UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT.PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM. 28 PERIODE 6 JANUARI 2014 - 7 MARET 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
VINCENT CAHYA SAPUTRA, S.Farm. 1306344375
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2014
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT.PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM. 28 PERIODE 6 JANUARI 2014 - 7 MARET 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
VINCENT CAHYA SAPUTRA, S.Farm. 1306344375
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2014 ii
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
HALAMAN SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 21 Juni 2014
Vincent Cahya Saputra
iii
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Vincent Cahya Saputra
NPM
: 1306344375
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 21 Juni 2014
iv
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh
:
Nama
: Vincent Cahya Saputra, S.Farm.
NPM
: 1306344375
Program studi
: Apoteker - Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
Judul Laporan
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Pfizer Indonesia Jl. Raya Bogor Km.28 Periode 6 Januari 2014 – 5 Maret 2014.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker – Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing : Andy Wahyu Daryanto, S.E.
(
)
Pembimbing : Dr. Mahdi Jufri, M. Si., Apt.
(
)
Penguji
: Dr. Hayun, M. Si., Apt.
(
)
Penguji
: Dr. Nelly Dhevita Leswara, M. Sc., Apt.
(
)
Penguji
: Drs. Riza Sultoni, M. M., Apt.
(
)
Ditetapkan di Tanggal
: Depok : 21 Juni 2014
v
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan rasa puji dan syukur kepada Tuhan karena berkat serta kasih setia-Nya membimbing penulis hingga laporan ini dapat selesai. Laporan ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Apoteker di Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia. Penulis juga ingin mengucapkan rasa syukur dan terima kasih pada berbagai pihak yang tanpa kehadirannnya sulit rasanya untuk dapat menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu penulis ingin berterima kasih kepada: 1) Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si. sebagai sebagai Dekan Fakultas Farmasi sekaligus pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan praktik kerja profesi. 2) Bapak Dr. Hayun, M.Si., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker yang telah membantu proses pembelajaran pendidikan profesi Apoteker. 3) Bapak Andy Wahyu Daryanto, S.E. selaku Materials Manager dan pembimbing penulis selama berada di PT. Pfizer Indonesia. 4) Kak Dedy dan Mas Tegar yang telah membimbing, memberi ilmu dan wawasan kepada penulis serta rekan-rekan praktik kerja profesi di PT. Pfizer Indonesia mengenai segala hal yang berkaitan dengan industri farmasi. 5) Pak Toto, Mbak Eka, Pak Nunu, Bu Rita, Mbak Mika, Pak Iwan, Pak Pak Syarifudin, Mas Anjar, Pak Indro, Pak Heri, Pak Haryo, Kak Nayaka, Bu Agnes, Mbak Yana, Mas Unang, Bu Chandra, Mas Vito, Mbak Mieke, Ka Nisa, Mbak Gati, Ka Putri, Bu Raharsih, Mas Aan, Mas Fikhi, Mas Febri, Pak Ganggas, Mbak Vina, Mbak Nurul, Mas Agung, Mas Raymond, Pak Casman atas share ilmu serta bantuan yang diberikan selama praktik kerja profesi di PT. Pfizer Indonesia. 6) Tim Warehouse terkasih Pak Herman, Pak Junaedi, Pak Suhendar, Pak Joko, Pak Endang, Pak Mardiyono, Mas Dwi, Ko Jami, Pak Harsono dan Mas Fakri atas ilmu, wawasan, pengalaman dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menjalani praktik kerja profesi di PT. Pfizer Indonesia, khususnya di departemen Materials. vi
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
7) Seluruh dosen, staf di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah membantu kelangsungan belajar mengajar selama perkuliahan. 8) Winarto Tjahyadi dan Christine Elizabeth sebagai orang tua penulis yang telah membesarkan, mendidik, memberi dorongan semangat kepada penulis dan tidak putus-putusnya terus membantu penulis melewati berbagai masalah hingga tersusunnya laporan ini. Sylvia C. S. dan Wilson C. S. sebagai adik yang selalu memberi semangat kepada penulis. Untuk Arief Y. dan Maria S. sebagai kakek dan nenek penulis yang telah memberikan doa serta dukungan agar bisa menyelesaikan perkuliahan, praktik kerja profesi dan laporan di Universitas Indonesia. 9) Runi, Putri, Deffri dan Desti yang saling menyemangati dan membantu sebagai rekan seperjuangan selama praktik kerja profesi di PT. Pfizer Indonesia. 10) Johan, Verika, Joseph, Alwi, Hansen, Yuri Nurdiantami, Adhiyasa, Kak Dwi, Alfredo, Lydia, Steven, Raja, Yuriani, Lucky, Natalia, Donny dan teman-teman seperjuangan Apoteker 78 yang telah bersama-sama menyelesaikan praktik kerja profesi serta laporan ini. 11) Sahabat-sahabat penulis; Lydia K., Felicia S., Divania A., Irene M., Stephanie M., keluarga Farmasi (Ko Dede, Ci Dewi, Ci Stepfina, Ci Cynthiani, Deni, Stephanie, Shinta), juga Kak Eci sebagai PKK yang telah memberi dukungan dan semangat kepada penulis. 12) Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu atas dukungannya kepada penulis, karena tanpa campur tangan maupun bantuannya tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Akhir kata, penulis juga turut mendoakan agar Tuhan berkenan memberkati semua pihak yang turut membantu. Semoga laporan ini membawa manfaat bagi pengetahuan mengenai industri farmasi.
Penulis 2014
vii
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Vincent Cahya Saputra
NPM
: 1306344375
Program Studi
: Apoteker
Fakultas
: Farmasi
Jenis Karya
: Laporan tugas akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas laporan saya yang berjudul: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Pfizer Indonesia Jl. Raya Bogor Km.28 Periode 6 Januari 2014 – 5 Maret 2014 Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Depok Pada tanggal: 21 Juni 2014 Yang menyatakan
(Vincent Cahya Saputra)
viii
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Vincent Cahya Saputra : Farmasi : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Pfizer Indonesia Jl. Raya Bogor Km.28 Periode 6 Januari 2014 – 5 Maret 2014
Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat. Industri dapat melakukan pembuatan obat mulai dari tahap awal hingga produk jadi atau hanya sebagian tahapan saja. Dalam suatu industri farmasi dibutuhkan apoteker sebagai personil kunci untuk menangani bagian produksi dan manajemen mutu. Sehingga seorang apoteker perlu dibekali pengetahuan, pemahaman dan aplikasi tentang proses pengadaan bahan baku, produksi, distribusi serta manajemen mutu. Kata kuci xv + 101 halaman Daftar acuan
: Industri farmasi, apoteker, obat, produksi, mutu : 12 lampiran : 5 (2008-2013)
ix
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Vincent Cahya Saputra : Pharmacy : Apothecary Internship Report at PT. Pfizer Indonesia Jl. Raya Bogor Km. 28, Period January 6th 2014 - March 7th 2014
Pharmaceutical industry is a company which has legal permit from Health Ministry to do drug manufacturing. Industry could manufacturing drug production begin from the first step to be finished products or just partially. Pharmaceutical industries need pharmacists as key personnels to handle production and quality management section. A pharmacist need to be prepared in knowledge, comprehension and application about pharmaceutical materials supplying, production, distribution and also quality management. Key words xv + 101 pages Bibliography
: Pharmaceutical industry, pharmacist, drug, production, quality : 12 appendixes : 5 (2008-2013)
x
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii HALAMAN SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................iv HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ v KATA PENGANTAR ...........................................................................................vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... viii ABSTRAK .............................................................................................................ix ABSTRACT ............................................................................................................ x DAFTAR ISI ..........................................................................................................xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Tujuan .................................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4 2.1 Industri Farmasi ..................................................................................... 4 2.1.1 Persyaratan Usaha Industri Farmasi ............................................. 4 2.1.2 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi ...................................... 5 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ............................................. 6 2.2.1 Ketentuan Umum ......................................................................... 6 2.2.2 Manajemen Mutu ......................................................................... 6 2.2.3 Personalia ..................................................................................... 7 2.2.4 Bangunan dan Fasilitas ................................................................ 7 2.2.5 Peralatan ....................................................................................... 9 2.2.6 Sanitasi dan Higiene..................................................................... 9 2.2.7 Produksi ..................................................................................... 10 2.2.8 Pengawasan Mutu ...................................................................... 12 2.2.9 Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok .. 14 2.2.10 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk ...................................................................................... 14 xi
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
2.2.11 Dokumentasi ............................................................................ 16 2.2.12 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ........................ 16 2.2.13 Kualifikasi dan Validasi ........................................................... 17
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS PT. PFIZER INDONESIA .............................. 19 3.1 Sejarah PT. Pfizer Indonesia ............................................................... 19 3.1.1 Latar Belakang Perusahaan ........................................................ 19 3.1.2 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ..................................... 20 3.1.2.1 Pfizer di Dunia ............................................................. 20 3.1.2.2 Pfizer di Indonesia ........................................................ 21 3.1.2.3 Lokasi dan Tata Letak Bangunan ................................. 22 3.2 Kebijakan Lingkungan PT. Pfizer Indonesia ...................................... 23 3.3 Kebijakan Mutu PT. Pfizer Indonesia ................................................. 24 3.4 Visi dan Misi Pfizer Global Supply (PGS) ......................................... 25 3.5 Struktur Organisasi PT. Pfizer Indonesia dan Pfizer Global Supply (PGS) Jakarta ...................................................................................... 25 3.5.1 Departemen Materials................................................................. 26 3.5.1.1 Purchasing ...................................................................... 26 3.5.1.2 Logistik ........................................................................... 29 3.5.2 Departemen Quality Operations ................................................. 36 3.5.2.1 Quality Assurance ........................................................... 36 3.5.2.2 Quality System and Compliance (QS) ............................ 39 3.5.2.3 Laboratorium ................................................................... 41 3.5.2.4 Technical Services ........................................................... 46 3.5.3 Departemen Produksi .................................................................. 57 3.5.3.1 Produksi Solid ................................................................. 58 3.5.3.2 Produksi Steril Liquid ..................................................... 61 3.5.3.3 Produksi Semisolid & Cair Non Steril ............................ 63 3.5.3.4 Pengemasan Produk ........................................................ 65 3.5.4 Departemen Engineering ............................................................ 66 3.5.4.1 Utility-security................................................................. 66 3.5.4.2 Calibration dan Maintenance ......................................... 67 xii
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
3.5.4.3 Environmental, Health & Safety ..................................... 69 3.5.5 Supporting Departments ............................................................. 72 3.5.5.1 Business Technology (BT) .............................................. 72 3.5.5.2 Finance............................................................................ 72 3.5.5.3 Human Resources (HR) .................................................. 74 3.6 Produk-produk PT. Pfizer Indonesia ................................................... 74 3.6.1 Produk yang Diproduksi oleh PT. Pfizer Indonesia ................... 74 3.6.1.1 Solid ............................................................................... 74 3.6.1.2 Semisolid ........................................................................ 75 3.6.1.3 Cairan ............................................................................. 75 3.6.1.4 Produk Toll Out .............................................................. 75 3.6.1.5 Produk Toll in................................................................. 75 3.6.2 Produk Impor ............................................................................ 76 3.6.3 Produk Ekspor ............................................................................ 76
BAB 4. PEMBAHASAN ...................................................................................... 77 4.1 Manajemen Mutu ................................................................................. 77 4.2 Personalia ............................................................................................. 77 4.3 Bangunan dan Fasilitas ........................................................................ 78 4.4 Peralatan ............................................................................................... 80 4.5 Sanitasi dan Higiene ............................................................................. 80 4.6 Produksi ............................................................................................... 81 4.7 Pengawasan Mutu ................................................................................ 82 4.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok ............ 83 4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk .................................................................................................. 83 4.10 Dokumentasi ...................................................................................... 84 4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak .................................. 85 4.12 Kualifikasi dan Validasi ..................................................................... 85
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 87 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 87 xiii
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
5.2 Saran .................................................................................................... 87
DAFTAR ACUAN ................................................................................................ 88
xiv
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi PGS Jakarta ..................................................... 90 Lampiran 2 Struktur Organisasi Departemen Quality Operations....................... 91 Lampiran 3 Struktur Organisasi Departemen Materials ...................................... 92 Lampiran 4 Struktur Organisasi Departemen Engineering ................................. 93 Lampiran 5 Struktur Organisasi Departemen Produksi ...................................... 94 Lampiran 6 Alur PPIC ......................................................................................... 95 Lampiran 7 Alur Penerimaan Bahan Baku dan Bahan Pengemas ...................... 96 Lampiran 8 Alur Pengeluaran Bahan Baku dan Bahan Pengemas ..................... 97 Lampiran 9 Diagram Proses Produksi Tablet ...................................................... 98 Lampiran 10 Diagram Proses Produksi Tetes Mata/Injeksi Steril ...................... 99 Lampiran 11 Diagram Proses Produksi Sediaan Larutan Nonsteril .................. 100 Lampiran 21 Diagram Proses Produksi Sediaan Steril dan Nonsteril Semisolid ..................................................................................... 101
xv
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sejak zaman dahulu manusia sudah berupaya untuk melakukan
pencegahan serta penyembuhan tubuh secara fisik maupun fisiologi dari berbagai macam penyakit. Salah satu cara penyembuhan adalah dengan menggunakan bahan-bahan eksternal yang dahulu dibuat dari tanaman yang dikenal sekarang sebagai pengobatan herbal. Seiring bertambah majunya teknologi dan ilmu pengetahuan obat yang berasal dari tanaman ini diteliti lebih lanjut untuk mendapatkan zat aktif terapeutik yang terkandung dalam tanaman obat untuk disintesis menjadi bahan obat. Perkembangan selanjutnya bahan aktif obat inilah yang dipasarkan melalui apotek-apotek yang diracik menjadi sediaan obat sederhana (puyer, kapsul, larutan) oleh apoteker. Namun seiring waktu, permintaan obat dari masyarakat meningkat sehingga ketersediaan apoteker tidak mampu lagi untuk memenuhi semua permintaan terhadap obat secara maksimal. Untuk itu para apoteker berupaya untuk mengembangkan produksi obat dalam skala industri yang merupakan badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. mempersingkat waktu peracikan obat di apotek sehingga produk obat dapat cepat sampai ke tangan masyarakat yang membutuhkan. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Oleh karena itu penanganan obat harus memiliki kriteria dan kualitas khusus oleh suatu industri farmasi. Industri farmasi juga harus menjamin benar bahwa obat yang dihasilkan tidak hanya sekedar bermutu baik (quality), namun juga harus memiliki efek yang manjur untuk mengobati penyakit yang terkait (efficacy) serta harus juga aman dikonsumsi oleh konsumen (safety). Industri farmasi sekarang ini sudah menjadi suatu lahan pekerjaan bisnis farmasetika yang juga menampung begitu banyak pekerja namun tidak dapat serta 1
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
2
merta kegiatan produksi dijalankan begitu saja. Pemerintah ikut turut mengambil bagian dalam menjamin keseluruhan industri farmasi tetap memegang teguh kualitas produk obat yang dihasilkan baik. Oleh karena itu jaminan suatu industri farmasi dapat tetap menjaga kualitas produk obatnya adalah dengan penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Selain itu pemerintah juga sudah menetapkan para ahli yang bekerja di industri farmasi adalah wajib seorang apoteker ditambah dengan tenaga kefarmasian yang ahli dan handal yang tentunya paham benar mengenai kriteria obat yang berkualitas tinggi pada personil kunci di industri farmasi yaitu sektor produksi, penjaminan mutu dan pemastian mutu. Untuk menghasilkan apoteker yang profesional perlu adanya dukungan dan peran serta yang berkesinambungan antara instansi pendidikan seperti sekolah kefarmasian, perguruan tinggi kefarmasian, serta organisasi profesi apoteker seperti Ikatan Apoteker Indonesia, instalasi farmasi rumah sakit, industri farmasi dan pemerintah dalam bidang kesehatan membekali para apoteker dan tenaga kefarmasian dengan teori, perkembangan teknologi dan praktik nyata selama masa pembelajarannya. Pembekalan ilmu semacam ini sangat penting untuk membentuk para ahli-ahli yang paham betul keseluruhan alur proses produksi obat serta tanggung jawab masing-masing bagian personil yang berkecimpung di industri farmasi. Oleh sebab itu maka Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, khususnya Program Apoteker Unversitas Indonesia bekerja sama dengan PT. Pfizer Indonesia menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada tanggal 6 Januari 2014 hingga tanggal 5 Maret 2014. Diharapkan dengan adanya praktik kerja ini para calon apoteker memperoleh pengetahuan dan pengalaman di lapangan kerja industri farmasi sehingga memahami fungsi dan tanggung jawab seorang apoteker dalam profesi kefarmasian, khususnya dalam industri kefarmasian.
1.2
Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan di PT. Pfizer Indonesia
ini bertujuan untuk:
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
3
1. Mengamati penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik dalam seluruh rangkaian kegiatan PT. Pfizer Indonesia. 2. Mengamati kegiatan yang dilakukan oleh PT. Pfizer Indonesia. 3. Mengamati peranan apoteker dalam industri farmasi secara nyata di lapangan sehingga dapat membandingkan langsung dengan teori yang selama ini didapat ketika masa perkuliahan untuk menjadi bekal dalam mengaplikasikan saat dunia kerja kefarmasian yang sesungguhnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Industri Farmasi
2.1
Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri dapat melakukan pembuatan obat mulai dari tahap awal hingga produk jadi atau hanya sebagian tahapan saja.
2.1.1
Persyaratan
Usaha
Industri
Farmasi
(Kepmenkes
No.
1799/Menkes/Per/XII/2010) Usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah adalah sebagai berikut: 1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas, 2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan, 3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, 4. Memiliki secara tetap paling sedikit tiga orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penganggung jawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu, 5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Izin industri farmasi diperoleh setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan prinsip yang berlaku selama tiga tahun. Permohonan persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) serta kepala dinas kesehatan provinsi. Permohonan persetujuan prinsip wajib dilakukan oleh pemohon dengan status Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal. Sebelum pengajuan permohonan persetujuan prinsip, harus terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) yang
4
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
5
diberikan oleh Kepala BPOM, dengan melaporkan secara periodik perkembangan pembangunan fisik setiap enam bulan sekali kepada Direktur Jenderal. Setelah kelengkapan administrasi dan inspeksi pemenuhan persyaratan CPOB selesai maka izin industri farmasi dikeluarkan dan menyusul akan dikeluarkan sertifikat CPOB. Izin industri farmasi akan berlaku untuk seterusnya selama industri farmasi yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 tahun selama memenuhi persyaratan dan dapat diperpanjang.
2.1.2
Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi (Daris, 2008) Izin Usaha Industri Farmasi dapat dicabut dalam hal:
1. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan ini; dan atau 2. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturutturut 3 (tiga) kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau 3. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari menteri; dan atau 4. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi Obat Jadi atau Bahan Baku Obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, obat palsu; dan atau 5. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
6
2.2
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
2.2.1
Ketentuan Umum Dalam proses memproduksi obat, hendaknya suatu industri farmasi
membuat produk obat yang memiliki efikasi, kualitas, dan keamanan yang tinggi secara konsisten. Tujuannya adalah agar produk tersebut dapat memberikan efek terapeutik dan melindungi dari efek-efek yang berpotensi membahayakan pengguna ketika mengkonsumsi produk obat tersebut. Kualitas produk obat jadi tetap dijaga berada pada kualitas yang terbaik atau sekurang-kurangnya memenuhi syarat yang telah ditetapkan dalam CPOB. Di dalamnya terdapat personil-personil yang kompeten, bangunan, peralatan yang cukup dan memadai, serta dokumentasi yang baik. Untuk menghasilkan produk akhir yang berkualitas bukan berarti produk akhir hanya sekedar lolos dari inspeksi Pengawasan Mutu dan Penjaminan Mutu. Namun kualitas akhir produk yang dihasilkan merupakan suatu hasil budaya menjaga mutu secara berkesinambungan oleh seluruh personil di dalam tiap-tiap departemen industri farmasi.
2.2.2
Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunanya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan pengguna karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen dalam industri farmasi bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam suatu perusahaan, para pemasok dan para distributor. Unsur dasar manajemen mutu adalah: a) Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan b) Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut adalah Pemastian Mutu. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
7
2.2.3
Personalia Dalam industri farmasi sebaiknya memiliki jumlah personil yang cukup
serta memiliki keterampilan, pengetahuan dan terkualifikasi dalam menjalani tugas dan tanggung jawab yang dikerjakan masing-masing sesuai dengan prinsip CPOB dan sesuai dengan uraian tugasnya sehingga tidak ada yang terlewatkan maupun tumpang tindih. Dalam struktur organisasi industri farmasi terdapat personil kunci yaitu kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) yang independen satu sama lain dan tidak memiliki tanggung jawab di tempat lain sehingga tugas dapat dikerjakan secara efektif dan kualitas produk dapat tetap terjaga melalui rangkaian kinerja personil kunci tersebut. Tiap-tiap kepala bagian merupakan seorang apoteker terkualifikasi secara edukasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, keterampilan praktis dan kemampuan manajerial yang baik. Sehingga dengan seluruh kemampuan ini maka diharapkan dapat mengerjakan bagian masing-masing secara profesional. Setiap personil yang akan bekerja dalam bagiannya masing-masing harus mengikuti pelatihan baik mengenai teori penerapan CPOB maupun di lapangan sesuai dengan tugas yang akan dikerjakannya (on the job training) yang diberikan oleh orang yang sudah terkualifikasi di bagian yang bersangkutan.
2.2.4
Bangunan dan Fasilitas Semua desain dan konstruksi bangunan hendaknya disesuaikan untuk
memperkecil risiko pencemaran silang, kekeliruan, memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan berkala. Secara khusus juga harus dapat memberikan perlindungan terhadap efek cuaca, banjir, rembesan dari tanah, serta hewan-hewan liar yang dapat bersarang di area industri sehingga merusak mutu obat. Perawatan dilakukan secara berkala, bila perlu dilakukan tindakan perbaikan jika terjadi kerusakan. Perlu juga adanya perhatian khusus pada suplai tenaga listrik, air, ventilasi udara, suhu dan kelembaban agar sesuai dengan spesifikasi pengkondisian ruang produksi dan penyimpanan obat. Pencahayaan ruang juga penting untuk penerangan yang memadai demi kenyamanan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
8
operasional personil serta menghindari kekeliruan visual yang lolos karena kurangnya pencahayaan. Ruang produksi hendaknya bukan merupakan tempat untuk jalur umum bagi personil maupun menjadi tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang diproses namun tata letak ruang dirancang agar alur kegiatan produksi dapat berjalan lancar dan saling berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan. Area penimbangan pun merupakan ruang yang terpisah dari area penyimpanan dan ruang produksi. Hal ini untuk memberikan ruang bagi personil maupun penempatan alat di dalamnya sehingga tidak berdesakan, teratur serta mencegah kekeliruan antar produk obat dan kontaminasi silang. Untuk produk yang memberikan sensitisasi tinggi seperti antibiotika, hormon tertentu, sitostatika diproduksi di ruang terpisah dari produk lain selain kategori tersebut. Dalam beberapa kasus tertentu produk dapat dibuat secara campaign asalkan sudah memiliki tindakan pencegahan jika terjadi kesalahan dan terlebih dahulu sudah divalidasi. Area penyimpanan disediakan untuk memiliki kapasitas dengan fungsi penerimaan bahan awal, bahan pengemas, tempat status karantina, tempat produk yang telah diluluskan/ditolak yang saling terpisah, produk yang dikembalikan atau ditarik dari peredaran, bahan berisiko kebakaran/ledakan atau obat narkotik dan berbahaya lainnya, serta mampu melindungi bahan yang disimpan dan dilengkapi dengan peralatan yang mendukung seperti alat pembersih, alat pendeteksi suhu dan kelembaban. Disediakan pula area pengambilan sampel bahan awal agar mencegah kontaminasi silang. Ruang pendukung seperti ruang istirahat, toilet, ruang ganti pakaian dan kantin didesain dalam jumlah yang cukup sesuai kebutuhan dan mudah diakses, namun peletakannya terpisah dan tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi, pengawasan mutu dan penyimpanan. Tempat untuk bengkel perbaikan dan perawatan peralatan terpisah dari area produksi atau disediakan ruang khusus jika penyimpanan alat tersebut berada di ruang produksi.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
9
2.2.5
Peralatan Peralatan didesain, ditempatkan dan dirawat sesuai dengan tujuannya.
Permukan seluruh peralatan yang kontak langsung dengan produk tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi sehingga keluar dari batas yang ditentukan. Desain peralatan pun harus yang mudah dibersihkan dan disimpan di tempat yang kering dan bersih. Peralatan untuk mengukur, menimbang, dan mencatat dikalibrasi serta diperiksa secara periodik agar pemantauan alat dapat terjaga sehingga hasil pengukuran tetap valid dan terpercaya. Pipa hendaknya dipasang agar akses mudah ketika proses dan diberi penandaan jelas untuk menunjukkan isi dan arah aliran. Peralatan yang rusak diberikan penandaan yang jelas jika perlu diletakkan terpisah dari ruang produksi dan pengawasan mutu. Perawatan serta pembersihan peralatan tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk dan dilakukan pada periode waktu yang terjadwal, dilengkapi dengan buku log alat yang menunjukkan waktu, tanggal, personil yang melakukan dan deskripsi kegiatan seperti produk, kekuatan dan nomor setiap batch atau lot.
2.2.6
Sanitasi dan Higiene Higiene perorangan meliputi pemakaian pakaian pelindung yang bersih
ketika melakukan kegiatan yang dilaksanakan. Pakaian kerja yang sudah kotor dan lap pembersih kotor yang dipakai ulang dapat disimpan dalam wadah tertutup, dicuci, didisinfeksi atau disterilisasi. Hal ini dilakukan oleh karyawan purnawaktu, paruhwaktu, maupun yang bukan karyawan namun berada di area pabrik. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas ketika sesi pelatihan, dilakukan secara berkala pemeriksaan kesehatan semua personil baik ketika direkrut maupun secara berkala ketika sudah bekerja di industri. Untuk kebersihan tangan juga diutamakan ketika akan memasuki area produksi, ditambahkan poster prosedur cuci tangan yang sesuai.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
10
Kondisi badan personil yang dapat merugikan produk (mengidap penyakit atau luka-luka) dilaporkan kepada atasan masing-masing secara personal oleh personil yang bersangkutan menurut penilaiannya. Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan disediakan area tersendiri berupa kantin yang memenuhi standar saniter. Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk, harus dibuang secara teratur dan berkala. Terdapat prosedur tertulis untuk pemakaian pembasmi hama yang tepat agar tidak mencemari peralatan, bahan-bahan obat dan bahan pengemas dan sebaiknya terdaftar. Semua prosedur pembersihan di industri harus berupa prosedur tertulis dan rinci serta divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk pemastian efektivitas pemenuhan persyaratan.
