindung, masker, dan sarung tangan. Sedangkan pemeriksaan selama proses produksi (IPC) dilakukan di area produksi oleh personel produksi yang terlatih. Selain pemeriksaan bahan dan produk, pengawasan juga dilakukan pada air, udara, dan lingkungan produksi, di antaranya adalah menghitung jumlah mikroba dan partikel. Pengujian-pengujian ini dilakukan pada waktu tertentu dan dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah dibuat.
4.1.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan peninjauan atau penilaian kembali seluruh tata cara kerja setiap aspek yang berpengaruh terhadap produksi dan kualitas produk. Inspeksi diri hendaklah mencakup semua bagian dari produksi, pengawasan mutu, engineering, dan gudang. Di PT. Sterling Products Indonesia, inspeksi diri diwujudkan dengan adanya audit. Di GSK Indonesia macam audit terdiri dari empat macam, yaitu self audit, internal audit yang dilakukan oleh divisi lain, GQA audit atau audit yang dilakukan oleh corporate atau GSK pusat, dan external audit (oleh badan
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
58
pemerintah yang berwenang seperti BPOM). Audit dilaksanakan dalam frekuensi tertentu untuk masing-masing jenis audit. Laporan hasil audit adalah berupa temuan-temuan (findings) yang harus ditindaklanjuti berupa Capa (Corective action preventive action) yang harus dilakukan oleh tiap departemen terkait dan dalam jangka waktu tertentu. SPI tidak melakukan audit terhadap supplier. Audit ini dilakukan oleh Supplier Quality Shared Service (SQSS) yang dibentuk oleh GSK pusat dan terdapat untuk masing-masing regional GSK. 4.1.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian Penanganan keluhan dilakukan untuk mencegah terulangnya kembali keluhan, untuk meninjau kembali formulasi dan proses produksi, dan sebagai input untuk penarikan kembali. Keluhan didapat dari pelanggan yang melapor kepada pihak regulator. Keluhan yang akan ditangani oleh industri terkait adalah keluhan yang bersifat teknis. Departemen Compliance akan melakukan investigasi ke Departemen Produksi dan Departemen QA. Manajer QA menentukan kategori keluhan berdasarkan asal penyebab terjadinya cacat produk. Laporan tindak lanjut dibuat dan dikirim kembali ke pihak regulator. Laporan dibuat maksimal 30 hari setelah sampel diterima, bila penyelidikan dibutuhkan waktu yang lebih lama maka akan dibuatkan intermediate report ke pihak regulator untuk langsung diteruskan kepada pelanggan yang melapor. Penarikan kembali produk (recall) merupakan produk yang ditarik kembali oleh distributor (APL), kemudian akan ditempatkan dan disimpan di gudang distributor. Selanjutnya ketika dilakukan pemusnahan, pihak distributor akan meminta personil dari PT. Sterling Product Indonesia untuk menyaksikan pemusnahan sebagai saksi. Untuk menghadapi keluhan dan penarikan obat yang beredar, langkah yang perlu dilakukan antara lain : a. Membuat laporan keluhan lengkap b. Menetapkan karyawan yang ditugaskan untuk menangani keluhan c. Melakukan evaluasi dan penelitian dokumen pembuatan dan pengkajian arsip batch yang bersangkutan
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
59
d. Bila perlu melakukan pengujian dan penelitian laboratorium e. Menetapkan tindakan selanjutnya
yang
meliputi penarikan kembali,
perbaikan-perbaikan yang diperlukan atau melakukan penghentian produksi dan peredaran produksi yang bersangkutan.
4.1.10 Dokumentasi Sistem dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus dipersiapkan dalam kegiatan pembuatan obat. Sistem ini meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, catatan dan lampiran, serta laporanlaporan lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi terhadap seluruh rangkaian pembuatan obat. Dokumen diberi nomor-nomor yang menjadi identitas dokumen tersebut. Dokumen disimpan dalam lemari dan ruangan khusus yang aman. Penyimpanan dilakukan secara sistematis agar memudahkan penelusuran terhadap dokumen yang diinginkan. Revisi dokumen dilakukan setiap ada perubahan isi dan setiap periode tertentu. Poin-poin revisi dari versi lama selalu dituliskan dalam versi yang baru. Jika terjadi kesalahan penulisan, tulisan yang lama dicoret dengan satu garis dan dicantumkan tanda tangan personel yang melakukan revisi serta tanggal dilakukan revisi. Dokumen lama akan distempel ‘Obsolete’ dan disimpan pada tempat tersendiri. Pemusnahan dokumen dilakukan paling lambat 12 bulan setelah akhir masa simpan dengan mesin shredding oleh sepengetahuan Departemen Compliance. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai tugas yang harus dilaksanakan, sehingga akan memperkecil resiko terjadinya kesalahan penafsiran dan kekeliruan yang dapat timbul apabila hanya mengandalkan komunikasi lisan saja. Sistem dokumentasi hendaknya mampu mencatat seluruh riwayat lengkap dari setiap batch, sejak bahan baku sampai menjadi produk jadi, sehingga memungkinkan dilakukannya penyelidikan maupun penelusuran terhadap batch yang diinginkan. Sistem dokumentasi juga digunakan dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi lingkungan, perlengkapan, dan personalia.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
60
4.1.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Berdasarkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu toll-out dan toll-in. Toll-out dilakukan misalnya dari PT. Sterling Products Indonesia ke perusahaan industri farmasi lainnya, sedangkan toll-in dari perusahaan industri farmasi lain ke PT. Sterling Products Indonesia. Saat ini PT. Sterling Products Indonesia melakukan toll-out atau kerja sama dalam bidang manufaktur untuk kontrak produksi salah satu produknya yaitu Scott’s Emulsion kepada IDS.
