UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI – 28 FEBRUARI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DINNY CHAIRUNISA 1306343504
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8JANUARI – 28 FEBRUARI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
DINNY CHAIRUNISA 1306343504
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014 ii Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
SURAT PERTTYATAATI BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan
di bawah ini
dengan sebenarnya menyatakan bahwa
laporan praktek kerja profesi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kernudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya
'dan rnenerima sanksi yang dijatuhkan
oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Depolq 281uni2014
MDinny Chairunisa
lll
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas lndonesia
IIALAI}IAII PER}IYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Frofesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, Dan sernua sumber baik yang dikutb maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Narna
Dinny Chairunisa, S.Farm
NPM
1306343504
t
TandaTangan
Tanggal
-.'
28luri20l4
rv
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Univen$ih lndoneia
TIALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh: :Dinny Chairunisa, S. Farm. Nama NPM :1306343544 Program Studi :Apoteker - Fakultas Farmasi UI :Laporan Praktek Kerja Profbsi Apoteker di PT. Actavis Judul Laporan Indonesia Jl. Raya Bogor Km 28, Jakarta Timur Periode 08 Januari - 28 Februai2014
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apotekcr pada Program Studi Apoteker Fakmltas Farmasi Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Pembimbing
I
Pembimbing
II : Dr. Silvia Surini, M. Pharm.
: Sari Yuliana, S. Farm., Apt.
penguji
t, ! r.,.. ftM y.{.....I.v1J.rr.,..
Penguii
II
penguj i
ru
.
Ditetapkan
Sc., Apt.
n?.+;:
S,tltsW
:
..
?.f
di
L
:....v.,...
lrfl*
L
!.9.,...t t.!
: Depok
Tanggal : ?8 Jvni
aotl
lll
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena hanya atas berkat rahmat dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Actavis Indonesia yang dilaksanakan pada periode 8 Januari sampai dengan 28 Februari 2014. Penulisan Laporan ini merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia dan disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia untuk mendapatkan gelar Apoteker. Kegiatan dan laporan PKPA ini dapat berjalan dengan baik atas kerjasama dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan, bimbingan serta kerjasama yang telah diberikan selama maupun setelah masa pelaksanaan PKPA, kepada: 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si. sebagai dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia 2. Dr. Hayun, M.Si., Apt sebagai Ketua Program Profesi Apoteker 3. Dr. Silvia Surini, M. Pharm. Sc., Apt. selaku Pembimbing dari Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI, atas bimbingan, arahan, dan nasehat yang diberikan selama masa PKPA dan penyusunan laporan. 4. Bapak Thomas Runkel sebagai Presiden Direktur PT. Actavis Indonesia 5. Bapak Leiman Sutanto sebagai Direktur Manufaktur PT. Actavis Indonesia 6. Bapak Irchansyah Chaniago sebagai Head of Quality Operations PT. Actavis Indonesia 7. Ibu Sari Yuliana S. Farm., Apt. Dan Ibu Zhuisa Martiara Sari, S. Farm., Apt. selaku Pembimbing PKPA di PT. Actavis Indonesia, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan nasehat selama PKPA dan penyusunan laporan.
vi Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
vii
8. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas ilmu pengetahuan, bimbingan, dan arahan yang telah diberikan selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 9. Seluruh staf dan karyawan PT. Actavis Indonesia atas kerjasama, bantuan, dan nasehat selama masa PKPA. 10. Teman-teman Apoteker angkatan LXXVIII atas semangat, dukungan, dan kerja sama yang telah diberikan, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu yang telah membantu dalam praktek kerja hingga penyusunan laporan ini. Penulis berharap Tuhan YME membalas segala kebaikan semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam kegiatan ini. Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga pengetahuan, dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Penulis
2014
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
HALAMAN PERIIYATAAN PERSETUJUAN PT'BLIKASI TUGAS AI(HIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini: Dinny Chairunisa, S.Farm 1306343504 Program Studi: Apoteker
Nama
NPM
Fakultas Jenis karya
Farmasi Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas lndonesia Hak Betras Royalti Noneksklusif (Non-exelasive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT.
ACTAYIS INDOI{ESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JAIIUARI _ 28 FEBRUARI 2014.
beserta perangkat yangada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulislpencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada Tanggal :28 luni2}14 Yang menyatakan
\.-
(Dinny Chairunisa, S. Farm)
vlll
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Univercitas lndonesia
ABSTRAK
Nama NPM Program Studi Judul
: Dinny Chairunisa, S. Farm : 1306343504 : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Actavis Indonesia Jalan Raya Bogor Km. 28 Jakarta Timur Periode 8 Januari – 28 Februari 2014
Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia Jalan Raya Bogor Km. 28 Jakarta Timur. Kegiatan PKPA ini bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker dapat melihat langsung aktivitas yang berlangsung dalam suatu industri farmasi, memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek yang terkait di industri farmasi terutama dalam hal penerapan CPOB di PT. Actavis Indonesia dan dapat memiliki pemahaman yang mendalam mengenai peran dan tugas apoteker di industri farmasi. Tugas khusus yang diberikan berjudul Penanganan Kualifikasi Vendor di PT. Actavis Indonesia. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui prosedur penanganan kualifikasi vendor di PT. Actavis Indonesia.
Kata kunci : PT. Actavis Indonesia, kualifikasi, vendor. Tugas umum : xiii + 107 halaman; 3 tabel; 1 lampiran Tugas khusus : iii + 21 halaman; 1 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 13 (1990 - 2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 4 (2009 - 2014)
ix Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name NPM Program Study Title
: Dinny Chairunisa, S.Farm : 1306343504 : Apothecary profession : Report of Apothecary Profession Internship at PT. Actavis Indonesia on January 8th - February 28th 2014
Pharmacists Professional Practice implemented in PT. Actavis Indonesia Jalan Raya Bogor Km. 28 East Jakarta. PKPA activity is intended that students can see the direct profession pharmacists activity that takes place in the pharmaceutical industry, gaining knowledge and insight into everything related aspects in the pharmaceutical industry, especially in terms of the implementation of GMP in PT. Actavis Indonesia and may have a deep understanding of the role and duties of the pharmacist in the pharmaceutical industry. Special task given Handling Vendor Qualification in PT. Actavis Indonesia. This particular assignment aims to know about procedure of handling vendor qualification in PT. Actavis Indonesia. Keywords : PT. Actavis Indonesia, qualification, vendor. General Assignment : xiii + 107 pages; 3 tables; 1 appendices Specific Assignment : iii + 21 pages; 1 appendices Bibliography of General Assignment: 13 (1990 – 2013) Bibliography of Specific Assignment: 4 (2009 - 2014)
x Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Tujuan ......................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................ 3 2.1 Industri Farmasi ........................................................................... 3 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik ................................................. 4 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DI PT. ACTAVIS INDONESIA .................. 26 3.1 Sejarah PT. Acatavis Indonesia ................................................... 26 3.2 Visi dan Misi ............................................................................... 27 3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas .......................................................... 28 3.4 Sarana Penunjang ........................................................................ 28 3.5 Produk dan Sertifikat GMP ........................................................ 29 3.6 Struktur Organisasi ............................................................................ 30 BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................... 90 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 107 5.1 Kesimpulan ................................................................................. 107 5.2 Saran ........................................................................................... 107 DAFTAR ACUAN............................................................................................. 108 LAMPIRAN ...................................................................................................... 109
xi Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kelas Kebersihan Berdasarkan Jumlah Partikulat Udara yang Diperbolehkan ....................................................................................10 Tabel 3.1 Pengambilan Contoh Bahan Kemas ...................................................74 Tabel 3.2 Perbedaan n1 dan n2...........................................................................75
xii Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Actavis Indonesia ...................................109
xiii Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Obat adalah suatu zat yang dapat mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Karena fungsinya yang esensial untuk kesehatan, maka proses pembuatan obat harus disertai dengan pengawasan dan Pemastian Mutu. Berdasarkan hal tersebut, industri farmasi membutuhkan suatu pedoman untuk memastikan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan yang disebut dengan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).Hal tersebut didasarkan pada
peraturan
Kepala
Badan
Pengawas
Obat
dan
Makanan
No.
HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 yang mengharuskan industri farmasi dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman CPOB. CPOB adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk memastikan agar sifat maupun mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan, dan sesuai dengan tujuan penggunaanya. Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja, melainkan harus dibentuk sejak awal mulai dari penanganan
material,
proses
produksi
(pengolahan
dan
pengemasan),
penyimpanan hingga distribusi obat. Dalam CPOB disebutkan juga bahwa pada proses pembuatan obat dibutuhkan sumber daya manusia yang terkualifikasi. Salah satu pihak yang dapat berperan aktif untuk menghasilkan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat dalam industri farmasi adalah apoteker. Kedudukan apoteker juga diatur dalam CPOB yaitu sebagai penanggung jawab produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu. Oleh karena itu, dibutuhkan apoteker yang memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan ilmunya secara profesional, terutama dalam menghadapi kenyataan di lapangan industri farmasi.
1 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang profesional dibutuhkan pendidikan dan pembekalan yang menyeluruh secara teori maupun praktek dalam aplikasi ilmu dan teknologi kefarmasian. Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung merupakan salah satu sarana bagicalon apoteker untuk mendapatkan pengalaman praktis dan pemahaman yanglebih dalam mengenai tugas dan fungsi apoteker di industri farmasi. Oleh karena itu, penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di bidang industri farmasi tepatnya di PT. Actavis Indonesia pada tanggal 8 Januari – 28 Februari 2014. 1.2
Tujuan
1.
Mengetahui regulasi pembuatan obat yang diterapkan dalam semua kegiatan yang dilakukan oleh PT. Actavis Indonesia.
2.
Mengetahui rangkaian kegiatan yang dilakukan PT. Actavis Indonesia dalam pembuatan obat sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Industri Farmasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010)
2.1.1
Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi didefinisikan sebagai badan usaha yang memiliki izin dari
Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat, hal ini didasarkan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi.Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Sedangkan bahan obat didefiniskan sebagai bahan yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi. 2.1.2
Persyaratan Industri Farmasi Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi
dari Direktur Jenderal. Izin khusus wajib diperoleh bagi industri farmasi yang membuat obat/atau bahan yang termasuk dalam golongan narkotik. Persyaratan yang diperlukan industri farmasi untuk mendapatkan izin usaha yang tercantum dalam
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 adalah sebagai berikut: a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab Pemastian Mutu, Produksi dan Pengawasan Mutu. e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
3 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
Permohonan izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut memproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. Sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA), masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya.Surat Permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab Pemastian Mutu. Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya: a. Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlahnya dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan. b. Sekali dalam 1 (satu) tahun. Laporan industri farmasi disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan. Industri farmasi wajib memenuhi
persyaratan CPOB yang dibuktikan
dengan sertifikat CPOB yang berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala Badan. 2.2
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangatlah penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pedoman CPOB sesuai dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) meliputi 12 aspek, yaitu: Manajemen Mutu; Personalia; Bangunan dan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
5
Fasilitas; Peralatan; Sanitasi dan Higiene; Produksi; Pengawasan Mutu; Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok; Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk; Dokumentasi; Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak; Kualifikasi dan Validasi. 2.2.1
Manajemen Mutu (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaanya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Dalam melaksanakan kebijakan mutu dibutuhkan 2 unsur dasar Manajemen Mutu yaitu: a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan, b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. 2.2.2
Personalia (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem Pemastian Mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Setiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
6
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantunkan dalam uraian tugas tertulis. Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut diisi oleh personil purnawaktu. Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian Produksi, Pengawasan Mutu, Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dipimpin oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Kepala bagian Produksi hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat, termasuk: a. Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan; b. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat; c. Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu); d. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian produksi; e. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan f. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
7
Kepala
bagian
Pengawasan
Mutu
hendaklah
seorang
apoteker
terkualifikasi dan memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu, termasuk: a. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi; b. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan; c. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain; d. Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak; e. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian pengawasan mutu; f. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan g. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu/pemastian mutu, termasuk: a. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu; b. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu perusahaan; c. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala; d. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu; e. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap pemasok); f. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi;
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
8
g. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu produk jadi; h. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets; dan i. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang terkualifikasi. 2.2.3
Bangunan dan Fasilitas (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain,
serta memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
9
cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan, bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi hendaklah disimpan. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu. Perbaikan serta perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat. 2.2.3.1 Area Penimbangan Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi. 2.2.3.2 Area Produksi Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadi pencemaran silang, suatu sarana dan self-contained
harus disediakan untuk
produksi obat tertentu seperti produk yang dapat menimbulkan sensitisasi tinggi (misal golongan penisilin) atau preparat biologis (misal mikroorganisme hidup). Produk lain seperti antibiotika tertentu, hormon tertentu (misal hormon seks), sitostatika tertentu, produk mengangandung bahan aktif tertentu berpotensi tinggi, dan produk nonobat hendaklah diproduksi di bangunan terpisah. Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk: a. Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan; b. Mencegah kesesakan dan ketidakteraturan; dan c. Memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang efektif terlaksana.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
10
Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel di bawah ini: Tabel 2.1 Kelas kebersihan berdasarkan jumlah partikulat udara yang diperbolehkan. Ukuran
Nonoperasional
Partikel
Operasional
Kelas
≥ 0,5 μm
≥ 5 μm
≥ 0,5 μm
≥ 5 μm
A
3.520
20
3.520
20
B
3.520
29
352.000
2.900
C
352.000
2.900
3.520.000
29.000
D
3.520.000
29.000
Tidak
Tidak
ditetapkan
ditetapkan
E
3.520.000
29.000
Tidak
Tidak
ditetapkan
ditetapkan
2.2.3.3 Area Penyimpanan Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas memadai untuk meyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran. Area terpisah dan terkunci hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan dan produk yang ditolak, atau yang ditarik kembali atau yang dikembalikan. 2.2.3.4 Area Pengawasan Mutu Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi, dan radioisotop hendaklah terpisah satu dengan yang lain. Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Luas ruang hendaklah memadai untuk mencegah pencampurbauran dan pencemaran silang. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan dengan luas yang memadai untuk sampel, baku pembanding (bila
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
11
perlu dengan kondisi suhu terkendali), pelarut, pereaksi dan catatan. 2.2.3.5 Sarana pendukung Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet hendaklah disediakan dalam jumlah yang cukup dam mudah diakses. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah. 2.2.4 Peralatan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan kecampurbauran produk. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk. Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan risiko terhadap mutu produk. 2.2.5 Sanitasi dan Higiene (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
12
pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi, baik karyawan purnawaktu, paruhwaktu atau bukan karyawan yang berada di area pabrik, misal karyawan kontrak, pengunjung, anggota manajemen senior dan inspektor. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktek higiene dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.
Prosedur
tertulis hendaklah ditetapkan untuk pembersihan alat dan persetujuan untuk penggunaan bagi produksi obat, termasuk produk antara. Prosedur pembersihan hendaklah rinci supaya operator dapat melakukan pembersihan tiap jenis alat secara konsisten dan efektif. 2.2.6 Produksi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
13
2.2.6.1 Bahan awal Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu. Bahan awal di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat. Label hendaklah memuat keterangan paling sedikit sebagai berikut: 1.
Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan;
2.
Nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan;
3.
Status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak);
4.
Tanggal daluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu. Jika digunakan sistem penyimpanan terkomputerisasi yang divalidasi penuh,
maka semua keterangan di atas tidak perlu ditampilkan dalam bentuk tulisan terbaca pada label. 2.2.6.2 Validasi proses Apabila suatu formula pembuatan atau metode preparasi baru diadopsi, hendaklah diambil langkah untuk membuktikan prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk yang menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu. 2.2.6.3 Pencegahan pencemaran silang Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain harus dihindarkan. Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
14
Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. 2.2.6.4 Sistem penomoran bets/lot Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan.Sistem penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama tidak dipakai secara berulang. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat dalam suatu buku log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan. 2.2.6.5 Penimbangan dan penyerahan Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu dan masih belum daluwarsa yang boleh diserahkan. Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh supervisor produksi sebelum dikirim ke area produksi. 2.2.6.6 Pengembalian Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah tidak dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
15
2.2.6.7 Operasi pengolahan-produk antara dan produk ruahan Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Kondisi lingkungan di area pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan agar selalu berada pada tingkat yang dipersyaratkan untuk kegiatan pengolahan. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. Semua produk antara dan ruahan hendaklah diberi label. 2.2.6.8 Bahan dan produk kering Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang yang terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan serta penggunaan sarana dan peralatan. Apabila layak hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup atau metode lain yang sesuai. Hendaklah dijaga agar tablet atau kapsul tidak ada yang terselip atau tertinggal tanpa terdeteksi di mesin, alat penghitung atau wadah produk ruahan. 2.2.6.9 Produk cair, krim dan salep (nonsteril) Produk cair, krim dan salep mudah terkena kontaminasi terutama terhadap mikroba atau cemaran lain, selama proses pembuatan. Oleh karena itu, tindakan khusus diambil untuk mencegah kontaminasi. Penggunaan sistem tertutup untuk produksi dan transfer sangat dianjurkan; area produksi di mana produk atau wadah bersih tanpa tutup terpapar ke lingkungan hendaklah diberi ventilasi yang efektif untuk udara yang disaring. 2.2.6.10 Bahan pengemas Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang samaseperti terhadap bahan awal. Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada bahan cetak. Bahan cetak tersebut hendaklah disimpan dengan kondisi keamanan yang memadai dan orang
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
16
yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Label lepas dan bahan cetak lepas lain hendaklah disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup untuk menghindarkan kecampurbauran. Bahan pengemas hendaklah diserahkan kepada personil yang berwenang sesuai prosedur tertulis yang disetujui. 2.2.6.11 Kegiatan pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi untuk membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets. 2.2.6.12 Pengawasan selama proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam-proses. Di samping itu, pengawasan selama-proses hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada prosedur umum sebagai berikut: 1. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan; dan 2. Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
17
2.2.6.13 Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di “area terlarang” (restricted area). Bahan atau produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau bila dianggap perlu, diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apapun yang diambil hendaklah terlebih dulu disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan dicatat. Pengolahan ulang produk yang ditolak hendaklah merupakan suatu pengecualian. Hal ini hanya diperbolehkan jika mutu produk akhirnya tidak terpengaruh, bila spesifikasinya dipenuhi dan prosesnya dikerjakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan disetujui setelah dilakukan evaluasi terhadap risiko yang mungkin timbul. Catatan pengolahan ulang hendaklah disimpan. Pemulihan semua atau sebagian dari bets sebelumnya, yang memenuhi persyaratan mutu, dengan cara penggabungan ke dalam bets lain dari produk yang sama pada suatu tahap pembuatan obat, hendaklah diotorisasi sebelumnya. 2.2.6.14 Karantina dan penyerahan produk jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Prosedur tertulis hendaklah mencantumkan cara penyerahan produk jadi ke area karantina, cara penyimpanan sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh pelulusan, dan cara pemindahan selanjutnya ke gudang produk jadi. Selama menunggu pelulusan dari bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam status karantina. Pelulusan akhir produk hendaklah didahului dengan penyelesaian yang memuaskan dari paling tidak hal sebagai berikut: a. Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan pengemasan; b. Sampel pertinggal dari kemasan dipasarkan dalam jumlah yeng mencukupi untuk pengujian di masa mendatang; c. Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil pemeriksaan oleh bagian Pengawasan Mutu; d. Rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima; dan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
18
e. Produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera pada dokumen penyerahan barang. 2.2.6.15 Catatan pengendalian pengiriman obat Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu. Sistem distribusi hendaklah menghasilkan catatan sedemikian rupa sehingga distribusi tiap bets/lot obat dapat segera diketahui untuk mempermudah penyelidikan atau penarikan kembali jika diperlukan. Penyimpangan terhadap konsep first-in first-out (FIFO) hendaklah hanya diperbolehkan untuk jangka waktu yang pendek dan hanya atas persetujuan manajemen yang bertanggung jawab. 2.2.6.16 Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi Bahan dan produk hendaklah diletakkan tidak langsung di lantai dan dengan jarak yang cukup terhadap sekelilingnya. Kondisi penyimpanan obat dan bahan obat hendaklah sesuai dengan yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas. Data pemantauan suhu hendaklah tersedia untuk dievaluasi. Alat yang dipakai untuk pemantauan hendaklah diperikasa pada selang waktu yang telah ditentukan dan hasil pemerikasaan hendaklah dicatat dan disimpan. Semua catatan pemantauan hendaklah disimpan untuk jangka waktu paling tidak sama dengan umur bahan atau produk yang bersangkutan ditambah 1 tahun, atau sesuai
dengan
peraturan
pemerintah.
Pemetaan
suhu
hendaklah
dapat
menunjukkan suhu sesuai batas spesifikasi di semua area fasilitas penyimpanan. Disarankan agar alat pemantau suhu diletakkan di area yang paling sering menunjukkan fluktuasi suhu. Penyimpanan di luar gedung diperbolehkan untuk bahan yang dikemas dalam wadah yang kedap (misal drum logam) dan mutunya tidak terpengaruh oleh suhu atau kondisi lain.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
19
2.2.7
Pengawasan Mutu (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan pengawasan mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian Pengawasan Mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Sebelum meluluskan bahan awal atau bahan pengemas untuk digunakan, kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah memastikan bahwa bahan tersebut telah diuji kesesuaiannya terhadap spesifikasi untuk identitas, kekuatan, kemurnian dan parameter mutu lain. Setelah dipasarkan, stabilitas produk jadi hendaklah dipantau menurut program berkesinambungan yang sesuai, yang memungkinkan pendeteksian semua masalah stabilitas (misal perubahan pada tingkat impuritas, atau profil disolusi) yang berkaitan dengan formula dalam kemasan yang dipasarkan.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
20
2.2.8
Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem Manajemen Mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus, untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Kepala
Bagian
Manajemen
Mutu
(Pemastian
Mutu)
hendaklah
bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. 2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
21
Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat yang mencakup rincian mengenai asal-usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan mendalam. Kepala Bagian Pengawasan Mutu hendaklah dilibatkan dalam pengkajian masalah tersebut. Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets yang cacat hendaklah diselidiki. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup: a. Tindakan perbaikan bila diperlukan; b. Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan; c. Tindakan lain yang tepat. Badan
POM
hendaklah
diberitahukan
apabila
industri
farmasi
mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk. Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan tiap saat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Pelaksanaan Penarikan Kembali, antara lain: a.
Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan;
b.
Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali dengan segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen;
c.
Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas; dan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
22
d.
Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi. Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan
terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut. Perkembangan proses penarikan kembali hendaklah dicatat dan dibuat laporan akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan yang ditemukan kembali. Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah dievaluasi dari waktu ke waktu. 2.2.10 Dokumentasi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari Pemastian Mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
23
2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). 2.2.12 Kualifikasi dan Validasi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut: a. Kebijakan validasi; b. Struktur organisasi kegiatan validasi; c. Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; d. Format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; e. Pengendalian perubahan; dan f. Acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
24
Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas, atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten.Kualifikasi diklasifikasikan menjadi empat, yaitu kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja. Kualifikasi Desain adalah dokumen yang memverifikasikan bahwa desain dari fasilitas, sistem dan peralatan sesuai untuk tujuan yang diinginkan. Kualifikasi Instalasi adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa seluruh aspek kunci dari instalasi peralatan atau sistem telah sesuai dengan tujuan desainnya dan mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh industri pembuat. Kualifikasi Kinerja adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa fasilitas, sistem dan peralatan, yang telah terpasang dan difungsikan, dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang, berdasarkan metode proses dan spesifikasi yang disetujui. Kualifikasi Operasional adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa seluruh fasilitas, sistem dan peralatan yang telah diinstalasi atau dimodifikasi berfungsi sesuai rancangan pada rentang operasional yang diantisipasi. Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Validasi diklasifikasikan menjadi tiga, yakni validasi proses, validasi pembersihan, validasi metode analisis. Validasi Proses adalah tindakan pembuktian yang didokumentasikan bahwa proses yang dilakukan dalam batas parameter yang ditetapkan dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang untuk menghasilkan produk jadi yang memenuhi spesifikasi dan atribut mutu yang ditetapkan sebelumnya. Pada umunya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal di atas tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi retrospektif).
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
25
Validasi Pembersihan adalah tindakan pembuktian yang didokumentasikan bahwa prosedur pembersihan yang disetujui akan senantiasa menghasilkan peralatan bersih yang sesuai untuk pengolahan obat. Tujuan validasi metode analisis adalah untuk menunjukkan bahwa metode analisis sesuai tujuan penggunaannya. Validasi metode analisis umumnya dilakukan terhadap 4 jenis: a. Uji identifikasi b. Uji kuantitatif kandungan impuritas (impurity) c. Uji batas impuritas d. Uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau obat atau komponen tertentu dalam obat.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DI PT. ACTAVIS INDONESIA
3.1
Sejarah PT. Actavis Indonesia Watson Pharmaceuticals, Inc. adalah perusahaan farmasi terpadu yang
terkemuka di dunia. Watson melakukan pengembangan, produksi dan distribusi produk obat generik dan obat bermerek khusus yang fokus pada Urologi dan kesehatan wanita. Perusahaan tersebut juga mengembangkan produk biosimilar pada kesehatan wanita dan Onkologi. Selain itu, Watson mendistribusikan obat generik dan obat bermerek. Pada tahun 2011, Watson menjadi perusahaan obat generik terbesar ketiga di Amerika Serikat. Watson memiliki pengoperasian komersial di pasar internasional utama yang mencakup Kanada, Eropa Barat, Asia Pasifik, Afrika Selatan, dan Amerika Latin. Watson mendistribusikan secara langsung sekitar 8.500 unit penyimpanan di Amerika Serikat kepada lebih dari 60.000 pelanggan melalui Divisi Distribusi. Pada tanggal 31 Oktober 2012, Watson Pharmaceutical Inc. di Parsipanny, New Jersey, Amerika Serikat resmi mengakuisisi Actavis global. Nama Actavis Inc. resmi digunakan mulai tanggal 24 Januari 2013 yang ditandai dengan berbunyinya bel tanda transaksi perdagangan pasar bursa New York. Actavis Inc. merupakan perusahaan farmasi global yang terintegrasi, fokus pada pengembangan, pembuatan dan pendistribusian produk obat-obatan generik, obat bermerek dan biosimilar. Kantor pusat Actavis global dan Actavis US berlokasi di Parsippany, New Jersey, USA. Sedangkan kantor pusat Internasional terletak di Zug, Swiss.Actavis memiliki merek yang kuat di 40 negara, antara lain Brazil, Meksiko dan Rusia. Setelah akuisisi, maka Watson akan menjadi perusahaan obat generik terbesar ketiga di dunia. Perusahaan gabungan ini memegang posisi 3 teratas di 11 pasar dan 5 teratas di 15 pasar. Perusahaan akan memiliki pengoperasian secara komersial di lebih dari 40 negara. Kekuatan luar biasa Actavis di dunia mencakup posisi pasar terkemuka di pasar komersial utama yang maju dan berkembang di Eropa Tengah dan Timur serta Rusia, melengkapi posisi Watson di pasar yang tersedia antara lain di Inggris, Perancis dan Australia. 26 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
27
PT. Actavis Indonesia sebagai bagian dari Actavis Global memiliki lebih dari 100 jenis produk yang terdiri dari antibiotik, analgetik antipiretik, multivitamin, tranquilizer, antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi oleh PT. Actavis Indonesia yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet), semipadat (krim, salep), sediaan cair (sirup, suspensi), dan rectal tube. Produkproduk tersebut selain dipasarkan untuk pasar lokal, juga dipasarkan untuk pasar luar negeri seperti Eropa dan Asia pasifik. PT. Actavis Indonesia mempunyai sistem manajemen terintegrasi bersertifikat ISO 9001:2000, ISO 14001:2004, dan OHSAS 18001:2007. 3.2
Visi dan Misi Visi dari PT. Actavis Indonesia adalah kesuksesan perusahaan dapat
didukung melalui budaya Our Winning Way. Perilaku seluruh karyawan didefinisikan melalui tiga kata kunci, yaitu Challenge, Connect, dan Commit yang menyatukan bagaimana PT. Actavis Indonesia bertindak dan bekerja. a.
Challenge:
Berpikir
lebih
cerdas
dan
bertindak
lebih
cepat,
mengembangkan solusi kreatif, dan melaju lebih jauh. b.
Connect: Bekerja bersama sebagai satu perusahaan untuk membuat dan memberikan praktek terbaik, memadukan pengetahuan lokal dengan sumber daya global, merupakan mitra pilihan.
c.
Commit: Bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan secara sosial, tidak pernah berkompromi terhadap kualitas, memberikan yang dijanjikan. Misi dari PT. Actavis Indonesia adalah:
a.
Mengembangkan dan memproduksi obat berkualitas tinggi.
b.
Telah memenuhi kebutuhan konsumen saat ini dan masa mendatang melalui investasi yang cerdas di R&D.
c.
Memberikan layanan terbaik dan bernilai tinggi.
d.
Merayakan beragam budaya di tim global.
e.
Memperluas komunitas tempat kami hidup dan bekerja.
f.
Mengedepankan shareholder value dalam setiap pekerjaan.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
28
3.3
Lokasi Pabrik dan Fasilitas PT. Actavis Indonesia mempunyai dua kantor yang terdiri dari kantor
Pemasaran dan kantor Pusat. Kantor Pemasaran PT. Actavis Indonesia terletak di Talavera Office Park lantai 7 dengan lokasi di Jalan Letjen TB. Simatupang Kav. 22 – 26, Jakarta Selatan 12430. Sedangkan Kantor Pusat PT. Actavis Indonesia berlokasi di Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur 13710. Kantor Pusat berdiri diatas tanah seluas 19,279 m2, termasuk pabrik di dalamnya, dengan 40% dari luas area digunakan untuk area produksi, dan sisanya digunakan untuk fasilitas lainnya. Bagian dalam industri terdiri dari beberapa bangunan yaitu : a. Gedung produksi penisilin non steril (Beta Lactam Facility) b. Gedung produksi non penisilin dan cair (Multi Product Facility) c. Gedung produksi semipadat/topikal (Topical Plant Facility) d. Gudang bahan baku dan bahan kemas e. Gudang produk jadi f. Gedung engineering dan workshop g. Laboratorium Pengawasan Mutu dan laboratorium pengembangan produk (Product Development) h. Perkantoran (bagian Pemastian Mutu, personalia, dan keuangan) i. Lain-lain (kantin, mushola dan tempat olahraga) 3.4
Sarana Penunjang Terdapat beberapa sarana penunjang dalam PT. Actavis Indonesia, sarana-
sarana tersebut anatara lain: a.
Sumber energi PT. Actavis Indonesia menggunakan sumber listrik yang berasal dari PLN
dan generator pembangkit listrik cadangan yang digunakan apabila aliran listrikpadam. b.
Sumber air PT. Actavis Indonesia menggunakan dua sumber air yang kemudian diolah
lebih lanjut, yaitu air sumur bor dan air PAM.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
29
c.
Udara tekan (Compressed air) PT. Actavis Indonesia menggunakan udara tekan untuk penghematan listrik.
Kegunaan dari udara tekan antara lain, untuk mengoperasikan mesin-mesin produksi, membersihkan debu dan digunakan untuk mengalirkan udara kering ke dalam kabinet mesin. d.