2.2.7
Produksi Produksi dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Semua
prosedur dilakukan sesuai instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Wadah bahan yang diterima dibersihkan dan diberi penandaan berisi data yang diperlukan. Jika terjadi kerusakan maka diselidiki, dicatat dan dilaporkan pada bagian Pengawasan Mutu. Seluruh bahan yang baru diterima haruslah dikarantina terlebih dahulu baik fisik maupun administratif hingga dinyatakan lulus untuk pemakaian, begitu pula produk jadi, sebelum dinyatakan lulus untuk distribusi maka harus dikarantina terlebih dahulu. Semua bahan dan produk jadi disimpan dengan kondisi yang terkendali (suhu, kelembaban, cahaya) sesuai spesifikasi masing-masing. Akses ke ruang produksi dibatasi hanya untuk personil yang berwenang saja. Pengolahan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan di ruang yang sama secara bersamaan atau bergantian kecuali bila sebelumnya telah dikaji tidak adanya risiko kontaminasi silang. Label untuk penandaan yang dipakai pada status ruang, wadah atau alat ditandai dengan tulisan yang tidak bermakna ganda, jelas, tidak menggunakan singkatan/kode/nama yang tidak resmi untuk identitas, warna penandaan dan berformat tulisan sesuai yang ditetapkan. Sampel bahan awal diuji pemenuhannya terhadap spesifikasi sehingga identitas bahan memang sesuai dengan sertifikat analisis dan diperkuat dengan pemastian identitas yang dilakukan sendiri. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
11
Persediaan bahan awal di area penyimpanan diperiksa secara berkala untuk kebenaran identitas, pemastian wadah tertutup rapat, pelabelan yang benar dan dalam kondisi yang baik oleh bagian Pengawasan Mutu. Hanya bahan awal yang diluluskan oleh Pengawasan Mutu dan dalam masa simpan yang boleh digunakan. Penyerahan bahan awal, penimbangan bahan awal serta pengecekan penimbangan bahan awal dilakukan secara independen masing-masing oleh personil yang telah disetujui untuk melakukan prosedur tersebut. Tersedia sistem yang merincikan penomoran batch/lot sehingga dapat diidentifikasi identitas bahan tersebut agar penomoran batch/lot tidak dipakai berulang. Bahan yang akan diserahkan ke area produksi diperiksa ulang kebenarannya sebelum dan sesudah ditimbang dan ditandatangani oleh supervisor produksi sebelum dikirim ke area produksi. Lingkungan untuk produksi dipantau dan dikendalikan agar tetap memenuhi persyaratan, begitu pula dengan peralatan harus diperiksa dan dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Penyimpangan yang ada harus dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. Wadah dan tutup yang akan dipakai untuk pengolahan dalam produksi harus bersih dan dibuat dari bahan yang cocok untuk melindungi produk. Wadah, tutup, produk antara dan produk ruahan diberi label penandaan. Disediakan pula sistem komputerisasi pengganti manakala ada kegagalan. Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain diperhatikan sama seperti bahan awal. Risiko kontaminasi silang diminimalkan dengan tidak mengemas secara berdekatan produk yang berbeda serta adanya prosedur tertulis yang menguraikan penerimaan dan identifikasi produk ruahan dan bahan pengemas, pengawasan untuk menjamin bahwa produk ruahan dan bahan pengemas cetak sesuai dengan yang akan dipakai. Pengambilan sampel selama proses pengolahan dan pengemasan batch pada awal, tengah dan akhir proses oleh personil yang telah ditunjuk, hasilnya dicatat dan didokumentasikan sebagai Catatan Batch. Bahan dan produk ditolak diberi penandaan dan disimpan di area terlarang yang terpisah (restricted area). Tahap selanjutnya bahan tersebut dikembalikan kepada pemasok, diolah ulang
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
12
atau dimusnahkan namun terlebih dahulu disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan dicatat. Produk yang dikembalikan dari peredaran dan telah lepas dari pengawasan industri pembuat hendaknya dimusnahkan, dibuat pula berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani personil yang melaksanakan dan menyaksikan pemusnahan. Produk yang dikembalikan dapat dijual lagi, diberi label kembali atau dipulihkan ke batch berikutnya jika tanpa keraguan mutunya masih memuaskan setelah dilakukan evaluasi secara kritis oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) sesuai prosedur tertulis. Sistem distribusi harus didesain untuk memastikan produk yang pertama masuk yang didistribusikan terlebih dahulu, serta dicatat untuk mempermudah penyelidikan atau penarikan kembali dari distribusi jika perlu.
2.2.8
Pengawasan Mutu Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan
Mutu yang mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan yang tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Tiap bahan (pereaksi dan baku pembanding) yang digunakan untuk pengujian bila perlu mencantumkan pada wadahnya tanggal penerimaan. Revisi berkala terhadap spesifikasi diperlukan untuk memenuhi persyaratan farmakope nasional terakhir atau kompendial resmi lain. Semua dokumentasi Pengawasan Mutu terkait catatan batch disimpan hingga satu tahun setelah daluwarsa batch yang bersangkutan, termasuk buku catatan laboratorium dan/atau rekaman disimpan dan tersedia. Beberapa jenis data (hasil uji analisis, hasil nyata, pemantauan lingkungan) dibuat untuk memungkinkan pelaksanaan evaluasi tren. Wadah sampel diberi label yang menjelaskan isi disertai nomor batch, tanggal pengambilan sampel dan wadah yang diambil sampelnya. Sampel Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
13
pembanding mewakili batch bahan atau produk yang sampelnya diambil. Sampel produk
akhir
disimpan
dalam
kemasan
akhir
dengan
kondisi
yang
direkomendasikan sampai satu tahun pasca tanggal daluwarsa. Jumlah sampel pertinggal bahan dan produk hendaklah cukup untuk memungkinkan pelaksanaan minimal satu pengujian lengkap. Identitas bahan awal dipastikan dengan pengujian tiap sampel, pengambilan boleh terhadap sebagian dari jumlah keseluruhan wadah bila tersedia prosedur tervalidasi. Pola pengambilan sampel bahan pengemas memerhatikan hal berikut: jumlah yang diterima, mutu yang dipersyaratkan, sifat bahan, metode produksi dan pengetahuan tentang pelaksanaan sistem Pemastian Mutu di pabrik pembuat bahan pengemas berdasarkan audit. Jumlah sampel yang diambil ditentukan secara statistik dan disebutkan dalam pola pengambilan sampel. Wadah yang diambil sampelnya diberi label yang mencantumkan isi wadah, nomor batch, tanggal pengambilan sampel, tanda tangan petugas yang mengambil sampel dan tanda bahwa sampel diambil dari wadah tersebut. Semua alat pengambil sampel dan wadah sampel terbuat dari bahan inert dan dijaga kebersihannya sebelum dan setelah pemakaian, jika perlu disterilkan dan disimpan terpisah dari alat laboratorium lain. Metode analisis dilaksanakan dan divalidasi menurut metode yang disetujui. Hasil uji di luar spesifikasi (HULS) yang diperoleh ketika pengujian sampel diselidiki menurut prosedur yang disetujui, catatannya disimpan. Produk jadi yang tidak memenuhi spesifikasi dan kriteria mutu lain yang ditetapkan hendaklah ditolak. Bila suatu bahan disimpan pada kondisi yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan, bahan tersebut diuji ulang dan dinyatakan lulus oleh bagian Pengawasan Mutu sebelum digunakan. Pengujian tambahan terhadap produk jadi hasil pengolahan ulang dilakukan sesuai ketentuan. Tujuan stabilitas on-going untuk memantau produk selama masa edar dan untuk menentukan bahwa produk tetap atau akan tetap memenuhi spesifikasi selama dijaga dalam kondisi penyimpanan yang tertera pada label. Jumlah batch dan frekuensi pengujian memberikan data yang cukup untuk memungkinkan melakukan analisis tren. Hasil stabilitas on-going tersedia di lokasi pembuatan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
14
untuk diperiksa Badan POM, termasuk bila ada HULS atau tren atipikal yang signifikan.
2.2.9
Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok Inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi semua aspek produksi dan
pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB dan dirancang mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB serta tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten memahami CPOB dapat juga dilakukan oleh pihak ketiga, secara rutin, atau pada situasi khusus seperti penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan berulang. Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi menyeluruh dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Semua hasil inspeksi diri dicatat mencakup pengamatan selama inspeksi dan saran tindakan perbaikan. Ada program penindaklanjutan yang efektif yang dievaluasi oleh manajemen perusahaan. Audit mutu diadakan untuk melengkapi inspeksi diri meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu dilaksanakan oleh spesialis dari luar, independen, atau berupa tim khusus dari manejemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) bertanggung jawab bersama bagian lain untuk persetujuan dan evaluasi secara teratur pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Sebelum disetujui pemasok dievaluasi mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok.
2.2.10 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk Semua keluhan dan informasi lain terkait kemungkinan kerusakan obat harus dikaji teliti sesuai prosedur tertulis, ditangani personil yang bertanggung jawab untuk keluhan dan keputusan tindakan yang diambil ditunjang staf Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
15
memadai untuk menangani semua aspek penarikan kembali. Tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan penarikan kembali produk dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat. Perhatian khusus untuk menetapkan apakah keluhan disebabkan pemalsuan. Keluhan yang menyangkut kerusakan dicatat dan dirinci mengenai asal-usul keluhan, diselidiki menyeluruh dan mendalam. Sebaiknya melibatkan pula bagian Pengawasan Mutu. Jika produk suatu batch ditemukan atau diduga cacat, dipertimbangkan untuk memeriksa batch lain untuk pemastian apakah batch lain ikut terpengaruh. Dilakukan tindakan perbaikan yang diperlukan, penarikan kembali satu batch atau seluruh produk akhir yang bersangkutan dan tindakan lain yang tepat. Catatan keluhan dikaji secara berkala untuk identifikasi hal spesifik atau masalah yang berulang terjadi. Badan POM diberitahu apabila industri farmasi mempertimbangkan tindakan terkait kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal serius mengenai mutu produk. Pemakaian produk berisiko tinggi terhadap kesehatan dihentikan dengan cara embargo dilanjutkan penarikan kembali dengan segera menjangkau sampai tingkat konsumen. Prosedur dan dokumentasi penarikan kembali produk menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas dari seluruh mata rantai distribusi. Otoritas pengawas negara tempat produk didistribusikan harus segera diinformasikan apabila akan dilakukan penarikan kembali. Catatan distribusi digunakan oleh personil yang bertanggung jawab terhadap penarikan kembali yang berisi informasi distributor atau pelanggan yang dipasok langsung (dengan alamat, nomor telepon saat/luar jam kerja, nomor batch dan jumlah yang dikirim, termasuk distributor luar negeri untuk produk ekspor dan sampel medis. Produk yang ditarik kembali disimpan terpisah di area yang aman, diidentifikasi, hingga menunggu keputusan terhadap produk. Dibuat laporan akhir termasuk rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan ditemukan kembali. Evaluasi penyelenggaraan penarikan kembali yang efektif dari waktu ke waktu. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
16
2.2.11 Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian sistem informasi manajemen dan bagian esensial dari pemastian mutu sebagai dasar mengevaluasi mutu, memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang timbul karena mengandalkan komunikasi lisan. Dokumen didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Isi dokumen tidak bermakna ganda, judul, sifat dan tujuan dinyatakan dengan jelas. Penampilan dokumen dibuat rapi, jelas terbaca dan mudah dicek. Dokumen dikaji ulang secara berkala dan dijaga selalu mutakhir. Bila direvisi, dijalankan sistem untuk menghindari penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku. Dokumen tidak ditulistangan, namun bila memerlukan pencatatan data maka ditulistangan dengan jelas, terbaca dan tidak dapat dihapus, ditandatangani dan diberi tanggal, memungkinkan pembacaan informasi semula dan alasan perubahan. Apabila dokumentasi dikelola dengan pengolahan data elektronis, hanya personil yang diberi wewenang boleh mengentri atau memodifikasi data dalam komputer dibatasi dengan kata sandi atau cara lain dan entri data kritis dicek secara independen. Tersedia buku log untuk mencatat secara kronologis peralatan utama atau kritis
sesuai keperluan, semua kegiatan validasi,
kalibrasi,
perawatan,
pembersihan dan perbaikan, termasuk tanggal, identitas personil
yang
melaksanakan kegiatan tersebut.
2.2.12 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Kontrak tertulis dibuat antara pemberi dan penerima kontrak meliputi pembuatan dan/atau analisis obat yang dikontrakkan, tanggung jawab masingmasing pihak yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu produk serta semua pengaturan teknis terkait dibuat oleh personil yang kompeten di Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
17
bidang teknologi farmasi, analisis dan CPOB. Pelulusan akhir produk kontrak harus melalui kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) pemberi kontrak. Pemberi kontrak menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada penerima kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal lain. Pemberi kontrak memastikan bahwa penerima kontrak memahami sepenuhnya masalah yang berkaitan langsung dengan produk atau pekerjaan atau pengujian yang berpotensi bahaya serta memahami pihak penerima kontrak merupakan subjek inspeksi oleh Badan POM. Pemberi kontrak memastikan semua produk yang diproses dan bahan yang dikirim oleh penerima kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau telah diluluskan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Penerima kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup, pengetahuan dan pengalaman, personil yang kompeten dan memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan Badan POM untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kontrak, dan tidak diperkenankan mengalihkan pekerjaan atau pengujian ke pihak ketiga tanpa adanya evaluasi dan persetujuan pemberi kontrak. Informasi pembuatan dan analisis yang disediakan kepada pihak ketiga dengan cara yang sama seperti pada awal kesepakatan antara pemberi dan penerima kontrak.
2.2.13 Kualifikasi dan Validasi Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara yang merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. Protokol validasi tertulis dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan serta langkah kritis dan kriteria penerimaan, yang terlebih dahulu dikaji dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Dibuat laporan yang mengacu protokol kualifikasi dan/atau validasi dan ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan, kesimpulan serta rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan yang ada didokumentasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
18
Kualifikasi terdiri dari: a. Kualifikasi Desain b. Kualifikasi Instalasi c. Kualifikasi Operasional d. Kualifikasi Kinerja Setelah selesai KO maka pelulusan fasilitas, sistem dan peralatan dapat dilakukan secara formal. Kualifikasi Kinerja (KK) dilakukan setelah KI dan KO selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Validasi terdiri dari: a. Validasi Proses b. Validasi Prosedur Pembersihan c. Validasi Ulang d. Validasi Metode Analisis
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. PFIZER INDONESIA
3.1
Sejarah PT. Pfizer Indonesia (Pfizer, 2005)
3.1.1
Latar Belakang Perusahaan Pertumbuhan industri dan perdagangan di Indonesia makin menjamur dan
banyak industri-industri usaha asing global dan ikut berpartisipasi dalam menanamkan modal usaha di Indonesia. Banyak bidang-bidang industri yang ada khususnya dalam hal ini industri farmasi, kosmetik, makanan dan lainnya menyerap tenaga kerja yang ada di Indonesia. Teknologi yang dimiliki oleh industri-industri tersebut sangat membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas produk-produk yang dihasilkan oleh industri-industri tersebut dan dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan suatu industri tidak cukup hanya sekedar memiliki jumlah sumber daya manusia dan peralatan yang cukup, namun juga harus diimbangi dengan pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh tenaga kerja di dalam suatu industri. Kegiatan industri merupakan kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah, baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang dengan nilai ekonomis yang lebih tinggi, melalui proses produksi yang disokong dengan teknologi yang memadai. Teknologi yang diterapkan dalam suatu industri bertujuan untuk mengefisiensikan kerja dan proses di dalam rangkaian aktivitas industri serta memiliki dampak negatif terhadap lingkungan sekitar seminimal mungkin. PT. Pfizer Indonesia sebagai salah satu perwakilan perusahaan global Pfizer yang dominan dalam memproduksi obat-obat ethical dalam kancah pasar internasional. Banyak produk-produknya yang diekspor dan diimpor antar negaranegara di dunia. Hal ini dikarenakan kualitas produk yang terus dijaga oleh Pfizer, khususnya PT. Pfizer Indonesia sehingga kepercayaan konsumen terhadap produk-produk obat Pfizer tetap terjaga dan produk-produknya pun dapat bersaing dengan produk-produk farmasi lainnya secara global. 19
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
20
3.1.2
Sejarah Dan Perkembangan Perusahaan
3.1.2.1 Pfizer di Dunia Pfizer berawal dari perusahaan kimia kecil yang didirikan oleh seorang ahli farmasi Charles Pfizer dan ahli kimia Charles Erhart pada awal tahun 1849 di bagian Williamsburg, Brooklyn, New York, Amerika Serikat yang nantinya akan menjadi headquarter Pfizer seluruh dunia. Tujuan pendirian Pfizer adalah untuk menghasilkan produk-produk dengan kemurnian, mutu dan potensi yang terkenal untuk keperluan farmasi, makanan dan lainnya. Produk pertama yang dihasilkan Pfizer adalah obat cacing, santonin. Selain itu Pfizer juga membuat asam tartrat dan borax bermutu tinggi. Dari cikal bakal tersebut, pada tahun 1880, dilakukan perluasan jenis produksi dengan memperkenalkan asam sitrat, yang kelak menjadi produk andalan perusahaan yang terkemuka. Pembuatan asam sitrat dari buah jeruk berlangsung sampai awal 1920. Menjelang tahun 1923, Pfizer telah berhasil mensintesis asam sitrat melalui fermentasi gula putih dan terus berlanjut sampai akhirnya pada tahun 1930-an ditemukan teknologi tangki dalam yang dapat memperbesar produksi asam sitrat. Riset yang dilakukan Pfizer terus berlanjut dan pada masa perang dunia II, atas sponsor dari pemerintah Amerika Serikat, Pfizer ikut serta dalam pembangunan dari produksi Penicillin secara besar-besaran. Keberhasilan produk Penicillin secara massal tersebut, bagi Pfizer merupakan era baru dalam pembuatan sediaan farmasi modern. Para ilmuwan Pfizer melakukan riset dan pengembangan antibiotik baru hingga pada tahun 1949, Pfizer berhasil menemukan Oksitetrasiklin, yaitu suatu antibiotik baru yang mempunyai beberapa sifat yang lebih baik daripada Penicillin. Pfizer berhasil memasarkan Oksitetrasiklin dengan nama dagang Terramycin yang merupakan produk pertama hasil riset sendiri. Dengan semakin banyaknya permintaan akan Terramycin dari seluruh penjuru dunia, Pfizer mulai membangun jaringan internasional seperti yang dikenal sekarang. Sampai saat ini PT. Pfizer merupakan industri farmasi multinasional yang tersebar di 39 negara, antara lain di Inggris, Brazil, Jepang dan beberapa negara lainnya termasuk diantaranya Indonesia. Produk Pfizer dijual di lebih dari 140 negara di dunia dan dengan kantor pusat berkedudukan di New York. Riset dan pengembangan mempunyai peranan Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
21
penting dalam perkembangan Pfizer untuk menciptakan produk-produk baru yang inovatif dan teknologi baru dari berbagai bidang usaha pelayanan kesehatan Pfizer.
3.1.2.2 Pfizer di Indonesia PT. Pfizer Indonesia merupakan salah satu perusahaan farmasi terbesar di Indonesia. Pfizer merupakan perusahaan asing yang berpusat di kota New York, USA. PT. Pfizer Indonesia dibagi menjadi tiga divisi, yaitu Worldwide Pharmaceutical Organization (WPO) dan Pfizer Global Supply (PGS). Sejak tahun 1967, beberapa produk Pfizer diproduksi di Indonesia dengan adanya lisensi dari Pfizer pusat dan Pfizer Corporation memperoleh persetujuan dari Pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan investasi. Pada tanggal 30 April 1969, PT. Pfizer Indonesia resmi berdiri dan disahkan sebagai badan hukum pada tanggal 18 September 1969 dengan lokasi kantor pusat di Jalan HOS Cokroaminoto, Jakarta. Pada awal tahun 1970 dilakukan pembangunan pabrik PT. Pfizer Indonesia yang dikenal dengan sebutan Pfizer Global Supply (PGS) di Jalan Raya Bogor Km. 28, Jakarta Timur. PGS berdiri di atas tanah seluas 39.000 m2. Pabrik dibangun dengan desain dan persyaratan pabrik farmasi modern setaraf dengan pabrik Pfizer di negara maju, serta dilengkapi dengan mesin-mesin dan peralatan canggih yang mampu memproduksi obat-obatan bermutu tinggi dengan standar Pfizer Internasional. Fasilitas bangunan yang dimiliki PGS terdiri dari bangunan kantor perusahaan, bagian pabrik, kantin, gudang bahan baku dan bahan kemas, gudang bahan mudah terbakar, sarana pengolahan limbah, serta sarana olahraga. Pada 1 Mei 1971 setelah mendapatkan lisensi untuk memproduksi produk farmasetik dari Kementrian Kesehatan, pabrik mulai beroperasi dengan memproduksi produk komersial, meliputi produk-produk farmasi dan produkproduk kesehatan hewan. Pada tahun 1972-1975 dilakukan pengembangan pemasaran produk Pfizer disertai penyusunan organisasi distribusi. Produk-produk didistribusikan PT. Dos Ni Rocha selaku distributor tunggal, sedangkan untuk produk kesehatan hewan didistribusikan secara multidistributor. Pada tahun 1976, pasaran produksi PT. Pfizer Indonesia berkembang sehingga dilakukan perlakuan perluasan fasilitas Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
22
produksi yang selesai pada tahun 1977 dengan penambahan fasilitas produksi bahan dasar untuk Chlorpropamide. Pada tahun 1984, PT. Pfizer Indonesia menjadi perusahaan terbuka (20%) dan kembali menjadi perusahaan tertutup (privat) pada bulan November 2002. Terhitung sejak bulan Desember 2000, PT. Pfizer Indonesia melakukan integrasi dengan Warner Lambert Indonesia (WLI), di mana beralamatkan di Jl. Raya Bogor Km. 35,9, yang kemudian bangunannya dijadikan sebagai gudang produk jadi Pfizer. Pada tahun 2003 melakukan integrasi dengan Pharmacia dan pada tahun 2009 melakukan integrasi dengan Wyeth. Pfizer Global Supply (PGS) menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai standar yang berlaku. Oleh sebab itu, pada bulan Mei 1991 PGS merupakan salah satu pabrik farmasi (perusahaan modal asing) PMA yang pertama mendapatkan sertifikat GMP untuk produk nonsteril. Sedangkan untuk produk steril mendapatkan
sertifikat CPOB pada tahun 1996. Pfizer Global
Supply (PGS) juga melakukan kerjasama dalam proses produksi (toll manufacturing) dengan PT. Bayer Indonesia dan Johnson & Johnson Indonesia. Bentuk sediaan yang diproduksi PGS yaitu sediaan padat (tablet dan kapsul), sediaan setengah padat (steril dan nonsteril) dan sediaan cair (tetes mata steril, injeksi dan larutan nonsteril). Selain itu, PT. Pfizer Indonesia melakukan impor sediaan baik berupa produk jadi ataupun produk setengah jadi dari Pfizer di negara lain. Pangsa pasar PT. Pfizer Indonesia tidak hanya di Indonesia saja namun produknya juga diekspor ke beberapa negara Asia, antara lain Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, Hongkong, Vietnam dan Korea.
3.1.2.3 Lokasi Dan Tata Letak Bangunan Pfizer Global Supply (PGS) terletak di jalan Raya Jakarta – Bogor Km. 28, Desa Pekayon, Gandaria, Jakarta Timur. Bangunan Pfizer Global Supply (PGS) terdiri dari bangunan kantor perusahaan, kantin, gudang bahan mudah terbakar, sarana pengolahan limbah serta sarana olahraga.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
23
Bagian perkantoran berada berdampingan dengan bangunan pabrik dan dipisahkan oleh jalur yang berguna sebagai lalu lintas karyawan. Bangunan pabrik merupakan areal yang terluas di antara keseluruhan bangunan yang ada.
3.1.3
Disiplin Kerja PT. Pfizer Indonesia memiliki kurang lebih 400 karyawan, dengan kira-
kira 250 orang yang bekerja di bagian industri, yang berpengalaman dan terlatih di bidangnya masing-masing. Hubungan kerja karyawan dengan perusahaan diatur sesuai dengan peraturan perusahaan danketentuan dari Kementerian Tenaga Kerja. Disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan di PT. Pfizer Indonesia,yaitu: 1. Karyawan bekerja selama 8 jam per hari dan 40 jam per minggu, yaitu dari hari Senin sampai Jumat. 2. Menepati jam kerja, mulai pukul 08.00 WIB sampai 16.30 WIB dengan waktu istirahat siang selama 30 menit yang dimulai pada pukul 12.00 dan coffee break selama 10 menit pada pukul 10.00 WIB dan 14.30 WIB. 3. Semua karyawan mengisi absensi pada waktu datang dan pulang menggunakan akses. 4. Semua karyawan yang bekerja di pabrik harus mengenakan pakaian kerja yang telah ditetapkan sesuai masing-masing bagian.
3.2
Kebijakan Lingkungan PT. Pfizer Indonesia PT. Pfizer Indonesia memproduksi dan mendistribusikan produk obat
untuk kesehatan manusia dan hewan dalam bentuk sediaan solid, semi solid, larutan steril dan suspensi dengan mengutamakan kepuasan pelanggan dan keseimbangan lingkungan. PT. Pfizer Indonesia menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 dan secara berkesinambungan melaksanakan program lingkungan untuk meminimalkan dampak lingkungan dengan cara:
Memelihara, menerapkan dan mengkaji sistem manajemen lingkungan pada semua tingkat dalam organisasi. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
24
Memiliki program kerja untuk menetapkan sasaran lingkungan, yang secara berkala dikaji dan disempurnakan.
Melakukan pencegahan pencermaran limbah cair dan limbah padat serta mengendalikan dampak yang timbul.
Mengelola dan meminimalkan limbah cair, padat dan gas dengan teknologi yang tepat, penggunaan material dan energi yang efisien untuk mengurangi polusi lingkungan.
Mengkomunikasikan kebijakan dan sasaran lingkungan kepada pihak terkait sesuai permintaan.
Mentaati dan melaksanakan peraturan-peraturan lingkungan yang berlaku bagi perusahaan.
3.3
Kebijakan Mutu PT. Pfizer Indonesia PT. Pfizer Indonesia memproduksi dan mendistribusikan produk obat
dalam bentuk sediaan solid, semi solid, larutan steril dan suspensi. Tujuan dari kebijakan mutu PT. Pfizer Indonesia adalah untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu, keamanan, khasiat dan juga berfokus pada kepuasan pelanggan. Jaminan terhadap mutu adalah bagian dari proses yang merupakan kesatuan dari bahan baku, peralata, proses produksi dan kinerja karyawan yang kompeten. PT.Pfzer Indonesia menetapkan dan menerapkan Sistem Manajemen Mutu secara benar untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dengan cara:
Menetapkan dan memelihara Sistem Manajemen Mutu sesuai dengan persyaratan cGMP, peraturan perundangan yang berlaku seperti peraturan dari Kementrian Kesehatan dan Badan POM, ISO 9001:2008, dan Pfizer Quality Standard (PQS),
Menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan dan meninjau sasaran mutu,
Memonitor dan mengevaluasi mutu produk yang dihasilkan,
Menyediakan sarana untuk mengevaluasi efektivitas dari Sistem Manajemen Mutu,
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
25
Menggalakkan
penggunaan
manajemen
risiko
berdasarkan
ilmu
pengetahuan dan analisis risiko,
Melakukan peningkatan terus-menerus terhadap Sistem Manajemen Mutu dan proses produksi.