4.1.12 Kualifikasi dan Validasi Validasi dilakukan untuk membuktikan bahwa proses, sistem, atau prosedur yang digunakan dalam produksi dapat menghasilkan produk secara konsisten sesuai spesifikasi dan standar kualitas. Validasi dilakukan mengacu pada Validation Master Plan (MVP) yang dibuat pada awal tahun. Validasi yang dilakukan meliputi Validasi Proses Produksi, Validasi Metode Analisis, dan Validasi Pembersihan Protokol kualifikasi, antara lain Design Qualification (DQ), Installation Qualification
(IQ),
Operational
Qualification
(OQ),
dan
Performance
Qualification (PQ) dari alat dan fasilitas; dan protokol validasi (validasi proses dan validasi metode analisis) dirumuskan oleh departemen yang bersangkutan dengan konsultasi dan persetujuan dari QA. Untuk protokol cleaning validation dibuat oleh divisi produksi dan QA. Kualifikasi dan Validasi Proses Produksi dilakukan oleh Departemen Produksi, Validasi Metode Analisis dilakukan oleh Departemen QA, dan Validasi Pembersihan dilakukan oleh Departemen Produksi dan QA. Tiap departemen mengajukan validasi dan kualifikasi yang akan dilakukan dan Departemen Compliance akan mengatur jadwal yang sesuai. Review
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
61
dilakukan pada pertengahan tahun dan akhir tahun untuk mengetahui status pelaksanaan. Kualifikasi dan validasi dilakukan sesuai protokol yang telah dibuat. Validasi dan kualifikasi yang tidak bisa dijalankan sesuai dengan jadwalnya maka perlu ditulis dalam dokumen change control.
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan PT. GSK Indonesia terdiri dari PT. Glaxo Wellcome Indonesia di
Pulogadung, sedangkan PT. Sterling Product Indonesia dan PT. SmithKline Beecham Pharmaceutical berada di Cimanggis, Bogor. Apoteker memiliki peranan penting dalam industri farmasi untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan aman, efektif, dan bermutu dan memenuhi persyaratan CPOB. Mutu produk yang dibangun tidak dapat dihasilkan oleh divisi produksi saja, tetapi merupakan hasil kerja sama dari berbagai divisi. Divisi logistik, produksi, quality control, quality assurance, compliance saling bekerja sama dan melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga mutu produk yang dihasilkan pun baik. PT. Sterling Products Indonesia selain memenuhi persyaratan CPOB juga memiliki Quality Management System (QMS) yang merupakan pedoman internal GSK untuk menghasilkan produk yang berkualitas.
5.2. Saran Perlu adanya BMS (Building Management System) yang terkini dan berteknologi tinggi agar pengawasan (pengontrolan) terhadap seluruh aktivitas factory di GSK Indonesia dapat berjalan lebih baik lagi. PT. Sterling Products Indonesia harus tetap mempertahankan dan meningkatkan mutu produk yang tinggi dengan menerapkan sistem mutu perusahaan dan CPOB.
62 Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
BPOM RI. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. BPOM RI: Jakarta. Food and Drug Administration. (2004). Guidane for Industry Sterile Drug Products by Aseptic Processing-current Good Manufacturing Practice. Food and Drug Administration : Rockville. GSK. (2013). Glaxo SmithKline Company Profile. www.gsk.com. diambil tanggal 15 April 2013. Melzer, Martin. (2009). GMP Training Course EU GMP Requirements Sterile Medicine Products. Niedersaschen. Priyambodo, B. (2007). Manajemen Farmasi Industri hal. 2-5. Global Pustaka Utama: Yogyakarta.