Air Handling Unit(AHU) AHU digunakan untuk mengatur udara di ruangan. Pada masing-masing
ruang produksi mempunyai AHU yang terpisah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. 3.5
Produk dan Sertifikat GMP PT. Actavis Indonesia pada tahun 2011 telah memperoleh sertifikat CPOB
dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dan mendapat sertifikasi European GMP (PICS) dari Health Care Inspectorate (The Netherlands) pada tahun 2012 untuk produk sediaan padat non steril baik penisilin maupun non penisilin, cair, dan semi padat, sehingga produk-produk PT. Actavis Indonesia dapat dipasarkan di Eropa, serta sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian Authority di tahun 2008. PT. Actavis Indonesia telah memperoleh 17 sertifikat CPOB yang didapatkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia (23 November 2011), untuk produk antara lain: a.
Fasilitas multiproduk (MultiProduct Facility) non steril dan fasilitas topikal (Topical Plant Facility), terdiri dari tablet non antibiotik tidak bersalut, tablet non antibiotik bersalut, kapsul non antibiotik gelatin keras, larutan oral non antibiotik,dan enema non antibiotik, serta salep atau krim non antibiotik.
b.
Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility) terdiri dari tablet tidak bersalut, tablet salut, kapsul gelatin keras, dan suspensi kering oral antibiotik.
c.
Sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian Authority(2008).
d.
Sertifikasi Sistem Manajemen Terintegrasi (Integrated Management System) dari TUV Rheinland, sebagai berikut: 1.
ISO 9001:2008 yaitu mengenai sistem managemen mutu (Quality Management System).
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
30
2.
ISO 14001:2004 yaitu mengenai sistem managemen lingkungan (Enviromental Management System).
3.
OHSAS 18001:2007 yaitu mengenai sistem manajemen Keselamatan dan kesehatan (Occupational Health and Safety Management System).
Produk-produk PT. Actavis Indonesia dipasarkan melalui perusahaan distribusi atau distributor dengan skala nasional, yang saat ini ditunjuk adalah 3 perusahaan,yaitu: a. PT. Anugrah Argon Medika (AAM) b. PT. Mensa Bina Sukses (MBS) c. PT. Sawah Besar Farma (SBF) Struktur Organisasi
3.6
PT. Actavis dipimpin oleh seorang Presiden Direktur dengan dibantu oleh 6 orang direktur, yaitu: Direktur Manajerial, Direktur Pemasaran dan Penjualan, Direktur Operasional, Direktur Keuangan, Direktur Sumber Daya Manusia, serta dibantu oleh kepala bagianScientific Affairs (SCA), dan Direktur Penjualan Ekspor dan Bisnis Toll membentuk Management Committee (MC) atau manajemen puncak perusahaan. Operasional dan manufaktur dipimpin oleh seorang Direktur Operasional yang membawahi 5 departemen, yaitu Departemen Mutu, Manajemen Bahan Baku, Operasional (Departemen Produksi dan PPIC), Teknik (Departemen Engineering dan EHS), dan Pengembangan Produk. Masing-masing departemen tersebut dipimpin oleh seorang manajer yang dibantu oleh beberapa supervisor. 3.6.1
Departemen Sumber Daya Manusia (Human Resource Department/HRD) Merupakan divisi yang berfungsi sebagai support function atau biasa
disebut sebagai partner bisnis. Struktur HRD di PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: a. Manajer Operasional SDM, memastikan kebutuhan operasional karyawan terpenuhi, misalnya alat tulis kantor, makanan di kantin, serta kebutuhan lainnya.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
31
b. People & Organization Development Manager/POD Manager, memastikan karyawan mendapatkan pelatihan berupa training yang bersifat non manufacturing/soft skill sesuai bidang pekerjaannya masing-masing. c. Compensation & Benefits, menjamin karyawan mendapatkan hak-haknya, misalnya jaminan kesehatan, tunjangan hari raya, dan lain sebagainya. 3.6.2
Departemen Manajemen Bahan Baku (Material Management Department) Departemen Manajemen Bahan Baku mempunyai tugas dan tanggung
jawab dalam merencanakan produksi, mengendalikan persediaan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi, serta merencanakan pengadaan bahan baku dan bahan kemas dari pemasok. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer. Ruang lingkup
dari
departemen
ini
yaitu
Pembelian
(Central
Procurement
Department/CPD) dan Gudang (Warehouse). 3.6.3 Pembelian (Central Procurement Department/CPD) Departemen ini bertanggung jawab terhadap pemesanan untuk pembelian seluruh material yang diperlukan oleh PT. Actavis Indonesia, terutama bahan baku. Rencana pembelian dilakukan berdasarkan Material Requirement Plan (MRP) yang telah disusun oleh perencanamelalui program Mfg-Pro. MRP digunakan untuk pembacaan perkiraan pembelian. Proses ini menghasilkan rencana produksi dan rencana pembelian dengan mempertimbangkan pada stok yang ada, stok buferdan permintaan penjualan. Bagian pembelian akan memesan barang pada pemasok yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan dengan membuat permintaan pembelian (purchase order/PO). Bahan baku dan bahan kemas hanya dapat dibeli pada pemasok yang telah disetujui oleh Pemastian Mutu dan masuk kedalam daftar pemasok yang disetujui (Approved Supplier List/ASL). Pemilihan pemasok berdasarkan penilaian terhadap beberapa faktor, diantaranya kualitas bahan baku dan bahan kemas, harga yang kompetitif, sistem antar yang tepat waktu, pelayanan yang baik dan sistem pembayaran yang menguntungkan.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
32
3.6.4
Gudang (Warehouse) Gudang merupakan tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi
barang berupa bahan baku, bahan pengemas, yang digunakan untuk membantu kelancaran proses produksi. Oleh karena itu, perlu ditangani secara khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara stok secara fisik dengan stok secara administratif. Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh penanganan bahan awal. Untuk menjaga keselamatan kerja di area gudang maka setiap orang yang memasuki area gudang harus menggunakan helm dan sepatu yang sesuai, dan harus waspada terhadap lalu lintas di gudang terutama forklift yang sedang beroperasi (SOP: tata cara masuk area gudang). Gudang di PT. Actavis Indonesia terdiri tiga bagian yaitu: 1. Gudang penyimpanan bahan baku dan bahan kemas 2. Gudang penyimpanan bahan aktif penisilin di gedung BLF 3. Gudang penyimpanan produk jadi. Gudang ini berfungsi untuk menyimpan semua produk jadi yang dihasilkan oleh bagian produksi dan produk toll in serta sebagai tempat pendistribusian kepada pemasok. Ruangan di gudang produk jadi terbagi menjadi 2 yaitu ruangan AC dan Non AC. Penyusunan barang di gudang produk jadi didasarkan kepada kondisi penyimpanan suhu produk. Semua produk jadi disimpan di gudang produk jadi apapun statusnya, sedangkan produk yang bisa dijual hanya produk dengan status yang telah disetujui. Kegiatan pengecekan barang untuk gudang produk jadi dilakukan setiap 3 bulan sekali, sedangkan untuk gudang bahan bakudan bahan kemas dilakukan setiap 6 bulan sekali dan untuk pengecekan dari luar dilakukan setiap bulan Desember. Material yang diterima oleh gudang terdiri dua jenis yaitu bahan baku dan bahan kemas dari pemasok dan produk jadi dari departemen produksi. Pemasok bahan baku dan bahan kemas harus dipastikan sudah termasuk dalam ASL. Setelah pemasok datang, dilakukan pemeriksaan administratif dan pemeriksaan
barang.
Pemeriksaan
administratif
yang
dilakukan
berupa
pemeriksaan surat jalan yang dibawa dan pencocokkan delivery order (DO) yang
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
33
dibawa oleh pemasok dengan PO dari bagian pengadaan yang tertera pada sistem QAD, jika terjadi perbedaan maka segera dilakukan konfirmasi dengan bagian pengadaan. Pemeriksaan barang dilakukan dengan memeriksa kesesuaian barang, jumlah barang yang dipesan, nomor bets barang, kondisi fisik barang, dan batas tanggal daluwarsa. Selain itu, bagian gudang juga wajib meminta sertifikat analisis bahan baku dan bahan kemas primer. Setelah hasil pemeriksaan sesuai, petugas gudang akan menandatangani
DO dan memasukkan data barang ke
dalam sistem QAD dengan status “QUARANTINE” dan disimpan di lokasi kedatangan bahan baku. Barang yang baru diterima di gudang akan dibuat daftarterlebih dahulu, kemudian dimasukkan pada sistem dan setelah itu diberi label “QUARANTINE” berwarna kuning. Setelah itu, petugas gudang akan membuat daftar penerimaan barang yang akan dikirim ke departemen Pengawasan Mutu sebagai acuan untuk pemeriksaan. Kemudian, inspektur bahan bakudari bagian Pengawasan Mutu akan melakukan pengambilan contoh bahan baku dan bahan kemas untuk dilakukan pemeriksaan di laboratorium pengawasan mutu. Selama proses pemeriksaan di Pengawasan Mutu, bahan baku dan bahan kemas diberi label “QC HOLD” berwarna kuning dan diberi status “QC HOLD” pada sistem QAD. Setelah hasil pemeriksaan memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut akan diberi label “APPROVED” berwarna hijau dan diberi status “APPROVED” pada sistem QAD. Dengan demikian, bahan baku dan bahan kemas tersebut dapat digunakan untuk proses produksi. Jika hasil pemeriksaan dari QC tidak memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut akan diberi label “REJECT” berwarna merah dan barang tidak dapat digunakan untuk proses produksi. Barang yang berstatus “REJECT” akan dipisahkan untuk dikembalikan ke pemasok dan untuk printed material tidak dikembalikan ke pemasok, namun langsung dimusnahkan. Kondisi penyimpanan barang di gudang disesuaikan dengan persyaratan penyimpanan masing-masing barang. Untuk material bahan kemas yang telah tercetak logo PT. Actavis Indonesia disimpan dalam ruangan yang terkunci. Gudang bahan baku dan bahan kemas memiliki beberapa kondisi penyimpanan: 1. Kondisi AC
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
34 Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25°C (15-25°C), digunakan untuk menyimpan bahan kemas primer dan bahan baku yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut. 2. Kondisi non AC Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25-30°C, digunakan untuk menyimpan bahan kemas sekunder dan tersier, serta bahan baku yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut. 3. Lemari pendingin Lemari pendingin bersuhu di bawah 8-15°C, biasanya digunakan untuk menyimpan bahan baku vitamin. 4. Lemari penyimpanan psikotropik Bahan baku psikotropik disimpan di rak terkunci dengan gembok ganda. Satu kunci dipegang oleh penanggung jawab dan kunci lainnya dipegang oleh petugas gudang. 5. Gudang tahan api yang digunakan untuk meyimpan bahan-bahan yang mudah meledak dan terbakar. Rak penyimpanan di dalam gudang terdiri dari 12 level untuk penyimpanan bahan baku dan bahan kemas level 1-7 digunakan untuk menyimpan bahan baku dan di atas level 7 digunakan untuk menyimpan bahan kemas. Penentuan area penyimpanan suatu bahan berdasarkan keterangan yang tertera pada label atau CoA, atau berdasarkan rekomendasi dari bagian kualitas atau Technical Support. Untuk penyimpanan produk-produk cairberada di bagian bawah. Selanjutnya diinput kedalam sistem QAD. Pemantauan suhu di gudang dilakukan selama 24 jam, ditinjau setiap dua kali sehari dan data diambil setiap seminggu sekali. Pemantauan suhu menggunakan logger yang berada di titik terpanas. Parameter kesesuaian suhu diukur berdasarkanTemperatur Kinetik Rata-rata(Mean Kinetic Temperature/ MKT) yaitu rata-rata suhu dalam satu minggu. Untuk ruangan dengan suhu 1525°C, jika MKT di atas 25°C harus diadakan analisis risiko; untuk ruangan 2530°C, analisis risikodilakukan jika MKT > 30°C, dan untuk lemari pendingin (815°C), analisis risiko dilakukan jika MKT > 15°C. Jika perlu, dilakukan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
35
pemindahan penyimpanan produk/material sementara dan dengan penanganan lainnya. Proses distribusi terdiri dari dua bagian yaitu distribusi bahan baku dan bahan kemas serta distribusi produk jadi. Distribusi bahan baku dan bahan kemas ke lokasi produksi. Distribusi produk jadi untuk pasar lokal melalui distributor, sedangkan distribusi obat jadi untuk pasar luar negeri dan ekspor melalui forwarder. Proses distribusi bahan baku dan bahan kemas yang akan digunakan untuk produksi dilakukan berdasarkan daftar permintaan (work order/WO) yang dikeluarkan oleh bagian PPIC yang juga terhubung dengan sistem QAD. Daftar berisi jenis dan jumlah bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan untuk proses produksi, yang telah disesuaikan dengan perkiraan penjualan. Untuk bahan baku, setelah daftar WO keluar maka petugas gudang akan menyiapkan bahan baku yang diminta, selanjutnya akan diserahkan ke bagian dispensing untuk ditimbang melaui pintu airlock IV. Penimbangan dilakukan oleh 1 orang petugas gudang dan 1 orang dari petugas produksi serta disaksikan oleh seorang super visor dari pihak produksi. Sisa bahan baku akan dikembalikan lagi kedalam gudang melalui pintu airlock IV. Untuk bahan kemas, petugas gudang akan menyiapkan bahan sesuai dengan jumlah yang diminta dan mengantarkan ke bagian produksi yang meminta. Pada saat serah terima bahan baku maupun bahan kemas, dilakukan pengecekan ulang oleh bagian produksi terhadap jumlah bahan yang diterima, kebenaran material dan nomorbets. Jika sesuai, picklist akan ditandatangani. Setelah itu, daftar WO dibawa kembali ke gudang untuk dilakukan pemotongan pada sistem dengan tujuan agar jumlah barang yang ada di gudang dengan yang ada di sistem sama. Kemudian picklist tersebut akan diserahkan kembali ke bagian produksi yang bersangkutan untuk selanjutnya disimpan dalam catatan betssebagai dokumen. Setelah proses produksi selesai maka bagian produksi akan melakukan penerimaan work order (WO receipt) ke lokasi “income-fg” dengan status karantina untuk diperiksa oleh departemen Pengawasan Mutu. Pengiriman produk ke gudang produk jadidilakukan setelah proses pengemasan produk oleh bagian produksi selesai, tanpa harus menunggu produk dirilis terlebih dahulu oleh
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
36
departemen Pengawasan Mutu. Setelah itu, barang diperiksa oleh petugas gudang yang meliputi pemeriksaan fisik, jumlah serta nomor betsdan setelah cocok maka barang akan diterima dan diletakkan sesuai dengan spesifikasi penyimpanan dari produk tersebut. Proses distribusi produk jadi kepada distributor dilakukan berdasarkan packing list yang dikeluarkan oleh bagian keuangan. Dalam hal ini distributor akan mengirimkan order ke bagian pemasaran yang kemudian akan memasukkan data pesanan dari distributor ke sistem QAD, setelah itu akan dikeluarkan packing list-nya oleh keuangan. Packing list ini kemudian akan dihitung nilai rupiah dari barang yang akan didistribusikan oleh bagian keuangan, sedangkan dari petugas gudang akan menyiapkan barang yang diminta dan order distributor harus sudah sesuai dengan multipack berdasarkan packing list yang diterima. Setelah barang yang diminta sudah siap, maka akan dibuat surat panggilan ke distributor untuk mengambil barang. Setelah itu, bagian keuangan akan melakukan pemotongan stok barang yang ada di dalam sistem (shipment) dan mencetak faktursetelah distributor datang dan melakukan pengecekan produk yang akan diambil dan menandatangani packing list. 3.6.5
PPIC (Production Planning and Inventory Control) PPIC berfungsi sebagai penghubung komunikasi antara produksi,
pemasaran, pengadaan, akuntansi, dan penyimpanan yang masing-masing berfungsi dalam penyediaan obat. Bagian ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan bagian penjualan dan pemasaran terpenuhi oleh sistem produksi yang meliputi jumlah, waktu, dan jenis produk yang tepat. Tugas dan tanggung jawab PPIC antara lain: a. Merencanakan dan memonitor jalannya produksi. b. Mengatur rencana pembelian bahan baku, bahan kemas, dan stok obat jadi. c. Sebagai sumber data informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi. PPIC dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1. Production Planning Control/PPC 2. Inventory Control and MRP System
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
37
3.6.5.1 Production Planning Control (PPC) Tugas PPC yaitu merencanakan dan mengendalikan jalannya proses produksi selama periode tertentu. Tahapan kerja dalam PPC adalah sebagai berikut: a. Merencanakan produksi. b. Membuat Work Order untuk produksi. c. Memonitor stok produk jadi. d. Mengolah MO (Manufacturing Order) dari departemen Pemasaran/ Ekspor. MO ini menjadi dasar untuk membuat jadwal proses produksi yang diserahkan kepada bagian produksi disertai dengan WO (Work Order). 3.6.5.2 Inventory Control and MRP System Tugas Inventory Control yaitu merencanakan dan mengendalikan pembelian bahan baku dan bahan kemas. Tahapan kerja dalam Inventory Control adalah sebagai berikut: a. Menetapkan rencana pembelian. Rencana pembelian dibuat berdasarkan rencana produksi (termasuk kapasitas mesin, kapasitas pekerja), stok bahan baku dan bahan kemas yang ada di gudang, stock order, jumlah minimum order (berhubungan dengan kapasitas pemasok), dan waktu tunggu produksi. b. Membuat rencana permintaan bahan baku yang mencantumkan nama produk beserta semua bahan (bahan baku dan bahan kemas) serta jumlahnya. c. Memonitor stok bahan baku dan bahan kemas. d. Membuat POR (Purchase Order Requisition). POR ini adalah dasar untuk membeli bahan-bahan inventory (bahan baku, bahan kemas, palet untuk ekspor) maupun non inventory (helm, kertas, dll) yang berfungsi untuk menunjang proses produksi. e. Mengawasi POR sampai bahan baku dan bahan kemas masuk ke gudang dan saat berada dalam status QC. Alur tahapan PPIC yaitu berawal dari penerimaan order/MO dari bagian pemasaran/ekspor sesuai dengan aturan pemesanan dari global (4 bulan waktu tunggu). Selanjutnya dilakukan pembuatan rencana produksi dengan melakukan MRP pada sistem QAD berdasarkan perkiraan dari bagian pejualan dan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
38
pemasaran. Melalui sistem QAD tersebut permintaan yang ada disesuaikan dengan data-data yang ada di sistem seperti persediaan bahan baku, produk ruahan dan produk jadi yang tersedia. Dari rencana produksi tersebut kemudian diketahui material yang digunakan untuk kegiatan produksi. Kemudian PPIC membuat PORkepada bagian pembelian. Bagian pembelian mengolah POR menjadi PO dan mengirim permintaan pembelian ke pemasok. Pemasok akan memberikan jenis dan jumlah barang sesuai pesanan dan memberikan konfirmasi kuantitas dan ETA ke bagian pembelian. Bila sudah dikonfirmasi, gudang akan menerima material sesuai dengan kuantitas dan jadwal pengiriman material. Kemudian gudang membuat bukti penerimaan barang. Sebelum barang masuk gudang, bagian Pengawasan Mutu melakukan pemeriksaan dan barang yang diperiksa dimasukkan ke daerah karantina (diberi label kuning) hingga dikeluarkan pernyataan rilis dari Pemastian Mutu/Pengawasan Mutu (diberi label hijau). Barang yang ditolak diberi label “REJECTED” (merah) dan dipindahkan ke lokasi penolakan di area terpisah. PPIC mengeluarkan Work Order (WO) sebagai perintah produksi kepada Departemen Produksi beserta picklist yang berisi formulasi produk/bets dan routing produksi. Selanjutnya picklist tersebut dikirim ke gudang untuk penyediaan material untuk kegiatan produksi. Setelah proses penyediaan material selesai, picklist selanjutnya dikirim ke produksi untuk dilengkapi dengan actual shopfloor selama proses produksi berlangsung dan diinput ke dalam QAD. QAD adalah sistem Enterprise Resource Planning (ERP) terintegrasi yang digunakan di PT. Actavis. Komputer online QAD di seluruh bagian sehingga alur proses tersebut dapat dipantau oleh semua pihak terkait melalui komputer. 3.6.6 Departemen Produksi Departemen Produksi dipimpin oleh seorang Manajer Produksi yang bertanggungjawab terhadap seluruh proses produksi. Manajer Produksi dibantu oleh koordinator membawahi beberapa orang supervisor yang dibantu oleh administrator dan technical support. Bagian dispensing dipimpin oleh seorang supervisor yang memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap penimbangan semua bahan baku yang dibutuhkan pada semua proses produksi kecuali bahan aktif penisilin. Kegiatan departemen produksi berdasarkan pesanan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
39
dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh PPIC. Jenis obat yang diproduksi meliputi produk ethical dan produk OTC. Departemen produksi berkaitan erat dengan departemen Pemastian Mutu/Pengawasan Mutu untuk menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat yang diproduksi. Kegiatan produksi di PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu produksi penisilin dan non penisilin. Bagian non penisilin memproduksi bentuk sediaan padat, semipadat (krim) dan sediaan cair (sirup, suspensi), sedangkan bagian penisilin memproduksi sediaan padat (tablet, kaplet, kapsul dan sirup kering). Departemen produksi PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas, yaitu Fasilitas Multiproduk, Fasilitas Beta laktam, dan Fasilitas Topikal. Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan obat berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR) yang dikeluarkan oleh bagian Pengembangan Produk dan Produksi. Departemen ini akan bekerja sama dengan departemen lain dengan melakukan kegiatan validasi atau kualifikasi agar produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Ruangan untuk proses produksi harus memenuhi persyaratan CPOB seperti yang tertuang dalam prosedur tetap atau SOP perusahaan. Terdapat dua jenis ruangan di PT. Actavis Indonesia berdasarkan tingkat kebersihannya, yaitu area E dan area F. Area E yaitu ruang untuk bahan obat, obat dan bahan pengemas primer (permukaan dalam) yang masih dalam keadaan terbuka, atau masih berhubungan langsung dengan udara, meliputi ruang penimbangan bahan baku non steril, pengolahan, pengisian, pengemasan primer, dan pengambilan contoh bahan baku. Area F yaitu ruang untuk bahan obat, obat, dan bahan kemas primer dalam keadaan rapat, meliputi ruang pengemasan sekunder dan daerah lain di luar ruang produksi misalnya gudang. PT. Actavis tidak memiliki area A-D karena tidak memproduksi produk steril. Produksi produk steril dari PT. Actavis dilakukan di industri farmasi lain (Toll Out Manufacturing). Untuk memasuki area E harus mengenakan pakaian khusus, sepatu khusus, topi yang menutupi rambut, dan masker. Untuk membatasi pertukaran udara antar
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
40
ruang dan menjaga kestabilan tekanan udara, diperlukan suatu ruang antara (Buffer room/Airlock). Airlock adalah ruangan penyangga yang tingkat kebersihannya berbeda. Dua pintu airlock harus dalam keadaan tertutup bila tidak sedang digunakan untuk lewat. Pada saat lewat, hanya satu pintu airlock yang dapat terbuka. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Berdasarkan fungsinya, airlock dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: a. Airlock I, disebut juga dengan bubble airlock, yang berfungsi menjaga tekanan udara positif didalam ruang pertama. b. Airlock II, disebut juga sink airlock, merupakan ruangan yang memiliki tekanan udara negatif terhadap dua sisi/ruang. c. Airlock III, disebut juga case cutdown, merupakan ruangan yang memiliki tekanan udara positif terhadap ruang kedua. Dengan adanya ruang antara tersebut, maka tidak akan terjadi campur baur udara antara area F dengan area E. Kegiatan departemen Produksi dilakukan berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh bagian PPIC. Bagian PPIC memberikan perintah produksi berupa work order picklist sebagai dokumen permintaan bahan baku dan bahan kemas ke gudang untuk pelaksanaan produksi. Departemen Produksi melaksanakan produksi dibawah pengawasan Pengawasan Mutu (IPC). Produk ruahan yang dihasilkan dikirim ke ruang WIP (work in process) untuk pengemasan sekunder, yang selanjutnya dikirim ke gudang obat jadi untuk disalurkan ke distributor. Alur proses produksi secara rinci terangkum dalam Catatan Bets, yaitu mulai dari jenis produk, nomor bets, jumlah yang dihasilkan, formula, data penimbangan bahan baku,daftar pemeriksaan alat sebelum proses produksi, catatan selama proses produksi, jumlah karyawan yang mengerjakan, waktu pengerjaan, dan proses pengemasan primer sampai proses pengemasan sekunder. Selain itu juga semua kegiatan yang dilakukan selama proses produksi harus sesuai dengan yang ada di dalam catatan betsdan tercatat di dalam catatan bets. Setelah proses produksi selesai, dilakukan sanitasi/pembersihan terhadap semua
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
41 mesin yang dipakai dan diberi label “BERSIH” lengkap dengan nama pembersihnya dan tanggal pembersihan. Untuk memonitor kelancaran jalannya suatu proses produksi, PT. Actavis Indonesia memiliki beberapa orang terkualifikasi (Qualified Person) atau disebut juga inspektor yang bertugas melakukan inspeksi di area produksi. Secara rinci tugas dan wewenang seorang inspektor antara lain : a. Melaksanakan inspeksi diseluruh area produksi b. Memeriksa kebenaran proses produksi c. Memeriksa kebenaran dan identitas produk obat d. Memeriksa logbook produksi e. Membuat laporan pemeriksaan identitas produk jadi f. Memeriksa kebersihan alat/mesin dan jalur produksi g. Membuat hasil/laporan inspeksi secara berkala h. Menghentikan proses produksi bila tidak sesuai dengan aturan dan mengakibatkan hal-hal yang fatal terhadap produk obat dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari QO supervisor/Head of QO. Seluruh proses produksi seperti pencampuran, pengisian, dan pengemasan harus memiliki penandaan pada setiap ruang proses yang sedang berjalan. Penandaan tersebut berupa papan identitas yang berisi nama ruangan, proses yang dilakukan, nama produk yang sedang diproduksi, nomor bets dan tanggal dilakukannya proses. Tujuan penandaan tersebut adalah untuk mencegah terjadinya kontaminasi agar bahan awal atau bahan kemas tidak masuk ruangan yang tidak semestinya. Kegiatan proses pembersihan seluruh ruangan produksi pada setiap fasilitas dilakukan secara rutin atau terjadwal. Berdasarkan SOP Pembersihan Mesin Secara Umum, terdapat tiga macam proses pembersihan, yaitu: a. Pembersihan antar produk (Major Cleaning) Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara produk yang berbeda atau pembersihan total dengan tujuan agar produk yang lain tidak terkontaminasi oleh produk sebelumnya.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
42
b. Pembersihan antar bets (Minor Cleaning) Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara bets yang satu dengan bets berikutnya untuk produk yang sama atau antara bets yang satu dengan bets berikutnya dengan kekuatan berbeda untuk produk yang sama. c. Pembersihan akhir hari Merupakan pembersihan yang dilakukan pada akhir jam kerja. Status pembersihan tiap alat yang digunakan selama proses produksi harus didokumentasikan di dalam catatan betsdan logbook. Selain itu, kegiatan pemantauan ruangan pada ruang produksi juga dilakukan seperti pemantauan tekanan dengan menggunakan alat Magnahelic, pemantauan suhu, pemantauan mikroba, dan pemantauan jumlah partikel yang dilakukan setiap satu bulan sekali oleh bagian mikrobiologi, dan pemantauan purified water yang dilakukan setiap satu minggu sekali dan dilakukan pengambilan sampeloleh petugas dari departemen Pengawasan Mutu. Produk ruahan maupun produk jadi yang dihasilkan selama proses produksi akan dilakukan pengambilan sampel oleh departemen Pengawasan Mutu. Pengambilan sampel dilakukan untuk diuji secara mikrobiologi dan uji kimia, serta untuk sampel pertinggal yang digunakan sebagai kontrol produk jadi yang diedarkan dimasyarakat. 3.6.6.1 Fasilitas Multi Produk (Multi Product Facility/MPF) Fasilitas multiproduk terdiri dari beberapa area utama, yaitu area penimbangan, area produksi sediaan padat, area produksi sediaan cair, serta area pengemasan primer dan sekunder. Bagian MPF dikepalai oleh seorang koordinator
produksi dengan dibantu oleh lima orang supervisor yang
bertanggung jawab di masing-masing area. Bangunan fasilitas multiproduk merupakan bangunan beton berbentuk huruf U yang terdiri dari ruang untuk penimbangan, pencampuran, granulasi, pengempaan tablet, penyalutan tablet, pengisian kapsul, pengisian sediaan cair, dan pengemasan. Terdapat perbedaan tekanan udara pada ruangan produksi dan koridor untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Ruangan produksi pada area padat memiliki tekanan udara negatif, sedangkan koridor memiliki tekanan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
43
udara positif. Sebaliknya pada area cair, pengaturan tekanan diatur sebaliknya dimana ruang produksi memiliki tekanan udara positif dan koridor memiliki tekanan udara negatif. Perbedaan tekanan udara pada ruangan dan koridor diatur antara 10-30 kPa. Setiap ruangan dilengkapi dengan pendingin ruangan yang suhunya diatur 15-25°C, pengatur tingkat kelembaban (RH) yang diatur tidak melebihi 75%, listrik, penerangan, dan fasilitas pendeteksi asap. Suatu proses produksi pada bagian fasilitas multiproduk dilakukan berdasarkan atas lembar kerja yang telah dibuat. Alur proses produksi diawali dengan kegiatan penimbangan bahan baku olehbagian dispensing. Bagian dispensing melakukan penimbangan berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh bagian perencanaan (PPIC). Setelah penimbangan selesai, bahan baku tersebut akan dibawa ke ruang produksi melalui airlock material menuju ruang penyimpanan Work In Process (WIP). Bahan yang telah diterima dari bagian dispensing oleh bagian produksi dilakukan pengecekan ulang di ruang penimbangan. Tersedia empat mesin untuk proses granulasi, yaitu High Shear Mixer/HSM TK Fielder (kapasitas maks. 120 kg), Fluid Bed Dryer/FBD Huttlin 200-DJ (kapasitas maks. 240 kg), Lytzen Oven, dan IBC Bin Blender Servolift (kapasitas maks. 800 kg). Mesin-mesin tersebutdapat digunakan untuk proses granulasi basah maupun kering dalam jumlah/volume besar sesuai dengan spesifikasi cara pembuatan produk. Bagian MPF memiliki ruang granulasi skala kecil untuk melakukan proses uji cobamaupun proses produksi dalam jumlah/volume kecil. Pada ruang granulasi skala kecilterdapat 3 mesin utama, yaitu High ShearMixer/HSM Yong Sheuan, Fluid Bed Dryer/FBD Yong Sheuan, dan Bin Blender Tamaru dengan kapasitas maksimal masing-masing mesin sebesar 40 kg. Setelah proses granulasi selesai, dilakukan proses penambahan fase luar dan proses pencampuran terakhir, dilakukan menggunakan mesin IBCBlender Servolift. Produk antara yang menunggu proses pencetakan disimpan dalam ruang WIP. Dalam proses produksi dilakukan kegiatan pengawasan dalam proses (In Process Control/IPC). Pemeriksaan yang dilakukan untuk produk antara
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
44