Seluruh karyawan dan personil PT. Pfizer Indonesia bertanggung jawab untuk menerapkan dan memelihara Sistem Manajemen Mutu demi tercapainya kebijakan mutu. Kebijakan mutu ini dikomunikasikan kepada seluruh karyawan PT. Pfizer Indonesia dan dievaluasi secara berkala untuk menjamin kelangsungan dan kesesuaian dari kebijakan mutu.
3.4
Visi dan Misi Pfizer Global Supply (PGS) Pfizer Global Supply (PGS) adalah salah satu divisi dari PT. Pfizer
Indonesia yang berhubungan dengan kegiatan produksi produk-produk PT. Pfizer Indonesia. Visi PT. Pfizer Indonesia adalah “Menyediakan produk-produk berkualitas untuk dunia yang lebih sehat” (We supply quality products for a healthier world). Misi PT. Pfizer Indonesia adalah “Menjadi jaringan perusahaan pemasok yang terpadu secara internal dan ekstenal, menyediakan keunggulan kompetitif bagi Pfizer dengan memberikan solusi terbaik secara cepat, fleksibel dan inovatif bagi pelanggan yang beragam” (We will be an integrated internal and external supply network, providing a competitive advantage for Pfizer by offering fast, flexible and innovative supply solutions valued by our diverse customers).
3.5
Struktur Organisasi PT. Pfizer Indonesia dan Pfizer Global Supply (PGS) Jakarta Pimpinan tertinggi PT. Pfizer Indonesia dipimpin oleh seorang Country
Manager yang membawahi : Pharmaceutical Division Director, Finance Director, Medical Director dan Personal Director. Sedangkan Manufacturing Director bertanggung jawab langsung ke area Manufacturing Leader yang berkedudukan di New York. Divisi Manufacturing di PGS Jakarta dipimpin oleh seorang direktur yang membawahi lima departemen, yaitu Materials Department, Quality Operations
Department, Production Department, dan Engineering Department. MasingUniversitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
26
masing departemen tersebut dipimpin oleh seorang manajer. Struktur organisasi PGS
Jakarta dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.5.1
Departemen Materials
Departemen Material dipimpin oleh seorang manager yang bertanggung jawab untuk melakukan perencanaan pengadaan material yang akan dipakai pada proses produksi obat, penyusunan jadwal proses produksi di PGS Jakarta dan mengendalikan persediaan bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, produk antara dan produk jadi yang ada di gudang serta perencanaan penjualan produk jadi. Materials Manager membawahi 2 bagian, yaitu Purchasing dan Logistic. Secara keseluruhan, tugas dan tanggung jawab Departemen Material antara lain: a. Merencanakan produksi sesuai kebutuhan pasar. b. Merencanakan pengadaan bahan baku dan bahan pengemas dari supplier.
Supplier bahan baku/kemas akan dinilai oleh Supplier Review Team terdiri dari bagian QA, EHS, dan purchasing serta adanya tim audit tersendiri khusus meninjau dan audit supplier untuk kelayakan pasokan bahan baku/kemas kepada PGS berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan Pfizer. c. Mengendalikan persediaan bahan baku, bahan pengemas, dan barang jadi. d. Menangani seluruh material yang diterima dari supplier, mengatur
penyimpanan, penyerahan dan mengawasi material yang ada di gudang. e. Merencanakan dan mengatur kegiatan impor dan ekspor, serta
berkoordinasi dengan pasar terkait impor dan ekspor di negara lain. 3.5.1.1 Purchasing Bagian Purchasing bertanggung jawab terhadap semua hal yang berhubungan dengan kegiatan pembelian di PGS Jakarta, yaitu dengan mengatur pembelian material atau barang untuk mendukung proses produksi, berkoordinasi dengan supplier, dan terlibat dalam pemilihan supplier. Secara garis besar, bagian Purchasing memiliki tugas dan tanggung jawab berikut: Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
27
a) Mencari supplier serta membuat daftar supplier yang telah disetujui oleh Site Quality Authority. b) Melakukan pemesanan dan pembelian semua barang untuk keperluan perusahaan, barang inventory (bahan baku, pengemas, dll.) maupun non-inventory (reagen, spare part, dll.). c) Memastikan bahwa material diperoleh dari supplier yang telah disetujui. d) Memastikan bahwa supplier sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk mutu, kuantitas, penyerahan, jasa dan biaya. e) Mengembangkan ide dan strategi pembelian. f) Menjaga hubungan baik dengan supplier. Sebelum melakukan pembelian, bagian Purchasing melakukan supplier selection terlebih dahulu. Pemilihan atau seleksi supplier ini dilakukan berdasarkan current GMP dan Purchasing Policy. Purchasing Policy merupakan suatu kebijakan yang dibuat oleh bagian Purchasing, yang berfungsi untuk mengatur tugas dan tanggung jawab dari bagian Purchasing, mulai dari cara memilih supplier, melakukan requisition, negoisasi dengan supplier, melakukan pembelian, hingga cara mengatasi penyimpangan yang terjadi. Supplier yang digunakan harus memenuhi kualifikasi Pfizer Quality Standard (PQS), terlebih dahulu diaudit oleh Certified Auditors dan pihak Purchasing, dan harus melewati persetujuan dari QO Manager atau QA Manager atau personil lain yang ditunjuk. Berdasarkan kategori barangnya, kegiatan pembelian terbagi menjadi dua, yaitu inventory dan non-inventory.
a.
Inventory Purchasing Pembelian inventory materials diawali dengan dikeluarkannya Purchase
Requisition (PR) dari bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control) sebagai tanda permintaan pembelian material yang dibutuhkan. Material yang dikategorikan inventory adalah barang yang berkaitan langsung dengan kegiatan produksi (direct item) seperti produk jadi, produk antara/ruahan, bahan baku dan bahan pengemas. PR yang dikeluarkan oleh PPIC kemudian melewati tahapan approval dari bagian Purchasing (Manager dan Supervisor), Material Manager, Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
28
hingga Manufacturing Director, tergantung dari besarnya harga barang yang akan dibeli. Setelah disetujui, Purchasing mengeluarkan Purchase Order (PO) yang kemudian dikirim ke supplier, bagian Finance (untuk melakukan pembayaran) dan Warehouse (untuk panduan penerimaan dan pemeriksaan barang). Supplier akan memberikan jenis dan jumlah barang sesuai dengan PO dan mengirimkannya ke warehouse. Melalui sistem MAPS (Manufacturing, Accounting, Planning and Shipping System), bagian Purchasing akan mengetahui bahwa barang yang dipesan telah dikirim oleh supplier. Ketika barang datang, pihak warehouse akan melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan CoA (Certificate of Analysis). Jika memenuhi persyaratan, maka akan dikeluarkan Goods Received Note (GRN) untuk barang tersebut, namun jika tidak sesuai, maka barang akan dikembalikan ke supplier. Barang yang telah masuk GRN akan diinspeksi oleh QA Inspector. Jika hasil inspeksi tidak sesuai, barang akan dikarantina, di-reject dan dikembalikan ke supplier. Jika hasil inspeksi sesuai, barang tersebut akan masuk Lot Disposition Report (LDR) untuk selanjutnya diperiksa kesesuaiannya dengan invoice, PO, dan GRN oleh pihak Finance. Jika dokumen sesuai, maka pihak Finance akan melakukan proses pembayaran.
b.
Non-inventory Purchasing Non-inventory purchasing adalah kegiatan pembelian barang-barang selain
raw material dan packaging material yang digunakan untuk mendukung proses produksi, seperti punches, dies, reagen untuk uji lab, spare part, filter, reagen, dan sarung tangan steril, dan untuk mendukung kegiatan di luar proses produksi, seperti alat tulis kantor, meja kantor, dan komputer. Pemeriksaan barang-barang non-inventory tidak diperlukan adanya inspeksi dari QA, kecuali filter, alat pelindung diri, serta plastik untuk penyimpanan bahan baku. Di PT. Pfizer Indonesia, permintaan barang dilakukan oleh masing-masing bagian yang akan melakukan pemesanan dengan mencantumkan nama, spesifikasi dan jumlah barang yang diminta, kemudian pihak purchasing akan memberikan penawaran kepada supplier dan mereview harga. Apabila sudah dilakukan penawaran dan negoisasi oleh purchasing dan didapatkan final price maka penawaran tersebut akan dikembalikan ke user dan dari masing-masing bagian Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
29
akan menginfokan persetujuan dengan mencantumkan nama barang-barang yang dipesan dan jumlahnya, user akan membuat PR (Purchase Requisition) yang harus ditandatangani oleh non-inventory purchasing. Kemudian PR tersebut diproses melalui sistem ARIBA. Untuk final approval, tim regional di Shanghai akan mereview dan mengapprove PR. Apabila terdapat kesalahan atau ketidaklengkapan dokumen, maka dokumen akan dikembalikan kepada user untuk dilengkapi dan diperbaiki. Setelah semua dokumen lengkap, maka tim regional di Shanghai akan memproses Purchasing Requisition dan menerbitkan PO (Purchase Order). Tim regional di Shanghai akan mengirimkan PO tersebut langsung kepada supplier, pihak user dan purchasing. Berdasarkan PO tersebut, supplier akan mengirimkan barang yang dipesan dan diterima secara langsung oleh bagian/departemen yang memesan barang tersebut. Pembelian barang harus sesuai dengan PO yang sudah diapproved. Pihak user kemudian akan melakukan konfirmasi penerimaan dalam sistem ARIBA untuk mengkonfirmasikan status penerimaan barang. 3.5.1.2 Logistik a.
PPIC ( Production Planning and Inventory Control) PPIC adalah bagian yang berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara
produksi, pemasaran, pengadaan, keuangan, gudang dan lain-lain; dalam rangkaian proses penyediaan produk. Bagian PPIC bertanggung jawab untuk merencanakan dan mengawasi jalannya produksi. Perencanaan produksi sangat penting dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara permintaan pasar dengan jumlah persediaan (stock level), serta efisiensi dan efektifitas produksi. Perencanaan produksi dibuat berdasarkan koordinasi dengan bagian pemasaran dan produksi (rencana dan kapasitas produksi). Selain itu, PPIC juga bertanggung jawab dalam merencanakan dan mengendalikan pembelian bahan baku, bahan pengemas, obat setengah jadi, serta obat jadi. Pengadaan material untuk produksi perlu direncanakan agar tidak terjadi overstock dan understock. PPIC melakukan perencanaan berdasarkan perkiraan tahunan (12-18 bulan) dari bagian marketing. Perencanaan yang dibuat oleh PPIC diinput ke dalam Manufacturing Accounting Planning System (MAPS) dan akan diperoleh output Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
30
berupa Master Production Schedule (MPS) dan Material Requirement Planning (MRP). Dari MPS keluar Plan Order (PLO), sedangkan dari MRP keluar Purchase Requisition (PR). PR digunakan oleh bagian purchasing untuk melakukan pembelian barang-barang yang diperlukan untuk menunjang PLO. Jika bahan pada MRP tidak mencukup maka dapat dikomunikasikan dengan bagian purchasing untuk menghubungi supplier untuk pembelian bahan yang dibutuhkan. Rencana produksi dibuat untuk jangka waktu satu tahun. PPIC melakukan koordinasi dengan bagian produksi untuk mendiskusikan perkiraan/rencana yang disusun oleh PPIC, dengan kemampuan dan kapasitas mesin produksi, sehingga dapat ditentukan jadwal produksi untuk dua minggu berdasarkan prioritas MPS. Tiga bulan yang akan berlangsung disebut frozen time, karena jadwal produksi sudah dibekukan/tidak dapat diubah. Perubahan jadwal dilakukan paling lambat sekitar 4 bulan sebelum waktu pelaksanaan. Selanjutnya PPIC membuat Production Order (PDO) berdasarkan jadwal produksi yang sudah dilakukan break down menjadi jadwal produksi mingguan yang disetujui oleh Logistic Manager. Bagian produksi mengajukan PDO ke bagian gudang untuk dilakukan penimbangan bahan-bahan yang akan digunakan untuk produksi. Dasar perencanaan produksi adalah: a) Forecast
Marketing
/
prediksi
kebutuhan
dari
Marketing
Department. b) Hasil penjualan produk selama tiga bulan terakhir. c) Stok produk gudang yang dibutuhkan (harus memiliki stok yang cukup untuk dipasarkan hingga tiga bulan mendatang). d) Lead time ketersediaan barang jadi, meliputi lead time ketersediaan bahan baku dan bahan kemas, lead time proses produk, dan lead time pemeriksaan. e) Kapasitas mesin-mesin yang digunakan. Selain itu PPIC sendiri harus memperhatikan persediaan inventori seperti: a) Ketersediaan jumlah persediaan inventori b) Bahan yang perlu dibeli
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
31
c) Jumlah bahan yang dibutuhkan (mempertimbangkan jumlah minimum dan stok ganda) d) Waktu ketika sejumlah bahan yang dibeli tersedia PPIC bersama dengan bagian keuangan melakukan cycle counting inventori untuk memastikan jumlah yang sebenarnya dengan lokasi inventori yang dikoordinasi dan dibuat prosedurnya oleh bagian Finance. Ketika cycle counting dilakukan penghitungan secara fisik dan varians yang ditemukan disesuaikan jumlah inventorinya melalui Inventory Adjustment pada sistem MAPS. PPIC juga harus membuat perencanaan bersama dengan bagian purchasing untuk pemesanan terkait kuantitas bahan kepada supplier yang dapat memenuhi kebutuhan selama 6 bulan. Pemesanan macam ini dikenal dengan blanket order, di mana pemesanan jumlah bahan sangat besar kepada supplier dan barang tersebut akan dikirimkan terbagi-bagi secara periodik ke PGS tiap bulan hingga jumlah barang memenuhi kuantitas total yang dipesan semula. Hal semacam ini sangat penting dalam hal penghematan biaya yang harus dikeluarkan serta waktu untuk negosiasi antar supplier dengan purchasing. Pemesanan dengan blanker order berdasarkan pada: Jumlah barang yang terlalu sedikit untuk dipesan dibandingkan kuantitas minimum pemesanan yang disanggupi supplier Bahan dengan lead time yang panjang Bahan yang fast moving Bahan dengan harga yang kurang stabil Pfizer juga melakukan kerjasama toll yang merupakan pihak kedua untuk mendukung kelangsungan proses produksi. Kerjasama toll dibagi menjadi dua yaitu toll in yaitu kontrak dengan pihak Pfizer sebagai pembuat produk toller dan toll out yaitu pihak kedua sebagai pembuat produk Pfizer. Dalam hal ini, PPIC bertugas mengambil produk disertai dengan Materials Recall Instruction pada proses toll out atau mengirimkan produk disertai dengan Materials Delivery Instruction pada proses toll in kepada toller. PPIC harus memastikan ketersediaan bahan cukup untuk proses produksi, baik yang berasal dari toller untuk proses produksi toll in atau kecukupan jumlah bahan yang harus dikirim ke toller untuk proses produksi toll out. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
32
Jika diperlukan pengulangan uji kualitas kembali karena sudah jatuh tempo validitas untuk pengujian kembali. Bahan yang jatuh tempo ini akan disusun menjadi daftar Draft List Retest Material yang berisi daftar bahan yang jatuh tempo untuk uji kembali dalam periode 3 bulan ke depan. Selanjutnya PPIC akan mengeluarkan RA (Request of Analysis) untuk kegiatan uji kembali bahan dan memastikan jumlah bahan untuk uji kembali mencukupi. Jika jumlah bahan tidak mencukupi untuk uji kembali maka dengan pemberitahuan kepada bagian Quality Operations (QO) bahan tersebut akan direject tanpa perlu adanya pengujian.
a.
Gudang Gudang adalah ruangan yang dipergunakan untuk menyimpan bahan baku,
produk setengah jadi, produk jadi, dan bahan pengemas. PT. Pfizer Indonesia memiliki dua gudang yang berada di Gandaria dan Cimanggis. Tugas dan tanggung jawab bagian gudang antara lain: a) Mengelola penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran bahan baku, bahan pengemas, produk setengah jadi, dan produk jadi b) Melakukan penimbangan bahan baku untuk proses produksi c) Memantau persediaan bahan baku, bahan pengemas, produk setengah jadi, dan produk jadi d) Menyusun, merevisi, dan memperbaharui SOP di area gudang. Setiap barang yang diterima dari supplier, bagian gudang melakukan pemeriksaan terhadap surat jalan (Delivery Order), Certificate of Analysis (CoA) dan Purchase Order (PO) yang terdiri dari nama barang, kode item, jumlah, tanggal kadaluarsa, dan nomor lot / bets vendor. Selain pemeriksaan dokumen, juga dilakukan pemeriksaan fisik, seperti keadaan wadah atau kontainer barang, label, keutuhan segel, serta jumlah aktual barang. Perbedaan jumlah barang yang masih dapat diterima oleh gudang adalah tidak lebih dari 10%. Barang yang rusak yang terdeteksi ketika penerimaan akan dikembalikan ke supplier disertai Materials Dispatch Note (MDN) dan alasan pengembalian, disimpan di gudang dan lembar lainnya dikirimkan masing-masing ke bagian
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
33
keuangan dan supplier. Jikalau ada kekurangan dari kelengkapan dokumen maka akan diminta menyusul dari supplier. Jika barang sudah sesuai Selanjutnya, melalui sistem MAPS, bagian gudang akan mengeluarkan Goods Received Note (GRN) dan label status quarantine yang akan ditempel di bagian luar kemasan barang minimal 4 arah yang berbeda untuk bahan kemas dan ditempel di bagian luar kemasan tiap unit barang untuk bahan baku. GRN merupakan dokumen sebagai pernyataan penerimaan dan barang disimpan di gudang dalam status karantina. GRN akan dikirimkan lembaran copy ke bagian Quality Operations (QO). Selanjutnya QO akan mendistribusikan GRN bahan baku ke bagian laboratorium sedangkan GRN bahan kemas dikirim ke bagian Quality Assurance (QA), masing-masing bagian akan membuat jadwal sampling dan melakukan pemeriksaan sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan. Bahan baku dilakukan pengambilan sampel oleh pihak laboratorium sedangkan pengambilan bahan kemas dilakukan oleh pihak QA. Bahan yang telah dilakukan sampling oleh laboratorium maupun QA diberi label kuning yang bertuliskan sampled by yang selanjutnya menunggu keputusan dari laboratorium untuk bahan baku dan QA untuk bahan pengemas, apakah barang tersebut diluluskan (release) atau ditolak (reject). Jika bahan baku/kemas dinyatakan release maka dipindahkan dari daerah karantina ke daerah release dan diberi label hijau, sedangkan barang yang direject dimasukkan ke daerah reject dan diberi label merah yang selanjutnya akan dikembalikan ke supplier. Penyimpanan bahan di gudang berdasarkan nomor rak, baris, sekat, dan tingkat tertentu, yang datanya tersimpan dalam MAPS. Area penyimpanan bahan di gudang diberi penandaan yang jelas pada kemasan bahan, dibatasi dengan tali/rantai berwarna atau penutup antar bahan yang berbeda maupun status yang berbeda dipisahkan. Semua bahan disimpan dengan beralaskan satu buah palet untuk tiap lot, sehingga tidak berkontak langsung dengan lantai. Palet untuk penyimpanan harus dibersihkan secara berkala sebulan sekali. Jika ada lot atau bahan yang berbeda dalam satu palet karena kekurangan palet maka harus digunakan pemisah fisik yang jelas untuk penandaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
34
Apabila bahan ditolak dan diberi label merah (reject) oleh QA, maka bahan akan disimpan di area khusus untuk bahan yang ditolak. Penandaan selain label reject pada barang harus dicabut dan dihancurkan atau dicoret dengan tinta permanen untuk mencegah penyalahgunaan label penandaan. Selanjutnya bagian gudang akan memberi informasi pada bagian PPIC untuk dibuatkan Material Disposition Request (MDR) yang akan diberikan pada bagian Environmental Health and Safety (EHS) untuk dilakukan pemusnahan oleh badan yang berwenang. Area penyimpanan di gudang dibagi menjadi beberapa area, yaitu: a) Area suhu ruang normal dengan suhu di bawah 30°C, digunakan untuk penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas yang stabil pada suhu < 30°C, contohnya Pirantel pamoat. b) Area dengan suhu kurang dari 25°C menggunakan ruangan yang dilengkapi dengan air conditioner, digunakan untuk penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas yang stabil pada suhu < 25°C, contohnya MgO, NaCl, asam alginat untuk bahan baku, leaflet, label untuk bahan pengemas. c) Area dengan suhu 2-8°C, digunakan untuk penyimpanan bahan baku yang mudah teroksidasi, contohnya Oksitetrasiklin, Amlodipin. d) Untuk produk psikotropik dan produk khusus lainnya disimpan di ruang khusus yang memerlukan akses orang gudang dan gembok rangkap dua pintu. Suhu di gudang selalu dimonitor tiap pagi dan sore dengan menggunakan sistem Building Automated System (BAS), dikelola bersama oleh pihak gudang dan engineering. Apabila terjadi penyimpangan suhu kurang dari 24 jam, maka hanya dilakukan notifikasi saja. Sedangkan apabila terjadi penyimpangan suhu lebih dari 24 jam, maka perlu dilihat deviasinya. Sistem penyimpanan barang di gudang menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dimana barang yang masuk lebih dahulu akan keluar lebih dahulu, serta First Expired First Out (FEFO) di mana barang yang kadaluarsa lebih dini akan keluar lebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk menghindari barang tidak sampai kadaluarsa sebelum digunakan. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
35
Pembersihan ruang gudang secara keseluruhan dilakukan rutin setiap seminggu sekali untuk mencegah akumulasi kontaminasi tehadap bahan yang dilakukan oleh janitor yang terkualifikasi untuk area gudang.
b.
Pharmacy Penimbangan harus dilakukan oleh personil penimbangan dan weighing
checker yang telah terkualifikasi. Weighing checker melakukan verifikasi kesesuaian material yang akan ditimbang dan verifikasi selama proses penimbangan. Personil penimbangan harus menggunakan alat pelindung diri yaitu masker dan sarung tangan selama proses penimbangan untuk mencegah terhirupnya partikel-partikel bahan baku oleh personil dan mencegah kontaminasi personil terhadap bahan baku. Proses penimbangan diawali dengan proses serah terima bahan-bahan yang disertai dengan production order (PDO) yang diterbitkan oleh PPIC kepada personil gudang kemudian diserahkan kepada personil penimbangan. Setelah PDO status 1 diterima oleh personil penimbangan, personil penimbangan diharuskan menerbitkan weighing order. Semua bahan baku yang sudah sesuai dengan PDO, diletakkan di atas palet plastik dan disimpan di area raw materials staging, kemudian mulai dilakukan aktivitas penimbangan untuk satu lot produk atau penimbangan secara campaign untuk beberapa lot produk yang sama. Penimbangan dilakukan satu-persatu secara urut seperti yang tercantum pada PDO kecuali bahan pewarna, essence atau alkohol yang harus ditimbang pada urutan terakhir. Sebelum dilakukan penimbangan, Weighing checker akan melakukan scan barcode pada setiap bahan yang masuk ke area dispensing booth. Setelah itu bahan ditimbang oleh operator penimbangan. Apabila jumlah bahan yang ditiumbang telah sesuai, maka weighing checker akan segera mencetak label pharmacy dan dilakukan pemeriksaan terhadap label pharmacy, yang meliputi pemeriksaan nama bahan baku, lot number, jumlah bahan baku, nama produk dan lot number produk. Label pharmacy ditempelkan pada bahan baku yang telah selesai ditimbang kemudian bahan baku tersebut diletakkan di area weighed materials staging dan diberikan identitas berupa penandaan yang mencantumkan Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
36
nama produk dan lot number produk pada rak di area weighed materials staging. Personil penimbangan menimbang sisa bahan baku yang tidak digunakan dan diletakkan kembali di palet. Timbangan dan ruangan dibersihkan serta semua peralatan yang digunakan untuk proses penimbangan diganti setiap selesai melakukan penimbangan satu jenis bahan baku.
3.5.2
Departemen Quality Operation Departemen QO dipimpin oleh seorang Dept Head yang bertanggung
jawab membawahi 4 bagian, yaitu Quality Assurance, Quality System and Compliance,
Quality
Control
dan
Technical
Services
and
Packaging
Development.
3.5.2.1 Quality Assurance Bagian QA dipimpin oleh seorang Manager yang membawahi QA Supervisor dan Stability & Registration, yang secara umum bertanggung jawab terhadap tugas yang berhubungan dengan sistem mutu, antara lain mencakup: a.
Mengawasi pelaksanaan In-Process Control. Pengawasan pada saat proses atau In-Process Control (IPC) dilakukan
terhadap semua jenis sediaan, baik solid, semisolid, maupun cairan. Setiap sediaan memiliki parameter uji yang berbeda-beda. Untuk sediaan solid parameter ujinya antara lain penampilan, bobot, kekerasan, keregasan, ketebalan dan waktu hancur. Untuk sediaan semisolid parameter ujinya antara lain bobot dan uji kebocoran, sedangkan untuk sediaan cairan steril dan non-steril parameter ujinya yaitu volume dan uji kebocoran. IPC dapat dilakukan langsung oleh personil produksi dengan pengawasan dari QA. b.
Menetapkan status disposisi (approve, reject, quarantine-hold) bahan
awal (kecuali bahan baku), produk antara/ruahan, dan produk jadi termasuk meninjau kembali batch record untuk memeriksa proses dan hasil pengujian, serta memastikan record lengkap dan akurat. c.
Meninjau dan menyetujui laporan deviasi dari Manufacturing Procedure,
Process, atau spesifikasi, dan hasil investigasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
37
Deviasi merupakan setiap perbedaan yang terencana atau tidak terencana dari prosedur, kecenderungan (trend), peralatan, atau parameter yang telah disetujui, dimana perbedaan tersebut terjadi selama proses pembuatan, pengemasan, pengujian, penyimpanan, dan penyaluran dari bahan baku, bahan kemas, bulk, atau produk akhir. Setiap penyimpangan yang terjadi harus dilaporkan dan diselesaikan dengan pendekatan tindakan perbaikan (corrective action) dan tindakan pencegahan (preventive action). d.
Memeriksa dan menyetujui perubahan dari prosedur, proses, sistem, dan
spesifikasi yang telah disetujui (change management/change control). e.
Mengawasi program dan kegiatan validasi, termasuk meninjau dan
menyetujui protokol dan laporan hasil validasi. f.
Melaksanakan program stability study.
g.
Mengawasi program sampling, termasuk perencanaan dan metode
sampling. Supervisor QA atau yang diberi wewenang, membuat rencana sampling mingguan berdasarkan List incoming packaging material yang dinotifikasi tiap bulan atau tiap minggu oleh Departemen Material dan Produksi. Sampling direncanakan berdasarkan First In First Out (berdasarkan tanggal terima GRN oleh QA) atau berdasarkan urgensi. h.
Melakukan sampling, inspeksi dan disposisi bahan pengemas. Prosedur
sampling bahan awal dilakukan dengan tahap sebagai berikut: Bahan awal yang baru datang di gudang akan segera diketahui oleh QA dengan adanya catatan penerimaan barang (GRN) dan CoA yang akan dikirim oleh pihak gudang. Selanjutnya QA akan memastikan kondisi kemasan sebelum melakukan sampling.