63 Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
64
Lampiran 1. Struktur organisasi GMS Indonesia
GMS Consumer Healthcare International Finance Controller
Consumer Healthcare International
Head of Quality
GMS IndonesiaTechnical Director HRD
Production & Supply GMS Pulogadung
Production & Supply GMS Bogor
Logistic
OE
EHS
Procurement
Engineering
QA GMS Pulogadung
QA GMS Bogor
QC GMS Pulogadung
QC GMS Bogor
Compliance
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
65
Lampiran 2. Hubungan antar legal entities di GSK Indonesia Glaxo SmithKline Indonesia
Finance
Bogor Site
Pulogadung Site (PT. Glaxo Wellcome Indonesia)
ENG
EHS
LOG
PRO
QA
IT
Procurement
QC
ENG
SPI (PT. Sterling Products Indonesia)
PRO
LOG
QA
QC
EHS
SBP (PT. SmithKline Beecham Pharmaceutical)
PRO
LOG
QA
QC
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. STERLING PRODUCTS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 35, CIMANGGIS, DEPOK PERIODE 4 MARET-26 APRIL 2013
PENILAIAN MESIN UHLMANN UPS-300 DI RUANG BLISTERING PT. STERLING PRODUCTS INDONESIA TERHADAP PEMENUHAN KRITERIA GxP SPARE PARTS
MUHAMMAD IRFAN HASAN, S.Farm 1206313381
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK APRIL 2013
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. STERLING PRODUCTS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 35, CIMANGGIS, DEPOK PERIODE 4 MARET-26 APRIL 2013
PENILAIAN MESIN UHLMANN UPS-300 DI RUANG BLISTERING PT. STERLING PRODUCTS INDONESIA TERHADAP PEMENUHAN KRITERIA GxP SPARE PARTS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
MUHAMMAD IRFAN HASAN, S.Farm. 1206313381
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK APRIL 2013 ii Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN MUKA......................................................................................... i HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii DAFTAR ISI .................................................................................................... iii BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1 1.1 Latar belakang ............................................................................................. 1 1.2 Tujuan ......................................................................................................... 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4 2.1 Prinsip peralatan di industri farmasi (pedoman CPOB, 2012) ....................... 4 2.2 Pemasangan dan penempatan alat di industri farmasi ................................... 4 2.3 Perawatan peralatan di industri farmasi ........................................................ 5 2.4 Bahan-bahan yang digunakan untuk peralatan di industri farmasi ................. 6 2.5 Standar prosedur operasional mesin blistering Uhlmann UPS 300................ 7 2.6 GxP spare parts ........................................................................................... 8 BAB 3 METODOLOGI DAN TAHAPAN PELAKSANAAN ....................... 10 3.1 Metode......................................................................................................... 10 3.2 Lokasi dan waktu pelaksanaan ..................................................................... 10 3.3 Tahapan pelaksanaan ................................................................................... 10 BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................... 11 4.1 Kesesuaian mesin Uhlmann UPS 300 terhadap pedoman CPOB .................. 11 4.2 Perawatan mesin Uhlmann UPS 300 ........................................................... 11 4.3 Pemenuhan kriteria GxP spare parts untuk mesin Uhlmann UPS 300 .......... 12 4.4 Aksi penyesuaian dengan GQMP 4002 & GQG 4303 .................................. 13 BAB 5 KESIMPULAN .................................................................................... 15 DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 16
iii Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Di dalam pelaksanaan cara pembuatan obat yang baik dan benar, peralatan
serta manajemen penanganan peralatan menjadi hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan seluruh alur proses produksi membutuhkan keadaan peralatan yang optimal agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar dan dapat menghasilkan produk dengan kualitas tinggi serta kuantitas yang mencukupi permintaan pasar. Gagalnya penanganan peralatan yang baik di industri farmasi dapat berakibat pada tertundanya alur proses produksi, dapat mempengaruhi tingkat keamanan peralatan tersebut, serta mempengaruhi kualitas dari produk. Glaxo SmithKline (GSK) Indonesia Bogor site memiliki 3 value stream produksi, yaitu produksi solid, steril, dan antibiotik. Proses produksi steril dilakukan dengan cara aseptik dimana hanya personil dalam jumlah terbatas yang diperlukan boleh berada di area bersih (Pedoman CPOB, 2012). Standar higiene perorangan dan kebersihan yang tinggi untuk produksi steril membuat akses yang lebih terbatas untuk memasuki area produksi steril dibandingkan produksi solid dan antibiotik. Di sisi lain, value stream antibiotik di GSK Bogor site, memiliki nilai jumlah bets yang lebih sedikit dibandingkan produksi solid sehingga perawatan dan penanganan alat di produksi antbiotik relatif lebih mudah dibandingkan pada produksi solid. Total produksi pada value stream solid lebih besar daripada value stream lain sehingga seluruh mesin yang terlibat proses produksi digunakan terus menerus. Hambatan yang terjadi pada salah satu tahap produksi pada value stream
solid akan menyebabkan penurunan efisiensi