(granulat) yaitu pemeriksaan kadar air pada granulat yang dihasilkan dan berat hasil granulasi. Pengujian laju alir, keseragaman kandungan, dan distribusi ukuran partikel tidak dilakukan karena semua proses produksi yang dilakukan sudah tervalidasi. Granul yang sudah siap untuk dicetak dimasukkan kedalam ruang pencetakan. Untuk proses pencetakan tablet, tersedia empat mesin cetak tablet yaitu mesin Jenn Chiang JC DSH 35B (kapasitas 39 station), Killian RTS 20 (kapasitas 20 station), Sejong MRC-31S(kapasitas 31 station), dan Manesty BB4 (kapasitas 27 station). Untuk mesin pengisian kapsul terdapat dua mesin yaitu Sejong SF-100N dan Sejong SF-100 masing-masing dengan 12 holder yang memiliki 14 station. Tersedia pula dua mesin penyalut tablet/coating, yaitu NicomacElite-100 (kapasitas maks. 100 liter) dan Bamtri Film Coating Machine (kapasitas maks. 90 liter) untuk beberapa produk yang memerlukan proses penyalutan. Hasil IPC pada setiap proses produksi didokumentasikan kedalam lembar kerja/MPPCR untuk tiap produk. Selanjutnya, sampel produk ruahan dari tablet atau kapsul dikirim ke bagian Pengawasan Mutu untuk dilakukan pemeriksaan terhadap spesifikasi setiap sediaan. Tablet dan kapsul yang sudah jadi selanjutnya siap untuk dikemas. Terdapat sepuluh line pada proses pengemasan primer yang saling terhubung (in line) dengan bagian pengemasan sekunder. Line 1 sampai dengan line 3 merupakan bagian pengemasan untuk produk yang dikemas dalam bentuk blister. Line 4 tidak diaktifkan secara in line dikarenakan pada line 4 hanya dilakukan proses pengemasan sekunder untuk produk yang dikemas secara manual. Line berikutnya yaitu line 5 sampai dengan line 7 merupakan bagian pengemasan produk yang dikemas dalam bentuk strip. Pada line 8 dilakukan proses pengemasan ke dalam kemasan botol plastik. Mesin-mesin yang digunakan pada proses pengemasan primer pada line 1 sampai dengan line 8 dapat digunakan untuk mengemas produk tablet maupun kapsul. Line selanjutnya yaitu line 9 dan line 10 berada pada area produksi cair. Pada area ini dilakukan proses produksi untuk sediaan cairan enema dan sirup. Line 9 merupakan area produksi untuk sediaan cairan enema dimana proses produksi dilakukan dengan cara pelabelan terlebih dahulu pada kemasan tube dan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
45
kemudian dilakukan proses pengisian cairan enema ke dalam kemasan tube. Untuk sediaan berupa sirup, proses produksi dilakukan dengan melalui dua proses utama yaitu pencampuran dan pengisian ke dalam wadah. Terdapat dua buah tanki pencampuran yang dilengkapi dengan pipa penghubung, vakum, dan pengaduk untuk mendukung proses produksi masing-masing dengan kapasitas 600 liter dan 2000 liter. Terdapat pula satu buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 2000 liter dan dua buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 10.000 liter. Proses IPC yang dilakukan untuk sediaan cair adalah pengukuran pH. Sediaan sirup tersebut kemudian diisikan ke dalam botol-botol di line 10 dan kemudian dilanjutkan dengan proses pemasangan dan pengencangan tutup botol. Untuk sediaan cair yang melalui proses pengencangan tutup botol perlu dilakukan proses IPC berupa pengukuran torsi untuk menguji kekuatan menutup botol (capping torque) dan kebocoran. Selanjutnya produk tersebut siap untuk diberi label dan dikemas ke dalam box. 3.6.6.2 Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility/BLF) Bagian BLF dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab pada seluruh proses produksi sediaan beta laktam. Produksi sediaan beta laktam dilakukan pada bangunan yang terpisah dengan bangunan produksi lain untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Bangunan pada beta laktam mempunyai ruang gudang, ruang timbang, area produksi, area pengemasan, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, mushola dan toilet yang khusus digunakan oleh para karyawan yang bekerja pada fasilitas beta laktam. Bangunan ini memiliki sistem pembuangan limbah, sistem HVAC, dan sistem pengairan yang terpisah dengan bangunan produksi lain. Bangunan terdiri dari 2 lantai dimana lantai 1 terdiri dari gudang, area printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, dan area ganti, sedangkan lantai 2 terdiri dari area produksi dari proses penimbangan hingga pengemasan sekunder, ruang IPC dan ruang administrasi dan supervisor. Fasilitas beta laktam terdiri dari dua area kebersihan, yaitu area abu-abu dan area hitam. Area abu-abu terdiri dari ruang penimbangan, area pencampuran (granulasi), ruang pencetakan tablet, ruang pengisian kapsul, ruang pengisian
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
46
tablet/kapsul/granul
ke
dalam
botol,ruang
pengemasan
primer,
ruang
penyimpanan produk ruahan sementara sebelum dikemas yaitu ruang work in process (WIP), dan ruang pengawasan selama proses atau in process control (IPC). Area hitam terdiri dari area pengemasan sekunder, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, dan area ganti baju. Area produksi beta laktam dilengkapi dengan 3 ruang penyangga (air lock), dimana letak dari ruang penyangga personil terpisah dengan ruang penyangga material mencakup bahan baku, material pengemasan primer maupun sekunder. Selain itu, fasilitas beta laktam juga dilengkapi dengan pintu darurat dan penanganan limbah tersendiri. Sediaan-sediaan yang diproduksi oleh bagian beta laktam ini adalah tablet, kapsul dan sirup kering. Kemasan primer yang digunakan adalah strip, blister dan tropical blister untuk sediaan tablet dan kapsul serta kemasan botol/securitainer untuk sediaan tablet, kapsul dan sirup kering. Produksi sediaan solid di fasilitas beta laktam (BLF), pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama dengan proses produksi untuk sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF). Untuk proses penyiapan alat, pembersihan mesin, dan produksi yang dilakukan pada bagian ini pada prinsipnya sama dengan fasilitas produksi lainnya (MPF dan TPF) tetapi berbeda pada proses penimbangan. Untuk penimbangan zat aktif golongan penisilin dilakukan pada ruang dispensing yang terdapat pada fasilitas beta laktam dan untuk bahan tambahan lainnya dilakukan penimbangan pada ruang dispensing di MPF. Pencegahan kontaminasi juga terlihat pada peraturan terhadap karyawan dan tamu, dimana setiap karyawan dan tamu yang masuk ke dalam fasilitas betalaktam diharuskan menggunakan seragam yang telah disediakan khusus untuk digunakan pada fasilitas beta laktam dan untuk setiap karyawan dan tamuyang akan meninggalkan fasilitas beta laktam diharuskan mandi terlebih dahulu dengan menggunakan sabun khusus (SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan Tamu di Area Produksi BLF, 2013), bertujuan untuk memecah cincin beta laktam. Selain itu, pengolahan limbah terhadap sisa produksi beta laktam baik sampah organik, sampah anorganik maupun sampah B3 juga dilakukan secara terpisah dari limbah sisa produksi lainnya dengan melakukan inaktivasi terlebih dahulu, sampah direndam menggunakan NaOH 2% (pH 10), selama satu jam
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
47
(SOP Pemusnahan Sisa-Sisa Produk Penisilin, 2012). Proses inaktivasi dilakukan terhadap seluruh bagian yang akan di buang keluar area BLF. Inaktivasi dilakukan di ruang cuci area BLF. 3.6.6.3 Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF) Bagian TPF dikepalai oleh seorang seorang supervisor dengan dibantu seorang group leader guna mengkoordinasikan proses produksi. Area TPF dibagi menjadi 2 yaitu area hitam dan abu-abu. Area hitam terdiri dari ruang airlock personal (ruang ganti sepatu untuk area hitam, baju seragam lengkap dengan penutup kepala), toilet dan tempat cuci tangan, ruang administrasi, area pengemasan sekunder, printing room dan airlock untuk bahan kemas sekunder atau produk jadi. Area abu-abu terdiri dari ruang-ruang penyangga personal (ruang ganti sepatu area abu-abu dan lengkap dengan masker dan penutup kepala), area pencampuran, area pengisian, WIP, ruang penyangga bahan, dan area wadah penyimpanan. Suhu di area abu-abu adalah 18-25°C; RH maksimal 75%. Tahapan produksi sediaan topikal dimulai dengan penyiapan fase minyak dan fase air dalam tangki pencampur. Fase minyak dipanaskan dalam suatu tangki hingga melebur dan fase airnya disiapkan pada tangki yang terpisah. Setelah fase minyak melebur, dilakukan pencampuran ke dalam tangki pencampur dengan cara divakum. Agar suhu didalam tangki tetap stabil pada kisaran 60–70°C, pada bagian luar tangki (jacketed) dialiri uap panas (steam). Pencampuran bahan aktif ke dalam campuran fase minyak dan fase air bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara dicampur langsung atau didispersikan ke dalam fase krimnya.Setelah proses pencampuran selesai dilakukan, tahap selanjutnya yaitu proses pendinginan. Pada proses pendinginan, suhu didalam tangki pencampuran diatur hingga 35°C dan untuk membantu proses tersebut dialirkan air dingin dengan bantuan Chiller kedalam jaket tangki. Selain itu, proses pendinginan dilakukan menggunakan vakum dengan tujuan untuk memecahkan busa yang terbentuk pada saat proses pencampuran. Adanya busa tersebut akan mengganggu proses selanjutnya yaitu proses pengisian. Setelah massa krim dingin, krim dikeluarkan dari tangki pencampuran lalu dimasukkan ke dalam kantong 2 lapis plastik dan disimpan dalam drum. Kemudian bulk tersebut disimpan dalam gudang WIP dan diberi label produk
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
48
ruahan (warna ungu). Penyimpanan dalam ruang WIP bertujuan untuk menunggu sampai massa krim terbentuk sebelum dilakukan proses pengisian ke dalam tube. Pada proses pengemasan primer, dilakukan pengisian produk ke dalam tube. Hal-hal yang diperhatikan adalah berat krim per tube, penampilan sediaan, serta pemeriksaan kebocoran tube.Untuk pemeriksaan berat pengisian per tube, setiap 15 menit sekali dilakukan penimbangan untuk mengetahui kinerja mesin dan ketepatan pengisian. Pada pengemasan sekunder dilakukan pemeriksaan pada cetakan nomor bets, label, serta tanggal kadaluarsa. Proses pengemasan primer dan sekunder dilakukan secara in line. Sebelum bahan kemas sekunder digunakan, dilakukan pencetakan nomor bets, HET/tube, mfg tanggal dan tanggal kadaluarsa. Setiap tahapan pada proses produksi harus didokumentasikan ke dalam kertas kerja. 3.6.7 Departemen Mutu (Quality Operation Department) Mutu atau kualitas suatu produk merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan sejak awal mulai dari bahan baku, proses pembuatan, peralatan, bangunan, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan. Oleh sebab itu, departemen mutu bertanggung jawab terhadap jaminan kualitas produk yang dihasilkan. Departemen mutu PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2 departemen yaitu Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) dan Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC). 3.6.7.1 Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) Departemen Pemastian MutuPT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 4 bagian yaitu bagian GMP Compliance, Validasi, Rilis dan Kontrol Dokumen yang masing-masing dikepalai oleh seorang supervisor. Departemen ini bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai siap dikonsumsi konsumen, termasuk didalamnya yaitu pemilihan pemasok dan distributor. Sistem mutu ditetapkan berdasarkan Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) dan Global Quality Manual Standardserta peraturan otoritas lainnya. Departemen ini dipimpin oleh seorang Manajer Pemastian Mutu yang bertanggung jawab kepada kepala bagian QO (Quality Operation).
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
49
Tujuan departemen Pemastian Mutuantara lain untuk menjamin bahwa sistem kebijakan mutu sesuai dengan GMP pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi) dan menjamin bahwa obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas sesuai dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Departemen Pemastian Mutu memiliki kewenangan dan bertanggung jawab untuk menyusun kebijakan mutu perusahaan yang dapat menjamin mutu obat yang dihasilkan agar sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa seluruh bagian yang terlibat dalam proses pembuatan obat telah melaksanakan kebijakan tersebut. Departemen
Pemastian
Mutu
juga
bertanggung
jawab
dalam
pengembangan dan pemeliharaan sistem penjaminan mutu yang mana termasuk di dalamnya antara lain: -
Kontrol Dokumen meliputi penanganan terhadap dokumen dan APR
-
GMP compliance meliputi SOP, pelatihan, keluhan konsumen, penarikan kembali, audit, CAPAdan Approved Supplier List (ASL)
-
Validasi meliputi validasi proses, validasi pembersihan, dan validasi alat
-
Rilis meliputi penanganan terhadap Non Conformance, Technical Agreement, dan kontrol perubahan Dari hal diatas maka dapat dijabarkan mengenai ruang lingkup tugas dan
tanggung jawab departemen Pemastian Mutu, antara lain sebagai berikut: a. Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi dan GMP Compliance Tugas QA salah satunya adalah menangani dokumen yang berlaku, dalam hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, dan penanganan dokumen yang sudah tidak berlaku, dan termasuk juga didalamnya penanganan dokumen registrasi (Priyambodo, 2007). Sistem dokumentasi dalam industri farmasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi antara lain (Priyambodo, 2007): 1. Prosedur Tetap (Standard Operating Prosedure/SOP) 2. Spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk jadi) 3. Catatan pengolahan bets/Catatan pengemasan bets 4. Identifikasi (kode penomoran protap, peralatan, bets)
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
50
5. Penandaan (status ruangan, mesin, label bahan baku, karantina, penolakan) 6. Protokol dan laporan validasi 7. Dokumen registrasi 8. Catatan kalibrasi, pemantauan kondisi lingkungan ruang produksi, 9. Dokumen kontrol perubahan, yaitu dokumen berisi perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi status tervalidasi dari fasilitas, sistem, mesin, atau proses, dan lain-lain. Tujuan perlunya penanganan dan pengaturan dokumentasi ini adalah berguna jika terjadi masalah sehingga mudah ditelusuri dengan membuat standar bahan baku, produk jadi, prosedur kerja, mesin dan lain-lain (Priyambodo, 2007). Adapun bagian compliance mempunyai tugas dan tanggung jawab yaitu perencanaan, implementasi, peninjauan dan tindak lanjut, pengembangan, komunikasi, dan pelaporan. Tugas dan tanggung jawab tersebut pelaksanaanya berkesinambungan dan saling terkait satu dengan yang lainnya, misalnya pada pembuatan prosedur seperti SOP. Secara teknis SOP melalui proses perencanaan sebelum dibuat, kemudian setelah dibuat, SOP perlu di implementasikan pada kegiatan sehari-hari secara berkelanjutan. Pada pelaksanaan yang berkelanjutan perlu dilakukan peninjauan untuk memantau apakah prosedur telah dilakukan dengan benar. Jika terdapat penyimpangan maka perlu dilakukan koreksi dan evaluasi serta tindak lanjut untuk
menangani
penyimpangan
tersebut.
Selain
itu
perlu
dilakukan
pengembangan untuk menggali lebih dalam mengenai kajian terhadap penyelesaian masalah seperti investigasi atau analisa secara detail hingga ditemukan akar masalah dan solusinya. Selanjutnya segala aspek yang menyangkut pembaruan informasi dan perubahan dikomunikasikan kepada seluruh pihak terkait agar diketahui, dipahami dan diterapkan. Segala hal yang telah dilakukan kemudian didokumentasikan sebagai arsip perusahaan dan diberi identifikasi agar memudahkan penelusuran jika diperlukan. b. Menyusun dan Mengendalikan Prosedur Tetap (Standard Operation Procedure/SOP) Menurut GMP dari WHO, Prosedur Tetap (Protap) atau dikenal juga sebagai Standard Operation Procedure (SOP) adalah prosedur tertulis yang telah
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
51
disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi untuk pelaksanaan tugas yang tidak hanya berkaitan dengan suatu produk atau bahan tertentu, tetapi juga berkaitan dengan hal-hal yang bersifat umum, misalnya pengoperasian, pemeliharaan, pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pengambilan contoh, dan inspeksi diri (Priyambodo, 2007). Pembuatan SOP bertujuan untuk memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas, memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB (GMP) dan EHS, memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku, dan membantu melatih petugas/karyawan baru. SOP terbagi menjadi dua dalam pembuatannya, yaitu SOP baru dan revisi. Pada dasarnya, tiap protap atau SOP dibuat oleh departemen bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan departemen Pemastian Mutu dan departemen lain yang berhubungan. Departemen Pemastian Mutu bertanggung jawab mengkoordinasi penyiapan, penerbitan, dan implementasi semua protap yang ada. Pembuatan SOP dibuat dalam bentuk konsep terlebih dahulu yang diajukan pada departemen Pemastian Mutu untuk ditinjau dan disesuaikan dengan kebijakan perusahaan dan aturan yang ditetapkan oleh otoritas. Setelah pengajuan SOP disetujui, maka SOP tersebut ditandatangani, dicetak pada lembar kertas salem,
dan
diberikan
pada
departemen
yang
mengajukan
SOP
yang
bertanggungjawab terhadap pelatihan SOP baru. Bila SOP sudah diefektifkan, maka
akan
didistribusikan
kepada
departemen-departemen
yang
terkait
menggunakan lembar ditribusi, kemudian SOP yang lama akan ditarik dan digantikan dengan SOP versi terbaru. c. Penanganan Personil (Training) Pelatihan (training)merupakan suatu aktifitas atau kegiatan pelatihan untuk membentuk, meningkatkan dan memelihara pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja karyawan untuk memenuhi kualifikasi, spesifikasi dan kompetensi bidang kerja sesuai dengan aspek CPOB serta nilai-nilai perusahaan serta kepedulian terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Lingkungan (SOP Training, 2014).
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
52
Departemen Pemastian Mutu bertanggung jawab terhadap koordinasi perencanaan dan penyelenggaraan pelatihan karyawan mengenai pemenuhan terhadap standar CPOB. Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk kedaerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan prinsip CPOB, termasuk juga personil teknis, pemeliharaan, dan pembersihan. Pelatihan tersebut diberikan pada seluruh karyawan PT. Actavis Indonesia, baik karyawan baru, karyawan lama, karyawan yangdipromosikan, dan karyawan kontrak pada setiap level di Divisi Manufacturing PT. Actavis Indonesia (SOP Training, 2014). Sejalan dengan hal tersebut, standar Environtmental Health and Safety (EHS) juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang EHS. Secara garis besar, pelatihan yang dilakukan meliputi pelatihan c-GMP serta pelatihan kontrol dan manufaktur. Pelatihan yang berkaitan dengan c-GMP antara lain persyaratan kebersihan personil untuk bekerja di area produksi, bangunan dan fasilitas, sanitasi, dokumentasi, kualifikasi dan validasi, kalibrasi, dan persyaratan GMP dari regulatori. Topik atau tema pelatihan dibuat berdasarkan hasil evaluasi, kemudian efektifitas pelatihan tersebut diukur selama kuis dan inspeksi diri. Semua kegiatan pelatihan didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil yang disimpan departemen bersangkutan dalam waktu 6 tahun. Selain itu, fotokopi bahan training external diserahkan kepada HRD sebagai bahan referensi dan disimpan selama 1 tahun (SOP Training, 2014). d. Pengkajian Penilaian Kualitas Produk (Product Quality Rewiew/PQR) PQR bertujuan untuk memonitor dan menilai seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu produk selama setahun dalam keterkaitannya dengan persyaratan CPOB (c-GMP) dan bertujuan untuk menentukan kebutuhan perubahan spesifikasi produk atau proses pembuatan atau prosedur kontrol. Pengkajian dan hasilnya akan disusun dalam sebuah laporan dari template yang telah disetujui. PQR merupakan suatu evaluasi yang umumnya dilakukan secara berkala atau periodik biasanya tahunan. Data-data yang diperlukan dalam PQR yaitu:
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
53
1.
Bahan baku dan bahan kemas yang digunakan untuk membuat produk
2.
Critical in process controls dan hasil produk jadi
3.
Semua bets yang ditolak dan hasil investigasi
4.
Data deviasi, Hasil Uji di Luar Spesifikasi (HULS)
5.
Semua perubahan terkait dengan produk
6.
Variasi marketing autorisasi yang diajukan/dibolehkan/ditolak
7.
Hasil dari program stabilitas
8.
Data keluhan, penarikan kembali produk dan hasil investigasi terkait
9.
Status kualifikasi dan validasi Data-data diatas akan diolah dan disimpulkan oleh Pemastian Mutu yang
nantinya digunakan untuk menilai apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan, atau diperlukan adanya tindakan perbaikan seperti perubahan baik itu dari spesifikasi, metode analisis maupun dalam proses pembuatan atau yang mengarah kepada revalidasi. Tinjauan produk tahunan meliputi semua produk termasuk produk ekspor, lokal, dan toll-in. Dokumen yang berhubungan dengan tinjauan produk tahunan ini akan disimpan oleh departemen Pemastian Mutu selama 6 tahun dan selanjutnya akan dimusnahkan. e. Kualifikasi dan Validasi Kualifikasi merupakan bagian dari validasi. Sebelum dilakukan kegiatan validasi, salah satu syaratnya adalah fasilitas, utilitas, dan mesin telah terkualifikasi. Kualifikasi dilakukan terhadap semua alat/mesin dan utilitas yang ada di PT. Actavis Indonesia. Kualifikasi yang dilakukan meliputi kualifikasi rancangan, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, kualifikasi kinerja. Kualifikasi tidak hanya dilakukan pada alat atau mesin yang baru, tetapi juga dilakukan kualifikasi ulang terhadap alat atau mesin lama yang telah mengalami modifikasi sehingga mempengaruhi keluaranatau produk yang dihasilkan. Kualifikasi dilakukan untuk mengetahui kehandalan dari suatu alat. Dalam kualifikasi, perlu dilakukan pula kalibrasi. Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, produksi, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
54
mencapai hasil yang diinginkan. Untuk semua prosedur produksi dan analisis serta sistem penunjang harus divalidasi pada tahap-tahap yang kritis untuk membuktikan bahwa semua langkah-langkah yang dilakukan pada proses pembuatan obat selalu menghasilkan kualitas yang konsisten dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. PT. Actavis Indonesia memiliki Validation Master Plan (VMP). Turunan dari VMP adalah Validation Project Plan (VPP) yang dibuat terpisah untuk masing-masing plant dan setiap jenis validasi. VPP ini merupakan rencana validasi untuk 6 bulan hingga 1 tahun ke depan, mengenai info secara umum validasi yang akan dilakukan dituangkan dalam Validation Plan (VP). Penjelasan lebih detail mengenai aktivitas validasi yang akan dilakukan, termasuk di dalamnya pemeriksaan apa saja yang akan dilakukan, kriteria penerimaan, dan lokasi pengambilan sampel terdapat di dalam protokol validasi. Sebelum dilakukan kegiatan validasi, departemen terkait membuat protokol validasi yang akan dikaji oleh Pemastian Mutu, Pengawasan Mutu, Produksi, Pengembangan Produk, dan Departemen Teknik. Setelah disetujui oleh Manajer Pemastian Mutu terkait,kegiatan validasi tersebut baru dapat dilaksanakan. Beberapa jenis validasi yang dilaksanakan oleh PT. Actavis Indonesia, yaitu: 1. Validasi fasilitas, meliputi fasilitas dan sistem penunjang, dengan melakukan pengecekan kelayakan dari bangunan dan sistem pendukung seperti water system, compressed air, HVAC, dll. 2. Validasi alat, meliputi alat mesin baru, alat atau mesin yang belum pernah terkualifikasi serta penggantian bagian alat yang kritis. 3. Validasi metode analisis, dilakukan terhadap produk baru dan bila terdapat perubahan metode. Setelah dilakukan validasi metode analisis ini barulah validasi proses boleh dilakukan. Tanggung jawab validasi metode analisa ini dipegang oleh departemen Pengembangan Produk. 4. Validasi proses, dilakukan terhadap produk baru, alat/mesin baru, perubahan ukuran bets, perubahan proses produksi serta perubahan pemasok bahan baku terutama bahan aktif.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
55
5. Validasi pembersihan, yang memerlukan validasi pembersihan yaitu ruangan dan peralatan setelah selesai digunakan untuk membuat dan mengemas produk obat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa prosedur pembersihan tersebut tepat dan efektif untuk menghilangkan sisa produk sebelumnya sehingga tidak terjadi kontaminasi silang, serta membuktikan bahwa mesin yang telah disanitasi bebas dari kontaminasi mikroba. 6. Validasi komputer merupakan kegiatan verifikasi secara terdokumentasi untuk menunjukan bahwa semua sistem baik perangkat keras maupun perangkat lunak telah diinstal sesuai dengan spesifikasinya dan dapat dioperasikan sesuai dengan desain yang telah ditetapkan. Setelah kegiatan validasi selesai, departemen yang bersangkutan membuat laporan validasi. Semua berkas asli dari validasi harus didokumentasikan di Pemastian Mutu dan bila diperlukan akan didistribusikan salinannya kepada departemen lain yang membutuhkan dan dicatat dalam lembar distribusi, sedangkan dokumen asli disimpan di Departemen Pemastian Mutu selama minimum 6 tahun. (SOP Pedoman Validasi, 2009). Apabila terjadi perubahan, maka perlu dibuat kontrol perubahan dan dilakukan juga revisi terhadap VP. f. Pengendalian terhadap Perubahan (Change Control) Kontrol perubahan merupakan suatu sistem yang mendokumentasikan perubahan yang terjadi pada seluruh aspek. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang berdampak pada sistem mutu, kualitas dari produk dan/atau status registrasi produk mencakup perubahan terhadap formulasi, proses produksi, spesifikasi, metode analisa, premises, utilitas, mesin, instrumen, sistem pemasok bahan baku dan bahan kemas, deskripsi kerja dari personel utama dan struktur organisasi perusahaan. Untuk perubahan pada dokumentasi yang mencakup perubahan hanya pada format dan atau koreksi pada redaksi tidak tercakup dalam prosedur usulan perubahan. Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan mayor maupun perubahan minor. Perubahan mayor meliputi perubahan yang memiliki dampak substansial terhadap keamanan produk, kualitas dan/atau efikasi, dokumen registrasi, metode analisa atau EHS. Sedangkan perubahan minor meliputi perubahan yang memiliki dampak minimal atau tidak signifikan terhadap keamanan produk, kualitas, dan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
56
atau efikasi, dokumen registrasi, metode analisa atau EHS. Perubahan - perubahan yang menyebabkan perlu dilakukannya kontrol perubahan pada PT. Actavis Indonesia dikelompokkan dalam beberapa jenis sebagai berikut: a.
Perubahan spesifikasi dan metode analisa
b.
Perubahan proses dan formula
c.
Perubahan bahan pengemas
d.
Perubahan pemasok bahan baku
e.
Perubahan dokumen
f.
Perubahan alat, bangunan, fasilitas, serta sistem penunjang
g.
Perubahan lain-lain yang terkait CPOB Tujuan dilakukan kontrol terhadap perubahan adalah untuk menganalisa
efek dari perubahan yang dilakukan terhadap kualitas obat baik secara langsung maupun tidak langsung. Sistem kontrol perubahan yaitu sistem yang menangani semua perubahan yang direncanakan untuk dilakukan terhadap suatu keadaan, prosedur atau proses yang telah ditetapkan dan dapat berpengaruh terhadap status validasi dari sistem, alat, proses maupun produk. Setiap usulan perubahan akan diproses dan ditindaklanjuti dalam change management PT.Actavis Indonesia. Untuk menggerakkan dan menindaklanjuti usulan perubahan digunakan software electronic system yang tervalidasi, yaitu process compliance (proC). ProC ini mencakup perubahan yang ada pada PT. Actavis Indonesia dan yang menyangkut site Actavis yang lain atau terkait pelaporan ke pihak luar. Sebelum memasukkan usulan perubahan ke dalam ProC, change initiatormengisi dan melengkapi info pada tampilan awal usulan perubahan dalam proC dan nomor usulan perubahan dari ProC diinformasikan kepada QA representative. Bersama dengan change owner, change initiator melakukan persiapan dan mengkomunikasikan dengan semua departemen terkait sebelum diajukan ke proC. Usulan perubahan yang diajukan oleh change initiator ke dalam proC ditinjau dan disetujui/ditolak oleh supervisor apakah usulan tersebut diproses lebih lanjut ke proC atau tidak melalui konfirmasi dari Pemastian Mutu.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
57
Setiap usulan perubahan harus disertakan data pendukung terkait untuk dilampirkan dalam proC. Kekurangan dokumen pendukung dapat menyebabkan usulan perubahan dibatalkan akibat informasi yang tidak memadai. Supervisorlah yang akan memilih change owner, sehingga supervisor merupakan atasan langsung dari change owner. Change owner lalu membentuk tim Head of Departement (HOD) dan QA Representative yang akan meninjau dan menyetujui atau menolak usulan tersebut. Change owner haruslah orang yang memiliki pengetahuan yang memadai mengenai usulan terkait. Jika disetujui maka usulan perubahan tersebut akan diproses lebih lanjut ke QA representative dan evaluator. QA representative akan meninjau dan mengevaluasi setiap keputusan evaluator. Setiap tugas sebagai efek usulan perubahan harus diselesaikan dan diimplementasikan oleh personil terkait (actionee), sesuai batas waktu yang sudah ditentukan. Status semua tugas dipantau oleh change owner, jika tugas telah selesai maka kontrol perubahan diproses oleh QA representative untuk tinjauan akhir dan menutup usulan perubahan tersebut. Jika tugas belum selesai maka change owner akan meninjau justifikasi yang disertakan dan melakukan verifikasi apakah diperlukan tugas tambahan. Jika justifikasi disetujui oleh change owner, kontrol perubahan akan diproses QA representative dan jika tidak disetujui, dikembalikan ke Actionee untuk diselesaikan. Evaluasi berkala terhadap status perubahan (change control) dilakukan setiap 3 bulan oleh departemen Pemastian Mutu. Supervisor akan melakukan koordinasi dengan departemen terkait, departemen SCA dan QP dalam change control board yang akan mengevaluasi apakah setiap kontrol perubahan yang diajukan sudah ditutup sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, termasuk status pelaksanaan tugas sebagai efek dari perubahan atau dokumen atau sistem yang terkena efek dari perubahan tersebut. g. Mengadakan Audit Internal dan External Dalam kegiatan audit ini, Pemastian Mutu dapat berperan sebagai auditor (yang mengaudit) dan sebagai pihak yang diaudit. Kegiatan audit dikoordinasikan oleh bagian Pemastian Mutu selanjutnya akan ditunjuk tim yang berfungsi sebagai auditor yaitu untuk pelaksanaan kegiatan inspeksi diri dan audit pemasok.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
58
h. Inspeksi Diri (Self Inspection) Pada PT. Actavis Indonesia, pelaksanaan inspeksi diri dimulai dengan persiapan, persetujuan jadwal inspeksi diri, dan pendistribusian jadwal tersebut kepada kepala departemen terkait. Departemen yang tekait adalah gudang (bahan baku dan bahan kemas, produk jadi, WIP, karantina dan produk tolak), Produksi (produksi dan kemas), Pengawasan Mutu (laboratorium kimia, mikrobiologi, ruang pengambilan sampel, dan ruang sampel pertinggal), engineering (utilities dan workshop), human resources, Pemastian Mutu, metode analisis, teknologi transfer, SCA, pelatihan dalam personel higiene, sistem informasi teknologi, dan fasilitas lain (seperti pengolahan limbah dan kantin). Inspeksi diri adalah peninjauan kembali seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk. Tujuan inspeksi diri ini adalah sebagai penilaian terhadap implementasi seluruh aspek di perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam CPOB, Global Quality Manual dan persyaratan registrasi lainnya. Inspeksi diri dilakukan oleh tim auditor yang telah ditunjuk dan disetujui oleh Pemastian Mutu, terdiri dari manajer Pemastian Mutu, direktur manufaktur, supervisorGMP compliance, dan beberapa manajer yang terkait. Tim auditor tidak boleh berasal dari departemen yang akan diaudit. Manajer Pemastian Mutu selaku koordinator audit bertugas memastikan bahwa inspeksi diri telah dilaksanakan dengan benar sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan inspeksi diri di lapangan. GMP compliance bertugas memberikan pelatihan SOP kepada seluruh pihak yang terkait, menyusun dan mengirimkan jadwal inspeksi diri tahunan kepada pihak terkait, melaksanakan inspeksi diri di lapangan, membuat laporan hasil inspeksi diri, menindak lanjuti pelaksanaan tindakan perbaikan hasil inspeksi diri, dan membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan inspeksi diri. Auditor melaksanakan inspeksi diri di lapangan dan auditi (pihak yang sedang diaudit) memberi tanggapan terhadap laporan hasil inspeksi diri dan menindaklanjuti hasil inspeksi diri tersebut. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin (SOP Self Inspection (Inspeksi Diri), 2014).