Sampling bahan kemas dilakukan oleh inspektor QA yang terkualifikasi di bawah Laminar Air Flow (LAF) (untuk sampel kemasan primer) didalam sampling booth yang ada di gudang, dan untuk sampling kemasan sekunder dilakukan di gudang. Sampling dilakukan pada suhu tidak lebih dari 25ºC sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku untuk masing-masing wadah, dan pengambilan
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
38
sampel dilakukan secara acak, dimana jumlah sampel diambil berdasarkan ketentuan ANSI.
Container sampel harus dilengkapi dengan label yang berisi mengenai sampel yang diambil meliputi kode barang, nomor lot, tanggal kadaluarsa dan tanggal pengambilan sampel. Container bahan kemas yang telah diambil untuk sampling harus disegel kembali secara khusus dan diberi label kuning bertulisan „SAMPLED BY‟.
Setelah sampling, dilakukan inspeksi sesuai dengan spesifikasi bahan kemas yang dapat dilihat di Packaging Material Specification dan jumlah sampel yang diinspeksi tergantung dari kebutuhan inspeksi (biasanya 10 sampel atau lebih). Hasil pengukuran dimensi dari sampel bahan kemas dicatat pada Packaging Material Inspection Record of Dimension dan diserahkan ke QA Supervisor/personil yang berwenang.
Setelah
inspeksi,
QA
Supervisor/personil
yang
berwenang
menentukan apakah bahan tersebut diluluskan (release) atau ditolak (reject). i.
Memeriksa dan menyetujui packaging/labeling development.
j.
Melaksanakan program QA Self-Appraisals (QASA).
k.
Penanganan terhadap product complaint dan recall. Setelah melalui berbagai proses, maka akan menghasilkan produk jadi
(finished goods). Produk jadi adalah obat yang telah melalui seluruh tahapan proses produksi, termasuk pengemasan dan siap untuk didistribusikan. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap produk jadi, antara lain pemeriksaan kebenaran proses dan kelengkapan kemasan, seperti jumlah isi, cetakan, nomor lot, dan tanggal kadaluarsa. Jika sesuai dan diberi label release, maka produk tersebut dapat didistribusikan. Setelah produk didistribusi, terkadang terjadi masalah pada produk tersebut sehingga muncul keluhan dari masyarakat (product complaint). Berdasarkan jenisnya, keluhan dibagi menjadi dua jenis, yaitu keluhan teknis kualitas obat (ditujukan ke bagian QA) dan keluhan terhadap efek obat (ditujukan ke bagian Medical). Keluhan dari masyarakat akan ditangani oleh Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
39
Product Manager. Jika terjadi keluhan terhadap kualitas, maka akan diberikan formulir keluhan kepada QA yang disertai dengan sampel, foto-foto, dan informasi lainnya. QA akan mengevaluasi terhadap obat yang ditahan dan catatan riwayat lotnya (Lot History File). Hasil evaluasi akan di catat dalam formulir keluhan produk dan evaluasi, dan akan didistribusikan ke Product Manager dan Medical. Selain adanya keluhan obat dari masyarakat, juga dibutuhkan penanganan terhadap obat kembalian (recall). Obat yang dikembalikan biasanya karena obat sudah kadaluarsa dan kemasan obat rusak. Jika obat telah kadaluarsa, maka tindak lanjutnya adalah mengganti produk tiga bulan ke belakang sebelum obat kadaluarsa. Sedangkan untuk masalah kemasan yang rusak, jika kesalahan dari pihak distributor, maka tidak dilakukan penggantian tetapi jika kesalahan adalah dari pihak pabrik maka kemungkinan obat itu akan diganti, tergantung dari kebijakan bagian pemasaran, atau dilakukan pemusnahan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
3.5.2.2 Quality System and Compliance (QS) Bagian QS memiliki tugas dan tanggung jawab dalam hal berikut: a.
Supplier Management Peran QS mencakup kegiatan seleksi supplier yang bekerja sama dengan
bagian Purchasing, menyelenggarakan program External Audit untuk menilai sistem yang diterapkan supplier, mengelola Audit Report, memantau dan menelusuri Supplier Response serta Closed Out Status terkait hasil audit, dan mengelola Quality Agreement. External Audit dilakukan terhadap calon supplier, supplier bermasalah dan supplier lama. Sebelum menjadi supplier yang disetujui, perlu dilakukan audit terhadap supplier dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Audit dilakukan secara berkala untuk memastikan konsistensi mutu yang dihasilkan supplier. Frekuensi audit ditentukan berdasarkan hasil dari risk assessment. b.
SOP Management Pfizer menerapkan sistem PDOCS (Pfizer Document Management
System) untuk proses penanganan SOP. Pada SOP management, QS berperan Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
40
sebagai PDOCS Administrator dan SOP Coordinator. Proses penanganan SOP dimulai dari tahap approval, trained, effective, printing, distribution, hingga obsolence. c.
Training Management Seluruh personil di PGS Jakarta diharuskan untuk mengikuti pelatihan
sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan (Job Function Curricula). Setiap pelatihan yang dilakukan dicatat dan didokumentasikan dalam Training Record. Program pelatihan personil di Pfizer menggunakan sistem PLS (PGS Learning Solution) dan QS berperan sebagai PLS Administrator. QS bertanggung jawab dalam mengelola program Training personil di PGS Jakarta. d.
Annual Product Review (APR) APR dilakukan setiap tahun untuk mengevaluasi data dan tren, yang
bertujuan untuk membuktikan konsistensi proses, menentukan apakah spesifikasi butuh modifikasi, dan menentukan CAPA (Corrective Action Preventive Action) sebagai pengembangan mutu produk. QS memastikan seluruh data yang diperlukan untuk membuat Summary APR telah terkumpul dari masing-masing personil yang bertanggung jawab. QS bertugas untuk membuat Summary APR yang terjadwal untuk setiap produk di PGS. Parameter yang didokumentasikan dalam APR antara lain: Parameter kritis dalam proses manufacturing dan proses pengemasan sesuai dengan jenis sediaan. Lot yang di reworked/reprocessed. Hasil uji produk, IPC, dan stabilitas yang dibandingkan dengan spesifikasi. Market action. Investigasi yang dilakukan karena terjadinya deviasi. Product complaint / recall / return, meliputi jenis complaint, jumlah product recall, jumlah dan alasan terjadinya return product. Change control yang dibuat dalam hal spesifikasi produk, proses manufacturing, pengemasan dan IPC. Validasi. e.
Compliance Analysis Status (CAS) Report Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
41
QS bertugas untuk melakukan analisis terhadap setiap proses yang terjadi untuk dilihat kesesuaiannya dengan PQS, memastikan Training PQS yang baru telah terpenuhi, memastikan CAS Report selesai sebelum PQS terbaru disetujui, dan menyediakan data mengenai status CAS Report. f.
Internal Audit QS menyelenggarakan program QASA (Quality Assurance Self
Appraisals). QASA bertujuan untuk verifikasi dan memastikan bahwa efektivitas sistem mutu yang diterapkan telah memenuhi persyaratan GMP, PQS dan ISO 9001, serta untuk mengidentifikasi gap atau system weakness. Selain itu, QS menyusun jadwal audit melalui pendekatan Risk Assessment, dan menentukan trend. g.
Quality Metric Quality Metric berisi Key Quality Indicators (KQIs) untuk setiap produk
Pfizer (misal jumlah product recall untuk bulan Januari) bertujuan untuk mengukur/menilai mutu dan compliance. QS bertugas untuk mengumpulkan data metric ditiap bulannya dari masing-masing departemen, kemudian QS membuat Summary Quality Metric untuk setiap bulan. Jika ada target yang belum terpenuhi, akan dikaji setiap bulannya pada pertemuan SQRT. h.
Site Quality Review Team (SQRT) SQRT dibentuk untuk membahas dan menentukan keputusan atas
permasalahan yang berkaitan dengan manufacturing and control compliance terhadap kebijakan Pfizer, standar mutu dan regulasi lain yang berhubungan. QS menyelenggarakan pertemuan SQRT untuk dilakukan pengkajian terhadap Performance Metric dan untuk membahas mengenai deviasi yang terjadi, dari mulai penyebab, pengaruh, hingga action plan.
3.5.2.3 Laboratorium Laboratorium dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab langsung kepada manajer QO. Tanggung jawab supervisor lab, antara lain: a) Pelaksanaan pemeriksaan bahan baku, obat setengah jadi, dan obat jadi untuk menjamin agar mutu obat-obat yang diproduksi telah
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
42
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan oleh Pfizer dan BPOM dengan melakukan analisis kimia dan analisis mikrobiologi. b) Memberikan pelatihan yang berhubungan dengan laboratorium. c) Menyusun, merevisi, dan memperbaharui SOP di laboratorium. Laboratorium juga melakukan analisis terhadap air dan clean steam yang digunakan untuk keperluan produksi dalam waktu 24 jam setelah pengambilan sampel. Air yang terdapat pada PGS memiliki beberapa grade yaitu air PAM yang dideklorinasi untuk keperluan cuci tangan dan toilet dikenal dengan potable water, lalu air untuk produksi dan pembilasan non steril yang dikenal dengan water purified unit (WPU) dan air untuk keperluan produksi dan pembilasan steril yang dikenal dengan water for injection (WFI). Sedangkan clean steam adalah purified water yang diproses melalui clean steam generator. Pengambilan sampel sudah terjadwal dan dilakukan oleh analis laboratorium yang terkualifikasi berdasarkan tingkat critical use point terhadap produk (bersentuhan langsung dengan produk). Jumlah sampel diambil per kontainer mengacu pada list bulk active/raw yang dikeluarkan oleh departemen QO. Sampel yang sudah diterima dari hasil pengambilan sampel bahan baku pada sampling booth dilakukan lagi pengambilan acak jumlah sampel yang harus diuji berdasarkan ketentuan dari PGS. Sejumlah sampel yang harus diuji ini dikenal dengan composite sample. Semua analis yang masuk ke dalam laboratorium harus mengganti baju dan sepatu nya dengan baju dan sepatu khusus untuk bekerja serta penutup kepala. Selama pengerjaan harus menggunakan alat pelindung diri seperti safety glass, masker, masker gas atau sarung tangan karet. Jika terjadi pengujian di luar spesifikasi, maka analis yang bersangkutan melapor kepada supervisor untuk segera diinvestigasi penyebabnya. Seluruh larutan akhir (larutan standar dan sampel) tidak boleh dibuang hingga investigasi selesai. Jika penyebab ditemukan, maka dilakukan uji ulang bersifat mengulang uji yang menghasilkan uji di luar spesifikasi. Jika uji ulang memenuhi syarat maka hasilnya dipakai sebagai pelaporan hasil analisis, jika masih tidak memenuhi syarat maka hasil uji pertama kali yang dipakai dan hasil uji dinyatakan sebagai out of specification. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
43
Analis bersama-sama dengan janitor laboratorium yang sudah terkualfikasi di laboratorium bertanggung jawab menjaga kebersihan terutama sesudah menggunakan instrumen untuk analisis. Namun untuk kalibrasi alat serta validasi metode dilakukan oleh analis yang bertanggung jawab. Limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dari laboratorium dipisahkan menjadi buangan limbah cair organik dan buangan limbah cair anorganik. Limbah anorganik ini dibagi lagi menjadi buangan limbah cair anorganik asam dan buangan limbah cair anorganik basa, keduanya dipisah untuk mencegah terjadinya reaksi dan timbulnya panas. Dalam pelaksanaan tugasnya, unit laboratorium dibagi dalam dua subunit kerja, yaitu laboratorium kimia dan laboratorium mikrobiologi.
a.
Laboratorium Kimia Laboratorium kimia bertugas melakukan analisis kimia terhadap
pengendalian mutu bahan baku dan pengendalian mutu produk ruahan. Peralatan yang dimiliki oleh laboratorium kimia adalah melting point apparatus, polarimeter, osmometer, kromatografi gas, potensiometer, alat uji disolusi, viskometer, tanur, konduktimeter, FTIR, HPLC (High Performance Liquid Chromatography), refraktormeter, timbangan analitik, penetrometer, pH meter, oven, AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer), disintegrator, waterbath, moisture analyzer, alat Karl Fischer, turbidimeter, polarimeter, UPLC (Ultra Performance Liquid Chromatography), particle counter, dissolution test system. Baku pembanding primer untuk keperluan analisis didapatkan dari Pfizer Global dan USP. Baku pembanding sekunder dibuat dari bahan baku yang telah diverifikasi dengan melakukan 6 kali analisis menggunakan baku pembanding primer. Masa berlaku baku pembanding sekunder adalah 6 bulan sejak tanggal selesai analisis dan tidak melebihi tanggal kadaluarsa bahannya. Semua stok dan keperluan bahan-bahan analisis dilakukan oleh supervisor dan menentukan keperluan untuk membeli lagi bahan-bahan kimia yang diperlukan. Untuk bahan-bahan atau reagen yang mudah terbakar harus dipastikan wadah penyimpanan tidak bocor dan tertutup rapat disimpan dalam lemari reagen Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
44
yang dilengkapi dengan blower atau di dalam refrigerator jika memang dipersyaratkan suhu simpan yang rendah. Selama penanganan semua bahan dan reagen harus melengkapi diri dengan alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan plastik, kacamata, lab jas dan safety shoes atau alat pelindung lainnya seperti yang dicantumkan dalam MSDS (Material Safety Data Sheet). a) Pengendalian Mutu Bahan Baku Bahan baku adalah semua bahan yang digunakan dalam pembuatan obat, meliputi bahan aktif dan bahan tambahan. Bahan baku akan sangat berpengaruh terhadap mutu suatu obat yang akan diproduksi. Pengendalian mutu bahan baku dimulai dengan pengambilan sampel bahan baku untuk diperiksa sesuai dengan spesifikasi. Setiap bahan yang datang disertai dengan dokumen Certificate of Analysis (CoA), yang akan dipakai sebagai acuan pemeriksaan. Bahan yang telah diambil sampel dan disimpan ke dalam vial-vial oleh perwakilan laboratorium yang akan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan analisis identifikasi penampilan, dan identifikasi dengan FTIR. Hasil analisis akan diperiksa kembali oleh supervisor secara keseluruhan. Hasil pemeriksaan bahan yang dinyatakan diterima atau ditolak akan dimasukkan ke dalam Monitoring Accounting Planning System (MAPS). Setelah itu, hasil pemeriksaan diserahkan ke QA untuk diberikan label diterima (release) atau ditolak (reject). Bahan baku yang tidak memenuhi syarat akan ditempel label merah (ditolak) beserta label yang menyatakan penanganan selanjutnya. Bahan baku yang ditolak akan ditempatkan di area bahan yang ditolak di gudang. Bahan baku yang telah dinyatakan lulus ada yang sebagian disimpan sebagai contoh (retained sample) sebanyak yang diperlukan untuk pemeriksaan minimal dua kali analisis penuh lotnya. Untuk penanganan bahan baku yang telah mendekati masa kadaluarsa sejak tanggal dinyatakan diterima, harus dilakukan pemeriksaan ulang. Pemeriksaan ulang dilakukan dengan analisis menyeluruh dan berlaku untuk semua bahan baku. Jika dari hasil pengujian ulang dinyatakan lulus, maka akan dibuat verifikasi analisis dan bahan tersebut boleh digunakan untuk produksi. Jika ternyata bahan dinyatakan ditolak, maka harus diberitahukan ke
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
45
gudang, PPIC, produksi, dan keuangan bahwa bahan tidak boleh digunakan lagi dan harus dimusnahkan. b) Pengendalian Mutu Produk Ruahan Produk ruahan adalah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk dikemas. Produk ruahan Pfizer Global Supply (PGS) dapat berasal dari hasil produksi Pfizer Global Supply (PGS) sendiri maupun produk ruahan impor yang harus dikemas. Petugas QA akan mengambil contoh produk ruahan untuk pemeriksaan di laboratorium. Cara pengambilan sampel sama dengan yang dilakukan terhadap bahan baku. Proses pengambilan sampel untuk sediaan padat dilakukan pada saat awal, tengah, dan akhir proses pencetakan tablet. Pemeriksaan produk ruahan dilakukan dengan metode tertentu dan harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Jika dalam pemeriksaan ditemukan hasil yang menyimpang dari spesifikasi, maka dilakukan penyelidikan terhadap hasil di luar spesifikasi.
b.
Laboratorium Mikrobiologi Laboratorium mikrobiologi dipimpin oleh seorang supervisor yang
bertanggung
jawab
terhadap
manajer
laboratorium.
Unit
laboratorium
mikrobiologi bertugas dalam mendukung pengawasan mutu dalam hal mikrobiologi, seperti pemeriksaan bahan baku, obat setengah jadi, obat jadi dan memantau sanitasi serta kebersihan ruangan, jumlah partikel serta pemantauan lingkungan. Peralatan yang digunakan di laboratorium mikrobiologi adalah getinge sterilizer, UV pass box, coolers, fume hood, timbangan analitik, oven, refrigerator, inkubator, isolator, waterbath, microbiological air sampler, mikroskop, biosafety cabinet, pH meter, dan cold lab chamber. Alat-alat laboratorium tertentu seperti cawan petri, pinset, spatula, erlenmeyer, sarung tangan, filter dan baju antistatic lint free harus disterilisasi terlebih dahulu dengan metode alat otoklaf sebelum digunakan. Monitoring pada ruang preparasi dilakukan dengan metode swabbing dan active air sampling. Metode swabbing adalah dengan menggunakan cotton swab yang terlebih dahulu disterilisasi dipoleskan ke posisi yang akan dilakukan Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
46
pengambilan sampel kemudian hasil cotton swab yang telah dipoles dianalisis secara mikrobiologi. Metode active air sampling adalah dengan menggunakan media dalam cawan yang berisi media dihembuskan udara ruangan ke atasnya sebanyak 1.000 liter menggunakan Microbiological Air Sampler. Media yang telah ditiup sampel udara ruangan dianalisis secara mikrobiologi. Monitoring pada ruang produksi selain menggunakan metode swabbing dan active air sampling, juga menggunakan metode settling plate pada kondisi operasional maupun pada kondisi at rest untuk ruang grade A. Monitoring terhadap personil dilakukan dengan swabbing lengan baju, resleting, sarung tangan kiri dan kanan yang dilakukan satu kali per shift. Ruangan laboratorium dibersihkan setiap pagi hari dan sesudah aktivitas selesai (dinding laboratorium 1 bulan sekali) oleh janitor dengan disinfektan yang divariaskan tiap satu bulan sekali untuk mencegah terjadinya resistensi bakteri. Setiap media yang akan dipakai harus dilakukan growth promotion test untuk memastikan bakteri yang akan dibiakkan dapat tumbuh di media yang akan digunakan. Kegiatan laboratorium mikrobiologi, antara lain: a) Pengujian potensi antibiotik secara mikrobiologi. b) Pengujian terhadap sediaan steril berupa uji sterilitas di dalam isolator serta uji bebas pirogen dan endotoksin. c) Pengujian kontaminasi mikroorganisme terhadap bahan baku, obat setengah jadi, dan obat jadi. d) Monitor jumlah mikroorganisme lingkungan aseptik. e) Monitor air dan gas yang dipakai untuk keperluan produksi. f) Membuat, memelihara dan menyimpan biakan mikroorganisme. g) Memantau sanitasi dan kebersihan ruang produksi.
3.5.2.4 Technical Services
Technical Services bertanggung jawab terhadap pelaksanaan validasi dan packaging development di Pfizer Global Supply (PGS) Jakarta. a)
Validasi
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
47
Validasi dilakukan ketika terjadi perubahan pada suatu proses, peralatan, fasilitas, dan sistem. Validasi bertanggung jawab untuk membuktikan bahwa suatu proses, peralatan, fasilitas, dan sistem memenuhi persyaratan yang telah ditentukan secara konsisten. Sasaran validasi adalah untuk menjamin prosedur pembuatan yang aman, menjamin reprodusibilitas proses, meningkatkan efektivitas produksi, dan untuk mengurangi resiko penyimpangan yang mungkin timbul. Validasi dan Performance Qualification merupakan lingkup tugas bagian technical services, kecuali validasi metode analisa dilakukan oleh bagian quality control,
sedangkan
kualifikasi
instalasi
dan
kualifikasi
operasional
(commissioning) peralatan, fasilitas, serta unit penunjang dilakukan oleh departemen engineering. Validasi di PGS dilaksanakan berdasarkan standar validasi yang tercantum dalam Pfizer Quality Standard (PQS) dan persyaratan dari BPOM.. Pelaksanaan validasi juga meliputi penyusunan dokumen berupa SOP, protokol, dan laporan validasi yang dibuat berdasarkan PQS dan peraturan BPOM. Semua dokumen harus direview dan disetujui oleh Site Validation Committee (SVC), suatu komite yang bertanggung jawab untuk merencanakan, meninjau ulang, dan mengesahkan dokumen validasi serta memastikan bahwa validasi dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Macammacam dokumen validasi yang ada di PGS Jakarta, antara lain: 1) Site Validation Master Plan Dokumen atau kumpulan dokumen yang menggambarkan informasi spesifik yang relevan tentang perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan kegiatan validasi. Tujuan dari Site Validation Master Plan, antara lain: a. Untuk mendefinisikan gambaran umum kegiatan validasi yang dilakukan PGS Jakarta. b. Untuk mendefinisikan tanggung jawab, pendekatan dan prosedur validasi di PGS Jakarta terutama produksi dan peralatan pendukung termasuk fasilitas dan unit penunjang, proses produksi, proses pengemasan, peralatan proses pembersihan, proses sterilisasi, media filling, dan sistem komputerisasi yang digunakan untuk mengontrol produksi dan distribusi produk di pasaran. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
48
c. Untuk menetapkan metodologi dan prosedur di PGS Jakarta untuk perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pemeliharaan status validasi/ kualifikasi serta jadwal validasi yang akan dilaksanakan selanjutnya. Dokumen ini disetujui oleh semua departemen yang terlibat dalam kegiatan validasi. Setiap tahunnya akan dilaksanakan revisi untuk menyesuaikan dengan kondisi saat ini.
2) Validation Project Plan Dokumen yang berisi proses atau sistem yang terlibat dan prosedur yang digunakan pada rancangan validasi. Validation Project Plan dapat digunakan untuk validasi yang melibatkan banyak sistem atau proses. Dokumen ini berisi strategi pemeriksaan dan proses pelaksanaan validasi. Dokumen ini juga menetapkan tanggung jawab dan harapan/ekspektasi dari pelaksanaan validasi.
3) Validation Protocol Protokol validasi merupakan dokumen kunci yang digunakan untuk merinci bagaimana suatu proses validasi akan dilaksanakan. Protokol validasi dibuat mengacu pada Site Validation Master Plan dan Validation Project Plan. Dokumen yang dibuat oleh apoteker yang bertanggung jawab terhadap validasi dan akan disetujui oleh Site Validation Committee (SVC) sebelum dilaksanakan. Dokumen ini menggambarkan tujuan dari pelaksaan validasi dan menjelaskan mengenai prosedur yang dilakukan saat validasi termasuk jumlah sampel dan lokasi pengambilan sampel. Dokumen ini akan menetapkan bagaimana mengumpulkan data dan melaporkannya, dan prosedur evaluasi apabila terjadi deviasi dan tindakan perbaikan yang harus dilakukan.
4) Validation Report Laporan validasi dibuat untuk merangkum dan mendokumentasikan aktifitas validasi yang telah dilaksanakan serta menjelaskan hasil pelaksanaan validasi seusai dengan protokol validasi. Dokumen ini berisi rangkuman hasil pemeriksaan dan hasil analisa sesuai dengan protokol validasi. Dalam laporan validasi dibandingkan hasil uji dengan kriteria penerimaan dan dinyatakan secara Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
49
jelas bahwa proses atau sistem memenuhi kriteria penerimaan. Laporan validasi juga menjelaskan mengenai deviasi yang terjadi selama pelaksanaan validasi. Laporan ini akan disahkan oleh SVC.
Berdasarkan pendekatan ilmu pengetahuan, analisis resiko serta regulasi yang berlaku, PGS Jakarta mempersempit ruang lingkup pelaksanaan validasi sehingga fokus terhadap hal-hal yang memiliki pengaruh potensial pada kualitas produk. Validasi yang dilakukan di PGS Jakarta, antara lain:
a.
Equipment Cleaning Validation Suatu proses validasi prosedur dan proses pembersihan yang menjamin
semua peralatan yang digunakan secara visual dapat membersihkan residu dari bahan-bahan, cleaning agent, dan ketika diaplikasikan, microbial bioburden berada di bawah batas yang diperbolehkan. Khusus untuk peralatan yang digunakan dalam pembuatan beberapa produk, maka validasi dilakukan dengan menentukkan worst case product/risk value yang dapat mewakili produk lainnya Produk yang memiliki risk value tertinggi maka akan dijadikan sebagai produk indikator. b.
System validation Semua sistem yang mendukung regulatory compliance practices dan
digunakan di dalam proses produksi harus diidentifikasi, antara lain :
Fasilitas, utilitas, dan peralatan
Process control systems
Process Analytical Technology (PAT) Systems
Sistem komputerisasi
Sistem komputerisasi dibuat sesuai sistem manajemen mutu untuk menjamin kualitas dan kinerja dari sistem tersebut. Sistem komputerisasi yang diubah menjadi operasi secara manual, sebaiknya tidak menurunkan kualitas produk dan tidak meningkatkan risiko dari proses. Desain sistem harus ditinjau ulang untuk menjamin bahwa sistem memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Validasi sistem dilakukan berdasarkan risk assessment. Perpanjangan validasi dan verifikasi sistem berdasarkan risk assessment dan Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
50
dicantumkan dalam Validation Master Plan. Hasil validasi akan dirangkum di dalam validation report. Validasi sistem secara periodik ditinjau ulang. c.
Media Fill Media fill merupakan teknik untuk melakukan validasi pada setiap aseptic
filling line. Media fill dilakukan dengan menyiapkan media (cair) pertumbuhan mikroba yang kemudian diisikan ke dalam wadah produk sesuai dengan proses produksi yang dilakukan secara rutin mulai dari proses sterilisasi hingga filling. Pelaksanaan media fill dilakukan semirip mungkin dengan proses rutin pembuatan aseptis dan mencakup semua langkah kritis termasuk kemungkinan kontaminasi dari paparan operator, lingkungan, peralatan dan permukaan. PGS memiliki dua aseptic filling line, yaitu eye drop line dan injection line. Media fill dilakukan berdasarkan protokol yang telah disetujui. Pelaksanaan media fill meliputi : a. Initial media fill of aseptic filling : Dilakukan sebanyak 3 kali pada 3 hari atau shift yang berbeda dan seluruhnya harus memenuhi persyaratan
Dilakukan simulasi proses produksi secara aktual
b. Aseptic filling line yang direkualifikasi : Dilakukan 2 kali dalam setahun dengan interval waktu 5-7 bulan sekali
Dapat dilakukan pada skala produksi paling besar maupun kecil
d.