produksi yang signifikan. Salah satu hambatan yang mempengaruhi proses produksi disebabkan oleh kerusakan alat. Oleh karena itu, tugas khusus ini diarahkan pada value stream produksi solid untuk meningkatkan kinerja proses produksi solid dari sisi perawatan peralatan. Secara umum alur proses dari produksi solid terdiri dari dispensing, granulasi, blending, compressing, primary packaging, dan secondary packaging. Di setiap tahapan proses tersebut, terdapat peralatan yang menunjang alur proses 1
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
produksi. Dari serangkaian proses produksi, menurut assesment yang dilakukan engineering division, terdapat fenomena bottleneck pada proses primary packaging menggunakan Uhlmann blistering machine. Hal ini dikarenakan mesin blistering yang digunakan (mesin Uhlmann UPS 300) memiliki rentang waktu pemakaian yang lebih lama karena jumlah bets yang besar dengan frekuensi permasalahan yang lebih tinggi dibandingkan alat-alat lainnya dalam alur proses produksi solid tersebut. Oleh karena itu, tugas khusus ini memfokuskan penilaian pada mesin blistering Uhlmann UPS 300 untuk mengatasi masalah “bottleneck” tersebut sehingga memperlancar alur proses produksi. Selanjutnya, dilakukan pemberian
rekomendasi untuk mengembangkan sistem penanganan dan
perawatan mesin di GSK Indonesia dalam rangka tercapainya world class maintenance. Untuk mencapai perawatan dan penanganan peralatan di industri farmasi yang terbaik, pelaksanaan tugas khusus ini dilakukan dengan melakukan assesment (penilaian) terhadap mesin Uhlmann UPS 300. Penilaian yang dilakukan mengacu pada standar yang ada termasuk regulasi standar GSK untuk menjamin kualitas dan kemajuan bisnis melalui Global Quality Policy (GQP), Global Quality Management Process (GQMP), dan Global Quality Guidelines (GQG). Setelah dilakukan penilaian, dibuat rekomendasi untuk meningkatkan sistem penanganan dan perawatan peralatan di GSK Indonesia agar memenuhi standar yang dimiliki GSK global. Suku cadang dari suatu alat merupakan aspek yang kritikal dalam perawatan peralatan di industri farmasi. Hal ini dikarenakan penggantian suku cadang membutuhkan spesifikasi suku cadang tertentu, supplier/ manufacturer yang telah diaudit, dan waktu penggantian suku cadang yang tepat. Spesifikasi yang tidak tepat dapat berakibat terhambatnya alur produksi yang menyebabkan permintaan pasar tidak dapat dipenuhi dengan baik. Namun, pengembangan sistem penggantian suku cadang di industri farmasi di Indonesia umumnya luput dari perhatian. Padahal, sistem penggantian suku cadang yang baik akan menghasilkan maintenance alat yang baik pula sehingga menghasilkan kualitas produk serta keamanan yang terjamin. Oleh karena itu, rekomendasi yang akan diberikan pada tugas khusus ini ditekankan pada pembahasan mengenai GxP Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
3
spare parts, mengingat aspek inilah yang perlu dikembangkan lebih lanjut di GSK Indonesia dari sisi maintenance alat selain aspek sumber daya manusia yang handal serta sistem preventive maintenance yang teratur.
1.2
Tujuan Berdasarkan penjabaran latar belakang di atas, pelaksanaan tugas khusus
ini memiliki beberapa tujuan, antara lain: 1. Membandingkan hasil penilaian mesin Uhlmann UPS 300 terhadap pemenuhan standar yang ada, meliputi standar regulasi nasional serta regulasi GSK global 2. Mengetahui pelaksanaan perawatan mesin Uhlmann UPS 300 terhadap pemenuhan standar yang ada, meliputi standar regulasi nasional serta regulasi GSK global 3. Mengetahui pemenuhan kriteria sistem penggantian suku cadang di PT. Sterling Products Indonesia khususnya mesin Uhlmann UPS 300 terhadap GxP spare parts 4. Memberikan rekomendasi pengembangan sistem penggantian suku cadang agar semakin memenuhi regulasi GSK global (aspek GxP spare parts)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Prinsip peralatan di industri farmasi (Pedoman CPOB, 2012) Di dalam pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik disebutkan bahwa prinsip
dari peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan dan perawatan. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi adisi atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Selain itu, bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian bahan awal, produk antara, ataupun produk jadi. Peralatan hendaknya didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan sesuai dengan prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran.
2.2
Pemasangan dan penempatan alat di industri farmasi (Pedoman CPOB,
2012) Prinsip pemasangan dan penempatan alat di industri farmasi hendaknya ditempatkan
sedemikian
rupa
untuk
memperkecil
kemungkinan
terjadinya
pencemaran silang antar bahan di area yang sama. Peralatan hendaknya dipasang sedemikian rupa untuk menghindari risiko kekeliruan atau pencemaran. Peralatan satu sama lain hendaknya ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindari kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan campur baur produk. Air, uap, dan udara bertekanan atau vakum serta saluran lain hendaklah dipasang sedemikian rupa agar mudah diakses pada tiap tahap proses. Pipa 4
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
Universitas Indonesia
5
hendaknya diberi penandaan yang jelas untuk menunjukkan isi dan arah aliran. Tiap peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor identitas yang jelas. Nomor ini dicantumkan di dalam semua perintah dan catatan bets untuk menunjukkan unit atau peralatan yang digunakan pada pembuatan bets tersebut kecuali bila peralatan tersebut hanya digunakan untuk satu jenis produk saja.