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
59
Jadwal inspeksi ini dikeluarkan di awal tahun dan jadwal disusun oleh Pemastian Mutu. Pada jadwal ini berisi bulan akan dilakukan audit, area yang akan diaudit, dan jadwal audit aktual harus dimasukkan ketika setelah selesai dilakukan audit. Minimal seminggu sebelum pelaksanaan, GMP Compliance akan memberitahuauditor dan auditi bahwa akan diadakan inspeksi diri. Pelaksanaan inspeksi diri harus dibatasi dengan waktu supaya berjalan efektif dan efisien. Khusus untuk departemen yang berhubungan langsung dengan CPOB, inspeksi dilakukan 2 kali, sebagai contoh Produksi (BLF, MPF dan TPF), engineering utilities, gudang, perencanaan dan pembelian, Pengawasan Mutu, Pengembangan Produk (Product Development) dan Pemastian Mutu.Sedangkan untuk departemen yang tidak berhubungan langsung dengan CPOB dilakukan 1 kali, sebagai contoh departemen IT (validasi sistem komputerisasi), Scientific Affair dan departemen personalia. Inspeksi diri yang dilakukan meliputi: 1. Inspeksi
dibidang
GMP
dibuatkan
jadwal
setiap
awal
tahun
dan
pelaksanaannya dibatasi dengan waktu. Inspeksi ini dikoordinir oleh bagian Pemastian Mutu. 2. Inspeksi dibidang EHS (Environtment, Health and Safety) dilakukan untuk mengetahui apakah karyawan sudah bekerja memenuhi standar EHS perusahaan dengan melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara pelatihan EHS yang pernah dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari. Inspeksi ini dikoordinir oleh bagian EHS. Hal-hal yang akan diinspeksi meliputi aspek CPOB dalam hal karyawan, bangunan dan peralatan (termasuk fasilitas dan sistem penunjang), penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, pengawasan mutu dan dokumentasi. Semua dokumen asli yang berhubungan dengan pelaksanaan inspeksi diri akan disimpan di Pemastian Mutu yang dapat menjamin keamanan dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama 6 tahun dan sesudah itu dapat dimusnahkan. Temuan saat inspeksi diri akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan tindakan perbaikan (corrective action) dan tindakan pencegahan (preventive
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
60
action) oleh pihak yang diaudit. Rekomendasi yang diberikan akan dimasukkan kedalam lembar tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA). CAPA akan diserahkan kepada orang yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tindakan perbaikan tersebut. Setelah tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) dilakukan, Pemastian Mutu akan meninjau kembali CAPA tersebut dan meninjau efektivitasnya. Laporan inspeksi diri dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan, laporan mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan dan saran tindakan perbaikan. i. Audit Eksternal/Pemasok (Vendor Audit) Kualitas dari suatu produk farmasi sangat bergantung dari kualitas bahan baku dan bahan kemas yang digunakan. Oleh sebab itu, tujuan dilakukan audit pemasok yaitu untuk melakukan evaluasi terhadap pemasok (pabrik pembuat dan penyalur bahan baku dan bahan kemas, distributor dan pihak ketiga) apakah pemasok memiliki sistem manajemen yang mampu menghasilkan atau mendistribusikan produk dengan mutu yang diinginkan. Audit dari pihak eksternal dilakukan oleh regulator dan inspeksi oleh pihak ketiga (toll in). Audit eksternal dilakukan terhadap pihak ketiga yaitu pemasok (bahan baku/awal, bahan kemas, dan peralatan), distributor, dan toll out manufacturer. Untuk audit di luar negeri, dilakukan oleh tim corporate auditor. Hal-hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses pembuatan, pemeriksaan, penyimpanan bahan baku, penanganan pesanan, dokumentasi, dan lain-lain. Pemasok yang diaudit adalah yang menghasilkan material berupa bahan aktif, bahan tambahan yang berpengaruh pada produk, bahan kemas primer, material dibeli dalam jumlah besar, lokasi terletak di Indonesia dan sampel material tersebut sudah dianalisa di lab Pengawasan Mutu dan dinyatakan “LULUS”. Untuk sumber bahan baku dan bahan kemas yang berasal dari luar negeri dan belum dilakukanaudit pemasok maka audit tersebut akan dikoordinasi oleh tim corporate auditor. Pemasok yang telah memenuhi syarat akan dimasukkan ke daftar pemasok resmi yang disetujui (Approved Supplier List/ASL) daftar ini akan memudahkan bagian Departemen Pengadaan dalam memilih pemasok (SOP Approved Supplier, 2013).
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
61
j. Penolakan dan Pelulusan Obat Jadi Sebelum dilakukan pelulusan produk jadi, dilakukan evaluasi catatan betsoleh beberapa personil yang mempunyai wewenang dalam melakukan proses tersebut yaitu release officer yang melakukan penelusuran terhadap catatan betsyang termasuk pemakaian bahan baku, label penimbangan, verifikasi perhitungan bahan baku, kondisi lingkungan produksi, tahap-tahap kritis verifikasi,
keaslian
dokumen,
catatan
pengujian
laboratorium,
catatan
penyimpangan, contoh bahan pengemas primer dan sekunder, kebenaran nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan harga eceran tertinggi (HET). Sebagai bukti bahwa telah dilakukan penelusuran, release officer akan memberikan tanda tangan pada bagian penelusuran QO atau pada setiap halaman yang tidak ada kolom penelusuran QO dengan pulpen merah, hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa dokumen telah dicek ulang (double checker). Bila pada saat penelusuran catatan bets, release officer masih merasa ada kekurangan maka release officer meminta bagian produksi untuk memperbaiki atau melengkapi. Setelah evaluasi catatan bets, dilakukan verifikasi dan evaluasi terhadap produk jadi yaitu pemeriksaan identitas produk jadi, pemeriksaan kemasan produk (nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan HET), pemeriksaan produk steril (pemeriksaan kejernihan larutan dan partikel, sterilitas produk (14 hari), endotoksin, dan pemeriksaan mikrobiologi setelah proses pengisian). Selanjutnya adalah pemberian status produk jadi. Pada tahap ini personil terkualifikasi melakukan penelusuran ulang pada catatan betsdan laporan analisa, memberi cap “APPROVED” dengan label warna hijau pada catatan betsjika betsdiluluskan atau cap “REJECTED” dengan label warna merahbila betsditolak, memberi status diluluskan/ditolak pada produk jadi pada sistem Mfg-Pro, dan mencetak label status lulus/tolak dari sistem Mfg-Pro. Setelah itu dilakukan penempelan label hijau atau label merah pada produk yang dilakukan oleh release officer. Label hijau ditempel pada kemasan yang terletak pada bagian depan setiap palet produk masing-masing satu buah label per palet, label merah ditempel pada setiap kemasan terluar dari produk. Penyimpanan catatan bets disimpan untuk menjamin keamanan dan meminimalkan risiko
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
62
kerusakan dokumen selama masa berlaku produk tersebut ditambah satu tahun kedepan. Pada produk toll out, produk diterima oleh gudang dan diberi label “QUARANTINE” seiring dengan pihak gudang melaporkan adanya produk tersebut ke bagian QC dan QA. Pihak QC lalu melakukan pengambilan sampel pertinggal. Pelulusan produk toll out ini adalah didasarkan pada hasil review terhadap catatan bets dan hasil analisa yang dilakukan oleh penerima kontrak atau sesuai dengan technical agreement. k. Penanganan Terhadap Keluhan (CustomerComplaint) Keluhan dibagi dua, yaitu menyangkut cacat kualitas dan menyangkut Pharmacovigilance. Keluhan juga dapat dibagi dalam beberapa kriteria yaitu kritis dimana dapat menyebabkan kematian ataupun efek medis yang fatal, mayor dimana terkait dengan misstreatment, serta minor dimana masalah yang ditimbulkan tidak berdampak begitu serius bagi kesehatan. Ketika ada keluhan dari konsumen, bagian pemasaran akan menyeleksi keluhan tersebut apakah dapat diterima atau ditolak. Jika keluhan dapat diterima, maka akan dilihat jenis keluhannya, mengenai cacat fisik produk atau berhubungan dengan efek farmakologis pada pasien. Untuk keluhan yang berhubungan dengan Pharmacovigilance maka pelaporan ditujukan ke bagian Medical Affairs, sedangkan yang menyangkut cacat kualitas produk akan ditujukan ke departemen Pemastian Mutu, dimana Manajer Pemastian Mutu sebagai deffect centerPT. Actavis Indonesia. Investigasi dilakukan dengan menelusuri melalui catatan pembuatan dan pengemasan bets dibandingkan dengan sampel pertinggal untuk menemukan penyebab adanya keluhan guna adanya perbaikan. Bila diperlukan dapat berkoordinasi dengan departemen lain untuk membantu penyelidikan. Berdasarkan hasil investigasi, Pemastian Mutu memberi jawaban atas keluhan dengan batas waktu tertentu. Untuk keluhan yang kritis, penyelidikan segera dilakukan dan jawaban atas keluhan tersebut dikirimkan selambatlambatnya 7 hari kerja; keluhan mayor 15 hari kerja; dan keluhan minor 30 hari kerja. Setiap bulannya evaluasi terhadap adanya keluhan dilakukan dan dibuat tren analisisnya tiap tahun untuk dimasukkan dalam CAPA.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
63
Penanganan terhadap keluhan atas produk bertujuan supaya setiap keluhan yang disampaikan oleh pelanggan dengan cepat dan segera dapat ditanggapi. Untuk produk yang dibuat oleh pihak ketiga (toll out) maka laporan keluhan tersebut akan dikirimkan oleh Pemastian Mutu ke pihak ketiga untuk dilakukan investigasi. Penanganan keluhan harus didokumentasikan dan dokumen tersebut disimpan oleh Pemastian Mutu hingga 6 tahun. l. Penarikan Kembali Obat Jadi (Recall) Penarikan kembali produk merupakan tindakan yang dilakukan untuk menarik kembali produk dari distributor, retail, maupun konsumen bila ditemukan ada produk yang tidak memenuhi syarat mutu atas dasar pertimbangan adanya efek samping obat yang dapat membahayakan. Penarikan kembali dilakukan jika produk obat berbahaya, kurang berkhasiat, secara kualitatif dan kuantitatif tidak sesuai dengan label, serta jika tidak dilakukan pemeriksaan bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi atau hasilnya tidak memenuhi persyaratan. Penarikan kembali dapat bersumber dari adanya keluhan konsumen, peninjauan dari pihak produsen berkaitan dengan stabilitas serta adanya surat keputusan untuk melakukan recall dari BPOM. Penarikan kembali obat jadi yang telah beredar di pasar diperlukan jika ternyata ditemukan cacat kualitas ataupun efek samping yang dapat merugikan konsumen. Cacat kualitas dibagi menjadi 3 kelas, yaitu kelas I dimana dapat menimbulkan kematian atau beresiko fatal bagi kesehatan dan semua obat yang ditarik sudah harus kembali ke PT. Actavis Indonesia dalam jangka waktu 1 bulan, kelas II dimana dapat menimbulkan bahaya kesehatan tapi tidak termasuk dalam kategori I dan semua obat yang ditarik sudah harus kembali ke PT. Actavis Indonesia dalam jangka waktu 1 bulan, serta kelas III dimana tidak memiliki efek signifikan pada kesehatan namun karena adanya alasan lain dan semua obat yang ditarik sudah harus kembali ke PT. Actavis Indonesia dalam jangka waktu 2 bulan. Penanganan penarikan kembali obat jadi harus dikordinasikan secara teliti dan dipantau efektifitasnya, oleh karenanya perlu juga dilakukan Mock Recall. Sebelum melakukan pertimbangan penarikan kembali ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan seperti evaluasi contoh pertinggal, data uji stabilitas,
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
64
informasi dari bagian pemasaran, apotek maupun pemakai, atau adanya perintah dari pemerintah (Badan POM). Komite penarikan kembali obat jadi terdiri dari direktur manufaktur, manajer Pemastian Mutu, manajer Pengawasan Mutu, manajer produksi, dan lain-lain. Proses penarikan kembali obat jadi dilakukan oleh suatu komite dalam suatu pertemuan komite, dan segera diinformasikan pada presiden direktur. Setelah ada keputusan maka Pemastian Mutu akan membuat memo kepada bagian pemasaran untuk pelaksanaannya disertai dengan laporan distribusi produk yang bersangkutan dan kepada bagian gudang agar bagian gudang obat jadi mengetahui dan mempersiapkan penerimaan kembalinya produk. Bagian pemasaran akan memberitahukan kepada distributor melalui telepon, telefax dan/atau surat untuk membekukan dan menarik kembali obat yang bersangkutan. Dalam batas maksimum 1 minggu distributor harus segera melaporkan distribusi dari betsyang bersangkutan ke bagian yang pemasaran yang selanjutnya meneruskan ke bagian Pemastian Mutu. Distributor pusat dan distributor cabang dalam waktu maksimum 1 bulan memberikan laporan sisa produk yang masih ada baik di gudang distributor maupun pelanggan kepada bagian pemasaran melalui manajer komersial. Bagian pemasaran melalui manajer penjualan nasional bertanggung jawab dalam hal pemantauan terhadap penarikan kembali obat dari distributor. Apabila diperlukan pelaporan kepada Badan POM, maka apoteker penanggung jawab akan memberikan laporan yang diperlukan. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan penarikan kembali, dilakukan simulasi (mock recall), sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai waktu dan kesesuaian jumlah produk yang telah beredar dan produk yang berhasil ditarik kembali. Simulasi ini haruslah tidak mengganggu berjalannya proses penjualan dan harus dipilih produk yang dapat menggambarkan simulasi penarikan kembali. Mock recall dilakukan minimal 2 tahun. Objek yang sering digunakan adalah hanya data, tapi dapat pula secara nyata mengumpulkan kembali produk tapi yang slow moving. Komite penarikan kembali terdiri atas Direktur Manufacturing, Manager Sales dan Pemasaran, Mananger Scientific Affair, Manager Produksi, Head of Quality Operations, Manager Pemastian Mutu selaku koordinator, Qualified
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
65
Person, Manager Pengawasan Mutu, dan Manager Medical. m. Technical Agreement Technical Agreement merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail kualitas dan kesesuaian (Compliance) serta tanggungjawab setiap bagian yang berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk. Kontrak tertulis ini dilakukan terhadap produk toll. Untuk bekerja sama dalam pembuatan obat berdasarkan kontrak, ada pihak pemberi kontrak (Toll Out Manufacturer) dan penerima kontrak (Toll In Manufacturer) (SOP Toll Manufacturing & Analysis, 2014). Pemberi kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang produknya diproduksi dan atau dianalisa oleh penerima kontrak toll. Penerima kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang menerima servis atau memproduksi dan atau analisis produk toll. Kontrak antar perusahaan tersebut tertuang dalam Supply Agreement, yang menggambarkan secara lengkap mengenai hak dan kewajiban pemberi dan penerima kontrak terhadap penyediaan atau pembebanan produk jadi, bahan pembantu, maupun bahan aktif (SOP, Toll Manufacturing Business 2014). Di samping Supply Agreement, tercakup dalam Quality Agreement atau Technical Agreement yang merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail mengenai quality dan compliance serta tanggung jawab setiap bagian yang berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk. Quality Agreement atau Technical Agreement mencakup: 1. Deskripsi dan kesepakatan atas fasilitas produksi, bahan awal, dan bahan kemas, proses produksi, pengawasan selama serta setelah produksi, penyimpanan bahan baku pembanding, dokumentasi, kerusakan produk dan kesalahan produksi. 2. Deskripsi produk 3. Contact person 4. Tanggung jawab dalam persediaan bahan awal dan bahan kemas 5. Tanggung jawab dalam pengawasan produksi dan kualitas 6. Spesifikasi yang telah disetujui terhadap produk atau RCF (Regulatory Compliance File)/SFP (Specification of Finished Product) untuk produkproduk ekspor ke site Actavis yang lain.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
66
3.6.7.2 Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC) Pengawasan mutu di PT. Actavis Indonesia dilakukan oleh bagian Pengawasan Mutu (Quality Control Department) yang berada di bawah departemen Quality Operation (QO). Standard Operating Procedure (SOP/ Protap) yang diterapkan pada departemen Pengawasan Mutu sebelumnya telah melalui persetujuan dari Head of Quality Operations. Departemen Pengawasan
Mutu
Pengawasan (QC
Mutu
Manager)
dipimpin dan
oleh
seorang
Manajer
membawahi
seorang
Manajer
Laboratorium (Laboratory Manager); Supervisor Spesifikasi dan Metode Analisa (Spesification & Analytical Method Supervisor); Supervisor Program Stabilitas dan Analisa Tren (Stability Program and Trend Analysis Supervisor); dan Supervisor Pengambilan Sampel Bahan Baku dan Inspeksi Bahan Kemas (Sampling Raw Material & Packaging Material Inspection Supervisor). Manajer
laboratorium
membawahi
group
leader
Laboratorium
Mikrobiologi (Microbiology Laboratory Group Leader); Supervisor Laboratorium Kimia Umum (General Laboratory Supervisor); dan Supervisor Laboratorium Kimia Beta Laktam (BLF Chemical Laboratory Supervisor). Departemen Pengawasan Mutu terdiri dari 3 laboratorium, yaitu Laboratorium Kimia (General Chemical
Laboratorium),
Laboratorium
Beta
Laktam
(BLF
Chemical
Laboratory), dan Laboratorium Mikrobiologi (Microbiology Laboratory). Pengawasan mutu menjadi bagian yang penting dari CPOB untuk memastikan bahwa tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sesuai dengan yang tertera pada CPOB, bagian ini independen dan terpisah dari bagian lain, seperti bagian produksi. Departemen Pengawasan Mutu bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan pengendalian dalam kegiatan pengambilan contoh; pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan dan produk jadi; serta memberikan pelatihan yang berkaitan dengan pengawasan mutu; merencanakan pembelian peralatan serta melakukan perawatan dan kalibrasi peralatan yang telah ada; membuat dan melakukan revisi protap di departemen Pengawasan Mutu; memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan,
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
67
serta melakukan pengujian stabilitas produk yang telah maupun akan beredar di masyarakat. Tugas utama bagian Pengawasan Mutu adalah mengontrol kualitas dari bahan awal (bahan baku dan bahan kemas) sejak masuk ke gudang hingga menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Bagian ini bertanggung jawab dalam menganalisa semua bahan baku dan produk jadi menggunakan metode analisis yang telah divalidasi oleh bagian Metode Analisis, departemen R&D. Seluruh hasil kerja yang dilakukan didokumentasikan pada suatu lembar kerja (Worksheet). Tugas bagian Pengawasan Mutu yang lainnya yaitu menangani hasil pengujian yang tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Setelah dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara fisika, kimia, maupun mikrobiologi, ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir mengenai status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang seksama dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Hal tersebut dikenal dengan penyelidikan Hasil Uji di Luar Spesifikasi (HULS). Penyebab HULS dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu kesalahan laboratoriun (Lab. Error), kesalahan di luar proses (kesalahan operator, kegagalan alat produksi, atau kesalahan pengambilan sampel) serta kesalahan yang berhubungan dengan proses produksi. Langkah yang dilakukan jika terjadi HULS yaitu: 1. Melakukan investigasi kemungkinan terjadinya kesalahan di laboratorium dan kesalahan pengambilan sampel, misalnya preparasi sampel, pengenceran, perhitungan, peralatan yang tidak terkalibrasi dan lain-lain. 2. Jika tidak ditemukan kesalahan di laboratorium maka dilakukan investigasi diperluas dengan cara memeriksa catatan bets dan data-data lain, atau kemungkinan ada kesalahan dalam proses produksi. Apabila terjadi HULS pada saat analisis maka hal yang harus dilakukan adalah melakukan investigasi kesalahan laboratoium dan menyiapkan laporan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
68
tertulis mengenai hasil investigasi. Tindakan lanjutan yang dapat diambil sesuai hasil pemeriksaan yang diperoleh, antara lain: 1. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang sudah rilis. 2. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa atau analis yang berbeda. 3. Membandingkan hasil pemeriksaan ulang dengan persyaratan metode ujidan metode kompendial. Bila masih ditemukan ketidaksesuaian (Non Conformance) maka dilakukan investigasi ke proses produksi mengenai asal dan penyebab utamanya. Setelah penyebab utama ditemukan selanjutnya dilakukan tindak lanjut (follow up) dan tindakan pencegahan (preventive action) oleh Pemastian Mutu. Bila hasilnya masih menyimpang baik itu HULS dari kimia maupun mikrobiologi maka dibuat laporan terhadap kegagalan (Failure Investigation). a.
Laboratorium Kimia Umum dan Laboratorium Kimia BLF (General Chemical Laboratory dan BLF Chemical Laboratory) Laboratorium kimia dipimpin oleh seorang manajer laboratorium yang
dibantu dua orang supervisor dan satu orang group leader (General Laboratorium Supervisor, Beta Lactam Facilities Supervisor, dan Microbiology Laboratorium Group Leader) dan 11 orang analis. Tugas dari laboratorium kimia adalah untuk melakukan analisis rutin secara fisika dan kimia sampel yang dapat berupa bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi. Pada Laboratorium Kimia Umum dilakukan segala proses mulai dari analisa bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan program stabilitas untuk produk obat yang merupakan obat non beta laktam. Sedangkan pada Laboratorium Kimia BLF, dilakukan segala proses mulai dari analisa bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan program stabilitas untuk produkproduk yang mengandung cincin beta laktam. Proses yang dilakukan sama dengan yang dilakukan di laboratorium kimia umum, hanya untuk produk beta laktam dilakukan di laboratorium tersendiri, agar tidak mencemari produk lainnya yang merupakan obat non beta laktam. Pemeriksaan sampel yang dilakukan oleh bagian
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
69
laboratorium Pengawasan Mutu berdasarkan pada spesifikasi dan metode analisa yang telah ditetapkan. Pemeriksaan bahan baku dimulai sejak diterimanya sampel dari petugas pengambilan sampel bahan baku yang sebelumnya telah di check oleh Supervisor Pengambilan Sampel Bahan Baku dan Inspeksi Bahan Kemas, kemudian supervisor bahan baku melakukan pemeriksaan dan mencocokkan kembali sampel bahan baku yang diterima tersebut dengan daftaryang tersedia. Sampel dan daftardiperiksa kelengkapan dan kebenarannya yang meliputi tanggal penerimaan sampel, nama sampel, nomor bets, nomor wadah, nomor analisa, tanggal analisis serta nama analis, semua dicatat pada log book yang tersedia. Setelah selesai dilakukan pencatatan maka selanjutnya sampel dapat dianalisis sesuai dengan spesifikasi dan metode analisa yang telah ditetapkan. Jika sampel tidak langsung dianalisis maka sampel tersebut disimpan pada ruangan tempat penyimpanan sampel untuk menunggu proses analisis lanjutan sesuai jadwal yang telah ditetapkan, ataupun berdasarkan permintaan dari pihak produksi. Ruang penerimaan sampel dan ruang tempat penyimpanan sampel juga melalui pemantauan suhu dan kelembaban supaya tidak mempengaruhi mutu dari sampel. Setiap hasil analisis ditinjau kembali oleh Quality Control Supervisor atau Group Leader yang kemudian hasilnya dimasukkan pada sistem Mfg Pro. Hal-hal yang ditinjaumeliputi nama sampel yang diperiksa, nomor betsseluruh parameter yang dianalisis, serta hasil perhitungan yang diperoleh. Jika hasil telah ditinjau oleh supervisor selanjutnya laporan analisis diserahkan ke manajer laboratorium untuk melalui otorisasi sehingga bahan baku dapat dibebaskan (release) pada Mfg-Pro dan mencetak label berwarna hijau “APPROVED” yang merupakan penandaaan bahwa bahan baku tersebut sudah dapat digunakan untuk proses produksi. Namun apabila setelah ditinjau ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan maka dibuat laporan hasil uji diluar spesifikasi untuk selanjutnya dilakukan investigasi baik terhadap prosedur analisa, reagensia peralatan yang digunakan maupun prosedur pengambilan sampel. Berdasarkan hasil investigasi kemudian dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan, serta diberi keputusan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
70
terhadap status bahan baku tersebut. Jika keputusannya ditolak maka dibuatkan label merah dari sistem Mfg-Pro. Setelah bahan baku dinyatakan lulus maka sisa dari masing-masing sampel akan dimusnahkan. Pemusnahan sisa sampel bahan baku akan dilakukan oleh bagian EHS dengan pihak ketiga (pengolahan limbah) setelah sebelumnya dilakukan serah terima limbah dengan bagian EHS. Khusus untuk bahan penisilin (beta laktam), inaktivasi terlebih dahulu menggunakan larutan NaOH 2% sebelum serah terima limbah dilakukan. Untuk analisis produk ruahan dan produk jadi, dilakukan seperti halnya pada pemeriksaan bahan baku, dimana analisis produk ruahan dan produk jadi juga melewati proses penerimaan sampel, yang disesuaikan dengandaftar pengambilan sampel, kemudian disimpan sementara saat menunggu proses analisis sesuai yang telah dijadwalkan. Proses analisa dilakukan berdasarkan sistem FIFO (first in first out) ataupun sesuai kebutuhan. Hasil analisa yang diperoleh di tinjauoleh supervisor kemudian diberikan kepada manajer laboratorium untuk diotorisasi. Waktu yang diperlukan mulai dari sampel masuk hingga laporan keluar maksimal selama 7 hari. Untuk Program Stabilitas dan Analisis Tren (Stability Program and Trend Analysis) menangani antara lain pengujian stabilitas, tindak lanjut proses stabilitas, dan uji stabilitas produk yang sudah dipasarkan (on going stability), yang dikoordinatori oleh seorang Stability Program and Trend Analysis Supervisor. Uji stabilitas adalah serangkaian pengujian yang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kestabilan produk farmasi sehingga waktu kadaluarsa dari produk yang dikemas dalam bahan tertentu dan pada kondisi penyimpanan tertentu dapat ditetapkan. Uji stabilitas produk jadi diuji dengan dua cara yaitu uji stabilitas dipercepat dan uji stabilitas jangka panjang. Pengujian stabilitas yang dilakukan pada PT. Actavis Indonesia selain memperhatikan kondisi/iklim di Indonesia juga memperhatikan iklim pada Eropa karena beberapa obat yang diproduksi juga diekspor ke pasar Eropa. Uji stabilitas dilakukan jika terdapat produk baru (formula baru atau perubahan formula, bahan aktif dari manufacturer baru, dan/atau jenis kemasan primer baru), betsvalidasi proses, betsdengan penyimpangan kritisatau mayor, produk transfer, stabilitas
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
71
produk yang telah dipasarkan (on going stability), dilakukan minimal pada 1 betsper tahun, serta produk ruahan/antara (intermediate product). Kondisi penyimpanan produk terbagi menjadi dua macam uji stabilitas, yaitu dipercepat dan jangka panjang. Pada uji stabilitas dipercepat, chamber tempat penyimpanan produk yang ada di PT. Actavis Indonesia diatur kondisinya yaitu 40°C ± 2°C dengan tingkat kelembaban 75% ± 5%. Pengujian stabilitas ini dilakukan minimal pada 3 titik waktu termasuk titik awal dan akhir (misalnya 0, 3 dan 6 bulan) untuk penelitian selama 6 bulan. Kondisi penyimpanan untuk uji stabilitas jangka panjang (long term stability) dilakukan pada 2 kondisi, sesuai dengan zona negara, yaitu zona IV untuk ASEAN dan beberapa negara Asia dan zona II untuk Eropa. Kondisi pengujian untuk zona IV yaitu suhu penyimpanan 30°C ± 2°C dan tingkat kelembaban 75% ± 5%, sedangkan untuk zona II yaitu suhu penyimpanan 25°C ± 2°C dan tingkat kelembaban 60% ± 5%. Uji stabilitas jangka panjang dilakukan setiap 3 bulan selama tahun pertama, setiap 6 bulan untuk tahun kedua dan selanjutnya setahun sekali sepanjang masa edar yang diusulkan. Contoh pertinggal diambil dari tiap bets bahan baku (kecuali pelarut dan cairan yang mudah menguap) yang digunakan untuk proses produksi. Contoh pertinggal disimpan sampai 1 tahun setelah waktu daluarsa untuk tujuan peninjauan kembali kualitas suatu produk bila diperlukan dan hanya digunakan sebagai sampel pembanding dalam penanganan keluhan dari konsumen. Sampel pertinggal bahan baku dibagi menjadi dua jenis yaitu zat berkhasiat dan zat tambahan. Pelarut seperti alkohol dan cairan yang mudah menguap tidak diambil contoh pertinggalnya. Jumlah contoh pertinggal yang diambil untuk tiap betsharus mencukupi untuk dilakukan minimal dua kali pemeriksaan lengkap dan disimpan pada kondisi penyimpanan yang telah ditentukan yaitu 15-25°C. Wadah tersebut dapat berupa botol, wadah plastik atau alu-bag untuk contoh pertinggal. Wadah diberi label dilengkapi dengan nama bahan, nomor bets, tanggal pengambilan serta paraf. Contoh pertinggal didokumentasikan di dalam satu buku khusus (log book) sesuai jenis dan nomor urut untuk selanjutnya disimpan diruang penyimpanan selama 11 tahun. Jika penyimpanannya sudah melebihi 11 tahun maka contoh
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
72
pertinggaldapat dimusnahkan. Penyimpanan dilakukan di ruang sampel pertinggal dan disimpan di rak berdasarkan nama/kode produk dan jenisnya. Untuk produk psikotropika diletakkan dilemari khusus yang berada di ruang sampel pertinggal. Spesifikasi dan metode analisa bahan baku dibuat dengan mengacu pada farmakope (di PT. Actavis Indonesia acuan yang digunakan adalah European Pharmacopoeia), metode yang dikembangkan oleh Departemen Pengembangan Produk, master spesifikasi yang dapat berasal dari PT. Actavis Indonesia atau pihak ketiga (toll out). Spesifikasi dan metode analisa yang telah dibuat, ditinjau oleh Manajer Pengawasan Mutu dan disetujui oleh Manager Pemastian Mutu. Setelah disetujui, spesifikasi dan metode analisa yang dibuat diinput ke dalam sistem dan didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang telah disetujui berlaku selama lima tahun sejak tanggal berlaku dokumen tersebut (valid date) ditetapkan. Tanggal berlaku (valid date) paling lambat ditetapkan tujuh hari setelah dokumen siap didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa versi sebelumnya akan disimpan selama 11 tahun sejak dokumen dinyatakan tidak berlaku. Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang sudah tidak digunakan lagi akan disimpan selama enam tahun sejak bahan baku dinyatakan tidak digunakan lagi. Dokumen spesifikasi dan metode analisis bahan baku direvisi saat tiga bulan sebelum jatuh tempo tanggal berlaku dokumen berakhir. Namun, spesifikasi dan metode analisis tersebut juga harus direvisi untuk disesuaikan dengan farmakope edisi terbaru (European Pharmacopoeia), dimana perubahan tersebut harus disesuaikan
juga
dengan
kemampuan
laboratorium.