Packaging Validation Validasi proses pengemasan dilakukan pada pengemasan primer produk
solid seperti tablet dan kapsul, serta proses pengemasan sekunder dan label untuk semua produk. Jenis validasi yang digunakan (Validasi Prospektif, Retrospektif, atau Konkuren) didokumentasi, dijustifikasi, dan disetujui oleh Site Validation Committee (SVC). Proses validasi pengemasan dilakukan sebanyak 3 kali. Validasi proses pengemasan dilakukan pada kondisi sebagai berikut :
Produk baru
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
51
Penggunaan fasilitas pengemasan baru atau transfer proses pengemasan dari satu fasilitas ke fasilitas yang lain
Peralatan baru atau modifikasi yang menunjukkan perubahan pada proses pengemasan secara signifikan
Komponen
pengemas
baru
yang
mempengaruhi
proses
pengemasan e.
Proses pengemasan yang belum tervalidasi sebelumnya
Manufacturing Process Validation Validasi proses produksi dilakukan pada kondisi sebagai berikut: -
Pengembangan produk baru dan/atau transfer produk baru..
-
Terdapat perubahan pada proses dan peralatan produksi, seperti peralatan mencampur, mengeringkan, mencetak, dan sebagainya.
-
Proses produksi suatu produk yang telah berjalan tetapi belum divalidasi.
-
Perubahan formulasi.
-
Perubahan sumber bahan aktif dan/atau eksipien.
-
Perubahan ukuran bet, penurunan dan/atau peningkatan ukuran lot dari ukuran lot standar.
f.
Sterilization Validation Validasi dilakukan pada proses sterilisasi yang dilakukan di PGS Jakarta,
seperti filtrasi, sterilisasi gas EtO, Gamma irradiation, sterilisasi panas kering, sterilisasi panas basah dan depirogenasi. Selain itu juga dilakukan validasi terhadap
sistem-sistem
yang
mendukung
proses
sterilisasi,
seperti
Formaldehyde atau H2O2 - Peracetic Acid Fogging System, UV-exposure dan agen sanitasi. Validasi proses sterilisasi dilakukan pada kondisi sebagai berikut:
g.
Proses sterilisasi atau sanitasi yang baru
Sistem dan peralatan sterilisasi baru atau modifikasi
Holding Time Study Holding time study adalah suatu studi dalam menentukan waktu
maksimum suatu material dapat disimpan dalam bentuk bulk sebelum Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
52
dilakukan proses produksi berikutnya. Contoh material yang mengalami holding time:
In process product Granulasi Larutan granulasi (larutan binder) Campuran serbuk kering Larutan coating atau suspense
Sediaan bulk Bulk tablet (sebelum dikemas) Bulk kapsul Bulk larutan, suspensi dan semi solid
h.
Validation review Sistem atau proses yang sudah divalidasi/dikualifikasi harus ditinjau
kembali. Kegiatan ini disebut dengan validation review. Validation review ini dilakukan untuk menjamin bahwa sistem, produk, proses ataupun peralatan yang telah mengalami proses validasi masih terkontrol dan memberikan hasil sesuai dengan yang ditetapkan sebelumnya. Validation review terdiri dari periodic review dan change-based review (karena perubahan).
Periodic review merupakan penelusuran kembali sistem atau proses secara periodik berdasarkan trend terhadap data bets untuk memastikan bahwa proses atau sistem tersebut masih memberikan hasil sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya secara konsisten serta menjamin tidak ada perubahan mayor atau kritikal yang dapat mempengaruhi hasil validasi. Frekuensi periodic review ditentukan berdasarkan hasil dari Risk Probabillity Number (RPN) dari suatu sistem atau proses. Semakin tinggi nilai RPN maka semakin tinggi frekuensi pelaksanaan validation review terhadap sistem atau proses tersebut. Rencana periodic validation harus disusun setiap tahun, didokumentasikan di dalam Validation Master Plan (VMP) dan disetujui oleh
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
53
SVC. Hal-hal yang ditinjau kembali di dalam pelaksanaan periodic review, yaitu:
Dokumen managemen perubahan
Laporan investigasi
Kegiatan kalibrasi serta pencegahan dan pemeliharaan
Dokumentasi
Pfizer Quality Standard (PQS)
Change-based review merupakan penelusuran terhadap perubahan yang terjadi pada sistem atau proses. Lamanya pelaksanaan validasi berdasarkan Risk Assessment. Dalam change-based review, dapat ditentukan apakah sistem atau proses membutuhkan validasi/validasi ulang atau tidak berdasarkan Risk Probability Number (RPN). Penilaian di dalam pelaksanaan Change-based review meliputi :
Evaluasi dampak atau pengaruh yang terjadi akibat perubahan suatu sistem atau proses
Kemungkinan terjadi kegagalan dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan tersebut pada setiap perubahan
Persyaratan dan spesifikasi yang harus dipenuhi terkait dengan perubahan tersebut
Beberapa proses tidak dilakukan validation review tetapi dilakukan revalidation/requalification setiap tahun, diantaranya proses sterilisasi (panas kering, panas basah, uap H2O2, etilen oksida, γ-radiasi, steam-in-place system), proses depirogenisasi, dan aseptic filling line. Setiap perubahan atau deviasi yang terjadi akan selalu melalui change control atau investigasi deviation report untuk menentukan apakah sistem, proses atau alat tersebut masih valid atau justru akan dilakukan revalidasi.
b)
Packaging Development Packaging Development bertanggung jawab terhadap pengembangan
bahan kemas primer dan sekunder, baik desain, bahan baku kemasan, dan Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
54
pengkodean sesuai dengan Pfizer guideline dan regulator. Kesalahan dari desain kemasan dapat berakibat fatal dan tidak bisa dipakai di mesin, oleh karena itu pemastian desain kemasan sangatlah penting untuk diperhatikan. Setiap kemasan pada produk Pfizer yang dikembangkan haruslah tetap mengikuti aturan dan memenuhi persyaratan dan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Pfizer Packaging Design Guidelines (PDG) dan Badan POM. Packaging Development juga harus memastikan bahwa desain kemasan dapat digunakan dalam proses produksi. Dalam membuat desain kemasan, Packaging Development terlebih dahulu membuat artwork yang merupakan suatu desain spesifik mengenai kemasan suatu produk, bisa berupa elektronic file atau hard copy. Dalam artwork haruslah terdapat nama produk, warna kemasan, bentuk dan ukuran kemasan, bahan yang digunakan, waktu mempersiapkan, waktu penyelesaian,nomor revisi, dan nama printer yang digunakan. Dalam kegiatannya, Packaging Development memiliki sistem global e-PALMs (electronics Pfizer Artwork Labeling Management System) yang mengatur dan mendokumentasikan semua proses artwork dan labeling. e-PALMs merupakan sistem elektronik Pfizer yang membantu mengatur proses pembuatan, pengembangan, perubahan, peninjauan, dan persetujuan artwork dan labeling produk Pfizer. Pembuatan artwork untuk produk baru maupun perubahan pada artwork produk yang telah ada dilakukan dengan membuat Pfizer Artwork Request (PAR) terlebih dahulu. Prosedur pembuatan artwork pada produk baru melalui 2 tahap, yaitu Registration Submission Phase dan Production Phase. Pada Registration Submission Phase terdapat permintaan pengembangan artwork baru kepada Badan POM, sedangkan Production Phase terdapat permintaan pengembangan artwork yang telah disetujui oleh Badan POM dan akan diimplementasikan pada produksi material kemasan dalam skala besar. Berdasarkan artwork yang telah disetujui, Packaging Development akan berkomunikasi dengan suplier dan meminta proof print (contoh printing suatu kemasan yang menggambarkan design kemasan aslinya) dan color range apabila kemasannya berwarna. Proof print dan color range akan didistribusikan oleh Packaging Development pada bagian produksi, Technical Services dan Quality Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
55
Assurance untuk ditinjau kembali dan disetujui. Proof print dan color range ini yang akan dijadikan pedoman untuk produksi dalam skala komersial. Selanjutnya proof print dan color range yang telah disetujui akan dikirimkan ke supplier untuk diproduksi dan didistribusikan ke QA untuk keperluan pemeriksaan packaging material yang datang.
3.5.2.5 Stability test dan registrasi Pengujian stabilitas merupakan suatu rangkaian pengujian untuk memperoleh
kepastian
mengenai
stabilitas
suatu
produk
obat,
yakni
kemampuannya untuk mempertahankan spesifikasi, apabila dikemas dalam kemasan tertentu serta disimpan dalam kondisi tertentu selama waktu yang telah ditetapkan. Jenis stability test yang digunakan, yaitu: a.
Accelerated 40oC/75 % RH Stabilitas yang dipercepat, dilakukan selama 6 bulan. Dalam waktu 6 bulan tersebut diperkirakan sama dengan 2 tahun dalam kondisi suhu kamar.
b.
Real time / Long term Uji stabilitas dilakukan sesuai kondisi penyimpanan produk pada 30oC / 75% RH atau 25oC/60 % RH
c.
Follow up Study (On going) Finished product yang telah dipasarkan akan dipantau dan diawasi oleh Pfizer dengan melakukan uji stabilitas jangka panjang on-going untuk memperkuat data tanggal kadaluwarsa dan kondisi penyimpanan yang telah diperkirakan sebelumnya serta memungkinkan pendeteksian semua masalah stabilitas yang berkaitan dengan formula dalam kemasan yang dipasarkan. Tujuan dari stabilitas on-going adalah untuk memantau produk selama masa edar dan untuk menentukan bahwa produk tetap memenuhi syarat mutu dan spesifikasi selama disimpan dalam kondisi penyimpanan yang tertera pada label. Stabilitas on-going dilakukan pada minimal satu lot per tahun dari produk yang dibuat untuk tiap kekuatan dan tiap jenis pengemasan primer. Untuk produk-produk baru, uji stabilitas accelerated dan real time
dilakukan pada minimum 2 lot skala produksi dan 1 lot skala kecil. Sampel uji stabilitas termasuk on-going stability disimpan di climatic chamber selama Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
56
periode stabilitasnya dan dikontrol suhu dan kelembabannya. Monitoring suhu dan kelembaban dilakukan dan direcord secara otomatis melalui sistem Building Automation System (BAS), dan juga dicatat secara manual setiap hari pada pagi dan sore hari kecuali hari libur. Apabila terjadi perubahan pada suhu dan temperature dalam waktu lebih dari 24 jam, maka harus dilakukan investigasi dan assessment terhadap dampak yang terjadi terhadap sampel. Program stabilitas dilakukan dengan menggunakan Stability Program Application System (SPAS). Lama penyimpanan sampel di chamber tidak lebih dari 3 bulan setelah tanggal proses packaging dan dalam waktu 30 hari dari tanggal penyelesaian pengujian awal. Pengujian awal akan dilakukan kembali apabila uji stabilitas dimulai lebih dari 30 hari dari tanggal pengujian awal. Pull date pada setiap interval pengujian dihitung berdasarkan tanggal awal uji stabilitas dengan toleransi sebagai berikut : a.
Untuk interval uji di bawah 3 bulan, actual pull date yaitu ± 4 hari dari target pull date
b.
Untuk interval uji di atas 3 bulan, actual pull date ± 7 hari dari target pull date.
Apabila terjadi keterlambatan maka harus dilakukan evaluasi terhadap pengaruh yang terjadi pada sampel atau hasil pengujian. Uji fisika, kimia dan mikrobiologi pada sampel uji stabilitas pada setiap interval uji harus diselesaikan dalam 30 hari dari actual pull date. Hasil pengujian pada setiap interval dicatat dalam Stability Analysis Report dan kemudian dimasukkan ke dalam SPAS hingga laporan stabilitas disetujui. Hasil uji stabilitas dikaji oleh supervisor laboratorium dan diapprove oleh manajer laboratorium dan manajer QA. Hasil uji stabilitas dan perbandingan dengan spesifikasi yang dipersyaratkan, termasuk jika terjadi OOS, akan dirangkum di dalam Stability Summary Report yang dibuat oleh Stability Operation Supervisor, kemudian direview dan diapprove oleh manajer laboratorium dan manajer QA. Stability Summary Report diterbitkan pada interval uji bulan ke 6 dan 12 dan kemudian setiap 1 tahun. Untuk on-going stability, Summary Report diterbitkan pada akhir periode stabilitas.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
57
3.5.3
Departemen Produksi Departemen ini bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan produksi
obat, yang meliputi kegiatan pengolahan dan pengemasan. Pada departemen ini memiliki jumlah personel yang cukup banyak. Jumlah ini pun termasuk untuk pegawai yang merupakan pegawai tidak tetap. Departemen produksi membawahi tiga unit kegiatan, yaitu unit kegiatan steril, unit sediaan cair nonsteril dan semisolid, dan unit sediaan padat. Sebelum pelaksanaan produksi, bagian produksi akan menyusun jadwal produksi bulanan (monthly schedule) berdasarkan Material Requirement Plan (MRP). Jadwal bulanan ini memuat kegiatan-kegiatan apa saja yang akan dilakukan oleh bagian produksi dalam satu bulan ke depan, serta mencantumkan produk yang akan diproduksi, ruang, mesin yang akan dipakai untuk produksi dan waktu pengerjaannya. Rencana bulanan ini akan didistribusikan ke bagian-bagian yang terkait, seperti bagian laboratorium, PPIC, dan gudang. Setelah jadwal produksi disetujui, maka akan dikeluarkan Production Order (PDO) status 1 dari PPIC. PDO ini berisi jumlah bahan baku yang diperlukan untuk produksi yang kemudian diserahkan ke bagian farmasi untuk dilakukan penimbangan. Alur produksi dimulai dengan penyiapan bahan baku yang dilakukan oleh bagian gudang sesuai dengan PDO, kemudian bagian gudang akan mengirim bahan-bahan tersebut melalui ruang transit. Di dalam ruang transit, bahan baku yang diberikan dari gudang diperiksa jumlah, jenis, dan labelnya. Setelah memenuhi persyaratan, bahan baku dibawa ke ruang penimbangan (dispensing). Untuk bentuk padat penimbangan dilakukan di ruang farmasi, sedangkan untuk bentuk cair dilakukan di ruang proses compounding masingmasing produk di bawah pengawasan bagian farmasi. Penimbangan dilakukan oleh dua orang, masing-masing pilot dan co-pilot ditambah seorang checker untuk pemastian kuantitas bahan yang ditimbang. Setelah proses penimbangan akan diprint out label sejumlah bahan yang ditimbang untuk diikatkan pada wadah atau kemasan yang menampung bahan tersebut. Bahan baku yang telah ditimbang kemudian ditempatkan di staging room. Pada saat akan dilaksanakan proses produksi, supervisor dan operator memeriksa kesesuaian bahan baku yang ditimbang dengan yang tercantum pada PDO. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
58
Setelah sesuai bahan baku kemudian dibawa ke ruang produksi. Proses produksi dilaksanakan sesuai dengan Manufacturing Procedure (MP). MP berisi tentang setiap tahap cara pembuatan atau pengolahan obat. Setiap obat mempunyai MP yang berbeda antara satu obat dengan obat yang lain. Dalam MP terdapat informasi tentang nama produk, bahan baku yang harus ditimbang, prosedur pembuatan sampai diperoleh obat setengah jadi, pengujian selama pengolahan produk (in process control), dan catatan tentang hal-hal yang terjadi diluar ketentuan dan dokumentasi. Kegiatan produksi secara garis besar dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengolahan dan pengemasan. Proses pengolahan dan pengemasan primer untuk sediaan non steril berlangsung di grey area, sedangkan untuk sediaan steril berlangsung di white area. Proses pengemasan sekunder dan tersier dilakukan di black area terkontrol.
3.5.3.1 Produksi Solid Unit pengolahan sediaan padat dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab kepada manajer produksi. Supervisor produksi sediaan padat bertanggung jawab terhadap proses pembuatan, pengemasan, memeriksa kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan sebelum proses, memeriksa seluruh catatan pengolahan batch, serta merevisi dan memperbaharui seluruh SOP bagian produksi sediaan padat. Alat yang digunakan untuk produk solid adalah intermediate bulk container, mesin milling, mesin blender, mesin fielder, fluid bed dryer, mesin coating, mesin pencetak tablet, mixer, timbangan analitik, timbangan elektrik, oven pengering, mesin blower, mesin compactor, mesin enkapsulasi, mesin pengering, metal detector, mesin siever, mesin deduster capsule,mesin deduster tablet, mesin polishing tablet, alat moisture balance, vacuum cleaner, mesin seleksi kapsul, vacuum conveyor, alat uji disintegrasi, friabilator, tablet hardness tester. Perbedaan tekanan ruang di ruang produksi (grey area) dilakukan 1 kali sehari dengan menjaga spesifikasi tekanan koridor lebih besar dari tekanan ruangan sediaan solid sebesar minimal 5,0 Pa. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
59
Beberapa produk diproduksi menggunakan cara campaign production di mana proses produksi batch/lot berturut-turut produk yang sama menggunakan bahan aktif yang sama. Proses pembersihannya pun juga memiliki prosedur yang terlebih dahulu divalidasi. Alur pengolahan sediaan padat melalui tahapan sebagai berikut: 1. Penyiapan bahan Semua bahan yang akan digunakan pada proses produksi diambil dari staging room setelah diperiksa terlebih dahulu oleh supervisor dan pemimpin tim. 2. Pencampuran Pencampuran semua bahan dilakukan dengan waktu pencampuran sesuai dengan yang tercantum pada MP. Untuk obat yang telah sering dibuat, seperti Ponstan dan Norvask tidak memerlukan pengujian homogenitas. 3. Granulasi Proses granulasi dilakukan untuk memperbaiki laju alir serbuk. Proses granulasi dengan high shear menggunakan mesin TK Fielder dan diperoleh granul yang berbentuk sferis; sedangkan untuk proses granulasi yang membutuhkan low shear digunakan mesin Marion Mixer dan menghasilkan granul yang seperti adonan kue dan mudah patah. 4. Pengeringan granul Pengeringan granul dapat dilakukan dengan menggunakan oven dan fluid bed dryer (FBD). Selama proses pengeringan dilakukan in process control dengan memeriksa kadar air granul sampai diperoleh kadar air yang ditetapkan. 5. Milling Granul yang sudah dikeringkan diperkecil ukuran partikelnya dan diayak
dengan
ukuran
mesh
tertentu
untuk
mendapatkan
keseragaman ukuran partikel. Alat yang digunakan adalah Fitzz Mill. 6. Final blending
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
60
Pencampuran terakhir dilakukan dengan menggunakan V-blender. Pencampuran dilakukan dengan menambahkan bahan penghancur dan bahan pelincir. Setelah selesai kemudian dilanjutkan dengan pengambilan sampel untuk dianalisis oleh laboratorium, dan bahan disimpan sementara di ruang penyimpanan atau work in process (WIP). 7. Compressing Sebelum dilakukan pencetakan terlebih dahulu dilakukan start up mengenai keseragaman bobot, kekerasan, waktu hancur, ketebalan, keregasan. Setelah proses start up memenuhi syarat, dilakukan IPC pencetakan terhadap bobot tablet dilakukan setiap selang waktu 10 menit oleh bagian produksi dan oleh bagian QA setiap selang waktu satu jam. Apabila tahap pencetakan selesai, maka dilakukan pemeriksaan oleh laboratorium, yaitu pemeriksaan kadar bahan aktif, keseragaman kadar, LOD (Loss On Drying), dan disolusi. Setelah diluluskan oleh laboratorium, maka dilakukan proses selanjutnya. 8. Coating dan polishing Tahap penyalutan dilakukan ini dilakukan untuk pembuatan film coated tablet (FCT). Penyalutan tablet dilakukan secara otomatis menggunakan mesin penyalut yang dilengkapi dengan blower, exhauster, dan gun sprayer. Setelah selesai dilakukan penyalutan dilakukan pemeriksaan meliputi penampilan, waktu disintegrasi, ketebalan, keregasan, dan bobot tablet. Dalam proses produksi dilakukan pengambilan sampel sediaan solid untuk in process control menggunakan sampling stick mengambil bagian atas, tengah dan bawah bulk sebelum dan sesudah penambahan lubrikasi. Selama proses produksi berlangsung, dapat terjadi kemungkinan serpihan atau potongan logam dari peralatan yang digunakan selama proses produksi ikut terbawa mencemari produk, meskipun sebelumnya sudah terlebih dahulu dilakukan pengecekan pada alat produksi jika ada kerusakan/kecacatan. Untuk mengantisipasi hal ini, maka dipasang metal detector pada tahap pencetakan tablet
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
61
atau pengisian kapsul. Sehingga bila terdeteksi adanya logam pada tablet atau kapsul dapat ter-reject terpisah oleh mesin.
3.5.3.2 Produksi Steril Liquid Unit produksi sediaan steril dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab kepada manajer produksi. Supervisor produksi sediaan steril bertanggung jawab terhadap proses pembuatan, pengemasan, memeriksa kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan sebelum proses, memeriksa seluruh catatan pengolahan batch, serta merevisi dan memperbaharui seluruh SOP bagian produksi sediaan steril. Pembagian ruangan dan kelas produksi dilakukan berdasarkan aturan Cara Pembuatan Obat yang Baik tahun 2010, yaitu: a) Kelas A Area yang mengandung 3500 partikel berukuran 0.5 μm/m3 b) Kelas B Area yang mengandung 3500 partikel berukuran 0.5 μm/m3 c) Kelas C Area yang mengandung 350.000 partikel berukuran 0.5 μm/m3 d) Kelas D Area yang mengandung 3.500.000 partikel berukuran 0.5 μm/m3 Persyaratan masuk ke ruangan aseptik harus mengenakan baju dari bahan antistatic lint free, serta tidak mengenakan perhiasan apa pun (kalung, cincin, jam tangan, anting) dan tidak membawa benda pribadi apa pun (dompet, kunci), harus terlebih dahulu mandi, cuci tangan, berkumur dan tidak diperkenankan berbicara dan kontak dengan personil lain dalam perjalanan menuju ruang aseptik. Personil tidak diperkenankan menggunakan riasan wajah, berkuku panjang, sesedikit mungkin berkumis atau berjenggot. Baik baju kerja untuk masuk ke ruang black area, sarung sepatu (booties) maupun baju antistatic lint free harus diganti setiap hari (tidak boleh disimpan di lemari pakaian). Dilengkapi pula dengan google sebagai pelindung mata agar partikel dari mata tidak mengkontaminasi, sarung tangan agar tidak terjadi kontaminan dari tangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
62
Peralatan yang digunakan untuk produksi steril adalah gas detector pump, mixing tank, holding tank, prafilter dan filter, laminar air flow, particle counter, dry heat sterilizer, mesin pencuci vial, washing machine, drying machine, getinge steam sterilizer, timbangan analitik, otoklaf test pack, pH meter, filter intergrity tester, pompa pemindah larutan, mesin penghitung airborne particulates. Dilakukan juga pemantauan seperti jumlah partikel, integritas filter, tekanan ruang aseptik, suhu, kelembaban udara serta kecepatan aliran udara HEPA filter. Ruang aseptik dibersihkan dengan cara fumigasi menggunakan larutan khusus dan selama proses fumigasi, semua kegiatan produksi baik steril maupun non steril akan dihentikan sementara karena masih satu lingkup area. Alur proses sediaan steril secara umum adalah sebagai berikut: 1. Penyiapan bahan baku dan bahan pengemas Penyiapan bahan baku dilakukan oleh bagian gudang berdasarkan PDO, sedangkan untuk bahan pengemas dimulai dengan pencucian wadah untuk vial dan penyemprotan (blowing) untuk botol. Hal itu dilakukan untuk mengeliminasi cemaran partikel yang mungkin terdapat pada bahan kemasan tersebut. Selanjutnya dilakukan sterilisasi wadah sesuai dengan jenis wadah. Sterilisasi panas kering dilakukan untuk vial, otoklaf untuk rubber stopper, radiasi sinar gamma untuk botol dan plug, dan sterilisasi dengan gas etilen oksida (EtO) untuk tutup botol. Vial dan rubber stopper yang telah disterilisasi kemudian dimasukkan ke dalam ruang steril melalui oven yang berada diantara Ruang Preparasi Aseptik (RPA) dan Ruang Aseptik (RA). Botol, plug, dan tutup yang telah disterilisasi kemudian dibawa ke air lock melalui produksi untuk dikeluarkan dari dus, dan dibawa ke UV air lock dalam kemasan tiga rangkap plastik untuk dipapar sinar UV selama 2 jam. Setelah itu botol, plug, dan tutup akan dibawa ke ruang steril dan plastik pengemas dilepas. 2. Pengolahan (compounding) Proses dilakukan di ruang pengolahan dengan menggunakan homotank yang terdapat di grey area. Air yang digunakan untuk pembuatan sediaan tetes mata adalah purified water dan untuk sediaan injeksi adalah water for injection. Semua bahan dicampur sampai larut dan mencapai pH yang telah ditetapkan Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
63
dalam MP. Selama proses pengolahan, IPC yang dilakukan adalah uji kejernihan dan pH. a) Filtrasi Setelah tahap pengolahan, proses selanjutnya yang dilakukan adalah filtrasi. Filtrasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu prafilter dan filter akhir. Prafilter bertujuan untuk menyaring partikel-partikel dan mikroba sekaligus sebagai barrier awal dengan menggunakan penyaring 0.5 μm, sedangkan filter akhir bertujuan untuk menyaring Pseudomonas sp dengan menggunakan penyaring 0.22 μm. b) Pengisian Apabila hasil dari filtrasi akhir telah lulus pengujian dari laboratorium, maka dilakukan proses pengisian secara aseptik ke dalam kemasan primer yang dilakukan di kelas A.
3.5.3.3 Produksi Semisolid & Cair Non Steril Unit produksi sediaan cair non steril dan semisolid dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab kepada manajer produksi. Supervisor produksi sediaan cair non steril dan semisolid bertanggung jawab terhadap proses pembuatan, pengemasan, memeriksa kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan sebelum proses, memeriksa seluruh catatan pengolahan batch, serta merevisi dan memperbaharui seluruh SOP bagian produksi sediaan cair nonsteril dan semisolid. Alat pada produksi cair non steril adalah tanki pencampur, pompa transfer, homogenizer, timbangan kapasitas maksimum 600 kg, filter larutan suspensi, dan tanki penampung. Sedangkan alat pada produksi sediaan semi solid adalah mesin ointment processor, mineral oil filter, homogenizer, timbangan kapasitas maksimum 600 kg, dan melting device. Sediaan cair nonsteril dan semisolid yang diproduksi adalah salep, krim, gel, dan suspensi. Pengambilan sampel bulk cair non steril menggunakan stik sampling yang sebelumnya sudah dibersihkan. Pengambilan sampel pada bagian atas, tengah dan bawah tangki untuk mewakili seluruh bagian bulk dan sampel ditampung dalam wadah botol yang sudah bersih. Untuk pengambilan sampel Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
64
bulk semi solid menggunakan beaker glass 500 mL bersih. Semua sampel baik bulk cairan non steril maupun bulk semi solid akan dikirimkan ke laboratorium untuk dilakukan analisis. Suhu ruang produksi cair non steril dimonitor setiap pagi dan sore hari menjaga suhu tetap maksimum pada 25oC serta dipantau juga tekanan ruangan pada black area terkontrol sebesar 5,0 Pa dan grey area sebesar 10,0 Pa. Alur proses produksi sediaan cair nonsteril dan semisolid secara umum adalah sebagai berikut: 1. Penyiapan bahan Semua bahan yang akan digunakan pada proses produksi diambil dari staging room setelah diperiksa terlebih dahulu oleh supervisor. 2. Pencampuran (Blending) Proses pencampuran bahan dilakukan di ruang pencampuran semisolid (sediaan gel, krim, salep) dan ruang pencampuran sediaan cair nonsteril (suspensi). Proses pencampuran semisolid diawali dengan pembuatan agen pembuat gel (gel) atau pelelehan basis (salep), pelarutan zat aktif dan pencampuran antara agen pembuat gel atau basis dengan zat aktif. Proses pencampuran sediaan cair nonsteril diawali dengan pembuatan pensuspensi, zat aktif, dan pencampuran pensuspensi dan zat aktif. 3. Filtrasi Filtrasi bertujuan untuk menyaring partikel-partikel kasar yang dilakukan pada saat menambahkan bahan-bahan dan pengeluaran produk dari tangki pencampuran. IPC hasil filtrasi dilakukan oleh bagian laboratorium, pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan cemaran mikroba, pH, dan viskositas. 4. Pengisian (Filling) Bila sampel dari hasil filtrasi akhir telah lulus pengujian dari laboratorium, maka dilakukan proses pengisian. Selama proses pengisian untuk sediaan semisolid tidak dilakukan pengadukan terlebih dahulu, sedangkan untuk sediaan suspensi perlu dilakukan pengadukan terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya pengendapan. Untuk sediaan steril semisolid, seperti salep mata, setelah dilakukan pengisian dilanjutkan dengan proses sterilisasi dengan radiasi sinar
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
65
gamma. Selama dilakukan proses pengisian dilakukan pemeriksaan keseragaman berat.