2.3
Perawatan peralatan di industri farmasi (Pedoman CPOB, 2012) Di dalam pedoman CPOB disebutkan bahwa peralatan hendaknya dirawat
sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian produk. Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaknya tidak menimbulkan risiko terhadap mutu produk. Bahan pendingin, pelumas, dan bahan kimia lain seperti cairan alat penguji suhu hendaknya dievaluasi dan disetujui dengan proses formal. Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaknya dibuat dan dipatuhi. Pelaksanaan perawatan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaknya dicatat dalam buku log alat yang menunjukkan tanggal, waktu, produk, kekuatan, dan nomor setiap bets atau lot yang diolah dengan alat tersebut. Catatan untuk peralatan yang digunakan khusus untuk satu produk saja dapat ditulis dalam catatan bets. Bahan yang diperlukan dalam proses pengemasan seperti pelumas, perekat, tinta, cairan pembersih, dan sebagainya, hendaknya disimpan di dalam wadah yang jelas tampak berbeda dengan wadah yang dipakai untuk pengemasan produk dan hendaknya diberi penandaan yang jelas dan mencolok sesuai dengan isinya.
2.4
Bahan-bahan yang digunakan untuk peralatan di industri farmasi
(Petunjuk operasional penerapan CPOB, 2009) Tabel di bawah ini menunjukkan bahan inert yang digunakan untuk bagian peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk ruahan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
6
Tabel 2.1 Bahan inert dan kegunaannya di industri farmasi Bahan
Umumnya digunakan untuk
(a) Baja tahan karat AISI 304 (American Iron
Peralatan atau bagian peralatan yang tidak
and Steel Institute 304) yang mengandung
bersentuhan langsung dengan bahan atau
antara lain krom 18-20% dan nikel 8-12%
produk Produk kering atau produk serbuk yang tidak bereaksi dengan logam/ baja tahan karat
(b) Baja tahan karat AISI 316 atau 316 L (L= low carbon) mengandung antara lain krom 16-18%, nikel 10-14% dan molibden 2-3% dengan atau tanpa elektropolis (c) gelas (juga untuk pelapis)
Pengolahan dan pengisian produk steril dan non steril sistem pemipaan untuk air murni dan air untuk injeksi Pengolahan bahan awal yang bereaksi terhadap baja tahan karat
(d) lain-lain, misalnya
Pengolahan bahan awal yang bereaksi
polytetrafluoroethylene (PTFE);
dengan bahan di butir (a), (b), (c) tersebut
polypropylene (PP);
di atas, tetapi tidak bereaksi dengan
polyvinylidenedifluoride (PVDF); dan
PTFE, PP, PVDF, dan Perfluoroalkoxy
perfluoroalkoxy (e) uPVC (unplasticized polyvinylchloride)
Untuk peralatan pengolahan air yang belum dimurnikan misal: tabung penukar kation anion dan pelunak air.
(f) Bahan inert lain:
silicon
chrome alloy
Pengolahan dan pengisian produk steril dan nonsteril Sistem pemipaan untuk air murni dan air untuk injeksi
[Sumber: Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik]
Bahan pelumas yang digunakan adalah bahan pelumas jenis food grade jika ada kemungkinan bahan tersebut bersentuhan dengan produk, misalnya bahan pelumas untuk punch and die. Hendaknya ditetapkan spesifikasi internal untuk bahan pendingin, pelumas, dan bahan kimia lain yang digunakan untuk keperluan produksi. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
7
2.5
Standar prosedur operasional mesin blistering Uhlmann UPS 300 (SOP
PRO-xx-xxx-BO) Standar prosedur operasional dari pengoperasian mesin blistering uhlmann PT. Sterling Products Indonesia tercantum di dalam SOP PRO-xx-xxx-BO. Standard Operating Procedure (SOP) ini berisi tentang pengoperasian mesin blister Uhlmann UPS 300 beserta cara pembersihannya, petunjuk mengenai setting sensor, petunjuk mengenai challenge test, dan petunjuk mengenai eskalasi masalah jika ada penyimpangan saat dilakukan challenge test. Prosedur pembersihan di dalam SOP ini terdiri dari pembersihan mesin yang akan digunakan untuk produk yang sama dan bila selesai blistering untuk produk yang berbeda. Prosedur pembersihan untuk produk yang sama diawali dengan pembersihan hopper dan semua bagian blistering dari debu produk yang melekat dengan cara di-vacuum, kemudian dilap dengan lap kering dan bersih. Jika pembersihan dilakukan setelah selesai blistering produk yang berbeda, maka hopper dan semua bagian mesin yang dilalui produk harus dilepas agar pembersihan dapat dilakukan lebih sempurna. Pembersihan debu dilakukan dengan cara di-vacuum lalu dicuci dengan alkohol 96%, heater roller disikat dengan baja halus (khusus untuk roller heater) hingga bersih. Setelah setting mesin selesai, mesin ditutup plastik dan diberi “CLEANED” tag, lalu pembersihan dicatat di dalam log book. SOP ini juga berisi mengenai cara pengoperasian, cara penggantian PTP/ PVC/ PVDC, cara setting code control number dan expired date, serta cara setting sensor. Prosedur challenge test camera detection dan rejection system juga tercantum di dalam SOP ini. Challenge test dilakukan dengan frekuensi tiga kali pada awal, tengah, dan akhir proses blistering. Ketentuan konfigurasi yang akan di-challenge pada setiap kesempatan challenge test telah ditetapkan dalam SOP tersebut. Apabila satu atau lebih konfigurasi tidak memenuhi spesifikasi, maka proses blistering tidak boleh dilanjutkan. Challenge test perlu dilakukan ulang sebanyak satu kali pada term waktu yang sedang berjalan (awal, tengah, atau akhir proses). Apabila challenge test ulang memenuhi spesifikasi, maka didokumentasikan di dalam log book dan jika Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
8
tidak memenuhi spesifikasi, maka proses blistering dihentikan dan harus dilaporkan kepada supervisor. Investigasi kemudian dilakukan bersama Engineering department untuk mengecek keadaan camera detection.