Selain
berdasarkan
farmakope, perubahan pada spesifikasi dan metode analisa juga dapat terjadi jika ada perubahan metode analisa yang dikembangkan oleh NPD ataupun perubahan limit pada saat scale up dari skala laboratorium ke skala produksi. Hal pertama yang dilakukan sebelum membuat revisi spesifikasi dan metode analisa adalah membuat gap analysis dengan membandingkan parameter pada spesifikasi lama yang akan direvisi dengan parameter pada farmakope terbaru. Jika terdapat perubahan, maka dilakukan pengecekan dan verifikasi terhadap kemampuan atau ketersediaan alat dan bahan di pabrik, kemudian, dibuat usulan perubahan dalam bentuk “Change Control”. Setelah Change Control
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
73
disetujui, spesifikasi dan metode analisis yang baru dibuat. Jika tidak disetujui, maka departemen Pegawasan Mutu akan memberikan usulan perbaikan untuk ditinjaklanjuti, dan jika diperlukan akan dimasukkan ke dalam CAPA (Corrective Action Preventive Action). b.
Laboratorium Mikrobiologi Laboratorium mikrobiologi di bawah pengawasan manajer laboratorium
yang dalam tugasnya dibantu oleh seorang orang group leader, dua orang analis dan seorang laboran. Tugas dari laboratorium mikrobiologi ini adalah melakukan uji kontaminasi mikroorganisme baik pada bahan baku, produk ruahan, maupun obat jadi setelah dikemas (after fill), stabilitas sampel, serta melakukan uji potensi pada antibiotik dan vitamin. Laboratorium biologi juga membantu dalam proses validasi dalam hal pemantauan mikroba dalam ruangan produksi. Selain itu, laboratorium mikrobiologi juga melakukan pemantauan lingkungan secara rutin/terjadwal baik di area produksi maupun di laboratorium mikrobiologi sendiri yang meliputi pemantauan udara permukaan maupun uji kontaminasi penisilin (pada area bukan produksi penisilin). Kondisi yang harus diperhatikan di dalam laboratorium mikrobiologi adalah perbedaan tekanan antar ruang, menggunakan aliran udara laminair air flow, dan biohazard cabinet untuk bahan-bahan yang toksik. c.
Packaging Material Inspector & Raw Material Sampling Dimulai sejak diterimanya daftar penerimaan barang dari gudang, yang
kemudian diperiksa kembali oleh supervisor. Bahan baku yang diambil untuk keperluan analisis haruslah mewakili dari jumlah yang diterima. Setiap bahan baku yang diterima harus dilakukan pengambilan contohnya untuk dilakukan analisis dan diputuskan apakah bahan baku tersebut dapat dirilisatau ditolak. Pengambilan bahan baku harus ditangani dengan benar supaya dapat terhindar dari pencemaran oleh mikroba dan pencemaran silang. Waktu pengambilan sampeldilakukan berdasarkan kebutuhan dan FIFO (First In First Out) dengan waktu tunggu maksimal 5 hari. Pengambilan contoh bahan baku dilakukan oleh seorang petugas pengambilan sampel. Sebelum melakukan pengambilan sampel, petugas menerima daftardari bagian gudang. Selanjutnya petugas melakukan perencanaan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
74
dan pengambilan contoh dan pemeriksaan secara visual terhadap semua wadah dan label material yang diterima. Untuk identifikasi material sampel diambil dari semua wadah dan untuk pemeriksaan lengkap dilakukan pencampuran dari sampel yang telah diambil. Hasil pengambilan sampel kemudian dimasukkan ke sistem Mfg-Pro dalam bentuk Quality Order (QO) dan bila dinyatakan memenuhi syarat maka dapat diberikan label “RELEASE”dengan label warna hijau.
Tabel 3.1 Pengambilan contoh bahan kemas Jumlah Contoh Jumlah yang
Inspeksi level
Inspeksi level
diterima (N)
II (n1)
III (n2)
2-8
2
3
9-15
3
5
16-25
5
8
26-50
8
13
51-90
13
20
91-150
20
32
151-280
32
50
Jumlah Contoh Jumlah yang
Inspeksi level
Inspeksi level
diterima (N)
II (n1)
III (n2)
281-500
50
80
501-1200
80
125
1201-3200
125
200
3201-10000
200
315
10001-35000
315
500
35001-150000
500
800
150001-500000
800
1250
500001 atau lebih
1250
2000
Pengambilan contoh bahan kemas yang akan diperiksa dilakukan secara acak. Prosedurnya hampir sama dengan pengambilan contoh bahan baku. Jumlah
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
75
wadah dari lot yang sama yang akan dibuka untuk diambil contohnya dihitung berdasarkan Military Standard 105E, Inspection Level II (n1), dan Inspection Level III (n2). Pengambilan contoh bahan baku dilakukan terhadap semua wadah kecuali untuk bahan baku yang higroskopis dan vitamin.
Tabel 3.2 Perbedaan n1 dan n2 No
n1
1
Pemasok baru
2
Desain baru
3
Produk baru
4
Pemasok lama yang tidak lolos
5
n2
inspeksi pada pengiriman
Pemasok lama yang telah terbukti 5
sebelumnya
kali pengiriman lolos inspeksi.
Bahan kemas yang sedang diinspeksi tetapi ditemukan cacat lebih besar dari acceptance number-nya, diambil contoh ulang sebanyak n2.
Untuk menghindari terjadinya kontaminasi dalam kegiatan pengambilan contoh maka ruang pengambilan contoh harus dilakukan pembersihan dan sanitasi. Pembersihan ini pun perlu dilakukan validasi oleh departemen Pemastian Mutu. Adapun tujuannya yaitu agar terpelihara lingkungan yang aman dari cemaran mikroba, mencegah terjadinya pencemaran oleh debu dan cemaran lain yang dapat mengubah identitas, mutu/kemurnian bahan baku dan memastikan bahwa alat-alat pembersih dan pengambilan contoh dalam keadaan bersih dan tidak menjadi sumber pencemaran terhadap bahan baku yang akan diambil contohnya. Kegiatan pemantauan serta pembersihan/sanitasi yang dilakukan yaitu pemantauan HEPA FILTER, kegiatan sanitasi biasa serta sanitasi total. Dalam kegiatan sanitasi total, maka bagian-bagian ruang sampling yang dibersihkan meliputi lantai, dinding, kaca pintu & jendela, LAF, tirai LAF, pre filter pada LAF, lampu, langit-langit, tutup AC, Trolley, lemari serta meja stainless. Kegiatan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
76
sanitasi total biasanya dilakukan setelah pengambilan sampel yang berwarna seperti tetrasiklin, doksisiklin (berwarna kuning) serta yang sedikit berbau seperti riboflavin. Setelah
selesai
sanitasi
maka
diberi
penandaan/label
“BERSIH”
pengambilan contoh telah selesai disanitasi tetapi tidak dipakai dalam 2 hari kerja maka harus dilakukan sanitasi rutin/biasa sebelum digunakan. Selanjutnya pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas bahan pengemas yaitu pemeriksaan terhadap bahan kemas baik primer maupun sekunder. Contoh bahan kemas primer yaitu kapsul, botol, aluminium foil, sedangkan bahan kemas sekunder yaitu karton atau box obat. Selain itu jugadilakukan pemeriksaan terhadap brosur obat. Parameter yang diperiksa dari kemasan sekunder dan leaflet meliputi kelengkapan informasi, besar huruf, warna, kesesuaian rancangan serta berat dari kertas. Kalibrasi dan validasi metode analisis dilakukan sesuai jadwal untuk menjamin agar peralatan dan metode analisa yang digunakan memberikan hasil pengukuran yang tepat. Peralatan yang digunakan untuk analisis selalu dalam keadaan terkalibrasi. Jika ada alat yang belum dikalibrasi, alat tersebut tidak boleh digunakan. Pada setiap alat ditempel label yang menandakan kondisi alat, tanggal kalibrasi terakhir, dan tanggal kalibrasi selanjutnya. Dengan adanya label tersebut, dapat dicegah penggunaan alat yang tidak terkalibrasi. Selain itu, terdapat pula Prosedur Tetap untuk semua alat di Laboratorium Pengawasan Mutu. Prosedur Tetap pengoperasian alat selalu diletakkan di dekat alat untuk memudahkan operator atau personel lain dalam menggunakan alat yang bersangkutan. Hal ini juga untuk menghindari adanya kesalahan. Alat pelindung diri disediakan untuk keselamatan personil, seperti masker, kaca mata pelindung, sarung tangan, dan pembasuh mata dan shower. Baku pembanding disimpan dalam kondisi yang sesuai. Pada wadahnya terdapat label informasi mengenai nama zat, nama penyalur, kadar, tanggal bahan datang, dan jenis stok. Hal ini telah sesuai dengan aturan CPOB. Ruang laboratorium untuk pemeriksaan di bagian Pengawasan Mutu telah sesuai dengan aturan CPOB, seperti persyaratan spesifikasi ruangan, desain ruangan, dan tempat pembuangan limbah. Laboratorium memiliki letak yang terpisah dengan ruang produksi. Laboratorium mikrobiologi dan kimia beta
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
77
laktam juga terpisah dari laboratorium lain. Laboratorium ini juga telah dilengkapi dengan peralatan dan bahan yang berkaitan dalam hal pengujian mutu obat. 3.6.8
Departemen Scientific Affair/SCA Departemen Scientific Affair (SCA) merupakan suatu departemen yang
terbagi atastiga bagian, yatu bagian Medical Affair, Regulatory Affair Indonesia, APRO (Asia Pasific Regional Office) Regulatory Affair. Tugas dan tanggung jawabMedical Affair adalah memberikan pelayanan informasi medis untuk divisi sales & marketing dan pelanggan (literatur, materi promosi); membantu divisi sales & marketing dalam hal pelatihan pengetahuan medis untuk tenaga lapangan baru/penyegaran kembali pengetahuan medis untuk tenaga lapangan lama, pelatihan pengetahuan medis dan pengetahuan produk untuk produk yang baru akan diluncurkan (launching); menjalankan sistem Pharmacovigilance, beserta pelaporan dan kegiatan pemantauannya; melakukan koordinasi uji BA atau BE apabila dipersyaratkan oleh Badan POM.Regulatory Indonesia terbagi menjadi 5 bagian yakni registrasi produk-produk OTC, registrasi produk-produk ethical, registrasi produk-produk rumah sakit (bentuk sediaan injeksi, registrasi produk ekspor & product transfer. Aktivitas Regulatory Affairs Indonesia dimulai setelah produk mendapat persetujuan dari pihak manejemen untuk diluncurkan/dipasarkan di Indonesia. Setelah dilakukan proses market research oleh Departemen Bussiness DevelopmentRA Indonesia akan mulai menyiapkan dokumen resgistrasi yang diperlukan dari seluruh departemen terkait (R&D, QC, QA, pembelian, dll). Dokumen registrasi yang sudah dievaluasi oleh Badan POM akan mendapatkan NIE (Nomor Izin Edar). Persetujuan NIE tersebut akan diinformasikan ke seluruh departemen terkait untuk segera dilakukan persiapan peluncuran produk. Proses persiapan peluncuran produk baru dikoordinasi oleh Departemen Bussiness Development. RA Indonesia juga menyiapkan rancangan kemasan produk baru terkait proses peluncuran produk yang akan dilakukan. Regulatory Affair Indonesia juga menangani Registrasi Produk Ekspor dan Produk Transfer, dimana RA Indonesia bertugas menyiapkan dokumen yang dibutuhkan untuk negara tujuan ekspor.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
78
Regulatory Affairs APRO (Asia Pasific Regional Officer) bertugas menangani registrasi ke negara-negara Asia Pasifik termasuk ASEAN. Medicalaffairs, bertugas membantu bagian pemasaran saat akan diluncurkan produk baru dengan memberikan pelatihan dan informasi mengenai produk terutama yang berhubungan dengan data-data di bidang medik (product knowledge) kepada para medical representatives. Informasi tersebut akan digunakan untuk mempromosikan produk obat kepada para dokter atau tenaga kesehatan lain. Bagian medical affairs juga bertugas dalam pharmacovigilance yang menangani pemantauan keamanan obat yg sudah beredar di pasaran seperti bila ada komplain mengenai efek samping obat. 3.6.9
Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk (Research and Development Department) Sebelumnya, Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk hanya
terdiri dari satu bagian yaitu Product Development. Mulai tahun 2012, departemen ini telah dibagi menjadi dua bagian, yaituTechnology Transfer dan Analytical Method Development. Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk di PT. Actavis Indonesia secara garis besar memiliki 4 kegiatan utama, yaitu formulasi produk obat, pembuatan metode analisis yang tepat, penjaminan mutu kegiatan penelitian dan pengembangan produk, serta monitoring produk jadi. Kegiatan dari departemen ini terfokus untuk mengembangkan produk generik dan copy, bukan untuk mencari zat kimia baru. Hal ini dikarenakan kebijakan PT. Actavis Indonesia yang memfokuskan diri pada produk obat generik dan copy. Produk yang akan dikembangkan diperoleh dari bagian pemasaran (business development). Dalam hal ini, bagian pemasaran sudah mempunyai rencana produk-produk apa saja yang akan diluncurkan ke pasar dalam 3 tahun ke depan. Rencana tersebut direalisasikan oleh Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk untuk mengembangkan formula agar menghasilkan produk
yang aman, berkhasiat, dan berkualitas. Pertemuan
koordinasi
dilaksanakan setiap bulan sekali, dengan pembahasan hasil pengembangan produk serta informasi tambahan terkait analisis pasar teraktual. Pengembangan suatu produk dapat dihentikan jika hasil analisis pasar yang diperoleh bahwa pasar sudah tidak lagi mendukung dikembangkannya produk terkait.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
79
Kegiatan formulasi produk obat dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah bagian pengembangan produk yang produknya ditujukan pada pasar nasional. Bagian kedua adalah transfer teknologi yang produknya ditujukan pada pasar internasional. Perbedaan yang paling spesifik adalah pada pengembangan produk formula dikembangkan sendiri berdasarkan literatur yang tersedia, sedangkan pada transfer teknologi, formula produk didapatkan dari Actavis Global. Pada transfer teknologijuga metode analisis yang digunakan hanya perlu disesuaikan saja (verifikasi) tanpa harus menemukan metode baru(full validation) dan pada saat registrasi, bagi obat-obat yang memerlukan uji bioekuivalensi tidak perlu lagi dilakukan uji tersebut. Namun, gap analysis tetap perlu dilakukan. 3.6.9.1 Alur Kerja Pengembangan Produk a.
Perencanaan Pengembangan formula diawali dari permintaan yang diinginkan oleh
Business Development menggunakan Form Usulan Product Development (FUPD). Dari permintaan tersebut, Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk melakukan studi literatur terkait formulasi sediaan tersebut (untuk pengembangan produk) atau meminta Technical Data Package (untuk transfer teknologi). Formula yang telah dirancang, akan dilakukan uji coba pada skala laboratorium untuk memperoleh data awal secara lengkap. Sebelum dilakukan uji coba, bahan-bahan yang dibutuhkan dirinci terlebih dahulu dan diserahkan kepada bagian pembelian. Setelah barang datang, dilakukan pengujian oleh bagian pengembangan analisis. Setelah material dinyatakan lolos uji, proses uji coba dapat dijalankan. b.
Pengembangan Produk Pelaksanaan rencana pengembangan produk dimulai dari uji coba atau
produksi skala laboratorium. Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan evaluasi, dan dilanjutkan dengan proses optimasi, terutama pada granulasi basah. Dalam optimasi ini dilakukan variasi, baik cara maupun jumlah material yang digunakan sehingga didapatkan hasil yang terbaik. Hasil optimasi dibuat laporan, yang mendasari proses selanjutnya, yaitu proses validasi. Proses validasi bertujuan
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
80
untuk membuat langkah kerja produksi/standar prosedur operasional. Hasil yang sudah sesuai dengan harapan dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya, formula tersebut dapat segera dilakukan dalam skala produksi dengan persetujuan “Operation Director” dan “Head of Technology Transfer”. Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk kemudian membuat Master Production dan Process Control Record (MPPCR) yang disetujui oleh Pemastian Mutu dan diserahkan kepada produksi untuk dilakukan produksi produk skala besar. c.
Monitoring Produk Jadi Produk
yang
telah
diproduksi
tersebut,
akan
tetap
dimonitor
perkembangannya. Bagian yang paling berperan dalam proses ini adalah “Product Lifecycle”. Dalam perjalanannya, produk tersebut dapat dilakukan perubahan. Perubahan yang dimaksud antara lain mencakup peningkatan atau pengurangan ukuran bets, perubahan sumber bahan baku, penghentian produksi obat, dan sebagainya. d.
Penjaminan Mutu Bagian Penjaminan Mutu dari Departemen Penelitian dan Pengembangan
Produk bertugas menjaga agar dalam proses pengembangan mutu, produk yang dihasilkan tetap berkualitas. Hal yang dilakukan antara lain penetapan standar kerja (SOP), review dokumen, inspeksi laboratorium dan pelaksanaan pengembangan produk tahap skala kecil, dan penanganan CAPA. 3.6.9.2 Alur Kerja Pengembangan Metode Analisis Sebelum pengembangan metoda analisa, bagian Analytical Method(AM) melakukan evaluasi sebagai berikut: a. Spesifikasi dan metoda analisa yang ada pada kompendial resmi, misalnya: European
Pharmacopoeia,
British
Pharmacopoeia,
United
States
Pharmacopoeia, dsb. b. Informasi sifat-sifat bahan aktif dan eksipien yang digunakan, misalnya: kelarutan, toksisitas, stabilitas, dsb. c. Kesesuaian metoda analisa yang dikembangkan dengan alat-alat yang ada d. Mencari dari literatur lain bila data pada kompendial resmi tidak lengkap, misalnya: jurnal, artikel, Drug Master File, Clarke’s, dsb.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
81
Hasil evaluasi tersebut kemudian disimpan sebagai acuan dan dilakukan Full Validation Method. Proses Pengembangan Metoda Analisa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: a. Mencari pemasok reagen, kolom, baku pembanding dan alat-alat untuk pengembangan metoda analisa b. Tahap uji coba metoda analisa c. Tahap validasi 1. Pembuatan protokol validasi 2. Pengerjaan validasi 3. Pembuatan laporan validasi Bagian Metode Analisis mengeluarkan data-data spesifikasi untuk produk jadi yang datanya diperoleh dari serangkaian proses pengujian produk yang dikembangkan dan memberikan acuan mengenai spesifikasi hingga waktu paruh produk. 3.6.10 Departemen Teknik dan EHS (Engineering and EHS Department) Di PT. Actavis Indonesia departemen Teknikdan EHS berada dalam departemen yang sama. Departemen ini dipimpin oleh seorang Head of Engineering and EHS Department. Departemen ini terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu Maintenance Support, Document and Instrument Control dan EHS (Environment,
Health,
and
Safety).
Maintenance
Manager
membawahi
Maintenance Supervisor dan Utility Supervisor. 3.6.10.1 Departemen Teknik (Engineering) Ruang lingkup kegiatan dari departemen teknikyaitu perbaikan dan pemeliharaan pada mesin dan utilitas(seperti sistem HVAC), kalibrasi, commissioning, dan juga kegiatan dokumentasi yang berhubungan dengan teknik. Bagian utilitas berfokus pada purified water, compress air, HVAC, steam, dan boiler. Bagian pemeliharaan berfokus kepada mesin-mesin produksi (preventive dan corective). Apabila terjadi kerusakan mendadak maka termasuk dalam job order. Departemen Teknik juga bekerja sama dengan Departemen Pemastian Mutu
dalam
hal
kualifikasi
mesin
dari
awal
tahapkualifikasi kinerja.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
commissioning
hingga
82
a.
HVAC HVAC merupakan singkatan dari heating, ventilation system, dan air
conditioning atau sistem tata udara yang bertujuan untuk mengkondisikan suatu lingkungan kerja agar sesuai dengan proses kerja yang diinginkan. Secara spesifik, sistem tata udara yang dimaksudkan mempunyai kriteria untuk dapat mengatur dan menyesuaikan temperatur, mengatur dan menyesuaikan kelembaban udara, memberikan pertukaran udara yang baik dan mengedarkan kembali udara dalam ruangan, serta menyaring dan membersihkan udara. Pemilihan sistem tata udara yang tepat guna harus disesuaikan dengan fungsi ruangan, proses kerja di dalam ruangan, dimensi ruangan yang tersedia, faktor lingkungan termasuk jumlah pekerja, peralatan yang terdapat dalam ruangan yang dapat merupakan sumber panas, letak ruangan, material pembentuk ruangan, jendela, dan arah terhadap matahari. AHU (Air Handling Unit) merupakan suatu sistem kontrol udara sehingga udara yang dihasilkan dalam area produksi berkualitas dan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Sistem ini berperan penting dalam pengaturan kualitas udara, aliran udara, dan perbedaan tekanan antar ruang. AHU di PT. Actavis Indonesia dibagi dalam beberapa bagian dimana tiap bagiannya mengontrol ruangan-ruangan tertentu. Kualitas udara memiliki beberapa parameter yang dapat dikontrol seperti temperatur, RH, tekanan, dan jumlah partikel. Spesifikasi yang diharapkan pada AHU area laboratorium mikrobiologi yang ada di PT. Actavis Indonesia yaitu menghasilkan pertukaran udara > 120 kali per jam untuk kelas 100 dan > 20 kali per jam untuk kelas 10.000, dengan temperatur ruangan antara 20-25°C, dan kecepatan aliran udara 0,3-0,36 m/detik. Sedangkan spesifikasi yang diharapkan pada AHU area produksi penisilin, non penisilin, dan topikal adalah mampu menghasilkan pertukaran udara 5-20 kali per jam, dengan perbedaan tekanan antar koridor dan ruang proses sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan, serta temperatur ruangan antara 20-25°C. Untuk menyaring udara selama proses produksi, digunakan HEPA filter yang memiliki kemampuan untuk menahan partikel (efisiensi) 99,95% dan 99,997% terhadap partikel yang berdiameter > 0,4 mikron. Untuk mendukung kerja HEPA, dipasang prefilter dengan efisiensi 30-35% dan medium filter yang
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
83
memiliki efisiensi 90-95%. Pemeriksaan HEPA filter dilakukan dengan cara pengukuran jumlah partikel (partikel count), uji kebocoran/leak test (integrity test) dan pemeriksaan kecepatan aliran udara (air flow velocity). Pemeriksaan kebocoran/integrity test yang dilakukan setelah pemasangan terdiri dari 3 objek, yaitu pemeriksaan kebocoran pada media (material filter), pada bingkai, dan pada segel. Pemeriksaan kebocoran dilakukan dengan cara mengukur jumlah partikel (partikel count) untuk mengetahui jumlah partikel di udara. Pemeriksaan kecepatan aliran udara bertujuan untuk memeriksa kemampuan penyapuan udara (sweeping action) yang berpengaruh terhadap pola aliran udara serta untuk mengetahui tingkat kemampatan filter. Penggunaan filter tersebut dalam AHU tergantung dari persyaratan kondisi ruangan yang dibutuhkan pada area abu-abu dan area produksi. Pada area abu-abu penisilin dapat digunakan prefilter saja, prefilter bersama medium filter, atau ketiga jenis filter tersebut yang didasarkan atas apakah proses yang dilaksanakan di ruang tersebut berkontak langsung dengan produk atau tidak. Misalnya, untuk proses tabletting dan pengisian kapsul digunakan ketiga jenis filter tersebut. Di area produksi padat non penisilin, ruang granulasi, dan pengisian kapsul dantabletting memakai ketiga jenis filter, sementara untuk area produksi sediaan liquid cukup menggunakan prefilter dan medium filter. Sedangkan pada daerah pengemasan cukup menggunakan prefilter saja. Ruangan-ruangan pada tempat produksi sediaan topikal umumnya menggunakan prefilter dan medium filter. Setiap area memiliki AHU yang terpisah dan tersendiri. Sistem penyaring udara seperti prefilter dan medium filter dengan efisiensi standar untuk produksi penisilin sangat diperhatikan. Kebanyakan ruangan produksi memiliki AHU tersendiri dengan tekanan yang diatur berbeda untuk tiap ruangan dan dimonitor. Dalam beberapa ruangan, khususnya ruang penyangga, terdapat blower tambahan untuk menjaga agar tekanan di koridor lebih besar daripada ruang proses. Ruangan maupun peralatan non penisilin harus dalam keadaan bebas kontaminasi penisilin, karena senyawa ini berbahaya terhadap lingkungan. Untuk menjamin bahwa ruangan maupun peralatan dalam keadaan bebas kontaminasi penisilin, maka harus dilakukan uji kontaminasi penisilin terlebih dahulu.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
84
Untuk menjamin efisiensi dari filter yang dipakai maka selalu dilakukan pemantauan secara berkala dengan menggunakan differential pressure gauge, particle counter, tekanan ruangan, serta pengukuran kontaminasi mikroba. Metode pemantauannya antara lain kebersihan partikel udara menggunakan particle counter dan kebersihan kontaminasi mikroba. Pemeriksaan kebersihan yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut mencakup pemeriksaan keberhasilan partikel dan kebersihan kontaminasi mikroba menggunakan cara hapus, cawan petri, dan contoh makanan. Air lock atau ruang penyangga merupakan ruang antara yang memisahkan 2 area dengan tingkat kebersihan yang berbeda. Setiap bahan, alat maupun personalia yang akan masuk/keluar dari area yang satu ke area yang lain harus melalui ruang penyangga. Untuk memasuki ruangan yang lebih bersih ruangan sebelumnya, dibedakan menjadi 2 jalur, yaitu untuk personil melalui ruang penyangga personil dan untuk barang melalui ruang penyangga bahan. Fungsi ruang penyangga yaitu memisahkan 2 tingkat kebersihan yang berbeda sehingga tidak ada hubungan langsung antara udara bersih dengan udara kotor, misalnya antara area hitam dengan area abu-abu. Setiap personil, barang, mesin, atau peralatan yang akan memasuki area abu-abu harus melewati ruang penyangga. Antara ruang produksi yang dikategorikan area abu-abu dan area hitamterdapat suatu ruang penyangga. Untuk memperoleh tekanan yang lebih positif pada ruang penyangga, terdapat blower yang dilengkapi dengan filter efisiensi 90-95%. Perbedaan tekanan dimonitor oleh suatu alat bernama differential pressure gauge (magnehelic). Di area penisilin, ruang penyangga sangat berperan agar daerah yang lebih bersih tidak langsung berhubungan dengan udara dengan tingkat kebersihan rendah dan daerah produksi penisilin tidak berhubungan langsung dengan daerah non penisilin, untuk mencegah pencemaran penisilin keluar. b.
Kalibrasi Kalibrasi adalah suatu tindakan untuk memastikan kebenaran nilai-nilai
yang ditunjukkan oleh alat atau sistem pengukuran dengan cara membandingkan dengan nilai kebenaran konvensional yang diwakili oleh standar ukur yang memiliki kemampuan telusur ke standar nasional atau internasional. Kalibrator
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
85
primer yang dimiliki oleh perusahaan adalah kalibrator yang telah dikalibrasi terhadap standar kalibrasi eksternal dengan akurasi dan presisi yang lebih tinggi yang mana ketelusurannya jelas serta dilengkapi dengan sertifikat yang menyatakan hasil pengukuran alat. Kalibrator eksternal ini harus sudah memiliki sertifikat KAN. Laboratorium kalibrasi yang terakreditasi dan digunakan oleh PT.Actavis Indonesia antara lain: PPMB, LIPI, Balai Metrologi, serta beberapa institusi yang berada di luar negeri. Kategori alat ukur dapat dipilih menjadi alat ukur yang berkaitan dengan suatu proses dan alat ukur yang bersifat indikator. Untuk alat ukur yang berkaitan dengan suatu proses, alat itu harus dikalibrasi berkala. Suatu alat ukur dirancang dengan spesifikasi tertentu. Tetapi dengan berjalannya waktu, karakteristik dari alat tersebut dapat berubah atau menyimpang karena aus, kotoran, bahkan mungkin saat transportasi. Untuk mencegah kesalahan yang diakibatkan karena penyimpangan karakteristik tersebut, alat ukur harus selalu dirawat dan dikalibrasi secara teratur. Dengan kalibrasi, karakteristik suatu alat dapat dipantau, penyimpangannya dapat diketahui dan dapat dikoreksi. Kalibrasi terhadap suatu alat dilakukan berdasarkan jadwal yang sudah ditetapkan. Semakin sering alat digunakan, semakin tinggi frekuensi kalibrasi ulangnya. Alat ukur atau instrumen harus diberi label yang menunjukkan status kalibrasi dan laporan hasil kalibrasi harus disimpan sedikitnya selama 2 tahun. Bila alat ukur atau instrumen tidak memenuhi syarat, maka label yang sesuai dengan kondisi tersebut harus dicantumkan atau ditempelkan. c.