3.5.3.4 Pengemasan Produk Pada masing-masing bagian produksi sediaan baik solid, semisolid dan cair non steril, serta steril, tahap akhir dari produksi adalah pengemasan yang ditugaskan kepada supervisor yang terpisah bertanggung jawab untuk seluruh pengemasan produk akhir dari bulk. Kelas ruang pengemasan produk adalah black area terkontrol. Alat-alat pada bagian pengemasan adalah mesin blister, mesin folding, mesin labeling, mesin liquid filling, torquemeter, alat marsh stencil, automatic cartoning machine, mesin automatic capper, mesin PVC/PVDC-blister, mesin wrapper, mesin ointment filler, mesin ink jet printer, timbangan elektronik, barcode reader, checkweigher, mesin label faster, mesin cap sealer, pharmacode reader, mesin plakband sealer, barcode printer. Bahan-bahan kemas yang akan dipakai diambil langsung dari gudang. Sebelum digunakan, bahan-bahan kemas yang sudah dipreparasi dari gudang ditampung sementara di staging area bahan kemas hingga siap untuk digunakan. Ruang pengemasan itu sendiri digunakan hanya untuk mengemas produk ke dalam kemasan sekunder. Untuk pengemasan bulk ke dalam kemasan primer dilakukan di ruang produksi. Di ruang pengemasan juga dilakukan printing nomor lot, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa dan harga eceran tertinggi (jika perlu) pada bahan kemas yang dimaksudkan untuk dilakukan printing. Pengecekan visual dilakukan pada produk-produk yang membutuhkan penilaian visual seperti kejernihan, kecocokan posisi tulisan pada kemasan, kecacatan botol, dan lain-lain di meja khusus yang disediakan lampu yang intensitas cahaya dipantau dan dijaga untuk optimalisasi kerja operator. Intensitas cahaya diukur menggunakan alat luxmeter. Operator yang melakukan inspeksi secara visual diharuskan mengikuti program pelatihan baik operator baru maupun rutin dilakukan pelatihan setiap minimal setahun sekali. Untuk operator yang berkaca mata maka diharuskan mengenakan kaca mata yang sesuai sebelum memulai inspeksi visual. Setiap Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
66
setahun sekali diadakan pemeriksaan fungsi mata, buta warna, ketajaman penglihatan bekerja sama dengan dokter atau lembaga pemeriksaan kesehatan berwenang.
3.5.4 Departemen Engineering Engineering
Department
dipimpin
oleh
seorang
manajer
yang
bertanggung jawab terhadap peralatan, pemeliharan peralatan, bangunan, kesehatan dan keselamatan karyawan, serta pemantauan lingkungan. Engineering Department
membawahi
empat
unit
kegiatan,
yaitu
utility-security,
documentation, maintenance,dan environmental health &safety.
3.5.4.1 Utility-security Bagian ini terdiri dari Utility, Security, Gardener, Laundry, dan Janitor. Utility bertanggung jawab atas penggunaan sumber energi dan unit penunjang kegiatan di industri seperti, listrik, genset, air, udara, Air Handling Unit (AHU), kompresor, chiller dan water system. Sumber listrik yang digunakan di PGS Jakarta berasal dari aliran listrik PLN dan genset. Genset digunakan sebagai pengganti sumber listrik ketika aliran listrik PLN padam. Sumber air yang digunakan yaitu air yang berasal dari PAM yang merupakan sumber air utama dan deep well/air tanah sebagai cadangan. Air dari tanah hanya boleh digunakan apabila kapasitas air dari PAM kurang. Kedua sumber air tersebut akan ditampung, kemudian diolah terlebih dahulu sebelum digunakan untuk kegiatan industri. Terdapat 3 jenis air yang digunakan yaitu potable water, purified water (WPU) dan water for injection (WFI). Potable water adalah air yang diperoleh dari proses penyaringan yang bebas logam dan klorin. Potable water digunakan untuk menunjang kegiatan industri seperti, kantin dan MCK. Purified water adalah air yang diperoleh dari proses reverse osmosis (RO) dan ion exchange. Purified water diambil dari air yang dapat diminum sesuai dengan peraturan/standar, dan harus melalui test kemurnian kimia dan mikrobiologi. Purified water digunakan dalam produksi non-steril. Water for injection adalah pemurnian air dengan proses destilasi dan disimpan serta disalurkan pada kondisi tertentu untuk mencegah timbulnya bakteri endotoxin. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
67
Water for injection digunakan dalam produksi steril untuk semua produk parenteral. Sistem HVAC terdiri dari Air handling unit (AHU), berfungsi sebagai unit pengendalian udara. Pertukaran udara diatur dengan suatu rangkaian Air Handling Unit (AHU), yaitu udara luar (fresh air) dipompa menuju AHU yang terdiri dari serangkaian filter dan terakhir menggunakan High-Efficiency Particulate Air (HEPA) filter. Pengaturan temperatur dan kelembaban udara dilakukan menggunakan cooling coil. Udara dengan kelembaban tinggi akan mengalami proses cooling, sehingga uap air akan terkondensasi dan kelembaban turun. PT. Pfizer Indonesia menggunakan sistem tata udara OFA yaitu sistem tata udara dimana pengaturannya menggunakan mesin bebas lubrikasi oli dan minyak agar ketika ada jalur udara yang kontak langsung produk atau dalam sistem produksi maka tidak ada minyak sebagai kontaminan. Seluruh mesin yang menggunakan sistem OFA, berbahan Teflon sehingga tidak perlu lubrikasi. Teknologi terbaru yang digunakan di Pfizer adalah dengan menggunakan lubrikasi air.
3.5.4.2 Calibration dan Maintenance Program pemeliharaan dilakukan pada semua peralatan, bangunan dan utility yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap produk. Semua peralatan, bangunan, dan utility yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap produk yang masuk ke dalam program pemeliharaan harus dipelihara dan dijaga serta memiliki nomor identifikasi unik. Jadwal dan rencana program pemeliharaan dimasukkan ke dalam sistem komputerisasi/CMMS yang telah tervalidasi. Personil yang akan melakukan program pemeliharaan harus terlatih dan terkualifikasi. Program pemeliharaan dilakukan melalui preventive maintenance dan predictive
maintenance.
Preventive
maintenance
merupakan
program
pemeliharaan yang dilakukan secara rutin sebelum terjadinya kerusakan pada peralatan, mesin, dan fasilitas. Contoh penggantian spare part setiap tahun. Setelah dilakukan preventive maintenance, pengguna harus melakukan verifikasi kinerja dari peralatan, mesin, atau fasilitas untuk memastikan peralatan, mesin, Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
68
atau fasilitas tersebut berada dalam kondisi baik. Predictive maintenance merupakan
program
pemeliharaan
yang
dilakukan
dengan
cara
memprediksi/menganalisa terlebih dahulu pada saat kapan mesin akan mengalami kerusakan atau tidak dapat beroperasi, sehingga harus dilakukan penggantian. Contoh, penggunaan infrared thermograph untuk melihat kenaikan panas sebagai indikator kerusakan alat/mesin. Semua alat, fasilitas, dan unit penunjang dalam kondisi baru atau modifikasi, harus dikualifikasi terlebih dahulu sebelum dioperasikan. Engineering bertanggung jawab dalam pelaksanaan kualifikasi peralatan yang mencakup installation qualification (IQ) dan operational qualification (OQ). Proses kualifikasi diawali dengan adanya requirement document dari masing-masing departemen mengenai design spesifik peralatan yang dibutuhkan. Tidak semua peralatan perlu dilakukan kualifikasi, hanya peralatan tertentu yang telah ditentukan berdasarkan level impact assessment yang dibagi menjadi 2 tahap yaitu System Level Impact Assessment (SLIA), dan Component Level Impact Assessment (CLIA). Tahap SLIA akan mengevaluasi apakah peralatan tersebut akan berpengaruh pada kualitas produk. Pada evaluasi tersebut, peralatan kemudian akan diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu direct, indirect, dan no impact. Apabila dari hasil evaluasi , peralatan digolongkan sebagai direct, maka peralatan tersebut harus dievaluasi lebih lanjut pada tahap CLIA. Pada evaluasi tersebut, peralatan kemudian akan diklasifikasikan menjadi critical dan non-critical. Apabila dari hasil level impact assessment, peralatan digolongkan direct impact dan critical, maka peralatan harus dikualifikasi, sedangkan peralatan yang digolongkan indirect impact atau no impact, maka hanya dilakukan engineering practice terhadap peralatan tersebut. tahap kualifikasi berikutnya adalah commitioning planning dan commitioning qualification. Engineering juga bertanggung jawab untuk melakukan kalibrasi instrumeninstrumen yang ada di PGS Jakarta. Tidak semua instrumen perlu dilakukan kalibrasi, hanya instrument-instrumen tertentu yang telah ditentukan berdasarkan level impact assessment. Level impact assessment membagi instrumen menjadi tiga golongan, yaitu instrumen yang memiliki direct impact, indirect impact, dan reference only. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
69
Instrumen yang memiliki direct impact merupakan instrumen yang berpengaruh langsung terhadap kualitas produk dan harus dilakukan kalibrasi. Instrumen yang memiliki indirect impact, merupakan instrumen yang tidak berpengaruh langsung terhadap kualitas produk dan perlu dilakukan kalibrasi. Instrumen yang digolongkan dalam reference only merupakan instrumen yang tidak berpengaruh pada kualitas produk dan tidak perlu dikalibrasi. Instrumen golongan ini banyak ditemui pada bagian utility. Misalkan, pengatur suhu pada Air Conditioner (AC). Pengatur suhu pada AC tidak dilakukan kalibrasi, melainkan kenyamanan personil yang digunakan sebagai indikator untuk mengetahui ketidaksesuaian dari instrumen tersebut. Bagian kalibrasi juga melaksanakan optimalisasi program kalibrasi. Program ini bertujuan untuk mengoptimalkan jadwal pelaksanaan kalibrasi melalui risk assessment. Contoh, suatu instrumen yang semula harus dikalibrasi setiap 6 bulan sekali maka dapat diperpanjang menjadi setahun sekali. Data kalibrasi instrumen selama tiga tahun dicatat dan dilihat, sehingga terlihat trendnya. Jika trend menunjukkan hasil yang baik dan selalu memenuhi persyaratan, maka jadwal kalibrasi dapat diperpanjang menjadi setahun sekali.
3.5.4.3 Environmental, Health & Safety Bagian environmental, health, and safety berada di bawah koordinasi departemen engineering yang dipimpin oleh seorang manajer. EHS bertanggung jawab terhadap perlindungan lingkungan sekitar pabrik, pemeriksaan kesehatan karyawan, dan pengelolaan limbah. Kebijakan PGS Jakarta di bidang lingkungan hidup, yaitu dengan menerapkan manajemen lingkungan ISO 14001, serta secara berkesinambungan melaksanakan program lingkungan dalam meminimalkan dampak lingkungan akibat dari proses operasional pabrik. a) Kesehatan dan Keselamatan Aktivitas yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan, antara lain: 1. Pelatihan program Tanggap Darurat, seperti kebakaran, ledakan, bencana alam, tumpahan/kebocoran bahan-bahan kimia berbahaya
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
70
pertolongan pertama kecelakaan, dan gangguan eksternal (ancaman bom, sabotase, demonstrasi, perang, perampokan/penjarahan). 2. Pelatihan keamanan pegawai, seperti lock out tag out, untuk pencegahan terjadinya kecelakaan pada operator yang sedang melakukan perbaikan/perawatan mesin akibat dinyalakannya mesin oleh operator lain 3. Inspeksi rutin, antara lain pemaliharaan alat pemadam kebakaran, pemeliharaan fire hydrant, dan pemeliharaan sistem alarm kebakaran 4. Pemeriksaan kesehatan pada semua karyawan baru dan dilakukan pemeriksaan berkala selama minimal 1 tahun sekali 5. Mengukur tingkat kebisingan dan intensitas cahaya lampu di area kerja karyawan 6. Penanganan pada bahan-bahan yang berbahaya dan beracun dengan meminta dokumen MSDS seluruh bahan dari supplier. Perhatian khusus harus diberikan pada kontraktor dan karyawan yang bekerja pada tempat dengan ketinggian di atas 1,5 meter, hot work (pembakaran, pengelasan, penyolderan), confined space entry (di ruang terbatas yang rentan kekurangan oksigen) dan bekerja atau dekat dengan energi listrik.
b) Lingkungan Kajian yang dilakukan EHS dalam bidang lingkungan dibuat dalam dua upaya, yaitu Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). Salah satu upaya pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan yang penting adalah upaya pengolahan limbah. Bentuk limbah yang dikeluarkan oleh PGS Jakarta adalah limbah cair, limbah padat, dan limbah udara. Masing-masing limbah memiliki pengelolaan yang berbeda-beda. 1. Limbah Cair Limbah cair berasal dari fasilitas produksi dan rumah tangga. Limbah rumah tangga atau limbah domestik berupa air dari kegiatan kantin dan MCK; sedangkan limbah produksi berasal dari proses produksi dan pencucian alat produksi. Sebelum limbah cair dibuang ke sungai Kalibaru, limbah harus terlebih Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
71
dahulu diolah. Tahapan pengolahan limbah cair dimulai dari proses ekualisasi atau pendiaman di bak penampungan. Khusus untuk limbah cair yang berasal dari kantin, terlebih dahulu dipisahkan bagian minyaknya. Proses dilanjutkan dengan tahapan aerasi, yang bertujuan untuk pembentukan flokulan dan penguraian senyawa organik oleh bakteri nonpatogen. Pada proses aerasi, suplai O2 dimaksudkan untuk membantu bakteri untuk menguraikan limbah cair. Proses dilanjutkan dengan sedimentasi untuk mengendapkan lumpur, kemudian supernatannya dimasukkan ke bak kontrol untuk melihat kejernihannya, dan bagian lumpur yang mengendap diambil dan ditaruh di drying bed untuk dikeringkan. Proses kemudian dilanjutkan dengan proses filtrasi dengan prafilter magnesium silika, karbon aktif, serta filter karbon. Setelah proses filtrasi air kemudian dialirkan ke kolam ikan. Ikan disini berperan sebagai bioindikator, untuk melihat apakah air sudah tidak mengandung bahan berbahaya. Pada air yang terdapat pada kolam ikan dilakukan pengujian nilai TSS (Total Suspended Solid) dan nilai COD (Chemical Oxygen Demand).
2. Limbah Padat Limbah padat terdiri dari limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) dan limbah non B3. Limbah padat B3 dapat berupa sisa bahan obat, obat-obat yang tidak memenuhi syarat, retained sample, bahan baku, obat setengah jadi dan obat jadi yang telah kadaluarsa, dan bahan pengemas yang telah terkontaminasi bahan obat. Limbah B3 harus ditangani secara khusus, yaitu dengan terlebih dahulu dihancurkan dan diberi air, lalu disimpan. Limbah padat B3 kemudian disimpan maksimal selama 90 hari dan selanjutnya dikirim ke Prasadah Pamunah Limbah Industri (PPLI) yang berada di Cibinong. Limbah non B3 yang masih bermanfaat dan memiliki nilai jual setelah dihancurkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan daur ulang, atau dapat langsung dibuang ke Kementerian Pekerjaan Umum. Pembuangan sampah keluar pabrik juga dilakukan dengan melakukan kerja sama dengan dinas kebersihan Pemda DKI Jakarta secara teratur.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
72
3.5.5
Supporting Departments Selain Departemen Materials, QO, Production dan Engineering, terdapat
bagian lain yang menjadi penunjang di PGS Jakarta yaitu Business Technology, Finance, dan Human Resources.
3.5.5.1 Business Technology (BT) BT adalah divisi yang menangani hal-hal yang berkaitan dengan teknologi informasi (IT-related) di PGS Jakarta. BT berperan sebagai Administrator dari sistem yang digunakan, antara lain MAPS, MRP (Material Requirement Planning), MPS (Master Production Schedule), SUN, SPAS (Stability Program Application System), LIMS (Laboratory Information Management System), dan lain-lain. Selain itu, BT juga bertanggung jawab untuk mengelola jaringan intranet di PGS Jakarta. Sistem informasi di Pfizer menerapkan regulasi dari FDA (Food and Drug Administration), yaitu CFR (Code of Federal Regulations) 21 Part 11 yang berisi pedoman mengenai ruang lingkup serta penerapan Electronic Records dan Electronic Signature. Pentingnya regulasi ini dikarenakan di Pfizer sebagian besar record (dokumen) disimpan di dalam sistem elektronik, sehingga pemeliharaan sistem sangat diperlukan.
3.5.5.2 Finance Secara garis besar, tugas dan tanggung jawab bagian Finance mencakup hal berikut: a.
Payment Process Proses pembayaran merupakan salah satu tanggung jawab bagian
Finance. Ketika barang datang, pihak gudang akan melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan CoA. Jika memenuhi persyaratan, maka akan dikeluarkan GRN untuk barang tersebut. Barang yang telah masuk GRN akan diinspeksi oleh pihak QA dan jika hasil inspeksi telah sesuai, maka barang tersebut akan masuk (LDR) untuk selanjutnya diperiksa kesesuaiannya dengan invoice, PO, dan GRN oleh pihak Finance. Jika sesuai, maka pihak Finance akan melakukan proses
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
73
pembayaran. Jika diharuskan untuk membayar uang muka, maka diperlukan persetujuan dari Purchasing Manager sebelum melakukan proses pembayaran. b.
Cycle Counting Inventory Cycle Counting dilakukan untuk memastikan akurasi jumlah
dan lokasi dari barang-barang inventory dan merupakan salah satu kegiatan Inventory Control. Prosedur Cycle Counting dan pelaksanaannya dikoordinasi oleh pihak Finance, namun dalam keadaan tertentu, kegiatan ini dapat dilaksanaan atas permintaan bagian PPIC. Finance bertanggung jawab dalam menyusun laporan Inventory Record Accuracy (IRA) ditiap bulannya berdasarkan hasil Cycle Counting. c.
Import Kegiatan impor direncanakan oleh pihak Import Planner dari PPIC.
Pihak Finance disini bertanggung jawab untuk mengatur pembayaran tiap barang yang diimpor. Pembayaran dilakukan setelah invoice diterima dan diperiksa oleh Import Planner, dan ditandatangani oleh Purchasing Manager. d.
Supplier Selection Finance berperan dalam persetujuan Vendor Master Request Form
(berisi informasi lengkap mengenai supplier) dan memasukkan data supplier di sistem MAPS dan SUN System. SUN System merupakan sistem keuangan yang berisi data dan informasi terkait supplier dan digunakan untuk melakukan pembayaran. e.
Material Disposition Pembuangan material dilakukan untuk barang inventory (produk jadi,
setengah jadi, bahan baku, bahan pengemas, dan alat kesehatan) yang sudah tidak terpakai (usang, cacat atau kadaluwarsa), yang tidak diluluskan, dan untuk barang kembali. Pada kegiatan ini, Finance berperan dalam pengkajian (review) dan analisa dampak biaya (cost impact) terhadap pembuangan material yang dilakukan. Untuk melakukan pembuangan material, pemohon perlu mengeluarkan Material Disposition Request (MDR). Dalam hal ini, Finance bertugas untuk mereview MDR yang telah disetujui terhadap cost impact-nya. f.
Costing
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
74
Finance bertugas untuk menghitung varian (perbedaan antara aktual dengan yang sudah ditetapkan) standard cost dalam periode tertentu. Standard cost adalah biaya yang ditetapkan (di awal) untuk memproduksi satu unit barang dalam kurun waktu tertentu dan biaya ini dijadikan acuan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dengan membandingkan antara actual dan standard cost.
3.5.5.3 Human Resources (HR) Divisi
HR
bertanggung jawab
dalam mengkoordinasi
Employee
Recruitment, Resignation, dan Termination. Pada tahap Recruitment, HR memastikan bahwa pegawai yang direkrut sesuai dengan kriteria dan memenuhi kompetensi yang di persyaratkan oleh masing-masing departemen yang membutuhkan. HR juga bertugas dalam mengelola sistem Payroll untuk karyawan di PGS Jakarta, dan mengelola pihak outsource atau 3rd party seperti kantin, keamanan (security), dan laundry.
3.6
Produk-produk PT. Pfizer Indonesia
3.6.1
Produk yang Diproduksi oleh PT. Pfizer Indonesia
3.6.1.1 Solid Produk solid terdiri dari tablet Film Coated (FCT), tablet dan kapsul. Metode yang dipakai yaitu granulasi basah, granulasi kering, dan pencampuran kering. Produk solid yang diproduksi oleh PT. Pfizer Indonesia antara lain: a.
Cardura Tablets, 1 dan 2 mg.
b.
Diabinese Tablets, 100 dan 250 mg.
c.
Norvask Tablets, 5 dan 10 mg.
d.
Ponstan FCT, 500 mg.
e.
Zithromax FCT, 250 dan 500 mg.
f.
Zoloft Tablets, 50 mg.
g.
Dalacin Capsules, 150 dan 300 mg.
h.
Diflucan Capsules, 50 dan 150 mg.
i.
Dilantin Capsules, 100 mg.
j.
Feldene Capsules, 10 dan 20 mg.
k.
Lincocin Capsules, 250 dan 500 mg. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
75
l.
Ponstan Capsules, 250 mg.
m.
Vibramycin Capsules, 50 dan 100 mg.
3.6.1.2 Semi Solid Produk semi solid terdiri dari salep topikal, salep mata, krim, dan gel. Produk semi solid yang diproduksi oleh PT. Pfizer Indonesia antara lain: a.
Feldene Gel 0,5%.
b.
Terramycin Ophthalmic Oinment 1% dan Topical Oinment.
c.
Terra Cortil Ophthalmic dan Topical Oinment.
d.
Trosyd Cream 1%.
3.6.1.3 Cairan Produk cair terdiri dari cairan steril untuk tetes mata dan injeksi yang dibuat secara aseptik, dan suspensi oral non-steril. Produk cair yang diproduksi oleh PT. Pfizer Indonesia antara lain: a.
Ketalar Injection 100 mg/mL.
b.
Terramycin IM Sol. 50 mg/mL.
3.6.1.4 Produk Toll Out Adapun produk PT. Pfizer Indonesia yang dibuat oleh PT. Bayer Indonesia antara lain: a.
Lopid Capsules, 300 mg.
b.
Lopid FCT, 900 mg.
3.6.1.5 Produk Toll In Beberapa produk yang dibuat oleh PT. Pfizer Indonesia untuk Johnson & Johnson Indonesia yaitu: a.
Combantrin Tablets, 125 dan 250 mg.
b.
Visine Original, 6 mL.
c.
Visine Extra, 6 mL.
d.
Visine Tears/Refresh, 6 mL.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
76
3.6.2
Produk Impor Produk yang diimpor dari Pfizer di negara lain oleh PT. Pfizer Indonesia
yaitu: a.
Solid Aromasin, Accupril FCT, Champix FCT, Caduet FCT, Detrusitol FCT,
Feldene Flash, Glucotrol XL FCT, Lipitor FCT, Medrol Tabs, Provera Tabs, Unasyn FCT, Vfend FCT, Viagra Tabs, Xanax Tabs, Zyvox FCT, Celebrex Caps, Lyrica Caps, Neurantin Caps, Sutent Tabs. b.
Cairan Campto, Cefobid, Depo Medrol Injection, Diflucan IV, Dilantin
Injection, Dynastat IV, Farmorubicin, Feldene IM, Genotropin, Serenace, Solu Medrol, Sulperazone, Unasyn IM dan IV, Vfend IV, Xalacom, Xalatan, Zithromax IV dan POS, Zyvox.
3.6.3
Produk Ekspor Produk yang diekspor PT. Pfizer Indonesia ke luar negeri, antara lain
Diabinese Tabs, Ponstan FCT, Dalacin Caps, Lincocin Caps, Ponstan Caps, Feldene 0,5% Gel, Terramycin Ophthalmic Ointment, Terramycin Topical Ointment, Trosyd 1% Cream.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Pfizer Global Supply (PGS) merupakan bagian dari Pfizer yang memiliki ranah di bagian supply chain seperti pengadaan bahan baku dan bahan kemas, produksi untuk pengolahan bahan-bahan awal tadi menjadi produk yang siap untuk didistribusikan dan dipasarkan. PGS menerapkan ketentuan dan persyaratan yang ada dalam pedoman industri farmasi yaitu Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar obat tersebut dapat dipasarkan di Indonesia. Dalam memproduksi obat harus benar-benar menjamin keamanan (safety), kualitas (quality), dan khasiat (efficacy). Selama Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA), peserta mengamati kegiatan yang dilakukan di PGS dan aplikasi CPOB dalam aktivitas sehari-hari oleh seluruh staf dan karyawan.
4.1
Manajemen Mutu PGS memiliki bagian manajemen mutu yang berada dalam naungan
departemen Quality Operations (QO) yang bertanggung jawab terhadap mutu produk yang dihasilkan. QO sendiri dalam hal ini membawahi laboratorium sebagai fungsi pengawasan mutu, Quality Assurance (QA) sebagai fungsi pemastian mutu dan Quality System (QS) sebagai fungsi compliance terhadap CPOB sebagai standar lokal di Indonesia maupun Pfizer Quality Standard (PQS) sebagai standar global Pfizer. Penerapan PQS sebagai standar kualitas yang harus dicapai oleh masingmasing karyawan, personil, sekaligus pemasok yang tidak terlibat langsung turut berpartisipasi dalam memenuhi seluruh aspek yang tercantum di dalam PQS sehingga produk yang dihasilkan seluruh Pfizer secara global termasuk PT. Pfizer Indonesia memiliki kualitas tinggi sebagai obat ethical.