2.6
GxP spare parts (GQMP 4002 & GQG 4303) GxP spare parts (suku cadang) di dalam Global Quality Management Process
4002 didefinisikan sebagai semua peralatan kritikal atau komponen kontak produk yang membutuhkan kontrol untuk meminimalkan risiko pada kualitas produk. Setiap GxP spare parts baik yang berasal dari distributor maupun yang diterima langsung dari supplier harus dapat diidentifikasi dan tertelusur. Setiap GxP spare parts harus non-reaktif, dibeli dengan spesifikasi yang disetujui, memiliki kontrol tertulis untuk menjamin bahwa barang yang diterima telah benar, dikontrol untuk menjamin bahwa barang yang diterima sesuai dengan usia spesifiknya berdasarkan periode waktu yang direkomendasikan. Spare parts untuk pabrik dan fasilitas dapat dikatergorikan dalam empat kategori (GQMP 4002). Empat kategori tersebut adalah identical, equivalent, substitute, redesign. Tabel 2.2 mencantumkan kriteria dari masing-masing kategori tersebut.
Tabel 2.2 Kriteria kategori spare parts dalam fasilitas pabrik Suku cadang ini mengikuti kriteria:
Identical
Memiliki fungsi yang sama
Memiliki spesifikasi yang sama
Berasal dari pabrikan yang sama
Memiliki nomor suku cadang yang sama Suku cadang ini mengikuti kriteria:
Equivalent
Memiliki fungsi yang sama
Memiliki spesifikasi yang sama
Dapat berasal dari pabrikan yang berbeda
Dapat dengan nomor suku cadang yang berbeda, dari Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
9
pabrikan yang sama Suku cadang ini mengikuti kriteria:
Substitute
Memiliki fungsi yang sama
Memiliki spesifikasi yang berbeda Suku cadang ini mengikuti kriteria:
Redesign
Memiliki fungsi yang berbeda
[Sumber: GQMP 4002 Maintenance and Calibration]
Setiap suku cadang yang ditujukan untuk aplikasi GxP yang belum ada di dalam GxP spare parts stock list harus menggunakan change control sebelum digunakan. Suku cadang equivalent harus mempunyai bukti dokumentasi bahwa memiliki spesifikasi yang sama seperti suku cadang original sebelum memasuki GxP Spare Parts Stock list. Suku cadang substitute dan redesign harus menggunakan change control sebelum memasuki GxP spare parts stock list.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
BAB 3 METODOLOGI DAN TAHAPAN PELAKSANAAN
3.1
Metode Metode yang digunakan dalam menyusun tugas khusus Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) ini adalah observasi langsung, wawancara narasumber, dan mempelajari dokumen terkait mesin Uhlmann UPS 300 serta regulasi mengenai peralatan di industri farmasi.
3.2
Lokasi dan waktu pelaksanaan Lokasi tugas khusus PKPA dilaksanakan di divisi Engineering PT.
Sterling Products Indonesia. Pelaksanaan PKPA dilakukan pada tanggal 4 Maret hingga 26 April 2013.
3.3
Tahapan pelaksanaan Tahapan pelaksanaan dalam pengerjaan tugas khusus di divisi Engineering
selama PKPA yaitu: 1. Melakukan pengumpulan data-data yang mendukung seperti data mengenai spare parts management, aspek peralatan pada CPOB, GQP, GQMP, GQG. 2. Mempelajari mengenai mesin Uhlmann UPS 300 melalui manual book of Uhlmann UPS 300, wawancara dengan narasumber, video operasional dari Uhlmann UPS 300, serta observasi langsung. 3. Membuat GxP Spare Parts list untuk mesin Uhlmann UPS 300 dengan kolom kontak & non kontak produk, kategori identical, equivalent, substitute, dan redesign spare parts 4. Menulis laporan pembahasan mengenai hasil assesment mesin blistering Uhlmann UPS 300 dan rekomendasi untuk mengembangkan sistem penggantian suku cadang.