Pengolahan purified water Sumber air utama yang digunakan PT. Actavis Indonesia adalah air bawah
tanah dan sebagai sumber cadangan digunakan air PAM. Air PAM ini juga dimanfaatkan sebagai air kran (tap water). Air yang digunakan PT. Actavis Indonesia harus diolah terlebih dahulu. Tahap pertama pengolahan Purified Water yaitu dengan melewatkan air bawah tanah pada tank bawah tanah ke sand filter. Tahap kedua adalah dengan melewatkan air pada karbon aktif (carbon filter). Selanjutnya, air akan melewati penukar kation anion (deionizer Culligan PS-24) untuk menghilangkan kandungan anion maupun kation yang terdapat dalam air. Kemudian air dilewatkan cahaya
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
86
UV yang berfungsi sebagai desinfektan, lalu dilewatkan berturut-turut melalui 3 penyaring. Proses penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk menyaring mikrobamikroba yang sudah mati saat dilewatkan dari sinar UV. Selanjutnya, air disaring dengan saringan 10 mikron dan 5 mikron, dan hasil penyaringan akan dimurnikan dengan reverse osmosis dan hasilnya dialirkan ke electrodeionizer dan masuk ke sistem looping air yang dimurnikan. Purified water dipergunakan untuk bahan baku produk atau untuk membersihkan wadah produk. 3.6.10.2 Departemen EHS (Environmental, Health and Safety) Dengan berpedoman pada salah satu misi PT. Actavis Indonesia berkaitan dengan aturan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan (K3&L), departemen EHS PT. Actavis Indonesia mempunyai visi untuk berkomitmen memperhatikan keselamatan kerja di semua strategi bisnis untuk melindungi lingkungan dan untuk mencapai keselamatan dan kesehatan serta kesejahteraan karyawan. Departemen EHS dari PT. Actavis Indonesia, memiliki dua komitmen utama, yaitu: a. Menghasilkan dan menjual produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan memenuhi aturan persyaratan regulasi secara konsisten b. Kami berkomitmen untuk melakukan operasi perusahaan yang ramah lingkungan, menyediakan lingkungan yang aman dan sehat bagi semua pemangku kepentingan dengan memenuhi semua aturan dan secara terus menerus meningkatkan proses di seluruh organisasi. Pelaksanaan bidang kesehatan karyawan berupa penyediaan klinik, dokter, Jamsostek, dan P3K. Sedangkan kegiatan yang dilakukan antara lain pre employee medical check up untuk karyawan baru dan kegiatan pemeriksaan medical check up berkala yaitu 1 tahun sekali untuk seluruh karyawan. Selain itu, EHS juga menangani kejadian kecelakaan kerja, pemeriksaan kualitas dan lingkungan kerja, penyediaan makan siang, penyediaan toilet, dan lain-lain. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit akibat kerja. Penyebab kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya tindakan tidak aman yang merupakan tindakan manusia berupa pelanggaran terhadap prosedur keselamatan kerja, adanya kondisi tidak aman
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
87
yaitu suatu keadaan yang mungkin dapat menyebabkan kecelakaan, serta adanya kondisi gabungan yang merupakan gabungan dari keduanya. Setiap kecelakaan kerja yang terjadi dilaporkan ke EHS melalui formulir yang tersedia. Tujuan pelaporan ini agar EHS dapat memantau jenis kecelakaan yang terjadi dan berusaha untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan tidak terulang lagi. Peran departemen EHS di bidang perlindungan terhadap lingkungan antara lain berkaitan dengan pengolahan limbah. Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, laboratorium, maupun domestik. Pengolahan limbah dilakukan agar limbah yang dihasilkan aman bagi lingkungan. Pemeriksaan limbah ini dilakukan baik secara kimia, fisika, atau biologi dan dilakukan secara teratur. Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lainlain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3. Limbah yang termasuk golongan bahan berbahaya dan beracun (B3) tersebut dikumpulkan dan disimpan dalam wadah terpisah untuk kemudian diangkut (transporter B3). Berdasarkan karakteristiknya limbah PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 macam, yaitu limbah padat, cair, dan limbah penisilin. a.
Limbah Cair Limbah cair PT. Actavis berasal dari produksi, laboratorium dan sebagian
domestik. Pengolahan limbah cair dilakukan melalui IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah) agar limbah industri maupun air limbah domestik PT. Actavis Indonesia layak dibuang ke saluran umum (Sungai Kalibaru/Cipinang) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Teknik pengolahan limbah cair PT. Actavis dibedakan menjadi 3 yaitu pengolahan fisika, kimia, dan biologi. Penjelasan singkat mengenai proses pengelolahan limbah cair PT. Actavis Indonesia, sebagai berikut: Pengelolaan limbah secara fisika dan kimia pada kolam I. Limbah cair masuk ke kolam I dengan kapasitas 10 m³. Pada kolam I terjadi proses pengumpulan dan homogenisasi limbah (ekualisasi), pemisahan minyak dari kotoran yang mengambang (oil separator), proses sedimentasi dan proses penetralan limbah (netralisasi) untuk mendapatkan pH 6 – 9. Apabila pH dibawah
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
88
6 maka ditambahkan NaOH, bila pH diatas 9 maka ditambahkan HCl. Kotoran yang mengambang diangkat, sedangkan lumpur akan tersedimentasi atau mengendap. Endapan kemudian dipompa dan disaring melalui filter I untuk selanjutnya dipompa masuk ke kolam 2. Pengelolaan limbah secara biologis pada kolam 2. Kolam 2 mempunyai kapasitas 350 m³. Pada kolam 2 dilakukan proses aerasi, yaitu mengalirkan oksigen dengan menggunakan aerator. Aerator yang terdapat pada kolam 2 berjumlah 2 unit. Proses aerasi ini mempunyai tujuan untuk memberikan suplai oksigen kepada bakteri aerob, yaitu bakteri yang dibutuhkan untuk menguraikan limbah. Bakteri ini diperoleh dari penambahan lumpur akrif (active slug). Pada kolam 2 dilakukan peninjauan terhadap Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD). Limbah dari kolam 2 dialiri (overflow) ke kolam 3 yang mempunyai kapasitas 150 m³. Pada kolam ini juga dilakukan proses aerasi. Air pada kolam 3 dapat digunakan untuk reservoir sistem pamadam kebakaran dan dapat digunakan untuk menyiram kebun setelah melalui proses filtrasi dengan pasir dan karbon aktif. Air limbah dari kolam 3 masuk kesaringan II kemudian masuk ke kolam 4. Untuk pematauan biologis pada kolam mini dipelihara ikan mas. Bila dalam keadaan normal maka ikan berenang dipermukaan, tetapi bila terjadi penurunana kualitas air karena kenaikkan kadar COD dan BOD maka ikan akan mengalami luka– luka. Pemeriksaan kualitas limbah cair melalui 3 cara yaitu cara kimia, fisika dan mikrobiologi. Pada pemeriksaan secara kimia dilakukan pemeriksaan terhadap COD, BOD, pH limbah, zat padat tersuspensi, KMnO4 dan fenol. Semua pemeriksaan tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh BPLHD (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta) dan 1 bulan sekali di QC laboratorium serta laboratorium mikrobiologi PT. Actavis Indonesia untuk pemeriksaan mikrobiologinya. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan warna dan penampakan visual limbah.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
89
b.
Limbah Penisilin Limbah penisilin tergolong kedalam limbah B3 (bahan buangan
berbahaya) dan mendapat perhatian khusus karena ada sebagian orang yang alergi terhadap penisilin sehingga dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas bila kontak atau terpapar dengan penisilin. Cara penanganan yang paling awal adalah dengan merusak limbah penisilin dengan NaOH pH 10-11. Dengan demikian cincin beta laktam dari penisilin akan terhidrolisis sehingga limbah penisilin tidak aktif lagi. c.
Limbah Padat Limbah padat PT. Actavis terdiri dari recycle waste (limbah anorganik),
hazardous waste (limbah B3), dan domestic waste (limbah organik). Untuk recycle waste penanganannya dikirim kepada pihak ketiga untuk didaur ulang atau diangkut untuk dimusnahkan, sementara untuk hazardous waste dikirim ke PT. Wastec International (Cilegon) dimana salah satu perusahan yang menggunakan hasil limbah yang diolah PT. Wastec International adalah PT. Indocement Tunggal Perkasa untuk diangkut dan digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Sedangkan domestic waste dibuang ke tempat pembuangan akhir bantar gebang dengan biaya retribusi dari dinas kebersihan tata kota DKI Jakarta. Pemusnahan limbah padat bertujuan agar limbah padat layak dibuang sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan juga tidak disalahgunakan.
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
BAB 4 PEMBAHASAN
Bentuk sediaan yang diproduksi oleh PT. Actavis Indonesia terdiri dari sediaan padat (tablet, kapsul, sirup kering), semi padat (krim dan salep), dan cair (sirup, suspensi dan rectal tube). Produk PT. Actavis Indonesia sangat beragam meliputi sediaan antibiotik, analgetik antipiretik, antiinflamasi, multivitamin, tranquilizer, dan sebagainya. PT. Actavis Indonesia juga memasarkan produknya untuk pasar luar negeri selain pasar lokal, seperti Eropa dan Asia Pasifik. Oleh karena itu, selain mengacu pada pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), PT. Actavis Indonesia juga mengacu pada pedoman lain yang dipersyaratkan oleh negara tujuan ekspor. Dengan diperolehnya sertifikat GMP dari European Authority (IGZ), sertifikat GMP dari Ukranian Authority serta sertifikat GMP dari Japan Authority yang diperoleh belum lama ini, membuktikan bahwa PT. Actavis Indonesia telah menerapkan CPOB dalam setiap aspek produksinya. Departemen menjadiDepartemen
yang
terdapat
Keuangan,
di
PT.
Departemen
Actavis
Indonesia
SDM/Human
&
dibagi
Resource,
Departemen Manajemen Bahan Baku, Departemen Operasi (Produksi dan PPIC), Departemen Mutu (Quality Operation terdiri dari Pengawan Mutu dan Pemastian Mutu), Departemen Pengembangan Produk, Departemen Scientific Affairs (SCA), Departemen Teknik (EHS dan Engineering), serta Departemen Pemasaran (Marketing) untuk produk-produk Ethical, OTC, Export dan Toll sales business. Departemen Scientific Affairs (SCA) membawahi Medical Affairs, Regulatory Affairs, APRO, Regulatory Affairs Specialist Phillipine dan Regulatory Affairs Specialist Vietnam. Ruang lingkup dari bagian Medical Affairs terdiri dari pelatihan untuk Medical Representatives, Bioequivalence Product, laporan efek samping obat, serta mengkaji materi promosi untuk obat Ethical dan OTC. Bagian Regulatory Affairs menangani registrasi untuk obat Ethical, Hospital dan OTC, export dan product transfer serta packaging artwork. Bagian Business Development menentukan produk apa yang akan diluncurkan, kemudian menginfokan ke bagian regulatory dan Pengembangan Produk. Departemen Pengembangan Produk akan mengembangkan produk, kemudian melakukan uji 90 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
91
stabilitas untuk 3 bulan, jika produk stabil selama 3 bulan, bagian regulatory akan memulai proses registrasi. Penentuan produksi untuk satu bulan dilakukan oleh bagianProduct Planning and Inventroy Control (PPIC) yang bertanggung jawab untuk mengatur order/pesanan yang masuk baik dari pemasaran maupun ekspor (Actavis group) serta toll manufacturing. Departemen ini menentukan order mana yang lebih dahulu ditindaklanjuti. Departemen ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu perencanaan produksi (Production Planning) dan pengendalian persediaan (Inventory Control). Selain berdasarkan pesanan dari pemasaran, toll, dan ekspor, terdapat pula forecast. Toll-in adalah pembuatan produk obat perusahaan lain oleh PT. Actavis Indonesia, sedangkan Toll-out adalah pembuatan produk obat PT. Actavis Indonesia oleh perusahaan lain. Untuk
produk
toll-in,
perusahaan
yang
menitipkan
produknya,
menyerahkan pembuatan formula sampai desain kemasan kepada PT. Actavis Indonesia dan nama PT. Actavis Indonesia dan perusahaan pembuat produk dicantumkan bersama-sama pada kemasan produk, begitu juga untuk produk tollout. Pesanan dari departemen Pemasaran, ekspor, dan toll manufacturing ini dikomunikasikan ke bagian PPIC melalui sistem DSC (Demand Supply Communication). Selanjutnya, PPIC menerjemahkan kebutuhan produksi melalui sistem yang disebut ERP (Enterprise Resource Planning). Sistem ERP yang digunakan oleh PT. Actavis Indonesia disebut QAD. Sistem ini kemudian menghitung kebutuhan material yang dibutuhkan untuk memenuhi pesanan yang diperoleh. Setelah sistem menghitung kebutuhan untuk produksi, PPIC akan membuat perencanaan produksi serta jadwal untuk memenuhi pesanan yang selanjutnya akan diteruskan ke bagian lain dari perusahaan, misalnya untuk memenuhi kebutuhan material, maka PPIC membuat Purchase Order Requisition (POR) kepada departemen Pengadaan. Selain berkaitan erat dengan departemen Pengadaan, PPIC juga berkaitan sangat erat dengan produksi, guna memenuhi pesanan. PPIC akan menerbitkan Work Order Picklistberisi perintah untuk produksi dan banyaknya material-material yang diperlukan untuk produksi. Setelah itu, PPIC akan membuat jadwal produksi tiap bulannya, PPIC akan menghitung kapasitas produksi berdasarkan kapasitas mesin, waktu sanitasi,
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
92
jumlah pesanan, dan ukuran betsdari produk. Setelah jadwal tiap bulan dibuat, maka jadwal ini diterjemahkan menjadi jadwal harian. Penyusunan jadwal tersebut juga dilihat
berdasarkan waktu
tunggu dari pesanan. Waktu
tunggupesanan hingga pemenuhan barang berlangsung 4 bulan, pesanan di bawah 4 bulan disebut sebagai abnormal ordersehingga PPIC bertanggungjawab dalam mengatur jadwal produksi untuk memenuhi waktu tunggutersebut. PPIC akan melakukan rapat dengan bagian produksi guna membahas pemenuhan jadwal produksi yang telah dibuat serta kendala yang dialami. Pengelolaan bahan baku dimulai dari saat bahan datang, petugas gudang melakukan pengecekan fisik dan sistem. Pengecekan fisik meliputi pengecekan keberadaan barang, dan penampilan fisik barang apakah dalam keadaan baik atau rusak.Pengecekan sistem meliputi pengecekan nomor PO barang, dan sertifikat analisis. Barang kemudian diberi label “QUARANTINE”, dan disimpan pada rak yang tersedia. Untuk barang yang sedang dilakukan pemeriksaan oleh bagian Pengawasan Mutu, maka diberi label “QC HOLD”, sedangkan barang yang telah dinyatakan rilis oleh bagian Pengawasan Mutu, diberi label “APPROVED” serta untuk barang yang ditolak diberi label “REJECTED” dan dipindahkan ke lokasi reject (area terpisah) untuk dikembalikan ke pemasok. Hanya saja pada kenyataanya di PT. Actavis Indonesia, belum semua barang disimpan padarak yang tersedia karena keterbatasan area gudang. Seluruh pengelolaan ini dilakukan oleh bagian gudang yang berada di bawah Departemen Manajemen Bahan Baku. Departemen
Manajemen
Bahan
Baku
membawahi
Departemen
Pengadaan, Gudang, serta Impor. Departemen Pengadaan di PT. Actavis Indonesia disebut dengan Central Procurement Departement. Departemen ini bertanggung jawab atas penyediaan barang yang diminta sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan dan ketepatan waktu tersedianya barang. Departemen Pengadaan terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian direct material dan indirect material. Direct material terdiri dari bahan bakudan bahan kemas yangdigunakan untuk menghasilkan produk obat. Indirect material ialah barang-barang yang digunakan oleh produksi tetapi tidak menghasilkan produk obat, misalnya sarung tangan, tissu, masker, pulpen, dll.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
93
Departemen
Pengadaan
melakukan
pembelian
dari
departemen
Pembeliandan MRP (Material Requirement Planning) yang diterbitkan bagian PPIC yang berisi barang apa saja yang dibutuhkan untuk produksi. Selanjutnya permintan-permintaan tersebut akan diterjemahkan menjadi purchase order dan dikirimkan ke pemasok. Bagian pembelianakan melakukan negosiasi mengenai harga, cara pembayaran, batas kredit, sampai lama barang tiba. Setelah mencapai kesepakatan, maka akan diterbitkan Approval Purchase Order ke pemasok yang terpilih. Lalu bagian pembelianakan memantau hingga barang tiba. Pembelian barang baik bahan bakumaupun bahan kemas dapat melalui dua jalur, yaitu lokal (agen-agen) atau impor langsung dari pemasok. Pertimbangan penggunaan jalur lokal atau impor langsung didasarkan atas jumlah biaya yangdikeluarkan, yang mana yang lebih menguntungkan. Apabila pembelian dilakukan secara impor, maka tim impor dari bagian pengadaan yang akan menangani mulai dari perijinan hingga bea cukai. PT. Actavis Indonesia memiliki approved supplier list (ASL), dimana bagian pengadaan hanya diperbolehkan untuk membeli bahan baku dari pemasok yang sudah disetujui dan terbukti memiliki kualitas yang baik. Departemen produksi PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Multi Product Facility (MPF) yang memproduksi sediaan padat dan cairan non penisilin, Beta Lactam Facility (BLF) yang memproduksi sediaan padatgolongan penisilin, dan Topical Plant Facility (TPF) yang memproduksi sediaan semi padat seperti krim dan salep. Ketentuan untuk masuk ke dalam area produksi pada ketiga fasilitas produksi adalah sama, dimana area produksi terbagi menjadi area kelas I dan kelas II. Menurut ketentuan CPOB 2012, area kelas I merupakan kelas E, yaitu kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril termasuk pengolahan dan pengemasan primer, sedangkan area kelas II merupakan kelas F, yaitu kelas kebersihan ruang untuk pengemasan sekunder. Untuk memasuki area kelas F, bagi karyawan dan operator diwajibkan untuk mengganti pakaian dengan pakaian kerja, menutup kepala dengan penutup kepala dan menutup sepatu dengan penutup sepatu. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kontaminasi produk dari kotoran yang terbawa pada pakaian dan menghindari menempelnya debu-debu pada pakaian rumah yang mengakibatkan terjadinya kontaminasi lingkungan luar.Untuk memasuki area kelas E, bagi
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
94
karyawan dan operator diwajibkan untuk memakai overall di luar pakaian kerja, mengganti sepatu atau menggunakan penutup sepatu, dan masker. Antara area E dan area F terdapat airlock I dan airlock II. Airlock adalah ruang penyangga yang tingkat kebersihannya berbeda. Airlock I adalah ruang penyangga antara gudang dan dispensing, sedangkan airlock II adalah ruang penyangga antara dispensing dan koridor, karena ruang dispensing lebih banyak kemungkinan partikel dari proses penimbangan. Tekanan di airlock harus selalu terpantau, dengan tujuan untuk membatasi pertukaran udara dan menjaga kestabilan tekanan udara, serta untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Setiap hari tiap pagi dan siang, pada semua ruangan di area produksi dilakukan pemantauan suhu dan kelembaban oleh petugas yang berkepentingan. Selain itu, tiap ruangan telah dilengkapi oleh Data Logger, yaitu alat untuk mengukur kelembaban udara dan suhu. Dalam data logger ini dapat menyimpan keadaan kondisi ruangan, tiap satu minggu bagian pengendalian mutu akan membuat laporan dan memasukkan hasil data logger dari tiap ruangan. Selain data logger, tiap ruangan juga dilengkapi dengan alat pemantau tekanan udara yang disebut Magnehelic, batasan untuk tekanan udara di area produksi adalah 10-30 kPa. Bila melewati batas maka tidak diperbolehkan untuk melakukan proses produksi, dicatat dalam laporan deviasi dan dilakukan perbaikan oleh pihak produksi. Jika tidak bisa ditanggulangi, maka akan dilaporkan ke bagian Engineering untuk penanganan lebih lanjut. Pengemasan sekunder dilakukan di area F, sedangkan proses pembuatan mulai dari penimbangan bahan baku hingga produk siap untuk dikemas dengan kemasan sekunder atau disebut juga dengan produk ruahan, dilakukan di area E. Seluruh penimbangan untuk bahan baku untuk produksi dilakukan di bagian dispensing yang terdapat di Fasilitas Multi Produk, kecuali untuk bahan baku jenis betalaktam, dimana khusus untuk Fasilitas Beta Laktam memiliki gudang penyimpanan sendiri, namun untuk bahan tambahan atau eksipien, penimbangan tetap dilakukan di bagian dispensing. Penimbangan bahan baku dilakukan berdasarkan Work Order Picklist untuk satu bets produk yang dibuat oleh bagian PPIC dan telah disetujui oleh bagian produksi.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
95
Barang yang dikeluarkan oleh gudang hanya barang dengan label “APPROVED”. Setelah dilakukan penimbangan, bahan baku dibawa ke area produksi dan diterima oleh personil dari bagian produksi beserta Work Order Picklist. Penerimaan ini dilakukan di airlock barang. Personil dari bagian produksi melakukan penimbangan ulang, dan hasilnya dicatat pada Work Order Picklist. Selanjutnya bahan baku dibawa ke ruang WIP (Work In Process) selama menunggu untuk diproses melalui alur barang sesuai SOP untuk pengelolaan bahan baku. Terdapat tiga ruangan WIP yaitu WIP untuk hasil penimbangan, WIP granulasi dan WIP untuk psikotropika. Barang yang disimpan di dalam WIP masing-masing diberi label dengan warna berbeda, label putih untuk bahan baku, label biru untuk granulat atau produk antara dan label ungu untuk produk ruahan. Pada masing-masing ruang WIP, terdapat timbangan untuk menimbang hasil produk ruahan, dan terdokumentasikan melalui log book WIP. Penyimpanan di ruang WIP juga menggunakan palet. Khusus untuk WIP produk psikotropik, drum-drum penyimpan produk ruahan, dirantai dan dikunci. Proses produksi sediaan solid di fasilitas beta laktam, pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama dengan proses produksi untuk sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF). Yang membedakan keduanya adalah proses/alur keluar masuk bahan baku penisilin, proses dispensing bahan baku penisilin, penyimpanan bahan baku penisilin dan sisa bahan baku non penisilin yang sudah masuk ke area penisilin, serta pengolahan limbah produksi dimana pengolahan limbah di BLF dilakukan di area terpisah. Semua barang yang keluar dari fasilitas penisilin harus diinaktivasi dengan larutan NaOH pH 10. Seluruh proses produksi dilakukan berdasarkan Master Product and Process Control Record (MPPCR) yang telah disetujui oleh bagian Pemastian Mutu. Departemen produksi melakukan revisi MPPCR untuk semua produk yang masih atau sedang diproduksi secara rutin kemudian diperiksa dan disetujui oleh Head
of
Quality
Operation.MPPCR,
terbagi
menjadi
BMR
(Batch
Manufacturing Record) untuk granul, BMR(filling), BMR (tablet/kapsul) dan BMR (packaging).Di dalam MPPCR, tercantum urutan langkah yang dilakukan untuk satu bets produk, termasuk pengaturan mesin, parameter kritis, serta hasil IPC.Untuk granul, IPC yang dilakukan adalah pengukuran kadar air, sedangkan
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
96
pengecekan indeks kompresibilitas dan sudut reposa/sudut istirahat tidak dilakukan karena produk yang telah diproduksi dalam skala produksi telah lulus pengecekan granul pada saat skala laboratorium oleh bagianpengembangan produk. Pada proses pengisian, IPC yang dilakukan adalah bobot per botol/tube. Untuk tablet, IPC yang dilakukan bobot tablet, diameter, kekerasan, waktu hancur, dan uji kebocoran untuk strip dan blister. Operator produksi juga mengirimkan sampel untuk diuji disolusi,Final mixing blend uniformity, Carr’s Index, Particle size distribution dan uji keseragaman kandungan di Laboratorium Kimia serta uji mikrobiologi di Laboratorium Mikrobiologi, dilakukan oleh bagian Pengawasan Mutu. Sedangkan untuk proses pengemasan, dilakukan uji pengecekan tiap box berisi strip, blister, botol atau tube secara otomatis menggunakan mesinAutomatic Check Weigher, dimana produk yang bobotnya lebih besar atau lebih kecil dari bobot yang diinginkan akan ditolak secara otomatis. Seluruh proses ini, mulai dari Work Order Picklist granulasi proses, Work Order Picklist produksi bulk, Work Order Picklist pengemasan, daftar periksa sebelum proses penimbangan, Dispensing card (bahan yang ditimbang sesuai dengan yang tertera pada dokumen), label bersih timbangan, perhitungan bahan, urutan bahan yang ditimbang dan beratnya, label penimbangan bahan baku dan printout hasil penimbangan, daftar periksa sebelum proses granulasi, label bersih mesin granulasi, label bulk atau produk ruahan (granulat), granulasi berisi mulai dari persiapan, proses granulasi termasuk setting aktual mesin dan kondisi mesin, catatan IPC dan printout hasil IPC sampai rekonsiliasi, dan seterusnya hingga proses pengemasan sekunder hingga printout hasil penimbangan tiap karton dan contoh bahan kemas untuk satu bets didokumentasikan pada MPPCR menggunakan tinta biru. Operator tidak diperbolehkan menghapal langkah proses pada jobsheet, melainkan harus selalu membawa jobsheet pada tiap langkah proses dengan tujuan untuk menghindari kesalahan dalam pembuatan obat. Produk yang telah selesai diproduksi diberi label “QUARANTINE” kemudian diserahkan ke Gudang Finished Goods, MPPCR yang telah dilengkapi dikirim ke Pemastian Mutu dan Pengawasan Mutu akan mengembalikan ke bagian Produksi jika terdapat
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
97
kekurangan untuk diperbaiki. Produk baru boleh rilis setelah mendapat persetujuan dari Pemastian Mutu. Jaminan terhadap khasiat, keamanan dan mutu suatu produk merupakan hal penting yang perlu diperhatikan untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi syarat yang ditetapkan. Oleh sebab itu, departemen mutu bertanggung jawab terhadap tugas ini. Departemen mutu PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2 departemen, yaitu Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) dan Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC). Proses Pengawasan Mutu dilakukan seiring dengan adanya proses penjaminan mutu dari Departemen Pemastian Mutu. Kedua departemen ini masing-masing dipimpin oleh seorang manajer dan berada dibawah satu pengendalian Head of Quality Operation yang menjamin bahwa sistem kebijakan mutu pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi) sesuai dengan GMP dan menjamin bahwa obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas sesuai dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Upaya pemastian mutu dilakukan oleh departemen Pemastian Mutu yang akan memastikan bahwa semua pengaturan dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya, oleh karena ituPemastian Mutu bertanggungjawab dalam penanganan sistem dokumentasi, GMP compliance, pembuatan Standard Operating Procedure (SOP), penanganan personil (training), laporan Product Quality Review (PQR), validasi, customer complaint, non conformance, technical agreement, audit, kontrol perubahan, penarikan kembali,dan CAPA. Dokumen – dokumen dari departemen Pemastian Mutu, disimpan dalam ruang dokumentasi khusus. Namun, ruang yang tersedia tidak sebanding dengan banyaknya jumlah dokumen ada, sehingga masih banyak dokumen yang diletakkan di luar lemari penyimpanan. Sistem dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi SOP, spesifikasi, Master Production & Process Control Record (MPPCR), identifikasi, penandaan protokol dan laporan validasi dokumen registrasi, dan dokumen kontrol perubahan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
98
Pembuatan SOPditujukan untuk memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas, memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB (GMP) dan EHS, memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlakudan membantu melatih petugas/karyawan baru. Pembuatan SOP ini dilakukan oleh masing-masing departemen yang terlibat langsung dengan SOP tersebut dalam bentuk konsep, kemudian SOP diserahkan ke departemen Pemastian Mutu, apabila SOP merupakan hasil revisi dari SOP terdahulu maka harus disertakan dokumen kontrol perubahan. Departemen Pemastian Mutu akan meninjau ulang yang disesuaikan dengan template SOP, kemudian dicetak pada lembar kertas salem, diperbanyakdan didistribusikan ke bagian yang terkait disertai dengan penarikan SOP lama. Kontrol
perubahan
diperlukan
untuk
mendokumentasikan
setiap
perubahan yang akan dilakukan, meliputi perubahan dalam lingkup spesifikasi dan metoda analisa, perubahan proses, perubahan bahan baku dan bahan kemas, perubahan utilitas, dan perubahan proses lainnya. Kontrol perubahan diperlukan agar isi dokumen tersebut tidak ada perbedaan antara dokumen yang terdapat pada masing-masing departemen dengan dokumen yang terdapat pada departemen Pemastian Mutu, karena dokumen tersebut saling terkait antar departemen. Perubahan yang tercakup dalam kontrol perubahan adalah semua perubahan dimana perubahan tersebut mempunyai pengaruh terhadap kemanan, mutu dan efikasi produk seperti perubahan spesifikasi dan metoda analisis, proses dan formula pada bagian pengemas, pemasok bahan baku, perubahan dokumen, perubahan alat, bangunan dan fasilitas. Pemohon (change issuer) mengajukan permohonan dengan mengisi lembar kontrol perubahan lengkap dengan alasan dan pendukung yang disetujui oleh kepala departemen terkait dan diserahkan pada Pemastian Mutu untuk diberikan nomor usulan perubahan. Pemastian Mutu akan mengkaji dan menindaklanjuti untuk menerima atau menolak. Usulan perubahan selanjutnya didistribusikan ke departemen lain yang terkait untuk mendapatkan persetujuan. Selanjutnya, diadakan rapat untuk mengevaluasi apakah perubahan memerlukan
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
99
validasi, kualifikasi, kalibrasi atau melaporkan pada BPOM atau pihak terkait. Jika sudah disetujui oleh manajer Pemastian Mutu, kemudian dilakukan penilaian apakah perlu dilaporkan kepada pihak otoritas dan diinformasikan mengenai perubahan yang dimaksud. Usulan perubahan yang sudah disetujui akan disimpan oleh Pemastian Mutu dan salinannya akan didistribusikan ke pihak yang terkait. Spesifikasi meliputi spesifikasi metode analisa bahan baku dan produk jadi yang digunakan di lingkungan PT. Actavis Indonesia. Spesifikasi mendeskripsikan persyaratan rinci yang harus dipenuhi oleh bahan baku atau produk jadi sebelum atau selesai digunakan dalam suatu proses produksi. Spesifikasi digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi kualitas dari produk farmasi maupun material. MPPCR merupakan dokumen induk yang berisi semua tahapan/urutan cara pembuatan suatu produksecara lengkap dan terperinci. Dalam MPPCR terdapat urutan proses selama produksi seperti penimbangan, granulasi, pencampuran, pengisian, tableting, pengemasan, daftar periksa, lembar inspeksi dan rekonsiliasi. Departemen produksi melakukan revisi MPPCR untuk semua produk yang masih atau sedang di produksi secara rutin kemudian diperiksa dan disetujui oleh Head of Quality Operation. Departemen Pemastian Mutu juga melakukan pelatihan tahunan kepada para pegawai. Kepala departemen terkait menyusun jadwal pelatihan sesuai fungsi serta level karyawan di departemen masing-masing dan mengirimkannya pada bagian Pemastian Mutu untuk dilakukan peninjauan dan memasukkan jadwal pelatihan CPOB dan EHS ke dalam program pelatihan tersebut. Materi pelatihan akan dipilih sesuai dengan hasil evaluasi karyawan tahun lalu (SOP Training, 2009). Selain pelatihan tahunan yang diberikan pada karyawan lama, pelatihan juga dilakukan pada karyawan baru, karyawan yang dipromosikandan karyawan kontrak. Semua kegiatan pelatihan tersebut didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil yang disimpan di departemen bersangkutan. Kualifikasi dan validasi merupakan bagian penting dari Pemastian Mutu, untuk membuktikan bahwa semua langkah-langkah yang dilakukan pada proses pembuatan obat selalu menghasilkan kualitas yang konsisten dan memenuhi
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
100