4.2
Personalia Seluruh karyawan dan operator yang bekerja di PT. Pfizer Indonesia harus
melewati serangkaian pelatihan dan praktik di lapangan sebelum memulai pekerjaan agar dapat dikatakan terkualifikasi untuk melakukan suatu pekerjaan 77
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
78
yang terkait dengan keseharian pekerjaannya nanti. Seluruh personil juga dibekali dengan pengetahuan mengenai CPOB sehingga walaupun hanya mengerjakan sebagian kecil dari seluruh rangkaian produksi obat jadi Pfizer, seluruh personil dapat memahami bahwa masing-masing dari bagiannya juga turut andil dalam pelaksanaan CPOB terlepas dari besar atau kecilnya pengaruh lingkup pekerjaannya dengan aktivitas produksi obat. Personil kunci dalam industri PT. Pfizer Indonesia telah dikepalai oleh seorang apoteker. Dalam hal ini personil kunci tersebut adalah bagian Produksi, Manajemen Mutu (Quality Assurance) dan Pengawasan Mutu (Laboratorium). Sekarang ini bagian Materials, khususnya bagian gudang juga sudah merekrut personil seorang apoteker untuk mengepalai pekerjaan para karyawannya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan mutu bahan baku/kemas mulai dari awal mula tahap supply chain sehingga kualitas dapat tetap terjaga hingga menjadi produk obat jadi. Personil juga dilakukan tes kesehatan secara berkala selama setahun sekali untuk memastikan personil memiliki fisik dan mental yang masih menunjang untuk melakukan pekerjaannya. Seluruh kegiatan yang dilakukan personil didasarkan pada Standard Operational Procedure (SOP) yang telah dibuat oleh supervisor bidang yang bersangkutan, disepakati oleh kepala departemen yang bersangkutan dan kepala bagian QA untuk pemastian bahwa hal-hal yang disebutkan di dalam SOP adalah valid dan wajib dilakukan personil dalam bidang pekerjaannya.
4.3
Bangunan dan Fasilitas Bangunan untuk ruang produksi sudah didesain dengan sudut melengkung
dan lantai diplester dengan epoksi hal ini dengan tujuan menghindari kontaminasi akibat adanya partikel yang tertinggal di pori-pori lantai dan debu yang sulit dibersihkan apabila menggunakan sudut ruangan meruncing. Ruangan untuk alur produksi sudah didesain sedemikian rupa sehingga lalu lintas personil terpisah dengan lalu lintas bahan yang akan diolah sehingga kontaminasi diminimalisasi. Suhu dan kelembaban untuk tiap ruangan diatur sesuai dengan spesifikasi masing-masing ruangan yang membutuhkan perhatian khusus seperti gudang, Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
79
ruang dispensing, dan ruang produksi. Suhu dan kelembaban ini dipantau dengan sistem Building Automated System (BAS) yang pengelolaannya diatur oleh bagian engineering. Tekanan antar ruang diatur sesuai dengan kebutuhan produk yang akan diproduksi. Untuk ruang produksi solid dan semisolid, tekanan udara dalam ruang lebih kecil dibandingkan dengan tekanan udara koridor untuk mencegah debu-debu yang berterbangan keluar menuju koridor. Sedangkan untuk ruang produksi steril, tekanan udara dalam ruang lebih besar dibandingkan tekanan udara koridor untuk mencegah kontaminasi produk dari partikel-partikel asing dari luar. Untuk kelas kebersihan tiap-tiap ruangan secara umum terbagi menjadi black area (area parkir, tempat pengolahan limbah cair, kantor, toilet, gudang, kantin), black area terkontrol (ruang pengemasan produk, laboratorium), grey area (ruang dispensing, sampling booth, ruang produksi solid, semi solid, cair non steril), dan white area (ruang produksi steril dan ruang aseptik). Untuk perpindahan ruang yang berbeda kelas kebersihannya telah tersedia airlock room sebagai ruang antara yang merupakan barrier aliran udara sehingga udara dari ruang yang grade kebersihannya lebih rendah tidak langsung masuk ke ruang yang grade kebersihannya lebih tinggi. Setiap personil yang akan bekerja setiap pagi masuk ke ruang yang disediakan untuk mengganti pakaian dan sepatu yang cocok dengan area kerja. Ventilasi udara serta pengkondisian suhu ruang memiliki pengaturan Heating, Ventilation and Air Conditioner (HVAC) yang dikendalikan oleh Air Handling Unit (AHU). Sarana untuk mengganti pakaian kerja, cuci tangan, toilet, serta kantin disediakan terpisah dari ruang produksi namun mudah untuk diakses personil. Ruang ganti pakaian kerja berhubungan langsung dengan ruang produksi namun dalam ruang yang terpisah. Sarana lain selain toilet, yaitu tempat sampah, P3K, hydrant, dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Hydrant serta APAR disediakan untuk area yang rentan terhadap kejadian kebakaran.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
80
4.4
Peralatan Peralatan yang digunakan untuk produksi memiliki desain, ukuran, dan
spesifikasi yang sesuai untuk proses produksi. Tiap peralatan sudah divalidasi sesuai dengan prosedur penggunaan dan produk yang bisa dihasilkan dari produk tersebut. Peralatan yang kontak langsung dengan produk menggunakan stainless steel 316 yang tahan karat sehingga meminimalkan kontaminasi logam terhadap produk, sedangkan peralatan yang tidak berkontak langsung dengan produk menggunakan produk menggunakann stainless steel 304. Peralatan ditandai dengan label nama alat yang menjelaskan kepada pengguna identitas alat tersebut. Selain itu peralatan juga ditandai dengan status (sedang dibersihkan, bersih, dalam tahap kualifikasi, rusak, sedang diperbaiki, dsb) yang dapat memberitahukan kepada operator yang akan menggunakannya sehingga mencegah kesalahan dalam mengambil tindakan terkait penggunaan alat. Semua peralatan terjadwal pemeliharaan, kalibrasi serta pembersihannya. Untuk proses pembersihan alat yaitu setelah proses satu lot produksi atau setelah beberapa lot untuk produk campaign yang sebelumnya telah divalidasi. Alat untuk produksi sedapat mungkin didedikasikan untuk satu produk terutama produk yang diproduksi dengan jumlah besar dan frekuensi tinggi. Hal ini untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antar produk, sehingga keamanan tetap terjaga.
4.5
Sanitasi dan Higiene Semua personil (terutama yang bekerja di area produksi, laboratorium,
gudang, dan engineering) harus mengganti sepatu di loker pintu masuk dan mengganti pakaian dengan pakaian kerja di ruang ganti baju. Selain itu untuk personil yang bekerja di area aseptik wajib untuk mandi, cuci tangan, berkumur, serta tidak mengenakan riasan wajah maupun perhiasan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi partikel dari luar yang dapat mengkontaminasi produk yang berasal dari personil. Disediakan toilet yang terjangkau dari ruang produksi namun pada bangunan yang terpisah dari bangunan untuk produksi. Setiap wastafel disediakan sabun yang cukup untuk kebersihan cuci tangan dan suplai air mencukupi untuk Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
81
seluruh kebutuhan cuci dan kakus yang berasal dari potable water (air PAM yang telah dideklorinasi).
4.6
Produksi Secara keseluruhan, prosedur untuk produksi obat jadi di Pfizer Global
Supply (PGS) telah memenuhi ketentuan yang ada dalam CPOB dan Pfizer Quality Standard (PQS). Produksi obat jadi di PGS terdiri dari sediaan solid, semi solid, cair non steril, dan steril. Untuk sediaan non steril dilakukan di ruang grey area dan ruang steril dilakukan di white area, khususnya ketika proses filling (pengisian ke dalam wadah). Ruang produksi didesain memiliki ruang yang jalur lalu lintasnya bertahap mulai dari ruang dispensing (penimbangan) hingga ruang pengolahan bahan menjadi produk ruahan dan ruang pengemasan primer dan sekunder. Jalur masuk personel dengan bahan untuk ditimbang pun berbeda. Seluruh alat, proses serta prosedur yang ada di dalam ruang produksi sudah terlebih dahulu divalidasi dan dikualifikasi sebelum digunakan. Prosedur tentunya juga sudah disetujui oleh departemen Quality Operations (QO) yang sudah menjamin bahwa proses yang dijalani tidak mengurangi kualitas produk yang dihasilkan. Untuk menjamin kualitas produk yang akan dihasilkan maka dilakukan pengawasan terhadap bahan awal, bahan pengemas, produk ruahan, maupun produk jadi. Seluruh bahan awal yang akan digunakan haruslah memenuhi standar oleh bagian laboratorium yang telah ditetapkan oleh departemen QO. Selama produksi berlangsung dilakukan in process control (IPC) yang dilakukan sampling oleh bagian produksi dan bekerja sama dengan laboratorium untuk pemeriksaan IPC. Pemeriksaan IPC meliputi parameter-parameter seperti kadar air, ukuran partikel, keseragaman bobot, keregasan, kekerasan, waktu hancur yang diperiksa oleh bagian produksi, sedangkanuntuk pemeriksaan lebih lanjut dilakukan oleh laboratorium seperti kadar zat aktif tablet dan uji disolusi. Pengemasan primer produk dilakukan di grey area sedangkan untuk pengemasan sekunder dilakukan di black area terkontrol. Peralatan untuk proses pengemasan primer dilengkapi dengan line monitoring devices yang fungsinya sebagai inspeksi terhadap produk yang mengalami defect. Sehingga ketika proses Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
82
berjalan produk yang defect seperti kurangnya pocket blister yang tidak terisi, bobot tidak sesuai, dan label yang tidak tepat posisi akan tertiup keluar dari jalur sebagai produk yang defect. Baik proses produksi maupun proses pengemasan harus memastikan bahwa peralatan, ruangan, jalur serta dokumen bebas dari produk lain yang tidak sedang diproses. Seluruh proses produksi akan dicatat di dalam lot history file sebagai fungsi dokumentasi, sehingga apabila terjadi masalah maka dapat ditelusuri penyebab masalah melalui dokumen yang telah dibuat dan dikumpulkan. Sisa-sisa produksi yang rusak atau tidak terpakai akan dihancurkan dan apabila masih dapat digunakan untuk produksi selanjutnya seperti kemasan, leaflet, label, dan shipper dapat dikembalikan ke area penyimpanan dengan dilakukan penyesuaian jumlah bahan kemas yang ada secara fisik.
4.7
Pengawasan Mutu Pengawasan mutu produk dilakukan untuk memastikan bahwa produk
yang dihasilkan memiliki kualitas yang sesuai dengan tujuan pemakaian dan aman bagi konsumen. Secara regulasi, pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPOB untuk standar lokal dan PQS untuk standar internal Pfizer. Kontrol kualitas produk di Pfizer dikendalikan oleh departemen Quality Operations yang terdiri dari Quality Assurance (QA) dan laboratorium. Seluruh bahan awal, produk ruahan dan produk jadi diuji oleh laboratorium sebagai fungsi pengawasan mutu. Laboratorium menguji secara kimia dan mikrobiologi. Uji kimia adalah pengujian kemurnian, cemaran, kesesuaian spesifikasi kimia zat aktif yang terdapat dalam produk sedangkan uji mikrobiologi adalah pengawasan tingkat mikroba yang mengkontaminasi yang berpotensi patogen terhadap konsumen yang menggunakan produk nantinya. Laboratorium mikrobiologi juga mengawasi kandungan mikroba yang terdapat pada air dan uap air yang digunakan selama proses produksi, sedangkan udara diperiksa
untuk
pencegahan
kontaminasi
produk
dari
ventilasi
udara.
Laboratorium juga menguji produk uji stabilitas, sampel per tinggal, serta validasi pengembangan metode analisis.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
83
4.8
Inspeksi Diri dan Audit Mutu Agar seluruh aspek manufacturing di lingkungan Pfizer Global Supply
(PGS) tetap memenuhi ketentuan CPOB maka perlu diadakan evaluasi berupa inspeksi diri. Inspeksi diri bukan untuk mencari-cari kesalahan dalam tiap-tiap departemen dalam industri, namun bertujuan untuk mengatasi kelemahan yang ditemukan dan menetapkan perbaikan untuk mencapai kualitas yang telah ditetapkan secara berkesinambungan. Inspeksi diri dilakukan secara rutin sekurang-kurangnya setahun sekali oleh tim inspeksi dari internal maupun dari pihak eksternal. Evaluasi yang dilakukan adalah untuk menilai apakah sudah memenuhi persyaratan mutu Pfizer Quality Standard dan Good Manufacturing Practice (GMP) sekaligus CPOB yang berlaku di Indonesia. Untuk inspeksi internal dibuat skala prioritas hal-hal apa yang bersifat critical di lingkungan PGS didahulukan untuk dilakukan inspeksi setahun sekali bahkan dapat dilakukan dua kali dalam setahun. Sedangkan yang tidak critical dapat dilakukan inpeksi dua tahun sekali.
4.9
Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk Keluhan obat yang sampai kepada PGS akan dilakukan pemeriksaan
sampel obat dan diadakan diskusi antar departemen terkait, dilakukan investigasi dan penyelesaian kasus harus diselesaikan dalam waktu 1 bulan. Keluhan dapat berasal dari dalam perusahaan yaitu keluhan yang berhubungan dengan seluruh kegiatan produksi, sedangkan keluhan dari luar perusahaan adalah keluhan yang berasal dari distributor, pasien, dokter, apoteker, rumah sakit, puskesmas/klinik, pemerintah (BPOM), dan media massa. Keluhan yang berkaitan dengan produk obat jadi dapat dilakukan pemeriksaan sampel per tinggal. Jika ditemukan hasil pemeriksaan sampel per tinggal didapatkan adanya penyimpangan (misalnya terkait stabilitas obat yang menurun lebih awal dari waktu daluwarsa) dari hasil laboratorium maka PGS sebagai pihak produsen dapat langsung segera melakukan penarikan produk dari pasaran mulai dari tingkat distributor, retailer (apotek dan toko obat), serta pelanggan (rumah sakit dan dokter) dan diusahakan untuk dapat ditarik kembali Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
84
seluruh lot produk bermasalah yang ada di pasaran. Eksekusi penarikan produk dapat berasal dari inisiatif PGS sendiri maupun berdasarkan perintah Badan POM (terkait segi medis dan farmasi). Jika memungkinkan penarikan obat kembali dilakukan hingga tingkat konsumen. Perlu dilakukan mock recall yaitu simulasi penarikan kembali obat namun bukan penarikan produk secara fisik, hanya dilakukan penarikan data dari pasaran sehingga secara administrasi PGS sebagai pihak produsen telah siap bila sewaktuwaktu akan dilakukan penarikan kembali produk dari pasaran. Untuk mengurangi kejadian penarikan kembali akibat menurunnya kualitas produk maka dilakukan juga audit kepada pihak distributor. Dilakukan audit adalah untuk menentukan apakah kondisi tempat penyimpanan sementara produk di gudang distributor telah layak dan tetap menjaga keutuhan kualitas produk. Produk yang telah ditarik kembali dari pasaran dapat dilakukan rework, dikemas ulang atau dimusnahkan. Pemusnahan dapat dilakukan jika produk dinilai tidak dapat diolah kembali. Namun seluruh aktivitas ini seluruhnya bergantung pada keputusan Quality Operations (QO) berdasarkan mutu produk yang telah dievaluasi oleh pihak laboratorium.
4.10
Dokumentasi Seluruh aktivitas yang dikerjakan di area manufacturing (produksi) Pfizer
Global Supply (PGS) mencatat seluruh proses dan hasil di dalam buku log atau dalam form yang semuanya terdokumentasi secara jelas dan terperinci. Dokumentasi penting untuk penelusuran kembali jika produk tidak memenuhi syarat dan memastikan bahwa semua langkah prosedur dijalankan dengan baik dan benar. Sebagai fungsi pencatatan, dokumentasi juga membantu untuk mengingatkan kembali tugas-tugas yang harus dijalani dengan rinci yang seringkali terlewat jika diberikan hanya dalam bentuk instruksi lisan. Seluruh karyawan wajib untuk melakukan dokumentasi seluruh aktivitas
yang
dilakukannya secara konsisten. Dokumen meliputi prosedur, metode dan instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi. Jika terjadi penyimpangan maka
investigasi,
tindakan
perbaikan
serta
tindakan
pencegahan
juga
didokumentasikan dengan baik. Ketentuan dokumentasi di Pfizer Global Supply Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
85
(PGS) maupun PT. Pfizer Indonesia mengikuti ketentuan PQS dan CPOB yang diatur di dalam SOP Pfizer Global Supply (PGS).
4.11
Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Dalam aktivitas manufacturing yang berlangsung terus menerus untuk
industri farmasi yang sudah mapan dan besar seperti PT. Pfizer Indonesia amat sulit untuk menambah peralatan serta personil dalam jangka waktu yang singkat untuk melakukan manufacturing produk-produk baru. Produk-produk baru ini biasanya berupa produk yang dibeli dari industri farmasi lain ataupun produk hasil akuisisi PT. Pfizer Indonesia dengan industri farmasi lainnya. Seringkali produkproduk ini tidak efektif dan efisien jika modal produksi (peralatan, gedung, personil) seluruhnya ditanggung dan dilaksanakan oleh PT. Pfizer Indonesia sendiri. Untuk hal-hal seperti ini diatur dalam CPOB yaitu proses pembuatan produk obat dengan sistem kontrak dengan indutri farmasi lain yang memiliki kriteria yang sesuai untuk membuat produk yang diinginkan oleh PT. Pfizer Indonesia. PT. Pfizer Indonesia menerapkan pembuatan kontrak yang dikenal dengan istilah toll. Kontrak toll ini dibagi menjadi dua yaitu toll in dan toll out. Toll out adalah kerjasama di mana proses manufacturing produk Pfizer dilakukan oleh industri farmasi lain, sedangkan toll in adalah kerjasama di mana proses manufacturing industri farmasi lain dilakukan di Pfizer Global Supply (PGS). Kontrak kerjasama toll out PT. Pfizer Indonesia dilakukan dengan PT. Bayer Indonesia dan untuk kerjasama toll in PT. Pfizer Indonesia dilakukan dengan PT. Johnson & Johnson Indonesia dan PT. Bayer Indonesia.
4.12
Kualifikasi dan Validasi Pfizer Global Supply (PGS) menerapkan kualifikasi dan validasi seperti
yang diatur dalam CPOB. Kualifikasi meliputi kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja. Kualifikasi dilakukan pada peralatan yang baru dan rekualifikasi dilakukan setiap setahun sekali. Kualifikasi dilakukan untuk memastikan apakah alat yang akan dipakai layak untuk keperluan produksi terutama yang berpengaruh langsung produk. Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
86
Untuk peralatan yang berpengaruh langung dengan produk harus dikaji lebih lanjut, apakah peralatan tersebut dalam level critical (kontak langsung dengan produk) atau non-critical (tidak kontak langsung dengan produk). Jika termasuk dalam level critical maka kualifikasi harus dilakukan lengkap mulai dari kualifikasi instalasi, operasional, dan kinerja. Sedangkan jika termasuk dalam level non-critical maka cukup dilakukan kualifikasi instalasi dan operasional. Jika peralatan tersebut dinyatakan layak dipakai maka alat tersebut akan dilakukan commissioning. Validasi di PT. Pfizer Indonesia meliputi validasi pembersihan, validasi metode analisis, validasi proses, dan validasi ulang. Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa proses yang dilakukan akan memberikan hasil yang konsisten dan robust sesuai dengan standar dan persyaratan yang ditetapkan. Jika suatu alat dipindahkan areanya, diperbaiki atau dimodifikasi maka validasi dilakukan kembali untuk mastikan kinerja alat tersebut tetap memberikan hasil yang konsisten dan tetap memenuhi persyaratan. Ruang lingkup validasi di PT. Pfizer Indonesia adalah: a) Validasi pembersihan b) Validasi media fill c) Validasi pengemasan d) Validasi proses manufacturing e) Validasi komputerisasi f) Validasi equipment g) Validasi facility and utility h) Validasi proses sterilisasi i) Study or Trial j) Validasi holding time
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan 1. PT. Pfizer Indonesia khususnya Pfizer Global Supply (PGS) telah memenuhi dan mengaplikasikan persyaratan serta ketentuan yang berlaku dalam CPOB sebagai persyaratan umum industri farmasi dan Pfizer Quality Standard (PQS) sebagai persyaratan khusus sebagai salah satu plant Pfizer di Indonesia pada setiap aspek internal PGS meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi. 2. Kegiatan di PT. Pfizer Indonesia, khususnya PGS meliputi manufacturing (produksi dan pengemasan) sebagai proses pembuatan produk obat jadi dan pemastian mutu untuk menjamin kualitas obat jadi yang diproduksi tetap memenuhi ketentuan CPOB dan PQS. 3. Fungsi apoteker memegang peranan penting sebagai tenaga profesional yang paham dan menentukan kualitas produk yang dihasilkan melalui tiga personil kunci dalam industri farmasi yaitu kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu, kepala bagian pemastian mutu.
5.2
Saran 1. Kualitas produk yang selama ini dijaga oleh PT. Pfizer Indonesia melalui penerapan CPOB tetap dijaga dan jika memungkinkan ditingkatkan lagi agar menjadi lebih baik. 2.
Menerapkan
efisiensi
kerja
yang
maksimal
sehingga
dapat
memproduksi produk obat dengan harga yang terjangkau oleh banyak lapisan masyarakat namun tetap tidak mengurangi kualitas produk.
87
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
88
DAFTAR ACUAN
BPOM. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan POM. Daris, A. (2008). Himpunan Peraturan dan Perundang-undangan Kefarmasian. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Pfizer, P. (2013). Quality Manual of Pfizer Indonesia. Jakarta: PT. Pfizer Indonesia. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
90
Lampiran 1 Struktur Organisasi PGS Jakarta
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
91
Lampiran 2 Struktur Organisasi Departemen Quality Operations
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
92
Lampiran 3 Struktur Organisasi Departemen Materials
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
93
Lampiran 4 Struktur Organisasi Departemen Engineering
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
94
Lampiran 5 Struktur Organisasi Departemen Produksi
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
95
Lampiran 6 Alur PPIC Forecast
Production Planning
Purchasing Requisition (PR)
Purchasing Order (PO)
Material diterima oleh gudang
Material dianalisis dan berstatus Released
Production Order (PDO)
Preparasi dan Penimbangan
Production
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
96
Lampiran 7 Alur Penerimaan Bahan Baku dan Bahan Pengemas
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
97
Lampiran 8 Alur Pengeluaran Bahan Baku dan Bahan Pengemas
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
98
Lampiran 9 Diagram Proses Produksi Tablet
Raw Material Warehouse
Penimbangan Staging Room
Production Weigh Checking
Blending Wet Granulation
Milling
Milling Granulation
Drying Blending Milling Granulation
Blending
Compressing
Coating and Polishing
Metal Detector
Inspection and QA Approval
Final Packaging
Finished Goods
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
99
Lampiran 10 Diagram Proses Produksi Tetes Mata/Injeksi Steril Raw Material Warehouse
Primary Packaging material
Penimbangan Weighing check & count Staging Room Staging Room Production Weigh Checking Production Checking Dissolve & Blending (Purified water)
Cleaning (washing/blowing)
Sterile Membrane Filtration
Aseptic Filling
Plugging and capping (primary packaging) Filled container
Inspection and QA approval
Final (secondary) Packaging
Finished Goods
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
Sterilization (steam/dry heat/gas)
100
Lampiran 11 Diagram Proses Produksi Sediaan Larutan Nonsteril
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
101
Lampiran 12 Diagram Proses Produksi Sediaan Steril dan Nonsteril Semisolid
Raw Material Warehouse
Penimbangan Staging Room
Production Weigh Checking
Compounding
Primary Packaging material Weighing check & count
Staging Room
Production Checking
Filling & Packaging (Primary +secondary)
Gamma radiation
Inspection and QA approval
Inspection and QA approval
Non-sterile ointment finished goods
Sterile ointment finished goods
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT.PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM. 28 PERIODE 6 JANUARI 2014 - 7 MARET 2014
STANDARD WORK PREPARASI PRODUK SOLID PONSTAN DI GUDANG GANDARIA PT. PFIZER INDONESIA DENGAN PENDEKATAN STUDI WAKTU
VINCENT CAHYA SAPUTRA, S.Farm. 1306344375
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2014
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. i DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii DAFTAR TABEL ................................................................................................................... iii BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1 1.2 Tujuan ...................................................................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 2 2.1 Asam Mefenamat ..................................................................................................... 2 2.2 Film Coating Tablet ................................................................................................. 2 2.3 Standard Work ......................................................................................................... 3 2.4 Penghitungan Waktu ................................................................................................ 4 2.4.1 Studi Waktu dan Standar Waktu .................................................................... 4 2.4.2 Metode yang Digunakan untuk Pengukuran Waktu ...................................... 4 2.4.3 Kelonggaran dalam Standar Waktu ............................................................... 5
BAB 3. PEMBAHASAN .......................................................................................................... 7 3.1 Persiapan, Metode dan Peralatan untuk Standar Waktu ......................................... 7 3.2 Pencatatan Waktu di Bagian receiving ................................................................... 7 3.3 Pencatatan Waktu di Bagian Preparasi Bahan Baku.............................................. 10 3.4 Pencatatan Waktu di Bagian Preparasi Bahan Kemas ........................................... 13 3.5 Aplikasi Waktu untuk Standard Work ................................................................... 15
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 17 4.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 17 4.2 Saran ..................................................................................................................... 17 DAFTAR ACUAN ................................................................................................................. 18
ii Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Waktu untuk Proses Receiving Bahan Awal Ponstan® ........................................... 9 Tabel 3.2 Waktu untuk Proses Preparasi Bahan Baku core Tablet Ponstan® ....................... 11 Tabel 3.3 Waktu untuk Proses Preparasi Bahan Baku coating Tablet Ponstan® ................... 12 Tabel 3.4 Waktu untuk Proses Preparasi Bahan Kemas Ponstan®......................................... 12
iii Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pada saat ini persaingan makin ketat di antara industri-industri,
terkhususnya industri-industri yang pangsa pasarnya sudah global, maka banyak industri berfokus penuh pada kompetensi internal dan aktivitas-aktivitas yang membutuhkan tenaga luar (outsource). Sangatlah penting bagi suatu industri yang sudah berjalan dengan baik melakukan efisiensi biaya pengeluaran dengan mengurangi lead-time, serta peningkatan fleksibilitas dan responsivitas kerja sehingga berdampak
peningkatan pendapatan
perusahaan. Upaya
untuk
meningkatkan sumber daya adalah dengan mengefisiensikan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Dalam laporan ini, akan dibahas lingkup efiensi waktu di Gudang Gandaria PT. Pfizer Indonesia yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan baku serta bahan kemas yang merupakan lini pertama dalam supply chain di industri, khususnya dalam hal ini industri farmasi. Maka dengan diberlakukannya standar waktu kerja (standard work) di gudang maka tahap berikut dari supply chain akan berjalan lebih lancar dan dapat dijadikan salah satu parameter untuk penilaian efektivitas serta efisiensi kerja karyawan di gudang.
1.2
Tujuan Tujuan tugas khusus ini adalah agar dapat mengetahui: 1. Manfaat standard work dalam melakukan aktivitas supply chain di industri farmasi; 2. Durasi waktu kerja dan aktivitas di Gudang Gandaria PT. Pfizer Indonesia untuk produk tablet Ponstan®.