10
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1
Kesesuaian mesin Uhlmann UPS 300 terhadap pedoman CPOB Mesin Uhlmann UPS 300 pada PT. Sterling Products Indonesia
ditempatkan pada ruang blistering di kelas D (100.000 partikel/feet3) . Ruang tersebut berisi satu mesin Uhlmann untuk blistering dimana setelah proses primary packaging selesai, produk secara kontinu menuju ke ruang lain untuk proses secondary packaging di kelas E. Setiap peralatan yang digunakan pada PT. Sterling Products Indonesia harus sudah terkualifikasi. Mesin Uhlmann UPS 300 ini menggunakan material baja untuk konstruksinya. Setiap bagian logam di mesin yang bekerja dilapisi dengan lapisan anti korosi. Pelapisan dengan lapisan anti korosi juga dilakukan pada setiap peralatan dan pelat pada mesin. Pada bagian depan mesin terdapat pelindung yang terdiri dari plastik transparan. Pelindung pada bagian lain di dalam mesin terdiri dari material anti karat (Manual book of Uhlmann UPS 300, 2001) Prosedur operasional serta prosedur untuk pembersihan mesin Uhlmann UPS 300 telah tercantum di dalam SOP PRO-xx-xxx-BO. Di dalamnya telah tercantum prosedur pembersihan mesin yang akan digunakan setelah selesai blistering untuk produk yang sama serta untuk produk yang berbeda. SOP ini juga telah terdiri dari challenge test untuk mesin Uhlmann. Berdasarkan pengamatan-pengamatan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dari segi prinsip alat dan penempatannya, material mesin, serta prosedur tertulis untuk operasional dan pembersihan, penggunaan mesin Uhlmann UPS 300 di PT. Sterling Products Indonesia telah memenuhi pedoman CPOB (Pedoman CPOB, 2012).
4.2
Perawatan mesin Uhlmann UPS 300 Perawatan mesin Uhlmann UPS 300 di PT. Sterling Products Indonesia
telah tercantum dalam jadwal preventive maintenance yang di-update setiap tahunnya. Frekuensi maintenance mesin dalam setahun bergantung pada usia mesin dan rentang lamanya mesin digunakan. Selain itu, pemberian pelumas 11
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
Universitas Indonesia
12
dengan jenis food grade juga dilakukan untuk perawatan mesin Uhlmann UPS 300 yang dilakukan pada sealing station, perforating station, dan cutting station. Bahan pelumas jenis food grade digunakan sesuai dengan pedoman CPOB dimana ada kemungkinan bahan tersebut bersentuhan dengan produk.
4.3
Pemenuhan kriteria GxP spare parts untuk mesin Uhlmann UPS 300 Dalam menjamin suatu alat dapat digunakan dengan baik untuk kegiatan
produksi, ada 3 hal yang harus diperhatikan yaitu: maintenance yang rutin, sumber daya manusia yang berkompeten, dan suku cadang. Di dalam proses produksi solid pada PT. Sterling Products Indonesia, mesin Uhlmann merupakan mesin yang critical karena rentang penggunaannya yang panjang serta jumlah kejadian kerusakan yang lebih tinggi dibandingkan mesin-mesin lainnya. Peralatan kritikal ini telah memiliki spare parts master list dengan kolom-kolom seperti pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Kolom-kolom spare parts master list untuk peralatan kritikal Spare parts master list tersebut bermanfaat untuk pengontrolan suku cadang serta untuk mengetahui apakah suku cadang berstatus available atau out of stock. Namun di dalam GQMP 4002 dan GQG 4303 disebutkan bahwa dalam pengontrolan GxP spare parts, diperlukan juga klasifikasi dari suku cadang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
13
menjadi identical, equivalent, substitute, dan redesigned spare parts. Klasifikasi spare parts tersebut menunjukkan kemungkinannya untuk diganti dengan suku cadang yang identik dari pabrikan sama/ berbeda, dengan spesifikasi sama/ berbeda, atau dengan desain dan fungsi yang sama/ berbeda. Klasifikasi suku cadang sebagaimana yang tercantum di dalam GxP spare parts inilah yang belum dilakukan oleh PT. Sterling Products Indonesia. Hal ini sangat penting untuk diinisiasi karena penggantian suku cadang untuk mesin kritikal dalam industri farmasi harus melalui assesment (penilaian) terhadap GxP spare parts sehingga penggantiannya dapat dilakukan dengan benar tanpa risiko penurunan kualitas produk dan kecelakaan yang tinggi. Keuntungan dari sistem ini adalah jaminan terhadap keamanan kerja dari suatu alat serta kualitas akhir produk yang optimal. Penilaian peralatan pada laporan ini dilakukan pada mesin Uhlmann UPS 300, namun pada dasarnya klasifikasi sesuai GxP spare parts dapat dilakukan di setiap mesin yang ada. Hasil dari penilaian tersebut mencakup bagian dari mesin yang kontak dan tidak kontak dengan produk, serta klasifikasi dari suku cadang tersebut. Penilaian ini dilakukan oleh engineering department sehingga dapat diketahui jika suatu suku cadang ingin diganti, apakah suku cadang tersebut harus diganti dengan suku cadang yang identik sama atau dapat dari pabrikan dan spesifikasi yang berbeda. Hasil dari penilaian mesin Uhlmann UPS 300 berupa spare parts listing tercantum di dalam lampiran 1.