persyaratan yang telah ditetapkan. Kualifikasi berhubungan dengan fasilitas, sistem, dan peralatan. Sedangkan validasi berhubungan dengan proses. Departemen Pemastian Mutu melakukan validasi yang meliputi validasi fasilitas dan sistem penunjang (fasilitas dan utilitas), validasi spesifikasi peralatan (equipment specification), validasi proses (process validation), serta validasi pembersihan (cleaning validation). Peninjauan mutu produk (Product Quality Review/PQR) juga menjadi tanggung jawab bagian Pemastian Mutu yang rutin dibuat setelah jangka waktu satu tahun dari bulan dimana bets pertama dari setiap produk diproduksi. Sejak tahun 2014 laporan Product Quality Review (PQR) pada PT. Actavis Indonesia berganti nama menjadi Periodic Product Review (PPR) karena adanya implementasi Quality Management System (QMS) terbaru dari PT. Actavis Indonesia. Perubahan nama ini tidak berpengaruh banyak terhadap konten laporan peninjauan mutu poduk sebelumnya. Tujuan dari peninjauan mutu produk ini adalah untukmemastikan semua proses produksi tergambar jelas, ditinjau secara sistematis dan menggambarkan produk yang diproduksi secara konsisten memenuhi syarat kualitas dan spesifikasi yang telah ditetapkan dan juga untuk menggambarkan tren serta mengidentifikasi perbaikan terhadap produk dan proses jika dibutuhkan. Pembuatan laporan PPR didasarkan pada kelompok formula/proses dengan ketentuan bahwa kelompok produk dengan formula dan proses yang sama maka PPR dapat digabungkan dan dibahas pula perbandingan hasil analisa. PPR dibuat berdasarkan data in process control selama proses produksi, hasil analisa produk jadi dari Pengawasan Mutu, data stabilitas, data dari Scientific Affairs serta data pendukung lainnya seperti deviasi, penolakan, keluhan, kontrol perubahan, produk kembalian, penarikan kembali, validasi dan technical agreement. Penerapan GMP harus selalu ditinjau agar mutu obat tetap terus terkontrol, oleh karena itu diadakan inspeksi diri. Inspeksi diri dilakukan oleh komite dari Pengawasan Mutu terhadap semua yang berkaitan dengan GMP. Hal ini dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan tujuan untuk memastikan bahwa sistem yang telah dibuat benar-benar diaplikasikan di lapangan. Hal-hal yang
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
101
diperiksa dalam inspeksi diri yaitu laporan analisis, catatan betsdan laporan validasi untuk setiap betsvalidasi. Jika terdapat temuan yang tidak sesuai dengan GMP maka dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Selain itu, departemen Pemastian Mutu juga melaksanakan audit pemasokdan audittoll out manufacturing yang bertujuan untuk memastikan bahwa pemasok (vendor) maupun jasa servis yang digunakan di PT. Actavis Indonesia mempunyai kualitas sesuai dengan standar perusahaan. Audit pemasok dilakukan ke pabrik atau pemasok bahan baku dan bahan kemas yang digunakan. Toll out manufacturing audit merupakan audit yang dilakukan terhadap pabrik yang membuat produk untuk PT. Actavis Indonesia. Disamping itu, audit juga dapat dilakukan oleh pihak luar, baik yang membuat produknya di PT. Actavis Indonesia (Toll In Manufacturing) maupun audit reguler dari otoritas, baik lokal (BPOM) maupun Eropa (PICS). Selain itu, departemen Pemastian Mutu juga bertanggungjawab terhadap penolakan dan pelulusan obat jadi, dimana untuk pelulusan obat jadi dibutuhkan persetujuan dari seorang qualified person. Qualified Person (QP) adalah seseorang yang memiliki pengalaman dalam memproduksi sediaan farmasi yang telah menjalani pelatihan khusus dan memiliki pemahaman kritis yang mendalam terhadap semua aspek yang berkaitan dengan pembuatan sediaan farmasi. Oleh karena itu, dengan kemampuan yang dimiliki tersebut maka Qualified Person (QP) bertanggung jawab untuk memutuskan apakah suatu produk layak untuk dipasarkan atau tidak. Dalam menangani Technical Agreement diperlukan kesepakatan terkait proses produksi, pemasok, pengawasan mutudan lain-lain antara pihak yang bersangkutan. Contoh Technical Agreement yang dilakukan PT. Actavis Indonesia adalah pada produk toll, baik toll-in maupun toll-out. PT. Actavis Indonesia melakukan toll-out untuk sediaan steril karena tidak adanya fasilitas yang memadai untuk pembuatan produk tersebut, sehingga dibuatlah Technical Agreement oleh PT. Actavis Indonesia dengan perusahaan yang memiliki fasilitas steril tersebut. Untuk penanganan hasil uji di luar spesifikasi(HULS) terlebih dulu dilakukan pengecekan pada laboratorium Pengawasan Mutu, jika tidak terdapat
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
102
kesalahan laboratorium, maka perlu investigasi lebih lanjut oleh Pemastian Mutu. Dalam keseluruhan aspek tersebut, departemen Pemastian Mutu PT. Actavis Indonesia telah melakukan setiap proses dengan baik yang berkaitan dengan pemastian mutu produk sesuai dengan regulasi yang berlaku. Apabila ditemukan HULS, maka harus dilaksanakan investigasi yang harus diselesaikan dalam waktu 30 hari kerja, kecuali penyelesaian tindakan perbaikan dan pencegahan memakan waktu lebih lama. Laporan investigasi harus dibuat secara lengkap mencakup hasil analisa yang akan dipakai, keputusan yang akan diambil, tindakan perbaikan dan pencegahan serta penyebab HULS atau hasil uji yang tidak normal. Penyebab HULS terbagi menjadi tiga kategori yaitu kesalahan laboratorium, kesalahan di luar proses antara lain kesalahan operator produksi, kegagalan alat produksi, atau kesalahan sampling dan kesalahan yang berhubungan dengan proses produksi. Untuk prosedur investigasinya meliputi investigasi laboratorium, investigasi diperluas, dan investigasi produksi. Penanganan keluhan dilakukan oleh departemen Pemastian Mutu jika keluhan berupa cacat produk, seperti dalam blister terdapat kekurangan jumlah obat, sedangkan jika keluhan berupa efek toksikologi maka penanganan keluhan dilakukan oleh bagian medical affairs yang terdapat pada Scientific Affairs (SCA). Keluhan dapat diterima dari konsumen, pabrik atau produsen (misalnya masalah stabilitas) dan dari inspektor (BPOM). Jika terdapat keluhan, keluhan tersebut pertama kali akan diterima oleh pihak pemasaran, kemudian akan dilakukan skriningoleh pemasaranuntuk menentukan jenis keluhannya, apakah cacat produk atau berhubungan dengan efek obat. Jika keluhan berupa cacat fisik, Pemastian Mutu akan melakukan investigasi lebih lanjut dan melakukan analisis dengan departemen lain yang terkait. Investigasi dapat dilakukan dengan cara meminta sampel yang dikeluhkan dengan sampel pertinggal. Alur permasalahan akan terus ditelusuri hingga didapatkan solusi dan tindakan perbaikan maupun pencegahannya. Data ini kemudian didokumentasikan ke dalam CAPA (Corective Action and Preventive Action). Jika berkaitan dengan formulasi, investigasi akan dilanjutkan ke departemen pengembangan produk untuk dilakukan perbaikan. Jika solusi telah ditemukan, akan dikembalikan ke
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
103
Pemastian Mutu untuk selanjutnya diberitahukan ke konsumen. Apabila setelah dilakukan investigasi hasilnya fatal, maka dapat dilakukan penarikan obat kembali, obat kembali adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan ke pabrik pembuatnya karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluarsa, masalah kemasan atau sebab-sebab lain mengenai kondisi obat, atau wadah sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, khasiat maupun mutu obat. Alur penarikan kembali obat yaitu departemen Pemastian Mutu yang menerima keluhan kemudian memberikan memo kepada pihak pemasaran kemudian pemasaran memberitahukan kepada distributor, kemudian distributor akan melaporkan obat yang masih ada di distributor dan obat yang sudah sampai di masyarakat. Jumlah obat tersebut harus sama dengan jumlah obat yang diproduksi dalam satu atau beberapa bets. Obat yang masih beredar kemudian ditarik oleh distributor lalu dikirim ke gudang pabrik PT. Actavis Indonesia kemudian setelah itu Pemastian Mutu akan membuat recall report (laporan obat kembali). Pengawasan
mutu
sangat
diperlukan
mulai
dari
bahan
baku,
penimbangan, pengolahan, pengemasan dan penyimpanan obat jadi. Hal ini tersebut dilakukan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Pengawasan mutu obat dilakukan oleh bagian Quality yang terdiri dari Pemastian Mutu dan Pengawasan Mutu. Bagian Pengawasan Mutu melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku, produk ruahan dan produk jadi, selain itu juga melakukan penanganan sampel pertinggaldan uji stabilitas produk. Untuk mendukung tugas dari bagian ini maka tersedia dua laboratorium yaitu laboratorium kimia dan laboratorium mikrobiologi. Laboratorium Kimia meliputi multiproduk dan topikal serta laboratorium untuk betalaktam. Laboratorium kimia di PT. Actavis Indonesia melakukan proses analisis baik secara kimia atau fisika dari bahan baku produk ruahan obat jadi maupun stabilitas terdapat juga area penyimpanan contoh pertinggaldan chamber untuk penyimpanan produk yang akan dilakukan uji stabilitas, sedangkan laboratorium mikrobiologi melakukan uji mikroba pada produk dan pemeriksaan mikroba
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
104
terhadap fasilitas dan bangunan. Departemen Pengembangan Produk di PT. Actavis Indonesia berpusat pada formulasi obat, pembuatan metode analisa dan penanganan produk pengalihan (Product Transfer). Kegiatan departemen ini meliputi pengembangan produk, reformulasi/formuasi ulang produk lama yang mengalami keluhan baik di tahap produksi dan di masyarakat serta uji coba formulasi untuk produk transfer. Pada pengembangan produk, ide pengembangan pada awalnya berasal dari permintaan departemen pengembangan bisnis berdasarkan pengamatan terhadap kesukaan pasar. Setelah itu data yang didapatkan diberikan kepada bagian pengembangan produk untuk dikembangkan dan dibuat produk jadinya. Setelah itu produk yang dihasilkan diberikan ke bagian analisa untuk dicari penetapan kadar, profil disolusi, stabilitas produk. Jika memenuhi persyaratan yang diinginkan langkah selanjutnya adalah produksi produk. Pada produk yang mengalami keluhan dilakukan analisis terhadap keluhan yang ada. Kemudian dilakukan formulasi ulang jika keluhan disebabkan karena formulasi, atau penggantian kemasan jika berkaitan dengan kemasan. Pada reformulasi dilakukan beberapa uji coba dari mulai skala pilot sampai didapat formula yang optimum. Jika terjadi perubahan pada produk maka harus dilakukan pengajuan usulan perubahan dan registrasi variasi yang dilakukan oleh bagian regulatory (Scientific Affairs). Untuk produk transfer, semua SFP (Spesification of Finished Product) dan TDP (Technical Data Package) yang diperoleh dari Actavis Global kemudian diterapkan di PT. Actavis Indonesia dengan cara dilakukan uji coba untuk memastikan bahwa formula yang diperoleh dari Actavis Globaldapat diterapkan di Indonesia. Setelah dilakukan uji coba dan diperoleh formula yang optimal kemudian dilakukan validasi untuk skala pilot kemudian dilakukan uji stabilitas. Khusus untuk produk transfer, registrasi produk dilakukan dua tempat yaitu di negara tempat obat tersebut beredar dan di Indonesia. Untuk menangani mesin-mesin baru yang terkait langsung dengan proses pembuatan produk, departemen pengembangan produk juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa mesin baru yang digunakan tersebut memenuhi spesifikasi dan menghasilkan keterulangan hasil produksi yang sesuai dengan
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
105
spesifikasi yang telah ditetapkan. Terdapat beberapa alat tambahan pada departemen Pengembangan Produk untuk uji coba dan validasi metode analisis, seperti spektrofotometri, AAS, Particle Size Analyzer dan kromatografi gas. Departemen
Teknik
dan
EHS
merupakan
unit
penting
dalam
kelangsungan kinerja setiap departemen di PT. Actavis Indonesia. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer. Tanggung jawab bagian Tekniktidak hanya mencakup pemeliharaan peralatan atau mesin yang digunakan untuk proses produksi saja, tapi juga mencakup pemeliharaan gedung, fasilitas penunjang, penanganan limbah hingga kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. Bagian Teknikjuga melakukan kalibrasi dan kualifikasi secara berkala masing-masing untuk alat ukur dan mesin/peralatan. Kualifikasi dilakukan terhadap peralatan dan sistem penunjang untuk proses produksi. Untuk alat atau sistem baru kualifikasi dilakukan URS (User requirement Specification)yang terdiri dari kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasi, dan kualifikasi kinerja. Namun karena PT. Actavis Indonesia merupakan perusahaan farmasi yang telah lama berdiri sebelum CPOB diberlakukan, ada beberapa peralatan yang telah lama digunakan namun sama sekali belum terkualifikasi baik dari kualifikasi desain hingga kualifikasi kinerja. Dalam kasus seperti ini, berdasarkan kesepakatan dengan Pemastian Mutumaka kualifikasi cukup dimulai dari kualifikasi operasi saja karena alat telah diinstal sejak lama dan keluaranalat sudah terlihat dari sekian bets yang dihasilkan dari alat tersebut. Pengujian hanya dilakukan terhadap beberapa parameter operasi yang sangat menentukan dalam proses kerja alat secara keseluruhan. EHS merupakan suatu bagian dari departemen Teknik yang berfungsi sebagai pendukung dalam pelaksanaan fungsi operasional. Bagian EHS mempunyai visi untuk berkomitmen memperhatikan keselamatan kerja di semua strategi bisnis untuk melindungi lingkungan dan untuk mencapai kesehatan serta kesejahteraan. Kegiatan EHS mencakup kegiatan pemantauan lingkungan yang terkait dengan pengolahan limbah, kesehatan, dan kesejahteraan karyawan. Secara umum berdasarkan keamanannya, limbah PT. Actavis Indonesia digolongkan menjadi limbah B3 dan non-B3. Sedangkan berdasarkan bentuk fisiknya, limbah PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi limbah padat dan cair.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
106
Limbah B3 mencakup semua bahan yang terkait secara langsung dengan obat yang berasal dari Produksi dan Pengawasan Mutu. Beberapa contoh limbah yang termasuk limbah B3, antara lain produk obat yang ditolak, limbah penisilin, buangan sisa reagen, masker dan sarung tangan analisis secara mikrobiologi, bahan kemas primer, dan tumpahan bahan-bahan kimia. Pengolahan limbah cair dilakukan
oleh
pihak
PT.
Actavis
Indonesia
secara
mandiri.Metode
pengolahannya terdiri dari fisika, kimia, dan biologi yang dilakukan secara 4 tahapan. Untuk limbah padat, pengolahannya diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu PT. Wastec International (Cilegon) dimana salah satu perusahan yang menggunakan hasil limbah yang diolah PT. Wastec International adalah PT. Indocement Tunggal Perkasa untuk diangkut dan digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Penatalaksanaan limbah penisilin dilakukan bertahap melalui pemecahan cincin beta laktam terlebih dahulu dengan larutan NaOH 2%hingga didapatkan pH 9-10, barulah kemudian dilakukan pengolahan sepetri pelaksanaan pengolahan limbah cair non penisilin. Keselamatan dan kesehatan di lingkungan kerja sangat penting dan dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap keseluruhan proses produksi. Periode pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan secara berkala dan berbeda-beda, yaitu seperti 2 tahun sekali untuk karyawan departemen produksi dan laboratorium departemen Pengawasan Mutu, dan 3 tahun sekali untuk karyawan bagian kantor. Sedangkan jenis pemeriksaan kesehatan karyawan yang dilakukan dibedakan berdasarkan tingkat risiko, sepertipemeriksaan pendengaran untuk karyawan produksi yang berhubungan dengan mesin. Sistem penunjang proses produksi di PT. Actavis Indonesia seperti udara tekan, sistem pemurnian air hingga Air Handling Unit juga menjadi tanggung jawab departemen ini. Untuk sistem penunjang tersebut kualifikasi dimulai dengan kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasi hingga kualifikasi kikerja. Hal ini disebabkan semua sistem penunjang tersebut sangat kritis dalam proses produksi, sehingga dokumentasi dan parameter–parameter yang menentukan kinerja sistem penunjang patut untuk selalu dipantau.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1.
PT. Actavis Indonesia telah menerapkan pedoman CPOB sesuai dengan yang ditetapkan oleh otoritas lokal (BPOM) dan otoritas Eropa (PICs) dalam segala aspek perusahaan untuk semua proses baik dalam proses produksi, pengawasan dan pengendalian mutu, serta kegiatan lain yang terkait.
2.
Rangkaian kegiatan yang dilakukan PT. Actavis Indonesiadalam pembuatan obat dimulai dari proses pembelian bahan awal (bahan baku dan bahan kemas), proses produksi, proses analisis hingga distribusi produk jadi.
5.2
Saran
1.
Penambahan lokasi untuk gudang, baik bahan baku dan bahan kemas maupun produk jadi, karena terdapat beberapa material yang tidak dapat lagi disimpan di dalam gudang.
2.
Diperlukan penyusunan ruang penyimpanan dokumen yang lebih teratur, sehingga memudahkan dalam pencarian maupun pengambilan dokumen.
107 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (2009). Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta: BPOM RI. Departemen Kesehatan RI. (1990). Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.245/Menkes/SK/V/1990 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta. Priyambodo, Bambang. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. PT. Actavis Indonesia. (2011). Site Master File 10th Edition. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Vendor Qualification. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Self Inspection (Inspeksi Diri). Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Tata Cara Masuk Area Gudang. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Toll Manufacturing & Analysis. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Change Control (Kontrol Perubahan). Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Training. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan Tamu di Area Produksi Beta Lactam Facility. Jakarta: PT. Actavis Indonesia.
108 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
109
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Actavis Indonesia
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PENANGANAN KUALIFIKASI VENDOR DI PT. ACTAVIS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DINNY CHAIRUNISA 1306343504
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. ii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. iii BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Tujuan ...................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM ......................................................................... 2.1 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) .............................. 2.2 Kualifikasi Vendor .................................................................. Tanggung Jawab dan Wewenang dalam Penanganan 2.3 Kualifikasi Vendor .................................................................. 2.4 Prosedur Kualifikasi Vendor ...................................................
3 3 4 5 6
BAB 3 METODE PELAKSANAAN ........................................................... 15 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ............................................. 15 3.2 Metode Pelaksanaan ................................................................ 15 BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................ 16 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 21 5.1 Kesimpulan .............................................................................. 21 5.2 Saran ........................................................................................ 21 DAFTAR ACUAN ........................................................................................ 22
ii
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alur untuk Kualifikasi Vendor .......................... 23
iii
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Tersedianya obat dalam jumlah, jenis, dan kualitas yang memadai menjadi
factor penting dalam pembangunan nasional khususnya di bidang kesehatan. Peran industri farmasi sangat penting dalam hal memproduksi obat yang aman, berkhasiat dan berkualitas. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Oleh karena itu, industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen registrasi dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif (BPOM, 2012). Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor. Dalam rangka untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem pemastian mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi pembuatan obat memastikan bahwa pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan (BPOM, 2012). Pemilihan vendor merupakan hal penting dalam penerapan pembuatan obat yang mengacu pada CPOB sehingga setiap obat yang dihasilkan selalu memenuhi ketentuan mutu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, perlu adanya sebuah prosedur dalam melakukan kualifikasi vendor baik pabrik pembuat maupun
pemasok.
Kualifikasi
terhadap
vendor
ini
bertujuan
untuk
mengidentifikasi, memilih, mengevaluasi, menyetujui, dan mensertifikasi pabrik
1 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
pembuat, dan pemasok, semua bahan baku serta komponen pengemas yang dipasok ke PT. Actavis Indonesia. Vendor yang telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen, hasil analisa (bahan baku / kemas) dan hasil audit dapat disetujui sebagai vendor pada PT. Actavis Indonesia dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok yang disetujui. Adanya penanganan terhadap pemasok yang disetujui sangat penting diterapkan terutama di industri farmasi, terkait penerapan CPOB. Di PT. Actavis Indonesia telah tersedia penanganan terhadap pemasok baik bahan baku maupun bahan pengemas yang disetujui. Penanganan pemasok yang disetujui ini untuk memastikan bahwa bahan yang dibeli oleh pihak pembelian telah disetujui pemakaiannya oleh Departemen Penjaminan Mutu (QA) untuk digunakan dalam proses produksi di PT. Actavis Indonesia. Mengingat pentingnya pengadaan bahan awal dari vendor (pabrik pembuat maupun pemasok) yang terkualifikasi sesuai standar CPOB maka pada kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini penulis mendapatkan materi mengenai penanganan kualifikasi vendor dan pemasok yang disetujui di PT. Actavis Indonesia sebagai tugas khusus. Penanganan kualifikasi vendor dan pemasok yang disetujui pada PT. Actavis Indonesia berada dibawah pengawasan QA bagian GMP Compliance. 1.2
Tujuan Tugas khusus selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT.
Actavis Indonesia ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui penerapan secara aktual kualifikasi vendor di PT. Actavis Indonesia. 2. Membandingkan penerapan kualifikasi vendor di PT. Actavis Indonesia sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam CPOB. 3. Memahami tugas dan tanggung jawab Apoteker dalam penerapan kualifikasi vendor di PT. Actavis Indonesia.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri Farmasi dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat dan / atau bahan obat wajib menerapkan pedoman CPOB, pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB. CPOB merupakan suatu pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Pada pembuatan obat, pengendalian yang menyeluruh sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut, maksudnya adalah bahwa mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat (BPOM, 2012). Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar tercapai tujuan CPOB, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan manajemen mutu. Aspek yang saling berkaitan membangun manajemen mutu terdiri dari pemastian mutu, CPOB, pengawasan mutu dan pengkajian mutu produk (Yusuf dkk, 2012). Dalam CPOB 2012 penanganan terhadap pemasok dijelaskan dalam bab delapan yaitu aspek audit mutu. Di dalam aspek audit mutu tersebut, terdapat bahasan tentang audit dan persetujuan pemasok. Audit terhadap pemasok harus dilakukan untuk menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB. Sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok, harus dilakukan evaluasi. Evaluasi mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Hendaknya dibuat daftar pemasok yang disetujui untuk bahan awal dan bahan pengemas dan selanjutnya ditinjau
3 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
ulang secara berkala. Semua pemasok yang telah ditetapkan hendaklah dievaluasi secara teratur (BPOM, 2012). Pemasok adalah seseorang yang menyediakan obat dan bahan atas permintaan. Para pemasok mungkin adalah agen, perantara, distributor, industry atau pedagang. Apabila memungkinkan, para pemasok harus mempunyai izin dari instansi yang berwenang. Pemasok yang disetujui adalah pemasok bahan awal yang diketahui asal-usulnya, diakui dan dapat dipercaya berdasarkan pengalaman dari pasokan yang seluruhnya memenuhi spesifikasi, dikemas dengan benar serta utuh pada saat penerimaan dan bila mungkin juga didasarkan pada proses penilaian pemasok (BPOM, 2012). 2.2
Kualifikasi Vendor Kualifikasi vendor (pabrik pembuat / pemasok) adalah proses seleksi dan
evaluasi pabrik pembuat dan pemasok melalui sistem GxP dan riwayat kepatuhan regulatori serta uji coba pengguna. Pabrik pembuat yang disetujui adalah sebuah pabrik pembuat bahan baku atau komponen pengemas, yang telah disetujui oleh tim seleksi untuk memasok bahan dari manufacturing site yang spesifik berdasarkan riwayat kepatuhan cGMP yang baik, evaluasi melalui daftar periksa atau inspeksi lapangan sesuai profil analisis pengawasan mutu yang memuaskan dan juga telah dimasukkan atau direferensikan dalam aplikasi regulasi yang disetujui, jika ada. Pemasok yang disetujui adalah sebuah pemasok bahan baku atau komponen pengemas, yang telah disetujui oleh tim seleksi untuk memasok atau memperdagangkan material spesifik dari pabrik pembuat yang spesifik maupun non spesifik berdasarkan riwayat kepatuhan cGMP yang baik, evaluasi melalui daftar periksa atau inspeksi lapangan sesuai profil analisis pengawasan mutu yang memuaskan. Sertifikasi pabrik pembuat atau pemasok adalah proses yang menunjukkan bahwa pabrik pembuat atau pemasok secara konsisten mampu menyediakan material, komponen, wadah atau closure yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya. Diskualifikasi dan rekualifikasi pabrik pembuat dan pemasok adalah proses dimana pabrik pembuat atau pemasok yang disetujui dihapus dari status terkualifikasi dan kemudian dikembalikan ke status terkualifikasi (setelah menyelesaikan masalah yang menyebabkan diskualifikasi). Desertifikasi dan resertifikasi pabrik pembuat dan pemasok adalah proses dimana Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
5
pabrik pembuat atau pemasok dihapus dari status tersertifikasi dan kemudian kembali ke status tersertifikasi (setelah memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam SOP ini). Ruang lingkup dari kualifikasi vendor antara lain meliputi identifikasi, pemilihan, evaluasi, persetujuan dan sertifikasi pabrik pembuat dan pemasok dari semua bahan baku dan komponen pengemas. Tujuan dari kualifikasi vendor adalah menggambarkan prosedur untuk pemilihan, persetujuan dan sertifikasi vendor (pabrik pembuat dan pemasok) bahan baku dan komponen pengemas. 2.3
Tanggung Jawab dan Wewenang dalam Penanganan Kualifikasi Vendor (SOP Kualifikasi Vendor, 2013) Pada proses penanganan kualifikasi vendor, untuk memastikan tidak ada
kesalahan dalam prosedur penerimaan pemasok yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, terdapat beberapa pihak yang terlibat meliputi: 1)
Manajer QA Manajer QA bertanggung jawab memastikan pelaksanaan prosedur,
melakukan evaluasi untuk pabrik pembuat dan pemasok bahan baku dan komponen pengemas sebelum digunakan untuk produksi, menyetujui atau menolak setiap pabrik pembuat dan pemasok baru dalam daftar pemasok yang disetujui, memastikan pengadaan yang dilakukan oleh bagian Pembelian sesuai dengan daftar pemasok yang disetujui, dan meninjau daftar pemasok yang disetujui secara teratur. 2)
Departemen QA Departemen QA bertanggung jawab mempersiapkan dan merevisi SOP,
melakukan sosialisasi SOP kepada semua pihak yang terkait, meninjau dan merevisi daftar pemasok yang disetujui secara teratur, melakukan entri data pabrik pembuat / pemasok yang disetujui dalam sistem Mfg Pro, dan menghapus pemasok / pabrik pembuat yang tidak lagi digunakan untuk tujuan produksi dalam sistem Mfg Pro. 3)
Pengawasan Mutu (QC) / Pengembangan Metode Analisis Pengawasan Mutu (QC) / Pengembangan Metode Analisis bertanggung
jawab melakukan pengujian pada sampel pre-approval, meninjau spesifikasi pengujian, metode analisis dan technical package pabrik pembuat, mengelola dan Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
6
memperbarui spesifikasi dan memberikan ke bagian Pembelian, jika diperlukan, dan mengisyaratkan Penjaminan Mutu tentang status rilis atau tolak sampel preapproval. 4)
Pembelian Bagian Pembelian bertanggung jawab mengidentifikasi dan melakukan
koordinasi untuk pemilihan pabrik pembuat atau pemasok baru, memperoleh Drug Master File / Tech Pack, dimanapun diterapkan, melakukan koordinasi untuk kegiatan awal dan selama proses seperti mengirim dan menerima formulir registrasi pabrik pembuat / pemasok, daftar periksa evaluasi yang diisi oleh pabrik pembuat dan / atau pemasok, melakukan koordinasi untuk menerima dokumen seperti Drug Master File (DMF), CEP, sampel pre-approval, sertifikat analisis (CoA), MSDS, sertifikat TSE/BSE, data stabilitas, dan technical package, mengkoordinasikan untuk penyelesaian kuisioner tentang pabrik pembuat atau pemasok, bekerja sama dengan QA untuk menjadwalkan audit pabrik pembuat dan / atau pemasok, dimanapun diterapkan, bekerja sama dengan QA untuk menindaklanjuti laporan kepatuhan pabrik pembuat dan / atau pemasok pada laporan audit, berkomunikasi dengan pabrik pembuat dan / atau pemasok jika terdapat ketidaksesuaian yang diamati pada bahan yang diterima, dan melakukan koordinasi dengan departemen lain untuk mengelola aktivitas yang terkait dengan ASL seperti pembuatan kode vendor dalam sistem Mfg Pro. 5)
Gudang Bagian
gudang bertanggung jawab
memastikan
atau
melakukan
pengecekan bahan yang diterima dari pabrik pembuat atau pemasok sesuai daftar pemasok yang disetujui (dengan membandingkan label yang terlampir pada bahan fisik dengan nama pabrik pembuat dan pemasok yang terdaftar di ASL atau sistem Mfg Pro). 2.4
Prosedur Kualifikasi Vendor 2.4.1
Identifikasi Pabrik Pembuat atau Pemasok
Identifikasi pabrik pembuat dan pemasok harus dilakukan untuk jenis bahan baku antara lain bahan aktif farmasi, eksipien, komponen pengemas primer, printed packaging materials, dan consumable goods yang digunakan dalam proses produksi (seperti agen desinfektan, pelarut, dan lain-lain). Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
7
2.4.2
Tim Inspeksi / Penilaian
Auditor harus memenuhi syarat untuk melakukan audit dan harus berasal dari auditor perusahaan atau QA dan dapat disertai dengan seseorang dari bagian Pembelian, Teknologi Transfer dan Pengembangan Metode Analisis, QC atau produksi. Manajer QA mengevaluasi dan memilih auditor berdasarkan pada pengalaman kualifikasi dan dasar sebelumnya. Tim penilaian terdiri dari satu atau dua anggota dari departemen yang disebutkan di atas, sebagaimana berlaku. 2.4.3 Kualifikasi (Penilaian) Pabrik Pembuat dan / atau Pemasok Baru Berdasarkan persyaratan dari Departemen Registrasi dan Transfer Teknologi & Pengembangan Metode Analisis untuk material, departemen Pembelian harus mengidentifikasi pabrik pembuat baru atau pemasok untuk bahan yang dibutuhkan. Departemen Transfer Teknologi dan Pengembangan Metode Analisis juga dapat mengajukan spesifikasi tentatif dari bahan yang akan dibeli ke departemen Pembelian. Dalam rangka memilih pabrik atau pemasok baru, evaluasi pemasok atau kemampuan pemasok dan riwayat mutu harus dimiliki. Informasi ini harus dikumpulkan oleh departemen Pembelian melalui Formulir Registrasi Vendor. Jika seandainya pabrik pembuat disetujui oleh tim audit global, status penerimaan harus diperiksa di TW (TrackWise) oleh QA. TrackWise adalah suatu pusat informasi Actavis global yang menyimpan data pabrik pembuat maupun pemasok yang digunakan di seluruh site Actavis beserta dokumentasi kegiatan terkait lainnya seperti laporan audit, observasi, closure letter, dan sebagainya.