1
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Asam Mefenamat Asam mefenamat merupakan salah satu obat golongan AINS (Anti
Inflamasi Non Steroid) sebagai inhibitor sintesis prostaglandin (agen inflamasi tubuh) dengan menghambat enzim siklooksigenase yang digunakan untuk penatalaksanaan nyeri ringan. Indikasi asam mefenamat adalah untuk nyeri dan radang pada rheumatoid arthritis dan gangguan otot skelet lainnya; sakit kepala; sakit di bagian punggung; dismenorea; gout/pirai akut. Dikontraindikasikan pada pasien pengidap tukak lambung aktif; hipersensitif/alergi terhadap asetosal atau AINS lainnya. Dosis yang biasa dipakai adalah 200-400 mg tiga kali dalam sehari. Pemakaian dalam jangka panjang dapat berakibat pemburukan fungsi ginjal. Asam mefenamat biasanya dikonsumsi bersama makanan atau antasida kecuali jika sudah disalut dengan salut enterik karena bersifat mengiritasi saluran cerna.
2.2
Film Coating Tablet Sebuah bentuk sediaan tablet yang sudah jadi dapat diberikan modifikasi
berupa film coating (salut film) yang berupa sistem polimer berbasis aqueous dalam sebuah coating pan atau fluid-bed. Fungsi dari penyalutan dapat sebagai peningkat estetika, menutupi rasa yang tidak enak atau memodifikasi pelepasan obat. Proses film coating melibatkan larutan penyalut berbasis polimer tipis yang diaplikasikan pada substrat (tablet, granul atau kristal) menggunakan teknik spray-atomization. Untuk menghasilkan distribusi penyalutan bahan yang merata, dan mencegah masalah terkait coating (picking, terlalu tebal atau mottling), parameter film coating dioptimasi untuk menghasilkan kesetimbangan antara laju penyemprotan larutan penyalut dengan kapasitas pengering. Biasanya dilakukan pengeringan yang cepat ketika mengaplikasikan film coating, untuk meningkatkan efisiensi pertukaran udara yang sedapat mungkin mengurangi interaksi core dengan larutan penyalut. 2
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
3
2.3
Standard Work Efisiensi kerja dapat dilakukan dengan cara mengurangi hal-hal yang tidak
perlu dikerjakan (mengurangi waste), mengurangi lead-time, mengurangi rework, mengoptimalkan kuantitas produksi (tidak berlebih), mengurangi pergerakan yang tidak perlu, memodifikasi peralatan dan lingkungan kerja, serta membuat pekerjaan dengan waktu yang terstandar. Standard work adalah metode yang dipermudah dan terstruktur untuk memastikan kualitas yang maksimum, produktivitas dan keterulangan sepanjang waktu. Dalam kultur perusahaan yang mengalami perkembangan yang berkesinambungan, standard work memastikan proses dapat berjalan secara konsisten untuk memberikan hasil yang berkualitas tinggi dalam jumlah yang tetap. Ketika ditemukan adanya praktik yang lebih baik dan divalidasi, maka standard work juga diperbaharui. Suatu pekerjaan yang sudah terstandar merupakan alat yang ampuh dalam melakukan lean process. Dilengkapi dengan dokumentasi praktik yang terbaik dan terkini, pekerjaan yang terstandar merupakan dasar dari kaizen atau perkembangan yang berkesinambungan. Begitu suatu standar ditingkatkan maka standar yang baru akan menjadi dasar untuk perkembangan lebih lanjut dan begitu seterusnya. Keuntungan dari standard work adalah dokumentasi semua proses pada seluruh shift, mengurangi variabilitas, aplikasi training yang lebih mudah bagi operator baru, mengurangi luka dan terkilir, dan merupakan dasar dari pengembangan suatu aktivitas kerja. Standard work menimbulkan kedisiplinan dalam kultur kerja, elemen yang sering kali diabaikan namun sangat penting dalam lean process. Standard work juga merupakan alat pembelajaran yang mendukung proses audit, penyelesaian masalah yang muncul dan melibatkan anggota tim dalam mengembangkan pokayoke (corrective action and preventive action) untuk lebih memaksimalkan performa kerja.
Universitas Indonesia Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
4
2.4
Penghitungan Waktu
2.4.1
Studi Waktu dan Standar Waktu Zandin (2001) mendefinisikan studi waktu sebagai “prosedur yang
digunakan untuk mengukur waktu yang dibutuhkan oleh operator yang sudah terkualifikasi untuk bekerja pada performa normal untuk melaksanakan tugas yang diberikan menggunakan metode yang spesifik.” Alasan utama dilakukannya pengukuran pada pekerjaan adalah untuk meningkatkan produktivitas dan untuk menghasilkan standar waktu yang memfasilitasi efiensi metode kerja di tempat kerja. Standar waktu dapat diterapkan di berbagai area seperti penjadwalan kerja, penugasan kepada karyawan, pelaporan performa, budgeting, perencanaan bahanbahan yang dibutuhkan, pembayaran gaji karyawan, pengaplikasian sistem. Standard work dapat digunakan hanya ketika calon karyawan sudah mendapatkan pelatihan dan tidak cukup hanya dengan melihat prosedur kerja langsung dinyatakan siap kerja. Namun pelatihan berupa materi perbekalan serta pelatihan yang mensimulasikan kerja (on job training) yang diperlukan di lapangan.
Standard
work
merupakan
alat
untuk
mengidentifikasi
dan
mengeliminasi hal-hal yang tidak diperlukan dalam kerja (waste). Dokumentasi selama bekerja diperlukan untuk keperluan monitoring dan audit oleh bagian manajemen, hal ini dimaksudkan agar pekerjaan tidak mengalami deviasi dari standard work.
2.4.2
Metode yang Digunakan untuk Pengukuran Waktu Beberapa metode untuk mengukur dan mengkategorikan standard work
operasional adalah: 1. Perkiraan waktu, di mana operator membuat perkiraan waktu yang terkualifikasi seberapa lama waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan. Namun hal ini akan berdampak pada penilaian standar waktu yang di luar perkiraan. 2. Memperoleh nilai dari studi waktu, work sampling dan pengukuran fisiologi kerja.
Universitas Indonesia Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
5
3. Menggunakan
sistem
yang
ditentukan,
di
mana
pekerjaan
dikategorikan ke dalam berbagai elemen yang berbeda dengan standar waktu yang berbeda-beda pada tiap elemen. Waktu-waktu yang diperoleh dari semua elemen digabungkan menjadi suatu waktu standar untuk lingkup aktivitas yang bersangkutan. Pemilihan metode studi waktu didasarkan pada tipe pekerjaan dan seberapa detail dan akurat standar waktu yang dibutuhkan. Semakin akurat analisis, maka semakin lama pengukuran waktu dilakukan. Studi waktu menggunakan stopwatch adalah yang paling umum dilakukan untuk pengukuran kerja. Studi waktu dalam praktiknya menggunakan studi waktu dan studi metode, dan orang yang melakukan studi waktu juga mengobservasi suatu aktivitas dilakukan yang bertujuan untuk mencari suatu pengembangan lebih lanjut (Zandin, 2001). Pengukuran menggunakan stopwatch digolongkan menjadi dua yaitu: 1. Pengukuran keseluruhan elemen dan total elemen dihitung waktunya sebagai akumulasi dari semua elemen, tanpa menghentikan stopwatch hingga suatu pekerjaan selesai. Metode ini mudah dilakukan dan memberikan waktu yang akurat untuk keseluruhan performa. Operator yang sedang dilakukan pengukuran pun akan lebih percaya diri karena penghitungan dilakukan secara menyeluruh. 2. Snapback timing, pengukuran dilakukan satu per satu pada elemenelemen yang ada dalam suatu pekerjaan. Metode ini baik untuk pengukuran elemen-elemen dalam suatu pekerjaan secara mendetail dan mudah untuk membaca variasi-variasi yang ada pada masingmasing elemen. Namun metode ini sangat rentan pada adanya human error ketika pengukuran berlangsung dan operator yang sedang dilakukan pengukuran akan menjadi kurang percaya diri karena penghitungan dilakukan secara mendetail pada tiap-tiap elemen.
2.4.3
Kelonggaran dalam Standar Waktu Dalam praktiknya, tidak mungkin sepenuhnya operator melakukan
pekerjaan mulai dari waktu mulai kerja hingga selesai jam kerja. Di antara waktuUniversitas Indonesia Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
6
waktu kerja itu ada beberapa kelonggaran waktu ketika operator melakukan aktivitas lain di luar aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaannya. Aktivitas yang tergolong dalam kelonggaran waktu ini adalah personal, rasa lelah dan penundaan lainnya. Waktu yang dihabiskan untuk personal mencakup seperti pergi ke toilet, minum air dan istirahat. Waktu yang dihabiskan untuk rasa lelah mencakup kompensasi tubuh untuk rasa pegal akibat postur tubuh ketika kerja, suhu ruang kerja yang terlalu dingin atau panas (mengkondisikan ruang dengan air conditioner) dan kejenuhan psikologi. Waktu yang dihabiskan untuk penundaan lain seperti konsultasi dengan supervisor, mengambil peralatan yang jatuh, perawatan/perbaikan mesin dan aktivitas kebersihan yang dilakukan oleh janitor.
Universitas Indonesia Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1
Persiapan, Metode dan Peralatan untuk Standar Waktu Gudang Gandaria PT. Pfizer Indonesia terdiri dari tiga bagian yang penulis
jadikan acuan untuk memisahkan kegiatan untuk standar waktu. Ketiga kegiatan itu adalah receiving, preparasi bahan baku dan preparasi bahan kemas. Penulis menggunakan metode yang merupakan kombinasi dari standard work per elemen dengan standard work secara keseluruhan. Kegiatan terlebih dahulu diobservasi dan dicatat alur kerjanya barulah hari-hari berikutnya dilakukan standar waktu. Kegiatan yang dicatat waktunya adalah kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan yang normal. Sehingga ketika ada gangguan yang ada, penulis menghentikan pencatatan waktu dan baru dilanjutkan ketika pekerjaan juga dilanjutkan kembali. Peralatan yang digunakan untuk standar waktu adalah stopwatch atau aplikasi timer pada mobile phone untuk mencatat waktu, pena, kertas untuk pencatatan, serta helm sebagai alat pelindung diri selama berada di dalam area gudang. Peralatan yang digunakan oleh karyawan gudang adalah forklift, handlift, palet, WMS-PDA, kalkulator, stempel, pena, cutter, dan lakband. Dalam penghitungan standard work ini penulis membatasi hanya pada aktivitas melakukan persiapan Ponstan® yang merupakan produk tablet film coating yang memiliki kandungan zat aktif asam mefenamat. Ponstan® merupakan produk yang cukup keras di pasaran sehingga penghitungan waktu kerja yang berkaitan dengan aktivitas produksi Ponstan® sangatlah penting untuk dilakukan standard work.
3.2
Pencatatan Waktu di Bagian receiving Bagian receiving adalah tahap awal penerimaan bahan baku dan bahan
kemas dari supplier. Khusus untuk bahan baku sebagian besar selalu dikirimkan oleh supplier ke Gudang Cimanggis, sehingga praktis receiving di Gudang Gandaria hanya menerima bahan kemas saja. Namun alur yang dilakukan baik di
7
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
8
Gudang Cimanggis maupun Gudang Gandaria dalam menerima bahan baku/kemas Alur penerimaan barang adalah sebagai berikut: 1. Menerima kedatangan mobil pick up dari supplier yang datang sambil membuka rolling door; 2. Menerima dokumen seperti delivery order, certificate of analysis, dan visitor pass dari driver mobil pick up; 3. Pengecekan kesesuaian nomor purchase order pada delivery order dengan nomor purchase order pada sistem MAPS; 4. Menghidupkan forklift dan persiapan palet, jika bahan baku/kemas yang datang sedikit dapat menggunakan handlift untuk penerimaan; 5. Mempersiapkan peralatan seperti pena, stempel dan WMS-PDA; 6. Pencetakan surat bukti penerimaan bahan baku/kemas via WMS-PDA serta pemberian stempel pada delivery order; 7. Tanda tangan pada delivery order, visitor pass dan surat bukti penerimaan bahan baku/kemas kemudian diberikan kembali kepada driver; 8. Memasukkan data inventori bahan baku/kemas yang datang ke sistem MAPS dan pencetakan label quarantine; 9. Mencetak label no lot dan Goods Received Note (GRN) melalui sistem WMS-Web; 10. Penempelan barcode dan label quarantine pada bahan baku/kemas yang sesuai dan dialokasikan ke bagian karantina. Berikut ini adalah tabel uraian mengenai waktu yang dibutuhkan dalam proses receiving barang yang datang. Dalam hal ini proses mewakili receiving bahan awal produk Ponstan®.
Universitas Indonesia Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
9
Tabel 3.1 Waktu untuk Proses Receiving Bahan Awal Ponstan® Uraian kegiatan
Waktu Trial 1
Trial 2
2 menit
9 menit
17 menit
23 menit
4 menit
2 menit
2 menit
1 menit
13 menit
9 menit
38 menit
44 menit
Menerima kedatangan mobil pick up dan pengecekan dokumen Persiapan forklift dan palet Pencetakan surat bukti penerimaan material Pemberian dokumen dan surat jalan kembali ke driver pengantar Memasukkan data inventory ke sistem, cetak label quarantine, GRN, dan no lot Total waktu Rata-rata total waktu
41 menit
Dalam keseluruhan alur ini penulis mencatat waktu penerimaan dua kali yaitu yang pertama adalah selama 38 menit dan yang kedua adalah selama 44 menit. Sehingga bila dilakukan rata-rata sebagai acuan dalam sekali alur receiving adalah selama 41 menit atau 1 jam dengan pertimbangan sudah termasuk dengan toleransi kelonggaran yang lain. Kelonggaran yang biasa terjadi adalah ketidaktertataan bahan baku/kemas sehingga harus dilakukan penataan terlebih dahulu ke dalam rak-rak dengan forklift, permintaan untuk memasukkan bahan sampling ke dalam sampling booth menggunakan handlift jack. Selain menerima bahan baku/kemas yang datang, bagian receiving juga membantu menyediakan bahan baku/kemas yang akan dilakukan pengambilan sampel kepada pihak QA dan laboratorium, serta menempel status released yang dicetak oleh QA pada bahan baku/kemas. Namun dalam hal ini penulis tidak menghitung waktu untuk dijadikan standar karena elemen pekerjaannya tidak
Universitas Indonesia Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
10
berkelanjutan dan tidak berbentuk suatu alur tersendiri. Sehingga elemen-elemen ini penulis kategorikan menjadi gangguan pada alur receiving.
3.3
Pencatatan Waktu di Bagian Preparasi Bahan Baku Bagian preparasi bahan baku bertugas menyiapkan bahan-bahan baku
yang diperlukan untuk ditimbang oleh bagian pharmacy (penimbangan) berdasarkan production order (PDO) yang datang ke gudang oleh bagian PPIC. Untuk produk Ponstan dilakukan campaign, yaitu di mana dalam satu kali proses produksi beberapa lot berturut-turut. Dalam hal ini Ponstan sudah divalidasi dan dapat dilakukan campaign untuk empat lot produk. Ponstan juga mengalami dua tahap yaitu tahap core yaitu pembuatan tablet dan tahap coating yaitu penyalutan tablet. Sehingga ketika preparasi bahan baku Ponstan hingga menjadi produk akhir membutuhkan dua buah PDO yang berbeda untuk masing-masing tahap (4 PDO campaign) yang biasanya berselang waktu satu hari kerja. Alur preparasi bahan baku adalah sebagai berikut: 1. Pencetakan weighing order dan pengecekan no lot pada production order dengan yang ada pada weighing order (WO); 2. Pengecekan posisi bahan baku di rak dengan sistem WMS-PDA lalu dibuat list catatan; 3. Mempersiapkan peralatan seperti WO, PDO, kalkulator, WMS-PDA, barcode card; 4. Mencari bahan baku pada rak, disesuaikan dengan permintaan pada PDO dan ditempatkan menjadi satu palet untuk satu lot produk; 5. Transfer bahan baku ke area dispensing via sistem WMS-PDA; 6. Pengetikan dan pencetakan checklist serah terima bahan baku; 7. Transfer fisik bahan baku ke dalam area pharmacy (penimbangan) namun hanya sampai airlock room yang selanjutnya ditangani oleh personil pharmacy. Berikut ini adalah tabel uraian mengenai waktu yang dibutuhkan dalam preparasi bahan baku untuk core tablet.
Universitas Indonesia Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
11
Tabel 3.2 Waktu untuk Proses Preparasi Bahan Baku core Tablet Ponstan® Waktu
Uraian kegiatan Ponstan® FCT (4 lot)
Trial 1
Trial 2
4 menit
5 menit
Asam Mefenamat
40 menit
37 menit
Eksipien 1
3 menit
3 menit
Eksipien 2
1 menit
1 menit
Eksipien 3
1 menit
1 menit
Eksipien 4
12 menit
11 menit
Eksipien 5
2 menit
2 menit
Eksipien 6
2 menit
1 menit
Eksipien 7
1 menit
1 menit
14 menit
11 menit
58 menit
50 menit
138 menit
123 menit
Pengecekan no lot di PDO, posisi bahan baku, dan persiapan peralatan
Checklist serah terima bahan baku Transfer fisik ke ruang pharmacy Total waktu Rata-rata total waktu
131 menit
Sedangkan untuk preparasi bahan baku untuk proses penyalutan tablet disajikan dalam tabel 3.3.
Universitas Indonesia Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
12
Tabel 3.3 Waktu untuk Proses Preparasi Bahan Baku coating Tablet Ponstan® Waktu
Uraian kegiatan Ponstan® Coating (4 lot)
Trial 1
Trial 2
5 menit
4 menit
Eksipien 1
0,5 menit
1 menit
Eksipien 2
1 menit
2 menit
Eksipien 3
0,5 menit
0,5 menit
Eksipien 4
4 menit
4 menit
Eksipien 5
1 menit
1 menit
Eksipien 6
0,25 menit
0,5 menit
Eksipien 7
0,25 menit
1 menit
Eksipien 8
0,5 menit
1 menit
12 menit
12 menit
26 menit
31 menit
50 menit
58 menit
Pengecekan no lot di PDO, posisi bahan baku, dan persiapan peralatan
Checklist serah terima bahan baku Transfer fisik ke ruang pharmacy Total waktu Rata-rata total waktu
54 menit
Dapat dilihat pada tabel pertama merupakan waktu yang diperlukan untuk melakukan preparasi bahan-bahan untuk core tablet Ponstan® adalah 138 menit dan 123 menit. Sehingga bila dilakukan rata-rata sebagai acuan dalam sekali alur preparasi 4 lot Ponstan® FCT adalah selama 131 menit. Pada tabel kedua dapat dilihat waktu yang diperlukan untuk melakukan preparasi bahan-bahan untuk coating tablet Ponstan® adalah 50 menit dan 58 menit. Sehingga bila dilakukan rata-rata sebagai acuan dalam sekali alur preparasi 4 lot Ponstan ® Coating adalah 54 menit. Maka total keseluruhan waktu yang dibutuhkan untuk satu kali campaign (4 lot) tablet Ponstan adalah 185 menit atau 3 jam.
Universitas Indonesia Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
13
Total waktu ini adalah gambaran secara garis besar waktu untuk supply bahan baku tablet Ponstan ke area pharmacy yang berlanjut ke area produksi. Penulis tidak menganjurkan total kedua alur dari preparasi core Ponstan dan coating Ponstan sebagai acuan yang baku karena kedua proses ini secara praktis di lapangan dilakukan terpisah dengan perbedaan waktu satu hari. Sehingga dibutuhkan pendekatan lebih lanjut jika menggunakan waktu ini sebagai standard work, misalnya dengan memperhitungkan tersendiri kedua proses yang sudah dijabarkan tadi. Preparasi bahan baku juga memiliki kelonggaran-kelonggaran antara lain jumlah bahan baku yang diperlukan di PDO yang tidak sesuai dengan jumlah actual fisik bahan baku sehingga harus berdiskusi terlebih dahulu dengan bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control) untuk penyesuaian dokumen PDO, menunggu bahan yang disimpan di Gudang Cimanggis untuk diantar terlebih dahulu ke Gudang Gandaria, dan mengatur bahan-bahan yang terpaksa ditaruh menghalangi jalan, terutama untuk lalu lintas forklift, karena keterbatasan tempat.
3.4
Pencatatan Waktu di Bagian Preparasi Bahan Kemas Bagian preparasi bahan kemas bertugas menyiapkan bahan-bahan kemas
yang dibutuhkan untuk proses pengemasan bulk hingga menjadi produk jadi yang siap ditransfer ke Gudang Cimanggis untuk didistribusikan ke distributor. Untuk bahan kemas Ponstan yang sudah jadi tidak dibagi menjadi dua seperti bahan baku karena pengemasan hanya pada tahap akhir. Namun pada preparasi bahan kemas, PDO yang datang dibagi dua tiap lot menyesuaikan validasi pada proses pengemasan sehingga dalam satu kali campaign bagian preparasi bahan kemas memegang PDO sebanyak 8 buah. Alur preparasi bahan kemas adalah sebagai berikut: 1. Pencetakan weighing order dan pengecekan no lot pada production order dengan yang ada pada weighing order (WO), 2. Pengecekan posisi bahan baku di rak dengan sistem WMS-PDA lalu dibuat list catatan,
Universitas Indonesia Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
14
3. Mempersiapkan peralatan seperti WO, PDO, kalkulator, WMS-PDA, alat tembak no lot, 4. Mencari bahan kemas pada rak, disesuaikan dengan permintaan pada PDO dan ditempatkan menjadi satu palet untuk satu lot produk, 5. Mengubah status PDO dari 2 (in preparation) menjadi status 3 (released) melalui sistem MAPS, 6. Pencetakan dan penempelan label penanda identitas bahan-bahan kemas satu lot produk pada palet yang sudah selesai dipreparasi, 7. Team leader akan mengurus pick up bahan kemas yang telah selesai dipreparasi ke dalam area product packaging. Berikut ini adalah tabel uraian mengenai waktu yang dibutuhkan dalam preparasi bahan kemas tablet.
Tabel 3.4 Waktu untuk Proses Preparasi Bahan Kemas Ponstan® Waktu
Uraian kegiatan Ponstan® Packaging (4 lot)
Trial 1
Trial 2
5 menit
4 menit
PVC
10 menit
11 menit
Blister Foil
11 menit
13 menit
Leaflet
60 menit
51 menit
Multicarton
7 menit
9 menit
Shipper
8 menit
8 menit
17 menit
16 menit
118 menit
112 menit
Pengecekan no lot di PDO, posisi bahan baku, dan persiapan peralatan
Pengubahan status PDO, pelabelan finish preparasi Total waktu Rata-rata total waktu
115 menit
Dapat dilihat pada tabel waktu yang diperlukan untuk melakukan preparasi bahan-bahan kemas untuk produk Ponstan® adalah 118 menit dan 112 menit. Sehingga bila dilakukan rata-rata sebagai acuan dalam sekali alur preparasi 8 sublot Ponstan® adalah selama 115 menit. Total waktu ini adalah gambaran Universitas Indonesia Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
15
secara garis besar waktu untuk preparasi bahan kemas dari gudang untuk supply ke area pengemasan bahan ruahan. Preparasi bahan kemas juga memiliki kelonggaran-kelonggaran antara lain jumlah bahan kemas dengan nomor lot yang ada pada PDO tidak mencukupi kebutuhan preparasi sehingga harus berdiskusi terlebih dahulu dengan bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control) untuk penyesuaian dokumen PDO, mengatur bahan-bahan kemas yang berlebih dari area pengemasan, dan mengatur bahan-bahan yang terpaksa ditaruh menghalangi jalan, terutama untuk lalu lintas forklift, karena keterbatasan tempat.
3.5
Aplikasi Waktu untuk Standard Work Rangkaian
aktivitas
yang
sudah
dilakukan
penghitungan
waktu
berdasarkan alur kerja dilakukan oleh personil Gudang Gandaria yang sudah terkualifikasi. Waktu kerja yang sudah dicatat oleh penulis memiliki beberapa kelemahan yaitu tidak dapat digunakan sebagai standard work karyawan baru atau dirotasi dari bagian lain ke gudang, serta masih banyak varian seperti kelonggaran yang terjadi ketika pekerjaan di lapangan yang sebenarnya. Selain itu pekerjaan yang dilakukan ditangani oleh personil yang sudah berpengalaman atau terampil di gudang sehingga kemahiran dalam menjalankan satu alur pekerjaan tidak dapat disamakan dengan personil baru. Dengan kata lain waktu untuk standard work yang dilakukan penulis akan lebih cepat dibandingkan bila pekerjaan tersebut dilakukan oleh personil baru. Untuk standard work suatu produk tersebut hanya dinilai dari waktu pekerjaan di gudang, sehingga jika akan dilakukan standard work total untuk suatu produk harus juga ada tambahan standard work dari bagian produksi. Untuk itu penting dilakukan penilaian kembali waktu yang baku untuk dijadikan standard work. Penilaian didasarkan pencatatan waktu di gudang langsung (aktivitas sehari-hari) atau perlu diadakan sesi khusus untuk melakukan satu alur pekerjaan penuh tanpa adanya gangguan dari pihak lain. Jika ada sesi khusus
untuk
membuat
standard
work
berdasarkan
waktu
sebaiknya
menggunakan pembanding antara lama waktu pekerjaan yang dilakukan oleh
Universitas Indonesia Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
16
personil baru dengan personil yang sudah berpengalaman. Hal ini bertujuan agar standard work berdasarkan waktu tidak terlampau lama ataupun terlampau cepat.
Universitas Indonesia Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
1.
Manfaat dilakukannya standard work pada industri farmasi adalah untuk menstandarisasi prosedur dan pelaksanaan kerja secara teknis sehingga seluruh pekerjaan dilaksanakan secara efisien dan konstan pada setiap kondisi serta meningkatkan produktivitas.
2.
Total waktu untuk preparasi produk Ponstan® campaign adalah 341 menit atau 5 jam 41 menit. Proses terdiri dari waktu yang didapat pada alur receiving barang selama 41 menit, pada alur preparasi bahan baku secara campaign selama 131 menit untuk core tablet dan 54 menit untuk bahan penyalut, pada alur preparasi bahan kemas secara campaign adalah 115 menit.
4.2
Saran Waktu untuk standard work baik untuk digunakan sebagai standar dasar
suatu pekerjaan dilakukan, khususnya dalam memperhitungkan jadwal yang berkaitan dengan produksi obat di Pfizer. Sebaiknya dilakukan sesi khusus untuk simulasi pekerjaan agar waktu alur pekerjaan yang dicatat dapat lebih valid untuk dijadikan sebagai standard work.
17
Universitas Indonesia
Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014
18
DAFTAR ACUAN
Amidon, G. E., Baxter, T., Brady, J., Carr, G., Chen, W., Chen, Y. et al. (2009). Developing Solid Oral Dosage Forms Pharmaceutical Theory and Practice. Oxford: Elsevier Inc. DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., Posey, L. M. (2005). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition. USA: The McGraw-Hill Companies. Kaizen Solutions. Inc. (2005). The Six Myths of Standardized Work, How to Avoid the Traps When Developing Standardized Work. Canada: Author. Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, J. I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. P., Kusnandar. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Zandin, K. (2001) Maynard’s Industrial Engineering Handbook, Fifth Edition. New York: McGraw-Hill.
Universitas Indonesia Laporan praktik…, Vincent Cahya Saputra, FFar UI, 2014