4.4
Aksi penyesuaian dengan GQMP 4002 & GQG 4303 Untuk menyesuaikan prosedur penggantian suku cadang sesuai dengan
GQMP 4002 & 4303 maka diperlukan suatu prosedur baku untuk penggantian suku cadang. Sebelum prosedur tersebut dibuat dan dilaksanakan, perlu dilakukan GxP spare parts listing sesuai dengan GQG 4303. Penilaian terhadap suku cadang dari setiap mesin yang ada dapat dilakukan oleh engineering department sesuai dengan tingkat kritisnya suku cadang tersebut. Setelah dilakukan penilaian oleh engineering department, selanjutnya dibuat standar prosedur operasional untuk penggantian suku cadang. Dengan langkah-langkah tersebut, maka penggantian suku cadang akan mengacu pada GxP spare parts list yang dibuat sesuai dengan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
14
kategorinya. Skema dari langkah penyesuaian tersebut tercantum dalam gambar 4.2. Engineering department melakukan assesment untuk membuat GxP spare parts list & pembuatan standar prosedur operasional penggantian suku cadang
GxP spare parts list
SOP penggantian suku cadang
Penggantian suku cadang berdasarkan GxP spare parts list dan SOP
Gambar 4.2 Rekomendasi skema pengembangan prosedur penggantian suku cadang Skema
pada
gambar
4.2
menunjukkan
bahwa
perlu
dilakukan
pengkategorian suku cadang dari suatu mesin ke dalam kategori identical, equivalent, substitute, atau redesign spare parts serta kontak atau tidaknya bagian mesin tersebut dengan produk, sebagaimana yang tercantum dalam GQMP 4002 dan GQG 4303. Hasil dari pengkategorian tersebut disebut sebagai GxP spare parts list. Setelah dilakukan penilaian terhadap suatu mesin, pembuatan standar baku untuk penggantian suku cadang merupakan hal yang perlu dilakukan sehingga penggantian suku cadang akan selalu mengacu kepada GxP spare parts list yang telah dibuat. Langkah-langkah tersebut menjadikan penggantian suku cadang lebih terjamin tanpa adanya kenaikan risiko pengaruh perubahan mutu produk serta risiko untuk keamanan. Langkah-langkah tersebut dapat dilaksanakan dengan penetapan target waktu dan koordinasi bersama seluruh pihak terkait khususnya engineering department.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan data-data yang disajikan serta pembahasan yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Mesin Uhlmann UPS 300 di ruang blistering PT. Sterling Products Indonesia telah memenuhi pedoman CPOB tahun 2012 dari segi prinsip alat, penempatan, material, serta prosedur tertulis untuk operasional dan pembersihan alat. 2. Perawatan mesin Uhlmann UPS 300 di ruang blistering PT. Sterling Products Indonesia telah menggunakan pelumas jenis food grade sesuai dengan pedoman CPOB tahun 2012 3. Penggantian suku cadang dari mesin Uhlmann UPS 300 dan mesin-mesin lainnya di PT. Sterling Products Indonesia belum sepenuhnya memenuhi GQMP 4002 & GQG 4303, dengan tidak adanya GxP spare parts list. 4. Diperlukan aksi penyesuaian prosedur penggantian suku cadang agar sesuai dengan GQMP 4002 & GQG 4303.
5.2
Saran Saran-saran yang dapat diberikan sesuai dengan pembahasan di laporan ini
antara lain: 1. Perlu dilakukan GxP spare parts listing untuk setiap mesin yang ada di PT. Sterling Products Indonesia, dimana di dalamnya tercantum kategori setiap suku cadang menjadi kontak dan non kontak produk, serta kategori identical, equivalent, substitute, dan redesign spare parts. 2. Perlu dibuat suatu standar operasional prosedur untuk penggantian suku cadang sesuai dengan GxP spare parts list yang telah dibuat. 3. Saran pada poin 1 dan 2 di atas hendaknya ditetapkan target waktunya dan dikoordinasikan dengan seluruh pihak terkait khususnya di dalam engineering department.
15
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
BPOM RI. (2009). Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. BPOM RI: Jakarta BPOM RI. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. BPOM RI: Jakarta GSK. (2008, September). Glaxo SmithKline Global Quality Guidelines 4303: Maintenance, Section 4: Facilities: Use and Maintenance. GSK. (2010, April). Glaxo SmithKline Global Quality Management Process 4002: Maintenance and Calibration, Section 4: Facilities: Management Processes.
16
Laporan praktek..., Muhammad Irfan Hasan, FF, 2013
Universitas Indonesia