Ketika audit telah dilakukan oleh tim audit dari salah satu site
Actavis dan telah tercantum di TrackWise, daftar periksa Actavis Indonesia tidak diperlukan. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui Formulir Registrasi Vendor, Departemen Pembelian dan QA harus mengevaluasi dan memastikan bahwa pabrik pembuat atau pemasok mampu memberikan mutu yang diperlukan oleh bahan dengan persyaratan tertentu (jika ada) dan referensi farmasetika sebagaimana disebutkan dalam spesifikasi. Jika seandainya pabrik pembuat atau pemasok menyediakan detail profil perusahaan yang dipersiapkan sendiri, pabrik pembuat atau pemasok juga harus mengisi detail dalam Formulir Registrasi Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
8
Vendor yang disediakan oleh Actavis, Selanjutnya profil tersebut harus dinilai untuk penerimaan dan jika diperlukan, informasi tambahan harus diminta untuk memenuhi semua informasi dan persyaratan yang relevan. Departemen Pembelian harus meningkatkan pemesanan untuk 3 lot sampel, atau setidaknya 1 bets (beberapa bets mungkin diperlukan dalam kasus tertentu) untuk evaluasi teknis bersama dengan dokumentasi seperti sertifikat pabrik pembuat, metode analisis, CEP, sertifikat analisis (CoA), Drug Master File (DMF), data stabilitas, data stabilitas terhadap cahaya (untuk material yang peka cahaya), sertifikat food grade / toksisitas, dll dan harga untuk evaluasi komersial (jika ada), sebagaimana berlaku. Sampel harus dikirim ke QA. Permintaan untuk sampel juga dapat dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan memperoleh informasi tentang pabrik pembuat / pemasok melalui formulir registrasi vendor. Sampel diminta dari pabrik pembuat saja, bukan dari pemasok. Departemen Teknologi Transfer dan Pengembangan Metode Analisis atau QC harus meninjau sampel dan CoA yang diterima sebagaimana berlaku. Sampel yang diterima dari pabrik pembuat harus diuji oleh Departemen QC atau Pengembangan Metode Analisis untuk pemenuhan spesifikasi dan metode uji yang disetujui. Status sampel harus diinformasikan kepada QA oleh QC / Pengembangan Metode Analisis sesuai Form Status Sampel. Jika sampel material sesuai dengan standar yang telah ditentukan, QC, Teknologi Transfer dan Pengembangan Metode Analisis, atau Produksi dapat menyarankan Departemen Pembelian untuk pengadaan bahan baku atau bahan pengemas untuk melakukan percobaan bets (jika diperlukan). Dari pabrik pembuat bahan pengemas, sampel untuk uji coba mesin juga harus diperoleh. Departemen Pembelian harus berkoordinasi dan menerima sejumlah material yang diperlukan dari pabrik pembuat atau pemasok untuk uji coba. Teknologi Transfer dan Pengembangan Metode Analisis sebagaimana berlaku (atau Produksi) harus memulai uji coba yang berlaku. Berdasarkan informasi yang diberikan oleh pabrik pembuat atau pemasok dalam Form Registrasi Pabrik Pembuat / Pemasok dan / atau hasil analisis sampel dan evaluasi uji coba yang memuaskan, pabrik pembuat atau pemasok dianggap “Terkualifikasi”. Dalam hal pabrik pembuat / pemasok mengirimkan informasi
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
9
terkait dokumen, informasi dari dokumen dapat diringkas dan pabrik pembuat / pemasok dapat dinyatakan terkualifikasi jika persyaratan pada SOP Kualifikasi Vendor terpenuhi. 2.4.4
Persetujuan Pabrik Pembuat atau Pemasok (Inspeksi atau Evaluasi Pabrik Pembuat dan Pemasok yang Qualified)
Setelah lulus uji coba pengguna (jika ada) dan / atau evaluasi sampel oleh QC / QA atau berdasarkan informasi dalam Form Registrasi Vendor, inspeksi di site untuk sistem mutu atau evaluasi pabrik pembuat atau pemasok melalui daftar periksa harus dilakukan oleh tim inspeksi untuk menentukan kepatuhan site sesuai dengan persyaratan GxP. Pemasok yang tidak dapat diaudit secara fisik karena peringatan perjalanan atau pembatasan perjalanan harus memiliki kuesioner mutu. Ketika kuesioner mutu dikirim ke pabrik pembuat / pemasok, kuesioner tersebut harus dikirim ke orang yang berwenang. Selain inspeksi site atau evaluasi melalui daftar periksa, persetujuan pabrik pembuat atau pemasok yang terkualifikasi juga harus mencakup penilaian sebagai berikut antara lain: evaluasi riwayat kepatuhan regulatori sebagaimana berlaku, riwayat mutu barang-barang lainnya dari pabrik pembuat atau pemasok yang sama (jika ada), perjanjian pabrik pembuat atau pemasok (jika ada), dan spesifikasi komponen
yang
belaku,
hasil
audit
GMP
yang
sesuai,
dan
setiap
penolakan/keluhan yang diterima. Auditor, QA, atau Departemen Pembelian atau orang yang ditunjuk bertanggung jawab untuk memperoleh laporan kepatuhan dari pabrik pembuat atau pemasok dalam waktu yang disebutkan di atas. Jika tidak ada laporan kepatuhan dari pabrik pembuat atau pemasok untuk laporan audit, keputusan apakah pabrik pembuat atau vendor diterima atau tidak diterima dilakukan sesuai form “Kegagalan Menanggapi Observasi Audit”. Setelah diterima, respon harus dievaluasi oleh auditor. Jika diperlukan, klarifikasi tambahan dapat dicari untuk observasi audit atau respon compliance dari pabrik pembuat atau pemasok. Dalam hal pabrik pembuat atau pemasok mengirimkan informasi tentang dokumen terkait, informasi dari dokumen harus dapat diringkas dan pabrik pembuat atau pemasok dapat disetujui jika persyaratan SOP Kualifikasi Vendor terpenuhi.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
10
Sebuah surat pernyataan diterima atau tidak diterima terhadap respons compliance harus dikirim ke pabrik pembuat atau pemasok oleh Manajer QA atau orang yang ditunjuk. Informasi mengenai pabrik pembuat atau pemasok yang disetujui harus dikelola dalam Sistem Mfg Pro dan ASL. Material dipasok hanya oleh pabrik pembuat atau pemasok yang disetujui dan harus digunakan untuk bets komersial atau submission. Jika pabrik pembuat / pemasok adalah salah satu site Actavis, audit tidak perlu dilakukan. Dalam hal pabrik pembuat atau pemasok telah diaudit dan disetujui oleh setiap site Actavis, persetujuan audit dapat meluas ke site Actavis yang lain. 2.4.5 Sertifikasi Pabrik Pembuat dan Pemasok yang Disetujui Pabrik pembuat atau pemasok yang disetujui tersertifikasi jika minimal tiga lot atau bets dari bahan yang diterima dari pabrik pembuat atau pemasok yang sama diuji secara berurutan terhadap spesifikasi tertulis yang disetujui dan setiap uji untuk setiap lot bahan yang sesuai dengan persyaratan spesifikasi yang telah ditetapkan. Setelah tiga lot atau bets ini memenuhi spesifikasi, semua lot atau bets bahan yang diterima dari pabrik pembuat atau pemasok harus benar-benar diuji sesuai spesifikasi yang disetujui saat ini. Pabrik pembuat atau pemasok yang terkualifikasi,disetujui, dan / atau tersertifikasi untuk bahan tertentu, dapat dipertimbangkan untuk pengadaan bahan lain. Namun kelayakan penggunaan material baru dan persyaratan persetujuan pabrik pembuat untuk persyaratan spesifik harus dinilai. Evaluasi ini harus dilakukan sesuai “Daftar Periksa untuk Material Baru dari Pabrik Pembuat yang Telah Disetujui” jika menyediakan bahan lainnya yang diproduksi di site yang sama / blok yang sama / menggunakan peralatan yang sama / ekivalen. Jika material baru sedang dicari dari pabrik pembuat yang sama namun diproduksi di site, blok, peralatan yang berbeda, maka persetujuan harus dilakukan. Informasi pabrik pembuat atau pemasok yang tersertifikasi harus dikelola dalam sistem Mfg Pro dan ASL.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
11
2.4.6 Diskualifikasi Pabrik Pembuat atau Pemasok Diskualifikasi pabrik pembuat atau pemasok dapat dilakukan dengan alasan di bawah ini oleh QA atau orang yang ditunjuk: -
Pabrik pembuat atau pemasok dicabut sertifikasinya atau tidak disetujui dari penyediaan barang tertentu
-
Pabrik pembuat atau pemasok didiskualifikasi, tidak disetujui, atau dicabut sertifikasinya dari penyediaan bahan lain.
-
Jika informasi tentang diskualifikasi, tidak disetujui, atau pencabutan sertifikasi diperoleh dari tim audit global atau site Actavis lainnya.
-
Jika informasi yang diberikan oleh pabrik pembuat atau pemasok melalui Form Registrasi Vendor dan / atau analisis sampel dan laporan evaluasi (sebagaimana berlaku), ditemukan tidak memuaskan.
-
Jika percobaan menggunakan material subjek ditemukan tidak memuaskan
-
Jika evaluasi kuesioner dan / atau laporan inspeksi pada site ditemukan tidak memuaskan.
2.4.7 Disapproval Pabrik Pembuat atau Pemasok yang Disetujui Tidak disetujuinya pabrik pembuat atau pemasok yang telah disetujui sebelumnya dilakukan dengan alasan di bawah ini oleh personil QA antara lain: -
Keadaan yang menyebabkan tidak disetujuinya tidak bisa diselesaikan dan gap terjadi lagi
-
Berdasarkan penilaian jika pabrik pembuat telah menerima surat ketidakpatuhan / peringatan serius dari badan pengawas dan tidak memenuhi compliance terhadap badan pengawas, semua bahan yang terkait dengan pabrik pembuat di sistem Mfg Pro atau ASL harus diblokir untuk pengadaan sampai komunikasi lebih lanjut bahwa badan pengawas telah menganggap site dapat diterima untuk digunakan. Penilaian dampak dari bahan yang terdapat pada site dapat dilakukan jika ada yang harus dinilai.
-
Pemasok atau pabrik pembuat yang tidak disetujui atau dicabut sertifikasinya dalam menyediakan bahan tertentu atau material lainnya kepada salah satu site Actavis. Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
12
-
Tidak disetujuinya pabrik pembuat atau pemasok oleh Actavis harus didokumentasikan sesuai form “Diskualifikasi / Tidak Disetujui / Pencabutan Sertifikasi Pabrik Pembuat atau Pemasok”.
-
Penilaian dampak dari penggunaan material yang disetujui sebelumnya harus dilakukan dalam kasus pabrik pembuat / pemasok sedang tidak disetujui
-
Dalam kasus observasi kritis yang ditemui selama audit pada site untuk sumber calon pabrik pembuat atau pemasok harus tidak disetujui. Jika selama evaluasi ulang, ada temuan kritis, hal yang sama harus dibawa untuk notifikasi ke QA dan tim audit global. Compliance harus dicari dengan bukti, compliance harus dievaluasi dan jika diperlukan audit kembali terhadap site tersebut harus dilakukan untuk memverifikasi compliance. Berlanjutnya penggunaan bahan yang diperoleh dari pabrik pembuat atau pemasok yang sama, sudah menjadi stok harus memiliki dasar dan penilaian dampak pada produk obat yang sudah diproduksi menggunakan bahan dari pabrik pembuat / pemasok harus didokumentasikan, QA harus mengisi ”Memo Komunikasi Vendor” dan mengirimkannya ke departemen yang terkena dampak untuk meninjau dampak pada produk yang sudah diproduksi. Sekali observasi kritis disebutkan, QA harus memblokir pengadaan lebih lanjut berbagai bahan dari pabrik pembuat atau pemasok sampai compliance yang lebih memuaskan diterima dan / atau audit pada site dilakukan untuk memverifikasi compliance dan apakah pabrik pembuat bisa dianggap dapat diterima untuk digunakan.
2.4.8 Pencabutan Sertifikasi Pabrik Pembuat atau Pemasok yang Certified Pencabutan sertifikat pabrik pembuat atau pemasok yang tersertifikasi harus dilakukan jika: -
Ada perlengkapan yang gagal diuji sesuai spesifikasi tertulis dan penyelidikan menyimpulkan kegagalan itu terkait dengan proses pembuatan pada pabrik pembuat atau komponen tersebut terkena
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
13
kontaminan, kotoran atau bahan asing oleh pabrik pembuat atau pemasok. -
Berdasarkan penilaian jika pabrik pembuat yang tersertifikasi telah menerima surat compliance / peringatan dari badan pengawas dan gagal memenuhi compliance terhadap badan pengawas.
-
Jika tiga kiriman berturut-turut gagal untuk memenuhi standar yang telah ditentukan dan menunjukkan non reproducible.
Pabrik pembuat / pemasok akan diblokir di ASL atau sistem Mfg Pro untuk menghindari pengadaan lebih lanjut bahan dari pabrik pembuat / pemasok yang spesifik. Pencabutan sertifikat dari pabrik pembuat atau pemasok harus didokumentasikan sesuai form “Diskualifikasi / Tidak Disetujui / Pencabutan Sertifikat Pabrik Pembuat atau Pemasok”. 2.4.9
Kualifikasi Ulang (Re-Kualifikasi) Pabrik Pembuat atau Pemasok yang Tidak Lulus Kualifikasi
Pabrik pembuat atau pemasok mungkin terkualifikasi kembali setelah melakukan perubahan yang memuaskan terhadap keadaan yang menyebabkan diskualifikasi / tidak disetujui. Jika pabrik pembuat atau pemasok ingin berstatus terkualifikasi untuk material baru, pabrik pembuat atau pemasok yang didiskualifikasi harus diperlakukan sebagaimana pabrik pembuat atau pemasok baru untuk tujuan kualifikasi kembali. Minimal tiga kiriman berturut-turut dari pabrik pembuat atau pemasok harus diuji untuk spesifikasi lengkap dan harus sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. 2.4.10 Persetujuan Ulang (Re-approval) Pabrik Pembuat atau Pemasok yang Disapproved atau Decertified Sebuah pabrik pembuat atau pemasok yang tidak disetujui harus diperlakukan sebagai pabrik pembuat atau pemasok baru untuk keperluan persetujuan kembali. Proses persetujuan kembali harus melalui kontrol perubahan sesuai dengan yang terdapat dalam SOP Kontrol Perubahan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
14
2.4.11 Daftar Status Pabrik Pembuat dan Pemasok Daftar pabrik pembuat dan pemasok secara otomatis diperbarui di sistem Mfg Pro. Daftar status pabrik pembuat dan pemasok harus dikelola untuk jenis material (bahan baku dan bahan pengemas). Daftar ini berisi kolom antara lain: nomor, kode bahan, deskripsi bahan, nama dan alamat pabrik pembuat, kode pabrik pembuat, nama dan alamat pemasok, dan kode pemasok. Daftar pabrik pembuat dan pemasok akan dicetak berdasarkan pengelolaan pemasok saat ini yang diatur dalam sistem Mfg Pro. Daftar pemasok yang disetujui akan selalu mencerminkan status ASL saat ini yang dikelola di Mfg Pro. Ini adalah daftar yang dinamis dan kontrol pengadaan dipastikan melalui Mfg Pro. Personil QA harus mencetak daftar pabrik pembuat dan pemasok untuk semua jenis material (bahan baku dan bahan pengemas) sekali dalam enam bulan atau jika diperlukan, dan memberikan ke Gudang, QC, Pembelian atau departemen lain yang terkait. Untuk bahan yang diterima, personil gudang harus melihat status ASL dalam sistem Mfg Pro untuk memastikan bahwa bahan tersebut diterima dari pabrik pembuat atau pemasok yang disetujui. Salinan daftar pemasok yang disetujui terbaru harus tersedia di gudang. 2.4.12 Penambahan Bahan Baru untuk Vendor yang Telah Disetujui Jika site produksi sudah diaudit untuk bahan tertentu dan audit termasuk dalam validitas, maka penambahan bahan baru dari vendor yang telah disetujui dari site yang sama, blok produksi yang sama, peralatan yang sama atau ekivalen dapat diperpanjang setelah mendapatkan daftar periksa yang telah diisi untuk “Daftar periksa untuk bahan baru dari pabrik pembuat yang telah disetujui”. Dokumen yang terkait dengan bahan baru yang ditambahkan juga harus diperoleh.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
BAB 3 METODE PELAKSANAAN
3.1
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan dilakukan di PT. Actavis Indonesia Jalan Raya
Bogor Km. 28, Jakarta Timur pada tanggal 8 Januari - 7 Februari 2014. 3.2
Metode Pelaksanaan Melakukan verifikasi dari sertifikat analisis (CoA), laporan audit baik
melalui penelusuran di TrackWise maupun penelusuran database audit report PT. Actavis Indonesia. Verifikasi dari CoA dilakukan dengan melihat kesesuaian nama pabrik pembuat dan pemasok serta alamat pabrik pembuat dan pemasok dengan yang terdapat di master list ASL. Verifikasi laporan audit dilakukan dengan memasukkan alamat pabrik pembuat dan pemasok yang ada pada data audit vendor ke dalam master list ASL. Selain melihat kesesuaian nama dan alamat pabrik pembuat dan pemasok, verifikasi dalam pembuatan master list ASL dilakukan dengan melihat kesesuaian antara bahan baku yang dipasok oleh pabrik pembuat dan pemasok ke PT. Actavis Indonesia dengan ruang lingkup audit dalam laporan audit. Selanjutnya, selesai melakukan verifikasi, dilakukan pembuatan master list vendor yang telah diaudit beserta pemberian kode pabrik pembuat dan pemasok PT. Actavis Indonesia. Selain itu dilakukan juga studi literatur pedoman CPOB mengenai kualifikasi vendor dan penerapannya di PT. Actavis Indonesia (SOP Kualifikasi Vendor).
15 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Daftar vendor yang telah diaudit / disetujui (daftar pemasok yang
disetujui). Daftar ini berisi data vendor antara lain nama, alamat, kota, dan negara pabrik pembuat / pemasok, bahan baku yang dipasok ke PT. Actavis Indonesia, ada / tidaknya laporan audit, ruang lingkup audit, serta status audit. Kemudian, data dalam daftar pemasok yang telah disetujui juga dilengkapi dengan kode untuk pabrik pembuat / pemasok yang telah disetujui dan terdaftar dalam sistem ASL. 4.2
Pembahasan Dalam pedoman CPOB 2012 dijelaskan mengenai kualifikasi terhadap
vendor yang dapat disetujui untuk memasok bahan awal dan bahan pengemas. Oleh karena itu, industri farmasi perlu menerapkan penanganan kualifikasi vendor terkait penerapan CPOB. Penanganan kualifikasi vendor ini bertujuan untuk mengetahui prosedur yang harus dilakukan dalam kualifikasi, persetujuan, dan sertifikasi vendor (pabrik pembuat dan pemasok) bahan baku dan komponen pengemas sehingga dapat dipastikan bahwa material (bahan baku, bahan kemas) yang dipakai dari suatu pabrik telah memenuhi spesifikasi yang ditentukan oleh perusahaan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. PT. Actavis Indonesia telah memiliki sistem penanganan kualifikasi vendor yaitu kualifikasi vendor untuk kualifikasi pabrik pembuat dan pemasok yang memasok bahan baku, bahan kemas dan bulk import. Tipe kualifikasi yang dilakukan dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain kualifikasi vendor baru dengan material baru, kualifikasi vendor yang telah disetujui dengan material baru, kualifikasi vendor alternatif dengan material yang telah digunakan di PT. Actavis Indonesia dan kualifikasi vendor yang telah disetujui dengan material yang telah digunakan di PT. Actavis Indonesia namun mengalami perubahan pada manufacturing site atau proses pembuatan. Dalam penerapan prosedur pelaksanaan kualifikasi vendor di PT. Actavis Indonesia, dilakukan tahapan16 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
17
tahapan meliputi evaluasi, kualifikasi, persetujuan, dan sertifikasi. Evaluasi dilakukan terhadap pabrik pembuat dan pemasok yang memasok bahan aktif farmasi, eksipien, komponen pengemas primer, printed packaging materials, dan consumable goods yang digunakan dalam proses produksi (seperti agen disinfektan, pelarut, dan lain-lain) oleh departemen Gudang, Pengembangan Produk (Transfer Teknologi), QC (Pengembangan Metode Analisis), Pembelian, dan QA. Informasi terkait dokumen, riwayat mutu, hasil analisis sampel dan uji coba yang didapatkan melalui evaluasi ini dikumpulkan. Jika memuaskan, pabrik pembuat atau pemasok dianggap “Terkualifikasi”. Kemudian, untuk vendor yang dinyatakan “Terkualifikasi”, dilakukan inspeksi di site untuk sistem mutu atau evaluasi pabrik pembuat atau pemasok. Setelah dilakukan inspeksi pada site atau evaluasi site melalui, laporan audit harus disiapkan oleh auditor. Laporan ini harus dikirim ke pabrik pembuat atau pemasok dalam waktu 30 hari kerja untuk penyelesaian audit. Respon terhadap laporan audit harus diperoleh oleh Auditor, QA, atau Departemen Pembelian dari pabrik pembuat atau pemasok dalam waktu 45 hari kerja sejak diterimanya laporan audit oleh pabrik pembuat atau pemasok. Jika respon memenuhi persyaratan SOP Kualifikasi Vendor, pabrik pembuat atau pemasok dapat dinyatakan “Disetujui”. Selanjutnya, vendor yang disetujui harus mengirimkan 3 lot sampel berturut-turut untuk dianalisis dan jika setiap uji untuk setiap lot bahan sesuai dengan persyaratan spesifikasi yang telah ditetapkan maka pabrik pembuat atau pemasok yang disetujui dapat berstatus “Tersertifikasi”. Setelah tiga lot atau bets ini memenuhi spesifikasi, semua lot atau bets bahan yang diterima dari pabrik pembuat atau pemasok harus benar-benar diuji sesuai spesifikasi yang disetujui saat ini. Setelah pemasok disetujui dan berstatus “Disetujui” oleh PT. Actavis Indonesia, maka staf QA akan mengisi lembar Lembar Pemasok yang Disetujui yang berisi nama bahan, nama supplier, kode supplier (diperoleh dari bagian Pembelian), nama pabrik pembuat, alamat pabrik, nama produk PT. Actavis Indonesia, nomor item produk serta komentar. Komentar ini berupa kesimpulan hasil analisa maupun hasil audit vendor. Berdasarkan lembar ASF tersebut, QA manager atau staf QA memasukkan data pemasok / pabrik pembuat yang disetujui
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
18
ke dalam sistem dokumentasi yaitu ASL (daftar pemasok yang disetujui) dan akan dikelola dalam Sistem Mfg Pro. Mfg-Pro adalah software sistem ERP (Enterprise Resource Planning) atau sistem perencanaan sumber daya perusahaan yang merupakan
paket
sistem
informasi
yang
dapat
dikonfigurasi,
yang
mengintegrasikan informasi dan proses yang berbasis informasi di dalam, dan lintas area fungsional dalam sebuah organisasi (Wawan Dhewanto, 2007). Daftar pemasok yang disetujui merupakan salah satu bentuk dokumentasi yang merupakan salah satu aspek dalam pedoman CPOB 2012. Material hanya dapat dipasok oleh pabrik pembuat atau pemasok yang terdaftar pada ASL dan digunakan untuk bets komersial atau submission. Personil QA harus mencetak daftar pabrik pembuat dan pemasok untuk semua jenis material (bahan baku dan bahan pengemas) sekali dalam enam bulan atau jika diperlukan, dan memberikan ke Gudang, QC, Pembelian atau departemen lain yang terkait. Untuk bahan yang diterima, personil gudang harus melihat status ASL dalam sistem Mfg Pro untuk memastikan bahwa bahan tersebut diterima dari pabrik pembuat atau pemasok yang disetujui. Salinan daftar pemasok yang disetujui terbaru juga harus tersedia di gudang (SOP Kualifikasi Vendor). Setiap 6 bulan sekali, staf QA bertugas meninjau dan merevisi status setiap pemasok / pabrik pembuat yang terdapat dalam daftar pemasok yang disetujui (ASL). Selama PKPA, penulis melakukan verifikasi status audit produsen yang terdapat dalam ASL yaitu dengan melengkapi informasi mengenai alamat dari setiap produsen material pada master list ASL. Pada tahap pertama dilakukan dengan cara memverifikasi alamat yang tercantum pada sertifikat analisis (CoA) dengan alamat produsen pada master list ASL, apakah sudah sesuai dengan yang tercantum pada CoA. Hal ini dilakukan karena produsen tertentu memiliki pabrik tidak hanya di satu negara tapi ada di berbagai negara, misalnya Merck. Merck memiliki pabrik di Brazil (Rio de Janiero) dan Jerman (Darmstadt) sehingga harus dipastikan bahwa untuk bahan yang diproduksi oleh produsen tersebut berasal dari alamat produsen tempat bahan tersebut diproduksi. Hal ini bertujuan agar jika suatu saat terjadi masalah dengan bahan tersebut dan akan dilakukan audit vendor, alamat produsen tersebut sudah jelas.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
19
Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan verifikasi data laporan audit yang dimiliki oleh PT. Actavis Indonesia. Setiap pabrik pembuat / pemasok yang ada pada ASL, alamatnya diverifikasi dengan alamat yang tertera pada laporan audit. Hal ini bertujuan untuk mengetahui status audit dari produsen, apakah produsen dengan alamat tersebut telah diaudit atau belum dan melihat kesesuaian nama dan alamat pabrik pembuat dan pemasok yang ada pada data audit vendor dengan data yang tertera pada master list ASL. Misalnya, PT. Actavis Indonesia telah memiliki data audit report untuk Merck Darmstadt (Jerman) tetapi bisa saja belum memiliki data audit report Merck Rio de Janiero (Brazil) yang bahannya juga digunakan untuk produk PT. Actavis Indonesia. Selain itu dilakukan juga verifikasi audit report dengan melihat kesesuaian antara bahan baku yang dipasok oleh pabrik pembuat dan pemasok ke PT. Actavis Indonesia dengan ruang lingkup audit dalam laporan audit. Misalnya, bahan baku dipasok oleh Ueno Fine Chemical dan terdapat pada daftar bahan baku di PT. Actavis adalah potassium sorbate sedangkan laporan audit yang ada hanya dengan ruang lingkup audit paraben. Untuk memastikan status audit Ueno Fine Chemical untuk ruang lingkup audit potassium sorbate, dilakukan penelusuran database laporan audit PT. Actavis Indonesia terlebih dahulu, kemudian dilakukan penelusuran di database Actavis global yaitu TrackWise. Apabila PT. Actavis Indonesia tidak memiliki data laporan audit tersebut dan jika Actavis global memiliki data laporan audit tersebut maka akan diberikan kepada Actavis Indonesia, namun jika tidak maka akan diatur jadwal audit ke produsen tersebut oleh Actavis global. Untuk jadwal audit pabrik pembuat dan pemasok yang berlokasi di Indonesia, PT. Actavis Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur jadwal audit secara mandiri. Jika pabrik pembuat atau pemasok berlokasi bukan di Indonesia, telah diaudit dan disetujui oleh salah satu site Actavis maka audit tidak perlu dilakukan lagi oleh PT. Actavis Indonesia karena persetujuan audit dapat berlaku untuk site Actavis yang lain. Setelah verifikasi selesai dilakukan, penulis membuat daftar vendor yang telah diaudit / disetujui (daftar pemasok yang disetujui). Daftar ini berisi data vendor antara lain nama, alamat, kota, dan negara pabrik pembuat / pemasok, bahan baku yang dipasok ke PT. Actavis Indonesia, ada / tidaknya laporan audit,
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
20
ruang lingkup audit, serta status audit. Kemudian, tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah pemberian kode untuk pabrik pembuat / pemasok dalam daftar pemasok yang disetujui. Pemberian kode ini didasarkan pada nama dan kota / negara pabrik pembuat / pemasok masing-masing. Kode dari setiap pabrik pembuat / pemasok harus berbeda (tidak boleh ganda) untuk mencegah kekeliruan data pada sistem. Kode ini bertujuan untuk memberikan identitas pabrik pembuat / pemasok dalam sistem informasi PT. Actavis Indonesia.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil kegiatan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) yang telah dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia didapatkan kesimpulan bahwa : 1.
Pada penerapan kualifikasi vendor pada PT. Actavis dilakukan empat tahapan prosedur yaitu evaluasi, kualifikasi, persetujuan, dan sertifikasi.
2.
PT. Actavis Indonesia telah menerapkan kualifikasi vendor dengan baik sesuai dengan CPOB. Selain itu pedoman prosedur pelaksanaan kualifikasi vendor di PT. Actavis Indonesia juga mengacu pada standar PIC.
3.
Peran apoteker sangat penting dalam pelaksanaan kualifikasi vendor. Apoteker bertanggungjawab untuk memastikan bahwa material yang dipasok ke PT. Actavis Indonesia merupakan material yang berasal dari pabrik pembuat / pemasok yang terdaftar dalam ASL.
5.2
Saran
1.
Perlunya kecermatan dan ketelitian dalam melakukan kualifikasi terhadap vendor serta dalam meninjau dan merevisi status setiap pabrik pembuat / pemasok.
2.
Perlunya kelengkapan data dokumentasi hasil audit vendor yang menunjang dalam penentuan kualifikasi vendor.
3.
Melakukan prosedur kualifikasi vendor secara benar dan tepat serta melakukan audit terhadap vendor yang belum di audit dan melakukan audit terhadap vendor yang sudah diaudit secara berkala dan teratur.
21 Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Yulia, Sri Restu. (2009). Pengaruh Implementasi Enterprise Resource Planning (ERP) terhadap Kualitas Informasi Akuntansi pada PT. PLN Persero Distribusi Jawa Barat dan Banten. Bandung: Program Studi Akutansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan POM. Yuliana, Sari. (2014). Standard Operating Procedure Qualification. Jakarta: PT. Actavis Indonesia.
(SOP)
Vendor
Yusuf, Atabik., Sri Juwita Sari., dan Nurmisni Rumodar. (2012). Manajemen Mutu Pada Industri Farmasi. Purwokerto: Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Soedirman.
22
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
23
Lampiran 1. Diagram Alur untuk Kualifikasi Vendor Identifikasi Pabrik Pembuat atau Pemasok
Pabrik Pembuat atau Pemasok Eksipien / Bahan Aktif Farmasi
Pabrik Pembuat atau Pemasok Komponen Pengemas
Pabrik Pembuat atau Pemasok Pembelian untuk meminta bahan dari vendor atau pemasok baru Form registrasi vendor
Analisis 3 kiriman berturutturut
Evaluasi Pabrik Pembuat atau Pemasok Permintaan sampel pembelian
CAPA Penerimaan sampel bersama dengan data stabilitas/CoA/DMF, (jika ada) Diskualifikasi Peninjauan sampel oleh TT/AMD/QA/QC Tidak dapat diterima Dapat diterima
Pengujian sampel oleh QC/AMD
Sampel diminta untuk percobaan bets (jika diperlukan)
Percobaan sukses
Inisiasi and penyelesaian percobaan bets Tidak berhasil
VENDOR TERKUALIFIKASI
Inspeksi cGMP pada site Vendor/ Evaluasi melalui checklist Checklist untuk komponen pengemas / gudang
Checklist untuk API/Eksipien Pemenuhan defisiensi (jika ada)
Tidak dapat diterima
Evaluasi laporan kepatuhan
Dapat diterima
VENDOR DISETUJUI
VENDOR TERSERTIFIKASI
Ditolak Analisis 3 lot berturut-turut
Laporan praktek…., Dinny Chairunisa, FFar UI, 2014
Desertifikasi vendor